Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Bab 35 Reumatologi

Bab 35 Reumatologi

Published by haryahutamas, 2016-08-25 20:25:57

Description: Bab 35 Reumatologi

Search

Read the Text Version

PEMERIKSAAN CRF, FAKTOR REUMATOID, AUTOANTIBODI DAN KOMPLEMEN 3111jumlah besar justru membawa implikasi yang lebih serius PEMERIKSAAN AUTOANTIBODIdibanding lgM-FR. Para ahli menemukan' lgG-FR dalam60% serum pasien reumatoid vaskulitis dan hanya 9% pada Proses patogenik setiap penyakit tidak terlepas kaitannyapasien AR. Ditemukan hubungan kuat antara menurunya dengan berbagai proses imunologik, baik yang nonkadar lgG-FR dan respons pengobatan dari vaskulitis. spesifik atau spesifik. Kaitan tersebut tentunya terlihat lebih nyata pada penyakit-penyakit autoimun termasuk di Evaluasi kompleks imun (lgG-FR) yang dideteksi dalamnya kelompok penyakit reumatik autoimun sepertidengan Clq dan FR berkorelasi lemah dengan gambaran systemic Lupus erythematosus (SLE), rheumatoid arthritisklinik yang didapat, demikian juga lgM dan lgA-FR Titer (RA), sindrom Sjogren dan sebagainya.lgG-FR yang tinggi, dikaitkan dengan kejadian vaskulitisnekrotikan.dan justeru membawa implikasi yang lebih Proses patologik yang terjadi berkatan erat denganserius dibanding lgM-FR. adanya kompleks (oto)antigen (oto)antibodi yang keberadaannya dapat menimbulkan berbagai masalahFaktor reumatoid lgA. Mengenai antibodi dari klas lgA, yang seius. Perkembangan yang pesat terhadap deteksidi samping dengan cara tersebut di atas, juga dapat antibodi membawa pengaruh terhadap fungsi pemeriksaanditunjukkan dengan cara imuno-elektroforesis dan antibodi.imunoabsorbsi kuantitatif. Di samping terdapat dalamserum, juga dapat ditemukan dalam saliva. Adanya antibodi termasuk autoantibodi sering dipakai dalam upaya membantu penegakkan diagnosisKepentingan pemeriksaan antibodi ini masih dipertanyakan, maupun evaluasi perkembangan penyakit dan terapi yangkarena itu belum dapat dilakukan secara rutin, namun diberikan. Menjadi suatu pertanyaan sejauh mana peranfaktor ini belum banyak dipelajari karena dipertanyakan pemeriksaan autoantibodi atau antibodi secara umumnilai kliniknya. Koopman dkk menemukan bahwa polimer dalam proses patogenik penyakit reumatik.lgA-FR dibuat oleh sel-sel plasma sinovial secara invitro dan produks inya relatif tidak sensitif terhadap Pembentukan autoantibodi cukup kompleks danefek stimulasi dari zat-zat mitogenik . Kenyataan ini belum ada satu kajian yang mampu menjelaskan secaramenunjukkan perbedaan yang jelas antara sistesis lgA- utuh mekanisme patofisiologiknya. Demikian pula halnyaFR dan lgM-FR. Dalam hal ini dipertanyakan apakah dengan masalah otoimunitas. Pada masalah yang terakhir,perbedaan itu mempunyai arti penting secara klinik pada dikatakan terdapat kekacauan dalam sistem toleransi imunpasien AR. dengan sentralnya pada T-helper dan melahirkan banyak hipotesis, antara lain modifikasi otoantigen, kemiripan atauFaktor reumatoid lgE. Faktor ini hanya ditemukan dalam mimikri molekular antigenik terhadap epitop sel-T, crossjumlah kecil (50-600 ng/cc) . Zuraw dkk menemukan reactive peptide terhadap epitop sel-B, mekanisme bypasspeningkatan kadar faktor ini pada 18 dari 20 pasien AR idiotipik, aktivasi poliklonal dan sebaginya. Mekanisme lainseropositif. Karena kompleks imun lgE dapat melepaskan juga dapat dilihat dari sudut adanya gangguan mekanismehistamin dam mediator-mediator lainnya dari sel-sel regulasi sel baik dari tingkat thymus sampai ke perifer.mastosit maka kemungkinan bahwa faktor ini mungkin Kekacauan ini semakin besar kesempatan terjadinyaberperanan dalam memicu terjadinya vaskulitis reumatoid sejalan dengan semakin bertambahnya usia seseorang.dengan meningkatkan deposit kompleks lgG dalamdinding pembuluh darah. Autoantibodi relatif mudah ditemukan pada seseorang tan pa disertai penyakit otoimun. Tentunya hal tersebut harusTEKNIK ANALISIS ditunjang oleh sensitivitas pemeriksaan labaoratorium yang tinggi . Apabila demikian maka autoantibodi dapatCara yang pal ing mudah dalam mengukur lgM-FR ialah ditemukan secara universal sebagai mekanisme normalteknik aglutinasi yaitu cara non imunologik menggunakan di dalam badan terhadap produk sel. Dengan kata lainlateks dan cara imunologik menggunakan sel darah biri - autoantibodi dapat merupakan hal fisiologik . Dari sudutbiri. Baik lateks ataupun sel darah biri-biri ini dimaksudkan pemeriksaan laboratorium, adanya anggapan demikiansebagai perantara/amboseptor yang memungkinkan menimbulkan dua hal yang dapat menjadi hambatanpemunculan ikatan antigen antibodi. dalam terapan imunologik klinik . Dasarnya adalah, pertama, autoantibodi dapat ditemukan dalam serum Untuk mendapatkan konsistensi hasil pemeriksaan orang normal tanpa manifestasi penyakit. Umumnyamaka perlu digunakan gabungan serum positif kuat dan autoantibodi tersebut berada dalam titer rendah danserum positif lemah yang telah diketahui titernya sebagai memiliki afinitas buruk terhadap antigen yang berkesuaian,kontrol kualitas internal. ldealnya ialah merujuk dua serta sebagian besar tergolong imunoglobulin M. Kedua,kontrol sera dari WHO sehingga pengukurannya dapat deteksi auto-antibodi pada umumnya memerlukan datadiseragamkan dalam hitungan unit internasional. empirik dalam hal ambang batas nilai positif. Dengan kata lain apabila nilai terukur berada di atas ambang tersebut

3112 REUMATOLOGIbaru dikatakan memiliki kemaknaan klinis. dilakukan dengan metoderadioimmunoassay, ELISA dan Umumnya autoantibodi itu sendiri tidak segera C.luciliae immunofluoresens.menyebabkan penyakit. Oleh karenanya, lebih baik auto- Antihiston (Nukleosom) Antibodi antihiston merupakan suatu antibodi terhadapantibodi dipandang sebagai petanda (markers) proses komponen protein nukleosom yaitu kompleks DNA- protein (suatu substruktur dari inaktif kromatin transkripsi) .patologik daripada sebagai agen patologik. Kadarnya yang Pote in histon terdiri dari H1,H2A,H2B,H3 dan H4.Antibodidapat naik atau turun dapat berkaitan dengan aktivitas ini dapat dideteksi dengan pemeriksaan ELISA, indirectpenyakit atau sebagai hasil intervensi terapi . Kompleks immunofluoresence atau imunoblot. Pada 50-70% LES(oto)antigen dan autoantibodilah yang akan memulai terdapat antibodi antihiston terutama terhadap protein H1,rangkaian penyakit otoimun. Hingga saat ini hipotesis yang H2B diikuti H2A, H3 serta H4, dan biasanya berhubungandianut adalah autoantibod i baru dikatakan memiliki peran anti dsDNA. Antibodi in i juga ditemukan pada lupusdalam perkembangan suatu penyakit reumatik otoimun induksi obat dan berhubungan dengan anti ssDNA. Anti -apabila ia berperan dalam proses patologiknya. bodi antihistonjuga ditemukan dengan kadaryang rendah pad a artritis reumatoid, artritis reumatoid juvenile, sirosis Autoantibodi yang terbentuk terhadap suatu antigen bi lier primer, hepatitis autoimun, skleroderma, Epstein Barrdapat dimiliki oleh sejumlah penyakit yang berbeda dan virus, penyakit Chagas, schizofrenia, neuropati sensorik,yang demikian itu dikenal sebagai antibodi yang tidak gammopati monoklonal dan kanker.spesifik. Salah satunya yang dapat dikelompokkan pada Anti-Kuautoantibodi ini adalah anti nuclear antibody (ANA). Anti -Ku adalah suatu antibodi te rhadap antigen Ku yang terdapat pad a kromatin 1OS. Anti-Ku terdapat pad aDitemukannya satu jenis antibodi terhadap satu jenis scleroderma-polymyositis overlap syndrome.Anti-Ku jugapenyakit reumatik otoimun saja merupakan harapan dari ditemukan pada 20-40% serum pasien LES, >20% padabanyak ahli . Namun hal ini masih jauh dari kenyataan pasien hipertensi pulmonal primer dan > 50% serumkarena adanya tumpang tindih berbagai penyakit yang pasien penyakit Graves.mendasarinya, serta besarnya kemaknaan klinis suatuautoantibodi . Sayangnya disinilah letak kebanyakan Anti snRNPketerbatasan pemeriksaan autoantibodi. Anti snRNP adalah suatu auto antibodi terhadap partikel small nuclear ribocleoprotein dari RNA. Anti-Sm dan antiAntibodi Antinuklear (ANA) U1 snRNP termasuk golongan anti snRNP. Anti U1 snRNPAntinuklear antibodi merupakan suatu kelompok memiliki hubungan klinis sebagai petanda untuk MCTD danautoanti-bodi yang spesifik terhadap asam nukleat dan dijumpai 30-40% pasien SLE.Anti Sm mempunyai spesifisitasnukleoprotein, ditemukan pada connective tissue disease yang tinggi terhadap SLE (spesifisitas 99%),walaupunseperti SLE, sklerosis sistemik, mixed connective tissue hanya ditemukan pada 20-30% pasien SLE.diasease (MCTD) dan sindrom sjogren 's primer. ANApertama kali ditemukan oleh Hargraves pada tahun 1948 SS-A/anti Ropada sumsum tulang pasien SLE. Dengan perkembangan Antibodi ini mempuyai spesifisitas yang berbeda terhadappemeriksaan imunodifusi dapat ditemukan spesifisitas partikel ribonucleoprotein yaitu partikel ribonucleoproteinANA yang baru seperti Sm , nuclear ribocleoprotein 60 kD dan 52 kD. Antibodi Ro ditemukan pada 40-95%(nRNP), Ro/SS-Adan La/SS -B.ANA dapat diperiksa dengan Sindrom Sjogren dengan manifestasi ekstraglandularmenggunakan metode imunofluoresensi. ANA digunakan (keterlibatan neurologi s, vaskulitis, anemia, limfopenia,sebagai pemeriksaan penyaring pada connective tissue trombositopenia) dan 40% pasien SLE.disease.Dengan pemeriksaan yang baik, 99% pasien SLEmenunjuk-kan pemeriksaan yang positif, 68% pada pasien SS-B/anti Lasindrom Sjogrens dan 40% pada pasien skleroderma. Targen antigen oleh antibodi ini adalah partikelANA juga pada 10% populasi normal yang berusia > 70 ribonucleoprotein 47 kD yang mempunyai peranan dalamtahun . proses terminasi transkripsi RNA polimerase Ill. Antibodi ini dijumpai pada 80% pasien Sindrom Sjogren, 10% pasienAntibodi terhadap DNA (Anti dsDNA) SLE dan 5% pasien sklerodermaAntibodi terhadap DNA dapat digolongkan dalam antibodiyang reaktif terhadap DNA natif (double stranded DNA).Anti Sci 70 atau Anti Topoisomerase 1dsDNA positif dengan kadar yang tinggi dijumpai pada Topoisomerase 1 merupakan antigen yang terdapat dalam73 % SLE dan mempunyai arti diagnostik dan prognostik.Kadar anti dsDNA yang rendah ditemukan pada sindromSjogrens, artritis reumatoid . Peningkatan kadar anti dsDNAmenunjukkan peningkatan aktivitas penyakit. Pada SLE,anti dsDNA mempunyai korelasi yang kuat dengan nefritislupus dan aktivitas penyakit SLE. Pemeriksaan anti dsDNA

PEMERIKSAAN CRF, FAKTOR REUMATOID, AUTOANTIBODI DAN KOMPLEMEN 3113sitoplasma. Anti topoisomerase 1 terdapat pada 22-40% Tabel 5. Penyakit yang Berhubungan dengan Defisiensipasien skleroderma dan 25-75% pasien sklerosis sistemik. KomplemenSecara umum anti tropo isomerase 1 merupakan faktorpediktor untuk keterlibatan kulit yang difus, lama penyakit Komplemen Penya k i tatau hubungan dengan kanker, fibrosis paru, timbulnya C1qparut (scar) pada jari jari dan keterlibatan jantung. C1r SLE, glomerulonefritis, poikiloderma C1s kongenitalAntisentromer C1-INH SLE, glomerulonefritis, lupus like syndromeAntibodi antisentromer mempunyai target pada proses C4 SLEmitosis. Antisentromer ditemukan pada 22-36% pasiensklerosis sistemik. Antisentromer mempunyai korelasi C2 SLE,lupus diskoidyang erat dengan fenomena Raynauds, CREST (Calcinosis, SLE, rheumatoid vasculitis, dermato-Raynauds phenomenon, esophageal dysmotility, sclerodactily C3 myositis, lgA nephropathy, subacutedan telengiectasia) sclerosing panecephalitis, scleroderma, cs sjogrens syndrome, grave diseasePEMERIKSAAN KOMPLEMEN SLE, discoid lupus, polymyositis, Henoch- C6 Schonlein purpura,Hodgkins disease, vaKomplemen adalah suatu molekul dari sistem imun yang C7 sculitis,glomerulonefritis,hypogamma -tidak spesifik. Komplemen terdapat dalam sirkulasi dalam globulinemiakeadaan tidak aktif. Bila terjadi aktivasi oleh antigen, CB Vasculitis, lupus like syndrome, glomerulo-kompleks imun dan lain lain, akan menghasilkan berbagai C9 nefritismediator yang aktif untuk menghancurkan antigentersebut. SLE, infeksi Neisseria Komplemen merupakan salah satu sistem enzim yang infeksi Neisseriaterdiri dari ± 20 protein palasma dan bekerja secara berantai SLE, rheumatoid arthritis, Raynauds(self amplifying) seperti model kaskade pembekuan darah phenomenon, sclerodactyly, vasculitis,dan fibrinolisis . Komplemen sudah ada dalam serum infeksi Neisserianeonatal, sebelum dibentuknya lgM . Dalam mobilitaselektroforesis, termasuk kelompok alfa dan beta globulin. SLE ,infeksi NeisseriaKomplemen dihasilkan terutama oleh sel hati dan beredardalam darah sebagai bentuk yang tidak aktif (prekursor), infeksi Neisseriabersifat termolabil. Pengaktifan, berlangsung melalui duajalur, yaitujalur klasik (imunologik) danjalur alternatif (non- makrofag, trombosit dan sel B. hal ini memeperbesarimunologik). Keduajalur berakhir dengan lisis membran sel bangunan ikatan kompleks tersebut sehingga lebihatau komplek Ag-Ab. Jalur klasik diprakarsai oleh : Clq, Cir, mempermudah pengenalan benda asing tersebutCls, C4 dan C2. Sedangkan jalur alternatifnya dicetuskan yang akhirnya mempercepat aksi pembersihan .oleh properdin, faktor B, faktor D dan C3 . Terminal Dengan demikian C3b mempunyai efek gandapenghancur kedua jalur tersebut ialah C5-9. Aktivasi ini, yaitu di samping sebagai trigger dalam menggiringmasih diimbangi oleh beberapa protein pengatur yaitu proses penghancuran melalui jalur alternatif, jugainhibitor C1, inaktivator C3b, protein pengikat C4, dan sebagai opsonin dalam memacu proses fagositosis.faktor H. sebagai konsekuensi biologik dari aktivitas Konsentrasi C3 dan C4, ditemukan meningkat dalammembranolisis ini dilepaskan berbagai subkomponen dari cairan saku gusi dari gingiva yang meradang. Jadibeberapa komponen yaitu : komplemen mampu menyingkirkan kuman setelah bergabung dengan antibodi. Aktivitas kemotaktik oleh C3a, dan Anafilatoksin oleh C3a dan C5a, yang melepaskan histamin dari basofil Pada SLE, kadar C1 ,C4,C2 dan C3 biasanya rendah, ataupun mastosit dan seritinin dari platelet. tetapi pada lupus kutaneus normal.Penurunan kadar Aktivasi seperti kinin oleh C2 dan C4, yang bekerja kompemen berhubungan dengan derajat beratnya SLE meningkatkan permebilitas vaskular dalam sistem terutama adanya komplikasi ginjal. Observasi serial pada amplikasi humoral pasien dengan eksaserbasi, penurunan kadar komplemen Memacu fagositosis oleh C3b terlihat lebih dahulu dibanding gejala klinis. Fagositosis dapat terjadi terhadap kompleks Ag-Ab- C3b, karena pemilikan reseptor C3b pada sel neutrofil, REFERENSI Breedveld F. New Insight in the pathogenesis of RA. J.Rheumatol 25; 1998: 3-7. Cohen AS. Laboratory diagnostic procedures in the rheumatic diseases. Grune & Stratton, Inc. Sidney, Tokyo 1985. Dunne J. V, Carson DA, Spiegelberg H, dkk. IgA Rheumatoid factor in the sera and saliva of patient, with RA and Sjogren syndrom. Ann. Rheum Dis. 38; 1979:161.

3114 REUMATOLOGIEdmonds J. Immunological Mechanism and Investigations, in Rheumatic Disorders Med Int. 1985:896-900Feltkamp TEW. Immunopathogenese van Rheumatoide arthritis. Het Medischyaar 1981. Utrech: Scheltme & Holkema, 1980: 452-464.Klein F, Bronsveld W, Norde W, dkk. A modified Latex Fixation Test of the detection of Rheumatoid factors. J Clin Path 1979; 32: 90.H H Chng. Laboratory test, in rheumatic diseases Singapore med J. 1991;32:272-275.Klippel JH, Crofford LJ, Stone JH, Weyand CM in Primer on Rheumatic Disease 12th ed,Atlanta,Arthritis Fondation 2001.Kalim H, Handono K, Arsana PM ed in Basic Immuno Rheumatol- ogy, Malang, Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 200Maddison, P J. the use of the laboratory in diagnostic rheumatol- ogy. Proc 4th Asean congress of rheumatology Singapore 1993: 117- 122.Monestier. M, Bellon B, Manheimer dkk, Rheumatoid factor Ann NY Acad. Sc 475; 1986: 107.N.G. Suryadhana. dkk Membandingkan hasil lateks clan tes he- maglutinasi dalam diagnosis penyakit reumatoid arthritis. Kopapdi V, 1981: ha! 1675-1691.Ruddy S, Harris ED, Sledge CB, Budd RC Sergent JS in Kelleys Textbook Of Rheumatology 6th ed,Philadelphia,WB saunders Company,2001.Roitt I. Essential Immunology. Oxford: Blackwell Science. 1997: 399405-Rose NR. The use of autoantibodies. In. Peter JB, Shoenfeld Y, eds: Autoantibodies. Elsevier Sciences B.V. 1996: xxvii-xxixSuryadhana NG. Pemeriksaan laboratorium pada penyakit sendi, bull Rheumatol ind. 1994; 1: 7-11 . Suryadhana N G clan Nasution A R. Mekanisme clan pemeriksaan imunologi pada penyakit sendi. MKl 1993; 43: 24-29.Suryadhana. dkk Hubungan titer FR dengan keaktifan penyakit. Kopapdi VI, Jakarta 1984 page 2040-2044Siegert CE, Daha MR Tseng CM, Coremans IE, Es LA van, Breedveld FC. Predictive value of IgG autoantibodies against Clq for nephritis in systemic lupus erythematosus. Ann Rheum Dis 1993; 52: 8516-.Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA in Current Medical Diagnosis & Treatment 43th ed, Lange Medical Books/ McGraw-Hill,2004.Tighe H clan Carson DA. Rheumatoid factors. Dalam: Kelley's. Textbook pf rheumatology. WB. Saunders Co. Tokyo. 1997 : p 241249-Tan E M. Role of autoantibodies: Diagnostic markers, immune system reporters and initiator of pathogenesis. Proceeding 9th APLAR Congress. Beijing: Chinese Rheumatology Association. 2000: 1019-.Yanossy. G, Duke 0 . Poultier L.W dkk. RA : A Disease of T Lymfhosyte/Macrophage immunoregulation Lancet 2; 1981:839.

410 NYERIBambang Setiyohadi, Sumariyono, Yoga I. Kasjmir, Harry Isbagio, Handono KalimMenurut The International Association for the study of hari, toleransi nyeri lebih penting dibandingkan denganpain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai pengalaman ambang nyeri.sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yangberhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial TERMINOLOGI NVERIakan menyebabkan kerusakan jaringan. Persepsi yangdisebabkan oleh rangsangan yang potensial dapat Alodinia adalah nyeri yang dirasakan oleh pasien akibatmenimbulkan kerusakan jaringan disebut nosisepsion. rangsang non-noksius yang pada orang normal, tidak-Nosisepsion merupakan langklah awal proses nyeri. Reseptor menimbulkan nyeri. Nyeri ini biasanya didapatkan padaneurologik yang dapat membedakan antara rangsang pasien dengan berbagai nyeri neuropatik, misalnyanyeri dengan rangsang lain disebut nosiseptor. Nyeri dapat neuralgia pasca herpetik, sindrom nyeri regional kronikmengakibatkan impairment dan disabilitas. Impairment dan neuropati perifer lainnya.adalah abnormalitas atau hilangnya struktur atau .fungsianatomik, fisiologik maupun psikologik. Sedangkan Hiperpatia adalah nyeri yang berlebihan, yang ditimbul-disabilitas adalah hasil dari impairment, yaitu keterbatasan kan oleh rangsang berulang. Kulit pada area hiperpatiaatau gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas biasanya tidak sensitif terhadap rangsang yang ringan,yang normal. tetapi memberikan respons yang berlebihan pada rangsang multipel. Kadang-kadang, hiperpatia disebutjuga disestesi Persepsi yang diakibatkan oleh rangsangan yang sumasi.potensial dapat menyebabkan kerusakanjaringan disebutnosisepsi, yang merupakan tahap awal proses timbulnya Disestesi adalah adalah parestesi yang nyeri. Keadaan ininyeri. Reseptor yang dapat membedakan rangsang noksius dapat ditemukan pada neuropati perifer alkoholik, ataudan non-noksius disebut nosiseptor. Pada manusia, neuropati diabetik di tungkai. Disestesi akibat kompresinosiseptor merupakan terminal yang tidak tediferensiasi nervus femoralis lateralis akan dirasakan pada sisi lateralserabut a-delta dan serabut c. Serabut a-delta merupa- tungkai dan disebut meralgia parestetika.kan serabut saraf yang dilapisi oleh mielin yang ti pis danberperan menerima rangsang mekanik dengan intensitas Parestesi adalah rasa seperti tertusukjarum atau titik-titikmenyakitkan, dan disebut juga high-threshold mechano- yang dapat timbul spontan atau dicetuskan, misalnya ketikareceptors. Sedangkan serabut c merupakan serabut yang saraf tungkai tertekan. Parestesi tidak selalu disertai nyeri;tidak dilapisi mielin. bila disertai nyeri maka disebut disestesi. lntensitas rangsang terendah yang menimbulkan Hipoestesia adalah turunnya sensitivitas terhadappersepsi nyeri, disebut ambang nyeri. Ambang nyeri bi- rangsang nyeri. Area hipoestesia dapat ditimbulkanasanya bersifat tetap, misalnya rangsang panas lebih dari dengan infiltrasi anestesi lokal.50°( akan menyebabkan nyeri. Berbeda dengan ambangnyeri, toleransi nyeri adalah tingkat nyeri tertinggi yang Analgesia adalah hilangnya sensasi nyeri pada rangsangandapat diterima oleh seseorang. Toleransi nyeri berbeda- nyeri yang normal. Secara konsep, analgesia merupakanbeda antara satu individu dengan individu lain dan dapat kebalikan dari alodinia.dipengaruhi oleh pengobatan. Dalam praktek sehari-

3116 REUMATOLOGIAnestesia dolorosa, yaitu nyeri yang timbul di daerah Nyeri neuropatik, timbul akibat iritasi atau trauma padayang hipoestesi atau daerah yang didesensitisasi. saraf. Nyeri seringkali persisten, walaupun penyebabnya sudah tidak ada. Biasanya pasien merasakan rasa sepertiNeuralgia yaitu nyeri yang timbul di sepanjang distribusi terbakar, seperti tersengat listrik atau alodinia dansuatu persarafan. Neuralgia yang timbul di saraf skiatika disestesia .atau radiks S1 , disebut Skiatika. Neuralgia yang terseringadalah neuralgia trigeminal. Nyeri psikogenik, yaitu nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatik dan nyeri neuropatik, dan memenuhiNyeri tabetik, yaitu salah satu bentuk nyeri neuropatik kriteria untuk depresi atau kela inan psikosomatik.yang timbul sebagai komplikasi dari sifilis Nyeri somatikNyeri sentral, yaitu nyeri yang diduga berasal dari otakatau medula spinalis, misalnya pada pasien stroke atau Nyeri nosiseptifipasca trauma spinal. Nyeri terasa seperti terbakar dan {lokasinya sulit dideskripsikan. Nyeri viseralNyeri pindah (referred pain) adalah nyeri yangdirasakanditempat lain, bukan ditempat kerusakan jaringan yang Nyerimenyebabkan nyeri. Misalnya nyeri pada infark miokardyang dirasakan di bahu kiri atau nyeri akibat kolesistitis Nyeri neuropatikyang dirasakan di bahu kanan . Nyeri non-nosiseptifNyeri fantom yaitu nyeri yang dirasakan paada bagian {tubuh yang baru diamputasi; pasien merasakan seolah - Nyeri psikogenikolah bagian yang diamputasi itu masih ada. MEKANISME NYERISubstansi algogenik adalah substansi yang dilepaskanoleh jaringan yang rusak atau dapat juga diinjeksi sub- Proses nyeri mulai stimulasi nociceptor oleh stimuluskutaneus dari luar, yang dapat mengaktifkan nosiseptor, noxiuos sampai terjadinya pengalaman subyektif nyerimisalnya histamin, serotonin, bradikinin, substansi-P, K•, adalah suatu seri kejadian elektrik dan kimia yang bisa dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu : transduksi, trans-w,.Prostaglandin. Serotonin, histamin, K•, dan prosta - misi, modulasi dan persepsi.glandin terdapat di jaringan; kinin berad1 di plasma; Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasisubstansi - P berada di terminal saraf aferen primer; nociceptor oleh stimulus noxiuos pada jaringan, yanghistamin berada didalam granul-granul sel mast, basofil kemudian akan mengakibatkan st imulasi nosiseptordan trombosit dimana disini stimulus noxious tersebut akan dirubah menjadi postensial aksi . Proses ini disebut transduksiNyeri akut, yaitu nyeri yang timbul segera setelah atau aktivasi reseptor. Selanjut nya potensial aksi tersebutrangsangan dan hilang setelah penyembuhan. akan ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama trans-Nyeri kronik, yaitu nyeri yang menetap selama lebih dari misi adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer3 bulan walaupun proses penyembuhan sudah selesai . ke kornu dorsalis medula spinali s, pada kornu dorsalis ini neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunanKLASIFIKASI NYERI sarap pusat. Dari sini j aringan neuron tersebut akan naik ke atas di medula spinalis menuju batang otak danNyeri nosiseptif, adalah nyeri yang timbul sebagai talamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antaraakibat perangsangan pada nosiseptor (serabut a-delta dan talamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yangserabut-c) oleh rangsang mekan ik, termal atau kemikal. mengurusi respons persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri . Tetapi rangsangan nos iseptifptif tidakNyeri somatik adalah nyeri yang timbul pada organ non selalu menimbulkan persepsi nyeri dan sebaliknya persepsiviseral, misal nyeri pasca bedah, nyeri metastatik, nyeri nyeri bisa terjad i tanpa stimulasi nosiseptifptif. Terdapattulang, nyeri artritik. proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yangNyeri viseral adalah nyeri yang berasal dari organ viseral, paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medulabiasanya akibat distensi organ yang berongga, misalnya spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesanusus, kandung empedu, pankreas, jantung. Nyeri viseral nyeri di relai menuju ke otak dan menghasilkanseringkali diikuti referred pain dan sensasi otonom, seperti pengalaman yang tidak menyenangkan.mual dan muntah.

NYERI 3117 Ekstremitas bawah s;tang tubuh misi stimulus menuju susunan saraf pusat. Badan sel dari / neuron -neuron ini terdapat pada ganglion radix dorsalis. Korteks Axon dari neuron ini memiliki dua cabang yaitu yang Tala mus menuj u perifer, yang bagian terminalnya sensitif ter-Hip o tal amu s hadap stimulus noxious; dan cabang lainya yang menuju susunan saraf pusat, dimana kemudian akan bersinap Fasciculus dengan neuron susunan saraf pusat di kornu dorsal is r\"'<>'--.'\"\"'~·ir- - - · anterolateral medula spinalis. spinota lamikus Medula Spinalis Kornu dorsalis medula spinalis merupa kan relay point spinoretiku laris pertama yang membawa informasi sensoris ke otak dari spinomese ncehalicus perifer. Gray matter mengandung badan sel saraf dari neuron -neuron spinalis dan white matter mengandungPeritoneu m Spinalissegmen axon yang naik atau turun dari otak. Rexed membagiparietal da · Lumbar gray matter menjadi 10 lamina. Lam ina I-VI terdapat padapleura kornu dorsalis dan mengandung interneuron yang merelay informasi sensoris menuju ke otak. Ganglion akar dorsal- - - - Pada kornu dorsalis serabut aferen nosisepsi mem-Gambar 1. Mekanisme proses nyeri bentuk hubungan dengan neuron-neuron proyeksi atau interneuron inhibisi atau eksitasi lokal untuk mengaturlabel 1. Klasifikasi Neuron aliran informasi nosisepsi ke pusat yang lebih tinggi.Tipe Kecepatan Diameter Karakteristik Terdapat 3 kategori neuron pada kornu dorsalis yaitu neuron proyeksi, interneuron eksitasi dan interneuronAa Konduksi Neuron Motorik skeletal (M) inh ibisi. Neuron proyeksi bertanggung jawab untuk Sentuhan, getaran, dan membawa signal aferen ke pusat yang lebih tinggi, yangA~ (m/s) (µm) tekanan ringan (M) terdiri dari 3 tipe neuron yaitu nocicptive-spesific cells Propriosepsi intrafusal (M) (NS), low treshold (LT) neuron dan wide dynamic rangeAy 60-120 12-22 Nosiseptif aferen primer (WDR) neuron.A5 (M) 50-70 4 - 12 Praganglionotonom (M) NEUROTRANSMITER PADA KORNU DORSALISB Nosiseptifeferen primer 35 -70 4-12 (unM) Terdapat banyak neurotransmiter yang berperanan padac 5-30 1- 5 Post gangl i on otonom proses nosiseptif di kornu dorsalis. Meskipun neuro- (unM) peptida dan asam amino tertentu berperan penting, tetapi 3-30 1.5-4 tidak ada bukti yang meyakinkan adanya neurotransmiter <3 < 1.5 t unggal untuk nyeri. Distribusi dari neuropeptida ini bisa berbeda di antara beberapa jaringan. Misalnya neuronAspek Perifer Nosisepsi radix dorsalis yang meng inervasi viseral umunmnyaTerdapat 2 t ipe serabut saraf aferen primer nosiseptif umumnya kaya akan substansi P dan CGRP dibandingyaitu serabut A' dan serabut C. Dua fungsi utama serabut dengan yang menginervasi kulit. Stimulus noxious akansaraf aferen primer adalah t ransdu ksi stimulus dan trans- mencetuskan pelepasan glutamat dan dan beberapa asam amino lain yang terdapat bersama -sama peptida pada terminal aferen primer. Glutamat dan aspartat adalah neurotransmiter utama dalam exitatory transmission pada tingkat spinal. Bahan ini disimpan pada terminal aferen primer nosiseptor dan dilepaskan sebagai respons terhadap aktivitas nosiseptif. Terdapat banyak neurotransm iter inhibitor yang memodulasi nosisepsi di segmen kornu dorsalis, seperti somatostatin, GABA, adenosin, alfa 2 adrenergik, taurin dan endocanabinoid.

3118 REUMATOLOGIDari Medula Spinalis Menuju ke Otak utama. Mekanisme modulasi informasi nosiseptif glisin diSinyal nosiseptif yang menuju ke kornu dorsal is di relay kornu dorsalis adalah melalui inhibisi postsinap.menuju pusat yang lebih tinggi di otak melalui beberapajalur yaitu traktus spinotalamikus, yang merupakan jalur Gate Control Theorynyeri utama; traktus spinoretikularis dan traktus spinomes-encephalic Aktivitas neuron di medula spinal is yang menerima input dari serabut nosiseptif dapat dimodifikasi oleh input dariDi Tingkat Otak neuron aferen non -nosiseptif. Konsep ini diperkenalkanTerdapat beberapa nukleus pada talamus lateral yaitunukleus ventral posterior lateral, nukleus ventral posterior oleh Melzac dan Wall pada 1965 sebagai gate controlmedial, nukleus ventral posterior inferior dan bagian pos- theory. Menu rut teori ini aktivitas pada serabut aferen A~terior dari nucleus ventromedial; serta di daerah medialtalamus yaitu talamus centrolateral, bagian ventrocaudal menghambat respons neuron kornu dorsalis dari inputdari nukleus dorsomedial dan nukleus para fasikular yang serabut Adan serabut C. TENS untuk menghilangkan nyeriberperanan pada proses nyeri. Didaerah kortex cerebri didasarkan pada teori ini.yang memiliki fungsi nosisepsi adalah korteks somato-sensor primer, somatosensor sekunder serta daerah di- Kontrol Supraspinal/Descending Controlsekitarnya di parietal operculum, insula, anterior cingulatecortex dan korteks prefrontal. Kontrol nyeri supraspinal melalui dua jalur yang berasalMODULASI NOSISEPTIF dari midbrain (periaqueductal gray matter dan locus ceruleus) dan medula oblongata (nu cleus raphe magnusTerdapat beberapa tempat modulasi nyeri, tetapi yangpaling banyak diketahui adalah pada kornu dorsalis dan nukleus reticularis giganto cellularis). Sistem modulasimedula spinalis. Eksitabilitas neuron-neuron di medula nyeri ini menuju medula spinal is melalui funikulus dorso-spinalis tergantung dari keseimbangan dari input yang lateral. Neuron-neuron di rostroventral medula oblongataberasal dari nosiseptor aferen primer, neuron intrinsik membuat koneksi inhibisi pada kornu dorsalis lamina I, II dan V. Sehingga stimulasi neuron di rostroventralmedula spinalis dan descending system yang berasal dari medula oblongata akan menghambat neuron-neuron kornu dorsalis neuron-neuron traktus spinotalamikussupra spinal. yang memberikan respons stimulasi noxious. Serabut desenden lain yang berasal dari medula oblongata danKONTROL SEGMENTAL (SPINAL) pons juga berakhir pada kornu dorsalis superfisial dan menekan aktivitas nosiseptif neuron kornu dorsalis.Modulasi pada tingkat spinal aktivitas nosiseptif melibat-ka n sistem opioid endogen, inhibisi segmental , Neurotransmiter utama yang berperanan pada descendingkeseimbangan aktivitas antara input nosiseptif dan input pain control ini adalah serotonin (5-hydroxytryptamine,aferen lainya serta descending control mechanism. 5 HT) dan norepineprin (noradrenalin). Neuron-neuron serotoninergik dan noradrenergik turun melalui funikulus Reseptor opioid merupakan tempat kunci dalam dorsolateral dari batang otak menuju medula spinal is dananalgesia. Mekanisme analgesi utama dari opioid adalah berakhir pada kornu dorsalis, sangat berperanan pada modulasi nyeri. Aktivasi Reseptor ± 2 adrenergik akanmelalui inhibisi presinap dari injury-evoked neurotrans- mengakibatkan antinosisepsi. Sejumlah subtipe reseptormitter release dari neuron nosiseptif aferen primer (lebih serotoninergik telah diketahui di medula spinalis dan berberanan dalam transmisi nyeri. Stimulasi elektrik padadari 70% dari total OP3 (1/4) receptor site terdapat pada daerah periaqueductal dan nukleus raphe magnus akanterminal aferen primer). Opioid endogen tampaknyajuga mengakibatkan analgesia melalui pelepasan serotonin danmenyebabkan inhibisi postsinap neuron nociresponsive norepineprin endogen.kornu dorsalis. Transmisi input nosiseptif pada medulaspinalis bisa dihambat oleh aktivitas segmental dan r_aktivitas neuron descenden dari pusat supraspinal. GABAdan glisin berperan penting pada inhibisi segmental nyeri Aa./A p-fiberdi medula spinalis. GABA memodulasi transmisi afereninformasi nosiseptif melalui mekanisme presinap dan Gambar 2. Teori gate controlpostsinap. Konsentrasi terbesar GABA adalah pada kornudorsalis, dimana disini merupakan neurotransmiter inhibisi

NYERI 3119NYERI INFLAMASI berian PGE pada binatang percobaan tidak terbukti dapat memprovokasi nyeri secara langsung, tetapi harus adaPada proses inflamasi, misalnya pada artritis, proses nyeri kerjasama sinergistik dengan mediator inflamasi yang lainterjadi karena stimulus nosiseptor akibat pembebasan seperti histamin dan bradikinin.berbagai med iator bikomiawi selama proses inflamasiterjadi . lnflamasi terjadi akibat rangkaian reaksi imunologik Selain itu, tidak terdapat bukti yang kuat bahwayang dimulai oleh adanya antigen yang kemudian diproses prostaglandin dapat menimbulkan kerusakan jaringan secara langsung. Sebagian kerusakanjaringan pada prosesoleh antigen presenting cells (AP() yang kemudian akan inflamasi disebabkan oleh radikal hidroksil bebas yang terbentuk selama konversi enzimatik dari PGG2 menjadidiekskresikan ke permukaan sel dengan determinan HLA PGH atau pada proses fagositosis.yang sesuai. Antigen yang diekspresikan tersebut akandiikat oleh sel T melalui reseptor sel T pada permukaan 2sel T membentuk kompleks trimolekular. Kompleks tri- Pada proses inflamasi, terjadi interaksi 4 sistem yaitu sistem pembekuan darah, sistem kinin, sistem fibrinolisismolekular tersebut akan mencetuskan rangkaian reaksi dan sistem komplemen, yang akan membebaskan ber-imunologik dengan pelepasan berbagai sitokin (IL-1 , bagai protein inflamatif baik amin vasoaktif maupun zatIL-2) sehingga terjadi aktifasi, mitosis dan proliferasi sel kemotaktik yang akan menarik lebih banyak sel radangT tersebut. Sel T yang teraktifasi juga akan menghasilkan ke daerah inflamasi .berbagai limfokin dan mediator inflamasi yang bekerjamerangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas Pada proses fagositosis oleh sel polimorfonuklear, ter-fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel jadi peningkatan konsumsi 0 2 dan produksi radikal oksigenB untuk memproduksi antibodi. bebas seperti anion superoksida (02-) dan hidrogen per- oksida (Hpz). Kedua radikal oksigen bebas ini akan mem- Setelah berikatan dengan antigen, antibodi yangdihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan bentuk radikal hidroksil reaktif yang dapat menyebabkanmenendap pada organ target dan mengaktifkan sel radang depolimerisasi hialuronat sehingga dapat merusak rawanuntuk melakukan fagositosis yang diikuti oleh pem - sendi dan menurunkan viskositas cairan sendi.bebasan metabolit asam arakidonat, radikal oksigen bebas,enzim protease yang pada akhirnya akan menyebabkan NYERI PSIKOGENIKkerusakan pada organ target tersebut. Nyeri dapat merupakan keluhan utama berbagai kelainan Kompleks imun juga dapat mengaktifasi sistem psikiatrik, psikosomatik dan depresi terselubung. Pasienkomplemen dan membebaskan komponen aktif seperti nyeri kronik akibat trauma yang berat, misalnya kecelakaan,C3a dan CSa yang merangsang sel mast dan trombosit peperangan dan sebagainya, seringkali menunjukkanuntuk membebaskan amina vasoaktif sehingga timbul gambaran posttraumatic stress disorder, dimana pasienvasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular. selalu merasa dirinya sakitwalaupun secara medik kelainanSelain itu komponen komplemen CSa juga mempunyai fisiknya sudah sembuh . Dalam hal ini, pasien harusefek kemotaktik sehingga sel -sel polimorfonuklear dan diyakinkan bahwa keadaan psikologik ini sering terjadimononuklear akan berdatangan ke daerah inflamasi. dan dia harus berusaha untuk mengatasinya dengan baik karena keadaan fisiknya sebenarnya sudah sembuh. Sejak tahun 1971, telah diuketahui bahwa produuk Nyeri merupakan salah satu bentuk kelainan psiko-jalur siklooksigenase (COX) metabolisme asam arakidonat somatik, dimana pasien mengekspresikan konflik yang tidak disadarinya sebagai keluhan fisik . Keluhan ini dapatmempunyai peranan yang besar pada proses inflamasi. sedemikian beratnya sehingga mempengaruhi aktivitasTerdapat 2 isoform jalur COX yang disebut COX-1 dan sehari-harinya, termasuk pekerjaannya, aktivitas sosialnyaCOX-2. Jalur COX-1 mempunyai fungsi fisiologis yang dan hubungan interpersonalnya. Biasanya pasien akanaktifasinya akan membebaskan eikosanoid yang terlibat merasa se/alu sakit dan membutuhkan perhatian medikdalam proses fisiologis sepeerti prostasiklin, tromboksan- mengenai penyakitnya . Pasien dengan nyeri psikoso-A 2 dan prostag/andin-E2 (PGEz). Sebaliknya, jalur COX-2 matik akan mengeluh nyeri pada satu bagian tubuhnyaakan menghasilkan prostaglandin proinflamatif yang atau lebih sedemikian beratnya sehingga membutuhkanakan bekerjasama dengan berbagai enzim protease dan perhatian dokter. Keluhan nyeri ini sangat menonjolmediator inflamasi lainnya dalam proses inflamasi. dan tampak bahwa faktor-faktor psikologik akan sangat mem-pengaruhi timbulnya nyeri, perjalanan penyakit dan Dalam proses inflamasi, berbagai jenis prostaglandin eksaserbasi nyerinya, tetapi hal ini tidak disadari olehseperti PGE 1, PGE 2, PGl 2, PGD 2 dan PGA 2, dapat pasien dan selalu akan disangkal sehingga sangatmenimbulkan vasodilatasi dan demam. Di antara berbagai menyulitkan pengobatan. Pasien akhirnya akan tergantungjenis prostaglandin tersebut, PGl2, merupakan vasodilatorterkuat. Peranan prostaglandin dalam menimbulkan nyeripada proses inflamasi ternyata lebih kompleks. Pem -

3120 REUMATOLOGIpada berbagai obat analgesik, apalagi bila psikoterapi Sensitivitas Nyeritidak berhasil atau diabaikan. Banyak dibuktikan bahwa pasien-pasien depresi memiliki lebih banyak keluhan nyeri dari pada yang tanpa depresi.DEPRESI PADA NYERI KRONIK Beberapa penelitian menujukkan angka kejadian nyeri lebih tinggi pada pasien depresi dibanding populasiSecara tradisional perbedaan nyeri akut dan kronik di- umum . Data prevalensi depresi di antara pasien klinikdasarkan pada interval waktu sejak mulainya nyeri, ada nyeri bervariasi, tergantung metode penilaian danyang menyebutkan 3 bu Ian dan ada yang menyebutkan 6 populasi yang dinilai yaitu antara 10-100%. Sebaliknyabu Ian sejak mulainya nyeri digunakan sebagai batas nyeri keluhan nyeri didapatkan pada 30-60% pada pasienakut dan kronik . Batasan lain nyeri kronik adalah nyeri depresi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa pasienyang terus berlangsung melebihi periode penyembuhan depresi memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadapcedera jaringan. Batasan ini relatif tidak tergantung pada stimulus noxious, dengan kata lain pasien depresi memilikibatasan waktu, tetapi sayangnya berapa lama proses ambang nyeri yang lebih rendah . Pada penelitian terdahulupenyembuhan itu berlangsung masih belum begitu pasti. beberapa penelitian mendukung teori ini, tetapi padaPenulis lain mengartikan nyeri kronik sebagai nyeri yang penelitian akhir-akhir ini tidak terbukti . Nilai ambangmenetap lebih dari 3 bu Ian atau nyeri yang membutuhkan nyeri baik terhadap stimulus thermal maupun electric di-waktu perbaikan yang lebih lama dari yang seharusnya dapatkan meningkat pada pasien depresi. Pada penelitianatau yang norma. Lautenbacher dkk didapatkan bahwa nilai ambang nyeri pasien depresi justru lebih tinggi dari pad a pasien dengan Nyeri akut biasanya dicetuskan oleh cedera jaringan panic disorder maupun orang sehat.tubuh dan aktivasi nociceptor pada tempat kerusakanjaringan. Secara umum nyeri akut akan berakhir selama Biogenic Amine : Serotonin dan Norephineprinewaktu yang singkat dan sembuh bila kelainan yang men- Tingginya variasi hubungan antara tingkat beratnya cederadasari sudah sembuh. dan beratnya nyeri telah diketahui sejak penelitian Henry Behcer terhadap tentara di Anzio Beach pad a perang dunia Nyeri kronik biasanya dicetuskan oleh cedera tetapi ke dua. Sejak th 1970 banyak kemajuan yaitu identifikasimungkin diperberat oleh faktor-faktor yang baik secara adanya central nervous system mechanism of endogenouspatogenesis maupun fisikjauh dari penyebab aslinya. Pada pain modulaition.nyeri kronik, karena nyeri terus berlangsung tampaknyafaktor lingkungan dan afektif akhirnya berinteraksi dengan Stimulasi pada rostral ventomedial medulla atau dorso-kerusakan jaringan, yang berpengaruh pada terjadinya lateral pontine tegmentum akan mengakibatkan analgesiapersistensi nyeri dan perilaku nyeri. pada binatang percobaan dan inhibisi dari spinal pain transmission. Rostral ventromedial medulla adalah tempat Banyak penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian utama neuron serotoninergik yang menujuke kornu dorsalisdepresi pada pasien nyeri kronik dan kejadian nyeri kronik medula spinalis. Dorsolateral pontine tegmentumpada pasien depresi lebih tinggi dibanding populasi merupakan tempat utama neuron noradrenergik yangumum. Pada penelitian epidemiologi di Kanada, yang menuju kornu dorsalis. Kedua neurotransmitter ini meng-meneliti prevalensi dan korelasi depresi mayor pada pasien hambat nociceptive neuron-neuron kornu dorsalis.nyeri pinggang kronik didapatkan bahwa depresi mayor5,9% pada populasi yang tidak nyeri dan 19,8% pada Terdapat hipotesis bahwa mekanisme analgesia danpopulasi nyeri pinggang kronik.6 Pada penelitian ini juga antidepresi obat antidepresan yang memberikan efekdidapatkan orang-orang dengan nyeri pinggang kronik analgesia melalui peningkatan neurotransmisi6.2 kali kemungkinan untuk depresi dari pada orang yang serotoninergik dan noradrenergik. Saling ketergantungantidak nyeri. Demikianjuga sebaliknya angka kejadian nyeri antara sistem opioid dan nonopioid sudah dipikirkanpada pasien depresi lebih tinggi (30-60%) dari pada orang pada penelitian -penlitian yang menunjukkan peningkatanyang tidak depresi. Tetapi penelitian penelitian tersebut analgesi opioid bila diberikan antidepresan, dantidak menjelaskan apakah depresi menyebabkan nyeri penurunan analgesia opioid setelah penurunan serotoninkronik atau sebaliknya nyeri kronik yang menyebabkan dan norephineprin. Berdasarkan hal ini tampaknya bio-depres i. 5 genic amine berperan sangat penting pada modulasi nyeri endogen. Oleh karena terdapat deplesi atau gangguan Terdapat beberapa teori yang berusaha menjelaskan fungsi biogenic amine seperti serotonin dan norefineprin hubungan antara depresi dan nyeri kronik yaitu teori pada depresi, maka bisa dipahami bahwa hal ini bisa ber- biologi, psikologi dan sosiologi . Pada makalah ini akan peranan pada pengalaman dan penyampaian rasa nyeridibahas mekanisme kaitan nyeri kronik dan depresi dari pada pasien depresi mayor. sudut pandang teori biologi.

NYERI 3121KAJIAN AWAL TERHADAP RASA NYERI seperti pengaruhnya terhadap pola tidur, selera makan, enerji, aktivitas keseharian (activities of the daily living),Terdapat beberapa hal penting yang menjadi dasar kajian hubungan dengan sesama manusia (lebih mudah tersing-awal terhadap rasa nyeri yang dikeluhkan seorang pasien, gung dan sebagainya) atau bahkan terhadap mood (seringyaitu: menangis, marah atau bahkan berupaya bunuh diri), kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan atau pembicaraanLokasi Nyeri dan sebagainya .Mintalah pada pasien untuk menjelaskan daerah manayang merupakan bagian paling nyeri atau sumber nyeri. Gejala Lain yang MenyertaiWalaupun demikian perlu diperhatikan bahwa lokasi Apakah pasien menderita keluhan lainnya di sampinganatomik ini belum tentu sebaga i sumber rasa nyeri yang rasa nyeri seperti mual dan muntah, konstipasi, gatal,dikeluhkan pasien. Misalnya pada keluhan nyeri sciatic yang mengantuk atau terlihat bingung, retensio urinae sertadirasakan pasien sepanjang tubngkai bagian belakang, kelemahan?bukanlah lokasi sumber nyeri yang sebenarnya. Kesan dan Perencanaan Pengobatanlntensitas Nyeri Buatlah kesimpulan akan nyeri yang diderita pasien sertaPada umunya dipakai rating scale dengan analogi visual lakukan pemeriksaan fisik termasuk terhadap tanda-tandaatau dikenal sebagai Visual Analogue Scale (VAS). Mintalah vital. Evaluasi terhadap pengobatan sebelumnya danpasien membuat rating terhadap rasa nyerinya (0-10) baik apakah masih memberikan manfaat dalam mengatasi rasayang dirasakan saat ini, kapan nyeri yang paling buruk nyeri yang diderita pasien atau tidak. Pada bagian ini perludirasakan atau yang paling ringan dan pada tingkatan dievaluasi pula seberapa jauh pasien memahami akanmana rasa nyeri masih dapat diterima. masalah nyeri yang dialaminya. Selanjutnya pengobatan nyeri itu sendiri sebaiknya dikomunikasikan lehih dalamKualitas Nyeri dengan pasien agar terdapat kesenjangan yang dapatGunakan terminologi yang dikemukakan oleh pasien itu ditekan sekecil mungkin antara harapan seorang pasiensendiri seperti nyeri tajam, seperti terbakar, seperti tertarik, terhadap pengobatan yang diberikan oleh dokter dannyeri tersayat dan sebagainya . hasil pengobatan sebagai suatu kenyataan . Pada peng- obatan nyeri perlu diingat bahwa pendekatan awal adalahAwitan Nyeri, Variasi Durasi dan Ritme menggunakan tekhnik yang non invasif, sebagai contohPerlu ditanyakan kapan mulai nyeri terjadi, variasi lamanya menggunakan alat fisioterapi seperti ultra sonic lebihkejadian nyeri itu sendiri serta adakah irama atau ritme diutamakan dibandingkan blok saraf dan sebagainya.terjadinya maupun intensitas nyeri. Apakah nyeri tetapberada pada lokasi yang diceritakan pasien? Apakah nyeri Mengenai pemeriksaan fisik nyeri reumatik, makamenetap atau hilang timbul (breakhtrough pain)? diperlukan teknik tersendiri guna mendapatkan gambaran rasa nyeri yang diderita pasien. Terdapat beberapa metodaCara Pasien Mengungkapan Rasa Nyeri untuk mengkaji nyeri tekan, yaitu menggunakan 4-pointPerhatikan kata yang diungkapkan untuk menggambarkan compression technique, two-point technique, two-thumbrasa nyeri yang berbeda dari satu pasien ke pasien lainnya technique, single tuhum pressure technique, dan twodan tergantung dari pengalaman sebelumnya . Beberapa finger technique. Terhadap nyeri gerak umumnya dilakukankata di bawah ini yang biasanya diungkapkan pasien gerakan pasif fleksi ekstensi sesuai dengan batas lingkupberkaitan dengan rasa nyeri, yaitu : aching, stabbing, tender, gerak sendi (LGS) dari setiap sendi yang akan diperiksa.tiring, numb, dull, crampy, throbbing, gnawing, burning,penetrating, miserable, radiating, deep, shooting, sharp, ex- PENGUKURAN NYERIhausting, nagging, unbearable, squeezing dan pressure. Kesulitan dalam mengukur rasa nyeri ini disebabkanFaktor Pemberat dan yang Meringankan Nyeri oleh tingkat subyektivitas yang tinggi dan tentunyaApa saja yang dapat memperberat rasa nyeri yang diderita memberikan perbedaan secara individual. Di samping itupasien dan faktor apa yang meringankan nyeri hendaklah sebagaimana dikemukakan pada kajian awal terhadapditanyakan kepada pasien tersebut. nyeri di atas, belum terdapat metoda yang baku baik klinis maupun menggunakan alat atau pemeriksaan yang dapatPengaruh nyeri diterapkan pada semua jenis nyeri. Sebagai salah satuDampak nyeri yang perlu ditanyakan adalah seputar contoh sulitnya mengukur nyeri adalah ketidaktepatan apakualitas hidup atau terhadap hal-hal yang lebih spesifik yang dikemukakan oleh pasien, misalnya kesulitan pasien

3122 REUMATOLOGImendapatkan kata yang tepat dalam mendeskripsikan rasa No Moderate Severe Worstnyeri, kebingungan, kesulitan mengingat pengalaman, dan I I possiblepenyangkalan terhadap intensitas nyeri. pain Mild pain Pengukuran nyeri seyogyanya dilakukan seobyektif IImungkin dan dapat menggunakan beberapa metode Ipengukuran dan terbanyak adalah dengan kuesioner sertaobservasi pola perilaku terkait dengan rasa nyeri. Kategori Likert pain scalepengukuran nyeri beragam sekali namun yang termudahyaitu : pengukuran nyeri dengan skala kategorikal, Kelemahan dari pengukuran nyeri secara kategorikalnumerikal dan pendekatan multidimensional. Masing- ini adalah kecenderungan pasien untuk lebih condongmasing pendekatan pengukuran nyeri ini memiliki kelebihan pada kategori ke arah tengah yaitu nyeri sedang dibanding-dan kekurangan masing-masing serta tingkat obyektivitas- ka n ke arah ringan atau hebat. Juga tidak terdapatsubyektifitas berbeda-beda dan area yang menjadi tujuan panduan deskripsi rasa nyeri yang memadai.pengukuran apakah sensorik saja, apakah mencakup afektifserta adakah sifat evaluatif dari instrumen dimaksud. Pengukuran Nyeri Secara Numerikal Numerical rating scale (NSR) merupakan pengukuran nyeri Pengukuran nyeri dapat merupakan pengukuran satu dimana kepada pasien dimintakan untuk memberikan angka 1 sampai 10. Nol diartikan sebagai tidak ada nyeridimensional saja (one-dimensionaQ atau pengukuran ber- sedangkan angka 10 diartikan sebagai rasa nyeri yangdimensi ganda (multi-dimensionaQ. Pada pengukuran satu hebat dan tidak tertahankan oleh pasien. Pengukuran ini lebih mudah dipahami pasien baik bila kepada pasiendimensional umumnya hanya mengukur pada satu aspek tersebut dimintakan secara lisan atau mengisi form ke-nyeri saja, misalnya seberapa berat rasa nyeri menggunakan sioner. Salah satu bentuk yang dianggap oleh sebagian peneliti tidak identik adalah penggunaan visual analoguepain rating scale yang dapat berupa pengukuran katego- scale atau VAS.rikal atau numerikal misalnya visual analogue scale (VAS). 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Sedangkan pengukuran multi -dimensional dimaksudkantidak hanya terbatas pada aspek sensorik belaka, namun IIIIIIIIIIIjuga termasuk pengukuran dari segi afektif atau bahkanprosesd evaluasi nyeri dimungkinkan oleh metode ini. No WorstPengukuran Nyeri Secara Kategorikal pain possiblePengukuran nyeri tipe ini disebut sebagai pengukuransatu dimensi (one dimensionaQ dan baik pasien maupun paindokter dapat menggunakannya dengan mudah. Umumnyapengukuran kategorikal ini menempatkan pasien pada Bentuk di atas dapat diubah menjadi bentuk lain yangbebeapa kategori yang umum dipakai yaitu : tidak adanyeri, nyeri ringan, nyeri sedang dan nyeri hebat. Satu dikenal dengan 17-points box scale dimana angka-angkacontoh kelompok ini yang banyak dipakai adalah verbalrating scale. diletakkan dalam kotak berjajar serial. Pasien diminta untuk memberikan tanda silang pada intensitas nyeri Tidak terdapat nyeri tentunya diartikan pasien sebagai yang dirasakan.tidak merasakan rasa nyeri. Sedangkan nyeri ringanumumnya diartikan sebagai nyeri yang umumnya ber- I11 0 1 2 3 • 5 6 7 8 9 10 11sifat siklik dan tidak mengganggu aktivitas keseharian .Analgetikum biasanya efektif mengatasi nyeri ringan Angka 0 menunjukkan tidak terdapat rasa nyeri se-ini. Dikatakan nyeri sedang bila nyeri bersifat episodik, dangkan 10 menandakan nyeri yang sangat hebat danterdapat masa eksaserbasi. Umumnya nyeri masih dapat tidak tertahankan.ditolerir walaupun pasien membutuhkan analgetikum.Pengobatan dengan analgetikum ini umumnya tidaklah Visual Analogue Scalemenghilangkan nyeri secara total. Rasa nyeri yang terjadi VAS adalah instrumen pengukuran nyeri yang palingakan meningkat apabila terjadi peningkatan aktivitas banyak dipakai dalam berbagai studi klinis dan diterap-eseharian atau aktivitas yang tidak biasa dilakukan pasien. kan terhadap berbagai jenis nyeri. Metoda pengukuranApabila pasien dalam melakukan aktivitas keseharian- ini sebagaimana yang dikembangkan oleh Stevenson KKnya merasa nyeri dan rasa nyeri tersebut menggangguaktivitasnya maka dikatakan pasien menderita nyeri hebat.Nyeri hebat tidak dapat diatasi dengan analgetikumsederhana atau hanya memberikan respons yang minimal.

NYERI 3123dan kawan-kawan dari Pusat Penanganan Nyeri Kanker di (Fishman 1987) berupa kartu dua sisi dimana salah satuWisconsin. Terdiri dari satu garis lurus sepanjang 10 cm.Garis paling kiri menunjukkan tidak ada rasa nyeri sama sisi menggambarkan intensitas nyeri dan mood pasien dansekali, sedangkan garis pal ing kanan menandakan rasanyeri yang paling bu ruk. Kepada pasien dimintakan untuk sisi lain merupakan modifikasi Tursky.memberikan garis tegak lurus yang menandakan derajatberatnya nyeri yang dirasakannya. Sebagai contoh bila Pengukuran Nyeri Secara Multi-dimensionalpasien tidak merasakan nyeri apapun, maka ia harus meng-gariskannya pada ujung sisi kiri dari garis VAS tersebut. Pengukuran nyeri dengan cara ini memberikan skala padalnstrumen VAS ini tidak menggambarkan jenis rasa berbagai dimensi yang berbeda-beda. Mislanya skala 3 dimensi yaitu : sensorik, afektif dan evaluatif sebagaimananyeri yang dialamai pasien, mislanya shooting pain dan terlihat pada salah satu pengukuran yang paling banyak dipakai untuk pendekatan multi-dimensional ini yaitusebagainya. Jadi sebagaimana pengukuran kategorika l,maka VAS juga mengukur nyeri secara satu dimensi saja. the McGill Pain Questionaire (MPG, Melzack 1975) dalam bentuk format lengkap atau Short Form (SF-MPQ). McGill Pengukuran dengan VAS pada nilai di bawah 4 Pain Questionaire di atas membutuhkan waktu sekitar 5-10dikatakan sebagai nyeri ringan; nilai antara 4-7 dinyata - menit untuk mengisinya, sedangkan Short form nya cukupkan sebagai nyeri sedang dan di atas 7 dianggap sebagainyeri hebat. 2-5 menit saja. Apabila dikaitkan dengan artritis, maka Visual analogue scale ini memiliki beberapa tipe. arthritis impact measurement scales atau AIMS (MeenanNamun tetap mencerminkan satu dimensi pengukuran 1980) lah yang umumnya dipakai. AIMS ini mengukurnyeri saja. sembilan skala dimensi berbeda yaitu mulai dari nyeri, mobilitas, aktivitas fisik, peran sosial, aktivitas sosial, aktivitas Dua bentuk lagi hampir sama dengan tipe a namundalam posisi vertikal serta satu lainnya dibagi menjadi 20 hidup keseharian, depresi, ansietas dan dexterity.skala interval. Bentuk-bentuk lain pengukuran nyeri multi-dimen- Masih dalam kategori ini terdapatskala pengukuran nyeriyang lebih banyak dipakai pada anak-anak dan dikenal sional adalah: Patient outcome questionare didesain untuksebagai faces scale. lntensitas nyeri digambarkan oleh mengukur beratnya nyeri, intervensi, kepuasan terhadap kontrol nyeri dan beberapa aspek lain dalam pengobatankarikatur wajah dengan berbagai bentuk mulut. dan pemberian obat; Descriptor differential scale (GraceyNo Extremepain pain 1988) yang megukur komponen sensorik dan afektif nyeriI INo Extreme meggunakan skala rasio; Integrated pain score (Ventafriddapain1-___,M....,.i\"\"\"ld.,...---,-.,M=-o....,de_r_a_t---s=-e-v-e-re--1 pain 1983) yang mengukur baik intensitas maupun durasi nyeri; No ~---------------ii Extrl'.me Pain perception profile (Tursky 1976) yang digunakan untukpain M i I d M o d e t r a S e v e r e pain pengukuran dimensi sensorik, afektif dan intensitas nyeri; I No change West Haven-Yale multidimensional pain inventory (Kerns I No 1985) berupa 52 itens pengukuran nyeri kronik; Brief painExtreme! inventory (cleeland 1994) bagi pengukuran nyeri kanker,pain 1-S-e_v_e-re----------S-lig_h_t-1 pain demikian pula halnya dengan Unmet analgesic needs questionaire dan masih banyak lagi yang dibuat untuk©©@@@®® tujuan pengukuran ini baik pada pasien dewasa maupun Pada dasarnya kedua jenis pengukuran di atas pada pasien anak-anak.merupakan pengukuran terhadap skala nyeri (pain scale). Pengukuran Nyeri Menggunakan Alat Elektro- mekanikal atau Alat MekanisHingga saat ini terdapat 40 instrumen yang potensial Dolorimeter merupakan alat mekanis yang dipakai untukdipakai dalam pain scale tersebut. Adapun berbagai peng- kuantifikasi ambang nyeri baik pada sendi maupunukuran nyeri yang sering dijumpai adalah: verbal rating jaringan lunak. Alat yang paling banyak dipakai ada-scale, VAS, numerical rating scale, wisconsin brief pain lah Chatillon dolorimeter yang merupakan bentukquestionaire (Dout 1983) yang digunakan untuk mengukur penyempurnaan dari dolorimeter kuno Steinbrocker palpometer dan Hollander palpameter. Duajenis Chatillonnyeri pada saat nyeri hebat, berapa lama bertahan, rerata dolorimeter yaitu dengan tekanan 10 pound dan 20 pound.rasa nyeri dan nyeri saat ini, serta dampak nyeri pada Angka sepuluh pound dikemukakan oleh McCarty sebagaifungsi dan hasil pengobatan; memorial pain questionaire tekanan maksimum ibu jari pada pemeriksaan sendi. Analogi ibujari digantikan dengan rubber stopper setebal 1.5 cm pada alat tersebut. Selanjutnya alat ini memiliki pula pegas lingkar dan reading pointer yang akan memberikan pembacaan pada skala tertentu . Kepada pasien diminta-

3124 REUMATOLOGIkan untuk memberitahukan manakala ambang rasa nyeri penggunaan 1 atau 2 tablet (325-650 mg) setiap 4 jamtercapai dengan dilakukannya tekanan sebesar 5 pounds saat diperlukan, diminum dengan air minum . lritasiper detik atau 2 kg per detik. Alat serupa dengan tekanan gastrointestinal dapat dikurangi dengan makanan dan20 pound dipakai apabila dengan alat 10 pound terlihat antasida. Aspirin dalam bentuk enteric coated yang manaskor yang rendah .Jen is lain dolorimeter adalah pneumatic lebih mahal (Ecotrin dan lain -lain) sangat penting untukpressure dolorimeter dari Langley. mencegah iritasi lambung tetapi absorbsinya lambat. Efek samping utama aspirin terutama pada dosis tinggiPENATALAKSANAAN NYERI DENGAN OBAT- atau pemberian jangka panjang adalah iritasi lambungOBATAN dan pada pemeriksaan mikroskopik, perdarahan ter- jadi pada usus. Kadang-kadang ini menjadi perdarahanTerapi obat yang efektif untuk nyeri seharusnya memiliki gastrointestinal masif, biasanya pada peminum berat ataurisiko relatif rendah, tidak mahaI, dan onsetnya cepat. WHO pasien dengan riwayat ulkus peptik. Alergi aspirin jarangmenganjurkan tiga langkah bertahap dalam penggunaan terjadi dan mungkin bermanifestasi sebagai rinorrhea,analgesik. Langkah 1 digunakan untuk nyeri ringan dan polip nasal, asma, dan sangat jarang terjadi anafilaksis.sedang, adalah obat golongan non opioid seperti aspirin, Aspirin pada dosis tinggi dapat menghasilkan zat yangasetaminofen, atau AINS, ini diberikan tanpa obat mempengaruhi vitamin K, sehingga memperpanjangtambahan lain. Jika nyeri masih menetap atau meningkat, waktu penggumpalan.langkah 2 ditambah dengan opioid, untuk non opioiddiberikan dengan atau tanpa obat tambahan lain. Jika Asetaminofen . Asetaminofen pada dosis yang samanyeri terus-menerus atau intensif, langkah 3 meningkatkan dengan aspirin (650 mg oral setiap 4 jam) mempunyaidosis potensi opioid atau dosisnya sementara dilanjutkan efek analgetik dan antipiretik yang sebanding tetapinon opioid dan obat tambahan lain. efek antiinflamasinya lebih rendah dibanding aspirin. lni sangat berguna untuk orang yang tidak dapat men- Dosis pengobatan harus dijadwal secara teratur untuk toleransi aspirin atau pada gangguan perdarahan danmemelihara kadar obat dan mencegah kambuhnya nyeri. pada pasien yang mempunyai risiko Reye's syndrome. PadaDosis tambahan yang onsetnya cepat dan durasinya pendek, setiap dosis tinggi (misal >4 mg/hari pada pemberiandigunakan untuk nyeri yang menyerang tiba-tiba. jangka panjang, > 7 mg/hari sekaligus) asetaminofen dapat menyebabkan hepatotoksik, manifestasinya nek-Obat-Obatan Untuk Nyeri Ringan Sampai Sedang rosis hepatis yang ditandai dengan meningkatnya kadarBanyak orang dapat mengelola sakit dan nyeri dengan aminotransferase serum. Toksisitas dapat terjadi padaanalgesik OTC, termasuk aspirin, asetaminofen, dan ibu- dosis lebih rendah pada pengguna alkohol kronik .profen atau naproksen pada dosis 200 mg dosis formulasi .Untuk nyeri yang sedang, salisilat, AINS, atau asetaminofen Anti lnflamasi Non Steroid. Semua obat AINS merupakandosis yang lebih tinggi sering sudah memadai, jika tidak analgesik, antipiretik dan antiinflamasi yang kerjanya ter-dokter dapat meresepkan obat-obatan seperti kodein gantung dosis. Prinsipnya, obat-obat tersebut digunakanatau oksikodon. untuk mengontrol nyeri tingkat sedang pada beberapa gangguan muskuloskeletal, nyeri menstruasi dan lainnyaAspirin. Aktivitas aspirin terutama disebabkan oleh terutama keadaan yang bisa sembuh sendiri termasukkemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin. ketidaknyamanan pasca operasi .Aktivitas AINS meng-Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara hambat biosintesis prostaglandin. Prostaglandin adalahirreversibel (prostaglandin sintetase), senyawa yang famili hormone-like chemicals, beberapa di antaranyamengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi dibentuk karena respons kerusakan jaringan. Mekanismesenyawa endoperoksida, pada dosis tepat, obat ini akan yang lazim untuk semua AINS adalah menginhibisi enzimmenurunkan pembentukan prostaglandin maupun siklooksigenase (COX). COX ini diperlukan dalam pem-tromboksan A2 tetapi tidak leukotrien. Sebagian besar bentukan prostaglandin. Enzim ini dikenal dalam dua ben-dari dosis anti -inflamasi aspirin akan cepat dideasetilasi tuk, COX-1 yang melindungi sel-sel lambung dan intestinalmembentuk metabolit aktif salisilat yang menghambat dan COX-2 yang terlibat pada proses inflamasi jaringan,sintesis prostaglandin secara reversibel. Aspirin umumnya tidak identik dengan siklooksigenase yang ada padadigunakan sebagai obat pilihan pertama untuk meng- kebanyakan sel lain di dalam tubuh (COX - 1). Banyakobati nyeri ringan sampai sedang, aspirin ini merupakan dari obat ini pada beberapa tingkat, menginhibisiantipiretik efektif dan agen anti inflamasi. Efek analgesik agregasi platelet dan bisa menyebabkan perdarahandapat dicapai pada dosis yang lebih rendah dibanding lambung (risiko ini berhubungan dengan perdarahanefek anti inflamasinya. Aspirin tersedia dalam berbagai traktus gastrointestinal atas 1,5 kali normal dan insidensibentuk sediaan oral, yaitu 81 ; 325; dan 500 mg. Biasanya lebih tinggi pada pasien berusia lanjut), kerusakan ginjal

NYERI 3125(termasuk gagal ginjal akut, penurunan filtrasi glomerulair, nyeri berat pada pasien dewasa. Pada infark miokardsindroma nefrotik, nekrosis papilaris, nefritis interstitial, akut atau edema pulmo akut terjadi kegagalan vaskulardan asidosis renal tubuler tipe IV), supresi sumsum tulang, kiri, 2-6 ;,,g disuntikkan pelan-pelan intravena pada 5 mlrash, anoreksia, dan nausea. Kerusakan ginjal lebih sering cairan salin.terjadi pada laki-laki tua, pengguna diuretik, dan pasiendengan penyakitjantung. AINS secara umum tidak diberi- Metadon. Metadon 5-10 mg secara oral tiap 6-8 jamkan pada pasien yang menerima terapi antikoagulan oral. sering digunakan untuk menangani adiksi karena durasiKeuntungan lain AINS dibanding aspirin adalah durasi kerjanya lama.kerjanya yang lebih lama sehingga frekuensi pem -berian lebih rendah dan kepatuhan pasien lebih baik dan Kodein (sufat atau fosfat). Kodein sering digunakanfrekuensi efek samping pada gastrointestinal lebih bersama dengan aspirin atau asetaminofen untuk mem-rendah. perkuat efek analgesiknya. Kodein adalah penekan batuk yang kuat pada dosis 15-30 mg oral tiap 4 jam.Obat-obatan untuk Nyeri Sedang sampai BeratOpioid analgesik diindikasikan untuk nyeri sedang sampai Oksikodon dan hidrokodon. Obat-obat ini diberikanberat yang tidak berkurang dengan obat lain. Contohnya secara oral dan diresepkan bersama analgesik lain. Dosis-termasuk nyeri akut pada trauma berat, Iuka bakar, infark nya 5-7,5 mg setiap 4-6 jam pada tablet yang mengandungmiokard, batu ureter, pembedahan dan nyeri kronik pada aspirin 325 mg atau 500 mg.penyakit progresif seperti AIDS. Opioid efektif, mudahdititrasi dan mempunyai rasio manfaat-risiko yang baik. Meperidin. Meperidin 50-150 mg secara oral atau intra-Dosis besar opioid dibutuhkan untuk mengontrol nyeri muskuler setiap 3-4 jam memberikan efek analgesik yangjika nyeri berat dan penanganan lebih luas diperlukan sama seperti morfin pada nyeri akut tetapi sebaiknya di-jika nyerinya kronik . Opioid analgesik berguna juga untuk hindari pada nyeri kronik yang berat karena durasi kerjanyamenangani pasien yang dengan jalan yang lain tidak pendek dan pada insufisiensi renal karena akumulasi toksikberhasil. Terapi opioid yang berkelanjutan seharusnya metabolit obat ini mencetuskan kejang.didasarkan pada evaluasi dokter terhadap kesimpulanpenanganan (tingkat pengurangan nyeri, perubahan Tramadol. Tramadol adalah analgesik atipikal denganfungsi fisik dan psikologis, jumlah peresepan, nomor gambaran opioid dan non opioid, mempunyai kerjatelepon, kunjungan klinik atau unit kegawatan, rawat inap rangkap. Tramadol dan metabolitnya mengikat reseptordi rumah sakit, dan lain -lain). opioid: tramadol bekerja seperti trisiklik dan antidepresan untuk memblok pengambilan kembali norepinefrin dan Pemberian opioid dalam dosis terapi secara berulang serotonin. Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg tiapterus-menerus dapat mengakibatkan toleransi (peningkatan 4-6 jam sampai dosis total 400 mg/hari (maksimum 300dosis opioid yang dibutuhkan untuk mendapatkan mg/hari pada pasien umur 75 tahun atau lebih).efek analgesik yang sama) dan ketergantungan fis ik(gejala putus obat terjadi bila tiba -tiba opioid dihentikan/ Obatan-obatan Adjuvant untuk Mengontrol Nyeriwithdrawal syndrome atau abstinence syndrome, terjadi Kortikosteroid sangat membantu manajemen nyeri kanker.variasi tingkat dan periode penggunaan). Toleransi dan Deksametason 16-96 mg/hari secara oral atau intravenaketergantungan fisik merupakan reaksi fisiologik normal atau prednison 40-100 mg/hari secara oral mempunyaidari terapi opioid dan jangan dibingungkan dengan aktivitas antiinflamasi dan mengurangi edema serebraladiksi. Adiksi adalah ketergantungan psikologik karena dan medula spinalis. Karena obat-obatan ini mempunyaipenyalahgunaan obat (bervariasi dari manipulasi mencari efek anti emetik dan menstimulasi nafsu makan, iniobat sampai penggunaan obat terus -menerus dengan menguntungkan untuk penanganan kakeksia dantujuan non medis dengan efek yang merugikan). Pasien anoreksia.dan anggota keluarga dapat diedukasi tentang perbedaantoleransi, ketergantungan fisik, serta adiksi dan risiko kecil Antikonvulsi (misalnya Fenitoin 300-500 mh/hariadiksi pada penggunaan opioidjangka panjang atau dosis per oral, Carbamazepin 200-1600 mg/hari per oral ,tinggi untuk mengurangi nyeri. Gabapentin 900-1800 mg/hari per oral), antidepresan (misalnya Amitriptilin atau Desipramin 25-150 mg/hariContoh obat agonis opioid yang sering digunakan antara per oral), dan anestesi lokal (misalnya Bupivacaine) sangatlain: berguna pada manajemen nyeri neuropati. Antikonvul- san generasi baru, Gabapentin (neurontin) meningkat-Morfin Sulfat. Merupakan opioid yang sering diresepkan kan kadar gamaaminobutirat otak, efektif untuk nyeridan tersedia dalam beberapa bentuk. Morfin 8- 15 mg neuropati secra luas. Neuroleptik (misalnya Metotrime-subkutan atau intramuskular efektif untuk mengontrol prazin 40-80 mg/hari intramuskuler) membantu pada sindroma nyeri kronik karena mempunyai efek antiemetik dan anti cemas.

3126 REUMATOLOGIPENATALAKSANAAN NYERI DENGAN METODE Handono K, Kusworini H. Penatalaksanaan nyeri yang rasional.YANG LAIN Kursus penatalaksanaan n yeri. Jakarta 2004: 3-8.Macam terapi non obat untuk manajemen nyeri adalah, !ASP Task Force on Taxonomy. Merskey H, Bogduk N. Eds. Classification of chronic pain. Seattle: IASP Press. 1994:209-Blok Saraf. Blok saraf sederhana dengan anestetik 14.lokal jangka panjang ditambah suntikan steroid dapatmeringankan nyeri bahu, nyeri dada dan nyeri paha. Blok Meliala KRT. L. Terapi rasional nyeri, Tinjauan khusus nyeripada saraf simpatik dapat membantu untuk mengurangi neuropatik. 2004.nyeri abdomen kronik, nyeri pelvis kronik dan anginakronik . Sullivan MD, Turk DC. Psychiatric illness, depression, and psychogenic pain. In : Bonicas, Management of pain. 3rdlnjeksi pada sendi. lnjeksi pada sendi menggunakan edition. 2001 : 483-500.steroid dan anestesi lokal dapat mengurangi nyeri danradang pada sendi spinal. Prosedur ini kalau perlu di- Turk DC, Okifuji A. Pain terms and taxonomi of pain. In : Bonicas,lakukan dengan bimbingan sinar X. Prosedur ini juga Management of pain. 3rd edition. 2001 :17-25dapat meredakan nyeri kronik pada sendi panggul dansendi bahu.Terapi Stimulasi ENS (Trans Cutaneous Electrical Stimulation) menggunakan bantal khusus yang dihubungkan dengan mesin kecil yang menghantarkan aliran listrik lemah ke permukaan kulit dari area nyeri AkupunturProgram Manajemen Nyeri dan Bantuan PsikologiMerupakan program rehabilitasi berdasarkan psikologiuntuk pasien dengan nyeri kronik yang tidak pulih denganmetode terapi . Program ini bertujuan untuk mengurangidisabilitas dan distress yang disebabkan oleh nyeri kronikmelalui pengajaran fisik, psikologis dan teknis praktisuntuk memperbaiki kualitas nyeri. Program ini meliputipemulihan fisik, penerapan teknik relaksasi, informasidan edukasi tentang nyeri dan manajemennya, penata-laksanaan psikologis dan intervensi (terapi kognitif),bersamaan dengan pemulihan aktivitas harian secarabertahap.Pembedahan. Pada beberapa kasus, terapi bedahdiperlukan untuk mengurangi nyeri kronik . Terapi inimerupakan lini terakhir yang dilakukan bila semua usahauntuk mengurangi nyeri gagal.REFERENSIBasbaum A. Anatomy and Physiology of Nociception. In: Kanner R (ed). Pain Managemen secrets. 9lh ed. Hanley & Belfus Inc. Philadelphia, 1997:8-12Bellamy N. Musculoskeletal clinical metrology. London: Kluwer Academic Publisher. 1993: 65-76 dan 117-34.Beaulieu P, Rice ASC. Applied physiology of nociception. In : Rowbotham DJ, Macintyre PE : Clinical pain management, Acute pain. 2003: 1-16.Currie SR, Wang JL. Chronic back pain and major depression in general Canadian population. Pain 2004 ; 107 :54-60.

411NYERITULANG Bambang SetiyohadiAda 5 keadaan yang dapat menyebabkan nyeri tulang, campuran dan amiloidosis.yaitu :1. Osteoporosis, Osteodistrofi renal tipe high bone-turnover. Kelainan ini2. Osteomalasia dan rikets,3. Osteodistrofi renal berhubungan dengan retensi fosfat, hipokalsemia, gang-4. Osteonekrosis guan produksi 1,25(0H)2D di ginjal, resistensi skeletal ter-5. Metastasis keganasan pada tulang. hadap efek kalsemik PTH dan penurunan ekspresi VDR dan CaSR di kelenjar paratiroid, sehingga terjadi hiperparat- Pada bab ini hanya akan dibicarakan osteodistrofi iroidisme sekunder dan hiperplasi kelenjar paratiroid yangrenal dan osteonekrosis, karena masalah yang lain telah progresif. Peningkatan produksi PTH pada tipe ini dapatdibicarakan pada bab terdahulu. sangat tinggi, yaitu 20-30 kali nilai normal, sehingga lebih tinggi daripada keadaan hiperparatiroidisme primer. SecaraOSTEODISTROFI RENAL histologik akan tampak gambaran khas osteitis fibrosa,Osteodistrofi renal merupakan komplikasi gangguanfungsi ginjal. Pada gaga! ginjal tahap akhir, umumnya yaitu jaringan fibrosa yang berdekatan dengan trabekulasudah terdapat kelainan histologik tulang . Hampir semua tulang . Aktivitas osteoklas dan osteoblas meningkat yangpasien yang menjalani dialisis, mengidap osteodistrofi ditandai oleh banyaknya osteoklas dan osteroblas, lakunarenal yang secara klinis terlihat sebagai gangguan me-tabolisme kalsium, fosfor, PTH, dan vitamin D. Howship, dan tulang kanselous yang ditutupi oleh osteoid Akibat penurunan fungsi ginjal, akan terjadi retensi yang baru terbentuk . Secara radiologik, akan tampak erosifosfat sehingga kadar fosfat serum meningkat dan kadar subperiosteal pada tulang-tulang panjang, terutama padakalsium serum menurun. Peningkatan kadar fosfat serum tepi falang digital, ujung klavikula, antara iskium dan pubis,akan menurunkan kadar 1,25 dihidroksivitamin D, sehingga sendi sakroiliakal dan sambungan metafisis dan diafisiskadar kalsium akan makin menurun karena absorbsi kal- pada tulang panjang. Pada ruas tulang vertebra, akansium menurun. Kadar kalsium dan 1,25 dihidroksivitamin D tampak gambaran osteosklerosis, sedangkan pada tulangyang menurun akan merangsang produksi PTH dan prolif-erasi sel-sel kelenjar paratiroid, sehingga terjadi mobilisasi kepala akan tampak gambaran salt and pepper.kalsium dari tulang ke dalam darah. Pada pasien gaga!ginjal, terjadi resistensi tulang terhadap PTH, akibatnya Osteodistrofi renal tipe low bone-turnover. Ada 2hiperparatiroidisme akan semakin berat. subtipe, yaitu tipe tulang adinamik dan tipe osteomalasia. Osteodistrofi renal, merupakan kelainan tulang dansendi dengan spektrum yang luas yang terjadi pada pasien Tulang adinamik ditandai oleh formasi dan turnover tulanggaga! ginjal. Kelainan ini ditandai oleh nyeri tulang, kele -mahan otot, deformitas skeletal, retardasi pertumbuhan yang di bawah normal. Keadaan ini dapat ditemukan padadan kalsifikasi ekstraskeletal. Ada 4 tipe osteodistrofi re- 40% pasien gaga! ginjal yang menjalani hemodialisis rutin atau 50% pasien yang menjalani dialisis peritoneal. Kadarnal, yaitu tipe high-bone turnover, low bone-turnover,tipe PTH hanya meningkat sedikit atau bahkan dalam batas normal. Pada tipe osteomalasia, akan tampak defek pada mineralisasi tulang . lntoksikasi alumunium, merupakan penyebab tersering adinamik tulang dan osteomalasia pada pasien gaga! ginjal. Tetapi kelainan ini sekarang sudahjarang didapatkan, karena Alumunium sudah tidak digunakan lagi sebagai pengikat fosfat. Penyebab lain tipe osteodistrofi ini adalah diabetes melitus, glukokortikoid,

3128 REUMATOLOGIosteoporosis senilis, suplementasi kalsium dan vitamin sesuai dengan respons kliniknya, biasanya digunakan dosisD yang berlebihan. Baik kalsium maupun vitamin D akan 0,25-1,5 mg/hari. Pada pasien hemodialisis, kalsitriol dapatmenekan kadar PTH didalam serum. Selain itu, kalsitriol diberikan intravena bersamaan dengan waktu dialisisnya.juga akan menekan aktivitas osteoblas bila digunakan Pada pasien dengan dialisis peritoneal, kalsitriol juga dapatpada pasien yang menjalani hemodialisis secara teratur. diberikan intermiten 2-3 kali per-minggu dengan dosis per-kali yang lebih besar daripada dosis harian, misalnyaOsteodistrofi renal tipe campuran. Gambaran campuran 0,5-4,0 mg/kali, 3 kali per-minggu atau 2,0-5,0 mg/kali,osteitis fibrosa dan osteomalasia juga dapat ditemukan 2 kali per-minggu. Bila timbul hiperkalsemia setelah be-pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Kelainan berapa bulan penggunaan kalsitriol dengan kadar PTHini ditandai oleh hiperparatiroidisme sekunder dengan dan fosfatase alkali kembali normal dari kadar yang tinggidefek pada mineralisasi tulang . Secara biokimia akan sebelumnya, maka hal ini menunjukkan bahwa osteitisdidapatkan hipokalsemia dan/atau hipofosfatemia dan fibrosa sudah teratasi . Tetapi bila hiperkalsemia terjadidefisiensi vitamin D. Keadaan ini dapat ditemukan pada pada minggu-minggu awal pemberian kalsitriol, maka halpasien osteitis fibrosa dengan intoksikasi alumunium ini menunjukkan adanya osteodistrofi renal dengan lowyang awal, atau pada pasien intoksikasi alumunium yang bone turnover (misalnya karena intoksikasi alumunium)mulai menunjukkan respons terhadap terapi deferoksamin atau adanya hiperparatiroidisme sekunder yang berat.dengan peningkatan formasi tulang . Dalam hal ini, bila intoksikasi alumunium dapat disingkir- kan, maka diindikasikan untuk melakukan paratiroidek-Amiloidosis pada gagal ginjal. Dapat ditemukan pada tomi . lndikasi spesifik paeratiroidektomi adalah (1) hiper-pasien gagal ginjal kronik yang telah menjalani hemo- kalsemia persisten, dengan kadar kalsium di atas 11-12dialisis lebih dari 7-10 tahun. Keadaan ini disebabkan oleh mg/di; (2) pruritus yang tidak dapat diatasi dengan dialisisdeposisi serat amiloid yang terdiri dari ~2 -mikroglobulin yang intensif atau pengobatan medik lainnya; (3) kalsifikasi(~2 M) . Pada pasien akan didapatkan kista tulang multipel, ekstrasekeletal yang progresif atau hiperfosfatemia yangfraktur patologik, artritis sckapulohumeral yang erosif, persisten walaupun telah diberikan diet rendah fosfat yangsindrom terowongan karpal dan spondiloartropati. Secara ketat dan bahan pengikat fosfat; (4) nyeri tulang yang berathistologik, serat amiloid ~ 2 M mirip dengan amiloid AA, atau fraktur patologis; (5) timbulnya kalsifilaksis. Dalam haltetapi serat amiloid ~2 M banyak didapatkan di daerah ini, penyebab hiperkalsemia yang lain, seperti intoksikasiosteoartikular, sehingga menimbulkan gejala muskulo- vitamin D atau sarkoidosis harus disingkirkan.skeletal. Secara radiologis, kista multipel akan ditemukanpada ujung-ujung tulang panjang, terutama pada kaput OSTEONEKROSIShumeral dan kaput femoris. Disebut juga ischemic bone necrosis, avascular necrosisPenatalaksanaan. Tujuan pengobatan Osteodistrofi renal atau aseptic necrosis. Kelainan ini dapat terjadi akibatadalah (1) mempertahankan kadar kalsium dan fosfat dalam beberapa keadaan klinis, misalnya akibat penyakit tertentubatas normal; (2) mencegah kalsifikasi ekstraskeletal; (3) (seperti penyakit Gaucher), akibat pengobatan (misalnyamencegah bahan-bahan toksik seperti alumunium dan glukokortikoid), keadaan fisiologik atau patologik tertentukelebihan besi; (4) mempertimbangkan penggunaan (kehamilan, tromboemboli) atau t idak diketahui (idiopatik).steroid vitamin D dan pengikat fosfat; (5) secara selektif Pada umumnya osteonekrosis menyerang ujung-ujungmenggunakan chelating agent seperti deferoksamin tulang panjang, misalnya kaput femoris atau kaput humer;untuk mengatasi intoksikasi alumunium. Sumber utama tetapi dapat jug a menyerang tulang lainnya.penyebab osteodistrofi renal adalah retensi fosfat, olehsebab itu diet rendah fosfat dan penggunaan bahan Kematian tulang terjadi akibat putusnya vaskularisasipengikat fosfat sangat penting sekali pada penata - arteri ke tulang, baik karena oklusi, vaskulitis, emboli lemak,laksanaan gagal ginjal kronik. Pengikat fosfat yang baik perdarahan, kelainan jaringan tulang, maupun akibatadalah kalsium karbonat dan kalsium asetat yang harus penekanan sinusoid, misalnya pada proses infiltratifdimakan bersamaan dengan waktu makan agar efek (seperti pada penyakit Gaucher) atau peningkatan adipositpengikatan fosfatnya maksimal. Kalsium sitratjuga dapat di dalam sumsum tulang karena efek toksik terhadapdigunakan, tetapi sitrat akan meningkatkan absorpsi liposit (misalnya akibat glukokortikoid atau alkohol). Akibatalumunium, sehingga penggunaannya tidak dianjurkan. osteonekrosis akan terjadi peningkatan tekanan intraoseusPenggunaan sterol vitamin D, seperti kalsitriol, kalsifediol, (IOP) yang akhirnya akan menjadi lingkaran setan, karena1a-OH-D dan dihidrotakisterol sang at efektif untuk meng- iskemia dan kerusakan sel akan bertambah berat.atasi hiperparatiroidisme sekunder, bila hipokalsemiatidak dapat diatasi walaupun kadar fosfat sudah dalam Gejala utama osteonekrosis adalah nyeri tulang padabatas normal. Pemberian kalsitriol dapat dimulai dengan area yang terserang . Keadaan ini harus dicurigai padadosis harian yang rendah dan dinaikkan secara bertahap

NYERI TULANG 3129 pasien yang menggunakan steroid dosis tinggi ataujangka pada daerah lutut atau bagian anterior tungkai atas panjang yang mengeluh nyeri tulang. Pada stadium awal, dengan keterbatasan gerak pada koksa yang disertai osteonekrosis tidak menunjukkan gambaran radiologik abduksi dan endorotasi. Prognosis LCPD tergantung yang bermakna dan diperlukan pemeriksaan MRI untuk pada beratnya penyakit, deformitas kaput femoris dan mendeteksinya. Pada stadium lanjut akan tampak gambaran proses penyembuhannya. Dalam jangka panjang, sering- osteosklerosis, rusaknya kaput femoris sampai kolaps kali LCPD berkembang menjadi osteoartritis sekunder. kaput femoris. Pada anak perempuan, prognosis LCPD akan lebih buruk dibandingkan anak laki-laki, karena anak perempuan Menu rut Arlet dan Ficat, osteonekrosis dapat dibagi dalam lebih cepat matang secara seksual dibandingkan laki-laki 5 stadium, yaitu : sehingga lempeng pertumbuhan lebih cepat menutup dan tidak memberikan kesempatan bagi kaput femoris untuk Stadium 0 : manifestasi klinik dan radiologik tidak melakukan modeling. ada, tetapi gambaran MRI jelas REFERENSI Stadium I : manifestasi klinik ada, radiologik tidak ada, MRI jelas Alarcon GS. Osteonecrosis. In: Klippel JH, editor. Primer on the rheumatic diseases. 12'h edition. Atlanta:Arthritis Foundation; Stadium II gambaran osteopenia dan osteo 2001 .p.503-6. sklerosis pada radiologik. Goodman WG, CoburnJW, Slatopolsky E, etal. Renal osteodystrophy Stadium Ill kolaps tulang awal yang ditandai oleh in adults and children. In : Favus MJ.editor.Primer on the crescent sign, yaitu tulang Subkortikal metabolic bone diseases and disorders of mineral metabolism. yang translusen dikelilingi oleh area 5th edition. Washington:ASBMR;2003.p.430-48. tulang yang mati Krane SM, Halick MF. Metabolic bone disease. In: Isselbacher KJ, Stadium IV kolaps tulang lanjut, yaitu flattening Adams RD, Braunwald E, et al,edition. Harrison's principles of internal medicine. 9th edition. New York :Mc Graw-Hill kaput femoris Book; 1980.p.1849-60. Pada stadium 0, I, II, penatalaksanaan dapat dilaku-kan secara konservatif atau dilakukan dekompresi untukmengurangi tekanan intra-osseus. Penatalaksanaankonservatif meliputi penggunaan analgesik, terapi fisikuntuk menguatkan otot dan mencegah kontraktur danpenggunaan alat bantu untuk mobilisasi. Bila nyeri tetapberlanjut atau pada stadium Ill dan IV, perlu dilakukantindakan artroplasti. Pada osteonekrosis yang menyerangsendi yang bukan penopang berat badan, tidak diperlukanintervensi bedah, karena nyerinya ringan dan gangguanfungsionalnya tidak berat.Legg-Calve-Perthes Disease (LCPD). Merupakanosteonekrosis idiopatik pada epifisis kaput femoris anak-anak umur 2-12 tahun, yang tidak diketahui penyebabnya,tetapi didapatkan terputusnya aliran darah ke epifisiskaput femoris . Akibatnya osteoblas, osteosit dan selsumsum tulang mati; kalsifikasi endokondral terhenti,tetapi pertumbuhan rawan sendi tetap baik karena men-dapat nutrisi dari cairan sinovial. Proses revaskularisasi kearea yang nekrosis kemudian akan terjadi, dimulai daridaerah perifer ke sentral, dan tulang baru akan tumbuhpada permukaan korteks subkondral atau daerahtrabekular di sentral area yang nekrosis diikuti denganpembersihan tulang yang nekrosis. Proses resorpsi tulangakan lebih aktif dibandingkan dengan proses formasitulang, sehingga tulang subkondral menjadi lemah. Bilatulang trabekular mengalami kolaps, maka episodanekrosis yang kedua akan timbul kembali . Nyeri tulangbiasanya timbul bila ada fraktur. Biasanya anak-anakdengan LCPD akan pincang bila berjalan disertai nyeri

412ARTRITIS REUMATOID I Nyoman SuarjanaPENDAHULUAN nuclear factor kappa B (NF-KB). Gen ini berperan pentingArtritis reumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang dalam proses resorpsi tulang pada AR. Faktor genetikjugaditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, berperan penting dalam terapi AR karena aktivitas enzimdimana sendi merupakan target utama Y Manifestasiklinik klasik AR adalah poliartritis simetrik yang terutama seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurinemengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki . Selain methyltransferase untuk metabolisme methotrexate danlapisan sinovial sendi, ARjuga bisa mengenai organ-organdiluar persendian seperti kulit, jantung, paru-paru dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik .9•10 Padamata. Mortalitasnya meningkat akibat adanya komplikasi kembar monosigot mempunyai angka kesesuaian untukkardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal, keganasan dan berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada orang kulitadanya komorbiditas .2·3 Menegakkan diagnosis dan putih dengan AR yang mengekspresikan HLA-DR1 ataumemulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan HLA-DR4 mempunyai angka kesesuaian sebesar 80%.4progresifitas penyakit. Metode terapi yang dianut saat ini Hormon Seks. Prevalensi AR lebih besar pada perempuanadalah pendekatan piramid terbalik (reverse pyramid), yaitu dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga hormon seks berperan dalam perkembangan penyakitpemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat ini. Pada observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikanperburukan penyakit. Bila tidak mendapat terapi yang gejala AR selama kehamilan .1·11 Perbaikan ini didugaadekuat, akan terjadi destruksi sendi, deformitas dan karena : 1). Adanya alo antibodi dalam sirkulasi maternaldisabilitas. Morbiditas dan mortilitas AR berdampak yang menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatanterhadap kehidupan sosial dan ekonomi. 1•4 Kemajuan yang fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikancukup pesat dalam pengembangan DMARD biologik,memberi harapan baru dalam penatalaksanaan penderita penyakit. 2). Adanya perubahan profil hormon. PlacentalAR. corticotropin-releasing hormone secara langsungEPIDEMIOLOGI menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA), yang merupakan androgen utama pada perempuan yangPada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi AR relatif dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen bersifatkonstan yaitu berkisar antara 0,5-1 %. Prevalensi yang tinggi imunosupresi terhadap respons imun selular dan humeral.didapatkan di Pima Indian dan Chippewa Indian masing- DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis estrogenmasing sebesar 5,3% dan 6,8%.5 Prevalensi AR di India dan plasenta. Estrogen dan progesteron menstimulasi responsdi negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0.75%. imun humeral (Th2) dan menghambat respons imun selularSedangkan di China, Indonesia, dan Philipina prevalensinya (Th1). Oleh karena pada AR respons Th1 lebih dominankurang dari 0,4%, baik didaerah engan kejadian AR telah sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efekdiketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non - yang berlawanan terhadap perkembangan AR. PemberianHLAjuga berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 kontrasepsi oral dilaporkan mencegah perkembangan ARdari gen TNFRSR11A yang mengkode aktivator reseptor atau berhubungan dengan penurunan insiden AR yang lebih berat.1 Faktor infeksi. Beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit seperti tampak pada

ARTRITIS REUMATOID 3131Tabel 1. Organisme ini diduga menginfeksi sel induk pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-semang (host) dan merubah reaktivitas atau respons sel bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhanT sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalamibelum ditemukan agen infeksi yang secara nyata terbukti inflamasi sehingga membentuk jaringan pan nus. Pan nussebagai penyebab penyakit.1·12 menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang .16 (Gambar 1)Protein heat shock (HSP) . HSP adalah keluarga proteinyang diproduksi oleh sel pada semua spes ies sebagai 8erbagai macam sitokin, interleukin, proteinase danrespons terhadap stres. Protein ini mengandung untaian faktor pertumbuhan dilepaskan, sehingga meng-akibatkan(sequence) asam amino homolog. HSP tertentu manusia destruksi sendi dan komplikasi sistemik .4•17·18 (Gambar 2dan HSP mikobakterium tuberkulosis mempunya i 65% dan 3).untaian yang homolog. Hipotesisnya adalah antibodi dan Peran sel T. lnduksi respons sel T pada artritis reumatoidsel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel host.Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host di awali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan sharesehingga mencetuskan reaksi imunologis. Mekanisme ini epitope dari major histocompatibility complex class IIdikenal sebagai kemiripan molekul (molecular mimicry)1 (MHCll-SE) dan peptida pada antigen-presenting cell (APC) sinovium atau sistemik. Molekul tambahan (accessory) yangFAKTOR RISIKO diekspresikan oleh APC antara lain ICAM- 1 (intracellular adhesion moluc/e- 1) (CD54), OX40L (CD252), inducibleFaktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan costimulator (ICOS) ligand (CD275), 87-1 (CD80) dan 87-2terjadinya AR antara lain jenis kelamin perempuan, adariwayat keluarga yang menderita AR, umur lebih tua, (CD86), berpartisipasi dalam aktivasi sel T melalui ikatanpapa ran salisilat dan merokok.4·13 Konsumsi kopi lebih dari dengan lymphocyte function -associated antigen (LFA)-1tiga cangkir sehari, khususnya kopi decaffeinated mungkin (CD11a/CD18), OX40 (CD134),juga berisiko.14 Makanan tinggi vitamin D,15 konsumsi teh14dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan ICOS (CD278), and CD28. Fibroblast-like synovio-penurunan risiko. Tiga dari empat perempuan dengan cytes (FLS) yang aktif mungkin juga berpartisipasi dalamAR mengalami perbaikan gejala yang bermakna selamakehamilan dan biasanya akan kambuh kembali setelah presentasi antigen dan mempunyai molekul tambahanTabel 1. Agen lnfeksi yang Diduga sebagai Penyebab seperti LFA-3 (CD58) dan ALCAM (activated leukocyte cellArtritis Reumatoid 12 adhesion molecule) (CD166) yang berinteraksi dengan selAgen infeksi Mekanisme patogenik T yang mengekspresikan CD2 dan CD6. Interleukin (IL)-6Mycoplasma lnfeksi sinovial langsung, dan transforming growth factor-beta (TGF-~) kebanyakan superantigenParvovirus B79 lnfeksi sinovial langsung berasal dari APC aktif, signal pada sel Th17 menginduksiRetrovirus lnfeksi sinovial langsung pengeluaran 11-17.Enteric bacteria Kemiripan molekulMycobacteria Kemiripan molekul IL-17 mempunyai efek independen dan sinergistikEpstein-Barr Virus Kemiripan molekulBacterial cell walls Aktivasi makrofag Gambar 1. Destruksi sendi oleh jaringan pannus.16melahirkan.4·13 dengan sitokin proinflamasi lainnya (TNF-a dan IL-1 ~) pada sinovium, yang menginduksi pelepasan sitokin,PATOGENESIS produksi metaloproteinase, ekspresi ligan RANK/RANK (CD265/CD254), dan osteoklastogenesis. lnteraksi CD40LKerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag (CD154) dengan CD40 juga mengakibatkan aktivasidan fibroblas sinovial setelah adanya faktor pencetus,berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasidaerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel,yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah

3132 REUMATOLOGI Antigen(? Mikroba} MHC kelas II )___ Sel T CD4+ (Kerentanan genetik) ~i ~sitokin l ~ Aktivasi ~Aktivasi mak ofag ~selB i i Aktivasi Pembentukan faktor reumatoid Cytokines endotel +Pembentukan i l + IFibroblas Ekspresi dan pengendapan Proliferasi molekul adhesi komplts imun kondrosit sel sinovial Pelepasan Pelepasan kolagenase , stromelysin+--i---- Akumulasi sitokin ••••~. PGE2, \"\"'im loiooyo sel radang +sel presentasi antigen efisien + Cedera sendi L - . Pembentukkan pannus; kerusakan tulang dan tulang rawan; fibrosis ; ankilosis Gambar 2. Patogenesis artritis reumatoid .17 \ Produksi metaloproteinase dan molekul efektor lainnya fMigrasi sel-sel olimorfonuklear ... Gambar 3. Peran sitokin dalam patogenesis artritis reumatoid.18

ARTRITIS REUMATOID 3133monosit/makrofag (Mo/Mac) sinovial, FLS, dan sel B. akan memproduksi RF. Selain itu kompleks imun RFWalaupun pada kebanyakan penderita AR didapatkan juga memperantarai aktivasi komplemen, kemudianadanya sel T regulator CD4+CD2Shi pada sinovium, tetap i secara bersama-sama bergabung dengan reseptortidak efektif dalam mengontrol inflamasi dan mungkin di Fcg, sehingga mencetuskan kaskade inflamasi.non-aktifkan oleh TNF-a sinovial. IL-10 banyak didapatkan 4. Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kuncipada cairan sinovial tetapi efeknya pada regulasi Th17 dalam patogenesis AR. Bukti terbaru menunjukkanbelum diketahui . Ekspresi molekul tambahan pada sel bahwa aktivasi ini sangat tergantung kepada adanyaTh17 yang tampak pada gambar 4 adalah perkiraan sel B. Berdasarkan mekanisme diatas, mengindikasikanberdasarkan ekspresi yang ditemukan pada populasi sel T bahwa sel B berperanan penting dalam penyakit AR,hewan coba. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sehingga layak dijadikan target dalam terapi AR.menetukan st ruktur terse but pad a subset sel Th 17 padasinovium manusia. 19 Gambar 5 memperlihatkan peranan potensial sel B dalam regulasi respons imun pada AR. Sel B mature yang Peran sel B. Peran sel B dalam imunopatogenesis AR terpapar oleh antigen dan stimulasi TLR (Toll-like receptorbelum diketahui secara pasti, meskipun sejumlah peneliti ligancf) akan berdiferensiasi menjadi short-lived plasmamenduga ada beberapa mekanisme yang mendasari ket- cells atau masuk kedalam reaksi GC (germinal centre)erlibatan sel B. Keterlibatan sel B dalam patogenesis AR sehingga berubah menjadi sel B memori dan long-liveddiduga melalui mekanisme sebagai berikut : 20 plasma cells yang dapat memproduksi autoantibodi.1. Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal Autoantibodi membentuk kompleks imun yang selanjut- nya akan mengaktivasi sistem imun melalui reseptor Fe kostimulator yang penting untuk clonal expansion dan dan reseptor komplemen yang terdapat pada sel target. fungsi efektor dari sel T CD4+ . Antigen yang diproses oleh sel B mature selanjutnya2. Sel B dalam membran sinovial ARjuga memproduksi disajikan kepada sel T sehingga menginduksi diferensiasi sitokin proinflamasi seperti TNF-a dan kemokin . sel T efektor untuk memproduksi sitokin proinflamasi,3. Membran sinovial AR mengandung banyak sel Byang dimana sitokin ini diketahui secara langsung maupun memproduksi faktor reumatoid (RF) . AR dengan RF tidak langsung terlibat dalam destruksi tulang dan tulang positif (seropositif) berhubungan dengan penyakit rawan . Sel B mature juga dapat berdiferensiasi menjadi artikular yang lebih agresif, mempunyai prevalensi sel B yang memproduksi IL-10 yang dapat menginduksi manifestasi ekstraartikular yang lebih tinggi dan angka morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi . RF juga respons autoreaktif sel T.21 bisa mencetuskan stimulus diri sendiri untuk sel B yang mengakibatkan aktivasi dan presentasi antigen kepada sel Th, yang pada akhirnya proses ini juga Treg Foxp3Fase induktif Effector Phase(sistemik atau lokal) --4-.--/ l. .TN.~a slnovlal Mo/Mak • ...• IL-10 •TGF J3 ·. ~ • ., ? •• IL-6 -411 CD265 ........___ \ • • •TGF J3 • IL-6. I L - 1 )3 Flbroblaa alnovlalGambar 4. lnteraksi sel Th17 patogenik dalam synovial microenvironment pada artritis reumatoid .19

3134 REUMATOLOGIMANIFESTASI KLINIS awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas danAwitan (onset) . Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan kehilangan fungsi .22 Ankilosis tulang (destruksi sendi di-terjadi secara perlahan, artritis simetris terjadi dalam sertai kolaps dan pertumbuhan tulang yang berlebihan)beberapa minggu sampai beberapa bu Ian dari perjalanan bisa terjadi pada beberapa sendi khususnya pada per-penyakit. Kurang lebih 15% dari penderita mengalami gelangan tangan dan kaki. Sendi pergelangan tangangejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalangsampai beberapa minggu . Sebanyak 10 - 15% penderita proksimal dan metakarpofal.angeal. Sendi interfalang distalmempunyai awitan fulminant berupa artritis poliartikular, dan sakroiliaka tidak pernah terlibat. 2.4 Distribusi sendisehingga diagnosis AR lebih mudah ditegakkan. Pada yang terlibat pada AR tampak pada tabel 2.8 - 15% penderita, gejala muncul beberapa hari setelahkejadian tertentu (infeksi). Artritis sering kali diikuti oleh Manifestasi ekstraartikular. Walaupun artritiskekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama merupakan manifestasi klinis utama, tetapi AR merupakansatu jam atau lebih. Beberapa penderita juga mempunyai penyakit sistemik sehingga banyak penderita jugagejala konstitusional berupa kelemahan, kelelahan, mempunyai manifestasi ekastraartikular. Manifestasianoreksia dan demam ringan .2.4 ekastraartikular pada umumnya didapatkan pada penderita yang mempunyai titer faktor reumatoid (RF) Manifestasi artikular. Penderita AR pada umumnya serum tinggi. Nodul reumatoid merupakan manifestasidatang dengan keluhan nyeri dan kaku pada banyak sendi, kulit yang paling sering dijumpai, tetapi biasanya tidakwalaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal memerlukan intervensi khusus. Nodul reumatoid umumnyapada satu atau beberapa sendi saja.4 Walaupun tanda ditemukan di daerah ulna, olekranon, jari tangan,kardinal inflamasi (nyeri,bengkak, kemerahan dan teraba tendon achilles atau bursa olekranon. Nodul reumatoidhangat) mungkin ditemukan pada awal penyakit atau hanya ditemukan padapenderita AR dengan faktor reumatoidselama kekambuhan (flare), namun kemerahan dan perabaan positif (sering titernya tinggi) dan mungkin dikelirukanhangat mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik.2 dengan tofus gout, kista ganglion, tendon xanthoma atau nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra, Penyebab artritis pada AR adalah sinovitis, yaitu adanya MCTD, atau multicentric reticulohistiocytosis. Manifestasiinflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. paru juga bisa di-dapatkan, tetapi beberapa perubahanPada umumnya sendi yang terkena adalah persendian patologik hanya ditemukan saat otopsi. Beberapa mani-tangan, kaki dan vertebra servikal, tetapi persendian besar festasi ekstraartikular seperti vaskulitis dan Felty syndromeseperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi yang ter- jarang dijumpai, tetapi sering memerlukan terapi spesifik.2libat pada umumnya simetris, meskipun pada presentasi c • - -. /--............. i11Jt,J.Mll$::1l;.Ul!.ll!~Wll. T 1>J · 1i 11 t 1 ?[ ..,,_ ::> J .._.~, , Ft; f~c.eptpr Gambar 5. Partisipasi sel B pada artritis reumatoid.21 '-.___,r

ARTRITIS REUMATOID 3135Tabel 2. Sendi yang Terlibat pada Artritis Reumatoid2 deformitas. Bentuk-bentuk deformitas yang bisa ditemu- kan pada penderita AR dirangkum dalam tabel 4.Sendi yang terlibat Frekuensi keterlibatan KOMPLIKASIMetacarpophalangeal (MCP)Pergelangan tangan (%) Dokter harus melakukan pemantauan terhadap adanyaProximal interphalangeal (PIP) komplikasi yang terjadi pada penderita AR. KomplikasiLu tut 85 yang bisa terjadi pada penderita AR dirangkum dalamMetatarsophalangeal (MTP) 80 tabel 5 dan tabel 6.Pergelangan kaki (tibiotalar + subtalar) 75Bahu 75 PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIKMidfoot (tarsus) 75Panggul (Hip) 75 Tidak ada tes diagnostik tunggal yang definitif untukSiku 60Acromioclavicular 60 konfirmasi diagnosis AR. The American College of Rheu-Vertebra servikal 50 matology Subcommittee on Rheumatoid Arthritis (AC RS RA)Temporomandibular 50Sternoclavicular 50 merekomendasikan pemeriksaan laboratorium dasar untuk 40 30 evaluasi antara lain: darah perifer lengkap (complete blood 30 cell count), faktor reumatoid (RF), laju endap darah atau C-reactive protein (CRP). Pemeriksaan fungsi hati dan ginjalManifestasi ekstraartikular AR dirangkum dalam tabel 3. juga direkomendasikan karena akan membantu dalamDeformitas. Kerusakan struktur artikular dan periartikular(tendon dan ligamentum) menyebabkan terjadinyaTabel 3. Manifestasi Ekastraartikular dari Artritis Reumatoid.2·22·23Sistem organ ManifestasiKonstitusionalKu lit Demam, anoreksia, kelelahan (fatig ue), kelemahan, limfadenopatiMata Nodul rematoid, accelerated rheumatoid nodulosis, rheumatoid vasculitis, pyoderma gangrenosum, interstitialKardiovaskular granulomatosus dermatitis with arthritis, palisaded neutrophilic dan granulomatosis dermatitis, rheumatoid neutrophilic dermatitis, dan adult-onset Still disease. Sjogren syndrome (keratoconjunctivits sicca), scleritis, episcleritis, scleromalacia. Pericarditis, efusi perikardial, edokarditis, valvulitis.Paru-paru Pleuritis, efusi pleura, interstitial fibrosis, nodul reumatoid pada paru, Caplan's syndrome (infiltrat nodularHematologi pada paru dengan pneumoconiosis).GastrointestinalNeurologi Anemia penyakit kronik, trombositosis, eosinofilia, Felty syndrome (AR dengan neutropenia dan splenomegali).Ginjal Sjogren syndrome (xerostomia), -amyloidosis, vaskulitis.Metabol ik Entrapment neuropathy, myelopathy/myositis. Amyloidosis, renal tubular acidosis, interstitial nephritis. Osteoporosis.Tabel 4. Bentuk-~entuk Deformitas pada Artritis Reumatoid2·22Bentuk deformitas* KeteranganDeformitas leher angsa (swan-neck) Hiperekstensi PIP dan fleksi DIP.Deformitas boutonniere Fleksi PIP dan hiperekstensi DIP. Deviasi MCP dan jari -jari tangan kearah ulna.Deviasi ulna Dengan penekanan manual akan terjadi pergerakan naik dan tu run dari ulnar styloid,Deformitas kunci piano (piano -key) yang disebabkan oleh rusaknya sendi radioulnar.Deformitas Z-thumb Fleksi dan subluksasi sendi MCP I dan hiperekstensi dari sendi interfalang. Sendi MCP. PIP. tulang carpal dan kapsul sendi mengalami kerusakan sehingga terjadiArthritis mutilans instabilitas sendi dan tangan tampak mengecil (operetta glass hand) .Hallux valgus MTP I terdesak kearah medial dan jempol kaki mengalami deviasi kearah luar yang terjadi secara bilateral.*Li hat foto artritis reumatoid

3136 REUMATOLOGIpemilihan terapi .25 Bila hasil pemeriksaan RF dan anti-CCP (plain radiograph) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging).negatif bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan anti-RA33 Pada awal perjalanan penyakit mungkin hanya ditemu-untuk membedakan penderita AR yang mempunyai risiko kan pembengkakan jaringan lunak atau efusi sendi padatinggi mengalami prognosis buruk.26 pemeriksaan foto polos, tetapi dengan berlanjutnya penyakit mungkin akan lebih banyak ditemukan kelainan. Pemeriksaan pencitraan (imaging) yang bisa diguna- Osteopenia juxtaarticular adalah karakteristik untuk ARkan untuk menilai penderita AR antara lain foto polosTabel 5. Komplikasi Yang Bisa Terjadi pada Penderita Artritis Reumatoid.4Komplikasi KeteranganAnemia Berkorelasi dengan LED dan aktivitas penyakit; 75% penderita AR mengalami anemia karena penyakit kronik dan 25% penderita tersebut memberikan respons terhadap terapi besi .Kanker Mungkin akibat sekunder dari terapi yang diberikan; kejadian limfoma dan leukemia 2- 3 kali lebih sering terjadi pada penderita AR; peningkatan risiko terjadinya berbagai tumor solid; penurunan risiko terjadinya kanker genitourinaria, diperkirakan karena penggunaan OAINS.Komplikasi kardiak 1/3 penderita AR mungkin mengalami efusi perikardial asimptomatik saat diagnosis ditegakkan; miokarditis bisa terjadi, baik dengan atau tan pa gejala; blok atrioventrikular jarang ditemukan.Penyakit tulang belakang Tenosinovitis pada ligamentum transversum bisa menyebabkan instabilitas sumbu atlas, hati-hati bilaleher (cervical spine disease) melakukan intubasi endotrakeal; mungkin ditemukan hilangnya lordosis servikal dan berkurangnya lingkup gerak leher, subluksasi C4-C5 dan C5-C6, penyempitan celah sendi pada foto sevikal lateral. Myelopati bisa terjadi yang ditandai oleh kelemahan bertahap pada ekstremitas atas dan parestesia.Gangguan mata Episkleritis jarang terjadi.Pembentukan fistula Terbentuknya sinus kutaneus dekat sendi yang terkena, terhubungnya bursa dengan kulit.Peningkatan infeksi Umumnya merupakan efek dari terapi AR.Deformitas sendi tangan Deviasi ulnar pada sendi metakarpofalangeal; deformitas boutonniere (fleksi PIP dan hiperekstensi DIP); deformitas swan neck (kebalikan dari deformitas boutonniere); hiperekstensi dari ibu jari; peningkatan risiko ruptur tendonDeformitas sendi lainnya Beberapa kelainan yang bisa ditemukan antara lain : frozen shoulder, kista popliteal, sindrom terowongan karpal dan tarsal.Komplikasi pernafasan Nodul paru bisa bersama-sama dengan kanker dan pembentukan lesi kavitas; Bisa ditemukan inflamasi pada sendi cricoarytenoid dengan gejala suara serak dan nyeri pada laring; pleuritis ditemukan pada 20% penderita; fibrosis interstitial bisa ditandai dengan adanya ronki pada pemeriksaan fisik (selengkapnya lihat Tabel 6).Nodul reumatoid Ditemukan pada 20 - 35% penderita AR, biasanya ditemukan pada permukaan ekstensor ekstremitas atau daerah penekanan lainnya, tetapi bisajuga ditemukan pada daerah sklera, pita suara, sakrum atau vertebra.Vaskulitis Bentuk kelainannya antara lain: arteritis distal, perikarditis, neuropati perifer, lesi kutaneus, arteritis organ visera dan arteritis koroner; terjadi peningkatan risiko pada : penderita perempuan, titer RF yang tinggi, mendapat terapi steroid dan mendapat beberapa macam DMARD; berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya infark miokard.PIP =proximal interphalangeal; DIP = distal interphalangeal; RF = rheumatoid factor Ilabel 6. Komplikasi Pleuroparenkimal Primer dan Sekunder dari Artritis Reumatoid.23Penyakit pleura Efusi pleura, fibrosis pleuraPenya kit jaringan interstisial paru Pneumonia interstisial, pneumonia interstisial nonspesifik, organizing pneumonia, kerusakan alveolus difus, pneumonia eosinofilik akut, penyakit fibrobulosa apikal, amiloid, nodul rematikPenyakit Pulmonar Vaskular Hipertensi pulmonar, vaskulitis, perdarahan alveolar difus dengan kapilaritisKomplikasi vaskular pulmonallnfeksi oportunistik tuberkulosis paru, infeksi mikobakterium atipik, nokardiosis, aspergilosis, pneumonia pada pneumositis jeroveci, pneumonitis sitomegalovirusToksisitas Obat Metotreksat, aurum, D-penisilamin, sulfasalazin

ARTRITIS REUMATOID 3137dan chronic inflammatory arthritides lainnya. Hilangnya pada tabel 8.tulang rawan artikular dan eros i tulang mungkin timbul DIAGNOSISsetelah beberapa bulan dari aktivitas penyakit. Kuranglebih 70% penderita AR akan mengalami erosi tulang Selama ini diagnosis AR memakai kriteria ACR tahundalam 2 tahun pertama penyakit, dimana hal ini menandakan 1987 dengan sensitivitas 77-95% dan spesifisitas 85-98%.penyakit berjalan secara progresif. Erosi tulang bisa tam- Tapi kriteria ini mulai dipertanyakan kesahihannya dalampak pada semua sendi, tetap i paling sering ditemukan mendiagnosis AR dini sehingga dipandang perlu untukpada sendi metacarpophalangeal, metatarsophalangeal menyusun kriteria baru yang tingkat kesahihannya lebihdan per-gelangan tangan . Foto polos bermanfaat dalam baik. Saat ini diagnosis AR di Indonesia mengacu padamembantu menentukan prognosis, menilai ke rusakansendi secara longitudinal, dan bila diperlukan terapi pem - kriteria diagnosis menurut American College of Rheumato-bedahan. Pemeriksaan MRI mampu mendeteksi adanya logy/ European League Against Rheumatism 2010 (Tabelerosi lebih awal bila dibandingkan dengan pemeriksaanradiografi konvensional dan mampu menampilkan struktur 9). Diagnosis AR ditegakkan bila pasien memiliki skor 6sendi secara rinci , tetapi membutuhkan biaya yang atau lebih.30lebih tinggi .2 Pemeriksaan penunjang diagnostik untuk Kriteria ini ditujukan untuk klasifikasi pasien yangAR dirangkum pada tabel 7 dan perbandingan sensitivitas baru. Di samping itu,- pasien dengan gambaran erosidan spesifisitas pemeriksaan autoantibodi pada AR tampak sendi yang khas AR dengan riwayat penyakit yang cocokTabel 7. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Untuk Artritis Reumatoid.2·13•25-29Pemeriksaan penunjang Temuan yang berhubungan(-reactive protein (CRP)* Umumnya meningkat sampai > 0,7 picogram/ml, bisa digunakan untuk monitor per- jalanan penyakit.Laju endap darah (LED)*Hemoglobin/hematokrit* Sering meningkat > 30 mm/jam, bisa digunakan untuk monitor perjalanan penyakit. Sedikit menurun, Hb rata-rata sekitar 10 g/dl, anemia normokromik, mungkin juga normositik atau mikrositikJumlah lekosit* Mungkin meningkat.Jumlah trombosit*Fungsi hati* Biasanya meningkat.Faktor reumatoid (RF)* Normal atau fosfatase alkali sedikit meningkat.Foto polos sendi* Hasilnya negatif pada 30% penderita AR stadium dini. Jika pemeriksaan awal negatifMRI dapat diulang setelah 6 - 12 bulan dari onset penyakit. Bisa memberikan hasil positif pada beberapa penyakit seperti SLE, skleroderma , sindrom Sjogren's, penyakitAnticyclic citrullinated peptide keganasan, sarkoidosis, infeksi (virus, parasit atau bakteri). Tidak akurat untuk penilaianantibody (anti-CCP) perburukan penyakit.Anti-RA33 Mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau erosi dekat celah sendi pada stadium dini penyakit. Foto pergelangan tangan dan pergelangan kaki penting untukAntinuclear antibody (ANA) data dasar, sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya. Mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal dibandingkan dengan foto polos,Konsentrasi komplemen tampilan struktur sendi lebih rinci.lmunoglobulin (lg)Pemeriksaan cairan sendi Berkorelasi dengan perburukan penyakit, sensitivitasnya meningkat bila dikombinasi dengan pemeriksaan RF. Lebih spesifik dibandingkan dengan RF. Tidak semuaFungsi ginjal laboratorium mempunyai fasilitas pemeriksaan anti-CCP.Urinalisis Merupakan pemeriksaan lanjutan bila RF dan anti-CCP negatif. Tidak terlalu bermakna untuk penilaian AR. Normal atau meningkat. lg a - 1 dan a -2 mungkin meningkat. Diperlukan bila diagnosis meragukan. Pada AR tidak ditemukan kristal, kultur negatif dan kadar glukosa rendah . Tidak ada hubungan langsung dengan AR, diperlukan untuk memonitor efek samping terapi . Hematuria mikroskopik atau proteinuria bisa ditemukan pada kebanyakan penyakit jaringan ikat.* Direkomendasikan untuk evalua si awal AR

3138 REUMATOLOGITabet 8. Sensitivitas dan Spesifisitas Pemeriksaan Autoantibodi pada Artritis Reumatoid.26Autoantibodi Sensitivitas (%) Spesifisitas (%) PPV* (%)RF titer > 20 U/ml 55 89 84RF titer tinggi (~ 50 U/ml) 45 96 92 41 98 96Anti-CCP 28 90 74Anti-RA33*PPV = positive predictive valueuntuk kriteria sebelumnya diklasifikasi sebagai AR. Pasien tapi sama atau kurang dari 3 kali nilai tersebut; positifdengan penyakit yang lama termasuk yang penyakit tidak tinggi adalah nilai yang lebih tinggi dari 3 kali batas atas.aktif (dengan atau tanpa pengobatan) yang berdasarkan Jika RF hanya diketahui positif atau negatif, maka positifdata-data sebelumnya didiagnosis AR hendaknya tetap harus dianggap sebagai positif rendahdiklasifikasikan sebagai AR. Lamanya sakit adalah keluhan pasien tentang lamanya Pada pasien dengan skor kurang dari 6 dan tidak keluhan atau tanda sinovitis (nyeri, bengkak atau nyeridiklasifikasikan sebagai AR, kondisinya dapat dinilai pada perabaan)kembali dan mungkin kriterianya dapat terpenuhi seiringberjalannya waktu. DIAGNOSIS BANDING Terkenanya sendi adalah adanya bengkak atau nyeri AR harus dibedakan dengan sejumlah penyakit lain-sendi pada pemeriksaan yang dapat didukung oleh adanya nya seperti artropati reaktif yang berhubungan denganbukti sinovitis secara pencitraan. Sendi DIP, CMC I, dan MTP infeksi, spondiloartropati seronegatif dan penyakit jar-I tidak termasuk dalam kriteria. Penggolongan distribusi ingan ikat lainnya seperti lupus eritematosus sistemiksendi diklasifikasikan berdasarkan lokasi danjumlah sendi (LES), yang mungkin mempunyai gejala menyerupai AR.yang terkena, dengan penempatan kedalam kategori yang Adanya kelainan endokrin juga harus disingkirkan. Artritistertinggi yang dapat dimungkinkan. gout jarang bersama-sama dengan AR, bila dicurigai ada artritis gout maka pemeriksaan cairan sendi perlu Sendi besar adalah bahu,siku, lutut, pangkal paha dan dilakukan .4pergelangan kaki. Sendi kecil adalah MCP, PIP, MTP 11-V, IPibu jari dan pergelangan tangan. Hasil laboratorium negatif adalah nilai yang kurangatau sama dengan batas atas ambang batas normal; positifrendah adalah nilai yang lebih tinggi dari batas atas normal Tabel 9. Kriteria Klasifikasi AR ACR/EULAR 2010 Skor A Keterlibatan Sendi 0 1 sendi besar 2 - 10 sendi besar 2 1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar) 3 5 4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi besar) Lebih dari 10 sendi (minimal 1 sen di kecil) 0 2 B Serologi (minimal 1 hasil lab diperlukan untuk klasifikasi) 3 RF don ACPA negatif RF atau ACPA positif rendah 0 RF atau ACPA positif tinggi 0 c Reaktan Fase Akut (minimal 1 hasil lab diperlukan untuk klasifikasi) LED don CRP normal LED atau CRP abnormal D Lamanya sakit Kurang 6 minggu 6 minggu atau lebih

ARTRITIS REUMATOID 3139PROGNOSIS sehingga pemeriksaan LED atau CRP, demikianjuga radio- logis harus dilakukan secara rutin. Status fungsional bisaPrediktor prognosis buruk pada stadium dini ARantara lain: skor fungsional yang rendah, status sosial dinilai dengan kuesioner, seperti Arthritis Impact Measure-ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, ada ment Scale atau Health Assessment Questionnaire. Perluriwayat keluarga dekat menderita AR, melibatkanbanyak sendi , nilai CRP atau LED tinggi saat per- ditentukan apakah penurunan status fungsional akibatm uIaa n pe nya kit , RF ata u anti - CC P posit if, ada inflamasi, kerusakan mekanik atau keduanya, karenaperubahan radiologis pada awal penyakit, ada nodul strategi terapinya berbeda .25reumatoid/manifestasi ekstraart i kular lainnya .2·31Sebanyak 30% penderita AR dengan manifestasi penyakit Ada beberapa instumen yang digunakan untuk men-berat tidak berhasil memenuhi kriteria ACR 20 walaupunsudah mendapat berbagai macam terapi . Sedangkan gukur aktivitas penyakit AR antara lain: Disease Activitypenderita dengan penyakit lebih ringan memberikan Index including an 28-joint count (DAS28), Simplifiedrespons yang baik dengan terapi. Penelitian yang di- Disease Activity Index (SDAI), European League Againstlakukan oleh Lindqvist dkk32 pada penderita AR yang Rheumatism Response Criteria (EULARC), Modified Healthmulai tahun 1980-an, memperlihatkan tidak adanya Assessment Questionnaire (M-HAQ) dan Clinical Diseasepeningkatan angka mortal itas pada 8 tahun pertama Activity Index (CDAl).8•36-38 Parameter-parameter yangsampai 13 tahun setelah diagnosis. Rasio keseluruhanpenyebab kematian pada penderita AR dibandingkan diukur dalam instrumen tersebut antara lain:dengan populasi umum adalah 1,6.33 Tetapi hasil inimungkin akan menurun setelah penggunaan jangka 1. Tender Joint Count (TJC): penilaian adanya nyeri tekanpanjang DMARD terbaru . pada 28 sendi.PENILAIAN AKTIVITAS PENYAKIT 2. Swollen Joint Count (SJC): penilaian pembengkakanSetiap kunjungan penderita AR, dokter harus menilaiapakah penyakitnya aktif atau tidak aktif (Tabel 10). pada 28 sendi.Gejala penyakit inflamasi sendi seperti kaku pagi hari, 3. Penilaian derajat nyeri oleh pasien: diukur denganlamanya kelelahan (fatigue) dan adanya sinovitis aktif Visual Analogue Scale (VAS, skala 0 - 10 cm). 4. Patient global assessment of disease activity (PGA):pada pemeriksaan sendi, mengindikasikan bahwa penyakitdalam kondisi aktif sehingga perubahan program terapi penilaian umum oleh pasien terhadap aktifitasperlu dipertimbangkan. Kadang-kadang penemuan padapemeriksaan sendi saja mungkin tidak adekuat dalam penyakit, diukur dengan Visual Analogue Scale (VAS,penilaian aktivitas penyakit dan kerusakan struktur, ska la 0 - 10 cm). 5. Physician global assessment of disease activity (MDGA): penilaian umum oleh dokter terhadap aktifitas penyakit, diukur dengan Visual Analogue Scale (VAS, ska la 0 - 10 cm). 6. Penilaian fungsi fisik oleh pasien: instrumen yang sering digunakan adalah HAQ (Health Assessment Questionnaire) atau M-HAQ (Modified Health Assessment Questionnaire). 7. Nilai acute-phase reactants: yaitu kadar C-reactive protein (CRP) atau nilai laju endap darah (LED)label 10. Penilaian Aktivitas Penyakit pada Artritis Reumatoid.25Setiap kunjungan, evaluasi bukti subyektif and obyektif untuk penyakit aktif : Derajat nyeri sendi (diukur dengan visual analog scale (VAS)) Durasi kaku pagi hari Durasi kelelahan Adanya inflamasi sendi aktif pada pemeriksaan fisik (jumlah nyeri tekan dan bengkak pada sendi) Keterbatasan fungsiEvaluasi secara rutin terhadap aktivitas atau progresivitas penyakit Bukti progresivitas penyakit pada pemeriksaan fisik (keterbatasan gerak, instabilitas, ma/alignment, dan/atau defor- mitas) Peningkatan LED atau CRP Perburukan kerusakan radiologis pada sendi yang terlibatParameter lain untuk menilai respons terapi Physician's global assessment of disease activity Patient's global assessment of disease activity Penilaian status fungsional atau kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner standar

3140 REUMATOLOGI DAS28 cukup praktis digunakan dalam praktek sehari- Menurut kriteria ACR, AR dikatakan mengalami remisi bilahari. Perhitungan DAS 28 (DAS28-LED) menghasilkan skala memenuhi 5 atau lebih dari kriteria dibawah ini dan ber-0- 9,84 yang menunjukkan aktivitas penyakit seorang pen- langsung paling sedikit selama 2 bulan berturut-turut: 40derita AR pada saat tertentu. Nilai ambang batas aktivitas 1. Kaku pagi hari berlangsung tidak lebih dari 15penyakit berdasarkan skor DAS28-LED dan DAS28-CRPtampak pada tabel 11 . menit 2. Tidak ada kelelahan Kelebihan DAS28 adalah selain dapat digunakan dalam 3. Tidak ada nyeri sendi (melalui anamnesis)praktek sehari-hari, juga bermanfaat untuk melakukan 4. Tidak ada nyeri tekan atau nyeri gerak pada sendititrasi pengobatan. Keputusan pengobatan dapat diam bi I 5. Tidak ada pembengkakan jaringan lunak atau sarungberdasarkan nilai DAS28 saat itu atau perubahan nilaiDAS28 dibandingkan dengan nilai sebelum pengobatan tendondimulai. Terdapat korelasi yang jelas antara nilai rata-rata 6. LED < 30 mm/jam untuk perempuan atau < 20 mm/DAS28 dengan jumlah kerusakan radiologis yang terjadiselama periode waktu tertentu . DAS28 dan penilaian jam untuk laki-laki (dengan metode Westergren)aktivitas penyakit (tinggi atau rendah) telah divalidasi.36·37Dalam praktek sehari-hari pengukuran DAS28 dapat di- TERA PlTabel 11. Nilai Ambang Batas Aktivitas Penyakit Destruksi sendi pada AR dimulai dalam beberapa min-Artritis Reumatoid Berdasarkan Nilai DAS28-LED dan ggu sejak timbulnya gejala, terapi sedini mungkin akanDAS28-CRP.34•35 menurunkan angka perburukan penyakit.41 Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan diagnosis dan memulaiAktivitas Nilai DAS28- Nilai DAS28-CRP terapi sedini mungkin. ACRSRA merekomendasikan bahwapenyakit LED penderita dengan kecurigaan AR harus dirujuk dalam 3 bulan sejak timbulnya gejala untuk konfirmasi diagnosisRemisi 5 2,6 5 2,3 dan inisiasi terapi DMARDs (Disease-modifying antirheu- matic drugs). 25 Modalitas terapi untuk AR meliputi terapiRendah 5 3,2 5 2,7 non farmakologik dan farmakologik.Sedang > 3,2 s/d 5 5,1 >2,7s/d54,1 Tujuan terapi pada penderita AR adalah :2·13•25 1. Mengurangi nyeriTinggi > 5, 1 > 4,1 2. Mempertahankan status fungsional 3. Mengurangi inflamasilakukan dengan menggunakan rumus :38 4. Mengendalikan keterlibatan sistemik 5. Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular DAS28 = 0.56../(tender28) + 0.28 x ../(swollen28) + 6. Mengendalikan progresivitas penyakit0.70 x ln(ESR) + 0.014 x GH. 7. Menghindari komplikasi yang berhubungan denganKeterangan: Tender28 =nyeri tekan pada 28 sendi, Swol- terapilen28 = pembengkakan pada 28 sendi, ESR = laju endap Terapi Non Farmakologikdarah dalam 1jam pertama, GH = Patient's assessment of Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba padageneral health diukur dengan VAS penderita AR. Terapi puasa, suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yangKriteria perbaikan. baik .42-45 Pemberian suplemen minyak ikan (cod liverAmerican College Of Rheumatology (ACR) membuat oil) bisa digunakan sebagai NSA/D-sparing agents padakriteria perbaikan untuk AR, tetapi kriteia ini lebih banyak penderita AR.46 Memberikan edukasi dan pendekatandipakai untuk menilai outcome dalam uji klinik dan tidak multidisiplin dalam perawatan penderita, bisa memberi-dipakai dalam praktek klinik sehari-hari . Kriteria perbaikan kan manfaat jangka pendek. Penggunaan terapi herbal,ACR 20% (ACR20) didefinisikan sebagai perbaikan 20% acupuncture dan splinting belum didapatkan bukti yangjumlah nyeri tekan dan bengkak sendi disertai perbaikan meyakinkan.4•47 Pembedahan harus dipertimbangkan20% terhadap 3 dari 5 parameter yaitu: patient's global bila : 1) terdapat nyeri berat yang berhubungan denganassessment, physician's global assessment, penilaian nyeri kerusakan sendi yang ekstensif, 2) keterbatasan gerakoleh pasien, penilaian disabilitas oleh pasien dan nilai yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat, 3)reaktan fase akut Kriteria ini juga diperluas menjadi kriteria ada ruptur tendon .2·25perbaikan 50% dan 70% (ACRSO dan ACR70)25·39Kriteria Remisi

ARTRITIS REUMATOID 3141Terapi Farmakologik bersifat sementara. Adanya artritis infeksi harus dising-Farmakoterapi untuk pender ita AR pada umumnya kirkan sebelum melakukan injeksi .25 Gejala mungkin akanmeliputi obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) untuk kambuh kembali bila steroid dihentikan, ten.itama bilamengendalikan nyeri, glu kokortikoid dosis rendah atau menggunakan steroid dosis tinggi, sehingga kebanyakanintraartikular dan DMARD. Analgetik lain juga mungkin Rheumatologist menghentikan steroid secara perlahandigunakan seperti acetaminophen, opiat, diproqualone dalam satu bulan atau lebih, untuk menghindari rebounddan lidokain topika l.22 Pada dekade terdahulu , terapi effect.50 Steroid sistemik sering diguna ~an sebagai bridgingfarmakologik untuk AR menggunakan pendekatan piramid therapy selama periode inisiasi DMARD sampai timbulnyayaitu : pemberian terapi untuk mengurangi gejala dimulai efek terapi dari DMARD tersebut, tetapi DMARD terbarusaat diagnosis ditegakkan dan perubahan dosis atau saat ini mempunyai mula kerja relatif cepat.4•25penambahan terapi hanya diberikan bila terjadi perbu -rukan gejala. Tetapi saat ini pendekatan piramid terbalik DMARD. Pemberian DMARD harus dipertimbangkan untuk(reverse pyramid) lebih disuka i, yaitu pemberian DMARD semua penderita AR. Pemilihanjenis DMARD harus mem-sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit.33 pertimbangkan kepatuhan, beratnya penyakit, pengala-Perubahan pendekatan ini merupakan hasil yang didapat man dokter dan adanya penyakit penyerta. DMARD yangdari beberapa penelitian yaitu : 1) Kerusakan sen di sudah paling umum digunakan adalah MTX, hidroksiklorokuinterjadi sejak awal penyakit; 2) DMARD memberikan atau klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomide, infliximabmanfaat yang bermakna bila diberikan sedini mungkin; dan etanercept.25 Sulfasalazin atau hidroksiklorokuin atau3) Manfaat DMARD bertambah bila diberikan secara klorokuin fosfat sering digunakan sebagai terapi awal,kombinasi; 4) Sejumlah DMARD yang baru sudah tersedia tetapi pada kasus yang lebih berat, MTX atau kombinasidan terbukti memberikan efek menguntungkan.48 terapi mungkin digunakan sebagai terapi lini pertama. Banyak bukti menunjukkan bahwa kombinasi DMARD lebih Penderita dengan penyakit ringan dan hasil pemeriksaan efektif dibandingkan dengan terapi tunggal. Perempuanradiologis normal, bisa dimulai dengan terapi hidrok- pasangan usia subur (childbearing) harus menggunakansiklorokuin/klorokuin fosfat, sulfasalazin atau minosiklin, alat kontrasepsi yang adekuat bila sedang dalam terapimeskipun methotrexate (MTX) juga menjadi pilihan. DMARD, oleh kerena DMARD membahayakan fetus.4Penderita dengan penyakit yang lebih berat atau adaperubahan radiologis harus dimulai dengan terapi Leflunomide bekerja secara kompetitif inhibitor ter-MTX. Jika gejala tidak bisa dikendalikan secara adekuat, hadap enzim intraselular yang diperlukan untuk sintesismaka pemberian leflunomide, azathioprine atau terapi pirimidin dalam limfosit yang teraktivasi .51 Leflunomidekombinasi (MTX ditambah satu DMARD yang terbaru) bisa memperlambat perburukan kerusakan sendi yang diukurdipertimbangkan.4 Katagori obat secara individual akan secara radiologis danjuga mencegah erosi sendi yang barudibahas di bawah ini. pada 80% penderita dalam periode 2 tahun.52 Antagonis TNF menurunkan konsentrasi TNF-a, yang konsentrasi-OAINS. OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk nya ditemukan meningkat pada cairan sendi penderitamengurangi nyeri dan pembengkakan. Oleh karena obat- AR. Etanercept adalah suatu soluble TNF-receptor fusionobat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak protein, dimana efekjangka panjangnya sebanding denganboleh digunakan secara tunggal.25 Penderita AR mempunyai MTX, tetapi lebih cepat dalam memperbaiki gejala, seringrisiko dua kali lebih sering mengalami komplikasi serius dalam 2 minggu terapi .53 Antagonis TNF yang lain adalahakibat penggunaan OAINS di-bandingkan dengan penderita infliximab, yang merupakan chimeric lgG 1 anti-TNF-aosteoartritis, oleh karena itu perlu pemantauan secara antibody. Penderita AR dengan respons buruk terhadapketat terhadap gejala efek samping gastrointestinal.25·27 MTX, mempunyai respons yang lebih baik dengan pem- berian infliximab dibandingkan plasebo. 54 AdalimumabGlukokortikoid. Steroid dengan dosis ekuivalen dengan juga merupakan rekombinan human lgG1 antibody,prednison kurang dari 10 mg per hari cukup efektif untuk yang mempunyai efek aditif bila dikombinasi denganmeredakan gejala dan dapat memper-lambat kerusakan MTX.54 Pemberian antagonis TNF berhubungan dengansendi .4 Dosis steroid harus diberikan dalam dosis minimal peningkatan risiko terjadinya infeksi, khususnya reaktivasikarena risiko tinggi mengalami efek samping seperti tuberkulosis .53osteoporosis, katarak, gejala Cushingoid, dan gangguankadar gula darah.49 ACR merekomendasikan bahwa pend- Anakinra adalah rekombinan antagonis reseptorerita yang mendapat terapi glukokortikoid harus disertai interleukin-1 . Beberapa uji klinis tersamar ganda 53·55dengan pemberian kalsium 1500 mg dan vitamin D 400 mendapatkan bahwa anakinra lebih efektif dibandingkan- 800 IU per hari. Bila artritis hanya mengenai satu sendi dengan plasebo, baik diberikan secara tunggal maupundan meng-akibatkan disabilitas yang bermakna, maka dikombinasi dengan MTX. Efek sampingnya antara laininjeksi steroid cukup aman dan efektif, walaupun efeknya iritasi kulit pada tempat suntikan, peningkatan risiko infeksi dan leukopenia.53 Rituximab merupakan antibodi terhadap

3142 REUMATOLOGIreseptor permukaan sel B (anti-CD20) menunjukkan efek toksisitas. Regimen terapi kombinasi yang efektif dan amancukup baik.56 Antibodi terhadap reseptor interleukin-6 juga digunakan untuk penderita AR aktif yang tidak terkontrolsedang dalam evaluasi .4 Jen is-jenis DMARD yang diguna- adalah salah satu dari kombinasi berikut:kan dalam terapi AR dirangkum dalam tabel 12. MTX + hidroksiklorokuin,Terapi Kombinasi. Banyak penelitian memperlihat- MTX + hidroksiklorokuin + sulfasalazine,kan bahwa efikasi terapi kombinasi lebih superior di- MTX + sulfasalazine + prednisolone,bandingkan dengan terapi tunggal, tanpa memperbesar MTX + leflunomide,Tabel 12. Jenis-jenis DMARD yang Digunakan Dalam Terapi Artritis Reumatoid.2·4· sH4DMARD Mekanisme kerja Dosis Waktu timbul- Efek samping nya responsNon Biologik Mual , sakit kepala, sakit(Konvensional) perut, myopati, toksisitas pada retinaHidroksi- Menghambat: sekresi 200 - 400 mg p.o. 2 - 6 bulanklorokuin (Plaquenil), sitokin, enzim lisosomal per hari 1 - 2 bu Ian Mual , diare, kelemahan,Klorokuin fosfat dan fungsi makrofag 250 mg p.o. per ulkus mulut, ruam, alopesia, hari gangguan fungsi hati ,Methotrexate Inhibitor dihidrofolat penurunan leukosit dan(MTX) reduktase, meng - 7,5 - 25 mg p.o, IM trombosit, pneumonitis, hambat kemotaksis, atau SC per minggu sepsis , penyakit hati, efek anti-inflama- limfoma yang berhubungan si melalui induksi dengan EBV, nodulosis pelepasan adenosin Mual , diare, sakit kepala, ulkus mulut, ruam, alopesia,Sulfasalazin Menghambat 2 - 3 gr p .o . per 1 - 3 bulan mewarnai lensa kontak, respons sel B, angio- hari oligospermia reversibel, genesis gangguan fungsi hati, leukopeniaAzathioprine Menghambat sintesis 50 - 150 mg p.o.per 2 - 3 bu Ian Mual, leukopenia, sepsis,(lmuran) limfoma DNA hariLeflunomide Menghambat sintesis 100 mg p .o . per 4 - 12 minggu Mual, diare, ruam, alopesia,(Arava) pirimidin hari selama 3 hari sangat teratogenik meski- kemudian 10 - 20 pun obat telah dihentikan,Cyclosporine mg p.o. per hari leuko-penia, hepatitis, trom- bositopeniaMinocycline Menghambat sintesis 2,5-5 mg/kg BB p.o. 2 - 4 bu Ian(Minocin) IL-2 dan sitokin sel T per hari Mual, parestesia, tremor, sakit lainnya kepala, hipertrofi gusi, hiper- trikosis, hipertensi, gangguan Menghambat bio - 100 mg p.o. dua kali 1 - 3 bulan ginjal, sepsis sintesis dan aktivitas per hari MMPs Pusing, pigmentasi kulitD-Penicillamine Menghambat fungsi 250 - 750 mg p.o. 3 - 6 bu Ian Mual, hilangnya rasa kecap,(Cuprimine) sel T helper dan per hari 6 - 8 minggu penurunan trombosit yang angiogenesis reversibelGaram emas 25- 50 mg IM settiapthiomalate Menghambat : makro- 2-4 minggu Ulkus mulut, ruam, gejala(Myochrysine) fag , angiogenesis dan vasomotor setelah injeksi, protein kinase C leukopenia, trombosito- penia, proteinuria, kolitis

ARTRITIS REUMATOID 3143Auranofin Menghambat makrofag 3 mg p.o. 2 kali per 4 - 6 bu Ian Diare, leukopenia(Ridaura) dan fungsi PMN hari atau 6 mg p.o.BIOLOGIK per hari Reaksi infus, peningkatanAdalimumab risiko infeksi termasuk reak-(Humira) Antibodi TNF (human) 40 mg SC setiap 2 Beberapa hari - 4 tiVasi TB, gangguan demy- elinisasiAnakinra minggu bu Ian lnfeksi dan penurunan(Kineret) jumlah netrofil, sakit kepala,Etanercept Antagonis reseptor 100 - 1SO mg SC 12 - 24 minggu pusing, mual, hipersensitivitas(Enbrel) IL-1 per hari Reaksi ringan pada tempat suntikan, kontraindikasi padalnfliximab Reseptor TNF terlarut 2S mg SC Beberapa hari - infeksi, demyelinisasi(Remicade) (soluble) 2 kali per minggu 12 minggu atau SO mg SC per Reaksi infus, peningkatanRituximab Antibodi TNF (chime- minggu Beberapa hari - 4 risiko infeksi termasuk(Rituxan, Mabthera) ric) bu Ian reaktivasi TB, gangguan 3 mg/kgBB IV (infus demyelinisasiAbatacept Antibodi anti-sel B pelan) pada 3 bulan*(Orencia) (CD20) minggu ke- 0, 2 dan Reaksi infus, aritmia jantung,Belimumab 6 kemudian setiap 8 hipertensi, infeksi, reaktivitqs minggu hepatitis B, sitopenia, reaksiTocilizumab hipersensitivitas(Actemra TM) 1000 mg setiap 2 Reaksi infus, infeksi, reaksiOcrelizumab minggu x 2 dosis hipersensitivitas, eksasebasi COPDlmatinib Menghambat aktivi- 10 mg/kg BB (SOO, 6 bulan* Uji klinis fase II(Gleevec) tassel T (costimulation 7SO atau 1000 mg) 24 minggu*Denosumab blockers) setiap 4 minggu Uji klinis fase Ill (OPTION humanized monoclonal 24 minggu* trial)Certolizumab Pegol antibody terhadap 8- 1 mg, 4 mg atau 10 4 minggu*(CDP870) lymphocyte mg/kgBB IV pada 3 bulan* Uji klinis fase IIOfatumumab (HuMax- stimulator (BlyS) hari 0, 14, 28 kemu- 6 bulan*CD20) dian setiap 28 hari 4 minggu* Uji klinis fase IIAtacicept Anti-IL-6 receptor selama 24 minggu 24 minggu* MAb 3 bulan* Uji Klinis fase IIGolimumab 4 mg atau 8 mg/ humanized anti-CD20 kgBB infus setiap 4 16 minggu* Uji klinis fase II antibody minggu Uji Klinis fase II Inhibitor protein tirosin 10 mg, SO mg, 200 kinase mg, SOO mg, dan Uji klinis fase lb human monoclonal 1000 mg infus pada lgG2 antibody ter- hari 1 dan 1S Uji klinis fase II (Uji klinis fase hadap RANKL Ill mulai Februari 2006-Juli human 400 mg per hari 2012) anti-TNF-a antibody 60 mg atau 180mg human monoclonal SC setiap 6 bulan anti-CD20 lgG7 selama 1 tahun antibody Recombinant fusion 1 mg; S mg atau protein yang mengikat 20 mg/kgBB infus dan menetralkan B tung gal lymphocyte stimulator (BlyS dan a prolifera- 300 mg, 700 mg tion-inducing ligand atau 1000 mg infus (APRIL) pada hari 0 dan 14 Fully human protein (antibody) yang 70 mg, 210 mg, atau mengikat TNF-a 630 mg SC dosis tunggal atau 70 mg, 210 mg atau 420 mg SC dosis berulang setiap 2 minggu SO mg atau 100 mg SC setiap 2 atau 4 minggu

3144 REUMATOLOGIFontolizumab humanised anti - Uji klinis fase II interferon gamma antibodyKeterangan :* Waktu terpendek yang ditetapkan oleh peneliti untuk mengevaluasi respons terapiIM= intramuscular; IV= intravenous; p.o. =per oral; SC= subcutan; EBV =Epstein-Barr Virus; MMPs =matrix metalloproteinases;TB = tuberkulosis; PMN = polymorphonuclear; MAb =monoclonal antibody; COPD = chronic obstructive pulmonary disease MTX + infliximab, MTX + etanercept, lorokuin atau klorokuin fosfat perlu dilakukan pemeriksaan MTX + adalimumab, oftalmologik berupa pemeriksaan retina dan lapangan MTX + anakinra, atau pandang. Sedangkan penderita yang mendapat metho- MTX + rituximab . 2-55-94 trexate dan leflunomide perlu pemeriksaan tambahan Penderita AR yang memberikan respons suboptimaldengan terapi MTX saja, akan memberikan respons yang yaitu screening terhadap hepatitis B dan C. 2•95 (Tabel 13)lebih baik bila diberikan regimen terapi kombinasi. Terapikombinasi juga efektif dalam menghambat progresivitas Setelah DMARD diberikan perlu dilakukan pemantauan penyakit dan kerusakan radiografi, terutama untuk secara berkala untuk mengidentifikasi sedini mungkinregimen terapi kombinasi MTX + inhibitor TNF, tetapi adanya toksisitas.harganya jauh lebih mahal bila dibandingkan den-gan regimen kombinasi MTX + hidroksiklorokuin atau REKOMENDASI KLINIKsulfasalazine .2 Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh dokter dalamPEMANTAUAN KEAMANAN TERAPI DMARD penanganan penderita AR dalam praktek klinik sehari-hari tampak dalam tabel 14.Sebelum pemberian DMARD perlu dilakukan evaluasidasar terhadap keamanan pemberian DMARD tersebut. FOTO ARTRITIS REUMATOIDACR merekomendasikan evaluasi dasar yang harus di-lakukan sebelum memberikan terapi DMARD antara lain: REFERENSIdarah perifer lengkap (complete blood counts), kreatininserum dan transaminase hati. Untuk pemberian hidroksik-Tabel 13. Evaluasi Dasar yang Harus Dilakukan Sebelum Pemberian Terapi DMARD.9sJenis DMARD CBC* Transaminase hati Pemeriksaan Oftalmologik Kreatinin serum Hepatitis B dan CNon biologik x x xHidroksiklorokuin/ xKlorokuin fosfat x x xxLeflunomide x x xxMethotrexate x x xMinocycline x x xSulfasalazineBiologik x x xSemua agen biologik*CBC = complete blood counts

ARTRITIS REUMATOID 3145label 14. Rekomendasi untuk Praktek Klinik4 Tingkat bukti (evidence rating) Rekomendasi klinik APenderita AR harus diterapi sedini mungkin dengan DMARD untuk mengontrol gejala dan menghambatperburukan penyakit. c cPenderita dengan inflamasi sendi persisten ( lebih dari 6 - 8 minggu) yang sudah mendapat terapianalgetik atau OAINS harus dirujuk ke insitusi rujukan reumatologi, lebih baik sebelum 12 minggu. AMelakukan edukasi satu per satu untuk penderita AR setelah diagnosis ditegakkan.OAINS untuk meredakan gejala harus diberikan dengan dosis rendah dan harus diturunkan setelah BDMARD mencapai respons yang baik. cGastroproteksi harus diberikan pada penderita usia > 65 tahun atau ada riwayat ulkus peptikum.lnjeksi kortikosteroid intra-artikular bermanfaat, tetapi t idak diberikan lebih dari 3 kali dalam setahun. AKortikosteroid dosis rendah efektif mengurangi gejala tetapi mempunyai risiko tinggi terjadinya tok-sisitas, oleh kerena itu berikan dosis paling rendah dengan periode pemberian yang pendek. AKombinasi terapi lebih efektif dibandingkan dengan terapi tunggal.Efikasi terapi harus di monitor, perubahan hemoglobin, LED dan CRP merupakan indikator respons terapi cdan penggunaan instrumen kriteria respons dari European League Against Rheumatism bermanfaatuntuk menilai perburukan penyakit. cPendekatan secara multidisiplin bermanfaat, paling tidak dalam jangka pendek, oleh karena itu pen -derita harus bisa mendapatkan perawatan profesional secara luas, yang meliputi dokter pelayanan cprimer, ahli reumatologi, perawat khusus, ahli terapi fisik, ahli occupational, ahli gizi, ahli perawatankaki (podiatrists) , ahli farmas i dan pekerja sosial.Latihan bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas aerobik dan kekuatan otot tanpa memperburukaktivitas penyakit atau derajat nyeri.8. Buch M, Emery P. Th e ae tiology an d pa thogen es is ofFoto 1. Pembengkakan Pl P Foto 2. Erosi sendi

3146 REUMATOLOGIFoto 3. Deformitas leher angsa (swan neck) Foto 6. Deformitas Z-thumbFoto 4. Deformitas boutonniere dengan nodul reumatoid Foto 7. Artritis mutilansmultipel @Cu11entMedicineFoto 5. Deviasi ulna Foto 8. Nodul reumatoid

ARTRITIS REUMATOID 3147Foto 9. Accelerated rheumatoid nodu/osis Foto 12. Episcleritis pada ARFoto 10. Hallux valgus Foto 13. Scleritis pada ARFoto 11.Vaskulitis reumatoid Foto 14. Scleromalacia perforans pada AR

3148 REUMATOLOGI rhaumatoid arthritis. Hospital Farm 2002;9:5-10. cutaneous manifestations. ] Am Acad Dermatol 2005;53:191- 209.9. Cush JJ, Kavanaugh A, Stein CM. Rheumatology Diagnosis 31. Brown KK. Rheumatoid lung disease. Proc Am Thorac Soc 2007;4:443-448. & Therappeutics. 2th ed. Philadelphia: Lippincott Williams 32. American College of Rheumatology Subcommittee on & Wilkins; 2005. p.323-333. Rheumatoid Arthritis Guidelines. Guidelines for the10. Smith HR. Rheumatoid arthritis. (dikutip tanggal 21 Oktober management of rheumatoid arthritis: 2002 update. Arthritis 2008) . Diunduh dari URL: http:/ /www.emedicine.com / Rheum 2002;46:328-46. med/TOIC2024.HTM. 33. Nell VPK, Machold KP, Stamm TA, Eberl G, Heinz H,11. Rindfleisch JA, Muller D. Diagnosis and Management of Uffmann M, et al. Autoantibody profiling as early diagnostic Rheumatoid arthritis. Am Fam Physician 2005;72:1037-47. and prognostic tool for rheumatoid arthritis. Ann Rheum Dis12. Silman AJ, Pearson JE . Epidemiology and genetics of 2005;64;1731-36. rheumatoid arhtritis. Arthritis Res 2002; 4 (suppl 3):S265- 34. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of early rheumatoid arthritis. SIGN No. 48. (dikutip tanggal 6 S272. Oktober 2008). Diunduh dari URL: http: / /www.sign.ac.uk/13. Mijiyawa M. Epidemiology and semiology of rheumatoid guidelines/full text/ 48/ index.html. 35. Avouac J, Gossec L, Dougados M. Diagnostic and predictive arthritis in Third World countries. Rev Rhum Engl Ed value of anti-CCP (cyclic citrullinated protein) antibodies 1995;62(2):121-6. in rheumatoid arthritis: a systematic literature review. Ann14. Darmawan J, Muirden KD, Valkenburg HA, Wigley RD. Rheum Dis 2006; doi:l0.1136/ ard.2006.051391. The epidemiology of rheumatoid arthritis in Indonesia. Br J 36. Nishimura K, Sugiyama D, Kogata Y, Tsuji G, Nakazawa T, Rheumatol 1993;32(7):537-40. Kawano S, et al. Meta-analysis: Diagnostic Accuracy of Anti-15. Albar Z. Perkembangan Pengobatan Penyakit Rematik. Cyclic Citrullinated Peptide Antibody and Rheumatoid Factor Kajian khusus terhadap farmakoterapi artritis reumatoid for Rheumatoid Arthritis. Ann Intern Med. 2007;146:797-808. masa kini dan perkembangannya di masa depan. Jakarta: 37. Aletaha D, Neogi T, Silman AJ, Funovits, Felson T, Bingham Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 54 ha!. III CO et al. 2010 Rheumatoid Arthritis Classification Criteria Pidato Pengukuhan Guru Besar. An American College of Rheumatology/European League16. Bowes J, Barton A. Recent advances in the genetics of RA Against Rheumatism Collaborative Initiative. Arthritis susceptibility. Rheumatology 2008 47(4):399-402. Rheum 2010; 62: 2569 - 8117. Turesson C, Matteson EL. Genetics of rheumatoid arthritis. 38. Boers M. Rheumatoid arthritis. Treatment of early disease. Mayo Clin Proc 2006;81(1):94-101. Rheum Dis Clin North Am 2001;27:405-14.18. Nelson JL, Hughes KA, Smith AG, Nisperos BB, Branchaud 39. Lindqvist E, Eberhardt K. Mortality in rheumatoid arthritis AM, Hansen JA. Maternal-Fetal Disparity in HLA Class II patients with disease onset in the 1980s. Ann Rheum Dis Alloantigens and the Pregnancy-Induced Amelioration of 1999;58:11-4. Rheumatoid Arthritis. N Engl] Med 1993;329:466-71. 40. Chehata JC, Hassell AB, Clarke SA, Mattey DL, Jones MA,19. Firestein GS. Etiology and pathogenesis of rheumatoid Jones PW, et al. Mortality in rheumatoid arthritis: relationship arthritis. In: Ruddy S, Harris ED, Sledge CB, Kelley WN, eds. to single and composite measures of disease activity. Kelley's Textbook of rheumatology. 7th ed. Philadelphia: W.B. Rheumatology 2001;40:447-52. Saunders, 2005:996-1042. 41. Leeb BF, Andel I, Leder S, Leeb BA, Rintelen B. The patient's20. Harris ED. Clinical features of rheumatoid arthritis. In: Ruddy perspective and rheumatoid arthritis disease activity indexes. S, Harris ED, Sledge CB, Kelley WN, eds. Kelley's Textbook Rheumatology 2005;44:360-365. of rheumatology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders, 42. Smolen JS, Breedveld FC, Schiff MH, Kalden JR, Emery 2005:1043-78. P, Eberl G, et al. A simplified disease activity index for21. Mikuls TR, Cerhan JR, Criswell LA, Merlino L, Mudano AS, rheumatoid arthritis for use in clinical practice. Rheumatology Burma M, et al. Coffee, tea, and caffeine consumption and 2003;42:244-257. risk of rheumatoid arthritis: results from the Iowa Women's 43. Aletaha D, Landewe R, Karonitsch T, Bathon J, Boers M, Health Study. Arthritis Rheum 2002;46:83-91. Bombardier C, et al. Reporting disease activity in clinical22. Merlino LA, Curtis J, Mikuls TR, Cerhan JR, Criswell LA, trials of patients with rheumatoid arthritis: EULAR/ ACR Saag KG . Vitamin D intake is inversely associated with collaborative recommendations. Ann Rheum Dis 2008;67;1360- rheumatoid arthritis: results from the Iowa Women's Health Study. Arthritis Rheum 2004;50:72-7. 64.23. Feldmann M, Brennan FM, Maini RN. Role of cytokines in 44. Saag KG, Teng GG, Patkar NM, Anuntiyo J, Finney C, rheumatoid arthritis. Annu Rev Immunol. 1996;14:397-440.24. Goldman JA. Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis and Its Curtis JR, et al. American College of Rheumatology 2008 Implications for Therapy - The Need for Early/Aggressive Recommendations for the Use of Nonbiologic and Biologic Therapy. (dikutip Tanggal 6 Oktober 2008). Diunduh dari Disease-Modifying Antirheumatic Drugs in Rheumatoid URL: http://www.princetoncme.com/pdf!programs/report629. Arthritis. Arthritis Rheum 2008;59: 762-784. pdf 45. Inoue F, Yamanaka H, Hara M, Tomatsu T, Kamatani N.25. Choy EHS, Panayi GS. Cytokine pathways dan joint Comparison of DAS28-ESR and DAS28-CRP threshhold inflammation in rheumatoid arthritis. N Engl J Med values. Ann Rheum Dis 2006;doi:l0.1136/ard. 2006. 054205. 2001;344:907-16. 46. EULAR. Disease activity score in rheumatoid arthritis26. Lundy SK, Sarkar S, Tesmer LA, Fox DA. Cells of the (dikutip tanggal 12 Oktober 2008). Dapat diperoleh di URL : synovium in rheumatoid arthritis. T lymphocytes. Arthritis http://www.das-score.nl. Research & Therapy 2007;9(1):1-ll.27. Shaw T, Quan J, Totoritis MC. B cell therapy for rheumatoid 47. van Gestel AM, Haagsma CJ, van Riel PLCM. Validation arthritis: the rituximab (anti-CD20) experience. Ann Rheum Dis 2003;62:55-59. of rheumatoid arthritis improvement criteria that include28. Mauri C, Ehrenstein MR. Cells of the synovium in rheumatoid simplified joint counts. Arthritis Rheum 1998;41:1845-50. arthritis. B cells. Arthritis Research & Therapy 2007;9(2):1-6. 48. Leeb BF, Andel I, Sautner J, Fass! C, Nothnagi T, Rintelen29. Wikipedia. Rheumatoid Arthritis. (dikutip tanggal 6 Oktober B. The Disease Activity Score in 28 Joints in Rheumatoid 2008) . Diunduh dari URL: http ://en.wikipedia.org/wiki/ Arthritis and Psoriatic Arthritis Patients. Arthritis Rheum Rheumatoid_arthritis. 2007;57: 256-60.30. Syah A, English JC. Rheumatoid arthritis: A review of the

ARTRITIS REUMATOID 314949. Felson DT, Anderson JJ, Boers M, Bombardier C, Furst approach for the treatment of rheumatoid arthritis. A systematic review. Einstein 2007;5(4):378-86. D, Goldsmith C, et al. ACR Preliminary Definition of 67. Siddiqui MAA. The Efficacy And Tolerability Of Newer Improvement In Rheumatoid arthritis. Arthritis Rheum Biologics In Rheumatoid Arthritis: Best Current Evidence. 1995;38:727-35. Curr Opin Rheumatol 2007;19(3):308-13.50. Makinen H, Hannonen P, Sokka T. Definitions of remission 68. McGonagle D, Tan AL, Madden J, Taylor L, Emery P. for rheumatoid arthritis and review of selected clinical cohorts Rituximab use in everyday clinical practice as a first-line and randomised clinical trials for the rate of remission. Clin biologic therapy for the treatment of DMARD-resistant Exp Rheumatol 2006; 24 (Suppl.43):S22-S28. rheumatoid arthritis. Rheumatology 2008;47(6):865-67.51. Emery P, Breedveld FC, Dougados M, Kalden JR, Schiff 69. Jois RN, Masding A, Somerville M, Gaffney MK, Scott DGI. MH, Smolen JS. Early referral recommendation for newly Rituximab therapy in patients with resistant rheumatoid diagnosed rheumatoid arthritis: evidence based development arthritis: real-life experience. Rheumatology 2007;46:980-82. of a clinical guide. Ann Rheum Dis 2002;61:290-7. 70. Lee ATY, Pile K Disease modifying drugs in adult rheumatoid52. BelchJJ, Ansell D, Madhok R, O'Dowd A, Sturrock RD. Effects arthritis. Aust Prescr 2003;26:36-40. of altering dietary essential fatty acids on requirements for 71. Genovese MC, Becker JC, Schiff M, Luggen M, Sherrer non-steroidal anti-inflammatory drugs in patients with Y, Kremer J, et al. Abatacept for Rheumatoid Arthritis rheumatoid arthritis: a double blind placebo controlled study. Ann Rheum Dis 1988;47;96-104. Refractory to Tumor Necrosis Factor a Inhibition. N Engl J53. Kavuncu V, Evcik D. Physiotherapy in Rheumatoid Arthritis. Medscape General Med. 2004;6:3. Med 2005;353:1114-23.54. Verhagen AP, Bierma-Zeinstra SM, Cardoso JR, de Bie RA, 72. Shankar S, Handa R. Biological agents in rheumatoid arthritis. Boers M, de Vet HC. Balneotherapy for rheumatoid arthritis. Cochrane Database Syst Rev 2008;(4): CD000518. JPostgrad Med 2004;50:293-9.55. Van Den Ende CH, Vliet Vlieland TP, Munneke M, Hazes JM. Dynamic exercise therapy for rheumatoid arthritis. Cochrane 73. Cohen SB, Dore RK, Lane NE, Ory PA, Peterfy CG, Sharp JT, Database Syst Rev 2008;(1):CD000322. et al. Denosumab treatment effects on structural damage, bone56. Galarraga B, Ho M, Youssef HM, Hill A, McMahon H, Hall mineral density, and bone turnover in rheumatoid arthritis: C, et al. Cod liver oil (n-3 fatty acids) as an non-steroidal anti- a twelve-month, multicenter, randomized, double-blind, inflammatory drug sparing agent in rheumatoid arthritis. placebo-controlled, phase II clinical trial. Arthritis Rheum Rheumatology 2008;47:665-9. 2008;58(5):1299-309.57. Egan M, Brosseau L, Farmer M, Ouimet MA, Rees S, Wells G, et al. Splints/ orthoses in the treatment of rheumatoid arthritis. 74. Yazici Y. B-Cell-Targeted Therapies: Reports From the Cochrane Database Syst Rev 2001;(4): CD004018. ACR 2007 Annual Meeting (dikutip tanggal 17 Oktober58. Olsen NJ, Stein CM. New drugs for rheumatoid arthritis. N 2008). Diunduh dari URL: http://www. medscape. com/ viewarticle/567522. Engl JMed 2004;350: 2167-79. 75. Fox RI. Update on Novel and Emerging Therapies for RA:59. Bijlsma JWJ, Boers M, Saag KG, Furst DE. Glucocorticoids Report From the ACR 2007 Annual Meeting (dikutip tanggal in the treatment of early and late RA. Ann Rheum Dis 17 Oktober 2008). Diunduh dari URL: http://www.medscape. 2003;62;1033-37. com/viewarticle/567521.60. van Everdingen AA, Jacobs JW, Siewertsz Van Reesema 76. Smolen J. The investigational compound tocilizumab (ActernraTM) significantly reduces disease activity in patients DR, Bijlsma JW. Low-dose prednisone therapy for patients with moderate to severe rheumatoid arthritis (RA) who have an inadequate response to methotrexate, researchers with early active rheumatoid arthritis: clinical efficacy, announced at the European League Against Rheumatism disease-modifying properties, and side effects. Ann Intern (EULAR) 2007 (dikutip tanggal 17 Oktober 2008). Diunduh Med 2002;136:1-12. dari URL: http ://www.medicalnewstoday.com/hea lthnews.61. Cohen S, Cannon GW, Schiff M, Weaver A, Fox R, Olsen php?newsid=74370. N, et al. Two-year, blinded, randomized, controlled trial of treatment of active rheumatoid arthritis with leflunomide 77. Kelly J. Progress in RA with rituximab, belimumab, and 2 compared with methotrexate. Arthritis Rheum 2001;44:1984- novel approaches (dikutip tanggal 18 Oktober 2008). Diunduh 92. dari URL: http://www.medscape.com/viewarticle/538181.62. Bathon JM, Martin RW, Fleischmann RM, Tesser JR, Schiff MH, Keystone EC, et al. A comparison of etanercept and 78. EULAR 2007. Preliminary Results Show Potential Of methotrexate in patients with early rheumatoid arthritis. N Ofatumumab In Rheumatoid Arthritis (dikutip tanggal 18 Oktober 2008). Diunduh dari URL: http://www. Engl JMed 2000;343:1586-93. medicalnewstoday.com/articles/7443 7.php.63. Lipsky PE, van der Heijde DM, St Clair EW, Furst DE, 79. Novartis Pharma AG. A Study of Imatinib 400 Mg Once Breedveld FC, Kalden JR, et al. Infliximab and methotrexate Daily in Combination With Methotrexate in the Treatment of Rheumatoid Arthritis (dikutip tanggal 18 Oktober in the treatment of rheumatoid arthritis. N Engl J Med 2008). Diunduh dari URL: http://clinicaltrials.gov/ct2/show/ NCT00154336? term=imatinib & rank=30. 2000;343:1594-602.64. Weinblatt ME, Keystone EC, Furst DE, Moreland LW, 80. Tak PP, Thurlings RM, Rossier C, Nestorov I, Dimic A, Mircetic V, et al. Atacicept in patients with rheumatoid Weisman MH, Birbara CA, et al. Adalimumab, a fully human arthritis: Results of a multicenter, phase lb, double-blind, anti-tumor necrosis factor alpha monoclonal antibody, for placebo-controlled, dose-escalating, single- and repeated-dose the treatment of rheumatoid arthritis in patients taking study. Arthritis Rheum 2008;58(1):61-72. concomitant methotrexate: the ARMADA trial. Arthritis Rheum 2003;48:35-45. 81. Centocor, Inc. A Study of the Safety and Efficacy of65. Nuki G, Breshnihan B, Bear MB, McCabe D. Long-term safety Golimumab (CNTO 148) in Subjects With Active Rheumatoid and maintenance of clinical improvement following treatment Arthritis Previously Treated With Biologic Anti-TNFa with anakinra (recombinant human interleukin-I receptor Agent(s) (dikutip tanggal 18 Oktober 2008). Diunduh dari antagonist) in patients with rheumatoid arthritis: extension URL: http://clinicaltrials.gov/ct/show/NCT00299546. phase of a randomized, double-blind, placebo-controlled trial. Arthritis Rheum 2002; 46: 2838-46. 82. Kay J, Matteson EL, Dasgupta B, Nash P, Durez P, Hall S, et66. Finger E, Scheinberg MA. Rituximab (Mabthera), a new al. Golimumab in patients with active rheumatoid arthritis despite treatment with methotrexate: A randomized, double- blind, placebo-controlled, dose-ranging study. Arthritis Rheum

3150 REUMATOLOGI 2008;58 :964-75. Research in Active Rheumatoid Arthritis (ReAct) trial. Ann83. BioPharma, Inc. A Phase 2 Study to Evaluate the Safety, Rheum Dis 2007;66;732-39. 100. van Riel PLCM, Taggart AJ, Sany J, Gaubitz M, Nab HW, Tolerability, and Activity of Fontolizumab in Subjects With Pedersen R, et al. Efficacy and safety of combination Active Rheumatoid Arthritis (dikutip tanggal 18 Oktober etanercept and methotrexate versus etanercept alone in 2008). Diunduh dari URL: http://clinicnltrials.gov/ct2/show/ patients with rheumatoid arthritis with an inadequate record/NCT00281294. response to methotrexate: the ADORE study. Ann Rheum84. Kremer JM, Westhovens R, Leon M, Giorgio ED, Alten R, Dis 2006;65;1478-83. Steinfeld S, et al. Treatment of Rheumatoid Arthritis by 101. O'Dell JR, Haire CE, Erikson N, Drymalski W, Palmer W, Selective Inhibition of T-Cell Activation with Fusion Protein Eckhoff J, et al. Treatment of rheumatoid arthritis with methotrexate alone, sulfasalazine and hydroxychloroquine, CTLA4Ig. N Engl JMed 2003;349:1907-15. or a combination of all three medications. N Engl J Med85. Weinblatt ME, Kremer JM, Bankhurst AD, Bulpitt KJ, Fleischmann RM, Fox RI, et al. A Trial of etanercept, a 1996;334:1287-91. recombinant tumor necrosis factor receptor: Fe fusion protein, 102. Saag KG, Teng GG, Patkar NM, Anuntiyo J, Finney C, in patients with rheumatoid arthritis receiving methotrexate. Curtis JR, et al. American College of Rheumatology 2008 N Engl JMed 1999;340:253-9. Recommendations for the Use of Nonbiologic and Biologic Disease-Modifying Antirheumatic Drugs in Rheumatoid86. Edwards JCW, Szczepanski L, Szechinski J, Filipowicz- Arthritis. Arthritis Rheum 2008;59:762-84. Sosnowska A, Emery P, Close DR, et al. Efficacy of B-Cell-Targeted Therapy with Rituximab in Patients with Rheumatoid Arthritis. N Engl JMed 2004;350:2572-81.87. O'Dell JR Therapeutic Strategies for Rheumatoid Arthritis. N Engl JMed 2004;350:2591-602.88. Breedveld FC, Emery P, Keystone E, Patel K, Furst DE, Kalden JR, et al. Infliximab in active early rheumatoid arthritis. Ann Rheum Dis 2004;63;149-55.89. Furst DE, Breedveld FC, Kalden JR, Smolen JS, Burmester GR, Sieper J, et al. Updated consensus statement on biological agents for the treatment of rheumatic diseases, 2007. Ann Rheum Dis 2007;66;iii2-iii22.90. Goekoop-Ruiterman YPM, de Vries-Bouwstra JK, Allaart CF, van Zeben D, Kerstens PJSM, Hazes JMW, et al. Comparison of Treatment Strategies in Early Rheumatoid Arthritis. A Randomized Trial. Ann Intern Med. 2007;146:406-415.91. Sebba A. Tocilizumab: The First Interleukin-6-Receptor Inhibitor. Am JHealth-Syst Pharm 2008;65(15):1413-18.92. Scott DL, Smolen JS, Kalden JR, van de Putte LBA, Larsen A, Kvien TK, et al. Treatment of active rheumatoid arthritis with leflunomide: two year follow up of a double blind, placebo controlled trial versus sulfasalazine. Ann Rheum Dis 2001;60;913-23.93. Hochberg MC, Tracy JK, Hawkins-Holt M, Flores RH, et al. Comparison of the efficacy of the tumour necrosis factor a blocking agents adalimumab, etanercept, and infliximab when added to methotrexate in patients with active rheumatoid arthritis. Ann Rheum Dis 2003;62(Suppl II):ii13-iil6.94. Fan PT, Leong KH. The Use of Biological Agents in the Treatment of Rheumatoid Arthritis. Ann Acad Med Singapore 2007;36:128-34.95. Gossec L, Dougados M. Combination therapy in early rheumatoid arthritis. Clin Exp Rheumatol 2003; 21 (Suppl. 31):S174-S178.96. Capell A, Madhok R, Porter DR, Munro RAL, Mclnnes IB, Hunter JA, et al. Combination therapy with sulfasalazine and methotrexate is more effective than either drug alone in patients with rheumatoid arthritis with a suboptimal response to sulfasalazine: results from the double-blind placebo- controlled MASCOT study. Ann Rheum Dis 2007;66;235-41.97. Strand V, Cohen S, Schiff M, Weaver A, Fleischmann R, Cannon G, et al. Treatment of Active Rheumatoid Arthritis With Leflunomide Compared With Placebo and Methotrexate. Arch Intern Med 1999;159:2542-50.98. van der Heijde D, Klareskog L, Singh A, Tornero J, Melo- Gomes J, Codreanu C, et al. Patient reported outcomes in a trial of combination therapy with etanercept and methotrexate for rheumatoid arthritis: the TEMPO trial. Ann Rheum Dis 2006;65;328-34.99. Burmester GR, Mariette X, Montecucco C, Monteagudo-Saez I, Malaise M, Tzioufas AG, et al. Adalimumab alone and in combination with disease-modifying antirheumatic drugs for the treatment of rheumatoid arthritis in clinical practice: the

4 ·1 3ARTRITIS REUMATOID JUVENIL (ARTRITIS IDIOPATIK JUVENIL/ ARTRITIS KRONIS JUVENIL) YuliasihPENDAHULUAN EPI DEM IOLOGIArtritis Reumatoid Juveni le (ARJ) merupakan penyakit Artritis Reumatoid Juvenile (ARJ) merupakan artritisartritis kronis pada anak-anak di bawah umur 16 tahun . yang lebih sering dijumpai pada anak-anak, insidennyaDitandai dengan peradangan pada sinovium dan pada dilaporkan hanya sekitar 1% pertahunnya dengantipe tertentu disertai gejala sistemik. Sarjana Cortil yang perjalanan penyakit ARJ bervariasi, 17% berkembangpertama kali melaporkan 4 kasus artritis pada anak-anak menjadi kronik artritis, 20% dengan gangguan pada mata.umur 12 tahun, selanjutnya George Frederik Still tahun Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa penderita ARJ yang1897 melakukan penelitian terhadap 19 kasus artritis pada berlangsung lebih dari 7 tahun, 60% mengalami kecacatan.anak yang selanjutnya membagi ARJ ini dalam beberapa Prevalensi ARJ dilaporkan sekitar 1-2/100.000 populasi, disubtipe. Artritis reumatoid juvenile (ARJ) dikenal juga Rochester Minnesota sekitar 11/100.000 per tahun dandengan Still's disease.1 35/100.000 per tahun Berlin Timur.1·2·3 lstilah ARJ lebih banyak digunakan di Amerika Serikat ARJ menyerang anak- anak dengan tingkat umuruntuk menyebut artritis pada anak-anak dengan umur mayoritas 4-5 tahun . Pada jenis kelamin wanita lebih< 16 tahun yang tidak diketahui penyebabnya. Di Amerika banyak dengan perbandingan 3:1. Faktor ras diduga kuatSerikat lebih sering menggunakan istilah rheumatoid sangat terkait pada ARJ. Ras Afrika lebih sering terkenakarena pada umumnya anak-anak tersebut mempunyai dibanding ras Amerika dan Kaukasia di Amerika, Schwartzorang tua atau keluarga yang menderita artritis Reumatoid melaporkan bahwa di Amerika Serikat ARJ lebih seringdengan rheumatoid factor (RF) positif. lstilah artritis kronik menyerang anak-anak yang lebih dewasa, khususnya padajuvenil lebih banyak digunakan di lnggris (Eropa). Adanya kelompok oligo artrikuler, dengan RF positif. 1•5kerancuan dalam hal pengunaan istilah ini, maka timbulkesepakatan pada pertemuan EULAR untuk mengunakan ETIOLOGIistilah yang seragam. lstilah yang disepakati oleh EULARadalah artritis idiopatik juvenil (AU) yang dibagi dalam 7 Etiologi penyakit ini belum banyak diketahui, diduga terjadisubtipe .1-4 karena respons yang abnormal terhadap infeksi atau faktor lain yang ada di lingkungan. Peran imunogenetik diduga ARJ sering memberikan dampak buruk pada anak- sangat kuat mempengaruhi ARJ. Kerentanan faktor geneti~anak, berupa kecacatan atau gangguan psikososial. memainkan peran utama pada ARJ, akan tetapi adaPermasalahan yang sering mereka hadapi antara keterkaitan yang signifikan antara asosiasi lokus denganlain ketergantungan, keterlambatan proses belajar, ARJ dan asosiasi keduanya dengan penyakit autoimunpermasalahan dalam keluarga, depresi, atau kesulitan lainnya.1 ARJ merupakan penyakit genetik yang kompleksmencari pekerjaan, untuk itu ARJ memerlukan penangananyang serius.- - - - - -- - - - - - - 3 1 5 1 - - - - - - - - - - - - -

3152 REUMATOLOGIdimana beberapa gen berperan penting dalam awitan Secara histopatologi pada sinovium penderitadan manifestasi penyakit. Gen IL2RA/CD25 diduga terlibat ARJ didapatkan inflitrasi sel-sel radang kronik yang disebagai penyebab pada ARJ.6 dominasi sel mononuklear, hipertrofi villous, peningkatan jumlah fibroblas, dan makrofag. Mediator inflamasi jugaPATOGENESIS ditemukan pada sinovium. Mediator-mediator tersebutArtritis Reumatoid Juvenile (ARJ) merupakan penyakit antara lain lnterleukin-2 (IL2), lnterleukin-6 (IL-6), Tumorautoimun multi sistem, yang terdiri dari beberapa kelompok Necrosis Factor-a (TN F-a}, Granulocyte-Macrophagepenyakit dengan perbedaan klinik dan derajat penyakit. Colony-Stimulating Factor (GM-CSF}.8 Jelaslah bahwaSampai sekarang patogenesisnya belum banyak diketahui.ARJ merupakan penyakit artritis kronis heterogen yang sangat besar peran sel T dalam menimbulkan peradanganumumnya menyerang wanita ditandai dengan artritis di sinovium . Bagaimana sel T menjadi autoreaktif masihkronik yaitu ditemukannya tanda peradangan pada menjadi pertanyaan. Dari berbagai laporan penelitiansinovium. Tanda adanya respons imun yaitu ditemukan pencetus sel T autoreaktif tak lepas dari peran HLA, halautoantibodi pada penderita ARJ. Adapun autoantibodi ini dibuktikan dengan dilakukan penghambatan TCR genetersebut antara lain antibodi ANA, faktor reumatoid dan (TCRV~14+) yang bertanggung jawab pada proses klonasi sel T. HLA yang dihubungkan bertangung jawab padaantibodi heat shock protein. Peran HLAjuga sangat besar manifestasi klinik antara lain HLA-DRB1 *0801, DQA1*0401, dan DQB1*0402Ydalam patogenesis ARJ.7 Sitokinjuga memegang peran dalam patogenesis ARJ. Diketahui bahwa berdasarkan sitokin yang dikeluarkan,A Virus .:=· @AntigenvirusC04· sel T CD4· sel T yang spesifik Y~~~g~~ip~~'1fat . terhadap virus Ba -Sel Jaringan p~p:~ - M~':ErSeljarlngan peradan anGambar 1. Peran infeksi dalam mencetuskan penyakit autoimun(A) autoreaktif sel T dapat diaktifkan melalui mekanisme mimikri molekular yang melibatkan crossreactive recognition dari virusantigen yang memiliki kesamaan terhadap self antigen. (Ba) infeksi mikroba merangsang Toll-like receptors (TLRs) dan pengenalanpola reseptor pada antigen-presenting cell (APC), yang mengarah ke produksi mediator pro-inflamasi, yang pada gilirannya dapatmenyebabkan kerusakan jaringan. (Bb) self antigen yang dilepaskan oleh jaringan yang rusak ditangkap oleh sel APC, di proses dandiberikan pad a autoreaktif sel T (bersamaan dengan virus-specific sel T) yang prosesnya dikenal dengan bystander activation. Atau,infeksi dapat menyebabkan mikroba superantigen menginduksi subset sel T yang teraktiasi, beberapa diantaranya yang spesifikuntuk self antigen. (Be) perusakan jaringan lebih Ianjut oleh sel T yang teraktivasi dan menyebabkan mediator inflamasi melepaskanlebih banyak self antigen dari jaringan. (Bd) Respons sel T kemudian dapat menyebar ke melibatkan sel T spesifik untuk antigen dirilain dalam proses yang dikenal sebagai epitop menyebar. PAMP, pola patogen terkait molekular; TCR, reseptor sel T.

ARTRITIS KRONIK JUVENIL 3153ada 2 tipe sel T. Sel T tipe 1 lebih banyak melepaskan sitokin yang terjadi, ditemukan limfadenopati yang secara patologi anatomi hanya didapatkan gambaran hiperplasia.IL-2, interferon (IFN) y dan TNF ~' sedangkan tipe 2 sitokin Artritis mungkin dapat terus berlangsung beberapa minggu atau bu Ian, sehingga diagnosis sangat sulit. Sendiyang dilepaskan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, dan IL-13. Secara yang sering terkena adalah lutut dan pergelangan kaki.klinis sitokin ini mempengaruhi keseimbangpn respons Temporomandibula dan jari-jari tangan dapat terkenaseluler dan humoral. Pada artritis reumatoid dewasa di - tetapi jarang. Gambaran laboratoriumnya menunjukkanketahui bahwa sel T tipe I yang lebih dominan, demikian leukositosis dengan jumlah leukosit >20.000, dan anemia non hemolitik yang berat. Dapat pula dijumpai LED yangjuga yang ditemukan pada ARJ, kecuali pada tipe pauci- meningkat, tes ANA negatif dan kadar feritin yang tinggi,articular dimana sel T tipe 2 yang dominan.10 jumlah trombosit meningkat, dan seringkali tipe ini dengan komplikasi DIC. Gejala-gejala ini biasanya membaik Kemokin diduga ikut berperan dalam patogenesis ARJ. setelah satu tahun, sedangkan 50% pasien jatuh ke dalamKemokin merupakan faktor penentu migrasi subtipe sel T. penyakit artritis kronik, dan 25% dengan gambaran erosiBeberapa reseptor kemokin bertanggung jawab terhadap pada sendinya, komplikasi lainnya yaitu karditis, hepatitis,klonasi sel T, yaitu reseptor CCR3, CCR4, CCR8 yang anemia, infeksi dan sepsis. Diagnosis bandingnya leukemiabertanggung jawab proliferasi sel T tipe 2.10•11•12•13 CXCR3 atau sepsis.1•17dan CCRS biasanya dominan pada ekspresi sel T tipe 1,sedangkan CXCR4 dan CCR2 bertanggungjawab terhadapkedua tipe sel T. Adanya perbedaan ekspresi inilah yangmenentukan perbedaan patogenesis. Dilaporkan bahwapada ARJ, CCR4 sel T memegang peran patogenesis ARJdan menentukan subtipenya .10 Aktivasi komplemen banyak dilaporkan padapenelitian-penelitian tentang patogenesis ARJ. Dilaporkanbahwa aktivasi komplemen yang membentuk terminalattack complex yang terbanyak dijumpai pada sinoviumpenderita ARJ, kulit dan limpa. Aktivasi komplemen padaARJ dapat melalui 2 jalur baik klasik maupun alternatif.Dari beberapa laporan, aktivasi komplemen terbanyakpada ARJ melalui jalur alternatif.14 lnfeksi virus dan bakteri sebagai faktor lingkunganyang berperanan dalam patogenesis ARJ. lnfeksi dikatakandapat sebagai pencetus terjadinya autoreaksi sel T. Hal iniditunjukkan pada penelitian tentanQ., peran Hsp60 dalampengontrolan aktivasi sel T yang menimbulkan artritis.15GAMBARAN KLINIK Gambar 2. Artritis sistemikArtritis Sistemik Oligoartritis/Pauci ArtrikularArtritis sistemik merupakan kelompok ARJ yang sangat lnsidennya 35% dari ARJ, ditandai dengan artritis pada 1-4serius dibanding dengan kelompok lainnya, dan lebih sendi, tanpa gejala sistemik. Tes ANA positif didapatkansering dijumpai pada kelompok umur dibawah 4 tahun . pada 40-70% pasien dan lebih sering didapatkan padaGejalanya sangat spesifik, ditandai dengan anak mendadak anak wanita. Pada artritis ini sering didapatkan komplikasisakit berat yang diawali dengan demam tinggi mendadak, uveitis kronik. Sendi yang sering terserang adalah lutut,dan mencapai puncaknya pada sore hari namun kembali pergelangan kaki, siku, danjari-jari tangan. Pauci artikularnormal keesokan harinya. Saat demam kadang disertai pada anak laki-laki yang HLA B27 positif lebih seringbercak kemerahan seperti warna daging ikan salmon, dikaitkan dengan ankilosing spondilitis.1bercak ini dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan.Sifat bercaknya biasanya berkelompok, bentuknya makula Dibagi menjadi dua kelompok, yaitu persisten danatau pruritus, biasanya bercak menghilang bila panas ekstensif. Kelompok persisten ditandai dengan artritis yangturun . Pada pemeriksaan patologi anatomi bercak hanya tidak bertambah meskipun telah lebih 6 bulan, sedangkandidapatkan edema dan inflitrasi periartrikuar.1 pada kelompok ekstensif artritisnya semakin meluas setelah 6 bulan. Angka mortalitasnya rendah dengan Gejala lainnya berupa kelelahan, iritatif, nyeri otot dan komplikasi yang paling sering adalah kerusakan artikularhepatosplenomegali. Pada beberapa pasien didapatkan maupun periartrikuler dan uvietis kronis.1•19serositis atau perikarditis. Pada tiga perempat dari kasus

3154 REUMATOLOGI Entesitis yang Terkait dengan Artritis Didapatkan hanya 15-20% dari ARJ biasanya menyerang anak umur 8 tahun dengan HLA 827 positif, artritisnya asimetris menyerang sendi besar, keluhan yang sering dijumpai adalah nyeri pinggang khususnya pagi hari, kesulitan duduk maupun berdiri lama, jarang sekali bisa tidur nyenyak, pada pemeriksaan fisik didapatkan entesitis pada patela atau kalkaneus gambaran sendi sakroilika pada awal penyakit normal. Artritis psoriatik hanya terjad i sekitar 40-50% kasus.1•23•24 AB Gambar 3. Artritis pada lutut kanan Gambar 5. A) Sendi sakroilika; B) Artritis PsoriatikPoliartritis DIAGNOSISlnsidennya sekitar 30-40% dari ARJ, 75% menyerangwanita, gambaran artritisnya mi rip pada reumatoid artritis Pemeriksaan Laboratoriumdewasa, lebih banyak menyerang wanita, umur sekitar 12- Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah16 tahun, biasanya disertai gejala sistemik yang ringan, RF pemeriksaan darah lengkap, urinalisa lengkap, faalbisa positif maupun negatif. Gejala lainnya lemah, demam, hati, faal ginjal, tes ANA, dan reumatoid faktor. Padapenurunan berat badan, dan anemia. 1 ARJ didapatkan kadar CRP yang meningkat khususnya pada kelompok sistemik artritis, selain peningkatan CRP Uveitis sangat jarang pada kelompok ini, artritisnya terdapat pula peningkatan LED, C3, C4, amyloid serum,bersifat simetris, baik pada sendi kecil maupun besar, feritin, kadar trombosit, dan leukosit Protein-protein initetapi dapat pula diawali dengan artritis yang hanya pada selain disintesa hati tetapi juga disintesa makrofag danbeberapa sendi dan baru beberapa bu Ian kemudian terjadi sel endotel di daerah inflamasi . CRP yang disintesa dipoliartritis, sendi servikal C1-C2 seringkali terkena dan hati pembentukannya dirangsang oleh IL-6, karena CRPseringkali menimbulkan subluksasi. 1·21 Pada kelompok RF positif biasanya pada usia yanglebih muda, ditandai erosi sendi yang hebat, denganmanifestasi ekstra artrikuler jarang, 50% dari poliartritisdengan RF positif didapatkan tes ANA positif, dan RFnegatif hanya terdapat 25%.1Gambar 4. Poliartritis pad ajari-jari tangan Gambar 6. Foto radiografik

ARTRITIS KRONIK JUVENIL 3155merupakan komponen komplemen. Peningkatan CRP ini KLASIFIKASImerefleksikan aktivasi komplemen yang meningkat, CH 50,C3, C4 tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit karena Ada 2 kriteria klasifikasi yaitu klasifikasi yang dipakai USAadanya peningkatan komponen . dan klasifikasi menurut EULAR, Klasifikasi yang di pakai di USA ditetapkan tahun 1973 dan telah direvisi tahun 1977,Pemeriksaan Radiologi sedangkan kriteria yang baru oleh EULAR ditetapkan padaTidak semua sendi kelompok ARJ menunjukkan gambaran tahun 1995. Perbedaan kedua kriteria ini adalah sebagaierosi, biasanya hanya didapatkan pembengkakanjaringan berikut: (tabel 1).lunak, sedangkan erosi sendi hanya didapatkan padakelompok poliartikular. Menurut kriteria ARJ yang di pakai di USA, artritis ini dibagi dalam 3 subtipe berdasarkan gejala penyakit yangDiagnosis Banding berlangsung minimal terjadi selama 6 bulanDiagnosis banding pada ARJ antara lain : 25 1. Sistemik : ditandai dengan demam tinggi yang1. lnfeksi: bakteri, virus, tuberkulosis mendadak disertai bercak kemerahan dan manifestasi ekstraartikular lainnya.2. Post infeksi streptococcus 2. Pauciartikular ditandai dengan artritis yang mengenai3. Trauma sendi ~ 44. Kelainan hematologi: leukemia, hemofilia5. Penyakit kolagen 3. Poliartikular ditandai dengan nyeri sendi ~ 5Tabel 1: Perbedaan Krlteria Diagnosis Artritis Rematoid JuvenilUmur saat onset ARJ (USA) Artritis Kronik Juvenil (EULAR)Lama sakit <16 tahunTanda artritis <16 tahun > 3 bulan > 6 bulanSubtipe setelah 6 bulan Bengkak, efusi, nyeri tekan ROM terbatas, hangat Pauciartrikuler 5 4 pada perabaan Poliartikular ~ 5 Pauciartikular ~ 4 Poliartikular ~ 4 lgM RF+ Artritis sistemik lgM RF - Artritis sistemik Psoriatik artritis Entesitis Lain-lainTabel 2. Klasifikasi Juvenil ldlopatik Artritis Menurut EULARPenya k i t Kriteria Eksklusi DiskripsiArtritis Menyingkirkan infeksi Umur saat artritis.sistemik Demam setiap hari keganasan Pola artritis pada 6 bulan pertama: Minimal selama 2 mgg Oligoartritis/poliartritis/tanpa artritis.Oligoartritis Artritis Riwayat keluarga + psoriasis, Pola artritis setelah 6 bulan oligoartritis,/ Disertai satu atau lebih dari ankilosing spondilitis (HLA berikut ini : B27). poliartritis/tanpa artritis. Reumatoid faktor positif kadar CRP • Bercak kemerahan yang Reumatoid faktor + laki- tidak menetap laki HLA B27+, munculnya meningkat artritis setelah 8 tahun • Limfadenopati, menderita artritis sistemik Umur saat arytritis • Serositis, Pola artritis 6 bulan • hepatosplenomegali Hanya sendi besar Hanya sendi kecil Artritis 1-4 sendi pada 6 bulan Terutama ekstremitas bawah awal dibagi dalam 2 Artritis simetris kelompok . Uveitis anterior Tes ANA positif Persistent: menyerang tidak HLA klas 1/11 faktor predeposisi lebih dari 4 sendi. Ekstensif: menyerang >4 sendi setelah 6 bulan pertama.

3156 REUMATOLOGIPoliartritis Artritis > 4 sendi pada 6 bu Ian RF positif Umur saat artritisRF negatif Artritis simetris Pertama RF negatif artritis sistemik Tes ANA positif Uveitis akut/kron isPoliartritis artritis > 4 sendi pada 6 bu Ian RF negatif Umur saat artritisRF positif pertama RF positif artritis sistemik Artritis simetris Tes ANA positif imunogenetikartritis Artritis dan psoriasis dan minimal RF positif Umur saat artritis/psoriatikpsosiatis 2 gejala daktilitis, nail pitin- sistemik artritis Pola artritis 6 bulan pertama hanya send i gonycho/ysis, dengan riwayat keluarga + psoriasis besar terutama ekstremitas bawah sendi yg terserang khas, dan simetris.Entesitis Artris & entesitis artritis atau Riwayat keluarga + Bentuk artritis :terkait artri - entesitis dengan gejala psoriasis Oligo/poliartrtistis minimal 2 nyeri Sl/inflamasi Tes ANA positif spinal positif HLA B27 Uveitis anterior kronis/akut riwayat keluarga positif Umur saat terjadinya artritis/entesitis Pola artritis 6 bulan pertama hanya sendi besar terutama ekstremitas bawah sendi yang terserang khas, dan simetris Bentuk artritis : Oligo/poliartrtis Tes ANA positif Uveitis anterior kron is/akutPENATALAKSANAAN pat ditoleransi pasien yang lebih dewasa, pemberiannya 4 kali sehari setelah makan, peningkatan kadar SGOT/SGPTTujuan pengobatan ARJ ini tidak hanya sekedar mengatasi dapat terjadi pada beberapa anak .nyeri. Banyak hal yang harus diperhatikan selain mengatasinyeri. Mencegah erosi lebih lanjut, untuk mengurangi Tolmetin 25 mg/kg/hari, dengan dosis terbagi 4.kerusakan sendi yang permanen dan mencegah kecacatan Naproxen 15 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis.sendi permanen. Modalitas terapi yang digunakan adalah Ibuprofen 35 mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis.farmakologi maupun non farmakologi . Selain obat-obatan, Diklofenak 2-3 mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis.nutrisijuga tak kalah penting, karena diketahui bahwa padapenderita ARJ pertumbuhannya sangat terganggu baik DMARD (Disease Modifiying Antirheumatic Drugs)karena konsumsi zat gizi yang kurang atau menurunnyanafsu makan akibat sakit ataupun efek samping obat. Digunakan untuk menekan inflamasi dan erosi yang lebih IanjutMengontrol Nyeri 1. Hidroksiklorokuin: 4-6 mg/kg/hari, maksimal 300Pengelolaan nyeri kronik pada anak tidak mudah dan mg/hari . Mempunyai efek imunomodulator danmasalahnya sangat komplek, karena pada umumnya anak- menghambat enzim kolagenase. Efek samping yanganak belum dapat mengutarakan nyeri. OAINS merupakan sering dilaporkan adalah toksik pada retina sehinggaanti nyeri pada umumnya yang dapat ditoleransi dengan dianjurkan evaluasi retina tiap enam bulan, efekbaik oleh anak-anak . Sela in untuk mengurangi nyeri samping lainnya urtikaria, iritas i salu ran cerna danOAINS juga berfungsi untuk mengontrol kaku sendi supresi sumsum tulang, angka kesembuhan berkisardan efek analgesiknya cepat. Efek samping yang sering antara 15-75%.dijumpai antara lain nyeri perut, anoreksia, gangguan 2. Preparat emas oral maupun intra muskular dosis 5fungsi hati, ginjal dan gastrointestinal. Nephritis Interstitial mg/m inggu dan dosis dapat ditingkatkan 0,75 - 1 mg/merupakan efek samping pada ginjal yang sering dijumpai, kg/minggu . Efek samping : supresi sumsum tulangsehingga dianjurkan pemeriksaan urinalisis setiap tiga dan ginjal.bulan . Terdapat risiko peningkatan SGOT dan SGPT maka 3. D penisilamin : 10 mg/kg/hari, tidak banyak laporandianjurkan evaluasi hati dilakukan secara teratur setiap 3-6 tentang efektivitas penggunaan obat ini.bu Ian sekali, dan para orang tua harus tahu dan waspada 4. Obat-obat sitotoksik:terhadap efek-efek samping ini .1 Macam OAINS yangsering di-gunakan pada anak-anak : Azatioprin : Tidak banya k laporan tentang pengunaan obat ini. Aspirin 75 -90 mg/kg/hari, dosis yang lebih tinggi da- Sulfasalazin juga dilaporkan efektif untuk mengontrol ARJ, dosis yang dianjurkan 50 mg/kg/ hari sampai 2,5 gr/kg/hari, tidak dianjurkan untuk

ARTRITIS KRONIK JUVENIL 3157 anak-anak yang sensitif terhadap sulfasalazine. karena kerusakan pusat pertumbuhan tulang atau general Metrotreksat: dosis 10 mg permeter luas tubuh/ karena asupan nutrisi yang kurang dan menurunnya minggu, dilaporkan bahwa metrotrexate aman produksi insulin like growth factor. Anak-anak dengan digunakan jangka panjang, saat ini metrotreksat inflamasi kronik mempunyai risiko untuk terjadi malnutrisi lebih banyak dipilih oleh para rematologis oleh oleh karena menahan sakit yang menyebabkan nafsu karena efek sampingnya yang lebih ringan dan makan menurun, dengan demikian jumlah kalori yang memberikan respons yang sangat tinggi . Efek didapat berkurang. Selain faktor tersebut, efek samping samping metrotreksat yang tersering yaitu obat-obatanjuga mempengaruhi penurunan nafsu makan. oral ulcer, gangguan gastrointestinal, supresi Obat-obatan yang dapat menurunkan nafsu makan antara sumsum tulang, gangguan fungsi hati. Dilaporkan lain OAINS, klorokuin . Penyebab lain penurunan nafsu kejadiannya sangat tinggi, hal ini dapat dikurangi makan adalah adanya peradangan pada sendei temporo dengan cara mengurangi konsumsi alkohol dan mandibula. 1 mengurangi obat-obat hepatotoksik.28 Leflunomid: tidak banyak laporan tentang peng- Obesitas mungkin dijumpai pada beberapa kasus, hal gunaan leflunomid pada ARJ meskipun banyak ini disebabkan oleh karena kurangnya aktivitas, makanan laporan tentang efektivitas obat ini pada artritis yang berlebihan atau akibat efek samping kortikosteroid . Reumatoid dewasa. Dalam penanganan diet pada anak sangatlah komplek. Etanercept: belum banyak anjuran meskipun Vitamin, zat besi, dan kalsium sangat dibutuhkan untuk beberapa penelitian menunjukkan hasil yang baik. pertumbuhan anak, oleh karena itu sebaiknya perlu lnfliximab laporan penggunaan infliximab pada ditambahkan pada diet. Pada pemakaian steroid jangka ARJ juga masih belum banyak. panjang maka diperlukan vitamin D. Dosis untuk anak umur 1- 10 tahun adalah vitamin D 4001U dan kalsiumGlukokortikoid 400 mg sedangkan kalsium 800 mg digunakan pada anakBaik untuk mengontrol gejala sistemik artnt1s, lebih dari 10 tahun .1•29perikarditis, dan demam. Dosis yang dipakai 0,5-2 mg/kg/hari, dosis tinggi hanya digunakan pada kasus-kasus KOMPLIKASIyang berat. lnjeksi intra artikular bermanfaat untukartritis yang tidak terlalu banyak menyerang sendi . Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat dariPada kasus dengan anterior uveitis biasanya diberikan ARJ antara lain 26 :topical kortikosterois, bila memberat dapat diberikanper oral dengan dosis 30 mg/kg/hari selama 3 hari Gangguan pada mata. Beberapa tipe ARJ dapatberturut-turut. Pada kasus uveitis yang berat yang menyebabkan peradangan mata. Jika kondisi ini tidaktidak respons dengan kortikosteroid dapat diberikan diobati, dapat menyebabkan katarak, glaukoma danimunosupresan. bahkan kebutaan . Radang mata sering terjadi tanpa gejala, sehingga penting untuk anak-anak denganFisioterapi rheumatoid arthritis untuk diperiksa secara teraturBanyak manfaat didapat dengan fisioterapi, kegunaannya oleh dokter mata.antara lain untuk mengontrol nyeri dengan cara Gangguan pertumbuhan. Artritis Reumatoid Juvenilpemasangan bidai, terapi panas dingin, hidroterapi (ARJ) dapat mengganggu perkembangan tulang dandan TENS: transcutaneous electrical nerve stimulators. pertumbuhan anak. Beberapa obat yang digunakanHidroterapi pemanasan dengan air pada suhu 96° Fsangat untuk mengobati ARJ, terutama kortikosteroid dapatmembantu mengurangi nyeri. Selain dapat membantu menghambat pertumbuhan.mengurangi nyeri, fisioterapi berguna bagi anak-anakuntuk melakukan peregangan otot yang dapat berguna PENCEGAHANmemperbaiki fungsi sendi. Peregangan pasif sangatlahdiperlukan, tetapi harus dikerjakan dengan pengawasan. Mencegah Nyeri dan Bengkak pada SendiLatihan aktif, dengan atau tanpa beban sangat membantu Anak-anak yang menderita ARJ harus hati-hati dalammenambah massa otot. Fisioterapi juga berguna untuk melakukan aktivitas dan mendapatkan waktu istirahatmempertahankan fungsi gerak sendi serta mempetahankan yang cukup. Disarankan pada anak-anak yang menderitapertumbuhan normal.1 ARJ untuk tidak melakukan aktivitas yang berlebihan saat penderita dalam kondisi baik atau tidak kambuh . AktivitasPengelolaan Nutrisi yang terlalu banyak dapat menyebabkan rasa sakit yangSeringkali didapatkan gangguan pertumbuhan, baik lokal lebih parah.

3158 REUMATOLOGI Batasi keg iatan anak dari aktivita s yang dapat me- 7. Murray K, Thomson SD, Glass DN. Pathogenesis of juvenile nyebabkan stres send i seperti berla ri atau olahraga se- chronic arthritis: genetic and environmental factors. Arch Dis lama masa kekambuhan . Lakukan kompres hangat (t ida k Child. 1997. 77:530-534. terlalu panas/aman pada kul it) pada send i yang saki t atau kaku . 8. Jarvis JN, Dozrnorov I, Jiang K, Frank MB, Szodoray P, Alex P and Michael C. Novel approaches to gene expression anlysis Mencegah Morning Stiffness of active polyarticular juvenile rheumatoid arthritis. Arthritis Morning stiffness se ring te rjad i pada penderita ARJ. Res Ther. 2004. 6:R15-R32. Kekakuan sen di berkurang j ika sen di tetap dalam kondisi hangat se lama malam hari dengan cara menggunakan 9. Thompson SD, Grom AA, Luyrink LK, Passo M, Glass DN sleeping bag, heated water bag, atau selimut listri k yang and Enrnund C. Dominant T-cell-Receptor p chain variable dapat menjaga sendi tetap hangat. Biasakan untuk mandi region V p14+ clones in juvenile rheumatoid arthritis. Proc air hangat setiap pagi untuk meringankan kaku send i. Natl Acad Sci. USA. 1993. 90:11104-11108. PROGNOSIS 10. Thompson SD, Luyrink LK, Graham BT, Soras M, Ryan M , Passo MH and Glass DN. Chernokin reseptor CCR4 on CD+4 Perjalanan penyakit ARJ bervaria si, be ratnya penyakit T cells in juvenile rheumatoid arthritis synovial fluid defines sangat terkait dengan umur saat terdiagnosi s dan tipe a subset of cells with increased IL-4:IFN-y rnRNA ratios. The, artritisnya. Tipe yang si stem ik mempunyai prognosis lebih Journal Of Immunology. 2001 . 166:6899-6906. buruk di banding dengan t ipe poliartritis. 25% pasien ARJ dengan tipe poliartritis mengalami rem isi dalam waktu 11. Sallusto F, Mackay CR, and Lanzavecchia A. Selec tive 5 tahun, dan hanya 60% penderita ARJ tipe poliartritis expression of the eotaxin receptor CCR3 by human T helper mengalami erosi sendi .27 2 cells. Science. 1997. 277(5334):2005-7. Beberapa faktor indikator prognosis : 1. Kaku sendi yang pe rsisten 12. Gerber BO, Zanni MP, Uguccioni M, Loetscher M, Mackay CR, 2. Tenosinovitis 3. Nodul Subkutan Pichler WJ, et al. Functional expression of the eotaxin receptor 4. Tes ANA+ 5. Artritis pada jari tangan dan kaki pada awal penya kit CCR3 in T lymphocytes co-localizing with eosinophils. Curr 6. Erosi yang progresif Biol. 1997. 7:836. 7. Pauciartrikuler tipe ekstensif. 13. Zingoni A, Soto H , Hedrick JA, Stoppacciaro A, Storlazzi CT, Sinigaglia F, et al. The chernokine receptor CCR8 is REFERENSI preferentially expressed in Th2 but not Thl cells. J. Immunol. 1998. 161:547. 1. Warren RW,Perez MD, Curry MR, Wilking AP and Myones 14. Aggarwal A, Bhardwaj A, Alam Sand Misra R. Evidence for BL. Juvenile Id iopathic Arth ritis (Juvenile Rheumatoid activation of the alternate complement pathway in patients Arthritis ). In Arthritis and allied conditions a textbook of wi th juvenile rheumatoid arthritis. Rheurnatology 2000; rheurnatology. 14 ect edition. Lippincott Williams & W ilkins. 39:189-192. Philadelphia. 2005. 1270-1323. 15. de Graeff-Meeder ER, van Eden W, Rijkers GT, Prakken BJ, Kuis W, Voorhorst-Ogink MM, et al. Juvenile Chronic artrhtis: 2. Peterson LS, Mason T, Nelson AM, et al. Juvenile rheumatoid T cell reactivity to human HSP60 in patients with a favorable arthritis in Rochester, Minnesota 1960-1993: is the epidemiology course of arthritis. J Clin Inves t. 1995. 95(3):934-40. changing? Arthritis Rheum 1996;39:1385- 1390. 16. Miinz C, Ltinernann JD, Getts MT and Miller SD. Antiviral immune responses: triggers of or triggered by autoimmunity? 3. Kiess ling U, Doring E, Listing J, e t al. Incidence and Nature Reviews Immunology. 2009. 9:246-258. prevalence of juvenile chronic arthritis in East Berlin 1980- 17. Schwarz-Eywill M, Heilig B, Bauer H , Breitbart A, Pezzutto 1988. J Rheurnatol 1998;25:1837-1843. A. Evalua tion of serum ferritin as a marker for adult Still>s d isease activity. Annals ofthe Rheumatic Diseases 1992; 51: 4. Cassidy JT, levinson JE, Bass JC, Baum J, Brewer EJ. Jr, Fink 683-685. CW, et al. A Study Of Classification Criteria For A Diagnosis Of Juvenile Rheumatoid Arthritis. Arthrilis and Rheumatism 18. Calabro JJ, Marchesano JM. Rash associated with juvenile 1986; 29(2):274-281. rheumatoid arthritis. J Pediatr 1968;72:611-619. 5. Schwartz MM, Simpson P, Kerr KL, et al. Juvenile rheumatoid 19. Prieur AM, An sel BM, Bardfeld R, et al. Is onset type arthritis in African Americans. J Rheurnatol 1997;24:1826- 1829. evaluated during the first three months of disease satisfactory for defining the sub-groups of juvenile chronic arthritis? A 6. Hinks A, Ke X, Barton A, FRCP, Eyre S, Bowes J, et al. EULAR cooperative study (1983-1986). Clin Exp Rheumatol. Association of the IL2RA/CD25 Gene With Juvenile Id iopathic 1990. 8:321-325. Arthritis. Arthritis Rheum . 2009; 60(1): 251-257. 20. Juvenile rheumatoid arthritis. Pediatric orthopedics. Accessed Jan. 10, 2012; Available frorn:http:/ / pediatric-orth opedics. org/ from-todd ler-to-adolescence/ 41-juvenile-rheurnatoid- arthritis.htrnl 21. Kanski JJ. Screenin g for uveitis in juvenile chronic arthritis. Br J Ophthalrnol 1989;73:225-228. 22. Ostendorf B, Iking-Konert C, Cohnen M, et al. Finger joint swellings in a teenager: juvenile rheumatoid arthritis or a psychiatric disorder? Ann Rheum Dis 2005;64:501-502. 23. Lambert JR, Ansell BM, Stephenson E, et al. Psoriatic arthritis in childhood. Clin Rheum Dis 1976; 2:339. 24. Shore A, Ansell BM. Juvenile psoriatic arthritis -an analysis of 60 cases. J Pediatr 1982;100:529-535. 25. Kirn KH and Kirn DS. Juvenile idiopathic arthritis: Diagnosis and differential diagnosis. Korean J Pediatr 2010;53(11):931- 935. 26. Mayo Clinic staff. Juvenile rheumatoid arthri tis. Oct. 20, 2011(Accessed Jan. 10, 2012); Available from: http:/ /www. rnayoclinic. co rn/ hea Ith/ juvenile-rheu ma to id -ar thri tis /

ARTRITIS KRONIK JUVENIL 3159 DS00018/DSECTION=complications.27. Ilowite NT. Current Treatment of Juvenile Rheumatoid arthritis. Pediatric. 2002. 109-115.28. Gottlieb BS, Keenan GF, Lu Theresa and Ilowite NT. Discontinuation of methotrexate in juvenile rheumatoid arthritis. Pediatric. 1997. 100:994-997.29. Lovell DJ, White PH. Growth and nutrition in JRA. In: Woo P, White PH, Ansell BM, eds. Paediatric rheumatology update. Oxford: Oxford University Press, 1990:47.

414SINDROM SJOGREN YuliasihPENDAHULUAN reumatik lainnya. Gejala klinik pada awal penyakit sering kali tidak spesifik. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapatSindrom Sjogren (SS) adalah penyakit sistemik autoimun sekitar 2-4 juta orang yang menderita SS, namun hanyayang mengenai kelenjar eksokrin dengan perkembangan lima puluh persennya saja yahg tegak diagnosisnya, danpenyakit yang lambat. Gejala kliniknya tidak terbatas hanya hampir 60% ditemukan bersamaan dengan penyakitpada gangguan sekresi kelenjar tetapi disertai pula dengan autoimun lainnya antara lain reumatoid artritis, SLE, dangejala sistemik atau ekstra glanduler. Gejala awal biasanya skleroderma. 1•2•3ditandai dengan mulut dan mata terasa kering, kadang-kadang disertai dengan pembesaran kelenjar parotis. PATOGENESISSecara histopatologi kelenjar eksokrin penuh denganinfiltrasi limfosit yang mengganti epitel yang berfungsi Patogenesis SS sampai saat ini belum diketahui denganuntuk sekresi kelenjar (exocrinopathy). Patogenesisnya jelas, diduga terkait dengan faktor genetik, lingkungandikaitkan dengan adanya autoantibodi yaitu anti-Ro (SS-A) dan infeksi . lnfeksi virus diduga paling dominan berperandan anti-La (SS-B). 1 dalam patogenesis SS. Salah satu virus yang dikelompokkan sebagai pencetus SS adalah cytomegalovirus. Faktor Sindrom Sjogren (SS) dibagi menjadi 2 kelompok genetik yang terkait dengan SS primer adalah haplotipeberdasarkan penyakit yang mendasari. Disebut primer HLA-DR. Sindrom Sjogren (SS) merupakan penyakit yangbila tidak terkait dengan penyakit autoimun yang lain, sangat komplek dan mengakibatkan aktivasi banyak sistemdan sekunder bila ada penyakit autoimun yang mendasari imunologi . Sindrom Sjogren (SS) juga ditandai disregulasimisalnya Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Rheumatoid dan hiperaktivitas dari sel B.4Arthritis (RA), skleroderma. Sindrom Sjogren (SS) pertamakali dilaporkan oleh sarjana Hadden, Leber dan Mikulicz Sindrom Sjogren (SS) merupakan penyakit akibattahun 1800, kemudian Henrik Sjogren di Swedia tahun kerusakan kelenjar acini dari kelenjar eksokrin, karena1933 melaporkan bahwa SS terkait dengan poliartritis dan infiltrasi limfosit. lnfiltrasi limfosit ini didominasi oleh sel Bpenyakit sistemik lainnya. Pada tahun 1960 baru ditemukan dan sel T.5 Hal ini sesuai dengan gambaran histologi yaituadanya autoantibodi anti-Ro dan anti-La. Sinonim SS ini infiltrasi limfosit pada kelenjar eksokrin yang menyebabkanantara lain Mickulicz's disease, Gougerot's syndrome, Sicca degenerasi mikroskopis, atropi dan penurunan fungsi darisyndrome dan autoimune expcrinopathy. 1 kelenjar. lnfiltrasi inijuga bisa didapatkan pada paru, otak, serat saraf, sendi, ginjal, kelenjar tiroid dan hati . PadaEPIDEMIOLOGI kelenjar saliva dan mata menimbulkan keluhan mulut dan mata kering . Peradangan yang terjadi pada kelenjarSindrom Sjogren (SS) bisa ditemukan pada semua kelompok eksokrin pada pemeriksaan klinik sering dijumpai sebagaiumur, dan lebih banyak ditemukan pada wanita dengan pembesaran kelenjar.1perbandingan antara wanita dan pria 9:1. Prevalensinyasampai saat ini belum diketahui dengan pasti karena Gambaran serologi yang didapatkan pada SS yaituseringnya sindrom ini tumpang tindih dengan penyakit didapatkan antibodi Ro dan La pada tes ANA yang menunjukkan gambaran speckled. Kedua antibodi ini


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook