3310 REUMATOLOGIterapeutik mampu menghambat aktivitas COX-2 secara dalam menghambat kerja enzim COX. Berdasarkan waktukomplit tanpa mempengaruhi aktivitas COX-1. Dengan paruhnya, OAINS dapat dibedakan atas OAINS dengandemikian OAINS tersebut mempunyai efek samping masa kerja pendek dan OAINS masa kerja panjangyangminimal, sedangkan efek anti inflamasi, analgetik danantipiretiknya dapat diperoleh secara optimal. Di samping itu berdasarkan kemampuannya menghambat enzim COX, Kelompok studi internasionalDi samping bekerja menghambat proses pembentukan tentang COX-2 mengklasifikasikan OAINS kedalam 4prostaglandin, OAINS juga mempunyai mekanisme kerja kategori yakni : Spesifik terhadap COX-1, nonspesifik,lain sebagai obat anti inflamasi yakni: preferensial terhadap COX-2 dan spesifik terhadap COX-2. Berdasarkan rumus kimianya klasifikasi OAINS dapat Menghambat pelepasan lisosom dilihat pada gambar 3. Menghambat aktivasi komplemen Sebagai antagonis pembentukan/aktivasi kinin FARMAKOKINETIK Menghambat kerja enzim lipooksogenase Menghambat pembentukan radikal bebas Semua OAINS akan diserap secara komplit setelah Memicu agregasi dan adesi neutrofil pemberian secara oral. Kecepatan absorpsi berbeda antara Meningkatkan fungsi limfosit satu orang dengan yang lain, tergantung pada ada/tidaknya Berperan pada aktivitas membran sel kelainan pada saluran cerna serta pengaruh makanan. Menghambat pembentukan nitrik oksida dengan cara Bentuk sediaanjuga tu rut mempengaruhi absorpsi, seperti menghambat NF-kB, sehingga nitric oxide synthetase bentuk \"enteric coated\" akan memperlambat absorpsi, tidak terbentuk. akan tetapi juga mempengaruhi obat tersebut secara langsung ter-hadap mukosa lambungKLASIFIKASI Sebagian besar OAINS adalah bersifat asam lemahObat anti inflamasi nonsteroid dapat diklasifikasikan dan lebih dari 95% akan terikat dengan protein serumberdasarkan berbagai cara, seperti berdasarkan rumus terutama albumin. Pada keadaan di mana terdapat hipo-kimia, waktu paruh dalam plasma dan aktivitasnya albuminemia, seperti pada pasien penyakit kronis, penyakitTabel 2. Klasifikasi OAINS Berdasarkan Waktu Paruhnya dan Dosis yang Lazim DigunakanMasa kerja obat Nama OAINS Waktu paruh = T 1/2 (jam) DosisMasa kerja pendek Diklofenac 1,2-2 50-100 mg, 2x/hariMasa kerja panjang Etodolac 7,3 200-300 mg, 2 x/hari Fenoprofen 2,3 300-600 mg, 3-4 x/hari Flurbiprofen 3-4 50-100 mg, 2-3 x/hari Ibuprofen 2-2,5 300-800 mg, 3-4 x/hari lndomethacin 2-13 25-50 mg, 3-4 x/hari Ketoprofen 1-4 50-75 mg, 3-4 x/hari Ketorolac 4-6 10 mg, 3-4 x/hari Meclofenamate 2-3 50-100 mg, 3 x/hari Tolmetin 1-1,5 400-600 mg, 3 x/hari Celecoxib 11 100-200 mg, 2 x/hari Valdecoxib 8-11 10-20 mg, 1-2 x/hari Salisilat 2-3 2,4-6 g/hari, dosis terbagi 4-5x Diflunisal 7-15 0,5-1,5 g/hari, dosis terbagi 2 x Nabumetone 24 500-1000 mg, 2 x/hari Naproxen 12-15 250-500 mg, 2 x/hari Oxaprozin 49-60 600-1200 mg, 1 x/hari Phenylbutazone 29-140 100-400 mg, 1 x/hari Piroxicam 30-86 10-20 mg, 1 x/hari Sulindac 16-18 150-200 mg, 2 x/hari Tenidap 12-48 120 mg, 1 x/hari Meloxicam 15-30 7,5-15 mg, 1x/hari Rofecoxib 17 12,5-25 mg, 1 x/hari
OBAT ANTllNFLAMASI NON-STEROID 3311 Enolic acid Nonacid com oundsAspirin Diclofenac Etodolac Carprofen Piroxicam NabumetoneDiflunisal Alclofenac lndomenthcine Fenibufen Sudoxicam ProquazoneBenorylate Fenclofenac Sulindac lsoxicam TiaramideTrisalicylate Fentiazac Tolmetin Flurpirofen Tenoxicam befexamacsalsalate Tenidap Ketoprofen Meloxicam FlunizoneSodium Zomepirac Oxaprozin EpirazoneSalicylate Clopirac Suprofen Tinoridine Keterolac Tiaprofenic acid Tromenthamine Ibuprofen naproxen Fenoprofen Flufenamic Oxyphenbutazone lndoprofen mefenamic Phenilbutazone Benoxaprofen Meclofenamic Azapropazone Pirprofen Niflumec Feprazone Coxib - celecoxib FARMAKODINAMIK - Rofecoxib - Valdecoxib Efek Antiinflamasi - Etoricoxib Efek antiinflamasi OAINS terkait dengan kemampuan obat - parecoxib ini dalam menghambat sintesa prostagland in, karena -Lumiracoxib prostaglandin baik langsung ataupun tidak langsung bertindak sebagai mediator inflamasi. Dengan demikian Nimesulide OAINS sering digunakan sebagai obat lini pertama untuk mengatasi proses inflamasi. Gambar 3. Klasifikasi OAINS menurut rumus kimianya Efek Analagesikhati kronis dan usia lanjut, maka perlu ada penyesuaian Obat anti inflamasi nonsteroid menghambat nyeri baikdosis untuk mencegah efek samping yang terjadi. Sebab di perifer ataupun di sentral. Obat ini efektif mencegahpada hipoalbuminemia akan meningkatkan kadar obat ketiga jenis nyeri yakni nyeri fisiologis, nyeri inflamasi danbebas dalam plasma, sehingga toksisitasnya juga akan nyeri neuropatik.meningkat. Hati merupakan tempat utama OAINS mengalamimetabolisme dan diekskresikan melalui urin. Di sampingitu ada beberapa OAINS yang mengalami siklus entero-hepatik, seperti indometasin, piroksikam dan sulindak,mengakibatkan waktu paruh yang lebih panjang .Diklofenak, flurbiprofen, selekoksib dan rofekoks ibdi metabo lisme di hati, sehingga harus berhati-hatipenggunaannya pada pasien penyakit hati. Sebagianbesar OAINS dan selekoksib mengalami metabolismedengan melibatkan isoenzim P450 CYP2C9, tetapi tidakdengan rofekosib.
3312 REUMATOLOGIEfek Antipiretik OAINSProstaglandin E2 merupakan mediator terjadinya (obat anti inflamasi non steroid)peningkatan suhu tubuh. Selama demam terjadipeningkatan kadar PGE2 di hipotalamus dan ventrikel Gambar 4. Mekanisme terjadinya kelainan mukosa saluranke Ill. Peningkatan PGE2 dihipotalamus mengakibatkan cerna akibat OAINSdilepaskannya siklik adenosin monofosfat yang bertindaksebagai neurotransmiter pada pusat pengaturan suhu penyakit sistemik yang berat, merokok dan alkoholisme.tubuh tersebut, sehingga suhu tubuh meningkat dan Terjadinya efek samping OAINS terhadap saluranpasien mengalami demam cerna dapat disebabkan oleh efek toksik langsung OAINSEfek Antiplatelet terhadap mukosa lambung sehingga mukosa menjadi rusak.Obat anti inflamasi nonsteroid akan menurunkan Sedangkan efek sistemik disebabkan kemampuan OAINSagregasi trombosit yang diinduksi oleh adenosin difosfat, menghambat kerja COX-1 yang mengkatalis pembentukankolagen atau epinefrin. Selain dari aspirin, semua OAINS prostaglandin. Prostaglandin pada mukosa saluran cernamenghambat agregasi trombosit secara reversible berfungsi menjaga integritas mukosa, mengatur alirandan tergantung pada konsentrasi obat tersebut pada darah, sekresi mukus, bikarbonat, proliferasi epitel, sertatrombosit. Aspirin menghambat agregasi trombosit resistensi mukosa terhadap kerusakan·bersifat irreversible dan dengan dosis 80 mg, lamahambatan ini dapat mencapai 4-6 hari sampai sumsum Untuk mengurangi efek samping OAINS pada salurantulang membentuk trombosit yang baru. Golongan OAINS cerna dapat dilakukan beberapa hal seperti meminumyang baru, terutama yang COX-2 spesifik inhibitor hanya OAINS bersamaan dengan proton pump inhibitor (PPI),sedikit menghambat agregasi trombosit. misoprostol (analaog prostaglandin), histamin-2 reseptor antagonis (H2 reseptor antagonis), dan memilih OAINSEfek Lain spesifik inhibitor COX-2.Pada akhir-akhir ini juga diteliti manfaat OAINS padapenyakit Alzhaimer dan pada tumor kolorektal, terutama GinjalOAINS yang menghambat COX-2 secara spesifik, karena Sebanyak 5% pasien yang mendapat OAINS akanternyata pada kedua penyakit tersebut terjadi peningkatan mengalami komplikasi pada ginjal. Manifestasi klinisekspresi COX-2. Sehingga dengan demikian diharapkan yang sering adalah edema perifer, penurunan fungsiOAINS tersebut data memperbaikan kedua penyakit ginjal secara akut hiperkalemia, nefritis interstisialis danter-sebut. Penelitian lain juga membuktikan peran nekrosis papila renalis.Sebagian besar dari efek sampingprostaglandin waktu terjadinya ovulasi dan kontraksi pada ginjal tersebut bersifat reversibel. Edema periferuterus pada saat melahirkan, sehingga pemberian OAINS terjad i disebabkan oleh peningkatan reabsorpsi natriumpada perempuan yang akan melahirkan mungkin akan dan air pada tubulus koligen akibat penurunan PGE2 yangmengganggu proses persalinannya. berfungsi mengatur aliran darah pada bagian medula dan tubulus koligen·Efek SampingEfek samping OAINS selalu dikaitkan dengan kerja obat Pada individu yang sehat OAINS tidak akantersebut menghambat COX-1 . Efek samping yang sering mempengaruhi fungsi ginjal. Gangguan fungsi ginjalterjadi melibatkan saluran cerna, ginjal, hati, paru, sistem terjadi bila pada pasien dehidrasi, sudah ada gangguanreproduksi, susunan saraf pusat dan hematologi. fungsi sebelumnya, pasien diabetes dan sirosis hepatis atau pasien usia lanjut. Gagal ginjal akut biasanya terjadiSALURAN CERNA bila OAINS diberikan dengan dosis besar.Sekitar 10-20% pasien yang mend apat OAI NS akan meng- Pemberian OAINS juga dapat menyebabkan terjadialami dispepsia. Dalam 6 bulan pertama pengobatan,sebanyak 5-15% pasien artritis reumatoid akan menghenti-kan pengobatan akibat timbulnya dispesia. Faktor risikoterjadinya kelainan saluran cerna pada penggunaan OAINSadalah usia lanjut, riwayat ulkus sebelumnya, dosis OAINSyang tinggi, penggunaan steroid atau anti koagulan yangbersamaan dengan OAINS, adanya Helikobakter pilori,
OBAT ANTllNFLAMASI NON-STEROID 3313hiperkalemia . Hal ini terjadi karena terhambatnya Komplikasi lain yang dapat terjadi tetapi jarangprostaglandin yang berfungsi merangsang pelepasan renin ditemukan adalah nefritis interstitial, sindrom nefrotik dandari ginjal. Konsentrasi renin yang rendah mengakibatkan nekrosis papila renalis. Nefritis interstitial dan sindromproduksi aldosteron juga berkurang dan pada gilirannya nefrotik dapat terjadi setelah 8-18 bulan penggunaanterjadilah pengurangan ekskresi kalium . Hiperkalemia OAINS dan belum jelas patofisiologi yang mendasarinya.pada pemberian OAINS ini dapat juga terjadi bila pada Nekrosis papila renalis terjadi akibat defisiensi PG yangwaktu yang bersamaanjuga diberikan obat anti hipertensi bersifat vasodilator, sehingga mengakibatkan timbulnya iskemik dan nekrosis pada papila ginjal.hemat kalium dan ACE inhibitor.label 3. Metabolisme Obat (kutip 9)Nama obat Metabolisme Nama obat MetabolismeDiklofenac Hati Diflunisal HatiEtodolac Hati Nabumetone HatiFenoprofen Hati, siklus enterohepatik Naproxen Hati dan ginjalFlurbiprofen Hati Oxaprozin HatiIbuprofen Hati Phenylbutazone Hatilndomethacin Hati, siklus enterohepatik Piroxicam Hati, siklus enterohepatikKetoprofen Hati Sulindac HatiKetorolac Hati Tenidap HatiMeclofenamate Hati Meloxicam HatiTolmetin Hati Rofecoxib HatiCelecoxib HatiValdecoxib HatiSalisilat Hati dan ginjalTabel 4. lnteraksi OAINS dengan Obat LainWarfarin Phenylbutazone Efek COX- 1 spesifik lnhibisi metabolisme warfarin, peningkatan efek antikoagulanSulfonylurea Phenylbutazone Peningkatan risiko perdarahan karena inhibisi fungsi platelet kerusakan mukosa lambung Salisilat dosis tinggi lnhibisi metabilisme sulfonil urea, meningkatkan risiko hipoglikemiaBeta blocker Non selektif OAINS Berpotensi menimbulkan hipoglikemia Mengakibatkan hipotensi, tetapi tidak bersifat kronotropik/Hydralazine Non selektif OAINS inotropik negatifPrazosin Kehilangan efek hipotensiACEinhibitor Non selektif OAINSDiuretics Phenylbutazone Kehilangan sifat natriuretik, diuretik, efek hipotensi dari furosemidePhenytoin OAINS lainnya lnhibisi metabolisme, meningkatkan toksisitas Menggeser phenytoin dari protein plasma, menurunkan konsentrasi bentuk aktifLithium Sebagian besar OAINS Meningkatkan konsentrasi lithium dalam plasmaDigoxin Sebagian besar OAINS Dapat meningkatkan konsentrasi digoxin dalam plasmaAminoglycosides Sebagian besar OAINS Dapat meningkatkan konsentrasi aminoglycosides dalam plasmaMethotrexate Sebagian besar OAINS Dapat meningkatkan konsentrasi methotrexate dalam plasmaSodium valproate Aspirin lnhibisi metabolisme valproate, meningkatkan konsentrasi valproate dalam plasmaAntacids lndomethacin Aluminium dalam antacid mengurangi absorpsi indomethacinCimetidine Sallicylates OAINS lainnya Sodium bikarbonat meningkatkan absorpsi indomethacin Piroxicam Meningkatkan waktu paruh dan konsentrasi piroxicam dalam plasmaProbenecid Sebagian besar OAINS Mengurangi metabolisme dan klikrens OAINS diginjalChlestyramine Naproxen Mengurangi absorpsi naproxenCaffein Aspirin Meningkatkan absorpsi aspirinMetoclopramide Aspirin dan lainnya Meningkatkan absorpsi aspirin pada penderita migrrains
3314 REUMATOLOGIHati REFERENSIKelainan hati akibat pemberian OAINS mulai dari yangringan sampai berat seperti hepatitis fulminant, walaupun Collier DH. Nonsteridal Antiinflamrnatory Drugs. In : West Sini jarang terjadi . adanya gangguan fungsi hati dapat (editors). Rheumatology Secrets 2th edition. Hanley & Belfusdiketahui dengan P.eningkatan enzim transaminase. Inc, Philadelphia 2002561-57lnsiden gangguan fungsi hati yang berat akibat OAINSditemukan sebanyak 2,2 dari 100.000 pasien yang dirawat. De Broe ME, Elseviers MM. Analgesic Nephropathy. NEJMSulindak merupakan OAINS yang paling sering mengakibat 1998;338:452gangguan fungsi hati. Furst DE, Hillson j. Aspirin and Other NonsteroidalParuPasien asma dapat mengalami serangan bila mengkonsumsi Antiinflammatory Drugs. In : Koopman WJ (Ed). ArthritisOAINS, sebab OAINS menghambatjalur siklooksigenasedari asam arakidonat. Akibat terhambat pembentukan and Allied Conditions 14th edition. Lippincott Williams &PG, maka jalur lipooksigenase lebih aktif, sehingga akan Wilkins, Philadelphia 2001: 665-703terbentuk leukotrien yang juga lebih banyak. Salah satu Lelo A. Pertimbangan baru dalam pemilihan selektivitasleukotrien, yakni LTC4 dan LTD4 bersifat bronkokonstriktor pengharnbatan COX-2 sebagai anti nyeri dan anti inflarnasi.sehingga dapat mencetuskan serangan asma. Dalam : Setiyohadi B, Kasjmir YI (Editor).Temu Ilmiah Reumatologi 2002:78-81.Jantung Osiri M, Moreland LW. Specific Cyclooxygenase 2 Inhibitors:Obat anti inflamasi nonsteroid dapat mengakibatkan A New Choice of Non Steroidal Anti-Inflammatory Drugtimbulnya hipertensi infark miokard dan gagaljantung. Hal Therapy. Arthritis Care and Research 1999;12(5):351-9ini disebabkan berkurangnya pembentuk prostasiklin olehsel endotel, peningkatan trombositosis dan risiko untuk Pelletier MJ, Lajeunesse D, Reboul P, Pelletier JP. Therapeutickejadian gagal jantung, terutama pada usia lanjut. role of dual inhibitors of 5-LOX and COX, selective and non-Ku lit selective non-steroidal anti-inflammatory drugs. Ann Rheum Dis 2003;62:501-9Walaupun jarang ditemukan, OAINS dapat menimbulkan Robert JL II, Morrow JD . Analgesic-antipyretic and anti-kelainan pada kulit seperti eritema multi forme, sindrom inflamrnatory agents and drugs employed in the treatmentStevens Johnson dan toksik epidermal nekrolisis. Obatyang sering menimbulkan efek samping ini adalah of gout. In : Wonsiewicz MJ, Morriss JM (Eds). Goodmanpiroksikam, zomepirak, sulindak, sodium meklofenamatdan benoksaprofen and Gilman' s The Pharmacological basis of therapeutics, lQth. Mc Graw-Hill Medical Publishing Division, New York,Efek Samping Lain 2001: 687-727.Penggunaan OAINS pada kehamilan trimester Ill dapat Sabagun ES, Weisman MH. Nonsteroidal Anti-inflamrnatoeymengakibatkan penutupan duktus arteriosus secara Drugs. In: Ruddy S, Harris ED, Sledge (Eds).Kelley's Textbookprematur dan menimbulkan hipertensi pulmoner pada of Rheumatology 6th edition. WB Sounders Company,bayi, sedangkan pada ibu dapat terjadi kesulitan waktu Philadelphia 2001 :799-822persalinan dan perdarahan, karena hipotonia uteri. Pada Sundy JS. Non Steroidal Antiinflamrnatory Drugs. In :Koopman,sistem hematopoeitik OAINS dikaitkan dengan kejadian Moreland LW (Eds). Arthritis and Allied Conditions 15thanemia aplastik, agranulositosis dan trombositopenia . edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia 2005:Sedangkan pada sistem saraf pusat dapat timbul 679-98keadaan seperti dizzines, depresi, bingung, halusinasi dan Simon LS. NSA!Ds: Overview of adverse effects. htt,p://www.meningitis aseptik akut, walaupun jarang dilaporkan. UpTo Date 2005 Wolfe MM, Lichtenstein DR, Sing G. Gastrointestinal toxicity oflnteraksi ObatObat antiinflamasi nonsteroid dimetabolisme dihati nonsteroidal antiinflamrnatory drugs. NEMJ 1999;17:1888-dan ginjal serta mengalami siklus entero -hepatik.lnteraksi OAINS dengan obat lain akan mempengaruhi 99.farmakokinetik dan farmakodinamik obat tersebut. Wilder RL. Nonsteroidal antiinflamrnatory drugs. In : Klippel JH (Eds). Primer on The Rheumatic Diseases, 12th edition. Arthritis Foundation, Atlanta 2001: 583-91
434 TERAPIKORTIKOSTEROID DI BIDANG REUMATOLOGI Jeffrey A.Ongkowijaya, AMC Karema-KKortikosteroid telah dipergunakan secara luas diberbagai kontroversi karena risiko efek samping yang mungkinbidang penyakit dan merupakan salah satu obat yang terjadi; sehingga pemakaian lokal lebih diprioritaskanpenting untuk mengelola permasalahan penyakit di meskipun tetap memerlukan pertimbangan khusus untukbidang reumatologi. Banyak harapan akan peran obat pemberiannya.ini, namun cara kerja, dosis, dan cara pemberian masihmemerlukan penelitian dan perhatian khusus. FARMAKOLOGI Pada 1948, Philip S.Hench pertama kali menggunakan Kortikosteroid sebenarnya terdiri atas glukokortikoid dankortison untuk pasien Artritis Reumatoid dengan hasil mineralokortikoid, tapi dalam pemakaian sehari-hari seringyang memuaskan. Sejak itu penggunaan kortikosteroid disinonimkan sebagai glukokortikoid. Kortikosteroid akanmenjadi salah satu komponen penting untuk pengelolaan disekresi oleh korteks adrenal akibat rangsangan padapenyakit reumatik. Meskipun demikian, saat itu, perannya aksis hipotalamus-hipofisa-adrenal (HHA) dan mempunyaimasih diperdebatkan karena adanya ambivalensi antara peranan penting dalam pemeliharaan homeostasis tubuh.efek klinis yang menakjubkan dan potensi efek samping Pada keadaan normal, sekresi kortikosteroid mengikutiyang mungkin timbul. irama sikardian; namun pada kondisi stres akan terjadi peningkatan rangsangan pada aksis HHA sehingga Dalam bidang reumatologi, kortikosteroid dapat produksi kortikosteroid akan meningkat secara nyata.dipakai secara lokal (topikal, intra artikular, intralesi) atausistemik (oral, parenteral). Pemakaian kortikosteroid secarasistemik sering menjadi permasalahan dan menimbulkanTabel 1. Farmakodinamlk Pemakaian Kortikosteroid pada Penyakit Reumatik Dosis ekivalen Aktivitas relatif Aktivitas relatif lkatan Waktu paruh Waktu paruh glukokortikoid glukokortikoid mineralokortikoid protein plasma {jam) biologi (jam) (mg) 0,5 8-12 1,5-2 8-12Kerja pendek 25 0,8 0,8Kortison 20 ++++ >3,5 18-36Kortisol 2, 1-3,5 18-36Kerja menengah 45 0,5 3,4-3,8 18-36Metilprednisolon 54 0,6 ++ 2->5 18-36Prednisolon 54 0,6 +++Prednison 45 0 ++ 3-4,5 36-54Traimsinolon 3-5 36-54Kerja panjang 0,75 20-30 0 ++Deksametason 0,6 20-30 0 ++Betametason 331
3316 REUMATOLOGI Kortikosteroid akan dimetabolisme di hati oleh enzim associated receptors, misalnya inositol trifosfat dan proteinCYP3A4. Metabolisme prednison lebih cepat dibanding kinase (misalnya mitogen activated protein kinases -prednisolon dengan kecepatan eliminasi 13 kali lebihcepat . Peningkatan metabolisme kortikosteroid akan MAPK), dan mempengaruhi kondisi psikokemikal membranterjadi bila digunakan bersama dengan fenobarbital, sehingga terjadi inhibisi transpor kation (Ca2• dan Na +)fenitoin dan rifampicin; sedangkan metabolisme asam sehingga terjadi stabilisasi membran dan berkurangnyasalisilat akan meningkat pada penggunaan bersama kepekaan dan aktivitas sel.kortikosteroid . Aksi genom ik kortikosteroid akan terjadi pada pem-MEKANISME KERJA KORTIKOSTEROID berian dosis rendah dengan awitan sekitar 30 menit sedangkan aksi nongenomik baru akan timbul pada dosisPeran kortikosteroid sebagai anti inflamasi bekerja yang lebih tinggi tapi dengan awitan yang lebih dinimelalui beberapa jalur. Sebagai zat yang bersifat lipofilik, (hitungan detik sampai 1-2 menit).kortiko-steroid akan mudah melewati membran sel danlalu terikat pada reseptor glukokortikoid (GR) yang terdiri PEMAKAIAN KORTIKOSTEROIDatas 2 isoform yaitu GRa dan GR~ . Perbedaan kadarkedua reseptor tersebut akan mempengaruhi sensitivitas Kortikosteroid telah dipakai secara luas dalamglukokortikoid. Kasus steroid resisten telah dilaporkan penatalaksanaan penyakit reumatik. Dengan banyaknyapada pasien artritis reumatoid dengan kadar GR~ yang jenis kortikoste roid, harus disadari bahwa perbedaantinggi dan antibodi terhadap lipocortin-1 . preparat juga mempunyai perbedaan potensi dan farmakodinamik . Kebanyakan efek klinis kortikosteroid Saat ini sudah diketahui efek terapeutik kortikosteroid pada pasien reumatik dimediasi oleh transrepresi yangbekerja pada aksi genomik; kortikosteroid akan terikat menyebabkan berkurangnya proses inflamasi dan retardasipada reseptor sitosolik yang berada di inti sel. Efek progresi radiologis pada pasien artritis reumatoid .hormonal akan terjadi melalui aktivasi dari reseptor GRa.Steroid akan menstimulasi transkripsi gen-gen tertentu, SISTEMIKseperti lipocortinl-, endonuclease; dan juga menghambattranskripsi gen-gen yang lain; misalnya inhibisi sintesis Penyakit reumatik, khususnya yang termasuk penyakit autoimun, memerlukan obat yang dapat mensupresinuclear factor-K/3 (NF-K~), activator protein (AP)l- dan sistem imun. Kortikosteroid merupakan salah satu obatsitokin seperti tumor necrosis factor (TNF)-a, interleukin yang sering dipakai untuk mengontrol keluhan dan gejala yang terjadi pada penyakit reumatik . Banyak penyakit(IL)-2 dan IL-6. Steroid juga akan menghambat induksi reumatik yang sudah terbukti mengalami perba ikan klinis seperti artritis reumatoid, lupus eritematosa sistemik,nitrogen monoxide synthetase dan inducible cyclooxygenase vaskulitis, polimiositis dan sebagainya. Umumnya memerlukan pemakaian jangka panjang baik sebagai(iCox)-2. Efek anti inflamasi dari kortikosteroid jugadisebabkan oleh destabilisasi dari mRNA proinflamasi. terapi utama maupun bridging therapy. Konsekuensinya, Selain itu, kortikosteroid juga mempunyai efek dapat menyebabkan supresi aksis HHA; efek ini sudahnongenomik dimana akan terjadi umpan balik negatifpada hipotalamus terhadap produksi ACTH, menginduksiapoptosis limfosit, menghambat aktivitas membrane-label 2. Pengaruh Kortikosteroid pada Berbagai Sel lmunMonosit/makrofag Efek steroid Reduksi jumlah sel di sirkulasiSell Berkurangnya paparan reseptor Fe dan molekul MHC kelas IIGranulosit Berkurangnya sintesis sitokin proinflamasi dan prostaglandinFibroblas Reduksi jumlah sel di sirkulasi Berkurangnya produksi IL-2Sel endotel Reduksi jumlah eosinofil dan basofil Meningkatnya jumlah netrofil Berkurangnya permeabilitas vaskular Berkurangnya paparan molekul adesif Berkurangnya produksi IL-1 dan prostaglandin Berkurangnya proliferasi Berkurangnya produksi fibronektin dan prostglandin
TERAPI KORTIKOSTEROID DI BIDANG REUMATOLOGI 3317dapat diamati setelah pemberian kortikosteroid selama Pasien reumatik yang hamil sering memerlukan5- 7 hari. Semakin lama dan semakin besar dosis yang kortikosteroid dalam pengelolaannya. Efek terhadap janindigunakan menyebabkan efek tersebut semakin nyata. yang mungkin terjadi adalah retardasi pertumbuhan danSalah satu upaya untuk mengurangi efek ini adalah berat badan lahir rendah. Efek inipun bisa diakibatkan olehdengan pemberian dosis tunggal sewaktu subuh dengan penyakit reumatik yang mendasarinya sehingga seringmengikuti siklus sirkadian steroid. sulit untuk menentukan penyebab pastinya. Preparat yang cukup aman untuk pasien hamil adalah prednison Pemakaian kortikosteroid setara dengan prednison dan prednisolon. American Academy of Pediatrics jugasampai dengan dosis 7,5 mg/hari digolongkan sebagai menyatakan kedua preparat tersebut cukup aman untukdosis rendah, lebih dari 7,5 mg/hari sampai dengan 30 mg/ digunakan pada ibu menyusui.hari sebagai dosis sedang, lebih dari 30 mg/hari sampaidengan 100 mg/hari sebagai dosis tinggi, lebih dari 100 LOKALmg/hari sebagai dosis sangat tinggi dan dosis 250 mg/hari atau lebih merupakan pulse therapy. Besarnya dosis Penggunaan kortikosteroid secara lokal ditujukan untukyang digunakan tergantung dari kondisi klinis pasien, menghilangkan gejala inflamasi dan rasa nyeri padadimana dosis rendah digunakan untuk terapi rumatan tempat tersebut. lnjeksi intra artikular atau intra lesipada sebagian besar kasus rematik, dosis yang lebih tinggi sering digunakan untuk mendapatkan efek anti inflamasiuntuk terapi inisial pada kondisi akut/subakut penyakit lokal dengan efek samping sistemik yang minimal.rematik sedangkan pulse dose untuk penyakit rematik yang Menghilangnya inflamasi lokal akan berperan dalamberat atau berpotensi mengancam jiwa. perbaikan keluhan sistemik dan meningkatnya kualitas hidup pasien. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya efeksamping, dosis kortikosteroid harus segera dikurangi lndikasi yang dapat dipertimbangkan untuk penerapansetelah aktivitas penyakit mulai terkontrol. Pengurangan injeksi intra artikular atau intra lesi adalah adanya inflamasidosis harus dilakukan secara hati-hati untuk meng- persiten pada satu atau beberapa bagian tubuh. Agenhindarinya terjadinya fenomena rebound dan defisiensi yang sering dipakai adalah triamsinolon acetonide/kortisol akibat penekanan aksis HHA. Proses in i akan hexacetonide atau metilprednisolon asetat. Obat ini dapatmemulihkan fungsi adrenal dan tergantung dari aktivitas bertahan cukup lama di area yang disuntik.penyakit dan lama terapi serta respon klinis. Dosis yang dipergunakan tergantung dari bagian Sebagai panduan, untuk pengurangan dosis prednison yang akan disuntik . Untuk lutut dapat diberikanlebih dari 40 mg/hari maka dapat dilakukan penurunan metilprednisolon asetat 40 - 80 mg sedangkan dengan5 - 10 mg setiap 1-2 minggu, diikuti penurunan 5 mg triamsinolon acetonide/hexacetonide cukup separuh dosissetiap 1-2 minggu pada dosis kisaran 20 - 40 mg/hari. metilprednisolon asetat. Untuk mendapatkan respon antiSelanjutnya diturunkan 1-2,5 mg setiap 2 minggu bila inflamasi yang baik, mengurangi risiko efek samping dandosis prednison kurang dari 20 mg/hari. Dosis yang mengurangi kebocoran sistemik, bagian yang disuntikdipertahankan adalah dosis terkecil yang bisa mengontrol harus diistirahatkan setidaknya 48 jam paska injeksi.penyakit. Rekomendasi untuk injeksi kortikosteroid hanya diberikan maksimal tiga sampai empat kali dalam setahun. Selain itu, dapat dipertimbangkan pemakaian obatlain untuk mengurangi dosis kortikosteroid sekaligus jug a Efek samping yang mungkin terjadi adalah facialberfungsi mengontrol penyakit dasarnya. Obat-obat ini flushing, atrofi kulit/lemak, hipopigmentasi, kerusakandikenal sebagai sparing agent dan beberapa jenis obat saraf, ruptur tendon, artopati dan sinovitis imbas obatyang bisa digunakan antara lain azatioprin, mikofenolat, serta perdarahan lokal akibat tusukan jarum.metotreksat. KESIMPULAN Meskipun banyak efek menguntungkan daripenggunaan kortikosteroid, kemungkinan terjadinya Pemakaian kortikosteroid di bidang reumatologi masihefek samping harus tetap diperhatikan. Kemampuan untuk sangat dibutuhkan, tetapi pertimbangan antara efikasimembedakan kondisi jelek yang ada sebagai akibat efek dan efek samping harus selalu diperhitungkan sebelumsamping kortikosteroid atau akibat perjalanan natural pemberian kortikosteroid.penyakit/penyakit penyerta sangat dibutuhkan . Efeksamping yang mungking timbul pada pemberian sistemik European League Against Rheumatism mengeluarkanadalah osteoporosis, miopati, retensi cairan, mempengaruhi rekomendasi dalam pemakaian kortikosteroid dalamkadar lipid dan glukosa serum, tukak peptik, buffalo hump bidang reumatologi yaitu pertimbangkan efek sampingdan moon face, rentan terhadap infeksi, glaukoma dankatarak, serta gangguan neuropsikiatrik (misalnya depresi,insomnia, gangguan memori, psikosis).
3318 REUMATOLOGIkortikosteroid dan diskusikan dengan pasien sebelum 12. Kasjmir YI, Handono K. Wijaya LK, Hamijoyo L, Albar Z, Kalim H et al. Rekomendasi Pehimpunanmulai penggunaannya; dosis inisial, pengurangan dosis Reumatologi Indonesia untuk Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Jakarta. Perhimpunandan dosis jangka panjang tergantung pada penyakit dasar, Reumatologi Indonesia. 2011aktivitas penyakit, faktor risiko dan respons individual; 13. Kavanaugh A. Risks of glucocorticoid treatment - are they related to treatment duration and dosage? Nat Revevaluasi faktor risiko dan kondisi yang menyertai (misalnya Rheum 2006; 2: 588-89hipertensi, ulkus peptik, diabetes, katarak, glaukoma, 14. Mahajan A, Tandon VR. Corticosteroids in Rheumatology: Friends or Foes. JIACM 2005; 6(4): 275-80pemakaian AINS) sebelum diputuskan pemakaian 15. Nieman LK. Pharmacologic use of glucorticoids. Dalam:kortikosteroid; untuk pemakaian jangka panjang harus Lacroix A, Martin KA (eds) UpToDate 2011, 19.1dengan dosis minimal dan dianjurkan suplementasi 16. Saag KG. Systemic glucocorticoids in rheumatology.vitamin D dan Kalsium pada pemakaian prednison ~ 7,5 Dalam: Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH (eds) . Rheumatology 5th ed. Mosby.mg/hari dan atau diberikan lebih dari 3 bulan. Philadelphia. 2011; 495-507REFRENSI 17. Saag KG, Furst DE . Major side effects of systemic glucocorticoids. In: Matteson EL, Romain PL (eds)1. Buttgereit F, Burmester GR. Glucocorticoids. Dalam: UpToDate 2011, 19.1 KlippelJH, StoneJH, Crofford LJ, White PH (eds). Primer on the Rheumatic Diseases 13thed. Springer, New York. 18. Schacke H, Docke WD, Asadullah K. Mechanisms 2008;644-50 involved in the side effect of glucocorticoids. Pharmacol Ther 2002; 96: 23-432. Buttgereit F, Da Silva JAP, Boers M, Burmeste GR, Cutolo M, Jacobs Jet al. Standardised nomenclature for glucocorticoid dosages and glucocorticoid treatment regimens: curre3nt questions and tentative answers in rheumatology. Ann Rheum Dise 2002; 61: 718-223. Buttgereit F, Saag K, Cutolo M. The molecular basis for the effectiveness, toxicity and resistance to glucocorticoids: focus on the treatment of rheumatoid arthritis. Scand J Rheumatol 2005; 34: 14-214. Buttgereit F, Straub RH, Wehling M, Burmester G. Glucocorticoid in the treatment of rheumatic diseases: an update on the mechanism of action. Arthritis Rheum 2004; 50: 3408-175. Canoso JJ, Naredo E. Aspiration and injection of joints and periarticular tissues and intralesional therapy. Dalam: Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH (eds). Rheumatology 5'h ed. Mosby. Philadelphia. 2011; 617-286. Curtis JR, Westfall AO, Allison J, Bijlsma TW, Freeman A, George V et al. Population based assessment of adverse events associated with long term glucocortiocid use. Arthritis Rheum 2006; 55(3): 420-67. Da Silva JA, Jacobs JWG, Kirwan JR, Boers M, Saag KG, Ines LBS et al. Safety of low dose glucocorticoid treatment in rheumatoid arthritis: published evidence and prospective trial data. Ann Rheum Dis 2006; 65: 285-938. Hardy R, Rabbitt EH, Filer A, Emery P, Hewison M, Stewart PM et al. Local and systemic glucocorticoid metabolism in inflammatory arthritis. Ann Rheum Dis 2008; 67(9): 1204-109. Hoes JN, Jacobs JWG, Boers M, Boumpas D, Buttgereit F, Caeyers Net al. EULAR evidence based recommendation on the management of systemic glucocorticoid therapy in rheumatic diseases. An Rheum Dis. 2007; 66: 1560-710. Huscher D, Thiele K, Gromica IE, Hein G, Demary W, Dreher R et al. Dose related patterns of glucocorticoid induced side effects. Ann Rheum Dis 2009; 68: 1119-2411. Jacobs JWG, Bijslma JWJ. Glucocorticoid therapy . Dalam: Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Mcinnes IB, Ruddy Shaun, Sergent JA (eds). Kelley's Textbook of Rheumatology 8'h ed. Saunders. Philadelphia. 2009; 863-81
435DISEASE MODIFYING ANTI RHEUMATIC DRUGS (DMARD) HermansyahPENDAHULUAN untuk dapat mengontrol progresivitas penyakitnya. Pertimbangan DMARD mana yang akan dipilih diserahkanObat-obat yang mempengaruhi proses perjalanan pada dokter yang menangani pasien, sebab mekanismeartritis reumatoid (AR) disebut sebagai \"Slow Acting kerja obat itu dipengaruhi oleh individual itu sendiri,Anti Rheumatic Drugs\" (SAARD) atau yang dikenal juga yang penting evaluasi tentang efektivitas obat danDisease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARD) yang toksisitasnya.menghambat progresivitas penyakit. Obat golonganini akan memperlihatkan efeknya setelah 4-6 bulan CARA PENGGUNAAN DMARD PADA PASIEN ARpengobatan, dan tidak mempunyai efek langsungmenghilangkan sakit dan inflamasi, oleh karena itu sambil Pada dasarnya tedapat dua cara pendekatan pemberianmenunggu kerja obat ini biasanya diberikan obat anti DMARD pada pengobatan pasien AR. Cara pertamainflamasi nonsteroid (OAINS). adalah pemberian DMARD tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini. Pendekatan ini didasarkan pada Dahulu pengobatan AR menggunakan sistem pemikiran bahwa detruksi sendi pada AR terjadi padapiramid, di mana pengobatan dimulai dengan analgesik masa dini penyakit. Cara pendekatan lain adalah dengandan OAINS disertai penyuluhan dan fisioterapi. Bila hasil menggunakan dua atau lebih DMARD secara simultanyang diperoleh tidak memuaskan, baru ditambahkan atau secara siklik seperti penggunaan obat-obatanDMARD satu-persatu sesuai dengan kebutuhan . Bila imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan .timbul deformitas yang berat, dapat dipertimbangkan Kecenderungan untuk menggunakan kombinasi DMARDtindakan operatif. Ternyata cara lama itu tidak dalam pengobatan AR timbul karena terapi DMARD secaramemberikan hasil yang memuaskan, bahkan sering sekuensial pada jangka panjang tidak berhasil mencegahdidapatkan destruksi sendi yang berat, sementara terjadinya kerusakan sendi yang progresif.pasien terus tersiksa oleh rasa nyeri dan inflamasi yangberkepanjangan. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam penggunaan DMARD pada AR, yaitu: Penggunaan DMARD yang menggunakan polapiramid telah banyak ditinggalkan. Saat ini lebih banyak DMARD harus dimulai sedini mungkin sebelum terjadidigunakan metode step down bridge dengan meng - destruksi sendi.gunakan kombinasi beberapajenis DMARD yang dimulai Gunakan DMARD secara tunggal atau kombinasipada saat yang dini untuk kemudian dihentikan secara secara terus-menerus selama penyakit masih' aktif.bertahap pada saat aktivitas AR telah dapat terkontrol. Monitor disabilitas dan berbagai parameter hasilHal ini didasarkan pada pendapat bahwa penatalaksanaan pengobatan secara berkala dan teratur untukyang efektif hanya dapat dicapai bila pengobatan dapat mengetahui progresifitas penyakit secara baik.diberikan pada masa dini penyakit. Tentukan respons pengobatan yang akan dicapai, sehingga bila diperlukan perubahan terapi dapat Umumnya pada pasien yang diagnosisnya telah dapatditegakkan dengan pasti, DMARD dapat dimulai diberikan
3320 REUMATOLOGI direncanakan dengan ba ik. DMARD YANG LAZIM DIGUNAKAN UNTUK Gunakan analgesik dan OAINS sebagai terapi PENGOBATAN AR tambahan untuk mengatasi nyeri dan inflamasi. Pilihan obat dan dosis untuk pengobatan AR DMARD yang relatif baru sepe rti metotreksat (MTX), hendaknya didasarkan pada faktor-faktor prognostik hidroksikloroquin (HCE) dan sulfasalazin (SAS) mempunyai yang dinilai pada kunjungan awal. Pasien dengan rasio efikasi/toksisitas yang lebih baik daripada DMARD prognostik yang baik biasanya dapat diobati dengan yang terdahulu seperti garam emas (MUC), D-penisilamin satu DMARD saja, seperti metotreksat, sulfasalazin, (DP), dan azatioprin (AZA). Dalam sepuluh tahun terakhir, atau leflunamid. Pada pasien dengan prognosis yang telah dikembangkan DMARD baru yang lebih efektif kurang baik atau kalau hasil satu macam DMARD termasuk siklosporin A, leflunomid, etanersep dan belum menghasilkan perubahan yang memuaskan infliksimab. Obat tersebut telah ditel iti sebagai obat setelah digunakan dalam dosis yang adekuat selama 3 tunggal maupun sebagai kombinasi dengan metotreksat. sampai 6 bulan, DMARD tersebut harus segera diganti atau tetap digunakan dalam bentuk kombinasi dengan Saat ini, DMARD yang banyak digunakan di Indonesia DMARD yang lain. adalah, klorokuin/sulfasalazin dan metotreksat, baik sebagai DMARD tunggal, maupun dalam kombinasi. Pada umumnya angka kejadian efek samping mono- Dahulu banyak digunakan D-penisi lamin, tetapi saat initerapi maupun terapi kombinasi hampir sama, karena itu jarang digunakan karena efek terapeutiknya baru timbulkontrol darah tepi lengkap yang teratur perlu dilakukan setelah pemakaian beberapa bulan. Walaupun demikian,untuk semua DMARD. Kontrol tambahan untuk fungsi pemakaian D-penisilamin sebagai salah satu kombinasihati, kreatinin serum dan protein urin diperlukan untuk DMARD masih digunakan pada beberapa kasus. Garambeberapa DMARD. Lihat tabel 1 dan 2. emas hampir tidak pernah d igunakan, karena obat in i tidak tersedia di Indonesia.Tabel 1. Monitoring DMARDAgen antimalaria Pemeriksaan penglihatan secara teratur (pemeriksaan funduskopi, evaluasi lapangan penglihatan, atau penggunaan AMSLER)Sulfasalazin CBC dan LFT setiap 2 minggu untuk 3 bu Ian pertama, kemudian setiap 1 bulanD-Penicillamin CBC dan urinalisa setiap 2 minggu pada dosis awal atau perubahan dosis, selanjutnya 1-3 bulanSenyawa emas lnjeksi CBC dan urinalisis sebelum setiap suntikan awal,kemudian sebelum setiap injeksi kedua atau ketiga. Urinalisis dipantau oleh pasienOral CBC dan urinalisis setiap 2-4 mingguMetotreksat CNC dan LFTs setiap 2 minggu, kemudian 1-3 mingguSiklofosfamid CBC dan urinalisis setiap bulan setelah uji minggu awalAzatioprin CBC setiap 1-2 minggu, lalu - 3 bulan: LFTs setiap 1-3 bulanKlorambucil CBC setiap bulan awalnya, kemudian setiap 3 mingguCyclosporin CBC, kreatinin serum, tekanan darah setiap bulan, kemudian setiap 2-4 minggu pada dosis main- tenance.\"CBC =complete blood count ; LFT =liver function testTabel 2. Toksisitas DMARD yang Perlu DimonitorHidroksiklorokuin Mukokutaneus Hematologi Gastrointestinal Hepatik GinjalSulfasalazine + + ++D-penicillamin ++ ++ ++ ++ ++Emas oral ++ ++ + +Emas parenteral +++ + +++ + ++Azatioprin + ++ + +Metotreksat ++ ++ ++ ++Siklofosfamid +++ + +++ ++Klorambucil + ++Siklosporin +++ + + +++ +++ +
DMARD 3321KLOROKUIN fungsi polimorfonuklir. Dari penelitian klinik sulfasalazin dapat menekan erosi sendi dibandingkan dengan plasebo.Hidroksiklorokuin dan klorokuin telah dipergunakan untuk Sulfasalazin mempunyai efektifitas hampir sama denganpengobatan AR sejak tahun 1950. obat ini terikat kuat preparat emas dan d-penisilamin.pada DNA, menghambat fungsi limfosit, menstabilkanmembran lisosom, menurunkan kemotaksis, fagos itosis, Untuk pengobatan AR sulfasalazin dalam bentukdan produksi superoksid oleh leukosit polimorfonuklir, enterik coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500menekan produksi dan pelepasan interleukin I (IL 1), mg/hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiapklorokuin mempunyai waktu paruh yang panjang, steady minggu sampai mencapai dosis 4 x 500 mg atau 2 xstate dalam darah tercapai dalam waktu 3 sampai 4 bu Ian, 1000 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2 g/hari,inilah yang menyebabkan efeknya lam bat. Pada penelitian dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g/harikonsentrasi klorokuin dalam plasma harus dicapai 700- untuk digunakan dalam jangka panjang sampai remisi2100 ug/ml agar obat ini mempunyai efek, sebagian besar sempurna terjadi. Jika sulfasalazin tidak menunjukkanpasien AR dengan pengobatan hidroksiklorokuin tidak khasiat yang dikehendaki dalam 3 bulan, obat ini dapatmencapai konsentrasi ini. Atas dasar pemikiran inilah kita dihentikan dan digantikan dengan DMARD lain atau tetapberanggapan bahwa obat klorokuin relatif kurang efektif. digunakan dalam bentuk kombinasi dengan DMARDDi pihak lain peningkatan dosis akan meningkatan efek lainnya .samping. Kurang lebih 20% pasien AR menghentikan Sebagian pasien akan menghentikan penggunaan pengobatan obat ini karena mengalami nausea, muntahklorokuin pada suatu saat karena merasa bahwa obat atau dispepsia. Gangguan susunan saraf pusat sepertiini kurang bermanfaat bagi penyakitnya . Toksisitas pusing atau iritabilitas dapat pula dijumpai. Neutropenia,klorokuin sebenarnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan. agranulositosis dan pansitomia yang reversibel telahKlorokuin dapat digunakan dengan amanjika dilakukan pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang mendapatkanpemantauan yang baik selama penggunaannya dalam SAS. Ruam kulit terjadi kurang lebih pada 1% sampai 5%jangka waktu yang panjang. Efek samping pada mata, dari pasien yang menggunakan SAS. Penurunan jumlahsebenarnya hanya terjadi pada sebagian kecil pas ien sel spermatozoa yang reversibel juga pernah dilaporkan,saja. Toksisitas klorokuin pada retina hanya bergantung tes fungsi hati harus dilakukan setiap minggu pada tigapada dosis harian saja dan bukan dosis kumulatifnya . bulan pertama, kemudian setiap bulan setelah itu.Dosis anti malaria yang dianjurkan untuk pengobatanAR adalah klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidrok- D-PENISILAMINsiklorokuin 400 mg/hari. Pada dosis ini jarang sekali ter-jadi komplikasi penurunan ketajaman penglihatan. Efek D-penisilamin (DP) mulai meluas penggunaannya sejaksamping lain yang mungkin dijumpai pada penggunaan tahun tujuh puluhan. Walaupun demikian, karena obatanti malaria adalah dermatitis makulopapular, nausea, ini bekerja sangat lambat, saat ini DP kurang disukaidiare dan anemia hemolitik. Walaupun sangat jarang lagi untuk digunakan dalam pengobatan AR. Umumnyadapat pula terjadi diskrasia darah atau neuromiopati diperlukan pengobatan kurang lebih satu tahun untukpada beberapa pasien. dapat mencapai keadaan remisi yang adekuat, dan rentang waktu ini dianggap terlalu lama bagi sebagianSULFASALAZIN besar pasien AR.Sulfasalazin (SAS) pertama kali ditemukan tahun 1930, Dalam pengobatan AR, DP (Kuprimin 250 mg atauyang diindikasikan sebagai antibiotik terhadap bakteri, Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampaikemudian dipergunakan untuk penyakit radang saluran 300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4 minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untukcerna (IBD = Inf/amatory Bowel Disease). Dalam dekade mencapai dosis total 4 x 250 sampai 300 mg/hari. Efek samping DP antar lain adalah ruam kulit urtikaria atauterakhir obat ini diketahui dapat dipergunakan untuk anti morbiliformis akibat reaksi alergi, stomatitis dan pemfigus.inflamasi baik seropositif maupun sero negatif. Sulfasalazin DP juga dapat menyebabkan trombositopenia, leukopeniasedikit diabsorbsi dalam usus, dirobah oleh bakteri usus dan agranulositosis. Pada ginjal DP dapat menyebabkanmenjadi 5 aminofetil salisilik acid (5-ASA) dan sulfapiridin. timbulnya proteinuria ringan yang reversible sampai pada5-ASA diekskresikan dalam feses, sedangkan sulfapiridin suatu sindrom nefrotik. Efek samping lain yangjuga dapatdiserap dan dimetabolisme dalam hati, komponen aktif timbul adalah \"lupus like syndrome\", polimiositis, neuritis,dari Sulfasalazin pada AR adalah sulfapiridin. Sulfasalazin miastenia gravis, gangguan mengecap, nausea, muntah,menghambat angiogenesis sinovium, menekan limfosit dan kolestasis intra hepatik dan alopesia.
3322 REUMATOLOGIGARAM EMAS sampai 50 mg 2 x sehari dosis maksimum 2,5 mg/kgBB. Efek samping mual, neutropenia, trombositopeni . PemeriksaanAuro sodium Tiomalat (AST) intramuskular telah dianggap rutin darah dan tes fungsi hati seka li sebulan.sebagai suatu \"gold standard\" bagi DMARD sejak 20tahun terakhir ini. Khasiat obat ini tidak diragukan lagi, METOTREKSATwalaupun penggunaan obat ini seringkali menyertakanefek samping dari yang ringan sampai yang cukup berat. Metotreksat (MTX) adalah suatu sitostatika golonganAST (Tauredon ampul 10, 20 dan 50 mg) diberikan secara antagonis asam folat yang banyak digunakan sejakintra muskular yang dimulai dengan dosis percobaan 15 tahun yang lalu. Obat ini sangat mudah digunakanpertama sebesar 10 mg, disusul dengan dosis percobaan dan rentang waktu yang dibutuhkan untuk dapat mulaikedua sebesar 20 mg, kemudian, setelah 1 minggu, dosis bekerja relatif lebih pendek (3-4 bulan) jika dibandingkanpenuh diberikan sebesa r 50 mg setiap 20 minggu. Jika dengan DMARD yang lain. Dalam pengobatan penyakitrespons pasien belum memuaskan setelah 20 minggu, keganasan, MTX bekerja dengan menghambat sintesispengobatan dapat diberikan dalam dosis sebesar 50 mg timidin sehingga menyebabkan hambatan pada sintesissetiap 3 minggu sampai keadaan remisi yang memuaskan DNA dan poliferasi selular. Apakah mekanisme ini jugadapat tercapai . bekerja dalam penggunaannya sebaga i DMARD belum diketahui dengan pasti. Efek samping AST anta ra lain adalah pruritus,stomatis, proteinuria, trombositopenia dan aplasia Penggunaan pada AR dengan dosis 5-25 mg/minggu,sumsum tulang. Efek samping AST agaknya terjadi waktu absorbs i rata-rata hampir 1,2 jam . Komponenlebih sering pada pengemban HLA-DR3A. Jika timbul utama hasil metabolismenya dalam sirkulasi darah terikatefek samping yang ringan, dosis AST dapat dikurangi dengan albumin, dan terakumulasi dalam hati sebagaiatau dihentikan sementara . Jika gejala efek samping poliglutamat. Metotreksat diel iminasi dari tubuh melaluitersebut menghilang, AST kemudian dapat diberikan ginjal dan sistem bilier. Kerjanya menekan proliferasilagi dalam dosis yang lebih rendah. Auranofin tablet limfosit dan produksi faktor rematoid (RF), meningkatkan3 mg adalah preparat garam emas oral telah dikenal kemotaksis PMN, dan mempengaruhi produksi sitokin.sejak awal decade yang lalu dan dianggap sebagai Pemberian MTX umumnya dimu lai dalam dosis 7,5 mgDMARD yang berlainan sifatnya dari AST. Walaupun (5 mg untuk orang tua) setiap minggu. Walaupun dosisobat ini terbukti berkhasiat dalam pengobatan AR, efektif MTX sangat bervarias i, sebagian besar pasienlebih mudah digunakan serta tidak memerlukan sudah akan merasakan manfaatnya dalam 2 sampa i 4pemantauan yang ketat seperti AST, banyak para ahli bulan setelah pengobatan. Jika tidak terjadi kemajuanyang berpendapat bahwa khas iat auranofin t idaklah dalam 3-4 bu Ian maka dosis MTX harus segera ditingkat-lebih baik dibandingkan dengan AST. kan . Auranofin sangat berguna bagi pasien AR yang Efek samping MTX dalam dosis rendah seperti yangmenunjukkan efek samping terhadap AST. Auranofin digunakan dalam pengobatan AR umumnya jarangdiberikan dalam dosis 2 x 3 mg sehari. Efek samping dijumpai akan tetapi juga dapat timbul berupa kerentananproteinuria dan trombositopenia lebih jarang dijumpai terhadap infeksi, nausea, vomitus, diare, stomatitis,dibandingkan dari penggunaan AST. Pada awal penggunaan intoleransi gastrointestinal, gangguan fungsi hati, alopesia,auranofin, banyak pendeirta yang mengalami diare, yang aspermia atau leukopenia. Efek samping ini biasanya dapatdapat diatasi dengan menurunkan dosis pemeliharaan diatasi dengan mengurangi dosis atau menghentikanyang digunakan. pemberian MTX. Kelainan hati dapat dicegah dengan tidak menggunakan MTX pada pasien AR yang obese,AZATIOPRIN diabetik, peminum alkohol atau pasien yang sebelumnya telah memiliki kelainan hati.Azatioprin merupakan analog purin, yang mempengaruhisintesis DNA, obat ini dikonversikan dalam bentuk Pada pasien AR yang menunjukkan respons yang baikmetabolik aktif dalam sel eritrosit dan hati. Waktu paruh terhadap MTX, pemberian asam folinat dapat mengurangiplasma adalah 60 menit setelah pemberian peroral dan beratnya efek samping yang terjadi. Peningkatan enzimdiekskresikan melalui ginjal. Azatioprin menghambat hati dapat terjad i secara transien, tetapi tidak berhubunganproliferasi limfosit dengan cara non spesifik, juga dengan timbulnya fibrosis hati, reaksi hipersensitivitas,berpengaruhi terhadap sel T dan sel B, sel monosit, berupa ruam kulit telah dilaporkan, insiden pneumonitismakrofag, dan aktivitas sel natural killer (NK). Dosis harian tidak diketahui, tetapi tidak lebih dari 5% kasus, yangazotioprin 1-2,5 mg/kgBB. Dosis awal 25 mg dinaikkan paling sering mungkin terjadi dengan pemberian MTX adalah fibrosis dan sirosis hepatis.
DMARD 3323SIKLOSPORIN-A Gangguan fungsi ginjal akibat CS-A dapat dihindari dengan melakukan:Siklosporin-A (CS-A), adalah suatu undekapeptida siklikyang di isolasi dari jamur tolipokladium inflatum Garns Eksklusi pasien dengan faktor risiko potensialpada tahun 1972. dalam dosis rendah, CS-A telah terbukti Membatasi dosis maksimal sampai 5 mg/KgBB/harikhasiatnya sebagai DMARD dalam mengobati pasien AR. Pemantauan fungsi ginjal yang sering dan telitiPengobatan dengan CS-A terbukti dapat menghambatprogresivitas erosi dan kerusakan sendi. Kendala utama LEFLUNOMIDpenggunaan obat ini adalah sifat nefrotoksik yang sangatbergantung pada dosis yang digunakan. Gangguan fungsi Leflunomid, suatu derivat isoksazol, merupakan salahginjal ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan satu obat paling baru yang dipergunakan untuk AR.kadar kreatinin serum atau hipertensi. Efek samping lain Leflunomid (LFM) telah disetujui untuk digunakanCS-A adalah gangguan fungsi hati, hipertrofi gingival, sebagai DMARD oleh FDA sejak bulan Oktober 1998. ujihipertrikosis, rasa terbakar pada ekstermitas dan perasaan klinis yang dilakukan membuktikan bahwa LFM memilikilelah. khasiat yang setara dengan MTX dan merupakan suatu alternatif yang baik bagi pasien AR yang gagal diobati Dosis awal CS-A umumnya diberikan dalam dosis dengan MTX atau intoleran terhadap MTX. Sebagaimana2,5-3,5 mg/KgBB/hari yang dibagi dalam 2 dosis. Setelah dengan DMARD lainnya, mekanisme kerja LFM belum4 sampai 8 hari dosis dapat ditingkatkan 0,5-1 ,0 mg/ sepenuhnya diketahui. Diduga efek terapeutik LFM padaKgBB/hari setiap 1 sampai 2 bulan sehingga mencapai 5 AR berhubungan dengan kemampuan LFM menghambatmg/KgBB/hari. Jika dosis maksimal yang dapat ditolerir aktivitas enzim dehidrorotat dehidrogenase. Progresivitastercapai dan pasien telah berada dalam keadaan stabil erosi sendi nyata lebih lambat pada pasien yang menerimasekurang-kurangnya 3 bulan, dosis CS-A harus dikurangi 20 mg/hari leflunomid daripada metotreksat atausetiap 1 atau 2 bu Ian sebesar 0,5 mg/KgBB/hari. Jika tidak sulfazalazin .dijumpai respons klinis setelah penggunaan CS-A dalamdosis maksimal yang dapat ditolerir selama 3 bu Ian, CS-A Leflunomid efektif dan aman untuk mengurangiharus dihentikan. Penggunaan CS-A merupakan kontra kerusakan/erosi sendi dan tanda klinis AR. Efeknyaindikasi pada keadaan: sebanding dengan metotreksat dan sulfasalazin dalam 4 parameter klinis, akan tetapi berlangsung lebih cepat. Di Terdapatnya atau adanya riwayat penyakit samping itu dalamjangka yang lebih pendek, leflunomid keganasan menghambat progresivitas penyakit berdasarkan Hipertensi yang tidak terkontrol pemeriksaan radiografi dan lebih baik memperbaiki Penggunaan CS-A harus dilakukan secara berhati- kemampuan fungsional. Leflunomidjuga relatif ditoleransi hati pada: dengan baik. Gangguan faal hati yang berlangsung sebentar. Berbeda dengan DMARD yang lain, tak ada Usia di atas 65 tahun toksisitas hematologik, pulmonal dan ginjal. Hipertensi terkontrol Kombinasi DMARD lnfeksi aktif Kondisi premalignan: leukoplakia, mielodisplasia Sejak tahun 1990 telah dianjurkan perubahan terapi Kehamilan dan menyusui AR dengan menggunakan terapi kombinasi, di mana Penggunaan obat-obatan lain seperti: anti epilepsi, penggunaan kombinasi DMARD dianjurkan diberikan ketokonazol, flukonazol, trimetoprim, eritromisin, sejak awal penyakit dan tidak menunggu respons terhadap verapamil, diltiazem, OAINS, dan agen alkilasi seperti OAINS. Akan tetapi karena mekanisme kerja DMARD yang siklofosfamid. jelas belum banyak diketahui pada waktu itu, kombinasi yang dianjurkan hanya berdasarkan pengalaman saja .Dalam usaha untuk mengurangi efek yang tidak Tujuan utamanya ialah meningkatkan efikasi, diharapkandiinginkan penggunaan CS-A sebaiknya dilakukan dengan obat bekerja secara sinergis tanpa meningkatkan toksisitas.pemantauan yang ketat. Sebelum pengobatan dimulai Hal ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengansebaiknya dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan menggabungkan obat-obat yang mekanisme kerja danpemeriksaan sebagai berikut: efek sampingnya berbeda. Pemeriksaan tekanan darah sekurang-kurangnya 3 Dengan ditemukannya manfaat metotreksat dan lebih kali . dipahaminya mekanisme kerja DMARD yang lain, terapi Pemeriksaan bilirubin dan enzim hati kombinasi semakin menarik dan memberikan tingkat Pemeriksaan kadar kalium, magnesium dan asam keberhasilan terapi yang lebih baik. Terapi kombinasi urat darah sering dipergunakan apabila penggunaan DMARD Pemeriksaan protein urin
3324 REUMATOLOGIsecara tunggal gaga!. Gabungan MTX, SAS dan klorokuin O' Dell J., Left R., et al. Methotrexate (M) Hydroxychloroquine (H), Sulfasalazine (S) versus M-H or M-S for rheumatoidmemperlihatkan hasil yang baik. Akhir-akhir ini gabungan arthritis; results a double blind study. Arthritis Rheum.siklosporin dan MTX atau MTX dan SAS, lebih baik hasilnya 1999; 42: s 117.dibandingkan daripada MTX tunggal. O'Dell J. Combination DMARD therapy for rheumatoid arthritis, apparent universal acceptance. Arthritis Rheum. 1997; 40-REFERENSI S50.American College of Rheumatology Ad Hoc Committee on Clinical O'Dell JR., Haire CE., et al. Treatment of rheumatoid arthritis with Guidelines. Guidelines for the Management of Rheumatoid metotreksate alone, sulfasalazine and hydroxychloroquine Arthritis. Arthritis Rheum. 1996 : 9 : 713-22. or combination at all three medications. N. Engl J Med. 1996; 334 : 1287-91.Avina, Zubieta JA, et al. long term effectiveness of anti malarial drugs. In rheumatic disease. Ann Rheum Dis. 1998; 57 : Pincus T, O'Dell J.R., Kremer J.M. Combination therapy with 582-87. multiple disease modifying anti rheumatic drugs inBorigini MJ, Pualus HE. Rheumatoid arthritis. In: Weisman MH, rheumatoid arthritis. Ann Intern Med. 1999; 131; 768-74. Paseo G., Priolo F., Marubini F. Slow progression joint damage Weinblatt ME, Louise JS eds. Treatment of rheumatic diseases. in early rheumatoid arthritis treatment with cyclosporine A. 2\"d ed. Philadelphia:W. B. Saunders; 2001.p.217-35. Arthritis Rheum. 1996; 39 : 1006-105.Brooks P. Management of rheumatoid arthritis. Medicine Rau R, et al. Longterm treatment of destructive rheumatoid International. 2002.p.50-3. arthritis with methotrexate. J Rheumatol, 1997; 24 : 1881-9.Brooks P. disease modifying anti Rheumatic drugs. In: Klippel JH Rich E., Moreland LW., Alarcon GS. Paucity of radiographic ed. Primer on the rheumatic diseases.11lh ed. Atlanta:Arthritis Foundation; 1997.p.432-6. progression in rheumatoid arthritis treated with methotrexateChatham WW. Gold and d-Penicillarnine. In Koopman JW (ed). as the first disease-modifying anti rheumatic drug. J Arthritis and allied conditionts. 14'\" ed . Lippincott WW. Rheumatol. 1999; 26: 256-61. Philadelphia, 2001; 717-33.Cush JJ., Tugwell P., Weinblatt M, et al. US consensus guidelines for Smolen JS and Emery P. Efficacy and safety of leflunomide in active use of cyclosporine A. in rheumatoid arthritis. J. Rheumatol, rheumatoid arthritis. B j Rheumatol. 2000; 39, 48-56. 1999; 26: 1176-86.Daud R. Combination of sulfasalazine and chloroquine in Weinblatt ME. Treatment of rheumatoid arthritis. In: Koopman the treatment of patients with rheumatoid arthritis . A JW ed. Arthritis and allied conditions. 141h ed. Philadelphia: Randomized controlled trial. M. Sc. Thesis, Mc Master Lippincott WW;2001.p.1245-60. University, Hamilton, Ontario, Canada, 1992. Wolfe F, Sharp JT. Radiographic outcome at recent-onsetFelson DT, Anderson JJ, Meenan RF. The comparative efficacy and Rheumatoid arthritis . A 19-year study of radiographic progression. Arthritis Rheum, 1998; 41 : 1571-82. toxicity of second-line drugs in rheumatoid arthritis. Results of two metaanalyses. Arthritis Rheum. 1990; 33: 1449-61. Weinblatt ME., Kremer JM., CoblinJS, et al. Pharmacokineties safetyFox RI., kang HI. Mechanism of action of hydroxychloroquine as an anti rheumatic drugs. Semin. Arthritis Rheum, 1993; and efficacy of combination treatment with methotrexate and 23 : 82-91. leflunomide in patients with active rheumatoid arthritis.Fermocioli GF., Baibak LW., Ferraris M. Effects of cyclospirine on Arthritis Rheum, 1999; 42: 1322-8. joint damage in rheumatoid arthritis. Clin Exp Rheumatol. 1997; 15 : 583-9.Jones SK. Ocular toxicity and hydroxychloroquine guidelines for screening. Br J. Dermatol, 1999; 140 : 3-7.Jackson CG, Elegg DO . Sulfasalazine and minocycline. In Koopman JW (ed). Arthritis and allied conditionts. 14th. ed.Philadelphia:Lippnicott WW; 2001; 1 : 769-82.Gornisiewicz M, Moreland L. Rheumatoid arthritis. In: Robin L ed.Clinical care in rheumatic diseases. 2\"• ed.Atlanta: American College of Rheumatology; 2001.p.89-96.Kremer JM. Methotraxate and leflunomide. Biochemical basis for combination therapy in the rheumatoid arthritis. Semin Arthritis Rheum. 1993, 29 : 14-25.L.S. Simon and D. Yocum. New and drug therapies for rheumatoid arthritis.BJ Rheumatol. 2000; 39 (supp) : 36-42.Leipold G, et al. Azathioprine induced severe pancytopenia due to a homozygous two-point mutation of thiopurine methyltransperase gene in patient with juvenile. HLA B27. Associated spondylarthritis . Arthritis Rheum, 1997; 40 : 1896-98.Mc Casly DJ. Personal Experience in the treatment of seropositive rheumatoid arthtritis with drugs use in combination. Semin Arthritis Rheum. 1993, 23 : 42-9.Motonen T, et al. comparison of combination therapy with single drug therapy in early rheumatoid arthtiris a ramdornized trial. Lancet. 1999, 353; 568-1573.
436AGEN BIOLOGIK DALAM TERAPI PENYAKIT REUMATIK B.P. Putra SuryanaPenemuan agen biologik telah memberikan kemajuan T dan B), interaksi sel-sel atau sel-matriks ekstraselular,yang luar biasa dalam terapi penyakit reumatik, seperti menghambat ON dan oksigen reaktif, atau komplemenpada artritis reumatoid (AR) dan spondilitis ankilosa (SA). (label 1). Agen biologik yang jug a sedang dikembangkanTerapi inhibitor TNF-a dan interleukin-1 (IL-1) menjadi mempunyai target terhadap matrix metalloproteinaseterapi pertama pada AR yang berdasarkan penemuan (MMP) atau molekul signal intraselular.konseptual sampai pada aplikasi klinis. Terapi tersebuttidak hanya telah terbukti memperbaiki gejala klinis ANTAGONIS TUMOR NEKROSIS FAKTORpenyakit, tapi juga memperlambat kerusakan sendipada AR. Pengetahuan tersebut juga telah membuka TNF-a pada awalnya disintesis dan diekspresikan sebagaipeluang terapi pada penyakit reumatik lainnya yaitu lupus molekul transmembran, kemudian bagian ekstraselularnyaeritematosus sistemik (LES) dan vaskulitis. mengalami pemecahan oleh TNF-a converting enzyme (TACE) melepaskan molekul terlarut sebagai TNF-a Agen biologik dibuat dengan tujuan untuk memblok terlarut (soluble TNF-a) dalam sirkulasi. TNF-a terlarutkomponen autoimun yang berperan dalam patogenesis yang berikatan dengan reseptor yang dikenalnya akansuatu penyakit. Agen biologik diberi nama berdasarkan memicu perubahan konformasional dan dimerisasi padakomponen autoimun atau proses inflamasi yang menjadi reseptor tersebut. Reseptor TNF ada 2 yaitu reseptor TNFtargetnya. Sitokin merupakan target agen biologik yang tipe I (TNF-RI) dan tipe II (TNF-Rll). Aktivitas biologispaling banyak diteliti dan telah diaplikasikan secara klinis, TNF-a terlarut terutama melalui TNF-RI, sedangkan TNF-aseperti anti-TNF dan anti-IL. Teknologi canggih seperti pada sel melalui TNF-Rll. Soluble TNF receptors (sTNFRs)teknik rekombinan DNA dan penciptaan molekul kecil hanya sebagian kecil dari total reseptor TNF, dan mungkinnonimunogenik seperti antibodi monoklonal (monoclonal berperan s'ebagai antagonis endogen terhadap TNF-aantibodies: MoAbs), reseptor terlarut (soluble receptor), dan dalam sirkulasi. Ligan alami untuk reseptor TNF adalahpengikat sitokin, memungkinkan para peneliti membuat TN F-a dan lymphotoxin-a (Bazzoni, 1996)'alat' untuk memblok target tertentu (Shanahan,2005). Upaya untuk memblok TNF paling banyak dilakukanTARGET TERAPI AGEN BIOLOGIK melalui berbagai penelitian yang meliputi penemuan obat biologik berbasis protein yaitu antibodi monoklonal yangTarget terapi agen biologik tidak hanya sitokin, tetapi menyerang TNF maupun reseptor terlarut TNF (sTNFR)juga berbagai komponen lainnya yang berperan dalam rekombinan. Molekul tersebut akan berikatan denganpatogenesis penyakit reumatik. Saat ini anti sitokin masih TNF-a terlarut sehingga mencegah sitokin berikatanmenjadi agen biologik yang paling banyak diteliti dan dengan reseptor TNF pada sel, yang dapat mengaktifkandikembangkan, serta telah diaplikasikan secara klinis. jalur inflamasi. sTNFR rekombinan dibuat dari gabunganAgen biologik lainnya masih dalam penelitian, seperti protein ligan-binding portion dari reseptor TNF manusiaagen biologik yang bekerja pada sel-sel imun (limfosit dengan immunoglobulin-like molecule manusia. Semua
3326 REUMATOLOGITabel 1. Mekanisme Kerja dan Target Terapi Agen Biologik (diringkas dari Shanahan dan Moreland,2005) Mekanisme kerja Target terapi Uji klinis TNF-a (etanercept, infliximab, AR, spondilitis ankilosa, artritis pso-Anti-sitokin adalimumab) riatik, vaskulitis AR (binatang coba) IL-1 (anakinra) dan IL-18 AR (binatang coba) IL-6 Lupus (binatang coba) AR (ex vivo model)Anti limfosit T IL-17 AR (binatang coba) IL-12, IL-15 dan IL-7 AR (binatang coba)Anti limfosit B MMIF Sinovitis (binatang coba)Anti kemokin yang berperan pada interaksi sel VIP Sinovitis (binatang coba)dengan sel atau sel dengan matriks ekstraseluler PIF Artritis (binatang coba) Signaling intraseluler ARMengaktifkan apoptosis CD4, CDSbdan CD7 AR (binatang coba)Meng ham bat kerusakan jaringan akibat inflamasi Reseptor IL-2 AR, LES (binatang coba), Psoriasis CD28, B7-1, B7-2 dan CTLA4 LES CD40 dan ligan CD40 AR, LES (binatang coba), Psoriasis CD11a/CD18 AR, LES, ITP, vaskultis, limfoma CD20 (rituximab) AR, artritis psoriatik IL-8 Sel-sel sinovium CCR1 Sinovitis (binatang coba) RANTES AR (binatang coba) lntegrin AR CD44 AR (binatang coba) Reseptor Fas LES (binatang coba) Reseptor TRAIL AR dan OA (binatang coba) Metalloproteinase Artritis (binatang coba) AR (binatang coba)Menghambat komplemen Oksida nitrit Lupus like disease (binatang coba) Spesies oksigen reaktif Artritis dan Sindrom antifosfolipid (binatang coba) cs LES (binatang coba) AR (binatang coba)Menghambat reseptor Fe C3 convertase AR (binatang coba)Menghambat osteoklas FcyRlll Fey RI RANKLMMIF,macrophage migration inhibitory factor; VIP,vasoactive intestinal peptide ; RANTES,regulated upon activation normal Tcell expressed and secreted ; TRAIL, TNF-related apoptosis-inducing ligand; RANKL,receptor activator of nuclear factor K/3 ligand;AR,artritis reumatoid ; LES,lupus eritematosus sistemik; ITP,idiopathic trombhocytopenic purpurakomponennya berasal dari protein manusia, tapi hubungan gabungan (chimeric) manusia/tikus. lnfliksimab tersusunantara kedua region tersebut menunjukkan urutan asam- oleh region konstan dari lgGK dengan region Fv murineamino yang tidak alami sehingga berpotensi memicu anti-human TNF-a antibody (Gambar 2). Antibodi tersebutrespons antibodi (Haque and Bathon,2005). Etanercept mempunyai afinitas tinggi terhadap TNF-a manusia ala mi(nama dagang : Enbrel) adalah sTNFR rekombinan yang maupun rekombinan, dan dapat menetralisir sitotoksisitastelah mendapat ijin Food and Drug Administration (FDA) TNF in vitro. Waktu paruhnya 8,0-9,5 hari, diberikan secarauntuk dipakai dalam klinis. Etanercept adalah konstruksi intravena dengan interval 8 minggu setelah pemberian 3dimer dari dua sTNF-Rll berikatan dengan bagian Fe lgG1 dosis awal (loading dose) (Elliott, 1993).manusia (Gambar 1), mempunyai afinitas yang lebih kuatterhadap TNF-a (50-1000 kali) dan masa paruh lebih Adalimumab (nama dagang: Humira)juga merupakanlama. Pada AR, waktu paruh dalam serum sekitar 102 jam, antibodi terhadap TNF-a, berbeda dengan infliksimabdiberikan secara subkutan (Mohler, 1993). karena seluruh komponennya berasal dari manusia. Adalimumab juga mempunyai afinitas yang tinggi Antibodi monoklonal terhadap TNF (Anti-TNF terhadap TNF-a dengan masa paruh yang sama denganMoAbs) yang telah dipakai secara klinis adalah infliksimab lgG1 manusia yaitu sekitar 2 minggu, diberikan dengan(nama dagang : Remicade), merupakan anti-TNF MoAbs injeksi subkutan (van de Putte,1998).
AGEN BIOLOGIK 3327 lnhibisi TACE dapat menghambat pembentukan TNF-a terapi antagonis TNF adalah reaksi pada tempat injeksi danterlarut dan reseptor TN F-a terlarut, juga menjadi strategi tempat infus seperti eritema dan indurasi, yang biasanyauntuk melawan TNF yang masih dalam penelitian (Haque bersifat ringan . Efek samping yang paling mendapatand Bathon,2005). perhatian adalah peningkatan risiko infeksi dan keganasan. lnfeksi oportunistik seperti tuberkulosis, histoplasmosis, Efek samping yang paling sering dilaporkan pada aspergilosis, koksidioidomikosis, listerosis, pneumonia Pneumocystis carinii, infeksi kriptokokkus, kandidiasis, Extracellular infeksi cytomega/ovirus dan atipikal mikobakteria telah domain of dilaporkan. Pengaruh anti sitokin terhadap timbulnya human P 75 keganasan masih belum diketahui dengan jelas. Efeknya TNF Rll receptor pada perburukan fungsi jantung pada pasien penyakit jantung kongestif dan timbulnya penyakit demielinisasi Fe region of otoimun pad a sistem saraf pusat jug a menjadi perhatian human lgG para ahli. Masalah lainnya adalah, terbentuknya antibodi terhadap ketigajenis antagonis TNF telah dilaporkan, yangGambar 1. Struktur molekular etanercept. (Dikutip dari Shanahan mungkin dapat mempengaruhi efektifitasnya (Haque andand St.Clair,2002) Bathon,2005).mMouse Fe region ANTAGONIS INTERLEUKIN-1UHuman humanlgG Superfamili IL-1 meliputi 10 produk gen yang berkaitanGambar 2. Struktur molekular infliximab . (Dikutip dari erat, terutama IL-1a, IL-1b, IL-1 Ra dan IL-18. IL-1a danShanahan and St.Clair,2002) IL-1b adalah agonis terhadap reseptor IL-1 (IL-1R), yang disintesis sebagai molekul prekursor (pro-IL-1 a dan pro- IL-1b). IL-1 b matur yang disekresikan menimbulkan efek proinflamasi dari IL-1 . IL-1Ra adalah antagonis reseptor IL-1 yang mempunyai afinitas sama dengan IL-1 b. Reseptor IL-1 ada 2 yaitu reseptor IL-1 tipe I (IL-1RI) dan tipe II (IL-1 Rll). Respons biologis oleh IL- 1 hanya memerlukan 1%-2% okupansi IL-1RI (Arend,1993), sedangkan IL-1Rll tidak dapat menimbulkan signal dan tampaknya berperan sebagai decoy receptor untuk IL-1 (Collota,1993). Bentuk reseptor terlarut dari IL-1RI dan IL-1Rll juga diproduksi secara alami, mungkin berperan sebagai antagonis endogen terhadap IL-1 b (Symons, 1991 ). Upaya memblok IL-1 dilakukan dengan cara rekayasa genetika untuk menciptakan bentuk rekombinan dari IL- 1Ra dan reseptor IL- 1 terlarut. Anakinra (nama dagang: Kineret) adalah rekombinan IL-Ra manusia (rll-1 Ra) yangTabel 2. lndikasi dan Dosis Antagonis TNF dan Antagonis IL-1 (diringkas dari Haque and Bathon,2005) ~~~__,..~~.,.........---'Agen biologik lndikasi Dosis dan cara pemberianEtanercept (monoterapi atau AR aktif sedang-berat (dewasa Dewasa : 2S mg injeksi subkutan, dua kali seminggu.kombinasi dengan MTX) dan anak-anak), artritis psoriatik, Anak-anak: 0,4 mg/kg (maksimal 25 mg) injeksi subkutan, spondilitis ankilosa dua kali seminggulnfliximab (kombinasi dengan AR aktif sedang-berat (dewasa), 3 mg/kg intravena pada minggu 0, 2 dan 6 selanjutnya tiapMTX) spondilitis ankilosa 8 minggu (dosis dapat dinaikkan sampai 10 mg/kg)Adalimumab (monoterapi atau AR aktif sedang-berat (dewasa) 40 mg injeksi subkutan, tiap 2 minggukombinasi dengan MTX)Anakinra (monoterapi atau AR aktif sedang-berat (dewasa) 100 mg/hari injeksi subkutankombinasi dengan MTX)AR,artritis reumatoid ; MTX, metotreksat
3328 REUMATOLOGItelah dipakai pada terapi pasien AR dewasa. Anakinra et al, 1994) (Shan et al ,2000).berikatan dengan IL-1 RI dengan afinitas yang ekuivalendengan IL-1 b, sehingga mampu mencegah IL-1 b ber- TERAPI AGEN BIOLOGIK PADA PENYAKIT REUMATIKikatan dengan IL-1 RI pada sel. Waktu paruhnya singkatsekitar 4-6 jam, sehingga harus diberikan tiap hari melalui Artritis Reumatoidinjeksi subkutan. Data in vitro menunjukkan bahwa IL- Efektivitas antagonis TNF pada AR yang refrakter telah1Ra diperlukan 10 sampai 100 kali lebih banyak terhadap banyak dilaporkan melalui uji klinis, baik sebagai mono-IL-1 untuk dapat menghambat 50% akitivitas biologis terapi ataupun kombinasi dengan metotreksat (MTX).IL-1 (Arend, 1990). Sehingga diperlukan sangat banyak Etanercept adalah satu-satunya antagonis TNF yang dipakaiIL-1 Ra terhadap IL-1 untuk dapat memblok inflamasi sebagai monoterapi pada AR dini, sedangkan penelitianakibat IL-1, karena aktivasi sel hanya memerlukan 1-2% tentang infliksimab dan adalimumab dikombinasi denganokupasi dari IL-1 RI. Hal tersebut mungkin menjelaskan MTX pada AR dini sedang berlangsung. Uji klinis mengenaiefektifitas anakinra yang relatif lebih lemah (Haque and perbandingan efektifitas dan keamanan antagonis TNFBathon,2005). Strategi lain untuk memblok IL-1 masih terhadap disease-modifying antirheumatic drug (DMARD)dalam tahap penelitian, seperti menciptakan rekombinan non-biologik telah dilakukan pada etanercept (90) .sll-1 RI (Drevlow, 1996) dan antibodi monoklonal terhadap Antagonis TNF sebagai monoterapi pada AR dibandingkanIL-1 a dan IL-1b (van den Berg,1994). IL-1 trap jug a masih plasebo menunjukkan respons kl inis (kriteria responsdalam penelitian klinis, terbentuk oleh 2 molekul identik American College of Rheumatology/ACR) lebih baik dalamberikatan kovalen melalui ikatan disulfida. Tiap molekul waktu yang singkat (beberapa hari sampai minggu) .mempunyai 2 sekuen reseptor ekstraselular dengan Penghentian terapi menyebabkan penyakit menjadi aktifafinitas kuat terhadap IL-1 digabungkan dengan porsi kembali, menunjukkan inhibisi TNF sangat efektif menekanFe lgG1 manusia. In vitro, afinitas IL-1 trap lebih kuat proses inflamasi tapi tidak bersifat kuratif. Antagonis TNFdibandingkan dengan sll-1 Rll dan sll-1 RI, dan mempunyai dikombinasi dengan metotreksat (MTX) juga menunjukkanmasa paruh sampai 67 jam (Economides,2003). respons klinis yang lebih baik dibandingkan dengan MTX saja. Selain menekan inflamasi, antagonis TNF juga terbukti Antogonis IL-1 tidak meningkatkan risiko infeksi menghambat kerusakan sendi setara dengan MTX. Pasienmaupun keganasan . Be lum pernah dilaporkan adanya AR yang telah mendapat MTX tapi tetap mengalamiinfeksi tuberkulosis maupun infeksi oportunistik lainnya kerusakan sendi, penambahan antagonis TNF mampupada berbagai uji klinis antagonis IL-1 (Haque and menekan progresifisitas kerusakan sendi tersebut secaraBathon,2005). bermakna. Ketiga jenis antagonis TNF telah dibuktikan kemampuan dalam menekan inflamasi dan menghambatANTl-CD20 kerusakan sendi pada AR (Haque and Bathon, 2005).CD20 adalah petanda permukaan sel (cell surface marker) Antagonis IL-1 (anakinra) pada AR menunjukkanyang terdapat pada sel limfosit B muda sampai yang matur. respons yang lebih lemah dibandingkan denganPetanda tersebut tidak ditemukan pada sel stem, sel pre-B antagonis TNF dalam hal menekan gejala klinis maupunmuda, sel dendritik dan sel plasma. Peran sel limfosit progresifisitas kerusakan sendi . Hal tersebut mungkinB pada patofisiologi AR belum diketahui dengan pasti, dipengaruhi oleh waktu paruhnya yang singkat (Haquebeberapa mekanisme yang diperkirakan adalah berperan and Bathon,2005). Etanercept pada AR juvenil aktif yangdalam pembentukan autoantibodi faktor reumatoid, tidak memberikan respons terhadap MTX dan obat antipresentasi antigen melalui interaksi langsung sel-sel, dan inflamasi menunjukkan perbaikan klinis dibandingkanproduksi sitokin (TN Fa, IL-6 dan IL-10) (Panayi,2005). dengan plasebo (Criscione et al,2002). Rituksimab adalah monoklonal antibodi lgGh Rituksimab dengan berbagai kombinasi dengananti-CD20 yang berasal dari manusia. Agen biologik siklofosfamid dan glukokortikoid menunjukkan induksiini menyerang limfosit B meliputi limfosit B imatur, perbaikan aktivitas penyakit dan bertahan lama padamatur dan sel B memori yang mengekspresikan antigen pasien AR yang refrakter. Beberapa pasien yang rekurenpermukaan CD20, sehingga jumlah limfosit B berkurang. menunjukkan peningkatan jumlah sel limfosit B kembaliRituksimab tidak menyerang sel plasma sehingga kadar disertai peningkatan titer faktor reumatoid (242 Shanahan).imunoglobulin pada pasien yang mendapat terapi Terapi rituksimab pada pasien AR aktifyang telah mendapatrituksimab tidak berubah. Ablasi limfosit B terjadi melalui MTX tapi memberikan respons tidak adekuat menunjukkankombinasi sitotoksisitas yang diperantarai antibodi dan perbaikan klinis yang bermakna dan berlangsung lama.sitotoksisitas yang diperantarai komplemen, juga melalui Kombinasi dengan MTX memberikan hasil yang lebih baikaktivasi apoptosis akibat terjadinya cross-linking FcR (Reff dibandingkan dengan siklofosfamid (Panayi,2005).
AGEN BIOLOGIK 3329Spondilitis Ankilosa Agen biologik adalah molekul yang dibuat denganAntagonis TNF juga digunakan untuk terapi spondilitisankilosa (SA), berdasarkan fakta bahwa TNF-a banyak teknologi rekombinan DNA, yang dapat berupa antibodidiekspresikan pada sendi sakro-iliaka pasien SA.lnfliksimab dan etanercept dilaporkan memberikan monoklonal, reseptor terlarut atau pengikat sitokin. Agenperbaikan klinis dan gambaran radiologis yang bermaknapada pasien SA. Pasien SA yang mendapat etanercept biologik mempunyai target kerja pada komponen tertentuselama 3 bulan menunjukkan respons klinis dan perbaikanmobilitas spinal yang lebih baik dibandingkan dengan dalam patogenesis inflamasi dan penyakit. Target kerjaplasebo. Tera pi infliksimab selama 12 minggu pada pasien agen biologik dapat pada sitokin, sel limfosit T dan B,SA juga menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna komplemen, serta proses inflamasi atau apoptosis. Agendibandingkan dengan plasebo (Gorman,2002), di samping biologik yang telah banyak diteliti dan dikembangkanjuga memperbaiki status fungsional dan kualitas hidupnya(Braun,2003). Pemeriksaan magnetic resonance imaging adalah anti-TN Fa (etanercept, infliksimab dan adalimumab),(MRI) pada tulang belakangjuga menunjukkan perbaikanpada pasien SA yang mendapat terapi infliksimab anti-IL-1 (anakinra) dan anti-CD20 (rituksimab). lndikasi(Braun,2002). terapi agen biologik pada penyakit reumatik adalahLupus Eritematosus Sisterriik apabila terapi anti-inflamasi dan disease modifying anti-Anti CD20 (rituksimab) digunakan untuk terapi lupus rheumatic drug konvensional tidak memberikan responseritematosus sistemik (LES), tapi belum ada laporan resmitentang hasil dan efeknya pada pasien dengan jumlah klinis yang memuaskaan. Anti-TNFa dan anti-IL-1 telahyang cukup banyak. Pada beberapa kasus LES aktif dan digunakan untuk terapi AR aktif yang refrakter terhadaprefrakter, terapi rituksimab 500 mg dua kali dalam 2minggu dikombinasi dengan siklofosfamid dan steroid disease modifying anti-rheumatic drug konvensional.dosis tinggi menunjukkan perbaikan pada kadar C3, lajuendap darah, hemoglobin dan skor British Isles Assessment Agen biologik sebagai monoterapi maupun kombinasiGroup (BILAG). Kondisi tersebut bertahan beberapa bu Ian(Leandro,2002). Monoterapi rituksimab dicoba pada 16 pada terapi AR menunjukkan respons klinis yang baikorang pasien LES aktif non-organ-threatening, tapi tidakmemberikan efek pada dosis rendah dan dosis sedang. dan mampu menghambat kerusakan sendi. EtanerceptHanya 10 orang pasien mencapai pengurangan jumlahsel B yang diharapkan menunjukkan perbaikan nilai juga diindikasikan untuk terapi AR juven.il, spondilitisskor Systemic Loupes Activity Measure (SLAM), hanya ankilosa dan artritis psoriatik, sedangkan rituksimab masih1 pasien menunjukkan penurunan kadar anti-dsDNA dalam tahap penelitian untuk pasien LES. Efek samping(Anolik,2002). terapi agen biologik adala.h peningkatan risiko infeksiPenyakit Reumatik Lainnya oportunistik termasuk tuberkulosis.Agen biologik juga dicoba pada beberapa penyakitreumatik lainnya seperti artritis psoriatik dan vaskulitis. REFERENSISebuah penelitian pada 60 pasien artritis psoriatikdiberikan terapi etanercept 25 mg subkutan dua kali Anolik J, Campbell D, Felgar R, et al. Blymphocyte depletion in theseminggu selama 3 bulan atau mendapat plasebo, treatment of systemic lupus erythematosus: a phase I/II trialmenunjukkan respons klinis dan kesembuhan lesi psoriasis of rituximab in SLE. Arthritis Rheum 2002;46(suppl 9):289.yang lebih baik pada kelompok yang mendapat etanercept(Mease,2000). Etanercept menunjukkan disease-modifying Arend WP. Interleukins and arthritis-IL-I antagonism ineffect yang dapat menghambat kerusakan sendi (Ory,2002). inflammatory arthritis. Lancet I993;34I:I55-6.Etanercept juga dilaporkan memberikan respons klinisyang baik pada beberapa kasus granulomatosis Wagener Arend WP, Welgus HG, Thompson RC, et al. Biological properties(Stone,2001) dan penyakit Behcet (Sfikakis,2002). of recombinant human monocyte-derived interleukin IKESIMPULAN receptor antagonist. JClin Invest 1990;85:I694-7. Braun J, Brandt J, Listing J, et al. Treatment of active ankylosing spondylitis with infliximab: a randomised controlled multicentre trial. Lancet 2002;359:1187-93. Braun J, Baraliakos X, Golder W, et al. Magnetic resonance imaging examination of the spine in patients with ankylosing spondylitis, before and after successful therapy with infliximab-evaluation of a new scoring system. Arhritis Rheum 2003;48:1126-36. Bazzoni F, Beutler B. The tumor necrosis factor ligand and receptor families. N Engl JMed I996;334:I717-25. Criscione LG, St.Clair EW. Tumor necrosis factor-a antagonist for the treatment of rheumatic diseases. Curr Opin Rheumatol 2002;I4:2 0 4 - l l . Colotta F, Re F, Muzio M, et al. Interleukin-I type II receptor: a decoy target for IL-I that is regulated by IL-4. Science I993;26I:472-5. Drevlow BE, Lovis R, Haag MA, et al. Recombinant human interleukin-I receptor type I in the treatment of patients with active rheumatoid arthritis. Arthritis Rheum I996;39:257-65. Elliott MJ, Maini RN, Feldmann M, et al. Treatment of rheumatoid arthritis with chimeric monoclonal antibodies to tumor necro- sis factor alpha. Arthritis Rheum I993;36:I68I-90. Economides AN, Carpenter LR, Rudge JS, et al. Cytokine traps: multi-component, high-affinity blocker of cytokine action.
3330 REUMATOLOGI Nat Med 2003;9:47-52.Gorman JD, Sack KE, Davis JC. Treatment of ankylosing spondylitis by inhibition of tumor necrosis factor alpha. N Engl JMed 2002;346:1349-56.Haque U and Bathon JM. Cytokine inhibitors: tumor necrosis factor and interleukin-1. In : Koopman WJ, Moreland LW (eds). Arthritis and allied conditions. A textbook of rheumatology,151h ed, vol.1 . Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2005 : 839-53.Leandro MJ, Edwards JC, Cambridge G, et al. An open study of B lymphocyte depletion in systemic lupus erythematosus. Arthritis Rheum 2002;46:2673-77.Mease PJ, Goffe BS, Metz J, et al. Etanercept in the treatment of psoriatic arthritis and psoriasis: a randomised trial. Lancet 2000;356:385-90.Mohler KM, Torrance DS, Smith CA, et al. Soluble tumor necrosis factor (INF) receptors are effective therapeutic agents in lethal endotoxinemia and function simultaneously as both TNF carriers and TNF antagonists. JImmunol 1993;151:1548-61.Ory P, Sharp JT, Salonen D, et al. Etanercept (Enbrel) inhibits radiographic progression in patients with psoriatic arthritis. Arthritis Rheum 2002;46(suppl 9):196.Reff ME, Carner K, Chambers KS, et al. Depletion of Bcells in vivo by a chimeric mouse human monoclonal antibody to CD20. Blood 1994;83:435-45.Shanahan J, Moreland LW. Investigational biologic therapies for the treatment of rheumatic diseases. In : Koopman WJ, Moreland LW (eds) . Arthritis and allied conditions. A textbook of rheumatology,15th ed, vol.1 . Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2005 :859-76.Shanahan JC and St.Clair EW. Short analytical review. Tumor necrosis factor-a blockade: a novel therapy for rheumatic disease. Clinical Immunology 2002;103:231-42.Shan D, Ledbetter JA, Press OW. Signaling events involved in anti-CD20-induced apoptosis of malignant B cells. Cancer Immunol Immunother 2000;48:673-83.Sfikakis PP. Behcet disease: a new target for anti-tumor necrosis factor treatment. Ann Rheum Dis 2002;61(suppl 2):52-3.Stone JH, Uhlfelder ML, Hellmann DB, et al. Etanercept combined with conventional treatment in Wegener's granulomatosis: a six-month open-label trial to evaluate safety. Arthritis Rheum 2001;44:1149-54.Symons JA, Eastgate JA, Duff GW. Purification and characterization of a novel soluble receptor for interleukin 1. J Exp Med 1991;174:1251-4.Panayi GS. Bcell-directed therapy in rheumatoid arthritis-clinical experience. JRheum 2005;32 (suppl 73):19-24.van de Putte LBA, van Riel PLCM, den Broeder A, et al. A single dose placebo controlled phase I study of the fully human anti-TNF antibody D2E7 in patients with rheumatoid arthritis. Arthritis Rheum 1998;41(suppl):57.vandenBerg WB, Joosten LAB, Helsen M, et al. Amelioration of established rnurine collagen-induced arthritis with anti-IL-1 treatment. Clin Exp Immunol 1994;95:237-43.
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271