Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Petualangan Tom Sawyer oleh Mark Twain

Petualangan Tom Sawyer oleh Mark Twain

Published by pustaka, 2022-11-13 22:16:54

Description: Petualangan Tom Sawyer oleh Mark Twain

Search

Read the Text Version

Petualangan Tom Sawyer 137 itu m akin sengit. Petir m enyam bar-nyam bar m em bakar langit, m enerangi sem ua yang ada di bum i: pohon-pohon m eliuk-liuk, sungai m engam uk, buih air terlem par ke sana-ke m ari, bayangan garis sungai di seberang kadang-kadang tampak di antara tirai hujan yang tebal. Sekali-sekali sebatang pohon raksasa m enyerah kalah, roboh m enghancurkan pohon-pohon kecil di bawahnya. Sambaran-sambaran halilintar makin sering dan makin meme- kakkan telinga. Kekuatan badai m encapai puncaknya serupa akan menghancurkan pulau itu, membakar, membenamkan atau m enerbangkannya serta m enulikan sem ua m akhluk di pulau itu pada saat yang sam a. Betul-betul m alam yang sangat buas bagi ketiga orang anak yang tak berum ah itu. Tetapi akhirnya pertem puran ini selesai, kekuatan-kekuatan yang selalu beradu m undur, m akin lam a m akin lem ah, m enggerutu di kejauhan dan akhirnya ketenangan kem bali berkuasa. Ketiga orang anak itu kem bali ke perkem ahan dengan hati yang berat. Tetapi m ereka ternyata punya alasan untuk berterim a kasih karena pohon sy cam ore raksasa yang m eneduhi tem pat tidur mereka telah hancur tersambar halilintar. Untung mereka tidak berada di bawah pohon itu ketika peristiwa itu terjadi. Sem ua benda di perkem ahan basah kuyup. Api unggun padam sebab ketiga orang anak itu ceroboh, seperti juga turunan m ereka di kem udian hari, dan sam a sekali tak m em punyai persiapan untuk melawan hujan. Ini menggentarkan hati mereka yang m enggeletar kedinginan. Agaknya kesengsaraan m ereka tumpah ruah, tetapi segera juga mereka menemukan bahwa api unggun m ereka telah terlalu jauh m em akan batang kayu yang m elindunginya, hingga ada bagian kayu selebar tapak ta- ngan yang term akan api dan terhindar dari air. Dengan sabar mereka mencoba menghidupkan kembali api itu, mengumpul- kan serpih-serpih kayu dan kulit pohon yang terlindung dari air. Usaha mereka sedikit demi sedikit berhasil. Dikumpulkanlah oleh

138 Mark Twain mereka dahan-dahan kering, hingga api unggun berkobar kem- bali, dan hati mereka riang lagi. Mereka mengeringkan daging rebus dan berpesta. Selesai makan, mereka membicarakan dan m em besar-besarkan pengalam an yang baru m ereka ialam i hingga pagi sebab tak ada satu tem pat pun yang bisa dipakai untuk tidur. Ketika m atahari terbit, rasa kantuk tak tertahankan lagi. Ketiga orang anak itu berbaring di pasir dan tertidur, m e- reka terpaksa bangun setelah matahari terasa panas. Dengan bersungut-sungut m ereka m enyiapkan sarapan pagi. Selesai makan, tubuh mereka terasa sakit dan rasa rindu ke rumah timbul kembali. Melihat gejala-gejala tak baik ini, Tom mencoba m enggem birakan para bajak lautnya dengan berbagai cara. Tapi mereka tak berminat lagi untuk bermain kelereng, sirkus, berenang atau apa saja. Baru setelah Tom m engingatkan tentang rencana rahasianya, kedua kawan bersorak gem bira. Sem entara itu mereka memikirkan permainan baru. Mereka akan berhenti menjadi bajak laut untuk beberapa waktu, dan menjadi orang- orang Indian. Usul ini diterim a dengan baik. Segera ketiganya m encoreng-m oreng diri m ereka yang telanjang bulat dengan lum pur hitam bagaikan kuda zebra—ketiga anak itu m enjadi kepala suku—dan m ereka m enyerbu ke sem ak-sem ak, m enyerang tempat-tempat perkampungan orang Inggris. Kem udian m ereka berpisah m enjadi tiga suku Indian yang saling berm usuhan. Mereka saling m enyerang dengan pekik peperangan yang m enyeram kan, m em bunuh, dan m enguliti kepala m usuh dalam jum lah ribuan. Banjir darah benar-benar hari itu. Pertempuran antara suku-suku Indian itu berakhir dengan memuaskan. Menjelang makan malam mereka berkumpul di perkemahan, lapar dan bahagia. Tetapi m uncul suatu kesulitan—suku-suku Indian tak akan mau makan bersama dengan damai tanpa lebih dahulu mengadakan upacara perdamaian dan ini sama sekali

Petualangan Tom Sawyer 139 tak mungkin dilakukan tanpa mengisap pipa perdamaian. Tak ada jalan lain yang pernah diketahui m ereka selain itu. Dua di antara suku-suku liar itu m enyesal telah m enjadi Indian dan tidak tetap saja m enjadi bajak laut. Bagaim anapun tak ada jalan untuk m enghindarkannya. Maka dengan berpura-pura gem bira m ereka m em inta pipa dan selam a pipa itu diedarkan, m engisapnya seperti yang dikehendaki oleh peraturan. Dan betapa gem biranya m ereka kini karena m enjadi suku liar sebab ternyata m ereka m endapatkan sesuatu. Mereka mendapatkan, bahwa mereka bisa merokok dengan baik tanpa harus m encari-cari pisau yang hilang. Mereka m asih m erasa sakit, tetapi cum a sedikit dan bisa diabaikan. Kesem patan ini tak akan mereka sia-siakan tanpa berusaha. Tidak, setelah selesai makan mereka mencoba lagi dengan hasil gemilang, maka malam itu dilalui dengan kegem biraan yang m elim pah. Mereka lebih bahagia mencapai hasil ini daripada mengalahkan dan menguliti sem ua suku Indian dari Enam Bangsa. Kita tinggalkan m ereka dalam kegiatan merokok dan membual sebab saat ini mereka tak kita perlukan lagi.

Menghadiri Upacara Penguburan Sendiri TAK ADA kegem biraan di kota kecil St. Petersburg pada Sabtu sore yang tenang itu. Keluarga Harper dan keluarga Bibi Polly m em akai pakaian berkabung dengan kedukaan yang besar dan air m ata m elim pah. Kesepian yang luar biasa m enguasai desa, walaupun biasanya desa itu sudah cukup sepi. Para penduduk bekerja tanpa banyak suara, tapi sering m engeluh. Libur dari Sabtu malah bagaikan beban untuk murid-murid sekolah. Mereka tak berminat untuk bermain-main. Sore itu, tanpa disadari, Becky Thatcher dengan m urung berjalan-jalan di halam an sekolah yang sunyi. Hatinya sangat sedih dan tidak bisa menemukan sesuatu untuk menghibur hatinya. Ia m enahan tangis, “Oh, bila aku m asih m em iliki tom bol kuningan itu! Kini aku tak punya apa-apa untuk m engenang dia.” Kem udian dia berhenti dan berkata lagi, “Di sinilah! Bila hal itu bisa diulangi kembali, tak akan aku katakan, walau diu-

Petualangan Tom Sawyer 141 pah apa pun juga. Tapi kini ia telah pergi, dan aku tak akan bisa m elihatnya lagi.” Pikiran ini m enghancurkan hatinya. Becky m enjauhi sekolah itu dengan air mata membasahi pipi. Sekelompk murid lelaki dan perem puan—tem an-tem an J oe dan Tom —datang ke tem pat itu. Mereka berdiri memperhatikan halaman sekolah. Dengan khidmat mereka membicarakan tingkah laku Tom dan J oe pada saat terakhir m ereka m elihat keduanya. Kejadian-kejadian kecil yang tak pernah m ereka duga akan m eram alkan kejadian ini. Setiap pem bicara m enunjukkan tem pat yang tepat di m ana kedua anak yang hilang itu berdiri, kem udian m enam bahkannya dengan berkata, “...dan aku berdiri begini, di sini—seperti um pam anya kau: dia, dan aku seperti saat ini—aku sedekat ini, dan ia tersenyum —dan kem udian ada yang aneh terasa olehku—m enge- rikan dan waktu itu tak terpikir olehku artinya, dan baru kini ku t a h u !” Terjadi sedikit pertentangan tentang siapa yang m e- lihat kedua anak yang hilang itu paling akhir. Banyak yang m em perebutkan dengan m engajukan bukti-bukti yang ditam bah serta dikurangi: sam pai akhirnya dapat ditentukan seorang anak yang benar-benar paling akhir m elihat Tom dan J oe. Anak yang ditentukan itu m erasa sangat penting karenanya dan anak-anak lain m engagum i sekaligus iri kepadanya. Seorang anak yang tak punya bukti-bukti yang bisa diajukan berkata dengan bangga, “Tom Sawyer pernah m em ukul aku.” Tetapi pernyataan itu gagal. Ham pir sem ua anak bisa berkata begitu, m aka pernyataan sem acam itu tidak ada harganya. Kelom pok itu berlalu, m em bicarakan kenang-kenangan tentang para pahlawan yang hilang itu dengan rasa segan. Keesokan harinya. Selesai sekolah Minggu, lonceng gereja tidak berdengung seperti biasa, tetapi dibunyikan dengan jarak

142 Mark Twain tem po dentangan yang agak lam a. Bunyi lonceng berkabung itu m enam bah kesunyian hari Minggu. Para penduduk desa m ulai berduyun, berdiri di depan gereja tak terdengar suara bisik- bisik pun, selain gem ersik gaun wanita yang akan duduk. Gereja penuh sesak, lebih penuh dari biasa. Kem udian terasa suasana m enunggu. Kesepian lebih terasa dan m asuklah Bibi Polly, diiringi oleh Sid dan Mary, disusul oleh keluarga Harper, sem ua berpakaian serba hitam yang m enyatakan berkabung. Sem ua jem aat term asuk pendetanya berdiri m enghorm at sam pai orang- orang yang sedang berkabung itu duduk di deretan kursi paling depan. Terasa kesunyian lagi, yang terpecahkan oleh bunyi suara sedu-sedan. Sang pendeta membentangkan tangan, mengajak jem aat untuk berdoa. Selesai berdoa sebuah lagu pujian yang m engharukan dinyanyikan dengan disusul oleh khotbah yang berjudul: ‘Akulah Kebangkitan dan Kehidupan’. Khotbah berlangsung. Sang pendeta m em beri gam baran tentang tingkah laku yang baik, serta m asa depan yang bisa dicapai oleh anak-anak yang hilang. Begitu indah gam baran yang dibawakan sang pendeta hingga semua jemaat bisa mengenang hanya hal-hal yang baik dari para m endiang, yang tak m ereka lihat sebelum nya karena kebutaan hati. Pendeta bercerita banyak tentang kejadian-kejadian yang m engharukan dalam kehidupan para m endiang yang m elukiskan sifat m ereka yang m enarik. Sem ua kini bisa m elihat, betapa m anisnya sem ua kejadian itu dengan sedih. Mereka teringat betapa semua kejadian itu dulu mereka golongkan sebagai kenakalan. Para jemaat makin lama makin terharu oleh cerita penuh perasaan itu hingga akhirnya seluruh isi gereja m engikuti orang-orang yang sedang berkabung m encucurkan air m ata. Terden gar sedu-sedan yan g m en yedihkan . Bahkan pen deta sendiri turut menangis di mimbar. Terdengar bunyi gem ersik di balkon belakang yang tak pernah terpakai lagi. Tak ada yang m em perhatikan bunyi

Petualangan Tom Sawyer 143 itu. Sesaat kemudian pintu gereja berderit terbuka. Pendeta m engangkat m atanya yang penuh air m ata, m elihat lewat atas sapu tangannya, dan tertegun m em belalak! Mula-m ula satu, kemudian pasangan mata lain mengikuti arah pandangan sang pendeta, akhirnya seluruh jem aat berdiri m elongo m elihat ketiga ‘m endiang’ berjalan ke depan di antara kursi-kursi gereja itu. Tom paling depan, kemudian J oe, terakhir Huck dengan pakaian com pang-cam ping kem alu-m aluan. Mereka bertiga bersem bunyi di balkon dengan mendengarkan khotbah penguburan mereka! Bibi Polly, Mary dan keluarga Harper m enubruk, m em eluk, dan m encium m ereka yang baru kem bali dengan terus-m enerus m engucapkan syukur pada Tuhan. Huck m alu dan gelisah, tak tahu apa yang akan dikerjakan dan di m ana ia harus m enyem bunyikan diri dari pandangan m ata orang, banyak yang tak m enunjukkan rasa persahabatan. Ia sudah akan m enyelinap pergi, tapi Tom m eraih tangannya dan berseru, “Bibi Polly, harus ada orang yang merasa gembira untuk melihat Huck kembali.” “Mem ang. Aku sangat gem bira m elihatnya kem bali, Anak piatu yang m alang!” dengan penuh kecintaan Bibi Polly m em eluk dan mencium gelandangan itu berkali-kali hingga membuat Huck malah makin merasa tak enak. Tiba-tiba pendeta berseru dengan keras, “Puji Tuhan sum ber segala berkat m em banjir—BERNYANYILAH—sepenuh hati!” J em aat betul-betul bernyanyi sepenuh hati. Si Seratus Tua dinyanyikan dengan gegap gem pita hingga atap gereja bergetar. Tom Sawyer, si Bajak Laut m elihat sekeliling pada kawan- kawannya yang iri padanya. Saat ini betul-betul saat yang paling m em banggakan dalam hidupnya. J em aat yang tertipu itu pulang dari gereja dengan gem bira dan berkata, mau mereka ditipu sekali lagi untuk mendengar nyanyian yang gegap gem pita dan bersem angat.

144 Mark Twain ...pasangan mata lain mengikuti arah pandangan sang pendeta,....

Petualangan Tom Sawyer 145 Hari itu Tom m endapat tam paran dan cium an—m enurut perubahan perasaan hati Bibi Polly—lebih banyak dari yang didapatnya dalam waktu setahun. Dan ia tak tahu yang m ana yang m enyatakan rasa terim a kasih pada Tuhan dan rasa cinta pada dirinya.

Tom Menceritakan Mimpinya ITULAH RAHASIA besar Tom —rencana untuk pulang dengan para bajak lautnya tepat pada saat upacara penguburan m ereka sendiri. Dengan m enaiki sebatang kayu m ereka berdayung ke pantai Missouri di senja hari Sabtu, mendarat lima atau enam m il di sebelah hilir. Mereka tidur di hutan hingga ham pir fajar. Kem udian dengan m elalui jalan-jalan sepi m ereka pergi ke gereja, tidur di balkon belakang di antara tumpukan kursi dan bangku yang telah rusak. Pada waktu sarapan pagi di hari Senin, Bibi Polly dan Mary sangat m em perhatikan Tom , m eluluskan segala perm intaannya dengan kasih sayang. Percakapan luar biasa panjang lebarnya. Dan di tengah-tengah percakapan itu Bibi Polly berkata, “Tom , Bibi tidak m au m engatakan apa-apa, tetapi kelakuanm u sudah membuat semua orang menderita selama hampir seminggu, sedang kalian bersenang-senang. Sungguh mengecewakan,

Petualangan Tom Sawyer 147 engkau begitu keras hati untuk m em buatku m enderita. Bila kau bisa berkayuh dengan sebatang kayu untuk pergi ke upacara penguburan, m engapa kau tak bisa datang dan m em beri isyarat kepadaku bahwa sebenarnya engkau tak m ati tapi hanya lari?” “Ya, kau bisa berbuat begitu, Tom ,” kata Mary, “dan aku tahu, kau mau berbuat begitu, bila terpikir olehmu.” “Kau m estinya m au, bukan, Tom ?” tanya Bibi Polly dengan sedih. “Katakan sekarang, Tom , kalau terpikir olehm u, bukankah kau m au m engerjakannya?” “Aku... hm m , aku tak tahu, Bi. Itu akan m erusak rencana,” jawab Tom. “Oh, Tom , tak kukira hanya begitu cintam u padaku,” kata Bibi Polly dengan sedih yang m em buat Tom m erasa tak enak, “betapa senangnya jika kau sayang padaku untuk m em ikirkan hal itu, walaupun kau tak bisa m engerjakannya.” “Bibi, jangan disedihkan hal itu,” kata Mary, “itu hanya disebabkan oleh tabiat Tom yang suka tergesa-gesa hingga tak sempat memikirkan apa pun.” “Lebih sayang bila begitu. Sid akan sem pat berpikir dan datang ke m ari untuk m engerjakannya. Tom , suatu waktu kau akan m engenang m asa lalu, tetapi sudah terlam bat, m enyesali dirim u karena terlalu sedikit m erasa sayang padaku.” “Bibi, Bibi tahu bahwa aku juga sayang pada Bibi.” “Aku akan m engetahuinya lebih jelas bila kata-katam u itu terbukti, Tom.” “Oh, aku sangat m enyesal karena tak sejauh itu pikiranku,” kata Tom m enyesal, “betapapun, aku telah berm im pi tentang Bibi. Cukup bukti bahwa aku m em ikirkan Bibi, bukan?” “Tidak, Tom . Kucing pun bisa berbuat seperti itu tapi yah, lebih baik daripada tidak sam a sekali. Apa yang kau im pikan?” “Hm m , Rabu m alam aku berm im pi, Bibi duduk di tem pat tidur itu, Sid duduk di peti kayu dan Mary di sebelahnya.” “Mem ang begitu. Bukankah kita selalu duduk-duduk begitu?

148 Mark Twain Aku gem bira im pianm u m au berbuat bersusah payah begitu rupa untuk kami.” “Dan kuim pikan, m alam itu ibu J oe Harper juga di sini.” “Astaga, betul juga dia di sini waktu itu. Apa lagi yang kau- im p ika n ?” “Banyak. Tapi kini sudah kabur.” “Cobalah ingat-ingat, Tom .” “Kurasa... seakan-akan angin m alam itu m eniup... m eniup... hmm... meniup....” “Ingat baik-baik, Tom ! Angin m eniup setiap m alam . Ingat baik-baik!” Tom m enekan jarinya ke dahi dan berpikir sejenak penuh ketegangan, baru kem udian berkata, “Aku ingat kini! Angin m eniup lilin!” “Masya Allah, teruskan, Tom , teruskan!” “Dan kuingat Bibi berkata, ‘kukira pintu itu’....” “Teruskan, Tom !” “Biarlah aku berpikir sesaat—sebentar. Oh, ya, Bibi berkata bahwa pintu terbuka.” “Masya Allah, tepat sekali! Bukankah m em ang begitu, Mary? Ayo, Tom , teruskan!” “Dan kem udian—kem udian—hm , aku tak begitu yakin, tapi agaknya Bibi m enyuruh Sid untuk....” “Apa? Apa? Apa yang kusuruh pada Sid, Tom ? Dia kusuruh apa?” “Dia Bibi suruh... Bibi... oh, aku ingat! Bibi m enyuruh Sid menutup pintu.” “Ya, Tuhan! Belum pernah kudengar hal sem acam ini! J angan katakan bahwa im pian hanya kem bangnya tidur! Sereny Harper harus mendengar hal ini sebelum umurku bertam bah satu jam . Kuingin tahu apa pendapatnya tentang im pian itu. Ia yang sam a sekali tak percaya akan takhayul. Teruskan, Tom !”

Petualangan Tom Sawyer 149 “Oh, kini sem ua jelas bagiku. Bibi berkata sebenarnya aku tidak bertabiat buruk, hanya nakal saja dan banyak tingkah, dan tak boleh dikatakan harus bertanggung jawab seperti... seperti... seperti seekor anak kuda tak bisa diminta pertanggungan jawabnya. Entah anak kuda atau anak apa.” “Benar, anak kuda. Teruskan, Tom !” “Dan Bibi m ulai m enangis.” “Betul Aku m enangis. Dan bukan untuk pertam a kali.” “Kem u d ian Nyon ya H ar per ju ga m en an gis d an m engatakan bahwa J oe seperti aku. Dan ia m enyesal telah memukul J oe dengan tuduhan mencuri sari susu padahal sari susu itu dibuangnya sendiri....” “Tom ! Kau dilindungi Roh Kudus! Kau bernubuat—ya, itulah yang kau kerjakan! Masya Allah! Teruskan, Tom !” “Kem udian Sid berkata... ia berkata....” “Aku tak berkata apa-apa,” tukas Sid. “Ya, kau m em ang berkata sesuatu, Sid,” kata Mary. “Tutup m ulut kalian !” ben tak Bibi Polly, “biar Tom m eneruskan ceritanya. Apa kata Sid, Tom ?” “Ia berkata... kupikir ia berkata aku m endapat tem pat yang layak, tetapi bila aku berbuat baik sebelum nya....” “Nah, kau dengar itu? Betul itu kata-katam u, Sid!” “Dan Bibi suruh dia m enutup m ulut.” “Tepat sekali! Pasti ada m alaikat di pulau itu. Pasti ada m a- laikatnya, entah di m ana.” “Dan Nyonya Harper bercerita tentang J oe yang m engejutkan dengan petasan. Bibi bercerita tentang Peter dan obat Penghapus Sakit....” “Mem ang begitu!” “Kem udian terjadi percakapan panjang lebar tentang penca- rian m ayat kam i di dalam sungai, tentang upacara penguburan di

150 Mark Twain hari Minggu. Kem udian Bibi dan Nyonya Harper saling peluk dan m enangis. Nyonya Harper terus pulang.” “Betul dem ikian kejadiannya! Tepat sekali, sem ua terjadi seperti yang kau katakan itu, seakan-akan kau sendiri datang m elihat kam i. Kem udian bagaim ana? Teruskan, Tom !” “Kem udian kupikir Bibi berdoa untuk aku, seakan aku bisa m elihat dan m endengar setiap kata yang Bibi ucapkan. Bibi kem udian pergi tidur, aku begitu m enyesal sehingga kucari kulit kayu sy cam ore dan kutulis: ‘Kam i tidak m eninggal dunia. Kam i hanya m elarikan diri untuk m enjadi bajak laut’. Dalam im pian itu kuletakkan kulit kayu itu di m eja dekat lilin. Kulihat Bibi tidur nyenyak, m anis sekali dan dalam m im pi aku m em bungkuk m encium bibir Bibi.” “Oh, betulkah, Tom , betulkah? Kuam puni sem ua kesalahan- m u.” Bibi Polly m em eluk Tom erat-erat hingga terasa sakit dan membuat Tom merasa sebagai penjahat nomor satu di desa itu. “Baik sekali hatim u, walaupun itu hanya m im pi,” gum am Sid, tapi cukup jelas untuk didengar. “Tutup m ulutm u, Sid! Apa yang dikerjakan seseorang dalam m im pi pasti bisa dikerjakannya bila ia dalam keadaan sadar. Ini, Tom , apel m ilum besar yang kusim pan hanya untukm u bila kau ditem ukan. Nah, kini pergilah ke sekolah. Aku sangat berterim a kasih pada Tuhan Yang Pem urah serta Bapa kita atas kepu- langanm u dengan selam at. Aku berterim a kasih pada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Pengam pun pada siapa saja yang percaya pada-Nya serta m enuruti segala peraturan-Nya, walaupun sebetulnya diriku tak layak untuk m enerim a berkat- Nya. Tetapi bila hanya orang yang layak saja m enerim a berkat dan pertolongan-Nya dalam m asa kesukaran, akan sedikit sekali terlihat senyum di dunia ini dan hanya sedikit yang bisa m em asuki tem pat istirahat-Nya bila m alam panjang tiba. Cepat pergi, Sid, Mary, Tom pergilah! Kalian sudah terlalu lam a m engganggu aku!”

Petualangan Tom Sawyer 151 Anak-anak itu berangkat ke sekolah, sedang si nyonya tua pergi ke Nyonya Harper untuk m enaklukkan ketidakpercayaan nyonya itu terhadap takhayul dengan bersenjatakan im pian Tom yang luar biasa itu. Pada saat m eninggalkan rum ah Sid berpikir, “Ham pir tak bisa dipercaya, m im pi itu betul-betul tanpa kesalahan sedikit pun!” Tapi ia cukup bijaksana untuk tidak m engucapkan kata- kata itu. Betapa m egahnya Tom m enjadi pahlawan. Ia tidak berm ain loncat-loncatan lagi atau berkejar-kejaran tetapi berjalan dengan gaya agung dan berwibawa sebagai layaknya seorang bajak laut yang yakin bahwa m ata um um sedang m em perhatikannya. Dan memang demikian. Ia seolah-olah tak melihat atau mendengar suara-suara kekagum an tentang dirinya sem entara ia berjalan, tapi sem ua itu m akin m em perbesar kebanggaan hatinya. Anak- anak yang lebih kecil m engikutinya ke m ana ia pergi. Mereka m erasa bangga bisa terlihat di dekat Tom Sawyer. Tom tak mengusir mereka maka ia bagaikan seorang pemukul genderang di kepala barisan atau seekor gajah yang m em im pin sirkus m asuk kota karena begitu banyak anak-anak kecil yang berbaris tak teratur di belakangnya. Anak-anak yang sebaya dengannya berpura-pura tak tahu bahwa ia telah pergi tetapi sebenarnya betapa m ereka sangat iri. Apa yang tak akan m ereka kerjakan untuk bisa mendapatkan kulit terbakar matahari seperti kulit Tom itu dan kem asyhurannya? Dan Tom pun tak sudi m enukarkan keduanya dengan sebuah sirkus. Di sekolah, anak-anak terang-terangan memperlihatkan kekaguman mereka terhadap Tom dan J oe, hingga hampir m eledak dada kedua pahlawan itu karena bangganya. Mereka pun mulai menceritakan pengalaman mereka pada para pendengar yang haus akan petualangan itu tapi m ereka hanya m em ulai saja; agaknya cerita m ereka tak akan kunjung habis dengan daya

152 Mark Twain khayal m ereka yang terlalu besar untuk dijadikan gudang bahan cerita. Dan akhirnya ketika keduanya m engeluarkan pipa dan dengan tenang merokok sambil berjalan perlahan-lahan. Puncak kemenangan mereka tercapai sudah. Tom m em utuskan bahwa kini ia bisa bebas dari Becky. Kem asyhuran sudah cukup bagin ya. Ia han ya hidup un tuk kem asyhuran itu. Kini setelah ia m enjadi orang ternam a, pasti Becky akan m enginginkannya kem bali. Hm , biarlah—Becky akan tahu, bahwa ia biasa pula bersikap acuh tak acuh seperti orang lain. Segera juga Becky m uncul, tapi Tom berpura-pura tak mengetahui hal itu. Ia menghindar untuk ikut berkumpul dengan anak-anak lain dan bercerita lagi. Dari sudut m atanya Tom m elihat Becky dengan am at gem bira berm ain kejar-kejaran, m enjerit, dan tertawa, bila berhasil m enangkap buruan nya. Tapi Tom m em perhatikan pula bahwa Becky hanya m engejar anak-anak yang di dekat Tom dan agaknya sekali-sekali gadis itu m elirik penuh perhatian kepadanya. Hal itu m engobarkan sifat jual m ahal pada Tom dan m em buat Tom m akin berpura- pura tak tahu akan kehadiran Becky. Tak lam a Becky m erasa lelah berkejar-kejaran. Ia berjalan ke sana ke mari tak menentu, mengeluh dan mengeluh lagi dan melemparkan pandangan sedih kepada Tom . Kem udian diperhatikannya Tom kini berbicara lebih sering kepada Am y Lawrence daripada kepada anak lain. Becky m erasakan hatinya bagai ditusuk-tusuk, dan ia m enjadi am at gelisah. Ia ingin pergi m enjauh nam un kakinya terasa berat; kaki itu m alah m em bawanya m endekati kelom pok yang berdiri di sam ping Tom . Becky berseru pada seorang gadis yang berdiri di sam ping Tom dengan kegem biraan palsu, “Hai, Mary Austin! Kau sungguh nakal, mengapa kau tak datang ke Sekolah Minggu?” “Siapa bilang? Aku datang. Tidakkah kau m elihat aku?” “Tidak. Betulkah kau datang? Di m ana kau duduk?” “Di kelas Nona Peters seperti biasa. Aku m elihatm u.”

Petualangan Tom Sawyer 153 “Betul? Aneh, aku tak m elihatm u. Aku ingin berkata padam u tentang piknik.” “Oh, betapa senangnya, siapa yang akan m engadakan piknik itu?” “I b u ku .” “Sedap! Mudah-m udahan ibum u m em perbolehkan aku ikut.” “Tentu. Piknik itu untuk aku. Siapa pun boleh ikut, term asuk en gka u .” “Bagus! Kapan?” “Sekitar liburan.” “Oh, alangkah gem biranya! Kau akan ajak sem ua kawan kita?” “Ya, sem ua sahabatku atau yang ingin bersahabat dengan aku,” lirik Becky dengan penuh arti pada Tom , tapi Tom sedang sibuk bercerita dengan Am y Lawrence tentang topan di Pulau J ackson, bagaimana topan itu menghancurluluhkan pohon sy cam ore pada saat ia hanya tiga kaki dari pohon itu. “Oh, bolehkah aku ikut?” tanya Gracie Miller. “Ya.” “Aku juga?” kata Sally Rogers. “Dan aku?” Susy Harper ikut bertanya, “J uga J oe?” “Ya.” Dengan bertepuk-tepuk riang seluruh kelompok itu minta diajak piknik, kecuali Tom dan Am y. Kem udian Tom berpaling dan pergi sam bil m enggandeng Am y, terus bercerita. Kaki Becky gemetar, air mata menggenang. Secepat keadaan memungkinkan ia pergi dari kelom pok itu, m enyem bunyikan diri dan m enangis sepuas hati. Puas m enangis Becky term enung, hatinya sakit. Lonceng tanda m asuk berbunyi. Becky bangkit, dengan cahaya m endendam di m atanya. Sam bil m engibaskan untaian ram butnya, Becky berkata dalam hatinya, ia tahu, apa yang akan diperbuatnya untuk membalas dendam. Waktu istirahat Tom melanjutkan berpacaran dengan perasaan puas. Ia berjalan-jalan berdua Am y untuk m encari

154 Mark Twain Becky dan m engoyak-ngoyak hati gadis itu dengan pertunjuk- annya. Akhirnya Tom m elihat Becky tapi hatinya sendiri yang hancur dengan tiba-tiba. Enak sekali Becky duduk di bangku kecil di belakang rumah sekolah, melihat buku bergambar bersama Alfred Tem ple. Begitu asyik m ereka hingga kedua kepala m erapat dan agaknya m ereka tak sadar akan apa yang terjadi di sekeliling m ereka. Seluruh urat tubuh Tom dijalari rasa cem buru yang panas m em bakar. Ia m em benci kepada diri sendiri, yang telah m em buang kesem patan yang diberikan Becky kepadanya untuk berbaik kem bali. Ia m enam akan dirinya orang tolol dan sebutan- sebutan lain yang terpikir olehnya. Ingin rasanya ia m enangis karena sakit hati. Am y yang tak sadar akan perubahan suasana terus saja berceloteh dengan gem bira sebab hatinya seakan-akan bernyanyi-nyanyi. Tapi lidah Tom m erasa kelu. Ia tak m endengar apa kata Am y dan bila Am y berhenti berbicara ia hanya bisa m engiya dengan gagap dan kaku, sahutan yang sering tidak pada tem patnya. Ia selalu kem bali m elangkah ke belakang sekolah, berkali-kali, untuk m em bakar m atanya dengan pem andangan di tem pat itu. Tak bisa ia m enahan kakinya. Dan seolah gila ia m elihat bagaim ana Becky Thatcher tak m em perhatikan di dunia ini ada seorang yang bernam a Tom Sawyer yang m ondar-m andir di depannya. Sebetulnya Becky tahu tingkah laku Tom , dan ia pun tahu bahwa kini kem enangan di pihaknya, m aka ia gem bira karena Tom menderita seperti juga ia pernah menderita. Kicauan Am y tak tertahankan oleh Tom . Berkali-kali Tom m enyindir tentang hal-hal yang harus dikerjakannya dan tentang waktu yang cepat berlalu, tapi sem ua tak berhasil. Am y terus m e- ngoceh. Tom berpikir, “Sem oga m ati tergantung dia, apakah aku akan selalu harus lekat padanya?” Akhirnya dengan tegas Tom m enyatakan ia harus m engerja- kan soal-soal tadi sekarang juga, baru Am y m au ditinggalkan.

Petualangan Tom Sawyer 155 Tapi sempat juga gadis itu tanpa tedeng aling-aling mengkait Tom dengan janji untuk bertemu selesai sekolah. Tom cepat-cepat m eninggalkan Am y dengan kebencian m em bara pada anak itu. “Biarlah, bila dengan anak lain,” pikir Tom m enggertakkan gigi dengan m engenangkan Becky dan Alfred di belakang sekolah. “Biarlah dengan anak m ana pun di kota ini, asal jangan pesolek dari St. Louis yang selalu berdandan rapi dan m enganggap diri- nya bangsawan itu. Oh, baiklah, kau telah kuhajar waktu pertam a kali tiba di kota ini dan kau akan kuhajar lagi! Tunggu saja sampai kau tertangkap olehku, kau akan ku....” Dan Tom dengan sengit berkelahi melawan seorang anak yang hanya ada dalam khayalnya, m eninju, m enendang ke sana ke m ari. “Oh, kau m erasa telah cukup. He? Kau m eneriakkan cukup, he? Nah, biarlah itu jadi pelajaran yang tak terlupakan bagim u.” Perkelahian dalam khayal itu selesai dengan m em uaskan. Istirahat tengah hari Tom lari pulang. Hati kecilnya tak tahan m elihat kebahagiaan Am y dan kecem buruan n ya juga tak tertahan kan . Becky kem bali m em eriksa gam bar-gam bar dalam buku bersam a Alfred. Menit dem i m enit berlalu dan Tom tak tam pak untuk disiksa. Kem enangannya m ulai m enipis, ia kehilangan minat untuk melihat gambar. Murung dan melamun m enyusul, diikuti oleh kesedihan. Dua atau tiga kali serasa ia m endengar langkah kaki, tetapi ternyata bukan. Tom tak m uncul juga. Kesedihannya m akin berkobar, ia kecewa dan m enyesal telah begitu bersungguh-sungguh menjalankan pembalasan dendam nya. Alfred yang m alang segera sadar bahwa Becky tak tertarik lagi padanya, entah m engapa. Berkali-kali Alfred berseru, “Oh, lihat ini, betapa bagusnya!” Seruan itu m alah m em buat Becky m arah dan berkata, “J angan ganggu aku! Aku tak peduli pada gam bar-gam bar itu!” Air m ata tercurah dan ia bangkit pergi. Alfred m engejarnya untuk m enghibur, nam un Becky m em - bentaknya, “Pergilah! J angan ganggu aku lagi! Aku benci padam u!”

156 Mark Twain Alfred tertegun, bertanya-tanya dalam hati, apa yang telah diperbuatn ya hin gga Becky bersikap dem ikian . Becky telah berjanji untuk melihat gambar-gambar itu bersama dia selama istirahat tengah hari. Tetapi dia m eninggalkan nya, sam bil m enangis. Term enung Alfred berjalan perlahan m asuk ke ruang sekolah yang kosong. Ia m erasa dihina dan m arah. Dengan m udah terpikir olehnya sebab-sebab sebenarnya: Becky telah m em peralatnya untuk m elam piaskan kem arahan pada Tom Sawyer. Kebenciannya pada Tom tak berkurang dengan tim bulnya pikiran ini. Betapa senangnya ia, bila bisa dicarinya jalan untuk m encelakakan anak itu. Pandangannya jatuh pada buku ejaan Tom . Inilah kesem patan bagus. Dengan lega dibukanya bagian pelajaran untuk sore nanti dan tanpa berpikir lagi menuangkan tinta pada halam an yang diperlukan itu. Pada saat itu Becky yang di luar gedung sekolah m elihat ke dalam m elalui jendela di belakang Alfred, hingga sem pat m elihat perbuatan itu tanpa diketahui oleh Alfred. Becky berjalan terus, pulang dan tim bul m aksud di hatinya untuk m em beritahukan kepada Tom tentang kejadian ini tadi. Tom akan berterima kasih sehingga perselisihan mereka akan selesai. Tapi belum setengah perjalanan pulang di tem puhnya, pikiran Becky beru- bah lagi. Ingat bagaim ana perlakuan Tom terhadapnya waktu ia m em bicarakan tentang piknik, hatinya jadi panas serta m alu. Becky m enetapkan hatinya untuk m em biarkan Tom m endapat cam buk atas kerusakan pada buku ejaannya dan m em bencinya selam a-lam anya sebagai tam bahan.

Tom Berterus Terang TOM TIBA di rum ah dengan hati sedih, dan sam butan bibinya m enyatakan bahwa kesedihannya tak m endapatkan sam butan yang layak. “Tom , ingin aku m engulitim u hidup-hidup!” “Bibi, apakah salahku?” “Banyak sekali! Bagaikan orang gila aku ke rum ah Sereny Harper dengan harapan bahwa ia akhirnya bisa percaya akan arti im pian. Tetapi ternyata ia telah m endengar dari J oe bahwa kau betul-betul telah datang ke mari dan mendengarkan semua percakapan kam i. Tom , aku tak bisa bayangkan apa jadinya anak yang berkelakuan seperti engkau ini. Sedih hatiku, Tom , memikirkan betapa tega kau membiarkan aku pergi ke Sereny Harper bagaikan orang linglung, tanpa mengatakan apa-apa.” Kejadian ini tak pernah terpikirkan oleh Tom . Kecerdikannya pagi tadi tam paknya seperti sesuatu lelucon yang baik bagi

158 Mark Twain Tom. Tetapi kini tampak kekotoran dan kelicikan akal itu. Tom menundukkan kepala, sesaat ia tak tahu harus berkata apa. “Bibi, aku sangat m enyesal, sam a sekali tak pernah kupikirkan akan begini jadinya.” “Kau m em ang tak pernah berpikir. Tak pernah kau berpikir apa pun , kecuali ten tan g kepen tin gan dirim u sen diri. Kau bisa berpikir untuk datang ke mari dari Pulau J ackson buat m enertawakan kesedihan kam i. Kau bisa berpikir m enipuku tentang impian, tapi tak terpikir olehmu untuk mengasihani kami dan menolong kami dari kesedihan.” “Bibi, aku tahu, perbuatanku sangat buruk, tapi aku tak berm aksud untuk berbuat buruk. Betul-betul tidak. Dan lagi, m alam itu aku datang ke m ari bukan untuk m enertawakan Bibi.” “Untuk apa kalau begitu?” “Un tuk m en gatakan agar Bibi tak perlu gelisah bahwa sebenarnya kam i tidak terbenam .” “Tom , Tom , aku akan m enjadi orang yang paling berterim a kasih, kalau aku bisa percaya bahwa kau m em punyai pikiran sebagus itu. Tapi kau tahu sebenarnya kau tak pernah berpikir begitu, dan aku juga tahu, Tom.” “Sungguh m ati m em ang dem ikian. Bi, sungguh m ati!” “Oh, Tom , jangan berdusta, jangan. Dustam u akan m em buat keadaan menjadi seratus kali lebih buruk.” “Aku tidak berdusta, Bi, tidak. Aku ingin m encegah, agar Bibi tidak berduka terus. Itulah yang m endorong aku untuk datang ke m a r i.” “Bila kata-katam u bisa kupercaya, Tom , hal itu akan m erupa- kan imbalan untuk menebus dosa. Untuk itu saja aku bisa girang, biar pun kau telah melarikan diri dan berlaku buruk. Tetapi itu tak m asuk akal, lantaran kau tidak m enceritakan kepada Bibi.” “Dengar, Bi, waktu Bibi berbicara tentang upacara pengu- buran, pikiranku hanya tertuju pada rencana untuk bersem bunyi

Petualangan Tom Sawyer 159 di gereja. Tak bisa aku memikirkan untuk membatalkan rencana itu. Karena itu kum asukkan kem bali kulit kayu yang kukatakan tadi pagi dan menutup mulut tentang itu.” “Kulit kayu yang m ana?” “Kulit kayu yang kupakai untuk m enulis surat, bahwa kam i pergi untuk m enjadi bajak laut. Sungguh m enyesal, Bibi tidak terbangun waktu kucium.” Garis-garis sedih m enghilang dari wajah Bibi Polly, m atanya m em ancarkan cahaya dengan tiba-tiba. “Betulkah kau m encium ku, Tom ?” “Tentu saja, Bi.” “Kau yakin, kau telah m encium ku?” “Yakin seyakin-yakinnya.” “Mengapa kau m encium ku, Tom ?” “Karena aku m encintai Bibi dan Bibi tidur dengan berkeluh- kesah hingga hatiku sedih.” Kata-kata Tom bernada kebenaran. Nyonya tua itu tak bisa m enyem bunyikan getaran dalam suaranya, ketika berkata, “Cium lah lagi aku, Tom , dan pergilah sekarang ke sekolah, jangan kauganggu lagi aku!” Begitu Tom pergi, Bibi Polly berlari ke sebuah lem ari, m engeluarkan jaket com pang-cam ping yang dipergunakan oleh Tom untuk menjadi bajak laut. Tapi ia tertegun, menimang- nim ang jaket itu sam bil berkata sendiri, “Tidak, aku tak berani. Anak m alang, pasti ia berdusta lagi tapi dustanya dusta yang diberkati Tuhan sebab dengan dusta itu hatiku jadi terhibur. Kuharap Tuhan—aku tahu pasti Tuhan akan m engam puninya, sebab betul-betul baik hatinya untuk m enceritakan ini sem ua padaku. Tapi aku tak ingin membuktikan bahwa kali ini ia pun berdusta. Tak akan kulihat.” J aket itu dim asukkannya kem bali. Sesaat ia term enung. Dua kali tangannya terulur untuk m engam bil jaket tadi dan dua kali

160 Mark Twain pula gagal. Sekali lagi dicobanya, m em perkuat hatinya dengan berpikir, “Itu tadi suatu dusta yang baik—dusta yang baik—tak kubiarkan dusta itu m enyedihkan hatiku.” Ia mengeluarkan semua isi saku jaket. Sesaat kemudian dengan air m ata berlinang ia m em baca surat Tom yang tertulis di kulit kayu itu dan katanya, “Kini aku bisa m engam puni anak itu. Kuam puni dia, walaupun dia telah berbuat sejuta dosa.”

“Tom, betapa mulia hatimu!” KEDUKAAN HATI Tom lenyap oleh cium an Bibi Polly yang dilakukan dengan penuh rasa sayang dan m em buat hatinya gembira serta bahagia lagi. Ia berangkat ke sekolah, dan beruntung bertem u dengan Becky Thatcher di Meadow Lane. Perasaan Tom selalu m enentukan tindakannya. Tanpa berpikir panjang ia berlari m endekati Becky dan berkata, “Hari-hari ini aku telah m em perlakukanm u tidak baik, Becky, m aafkan aku. Aku berjanji tidak berlaku dem ikian lagi selam a-lam anya, seum ur hidupku. Mari kita berbaik kembali.” Becky berhen ti, m en atap wajahn ya den gan m arah dan m enyahut, “Terim a kasih, Tuan Thom as Sawyer, lebih baik kalau kau tak bertem an lagi dengan aku. Aku tak sudi bicara d en ga n m u .” Dengan m em buang m uka Becky m eninggalkan Tom . Tom begitu tercengang oleh sam butan itu, hingga tak terpikir olehnya

162 Mark Twain untuk berkata, “Siapa yang peduli, Nona Sok Aksi!” sam pai waktu yang tepat untuk m engatakan hal itu telah lewat. Maka ia tak berkata apa-apa lagi. Namun ia betul-betul marah. Ia merengut m asuk ke halam an sekolah. Betapa senangnya, bila Becky m enjadi seorang anak laki-laki hingga ia bisa m enghajarnya habis-habisan. Segera juga ia bertem u dengan Becky dan Tom m elontarkan olokan yang m enyakitkan hati. Dengan cekatan Becky m em balas hingga perselisihan mereka sempurna sudah. Dalam kemarah- annya, Becky tak sabar m enunggu sekolah dim ulai agar ia bisa melihat Tom dicambuk untuk kesalahan merusak buku ejaan. J ika tadi ada sedikit keinginan untuk mengadukan perbuatan Alfred Tem ple, keinginan itu kini lenyap. Gadis malang, dia tak tahu bahwa dia sedang di tepi jurang kesulitan. Tuan Dobbins, guru sekolah itu, mencapai usia setengah um ur dengan cita-cita yang tak tercapai. Keinginannya m enjadi dokter. Namun karena kemiskinan, dia tidak lebih tinggi daripada seorang guru sekolah desa. Setiap hari diam bilnya sebuah buku dari m ejanya. Pada saat tak ada kelas yang m endapat pelajaran m enghafal, Tuan Dobbins tenggelam dalam buku yang penuh rahasia itu. Ia selalu mengunci lagi tempat buku itu disimpan. Setiap anak di sekolah itu ingin tahu apa sebenarnya isi buku itu tapi mereka tak pernah mendapat kesempatan. Setiap anak m em punyai pikiran apa kiranya isi buku itu. Pikiran-pikiran itu saling bertentangan dan tak ada jalan untuk membuktikan keb en a r a n n ya . Hari itu, waktu Becky m elewati m eja guru di dekat pintu m asuk, dilihatnya kunci laci m asih tergantung di lubang kunci. Kesem patan yang luar biasa. Becky m elihat ke sekeliling, hanya dia sendiri di ruang sekolah yang sepi. Cepat diam bilnya buku Tuan Dobbins. J udulnya Anatom i, karangan Profesor Anu. Nam a

Petualangan Tom Sawyer 163 itu tak m em beri keterangan apa-apa kepadanya, m aka dibuka- bukanyalah halam an buku itu. Pada halam an pertam a, terdapat sebuah gambar berwarna indah, gambar tubuh manusia telanjang bulat. Tepat pada saat itu bayangan jatuh di halam an buku itu. Tom Sawyer m asuk dan dengan selintas m elihat buku di tangan Becky. Becky gugup m erenggut buku itu dan m enutupnya. Dasar sial, karena gugup, halaman pertama terobek sampai ke tengah halam an. Dilem parkannya buku rahasia itu ke dalam laci, dikuncinya sam bil m enangis. Karena m alu dan gusar berkatalah dia, “Tom Sawyer, betapa rendah budim u untuk m enyelinap dari belakang dan m engintip, apa yang sedang kuperhatikan.” “Bagaim ana aku tahu bahwa kau sedang m em perhatikan sesuatu?” “Kau harus m alu, Tom Sawyer. Kau tahu, kau akan m eng- adukan aku, dan oh, apa jadinya dengan diriku! Aku pasti akan dicam buk, belum pern ah aku dicam buk di sekolah!” Becky m enghentakkan kakinya yang m ungil. “Berbuatlah sekejam yang engkau kehendaki! Aku tahu apa yang akan terjadi. Tunggu sajalah, dan lihat nanti. Benci! Benci! Benci!” Becky lari ke luar dengan tangis yang m enjadi-jadi. Tom tertegun, bingung oleh serangan ini. Segera ia berkata pada diri sendiri, “Aneh betul anak perem puan ini. Belum pernah dicam buk di sekolah! Bah! Apalah arti cam bukan? Tapi begitulah anak perempuan; kulit mereka tipis, hati mereka mudah kuncup. Tentu saja aku tak akan m engadukannya kepada Si Tua Dobbins. Banyak jalan untuk m enyakiti si tolol kecil ini yang tak begitu keji, tetapi apa gunanya? Dobbins tua itu pasti tahu, bukunya robek. Pasti ia m enanyakan siapa yang m erobeknya. Tak akan ada yang m enjawab. Kem udian ia akan m enggunakan cara kebiasa- annya, m enanyai sem ua m urid dan bila ia sam pai pada gadis yang berkepentingan, pasti ia akan m engetahuinya. Wajah anak-anak perem puan m udah dibaca. Mereka tak bisa m enyem bunyikan

164 Mark Twain perasaan. Sungguh sulit persoalan Becky, ia pasti akan dihukum , tak ada jalan untuk m enghindarkannya.” Tom berpikir sesaat dan m enam bahkan, “Baiklah, agaknya ia m elibatkan aku dalam persoalan ini. Biarlah ditanggungnya sendiri.” Tom keluar dan ikut berm ain dengan tem an-tem annya di halam an. Beberapa saat kem udian Tuan Dobins tiba dan pelajaran dimulai. Tom tak menaruh minat pada pelajaran. Sesekali ia m elirik ke tem pat anak-anak wanita. Wajah Becky m em buat kacau pikirannya. Bila ia m em pertim bangkan suasana hubungan m ereka, sebetulnya ia tak perlu m erasa kasihan pada Becky. Tapi ia tak bisa m enekan perasaan itu. Ia sam a sekali tak bisa gem bira m elihat Becky sedih. Pikiran tentang Becky itu segera lenyap sebab ia sendiri m endapat kesulitan. Tuan Dobbins m enem ukan kerusakan pada bukunya. Becky m elupakan kesedihannya, m enunjukkan perhatian pada pem eriksaan atas diri Tom yang dituduh m erusakkan buku itu. Becky tahu, Tom tak bisa menghindarkan diri dari hukuman. Makin sengit Tom m enyanggah tuduhan, m akin m urkalah sang guru. Tadinya Becky m engira ia akan m erasa gem bira m elihat Tom dim arahi, tetapi pada saat itu ia tak m erasa yakin lagi. Ketika ternyata Tom akan m endapat hukum an berat, ham pir saja Becky berdiri untuk m enerangkan bahwa yang bersalah adalah Alfred Tem ple. Tetapi dipaksakannya dirinya untuk diam saja sebab ia berpendapat bahwa n an ti Tom akan m en gadukan dirin ya. Apa gun an ya menolong Tom? Tom m enerim a cam bukan dan kem bali ke bangkunya dengan pikiran kacau sebab terpikir olehnya m ungkin ia telah menumpahkan tinta tanpa sengaja waktu sedang berkejar- kejaran. Ia m enolak tuduhan hanya untuk m em enuhi kebiasaan saja dan tetap pada penolakan itu berdasarkan pendiriannya. Sejam penuh berlalu. Udara ruangan sekolah diisi oleh keriuhan anak-anak belajar. Guru mulai terkantuk-kantuk di

Petualangan Tom Sawyer 165 kursinya. Akhirnya Tuan Dobbins berdiri m enggeliat, m enguap, m em buka kunci laci. Buku dipegangnya, tapi agaknya m asih ragu, apakah ia akan m em bukanya atau tidak. Ham pir sem ua m urid acuh tak acuh, tetapi dua pasang mata mengikuti setiap gerak Tuan Dobbins dengan penuh perhatian. Tuan Dobbins seakan tak sadar meraba-raba buku itu dan sebentar kemudian buku itu dibawanya ke kursi untuk dibaca! Tom m elirik Becky. Wajah Becky bagaikan seekor kelinci yang sedang diburu dan sadar bahwa laras bedil telah tertuju ke kepalanya. Seketika itu lenyaplah perasaan berm usuhan di hati Tom . Cepat! Sesuatu harus segera dilakukan untuk m enolong Becky! Harus dilakukan secepat kilat! Tetapi besarnya bahaya untuk keadaan gawat itu m em buat pikirannya seakan lum puh. Bagus! Ia m endapat akal. Ia akan lari m erenggut buku itu, m elom pat ke luar pintu dan kabur. Baru saja ia m em ikirkan keputusan itu, kesem patannya lenyap. Tuan Dobbins telah m em buka bukunya! Saat yang hilang itu tak bisa didapatnya kem bali! Terlam bat. Becky tak bisa tertolong lagi. Tuan Dobbins telah menatap seluruh kelas. Semua menundukkan kepala tak kuat m enahan pandangan itu. Pandangan yang m enanam kan rasa takut, bahkan pada anak-anak yang tak punya kesalahan. Sunyi senyap selam a kira-kira sepuluh hitungan, sang guru m engum pulkan sem ua kutuk, baru bertanya, “Siapa yang m erobek buku ini?” Tak ada yang bersuara. Bila ada jarum jatuh, pasti akan terdengar. Kesunyian itu berlangsung pada waktu sang guru m enyelidiki wajah dem i wajah untuk m encari yang bersalah. “Benyam in Rogers, kaukah yang m erobek buku ini?” Suatu sanggahan. Sunyi lagi. “J oseph Harper, kaukah?” San ggahan lagi. Kegelisahan Tom m en jadi-jadi oleh penyiksaan dari tata cara ini. Sang guru m em perhatikan m urid- murid lelaki, berpikir dan berpaling pada murid perempuan.

166 Mark Twain “Am y Lawrence?” Geleng kepala. “Gracie Miller?” Tanda yang sam a. “Susan Harper, apakah kau yang m erobek?” Sanggahan lagi. Gadis berikutnya adalah Becky Thatcher. Tubuh Tom gemetar karena khawatir akan suasana putus asa yang m encengangkan hati. “Rebecca Thatcher,” (Tom m em perhatikan wajah Becky, pucat pasti ketakutan), “kaukah yang... tunggu, lihat aku, lihat kepadaku,” (tan gan Becky teran gkat seakan m in ta am pun ), “apakah kau yang m erobek buku ini?” Suatu pikiran melintas di otak Tom. Ia melompat berdiri dan berteriak, “Saya yang m erobeknya!” Ia melompat berdiri dan berteriak, “Saya yang merobeknya!”

Petualangan Tom Sawyer 167 Seluruh isi sekolah ternganga keheranan atas ketololan yang tak masuk akal ini. Tom berdiri sesaat, menetapkan hati. Pada waktu ia maju ke depan kelas untuk menerima hukuman, ia m elihat pandangan m ata Becky. Pandangan itu penuh keheranan, terima kasih, dan pujaan. Ini sudah cukup untuk menghapuskan rasa sakit karena seratus kali cambukan. Diilhami oleh kea- gungan tindakannya sendiri, ia sam a sekali tak m engeluarkan suara kesakitan m enerim a cam bukan yang paling keras yang pernah diberikan oleh Tuan Dobbins. J uga dengan acuh tak acuh diterim anya hukum an tam bahan berupa keharusan untuk tinggal di sekolah dua jam setelah sekolah usai, sebab ia tahu bahwa Becky akan m enunggunya di luar sekolah sam pai hukum an itu selesai. Maka waktu dua jam itu tidak terbuang percuma. Malam itu Tom tidur dengan merancangkan pembalasan den dam un tuk Alfred Tem ple. Den gan perasaan m alu dan m enyesal Becky telah m enceritakan segala-galanya, tak lupa m enceritakan pula pengkhianatannya sendiri. Tapi keinginannya untuk membalas dendam jadi kabur oleh kenangan-kenangan m anis dan Tom tertidur dengan kata-kata Becky yang terakhir, yang m asih terngiang-ngiang di telinganya, “Tom , betapa m ulia hatim u!”

Dendam Murid-murid Terbalas LIBUR PANJ ANG m akin dekat. Guru sekolah, yang biasanya bersikap keras, memperkeras sikap dan makin teliti. Ia ingin agar sem ua m uridnya m enunjukkan hasil yang baik pada ‘Hari Ujian’. Tongkat pem ukul dan cam buknya jarang diam —setidak-tidaknya di antara m urid-m urid yang m asih kecil. Murid-m urid besar, yang berumur antara delapan belas dan dua puluh tahun, tak pernah dihukum badan. Cam buk Tuan Dobbins sangat kuat. Walaupun di bawah ram but palsunya ia berkepala botak, ia m asih setengah um ur, tanpa tanda-tanda kelem ahan di ototnya. Makin dekat dengan ‘Ujian’, m akin kejam ia, bahkan kesalahan-kesalahan yang paling kecil dihukum dengan hukum an berat. Akibatnya, hari-hari siang dilalui dengan ketakutan oleh murid-murid kecil dan m alam harinya m ereka m enghabiskan waktu m erancang pembalasan dendam. Tetapi sang guru selalu bisa menghin-

Petualangan Tom Sawyer 169 darkan diri dari segala macam pembalasan. Hadiah untuk usaha- usaha pem balasan yang berhasil selalu m erupakan hukum an dahsyat yang m enggetarkan hati, hingga anak-anak itulah yang kalah. Akhirnya sem ua m urid berkum pul untuk m erencanakan pembalasan dan rencana itu segera terwujud. Anak seorang pelukis papan penanda diajak bersekongkol oleh mereka dan mendapat sebagian tugas untuk melaksanakan ran can gan . An ak itu segera m en yatakan kesediaan un tuk membantu anak-anak lain karena dia sendiri dengan senang hati membalas dendam pada Tuan Dobbins. Itu karena Tuan Dobbins m enyewa kam ar di rum ah keluarga ayahnya dan guru itu telah m enyebabkan banyak kesulitan. Nyonya Dobbins akan pergi ke pedalaman dalam beberapa hari lagi, jadi tak akan ada rintangan untuk melaksanakan rencana. Tuan Dobbins selalu mempersiapkan diri untuk menghadapi kejadian itu dengan m inum m inum an keras sebanyak-banyaknya. Tugas si anak pelukis itu akan dikerjakan di sore hari m enjelang perayaan di sekolah. Waktu itu sang guru m endengkur di kursinya dan m inta dibangunkan, bila waktu berangkat telah tiba. Saat yang dinanti-nantikan itu tiba. Pukul delapan m alam , rum ah sekolah terang-benderang oleh cahaya lam pu, dihias dengan bunga-bunga dan kertas berwarna-warni. Sang guru duduk m egah di kursi tinggi yang diletakkan di atas panggung, membelakangi papan tulis. Ia tampak setengah mabuk. Di kanan- kirinya terdapat tiga baris bangku dan di depannya enam baris bangku, semua untuk tempat para tokoh dan orang-orang tua murid. Di sebelah kiri, di belakang tempat duduk para tamu, dibuat sebuah panggung untuk para m urid yang akan am bil bagian dalam perayaan m alam itu. Panggung diisi oleh anak-anak kecil yang telah m andi serta berpakaian berlebih-lebihan hingga mereka merasa tak enak badan, pemuda-pemuda jangkung dan anak-anak serta gadis-gadis yang berpakaian serba putih.

170 Mark Twain Gadis-gadis yang selalu m em perhatikan lengan-lengan m ereka sendiri yang tak tertutup, perhiasan-perhiasan kuno nenek-nenek mereka, serta pita-pita dan bunga-bunga di rambut mereka. Tem pat kosong lainnya diisi oleh m urid-m urid yang tak ikut ambil bagian. Upacara dim ulai. Seorang anak yang sangat kecil naik ke panggung dan berpidato dengan m alu-m alu, “Para hadirin pasti tak akan mengira, bahwa anak sekecil ini berani berbicara di panggung di hadapan orang banyak,” dan sebagainya. Pidato itu diiringi dengan gerakan-gerakan kaku seperti gerakan sebuah m esin—sebuah m esin yang telah rusak. Tetapi si anak m enye- lesaikan tugasnya dengan selam at, walaupun dengan tubuh gemetar ketakutan. Ia mendapat tepuk tangan gemuruh waktu membungkuk dan mundur. Seorang gadis cilik dengan wajah malu membisikkan sajak ‘Mary punya seekor anak dom ba’ dan seterusnya. Pada akhir saja ia m enunjukkan sem bah horm at yang m enim bulkan rasa kasihan dan mendapat hadiah tepuk tangan. Duduklah ia kembali dengan wajah kemerah-merahan, tetapi bahagia. Tom Sawyer m aju dengan gagah dan penuh keyakinan, m en gucapkan kem bali pidato ‘Beri daku kem erdekaan atau beri daku kem atian’. Pidato bersejarah yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan itu, diucapkan dengan semangat berkobar-kobar. Tetapi di tengah pidato yang berapi itu Tom lupa bagaim ana lanjutnya. Rasa takut akan penonton tiba-tiba m encekam hatinya, kakinya gem etar, kerongkongannya rasa tersum bat. Sem ua ingatan tentang pidato itu lenyap. Mem ang, para penonton m enunjukkan rasa sim pati padanya, tapi m ereka tidak m enolong, m aka suasana jadi senyap seketika. Kesenyapan ini lebih berat terasa oleh Tom , m enghapuskan rasa sim pati yang diberikan kepadanya. Sang guru m engerutkan kening, m eng-

Petualangan Tom Sawyer 171 hancurkan hati Tom. Sesaat Tom mencoba lagi, namun terpaksa m undur m enyerah kalah. Terdengar sedikit tepuk tangan, tapi segera lenyap. Ia digantikan oleh seorang anak yang m endeklam asikan Anak y ang Berdiri di Geladak Terbakar disusul oleh Orang Assy ria Datang Meny erbu dan sajak-sajak term asyhur lainnya. Acara setelah itu latihan m em baca dan pertandingan m engeja. Kelas bahasa Latin yang berisi beberapa gelintir m urid m enjuarai acara pidato. Dan kini tibalah saat acara utam a m alam itu, yaitu pem bacaan ‘karangan-karangan asli’ oleh gadis-gadis rem aja. Setiap gadis maju ke depan ke pinggir panggung, mendeham, m em buka naskahnya (yang diikat indah dengan pita) dan m em - baca pun dimulai. Mereka membaca dengan sangat memperhatikan lagu baca dan perubahan air m uka yang sesuai dengan ‘perasaan’ bacaan. Isi karangan yang dibawakan kebanyakan sam a dengan karangan-karangan yang dibawakan oleh ibu m ereka dahulu, bahkan sama dengan karangan nenek mereka dan tak ragu lagi sam a dengan karangan nenek m oyang m ereka dari zam an perang salib. Misalnya saja karangan Persahabatan, Kenangan Zam an Lalu, Agam a dalam Sejarah, Tanah Im pian, Faedah Kebu- day aan, Perbandingan Bentuk Politik Pem erintahan, Kesedihan, Cinta Kanak-kanak, Kegiatan Hati, dan sebagainya. Karangan-karangan ini penuh diliputi kesedihan. Di sam ping kata-kata indah, dipaksakan beberapa patah kata dan ungkapan yang sedang populer yang m em buat kita bosan. Keistim ewaan dalam setiap karangan ialah m enyum palkan khotbah-khotbah yang telah berurat berakar serta tak bisa ditinggalkan. Apa pun juga pokok karangannya, untuk khotbah-khotbah itu dipaksakan agar kesusilaan dan keagamaan berjalan bersama dengan

172 Mark Twain pem bangunan. Ketidakjujuran yang nyata pada khotbah-khotbah ini ialah tak ada kekuatan untuk menghapuskan kebiasaan ini di sekolah-sekolah, bahkan untuk sekolah-sekolah masa kini pun masih belum cukup. Mungkin tak akan bisa dianggap cukup selama dunia masih berkembang. Tak ada sebuah sekolah pun di negara kita di mana para gadis tidak merasa wajib untuk menutup karangannya dengan khotbah. Dan Anda akan m endapatkan bahwa gadis yang paling dangkal pikirannya dan paling tidak taat kepada agam a, khotbahnya selalu paling panjang dan paling alim . Tapi cukuplah ini. Kebenaran yang paling sederhana sekalipun tak pernah terdengar sedap. Marilah kem bali pada ‘Hari Ujian’ itu. Karangan pertam a yang dibacakan m alam itu berjudul Kalau begitu, Inikah Hidup? Mungkin pembaca cukup tahan untuk membaca sebagian karangan itu: Di dalam perjalanan hidup, betapa penuh nikm at pikiran rem aja dalam m enunggu-nunggu kegem biraan y ang telah direncanakan! Seluruh day a khay al dikerahkan untuk m enggam barkan berbagai keindahan kegem biraan. Dalam khay al, pengabdi dem i m ode y ang panjang hidup dengan sepenuh hati, m engabdi kepada panggilanny a, m em bayangkan diri di tengah-tengah keram aian pesta untuk m enjadi pusat segala perhatian! Tubuhny a y ang indah sem am pai, dibalut oleh gaun putih baik salju, berputar- putar m enem bus para penari y ang sedang bersuka cita. Matany a cem erlang, langkahny a ringan di antara sem ua para penari yang ada. Dalam khay al y ang begitu indah dan nikm at, w aktu berlalu dengan cepat, m aka tibalah saat bagi sang rem aja untuk m em asuki dunia kedew asaan y ang

Petualangan Tom Sawyer 173 telah lam a diim pi-im pikan. Betapa sem ua benda di dunia baru itu diim pikannya bagaikan benda-benda surgaw i. Setiap adegan baru lebih indah daripada adegan y ang m endahuluiny a. Tetapi setelah beberapa lam a, terny atalah di baw ah kulit y ang indah itu tersem buny i kekosongan: pujian y ang dahulu m erdu m em belai jiw a, kini terdengar sakit di telinga; lantai dansa tak lagi m enarik hati; dan dengan m em buang percum a nafas serta kesehatan, ia berpaling dengan kesim pulan, bahw a kesenangan duniaw i tidak bisa m em uaskan kerinduan jiw a! Dan seterusnya dan seterusnya. Sepanjang waktu terdengar bisik pujian dari penonton dan seruan-seruan lem but, “Betapa in dahn ya!”, “Betapa teram piln ya!”, “Betapa betul!”, dan sebagainya. Dan setelah karangan itu ditutup khotbah yang m enyedihkan yang ganjil terdengar, gem uruhlah tepuk tangan. Kem udian bangkitlah seorang gadis ram ping berwajah sedih; wajahnya pucat ‘m enarik’ akibat pil-pil dan sakit pencernaan. Ia akan m em baca sebuah syair. Dua bait saja dari syair ini rasanya cukup: KATA PERPISAHAN SEORANG GADIS MISSOURI KEPADA ALABAMA Alabam a, selam at tinggal! Kucinta dikau sungguh! Tapi sem entara terpaksa kutinggalkan dikau kini! Sedih, ya, pikiran sedih m engisi hatiku penuh, Kenangan m enggores m em bakar berdesakan di dahi! Sebab di hutanm u penuh bunga pernah aku m engem bara; Menjelajah dan m em baca dekat Sungai Tallapoossa; Pernah kudengar Sungai Tallasee m em banjir m urka, Pernah kubercinta dekat Coosa di cahay a Aurora.

174 Mark Twain Aku takkan m alu m em baw a hati penuh susah, Aku takkan berpaling m eny em buny ikan m ata basah; Bukan dari tanah asing aku harus berpisah, Bukan untuk orang asing kau ucapkan keluh kesah, Persahabatan dan rum ah, m ilikku di negara bagian ini, Yang lem bah dan gunungny a kujauhi kini; Dan dinginlah m ataku, dan hati, dan kem esraan. Bila orang berbicara dingin tentang dirim u, Alabam a say ang! Di antara hadirin, am at sedikit yang m engerti apa arti kem esraan seben arn ya. Bagaim an apun , sajak itu dian ggap memuaskan. Seorang gadis remaja berkulit agak hitam, berambut dan berm ata hitam m enggantikan pem bacaan syair di atas. Ia berhenti agak lama untuk menimbulkan kesan sedih, kemudian membaca dengan iram a yang bernada sedih: SEBUAH IMPIAN Malam gelap dan berbadai. Di sekitar takhta ketinggian tak sebutir pun bintang bercahay a; tapi buny i guruh sam bung- m eny am bung di telinga; halilintar m arah m engerikan di antara m ega-m ega di langit, seakan m engejek kekuatan Franklin y ang tersohor itu! Bahkan angin y ang selalu ribut serta-m erta keluar dari rum ah m ereka y ang penuh rahasia, m enghardik ke sana, m enghardik ke sini seolah untuk lebih m eributkan suasana. Di saat-saat itu, begitu gelap, begitu suram , jiw aku m engeluh; tetapi dari pada itu, Sahabatku tercinta, penasihatku, penghiburku dan pan duku—keriaan dalam dukaku, kebahagiaan dalam sukaku, datanglah ke sisiku.

Petualangan Tom Sawyer 175 Ia bergerak bagaikan m akhluk indah y ang digam barkan di Tam an Firdaus y ang cerah dan cantik seperti digam barkan oleh para rem aja dan orang-orang y ang penuh perasaan. Dialah ratu kecantikan, tak berhias, kecuali karena kecantikanny a sendiri. Begitu lem but langkahny a, sam pai tak m em buat suara. Bila sentuhan ram ahny a tak m elepaskan getaran gaib, seperti juga orang-orang cantik y ang selalu bersikap w ajar, ia akan m elay ang lalu tak diperhatikan—tak dicari. Kesedihan m enghias w ajahny a, bagaikan air m ata dingin di jubah bulan Desem ber, w aktu ia m enunjuk pada pertem puran antara kekuatan-kekuatan alam di luar itu, dan m em inta agar aku m em pertim bangkan kedua unsur yang ada. Dem ikianlah seterusnya, im pian buruk ini m engisi kira-kira sepuluh halaman naskah dengan diakhiri oleh sebuah khotbah yang m enghancurkan sem ua harapan bagi m ereka yang tak pernah mengunjungi gereja. Maka karangan itu mendapat hadiah pertam a. Karangan itu dianggap yang paling baik untuk m alam itu. Waktu m enyerahkan hadiah kepada pengarangnya, Walikota m engucapkan pidato hangat yang isinya m enyatakan, bahwa karangan itu adalah karangan yang paling ‘fasih’ yang pernah didengarnya dan Daniel Webster sendiri bisa bangga akan karangan itu. Sepintas lalu bolehlah diketahui bahwa jumlah karangan yang m enggunakan secara berlebih-lebihan kata ‘cantik, indah’ dan pengalam an m anusia yang diungkapkan sebagai ‘halam an buku kehidupan’ m encapai jum lah rata-rata yang biasa. Kini sang guru yang sudah m elam paui batas m abuknya, m enyingkirkan kursinya, m em belakangi hadirin dan m ulai m enggam barkan peta Am erika di papan tulis untuk m enguji kecakapan ilm u bum i m urid-m urid. Tetapi tangannya begitu gem etar hingga hasil karyanya m enjadi buah tawa hadirin. Ia tahu

176 Mark Twain apa yang m enyebabkan tertawaan itu dan segera m em perbaiki gam barnya. Dihapusnya garis-garis dan ia m em ulai lagi. Tetapi garis-garis itu m alah tak keruan jadinya dan tawa m akin ribut. Kini seluruh perhatian dicurahkannya pada pekerjaannya, seakan menetapkan hati untuk tidak dikalahkan oleh tawa itu. Menurut pikirannya, kini hasil karyanya cukup baik tetapi tawa itu tak berhenti-henti. Malah m akin keras. Dan m em ang seharusnya begitu. Sebenarnya kini sasaran tawa bukan pada si guru. Di sebelah atas ruang itu terdapat sebuah loteng. Tepat di atas kepala sang guru terdapat sebuah tingkap kecil di langit-langit yang merupakan lantai loteng. Tingkap itu terbuka, seekor kucing turun dengan kaki belakang terikat tali kecil, kepala dan m ulutnya terbungkus kain untuk mencegah binatang itu bersuara. Tali terulur, kucing turun, sekali-sekali meliuk ke atas untuk meraih tali yang m engikatnya, kem udian m eraih-raih m encari pegangan di udara. Suara tawa para hadirin m akin ribut. Kucing itu tinggal sepuluh senti lagi di atas kepala Tuan Dobbins yang sedang m em usatkan pikiran untuk gam barnya. Kucing m akin lam a m akin ke bawah hingga akhirnya kaki depannya yang bebas m eraih dan mencengkeram rambut palsu Tuan Dobbins. Seketika itu juga sang kucing ditarik cepat ke atas, dengan m em bawa ram pasannya ram but palsu. Kepala botak Tuan Dobbins tam pak cem erlang— rupanya si anak pelukis itu telah m engecatnya dengan cat em as! Pertemuan bubar seketika. Dendam anak-anak terbalas. Libur panjang tiba. Catatan—‘Karangan-karangan’ yang dikutip dalam bab ini diambil tanpa perubahan sedikit pun dari sebuah buku berjudul Prosa dan Puisi oleh Seorang Putri Daerah Barat—dikutip sewajarnya m enurut penulisan gadis-gadis sekolah. Kutipan dari buku itu lebih tepat daripada karangan semata-mata.

Kucing itu mencengkeram rambut palsu Tuan Dobbins.

Disambut dengan Ayat-ayat Kitab Suci TOM MENGGABUNGKAN diri dengan Kadet Orang-orang Alim karena tertarik oleh seragam nya yang sangat m encolok. Ia harus berjanji dahulu tidak akan m erokok, tidak akan m engunyah tembakau, dan tidak akan memaki selama menjadi anggota. Sekarang dia m enem ukan bahan pem ikiran baru yaitu, berjanji tidak akan mengerjakan sesuatu, justru membuat orang ingin m elakukan yang terlarang itu. Tom m erasa tersiksa ingin m inum an keras dan m em aki-m aki. Hanya karena ingin bisa mempertontonkan diri dengan pakaian seragam itu, dia dapat menahan diri. Tanggal empat J uli sudah dekat, tetapi mungkin ada kesem patan lain yang lebih cepat untuk m em akai seragam di muka umum. Harapan untuk mengenakan pakaian itu di Hari Kem erdekaan dilepaskannya, padahal ia baru em pat puluh

Petualangan Tom Sawyer 179 delapan jam dalam perkum pulan itu. Harapannya kini ditujukan pada Hakim Frazer, yang m enurut desas-desus sudah dekat pada ajalnya dan akan dikubur dengan upacara besar-besaran sebab ia seorang pejabat tinggi. Tiga hari Tom memperhatikan berita tentang keadaan Hakim Frazer. Kadang-kadang harap- annya begitu besar hingga ia m encoba m engenakan pakaian seragam nya itu di depan kaca. Tapi Hakim Frazer agaknya gem ar m em buat orang berdebar-debar; kadang-kadang kesehatannya sangat buruk, tapi cepat juga m enjadi baik lagi. Akhirnya tersiar berita, bahwa sang hakim telah sembuh berangsur-angsur, makin hari m akin baik. Tom kecewa, hatinya luka. Seketika itu juga ia m inta berhenti dari keanggotaannya—dan m alam nya sakit sang hakim kambuh, meninggal dunia seketika. Tom memutuskan untuk tidak m enaruh kepercayaan pada orang yang bertingkah seperti hakim itu. Upacara penguburannya sangat m engesankan. Para Kadet berbaris dengan gaya yang diperhitungkan bisa m em bunuh anggota yang baru keluar itu. Tetapi Tom m enjadi bebas lagi dan ada keuntungannya dalam kebebasan itu. Ia kini boleh m erokok dan m em aki, nam un herannya ia tak ingin m elakukan hal-hal itu lagi. Dengan diperolehnya kebebasan dapat m erokok dan m em aki itu, keinginannya m enjadi lenyap. Tom m ulai m erasa, libur besarnya m alah hanya akan m em - beratkan hatinya saja. Ia mencoba membuat sebuah catatan harian namun tak ada yang luar biasa terjadi selam a tiga hari. Maka usahanya gagal di tengah jalan. Rom bongan penyanyi negro berkeliling tiba dan m endapat perhatian penuh dari penduduk. Tom dan J oe Harper membuat sebuah perkum pulan pertunjukan dan selam a dua hari hatinya b a h a gia .

180 Mark Twain Bahkan Hari Kem erdekaan, tanggal em pat J uli, telah m enge- cewakan. H ujan turun dengan lebatnya hingga arak-arakan tak jadi dilangsungkan. Orang terbesar di dunia ini (begitulah dugaan Tom ), Tuan Benton, seorang senator Am erika Serikat, ternyata juga m em buatnya kecewa sebab senator itu hanya orang biasa. Tingginya tak sam pai dua puluh lim a kaki, bahkan m endekati ukuran itu pun tidak, seperti yang pernah dibayangkan sebelum nya. Datanglah sebuah sirkus. Anak-anak m em buat sirkus pula setelah itu. Tiga hari m ereka berm ain sirkus dalam tenda yang dibuat dari perm adani yang tak terpakai. Dengan bayaran tiga peniti untuk anak lelaki dan dua untuk anak perempuan, sirkus itu pun akhirnya m em bosankan. Seorang ahli ilmu tengkorak dan seorang ahli ilmu gaib tiba, dan pergi lagi, m eninggalkan desa itu m akin sunyi dan suram . Pesta-pesta untuk muda-mudi dilangsungkan, pesta-pesta yang m enggem birakan, nam un hanya sedikit dan jarak waktunya berjauhan, hingga kesal m enunggunya. Becky Thatcher pergi ke Kon stan tin opel un tuk ber - istirahat dengan orang tuanya selam a liburan. Maka tak adalah kegembiraan hidup di mana pun juga. Rahasia pem bunuhan m erupakan penyakit parah yang sering kam buh bagi Tom yang selalu m em buatnya m erasa ngeri. Kem udian Tom terserang penyakit cam pak. Selama dua minggu Tom terpaksa berbaring, tak mengetahui bagaimana perkembangan dunia. Ia amat sakit, tak menaruh per- hatian pada apa pun. Waktu ia sembuh dan dengan lemas berjalan- jalan, dilihatnya betapa bertam bah sunyi keadaan sekeliling. Rupanya waktu ia sakit diadakan penyebaran dan pengukuhan agam a dan sem ua orang m enjadi sangat alim . Bukan saja orang-

Petualangan Tom Sawyer 181 orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Tom berjalan dengan harapan akan bertem u dengan sebuah wajah yang m engandung dosa, tetapi di m ana-m ana ia dikecewakan. Ditem uinya J oe Harper sedang m em pelajari Kitab Suci. Tom segera berlalu dari pem andangan yang m enyedihkan hatinya itu. Dicarinya Ben Rogers yang sedang m engunjungi orang-orang m iskin dengan m em bawa surat selebaran keagam aan. Dicarinya J im Hollis yang setelah bertem u m engingatkan dia bahwa penyakit cam paknya m erupakan suatu peringatan atas dosa-dosanya. Setiap orang yang dijum painya m enam bah berat penderitaan hatinya. Dalam rasa putus asa ia m encari Huckleberry Finn, yang m enyam butnya dengan ayat-ayat Kitab Suci. Hancurlah hati Tom . Dengan kepala tertunduk ia pulang, tidur, dengan menarik kesimpulan bahwa hanyalah dia yang tersesat jiwanya di seluruh kota. Malam itu, badai besar. Hujan lebat, kilat dan guntur sabung- m enyabung. Tom m enutupi kepalanya dengan seprai, penuh ketakutan m enanti datangnya hukum an sebab pastilah huru-hara ini terjadi karena dia. Ia percaya bahwa ia telah m em buat Tuhan kehilangan rasa sabarnya dan inilah akibatnya. Mungkin juga Dia berpendapat, sungguh membuang-buang mesiu dan kebesaran untuk menghancurkan seekor kumbang dengan mempergunakan sepasukan m eriam . Tapi nam paknya tak ada yang aneh untuk m em bangkitkan badai, yang dem ikian hebat guna m enghancurkan serangga sem acam dirinya. Lam a-kelam aan badai itu reda dan m enghilang tanpa m encapai tujuannya. Perasaan pertam a dalam diri Tom adalah terim a kasih dan janji untuk m engubah kelakuannya. Perasaan ini disusul oleh keputusan untuk m enunggu dulu—siapa tahu, mungkin badai itu tak terulang lagi. Pada hari berikutnya dokter-dokter datang lagi; Tom telah bertam bah parah penyakitnya. Dalam tiga m inggu yang rasanya seabad, ia harus berbaring. Ketika akhirnya ia sem buh dan boleh

182 Mark Twain keluar, ham pir tak ada rasa terim a kasih di hatinya bahwa ia telah lolos dari bahaya m aut sebab seperti dulu ia akan m erupakan anak terasing di antara anak-anak lainnya. Ia berjalan tak m enentu dan ditem uinya J im Hollis sedang m em im pin pengadilan anak-anak, memutuskan perkara pembunuhan atas seekor burung oleh seekor kucing. Ditem uinya J oe Harper dan Huck Finn di sebuah gang kecil sedang m akan sem angka curian. Anak-anak m alang. Seperti juga Tom , m ereka telah kam buh penyakitnya.

Muff Potter Diadili AKH IRNYA TERANGKATLAH suasan a m en gan tuk yan g meliputi desa itu, diguncangkan oleh pemeriksaan pengadilan yang akan dim ulai untuk m em eriksa peristiwa pem bunuhan terhadap Dokter Robinson. Berita itu segera m enjadi pusat pembicaraan seisi desa. Mau tak mau Tom merasa terlibat. Setiap pem bicaraan tentang pem bunuhan itu m em buat hatinya berdebar sebab hati kecilnya selalu gelisah dan takut dicurigai karena dirasanya seakan pem bicaraan-pem bicaraan itu sengaja dilakukan di dekatnya untuk m em ancing-m ancing rahasia. Ia tahu, tak m ungkin orang curiga kepadanya, nam un ia selalu tak senang di tengah pem bicaraan itu. Keringat dingin m engalir. Diajaknya Huck ke tem pat sepi untuk berbicara. Sungguh lega, bila ia bisa membuka mulut dengan bebas, membagi beban penderitaan dengan orang lain. Lagi pula ia ingin tahu dan ingin m eyakinkan bahwa Huck belum pernah m em buka rahasia.

184 Mark Twain “Huck, pernahkah kau berbicara pada orang lain tentang itu?” “Tentang apa?” “Kau tahu m aksudku.” “Oh, tak pernah.” “Tak sepatah kata pun?” “Tak sepata kata pun. Kenapa kau bertanya?” “Hm , aku takut.” “Tom Sawyer, tak m ungkin kita bisa berkeliaran dua hari kalau rahasia kita diketahui orang. Kau tahu.” Tom agak tenang. Setelah sejenak, “Huck, bukankah tak ada orang yang m em aksam u untuk berbicara tentang ini?” “Mem aksa berbicara? Wah, bila kuingin agar Iblis itu m em - benam kan diriku, baru aku m em buka rahasia. Tak ada jalan lain!” “Baguslah, kalau begitu. Kukira, kita akan selam at selam a mulut tertutup. Tapi betapapun, marilah kita bersumpah lagi biar tambah pasti.” “Aku setuju.” Dengan upacara penuh kekhusyukan keduanya bersum pah. “Apa kabar yang kau dengar, Huck? Kudengar banyak sekali.” “Kabar? Yang terdengar hanyalah Muff Potter, Muff Potter, Muff Potter. Ini m em buatku selalu berkeringat, sehingga ingin aku bersem bunyi.” “Begitu juga aku. Kupikir, pastilah Muff jadi korban. Apakah kadang-kadang kau tak m erasa kasihan kepadanya?” “Selalu, selalu. Mem ang, ia bukan orang baik, nam un belum pernah m enyakiti orang. Menangkap ikan sedikit untuk m em beli m inum an keras—dan bergelandangan; Tuhanku, sem ua orang m engerjakan itu, setidak-tidaknya sebagian besar dari kita, m isalnya pendeta dan sebangsanya. Tetapi Muff berhati baik,

Petualangan Tom Sawyer 185 pernah diberinya aku ikan separuh, padahal baginya sendiri tak cukup. Dan sering dia menolong aku kalau aku sedang sial.” “Ya, sering ia m em perbaiki layang-layangku, Huck, dan m em perbaiki m ata kailku. Betapa senang, bila kita bisa m em buat dia bebas.” “Wah, kita tak akan bisa m em bebaskannya, Tom , lagi pula suatu waktu ia akan ditangkap lagi.” “Ya, m em ang dem ikian. Nam un benci aku m endengar orang- orang yang m enghinanya, sedang sebenarnya ia tak bersalah.” “Aku pun begitu, Tom . Tuhan, orang-orang m alah berkata, bahwa dialah penjahat yang paling kejam di desa ini dan m ereka bertanya-tanya dalam hati, m engapa ia tak ditangkap lebih d a h u lu .” “Ya, aku pun m endengar. Kudengar pula, andai kata dia bebas, orang-orang akan m enggantungnya tanpa diadili lagi.” “Pasti akan m ereka kerjakan!” Lam a kedua anak itu bercakap-cakap, tetapi percakapan itu tidak banyak m enghibur hati m ereka. Senja turun. Tanpa disadari keduanya berdiri dan berjalan ke penjara yang terpencil di pinggir desa. Mungkin dengan harapan bahwa sesuatu akan terjadi untuk m enghilangkan kesulitan m ereka. Tapi tak ada sesuatu yang terjadi, agaknya tak ada m alaikat yang punya perhatian terhadap tawanan yang m alang itu. Seperti yang selalu m ereka lakukan sebelum nya, kedua anak itu pergi ke jendela berterali, tem pat Muff Potter ditahan untuk m em berikan sedikit tem bakau dan korek api. Sel tahanan Muff Potter terletak di lantai pertam a dan tak ada penjaganya. Rasa terim a kasih Muff Potter akan pem berian-pem - berian m ereka selalu m enam bah kesedihan m ereka—dan kali ini menggores lebih dalam dari biasa. Mereka merasa menjadi pengecut kelas wahid, ketika Muff Potter berkata, “Kau berdua sangat baik, Tem an-tem an, lebih baik dari siapa pun juga. Aku

186 Mark Twain tak akan lupa, tidak. Sering aku berkata pada diriku sendiri. Kataku, ‘Acap aku perbaiki layang-layang dan benda-benda lain kepunyaan tem an-tem an, sering kutunjukkan tem pat-tem pat m engail yang baik, kutem ani m ereka bila aku bisa, dan sem ua kini m elupakan Muff Potter yang sedang sengsara. Tapi Tom tak lupa, begitu juga Huck. Keduanya tak lupa padaku,’ kataku, ‘dan aku tak akan lupa pada m ereka.’ Nah kawan-kawan, apa yang kukerjakan sangat jahat. Waktu itu aku m abuk dan gila. Begitulah dugaan satu-satunya m engapa kekejian itu bisa kulakukan. Aku akan digantung. Kukira itu hukum an terbaik. Terbaik dan tepat, kukira. Setidak-tidaknya begitulah harapanku. Nah, baiklah, tak akan kita bicarakan lagi hal itu. Apa yang ingin kukatakan adalah janganlah sekali-sekali kalian sentuh minuman keras kalau kalian ingin m enghindari tem pat seperti ini, Berdirilah agak ke sebelah Barat. Nah, begitu. Sungguh m em buat hatiku tenteram m elihat kawan-kawan saat sedang berada dalam kesulitan serupa ini. Dan tak ada orang lain yang datang ke sini, kecuali kalian. Tem an- tem an yang baik dan bersahabat. Cobalah bergantian kalian naik punggung m asing-m asing agar aku bisa m enyentuh kalian. Nah, begitulah. Mari berjabat tangan. Tanganmu bisa masuk lewat terali ini, tanganku terlalu besar. Tangan-tangan kecil dan lemah, nam un tangan-tangan ini telah m enolong Muff Potter banyak sekali. Bila bisa, pasti akan lebih banyak pertolongannya.” Tom pulang dengan hati kacau dan sedih. Im piannya penuh dengan hal-hal yang m enakutkan. Hari berikutnya dan berikutnya lagi, ia berputar-putar di sekitar gedung pengadilan. Seolah ada sesuatu kekuatan yang m enariknya ke sana tapi ia hanya bisa berputar-putar saja di luar. Huck juga m em punyai pengalam an yang sam a. Mereka berdua dengan hati-hati m enghindarkan diri bila bertemu. Masing-masing menjauhi gedung pengadilan. Namun selalu kekuatan tak terlihat itu menarik mereka kembali. Tiap ada orang keluar dari ruang pengadilan, Tom memasang


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook