PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL 10 %, dengan pertimbangan bahwa variabel tersebut dianggap cukup berpengaruh terhadap kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan ( LP2B ) . Tabel 3 : Jenis-jenis Variabel Fisik Penyiapan Data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan No Jenis Variabel Fisik Kelas Nilai Bobot Skor 1 Sistem irigasi Sawah Irigasi 3 30% 0.9 Sawah Non Irigasi 2 0.6 2 Intensitas tanam Tegalan/Ladang 1 25% 0.3 Non-Sawah/Non-Tegalan 0 0 3 Curah Hujan Sawah 2 x atau lebih padi setahun 5 10% 1.25 4 Lereng Sawah 1 x padi dan/atau palawija setahun 4 15% 1.00 Ditanami Palawija 3 10% 0.75 5 Tekstur Sawah 0 x padi dan/atau 0 x palawija setahun 2 10% 0.50 6 Rawan Bencana Tegalan/Ladang 1 0.25 Skor tertinggi Non-Sawah/Non-Tegalan 0 0.00 Skor terendah Tinggi >2500 3 0.3 Sedang 2000-2500 2 0.2 Rendah <2000 1 0.1 0 – 2% 4 0.6 2 -15 % 3 0.45 15 -40 % 2 0.3 Lebih 40 % 1 0.15 Halus 3 0.3 Sedang 2 0.2 Kasar 1 0.1 Tidak Ada Potensi Bencana 2 0.2 Ada Potensi Bencana 1 0.1 3.55 0.45 Dari variabel fisik tersebut diklasifikasi menjadi 3 kelas dengan rumus : Skor Tertinggi = 3,55 Skor Terendah = 0,45 (Skor Tertinggi − Skor Terendah) Interval = (3,55 − 0,45) 3 Interval = 3 Interval = 1, 03 Dari hasil klasifikasi tersebut diperoleh hasil klasifikasi sebagai berikut : Klasifikasi Kelas Rentang Nilai Nilai Kelas 1 2,55-3,55 >2,5 Kelas 2 1,48-2,52 1,5-2,5 Kelas 3 0,45-1,48 <1,5 176
Ir. Achmad Taufiq Hidayat, M.Si. Variabel kontrol masing-masing diklasifikasikan pada beberapa kelas dan masing-masing kelas diberi kode masing-masing . Misalnya jenis variabel kontrol RTRW dibagi dalam kelas Fungsi Lahan Basah yang diberi kode 1, Fungsi Non Lahan Basah diberi kode 2, dan Fungsi Lindung diberi kode 3 . Secara lebih rinci klasifikasi variabel kontrol disajikan pada Tabel berikut : Tabel 4 : Klasifikasi Variabel Kontrol Penyiapan Data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Variabel Kontrol No Jenis Variabel Kontrol Kelas Kode 1 RTRW Fungsi Lahan Basah 1 Fungsi Non Lahan Basah 2 Fungsi Lindung 3 2 Kawasan Hutan APL 1 Hutan Produksi/Hutan Produksi Terbatas 2 Fungsi Lainnya 3 3 Perizinan/PTP Tidak Ada Perizinan /PTP 1 Ada perizinan/PTP 2 4 Rencana Strategis Tidak Ada Rencana Strategis 1 Ada Rencana Strategis 3 Rencana Strategis Cetak Sawah 4 5 Penguasaan Selain HGU dan/atau HGB 1 HGU dan/atau HGB 3 Hasil pengolahan dan analisa variabel fisik dan variabel kontrol menghasilkan rekomendasi sebagaimana disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 5 : Rekomendasi Hasil Pengolahan Data dan Analisa Variabel Fisik dan Variabel Kontrol Penyiapan Data Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kategori Usulan Keterangan Kategori 1 Sangat Direkomendasikan Jika hasil skoring variabel fisik termasuk pada kelas 1 serta memiliki 5 Kategori 2 Direkomendasikan variabel kontrol dengan kode (1) Kategori 3 Direkmendasikan Bersyarat Jika hasil skoring variabel fisik termasuk pada kelas 2 serta memiliki 5 variabel kontrol dengan kode (1) dan/atau variabel kontrol dengan kode (4) KETERSEDIAAN DATA PERTANAHAN DALAM MENDUKUNG PENETAPAN KAWASAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (KP2B) DALAM RENCANA TATA Jika hasil skoring variabel fisik termasuk pada kelas 1&2 serta memiliki RUANG WILAYAH (RTRW) (STUDI KASUS KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI) salah satu variabel kontrol dengan kode (2) Secara keseluruhan proses pengolahan dan analisa data hasil verifikasi BIG digambarkan seperti tahapan berikut : 177
Variabel Kontrol PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANVariabel Fisik KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONALNo Jenis Variabel KontrolKelas Kode No Jenis Variabel Fisik Kelas Nilai Bobot Skor 178 Fungsi Lahan Basah 1 Sawah Irigasi 3 0,9 1 RTRW Fungsi Non Lahan Basah 2 1 Sistem irigasi Sawah Non Irigasi 2 30% 0,6 Tegalan/Ladang 1 0,3 Fungsi Lindung 3 Non-Sawah/Non-Tegalan 00 APL 1 Sawah 2 x atau lebih padi setahun 5 1,25 2 Kawasan Hutan Hutan Produksi/Hutan Produksi Terbatas 2 Sawah 1 x padi dan/atau palawija setahun 4 1,00 Fungsi Lainnya 3 2 Intensitas tanam Ditanami Palawija 3 25% 0,75 3 Perizinan/PTP Tidak Ada Perizinan/PTP 1 Sawah 0 x padi dan/atau 0 x palawija Setahun 2 0,50 Ada Perizinan/PTP 2 Tegalan/Ladang 1 0,25 Tidak Ada Rencana Strategis 1 Non-Sawah/Non-Tegalan 0 0,00 Kelas 1 = > 2,5 4 Rencana Strategis Ada Rencana Strategis 3 Kelas 2 = 1,5-2,5 Tinggi >2500 3 0,3 Kelas 3 = < 1,5 Rencana Strategis Cetak Sawah 4 3 Curah Hujan Sedang 2000-2500 2 10% 0,2 Selain HGU dan/atau HGB 1 HGU dan/atau HGB 3 Rendah <2000 1 0,1 5 Penguasaan 0 – 2% 4 0,6 4 Lereng 2 -15 % 3 15% 0,45 15 -40 % 2 0,3 Lebih 40 % 1 0,15 Halus 3 0,3 5 Tekstur Sedang 2 10% 0,2 Kasar 1 0,1 6 Rawan Bencana Tidak Ada Potensi Bencana 2 10% 0,2 Ada Potensi Bencana 1 0,1 Skor tertinggi 3,55 Skor terendah 0,45 Kategori Usulan Keterangan Jika hasil skoring variabel fisik termasuk pada Skor Tertinggi = 3,55 kelas 1 serta memiliki 5 variabel kontrol dengan kode (1) Skor Terendah = 0,45 Kategori 1 Sangat Direkomendasikan Jika hasil skoring variabel fisik termasuk pada (Skor Tertinggi − Skor Terendah) kelas 2 serta memiliki 5 variabel kontrol dengan Interval = kode (1) dan/atau variabel kontrol dengan kode (3,55 − 0,45) 3 (4) Jika hasil skoring variabel fisik termasuk pada Interval = 3 Klasifikasi Kelas Rentang Nilai Nilai Kategori 2 Direkomendasikan kelas 1&2 serta memiliki salah satu variabel Interval = 1, 03 > 2,5 kontrol dengan kode (2) Kelas 1 2,55-3,55 Kelas 2 1,48-2,52 1,5 - 2,5 Kategori 3 Direkomendasikan Bersyarat Kelas 3 0,45-1,48 < 1,5
Ir. Achmad Taufiq Hidayat, M.Si. 2.2. Metodologi Kualitatif Selain secara kuantitaif metode penulisan yang dilakukan adalah dengan studi literatur baik studi pustaka maupun dengan mengkaji hasil penelitian lapang para pemangku kepentingan terutama dari Hasil Penelitian Data LP2B Kabupaten Badung dari Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional c.q. Direktorat Penatagunaan Tanah Ditjen Penataan Agraria. Selain itu Analisa Kualitatif dengan menggunakan Analisa SWOT untuk memberikan usul masukan kebijakan dari beberapa informasi dan data yang diperoleh. Analisis SWOT menurut Philip Kotler diartikan sebagai evaluasi terhadap keseluruhan kekuatan (strengths), kelemahan (weakness), peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Analisis SWOT dalam penulisan ini dilakukan dengan mengkaji berbagai faktor – faktor yang mempengaruhi baik internal maupun eksternal, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, kemudian dilakukan analisa bagaimana kekuatan (strengths) mampu mengambil keuntungan dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weakness) yang mencegah dari keuntungan dari peluang (opportunities) yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (strenghts) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan yang terakhir bagaimana cara mengatasi kelemahan (weakness) yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi ancaman yang nyata. Dari berbagai analisis tersebut kemudian dapat disimpulkan beberapa rekomendasi tentang Ketersediaan Data Pertanahan Dalam Mendukung Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Ketersediaan Data LP2B Kabupaten Badung Dalam pelaksanaan pengumpulan data lapang, disamping melakukan verifikasi data sawah dari BIG (Badan Informasi Geospasial), juga dilakukan identifikasi terhadap polygon-polygon tegalan yang ditemui di lokasi pengamatan berdasarkan peta kerja yang telah dibuat. Dari hasil kegiatan verifikasi lapang yang dilakukan oleh Tim Pelaksana Lapang dan setelah dilakukan pengolahan didapat data sawah hasil verifikasi lapang data tanah tegalan sebagaimana disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 6 : Data Sawah dan Tegalan Hasil Kegiatan Lapang Hasil Kegiatan Lapang No Kecamatan Sawah Tegalan Ket KETERSEDIAAN DATA PERTANAHAN DALAM MENDUKUNG PENETAPAN KAWASAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (KP2B) DALAM RENCANA TATA Jumlah Poligon Luas (Ha) Jumlah Poligon Luas (Ha) RUANG WILAYAH (RTRW) (STUDI KASUS KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI) 1 Kuta 5 7.64 -- 2 Kuta Utara 519 928.28 9 4.89 3 Mengwi 605 4,216.67 21 10.73 4 Abiansemal 356 2,762.82 8 18.13 5 Petang 422 1,038.81 112 225.68 Total 1,907.00 8,954.22 150 259.43 Data hasil lapang dilakukan pengolahan terakhir di Kementerian ATR/BPN yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat Penatagunaan Tanah Dirjen Penataan Agraria dan dari kegiatan ini didapat hasil sebagaimana tersaji dalam Tabel berikut: 179
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Tabel 7 : Data Hasil Pengolahan Direktorat Penatagunaan Tanah No Kecamatan Sawah (Ha) Tegalan (Ha) Ket 1 Kuta 14 4 2 Kuta Utara 5 3 Mengwi 1020 4 Abiansemal 4243 14 5 Petang 2830 37 6 Kuta Selatan 1001 1753 7075 Total - 8888 9108 Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa luas eksisting sawah di Kabupaten Badung adalah 9107 Ha dan untuk tegalan luasnya 8888 Ha. Kecamatan Mengwi merupakan daerah dengan areal sawah paling luas dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Kabupaten Badung yaitu dengan luas sawah 4243 Ha, berikutnya adalah Kecamatan Abiansemal dengan luas sawah 2830 Ha dan yang paling kecil adalah Kecamatan Kuta dengan luas sawah 14 Ha. Dari keseluruhan proses kegiatan pengolahan dan analisa terhadap data hasil kegiatan lapang, dihasilkan data sebagaimana disajikan pada Tabel 8 berikut: Tabel 8 : Rekomendasi Hasil Pengolahan dan Analisa Data Penyiapan Data LP2B Kab. Badung Usulan Non Sawah Sawah Irigasi Sawah Non Tegalan Total Non Tegalan Irigasi 13 32 Direkomendasikan 19 Direkomendasikan 1,159 116 1,279 Bersyarat 4 Sangat 8,760 7,925 Direkomendasikan 7,702 223 8,889 Tidak 8,760 Direkomendasikan 8,861 246 17,996 TOTAL Data tersebut di atas menunjukkan luas sawah yang kategori sangat direkomendasikan untuk dijadikan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan ( KP2B ) adalah seluas 7925 Ha yang terdiri dari 7702 Ha sawah irigasi dan sawah non irigasi seluas 223 Ha. Sawah yang kategori direkomendasikan luasnya 19 Ha yang kesemuanya merupakan sawah non irigasi, sedangkan sawah yang kategori direkomendasikan bersyarat adalah seluas 1163 Ha yang terdiri dari sawah irigasi seluas 1159 Ha dan 4 Ha sawah non irigasi. Data-data hasil integrasi dan validasi LP2B di Kabupaten Badung seyogyanya ditindaklanjuti dengan kegiatan pengelolaan pertanahan baik melalui legalisasi pendaftaran tanah demi kepastian hukum maupun diakomodir dalam proses penyusunan RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. 3.2. Tindak Lanjut Data LP2B dalam Revisi RTRW Kabupaten Badung Hasil penyiapan data LP2B di Kabupaten Badung kemudian ditindaklanjuti dengan diseminasi hasil ke instansi terkait utamanya Dinas Pertanian Dan Pangan, Dinas PUPR, Bappeda dan Sekretariat Daerah Kabupaten Badung. Pada tahun yang sama yaitu tahun 2018 di Dinas Pertanian Kabupaten Badung juga terdapat pekerjaan Kajian Pemetaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kabupaten Badung 2018 yang nantinya sebagai dasar dalam Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Badung. Hasil penyiapan data LP2B dari BPN Provinsi Bali yang bekerja sama dengan instansi daerah tersebut menjadi 180
Ir. Achmad Taufiq Hidayat, M.Si. KETERSEDIAAN DATA PERTANAHAN DALAM MENDUKUNG PENETAPAN salah satu masukan utama dalam Kajian Pemetaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kabupaten KAWASAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (KP2B) DALAM RENCANA TATA Badung 2018 di Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung. Pada tahun 2019 saat tulisan ini dibuat RUANG WILAYAH (RTRW) (STUDI KASUS KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI) Penetapan LP2B di Kabupaten Badung sedang dalam proses pembuatan Perda dan sudah diajukan ke DPRD Kabupaten Badung. Perda tentang LP2B ini selanjutnya akan menjadi masukan dalam proses pembuatan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan meliputi RDTR Kecamatan Kuta, Kecamatan Kuta Utara, Kecamatan Mengwi, Kecamatan Abiansemal dan Kecamatan Petang, serta menjadi masukan dalam proses Revisi RTRW yang juga dalam proses revisi pada tahun 2019. 3.3. Keterkaitan Data Pertanahan Berbasis Bidang Tanah Dengan Data LP2B Berdasarakan data peta pendaftaran yang terdapat di Kantor Pertanahan Kabupaten Badung ada beberapa keterkaitan dengan data LP2B Kabupaten Badung yang dapat dikaji, seperti: 1. Lokasi yang telah terdaftar dan usulan LP2B direkomendasikan bersyarat namun kesesuaian dengan RTRW Kabupaten Badung berada pada arahan fungsi pemukiman. Sebagai contoh lokasi tersebut terletak di Desa Sading, Kecamatan Mengwi dan Desa Dharmasaba Kecamatan Abiansemal, sebagaimana gambar di bawah: (a) (b) Gambar 1. (a) Lokasi LP2B Yang Sudah Terdaftar (b) Penggunaan Tanah Lokasi Desa Sading Gambaran umum penguasaan tanah di lokasi Sading merupakan tanah hak perseorangan yang terdiri 279 bidang tanah meliputi 269 bidang bersertifikat dan 10 bidang indikasi belum terploting/ belum bersertifikat sedangkan penggunaan tanah di lokasi Sading didominasi oleh sawah seluas 32,03 ha (96,25%), kebun campuran seluas 0,608 ha (1,83%), permukiman seluas 0,244 ha (0,73 %) dan setra seluas 0,339 ha (1,02%). Selanjutnya Peta Pendaftaran Tanah dioverlay dan paduserasi dengan Peta RTRW Kabupaten Badung. Lokasi mayoritas terletak pada Arahan Kawasan Peruntukan Permukiman (Perda 26 Tahun 2013). Hasil Pemetaan Rekomendasi Lahan LP2B lokasi tersebut berada pada Usulan Direkomendasikan Bersyarat sebagaimana gambar di bawah ini. 181
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL (a) (b) Gambar 2. Kesesuaian Lokasi LP2B dengan RTRW (a) Hasil Analisa LP2B BPN Tahun 2018 Direkomendasikan Bersyarat (b) Arahan Kawasan Permukiman Sesuai Perda RTRW Nomor 26 Tahun 2013 Gambar 3. Penggunaan Lahan Sawah di Kelurahan Sading dengan Arahan RTRW Kawasan Peruntukan Permukiman dan Hasil Penyiapan Data LP2B Direkomendasikan Bersyarat. 2. Lokasi LP2B yang telah terdaftar kepemilikan tanahnya dan kesesuaian dengan RTRW Kabupaten Badung mayoritas arahan peruntukannya hortikultura, selanjutnya oleh Pemerintah Kabupaten Badung akan dilakukan penataan untuk mendukung pusat pertumbuhan Kabupaten Badung (beralih fungsi menjadi non pertanian). Lokasi tersebut terletak di Blumbungan (Desa Sibanggede dan Sibangkaja Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung), sebagaimana gambar di bawah: 182
Ir. Achmad Taufiq Hidayat, M.Si. (a) (b) Gambar 4. (a) Lokasi Yang Sudah Terdaftar (b) Penggunaan Tanah Lokasi Blumbungan Gambaran umum penguasaan tanah merupakan tanah hak perseorangan yang terdiri 3.097 bidang tanah meliputi 3.043 bidang bersertifikat dan 54 bidang indikasi belum terploting/ belum bersertifikat sedangkan penggunaan tanah di lokasi Blumbungan di dominasi oleh kebun campuran seluas 185,30 ha (82,85%) selanjutnya permukiman seluas 32,22 ha (14,41%) sawah seluas 2,83 ha (1,26%) sekolah seluas 1,54 ha (0,69%) dan penginapan seluas 1,76 ha (1,38%). Selanjutnya peta pendaftaran tanah dioverlay dan paduserasi dengan peta RTRW Kabupaten KETERSEDIAAN DATA PERTANAHAN DALAM MENDUKUNG PENETAPAN Badung. lokasi sesuai perda 26 tahun 2013 terletak apada arahan kawasan peruntukan permukiman KAWASAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (KP2B) DALAM RENCANA TATA seluas 46,26 ha (20,68%) kawasan peruntukan hortikultura dan perkebunan seluas 174,56 ha (78,04%) RUANG WILAYAH (RTRW) (STUDI KASUS KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI) rencana jalan seluas 2,84 ha (1,7%), sedangkan hasil pemetaan rekomendasi lahan LP2B berada pada kawasan yang direkomendasikan seluas 0,73 ha (0,33%) direkomendasikan bersyarat seluas 0,16 ha (0,07%) dan tidak termasuk usulan sisanya seluas 222,77 ha (99,60%). Sebagaimana gambar di bawah ini. 183
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL (a) (b) Gambar 5. (a) Hasil Analisa LP2B BPN Tahun 2018 mayoritas tidak direkomendasikan (b) Mayoritas Arahan Kawasan Hortikultura Sesuai Perda RTRW Nomor 26 Tahun 2013 3.4. Analisa SWOT Analisa ketersediaan data pertanahan dalam mendukung penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B) dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) dilakukan dengan analisis SWOT. Analisis dilakukan dengan menganalisis faktor internal yang meliputi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness), serta faktor eksternal yang meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threat). Berikut adalah hasil analisis SWOT. Strength Weakness Internal 1. Telah dilaksanakan kegiatan penyiapan 1. Belum ditetapkannya data LP2B di Kabupaten Badung peraturan daerah tentang oleh BPN kerjasama dengan instansi Lahan Pertanian Pangan pemerintah daerah Badung pada tahun Berkelanjutan (LP2B) 2018 2. Dari 6 Ranperda RDTR 2. Pada Dinas Pertanian dan Pangan Kecamatan di Kabupaten pada Tahun Anggaran 2018 juga Badung baru satu RDTR yang telah melaksanakan kajian pemetaan menjadi Perda yaitu RDTR lahan pertanian pangan berkelanjutan Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung 3. Telah tersedia data spasial sawah tahun 2018 dan data spasial rekomendasi lokasi LP2B 4. Tersedia data pertanahan meliputi data bidang tanah dan data tematik pertanahan Eksternal 5. Sistem pertanian subak yang mendunia dan strategis dalam mendukung kelestarian pertanian 184
Ir. Achmad Taufiq Hidayat, M.Si. Opportunity S-O W-O 1. Percepatan penetapan 1. Adanya Kebijakan 1. Mengoptimalkan data spasial LP2B Lahan Pertanian Pangan Satu Peta (KSP) dan data pertanahan dalam rangka Berkelanjutan LP2B di Kabupaten Badung dalam yang kemudian penyusunan revisi RTRW Kabupaten bentuk perda 2. Mengakomodir data L2PB ditindaklanjuti Badung dan Penyusunan RDTR dalam penyusunan RDTR Kecamatan di Kabupaten dengan Percepatan Kecamatan di Kabupaten Badung Badung Kebijakan Satu Peta 2. Mengoptimalkan sistem subak sebagai W-T 1. Melakukan edukasi ke (PKSP) kearifan lokal bali untuk menjaga masyarakat tentang 2. Kebijakan revisi kelestarian lahan pertanian pentingnya kelestarian lahan pertanian dalam kerangka RTRW dan Perlindungan LP2B. 2. Penyiapan peraturan insentif Penyusunan Perda dan disinsentif LP2B yang jelas dan mengakomodir RTDTR Kecamatan di kepentingan masyarakat yang nantinya dimasukkan dalam Kabupaten Badung perda RTRW/RDTR 3. Sistem pengairan subak ditetapkan sebagai warisan dunia dari UNESCO Threat S-T 1. Konversi lahan 1. Percepatan penetapan Lahan Pertanian pertanian menjadi Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam non pertanian yang upaya pencegahan konversi lahan dari terjadi begitu cepat pertanian ke non pertanian 2. Masyarakat pemilik tanah yang rentan beralih pemilikan dan kemudian alih fungsi lahan ke non pertanian Berdasarkan Matriks SWOT diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : KETERSEDIAAN DATA PERTANAHAN DALAM MENDUKUNG PENETAPAN 1. Mengoptimalkan data spasial LP2B dan data pertanahan dalam rangka penyusunan revisi RTRW KAWASAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (KP2B) DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) (STUDI KASUS KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI) Kabupaten Badung dan Penyusunan RDTR Kecamatan di Kabupaten Badung 2. Mengoptimalkan sistem pengairan subak sebagai kearifan lokal Bali untuk menjaga kelestarian lahan pertanian 3. Percepatan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan LP2B di Kabupaten Badung dalam bentuk perda untuk perlindungan lahan pertanian di Kabupaten Badung 4. Mengakomodir data L2PB dalam penyusunan RDTR Kecamatan di Kabupaten Badung 5. Melakukan edukasi ke masyarakat tentang pentingnya kelestarian lahan pertanian dalam kerangka Perlindungan LP2B termasuk diversifikasi pangan selain beras termasuk pasca panen. 6. Penyiapan peraturan insentif dan disinsentif LP2B yang jelas dan mengakomodir kepentingan masyarakat yang nantinya dimasukkan dalam perda RTRW/RDTR. 185
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL IV. KESIMPULAN 4.1. Simpulan 1. Di Kabupaten Badung telah tersedia data spasial dan tekstual penyiapan data LP2B hasil pemetaan BPN kerjasama dengan OPD daerah yang dihasilkan sebaran sawah yang direkomendasikan untuk L2PB pada Tahun 2018. 2. Data penyiapan data LP2B tersebut diakomodir dalam kegiatan Kajian Pemetaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kabupaten Badung 2018 di Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung yang selanjutnya dalam proses diundangkan pada tahun 2019 serta sebagai masukan dalam penyusunan revisi RTRW Kabupaten Badung dan RDTR Kecamatan di Kabupaten Badung. 3. Data pertanahan yang meliputi data persil bidang tanah dan tematik pertanahan sudah dimanfaatkan sebagai data dasar dalam proses penyusunan RTRW dan RDTR walaupun belum maksimal dan perlu dikaji lebih lanjut peran strategis data pertanahan dalam penataan ruang. 4.2. Rekomendasi 1. Mengoptimalkan data spasial LP2B dan data pertanahan dalam rangka penyusunan revisi RTRW Kabupaten Badung dan Penyusunan RDTR Kecamatan di Kabupaten Badung 2. Mengoptimalkan sistem pengairan subak sebagai kearifan lokal Bali untuk menjaga kelestarian lahan pertanian 3. Percepatan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan LP2B di Kabupaten Badung dalam bentuk perda untuk perlindungan lahan pertanian di Kabupaten Badung 4. Melakukan edukasi ke masyarakat tentang pentingnya kelestarian lahan pertanian dalam kerangka Perlindungan LP2B termasuk diversifikasi pangan selain beras remasuk pasca panen. 5. Penyiapan peraturan insentif dan disinsentif LP2B yang jelas dan mengakomodir kepentingan masyarakat yang nantinya dimasukkan dalam perda RTRW/RDTR. 6. Salah satu usaha pengendalian alih fungsi sawah dilaksanakan dengan menetapkan kawasan KP2B dalam RTRW Kabupaten Badung. Untuk itu perlu diambil langkah-langkah kongkrit agar penggunaan dan pemanfaatan tanah dapat sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam RTRW dan perlu ada usaha- usaha perlindungan untuk mengendalikan alih fungsi sawah mengingat disamping sawah sebagai sumber utama pangan, sawah juga sebagai salah satu daya tarik wisata (agrowisata) di Kabupaten Badung. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. (2019). Kabupaten Badung Dalam Angka Tahun 2018. Mangunpura Badung. Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. (2018). Statistik Daerah Kabupaten Badung Tahun 2017 Mangunpura Badung. Dinas Pertanian dan Pangan Pemerintah Kabupaten Badung. (2018). Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Diakses dari https://badungkab.go.id/instansi/diperpa/baca-berita/1462/ Perlindungan-Lahan-Pertanian-Pangan-Berkelanjutan-PLP2B.html Direktorat Penatagunaan Tanah, Ditjen Penataan Agraria, Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. (2018) Penyiapan Data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Jakarta. 186
Ir. Achmad Taufiq Hidayat, M.Si. KETERSEDIAAN DATA PERTANAHAN DALAM MENDUKUNG PENETAPAN Hidayat, A.T. Kajian Struktur Kepemilikan Tanah serta Keterkaitan Karakteristik Tanah dan Pemilik Tanah KAWASAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (KP2B) DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) (STUDI KASUS KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI) dalam Mempengaruhi Pola Penggunaan Tanah di Wilayah Suburban Thesis S2 (2002). IPB Bogor. Williamson,I., Enemark,S. Wallace, J. and Rajabifard,A. Land Administration for Sustainable Development. Esri Press (2010), New York Street, Redlands, California. LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Administrasi Kabupaten Badung 187
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Lampiran 2. Peta LP2B Kabupaten Badung Peta LP2B Kabupaten Badun 188
Ir. Achmad Taufiq Hidayat, M.Si. KETERSEDIAAN DATA PERTANAHAN DALAM MENDUKUNG PENETAPAN BIODATA PENULIS KAWASAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (KP2B) DALAM RENCANA TATA Achmad Taufiq Hidayat, penulis lahir di Bogor pada tanggal 14 Februari RUANG WILAYAH (RTRW) (STUDI KASUS KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI) 1970, pendidikan dasar dan menengah diselesaikan di Kota Bogor. Pendidikan Strata 1 dari Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1993, selanjutnya mendapatkan beasiswa dari Pusbindiklatren OTO Bappenas untuk melanjutkan studi Strata 2 di Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2002 dengan mayor Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Penataan Pertanahan Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali sejak tanggal 12 Maret 2019. Sebagai Kepala Bidang Penataan Pertanahan sering berhubungan dengan OPD dan stakeholder lain yang membutuhkan kajian-kajian pertanahan sesuai tugas dan fungsinya baik sebagai perencana maupun sebagai pemutus kebijakan. Dalam kegiatan pengelolaan pertanahan seperti kegiatan Redistribusi Tanah dan Inventarisasi Penguasaaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) penulis memberikan sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat penerima manfaat. Selain itu juga dalam kegiatan pelatihan dan seminar baik nasional maupun international dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, penulis alktif mengikuti sebagai partisipan ataupun pemakalah. 189
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL IP4T PARTISIPATIF UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI LP2B DI DESA BULUREJO (STUDI KASUS: DESA BULUREJO, KECAMATAN JUWIRING, KABUPATEN KLATEN) Fajar Buyung Permadi Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional [email protected] ABSTRAK Saat ini implementasi kegiatan pengendalian alih fungsi lahan belum berjalan optimal sesuai dengan yang diharapkan. Percepatan penyiapan data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menjadi sangat penting untuk menetapkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan. Kajian ini bertujuan untuk membantu percepatan penyiapan data LP2B secara cepat me- lalui Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Partisipatif. IP4T Partisipatif adalah modifikasi dari IP4T yang perbedaannya terletak pada partisipasi masyarakat, sumber dana, pelaksana kegiatan, dan aspek yang diinventarisasi lebih luas sehingga menciptakan data pertanahan lengkap meliputi: data fisik dan yuridis, data sosial-ekonomi, data kependudukan, data potensi sumber daya agraria dan data penting lainnya sesuai kriteria, termasuk data variabel fisik yang diperlukan dalam penyiapan data LP2B. Penelitian ini dilakukan di Desa Bulurejo menggunakan metode gabungan paralel (paralel mixed method), terdiri dari metode spasial dan metode kualitatif. Metode spasial yaitu melakukan analisis superimposed dan metode kualitatif yaitu kajian desk study. Analisis data spasial dilakukan dengan cara mengoverlaykan hasil IP4T Partisipatif terhadap hasil pengolahan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) dari Badan Informasi Geospasial ditambah peta-peta lain sesuai variabel kontrol LP2B menggunakan aplikasi Quantum GIS 3.6.2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan tersebut bermanfaat untuk mempercepat identifikasi po- tensi LP2B di Desa Bulurejo secara mandiri. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Kemen- terian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dalam menetapkan prosedur penyiapan data LP2B melalui peran aktif masyarakat. Kata kunci: Data LP2B, IP4T Partisipatif, Superimposed I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan lahan pertanian di perdesaan menghadapi berbagai tantangan dengan semakin terbatasnya kepemilikan lahan oleh petani. Jumlah petani gurem meningkat dari 14,25 juta pada tahun 2013 menjadi 15,81 juta pada tahun 2019 (Badan Pusat Statistik 2018, 51). Beberapa faktor teknis dan nonteknis ditengarai menjadi kendala dalam pembangunan pertanian di masa yang akan datang, seperti menurunnya kapasitas dan kualitas infrastruktur, konversi lahan, degradasi lahan dan air, perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan lainnya. Dalam agenda Nawa Cita, khususnya dalam rangka mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, saat ini difokuskan pada peningkatan kedaulatan pangan. Untuk itu diperlukan strategi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dengan tujuan diantaranya: (1) mengamankan lahan padi beririgasi teknis didukung dengan pengendalian konversi salah satunya melalui penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan 190
Fajar Buyung Permadi IP4T PARTISIPATIF UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI LP2B DI DESA BULUREJO (STUDI KASUS: DESA BULUREJO, (KP2B) diiringi dengan kebijakan harga serta perbaikan ketepatan sasaran subsidi berdasar data petani, serta perluasan sawah baru seluas 1 juta hektar di luar Pulau Jawa; (2) pemanfaatan lahan terlantar, KECAMATAN JUWIRING, KABUPATEN KLATEN) lahan marjinal, lahan di kawasan transmigrasi, lahan perkebunan, dan lahan bekas pertambangan untuk mendukung peningkatan produksi padi. Dalam masalah konversi fungsi lahan, saat ini pemerintah terlihat kehilangan kontrol terhadap alih fungsi lahan utamanya lahan pertanian. Implementasi kegiatan pengendalian alih fungsi lahan seakan-akan belum berjalan optimal sesuai dengan yang diharapkan. Percepatan penyiapan data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menjadi sangat penting untuk menetapkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan pertanian dari waktu ke waktu akan mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian dan berakibat menurunnya ketahanan pangan. Alih fungsi lahan pertanian yang terjadi ini sangat mengkhawatirkan, karena lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi permukiman atau industri biasanya bersifat permanen (irreversible) (Usman, 2004 dalam Karim & Rahayu, 2014). Untuk itu, pemerintah sudah berinisiatif melaksanakan perlindungan terhadap lahan pertanian melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan LP2B dan diperkuat oleh Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sejalan dengan itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga telah merespon cepat melalui kegiatannya yang dituangkan dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 19 Tahun 2016 tentang Penetapan LP2B pada Wilayah yang belum Terbentuk Rencana Tata Ruang Wilayah serta Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Untuk melindungi potensi lahan dari kegiatan alih fungsi, Kabupaten Klaten telah menetapkan luasan LP2B dalam Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Klaten 2011-2031 seluas 28.949 hektar. Namun, permasalahannya lokasi luasan LP2B belum didelineasi, ditetapkan dan diterbitkan dalam bentuk peta. Hal tersebut mengakibatkan adanya ketidakpastian dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Klaten. Pemerintah mengalami kesulitan dalam pelaksanaan perlindungan lahan pertanian karena tidak adanya data valid tentang kepastian wilayah dan luasan LP2B. Untuk itu, diperlukan adanya penelitian tentang kajian identifikasi penyiapan data LP2B di Kabupaten Klaten secara cepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lahan pertanian sawah yang sesuai kriteria LP2B dengan cara Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) secara partisipatif (Studi kasus: Desa Bulurejo, Kecamatan Juwiring, Klaten). Hasil akhir yang didapatkan yaitu peta potensi LP2B berbasis bidang tanah secara digital. Selain itu, kegiatan IP4T partisipatif juga memiliki output lain yaitu membangun basis data pertanahan lengkap multiguna. Basis data ini bisa digunakan untuk berbagai kepentingan dan keperluan dalam pembangunan desa, terutama kaitannya dalam rangka penetapan dan perlindungan LP2B. 1.2. IP4T dan IP4T Partisipatif IP4T adalah kegiatan pendataan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, yang diolah dengan sistem informasi geografis, sehingga menghasilkan peta dan informasi mengenai penguasaan tanah oleh pemohon (ATR/BPN 2018). Kegiatan ini merupakan amanat TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 khususnya pasal 5 Ayat 1(c) yang menyatakan bahwa untuk merumuskan arah kebijakan pembaruan agraria perlu diselenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan 191
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL landreform (Mujiati 2015). Hal ini dilakukan untuk mengatasi kondisi masih rendahnya bidang tanah yang telah terdaftar. Tanpa tersedianya data Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah yang selanjutnya disebut P4T, sangat sulit untuk melaksanakan arah pembaruan agraria sesuai amanat tersebut. Kegiatan IP4T juga masuk kegiatan Prioritas Nasional dalam rangka menunjang reforma agraria sehingga kegiatan IP4T wajib sukses pelaksanaannya. Kegiatan IP4T merupakan salah satu kegiatan dalam rangka mencapai Cita V dari Nawa Cita Visi Misi Pemerintahan Presiden Jokowi-JK, yaitu melaksanakan reforma agraria 9 juta hektar untuk rakyat tani/buruh tani. Pelaksanaan kegiatan IP4T Tahun Anggaran 2018 di daerah dilaksanakan oleh Bidang/Seksi Penataan Pertanahan. Kegiatan IP4T merupakan inventarisasi P4T secara sistematis pada satu desa. Hasil kegiatan IP4T merupakan informasi untuk perencanaan kegiatan pertanahan dan perumusan kebijakan teknis (ATR/BPN 2018,3). Seluruh pengelolaan dan pengolahan kegiatan IP4T selama ini diselengarakan oleh ATR/BPN, dan di sisi lain masyarakat merupakan obyek/ sasaran kegiatan tersebut. ATR/BPN berkoordinasi dengan pemerintah desa sebagai pemangku wilayah. Selanjutnya ATR/BPN menyelenggarakan pendataan P4T terhadap bidang-bidang tanah milik masyarakat tersebut. Kegiatan IP4T Partisipatif merupakan modifikasi dari IP4T yang perbedaan utamanya terletak pada partisipasi masyarakat, sumber dana, pelaksana kegiatan, dan aspek yang diinventarisasi lebih luas sehingga menciptakan data pertanahan lengkap meliputi: data fisik dan yuridis, data sosial-ekonomi, data kependudukan, data potensi sumber daya agraria dan data penting lainnya sesuai kriteria. IP4T berbasis partisipatif melibatkan masyarakat secara aktif dan bertindak sebagai pelaksana dan peserta dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan monitoring serta evaluasi dengan sangat baik (Prabowo, 2016). Manfaat partisipasi masyarakat adalah: 1) masyarakat menjadi sadar dan paham atas berbagai IP4T permasalahan di dalam ruang hidupnya, dengan demikian mereka menjadi lebih mampu menentukan strategi dan tindakan kolektif untuk beradaptasi dengan ataupun melakukan perlawanan terhadap ancaman yang muncul dari luar. 2) Masyarakat menjadi lebih mampu mengidentifikasi data sekaligus membangun prakarsa untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dengan menggunakan sumberdaya lokal yang mereka miliki. 3) Masyarakat lebih bertanggung jawab untuk memperbaiki pengaturan pengelolaan dan pengendalian atas pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah yang sudah dipetakan secara partisipatif. 4) Masyarakat menjadi lebih mudah untuk merencanakan alokasi ruang dan menentukan bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan sesuai dengan ketersediaan sumber daya alam di wilayahnya untuk keberlanjutan mata pencaharian mereka untuk jangka panjang. 5) Masyarakat menjadi lebih percaya diri dan memiliki posisi yang lebih kuat untuk menyatakan hak-haknya dan melakukan negosiasi ruang dengan pihak-pihak lain yang dianggap sebagi lawan mereka (Mujiati, 2015). Modifikasi IP4T menjadi kegiatan yang bersumber dari dana selain DIPA Kantor Pertanahan, menghasilkan outcome multiguna serta menambahkan peran masyarakat sebagai pelaksana utama. Kegiatan inilah yang disebut sebagai IP4T Partisipatif. Dasar hukum IP4T Partisipatif berasal dari Petunjuk Teknis Pelaksanaan (Juklak) Kegiatan Landreform tahun 2016 dan 2018. Berikut perbedaan kegiatan IP4T dengan IP4T Partisipatif: 192
Fajar Buyung Permadi Tabel 1 : Perbedaan Kegiatan IP4T dengan IP4T Partisipatif No Kriteria IP4T IP4T Partisipatif • Ketetapan Nomor IX/MPR/2001 1 Dasar hukum • Ketetapan Nomor IX/MPR/2001 • Undang-Undang Nomor 5 tahun • Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 1960 • Peraturan Pemerintah Nomor 24 • Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tahun 1997 • Petunjuk Teknis Pelaksanaan • Petunjuk Teknis Pelaksanaan Landreform 2016 dan 2018 Landreform 2016 dan 2018 • Kantor Pertanahan • Perangkat Desa dan jajarannya 2 Partisipan Kegiatan • Kantor Pertanahan • Kelompok Masyarakat (Pokmas/ • Perangkat Desa dan jajarannya Karang taruna) • Dana Desa 3 Sumber Dana DIPA Kementerian ATR/BPN RI • Dana Swadaya • Dana Donatur 4 Alur Kegiatan • Dana CSR • DIPA Kementerian ATR/BPN RI • Persiapan • Tim IP4T Kantah • Penyuluhan • Tim IP4T Kantah • Tim IP4T Kantah dan Pokmas • Pelaksanaan • Tim IP4T Kantah dibantu perangkat • Tim IP4T Kantah dan Pokmas • Pokmas • Pemandirian Desa • Monitoring dan • Tim IP4T Kantah dan Pokmas • Tidak ada • Kanwil BPN Propinsi Evaluasi • Kanwil BPN Propinsi Sumber: Olahan data sekunder peneliti 2019 1.3. Penyiapan Data LP2B IP4T PARTISIPATIF UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI LP2B DI DESA BULUREJO (STUDI KASUS: DESA BULUREJO, Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 jo. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 19 Tahun 2016 tentang Penetapan LP2B pada wilayah yang belum terbentuk Rencana Tata Ruang Wilayah, LP2B KECAMATAN JUWIRING, KABUPATEN KLATEN) adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Dalam rangka mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan dibutuhkan data dan informasi spasial lahan sawah secara nasional sebagai data awal. Data dan informasi spasial ini dapat diketahui secara pasti melalui validasi lapang, salah satunya dengan kegiatan penyiapan data LP2B. Kegiatan ini dilaksanakan lintas dinas/ Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, antara lain: Pertanian, BPS, PUPR, BAPPEDA, Tata Ruang, ATR/ BPN. Hasil kegiatan penyiapan data LP2B berupa data spasial dan tekstual penggunaan tanah (sawah dan tegalan) dan data pendukung lainnya. Selain itu, hasil kegiatan penyiapan data LP2B dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) atau LP2B bagi pemerintah daerah. Dewasa ini baru beberapa daerah yang aktif mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 jo. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 19 Tahun 2016 tentang Penetapan LP2B pada Wilayah yang belum terbentuk Rencana Tata Ruang Wilayah dengan mengeluarkan beberapa Peraturan Daerah (Perda). Perda tersebut sejatinya sangat diperlukan untuk mendukung secara legal dan formal pengaturan teknis pelaksanaan dan tindak lanjut di lapangan terkait LP2B, seperti Perda tentang RTRW maupun Perda tentang Rencana Detil Tata Ruang (RDTR). Dengan adanya peraturan yang mengatur tata ruang tersebut, peluang 193
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL untuk alih fungsi lahan pertanian pangan semakin kecil, dapat mempertahankan wilayah LP2B, dan secara tidak langsung berkontribusi dalam menjaga ketahanan pangan nasional. 1.4. Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Bulurejo Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila secara kasar dibandingkan dengan delapan anak tangga Arnstein, maka pelaksanaan IP4T Partisipatif di Desa Bulurejo hanya sampai pada tahap informasi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut (Tabel 2). Tabel 2 : Penjelasan Tingkat Partisipasi Kegiatan IP4T Partisipatif Desa Bulurejo menurut Arnstein Tingkat Penjelasan Citizen Control Inisiasi datang dari masyarakat baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian, tanggung jawab, pembiayaan dan pemeliharaan (sesuai) Delegated Power Inisiasi datang dari masyarakat terkait perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian, tanggung jawab, pembiayaan dan pemeliharaan dengan meminta bantuan dari pihak terkait (sesuai) Partnership Inisiasi datang dari masyarakat tetapi pada perencanaan, pelaksanaan masih dibantu oleh pihak terkait dengan adanya kesamaan persepsi Placation Masyarakat sudah melakukan kegiatan di atas secara sukarela, sudah mengetahui manfaatnya, sudah ada keinginan berpendapat walaupun hanya sebagian masyarakat yang menyampaikan (sesuai) Consultation Masyarakat sudah melakukan kegiatan ini secara sukarela, sudah mengetahui manfaatnya, sudah membuat usulan dan menyampaikan permasalahan yang dihadapi (sesuai) Informing Masyarakat telah mengetahui manfaat dari kegiatan IP4T Partisipatif bagi Desa Bulurejo dan warga (sesuai) Therapy Walaupun sebagian ada yang terpaksa, kegiatan IP4T Partispatif tetap berjalan dengan penuh kerja keras (belum sesuai) Manipulation Masyarakat melakukan kegiatan IP4T Partisipatif dengan kesadaran namun ada yang terpaksa karena berpikir kegiatan ini menambah pekerjaan mereka, telah mengetahui manfaatnya (belum sesuai) Sumber: Olahan data sekunder peneliti 2019 II. METODE 2.1. Pengumpulan Data 1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Bulurejo Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah. Desa ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena dianggap cocok untuk mengaplikasikan program IP4T Partisipatif. Lokasi Desa Bulurejo sangat strategis karena posisinya yang terletak di pusat pemerintahan kecamatan Juwiring. Batas administrasi Desa Bulurejo adalah sebagai berikut: sebelah barat yaitu Desa Jaten, sebelah timur yaitu Desa Kenaiban, sebelah selatan yaitu Desa Juwiran, dan sebelah utara yaitu Desa Juwiring. Menurut data Badan Pusat Statistik (2018), Desa Bulurejo memilki luas wilayah total yaitu 1.67 km2, yang terdiri dari 20 pedukuhan, 6 Rukun Warga (RW) dan 21 Rukun Tangga (RT). Sedangkan untuk kondisi kependudukannya, di Desa Bulurejo terdapat sekitar 3.744 orang penghuni yang terdiri dari orang dewasa, anak-anak, laki-laki maupun perempuan dengan tingkat umur yang beragam. Kondisi Desa Bulurejo yang utamanya ditopang oleh sektor pertanian kini mulai berkembang dengan 194
Fajar Buyung Permadi IP4T PARTISIPATIF UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI LP2B DI DESA BULUREJO (STUDI KASUS: DESA BULUREJO, munculnya industri-industri rumah tangga. Hal ini berakibat terhadap perubahan penggunaan tanah di Desa Bulurejo yang semulanya tanah pertanian berubah menjadi non pertanian (industri). KECAMATAN JUWIRING, KABUPATEN KLATEN) 2. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode gabungan paralel (paralel mixed method), yaitu berupa metode spasial dan metode kualitatif. Dalam metode ini, peneliti mengumpulkan data spasial dan kualitatif, menganalisisnya secara terpisah, kemudian melihat keterkaitan temuan-temuan yang ditemukan (Creswell, 2016). Metode spasial digunakan untuk menganalisis data hasil Praktik Kerja Lapangan (PKL) taruna semester II Sekolah tinggi Pertanahan Nasional tentang IP4T Partisipatif tahun 2019 terhadap Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) dari Badan Informasi Geospasial (BIG); menganalisis kesesuaian penggunaan lahan eksisting hasil PKL di atas dengan arahan pertanian tanaman pangan/ LP2B Provinsi Jawa Tengah tahun 2016; menganalisis lahan pertanian sawah hasil PKL yang sesuai untuk LP2B di Kabupaten Klaten. Selanjutnya terhadap hasil di atas, dilakukan analisis lagi terhadap peta tematik sesuai variabel kontrol kegiatan LP2B. Variabel kontrol yang dimaksud antara lain: peta RTRW Kabupaten Klaten, peta kawasan hutan Kabupaten Klaten, peta perizinan, dan peta penguasaan tanah. Semua analisis spasial di atas dilakukan dengan metode analisis superimposed data spasial atau tumpang susun data spasial. Sedangkan Metode kualitatif digunakan untuk menganalisis potensi LP2B di Desa Bulurejo, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten dengan kajian desk study. 3. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dari survei berupa gabungan dari data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diantaranya berupa luasan bidang tanah, jumlah fasilitas umum dan jumlah pemilik tanah. Sedangkan data kualitatif diantaranya berupa data jenis penggunaan tanah. Sumber data dalam paper ini diperoleh dari sumber sekunder. Data yang digunakan oleh penulis bukan merupakan hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis sendiri melainkan merupakan hasil kegiatan Praktik Kerja Lapangan dari taruna semester II Sekolah tinggi Pertanahan Nasional. Adapun rincian sumber data yang diperoleh yakni sebagai berikut: A. Data survei lapangan hasil kegiatan PKL IP4T Program Diploma IV pertanahan dengan menggunakan data collector yaitu Locus GIS. Hasil export data berbentuk shapefie (shp), meliputi lahan sawah (jenis irigasi, intesitas tanam), tegalan/ladang, curah hujan, lereng, tekstur, rawan bencana. Data survei ini selanjutnya disebut variabel fisik. B. Hasil studi pustaka yakni hasil studi terhadap peraturan perundang undangan dan berbagai kajian terkait pelaksanaan IP4T di berbagai daerah. C. Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) dari Badan Informasi Geospasial. D. Peta-peta tematik sebagai variabel kontrol, seperti: Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Peta Kawasan Hutan, Peta Penguasaan Tanah, Peta Perizinan, dll. 2.2. Pengolahan Data Pengolahan data lapangan pada penelitian ini diawali dengan menggunakan smartphone android. Aplikasi yang digunakan yaitu Locus GIS. Aplikasi ini merupakan salah satu aplikasi open source berbasis android yang berjenis mapping/grafis dan banyak beredar di playstore. Selain memiliki fitur global positioning system (GPS), yang menjadi andalan dari Locus GIS adalah basis data aplikasi ini memang open 195
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL source, artinya user bisa menggunakan basis data sesuai keinginannya baik dari segi informasi tekstual, peta dasar, maupun bidang tanah sebagai informasi spasial. Salah satu hasil export aplikasi Locus GIS yang familier adalah file yang berformat shapefile selanjutnya disebut .shp. Pada penelitian ini semua hasil survei lapangan diexport menjadi data dan informasi berformat .shp dan diberi nama: PKL DIV-IP4T Plus.shp. File tersebut kemudian kita pindah ke komputer untuk selanjutnya dilakukan pengolahan menggunakan software Quantum GIS 3.6.2. Sumber: Olahan data sekunder peneliti 2019 Gambar 1. Export Data Lapangan Menggunakan Locus GIS Pada pengolahan data menggunakan aplikasi Quantum GIS dilakukan dengan cara superimposed data spasial yang selanjutnya dilakukan analisis. Metode pengolahan data dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan. Pada tahapan ini dilakukan pengolahan data shapefile menjadi informasi dalam bentuk peta tematik bidang tanah sesuai keinginan peneliti dan kelengkapan sumber datanya. Sumber: Olahan data sekunder peneliti 2019 Gambar 2. Tampilan awal aplikasi Quantum GIS Hal pertama yang wajib dilakukan terhadap data shapefile hasil export Locus GIS adalah meng- overlaykan dengan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Salah satu persyaratan utama dalam tumpang susun data spasial adalah kesamaan dalam satu referensi peta. Dalam penelitian ini, CSRT dan data PKL DIV-IP4T Plus.shp. sudah memiliki sistem koordinat yang sama yaitu Universal Transfer Mercator (UTM) 50S dengan datum WGS 1984. Hasil overlay CSRT dengan data PKL DIV- IP4T Plus.shp. sebagai berikut: 196
Fajar Buyung Permadi IP4T PARTISIPATIF UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI LP2B DI DESA BULUREJO (STUDI KASUS: DESA BULUREJO, Sumber: Olahan data sekunder peneliti 2019 Gambar 3. Tumpang Susun CSRT dengan Data PKL DIV-IP4T Plus. KECAMATAN JUWIRING, KABUPATEN KLATEN) shp Menggunakan Software Quantum GIS Selanjutnya dilakukan pengecekan open attribute tabel di Quantum GIS. Pengecekan ini dilakukan dengan tujuan apakah terdapat data yang kurang dalam survei lapangan. Apabila masih terdapat data yang kurang bisa segera dilakukan survei dan ground check. Hasil open attribute tabel sebagai berikut: Sumber: Olahan data sekunder peneliti 2019 Gambar 4. Open Attribute Tabel Data PKL DIV-IP4T Plus.shp Menggunakan Software Quantum GIS Pengolahan data dilanjutkan dengan melakukan tumpang susun data lapangan di atas terhadap variabel fisik dan variabel kontrol yang belum kita dapatkan di lapangan dengan cara Union di Quantum GIS 3.6.2. Variabel fisik yang dimaksud seperti: peta kelerengan kabupaten klaten, peta kemampuan tanah, serta peta kerawanan bencana secara bertahap. Sedangkan variabel kontrol yaitu: peta RTRW, peta kawasan hutan, peta perizinan, peta rencana strategis dan peta penguasaan. Semua hasil overlay data spasial di atas kemudian dilakukan analisis dengan sistem nilai, bobot dan skoring sehingga menghasilkan kelas-kelas yang telah ditentukan. 197
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Sumber: Paparan Penetapan Luas Baku Sawah, Penyiapan Data LP2B, Upaya Percepatan Penetapan Perda LP2B Menuju Ketahanan dan Kedaulatan Pangan oleh Kepala Subdirektorat Penatagunaan Tanah Kawasan Perkotaan dan Perdesaan Direktorat Penatagunaan Tanah 2019 Gambar 5. Sistem Nilai, Bobot dan Skoring Analisis Data Variabel Fisik LP2B Sumber: Paparan Penetapan Luas Baku Sawah, Penyiapan Data LP2B, Upaya Percepatan Penetapan Perda LP2B Menuju Ketahanan Dan Kedaulatan Pangan oleh Kepala Subdirektorat Penatagunaan Tanah Kawasan Perkotaan dan Perdesaan Direktorat Penatagunaan Tanah 2019 Gambar 6. Sistem Nilai, Bobot dan Skoring Analisis Data Variabel Kontrol LP2B Hasil akhir pengolahan data dalam penelitian ini yaitu menampilkan tabel jumlah landuse, luasan bidang tanah berdasarkan variabel fisik LP2B dan variabel kontrol LP2B, dan data potensi luasan LP2B di Desa Bulurejo, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. IP4T Partisipatif untuk Identifikasi Potensi Data LP2B Gagasan tentang partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemerintah memang bukan gagasan yang baru, tetapi partisipasi aktif masyarakat dalam IP4T partisipatif bukan sekedar masyarakat ikut berpartisipasi 198
Fajar Buyung Permadi IP4T PARTISIPATIF UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI melainkan masyarakat didorong untuk ikut menjadi penggagas baik dalam hal ide maupun sebagai LP2B DI DESA BULUREJO (STUDI KASUS: DESA BULUREJO, pelaksana teknis di lapangan. Data yang diambil merupakan hasil upaya masyarakat dengan arahan dan bimbingan teknis dari petugas. Menurut Arnstein, kegiatan ini merupakan kegiatan partisipatif walaupun KECAMATAN JUWIRING, KABUPATEN KLATEN) hanya sampai sebatas tingkat informing. Tujuan akhir dilakukannya pengumpulan data lengkap melalui IP4T partisipatif adalah untuk membangun dan mengembangkan basis data pertanahan lengkap desa demi desa. Database lengkap tersebut memiliki multiguna bagi pihak desa. Salah satunya yaitu mengidentifikasi secara cepat dan lengkap potensi data LP2B di desa melalui peran aktif masyarakat dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan hingga selesai. Pada kegiatan ini, data yang dikumpulkan sudah berbasis bidang tanah tidak hanya sekedar zonasi, sehingga hasilnya sudah sangat detail. Dalam kaitannya LP2B, kegiatan IP4T partisipatif menjadi kegiatan awal atau pra penyiapan data LP2B yang dilakukan lintas kementerian atau lembaga. Kegiatan ini menjadi sangat penting karena mampu memberikan gambaran awal terkait potensi LP2B suatu desa. Data yang diperoleh khususnya terkait identifikasi potensi LP2B merupakan representatif dari kondisi sebenarnya di lapangan sehingga akan lebih mudah dan tepat menetapkan jumlah luasan LP2B dan KP2B. Dengan adanya partisipasi masyarakat akan mendorong masyarakat untuk lebih terbuka mengemukakan persoalan yang dihadapi dalam upaya pengelolaan LP2B. Selain itu manfaat lain kegiatan ini yaitu mampu mengurangi dan mengontrol kegiatan alih fungsi lahan yang semakin liar. Diharapkan dengan adanya identifikasi data LP2B per desa secara berkala dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan Pemerintah Kebupaten Klaten untuk merevisi atau memperbarui peraturan daerah tentang RTRW dan RDTR, menetapkan kawasan LP2B dan melindunginya berdasarkan data yang valid dan aktual. Berikut tampilan analisis data spasial terhadap variabel fisik dan variabel kontrol LP2B di Desa Bulurejo, Klaten di bawah ini: Sumber: Olahan data sekunder peneliti 2019 Gambar 7. Sistem Nilai, Bobot dan Skoring Analisis Data Variabel Fisik dan Variabel Kontrol LP2B Desa Bulurejo, Klaten 199
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Dari pengolahan data di atas dapat dilakukan beberapa analisis oleh penulis. Yang pertama yaitu analisis terhadap luasan penggunaan tanah. Analisis ini menghasilkan pengelompokan bidang tanah dengan variabel: sawah irigasi, sawab non irigasi, non pertanian, dan tegalan. Analisis kedua yaitu analisis kelas berdasarkan variabel fisik. Analisis ini didapatkan hasil penggolongan kelas bidang tanah, yakni: kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Adapun pengelompokan bidang tanah yang tergolong kelas 1 adalah bidang tanah yang memiliki nilai > 2.5 setelah dilakukan sistem pembobotan. Sedangkan kelas 2 yaitu bidang tanah yang memiliki nilai 1.5-2.5. Sementara itu bidang tanah yang memiliki nilai di bawah 1.5 tergolong kelas 3. Analisis terakhir yaitu analisis kebijakan yang diusulkan berdasarkan variabel fisik dan kontrol. Pada analisis ini didapatkan hasil akhir yaitu pengelompokan bidang tanah yakni: bidang tanah yang sangat direkomendasikan, bidang tanah direkomendasi, bidang tanah direkomendasi bersyarat, dan bidang tanah yang tidak direkomendasikan sebagai LP2B. Bidang tanah yang sangat direkomendasikan berarti bidang tanah yang kemungkinan besar sangat berpotensi sebagai LP2B dan lokasinya sudah clear and clean. Artinya bidang tanah ini bisa langsung ditetapkan sebagai LP2B sesuai peraturan. Bidang tanah ini terdiri dari kelas 1 ditambah 5 variabel kontrol dengan kode 1 (lihat gambar 6). Bidang tanah direkomendasi adalah bidang tanah yang berpotensi sebagai LP2B dan masuk dalam rencana strategis pemerintah yaitu percetakan lahan sawah. Yang tergolong bidang tanah ini yakni bidang tanah yang memiliki 5 variabel kontrol dengan kode 1 dan/atau kode 4 (lihat gambar 6). Selanjutnya, bidang tanah direkomendasi bersyarat adalah bidang tanah yang berpotensi sebagai LP2B namun diperlukan effort dari pemerintah untuk menyesuaikannya sesuai syarat peraturan LP2B. Sebagai contoh, bidang tanah yang masih memiliki fungsi lahan non basah sesuai peraturan RTRW wajib dilakukan perubahan fungsi menjadi lahan basah. Bidang tanah yang termasuk kawasan hutan produksi terbatas atau bidang tanah yang masuk dalam kawasan perizinan/PTP wajib dikeluarkan dalam kawasan tersebut sebelum ditetapkan LP2B. Bidang tanah ini terdiri dari bidang tanah kelas 1 dan 2 ditambah salah satu variabel kontrol memiliki kode 2. Pengelompokan terakhir yaitu bidang tanah yang tidak direkomendasikan. Bidang tanah ini terdiri dari bidang tanah dengan kelas 1, 2 dan 3 ditambah salah satu variabel kontrol yang memiliki kode 3. Contoh bidang tanah ini yakni bidang tanah yang masuk kawasan fungsi lindung dan/atau masuk kawasan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan. Hasil penelitian IP4T Partisipatif untuk identifikasi potensi LP2B di Desa Bulurejo berupa tabel data variabel fisik, variabel kontrol dan data luasan landuse LP2B, serta peta identifikasi potensi LP2B Desa Bulurejo. Tabel 3 : Analisis Luasan Landuse di Desa Bulurejo, Klaten Desa Sawah irigasi (Ha) Sawah Non Irigasi (Ha) Non Pertanian (Ha) Tegalan Total (Ha) 1.757 136.368 Bulurejo 67.681 9.363 57.566 Sumber: Olahan data sekunder peneliti 2019 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa di Desa Bulurejo masih terdapat potensi LP2B yang cukup besar berupa sawah irigasi dan sawah non irigasi. Total luasan kedua sawah ini sebesar 77.045 Ha (56.4% dari total luas Desa Bulurejo). Sedangkan luas tanah non pertanian sebesar 57.566 Ha (42.2% dari total luas Desa Bulurejo) dan tegalan sebesar 1.757 Ha (1.2% dari total luas Desa Bulurejo). 200
Fajar Buyung Permadi Tabel 4 : Analisis Kelas Berdasarkan Variabel Fisik di Desa Bulurejo, Klaten Desa Kelas 1 (Ha) Kelas 2 (Ha) Kelas 3 (Ha) Total (Ha) - 78.802 Bulurejo 70.695 8.105 Sumber: Olahan data sekunder peneliti 2019 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa di Desa Bulurejo hanya terdapat dua kelas hasil analisis data spasial terhadap variabel fisik LP2B. Kedua kelas tersebut yaitu kelas 1 dan kelas 2. Luasan kelas 1 sebesar 70.695 Ha (89.7% dari total luas Desa Bulurejo). Sedangkan luas kelas 2 sebesar 8.105 Ha (10.7% dari total luas Desa Bulurejo). Tabel 5 : Analisis Kebijakan/Yuridis Berdasarkan Variabel Fisik dan Variabel Kontrol di Desa Bulurejo, Klaten Desa Sangat Direkomendasi Direkomendasi Tidak Total Direkomendasi Bersyarat Direkomendasi (Ha) Bulurejo 70.696315 - 8.105 - 78.802 Sumber: Olahan data sekunder peneliti 2019 Tabel diatas merupakan hasilakhirdarianalisis spasial identifikasipotensiLP2Bsebelum menghasilkan sebuah Peta Identifikasi LP2B. Menurut tabel di atas kita mengetahui bahwa di Desa Bulurejo hanya terdapat dua rekomendasi hasil analisis data spasial terhadap variabel kontrol LP2B. Kedua rekomendasi tersebut yaitu sangat direkomendasi dan direkomendasi bersyarat. Luasan wilayah potensi LP2B yang sangat direkomendasi yaitu sebesar 70.695 Ha (89.7% dari total luas Desa Bulurejo). Sedangkan luas wilayah yang direkomendasikan bersyarat sebesar 8.105 Ha (10.7% dari total luas Desa Bulurejo). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah bidang tanah yang termasuk kategori sangat direkomendasi yaitu sebanyak 576 bidang tanah. Sedangkan jumlah bidang tanah yang termasuk kategori direkomendasi bersyarat yaitu sebanyak 125 bidang tanah. Hasil Peta Identifikasi LP2B Desa Bulurejo, Klaten terlampir. IV. KESIMPULAN IP4T PARTISIPATIF UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan IP4T Partisipatif dapat LP2B DI DESA BULUREJO (STUDI KASUS: DESA BULUREJO, mengidentifikasi potensi LP2B dalam satu desa parcel based. Di Desa Bulurejo terdapat dua kelas dan dua KECAMATAN JUWIRING, KABUPATEN KLATEN) rekomendasi yang dihasilkan dari analisis data spasial terhadap variabel fisik dan kontrol LP2B. Kedua kelas tersebut adalah kelas 1 sebesar 70.695 Ha (89.7% dari total luas Desa Bulurejo) dan kelas 2 sebesar 8.105 Ha (10.7% dari total luas Desa Bulurejo). Sedangkan rekomendasinya yaitu sangat direkomendasi sebesar 70.695 Ha (89.7% dari total luas Desa Bulurejo) dan direkomendasi bersyarat sebesar 8.105 Ha (10.7% dari total luas Desa Bulurejo). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah bidang tanah pertanian di Desa Bulurejo yang termasuk kategori sangat direkomendasi yaitu sebanyak 576 bidang tanah. Sedangkan bidang tanah yang termasuk kategori direkomendasi bersyarat yaitu sebanyak 125 bidang tanah. V. SARAN Diharapkan hasil kegiatan IP4T Partisipatif untuk identifikasi potensi LP2B ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dalam rangka pembuatan prosedur penyiapan data LP2B melalui peran aktif masyarakat. Selain itu penulis berharap semoga kegiatan IP4T Partisipatif menjadi terobosan dalam meningkatkan kualitas basis data pertanahan di tingkat desa menuju desa lengkap. 201
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL DAFTAR PUSTAKA Peraturan Perundang-Undangan TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten Tahun 2011-2031 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 19 Tahun 2016 tentang Penetapan LP2B pada Wilayah yang belum Terbentuk Rencana Tata Ruang Wilayah Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah Buku Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. (2016). Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, Pemanfaatan Tanah Tahun 2018. Direktorat Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN. Jakarta: ATR/BPN Badan Pusat Statistik. (2018). Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018. Jakarta: BPS Badan Pusat Statistik. (2018). Kecamatan Juwiring dalam angka 2018. Jakarta: BPS: Diakses dari https://klatenkab.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=ZjRiNTJhM2JkMThjZjVjYz kzMmMzMjU2&xzmn =aHR0cHM6Ly9rbGF0ZW5rYWIuYnBzLmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9u LzIwMTgvMDkvMjYvZjRiNTJhM2JkMThjZjVjYzkzMm MzMjU2L2tlY2FtYXRhbi1qdXdpcmluZ y1kYW xhbS1hbmdrYS0yMDE4Lmh0bWw%3D&twoadfnoarfeauf =MjAxOS0xMC0wNyAwM MjAxOS0xMC0 wNyAwMDo0ODozNA%3D%3D Jurnal Arnstein, S. R. (1969). A Ladder of Citizen Participation. Dalam R.T Gates, & F. Stout (Penyunting), The City Reader (2nd ed.). New York: Routledge Press. Creswell, J. W. (2016). Research Design (Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran) (4th ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Karim, M. L. S., & Rahayu, S. (2014). Kajian kesesuaian konversi lahan pertanian ke non pertanian terhadap Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) (Studi kasus: sebagian Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang). Geoplanning, 1 (1), 44–55. Mujiati. (2015). Peta P4T hasil pemetaan partisipatif sebagai instrumen identifikasi tanah absentee. Jurnal Bhumi. Vol. 1 (1), 59-68. Prabowo, H. L. (2016). Membangun basis data pertanahan desa melalui Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Partisipatif. CGISE dan FIT-ISI. Sumber lainnya Savitri, Donna. (2019). Penetapan luas baku sawah, penyiapan data lp2b, upaya percepatan penetapan perda lp2b menuju ketahanan dan kedaulatan pangan. Kepala Subdirektorat Penatagunaan Tanah Kawasan Perkotaan dan Perdesaan. Direktorat Penatagunaan Tanah. 202
Fajar Buyung Permadi LAMPIRAN Sumber: Olahan data sekunder peneliti 2019 IP4T PARTISIPATIF UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI Gambar 8. Peta Identifikasi Data LP2B Desa Bulurejo, Klaten LP2B DI DESA BULUREJO (STUDI KASUS: DESA BULUREJO, 203 KECAMATAN JUWIRING, KABUPATEN KLATEN)
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL BIODATA PENULIS/CV Penulis bernama lengkap Fajar Buyung Permadi. Lahir di Bantul, 27 April 1994 dan merupakan putra dari Bapak Suparmadi, S.IP., M.Si., dan Ibu Sunarti. Penulis beragama Islam memiliki istri bernama Dian Shinta Amalia, S.H. dan anak bernama Zayn Ali Zydan. Penulis merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan Unit Kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Saat ini penulis sedang mengenyam pendidikan sebagai Taruna Tugas Belajar (Tubel) Program Diploma IV semester V Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) jurusan perpetaan. Penulis aktif berorganisasi di STPN dan sedang diamanahi sebagai Wakil Kepala Badan Senat Taruna (BST) Tahun 2018/2019. Jenjang karir pendidikan penulis: 1. Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bantul Timur Tahun 2000 2. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Bantul Tahun 2006 3. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Bantul Tahun 2009 4. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Program DI Pengukuran dan Pemetaan Kadastral (PPK) Tahun 2012 5. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Program DIV-Pertanahan Jurusan Perpetaan Tahun 2017 hingga sekarang. Portofolio dalam menulis karya ilmiah: 1. Spatial Analysis of Rehabilitation and Reconstruction of Palu Disasters in 2018 Using Landsat, oleh: Westi Utami, Yuli Ardianto Wibowo, Wasyilatul Jannah, Fajar Buyung Permadi (Seminar Internasional di STPN Tahun 2019) 2. Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Percepatan Pendaftaran Tanah Daerah Perbatasan, oleh: Westi Utami, Fajar Buyung Permadi, Wasyilatul Jannah (Seminar Nasional Senastindo Akademi Angkatan Udara Tahun 2019) 3. Remote Sensing Application for Monitoring Land Use Pattern, 15 Years Post Tsunami in Aceh, oleh: Westi Utami, Yuli Ardianto Wibowo, Fajar Buyung Permadi (ICEGE Tahun 2019) 4. Masyarakat Sadar Spasial: Membangun Kemandirian Masyarakat untuk Memetakan Sumber Daya Agraria di Wilayahnya Menggunakan Aplikasi Low Cost Berbasis Android, oleh: Fajar Buyung Permadi (Lomba Essai Agraria Nasional Tahun 2018) 5. Sistem Informasi Tata Ruang (Upaya Pengendalian dan Penataan Ruang Berbasis Android), oleh: Fajar Buyung Permadi, Muhammad Abdul Nasser, Wasyilatul Jannah (LOGIN UGM Tahun 2019) 204
IP4T PARTISIPATIF UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI LP2B DI DESA BULUREJO (STUDI KASUS: DESA BULUREJO, KECAMATAN JUWIRING, KABUPATEN KLATEN) Fajar Buyung Permadi 205
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TERHADAP PETA BIDANG TANAH Hary Listantyo Prabowo Kantor Pertanahan Kabupaten Kulon Progo, Indonesia Jalan Kawijo, Pengasih, Kulon Progo, 55652 Email: [email protected] ABSTRAK Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 08 Tahun 2018 telah disahkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bagian Wilayah Perkotaan Sewon Tahun 2018-2038. Kecamatan Sewon merupakan Kawasan Perkotaan Kabupaten Bantul yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. RDTR-PZ BWP Sewon merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sehingga mempunyai kedetilan hingga skala 1 : 5.000. Kantor pertanahan merupakan pengguna RDTR-PZ untuk penerbitan Pertimbangan Teknis Pertanahan. Dalam penyusunan pertimbangan teknis, data spasial RDTR dilakukan analisis spasial dengan peta-peta tematik pertanahan termasuk Peta Bidang Tanah. Peta Bidang Tanah dibangun berdasar ketelitian skala 1 : 1.000. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian rencana pola ruang pada RDTR dengan peta bidang tanah di wilayah Kecamatan Sewon. Analisis spasial berupa overlay Peta Peng- gunaan Tanah, Peta Pola Ruang dan Peta Bidang Tanah. Hasil overlay dilanjutkan dengan pengelompokan berdasar kesesuaian pola ruang, kesesuaian jenis hak atas tanah terhadap pola ruang, jumlah pola ruang terhadap bidang tanah dan potensi permasalahan pemanfaatan ruang. Hasil pengolahan menunjukkan bahwa penyusunan pola ruang tidak menyesuaikan dengan bentuk bidang tanah. Terdapat bidang-bidang tanah yang memiliki lebih dari satu jenis pola pemanfaatan ruang dengan persentase yang bervariasi. Ad- anya pola ruang lebih dari satu dalam satu bidang tanah menimbulkan potensi masalah peningkatan alih fungsi lahan pertanian, pelanggaran pemanfaatan ruang, dan perizinan pemanfaatan ruang. Kata Kunci : Rencana Detail Tata Ruang, Peta Bidang Tanah, Kesesuaian Tata Ruang I. PENDAHULUAN Ruang merupakan wadah kehidupan yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang perlu ditata agar pemanfaatannya dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Penataan ruang meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian yang merupakan tugas dan wewenang pemerintah daerah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dituangkan dalam peraturan daerah dan peraturan pelaksana lainnya. Dalam proses penyusunan peraturan terkait penataan ruang melibatkan masyarakat dan dunia usaha. Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul telah menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ) Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) Sewon sebagai perangkat operasionalisasi kebijakan Pemerintah Daerah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bantul. RDTR-PZ BWP Sewon merupakan acuan lebih detil pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten. RDTR-PZ BWP Sewon sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang dan sekaligus menjadi dasar penyusunan RTBL bagi zona-zona yang penanganannya diprioritaskan pada BWP Sewon (Bantul, 2018). 206
Hary Listantyo Prabowo, S.T., M.Eng. TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL BWP Sewon merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bantul yang masuk dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY). Selain itu, Kecamatan Sewon merupakan Kawasan Perkotaan Kabupaten TERHADAP PETA BIDANG TANAH Bantul yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. Kecamatan Sewon merupakan kecamatan yang sudah berciri khas perkotaan, seperti: jumlah penduduknya yang tinggi, kepadatan penduduk tinggi, banyaknya aktivitas di sektor jasa dan ketersediaan sarana prasarana perkotaan (Anonim, 2018). Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 08 Tahun 2018 telah disahkan Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Sewon Tahun 2018-2038. Peraturan Daerah tersebut merupakan revisi terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 33 Tahun 2008 Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Kecamatan Sewon. RDTR-PZ BWP Sewon merupakan penjabaran dari RTRW sehingga mempunyai kedetailan hingga skala 1 : 5.000 (Anonim, 2018). Tujuan penyusunan RDTR-PZ BWP Sewon adalah mewujudkan Kecamatan Sewon sebagai kawasan permukiman perkotaan, didukung kegiatan perdagangan dan jasa, serta pendidikan. RDTR-PZ BWP Sewon diharapkan dapat digunakan sebagai arahan bagi masyarakat dalam mengisi pembangunan fisik kawasan, terutama dalam pemanfaatan ruang sebagai upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Selain itu, RDTR-PZ BWP Sewon juga diharapkan sebagai pedoman bagi instansi dalam menyusun zonasi, serta pemberian perijinan kesesuaian pemanfaatan bangunan dan peruntukan lahan. Kantor pertanahan merupakan pengguna RDTR-PZ untuk penerbitan Pertimbangan Teknis Pertanahan. Dalam penyusunan pertimbangan teknis, data spasial RDTR dilakukan analisis spasial dengan peta-peta tematik pertanahan termasuk Peta Bidang Tanah. Peta Bidang Tanah adalah gambar hasil pemetaan satu bidang tanah atau lebih pada lembaran kertas dengan suatu skala tertentu yang batas-batasnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan digunakan untuk pengumuman data fisik (ATR/BPN M. , 2018). Peta Bidang Tanah dibangun berdasar ketelitian skala 1 : 1.000. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian rencana pola ruang pada RDTR dengan peta bidang tanah di wilayah Kecamatan Sewon. II. METODE 2.1. Deskripsi Wilayah 1. Letak Kecamatan Sewon terletak di bagian utara tengah Kabupaten Bantul yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. Secara geografis Kecamatan Sewon terletak antara 07°49’27,09” – 07°53’16,04” Lintang Selatan dan 110°19’18,90” – 110°22’56,11” Bujur Timur dan berada pada ketinggian 63 m dari permukaan laut. Kecamatan Sewon memiliki luas wilayah sebesar 2.795,06 hektar atau 27,95 km2 (Anonim, 2018). Jarak dari ibukota kecamatan menuju ibukota kabupaten sejauh 6,5 km, menuju perbatasan Kota Yogyakarta sejauh 2,5 km. 2. Administrasi Menurut administrasi pemerintahan, Kecamatan Sewon terdiri dari 4 (empat) desa, yaitu Desa Pendowoharjo, Desa Timbulharjo, Desa Bangunharjo dan Desa Panggungharjo, dengan Ibukota Kecamatan adalah di Desa Bangunharjo. Luas wilayah desa-desa adalah sebagai berikut : 207
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Tabel 1 : Luas Wilayah Desa di Kecamatan Sewon No Nama Desa Luas (Ha) 1 Pendowoharjo 704,05 2 Timbulharjo 806,10 3 Bangunharjo 714,95 4 Panggungharjo 569,97 2.795,06 Jumlah luas Sumber: Materi Teknis RDTR dan PZ BWP Sewon, 2018 Dari 4 (empat) desa tersebut, Kecamatan Sewon terdapat 63 (enam puluh tiga) pedukuhan dan 461 (empat ratus enam puluh satu) Rukun Tetangga (RT) dengan rincian pada tabel berikut (BPS, 2018): Tabel 2 : Jumlah Pedukuhan dan Rukun Tetangga di Kecamatan Sewon No Nama Desa Pedukuhan Rukun Tetangga 1 Pendowoharjo 16 94 2 Timbulharjo 16 122 3 Bangunharjo 17 127 4 Panggungharjo 14 118 63 461 Sumber : BPS, 2018 Jumlah 3. Kependudukan Jumlah penduduk Kecamatan Sewon tahun 2017 adalah 115.683 jiwa dengan rincian sebagaimana dalam Tabel 3 (BPS, 2018). Tabel 3 : Jumlah Penduduk Kecamatan Sewon Tahun 2017 No Nama Desa Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Pendowoharjo 12.375 12.470 24.845 2 Timbulharjo 11.625 11.496 23.121 3 Bangunharjo 15.842 15.719 31.561 4 Panggungharjo 18.230 17.926 36.156 58.072 57.611 115.683 Jumlah Sumber : BPS, 2018 Kecamatan Sewon berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta dan termasuk dalam Kawasan Perkotaan Kabupaten Bantul memiliki kepadatan penduduk 4.259 jiwa/km2. Kepadatan penduduk di Kecamatan Sewon pada level Kabupaten Bantul berada di urutan ke-2, berada di bawah Kecamatan Banguntapan dan di atas Kecamatan Kasihan. 4. Topografi Jika dilihat topografisnya, Kecamatan Sewon seluruh wilayahnya merupakan daerah dataran. Wilayah Kecamatan Sewon dilewati oleh 3 (tiga) sungai utama yaitu Sungai Bedog, Winongo dan Code. Sungai ini dimanfaatkan untuk pasokan irigasi dan budidaya ikan air tawar. Sedangkan jalur utama lalu lintas antar daerah di wilayah kecamatan dilalui oleh Ring Road Selatan yang merupakan akses utama 208
Hary Listantyo Prabowo, S.T., M.Eng. TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL sebagai penghubung antar wilayah dan 3 (tiga) jalan propinsi, yaitu: Jalan Bantul, Jalan Parangtritis, dan Jalan Imogiri Barat. TERHADAP PETA BIDANG TANAH 5. Permasalahan di Kecamatan Sewon BWP Sewon merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bantul yang masuk dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY). Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta dan merupakan kecamatan yang sudah berciri khas perkotaan, seperti: jumlah penduduknya yang tinggi, kepadatan penduduk tinggi, banyaknya aktivitas di sektor jasa dan ketersediaan sarana prasarana perkotaan. Beberapa permasalahan yang dijumpai di kecamatan ini diantaranya adalah (Anonim, 2018): A. Kemiskinan B. Permukiman kumuh C. Tingkat urbanisasi tinggi D. Banjir dan genangan E. Pencemaran air bersih dan udara F. Permasalahan jaringan irigasi G. Permasalahan air limbah H. Sampah I. Penyebaran permukiman yang tidak merata J. Kualitas lingkungan permukiman K. Kerawanan bencana alam 6. Kedudukan RDTR RDTR-PZ BWP Sewon disusun sesuai dengan amanat Pasal 59 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, yang menyatakan bahwa “setiap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten yang perlu disusun Rencana Detail Tata Ruangnya”. Wilayah administrasi Kecamatan Sewon dimana didalamnya terdapat kawasan perkotaan Sewon, merupakan salah satu kawasan perkotaan di Kabupaten Bantul sesuai dengan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Bantul 2010-2030. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka perlu disusun RDTR-PZ BWP Sewon yang dilengkapi dengan peraturan zonasi sebagai alat pengendalian pemanfaatan ruang untuk menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian perkembangan kawasan perkotaan yang dinamis. Kedudukan RDTR-PZ BWP Sewon dalam sistem perencanaan tata ruang dan sistem perencanaan pembangunan nasional dapat dilihat pada Gambar 1. 209
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Sumber: Materi Teknis RDTR dan PZ BWP Sewon, 2018 Gambar 1. Kedudukan RDTR-PZ BWP Sewon Dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang Dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Dalam penentuan kebijakan tata ruang di BWP Sewon mengacu pada kebijakan vertikal, yakni Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul dan Rencana Tata Ruang Wilayah DIY. Oleh karena itu, dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR-PZ) BWP Sewon perlu diuraikan kebijakan-kebijakan tata ruang di tingkat Kabupaten (Anonim, 2018). Dalam Sistem Perkotaan RTRW Kabupaten Bantul, hierarki sistem perkotaan Kabupaten Bantul dalam kesatuan wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta secara spasial dan fungsional meliputi: hierarki I adalah IKB Bantul, IKK Banguntapan, IKK Kasihan, dan IKK Sewon; hierarki II adalah IKK Imogiri, IKK Piyungan, IKK Sedayu, IKK Kretek, dan IKK Srandakan; hierarki III adalah IKK Bambanglipuro, IKK Dlingo, IKK Jetis, IKK Pajangan, IKK Pandak, IKK Pleret, IKK Pundong, dan IKK Sanden. Pengembangan sistem perkotaan untuk kesesuaian fungsi, daya dukung, dan daya tampung lingkungan hidup di Kabupaten Bantul direncanakan meliputi: kota sedang adalah IKB Bantul; kota kecil adalah IKK Kasihan, IKK Sewon, IKK Banguntapan, IKK Srandakan, IKK Kretek, IKK Piyungan,IKK Pajangan, IKK Pandak, IKK Imogiri, IKK Pleret, dan IKK Sedayu. Sedangkan dalam sistem pelayanan wilayah dalam rangka penyediaan pelayanan dan fasilitasnya, maka ditentukan sistem pelayanan wilayah dalam hirarki pelayanan sesuai dengan kondisi eksisting, tren, dan potensi serta kebutuhan skala pelayanan wilayah. Pengembangan sistem perkotaan dalam sistem pelayanan Kabupaten Bantul direncanakan meliputi: A. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) meliputi wilayah Kabupaten Bantul yang termasuk dalam Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) yaitu sebagian Kecamatan Kasihan, sebagian Kecamatan Sewon dan sebagian Kecamatan Banguntapan. Kawasan ini melayani kegiatan dan pelayanan dengan skala nasional dan bahkan internasional dengan segala konsekuensinya seperti meningkatnya kepadatan bangunan secara signifikan serta orientasi perekonomian kepada pelayanan perdagangan dan jasa; 210
Hary Listantyo Prabowo, S.T., M.Eng. TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL B. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu Kawasan Perkotaan Bantul yang meliputi IKB Bantul; C. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) meliputi IKK Banguntapan, IKK Kasihan, IKK Sewon, IKK Imogiri, IKK TERHADAP PETA BIDANG TANAH Piyungan, IKK Kretek, IKK Sedayu, dan IKK Srandakan; Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) meliputi IKK Bambanglipuro, IKK Dlingo, IKK Jetis, IKK Pajangan, IKK Pandak, IKK Pleret, IKK Pundong, dan IKK Sanden. PKL 1 menjadi pusat kegiatan dan pelayanan dari wilayah kecamatan-kecamatan yang termasuk di dalamnya maupun orientasi/rujukan pelayanan dari tingkat yang lebih rendah. Kawasan strategis yang terdapat di wilayah Kabupaten Bantul terkategorikan sebagai kawasan strategis ekonomi, kawasan strategis sosio-kultural, dan pengembangan kawasan strategis lingkungan hidup. Kawasan Strategis Ekonomi Kabupaten Bantul yaitu: Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY); Kawasan Strategis Bantul Kota Mandiri (BKM); Kawasan Strategis Pantai Selatan, Pengembangan Pesisir dan Pengelolaan Hasil Laut Pantai Depok, Pantai Samas, Pantai Kuwaru, dan Pantai Pandansimo; Kawasan Strategis Industri Sedayu; dan Kawasan Strategis Industri Piyungan. Kawasan Strategis Sosio- Kultural Kabupaten Bantul yaitu Kawasan Strategis Desa Wisata dan Kerajinan Gabusan – Manding – Tembi (GMT) dan Kasongan – Jipangan – Gendeng – Lemahdadi (Kajigelem). Sedangkan Kawasan Strategis Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul yaitu: Kawasan Strategis Agrowisata di Kecamatan Dlingo dan Agropolitan di Kecamatan Sanden, Kecamatan Kretek, Kecamatan Pundong, Kecamatan Imogiri, dan Kecamatan Dlingo; dan Kawasan Strategis Gumuk Pasir Parangtritis yang berfungsi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian. Rencana kawasan permukiman perkotaan di wilayah Kabupaten Bantul direncanakan seluas kurang lebih 5.434 (lima ribu empat ratus tiga puluh empat) Hektar atau 10,72% (sepuluh koma tujuh puluh dua persen) dari luas wilayah Kabupaten Bantul penyebarannya difokuskan di wilayah Kecamatan Sewon, Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Kasihan, Kecamatan Pajangan, Kecamatan Bantul, Kecamatan Pleret dan Kecamatan Piyungan. Rencana pola ruang di Kabupaten Bantul juga terdiri dari kawasan yang mengandung berbagai artefak yang merupakan memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi, di Kecamatan Sewon berupa Cagar Budaya Pendidikan di Desa Panggungharjo. 2.2. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Peta Pola Ruang RDTR 2. Peta Penggunaan Tanah 3. Peta Bidang Tanah 4. Peta Citra satelit Untuk peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : 1. Notebook 2. Perangkat lunak AutoCAD 2012 3. Perangkat lunak ArcGIS versi 10.1 2.3. Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pengolahan dan analisis data dan tahap penyusunan hasil dan pembahasan. Diagram alir pelaksanaan penelitian ditampilkan dalam Gambar 2. 211
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan penelitian terdiri dari : pengumpulan data dan informasi tekstual; pengumpulan peta-peta/ data spasial; standarisasi data dan koreksi peta. Pengumpulan data dan informasi tekstual melalui tulisan ilmiah, jurnal, website, dan peraturan perundang-undangan terkait penggunaan tanah/ lahan, rencana tata ruang wilayah, rencana detail tata ruang di wilayah Kecamatan Sewon. Pengumpulan peta-peta/ data spasial yang diperoleh dari berbagai dinas dan instansi. Standarisasi data dan koreksi peta dilakukan agar peta-peta memiliki keseragaman bentuk, luas, dan sistem koordinat. Penyeragaman dimaksudkan untuk mempermudah dalam proses pengolahan data spasial. Data-data spasial terdiri dari : A. Peta Administrasi Kecamatan Sewon Peta Administrasi Kecamatan Sewon diperoleh dari Pemerintah Kabupaten Bantul yang sudah dipadukan dengan peta desa. Peta Administrasi Kecamatan Sewon ditampilkan pada Gambar 3. B. Peta Bidang Tanah Peta Bidang Tanah adalah gambar hasil pemetaan satu bidang tanah atau lebih pada lembaran kertas dengan suatu skala tertentu yang batas-batasnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan digunakan untuk pengumuman data fisik. Peta Bidang Tanah diperoleh dari hasil pengukuran dan graphical index mapping, sehingga belum seluruh bidang tanah terdaftar dapat dimunculkan. Contoh tampilan Peta Bidang Tanah ditampilkan pada Gambar 4. Gambar 2. Diagram Alir Penelitian 212
Hary Listantyo Prabowo, S.T., M.Eng. TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL Sumber: Materi Teknis RDTR dan PZ BWP Sewon, 2018 Gambar 3. Peta Administrasi Kecamatan Sewon TERHADAP PETA BIDANG TANAH C. Peta Pola Ruang Pola ruang merupakan distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya. Pola ruang dalam RDTR ini merupakan rencana distribusi Zona dan subzona kawasan lindung dan Zona dan subzona kawasan budidaya ke dalam blok-blok. Rencana pola ruang di BWP Sewon dengan luas total sebesar 2.795,06 ha meliputi: Zona Lindung yang meliputi: Zona perlindungan setempat (sempadan sungai dan sekitar mata air), Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH, semak, makam), dan Zona cagar budaya; dan Zona Budidaya yang meliputi: Zona perumahan (kepadatan: tinggi dan sedang, rusunawa), Zona perdagangan dan jasa (pasar), Zona perkantoran (pemerintah dan swasta), Zona sarana pelayanan umum (pendidikan, transportasi/jalan, kesehatan, olahraga, sosial budaya, dan peribadatan), Zona industri, Zona khusus (pertahanan dan keamanan (hankam), IPAL, dan menara PLN), Zona pertanian (kebun, kolam, peternakan, dan sawah). Peta Pola Ruang ditampilkan pada Gambar 5. D. Peta Penggunaan Tanah Peta Penggunaan Tanah merupakan wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia. Peta Penggunaan Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Penggunaan Tanah hasil Penyusunan Neraca Penatagunaan Tanah Kabupaten Bantul Tahun 2015 oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Daerah Istimewa Yogyakarta. Peta Penggunaan Tanah ditampilkan pada Gambar 6. 213
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Sumber : Hasil pengolahan Gambar 4. Peta Bidang Tanah Kecamatan Sewon Sumber: Materi Teknis RDTR dan PZ BWP Sewon, 2018 Gambar 5. Peta Pola Ruang Kecamatan Sewon Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul, 2019 Gambar 6. Peta Penggunaan Tanah Kecamatan Sewon 214
Hary Listantyo Prabowo, S.T., M.Eng. E. Peta Citra Peta citra difungsikan untuk memastikan penggunaan tanah sesuai kondisi terkini. Citra satelit merupakan hasil pengolahan dari Google Maps. Citra dari Google Maps memiliki exposure yang terkini, sehingga membantu dalam mengidentifikasi obyek di lapang. Peta citra ditampilkan pada Gambar 7. Sumber : Hasil pengolahan Gambar 7. Peta Citra Kecamatan Sewon 2. Tahap Pengolahan dan analisis data TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL Pada tahap ini dilakukan pengolahan spasial terhadap peta-peta tersebut di atas. Pengolahan data spasial adalah overlay Peta Penggunaan Tanah, Peta Pola Ruang dan Peta Bidang Tanah. TERHADAP PETA BIDANG TANAH Analisis meliputi analisis kesesuaian penggunaan tanah terhadap pola ruang, analisis kesesuaian jenis hak atas tanah terhadap pola ruang, identifikasi jumlah pola ruang terhadap bidang tanah dan potensi permasalahan pemanfaatan ruang. A. Analisis kesesuaian penggunaan tanah Analisis kesesuaian penggunaan tanah dilakukan untuk mengetahui efektifitas pemanfaatan ruang. Kesesuaian penggunaan tanah dengan RDTR adalah kesesuaian penggunaan tanah berdasarkan pola ruang yang dijabarkan dalam peraturan zonasi (zona dan sub zona) dalam RDTR. Zona dan subzona dalam RDTR terbagi menjadi zona/subzona kawasan lindung dan zona/subzona kawasan budidaya. Setiap zona dan subzona diatur kegiatan yang diizinkan, diizinkan terbatas, diizinkan bersyarat, dan tidak diizinkan (ATR/BPN K. , 2018). Matrik kesesuaian penggunaan tanah terhadap RDTR harus memperhatikan matrik ketentuan pemanfaatan ruang per sub-zonasi RDTR (diizinkan, diizinkan terbatas, diizinkan bersyarat dan tidak diizinkan). Contoh Matrik kesesuaian penggunaan tanah terhadap RDTR ditampilkan dalam Tabel 4. Komponen ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan dalam peraturan zonasi terdiri dari: (1) Klasifikasi ”I” = Pemanfaatan diperbolehkan/diizinkan. Sifatnya sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan. Hal ini berarti tidak akan ada peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain dari pemerintah kabupaten terhadap pemanfaatan tersebut. 215
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL (2) Klasifikasi ”T”= Pemanfaatan diperbolehkan secara terbatas. Pembatasan dilakukan melalui penentuan standar pembangunan minimum, pembatasan pengoperasian, atau peraturan tambahan lainnya yang berlaku di wilayah kabupaten. (3) Klasifikasi ”B” = Pemanfaatan diperbolehkan secara bersyarat. Pengenaan persyaratan dilakukan sehubungan dengan usaha menanggulangi dampak pembangunan di sekitarnya (menginternalisasi dampak); dapat berupa AMDAL, RKL dan RPL. (4) Klasifikasi ”X” = Pemanfaatan yang tidak diperbolehkan. Karena sifatnya tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya. Dengan memperhatikan ketentuan pemanfaatan ruang dalam RDTR, maka klasifikasi kesesuaian penggunaan tanah terhadap peraturan zonasi dikelompokkan menjadi : (1) Sesuai, apabila penggunaan tanah saat ini sesuai dengan subzonasi pada RDTR (ketentuan pemanfaatan ruang di izinkan, diizinkan terbatas dan diizinkan bersyarat). (2) Tidak Sesuai, apabila penggunaan tanah saat ini tidak sesuai dengan subzonasi pada RDTR (ketentuan pemanfaatan ruang tidak diizinkan). B. Analisis kesesuaian jenis hak atas tanah terhadap pola ruang Analisis kesesuaian jenis hak atas tanah terhadap pola ruang dilakukan untuk mengetahui kesesuaian jenis hak tas tanah terhadap pola ruang. Kesesuaian jenis hak atas tanah dengan RDTR adalah kesesuaian jenis hak atas tanah terhadap pola ruang berdasarkan matrik kesesuaian jenis hak terhadap RDTR. Matrik kesesuaian jenis hak terhadap RDTR ditampilkan dalam Tabel 5. Dengan memperhatikan Matrik kesesuaian jenis hak atas tanah terhadap pola ruang di atas, maka klasifikasi kesesuaian jenis hak atas tanah terhadap pola ruang dikelompokkan menjadi : (1) Sesuai, apabila jenis hak atas tanah saat ini sesuai dengan subzonasi pada RDTR. (2) Tidak Sesuai, apabila jenis hak atas tanah saat ini tidak sesuai dengan subzonasi pada RDTR. Penentuan kesesuaian jenis hak berdasarkan ketentuan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada masing-masing jenis hak atas tanah. C. Identifikasi jumlah pola ruang terhadap bidang tanah Identifikasi dimaksudkan untuk mengetahui jumlah dan luasan bidang tanah yang memiliki pola ruang lebih dari satu jenis, sekaligus persebarannya. Adanya bidang-bidang tanah yang memiliki lebih dari satu pola ruang menunjukkan delineasi pola ruang tidak mengikuti bidang tanah. 216
Hary Listantyo Prabowo, S.T., M.Eng. Tabel 4 : Contoh Matrik Kesesuaian Penggunaan Tanah Terhadap RDTR Sumber : Materi Teknis RDTR dan PZ BWP Sewon, 2018 Tabel 5 : Matrik Kesesuaian Jenis Hak Atas Tanah Terhadap Pola Ruang Sumber : Hasil pengolahan, 2019 TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TERHADAP PETA BIDANG TANAH 217
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Analisis Kesesuaian Penggunaan Tanah Kecamatan Sewon sudah memiliki peraturan daerah tentang RDTR berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 08 Tahun 2018 tentang Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Sewon Tahun 2018-2038. Analisis kesesuaian penggunaan tanah dilakukan terhadap pola ruang RDTR. Berikut ini pembagian pola ruang di wilayah Kecamatan Sewon berbasis RDTR BWP Kecamatan Sewon. Pola ruang dengan luasan yang cukup dominan di BWP Sewon adalah Zona perumahan seluas 1.358,17 Ha (48,59%), Zona pertanian seluas 663,48 Ha (23,74%), dan Zona perdagangan dan jasa seluas 372,52 Ha (13,33%). Jika diklasifikasikan dalam Zona pola ruang utama, yakni Zona lindung dan Zona budidaya, maka rencana penggunaan lahan Zona lindung seluas 180,29 Ha (6,45%) dan sisanya sebesar 2.614,77 Ha (93,55%) adalah Zona budidaya. Rincian secara lebih detail terkait rencana pola ruang ditampilkan pada Tabel 6. Selanjutnya, kesesuaian penggunaan tanah dengan RDTR yang dimaksud adalah kesesuaian penggunaan tanah berdasarkan pola ruang yang dijabarkan dalam peraturan zonasi (zona dan sub zona) dalam RDTR. Zona dan sub zona tersebut terbagi menjadi zona/subzona kawasan lindung dan zona/subzona kawasan budidaya. Setiap zona/subzona diatur kegiatan yang diizinkan, diizinkan terbatas, diizinkan bersyarat dan tidak diizinkan. Klasifikasi kesesuaian penggunaan tanah disajikan dalam Tabel 7 dan Gambar 8. Tabel 6 : Rencana Pola Ruang di Kecamatan Sewon Sumber : Materi Teknis RDTR dan PZ BWP Sewon, 2018 218
Hary Listantyo Prabowo, S.T., M.Eng. TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA Tabel 7 : Kesesuaian Penggunaan Tanah Kecamatan Mantrijeron Terhadap RDTR dan Peraturan RUANG KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL Zonasi TERHADAP PETA BIDANG TANAH Sumber : Hasil pengolahan Sumber : Hasil pengolahan Gambar 8. Peta Kesesuaian Penggunaan Tanah Kecamatan Sewon Hasil analisis kesesuaian penggunaan tanah terdapat 1.629,42 Ha atau 58,30% pemanfaatan diizinkan. Pemanfaatan diizinkan secara terbatas seluas 473,78 Ha atau 16,95% dan pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat seluas 105,32 Ha atau 4,27%. Sementara terdapat 486,44 Ha atau 17,40%, pemanfaatan tidak diizinkan. Pemanfaatan tidak diizinkan sebagian besar terdapat di koridor jalan utama, seperti Jalan Bantul, Jalan Parangtritis, Jalan Imogiri Barat, dan Jalan Ringroad Selatan. Selain itu terdapat di kawasan permukiman di sekitar Jalan Ringroad Selatan. 3.2. Analisis Kesesuaian Jenis Hak Atas Tanah Terhadap Pola Ruang Berdasarkan overlay Peta Bidang Tanah dengan Peta Pola Ruang dengan mengacu pada Matrik kesesuaian jenis hak atas tanah terhadap pola ruang. Rincian kesesuaian jenis hak atas tanah terhadap pola ruang ditampilkan pada Tabel 8 dan Gambar 9. 219
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Hak Milik sebagai hak terkuat dan terpenuh memiliki kesesuaian yang sangat tinggi, yaitu seluas 972,07 Ha. Hak Milik yang tidak sesuai dengan pola ruang hanya seluas 1,94 Ha. Untuk Hak Guna Bangunan yang sesuai dengan pola ruang seluas 49,11 Ha dan yang tidak sesuai seluas 1,69 Ha. Di wilayah Kecamatan Sewon tidak terdapat Hak Guna Usaha. Penerbitan Hak Pakai seluruhnya sesuai dengan pola ruang. Hak Wakaf yang diterbitkan sesuai dengan pola ruang seluas 3,01 Ha sementara yang tidak sesuai seluas 0,11 Ha. Terdapat bidang tanah yang tidak diketahui jenis haknya dikelompokkan ke dalam Tidak ada data, diperkirakan sebagian besar adalah Hak Milik. Sementara yang belum terpetakan seluas 1.211,28 Ha. Tabel 8 : Kesesuaian Jenis Hak Atas Tanah Dengan Pola Ruang Sumber: Hasil pengolahan Sumber : Hasil pengolahan Gambar 9. Peta Kesesuaian Hak Atas Tanah Kecamatan Sewon 3.3. Identifikasi Jumlah Pola Ruang Terhadap Bidang Tanah Hasil pengolahan menunjukkan bahwa penyusunan pola ruang tidak menyesuaikan dengan bentuk bidang tanah. Terdapat bidang-bidang tanah yang memiliki lebih dari satu jenis pola pemanfaatan ruang dengan persentase yang bervariasi. Berikut ini adalah sebab-sebab terjadinya pada satu bidang tanah terdapat lebih dari satu pola ruang : 220
Hary Listantyo Prabowo, S.T., M.Eng. TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA 1. Dalampenyusunanpolaruanglebihmemperhatikanpenggunaantanaheksistingdenganmemperhatikan RUANG KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL batas-batas alam maupun buatan seperti sungai, saluran dan jalan. Sebagaimana pada Gambar 10, TERHADAP PETA BIDANG TANAH pola ruang Kawasan perdagangan dan jasa (K-3) disebelah kanan jalan (kotak hitam) dibatasi dengan saluran air. 2. Sebagian besar lokasi bidang-bidang tanah yang memiliki lebih dari satu pola ruang adalah di sepanjang jalan-jalan utama yang memiliki nilai ekonomis tinggi atau kawasan perdagangan dan jasa. Sebagaimana Gambar 11 pada kotak hitam adalah koridor Jalan Imogiri Barat yang merupakan kawasan perdagangan dan jasa. 3. Kawasan perdagangan dan jasa yang berada di koridor jalan-jalan utama yang masih berupa lahan pertanian akan berpotensi menghasilkan satu bidang tanah memiliki lebih dari satu jenis pola ruang. Hal ini disebabkan lahan-lahan pertanian memiliki karakteristik bentuk bidang memanjang. Hal dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 10. Pola Ruang Menggunakan Batas Saluran Air. Gambar 11. Kawasan Perdagangan dan Jasa Pada Jalan Utama 221
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Gambar 12. Kawasan Perdagangan dan Jasa Pada Lahan Pertanian 4. Pada kawasan permukiman relatif tidak terjadi bidang tanah memiliki lebih dari satu pola ruang. Hal itu dapat dimaklumi mengingat kawasan permukiman yang berupa perkampungan padat maupun perkampungan jarang memiliki batas-batas yang jelas dengan lahan pertanian. Kecuali pengembangan kawasan permukiman baru berpotensi memecah lahan-lahan pertanian. Sebagaimana Gambar 13 pada kotak hitam, kawasan permukiman yang bentuk bidang tanahnya tidak beraturan dengan batas-batas berupa jalan relatif tidak ada bidang-bidang tanah yang memiliki pola ruang lebih dari satu. Gambar 13. Kawasan Permukiman dan Kawasan Pertanian 3.4. Potensi Masalah Pemanfaatan Ruang Sebagaimana dalam (Prabowo, 2019) ditemukan beberapa penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam RDTR yang disebabkan oleh RDTR belum dibuat berdasarkan persil 222
Hary Listantyo Prabowo, S.T., M.Eng. TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL dan blok melainkan dibuat dengan ditarik garis lurus, maka ada beberapa kegiatan yang berada tidak pada satu zona namun masuk pada dua zona atau lebih. Ini mengakibatkan pada satu bangunan sebagian masuk TERHADAP PETA BIDANG TANAH zona diizinkan tapi sebagian lainnya masuk dalam klasifikasi zona pemanfaatan tanah yang diizinkan secara terbatas, pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat atau tidak diizinkan. Bidang tanah yang memiliki lebih dari satu pola ruang berpotensi mengakibatkan masalah pemanfaatan ruang, seperti : 1. Peningkatan alih fungsi lahan pertanian. Pada lahan pertanian yang mempunyai karakter memanjang akan memiliki lebih dari satu pola ruang. Sebagai contoh bagian depan yang berbatasan dengan jalan merupakan kawasan perdagangan dan jasa, sementara bagian belakang merupakan lahan pertanian. Hal ini akan memicu alih fungsi lahan pertanian menjadi pemanfaatan bukan pertanian. 2. Pelanggaran pemanfaatan ruang. Pada lahan pertanian yang bentuknya memanjang akan memberi kesan bahwa seluruh bidang tanah tersebut mempunyai satu pola ruang, sehingga pemilik tanah akan memanfaatkan seluruh lahannya sesuai sertipikat hak atas tanah untuk pemanfaatan bukan pertanian. 3. Perizinan pemanfaatan ruang. Adanya bidang tanah yang memiliki lebih dari satu pola ruang akan berpotensi terjadi pelanggaran perizinan pemanfaatan ruang yang disebabkan oleh penentuan salah satu pola ruang sebagai dasar penerbitan izin tanpa memperhatikan pola ruang yang lain. Selain itu, pemberian izin pemanfaatan ruang hanya terhadap sebagian bidang tanah akan memunculkan bidang tanah sisa yang tidak efektif untuk diusahakan sebagai lahan pertanian. IV. KESIMPULAN Bahwa hasil analisis kesesuaian penggunaan tanah menunjukkan bahwa sebesar 2.208,52 Ha atau 82,6% dari luas Kecamatan Sewon penggunaan tanahnya sesuai dengan pola ruang pada RDTR dan hanya terdapat 486,44 Ha atau 17,40% yang penggunaan tanahnya tidak sesuai. Menurut jenis hak atas tanahnya, maka Hak Milik sebagai hak terkuat dan terpenuh memiliki kesesuaian yang sangat tinggi, yaitu seluas 972,07 Ha. Hak Milik yang tidak sesuai dengan pola ruang hanya seluas 1,94 Ha. Hal ini dimungkinkan terjadi karena selain Hak Milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuh, di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki sistem administrasi pertanahan tradisonal yang lengkap sebelum berdirinya Republik Indonesia. Dalam penyusunan RDTR sudah saatnya untuk memperhatikan Peta Bidang Tanah selain mempertimbangkan kondisi eksisting penggunaan tanah untuk mengurangi potensi permasalahan pemanfaatan ruang. Adanya pola ruang lebih dari satu dalam satu bidang tanah menimbulkan potensi masalah peningkatan alih fungsi lahan pertanian; pelanggaran pemanfaatan ruang; dan perizinan pemanfaatan ruang. DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2018). Materi Teknis Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 8 Tahun 2018. Bantul: Pemerintah Kabupaten Bantul. ATR/BPN, K. (2018). Tata Cara Kerja Penyusunan Neraca Penatagunaan Tanah Kecamatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN. ATR/BPN, M. (2018). Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap. Jakarta: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. 223
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Bantul, P. K. (2018). Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 8 Tahun 2018 tentang Rencana Detail Tata Ruang Bagian Wilayah Perkotaan Sewon Tahun 2018-2038. Bantul: Pemerintah Kabupaten Bantul. BPS. (2018). Kecamatan Sewon Dalam Angka 2018. Bantul: BPS Bantul. Prabowo, H. L. (2019). Study of Parcels-based Land Use Planning in Urban Areas dan Rural Areas (Case Study of Mantrijeron Sub-district, Yogyakarta City and Bambanglipuro Sub-district, Bantul Regency). Journal of Geospatial Information Science and Engineering, 171-184. BIODATA PENULIS Hary Listantyo Prabowo, ST., M.Eng. Lahir di Surakarta pada tahun 1979 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Menyelesaikan sekolah dasar di Karanganyar. Sekolah menengah pertama dan sekolah menengah umum di Solo. Selanjutnya hijrah ke Yogyakarta, mengambil kuliah di Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada, selesai tahun 2002. Pada tahun 2003, diterima menjadi pegawai negeri sipil di Badan Pertanahan Nasional dan ditempatkan di Provinsi Bengkulu. Setelah menyelesaikan pendidikan pasca sarjana di Teknik Geomatika Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011, bertugas di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Analis Pengaturan Pertanahan. Selanjutnya, tahun 2017 bertugas di Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul sebagai Kepala Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu selama dua tahun. Saat ini bertugas di Kantor Pertanahan Kabupaten Kulon Progo pada jabatan yang sama. 224
TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TERHADAP PETA BIDANG TANAH Hary Listantyo Prabowo, S.T., M.Eng. 225
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262