Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore E-Book "PUISI IBUNDA"

E-Book "PUISI IBUNDA"

Published by SMK Negeri 1 Takengon, 2021-06-26 16:08:30

Description: E-Book ini berisi Top 100 Karya Puisi Terbaik dari Peserta Lomba Menulis Puisi Nasional dengan tema “Ibunda” yang diadakan oleh Catatan Pena.

Keywords: karya puisi,puisi terbaik,puisi nasional,catatan pena,puisi ibunda

Search

Read the Text Version

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Lingkup Hak Cipta Pasal 2 1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Peme- gang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 27 1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbua- tan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara mas- ing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait se- bagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana pen- jara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).



Antologi Cerpen Lomba Menulis Cerpen Nasional 2020 @catatanpenaofficial Penulis Abdul Rahman, Achmad Sudiyono Efendi, Adi Sujana, Afifah Riska Tiara Maulidina, Afriana Awdady. dkk Desain Cover: Dwi Prasetiyo Tata Letak: Dwi Prasetiyo Ukuran: xii, 277 hlm, Uk: 14 cm x 20 cm ISBN: 978-623-289-896-7 Cetakan Pertama: November 2021 Hak Cipta 2021, Pada Penulis Isi diluar tanggung jawab percetakan Copyright © 2021 by Catatan Pena Official All Rights Reserved Hak cipta dilindungi undang - undang Dilarang keras menerjemahkan memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. Diterbitkan oleh LovRInz Publishing CV. RinMedia Perum Banjarwangunan Blok E1 No. 1 Lobunta - Cirebon, Jawa Bara www.lovrinz.com 085933115757/083834453888

PRAKATA Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang te­ lah memberikan karunia dan rahmat-Nya kepada kita semua, sehingga te­lah berjalan lancar proses pembukuan karya berupa Top 100 Karya Puisi Terbaik dari Peserta Lomba Menulis Puisi Nasional dengan tema “Ibunda” yang diadakan oleh Catatan Pena. Kami juga sampaikan ba­ nyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan terli- bat dalam proses pembukuan karya ini, sehingga dapat terbit dan dite­ rima oleh para pembaca. Buku Top 100 Karya Puisi Terbaik ini kami buat sebagai persembahan khusus serta bentuk apresiasi kami kepada Pe- serta Lomba Menulis Puisi Nasional dengan tema “Ibunda” yang memili- ki semangat dan antusiasme yang tinggi dalam berkarya dan mengikuti lomba ini. Puisi adalah bentuk karya sastra yang terikat oleh irama, rima dan penyusun bait dan baris yang bahasanya terlihat indah dan penuh mak- na. Puisi terbagi menjadi dua yaitu puisi lama dan puisi modern. Puisi lama masih terikat dengan jumlah baris, bait ataupun rima (sajak). Puisi lama adalah pantun dan syair. Puisi modern tidak terikat pada bait, jum- lah baris, atau sajak dalam penulisannya, sehingga puisi modern disebut puisi bebas. Puisi mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dalam mengonsentrasikan kekuatan bahasa de­ ngan struktur fisik dan struktur batinnya. Puisi mengutamakan bunyi, bentuk dan juga makna yang disam- paikan yang mana makna sebagai bukti puisi baik jika terdapat makna yang mendalam dengan memadatkan segala unsur bahasa. Melalui pu­ isi kita dapat menyampaikan berbagai perasaan, doa, ide, gagasan atau bahkan curahan hati sekalipun. Oleh karena itu, Catatan Pena menga- jak kepada insan cendekia dan sastrawan, baik muda maupun para pro- fesional, untuk dapat mengungkapkan banyak pengalaman, perasaan, harapan, dan pikiran dalam sebuah puisi untuk diikutsertakan dalam Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 v

Lomba Menulis Puisi Nasional tema “Ibunda”. Para ibu selalu mempunyai tempat untuk menampung duka, lalu mengecupnya dan bangkit (Helvy Tiana Rosa). Alhamdulillah, Lomba Menulis Puisi Nasional dengan Tema “Ibunda” telah usai. Para peserta terbukti dapat mengeksplorasi perasaannya sesuai dengan pengala- mannya sendiri dalam sebuah karya Puisi untuk mengungkapkan bukti cinta kasihnya kepada sosok Ibunda, Perlu kami sampaikan bahwa dari karya yang masuk semuanya me­ rupakan karya terbaik dikarenakan dalam perlombaan harus ada pili- han pemenang, maka kami telah memilih sesuai dengan penilaian yang terbaik. Dalam proses penjurianpun kami melibatkan para seniman, sastrawan senior dan profesional untuk menjaga kualitas karya yang benar-benar terbaik dari yang terbaik. Semoga buku ini dapat menjadikan kita semakin terus semangat un- tuk berkarya. Tak Ada Gading yang Tak Retak, begitupula kami. Hanya Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa yang memiliki Kesempurnaan, begitu pula kami banyak kekurangan dalam segala hal. Oleh karena itu, kami sampaikan banyak permohonan maaf dari diri kami. Semoga buku ini dapat memberikan inspirasi kepada kita semua. Aamiin… aamiin… Purwokerto, 24 Maret 2021 Catatan Pena vi Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

DAFTAR ISI PRAKATA..................................................................................................... v DAFTAR ISI............................................................................................... vii 1. Asmaraloka..........................................................................................1 2. Adorasi Bunda.................................................................................... 4 3. Aku Dan Paradoks Ibuku................................................................... 5 4. Aku Menyebutmu Mama................................................................. 10 5. Anak Yang Berceloteh Pada Batu................................................... 11 6. Arnawama Kasih; Ibu...................................................................... 14 7. Belajar Mengeja Sejarah Ibu.......................................................... 16 8. Berat Bayar Lunas........................................................................... 19 9. Bunda Aku Mencintaimu.................................................................21 10. Bundaku, Perisaiku.......................................................................... 24 11. Bunda Sang Maheswari.................................................................. 26 12. Bunut................................................................................................. 28 13. Burung mendamba kidung............................................................. 31 14. Cahaya Cinta Dari Ibunda..............................................................33 15. Centong Nasi Emak.........................................................................36 16. Cerita Selesa Bentala......................................................................38 17. Daster Abu........................................................................................ 41 18. Di Atas Pusara..................................................................................45 19. Doa Puan Bersauh...........................................................................49 20. Dua Ratu Kalbu................................................................................ 51 21. Goresan Rindu Untuk Ibu................................................................53 22. Ibu......................................................................................................55 23. Ibu Dalam Deru................................................................................56 24. Ibu Jalanan.......................................................................................58 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 vii

25. Ibu Kita Petani..................................................................................59 26. Ibu Pahlawanku................................................................................60 27. Ibu Suri Teladanku........................................................................... 61 28. Ibu, Maafkan Aku.............................................................................64 29. Ibuku Memendam Mendung di dalam Doanya Sepanjang Tahun............................................................................................. 67 30. Ibuku Seorang Pendongeng yang Cengeng.................................. 73 31. Ibunda............................................................................................... 76 32. Ibunda, Tempatku Pulang...............................................................80 33. Ibundaku, Bidadari Terindah.......................................................... 82 34. Jendela Ibunda.................................................................................84 35. Jutaan Peduli Di Kepala Bunda......................................................86 36. Kasih Yang Renta.............................................................................88 37. Kata Pertama Dalam Kehidupan...................................................89 38. Kediaman Terakhir.......................................................................... 91 39. Kegiatan Mencuci Seorang Ibu...................................................... 92 40. Kehilangan Pertama........................................................................94 41. Kelahiran Paling Dalam................................................................... 97 42. Kepada Biyung.................................................................................99 43. Kepingan Hati untuk Mamak....................................................... 103 44. Kepingan Memori........................................................................... 106 45. Kisah Langit dan Bumi.................................................................. 108 46. Kisah-kasih Ibu di tungku abu...................................................... 112 47. Ksatria Dunia Akhirat....................................................................114 48. Kutukan Takdir Ibu dan Anak.......................................................116 49. Lahir dari Rahim Kotor Seorang Sundal.....................................118 50. Langit di Penuhi Do’a Ibu.............................................................. 124 51. Lembayung Senja............................................................................125 52. Membaca Ibu...................................................................................126 53. Mencuci Segumpal Darah Daging............................................... 128 viii Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

54. Menjadi Sepertimu.........................................................................132 55. Menyusuri Rindu Sungai Batang Anai.........................................137 56. Merindukan Sang Surya............................................................... 140 57. Meruwat Jalan Kemanunggalan.................................................. 142 58. Musim Ibu....................................................................................... 144 59. Naskah, Aku, Ibu............................................................................ 145 60. Nisan Tanpa Tulisan........................................................................147 61. Nyanyian di Sepertiga Malam.. .................................................... 148 62. Pantaskah........................................................................................151 63. Peluk-Simpuhku Untukmu, Malaikatku...................................... 153 64. Pembawa Bakul Itu Bernama Ibu................................................ 155 65. Pendaratan yang Miring................................................................157 66. Penghargaan Terbaik Untuk Ibu.................................................. 160 67. Perempuan Bernama Ibu...............................................................161 68. Perempuan Subuh.......................................................................... 163 69. Perempuan yang Mengajari Bagaimana Caranya Memaknai Kesedihan........................................................................................ 165 70. Pergi Tanpa Pesan.......................................................................... 169 71. Perjamuan Di Ujung Sepi.............................................................. 170 72. Perjuangan Bunda Untuk Beta.....................................................174 73. Pesta Kekalahan............................................................................. 180 74. Piatu................................................................................................ 187 75. Rekayasa Ibu.................................................................................. 188 76. Rintihan Jejak..................................................................................191 77. Riwayat Ibu Yang Malang............................................................. 193 78. Samahita Nestapa......................................................................... 198 79. Sambel Terasi Ibu........................................................................... 201 80. Sambutan Malam Sang Kayu Abadi...........................................203 81. Sanubariku.....................................................................................206 82. Sepasang Tempayan......................................................................208 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 ix

83. Sepatu Kulit.................................................................................... 210 84. Sesuap Biryani Ibu..........................................................................212 85. Suar Penerang.................................................................................213 86. Suara dari Sang Buah Hati............................................................216 87. Surga (Tak) Mungkin Nestapa......................................................219 88. Tangan Kayu Bagai Besi................................................................ 225 89. Tangisan Ibu................................................................................... 227 90. Tangisan Ibu Sang Koruptor......................................................... 229 91. Tawassul Keibuan...........................................................................230 92. Tembang Sedu Duka...................................................................... 232 93. Tentang Wanita itu........................................................................235 94. Tepat di Sisi..................................................................................... 237 95. Untuk Yang Tersimpan Dibawah Telapak Kaki..........................239 96. Untukmu, Surgaku........................................................................ 241 97. Wajah Ibu........................................................................................244 98. Wonderwoman...............................................................................246 99. Yang Kurindu..................................................................................248 100. Yang Tak Pernah Selesai Memberi Cinta....................................251 PROFIL.................................................................................................... 253 x Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

ASMARALOKA Oleh Benedictus Andika Tanduk kehidupan semakin tajam Sesat tak menemukan jalan Air mata mengalir di detik malam Kabut menutupi pandangan Terkadang jiwa putus asa Terkadang raga tak berdaya Diri ini merasa hampa Perasaan dibungkam oleh suara Ditengah kesedihan, ditengah kepurukan Datang manusia biasa berhati besar Berparas cantik nan rupawan Penuh kasih dan penyabar Dia cantik seperti bidadari Anggun seperti putri Ajaib seperti peri Tegas layaknya permaisuri Ibu.. Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 1

Jiwa malaikat, raga manusia Cintanya seperti mata air Kasihnya tak akan berakhir Tampangnya antagonis Hanya menimbulkan onar Kenyatannya protagonis Melawan yang tak benar Celotehannya membuat kesal Amarahnya menuntut untuk berakhlak Namun itu masuk akal Tak ada yang bisa mengelak Semakin hari semakin tua Badan terlihat lunglai Kegigihannya tak menua Cintanya tak akan lalai Kesedihan tak ditampakkan Kebahagiaan diperlihatkan Cinta yang dibagikan Kasih yang diberikan 2 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

Hari dipenuhi asmara Hidup dengan cinta Bernapas dengan kasihnya Menyayangi tanpa batasnya Bisikan batin efektif Firasat selalu aktif Dugaan yang impresif Pandangan intelektif Puluhan tombak tak menghalangi Ratusan pisau tak tersakiti Seribu panah di hadapi Jutaan perisai melindungi Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 3

ADORASI BUNDA Oleh Inashofy Hibuk kala fajar menjelang Hingga senja menghilang Menguras raga walau janin meringkuk dalam rahim Lantas tak jadi beban, tetap berserah Pada Al-Khaliq yang maha Rohim Janin makin hari makin bertumbuh Cabuh menabuh camping dalam tubuh Bunda tetap tersenyum tanpa sedetikpun mengeluh Bersimpuh penuh…dalam do’a menyeluruh Tiba saatnya penentuan bulan menggertak Dimana puluhan tulang Bunda terpatahkan serentak Tak terbayang betapa sakit dan sesak Berperang melawan maras dalam tengak Mempertaruhkan nyawa demi bakal insan Yang disebut “Anak” Kini…anak itu telah lahir Adorasi bunda tak tertehenti bagai indurasmi Memupuk widya dan budi pekerti Jadi inang panutan yang penuh cinta kasih Sukabumi,12Januari2021 4 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

Aku Dan Paradoks Ibuku Oleh Vikansia Saputri Anggraeni dari kecil aku suka berkaca melihat pantulan diriku dengan setiap detailnya kamu di dalam sana menirukan semua kamu di dalam sana begitu nyata dan fana kamu di dalam sana, membantuku melihat diriku yang sebenarnya seiring aku beranjak dewasa aku benci mematut diri di depan lapisan kaca yang memantul dari segala sisi karena di ujung sana dan sini yang ada hanya rasa benci jadi aku berhenti, menutupi cermin dengan sehelai kain di atas lemari tapi kamu tahu, apa yang menjadi ironi? aku masih bisa melihat diriku setengah mati sejelas darah merah di ujung belati dalam pantulan ibuku yang senyata ilusi ibuku jarang menangis, jarang juga mengucap kata manis tiap pagi sudah sibuk memerankan tokoh protagonis memastikan anaknya memakai seragam dengan dasi yang simetris sebentar kemudian memuntahkan ayat-ayat dogmatis sebelum melepas kami pergi untuk bertemu kembali nanti, jika hujan sudah tidak gerimis Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 5

sedikit aku tahu kalau ritual protagonisnya akan membuatku rutin menangis di kemudian hari, menyaksikan hidupku hancur pada masa quarter life-crisis aku membunuh satu persatu bagian diriku karena kesalahan masa lalu ibuku yang menuntutku untuk menjadi ini itu yang menutup mataku dari segala hal yang mereka anggap tabu katanya kamu harus mengikuti perkataan orang tuamu agar selamat dalam bertumbuh dan berbahagia di lain waktu katanya kamu berhutang budi untuk membantu katanya ini, katanya itu, kamu bingung mana yang harus dicari tahu sampai kamu lupa akan jati dirimu di hari sabtu dan mati di hari minggu aku membenci ibuku untuk itu tapi kamu tahu apa yang lucu? toh ternyata aku tumbuh besar seperti itu persis meniru ibuku dengan segala trauma masa kecilnya yang tak dia sadari bertahun lalu yang berusaha dia lupakan karena ibunya juga tak peduli akan hal yang katanya tabu yang kemudian berulang dan menciptakan pola berbahaya di dalam di- riku 6 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

sampai terlambat aku menyadari, lukanya kini menjadi tanggung jawab- ku namun sayang, kamu tahu tak peduli seberapa besar aku mencoba untuk membuka diri, tulisanku ini tidak akan pernah mendapat atensi karena kalian bilang ini tabu, tidak akan pernah sesuai dengan cerita keluarga yang haus akan romantisme tak perlu dan pelan-pelan membungkam suara-suara sendu yang aku dan kamu utarakan diam-diam di sudut kamar kita yang ber- debu di sudut kamar kita yang katanya penuh akan kasih ibu jadi aku memilih untuk berdamai karena aku masih sayang ibuku karena dia, walaupun hatinya hancur dalam kepingan mengenaskan, meskipun pikirannya semrawut dalam trauma yang berkelindan, biarpun tangisannya memutus memori yang tak sempurna tertahan, ibuku tetap rela bangun lagi di keesokan hari pada jam lima lewat dela- pan dan memastikan hidupku tetap aman setidaknya dalam impian ibuku tetap kuat menyimpan segala kesedihan, tidak lantas membagin- ya dengan anaknya yang terkadang mengkhianati tanpa perasaan ibuku tetap bangun pagi dan berlagak seolah semalam tidak menangis sampai jam 3 pagi ibuku, ibu yang malang, tidak pernah memberi dirinya sendiri waktu un- Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 7

tuk berdamai dengan masa lalunya yang menyakitkan karena dia terlalu sibuk memikirkan masa depan bersama keluarga ke- cilnya yang kadang tak berkecukupan karena dia terlalu sibuk melupakan semua unsur dirinya yang dia benci begitu dalam karena perlahan dia juga sadar, lukaku adalah akibat dari lukanya dulu yang belum padam dan perlahan dia juga sadar, kalau aku sudah memilih untuk memaafkan dalam diam kini giliranku yang tersadar kalau kenyataan sekali lagi menamparku dan keluargaku yang gusar aku tumbuh besar mewarisi paradoks ibuku yang kasar yang dulu aku benci sampai membuat tanganku gemetar namun kini pelan-pelan aku rengkuh di penghujung fajar karena nyatanya dia membuatku belajar kalau hidup tidak selamanya seindah dalam novel dan film dalam layar terkadang kamu jatuh dan sekarat karena dihajar pada akhirnya kamu akan memilih untuk mati atau mencoba lagi, walau dengan hati yang memar maka aku harap tulisan ini tidak menjadi tabu lagi karena setelah sepuluh hari yang menyiksa diri, aku beranikan diri untuk menaruh kembali kain di atas lemari dan melihat diriku kembali di depan cermin yang memantulkan ilusi 8 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

akan diriku dan seluruh luka yang tak tampak oleh imaji namun terpatri kuat dalam bayang-bayang ibuku yang kini wajahnya berseri dan menyisakan ruang yang terlalu sempit untuk membenci kembali Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 9

Aku Menyebutmu Mama Oleh Melikheor Januar Rolys Blau Rambutmu air Laut Teberau yang menutupi barisan pasukan Firaun di dalam mulutmu sedangkan matamu kuil penyembahan berhala dekat sungai dimana orang-orang mulai menghianati Allah Pipimu terus berkerut di dalam kerasnya perumpamaan yang memberimu tanda-tanda akhir zaman dadamu terus menyusut menjadi padang gurun yang rata tempat nabi-nabi menyepi dan berpuasa Badanmu tanah tandus, padang gurun, dan tanah subur dari padang gurun yang panjang orang-orang dituntun sebuah garis dari perutmu ke bawah ke tanah terjanji Kau setitik tanah liat berharga dari jari tangan-Nya kedua kakimu terus membara membakar tentara-tentara Mesir 10 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

ANAK YANG BERCELOTEH PADA BATU Oleh Ahmad Mulyadi (1) Mak, kemarin dulu aku belajar agama aku jadi tahu bahwa surga begitu dekat tapi sayang, aku sudah terlambat. Mak, kemarin aku belajar bahasa tapi tidak kutemukan kata, dengan makna yang sama seperti Mak menutup mata. Mak, hari ini aku belajar angka nilaiku sempurna, semua bisa kuhitung! tapi, bukankah Mak tidak memintaku jadi sempurna? Mak hanya ingin aku jadi anak beruntung. Mak, besok aku akan belajar ilmu alam aku ingin tahu mengapa semesta berubah, Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 11

mengamuk dan membuat kita terpisah? Mak, lusa aku akan belajar ilmu sosial aku akan bertanya arti simpati dan empati, mengapa kita begitu sulit menerimanya? Mak, tulat aku akan belajar seni aku ingin menciptakan karya yang menghibur untuk menemani Mak yang sudah terbujur. Mak, tubin aku akan belajar bernegara akan kucari dan pahami pasal-pasal yang dapat menerangkan segalanya. semoga masih ada! (2) Mak, tiap hari aku belajar tapi langit berubah warna dan semua berubah makna aku tumbuh menjadi hijau yang tidak lagi dimaknai kesejukan orang-orang meninggikan langit kesombongannya di atas atap rumah kita mereka menggali-gali karunnya sendiri di lahan-lahan kita. 12 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

Mak, jika tidak mungkin kembali bolehkah aku yang datang tanpa perantara mimpi? bagaimana aku memulainya? atau aku harus mengakhirinya? Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 13

Arnawama Kasih; Ibu Oleh Hani Arifah Mata ibu berbinar Mendengar kabarku yang gagal Senyumnya tetap ada Walau sangat sulit dieja Yang Kulihat Ibu sangat berusaha Memahami bahwa gagal itu biasa Tangannya lembut membelaiku di bagian bawah mata Lalu ibu jarinya berkata, “Sudah, Nak… Tidak apa-apa.” Jari telunjuknya ikut bersuara, “Gagal itu milik semua manusia.” Telapak tangannya mendekap Meminta dengan sungguh-sungguh Supaya aku kembali tangguh Ke sekian kalinya; Gagalku kembali terulang Guratan di wajah ibu masih sama Tidak marah 14 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

Tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa Namun tidak sumringah Dan wajahnya sedikit memerah Ibu mengulangi hal yang sama Mengusap pipiku dengan tangannya Lalu ibu jari dan jari telunjuknya mengucap mantra Seperti sedia kala Kali ini jarinya tidak membelai bagian bawah mata Tapi tepat di bagian kepala Aku tidak lagi menangis Hanya sedikit kecewa Karena yang kuupayakan tidak berbuah manis Yang diucapkan ibu tetap sama Katanya, gagal itu biasa Arnawama bak kasih ibu Selalu luas, selalu tak terbatas Arnawama bak senyum ibu Selalu lugas, selalu ikhlas Arnawama; setengah ibu Jagad langit; setengah ibu Seisi dunia dan alam raya; Ibu Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 15

Belajar Mengeja Sejarah Ibu Oleh Jemi Ilham Sepi dan api menjadi-jadi menjalari rumputan gersang dedaunan gugur, patah reranting disapu lenting angin kering. Selembar foto hitam putih bagai api membakari diri merambati riwayat keluarga berwarna sepia mengantarkan pada banyak jalan juga kemungkinan. Pertanyaan-pertanyaan membenturi dinding dada gema bisu jawaban sepanjang perjalanan mengguratkan nama-nama ingin kueja sekali lagi sekali lagi Ibu. Masa lalu tak lagi bisa dikunjungi terpasak kaku batu-batu penanda mengeras bersama waktu 16 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

kenangan-kenangan pun ikut beku gambar-gambar peristiwa-peristiwa jalin menjalin bercerita. Banyak hal tak lagi kukenal semua luput menjelma lupa dan ingatan melumatnya satu-satu di persimpangan kutemukan kehilangan ada yang diam-diam raib dari pandangan dari genggaman dari ingatan. Selepas segala tuntas, Ibu aku berjalan pelan memunggungi kota sehabis menandai apa-apa yang pernah disinggahi aku pun berlalu. Tak seperti orang mati masa lalu, katamu Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 17

tak bisa diziarahi dan ditaburi bunga kau meminta tinggal sedang keinginanku yang bengal terus melaju ke laut biru yang kalut mengirimkan pilu. Dan di dermaga ada yang selalu menunggu gelombang yang masih sama sedari dahulu membawa asin garam juga aroma karatan lambung kapal yang limbung pulang ke peluk getir pesisir. Malam serupa malam sebelumnya tertahan jeda panjang antara mengenang dan melupakan meski begitu tetaplah menunggu Ibu. Bangka, 2021 18 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

Berat Bayar Lunas Oleh Alfinda Zahra Huwaida Saat ini tubuhku hangat dalam dekapan Dekapan seseorang yang sangat berarti dalam kehidupan Dia yang enggan pergi meninggalkan Buncah pikirannya ketika diriku dalam kesepian Pahit getirnya kehidupan terlihat jelas dalam setiap raut wajahnya Berlenggok bak pahlawan saat ku dalam seram Tak peduli akan kecemasan dalam dirinya Untuk aku, dia bertarung hingga tiba terbenam Bu, saat ini aku telah beranjak dewasa Masa yang ku damba sejak kanak Akan tersesat jika tanpa bimbingmu Namun diriku masih serakah dalam girang menikmati dewasaku Aku beban dalam hidupmu, Bu Aku manusia paling pengecut dan dungu Caci maki selalu ku hadiahkan untukmu Tetapi kata maaf sulit ku ucapkan karena ego sok pintarku Apakah engkau segan memaafkanku, Bu? Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 19

Bu, kelak saatnya aku diambil alih darimu Oleh seseorang yang mengaitkan hatinya padaku Dipaksa keadaan untuk bersama setiap waktu Menjadikanmu sedih bercampur haru Namun sayap hangatmu tak pernah bisa tergantikan oleh siapapun, Bu Aku mengerti, segalanya tak bisa abadi Tapi, bolehkah aku melakukan sesuatu? Sebelum masa larut dalam gelap Sebelum jerit penyesalan meluap Bu, aku ingin memberimu bangga seluas samudera Apapun aku lakukan demi senyummu Sebelum sang waktu merenggangkan kita Walau tak mungkin bisa membayar lunas kasihmu 20 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

Bunda Aku Mencintaimu Oleh Wanda Lestari /1/ Heningnya malam ditemani kunang-kunang, memberi cahaya remang-remang. Gelap gulitanya malam itu, dengan perasaan haru melamun sendu. Raganya terjaga dengan lelap. Menggeliat di balik ranjang yang cacat. Tenanglah sang raga, tak kan pernah berhenti ku bisikan cerita tentan- gnya. Cerita tentang kenangan indah hari ini, esok, lusa sekalipun. /2/ Jiwa yang akan selalu ada, jangan kau urai air mata. Tak kan ada derita, aku akan selalu bersamanya. Untuk wanita yang ku sebut bunda. Sajakku berhenti di depan namamu, enggan melanjutkan namun terlalu sulit untuk mengungkapkan. Langkah coretan aksara tentangmu, Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 21

tak akan bisa mendeskripsikan rasa sayangmu. /3/ Wanita separuh tua yang selalu di sisiku. Memberikan senyum yang selalu menyejukkanku. Kelembutan yang menghangatkanku. Kasih sayang yang melekat dihatiku. Asal kamu tahu saja, Hadirnya membuatku bahagia. Ingin rasa berkelana. Namun, tak tega ku tinggalkan dia di sana. /4/ Bunda adalah pelatihku. Bunda adalah pelindungku. Bunda adalah penjagaku. Bunda adalah wanita terhebat dalam hidupku. Tegurannya untuk kebaikanku. Marahnya untuk kekuatanku. Nasihatnya untuk kesuksesanku. Dekapannya sebagai penenang disaat kecewaku. 22 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

/5/ Dalam kesenyapan malam. Ku bersujud kepada Sang Pencipta. Tak henti ku panjatkan doa. Agar bunda selalu bahagia. Bunda. Kasihmu selembut sutra, sejernih lautan, seluas angkasa raya. Sayangmu tak akan pernah bisa diukur besarannya. Bunda aku mencintaimu. Magelang, 8 Januari 2021 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 23

BUNDAKU, PERISAIKU Oleh Wiwin Rohmawati, S.ST., M.Keb Kau sambut aku dengan lengan lembutmu Saat raga merengkuh patala dengan sempurna Hormon merubah raga tak menjadi dukamu Sembilan purnama kau kandung dengan bahagia Kala nastabala merekah berpayung biru Anila berlomba merasuk ke kalbu Oksitosin memuncak karena lahirku Tangisan merekah bersama sendu Seteguk ASI penenang tangisan Satu pelukan berjuta kehangatan Sehelai kasih berjuta kenangan Munajat doa pengiring kesusksesan Sokya terpancar bagaikan sinar penuh keharuan Awal kehidupan setelah bertempur penuh perjuangan Sakit munculkan ribuan air mata Kau kuat dan tak pernah terlihat menderita Setiap hari dan malammu, kau habiskan bersamaku 24 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

Tak jemu kau selalu mendampingiku Berkorban demi hati yang terjaga Bukti cinta tak sebanyak luka Kau sosok malaikat tanpa sayap Debar kerinduan yang selalu membuncah Mengobarkan deru kehidupan yang selalu tabah Menjadi muara ketabahan garba ibunda Doamu selalu menjadi perisaiku Tulusmu hingga menembus cakrawala biru Ku berjanji akan tunjukkan baktiku padamu Merawat dan membahagiakanmu hingga masa senjamu Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 25

BUNDA SANG MAHESWARI Oleh Hendra Gunawan Wahai engkaulah yang setara hamparan bumi dengan segala kandungan kekayaan Aroma nirwana tercipta dari napasmu lewat dedaunan bersama hembusan bayu diiringi aliran salsabila turun ke marcapada mengantarkan kerinduan Siti Hawa akan surga pinjakan bermula bersama Adam moyang manusia Wahai engkaulah yang menyejukan padang gersang dengan dekapan kasih sayang Air matamu melunakkan tanah tandus hingga tuntas benih tertanam terurus Duhai engkaulah yang melebihi sekadar sebutan ibu pertiwi sebab dukamu bukan mengenang emas intan atau simpanan kekayaan keduniawian namun laramu lebih kepada tergerusnya nurani insan dari peradaban Duhai engkaulah bunda sang maheswari 26 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

senantiasa setia menuntun jiwa-jiwa dahaga meniti jalan ke taman-taman nirwana Cimahi, Januari 2021 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 27

BUNUT Oleh Marjuki Ritonga Hanya nama untuk olokan Semprong jadi lentera kaki para jemaah awam Sahutan si katak dan si jangkrik bak penyair ternama Hingga atlas lupa titik peradabannya Dan tradisi sederhana membuat bibir tersipu manja Saat rembulan jadi saksi renjana Galih dan Ratna Berbatas paldu kayu, berbalut sarung, dan bertemankan siulan kabut malam Galih berbaur dengan alam sedang ratna rebah hangat dalam biliknya Berbisik lirih “Aku cinta padamu” Bunut, Panggung penuh akan teguhnya kalbu Saksi bisu langkah-langkah si mungil beralih jejak-jejak para dewasa Dalih pembentuk tangis dan tawa Dan bukti nyata sempat duduk berseragam putih merahnya Kerikil cadas kerakal adalah trayeknya Suket belukar ilalang tak menanggang tilikannya Sungai, lembah, jurang, sukar menyulutkan geloranya Demi ambisi ibuku mengecap butala satu tambah satu 28 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

Embun di pagi buta pertanda telapak kecil menjinjing jendela ilmu Terik matahari tersenyum menyaksikan peluh berselimut senda gurau Alam yang enggan menyayat tubuh sang pejuang waktu Serta senyuman mampu menipu gundahnya kehidupan Tapi sirna, berawal ketika uang berbicara, aku adalah keputusanmu, aku bukan lain sutradara adeganmu Dan Berujung pada filfasat menutur gamblang setiap wanita berujung pada batu tungku O bunut, Ibuku bagak akan jati dirinya berpangku kepolosan murni hawamu Olokan gagak akan mu tak menyulutkan api juang hidupnya pada kotak beratap debu dan bunyi klakson malam hari Duduk berseragam putih merah bersamamu menghadiahkan jahitan keringat bentuk Toga putra putrinya Dan filsafat gamblangmu jadi tolak takarnya “anakku tidak senasib de­ nganku” Ya bunut, Cerita pedalaman kecil ibuku Memori tangis tawa juang ibuku Nostalgia tumbuh kembang ibuku Semua ku susun dalam Album pembelajaran ku Menjadikan cermin jati diri kesederhanaanku Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 29

Membantuku paham taktik mengarungi arus gelombang kehidupan Membangun batu demi batu sukses kebahagiaan Dan membentuk insan yang tahu siapa dan berbuat apa 30 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

Burung mendamba kidung Oleh Sonyaasri Sayup-sayup kidung tumbuh dalam kepala Seketika malam meleburkan rucita Menanggalkan segala sayap yg telah menembus nabastala Sekarang sedang mengabiskan lelahnya Sudah semakin sembab mata kanan dan kiri Mengaliri duri tumbuh dalam diri Aku ingin pergi Menelusup malam menuju pagi Sayapku sudah lebih dulu kehilangan Aku seperti dalam keasingan Tapi masih saja berterbangan Padahal diri sudah tinggal badan Tanpa acuan Juga tanpa selimut lembut penuh kehangatan Aku ingin pulang kembali dalam pangkuan Menanti malam dengan kidung menentramkan.... Ibu bukankah surgamu indah sekali Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 31

Duniaku tanpamu bagai obor tanpa api Kau bukan lagi ibu kami Sungguh kau terang sekali bagai bidadari 32 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

Cahaya Cinta Dari Ibunda Oleh Yobi Aditias Seperti hangatnya susu yang kau suguhkan disetiap pagi Hangat cintamu selalu mengiringi di sepanjang langkah kaki Namun terkadang kubiarkan susu itu menjadi dingin Sedingin sikapku yang sering kali menyakiti Bagaikan lembutnya kain yang kau rajut Lembut kasihmu tenangkan badai di kepalaku Namun terkadang aku tidak melihatmu Walau kau berada tepat di depan mataku Tak sedikitpun aku menyadari Betapa terang kehidupan yang telah kau beri Walau ragamu telah teramat letih Namun cahayamu tak redup walau sedetik Kau telah meberikan segalanya Namun aku malah menutup mata Berlagak buta dalam menjalani kehidupan Tak berterimakasih atas apa yang kau berikan Lagi dan lagi, kau terus menyinari Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 33

Namun lagi dan lagi, aku selalu tak peduli Tak pernah aku meluangkan waktu Dan tak pernah aku memberikan senyum Seiring jarum yang terus berputar Cahayamu redup ditelan usia Saat itulah aku mulai tersadar Bahwa aku pernah memiliki surga Saat terang mulai menghilang Tersisa gelap yang dingin dan hampa Tak ada lagi kain yang hangat Tak ada lagi susu di kala pagi datang Bu, aku menyesal Pernah membuang surga yang kau berikan Berpaling dari kasih cinta yang tercurah Dan mengabaikan cahaya yang kau pancarkan Bu, apakah air mataku berarti Untuk mengganti seluruh letih Yang kau rasakan setiap hari Dalam menemani hidup ini 34 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

Bu, beristirahatlah Izinkan aku menghapus dosa Dengan waktu yang tersisa Giliranku yang memberimu cahaya cinta Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 35

Centong Nasi Emak Oleh Engga Rahmawati Mimpiku berbaur di atas kasur lelap mendengkur Kokok ayam lelah bergumam pada telingaku pura-pura tuli Fajar pula enggan menampar pipiku yang tertidur Hanya bunyi gesek centong nasi dan panci buatku berdiri Masih subuh tubuh Emak yang lusuh banjir peluh Mengaduk nasi berpikir makan dengan apa Lauk hari ini harus beda dengan kemarin lusa Agar aku lahap yang tersuguh tanpa mengeluh Centong nasi emak bergagang kayu Rapuh mulai lapuk terendam air beras keruh Tak letih walau jelaga raih raganya yang layu Guratan kulit terus mengarau bak buruh terlarang mengeluh Emak masak aku tak boleh beranjak Biarlah tangan keras Emak menahan centong nasi yang panas Biarlah tangan Emak yang kapalan asal aku makan Emak berkata tanpa berteriak belajarlah Nak Emak gelisah beras basah jadikah nasi matang 36 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

Melepasku jauh mencapai impian setinggi bintang Menyimpan rindu sejuta tangisan Akankah anakmu pulang membawa harapan Centong nasi Emak tak bersekolah Namun kasih Emak bukan sebatas galah Justru mencambukku dalam diam menjadikanku durjana Jika aku tak meraih senyum sahaja seorang sarjana Cilegon, 12 Januari 2021 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 37

Cerita Selesa Bentala Oleh Chairunnisa Pratami /1/ Dua bulan lalu, engkau berdiri tegak di tempat itu Tempat yang kauhindarkan sejak empat tahun lalu Senyum dan tawamu terlukis di atas arsiran embus napas panjang Berlagak biasa saja, saat badai kenangan menerjang Langkah pertama, engkau berkata “Setelah empat tahun lamanya, …” Langkah selanjutnya, matamu yang berbicara Pada setiap sudut ruang yang merindukan kehadiran kita Pada setiap sudut ruang yang pernah menjadi milik kita /2/ Bu, debu di sudut resbang itu memberi salam selamat datang Padahal, kita bukan pendatang Kita juga bukan orang yang meninggalkan Kita hanya harus pergi kala itu Lanjut, kita menyapu pandangan Tak terlewati bagian pekarangan Pohon jambu berbuah satu kala itu, sangat kita banggakan Pohon jambu itu kini berbuah puluhan, terabaikan 38 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020

/3/ Tempat itu telah banyak berubah Jejak kaki kita pun telah tertimbun pualam megah Seperti kita, membutuhkan aklimatisasi Hingga mampu menjalani hari demi hari Namun, kehidupan tidak pernah berubah, bukan Bu? Kehidupan selalu sama, di mana pun kita berada Jika kita bersyukur Kita punya asa dan karsa /4/ Syukurlah tidak ada lagi yang bertanya Kenapa, kenapa, kenapa? Karena aku benar-benar tidak tahu Satu yang pasti, Bu Tanpamu, aku tidak akan pernah mampu Melalui malam terdingin di tempat itu Kita tidur tanpa alas, tanpa orang lain tahu Malam terakhir di tempat itu /5/ Bu, seperti lagu, 12 tahun terindah Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020 39

Kita menempati tempat itu Mengenang memang tidak akan sudah Mengabadikan juga tidak akan mampu Kutitipkan cerita selesa bentala ini Pada dua halaman kertas Dengan tulisan rapi dari nurani Untuk kenangan tak berbatas Lampung, 20 Januari 2021 Catatan Penutup Empat tahun lalu, orang tuaku tidak lagi bersatu. Kala itu, aku, ibu, dan adikku harus pergi dari tempat itu. Kurang lebih dua ratus dua puluh empat kata ini terangkai satu tentang ibu dan tempat itu. 40 Antologi Puisi - Lomba Menulis Puisi Nasional 2020


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook