Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore NKRI dari Masa Ke Masa

NKRI dari Masa Ke Masa

Published by BIG, 2017-03-30 02:07:41

Description: NKRI dari Masa Ke Masa

Keywords: BIG,Badan Informasi Geospasial,Geospatial,Ebook,Geospatial Ebook

Search

Read the Text Version

mengembangkan mereka. Dengan demikian, kebijakan pemerintah tidak lebihdidasarkan atas su’udhlon atau prejudice tetapi didasarkan atas penelitian danpemahaman yang memadai (research-based policy). Dalam hubungan inilahmaka pemetaan terhadap potensi komunitas dan etnis maritim ini akan dapatdijadikan sebagai modal untuk mengubah komunitas dan etnis maritim darithreat menjadi asset.13.5.2. Beberapa Kunci Pemetaan komunitas dan etnis maritim merupakan upaya untuk meregistrasiaspek spasial dari komunitas dan kelompok etnis maritim dalam wilayah geografistertentu. Pemetaan yang valid akan merupakan sumber yang kredibel mengenaipotensi sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu kawasan maritim.Demikian juga pemetaan komunitas dan etnis maritim yang valid jyga akanmenjadi sumber informasi mengenai ancaman (threat) yang mungkin munculdalam proses perusakan sumber daya alam (SDA) kemaritiman. Bahkan denganpemetaan yang tepat, pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat untukmencegah dan menanggulangi ancaman tersebut. Dalam hal ini pemerintahdapat mengubah threat menjadi asset dalam pelestarian, pemanfaatan, danpengembangan potensi kemaritiman. Ada beberapa kunci pokok yang perludipersiapkan dalam pemetaan etnis maritim, antara lain: isu peta dasar, diversitaskomunitas dan etnis maritim, matapencaharian, dan aspek sosial budaya.a. Peta Dasar Salah satu hal yang paling mendasar yang diperlukan dalam kegiatanpemetaan komunitas dan etnis maritim adalah peta dasar. Peta dasar merupakanpeta mentah yang dapat diedit untuk kepentingan visualisasi data spasial.19Dalam hal ini peta dasar yang berbasiskan sistem digital dengan bantuan GIS(Geographical Information System) merupakan peta yang editable atau dapatdiedit sesuai dengan kepentingan, yang dalam hal ini adalah untuk kepentinganvisualisasi keberadaan komunitas dan kelompok etnis maritim di kepulauanIndonesia. apa yang disebut sebagai etnis maritim di sini adalah kelompok etnisdan atau komunitas tertentu yang mendiami kawasan pantai, lepas pantai, danpulau-pulau kecil. Sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komputer, petadasar yang lebih baik digunakan adalah peta dasar yang sudah diseting denganprogram software komputer. Dengan demikian program peta dasar ini semestinyamerupakan program yang editable. Peta dasar ini akan dapat digunakan untuk 19 Peta dapat didefinikan sebagai salah satu bentuk hasil cetak atau print-out atau hard-copydari basis data spasial. Lihat Agus Hartoko, “Basis Data Spasial Oseanografi”, hlm. 4. Peta juga bisadidefinisikan sebagai representasi visual dari suatu wilayah yang berupa penggambaran simbolik yangmemberikan tekanan pada hubungan di antara elemen-elemen keruangan seperti objek, daerah, dantema. Lihat “Map” dalam: http://en.wikipedia.org/wiki/Political_map#Map_types_and_projections(Dikunjungi tanggal 5 Juli 2012. Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 179Bagian IV (buku NKRI).indd 179 13-Jan-15 12:19:11 PM

memvisualisasikan lokasi tempat tinggal etnis dan komunitas maritim, jumlah,jenis pekerjaan, dan sebagainya. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial,pada pasal 5 disebutkan, informasi geospasial dasar (IGD) meliputi: (a) jaringkontrol geodesi; dan (b) peta dasar. Lebih lanjut pada pasal 12 disebutkan, petadasar terdiri atas: (a) garis pantai, (b) hipsografi (c) perairan, (d) nama rupabumi,(e) batas wilayah, (f ) transportasi dan utilitas, (g) bangunan dan fasilitas umum,dan (h) penutup lahan. Berdasarkan peta dasar tersebut dibuat peta tematik, dalam hal ini peta-petatematik etnik maritim, (jenis kelompok etnik, jenis mata pencaharian, dan kondisisosial-budaya). Dengan perkembangan iptek penginderaan jauh dan SIG, dapatdilakukan penafsiran dan analisis berbasis citra penginderaan jauh, SIG dan hybriddata citra penginderaan jauh (yang telah dilakukan koreksi geometris) denganpeta dasar. Dari beberapa hasil penelitian, dapat dikembangkan inventarisasidan evaluasi pola penggunaan lahan/laut kelompok masyarakat tertentu. Sebagai contoh, citra penginderaan jauh Quickbird dengan resolusidetail (0,61 m) yang menunjukkan Pulau Sapeken -- pulau kecil di KecamatanSapeken, Kabupaten Sumenep -- dengan penduduk multietnik sangat padat danaktifitasnya di perairan laut. Dapat dibandingkan dengan pulau Miangas, pulauterluar/pulau terdepan/beranda depan/pintu gerbang yang berbatasan denganFilipina.Gambar 13. 1. Peta Citra Pulau Miangas, sebagai pulau terluar/beranda depan berbatasan dengan Filipina. (Sumber Atlas Pulau-pulau Kecil Terluar Indonesia, Bakosurtanal, 2007).180 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 180 13-Jan-15 12:19:11 PM

Gambar 13. 2. Pulau Sapeken dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi, multi etnik, dengan aktivitasnya di laut. (Sumber: Penafsiran Peta Citra Quickbird rekaman 20 Juli 2010).b. Jenis Kelompok Etnis Satu hal yang sangat penting yang perlu divisualisasikan dalam pemetaankomunitas dan kelompok etnis maritim adalah informasi tentang jeniskomunitas dan kelompok etnis yang mendiami kawasan pantai, lepas pantai,dan pulau-pulau kecil. Barangkali tidak terlalu sulit untuk memberikan informasimengenai hal ini. kriteria jenis etnis biasanya didasarkan atas jenis bahasa etnisyang mereka gunakan atau pun nama daerah di mana mereka tinggal. Dalamhal ini pendekatan emik dapat diterapkan di mana mereka memiliki keinginanuntuk mengidentifikasikan dirinya sendiri. Sebagai contoh adalah komunitasdan kelompok etnis yang hidup dan bertempat tinggal di pantai utara JawaTengah yang merupakan kelompok etnis Jawa. Meskipun secara umum oragJawa merupakan komunitas agraris namun sebagian dari mereka terutama yangtinggal di patai memiliki matapencaharian sebagai nelayan, petambak ikan,petambak garam, pedagang ikan, pelaut, dan sebagainya. Sementara itu untuk kawasan pantai utara Jawa Timur tidak hanya dihunioleh kelompok etnis Jawa tetapi juga kelompok etnis lain. Hal menarik terjadi di Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 181Bagian IV (buku NKRI).indd 181 13-Jan-15 12:19:12 PM

pulau kecil yang relatif baru dihuni oleh kelompok etnis tertentu. Sebagai contohadalah penduduk di Pulau Parang, yang merupakan pulau kecil terletak di LautJawa (di kompleks Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara, Jawa Tengah).Sejak tahun 1930-an (kemungkian setelah terjadi krisis malaise) pulau itu dihunioleh orang-orang Jawa yang berasal dari daerah Jepara, Pati dan sekitarnya.Memang ada sebagian kecil penghuni pulau itu yang berasal dari etnis lain, namunbiasanya mereka melebur dalam masyarakat mayoritas. Mereka berbahasa Jawadan mempraktekkan nilai dan tradisi Jawa. Sekitar 70 persen kehidupan merekabergantung kepada potensi sumber daya laut terutama sebagai nelayan dengantambahan penghasilan pada sektor pertanian.20c. Jenis Mata Pencaharian Informasi tentang mata pencaharian komunitas dan kelompok etnis maritimmerupakan salah satu informasi yang sangat penting yang harus disediakanoleh pemetaan komunitas dan etnis maritim. Hal ini terkait dengan kenyataanbahwa jenis matapencaharian inilah yang barangkali secara langsung akanmempengaruhi pengembangan dan pelestarian sumber daya alam bahari.Memang tidak semua komunitas masyarakat pantai menggantungkan kehidupanmereka pada sumber daya alam bahari, sebagaimana yang dilakukan olehsebagian besar penduduk kota-kota pantai modern di Indonesia seperti Jakarta,Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, dan sebagainya yang pendudukanyabekerja pada sektor non-kebaharian. Namun demikian komunitas dan etnismaritim yang berpa mata pencaharian di sektor kebaharian biasanya tinggal jugadi kawasan pantai, lepas, pantai, dan pulau-pulau kecil. Mata pencaharian merekaantara lain sebagai nelayan, petambak ikan, petambak garam, pedagangan ikan,pelaut, dan sebagainya. Informasi tentang mata pencaharian dapat dikembangkan bukan hanyamenyangkut hal-hal yang bersifat numerik saja tetapi lebih dari itu bisajuga menyangkut hal-hal yang lebih detail. Sebagai contoh: jika tema yangdivisualisasikan adalah komunitas dan etnis maritim yang bermatapencahariansebagai nelayan, maka visualisasi itu tidak hanya memberikan informasi tentangjumlahnya saja tetapi juga informasi tentang alat tangkap yang digunakan(jenis kapal, jaring, dan ebagainya), wilayah tangkap, jenis ikan yang ditangkap,kapasitas tangkap, jaringan pemasaran, dan sebagainya.d. Kondisi Sosial-Budaya Di samping aspek-aspek kewilayahan (space), aspek etnisitas (ethnic group),dan aspek ekonomi, pemetaan etnis maritim seyogyanya juga perlu memberikaninformasi yang terkait dengan aspek-aspek sosial-budaya sebagai modal sosial 20 Lihat Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pemerintah Kabupaten Jepara, Daftar Isian Po-tensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa (Jepara, 2011).182 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 182 13-Jan-15 12:19:12 PM

masyarakat dalam pembangunan sektor kemaritiman. Aspek sosial-budaya ituantara lain mencakup jumlah penduduk, kondisi pendidikan, kelembagaan sosial-budaya, adat-istiadat, berbagai upacara tradisional, dan sebagainya. Dalam halini, termasuk hal-hal yang perlu diinformasikan dalam pemetaan komunitasdan etnis maritim adalah berbagai nilai-nilai budaya, norma-norma sosial, danperilaku masyarakat yang dapat dipandang sebagai local wisdom khususnyayang terkait dengan upaya-upaya pelestarian dan pencegahan perusakansumberdaya alam bahari.e. Integrasi Informasi Geospasial Tematik Informasi geospasial tematik (IGT) sosial budaya dan sosial ekonomi yangtelah tersedia – yang telah menggunakan IGD bergeoreferensi tunggal -- perludiintegrasikan dengan IGT sumber daya alam menjadi IGT baru yang bergunauntuk pengambilan keputusan dalam upaya perencanaan dan pengembanganwilayah. Hal ini sesuai dengan pasal 24 pada UU No. 4 tahun 2011 tentangInformasi Geospasial, sebagai berikut:(1) BIG dapat mengintegrasikan: (a) lebih dari satu IGT yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah atau Pemerintah daerah menjadi satu IGT baru; dan (b) IGT yang diselenggarakan oleh lebih dari satu Instansi Pemerintah dan/atau Pemerintah daerah menjadi satu IGT baru;(2) BIG dapat menyelenggarakan IGT dalam hal IGT yang belum diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah selain BIG atau yang belum diselenggarakan oleh Pemerintah daerah.13.6. PenutupDari uraian di atas dapat diambil beberapa catatan simpulan:1. Oleh karena memiliki karakter geografis yang terbuka, dalam sepanjang sejarah wilayah kepulauan dan perairan Indonesia menjadi sasaran diaspora berbagai ras, bangsa, kelompok etnis dan berbagai komunitas dari berbagai kawasan. Diaspora merupakan bagian yang inheren dalam sejarah formasi bangsa Indonesia.2. Komunitas dan etnis maritim merupakan kaum diaspor yang sangat menonjol dalam sejarah Indonesia. mereka menempati wilayah pantai, lepas pantai, dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Mereka hidup dengan cara memanfaatkan SDA bahari yang ada. Tersebarnya komunitas dan etnis bahari di kepulauan Indonesia sebagaimana keadaan sekarang ini merupakan hasil dari proses panjang dari sejarah diaspora di Indonesia.3. Pemetaan terhadap komunitas dan etnis maritim di kawasan pantai, lepas pantai dan pulau-pulau kecil sangat urgen untuk dilakukan dalam rangka memposisikan mereka dari ancaman menjadi aset dalam pelestarian dan pengembangan sumber daya alam bahari. Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 183Bagian IV (buku NKRI).indd 183 13-Jan-15 12:19:12 PM

13.7. Daftar PustakaAgus Hartoko, 2012.“Basis Data Spasial Oseanografi untuk Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan-Kelautan di Indonesia”. Semarang.Ahmed Ibrahim, 2009. Abushouk dan Hassan Ahmed Ibrahim (eds), The Hadhrami Diaspora in Southeast Asia: Identity Maintenance or Assimilation. Leiden- Boston: Brill.Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pemerintah Kabupaten Jepara, 2011. Daftar Isian Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa.Bakosurtanal, 2007, Atlas Pulau-pulau Kecil Terluar.Christine Drake, 1989. National Integration in Indonesia: Patterns and Policies. Honolulu: University of Hawaii Press.H.J. de Graaf, dkk., 2004. Cina Muslim di Jawa Abad XV dan XVI: Antara Historisitas dan Mitos. Yogyakarta: Tiara Wacana.http://en.wikipedia.org/wiki/Political_map#Map_types_and_projections (Dikunjungi tanggal 5 Juli 2012.Johannes Widodo, 2004. The Boat and the City: Chinese Diapora and the Architecture of Southeast Asian Coastal City. Singapore: Marshall Cavendish Academic.Leonard Y. Andaya, 2008. Leaves of the Same Tree: Trade and Ethnicity in the Straits of Melaka. Honolulu: University of Hawaii Press.Michael E.Brown, 1993. Ethnic Conflict and International Security. Princeton: Princeton University Press.Mukhlis Paeni, 2008. Diaspora Bugis-Makassar dan Kebangkitan Nasional. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.Paul van ‘t Veer, 1977. Perang Belanda di Aceh (Penerjemah Aboebakar) Banda Aceh: Dinas P dan K daerah Istimewa Aceh.Robert Cribb, 2000. Historical Atlas of Indonesia. Singapore: Cuzon Press.Singgih Tri Sulistiyono, 2003.“The Java Sea Network: Patterns in the Development of Interregional Shipping and Trade in Process of National Economic Integration in Indonesia, 1870s-1970s” Ph.D. thesis Leiden University.Thomas Soarez, 1999. Early Mapping of Southeast Asia. Singapore: Periplus.Tomy H. Purwaka, 1993. Pelayaran Antarpulau Indonesia: Suatu Kajian tentang Hubungan antara Kebijaksanaan Pemerintah dengan Kualitas Pelayaran. Jakarta: Bumi Aksara.Undang-undang No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.W. Cummings, 1998. ‘The Melaka Malaydiaspora in Makassar, c. 1500-1669’, Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society. 184 NKRI dari Masa ke Masa 13-Jan-15 12:19:12 PMBagian IV (buku NKRI).indd 184

XIV. KELANGSUNGAN HIDUP DAN TERITORI SUMBERDAYA Ruddy Agusyanto14.1. Adaptasi dan Kelangsungan Hidup Semua mahkluk hidup (organisma) menghadapi masalah pokok yang sama,yaitu bagaimana mereka mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya, takterkecuali manusia (Haviland, 1988). Dengan kata lain, untuk mempertahankankelangsungan hidupnya, semua mahkluk hidup mempunyai masalah pokokyaitu bagaimana ia mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Manusia sebagai mahkluk biologi mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasaryang sama dengan flora dan fauna seperti kebutuhan akan energi/pangan, air,dan udara. Hanya saja yang membedakan manusia dari mahkluk hidup lainnya(flora dan fauna) adalah cara manusia dalam memenuhi kebutuhannya dalamrangka menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Artinya,manusia sebagai mahkluk biologi memang mempunyai kebutuhan-kebutuhandasar yang sama dengan flora dan fauna seperti kebutuhan akan energi/pangan,air, dan udara; tetapi bagaimana manusia untuk bisa memperoleh energi/pangan dan minuman, menentukan jenis makanan, cara makan dan minum,menghindari bahaya (tempat berlindung), bereproduksi atau berketurunan danseterusnyamembuat manusia tidak sekedar sebagai mahkluk biologi (seperti floraatau fauna). Inilah yang membedakan manusiadengan mahluk hidup/organismalainnya (flora dan fauna).Bagian IV (buku NKRI).indd 185 Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 185 13-Jan-15 12:19:12 PM

Selain itu, dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya, manusia tidakbisa melakukannya seorang diri, ia memerlukan keberadaan atau bantuan oranglain – sebagai misal dia harus punya keturunan (reproduksi) untuk menjagakelangsungan hidupnya (eksistensi) maka ia membutuhkan orang lain sebagai“pasangan”nya (suami atau istri), bahkan untuk identitas diri (siapa dirinya) jugamemerlukan pengakuan dari orang lain. Berdasarkan hal ini maka manusia - mautak mau - harus membina kerjasama dengan manusia lainnya, yang pada akhirnyamembentuk satu kesatuan sosial - baik demi kelangsungan hidup sebagaipribadi (individu) mau pun kolektif sehingga manusia dalam kehidupannyacenderung hidup mengelompok dan identitas kolektif menjadi penting. Akhirnya,manusia mempunyai hak-kewajiban (struktur sosial) dalam kehidupan sosialnya.Oleh karena itu pula, selain sebagai makhluk biologi, manusia juga digolongkansebagai makhluk sosial. Konsekuensinya (sebagai mahkluk sosial), ia tidakhanya memikirkan kelangsungan hidup pribadinya (dirinya saja) tetapi jugamemikirkan kelangsungan hidup kolektifnya. Oleh karenanya pula selain adakebutuhan biologi, juga ada kebutuhan sosial - interaksi dan hubungan sosial- seperti pertemanan atau membentuk keluarga, keluarga luas dan masyarakatyang harus dijalankan demi kelangsungan hidupnya. Sementara itu, di sisi lain, upaya manusia, dalam rangka mempertahankankelangsungan hidupnya – baik kelangsungan hidup secara pribadi maupunkolektif –juga menuntut pengembangan pola-pola perilaku yang membantunyauntuk dapat memanfaatkan lingkungannya (baik lingkungan a-biotik. biotikmaupun sosial) demi kepentingannya untukmemperoleh energi/pangan danbekal hidup lainnya, menghindari bahaya, bereproduksi atau berketurunandan lain-lain agar tetap survive. Pedoman-pedoman hidup yang digunakandalam rangka pemenuhan kebutuhan untuk mempertahankan kelangsunganhidup inilah yang disebut dengan kebudayaan. Oleh karena itu, selain sebagaimahkluk biologi dan mahkluk sosial, manusia juga digolongkan sebagai makhlukbudaya. Oleh sebab itu manusia memecahkan masalah-masalah yang merekahadapi dengan cara-cara budaya daripada cara-cara biologis, sehingga peluanguntuk mempertahankan hidupnya menjadi lebih besar dibandingkan denganorganisma atau mahluk hidup lainnya. Berkenaan dengan hal tersebut pula makakonsep kebudayaan menjadi penting dalam upaya manusia untuk menjaga danmempertahankan kelangsungan hidupnya. Berdasarkan kenyataan ini, berarti manusia juga – mau tak mau - harusmemahami lingkungan hidupnya - baik lingkungan biotik, a-biotik maupunkeberadaan manusia lainnya - dalam rangka menentukan ketersediaanbahan makanannya, pilihan makanannya, cara mengkonsumsi, kelangsunganketersediaan pangannya dan sebagainya demi kelangsungan hidup pribadi  Lihat Agusyanto, 2007 dan 2010.  Lihat Suparlan, 2007.186 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 186 13-Jan-15 12:19:12 PM

dan “kelompok”nya. Oleh karena itu, konsep adaptasi menjadi penting dalamkebudayaan atau kehidupan manusia. Artinya, manusia harus mampuberadaptasi dengan lingkungannya di mana mereka hidup, yang juga selaludinamis. Man has, in all circumstances, tried to adapt his environments. He has always managed to procure food from the surrounding resources and developed an adequate knowledge about the resources as well as the technical means to exploit them for his survival. Quite often he had to compare with other wild animals for food but he learned how to live in a symbiotic relationship with other competitors and the resources in varied environments (Bender, 1975). Oleh karena itu pula dikenal “budaya sasi” yang berupa larangan-laranganuntuk “memanfaatkan” mahkluk hidup (flora dan fauna) dalam periode-periode tertentu karena pada periode-periode tersebut flora dan faunayang bersangkutan sedang berada dalam periode “berkembang biak ataubereproduksi”atau dilarang memasuki area-area tertentu agar tidak menganggu“keseimbangan hidup” demi kelestarian atas ketersediaan energi/panganmasyarakat manusia yang tinggal dan hidup di sana. Budaya “sasi”ini merupakankonsep “konservasi lokal”, yang bisa disebut sebagai etnokonservasi. Dengan etno konservasi, yaitu dengan mengkeramatkan tempat-tempat seperti goa, pohon besar dan tua atau tempat-tempat tertentu lainnya, ternyata mereka mampu menjaga “kandungan air” dalam dunia lain (endo karst) dan menjaga keseimbangan biotik endokarst (bawah tanah). Hal ini terbukti dari hasil penelitian ilmiah yang mengungkapkan bahwa karst justru merupakan akuifer air yang baik. Konsep epikarst seperti yang dilontarkan oleh ahli hidrologi karst Mangin (dalam Falah & Adiardi, 2011) menyebutkan bahwa lapisan batu gamping yang ada di dekat permukaan karst memiliki kemampuan menyimpan air dalam kurun waktu yang lama. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut menjadi jelas bahwa kawasan karst memiliki fungsi yang jauh lebih penting daripada hanya sekedar gundukan bahan galian atau tambang untuk industri, yaitu sebagai akuifer air alami yang berperan penting terhadap suplai hidrologi bagi daerah sekitarnya. Sifat alami batu gamping yang memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan air hujan dalam kurun waktu yang cukup lama ini, maka etno konservasi masyarakat setempat mampu menjadi kawasan karst sebagai pengendali banjir (Agusyanto, 2012). Adaptasi “timbal-balik” ini menghasilkan “keseimbangan dinamis” antarakebutuhan-kebutuhan umat manusia dengan potensi-potensi sumberdaya(sumber energi/pangan, air dan udara dan lain-lain) yang ada di lingkungannya(baik secara langsung mau pun tak langsung demi kelangsungan hidup).Dengan demikian, adaptasi budaya yang dimaksud bukan dalam pengertian  Budaya “sasi” dikenal hampir di semua masyarakat dan kebudayaan di wilayah Indonesia. Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 187Bagian IV (buku NKRI).indd 187 13-Jan-15 12:19:12 PM

superioritas ras melainkan mengacu pada proses interaksi antara perubahanyang ditimbulkan oleh organisma/makhluk hidup pada lingkungannya danperubahan yang ditimbulkan oleh lingkungan pada organisma/makhluk hidupyang saling mempengaruhi secara timbal-balik seperti yang ditegaskan olehBender. Oleh karena itu, cara-cara pemenuhan kebutuhan hidup (pengetahuanbudaya) harus bersifat adaptif, yaitu sesuai dengan lingkungan fisik/alam (a-biotik), biotik dan sosialdi mana mereka hidup dan tinggal, sehingga peluanguntuk mempertahankan kelangsungan hidupnya menjadi lebih besar. Pemahaman masyarakat lokal atas lingkungan biotik dan a-biotik inimelahirkan respons adaptif “timbal-balik” (kebudayaan) melalui tindakan-sikap-perilaku adaptif seperti di atas - bagaimana mereka harus meresponslingkungan biotik dan a-biotik untuk merumuskan konsep-konsep strategipemenuhan kebutuhan hidupnya – yang di dalamnya juga mengandung konsepetno konservasi. Mereka mempelajari kapan dan harus menanam apa; kapanharus mencari ikan dan dengan alat seperti apa, serta kapan dan dimana harusberdagang, siapa yang membutuhkan dan apa yang dibutuhkannya sehinggamereka mampu merumuskan strategi-strategi hidup jangka pendek gunamemenuhi kebutuhan sehari-hari - termasuk untuk mengatasi masalah cashmoney – serta kebutuhan jangka menengah dan jangka panjang. Oleh karenaitu, dalam konteks ini, respons adaptif masyarakat lokal ini bisa disebut sebagaietnostrategi. Oleh karena itu daerah-daerah yang mempunyai karakteristiklingkungan (biotik dan a-biotik) yang mirip akan berkembang pola kehidupan(kebudayaan) yang serupa dan perbedaan lingkungan merangsang tumbuhnyaperbedaan kebudayaan.14.2. Teritori Geografis dan Sosial Pada masa manusia masih berburu-meramu, manusia sangat tergantung(bisa dikatakan tergantung secara absolut) pada sumberdaya energi/panganyang ada di lingkungan hidupnya (teritori geografinya). Oleh karena itu,manusia terus berupaya untuk melepaskan diri dari “ketergantungan absolut”pada lingkungan alam yang menjadi teritori hidupnya tsb agar bisa menjaminstabilitas persediaan sumberdaya energi/pangan demi kelangsungan hidupnya.Dalam konteks ini, Smith mengatakan bahwa “…once this dependency on fewcultivated and domesticated plants increases it is not possible to depend on wildresources…this dependence necessities the maintaining of the food producingeconomy and transformation of the traditional base of society, or might evenchange the physical environment” (Smith, 1976). Hal senada juga disampaikanoleh Khatry, “A new relation between man and the plants was formed as man  Puncak evolusi manusia adalah masyarakat Eropa, Agusyanto dkk, 2006.  Haviland, 1988.  Kroeber, 1931.188 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 188 13-Jan-15 12:19:12 PM

changed the natural environment into cultural landscape” (Khatry, 1984).Manusia harus terus mengembangkan cara-cara baru produksi pangan. Akantetapi, masalahnya adalah bahwa tidak semua masyarakat mempunyai teritoridengan sumberdaya energi/pangan yang selalu memadai dan juga menghadapimasalah pertumbuhan populasi, yang akhirnya mendorong manusia harusbersedia migrasi atau mobile untuk mencari sumberdaya energi/pangan di luarteritori geografis yang menjadi lingkungan hidupnya. Maka dari itu, pada akhirnyapara anggota sebuah masyarakat tidak selalu hidup dan tinggal bersama dalamsebuah teritori geografi yang sama. Dengan berkurangnya ketergantungan manusia pada sumberdaya energi/pangan yang dimiliki oleh teritori geografisnya dan upaya menemukan cara-carabaru untuk memperkaya“produksi pangan”serta terus mencari dan menciptakanalternatif sumberdaya energi/pangan – baik di teritori geografisnya mau pun diluar teritori geografisnya. Dampaknya, di satu sisi, manusia semakin mempunyaipeluang untuk hidup menjadi lebih besar dari sebelumnya, tetapi di sisi lain akanmenghadapi masalah angka pertumbuhan populasi. Segala upaya manusia untuk menjaga dan mempertahankan kelangsunganhidupnya, pencapaian peradaban manusia yang perlu digarisbawahi adalahmanusia bisa survive meskipun ia tidak memiliki sumberdaya energi/pangandalam teritori geografisnya. Manusia bisa mempertahankan kehidupannyamelalui hubungan kerjasama atau penguasaan sumberdaya energi/pangandi luar teritorinya. Artinya, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya(melangsungkan kehidupannya) dengan membangun akses pada sumberdayaenergi/pangan (alam) di luar teritori geografisnya; melalui jasa atau menjadibagian (mempunyai peran) dalam proses kegiatan ekonomi (pengelolaansumberdaya energi/pangan) seperti menjadi pegawai dalam sebuah company(swasta atau negara), atau melalui hubungan perdagangan - di mana hasilnyabisa digunakan untuk belanja kebutuhan energi/pangan (kebutuhan biologi)dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya. Oleh karena itu, manusia seringkalidipahami secara sempit sebagai mahkluk ekonomi. Singkatnya, untuk bisamakan nasi, manusia tidak harus menanam padi dan punya sawah. Berdasarkan kenyataan ini maka konsep teritori bagi manusia baik secarapersonal maupun kolektif telah terjadi pergeseran. Masyarakat tak lagi hidupsubsisten (dalam arti mengandalkan sumberdaya energi/pangan di lingkunganalamnya – teritori geografisnya). Namun, konsep “teritori geografis” ini ternyatamasih mempengaruhi konsep “teritori sosial” masa kini (konsep teritorihampir selalu dipahami sebagai teritori geografis), meskipun kita tahu bahwa  In all the regions wherever they lives the significant features of their way of life and the physicalenvironment which they lived in is fundamentally the same. That is, there exist a close relationshipbetween man and surrounding; man always tries to maintain balance between his need and thecapacity of the resources (Khatry, 1984). Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 189Bagian IV (buku NKRI).indd 189 13-Jan-15 12:19:12 PM

sesungguhnya telah terjadi banyak perubahan yang signifikan dengan adanyaperkembangan kebudayaan atau peradaban manusia, sehingga dalam banyakkasus terjadi kekeliruan (kurang tepat) dalam memahami realita. Maka dari itu,sudah seharusnya konsep“teritori”tak selalu dipahami sebagai“teritori geografis”.Batas geografis yang tadinya sama dengan batas sosial bagi sebuah masyarakat,kini batas geografis “pemukiman” atau “negara” tidak selalu sama dengan batas-batas sosial. Demikian halnya dengan batas-batas teritori sumberdaya energi/pangan (alam) juga tidak selalu sama dengan batas teritori geografis lingkunganhidupnya. Apalagi sumberdaya kehidupan saat ini tidak hanya berupasumberdaya energi/pangan secara langsung (alam), dan sumberdaya energi/pangan tak langsung juga tak selalu mengacu pada kegiatan ekonomi secaralangsung, tetapi bisa berupa kegiatan ekonomi secara tak langsung (kegiatannon-ekonomi tetapi mampu mengakses sumberdaya).Batas Geografi = Batas Sosial Batas Geografi =/= Batas Sosial Gambar 14.1. Batas Geografis Dan Batas SosialDalam perjalanan waktu, akhirnya: = Kegiatan ekonomi semakin kompleks karena semakin banyak manusia (personal dan kolektif ) tidak lagi menggantungkan diri pada penguasaan sumberdaya alam (energi/pangan) secara langsung; dan satu kegiatan ekonomi membentuk satu sumberdaya kehidupan dengan batas-batas sosialnya, yang ditandai dengan adanya “aturan atau hukum”nya sendiri. = Penguasaan sumberdaya alam (energi/pangan) yang tidak merata, bahkan cenderung dikuasai oleh sekelompok kecil manusia sehingga makin menyuburkan tumbuhnya aneka kegiatan ekonomi “tak langsung”.  Agusyanto: 2007 dan 2010.190 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 190 13-Jan-15 12:19:12 PM

= Perkembangan teknologi transportasi, komunikasi dan informasi membuat manusia semakin leluasa untuk mobile (mobilitas manusia semakin intens), akhirnya aktivitas ekonomi pun semakin terdifferensiasi dan kompleks. Konsekuensinya, semakin banyak pula tercipta “teritori kegiatan ekonomi/sumberdaya” dan semakin kompleks. Selain itu, kenyataan yang lain, jugaterjadi pertumbuhan populasi yang terus meningkat dan sebaliknya berimbaspada semakin menyusutnya sumberdaya alam (energi/pangan) yang akhirnyamembuat budaya persaingan menjadi tumbuh subur dan menjadi dominandalam kehidupan manusia, sehingga kegiatan ekonomi tak hanya mengalamidifferensiasi tetapi juga terjadi stratifikasi dan semakin hirarkis.14.1. Kehidupan Bersama dan Distribusi Penguasaan Sumberdaya:Studi Kasus Kawasan Karst Malang Selatan Kerjasama dan persaingan dalam proses kehidupan manusia adalah suatu halyang wajar. Dengan kata lain, di mana pun manusia itu hidup dan tinggal akanselalu menjalani proses kerjasama dan persaingan.dalam rangka pemenuhankebutuhan hidupnya. Kawan bisa menjadi lawan saat harus bersaing; dan menjadikawan saat membutuhkan kerjasama untuk menghadapi lawan yang lebihkuat dalam rangka memperjuangkan kepentingannya. Sebagai contoh, dalampemilihan umum (pemilu) legislatif April 2009 kemarin, semua partai politik(parpol) bersaing untuk memperoleh suara rakyat (pemilih). Namun, setelahpemilu legislatif, yaitu dalam rangka pemilihan presiden bulan juli 2009, beberapaparpol tersebut akhirnya memutuskan untuk berkoalisi agar bisa memenangkancalon presiden yang diusungnya - untuk menyaingi kekuatan parpol pemenangpemilu beserta parpol koalisinya. Lawan bisa menjadi kawan, dan sebaliknyakawan bisa menjadi lawan – semua tergantung pada konteksnya. Dalam kehidupan sosial manusia, tidak hanya masalah interaksi - hubungansosial dan kerjasama - tetapi juga masalah persaingan atau kompetisi antaramanusia yang satu dengan yang lain. Bila salah satu dari kebutuhan yangharus dipenuhi tersebut merupakan sesuatu yang “langka” atau terbatasketersediaannya sehingga tidak mampu mengcover semua kebutuhan semuamanusia yang memerlukannya, maka persaingan pun tak bisa dihindari. Persaingan bisa terjadi secara individual atau kolektif. Demi memenangkanpersaingan, persaingan individual seringkali berkembang menjadi persaingankolektif karena masing-masing individu meminta bantuan teman, sahabat ataukerabatnya (kesatuan sosialnya) sehingga persaingan yang terjadi berubahmenjadi persaingan antar kesatuan sosial – yang ditandai dengan identitasyang dipergunakan adalah identitas kolektif (jaringan sosial), bukan identitasindividual lagi; demikian juga yang terjadi pada persaingan antar kesatuan sosial(entitas sosial). Persaingan terjadi ketika suatu yang dianggap sumberdaya tidak mencukupikebutuhan para pihak sehingga memerlukan upaya untuk memperebutkannya. Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 191Bagian IV (buku NKRI).indd 191 13-Jan-15 12:19:12 PM

Sementara yang terjadi di masyarakat kawasan karst Malang Selatan, di manapenduduk asli yang orang Jawa dan beragama Kristen (penduduk Sitiarjo)mempunyai mata pencaharian sebagai petani (bersawah, berladang dan beternakserta sebagian kecil mengelola tambak ikan) tidak bergesekan/bersinggungansecara langsung dengan para pendatang yang berasal dari berbagai sukubangsa,yang umumnya mereka adalah nelayan dan beragama Islam; dan jika pun merekajuga bertani, mereka berbeda area di mana pendatang memanfaatkan tanahperhutani, sedangan penduduk asli menggunakan tanah miliknya sendiri yangsudah turun-temurun. Jika dilihat bahwa sesuatu yang dianggap sumberdayaadalah sesuatu yang berbeda maka sangatlah wajar mereka jarang bersitegang(konflik) karena tidak ada yang harus diperebutkan atau tidak perlu harusberkompetisi untuk memenuhi kebutuhannya. Sementara, penduduk asli yang menjadi nelayan juga demikian, ternyata ikanyang menjadi targetnya berbeda dengan area penangkapan ikan yang berbedapula dan penduduk asli lebih banyak mengelola tambak ikan (oreintasinya tetapkontinen/daratan). Sementara itu, pedatang dari Bugis mencari ikan di sekitar200 mil dari pantai sedangkan pendatang dari Madura mencari ikan di radius 50mil dari pantai sehingga mereka tidak pernah harus berkompetisi dalam mencariikan. Begitu juga dengan masalah lahan (baik untuk berkebun atau untuk hunian);para pendatang tidak pernah mengusik lahan penduduk lokal/asli, selain itu jugamempunyai “pasar” yang berbeda. Dengan demikian, secara garis besar mereka– baik penduduk asli dan pendatang atau pun pendatang dengan pendatanglainnya – tidak saling bersinggungan dalam rangka berkompetisi atau harusbersaing dalam menjalani kehidupan – baik masalah teritori geografis maupunteritori sumberdaya kehidupannya. Justru sebaliknya, mereka saling mengisi, dan cenderung saling bekerjasama.Selain itu, mereka juga memiliki atau membangun kegiatan-kegiatan sosial-budaya yang bisa berfungsi sebagai pemeliharaan hubungan antara pendudukasli dengan pendatang dalam waktu sosial masing-masing, misalnya partisipasipenduduk asli dalam hari raya syukuran“petik laut”(budaya nelayan – pendatang)dan sebaliknya, partisipasi masyarakat nelayan pada hari syukuran “bersih desa”(budaya penduduk asli). Selain itu, jika dilihat dari nilai penghasilannya, rata-rata bisa dianggap lebihdari cukup untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka (secara subyektif,mereka relatif sejahtera). Inilah yang terjadi pada kehidupan sosial (bersama)masyarakat kawasan karst Malang Selatan. Selain itu, ada “aturan” secara alamiahyang terwujud dalam interaksi mereka, yaitu semacam pengaturan distribusi“sumberdaya” dan pembagian kerja, baik antar pendatang maupun antarapendatang dan penduduk asli. Siapa mengerjakan apa, di mana dan bagaimana(misalnya, tukang reparasi perahu dari sukubangsa Menado; yang membuatperahu/kapal orang Jember (Jawa-Madura); pemilik kapal orang Madura danbugis dst; dan di antara mereka (pendatang dan penduduk asli) tidak ada yang192 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 192 13-Jan-15 12:19:12 PM

menguasai jenis mata pencaharian tertentu atau sumberdaya - dari hulu hinggahilir (monopoli).14.2. Perbedaan Bukanlah Sumber Konflik Banyak orang berpendapat bahwa konflik dilatarbelakangi oleh perbedaanciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaantersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan,adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciriindividual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalamsetiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalamikonflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflikhanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Jikahal ini diyakini sebagai sebuah “hukum absolut” (demikian adanya) maka dalamkehidupan sosial manusia tentunya tidak mungkin terwujud kehidupan bersamaberbagai entitas sosial di sebuah teritori geografis yang sama maupun kerjasamaantar entitas sosial dalam berbagai konteks kehidupan/teritori sosial (termasukdalam konteks kegiatan ekonomi/sumberdaya). Ekstrimnya, tidak mungkin dalamsebuah company bisa merekrut para pegawai yang berasal dari berbagai latarbelakang, atau kegiatan ajar-mengajar di sekolah/kampus juga tidak mungkinakan berlangsung karena murid-murid atau mahasiswanya berasal dari berbagailatar belakang sosial-budaya, dan tidak mungkin sebuah negara bisa mengelolaatau menanam modal di negara-negara lain. Melihat kenyataan di atas, terlihat bahwa perbedaan (identitas, latar belakangsukubangsa dan budaya atau asal-usul) dalam kehidupan bersama di kawasankarst Malang Selatan, ternyata tidak mengahalangi mereka untuk berinteraksidalam rangka kerjasama; selain itu, hal ini juga membuktikan bahwa perbedaanbukanlah sumber konflik seperti yang banyak orang dan para ahli yakini. Denganberbedanya sesuatu yang dianggap sumberdaya oleh masing-masing entitassosial (perbedaan sumberdaya) membuat masing-masing entitas sosial tidakharus berkompetisi atau bersaing satu sama lain. Konflik umumnya berawal daripersaingan atau kompetisi memperebutkan sesuatu atau karena terganggungnyapemenuhan kebutuhan salah satu pihak sehingga mengganggu kelangsunganhidup ybs. Dalam hal ini, yang bisa kita petik dari kajian masyarakat kawasankarst daerah Malang Selatan adalah: = Teritorisumberdayamasing-masingentitassosialtidaksalingbersinggungan sehingga tidak mendorong mereka untuk saling bersaing satu sama lain; tetapi sebaliknya justru tumbuh saling menghormati dan saling kerjasama satu sama lain; = Oleh karena teritori sumberdaya mereka tidak saling bersinggungan maka menjadi kecil kemungkinan saling “bergesekan” sehingga semakin kecil pula kemungkinan terganggunya keadilan subyektif dari masing-masing pihak yang terlibat dalam kehidupan bersama maka keteraturan sosial Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 193Bagian IV (buku NKRI).indd 193 13-Jan-15 12:19:12 PM

cenderung relatif stabil; dan sebaliknya ketika ada salah satu pihak merasa atau mengalami ketidak-adilan subyektif (merasa dilanggar hak-haknya secara subyektif ) akan menjadi cikal bakal menuju konflik. Dalam konteks negara, dinamika dalam hubungan sosial antar manusiadan adaptasi-dinamis antara manusia dengan lingkungan tempat tinggalnyaserta teritori sumberdayanya, perlu dipahami secara baik, khususnya oleh parapengelola pemerintahan setempat. Selain itu juga perlu diperhatikan kondisi-kondisi kerjasama dan persaingan yang berpotensi konflik, antara lain: = Ketimpangan daya saing masing-masing entitas sosial yang hidup bersama. Satuan entitas yang memiliki daya saing relatif lebih rendah dari entitas yang lain perlu ditingkatkan daya saingnya agar tidak terdominasi olehentitas sosial yang lain sebab hal ini menyebabkan terlanggar hak atau “keadilan subyektif” entitas sosial yang terdominasi; selain itu diperlukan regulasi - “aturan-aturan” atau “kesepakatan” untuk melindungi hak-hak mereka yang “lemah” akibat ketimpangan daya saing. = Ketidak-adilan distribusi sumberdaya dan penguasaan sumberdaya (termasuk distribusi jabatan-jabatan strategis) masing-masing entitas sosial. = Tindakan represfif tanpa penyelesaian akar masalahnya. Selama ini, pemerintah/negara seringkali melakukan tindakan represif guna menghentikan konflik yang terjadi agar tidak meluas dan memakan“korban” yang lebih besar. Fungsi dari tindakan represif adalah untuk menghentikan konflik (sementara) agar ada waktu untuk menyelesaikan atau mencari solusi atas konflik yang terjadi. Artinya, dengan “dihentikannya konflik” bukan berarti bahwa permasalahan akan selesai dengan sendirinya atau dianggap sudah selesai. Akar permasalahan atau akar penyebab konflik tetap harus diselesaikan sebab bisa menimbulkan “dendam” dan bisa menumbuhkan “konflik simbolik”. = Pemerintah atau negara harus menjadi wasit dan juri yang netral (adil) dalam menjaga/memelihara dan menegakkan aturan yang berlaku dalam kehidupan bersama (kerjasama dan persaingan). Tanpa disadari, seringkali pemerintah atau negara tidak bersikap netral (berpihak), bahkan sering melakukan “peran” ganda, yaitu selain sebagai “wasit dan juri” tetapi juga bertindak sebagai “pelaku” (politisasi kepentingan bangsa) sehingga pemerintah/negara sendiri yang melanggar regulasi yang telah ditetapkan.14.3. Daftar PustakaAgusyanto, Ruddy, 1991. “The Javanese Santris In Minahasa”, sebuah book review, dalam Indonesian Quarterly Vol.XIX, No.4 Fourth Quarter.Agusyanto dkk, 2006. Pengantar Antropologi. Jakarta: Universitas Terbuka.Analisis,1994. “Pengelompokan Sosial dan Perebutan Sumberdaya: Kasus Arek- arek Suroboyo di Jakarta”, Jakarta: CSIS. Hlm. 204 – 212.194 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 194 13-Jan-15 12:19:12 PM

Bender, B, 1975. Farming in Prehistory from hunther-gatherer to food-producer. London: McGraw Hill Book, Co.Dahrendrof, 1959. Class and Class Conflict in Industrial Society. California: Standford University Press.Haviland, William A, 1988. Antropologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.Khatry, Prem K, 984. “From Hunting-Gathering to Food Production: A Brief Look on Impact of Early Man’s Shift to Farming”, dalam Himalaya.sosanth.com. ac.uk/collection/journals/ancientnepal/pdf/ancient_nepal_84_02.pdfKroeber, Alfred L, 1931. “The Cultural Area and Age Area Concepts of Clark Wissler” In Rice, StuartA. (ed.),Methods in Social Science pp. 248-265. Chicago:University of Chicago Press,Laporan Penelitian Ekspedisi Geografi Indonesia, Jawa Timur 21-30 Juni 2012.Smith, P.E, 1976. Food Production and its Consequences. Menlo Park, California: Mummings Publishing Co.Suparlan, Parsudi, 2007. Hubungan Antar Sukubangsa. Jakarta: Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.Bagian IV (buku NKRI).indd 195 Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 195 13-Jan-15 12:19:12 PM

XV. KEARIFAN PEMANFAATAN RUANG TANPA BATAS: Kasus Pulau Panggang dan Pulau Sapeken Suprajaka, Habib Subagio, SriHartini, Putri Maeisarah, Ratna Sari Dewi15.1. Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang dua pertiga dari wilayahnya merupakanwilayah perairan dan masih dapat terus bertambah. Sebagai negara maritim,permasalahandilautsemakinkompleksdanluas,namunkajiandanpembangunandi wilayah laut masih sangat minim. Hal ini menyebabkan terbatasnya data-dataterkait dengan kehidupan maritim di Indonesia. Pada Tahun 1939, ketika “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie1939” (TZMKO 1939) masih berlaku, disebutkan bahwa lebar laut wilayah/teritorial Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis surut terendah masing-masingpulau di Indonesiamaka diluar wilayah tersebut merupakan laut bebas. Luaswilayah Indonesia pada saat itu hanya 352.446km2 atau sepersepuluh dari luasteritorial Indonesia saat ini. Dengan minimnya penguasaan wilayah laut padasaat itu, maka orientasi pengelolaan pembangunan pasa saat itumasih bersifatdaratan (continental).196 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 196 13-Jan-15 12:19:12 PM

Pengelolaan wilayah dengan berbasis pada pulau sebagai ekosistemmerupakan pandangan baru, baik dalam pengelolaan di wilayah darat maupundi laut. Pulau kecil sebagai bagian dari ekosistem pulau induk (mainland) ataupunsebagai suatu ekosistem tersendiri memiliki karakteristik khas yang pentingdalam pengelolaan wilayah. Penyajian data dari pulau-pulau kedalam suatu peta memberikan gambarantentang geografi, ekologi dan pengaruh manusia (human impact). Gambarangeografi, ekologi dan pengaruh manusia tersebut dapat digunakan untukmengindentifikasi pulau-pulau yang berpotensi sumberdaya yang diperlukanbagi masyarakat sekitar, maupun terhadap bencana yang mungkin terjadi padapulau tersebut, atau mempunyai masalah lingkungan. Survei cepat terintegrasimerupakan metode untuk menginventarisasiindikator-indikator baik fisik maupun non fisik yang minimal harus ada padasebuah wilayah. Identifikasi ini dilakukan pada skala analisis awal denganmelakukan pemetaan ketersediaan air tawar, energy, telekomunikasi, infrastruktur,kualitas lingkungan dan pemetaan ekologi dengan menggunakan pendekataninterpretasi data citra satelit penginderaan jauh resolusi tinggi.15.2. Keberadaan Pulau-Pulau Kecil Sebagai ‘Metro Island’ Pulau – pulau kecil di Indonesia pada umumnya masihidentik dengan kondisikemiskinan dan ketertinggalan. Indonesia memiliki 13.466  pulau yang tersebardi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari banyaknya pulau– pulau tersebut, ada yang berkembang hingga menjadi tempat yang padatpenduduknya, namun ada pula yang tidak. Pulau – pulau kecil yang berkembangmenjadi padat penduduk dan memiliki penciri ‘kota’ diistilahkan sebagai “MetroIsland”. Pulau Panggang dan Pulau Sapeken merupakan prototipe dari MetroIsland. Untuk mengkaji kebutuhan akan data dan informasi sumber daya pulau-pulau tersebut, dilakukan pemetaan sumber daya alam untuk mengidentifikasikebutuhan informasi geospasial tematik pulau – pulau kecil bagi kepentinganperencanaan dan pembangunan daerah.Bagian IV (buku NKRI).indd 197 Gambar 15.1. Lokasi Penelitian Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 197 13-Jan-15 12:19:12 PM

Metro island adalah sebuah pulau kecil yang memiliki parameter pencirisebuah kota. Hal ini dapat dilihat dari segi penduduk, mata pencaharian, etnis,budaya dan lingkungannya. Selain dicirikan oleh kepadatan penduduknya yangmenyerupai kepadatan penduduk di kota, juga diindikasikan oleh banyaknyainfrastruktur di pulau tersebut, tingginya tingkat pendidikan dan keragaman matapencaharian penduduk setempat. Selain itu, metro island juga memiliki kendala/ permasalahan seperti permasalahan pada sebuah kota. Kendala tersebutdiantaranya, kurangnya ketersediaan air bersih, minimnya Ruang Terbuka Hijau(RTH) dan tingginya masalah sampah. Sebuah metro island memiliki sejumlah persyaratan minimum untukmendukung kehidupan dalam jangka waktu yang cukup lama.Selain itu, secarageografis metro island menempati lokasi yang strategis dengan ekosistemperairan yang sangat baik sebagai salah satu ciri khas yang tidak pernah lepasdari etnis maritim. Keberadaan metro islandtersebar di wilayah perairan Indonesia, terutama dititik – titik dimana etnis maritim menemukan suatu kondisi atau lingkungan yangmendukung mereka untuk bertahan hidup.Tidak semua pulau dapat menjadisebuah metro island karena sebuah metro island membutuhkan syarat minimumtertentu.Syarat minimum tertentu diantaranya adalah ketersediaan air tawar danbahan makanan terutama dari laut sehingga keberadaan ekosistem perairanseperti mangrove, terumbu karang, padang lamun dan alga sangat mendukungkeberlanjutan sebuah metro island.Kehidupan dan mata pencaharian pendudukdi metro islandtidak terlepas dari laut sehinggapenduduk yang menghuni metroisland sangat familiar dengan lingkungan laut. Gambar 15.2. Sebaran Metro Island dalam coral triangle 13-Jan-15 12:19:12 PM 198 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 198

Hipotesa awal dari penelitian ini adalah bahwa sebuah metro island selalumenempati wilayah ekosistem yang perairan yang sangat baik karena faktorinilah yang menjadi modal awal dari keberlangsungan sebuah metro island yangmasih mengandalkan sektor sumberdaya perairan laut sebagai denyut nadikehidupan pada masyarakat tersebut.Identifikasi metro islanddapat dilakukandengan menggunakan pendekatan penginderaan jauh dan sistem informasigeografis. Pendekatan dilakukan dengan menganalisis kondisi fisik dan sosialekonomi metro island. Adapun pulau – pulau yang telah teridentifikasi sebagaimetro island adalah sebagai berikut : 1. Pulau Sapeken, Prov. Jawa Timur 2. Pulau Pramuka, Prov. DKI Jakarta 3. Pulau Geser, Prov. Maluku 4. Pulau Wamar, Prov. Maluku 5. Pulau Balikukup, Prov. Kalimantan Timur 6. Pulau Kaledupa, Prov. Sulawesi Tenggara Sebagian besar dari pulau – pulau tersebut berada dalam kawasancoraltriangle.Coral triangle adalah nama geografi untuk suatu wilayah perairan tropisdi Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Filipina, Kepulauan Solomon danTimor-Leste yang kaya dengan sumberdaya perairan. Di dalamnya terdapatkurang lebih 500 spesies terumbu karang di setiap ecoregion, mencakup wilayahFilipina, sebagian Indonesia (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, JawaTimur, Kalimantan bagian timur) dan Papua New Guinea.15.3. Suku Maritim Sebagai Penghuni Metro Island Cikal bakal dari sebuah metro islandadalah singgahnya penduduk yangbermigrasi di sebuah pulau. Penduduk yang bermigrasi tersebut pada umunyadidominasi oleh etnis - etnis maritim.Etnis Bajo hanyalah sebagian dari kekayaankebudayaan maritim tanah air, etnis - etnis lain seperti Bugis, Mandar, Laut jugatermasuk dalam kelompok etnis maritim Indonesia. Tabel 15.1. Sebaran EtnisMaritim di Indonesia Suku Mandar Buton Laut Makassar Bajo Bugis V V V Jawa Timur V V V Kep. Riau X V V Sulawesi Selatan V X V V Sulawesi Tenggara V X V Sulawesi Tengah V X V Sulawesi Barat V V Kalimantan Timur X V Kalimantan Selatan X V NTB X NTT X Maluku PapuaKeterangan: v = eksisting x = pernah ditemukan Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 199Bagian IV (buku NKRI).indd 199 13-Jan-15 12:19:12 PM

Dari Tabel 15.1 menunjukkan bahwa Suku Bajo merupakan suku yangkeberadaannya tersebar di hampir seluruh Indonesia apabila dibandingkandengan suku – suku maritim yang lain. Suku Bajo dapat ditemui diberbagainegara seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Indonesia. Di Indonesia, sebaranSuku Bajo sangat luas.Sebaran Suku Bajo dimulai dari Kepulauan Wakatobi diSulawesi Tenggara, NTB, NTT, Kalimantan Timur, bahkan sampai ke wilayah Acehdi Sumatera. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Suku Bajomerepresentasikan diaspora kehidupan etnis maritim.Gambar 15.3. Peta Pola Sebaran Etnis Maritim di Indonesia Gambar 15.4. Peta Pola Migrasi Etnis Maritim Indonesia 13-Jan-15 12:19:13 PM 200 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 200

Dari peta pola sebaran dan pola migrasi dari etnis maritim, tampak bahwasebaran dan migrasi tersebut sebagian besar berada di coral triangle yang beradadi 6 negara yaitu Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Filipina, KepulauanSolomon dan Timor-Leste. Pola Sebaran dan pola migrasi dari etnis maritim padaumumnya mengikuti keberadaan sumberdaya alam atau keberadaan makananuntuk menunjang keberlangsungan hidup mereka. Hal ini menandakan bahwapola – pola pergerakan etnis maritim ini tidak hanya terbatas pada satu wilayahadministrasi tertentu. Interaksi antar etnis maritim ini telah menjadikan suatumodel kehidupan baru yang terjadi pada beberapa tempat strategis pulau-pulaudi perairan Indonesia. Interaksi ini lalu berkembang dan berasimilasi menjaditata kehidupan yang lebih terstruktur mengikuti tata pemerintahan yang ada,dengan tetap berada pada situs pulau kecil dengan laut tetap sebagai mediautama komunikasi-transportasi diantara mereka dengan masyarakat lain. Kondisisaling ketergantungan untuk bertahan hidup dan bersifat menetap inilah yangmenjamin keberlangsungan pulau – pulau tersebut dan menjadidaya tarikterhadap penduduk disekitarnya.15.4. Pulau Sapeken dan Pulau Panggang Sebagai Prototipe Metro Island Pulau Sapeken dan Pulau Panggang merupakan pulau - pulau yangteridentifikasi sebagai metro island. Penelitian ini didesain untuk menganalisakonsep metro islandmelalui serangkaian observasi langsung di lapangan,interpretasi dan ekstraksi faktor-faktor sumberdaya fisik melalui data citra satelitresolusi tinggi, interview terhadap key person, studi literatur, dan mengintegrasikanparameter-parameter penelitian dengan menggunakan instrumen SistemInformasi Geografis. Tekanan penelitian ini adalah untuk memberikan deskripsikondisi terkini Pulau Sapeken dan Pulau Panggang sebagai prototipe metroisland.Deskripsi kondisi wilayah meliputi penilaian kualitatif sumberdayaalam, ketersediaan air tawar sebagai syarat mutlak kehidupan, sosial ekonomi,ketersediaan infrastruktur, demografi, kultur masyarakat, dan relasional kontekskepulauan melalui analisa geostatistik, yang merupakan analisis standar dalampengkajian wilayah yang memiliki label ‘kota’.15.5. Sumber Data Penelitian yang dilakukan di Pulau Sapeken yang masuk wilayah KabupatenSumenep, Provinsi Jawa Timur dan Pulau Panggang di Kabupaten AdministrasiKepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan citra satelitQuickBird mode pan sharpened resolusi 0,61 meter, yangdiakusisi pada 10 Juli2010 dan digunakan sebagai media utama dalam perolehan data-data primer.Citra satelit kemudian diekstrak menjadi informasi ekologis dan tematik lainnyayang diverifikasi dengan observasi lapangan untuk memberikan deskripsi faktakondisi pulau sebagai konsep metro island.Bagian IV (buku NKRI).indd 201 Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 201 13-Jan-15 12:19:13 PM

15.6. Akuisisi DataPulau Sapeken dan PulauPanggang merupakan contohrepresentatif masyarakat etnismaritim terkait dengan aktivitaskepesisiran. Adanya akulturasikebudayaan dengan etnis laindalam satu lingkup pulau kecilmendukung keberlangsungankehidupan terkait dan ketersediaansumberdaya alam pesisir. Akuisisidata dilakukan dalam waktu yangcepat dengan target pengumpulandata yang komprehensif dengan Gambar 15.5. Target Penelitianpenekanan untuk mencari,menganalisis, dan meneliti aktivitasetnis maritim. Integrasi spasial data sumberdaya alam pesisir dan kelautan, sertaanalisis data pada domain dinamika etnis maritim dan sumberdaya pesisir dankelautan secara komprehensif dilakukan untuk menghasilkan peta tematikdemografi, sosio-kultur, infrastruktur, dan aspek ekonomi kawasan etnis maritimseperti yang terlihat pada Gambar 15.5.15.7. Pengkajian dataa. Kepadatan Penduduk Secara umum, perkembangan fisik sebuah pulau kecil tidak secepatperkembangan fisik di daerah daratan terkait dengan aksesibilitas prasarana fisikyang selalu didatangkan dari luar pulau tersebut. Demikian halnya dengan PulauSapeken dan pulau Panggang yang secara fisik tidak memiliki sumberdaya alamsebagai modal dasar pembangunan infrastrukturnya. Namun, sampai penelitianini dilakukan, pulau ini terbukti tetap menarik untuk digunakan sebagai tempattinggal penduduk maritim yang jumlahnya cukup fenomenal. Gambar 15.6. Grafik kepadatan penduduk 13-Jan-15 12:19:13 PM 202 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 202

Dari hasil pengolahan data penginderaan jauh, diperoleh luas pulau sapekenadalah 654.224,91 meter persegi sedangkan luas pulau panggang adalah127.476,31 meter persegiatau kurang dari 1 km2. Data Potensi Desa dari BadanPusat Statistik tahun 2011 menyatakan bahwa jumlah penduduk di pulau sapekenadalah 14.055 jiwa sedangkan jumlah penduduk di pulau panggang adalah5.140 jiwa. Hasil pengolahan data – data tersebut diperoleh bahwa kepadatanpenduduk di pulau sapeken 0,0215 dan di pulau panggang 0,0403 dalam satuanmeter persegi. Apabila dikonversikan dalam satuan kilometer persegi makakepadatan di pulau sapeken dan pulau panggang adalah 21.483 jiwa/km2 dan40.321 jiwa/ km2. Kepadatan tersebut melebihi kepadatan dari penduduk diJakarta Pusat yang hanya 18.569 jiwa/km2 (http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kota_di_Indonesia_menurut_kepadatan_penduduk).b. Ruang Terbuka Hijau Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) harus mendapatkan perhatian dalampengelolaan kawasan perkotaan. Kawasan perkotaan pada umumnya memilikisusunan fungsi sebagai tempat permukiman, kegiatanekonomi, layanan jasadan sosial. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan dalam pemanfaatan ruangkawasan lindung dan kawasan budidaya. RTH merupakan bagian dari penataanruang di wilayah perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentangPenataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang terbuka hijau adalahruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentukarea/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalampenggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalamruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanamanatau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman sepertilahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. Untuk kota besar seperti Jakarta,keberadaan RTH masih belum sebandingdengan luasan ruang terbuka hijau. Pembangunan RTH merupakan salah satuindikator kualitas kota. Untuk pulau kecil seperti pulau Panggang dan PulauSapeken yang memiliki penciri sebuah kota, juga membutuhkan pengaturantentang RTH.No Penutup lahan Pulau Panggang Pulau Sapeken 1 Lahan terbangun 110.949,57 455.607,75 2 Ruang Terbuka Hijau 16.526,74 198.617,16 90% 70% Prosentase lahan terbangun Tabel 15.2. Persentase luas lahan terbangunBagian IV (buku NKRI).indd 203 Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 203 13-Jan-15 12:19:13 PM

Hasil delineasi penutup lahan di Pulau Panggang dan Pulau Sapekenmenyatakan bahwa prosentase lahan terbangun dibandingkan dengan luas pulauadalah 90% dan 70%. Dengan kata lain, 90% dari luasan pulau Panggang dan 70%dari luasan pulau Sapeken telah tertutup bangunan dan hanya menyisakan 10%dan 30% untuk RTH. Angka tersebut mendekati luas RTH Jakarta, yang menurutdata Bappeda DKI Jakarta 2011 hanya 9,8%. Gambar 15.7. Perbandingan Luasan Ruang Terbuka Hijauc. Sumberdaya Perairan Etnis maritim, terutama yang menghuni wilayah di pulau – pulau kecil, lebihmenggantungkan hidupnya pada sumberdaya perairan apabila dibandingkandengan sumberdaya daratan. Berdasarkan data dari Potensi Desa dari BPStahun 2011, pemanfaatan laut yang ada di pulau – pulau tersebut didominasioleh perikanan tangkap dan perikanan budidaya termasuk di dalamnya biotalaut lainnya. Ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang dan rumputlaut, pada umumnya masih terjaga dengan baik. Namun pada metro island,keseimbangan ekosistem mulai terganggu karena tekanan manusia di pulautersebut. Semakin tinggi intensitas pembangunan di pulau tersebut, maka akansemakin besar pula tekanan terhadap lingkungan. 204 NKRI dari Masa ke Masa 13-Jan-15 12:19:13 PMBagian IV (buku NKRI).indd 204

No Sumberdaya perairan Pulau Panggang (m2) Pulau Sapeken (m2)1 Mangrove   15.692,092 Lamun 51.800,80 207.056,593 Terumbu karang 142.594,15 192.568,824 Rumput Laut 85.420,88 Tabel 15.3. Luasan Sumberdaya Perairan Pulau Seribu merupakan tempat awal budidaya rumput laut di Indonesia.Walaupun terjadi perubahan pada ekosistem di kepulauan seribu yang membawapengaruh terhadap ekologi, budidaya rumput laut tetap dapat ditemukan dikepulauan seribu. Seperti luasan rumput laut di pulau panggang yang mencapai85.420,88 meter persegi. Rumput laut tidak ditemukan di pulau sapeken, namunmenurut hasil survei lapangan, rumput laut banyak ditemukan di Pulau Paliatyang berada di sebelah barat Pulau Sapeken. Gambar 15.8. Perbandingan Persentase Luasan Sumberdaya Perairan Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kelimpahan terumbu karang di keduapulau tersebut masih tinggi. Hal ini dibuktikan dengan tingginya luasan Terumbukarang di pulau panggang dan pulau sapeken yaitu 142.594,15 meter persegidan 192.568,82 meter persegi. Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagaitempat berkembangnya berbagai biota laut seperti ikan,krustasea, moluska,ekhinodermata, koral(karang batu) dan tumbuhan laut (algae dan lamun). Sangat sedikit mangrove yang terdapat di pulau sapeken dan tidakditemukannya mangrove di Pulau Panggang, karena pembangunan di pulautersebut telah mengancam keberlangsungan ekosistem mangrove. Ekosistem –ekosistem perairan tersebut memiliki fungsi ekonomis dan ekologis yang sangattinggi.Bagian IV (buku NKRI).indd 205 Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 205 13-Jan-15 12:19:13 PM

Gambar 15.9. Peta sumberdaya alam Pulau Panggang Gambar 15.10. Peta sumberdaya alam Pulau Sapekend. Infrastruktur dan Kualitas Lingkungan Suatu wilayah yang maju, pastilah didukung dengan infrastruktur yangmemadai. Dengan infrastruktur yang baik maka akan menciptakan kualitaslingkungan yang baik. Infrastruktur di pulau Panggang dan Pulau Sapekentergolong memadai, hal ini dibuktikan dengan adanya fasilitas pemerintah, jalanyang diperkeras, pelabuhan dan tempat ibadah.206 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 206 13-Jan-15 12:19:13 PM

Survei lapangan yang dilakukan di Pulau Panggang dan Pulau Sapekendilakukan dengan metode sosialisais partisipatif pada masyarakat setempatyaitu metode tatap muka dengan format diskusi yang memungkinkan semuakomponen yang berkepentingan dapat terlibat secara aktif diantaranyamasyarakat lokal dan instansi pemerintah. Kajian terhadap indikator sosial ekonomi dapat mengidentifikasi potensidan masalah di suatu daerah. Permasalahan umum yang sering muncul padalingkungan dengan padat penduduk diantaranya:- Pengendalian sampah dan pencemaran lingkungan- Melakukan rehabilitasi pantai dengan cara penanaman mangrove dan terumbu karang- Melakukan stabilisasi pantai dengan membuat kuda – kuda atau dinding penahan laju abrasi- Penurunan muka air tanah- Kepemilikan lahan dan tata ruang wilayah.15.8. Penutup Penelitian ini merupakan prototipe pengembangan konsep metroislandsebagai pengkayaan informasi geospatial tematik keragaman etnis maritimdi seluruh Indonesia dalam konteks pengelolaan dan pemanfaatan sumberdayayang berbasiskemasyarakatan dan berwawasan lingkungan.Konsep metro islanddapat diterapkan dengan melakukan analisis-analisis penciri dasar sebuahkota meliputi kondisi demograsi, sosial ekonomi, infrastruktur, serta beberapakelengkapan persyaratan hidup yang bersifat alamiah seperti ketersediaan airtawar pada sebuah pulau. Hal ini menunjukkan bahwa, keberadaan metro islandini tetap dikontrol oleh kondisi alamiahnya, sementara bentuk artifisial secaraotomatis akan tercipta sejalan dengan adanya dinamika kehidupan pada pulautersebut. Pulau Panggang dan Pulau Sapeken merupakan representasi pulau kota(metro island), yang kemungkinan masih ada beberapa pulau-pulau kecil yangserupa di Indonesia. Konsep metro island di Pulau Sapeken menunjukkan adanyaketergantungan terhadap sumberdaya alam laut sebagai economic driven dancultural consistency masyarakat pesisir.Konteks Pulau Sapeken sebagai konsepmetro island dapat digunakan sebagai model untuk mencari prototipe pulau-pulau serupa di seluruh wilayah perairan nusantara.Berangkat dari hal ini,penelitian dapat dikembangkan lebih lanjut pada konteks relasional dinamikamasyarakat pesisir, khususnya suku laut nusantara.Peran dan fungsi strategispara pakar dari berbagai bidang dan pengambil keputusan terutama mengenaiinformasi geospasial tematik pulau – pulau kecil bagi kepentingan perencanaandan pembangunan daerah. Konsep metro islandtidak dapat digunakan sebagai indikator demografiutama, ada beberapa indikator lain yang lebih menguatkan konsep metro Harmonisasi Sosial dan Budaya Dalam Kerangka NKRI 207Bagian IV (buku NKRI).indd 207 13-Jan-15 12:19:13 PM

islandyang secara umum juga ditemukan di kawasan kota seperti indikatorkeberagaman (diversity) etnis atau ras, peleburan kebudayaan yang terjadi, sertakeberagaman matapencaharian penduduknya.15.9. Daftar PustakaAhmad Zainuri (2007), Aplikasi Metode Resistitvitas dan Simulasi Aliran Fluida Untuk Menganalisa Fenomena Intrusi Air Laut di Daerah Pesisir (Studi Kasus di Pulau Sapeken, Madura), Master Theses, Central Library Institute Technology Bandung.Charles Illouz (2007), Laporan Awal Tentang Program Penelitian Terapan “Kepulauan Kangean”, Universite de La Rochelle dan ITS.François-Robert Zacot (2008), Orang Bajo Suku Pengembara Laut, Pengalaman Seorang Antropolog, KPG, Forum Jakarta-Paris, EFEO.http://megapolitan.kompas.com/read/2012/08/29/21280645/Ruang.Terbuka. Hijau.di.Jakarta.Tak.Sebanding.Jumlah.Mal.http://www.ukm.my/geografia/v2/index.php?cont=v&item=2&art=269&ver=loc.Jensen (2006), http://www.yale.edu/ceo/Projects/swap/landcover/ Unsupervised_classification.htm.KOMPAS (20 April 2011), Ekspor Ikan Kerapu Terganggu Pencemaran.Land Resources Department/Bina Program (1988), Review of Phase I Result, Maluku and Nusa Tenggara, by the Regional Physical Planning Programme for Transmigration (RePPProT) Land Resources Department, Overseas Development Natural Resources Institute, Overseas Development Administration, London, United Kingdom, and Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Penyiapan Permukiman, Departemen Transmigrasi, Jakarta - Indonesia.Lapian, Adrian B. and Nagatsu Kazufumi (1996), Research on Bajau communities: maritime people in Southeast Asia. Asian research trends, no. 6: 45-70.Qamar SCHUYLER, Phillip DUSTAN, Eric DOBSON (2005), Remote Sensing of Coral Reef Community Change on a Remote Coral Atoll: Karang Kapota, Indonesia, Department of Biology, College of Charleston, Charleston, SC 29401, USA. 208 NKRI dari Masa ke Masa 13-Jan-15 12:19:13 PMBagian IV (buku NKRI).indd 208

EPILOG PERKEMBANGAN PEMAHAMAN WILAYAH NKRI DAN TANTANGAN KE DEPAN Asep Karsidi, Aris Poniman, Sobar Sutisna, Wilayah NKRI adalah anugrah dan hasil perjuangan Wilayah NKRI pada saat ini -- dengan dinamika historisnya -- merupakankarunia Tuhan Yang Maha Kuasa dan hasil perjuangan panjang para pejuangkemerdekaan yang patut disyukuri bangsa Indonesia. Wilayah sebagai salahsatu unsur negara, disamping rakyat dan pemerintahan, harus dikelola dengansebaik-baiknya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk itu ketersediaaninformasi geospasial yang lengkap, akurat dan tepat waktu tentang wilayah NKRIadalah suatu keniscayaan dan dinamis sifatnya dari masa ke masa. Urgensinyasangat jelas adalah untuk pengembangan kebijakan publik dan implementasinyadalam pembangunan politik, ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan pertahanan-keamanan negara. Penyusunan dan penerbitan buku ini dimaksudkan pulaagar generasi penerus dapat memahami perjuangan para pendahulunya dalammengembangkan visi kedepan demi kejayaan nusa dan bangsa Indonesia. Di dalam salah satu pertimbangan terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun2011 tentang Informasi Geospasial yaitu: bahwa NKRI adalah sebuah negarakepulauan yang berciri nusantara dengan segala kekayaan sumber daya alamdan sumber daya lainnya sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harusdikelola dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab untuk menjadi sumberkemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia, baik masa kini maupun masaBagian IV (buku NKRI).indd 209 Perkembangan Pemahaman Wilayah NKRI dan Tantangan ke Depan 209 13-Jan-15 12:19:13 PM

mendatang. Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam mengelola sumber daya alamdan sumber daya lainnya serta penanggulangan bencana dalam wilayah NKRIdan wilayah yurisdiksinya diperlukan informasi geospasial. Maka agar informasigeospasial dapat terselenggara dengan tertib, terpadu, berhasil guna, dan berdayaguna sehingga terjamin keakuratan, kemutakhiran, dan kepastian hukum, makaperlu pengaturan mengenai penyelenggaraan informasi geospasial. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut itulah maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial disusun dengantujuan untuk: (a) menjamin ketersediaan dan akses terhadap IG yang dapatdipertanggungjawabkan; (b). mewujudkan penyelenggaraan IG yang berdayaguna dan berhasil guna melalui kerja sama, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi;dan (c). mendorong penggunaan IG dalam penyelenggaraan pemerintahan dandalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dalam rangka mengenalkan informasi geospasial wilayah NKRI perlukiranyadisampaikan risalah dari masa ke masa tentang cakupan wilayah NKRI. Mungkindi antara kita para pembaca ada yang belum atau tidak tahu bahwa cakupanwilayah NKRI mengalami perluasan sejak negara ini di Proklamasikan pada tahun1945. Untuk sebagian tujuan itulah maka informasi geospasial wilayah NKRIdari masa ke masa perlu diwujudkan dan dibina secara berkelanjutan. Dengandemikian dari kondisi saat ini – sebagai produk historis – sampai kondisi kedepanyang diinginkan dapat diketahui peluang yang tersedia dan tantangan yangharus dihadapi.IG Wilayah NKRI Sampai Saat Ini Peta NKRI pada saat ini telah tersedia dalam bentuk cetak dan digital yangdapat diakses melalui situs web http://tanahair.indonesia.go.id. Peta tersebutberlatarbelakang gabungan data raster berbasis citra penginderaan jauh dan datavektor (batas admnistrasi, toponimi dan beberapa informasi geospasial lainnya).Peta tersebut telah disebarluaskan melalui sosialisasi ke berbagai daerah baikdalam bentuk peta cetak maupun dalam format digital. Peta wilayah NKRI tersebutsetiap tahunnya dimutakhirkan. Dalam hal penetapan batas antar negara, BadanInformasi Geospasial (BIG) bersama lembaga teknis lainnya melaksanakan tugaspengukuran untuk menyiapkan dokumen perundingan yang focal point-nyaadalah Kementerian Luar Negeri. Hasil kesepakatan biasanya dituangkan dalambentuk dokumen perjanjian antara negara yang bersangkutan (Karsidi, 2012).Peta NKRI digital skala 1:1.000.000 yang mutakhir dicetak pada skala1:2.500.000dan 5.000.000 yang diterbitkan BIG pada tanggal 17 Agustus 2012, setelahmelalui sidang penetapan yang dihadiri oleh instansi terkait (KementerianDalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, KementerianKelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, DirektoratTopografi TNI-AD, Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL, Dinas Survei dan PemotretanUdara TNI-AU) Sidang penetapan peta NKRI ini diawali dengan pengecekan dan210 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 210 13-Jan-15 12:19:13 PM

pemutahiran konten secara intensif oleh instansi terkait tersebut. Pemutahiranpeta NKRI ini akan dilakukan setahun sekali. Dalam Peta NKRI ini berhasilmenggambarkan perpaduan konsep kesatuan tanah air Indonesia dan WawasanNusantara sebagai satu cara pandang geopolitik, dengan konsep benua maritimsebagai cara pandang geoekonomi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesardi dunia. Ditinjau secara historis, konsep batas wilayah negara yang digunakanoleh pemerintah Indonesia bukan merupakan warisan dari pemerintah kolonialHindia Belanda, dimana pada saat itu wilayah kedaulatan NKRI hanya mencakupwilayah daratan dan 3 mil laut dari garis pantai, sedangkan wilayah perairandiluar 3 mil tersebut masuk perairan International. Dalam perkembangannya,diawali dengan Deklarasi Djoeanda tanggal 13 Desember 1957. Pemerintah Indonesia menyatakan diri untuk menerapkan asas negarakepulauan. Dimana mencakup wilayah perairannya yang terdiri dari perairankepulauan dan perairan pedalaman, ditambah dengan laut teritorial yangditarik selebar 12 mil-laut diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia yangmenghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar pada saat air surutterendah. Perjuangan yang gigih para pendiri negara-bangsa Indonesia waktuitu tidak lepas dari dasar-dasar konsepsi tradisional yang telah lama berkembangyaitu konsep tanah-air, nusantara, tanah tumpah darah, dan sebagainya yangcenderung menyatukan wilayah daratan dan lautan yang tidak pernah dilakukanoleh pemerintah Kolonial Belanda (Sulistiyono. 2012). Secara kewilayahan, hasilperjuangan tersebut telah membuahkan hasil bertambahnya luas wilayah negaraterutama dalam hal wilayah perairannya. Dengan konsep negara kepulauan yangtelah diterima masyarakat internasional sebagaimana tertuang dalam Bagian IIUNCLOS 1982, maka laut wilayah Indonesia telah bertambah secara signifikan,yaitu dari hanya sekitar 300.000 Km2, menjadi sekitar 3.000.000 km2. Dari tidakmemiliki perairan kepulauan menjadi memiliki perairan kepulauan, dari tidakmemiliki perairan pedalaman menjadi memiliki perairan pedalaman. Lebih lanjut, Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982dengan UndangUndang No. 17 Tahun 1985, sehingga merupakan kewajibanIndonesia untuk mengimplementasikan kedalam hukum nasionalnya, termasukdiantaranya mengenai negara kepulauan, pengaturan perbatasan negara dengannegara-negara tetangga, dan batas wilayah yurisdiksi dengan laut bebas. Sejalandengan berlakunya Konvensi Hukum Laut tersebut, satu prioritas utama dalamrangka implementasi Konvensi adalah penetapan batas maritim dengan negaratetangga. Selain diamanatkan oleh Konvensi tersebut, Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, menegaskan perlunyapenetapan batas wilayah laut Indonesia dengan negara tetangga. Rezim hukumbaru yang diintrodusir Konvensi, membawa konsekuensi perlunya ditetapkanbatas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan dalam hal tertentu batas terluar landaskontinen secara maksimal melebihi 200 mil laut (Karsidi, 2012). Kemudian padatanggal 17 Agustus 2010, Delegasi Indonesia mencapai kesamaan pandangan Perkembangan Pemahaman Wilayah NKRI dan Tantangan ke Depan 211Bagian IV (buku NKRI).indd 211 13-Jan-15 12:19:13 PM

dengan Sub-komisi UNCLCS mengenai submisi parsial Indonesia di wilayahyurisdiksi laut seluas kurang lebih 4209 km² di sebelah barat laut PulauSumatera. Informasi geospasial dasar (IGD) berbagai skala diselenggarakan secarabertahap dan sistematis untuk seluruh wilayah NKRI dan wilayah yurisdiksinya.Sampai saat ini telah tersedia informasi geospasial mencakup wilayah NKRI padaskala tertentu sesuai dengan kebutuhan. Namun masih cukup luas wilayahyang belum terpetakan pada skala yang lebih detail sesuai yang diamanatkanUndang-Undang Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG). Bahkanpeta dasar yang tersedia juga sudah perlu dimutakhirkan. Dari berbagai informasi yang telah tersedia berkaitan dengan wilayah NKRI,salah satu dari berbagai permasalahan yang masih dijumpai, yaitu tentangbatas wilayah. Oleh sebab itu, secara khusus dalam Undang-Undang Nomor4 tahun 2011 tentang IG disebutkan dalam Pasal 16 Ayat 2, bahwa dalam halterdapat batas wilayah yang belum ditetapkan secara pasti di lapangan olehInstansi Pemerintah yang berwenang, digunakan batas wilayah sementara yangpenggambarannya dibedakan dengan menggunakan simbol/dan atau warnakhusus. Disamping IGD, juga masih banyak Informasi Geospasial Tematik (IGT) yangharus disediakan dari berbagai instansi pemerintah. Berbagai IGT yang tersediapun belum semuanya dapat diintegrasikan untuk menjadi IGT baru yang dapatdimanfaatkan secara lintas sektoral dan lintas batas (administrasi, ekoregion,ekosistem). Sebagai salah satu gambaran, Kuntjoro-Jakti (2012) menerawangIndonesia pada dasawarsa ketiga abad ke 21 secara kualitatif – mengingatsecara kuantitatif sulit dan mahal – berdasarkan unsur geografi, penduduk dansejarah. Dari ungkapan ini tersirat betapa pentingnya informasi geospasial yangterintegrasi dengan data dan informasi lainnya untuk menerawang kedepanbaik secara kualitatif maupun kuantitatif. Lebih lanjut Kuncoro Jakti menyatakanbahwa: Pada saat ini sampai tahun 2040 Indonesia mendapat bonus demografis,dan hal ini merupakan jendela kesempatan yang harus dimanfaatkan denganmodal geografi wilayah NKRI beserta pengalaman sejarahnya untuk kemajuanbangsa Indonesia.Pengembangan IG Wilayah NKRI yang Terintegrasi, Mudah Diaksesdan Dimanfaatkan Masyarakat. Informasi geospasial yang telah tersedia perlu diintegrasikan dalam peta dasaryang sama. Disamping itu juga perlu dilakukan integrasi IGT dan menghasilkanIGT baru yang dapat diakses public dengan mudah. Dengan tersedianya IG yangterintegrasi dan mudah diakses, memacu semua pihak terkait untuk semakinbersinergi dalam pengembangan wilayah NKRI. Perlu juga dikembangkan IGTbaru lintas sektoral dan wilayah, yang dapat memberikan pemahaman bersama212 NKRI dari Masa ke MasaBagian IV (buku NKRI).indd 212 13-Jan-15 12:19:13 PM

untuk mengatasi disparitas demografi, sosial dan ekonomi secara spasial melaluipengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup berbasis ekoregion lintasbatas wilayah. Batas wilayah yang masih belum jelas dan tegas perlu dipercepatpenyelesainnya, baik batas wilayah dengan negara-negara lain, maupun bataswilayah antar provinsi dan kabupaten/kota di dalam NKRI. Hal ini sangat pentingselain untuk mewujudkan integritas wilayah negara kesatuan, juga dalam rangkamewujudkan perdamaian dan stabilitas politik dunia di kawasan, serta dengandemikian sengketa batas wilayah yang kadang berujung dengan konflik antarnegara dapat dihindarkan. Deskripsi geografis NKRI yang lebih komprehensif dari waktu ke waktu perluterus dikembangkan, baik pada wilayah perbatasan dengan negara-negara lain,maupun perbatasan di dalam NKRI antara wilayah provinsi, kabupaten dan kotayang terintegrasi. Untuk wilayah perbatasan dengan negara-negara lain, saranadan prasarana perlu ditingkatkan. Informasi geospasial yang lengkap, akuratdan mutakhir serta mudah diakses dan dimanfaatkan bagi para perunding batasdan bagi pembangunan kawasan perbatasan (darat, laut, udara) adalah suatukebutuhan yang mutlak, yang bila absen kehadirannya akan berakibat kepadatidak terjaminnya keutuhan wilayah NKRI yang berarti tidak utuhnya eksistensibangsa dan negara. Deskripsi geografis wilayah NKRI memang dinamis. Beberapa tahun kedepan,apabila landas kontinen yang berada di selatan Pulau Jawa dan di utara ProvinsiPapua dapat dibuktikan melampaui 200 mil laut, maka Landas Kontinen Indonesia(LKI) akan mendapat tambahan wilayah di laut lepas. Demikian pula, dalam rangka otonomi daerah dan pengembangan wilayah,proses pemekaran provinsi, kabupaten, dan kota nampaknya masih akan terusberlanjut, sehingga kecepatan deskripsi geografis wilayah NKRI juga perludipercepat pemutakhirannya. Pada tahun 2012 ini, Provinsi Kalimantan Utara– yang berbatasan langsung dengan Malaysia Timur -- merupakan provinsitermuda di Indonesia, yang resmi disahkan dalam rapat paripurna DPR tanggal25 Oktober 2012. Provinsi Kalimantan Utara ini – sebagai provinsi ke 34 --merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur. Sebagai alat pemantauan implementasi kebijakan publik, dan pembelajaranbagi generasi muda, perlu dikembangkan peta yang dapat menggambarkanperkembangan wilayah perbatasan dari berbagai aspek (story telling map).Peta ini didesain berbasiskan IG vektor dan raster citra penginderaan jauh yangdikombinasikan dengan data dan informasi dari berbagai sumber dengan analisis,sintesis dan deskripsinya. Lebih lanjut, Atlas Nasional Indonesia yang diterbitkanpemerintah perlu dimutakhirkan -- khususnya berkaitan dengan wilayah -- dandikembangkan menjadi Electronic Atlas interaktif berbasis web-GIS. Dukungan informasi geospasial diperlukan dalam upaya revitalisasimasyarakat maritim -- bukan marginalisasi-- yang terbiasa hidup dengan Perkembangan Pemahaman Wilayah NKRI dan Tantangan ke Depan 213Bagian IV (buku NKRI).indd 213 13-Jan-15 12:19:13 PM

kearifan lokalnya untuk menjadi pioner dalam mengelola sumber daya alam diwilayah perairan perbatasan dan pulau-pulau terluar Indonesia sebagai berandaterdepan wilayah NKRI. Mereka telah menerapkan paradigma bahwa laut bukanpemisah tapi penghubung antar wilayah, bahkan tempat tinggal mereka. Jadilaut bagaikan jalan raya tanpa perlu diaspal. Upaya revitalisasi ini perlu diikutidengan pengembangan SDM sesuai dengan pola hidup maritim, agar dapatmengelola SDA dan lingkungan hidup yang berkelanjutan baik dipandang darisudut pemahaman lokal, nasional maupun global. IGT pulau-pulau kecil padatpenduduk dan aktifitasnya sebagai pusat kebudayaan maritim tradisional perludiinventarisasi dan dikembangkan serta dijadikan model pengembangan wilayahperbatasan dan pulau-pulau terluar, disamping upaya konservasi lingkunganhidupnya. Dukungan informasi geospasial untuk kesejahteraan rakyat perlu ditingkatkandalam upaya mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan wilayah perbatasan,yang disinkronkan dengan MP3EI, dengan tetap mengutamakan aspekpertahanan dan keamanan. Implementasi kebijakan publik dengan pendekatankombinasi topdown - bottom-up perlu terus dikembangkan untuk memperolehtitik temu keduanya.Kesimpulan Wilayah NKRI yang sangat luas menjadi peluang dan tantangan bagibangsa Indonesia untuk menjadi bangsa maritim yang besar dan sejahteradiantara bangsa-bangsa di muka bumi ini. Wilayah perbatasan sebagai berandadepan perlu didukung informasi geospasial yang mudah diakses dan dapatdipertanggungjawabkan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga keutuhanNKRI, perencanaan dan strategi pertahanan-keamanan negara, pengembanganekonomi wilayah, peningkatan kesejahteraan rakyat dan ketahanan pangannasional, serta sekaligus tentunya dapat digunakan sebagai alat untuk melakukanpemantauan implementasi/pelaksanaan kebijakan publik. Deskripsi geografis wilayah NKRI dari masa ke masa, dengan wilayah lautyang dua kali lebih luas dibanding daratan, dengan kebhinekatunggalikaanpenduduknya, perlu dikembangkan secara terintegrasi dengan memanfaatkanfasilitas Jaringan Infrastruktur Informasi Geospasial. Dengan demikian informasigeospasial yang tersedia benar-benar dapat digunakan sebagai dasar pemikirandalam memanfaatkan SDA dan lingkungan hidup secara merata sesuai dengandaya dukungnya.Daftar PustakaHatta, Meutia, et al (ed.), 2011, Atlas Nasional Indonesia Vol. 3: Sejarah, Wilayah, Penduduk, dan Budaya, BAKOSURTANAL. 214 NKRI dari Masa ke Masa 13-Jan-15 12:19:13 PMBagian IV (buku NKRI).indd 214

Karsidi, A., 2012,Yurisdiksi Perairan Indonesia Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia.Kuntjoro-Jakti, D., 2012, Menerawang Indonesia - Pada Dasawarsa Ketiga Abad ke 21, Alvabet.Purwanto, E. A., D. R. Sulistyastuti, 2012, Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Gava Media, Yogyakarta.Sulistiyono, S. T., 2012, Dinamika Persoalan Batas Wilayah Laut Dalam Sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial.Undang-Undang Nomor 6 Tahun1996 tentang Perairan Indonesia.Undang-Undang Nomor 17 tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS 1982.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.Undang-Undang Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara.Bagian IV (buku NKRI).indd 215 Perkembangan Pemahaman Wilayah NKRI dan Tantangan ke Depan 215 13-Jan-15 12:19:13 PM

SEKILAS PENULISDr. Asep Karsidi, M.ScKepala Badan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor, KM 46, Cibinong, BogorDr. Priyadi KardonoDeputi Bidang Informasi Geospasial Tematik padaBadan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor, KM 46, Cibinong, BogorProf. Dr. Aris PonimanAhli Peneliti Utama pada Badan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor, KM 46, Cibinong, BogorDr. Sobar Sutisna, M.Surv.ScPeneliti Utama dan praktisi perbatasan padaBadan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor, KM 46, Cibinong, BogorDr. Ing. KhafidKepala Bidang Pemetaan Batas Negara padaBadan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor, KM 46, Cibinong, BogorDr. Suprajaka, MTPKepala Bidang Informasi Geospasial Tematik Darat dan PenelitiMadya Bidang Geografi Terapan pada Badan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor, KM 46, Cibinong, Bogor 216 NKRI dari Masa ke Masa 13-Jan-15 12:19:13 PMBagian IV (buku NKRI).indd 216

Anas Kencana, STKepala Bidang Pemetaan Batas Wilayah Administrasi Sumberdayapada Badan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor, KM 46, Cibinong, BogorHabib Subagio, S.Si.,M.Si.Kepala Bidang Pemetaan Dinamika Sumberdaya padaBadan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor, KM 46, Cibinong, BogorSri Hartini, S. Si, M. GisPeneliti Madya Bidang Geografi pada Badan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor, KM 46, Cibinong, BogorNiendyawati, M. ScPeneliti pada Badan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor, KM 46, Cibinong, BogorRatna Sari Dewi, MScPeneliti pada Badan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor, KM 46, Cibinong, BogorTeguh Fayakun Alif, STStaf Pusat Pemetaan Batas Wilayah padaBadan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor, KM 46, Cibinong, BogorPutri Meissarah, S.SiStaf Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik padaBadan Informasi GeospasialJl. Raya Jakarta Bogor, KM 46, Cibinong, BogorDrs. Al. Susanto, MMPakar Geografi, Anggota Ikatan Geografiwan IndonesiaBagian IV (buku NKRI).indd 217 Sekilas Penulis 217 13-Jan-15 12:19:13 PM

Prof.Dr. Singgih Tri Sulistyono, MS,MHumStaf pengajar Fakultas Ilmu Budaya, Universitas DiponegoroEndang SusilowatiStaf pengajar Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UniversitasDiponegoroDr. Yety Rochwulaningsih, MSiStaf pengajar Prodi Magister Ilmu Sejarah Program PascasarjanaUniversitas DiponegoroDr. Drs. Jajang Gunawijaya M.A.Staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UniversitasIndonesiaDr. Agus Maladi Irianto, M.AStaf pengajar Fakultas Ilmu Budaya, Universitas DiponegoroDr. Sutaryono, M.SiPembatu Ketua I Bidang Akademik Sekolah Tinggi PertanahanNasional (STPN)Ruddy Agusyanto 218 NKRI dari Masa ke Masa 13-Jan-15 12:19:13 PMBagian IV (buku NKRI).indd 218

Bagian IV (buku NKRI).indd 219 Sekilas Penulis 219 13-Jan-15 12:19:13 PM

“Berikan aku 1.000 anak muda, maka aku akan memindahkan gunung. Tapi, berikan aku 10 pemuda yang cinta akan Tanah Air, maka aku akan mengguncang dunia” (Presiden I RI, Ir. Soekarno) 220 NKRI dari Masa ke Masa 13-Jan-15 12:19:14 PMBagian IV (buku NKRI).indd 220


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook