Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 Lavender adalah bunga yang paling ingin dilihat Wanda. Walaupun, sampai akhir hidupnya, tidak pernah sekalipun Wan- da melihat indahnya bunga lavender secara langsung. Tidak per- nah satu kalipun mencium wangi lavender. Dulu lavender tidak bisa tumbuh di desanya. “Kalau saja waktu itu kita mendengarkan perkataan Wan- da,” Ardi menahan nafasnya sebentar, lalu dia menghela nafas panjang, “seharusnya saat itu kita tidak pergi,” Ardi terdengar sangat menyesal. Mereka semua tertunduk. Satu tetes air tiba-tiba terjatuh di pusara milik Wanda. Diikuti oleh jutaan tetes air lainnya. Satu tetes itu seakan memberi komando pada pasukannya. Semilir angin yang sangat lembut dan bersahabat menerpa wajah mereka. Wangi lavender kembali tercium, tapi kali ini telah bercampur dengan bau tanah. “Buat apa kamu kemari kalau kamu hanya menangis?” Itu suara Wanda. Isna mendengar suara Wanda. “Wanda?” “Isna sekarang kamu jadi cengeng, padahal dulu kamu begi- tu kuat,” suara Wanda yang lirih hanya dapat didengar oleh Isna yang duduk di dekatnya. “Hey, cengeng! Sudah pulang sana! Aku tidak mau dijenguk orang cengeng seperti kamu,” suara Wanda semakin lirih. “Selamat tinggal,” sampai di sini, suara Wanda lenyap, kalah oleh derasnya hujan yang begitu menggebu rasa rindunya pada bumi. Isna mengusap mukanya lalu menampar pipinya sendiri dua kali. Dia berdiri tegap menatap langit. “Ternyata hujan, ya.” Ketiga temannya dibuatnya bingung, “Hah?” tanya mereka bersamaan. “Haha,” Isna tersenyum, “Ayo kita pulang!” Keempat anak muda itu meninggalkan Wanda bersama em- pat tangkai lavender kesayangannya. Keempat anak muda itu 92
Langit Merah pulang. Bukan hanya wajah mereka yang basah, seluruh badan mereka juga. Basah kuyup, persis seperti lima tahun lalu. Kapten kapal Radawani mendengar jeritan anak-anak di te- ngah lautan. “Di mana anak-anak itu? Harusnya mereka tidak jauh dari sini,” sang kapten memerintahkan awak kapalnya untuk mengu- rangi kecepatan. Lima belas menit kemudian, Radawani mene- mukan perahu kecil tertelungkup yang terombang-ambing, dan anak-anak itu mereka berpegangan perahu kayu mereka yang masih bisa mengapung. Para awak pun segera menaikkan mereka ke kapal. “Satu... dua... tiga... empat,” sang kapten mengerutkan ke- ningnya, “Hanya empat? Kemana yang satu lagi?” “A-anu Pak, dia... tadi saat ombak besar datang, genggaman- nya terlepas,” tukas Ardi sedikit takut melihat wajah garang kapten. “Jdeeeeeeeeeeeeerrrrrr!!!” sepertinya laut mulai tidak ber- sahabat. Keempat anak itu menggigil, kedinginan dan ketakutan. Kapten kapal Radawani menghubungi kapal Radawedi. Ra- dawani akan mengantar keempat anak itu ke darat. Lalu kembali mencari seorang yang belum ditemukan. Cuaca pada sore itu makin menggila. Dengan susah payah akhirnya Radawani berhasil merapat di darat dan menurunkan keempat bocah itu. Orang tua mereka menyambut haru keda- tangan mereka. “Mana Wanda?” Ibu Wanda histeris melihat anaknya tidak ada. Dia menangis keras sekali sambil terus mendekap topi milik Wanda. Suaminya mencoba menenangkan. Radawani pun ber- siap kembali melaut tapi ombaknya terlalu tinggi. Mustahil bisa pergi dengan cuaca seburuk itu. Tidak lama kemudian, Radawedi juga merapat. Mereka berjanji akan meneruskan pencarian bila cuaca membaik. Mendengar hal ini, ibu Wanda sangat terkejut. Tapi dia berusaha menerima. Pasrah. Alam tak bisa diajak kompromi. Hingga petang menjelang, cuaca tenyata tak kunjung membaik. *** 93
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 Keesokan harinya, pencarian dimulai kembali. Hari ini cuaca amat cerah. Tak ada awan, tak ada angin, tak ada kabut. Dalam waktu kurang dari tiga puluh menit, Wanda berhasil ditemukan. Ajaib! Ini karunia Tuhan. Wanda selamat! Dengan mudah mereka berhasil membawa Wanda pulang. Kondisi Wanda amat lemah, namun dia berhasil bertahan. “Ibu... Ayah... maaf. Wanda jadi anak yang nakal. Wanda tidak menuruti perkataan ayah,” suara Wanda tergagap. Dia pun menghembuskan nafas terakhirnya. “Wandaaa!!!! Wandaaaa!!!!!” *** Keranda mayat tertutup kain hijau berkaligrafi diangkut oleh beberapa pemuda. Doa-doa mengiringi kepergiannya dan yang nantinya akan menuntun dirinya. Keempat teman Wanda, Isna si tomboy, Ardi si bocah berkulit gelap, Pandit si gendut, dan Dodi si kacamata tampak begitu sedih. Sangat sedih karena kehilangan teman mereka. Dan sedih melihat wajah sembab ibunya Wanda. “Bibi, si ceng... eh Wanda suka lavender kan?” tanya Isna polos. Ibu Wanda hanya mengangguk lesu. “Kasihan si cengeng,” bisik Dodi, “dia tidak pernah melihat lavender.” “Kalau begitu. Kita harus bisa bawakan lavender,” celetuk Ardi. “Bisakah?” Pandit tak percaya. “Pasti,” sahut Isna, “selalu akan ada doa dan lavender buat Wanda.” Afina Qonita Niswati adalah siswa SMA Negeri 5 Yogyakarta, Jalan Nyi Pembayun no.39, Kotagede, Yogyakarta 55172). Lahir tanggal 2 November 1993. Alamat rumah di Kuncen RT 06, Manggisan, Baturetno, Banguntapan, Bantul. No telepon: HP: 085729901489, telepon: (0274) 377400. Sur-el (E-mail): [email protected] 94
Langit Merah NASKAH-NASKAH ESAI Tahun 2011 95
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 96
Langit Merah JAM KARET: ANTARA BUDAYA DAN TOLERANSI Agus Budi Prasetya Di suatu tempat akan diadakan suatu seminar tentang “Ke- unikan dan Keberagaman Budaya Bangsa Indonesia”. Seminar itu rencananya dimulai pukul 10.00 WIB. Pada H-1 salah seorang panitia mencoba menghubungi pembicara menanyakan jam be- rapa akan dijemput tetapi apa jawabannya? Bukannya berangkat lebih awal tetapi pembicara menjawab, “Jam 10 saja, biasanya peserta itu pada ngaret, paling-paling setengah sebelas juga baru mulai”. Panitia agak kaget dan bingung tetapi mau bagaimana lagi, apa daya tangan tak sampai. Memang begitulah realita yang terjadi pada hari H. Begitulah sepenggal kisah yang sedikit banyak menggam- barkan salah satu budaya negatif yang berkembang pada masya- rakat Indonesia. Acara yang molor sudah dianggap biasa, murid yang terlambat biasa juga, apalagi para PNS yang datang terlam- bat pulang cepat berarti makan gaji buta. Acara jam 7 berangkat jam 7. Bila demikian, kapan bangsa ini mau maju? Hal ini masih menjadi tanda tanya besar dan mesti menjadi koreksi bagi kita semua. Kitalah yang harusnya menyadari, mene- lisik apakah sebenarnya penyebab lahirnya budaya negatif ini dan bagaimanakah solusinya? Kebudayaan seperti ini memang- lah sering terjadi umumnya di masyarakat Indonesia, di sekolah, 97
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 di kantor, di suatu acara, dan di tempat-tempat lainnya. Jika sudah dianggap biasa, hal ini bisa jadi berbahaya bagi bangsa ini kelak. Sebenarnya apa penyebab utama lahirnya budaya ini? Berba- gai hal bisa menjadi penyebabnya. Namun, satu hal yang menjadi penyebab utama ialah toleransi yang berlebihan dan salah tempat. Indonesia terkenal dengan negara yang bertoleransi tinggi. Na- mun, toleransi yang terlalu tinggi ini masyarakatnya terkadang menjadi kurang disiplin dan terkadang menganggap hal-hal se- pele seperti memaafkan keterlambatan seseorang dalam suatu acara tanpa alasan yang logis. Padahal, waktu sangat berharga dan harus dihargai. Waktu tidak akan terulang untuk kedua kali- nya. Satu detik yang telah berlalu tidak akan terulang kembali. Hal ini sangat berlawanan dengan “negeri matahari terbit”, Je- pang. Di sana waktu 1 detik saja begitu berharga bagi mereka. Semisal jika mau berangkat bekerja atau berangkat sekolah meng- gunakan kereta, maka tertinggal 1 detik saja maka tidak bisa ma- suk lagi karena pintu menutup secara otomatis. Jika sudah begitu tentu saja akan terlambat dan rugi besar. Disadari maupun tidak ada saja budaya yang menyusup di tubuh bangsa Indonesia, baik budaya posistif maupun negatif. Budaya positif mungkin masih bisa diterima, itu pun harus tetap selektif sedangkan budaya negatif sudah semestinya ditolak men- tah-mentah karena hal ini bisa berbahaya bagi kehidupan para penghuninya. Salah satu budaya negative itu adalah budaya jam karet yang merupakan budaya negatif akibat kebiasaan menunda- nunda waktu alias molor. Sebagai contoh, realita jam karet di Indonesia adalah molor- nya acara rapat. Biasanya pada suatu rapat jam yang ditetapkan misalnya pukul 09.00 WIB tetapi pada kenyataannya baru dimulai pukul 09.30 WIB atau bahkan pukul 10.00 WIB acara baru akan dimulai. Hal ini seperti sudah dianggap biasa oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, dari kebiasaan inilah secara tidak lang- sung dan disadari maupun tidak telah mengakibatkan lahirnya budaya negatif yakni jam karet. 98
Langit Merah Mungkin orang Indonesia memang sudah identik dengan kebudayaan jam karet. Hal ini selaras dengan pendapat Prof. Na- gano, pengajar Nihon University ketika berkunjung ke Indonesia. Prof. Nagano menyampaikan beberapa hal sewaktu membahas tentang Indonesia yang yang salah satunya sangat berkaitan dengan budaya negatif “jam karet”. Pertama, orang Indonesia suka rapat dan membentuk panitia macam-macam. Kedua, kalau ada pekerjaan kalau bisa dikerjakan besok kenapa tidak (?). Ketiga, pemimpin di Indonesia pada umumnya tidak mau turun ke la- pangan, dan yang terakhir adalah budaya jam karet. Begitulah pendapat salah seorang profesor dari “negeri matahari terbit”. Hal ini perlu menjadi koreksi bagi Indonesia. Sudah sebegitu pa- rahkah masalah kedisiplinan orang Indonesia hingga orang asing pun sudah mengecap orang Indonesia berbudaya jam karet? Kebudayaan jam karet memang sudah identik dengan Indo- nesia meskipun tidak semua masyarakat Indonesia melakukan budaya ini. Dapat dikatakan pula bahwa “jam karet” terlahir kare- na masyarakat Indonesia yang berjiwa toleransi salah paham da- lam menempatkan toleransi tersebut. Seharusnya di mana tole- ransi ditempatkan agar tidak melahirkan budaya negatif? Sebelum membahas lebih jauh tentang jam karet perlu kita ketahui apakah sebenarnya toleransi maupun budaya itu? Kata budaya berasal dari kata buddhayah sebagai bentuk jamak dari buddhi (Sanskerta) yang berarti akal (Koentjaraningrat, 1974: 80). Definisi yang paling tua dapat diketahui dari E.B. Tylor yang dikemukakan di dalam bukunya Primitive Culture (1871). Menurut Tylor, kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, terma- suk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain (Nyoman Kutha Ratna, 2005: 5). Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 149), disebutkan bahwa “budaya“ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “kebu- dayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. 99
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan, yaitu sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan se- hari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak sedangkan definisi to- leransi adalah sifat atau sikap toleran, batas ukur untuk penam- bahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan, dan/atau penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran kerja. Toleransi yang tinggi identik dengan orang Indonesia, khu- susnya orang Jawa yang mempunyai jiwa pakewuh, yaitu sungkan terhadap orang-orang tertentu. Seperti dalam suatu acara jika si A belum datang meskipun sudah waktunya acara dimulai maka belum dimulai karena masih menunggu si A datang. Bagaimana jiwa positif (baca: toleransi) orang Indonesia mengakibatkan dampak lahirnya budaya jam karet? Pada hakikat- nya apa pun perbuatan yang bersifat baik patut dilakukan. Na- mun, kebaikan itu akan menjadi ketidakbaikan jikalau salah pe- nempatannya. Toleransi merupakan jiwa yang luhur karena toleransi mam- pu menghormati dan menghargai orang lain yang berbeda pada suatu sisi seperti agama. Selain itu, toleransi mengajarkan agar orang mau memaafkan kesalahan orang lain sebesar apa pun itu. Namun, ketika toleransi diterapkan pada tempat yang salah, da- lam hal ini toleransi dengan memaafklan keterlambatan secara terus-menerus yang lama kelamaan tanpa disadari keterlambatan dianggap hal biasa yang akhirnya lahirlah budaya negatif “jam karet”. Lalu, bagaimana penerapan toleransi yang betul? Toleransi akan keterlambatan seseorang yang mengkibatkan jam karet da- lam batasan tertentu masih bisa ditolerir seperti dengan alasan yang logis. Toleransi yang sesungguhnya diterapkan untuk mene- ngahi perbedaan di masyarakat agar hak-hak setiap individu maupun kelompok dapat terpenuhi. 100
Langit Merah Setiap bangsa memiliki ciri khasnya masing-masing terma- suk bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki nilai toleransi yang tinggi, tersentral pada orang-orang tertentu dalam hal ini berupa penghormatan khusus. Namun sayangnya, hal tidak baik yang dimiliki bangsa ini adalah bersifat hipokrit, artinya apa yang dikatakan terkadang berbeda dengan apa yang dirasakan dan juga masih belum bisa sepenuhnya menghargai waktu. Yang terakhir inilah yang menyebabkan lahirnya budaya negatif “jam karet”. Orang Indonesia khususnya orang Jawa mempunyai prinsip “alon-alon waton kelakon”. Orang Indonesia selama ini salah paham terhadap prinsip ini. Sebagian mengartikan bahwa dalam menger- jakan sesuatu itu sesampainya saja padahal makna yang sesung- guhnya adalah supaya berhati-hati dan bersikap cermat dalam melakukan suatu pekerjaan. Indonesia terkenal dengan orangnya yang ramah-tamah dan penuh toleransi. Orang asing yang belum pernah ke Indonesia mereka akan menemukan sebuah kejanggalan realita yang ada berbeda dengan wacana yang mereka dengar selama ini. Selain itu, Mochtar Lubis mengemukakan bahwa manusia Indonesia memiliki setidaknya lima ciri khas utama. Pertama, ciri manusia Indonesia pertama adalah kemunafikan. Mental hipokrit telah menjadi ciri khas yang sering kita lihat. Kedua, ciri manusia lain- nya adalah tidak mau (enggan atau segan) bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya. Ketiga, ciri manusia Indonesia adalah berjiwa feodal. Gaya feodal ini masih marak dalam kepemimpinan di Indonesia. Konsep para pejabat publik yang seharusnya berfokus kepada service (pengabdian atau pela- yanan) hanya sekadar ucapan di bibir. Banyak pejabat mulai dari lurah, camat, bupati, gubernur, menteri, presiden harus dilayani bawahan. Keempat, manusia Indonesia percaya hal-hal mistik (takhyul). Kelima, ciri manusia Indonesia adalah artistik. Manusia Indonesia adalah manusia seni, di mana ekspresi seni baik lewat pantun, puisi, lagu, kerajinan yang memiliki nilai artistik yang indah. 101
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 Di antara pendapat Mochtar Lubis di atas, ciri pertama ada- lah yang paling dominan pengaruhnya terhadap munculnya bu- daya jam karet. Orang Indonesia dengan ciri hipokrit yang berarti kemunafikan. Salah satu contohnya adalah jika mengadakan janji untuk bertemu jam 10 tetapi jam 10 baru berangkat dari rumah. Budaya negatif “jam karet” di Indonesia seperti sudah fami- liar dengan orang-orangnya,. Rasanya belum afdhol bila dalam suatu acara tidak molor meskipun hanya beberapa menit. Para- digma inilah yang perlu diubah. Untuk mengubahnya maka harus diketahui terlebih dahulu apa saja faktor-faktor yang mempenga- ruhi lahirnya budaya jam karet. Dilihat dari segi tempat tinggalnya, faktor-faktor yang mem- pengaruhi lahirnya budaya jam karet di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu desa dan kota. Lahirnya budaya jam karet pada ma- syarakat desa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan perihal waktu seperti yang pada umumnya dipahami oleh masyarakat dunia. Berbeda dengan masyarakat kota. Masyarakat di kota dalam suatu acara, misalnya “meeting” atasan sengaja terlambat dengan alasan tidak seharusnya atasan yang menunggu bawah- annya datang. Di samping itu, budaya jam karet di perkotaan bisa juga terbentuk karena memang sudah menjadi kebiasaan. Selain itu, yang juga menjadi fajtor pendukung lahirnya bu- daya jam karet di Indoensia adalah Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dengan areal lahan pertanian yang luas dan subur dengan kekayaan alam yang melimpah terkadang menjadi- kan orang-orangnya malas karena sudah merasa berkecukupan. Yang kedua, orang Indonesia dikenal orang yang ramah- tamah dan tolerir sehingga sangat mudah memaafkan keterlambatan. Budaya jam karet mengakibatkan berbagai dampak negatif. Sebagai contoh, jika akan ada meeting maka akan menjadikan mo- lornya jadwal. Selain itu, para peserta yang sudah lama menunggu akan “jengkel” akan jam karet ini. Bagi anak sekolah, kebiasaan jam karet seperti berangkat mepet dan sesampainya sudah bel alias terlambat. Siswa biasanya menjadi tergesa-gesa dan keter- 102
Langit Merah gesaan ini berbahaya bagi dirinya maupun orang lain. Dia akan berusaha cepat sampai di sekolah dan biasanya berkendaraan de- ngan kecepatan tinggi alias ngebut meskipun pada akhirnya juga terlambat. Hal ini tentu membahayakan karena jika lengah sedikit saja bisa-bisa kecelakaan tidak terhindarkan. Sesampainya di se- kolah suasana “kemrungsung” masih menyelimuti sehingga tetap saja terlambat dan menjadikan konsentrasi serta fokus pada pela- jaran terganggu. Hukuman dari pihak sekolah pun pasti jadi gan- jarannya, mulai dari teguran lembut hingga bentakan keras bah- kan skorsing. Sudah saatnya masyarakat Indonesia bersikap lebih bijak- sana dalam menyikapi waktu. Salah satunya dengan mau berkaca pada negara lain, Jepang misalnya. Di Jepang penghargaan ter- hadap waktu begitu besar. Waktu satu detik saja sangat berarti bagi mereka. Begitu pun sebaliknya waktu satu detik saja juga bisa merugikan mereka yang tidak mau atau terlambat dalam memanfaatkannya. Misalkan terlambat satu detik saat mau masuk kereta di stasiun, tentu saja sudah tidak bisa masuk lagi karena pintu tertutup secara otomatis. Pemerintah telah mencangkan program “Gerakan Disiplin Nasional (GDN)”. Disiplin Nasional pada hahekatnya adalah ber- fikir tertib, bersikap tertib dan bertingkah laku tertib. Ketertiban merupakan merupakan dasar bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang tertib. Ketertiban merupakan dasar bagi rasa tenteram dan sejahtera. Ketertiban juga merupakan ciri dan dasar dari masyarakat yang modern dan maju. Maksud Gerakan Disiplin Nasional adalah agar pembinaan disiplin nasional dapat dipicu dan dipacu secara terpadu, serentak dan komprehensif, untuk mendukung upaya peningkatan pema- haman,penghayatan dan pengamalan segenap hukum dan nor- ma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara oleh penyelenggara negara dan setiap individu anggota masyarakat Indonesia sedangkan tujuannya adalah un- 103
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 tuk menjadikan disiplin nasional sebagai faktor penunjang pem- bangunan nasional Akhirnya, sudah sepatutnya Indonesia dapat mengambil hikmah dari semua ini. Sadar akan pentingnya tepat waktu sadar akan makna dan penerapan toleransi yang sesungguhnya se- hingga jam karet tidak lagi menjadi budaya dan dapat berangsur- angsur hilang. Mulai detik ini, hal bijak yang harus segera dilaksanakan adalah koreksi diri. Apakah selama ini kita sudah mulai untuk berusaha mengikis budaya jam karet? Apakah kita sudah meman- faatkan waktu pemberian dari Yang Maha Kuasa? Waktu sangat- lah berharga meskipun hanya sedetik. Mulailah untuk menghar- gai waktu sehingga tidak lagi ada jam karet. Penghargaan terha- dap waktu ini sangat berharga seperti yang tertuang dalam surat Al ’Asr (Demi Waktu) berisi bahwa manusia harus menghargai waktu jika tidak mau menderita kerugian. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar budaya jam karet semakin terkikis. Pertama, adanya contoh dari pemimpinan. Hal ini sangatlah dibutuhkan. Jika pemimpin mampu memberi- kan keteladanan dan pemimpinnya tepat waktu, maka bawahan (rakyat) pun akan merasa rikuh dan segan sehingga berusaha sama seperti pimpinannya yaitu tepat waktu. Kedua, penekanan pentingnya pelayanan. Ketiga, imbalan yang cukup bagi orang yang tepat waktu. Keempat, adanya kontrol dari lembaga maupun konsumen. Apabila minimal empat hal di atas dapat direalisasi- kan secara berkesinambungan maka sedikit demi sedikit akan semakin terkikislah budaya jam karet. Tidak ada lagi waktu untuk menunggu perubahan melain- kan harus segera melakukan perubahan dengan “3 M”, yaitu mu- lai dari diri sendiri, mulai dari hal-hal kecil, dan mulai dari saat ini. Dengan demikian, toleransi tidak lagi salah tempat dan bu- daya jam karet menjadi jam baja alias tepat waktu. Berubah itu memang sulit tetapi semuanya akan lebih mudah ketika kita sudah berubah. 104
Langit Merah DAFTAR PUSTAKA Tim Penyusun Kamus. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Koentjaraningrat. 1974. Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Ratna, Nyoman Kutha. 2005. Sastra dan Cultural Studies: Represen- tasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. istayn.staff.uns.ac.id sosbud.kompasiana.com, diakses pada tanggal 28 Agustus 2011 pukul 9:25 WIB Narasumber: Drs. Sudarna, Guru Sosiologi SMA Negeri 2 Wates. Wawancara Pribadi, tanggal 16 Agustus 2011. Pukul 13.00 WIB. Biodata Penulis Agus Budi Prasetya, lahir di Jakarta, 13 Agustus 1995. Siswa SMA N 2 Wates, Jalan K.H. Wakhid Hasyim, Bedungan, Wates, Kulon Progo DIY (telepon 7732055) kelas XI IPA 2. Alamat rumah di Dobangsan, Giripeni, Wates, Kulon Progo. Hobinya adalah membaca, meneliti, dan menulis. Hp: 08812760596 105
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 SALAM SAPA MILIK KITA Mamlu Atul Karimah 1. Pendahuluan Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Marville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentu- kan oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat ini adalah cultural determinism. Setiap suku bangsa yang hidup di dunia ini mempunyai ke- budayaan yang beragam, karena kebudayaan menunjukkan corak kehidupan dan kepribadian suatu daerah, seperti di Indonesia yang mempunyai bermacam-macam suku, etnis, dan budaya yang di dalamnya tersimpan aset besar bagi bangsa ini. Sedangkan perwujudan kebudayaan tersebut berupa benda- benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang ber- budaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, seni, dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Masuknya budaya asing ke negara kita ini sangat berpeng- aruh terhadap kebudayaan bangsa kita, sehingga menghadapi hal tersebut sangat dibutuhkan filter yang kuat dan kita harus selektif untuk memilih sisi positif yang bisa kita terapkan, dan sisi negatif dari kebudayaan yang harus kita tinggalkan. 106
Langit Merah Salah satu daerah di Indonesia yang mempunyai beragam kebudayaan ialah Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan banyak tradisi yang berkembang sejak nenek moyang hingga sekarang. Suatu tradisi yang menjadi sebuah ikon penting di dalam tatanan budaya Jawa diantaranya adalah sebuah budaya sapaan semacam permisi, yang dalam bahasa Jawa bisa di katakan kula nuwun atau ndherek langkung. Seiring perkembangan zaman tradisi menyapa ini mulai pudar sedikit demi sedikit. Sehingga melalui tulisan ini diharapkan suatu tradisi yang kecil yang mulai terabaikan bisa tetap terjaga eksistensinya dan tidak lekang oleh waktu, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap nilai sopan santun dan tata krama budaya Jawa yang dikenal masyarakat sebagai budaya yang luhur dan lembut. 2. Seputar Tradisi Salam dan Sapa Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalan- kan di masyarakat, penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar. Sedangkan pe- ngertian salam adalah damai atau pernyataan hormat. Dan sapa berarti perkataan untuk menegur atau mengajak bercakap-cakap, dan sebagainya. Wujud dari pemberian salam itu bermacam-ma- cam seperti dengan menundukkan kepala atau berjabat tangan. Masyarakat Jawa dikenal hingga mancanegara sebagai ma- syarakat yang berbudi luhur dan sopan santun, budayanya yang begitu tertata dengan tradisi masyarakatnya yang saling menghor- mati dan menghargai sesama, dengan perwujudannya seperti sa- ling menyapa jika saling bertemu, baik dengan orang yang kenal maupun yang belum kenal, misalnya menyapa dengan mengucap salam atau hanya sekedar tersenyum. Makna menyapa itu bukanlah sekedar ucapan lisan, tetapi merupakan sebuah bukti bahwa di hatinya tidak memiliki masa- lah sedikitpun dengan orang yang disapa. Dan ini benar adanya, sebab ketika di dalam hati seseorang memiliki penyakit hati/ ber- 107
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 masalah, ternyata sulit atau enggan mengucapkan salam atau ha- nya sekedar menjawab salam. Karena sapaan itu menggambarkan perdamaian dan keselamatan. a) Makna Salam dan Sapa Pengucapan salam merupakan bagian proses komunikasi. Dalam pengertian komunikasi ada unsur “lambang bermakna sa- ma”, unsur ini penting diperhatikan agar jarak antara komuni- kator dan komunikan tidak terlalu lebar. Dalam pemberian salam juga terkandung penghormatan dan sikap toleransi. Sebagai negara yang penduduknya menganut kepercayaan yang berbeda-beda, salam yang berlaku pun juga beragam. Misal- nya di forum umum banyak orang yang mengawali pembicaraan- nya dengan tidak hanya satu salam, karena pembicara berusaha menyesuaikan dengan audiensnya. Tetapi lebih tepatnya meng- gunakan salam yang secara umum digunakan di masyarakat, yang mencakup semua komunitas tanpa membedakan ras, suku, maupun agama. Perlunya ungkapan salam diucapakan pada waktu-waktu tertentu, tidak hanya dapat dipandang dari sudut paandang peng- hormatan antaragama atau antarkomunitas. Dalam formulasi sa- lam dan sapa juga penting diperhatikan dalam hubungan per- gaulan umum sebagai sarana untuk memelihara perdamaian ter- hadap semua orang. Pada hakikatnya makna menyapa dengan salam dari berba- gai agama/kepercayaan, dan dari berbagai komunitas yang bera- gam adalah doa dan harapan agar orang yang diberikan ucapan salam dalam keadaan sehat, memperoleh rahmat, dan damai. b) Salam dan Sapa Gaya Jogja Sebuah sapaan kula nuwun, ndherek langkung, atau nuwun sewu pasti tidak asing lagi bagi masyarakat Jogja sendiri. Kata- kata ini diucapkan oleh masyarakat Jogja secara umum ketika mereka saling berpapasan atau akan memasuki rumah seseorang. Tetapi sebuah sapaan juga disesuaikan dengan lingkungan, usia, serta jabatan seseorang. 108
Langit Merah Pemakaian bahasa Jawa juga sangat erat hubungannya de- ngan sopan santun dan tata krama budaya Jawa, karena di dalam bahasa jawa mengenal beberapa tingkatan bahasa yaitu ngoko, krama madya, dan krama inggil. Pemakaian tingkatan itu juga tergantung kepada siapa dan di lingkungan apa kita berbicara. Dalam budaya keraton Yogyakarta juga terdapat tradisi me- nyapa atau memberi salam. Di kalangan warga keraton ada tata cara yang tidak boleh dilanggar kerabat keraton maupun para abdi dalem. Adapun penghormatannya dilakukan dengan cara menundukkan kepala sekitar 15 derajat, dan membungkukkan sebagian badan. Dan salam penghormatan tertinggi diberikan kepada raja dalam wujud menyembah. Para abdi dalem keraton yang hendak menghadap raja harus melakukan laku dhodhok yaitu berjalan dengan menggeser kedua lutut di hadapan raja. Berbeda halnya ucapan salam dalam kehidupan sehari-hari, saat memberikan salam dan menyapa kepada orang lain yang paling umum adalah mengawalinya dengan ungkapan kata su- geng yang artinya selamat. Salam sugeng ini diberikan kepada se- sama warga asal Jawa. Berbagai macam pemberian salam juga disesuaikan kepada siapa salam itu diberikan. Jika bertemu umat muslim bisa meng- ucapkan assalamu’alaikum, dan jika bertemu warga asal Bali de- ngan mengucapkan om swastiastu atau cukup swastiastu. Menurut ketua Yayasan Adi Budaya Ngeksi Gondo Drs. Rin- to Widyarto, M.Si, menuturkan kata sugeng ini mengandung ha- rapan baik kepada orang yang diberi salam serta mengandung doa. Dalam bahasa Jawa kata sugeng ini termasuk dalam bahasa Jawa ngoko maupun krama alus. Salam sugeng juga dipakai untuk memberikan sambutan. Mi- salnya sugeng rawuh yang artinya salam untuk menyampaikan selamat datang yang diikuti gerakan tangan mempersilahkan, yakni tangan menggenggam menyisakan ibu jari. Pemakaian jem- pol untuk mempersilahkan ini memiliki makna mengistimewakan orang yang dipersilahkan, dalam hal ini jempol tidak boleh tegak 109
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 lurus melainkan agak miring keluar, karena akan memberi kesan fleksibel, dan tidak sombong. Salam sugeng pun dipakai dalam bertegur sapa sehari-hari seperti sugeng enjing saat mengucapkan selamat pagi, dan sugeng dalu untuk selamat malam. Ucapan salam sugeng dilakukan jika posisi bertemu dalam jarak dekat, apabila posisinya berjauhan cukup dengan senyum dan menganggukkan kepala, salam sugeng ini sebaiknya dilakukan orang yang muda kepada orang yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan. c) Budaya Salam dan Sapa Tidak Hanya di Jogja Budaya menyapa ternyata tidak hanya berlaku di Jogja yang notabene sebagai kota budaya. Di beberapa negara juga menerapkan tradisi salam dan sapa ini. Warga Arab Saudi yang mayoritas beragama islam telah ter- biasa mengucapkan salam setiap kali berpapasan di jalan, ketika naik bus, taksi, di supermarket, maupun di berbagai tempat, salam telah menjadi budaya mereka. Begitu juga di Malaysia, komunitas Melayu yang beragama islam, salam juga telah menjadi budaya- nya. Setiap bertemu dengan seseorang baik yang dikenal maupun tidak. Sapaan how do you do? sudah membumi di Australia. Bagi orang-orang Australia, saling menyapa merupakan pendidikan perdamaian bagi setiap masyarakat yang tinggal di sebuah ko- munitas tertentu, seperti perumahan, sekolah, kampus, pesantren, atau komunitas masyarakat lainnya. Sedangkan di Indonesia yang mayoritas penduduknya bera- gama Islam, budaya salam belum membumi. Budaya menyapa saat berpapasan dengan sesama warga Indonesia belum begitu terlihat, kecuali mereka yang saling mengenal sebelumnya. Hal ini bukan hanya terjadi di kota-kota besar, begitu juga mereka yang tinggal di pedesaan, tidak luput juga kota kecil di Indonesia seperti Yogyakarta yang mengalami fenomena tersebut. 110
Langit Merah d) Pudarnya Tradisi Salam dan Sapa di Era Globalisasi Masyarakat Jogja pada zaman dahulu sering disebut sebagai orang Jawa yang selalu tahu unggah-ungguh (sopan santun), dan juga tepa slira (menghargai orang lain), contoh sederhananya saja adalah ketika seseorang lewat di depan orang lain selalu memberi salam dengan sapaan nuwun sewu atau ndherek langkung, yang artinya permisi atau numpang lewat. Hal tersebut juga dilakukan ketika berada di area publik atau saat di hadapan orang banyak, orang Jogja selalu mengecilkan volume suaranya agar tidak menganggu orang lain. Dan ketika berada di jalan kemudian ingin menanyakan suatu tempat atau alamat yang tidak diketahuinya, sebelum bertanya mereka selalu turun dari kendaraan yang ditumpangi terlebih dahulu, kemudi- an menanyakannya dengan bahasa yang sopan dan secara baik- baik. Tetapi lain halnya dengan saat ini, remaja kebanyakan sudah mengabaikan tradisi luhur tersebut, unggah-ungguh dan tepa slira seperti tidak dianggap lagi ketika mereka terjun di masyarakat. Penggunaaan bahasa tradisional pun juga sudah mulai pudar se- iring perkembangan zaman. Perubahan tersebut juga dipengaruhi kurangnnya minat remaja Jogja untuk mempelajari dan mengem- bangkan budayanya, bahkan ada yang mengatakan budaya Jawa sebagai budaya yang kuno, konvensional, dan feodal. Lebih pa- rahnya lagi anggapan miring yang berkembang di masyarakat menyatakan bahwa budaya Jawa itu katrok atau ketinggalan zaman. Fenomena yang terjadi saat ini, sudah tergambar jelas sebagai bukti pudarnya nilai-nilai budaya luhur yang semestinya harus dijaga dan dilestarikan. Contohnya yang sering terjadi ketika sese- orang menanyakan suatu tempat orang dahulu menggunakan sopan santun dan bahasa yang baik secara halus, sedangkan saat ini sangat berbeda, nilai kesopanan sudah luntur. Tanpa memati- kan mesin dan turun dari kendaraannya mereka langsung mena- nyakan apa yang mereka cari, sehingga ynag ditanya pun terka- 111
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 dang merasa terganggu karena bisiknya mesin kendaraan yang tidak dimatikan. Di dalam hal menyapa sebagai wujud penghormatan terha- dap orang lain pun juga berlaku sama. Budaya luhur itu jarang ditemukan dan kepedulian terhadap sesama mulai berkurang. Saat remaja melewati sekumpulan orang dan berjalan di hadapan orang yang lebih tua, sapaan salam jarang mereka ucapkan, bah- kan menundukkan kepala tidak dilakukan. Begitu jauh perbedaan antara Jogja masa lalu dan masa kini, dan saat ini tradisi salam dan sapa mulai hilang dari peradaban- nya. e) Nasib Tradisi Salam dan Sapa di Masa Depan Minat masyarakat khususnya remaja untuk mempelajari dan mengembangkan tradisinya semakin berkurang, sopan santun dan tata cara berbahasanya sudah banyak dipengaruhi serta diin- filtrasi bahasa lain, hingga muncul istilah baru yang diadaptasi begitu saja tanpa mempedulikan nilai kesopanan dari kata-kata tersebut. Seiring perkembangan zaman tradisi salam dan sapa sema- kin pudar, dan sedikit demi sedikit mulai menghilang. Para rema- ja kini kebanyakan telah menganggap remeh hal tersebut. Mereka telah mengabaikan tradisi-tradisi luhur dan menggantinya de- ngan tradisi yang di anggap lebih modern, dan budaya luar juga telah mendominasi keseharian masyarakat masa kini. Diperkirakan pada masa yang akan datang akan muncul tan- tangan baru yang semakin berat. Dalam hal ini remaja sangat berperan penting, sebagai generasi bangsa yang harus memper- juangkan tradisi luhur agar tetap terjaga eksistensinya. Tradisi salam dan sapa pun akan hilang di masa yang akan datang, jika kesadaran remajanya untuk mempertahankan tradisi tersebut sudah tidak ada lagi. Hal tersebut akan berakibat pada jatuhnya nilai moral dan hilangnya tradisi yang turun temurun sejak nenek moyang kita. 112
Langit Merah f) Bagaimana Menyikapi Pudarnya Tradisi Salam dan Sapa? Menumbuhkan kepedulian dan membiasakan diri untuk memberikan salam atau menyapa terhadap semua orang mungkin adalah cara paling efektif menanggapi hal tersebut, karena sebuah tradisi akan tetap bertahan apabila masyarakatnya sendiri turut memperjuangkannya. Termasuk pemerintah sebaiknya turut memberikan tanggap- an khusus terhadap tradisi luhur yang mulai pudar ini, diantara- nya dengan menjadi teladan bagi masyarakat agar membiasakan untuk melakukannya, dan memasang slogan-slogan yang berisi ajakan untuk melestarikan budaya salam dan sapa sepertinya bisa menumbuhkan kembali tradisi-tradisi tersebut. Beberapa negara yang sudah disebutkan di depan yaitu Arab Saudi, Malaysia, dan Australia bisa membiasakan tradisi salam dan sapa di negaranya. Warga asing banyak yang datang ke Yog- yakarta untuk mempelajari budaya Jawa dan mereka mengenal budaya Jawa sebagai budaya yang unik, klasik, dan menarik un- tuk dipelajari. Hal tersebut seharusnya dijadikan mesin pendobrak sema- ngat remaja Jogja untuk tetap menjaga anggapan-anggapan positif terhadap budaya kita. Dan menjadi kewajiban bagi remaja Jogja untuk memberi bukti kepada dunia bahwa tradisi-tradisi luhur itu milik kita. Dan tradisi salam dan sapa tetap membumi di Yog- yakarta. 3. Penutup Tradisi memberi salam atau menyapa merupakan bagian dari banyaknya tradisi luhur yang menjadi pondasi nilai-nilai ke- sopanan, kebudayaan yang lembut, dan tata krama yang mencer- minkan keindahan budaya. Membiasakan menyapa di lingkung- an keluarga maupun di semua kalangan merupakan salah satu wujud peduli terhadap tradisi tersebut yang kini mulai pudar. Indonesia yang multi etnis, adat, dan budaya mempunyai berbagai simpanan berbagai ragam kata-kata sapa di setiap dae- 113
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 rahnya. Di Yogyakarta dengan mengucap kula nuwun, ndherek langkung, atau sugeng, berbeda halnya dengan tradisi menyapa di lingkungan keraton Yogyakarta yang lebih condong kepada menyembah, dengan cara penghormatannya yang khas dan tidak boleh dilanggar oleh kerabat maupun para abdi dalem. Berbagai sapaan tersebut intinya adalah sebuah wujud per- damaian dan penghormatan, serta kepedulian kepada semua orang. Dan salam berisi sebuah doa mengharap keselamatan. Keragaman tradisi ini akan tetap terjaga eksistensinya de- ngan pengorbanan dan berbagai upaya masyarakat untuk meles- tarikan, dan mengembangkan tradisinya tanpa melepas nilai-nilai luhur yang menjadi pokok budaya. Dan marilah kita bersama membiasakan diri menyapa terhadap semua orang, dan mewu- judkan perdamaian dimulai dari diri sendiri. Sumber Acuan dari Internet www.google.com www.yahoo.co.id http;//www.artikata.com http;/www.artikata.com/arti-349052-sapa.html Biodata Penulis Mamlu Atul Karimah, siswa di Pondok Pesantren Alfitroh, Jejeran, Wonokromo, Pleret Bantul. Hp: 085729525660 114
Langit Merah PENGARUH TREN KOREA DI KALANGAN REMAJA INDONESIA Gisela Putri Larasati Kecepatan akses bertukar informasi saat ini sudah tidak dira- gukan lagi. Sarana informasi seperti internet, televisi, dan telepon seluler terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan dan mem- berikan kemudahan bagi penggunanya. Hal tersebut memungkin- kan pertukaran budaya antar bangsa terjadi dengan mudah. Tidak jarang, budaya-budaya tersebut justru sangat berkembang di ne- gara lain, termasuk Indonesia. Salah satu budaya asing yang se- dang menjadi tren di Indonesia saat ini adalah budaya Korea, tepatnya Korea Selatan. Di kalangan remaja yang sangat dekat dengan perkembangan teknologi informasi, budaya Korea sudah bukan sesuatu yang asing lagi. Lagu-lagu, makanan, film, dan bintang-bintang Korea semakin populer di kalangan remaja Indo- nesia saat ini. Bahkan, gaya berpakaian remaja-remaja Korea men- jadi tren dan diikuti oleh sebagian remaja. Kita sering mendengar teman-teman kita membicarakan film-film Korea ataupun bebe- rapa bintangnya. Gaya berpakaian serta gaya hidup yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia dapat melunturkan nilai-nilai luhur budaya yang telah ditanamkan oleh leluhur kita sejak dulu. Meskipun tidak semua remaja Indonesia terpengaruh oleh tren Korea, perkembangan tren Korea di Indonesia yang semakin pesat sudah tidak dapat dipungkiri. Di berbagai pelosok negeri, terutama di daerah perkotaan, kita dapat menemukan komunitas- 115
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 komunitas pecinta Korea, restoran-restoran yang menyajikan ma- sakan khas Korea, ataupun toko-toko baju yang menjual pakaian ala remaja Korea. Tren Korea juga menjadi topik hangat di sejum- lah majalah remaja. Saat ini, penyanyi-penyanyi atau idol (sebutan bagi penyanyi-penyanyi Korea yang bergabung membentuk boy- band/girlband) dan grup musik Korea seperti SNSD, Suju, Big Bang, dan SS501 sangat populer di tengah-tengah remaja Indo- nesia. Tidak hanya penyanyi dan grup musik, aktor dan aktris Korea seperti Rain, Lee Min Ho, dan Park Min Young telah men- jadi idola baru. Perkembangan Tren Korea di Indonesia Perkembangan Korea di Indonesia diawali oleh munculnya film/serial TV dan boyband serta girlband yang sukses di Indonesia. Salah satu serial TV yang sukses tayang di Indonesia pada tahun 2009 adalah Boys Before Flowers yang ceritanya diadaptasi dari sebuah komik Jepang best seller berjudul Hanayori Dango. Serial TV ini pernah menjadi perbincangan hangat di kalangan teman- teman kita serta hampir semua majalah remaja yang beredar di Indonesia. Tidak hanya soundtrack filmnya, aktris dan aktornya juga menjadi idola baru terutama di kalangan remaja putri. Se- dangkan boyband dan girlband yang sangat sukses di Indonesia adalah Suju (Super Junior) yang terdiri dari 13 personil pria dan SNSD (So Nyeo Shi Dae) yang terdiri dari 9 personil wanita. Gaya berpakaian, penampilan serta tariannya menjadi tren di kalangan remaja. Kepopuleran serial TV dan boyband/girlband tersebut mem- buat remaja-remaja Indonesia semakin tertarik dengan segala se- suatu yang berhubungan dengan Korea. Sehingga beberapa dari remaja-remaja tersebut mempelajari kebudayaan Korea, antara lain bahasa, makanan, tarian, pakaian, dan alat musik tradisional- nya. Mereka mengikuti kursus bahasa Korea dan mendatangi res- toran-restoran Korea untuk merasakan makanan khas Korea. Bah- kan saat ini restoran-restoran Korea semakin mudah ditemukan 116
Langit Merah di Indonesia. Sebagian remaja Indonesia saat ini pun kurang me- ngenal makanan tradisional negara sendiri. Para remaja Indonesia juga semakin senang menonton film-film korea dan mendengar- kan lagu-lagu berbahasa Korea. Sehingga komunitas-komunitas pecinta Korea banyak dijumpai di Indonesia. Selain itu, internet juga membawa pengaruh yang besar bagi perkembangan tren Korea di Indonesia. Melalui internet, para remaja yang mengidolakan Korea dapat mencari informasi me- ngenai Korea dengan mudah. Beragam situs mengenai Korea ba- nyak terdapat di internet. Contohnya www.mysoju.com dan www.viki.com, dalam situs ini penggemar Korea dapat melihat film dan serial TV Korea yang belum tayang di Indonesia. Selain situs-situs tersebut, ada juga http://koreanindo.wordpress.com yang berisi berita seputar selebriti Korea. Melalui situs-situs tersebut, remaja penggemar Korea dapat mengunduh flm-film Korea fa- vorit mereka ataupun mengetahui informasi-informasi terbaru seputar bintang-bintang Korea. Melalui internet juga, remaja Indo- nesia yang suatu saat nanti ingin mengunjungi Korea dapat me- lihat-lihat Korea dari jarak jauh sebelum nantinya dapat pergi ke sana. Mereka dapat melihat tempat-tempat wisata di Korea, ber- bagai festival budaya, dan gaya hidup masyarakatnya. Perbandingan Antara Budaya Korea dan Indonesia Korea Selatan saat ini menjadi salah satu negara maju di du- nia. Kebudayaan Korea semakin terkenal di setiap negara. Hal tersebut tidak dapat terjadi dengan mudah apabila tidak ada kese- riusan dari masyarakatnya sendiri untuk memajukan negara me- reka. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Kalau kita perhatikan, ada beberapa hal yang membedakan Indonesia dengan Korea Se- latan. Berikut ini beberapa hal yang dapat dijadikan pembelajaran oleh bangsa Indonesia. Pertama, orang-orang Korea Selatan terkenal sangat meng- hargai waktu dan pekerja keras. Korea Selatan mampu bangkit dan menjadi maju meskipun pernah terlibat perang pada tahun 117
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 1950-an. Indonesia juga pernah mengalami hal yang serupa sam- pai akhirnya merdeka pada tahun 1945. Tetapi sampai sekarang Indonesia masih menjadi negara berkembang. Kedua, bangsa Korea sangat mencintai budayanya. Di Korea, mereka memiliki banyak sekolah yang khusus sebagai tempat mempelajari tarian dan alat musik tradisional (Ouch, 2011:40). Bangsa Korea, termasuk para remajanya antusias dalam mempe- lajari dan melestarikan budayanya. Berdasarkan itu, dapat disim- pulkan bahwa mereka bangga dengan kebudayaannya sendiri, meskipun mereka juga mempelajari kebudayaan bangsa lain un- tuk menambah wawasan. Sedangkan bangsa Indonesia justru se- ringkali bangga apabila mempelajari kebudayaan bangsa lain. Se- bagian masyarakat kita, terutama kaum remaja, tidak mengenal kebudayaannya sendiri. Dari sekian banyaknya remaja Indonesia, hanya beberapa yang dapat memainkan alat musik tradisional ataupun menari tarian tradisional. Ketiga, pekerja hiburan Korea selalu serius dan sangat mem- perhatikan kualitas dalam membuat serial TV ataupun film se- hingga dapat diperhitungkan di dunia industri hiburan interna- sional. Hal tersebut dibuktikan dengan memilih aktor dan aktris yang memang memiliki keahlian sesuai dengan tokoh yang dipe- rankan dalam cerita. Film dan serial TV Korea juga selalu meng- angkat sisi budayanya antara lain dengan menampilkan rumah tradisional, festival, dan pakaian tradisionalnya. Hal inilah yang membuat kebudayaan Korea menjadi terkenal di hampir semua negara, terutama negara-negara Asia. Kualitas industri hiburan Korea sangat berbeda dibandingkan dengan Indonesia, meskipun saat ini kualitas film Indonesia dari segi edukasi dan nilai-nilai budaya sudah semakin baik. Namun, untuk serial TV (sinetron) Indonesia, kualitasnya masih kurang baik. Sinetron Indonesia le- bih memperlihatkan pertikaian dalam ceritanya dan kurang berisi nilai-nilai moral. Keempat, pemerintah Korea Selatan sangat memperhatikan keutuhan negara dan bangsanya serta memperhatikan fasilitas- 118
Langit Merah fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Peme- rintah Korea Selatan mengadakan wajib militer bagi rakyatnya agar rakyat ikut serta dalam mempertahankan wilayahnya. Se- dangkan pemerintah Indonesia kurang memperhatikan keutuhan wilayah Indonesia sehingga beberapa pulau kecil menjadi milik bangsa lain. Pemerintah Indonesia juga kurang memperhatikan fasilitas-fasilitas umum bagi rakyat. Salah satu contoh nyatanya yaitu masih banyaknya gedung-gedung sekolah yang sudah tidak layak digunakan, tetapi sampai saat ini belum ada bantuan dari pemerintah untuk perbaikan. Itulah beberapa perbedaan antara Korea dan Indonesia. Bangsa kita dapat meneladani budaya Korea yang positif agar dapat menjadi maju. Namun, kita juga harus mampu menjaga budaya kita sendiri, jangan sampai diambil oleh bangsa lain. Pengaruh Tren Korea Tren Korea yang berkembang di Indonesia semakin mem- bawa pengaruh dalam berbagai bidang dan gaya hidup remaja. Remaja yang tidak memiliki prinsip yang kuat akan mudah ter- bawa oleh arus tren tersebut. Tidak masalah jika tren tersebut membawa pengaruh yang baik, namun bagaimana jika yang terja- di justru sebaliknya? Berikut ini merupakan beberapa pengaruh tren Korea di Indonesia. Tren Korea di Indonesia terlihat dengan semakin banyaknya boyband/girlband di Indonesia yang mengadaptasi boyband/girl- band Korea. Di televisi, kita semakin sering melihat boyband dan girlband tersebut. Industri musik Indonesia pun semakin diramai- kan oleh kehadiran boyband/girlband. Kepopuleran Korea telah ikut mengubah tren musik Indonesia yang sebelumnya diramai- kan oleh grup musik. Boyband dan girlband Indonesia pun sudah memiliki penggemar yang cukup banyak. Sebenarnya, hal terse- but tidak melanggar aturan, namun tanpa kita sadari dapat meng- hambat kreativitas kita sebagai anak bangsa. Akan lebih baik jika kita semua, remaja Indonesia, saling bersaing untuk menciptakan 119
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 tren baru di industri musik yang dapat menarik perhatian teman- teman remaja Indonesia atau bahkan dapat menjadi tren di dunia internasional. Kita tidak boleh selalu mengikuti tren yang berkem- bang, tanpa ada usaha untuk menciptakan tren yang baru. Selain dalam industri musik, pengaruh tren Korea juga terli- hat di dunia perfilman dan televisi. Banyak remaja Indonesia lebih memilih menonton film ataupun serial TV Korea, baik melalui televisi maupun internet. Menurut mereka, pecinta film Korea, cerita dalam film Korea lebih menarik daripada film ataupun sine- tron Indonesia yang seringkali ceritanya berputar-putar dan me- ngandung kekerasan. Hal ini dapat mengurangi rasa cinta remaja Indonesia terhadap hasil karya bangsa sendiri. Untuk menghin- dari hal itu, pihak-pihak yang peduli dengan perfilman Indonesia dapat bekerja sama dengan mengadakan festival film bagi remaja. Sehingga remaja memiliki kesempatan untuk membuat sendiri cerita yang diinginkan kemudian ditayangkan dalam bentuk film yang di dalamnya disertakan unsur budaya Indonesia seperti ke- kayaan kebudayaan kita ataupun kekayaan alam yang kita miliki. Selain menumbuhkan kreativitas kegiatan tersebut secara tidak langsung dapat memperkenalkan kekayaan Indonesia kepada bangsa kita sendiri bahkan dunia. Pengaruh lainnya yaitu remaja Indonesia yang mengagumi Korea lebih senang mempelajari budaya Korea daripada budaya Indonesia, di antaranya bahasa, tarian, dan alat musik. Mereka menganggap bahwa mereka akan dapat membuat teman-teman remaja lainnya terkesan jika mampu menguasai salah satu budaya Korea, sebab saat ini budaya Korea sedang menjadi tren di Indo- nesia. Dalam hal ini perlu adanya perhatian dan bimbingan dari sekolah kepada siswa untuk dapat menguasai salah satu budaya atau kesenian yang dimiliki oleh bangsa Indonesia serta memberi bimbingan kepada siswa untuk belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar. Karena semakin lama, remaja Indonesia tidak mengenal budaya sendiri serta kurang mampu berbahasa Indo- nesia dengan benar. Ironisnya hal tersebut sudah kita ketahui 120
Langit Merah sejak lama dan mungkin kita sendiri juga sebenarnya tidak benar- benar mengenal budaya dan bahasa kita sendiri secara mendalam. Satu lagi pengaruh yang semakin tampak yaitu tidak sedikit teman-teman remaja yang mengadaptasi penampilan bintang Korea idolanya, misalnya gaya rambut, pakaian, dan tata rias. Penampilan tersebut terkadang tidak sesuai dengan pribadi bang- sa Indonesia. Contohnya yaitu siswa sekolah memberi warna pa- da rambutnya dengan cat rambut yang bermacam-macam warna atau siswa laki-laki memanjangkan rambutnya dan memakai an- ting-anting. Padahal di sekolah, khususnya sekolah negeri, ada peraturan yang melarang siswanya berpenampilan demikian. Se- kolah sebaiknya bersikap lebih tegas dan menjalin kerja sama de- ngan orang tua untuk menegakkan peraturan yang telah ada dan mencegah siswa mengikuti tren yang kurang baik. Sebagai pelajar, kita juga harus mampu mempertahankan kepribadian yang di- ajarkan oleh leluhur kita. Rapi dan sopan bukan berarti ketinggal- an zaman karena jika kita semua dapat menerapkannya, justru akan menjadi tren. Penutup Dari beberapa hal yang telah dipaparkan sebelumnya, kita dapat menarik kesimpulan mengenai tren Korea di Indonesia, khususnya di kalangan remaja Indonesia. Perkembangan informasi merupakan salah satu faktor yang mendukung berkembangnya tren Korea yang sangat cepat, khu- susnya Korea Selatan, di kalangan remaja Indonesia. Karena dari teknologi informasi yang ada saat ini seperti internet dan televisi, sebagian remaja Indonesia menganggap bahwa budaya Korea se- dang tren di kalangan anak muda. Melalui internet dan televisi juga, remaja Indonesia yang menyebut dirinya pecinta Korea da- pat mencari dan mengetahui informasi-informasi seputar bintang- bintang Korea idola mereka dan dapat melihat film favorit mereka. Tren Korea yang saat ini sedang berkembang di Indonesia, memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, remaja Indonesia 121
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 dapat mengetahui budaya masyarakat Korea yang tepat waktu dan pekerja keras sehingga mereka terdorong untuk meneladani sikap hidup tersebut. Sedangkan sisi negatifnya, beberapa remaja Indonesia mengikuti penampilan bintang-bintang Korea yang yang kurang sesuai untuk mereka sebagai bangsa Indonesia. Sisi negatif yang lain yaitu remaja Indonesia penggemar Korea lebih senang mempelajari budaya Korea sebab menurut mereka akan ketinggalan zaman jika tidak mengikuti tren untuk mengenal Korea. Dalam mengikuti perkembangan sebuah tren diperlukan prinsip yang kuat, agar tidak terbawa arus yang tidak baik. Remaja seringkali kurang memiliki prinsip dalam menghadapi tren yang sedang berkembang. Sehingga terdapat banyak kasus penyim- pangan yang dilakukan oleh remaja. Mereka takut bila dianggap oleh teman-temannya ketinggalan zaman, terlalu penurut, dan sebagainya. Padahal kita tidak harus mengikuti sebuah tren, me- ngetahui perkembangan tren yang ada saat ini sudah cukup untuk membina pergaulan dengan teman-teman sebaya. Sebenarnya apabila kita berusaha, kita dapat membuat tren sendiri yang dapat mengalahkan tren Korea, yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa kita. Sebuah tren dapat berkembang ka- rena diikuti oleh banyak orang. Apabila kita mampu membuat tren yang diikuti oleh seluruh rakyat Indonesia khususnya teman- teman remaja kita sendiri, kita tidak mungkin terbawa oleh arus tren budaya asing yang terkadang kurang sesuai dengan budaya kita sebagai bangsa Indonesia. Semua remaja Indonesia dengan dukungan dari berbagai pihak harus bekerja sama dalam mengambil sikap menghadapi tren yang berkembang saat ini, khususnya dalam hal ini budaya Korea. Apabila kita mampu untuk meneladani sisi positif dari budaya Korea, kita justru dapat mengubah nasib bangsa dengan membuat Negara Indonesia menjadi maju seperti Negara Korea Selatan. Kita juga harus tetap menjaga dan melestarikan budaya yang dimiliki bangsa kita agar tetap menjadi milik Indonesia mes- 122
Langit Merah kipun kita juga tidak menutup diri dengan budaya asing. Semoga remaja Indonesia penggemar Korea tetap bangga serta dapat memberi dukungan bagi kemajuan bangsa dan negaranya, Indo- nesia. Sedangkan tren yang sudah mereka ikuti saat ini hanya sekadar dijadikan sebagai penambah wawasan dan tidak dijadi- kan sebagai gaya hidup sehari-hari. Hal tersebut dapat diwujud- kan apabila mereka mampu membedakan hal-hal yang positif dan negatif serta dapat mengambil sikap untuk berubah menjadi remaja Indonesia yang lebih baik. Daftar Pustaka ………. 2011. “Copying Korea”. Dalam Ouch, Mei. Jakarta Biodata Penulis Gisela Putri Larasati lahir di Bantul, 24 Maret 1994. Alamat rumah di Gunung Sempu, RT 07, Jl.Rakai Warak I, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55183. Gisela bersekolah di SMA Negeri 2 Yogyakarta. No Hp 081392383299, Sur-el (E-mail): [email protected] 123
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 SALAH KAPRAH, PELESTARIAN BAHASAKU RENDAH Izzuddien Sobri A. Pengantar Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan bagi Negara Indonesia yang digunakan oleh rakyatnya untuk berkomunikasi. Bahasa menurut Gorys Keraf (1997 : 1) adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa symbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sebuah bahasa harusnya dikuasai betul oleh masyarakat daerah itu, begitupun Bahasa Indonesia di kalangan rakyat Indonesia. Tetapi, keadaan sekarang menunjuk- kan indikasi yang berlawanan atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Banyak generasi muda Indonesia yang tidak me- nguasai betul bahasa ibu mereka sendiri. Selain itu, kekurangpa- haman akan bahasa ini disebabkan oleh budaya membaca dan menulis yang relative rendah di kalangan rakyat Indonesia. Tidak bisa dipungkiri rendahnya budaya membaca warga Indonesia mengakibatkan rendahnya mutu Sumber Daya Ma- nusia (SDM). Hasil penelitian Organization for Economic Co-Ope- ration and Development (OECD) menyatakan bahwa dari 52 ne- gara di kawasan Asia, Indonesia menempati urutan terbawah dalam hal budaya membaca. Hal ini dijabarkan dari 1000 warga Indonesia membaca 900 buku pertahun. Jumlah ini sangat kecil bila dibandingkan dengan warga Singapura yang tiap 1000 warga membaca 5000 buku pertahun dan warga Amerika Serikat yang 124
Langit Merah tiap 1000 warga membaca 4500 buku pertahun. Selain itu, jumlah buku yang terbit di Indonesia adalah sekitar 8000 judul pertahun. Angka tersebut tergolong rendah dibandingkan dengan Malaysia yang menerbitkan 15000 judul pertahun dan Vietnam yang mener- bitkan 45000 judul pertahun. Penyebab dari rendahnya budaya membaca warga Indonesia adalah pemahaman dan kepedulian terhadap Bahasa Indonesia yang kurang. Selain itu, karena Bahasa Indonesia sendiri yang susah untuk dipahami meski sebagai bahasa ibu sekalipun. Hal ini dibuktikan dengan ditetapkannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa tersulit ketiga se-Asia setelah Korea dan Jepang. Sedang- kan dibanding dengan bahasa di seluruh benua, Bahasa Indonesia menempati peringkat ke-15 tersulit. Berikut beberapa fakta pe- nyebab Bahasa Indonesia menjadi sulit B. Penyebab Bahasa Indonesia Sulit Dipelajari 1. Butuh Penalaran dan Konsep Kalimat Semua bahasa tentu membutuhkan penalaran dan konsep atau artian dari tiap kalimat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Tetapi dalam hal ini, dalam mempelajari dan mempraktek- kan Bahasa Indonesia membutuhkan penalaran yang lebih men- dalam. Menurut pakar Bahasa Indonesia dan Melayu University of London Ulrich Kratz, dalam berbahasa Indonesia, orang lebih mudah mengucapkannya daripada memahaminya. Karena itu, sering maksud yang disampaikan melalui lisan belum tentu bisa benar-benar dipahami oleh lawan bicara. Hal ini menunjukkan bahwa mempelajari Bahasa Indonesia haruslah dengan penalaran konsep yang jelas, supaya tidak menimbulkan persepsi yang ber- silangan. (Ulrich, 2010) Penerjemahan Bahasa Indonesia kedalam Ba- hasa Inggris atau bahasa lainnya harus menggunakan penalaran dan pemahaman Bahasa Indonesia. Hal ini dicontohkan dalam kasus alih bahasa untuk sastra Bahasa Indonesia yang tergolong sangat sulit, seperti pantun dan puisi. Dalam setiap kalimat atau 125
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 baris dalam pantun memuat artian dan fungsi tersendiri, apakah baris itu adalah sampiran ataukah merupakan sebuah isi. Penu- lisan pantun itu sendiripun membutuhkan suatu keahlian atau bakat khusus dalam pemilihan kata, apalagi bila ingin menerje- mahkan pantun kedalam Bahasa Inggris. Terlebih lagi untuk puisi yang umumnya ditambahi atau disusun dengan kalimat konotatif dan menjunjung tinggi estetika atau keindahan bahasa yang digu- nakan. Akan sulit memilih kata atau penjelas yang tepat untuk menguraikan arti dari tiap kalimat dalam pantun dan puisi Indo- nesia ke Bahasa Inggris. 2. Tidak Ada Penanda Waktu Dalam Bahasa Indonesia tidak diketahui atau dibedakan da- lam penanda waktu dalam suatu kalimat. Hal ini sangat kontras perbedaannya bila dibandingkan dengan bahasa asing seperti Ba- hasa Inggris, Jerman dan Belanda. Bahasa asing dari daratan Ero- pa ini dalam struktur kalimatnya jelas dalam penandaan waktu, misal untuk Bahasa Inggris yang dijadikan sebagai bahasa Inter- nasional. Dalam penulisan kalimat, digunakan kata bantu atau predikat yang dapat menunjukkan kapan peristiwa terjadi, apa- kah sudah lampau, sedang terjadi, atau yang akan mendatang. Sebagai contoh, I am here yang berarti saya sekarang berada di sini. Dalam kalimat tersebut terdapat kata bantu “am” yang tergo- long “to be” yang arti “am” adalah menunjukkan subjek saya dan peristiwa itu sedang terjadi sekarang, bahwa saya ada di ruang tersebut saat ini. Contoh pembedanya adalah I was sleeping yang berarti tadi saya sedang tidur. Kalimat tersebut mengguna- kan “to be” jenis lampau dari “am” yaitu “was” yang berfungsi sebagai kata yang menunjukkan bahwa kejadian atau peristiwa terjadi di masa lampau. Banyak sekali pembeda struktur pembeda waktu dalam Ba- hasa Indonesia dengan Bahasa Inggris. Berikut contoh kalimat pernyataan dalam Bahasa Indonesia; Agenda utama Timnas Indo- nesia adalah lolos kualifikasi Piala Dunia. Dalam contoh kalimat 126
Langit Merah tidak terdapat suatu struktur yang menandakan waktu yang ada dalam kalimat tersebut. Dalam konteks kalimat di atas, tidak ada keterangan kapan Timnas Indonesia akan berjuang untuk lolos kualifikasi Piala Dunia, apakah itu sudah terjadi, sedang terjadi, sedang terjadi dan saat ini masih berlangsung ataupun belum berlangsung (akan berlangsung). Hal inilah yang membedakan penanda waktu dalam Bahasa Indonesia yang kadang tidak men- cantumkan penanda waktu, sehingga berpotensi membingung- kan pembaca. 3. Adanya Pembelajaran yang Bersifat Apresiatif Dalam mempelajari Bahasa Indonesia, akan sering ditemui soal-soal yang membutuhkan apresiasi penjawab soal. Dalam me- ngerjakan soal jenis ini, penjawab harus membaca dengan teliti tiap dengan detail dalam soal, selain itu juga dibutuhkan pena- laran, logika dan latihan soal serupa. Hal ini dikarenakan adanya unsur subjektifitas pembuat soal dan dalam konteks ini, akan ba- nyak ditemukan jawaban beragam yang disebabkan oleh apresiasi masing-masing penjawab soal. Sesuai dengan sifatnya yang apre- siatif maka pembelajaran ini akan memicu atau membutuhkan apresiasi dari tiap penjawab soal yang dimungkinkan menjawab dengan berbagai jawaban yang berbeda. Perbedaan ini wajar, ka- rena setiap manusia akan berekspresi atau ber apresiasi sendiri sesuai dengan kemauan dirinya. Subjektifitas dalam pembelajaran apresiatif menjadi kendala besar bagi orang yang ingin belajar Bahasa Indonesia. Adanya subjektifitas akan membunuh setiap jawaban atau apresiasi setiap penjawab yang berbeda dengan jawaban pembuat soal, yang me- mungkinkan pembuat soal dapat “menyalahkan” jawaban yang tidak sesuai dengan keinginannya. Akan tetapi bagi pecinta Ba- hasa Indonesia, pembelajaran ini akan menjadi sesuatu yang me- narik dan akan menjadi tantangan tersendiri. Orang yang ingin mempelajari butuh banyak membaca agar menambah wawasan, pemahaman akan konsep-konsep dan mengasah logika berpikir. 127
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 Selain itu, banyaknya latihan soal juga dapat menambah kemam- puan pelajar dalam menghadapi pembelajaran yang bersifat apre- siatif ini. 4. Imbuhan yang Mampu Mengubah Arti Kata Dalam Bahasa Indonesia, imbuhan mempunyai peran besar dan mempunyai kekuatan untuk mengubah arti suatu kata. Un- tuk mempelajari imbuhan, dibutuhkan penalaran dan kemampu- an membaca yang cukup dengan tujuan mengetahui arti maupun memberi imbuhan yang tepat. Imbuhan dapat mengubah arti dua kata yang sama arti (sinonim) menjadi berbeda arti, contoh : kata benar adalah sinonim dari betul. Apabila kedua kata ini diberi imbuhan ke-an, maka akan benar menjadi kebenaran yang berarti fakta sesuatu yang benar. Kata betul bila ditambahi imbuhan ke- an menjadi kebetulan yang berarti tidak disengaja atau tidak di- duga. Imbuhan juga dapat mengubah dua kata yang berbeda arti, setelah diberi imbuhan akan memiliki arti yang mirip, sebagai contoh: kata nikmat dan cicip. Kata nikmat yang merupakan kata nonverbal (bukan kata kerja), sedang kata cicip adalah kata kerja yang berarti mencoba (makanan). Apabila kedua kata diberi im- buhan di-i, maka kata nikmat menjadi dinikmati dan kata cicip menjadi dicicipi. Dinikmati berarti menikmati atau mencoba (makanan), yang mirip artinya dengan dicicipi. Contoh lain yang mewakili dua kata berbeda, diberi imbuhan maka artinya akan mirip adalah kata hebat dan mampu. Kata hebat berarti ahli atau sudah menguasai suatu hal tersebut, sedangkan kata mampu ber- arti dapat melakukan saja. Bila kedua kata diberi imbuhan ke-an, maka kata hebat menjadi kehebatan dan mampu menjadi kemam- puan. Kata kehebatan dan kemampuan memiliki arti yang mirip yaitu keadaan dimana seseorang dapat melakukan sesuatu de- ngan apa yang dia miliki atau dengan usahanya. Beberapa contoh telah menjadi bukti bahwasanya Bahasa Indonesia memang berbeda dari Bahasa Inggris dan bahasa asing 128
Langit Merah lainnya, hal inilah yang menjadikan belajar Bahasa Indonesia lebih menarik. Akan tetapi, tidak semua warga Indonesia belajar dan memahami betul Bahasa Indonesia. Berikut fakta penerapan dan penyimpangan dari pembelajaran dan penggunaan Bahasa Indonesia. C. Fakta dan Penyimpangan Penggunaan Bahasa Indonesia 1. Penggunaan Bahasa SMS Ketika kita mendapat SMS (Short Message System) atau pe- san singkat dari teman, saudara, maupun orang lain tidak jarang kita temui bahasa dengan penuh singkatan dan menggunakan tulisan yang tidak umum. Misal saja, menambah angka untuk menyatakan sesuatu, seperti tempat menjadi t4, setuju menjadi s7, ramadhan menjadi ra5dhan. Padahal dalam bahasa Indonesia, setiap kata akan mempunyai arti dan fungsi tersendiri dalam se- buah kalimat. Terlebih lagi apabila ada pengurangan huruf atau mempersingkat kata, seperti buku menjadi bk padahal tulisan “bk” akan menjadi multitafsir apabila penerima pesan tidak me- ngetahui konteks kalimatnya. Contoh lainnya, buat menjadi bwt, sudah menjadi sdh, kabar menjadi kbr. Hal ini tentunya akan sangat membingungkan dan ini tentu saja tidak sesuai kaidah bahasa Indonesia dan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) yang berlaku. Beberapa cara atau modifikasi penulisan bahasa SMS ini sa- ngat meresahkan, contoh dari pelanggaran ketata bahasaan adalah menggunakan singkatan dengan bahasa asing. Contohnya sedang di jalan menjadi OTW (on the way), karena menjadi CZ (dari kata cause), dan sebagainya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Beberapa contoh di atas dapat menjadi gambaran bahwasanya pemuda sekarang lebih memilih sesuatu hal yang instan dan tidak memikirkan aspek perjuangan pahlawan dahulu ketika Sumpah Pemuda. 129
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 2. Bahasa Indonesia Dinomor-Duakan Pada zaman modern dimana arus informasi datang tak ter- bendung seperti saat ini mengalir juga informasi tentang bahasa asing yang ternyata lebih disukai. Penggunaan bahasa Indonesia pun kini seakan dinomor duakan oleh pemuda. Hal ini juga di- dukung fakta bahwa ketika memasuki bangku perkuliahan, buku yang digunakan sebagai bahan skripsi sebagian adalah bahasa asing (mayoritas Inggris). Selain itu, bila ingin melanjutkan kuliah profesi atau Master (S2), sumber yang digunakan mayoritas adalah buku berbahasa asing. Sehingga tuntutan akan bahasa asing ini dapat menggeser posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu. Pengaruh arus informasi di dunia maya yang tak terbatas ruang dan jarak juga menjadi salah satu pemicu arus informasi. Apabila kita ingin mengetahui berita atau hanya sekedar ingin bercakap dengan orang asing (luar negeri), maka bahasa yang digunakan adalah bahasa asing (basanya Inggris). Terlebih lagi ketika akan menggunakan layanan internet seperti software, je- jaring sosial, dan game sekalipun, biasanya bahasa yang diguna- kan adalah bahasa asing. Dari tuntutan keadaan itu, seakan mem- bunuh karakter bangsa itu sendiri dengan tidak menggunakan bahasa Indonesia dan malah mempelajari (mendalami) bahasa asing. Hal ini berdampak pada turunnya nilai UN di kalangan pelajar. 3. Nilai UN Bahasa Indonesia Terendah Apabila kita membuka wacana tentang penurunan nilai UN untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, mungkin kita tidak per- caya atau merasa kaget akan hal itu. Tetapi bukan tidak mungkin apabila terjadi penurunan nilai UN Bahasa Indonesia. Data dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) tahun 2011 menunjukkan nilai akhir Bahasa Indonesia mencapai angka mini- mum 0.8 yang menduduki peringkat terbawah seperti matematika dibandingkan dengan Bahasa Inggris dan IPA. Selanjutnya untuk rata-rata nilai UN Bahasa Indonesia pada tingkat SMP adalah 7.49 yang merupakan rerata nilai terendah disusul Matematika 130
Langit Merah dengan rerata 7.50, IPA 7.60 dan Bahasa Inggris 7.65. data statistik dari Kemendiknas ini menjadi bukti konkret bahwasanya pemuda Indonesia saat ini menganggap remeh dan lengah dalam mempe- lajari bahasanya sendiri. Hal ini diperparah dengan rerata Bahasa Inggris yang bukan menjadi bahasa ibu, menempati rerata terbaik nomor satu di antara mata pelajaran dalam UN. Dari data Kemendiknas juga didapatkan sekitar 1.786 siswa SMA sederajat tidak lulus UN karena nilai Bahasa Indonesia di bawah 4.00. Padahal apabila dilihat dari pola hidup para pemuda, mereka menggunakan Bahasa Indonesia dalam percakapan se- hari-hari, tapi bagaimana bisa Bahasa Indonesia menjadi peng- hambat mereka untuk lulus UN. Hal ini serasa membingungkan, karena mereka menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari tetapi nilai Bahasa Indonesia malah di bawah standar. Sedangkan Bahasa Inggris yang belum tentu mereka ucapkan da- lam kehidupan sehari-hari dalam konteks ini mereka mendapat- kan nilai yang tinggi. Berdasarkan masalah dan fakta di atas, kita dapat mengambil inti bahwasanya struktur Bahasa Indonesia memang berbeda de- ngan bahasa asing. Bahasa Indonesia memiliki karakteristik ter- sendiri yang khas dan kadang dapat membingungkan orang yang mempelajari. Akan tetapi, pelajar Negara Indonesia harus bersatu dalam pelestarian Bahasa Indonesia dan menjadikan Bahasa Indo- nesia sebagai prioritas utama dalam mempelajari suatu bahasa. Bersama membangun Negeri Indonesia yang maju dan mencintai Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. D. Penutup Bangsa Indonesia nampaknya belum dapat mempraktikkan peribahasa “Kacang lupa akan kulitnya”. Sebagai warga Indonesia hendaknya kita lebih mementingkan hal yang bersifat kenegaraan dan memupuk rasa nasionalisme. Sehingga dalam mempelajari Bahasa Indonesia, warga Indonesia akan lebih bersungguh-sung- guh. Bahasa Indonesia memang sulit untuk dipahami dan dipe- 131
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 lajari, tapi merupakan sebuah kewajiban bagi kita penerus bangsa Indonesia ini untuk mempelajarinya. Bangsa luarpun mengang- gap Bahasa Indonesia adalah bahasa yang sangat sulit, tetapi seba- gai bahasa ibu, Bahasa Indonesia adalah sebuah bahasa wajib dan harus dilestarikan. Selain itu, bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan Indonesia, sebuah bahasa yang dapat mempersatukan seluruh Bangsa Indonesia. Mengetahui fakta-fakta penerapan Sumpah Pemuda khusus- nya pernyataan ketiga tentang Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang di era globalisasi ini seperti tidak dianggap dan dikesampingkan kita merasa miris. Solusi yang sebaiknya dilaku- kan untuk membuat perubahan besar di bumi Indonesia ini, khu- susnya bagi pelestarian Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut. 1. Jadikanlah Bahasa Indonesia menjadi bahasa utama dalam kehidupan sehari-hari dan dalam interaksi dengan orang lain. Tanamkan juga bahwa Bahasa Indonesia adalah milik Indonesia yang menjadi alat pemersatu bangsa Indonesia, agar pemahaman tersebut meningkat, perlu juga membaca sejarah tentang Bahasa Indonesia. Supaya kita mengerti dan merasakan atmosfer perjuangan pendahulu yang mengor- bankan semuanya demi sebuah kemerdekaan dan persatuan. 2. Tanamkan rasa cinta tanah air, cinta terhadap Bahasa na- sional, Bahasa Indonesia. Sekaligus memupuk ketekunan da- lam mempelajari Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia me- mang merupakan masalah yang sulit, akan terasa lebih sulit bila kita tidak terus mempelajarinya. Seperti peribahasa “Punggung lading, bila diasah terus menerus lama-lama tajam juga”. 3. Tanamkan pada diri sendiri bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu seluruh Indonesia yang terdiri dari ra- tusan suku adat. Bahasa Indonesia tidak terbatas oleh jarak antar pulau di Indonesia. Bahasa Indonesia bukanlah meru- pakan batas antar perbedaan yang ada, tetapi Bahasa Indo- nesia adalah penghubung seluruh perbedaan dan seluruh 132
Langit Merah rakyat yang ada di Indonesia maupun yang berada di luar negeri. Bersatu membangun bangsa, demi kemajuan Indo- nesia di era global. Biodata Penulis Izzuddien sobri bersekolah di SMA Negeri 2 Bantul kelas XII IPA 1. Alamat rumah di Bejen RT 03, Bantul. Nomor Hp 08564356 0059, Sur-el (E-mail): [email protected], facebook: izzuddien sobri al-qassam 133
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 TAWA CILIK YANG TERABAIKAN Beta Krisnanovita 1. Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Dalam satu pulau terdapat berbagai daerah yang memiliki ciri khas kebudayaannya masing-masing. Ini membuktikan bah- wa Indonesia memang memiliki berjuta-juta kebudayaan. Hal ini dapat memperkaya Indonesia sebagai negara yang memiliki suku bangsa yang banyak pula. Menurut http://duniabaca.com, Bu- daya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimi- liki bersama oleh sebuah kelompok orang serta diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Lingkup budaya sangatlah luas. Karena budaya juga meru- pakan kesatuan dari berbagai unsur seperti karya seni, sastra hing- ga politik. Budaya merupakan suatu hal yang harus dijaga agar tidak luntur karena termakan oleh zaman. Negara yang baik, ada- lah negara yang dapat menjaga kebudayaanya. Sehingga budaya yang telah ada sejak zaman nenek moyang dapat terus dijaga, dilestarikan dan bahkan dipelajari secara turun-temurun. Kebuda- yaan merupakan hasil dari suatu penciptaan manusia yang telah ada sejak zaman dahulu. Negara Indonesia yang memiliki banyak suku bangsa dan budaya sudah sewajarnya untuk dapat menjaga 134
Langit Merah budayanya agar para generasi muda dapat merasakan budaya yang sejak dulu ada di Indonesia. Globalisasi dan modernisasi sudah membawa berbagai dam- pak bagi bangsa Indonesia khususnya bagi masyarakat luas. Me- nurut http://www.crayonpedia.org, Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut in- formasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronik. Se- dangkan Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Globalisasi dan modernisasi merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya karena dampak positif dari adanya kedua hal tersebut sangat terasa. Karena hal itu juga, Indo- nesia tidak menjadi negara yang tertutup dan buta akan kemajuan tekhnologi. Akibat positif dari kedua hal tadi juga sangat terlihat di zaman seperti sekarang ini. Berbagai kemajuan teknologi telah berkembang dengan sangat cepat di tengah-tengah masyarakat. Namun, selain adanya dampak positif itu globalisasi dan mo- dernisasi juga memiliki dampak negatif. Sudah begitu terasa di tengah-tengah masyarakat baik dampak positif maupun negatif- nya. Dampak itu juga berpengaruh bagi kebudayaan bangsa Indo- nesia. Baik secara sadar maupun tidak, dampak negatif dari glo- balisasi dan modernisasi ini telah merambah dan mengikis kebuda- yaan Indonesia yang seharusnya generasi muda dapat secara bang- ga berupaya untuk menjaganya. Namun, banyak dari kalangan muda yang menganggapnya berbeda. Secara perlahan-lahan bu- daya barat yang terbawa dari adanya globalisasi dan modernisasi mulai mengikis budaya Indonesia. Tren dan gaya hidup yang ter- lalu condong ke budaya barat terkadang tidak sesuai dengan buda- ya dan norma yang ada di budaya kita yaitu Indonesia. Namun, masih banyak masyarakat yang memandang budaya Indonesia de- ngan sebelah mata. Anggapan salah itu membuat paradigma ma- syarakat tentang budaya kian hari kian meluntur. Banyak dari ma- syarakat Indonesia yang bersikap lupa dengan budayanya. 135
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 Kebudayaan Indonesia sudah selayaknya dijaga oleh rakyat Indonesia sendiri karena jika bukan rakyat indonesia yang menja- ganya lalu siapa yang akan menjaganya? Namun, sikap rakyat Indonesia yang senang ‘pikir nanti’ sering membuat kita sebagai bangsa Indonesia kecolongan kebudayaan sendiri. Berbagai kasus tentang hilangnya budaya Indonesia telah tersebar hingga penjuru daerah. Rakyat Indonesia seakan amnesia dengan budayanya sendiri terlihat saat kasus beberapa kebudayaan Indonesia yang dicuri oleh negara lain barulah Indonesia menggembor-gembor- kan masalah itu. Kenapa baru sekarang? Seharusnya jika memang mengaku ingin melestarikan dan menjaga budaya hal seperti itu sudah harus dilakukan sebelum ada kasus seperti itu. Pelajaran seperti itu perlu karena memang Indonesia yang memiliki banyak kebudayaan juga berkemungkinan besar untuk budayanya dicuri jika tidak ada upaya melestarikan budaya yang dimulai dari se- karang. Itulah latar belakang dari penulisan essai ini. 2. Pudarnya Gerak Indonesia Budaya menyangkut berbagai aspek kehidupan salah satu- nya yaitu seni atau kesenian. Berbagai kesenian daerah ada di Indonesia negara dengan beribu budaya. Mulai dari lagu-lagu daerah mulai dari Apuse yang berasal dari Papua hingga lagu Sinanggar Tulo berasal yang berasal dari daerah provinsi Suma- tera Utara. Berbagai lagu daerah memiliki ciri khas yang juga men- cerminkan daerahnya sendiri. Dari sekian banyak lagu yang ada, tidak semua rakyat Indonesia tahu dan bahkan hafal satu dian- taranya. Mereka terlalu sering mendengar apa yang sering diputar di media-media baik di televisi maupun radio. Jarang remaja seka- rang yang bisa menyanyikan lagu daerahnya sendiri padahal ia lahir dan tinggal lama di daerah itu. Namun, jika ditanya tentang lagu-lagu yang populer sekarang pastilah mereka lebih bisa men- jawab lagu populer karena memang lagu populer saat ini sangat tren di kalangan remaja. Jangankan remaja, anak-anak dan orangtua pun terkadang tidak tahu lagu daerahnya sendiri tetapi 136
Langit Merah lebih tahu dan hafal lagu-lagu populer. Kurangnya sosialisasi la- gu-lagu daerah di media masa merupakan satu hal yang dapat memicu berkurangnya rakyat Indonesia yang tidak mengetahui lagu-lagu di daerahnya sendiri. Bukan hanya lagu, tarian daerah juga kini mulai tergusur dengan adanya tarian barat seperti dance dan hiphop. Menurut http://www.blogster.com, Tari sering disebut juga beksa, kata bek- sa berarti ambeg dan esa, kata tersebut mempunyai maksud dan pengertian bahwa orang yang akan menari haruslah benar-benar menuju satu tujuan, yaitu menyatu jiwanya dengan pengungkap- an wujud gerak yang luluh. Tari dibedakan menjadi klasik, tradi- sional dan garapan baru. Aliran barat yang mulai merambah ke negeri ini membuat banyak tarian daerah yang terkikis oleh jaman. Mulai sedikit orang-orang Indonesia yang mau mempelajari tari- an daerah agar kebudayaan Indonesia tidak akan hilang. Padahal, banyak turis asing yang datang ke Indonesia khusus untuk mem- pelajari tarian daerah Indonesia. Tarian daerah terkesan kono dan ketinggalan zaman di banyak mata. Mereka lebih berpendapat bahwa tarian modern seperti dance lebih gaul. Dan alasan klasik yang mereka tawarkan karena tarian tradisional itu sulit padahal saat ini tarian tradisional sudah ada yang digubah dan dibuat kreasi gerakan baru yang tidak menghilangkan unsur sentuhan dari tari tradisional. Meski demikian, para generasi muda kian hari kian sulit untuk belajar menari khususnya tari tradisional. Beberapa sekolah telah memasukan seni tari kedalam mata pe- lajaran sekolahnya. Termasuk di SMA Negeri 1 Yogyakarta. Di sekolah ini, seni merupakan seni pilihan yang ada tiga macam yaitu seni musik, seni rupa dan seni tari. Para siswa diperkenan- kan untuk memilih sendiri seni yang mereka inginkan. Dan ter- nyata, siswa putri di sekolah ini banyak yang mengambil seni tari. Ini merupakan awal yang bagus untuk melestarikan budaya kesenian khususnya bagi generasi muda. Kebudayaan yang lain namun masih termasuk seni adalah alat musik daerah. Berbagai alat musik daerah di Indonesia mami- 137
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 liki bentuk dan bunyi yang beragam. Contohnya adalah angklung. Alat musik yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Angklung adalah alat musik tradisional Indonesia yang berasal dari daerah Jawa Barat atau biasanya disebut Sunda. Juga ada alat musik gamelan jawa yang dari namanya saja sudah terlihat bahwa alat musik ini berasal dari Pulau Jawa. Sedikit berbeda dengan gamelan Bali. Walaupun namanya sama, gamelan Bali lebih dominan dalam suara saronnya. Gamelan kini juga mulai terkikis zaman. Alat musik modern lebih dominan di Indonesia khususnya di pulau Jawa. Nama-nama dari alat musik gamelan saja tidak semua orang tahu apalagi memainkannya. Untuk me- lestarikan alat musik ini, di sekolah-sekolah sering diadakan eks- trakurikuler pelajaran seni gamelan yang biasanya disebut sebagai seni karawitan. Dengan diadakannya ekstrakulikuler atau pela- jaran seni tentang gamelan, diharapkan para generasi muda yang hampir melupakan salah satu kebudayaan yang sangat penting ini akan berkurang dan bahkan tidak ada generasi muda yang meninggalkan gamelan serta berusaha untuk bisa memainkannya agar kelak tidak ada orang Indonesia khususnya orang Jawa yang tidak dapat memainkan bahkan tidak tahu jenis dan bentuk game- lan jawa. hal ini juga berlaku untuk alat musik lain yang juga merupakan hasil dari kebudayaan dan patut untuk dijaga dan dilestarikan. 3. Senyuman Masa Kecil yang Hilang Selain seni, kebudayaan yang patut kita jaga adalah dolanan anak. Meski terdengar begitu sepele, dolanan anak merupakan suatu hasil kebudayaan yang juga mengandung nilai filosofis yang tinggi. Ada berbagai jenis dolanan anak yang dulu sering terlihat anak-anak yang sedang memanikannya. Namun seka- rang, hal itu makin sulit untuk ditemui. Anak-anak kini lebih memilih bermain di dalam rumah mereka dengan game online maupan menonton televisi yang menyuguhkan banyak tayangan menarik. Salah satu permainan anak atau dolanan anak yang 138
Langit Merah terkenal adalah ‘dakon’. Dakon adalah sebuah permainan yang dimainkan olah dua orang yang saling berhadapan dan menggu- nakan sebuah alat yang memiliki lubang-lubang sebagai tempat untuk menaruh biji sawo kecik. Kecik yang dibutuhkan dalam permainan dakon ada 98 buah. Masing-masing sisi dakon yang memiliki 7 buah lubang itu diisi 7 buah biji untuk masing-masing lubangnya. Jadi, masing- masing pemain memiliki 49 buah biji kecik yang siap dijalankan. Sedangkan lubang dibagian ujung (pojok) dakon dikosongkan untuk menampung sisa biji ketika permainan dijalankan. Lubang pada papan dakon berjumlah 16 buah. Masing-masing sisi papan dakon terdapat 7 buah lubang dan 2 buah lubang di masing-ma- sing pojokan/ujung papannya. (Desy prillian Gita, 2009). Dalam permainan dakon orang pertama yang harus main di- perkenankan untuk mengambil semua biji yang berada di salah satu lungan yang ada di depannya bukan di depan lawan lalu me- letakkan satu persatu ke dalam lubang sebelahnya searah jarum jam. Hal itu dilakukan hingga tidak ada biji di depannya. Jika hal itu terjadi berarti permainan dilempar ke lawan. Pemenangnya adalah dia yang mendapat biji terbanyak. Permainan ini memiliki filosofis yang tinggi. Menurut http://filsafat.kompasiana.com, per- mainan seperti dakon dapat merangsang menggunakan strategi. Anak harus pandai menentukan biji di lubang mana yang harus diambil terlebih dahulu, agar bisa mengumpulkan biji lebih banyak dari lawan. Selain permaianan dakon, salah satu permainan anak atau dolanan anak yanghampir pudar adalah gobak sodor. Istilah per- mainan Gobag sodor dikenal di daerah jawa tengah , sedangkan di daerah lain seperti galah lebih dikenal di Kepulauan Natuna, sementara di beberapa daerah Kepulauan Riau lainnya dikenal dengan nama galah panjang. gobak Sodor adalah sejenis per- mainan daerah dari Indonesia. Permainan ini adalah sebuah per- mainan grup yang terdiri dari dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3 - 5 orang. Aturan mainnya adalah mencegat lawan 139
Antologi Cerpen dan Esai Pemenang Lomba Tahun 2010-2011 agar tidak bisa lolos ke baris terakhir secara bolak-balik. Untuk menentukan siapa yang juara adalah seluruh anggota tim harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah ditentukan. (Cahyono, 2009) Permainan tradisional ini memang terasa sederhana namun, memiliki nilai-nilai positif yang baik disadari maupun tidak. Semua permaian tradisional atau dolanan anak, dapat dikerjakan oleh dua atau lebih orang. Jadi permainan tradisional tidak bisa dikerjakan oleh satu orang saja atau individual. Ini membuat sifat sosial anak dapat berkembang. Misal ada dua orang anak yaitu A dan B, anak A selalu bermain sendiri di rumahnya baik itu bermain game online maupun bermain suatu permainan yang hanya dapat dilakukan sendiri. Sedangkan anak kedua atau anak B bermain dengan ber- kelompok. Jika kedua anak itu diamati pola hidupnya maka akan terlihat bahwa anak yang bermain secara berkelompok atau ber- sama teman lebih dapat dengan mudah bersosialisasi daripada anak yang hanya bermain sendiri di rumah. Rasa sosialisasi yang tinggi perlu ditanamkan sejak kecil sehingga berkurangnya sikap orang-orang yang egois atau hanya ingin menang sendiri dan sikap yang mengutamakan kepentingan pribadi. Dolanan anak atau permainan tradisional memiliki banyak hal-hal positif yang dapat diambil namun perkembangan budaya yang terlalu berpengaruh besar bahkan over dapat membuat per- mainan ini tergusur secara perlahan di masyarakat. Saat ini saja, banyak para generasi muda yang tidak tahu bagaimana dan apa saja permainan tradisional yang berasal dari daerah itu. Padahal hampir di seluruh penjuru nusantara pasti memiliki permainan tradisional. Inilah salah satu bukti bahwa telah melunturnya nilai- nilai kebudayaan dari generasi muda yang merupakan para gene- rasi pengganti bangsa. Bukan hanya para generasi muda di kota- kota, para generasi muda di pedesaan juga kini jarang melakukan permainan ini. Banyak alasan mereka, mulai dari alasan klasik yaitu modernisasi yang melihat hidup lebih condong ke masyarakat individualis hingga alasan karena permainan itu ketinggalan ja- 140
Langit Merah man. Kemanjuan tekhnologi memang baik karena banyak dampak positif yang dapat kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Na- mun, sikap hidup individualisme yang terbawa itulah yang seha- rusnya kita jauhi karena dapat menimbulkan sikap egois dan ku- rangnya jiwa sosialisasi padahal kita tahu betapa pentingnya memiliki jiwa sosial itu. 4. Aku Tergeser Lidah Baru Salah satu kebudayaan yang patut untuk dilestarikan dan di- jaga adalah makanan tradisional. Nama makanan merupakan salah satu julukan bagi suatu daerah contohnya adalah Jogjakarta yang memiliki makan tradisionalnya yaitu gudeg Jogja yang terkenal hingga penjuru dunia. Sehingga Yogyakarta sering disebut sebagai kota gudeg. Selain Jogjakarta, masih banyak daerah-daerah yang mendapat julukan nama yang sama dengan nama makanan tra- disional khas yang ada di daerah itu. Meskipun terlihat sepele, namun makan tradisional juga merupakan warisan budaya yang harus kita jaga keberadaannya. Warisan budaya yang turun temu- run ini harus senantiasa dijaga agar tidak kalah dengan zaman. Untuk saat ini saja, banyak generasi muda yang lebih memilih makanan luar daripada makanan khas di daerahnya. Padahal jika bukan generasi muda yang mengjaganya lalu siapa yang harus menjaga dan melestarikan makanan tradisional? Jika Gudeg bukan lagi menjadi makanan khas daerah kota Yogyakarta berarti predikat Jogja sebagai kota gudeg akan menghilang secara perlahan-lahan. Padahal kata-kata ini juga merupakan kata yang tidak langsung berguna dalam mengajak pengunjung Jogja baik turis asing mau- pun turis domestik untuk mengunjungi kota Jogjakarta. Sebagai generasi muda, sudah sepantasnya untuk membanggakan ma-kan- an khas dari deerahnya sendiri. Menyukai masakan luar memang boleh karena lidah orang berbeda-beda namun tetap harus men- jaga masakan tradisional di derahnya sendiri. Jangan sampai tidak tahu makanan khas atau makanan tradisional di daerahnya sen- diri. 141
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302