Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Petualangan Tom Sawyer oleh Mark Twain

Petualangan Tom Sawyer oleh Mark Twain

Published by pustaka, 2022-11-13 22:16:54

Description: Petualangan Tom Sawyer oleh Mark Twain

Search

Read the Text Version

Petualangan Tom Sawyer 87 “Tidak... aku tak bisa, Huck!” “Ayolah, Tom , dengar, ia m elolong lagi!” “Ya, Tuhan, syukur!” bisik Tom , “aku tahu suara itu. Itu Bull H a r b ison .”* “Oh, bagus kalau begitu. Dengar, Tom , betul-betul aku ham pir m ati ketakutan, tadi aku m erasa yakin, itu anjing liar.” Anjing m elolong lagi. Kem bali hati kedua anak itu penuh rasa takut. “Wah, itu bukan suara Bull Harbison!” bisik Huckleberry, “Lihat, Tom !” Tom gemetar ketakutan, mengintai melalui lubang di dinding. Suaranya ham pir tak terdengar waktu ia berbisik, “Oh, Huck, itu anjing liar!” “Cepat, Tom ! Cepat! Siapa yang dim aksudnya?” “Huck, yang dim aksudnya pasti kita berdua... kita di sini bersam a-sam a!” “Oh, Tom , kalau begitu, kita pasti akan segera m ati. Kukira aku tahu pasti ke m ana aku akan pergi. Dosaku terlalu banyak!” “Aku juga. Pasti ini disebabkan oleh terlalu seringnya aku m em bolos dan m elanggar larangan. Sesungguhnya aku pun bisa m enjadi anak baik seperti Sid, tapi tidak, aku tak m au. Kalau aku bisa lolos dari keadaan ini, aku berjanji untuk menjadi anak terbaik di Sekolah Minggu.” Tom terisak-isak. “Kau m erasa jahat?” Huckleberry juga m ulai terisak-isak. “Terkutuk! Tom Sawyer, dibandingkan dengan aku kau m alaikat. Oh, Tuhan, Tuhan, Tuhan, betapa senangnya, bila aku separuh saja mendapat kesempatan.” Tom tertegun dan berbisik, “Lihat, Hucky, ia m em belakangi kita!” * Bila Tuan Harbison m em punyai budak bernam a Bull, m aka Tom akan m em anggilnya, “Bull m ilik Harbison“. Tetapi anak atau anjing Tuan Harbison dipanggilnya “Bull Harbison“.

88 Mark Twain Hucky m enengok ke luar dan hatinya m eledak kegirangan, “Betul! Dem i para patriot! Apakah tadi ia juga begitu?” “Ya, m em ang. Alangkah tololnya aku tadi tak m em perhati- kannya. Som pret, siapa kini yang dim aksudkannya?” Lolongan anjing itu berhenti, Tom m em asang telinga. “Ssst, apa itu?” bisiknya. “Seperti suara... babi m endengkur... tidak... itu dengkur m anusia, Tom !” “Benar! Di m ana, Huck?” “Kukira di ujung sana. Kedengarannya begitulah. Bapakku kadang-kadang tidur di sana bersama babi, tapi Tuhanku, bila ia m endengkur, m aka sem ua benda pasti beterbangan. Lagi pula ia tak pernah datang lagi ke kota ini.” J iwa petualangan kedua anak itu timbul lagi. “Hucky, m aukah kau ke sana, jika aku yang berjalan di depan?” “Tidak m au, Tom . Siapa tahu, m ungkin itu J oe si Indian.” Hilang keberanian Tom. Tapi sebentar kemudian rasa ingin tahu mereka memuncak lagi dan kedua anak itu setuju memeriksa sumber dengkur itu dengan perjanjian, mereka akan lari, bila suara dengkur berhenti. Hati-hati mereka berjalan di ujung kaki, beriringan. Waktu mereka lima langkah lagi dari yang m endengkur, Tom m enginjak ranting kayu yang patah. Orang yang sedang m endengkur itu m enggeliat m enoleh ke arah cahaya bulan. Muff Potter. Kedua anak itu m erasa, nyawanya telah terbang, ketika Potter bergerak. Namun setelah tahu bahwa ternyata itu Muff Potter, ketakutan m ereka lenyap. Tanpa bersuara keduanya keluar dari gedung rusak itu, berhenti agak jauh dari sana untuk mengucapkan kata-kata perpisahan. Anjing yang m elolong panjang dan m enyeram kan kembali terdengar. Tom dan Huckleberry berpaling. Terlihat anjing itu berdiri dekat tempat Potter berbaring, menghadap Potter dengan hidung ke langit.

Petualangan Tom Sawyer 89 “Masya Allah! Itulah dia!” teriak kedua anak itu serentak. “He, Tom . Kata orang, dua m inggu yang lalu ada anjing m e- lolong-lolong mengelilingi rumah J ohnny Miller. Pada malam itu juga seekor burung hantu hinggap di atap tetangganya dan berbunyi. Tetapi di rum ah itu tak ada seorang pun yang meninggal dunia.” “Hm , aku pun tahu tentang hal itu. Betul, belum ada orang yang m eninggal, tetapi bukankah Gracie Miller jatuh ke dalam api, m endapat luka terbakar, tepat pada hari berikutnya?” “Ya, tetapi ia tidak m eninggal, bahkan kini berangsur baik.” “Tunggu sajalah. Gracie pasti akan m eninggal dunia, seperti juga Muff Potter akan m engalam i nasib yang sam a. Dem ikianlah kepercayaan orang negro dan m ereka tahu betul tentang hal-hal seperti ini, Huck.” Kem udian m ereka berpisah, m asin g-m asin g ten ggelam dalam pikiran sendiri-sendiri. Ketika Tom m asuk kam ar tidur lewat jendela, malam hampir berakhir. Dengan hati-hati Tom berganti pakaian, terus tidur, gem bira karena tak ada yang m engetahui tentang pelariannya. Ia sam a sekali tak tahu, bahwa Sid yang m endengkur sebenarnya telah bangun sebelum Tom masuk. Ketika Tom bangun pada pagi harinya, dilihatnya Sid telah tiada. Hari telah siang. J elas ia kesiangan. Tom terkejut. Mengapa ia tak dibangunkan dan ditanya seperti biasa? Berbagai pikiran m em enuhi otaknya. Dalam waktu lim a m enit ia telah berpakaian dan turun dari tangga. Tubuhnya terasa sakit dan m engantuk. Keluarga Bibi Polly m asih duduk m engitari m eja m akan tetapi m ereka telah selesai sarapan. Tak ada yang m em arahinya tetapi sem ua m enghindari pandangan m atanya. Suasana dingin dan sunyi m em bekukan hati. Tom m engam bil tem pat dan seolah- olah gem bira, tapi sukar. Tak ada yang tersenyum , tak ada yang m enyam but dan akhirnya ia pun diam dengan hati yang m akin berat.

90 Mark Twain Setelah selesai sarapan, Bibi Polly m em bawanya ke sam ping. Tom agak gembira dengan harapan ia akan mendapat cambukan. Tetapi tidak dem ikian. Bibi Polly hanya m enangis dan bertanya m engapa Tom selalu m em buat hatinya sakit. Maka disuruhnya Tom m eneruskan tabiatnya yang akan m enghancurkan dirinya sendiri dan m em buat Bibi Polly m ati kesedihan sebab, m enurut Bibi Polly tak ada gunanya ia m em perbaiki penghidupan Tom . Bagi Tom sem ua itu lebih pedih daripada seribu cam bukan dan kini hati Tom lebih sakit dari badannya. Ia m enangis, m ohon am pun, dan berjanji akan m enjadi baik. Sem ua itu diucapkannya berkali-kali dan akhirnya diperbolehkan pergi. Tetapi ia sadar, am pun yang didapatnya tidak diberikan suka rela dan keper- cayaan atas janjinya sangatlah tipis. Begitu kacau pikirannya sehingga Tom tak bisa berpikir untuk m em balas dendam pada Sid. Maka tidaklah ada gunanya Sid lari lewat pintu belakang. Dengan merengut Tom pergi ke sekolah, menerima cambukan bersama J oe Harper karena m em bolos kem arin sore. Cam bukan itu tak dirasanya sebab hatinya penuh duka cita yang lebih besar dari cam bukan. Ia bertopang dagu m erenungi dinding. Seorang yang telah m encapai batas daya tahan untuk m enanggung penderitaan dan tak sang- gup m enanggung penderitaan lebih banyak. Sikunya m enyentuh sebuah benda keras. Setelah agak lama, ia berganti sikap duduk dan diam bilnya benda itu dengan m engeluh. Benda itu terbungkus kertas yang segera ia buka. Keluhannya am at panjang, hatinya betul hancur. Benda itu adalah tom bol kuningan yang pernah diberikannya kepada Becky. Penderitaan yang ditanggungnya m enjadi m elewati batas.

Hati Nurani yang Mengejar-ngejar MENJ ELANG TENGAH hari, seluruh isi desa gem par oleh berita yang m enyeram kan. Pada waktu itu telepon bahkan belum diim pikan, tapi dalam hal ini, benda itu tak diperlukan. Berita itu menjalar dari orang ke orang, dari kelompok ke kelompok, dari rum ah ke rum ah dengan kecepatan yang ham pir m enyam ai kecepatan telepon. Dengan adanya berita itu tentu saja guru m em bebaskan para m uridnya untuk pelajaran sore. Kalau tidak, pasti seluruh penduduk akan berpikir bahwa ia berpikiran aneh. Sebilah pisau berdarah ditem ukan dekat m ayat Dokter Robinson dan seseorang m engenal pisau itu sebagai m ilik Muff Potter—begitulah m enurut cerita. Dikatakan pula bahwa seorang penduduk yang pulang kem alam an m em ergoki Muff Potter sedang mandi di anak sungai kira-kira pukul satu atau dua tengah m alam . Waktu itu Potter segera m enyelinap pergi. Suatu hal yang

92 Mark Twain sangat m encurigakan, apa lagi kalau diingat bahwa Muff Potter jarang m andi. Kota kecil itu telah digeledah dengan teliti untuk m encari si pem bunuh tetapi tidak berhasil. Masyarakat cepat sekali dalam hal m enyaring bukti-bukti dan m em utuskan siapa yang bersalah dalam hal seperti ini. Pencarian dilakukan pula dengan m enyebar orang-orang berkuda ke segala arah dan Sherif (kepala petugas keamanan daerah) merasa pasti bahwa Potter akan segera tertangkap sebelum malam tiba. Seluruh penduduk datang ke kuburan. Kesedihan hati Tom lenyap dan ia m engikuti rom bongan orang banyak itu. Sebetulnya seribu kali lebih suka ia pergi ke tem pat lain nam un suatu daya tarik yang tak diketahuinya m enarik Tom ke sana. Di kuburan, tubuhnya yang kecil cekatan sekali m elalui orang-orang yang penuh sesak, hingga ia bisa m enyaksikan pem andangan yang m engerikan itu. Dalam perasaannya berabad-abad lam anya ia berada di sana. Seorang m encubit lengannya. Ia m enoleh dan m atanya bertem u dengan m ata Huckleberry Finn. Seketika itu juga m asing-m asing m elengos dan bertanya-tanya dalam hati, apakah ada orang yang m encurigai m ereka? Tetapi sem ua orang sibuk berbicara dan hanya m em perhatikan pem andangan yang mengerikan di depan mereka. “Malang dia!” “Orang m uda yang m alang!” “Biarlah ini m enjadi pelajaran bagi para pencuri m ayat!” “Muff Potter pasti akan dihukum gantung, bila tertangkap!” Ini sem ua pem bicaraan yang terdengar, sem entara pendeta berkata, “Inilah keadilah; tangan-Nya telah bekerja di sini.” Tubuh Tom gem etar tak keruan, terlihat olehnya air m uka J oe si Indian yang dingin. Saat itu orang banyak gelisah, dan berseru, “Itu dia! Itu dia! Dia datang sendiri!” “Siapa? Siapa?” dua puluh buah m ulut bertanya. “Muff Potter!” “Dia berhenti! Awas, ia berpaling! J angan biarkan dia pergi!” Orang-orang di dahan pohon di atas Tom berkata bahwa

Petualangan Tom Sawyer 93 Muff tak berm aksud untuk pergi, tetapi ia tam pak bingung. “Tak tahu m alu!” seru seseorang. “Agaknya ia ingin m elihat “... Awas, ia berpaling!” hasil pekerjaannya. Kukira ia tak menduga di sini banyak orang.” Orang banyak bersibak untuk m em beri jalan pada Sheriff yang dengan m egah m enuntun Muff Potter ke tem pat itu. Muff Potter berdiri di depan yang terbunuh, tubuhnya bergoyang bagaikan lumpuh tiba-tiba. Ia menangis tersedu-sedu, menutup m ata dengan kedua belah tangannya. “Bukan aku yang m elakukannya,” katanya sam bil tersedu- sedu, “dem i kehorm atanku, bukan aku yang m em bunuhnya.” “Siapa yang m enuduhm u?” orang berseru. Pertanyaan ini tepat m engenai sasaran. Potter m engangkat m uka, m elihat berkeliling dengan keputusasaan di m atanya dan terlihatlah olehnya J oe si Indian. Ia berteriak, “Oh, J oe kau telah berjanji, kau tak akan....”

94 Mark Twain “Apakah ini pisaum u?” tanya Sheriff m enyodorkan pisaunya. Bila tidak disam but oleh beberapa orang, pastilah Potter roboh. Ia didudukkan di tanah dan berkata, “Sesuatu m engatakan padaku, bila aku tak kem bali dan m engam bil....” Tubuhnya m enggeletar, tanpa harapan ia m elam baikan tangannya lem as, berkata pada J oe, “J oe, katakan pada m ereka, katakan sem ua, tak guna disem bunyikan lagi.” Huckleberry dan Tom bagaikan bisu ternganga men- dengarkan kisahnya. Kedua anak itu m enunggu-nunggu halilintar hukum an Tuhan dan bertanya-tanya m engapa halilintar itu tak kunjung tiba. Si pem bunuh sebenarnya bercerita sam pai selesai dengan nyawa dan tubuh tidak terganggu, yang m enyebabkan keinginan m ereka untuk m enyalahi sum pah dan m enolong jiwa si tertuduh buyar seketika, sebab kini jelas bahwa si jahat itu telah m enjual jiwanya kepada setan yang sangat m em bahayakan untuk ikut cam pur dalam urusan gaib yang begitu dahsyat. “Mengapa kau tak m elarikan diri? Untuk apa kau datang ke m ari?” Seseorang bertanya. “Aku tak m engerti—aku tak m engerti,” keluh Muff Potter, “ingin aku m elarikan diri, tapi tak bisa, kecuali ke m ari.” Ia menangis lagi tersedu-sedu. Beberapa m enit kem udian diadakan penyelidikan resm i. Di bawah sum pah, J oe si Indian kem bali m enceritakan kisahnya setenang tadi. Makin percaya kedua anak itu bahwa J oe telah m enjual nyawanya kepada setan sebab halilintar hukum an kali ini pun tak tiba. Bagi m ereka kini J oe si Indian m erupakan kejahatan yang paling besar yang pernah m ereka lihat. Tak bisa m ereka m engangkat m ata dari m ukanya. Dalam hati Huck dan Tom berjanji untuk selalu mengawasi J oe si Indian, terutama di malam hari bila ada kesempatan dengan harapan bisa m elihat, walau sekilas, tuannya yang m enyeram kan itu.

Petualangan Tom Sawyer 95 J oe si Indian turut m engangkat yang terbunuh itu ke atas gerobak untuk dibawa pergi. Tersiar desas-desus, luka di m ayat itu m em ancarkan darah sedikit. Anak-anak m erasa gem bira, pertanda ini akan m em belokkan arah kecurigaan pada arah yang benar. Tetapi mereka kecewa lagi karena penduduk memberikan tanggapan, “Darahnya m em ancar dalam jarak kurang dari sem eter di dekat Muff Potter!” Sem inggu setelah kejadian itu Tom selalu terganggu tidurnya oleh rahasia yang m engerikan serta hati nurani yang m encekam . Suatu pagi Sid berkata, “Tom , tidurm u gelisah dan kau terlalu sering mengigau, sehingga aku tak bisa tidur.” Tom tertegun, menundukkan kepala. “Pertanda buruk,” kata Bibi Polly sungguh-sungguh, “apa yang kau pikirkan, Tom ?” “Bukan apa-apa, setahuku bukan apa-apa, Bi.” Nam un tangannya gem etar, hingga kopinya tum pah. “Dan betapa m engerikan kata-katam u,” kata Sid, “tadi m alam kau berkata ‘Itu darah! Itu darah!’ berkali-kali. J uga kau berkata ‘J angan siksa aku, akan m engaku!’ ‘Mengapa apa? Apa yang akan kauakui, Tom?” Bagi Tom sem ua seakan-akan tim bul di ruang m atanya. Tak bisa dikirakan apa yang akan terjadi, tetapi untunglah kekhawatiran m en ghilan g dari wajah Bibi Polly dan tak disadarinya, ia m em bantu Tom dengan berkata, “Oh, begitu! Pasti pem bunuhan yang m engerikan itu. Ham pir tiap m alam aku m em im pikannya. Kadang-kadang aku berm im pi, seolah-olah akulah yang m elakukan pem bunuhan itu.” Mary berkata, ia pun terpengaruh dengan cara yang ham pir sam a. Sid agaknya puas. Tom pergi ke luar cepat-cepat dan m ulai saat itu ia m em bebat rahangnya setiap akan tidur dengan alasan giginya sakit.

96 Mark Twain Selam a sem inggu ia berbuat dem ikian. Tidak diketahuinya, setiap malam Sid bangun dan membuka bebatan rahang Tom, m endekatkan telinga ke m ulutnya untuk m endengarkan apa yang diigaukan Tom . Setelah sem inggu kekacauan dalam pikiran Tom m ereda, ia pun m enghentikan dram a sakit giginya. Bila Sid berhasil m engam bil kesim pulan atas igauan Tom yang terputus- putus, ia m enyim pan kesim pulan itu untuk dirinya sendiri. Tom m elihat tem an-tem annya berm ain pengadilan seakan tak bosan-bosan, mengadili kematian kucing-kucing. Pemeriksaan bangkai-bangkai kucing sebagai korban pembunuhan itu m engingatkan Tom akan kesusahannya sendiri. Dalam perm ainan pem eriksaan m ayat kucing itu Tom tak pernah m em e- gang peranan pem eriksaan m ayat, walaupun sudah m enjadi kebiasaannya untuk selalu m em egang peranan utam a dalam permainan-permainan baru. Ini dicatat dalam hati oleh Sid yang juga m em perhatikan bahwa Tom tak pernah berperan sebagai saksi—suatu keanehan yang lain. J elas Tom m enunjukkan keengganan dalam perm ainan- permainan itu dan selalu menghindar bila dapat. Sid heran tapi tak berkata-kata. Bagaim anapun m usim perm ainan pem eriksaan m ayat berlalu dan berhentilah siksaan bagi Tom . Dalam m asa kesedihan ini, jika ada kesem patan, Tom m enye- lundupkan beberapa benda kecil melalui terali jendela penjara untuk si ‘pem bunuh’. Rum ah penjara itu kecil, berdinding bata, di tengah rawa di tepi desa, tak dijaga dan jarang ada yang ditahan. Pem berian-pem berian ini banyak m eringankan penderitaan Tom . Penduduk desa m em punyai keinginan kuat untuk m elum uri tubuh J oe si Indian dengan ter, m em bubuhinya dengan bulu- bulu ayam , dan m engaraknya keliling kota sebagai hukum an, karena ikut cam pur dalam perkara pencurian m ayat. Tapi begitu luar biasa wataknya hingga tak seorang pun berani m em im pin untuk m elaksanakan m aksud itu. Maksud itu akhirnya dilupakan

Petualangan Tom Sawyer 97 orang. J oe si Indian berhati-hati dengan keterangannya dalam pem eriksaan pendahuluan yang m enceritakan tentang perkelahian. Dia pun tidak m engakui ikut dalam pencurian m ayat yang m endahului perkelahian itu. Maka dianggaplah sangat bijaksana untuk tidak mengadili perkara itu di pengadilan saat in i.

Kucing dan Obat yang Mujarab SALAH SATU sebab m en gapa pikiran Tom m en jauh i kesusahannya yang penuh rahasia itu adalah karena ada yang lebih penting untuk dipikirkan. Becky Thatcher lam a sekali tak m asuk sekolah. Tom telah berjuang m elawan kesom bongannya untuk m em buangnya jauh-jauh. Tak disadarinya, sering ia berkeliaran di sekitar rum ah Becky pada m alam hari dengan hati sedih. Menurut kabar, Becky sedang sakit. Bagaim ana, kalau ia meninggal! Tom menjadi kacau. Ia tak menaruh perhatian lagi pada peperangan, bahkan untuk menjadi bajak laut tak me- narik hatinya lagi. Keindahan hidup lenyap; yang tinggal hanya kesuram an . Ben da-ben da perm ain an n ya dim asukkan dalam tem pat yang tersem bunyi. Benda-benda itu tak m enghiburnya lagi. Bibi Polly m engkhawatirkan kesehatan Tom . Segala m acam obat dicobakannya. Bibi Polly adalah salah seorang yang paling

Petualangan Tom Sawyer 99 percaya terhadap obat-obatan paten dan cara-cara baru untuk m em elihara kesehatan. Bila ada obat paten baru, Bibi Polly bagaikan gila ingin m encobanya, bukan untuk dirinya, sebab ia tak pernah sakit, tapi untuk orang lain. Ia berlangganan semua majalah kesehatan dan semua surat selebaran tentang ilmu tulang. Sem ua iklan berselubung ‘ilm u’dan bacaan itu m erupakan candu bagi Bibi Polly. Dia percaya tentang ventilasi, tentang bagaim ana cara yang baik untuk tidur, bagaim ana harus bangun, m akan, dan apa yang harus dim akan dan dim inum , bagaim ana harus berolahraga, cara berpikir yang baik, pakaian yang cocok untuk kesehatan. Majalah-majalah itu semua merupakan kitab suci baginya. Tak pernah diperhatikannya, bagaim ana yang dianjurkan oleh majalah-majalah itu dalam satu bulan berten- tangan dengan anjuran-anjuran dalam bulan berikutnya. Bibi Polly seorang yang berhati jujur m aka ia m erupakan m angsa yang em puk. Bacaan-bacaan serta obat-obat paten itu dikum pulkannya dengan rajin. Begitulah ia m em persenjatai diri untuk m enghadapi m aut. Tak pernah terpikir olehnya, sebenarnya ia bukanlah m alaikat yang pandai m enyem buhkan, m alah sebaliknya para tetangga dijadikannya korban percobaan. Pengobatan dengan air m erupakan barang yang baru. Berkurangnya kesehatan Tom m erupakan ‘berkat Tuhan’ bagi Bibi Polly. Pagi-pagi sekali Tom disuruhnya berdiri di gudang kayu, disiram nya dengan air dingin berem ber-em ber. Kem udian Tom digosok keras-keras dengan anduk, diselim utinya rapat- rapat dengan selim ut basah supaya jiwanya jadi putih-bersih. Kata Tom sendiri, “kotorannya keluar kekuning-kuningan lewat pori-pori kulit, kotoran jiwa.“ Dengan pengobatan ini Tom tak sembuh, ia makin pucat. Maka ia dimandikan air panas, mandi sambil duduk, mandi dengan air mancur dan mandi dibenamkan. Semua tak berbekas,

100 Mark Twain Tom tetap semuram peti mati. Sesudah mandi dengan air panas, Tom harus m akan tepung gandum dan tubuhnya dibalur dengan pupuk. Agaknya bagi Bibi Polly Tom itu sem acam guci dan tiap hari m engisinya dengan berbagai m acam obat-obatan yang katanya bisa m enyem buhkan segala m acam penyakit. Lam a-kelam aan Tom m enjadi acuh tak acuh kepada cara- cara pengobatan bibinya. Bibi Polly m erasa khawatir. Sikap acuh tak acuh itu harus segera diberantas dengan cara apa pun. Pada saat itu Bibi Polly m endengar obat ajaib yang bernam a Penghapus Sakit. Segera Bibi Polly m em esan obat itu sebanyak-banyaknya. Dicobanya sedikit dan jiwanya dipenuhi oleh rasa terim a kasih. Penghapus Sakit itu betul-betul bagaikan api cair. Diberinya Tom sesendok dan diperhatikanlah akibatnya. Kekhawatirannya segera lenyap, kedam aian m engisi jiwanya; sikap acuh tak acuh Tom lenyap seketika. Walaupun m isalnya Bibi Polly m em buat api unggun di bawah Tom , akibatnya tak akan sehebat itu. Tom m erasa saatnya tiba untuk bangun; kehidupannya selam a ini cukup rom antis dalam keadaan yang terkutuk, tetapi m akin lam a m akin banyak perubahan yang m em buyarkan pikiran dan m akin sedikit perhatian pada perasaan hatinya. Maka ia merancang rencana untuk membebaskan diri dari semua ini dan akhirnya ia berbuat seolah-olah suka kepada obat Penghapus Sakit itu. Ia meminta obat itu begitu sering, hingga merepotkan bibinya yang kem udian m enyuruhnya untuk m engam bil sendiri bila perlu. Kalau yang m enggunakan obat itu Sid, Bibi Polly tak akan m enaruh curiga, tapi kecurigaannya itu hilang setelah melihat, obat itu makin lama makin berkurang. Tak pernah terpikir olehnya, sebetulnya obat itu bukan digunakan oleh Tom untuk keperluannya sendiri, m elainkan untuk dituangkan dalam sebuah lubang di lantai ruang duduk. Pada suatu hari, ketika Tom menuangkan obat Penghapus Sakit itu ke dalam lubang di lantai, kucing Bibi Polly datang menjilat obat itu.

Petualangan Tom Sawyer 101 Ketika Tom menuangkan obat, kucing Bibi Polly datang. “J an gan , Peter, kalau kau tak sun gguh-sun gguh m en g- inginkannya,” kata Tom kepada Peter, kucing itu. Tapi Peter m em perlihatkan bahwa betul-betul ia m enginginkannya. “Bet u l-b et u lka h ?” Peter m erasa yakin. “Nah, kau sendiri yang m em inta dan kululuskan perm in- taanm u. Aku orang pem urah. Tapi bila terbukti, obat ini tak baik bagimu, salahmu sendiri, bukan salahku.” Peter setuju. Tom membuka mulut Peter dan obat Penghapus Sakit itu di tuangkan ke dalam mulut kucing. Seketika itu juga Peter melompat ke udara, meneriakkan pekik peperangan dan berlari-lari mengelilingi ruangan, menubruk perabot-perabot, menggulingkan pot-pot bunga, membuat keributan besar. Setelah itu ia berdiri pada kedua kaki belakangnya, m enari berputar-putar, bagaikan gila, karena kegem biraan, kepalanya di bahu m eneriakkan kebahagiaan yang sedang dinikm atinya. Kem udian ia berputar-putar m enghancurkan segala benda yang m erintanginya. Bibi Polly tergopoh-gopoh m asuk m endengar keributan itu, melihat Peter berjumpalitan dua kali di udara, m eneriakkan pekikan yang paling hebat dan m elom pat ke luar

102 Mark Twain jendela yang terbuka dengan m em bawa pot-pot bunga yang m asih berdiri. Bibi Polly terpukau, m atanya terbelalak. Tom terpingkal-pingkal sampai lemas. “Tom ! Kenapa kucing itu?” “Aku tak tahu, Bi,” jawab Tom terengah-engah. “Belum pernah kulihat dia seperti itu. Apa sebabnya?” “Betul aku tidak tahu, Bi, kucing suka begitu, kalau sedang gem b ir a .” “Betulkah?” kata Bibi Polly, m em buat Tom khawatir. “Ya, Bi, kukira begitulah.” “Kau cum a m engira.” “Ya, Bi.” Nyonya tua itu m em bungkuk, Tom m em perhatikan dengan perasaan khawatir. Ia terlam bat m enyadari m aksud bibinya. Sen- dok untuk m inum obat terlihat di bawah seprai. Bibi Polly m eng- am bil sendok itu dan m em perhatikannya. Tom m enundukkan kepala. Bibi Polly m enjiwir telinga dan m engetuk kepalanya. “Nah,” desis Bibi Polly, “sekarang terangkan, untuk apa kau siksa binatang tak berdosa itu?” “Karena aku kasihan padanya, Bi, ia tak m em punyai bibi.” “Tak m em punyai bibi! Apa hubungannya itu dengan siksaan tadi?” “Banyak, Bi. Bila ia m em punyai bibi, tentu bibinya sendiri yang akan m em beri obat itu. Bibi itulah yang akan m em anggang isi perutnya seperti pada m anusia juga.“ Rasa sesal m enghantam Bibi Polly. Matanya terbuka kini; apa yang dianggapnya kekejam an pada seekor kucing m erupakan kekejam an pula bagi seorang anak. Ia m enyesal. Matanya berkaca, perlahan ia letakkan tangan di atas kepala Tom , “Aku hanya ingin membuat kau sembuh, Tom, aku bermaksud baik dengan obat itu.” Tom m em andang m uka bibinya, sinar nakal terpancar dari m atanya.

Petualangan Tom Sawyer 103 “Aku tahu, Bibi berm aksud baik, begitu juga aku berm aksud baik bagi Peter. Belum pernah kulihat ia segem bira itu...” “Pergilah, Tom , sebelum kau m em beri kesukaran lagi kepadaku. Dan kali ini cobalah untuk menjadi anak baik-baik dan kau tak usah minum obat itu lagi.” Tom tiba di sekolah jauh sebelum pelajaran dim ulai. Keanehan ini terjadi juga pada hari-hari sebelum nya. Seperti hari-hari sebelum nya Tom tidak berm ain-m ain dengan kawan-kawannya, melainkan berdiri saja di dekat pintu pagar. Tampak sakit. Ia berbuat seolah-olah melihat ke sana ke mari, tetapi perhatian sebenarnya ke ujung jalan. Ketika J eff Thatcher m uncul, Tom m enjadi gem bira. Tapi hanya sesaat; ia sedih lagi. Ketika J eff tiba, dengan hati-hati Tom bertanya tentang Becky. Pertanyaan- pertanyaan itu m em bingungkan J eff karena ditanyakan tidak langsung, sehingga yang diharapkan Tom tak tercapai. Kem bali Tom memperhatikan ujung jalan; seorang murid perempuan terlihat dan tim bullah harapannya. Betapa bencinya ia setelah ternyata si gadis itu bukan yang diharapkannya. Akhirnya tak ada lagi m urid perem puan yang kelihatan dan ia m enjadi putus asa. Berjalan gontailah ia m asuk ruang sekolah yang kosong, duduk t er m en u n g. Kem udian sebuah gaun kem bali m elen ggan g m elewati pintu pagar. Seketika itu juga Tom melompat, berlari ke luar bagaikan seorang Indian gila; berteriak-teriak, tertawa-tawa, mengejar semua anak lelaki, melompati pagar dengan melawan kemungkinan jatuh patah kaki, berjalan terbalik dengan tangan, m engerjakan segala m acam keberanian yang terpikir olehnya dan sem entara itu m atanya m elirik ke arah Becky Thatcher, m elihat apakah si dia m em perhatikannya. Tetapi tam paknya Becky tak m em perhatikan kelakukannya tadi, sam a sekali tak m elihat ke arahnya. Tom m engalihkan daerah m ain gilanya m akin m endekati Becky; berlari-larian berkeliling sam bil m enjerit-jerit,

104 Mark Twain m eram pas topi seorang kawan dan m elem parkannya ke atap sekolah, menubruk murid-murid lelaki hingga mereka jatuh tung- gang-langgang. Dia sendiri jatuh di depan kaki Becky, ham pir saja m enubruknya. Becky m em buang m uka, berpaling sam bil berkata, “Uh, ada orang yang m engira dirinya sendiri sangat cakap—selalu jual tam pang!” Pipi Tom serasa terbakar. Ia berdiri dan berlari ke luar halam an sekolah dengan hati yang hancur.

Para Bajak Laut Berlayar PIKIRAN TOM bulat sudah. Dia putus asa. Ia seorang anak yang dilalaikan dan tak bertem an, tak seorang pun yang m encintainya. Mungkin sem ua orang akan m enyesal bila kelak m ereka m endapatkan sesuatu yang m ereka paksakan atas dirinya. Ia telah berusaha untuk mengikuti kehendak mereka dan berbuat baik, tetapi itu belum cukup bagi m ereka. Tam paknya m ereka tak akan puas sebelum ia lenyap, jadi biarlah itu terjadi. Pasti m ereka akan m enyalahkannya karena ia m engam bil keputusan ini. Tapi biarlah, m em ang itu kebiasaan m ereka. Apa hak seseorang yang tak bertem an untuk m engeluh? Ya m ereka m em aksanya untuk mengambil jalan ini, ia akan memasuki dunia kejahatan. Tak ada jalan lain. Saat itu ia berada jauh di ujung Meadow Lane. Sayup- sayup didengarnya bunyi lonceng m asuk sekolah. Tom tersedu

106 Mark Twain m em ikirkan ia tak akan m endengar lagi suara itu—sungguh berat, tetapi ini dipaksakan padanya. Ia didorong keras untuk m em asuki dunia yang dingin, jadi terpaksa ia m enyerah. Tetapi ia m em aafkan orang-orang itu. Sedu sedannya m akin berat. Pada saat itu ia bertem u dengan sahabat karibnya, J oe Harper, yang juga m enangis berm ata m erah dan agaknya juga m em punyai rencana besar di hatinya. J elas m ereka berdua adalah ‘dua jiwa dengan satu hati.’ Tom m enghapus air m ata dengan lengan bajunya, terisak-isak m enyatakan niatnya untuk melarikan diri dari perlakuan kasar dan tak ada perhatian di rum ah dengan m engem bara di luar negeri, di dunia yang luas ini dan tak akan kem bali. Pernyataan itu diakhiri dengan perm intaan sem oga J oe tak m elupakannya. Tetapi J oe juga ingin m enyam paikan hal yang sam a kepada Tom . Ibunya telah m em ukulnya dengan tuduhan bahwa ia telah m em inum sari susu, padahal tahu saja ia tidak. Kesim pulannya, ibunya telah bosan kepadanya dan m enghendaki ia pergi. J ika itu m aksud ibunya, baiklah, m udah-m udahan ibunya akan berbahagia dan tak m enyesal telah m engusir anaknya ke dunia yang tak kenal belas kasihan ini. Tom dan J oe berjalan bersama-sama, tenggelam dalam kesedihan, memperbaharui sumpah, bahwa mereka akan saling tolong, menjadi saudara dan tak akan berpisah sebelum maut m eringankan penderitaan m ereka. Kem udian keduanya saling membeberkan rencana. J oe bermaksud untuk menjadi pertapa, hidup di gua hanya m akan rem ah-rem ah roti dan akan m ati kedinginan, kelaparan, dan kesedihan. Tapi setelah mendengarkan rencana Tom, ia mengaku, bahwa kehidupan di alam kejahatan lebih menarik, maka ia setuju untuk menjadi bajak laut. Beberapa kilom eter sebelah hilir St. Petersburg, di m ana sungai Mississippi lebarnya lebih dari satu kilom eter, terdapat sebuah pulau panjang yang sem pit, berhutan lebat. Tem pat itu

Petualangan Tom Sawyer 107 dianggap paling baik untuk tempat pertemuan rahasia. Pulau itu tak berpenghuni; letaknya lebih dekat ke pantai seberang sungai, berdam pingan dengan pantai sungai yang berhutan lebat dan tak berpenghuni pula. Bulat sudah, Pulau J ackson terpilih. Siapa yang akan m enjadi korban m ereka soal belakang. Keduanya m encari Huckleberry Finn yang juga m enyetujui untuk ikut dengan mereka, sebab semua pekerjaan sama bagi Huck; semua disukainya. Ketiganya berpisah dengan janji untuk berkum pul di suatu tem pat sepi di tepi sungai pada waktu yang m enjadi kegem aran m ereka, yaitu tengah m alam . Ada sebuah rakit di tem pat itu yang akan m ereka ram pas. Masing-m asing harus m em bawa m ata kail lengkap dengan talinya, bahan m akanan yang bisa dicuri dengan cara yang paling rahasia—sebagai kebiasaan para penjahat. Dan sebelum sore, ketiganya berhasil m enikm ati kebanggaan m enyebarkan desas-desus bahwa dalam waktu dekat seluruh pen- duduk akan m endengarkan ‘sesuatu’. Siapa pun yang m ereka beri tahu tentang ini mereka minta untuk tutup mulut dan tunggu. Menjelang tengah malam, Tom berhenti di semak-semak di atas jurang kecil yang m enyem bunyikan tem pat pertem uan malam itu dengan membawa sepotong besar daging babi rebus dan beberapa alat kecil. Langit hanya diterangi oleh cahaya bintang. Sunyi. Sungai raksasa m engalir tenang bagaikan sam udra yang teduh. Tom m endengarkan dengan teliti, tak satu pun suara terdengar. Ia bersiul rendah tapi jelas. Dari bawah tubir terdengar siul jawaban. Tom bersiul dua kali dan dijawab dengan cara yang sam a. Dengan hati-hati ada suara bertanya, “Siapa di situ?” “Tom Sawyer, Pem balas Den dam H itam dari Arm ada Spanyol. Sebutkan nam a kalian!” “H uck Fin n si Tan gan Merah dan J oe H arper, H an tu Sam udra,” Tom m elengkapi kedua kawannya dengan gelar-gelar tersebut, yang diam bilnya dari buku yang paling digem arinya.

108 Mark Twain “Bagus! Sebut kata sandi!” Dan suara serak mengucapkan kata seram, serentak di kesunyian m alam : “DARAH!” Tom m elem parkan bawaannya ke bawah, kem udian tubuhnya, m enerobos sem ak-sem ak hingga baju dan kulitnya koyak-koyak. Sesungguhnya ada jalan yang lebih am an untuk turun, namun jalan itu tak masuk hitungan sebab terlalu mudah dan tak berbahaya, dua hal yang jadi pantangan bajak laut. Hantu Samudra berhasil mencuri sepotong besar lemak babi yang m em buatnya ham pir m ati kelelahan untuk m em bawanya ke tempat itu. Finn si Tangan Merah telah mencuri sebuah tem pat penggorengan dan tem bakau yang setengah m atang. J uga ia membawa beberapa bongkol jagung untuk pembuat pipa. Tapi tak seorang pun dari kedua rekannya yang m erokok. Pem balas Dendam Hitam dari Arm ada Spanyol berkata bahwa tanpa membawa api mereka tak mungkin bisa mengerjakan cita-citanya. Pikiran yang bijaksana; korek api ham pir boleh dikatakan belum dikenal di waktu itu. Seratus meter dari tempat itu, di atas sebuah rakit, tampak api membara. Dengan hati-hati mereka merangkak ke tempat itu, mencuri bara. Mencuri itu bagi m ereka suatu petualangan yang penuh bahaya dan sesekali m ereka berbisik, “Awas!” Tanda diberikan dengan jari di bibir dan tangan m eraba hulu pisau khayal. Perintah-perintah seram dibisikkan untuk ‘m enghunjam kan pisau sam pai ke hulunya’ bila ‘si m usuh’ bergerak, sebab ‘orang m ati takkan bisa bercerita lagi’. Mereka tahu dengan pasti bahwa para pemilik rakit sedang di desa, tidur di toko-toko atau sedang bersenang-senang, tetapi itu bukan alasan untuk mengerjakan pencurian itu tanpa mengikuti cara yang biasa dijalankan oleh para bajak laut. Mereka berhasil mencuri rakit menurut rencana dan segera meninggalkan pantai dengan Tom sebagai komandan, Huck m em egang pendayung belakang J oe pendayung depan. Tom

Petualangan Tom Sawyer 109 berdiri di tengah ‘kapal’ berwajah keren, tangan bersilang di dada, memberikan perintah dengan suara rendah penuh wibawa, “Berlayar, hadapkan ke angin!” “Baik, baik, Tuan!” “Tetapkan haluan, tetaaaaap!” “Sudah tetap, Tuan!” “Belokkan ke kanan satu derajat!” “Satu derajat, Tuan!” Sem entara anak-anak itu tanpa banyak tingkah m endayung rakit ke tengah sungai. Tidak dapat diragukan lagi, perintah- perintah itu diberikanlah untuk ‘gaya’ saja dan tak berarti sedikit pun. “Layar apa yang dinaikkan?” “Penentu arah, layar puncak dan layar terbang, Tuan!” “Suruh naikkan layar terbesar! Ayo, naik, enam orang, hai, kau! Tiang agung depan! Cepat! Ayo!” “Baik, baik, Tuan!” “Tebarkan layar tiang kedua itu! Layar dan kait! Ayo, cepat, An a k-a n a k!” “Baik, baik, Tuan!” “Bagi rata, oi! Belokkan ke kiri! Siap untuk m enem puhnya! Kiri! Kiri! Ayo, sem ua! Kerahkan kekuatan! Bagi rata, oi!” “Bagi rataaa, oi!” Rakit telah melampaui pertengahan sungai; anak-anak itu m engerahkan haluan rakit ke kanan dan m engangkat dayung- dayung m ereka. Air sedang surut, arus hanya berkecepatan dua atau tiga mil per jam. Hampir tak terdengar kata-kata selama tiga per em pat jam berikutnya. Rakit m elam paui kota yang kini telah jauh. Dua atau tiga buah kedipan lampu menunjukkan letak kota yang kini tidur dengan dam ai di seberang keluasan air yang memantulkan kerlipan bintang-bintang, sama sekali tak menduga akan peristiwa m ahahebat yang sedang terjadi. Si Pem balas

110 Mark Twain Dendam Hitam masih berdiri sambil melipat tangan, melempar- kan pandangan pada perm ulaan hidupnya dan penderitaan- penderitaan pada akhirnya. Betapa senangnya bila ‘dia’ juga m enyaksikan keberangkatannya m enghadapi am ukan sam udra, m enentang m aut dengan hati teguh, m enyam but kebinasaan dengan senyum dingin di bibir. Mudah saja baginya untuk m em - buat Pulau J ackson m enjadi tem pat yang tak bisa dipandang dari St. Petersburg dengan hati hancur, tapi puas. Kedua bajak laut yang lain juga m em andang untuk terakhir kalinya dan m ereka begitu lama termenung hingga hampir saja mereka dibawa arus, lepas dari daerah pulau tujuan mereka. Untunglah mereka segera sadar akan bahaya ini dan m em buat perubahan arah untuk m eng- hindarinya. Kira-kira pukul dua dini hari rakit itu terdam par di pasir dua ratus meter dari pulau. Para bajak itu mengarungi gosong itu pulang pergi untuk mendaratkan barang-barang. Sebagian barang-barang yang telah berada di atas rakit, term asuk sehelai layar tua, m ereka am bil juga. Layar itu m ereka tebarkan di atas suatu tempat di semak-semak untuk melindungi barang- barang yang lain. Mereka sendiri akan tidur di alam terbuka sebagai kebiasaan para penjahat. Mereka membuat api terlindung di sisi sebatang pohon besar yang rebah dua puluh atau tiga puluh langkah di dalam hutan, kemudian memasak lemak babi di penggorengan untuk makan malam, menghabiskan hampir setengah dari persediaan jagung yang m ereka bawa. Rasanya senang sekali untuk berpesta pora secara liar dan bebas di hutan perawan di suatu pulau yang belum pernah diselidiki dan tak berpenduduk, jauh dari m asyarakat manusia dan mereka berjanji tidak akan kembali ke dunia peradaban. Api yang berkobar-kobar m enerangi wajah m ereka, m elem parkan cahaya m erah pada pohon-pohon besar yang bagaikan pagar mengitari tempat itu diselingi oleh semak-semak dan berbagai tum buhan yang m eram bat.

Petualangan Tom Sawyer 111 Ketika babi goreng dan jagung habis terganyang, anak-anak itu berbaring di rumput sekitar api unggun dengan perasaan puas. Mereka bisa berbaring di tem pat yang lebih sejuk, tetapi mana mungkin mereka meninggalkan keindahan api unggun yang bagai m em bakar diri m ereka itu. “Menggem birakan bukan?” kata J oe. “Sedaaap!” sahut Tom . “Apa kata kawan-kawan kita bila mereka melihat kita saat ini?” “Kata m ereka? Hm , m ati pun m ereka m au asal saja m ereka bisa ikut serta dengan kita di sini. Bukan begitu, Hucky?” “Begitulah kira-kira,” jawab Huckleberry, “betapapun ini sangat cocok untukku. Aku tak ingin yang lebih baik dari ini. Biasanya aku tak bisa m akan sam pai cukup kenyang. Dan di sini tak akan ada yang m engganggu serta m engusirku.” “Inilah hidup yang paling cocok untukku,” kata Tom , “Kita tak usah bangun pagi-pagi, tak usah pergi ke sekolah dan m andi dan segala tetek bengek tolol. Kau tahu, seorang bajak laut tak usah mengerjakan apa pun, J oe, bila sedang di darat, sedangkan seorang pertapa harus berdoa sepanjang hari tanpa bisa m enikm ati kegem biraan hidup, selam anya seorang diri.” “Oh, ya, m em ang begitu,” jawab J oe, “tak pernah terpikir olehku hal itu. Aku akan lebih suka m enjadi seorang bajak laut, setelah m encobanya.” “Kau tahu,” kata Tom lagi, “kin i pertapa tak seberapa dihormati seperti di masa lalu. Tetapi bajak laut tetap dihormati. Dan lagi seorang pertapa harus tidur di tem pat yang paling kasar, memakai pakaian dari karung serta menaburkan abu di kepalanya, berdiri di hujan dan....” “Untuk apa ia m enaruh abu di kepala?” tanya Huck. “Tak tahu. Tetapi itu suatu keharusan. Pertapa selalu begitu. Harus kau kerjakan bila kau seorang pertapa.” “Bagaim ana bisa aku m engerjakannya?” sahut Huck.

112 Mark Twain Senang sekali berpesta pora secara liar dan bebas di hutan. “Lalu apa yang akan kau kerjakan?” “Aku tak tahu. Tapi aku tak m au m engerjakannya.” “Itu suatu kewajiban, Huck, bagaim ana kau bisa m eng- hindarkan diri?” “Aku akan m elarikan diri. Tak tahan harus berbuat begitu.” “Melarikan diri! Betapa bagusnya kau kalau jadi pertapa, Huck, kau pasti m encem arkan sem ua nam a pertapa!” Si Tangan Merah tak menjawab lagi sebab ia sudah m engerjakan hal yang lebih penting. Ia telah selesai m engorek isi tongkol jagung dan kini m elengkapinya dengan tangkai rum put. Tongkol jagung yang telah berlubang itu diisinya dengan tem bakau, diam bilnya segum pal bara, ditekankan pada tem bakau itu, m aka m engepullah asap dari m ulutnya, yang dirasakannya sebagai kenikm atan luar biasa. Kedua bajak yang lain m eng- awasinya, m asing-m asing berjanji untuk m enguasai kepandaian

Petualangan Tom Sawyer 113 in i secepat m un gkin . Akhirn ya H uck bertan ya, “Apa yan g dikerjakan oleh bajak laut?” “Wah, m enyenangkan sekali,” jawab Tom , “m eram pas kapal, m em bakar, m erebut uangnya serta m enyem bunyikannya di pulau yang m enjadi sarangnya, di m ana hantu-hantu m enjaga uang itu. Mem bunuh isi kapal, m enyiksa m ereka dengan m enyuruhnya berjalan lewat sebilah papan.” “Sem ua wanita m ereka bawa pulang ke sarang,” tam bah J oe, “bajak laut tak m em bunuh wanita.” “Benar, wanita-wanita tak dibunuh,” angguk Tom , “wanita- wanita itu biasanya bangsawan, berwajah cantik.” “Mereka selalu berpakaian indah, penuh dengan perhiasan,” kata J oe gembira. “Siapa?” tanya Huck. “Para bajak laut itu, tentu!” Huck m em perhatikan pakaiannya dengan sedih. Berkatalah dia dengan m enyesal, “Kupikir pakaianku tak pantas untuk seorang bajak laut. Tetapi hanya ini yang kupunyai.” Kedua kawannya m engatakan, pakaian indah itu akan segera dipunyainya setelah petualangan dim ulai. Dalam keyakinan m ereka, pakaian yang com pang-cam ping itu cukup untuk m em ulai kehidupan bajak laut, m eskipun pada um um nya bajak laut yang kaya m em ulai petualangannya dengan pakaian yang sesuai. Lam a-kelam aan percakapan m ereka m akin berkurang, rasa kantuk memberati pelupuk mata. Pipa si Tangan Merah jatuh tak terasa dari jari-jarinya; ia pun jatuh tertidur dengan am at nyenyak. Hantu Sam udra serta si Pem balas Dendam Hitam dari Arm ada Spanyol agak sukar untuk tidur. Mereka m engucapkan doa sam bil berbaring sebab tak ada orang yang m em erintahkan m ereka untuk berlutut. Sebetulnya m ereka tidak ingin doa, tetapi mereka tak berani berbuat dosa sampai sejauh itu, takut kalau- kalau mereka mendapat hukuman dari langit. Mereka terkatung-

114 Mark Twain katung di daerah tidur; namun terganggu lagi sehingga mereka tak kunjung tertidur. Yang m engganggu itu bisikan hati kecil. Mereka mulai merasa takut, mereka telah berbuat dosa besar dengan melarikan diri dan dengan mencuri daging. Pikiran itu sungguh m enyiksanya. Mereka m encoba m enghibur diri bahwa sebelum nya m ereka pun telah sering m enyikat gula-gula serta apel; tetapi hati kecil mereka tak mau menerima pembelaan lemah itu, seakan menekankan bahwa mengambil permen dan apel itu hanyalah m encopet, sedang m engam bil daging serta barang-barang lainnya sudah jelas m encuri, dan untuk pencurian tegas-tegas disebutkan hukum annya dalam Kitab Suci. Maka di dalam hati masing-masing mereka berjanji, selama mereka menjadi bajak laut mereka tak akan melibatkan diri dengan kejahatan pencurian. H ati nurani m ereka agaknya bersedia m engadakan gencatan senjata, dan para bajak laut yang punya janji luar biasa ini akhirnya tertidur pulas.

Kehidupan di Perkemahan KETIKA TOM bangun di pagi hari, m ula-m ula ia tak tahu di m ana ia berada. Ia duduk, menggosok mata, dan melihat berkeliling. Kem udian ia sadar. Fajar abu-abu dan dingin m enyebar rasa kedam aian dan kesegaran dalam suasana tenang serta sunyi yang m enguasai rim ba. Tidak ada daun bergerak, tak ada suara m engganggu kesenyapan alam . Em bun bergantungan di ujung daun dan rerum putan. Api unggun ditutup abu putih, hanya ditandai oleh asap tipis mengalun ke langit. J oe dan Huck masih tidur nyenyak. Kini, jauh di depan rim ba, terdengar seekor burung; dijawab oleh yang lain. Segera terdengar pula dekut burung pelatuk. Langit m em utih, dan suara-suara m ulai banyak terdengar. Di depan mata Tom tampak keajaiban alam sedang meninggalkan m im pi untuk bekerja. Seekor ulat m engangkat tubuhnya ke

116 Mark Twain udara sam bil terus m aju, agaknya ia sedang m engukur jalan, pikir Tom . Ketika ulat itu m endekatinya. Tom berdiam bagai batu. Harapannya turun-naik sesuai dengan gerakan ulat itu yang m asih ragu-ragu dalam m enentukan arah. Ketika akhirnya ulat itu naik di kaki Tom, hati Tom sangat gembira, apalagi setelah ulat itu naik di sepanjang tubuhnya, yang berarti ia akan m endapat sepasang pakaian baru. Tak salah lagi seperangkat pakaian bajak laut yang indah. Entah dari m ana sepasukan sem ut m uncul, mulai bekerja; seekor semut dengan mengerahkan tenaga meng- angkat seekor bangkai laba-laba yang lim a kali sebesar tubuhnya, menaiki batang pohon. Seekor kumbang berbintik-bintik coklat m em anjat rum put yang tinggi sekali. Tom m em bungkuk di dekat kum bang itu dan berkata, “Kum bang, Kum bang, cepat pulang, rumahmu kebakaran, anakmu sendirian,” dan si kumbang terbang untuk m elihat rum ahnya. Hal ini tak m engherankan Tom sebab kum bang sem acam itu m em ang m udah percaya tentang kebakaran besar dan Tom sudah sering m enipunya. Seekor kum bang lain datang, susah m engangkat perutnya yang tam bun. Tom m enyentuh binatang itu, yang m enarik sem ua kakinya ke tubuh dan berbaring pura-pura mati. Sementara itu burung- burung sudah riuh. Seekor beo hinggap di dahan di atas kepala Tom dan m eniru segala nyanyian burung di sekitar tem pat itu dengan gem bira. Seekor burung biru berteriak nyaring, hinggap dekat tangan Tom, menelengkan kepala dan penuh perhatian m em perhatikan m akhluk yang agaknya asing baginya. Seekor tupai kelabu dan seekor rubah melintas di tempat itu, berhenti untuk mempercakapkan anak-anak itu sebab binatang-binatang liar itu belum pernah melihat manusia dan tak tahu apakah harus takut atau tidak. Semua isi alam bangun dan bergerak, sinar matahari menembus rimba, beberapa ekor kupu-kupu datang b er t er b a n ga n .

Petualangan Tom Sawyer 117 Bajak-bajak laut yang lain dibangunkan Tom , kem udian dengan bersorak mereka bertiga berlari ke pantai, berkejaran di kedangkalan pasir putih, sebentar-sebentar saling menjatuhkan. Mereka sam a sekali tak m em ikirkan lagi desa kecil yang m asih tidur di seberang sungai raksasa itu. Agaknya sem alam pasang naik, dan m enghanyutkan rakit m ereka, tetapi ini m alah m em buat m ereka berterim a kasih sebab dengan hilangnya rakit itu putus sudah hubungan m ereka dengan m asyarakat beradab. Mereka kembali ke perkemahan dengan segar bugar, gembira dan lapar. Api unggun dinyalakan kem bali. Huck m enem ukan m ata air kecil yang airnya sangat jernih dan sejuk. Anak-anak itu m em buat m angkuk dari daun kayu dan sebagai topi dibikinnya bumbu-bumbu hutan, Sementara itu J oe akan memotong daging babi, tapi dicegah oleh Tom dan Huck, disuruhnya untuk m enunggu sebentar. Mereka pun melemparkan kail. Segera kail mereka ada yang m enyam but dan ketika diangkat ikan-ikan bergantungan. J oe tak m erasa kesal m enantikan Tom dan Huck yang m em bawa banyak ikan cukup untuk satu keluarga. Digorenglah ikan-ikan itu dengan daging babi dan tercengang mereka merasakan nikmat ikan-ikan itu. Mereka tak tahu semakin cepat ikan air tawar dim asak setelah tertangkap, sem akin enak rasanya. Mereka pun tak memperhitungkan, tidur dan bermain-main di udara terbuka, berenang, dan rasa lapar menambah perasaan enak itu. Setelah sarapan mereka berbaring di keteduhan dan Huck m engisap rokoknya. Kem udian m ereka berangkat untuk m enyelidiki hutan itu. Gem bira m ereka m elom pati batang-batang kayu busuk, m enerobos sem ak-sem ak berduri di antara kayu- kayu raksasa rim ba yang ditum buhi oleh sulur-suluran. Mereka m enem ui tem pat-tem pat nyam an dengan rum put lem but dengan bunga-bunga beraneka warna. Banyak penem uan yang m em buat m ereka gem bira, tapi tak ada yang m em buat m ereka heran. Menurut m ereka, pulau

118 Mark Twain itu panjangnya tiga m il dan lebarnya seperem pat m il. Pantai sungai yang terdekat jauhnya dua ratus m eter, bukan pantai desa tempat mereka. Hampir setiap jam sekali mereka berenang- renang dalam sungai dan baru sesudah sore mereka kembali ke perkemahan. Mereka terlalu lapar untuk mengail, maka mereka obral daging babi dingin. Selesai makan, kembali mereka ber- baring di keteduhan untuk bercakap-cakap. Tetapi tidak berapa lam a percakapan m ereka habis. Kesunyian, keagungan rim ba menekan jiwa. Mereka mulai berpikir. Perasaan rindu meme- nuhi dada, dan perasaan itu m akin lam a m akin nyata, rindu akan rumah dan kampung halaman. Malahan Finn si Tangan Merah juga merindukan ambang pintu serta tong-tong kosong tempat tidur. Tetapi mereka malu untuk menunjukkan kelemahan hati m asing-m asing, tak punya keberanian untuk m engucapkan isi hati mereka. Anak-anak itu sebenarnya sudah agak lam a m endengar bunyi aneh di kejauhan, nam un m ereka tak sadar akan hal itu, seperti juga orang tak akan memperhatikan detak-detak lonceng, bila m ereka tak m em perhatikannya. Tetapi kini bunyi aneh itu m akin keras, m em aksa perhatian. Ketiga orang anak itu tertegun, saling pandang m endengarkan dengan teliti. Sunyi; kem udian terdengar dentaman dari jauh. “Apa itu?” seru J oe ketakutan. “Entahlah,” bisik Tom . “Bukan guruh,” kata Huck m em belalakkan m ata, “sebab gu r u h ....” “Dengar!” tukas Tom , “dengarkan, jangan bicara!” Mereka m enunggu. Rasanya seabad, kem udian bunyi dentuman berat itu terdengar lagi. “Mari kita lihat!” Ketiganya berlari ke pantai yang m enghadap kota m ereka di kejauhan. Semak-semak mereka kuakkan untuk mengintai.

Petualangan Tom Sawyer 119 Tam pak perahu tam bang kecil hanyut m engikuti arus. Geladaknya penuh oleh penum pang sedang di sekitarnya perahu-perahu kecil. Tetapi anak-anak itu tak bisa m engira-ngira, apa yang diperbuat oleh orang-orang itu. Asap putih m enyem bur dari sisi perahu dan sementara asap itu menjadi bertambah besar, suara dentuman sam pai ke telinga anak-anak yang bersem bunyi di sem ak-sem ak itu. “Sekarang aku tahu!” seru Tom , “ada orang terbenam !” “Benar!” sahut Huck. “Dalam m usim panas yang lalu ketika Bill Tunner tenggelam , m ereka m enem bakkan m eriam di atas air, yang m enyebabkan m ayatnya m engapung. Ya, dan m ereka juga m enghanyutkan beberapa potong roti yang diberi air rasa. Roti itu akan berhenti tepat di atas tem pat m ayat orang yang terbe- nam itu.” “Ya, pernah kudengar,” kata J oe, “apa kira-kira yang m em - buat roti itu bisa m enunjukkan tem pat m ayat terbenam tadi?” “Oh, yang penting bukan rotinya,” sahut Tom , “yang m em buat roti itu berhenti hanyut ialah doa-doa yang diucapkan waktu m em buangnya.” “Tetapi m ereka tak m engucapkan apa-apa waktu m em buang roti,” kata Huck, “aku pernah m enyaksikan.” “Aneh, kalau begitu,” Tom m enggelengkan kepala, “tetapi doa-doa itu tentu diucapkan dalam hati. Begitulah. Sem ua orang tahu.” Kedua anak yang lain setuju benarnya perkataan Tom , sebab tak m ungkin sepotong roti tanpa m antra bisa berhenti hanyut begitu saja. “Betapa senangnya, bila aku bisa di dalam perahu itu,” kata J oe. “Aku juga,” angguk Huck, “ingin aku tahu siapa yang ter- ben am .” Anak-anak itu m asih m endengar dan m em perhatikan terus.

120 Mark Twain Tiba-tiba timbul pikiran dalam otak Tom dan ia berseru, “Aku tahu siapa yang terbenam —kita!” Seketika itu juga ketiganya m erasa sebagai pahlawan. Inilah suatu kemenangan besar. Orang-orang desa telah kehilangan m ereka, m erindukan m ereka, m enangisi m ereka. Perlakuan yang tak baik terhadap anak-anak yang hilang m em berat di hati, sesal dan duka cita m em banjir; dan yang terutam a adalah ketiga orang anak itu pasti jadi bahan pembicaraan seluruh kota, anak-anak m enjadi iri hati, dan kem asyhuran itu dipakai sebagai ukuran. Bagus sekali. Ada harganya juga untuk m enjadi bajak laut. Ketika senja tiba, perahu itu kem bali pada tugasnya sehari-hari sedang biduk-biduknya lenyap. Para bajak laut pulang ke sarang. Mereka bersorak-sorai dengan kebanggaan atas kemenangan yang baru m ereka capai. Lalu m ereka m enangkap ikan dan m akan. Kem udian m ereka m enduga-duga apa yang dibicarakan oleh orang-orang di desa tentang m ereka apa yang dipikirkan orang. Gambaran mereka, kira-kira bagaimana penduduk se- dih membuat mereka makin gembira. Tetapi ketika malam tiba, pem bicaraan m ereka m akin berkurang. Ketiganya m engecilkan api, pikiran m ereka terbang tak karuan. Kegem biraan lenyap, Tom dan J oe terpaksa memikirkan beberapa orang di desa yang tak ikut m enikm ati kegem biraan m ereka. Perasaan waswas datang, mereka gelisah dan sedih. Tanpa disadari terdengar napas panjang m engeluh. Akhirnya J oe tak tahan lagi, berbelit-belit bertanya pada kawan-kawannya, bagaim ana pandangan m ereka kalau kem bali ke dalam m asyarakat ram ai; tidak saat itu, tapi.... Tom m enyerang J oe habis-habisan dengan ejekan! Huck yang waktu itu belum kejangkitan penyakit J oe m em bantu Tom sehingga si hati lem ah cepat-cepat ‘m enerangkan’ dan m erasa girang berhasil m em buang jauh-jauh kerinduannya akan rumah. Pemberontakan Hantu Samudra bisa dipadamkan untuk sementara waktu.

Petualangan Tom Sawyer 121 Malam makin kelam, Huck terangguk-angguk dan kemu- dian jatuh mendengkur. Ia diikuti oleh J oe. Tom menelungkup m em perhatikan keduanya untuk beberapa lam a. Akhirnya ia bangkit, merangkak-rangkak, mencari-cari di antara rerumputan dan kilatan cahaya oleh kelipan api unggun. Ia m engam bil dan m em eriksa beberapa kulit putih phon sy cam ore yang tersebar di tem pat itu dan akhirnya m em ilih dua keping yang cocok untuk m aksudnya. Ia berlutut dekat api. Dengan sukar ia m enulis pada potongan kulit kayu itu dengan m nggunakan karang m erahnya. Sekeping digulung, dim asukkan ke dalam jaketnya, kepingan yang lain ditaruh di topi J oe dan m em indahkan tem patnya agak jauh dari pem iliknya. Dalam topi itu juga ditaruhnya beberapa m acam harta benda yang baginya sangat berharga, di antaranya segum pal kapur tulis, sebuah bola karet, tiga m ata kail, dan sebutir kelereng kristal. Sambil berjingkat ia meninggalkan perkemahan tanpa bersuara di antara pepohonan sampai ia berada di luar pendengaran kawan-kawannya. Kem udian berlari ke arah gosong pasir.

Tom Mengintai dan Mempelajari Keadaan BEBERAPA MENIT kem udian Tom telah m engarungi gosong pasir ke arah sungai, bagian Illinois. Sebelum air mencapai ping- gangnya ia telah berada di tengah-tengah sungai antara Pulau J ackson dan tepi sungai yang ditujunya. Arus tak m em ungkinkan- nya untuk m engarung lagi; tiada ragu Tom berenang serong ke arah m udik. Tetapi arus lebih keras dari dugaannya, hingga ia dihanyutkan ke hilir. Akhirnya ia m encapai tepi sungai, m eng- hanyutkan diri hingga ia m enem ukan tem pat yang m em udahkan untuk naik ke darat. Diperiksanya gulungan kulit pohon di saku- nya, gulungan itu selam at, tulisannya tak hilang. Tom m enyusuri pantai di antara pohon-pohon dengan pakaian basah kuyup. Se- belum pukul sepuluh ia telah mencapai tempat tambangan di se- berang desa. Perahu tambang kecil tadi siang tertambat di bawah bayang-bayang tebing pantai. Di bawah kerdipan bintang-bintang

Petualangan Tom Sawyer 123 sunyi sem uanya. Ia m erangkak di bawah tebing, m engawasi seke- lilingnya dengan teliti, m asuk ke dalam air, berenang tiga atau em pat kali rengkuhan dan m enaiki biduk yang m engiringi kapal tambangan. Ia berbaring di bawah bangku dalam perahu dan menunggu dengan napas kembung-kempis, kelelahan. Segera terdengar bunyi lonceng dan perintah untuk be- rangkat. Tidak lama kemudian biduk kecil itu mendongak di jalur perahu tam bang yang m enariknya. Perjalanan dim ulai; Tom sangat gembira, karena ia tahu, perjalanan kapal tambang itu yang terakhir m alam itu. Dua belas atau lim a belas m enit lagi, roda-roda pendayung berhenti berputar, Tom m eluncur ke luar dari biduk masuk ke sungai, berenang dalam kegelapan pan- tai, mendarat kira-kira lima puluh meter sebelah hilir tempat tam bangan untuk m enghindari pertem uan-pertem uan yang tak terduga-duga. Ia berlari lewat gang-gang sepi dan akhirnya tiba di pagar belakang rum ah bibinya. Dipanjatnya pagar itu, didekatinya rum ah bibinya, m engintai ke jendela ruang duduk, sebab lam pu m asih m enyala di dalam ruangan itu. Bibi Polly, Sid, Mary dan ibu J oe Harper sedang bercakap-cakap. Mereka duduk di dekat tempat tidur, yang terletak di antara m ereka dan pintu. Perlahan Tom m engangkat kancing pintu, ditekannya pintu itu sedikit, hingga terbuka. Maka didorongnya pintu perlahan-lahan, gem etar, tiap kali pintu itu berderak. Akhirnya pintu terbuka cukup lebar untuk tubuhnya m asuk dengan m erangkak. Ia m em asukkan kepalanya dan melangkah lagi, penuh kewaspadaan. “Mengapa api lilin itu bergoyang-goyang?” terdengar suara Bibi Polly. Tom m em percepat geraknya. “Mungkin pintu terbuka. Wah, benar juga. Heran telah kukancing tadi, Sid, tutup pintu.” Ham pir saja Tom ketahuan. Cepat-cepat ia bersem bunyi ke bawah tem pat tidur. Beberapa saat diaturnya napasnya dan ia m erangkak lagi, hingga kini ia dekat kepada kaki bibinya.

124 Mark Twain “Tetapi seperti kataku tadi,” kata Bibi Polly, “ia bukan anak jahat. Hanya nakal. Mem usingkan kepala, serta gem ar m em buat kekacauan. Ia serupa seekor anak kuda, tak boleh dianggap bertanggung jawab atas perbuatannya. Tak pernah ia berm aksud buruk, dia anak yang paling baik yang....” Bibi Polly terisak-isak. “Begitu juga dengan J oe-ku. Luar biasa nakalnya. Nam un sebenarnya ia berhati baik, tak m au m em entingkan diri sendiri, sem oga Tuhan m engam puniku, aku telah m enghukum nya mencuri sari susu; sama sekali tak teringat olehku, bahwa sari susu itu telah kubuang karena basi. Dan kini, tak akan kulihat lagi anak itu, betapa m alang nasibnya,” Nyonya Harper m enangis dengan hati hancur luluh. “Kuharap Tom m endapatkan tem pat yang layak,” kata Sid. “Tetapi bila selam a ini ia berkelakuan sedikit lebih baik....” “Sid!” Tom bisa m erasakan m ata bibinya yang m elotot, walaupun ia tak bisa m elihatn ya. “Tak boleh seoran g pun m engatakan yang tak baik tentang Tom setelah ia tiada. Tuhan yang akan m elindunginya, Sid, dan kau tak usah ikut cam pur. Oh, Nyonya Harper, tak tahu aku bagaim ana harus kutanggung penderitaan ini. Tak tahu aku bagaimana harus menanggung kehilangannya. Ia selalu m enghiburku walaupun ham pir setiap hari m enyiksaku dengan kenakalannya.” “Apa yang diberikan Tuhan harus kita kem balikan dengan rela padaNya. Terpujilah nam a Tuhan. Tetapi betapa pedihnya! Oh, sangat pedih! Baru Sabtu yang lalu J oe m eledakkan beberapa buah petasan tepat di bawah hidungku dan kupukul ia hingga jatuh tunggang-langgang. Sama sekali tak kuduga, betapa cepat- nya ia m eninggalkanku.... Oh, bila saja ia bisa m eletuskan lagi petasan itu, akan kupeluk serta kuberkati dia!” “Ya, ya, ya, aku tahu perasaanm u, Nyonya Harper, aku tahu perasaanmu. Tak lebih dari kemarin siang, Tom-ku mengisi perut si Peter kucing kesayanganku dengan obat Penghapus

Petualangan Tom Sawyer 125 Sakit dan saat itu kukira kucing itu akan merobohkan rumah ini. Sem oga Tuhan m engam puniku, telah kuketuk kepalanya. Anak malang, anak malang. Tapi kini ia tak merasakan kesukaran lagi. Dan kata-katanya yang terakhir telah m enyesaliku karena....” Kenangan itu terlalu berat bagi si nyonya tua, tangisnya m enjadi- jadi. Tom juga m eneteskan air m ata, lebih m enydihkan dirinya sendiri daripada orang lain. Ia bisa mendengar Mary menangis serta berkali-kali m engatakan yang baik tentang dirinya. Kini Tom punya anggapan yang lebih baik daripada sebelum nya ten tan g dirin ya. Bagaim an apun ia sun gguh terharu m en - dengar kesedihan bibinya dan m erasa ingin keluar dari bawah tem pat tidur dan m em buatnya kegirangan—sifat yang sangat dram atis dari tindakan itu sungguh m enarik hatinya, nam un ia menahan diri dan berbaring diam. Dari berbagai pem bicaraan yang tertangkap olehnya, orang menduga bahwa Tom, J oe, dan Huck telah tenggelam di dalam sungai ketika berenang. Kem udian rakit kecil yang hilang diketemukan dan beberapa anak bersaksi bahwa anak- anak yang hilang itu pernah m engatakan bahwa dalam waktu dekat penduduk desa akan mendengarkan sesuatu. Dengan menghubungkan semua ini para cendekiawan desa mengambil kesim pulan bahwa anak-anak itu hanyut ke hilir dengan naik rakit dengan maksud akan mendarat di kota terdekat di sebelah hilir. Tetapi menjelang tengah hari rakit itu diketemukan di pantai daerah Missouri, lima atau enam kilometer di sebelah hilir St. Petersburg. Lenyaplah segala harapan. Ketiga anak itu pasti terbenam . Kalau tidak, sudah pasti m ereka akan kelaparan dan pulang pada m alam harinya. Pencarian m ayat tak berhasil, sebab diperkirakan ketiganya terbenam di tengah terusan. Kalau tidak, ketiga anak yang sangat pandai berenang itu pasti selam at ke tepi. Hari ini hari Rabu. Bila hari Sabtu m ayat-m ayatnya tak diketem ukan, tak ada gunanya untuk m encari m ereka. Pagi

126 Mark Twain hari Minggu itu akan diadakan upacara kebaktian penguburan. Mendengar itu Tom bergetar. Nyonya H arper m engucapkan selam at m alam dengan tersedu-sedu. Kem udian kedua wanita tua yang berduka cita saling m em eluk dan m enangis m enjadi-jadi. Baru kem udian m ereka berpisah. Bibi Polly lem but sekali sikapnya, lebih dari biasa, waktu mengucapkan selamat malam pada Mary dan Sid. Sid terisak sedikit dan Mary meninggalkan tempat itu dengan menangis sepenuh hati. Bibi Polly berlutut, berdoa untuk Tom dengan doa yang m engharukan dan dengan cinta yang tak terbatas pada tiap kata. Nada suaranya gem etar hingga pipi Tom basah oleh air m ata jauh sebelum bibinya selesai berdoa. Lam a setelah Bibi Polly berbaring, Tom m asih belum berani bergerak sebab tak henti-hentinya Bibi Polly berkeluh-kesah. Akhirnya ia tidur juga, tapi m asih m engeluh dalam m im pi. Kini Tom keluar, bangkit perlahan-lahan dekat tem pat tidur, m enghalangi cahaya lilin dengan tangan untuk m em perhatikan bibinya. Tom m engeluarkan gulungan kulit pohon sy cam ore dan m eletakkannya di dekat tem pat lilin. Tetapi sesuatu terpikir olehnya, dan ia m enim bang-nim bang. Wajahnya bercahaya akan keputusan yang diam bilnya. Ia m em bungkuk untuk m encium bibinya yang telah keriput, dan tanpa berpaling lagi ia m eng- undurkan diri dengan berhati-hati, m engunci pintunya. Tom berjalan hati-hati ke tempat kapal tambang dan menaiki kapal tersebut tanpa bersem bunyi-sem bunyi sebab ia tahu, kecuali seorang penjaga yang tidur m endengkur, sem ua isi kapal turun ke darat. Tom melepaskan ikatan biduk di buritan kapal, m asuk ke dalam nya dan m endayunglah ia ke arah udik. Setelah mencapai kira-kira sejauh satu kilometer dari desa, ia m engarahkan perahunya m enyerong ke seberang. Tepat sekali ia m elabuhkan perahunya di tem pat tam bangan di seberang sungai

Petualangan Tom Sawyer 127 itu sebab ini adalah pekerjaan biasa baginya. Ia sudah gatal-gatal untuk mencuri biduk itu sebab biduk itu bisa dianggap sebagai kapal, jadi m angsa yang syah bagi seorang bajak laut. Tetapi ia tahu, biduk itu akan dicari dengan teliti nantinya yang m ungkin akan membuat rahasia terbongkar. J adi ditinggalkannya biduk itu tertam bat di pelabuhan kapal tambang dan ia masuk ke dalam hutan. Ia duduk beristirahat, m em aksa dirinya untuk tetap bangun dan m enatap pulau sarangnya di kejauhan. Malam telah ham pir habis. Tom m ulai berjalan. Fajar telah m enyingsing ketika ia mencapai tempat di seberang pulau. Ia beristirahat lagi sampai m atahari tim bul m enyinari sungai dengan cahaya gem ilang. Kem udian ia terjun ke dalam sungai. Sesaat kem udian ia ber- istirahat, basah kuyup dekat daerah sarang. Didengarnya J oe berkata, “Tidak, Tom kawan setia, Huck, pasti ia kem bali. Ia tak akan meninggalkan kita. Ia tahu hal itu akan merupakan tindakan yang sangat m em alukan bagi seorang bajak laut, dan Tom sangat menghargai hal-hal semacam itu. Ia sedang merencanakan sesuatu. Entah apa.” “Baiklah, tapi barang-barang ini jadi m ilik kita, bukan?” “Ham pir, Huck, tapi belum . Tulisan ini m enyatakan barang- barang ini milik kita bila ia tak muncul pada waktu sarapan.” “Dan ia telah tiba!” seru Tom tiba-tiba, m elangkah bangga ke perkemahan. Sarapan m ewah yang terdiri dari daging babi dan ikan su- ngai segera dihidangkan. Sambil makan Tom menceritakan pen galam an n ya (len gkap den gan bum bu-bum bun ya). Ketiga anak itu menjadi sombong dan penuh lagak ketika cerita itu selesai. Kem udian Tom m enyem bunyikan diri di sebuah tem pat terlindung dan rindang untuk tidur, hingga tengah hari sementara bajak-bajak laut lainnya bersiap untuk m engail dan m enyelidiki pulau.

Bajak-bajak Laut Memperoleh Pelajaran SELESAI MAKAN siang para bajak laut itu m encari telur penyu di dalam pasir. Mereka berkeliaran menusuki pasir dengan tongkat dan bila ada tem pat yang lem but m ereka berlutut m enggalinya dengan tangan. Kadang-kadang m ereka berhasil m endapatkan lima atau enam puluh telur dalam sebuah lubang. Telur-telur itu bundar, lebih kecil dari buah kenari Inggris. Mereka mengadakan pesta telur goreng m alam itu dan pada J um at pagi, esok harinya. Selesai sarapan mereka kejar-kejaran sambil berteriak- teriak, berlari di pasir dengan menanggalkan pakaian satu per satu hingga akhirnya m ereka telanjang. Mereka terus berkejar- kejaran di gosong pasir yang berarus keras dan m em buat m ereka jatuh tunggang langgang. Sekali-sekali mereka berhenti berlari, m enyem bur-nyem burkan air ke m uka m asing-m asing dengan m em iringkan untuk m enghindari sem buran air yang m enyakitkan

Petualangan Tom Sawyer 129 dari lawan. Mereka saling benam-membenamkan dengan tangan dan kaki m enggelepar, kem bali m enyem bur-nyem bur, m en- dengus-dengus dan tertawa terengah-engah, semua dalam waktu bersamaan. Bila m ereka lelah, m ereka berbaring di pasir yang panas. Berbaring dengan m enim buni diri, kem udian kem bali terjun ke dalam air. Akhirnya m ereka m endapatkan bahwa tubuh m ereka yang telanjang m enam pakkan bagian-bagian yang berwarna muda, seolah-olah mereka memakai celana ketat berwarna kulit. Maka mereka membuat sebuah garis lingkar di pasir dan bermain sirkus dengan tiga pelawak sekaligus, sebab tak ada di antara ketiganya m au m elepaskan peranan yang paling terhorm at ini. Bosan berm ain sirkus m ereka berm ain kelereng sam pai bosan pula. Huck dan J oe kembali berenang-renang tapi Tom tak berani ikut. Diketahuinya bahwa jim atnya yang berupa rangkaian ujung ekor ular kelontong yang diikatkan di pergelangan kakinya hilang waktu menanggalkan celana sambil berlari. Ia heran mengapa sampai saat itu ia tak menderita kejang otot tanpa perlindungan jimat. Ia tak berani masuk air lagi sampai jimat itu diketem ukannya kem bali dan pada saat itu kawan-kawannya telah lelah dan hendak beristirahat. Tak berapa lama mereka berpisah, berjalan tak menentu, masing-masing terjangkit perasaan rindu rumah, menatap desa yang jauh di seberang sungai. Tanpa disadarinya Tom m enulis kata ‘BECKY’ di pasir dengan ibu jari kakinya; cepat pula dihapusnya dengan m enyesali diri karena hati yang lem ah. Tapi kemudian ia menulis nama itu lagi, tak bisa menahan diri. Dihapusnya lagi dan m enghindarkan godaan dengan jalan m engum pulkan kawan-kawannya. Sem angat J oe yang ham pir padam tidak tertolong lagi. Ia begitu rindu rum ah hingga tak tertahan lagi m atanya m ulai basah. Huck juga termenung. Tom merasa sedih tapi ia berusaha keras

130 Mark Twain untuk m enyim pan perasaannya. Ia m em punyai sebuah rahasia yang belum waktunya untuk dikatakan. Tetapi bila keadaan kawan-kawannya tak segera dapat dikuasai, rahasia itu terpaksa dibukanya. Dengan berpura-pura gem bira Tom berkata, “Kawan- kawan, aku yakin pulau ini dahulu betul m erupakan sarang bajak laut. Marilah kita selidiki lagi. Pasti m ereka m enyem bunyikan harta di suatu tempat. Tidak inginkah kalian menemukan sebuah kotak penuh berisi uang, emas dan perak?” Tetapi usul itu hanya m endapat sedikit sam butan, yang kemudian padam tanpa jawaban. Tom mencoba dengan bujukan lain, tapi gagal sem ua. Sungguh pekerjaan yang m em buat jera. J oe m encucuk-cucuk pasir dengan tongkat, wajahnya m uram dan akhirnya ia berkata, “Kawan-kawan. Marilah kita bubar saja. Aku ingin pulang. Aku m erasa kesepian di sini.” “J angan J oe, sebentar lagi kau akan m erasa gem bira,” bujuk Tom , “coba pikirkan, bagaim ana m udahnya m engail di sini.” “Aku tak ingin m engail lagi, aku ingin pulang.” “Tetapi, J oe, di m ana bisa kau dapati tem pat berenang sebaik in i?” “Berenang juga aku tak suka. Rasanya tak m enyenangkan, berenang tanpa dilarang. Aku tetap ingin pulang.” “Anak bayi! Tentu kau ingin m elihat ibu, he?” “Aku m em ang ingin m enem ui ibuku dan kau pasti akan m erasa ingin juga, kalau kau m em punyai ibu. J ika aku anak kecil, kau anak kecil pula.” “Nah, biarlah bayi anak kecil ini pulang untuk m enyusu, Huck! Anak m alang, ham pir m ati ia m erindukan ibunya. Biarlah ia pergi. Kau suka tinggal di sini bukan, Huck? Kita akan tinggal di sini berdua, bukan?” “Y... a... a....” Huck m enjawab separuh hati. “Aku tak m au bercakap-cakap den gan en gkau seum ur hidup,” kata J oe berdiri, “nah, begitulah!” Dengan term enung ia b er p a ka ia n .

Petualangan Tom Sawyer 131 “Siapa peduli,” ejek Tom , “tak seorang pun m engingin- kanm u. Pulanglah dan biarlah kau jadi tertawaan orang banyak. Oh, betapa cakapnya kau sebagai bajak laut. Huck dan aku bukan anak-anak cengeng. Kita akan tinggal di sini bukan, Huck? Biar dia pulang bila itulah keinginannya. Kukira, kita tak akan m ati ditinggalkan olehnya.” Tom merasa gelisah, melihat J oe berpakaian dengan m eren gut. Bertam bah gelisah lagi, ketika dilihatn ya H uck m em perhatikan J oe den gan m ata m urun g. Akhirn ya, tan pa berpamitan J oe mengarungi gosong ke arah pantai Illinois. Hati Tom kacau. Huck tak tahan melihat J oe pergi dan dengan m enundukkan kepala ia berkata, “Aku ingin pergi juga, Tom . Makin sepi di sini; tanpa J oe, keadaan akan lebih buruk. Marilah kita pulang, Tom.” “Aku tak m au! Pergilah bila kau suka. Aku tetap tinggal di sin i.” “Tom , lebih baik aku pergi.” “Pergilah, tidak ada yang m enghalangim u!” Huck m em ungut pakaiannya yang tersebar. “Tom , alangkah senangnya kalau engkau pergi pula bersam a- sam a. Pikirkanlah, Tom . Akan kam i tunggu kau di pantai.” “Kau akan m enunggu berabad-abad, Huck!” Dengan sedih Huck berjalan meninggalkan Tom. Tom m em perhatikannya, suatu keinginan besar m erenggut-renggut hatinya untuk m engikuti Huck dan J oe. Keangkuhannya tak m em perbolehkannya. Ia m engharap, m udah-m udahan kedua kawannya akan berhenti, nam un m ereka terus saja m engarungi kedangkalan gosong. Tiba-tiba terasa oleh Tom, betapa sepi keadaan sekelilingnya. Untuk terakhir kalinya ia berjuang m e- lawan keangkuhannya dan akhirnya ia berlari m enyusul kedua kawan n ya serta berkata, “Tun ggu! Tun ggu! Ada yan g akan ku ka t a ka n !”

132 Mark Twain J oe dan Huck berhenti, berpaling. Setelah dekat, Tom mulai m em beberkan rahasianya. Kedua kawan m endengarkan dengan sungguh-sungguh sampai mereka mengerti akan titik sasaran dari rencananya itu. Kedua anak itu tersentak m eneriakkan pekikan peperangan sekeras-kerasnya, sam bil berseru, “Bagus sekali!” Mereka berkata, kalau Tom menceritakan rahasia itu lebih dahulu, niscaya m ereka tidak akan pergi. Tom m em buat sebuah alasan yang bisa diterim a. Tetapi alasan sebenarnya adalah ketakutan, kalau-kalau rahasia itu tak bisa menahan mereka berdua. Maka disim pannya rahasia itu untuk dipergunakan sebagai bujukan yang terakhir. Anak-anak itu kem bali m enikm ati perm ainan-perm ainan sepenuh hati, memperbincangkan, kehebatan rencana Tom dan m engagum inya. Setelah m akan siang yang lezat terdiri dari telur dan ikan, Tom berkata ingin belajar m erokok, J oe m enyatakan keinginan yang sam a. Kedua pelonco ini belum pernah m erokok, kecuali m engisap rokok-rokokan dari batang anggur dan ‘m eng- gigit’ lidah, dan itu sama sekali tidak termasuk perbuatan jantan. Mereka kini berbaring dan mulai mengisap dengan hati-hati dengan sedikit kepercayaan kepada diri sendiri. Rasanya tidak enak dan juga mereka mulai batuk-batuk, tetapi Tom berkata, “Wah, m udah sekali! Bila kutahu betapa m udahnya m erokok, tentu sudah kupelajari dahulu!” “Benar,” sahut J oe, “tak ada susahnya.” “Betapa sering aku m em perhatikan orang m erokok. Tapi belum pernah kupikir bahwa aku juga bisa.” “Seperti itu pula aku, bukankah begitu, Huck? Bukankah sudah sering aku berkata begitu! Huck jadi saksiku,” kata J oe. “Ya, sering,” Huck m engangguk. “Aku juga,” Tom tak m au kalah, “oh, beratus kali kukatakan pada Huck. Sekali waktu di dekat rumah pembantaian. Ingat,

Petualangan Tom Sawyer 133 Huck? Bob Tanner ada waktu itu, juga J ohnny Miller dan J eff Thatcher. Tidak ingatkah kau, Huck bahwa aku pernah berkata begitu?” “Ya, m em ang,” Huck m engiyakan, “aku ingat, sehari setelah kau kehilangan kelereng pualam ku. Tidak, sehari sebelum nya.” “Nah, apa kataku,” kata Tom , “Huck m asih ingat.” “Aku yakin aku bisa m engisap pipa ini sepanjang hari tanpa sakit,” bual J oe. “...aku yakin bisa mengisap pipa ini sepanjang hari tanpa sakit.”

134 Mark Twain “Aku pun bisa,” sahut Tom , “aku bisa m erokoknya sepanjang hari. Tapi pasti J eff Thatcher tak akan kuat.” “J eff Thatcher! Wah, dua kali isapan saja ia pasti roboh. Suruh dia m encobanya sekali. Biar tahu rasa.” “Pasti. Dan J ohnny Miller—ingin sekali kulihat J ohnny Miller m er okok.” “Oh, dia?” kata J oe. “Aku berani bertaruh ia tak akan bisa m engisap. Sekali isap saja bisa m em buatnya m am pus!” “Benar, J oe. Dengar, aku ingin sekali kawan-kawan kita bisa melihat kita saat ini.” “Aku juga.” “Dengar, Kawan-kawan, jangan sekali-sekali kalian katakan tentang kepandaian kita merokok ini. Tunggu sampai mereka berkumpul dan kalian bersama mereka. Nanti aku datang dan berkata, ‘J oe, kau bawa pipa? Aku ingin m erokok.’ Dan kau akan m enjawab tak acuh seakan bukan apa-apa, ‘Ya, kubawa pipaku yang lam a serta sebuah lagi, tetapi tem bakauku tak begitu baik.’ Dan aku akan berkata, ‘Tak apa, asal cukup keras jadilah.’ Dan kau keluarkan pipamu dan kita akan merokok dengan tenang. Bayangkan, bagaim ana m ereka akan tercengang!” “Bagus, Tom , oh, betapa senangnya bila hal itu bisa kita lakukan sekarang!” “Aku juga. Dan bila kita katakan bahwa kita belajar m erokok waktu kita m enjadi bajak laut, pasti m ereka sangat m enyesal karena tak ikut dengan kita!” “Aku berani bertaruh m ereka pasti sangat m enyesal!” Begitulah, percakapan m akin m elantur-lantur. Nam un segera juga percakapan itu jadi lam ban dan tak keruan lagi. Kesunyian makin lama makin panjang; secara luar biasa mereka makin sering meludah. Seakan-akan setiap pori di bagian dalam pipi menjadi sumber air. Mereka hampir tak bisa cukup cepat menguras ke- luar cairan di bawah lidah m ereka untuk m enghindari banjirnya

Petualangan Tom Sawyer 135 mulut. Sebagian dari cairan itu masuk tenggorokan walaupun m ereka tahan sekuat tenaga diikuti oleh jeluak setiap saat. Kedua orang anak itu tam pak pucat dan m enyedihkan. Pipa J oe jatuh dari jari yang tak bisa m erasa lagi. Tom juga. Mereka lebih sering lagi m eludah. Gem etar J oe berkata, “Aku kehilangan pisau. Kukira, lebih baik segera m encarinya.” Tom m enyahut dengan bibir bergetar dan suara lem ah tertegun-tegun, “Akan kubantu engkau, J oe. Kau pergi ke sebelah sana dan aku akan mencari di sekitar sumber air. Tidak, tak usah kau ikut mencari, Huck, kami pasti bisa segera menemukan pisau itu.” Huck kembali duduk dan menunggu hingga sejam. Ia merasa kesepian, bangkit m encari kedua orang kawannya. Mereka terpisah jauh di hutan, keduanya pucat, keduanya tidur nyenyak. Sesuatu mengatakan pada Huck, bila mereka berdua kena penyakit, penyakit itu kini lenyap. Tak banyak cakap m ereka waktu m akan m alam . Mereka tam pak kem alu-m aluan waktu H uck m enyiapkan pipanya sesudah m akan dan berm aksud untuk m enyiapkan dua buah pipa lagi. Tetapi Tom dan J oe menolak untuk merokok, dengan alasan badan m ereka tak enak—m ungkin disebabkan oleh m akanan. Sekitar tengah malam J oe terjaga dan membangunkan kawan- kawannya. Terasa suasana ketenangan yang m enekan di udara yang seakan m eram alkan sesuatu. Anak-anak itu duduk rapat- rapat m enghadapi unggun api yang tam pak bersahabat, walaupun rasa panas dan udara yang tak bergerak itu m enyesakkan dada. Mereka duduk diam-diam, penuh kesungguhan dan menunggu. Kesunyian m akin m enekan. Di luar batas cahaya api, segala ditelan oleh kegelapan hitam . Segera terlihat cahaya bergetar yang samar menerangi daun-daunan. Tak lama kemudian terlihat lagi yang lainnya, m akin kuat kini. Terlihat lagi. Keluhan terdengar berdesau lewat dahan-dahan kayu rim ba yang anginnya m eniup

136 Mark Twain tengkuk dan pipi. Mereka bergetar ketakutan, menduga Hantu Malam lewat. Sunyi lagi. Petir m ahadahsyat tiba-tiba terdengar menggeletar membuat malam jadi terang-benderang bagai siang, m em buat sem uanya terlihat nyata, bahkan setiap lem bar rum put. Terlihat pula ketiga wajah terkejut m enjadi pucat pasi. Guntur m enggelegar seakan sebuah bola m aha dahsyat berguling-guling di langit dan lenyap ditelan geram annya sendiri. Angin dingin menggeletarkan daun-daunan serta menebarkan abu di sekitar api unggun. Lecutan cahaya terlihat lagi, disusul oleh dentum - an yang seakan m enghancurkan sem ua puncak pohon. Sangat ketakutan m ereka saling berpelukan di kegelapan yang m enyusul kilat terang benderang itu. Beberapa titik air hujan berjatuhan di daun-daunan. “Cepat, Kawan! Masuk tenda!” teriak Tom . Mereka melompat, jatuh terkait kena akar dan tumbuh- tumbuhan menjalar. Masing-masing mengambil arah sendiri- sendiri. Sem buran dahsyat cahaya m enggeram di antara pepohonan, m em buat sem ua benda bergetar hebat. Kini petir dan kilat sam bung-m enyam bung, diikuti oleh dentum an guntur yang m em ekakkan telinga berganti-ganti. Air bagai tercurah dari langit, topan yang baru tiba m endorong air hujan itu keras ke bum i. Anak-anak saling berteriak, tetapi angin yang meraung-raung serta dentuman-dentuman halilintar menekan suara m ereka. Bagaim anapun m ereka seorang dem i seorang berhasil m encapai naungan tenda, basah kuyup, kedinginan dan ketakutan. Tetapi untuk m em punyai tem an dalam kem alangan adalah suatu hal yang patut disyukuri. Mereka sam a sekali tak bisa berbicara, tenda kain layar itu terkepak-kepak, m enam bah keriuhan suasana. Topan itu makin lama makin besar hingga tenda m ereka terlepas, terbang dibawa angin. Anak-anak itu saling pegang dan lari tunggang-langgang untuk berlindung di bawah batang pohon raksasa di tepi sungai. Kini pertem puran alam


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook