Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Petualangan Tom Sawyer oleh Mark Twain

Petualangan Tom Sawyer oleh Mark Twain

Published by pustaka, 2022-11-13 22:16:54

Description: Petualangan Tom Sawyer oleh Mark Twain

Search

Read the Text Version

Petualangan Tom Sawyer 37 Tepat pada saat harapannya ham pir m usnah, Tom Sawyer maju ke depan dengan membawa sembilan helai karcis kuning, sembilan helai karcis merah dan sepuluh helas karcis biru. Ia m inta haknya untuk m enerim a hadiah. Betul-betul sebuah halilintar di siang hari bolong bagi Tuan Walters. Sama sekali tak diketahuinya Tom akan m enuntut hadiah, sekurang-kurangnya tidak untuk sepuluh tahun mendatang. Namun tak bisa ditolak, bukti-bukti lengkap dan syah. Tom segera didudukkan bersam a- sam a sang Hakim dan tam u-tam u terhorm at lainnya. Berita itu segera disiarkan ke segenap penjuru. Betul-betul berita yang mengejutkan, berita paling menggemparkan dalam masa sepuluh tahun! Begitu hebat kegem paran itu sehingga dalam pandangan seisi sekolah Tom terlontar ke tingkat kedudukan sang hakim. J adi, yang tadinya hanya satu keajaiban, kini ada dua. Murid- m urid lelaki setengah m ati m enahan perasaan iri. Tapi yang paling m enderita adalah m ereka yang terlam bat sadar bahwa m erekalah yang m em bantu Tom m endapatkan kedudukan yang tertinggi itu dengan menukar karcis mereka dengan benda-benda yang didapat Tom dari m ereka juga karena m enjual hak untuk m engapur. Anak-anak itu tak habis-habisnya m enyesali diri sen- diri sebagai korban sang penipu ulung, si m usang berbulu ayam . Hadiah diberikan kepada Tom oleh Pengawas Umum dengan keriangan yang ham bar, karena sang Pengawas Um um sadar, di balik itu sem ua pasti ada sesuatu rahasia yang m eliputi kegelapan, karena mustahillah Tom bisa menimbun dua ribu kata m utiara dari kitab Injil, sedang biasanya dua belas ayat saja ia tak m am pu m enghafal. Am y Lawrence bangga dan gem bira. Ia berusaha agar Tom m elihat kegem biraan itu di wajahnya tetapi Tom m engabaikan. Perasaan khawatir terbit di hati Am y. Kem udian kecurigaan m em - bayang di hatinya. Diperhatikannya Tom . Lirikan Tom m em buka rahasia. Gadis itu pun patah hati. Karena iri dan am arah, air

38 Mark Twain m atanya jatuh berderai. Ia benci sem ua orang, terutam a terhadap Tom . Tom diperkenalkan kepada Hakim tetapi lidahnya kelu, napasnya sesak, jantungnya berdebar disebabkan oleh kebesaran sang Hakim , tetapi yang lebih utam a ialah karena hakim itu ayah pujaan hatinya. Kalau hari itu gelap, m au rasanya Tom berlutut dan m em uja sang Hakim . Hakim Thatcher m eletakkan tangannya ke atas kepala Tom dan m enanyakan nam anya. Tom tergagap m enjawab, “Tom ....” “Oh, bukan, pasti bukan Tom , nam am u...?” “Thom as.” “Ah, bagus. Tapi kukira ada sam bungannya, bukan itu saja. Itu m em ang cukup nam un kau m au m engatakan sam bungannya, bukan?” “Katakan pada tuan itu nam am u yang lengkap, Thom as,” sela Tuan Walters m enyela, “dan jangan lupa m enyebut ‘tuan’. J angan lupa sopan santun.” “Thom as Sawyer,... Tuan.” “Bagus sekali. Betul-betul kau seorang anak yang baik. Anak cakap. Kecil, cakap, dan jantan. Dua ribu ayat itu sangat banyak sekali. Kau tak akan m enyesal m enghafalkannya dengan susah payah sebab pengetahuan lebih berharga dari apa saja di dunia. Pengetahuanlah yang m em buat orang-orang besar dan baik. Kau sendiri akan menjadi orang besar dan orang baik kelak, Thomas. Saat itu, kau akan mengenangkan masa silam dan berkata dalam hati: Sem ua ini adalah hasil dari pelajaran yang kudapat dari Sekolah Minggu di masa kanak-kanak. Ini semua berkat jerih payah guru-guruku yang m em beriku pelajaran. Ini sem ua berkat bapak Pengawas Um um yang m engawasi dan m em beri dorongan padaku dan m em beriku sebuah Al-Kitab yang indah, sebuah Al- Kitab yang bagus diberikan padaku untuk selam a-lam anya. Ini sem ua berkat pendidikanku yang baik, benar! Itulah yang akan

Petualangan Tom Sawyer 39 kau katakan pada waktu itu, Thom as, dan bagim u dua ribu ayat itu lebih berharga daripada uang berapa pun, betul-betul lebih berharga. Dan kini pasti kau tak berkeberatan untuk mencerita- kan sedikit tentang apa yang telah kau pelajari padaku dan pada nyonya ini. Tidak, pasti kau tidak akan berkeberatan, sebab kam i berdua sangat bangga akan anak-anak yang rajin belajar. Nah, pasti kau telah tahu nam a-nam a dari dua belas rasul. Kini katakanlah, siapakah dua orang pertam a yang ditunjuk?” Tom menarik-narik sebuah lubang kancing dan tam pak kem alu-m aluan. Ia m enundukkan m uka, wajahnya m em erah. Hati Tuan Walters pun ikut berdegup-degup. Dalam hatinya ia berkata, anak ini tak m ungkin bisa m enjawab pertanyaan yang term udah itu. Mengapa Tuan Hakim m enanyakannya? Maka ia m erasa wajib untuk berbicara pada Tom , “J awablah pertanyaan itu, Thom as, jangan takut!” Tom masih bungkam. “Aku tahu pasti kau m au m engatakannya, padaku,” kata nyonya itu. “Nam a kedua orang rasul itu....” “DAUD dan GOLIAT!“ Kasihan, m arilah kita tutup saja adegan ini.

Seorang Pendeta dan Doanya KIRA-KIRA PUKUL setengah sebelas, lonceng gereja kecil yang sudah retak itu m ulai berbunyi dan jem aat segera berbondong- bondong untuk m endengarkan khotbah pagi. Anak-anak Sekolah Minggu tersebar menempati tempat-tempat duduk bersama orang tua m asing-m asing agar bisa diawasi dengan ketat. Bibi Polly datang. Tom, Sid dan Mary duduk berdampingan. Tom didudukkan di tepi gang antara barisan bangku agar ia jauh dari jendela yang terbuka, jadi jauh pula dari godaan pem an- dangan musim panas di luar. Orang-orang terus membanjiri gang; kepala kantor pos yang tua tapi m asih diperlukan, walikota dan istrinya (St. Petersburg m em punyai walikota juga, di antara jabatan yang tidak perlu), Nyonya J anda Douglas yang cantik, cerdik, berum ur em pat puluh tahun, pem urah, baik hati dan kaya. Rum ahnya di bukit m erupakan satu-satunya istana di kota kecil

Petualangan Tom Sawyer 41 itu, kebanggaan St. Petersburg dalam hal mengadakan pesta- pesta dan perayaan besar. Yang patut dihorm ati tapi bongkok, Mayor Ward dan nyonya. Ahli hukum Riverson, seorang tokoh pendatang; gadis tercantik di desa itu, diikuti oleh beberapa gadis lain, berpakaian indah. Disusul oleh semua juru tulis muda dari kota yang m asuk serentak—pem uda-pem uda itu tadi berkum pul di pintu gerbang m erupakan kelom pok yang sam pai basah kuyup oleh m inyak wangi dan selalu tersenyum m enunggu sam pai gadis terakhir lewat barulah mereka masuk. Dan akhir sekali muncullah anak terbaik dari desa yang selalu dijadikan contoh untuk anak- anak lain, Willie Mufferson, yang dengan hati-hati m enuntun ibunya. Willie selalu m engiringi ibunya ke gereja dan ia m enjadi kebanggaan kaum ibu. Anak-anak m em bencinya sebab ia terlalu baik. Selain itu, Willie selalu dijadikan contoh hingga mereka m erasa m uak. Seperti biasanya tiap m inggu, Willie m em bawa sapu tangan putih bersih yang tam pak di saku belakangnya. Tom tak punya sapu tangan dan ia m enganggap setiap anak yang m em bawa sapu tangan adalah pesolek yang tolol. Ruang gereja telah penuh. Lonceng dibunyikan lagi untuk m em beri peringatan bagi m ereka yang m asih tertinggal. Kem udian gereja itu diliputi oleh suasana sunyi yang hanya dipecahkan oleh bisik dan tawa kecil anggota-anggota paduan suara. Pernah ada sebuah paduan suara yang tak m em punyai kebiasaan buruk itu tetapi sekarang aku telah lupa paduan suara di mana itu. Hal itu telah lama sekali berlalu, hampir aku tak ingat lagi, kalau tak salah, letaknya di luar negeri. Pendeta m enunjukkan lagu yang akan dinyanyikan dan m em bacakan syairnya sam pai habis dengan penuh sem angat, dengan gaya unik yang sangat disenangi di daerah itu. Suaranya dimulai dengan nada sedang, makin lama makin tinggi sampai mencapai puncak ketinggian. Pada puncak itu kata terakhir diberi

42 Mark Twain tekanan keras dan bagian akhir dari kalimat dijatuhkan ke nada rendah, bagaikan terlempar dari papan peloncat. Akankah aku sampai di surga dengan mudah, Sedangkan yang lain mencari pahala berjuang dengan susah? Pendeta itu dianggap sebagai tukang baca yang paling baik. Dalam pertemuan-pertemuan gereja ia selalu diundang untuk membacakan sajak-sajak. Setiap habis membaca sajak, para pendengar wanita pasti m engangkat tangan dan m enjatuhkannya lemas ke samping, kemudian menutup mata sambilmenggelengkan kepala seakan-akan berkata, “Tak ada kata-kata untuk m elu- kiskan keindahannya, keindahan m em bacanya sungguh indah, terlalu indah bagi dunia yang fana ini.” Setelah lagu pujian dinyanyikan, Pendeta Sprague berpaling ke papan pengumuman dan membacakan beberapa pengumu- m an tentang pertem uan-pertem uan, hal-hal lainnya, hingga seakan-akan pengumuman itu tak akan habis sampai hari kiamat. Suatu kebiasaan aneh yang m asih ada sam pai saat ini di Am erika, pada zam an surat kabar telah m erajalela ini. Mem ang, m akin terasa tiada kegunaannya suatu kebiasaan, m akin sukar bagi kita untuk m enghapuskannya. Setelah sem ua pengum um an yang banyak itu habis terbaca, pendeta m ulai berdoa. Doa yang baik dan tak tanggung-tanggung telitinya. Berdoa untuk gereja dan anak-anak kecil di gereja; untuk

Petualangan Tom Sawyer 43 gereja-gereja lain di desa itu; untuk desanya sendiri; untuk daerah; untuk negara bagian; untuk pejabat-pejabat negara bagian; untuk negara Am erika Serikat; untuk Kongres; untuk Presiden; untuk pejabat-pejabat pem erintahan; untuk pelaut-pelaut yang sedang m enderita di laut berbadai; untuk jutaan jiwa yang m enderita di bawah injakan raja-raja di Eropa dan para penguasa di Timur; untuk m ereka yang punya m ata dan telinga, tapi tak bisa m elihat dan mendengar; untuk para pribumi di pulau-pulau terpencil di sam udra-sam udra besar. Maka ditutupnya doa itu dengan perm ohonan, sem oga kata-kata yang akan diucapkannya nanti mendapat perkenan dan berkat Tuhan dan menjadi bagaikan benih yang disebar di tanah subur, yang kelak akan m em berikan hasil yang m em uaskan. Am in. Terdengar gem erisik pakaian para jem aat yang kini serentak duduk kem bali setelah tadi berdiri selam a doa diucapkan. Anak yang diceritakan dalam buku ini sam a sekali tak bisa m enikm ati doa yang panjang itu, m alahan ia m enderita. Ia kebal akan doa- doa itu. Dengan tidak sadar ia mencatat seluk-beluk doa itu, ia m endengarkan, tapi telah hafal jalan-jalan yang ditem puh sang pendeta—dan bila ada yang kecil yang ditam bahkan pada doa itu pasti Tom tahu dan hal ini m em buatnya m akin benci. Baginya penam bahan itu licik dan keji. Di pertengahan doa seekor lalat hinggap di punggung kursi di hadapan Tom dan lalat itu m enam bah siksaan baginya dengan cara begitu tenang m enggosok- gosok tangan, memeluk serta menggosok kepala begitu keras hingga seolah-olah akan copot dari tubuhnya. Kem udian lalat itu m enggosok-gosok sayap, m eratakannya dengan kak belakang seolah-olah sayap itu sebuah jas, dan bersolek dengan tenang dan tentram seperti ia tahu, bahwa dirinya terlindung dari segala m acam m ara bahaya. Dan m em ang dem ikian keadaannya; sebab betapapun tangan Tom gatal untuk m enangkapnya, ia tidak berani. Dalam kepercayaannya, kalau lalat itu dibunuh sewaktu

44 Mark Twain khotbah diucapkan, jiwanya akan hancur seketika itu juga. Tetapi dengan berakhirnya pidato itu tangannya m ulai m enekuk dan m aju perlahan. Begitu kata “Am in” terdengar, tangannya m enyam bar dan lalat itu m enjadi tawanan perang. Sayang, Bibi Polly m engetahuinya dan Tom harus m elepaskan tawanannya. Sang pendeta m ulai m em baca khotbahnya dengan suara yang datar dan membicarakan persoalan-persoalan dengan kalimat berbunga-bunga, hingga m akin banyak yang terangguk-angguk m en gan tuk—padahal persoalan yan g sedan g dibicarakan n ya adalah tentang api neraka dan jiwa-jiwa terpilih yang hanya sedikit, sehingga m enyia-nyiakan gerakan penyelam atan jiwa. Tom menghitung lembar-lembar khotbah; pulang dari gereja biasanya Tom m engetahui, berapa lem bar khotbah itu tapi jarang m engetahui isinya. Tetapi kali ini hatinya tertarik. Sang pendeta memberikan gambaran bagaimana seluruh dunia dikumpulkan waktu singa dan anak domba berbaring berdekatan dan seorang anak kecil memimpin mereka. Tetapi pelajaran dan moral dari pem andangan yang digam barkan itu tak tertangkap oleh Tom ; ia hanya m em ikirkan betapa m enariknya peranan tokoh utam a itu di hadapan segala bangsa yang berkum pul untuk m elihat; m ukanya bersinar betapa senang bila ia bisa m enjadi si anak tadi kalau saja yang dipim pinnya adalah singa yang jinak. Kem udian Tom jatuh ke alam penderitaan ketika pendeta kembali pada persoalan-persoalan kering. Dan terpikirlah oleh Tom akan harta yang dibawanya, yaitu seekor kum bang hitam dengan rahang yang bercakar; Tom m enam akannya ‘kum bang cubit’. Kum bang itu ditaruhnya dalam sebuah kotak, bekas tem pat tutup peledak. Begitu keluar, kum bang itu m enggigit jari Tom . Tom terkejut, m engibaskan tangannya, si kum bang terlem par ke gang dan Tom m em asukkan jari yang digigit ke dalam m ulut. Kum bang itu berusaha keras untuk m em balikkan tubuh, tapi sia-sia; Tom sangat ingin m engam bilnya nam un

Petualangan Tom Sawyer 45 tem patnya terlalu jauh. Orang-orang yang tak m enaruh perhatian pada khotbah mengikuti kumbang itu dengan cermat. Tak lama kem udian seekor anjing pudel datang m endekat. Agaknya anjing itu pun malas oleh kelembutan musim panas, bosan akan hidup dalam kekangan sepi, jadi menginginkan perubahan. Tampaklah kum bang itu kepadanya; ekor yang terkulai lesu kini bergoyang- goyang gem bira. Diperhatikannya si kum bang, diputarinya; dicium nya dari jarak yang cukup am an, kem udian m encium lebih dekat; m engangkat bibir ragu-ragu m enyam bar si kum bang, disengajanya agar luput, diulangi dan diulangi lagi; dim ulainya lagi perbuatan itu; berbaring dengan si kumbang di antara kedua kaki depannya dan m elanjutkan percobaannya; tapi akhirnya bosan, term enung dan m elam un. Kepalanya terangguk-angguk, janggutnya m akin turun dan akhirnya m enyentuh m usuhnya yang cepat m enggigitnya. Terdengar lengkingan tajam , si anjing mengibaskan kepala dan si kumbang terlempar dua meter dan sekali lagi jatuh terlentang. Orang-orang di dekat tempat itu bergetar oleh kegem biraan yang terpaksa m ereka telan, beberapa orang tertawa kecil di balik kipas atau sapu tangan, dan Tom merasa bahagia tak terkira. Si anjing kelihatan tolol betul dan agaknya m em ang tolol; ia menaruh dendam pada kumbang dan bermaksud untuk m em balas dendam . Didekatinya kum bang itu, disergapnya hati- hati; ia m eloncat dari putaran si kum bang, kaki depannya m enyerang sam pai beberapa inci dari sasaran, m oncongnya m alah m enyerang lebih dekat, setiap serangan disertai oleh guncangan kepala yang m enyebabkan telinganya berkelepak. Tetapi si anjing segera m erasa lelah; m encoba m enghibur hatinya dengan seekor lalat, tapi tak terhibur; mengikuti perjalanan seekor semut dengan hidungnya dekat kepada lantai, tapi segera juga bosan; menguap, mengeluh dan sama sekali melupakan si kumbang, tak sengaja duduk tepat di tempat si kumbang terlentang.

46 Mark Twain Terdengar lagi lengking kesakitan yang keras dan si anjing bagai- kan terbang berlari sepanjang gang; ia berlari terkaing-kaing; berlari m enyeberangi tem pat sem bahyang di depan, m asuk ke gang lain, melintasi pintu-pintu, berputar ke seluruh tempat di ruang itu sam bil m elengking ribut; penderitaannya m akin besar dengan m akin panjang jarak yang ditem puhnya, ia m akin cepat berlari hingga yang terlihat seakan sebuah kom et berbulu yang sedang bergerak dalam orbitnya dengan kecepatan cahaya. Akhirnya si penderita yang sangat bingung itu m eninggalkan jalan yang sedng ditem puhnya dan m elom pat ke pangkuan pem iliknya yang serta-m erta m elem parkannya ke luar jendela. Di luar m asih terdengar lengkingan kesakitan, yang m akin lam a m akin jauh. Pada saat itu seluruh isi gereja berwajah merah dan menahan tawa, khotbah berhenti sam a sekali. Kem udian khotbah dim ulai lagi, tapi tidak begitu bersemangat dan malah tertegun-tegun, sem ua nada yang m eyakinkan hilang, bahkan ungkapan yang paling m enyedihkan disam but oleh jem aat dengan tertawa yang terlindungi oleh punggung kursi jauh dari mimbar, seakan-akan pendeta baru saja m engucapkan yang am at lucu. Sungguh, suatu kelegaan bagi jemaat ketika cobaan Tuhan itu selesai dan pemberkatan dimulai. Tom Sowyer pulang dengan gem bira, bahkan m erasa puas dalam pelayanan rohani, kalau sedikit saja ada variasi di dalam nya. Hanya ada sedikit yang m em buatnya kecewa; ia tak keberatan anjing pudel itu berm ain-m ain dengan kum bangnya, tetapi tidak patut bila si anjing membawa kumbang itu pergi.

Pertemuan Tom dengan Becky TIAP SENIN pagi Tom selalu m erasa sedih karena dengan tibanya hari Senin berarti dim ulailah siksaan sekolah atas dirinya selam a sem inggu. Biasanya ia m em ulai hari itu dengan berharap m udah- mudahan ia bisa bersekolah terus tanpa hari libur sebab hari libur selalu membuat kembali ke sekolah tak tertahan. Tom berpikir. Segera terlintas di hatinya, lebih baik ia sakit. Kalau sakit, tak perlu ia pergi ke sekolah. Ada kem ung- kinan yang m asih kabur. Ia periksa setiap bagian tubuhnya dengan teliti. Tak diketem ukannya rasa sakit sedikit pun dan sekali lagi ia m em eriksa dirinya. Kali ini agaknya ia berhasil menemukan sedikit gejala perut mulas. Ia mulai berbuat agar rasa mulas itu makin terasa tapi malahan rasa tadi berkurang dan akhirnya lenyap. Kem udian Tom m encari-cari lagi. Tiba-tiba ia m enem ukan sesuatu. Salah satu gigi atasnya goyah. Untung;

48 Mark Twain ia sudah m ulai berkeluh kesah, tetapi terpikir olehnya, bila sakit giginya dibicarakan, bibinya akan m encabut gigi itu yang pasti akan m enyakitkan. Maka ia akan sim pan gigi goyah itu sebagai cadangan, dan m ulai m encari-cari lagi. Beberapa saat tak terdapat apa-apa, kemudian ia ingat akan kata dokter tentang penyakit yang m em buat penderita harus berbaring selam a dua atau tiga m inggu dan m ungkin m enyebabkan hilangnya sebuah jari. Dengan bersem angat Tom m ulai m em eriksa jem pol kakinya yang sakit. Sayang ia tak tahu gejala-gejala penyakit aneh tadi. Betapapun, tak ada salahnya untuk m encoba, m aka m ulailah ia beraduh-aduh dengan suara keras. Tapi m asih juga Sid tidur nyenyak. Tom m em perkeras keluh kesahnya sam pai m erasa jari kakinya betul-betul terasa sakit. Sid tak berkutik. Tom menjadi lelah karena berkeluh kesah. Ia mengumpulkan napas dan m engeluh lagi dengan suara yang betul-betul patut d ika gu m i. Sid tetap mendengkur. Tom m erasa sulit sendiri. Ia berseru, “Sid! Sid!” dan m enggun- cang-guncang adik tirinya. Sid menguap, menggeliat dan sambil mendengus bangkit, memperhatikan Tom. Tom merintih-rintih. “Tom ! He, Tom !” seru Sid. Seruan ini tak terbalas, “He, Tom ! Tom ! Kenapa kau, Tom ?” Sid m engguncang tubuh Tom dan m em perhatikan wajahnya dengan sangat khawatir. Tom m erintih, “Oh, jangan, Sid, jangan guncangkan aku.” “Mengapa, Tom ? Biar kupanggilkan Bibi.” “J angan... jangan pedulikan aku, Sid. Akan hilang juga nanti, jangan panggil siapa pun.” “Tidak, Bibi harus tahu! Oh, jangan m erintih begitu, Tom , ngeri kedengarannya. Sudah lam a kau sakit?”

Petualangan Tom Sawyer 49 “Berjam -jam ! Aduh! J angan sentuh aku, Sid, kau m em bunuh- ku !” “Tom , m engapa aku tak segera kau bangunkan? Oh, Tom , jangan m erintih, berdiri bulu rom aku. Tom , apa sebenarnya yang sakit?” “Kuam pun i segala kesalahan m u, Sid. (Merin tih), segala kesalahanm u padaku. Bila nanti aku telah tiada....” “Oh, Tom , kau akan m ati? J angan, Tom ... jangan... oh, jangan. Mungkin....” “Kuam puni sem ua orang, Sid. (Merintih). Katakan pada semua orang. Dan Sid, berikan bingkai jendelaku serta anak kucingku yang berm ata satu pada gadis yang baru itu, katakan bahwa....” Tetapi Sid m enyam bar pakaiannya dan pergi. Kini Tom benar-benar m erasa sakit, begitu besar khayalnya sehingga keluh kesahnya bernada asli. Sid berlari ke tingkat bawah sam bil berseru, “Aduh, Bibi Polly, cepat! Tom ham pir m ati!” “Mati!” “Ya, Bi. Cepat, jangan m enunggu lagi!” “Om ong kosong. Aku tak percaya.” Tetapi bagaikan terbang Bibi Polly naik ke kam ar Tom , disusul oleh Mary dan Sid. Wajah Bibi Polly pucat dan bibirnya gem etar. Sesam pai di kam ar tidur Tom , Bibi Polly berteriak, “Tom ! Ada apa?” “Aduh, Bibi, aku...” “Ada apa,... ada apa, Nak?” “Oh, Bibi, jem pol kakiku yang sakit kini m ati!” Nyonya tua itu m enjatuhkan diri di sebuah kursi, kem u- dian tertawa, m enangis dan akhirnya tertawa dan m enangis. Pikirannya m enjadi tenang dan ia berkata pada Tom , “Tom , kam u m em buatku terkejut. Kini tutup m ulut dan bangun!”

50 Mark Twain Suara rintihan lenyap dan rasa sakit m enghilang dari jem pol kaki itu. Tom m alu dan berkata, “Bibi Polly, betul kurasa jem pol kakiku m ati dan sakitnya begitu keras, sehingga aku lupa pada gigiku.” “Gigim u! Kenapa lagi gigim u?” “Gigiku goyah, Bi, dan sakitnya bukan m ain.” “Nah, jangan m erintih-rintih lagi. Buka m ulutm u, coba lihat. Hm , Mem ang gigim u goyah, tapi itu bukan berarti kau akan m ati. Mary, am bilkan benang dan bara api dari dapur.” Tom m engaduh, “Oh, Bibi, jangan cabut gigi itu. J angan! Tak sakit lagi sekarang. Sungguh mati, tak terasa sakit lagi. J angan, Bi. Aku tak ingin tinggal di rum ah dan m au m asuk sekola h .” “Betul dem ikian? J adi ini sem ua hanya karena kau pikir kau bisa tinggal di rum ah dan tak sekolah supaya kau bisa mengail, he? Tom, Tom, aku sangat mencintaimu, tapi kau selalu bikin hatiku pedih.” Saat itu alat-alat gigi telah tiba. Bibi Polly m engikat gigi Tom yang goyah dengan ujung benang sutera, sedang ujung yang lain diikatnya pada tiang tem pat tidur. Kem udian diam bilnya kayu bara yang apinya m asih m enyala, tiba- tiba kayu itu disodorkan sam pai ham pir m engenai m uka Tom . Tom m elom pat m undur dan giginya kini tergantung dengan benang di tiang tempat tidur. Tetapi kekecewaan itu selalu ada upahnya. Ketika Tom berangkat ke sekolah setelah sarapan, ia menjadi sasaran perhatian anak-anak yang dijum painya, disebabkan lubang bekas giginya m em bikin ia m eludah-ludah, tetapi dengan cara istim ewa. Anak-anak m engerum uninya untuk m em perhatikan ia m eludah; seorang anak yang tadinya ditonton karena jarinya yang terpo- tong kini tak m endapat perhatian. Kebanggaannya hilang, hatinya terasa berat. Dengan pura-pura acuh tak acuh anak itu berkata, m eludah seperti cara Tom Sawyer bukan apa-apa. Tetapi anak-

Petualangan Tom Sawyer 51 anak lain berolok-olok, hingga ia terpaksa pergi dengan perasaan ka la h . Setelah itu, Tom bertem u dengan seorang anak yang harus dijauhi, Huckleberry Finn, anak seorang pemabuk. Huckleberry dibenci dan ditakuti oleh semua ibu di kota kecil itu sebab ia selalu berm alas-m alasan, tak m em punyai aturan, kasar dan dianggap bertabiat buruk. Seperti juga anak-anak lainnya Tom iri pada Huckleberry akan kegelandangannya, tetapi dia tidak diperbolehkan berm ain dengannya. Karena dilarang, m aka pada setiap kesem patan dia berm ain dengan Huckleberry. Huckleberry selalu m em akai pakaian orang dewasa yang telah dibuang, com pang-cam ping dan terlalu besar. Topinya telah rusak, bertepi lebar dengan puncaknya sudah copot. J aketnya, bila kebetulan dipakainya, tergantung m encapai kaki dan kancing belakangnya di kedudukan; tali celananya hanya sebelah yang menahan celana; pantat celana ke bawah menggelembung dengan udara; ujung celana diseret, bila tak digulungkan ke atas. Huckleberry datang dan pergi sesuka hatinya. Ia tidur di ambang pintu kalau cuaca cerah dan di tong-tong kosong bila hari hujan; ia tak usah pergi ke sekolah dan ke gereja, tak bertuan dan tak harus menuruti siapa pun; ia boleh pergi mengail atau berenang sesuka hatinya; tak ada yang m elarang untuk berkelahi; jam tidurnya tak tentu; ia m enjadi anak pertam a yang bertelanjang kaki di m usim sem i dan yang terakhir m em akai sepatu di m usim gugur; tak pernah ia harus mencuci atau memakai pakaian bersih; ia bisa m em aki-m aki dengan sangat baiknya. Pokoknya apa saja yang bisa m em buat hidup ini senang, Huckleberry Finn m em ilikinya, dem ikianlah pikir sem ua anak yang terkekang oleh tata tertib di St. Petersburg. Tom m enyapa gelandangan yang m enarik hatinya itu, “Halo, H u ckleb er r y!” “Halo untukm u sendiri bila kau itu m em buatm u senang.”

52 Mark Twain “Apa yang kau bawa?” “Bangkai kucing.” “Coba lihat, Huck. Astaga betapa kejam . Dari m ana kau dapat?” “Kubeli dari seorang anak.” “Dengan apa kau bayar?” “Sehelai karcis biru dan sebuah kan tun g em pedu yan g kudapat dari rumah pemotongan hewan.” “Dari m ana kau dapat karcis biru?” “Kubeli dari Ben Rogers dengan sebuah tongkat sim pai dua m inggu yang lalu.” “Untuk apa bangkai kucing ini, Huck?” “Untuk m enyem buhkan kutil.“ “Mana m ungkin. Aku tahu obat kutil yang lebih m ujarab.” “Tak ada yang lebih m ujarab daripada ini. Mem ang apa obat- mu?” “Air keberanian.” “Air keberanian! Bagiku air keberanian tak berharga sepeser p u n .” “Mengapa tidak? Pernahkah kau m encobanya?” “Tak pernah. Tapi Bob Tanner pernah.” “Bagaim ana kau tahu?” “Dia bercerita pada J eff Thatcher, J eff berkata pada J ohnny Baker, J ohnny berkata pada J im m Hollis, dan J im berkata pada Ben Rogers, Ben berkata pada seorang negro, negro itu berkata padaku. Nah, begitulah.” “Lalu m engapa? Mereka sem ua pasti berdusta, kecuali negro itu yang tak akan berdusta. Cih. Coba ceritakan bagaim ana Bob Tanner menggunakan air keberanian itu, Huck.” “Mudah saja. Ia m encelupkan tangannya ke dalam sebuah rongga di tunggul kayu busuk tem pat air hujan tergenang.” “Pada siang hari?”

Petualangan Tom Sawyer 53 “Ten t u .” “Dan ia m enghadap tunggul itu?” “Ya. Begitulah kira-kira.” “Ada yang diucapkan?” “Kukira tidak. Aku tidak tahu.” “Aha! Tolol sekali untuk m enyem buhkan kutil dengan air keberanian, bila tak tahu cara-caranya. Bukan begitu caranya. Kau harus datang seorang diri ke tengah hutan, ke tem pat yang kau tahu ada tunggul kayu busuk dengan air hujan tergenang dalam ron ggan ya. Kau harus datan g pada ten gah m alam , kemudian mundur ke arah tunggul itu, masukkan tanganmu ke dalam rongganya sam bil berkata: Biji gandum , biji gandum , m akanan kecil orang Indian, air keberanian, air keberanian, kutil-kutil ini saja y ang kau telan; kemudian kau harus berjalan cepat sebelas langkah, dengan mata tertutup, setelah itu kau putari tunggul itu tiga kali dan kau pulang tanpa bicara pada siapa pun tentang yang kau kerjakan. Bila kau langgar sedikit saja aturannya, m antra itu tak m ujarab lagi.” “Tam paknya m em ang m ujarab, tapi bukan begitu cara yang dipakai oleh Bob Tanner.” “Tak salah lagi, pasti berlainan. Bob adalah orang yang paling banyak m em punyai kutil di kota ini dan sem uanya pasti lenyap, bila ia m engetahui tentang m antra air keberanian itu. Beribu-ribu kutil telah hilang dari tanganku, Huck, hanya dengan m antra itu. Kau tahu betapa sering aku berm ain-m ain dengan kodok hingga aku m em punyai banyak kutil. Kadang-kadang kuhilangkan kutil itu dengan biji kacang.” “Ya, kacan g juga obat kutil yan g baik. Aku pern ah m encobanya.”

54 Mark Twain “Pernah? Bagaim ana caranya?” “Kau belah kacang jadi dua, kem udian kutil diiris, hingga m engeluarkan darah. Oleslah belahan yang satu dengan darah itu dan pendam di perempatan jalan di tengah malam waktu bulan gelap. Belahan yang satu lagi harus dibakar habis. Kau lihat nanti, belahan kacang yang kita pendam akan m enarik belahan yang lainnya, tetapi karena tertutup oleh darah, darah itu pun punya daya penarik yang akan m enarik kutil tadi hingga terlepas.” “Ya, betul begitu caranya, Huck, hanya waktu kau m em endam belahan kacang itu, kau harus berkata, ‘J atuhlah kacang, lepaslah kutil, jangan datang untuk m enggangguku lagi!’ begitulah sebaiknya. Begitulah yang dilakukan oleh J oe Harper dan ia pernah ke Coonville serta ke tem pat-tem pat lainnya. Tapi coba, bagaimana kau mengobati kutil dengan menggunakan bangkai ku cin g?” “Mudah saja. Kau bawa kucing itu ke kuburan m enjelang tengah m alam bila ada orang yang berhati jahat baru dikubur. Kalau tengah m alam setan tiba, m ungkin satu atau m ungkin dua atau tiga, kau tak akan bisa m elihat m ereka. Yang kau dengar, hanyalah bunyi berdesau seperti angin lalu, atau m ungkin bisa kau dengar mereka bercakap-cakap. Setan-setan itu datang untuk m engam bil m ayat yang baru dikubur tadi. Bila m ereka m em bawa m ayat itu pergi, kau lem parkan bangkai kucing ke arah m ereka sam bil berkata, ‘Setan ikuti m ayat, kucing ikuti setan, kutil ikuti kucing, kau tak kuperlukan lagi!’ Nah, dengan obat itu segala macam kutil akan sembuh.” “Pernah kau coba itu, Huck? Kedengarannya betul m ujarab.” “Belum . Mak Hopkins Tua yang m engatakan padaku.” “Aku percaya, deh, kalau begitu, sebab kata orang ia tukang t en u n g.” “Wah, bukan kata orang lagi, Tom . Aku yakin dia m em ang seorang tukang sihir. Dia pernah m enenung bapakku. Bapak

Petualangan Tom Sawyer 55 sendiri yang m engatakannya. Suatu hari waktu ia datang ke m ari, ia m elihat Mak Hopkins Tua m enenungnya. Maka bapak m engam bil sebuah batu. Bila Mak Hopkins tak cekatan, pasti ia terkena lemparan itu. Nah, malam itu juga bapak jatuh dari atap yang ditidurinya selagi m abuk. Tangannya patah.” “Wah, ngeri sekali. Bagaim ana ayahm u tahu, Mak Hopkins yang m enenungnya?” “Tuhan, bapak tahu betul, m udah sekali. Kata bapak, bila seorang tenung m em andangm u dalam -dalam , percayalah bahwa ia sedang m enggunakan ilm unya. Apalagi bila m ulutnya kom at- kam it; itu berarti m ereka sedang m em baca Doa Bapa Kam i dengan cara terbalik.” “Huck, kapan kau akan m encoba bangkai kucing itu?” “Malam in i. Setan -setan akan m en gam bil m ayat H oss Williams malam ini.” “Tetapi Hoss William s sudah dikubur sejak hari Sabtu. Apakah setan-setan tak m engam bilnya Sabtu m alam ?” “Oh, tololnya kau ini. Bagaim ana m antra m ereka bisa bekerja pada tengah malam hari Sabtu? Waktu itu telah masuk hari Minggu. Tak ada setan berkeluyuran pada hari Minggu, kau tahu?” “Mem ang benar, tak terpikir olehku. Bolehkah aku pergi bersamamu?” “Tentu saja, bila kau tak takut.” “Takut? Tak m un gkin . Kau m em beri tan da den gan m en geon g?” “Ya, dan balas pula dengan eongan. Kem arin dulu aku terus m engeong saja karena tak kau balas dan si Hays tua m elem pariku dengan batu sam bil berseru, ‘Kucing terkutuk!’ Maka kulem par jendelanya dengan batu bata, tapi jangan kau beri tahu itu pada siapa pun.” “Tentu saja tidak. Malam itu aku tak bisa m enjawabm u sebab bibiku selalu mengawasi. Tapi kali ini pasti kubalas, eh, apa itu?”

56 Mark Twain “Bukan apa-apa. Hanya seekor kutu pohon.” “Dari m ana kau dapat?” “Di hutan.” “Mau kau tukar dengan apa?” “Tak tahu. Aku tak ingin m enjualnya.” “Baiklah. Betapapun kutu itu terlalu kecil.” “Oh, sem ua orang bisa m engejek kutu pohon yang bukan m iliknya. Aku puas dengan kutu ini, cukup bagus bagiku.” “Mem ang, tapi kutu pohon banyak. Bila aku m au, aku bisa mengumpulkan ribuan kutu pohon.” “Nah, m engapa kau tak punya seekor pun? Karena kau tahu, kau tak akan bisa. Ini belum m usim nya dan ini adalah kutu pohon yang pertam a yang m uncul tahun ini.” “Eh, Huck, m au kau m enukar kutu itu dengan gigiku?” “Coba lihat dulu.” Tom m engeluarkan segum pal kertas yang hati-hati dibuka- nya. Lam a Huckleberry m em perhatikan gigi Tom , yang dicabut tadi pagi. Ia betul-betul sangat ingin. Akhirnya ia berkata, “Apakah itu gigi asli?” Tom m engangkat bibirnya hingga terlihat lowong bekas gigi. “Baik. J adilah!” kata Huckleberry. Tom memasukkan kutu ke dalam kotak bekas m em enjarakan kum bang cubitnya. Kem udian kedua anak itu berpisah, m asing-m asing m erasa lebih kaya dari sem ula. Ketika Tom sam pai ke sekolah yang kecil dan terpencil, ia masuk dengan tergesa-gesa seolah-olah ia berlari dari rumah. Digantungkannya topi dan m elem parkan diri duduk di bangku dengan penuh sem angat. Gurunya, yang duduk di kursi tinggi, terkantuk-kantuk oleh suara anak-anak yang belajar. Masuknya Tom membuat ia terbangun. “Thom as Sawyer!” Tom tahu kalau nam anya disebutkan sepenuhnya berarti ia akan mendapat kesulitan.

Petualangan Tom Sawyer 57 “Ya, Tuan.” “Mari! Nah, m engapa kau terlam bat lagi?” Tom hendak berdusta, tapi pada saat itu dilihatnya seorang anak perem puan beram but pirang yang segera dikenalinya sebagai anak yang dicintainya. Di kelas itu hanya di sebelah gadis itulah tem pat yang kosong, satu-satunya di bagian m urid perem puan! Cepat-cepat Tom m enjawab, “Say a berhenti untuk bercakap-cakap dengan Huckleberry Finn!” Detak jantung sang guru terhenti, ternganga memandang Tom Sawyer. Bisik anak-anak juga berhenti: m ereka m em andang Tom sam bil bertanya-tanya, m ungkinkah anak keras kepala itu telah gila? “Apa... apa katam u?” tanya guru tak percaya. “Saya berhenti untuk berbicara dengan Huckleberry Finn.” J elas sekali, tak mungkin salah dengar. “Thom as Sawyer, ini pengakuan yang paling m engejutkan yang pernah kudengar. Cam bukku yang biasa tak cukup untuk m enghukum nya. Buka jaketm u!” Guru sendiri yang m elakukan hukum an cam buk sam pai tangannya terasa sakit. Hukum an selanjutnya, “Nah, kini kau harus duduk dengan m urid perem puan! Biarlah ini m enjadi pelajaran bagim u!” Suara tawa kecil terdengar dari seluruh kelas dan Tom tam pak kem alu-m aluan, tetapi pipinya m em erah karena kini ia bisa duduk di sam ping pujaan hati yang belum dikenalnya. Suatu keuntungan yang tak pernah ia duga. Ia duduk di ujung bangku, si gadis menggeser jauh tanpa memandang. Di sana-sini kepala saling mengangguk dan mata-mata berkedip, tapi Tom diam dengan kedua belah tangan terlipat rapi di meja dan pura-pura belajar dari buku. Lam a-kelam aan tak ada lagi yang m em perhatikan Tom , suara anak-anak belajar mulai terdengar kembali. Tom mulai

58 Mark Twain m elem parkan lirikan kepada gadis di sam pingnya. Si gadis tahu itu, m em oncongkan m ulutnya, dan m em belakangi Tom untuk beberapa lam a. Ketika si gadis diam -diam berpaling, sebuah persik sudah tergeletak di depannya. Buah itu didorongnya ke dekat Tom. Perlahan Tom mendorong kembali buah itu ke tempat sem ula. Si gadis m endorongnya lagi tapi tak sekasar tadi. Dengan sabar Tom m engem balikannya ke depan si gadis. Kali ini si gadis diam . Tom m enulis di batu tulisnya, “Am billah, aku m asih punya b a n ya k.” Si gadis m em baca tulisan itu tapi diam . Kini Tom m ulai m enggam bar sesuatu di batu tulisnya, m enutupi pekerjaan dengan tangan kiri. Beberapa lam a si gadis tak m em perhatikannya, tapi rasa ingin tahu lam a-lam a m ulai m enguasai dirinya, walaupun tidak diperlihatkan. Tom terus bekerja, seolah tak peduli. Si gadis melirik acuh. Walaupun tahu, Tom pura-pura tak tahu pula. Akhirnya si gadis tak tahan, lalu berbisik, “Coba, lihat.” Tom mengangkat tangan hingga terlihat coretan di batu tulisnya. Gam bar sebuah rum ah dengan atap berujung lancip, dua buah asap berlingkar bagai pegas dari cerobong asap. Rasa ingin tahu si gadis terpaku pada gambar itu dan ia lupa akan segala. Ketika Tom selesai m enggam bar, si gadis m em perhatikan lukisan itu, kem udian berbisik, “Bagus... sekarang gam bar orang.” Seniman Tom menggambar seorang lelaki di halaman depan, lelaki yang lebih m irip sebuah m esin derek, seolah-olah dia m au melangkahi rumah. Tetapi si gadis tak cerewet, ia puas dengan raksasa itu dan berbisik, “Bagus. Kini gam barlah aku bersam a dia.” Tom menggambar sebuah benda mirip sebuah gitar, diberi kepala bulan purnama dan kaki bagaikan batang padi dan tangan yang jari-jarinya m elebar m em bawa kipas luar biasa. Si gadis berkata, “Manis sekali... oh, ingin aku bisa m enggam bar.” “Mudah,” bisik Tom , “aku bisa m engajarim u.”

Petualangan Tom Sawyer 59 “Betulkah? Kapan?” “Tengah hari. Istirahat tengah hari, kau pulang m akan?” “Bila kau m au, aku akan tinggal di sekolah.” “Baik. Siapa nam am u?” “Becky Thatcher. Siapa nam am u? Oh, aku tahu, nam am u Thom as Sawyer, bukan?” “Itu nam a kalau aku akan m endapat hukum an cam buk. J ika aku sedang dianggap baik, nam aku Tom saja. Kau m au panggil aku Tom, bukan?” “Baik.” Tom m enulis di batu tulisnya, m enyem bunyikannya dari Becky. Tapi kini Becky tak m alu lagi, ia m inta agar diperboleh-kan m elihat. Tom berkata, “Oh, bukan apa-apa.” “Ya, ada yang kau tulis.” “Enggak. Tak ada. Kau tak akan ingin m elihatnya.” “Siapa bilang, aku ingin m elihat.” “Nanti kau bilang pada kawan-kawan.” “Tidak, tak akan kukatakan. Sungguh! Tak akan kukatakan.” “Tak akan kau katakan pada siapa pun? Selam a hidupm u?” “Tidak, tak akan kukatakan pada siapa pun. Nah, lihat.” “Oh, sebetulnya kau tak ingin m elihatnya.” “Oh, kalau kau terus berbelit-belit, akan kulihat sendiri!” Becky m em egang tangan Tom , m engangkatnya. Terjadi adu kekuatan, tapi Tom berpura-pura m enahannya. Sedikit dem i sedikit tangannya terangkat, hingga terlihatlah tulisan, “Aku cinta p ad am u .” “Oh, kau nakal.” Becky m em ukul tangan Tom , tetapi terlihat sekali bahwa gadis yang pipinya m em erah itu m erasa bahagia. Tepat pada saat itu Tom m erasakan cengkeram an yang kuat di telinganya, cengkeram an yang perlahan m enariknya berdiri. Maka Tom diangkat dari bangkunya di tengah-tengah riuh tawa dari seluruh sekolah. Untuk beberapa saat gurunya

60 Mark Twain ...hingga terlihatlah tulisan, “Aku cinta padamu.” berdiri di hadapannya, yang sangat m engerikan bagi Tom , kem udian kem bali ke takhtanya tanpa berbicara. Walaupun kedua telinganya terasa sakit, Tom betul-betul gem bira dalam h a t in ya . Sekali lagi sekolah m enjadi sunyi dan Tom berusaha untuk belajar, tetapi pergolakan dalam jiwanya tak tertahan kan. Pelajaran membacanya gagal; lalu di pelajaran geograi nama da­ nau dikacaukannya m enjadi nam a gunung, nam a gunung m enjadi nama sungai dan nama sungai menjadi nama benua; dalam pelajaran m engeja dicerca hanya karena beberapa kata sederhana hingga dalam urutan kepandaian mengeja ia menduduki tem- pat paling bawah, dan terpaksa m elepaskan m edali tim balnya, m edali tanda nom or satu dalam m engeja yang dipakainya dengan bangga selama berbulan-bulan.

Sebuah Perjanjian dan Sebuah Kekesalan MAKIN KUAT Tom m em usatkan pikiran pada pelajarannya, m akin jauh pikirannya m engem bara. Akhirnya dengan m engeluh dan m enguap, ia m enghentikan usahanya. Baginya seolah-olah waktu istirahat tengah hari tak kunjung tiba. Udara tegang. Hari itu hari yang paling m engantukkan. Dengung dua puluh lim a m urid bagaikan m antra penidur. Bukit Cardiff tam pak cerah, m em perlihatkan lereng-lereng hijau di balik tirai panas yang berpendar-pendar; beberapa ekor burung m elayang-layang tinggi di udara; tak ada lagi makhluk hidup selain beberapa ekor sapi dan mereka pun pulas. Hati Tom sakit merindukan kebebasan atau sesuatu yang dipakai untuk m elewatkan waktu. Tangannya m eraba-raba saku dan seketika wajahnya cerah oleh rasa terim a kasih bagaikan terkabulnya suatu doa. Diam -diam ia keluarkan kotak kutu pohonnya. Kutu itu dikeluarkan dan ditaruhnya di atas m eja. Makhluk itu m ungkin m enyinarkan rasa terim a kasih juga.

62 Mark Twain Nam un saat itu rasa terim a kasihnya terlalu lekas diungkapkan sebab begitu ia akan bergerak, Tom m em belokkannya dengan peniti dan m em aksanya untuk m engam bil arah lain. Sahabat karib Tom , J oe Harper, duduk di sam pingnya. Ia pun menderita seperti Tom dan sekarang sangat berterima kasih serta menaruh perhatian pada permainan Tom. Tom dan J oe adalah sahabat paling karib sepanjang pekan, tetapi hari Sabtu mereka berhadapan sebagai musuh. J oe mengambil peniti dan leher bajunya dan m em bantu Tom m engerjakan tawanannya. Makin lama olah raga menggiring kutu itu makin menarik. Tiba- tiba Tom berkata bahwa mereka saling mengganggu dan menjadi malas dengan permainan itu. Maka Tom meletakkan batu tulis J oe di m eja, lalu dibuatnya garis di tengah-tengah dari atas ke bawah. “Nah,” kata Tom , “selam a ia berada di daerahm u, kau boleh m em perm ainkannya dan aku tak akan cam pur; tetapi bila ia lolos dari tanganmu dan lari ke daerahku, kau tak boleh m enyentuhnya.” “Baik, silakan!” Kutu itu lolos dari pen gawasan Tom , m en yeberan g ke perbatasan dan dipermainkan oleh J oe sesaat, kemudian kembali lagi ke daerah Tom . Dem ikian terjadi berulang-ulang. Bila seorang m em perm ainkan kutu itu dengan penuh perhatian, yang lain ikut m engawasi, kedua kepala m endekat di atas batu tulis. Keduanya tak m em perhatikan lagi keadaan sekelilingnya. Akhirnya J oe lebih beruntung dari pada Tom, betapapun kutu itu mencoba, J oe bisa m enahannya di daerahnya. Kutu itu hendak lari, nam un peniti J oe sangat tangkas. Tangan Tom sudah gatal, dan akhirnya ia tak tahan. Diulurkan tangannya dan m em bantu J oe m em ainkan tawanan itu. Seketika J oe marah. “Tom , biarkan saja dia!” “Aku hanya ingin m enggelitiknya sedikit, J oe.” “Tidak, itu tak adil, kau tak boleh ikut cam pur.”

Petualangan Tom Sawyer 63 “Sebentar saja.” “J angan ikut cam pur, kataku.” “Tid a k!” “Harus... ia m asih di daerahku.” “Tapi, J oe Harper, ingat kutu siapa itu?” “Tak peduli, pokoknya ia m asih di daerahku dan kau tak boleh m engganggunya.” “Siapa bilang? Ia m ilikku dan akan kulakukan apa saja yang kuingini, sampai mati pun aku rela.” Sebuah pukulan hebat jatuh ke punggung Tom, disusul oleh pukulan yang sam a di punggung J oe. Selam a dua m enit debu mengepul dari jaket kedua anak itu dengan dinikmati oleh seluruh isi sekolah. Kedua anak itu begitu asyik dalam perm ainannya sehingga tidak mereka perhatikan guru mereka datang mendekat. Agak lam a juga guru m ereka m em perhatikan perm ainan kutu itu sebelum turun tangan. Ketika istirahat tengah hari tiba, Tom berlari ke Becky Thatcher dan berbisik di telinganya, “Pakailah kudungm u, pura- pura pulang dan bila kau sampai di belokan, kembalilah lagi lewat jalan sam ping. Aku akan berbuat serupa dari arah yang b er la wa n a n .” Tom pergi den gan sekelom pok kawan n ya, Becky pergi pula dengan kelom pok lain. Beberapa saat kem udian keduanya bertemu di ujung jalan samping dan ketika mereka kembali di sekolah, sekolah itu sunyi. Mereka duduk berdam pingan dengan batu tulis di hadapan. Tom m em beri Becky anak batu tulis dan dengan m em egang tangan gadis itu ia m enuntunnya untuk m enggam bar sebuah rum ah yang aneh. Sesudah m ereka bosan menggambar, mereka bercakap mengenai berbagai hal. Tom m erasa bahagia dan ia bertanya, “Suka kau pada tikus?” “Tidak, aku benci pada tikus.”

64 Mark Twain “Aku juga tapi yan g kuben ci han ya tikus hidup. Yan g kumaksud, apakah kau suka tikus mati untuk diputar-putar di atas kepala dengan tali?” “Tidak, m ati atau hidup aku tidak suka pada tikus. Yang paling kugemari permen karet.” “Oh, aku juga. Betapa senangnya bila aku punya perm en karet.” “Aku punya. Kau boleh m engunyah sebentar, tapi kem balikan lagi padaku.” Usul itu disetujui, m ereka bergantian m engunyah perm en karet itu sem entara kaki m ereka bergoyang-goyang di bangku tanda senang. “Pernahkah kau m enonton sirkus?” tanya Tom . “Ya, dan Ayah akan m engajakku m enonton lagi.” “Aku pernah nonton sirkus tiga atau em pat kali. Gereja bukanlah tandingan sirkus. Selalu ada-ada saja yang terjadi dalam sirkus. Bila aku telah dewasa aku akan m enjadi badut sirkus.” “Betulkah? Bagus sekali. Badut-badut itu sangat indah, pakaiannya berbelang-belang.” “Ya, dan m ereka m endapat banyak uang, sam pai sedolar sehari, kata Ben Rogers. Eh, Becky, pernahkah kau bertunangan?” “Apakah itu?” “Bertunangan untuk kem udian kawin.” “Belum pernah.” “Maukah kau bertunangan?” “Aku tak tahu. Bagaim anakah rasanya?” “Rasanya? Wah, tak bisa dibandingkan dengan apa pun. Kau hanya harus m engatakan kepada seorang lelaki bahwa kau tak akan kawin dengan orang lain untuk selam a-lam anya. Kem udian kau cium dia dan selesailah pertunangan itu. Semua orang bisa m engerjakannya.” “Cium ? Untuk apa cium itu?” “Wah, itu, kau tahu... itu adalah untuk... eh, sem ua orang m elakukannya.”

Petualangan Tom Sawyer 65 “Sem ua orang?” “Ya, sem ua orang yang saling m encintai. Ingatkah kau akan yang kutulis di batu tulisku?” “Ya... ya.” “Apakah itu?” “Aku tak m au m engatakannya padam u.” “Boleh kukatakan padam u?” “Ya... ya... tapi lain kali saja.” “Tidak, sekarang.” “Tidak, jangan sekarang... besok saja.” “Oh, tidak, sekaran g. Ayolah, Becky, akan kubisikkan , kubisikkan sangat perlahan.” Becky ragu, Tom m enganggap Becky diam sebagai setuju, dipeluknya pinggang Becky dan dibisikkannya kalim at yang ditulisnya sangat perlahan dengan m ulut dekat-dekat ke telinga Becky. Kem udian ditam bahkan n ya, “Nah, kin i kau berbuat serupa, bisikkan kata-kata itu kepadaku.” Becky diam sesaat, kem udian berkata, “Palingkan kepalam u biar kau tak bisa melihatku, baru kukatakan. Tapi jangan kau katakan pada siapa pun, ya? Berjanjilah!” “Tentu, Becky, tak akan kukatakan pada siapa pun. Nah, b isikka n la h !” Tom berpalin g. Kem alu-m aluan Becky m em bun gkukkan kepalanya sam pai napasnya m eniup ram but Tom dan berbisik, “Aku... cinta... padam u!” Kem udian Becky m elom pat dan lari m engelilingi bangku- bangku dan m eja-m eja. Tom m engejar hingga akhirnya Becky tersudut, m enutupi m ukanya dengan gaunnya. Tom m em eluk leher Becky dan m em ohon, “Nah, Becky, sudah ham pir selesai... tinggal cium nya. J angan takut... sesungguhnya tak apa-apa, ayolah, Becky.” Tom m enarik gaun Becky dan tangannya. Lam a-kelam aan Becky m enyerah, perlahan-lahan tangannya turun: wajahnya m em erah karena pergulatan dan m enunduk. Tom m encium bibir Becky yang m erah dan katanya, “Nah,

66 Mark Twain selesailah, Becky. Dan selanjutnya, kau tahu, kau tak boleh mencintai orang lain kecuali aku dan kau tak akan kawin dengan siapa pun kecuali dengan aku, selam a-lam anya, selam a-lam anya. Maukah kau?” “Ya, Tom , aku tak akan m encintai orang lain kecuali engkau, dan aku tak akan kawin dengan orang lain kecuali dengan engkau... dan kau pun tak boleh kawin dengan orang lain.” “Pasti. Begitulah. Dan bila pergi ke sekolah atau pulang dari sekolah kau harus berjalan bersam aku, bila tak ada orang yang melihat... dan kau harus memilihku serta aku memilihmu di pesta- pesta untuk berdansa sebab begitulah cara orang bertunangan.” “Oh, senang sekali. Belum pernah kudengar.” “Ya, bahagia sekali. Dulu, waktu aku den gan Am y La wr en ce,....” Mata Becky m em besar dan Tom segera sadar bahwa ia telah berbuat sesuatu kesalahan. Ia tertegun, bingung. “Oh, Tom , jadi ini bukan pertam a kali kau bertunangan!” Anak gadis itu m enangis. “Oh, jangan m enangis, Becky, aku tak m encintainya lagi.” “Tidak, kau m asih m encintainya, Tom , kau tahu itu.” Tom m en coba m em eluk leher Becky, tapi Becky m en - dorongnya dan berpaling m enghadap dinding, m enangis. Tom m encoba lagi m em bujuk, tapi tetap ditolak. Kesal hati Tom , ia pergi ke luar. Beberapa lam a ia m ondar-m andir di halam an, sekali-sekali m em andang ke pintu dengan harapan Becky akan m enyesal dan ke luar untuk m enem uinya. Tapi Becky tak m uncul juga, m em buat Tom m akin gelisah. Hatinya bergolak. Sesungguh- nya ia m alu untuk m engalah, tapi akhirnya dikuatkan untuk m asuk. Becky m asih berdiri di sudut, m enangis m enghadap dinding. Hati Tom hancur. Didekatinya Becky, kem udian berdiri bingung, ragu berkata, “Becky... aku... tak ada yang kucintai selain en gka u .” J awaban Becky hanya berupa sedu sedan. “Becky,” Tom m em ohon lagi, “Becky, tak m aukah kau berbicara?”

Petualangan Tom Sawyer 67 Sedu sedan lagi. Tom m engeluarkan harta bendanya yang paling berharga, sebuah tom bol kuningan laci bufet. Diperlihatkannya tom bol itu pada Becky sam bil berkata, “Ayolah, Becky, m aukah kau mengambil ini?” Becky m enam par tom bol itu, hingga jatuh ke lantai. Tak berpikir lagi Tom berlari menuju bukit di kejauhan, tak kembali lagi ke sekolah hari itu. Segera setelah Tom ke luar Becky m ulai m erasa curiga. Ia m enyusul tapi terlam bat. Tom tak terlihat. Becky berlari m engitari lapangan tem pat berm ain, yang dicarinya tak ada. Ia berteriak, “Tom ! Kem bali, Tom !” Setelah Tom keluar, Becky mulai merasa curiga. Tak ada jawaban, ia tak bertem an, sunyi dan kesepian. Maka ia duduk, m enangis dan m enyesali dirinya. Tak lam a kem udian m urid-m urid berdatangan. Becky terpaksa m enyem bunyikan kesedihannya dan m enenangkan hatinya yang patah. Sore yang panjang dan m enyakitkan itu ham pir tak tertanggung olehnya, apalagi ia berada di antara kawan-kawan yang m asih asing baginya, tak bisa diajak untuk m em bicarakan kesedihan hatinya.

Tom Menentukan Masa Depannya TOM MENYELINAP lewat jalan-jalan kecil untuk m enghindari kawan-kawannya yang kem bali ke sekolah. Setelah m erasa selam at, Tom berlari-lari kecil. Diseberanginya sebatang sungai dua-tiga kali. Menurut kepercayaan, m enyeberangi sungai akan membingungkan guru-guru. Setengah jam kemudian ia lenyap di belakang rum ah besar J anda Douglas di puncak Bukit Cardiff. Sekolah ham pir tak tam pak lagi, jauh tersem bunyi di lem bah belakangnya. Tom m asuk ke dalam sebuah hutan lebat, m em buat jalan untuk m asuk ke tengahnya. Kem udian ia duduk di bawah pohon oak yang rim bun, di atas tanah yang berlum ut. Tak ada angin di panasnya tengah hari, bahkan burung-burung pun tak terdengar; alam bagaikan terpukau. Kesunyian itu hanya dipecah oleh suara burung pelatuk di kejauh- an yang m enam bah kesunyian m akin terasa. Kesedihan Tom

Petualangan Tom Sawyer 69 m em uncak, perasaan hatinya bagai keadaan sekitarnya. Lam a ia duduk m encangkung, dagunya ditopang tangan, term enung. Baginya hidup ini hanya penuh kesulitan, dan ia am at m engirikan alm arhum J im m y Hodges, salah seorang kawannya yang baru saja m eninggal. Betapa dam ai hatinya, pikir Tom , ia bisa berbaring dan berm im pi selam a-lam anya, bertem an nyanyian angin, dibelai rum put dan bunga-bungaan di atas kuburannya, tak ada yang harus dipikirkan, tak ada yang harus disedihkan. Bila saja ia m em punyai catatan berkelakuan baik dari Sekolah Minggu, m aulah rasanya m enyusul J im m y Hodges. Dan tentang gadisnya... hm , apa sebenarnya yang telah diperbuatnya? Bukan apa-apa. Ia bermaksud baik dan diperlakukan bagaikan anjing... betul-betul bagai anjing. Becky pasti m enyesal, m ungkin terlam bat. Ah, betapa senangnya kalau ia bisa m ati—untuk sem entara. Tetapi hati m uda yang m asih berkem bang tak bisa ditekan untuk waktu yang lam a. Tom m ulai m em ikirkan kehidupannya. Bagaim ana kalau ia m enghilang dari desa? Bagaim ana kalau ia pergi jauh, jauh sekali, ke negara-negara yang belum diketahuinya di seberang lautan dan tak akan kem bali lagi? Biar Becky tahu rasa! Pikiran untuk m enjadi badut sirkus tim bul dan dibuangnya dengan penuh kebencian. Kegem biraan, senda gurau dan celana kembang berbelang-belang tak patut dipikirkan bila seseorang sedang m em ikirkan yang rom antis. Tidak, lebih baik ia m enjadi prajurit, kemudian kembali penuh pengalaman perang dan bintang jasa. Tidak, lebih baik jika ia ikut orang-orang Indian, berburu bison dan berperang di pegunungan serta di padang rum put di daerah Barat, kem udian kem bali sebagai kepala suku. Dengan pakaian bulu burung, serta cat perang ia akan masuk ke sekolah m inggu m usim panas yang tenang. Ia akan m eneriakkan pekik perang dan membuat semua kawan iri hati. Tunggu, ada yang lebih hebat. Ya, ia akan m enjadi seorang bajak laut! Benar! Tetap sudah pilihannya untuk m asa depan. Masa

70 Mark Twain Baginya hidup ini hanya penuh kesulitan.

Petualangan Tom Sawyer 71 depannya kini gilang-gem ilang penuh kejayaan. Betapa nam anya akan m asyhur dan ditakuti oleh seluruh dunia. Betapa m egahnya ia, m enjelajahi lautan dengan perahu layarnya Sem angat Topan, dengan bendera mengerikan berkibar di tiang agung. Pada puncak kem asyhurannya ia akan m uncul di desanya, m asuk gereja dengan pakaian bajak laut: baju dan celana ketat dari beledu hitam, sepatu lars, kain pinggang merah, ikat pinggang dengan pistol besar-besar terselip, pedang penuh darah kejahatan di samping badan, topi lebar dengan jumbai-jumbai panjang, benderanya ditebarkan, bendera hitam dengan gam bar tengkorak dan tulang bersilang; dadanya pasti akan m eledak karena bangga bila m endengar bisik sem ua orang, “Itulah Tom Sawyer, si Bajak Laut... Si Pem balas Dendam dari Arm ada Spanyol!” Yah, sudah beres. Masa depannya telah pasti. Ia akan m elarikan diri dan m ewujudkan cita-citanya. Mulai besok pagi. Maka sekarang ia harus bersiap-siap. Ia akan mengumpulkan sem ua harta bendanya. Tom m engham piri sebatang kayu roboh di dekatnya. Dengan pisau Barlow ia m enggali tanah di bawah. Pisaunya tertum buk kepada kayu yang tam paknya berongga. Tom m eletakkan tangan di kayu itu dan m em baca m antra dengan penuh keyakinan, “Apa yang belum datang, datanglah! Apa yang telah ada, tinggallah!” Tanah-tanah disingkirkan, tampaklah selembar genting sirap dari kayu pinus. Genting itu diam bil, terbuka sebuah tem pat penyim panan harta yang dasarnya terbuat dari genting-genting sirap pula. Di situ terdapat sebutir kelereng. Tom tercengang, garuk-garuk kepala kebingungan dan m enggerutu, “Bagaim ana ini bisa terjadi?” Dengan gusar dilem parkannya kelereng itu jauh-jauh dan Tom berdiri berpikir. Anak-anak percaya, bila seseorang memendam sebutir kelereng dengan disertai mantra-mantra, dan m eninggalkannya selam a dua m inggu, kem udian pendam an itu dibuka dengan mantra pula, maka di lubang pendaman

72 Mark Twain akan ditem ui kelereng yang pernah hilang, walaupun hilangnya tersebar berjauhan. Tetapi ternyata percobaan Tom gagal total. Kepercayaan Tom terguncang sam pai ke dasarnya. Tak pernah ia m endengar cerita tentang kegagalan m antra itu. Sem uanya berhasil. Sebelum ini m em ang ia pernah m encobanya berkali- kali, namun tak bisa dinilai gagal atau tidak sebab ia selalu lupa tem pat ia m em endam kan kelerengnya. Lam a Tom berpikir, akhirnya ia m endapat kesim pulan, seorang tukang tenung telah ikut campur dan mencabarkan mantra sakti itu. Dia harus mendapatkan kepastian tentang itu; maka ia mencari-cari sampai diketem ukannya tem pat berpasir dengan lubang berbentuk corong. Tom m em bungkuk hingga m ulutnya dekat kepada lubang itu dan berseru:, “Undur-undur, undur-undur, katakan apa yang ingin kuketahui!” Pasir bergerak. Seekor binatang mirip kumbang kecil muncul, tapi lari kembali masuk ke dalam pasir dengan ketakutan. “Ia tak berani berkata! Tak ragu lagi, pastilah m antraku diganggu oleh tukang tenung seperti yang kukira!” Ia tahu, sia-sia melawan kekuatan tukang tenung, maka ia tak m elanjutkan usahanya. Tapi terpikir olehnya untuk m encari kelereng yang telah dilem parkannya. Dengan tekun dicarinya kelereng itu. Sia-sia. Ia kembali ke tempat ia berdiri waktu m elem parkan kelereng itu. Diam bilnya sebutir kelereng dari sakunya dan dilem parkannya seperti tadi sam bil berkata, “Pergi dan tem uilah saudaram u!” Diperhatikannya di m ana kelereng kedua itu jatuh, dan di tem pat itulah ia m encari kelereng yang pertam a. Agaknya lem parannya terlalu jauh atau m ungkin terlalu dekat, kelereng pertam a tak diketem ukannya. Ia m encoba lagi dua kali. Pada kali terakhir, kelereng pertam a diketem ukannya hanya berjarak satu kaki dari kelereng kedua. Tepat saat itu terdengar suara terom pet m ainan sayup- sayup dalam hutan itu juga. Tom m em buka jaket dan celana

Petualangan Tom Sawyer 73 dengan segera, seutas tali celana dijadikannya ikat pinggang, dari balik semak-semak dekat pohon tumbang tempat ia memendam kelereng tadi dikeluarkannyalah sebuah busur beserta anak panahnya, pedang m ainan dan terom pet dari kaleng. Begitu selesai mengambil ini semua, Tom berlompat-lompatan dengan baju berkibar, bertelanjang kaki. Di bawah sebatang pohon yang besar ia berhenti, m eniup terom petnya, dan dengan sangat berhati-hati bergerak maju, berbisik pada serombongan kawan yan g han ya dalam khayalan n ya, “H ati-hati, Kawan -kawan , bersem bunyilah sam pai kutiup terom petku.” Muncul J oe Harper. Pakaian dan persenjataannya seperti Tom . Tom berseru, “Berhenti! Siapa yang berani m em asuki rim ba Sherwood tanpa izinku?” “Guy dari Guisborne tak m em butuhkan izin dari siapa pun. Siapa engkau yang... yang....” “Yang berani m enyapaku dem ikian,” Tom m em beri petunjuk, sebab keduanya bercakap m enurut cerita dalam buku. “Siapa engkau yang berani m enyapaku dem ikian?” “Mengapa tak berani? Akulah Robin Hood, seperti yang akan dibuktikan nanti oleh bangkaimu.” “Ha, jadi kaulah penjahat yang term asyhur itu? Girang aku bisa bertengkar denganm u tentang izin di rim ba ini. Awas!” Keduanya m encabut pedang, m elem parkan benda-benda lain dan memasang kuda-kuda untuk bermain anggar. Mereka adu pedang dengan hati-hati, dua di atas dua di bawah sampai Tom berseru, “Ayo, bila kau telah panas, m ari, lebih seru!” Mereka bertanding lebih seru, sampai terengah-engah dan berm andikan keringat. Akhirnya Tom berteriak, “Roboh! Kam u roboh! Mengapa kamu tak roboh?” “Tidak. Mengapa tidak kau sendiri yang roboh? Kau yang ka la h !” “Aku tak bisa roboh! Itu m enyalahi buku. Di buku disebutkan, ‘Kem udian dengan sebuah pukulan back hand dirobohkannya

74 Mark Twain Guy dari Guisborne itu.’ Nah, kau harus berpaling untuk kupukul p u n ggu n gm u .” Peraturan tetap peraturan, J oe berpaling, dipukul punggungnya, dan roboh. “Nah,” J oe bangkit, “kini giliranm u untuk kubunuh, baru adil.” “He, tak tertulis sem acam itu di buku.” “Kalau begitu tak adil.” “Dengar, J oe, kau bisa jadi Pendeta Tuck atau Much anak penggiling gandum. Dengan begitu kau bisa memukulku dengan tongkat atau biarlah aku jadi Sherif dari Nottingham dan kau jadi Robin Hood sebentar. Dengan begitu kau bisa membunuh aku.” Usul itu disetujui dan adegan tersebut dim ainkan. Kem udian Tom jadi Robin Hood lagi yang ham pir m ati karena dikhianati oleh seorang rahib wanita yang m em biarkan luka Robin Hood terus berdarah. J oe memerankan seluruh pasukan penjahat, datang dengan m enangis, dan m enyeret pergi Tom , kem udian m enem patkan busurnya pada tangan ‘Robin Hood’ yang gem etar. “Di m ana anak panah ini jatuh, kuburkanlah tubuh Robin Hood ini di situ, di bawah sebatang pohon kayu hijau,” kata Tom , m elepaskan anak panahnya. Setelah m em anah ia roboh dan sesungguhnya langsung m ati, tapi ternyata ia jatuh ke dalam semak-semak berduri sehingga terpaksa ia melompat lagi dengan cara yang terlalu tangkas bagai ‘sebatang m ayat’. Kedua anak berpakaian kem bali, m enyim pan alat-alatnya, dan berjalan pulang. Dalam hati, mereka merasa sedih karena zam an Robin Hood telah lewat. Dalam hati m ereka bertanya- tanya apa yang bisa diberikan oleh peradaban m odern untuk m enggantikan zam an yang hilang itu. Mereka berkata, lebih baik jadi anak buah Robin Hood setahun daripada menjadi presiden Am erika Serikat seum ur hidup.

Perkelahian di Kuburan PUKUL SETENGAH sepuluh m alam itu, Tom dan Sid disuruh tidur seperti biasa. Keduanya m engucap doa dan Sid segera tertidur. Tom m asih terjaga, gelisah. Ketika jam berbunyi pukul sepuluh, baginya hari telah m endekati pagi. Betul-betul m em buatnya putus asa. Kalau bisa, pasti ia berguling-guling. Nam un ia takut Sid akan terbangun. Ia terlentang saja, menentang kegelapan. Makin m alam , bunyi-bunyi yang tadinya senyap m ulai terden gar. Mula-m ula detak lon cen g. Balok-balok kayu tua berdetak. Tangga berderik perlahan. Tak salah lagi, pastilah hantu-hantu bergentayangan. Dari kam ar Bibi Polly terdengar dengkur. Suara jangkrik tak habis-habisnya. Disusul oleh suara ketik-ketik menakutkan dari kumbang maut di dinding dekat ujung atas tem pat tidur yang m em buat Tom gem etar—suara itu m enandakan bahwa seseorang akan m enem ui ajalnya. Anjing m elolong di kejauhan m em belah kesunyian m alam disam but

76 Mark Twain anjing lain. Tom m erasa tersiksa. Akhirnya ia m erasa waktu berhenti berjalan dan kekekalan dim ulai. Tidak disadarinya ia merasa pulas. Lonceng berbunyi sebelas kali tak didengarnya. Kem udian sam ar-sam ar terdengar suara kucing yang panjang dan m enyedihkan. Tetangga ribut m em buatnya terbangun oleh seruan, “Kucing bangsat! Pergi!” diiringi oleh botol yang pecah di tum pukan kayu. Sesaat kem udian ia keluar dari jendela, merangkak di atas atap. Ia mengeong pula, melompat ke atap gu- dang dan dari sana ke tanah. Huckleberry Finn menanti dengan bangkai kucing. Kedua anak itu lenyap ditelan kegelapan m alam . Setengah jam kemudian mereka tiba di antara rumput-rumput tinggi di pekuburan. Mereka tiba di antara rumput-rumput tinggi di pekuburan.

Petualangan Tom Sawyer 77 Kuburan kuno itu letaknya di puncak bukit atau setengah m il dari desa. Pagarnya, pagar papan yang tidak terurus lagi, ada yang condong ke dalam , ada yang condong ke luar, tak ada yang tegak. Rum put dan belukar tum buh dengan subur. Kuburan-kuburan tua telah terbenam , tanpa nisan untuk m enunjukkan tem patnya; yang tam pak hanya tonggak-tonggak kayu doyong yang ham pir habis dim akan cacing. Tadinya di papan-papan itu tertulis “Untuk Mengenang Anu”. Kini kebanyakan tulisan-tulisan itu tak terbaca lagi biarpun pada siang hari. Terdengar angin berdesau di antara pepohonan. Bagi Tom penghuni kuburan seolah-olah m engeluh karena daerahnya dim asuki m ereka. Kedua anak itu cum a berbisik-bisik sebab waktu, tem pat, suasana, serta kesunyian itu am at m enekan jiwa m ereka. Segera m ereka tem ui kuburan baru yang m ereka cari. Tom dan Huck m enyem bunyikan diri di balik tiga batang pohon elm yang tum buh berdekatan dengan kuburan itu. Rasanya seperti berabad-abad dan m ereka m enunggu dengan sabar. Yang terdengar hanya bunyi burung hantu dari kejauhan. Tom tak tahan lagi, ia berbisik pada Huckleberry: “H ucky, m en urutm u sen an gkah oran g-oran g m ati in i d iku n ju n gi?” “Aku juga ingin tahu,” Huckleberry berbisik pula, “sangat sepi, bukan?” “Mem ang.” Keduanya diam . Masing-m asing m em ikirkan persoalan yang sedang m ereka hadapi. Kem udian Tom berbisik lagi, “Eh, Hucky... kau pikir bisakah Hoss Williams mendengar kita berbicara?” “Tentu saja, sedikitnya nyawanya bisa m endengar kita.” Setelah diam sesaat Tom berkata, “Oh, seharusnya aku m e- m anggilnya Tuan William s. Tapi aku tak berm aksud m engejek. Sem ua orang m em anggilnya Hoss.”

78 Mark Twain “Kita harus berhati-hati, bila m em bicarakan orang-orang yang telah m ati, Tom .” Pernyataan Huckleberry ini m em atikan nafsu Tom untuk berbicara. Nam un Tom m endadak m em egang lengan tem annya dan berkata, “Ssst!” “Ada apa, Tom !” Tak terasa kedua anak saling berpelukan dengan dada berdebar-debar. “Ssh! Lihat! Kau dengar?” “Aku ....” “Itu! Kini kau m endengarnya.” “Tuhan, Tom , m ereka ke m ari! Mereka ke m ari, betul-betul ke m ari! Apa yang kita kerjakan?” “Aku tak tahu. Mungkinkah m ereka bisa m elihat kita?” “Oh, Tom , m ereka bisa m elihat dalam kegelapan seperti kucing. Betapa senangnya kalau aku tak datang ke sini.” “J angan takut. Aku tak percaya, m ereka akan m engganggu kita. Kita pun tak m engganggu m ereka. Bila kita tak bergerak, mungkin mereka tak tahu kita di sini.” “Aku ingin diam , Tom , tapi, Tuhan, badanku gem etar!” “Den ga r !” Kedua anak itu m enundukkan kepala, ham pir-ham pir tak bernapas. Dari ujung lain sayup-sayup terdengar suara m endekat. “Lihat! Lihat!” bisik Tom , “Apakah itu?” “Itu api setan! Oh, Tom , ngeri!” Beberapa bayan gan m un cul dari kegelapan , m em bawa sebuah lentera kuno yang m enyebarkan cahaya di tanah. Segera Huckleberry berbisik pada Tom , “Betul-betul setan yang datang. Tiga! Ya, Tuhan, Tom , celaka kita. Bisa kau berdoa?” “Akan kucoba, tapi jangan takut. Mereka tak akan m eng- ganggu kita. Kini kubaringkan diriku, aku....” “Sst!” “Ada apa, Huck?”

Petualangan Tom Sawyer 79 “Mereka itu, m anusia! Sedikitnya satu di antara m ereka. Aku dengar suara Muff Potter!” “Tidak... oh, bagaim ana bisa?” “Benar, tak salah lagi. J angan bergerak kau. Matanya tak begitu tajam untuk bisa melihat kita. Paling-paling ia sedang m abuk seperti biasanya.” “Baik. Aku tak akan bergerak. Lihat m ereka sedang bingung, tak tahu jalan. Nah, m ereka bergerak lagi. Bergerak. Diam . Bergerak lagi. Bergerak cepat. Agaknya sekarang m ereka m enge- tahui arah yang benar. He, Huck, aku tahu suara lainnya, suara J oe si Indian!” “Betul! Peranakan Indian yang kejam itu! Aku lebih takut kepadanya daripada kepada setan. Apakah yang akan m ereka ker ja ka n ?” Bisik-bisik itu lenyap. Ketiga orang tadi berdiri di dekat kuburan Hoss William s, hanya beberapa m eter dari tem pat persem bunyian kedua anak itu. “Ini dia,” kata yang ketiga. Seorang m engangkat lenteranya, dan tam paklah wajah Dokter Robinson yang m asih m uda. Potter dan J oe si Indian mendorong sebuah gerobak dengan dua buah sekop di dalam nya. Mereka berhenti dan m ulai m enggali kuburan baru itu. Dokter Robinson m eletakkan lenteranya di bagian kepala kuburan, membelakangi pohon-pohon. Dokter itu begitu dekat hingga punggungnya bisa disentuh oleh Tom dan H u ckleb er r y. “Lekas,” dokter itu berbisik, “bulan bisa m uncul setiap saat.” Potter dan J oe si Indian hanya m enggeram , kem udian m enggali. Hanya bunyi sekop yang terdengar digunakan untuk m enggali serta m em buang tanah dan batu. Akhirnya terdengar bunyi sekop terbentur pada peti m ayat dan sesaat kem udian kedua orang itu telah m engangkat peti m ayat Hoss William s. Dengan sekop m ereka m em buka peti m ayat itu dan dengan

80 Mark Twain kasar m elem parkan isinya ke luar. Bulan m uncul dari balik awan m enyinari m ayat, yang pucat. Gerobak disiapkan, m ayat ditaruh di dalam nya, ditutupi selim ut, dan diikat erat-erat. Potter m engeluarkan sebilah pisau lipat yang besar untuk m em otong tali yang terlalu panjang dan berkata pada Dokter Robinson, “Nah, benda terkutuk ini sekarang siap, Dokter. Dan cepat keluarkan lim a dolar lagi. Kalau tidak, m ayat itu tidak akan diangkat.” “Benar,” kata J oe si Indian. “Apa, katam u?” tan ya Dokter Robin son , “Kalian m in ta dibayar di m uka dan kalian telah kubayar.” “Ya, lebih dari itu,” J oe si Indian m endekati Dokter Robinson, yang kini berdiri. “Lim a tahun yang lalu, pada suatu m alam kau usir aku dari dapur ayahm u ketika aku m inta sedikit m akan. Kau tuduh aku berbuat jahat. Ketika itu aku bersum pah akan membalas perbuatanmu, walaupun aku harus menunggu seratus tahun. Ayahm u m em enjarakanku dengan tuduhan bahwa aku seorang gelandangan. Kau kira aku lupa? Bukan percum a darah Indian mengalir di tubuhku. Dan kini kau dalam kekuasaanku. Kau harus m em bayar utang itu!” Sambil berbicara itu, J oe si Indian mengancam sang dokter dengan m engacung-acungkan tinjunya. Dokter Robinson tiba-tiba menghantam orang kasar itu hingga terjatuh. Potter membuang pisaunya sam bil berteriak, “Hai, jangan kau pukul sahabatku!” Sesaat kemudian ia bergulat dengan Dokter Robinson, saling mengerahkan kekuatan. Sementara itu, J oe si Indian m elom pat berdiri, m atanya bersinar m arah, m enyam bar pisau Potter. Bagaikan kucin g ia m erun duk m en gelilin gi kedua orang yang sedang berkelahi. Sesaat Dokter Robinson berhasil m elepaskan diri dari cengkeram an Potter, m enyam bar papan peti mati Hoss Williams dan menghantam Potter dengan papan itu hingga roboh. Pada saat yang sam a, J oe si Indian m elom pat ke depan, menusukkan pisau ke dada dokter itu. Dokter Robinson

Petualangan Tom Sawyer 81 terhuyung, jatuh ke tubuh Potter, m em basahinya dengan darah. Pada saat itu bulan tertutup awan, membuat suasana gelap gulita. Tom dan Huckleberry lari meninggalkan tempat itu dalam lindungan gelap. Ketika bulan m uncul kem bali, J oe si Indian m em perhatikan m ayat dokter Robinson dan tubuh Muff Potter. Peranakan Indian itu m enggerutu, “Kini utangku sudah lunas, engkau yang terkutuk.” Cepat-cepat diam biln ya baran g-baran g berharga dari tubuh dokter itu, kem udian diletakkannya pisau yang baru saja m em utuskan nyawa orang itu di tangan Muff Potter yang terbuka. J oe si Indian tenang m enunggu di peti m ayat Hoss William s. Tiga, empat, lima menit berlalu, Potter mulai bergerak dan mengerang. Tangannya m enggenggam hingga tergenggam olehnya pisau itu. Potter m engangkat tangannya, m em perhatikan pisau itu, m em biarkan jatuh dan tubuhnya bergetar. Kem udian ia bangun, m endorong tubuh dokter yang m enindihnya, m elihat ke sekitar dengan bingung. Matanya bertem u pandang dengan J oe si Indian. “Oh Tuhan. Apa yang telah terjadi, J oe?” tanya Potter. “Busuk sekali, Muff,” jawab J oe tanpa bergerak, “untuk apa ia kau bunuh?” “Aku! Bukan aku yang m em bunuhnya!” “Dengar! Sangkalanm u itu tak ada gunanya.” Potter gem etar, wajahnya pucat seketika, “Mestinya aku tak boleh m abuk. Untuk apa sebenarnya aku m inum m alam ini. Tak terpikir olehku waktu itu... kini lebih buruk lagi dari sebelum kita ke m ari. Aku bingung, tak ingat sam a sekali. Katakan, J oe, katakan sejujurnya, Sobat baik, betulkah aku yang m em bu- nuhnya? Dem i jiwa dan kehorm atanku, sam a sekali aku tak berm aksud m enyakitinya. Betul-betul tidak, J oe. Katakan apa yang terjadi, J oe. Oh, ngeri betul. Ia m asih m uda dan m em punyai masa depan gemilang.”

82 Mark Twain “Kalian berkelahi hebat. Dia m enghantam m u dengan papan peti m ati hingga kau roboh. Kau m elom pat bangun, terhuyung m engam bil pisau dan m enusuknya, tepat pada saat ia m em ukulm u lagi dengan keras. Kau jatuh lagi, pingsan sam pai lam a.” “Oh, aku tak tahu apa yang kukerjakan, sungguh m ati! Ini semua karena pengaruh wiski dan karena perkelahian tadi, m ungkin. Aku tak pernah m enggunakan senjata selam a hidupku, J oe. Aku sering berkelahi tapi tanpa senjata. Sem ua orang tahu, J oe, jangan ceritakan kejadian ini pada siapa pun, berjanjilah, J oe, Sobat baik. Aku selalu m enyukaim u, J oe, dan aku selalu m em belam u. Tidak ingatkah kau, J oe? Berjanjilah, tidak akan m em buka rahasia ini, J oe, kau m au, bukan?” Orang yang m alang itu berlutut di depan kaki si Pem bunuh yang tenang-tenang saja. Potter mendekap tangan J oe si Indian, memohon. “Benar, kau selalu jujur dan adil terhadapku, Muff Potter, dan aku tak akan m engkhianatim u. Nah, bukankah itu janji yang cukup baik bagimu?” “Oh, J oe, kau betul-betul seorang m alaikat! Kuberkati kau untuk ini selama aku masih hidup.” Potter mulai menangis. “Ayolah, sudah cukup. Ini bukan waktunya untuk m enangis. Pergilah lewat jalan itu dan aku lewat jalan ini. Ayo cepat dan jangan meninggalkan jejak sedikit pun.” Potter berangkat. Mula-mula berlari-lari kecil kemudian m akin lam a m akin cepat. Si peranakan Indian m em perhatikannya sam bil bersungut-sungut, “Mudah-m udahan pikirannya tidak beres oleh pukulan dokter itu dan karena minuman keras. Setelah jauh baru ia akan teringat akan pisaunya dan saat itu ia akan m e- rasa takut kem bali ke sini seorang diri—hh, Pengecut!” Dua atau tiga m enit kem udian m ayat yang terbungkus, peti yang tak tertutup dan lubang yang ternganga itu hanya ditem ani oleh sinar bulan. Suasana m enjadi sunyi kem bali.

Anjing Melolong yang Mengerikan KEDUA ANAK itu berlari terengah-engah sam pai tidak bisa berbicara karena ketakutan. Berkali-kali m ereka m enoleh ke belakang, takut akan dikejar. Setiap batu nisan yang m uncul bagaikan manusia dan musuh, menjadikan jantung mereka berhenti berdetak. Rumah-rumah di pinggir desa telah mereka lalui. Karena gonggong anjing penjaga, m ereka lari lebih cepat. “Asal kita bisa m encapai tem pat m enyam ak kulit sebelum roboh!” bisik Tom terengah-engah, “Aku tak tahan!” Huckleberry kekurangan napas untuk m enjawab. Kedua anak memusatkan pandang pada tujuan mereka dan menambah kekuatan untuk segera m encapainya. Dengan cepat m ereka m akin m endekati tujuan itu dan akhirnya m ereka m elem parkan diri m elalui pintu tem pat penyam akan kulit dan dengan penuh rasa terima kasih serta lelah, mereka berbaring di lantai diselubungi kegela p a n .

84 Mark Twain Beberapa lam a kem udian napas m ereka kem bali biasa dan Tom berbisik, “Huckleberry, bagaim ana peristiwa ini akan ber- akhir?” “Bila Dokter Robinson m ati, pem bunuhnya pasti digantung.” “Bet u lka h ?” “Pasti, Tom .” Tom berpikir sejen ak dan bertan ya, “Siapa yan g akan m em beri tahu pengadilan? Kita?” “Tolol! Coba, bila sesuatu terjadi dan J oe si Indian lolos dari hukum an gantung? Bukankah ia akan m em bunuh kita?” “Itu pula yang kupikirkan, Huck.” “Biarlah Muff Potter saja yang m enjadi saksi. Ia cukup tolol untuk berani berbuat demikian. Ia selalu mabuk.” Tom diam, berpikir. “Huck, Muff Potter tak m engetahui kejadian itu, bagaim ana bisa ia bersaksi?” “Bagaim ana kau tahu ia tak m engetahui?” “Ia dipukul oleh dokter itu, ketika J oe si Indian bertindak. Kau kira, ia bisa m elihat? Kau kira ia m engetahui?” “Masya Allah! Betul juga, Tom !” “Dan lagi, dengar, m ungkinkah Muff Potter juga m ati oleh pukulan itu?” “Tak m ungkin, Tom . Ia baru m inum -m inum , bisa kulihat itu; ia selalu mabuk. Nah, bila bapakku penuh minuman keras, walaupun tertimpa sebuah gereja ia tak akan merasa. Ia sendiri yang berkata. Begitu juga dengan Muff Potter. Kalau orang tidak mabuk kena pukulan semacam itu, mungkin ia tewas seketika.” Setelah diam sejurus, Tom berkata, “Hucky, kau pasti bisa menutup mulut?” “Tom , kita harus m enutup m ulut. Kau tahu, Setan Indian itu tak akan segan-segan menenggelamkan kita bagaikan menenggelamkan dua ekor kucing, bila kita berani membuka

Petualangan Tom Sawyer 85 rahasianya dan ia akan lolos dari hukum an. Kini, dengar, Tom , m arilah kita bersum pah pada diri kita m asin g-m asin g—itu tindakan yang paling jitu—bersum pah untuk m enutup m ulut.” “Bagus, aku setuju. Ayo, angkat tanganm u dan bersum pah, bahwa....” “Oh, tidak, sum pah sem acam itu tak berlaku untuk yang penting seperti ini. Itu hanya untuk yang kecil-kecil, terutam a untuk perem puan, sebab akhirnya m ereka akan m elanggar sumpah itu dan mengobral omongan bila mereka mendapat kesempatan. Untuk sumpah besar harus tertulis. J uga diperlukan darah.” Tubuh Tom bergetar gembira oleh usul ini. Sungguh seram dan m engerikan waktunya, keadaannya, tem patnya, sem ua serasi. Tom m engam bil sebuah genting sirap yang tergeletak di cahaya bulan, lalu diam bilnya sepotong karang m erah dari sakunya dan m ulai m enulis dalam terang rem bulan. Menggigit lidahnya setiap kali m enorehkan garis ke bawah dan m em bebaskannya setiap kali menorehkan garis ke atas.

86 Mark Twain Huckleberry kagum melihat tulisan Tom dan keindahan bahasanya. Segera diam bilnya sebuah peniti dari leher bajunya dan akan dicucuknya jarinya dengan peniti, ketika Tom m encegahnya, “J angan! Penitim u kuningan, m ungkin ada karat tem baganya.” “Apa itu karat tem baga?” “Racun. Karat tem baga itu racun. Kau telan sedikit saja dan tahu rasa.” Tom mengambil jarum, membuka benang dan mereka m enusuk em pu jari, kem udian darahnya dipijit ke luar. Setelah berkali-kali m em ijit, Tom m enuliskan huruf singkatan nam anya, kelingkingnya sebagai pena dan darah dari jem polnya sebagai tinta. Ia mengajari Huckleberry bagaimana melukiskan H dan F, dan sempurnalah sumpah itu. Dengan upacara dan doa-doa seram, mereka mengubur genting sirap itu di dekat dinding. Dengan begitu mereka menganggap, mulut dan lidah mereka terkunci dan kuncinya telah m ereka buang jauh-jauh. Sebuah bayang-bayang m anusia m erayap di kegelapan dan m asuk di ujung lain dari bangunan yang tak terpakai itu. Tom dan Huck tak m em perhatikannya. “Tom ,” bisik Huckleberry, “apakah ini m em buat kita m enutup m ulut untuk selam a-lam anya?” “Tentu. Apa pun yang terjadi, kita harus bungkam . Bila tidak, kita akan mati seketika, tahukah kau?” “Kukira begitu.” Untuk beberapa lama, mereka berbisik-bisik, sampai tiba- tiba seekor anjing melolong panjang mengerikan, kira-kira tiga m eter dari tem patnya berbaring. Keduanya saling berpelukan, gemetar ketakutan. “Siapa di an tara kita berdua yan g dim aksud?” bisik Huckleberry terengah-engah. “Aku tak tahu; intai dari lubang itu. Cepat!” “Kau saja, Tom !”


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook