Gambar 20 Nilai Rata-Rata Indikator Penerapan Subsistem Pengelolaan Pengetahuan Dari gambaran di atas, penerapan subsistem pengelolaan pengetahuan sebagian besar telah terlaksana dengan dukungan beberapa elemen yang memperoleh tingkat penerapan cukup tinggi, seperti dukungan sistem untuk memudahkan pegawai mencari informasi dalam memperoleh pengetahuan baik lingkup internal maupun eksternal. Selain itu, pada subsistem ini pun dukungan kemampuan personal pegawai memperoleh tingkat penerapan cukup tinggi seperti kesadaran pegawai akan pentingnya pembelajaran dan kemampuan menganalisis serta memvalidasi pengetahuan. Kendati demikian, masih perlu dilakukan beberapa perbaikan dan penguatan khususnya pengembangan sistem untuk mengelola pengetahuan dan pembentukan tim lintas jabatan agar MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 229 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
pengetahuan yang dimiliki dapat ditransfer ke seluruh unsur organisasi yang membutuhkan. Tabel 13 Uraian Perhitungan Sub-Sistem Pengelolaan Pengetahuan No Jawaban Pernyataan 1 2 3 4 Jumlah Kemampuan pegawai mencari 6 17 21 16 60 1 informasi sebagai bahan pembelajaran organisasi 2 Dukungan sistem atas informasi 4 10 27 19 60 internal dan eksternal. 3 Kemampuan pegawai dalam 1 17 28 14 60 analisis dan validasi pengetahuan Subtotal Knowledge 11 44 76 49 180 Acquisition Persentase 6% 24% 42% 27% 100% Bentuk pelatihan keterampilan 5 12 26 16 59 4 berpikir kreatif, berinovasi dan berkesperimen Kemampuan pegawai 7 18 19 16 60 5 melakukan percobaan untuk mengembangkan layanan Kesadaran pegawai dalam 8 13 19 20 60 6 memberi kesempatan orang lain untuk belajar. Subtotal Knowledge Creation 20 43 64 52 179 Persentase 11% 24% 36% 29% 100% 230 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Kesadaran pegawai pentingnya 4 15 23 18 60 7 pembelajaran dan berbagi 7 21 18 14 60 pengetahuan 11 36 41 32 120 9% 30% 34% 27% 100% 8 Terdapat sistem dan struktur 6 20 20 14 60 pengelolaan pengetahuan 5 15 25 15 60 Subtotal Knowledge Storage 11 35 45 29 120 9% 29% 38% 24% 100% Persentase Transfer pengetahuan antar 9 kelompok, departemen & divisi melalui tim lintas jabatan Pengembangan strategi & 10 mekanisme pembelajaran di seluruh organisasi Subtotal Knowledge Transfer Persentase Dari uraian perhitungan data di atas, bahwa secara keseluruhan dimensi pada subsistem pengelolaan pengetahuan (knowledge acquisition, knowledge creation, knowledge storage, knowledge transfer and dissemination) memperoleh nilai tingkat kesiapan cukup kuat untuk mendukung pembangunan learning organization. Untuk dimensi knowledge acquisition memperoleh tingkat kesiapan sebesar 42 % berada pada skala 3, hal tersebut dapat dilihat terkait upaya perolehan pengetahuan melalui pencarian informasi untuk meningkatkan kinerja organisasi dengan dukungan sistem yang dapat diakses untuk mengumpulkan informasi (internal dan eksternal) serta melihat perkembangan dan membandingkan MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 231 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
best practices organisasi lain, menghadiri konferensi, dan melakukan kajian terhadap publikasi ilmiah sudah mulai dilaksanakan dengan cukup baik (lihat pernyataan nomor 1, 2 dan 3 berada pada skala 3). Sementara dimensi knowledge creation memperoleh tingkat kesiapan sebesar 36% dan berada pada skala 3. Berkaitan dengan hal tersebut yaitu pelaksanaan pelatihan pegawai untuk memiliki keterampilan berpikir kreatif, berinovasi dan bereksperimen serta uji coba dalam pengembangan pelayanan sudah mulai dilaksanakan dengan baik (lihat pernyataan 4 dan 5 berada pada skala 3). Kemudian pada tingkat kesiapan dimensi knowledge storage, hasil yang diperoleh cukup kuat yaitu dengan perolehan nilai sebesar 38% dan berada pada skala 3. Kendati demikian, berkaitan dengan pengkodean dan penyimpanan pengetahuan penting untuk memberikan kemudahan bagi yang membutuhkan dalam penerapannya masih lemah (lihat pernyataan nomor 6 berada pada skala 2). Artinya diperlukan upaya pengembangan, baik secara sistem maupun struktur agar seluruh pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi tersusun dan tersimpan dengan baik sehingga dapat dimanfaatkan. Selanjutnya, pada dimensi knowledge transfer memperoleh tingkat kesiapan sebesar 38% berada pada skala 3. Meskipun dimensi ini sebagian besar sudah diterapkan dengan baik khususnya terkait dengan pengembangan pelbagai bentuk strategi ataupun mekanisme baru agar terciptanya transfer pengetahuan (lihat pernyataan nomor 9 berada pada skala 3). Kendati demikian, masih lemahnya pemahaman akan pentingnya 232 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
pembentukan tim lintas jabatan sebagai salah satu cara untuk memaksimalkan transfer pengetahuan antar unit organisasi. (lihat pernyataan nomor 8 berada pada skala 2 dan 3). Dorongan kuat kepada seluruh unsur organisasi untuk menghasilkan pengetahuan menjadi modal utama penerapan subsistem dinamika pembelajaran sehingga dapat mendukung pembangunan learning organization (lihat pernyataan nomor 10 berada pada skala 4). E. Lanskap Subsistem Penerapan Teknologi Teknologi, menurut Brian Quinn, merupakan komponen paling utama untuk mengelola pengetahuan yang dimiliki oleh suatu organisasi.215 Penggunaan teknologi yang efektif mengharuskan adanya pemahaman, tidak hanya atas teknologi informasi dan pengetahuan komputer, namun juga ”the arts and sciences of learning, discovery, and communications as well.” Terdapat dua dimensi dalam subsistem penerapan teknologi, yakni penerapan teknologi untuk managing knowledge dan enhancing learning. Dalam managing knowledge, teknologi dimanfaatkan untuk mengumpulkan, coding, memproses, menyimpan, menyebarluaskan, dan menerapkan data di antara mesin, manusia, dan organisasi.216 Sedangkan dalam enhancing learning, teknologi dimanfaatkan untuk keperluan menyampaikan dan berbagi pengetahuan serta keahlian 215 Marquardt, Building the Learning Organization: Mastering the 5 Elements for Corporate Learning. 216 Ibid. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 233 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
melalui pelatihan berbasis video, audio, dan multimedia lainnya, di manapun dan kapanpun.217 Penerapan teknologi dalam pengelolaan pengetahuan sesungguhnya sudah diterapkan di lingkungan kementerian dalam berbagai bentuk. Dalam rangka mendukung sentralisasi pendokumentasian dan informasi di bidang hukum, dibentuklah Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 30 Tahun 2013 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Permenkumham menjadi dasarpelaksanaan JDIH di lingkungan Kemenkumham, yang salah satunya adalah pengelolaan sistem informasi hukum berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang dapat diintegrasikan dengan website Pusat JDIHN. Kemudian di awal 2018 lalu, melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-01.TI.03.02 Tahun 2018, Kemenkumham meluncurkan SISUMAKER (Sistem Surat Masuk dan Surat Keluar). Keberadaan SISUMAKER diharapkan dapat meningkatkan efiktivitas dan efisiensi pengelolaan persuratan dan mempermudah komunikasi secara tertulis berbasis elektronik. Sebagai sebuah sistem persuratan internal, jangkauan Sisumaker meliputi sebelas unit eselon I, kantor wilayah, hingga unit pelaksana teknis yang tersebar di berbagai daerah. Pada tingkatan unit eselon I, pengelolaah pengetahuan berbasis teknologi tidak lagi dianggap sebagai kewajiban, melainkan kebutuhan untuk menunjang kinerja sehari-hari. 217 Ibid. 234 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Menurut Alif Suaidi, Pimpinan Tinggi Pratama pada Direktorat Jenderal Imigrasi, ”Di kita hampir semua kegiatan menggunakan alat teknologi, layanan imigrasi bahkan seluruhnya. Pelaksanaan tusi semua tercover di sistem. Pemanfaatan teknologi harus dilakukan, mau tidak mau.” 218 Menurut Oki Wahju, Peneliti pada Badan Litbang Hukum dan HAM, ”Jaringan, sudah oke daripada dulu. Sebetulnya tergantung kemampuan teknologi seseorang. Kalau tidak gaptek, semua akses bisa dibuka, seperti e-office, intraweb. Di e-office ada seperti SK, pengumuman, file, semua bisa diakses di situ. Tapi ya balik lagi, belum mengetahui apa yang harus dimasukkan kemana. Betul, saya sendiri kurang familiar dengan itu, tapi wadah sudah ada. Tidak hanya person, bagaimana memasukan, akses, serta siapa yang bertanggungjawab soal itu, itu yang belum ada”.219 Praktik di Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat, salah satunya, berusaha untuk memberikan pengetahuan 218 Hasil wawancara dengan Alif Suaidi, Direktur Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi, 5 Agustus 2019 219 Hasil wawancara dengan Oki Wahju Budijanto, Peneliti Madya Badan Litbang Hukum dan HAM, 25 Juli 2019 MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 235 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
mengenai peran, tugas, fungsi, serta layanan yang dimiliki. Ceno Hersusetiokartiko menuturkan, 220 ”Pemanfaatan teknologi terkait manajemen pengembangan SDM. Saat ini di kami sedang dikembangkan teknologi berbasis mobile aplikasi (si Emil). Memilki fitur pengetahuan terkait peran serta Tusi beberapa unit pelayanan di Kemenkumham. Ide muncul pengembangan Teknologi dari tim di Kanwil”. Hal serupa juga ditemukan di Kantor Wilayah Kemenkumham Daerah Istimewa Yogyakarta. Kanwil Yogya memanfaatkan teknologi informasi untuk mempermudah bergeraknya informasi, khususnya dalam hal persuratan dan pelaporan. menurut F. Surya Kumara, ”Dibuat itu namanya SIPER (Sistem Persuratan), SIPOR (Sistem Pelaporan). Ada aplikasi dari Kementerian, kemudian ada aplikasi yang kita ciptakan sendiri. Seperti aplikasi Jogja Terpadu Kemenkumham, jadi aplikasi itu mengenai pelayanan public terpadu secara online. Memang TI itu akan semakin mempermudah, contohnya seperti membangun SIPER, SIPOR, Jogja Terpadu. Kemudian yang ini sedang ingin dikembangkan, KLIK, jadi absen terkait dengan SIMPEG pada saat Apel. Jadi nanti di sini (kartu id card pegawai) discan untuk absen apel. Nanti di NIP nya muncul dan 220 Hasil wawancara dengan Ceno Hersusetiokartiko, Kepala Divisi Administrasi Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat, 7 Agustus 2019 236 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
ada barcode, ketika discan sudah terhubung langsung dengan absen apel. Juga ada SISUMAKER”.221 Selain sistem yang dikembangkan secara mandiri oleh unit, penggunaan media sosial masih menjadi pilihan utama sebagai sarana pengelolaan pengetahuan. Menurut R. Danang Agung Nugroho, Penyuluh Hukum Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah, ”Pada Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah terdapat media sosial grup WhatsApp yang dapat digunakan untuk melakukan sharing materi ataupun pengetahuan- pengetahuan baru yang dapat menjadi efisiensi bagi seluruh penyuluh hukum. Para penyuluh hukum memiliki keinginan dan gagasan untuk membuat media sosial yang lain seperti Instagram, Twitter dan sebagainya.” 222 Pembelajaran berbasis teknologi, dalam perspektif pelaku bisnis, merupakan salah satu cara untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang dinamis. Menurut Andi Sandya, Kepala Bagian Strategic Development BRI Corporate University, ”Pendidikan harus blended, menyusun pembelajaran, strategi pertama adalah berbasis kompetensi; berbasis 221 Hasil wawancara dengan F. Surya Kumara, Kepala Bagian Program dan Hubungan Masyarakat Kanwil Kemenkumham Daerah Istimewa Yogyakarta, 6 Agustus 2019 222 Hasil wawancara dengan R. Danang Agung Nugroho, Penyuluh Hukum Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah, 6 Agustus 2019. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 237 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
teknologi yakni bagaimana meningkatkan kompetensi, secara cepat seragam dan massal dengan platform sendiri. Kurikulum harus adaptif mengingat bisnis bisa berubah kapan saja.”223 Pembelajaran berbasis teknologi informasi sudah dilakukan Kemenkumham sejak 2014 melalui pelaksanaan diklat nonklasikal dengan media e-learning. Secara normatif, keberadaan diklat e-learning telah memiliki dasar hukum setelah diterbitkannya Permenkumham 10/2017 tentang Pendidikan dan Pelatihan dengan Metode E-Learning di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pemanfaatan teknologi dengan model e-learning, salah satunya merupakan upaya Kemenkumham untuk memenuhi kebutuhan diklat CPNS pasca penerimaan masif pada 2017 lalu. Menurut informasi Biro Kepegawaian, ”Setelah formasi selesai, Sekjen rapat dengan Ka. BPSDM, untuk pemenuhan diklat bagi CPNS bisa menggunakan metode e-learning, agar biaya murah dan bisa mencakup banyak orang.”224 Inisiatif menarik ditemukan pada level fungsional penyuluh hukum yang ternyata memiliki media tersendiri dalam pembelajaran berbasis teknologi informasi. Tidak hanya memanfaatkan diklat e-learning yang disediakan oleh 223 Pernyataan Andi Sandya, Kepala Bagian Strategic Development BRI Corporate University pada Diskusi Kelompok Terfokus di Badan Litbang Hukum dan HAM, 10 Juli 2019 224 Pernyataan Analis Kepegawaian, Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal pada Diskusi Kelompok Terfokus di Badan Litbang Hukum dan HAM, 10 Juli 2019 238 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
kementerian, penyuluh hukum mengembangkan kanal pengetahuan melalui media berbagi video YouTube. Menurut R. Danang Agung Nugroho, ”Penyuluh hukum berupaya untuk selalu update dengan berbagai materi yang disampaikan oleh BPHN melalui youtube. Seandaikan para penyuluh hukum akan mengirimkan konten, maka filter terdapat pada BPHN, sehingga penyuluh hukum tidak dapat menayangkan materi atau tayang secara mandiri mengingat admin pada BPHN. Pelu membuat terobosan baru dengan corporate university dengan media sosial ataupun lainnya. Selain itu juga bila semua pegawai Kemenkumham memiliki satu link yang sama, media untuk belajar bersama, maka semua akan belajar. Dalam hal ini bukan dokumen yang dishare melainkan video yang mudah dimengerti, maka semua akan belajar sampai ke pelosok negeri seperti Papua.”225 Bagaimanapun, pelaksanaan pembelajaran dengan metode e-learning masih mengalami kekurangan di sana sini. Menurut Widya, pejabat administrator pada Balai Diklat Hukum dan HAM Jawa Tengah, ”Selain klasikal Badiklat juga banyak melakukan diklat e-learning. Akan tetapi permasalahan e-learning sangat kompleks, seperti Pertama, masalah peseta 225 Hasil wawancara dengan R. Danang Agung Nugroho, Penyuluh Hukum Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah, 6 Agustus 2019. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 239 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
yang belum mengetahui e-learning khususnya peserta dari Indonesia Timur (NTB dan NTT) yang banyak mengajukan pertanyaan.” 226 Berdasarkan kondisi lapangan, terdapat beberapa indikasi mengenai penerapan teknologi di lingkungan Kemenkumham. Pertama, upaya untuk memaksimalkan penggunaan teknologi dalam mengelola pengetahuan secara umum sudah dilakukan baik pada level kementerian maupun oleh masing-masing unit. Ditemukan unit-unit yang lebih inovatif dalam pemanfaatan teknologi, hal tersebut dapat dilihat dari adanya sistem yang dibangun secara mandiri oleh unit: Badan Litbang Hukum dan HAM dengan Intraweb, Kanwil Kemenkumham Jawa Barat dengan Si Emil, serta Kanwil Kemenkumham Yogyakarta dengan SIPER dan SIPOR. Sebagai alternatif, unit-unit lain masih memaksimalkan penggunaan media sosial untuk penyimpanan dan sharing pengetahuan, baik di internal pegawai maupun dengan masyarakat luas. Kedua, Kemenkumham sudah menerapkan teknologi untuk memperkaya pengalaman belajar melalui Permenkumham 10/2017 tentang Diklat E-learning, meskipun dalam pelaksanaannya masih ditemukan kendala. Inisiatif menarik ditemukan dalam pembelajaran yang dilakukan oleh fungsional penyuluh hukum, yakni kegiatan pembelajaran yang berbasis video dan disebarluaskan melalui kanal khusus di laman youtube. Ketiga, kendala utama yang 226 Hasil wawancara dengan Widya, Kepala Bidang Penyelenggaraan Balai Diklat Hukum dan HAM Jawa Tengah, 6 Agustus 2019 240 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
dihadapi dalam penerapan teknologi secara keseluruhan adalah kurangnya pemahaman mengenai teknologi dan informasi itu sendiri. Sarana teknologi dan informasi yang memadai tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal apabila pegawai dapat mengoperasikan fitur-fitur yang tersedia. Sementara gambaran berdasarkan persepsi kuantitatif dari sepuluh indikator pengukuran penerapan subsistem penerapan teknologi, persepsi pegawai sebagian besar telah terlaksana dengan persentase 34% seperti yang tercantum di gambar berikut: Gambar 21 Data Persepsi Pegawai penerapan Subsistem Penerapan Teknologi Dari perhitungan secara keseluruhan, nilai rata-rata penerapan subsistem penerapan teknologi sudah cukup baik dalam mendukung kesiapan pembangunan learning organization di Kementerian Hukum dan HAM. Diperoleh MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 241 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
nilai rata-rata sebesar 27,25, menurut range result Marquardt penerapan subsistem ini masuk pada kategori baik (25 – 32 = good) meskipun dalam tinjauan mendalam masih terdapat beberapa elemen yang menjadi kelemahan dalam mendukung penerapannya. Tabel 14 Nilai Rata-Rata Subsistem Penerapan Teknologi Nilai Rata-Rata 1234 Jumlah X.5 71 340 600 624 1635 1,18 5,67 10,00 10,40 27,25 Mean Gambar 22 Nilai Rata-Rata Indikator Penerapan Subsistem Penerapan Teknologi Dari gambaran di atas, penerapan subsistem ini mem peroleh dukungan kuat dari beberapa elemen dalam sistem 242 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
informasi pengetahuan seperti kemudahan pegawai untuk mengakses informasi, serta terlaksananya pembelajaran berbasis teknologi. Kendati demikian, masih terdapat kelemahan pada elemen penting dalam penerapan subsistem ini, misal sistem pengelolaan pengetahuan secara masif, dukungan atas pembelajaran kelompok dan penggunaan pelbagai multimedia untuk memudahkan pembelajaran yang dilakukan oleh seluruh pegawai. Kondisi tersebut perlu menjadi perhatian, karena keberlangsungan proses pembelajaran di seluruh unsur organisasi sangat memerlukan dukungan penerapan teknologi. Tabel 15 Uraian Perhitungan Subsistem Penerapan Teknologi No Pernyataan Jawaban 1 2 3 4 Jumlah 1 Kemudahan untuk mengakses 4 5 20 31 60 seluruh informasi 2 Kemudahan dalam mengakses 5 19 22 14 60 data yang dibutuhkan Sistem pengelolaan pengetahuan 3 dan transfer informasi sesuai 7 22 19 12 60 kebutuhan Subtotal Sistem Informasi 16 46 61 57 180 Pengetahuan Persentase 9% 26% 34% 32% 100% 4 Pembelajaran berbasis teknologi 4 17 22 17 60 5 Dukungan pembelajaran melalui 11 18 18 11 58 pelbagai multimedia MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 243 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
6 Tersedia dukungan pembelajaran 10 13 23 14 60 dan pekerjaan berbasis teknologi 60 Teknologi pendukung 11 19 17 13 7 pengelolaan pembelajaran 60 238 kelompok/ tim 100% 59 8 Sistem dirancang sesuai 7 18 20 15 60 persyaratan pembelajaran 119 100% Subtotal Pembelajaran 39 68 78 53 Berbasis Teknologi Persentase 16% 29% 33% 22% 9 Sistem integrasi pembelajaran 6 21 18 14 dan aktualisasi pekerjaan 10 Dukungan sistem untuk belajar 6 18 21 15 dan berkinerja lebih baik Subtotal Sistem Elektronik 12 39 39 29 Berbasis Kinerja Persentase 10% 33% 33% 24% Lebih rinci, dari uraian perhitungan data di atas dapat dilihat tingkat kesiapan tiap elemen pada subsistem penerapan teknologi di Kementerian Hukum dan HAM. Berkaitan dengan sistem informasi pengetahuan, meskipun dukungan atas akses pelbagai informasi melalui LAN, internet ataupun intranet pegawai tergolong sangat kuat (lihat pernyataan nomor 2 berada pada skala 4). Sehingga pegawai memperoleh kemudahan untuk memperoleh data yang dibutuhkan (lihat pernyataan nomor 9 berada pada skala 3). Kendati demikian, belum terbangunnya sistem dalam pengelolaan pengetahuan secara masif untuk memudahkan transfer pengetahuan 244 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
kepada seluruh unsur organisasi yang membutuhkan (lihat pernyataan 10 berada pada skala 2). Selanjutnya pada dimensi pembelajaran berbasis teknologi, penerapan beberapa elemen sudah dilaksanakan dengan cukup baik (lihat pernyataan nomor 1, 4 dan 8 berada pada skala 3). Kendati demikian perlunya upaya-upaya peningkatan agar pembelajaran berbasis teknologi yang sudah dilaksanakan berjalan secara efektif dan efisien dalam mendukung kinerja pegawai. Khususnya pada penggunaan pelbagai multimedia dalam pembelajaran serta pengembangan sistem untuk mendukung pembelajaran dan transfer pengetahuan secara kelompok/ tim (lihat pernyataan nomor 3 dan 5 berada pada skala 2). Pada dimensi sistem elektronik berbasis kinerja berkaitan dengan dukungan terhadap proses pembelajaran guna meningkatkan kinerja pegawai telah terlaksana cukup baik (lihat pernyataan nomor 7 berada pada skala 3). Kendati demikian dimensi ini masih cukup lemah dibandingkan dengan dimensi lainnya, khususnya dukungan atas proses pembelajaran yang aktual dan adaptif melalui pengintegrasian sistem pembelajaran, pelatihan dan aktualisasi pekerjaan melalui pemanfaatan teknologi masih tergolong lemah (lihat pernyataan nomor 6 berada pada skala 2). F. Lima Disiplin Organisasi Pembelajar dalam Konteks Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Secara kualitatif, gambaran umum Kementerian Hukum dan HAM sebagai organisasi pembelajar MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 245 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
menunjukkan berbagai langkah positif yang disertai tantangan baik di dalam maupun luar organisasi. Sebagai bentuk triangulasi pada data kualitatif tersebut, data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner dihitung dan analisis data menggunakan rumus perhitungan nilai rata-rata Marquardt: Setelah nilai rata-rata subsistem maupun keseluruhan sistem learning organization diperoleh, kemudian dimasukkan ke dalam range-result Marquardt untuk mengetahui nilai akhir tingkat kesiapan pembangunan learning organization. Berdasarkan range result Marquardt, apabila rata-rata nilai yang diperoleh 10-17 berarti buruk (poor), nilai 18-24 berarti cukup (fair), nilai 25-32 berarti baik (good), sedangkan nilai 33-40 berarti sangat baik (excellent). Dari perolehan nilai rata-rata keseluruhan kemudian dideskripsikan berdasarkan lima subsistem dalam learning organization Marquardt yaitu: dinamika pembelajaran (learning), transformasi organisasi (organization), pemberdayaan sumber daya manusia (people), pengelolaan pengetahuan (knowledge) dan penerapan 246 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
teknologi (technology). Dari perhitungan dan analisis data kuantitatif yang telah dilakukan, secara keseluruhan dapat digambarkan dalam table berikut: Tabel 16 Rekap Subsistem Organisasi Pembelajar No SUBSISTEM LEARNING MEAN RANGE RANGE RESULT ORGANIZATION RESULT MICHAEL J. MARQUARDT 1 Dinamika Pembelajaran 28,88 Good (Learning Dynamics) Transformasi Organisasi 27,65 Good 10 - 17 = Poor 2 (Organization 28,28 Good 18 - 24 = Fair 28,25 25 - 32 = Good Transformation) 33 - 40 = Excellent Pemberdayaan Sumber 3 Daya Manusia (People Empowerment) 4 Pengelolaan Pengetahuan Good (Knowledge Management) 5 Penerapan Teknologi 27,25 Good (Technology Application) Berdasarkan Tabel 16, nilai rata-rata tingkat kesiapan yang diperoleh setiap subsistem dalam mendukung pembangunan learning organization di Kemenkumham secara keseluruhan masuk dalam kategori baik. Hal ini mengindikasikan bahwa Kemenkumham sudah cukup siap untuk menjadi organisasi pembelajar (learning organization) dengan fondasi yang sudah cukup kuat, meskipun masih perlu dilakukan beberapa upaya perbaikan pada tiap sub-sistemnya. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 247 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
Berdasarkan data lapangan yang berhasil dikumpulkan, kebijakan dan upaya yang telah berjalan di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM sudah mengarahkan pada pembentukan personal mastery. Secara khusus pada level jabatan fungsional, dengan kebijakan inpassing dan pembentukan rumpun jabatan-jabatan fungsional baru di lingkungan Kementerian, terdapat indikasi adanya upaya pemberdayaan sumber daya manusia yang mengarah kepada keterampilan dan kepakaran tertentu pada masing-masing unit kerja. Pada ciri yang kedua, yakni mental models, upaya pembentukan budaya kerja melalui tata nilai ’PASTI’ menunjukkan langkah yang progresif dalam pembentukan model mental ke-’Kemenkumham’-an. Kendati demikian, perwujudan tata nilai tersebut ke dalam kinerja sehari-hari masih memerlukan dorongan yang lebih lagi, utamanya dari sisi kepemimpinan (leardership). Penerapan disiplin model mental di Kemenkumham masih belum menunjukkan bahwa dalam memahami permasalahan ataupun pencapaian tujuan organisasi dilandaskan atas kesamaan atau kesadaran kolektif akan pentingnya model mental bersama sebagai suatu landasan berpikir. Hal tersebut akibat dari masih kuatnya budaya birokrasi dan egosektoral yang terjadi di Kemenkumham. Kondisi ego sektoral tersebut kemudian berpengaruh pada penerapan disiplin membangun visi bersama (shared vision) yang terjadi di lingkungan Kemenkumham. Secara umum, belum terbangun komitmen dan tanggung jawab bersama seluruh unsur dalam organisasi dalam mendukung pencapaian visi misi Kementerian. Kemudian dalam penerapan disiplin 248 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
pembelajaran tim juga belum dapat dilaksanakan secara penuh di lingkungan Kemenkumham. Meskipun sudah ada penerapan, akan tetapi hal ini belum dibangun atas dasar visi bersama serta kurang didukung oleh kematangan sikap dan perilaku anggota organisasi. Pada disiplin yang kelima yakni system thinking, gambaran pada masing-masing elemen organisasi pembelajar di Kementerian Hukum dan HAM belum menunjukkan adanya langkah yang mengarah kepada pendekatan kesisteman. Dalam hal ini, dinamika pembelajaran di dalam organisasi belum mendorong pemahaman sumber daya manusia Kementerian untuk melihat secara makro bagaimana sistem kerja Kementerian secara menyeluruh. Lebih jauh, tuntutan untuk berpikir secara kesisteman tidak hanya berhenti pada sistem kerja internal Kementerian. Agar dapat secara optimal menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan HAM, Kementerian Hukum dan HAM sebagai organisasi pembelajar juga wajib memiliki pemahaman tentang bekerjanya sistem hukum nasional dan posisi Kementerian di dalam sistem hukum tersebut. Pada titik ini, relasi antar karakteristik atau disiplin organisasi pembelajar ini dapat dilakukan dengan strategi corporate university, yakni sebuah strategi pembelajaran organisasi yang mengarah pada sasaran strategis dan visi organisasi yang telah diulas pada Bab III. Keputusan Kementerian Hukum dan HAM, melalui BPSDM Hukum dan HAM, untuk menerapkan strategi ini dalam pembelajaran di internal Kementerian tentu memerlukan perbaikan atas seluruh subsistem organisasi pembelajar. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 249 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
250 Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Bab V KE MANA SETELAH INI? Studi ini berupaya untuk secara eksploratif menggambarkan dua unsur utama yang diperlukan bagi Kementerian Hukum dan HAM dalam menjalankan strategi corporate university. Tinjauan pertama ialah secara analitik menjelaskan tentang lanskap pengelolaan pengetahuan di lingkungan Kementerian. Melalui wawancara secara berjenjang, dari fungsional, adminstrasi, hingga pimpinan dari berbagai unit, studi ini menyimpulkan bahwa pengetahuan di dalam institusi ini belum dikelola secara sistematis. Dengan pendekatan prosesual, -mulai dari perolehan, pembentukan, penyimpanan, diseminasi, hingga penerapan pengetahuan, pelaksanaan tiap-tiap tahapan pengelolaan tersebut belum dikonsolidasikan guna mencapai tujuan dan sasaran strategis instansi. Terhadap hal ini, tantangan terbesar ditemukan di dalam perspektif sosial organisasi, ketimbang unsur teknis -seperti infrastruktur teknologi informasi. Perlu dipahami bahwa perspektif sosial organisasi ini merupakan refleksi dari interaksi sosial antar MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 251 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
pegawai yang terbentuk dari kultur organisasi, kapasitas sumber daya manusia, dan struktur kerja.227 Lebih jauh, studi ini juga telah mencoba untuk menjelaskan aspek kedua, yakni tentang kondisi Kementerian Hukum dan HAM sebagai sebuah organisasi pembelajar. Dari lima elemen organisasi pembelajar yang coba diterapkan dalam konteks Kementerian, diperoleh deskripsi bahwa selain pengelolaan pengetahuan, elemen-elemen krusial juga perlu menjadi perhatian, seperti dinamika pembelajaran organisasi yang cenderung informal dan terdesentralisasi; proses transformasi budaya organisasi menuju organisasi profesional yang cenderung lambat dan masih didominasi oleh kultur yang sangat birokratis (highly bureaucratic); dan pemberdayaan sumber daya manusia yang belum dikelola secara transparan serta berdasarkan merit, serta belum linier dengan kebijakan pengembangan kompetensi. Walaupun telah didukung oleh penerapan teknologi yang cukup masif, kegagalan dalam mempertimbangkan elemen-elemen yang telah dijelaskan sebelumnya justru dapat menyebabkan penerapan teknologi dalam kerja sehari-hari di Kementerian menjadi tidak optimal, bahkan menjadi backlash bagi organisasi. Kedua ulasan tersebut, tentang pengelolaan pengetahuan dan organisasi pembelajar, merupakan lanskapyang perludipahami oleh Kementerian Hukum dan HAM dalam menjalankan komitmennya dalam menerapkan strategi corporate university. Strategi ini pada gilirannya menuntut adanya perubahan paradigma dan cara kerja 227 Stephen P. Robbins and Timothy A. Judge, Essentials of Organizational Behavior, 13th ed. (Boston: Pearson, 2016). 252 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
yang mampu mengonsolidasikan empat unsur prosesual dalam organisasi, yakni proses pembelajaran, perorangan, kerja sama dan jaringan, serta sistem pengetahuan. Secara khusus dalam konteks Kementerian Hukum dan HAM, proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh BPSDM Hukum dan HAM belum terhubung secara mapan dengan proses-proses lain yang menjadi wewenang dan fungsi unit atau satuan kerja lain, baik di internal maupun eksternal Kementerian. Terdapat empat penjelasan terkait hal ini, yakni pertama ketidakoptimalan hubungan kerja antara BPSDM Hukum dan HAM dengan proses perorangan atau manajemen SDM di bawah kewenangan Sekretariat Jenderal. Ketiadaan kebijakan dan program yang komprehensif dalam mengelola sumber daya manusia memiliki implikasi pada ketidakefektifan kebijakan dan program pengembangan kompetensi pegawai yang sesuai dengan struktur organisasi; kedua ialah ketiadaan hubungan antara BPSDM Hukum dan HAM dengan pengelolaan pengetahuan di masing-masing unit atau satuan kerja. Bentuk pengelolaan pengetahuan yang cenderung terdesentralisasi menjadikan proses pembelajaran di BPSDM Hukum dan HAM menjadi semakin termarjinalkan, tidak berorientasi pada kebutuhan unit dan visi Kementerian, dan bahkan cenderung out of date; dan ketiga ialah ketidakoptimalan hubungan antara BPSDM Hukum dan HAM dengan upaya kemitraan dan kerja sama baik antar unit di internal maupun eksternal Kementerian. Langkah kerja sama dan bermitra di masing-masing unit, baik di pusat maupun wilayah, cenderung sporadis dan terpisah antara satu dengan yang lain yang menyebabkan terhambatnya aliran informasi baru ke dalam proses pembelajaran aparatur di BPSDM. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 253 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
Dalam kerangka yang lebih makro, tinjauan terhadap konteks internal Kementerian Hukum dan HAM tersebut tidak dapat dilepaskan dari posisi Kementerian di dalam sistem hukum nasional di Indonesia. Sebagai pelaksana tugas pemerintahan di bidang hukum dan HAM, instansi ini perlu dituntut untuk lebih jauh merumuskan makna ’bidang hukum dan HAM’ di tengah kebijakan pembangunan di sektor hukum saat ini. Rasionalisasi tuntutan ini didasarkan pada kondisi sumber daya manusia hukum yang semakin terfragmentasi, utamanya pasca reformasi. Fragmentasi secara institusional pada derajat tertentu berimplikasi pada fragmentasi pada level individual, khususnya tentang pemahaman dalam proses pemaknaan hukum dalam tingkat praksis.228 Dalam lensa Kementerian Hukum dan HAM, yang bergerak di seluruh dimensi pembangunan hukum nasional, fragmentasi ini, disadari maupun tidak, memiliki implikasi terhadap kualitas kinerja Kementerian. Hal ini dapat dilihat dari ragam fenomena hukum yang terjadi mulai dari pembentukan materi hukum hingga penegakan hukum melalui proses peradilan. Kondisi institusi yang ’terisolasi’ ini menyebabkan Kemenkumham sulit untuk memahami posisi, tugas, dan fungsi kementerian dalam sistem hukum nasional. Merujuk kepada structural coupling dalam teori autopoiesis, Kemenkumham sebagai bagian dari sistem perlu mengidentifikasi struktur dan lingkungan yang dapat berkontribusi dalam mereproduksi elemen dalam sistem hukum nasional. 228 Adriaan Bedner and Herlambang Perdana Wiratraman, ”The Administrative Courts: The Quest for Consistency,” in The Politics of Courts in Indonesia: The Judicial Landscape and the Work of Dan S Lev, ed. Melissa Crouch (Cambridge: Cambridge University Press, 2019), 133–148. 254 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Sebagai konsekuensi, situasi ini kemudian mendorong kita untuk dapat mempertimbangkan penerapan strategi corporate university ke dalam skema yang lebih besar, yakni kompetensi sumber daya manusia hukum nasional. Dengan pendekatan kesisteman, konsolidasi sumber daya manusia hukum merupakan prakondisi dalam memastikan berjalannya sistem hukum yang otonom. Pada titik ini, BPSDM Hukum dan HAM perlu memainkan perannya sebagai pengembang kompetensi sumber daya manusia hukum di dalam sistem hukum nasional. Di tengah kompleksitas yang ada, argumentasi ini bukan dalam rangka mendorong adanya otoritas kontrol terhadap pengembangan kompetensi di tiap-tiap instansi/lembaga terkait hukum (law related institutions). Namun, strategi ini perlu diarahkan pada upaya komunikasi dialektik yang mempertemukan para agen (atau sumber daya manusia) dalam sistem hukum. Komunikasi ini diharapkan mampu membentuk sebuah komunitas hukum yang mengisyaratkan sebuah interaksi objektif yang stabil dan terus-menerus (stable and sustained interaction).229 Dengan komunikasi dialektik tersebut, cara kerja hukum akan dapat saling dipahami oleh masing-masing agen/institusi melalui proses komunikatif berdasarkan perspektif masing-masing institusi, maupun para pihak lainnya di luar institusi hukum. Adapun interaksi tersebut perlu didasarkan pada materi objektif, atau meminjam istilah Cotterrell ’indicia’, yang meliputi bahasa dan nilai yang sama (shared language and value), kepentingan yang 229 Roger Cotterrell, Law, Culture and Society: Legal Ideas in the Mirror of Social Theory (Hampshire: Ashgate, 2006). MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 255 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
konvergen (convergent interests), dan relasi dengan komunitas terdampak.230 ’Model’ pengembangan kompetensi yang demikian tentunya diharapkan mampu mengonsolidasikan sumber daya manusia di tengah fragmentasi kelembagaan hukum yang ada saat ini. Rekomendasi Kebijakan Dalam rangka memenuhi prakondisi penerapan strategi Kemenkumham corporate university, kami merekomendasikan kepada Bapak Menteri Hukum dan HAM untuk menugaskan, 1. Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM untuk: a. menetapkan arah kebijakan Kementerian Hukum dan HAM di dalam Rencana Strategis Kementerian periode 2020-2024 dalam aspek: (i) pengelolaan pengetahuan hukum dan hak asasi manusia, (ii) pengembangan Kemenkumham menjadi organisasi pembelajar, dan (iii) sinkronisasi antara manajemen dan pengembangan SDM di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM; b. menginstruksikan Kepala Biro Kepegawaian bersama- sama dengan bagian kepegawaian seluruh unit utama untuk menyusun: peta kompetensi, perjalanan karier pegawai (career path), kamus kompetensi, dan standar kompetensi teknis jabatan (SKTJ); 230 Ibid. 256 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
c. mendorong integrasi data antara portal kepegawaian SIMPEG yang dikelola oleh Biro Kepegawaian dengan competency based human resources information system (CBHRIS) yang dikelola oleh BPSDM. Langkah ini akan menjadi wujud sinkronisasi antara fungsi pengembangan dengan manajemen pegawai; dan d. menginstruksikan Kepala Pusdatin Sekretariat Jenderal untuk memfasilitasi upaya sentralisasi portal pengelolaan pengetahuan hukum dan HAM. 2. Kepala BPSDM Hukum dan HAM untuk: a. menyusun Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Grand Design Pengembangan Kompetensi pegawai di lingkungan Kementerian, yang pada prinsipnya merupakan kebijakan yang akomodatif terhadap: (i) kebutuhan minimal pegawai atas 20 jam pembelajaran; (ii) penerapan metode pembelajaran 70-20-10 (70% pembelajaran melalui tugas sehari-hari, 20% melalui coaching dan mentoring, serta 10% melalui pembelajaran formal); serta (iii) upaya pengembangan metode pembelajaran yang bersifat nonklasikal; b. bersama-sama dengan Menteri Hukum dan HAM dan seluruh Pimpinan Tinggi Madya di Kemenkumham untuk membentuk pertemuan dewan pembelajaran (learning council meeting) sebagai forum penetap arah kebijakan dan strategi institusi. Arah kebijakan dan strategi institusi tersebut pada gilirannya akan menjadi MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 257 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
dasar pembuatan analisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan di lingkungan Kementerian; c. melakukan reformasi tata kelola dan struktur organisasi BPSDM dengan memperhatikan peran Kemenkumham dalam sistem hukum nasional; d. melakukan sinkronisasi proses pembelajaran di BPSDM dengan proses manajemen kepegawaian di Sekretariat Jenderal. Hal ini bisa dilakukan secara bersama-sama dengan menyusun prosedur dan mekanisme baku pelaksanaan manajemen kepegawaian (rekrutmen, mutasi, rotasi, promosi, dan pensiun) dan pengembangan kompetensi pegawai; e. membuat panduan atau buku pedoman tentang standar pelaksanaan coaching/mentoring, dialog kinerja, berbagi pengetahuan, hingga pembentukan community of practice; f. melakukan sinkronisasi proses pembelajaran di BPSDM dengan proses pengelolaan pengetahuan yang ada di seluruh unit kerja di Kemenkumham. Hasil yang dicapai dari sinkronisasi ini ialah pembentukan satu Portal Pengetahuan Hukum dan HAM; g. membuat panduan atau buku pedoman tentang standar pengelolaan pengetahuan (mulai dari perolehan, pembentukan, penyimpanaan, diseminasi, hingga penerapan pengetahuan) yang aplikatif untuk semua unit, baik di tingkat pusat, wilayah dan pelaksana teknis; dan 258 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
h. melakukan sinkronisasi proses pembelajaran di BPSDM dengan proses kerja sama dan kemitraan yang ada di masing-masing Unit Kerja di Kemenkumham. 3. Seluruh Pimpinan Tinggi Madya dan Kepala Kantor Wilayah di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM untuk: a. Melakukan pengelolaan pengetahuan di lingkungan kerja masing-masing, melalui tahapan sebagai berikut: (i) menguraikan tugas dan fungsi unit kerja; (ii) mengklasifikasikan data/informasi yang relevan dengan tugas dan fungsi tersebut (seperti regulasi, SOP, prosedur layanan, laporan, hasil riset, data kepegawaian, dll.); (iii) menetapkan data/informasi yang dapat diakses oleh pihak internal maupun eksternal; dan (iv) menyediakan kanal atau saluran diseminasi data/informasi yang dapat diakses oleh pihak internal maupun eksternal; dan b. Melakukan koordinasi fungsi pengembangan pegawai di masing-masing unit dengan fungsi pengembangan kompetensi di BPSDM selaku penanggung jawab di tingkat Kementerian. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 259 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
260 Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Abdussamad, Yuriko. Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur Melalui Kompetensi, n.d. repository.ung.ac.id/get/ simlit_res/1/344/Pengembangan-Sumber-Daya-Manusia- Aparatur-Melalui-Kompetensi.pdf. Ahrne, Göran, Nils Brunsson, and David Seidl. ”Resurrecting Organization by Going beyond Organizations.” European Management Journals (2016): 1–9. Badan Pembinaan Hukum Nasional. ”Sekilas Sejarah JDIHN.” Accessed September 18, 2019. https://perpustakaan.bphn. go.id/?sect=profil&p=sejarah_jdihn. Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM. Evaluasi Pola Karier Di Lingkungan Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, 2016. ———. Perlindungan Hak Anak Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hak Sipil. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, 2016. Banakar, Reza. Normativity in Legal Sociology: Methodological Reflections on Law and Regulation in Late Modernity. London: Springer, 2015. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 261 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
Baxter, Hugh. ”Niklas Luhmann’s Theory of Autopoietic Legal Systems.” Annual Review of Law and Social Science 9, no. 1 (2013): 167–184. Bedner, Adriaan. ”Autonomy of Law in Indonesia.” Recht der Werkelijkheid 2016 37, no. 3 (2016): 10–36. Bedner, Adriaan, and Herlambang Perdana Wiratraman. ”The Administrative Courts: The Quest for Consistency.” In The Politics of Courts in Indonesia: The Judicial Landscape and the Work of Dan S Lev, edited by Melissa Crouch, 133–148. Cambridge: Cambridge University Press, 2019. Bhatt, Ganesh D. ”Examining the Interaction between Technologies, Techniques, and People Knowledge Management in Organizations” Journal of Knowledge Management Iss 5, no. 4 (2007): 68–75. http://dx.doi.org/10.1108/13673270110384419%5 Cnhttp://%5Cnhttp://dx.doi.org/10.1108/13673270110411733. Blass, Eddie. ”The Rise and Rise of the Corporate University.” Journal of European Industrial Training 29, no. 1 (2005): 58–74. Bourdieu, Pierre. ”The Force of Law: Toward a Sociology of the Juridical Field.” Hastings Law Journal 38, no. 5 (1987): 805. Butt, Simon, and Tim Lindsey. Indonesian Law. Oxford: Oxford University Press, 2018. Carter, Nancy, Denise Bryant-Lukosius, Alba DiCenso, Jennifer Blythe, and Alan J. Neville. ”The Use of Triangulation in Qualitative Research.” Oncology Nursing Forum 41, no. 5 (2014): 545–547. Claver-Cortés, Enrique, Patrocinio Zaragoza-Sáez, and Eva Pertusa- Ortega. ”Organizational Structure Features Supporting Knowledge Management Processes.” Journal of Knowledge Management 11, no. 4 (2007): 45–57. 262 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Cotterrell, Roger. Law, Culture and Society: Legal Ideas in the Mirror of Social Theory. Hampshire: Ashgate, 2006. Creswell, John W. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Method Approaches. 3rd ed. California: SAGE Publications, 2009. Danaeefard, Hasan, Ali Salehi, Asad Hasiri, and Mohammad Reza Noruzi. ”How Emotional Intelligence and Organizational Culture Contribute to Shaping Learning Organization in Public Service Organizations” 6, no. 5 (2012): 1921–1931. Dwyer, Sonya Corbin, and Jennifer L. Buckle. ”The Space Between : On Being an Insider-Outsider in Qualitative Research.” International Journal of Qualitative Methods (2009): 54–63. El-Tannir, Akram A. ”The Corporate University Model for Continuous Learning, Training and Development.” Education + Training 44, no. 2 (2002): 76–81. El-Tannir, Akram A. ”The Corporate University Model for Continuous Learning, Training and Development.” Journal of European Industrial Training Journal of Workplace Learning 44, no. 08 (2005): 76–81. Garvin, David A, Amy C Edmondson, and Fransesca Gino. ”Is Yours a Learning Organization ?” Harvard Business Review (2008). Gourlay, Stephen. ”Frameworks for Knowledge : A Contribution towards Conceptual Clarity for Knowledge Management 1.” Knowledge Management, no. February (2000): 10–11. Guion, Lisa A. ”Triangulation : Establishing the Validity of Qualitative Studies,” 2002. Hukumonline. ”Mahkumjakpol Dinilai Belum Sakti.” Aktual. Last modified 2012. Accessed September 10, 2019. https:// MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 263 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
w w w. h u k u m o n l i n e . c o m / b e r i t a / b a c a / l t 4 f 2 9 6 d 3 9 3 7 5 d a / mahkumjapol-dinilai-belum-sakti/. Junef, Muhar. ”Forum Makumjakpol-BNN-MENKES-MENSOS Dalam Penanganan Tindak Pidana Narkotika.” JIKH: Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 11, no. 3 (2017): 305–336. Lee, Heeseok, and Byounggu Choi. ”Knowledge Management Enablers, Processes, and Organizational Performance: An Integrative View and Empirical Examination.” Journal of Management Information Systems 20, no. 1 (2003): 179–228. Luhmann, Niklas. Law as a Social System. Oxford: Oxford University Press, 2004. Mankin, David P. ”A Model for Human Resource Development.” Human Resource Development International 4, no. 1 (2001): 65–85. Marquardt, Michael J. Building the Learning Organization: Mastering the 5 Elements for Corporate Learning. 2nd ed. Palo Alto, California, 2002. Martins, E.C., and F. Terblanche. ”Building Organisational Culture That Stimulates Creativity and Innovation.” European Journal of Innovation Management 6, no. 1 (2003). McGoldrick, Jim, Jim Stewart, and Sandra Watson. ”Theorizing Human Resource Development.” Human Resource Development International 4, no. 3 (2001): 343–356. Meyrina, RR. Susana Andi. ”Implementasi Peningkatan Kinerja Melalui Merit Sistem Guna Melaksanakan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara No. 5 Tahun 2014 Di Kementerian Hukum Dan HAM.” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 10, no. 2 (2017). Muhammad, Hafil. ”Rasminah Menggugat: Kronologis Kasus Hukum 6 Buah Piring.” Republika.Co.Id. Last modified 264 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
2012. Accessed September 10, 2019. https://www.republika. co.id/berita/nasional/hukum/12/01/31/lynhzh-rasminah- menggugat-kronologis-kasus-hukum-6-buah-piring-bag-2. Nugroho, Prasetyo. ”Pembenahan Sumber Daya Aparatur Sebagai Dasar Reformasi Birokrasi.” Last modified 2014. Accessed April 24, 2019. http://bpsdm.kemenkumham.go.id/id/jurnal/72- pembenahan-sumber-daya-aparatur-sebagai-dasar-reformasi- birokrasi. Prince, Christopher, and Jim Stewart. ”Corporate Universities - an Analytical Framework.” Journal of Management Development 21, no. 10 (2002): 794–811. Rakhmawanto, Ajib. Dikotomi Sistem Merit Dan Politisasi Birokrasi Dalam Pengangkatan Jabatan ASN. Jakarta, 2018. Raz, Jospeh. Between Authority and Interpretation: On the Theory of Law and Practical Reason. Oxford: Oxford University Press, 2009. Regiana, Lita. ”Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Kecerdasan Emosional Terhadap Learning Organization Pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum Dan HAM Kementerian Hukum Dan HAM RI.” Operations Exellence 6, no. 2 (2014). Robbins, Stephen P., and Timothy A. Judge. Essentials of Organizational Behavior. 13th ed. Boston: Pearson, 2016. Rubenstein-Montano, B., J Liebowitz, J Buchwalter, D McCaw, Newman. B, K Rebeck, and The Knowledge Management Methodology Team. ”A Systems Thinking Framework for Knowledge Management B.” Decision Support Systems 31 (2001): 1–542. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 265 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
Ruhl, J. B., and Daniel Martin Katz. ”Measuring, Monitoring, and Managing Legal Complexity.” Iowa Law Review 101, no. 1 (2015): 191–244. Sarwono, Jonathan. ”Memadu Pendekatan Kuantitatif Dan Kualitatif: Mungkinkah?” Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis 9, no. 2 (2009): 119–132. Scarso, Enrico. ”Corporate Universities as Knowledge Management Tools.” VINE Journal of Information and Knowledge Management Systems 47, no. 4 (2017): 538–554. Schwandt, David, and Michael J. Marquardt. Organizational Learning: From World Class Theories to Global Best Practices. Florida: St. Lucie Press, 2000. Seidl, David. ”Luhmann’s Theory of Autopoietic Social Systems.” Münchner betriebswirtschaftliche Beiträge (2004): 1–28. Senge, Peter M. The Fifth Discipline: The Art & Practice of The Learning Organization. New York: Currency Doubleday, 2004. ———. The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization. 10th ed. Crown Publishing Group, 2010. Seron, Carroll, and Susan S. Silbey. ”Profession, Science, and Culture: An Emergent Canon of Law and Society Research.” In The Blackwell Companion to Law and Society, 31–59, 2008. Setiadi, Irawan, Silmi Fauziati, and Sri Suning Kusumawardani. ”Analisis Kesiapan Implementasi Knowledge Management Di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang.” Universitas Gadjah Mada, 2016. Sinaga, Edward James. ”Aktualisasi Tata Nilai ’PASTI’ Dalam Mewujudkan Wilayah Bebas Dari Korupsi Serta Wilayah Birokrasi Bersih Dan Melayani.” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 13, no. 1 (2019): 31–50. 266 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Skyrme, David, and Debra Amidon. ”The Knowledge Agenda.” Journal of Knowledge Management 8, no. 2 (1997): 27–37. Thomas, J. B., S. M. Clark, and D. A. Gioia. ”Strategic Sensemaking and Organizational Performance: Linkages Among Scanning, Interpretation, Action, and Outcomes.” Academy of Management Journal 36, no. 2 (April 1, 1993): 239–270. http:// amj.aom.org/cgi/doi/10.2307/256522. Tobing, Sondang Yohanna L, and Rachma Fitriati. ”Pengaruh Organisasi Pembelajar Terhadap Kompetensi Pegawai Bank.” Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi 16, no. 1 (2009): 25–35. Weick, Karl E. Sensemaking in Organizations. Thousand Oaks, London, New Delhi: SAGE Publications, 1995. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 267 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
268 Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
LAMPIRAN
270 Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
LAMPIRAN - KUESIONER Subsistem I: Dinamika Pembelajaran Individu, Kelompok, dan Organisasi Dalam organisasi ini, _____ 1. : Kami melihat pembelajaran yang berkelanjutan oleh _____ seluruh pegawai sebagai prioritas tinggi _____ 2. : Kami terdorong dan diharapkan untuk mengelola _____ proses pembelajaran dan pengembangan _____ _____ 3. : Kami menghindari adanya distorsi informasi dan _____ tertutupnya kanal komunikasi melalui dengar pendapat secara aktif dan memberikan umpan balik yang efektif _____ 4. : Pegawai dilatih dan dibimbing untuk mempelajari cara _____ belajar _____ 5. : Kami menggunakan berbagai metodologi pembelajaran cepat (mindmapping, mnemonik, gambar, musik). 6. : Kami memperluas pengetahuan melalui pendekatan pembelajaran yang adaptif, antisipatif, dan kreatif. 7. : Kami menggunakan proses pembelajaran melalui tindakan, yakni pembelajaran melalui refleksi cermat atas masalah maupun situasi, dan menerapkan pengetahuan baru untuk tindakan di masa depan 8. : Kelompok belajar didorong untuk saling belajar dan berbagi pengetahuan melalui berbagai cara (buletin elektronik, newsletters, atau pertemuan antar kelompok) 9. : Kami mampu berpikir dan bertindak dengan pendekatan sistem yang komprehensif 10. : Kelompok belajar mendapatkan pelatihan tentang cara bekerja dan belajar dalam kelompok. Dinamika Pembelajaran Skor Maksimal 40 MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 271 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
LAMPIRAN - KUESIONER Subsistem II: Transformasi Organisasi Visi, Budaya, Strategi, dan Struktur Dalam organisasi ini, _____ 1. : Pemahaman mengenai pentingnya menjadi organisasi _____ pembelajar sudah mencakup seluruh organisasi _____ _____ 2. : Pimpinan sudah mendukung visi organisasi pembelajar _____ 3. : Tersedianya iklim organisasi yang mendukung dan _____ menyadari pentingnya pembelajaran _____ 4. : Kami berkomitmen untuk terus belajar untuk _____ mengembangkan organisasi _____ 5. : Kami belajar dari kegagalan dan kesuksesan, sehingga _____ kami menoleransi kesalahan yang ditimbulkan 6. : Kami memberikan reward bagi individu dan kelompok yang mau terus belajar dan membantu anggota lain untuk belajar 7. : Kesempatan belajar dimasukkan ke dalam program kerja organisasi 8. : Kami merancang cara untuk berbagi pengetahuan dan meningkatkan pembelajaran di seluruh organisasi (rotasi pegawai yang sistematis, sistem pembelajaran on the job yang terstruktur) 9. : Adanya perampingan struktur organisasi dengan sedikit level manajemen untuk memaksimalkan komunikasi dan pembelajaran lintas tingkatan 10. : Kami mengoordinasikan upaya di seluruh badan/pusat/ bagian/bidang berdasarkan tujuan dan pembelajaran yang sama, daripada mempertahankan batasan yang ada Transformasi Organisasi Skor Maksimal 40 272 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
LAMPIRAN - KUESIONER Subsistem III: Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Pimpinan, Pegawai, Penerima Pelayanan, dan Masyarakat Dalam organisasi ini, _____ 1. : Kami berusaha untuk mengembangkan pegawai yang _____ mampu belajar dan berperforma tinggi _____ _____ 2. : Kewenangan didesentralisasikan dan didelegasikan _____ sesuai dengan tanggung jawab dan kemampuan belajar. _____ 3. : Pimpinan dan pegawai bekerja dalam kemitraan untuk belajar dan menyelesaikan masalah bersama. _____ _____ 4. : Pimpinan mengambil peran sebagai pelatih, pembimbing, dan fasilitator dalam pembelajaran. _____ _____ 5. : Pimpinan menghasilkan dan meningkatkan peluang belajar serta mendorong eksperimen dan refleksi pada pengetahuan baru sehingga dapat dimanfaatkan untuk organisasi 6. : Kami aktif berbagi informasi dengan masyarakat penerima pelayanan, sekaligus menjaring ide dan saran untuk mempelajari dan meningkatkan kualitas pelayanan 7. : Kami memberikan kesempatan bagi masyarakat penerima pelayanan untuk berpartisipasi dalam pembelajaran dan pelatihan mengenai produk layanan 8. : Belajar dari mitra dimaksimalkan melalui perencanaan awal penggunaan sumber daya dan strategi yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan 9. : Kami berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran bersama komunitas, asosiasi profesional dan institusi akademik 10. : Kami secara aktif mencari mitra belajar di antara penerima layanan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Skor Maksimal 40 MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 273 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
LAMPIRAN - KUESIONER Subsistem IV: Manajemen Pengetahuan Perolehan, Penciptaan, Penyimpanan, Transfer, dan Pemanfaatan Dalam organisasi ini, _____ 1. : Kami aktif mencari informasi yang meningkatkan kiner- ja organisasi dengan memasukkan program kerja di luar _____ tugas dan fungsi organisasi _____ 2. : Kami memiliki sistem yang dapat diakses untuk meng- _____ umpulkan informasi internal dan eksternal. _____ _____ 3. : Kami memantau tren di luar organisasi kami dengan me- lihat apa yang dilakukan organisasi lain; termasuk mem- _____ bandingkan best practices, menghadiri konferensi, dan melakukan kajian terhadap publikasi ilmiah _____ _____ 4. : Pegawai dilatih untuk memiliki keterampilan berpikir _____ kreatif, berinovasi dan berkesperimen 5. : Kami sering membuat proyek percobaan untuk mengem- bangkan layanan 6. : Kami telah mengembangkan sistem dan struktur untuk memastikan pengetahuan penting telah dikodifikasi, di- simpan, dan tersedia bagi pihak yang membutuhkan 7. : Kami sadar akan perlunya menguasai pembelajaran penting organisasi dan membagikan ilmu tersebut ke- pada orang lain 8. : Tim lintas jabatan digunakan untuk mentransfer pembe- lajaran penting antar kelompok, departemen, dan divisi. 9. : Kami terus mengembangkan strategi dan mekanisme baru untuk berbagi pembelajaran di seluruh organisasi. 10. : Kami mendukung bidang, unit, dan proyek tertentu yang menghasilkan pengetahuan dengan memberi orang kes- empatan belajar. Manajemen Pengetahuan Skor Maksimal 40 274 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
LAMPIRAN - KUESIONER Subsistem V: Penerapan Teknologi Sistem Informasi Pengetahuan, Pembelajaran Berbasis Teknologi, dan Sistem Pendukung Performansi Elektronik Dalam organisasi ini, _____ 1. : Pembelajaran difasilitasi oleh sistem informasi berbasis _____ komputer yang efektif dan efisien. _____ 2. : Kami memiliki akses yang terbuka terhadap informasi, misalnya melalui local area networks (LAN), internet, maupun _____ intranet pegawai _____ _____ 3. : Fasilitas pembelajaran menggabungkan dukungan dan lingkungan multimedia elektronik, berbasis pada integrasi _____ seni, warna, musik, dan visual yang kuat. _____ 4. : Program pembelajaran berrbasis komputer dan pendukung _____ pekerjaan elektronik (perangkat lunak) sudah tersedia. _____ 5. : Kami menggunakan teknologi groupware untuk mengelola proses kelompok seperti rapat tim dan rapat manajemen 6. : Kami mendukung pembelajaran aktual, sistem yang mengintegrasikan sistem pembelajaran berteknologi tinggi, pelatihan, dan pekerjaan pada pekerjaan ke dalam satu proses tunggal. 7. : Sistem elektronik pendukung yang kami miliki memungkinkan kami untuk belajar dan melakukan pekerjaan dengan lebih baik. 8. : Kami merancang dan menyesuaikan sistem elektronik pendukung kami untuk memenuhi persyaratan pembelajaran 9. : Pegawai memiliki akses penuh ke data yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan mereka secara efektif. 10. : Kami mampu menyesuaikan sistem software untuk mengumpulkan, mengodifikasi, menyimpan, membuat, dan melakukan transfer informasi yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan organisasi Penerapan Teknologi Skor Maksimal 40 Total Lima Sub-sistem Skor Maksimal 200 MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 275 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
276 Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Glosarium Corporate University Strategi atau alat manajemen yang didesain untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan strategisnya melalui pelaksanaan aktivitas yang menempa pembelajaran dan pengetahuan individual dan organisasi. Kerangka corporate university wheel Kerangka analisis yang mengisyaratkan empat proses di dalam corporate university, yaitu sistem dan proses pengetahuan, proses kemitraan dan jaringan, proses perorangan, dan proses pembelajaran. Pengelolaan pengetahuan Sebuah kumpulan aktivitas, program, kemampuan, dan inisiatif yang dapat mengubah pengetahuan tacit ke dalam bentuk explicit, sehingga pengetahuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan dan menyusun kebijakan. Tacit knowledge Pengetahuan individu yang bersifat personal dan spesifik-konteks, sehingga sulit untuk diformalkan dan dikomunikasikan. Explicit knowldge Pengetahuan yang dapat dipahami melalui bahasa yang formal dan sistematis, sehingga dapat diakses oleh ragam komponen organisasi. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 277 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR
Sensemaking Proses interpretif yang diperlukan agar anggota organisasi memahami dan membagikan pemahaman tentang fitur tertentu dari organisasi tentang apakah organisasi, apakah bekerja dengan baik atau tidak, apa permasalahan yang dihadapi, dan bagaimana organisasi menyelesaikannya Organisasi pembelajar Organisasi yang anggotanya memiliki kemampuan belajar yang tinggi dan dilakukan secara bersama- sama untuk memperbaiki kinerjanya secara berkelanjutan, dilakukan melalui pengumpulan, pengelolaan dan penggunaan pengetahuan untuk kemajuan dan kesuksesan organisasi Pengembangan SDM Kegiatan yang berfokus pada teori dan praktik terkait pelatihan, pengembangan dan pembelajaran di dalam organisasi, baik untuk individu dalam konteks strategi bisnis dan formasi kompetensi organisasional Autopoiesis hukum Hukum sebagai suatu sistem komunikasi yang mereproduksi elemen-elemen di dalamnya melalui interaksi antar elemen itu sendiri. 278 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306