#DharmaiStory 51 nengok ke sana. Saya hampir menangis lihat teman-teman yang kerja di situ. Kalau ada satu saja yang tertular karena fasilitas yang tidak mencukupi, betapa berdosanya kita semua.” Kondisi tersebut sulit dihindari sebab renovasi Ruang Anyelir belum rampung sementara ruang isolasi darurat dengan 10 bed tersebut telah dipenuhi pasien. “Tapi teman- teman dedikasinya luar biasa. Saya mengapresiasi sekali karena dia pakai hazmat, rapi, dan nggak ada yang jadi korban gitu,” ucap Soeko. Hingga akhirnya ketika Ruang Anyelir siap ditempati, semua pasien dipindahkan ke ruangan tersebut. Ruang Anyelir dirancang untuk mampu menampung 14 pasien, sementara ruangan di lantai 10 diperbaiki kembali. “Di atas sekarang sudah bagus, sudah ada kamar mandi dan tempat perawat. Semuanya sudah ada.” Sistem skrining yang ketat di awal dan penambahan ruang isolasi adalah langkah darurat di awal yang diambil oleh RS Kanker Dharmais. Tapi persiapan lainnya kian berkembang dan beradaptasi seiring dengan berjalannya waktu.
52 Sayup Informasi Virus Korona
#DharmaiStory 53 Babak II
54 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru Pasien Kanker dengan COVID-19, Tantangan Baru “Ini adalah masalah yang paling rumit, karena rumah sakit kita itu kan rumah sakit untuk pasien immunocompromised, sistem imunnya rendah.” Dr. dr. Achmad Mulawarman Jayusman, Sp.P (K) Dari dua kasus pertama infeksi COVID-19 yang ditemukan pada 2 Maret 2020 di Depok, pelacakan kontak terus dilakukan. Hingga akhir Maret, total kasus di Indonesia mencapai 1.528 dan telah menelan 136 korban.
#DharmaiStory 55 Anjuran untuk bekerja dan belajar di rumah saja terus dikampanyekan. Situasi terasa tak menentu. Sejumlah masyarakat heboh berbelanja membeli stok bahan makanan dan sebagainya untuk persediaan selama dia di rumah dan mengurangi aktivitas di luar. Sementara di sisi lain gelombang PHK dari sektor wisata, restoran, dan sebagainya mulai bermunculan hampir tak terelakkan seperti halnya di berbagai belahan dunia lain. Penduduk dari luar Jakarta yang biasanya mencari rezeki di ibu kota mulai berbondong- bondong pulang kembali ke kampung halaman. Layanan MRI pasien kanker di masa pandemi COVID-19 dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat.
56 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru Di luar Jabodetabek, sejumlah kasus infeksi mulai dilaporkan terjadi. Kebanyakan berasal dari mereka yang memiliki riwayat perjalanan atau kontak dengan orang yang berasal atau pulang dari Jakarta dan sekitarnya. Maka selain anjuran untuk tetap berada di rumah, kebijakan tambahan untuk mengendalikan mobilisasi penduduk diperlukan. Setelah berbagai pertimbangan, Kementerian Kesehatan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) pada 6 April 2020. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan pembatasan kegiatan tertentu penduduk di suatu wilayah untuk mencegah penularan COVID-19. PSBB melingkupi peliburan tempat kerja dan sekolah; pembatasan kegiatan keagamaan, sosial budaya di tempat umum, dan fasilitas umum lain; moda transportasi; serta kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan. Sementara layanan-layanan yang bersifat esensial seperti supermarket, pasar, toko, atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis; kebutuhan pokok dan bahan pangan; barang penting; dan bahan bakar minyak, gas, dan energi
#DharmaiStory 57 diperbolehkan tetap beroperasi. Pelayanan kesehatan, olahraga, dan transportasi umum juga tetap berjalan. Namun semua itu dengan syarat harus mengikuti pedoman pembatasan kerumunan dan protokol kesehatan yang berlaku. Para gubernur atau bupati dan wali kota dapat mengajukan PSBB di wilayahnya kepada Menteri Kesehatan jika terjadi sejumlah kasus atau kematian akibat pandemi COVID-19 yang menyebar secara signifikan dan cepat ke Petugas membantu mendorong pasien di kursi roda.
58 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru beberapa wilayah. Sejumlah kepala daerah pun segera mengajukan PSBB untuk wilayahnya tak terkecuali Jakarta. DKI Jakarta dan beberapa kota satelitnya hampir bersamaan menjalankan PSBB pada 10 April 2020. Saat itu total kasus se-Indonesia telah mencapai 3.512 dengan 306 kematian. Sebagian besar kasus dan potensi penularan memang masih terpusat di area Jabodetabek terlebih mengingat kasus pertama merupakan warga Depok yang sebelumnya mengunjungi area Kemang, Jakarta Selatan. Maka tak hanya melakukan pembatasan sosial dengan menutup area-area publik, perkantoran, dan sekolah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkoordinasi dengan sejumlah kepala daerah dan Kementerian Perhubungan sepakat untuk menutup sementara akses keluar masuk Jakarta. Sementara transportasi massal dari dan menuju Jakarta pun dihentikan sementara waktu. Keputusan tersebut diambil dengan harapan mampu mengendalikan transmisi virus agar tak semakin menular ke daerah-daerah lain. Saat itu, belum banyak informasi mengenai apa dan bagaimana perawatan atau pengobatan pasien yang terinfeksi. Banyak rumah sakit di ibukota yang
#DharmaiStory 59 memutuskan untuk menunda sementara waktu beberapa layanan pengobatan. Imbauan untuk menunda kunjungan ke rumah sakit juga diserukan kecuali dalam keadaan darurat. Persoalan yang dihadapi saat itu memang bukan hanya pengetahuan yang masih sedikit akan seluk beluk virus penyebab COVID-19, tapi juga kondisi ketersediaan alat pelindung diri. Pilihan menutup sementara berbagai layanan kesehatan diambil untuk memberi waktu rumah sakit memenuhi ketersediaan APD secara lengkap. Sebagai rumah sakit pusat kanker, RS Kanker Dharmais dihadapkan pada keputusan sulit. Menunda pengobatan sama artinya membiarkan sel kanker pada pasien tumbuh, tapi membuka layanan juga berisiko bukan hanya bagi pasien tapi juga tenaga kesehatan. Pilihan berat untuk mengerem beberapa jenis tindakan berisiko tinggi mau tak mau diambil sembari bersiap dengan pengamanan yang memadai baik dari segi mekanisme maupun fasilitas. Waktu jeda dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menyusun sistem layanan yang dapat melindungi pasien dan seluruh civitas hospitalia Dharmais dari risiko terinfeksi COVID-19. Sebelum diberlakukan pembatasan sosial, banyak pasien yang telah memilih untuk menunda tindakan. Di masa itu
60 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru rasa waswas hinggap di benak banyak pihak. Simpang siur bagaimana virus corona terbaru ini bisa menular hingga tingkat kematian akibat infeksi COVID-19 di Indonesia yang cukup tinggi menyumbang sebab rasa cemas yang ada. Rumah sakit belum terasa sebagai tempat yang aman di tengah wabah dengan risiko terinfeksi yang dimilikinya sebagai bagian dari zona merah COVID-19. Apalagi, bagi mereka yang tak memiliki kendaraan pribadi, terbatasnya akses transportasi menahan pasien tersebut untuk pergi ke rumah sakit. Di masa awal pandemi itu, RS Kanker Dharmais sempat mengalami penurunan jumlah kunjungan pasien. Risiko yang terbayangkan sejak awal pun menjadi kenyataan. “Di masa awal PSBB saya sempat kehilangan dua pasien yang mengalami perburukan karena mereka tidak bisa ke Jakarta, padahal tadinya prognosisnya bagus,” kata Haridini Intan, dokter spesialis kanker anak. Dua pasien cilik tersebut berasal dari Anambas, Kepulauan Riau, dan Bangka, Kepulauan Bangka Belitung. Jika tak ada wabah yang terjadi, kedua anak tersebut seharusnya mengikuti kemoterapi sesuai jadwal yang telah ditetapkan secara berkala. Tapi kondisi tidak memungkinkan. Akses
#DharmaiStory 61 masuk Jakarta sangat terbatas, harga tiket melambung tinggi dan prasyarat administrasi diperketat demi mengurangi mobilisasi warga. Saat itu orang tua pasien kesulitan untuk mengurus surat- surat termasuk syarat rapid test yang keberadaanya masih cukup langka. Kondisi tersebut terpaksa membuat pasien tak mampu terbang ke ibukota untuk menjalani kemoterapi seperti biasanya. Penundaan tindakan membuat sel kanker dalam tubuh mereka terus tumbuh dan merenggut nyawa keduanya. Sebagai dokter, apalagi menangani pasien kanker, Pemeriksaan radiologi masih bisa dilaksanakan selama masa pandemi.
62 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru kehilangan pasien memang sesuatu yang kerap terjadi. “Saya merasa bersalah, nggak bisa menolong. Saya mau kirim obatnya juga nggak bisa, menyuruh dia datang juga nggak bisa,” kata Tanti. Perasaannya campur aduk melihat seutas pesan singkat dari orang tua pasien yang mengabarkan pasien ciliknya sudah siap dimakamkan. Dua pasien ini hanya contoh kecil dari banyaknya penanganan yang tertunda akibat situasi pandemi tak terbayangkan pada awalnya. Semua bidang pelayanan kanker mengeluhkan keresahan ini karena pasien mereka terpaksa tidak bisa melakukan tindakan sesuai jadwal. Di bagian bedah onkologi misalnya, salah seorang pasien datang di awal Maret dengan kondisi kanker stadium 2. Awalnya ia direncanakan untuk menjalani operasi satu minggu kemudian namun kondisi “Kanker nggak bisa ditunda karena doubling time-nya cepat, sekarang metastasis baru 4A sebulan kemudian bisa progresif. Makanya kami di sini harus mencari cara agar semua pelayanan tetap bisa berjalan” dr. Arif Riswahyudi Hanafi, Sp.(K)
#DharmaiStory 63 membuatnya baru bisa kembali di awal Juni dengan kondisi stadium 3. Penyakit kanker secara umum adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel abnormal yang tidak terkendali dalam tubuh. Sel ini pintar bersembunyi dari sistem kekebalan tubuh sehingga mampu membuatnya terus membelah dan berkembang dengan cepat tanpa mendapat perlawanan. Itulah alasan kenapa kanker harus segera ditangani dengan pengobatan. Jika pengobatan tertunda, semakin lama dapat semakin ganas, atau dengan kata lain stadiumnya meningkat. Kondisi spesial pasien kanker membuat setiap waktu pengobatan yang mereka jalani menjadi sangat berarti. Sebab setiap kali stadium kanker tersebut meningkat seiring berlalunya, kemungkinan untuk survive akan berkurang. Penyebaran sel kanker ke bagian tubuh lain alias metastasis tidak bisa diprediksi dengan tepat berapa lama waktu yang dibutuhkannya, mungkin bulan depan, bisa lusa, atau bahkan esok harinya. “Kanker nggak bisa ditunda karena doubling time-nya cepat, sekarang metastasis baru 4A sebulan kemudian bisa progresif. Makanya kami di sini harus mencari cara agar
64 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru semua pelayanan tetap bisa berjalan,” kata Arif Riswahyudi Hanafi, dokter spesialis paru sekaligus Wakil Ketua Tim KLB. Penundaan tindakan terhadap pasien kanker tidak dapat ditunda terlalu lama. Setelah mengerem sementara beberapa tindakan sembari menyiapkan diri sebagai clean hospital, RS Kanker Dharmais akhirnya memilih untuk segera membuka kembali layanan dengan segala persiapan yang telah dilakukannya. Selain penapisan atau skrining gejala dan riwayat kontak di awal, RS Kanker Dharmais menerapkan Pengunjung dan pasien menunggu skrining sebelum memasuki ruang pelayanan
#DharmaiStory 65 sistem scoring sebagai tahap lanjut bagi pasien yang akan melakukan tindakan elektif seperti kemoterapi, radioterapi, dan sebagainya. Sistem ini menambal bolong langkanya ketersediaan alat rapid test serta terbatasnya kemampuan tes swab polymerase chain reaction (PCR) saat itu. Maka, selain tim KLB yang berisi mulai dari direksi, manajemen, staf medik, maupun nonmedik, RS Kanker Dharmais juga memiliki tim ghostbuster. Tim ini terbentuk secara organik sebagai hasil dari habit tim kerja yang berada di internal staf medik. “Kami sudah terbiasa dengan sistem yang kita kerjakan, tim kerja. Tim kerja itu apapun bentuk keluhan dari pasien, kita tampung, kita proses, kita tegakkan diagnostik sampai dengan terapi,” papar Achmad Mulawarman yang juga merupakan ketua SMF (staf medik fungsional) paru. Bekerja sama dengan dokter spesialis lainnya, terbentuklah ghostbuster. “COVID-19 itu apa sih ini? Kita gak tahu. Tidak kasat mata. Di depan kita tuh nggak ada yang bisa melihat dia (virus corona), ngerasa juga nggak. Makanya kita bikin sama tim dokter yang lain namanya ghostbuster,” selorohnya kemudian. Tugas tim ini setiap hari meraba-raba apakah pasien terinfeksi COVID-19 atau tidak dengan melihat
66 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru sejumlah hasil pemeriksaan laboratorium. Kondisi ini diperlukan sebab di masa awal pandemi, diagnostik COVID-19 terhadap pasien kanker sulit ditegakkan jika hanya bersandar pada hasil rapid test. “Rapid test banyak yang false positive ataupun false negative. Sementara PCR sebagai gold standard sulit banget. Untuk mendapatkan hasilnya pun terlalu lama, pasien sudah meninggal baru hasil tesnya keluar,” tutur sekretaris Tim KLB, Dian Triana. Akhirnya para dokter spesialis yang di RS Kanker Dharmais menyusun satu skema untuk membantu menentukan kondisi pasien. “Harus periksa DPL2, analisa gas darah, kemudian foto rontgen toraks. Semua pasien dengan pneumonia dan limfositopenia harus diperhatikan,” papar Dian. Kondisi tersebut menjadi tantangan hebat sebab kebanyakan pasien kanker memiliki kondisi pneumonia atau limfositopenia (jumlah limfosit dalam darah sangat rendah). Diagnosa terhadap pasien mau tak mau dilakukan secara keroyokan. “Waktu itu kenapa setiap hari rapat, karena kita nggak punya (fasilitas) swab. Jadi kasus demi kasus dari IGD, pasien dengan keluhan batuk, sesak, demam, itu kita bahas di sini. Suspect atau bukan? Kita keluarkan hasil rontgennya, apakah
#DharmaiStory 67 metastasisnya aman, dan lain-lain. Orang per orang setiap hari kita cek bisa sampai belasan kasus,” tutur Jaka Pradipta, dokter spesialis pulmonologi dan paru. Langkah ini dijalankan setelah penapisan pasien maupun pengunjung di pintu masuk rumah sakit. Semua pasien dengan keluhan batuk, demam, dan sesak napas akan masuk dalam jajaran pasien yang harus diperiksa lebih lanjut. Setiap hari pada pukul 9 pagi, dokter paru akan mulai menilai (scoring) kondisi pasien dari hasil pemeriksaan, laboratorium, dan foto rontgen. Para dokter itu berdiskusi mempertimbangkan dengan saksama berbagai hasil pemeriksaan medik pasien untuk menentukan apakah pasien kanker tersebut kemungkinan terinfeksi COVID-19 atau tidak. Kondisi pasien ditentukan dengan penuh kehati- hatian hingga memakan waktu berjam-jam. Hal tersebut pada awalnya masih bisa ditangani sebab di tengah kondisi PSBB, tak banyak pasien yang datang. Tapi semakin hari pasien yang diduga COVID-19 semakin banyak, peningkatan jumlah kasus dan kunjungan pasien yang perlahan kembali normal akhirnya cukup membebani para dokter paru. Maka proses scoring pasien pun mulai
68 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru melibatkan dokter dari SMF lain, seperti dokter spesialis radiologi, patologi klinik, atau siapapun yang menjadi Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP). Tim ghostbuster terus bergerak cepat mencari celah-celah untuk keluar dari kondisi ini. “Setiap hari kami rapat dengan dokter-dokter, semua SMF, membahas tata laksana pasien. Yang kami teriakan adalah agar bisa segera melakukan tes PCR sendiri,” kata Jaka. RS Kanker Dharmais sempat menerima 50 kit alat rapid test di awal untuk membantu proses scoring. Namun jumlah tersebut tentu saja tak cukup. Sebab satu hari bisa ada belasan bahkan puluhan pasien yang perlu dites untuk memastikan kemungkinan terinfeksi COVID-19 atau tidak. Selain itu, rapid test hanyalah cara mendeteksi adakah antibodi yang terbentuk pada tubuh akibat reaksi terhadap infeksi virus. Tes ini tidak secara langsung dapat mendeteksi keberadaan virus di tahap awal, oleh sebab itu hasilnya tidak bisa dijadikan standar dalam mendiagnosis infeksi COVID-19. Meski begitu, mau tidak mau rapid test dimanfaatkan untuk sementara waktu sebab dalam kondisi itu segala upaya yang dapat membantu mendiagnosa pasien. Setiap hari, pasien bergejala diperiksa, dipilih mana yang
#DharmaiStory 69 perlu ditindaklanjuti dengan rapid test dan tidak, sebelum kemudian dilakukan tindakan pengobatan atau perawatan. Menilai satu per satu puluhan kasus per hari menjadi sebuah tugas berat, karena si kecil coronavirus baru ini penuh misteri, bahkan bagi para dokter paru senior dengan segudang pengalaman. Gejala pneumonia pada COVID-19 juga merupakan gejala umum yang sering dimiliki pasien kanker. Kondisi paru-paru pneumonia karena bakteri atau karena virus memiliki penampakan kondisi yang tidak jauh berbeda. Antrean screening pengunjung di pagi hari saat RS Kanker Dharmais.
70 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru Karena itu clinical judgement yang dilakukan dokter juga belum tentu dapat dijadikan patokan yang pasti, terlebih mengingat faktor kelelahan yang dialami para dokter karena harus menilai sekian banyak hasil pemeriksaan pasien. Tapi gejala COVID-19 ternyata tak hanya sesak, beberapa pasien bahkan bisa tampak baik-baik saja. “Foto rontgentnya jelek, tapi secara klinis tidak ada sesak dan masih bisa ketawa- tawa, ada kemungkinan happy hipoxia,” ucap Jaka. Selain itu, karena virus ini dapat menyerang banyak organ, tak hanya paru-paru, kondisi tubuh pasien benar- benar harus diperiksa secara menyeluruh. “Pada pasien COVID-10, biasanya ada gejala intestinal. Ada sesak, demam, tapi juga disertai mencret. Jadi kayak satu sistem,” imbuhnya. Gejala lain yang ditemukan di lapangan adalah ketika pasien tidak bisa mencium aroma sama sekali. “Yang tidak bisa mencium bau atau merasakan rasa asin, pedas, dan sebagainya hampir 100% positif, berdasarkan pengalaman saya,” ucap Jaka. Ragam gejala itu membuat para dokter cukup mengalami kesulitan di awal-awal dalam mendiagnosis COVID-19. Jika belum ada kepastian kalau pasien ini kemungkinan besar bersih dari COVID-19 maka pasien belum bisa
#DharmaiStory 71 menjalani tindakan, baik terapi maupun bedah. Pasien- pasien yang dinilai kemungkinan terinfeksi COVID-19 ini harus rela menunggu dan menunda pengobatannya dalam dua sampai empat minggu sembari menunggu hasil pemeriksaan sampel PCR yang dikirimkan ke Lembaga Biologi Molekuler Eijkman atau Laboratorium Kesehatan Daerah Jakarta. Lamanya waktu menunggu hasil PCR dan jumlah pasien yang merangkak kembali normal membuat kebutuhan untuk mempunyai laboratorium PCR sendiri terasa semakin mendesak. Apalagi mengingat pengiriman sampel ke laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes (Litbangkes) hanya dijatah lima orang per hari sementara hasilnya baru bisa keluar dalam rentang 10-14 hari, waktu yang cukup lama untuk sel kanker merajalela. Tes swab PCR merupakan gold standard dalam mendiagnosa COVID-19. Standar tersebut masuk dalam pedoman internasional baik yang dikeluarkan oleh ESMO (European Society for Medical Oncology) maupun ASCO (American Society of Clinical Oncology) sebagai syarat yang mesti dipenuhi sebelum pasien kanker menjalani pengobatan. Setelah segala persiapan skrining selesai, ruang
72 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru isolasi dibangun, desakan pembangunan laboratorium khusus pemeriksaan PCR COVID-19 pun muncul. Tujuannya adalah agar RS Kanker Dharmais mampu mengadopsi pedoman tatalaksana pasien kanker di masa pandemi sesuai dengan pedoman yang berlaku secara internasional. Yakni, semua pasien RS Kanker Dharmais harus dinyatakan negatif COVID-19 melalui tes swab PCR sebelum melakukan segala macam tindakan. Pasien-pasien kanker yang sedang menunggu antrean untuk perawatan radioterapi.
#DharmaiStory 73 Kewajiban pengetesan swab PCR bagi setiap pasien kanker sebelum menjalani tindakan pengobatan dan perawatan tersebut dilakukan atas dasar pertimbangan kondisi imun pasien kanker yang berbeda dari kebanyakan orang. Kekebalan tubuh pasien kanker biasanya semakin lemah ketika dia selesai melakukan kemoterapi atau tindakan lainnya karena efek dari imunosupresi. Pasien dengan immunocompromised ini akan lebih rentan terinfeksi COVID-19 dibanding mereka yang tak mengalami gangguan dalam sistem imunnya. Jika pasien kanker akan melakukan tindakan kemoterapi tanpa diketahui apakah ia terinfeksi COVID-19 atau tidak, risikonya adalah nyawa. Jika ia positif COVID-19, kemoterapi hanya akan menghancurkan sistem kekebalan tubuhnya. Ia tak lagi memiliki pertahanan diri sebab imun tubuhnya telah dilemahkan oleh sel kanker, virus SARS-CoV-2, dan kemoterapi secara bersamaan. Namun, jika ia terlambat untuk melakukan perawatan kankernya maka risiko perburukan gejala juga dapat terjadi. Untuk itu, kepastian apakah si pasien terinfeksi atau tidak menjadi penting untuk pengambilan keputusan perawatan yang tepat baginya. Jika terbukti positif COVID-19 sebelum dilakukan tindakan,
74 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru maka penanganan terhadap virus SARS-CoV-2 bisa lebih cepat dilakukan. Sementara jika si pasien terbukti negatif COVID-19, dokter dapat lebih tenang dalam menjalankan pengobatan. Permintaan untuk membangun laboratorium biosafety level 2 (BSL2) plus bertekanan negatif dipertimbangkan dengan matang. Meski sempat ada opsi lain selain pengadaan tes PCR, yakni dengan serangkaian tes laboratorium yang harganya lebih terjangkau, namun tim dokter menolak opsi tersebut karena tidak terjamin keakuratannya. Lagi pula jika dijumlahkan, pada akhirnya harga serangkaian pemeriksaan tersebut lebih mahal ketimbang satu tes swab PCR yang menjadi standar diagnosa COVID-19. Akhirnya di pertengahan bulan Mei, RS Kanker Dharmais dapat melakukan tes PCR secara mandiri dengan kapasitas 400 sampel per hari. Hasil tes pun dapat keluar lebih cepat dalam satu hingga maksimal tiga hari. Dengan begitu Dharmais mampu memastikan keamanan dan keselamatan pasien kanker yang datang untuk tindakan apapun tanpa harus menunda lama atau mengambil risiko besar. Selain, tentu saja, melindungi para tenaga kesehatan yang juga berisiko terinfeksi.
#DharmaiStory 75 “Pasien itu adalah keluarga saya juga, saya tidak boleh lalai. Saya selalu menyamakan pasien adalah keluarga saya, sehingga apa yang saya kerjakan harus mengobati dia. Nah, jadi hal itu menyebabkan saya untuk bisa mencari solusi apa yang mesti dikerjakan. Mulai dari diagnostik sampai dengan terapinya,” kata Ketua Tim KLB, Mulawarman. Ketika pasien kanker diketahui terinfeksi COVID-19, maka fokus penanganan adalah menyembuhkan pasien dari COVID-19 terlebih dulu. “Kita perbaiki dulu COVID-19-nya, kita evaluasi, tes PCR ulang sampa dua kali negatif. Ketika kondisi pasien sudah cukup baik, baru bisa kita lanjutkan tatalaksana kankernya,” papar Arif terkait penangan pasien kanker dengan COVID-19 di RS Kanker Dharmais. Tantangannya adalah pada pengobatan COVID-19 itu sendiri yang hingga kini belum ditemukan standar pemberian obat yang tepat. “Standar obat untuk COVID-19 memang belum ada. Ada avigan, chloroquine, itu aja yang kita beri untuk pasien. Untuk kondisi lainnya, entah itu pakai corticosteroid, dexamethasone, atau apa pun itu tergantung pada kondisi pasiennya butuh apa,” imbuh dokter paru yang telah berpengalaman selama lebih dari 9 tahun itu. Maka setiap
76 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru “Penyakit COVID-19 itu kayak main judi, main lotre. Akan seberapa buruk kondisinya, nggak ada yang tahu. Makanya jangan sombong dalam menghadapi COVID-19.” dr. Jaka pradipta Sp.P hari kondisi pasien harus terus dipantau. “Setiap hari kita pantau. Setiap 2 minggu kita evaluasi. Biasanya hari ke-1, 2, dan 3 pasien merasa sesak. Hari ke-4 dan 5 hasil rontgen menunjukkan kondisi makin jelek. Hari ke-6, lemas tapi hari ke-7 bisa tiba-tiba bagus kondisinya. Itu daya tahan tubuhnya. Kalau hari ke-7 masih demam, kemungkinan hari ke-8, 9, dan 10 akan makin jelek,” papar Jaka. Oleh karena itu tindakan penanganan yang cepat untuk COVID-19 amat dibutuhkan. “Makanya waktu kena COVID-19 di awal-awal itu kita harus jaga-jaga banget jangan sampai imun tubuhnya turun.” Bagi pasien kanker dengan COVID-19, kesembuhan ibarat mukjizat yang secara ajaib bisa terjadi. Menurut Arif, semua tergantung pada seberapa kuat imun tubuh pasien dapat menghadapi serangan kanker bersama COVID-19, derajat
#DharmaiStory 77 kemampuan patogen menyebabkan sakit, serta higienitas lingkungan. “Meskipun pasien benar-benar tidak pergi ke manapun, tapi caregiver-nya jalan-jalan dan membawa virus tersebut, ya berisiko pada pasien,” ucap Arif. Melihat tingkat kemungkinan pasien kanker sembuh dari COVID-19, Jaka Pradipta mengibaratkannya seperti bermain dadu. “Penyakit COVID-19 itu kayak main judi, main lotre. Akan seberapa buruk kondisinya, nggak ada yang tahu. Makanya jangan sombong dalam menghadapi COVID-19,” seloroh Jaka. Hal tersebut ia ucapkan berdasarkan pengalamannya melihat pasien COVID-19 yang bisa saja tiba-tiba mengalami perburukan gejala tapi juga ada yang baik-baik saja. “Secara teori, pasien dengan komorbid kanker memang buruk kondisinya. Tapi ternyata ada yang kondisinya bisa bagus, stabil. Ada juga yang tiba-tiba jelek kondisinya dan meninggal. Menurut saya, ini menunjukkan kuasa Tuhan. Nggak ada yang bisa memastikan,” ucapnya. Untuk mencapat jawabannya bagaimana kondisi kanker dengan COVID-19, Jaka berkata bahwa tim medik RS Kanker Dharmais tengah melakukan pemetaan faktor apa saja yang menyebabkan perburukan gejala dan meningkatkan probabilitas sembuh bagi pasien kanker dengan COVID-19. “Masih banyak yang
78 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru mesti kita pelajari,” ucapnya. Bagi para dokter di RS Kanker Dharmais, kemampuan untuk beradaptasi dan memodifikasi mekanisme penanganan pasien menjadi ujian yang harus bisa dilewati. “Apalagi vaksin belum ketemu, artinya kita harus terus berjuang. Entah sampai kapan.” Sisi lain COVID-19 yang dihadapi Dharmais Tantangan menghadapi pasien kanker dengan COVID-19 tak hanya persoalan diagnosa medik yang mesti mumpuni. Datangnya wabah COVID-19 di awal Maret membuat banyak pihak kalang kabut. Setiap hari rasanya penuh kejutan, persiapan yang dilakukan di awal ternyata belum cukup untuk menghadapi berbagai dampak lanjutan dari COVID-19. Pada tanggal 23 Maret, di tengah segala persiapan, Dharmais menghadapi pasien suspect COVID-19 pertama yang meninggal. Saat itu status pasien sebagai PDP (pasien dalam pengawasan), sementara tatalaksana terhadap jenazah pasien suspect COVID-19 belum pernah dialami oleh Dharmais. Jumat malam itu seorang pasien kanker yang berasal dari Sumatera Utara meninggal dunia. Hasil rapid test yang dilakukan beberapa jam sebelumnya ternyata
#DharmaiStory 79 menunjukkan hasil reaktif sementara pemeriksaan swab belum diketahui hasilnya. Rizky Ifandriani Putri selaku Koordinator Patologi Klinik dan Pemulasaraan Jenazah masih bertanya-tanya bagaimana caranya menghadapi jenazah PDP COVID-19. “Sampai tanggal 23 Maret, ada jenazah pertama yang meninggal dengan status PDP. Kami nggak siap sama sekali,” ucap Putri. Malam itu juga ia segera menghubungi rekannya yang bekerja di RSPI Sulianti Saroso. Temannya tersebut segera menawarkan bantuan apa saja yang ia butuhkan. “Saya menanyakan pengalaman teman-teman di Sulianti Saroso, ‘Oh jenazah nggak boleh dimandikan dan nggak boleh diawetkan’.” Jenazah ternyata harus dimasukkan ke dalam kantong jenazah dan peti. Sementara saat itu RS Kanker Dharmais tak memiliki layanan peti ataupun kantong jenazah. “Bagaimana ini kami tidak punya apa-apa? Kantong jenazah kan identiknya dengan bencana, ya. Kita nggak pernah menyediakan itu di RS Kanker Dharmais.” Putri disarankan untuk segera menghubungi Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta yang bertugas mengurus pemakaman. Putri mempelajari dengan saksama tala laksana tersebut
80 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru dan mendapat bantuan dari temannya yang memberinya akses terhadap lembaga-lembaga yang mampu membantu menyediakan kantong dan peti jenazah. Kesimpangsiuran selanjutnya terjadi saat kondisi jenazah telah selesai dipulasara. Jenazah tersebut ternyata telah berada di bandara untuk diterbangkan pulang menggunakan pesawat kargo pukul 2 pagi. Jenazah pasien yang berasal dari Sumatera Utara ini diketahui merupakan sosok yang dihormati di kampungnya. Jadi dapat dipastikan akan ada acara adat yang terbilang besar untuk menghormati kedatangan jenazah tersebut di kampungnya. Dian yang juga berasal dari Sumatera Utara tahu betul upacara adat ini akan mengumpulkan banyak orang. Pemulangan jenazah suspect COVID-19 akan membawa risiko besar pada sanak keluarga pasien dan di kampung halaman. Dian tanpa ba bi bu, langsung menelpon Soeko Nindito yang saat itu menjabat Direktur Perencanaan, Organisasi, dan Umum untuk meminta keputusan apa yang harus diambil. “Pikiran jahat saya saat itu berpikir, ‘Ya sudah biarkan saja dia terbang, biar pihak sana yang menyelesaikan’. Tapi
#DharmaiStory 81 perasaan kemanusiaan saya berkata lain dan itu membuat saya bergegas datang ke rumah sakit tengah malam itu,” kata Soeko. Ia harus mengambil keputusan tepat dalam waktu singkat di tengah malam tersebut, telat sedikit saja maka jenazah akan terbang dan risiko menimbulkan kluster penularan terbayang di depan mata. “Kalau sampai sana lalu dilepas dan upacara tiga hari tiga malam itu akan mengakibatkan penularan baru yang besar.” Koordinasi dengan petugas bandara dan maskapai pun segera dilakukan. Selain itu, petugas kargo pun berkenan Jenazah pasien COVID-19 siap diserah terima ke Dinas Pemakaman DKI Jakarta.
82 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru membantu untuk menarik kembali jenazah dari pesawat dan mengantarnya kembali ke rumah sakit. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kegaduhan sebelum matahari terbit. Di sisi lain, Putri mengabarkan ke dinas bahwa di Dharmais ada jenazah pasien PDP COVID-19 yang harus segera dimakamkan. Dari situ Putri tahu, ternyata Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan layanan pemakaman jenazah COVID-19. Mereka akan menjemput dengan membawakan peti dan kantong jenazah yang disediakan secara gratis. Tapi sayangnya ketika Putri menelpon dini hari, slot pemakaman di pagi itu sudah penuh. Ia harus menunggu keputusan dan kabar hingga siang. “Saya mohon-mohon banget untuk dijemput paling pagi. Akhirnya Dinas Pemakaman datang pagi dan mengedukasi kami dengan sangat detail,” tutur Putri. “Aku tak kenal siapa-siapa di Jakarta. Bapak harus dimakamkan di Jakarta, terus aku ini ke mana?”
#DharmaiStory 83 Sementara Dian bertugas menelpon keluarga dan memberi kabar bahwa almarhum diduga terinfeksi COVID-19 dan harus dibawa kembali ke rumah sakit untuk ditata laksana sesuai dengan peraturan. “Mohon maaf kami perlu menyampaikan sesuatu yang mungkin tidak kita duga, kami harus ambil jenazah, kita rapat di Dharmais besok, Bapak Direktur sendiri yang akan bicara dengan keluarga,” kata Dian pada perwakilan keluarga. Keluarga pasien semula mengira bahwa orang yang menghubungi mereka adalah Nia Novianti Siregar, dokter yang dengan penuh dedikasi merawat si pasien. Hal tersebut cukup meredam keterkejutan pihak keluarga yang akhirnya berkenan untuk datang dan mendengar langsung penjelasan dari pihak RS Kanker Dharmais keesokan harinya. Dian membiarkan kesalahpahaman tersebut sebab hal terpenting adalah pesan telah tersampaikan dan keluarga pasien mau untuk datang mendengar penjelasan. Sabtu pagi itu, Soeko beserta Nia selaku dokter yang bersangkutan, dan tim hukum sudah bersiap untuk berdiskusi sekaligus menjelaskan keputusan mendadak ini kepada pihak keluarga pasien. Melihat kehadiran Nia, keluarga pasien kian yakin bahwa pihak yang menghubungi
84 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru dan mengabarkan kabar tengah malam tadi adalah Nia. Selama ini keluarga pasien memang menghargai Nia yang bukan hanya berjuang merawat kanker Bapaknya, tapi juga menjadi tempat berbagi keluhan dengan sabar. Tak hanya anak si pasien yang datang, namun keluarga besarnya juga turut hadir dalam diskusi tersebut. Usai mendengar penjelasan bahwa si pasien diduga terinfeksi COVID-19, pihak keluarga besar yang semula emosional mendadak berubah sikap. “Kita lihat juga bahwa COVID-19 ini bukan hanya masalah sakitnya, tapi masalah sosial,” tutur Dian. Pemuda berusia 20-an yang merupakan anak si pasien dengan tekun menemani si Bapak selama dalam perawatan. Ketika Bapaknya meninggal, ia tinggal sementara di rumah saudaranya sembari menunggu pesawat pulang. “Begitu keluarganya tahu bahwa Bapak si anak ini reaktif COVID-19, anak ini diusir dari rumah keluarga tersebut,” papar Sekretaris Tim KLB tersebut. Si anak ini bingung dan menangis, bertanya-tanya pada pihak RS Kanker Dharmais apa yang harus dia lakukan dengan kondisi ini. “Aku tak kenal siapa-siapa di Jakarta. Bapak harus dimakamkan di Jakarta, terus aku ini ke mana?” ucap Dian menirukan cerita si anak.
#DharmaiStory 85 Melihat kondisi tersebut, RS Kanker Dharmais tak tinggal diam. Pihak rumah sakit bersepakat untuk melakukan rapid test secara gratis pada si anak untuk memastikan apakah ia memiliki kemungkinan terinfeksi atau tidak. “Jadi kalau dia negatif kan dia bisa pulang,” ucap Dian. Akhirnya tes menunjukkan bahwa anak tersebut non-reaktif dan kondisinya sehat hingga akhirnya ia bisa pulang setelah pemakaman bapaknya. Selain itu RS Kanker Dharmais juga bisa merasa lega karena si anak dapat pulang tanpa Petugas ambulan bersiap mengantarkan jenazah pasien Covid-19
86 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru mendapatkan stigma ‘pembawa virus’ ketika ia pulang. Pengalaman ini menjadi pengalaman berharga bagi Dharmais untuk menghadapi pasien terduga terinfeksi selanjutnya. “Saya bersyukur Jakarta mengurus jenazah COVID-19 dari kantong jenazah, peti, mobil jenazah, dan dimakamkan sampai selesai semuanya. Semua itu ditanggung DKI Jakarta tidak masalah dia KTP Jakarta atau luar Jakarta,” Ucap Putri. Tapi virus corona terbaru ini ternyata memberi banyak kejutan dan pelajaran. Ketika RS Kanker Dharmais menghadapi kasus jenazah COVID-19 kedua, Dinas Pemakaman mengatakan telah kehabisan stok peti dan kantong jenazah. “Loh, ternyata dinas juga bisa kehabisan ya.” Putri tidak pernah membayangkan kondisi darurat seperti ini. Dia menelepon kembali koleganya di RSPI Sulianti Saroso dan menanyakan apa yang ia harus ia lakukan ketika pihak Dinas Pemakaman kehabisan stok peti dan kantong jenazah. “Karena sudah terdesak, saya sampai sempat cari di online shop,” kata Putri bercerita. Namun ia ingat bahwa butuh waktu lama jika ia melakukan pemesanan melalui toko daring. Rekan sejawatnya di RSPI Sulianti Saroso memberi
#DharmaiStory 87 beberapa nomor kontak yang bisa dihubungi Putri untuk membantu ketersedian peti dan kantong jenazah tersebut. “Saya telepon lagi teman di Sulianti Saroso, ‘Pernah nggak kehabisan peti dari dinas?’,” tutur Putri menceritakan perbincangannya tersebut. Kosongnya stok peti dan kantong jenazah ternyata bukan masalah baru. “Tenang Mbak, kita ada kontak yang mau donasi peti,” jawab rekan Putri saat itu. Putri pun segera menghubungi nomor kontak tersebut dan mengajukan permohonan donasi peti. Akhirnya untuk sementara waktu RS Kanker Dharmais mendapat donasi 20 peti mati. Putri dihadapkan pada kenyataan lain bahwa stok masker N95 saat itu terbatas. “Barang yang tersedia sedikit, tapi yang membutuhkan kan banyak,” ucap Putri. Ia bersama timnya berupaya mencari dan menyediakan stok masker untuk sementara sebab tak mungkin membiarkan para petugas pemulasaraan jenazah bekerja tanpa perlindungan. Apalagi mengingat aturan tata laksana jenazah memang pemulasaran harus selesai dalam waktu secepat-cepatnya. Setelah itu, Tim pemulasaran jenazah menyusun SOP (Standard Operational Procedure) dan mengajukan penyediaan peti serta kantong jenazah. Memasuki bulan
88 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru April, kasus PDP maupun positif COVID-19 meningkat cepat. “Akhir April saya minta 4 SPO, yakni pemulasaran, menjemput jenazah, melakukan desinfektan, terakhir untuk transportasi dan pemakaman,” ujar Putri. Tak cukup di situ. Penanganan jenazah COVID-19 menyisakan persoalan lain yakni penolakan dari masyarakat atau keluarga. “Pertengahan bulan Mei-Juni, keluarga dan masyarakat merasa bahwa jenazahnya memiliki hak untuk ditatalaksana dengan lebih baik. Apa yang kami lakukan dianggap tindakan penindasan karena mereka nggak punya hak untuk memilih keluarganya mau dimakamkan di mana,” tutur Putri. Bagi ahli patologi anatomi ini, kondisi tersebut terasa lebih berat ketimbang persoalan lain. “Karena kami berhadapan dengan keluarga pasien dan mencoba memosisikan diri sebagai mereka.” Putri mulai mempelajari aspek-aspek lain yang kemungkinan akan menjadi masalah berulang dalam penanganan jenazah COVID-19, terutama dalam menghadapi penolakan keluarga. Keterbatasan hak keluarga untuk menentukan pemakaman, dilarangnya pemakaman dihadiri beramai-ramai, hingga anjuran agar keluarga melaksanakan karantina mandiri sementara menjadi faktor yang memicu
#DharmaiStory 89 tanggapan negatif terhadap korban COVID-19 dan keluarga yang ditinggalkan. Sehingga keluarga berusaha menolak apa yang dilakukan rumah sakit dalam penatalaksanaan jenazah sesuai aturan keamanan COVID-19. Di sisi lain rumah sakit harus menaati aturan tentang penanganan wabah, jika terbukti mempermudah penularan salah satunya dengan melepas jenazah tidak sesuai protokol maka rumah sakit bisa dikenai sanksi. “Kita kan bagian dari rumah sakit, kita nggak mau dong rumah sakit kita kena masalah.” Tapi di sisi lain Putri memahami perasaan keluarga yang ditinggalkan. “Tim kami jadi rajin ikut webinar dari MUI, forensik, Kemenkes, dan dari kepolisian. Saya mencoba belajar terus dan merangkumnya untuk menjadi masukan “Saya selalu sampaikan, jika keluarga pasien itu muslim, bahwa salah satu kriteria muslim mati syahid itu adalah meninggal karena wabah. Itu sudah menjadi penghargaan tertinggi bagi keluarga jenazah.” dr. Rizky Ifandriani Putri, Sp.PA
90 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru Petugas cleaning service melakukan disinfeksi di ruang isolasi COVID-19. saat rapat tim KLB,” kata Putri. Tim pemulasaran jenazah dan mencoba mengerti konsep pemakaman yang seharusnya dilakukan setiap agama dan tradisi pada beberapa budaya. Sekaligus mencari tahu bagaimana hukumnya penanganan yang berbeda dalam keadaan darurat seperti ini. “Saya selalu sampaikan, jika keluarga pasien itu muslim, bahwa salah satu kriteria muslim mati syahid itu adalah meninggal karena wabah. Itu sudah menjadi penghargaan tertinggi bagi keluarga jenazah,” ucap Putri. Mengurusi pemulasaraan jenazah kini tak hanya persoalan menghadapi mayat, tapi juga keluarga yang ditinggalkan lengkap beserta
#DharmaiStory 91 konteks sosial yang melingkupinya. Salah satu kasus yang pernah dihadapi adalah ketika RS Kanker Dharmais mesti bernegosiasi dengan pihak keluarga pasien selama hampir 19 jam terkait tatalaksana pasien yang meninggal karena COVID-19. Hal tersebut terjadi pada Sabtu terakhir di bulan Agustus. Hari itu, seorang pasien meninggal dunia pada 29 Agustus 2020 pukul 15.00 dan dinyatakan positif COVID-19 berdasarkan hasil pemeriksaan swab atau PCR sesuai pedoman dari Kementerian Kesehatan harus ditatalaksana berdasarkan protokol Covid-19. Dua petugas pemulasaraan jenazah langsung bersiap menuju ruang isolasi dengan semua perlengkapannya. Petugas membantu melakukan tayamum, kemudian dalam waktu singkat memasukkan jenazah ke dalam kantong jenazah dan membawanya dari ruang isolasi ke ruang jenazah. Di ruangan tersebut jenazah dimasukkan ke dalam peti yang kemudian kembali dibungkus rapat dengan plastik. Sekitar pukul 17.45 WIB, jenazah sudah siap dijemput. Tapi kemudian kabar tak diduga datang. Kepala Subbagian Humas RS Kanker Dharmais, Budi Wisarto menerima panggilan telepon dari Kepolisian Sektor Palmerah, Jakarta
92 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru Barat. Polisi mengabarkan ada laporan dari keluarga pasien yang menolak pemakaman sesuai aturan tatalaksana pemulasaraan jenazah korban COVID-19. Budi melaporkan kepada Kepala Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat (Hukormas) Anjari. Berdasarkan aturan, warga yang meninggal akibat COVID-19 disarankan untuk dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon di Jakarta Timur atau TPU Tegal Alur di Jakarta Barat. Sementara keluarga pasien menginginkan untuk melaksanakan pemakaman mandiri di tempat pemakaman umum pilihan mereka. Hal tersebut bisa dilakukan selama ada surat pernyataan kesediaan dari tempat pemakaman umum terkait. Mendengar kabar tersebut, Putri sebagai koordinator pemulasaraan jenazah langsung meminta anggota timnya menyemayamkan jenazah tersebut di kamar jenazah terlebih dulu. Sebab rumah sakit harus menunggu surat dari tempat pemakaman umum disampaikan oleh keluarga sebelum membawa jenazah pasien. Satu jam kemudian, selepas maghrib, sekitar 12 orang anggota keluarga berkumpul di depan ruang pemulasaraan jenazah. Mereka mulai memaksa untuk melakukan
#DharmaiStory 93 pemakaman sendiri, padahal surat belum tersedia. Putri pun menemui keluarga pasien dan menjelaskan prosedur pemakaman untuk jenazah COVID-19 yang aman baik untuk pasien ataupun keluarga. Sementara itu Anjari menghubungi beberapa pejabat Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk berkoordinasi, namun tidak berhasil.Berdasarkan saran tim Ambulans Gawat Darurat DKI Jakarta, Anjari mencoba menghubungi call center COVID-19. Sambil bergegas menuju RS Kanker Dharmais, Anjari mencoba menelpon call center KLB dan COVID-19 DKI Jakarta. Panggilan telepon tersebut akhirnya mendapat jawaban setelah berulang kali mencoba menghubungi nomor tersebut. Pihak call center KLB COVID-19 DKI Jakarta menegaskan bahwa pemakaman hanya dibolehkan di kedua TPU yang telah disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta. Jika pemakaman dilakukan di luar TPU yang telah ditunjuk maka dengan berat hati Dinkes DKI Jakarta tak dapat bertanggung jawab apabila ada hal lain terjadi yang berada di luar kewenangan mereka. Ia disarankan untuk menghubungi Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta. Waktu menunjukkan telah hampir pukul 8 malam. Di dalam ruang pemulasaraan jenazah, tim RS Kanker Dharmais
94 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru masih menghadapi 12 orang keluarga pasien ditemani oleh petugas keamanan dan perwakilan kepolisian. Menghubungi pihak dinas di malam hari bukan lah hal yang mudah, tim RS Kanker Dharmais membantu proses dialog dengan keluarga pasien. Agar situasi lebih kondusif dan tak ada ketegangan terjadi di dalam ruangan, tim RS Kanker Dharmais meminta hanya tiga orang perwakilan keluarga saja yang duduk, berbicara, dan berdiskusi bersama di dalam ruangan. Dalam diskusi itu, ada 3 orang perwakilan keluarga yakni istri pasien, satu orang tokoh masyarakat setempat, dan satu orang lain yang mengaku sudah terbiasa membantu warga memakamkan jenazah COVID-19 sesuai protokol. Kepada tim RS Kanker Dharmais, orang tersebut menunjukkan foto- foto bagaimana ia membantu pemakaman jenazah COVID-19 dengan pakaian seperti APD level. Menanggapi permintaan keluarga untuk melakukan pemakaman mandiri, pihak rumah sakit tetap menyarankan agar keluarga memilih salah satu dari dua tempat pemakaman umum yang telah disiapkan pemerintah. Alasannya, selain lebih aman, proses pemakaman dapat ditangani lebih cepat, dan semua biaya ditanggung Pemprov DKI Jakarta. Namun hampir dua jam berlalu, dialog masih jalan di
#DharmaiStory 95 tempat. Keluarga masih memohon untuk memakamkan jenazah di pemakaman khusus keluarganya. Pihak keluarga berjanji akan melakukan proses pemakaman sesuai protokol yang berlaku, tidak membuka peti, dan hanya menyaksikan dari jarak jauh. Hal tersebut, menurut Putri, sungguh dilematis. Di satu sisi dia memahami keinginan keluarga untuk melakukan hal terbaik bagi jenazah anggota keluarganya tersebut. Namun RS Kanker Dharmais tidak bisa bertindak gegabah dalam hal ini. Sebab jika tidak mengikuti aturan yang telah ditetapkan lalu timbul persoalan seperti Tim RS Kanker Dharmais bersama aparat kepolisian menjelaskan protokol kesehatan jenazah positif Covid-19
96 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru Pihak keluarga tampak emosi. Marah dan kecewa bercampur lelah tampak jelas dari raut mereka... kluster penularan baru atau masalah lainnya, maka RS Kanker Dharmais bisa dikenai sanksi. Maka pihak RS Kanker Dharmais meminta keluarga untuk membawa surat keterangan dari pihak berwenang setempat baik RT, RW, Lurah, atau pihak pemakaman tersebut yang menyatakan tidak ada keberatan dari masyarakat setempat. Setengah jam sebelum pukul 9 malam, tim RS Kanker Dharmais bersama Kapolsek Palmerah dan pihak keluarga pasien menemui Ketua RW dan Satgas COVID-19 lingkungan tempat tinggal pasien. Ketua RW ini mengatakan bahwa warga sepakat untuk tidak memberi izin adanya pemakaman jenazah COVID-19 di wilayah mereka dan menyarankan untuk dimakamkan di tempat yang disediakan pemerintah. Menghadapi kondisi ini, keluarga pasien meminta waktu kepada pihak rumah sakit. Pada pukul 10 malam, pihak keluarga membawa surat keterangan dari tempat pemakaman wakaf di daerah
#DharmaiStory 97 Kebon Jeruk yang menyatakan tidak keberatan jenazah pasien dikuburkan di tempat pemakamannya. Namun ketika dikonfirmasi ulang oleh pihak aparat, ternyata surat keterangan tersebut tidak benar adanya. Urusan pemakaman jenazah COVID-19 di Indonesia memang bukan hanya soal keamanan dari segi kesehatan lingkungan saja, tapi juga persoalan sosial yang timbul dan harus diselesaikan hingga tuntas agar tak menjadi masalah di kemudian hari. Sementara di RS Kanker Dharmais, pihak keluarga jenazah bertambah banyak yang datang. Hingga pukul 9 malam, sudah ada sekitar 20 orang yang berkumpul di depan ruang pemulasaraan. Semakin malam orang yang datang semakin banyak, bukan hanya dari pihak keluarga namun juga dari kelompok organisasi masyarakat yang hendak mendorong untuk melakukan pemakaman mandiri. Sementara itu pihak petugas keamanan berjaga dan semakin ketat mengawasi. Aroma ketegangan antara kedua belah pihak begitu terasa dan tak terhindarkan. Jelang tengah malam, beberapa anggota dari Satuan Intel Polres Metro Jakarta Barat ikut membantu petugas keamanan RS Kanker Dharmais. Tapi belum ada petugas dari Satgas COVID-19 setempat ataupun Dinas Kesehatan
98 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru DKI Jakarta yang turun untuk membantu penyelesaian masalah khusus ini. Hingga hari berganti, belum ada kesepakatan yang terjadi. Pukul 01.30 dini hari, Anjari sebagai perwakilan RS Kanker Dharmais dan Kapolsek Palmerah kembali menemui 3 orang perwakilan keluarga pasien. Keluarga menyerahkan surat keterangan penerimaan pemakaman dari tempat pemakaman wakaf daerah Pesanggrahan, surat yang berbeda dari tempat sebelumnya di pemakaman wakaf Kebon Jeruk. Setelah mengonfirmasi langsung ke petugas tempat pemakaman wakaf tersebut via telepon, Kapolsek Palmerah tidak memberi izin karena pembicaraan melalui sambungan telepon itu tampak tak berjalan lancar. Kapolsek meminta surat jaminan dari Camat setempat secara tertulis namun hal tersebut tidak disanggupi, penerima telepon yang diidentifikasi sebagai Camat tersebut hanya mau memberi jaminan melalui ucapan via telepon. Dengan kondisi yang masih meragukan, pihak Polsek Palmerah belum dapat memberikan izin pemakaman di luar lokasi yang telah ditetapkan. Pihak keluarga tampak emosi. Marah dan kecewa bercampur lelah tampak jelas dari raut mereka.
#DharmaiStory 99 Melihat kondisi yang tak kondusif tersebut di dini hari itu, tim Kanker Dharmais menyarankan agar keluarga beristirahat terlebih dulu di ruang tunggu. Sementara itu, Anjari mencoba menemui Kapolsek Palmerah dan menjelaskan beberapa ketentuan protokol pemakaman COVID-19 dari sisi kesehatan. Sembari menunjukkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 413 Tahun 2020 tentang Pedoman Penanggulangan COVID-19 revisi ke- lima, tim RS Kanker Dharmais juga menjelaskan bahwa pemakaman di luar tempat yang disediakan oleh pemerintah atau di pemakaman umum itu dibolehkan dengan syarat dan ketentuan tertentu. Akhirnya diputuskan untuk menunggu kepastian pagi hari dan membiarkan keluarga untuk beristirahat terlebih dulu. Pukul 06.30, Anjari mewakili manajemen RS Kanker Dharmais kembali berkoordinasi dengan Kapolsek Palmerah terkait skenario pemakaman. Pada pukul 08.00 Anjari ....bahwa pada akhirnya wabah, bukan semata persoalan kesehatan tapi juga kemanusiaan dan hubungan sosial.
100 Pasien Kanker dengan Covid-19, Tantangan Baru Setelah syarat-syarat terpenuhi, keluarga membawa jenazah ke tempat pemakaman yang disiapkan keluarga. menemui perwakilan dari Puskesmas Palmerah, Lurah Palmerah, Polres Jakarta Barat, dan Satpol PP. Semua pihak ini berdiskusi apa saja hal yang harus dilakukan agar dialog segera mencapai kesepakatan dan tidak menimbulkan konflik panas. Pukul 11.00 siang, dilakukan pertemuan kembali antara pihak keluarga, Lurah Palmerah, Anggota Polres Jakarta Barat, Kapolsek Palmerah, dan tim RS Kanker Dharmais. Pihak keluarga telah membawa surat resmi dari tempat pemakaman wakaf di daerah Kebon Jeruk disertai
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220