Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore #Dharmaistory: Kiprah dan Kisah RS Kanker Dharmais Menangani Pandemi COVID-19

#Dharmaistory: Kiprah dan Kisah RS Kanker Dharmais Menangani Pandemi COVID-19

Published by anjari, 2021-01-17 05:44:30

Description: Buku inspiratif dan menarik, menceritakan apa yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan dan civitas hospitalia RS Kanker Dharmais dalam menangani pandemi Covid-19.

Buku yang terbit serangkaian Hari Ulang Tahun RS Kanker Dharmais ke-27 ini disajikan dalam kemasan ringan dengan gaya bertutur yang bersumber dari dokter, perawat, petugas yang melayani pasien kanker yang terpapar atau tertular Covid-19. Ada juga sumber cerita dari anak pasien kanker yang positif Covid-19.

#DharmaiStory bisa menjadi pembelajaran yang sangat berharga bagi siapa saja sekarang ini atau di masa depan dalam menangani pandemi Covid-19 atau wabah lain.

Keywords: RS Kanker Dharmais,RSKD,Dharmais,Covid-19,Bersatu Melawan Covid-19,Anjari Umarjiyanto,anjarisme

Search

Read the Text Version

Anjari Umarjiyanto Rina Nurjanah Ulfa Rahayu

2 Sayup Informasi Virus Korona

#DharmaiStory 3 Kiprah dan Kisah RS Kanker Dharmais Menangani Pandemi COVID-19   Anjari Umarjiyanto Rina Nurjanah Ulfa Rahayu

4 Sayup Informasi Virus Korona #DharmaiStory: Kiprah dan Kisah RS Kanker Dharmais Menangani Pandemi COVID-19 Anjari Umarjiyanto, dkk Desain & Layout:  Kiagus Aulianshah Foto Isi: Dokumentasi RS Kanker Dharmais Diterbitkan oleh: RS Kanker Dharmais Jl. Letjen Jend. S. Parman No.84-86, Jakarta Barat Kontak: (021) 5681570 Website: www.dharmais.co.id Email: [email protected] @rskankerdharmais @rskankerdharmais @rskankerdharmais Cetakan Pertama, Januari 2021 Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta  Pasal 2  1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.  Ketentuan Pidana Pasal 72  1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).  2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

#DharmaiStory 5 Sang Pencerita: m dr. Raden Soeko Werdi Nindito Daroekoesoemo, MARS  m Dr. dr. Nina Kemala Sari, Sp.PD-KGER m Nugroho Tam Tomo SE, M.Kes m drg. Setiawaty, M.Kes m Dr. dr. Achmad Mulawarman Jayusman, Sp.P(K)  m dr. Kardinah, Sp. Rad(K) m Dr. dr. Arif Riswahyudi Hanafi, Sp.P(K) m Dr. dr. Lyana Setiawan, Sp.PK m dr. Dian Triana Sinulingga,. M.Epid m dr. Haridini Intan S. Mahdi Sp.A(K) m dr. Reni Wigati Sp.A m dr. Rizky Ifandriani Putri, Sp.PA m dr. Christine Sugiarto, Sp.PK m Mutiara Adelina Pandjaitan, S. Kep, Ners Sp.Onk m dr. Mariska T. G. Pangaribuan, Sp.P m dr. Jaka Pradipta Sp.P m dr. Ockti Palupi R. MPH m Wisnu Handoyo, ST, MM m Ardian Atmantoro, S.Pd, MM m drg. Monika Indriani m Retno Setiowati, Skep, MKM m Ismayati, S.Kep, Ns m Monika Rini, S.Kep, Ns m Anak dari pasien RS Kanker Dharmais yang positif Covid-19

6 Sayup Informasi Virus Korona “ Disadari buku ini belum mampu memotret utuh kiprah dan kinerja kita. Namun demikian, potret kecil yang tersusun apik dalam buku ini akan menjadi pembelajaran yang sangat berharga dan bermakna bagi kita sekarang dan masa yang akan datang” dr. Raden Soeko Werdi Nindito Daroekoesoemo, MARS

#DharmaiStory 7 Cerita #DharmaiStory Kiprah dan Kisah RS Kanker Dharmais Menangani Pandemi COVID-19 BABAK I Sayup Informasi Virus Corona 16 Bersiap Menghadapi Pandemi 33 BABAK II Pasien Kanker dengan COVID-19, Tantangan Baru 54 Kuat Menghadapi Duka di Masa Pandemi 102 Bergerak Melindungi Keluarga Dharmais 122 Mencegah dan Mencari Biang Penularan 141 Sepenuh Hati Merawat Pasien COVID-19 160 Mengelola Keuangan di Masa Pandemi 176 Gesit Membangun Laboratorium 188 BABAK III Rencana dan Pembelajaran untuk Masa Depan 204

8 Sayup Informasi Virus Korona #DharmaiStory, Pembelajaran bagi Kita dan Masa Depan Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Tahun 2020 adalah tahun yang cukup berat dan penuh tantangan bagi kita semua. Ini adalah kali pertama Rumah Sakit Kanker Dharmais menghadapi pandemi. Kondisi yang mungkin tak terbayangkan sebelumnya bagi banyak orang termasuk saya. Ketika pertama kali mendengar informasi adanya virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 penyebab COVID-19 ini, saya tak menyangka bahwa wabah tersebut akan melanda RS Kanker Dharmais dalam waktu singkat. Tapi saya sungguh merasa beruntung berada bersama keluarga RS Kanker Dharmais. Mengapa? Sebab di sini saya bersama orang-orang yang ahli di bidangnya dan dapat dengan cepat beradaptasi dengan situasi yang penuh ketidakpastian ini. Di tahun ini kita telah banyak melakukan perubahan dan pengembangan layanan untuk melindungi seluruh civitas hospitalia Dharmais. Mulai dari sistem skrining yang ketat sebelum memasuki rumah sakit ini hingga pengetesan dan pelacakan kontak dilakukan demi sebisa mungkin menekan adanya penularan yang terjadi di dalam rumah sakit. Mungkin tak sempurna, tapi saya tahu bahwa kita telah sebisa mungkin mengikuti standar tertinggi untuk tetap memberi pelayanan dan perlindungan terhadap pasien kanker baik dengan

#DharmaiStory 9 COVID-19 maupun tanpa COVID-19. Semua perubahan itu juga tidak lain dan tidak bukan termasuk untuk melindungi seluruh tim baik medik maupun non-medik dari risiko penularan. Ada masa-masa kita mendiskusikan langkah terbaik apa yang mesti diambil untuk melindungi pasien dan seluruh pegawai Dharmais. Ada juga masa di mana kita mengalami duka akibat kehilangan rekan kerja, keluarga, ataupun kerabat dekat. Tapi semua itu membantu kita untuk tumbuh bersama semakin solid dan kuat. Semua pengalaman ini membuat kita belajar bahwa tak ada kerja satu dua orang dalam menghadapi pandemi, ini semua membutuhkan kerja kita bersama, kerja kita semua. Terbitnya buku DharmaiStory: Kiprah dan Kisah RS Kanker Dharmais Menangani Pandemi COVID-19 ini menjadi bagian kecil rekaman dari apa yang sebenarnya kita kerjakan. Disadari buku ini belum mampu memotret utuh kiprah dan kinerja kita. Namun demikian, potret kecil yang tersusun apik dalam buku ini akan menjadi pembelajaran yang sangat berharga dan bermakna bagi kita sekarang dan masa yang akan datang. Saya apresiasi dan terima kasih kepada para narasumber dan tim penulis DharmaiStory: Kiprah dan Kisah RS Kanker Dharmais Menangani Pandemi COVID-19. Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. dr. Raden Soeko Werdi Nindito Daroekoesoemo, MARS Direktur Utama RS Kanker Dharmais

10 Sayup Informasi Virus Korona Pengantar Cerita Saya bertugas di RS Kanker Dharmais per 20 Mei 2020, sekitar tiga bulan berlangsungnya pandemi Covid-19. Saya melihat lebih dekat bagaimana manajemen, tenaga kesehatan dan petugas bekerja melayani pasien Covid-19. Bagi saya pribadi, ini kesempatan belajar yang luar bisa. Pembelajaran yang sangat bermanfaat dan bermakna pada setiap proses layanan Rumah Sakit sejak perencanaan, proses pelayanan hingga evaluasinya. Saya melihat apa yang dikerjakan civitas hospitalia RS Kanker Dharmais sebaiknya diabadikan dalam bentuk buku. Sebuah catatan sederhana yang bagi pembacanya bisa melihat dan merasakan kinerja, kiprah dan kisah civitas hospitalia dalam menangani pandemi Covid-19. Buku yang layaknya prasasti yang tidak semata mencatat sejarah, melainkan sumber pembelajaran berharga bagi generasi berikutnya. Berkat persetujuan dan dukungan Pak Soeko Nindito, tersajilah buku #DharmaiStory: Kiprah dan Kisah RS Kanker Dharmais Menangani Pandemi Covid-19 ini. Buku ini sengaja dikemas secara ringan dan gaya bertutur. Proses wawancara dan penulisan buku ini sekitar 3 bulan, sejak September hingga November 2020.

#DharmaiStory 11 Tidak saja menuliskan apa saja kiprah yang sedang, telah dan akan dilakukan, tetapi juga kisah atau cerita dibalik perjuangan melawan pandemi Covid-19. Sementara proses penyuntingan dan desain tata letak dikerjakan hingga Desember 2020. Saya ucapkan terima kasih tak ternilai kepada jajaran Direksi atas dukungannya, dan para narasumber yang luar biasa dengan pengabdian dan ceritanya. Terima kasih kepada kedua mitra penulis saya, Rina Nurjana dan Ulfa Rahayu, tim saya di Bagian Hukum, Organisasi dan Humas (khususnya Budi Wisarto, Tatat Solihat, Epayanti, Syifa Violita, Adi Kuncoro) yang tak kenal lelah bekerja bersama mewujudkan mimpi ini. Apresiasi juga atas dukungannya kepada Panitia HUT RSKD ke-27 dan civitas hospitalia RS Kanker Dharmais. Dan kepada keluarga saya yang senantiasa berdoa dan bersama dalam suka dan duka. Puji syukur kepada Alloh atas rahmat-Nya hingga terwujud buku pertama ini. Salam sholawat kepada Nabi Muhammad SAW atas risalah dan teladannya. Semoga buku ini membawa manfaat dan bermakna bagi kita semua. Saya mohon maaf atas kekurangan dan kekeliruan dalam penerbitan buku ini. Anjari Umarjiyanto

12 Sayup Informasi Virus Korona #DharmaiStory: Kiprah dan Kisah RS Kanker Dharmais Menangani Pandemi COVID-19 Buku ini dipersembahkan untuk tenaga kesehatan dan civitas hospitalia rumah sakit di seluruh Indonesia, teristimewa RS Kanker Dharmais, serta masyarakat Indonesia, dan dunia.

#DharmaiStory 13 “ Kita menuliskan kisah dan kiprah apa yang kita lakukan dengan tujuan pembelajaran, bukan semata dikenang sejarah” Anjari Umarjiyanto

14 Sayup Informasi Virus Korona

#DharmaiStory 15 Babak I

16 Sayup Informasi Virus Korona Sayup Informasi Virus Corona “Sebagai tenaga medis kita tahu bahwa sewaktu-waktu wabah itu pasti akan sampai ke Rumah Sakit Kanker Dharmais. Namun, kita tidak menyangka secepat itu.” Dr. dr. Nina Kemala Sari, Sp.PD-KGER A khir Desember 2019 rumor adanya virus baru yang menyebabkan pneumonia merebak di Wuhan, China. Tujuh orang dari pasar basah Wuhan didiagnosis memiliki penyakit serupa SARS. Mereka mengalami gejala sakit pneumonia namun penanganan pneumonia pada

#DharmaiStory 17 umumnya tak kunjung berhasil menyembuhkan ketujuh pasien tersebut. “Mereka dikarantina di Unit Gawat Darurat RS Pusat Wuhan,” tulis ophthalmologist berusia 34 tahun, Li Wenliang, di grup alumninya pada pesan aplikasi WeChat. Ia menjelaskan bahwa semua hasil tes yang dilakukan menunjukkan bahwa virus penyebab pneumonia misterius itu serupa dengan virus corona penyebab wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Li ingat bagaimana wabah SARS yang muncul pada pertengahan 2003 itu membunuh lebih dari 700 nyawa di China. Fakta bahwa pandemik global yang dahsyat belum terjadi dalam sejarah modern, bukan berarti pandemik mematikan tidak akan terjadi di masa depan.” Bill Gates, 2017

18 Sayup Informasi Virus Korona Mengabarkan ke seantero lingkungan RS Dharmais pengumuman penting. “Menakutkan. Apakah SARS datang lagi?” balas salah satu anggota grup. Namun Li belum yakin virus apa yang telah menyebabkan sejumlah kasus pneumonia tersebut. “Aku hanya ingin mengingatkan untuk berhati-hati karena mungkin virus ini bisa menyebar dengan cepat,” ucap Li sembari meminta teman-temannya menggunakan semacam alat pelindung diri sebisa mungkin. Ucapan Li dianggap sebagai rumor, ia bahkan sempat diperiksa oleh kepolisian karena informasinya dinilai meresahkan. Sementara Dinas Kesehatan Kota Wuhan saat

#DharmaiStory 19 itu mengeluarkan peringatan bahwa baik organisasi maupun individu dilarang menyebarluaskan informasi terkait pasien tersebut tanpa izin otoritas setempat. Namun kasus-kasus pneumonia misterius terus berlangsung. Dari tujuh orang di awal bulan menjadi 27 pasien pada akhir Desember, tujuh di antaranya dalam kondisi kritis. Mereka semua memiliki riwayat perjalanan yang sama, yakni mengunjungi Pasar Hewan dan Seafood Huanan. Berdasarkan sejumlah tes, pasien tersebut memiliki gejala serupa yakni demam, kesulitan bernapas, dan foto toraks yang menunjukkan adanya lesi infiltratif paru bilateral. Pada 31 Desember 2019, WHO (World Health Organization) diberi kabar terkait kemunculan wabah yang belum diketahui jelas penyebabnya ini. Namun otoritas kesehatan China menyatakan bahwa penyakit tersebut dapat dicegah dan dikendalikan. Keesokan harinya, pemerintah kota Wuhan menutup Pasar Huanan. “Saya nggak terbayang kalau itu akan masuk ke Indonesia.” dr. Rizky Ifandriani Putri, Sp.PA

20 Sayup Informasi Virus Korona Hanya dalam lima hari, jumlah kasus meningkat hampir dua kali lipat. Sehingga pada minggu pertama Januari 2020, bangsal gawat darurat di Rumah Sakit Wuhan No. 5 sudah terisi penuh. Bangsal tersebut kebanyakan diisi oleh anggota keluarga pasien-pasien awal yang mengalami gejala pneumonia. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa virus yang saat itu disebut 2019-novel coronavirus (2019- nCov) dapat menular dari manusia ke manusia. Namun, hingga pekan kedua Januari belum diketahui secara pasti semudah apa penularan tersebut terjadi. Saat itu WHO melalui akun Twitter-nya menyatakan bahwa otoritas China belum menemukan bukti jelas penularan wabah tersebut dari manusia ke manusia. Pada 13 Januari, Thailand melaporkan kasus pertama yang terjadi di luar China dialami seorang perempuan yang baru saja pulang dari Wuhan. Sebagai kota terbesar ketujuh di China, pergerakan orang dari kota tersebut pasca perayaan tahun baru masif terjadi. Hanya dalam hitungan Dunia global yang sebelumnya terbuka dan seolah tanpa batas ini seketika mulai membangun pagar-pagar penyekat.

#DharmaiStory 21 hari pelaporan kasus berikutnya muncul dari Jepang, Nepal, Perancis, Australia, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Vietnam, dan Taiwan. Informasi keberadaan wabah pun mulai terdengar hingga Indonesia, termasuk oleh salah satu dokter dari RS Kanker Dharmais. “Pertama kali mengetahui bahwa ada wabah itu bulan Januari. Waktu itu saya mewakili RS Kanker Dharmais untuk membawakan sebuah paper di Hong Kong,” ucap dokter spesialis patologi anatomi, Rizky Ifandriani Putri. Pemantauan intens pada pasien COVID-19 di ruang isolasi melalui CCTV.

22 Sayup Informasi Virus Korona Dokter yang akrab disapa Putri ini pun bercerita bahwa semula ia heran karena acara Seminar Internasional Dokter Patologi Anatomi yang biasanya ramai, kali itu sepi. “Kok tumben pertemuannya sepi. Biasanya pertemuan ini setiap tahun selalu ramai.” Kecurigaannya itu kemudian menemukan jawaban. Melalui obrolan dengan dokter-dokter yang datang di pertemuan itu, Putri mengetahui adanya wabah novel coronavirus yang tengah terjadi di China. “Saya nggak Petugas medis bersiap melakukan injeksi obat pada pasien COVID-19 di ruang isolasi.

#DharmaiStory 23 terbayang kalau itu akan masuk ke Indonesia,” ucapnya. Di bulan itu, kemungkinan masuknya wabah ke Indonesia barangkali tak terbayangkan termasuk semudah apa penularan dan sesulit apa pengobatannya. Semua masih simpang siur. Pada saat itu, virus tersebut masih dinamai novel coronavirus, artinya virus corona baru. Namun kemudian berubah menjadi SARS-CoV-2 yang merupakan singkatan dari Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 sebab jenis virus dan gejala yang ditimbulkannya serupa dengan SARS. Sementara penyakitnya, yang semula masih disebut Wuhan Pneumonia menjadi Coronavirus Disease 2019 alias COVID-19. Pada 26 Januari 2020, pemerintah China kemudian memutuskan untuk melakukan karantina wilayah, menutup seluruh akses dari dan menuju Wuhan. Dalam waktu 8 “Kementerian akan mengecek pintu-pintu masuk Indonesia demi mencegah masuknya wabah.” Terawan Agus Putranto, Menteri Kesehatan RI

24 Sayup Informasi Virus Korona hari, mereka pun membangun rumah sakit khusus dengan kapasitas 1.000 bed. Selain itu, berbagai upaya untuk mengendalikan penularan pun dilakukan. Seluruh warga wajib mengisolasi diri, karantina total dilakukan disertai dengan sterilisasi berbagai ruang publik. Tak ada yang boleh masuk ataupun keluar dari kota-kota yang diketahui telah terinfeksi virus. Negara-negara lain mulai melakukan hal yang serupa. Mereka membatasi akses masuk ke negaranya, perbatasan dijaga ketat, tak sedikit pula yang langsung melakukan karantina wilayah. Dunia global yang sebelumnya terbuka dan seolah tanpa batas ini seketika mulai membangun pagar-pagar penyekat. Memperketat akses keluar masuk negara bahkan antar wilayah di dalam negaranya. Hal serupa diupayakan juga oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pada 5 Januari 2020, melalui surat edaran bernomor PM.04.02/III/43/2020, Kementerian Kesehatan meminta seluruh jajaran kesehatan di Indonesia untuk melakukan antisipasi dengan melakukan deteksi, pencegahan, respons jika ditemukan pasien yang memiliki gejala pneumonia berat seperti di Wuhan, China. Saat hal tersebut ditemukan

#DharmaiStory 25 Meski pada saat itu belum dinyatakan sebagai pandemi, RS Kanker Dharmais mulai bersiap. di lapangan, maka pasien tersebut harus segera dirawat dan diisolasi untuk sementara waktu sembari dilakukan investigasi lebih lanjut. Kementerian Kesehatan juga meminta agar seluruh Bandar Udara, Pelabuhan Laut, dan Pos Lintas Batas Negara untuk mengaktivasi alat thermal scanner sebagai upaya deteksi dini kemungkinan masuknya pasien pneumonia dari luar negeri. Surat edaran tersebut juga sekaligus meminta agar pantauan mikroorganisme dari hasil pemeriksaan di laboratorium dan perkembangan penyakit pneumonia berat dipantau ketat. Surat tersebut dikirimkan oleh Kemenkes kepada seluruh dinas kesehatan mulai dari level provinsi hingga kota, rumah sakit, puskesmas, pelayanan kesehatan swasta, kantor kesehatan pelabuhan, dan seluruh balai besar atau balai laboratorium kesehatan. Di sisi lain masyarakat diminta untuk segera memeriksakan dirinya jika mengalami demam, batuk, dan sesak napas. Selain itu, Kemenkes juga telah memberi imbauan agar masyarakat tetap menjaga kesehatan dan

26 Sayup Informasi Virus Korona menghindari kunjungan ke pasar ikan atau hewan ketika bepergian ke luar negeri. Namun kondisi genting akan adanya wabah belum terlalu begitu terasa, terutama di wilayah Jabodetabek yang saat itu sempat diterjang banjir. Pada akhir Januari 2020, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan akan mengecek pintu-pintu masuk Indonesia demi mencegah masuknya wabah. Selain itu, tugas untuk memulangkan 245 mahasiswa Indonesia yang tengah bersekolah di China juga tengah dipersiapkan oleh kementerian. Tak hanya fasilitas penjemputan yang memastikan bahwa ratusan warga tersebut bisa pulang dengan selamat dan sehat, namun juga fasilitas isolasi sementara untuk memastikan bahwa mahasiswa tersebut bebas dari virus yang tengah mewabah di sana. Meski begitu, pemerintah Indonesia tak ingin ada kepanikan di masyarakat. Sementara itu China melaporkan 7.711 kasus dengan 170 kematian dan telah menyebar ke hampir seluruh provinsi di China. Secara global, WHO telah menerima laporan 83 kasus di 18 negara di luar China. Oleh karena itu organisasi kesehatan dunia menyatakan wabah ini sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat Dunia dan meminta agar seluruh

#DharmaiStory 27 negara bersiap melakukan pengawasan, deteksi dini, isolasi, manajemen kasus, pelacakan kontak, dan pencegahan penularan penyakit akibat infeksi novel coronavirus. Mereka juga meminta agar semua negara mencatat dan melaporkan setiap temuan kasus di negaranya. Meski hingga bulan Februari belum ada kasus resmi yang dilaporkan di Indonesia, sejumlah dokter di RS Kanker Dharmais telah mencari berbagai informasi seputar wabah SARS-CoV-2 ini. Kedudukan sebagai Pusat Kanker Nasional membuat Dharmais perlu ekstra hati-hati sebab pasien yang mereka tangani adalah penderita kanker yang memiliki kondisi imun tubuh lemah (immunocompromised). Usaha untuk memahami apa itu virus SARS-CoV-2, seperti apa gejala penyakit, dan bagaimana menanganinya menjadi hal penting yang dilakukan para tenaga kesehatan Dharmais. “Sebelum dinyatakan pandemi, sudah banyak orang yang concern tentang hal ini. Salah satunya adalah tim patologi klinik,” ucap Sekretaris Tim KLB RS Kanker Dharmais, Dian Triana. Di bulan itu, tim dokter Dharmais mengundang ahli patologi klinik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tony Loho, untuk berbagi informasi terkait wabah baru virus corona ini.

28 Sayup Informasi Virus Korona Pada Rabu, 5 Februari 2020, di Ruang Rapat 702 Tony Loho menyampaikan presentasinya di hadapan belasan dokter spesialis RS Kanker Dharmais. Mulai dari dokter spesialis paru, spesialis radiologi, spesialis bedah onkologi, spesialis kanker, dan dokter THT ikut hadir dalam presentasi tersebut. “Tony Loho cerita apa yang harus kita lakukan untuk antisipasi. Waktu itu beliau menyarankan agar kita mempersiapkan minimal alat untuk mengambil swab,” tutur Dian. Sementara untuk pencegahan, penggunaan masker amat sangat dianjurkan untuk semua orang bukan hanya bagi mereka yang sakit. Informasi tersebut cukup menimbulkan tanya, sebab pada saat itu memakai masker hanya dianjurkan bagi pasien atau orang yang sedang sakit saja. Anjuran mengenakan masker hanya bagi orang sakit saat itu datang langsung dari organisasi kesehatan dunia, WHO (World Health Organization). Seorang dokter yang baru saja pulang dari Singapura karena harus mengikuti sebuah seminar menceritakan bahwa di sana pun masker hanya dianjurkan untuk mereka yang sakit. “Tapi waktu itu memang saya ingat betul dokter Tony Loho berkata, ‘Aduh,

#DharmaiStory 29 percaya deh semua orang harus menggunakan masker’. Itu kalimatnya,” papar Dian. Usai diskusi, dokter yang baru saja pulang dari Singapura itu berbisik pada Dian, “Terus saya bagaimana?” Otomatis Dian menjawab bahwa dokter tersebut dinyatakan sebagai suspect. “Dokter harus dipantau apakah dalam dua minggu ini ada demam atau tidak,” jawab Dian segera. Dua hari kemudian terbit kabar bahwa The Disease Outbreak Response System Condition (DORSCON) alias Sistem Respons Kondisi Wabah Penyakit di Singapura dinaikkan dari Kuning menjadi Oranye akibat munculnya beberapa kasus transmisi lokal yang tak memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri, khususnya China. Di tanggal itu Singapura mencatat total 33 kasus infeksi virus SARS-CoV-2 terjadi di negaranya. Informasi tersebut sempat membuat Dian sedikit waswas. Kekhawatirannya sedikit mereda ketika ia melihat rekan sejawatnya itu tampak sehat dan mampu menghadiri pesta pernikahan putra salah satu kolega sesama dokter. “Tapi ternyata hari Senin tanggal 10 Februari, kalau saya nggak salah, beliau bilang dirinya demam 38 derajat celsius,” tutur Dian. Tak hanya demam, dokter tersebut juga

30 Sayup Informasi Virus Korona mengalami batuk pilek, dan herpes zoster yang merupakan pertanda adanya penurunan daya tahan tubuh. Laporan tersebut membuat Dian mengalami psikosomatik, ia merasa tubuhnya tiba-tiba diserang demam, meriang, dan sakit kepala. “Saya panik ketika mendengar dia mengalami gejala demam karena kami duduk bersebelahan, bertukar pulpen, dan malah saling berbisik.” Laporan dokter itu segera ditindaklanjuti dengan menghubungi dokter paru dan melakukan pemeriksaan seperti rontgen dan periksa darah. “Panik lah kita tanggal 10 itu, betul-betul hari panik di Dharmais,” kenang Dian. Usai pemeriksaan dan berkoordinasi dengan Ketua Tim Pengendalian Penyakit Infeksi (PPI) RS Kanker Dharmais, Christine Sugiarto, dokter tersebut kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso. “Jadi waktu itu suspect pertama kita adalah beliau, diantar oleh 3 orang tim kita (menuju RSPI Sulianti Saroso).” Meski kasus suspect pertama ini dinyatakan negatif COVID-19, tapi peristiwa tersebut menjadi titik di mana RS Kanker Dharmais kian waspada menghadapi wabah. Keesokan harinya, jajaran manajemen mengadakan rapat khusus untuk membentuk tim gerak cepat penanganan

#DharmaiStory 31 penyakit infeksi new emerging & re-emerging (Pinere). RS Kanker Dharmais mulai merencanakan skenario clean hospital demi membentengi rumah sakit dari penularan wabah COVID-19. “Sebelumnya kita sudah mendengar mengenai virus corona. Di negara-negara lain sudah terjadi pandemi corona, lalu kita mulai membuat program,” kata Nina Kemala Sari yang saat itu menjabat sebagai Pelaksana Harian (Plh.) Direktur Utama RS Kanker Dharmais. Kewaspadaan para dokter di RS Kanker Dharmais, terutama para dokter spesialis, membuat rumah sakit rujukan nasional untuk kanker ini bergerak secepat mungkin meski informasi terkait virus SARS-CoV-2 ini masih terbatas. “Karena kita belum punya pengalaman (menghadapi wabah), kita perlu pemikiran banyak orang. Jadi yang pertama itu dibentuk tim kerja, yaitu Tim Penanggulangan Kejadian Luar Biasa COVID-19 dan kedua kita ada Whatsapp group internal,” papar Nina selanjutnya. Upaya tersebut dilakukan untuk memperkuat koordinasi dan persiapan menghadapi wabah baik dari tenaga medis maupun non-medis. “Sebagai tenaga medis, kita tahu bahwa sewaktu-waktu pasti wabah akan sampai ke Rumah Sakit Dharmais.” Dugaan tersebut semakin kuat ketika pertengahan

32 Sayup Informasi Virus Korona Februari ada seorang pasien dari China yang datang ke RS Kanker Dharmais. “Ada pasien kanker pindahan dari luar negeri. Karena di luar sudah ditutup (akses masuk ke negaranya), akhirnya dia berobat ke Dharmais,” papar Nina yang kini menjabat Direktur Pelayanan Medik, Keperawatan, dan Penunjang di RS Kanker Dharmais. Pasien tersebut cemas jika ia terkena COVID-19 dan memilih untuk segera melakukan pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Karena tak ada tanda-tanda terinfeksi COVID-19, maka dia dipulangkan dan dicatat sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) oleh RS Kanker Dharmais. “Peristiwa itu membuat kita sudah harus bersegera untuk bersiap-siap,” ucap Nina tegas. Esok harinya, 14 Februari 2020, manajemen melakukan rapat kembali untuk mulai menyusun kebijakan hingga standard operational procedure (SOP). Meski pada saat itu belum dinyatakan sebagai pandemi, RS Kanker Dharmais mulai bersiap.

#DharmaiStory 33 Bersiap Menghadapi Pandemi “Hal yang jadi bahan utama pertimbangan kita adalah bagaimana kita mengamankan pasien terlebih dulu.” dr. Raden Soeko Werdi Nindito Daroekoesoemo, MARS Sejak Januari, dokter spesialis paru Achmad Mulawarman Jayusman memiliki firasat buruk terkait keberadaan virus corona yang muncul di Wuhan, China. “Hati-hati, itu bisa jadi ruang perawatan,” ucapnya suatu ketika kepada rekan dokter di RS Kanker Dharmais sembari menunjuk salah satu

34 Bersiap Menghadapi Pandemi Sarana sementara demi berlangsungnya pelayanan selama pandemi Covid19 ruang kosong di Dharmais. Ia menduga bahwa suatu saat virus itu menyebar dan tiba di Dharmais meskipun rumah sakit ini bukanlah rumah sakit umum atau dibuat khusus menangani penyakit infeksi. “Kacamata kita kan sensitifnya berbeda-beda ya,” ujar dokter paru yang telah berpengalaman lebih dari 20 tahun ini. Meski telah memiliki firasat buruk, pria yang akrab disapa Dokter Mula ini mengakui bahwa hingga awal Februari sedikit sekali informasi terkait virus yang ia miliki. “Terus terang aja waktu itu kita masih nggak ngerti yang namanya

#DharmaiStory 35 COVID-19, belum tahu,” ucapnya. Namun ia beserta rekan-rekan sejawatnya di RS Kanker Dharmais tak tinggal diam. “Saya juga terpaksa harus rajin belajar.” Mulai dari persoalan APD hingga penelitian- penelitian tentang virus bernama SARS-CoV-2 ia lahap. “Kita belum punya pengalaman banyak (terkait wabah),” tutur Mula mengingat awal mula isu adanya wabah virus corona dari Wuhan, China. Ketika kasus pertama yang terkonfirmasi positif COVID-19 di Indonesia diumumkan pada Senin, 2 Maret 2020, seluruh jajaran direksi, tim medis, dan manajemen menggelar rapat darurat. Agenda rapat saat itu salah satunya adalah pembentukan Tim Penanggulangan Kejadian Luar Biasa COVID-19 (Tim KLB COVID-19). Meski pada dasarnya setiap rumah sakit harus memiliki Tim KLB, namun seringkali tim ini tidak berfungsi karena tidak ada kasus pandemi. Di rapat itulah RS Kanker Dharmais menghidupkan kembali Tim KLB beserta peran dan fungsinya. Saat itu, Nina selaku Pelaksana Harian (Plh.) Direktur Utama Dharmais meminta Mula menjadi ketua tim. “Kita perlu melibatkan baik tim medis maupun non-medis karena kita bekerja memerlukan banyak pemikiran terkait kebijakan-kebijakan

36 Bersiap Menghadapi Pandemi yang strategis. Kita angkat (jadi ketua) yang lebih senior,” ucap Nina. Mengingat usianya yang sudah 63 tahun, Mula merasa waswas menerima tugas tersebut. “Aku tuh sudah kepala enam ke atas. Jadi diminta begitu, saya juga bingung. Saya bilang sama Bu Nina, ‘Bu, terus terang saya sih bukan apa- apa, saya sih mau aja kerja gitu. Cuma saya janganlah dikasih (jadi ketua tim KLB) COVID-19. Yang lain-lain sih oke’.” Tapi tugas tersebut tak bisa ditolaknya. Sebagai dokter paru paling senior di RS Kanker Dharmais, Mula menyadari tanggung jawab besar itu memang harus ada di pundaknya. “Mudah-mudahan dokter tidak salah pilih saya, ya,” jawab Mula atas penunjukannya sebagai ketua tim. Lagipula ia percaya bahwa rekan-rekan dokter lain termasuk para junior dan staf non-medis di Dharmais adalah orang-orang yang bisa ia andalkan untuk bekerja sama. “Lambat laun saya ikut dalam percaturan COVID-19. Bahkan saya merasa takut, takut salah. Karena langkah saya bisa saja merugikan orang lain,” ucap Mula. Segala keputusan yang diambil dalam menghadapi wabah ini harus diperhitungkan sebaik mungkin dengan pertimbangan utama kesehatan pasien dan keselamatan rekan sesama tenaga kesehatan.

#DharmaiStory 37 Status sebagai rumah sakit khusus kanker membuat Dharmais memiliki kondisi yang sangat khas, yakni pasien dengan immunocompromised. “RS kita itu kan pasiennya immunocompromised, sistem imunnya rendah. Bayangkan saja, kena COVID-19 membuat sistem imun rendah, kena kanker juga sistem imunnya jadi rendah,” papar Mula. Maka menjamin keamanan dalam melayani pasien serta melindungi seluruh karyawan baik medis maupun non- medis menjadi target utama dari tim KLB. Atas pertimbangan kondisi pasien dan keinginan melindungi seluruh masyarakat rumah sakit, RS Kanker Dharmais memilih untuk menerapkan konsep clean hospital. Menurut Asia Pacific Society of Infection Control (APSIC), desain dan praktik higienis di rumah sakit ini dilakukan dengan mengendalikan kebersihan area perawatan dari patogen yang bisa mencemari udara, tangan, peralatan, dan permukaan benda-benda. Dalam panduannya disebutkan bahwa selain meningkatkan frekuensi pembersihan menggunakan disinfektan, menjaga lingkungan rumah sakit juga dilakukan dengan pengaturan saluran udara dan pemisahan pasien terinfeksi dengan pasien lainnya. Hal tersebut penting dilakukan demi mencegah penularan yang

38 Bersiap Menghadapi Pandemi mungkin terjadi di dalam rumah sakit. Karena pertimbangan tersebut, RS Kanker Dharmais memutuskan untuk skrining pasien lebih ketat, mempersiapkan ruang isolasi khusus pasien kanker dengan COVID-19, membatasi kapasitas pengunjung yang masuk, termasuk membatasi jumlah pintu masuk. Mengubah protokol penanganan hingga menyediakan alat kesehatan seperti alat pelindung diri level 3 pun menjadi langkah penting dan mendesak untuk dilakukan. “Kita semua bekerja step by step, baik medis maupun non-medis,” ucap Mula. Petugas membantu pasien dalam proses screening di halaman RS Kanker Dharmais.

#DharmaiStory 39 Skrining yang Utama Selain menerapkan protokol kesehatan di area rumah sakit, RS Kanker Dharmais memilih untuk memperketat skrining terhadap semua pengunjung dan calon pasien. Skrining diperlukan untuk mengetahui risiko masalah kesehatan, dalam kondisi ini yakni risiko terinfeksi COVID-19, yang dimiliki oleh setiap orang yang hendak masuk ke dalam area rumah sakit. Sebelumnya, skrining hanya diterapkan sekali di level administratif berupa skrining pinere yang menanyakan riwayat perjalanan dan kondisi kesehatan secara umum dalam 14 hari terakhir. Tapi kemudian skrining ini dilakukan di pintu masuk rumah sakit untuk semua calon pasien, penunggu, dan pengunjung sebelum masuk rumah sakit. Selain itu, formulir yang diisi pun tak hanya menanyakan secara umum riwayat perjalanan luar negeri dan kondisi kesehatan tapi dibuat khusus terkait risiko infeksi COVID-19. Sekretaris Tim KLB COVID-19 RS Kanker Dharmais, Dian Triana, menegaskan bahwa aspek utama yang dicek ketika skrining pertama adalah gejala, riwayat perjalanan, dan riwayat kontak. Metode ini pun tak hanya dilakukan di awal ketika mau masuk rumah sakit namun dilakukan secara

40 Bersiap Menghadapi Pandemi “Prinsip utama rumah sakit memang adalah melindungi karyawan kita, melindungi pasien kita. Makanya kenapa kita banting tulang untuk melakukan skrining di depan,” dr. Dian Triana Sinulingga,. M.Epid berlapis dan berjenjang. Setelah pengecekan gejala, riwayat kontak, dan suhu tubuh, pasien dan penunggu akan dibagi ke dalam zona. Mereka yang tak memiliki gejala demam ditempatkan di zona hijau, kemudian pasien dengan riwayat kontak dan keluhan sakit seperti demam dan batuk akan berada di zona merah. Metode tersebut merupakan skrining tahap 1, sementara skrining lanjutan diperlukan bagi pasien-pasien yang perlu tindakan lanjutan. “Untuk masuk rumah sakit, kita pakai skrining. Untuk tindakan-tindakan elektif misalnya operasi, kemoterapi, radioterapi, dan sebagainya itu kita mengikuti arahan dari lembaga internasional ESMO (European Society for Medical Oncology) dan ASCO (American Society of Clinical Oncology),” ucap Dian.

#DharmaiStory 41 Skrining untuk tindakan dan perawatan selain menanyakan riwayat kontak atau pengukuran suhu tubuh, tapi dianjurkan untuk tes swab PCR (polymerase chain reaction). Sayangnya di masa-masa awal pandemi, RS Kanker Dharmais belum memiliki laboratorium khusus untuk pengetesan PCR. Bahkan alat rapid test pada saat itu masih tergolong langka dan sulit didapat. Sehingga sempat ada penundaan tindakan untuk sementara waktu. “Memang awal Maret itu kita rem semua, ya. Kita nggak berani lakukan Petugas screening menempelkan stiker tanda lolos screening suhu.

42 Bersiap Menghadapi Pandemi tindakan dan terima pasien. Pasien juga gak berani masuk,” ucap dokter spesialis paru Arif Riswahyudi Hanafi yang juga menjadi Wakil Ketua Tim KLB COVID-19 di RS Kanker Dharmais. Namun kondisi tersebut tak dibiarkan berlangsung lama. Dengan segala keterbatasannya, RS Kanker Dharmais mengupayakan cara lain agar pasien bisa mendapatkan tindakan yang diperlukannya. “Awalnya kita ngerem, semua tindakan dikurang-kurangi. Tapi kan kanker nggak bisa ditunda, kalau ditunda nanti doubling time-nya cepat (perburukan gejala),” papar Wakil Ketua Tim KLB tersebut. Mulai dari analisis satu per satu pasien oleh para dokter paru, penggunaan rapid test meski dalam jumlah kecil, sebelumnya akhirnya memiliki laboratorium PCR. Kebijakan melakukan skrining ketat terhadap pasien juga bukan tanpa pro kontra dan risiko. Proses skrining membuat halaman depan RS Kanker Dharmais tampak berantakan jika tidak disebut kumuh. Sebab penumpukan pasien terjadi di halaman depan. Selain itu protes yang menyebut bahwa proses ini bikin ribet dan menghabiskan biaya tak sedikit pun terdengar. “Selalu ada pro kontra. Sempat ada yang bilang, ‘haduh

#DharmaiStory 43 ini skrining buat lambat, skrining menghabiskan duit segala macem’. Tapi daripada misalnya kita membiarkan seseorang yang positif COVID-19 atau tidak, masuk begitu aja,” kata Dian memaparkan perdebatan yang sempat muncul saat itu. Maka skrining terus berjalan dan mengalami adaptasi sesuai dengan perkembangan kondisi dan kebutuhan. “Prinsip utama rumah sakit memang adalah melindungi karyawan kita, melindungi pasien kita. Makanya kenapa kita banting tulang untuk melakukan skrining di depan,” imbuh Dian Triana. Menurut Haridini Intan, Koordinator Pelayanan Tim KLB, skrining tersebut amat bermanfaat. “Skrining untuk masuk keperawatan harus tetap ada, untuk kemoterapi minimal kan rapid test. Nanti kalau operasi baru misalnya PCR. Jadi cukup untuk memproteksi siapa saja yang ada di dalam (rumah sakit),” papar dokter spesialis anak tersebut. Pada akhirnya tujuan dari skrining tersebut demi kesembuhan pasien secara keseluruhan dan perlindungan terhadap tenaga kesehatan RS Kanker Dharmais. Pada akhirnya manfaat skrining tersebut dirasakan oleh seluruh civitas hospitalia Dharmais. “Ternyata dokter-dokter kita, walaupun kadang dia ngomel-ngomel di internal, tapi di

44 Bersiap Menghadapi Pandemi luaran dia memuji Dharmais. ‘Oh, Dharmais itu kayaknya paling aman soalnya saya tahu bahwa pasien saya ini dipisahkan betul mana yang COVID dan mana yang tidak’,” seloroh Dian diiringi senyum. Bersiap dengan ruang isolasi “Yang jadi pemikiran kita adalah bagaimana kita mengamankan pasien, karena di Dharmais ini pasiennya adalah pasien kanker yang notabene immunocompromised,” ujar Raden Soeko Werdi Nindito Daroekoesoemo mengingat masa-masa awal Dharmais mempersiapkan diri menghadapi pandemi yang baru diumumkan oleh pemerintah. Kondisi pasien yang memiliki daya tahan tubuh rendah menjadi perhatian utama. “Apabila ada satu orang yang positif (COVID-19) lalu menular pada pasien lain di sini, kami melihat ini sebagai bencana bagi rumah sakit yang dampaknya luar biasa,” papar Soeko yang kini menjabat Direktur Utama RS Kanker Dharmais. Sebelum diangkat menjadi Direktur Utama pada awal Agustus 2020, Soeko menjabat sebagai Direktur Perencanaan, Organisasi, dan Umum. Ia menjadi salah satu pihak yang bertanggung jawab atas kesiapan fasilitas RS

#DharmaiStory 45 Kanker Dharmais dalam menghadapi pandemi COVID-19. “Waktu itu belum ada rules yang jelas apa yang harus dilakukan oleh rumah sakit. Jadi seolah-olah rumah sakit dilepas, dihadapkan pada persoalan ini, dan survive sendiri- sendiri,” ujarnya mengenang masa awal terkonfirmasinya pasien COVID-19 pertama di Indonesia. Keterbatasan informasi dan belum diketahuinya secara pasti atas virus SARS-CoV-2 ini membuat rumah sakit harus memutar otak mencari cara mengamankan pasien dan seluruh civitas hospitalianya. Pembangunan ruang isolasi untuk pasien Covid-19

46 Bersiap Menghadapi Pandemi “Sempat nengok ke sana. Saya hampir menangis lihat teman-teman yang kerja di situ. Kalau ada satu saja yang tertular karena fasilitas yang tidak mencukupi, betapa berdosanya kita semua.” dr. Raden Soeko Werdi Nindito Daroekoesoemo, MARS Maka, selain penapisan pasien melalui skrining, persoalan lain yang dihadapi RS Kanker Dharmais adalah menyediakan ruang khusus apabila suatu saat ada pasien kanker yang terinfeksi COVID-19. “Ini bukan persoalan gampang.” Ketika proses skrining terjadi, pasien yang membeludak di luar harus tetap dilindungi. “Kalau hujan bagaimana, alur parkirnya bagaimana kalau macet. Belum lagi kita harus punya ruang isolasi,” paparnya kemudian. Selama ini ruang isolasi yang dimiliki RS Kanker Dharmais bukanlah ruangan khusus untuk pinere (penyakit infeksi emerging dan re- emerging), selain itu jumlah ruang isolasi pun harus segera ditambah. “Cuma ada 2 bed di atas, lalu 2 bed di bawah.

#DharmaiStory 47 Kita pikir ini tidak akan mencukupi untuk pasien dengan COVID-19 kalau hanya 4 bed saja.” Maka salah satu upaya awal yang dilakukan saat itu adalah menyediakan ruang isolasi dadakan dengan menyewa kontainer. “Kontainer itu untuk ruang isolasi, menambah ruang isolasi. Kalau ada yang tiba-tiba positif kan kita bingung mau dikemanain, harus ada ruangan khusus yang bisa menampung,” papar Soeko. Ia membayangkan kontainer yang datang telah rapi dan bersih. Tapi seringkali apa yang kita bayangkan berbeda dengan kenyataan. “Ternyata emang benar-benar blong gitu. Ada pintu, tapi pintu rusak. Bukan kontainer baru memang, sewaan. WC-nya juga bermasalah, tapi nggak apa-apa.” Maka ia pun meminta kontainer itu segera dimodifikasi agar layak untuk digunakan. “Saya pikir ini bisa cepat dipasang untuk ruang isolasi. Kalau ada pasien yang positif, ditempatkan di situ.” Bagaimana pun, karena konsep clean hospital yang dipilih oleh Dharmais maka risiko penularan termasuk potensi penularan melalui udara mesti diantisipasi. Oleh karena itu lah perlu ada ruang isolasi khusus jika ditemukan pasien kanker dengan COVID-19. “Niatnya waktu itu satu kontainer

48 Bersiap Menghadapi Pandemi saja karena waktu itu belum banyak kasusnya. Tapi kemudian meningkat.” Berbagai pikiran dan pertimbangan hinggap di kepala Soeko. Bagaimana jika hujan turun, pasien kemungkinan tidak bisa tidur karena bising suara hujan beradu dengan material kontainer. Bagaimana jika kasus meningkat serta berbagai kemungkinan lainnya. “Kita harus menyiapkan ruangan isolasi yang banyak dengan tekanan negatif. Sebab waktu itu ada isu bahwa COVID-19 harus dirawat di ruang tekanan negatif bukan di ruang perawatan biasa.” Ruang tekanan negatif merupakan ruangan isolasi yang didesain khusus untuk menangani pasien dengan penyakit infeksi agar terpisah dari pasien lain. Udara dari dalam ruang isolasi bertekanan negatif yang kemungkinan mengandung kuman, bakteri, atau virus penyebab infeksi tidak boleh keluar dan mengontaminasi udara di luar ruangan. Maka dicarilah ruangan khusus yang bisa diubah menjadi ruang isolasi bertekanan negatif. Ruang Anyelir menjadi pilihan. Ruangan ini pada awalnya adalah ruang perawatan untuk kemoterapi. Setelah bernegosiasi dengan dokter spesialis hematologi onkologi dan penanggung jawab ruangan, maka disepakati bahwa

#DharmaiStory 49 Ruang Anyelir akan berubah peruntukannya. Namun tantangan berikutnya datang: mencari vendor untuk merenovasi ruangan. “Karena tidak ada di dalam perencanaan, semua takut pada waktu itu. Tukang aja takut ke sini, vendornya gak ketemu. Tapi akhirnya kita dapat satu vendor yang mau melaksanakan renovasi itu,” tutur Soeko. Di awal pengumuman adanya wabah virus corona di Indonesia, semua orang langsung merasa waswas dan panik apalagi untuk datang ke rumah sakit. Tak hanya kesulitan mencari vendor untuk melaksanakan renovasi, lama waktu proses renovasi pun cukup membuat RS Kanker Dharmais waswas. “Renovasi itu membutuhkan waktu dua minggu. Lama. Gimana ini caranya kalau tiba- tiba ada pasien? Sementara itu, bener ada satu pasien positif COVID-19. Akhirnya pasien itu dirawat di kontainer,” kenang Soeko yang saat itu menjabat Direktur Perencanaan, Organisasi, dan Umum. Sementara menunggu Ruang Anyelir direnovasi, pihak RS Kanker Dharmais pun mengambil langkah cepat mengubah sebuah ruangan di lantai 10. “Sementara Anyelir butuh waktu renovasi, pasien nambah lagi. Jadi kita inisiatif secara cepat mengubat aula di lantai 10 menjadi ruangan

50 Bersiap Menghadapi Pandemi tekanan negatif dengan cara manual.” Rencana perubahan aula pun mengalami sedikit drama sebab lift menuju lantai tersebut hanya satu. “Jadi rebutan dengan lift menuju ruangan lainnya. Akhirnya selain menyiapkan ruangan di atas, lift itu akhirnya dikhususkan untuk pasien kanker dengan COVID-19. Karena ternyata kasus OTG (Orang Tanpa Gejala) gitu banyak kasusnya,” papar Soeko. Meski ruang kosong, perubahan aula di lantai 10 tersebut pun tak bisa dibilang mudah. Ruangan tersebut mulanya adalah aula atau bahkan semacam gudang yang dipenuhi berbagai peralatan dan kursi. Sehingga peruntukan awalnya memang tidak ideal sebagai ruang perawatan. Proses renovasi ruangan itu sebagai ruang isolasi darurat dikerjakan hanya dalam waktu satu minggu. “Yang membuat saya sedih adalah pada saat pertama kali ruangan itu dipakai. Saya lihat kondisi ruangan itu sangat tidak layak untuk merawat pasien COVID-19 karena tekanan negatifnya tanggung,” tutur Soeko. Dengan menggunakan tekanan negatif manual, itu artinya setiap 8 jam harus ada petugas dengan menggunakan hazmat lengkap yang mengganti tabung oksigen di ruangan tersebut. “Sempat


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook