Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Prosiding Webinar Pengawas Sekolah

Prosiding Webinar Pengawas Sekolah

Published by WIWI PARLUKI, 2022-02-09 04:04:44

Description: Prosiding Webinar Pengawas Sekolah

Search

Read the Text Version

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 Pengawas dapat menggabungkan antara kunjungan langsung dan melalui WhatsApp untuk kepentingan pembinaan. Ide Vico Pengawasan ini sebenarnya juga lahir dari model supervisi akademik berbantuan e-supervision berbasis web yang telah dikembangkan untuk mengatasi beberapa tantangan dalam pelaksanaan supervisi akademik seperti banyaknya jumlah guru binaan dan letak geografis yang jauh. Akan tetapi e-supervision ini memerlukan biaya yang cukup besar, sehingga belum dapat dibangun secara parsial oleh pengawas dengan sekolah binaannya. Menyiasati hal tersebut, maka pemanfaatan Sosial Media berbasis OS, dan Android ini sangat menguntungkan karena diperoleh dengan gratis dan dapat di Install oleh semua guru dan kepala sekolah. Berbeda dengan pemanfaatan teknologi berbasis web. Pada Virtual Community WhatsApp juga dapat membangun interaksi dan komunikasi antar individu ataupun kelompok tanpa harus bertemu secara fisik dan informasi dapat disampaikan dengan cepat dan mudah. Oleh karena itu dalam sajian ini, kami hanya cenderung menjadikan aplikasi free (gratis) yang disediakan sebagai sarana untuk berbagi dan bertukar informasi. Selain karena lebih praktis dan mudah dioperasikan, juga sudah mudah diakses oleh siapa saja baik melalaui komputer on line maupun melalui android HP. Hal ini tentu akan mudah dioperasikan oleh semua guru dan kepala sekolah serta pengawas dalam membangun komunikasi intensif dalam rangka pembinaan akademik dan manajerial yang dilakukan oleh pengawas. Meskipun disadari bahwa model ini masih menggunakan mekanisme embed learning by internet, yaitu memadukan antara pembelajaran manual dengan elektronik. Pada intinya, pemanfatan ICT untuk supervisi akademik merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi masalah pelaksanaan supervisi akademik (Chan, 2010). Uno (2009: 38) menyebutkan teknologi internet yang selalu dapat diakses kapan saja, dimana saja. 4. Kesimpulan dan Rekomendasi 195

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 4.1 Kesimpulan Kondisi lapangan yang dihadapi pengawas kadang kadang menjadi faktor penghalang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Diantara sekian banyak determinasi inti yang turut berpengaruh adalah faktor rasio jumlah sekolah binaan dengan jumlah pengawas, serta faktor jarak, ketersediaan waktu dan faktor demografis. Berdasarkan uraian tentang best practice sebelumnya telah menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas pengawas dapat dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas ICT yaitu Virtual Community atau Virtual Group di aplikasi berbasis Android seperti WhatsApp Group. Melalui WhatsApp pengawas dapat melakukan program kegiatannya dalam bentuk pembinaan dan pemantauan secara virtual dalam bentuk interaksi dan berbagi informasi, melakukan pemantauan pelaksanaan program, dengan cara berbagi file dalam bentuk file pdf, file foto, file office dan sebagainya. Melalui pemanfaatan teknologi komunikasi ini, maka pengawas dapat menjalankan tugas pembimbingan dan pemantauannya secara efektif tanpa harus melakukan tatap muka langsung dengan guru dan kepala sekolah, meskipun tetap harus menggunakan konsep embed learning. 4.2 Rekomendasi Berdasarkan simpulan tersebut maka beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan terkait dengan pemanfaatan Virtual Community WhatsApp adalah: 1. Bagi pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan perlu melakukan sosialisasi dan workshop tentang pemanfaatan internet dan media sosial untuk peningkatan kompetensi guru, kepala sekolah dan pengawas. 2. Bagi Sekolah dapat membentuk Virtual Community untuk sekolah masing- masing dengan memasukkan pengawas sebagai bagian dari Virtual Group. 3. Model tentatif ini dapat dikembangkan menjadi aplikasi berbasis Website sebagai sarana pemantauan, pembinaan, pelaporan, pembelajaran yang berkelanjutan. Daftar Referensi Aqib, Zainal dan Elham Rohmanto. (2007). Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. Cetakan I. Bandung: Yrama Widya. Arikunto, S. (2004). Dasar-Dasar Supervisi. Jakarta: Rineka Cipta. 196

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 Chan, S. C. H. & Ngai, E. W. T. (2007). A Qualitative Study Of Information Technology Adoption: How Ten Organizations Adopted Web-Based Training. Journal Department of Management. Blackwell Publishing No 17: 289-315. Dhroe. (2009). Komunikasi Virtual, on line https://komunitasvirtual. wordpress. com (Diakses 10 Mei 2018) Guntoro, David, Totok Sumaryanto F., Achmad Rifai RC. Pengembangan Model Supervisi Akademik Berbantuan E- Supervision Berbasis Web Online http: //journal. unnes. ac. id/sju/index.php/eduman (Diakses 10 Mei 2018) ---------Kompetensi Pengawas Sekolah. Online. http://sdm.data.kemdikbud.go.id/SNP/dokumen/Permendiknas%20No%20 12%20Tahun%202007.pdf (Diakses 3 Desember 2015) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Online. http://sdm.data.kemdikbud.go.id/SNP/dokumen/Permendiknas%20No%20 16%20Tahun%202007.Pdf (Diakses tanggal 3 Desember 2015) Rekdale, Phillip. Internet dan Pendidikan. Pendidikan Websites Network. http://e- pendidikan. net/inter. Html Sudjana, N. (2012). Pemantauan Pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan (Panduan Bagi Pengawas Sekolah). Jakarta: Bina mitra. Sudjana, Nana. (2010). Dasar-dasar Proses Belajar, Sinar Baru Bandung. Sudjana, Nana. (2012a). Pengawas dan Kepengawasan: Memahami Tugas Pokok, Fungsi, Peran dan Tanggung Jawab Sekolah. Bekasi: Binamitra Publishing. Uno, H. B. (2009a). Model Pembelajaran (Menciptakan Proses Beljar Mengajar yang Kreatif dan Efektif). Jakarta: Bumi Aksara. Valerie, L. (2012). Online Supervision of Field Education. International Journal Field Educator Simmon School of Social Work, Vol. 2(1): 215-219 Wikipedia Indonesia. (2007). Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Perangkat lunak. Wikimedia Foundation, Inc. htp://id.wikipedia.org/wiki/Perangkat_lunak 197

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 Pembimbingan dengan Model Gradual Release of Responsibility dalam Penguatan Pembelajaran Literasi dan Numerasi pada Sekolah Binaan di Kota Yogyakarta Reni Herawati Balai Pendidikan Menengah Kota Yogyakarta, Jalan Tompeyan III/201 Tegalrejo Yogyakarta, Daerah istimewa Yogyakarta Email: [email protected] 1. Pendahuluan Perkembangan pendidikan suatu negara secara umum dapat dilihat perkembangan literasi dan numerasi siswa. Dua macam literasi ini merupakan literasi dasar yang harus dikuasi seseorang agar mampu memecahkan kehidupan sehari-hari. Hasil PISA lima belas tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan literasi dan numerasi siswa di Indonesia yang perlu perhatian. Sejak tahun 2010 Gerakan Literasi Sekolah (GLS) telah digelorakan, diprogramkan, dan dilatihkan namun ternyata implementasi pada masing- masing sekolah masih belum berdampak pada perbaikan literasi dan numerasi siswa (Nugrahanto & Zuchdi, 2019; Tohir, 2019). Hasil PISA 2018 menunjukkan 30% responden memenuhi kompetensi minimum literasi membaca, sedangkan 70% responden tidak memenuhi kompetensi minimum. Pada literasi matematika diperoleh hasil 29% responden memenuhi kompetensi minimal, sedangkan 71% tidak memenuhi. Literasi sains menunjukan hasil terbaik diantara tiga literasi dengan capaian 40% memenuhi kompetensi minimal (OECD., 2019). Kompetensi minimum literasi membaca merujuk pada tingkat kompetensi minimum adalah tingkat yang menyatakan siswa mampu membaca teks sederhana dan biasa serta memahaminya secara harfiah; menghubungkan beberapa potongan informasi meskipun tanpa petunjuk yang dinyatakan jelas; menarik kesimpulan yang melampaui batasan informasi yang dinyatakan secara jelas; serta menghubungkan teks dengan pengalaman dan 198

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 pengetahuan pribadi. Kompetensi minimum literasi matematika adalah tingkat yang menyatakan bahwa siswa dapat menggunakan prosedur rutin, contohnya operasi aritmatika, pada situasi dengan instruksi lengkap; serta menafsirkan dan mengetahui bagaimana sebuah situasi sederhana dapat dipaparkan secara matematis, seperti membandingkan jarak total dua rute yang berbeda atau mengonversi harga dalam mata uang lain. Kompetensi minimum literasi sains, tingkat kompetensi minimum adalah tingkat keterampilan yang menyatakan bahwa siswa mampu mengetengahkan pengetahuan tentang isi dan prosedur sains dasar untuk menafsirkan data, mengidentifikasi pertanyaan yang diajukan dalam sebuah eksperimen sederhana, atau mengidentifikasi apakah sebuah kesimpulan bersifat valid menurut data yang tersedia (OECD., 2019). Melalui hasil tes PISA, para pembuat kebijakan dapat mengukur keterampilan dan pengetahuan siswa di negara mereka dalam perbandingannya dengan siswa di negara-negara lain; menetapkan target kebijakan dengan sasaran terukur yang telah dicapai di sistem pendidikan lain; dan belajar dari kebijakan (Kemdikbud, 2018). Hasil analisis pada laporan PISA 2018 menyebutkan masalah utama literasi matematika dan yang kedua adalah literasi membaca. Literasi membaca didefinisikan sebagai kapasitas individu dalam memahami, menggunakan, merenungkan, dan tercurah secara penuh pada teks tertulis untuk mencapai cita- cita, mengembangkan pengetahuan dan potensi, serta berpartisipasi di dalam masyarakat. Literasi matematika didefinisikan sebagai kapasitas individu untuk merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan ilmu matematika pada berbagai macam konteks. Literasi matematika meliputi logika matematika dan penggunaan konsep, prosedur, fakta, dan perangkat matematika untuk menggambarkan, menguraikan, dan memperkirakan sebuah fenomena (Asil & Brown, 2016; Kemdikbud, 2018; OECD., 2019). Dalam literasi membaca secara umum siswa mengalami kesulitan dalam menginterpretasikan isi bacaan yang panjang. Responden yang menjawab salah sebagian besar cenderung terkecoh memilih opsi yang eksplisit pada bacaan (Kemdikbud, 2018). Siswa mengalami kesulitan membuat lebih dari satu kesimpulan, perbandingan, dan pembedaan yang harus rinci serta tepat karena menuntut jawaban yang menunjukkan pemahaman komprehensif dan detil atas wacana tunggal atau lebih dari satu wacana. Siswa kesulitan mengolah gagasan 199

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 yang tidak biasa, atau gagasan yang tidak ditemukan dalam wacana secara tersurat. Siswa memiliki kelemahan dalam mengerjakan soal yang bersifat reflektif dan evaluatif (Mahmud & Pratiwi, 2019). Analisis hasil PISA 2018 pada bidang matematika menunjukkan 71% siswa tidak mampu mengerjakan soal perhitungan aritmatika yang tidak menggunakan bilangan cacah atau soal yang instruksinya tidak gamblang dan terinci dengan baik. Sebagian dari mereka dapat menjawab pertanyaan matematika dalam konteks umum dan informasi yang berkaitan ada dan pertanyaannya sangat jelas. Mereka hanya mampu menggunakan rumus-rumus matematika biasa berdasarkan instruksi langsung dan situasi yang gamblang. Dengan demikian dapat diartikan masih banyak siswa Indonesia kesulitan dalam menghadapi situasi yang membutuhkan kemampuan pemecahan masalah menggunakan matematika (OECD., 2019). Hasil analisis ini serupa dengan keluhan siswa setelah selesai mengerjakan simulasi Assesmen Kompetensi Minimum pada bulan Agustus 2021 pada SMA se Kota Yogyakarta. Hasil wawancara yang dilakukan saat pembimbingan sekolah menunjukkan banyak siswa mengeluh akan teks yang panjang. Keluhan tentang soal literasi numerasi muncul. Mereka tidak mampu mengerjakan soal bangun geometri, aljabar, dan ketidakpastian yang instruksinya tidak gamblang dan terinci dengan baik. Mereka mengatakan bahwa tipe soal masih jarang ditemukan dalam pembelajaran (Fauziah et al., 2021). Meskipun hasil AKM belum ada, namun keluhan siswa tersebut perlu menjadi perhatian akan perlunya pembelajaran yang meningkatkan kemampuan literasi membaca (Herawati, 2021). Hasil wawancara dengan siswa senada dengan data pada catatan dari guru. Guru banyak yang mengaku tidak mengerti bagaimana mengintegrasikan literasi dan numerasi pada pembelajaran. Sejak tahun 2010 guru telah berusaha mengintegrasikan literasi dalam pembelajaran namun sejauh ini masih dalam batas pembiasaan membaca. Implementasi literasi dalam pembelajaran belum dilakukan melalui analisis kompetensi dasar dan tidak melalui perencanaan yang baik. Selain permasalahan di atas, hasil wawancara menemukan masih terdapat miskonsepsi tentang pembelajaran literasi dan numerasi. Sebagian besar guru 200

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 menganggap literasi merupakan tanggung jawab guru bahasa saja. Sedangkan numerasi merupakan tanggung jawab guru matematika. Mereka menambahkan bahwa guru yang bukan berlatar belakang bahasa kesulitan memberikan penguatan literasi melalui pembelajaran. Demikian juga guru yang berlatar belakang selain matematika mengatakan kesulitan harus belajar matematika. Permasalahan di atas menjadi pemicu penulis untuk mengadakan pembimbingan bagi guru dalam Penguatan Pembelajaran Literasi Membaca dan Numerasi di SMA Kota Yogyakarta dengan model Gradual Release of Responsibity. Model ini pertamakali digagas (Pearson & Gallagher, 1983) kemudian dikembangkan beberapa ahli berikutnya (Fisher, 2008; Fisher & Frey, 2013, 2021; Turner & Mitchell, 2019). Artikel ini membahas tentang evaluasi implementasi model Gradual Release of Responsibity merujuk pada teori yang sudah ada, dan dengan penyesuaikan pada kondisi. Model Gradual Release of Responsibity dipilih sebagai upaya perubahan yang ditujukan untuk membantu guru dan kepala sekolah menjadi pencipta dan katalisator, bukan sebagai konsumen kurikulum. Model Gradual Release of Responsibity dilaksanakan berdasarkan keyakinan apabila guru memiliki komitmen mengembangkan kurikukulum khususnya pembelajaran berbasis literasi dan numerasi maka pada gilirannya, mereka mampu membimbing guru lain (Au & Raphael, 2019). Selain itu, alasan utama pemilihan model ini yaitu kesesuaian untuk mengembangkan profil beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif yang guna mewujudkan profil pelajar Pancasila. Model Gradual Release of Responsibity lazimnya diaplikasikan oleh guru dan siswa; namun dalam penelitian ini dilakukan dalam konteks pengawas sekolah guru. Gradual Release of Responsibity ini merupakan model yang memberikan urutan terstruktur kegiatan secara bertahap mentransfer tanggung jawab dari pengawas kepada para guru (Turner & Mitchell, 2019). Pelepasan tanggung jawab secara bertahap menggambarkan empat proses, meliputi: 1) focus lesson, 2) guided instruction, 3) collaborative learning, dan 4) independent work (Fisher, 2008; Fisher & Frey, 2013, 2021). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hasil dan dampak dari pembimbingan guru dalam Penguatan Pembelajaran Literasi Membaca dan 201

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 Numerasi di SMA Kota Yogyakarta dengan model Gradual Release of Responsibity meliputi aspek: 1) pemahaman guru tentang literasi dalam pembelajaran, 2) pemahahaman guru tentang numerasi dalam pembelajaran, 3) keterampilan guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran literasi, dan 4) keterampilan guru dalam perencanaan pembelajaran numerasi. Hasil penelitian ini menjadi dasar rekomendasi terhadap adopsi model Gradual Release of Responsibility dan memberikan wawasan baru khususnya bagi pengawas sekolah tentang pembimbingan guru dalam penguatan literasi dan numerasi. Langkanya penelitian tentang implementasi model Gradual Release Responsibility dalam konteks kepengawasan menjadikan alasan peneliti menganggap temuan dalam penelitian ini sebagai suatu kebaruan. Selain itu, pembimbingan guru berkaitan literasi dan numerasi merupakan respon kekinian pengawas sekolah untuk mendongkrak pengetahuan, wawasan, cara pandang, sikap dan perilaku kreatif, kritis, dan inovatif, serta kolaboratif para kepala sekolah dan guru. 2. Metodologi Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Data diperoleh dari hasil penjaringan melalui angket dan tes melalui google form yang diberikan kepada kepala sekolah dan guru pada 6 sekolah binaan yang diolah secara deskriptif. Terdapat 30 subjek terdisi dari kepala sekolah, wakil kepala urusan kurikulum, dan 3 guru dari SMA Negeri 3 Yogyakarta, SMA Negeri 5 Yogyakarta, SMA Negeri 9 Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta, dan SMA Sang Timur Yogyakarta. Instrumen penelitian meliputi tes pemahaman terkait penguatan literasi dalam pembelajaran dan pemahaman terkait penguatan numerasi dalam pembelajaran, serta telaah perencaan pembelajaran literasi dan numerasi. Teknik analisis data deskriptif dilakukan dengan menghitung persentase hasil tes dan hasil telaah analisis kompetensi dasar dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Berdasarkan hasil analisis data kemudian dilakukan analisis deskriptif berupa diagram yang menunjukkan capaian indikator-indikator yang diukur. Selanjutnya dianalisis sebab akibat serta keterkaitan dengan faktor internal dan eksternal. Berdasarkan analisis tersebut disusun kesimpulan dan rekomendasi. 202

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Penelitian a. Implementasi Model Gradual Releases of Responsibility Pembimbingan dengan model Gradual Release of Responsibity dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai dengan Oktober 2021. Pembimbingan secara bertahap merujuk model Gradual Release of Responsibity (Fisher & Frey, 2021) yang dikembangkan oleh peneliti. Tahapan meliputi: 1) Focus Lessons, 2) Guided Instruction, 3) Collaborative Learning, dan 4) Independent Work. Kegiatan pembimbingan ini bertujuan membantu guru dalam melakukan perencanaan pembelajaran yang mengintegrasikan literasi membaca dan numerasi. Pembimbingan dilakukan secara online dengan fasilitas zoom meeting berkaitan dengan terjadinya pandemi COVID-19. Pertemuan dengan zoom meeting dilakukan lima kali, yaitu tanggal 14 September 2021, 21 September 2021, 23 September 2021, 30 September 2021, 1 Oktober 2021, dan dilengkapi dengan diskusi dan komunikasi sampai akhir Oktober 2021 melalui Whatsaapp Group serta tatap muka terbatas sesuai permasalahan masing-masing sekolah. Gambar1. Model Gradual Release Responsibility (Fisher&Frey, 2021) yang dikembangkan oleh peneliti Dalam tahapan Focused Lesson ini pengawas memodelkan pemikirannya dan pemahaman konten literasi dan numerasi bagi kepala sekolah dan guru. Focused Lesson bertujuan membangun pengetahuan pemahaman tentang literasi numerasi. Pengawas melalui pertemuan virtual dengan zoom meeting memberikan materi literasi dan numerasi secara komprehesif mulai dari komponen literasi, konten teks, kognitif. Selanjutnya dilakukan pemodelan dalam 203

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 menganalisis komponen literasi di dalam kompetensi dasar. Guru dan kepala sekolah dari 6 sekolah binaan mengikuti secara aktif mengikuti pembimbingan dan bediskusi merumuskan indikator pencapaian kompetensi, merumuskan tujuan pembelajaran, pengalaman belajar , sumber bacaan, penilaian, refleksi, dan umpan balik. Partisipan yang mengikuti sejumlah 30 orang, dari 6 sekolah, masing-masing terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala urusan kurikulum, dan 3 guru. Tahap Focused Lesson melatih guru dan kepala sekolah berkebinekaan global melalui perubahan mind-set menuju mind-set berkembang, menghilangkan miskonsepsi tentang konten-konsep-konteks literasi dan numerasi. Profil bertaqwa kepada Tuhan dan berakhlak mulia diwujudkan dengan pemahaan literasi dan numerasi merupakan kecakapan dasar yang harus dimiliki oleh setiap insan. Bersyukur kepada Tuhan perlu diwujudkan dengan belajar literasi dan numerasi agar dapat mengarungi kehidupan dengan lebih baik dan mampu memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap Guided Instruction ini pengawas membimbing guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis literasi dan numerasi. Masing- masing sekolah memulai dengan menganalisis kompetensi dasar dan menyusun RPP dalam kelompoknya melalui breakout-room. Setelah selesai masing-masing mempresentasikan hasil pekerjaan. Pengawas melakukan pembimbingan dan memberikan arahan untuk perbaikan hasil karya. Partisipan yang mengikuti sejumlah 30 orang, dari 6 sekolah, masing-masing terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala urusan kurikulum, dan 3 guru. Tahap ini melatih guru dan kepala sekolah bernalar kritis, berinovasi dan berkreasi, bergotong royong. Pada tahap Collaborative Learning, pengawas memberikan fasilitasi diskusi melalui Whatsapp Group untuk menghasilkan analisis kompetensi dasar dan RPP yang baik. Kolaborasi antar semua sekolah yang diwakili oleh masing-masing kepala sekolah, waka kurikulum, dan 3 guru menghasilkan rencana pengimbasan kepada semua guru pada semua SMA dan MA di Kota Yogyakarta melalui zoom meeting dengan kapasitas 500 orang. Partisipan yang hadir terdapat 421 orang. Enam sekolah yang merupakan subjek penelitian diberikan peran yang seimbang, meliputi: pembawa acara, moderator, penyaji analisis kompetensi dasar dan RPP, Host serta tugas lain dilakukan secara bersama-sama dalam suasana kolaborasi 204

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 dan gotong royong. Pelaksanaan pengimbasan berjalan dengan lancar dan mendapatkan respon yang sangat baik dari partisipan. Materi dibagikan melalui link google drive sehingga semua bisa mengakses dengan mudah. Kegiatan ini mencakup 40 SMA dan 6 MA se Kota Yogyakarta. Partisipan mengakui bahwa pengimbasan ini sangat bermanfaat karena mendapatkan contoh nyata yang mudah dipahami. Mereka juga berharap kegiatan kolaborasi seperti ini dapat dibudayakan untuk membangun budaya akademik semua guru di Kota Yogyakarta. Pada tahap Independent Work Semua guru melakukan tugas mengimplementasikan pembelajaran berbasis literasi dan numerasi berdasarkan analisis kompetensi dasar yang dihasilkan. Sejumal 30 personil, dari 6 sekolah, masing-masing terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala urusan kurikulum, dan 3 guru diwajibkan menjadi katalisator yang mengimbaskan dan menggerakan koleganya dalam penguatan pembelajaran berbasis literasi dan numerasi. Tahap ini melatih kepala sekolah dan guru mandiri dengan melaksankan tanggung jawab melakukan pembelajaran literasi dan numerasi, mengimbaskan kepada guru lain atas inisiasi sendiri, dan melakukan refleksi atas hal yang dilakukan. Tabel 1. Langkah Pembimbingan dengan Gradual Release of responsibility b. Pemahaman Guru tentang Penguatan Literasi dalam Pembelajaran Pada bagian ini disajikan data yang memberikan informasi tentang pemahaman guru dan kepala sekolah terkait Penguatan Literasi dalam Pembelajaran serta efektivitas kegiatan pembimbingan dalam membangun 205

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 pemahaman sekolah tentang konten tersebut. Diagram 1 menyajikan perbandingan capaian pemahaman guru sekolah binaan terkait penguatan literasi dalam pembelajaran di SMA Kota Yogyakarta meliputi: SMA Negeri 3 Yogyakarta, SMA Negeri 5 Yogyakarta, SMA Negeri 9 Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta, dan SMA Sang Timur Yogyakarta sebelum dan sesudah pembimbingan dengan model Gradual Release of Responsibility. Pengukuran meliputi 5 (lima) indikator: 1) konten literasi, 2) level kognisi dalam literasi, 3) asesmen literasi, 4) tindak lanjut asesmen literasi, dan 5) kemampuan literasi. Gambar 2. Diagram Pemahaman Literasi Diagram 2 di atas menunjukkan gambaran umum tentang kemampuan guru SMA Kota Yogyakarta dalam memahami tentang penguatan literasi kedalam proses pembelajaran. Visualisasi ini dimaksudkan untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh pembimbingan terhadap pemahaman lan kemampuan literasi guru. Berdasar diagram tersebut, terlihat bahwa pemahaman tentang konten literasi setelah pembimbingan dengan model Gradual Release of Responsibility mengalami peningkatan cukup signifikan, yaitu mengalami kenaikan dari semula 42% menjadi 79%. Indikator yang mengalami kenaikan pada urutan berikutnya adalah pemahaman guru tentang asesmen literasi dengan kenaikan dari 49% menjadi 72%. Sedangkan untuk indikator pemahaman guru tentang proses kognisi dalam literasi mengalami kenaikan 20%, dari 47% menjadi 67%. 206

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 Indikator kemampuan literasi mengalami kenaikan sebesar 8% dari 65% menjadi 75%. Hal yang menjadi perhatian yaitu terjadinya penurunan pada indikator tindak lanjut asesmen dari 77% menjai 52% atau turun sebesar 25%. c. Pemahaman Guru tentang Penguatan Numerasi dalam Pembelajaran Pada bagian ini dijelaskan mengenai data yang diperoleh dari hasil tes sebelum dan sesudah pelaksanaan bimbingan dengan model Gradual Release of Responsibity yang dilakukan untuk mendapat informasi tentang pemahaman guru terkait Penguatan Numerasi dalam Pembelajaran dan efektifitas kegiatan pembimbingan dalam membangun pemahaman guru tentang konten tersebut. Terdapat 5 (lima) indikator yang digali dalam bagian ini, meliputi pemahaman: 1) numerasi, 2) konten numerasi, 3) proses kognisi dalam numerasi, 4) pengelolaan kelas yang memberi penguatan numerasi, dan 5) asesmen numerasi. Gambar 3. Diagram Pemahaman Numerasi dalam Pembelajaran Pemahaman terkait numerasi dalam pembelajaran yang divisualisasikan pada Diagram 3 menunjukkan progress yang bagus. Semua indikator menunjukkan peningkatan cukup baik. Pemahaman tentang numerasi menunjukkan progress dari 25% menjadi 42%, atau mengalami peningkatan sebesar 17%. Terkait konten numerasi, terdeteksi adanya progress dari 37% menjadi 77%, atau mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 40%. Peningkatan yang kuat terjadi pula pada indikator pemahaman tentang proses 207

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 kognisi numerasi sebesar 36% dari 20% menjadi 56%. Peningkatan pemahaman tentang pengelolaan kelas mengalami peningkatan sebesar 22%. Sedangkan pemahaman tentang asesmen numerasi mengalami peningkatan kecil, yaitu sebesar 12%. d. Kemampuan Guru Menyusun Perencanaan Pembelajaran Berbasis Literasi Pada bagian ini dijelaskan mengenai data yang diperoleh dari hasil telaah analisis kompetensi dasar dan RPP sebelum dan sesudah pelaksanaan bimbingan dengan model Gradual Release of Responsibity yang dilakukan untuk mendapat informasi tentang kemampuan guru dalam menyusun perencanana pembelajaran berbasis literasi. Gambar 4 menunjukkan diagram Kemampuan Guru Menyusun Perencanaan Pembelajaran Berbasis Literasi. Terdapat 5 (lima) indikator yang digali dalam bagian ini, meliputi keterampilan: 1) Guru memetakan KD yang akan diajarkan, 2) Guru merumuskan indikator pencapaian kompetensi dan tujuan, 3) Guru menentukan sumber bacaan yang dekat dengan pengalaman peserta didik, 4) Guru merancang pembelajaran dan mengelola kelas, dan 5) Guru menentukan asesmen, refleksi, dan umpan balik. Gambar 4. Kemampuan Guru Menyusun Perencanaan Pembelajaran Berbasis Literasi e. Kemampuan Guru Menyusun Perencanaan Pembelajaran Berbasis Numerasi Gambar 5 menunjukkan data yang diperoleh dari hasil telaah analisis kompetensi dasar dan RPP sebelum dan sesudah pelaksanaan bimbingan dengan 208

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 model Gradual Release of Responsibity yang dilakukan untuk mendapat informasi tentang kemampuan guru dalam menyusun perencanana pembelajaran berbasis numerasi. Seperti pada pembelajaran literasi, pada perencanaan pembelajaran numerasi juga terdapat 5 (lima) indikator yang digali dalam bagian ini, meliputi keterampilan: 1) Guru memetakan KD yang akan diajarkan, 2) Guru merumuskan indikator pencapaian kompetensi dan tujuan, 3) Guru menentukan sumber bacaan yang dekat dengan pengalaman peserta didik, 4) Guru merancang pembelajaran dan mengelola kelas, dan 5) Guru menentukan asesmen, refleksi, dan umpan balik. Gambar 5. Kemampuan Guru dalam Menyusun Perencanaan Pembelajaran Berbasis Numerasi 3.2 Pembahasan a. Pemahaman Guru tentang Literasi dalam Pembelajaran Pemahaman guru berkenaan dengan konten literasi mengalami kenaikan cukup besar ini menunjukkan bahwa pembimbingan model Gradual Release of Responsibility cukup berhasil. Pada awalnya belum begitu memahami tentang konten literasi, tetapi setelah memperoleh pembimbingan menunjukkan pemahaman guru tentang konten literasi membaik. Sedangkan capaian pada indikator pemahaman proses kognisi pada literasi dan asesmen literasi menunjukkan pengaruh pembimbingan tidak begitu besar hasilnya. Hal sebaliknya, terjadi penurunan setelah pembimbingan yaitu pada indikator 209

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 pemahaman guru tentang tindak lanjut asesmen literasi dan kemampuan literasi guru. Terjadinya penurunan capaian pada pemahaman guru tentang tindak lanjut asesmen literasi maupun pada kemampuan literasi, dikarenakan materi literasi belum begitu dipahami dengan baik, sehingga guru mengerjakan tes sebelum pembimbingan hanya secara kira-kira sehingga hasilnya bersifat kebetulan. Pada awal pembimbingan, banyak guru yang mengira literasi merupakan tanggung jawab guru bahasa indonesia saja. Mereka memiliki miskonsepsi bawa numerasi itu tidak mungkin diberikan oleh guru selain matematika karena akan menyulitkan guru. Mereka lebih mengedepankan kata sulit dan tidak mungkin. Namun setelah dilaksanaan tahap focused lesson, guru mengalami perubahan mind-set. Kemampuan literasi guru dipengaruhi oleh pemahaman tentang konten literasi, level kognisi dalam literasi, asesmen literasi dan tindak lanjutnya. Sedangkan kemampuan guru dalam memahami tindak lanjut asesmen literasi dipengaruhi oleh pemahaman guru tentang program gerakan literasi sekolah dan implementasinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembimbingan model Gradual Release of Responsibility Penguatan Literasi dalam Pembelajaran cukup efektif. b. Pemahaman Guru tentang Numerasi dalam Pembelajaran Perbedaan hasil sebelum pembimbingan dan sesudah pembimbingan cukup bagus. Hal ini diduga karena pada awalnya guru-guru belum pernah memperoleh materi tentang Penguatan Numerasi dalam Pembelajaran. Selain itu, selama ini sekolah lebih menitikberatkan penguatan literasi membaca. Penguatan numerasi selama ini belum diberikan perhatian yang cukup baik. Pada awal pembimbingan, banyak guru yang mengira numerasi merupakan tanggung jawab guru matematika saja. Mereka memiliki miskonsepsi bawa numerasi itu tidak mungkin diberikan oleh guru selain matematika karena akan menyulitkan guru. Mereka lebih mengedepankan kata sulit dan tidak mungkin. Namun setelah dilaksanaan focused lesson, guru mengalami perubahan mind-set. Setelah mendapatkan materi dan pembimbingan, maka guru mengalami peningkatan pemahaman yang signifikan walaupun belum mencapai hasil yang optimal. Namun ada satu indikator yaitu pemahaman tentang asesmen numerasi hanya mencapai peningkatan terkecil. Hal ini karena asesmen numerasi merupakan materi yang 210

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 kompleks dan belum dikenal sebelum pembimbingan. Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa pembimbingan pada konten pemahaman Penguatan Numerasi dalam Pembelajaran cukup efektif karena terjadi peningkatan pada semua indikator. Meskipun demikian, capaian hasil setelah pembimbingan belum optimal karena materi ini kompleks dan memerlukan waktu yang cukup untuk meningkatkan pemahaman secara komprehensif. c. Keterampilan Guru Menyusun RPP Berbasis Literasi Hasil telaah analisis kompetensi dasar dan RPP sebelum dan sesudah pelaksanaan bimbingan dengan model Gradual Release of Responsibity memberikan tentang kemampuan guru dalam menyusun perencanana pembelajaran berbasis literasi. Terdapat peningkatan yang sangat signifikan pada 5 (lima) indikator. Keterampilan guru memetakan KD yang akan diajarkan meningkat sebesar 25%. Hasil wawancara menunjukkan pengakuan gur bahwa selama ini tidak pernah melakukan analisis kompetensi dasar dengan memetakan konten, konteks, dan proses kognisi untuk pembelajaran literasi. Keterampilan guru dalam merumuskan indikator pencapaian kompetensi dan tujuan mengalami peningkatan 13%. Sedangkankan dalam menentukan sumber bacaan yang dekat dengan pengalaman peserta didik terdapat peningkatan 9%. Rancangan pembelajaran yang dituangkan dalam langkah-langkah pembelajaran menunujkkan keterampilan guru dalam mengelola kelas meningkat sebesar 20%. Guru semakin terampil menentukan asesmen, refleksi, dan umpan balik, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan sebesar 10%. Data empiris membuktikan dampak pembimbingan dengan model Gradual Release of Responsibility telah membantu guru dalam melatih keterampilan menyusun perencanaan pembelajaran berbasis literasi. Meskipun hasil belum optimal namun perbandingan antara sebelum dan sesudah pembimbingan sangat signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan pembimbingan efektif dan berdampak pada peningkatan keterampilan guru. d. Keterampilan Guru Menyusun RPP Berbasis Numerasi Data empiris membuktikan dampak pembimbingan dengan model Gradual Release of Responsibility telah membantu guru dalam melatih keterampilan menyusun perencanaan pembelajaran berbasis numerasi. Meskipun hasil belum 211

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 optimal namun perbandingan antara sebelum dan sesudah pembimbingan sangat signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan pembimbingan efektif dan berdampak pada peningkatan keterampilan guru. Hasil wawancara menguatkan informasi bahwa guru menjadi paham dan bisa menyusun RPP berbasis numerasi. Materi numerasi merupakan hal baru yang tidak pernah dipelajari sebelumnya. Hasil ini menunjukkan pembimbingan dengan model Gradual Release of Responsibilty memberikan dampak baik bagi kompetensi guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran numerasi. Hasil pembahasan ini senada dengan temuan sebelumnya yang menyebutkan pemberian tanggung jawab secara bertahap pada siswa akan memberikan rasa memiliki dan komitmen dalam berliterasi (Fisher & Frey, 2021). Penelitian ini memiliki perbedaan pada subjeknya, bukan siswa namun guru. Penelitian Gradual Release of Responsibility pada pelatihan guru telah membuktikan efektif karena tahapan-tahapan pelepasan tanggung jawab menjadi terstruktur dan mudah dilakukan (Clark, 2014). 4. Kesimpulan dan Rekomendasi 4.1 Kesimpulan Sesuai dengan tujuan penelitian, dapat disimpulkan: 1) pembimbingan model Gradual Release of Responsibility dalam penguatan literasi dalam pembelajaran cukup efektif dengan perkembangan pemahaman guru tentang literasi dalam pembelajaran dari 56% menjadi 69% , atau peningkatan 13%; 2) pembimbingan model Gradual Release of Responsibility dalam penguatan numerasi pembelajaran efektif karena terjadi peningkatan pada semua indikator. Capaian hasil setelah pembimbingan belum optimal yaitu dari 36% menjadi 61%, atau meningkat 25%. Hal ini karena materi bersifat kompleks dan memerlukan waktu yang cukup untuk meningkatkan pemahaman secara komprehensif; 3) pembimbingan dengan model Gradual Release of Responsibility telah membantu guru dalam meningkatkan keterampilan menyusun perencanaan pembelajaran berbasis literasi. Meskipun hasil belum optimal namun perbandingan antara sebelum dan sesudah pembimbingan sangat signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan pembimbingan efektif dan berdampak pada peningkatan keterampilan guru sebesar 15%, dari 70% menjadi 85%; 4) pembimbingan 212

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 dengan model Gradual Release of Responsibility memberikan dampak baik bagi kompetensi guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran numerasi. Keterampilan guru dalam perencanaan pembelajaran numerasi mengalami peningkatan tajam sebesar 35%, dari 38% menjadi 75%. Hasil penelitian tentang implementasi model Gradual Release Responsibility dalam konteks kepengawasan ini merupakan temuan yang layak diadopsi oleh pengawas lain dalam pembimbingan guru berkaitan literasi dan numerasi. Gradual Release Responsibility dapat dipilih sebagai respon kekinian pengawas sekolah untuk mendongkrak pengetahuan, wawasan, cara pandang, sikap dan perilaku kreatif, kritis, dan inovatif, serta kolaboratif pengawas, kepala sekolah, maupun guru. 4.2 Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan di atas maka untuk meningkatkan keberhasilan penguatan literasi dalam pembelajaran, sekolah perlu bekerjasama dengan pengawas sekolah memfasilitasi pembimbingan dengan model Gradual Release of responsibility dalam penguatan pembelajaran literasi dan numerasi. Pelaksanaan pembimbingan sebaiknya memilih waktu yang tepat dan dengan durasi yang cukup, agar pembimbingan lebih berhasil. Penelitian ini memiliki keterbatasan karena hanya melibatkan 6 sekolah binaan dengan jumlah subjek yang terbatas pula. Oleh karena itu disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk menguji efektivitas model Gradual Release of Responsibility dalam scope yang lebih luas dan melibatkan responden atau subjek yang lebih banyak. Daftar Referensi Asil, M., & Brown, G. T. (2016). Comparing OECD PISA reading in English to other languages: Identifying potential sources of non-invariance. International Journal of Testing, 16(1), 71-93. doi:https://doi.org/10.1080/15305058.2015.1064431 Au, K. H., & Raphael, T. E. (2019). Sustainable school improvement: The gradual release of responsibility in school change. In The gradual release of responsibility in literacy research and practice: Emerald Publishing Limited. Clark, S. (2014). Avoiding the Blank Stare: Teacher Training with the Gradual 213

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 Release of Responsibility in Mind. Paper presented at the English Teaching Forum. Fauziah, A., Sobari, E. F. D., & Robandi, B. (2021). Analisis Pemahaman Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Mengenai Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(4), 1550-1558. Fisher, D. (2008). Effective Use of The Gradual Release Of Responsibility Model. Author Monographs, 1-4. Fisher, D., & Frey, N. (2013). Better learning through structured teaching: A framework for the gradual release of responsibility: ASCD. Fisher, D., & Frey, N. (2021). Better learning through structured teaching: A framework for the gradual release of responsibility: ASCD. Kemdikbud. (2018). Pendidikan di Indonesia: Belajar dari PISA 2028. Jakarta: Kemdikbud. Mahmud, M. R., & Pratiwi, I. M. (2019). Literasi numerasi siswa dalam pemecahan masalah tidak terstruktur. Kalamatika: Jurnal Pendidikan Matematika, 4(1), 69-88. doi: https://doi.org/10.22236/KALAMATIKA.vol4no1.2019pp69-88 Nugrahanto, S., & Zuchdi, D. (2019). Indonesia PISA result and impact on the reading learning program in Indonesia. Paper presented at the International Conference on Interdisciplinary Language, Literature and Education (ICILLE 2018). OECD. (2019). PISA 2018 Assessment And Analytical Framework: Mathematics, Reading, Science, Problem Solving And Financial Literacy. doi:https://doi.org/10.1787/19963777 Pearson, P. D., & Gallagher, M. C. (1983). The instruction of reading comprehension. Contemporary educational psychology, 8(3), 317-344. doi:https://doi.org/10.1016/0361-476X(83)90019-X Tohir, M. (2019). Hasil PISA Indonesia tahun 2018 turun dibanding tahun 2015. doi:https://doi.org/10.17605/OSF.IO/8Q9VY Turner, J. D., & Mitchell, C. (2019). Sustaining culture, expanding literacies: culturally relevant literacy pedagogy and gradual release of responsibility. In The Gradual Release of Responsibility in Literacy Research and Practice: Emerald Publishing Limited. 214

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 Pembimbingan Penyusunan Rapor Mutu Sekolah Binaan dengan Model CLKM Gembrot Fourindra Putra (Pengawas Sekolah SMA Kota Padang) 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, mengembangkan berbagai program dalam rangka peningkatan professional Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah dan Guru, salah satunya dengan mengadakan lomba penulisan makalah ilmiah, hasil yang diharapkan terjadinya peningkatan kualitas dan mutu pendidikan. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban memberikan teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini jabarkan sesuai dengan Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, kompetensi pengawas sekolah mencakup; kepribadian, supervise manajerial, supervise akademik, evaluasi pendidikan, penelitian pengembangan dan sosial. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah mendorong pengawas sekolah agar memiliki kompetensi dan mampu menunjukkan kinerja terbaik dalam membimbing sekolahnya. Pengawas sekolah merupakan sumber daya manusia yang sangat ikut menentukan keberhasilan pendidikan. Pengawas sekolah merupakan unsur pendidikan yang sangat dekat hubungannya dengan satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan sehari-hari di sekolah dan terlibat dalam menentukan keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pengawas merupakan elemen kunci dalam sistem pendidikan, khususnya di sekolah. Semua komponen lain, mulai dari kurikulum, sarana-prasarana, biaya, dan sebagainya tidak akan banyak berarti apabila esensi pendidikan yakni 215

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 interaksi pengawas dengan kepala sekolah, guru, peserta didik tidak berkualitas. Semua komponen lain, terutama kurikulum akan “hidup” apabila dilaksanakan oleh guru sesuai dengan bimbingan pengawas sekolah. Begitu pentingnya peran pengawas dalam mentransformasikan input-input pendidikan, sampai-sampai banyak pakar menyatakan bahwa di sekolah tidak akan ada perubahan atau peningkatan kualitas tanpa adanya perubahan dan peningkatan kualitas pengawas, kepala sekolah dan guru. Begitu pentingnya peranan pengawas dalam peningkatan mutu pendidikan maka pemerintah berupaya untuk memacu dan meningkatkan kemampuan pengawas. Departemen Pendidikan Nasional melalui dinas pendidikan kota dan kabupaten telah berupaya dalam rangka peningkatan kemampuan teknis pengawas sekolah, kepala sekolag dan guru dalam merencanakan pendidikan melalui penataran, seminar, lokakarya, bahkan memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, disamping itu pemerintah juga memberikan kemudahan – kemudahan bagi guru untuk lebih nyaman dalam menciptakan lingkungan yang kondusif seperti kemudahan untuk meningkatkan kesejahteraan, proses kenaikan pangkat, tunjangan fungsional, tunjangan profesi melalui sertifikasi guru, sehingga pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru – guru mempunyai dedikasi tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Motivasi merupakan karakter yang sangat penting yang harus dimiliki oleh seorang pengawas sekolah untuk melaksanakan tugas-tugas pokok sebagai seorang pendidik. Maka seorang pengawas harus mempunyai bermacam-macam cara yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam upaya pembinaan di sekolah yang ujung-ujungnya meningkatkan hasil belajar di kelas dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang pengawas di satuan pendidikan. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh pengawas adalah dengan membantu melakukan pembimbingan di sekolah binaan dalam menyiapkan rapor mutu pada satuan pendidikan. Dari hasil observasi yang dilakukan oleh Pengawas sekolah di SMA Negeri 4 Padang ditemukan fenomena-fenomena lapangan diantaranya adalah : sebagian besar guru tidak mau terlibat dalam penyusunan rapor mutu satuan pendidikan, hasil observasi awal tahun pelajaran pengawas sekolah dari 47 orang guru yang ada di SMA Negeri 4 Padang ternyata 4 orang guru yang mau terlibat dalam 216

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 penyusunan rapor mutu di sekolah sedangkan lainnya sama sekali tidak mau tahu dengan rapor mutu, guru datang ke sekolah bertujuan untuk pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas. Untuk meningkatkan kepedulian guru dalam penyusunan rapor mutu di satuan pendidikan dirasa perlu keterlibatan pengawas sekolah untuk memberikan motivasi, memberikan pembimbingan dan pembinaan dalam rangka penyusunan rapor mutu satuan pendidikan. Berdasarkan uraian di atas, permasalah yang perlu dicarikan solusinya dalam penulisan ini adalah sebagai berikut. a. Kurangnya motivasi dan keterlibatan guru ikut dalam menyusun rapor mutu di satuan pendidikan. b. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman guru tentang kegunaan membuat rapor mutu di sekolah. c. Masih rendahnya motivasi dan dorongan dari kepala satuan untuk melibatkan guru dalam membuat rapor mutu. d. Kurangnya pembimbingan dan pemberian motivasi oleh pengawas sekolah dalam menyelesaikan rapor mutu sekolah binaannya. 1.2 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan permasalahan seperti yang diuraikan di atas, maka tujuan yang diharapkan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: a. Munculnya strategi yang dilakukan oleh pengawas sekolah dalam upaya memunculkan motivasi guru dalam membuat rapor mutu. b. Bertambahnya pengetahuan dan pemahaman guru tentang pembuatan rapor mutu. c. Adanya hubungan yang signifikan pembimbingan dengan Model CLKM Gembrot dalam penyelesaian rapor mutu sekolah. d. Terjadinya peningkatan yang signifikan dalam hal motivasi guru terlibat dalam penyusunan rapor mutu melalui bimbingan pengawas sekolah. 1.3 Manfaat Penulisan Manfaat yang diperoleh dari strategi yang diterapkan oleh pengawas sekolah dalam upaya memunculkan kreatifitas guru dalam membuat rapor mutu adalah sebagai berikut: 217

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 a. Bagi Guru Dapat menambah pemahaman dan khasanah ilmu tentang Standar Nasional Pendidikan. b. Bagi Kepala Sekolah Menghilangkan kesan bahwa menyusun rapor mutu itu menyusahkan dan merepotkan guru dan akan berimplikasi pada peningkatan mutu di sekolah. c. Bagi Pengawas Dapat meningkatkan harkat dan martabat pengawas sekolah serta tertantang untuk selalu meningkatkan kinerja agar dapat membantu guru dan kepala sekolah dalam memecahkan permasalah, di sekolah serta untuk mengembangkan Kompetensi Penelitian dan Pengembangan Pengawas. d. Bagi Satuan Pendidikan Dapat memetakan dan mengetahui keadaan satuan pendidikan berdasarkan delapan standar nasional pendidikan, dapat digunakan untuk membuat program sekolah berbasis rapor mutu serta untuk menyusun program pada RKAS BOS. 2. Permasalahan 2.1 Pengertian Rapor mutu Penjaminan mutu pendidikan, sebagaimana yang disebutkan dalam Permendikbud nomor 28 Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah, adalah suatu mekanisme yang sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa seluruh proses penyelenggaraan pendidikan telah sesuai dengan standar mutu. Standar mutu yang dimaksud di sini adalah standar mutu minimal yang menjadi acuan bagi penyelenggaran pendidikan di seluruh wilayah Indonesia yaitu Standar Nasional Pendidikan (SNP). Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 2 ayat 1 menyebutkan tentang lingkup standar nasional meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Selanjutnya Permendikbud nomor 28 Tahun 2016 menyebutkan bahwa Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah adalah suatu kesatuan unsur yang terdiri atas organisasi, kebijakan, dan proses terpadu yang mengatur 218

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 segala kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang saling berinteraksi secara sistematis, terencana dan berkelanjutan. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah ini bertujuan untuk menjamin pemenuhan standar pada satuan pendidikan secara sistematik, holistik, dan berkelanjutan, sehingga tumbuh dan berkembang budaya mutu pada satuan pendidikan secara mandiri. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah terdiri atas Sistem Penjaminan Mutu Internal Dikdasmen (SPMI- Dikdasmen) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal Dikdasmen (SPME- Dikdasmen). Tujuan umum penyusunan peta mutu pendidikan adalah untuk menginformasikan capaian SNP berdasarkan hasil pemetaan mutu satuan pendidikan. Tujuan khususnya antara lain: a. Memberi informasi capaian SNP per standar, per indikator untuk masing- masing jenjang sekolah kepada pemangku kepentingan; b. Memberi rekomendasi per indikator untuk capaian SNP keseluruhan sekolah, kepada pemangku kepentingan. Peta Mutu Pendidikan (Kab/Kota), antara lain bermanfaat untuk: a. Penyediaan data dan informasi yang penting sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan terkait program pembinaan dan peningkatan mutu pendidikan tingkat Kota beserta anggaran pendidikan yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan; b. Membantu pemangku kepentingan dalam mengidentifikasi bidang prioritas untuk pemenuhan SNP; c. Membantu pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi kebutuhan satuan pendidikan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat penulis katakan bahwa rapor mutu merupakan sebuah data hasil dari proses pengolahan data. Lembaga yang mengeluarkan rapor mutu pendidikan adalah LPMP yang diterbitkannya setiap tahun. Hasil rapor mutu sesuai Standar Nasional Pendidikan sangat dibutuhkan untuk mengetahui apakah mutu pendidikan sudah tercapai dengan baik atau belum. Pertama yaitu pada Standar Isi, dimana mencakup materi atau tingkat kompetensi untuk mencapai sebuah standar minimal pada setiap 219

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 jenjang pendidikan. Kedua adalah Standar Proses yaitu meliputi bagian pelaksanaan proses pembelajaran yang kreatif dan sesuai bakat minat. Ketiga Standar Kompetensi Lulusan yang dikhususkan untuk pendidikan dasar dan menengah. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan dimana mengharuskan para pendidik memiliki kualifikasi akademik yang sesuai untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Standar Sarana dan Prasarana berupa perabotan, media hingga sumber belajar yang layak yang berguna untuk menunjang berlangsungnya proses pembelajaran dan menjamin mutu pendidikan dengan baik. Standar Pengelolaan yang dilakukan oleh manajemen untuk pengelolaan sekolah. Standar Pembiayaan yang konsen pada pembiayaan dan biaya operasional setiap satuan pendidikan. Terakhir Standar Penilaian yang mengacu pada penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik maupun satuan pendidikan. 2.2 Model Pembinaan CLKM Gembrot Model Pembinaan CLKM (Contoh,Latihan,Kerja,Mandiri) Gembrot (gembira dan berbobot) adalah pola perbuatan membina sesuatu yang disediakan untuk ditiru/diikuti dari hasil berlatih dengan pengawasan dalam suasana gembira dan berbobot, kegiatan melakukan sesuatu sehingga tidak bergantung pada orang lain (kamus Pelajar SLTP, 2003 : 751). Dengan demikian Model Pembinaan CLKM (Contoh, Latihan, Kerja Mandiri) dalam penelitian ini adalah pola usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efesien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik untuk ditiru dari hasil latihan dalam pengawasan sehingga dalam melakukan sesuatu tidak bergantung pada orang lain. Kelompok Kerja Guru adalah suatu wadah pembinaan profesional bagi para guru yang tergabung dalam organisasi gugus sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan (Anonim, 1997:37). Dari paparan di atas menunjukkan bahwa Model Pembinaan CLKM Gembrot dalam pengisian data rapor mutu di satuan pendidikan digunakan sabagai salah satu strategi dalam rangka mengajak guru-guru mata pelajaran ikut terlibat langsung dalam pengisian rapor mutu di sekolah. Dengan demikian pemahaman terhadap rapor mutu dapat ditingkatkan baik dalam teoritisnya maupun praktek. 220

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Metode dan Pelaksanaan a. Strategi yang Dilakukan Untuk melaksanakan program peningkatan motivasi guru dalam membuat rapor mutu melalui bimbingan Pengawas, Pengawas lebih dulu menyampaikan program kerja kepada kepala sekolah dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Mengadakan pertemuan awal dengan kepala sekolah tentang maksud penulis melakukan pendampingan pembuatan rapor mutu. (2) Meminta waktu kepada kepala sekolah mengumpulkan majelis guru untuk menyampaikan materi pembuatan rapor mutu. (3) Di dapat kesepakatan dengan kepala sekolah dan majelis guru waktu pelaksanaannya 11, 14 dan 21 Juni 2019, saat peserta didik sudah selesai melaksanakan ujian semester genab. (4) Hari pertama tanggal 11 Juni 2019 kegiatan penulis menyampaikan materi rapor mutu dimana, pada awal penyampaian materi rapor mutu penulis melakukan Ice Breaking lebih dahulu untuk memfokuskan pimikiran para peserta, kemudian dilanjutkan penyampaian materi rapor mutu. Saat memberikan materi kepada guru- guru, penulis dalam penyampaiannya dengan suasana gembira dan berbobot. (5) Menyampaikan tujuan pembuatan rapor mutu (6) Dilanjutkan dengan penyampaian pemanfaatan rapor mutu yaitu : (b) Untuk Peningkatan Mutu Pendidikan (c) Untuk Menunjang Program BOS (d) Membantu Sekolah Dalam Menghadapi Persiapan Akkreditasi (e) Sebagai Laporan Formal Sekolah (f) Menjamin Peningkatan Sarana Dan Prasarana (7) Penyampaian unsur-unsur yang harus ada dalam rapor mutu (8) Penyampaian bentuk-bentuk rapor mutu baik rapor mutu. (9) Melakukan Tanya jawab dengan guru tentang masalah-masalah yang dikemukakan oleh guru, dalam pembuatan rapor mutu sehingga bisa dipahami secara utuh serta dapat mencarikan solusi terbaiknya sehingga guru-guru dapat menyelesaikan pembuatan rapor mutu. 221

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 (10) Mempresentasikan alternatif pemecahan masalah dalam pembuatan rapor mutu untuk dipadukan dengan alternatif pemecahan masalah yang dikemukakan oleh guru. (11) Memecahkan masalah dalam pembuatan rapor mutu, dalam hal ini pengawas bersama guru membahas alternatif-alternatif pemecahan masalah pembuatan rapor mutu dan menentukan alternatif terbaik. (12) Dalam penyajian materi pembuatan rapor mutu pengawas sekolah dalam hal ini penulis best practice dilaksanakan dengan Model Pembinaan CLKM Gembrot dengan cara memberikan contoh-contoh langkah-langkah pengisian rapor mutu, meminta guru kerja mandiri dalam pembuatannya dengan suasana gembira dan berbobot. (13) Pengawas bersama guru mengadakan negosiasi untuk membagi tugas dalam rangka mengimplementasikan alternatif pemecahan masalah dalam pembuatan rapor mutu, guru meminta pengawas memantau dan memberikan bimbingan secara terus menerus. (14) Hari kedua tanggal 14 juni 2019, guru-guru duduk berkelompok sesuai mata pelajaran yang diampunya untuk membuat rapor mutu yang harus dipersentasikan pada hari ketiga tanggal 21 Juni 2019, sebelum guru-guru mulai bekerja dalam kelompoknya kembali penulis melakukan kegiatan Ice Breakingiatan untuk menambah motivasi kerja peserta, sesuai kesepakatan yang telah ditetapkan bersama antara guru dan pengawas, mereka mulai sibuk bekerja di masing-masing kelompok untuk membuat rapor mutu. (15) Hari ketiga tanggal 21 Juni 2019, sebelum para peserta mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, penulis kembali mengawali kegiatan dengan Ice Breaking, kemudian masing-masing guru mata pelajaran mempersentasikan rapor mutu yang dibuat. (16) Setelah masing-masing guru mata pelajaran menyampaikan hasil kerja pembuatan rapor mutu, di akhir kegiatan pengawas bersama guru, kepala sekolah membuat kesepakatan akan melanjutkannya di rumah selama libur sekolah dan diharapkan diawal tahun pelajaran guru-guru sudah menyelesaikan rapor mutu. (17) Kepala sekolah dan guru-guru meminta kesediaan waktu kepada pengawas diawal tahun pelajaran meningkatkan kunjungan ke sekolah, minimal dua kali seminggu untuk terus memantau pembuatan rapor mutu yang dilakukan oleh guru. 222

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 b. Faktor Pendukung Faktor yang mendukung Meningkatnya motivasi Guru dalam Membuat rapor mutu dengan model pembinaan CLKM Gembrot di SMA Negeri 4 Padang adalah sebagai berikut: (1) Kepala sekolah dan guru telah mulai memahami pentingnya membuat rapor mutu dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. (2) Kepala sekolah dan guru telah memahami tugas pokok dan fungsi pengawas sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan sehingga ada peluang sekolah menempatkan posisinya sebagai pembimbing dan konsultan di sekolah. (3) Kepala sekolah dan guru-guru di sekolah binaan sebagaian besar telah memiliki sertifikat pendidik. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa dari segi finansial guru sudah dalam ketegori berkecukupan. Maka dalam hal pengembangan diri ada peluang yang sangat besar. Kondisi seperti ini dapat dijadikan dasar dalam penbinaan oleh pengawas sekolah. (4) Kepala sekolah dan guru-guru telah mulai memahami bahwa membuat rapor mutu dapat mengetahui posisi satuan pendidikan berdasarkan standar nasional pendidikan. (5) Pengawas sekolah dalam menyajikan materi Rapor mutu diawali dengan kegiatan Ice Breaking yang menambah motivasi perserta dalam bekerja, kemudian dilengkapi dengan contoh-contoh rapor mutu dan didukung oleh suasana penyajian yang gembira dan berbobot. (6) Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat menginstruksi langsung kepada pengawas sekolah untuk memperbanyak frekuensi kunjungan ke sekolah. c. Faktor Penghambat Adapun faktor yang menjadi penghambat dalam meningkatkan motivasi guru membuat rapor mutu di SMA Negeri 4 Padang adalah sebagai berikut: (1) Belum semua guru di SMA Negeri 4 Padang yang memahami bahwa pengisian rapor mutu dapat memberikan gambaran sekolah sesuai delapan standar nasional pendidikan. (2) Masih adanya beberapa orang guru yang berpikir membuat rapor mutu hanya akan menambah kesibukkan mereka. (3) Pengawas sekolah disibukkan oleh kegiatan-kegiatan diluar program 223

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 kepengawasan seperti: diklat, sebagai asesor, dan kegiatan lainnya sehingga frekuensi kunjungan ke sekolah terganggu. 3.2 Hasil dan Pembahasan a. Hasil yang Diperoleh Sesuai dengan komitmen pada saat pertemuan dengan kepala sekolah dan guru dalam acara penyampaian materi rapor mutu dimana guru-guru pada awalmya tidak mau terlibat dalam pengisian rapor mutu ini akhirnya bersemangat menyelesaikannya hal ini dapat dilihat dengan hasil sebagai berikut: (1) Diawal tahun pelajaran saat monitoring kegiatan awal pendidikan setelah libur semester dan monitoring MPLS pengawas kembali mengingatkan komitmen pembuatan rapor mutu serta mendata guru-guru yang sudah menyelesaikan pengisian rapor mutu. (2) Minggu ke dua mulai sekolah tanggal 16 Juli 2019, Penulis datang ke SMA Negeri 4 Padang ternyata ada peningkatan yang signifikan terhadap kreatifitas guru dalam membuat rapor mutu, dari data awal 7 orang guru yang membuat rapor mutu, sekarang menjadi 24 orang, berarti ada peningkatan sebesar 51% guru yang membuat rapor mutu. (3) Penulis datang kembali tanggal 06 Agustus 2019 sudah 34 orang guru yang memiliki rapor mutu, berarti ada peningkatan sebesar 72% guru yang membuat rapor mutu. (4) Saat penulis bertannya kepada guru yang membuat rapor mutu ternyata ada peningkatan yang signifikan terhadap antusias guru dalam pengisian rapor mutu dengan model pembinaan CLKM Gemrot. (5) Sesuai kesepakatan antara guru-guru dan pengawas sekolah dalam hal ini penulis harus datang dua kali seminggu untuk membimbing guru dalam pembuatan rapor mutu, ternyata setiap minggu penulis datang ke SMA Negeri 4 Padang selalu ada penambahan guru yang membuat rapor mutu. b. Pembahasan Dari hasil yang diperoleh di atas dapat kita bahas bahwa guru-guru sangat perlu bimbingan dari pengawas sekolah yang professional, bimbingan yang dilaksanakan kepada guru-guru di sekolah tidak dalam bentuk teori-teori semata, 224

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 tapi sudah dalam bentuk praktek yang nyata, dimana hasil pembimbingan pengawas yang dimulai dengan analisis kebutuhan sekolah, kemudian dilakukan proses kegiatan pembinaan, sehingga dapat menghasilkan output dan outcome yang dapat dilihat langsung di sekolah. Pembimbingan yang dilakukan oleh pengawas juga harus kontinyu dilaksanakan di sekolah binaannya, sehingga program yang telah dirancang oleh pengawas dapat terlaksanakan seluruhnya. 4. Penutup 4.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan seperti yang telah dipaparkan pada BAB III sebelumnya dapat disimpulkan bahwa: a. Strategi yang dilakukan pengawas sekolah dalam upaya”Meningkatkan Motivasi Guru dalam Pembuatan rapor mutu melalui bimbingan pengawas di SMA Negeri 4 Padang” terhadap sekolah dapat memberikan dampak yang signifikan dengan bertambahnya jumlah guru yang membuat rapor mutu. b. Adanya hubungan signifikan yang positif penyampaian materi dengan strategi model CLKM Gembrot dapat lebih memotivasi guru dalam membuat rapor mutu. c. Adanya peningkatan yang positif ketika penyampaian materi rapor mutu yang diawali dengan Ice Breaking menambah motivasi kerja peserta. d. Pengawas sekolah melakukan bimbingan secara berkelanjutan berdampak positif dalam membangun budaya sekolah yang efektif, yakni dapat meningkatkan kinerja guru dan kepala sekolah. 4.2 Rekomendasi Melihat adanya dampak positif dari strategi yang dilakukan pengawas dalam upaya meningkatkan kreatifitas guru membuat rapor mutu dengan cara bimbingan, maka dapat disarankan sebagai berikut: a. Pembinaan yang dilakukan pengawas harus mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas guru dalam memahami dan memecahkan persoalan-persoalan pendidikan yang dihadapi. b. Pembinaan yang dilakukan pengawas harus obyektif, artinya bahwa pembinaan dan pembimbingan harus didasarkan kebutuhan nyata dalam 225

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 pengembangan profesional guru. c. Pengawas sekolah mampu memberikan solusi yang inovatif dan tidak menoton sehingga bisa memotivasi guru dan kepala sekolah dalam menjalankan tugas-tugas keseharian. d. Diharapkan kepada Pengawas yang lain ikut membimbing para guru dalam membuat rapor mutu. Daftar Referensi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Andi Prastowo. (2011). Panduan Kreaftif Membuat Rapor mutu Inovatif . Jogjakarta: Diva Press. Tian Belawati . (2003). Pengembangan Rapor Mutu. Jakarta: Pusat Penerbitan UT Davies, L.K. (1971). The Management Learning. London: Mc Graw-hill. Diknas. (2004). Pedoman Umum Pemilihan dan Pemanfaatan Rapor Mutu. Jakarta: Ditjen Dikdasmenum. Nana Sudjana. (2005). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Paulina Pannen dan Purwanto. (2001). Penulisan Rapor mutu. Jakarta: Pusat antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Ditjen Dikti Diknas. Muhaimin, LKP2-I, 25 Mei 2008. Modul Wawasan tentang Pengembangan Rapor mutu. Bab V. Malang. 226

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 Realita Profile Pelajar: Sebagai Dasar Kebijakan Sekolah Dalam Mengembangkan Profile Pelajar Pancasila Nyi R. Tedja Gurat Baktinia Dinas Pendidikan Kota Bandung, Jalan Jendral Ahmad Yani no 239, Bandung, Kode Pos 40113 Email: [email protected] 1. Pendahuluan Selama pandemik sekolah-sekolah di Indonesia dan disemua belahan dunia mengalami permasalahan yang sama, sulitnya para siswa mengakses pendidikan dan sekolahnya. Pembelajaran Jarak Jauh digunakan sebagai alternatif kebijakan darurat. Pendidikan kemudian didorong dengan memaksimalkan akses penggunaan akses internet. Hal ini berlaku untuk para siswa tidak saja diperkotaan, tetapi juga dipedesaan. Data Siswa (5-24 Tahun) yang Mengakses TIK dalam Tiga Bulan Terakhir (2020) diperkotaan sebesar 68,2%, pedesaan sebesar 47,8%. Penggunaan ini juga berlaku untuk hampir semua tingkat pendapatan orang tua. Untuk siswa yang berasal dari kuintil 1 (20% penduduk termiskin) sebesar 38,5%, kelompok tengah (pengeluaran moderat) 60%, dan kuintil 5 (penduduk terkaya) sebesar 81,7% (Badan Pusat Statistik , 2020). Sumber: BPS, Susenas Maret 2020 Gambar 1. Siswa (5-24 Tahun) yang Mengakses Internet dalam Tiga Bulan Terakhir (2020) Dampak lain dari Pembelajaran Jarak Jauh adalah berkurangnya kualitas pendidikan yang diterima siswa. Dalam Human Capital Index 2020 dari Bank 227

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 Dunia, rata-rata lama bersekolah di Indonesia diukur dari expected years of school selama 12,4 tahun. Namun Bank Dunia menjelaskan bahwa bersekolah tidak sama dengan belajar. Meskipun rata-rata bersekolah mencapai 12,4 tahun, tetapi pembelajaran yang diterima hanya setara dengan 7,8 tahun belajar. Pembelajaran ini diukur dengan indikator Learning-Adjusted Years of Schooling (LAYS). Dengan adanya penutupan sekolah selama pandemi, maka kualitas pembelajaran pun ikut menurun. Bank Pembangunan Asia (ADB) memprediksi, tingkat LAYS Indonesia berpotensi turun 0,22 poin sampai 0,48 poin selama pandemi dari basis 7,8 tahun pada saat sebelum pandemi terjadi (World Bank, 2021). Masalah yang kemudian muncul adalah berkurangnya interaksi antara guru- siswa, siswa-siswa, siswa-masyarakat (Basar, 2021). Hal ini kemudian mendorong berkurangnya kemampuan siswa dalam berkomunikasi dan bersosialisasi. Persoalan lain adalah sulitnya penanaman nilai moral dan etika pada para siswa selama Pembelajaran Jarak Jauh (Santika, 2020). Dalam Pembelajaran Jarak Jauh dengan menggunakan Moodle, Google Classroom, atau Whatsapp Grup, persoalan menjadi lebih sulit lagi. Interaksi yang hampir 100% hanya mengandalkan komunikasi tulisan. Komunikasi jenis ini tidak akan mudah menilai system nilai, moral, dan etika, karena tidak Nampak jelas gestur, nada, dan banyak factor lain yang menunjukkan atau tidak menunjukkan ada tidaknya benturan budaya. Tujuan dari pendidikan sendiri menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jadi bisa disimpulkan bahwa bahwa pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Persoalannya adalah jika guru sulit memberikan transfer nilai, moral dan etika, lantas kemudian bisakah konten mata pelajaran menjadi solusi? Pendidikan nilai saat ini lebih cenderung didorong terpenuhi oleh pendidikan agama (Hadisi, 2015). Pendidikan Moral Pancasila sebagai pokok utama Pendidikan moral ideologis telah berganti kebijakan sejak kelahirannya. 228

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 Pada tahun 1984 mata pelajaran ini disebut PMP (Pendidikan Moral Pancasila). Mata pelajaran PMP berisi materi dan pengalaman belajar mengenai P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang mengajarkan pelajaran moral yang berdasar Pancasila. Jadi nilai-nilai yang terkandung dalam PMP berdasarkan pada Pancasila yang dijadikan acuan tunggal. Pada tahun 1994 dilakukan perbaikan pada mata pelajaran PMP, mata pelajaran ini kemudian berganti nama menjadi PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) (Raharjo, 2020). Padahal sebelumnya buku-buku Ilmu Kewarganegaraan (Civics) yang dijadikan sarana penyebaran ideologi Presiden Soekarno dilarang. Bahkan memasuki tahun 1970- an, pelajaran Civics resmi dihapus. Mata pelajaran PPKN berisi materi dan pengalaman belajar yang diorganisasikan secara spiral/artikulatif atas dasar butir-butir nilai yang secara konseptual terkandung dalam Pancasila. Jadi konsep nilai-nilai terkandung pada Pancasila dengan pengorganisasian secara spiral/artikulatif. Pasca Reformasi, mata pelajaran ini bertransformasi menjadi PKN (Pendidikan Kewarganegaraan) pada tahun 2006. Mata pelajaran Pendidikan Kewargaenegaraan memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak- hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Jadi nilai-nilai yang terkandung bersumber dari UUD 1945 dan Pancasila. Pada tahun 2013 mata pelajaran ini kemudian berubah lagi sejalan dengan pengembangan empat pilar oleh MPR RI menjadi PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Sesuai dengan latarbelakangnya, mata pelajaran ini mempunyai ruang lingkup materi yang bersumber pada 4 Pilar Kebangsaan (UUD 1945, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI). Ditengah perubahan mata pelajaran berbasis ideologi Pancasila dari masa ke masa kemudian timbul dorongan agar memunculkan kembali pendidikan moral dengan Ideologi Pancasila sebagai dasar kesatuan moral berbangsa dan bernegara. Ini menjadi penting untuk kemudian menjadi dasar kontruksi dari karakteristik pelajar yang diharapkan sesuai Undang-undang, “beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Harapan memenuhi tujuan Pendidikan nasional itu kemudian mendasari konsepsi bagaimana sebenarnya profile pelajar yang memiliki pemahaman 229

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 ideologi pancasila itu? 1.1 Tujuan Penelitian a. Mengetahui bagaimana realita profile pelajar dalam kerangka profile pelajar Pancasila? b. Mengetahui bagaimana hubungan antar ciri utama profile pelajar Pancasila? 1.2 Manfaat Penelitian a. Dengan mengetahui realita profile pelajar maka pengawas dan sekolah (pengambil kebijakan) memiliki bahan pertimbangan ciri dan atau elemen mana yang menjadi pertimbangan utama untuk dikembangkan lebih dulu berdasarkan skor terendah pada masing masing elemen/ ciri utama. Dengan cara yang sama juga para pengawas dan sekolah (pengambil kebijakan) menjadi paham pada elemen/ ciri utama mana yang menjadi kekuatan pelajar yang dikelolanya. Sehingga pengawas dan sekolah (pengambil kebijakan) memiliki validitas dalam kebijakan/ inovasi pengembangan sekolah dalam mewujudkan profile pelajar Pancasila. b. Dengan mengetahui hubungan antar ciri utama profile pelajar Pancasila maka pengawas dan sekolah (pengambil kebijakan) bisa mengetahui ciri utama mana yang akan dikembangkan terlebih dahulu karena memiliki hubungan paling besar dengan semua ciri utama lainnya dalam berbagai kebijakan/ inovasi pengembangan sekolah dalam mewujudkan profile pelajar Pancasila. 2. Metodologi 2.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori mengenai tolak ukur profile pelajar dengan kerangka ciri utama pelajar Pancasila. Penelitian eksplanatori atau yang umum disebut juga dengan penelitian eksplanatif merupakan penelitian yang meneliti tiap variabelnya secara mendalam dengan tujuan untuk mendapatkan hasil mengenai ada tidaknya hubungan dari gejala- gejala yang didapatkan dari setiap variabel (Hasnah, 2014). Ciri utama dalam model profile pelajar ini akan diteliti secara mendetail sehingga menghasilkan sebuah hubungan terhadap antar variabel dalam penelitian ini. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yakni pendekatan 230

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 kuantitatif dengan metode survei. Metode survei merupakan metode yang menggunakan angket sebagai alat pengumpulan datanya (Sugiyono, 2010). Adapun definisi pendekatan kuantitatif yakni: “Metode penelitian kuantitatif diartikan sebagai metode penelitian berdasarkan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, tehnik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistic dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan” (Sugiyono, 2010). 2.2 Variabel dan Definisi Operasional Tabel 1. Definisi Variabel Variabel/ Ciri Utama Definisi Elemen Beriman, bertakwa kepada Tuhan Pelajar Indonesia yang a) akhlak beragama YME, dan berakhlak mulia beriman, b) akhlak pribadi Berkebinekaan global bertakwa kepada Tuhan c) akhlak kepada manusia YME, dan berakhlak mulia d) akhlak kepada alam adalah pelajar yang e) akhlak bernegara berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Ada lima elemen kunci beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia Pelajar Indonesia a) mengenal dan mempertahankan budaya menghargai luhur, lokalitas dan budaya identitasnya, dan tetap b) kemampuan berpikiran terbuka dalam komunikasi interkultural berinteraksi dengan budaya dalam berinteraksi dengan lain, sehingga sesama menumbuhkan rasa saling c) refleksi dan tanggung menghargai dan jawab terhadap pengalaman kemungkinan terbentuknya kebinekaan dengan budaya luhur yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa. 231

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 Pelajar Indonesia a) Kolaborasi Bergotong royong memiliki b) Kepedulian Mandiri Bernalar kritis kemampuan bergotong- c) berbagi royong, yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Pelajar Indonesia a) kesadaran akan diri dan merupakan pelajar mandiri, situasi yaitu pelajar yang bertanggung yang dihadapi jawab atas proses dan hasil b) regulasi diri belajarnya. Pelajar yang bernalar a) memperoleh dan kritis mampu secara objektif memproses memproses informasi baik informasi dan gagasan kualitatif maupun b) menganalisis kuantitatif, membangun dan mengevaluasi keterkaitan antara berbagai penalaran informasi, menganalisis c) merefleksi pemikiran informasi, mengevaluasi dan proses berpikir dan menyimpulkannya. d) mengambil Keputusan Kreatif Pelajar yang kreatif mampu a) menghasilkan gagasan yang memodifikasi dan orisinal menghasilkan sesuatu yang b) menghasilkan karya orisinal, bermakna, dan tindakan yang orisinal bermanfaat, dan berdampak. Sumber: profil pelajar (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2021) 2.3 Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh penelitin untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Kendalanya adalah jika ingin mengambil seluruh populasi pelajar di Indonesia adalah pertama keterbatasan dana dan waktu; yang kedua keterbatasan akses internet pada para siswa karena kuesioner menggunakan google form. Oleh karena itu dipergunakan sample dengan kategori/ ketentuan khusus. Sampel menurut defenisi yang dikemukakan oleh Sugiyono yakni bagian dari jumlah serta karakteristik yang dimiliki oleh suatu populasi (Sugiyono, 2010). Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik pengumpulan nonprobability sampling dengan kuota pelajar yang mewakili 3 232

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 sekolah swasta (SMPS X123) dan pelajar yang mewakili 1 sekolah negeri (SMPN Y) di kota Bandung. Pada penelitian ini jumlah responden seluruhnya adalah 1.128 orang pelajar dari total jumlah pelajar 1227 orang, jadi 99 pelajar tidak mengisi google form. 2.4 Sumber Data dan Tehnik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Data didefinisikan sebagai sesuatu yang digunakan atau dibutuhkan dalam penelitian dengan menggunakan parameter tertentu (Sugiyono, 2010). Penelian ini menggunakan data primer. Data primer adalah sumber data langsung yang diperoleh dari sumber pertama yakni individu atau perseorangan (Sugiyono, 2010). Sumber data primer dalam penelitian ini berupa hasil pengumpulan kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini didistribusikan kepada responden yakni para pelajar SMP di kota Bandung untuk mengukur tingkat kesesuaian mereka terhadap profile pelajar Pancasila. Skala yang digunakan dalam kuesioner penelitian ini yakni a. Saya mengerti dan memiliki ciri/elemen profile pelajar pancasila dimaksud b. Saya mengerti tetapi tidak memiliki ciri/elemen profile pelajar pancasila dimaksud c. Saya tidak memahami makna ciri/elemen profile pelajar pancasila dimaksud d. Jawaban lain 2.5 Metode Analisis Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Data yang diperoleh di lapangan melalui quosiner di tabulasi dan disusun sehingga memudahkan peneliti dalam menyajikan dan menganalisa data ke tahap selanjutnya. Penelitian menggunakan bantuan program SPSS versi 20 for windows untuk uji korelasional. Hal ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan penelitian untuk mengungkap fenomena social tertentu sehingga diperoleh hasil yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. 233

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Penelitian Sebaran data responden relative menyebar, dari 1.128 orang pelajar berasal dari SMPS X 32,4% atau sejumlah 366 orang pelajar. Sedangkan responden yang berasal dari SMPN Y 67,6% atau sejumlah 762 orang pelajar. Gender responden juga relative seimbang dengan 53,5% terdiri dari pelajar perempuan atau sejumlah 604 orang dan 46,5% terdiri dari pelajar laki-laki atau sejumlah 524 orang. Rentang usia para pelajar SMP ini terbanyak adalah pada usia 13 s.d 14 tahun sebanyak 745 orang pelajar; pada usia 15 s.d 16 tahun sebanyak 232 orang pelajar; dan paling sedikit pada rentang usia 11 s.d 12 tahun sebanyak 151 orang pelajar. Gambar 2. Sebaran Jenis Sekolah, Usia dan Gender Responden Sedangkan berdasarkan pekerjaan kedua orang tuanya didapatkan sebaran data sebagai berikut: dari 1.128 orang pelajar, pekerjaan mayoritas ayahnya adalah wiraswasta sebanyak 28,4% atau sejumlah 320 orang pelajar; Pegawai swasta sebanyak 24,6% atau sejumlah 278 orang pelajar; Buruh sebanyak 20,5% atau sejumlah 231 orang pelajar. Sisanya ada yang berprofesi PNS (51 orang), TNI/Polri (46 orang), Guru/Dosen (8 Orang), dan lain lain. Pekerjaan mayoritas ibunya adalah Ibu rumah tangga sebanyak 35,5% atau sejumlah 438 orang pelajar; Pegawai swasta sebanyak 9,8% atau sejumlah 111 orang pelajar; Wiraswasta sebanyak 9,6% atau sejumlah 108 orang pelajar. Sisanya ada yang 234

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 berprofesi Buruh (49 orang), PNS (29 orang), Guru/Dosen (26 Orang), dan lain lain. Gambar 3. Pekerjaan Orang Tua Sedangkan dari sisi agama dan kepercayaan yang dianut tampak bahwa 97,3% beragama Islam atau sejumlah 1.097 Orang pelajar; 2,1% beragama Protestan atau sejumlah 24 Orang pelajar; 0,6% beragama Katolik atau sejumlah 7 Orang pelajar; sedangkan yang beragama Hindu, Budha, Khonghucu dan kepercayaan lainnya tidak ada. Gambar 4. Agama dan Kepercayaan yang Dianut Selanjutnya pada Ciri Utama yang pertama, yaitu Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia. Didapatkan bahwa profile pelajar adalah sebagai berikut: Elemen akhlak beragama, para siswa mengatakan bahwa 98,7% atau sejumlah 1.113 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki ahlak beragama”; 0,5% atau sejumlah 6 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki akhlak beragama” dan “Saya tidak memahami makna ahlak beragama”. 235

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. Gambar 5. Profile Pelajar pada Elemen Akhlak Beragama Elemen akhlak pribadi para siswa mengatakan bahwa 97,8% atau sejumlah 1.103 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki ahlak pribadi”; 0,1% atau sejumlah 5 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki akhlak pribadi” dan “Saya tidak memahami makna ahlak pribadi”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. Gambar 6. Profile Pelajar pada Elemen Akhlak Pribadi Elemen akhlak kepada manusia para siswa mengatakan bahwa 97,6% atau sejumlah 1.101 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki ahlak kepada manusia”; 1,1% atau sejumlah 12 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki akhlak kepada manusia” dan 0,9% atau sejumlah 10 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna ahlak kepada manusia”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. 236

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 Gambar 7. Profile Pelajar pada Elemen Akhlak Kepada Manusia Elemen akhlak kepada alam para siswa mengatakan bahwa 96,8% atau sejumlah 1.092 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki ahlak kepada alam”; 1,7% atau sejumlah 19 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki akhlak kepada alam” dan 1,3% atau sejumlah 15 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna ahlak kepada alam”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. Gambar 8. Profile Pelajar pada Elemen Akhlak Kepada Alam Elemen akhlak bernegara para siswa mengatakan bahwa 96,4% atau sejumlah 1.087 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki ahlak bernegara”; 2,3% atau sejumlah 26 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki akhlak bernegara” dan 1,1% atau sejumlah 12 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna ahlak bernegara”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. 237

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 Gambar 9. Profile Pelajar pada Elemen Akhlak Bernegara Selanjutnya pada Ciri Utama yang kedua, yaitu Berkebinekaan global. Didapatkan bahwa profile pelajar adalah sebagai berikut: Elemen mengenal dan menghargai budaya para siswa mengatakan bahwa 99% atau sejumlah 1.117 orang pelajar, “Saya mengerti, mengenal dan menghargai perbedaan budaya”; 0,7% atau sejumlah 8 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti, mengenal tetapi tidak menghargai perbedaan budaya” dan 0,3% atau sejumlah 3 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna mengenal dan menghargai budaya”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. Gambar 10. Profile Pelajar pada Elemen Mengenal dan Menghargai Budaya Elemen kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama para siswa mengatakan bahwa 91,7% atau sejumlah 1.034 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki kemampuan komunikasi intercultural dalam berinteraksi dengan sesama”; 6% atau sejumlah 68 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki kemampuan komunikasi intercultural dalam berinteraksi dengan sesama” dan 2,2% atau sejumlah 25 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan 238

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 dengan kalimat yang berbeda. Gambar 11. Profile Pelajar pada Elemen Kemampuan Komunikasi Interkultural dalam Berinteraksi dengan Sesama Elemen refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan para siswa mengatakan bahwa 95,7% atau sejumlah 1.080 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan”; 2,1% atau sejumlah 24 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan” dan 2% atau sejumlah 23 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. Gambar 12. Profile Pelajar pada Elemen Refleksi dan Tanggung Jawab terhadap Pengalaman Kebinekaan Selanjutnya pada Ciri Utama yang ketiga, yaitu Bergotong royong. Didapatkan bahwa profile pelajar adalah sebagai berikut: Elemen Kolaborasi para siswa mengatakan bahwa 86% atau sejumlah 970 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki kemampuan kolaborasi”; 9% atau sejumlah 102 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki 239

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 kemampuan kolaborasi” dan 4,7% atau sejumlah 53 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna kolaborasi”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. Gambar 13. Profile Pelajar pada Elemen Kolaborasi Elemen Kepedulian para siswa mengatakan bahwa 98,8% atau sejumlah 1.114 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki kepedulian”; 0,8% atau sejumlah 9 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki kepedulian” dan 0,3% atau sejumlah 3 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna kepedulian”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. Gambar 14. Profile Pelajar pada Elemen Kepedulian Elemen berbagi para siswa mengatakan bahwa 99,3% atau sejumlah 1.120 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki kemampuan berbagi”; 0,6% atau sejumlah 7 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki kemampuan berbagi” dan 0,1% atau sejumlah 1 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna berbagi”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. 240

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 Gambar 15. Profile Pelajar pada Elemen Berbagi Selanjutnya pada Ciri Utama yang keempat, yaitu Mandiri. Didapatkan bahwa profile pelajar adalah sebagai berikut: Elemen kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi para siswa mengatakan bahwa 96,9% atau sejumlah 1.093 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi”; 2,3% atau sejumlah 26 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi” dan 0,7% atau sejumlah 8 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. Gambar 16. Profile Pelajar pada Elemen Kesadaran Akan Diri dan Situasi yang Dihadapi Elemen regulasi diri, para siswa mengatakan bahwa 87,8% atau sejumlah 990 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki regulasi diri”; 9,9% atau sejumlah 112 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna regulasi diri” dan 2,2% atau sejumlah 25 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki regulasi diri”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. 241

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 Gambar 17. Profile Pelajar pada Elemen Regulasi Diri Selanjutnya pada Ciri Utama yang kelima, yaitu Bernalar kritis. Didapatkan bahwa profile pelajar adalah sebagai berikut: Elemen memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, para siswa mengatakan bahwa 89,3% atau sejumlah 1.093 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki kemampuan memperoleh dan memproses informasi dan gagasan”; 7,1% atau sejumlah 80 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki kemampuan memperoleh dan memproses informasi dan gagasan” dan 3,5% atau sejumlah 39 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna memperoleh dan memproses informasi dan gagasan”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. Gambar 18. Profile Pelajar pada Elemen Memperoleh dan Memproses Informasi dan Gagasan Elemen menganalisis dan mengevaluasi penalaran, para siswa mengatakan bahwa 82,3% atau sejumlah 928 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki kemampuan menganalisis dan mengevaluasi penalaran”; 10,6% atau sejumlah 120 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki kemampuan menganalisis dan mengevaluasi penalaran” dan 6,8% atau sejumlah 77 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna menganalisis dan 242

Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 e-ISSN 2722-2440 p_ISSN 2721-7464 mengevaluasi penalaran”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. Gambar 19. Profile Pelajar pada Elemen Menganalisis dan Mengevaluasi Penalaran Elemen merefleksi pemikiran dan proses berpikir, para siswa mengatakan bahwa 92,4% atau sejumlah 1.042 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki kemampuan merefleksi pemikiran dan proses berpikir”; 4,4% atau sejumlah 50 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki kemampuan merefleksi pemikiran dan proses berpikir” dan 3,2% atau sejumlah 36 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna merefleksi pemikiran dan proses berpikir”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. Gambar 20. Profile Pelajar pada Elemen Merefleksikan Pemikiran dan Proses Berpikir Elemen mengambil Keputusan, para siswa mengatakan bahwa 91,8% atau sejumlah 1.036 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki kemempuan mengambil Keputusan”; 7,4% atau sejumlah 83 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak memiliki kemampuan mengambil Keputusan” dan 0,7% atau sejumlah 8 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna mengambil 243

e-ISSN 2722-2440 Prosiding Webinar Guru Penggerak Tahun 2021 p_ISSN 2721-7464 Keputusan”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. Gambar 21. Profile Pelajar pada Elemen Mengambil Keputusan Selanjutnya pada Ciri Utama yang keenam, yaitu Kreatif. Didapatkan bahwa profile pelajar adalah sebagai berikut: Elemen menghasilkan gagasan yang orisinal, para siswa mengatakan bahwa 79,7% atau sejumlah 899 orang pelajar, “Saya mengerti dan memiliki kemampuan menghasilkan gagasan yang orisinal”; 11,5% atau sejumlah 130 orang pelajar mengatakan “Saya mengerti tetapi tidak menghasilkan gagasan yang orisinal” dan 8,4% atau sejumlah 95 orang pelajar mengatakan “Saya tidak memahami makna menghasilkan gagasan yang orisinal”. Sisanya memberikan berbagai tanggapan dengan kalimat yang berbeda. Gambar 22. Profile Pelajar pada Elemen Menghasilkan Gagasan yang Orisinal 244


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook