Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore USG ABDOMEN

USG ABDOMEN

Published by mas piek, 2022-10-10 02:15:33

Description: USG ABDOMEN
Buku ini memberikan ulasan tentang USG Abdomen yang antara lain terdiri
dari organ-organ: hepar, kandung empedu, ginjal, pancreas, spleen, abdominal
vessel, vesica urinaria, lambung, uterus, dan prostat. Buku ini disusun
berdasarkan pengalaman dari hasil beberapa penelitian bidang USG dan juga
dari buku monograf USG penulis. Buku ini layak dibaca oleh berbagai
kalangan untuk menambah wawasan dan untuk lebih mengenal tentang USG
Abdomen, dengan harapan bermanfaat membantu civitas akademika,
khususnya para mahasiswa, guru dan dosen yang tengah melakukan studi dan
penelitian pada bidang terkait.

Search

Read the Text Version

i

Judul Buku: USG ABDOMEN Penulis: Gando Sari, Sriyatun Cover: Luthfi Rosyad Cetakan: Pertama, Agustus 2022 ISBN: 978-602-0965-54-3 Penerbit: Lembaga Manajemen Terapan TRUSTCO Jakarta Anggota IKAPI Jakarta No. 497/DKI/X/2014 Talavera Office Park Lt.26 Jl. TB. Simatupang Kav. 22-26, Jaksel Operational Office: - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Jl. Melati 2 No. 106 Jatiwarna - Pondok Melati - Kota Bekasi 17415 Telefax: 021-84992559 web: www.trustco.co email: [email protected] @2022, Hak Cipta dilindungi undang-undang, dilarang keras menterjemahkan, memfotokopi atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit ISI DI LUAR TANGGUNGJAWAB PERCETAKAN ii

Prakata Puji Syukur atas karunia Allah SWT, sehingga buku ini dapat hadir di tengah para pembaca. Beribu ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membatu terselesaikannya penyusunan buku ini sampai terbit. Buku ini memberikan ulasan tentang USG Abdomen yang antara lain terdiri dari organ-organ: hepar, kandung empedu, ginjal, pancreas, spleen, abdominal vessel, vesica urinaria, lambung, uterus, dan prostat. Buku ini disusun berdasarkan pengalaman dari hasil beberapa penelitian bidang USG dan juga dari buku monograf USG penulis. Buku ini layak dibaca oleh berbagai kalangan untuk menambah wawasan dan untuk lebih mengenal tentang USG Abdomen, dengan harapan bermanfaat membantu civitas akademika, khususnya para mahasiswa, guru dan dosen yang tengah melakukan studi dan penelitian pada bidang terkait. Akhirul kalam, semoga buku ini menjadi bagian dari pengembangan studi dan ilmu USG, serta khasanah literasi pengetahuan yang berguna bagi khalayak pembaca. Aamiin YRA. Jakarta, Agustus 2022 Penulis iii

Daftar Isi Prakata .............................................................................................................iii Daftar Isi .......................................................................................................... iv BAB I Pengantar Teknik Ultrasonografi ..........................................................1 BAB II Teknik Scanning USG Hepar..........................................................23 BAB III Teknik Scanning USG Kandung Empedu ......................................39 BAB IV Teknik Scanning USG Ginjal ...........................................................52 BAB V Teknik Scanning USG Pancreas ........................................................61 BAB VI Teknik Scanning USG Spleen..........................................................78 BAB VII Teknik Scanning USG Abdominal Vessel ......................................94 BAB VIII Teknik Scanning USG Kandung Kemih .....................................111 BAB IX Teknik Scanning USG Lambung ...................................................123 BAB X Teknik Scanning USG Prostat.........................................................136 BAB XI Teknik Scanning USG Uterus........................................................157 Daftar Pustaka...............................................................................................185 Glosarium .....................................................................................................194 Indeks ...........................................................................................................205 Biografi Penulis.............................................................................................210 iv

BAB I Pengantar Teknik Ultrasonografi A. Terminologi Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi disingkat USG dan secara internasional disebut ultrasound atau ultrasonic, merupakan pemeriksaan dalam bidang penunjang diagnostik yang memanfaatkan gelombang suara (ultrasonic) dengan frekuensi yang tinggi dalam menghasilkan imajing atau gambaran USG. Pada pemeriksaan USG, tanpa menggunakan radiasi (non radiatif), tidak menimbulkan rasa sakit (non traumatic), sebagian besar tidak menggunakan needles atau injections yang bisa menimbulkan efek samping (non invasif). Pemeriksaan USG relatif murah, pemeriksaannya relatif cepat, dan persiapan pasien serta peralatannya relatif mudah. Pemeriksaan USG menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi yaitu berkisar 2 MHz – 12 MHz, kalau dibandingkan dengan ambang pendengan manusia hanya bisa mendengar suara dengan frekuensi 20 – 20.00 Hz. Telinga manusia memiliki keterbatasan kemampuan pendengaran berdasarkan besar kecil frekuensi bunyi yang didengar. Frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh manusia normal disebut dengan frekuensi audio. Infrasonik adalah gelombang suara yang frekuensinya dibawah batas terkecil pendengaran manusia atau frekuensi gelombang suara di bawah 20Hz dan manusia tidak bisa mendengarnya, contoh makhluk hidup yang mampu mendengar frekuensi infrasonik adalah jangkrik, ikan lumba-lumba, codot, gajah, burung merpati. Sedangkan ultrasonik adalah gelombang suara di atas 20.000Hz, dan contoh makhluk hidup yang mampu mendengar frekuensi ultrasonik adalah kelelawar/kalong, kucing, anjing, tikus, belalang. Diluar negeri dan Indonesia yang melakukan pemeriksaan USG disebut sonographer, yang pendidikannya kalau dari senior high school (SMA) ditambah 3(tiga) tahun kuliah tentang imejing dan ultrasound, apabila dari lulusan radiografer maka ditambah kuliah 1,5 tahun tahun dalam bidang USG. Setelah tamat disebut DMS (Diagnostic Medical Sonografer), kalau sudah diregister oleh profesinya secara Internasional akan disebut RDMS (Register Diagnostic Medical Sonografer)(Sari et al., 2018) B. Sejarah USG Dokumen pertama yang secara tertulis membahas penggunaan gelombang suara dalam orientasi spasial berasal dari tahun 1794, ketika 1

Fisikawan italia Lazzaro Spallanzani (“Opus Coli di Fisica”) menganalisis mekanisme dasar navigasi kelelawar terbang dalam kegelapan dan kesimpulan yang paling tepat ialah kelelawar lebih menggunakan suara dariapada cahaya untuk navigasi dirinya. Pada tahun 1880, Galton menemukan dan membuat alat yang mampu menghasilkan gelombang suara pada frekuensi 40 hertz. Pada tahun yang sama, Jacques bersaudara (1856-1941) dan Pierre Curie (1859-1906) menemukan bahwa kristal dapat menghasilkan listrik di bawah getaran mekanis. Fenomena ini dikenal sebagai efek piezoelektrik. Curie bersaudara juga menemukan efek piezoelektrik terbalik, kemampuan kristal cair untuk menghasilkan listrik di bawah getaran yang dihasilkan oleh gelombang ultrasonik. Setelah tenggelamnya Titanic secara tragis pada tahun 1912, upaya ilmiah mulai mengembangkan sistem untuk memvisualisasikan struktur bawah laut. Selama Perang Dunia I pemerintah menugaskan fisikawan dan rekan- rekannya untuk meneliti penemuan kapal selam Jerman menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi. Meskipun upaya mereka pada akhirnya tidak berhasil, Angkatan Laut AS mampu mengembangkan SONAR (Sound Navigation and Ranger) di balik layar penelitian Langevin. Pada tahun 1928, fisikawan Soviet SY Sokolov pertama kali mengusulkan gagasan ultrasound untuk menemukan cacat dalam pada struktur logam. Memang, keberhasilan penggunaan ultrasound dalam industri mendahului pengenalannya ke dalam kedokteran klinis. Prosedur ultrasonografi paling awal dalam produksi industri ini adalah penggunaan \"melalui transmisi\" yaitu sebuah receiver disisi berlawanan dari material ke transmitter ultrasound mendeteksi gelombang suara saat melewati material yang sedang diuji, menghasilkan “bayangan” yang dapat ditafsirkan. Upaya dilakukan untuk menggunakan teknologi reflektif pada tahun 1940-an, tetapi tentu saja receiver harus berada di sisi material yang sama dengan transmitter. Peneliti Donald Sprawl, yang bekerja di Inggris pada tahun 1941, mengembangkan sistem yang merupakan perangkat terpisah yang mengumpulkan gelombang yang mengenai receiver dan memantul dari suatu materi. Pada tahun 1944, Floyd Firestone, yang bekerja di Amerika Serikat, mematenkan Reflectoscope sistem pertama di mana transduser yang sama menghasilkan gelombang ultrasonik dan mendeteksi gelombang yang dipantulkan dalam waktu antara pulsa gelombang yang ditransmisikan. Dari tahun 1947 hingga 1948, dokter Austria Karl Dussik dan saudaranya Friederick memperkenalkan hiperfonografi, suatu teknik untuk memvisualisasikan ventrikel otak menggunakan ultrasound. Sayangnya, W. Guttner, yang bekerja di Jerman, menunjukkan bahwa 2

\"gambar\" yang terlihat dari ventrikel tidak dari jenis yang sama, tetapi mewakili kepadatan bagian yang berbeda dari tengkorak bagian atas. George Ludwig, yang bekerja di Institut Penelitian Militer Angkatan Laut AS pada tahun 1949, melakukan penelitian tentang batu empedu yang tertanam dalam jaringan lunak menggunakan teknologi transmisi penetrasi. Penelitian terobosannya tentang interaksi ultrasound dengan jaringan hewan kemudian membantu meletakkan dasar untuk penggunaan ultrasound dalam pengaturan medis. Ian Donald memperkenalkan ultrasound ke dalam diagnosis dan kedokteran pada tahun 1956 ketika ia mengukur diameter parietal kepala janin menggunakan mode A satu dimensi (mode amplitudo). Dua tahun kemudian, Donald dan Brown merilis gambar ultrasound tumor genital wanita. Brown menemukan apa yang disebut \"pemindai komposit dua dimensi\". Hal ini memungkinkan inspektur untuk memvisualisasikan kepadatan jaringan. Ini sering disebut sebagai titik balik dalam penggunaan ultrasound dalam kedokteran. Penggunaan komersial perangkat ultrasound dimulai pada tahun 1963, ketika perangkat B-mode (\"brightness mode\") dikembangkan yang memungkinkan inspektur untuk memvisualisasikan gambar dua dimensi. Pengenalan \"skala abu-abu\" pada pertengahan 1970-an (Kossoff, Garrett) mengarahkan pada pengenalan peralatan ultrasound real-time. Sepuluh tahun kemudian, efek Doppler menjadi dasar pengembangan ultrasound Doppler berwarna, alat yang dapat memvisualisasikan sirkulasi darah.(Nadrljanski, 2010). Gambar 1. 1 Sonar (Sound navigation and ranging)(Sari et al., 2018) C. Sifat USG Pemeriksaan USG dalam bidang medis adalah untuk pemeriksaan organ-organ tubuh yang dapat diketahui bentuk, ukuran anatomis, gerakan, dan hubungannya dengan jaringan lain disekitarnya, serta untuk 3

mengetahui adanya patologis pada organ tersebut. Sifat dasar dari pemeriksaan USG adalah sangat baik apabila melalui air dan jaringan lunak, sangat lambat bila melalui media yang bersifat gas atau udara, dan sangat cepat bila melalui media padat, seperti tulang. Semakin padat suatu media maka akan semakin cepat kecepatan suaranya.(Sari et al., 2018) Kelebihan dari ultrasonografi yaitu pemeriksaanya tidak invasif, tidak menggunakan radiasi pengion, pencitraan real-time, biaya efektif dan termasuk lower cost, mesin portabel memungkinkan untuk dibawa ke lokasi yang dibutuhkan serta tidak membutuhkan ruangan khusus, lebih sedikit artefak, dapat diulang dan mudah di simpan. Pemeriksaan USG menggunakan gelombang suara dan tampilan gambaran dari pantulan gelombang suara yang disebut gema (echo), gambaran akan terlihat di layar TV monitor dengan adanya karacterictic acoustic impedance (interface impedance), yang merupakan perbedaan pantulan dari setiap lapisan organ yang dilalui atau ditembus oleh gelombang suara. Dan tampilan gambaran dari pemeriksaan USG sangat unggul dalam menampilkan jaringan lunak. Sebagai contoh, jika terdapat tumor atau kista maka kelainan tersebut juga mempunyai pantulan gelombang suara tersendiri sehingga dapat diketahui bentuk serta ukurannya, apakah bentuknya reguler atau irreguler dan juga dapat diketahui pula berapa besar ukuran dari tumor atau kista tersebut. Pada USG juga dapat dilihat gerakan organ tubuh seperti jantung dan janin bayi. Sedangkan kekurangannya ultrasonografi yaitu keakurasian diagnostik sangat tergantung dengan pengalaman serta pengetahuan operator dan peralatan, jaringan keras seperti tulang tidak dapat dicitrakan serta udara dan gas akan menghalangi visualisasi organ yang akan diperiksa dikarenakan penetrasi buruk jika melalui tulang dan udara. (UKEssays, 2018) D. Gelombang Suara Gelombang suara merupakan gelombang longitudinal yang arah getarnya sejajar dengan arah rambat bunyi. Perambatan gelombang (wave propagation) menjelaskan transmisi dan penyebaran gelombang ultrasound ke berbagai jaringan yang berbeda. Perbedaan pada cara interaksi ultrasound dengan jaringan akan menentukan desain alat USG, mempengaruhi interpretasi gambarnya dan menyebabkan keterbatasan dalam penggunaan metode tersebut. 4

Gambar 1. 2 Gelombang Suara Panjang gelombang suara bisa diketahui dari puncak gelombang ke puncak gelombang berikut. Semakin rendah frekuensi gelombang suara maka panjang gelombangnya semakin panjang, dan semakin tinggi frekuensi gelombang suara maka panjang gelombangnya semakin pendek, semakin baik resolusinya sehingga memberikan gambar yang jelas dan lebih rinci pada layar. Namun, panjang gelombang juga memperngaruhi cara melintasnya gelombang tersebut pada jaringan. E. Orientasi USG Sebelum kita melakukan pemeriksaan USG, maka kita harus paham cara penggunaan alat dan juga harus paham tampilan gambaran di TV monitor alat USG. Kita juga harus paham tentang transducer yang akan digunakan, dan harus handle (memegang transducer) dengan benar. Orientasi gambar perlu dipahami agar tampilan gambar pada TV monitor alat USG, tergambar dengan benar, sesuai aturan keilmuan secara Internasional. Sebelum melakukan scanning, kita harus mengecek secara visual : sisi transducer mana yang menghasilkan sisi gambar USG disebelah kiri TV monitor. Pengecekan ini dilakukan dengan menaruh satu jari tangan pada salah satu ujung transducer yang ada tanda lampu atau tanda garis, dan melihat apa yang tampak pada layar monitor, seperti pada Gambar 1. 3. Jika gambar USGnya salah, putar transducer 180° dan cek kembali gambarnya pada layar monitor. 5

Gambar 1. 3 Cara Orientasi Gambar USG(Palmer, 2003) Pada saat kita melakukan scanning sagittal (longitudinal), maka akan tampak bagian superior pada sisi kiri TV monitor, bagian inferior pada sisi kanan TV monitor, bagian anterior pada sisi atas TV monitor, bagian posterior pada sisi bawah TV monitor, seperti contoh teknik scanning sagittal (longitudinal) USG ginjal kanan pada Gambar 1. 4. dibawah ini. Scanning coronal-longitudinal, dengan meletakan transducer memanjang disisi kanan tubuh pasien, maka akan tampak bagian superior pada sisi kiri TV monitor, bagian inferior pada sisi kanan TV monitor, bagian kanan (lateral kanan) pada sisi atas TV monitor, bagian medial (yang mengarah ke kiri) berada pada sisi bawah TV monitor. Gambar 1. 4 Orientasi USG Sagittal Ginjal Kanan(Sari et al., 2018) Pada saat kita scanning transversal (axial), maka gambaran yang benar dan tidak terbalik arah adalah sisi kiri pasien akan terlihat pada kanan TV monitor, dan tanda lampu atau garis pada transducer kita arahkan dengan memutar transducer ke sisi kiri dari yang melakukan pemeriksaan (sonografer). Prinsip 6

penggambarannya sama dengan pembuatan radiografi, dengan kita melihat hasil gambarannya maka pasien seperti sedang berhadapan dengan sonographer, seperti Gambar 1. 5 dibawah ini. Gambar 1. 5 Orientasi USG Scanning Transversal(Palmer, 2003) F. Knobologi Alat USG Komponen utama pesawat USG terdiri atas : 1. Pulser yaitu alat yang berfungsi sebagai penghasil tegangan untuk merangsang kristal pada transducer dan membangkitkan pulsa ultrasound. 2. Transducer/ Probe yaitu alat yang berfungsi sebagai transmitter (pemancar) sekaligus sebagai recevier (penerima). Dalam fungsinya sebagai transmitter, transducer merubah energi listrik menjadi energi mekanik berupa getaran suara berfrekuensi tinggi. Fungsi receiver pada transducer mengubah energi mekanik menjadi listrik. 3. Tabung sinar katoda yaitu alat untuk menampilkan gambaran ultrasound. Pada tabung ini terdapat tabung hampa udara yang memiliki beda potensial yang tinggi antara anoda dan katoda. 4. Control table yaitu alat yang berfungsi untuk mengaktifkan frungsi tombol dan mengontrol tampilan gambar pada display. 5. Display yaitu alat peraga hasil gambaran scanning pada TV monitor. 6. Printer, vidio, CD yaitu alat yang digunakan untuk mendokumentasi- kan gambaran yang ditampilkan oleh tabung sinar katoda. 7

Gambar 1. 6 Komponen Utama Peralatan USG(Sari et al., 2018) G. Prinsip Kerja Pesawat/ Alat USG Generator pulsa (oscilator) berfungsi sebagi penghasil gelombang listrik, kemudian oleh transducer diubah menjadi gelombang suara yang diteruskan ke medium. Apabila gelombang suara mengenai jaringan yang memiliki nilai akustik impedansi, maka gelombang suara akan dipantulkan kembali sebagi echo. Didalam media (jaringan) akan terjadi atenuasi, gema(echo) yang lebih jauh maka intensitasnya lebih lemah dibandingkan dari echo yang lebih superficial. Dan untuk memperoleh gambaran yang sama jelasnya disemua lapisan diperkuat dengan TGC (Time Gain Compensator). Pantulan gema akan ditangkap oleh transducer dan diteruskan ke amplifier untuk diperkuat. Dan gelombang ini kemuduan diteruskan ke tabung sinar katoda melalui recevier seterusnya ditampilkan sebagai gambar di layar monitor. Adapun contoh gambar control table ultrasound, seperti dibawah ini : 8

Gambar 1. 7 Control Table Keterangan : Sederhana (Matthias Hofer, A. Tombol untuk menghidupkan alat B. Tombol untuk data pasien 2013) C. Tombol D. Tombol pemilihan transducer E. Tombol freeze F. Tombol Deep image G. Tombol untuk menatur gain H. Tombol untuk gain compensator I. Tracball J. Tombol untuk pilih transducer K. Tombol pilih tampilan gambar L. Tombol mengukur M. Tombol untuk merekam gambar H. Hal Penting Dan Echogenicity USG Ada tiga hal penting yang harus dipahami pada saat mengamati gambaran USG di TV monitor dan atau print gambaran USG, yaitu : 1. Acoustic Window (jendela akustik) Jaringan, organ atau media yang hanya memberikan sedikit hambatan terhadap gelombang ultrasound, sehingga dapat digunakan sebagai jalur untuk mendapatkan gambar USG yang letaknya lebih dalam. Contoh : vesica urinaria yang berisi urine, akan menjadi acoustic window organ prostat atau uterus. Gambar 1. 8 Vesica urinaria yang berisi urine, uterus dan cul-de-sac (tanda panah) 2. Acoustic Enhancement (penguatan akustik)/ back enhancement Peningkatan ekogenisitas (terangnya gelombang echo) pada jaringan yang berada dibelakang suatu organ atau jaringan yang berisi cairan, 9

sehingga tidak ada atau hanya sedikit menimbulkan atenuasi gelombang ultrasound. Contoh : kista yang berisi cairan. Gambar 1. 9 Kista pada Hepar, Enhancement dibawah kista. 3. Acoustic Shadowing (bayangan akustik)/ acoustic shadow Pengurangan echogenisitas pada jaringan atau organ anyg berada di belakang, sehingga menimbulkan atenuasi gelombang ultrasound yang nyata. Contoh : adanya batu (stone) Gambar 1. 10 Pada Kandung Empedu, terlihat shadowing. I. Ekhogenesitas (Echogenicity) USG Echogenicity adalah kemampuan untuk memantulkan gema atau kembalinya gema berupa pantulan gelombang suara pada pemeriksaan USG, yang terlihat pada TV monitor. Gema tersebut bisa terlihat tinggi (kuat) yang disebut hyperechoic, rendah (lemah) disebut hypoechoic, sama (rata) disebut isoechoic, dan tidak ada gema atau pantulan gelombang suara sama sekali disebut unechoic. Tampilan gambar USG, idealnya mampu menjangkau seluruh bagian organ yang dikehendaki, dengan warna hitam-putih sebagai dasar dan 10

variasi grayscale. Dasar dalam pewarnaan gambaran disandarkan pada kerapatan jaringan atau organ yang dilalui gelombang. Gambaran putih (hyperechoic) pada USG menunjukan gambaran struktur organ yang keras, seperti tulang dan batu. Sementara untuk warna hitam (anechoic) menunjukan gambaran cairan, seperti kista, urin maupun aliran darah dan untuk gambaran echogenik menunjukan gray scale, biasanya jaringan yang lunak, yang tingkat keabuannya disesuaikan dengan tingkat kepadatannya seperti tampak pada Gambar 1. 11. Gambar 1. 11 USG A. Isoechoic B. Hypoechoic C. Hyperechoic D. Anechoic (WKH, 2015) J. Instrumen USG 1. Spesifikasi Ultrasonografi a. Monitor digunakan untuk memantau gambaran yang telah dikonversi dari gelombang menjadi gambaran pada layar monitor sesuai dengan gambaran yang diambil. b. Komputer 1) Central Processing (CPU) digunakan untuk mengolah data yang diterima, didalamnya terdapat komponen-komponen yang sama seperti CPU pada komputer. 2) Keyboard digunakan untuk menginput data berupa tulisan terletak pada bagian panel kontrol atau bawah panel kontrol tergantung masing-masing alat usg. 3) Disk room digunakan untuk tempat penyimpanan ID pasien dan gambaran USG yang telah dikerjakan. 4) Trackball digunakan sebagai kursor untuk memilih menu seperti mouse pada komputer. 5) Printer berfungsi untuk mencetak hasil gambaran usg yang telah dikerjakan. 11

c. Transduser 1) Fungsi Transduser Transduser USG memiliki jenis yang beragam, pemilihan transduser tergantung pada penggunaanya karena setiap transduser memiliki kegunaanya masing-masing. Transduser atau yang sering disebut probe merupakan perangkat yang mengubah satu bentuk energi ke energi lain. Pada USG, transduser mengubah energi listrik menjadi energi mekanis (berupa gelombang suara) dan sebaliknya dari gelombang suara (energi mekanik) menjadi energi listrik kembali, sehingga hasil scanningnya bisa ditampilkan dan dilihat pada TV monitor. Pada sistem ultrasonografi diagnostik, transduser memiliki dua fungsi : (a) Mengubah energi listrik yang diberikan oleh pemancar menjadi pulsa akustik yang diarahkan ke pasien (b) Berfungsi sebagai penerima echo yang dipantulkan, mengubah perubahan tekanan lemah menjadi sinyal listrik untuk pemrosesan. 2) Tipe Transduser Penggunaan transduser bisa lebih dari satu tergantung pada pemeriksaan. Ada 3 jenis transduser yang penting untuk scanning rutin. Berikut penjelasan lebih lanjut tentang tipe transduser : (a) Sector Transduser sector ini menghasilkan gambar bebentuk kipas yang sempit di dekat transduser dan bertambah lebar dengan penetrasi yang lebih dalam seperti yang ditunjukkan Gambar 1. 12. Jenis transduser ini menjadi transduser utama dibidang kardiologi(Matthias Hofer, 2013). 12

Gambar 1. 12 Transduser sectoral (Matthias Hofer, 2013) (b) Linear Transduser linear menghasilkan gambaran persegi sebagaimana yang di gambarkan pada Gambar 1. 13. Transduser jenis ini sering digunakan untuk mengevaluasi jaringan lunak dan kelenjar tiroid atau bagian superfisial dari tubuh. Gambar 1. 13 Transduser Linear (Matthias Hofer, 2013) (c) Convex Pada Gambar 1. 14 transduser convex menghasilkan gambaran berbentuk cembung atau melengkung. Transduser jenis ini sering digunakan untuk scanning abdomen atau organ-organ yang letaknya dalam. 13

Gambar 1. 14 Transduser Convex (Matthias Hofer, 2013) Tampilan gambar USG pada 3 jenis transduser utama untuk scanning rutin, yaitu sebagai berikut: (a) Transduser sector array Pada transduser jenis ini berkas ultrasound berbentuk kipas terbalik. Sehingga, menghasilkan gambaran USG yang sempit pada daerah permukaan dan semakin melebar dengan bertambahnya kedalaman. Transduser ini biasa digunakan untuk pemeriksaan USG pada kepala neonatus, pemindaian intercostal, evaluasi jantung, hati dan limpa serta untuk pemeriksaan pada daerah lain dengan akses sempit. Gambar 1. 15 Transduser sector array (Palmer, 2003) (b) Transduser linier array Elemen piezoelektrik di dalam transduser ini disusun dalam garis lurus, sehingga menghasilkan bidang gambaran dalam bentuk persegi panjang. Transduser jenis ini banyak digunakan untuk pemeriksaan organ small parts (thyroid, mammae, testis), pembuluh darah dan aplikasi kebidanan. 14

Gambar 1. 16 Transduser linier array (Palmer, 2003) (c) Transduser curved array Memiliki elemen piezoelektrik berbaris seperti pada transduser linier, tetapi bentuk permukaannya cembung. Sehingga menghasilkan gambaran dalam bentuk kipas yang mirip dengan transduser sector. Namun, dengan luas bidang yang lebih lebar. Transduser jenis ini sering dipakai untuk pemeriksaan abdomen rutin, kebidanan, scanning pelvis. Gambar 1. 17 Transduser curved array (Palmer, 2003) 3) Penggunaan tranduser dapat pada USG dapat dimanipulasi untuk memudahkan pengambilan gambar pada saat pemeriksaan sesuai dengan kriteria gambar yang dibutuhkan, Teknik tersebut adalah : (a) Sliding adalah pergeseran transducer dari satu posisi ke posisi lain pada permukaan kulit. Teknik ini penting untuk menemukan memindai struktur objek yang diperiksa. 15

Gambar 1. 18 Transducer Movement: Sliding (Smith et al., 2018) (b) Tilting adalah memiringkan transducer dari sisi ke sisi (pada bidang short axis transducer). Tilting dilakukan untuk memperluas bidang pandang. Gambar 1. 19 Transducer Movement: Tilting (Smith et al., 2018) (c) Rocking adalah memiringkan transducer dari sisi ke sisi (pada bidang long axis). Rocking dilakukan untuk memperluas bidang pandang terhadap objek. 16

Gambar 1. 20 Transducer Movement: Rocking (Smith et al., 2018) (d) Rotating adalah merotasikan transducer 90 derajat dari posisi sebelumnya seperti saat memutar transducer dari bidang transversal ke longitudinal. Rotating dibutuhkan saat ingin memindai short axis dari bidang long axis objek. Gambar 1. 21 Transducer Movement: Rotating (Smith et al., 2018) (e) Compression adalah memberikan tekanan lebih atau mengurangi tekanan pada transducer. 17

Gambar 1. 22 Transducer Movement: Compression (Smith et al., 2018) d. Parameter Optimalisasi gambaran USG dapat dilakukan dengan mengatur berbagai parameter yang tersedia pada modalitas USG, diantaranya pengaturan penggunaan frekuensi pada transduser, fokus, kedalaman dan gain. Pengaturan parameter ini bertujuan untuk menyesuaikan pengaturan pada modalitas USG untuk menghasilkan citra yang berkualitas baik. Pengaturan parameter ini disesuaikan dengan organ yang diperiksa. Setiap modalitas USG memiliki kontrol panel dan menu yang berbeda-beda, maka butuh pemahaman bagaimana cara penggunaan dan pengaturan parameter yang ada pada modalitas USG sehingga dapat menghasilkan citra sonografi yang berkualitas bagus. beberapa parameter yang harus diperhatikan diantaranya : 1) Time Gain Compensator (TGC) Digunakan untuk memperkuat sinyal yang dikembalikan dari gelombang suara. TGC ini dapat disesuaikan dengan wilayah yang discanning dan kedalamanan objek yang di scanning seperti Gambar 1. 23. Sehingga objek yang discanning mendapatkan sinyal yang seragam dan menghasilkan kualitas citra sonografi yang bagus. 18

Gambar 1. 23 Panel TGC 2) Overall gain Mengontrol sejauh mana sinyal listrik diproduksi oleh gelombang suara yang kembali ke transduser dan sinyal tersebut akan diperkuat untuk dimunculkan pada layar monitor. 3) Frekuensi Frekuensi mempengaruhi panjang gelombang dan daya tembus. Frekuensi yang rendah panjang gelombangnya tinggi, daya tembusnya tinggi sehingga digunakan untuk pemeriksaan organ yang lebih dalam, sedangkan frekuensi yang tinggi panjang gelombangnya pendek, daya tembus rendah sehingga untuk pemeriksaan jaringan atau organ dipermukaan tubuh. Dan pada frekuensi tinggi memberikan resolusi yang baik begitu pula sebaliknya. 4) Focal zone Organ atau bagian tubuh yang akan diperiksa memiliki kedalam yang berbeda. Fokus transduser idealnya harus diatur. Resolusi lateral adalah kemampuan untuk membedakan secara terpisah dua titik perbandingan skala jarak dari transduser. Penyesuaian faktor yaitu dengan mempersempit bagian gelombang suara dari transduser kebagian organ yang dituju. 5) Depth Parameter yang digunakan untuk mengatur dan menyesuaikan tingkat kedalaman suatu lapangan atau objek yang diperiksa, dan kemudian ditampilkan pada layar monitor. 19

e. Display mode : 1) A-Mode A adalah singkatan dari “Amplitudo”. Prinsip A-mode atau mode amplitudo yaitu pemeriksaan satu dimensi dimana transduser dengan menggunakan kristal tunggal yang dipancarkan dan menyebar melalui jaringan. Echo yang dipantulkan ditampilkan di layar sepanjang sumbu waktu (jarak) sebagai puncak yang sebanding dengan intensitas (amplitudo) setiap sinyal. Gambaran A mode ini seperti oscilloscop. Metode ini jarang digunakan saat ini, karena informasi yang diberikan terbatas (Block, 2012a; Lutz & Wish, 2011). 2) B-Mode B-mode (Brightness mode) mengubah gelombang amplitudo ini menjadi gambaran dengan menggunakan konventer skala abu-abu yang berbeda sesuai dengan intensitas (amplitudo) dari setiap sinyal. jaringan/ struktur. 3) M-Mode M-Mode atau motion, membentuk gelombang yang menggunakan gerakan jaringan/struktur relatif terhadap bidang gambar transduser (sejajar dengan struktur) pada sumbu vertikal, dan waktu pada sumbu horizontal. Hal ini sering digunakan bersamaan dengan pemindaian B-mode untuk mempelajari gerak katup atau untuk mengukur/ mendokumentasikan aktivitas jantung janin. 4) Doppler Tampilan doppler ini digunakan untuk melihat denyut pembuluh darah, aliran darah (menggunakan doppler warna) dan untuk menghitung kecepatan aliran darah di dalam pembuluh darah. A. Jelly USG 1. Kualitas jelly : Pada pemeriksaan USG, kita memerlukan bahan yang tidak kalah penting, yaitu jelly khusus yang diproduksi oleh pabrikan untuk pemeriksaan USG. Terdapat berbagai macam merk jelly dipasaran, tetapi pilihlah jelly yang berkualitas agar transducer yang kita gunakan akan terpelihara baik. Kualitas jelly yang baik ditandai dengan bahan jelly yang tidak encer dan tidak cepat kering serta tidak menimbulkan gatal pada kulit, terutama pada pasien yang sangat alergi. Jelly yang tersedia bervariasi dalam hal viskositas, warna, dan juga harga. Namun, pada intinya jelly memiliki kegunaan yang sama yaitu 20

sebagai media transmisi gelombang suara dari probe menuju ke tubuh pasien. Dengan adanya jelly meminimalisir gap udara antara probe dengan tubuh yang diperiksa sehingga transmisi gelombang suara berjalan dengan baik. 2. Fungsi Jelly : Jelly berfungsi sebagai media perantara untuk merekatkan transducer dengan bagian tubuh yang akan diperiksa, sehingga tidak ada udara pada area yang tersentuh oleh transducer, karena adanya udara yang akan mengisi celah antara transducer dan permukaan kulit dari area yang diperiksa, merupakan gangguan pada pemeriksaan USG. Jelly akan memudahkan pergerakan dari transducer pada saat dilakukan pemeriksaan, licin permukaan areanya yang diberi jelly, sehingga tidak kesat dan juga tidak akan membuat kulit pasien iritasi. 3. Penggunaan jelly : Penggunaan jelly memungkinkan transmisi gelombang suara terhadap jaringan menjadi lebih efektif, mengurangi artefak yang disebabkan oleh pantulan gelombang suara, dan menjadi pelumas antara tubuh pasien dengan transducer. Jelly yang digunakan harus benar-benar bebas dari gelembung udara (air bubbles) untuk memastikan transmisi suara yang baik. Meskipun penggunaan jelly tidak menimbulkan rasa sakit, namun jelly di dalam temperatur ruangan akan terasa dingin ketika langsung diaplikasikan pada kulit. Mesin penghangat jelly dapat digunakan untuk menghangatkan jelly sebelum diaplikasikan ke kulit pasien. Gambar 1. 24 Jelly Ultrasound (kiri) dan mesin penghangat jelly (kanan) (Tayal et al., 2018) B. Imaging Plane Bidang anatomis sama dengan bidang ultrasound. Bidang transversal atau aksial, sagital, dan koronal adalah bidang utama. Ketika transduser dimiringkan ke arah bidang, kata \"oblique\" digunakan, contohnya transversal oblique (Smith et al., 2018). 21

Coronal Transversal Sagital Gambar 1. 25 Image planes. T, transverse; S, sagittal; C, coronal (Smith et al., 2018) 22

BAB II Teknik Scanning USG Hepar A. Pendahuluan Ultrasonografi (USG) adalah teknik pencitraan diagnostik yang menggunakan ultrasonik yaitu gelombang suara dengan frekuensi tinggi berkisar 2 - 12 MHz, melebihi kisaran pendengaran manusia 20 – 20.000 Hz, dan merambat melalui suatu medium (McDicken WN, 2011). Ketika mengenai medium, maka akan terjadi interaksi gelombang dengan berbagai jenis jaringan sebagai dasar untuk pencitraan diagnostik USG. Pemeriksaan USG menguntungkan, karena bersifat non-invasif, biaya murah dan memberikan citra jaringan lunak yang lebih jelas dibandingkan foto Rontgen konvensional.(Sudarsih, 2014) Radiologi merupakan salah satu pelayanan penunjang medis yang dapat melakukan pemeriksaan USG, salah satunya adalah pemeriksaan USG Abdomen (N AP, 2013). Dalam pemeriksaan USG Abdomen, pada umumnya organ yang dapat dievaluasi antara lain liver, kantung empedu, ginjal, pembuluh darah aorta, pankreas, limpa, kandung kemih dan kelanjar prostat atau rahim.(Hagen-Ansert S, 2016) Ultrasonografi (USG) hepar/ Liver/ hati merupakan sarana pemerik- saan imejing yang akurat untuk melihat kelainan atau penyakit pada hepar dengan menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi. Transducer (probe) yang digunakan umumnya berfrekuensi 3,5 – 5 MHz. Pemeriksaannya bisa dilakukan setiap saat, relatif mudah, murah, cepat dan pasien merasa nyaman. Pada pemeriksaan USG hepar, diperlukan tenaga yang profesional pada bidangnya. B. Normal Anatomi Hepar merupakan organ di dalam rongga abdomen yang paling besar ukurannya, berwarna coklat kemerahan, terletak di bagian kuadran atas abdomen atau tepat di bawah diafragma bagian kanan dan meluas ke bagian kiri melewati garis tengah tubuh. Permukaan hepar bagian superior, posterior dan anterior berbatasan langsung dengan diafragma. Pada hepar terbagi menjadi 2 lobus besar yaitu lobus kanan dan lobus kiri yang dipisahkan oleh ligamentum falsiform, lobus kanan terletak pada regio hipokondrium kanan dan lobus kiri terletak pada regio hipokondrium kiri dan epigastrium sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 2. 1 Hepar Pandangan Anterior Gambar 2. 1. Hepar pada orang dewasa beratnya : 1400 – 1600 gr. Berat lobus kanan sama dengan 6 kali berat lobus kiri. 23

Panjang hepar pada orang dewasa berkisar 15 – 17 cm. Hepatic parenchyma terdiri dari hepatocytes dengan reticulo endothelial cells (kupffer cells) yang terorganisir kedalam lobules. Satu lobules ± 1 x 2 mm. Lobulus-lobulus dari hapatocytes akan menata seperti jari-jari lingkaran dalam koordinasi pusat vena hepatica. Hepar terletak pada peritoneal, kecuali untuk fossa gallbladder dan organ-organ sekitar IVC(Inferior Vena Cava/ Vena Cava Inferior). Hepar terbagi dalam 4 lobus : 1. Lobus kanan (right lobe) Merupakan bagian terbesar, dalam melakukan scanning perhatikan jaringannya (hepatic tissuenya). Lobus kanan dipisahkan dari lobus kiri dengan main lobar fissure caudally dan middle hepatic vein cranially. Inferior Vena Cava (IVC) dan Kandung Empedu (KE) bisa ditemukan antara lobus kanan dan kiri. 2. Lobus kiri (left lobe) Lobus kiri selalu lebih kecil dari lobus kanan, tetapi ukurannya bervariasi. Lobus kiri terletak disebelah kiri dari lobus kanan. 3. Caudate lobe (lobus caudatus) Caudate lobe terletak posterior dari portahepatika, antara fissura dari ligamentum venosum dan IVC. Bagian kiri dari caudate lobe adalah posterior dari baoundari hepatic. Margin kiri dari caudate merupakan batasan antara IVC dengan portal vein. Hepar merupakan salah satu organ di dalam rongga perut kanan atas yang dikelilingi oleh tulang iga. 4. Quadrate lobe (lobus quadratus) Terletak antara fissure dan ligamentum teres dengan fossa dari kandung empedu, dan anterior dari portahepatika. Pada bagian belakang (dorsal surface) dipisahkan dari caudate lobe dengan fissure dari ligamentum venosum dan proximal portion dari left portal vein. Selain berperan dalam pencernaan hepar juga berfungsi sebagai berikut: a. Detoksifikasi atau degradasi limbah dan hormon tubuh, serta obat- obatan dan senyawa asing lainnya. b. Penyimpanan glikogen, lemak, zat besi dan banyak vitamin c. Pemrosesan metabolisme kategori utama nutrisi (karbohidat, protein dan lipid) setelah penyerapannya dari saluran pencernaan. d. Mensintesis protein plasma, termasuk yang dibutuhkan untuk pembekuan darah dan yang mengangkut hormon steroid, hormon tiroid dan kolesterol dalam darah. 24

e. Menghilangkan bakteri dan sel darah merah yang “usang”, berkat markofag penghuninya. f. Mengaktifkan vitamin D, yang dilakukan hati bersama dengan ginjal. g. Mengeluarkan kolesterol dan bilirubin, yang terakhir merupakan produk pemecahan yang berasal dari penghancuran sel darah merah yang usang. Gambar 2. 1 Hepar Pandangan Anterior 1. Right triangular ligament 2. Diaphragm 3. Coronary ligament 4. Left triangular ligament 5. Left lobe 6. Right lobe 7. Falciform ligament 8. Inferior margin 9. Ligamentum teres 10. Costal impression 11. Gallbladder Gambar 2. 2 Anatomi hepar normal tampak anterior dan posterior(Kalra, 2021) Untuk melaksanakan fungsinya yang begitu banyak, hepar dilaliri darah dari dua sumber yaitu darah arteri yang berasal dari aorta sebanyak 25% dan darah vena yang datang langsung dari saluran pencernaan sebanyak 75%, ini merupakan keunikan dari hepar karena memiliki suplai darah ganda. Sekitar 1 liter darah mengalir dari vena porta ke hepar setiap menit dan 350 mL lainnya mengalir ke hepar dari arteri hepatik. Untuk segala 25

proses metabolismenya, hepar memerlukan energi yang tinggi yakni sekitar 20% dari total kebutuhan oksigen. Gambar 2. 3 Skema representasi aliran darah hepar (Sherwood & Christopher Ward, 2019) Seperti organ yang lainnya hepar menerima darah segar melalui arteri hepatik yang menyuplai oksigennya dan mengantarkan metabolit yang dibawa darah untuk diproses di hepar. Aliran darah vena juga memasuki hepar melalui sistem portal hepatik, suatu hubungan vaskular yang unik dan kompleks antara saluran pencernaan dengan hepar. Darah yang keluar dari saluran pencernaan tidak secara langsung bergabung dengan vena cava inferior (vena besar yang mengembalikan darah ke jantung), melainkan vena saluran pencernaan ini bergabung memasuki vena porta, yang membawa produk yang di serap dari saluran pencernaan langsung ke hepar untuk di proses, disimpan atau didetoksifikasi sebelum mendapatkan akses ke sirkulasi umum. Setelah diproses di dalam hepar 26

darah mengalir keluar melalui vena hepatika dan menuju vena cava inferior untuk dikembalikan lagi ke jantung. Sebagaimana yang di tunjukkan pada Gambar 2. 2, keterangan 1a menunjukkan aliran darah yang menyediakan suplai oksigen hepar dan membawa metabolit yang dibawa darah untuk diproses di hepar yang dikirim oleh arteri hepatik. Keterangan 1b menunjukkan pembuluh vena yang mengalir dari saluran pencernaan yang di bawa oleh vena porta ke hepar untuk dirposes dan disimpan nutrisi yang baru di serap dan pada keterangan 2 menunjukkan darah meninggalkan hepar melalui vena hepatika (Casotti & D’Antiga, 2019; Kalra et al., 2021; Sherwood & Christopher Ward, 2019; Sidney L. Palmer et al., 2010). Portal Triad merujuk pada tiga struktur yang berjalan bersamaan secara jelas dan mikroskopik. Ketiga struktur tersebut antara lain vena porta hepatika, arteri hepatika, dan duktus biliaris. Ketiga struktur ini masuk ke dalam hati melalui porta hepatis kemudian terbagi lagi menjadi pembuluh darah dan duktus yang lebih kecil tetapi selalu tetap dekat satu sama lain (Reynolds, 2016). Portal Triad membentuk enam titik hexagonal yang membentuk lobulus-lobulus Gambar 2. 4 (O’Connell et al., 2017). Darah kaya akan nutrisi dari traktus gastrointestinal memasuki hepar melalui vena porta, sedangkan darah kaya akan oksigen memasuki hepar melalui arteri hepatika komunis. Darah melewati sinusoid yang dilapisi permukaan basolateral dari lapisan tunggal hepatosit. Sinusoid berfenetrasi sehingga memudahkan transfer produk pencernaan ke hepatosit. Kemudian, darah dari sinusoid menuju ke vena sentral lalu keluar menuju IVC melalui vena hepatika. Darah keluar dari portal triad melalui vena central, sedangkan cairan empedu bergerak berlawanan dengan portal triad di dalam duktus biliaris (O’Connell et al., 2017). Gambar 2. 4 Lobulus Hepar. Hepar disusun sebagai rangkaian lobulus hexagonal (Reynold JC, 2016) 27

Gambar 2. 5 Portal Triad (Reynold JC, 2016) C. Anatomi Sectional Hepar 1. Right lobe 1. Sagittal Section 2. Portal vein 3. Hepatic vein Gambar 2. 6 Sagittal section Hepar 4. Gallbladder 5. Right kidney 6. Perirenal fat 7. Caudate lobe 8. Diaphragm 9. Costo-diaphragmatic recess 28

2. Transversal /Axial Section 1. Right lobe 2. Caudate lobe 3. Left lobe 4. Epiploic foramen 5. Hepatorenal ligament 6. Peritoneum 7. Inferior Vena Cava 8. Right kidney 9. Stomach Gambar 2. 7 Transversal / Axial section Hepar D. Patologi 1. Hepatitis : Hepatitis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan peradangan hepar. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi virus atau karena perihal lain seperti penyakit auto imun, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, serta zat racun atau obat-obatan tertentu. Hepatitis dapat membentuk jaringan parut bahkan sirosis pada hepar apabila bersifat kronik. Hepatitis akut dan kronik dibedakan atas lamanya penyakit dan pola kerusakan hati yang ditimbulkannya. Virus hepatitis diklasifikasikan berdasarkan jenis virus A,B,C,D, dan E. 2. Fatty liver. Fatty liver atau perlemakan liver merupakan akumulasi trigliserida dalam sel-sel parenkim liver. Akumulasi timbul pada keadaan berikut : a. Peningkatan mobilisasi lemak jaringan yang menyebabkan peningkatan jumlah asam lemak yang sampai ke liver b. Peningkatan kecepatan konversi dari asam lemak menjadi trigliserida di dalam liver karena aktivitas enzim yang terlibat meningkat. c. Penurunan Oksidasi trigliserida menjadi asetil-koA dan penurunan bahan keton. d. Penurunan sintesis protein akseptor lipid.(Bedogni et al., 2005) Fatty liver adalah kondisi yang ditandai dengan adanya akumulasi lemak (5% dari berat badan) di dalam sel hepatosit liver, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan sekresi trigliserida oleh liver. Faktor risiko timbulnya fatty liver diantaranya adalah obesitas, konsumsi 29

Alkohol yang berlebihan, dan kelainan genetik, tetapi penyebab paling banyak fatty liver adalah konsumsi alkohol yang berlebihan (46-50%) yang disebut dengan Alkoholic fatty liver disease (AFLD) dan obesitas (76-90%) yang disebut dengan non-Alkoholic fatty liver disease (NAFLD).(Bedogni et al., 2005) 3. Metastase pada hepar Hepar merupakan tempat paling umum kedua dari penyebaran kanker primer (metastasis). Gambaran nodul metastasis pada USG memiliki berbagai variasi seperti yang ditunjukkan Gambar 2. 8, tipe I nodul kistik, tipe II solid hypoechoic, tipe III hyperechoic, tipe IIIa target sign, tipe IIIb bull’s eye dan tipe IIIc nodul hyperechoic dengan bayangan akustik posterior. Pada umumnya nodul metastasis ini bersifat multipel dan tersebar pada kedua lobus hepar dengan ukuran yang bervariasi. Riwayat kanker primer dapat membantu untuk memastikan diagnosis penyakit metastasis ketika lesi hepar ditemukan (Henningsen & Youngs, 2014; Makes, 2020a). Gambar 2. 8 Tipe-tipe metastasis (Makes, 2020) E. Indikasi Pemeriksaan 1. Rasa nyeri di perut kanan atas. 2. Pembesaran hati (hepatomegali). 3. Terabanya suatu massa di perut kanan atas. 4. Ikterus kholestatik, bisa dibedakan icterus kholestatik intra hepatal atau ekstra hepatal. 30

5. Gangguan kondisi tubuh, terasa lemas pada badan yang tidak diketahui sebabnya. 6. Mencari kemungkinan metastase di hati. Kelainan Hepar yang dapat diamati dengan USG a. Hepatitis, baik akut maupun kronis. b. Perlemakan hati (fatty liver). c. Cirrhosis hepatis. d. Joundice e. Kista (cyst), abses. f. Tumor, mass. g. Kanker. h. Metastasis pada liver. F. Prosedur Pemeriksaan USG 1. Persiapan Pasien Sebelum pemeriksaan pasien diharuskan puasa kurang lebih 8 jam sebelum pemeriksaan dimulai. Untuk mencegah dehidrasi pada pasien, maka hanya air saja yang boleh diberikan 2. Alat dan Bahan Pada pemeriksaan hepar alat yang perlu dipersiapkan adalah seperangkat alat USG termasuk transduser berjenis kovex dengan frekuensi 3,5 MHz sampai 5 MHz. kemudian jeli USG sebagai media perantara tranduser dengan bagain tubuh yang diperiksa. 3. Posisi pasien Pasien diposisikan supine atau berbaring dengan nyaman. Tangan boleh diletakkan di samping kepala apabila mengganggu dalam proses scanning. 4. Teknik Scanning Hepar Scanning hepar dapat dilakukan pada bidang sagital, transversal dan oblique termasuk scanning dengan cara subkostal atau interkostal. Pemeriksaan USG Hepar dilakukan pada pasien dengan posisi supine, left- oblique, dan left-lateral decubitus. Pasien diposisikan supine kemudian jeli USG di oleskan pada area hepar mulai dari area subkostal hingga epigastrik. Transduser yang digunakan adalah jenis konvex dengan frekuensi 3,5 MHz sampai 5 MHz. Pada scanning transversal, transduser diletakkan subkostal kemudian disapukan keatas dan bawah untuk 31

mendapatkan gambaran hepar lobus kanan, diafragma, vena porta, vena hepatika dan kemungkinan kelainan pada liver. Kemudian pada scanning longitudinal diletakkan di bawah prosesus xiphoideus secara longitudinal kemudian disapukan ke kanan dan ke kiri untuk memperoleh gambaran liver lobus kiri, vena porta, vena hepatika dan kemungkinan kelainan pada hepar. Pada saaat pengambilan gambar dilakukan, pasien di instruksikan untuk menarik nafas yang dalam kemudian menahannya dengan rileks dan bernafas seperti biasa ketika selesai pengambilan gambar. Terdapat tiga pendekatan dasar dalam melakukan scanning hepar, yaitu: a. Scanning longitudinal Scanning longitudinal dilakukan dengan transducer sejajar dengan mid sagittal line. Scanning ini memungkinkan untuk mengetahui batas atas dan bawah dari liver dan harus diketahui, bahwa bagian superior dari lobus kanan liver merupakan titik buta dalam survey liver secara longitudinal. b. Scanning transversal dan subcostal oblique Scanning transversal liver dilakukan dengan transducer diletakkan di daerah epigastrium mengikuti batas kosta dan membentuk pola kipas. Lakukan scanning 4-5 kali dari kiri ke kanan untuk survey hepar secara lengkap. c. Scanning intercostal Scannnig intercostal dilakukan dengan transducer diletakkan antara kosta sehingga gelombang suara bertransmisi melalui celah antara kosta. Scanningini bertujuan untuk memvisualisasikan dengan jelas superior dari lobus kanan hepar. 32

a bc Gambar 2. 9 Posisi scanning USG hepar, a. Longitudinal, b. Transversal subcostal, c. intercostal (Palmer, 2003) Gambar 2. 10 Teknik scanning transversal dan longitudinal (Block, 2012) Cara Melakukan USG Hepar : a. Pasien tidur supine, pakaian di daerah perut disingkirkan. Gambar 2. 11 Tubuh pasien harus bebas dari pakaian (Block, 2012b) 33

b. Gunakan transducer 3,5 MHz untuk pasien dewasa, 5 MHz untuk pasien anak-anak atau pasien dewasa kurus. c. Perut pasien di daerah hepar diberi jelly khusus. d. Scanning dilakukan dalam bidang sagittal, transversal dan oblique yang dilakukan sejajar dibawah iga (subcostal) kanan atau inter costal kanan. Gambar 2. 12 Posisi transducer Intercostal Gambar 2. 13 Posisi transducer subcostal Gambar 2. 14 Posisi transducer transversal 34

e. Kadang-kadang dianjurkan pasien posisi RPO. f. Pada saat eksposi (freeze) kadang-kadang diperlukan menahan napas, dan pada akhir menarik napas panjang. g. Scanning dilakukan dengan menggerakkan transducer secara perlahan untuk mendapatkan visualisasi seluruh hepar. G. Sonoanatomy Pada sonoanatomi hepar normal permukaan lobus hepar rata atau reguler dan tidak terdapat asites. Echogenisitas parenkim hepar tampak homogen dengan tingkat echogenisitas menengah. Parenkim hepar normal tampak sedikit hyperechoic atau isoechoic jika dibandingkan dengan parenkim ginjal dan jika dibandingkan dengan pankreas, hepar tampak sedikit hypoechoic atau isoechoic. Di dalam parenkim, struktur tubular yang berhubungan dengan vena, arteri dan duktus biliaris juga dapat divisualisasikan. Duktus biliaris intrahepatik dan struktur vaskular intrahepatik akan tampak sebagai suatu struktur anechoic tubular yang berjalan sejajar. Umumnya pada orang normal duktus biliaris intrahepatik jarang terlihat dan apabila terlihat biasa terletak anterior dari cabang-cabang vena porta. Gambaran dinding vena porta pada USG akan tampak lebih cerah atau hyperechoic dibandingkan dengan dinding vena hepatika. Rata- rata ukuran hepar kurang dari 15 cm pada garis midclavicular, tetapi ukurannya bisa bervariasi sesuai dengan tinggi dan berat badan pasien. Hasil Scanning Hepar Yang Normal Parenkima (texture) hepar akan tampak homogen, tampak jelas vena porta, dan vena hepatica bias diikuti sampai pertemuannya dengan vena cava inferior. Gambar 2. 15 Hasil USG Hepar Yang Normal 35

Hasil Scanning USG Hepar Yang Menggambarkan Play Boy Bunny Gambar 2. 16 Hasil USG Hepar, Tampak Play Boy Bunny Sign, C = IVC l = vena hepatica kiri, m = vena hepatika medial dan atau vena hepatika kanan. H. Sonopatologi 1. Hepatitis Akut Hepar biasanya membesar dan nyeri tekan, terkadang adanya oedema di dinding kandung empedu. Gambar 2. 17 Hasil Gambaran Hepar dengan Hepatitis Akut 2. Fatty liver Hepar biasanya membesar dan gambaran tekstur heparnya lebih kasar, dengan transmisi akustik yang relatif buruk disertai diafragma yang hampir tidak terlihat 36

Gambar 2. 18 Hasil Gambaran Hepar dengan Fatty liver 3. Kista (cyt) pada Hepar Berupa gambaran unechoic dengan dinding berbatas jelas dan rata. Ada acoustic enhancement dibawah kista tersebut. Multiple atau polycystic pada hepar, biasanya berhubungan dengan multiple cyst pada ginjal Gambar 2. 19 Hasil Gambaran Hepar dengan adanya Kista pada hepar 4. Metastase pada Hepar Berupa gambaran hypoechoic pada hepar, biasanya multiple dengan dinding tidak berbatas tegas. Biasanya mempunyai gambaran halo atau target sign berupa gambaran massa dengan lingkaran luarnya hypoechoic dan dan bualatan didalammnya hyperechoic. 37

Gambar 2. 20 Hasil Gambaran Hepar dengan adanya metastase pada hepar. 5. Cirrhosis hepar dengan adanya ascites Gambaran cirrhosis pada hepar tampak gambaran hepar menciut dan mengecil dengan internaal echo pada jaringan hepar meningkat dan kasar; ada gambaran ascites berupa gambaran unechoic di sekitar hepar, apabila ascites masih sedikit maka kita bisa lihat di daerah celah hepato renal. Gambar 2. 21 Gambar Cirrhosis Hepar dengan Ascites (Palmer, 2003) 38

BAB III Teknik Scanning USG Kandung Empedu A. Pendahuluan Pemeriksaan secara USG dari kandung empedu (KE) merupakan pemeriksan imajing yang akurat untuk melihat kelainan atau penyakit pada kandung empedu dengan menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi. Pemeriksaannya bisa dilakukan setiap saat, persiapan pasien dan peralatannya relatif mudah, harga pemeriksaan murah dibandingkan dengan imajing canggih lainnya, dan dalam melakukan pemeriksaan pasien merasa nyaman karena sonografer akan berhadapan serta berkomunikasi dengan pasien. Pemeriksaan KE dengan menggunakan x-ray sudah tidak dilakukan lagi, karena sudah tergantikan dengan pemeriksaan USG KE. Di Indonesia pemeriksaan USG KE awalnya dilakukan pada tahun 1980, merupakan bagian dari pemeriksaan USG abdomen yang dilakukan secara transabdominal dan menggunakan transducer dengan ukuran frekuensi 3,5 - 5 MHz, pasien yang gemuk menggunakan transducer degan MHz yang lebih kecil. Pada pemeriksaan ini diperlukan ketelitian sonografer untuk dapat menegakkan diagnosa, pengamatan pemeriksaannya mencakup keadaan di dalam KE dan salurannya. Dalam waktu singkat diagnosa KE dapat ditegakkan dan dalam waktu singkat pula pasien dapat ditolong. B. Normal Anatomi Kandung Empedu 1. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu Kandung empedu (vesica felea) merupakan organ intraperitoneal berupa kantong berbentuk buah pir yang terletak pada fosa kandung empedu di daerah proyeksi posteromedial hepar, dekat dengan perbatasan hepar lobus kanan dan kiri. Organ ini berfungsi untuk menyimpan dan mengonsentrasikan cairan empedu yang diproduksi oleh hati (Makes, 2020b; Penny, 2017). Anatomi utama kandung empedu terdiri dari fundus (ujung yang melebar), body (bagian utama) dan neck (bagian yang berhubungan dengan saluran kistik). Kandung empedu terdiri dari tiga lapisan. Lapisan terdalam disebut lapisan mukosa yang terdiri dari beberapa lipatan dan rugae. Lapisan tengah disebut lapisan fibromuscular dan lapisan terluar adalah lapisan serosa (Penny, 2017; Waugh et al., 2010). 39

Gambar 3. 1 Anatomi kandung empedu (Hage Ansert, 2018b) Ukuran dan bentuk kandung empedu bervariasi pada setiap orang dengan panjang normal sekitar 8-11 cm, diameter lebarnya 3-5 cm dan tebal dinding kandung empedu normal kurang dari 3 mm. Kandung empedu berwarna hijau gelap, dikarenakan warna cairan empedu yang terdapat di dalamnya. Cairan empedu merupakan cairan yang mengandung mucus, berwarna kuning kehijauan, dan mempunyai reaksi basa yang dihasilkan oleh sel hepar kurang lebih 500-1000 ml perhari. Komposisi cairan ini terdiri dari garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, lesitin, lemak dan garam organik. Cairan empedu akan disimpan di dalam kandung empedu sebelum di sekresi ke dalam usus. Di dalam kandung empedu, cairan empedu mengalami pengentalan 5-10 kali dan akan dikeluarkan dari kandung empedu dengan adanya aksi koleksistokinin, yaitu hormon yang dihasilkan duodenum ketika chyme meninggalkan lambung. Kolesistokinin menyebabkan kontraksi otot kandung empedu sehingga cairan empedu mengalir ke dalam duktus sistikus dan duktus koledokus, kemudian masuk ke dalam duodenum. 40

Cairan empedu mempunyai 2 fungsi utama, yaitu membantu proses pencernaan dalam penyerapan lemak dan berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol. 2. Gallbladder, disingkat GB (kandung empedu, disingkat KE) : a. Merupakan kantong kerucut musculomembranous. b. Letaknya dekat right costal margin, dekat dengan inferior surface dari lobus kanan hepar. c. Terdiri dari tiga bagian : (a) Fundus, (b) Body, (c) Neck. d. Ukuran dan bentuknya bervariasi, biasanya panjangnya ± 5 cm – 7 cm, diameter lebarnya ± 2 – 3 cm. Sedangkan tebal dari dinding KE ≤ 3 mm. e. Kandung empedu berisi cairan empedu. Terjadinya kontraksi pada empedu apabila makanan masuk ke dalam duodenum, terutama makanan yang mengandung lemak. Volume cairan empedu bevariasi dari 45 ml – 160 ml. 3. Saluran – saluran Empedu (Ducts) : a. Cystic duct (ductus cysticus). b. Hepatic ducts (ductus hepaticus). c. Right dan left hepatic ducts akan bergabung menjadi common hepatic duct (CHD), diameternya 4 mm. d. CHD akan bergabung dengan cystic duct menjadi common bile duct (CBD) / Ductus Choledochus Communis. e. CBD akan bermuara di duodenum melalui papilla of vater (papilla vatery). Gambar 3. 2 Anatomi Kandung Empedu 41

C. Anatomi Sectional Kandung Empedu 1. Right lobe 1. Sagittal Section 2. Portal Vein 3. Hepatic Vein Gambar 3. 3 Sagittal Section dari Kandung 4. Gallbladder Empedu 5. Right kidney 6. Perirenal fat 2. Transversal /Axial Section 7. Caudate lobe 8. Diafragma 9. Costodiaphragmatic recess Gambar 3. 4 Transversal / Axial Section dari Kandung Empedu (Block, 2012a). Gb=kandung empedu, B=bulbus duodenum, S=Lambung, D=Duodenun, D. Patologi 1. Kolelitiasis Kolelitiasis (gallstone) merupakan batu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu, di saluran empedu ataupun dikeduanya. Berdasarkan komponen kimia yang membentuknya, batu empedu dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: (Portincasa et al., 2019; Yusuf, 2021). a) Batu kolesterol Batu kolesterol menyumbang 10% dari batu empedu dan terdiri dari setidaknya 50% kolesterol. Batu ini banyak dimiliki pada pasien dengan diet tinggi lemak dan tinggi lipid serum karena tingginya kadar kolesterol di dalam tubuh mereka. 42

b) Batu berpigmen Batu berpigmen berwarna lebih gelap yang terbentuk dari bilirubin dan kolesterol <20%. Ada dua subtipe batu jenis ini, yaitu batu berpigmen hitam (batu empedu yang terbentuk karena hemolisis kronis, sirosis atau malabsorpsi usus) dan batu berpigmen coklat (batu empedu berpigmen yang terbentuk akibat infeksi sekunder bakteri dan parasit seperti Clonorchis sinensis atau karena stasis empedu). c) Batu campuran Batu campuran menyumbang 80% dari batu empedu dan memiliki kandungan kolesterol sekitar 20-50% (Murphy et al., 2020). Gambar 3. 5 Batu kandung empedu (Wilkins et al., 2017) Kolelitiasis dapat terjadi dengan gejala (simtomatik) dan tanpa gejala (asimtomatik). Gejala umum yang sering adalah nyeri pada perut kanan bagian atas yang meningkat atau berkurang dalam intensitas waktu tertentu atau disebut kolik bilier. Lalu ada mual, muntah dan nyeri pada daerah supraklavikula kanan (collins sign) (Littlefield et al., 2019). Penyebab penyakit batu empedu bersifat multifaktoral. Ada faktor risiko penyebab terjadinya batu empedu yang tidak dapat diubah (non- modifiable) seperti: etnis, jenis kelamin perempuan, riwayat keluarga, kehamilan, dan usia di atas 40 tahun. Selain itu, ada juga faktor risiko yang dapat diubah (modifieble), yaitu: obesitas, penurunan berat badan yang cepat, diet tinggi kalori, obat-obatan, merokok dan gaya hidup tidak aktif bergerak (Ibrahim et al., 2018; Littlefield et al., 2019). Batu empedu dapat menimbulkan beberapa komplikasi, di antaranya kolesistitis, koledokolitiasis, pankreatitis, obstruktif jaundice dan kolangitis. Namun, kolesistitis (peradangan kandung empedu) merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita kolelitiasis (Ibrahim et al., 2018). 43

2. Kolesistitis Kolesistitis merupakan peradangan pada kandung empedu. Berdasarkan durasi waktu terjadinya, kolesistitis dibedakan menjadi kolesistitis akut dan kolesistitis kronis. Sedangkan berdasarkan penyebabnya, kolesistitis dibedakan mejadi kolesistitis kalkulus (disebabkan oleh batu) dan kolesistitis akalkulus (bukan disebabkan oleh batu). a. Kolesistitis akut Kolesistitis akut adalah peradangan kandung empedu yang terjadi karena adanya sumbatan pada ductus sistikus, sehingga terjadi gangguan dalam pengosongan kandung empedu. Kolesistitis akut biasanya dimulai dengan obstruksi persisten oleh batu yang mengakibatkan peningkatan tekanan di dalam kandung empedu yang menyebabkan distensi, iskemia, invasi bakteri dan inflamasi. Gejala yang biasa dirasakan penderita adalah nyeri pada perut bagian kuadran kanan atas (RUQ), demam dan leukositosis (Jones et al., 2020; Jones, Genova, et al., 2021; Wilkins et al., 2017). Kolesistitis akut diklasifikasikan menjadi empat bentuk, yaitu sebagai berikut: 1) Akalkulus Kolesistitis yang tidak disebabkan oleh batu dan biasanya diderita oleh pasien dengan kondisi kritis. 2) Xanthogranulomatus Kolesistitis akut ini biasanya ditandai dengan adanya penebalan dinding kandung empedu dan peningkatan tekanan kandung empedu yang disebabkan oleh adanya sumbatan batu. 3) Emfisematus Kolesistitis jenis ini ditandai dengan adanya pembentukan gas anaerob. 4) Torsi kandung empedu Kolesistitis yang ditandai dengan adanya gangguan vaskularisasi suplai darah dan paling sering terjadi pada orangtua. Kondisi ini biasa mengancam jiwa jika tidak segera ditangani dengan kolesistektomi (Wilkins et al., 2017). Pada pemeriksaan USG pasien kolesistitis akut akan dijumpai ciri khas “Murphy Sign”, yaitu rasa nyeri maksimal yang mucul saat dilakukan penekanan dengan transduser pada daerah proyeksi hipokondrium kanan, khususnya pada daerah fundus kandung empedu yang distensi (Makes, 2020b; Murphy et al., 2020). 44

b. Kolesistitis kronis Kolesistitis kronis merupakan peradangan kandung empedu yang berlanjut dari waktu ke waktu akibat adanya serangan berulang dari kolesistitis akut. Kolesistitis kronis dapat disebabkan oleh batu (kalkulus) dan tanpa batu (akalkulus). Namun Sebagian besar kasus kolesistitis kronis disebabkan oleh batu (Jones, Gnanapandithan, et al., 2021; Murphy et al., 2020). Pasien kolesistitis kronis biasanya datang dengan gejala nyeri pada perut kanan atas yang menjalar ke pinggang dan punggung tengah bahkan bisa sampai ke ujung skapula kanan. Rasa sakit dapat diperburuk dengan mengonsumsi makanan berlemak. Keluhan perut kembung biasa dirasakan dengan disertai mual dan muntah sesekali. Gejala tersebut biasa muncul pada sore atau malam hari selama berminggu-minggu bahkan sampai berbulan-bulan dan memburuk secara bertahap dibandingkan dengan gejala kolesistitis akut yang terjadi secara tiba-tiba dan parah (Jones, Gnanapandithan, et al., 2021). E. Indikasi Pemeriksaan 1. Sakit perut pada Right Upper Quadrant (RUQ), yang disertai dengan rasa kembung yang disertai dengan atau tanpa panas (demam). 2. Sering panas (demam) yang tidak diketahui sebabnya. 3. Diare, lebih-lebih bila timbul sesudah makan makanan berlemak. 4. Cholangitis : peradangan pada saluran empedu. 5. Cholecystitis : peradangan dari gallbladder. 6. Choledocholithiasis : batu pada saluran empedu. 7. Cholelithiasis : batu pada gallbladder. 8. Adanya tumor atau kanker pada gallbladder. F. Prosedur Pemeriksaan USG 1. Persiapan Pasien a. Pasien puasa minimal 6 sebelum pemeriksaan, kecuali minum air putih boleh sedikit apabila pasien sangat haus. Untuk anak-anak cukup puasa 2 jam. Dengan tidak makan maka kandung empedu akan dilatasi penuh. b. Bila keadaan terpaksa atau emergency, maka pemeriksaan USG kandung empedu dapat dilakukan setiap saat, tanpa persiapan. c. Tidak diperlukan persiapan khusus atau obat-obatan khusus, sebelum dilakukan pemeriksaan. 45


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook