Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Petualangan Tom Sawyer oleh Mark Twain

Petualangan Tom Sawyer oleh Mark Twain

Published by pustaka, 2022-11-13 22:16:54

Description: Petualangan Tom Sawyer oleh Mark Twain

Search

Read the Text Version

Petualangan Tom Sawyer 187 telinga, nam un berita yang didengarnya selalu sam a—m akin lam a m akin nyata kesalahan Muff Potter. Di akhir hari kedua, tersiar berita bahwa kesaksian Indian J oe teguh tak berubah dan tak ragu lagi akan keputusan hakim siapa yang bersalah. Malam itu Tom pulang larut sekali; masuk kamar lewat jendela. Perasaan hatinya tak keruan. Berjam -jam kem udian baru ia bisa tidur. Keesokan harinya seluruh penduduk desa berkum pul di pengadilan sebab itulah hari yang telah lam a m ereka tunggu. Pria dan wanita memenuhi ruangan. Setelah agak lama baru para juri masuk, duduk di tempat masing-masing. Segera setelah itu Muff Potter dibawa m asuk, pucat dan kum al, m alu dan tak punya harapan, tangan dirantai, didudukkan di tem pat seluruh hadirin bisa m em perhatikannya. Indian J oe yang berm uka dingin juga mendapat perhatian besar. Sesudah agak lama menunggu, m asuklah hakim dan sidang dibuka oleh sherif. Seperti biasa hakim -hakim berbisik dan kertas-kertas dikum pulkan, yang menambah suasana bertambah tegang. Seorang saksi dipanggil. Ia m enyatakan telah m enem ui Muff Potter mandi pagi-pagi di anak sungai pada waktu pembunuhan terjadi dan terlihatlah si tertuduh m enyelinap pergi. Setelah beberapa pertanyaan, jaksa penuntut um um berkata, “Periksalah saksi itu.” Tertuduh mengangkat kepala, tapi menunduk lagi sementara pem bela m enyahut, “Saya tak punya pertanyaan.” Saksi kedua m em buktikan penem uan pisau dekat m ayat korban. J aksa penuntut um um berkata, “Silakan periksa saksi in i.” “Saya tak punya pertanyaan,” sahut pem bela Potter. Saksi ketiga bersumpah, ia sering melihat pisau itu di tangan Muff Potter.

188 Mark Twain “Silakan m em eriksa saksi!” Pem bela Muff Potter m enolak untuk m enanyai saksi. Hadirin m ulai m enunjukkan rasa tak puas. Apakah pem bela akan m enyerahkan nyawa tanpa berusaha m enolong sam a sekali? Beberapa orang saksi m enyatakan tingkah laku Potter, ketika ia dibawa ke tempat pembunuhan. Saksi-saksi ini pun tak diperiksa oleh pembela. Setiap segi keadaan yang m erusakkan nam a Potter yang terjadi di pekuburan di pagi hari yang diingat baik-baik oleh para hadirin diungkapkan dengan m eyakinkan oleh para saksi, tapi tak seorang pun di antara mereka diperiksa oleh pembela Potter. Kekacauan dan rasa tak puas para hadirin dinyatakan oleh gerutu m ereka yang begitu keras hingga terpaksa diperingatkan oleh hakim . J aksa penuntut um um kini berkata, “Dem i sum pah para penduduk yang kata-katanya sam a sekali bisa dipercaya, kam i telah menentukan tindak kejahatan ini, tanpa keragu-raguan lagi dengan kesalahan sepenuhnya pada si tertuduh. Tugas kam i selesai.” Muff Potter m engeluh berat; ditutup m ukanya dengan kedua belah tangan, tubuhnya bergoyang ke kiri. Tiba-tiba ruang pengadilan sunyi senyap. Banyak pria yang terharu, tak sedikit kaum wanita yang m encucurkan air m ata. Pem bela Muff Potter berdiri dan berkata, “Yang m ulia, dalam sam butan kam i di pembukaan perkara ini, telah kami majukan maksud kami untuk m em buktikan bahwa nasabah kam i m elakukan tindakan yang mengerikan itu di bawah pengaruh minuman keras hingga ia sama sekali tak bisa m enguasai dirinya. Nam un pikiran kam i berubah. Kam i tak akan m em pergunakan itu sebagai alasan perm ohonan am pun.” (Kepada jurutulis), “Panggil Thom as Sawyer!” Semua air muka terangkat heran, tak terkecuali air muka Muff Potter. Setiap m ata tertuju pada Tom Sawyer yang bangkit berjalan ke tem pat saksi. Anak itu tam pak sangat liar sebab ia sedang dilanda ketakutan yang am at sangat. Tom segera mengangkat sumpah.

Petualangan Tom Sawyer 189 “Thom as Sawyer, di m anakah engkau berada pada tanggal 17 J uni sekitar tengah malam?” Tom m elirik pada Indian J oe yang berm uka keras. Lidahnya terlalu kelu. Hadirin menahan napas, mendengarkan, namun tak sepata kata pun terdengar. Setelah beberapa saat, Tom mendapat kekuatan sehingga ia bisa bersuara sedikit, hadirin bisa m endengar, “Di kuburan.” “Harap berbicara agak keras. J angan takut. Kau ada di....” “Di kuburan.” Senyum m engejek m elintas di wajah Indian J oe. “Apakah kau di dekat kuburan Hoss William s?” “Ya, Tuan.” “Keras sedikit. Berapa kira-kira jaraknya?” “Sejauh Tuan dari saya.” “Apakah kau bersem bunyi ataukah tidak?” “Bersem bunyi.” “Di m ana?” “Di belakang pohon-pohon elm di tepi kuburan.” Hampir tak terlihat perubahan wajah Indian J oe. “Kau bertem an?” “Ya, Tuan, saya ke tem pat itu dengan....” “Tunggu, tunggu sebentar. J angan ucapkan nam a tem anm u itu. Akan kam i panggil nanti bila saatnya tiba. Apakah yang kau bawa waktu itu?” Tom ragu, tampak bingung. “Katakan, Anakku, jangan m alu. Kebenaran selalu terhorm at. Apa yang kau bawa pada waktu itu?” “Hanya se... ekor bangkai kucing.” Terdengar tawa yang segera dihentikan oleh sidang. “Kam i akan m em perlihatkan kerangka kucing itu nanti. Kini, Anakku, katakan sem ua yang telah terjadi. Katakan dengan caramu sendiri, jangan lewatkan sedikit pun dan jangan takut.”

190 Mark Twain Tom mulai bercerita. Mula-mula tertegun-tegun, tetapi m akin lam a m akin lancar. Dalam beberapa saat yang terdengar hanya suaranya sendiri. Hadirin m engikuti setiap kata, yang keluar dari bibir Tom dengan ternganga dan sambil menahan napas, sem ua lupa keadaan sekelilingnya, terpukau oleh cerita yang seram itu. Ketegangan m encapai puncaknya pada waktu Tom berkata, “... dan pada saat itu Dokter Robinson m em ukul Muff Potter dengan papan hingga roboh, J oe si Indian m elom pat dengan pisau teracung, dan—” Brang! Secepat kilat si peranakan Indian itu m elom pati jendela, m enerobos sem ua yang m enghalanginya, dan kabur! Secepat kilat si peranakan Indian itu melompati jendela.

Hari-hari Indah dan Malam-malam Seram SEKALI LAGI Tom m enjadi pahlawan gem ilang—buah bibir orang-orang tua dan sasaran anak-anak m uda yang iri hati. Nam anya bahkan diabadikan dengan cetakan sebab surat kabar desa ikut m em uja-m ujanya. Banyak orang berpendapat bahwa Tom m ungkin bisa m enjadi Presiden kelak, jika saja nyawanya tak putus oleh hukuman gantung. Sebagaim ana biasa, dunia yang penuh tingkah dan tak berpikiran sehat m enerim a dan m em anjakan Muff Potter dengan berlebih-lebihan, seperti dulu ia diejek dan dihina dengan berlebih-lebihan pula. Tetapi tingkah semacam itu memang adat dunia, jadi tak bisa kita salahkan. Hari-hari Tom dipenuhi kegemilangan dan kegembiraan. Tapi malam-malam hari ia diganggu mimpi buruk. J oe si Indian, lengkap dengan nafsu m em bunuh di m atanya. Dengan upah apa pun Tom akan m enolak untuk keluar m alam . Huck yang m alang

192 Mark Twain juga m engalam i yang sam a, takut dan m enderita sebab m alam sebelum hari pengadilan itu Tom telah menceritakan segala- galanya pada pem bela Muff Potter. Huck setengah m ati takut kalau-kalau peranannya dalam peristiwa itu bocor, tak peduli bahwa kaburnya J oe si Indian m enyebabkan ia lolos dari pen- deritaan untuk m enjadi saksi di ruang pengadilan. Anak m alang itu telah m endapat janji dari pem bela bahwa nam anya akan tetap dirahasiakan. Tapi apakah gunanya janji itu? Bukankah Tom yang telah terikat oleh sum pah yang paling seram dan luar biasa m asih juga terpaksa m em buka rahasia, karena desakan hati nuraninya? Kepercayaan Huck pada anak turunan Adam ham pir lenyap. Di siang hari, rasa terim a kasih Muff Potter yang am at besar membuat Tom merasa gembira ia telah membuka rahasia, tapi bila m alam tiba ia sangat m enyesal sudah m em buka m ulut. Di samping merasa takut jika J oe si Indian tak segera ter- tangkap, Tom merasa khawatir pula, bila buronan itu tertangkap. Ia yakin bahwa ia tak akan bisa lagi bernapas dengan senang sebelum J oe si Indian m ati dan ia m enyaksikan m ayatnya. Diumumkanlah hadiah untuk menangkap J oe. Seluruh daerah diselidiki, nam un J oe betul-betul telah lenyap. Salah satu dari orang-orang yang m ahatahu dan tum puan kekagum an, yaitu seorang detektif, datang dari St. Louis, m enyelidiki ke sana ke m ari, m enggelengkan kepala. Dengan wajah pintar ia m enyatakan telah berhasil m endapat jejak, sesuatu yang gem ilang yang selalu didapat oleh anggota-anggota dari pekerjaan semacam itu. Ia telah m endapatkan suatu ‘kunci pem buka rahasia’ hilangnya J oe si Indian. Nam un orang tak bisa m enggantung ‘kunci pem buka rahasia’ untuk menghukum seorang pembunuh. Maka setelah itu, detektif tadi pulang meninggalkan tempat itu. Tom merasa sama tidak am annya seperti sebelum kedatangan sang detektif. Hari-hari berlalu dengan lam bat. Akan tetapi sem akin ber- kuranglah ketegangan di hati Tom.

Mencari Harta Karun DALAM KEH IDUPAN seoran g an ak lelaki pada suatu saat pastilah akan timbul keinginan untuk pergi ke suatu tempat dan menggali harta karun. Pada suatu hari keinginan semacam itu tim bul pula di hati Tom . Dicarinya J oe Harper, tetapi tak berhasil. Kem udian dicarinya Ben Rogers; Ben telah pergi m engail. Segera juga dijum painya Huck Finn si Tangan Merah. Huck setuju. Huck selalu setuju untuk ikut dalam usaha yang akan m em berikan keuntungan tanpa m odal sebab ia m em punyai waktu banyak sekali, tetapi uang tidak ada. Waktu bukanlah uang baginya. “Di m ana kita akan m enggali?” tanya Huck. “Oh, di m ana saja.” “Wah, apakah harta karun itu terpendam di m ana saja?” “Mem ang tidak. Harta itu terpendam di tem pat-tem pat isti- m ewa, Huck. Kadang-kadang di sebuah pulau, kadang-kadang di

194 Mark Twain kotak tua yang terpendam di bawah akar pohon tua, tem pat di m ana bayang-bayangnya jatuh di tengah m alam . Kebanyakan di bawah lantai rumah-rumah hantu.” “Siapa yang m enyim pannya di sana?” “Siapa lagi kalau bukan peram pok? Mungkin pengawas umum Sekolah Minggu?” “Aku tak tahu. Bila harta itu m ilikku, tak akan kupendam , tetapi akan kupakai bersenang-senang.” “Aku begitu juga. Tetapi peram pok m em punyai kebiasaan sendiri. Mereka selalu memendam harta.” “Apakah m ereka tak kem bali untuk m engam bilnya?” “Maksudn ya, sih, begitu. Tetapi biasan ya m ereka lupa akan tanda-tanda tem pat persem bunyian atau m ereka terburu m am pus. Apa pun penyebabnya, harta itu terpendam sam pai bertahun-tahun dan berkarat. Seseorang menemukan sehelai kertas kuning yang m enyatakan cara m encari tanda-tanda tem pat persem bunyian harta itu. Sehelai kertas itu harus dipecahkan rahasianya dalam waktu berm inggu-m inggu sebab biasanya yang terdapat hanya tanda-tanda dan hieroglif.” “H ier o—a p a ?” “Hieroglif—gam bar-gam bar dan sebagainya, kau tahu, yang seperti tak punya arti apa-apa.” “Apakah kau m em punyai kertas serupa itu, Tom ?” “Tid a k.” “Bagaim an a kau bisa m en em ukan tan da-tan da tem pat persem bunyiannya?” “Aku tak m em erlukan tanda-tanda. Mereka selalu m enanam hartanya di bawah rum ah hantu atau di sebuah pulau atau di bawah pohon m ati, yang akarnya m encuat ke luar. Kita telah m encoba m enggali sedikit di Pulau J ackson. Kapan-kapan kita coba lagi. Ada rum ah hantu tua di atas sim pangan Still-House dan banyak sekali pohon-pohon m ati. Banyak sekali.”

Petualangan Tom Sawyer 195 “Sem ua ada harta karunnya?” “Tolol! Tentu saja tidak.” “Lalu, bagaimana kau bisa memilih yang mana akan kau gali?” “Kita gali sem ua!” “Tom ! Itu akan m em akan waktu berbulan-bulan.” “Lalu kenapa? Bayangkan, bila kau m enem ukan sebuah guci kuningan dengan uang seratus dolar emas atau sebuah peti penuh dengan intan, bagaimana?” Mata Huck bersinar-sinar. “Hebat, Tom . Lebih senang bila kau berikan yang seratus dolar itu padaku. Aku tak m enginginkan intan.” “Baiklah, tapi aku berani bertaruh aku tak akan m em buang intan itu begitu saja. Beberapa butir intan berharga dua puluh dolar sebutirnya. Itu sangat jarang. Biasanya berharga enam ketip atau sedolar.” “Bet u lka h ?” “Setiap orang akan berkata begitu. Kau tak pernah m elihat intan, Huck?” “Belum pernah.” “Para raja m em punyainya bertum puk-tum puk.” “Aku belum pernah m elihat raja, Tom .” “Kukira m em ang begitu. Tapi bila kau pergi ke Eropa, kau akan m elihat banyak raja berlom patan di sekelilingm u.” “Apakah m ereka berlom patan?” “Berlom patan? Nenekm u! Tentu saja tidak.” “Kalau begitu, m engapa kaukatakan m ereka berlom patan?“ “Bah, m aksudku, kau m udah sekali m elihat m ereka, tidak berlom patan tentunya, untuk apa m ereka berlom patan? Maksud- ku kau akan sering melihat mereka berkeliaran ke mana-mana, kau tahu? Seperti si bongkok tua Richard itu.” “Richard? Siapa nam a keluarganya?” “Ia tak punya nam a lain. Raja hanya m em punyai nam a depan saja.”

196 Mark Twain “Hanya itu saja?” “Ya, hanya itu saja.” “Bila m ereka sen an g, biarlah, Tom , tapi aku tak in gin m enjadi raja kalau begitu, m asa harus m em punyai sebuah nam a saja seperti orang-orang negro. Tapi, di mana akan kau mulai m en gga li?” “Aku tak tahu. Bagaim ana kalau kita m ulai dengan m enggali di bawah pohon mati di bukit sebarang simpang Still-House?” “Aku setuju.” Keduanya m em bawa sebuah singkup dan sebuah beliung tua, m enem puh tiga m il m enuju ke tem pat yang dim aksud. Perjalanan itu m em buat tubuh m ereka panas dan terengah-engah. Begitu tiba, mereka merebahkan diri di bawah pohon, beristirahat dan merokok. “Senang aku seperti ini,” kata Tom . “Aku juga.” “He, Huck, bila kita m endapatkan harta karun di sini, apa yang akan kau lakukan dengan bagianm u?” “Hm , akan kubeli kue dan segelas soda tiap hari, dan aku akan m enonton setiap sirkus yang datang di kota kita. Aku bertaruh, aku akan bersenang-senang terus setiap hari.” “Apakah kau tak berm aksud untuk m enabungnya sebagian?” “Untuk apa?” “Untuk hidupm u, tentu.” “Tidak perlu. Bapakku pasti datang kem bali ke kota ini dan akan merampas uang tabunganku, bila aku tak segera menghabis- kannya. Percayalah, ia akan m enghabiskannya sendiri dengan cepat. Apa yang akan kau kerjakan dengan bagianm u, Tom ?” “Aku akan m em beli sebuah gedung baru, sebilah pedang bukan tiruan, dasi merah, seekor anjing, dan kawin.” “Ka win !” “Ya, benar.”

Petualangan Tom Sawyer 197 “Tom , kau—wah, betul-betul kau sudah gila.” “Tunggu, lihat saja nanti.” “Itu perbuatan paling tolol yang bisa kau kerjakan. Lihat saja bapak dan ibuku. Bertengkar terus! Tak ada pekerjaan lain daripada berkelahi. Aku teringat hal itu.” “Itu bukan m asalah. Gadis yang akan kukawini tak akan m au b er kela h i.” “Tom , aku yakin sem ua betina sam a. Mereka akan m enjadi duri dalam hidupmu. Pikirkan sekali lagi nasihatku, pikirlah sekali lagi. Siapa nama betina itu?” “Bukan betina, Huck, gadis.” “Ah, sam a saja. Ada yang m enam ai m ereka gadis, ada pula betina—keduanya benar. Siapakah nam anya?” “Akan kukatakan padam u kapan-kapan. Tidak sekarang.” “Baiklah cukup. Hanya, bila kawin, aku akan lebih kesepian.” “Tak m ungkin. Kau tinggal di rum ahku nanti. Nah, sudahlah, mari kita menggali.” Selama setengah jam mereka bekerja keras, tapi tidak menemukan apa-apa. Setengah jam lagi bekerja. Tetapi tak ada hasil. Huck bertanya, “Apakah m ereka selalu m enanam barangnya sedalam ini?” “Kadang-kadang—tidak selalu. Tidak seperti biasa. Kukira, ini bukanlah tem pat yang tepat.” Mereka memilih tempat baru dan mulai menggali lagi. Kini m ereka bekerja agak lam bat, tapi hasilnya cukup lum ayan. Beberapa saat m ereka m enggali tanpa berbicara. Akhirnya Huck bertopang pada singkupnya, m engusap peluh dari alisnya dengan lengan baju dan berkata, “Ke m ana kau akan m enggali lagi setelah tempat ini?” “Kukira kita akan m enggarap pohon tua di balik Bukit Cardiff itu, di belakang rum ah Nyonya J anda.”

198 Mark Twain “Tem pat yang cukup bagus. Tetapi Tom , apakah Nyonya J anda tak akan merampas harta itu dari kita karena kita menemu- kan di tanahnya?” “Dia m eram pas dari kita? Coba saja jika berani. Siapa pun yang m enem ukan dialah pem ilik syah dari harta karun itu. Tak peduli di m ana, ia m enem ukannya.” Keterangan itu m em uaskan. Pekerjaan terus berjalan. Setelah agak lam a Huck berkata, “Bangsat! Mungkin ini bukan tem pat yang tepat pula, Tom . Bagaim ana pendapatm u?” “Aneh sekali, Huck, aku tak m engerti. Mungkin ada tukang tenung yang ikut cam pur. Mungkin itulah sebabnya kita tak mendapat apa-apa.” “Bah, tukang tenung tak berdaya siang hari.” “Ya, m em ang. Tak terpikir olehku. Oh, aku m engerti kini. Alangkah tololnya kita. Kita harus m encari tem pat persem bunyian harta itu dengan m elihat jatuhnya bayangan pohon di tengah m alam !” “Tolol, kalau begitu kita m em buang tenaga saja. Betul-betul sial, kita harus datang kembali malam nanti. Tempat ini cukup jauh. Bisakah kau keluar?” “Kukira bisa. Kita harus m engerjakannya m alam ini, sebab bila ada seseorang melihat lubang-lubang ini pastilah mereka tahu, apa yang terpendam di sini dan ikut m encari.” “Nah, baiklah, nanti m alam aku ke rum ahm u dan m engeong.” “Baik. Kita sem bunyikan alat-alat ini di sem ak-sem ak.” Malam itu, kedua anak tersebut berada di tem pat yang ditentukan, pada saat yang tepat. Mereka duduk di bayang- bayang pohon, m enunggu. Suasana sunyi, waktunya pun dianggap keramat oleh tata cara kuno. Hantu-hantu bagaikan berbisik di antara daun-daun, bersem bunyi di tem pat-tem pat gelap. Di kejauhan terdengar salak anjing, yang dijawab oleh suara

Petualangan Tom Sawyer 199 burung hantu. Keseram an ini m enekan hati kedua anak, sehingga m ereka berbicara hanya sepatah dua patah kata saja. Akhirnya m ereka m enduga hari telah pukul dua belas m alam . Ditandainya tem pat jatuh bayangan pohon dan m ulailah m ereka m enggali. Harapannya m em bubung tinggi. Minat m ereka bertam bah kuat dan karena itu kerjanya m akin giat. Lubang galian m akin lam a makin dalam, tapi tiap-tiap kali harapan mereka melonjak karena beliung mengenai sesuatu, mereka selalu mendapat kekecewaan. Beliung itu hanya m engenai batu atau kayu. Akhirnya Tom berkata, “Tak ada gunanya, Huck, kita salah lagi.” “Bagaim ana bisa? Kita tandai bayang-bayang itu tepat sekali.” “Aku tahu, tapi ada hal-hal lain.” “Apa itu?” “Waktun ya han ya dikira-kira. Mun gkin terlalu cepat, mungkin terlalu lambat.” Huck m enjatuhkan singkupnya. “Itulah! Itulah yang m enjadi penghalang kita. Kita tak akan bisa m enentukan waktu yang tepat. Lagi pula keadaannya begini seram, waktu ini adalah waktu para hantu dan tukang-tukang tenung berkeliaran. Aku m erasa sesuatu berada di belakangku terus-menerus, dan aku takut untuk berpaling sebab bila aku berpaling siapa tahu di depanku telah ada pula yang lainnya siap untuk bertindak. Badanku gem etar sejak aku di sini.” “Aku dem ikian juga, Huck. Biasanya di atas harta karun itu diletakkan m ayat seorang m anusia. Sebagai penjaganya.” “Ya, Tuhan!” “Begitulah. Begitulah apa yang kudengar.” “Tom , aku tak in gin berkeliaran di dekat oran g m ati. Seseorang pasti akan mendapat kesulitan dengan mereka, pasti.” “Aku pun tak ingin m em bangunkan m ereka. Bayangkan, bila tiba-tiba yang berada di sini m enjulurkan kepalanya.” “J angan, Tom ! Ngeri!”

200 Mark Twain “Tetapi begitulah keadaanya, Huck. Aku tak m erasa senang sedikit pun.” “Tom , lebih baik kita biarkan saja tem pat ini dan m encari tempat lain.” “Baiklah, kukira itulah yang sebaik-baiknya.” “Di m ana sekarang?” Tom berpikir beberapa saat dan m enjawab, “Di rum ah hantu! Di situ pasti ada!” “Tolol, aku tak senang pada rum ah-rum ah hantu. Mereka lebih buruk daripada orang-orang mati. Orang mati mungkin bisa berbicara, tetapi sedikitnya m ereka tak m au m enakut- nakuti seperti hantu, muncul dengan tiba-tiba di sisimu dengan berbungkus kain kafan, m enjenguk lewat bahum u dan m enggertakkan giginya. Aku tak tahan m enanggung ketakutan seperti itu, Tom , tak akan ada orang yang tahan.” “Benar, Huck, tapi hantu hanya berkeliaran di m alam hari. Mereka tak akan menggoda kita di siang hari, waktu kita menggali rumah itu.” “Benar. Tapi kau sendiri tahu, tak ada orang yang berani memasuki rumah itu, baik siang maupun malam.” “Hm , itu disebabkan karena orang tak pernah m au pergi ke tempat di mana pernah terjadi pembunuhan. Tetapi betapapun tak pernah ada sesuatu terlihat di sekitar rumah itu kecuali di m alam hari, kadang-kadang terlihat cahaya biru di jendela. Bukan hantu biasa.” “Tom , di m ana pun kau lihat cahaya biru berkelip-kelip, di belakang cahaya itu pasti ada hantunya. Sebab kau tahu, hanya hantu-hantulah yang m enggunakan cahaya seperti itu.” “Ya, m em ang. Bagaim anapun, hantu tak berkeliaran di siang hari, jadi untuk apa kau takut?” “Nah, baiklah, kita garap rum ah hantu itu bila kau kehendaki, tapi kukira ada juga bahayanya.”

Petualangan Tom Sawyer 201 Sambil berbicara, mereka berjalan menuruni bukit. Di sana, di tengah lem bah yang diterangi cahaya bulan, tam paklah ‘rum ah hantu’ itu, terpencil, pagarnya telah roboh, halam an ditum buhi rum put liar sam pai ke pintunya, cerobong asap hancur, bingkai jendela tiada lagi, atapnya pun ujungnya rebah. Kedua anak m em perhatikan rum ah itu, berharap bisa m elihat kelipan cahaya biru melintas di jendela. Sambil berbicara dengan nada rendah, sesuai dengan keadaan, mereka membelok ke kanan, mengitari rum ah itu dalam jarak yang jauh, kem udian pulang m enem bus hutan yang m enghiasi bagian belakang Bukit Cardiff.

Dalam Rumah Hantu MENJ ELANG TENGAH hari keesokan harinya, kedua anak itu tiba di pohon mati untuk mengambil alat-alat. Tom tak sabar untuk pergi ke rumah hantu; Huck begitu juga, namun tiba-tiba ia berseru, “Hai, Tom , tahukah kau hari ini, hari apa?” Tom m enghitung-hitung hari, dan tiba-tiba m atanya m enyinarkan rasa terkejut, “Astaga! Tak pernah kupikirkan tentang harinya Huck!” “Aku juga, tapi m endadak saja aku ingat, hari ini hari J um at!” “Tolol! Bagaim ana kita bisa begini ceroboh. Kita bisa m en- dapatkan bencana m engerjakan hal seperti ini di hari J um at!” “Bisa? Lebih baik katakan pasti! Mungkin pada hari-hari lain mendatangkan untung, tapi hari J umat....” “Setiap orang tolol tahu hal itu, Huck. Kukira bukan kaulah yang pertam a kali m enem ukan hal itu.”

Petualangan Tom Sawyer 203 “Aku tidak m enyatakan bahwa akulah penem unya. Dan bukan hanya karena hari J um at saja, tadi m alam aku berm im pi buruk, mimpi tentang tikus.” “Masya Allah. Pasti akan ada bahaya! Apakah tikus-tikus itu b er kela h i?” “Tid a k.” “Bagus. Bila tak berkelahi, berarti ada bahaya m engancam , tapi tak sam pai m engenaim u. Kau tahu. Kita harus waspada. Biarlah hari ini kita tidak m enggali, kita berm ain-m ain saja. Tahukah kau Robin Hood, Huck?” “Tidak. Siapakah Robin Hood itu?” “Wah, dialah orang terbesar di Inggris. Dan yang terbaik juga. Ia seorang perampok.” “Busyet! Senang sekali, bila aku bisa m enjadi dia. Siapa yang diram poknya?” “Kom isaris, uskup, orang-orang kaya dan raja-raja, serta bangsanya. Ia tak pernah m engganggu orang m iskin. Ia m encintai orang-orang m iskin. Hasil ram pokannya dibagikannya kepada orang-orang miskin.” “Baik sekali hatinya.” “Berani bertaruh, m em ang dem ikianlah, Huck. Dialah orang yang term ulia hatinya. Kini tak ada lagi orang-orang sem acam dia, percayalah. Ia bisa m engalahkan setiap jagoan di Inggris dengan tangan sebelah diikat di punggungnya. Dengan busur y ew -nya ia bisa m em anah tepat sebuah m ata uang ketip sejauh setengah mil.” “Apakah busur y ew itu?” “Aku tak tahu. Sem acam busur tentunya. Dan bila anak panahnya hanya m engenai pinggiran m ata uang itu, ia akan jatuh terduduk, menangis dan memaki-maki. Tapi, marilah kita berm ain Robin Hood. Pasti m enyenangkan. Kuajari engkau.” “Ba ikla h .”

204 Mark Twain Maka mereka berdua bermain Robin Hood sepanjang hari, sesekali melemparkan pandangan ke rumah hantu di bawah bukit dengan penuh keinginan sam bil m em bicarakan apa yang kira-kira m ereka tem ui di rum ah itu besok. Ketika m atahari m ulai terbenam , keduanya pulang m elewati bayang-bayang panjang pohon-pohon di hutan dan segera lenyap dari pandangan. Pada hari Sabtu, lewat sedikit tengah hari, kedua anak kembali pula ke pohon mati. Sebentar mereka merokok dan bercakap-cakap, kem udian m enggali lubang yang terakhir. Bukan karena m en aruh harapan, tapi m en urut Tom sering terjadi, bila seseorang menghentikan menggali tanpa hasil dan m eninggalkannya, tak tahunya ketika orang lain m eneruskan galian itu sedalam enam inci lagi terdapatlah harta karun itu. Sayangnya, m ereka gagal lagi. Maka kedua anak itu m em anggul alat-alatnya dengan perasaan bahwa m ereka telah bekerja sekeras-kerasnya, jadi bukan m enentang nasib. Mereka tiba di rumah hantu. Sesaat mereka tak berani m asuk. Rum ah itu diliputi kesuram an yang m engerikan dengan kesunyian yang m encekam di bawah terik m atahari. Tem patnya pun begitu sepi dan terpencil. Perlahan mereka masuk, gemetar mengintai ke dalam. Terlihatlah oleh mereka sebuah kamar tanpa lantai. Lantainya ditum buhi rum put liar, dinding tak berlapis, perapian kuno, jendela tak tertutup, tangganya bobrok. Di m ana- m ana terlihat jaringan sarang laba-laba. Dengan denyut nadi makin cepat, mereka masuk, berbisik-bisik, telinga dipertajam untuk m endengarkan suara yang paling kecil, otot-otot siap melarikan diri. Setelah agak lama, ketakutan mereka berkurang. Dise- lidikinya kam ar itu penuh gairah; sem entara itu dalam hati, m ereka m em uji-m uji keberanian sendiri. Kem udian m ereka ingin m elihat ke atas. Kalau ke atas, m ereka berpendapat, jalan untuk lari seakan-akan terputus, tapi setelah saling menantang, mereka

Petualangan Tom Sawyer 205 m enaiki tangga. Akhirnya hanya ada satu akibatnya—m ereka naik setelah membuang alat di sudut ruangan. Di atas terlihat jelas tanda-tanda kehancuran, seperti juga di bawah. Di sebuah sudut terlihat sebuah lem ari yang agaknya m engandung rahasia. Tapi harapan itu sia-sia, tak ada apa-apa di dalam nya. Kini keberanian mereka betul-betul timbul. Mereka sudah akan turun untuk mulai bekerja ketika tiba-tiba Tom berbisik, “Sssh!” “Ada apa?” tanya Huck, pucat ketakutan. “Ssh! Kau dengar itu?” “Ya! Oh, astaga! Mari kita lari!” “Diam ! J angan bergerak! Mereka datang ke pintu!” Kedua anak itu berbaring m enelungkup di lantai loteng, dengan mata di lubang papan, melihat ke bawah, menunggu dengan ketakutan. “Mereka berhenti.... Tidak, datang ke m ari.... Itu m ereka. J angan berbisik, Huck, m asya Allah, bagaim ana aku bisa terlibat hal ini!” Dua orang lelaki m asuk. Anak-anak itu berkata dalam hati, “Itu orang tua Spanyol yang bisu tuli, yang pernah datang ke kota, satu dua kali. Yang lain belum pernah aku lihat.” ‘Yang lain’ itu berpakaian com pang-cam ping tubuhnya tak terurus, m ukanya sam a sekali tak m enyenangkan. Si orang Spanyol m em akai selim ut lebar, berkum is putih lebat, ram but putih terjurai dari bawah topinya yang lebar, m em akai kaca m ata hijau. Waktu m asuk, ‘yang lain’itu berbicara dengan nada rendah. Mereka duduk di tanah, bersandar ke dinding menghadap pintu yang berbicara m eneruskan pem bicaraannya, sikapnya m ulai kurang waspada dan suaranya terdengar jelas, “Tidak, telah kupikirkan baik-baik. Aku tak m enyukainya. Terlalu berbahaya.” “Bahaya!” gerutu orang Spanyol yang ‘bisu tuli’ itu, m em buat kedua orang anak di loteng sangat terkejut, “Ingusan!”

206 Mark Twain Suara itu membuat tubuh Tom dan Huck gemetar. Suara J oe si Indian! J oe berkata lagi, “Tak lebih berbahaya dari pekerjaan kita di atas itu—dan tak terjadi apa-apa pada diri kita.” “Berbeda sekali. Pekerjaan yang baru kita selesaikan itu tem patnya sangat jauh di hulu sungai, terpencil tak ada tetangga. Tak akan diketahui bahwa kita telah m encobanya sebab kita tidak b er h a sil.” “Hm , bukankah lebih berbahaya kita datang ke sini di siang hari! Setiap orang bisa mencurigai kita.” “Aku tahu, tapi tak ada tem pat lain yang lebih sesuai setelah kita m elakukan pekerjaan tolol itu. Aku ingin pergi dari gubuk ini. Kem arin pun aku ingin pergi tapi tak ada gunanya pergi dari sini dengan kedua anak terkutuk itu bermain-main di puncak sana memperhatikan tempat ini.” ‘Kedua anak terkutuk’ di atas loteng itu bergetar m en- dengar pernyataan ini, m em ikirkan betapa untungnya kem arin mereka ingat bahwa kemarin hari J umat dan menunggu sehari untuk m asuk rum ah itu. Alangkah senangnya bila m ereka bisa menunggu setahun. Di bawah, kedua orang itu mengeluarkan makanan untuk m akan siang. Setelah agak lam a, dalam kesunyian J oe si Indian berkata, “Dengarlah, pulang ke udik, tunggu sam pai kuberi kabar. Akan kucoba untuk sekali lagi m asuk kota ini. ‘Pekerjaan berbahaya’ itu akan kita kerjakan setelah aku m elihat-lihat keadaan. Kem udian kita pergi ke Texas bersam a-sam a.” Usul itu disetujui. Kedua orang m ulai m enguap, dan J oe si Indian berkata, “Aku ngantuk. Giliranm u berjaga.” Ia berbaring melingkar di rumput dan segera jatuh m endengkur. Rekannya m engguncang tubuhnya sekali dua hingga suara dengkur itu hilang. Segera si penjaga mulai terkantuk- kantuk. Kepalanya m akin lam a m akin tunduk dan akhirnya kedua orang itu sama-sama mendengkur.

Petualangan Tom Sawyer 207 Di loteng, Tom dan Huck lega menarik napas. Tom berbisik, “Inilah kesem patan kita—ayo!” “Tak bisa—aku akan m ati bila m ereka bangun,” sahut Huck. Tom m endesak, tetapi Huck tetap m enolak. Akhirnya Tom bangkit perlahan, melangkah sendiri. Namun baru saja ia maju selangkah, lantai yang diinjaknya berderak, hingga cepat-cepat ia duduk lagi, hampir mati ketakutan. Ia tak berani mencoba lagi. Kedua anak berbaring m enghitung-hitung waktu yang berlalu lambat sekali, sampai mereka merasa bahwa waktu tidak berjalan lagi. Dengan rasa terima kasih, mereka melihat, matahari akan terbenam. Dengkur yang seorang berhenti. J oe si Indian bangkit, m em perhatikan rekannya yang duduk tertidur dengan senyum dingin. Dengan kaki dibangunkannya rekan itu dan berkata, “He! Bagusnya kau berjaga! Untung saja tak ada apa-apa.” “Wah, apakah aku tertidur?” “Oh, sedikit tertidur, m ungkin. Sekarang kita berangkat, Kawan. Apa yang kita kerjakan dengan sisa uang kita?” “Aku tak tahu—sim pan saja di sini seperti biasa kita lakukan. Tak ada gunanya kita m em bawanya sebelum kita lari ke Selatan. Enam ratus lim a puluh dolar dalam uang perak itu beban yang cukup berat untuk dibawa-bawa.” “Baiklah, tak apa untuk datang ke m ari sekali lagi.” “Benar, tapi lain kali baiklah kita ke m ari di m alam hari seperti biasanya.” “Ya, tapi dengar. Mungkin agak lam a baru bisa kudapat waktu yang tepat untuk m engerjakan pekerjaan itu. Sem entara itu segalanya bisa tejadi. Tem pat ini bukan tem pat yang terbaik, karena itu lebih baik kita tanam uang kita, dalam-dalam.” “Bagus,” jawab rekannya, yang segera pergi ke perapian, berlutut, mengangkat salah satu batu di bagian belakang perapian

208 Mark Twain dan m engam bil sebuah kantong yang berdencing m erdu. Dari kantong itu dikeluarkan dua puluh atau tiga puluh dolar untuk dirinya dan jum lah uang yang sam a untuk J oe si Indian. Kem udian diberikannya kantong itu kepada J oe, yang sedang m enggali tanah di sudut dengan m em pergunakan pisau bow ie-nya. Seketika itu juga semua ketakutan dan siksaan batin kedua orang anak di loteng itu lenyap. Dengan tam ak, m ereka memperhatikan setiap gerakan di bawah. Untung! Perasaan keuntungan mereka sama sekali tak bisa digambarkan. Enam ratus dolar cukup kaya untuk m em buat enam orang anak kaya raya! Inilah pencarian harta karun yang term udah! Tak ada lagi keraguan di mana harus menggali. Setiap saat kedua orang anak itu saling m enggam it. Gam itan lem but yang m udah dim engerti, “Oh, tidak senangkah kau kini, bahwa kita pergi ke sini?” Di bawah, pisau J oe mengenai sesuatu. “Halo!” serunya. “Ada apa?” tanya rekannya. “Papan busuk—oh, bukan, sebuah kotak agaknya. Kem arilah. Tolong bantu aku dan kita lihat apa isi kotak ini. Tak usah, aku telah m em buat sebuah lubang.” Ia m em asukkan tangannya, dan m enariknya ke luar, berseru, “Astaga! Uang!” Kedua orang itu m em perhatikan uang logam di genggam an J oe. Uang em as! Kedua orang anak di loteng segem bira m ereka juga. Rekan J oe berkata, “Cepat kita keluarkan. Tadi kulihat sebuah beliung berkarat di rum put dekat perapian. Biar kuam bil.” Ia berlari, mengambil alat-alat Tom dan Huck. J oe mengambil beliungnya, m em eriksa dengan penuh perhatian, m enggelengkan kepala dan m enggerutu, tapi akhirnya alat itu dipergunakannya. Kotak tadi segera terangkat keluar. Tak begitu besar, terikat oleh lem peng besi, tadinya sangat kuat tapi telah term akan oleh waktu.

Petualangan Tom Sawyer 209 Ia memasukkan tangan dan menariknya, “Astaga! Uang!” Dengan kesunyian gem bira kedua orang itu m em perhatikan harta yang baru m ereka tem ui. “Kawan, ada ribuan dolar di peti ini,” kata J oe. “Kata orang gerom bolan Murrel pernah berkeliaran di sini pada suatu m usim panas,” sahut tem annya. “Aku tahu dan inilah harta m ereka agaknya.” “Kini kau tak usah m engerjakan pekerjaan itu.” Si peranakan Indian itu mengerutkan kening dan berkata, “Kau belum kenal aku. Sedikitnya kau tak m engetahui seluk- beluk pekerjaan itu. Sama sekali bukan perampokan, tetapi pem balasan dendam !”

210 Mark Twain Cahaya bersinar di m ata J oe. “Aku m em erlukan bantuanm u. Bila selesai—kita ke Texas. Pulang ke Nance-m u dan anak- anakmu, tunggu kabar dariku.” “Nah, baiklah. Lalu akan kita apakan ini? Menanam nya kem b a li?” “Ya. (kegem biraan m eluap di atas) Tidak! Dem i Sachem agung, tidak! (kesedihan mendalam di atas) Hampir aku lupa. Beliung itu ada bekas-bekas tanah baru. (Sesaat anak-anak itu dicengkam ketakutan). Bagaim ana sebuah beliung dan sebuah singkup bisa di sini? Bagaim ana bisa keduanya m em punyai bekas-bekas tanah baru? Siapa yang m em bawanya ke m ari? Dan ke m ana m ereka pergi? Apakah kau m elihat seseorang— m endengar seseorang? Apa! Menanam lagi di sini hingga pem ilik kedua benda itu m elihat bekas galian? Tidak! Tidak! Kita bawa ke sa r a n gku .” “Oh, tentu. Mengapa tak terpikirkan olehku. Kau m aksud Nomor Satu?” “Tidak—Nom or Dua—di bawah tanda silang. Tem pat yang satunya itu tak baik. Terlalu um um .” “Baiklah. Sudah ham pir gelap, waktu untuk berangkat.” J oe si Indian bangkit, pergi dari satu jendela ke jendela lain, hati-hati m engintai keluar. Segera ia berkata, “Siapa kira-kiranya yang m em bawa alat-alat itu ke m ari? Mungkinkan m ereka m asih di atas?” Kedua anak itu tak berani bernapas. J oe si Indian m em egang pisaunya, berhenti sesaat, ragu, kem udian bergerak ke tangga. Kedua anak itu m em ikirkan lem ari tadi, tapi kekuatan m ereka terasa terbang. Terdengar langkah J oe berderik di tangga— kengerian yang tak tertahankan lagi itu m enim bulkan kenekatan dalam diri anak-anak—m ereka sudah akan m elom pat untuk bersem bunyi di lem ari ketika tiba-tiba terdengar derakan kayu

Petualangan Tom Sawyer 211 busuk dan J oe jatuh di antara serpihan-serpihan tangga. Ia bangkit, memaki-maki. Kawan n ya berkata, “Apa gun an ya sem ua itu? J ika ada orang di atas, peduli apa? Bila m ereka ingin m elom pat turun dan mendapatkan kesulitan, siapa berkeberatan? Dalam lima belas menit lagi hari akan gelap, bila mereka mau biarlah mereka mengikuti kita aku bersedia menunggu mereka. Menu- rut pendapatku, siapa pun yang m em bawa kedua benda itu telah m elihat kita dan m engira bahwa kita adalah hantu atau setan. Aku berani bertaruh mereka telah melarikan diri.” J oe m enggerutu, kem udian setuju dengan pendapat tem annya bahwa waktu yang m asih ada cahaya harus dipergunakan sebaik- baiknya untuk berkem as-kem as. Di kesuram an senja m ereka berdua m enyelinap ke luar, ke arah sungai dengan m em bawa peti. Tom dan Huck bangkit, lemah tapi lega, mengintai kedua orang dari antara tiang loteng. Mengikuti keduanya? Tak sudi. Mereka puas untuk mencapai tanah tanpa leher patah dan pulang dengan melintasi bukit. Sedikit sekali mereka berbicara. Mereka benci kepada nasib sendiri yang telah m eninggalkan beliung serta singkup. Kalau bukan karena kedua benda itu, sudah pasti J oe si Indian tak akan m enaruh curiga. J oe akan m enyem bunyikan perak bersam a em as itu dan m enunggu hingga ‘dendam nya’ terbalas. Kem udian akan didapatinya bahwa sim panannya hilang lenyap. Betul-betul nasib jelek dengan m em bawa alat-alat itu ke sana! Tom dan Huck m em utuskan untuk m engawasi orang Spanyol itu bila ia datang ke kota untuk memata-matai keadaan bagi pem- balasan dendam nya, dan m engikutinya ke ‘Nom or Dua’ di m ana pun tem pat itu berada. Muncullah pikiran yang m engerikan di otak Tom. “Pem balasan dendam ? Bagaim anakah kalau yang dim aksud- kannya adalah kita, Huck?”

212 Mark Twain “Oh, jangan!” Ham pir saja Huck pingsan. Mereka terus m em bicarakannya dan ketika m ereka m e- m asuki kota, m ereka m ufakat yang m enjadi sasaran J oe adalah orang lain. Setidak-tidaknya, m udah-m udahan bukan Tom , sebab hanya Tom -lah yang bersaksi di pengadilan. Sedikit sekali kesenangan yang diperoleh Tom dalam m eng- hadapi sendiri bahaya. Alangkah senangnya, jika ia m em punyai teman.

Menghilangkan Keraguan PENGALAMAN HARI itu m enyiksa Tom dalam im pian di m alam harinya. Em pat kali tangannya m enyentuh harta karun dan em pat kali harta itu lenyap. Kalau ia sadar, teringatlah betapa sial dia. Pada pagi hari ia berbaring, mengingat-ingat kehebatan pengalam annya. Tetapi pengalam an itu kabur dan jauh, seakan- akan terjadi di dunia lain. Tim bul keyakinannya, sem ua itu hanyalah m im pi. Ada bukti yang kuat untuk keyakinan ini—yaitu, jum lah uang logam yang dilihatnya terlalu banyak untuk bisa dianggap betul-betul terjadi. Belum pernah ia m elihat uang lebih banyak dari lim a puluh dolar. Seperti anak-anak lain, ia m eng- anggap, ‘ratusan’ dan ‘ribuan’ dolar hanya dalam percakapan saja, tetapi jum lah sebanyak itu tak ada di dunia ini. Belum pernah terbayangkan olehnya uang logam seratus dolar bisa ditem ukan dalam m ilik seseorang. Bila gam baran tentang harta karunnya

214 Mark Twain diselidiki, akan kedapatan bahwa bayangan tentang harta karun itu terdiri dari segenggam ketip yang nyata serta setum puk uang dolar yang tak dapat diraih. Nam un m akin dipikirkan, m akin nyata, pengalam annya itu m akin terbayang dalam pikirannya, hingga lebih m endekati kenyataan daripada im pian. Keragu-raguan ini harus segera dilenyapkan; ia harus cepat-cepat sarapan dan m encari Huck. Didapatinya Huck sedang duduk di tepi sebuah perahu, kakinya terjuntai ke dalam air dan nam paknya sedih. Tom memutuskan untuk membiarkan Huck memulai persoalan itu. Bila ia tak m em ulai percakapan tentang harta karun, berarti sem ua pengalam annya betul-betul suatu im pian. “Halo, Huck!” “Halo, kau sendirian?” Diam, selama satu menit. “Tom , bila alat-alat itu kita tinggalkan di pohon m ati, pasti harta itu sudah jadi m ilik kita! Sial!” “J adi itu bukan m im pi! Bukan m im pi! Ham pir-ham pir aku berharap itu sem ua m im pi, Huck. Betul!” “Apa yang bukan m im pi?” “Kejadian kem arin. Kupikir itu sem ua m im pi.” “Mim pi? J ika tangga itu tidak patah, Tom , akan kaurasakan, apakah itu semua mimpi atau bukan. Tadi malam aku mimpi banyak dan dalam im pian itu setan Spanyol yang bertutup m ata itu m engejar-ngejar aku. Sem oga m am pus dia!” “J angan, jangan m am pus. Kita harus m encarinya. Kita cari uang itu.” “Kita tak akan bisa m enem ukannya, Tom . Hanya ada satu kesempatan bagi seseorang untuk melihat tumpukan uang sebanyak itu. Dan kesem patan itu telah lenyap. Lagi pula aku akan gem etar setengah m ati, bila bertem u kem bali dengannya.” “Aku juga, tapi aku ingin m elihat dia kem bali, m encari jejaknya ke Nom or Dua.”

Petualangan Tom Sawyer 215 “Nom or Dua—ya, itulah. Aku m encoba m em ecahkan hal itu. Tapi aku tak tahu apa artinya. Apa dugaanm u?” “Aku tak tahu, Huck, terlalu sulit. He, Huck—m ungkin itu nom or rum ah!” “Benar! Ah, tidak, Tom . Bila betul nom or rum ah, tak m ungkin di kota kecil ini. Di sini rumah-rumah tak bernomor.” “Hm , m em ang begitu. Biar kupikir lagi. Nah, itu adalah nom or kam ar—di penginapan, m isalnya.” “Tepat! Di sini hanya ada dua buah penginapan. Bisa kita ketahui dengan cepat.” “Tunggu di sini, Huck, sam pai aku tiba.” Tom segera berangkat. Ia tak ingin terlihat di tempat umum bersam a Huck. Ia pergi selam a setengah jam . Di penginapan yang terbaik kamar No. 2 ditempati oleh seorang ahli hukum muda, sudah sejak lam a ia tinggal di situ. Di penginapan yang kurang m egah kam ar No. 2 diliputi oleh rahasia. Kata anak pem ilik penginapan, kam ar nom or 2 selalu tertutup pintunya. Tak pernah ia melihat orang keluar-masuk, kecuali pada malam hari. Ia tak tahu tentang sebabnya tentang keadaan yang aneh ini. Mem ang ia ingin tahu, nam un perasaan ingin tahu itu tak berapa kuat. Anak itu m em uaskan rasa ingin tahunya dengan m erasa yakin bahwa kam ar itu ada hantunya. Malam kem arin ia m elihat cahaya dalam kamar itu. “Itulah yang kuketahui, Huck. Kukira itulah Nom or Dua yang kita cari.” “Begitulah, Tom . Kini apa yang akan kita lakukan?” “Tunggu, kupikir sebentar.” Tom berpikir lam a sekali, baru berkata lagi, “Beginilah. Pintu belakang kam ar No. 2 itu adalah pintu yang m enghadap gang sem pit di antara penginapan dan toko bata yang kecil dan tua. Nah, kini kum pulkanlah sem ua anak kunci yang bisa kau tem ui, sedangkan aku akan m encopet sem ua m ilik Bibi. Pada m alam

216 Mark Twain gelap yang pertam a kita pergi ke tem pat itu untuk m encoba semua kunci. Dan ingat harus kau perhatikan kalau-kalau kau m elihat J oe si Indian. Mungkin ia datang sebab seperti katanya, ia akan m encari kesem patan untuk m em balas dendam . Bila kau m elihatnya ikuti dia. J ika ia tak pergi ke No. 2, itu bukanlah tem pat yang tepat.” “Tuhanku! Aku tak ingin m engikuti dia sendirian!” “Mengapa? Pasti hal itu terjadi pada m alam hari. Ia tak akan m elihat engkau. Kalau ia m elihat, ia tak akan berpikir apa-apa, tak akan curiga.” “Baiklah, bila m alam nya sangat gelap, m ungkin akan kuikuti dia. Aku tak tahu—aku tak tahu. Akan kucoba.” “Berani bertaruh, jika hari gelap dan kulihat dia, dia pasti kuikuti. Mungkin ia berpendapat, tak ada kesem patan baginya untuk membalas dendam dan membawa kabur uang itu.” “Betul juga, Tom , betul juga. Nah, biarlah, akan kuikuti dia, apa pun yang akan terjadi.” “Nah, itu baru perkataan seorang sahabat. J angan kau berhati lemah, Huck, aku juga tidak.”

Berhadapan dengan Bahaya MALAM ITU Tom dan Huck siap untuk bertualang. Mereka berputar-putar di sekitar penginapan itu sampai lewat pukul sembilan. Seorang mengawasi gang kecil di sebelah penginapan itu dari jauh, yang lain m engawasi pintu penginapan. Tak seorang pun keluar atau m asuk ke dalam gang, tak seorang pun yang m irip si Spanyol m em asuki atau keluar dari pintu penginapan. Malam itu langit agaknya akan cerah. Maka Tom pulang dengan perjanjian, bila m alam m enjadi gelap Huck akan m enyusulnya dan m engeong. Tom akan keluar dan m encoba kunci-kuncinya. Ternyata langit tetap cerah, Huck m enghabisi waktu jaga dan tidur di dalam tong bekas bula sekitar pukul dua belas. Hari Selasa anak-anak itu tetap sial. Begitu juga hari Rabu. Tapi hari Kam is agaknya ada harapan. Di saat yang baik Tom m enyelinap keluar, m em bawa lentera seng tua m ilik bibinya dan selem bar handuk besar untuk m enutupi lentera. Lentera itu

218 Mark Twain disem bunyikan dalam tong gula Huck. Berdua m ereka m engawasi penginapan. Sejam sebelum tengah malam, penginapan tutup, lam punya (satu-satunya yang ada) dipadam kan. Tak ada seorang Spanyol pun terlihat. Tak ada orang keluar atau m asuk gang. Sem ua m em beri harapan baik. Langit m ulai pekat, hanya terpecahkan oleh suara guruh di kejauhan. Tom m engam bil lenteranya, dinyalakannya di dalam tong, dibungkus erat-erat dengan handuk dan kedua orang petualang itu berjalan dalam kelam menuju ke penginapan. Huck berjaga di ujung gang, Tom masuk meraba-raba. Mulailah waktu menunggu bagi Huck, m enunggu dengan was-was yang m enekan hatinya seberat gunung. Ia berharap agar ia bisa m elihat kilasan cahaya lentera. Hal itu akan m enakutkannya, nam un setidak-tidaknya akan m em beri bukti bahwa Tom m asih hidup. Rasanya telah berjam -jam Tom lenyap. Pastilah ia telah pingsan, m ungkin juga m ati. Mungkin hatinya m eletus tak kuat m enahan takut atau kegem biraan. Dalam kegelisahannya tak terasa Huck m eram bat makin lama makin dalam memasuki gang, takut akan hal- hal yang m engerikan dan m engharapkan bencana yang akan m enghabiskan napasnya. Tak banyak napas yang bisa dihabiskan, sebab ia hanya bisa bernapas sedikit dan pastilah dadanya akan segera rusak, disebabkan debarannya begitu keras. Tiba-tiba terlihat cahaya lentera dan Tom berlari di sam pingnya sam bil berteriak, “Lari, cepat! Selam atkan dirim u!” Perintah itu tak perlu diulang, sekali sudah cukup. Sebelum ulangan sempat diucapkan, Huck telah berlari dengan kecepatan tiga puluh atau em pat puluh m il sejam . Kedua anak berlari sam pai m ereka m encapai gudang terbuka, yang tak terpakai lagi dari rumah pembantaian di ujung desa. Tepat pada waktu mereka terlindung, hujan bercam pur angin turun dengan lebatnya. Segera setelah Tom bisa berbicara lagi ia berkata, “Huck, m engerikan! Kucoba dua kunci perlahan-lahan. Tapi suaranya begitu keras,

Petualangan Tom Sawyer 219 hingga aku ketakutan. Dengan dua kunci itu pintunya tak bisa dibuka. Tanpa kusadari kupegang tombol pintu, dan pintu itu terbuka! Ternyata sam a sekali tak terkunci! Aku m elom pat m asuk, m em buka pem bungkus lentera, dan... dem i hantu Kaisar Agu n g!” “Apa! Apa yang kau lihat, Tom ?” “Huck, ham pir saja aku m enginjak tangan J oe si Indian!” “Bet u lka h ?” “Ya! Ia berbaring di lantai, tidur nyenyak, m atanya tertutup kain, tangannya terbentang lebar.” “Tuhanku! Apa yang kau perbuat? Apakah ia terbangun?” “Tidak, tak bergerak sedikit pun. Mabuk, kukira. Kusam bar handukku dan lari.” “Tidak, tak bergerak sedikit pun. Mabuk, kukira.”

220 Mark Twain “Aku tak akan ingat akan handuk itu, pasti!” “Terpaksa. Kalau tidak, pasti Bibi Polly m arah padaku.” “Hei, Tom , kau lihat kotak itu?” “Huck, aku tak sem pat m elihat berkeliling. Tak kulihat peti itu, tak kulihat tanda silang. Tak kulihat apa pun, kecuali sebuah botol dan sebuah cangkir seng di lantai dekat si J oe; dan aku pun m elihat dua tong serta banyak botol di kam ar itu. Tahukah kau kini apa sebenarnya kam ar hantu itu?” “Ap a ?” “Kam ar itu dihantui m inum an keras! Mungkin sem ua Peng- inapan Anti Minum an keras selalu m em punyai sebuah kam ar hantu, bukan, Huck?” “Mungkin juga, siapa yang akan m engira? Tapi, Tom , kini saat yang tepat untuk m engam bil kotak itu, bila si J oe m abuk.” “Betul, kau saja yang m engam bilnya.” Huck gemetar sesaat. “Ah, tidak, jangan aku.” “Aku pun tak m au, Huck, hanya ada satu botol kosong di dekat J oe si Indian dan itu tak cukup. Bila ada tiga buah, ia m abuk dan aku berani.” Agak lam a keduanya terdiam , berpikir-pikir. Kem udian Tom berkata, “Dengar Huck, baiklah kita tak m encoba, bila kita tahu bahwa si J oe m asih ada di sana. Sangat m enakutkan. Kini kita awasi tiap m alam , sam pai kita m erasa yakin benar ia tak ada di kam ar itu. Begitu ia keluar, secepat kilat kita ram pas kotaknya.” “Aku setuju. Akan kuawasi sepanjang m alam , dan setiap m alam pula, asal kau kerjakan tugas yang lain itu.” “Baiklah, yang harus kau kerjakan hanyalah lari satu blok ke jalan Hooper dan m em eong—dan bila aku m asih juga tidur, lemparkan beberapa kerikil ke jendelaku, pasti aku terbangun.” “Se t u ju .”

Petualangan Tom Sawyer 221 “Nah, Huck, hujan reda. Aku pulang. Dua jam lagi fajar m enyingsing. Kau m au, bukan, m engawasi untuk dua jam lagi?” “Telah kukatakan, Tom , itu tugasku. Aku bersedia m eng- awasi penginapan itu tiap m alam selam a setahun. Aku akan tidur sepanjang siang, dan berjaga sepanjang malam.” “Bagus. Di m ana kau tidur?” “Di gudang jeram i Ben Rogers. Ia m em bolehkan, begitu juga budak negro ayahnya, Pam an J ake. Aku selalu m engangkut air untuk Pam an J ake bila dim intanya, dan jika aku m enginginkan m akanan, diberinya aku sedikit, kalau ada untuk berdua. Ia negro yang baik. Ia senang padaku sebab aku tak bertingkah seolah-olah aku berderajat lebih tinggi. Kadang-kadang aku m alah duduk makan bersama dia. Tapi jangan ceritakan hal itu pada siapa pun. Tiap orang harus m elakukan yang tak disenanginya bila ia sangat kela p a r a n .” “Nah, kalau kau tak kuperlukan di siang hari, akan kubiarkan kau tidur. Tak akan kuganggu kau. Dan tiap saat ada sesuatu yang penting di malam hari, jangan ragu untuk membangunkan aku.”

Membalas Dendam KABAR PERTAMA yang sam pai kepada Tom pada J um at pagi adalah suatu kabar gem bira. Malam sebelum nya ternyata keluarga Hakim Thatcher telah kembali ke kota. Tentang si J oe, maupun tentang harta karun tersisihkan dalam pikirannya, dan Becky m uncul dalam angan-angannya. Ia m engunjungi Becky bersam a tem an-tem an lain. Mereka berm ain sem bunyi-sem bunyian sampai lelah sehari suntuk. Dan hari itu disempurnakan dengan secara istim ewa: Becky m endesak, agar ibunya m enentukan esok harinya hari piknik yang telah lam a dijanjikan dan ditunda-tunda. Ibu Becky setuju. Kegem biraan Becky tak terlukiskan; Tom begitu juga. Sebelum matahari terbenam undangan-undangan telah diedarkan, dan seketika itu juga semua kaum muda di desa itu sibuk dengan persiapan, yang penuh kegem biraan. Tom tak bisa cepat tidur; besar harapannya akan m endengar suara m engeong Huck Finn agar keesokan harinya ia bisa m em buat Becky serta

Petualangan Tom Sawyer 223 para peserta piknik lainnya heran dengan harta karunnya. Tetapi ia kecewa, harapannya tak terkabul. Tak ada tanda-tanda sam pai pagi tiba. Pukul sepuluh esok harinya, sekelom pok anak-anak dan beberapa orang m uda yang gem bira ria berkum pul di rum ah Hakim Thatcher. Bukanlah adat daerah itu bagi orang-orang dewasa untuk m engurangi kegem biraan berpiknik. Anak-anak itu dianggap cukup aman di bawah perlindungan beberapa gadis berumur delapan belas tahun dan beberapa orang muda berumur sekitar dua puluh tiga tahun. Sebuah kapal tambang uap disewa untuk piknik itu. Beberapa saat setelah berkum pul, rom bongan yang gem bira itu m em enuhi jalan, dibebani oleh keranjang- keranjang berisi perbekalan. Sid sakit, jadi tak bisa ikut. Mary harus m erawatnya di rum ah. Kata-kata terakhir yang diucapkan Nyonya Thatcher kepada Becky ialah, “Kau akan pulang terlam bat. Agaknya lebih baik, bila kau berm alam di rum ah tem an-tem an yang tinggal dekat pelabuhan kapal tambang.” “Kalau begitu, aku akan berm alam di rum ah Susy Harper, Bu .” “Baiklah. Tapi ingat, baik-baik jangan m em buat kesulitan di rumah orang.” Beberapa saat kem udian setelah m ereka m en in ggalkan rum ah, Tom berkata pada Becky, “Dengar, kuberi tahu apa yang akan kita lakukan. Daripada pergi ke rumah J oe Harper, lebih baik kita pulangnya m endaki bukit dan berm alam di rum ah Nyonya J anda Douglas. Pasti ia m em punyai es krim . Setiap hari ia m em buatnya banyak sekali. Ia pun akan senang, bila kita berkunjung ke sana.” “Oh, senang juga, tapi apa kata ibuku nanti?” “Bagaim ana ibum u bisa m engetahuinya?” Becky m em ikirkan usul Tom beberapa saat, kem udian

224 Mark Twain m enjawab agak ragu, “Kukira itu m enyalahi janjiku, tapi....” “Tapi apa! Ibum u tak akan tahu, jadi tak ada salahnya, bukan? Yang diinginkannya hanyalah agar kau selam at, dan aku berani bertaruh ia akan m enyuruhm u berm alam di rum ah Nyonya J anda, bila tadi dia teringat. Pasti itulah yang akan dikatakannya kepadam u.” Keram ah-tam ahan janda Douglas m erupakan godaan yang kuat, apalagi Tom m em bujuk terus, hingga akhirnya Becky m enyerah. Diputuskan juga, m ereka tak akan m engatakan rencana itu pada anak-anak lain. Namun, ketika Tom ingat akan janjinya pada Huck, kegem biraannya agak berkurang. Bagaim ana, kalau nanti m alam Huck m em beri tanda ke rum ahnya? Tetapi kesenangan yang bisa didapatnya di rum ah J anda Douglas tak bisa dilalaikan begitu saja. Dan untuk apa kesempatan itu dilepaskan begitu saja. Malam yang lalu tanda yang dinanti-nanti itu tak kunjung datang, bagaimana mungkin malam itu akan datang? Kesenangan yang m eyakinkan harta karun yang m asih dalam keragu-raguan dan seperti halnya anak-anak sebayanya, ia m enyerah pada daya tarik yang lebih besar dan tak m engizinkan dirinya untuk m em ikirkan kotak harta karun di hari itu. Tiga mil dari hulu kota, kapal tambang itu berhenti di mulut sebuah teluk, yang berhutan dan berlabuhlah. Penum pangnya berlari-lari turun ke darat; hutan itu segera penuh dengan sorak-sorai dan tawa ria. Setiap cara untuk melelahkan tubuh dijalankan dan akhirnya sem ua kem bali dengan rasa lapar dan digem purlah m akanan-m akanan yang dibawa. Sehabis m akan, mereka beristirahat, sambil bercakap-cakap di bawah naungan pohon-pohon yang besar. Tak lam a kem udian terdengar seseorang berteriak, “Siapa yang berani m asuk dalam gua?” Sem ua berani. Bungkusan-bungkusan lilin dikeluarkan, dan seketika itu juga semua berlomba-lomba menaiki bukit. Mulut gua terletak di sisi bukit, berbentuk huruf A. Pintu kayunya yang

Petualangan Tom Sawyer 225 tebal dan kuat terbuka. Di balik pintu terdapat sebuah ruang kecil, dingin seperti lem ari es, dindingnya dari batu kapur keras berembun dingin. Ruang itu menarik, karena penuh rahasia. Da- lam kegelapan, m em andang ke luar, ke lem bah yang berm andikan sinar m atahari. Tapi perasaan yang m enim bulkan segan itu segera lenyap dan penjelajahan dim ulai. Waktu sebatang lilin dinyalakan, terjadi pengeroyokan atas yang m enyalakan lilin itu. Perebutan dan pertahanan dilakukan dengan sengit sampai akhirnya lilin itu padam . Mungkin jatuh atau tertiup, kem udian dimulailah kejar-mengejar dengan diiringi teriakan-teriakan dan tawa. Nam un sem ua ada akhirnya. Anak-anak itu m engadakan arak-arakan dengan lilin di gang-gang gelap dalam gua itu. Barisan lilin m em perlihatkan langit-langit gua tem pat dinding gua itu bertemu kira-kira enam puluh kaki di atas para peserta piknik. Gang utam a dari gua itu lebarnya kira-kira delapan atau sepuluh kaki. Dari tepi kanan dan kiri terdapat gang-gang yang lebih kecil—sebab Gua McDougal sebenarnya adalah sekelom pok jalan setan yang terdiri dari gang-gang yang bengkak-bengkok, terjalin satu sam a lain. Kata orang seseorang bisa m engem bara berhari- hari dan berm alam -m alam di jaringan yang m em bingungkan itu tanpa bisa m enem ukan ujung gang yang sedang dijalaninya. Bila diikuti jalan yang m enurun, dan m enurun terus, jauh ke dalam bum i, akan didapatinya hal yang sam a, lingkaran setan dem i lingkaran setan tak berujung. Tak seorang pun tahu keadaan di dalam gua itu. Banyak di antara orang m uda m engetahui beberapa bagian dari gua ini, dan mereka menganggap bijaksana, jika tidak m elewati batas yang telah m ereka ketahui. Tom Sawyer tahu juga beberapa bagian dari gua itu. Selama kira-kira tiga perempat mil, arak-arakan lilin m enggunakan gang utam a. Kem udian kelom pok-kelom pok kecil dan pasangan-pasangan m ulai m enyelinap ke gang-gang kecil di kanan-kiri gang utam a itu, berlarian di gang-gang yang seram

226 Mark Twain untuk m enakut-nakuti kelom pok lain di gang-gang yang m ereka lalui, kalau berpotongan dengan gang lain. Kelom pok-kelom pok itu bisa menghindari pertemuan dengan kelompok-kelompok lain untuk setengah jam tanpa m eninggalkan bagian yang telah dikenal baik. Akhirnya, kelom pok dem i kelom pok m uncul kem bali di pintu gua, terengah-engah, riuh-rendah, dari kepala sampai ke kaki kena tetesan lilin. Di sana-sini tubuh mereka berbecah lumpur, tapi sem ua girang, tandanya piknik itu berhasil baik. Sem ua tercengang bagaimana waktu cepat berjalan dan malam hampir tiba. Selama setengah jam lonceng kapal berdentang-dentang me- manggil mereka. Ini bagaikan menutup hari penuh petualangan dengan cara yang rom antis, dan karena itu, sangat m em uaskan. Ketika kapal didorong ke dalam arus, tak seorang pun di antara para penum pang yang bertingkah laku liar itu peduli akan waktu, kecuali kapten. Huck berjaga-jaga waktu lampu-lampu kapal gemerlapan melintasi dermaga. Ia tak mendengar suara ribut dari atas kapal itu sebab kini para penum pangnya m ulai lelah. Huck bertanya-tanya dalam hati, kapal apa itu dan mengapa tak berlabuh di dermaga. Tetapi pikiran itu segera lenyap, sebab perhatiannya tertuju pada tugasnya. Langit m endung dan gelap. Pukul sepuluh m a- lam suara kendaraan tak terdengar lagi, lampu-lampu bergantian padam ; orang yan berjalan kaki lenyap. Desa itu m ulai tidur, m eninggalkan jaga m alam kecil itu hanya bertem an kesunyian malam dan hantu-hantu. Pukul sebelas, lampu penginapan dipadam kan. Kini sem uanya gelap. Huck m enunggu, baginya waktu berjalan amat lambat dan mengesalkan. Tapi tak ada yang terjadi. Kepercayaannya m ulai goyah. Adakah gunanya ia berjaga? Apakah m anfaatnya? Mengapa harus dihiraukan dan tidak tidur saja?

Petualangan Tom Sawyer 227 Ada bunyi terdengar; sekejap ia waspada. Pintu di gang penginapan tertutup perlahan. Huck melompat ke sudut tembok. Saat kemudian dua orang berlalu dekat sekali; seorang membawa benda berat di bawah lengannya. Pasti kotak harta karun itu! Mereka akan m em indahkan hartanya! Mengapa harus m em anggil Tom sekarang? Pikiran tolol; orang-orang itu akan lenyap dan tak bisa diketemukan lagi. Tidak, ia akan mengikuti mereka; kegelapan ini akan m elindunginya. Setelah berunding sendiri, bagaikan kucing ia berjalan tak bersuara di belakang orang-orang itu. Dengan kaki telanjang ia m enyelinap cukup jauh tak bisa dilihat dari depan. Kedua orang itu bergerak sepanjang sungai kira-kira tiga blok, kemudian membelok ke kiri di sebuah perempatan jalan. Mereka m engikuti jalan itu, sam pai jalan itu bercabang ke Bukit Cardiff. Mereka m engam bil jalan ini. J alan itu m enanjak, m ereka terus mendaki tanpa ragu, melewati rumah penjaga hutan di setengah jarak ke puncak bukit. Bagus, pikir Huck, m ereka akan m enanam harta itu di lubang galian bekas tam bang. Tapi ternyata mereka tak berhenti di lubang galian itu. Mereka menuju jalan sem pit di antara sem ak-sem ak yang tinggi. Keduanya lenyap di kegelapan. Huck mempercepat langkah untuk mendekati mereka, sebab kini m ereka tak akan bisa m elihatnya lagi. Ia berlari-lari kecil, kemudian mengurangi kecepatan, takut kalau-kalau ia ber- jalan terlalu cepat. Setelah itu ia berhenti, mendengarkan; tak terdengar suara sedikit pun kecuali detakan jantungnya. Suara seekor burung hantu terdengar dari atas bukit. Tapi tak terdengar bunyi langkah kaki. Tuhanku, apakah ia telah kehilangan jejak? Huck sudah hampir saja lari, ketika tiba-tiba terdengar seseorang m endeham pada jarak kurang dari em pat kaki di dekatnya! J antung Huck bagaikan m elom pat ke m ulutnya, nam un cepat- cepat ditelannya kem bali. Seketika itu juga Huck m enggigil

228 Mark Twain seakan-akan dua belas penyakit dem am m enjangkitinya serentak. Tubuhnya begitu lem ah, hingga rasanya ia akan roboh. Ia tahu, di m ana dia sekarang. Kira-kira lim a langkah dari pintu kecil yang m enuju halam an rum ah besar Nyonya J anda. Biarlah, bila m ereka akan m enanam kan harta itu di situ, m udah m encarinya kelak. Terden gar suara san gat ren dah—suara J oe si In dian , “Terkutuk dia, m ungkin ia sedang m enerim a tam u, selarut ini lam punya m asih m enyala.” “Tak ada kulihat lam pu.” Suara terakhir itu asing, suara orang asing di rumah hantu! J antung Huck berhenti berdetak—inilah, jadi inilah pem balasan dendam yang dim aksud itu! Pikiran pertam anya: lari! Kem udian teringat J anda Douglas yang suka m em beri pertolongan, dan m ungkin sekali orang-orang ini akan m em bunuh nyonya yang baik hati itu. Ingin sekali ia m em beri peringatan kepada Nyonya Douglas, nam un ia tahu ia tidak berani. Kedua orang itu m ungkin akan m engejar dan m enangkapnya. Ini dan banyak lagi m enjadi bahan pikirannya dalam waktu antara jawaban si orang asing dengan kata-kata selanjutnya, yaitu, “Sem ak-sem ak m enghalangi m atam u. Nah—ke sinilah—kini kau lihat, bukan?” “Ya. Ada tam u di sana. Lebih baik kita gagalkan saja rencana in i.” “Gagalkan? Sedang ini adalah kali terakhir aku di tem pat ini? Takkan kudapat kesempatan lain. Telah berkali-kali kukatakan padam u. Aku tak peduli akan uangnya, boleh kau am bil sem ua. Tetapi suam in ya san gat kasar perlakuan n ya padaku—serin g berlaku kasar padaku—bukan hanya karena ia adalah hakim yang menghukumku karena tuduhan bahwa aku seorang gelandangan. Bukan itu saja. Setelah m enyerahkan aku, aku dicam buknya dengan cam buk kuda—dicam buk di depan penjara seperti seorang n egro!—den gan dilihat seluruh pen duduk kota. Dicam buk!

Petualangan Tom Sawyer 229 Mengertikah kau? Sungguh tidak adil, ia mampus sebelum aku sempat membalas dendam. J adi dendam itu kubalaskan pada ist r in ya .” “Oh, jangan bunuh dia. J angan!” “Mem bunuh? Siapa berbicara tentang pem bunuhan? Bila suam inya m asih ada pasti ia kubunuh, tetapi tidak begitu dengan istrinya. Bukan begitu caranya pem balasan dendam pada seorang wanita—hancurkan m ukanya! Robek cuping hidungnya, potong daun telinganya seperti babi.” “Dem i Tuhan! Itu....” “J angan ucapkan tanggapanm u, itu lebih am an bagim u. Ia akan kuikat di tem pat tidur. Bila ia m am pus kehabisan darah, apakah itu salahku? Aku tak akan m enangis bila ia m am pus. Kawan, kau harus m em bantuku dalam hal ini—dem i aku—karena itulah kau ada di sini—m ungkin tak bisa kukerjakan sendiri. Bila kau m enolak, kubunuh kau, kubunuh dia—dan kukira tak akan ada lagi yang tahu, siapa yang m engerjakannya.” “Kalau begitu, m ari cepat-cepat kita selesaikan saja. Lebih cepat lebih baik—badanku gem etar.” “Sekarang? Dengan tam u di sana? Dengar—jangan buat aku curiga padam u, itulah yang harus kauingat. Tidak, kita tunggu sampai lampu-lampu itu padam. Tak perlu tergesa-gesa.” Huck merasa bahwa mereka tak akan berbicara lagi dan kesunyian akan tiba—kesunyian yang lebih m engerikan daripada segunung percakapan perkara pembunuhan. Dengan menahan napas ia m elangkah m undur. Satu per satu kakinya diangkat hati-hati, diletakkan dengan teguh. Setelah berdiri agak lama dengan satu kaki ham pir-ham pir dia roboh. Langkah-langkah m undur itu diulangi dengan cara yang sam a, sam pai tiba-tiba kakinya m em ijak sebatang ranting kering yang berderak patah! Napasnya terhenti, telinganya dipasang. Tapi tak terdengar suara, sunyi betul-betul. Rasa terim a kasihnya tak terhingga. Kini di

230 Mark Twain antara semak-semak dia memutar tubuh dengan perlahan seakan dirinya sebuah kapal di sebuah terusan—kem udian m elangkah cepat dengan hati-hati. Waktu lubang galian lam a dicapainya, ia m erasa am an, kakinya yang tangkas m em bawa tubuhnya berlari. Terus, terus ke bawah, sam pai dicapainya rum ah penjaga hutan. Digedornya pintu rum ah itu keras-keras sam pai kepala penjaga hutan yang tua itu m uncul bersam a kedua orang anaknya yang tegap-tegap di jendela. Dia bertanya, “Keributan apa itu? Siapa yang m enggedor pintu? Ada apa?” “Izinkan saya m asuk—cepat! Nanti kuceritakan sem uanya!” “Wah, siapa engkau?” “Huckleberry Finn. cepat, izinkan aku m asuk!” “Astaga, H uckleberry Fin n ! Bukan n am a yan g bisa m em bukakan setiap pintu. Tapi biarlah dia m asuk, Anak-anak! Dan m ari kita lihat apa yang m au jadi kesulitannya.” “J angan katakan bahwa aku yang bercerita,” kata Huck m ula- m ula waktu ia telah di dalam . “Berjanjilah, kalau tidak aku pasti akan dibunuh. Nyonya J anda baik sekali padaku dan aku ingin katakan—aku akan katakan asal kau berjanji tak akan m em beri tahu orang lain bahwa yang berkata adalah aku.” “Dem i Tuhan, agaknya ia m em punyai cerita yang am at penting, kalau tidak tak m ungkin begini tingkahnya!” seru penjaga hutan tua itu. “Katakanlah tak akan ada yang m em buka rahasiamu di sini.” Tiga m enit kem udian orang tua dan kedua anaknya telah menaiki bukit dengan persenjataan lengkap. Huck mengantar m ereka sam pai ke jalan kecil yang m em asuki sem ak-sem ak, lebih dari itu tak berani. Ia bersem bunyi di balik batu besar, m em asang telinga. Lam a sekali terasa kesunyian penuh ketegangan, sam pai kesunyian itu dipecahkan oleh suara ledakan tem bakan dan jer it a n . Dengan tidak menunggu lagi, Huck melompat dan bagaikan terbang dia lari menuruni bukit.

Tom dan Becky di dalam Gua MENJ ELANG PAGI di hari Minggu, Huck m endaki bukit dan mengetuk pintu penjaga hutan. Isi rumah masih tidur, namun tidur yang tak lelap oleh pengalam an tadi m alam . Dari jendela terdengar, “Siapa itu?” Dengan berbisik Huck m enjawab ketakutan, “Izinkan aku m asuk. Aku Huck Finn.” “Nam a itu bisa m em buka pintu rum ah ini siang atau m alam , Nak! Selam at datang!” Perkataan-perkataan itu sangat asing bagi anak gelandangan itu, tetapi yang paling m erdu yang pernah didengarnya. Belum pernah kata-kata itu diucapkan padanya. Segera pintu terbuka, dan ia masuk. Ia diberi kursi untuk duduk, sementara itu si orang tua berpakaian, juga anak-anaknya yang bertubuh tinggi besar. “Nah, Nak, kuharap kau betul lapar, sebab setelah m atahari terbit sarapan akan siap. Sarapan hangat, jangan khawatir, aku dan anak-anak telah berharap kau akan kembali tadi malam.”

232 Mark Twain “Aku sangat ketakutan,” kata Huck, “dan aku lari. Aku lari waktu kudengar suara pistol, dan tak berhenti-henti selama lima kilom eter. Aku datang lagi karena ingin tahu tentang tadi m alam , dan aku datang sebelum matahari terbit sebab aku tak ingin berpapasan dengan setan-setan itu, meskipun mereka telah mati.” “Anak m alang, nam pak sekali betapa m enderitanya kau tadi malam. Tapi di sini ada tempat untuk sarapan. Tidak, Nak, m ereka belum m ati, kam i sangat m enyesal. Kau tahu, kam i mengetahui dengan tepat di mana para penjahat itu sekarang berkat keteranganm u yang lengkap. Berjingkat kam i m endekati m ereka sam pai kira-kira lim a m eter dari mereka. Gelap jalan di antara sem ak-sem ak itu—dan tepat pada saat itu hidungku terasa gatal akan bersin. Sial betul! Kutahan, tapi tak berhasil. Aku di depan dengan pistol yang teracung dan ketika aku bersin bangsat-bangsat itu m elarikan diri. Maka aku berteriak, ‘Tem bak, tem bak!’ Kam i m enem baki suara gem ersik di sem ak-sem ak. Tetapi bangsat-bangsat itu lolos. Kam i kejar m enem bus rim ba. Kukira tem bakan kam i tak ada yang m engena. Bangsat-bangsat itu membalas, masing-masing melepaskan satu kali tembakan, tetapi pelurunya berdesing lewat kam i. Segera setelah suara kaki m ereka lenyap, kam i m enghentikan pengejaran dan pergi untuk membangunkan para petugas keamanan. Sekelompok menjaga tepi sungai dan segera setelah agak terang sherif dan pengawalnya akan m enggeledah hutan. Anak-anakku akan ikut dengan m ereka. Kalau kam i tahu rupa bangsat-bangsat itu pasti pekerjaan kam i akan m udah. Tetapi agaknya kau tak bisa m elihat wajahnya di kegelapan bukan, Nak?” “Oh, ya, aku m engikuti m ereka dari kota.” “Bagus! Katakan tanda-tanda m ereka, Nak, ayohlah!” “Yang satu si orang Spanyol tua, bisu dan tuli, pernah berke- liaran di kota ini. Yang lain rupanya kejam, berpakaian compang- ca m p in g.”

Petualangan Tom Sawyer 233 “Cukup, Nak, kam i tahu m ereka. Suatu hari kam i m em ergoki keduanya di hutan, di belakang rum ah Nyonya J anda. Mereka m enyelinap pergi. Cepat berangkat, Anak-anak, katakan kepada sherif. Kalian sarapan nanti saja!” Anak penjaga hutan itu segera berangkat. Waktu m ereka sam pai ke pintu, Huck m elom pat dan berteriak, “Oh, jangan katakan kepada siapa pun bahwa akulah yang m enem ukan m ereka! J angan sekali-kali!” “Baiklah kalau begitu keinginanm u, Huck, tapi sebenarnya engkaulah yang m endapat kehorm atan.” “Oh, tidak, tidak! J angan dikatakan!” Ketika kedua orang m uda itu telah pergi, si penjaga hutan berkata pada Huck, “Mereka tak akan m em buka rahasia, Huck, begitu juga aku. Tapi mengapa kau tak mau jasa-jasamu disebut?” Huck tak m au m enerangkan. Dia hanya m enerangkan bahwa dia mengetahui benar tentang salah seorang di antara kedua orang itu. Tetapi dia tidak suka, bila orang itu mengetahui bahwa ia m engetahui rahasianya, sebab pastilah ia akan dibunuh. Orang tua itu berjanji akan m em egang teguh rahasianya dan bertanya, “Mengapa kau m engikuti kedua orang itu, Nak? Apa yang m enyebabkan engkau curiga?” Huck terdiam sesaat, m em ikirkan jawaban yang tak m em - bahayakan dirinya, “Hm , seperti Bapak ketahui, aku keras kepala; dem ikianlah kata orang dan aku tak m em bantahnya—kadang- kadang aku tak bisa tidur memikirkan kehidupanku, mencari cara untuk m engubahnya. Begitu juga m alam tadi. Aku tak bisa tidur. Maka menjelang tengah malam aku berjalan-jalan, sambil berpikir-pikir dan ketika aku sampai ke toko kecil penjual batu bata dekat penginapan Anti Minum an Keras, aku bersandar di dinding untuk berpikir lagi. Tepat pada saat itu keluarlah kedua orang itu, m enyelinap dengan m em bawa sesuatu di bawah lengan m ereka. Kuduga, itu adalah hasil curian m ereka. Seorang

234 Mark Twain di antaranya m engisap cerutu, m em inta api. Tepat di depanku keduanya berhenti dan cahaya api cerutu m enerangi wajah m ereka. Yang satu yang bertubuh besar adalah orang Spanyol yang bisu tuli itu, dengan cam bang dan ram butnya yang putih serta penutup m ata. Yang lain ialah si setan berbaju com pang- ca m p in g....” “Bisakah kau m elihat com pang-cam ping bajunya itu dalam cahaya cerutu?” Huck tertegun sesaat. “Aku tak tahu. Tetapi seolah-olah begitulah kulihat.” “Mereka pergi terus dan engkau....” “Mengikuti m ereka, ya, begitulah. Aku ingin tahu, apa m aksud m ereka—m aka aku m em buntuti m ereka. Kuikuti m ereka hingga dekat pintu pagar Nyonya J anda. Aku bersem bunyi di tem pat gelap. Orang com pang-cam ping itu m em inta, agar Nyonya J anda jangan dibunuh, dan si Spanyol bersum pah akan m enghancurkan m ukanya seperti yang kukatakan kepada Bapak dan anak-anak Ba....” “Apa! Orang Spanyol bisu tuli itu berbicara?” Huck telah membuka kesalahan besar! Dengan berbelit- belit ia m encoba untuk m enyesatkan pikiran si penjaga hutan, agar tak bisa m enduga, siapa sebenarnya orang Spanyol itu, nam un betapapun agaknya lidahnya tak bisa dikuasainya. Ia berusaha lagi untuk berdusta, namun mata si penjaga hutan terus m em andangnya dengan tak berkedip, hingga dusta-dusta Huck saling berbelitan tak keruan. Akhirnya si penjaga hutan itu berkata, “Anakku, jangan takut kepadaku. Kau tak akan kusakiti, walau seujung ram butm u sekalipun. Tidak—kau akan kulindungi. Orang Spanyol itu sebetulnya tidak bisu, tidak tuli. Hal itu telah kau katakan tanpa kausadari. Tak bisa lagi kau tarik kembali kata-katam u. Kau tahu siapa sebenarnya dia, tapi kau tak m au m engatakannya. Kini percayalah padaku, katakan siapa sebenar- nya dia, percayalah padaku—aku tak akan m engkhianatim u.”

Petualangan Tom Sawyer 235 Huck m em perhatikan m ata orang tua itu yang jujur, m enun- dukkan kepala dan berbisik, “Dia bukan orang Spanyol, m elainkan J oe si Indian!” Penjaga hutan itu ham pir terlom pat dari kursinya. Sesaat kem udian dia berkata, “Kini jelas sem ua bagiku. Waktu kau berkata tentang telinga yang dipotong dan hidung yang dirobek, kukira semua karanganmu saja, sebab tak mungkin orang kulit putih bisa m em balas dendam sam pai m em punyai rencana pem balasan dendam sebegitu rupa. Tapi seorang Indian! Lain lagi halnya.” Percakapan berlangsung selama sarapan. Menurut orang tua itu sebelum m ereka pergi tidur ia dan anak-anaknya m em bawa lentera untuk memeriksa bekas tempat para penjahat itu guna m engetahui kalau-kalau ada bekas darah. Tetapi tidak ada, yang ada hanyalah sebungkus besar....” “Sebungkus besar APA?” Kata-kata itu m eluncur dengan kecepatan kilat dari m ulut Huck dengan tiba-tiba dan bibir yang pucat. Matanya m em besar, napasnya terhenti—m enunggu jawaban. Penjaga hutan terkejut— m em balas dengan m ata m em besar juga—tiga detik—lim a detik— sepuluh detik—baru ia m enjawab, “Sebungkus besar alat-alat pencuri. Wah, mengapa engkau ini?” Huck kembali duduk, terengah-engah, rasa terima kasih mem- bayang di m ukanya. Tenang sekali penjaga hutan m em andangnya penuh perhatian, kem udian berkata, “Ya, apa yang kau harapkan kami temui?” Huck tersudut lagi; pandangan tajam itu tertuju kepadanya; betapa senangnya, bila ia bisa m em beri jawaban yang tepat—tak ada pikiran sam a sekali untuk itu—pandangan m ata orang tua itu seakan m enem bus hatinya—suatu jawaban yang sam a sekali tak m asuk akal diberikan—tak ada waktu untuk m em pertim bangkan,

236 Mark Twain m aka untung-untungan ia m enjawab dengan lem ah, “Mungkin buku-buku Sekolah Minggu.” Huck yang m alang, yang terlalu sedih untuk tersenyum , lain halnya dengan si penjaga hutan yang tertawa keras terbahak- bahak hingga seluruh tubuhnya bergetar. Diakhirinya tertawa itu dengan berkata bahwa tawa semacam itu bagaikan uang. Dengan suka tertawa berkuranglah rekening dokter. Ditam bahkannya pula, “Anak m alang, kau begitu pucat. Kau tidak sehat. Tak heran, kau selalu takut dan tak punya keseim bangan pikiran. Tapi kau pasti akan sehat kembali. Setelah tidur dan beristirahat, kau akan seperti sediakala.” Betapa m arahnya Huck pada diri sendiri yang secara tolol telah m enunjukkan kecurigaan yang berlebih-lebihan. Ia telah m enduga, bungkusan yang dibawa oleh J oe dan kawannya bukan harta karun setelah mendengarkan pembicaraan mereka di depan pintu kecil tadi m alam . Ia hanya berpikir, benda itu bukan harta karun—ia tak tahu dengan pasti—m aka berita tentang bungkusan yang tertinggal itu m em buatnya tak bisa m enahan diri. Akhirnya ia merasa senang juga akan salah paham itu, setelah kini ia boleh yakin bahwa harta karun m asih ada di penginapan. Tam paknya semua menguntungkan keadaan harta karun masih ada di No. 2. Kedua orang itu pasti tertangkap dan terpenjara, hingga Tom dan dia tanpa kesukaran bisa mengambil emas itu nanti malam. Begitu sarapan selesai, terdengar ketukan di pintu. Huck m e- lom pat untuk m encari tem pat persem bunyian, sebab ia tak m au terlibat dengan kejadian tadi m alam . Penjaga hutan m enyilahkan m asuk beberapa orang laki-laki dan perem puan di antaranya tam pak Nyonya J anda Douglas. Tam pak juga penduduk desa sedang mendaki bukit untuk melihat pintu kecil pekarangan Nyonya J anda. J adi berita tentang kejadian tadi m alam telah m elu a s.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook