Tentang Penulis “Love what you do, do what you love.” Seorang gadis keturunan Jawa bernama Umi Salamah, S.Pd. memegang prinsip mencintai apa yang dikerjakan dan mengerjakan apa yang dicintai. Dia dilahirkan dan dibesarkan keluarga sederhana, pasangan Abu Jamil dan Sudinah di Cilacap, 18 November 1991. Dia lahir dan tumbuh mandiri di sebuah desa pinggiran Pantai Widara Payung‐Ketapang. Dia memiliki seorang Abang yang bernama Sudiastono. Dia hanyalah seorang petani biasa. Dia juga memiliki seorang adik perempuan, atlet dayung Indragiri Hilir, bernama Diyah Safitri, S.Pd. Dia merupakan lulusan SDN 1 Sidaurip, SMPN 1 Binangun, SMKN 1 Kempas, dan Universitas Riau. Dia merupakan alumnus bahasa Inggris dan mulai mengajar di SMPIT Bunayya Pekanbaru sejak 2016. Sejak kecil sudah menyukai membaca dan menulis cerita, puisi, dan naskah sastra. Sejak SD, Dia sudah aktif di berbagai kegiatan. Tidak hanya aktif di kegiatan formal sekolah, namun juga mengikuti organisasi non‐formal. Dia bermimpi menjadi seorang guru yang menginspirasi peserta didik untuk menjadi generasi yang bertakwa. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 187
Cerita 10 Dari Bukan Sesuatu Menjadi Sesuatu Oleh: Tengku Muhammad Hanafi Mustafa, M.Pd. Dosen Universitas Riau Pekanbaru Debut awalku menjadi guru sebenarnya dimulai pada saat semester lima (Tahun 2002). Kalau tidak salah, waktu itu aku masih unyu‐unyu, polos, memiliki semangat membara alias semangat 45 untuk mencari pengalaman dan mencari duit pastinya. Ya ingat sekali waktu itu, aku masih mengenyam pendidikan di Universitas Riau yang merupakan kampus berstatus negeri tertua yang menjadi kebanggaan warga Pekanbaru dan Provinsi Riau secara keseluruhan. Aku memulai karir menjadi guru privat 188 | Safridah, dkk
bahasa Inggris untuk seorang siswa yang bersekolah di SMA Negeri 9 Pekanbaru kelas 10. Tawaran tersebut aku peroleh dari teman sejurusan pada malam hari dan tak lupa dia memberikan nomor telepon orang tua calon siswa privatku. Yang ada dibenakku saat itu bahwa mengajar privat adalah kesempatan emas dan peluang besar untuk mempraktikkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah kepada orang lain (learning by doing) dan harapanku saat itu adalah jangan sampai karena mengajar privat bisa mengganggu konsentrasi dan tugas‐tugas kuliah. “I must prove it. I can do teaching while learning”. Wah, aku gak sabar untuk menunggu hari esok menelpon orang tua calon siswaku, karena bagiku ini adalah tawaran yang bagus dan lumayan bisa membantu keuangan sebagai anak perantauan. Maklumlah aku anak kos yang membutuhkan biaya untuk bayar kos, uang makan, uang kuliah, dan sebagainya. Kalau dipikir, bisa mengurangi beban orang tuaku di kampung halaman nan jauh dimata. Hopefully, it was my proud at that time. Keesokan harinya, dengan semangat yang berapi‐api, aku pergi ke wartel (warung telekomunikasi) di depan gerbang UNRI, tepatnya di pelataran Hotel Mona zaman itu. Dengan langkah penuh keyakinan, aku menghubungi nomor telepon orang tua yang menawarkan les privat tersebut. “Hallo, assalamualaikum, bisa bicara dengan Pak Hasbullah?” Langsung dia menyambar sapaanku. “Waalaikum salam, ya saya Pak Hasbullah, ada yang bisa dibantu?” Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 189
“Maaf Pak, ini saya Tengku Hanafi yang akan mengajar bahasa Inggris untuk anak Bapak! Kira‐kira kapan saya bisa mulai Pak?” Dengan nada ramahnya di telepon “Oh ya, boleh dimulai hari ini, Tengku.” Dia langsung merespon dengan hangat dan bersahabat seperti orang yang sudah kenal lama serta bicaranya sangat santun sekali. “Tengku langsung saja ke rumah di Jalan Kapitol Lama, lewat Pasar Kodim. Jalan lurus ke bawah, nanti ada sekolah SERIRAMA, jalan terus, kemudian belok kanan, rumah kedua dari simpang belok kanan tersebut.” Aku pun langsung meresponnya dengan baik, “Oya Pak, baik.” Aku lanjutkan pembicaraan, “Jadi saya mulai pukul berapa lesnya Pak?” Bapak tersebut langsung mengatakan, “Pukul 4.30 ya!” “Oke Pak, insyaallah saya datang sebelum jam tersebut,” sahutku dengan senang hati dan langsung ku tutup teleponku dengan ucapan terima kasih dan salam. Tahu gak, Guys? Lokasi tempat mengajar privatnya adalah di daerah Pasar Kodim yang jaraknya lumayan jauh dari tempat kos saya yang ada di Panam. Tapi begitulah kehidupan seperti banyak orang bilang, bahwa “life is a choice and struggling” yang artinya hidup adalah sebuah pilihan dan perjuangan. Usaha yang dilalui untuk mengajar privat dengan berjalan kaki dari kos ke simpang jalan, lalu naik angkot warna hijau menuju loket dan berhenti di simpang Jalan Pelajar, lalu melanjutkan perjalanan dengan angkot warna biru menuju Pasar Kodim dan jalan kaki lagi sekitar 300 190 | Safridah, dkk
meter menuju tempat privat. Perjalanan itu membutuhkan waktu kurang lebih 30 Menit dan ongkos yang dibutuhkan sebesar lima ribu rupiah untuk sekali pergi atau sepuluh ribu untuk pulang pergi. Dalam hati saya, ini adalah perjalanan yang indah yang saya lakukan dengan cara mengajarkan ilmu bahasa Inggris yang dimiliki, sekaligus mencari penghasilan sebagai “anak bawang” (semester V), hehehhe….new experience and new challenge. Akhirnya setelah beberapa menit berjalan, sampailah saya di rumah siswa tersebut. Langsung saya ketuk pintu dan mengucapkan salam. “Assalamualaikum. Assalamualaikum Bu…Pak?” Tak berapa lama, sesosok perempuan paruh baya keluar dari balik pintu, tersenyum, dan membalas salamku. Lalu, dia langsung menyuruh aku masuk. Aku menyalaminya dan memperkenalkan diri, ibu itu meresponnya. “Oh ya, Tengku mulailah ngajar anak Ibu dua kali seminggu dan anggaplah anak ibu seperti adik sendiri, dan selama di sini, anggaplah seperti di rumah sendiri. Nanti setelah mengajar, kita shalat Maghrib dan makan malam bersama. Tak lama, Koko muncul dan kami pun langsung belajar di ruang tengah. Ibu itu berkata, “Uang lesnya 700 ribu tiap bulan. Kira‐kira gimana?” Akupun menjawabnya dengan sigap, “Oya Bu, saya bersedia mengajar dan memberi motivasi supaya bahasa Inggris Koko lebih bagus.” Lagi‐lagi aku berpikir bahwa keluarga ini adalah orang yang baik, religius, ramah, dan dari keluarga berada. Rupanya, dari percakapan santaiku waktu itu, bapak Koko adalah Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 191
Kepala Humas UIR dan ibu Koko adalah bendahara SMA Serirama YLPI. Jadi, aku merasa beruntung mengajar dan mendapat keluarga baru saat itu. So lucky I was at that time. Jadwal mengajar privatnya adalah sebanyak dua kali seminggu yakni hari Rabu dan Jumat dimulai dari jam 16.30– 18.00 WIB. Selesai mengajar, kami pun shalat Maghrib dan makan malam bersama. Karena Koko merasa nyaman dan nilai bahasa Inggrisnya semakin bagus, les privat itu berlangsung selama 3 tahun atau sampai Koko tamat dari SMU. Gimana Guys? Lumayan kan nambah pengalaman mengajar sekaligus menambah kocek belanja sehari‐hari, zaman itu (tahun 2002) honor Rp. 700 ribu terasa besar bagiku. Singkat cerita, aku pun memulai mengajar Koko di ruang tengah dan bertemu dengan Koko tepat pada pukul 4.30 sore. Hari itu aku mulai dengan perkenalan materi sambil mencari tahu seberapa paham Koko menguasai bahasa Inggris dengan melakukan percakapan perkenalan. “Hello, good afternoon, my name is Tengku. I’m your private teacher and I love to know you more. Can you tell me about yourself?” Dia meresponnya dengan agak terbata‐bata. “Hmmmmm, Good afternoon, Hi, I’m Koko Hamanda. I am fifteen years old and E….E…. Eh grade tenth of Senior High School Nine Pekanbaru.” Dia menjawab sedikit ragu. Kemudian, aku memberikan motivasi bahwa kata kunci pelajaran bahasa Inggris adalah “USE” (penggunaan bahasa Inggris) dengan mempraktikkannya dari hal‐hal terkecil atau percakapan sehari‐hari. Tips selanjutnya adalah 192 | Safridah, dkk
harus mempunyai self‐confidence (kepercayaan diri) dalam mengucapkan kalimat bahasa Inggris, jangan takut salah, memiliki kosakata yang memadai dengan cara mengingatnya, tata bahasa yang baik serta sering menggunakannya secara berkesinambungan dengan teman. Saya ingatkan ke Koko bahwa gunakan dan praktikanlah bahasa Inggris terus, bila tak bisa menggunakan bahasa Inggris sepenuhnya, Koko boleh mix (campur) dengan bahasa Indonesia. Dengan begitu, step by step, kosakata Koko bisa bertambah dan kata‐ katanya bisa diingat karena practice makes better (penggunaan bahasa Inggris membukat kita lebih baik) dan terbiasa serta tidak kaku dalam mengucapkannya. Setelah memberikan motivasi, saya lanjutkan pembelajaran dengan memberikan warming up (pemanasan) berupa game bahasa Inggris. Gamenya berkaitan dengan memori dan mengartikan. Saya mulai dengan game “tongue twister” yakni menuliskan satu kalimat bahasa Inggris di papan tulis, lalu aku lafalkan dan berikan contoh pengucapan yang baik dan benar. Kemudian Koko diberi waktu 2 menit untuk menghafalkan kalimat tersebut dan mengartikannya. Setelah itu, kalimat dihafalkan selama 2 menit, Koko mengucapkan kalimat yang sudah dihafalkan tersebut. Kalimatnya adalah “Koko Cooks Chicken with Kitten in Kitchen”. Artinya Koko masak ayam ditemani anak kucing di dapur. Tak disangka, Alhamdulillah, dia bisa mengucapkannya dengan baik. “Well done! Great job Koko,” kataku He smiled directly. Aku merasa, game tersebut memiliki tujuan untuk melatih pengucapan Koko, melatih ingatan, dan Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 193
keseruan karena ada beberapa kata yang mirip ucapannya. Jadi intinya bisa bermain game sambil belajar. “Indeed, we must be creative and innovative as a great teacher in order the students will be motivated during studying English.” Selanjutnya, materi yang dibahas adalah vocabulary enrichment (penambahan kosakata) sebanyak 20 buah, dan Koko pun mencoba berlatih mengucapkan dan mengartikannya. Saya yakin untuk anak seusia Koko atau level SMA, pasti bisa melakukannya. Akhirnya, dia melatih hafalannya dan lumayan juga, dia bisa menghafal sebanyak 14 buah dengan artinya sekaligus. Oleh karena hal itu, Koko mempunyai tugas di rumah untuk menghafalkan 6 buah kosakata yang tersisa tersebut. Kemudian di hari berikutnya adalah pembahasan pada tenses. Tenses yang paling basic dalam bahasa Inggris adalah present tense, present continuous, present future, present perfect, dan past tense. Tak lupa, saya selingi pembelajaran dengan quiz tenses dan game lainnya yang menarik supaya pembelajaran tidak monoton. Untuk mempelajari 5 tenses yang menjadi dasar kalimat bahasa Inggris, maka yang perlu dipersiapkan adalah kosakata yang memadai (vocabulary supply), lalu cara pengucapan yang benar (good pronounciation). Dalam hal ini, aku tekankan bahwa pengucapan kosakata bahasa Inggris tidak harus seperti orang bule (native speaker) yang terpenting adalah kosakata itu bisa dimengerti oleh orang lain (listener). As long as the speaker and listener can understand each other, that’s a communication. Do you think so? 194 | Safridah, dkk
Dapat disimpulkan bahwa mengajar privat merupakan tantangan tersendiri karena harus bisa memberikan materi yang menarik, jelas, dan bisa diterima dengan baik dengan tidak lupa memberikan motivasi dan mindset bahwa pelajaran bahasa Inggris adalah pelajaran yang mudah jika berusaha dengan sepenuh hati, karena apapun itu, nothing is impossible. Selama kita berusaha. Keep the note Guys, you are what you think, got It? So, stay positive and do your best! Singkat cerita, aku bisa menyelesaikan kuliah sarjanaku dengan cepat yaitu hanya 3.5 tahun. Dekan langsung menyuruhku untuk mengajar di FKIP UNRI sebagai dosen luar biasa sejak tahun 2004 sampai sekarang. Hal itulah yang disebut sebagai dari bukan siapa‐siapa menjadi sesuatu. Artinya, tidak ada usaha yang menghianati hasil. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 195
Story 10 From Nothing to Something By: Tengku Muhammad Hanafi Mustafa, M.Pd. (Universitas Riau Pekanbaru) A ctually, I started being a teacher when he was at fifth semester in his faculty (2002). Indeed, it was still innocent and cute; and having strong motivation as if I were a hero to find job, to make money and of course to get experience. Really, it was still at Riau University which is the oldest state university as well as the pride for the citizens of Pekanbaru and Riau Province. I started teaching as a private teacher for the tenth grade student of Senior High School 9 Pekanbaru. I got the job from his friend in the evening and he asked for the telephone number of the student’s parent. I thought that teaching for a private student means that it was a great chance and big opportunity to practice the knowledge during studying (learning by doing). I hoped teaching privately without disturbing his focus and campus tasks. I was not patient to contact the student’s parents, because it was great offer to support the daily income as a boarding student. Indeed, I was boarding student who needed much expense for dormitory payment, meal, university fee, etc. In fact, it could help parents’ burden in the village. Hopefully, it was his pride at that time. 196 | Safridah, dkk
The next day, I went to telecommunication spot enthusiastically which the located was in front of UNRI entrance, in Mona Hotel area. I called the student’s parent who offered the private class. “Hallo, assalamualaikum. Tengku’s speaking here, can I talk with Mr. Hasbullah?” He responded directly, “Waalaikum salam, that’s right, I am Mr. Hasbullah, can I help you?” “Sorry Sir, I’m Tengku Hanafi that would teach English for your son. When would I started teaching, Sir?” He answered friendly. “Alright, Tengku, you could start teaching today.” He responded warmly. “Tengku, please directly came to my house at Capitol Street across with Kodim Market and straight along, you would find Serirama School, straight ahead, then turn right, the second house was my house”. I responded warmly, “Alright, Sir.” I continued talking with him. “What time can I start teaching, Sir?” He said, “At 4.30.” “Well, Insyaallah, I would come in time.” The writer responded excitedly and directly closed the conversation by saying thanks and greeting. You know, Guys? The teaching location was located at Kodim Market which was so far from the writer’s boarding house at Panam. Many proverbs say that life is a choice and struggling. It means that life is full of choice and struggling. I started leaving from the boarding house on foot, next going to the place by green angkot directed to Loket and stopped Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 197
at Pelajar Street. Then, I continued the trip by taking blue angkot to Kodim Market, and stopped there by walking on foot around three hundred metres to the student’s house. The trip for taking the place was around thirty minutes, and it cost five thousand by using angkot. It means that the writer needed ten thousand vice versa. In the writer’s heart, it was lovely journey for teaching English as well as making money, new experience, and new challenge. Finally, after several minutes, I arrived at student’s house. The writer knocked at the door directly and said, “Assalamualaikum, Assalamualaikum, Mam…Sir…?” In a second time, a woman came out from the house, smiled, and responded my greeting. She respected and greeted. “Tengku? You might start teaching for my son twice a week and please regarded my son as your brother, and enjoyed staying in my house.” In several minutes, Koko was out and you might be teaching at living room. You would get 700 thousand monthly. What do you think?” I responded directly, “Oh I see, it wasn’t matter for me Ma’am, I would be ready for teaching Koko and gave motivation in order Koko would have great progress and great score in English.” Again, I thought this family was so humble, wealthy, kind‐hearted, friendly and religious. As I know, Koko’s father was the chairman of public relation of Islamic University of Riau and Koko’s mom was the treasurer of Serirama senior high school. So, I was lucky to teach and got new family at that time. The writer’s schedule was twice a week that was on Wednesday and Friday at 04.30 p.m to 06.00 p.m. After 198 | Safridah, dkk
teaching, the writer did magrib praying and had dinner together. Koko was so excited learning English with me. His mom asked me to teach gradually until Koko finished his senior high school during three years. What do you think, Guys? Nice. Right? Glad to have experience teaching while making money for daily life. In that era, seven hundred thousand of money was big. In a short time, the writer started teaching Koko at 04.30 p.m. in the living room. The first day was introduction, assessed Koko’s competence in English by having small conversation. The writer introduced himself, “Hello, good afternoon, my name is Tengku, I’m your private teacher and love to know you more. Can you tell me about yourself?”. He responded slowly by saying good afternoon. “Hi, I’m Koko Hamanda, I am fifteen years old and at grade ten senior high school nine Pekanbaru. Nice to meet you today.” Then, I gave motivation that the key in learning English is use or practice the language as much as possible from the small things in daily life. Next tips are having self‐confidence, having the ability to use the sentence, no worrying of mistakes, having enough vocabulary, mastering tenses, as well as exposing the language in daily communication frequently with many friends. The writer also reminded him to use and expose English gradually. “You may mix or combine English and Bahasa”. Step by step, vocabulary would be added and remembered for practice makes better and accustomed to use English frequently. After giving motivation, I continued the lesson by having game as warming up before studying. The game was about Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 199
memorization and translation. The writer started tongue twister game on white board. The writer wrote one long sentence and Koko tried to memorize the sentence. It took two minutes to memorize and translate into Bahasa Indonesia. The sentence was “Koko cooks chicken with kitten in the kitchen”. Koko then memorized it and Alhamdulillah, he could memorize and conveyed the sentence in such a way. He finally said the sentence slowly. Indeed, I told him, that it was good job and he smiled directly. In fact, the aim of the game is to train Koko’s pronunciation, memory, and having fun. Studying while having game. The message is that every teacher must be creative and innovative to motivate students during studying English. The next meeting, the lesson discussed about vocabulary enrichment around twenty words each day. Koko tried to pronounce certain words and translate the meaning. For senior high school level, the writer was sure that he could do it well. Finally, he memorized the words up to fourteen words with their meaning. The rest of the words, Koko must memorize as the task in the next meeting. In addition, the next meeting discussed about tenses. There are five basic tenses discussed at that time. They are present tense, present continuous, present future, present perfect and past tense. I also gave the tenses quiz and other interesting games to make the meeting became exciting. In learning tenses, the students need to provide enough vocabulary and good pronunciation. In this case, the writer emphasized that the pronunciation must not be like native speaker; the key is listener could understand the words or the 200 | Safridah, dkk
sentences from the speaker. In other words, as long as the speaker and listener can understand each other, it is called as communication, do you think so? It can be concluded that teaching privately was great challenge. Since, the writer must provide interesting topics, precise explanation, and acceptance of the lesson. Giving motivation and mind‐set that learning English is fun because nothing is impossible to learn as long as people have the efforts. You are what you think, so stay positive and do your best. Finally, the writer could finish his study in time; that was three and half years. The dean directly asked the writer to teach at faculty of teachers’ training and education of Riau University since 2004 up to now. It is called as from nothing to be something. In other words, no business betrays the results. Man Jadda Wa Jadda. Tentang Penulis Lelaki kelahiran Sumatera Utara pada tanggal 26 Oktober 1981 ini, bernama Tengku Muhammad Hanafi Mustafa. Pria melayu ini termasuk salah satu mahasiswa berprestasi di kampusnya. Pada tahun 2003, dia menorehkan prestasi gemilang sebagai Pemenang III Mahasiswa Berprestasi tingkat Universitas Riau. Eseinya berjudul “Pendekatan Learner Centre untuk Pembelajaran Bahasa Inggris yang Aktif dan Menyenangkan”. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 201
Kemudian, prestasi tersebut berlanjut sebagai Pemuncak 1 Tingkat Universitas Riau pada acara wisuda dengan waktu studi yang sangat singkat yaitu hanya 3,5 tahun dengan IPK cumlaude 3,72. Pada tahun 2006, dia mendapatkan beasiswa melanjutkan Pendidikan Master jurusan Bahasa Inggris di Universitas Negeri Padang. Dia mampu menyelesaikan studi S2 nya dengan waktu 1,5 Tahun dengan IPK Cumlaude 3,78. Pada tahun 2006 dia juga membukat karya tulis di jurnal UIR yang berjudul “Teaching Extensive Reading for Large Class of FKIP UIR”. Jurnal tersebut memiliki ISBN dan diterbitkan UIR selama 1 Tahun. Penulis memulai karir mengajarnya sejak di semester V (lima) sebagai guru privat, kemudian setelah tamat, dia aktif mengajar di almamaternya pada tahun 2004 sebagai tenaga honorer. Lalu, dia mengabdi juga sebagai dosen honor di beberapa kampus seperti UIN, STIE Pelita Indonesia, Politeknik Caltex Riau dan terakhir dia juga mengabdi di Universitas Islam Riau. Hingga kini penulis masih aktif mengajar di Universitas Riau. Motto Hidup : Man Jadda Wa Jada (Siapa yang bersungguh‐sungguh, dia akan berhasil). WA : 0821 7000 5549, Email : [email protected] 202 | Safridah, dkk
Cerita 11 Cinta Tanpa Syarat Oleh: Riska Cahyati, S.Pd.I Guru SMPN 35 Pekanbaru P agi itu setelah selesai imtaq Alfin datang menjumpaiku diruang guru “Maaf Bu, Reiko apa kabarnya, Bu?” tanya Alfin padaku “Soalnya hari ini dia tidak hadir juga, Bu,” tambahnya lagi. Sambil mengangkat kelima jariku pada Alfin bergegas kuambil ponsel dari dalam tas. Setelah sambungan telpon terputus kusampaikan berita bahwa Reiko masih sakit pada Alfin “Koko masih demam ya Fin?” ujarku pada ketua kelas itu. “Kalau begitu saya kembali kekelas dulu, Bu. Assalamualaikum,” ujarnya sambil mencium tanganku Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 203
“Waalaikumsalam,” jawabku sambil terus melihatnya hilang di sebalik pintu ruang guru. Setelah kepergian Alfin, aku buka lagi daftar absensiku. Reiko Wahyu Utama minggu ini saja dia sudah sakit empat hari, belum lagi minggu‐minggu sebelumnya yang juga banyak koreksi sakitnya. “Ya Allah, sebetulnya ada apa dengan Reiko?” batinku. Keesokan harinya kulihat Reiko ada di barisan imtak pagi di kelasnya, ada rasa senang karena telah lama tak bertemu dengannya. Alhamdulillah ya Allah... Jam istirahat aku panggil dia ke ruang majelis guru, dari geraknya memasuki ruangan ini bisa ditebak dia tak nyaman berada di sini. “Lama nggak masuk sekolah, Reiko apa kabarmu?” tanyaku langsung begitu Koko ada di depanku. Koko adalah panggilan untuk Reiko sehari‐harinya. “Iya Bu, saya tidak begitu sehat. Ini saja Bunda yang suruh karena sudah lama tidak sekolah,” jawabnya “Bu, nanti bila saya tidak kuat lagi saya boleh permisi pulang nggak?” tambahnya lagi dengan muka penuh harap “Koko kan sudah lama tidak sekolah, kalau misalnya sakitnya bisa ditahan belajar aja ya nak soalnya Koko sudah banyak ketinggalan materi,” bujukku agar Koko tetap berada di sekolah sampai pulang nanti. “Tugas‐tugas Koko juga sudah banyak yang tidak dikumpulkan. Kapan Koko bisa membukatnya, Nak? Biar bisa dinilai guru, Nak,” tambahku mengingatkan Koko akan kewajibannya di sekolah ini. “Coba tanya teman‐teman di kelas, ada tugas apa saja yang harus dibuat. Kalau Koko tidak mengerti minta tolong ajarkan sama mereka ya,” ujarku lagi 204 | Safridah, dkk
“Baik, Bu, kalau gitu Koko ke kelas dulu,” pamitnya padaku. Setelah mencium tanganku dia berlalu dari hadapanku. Hp‐ku berdering sesaat setelah Koko berlalu dari hadapanku. Di layar tertulis 7.4 bunda Reiko. “Apa ini ada kontak batinnya ya?” pikirku. Kujawab panggilan itu untuk beberapa saat. Dari pembicaraanku dengan bunda Koko kuketahui sakit Koko bukan demam biasa. Ada penyebab lain mengapa dia suka tak hadir ke sekolah. Sedikit banyak ini tentu bisa membantuku memahami apa yang dirasakan Koko sekarang ini. Setiap hari ku panggil dia untuk memeriksa tugas yang belum dikumpulkannya. “Tugas Koko sudah tuntas semua, Bu,” lapornya seminggu setelah kupanggil pertama kali “Alhamdulillah kamu bisa menyelesaikan tugas‐tugas itu dengan segera Ko, besok‐besok jangan sakit lagi ya?” ujarku pada Koko “Kamu baik‐baik saja kan?” tanyaku lagi “Saya baik, Bu, mudah‐mudahan saya tidak absen lagi,” katanya sambil menundukkan kepalanya “Koko kenapa?” tanyaku Melihat perubahan ekspresinya, maklum saja kulit Koko yang putih tiba‐tiba berubah kemerah‐merahan setelah menjawab pertanyaanku tadi. “Saya tidak apa‐apa, Bu,” jawabannya masih mengelak untuk jujur padaku. “Yakin?” tanyaku mendesaknya untuk mau bercerita tentang apa yang disimpannya selama ini. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 205
Ada emosi di wajahnya, matanya mulai memerah seolah‐ olah berusaha menahan air yang ingin jatuh membasahi pipinya. “Koko kalau ada masalah bisa cerita ke Ibu, mana tahu Ibu bisa membantu Koko,” ujarku meyakinkannya “Tidak Bu, tidak apa‐apa,” jawabnya lagi. Kubiarkan dia pergi tanpa mengatakan isi hatinya padaku, mungkin lain waktu dia mau jujur padaku. Keesokan harinya tak kudapati Koko di barisan literasi kelasnya, pikiranku mulai berasumsi apakah mungkin ini akibat kupanggil dia kemarin. Sebenarnya apa yang terjadi? Setelah kegiatan kutelepon bunda Koko. Darinya kuketahui pagi ini Koko mulai berulah lagi tak ingin ke sekolah. Ya, penyakit yang seminggu ini tak menghinggapinya meruntuhkan pertahanannya. Kuharap bunda Koko bisa memaksanya untuk ke sekolah esok hari. Kasihan kamu Ko, sedari kecil menahan rindu. Sekolah kami mengadakan lomba fashion show antar kelas dalam memperingati hari Sumpah Pemuda. Sengaja kupilih Koko dan Wawa untuk mewakili kelas kami. Mereka sahabat sedari masuk di sekolah ini, lagi pula kurasa mereka cocok untuk kusandingkan. Besar harapanku Koko dapat termotivasi untuk semangat ke sekolah setelah perlombaan ini nanti. Semoga saja. Melihat antusias orang tua Koko dan Wawa aku merasa bersyukur, mereka mendukung kegiatan anaknya. Mulai dari pergi ke salon mencari baju yang sesuai untuk mereka hingga mereka ada di tengah lapangan sekarang ini, siap untuk bergaya. Berulang‐ulang kuucapkan terima kasih pada bunda Koko dan mama Wawa. 206 | Safridah, dkk
Sedikit banyak acara fashion show itu mulai melihatkan perubahan pada diri Koko. Biasanya dia hanya berbicara pada Wawa saja, mulai dari hari itu dia tak segan‐segan berteman dengan siapa pun di kelasnya. Meskipun juara lomba belum diumumkan, bagiku Koko sudah memenangkan dirinya untuk tidak menutup diri dari teman‐temannya dan itu membukatku bahagia. Hampir sebulan Koko tidak absen ke sekolah, tapi pagi ini kudapati surat izinnya di atas mejaku. Bisa jadi penyakitnya kambuh lagi, ah Koko mengapa kau suka memendam perasaaanmu. Setelah tiga hari Koko tidak sekolah, teman‐ teman sekolasnya mengajakku membesuk Koko ke rumahnya kebetulan besok hari Ahad. Kuiyakan ajakan teman‐temannya untuk pergi bersama‐sama dan berkumpul esok di sekolah sesudah shalat Zuhur. Dari petunjuk arah yang disebutkan bunda Koko akhirnya kami sampai di rumah Koko. Agak segan dia keluar kamar karena teman‐teman yang mengunjunginya perempuan semua. Setelah beberapa lama dipanggil temannya, dengan wajah malu‐malu dia duduk bersama kami di ruang tamu. Suasana yang awalnya canggung berubah riuh setelah teman‐ teman Koko mulai bertanya tanpa henti mencecar dengan pertanyaan yang bertubi‐tubi. “Ko, kita ada tugas membukat rumah dari karton lho,” ucap Nia “Dah kau buat belum?” tanyanya lagi “Belum, aku gak tahu gimana buatnya,” jawab Koko “Kalau gitu siapkan aja karton, gunting, dan lem biar kami bantu membukatnya,” ujar Wawa menawarkan jasanya. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 207
“Sebentar ya, kutanya bunda dulu,” jawab Koko sambil berlalu dari hadapan kami. Setelah beberapa saat peralatan yang diminta Wawa sudah ada di tangan Koko “Ini”, ujarnya pada teman‐ temannya “Bawa sini biar kupola,” sahut Wawa sambil menarik karton yang ada ditangan Koko. Heboh juga mereka membukat rumah karton itu, tapi tak berapa lama akhirnya karton itu berubah bentuk menjadi rumah minimalis di tengah‐tengah kami. “Besok Koko sekolah ya, rumahnya sudah bisa dikumpulkan tu,” ujarku penuh harap pada Koko “Insyaallah, Bu,” jawabnya sambil tersenyum “Kalau Koko rajin belajar Koko bisa membukat rumah ini jadi kenyataan lho, Koko gak mau punya rumah dari hasil sendiri?” tanyaku mencoba memotivasi Koko untuk rajin belajar “Mau lah, Bu,” jawabnya “Koko mau buatkan rumah untuk bunda dan adik tambahnya lagi sambil bergantung di badan bundanya. “Kalau gitu kau gak usah sakit lagi Ko, sekolah aja kalau sakit ya,” ajak Nia agak memaksa “Iya ko, kalau sakit ke sekolah aja la. Jangan suka absen lagi. Dah capek tangan aku nulis namamu terus di buku piket,” tambah Wawa lagi, diiringi candaan yang lain dr teman‐temannya. Setelah kunjungan itu, kulihat ada perubahan pada diri Koko. Sesekali kupanggil dia untuk mengetahui kondisinya karena sebentar lagi akan ada Ulangan Akhir Semester Ganjil. 208 | Safridah, dkk
Alhamdulillah menjelang ulangan akhir semester tidak ada perubahan yang diperlihatkan Koko, tapi setelah ujian tak sekali pun dia datang ke sekolah lagi. Dari bundanya kuketahui bahwa Koko sangat ingin berjumpa dengan ayahnya yang sudah dua tahun ini tak dijumpainya. Dia sangat mengharapkan kehadiran ayahnya di hari ulang tahunnya. Tapi apa hendak dikata, jangankan untuk bertemu, mendengarkan suaranya saja dia tak bisa. Tak ada nomor yang bisa dihubungi setelah kepergian ayahnya. Sebagai anak lelaki pertama, Koko sangat ingin seperti anak‐anak yang lain yang bisa bermain dan bersenda gurau dengan ayahnya. Telah lama dia memendam perasaan ini, terkadang dia hanya dapat menangis mengenang kebersamaannya dulu bersama ayahnya. Ayah yang membimbingnya dalam setiap pelajaran, tempat bertanya ketika dia mengalami kebuntuan, dan bermain bersama menghilangkan lelah setelah belajar. Begitu susahkah menghubungi ayah yang dirindukan anaknya di zaman modern sekarang ini? Apakah dia tak mempunyai perasaan yang sama dengan apa yang dirasakan anaknya kini? Ah, Koko, semoga Allah memudahkan jalanmu berjumpa ayahmu. Setelah mengambil raport semester, kudengar Koko akan dibawa pamannya ke Jakarta. Berharap di sana dia akan berjumpa dengan ayah yang dirindukannya. Tapi tak seperti yang diharapkan, sampai akhir liburan pun tak ada titik terang tentang keberadaan ayahnya di sana. Dapat kubayangkan betapa sedihnya hati yang merindu akan keberadaan orang yang tak dapat dijumpai. Seorang diri memendam rindu. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 209
Awal semester genap pun dimulai, tapi tak sekali pun Koko datang ke sekolah. Kondisinya kian parah, dia tak lagi ingin berjumpa dengan siapa pun. Di kamarnya pun dia hanya bermain dengan handphone‐nya dan sesekali menangis. Berharap dia akan menemukan ayahnya di dunia maya, tapi tak jua ada hasilnya. Sesekali dia menangis terisak‐isak hingga tertidur. Memendam kerinduan akan hadirnya seorang ayah yang telah lama tak dijumpainya. Beberapa kali bunda Koko datang ke sekolah menjelaskan perihal anaknya yang sudah dua minggu tak sekolah. Sampai akhirnya Koko minta pindah sekolah karena merasa takut diejek teman‐temannya karena sudah lama tak ke sekolah. Dalam diri, kuharap Koko dapat melanjutkan pendidikannya mesti tanpa ayahnya. Bila dia dapat berjumpa ayahnya, kuharap hubungan mereka akan lebih baik dari sebelumnya. Koko bukan anak yang bodoh, melihat nilai ujiannya aku yakin dia anak yang cerdas. Dengan kawan‐ kawannya pun dia dapat membaur dengan mudahnya. Hanya saja, dia harus mencoba terbuka dengan apa yang dirasakannya. Mengungkapkan keinginannya pada orang yang dapat membantunya. Hingga dia bisa mengendalikan perasaannya yang dia simpan seorang diri. Berharap bunda Koko juga dapat mengawal perasaan Koko saat ini karena yang dibutuhkannya hanya perhatian. Diperhatikan seperti saat ayahnya ada di sisinya dahulu, ketika keluarga mereka masih bersatu. Cinta seorang anak yang tak akan terputus hingga kapan pun. Menyimpan harapan yang begitu mendalam akan kehadiran seorang ayah yang telah lama tak bertemu. Dalam 210 | Safridah, dkk
diam dia bertahan, semoga Tuhan membimbingnya dalam kebaikan. Memudahkan pertemuan yang diimpikannya, sehingga tercapai segala hajat yang diinginkannya. Dalam doa ku berharap semoga Allah mengabulkan doa Koko akan ayahnya. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 211
Story 11 Unconditional Love By: Riska Cahyati, S.Pd. I Teacher of 35 JHS Pekanbaru A fter imtak in the morning, Alfin came to see me in the teacher's room. \"Sorry Ma’am, how’s Reiko?\" Alfin asked me, \"because today he was not present too.\" He added. While lifting my five fingers to Alfin, I rushed to get my cellphone from my bag. After the telephone was disconnected I delivered to Alfin that Koko is sick. \"Koko still has fever Fin.\" I told to chairman of 7.4, \"okay, Ma’am, I’ll back to the class. Assalamualaikum.\" He said as he shoke my hand. \"Waalaikumsalam.\" I replied while continuing to see him disappear behind the teacher's room door. After Alfin's departure, I reopened my absence list. Reiko Wahyu Utama for this week has been sick for four days, not to mention the previous weeks which also had many corrections to his illness. “Oh God, what exactly going on with Reiko?” My heart said. The next day I saw Reiko in the morning row in his class, there was a sense of pleasure because I had not seen him for a long time. Alhamdulillah, I called him at recess to the 212 | Safridah, dkk
teacher’s room, from his movements entering this room it was predictable that he was uncomfortable being here. \"It's been a while since you got fever Reiko, how are you?\" I asked immediately as Koko was in front of me. Koko is Reiko nickname. \"Yes Ma’am, actually I'm not very well today. It’s my mother wondering me to school after for a long time break up at home.\" He replied. \"Ma’am, do you allow me not join the lesson while I can’t stand for a long?\" He added with a hopeful face. “Sorry Koko, you has missed a lot of material, please stay as long as you can.\" I persuaded Koko to stay at school until the end of school today. \"Your tasks have also not been collected. When you can complete it? So it can be assessed by the teacher, Son.\" I added, reminding Koko of his school responsibilities. \"Just asking your friends for help to know tasks that must be made. If you don’t understand, ask the teacher, okay?\" I say again. \"Okay, Ma’am, I’ll make it. Let me gets to class first.\" He says goodbye and shake my hand before passed from me. My cellphone rang just after Koko passed in front of me. On the screen written 7.4 Reiko’s mother. “Is there any inner contact?” I thought. I answered the call for a few moments. From my conversation with Koko's mother, I know that Koko's illness is not an ordinary fever. There are other reasons why he was absent to school. This is certainly can help me to understand hows Koko feels right Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 213
now. Every day I call him to check the assignments that have not been collected. \"My task is complete, Ma'am.\" He reported a week after the first time l called. \"Thanks God, you can complete those tasks immediately Ko, don't be sick anymore.\" I told Koko. \"Are you okay?\" I ask him for sure. \"I'm fine, Ma'am, hopefully I'm not absent again.\" He said as he bowed his head. \"Koko anytime you need help just tell me?\" I see the change in his expression. Koko's face became reddish after answering my question earlier. \"Nothing, Ma'am. Thank you for offering your kindness.” He said. The answer is still evasive to be honest with me. \"Sure?\" I asked urged him to tell me about what he had kept so far. There was an emotion on his face, his eyes began to turn red as if trying to hold back the water that wanted to fall down his cheeks. \"Koko, if there is a problem, you can tell me, you know that l can help right?\" I assured him. \"No Mom, it's okay.\" He answered again. I let him go without saying the truth, maybe next time he wants to share with me. The next day I did not find Koko in the literacy time, my mind began to assume whether this might be due to my calling yesterday. What exactly happened? After Koko’s mother's calling, I knew that he started acting again and 214 | Safridah, dkk
didn't want to go to school. Yes, a disease which this week did not land upon him undermined his defenses. I hoped Koko’s mother can force him to go to school tomorrow. I beg your pardon Koko, since I was holding back my longing. Our school holds a fashion show competition between classes to commemorate Youth Oath Day. I deliberately chose Koko and Wawa to represent our class. They are friends from entering this school, after all, I think they are suitable for me to compare. I hope Koko can be motivated to go to school after this race. Hopefully, seeing the enthusiasm of Koko’s mother and Wawa I feel grateful, they support the activities of their children. Starting from looking for clothes that are suitable for them until they are in the middle of the field today, ready to be stylish. I repeatedly thankfull to Koko’s mothers and Wawa. In a sense, the fashion show began to see changes in Koko. He usually only talks to Wawa, starting from that day he did not hesitate to be friends with anyone in his class. Even though the champions had not yet been announced, for me Koko had won himself not to close himself off from his friends and that made me happy. For almost a month Koko was attend to school but this morning I found her permit on my desk. Could be a recurrence of the disease again, ah Koko why do you like to harbor your feeling. After three days, Koko did not go to school, his schoolmates invited me to visit Koko at his home by chance on sunday. I invited his friends to go to Koko’s home tomorrow after zuhur praying. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 215
From the directions mentioned by Koko’s mother, we finally arrived at Koko's house. He was a bit reluctant to leave the room because all the friends who visited him were girls. After a while, his friend called, with a shy face he sat with us in the guest room. The atmosphere that was awkward at first turned boisterous after Koko's friends started asking without ceasing to scatter with insistent questions. \"Ko, we have a duty to make a house from a carton,\" said Nia, \"have you made it yet?\" she asked again. \"Not yet, I don't know how to make it.\" Koko replied. Wawa offered a help to build the house and asked Koko to bring the tools they need. \"Wait a minute, I ask mother first.\" Koko answered as he passed before us. After a while the equipment requested by Wawa was already in Koko's hands. \"Here it this.\" He said to his friends. \"Bring it here so I can help you.\" Said Wawa while pulling the carton in Koko's hands. What a mess they made the carton house but it didn't take long for the carton to change into a minimalist form in our midst. \"Tomorrow Koko will go to school, so you can collect the house.\" I said hopefully to Koko. \"God willing, Ma'am.\" He answered with smiling. I motivated Koko to study diligently. \"I do, Ma’am.\" He answered. \"Koko wants to make a house for mother and sister.\" He added while relying on his bundle. 216 | Safridah, dkk
“Good, don’t be absent again. I'm tired of writing your name all the time in the picket book,\" added Wawa again, accompanied by another joke from his friends. After the visit, I saw a change in Koko face. Occasionally, I called him to find out his condition because there will be an Odd End Semester Examination soon. Alhamdulillah, before the end of the semester test, there was no change shown by Koko, but after the test he did not even come to school again. I learned from his bundle that Koko really wanted to meet his father, who he had not seen in two years. He really hoped that his father would be present on his birthday. In fact, he couldn’t meet his father even just listen to his voice, but he could not. There was no number to call after his father's departure. As the first boy, Koko really wanted to be like other children who could play and make a joke with his father's. He had been holding this feeling for a long time, sometimes he could only cry to remember his time together with his father. The father who guides him in each lesson, a place to ask when he was stuck, and play together when he got tired after studying. It is too difficult to contact the father that his son misses in modern times? Does his father not have the same feelings of what his son feels now? Ahh, Koko, may Allah ease your way to meet your father. After taking the semester report book, I heard that Koko would be taken by his uncle to Jakarta. Hoping there he would meet his father he missed. But it was not as expected, until the end of the holiday there was no bright spot about his father's presence there. I can imagine how sad Koko’s heart that yearns for the existence of people who can not be found. Alone to hide longing... Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 217
Even the beginning of the semester even began, but not once Koko came to school. His condition is getting worse; he no longer wants to meet anyone. In his room he only played with his cellphone and cried occasionally. Hoping he would find his father in cyberspace, but it didn't work. Occasionally he sobbed to sleep. Burying longing for the presence of a father whom he had not seen for a long time. Koko's mother came to school for several times to explain about her child who had not been to school for two weeks. Until finally Koko asked to move his schools because he was afraid of being ridiculed by his friends because he had not been to school for a long time. Deep in my heart, I hoped Koko could continue his education without his father. And if he could meet his father, I hoped their relationship would be better than before. Koko is not uninteligent kid, looking at his test scores I believe that he's a smart son. Even with his friends he can blend easily. It's just that he must try to be open about he feels. Expressing his wishes to people who can help him. Until he can control his feelings which he kept alone. Hoping Koko’s mother could guard Koko's feelings right now, because all he needs was attention, watched as when his father was by his side, when their families were united. A child's love that won't be cut off ever. Saving a very deep hope for the presence of a father who has not met for a long time. In silence he survived, all the Lord guiding him in goodness. Facilitated the meeting he dreamed of so that he could achieve all the letters he wanted. In my prayer, I hope that God will grant Koko's prayer to his father. 218 | Safridah, dkk
Tentang Penulis Perempuan kelahiran 17 September 1985 di Pekanbaru, Riau ini bernama Riska Cahyati, S.Pd.I. Dia bekerja sebagai guru bahasa Inggris di SMPN 35 Pekanbaru sejak tahun 2016 sampai sekarang. Memiliki hobi baru yaitu menulis cerpen atau esei. Pernah kuliah S1 di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim RIAU Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris pada tahun 2008. Di Tahun 2019, penulis menghasilkan karya tulis berupa antologi “Pelangi dalam Baskom” bersama siswa‐siswa SMPN 35 Pekanbaru. Motto: Dengan menulis majukan keterampilan diri. WA : 0813 6526 7808. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 219
Cerita 12 Pagi yang Sempurna Oleh: Mia Prima Putri, S.Pd. SMP Global Pekanbaru, Riau P agi itu, mentari seakan enggan keluar dari persembunyiannya. Dia tertutup awan mendung pertanda langit akan mengeluarkan butir bening yang siap membasahi permukaan bumi. Sesekali kupandangi jam dinding, yang menurutku, jarum panjangnya terlalu cepat bergerak sedangkan di luar suasana masih seperti subuh, gelap, dan tak ada sinar mentari. “Kak, hurry up. I am PIC, I should welcome the students at 6.30 AM at the front gate this morning, mau hujan juga kayaknya nih.” 220 | Safridah, dkk
Putri teman kontrakan ku yang juga merupakan rekan kerja ku di IRGT School itu memanggilku setengah berteriak. Mungkin dia kesal karena sudah hampir 10 menit menunggu ku didepan kontrakan sambil duduk di motor honda beat berwarna biru miliknya. “Iya sebentar, Put,” seruku dari balik jendela setengah merayu. Entah kenapa pagi ini, jilbab lebarku ini susah dibentuk, membukatku terpaksa mengulang merapikannya lagi dan lagi. Kembali ku lihat jam dinding, jarum jam panjangnya sudah di angka 5. “Oh tidak, aku akan terlambat, aku harus datang lebih awal aku tidak mau lagi dapat teguran oleh Ust Lino coordinator Tahfiz di Sekolah,” batinku. Ya, kemarin aku datang ke Sekolah terlambat dari biasanya karena air kran di kamar mandiku yang tersumbat. Selain wali kelas dan guru bahasa Inggris, aku juga seoarang guru tahfiz yang harus sudah berada di sekolah sebelum jam 6.30. Kegiatan tahfiz di sekolah memang dimulai tiga puluh menit lebih awal dari kegiatan rutin mengaji Al‐Qur’an dan Iqra. Sekolah memang berkomitmen penuh untuk mengoptimalkan program Tahifz sebagai salah satu program unggulan sekolah. Lalu secepat kilat kutancapkan pentul berwarna soft pink di beberapa bagian kerudungku. Aku bergegas keluar dan memasang sepatu lalu kusunggingkan senyumku kepada Putri yang wajahnya cemberut karena menungguku terlalu lama. Bak seorang Valentino Rossi aku menarik gas motor dan berselancar di jalan gang menuju ke jalan raya. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 221
“Kak, hati‐hati, jangan ngebut, pelan‐pelan selow santai, mending telat daripada kenapa‐napa.” seru Putri kepadaku. Putri yang badannya lebih kecil dariku pasti selalu berada di belakangku. Bukan karena dia tak lihai mengendarai motor, tetapi karena aku yang terlalu takut diboncengi dia yang menurutku masih belum terlalu pas menjadi pengendara motor, sempat heran juga kenapa dia bisa memiliki SIM C yang selalu dibanggakannya setiap kali aku menolak saat dia mau memboncengku. Sepuluh menit berlalu, deratan mobil mewah yang mengantri di depan gerbang sekolah menghalangiku untuk melaju cepat. “Wah bisa berabe nih, kalau pagi ini aku ketahuan telat lagi sama Ust Lino, mau disembunyikan di mana mukaku?” Pikiran dan batinku mulai berkecamuk. Pasalnya aku sudah dua kali mendapat pesan cinta dari Ust Lino suami dari Mam Wawat, Kepala Sekolah SD IRGT itu, berisi teguran karena aku datang terlambat ke kelas tahfizku. Satu pesan beberapa bulan yang lalu dan satu pesan lagi baru kuterima kemarin siang pada saat jam istirahat shalat dan makan siang. Sebenarnya beliau telah mengirim pesan itu awalnya di grup Whatsapp “Rumah Tahfiz Al Athifah” ,namun karena tidak seorang pun membalas beliau menjapriku. “Assalamu’alaikum Wr Wb Yang saya hormati seluruh ustazz dan ustazzah di group ini. Melalui tulisan ini saya menghimbau dan mengajak ustazz dan ustazzah semua untuk peduli terhadap pembelajaran Tahfiz di sekolah ini. 222 | Safridah, dkk
Sampai saat ini saya masih melihat beberapa ustazz dan ustazzah yang datang terlambat mengajar Tahfiz. Perlu antum ketahui semua bahwa: 1. Pembelajaran Tahfiz dimulai pukul 06.30 WIB setiap harinya. 2. Hari jumat kita membaca surat Al Kahfi di aula.Namun demikian kedatangan kita tetap seperti biasa. Yang kita lakukan pada saat itu adalah membukat persiapan mulai dari sound system, Rehal, Qur’an dan merapikan duduk anak‐anak. 3. Jadwal kedatangan kita ke Sekolah adalah 10 menit sebelum Pembelajaran Tahfiz dimulai. Saya berharap setelah ini tidak ada lagi yang datang terlambat dan antum betul‐betul sadar dan bertanggung jawab untuk pembelajaran Tahfiz di Sekolah ini. Demikian yang saya sampaikan dan terima kasih atas kesadaraannya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.” Demikian lah kira‐kira isi pesan cinta tersebut, sempat kutanyakan kepada ustazah lainnya apakah mereka mendapatkan pesan tersebut secara pribadi atau hanya di grup saja. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengangguk pertanda bahwa sebenarnya pesan itu ditujukan kepada diriku seorang. Lalu kubalas pesan tersebut. “Wa’aalikumussalam Wr. Wb. Baik Ust, Insyaallah tidak terulang lagi.” Deretan mobil yang tadi berjajar, sudah mulai berkurang, kutemukan celah untuk bisa menyalip kendaraan lain dan memasuki gerbang sekolah. Kuparkirkan sepeda motor dan Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 223
Putri secepat kilat langsung melompat dan berlari ke Pink Room tempat mesin finger print berada. Setelah ku kunci ganda motor biru itu, aku pun berlari menyusul Putri yang telah siap untuk bergegas ke gerbang menyambut siswa siswi. Belum sempat aku melangkahkan kakiku masuk ke Pink Room. Seorang laki‐laki berpeci putih tengah duduk di Sofa merah di dalam Pink room membolak‐balikan Al‐Qur’an yang tak lain adalah Ust. Lino yang seketika memandangku sambil batuk yang kurasa dibuat‐buat hanya untuk mengingatkanku kalau aku terlambat lagi. Lalu aku mngucap salam dan tersenyum berat. “Assalamualaikum Ust,” ucapku gemetar. “Waalaikumsalam, cepat ceklok anak‐anak antum sudah menunggu di kelas Ar Rumi,” tegas beliau dengan nada agak tinggi.” “Baik, Ustaz,” jawabku sambil mengucap salam hendak keluar dari ruangan yang seketika itu terasa seperti rumah hantu. Aku berlari menyusuri tangga berkarpet merah di sekolah menuju ke lantai 2 gedung sekolah. Dengan napas yang belum teratur aku menuju ke kelas ujung dan langsung membuka pintu geser dan mengucap salam. “Assalamualaikum Soleha Ustazzah!” “Waalaikumsalam, Tadzah.” Anak‐anak yang duduk rapi berjejer sesuai urutan setor hafalan itu serentak menjawab. “Tadzah, why are you late again?” Olanda siswi tahfizku paling bungsu bertanya sambil sedikit merengek. Memang bahasa Inggrisnya belum sebagus kakak kelasnya, tetapi dia konsiten berbahasa Inggris seperti halnya siswa‐siswi lain di sekolah. Olanda adalah siswi yang termasuk 224 | Safridah, dkk
dekat denganku setiap hari sebelum setor hafalan pasti ada sesi dia ingin curhat perihal adek bayinya dan Mama Papanya di rumah yang kalau tidak di stop mulutnya tak akan berhenti membebel dan membukat giliran setor untuk siswi lainnya menjadi terganggu. “I am sorry, Honey, something happened before I went to school.” Kujawab pertanyaan Olanda dan segera dan menyuruh Ayra yang duduk paling depan untuk segera menyetor hafalan surat Al Mujadalah‐nya kalau tidak Olanda akan memborbardirku dengan pertanyaan‐pertanyaan lainnya. Bel sudah berbunyi, tandanya waktu tahfiz dan membaca Al‐Qur’an dan Iqro sudah berakhir. Kami tutup majlis dengan membacakan doa kafaratul majlis. Anak‐anak bubar menuju ke kelas masing setelah sebelumnya mereka mencium tanganku sambil mengucap salam. Aku langsung keluar dan menuju ke lantai 3 menaiki anak tangga berkarpet hijau, di mana kelasku VII Zaid Bin Tsabit berada. Ku buka pintu dan mengucap salam. “Assalamualaikum ZB,” sapaku sambil tersenyum memasuki kelas yang sudah aku anggap sebagai rumah keduaku itu. “Waalaikumsalam, Miss.” Anak‐anak menjawab salam dan mulai duduk rapi di kelas setelah terlebih dahulu mengambil buku bahasa Indonesia di loker masing‐masing dan meletakkannya dengan rapi di atas meja berbentuk trapesium yang digabungkan masing‐masing menjadi dua berbentuk trapesium berukuran lebih besar di tempat masing‐masing satu orang menempati satu sisi sejajar Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 225
trapesium tersebut. Irsyad, si ketua kelas, mulai menyiapkan teman‐temannya. “Sit nicely and fold your hand and keep quiet, please. Say salam, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Irsyad memimpin teman‐temannya berdoa dan menyapaku. “Waalaikumsalam warahamatullahi wabarakatuh,” jawabku. “Ready to pray, let’s pray together.” Anak‐anak mulai membaca doa sebelum belajar dan Ayat Kursi sebelum menyapaku lagi. “Greeting.” Irsyad memimpin. “Good Morning, Miss” Anak‐anak cantik dan ganteng itu menyapaku. “Good morning, My Lovely Students. How are you this morning?” Aku menjawab bersemangat. “Alhamdulillah luar biasa amazing, wonderful, allahuakbar, and great. And you?” sahut anak‐anak lagi. “Alhamdulillah, I am good today, and nice to meet you.” Kubalas tanya mereka. “Nice to meet you too, Miss.” Mereka menjawab dengan kompak. “Ok, today before we start our morning activity, I want to hear your yel yel, are you ready?” tanyaku sumringah. Sengaja kuminta mereka menampilkan yel‐yel kelas yang aku harap bisa memberikan semangat setelah beberapa hal kurang mengenakkan yang terjadi sebelumnya. Kumulai yel‐yel itu dengan memanggil nama kelas kami. “ZBT, are you ready?” teriakku 226 | Safridah, dkk
“Yes, we are ready, bum bum ulala, asyik asyik josh!” Suara vania mendominasi. “Zaid bin Tsabit?” Kuletakkan tangan kananku di telingaku sebelah kanan pertanda aku ingin mendengarkan yel‐yel menggema dari mereka. “Yes, we are Smart, Kind and Creative, Insyaallah. Yes Yes Yes!!! seru anak‐anak setengah tertawa sambil menggerakkan tangan mereka menyesuaikan dengan kata demi kata dari yel‐ yel tersebut. Aku bersiap dengan yel‐yel kedua. “ZBT?” “Yes we are the best, yes we are the number one, yes we are the best. Hu…ha…!” Anak‐anak bertepuk tanda yel‐yel sudah berakhir. Ya aku tersenyum melihat semangat dan senyum bahagia mereka, yel yel itu baru saja mengembalikan moodku. “Aaahh mereka memang moodbooster‐ku,” gumamku dalam hati. Anak‐anak yang meskipun tidak lahir dari rahimku itu benar‐benar aku kasihi seperti halnya anak sendiri, seperti motto sekolah educate with love and care mungkin memang itulah kata‐kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan ku pada mereka. Meskipun sesekali mereka berhasil membukatku marah dan jengkel sampai waktu itu seharian aku tidak berbicara pada mereka. Tapi rasa marah dan jengkel itu seketika hilang, saat salah seorang siswiku memulai bicara dan mewakili teman‐temannya meminta maaf kepadaku karena tidak meminum jus tomat yang sudah disediakan untuk mereka setiap sore sebelum shalat Ashar. Ya itulah Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 227
alasan kenapa seharian itu aku mengacuhkan mereka. Sebenarnya setiap kali petugas kantin menyiapkan jus tomat untuk anak‐anak itu akan menjadi hari terberat ku. Dibutuhkan double effort untuk meminta anak‐anakku itu meminumnya karena hampir setengah dari jumlah siswa di kelasku tidak menyukai jus itu, lain ceritanya kalau jus jeruk dan buah naga kalau tidak aku awasi bisa‐bisa anak‐anak lain tidak kebagian jus karena mereka sangat menyukai jus tersebut. “Miss, can we take our phone?” Pertanyaan dari Vania menyadarkan ku dari lamunanku tentang hari‐hariku bersama anak‐anak baik itu. “Of course, Irsyad please take your phones in the box and distribute to your friends,” perintahku pada sang ketua kelas. “Ok, Miss” Irsyad membalas dan segera berjalan menuju meja guru untuk mengambil sebuah box yang sengaja kusediakan setiap ada jadwal literasi highlight library di kelas. Pagi hari ketika baru tiba di kelas anak‐anak akan meletakkan handphone pintar mereka di dalam box yang di dalamnya sudah kuberi nama supaya hp mereka tersusun rapi dan memudahkan Irsyad untuk membagikan hp tersebut kepada teman sekelasnya. Setiap jadwal literasi highlight library siswa memang diizinkan untuk membawa hp dengan mengakses website highlight library dan memasukkan user id dan password mereka setelah itu memilih beberapa buku yang ingin mereka baca selama 15 menit ke depan sebelum pelajaran pertama dimulai. Jemari mereka mulai menari memainkan gadget, beberapa siswa memilih memakai earphone untuk 228 | Safridah, dkk
mendengarkan cerita yang mereka baca untuk memfasihkan pronounciation mereka dengan yang ada di audio. Buku dan ceritanya sangat menarik, ditampilkan dengan gambar colorful yang disertai audio oleh native speaker yang membantu melafalkan pronounciaton mereka dan ada fitur kuisnya berupa beberapa pertanyaan untuk mengetahui seberapa paham anak‐anak dengan bacaan tersebut. Aku bergegas menghidupkan laptopku, mengakses website yg sama dan login menggunakan akunku untuk memeriksa sudah berapa buku yang sudah anak‐anakku itu baca dan sudah di level berapa mereka. Tiba‐tiba seorang siswa bernama Habib menghampiriku dan bertanya. “Miss, what is the meaning of rope?” “Rope is tali, Bang Habib,” jawabku dan diikuti oleh habib yang mengangguk dan berterima kasih. “Assalamualaikum,” seru seseorang dari pintu masuk kelas. Rupanya itu Miss Tata, guru Bahasa Indonesia, yang masuk sambil mengucap salam tepat dua menit sebelum dia harus memulai pelajarannya. “Ok, Sayang, time is over for reading. Now put your phones in the box and prepare for first lesson.” Spontan aku menyeru kepada anak‐anak. Mereka beranjak dari tempat duduknya dan satu per satu meletakkan hp di dalam box. Disambut oleh suara Irsyad yang mulai menyiapkan teman‐ temannya sambil menghitung mundur dari hitungan 10 ke hitungan 1 mengisyaratkan teman‐temannya untuk bergegas dan bersiap‐siap. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 229
Aku duduk di kursiku, memerhatikan anak‐anak yang sedang belajar tentang teks fantasi dengan Miss Tata. Terdengar rintik air dari langit membasahi bumi. Ku buka tirai di belakangku dan sedikit kudorong jendela, kuulurkan tanganku dan berucap pelan, “Allahumma Soyyiban nafi’an.” Kuucapkan doa dan syukur atas hujan yang turun pagi ini. Begitu banyak yang harus kusyukuri, gumamku. Pagi ini meskipun mendung, tetapi tak setetes air pun membasahiku sepanjang perjalananku ke sekolah. Allah menungguku sampai di sini dulu baru menumpahkan butir rahmat itu dari mulut langit. Allah mengingatkanku juga tentang arti kedispilinan dan tanggung jawab melalui Ustaz Lino tentang keterlambatanku itu. “Alhamdulillah ‘ala kulli haal, what a perfect morning,” ucapku dalam hati. 230 | Safridah, dkk
A Perfect Morning By: Mia Prima Putri, S.Pd. Guru SMP Global Pekanbaru, Riau T hat morning, the sun seemed reluctant to come out of it’s hiding. It is covered by cloudy clouds sign that the sky will issue clear grains that are ready to wet the surface of the earth. Occasionally I looked at a wall. It seemed that the long hand moved too fast while the outside atmosphere was still like dawn, dark and no sunlight. \"Sis, hurry up. I am PIC, I should welcome the students at 6.30 a.m at the front gate this morning, I think it will be rain too.” Putri, my roommate who is also my colleague at IRGT School, called me out a half screaming. Maybe she was upset because she was almost 10 minutes waiting for me and sitting on her blue motorcycle in front of our rent house. \"Yeah, Put, wait a minute.\" I exclaimed from behind the window tried to convince Putri. For some reason this morning, my wide veil was hard to shape, making me forced to repeat tidying up again and again. Then I saw the wall clock, the hour hand was already at number 5. \"Oh no, I'll be late, I have to arrive early. I don't want to be reprimanded by Ust Lino anymore, the coordinator of Tahfiz at the school.\" I thought. Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 231
Yes, yesterday I came late to school because there was a trouble on my tap water in the bathroom. Not only the homeroom teacher and English teacher, I am also a Tahfiz teacher who must be at school before 6.30. Tahfiz activities in the school indeed began thirty minutes earlier than the routine activities of studying the Qur'an and Iqra'. The school is fully committed to optimizing the Tahifz program as one of the school's flagship programs. Then, as fast as lightning, I sticked a soft pink needle in some parts of my veil. I rushed out and put on my shoes and then I smiled at Putri whose face was pouting because of waiting for me too long. Like a Valentino Rossi, I pulled the gas and surfed the alley leading to the highway. \"Sis, be careful! Don’t be too fast, Sis. Our savety is more important than anything.\" Putri exclaimed to me. Putri whose body is smaller than mine must always be behind me. Not because she was not good at riding a motorcycle but because I was too afraid of being accompanied by her who in my opinion was still not very fit to be a motorcyclist. I was surprised too why she could have a driVing licence that she was always proud of every time I refused when she wanted to ride the motorcycle. Ten minutes passed, the gleam of luxury cars that lined up in front of the school gate prevented me from going fast. \"Well, you can be mean, if this morning I was caught late again by Ust Lino, where should I hide my face?\"My mind began to rage. Because I have twice received a message of love from Ust Lino, the husband of Mam Wawat, the Principal of the IRGT Elementary School, containing a reprimand 232 | Safridah, dkk
because I arrived late to my tahfiz class. One message a few months ago and another message that I received yesterday afternoon during the prayer and lunch break. Actually he had sent the message originally in the Whatsapp group \"Rumah Tahfiz Al Athifah\" but because no one responded in group, he himself sent me the same message. \"Peace be upon you, and Allah mercy and blessings I respect all Ustazz and Ustazah in this group. Through this article, I urge and invite all Ustazz and Ustazzah to care about Tahfiz learning in this school. Until now I still see a number of you who arrived late to teach Tahfiz. You need to know all that: 1. Tahfiz learning starts at 6:30 a.m. WIB every day. 2. Friday we read the letter Al Kahfi in the hall. However, our arrival remained as usual. What we do at that time is to make preparations starting from the sound system, Rehal, Qur'an, and spruce up the children. 3. Our arrival schedule for School is 10 minutes before Tahfiz Learning begins. I hope that after this no one will be late and you are truly aware and responsible for learning Tahfiz in this school. Thus I convey and thank you for your awareness. Wassalamualaikum wr. wb.\" It was the contents of the love message, I had to ask other ustazah whether they got the message privately or only in the group. None of them nodded that the message was actually addressed to me alone. Then, I replied the message Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 233
\"Wa'aalikumsalam Wr. Wb. Okay Ust, Insyaa Allah, It will not happen anymore. \"Those rows of cars had started to decrease, I found a gap to be able to cross other vehicles and entered the school gate. I parked the motorbike and Putri jumped quickly and ran to the Pink Room where the finger print machine was located. After I double locked the blue motorbike, I run after Putri who rushed to the gate. When I took some steps into the Pink Room. A man wearing a white cap was sitting on the red Sofa in the Pink room flipping through the Qur'an which was none other than Ust Lino who immediately looked at me and coughing which I felt was made up just to remind me that I was late again. Then I said a greeting and smiled heavily. \"Assalamualaikum Ust.\" I said trembling. \"Wa'alaikumsalam, hurry up go to Arrumi class, your students are waiting for you.\" He said with a rather high tone. \"Sure, Ustazz.\" I replied, and said good bye then went out of the room that immediately felt like a haunted house. I ran up and stepped down on the red carpeted stairs at the school to the 2nd floor of the school building. With an irregular breath I headed to the class in the corner and immediately opened the sliding door and said hello. \"Assalamualaikum, Soleha Ustazah!\" \"Waalaikumsalam, Tazah.\" The students who sat neatly lined up in the order of the memorized deposit all answered in together. \"Tazah, why are you late again?\" Olanda, my youngest tahfiz student asked, a bit whining. 234 | Safridah, dkk
Indeed, her English was not as good as her senior's, but she is consistent with English as other students at the school. Olanda is a student who is close to me every day before depositing memorization, there must be a session she wants to confide in about her sister and her mom and her dad at home. If I don’t pay attention to her, she will not stop her mouth. She will not stop talking and make the turn of the deposit for the other students become disrupted. \"I am sorry, Honey, something happened before I went to school.\" I answered Olanda's question immediately and told Ayra, who was sitting at the front immediately deposit the memorization of Al Mujadalah's letter, If not Olanda would bombard me with other questions. The bell rang, It means of the time of tahfiz and reading the Qur'an and Iqra was over. We closed the majlis by reciting the prayer of kafaratul majlis. The children dispersed and headed to their classes after they kissed my hand before saying salam. I immediately went out and headed to the third floor up the green carpeted stairs, where my class VII Zaid Bin Thabit was located. I opened the door and said hello. \"Assalamualaikum ZBT.\" I greet then smile while entering the class that I already considered as my second home. \"Waalaikumsalam, Miss.\" The children answered my greetings and began to sit neatly in class after first picking up an Indonesian book from their lockers and laying it neatly on a trapezoid‐shaped table that was combined each into two larger trapezoid‐shaped places each one occupies one side Cerita Indah di Detak Hati (Beautiful Notes in the Heart Beat) | 235
parallel to the trapezoid. Ershad the class president began to prepare his friends. \"Sit nicely and fold your hand and keep quiet, please. Greetings, Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Irshad led his friends to pray and greet me. \"Waalaikumsalam warahamatullahi wabarakatuh.\" I answered. \"Ready to pray, let's pray together.\" The children started to read the prayer before learning and the Qur'aan before greeting me again. \"Greeting.\" Irsayd took the lead. Good Morning, Miss.” The beautiful and handsome children greeted me. \"Good morning, My Lovely Students. How are you this morning?\" I replied excitedly. \"Alhamdulillah, amazing, wonderful, and great. And you?\" replied the children again. \" Alhamdulillah, I am good today, and nice to meet you.\" I replied. \"Nice to meet you too, Miss.\" their voices sounded compact. \"Ok today before we start our morning activity, I want to hear your Class slogan, are you ready?\" I asked this morning. I deliberately asked them to display class slogans that I hope it can give encouragement after some unpleasant things that happened before. I started yelling by calling the name of our class. “Are you ready, Guys?” I asked them. 236 | Safridah, dkk
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258