SAMBUTAN Konsolidasi Industri Konstruksi Indonesia Guna Memenangkan Pasar Konstruksi ASEAN dan Global iii KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
DAFTAR ISI Sambutan Menteri Pekerjaan Umum .......................................................................................................................................... Vi Kata Pengantar Tim Penyusun Buku Konstruksi Indonesia 2013 ........................................................................................................ Viii bab 1 PENDAHULUAN Tantangan Pembinaan dan Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional dan Daerah............................. 2 Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar ASEAN & Global ................................................................................. 22 Kerangka Harmonisasi Konstruksi Indonesia .............................................................................................................................. 40 Arah Kebijakan Konsolidasi Konstruksi Indonesia .................................................................................................................. 50 Memenangkan Persaingan di Pasar ASEAN dan Global .................................................................................................... 58 BAB 2 KONSEPSI DALAM KONSOLIDASI KONSTRUKSI INDONESIA Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) ....................................................................................................................................................... 76 pengaturan Perdagangan pada Sektor Konstruksi di ASEAN dan Global............................................................................ 80 Neraca Perdagangan di Sektor Konstruksi ................................................................................................................................... 91 Peran Sektor Kosntruksi dalam Perekonomian Indonesia ............................................................................................... 99 PasarTunggal ASEAN , Ujian Pertama Pemangku Kepentingan Jasa Konstruksi Indonesia Memasuki Pasar Global ..................................................................................................................................................................................... 112 Terobosan Kebijakan dan Kosolidasi Para Pemangku Kepentingan untuk Masa Depan TenagaTerampil Konstruksi Indonesia ..................................................................................................................................................... 122 Pengaturan Profesi Keinsinyuran Indonesia .......................................................................................................................................... 137 Aliansi Pelaku Usaha untuk Ekspor Konstruksi .................................................................................................................................... 150 Pengembangan Industri Bahan Bangunan dan Peralatan .......................................................................................................... 156 iv
DAFTAR ISI BAB 3 INOVASI UNTUK KONSOLIDASI KONSTRUKSI INDONESIA Restrukturisasi Industri Konstruksi Nasional....................................................................................................... 176 Membangun Keunggulan Bersaing untuk Perusahaan Konstruksi Suatu Pendekatan Sumberdaya dan Kapabilitas............................................................................................... 192 Keunggulan UMKM di Sektor Konstruksi ............................................................................................................ 199 Keunggulan Material dan Peralatan Konstruksi ................................................................................................ 213 Dispute Board, Pilihan Penyelesaian Pra Sengketa Konstruksi .................................................................... 223 Sistem Penyelenggaraan Konstruksi Non-Konvensional .............................................................................. 245 Bab 4 PRAKTIK KONSOLIDASI KONSTRUKSI INDONESIA Pembelajaran Ekspor Konstruksi ke Aljazair ....................................................................................................... 254 Pembelajaran Ekspor Konstruksi ke Timor Leste ............................................................................................... 268 Karakteristik Proyek di Luar Negeri ........................................................................................................................ 280 Pembelajaran dari Pengembangan Beton Pracetak di Luar Negeri .......................................................... 285 Kemitraan Penyelenggaraan Jalan Tol Bali Mandara ....................................................................................... 301 Kemitraan Penyelenggaraan Bandar Udara Kualanamu ................................................................................ 316 BAB 5 PENUTUP .......................................................................................................................................................... 328 Cover : www.worldpropertyjournal.com v KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
SAMBUTAN Konsolidasi Industri Konstruksi Indonesia Guna Memenangkan Pasar Konstruksi Asean dan Global Tanpa industri konstruksi, maka pembangunan infrastruktur tidak akan terjadi. Hanya industri inilah yang menghasilkan infrastruktur. Industri konstruksi adalah kegiatan ekonomi produksi yang mengolah bahan alam seperti pasir, batu, dan kayu atau bahan pabrikan seperti baja, semen, aspal menjadi suatu bangunan, baik disebut infrastruktur maupun properti. Industri konstruksi tidak hanya melibatkan konsultan dan kontraktor tetapi seluruh gugus (tiers) dari rantai pasok konstruksi. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana industri konstruksi dengan seluruh pelakunya mampu menghasilkan infrastruktur secara efisien, efektif dan cost-effectiveness serta menjamin produknya berkualitas, bermanfaat dan berkelanjutan. Indonesia sebagai negara yang sedang membangun infrastruktur besar-besaran hingga 2045 dan akan menjadi bagian dari pasar tunggal ASEAN 2015, perlu terus menerus membina, mengembangkan, dan menstranformasi industri konstruksinya menjadi unggul dan mandiri serta mampu bersaing dengan industri konstruksi dari negara- negara lain. Konsolidasi nasional seluruh pemangku kepentingan khususnya pemerintah baik pusat maupun daerah, para pelaku usaha di sektor konstruksi dan masyarakat lainnya sangat diperlukan untuk menghasilkan harmonisasi berbagai elemen dalam industri konstruksi nasional sebagai prasyarat lahirnya Indonesia Incorporated. Dalam rangka meadvokasi konsolidasi nasional di sektor konstruksi, saya menyambut baik kehadiran buku Konstruksi Indonesia 2014 ini. Saya berharap substansi dari buku ini mampu menggugah kesadaran bersama untuk melahirkan visi bersama (share vision) bagaimana mengembangkan industri konstruksi nasional agar memiliki kapasitas, kapabilitas dan daya saing yang tinggi. Saya yakin, konsolidasi nasional hanya bisa dilakukan jika terjadi harmonisasi peraturan perundangan, penataan vi
SAMBUTAN sistem kelembagaan, kebijakan memihak (affirmative policy) serta kepemimpinan (leadership) yang kuat. Sekali lagi saya berharap buku Konstruksi Indonesia 2014 bersama buku Konstruksi Indonesia sebelumnya harus dijadikan referensi dalam penyusunan kebijakan dan strategi dalam pembinaan dan pengembangan industri konstruksi nasional. Disamping itu, semua buku Konstruksi Indonesia perlu secara terus menerus dimutakhirkan, kemudian didesiminasikan atau disebar-luaskan kepada seluruh pemangku kepentingan agar memiliki manfaat yang besar bagi terbangunnya industri konstruksi yang competitive. Demikian sambutan pengantar ini, semoga Tuhan YME selalu memberi petunjuk dan ridho-Nya kepada semua pemangku kepentingan industri konstruksi agar industri konstruksi Indonesia semakin lebih baik, unggul dan mandiri. Jakarta, 10 Oktober 2014 Menteri Pekerjaan Umum DR (HC). Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE vii KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
SkAatMaBpUeTnAgNantar Buku Konstruksi Indonesia 2014 ini diterbitkan sebagai bagian dari agenda tahunan Konstruksi Indonesia. Buku ini merupakan seri kesembilan dari penyusunan Buku Konstruksi Indonesia sejak tahun 2005 dan lanjutan dari buku trilogi sumber daya investasi yang meliputi investasi infrastruktur, material dan peralatan, serta pasar dan daya saing. Dalam buku ini, industri konstruksi bukan industri bahan bangunan, tetapi industri konstruksi adalah kegiatan ekonomi produksi yang mengolah bahan alam dan atau bahan pabrikan menjadi suatu produk bangunan berupa infrastruktur maupun properti melalui sistem penyelenggaraan rancang bangun dan perekayasaan serta metoda penyerahan tertentu (Suraji, 2012). Industri konstruksi memiliki struktur rantai pasok secara horisontal mulai dari gugus 1 yang terdiri dari konsultan (manajemen proyek, arsitek, insinyur, quantity surveyor, dan lain-lain) dan kontraktor utama, gugus 2 (subkontraktor), gugus 3 (supplier/vendor), gugus 4 (distributor), dan gugus 5 (pabrikator). SELANJUTNYA, istilah Konstruksi Indonesia dikonsepsikan sebagai representasi dari obyek (produk konstruksi – infrastruktur dan properti), bisnis (sistem dan proses penyelenggaraan konstruksi) dan pelaku (penyelenggara dan pelaku usaha) yang bergerak pada tingkat mikro, meso, dan makro dalam ranah domestik maupun global serta terkait dengan beragam pemangku kepentingan (stakeholders: pemerintahan dan komponen masyarakat) yang berada dalam suatu sistem dengan elemen-elemen nilai-nilai dan prinsip-prinsip, infrastruktur legal, pasar konstruksi, kapasitas industri konstruksi, dan faktor-faktor pendukung (Konstruksi Indonesia 2030, Suraji et al, 2007). Buku ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan pengetahuan tentang konsepsi, inovasi dan praktek harmonisasi dan konsolidasi konstruksi. Tema dan substansi buku ini disesuaikan dengan tema Konstruksi Indonesia 2014: “HARMONISASI KONSTRUKSI INDONESIA UNTUK MENYONGSONG ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN”. Tema ini memberi makna bahwa harmonisasi seluruh aspek baik pelaku (people), proses (process), dan produk (product) dari industri konstruksi menjadi strategi utama dalam menghadapi dan memenangkan keberhasilan pembangunan infrastruktur dan properti di era masyarakat ekonomi ASEAN. Berdasarkan tema tersebut, buku ini diberi tema “KONSOLIDASI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMANFAATKAN PELUANG PASAR ASEAN DAN GLOBAL”.Tema buku ini dimaksudkan untuk menunjukan viii
kata pSeAnMgBaUnTtAaNr bahwa konsolidasi merupakan sasaran dari strategi mengharmonisasikan berbagai kebijakan dan implementasi yang dilakukan secara vertikal oleh/antar Pemerintah, Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), secara horisontal oleh/antar Kementerian/Lembaga/Institusi, sampai dengan secara diagonal oleh antar pelaku usaha dalam sistem industri konstruksi serta masyarakat pengguna dan pemanfaat produk konstruksi (infrastruktur atau properti). Buku ini terdiri dari 3 (tiga) bagian utama, yaitu: (i) konsepsi dalam konsolidasi konstruksi Indonesia; (ii) inovasi untuk konsolidasi konstruksi; dan (iii) praktik konsolidasi konstruksi. Bagian pendahuluan buku ini menjelaskan tentang filosofi (state of the art) tantangan konsolidasi, kesiagaan konstruksi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, kerangka harmonisasi dan arah kebijakan konsolidasi serta prasyarat memenangkan persaingan. Selanjutnya, bagian pertama membahas konsepsi konsolidasi yang mencakup pembahasan tentang MEA 2015, pasar tunggal Asean, dan konsep keunggulan yang meliputi: peran sektor konstruksi dalam pembangunan, sumber daya manusia kontruksi, pelaku usaha, serta industri pendukung utama. Bagian kedua mengupas inovasi konsolidasi yang mencakup bahasan tentang Restrukturisasi Industri Konstruksi Nasional, Strategi Keunggulan Pelaku Usaha Konstruksi, Strategi Keunggulan Material dan Peralatan Konstruksi, Sistem Penyelenggaraan Konstruksi Non-Konvensional, serta Dispute Resolution Board dalam Sengketa Kontrak Konstruksi. Kemudian, bagian ketiga dari buku ini mendiskusikan tentang praktik konsolidasi konstruksi yang mencakup bahasan tentang Pembelajaran Ekspor Konstruksi ke Aljazair, Uni Arab Emirate, Saudi Arabia, Qatar, Timor Leste, Pembelajaran Industri Beton Pracetak di Luar Negeri, Kemitraan Penyelenggaraan Konstruksi Jalan Tol Bali Mandara, dan Kemitraan Penyelenggaraan Bandara Kualanamu. Tulisan yang terangkum dalam buku Konstruksi Indonesia 2014 ini berasal dari kontribusi Kementerian, Lembaga dan Institusi serta individu pemangku kepentingan infrastruktur dan pembinaan konstruksi. Tulisan-tulisan tersebut bersifat ilmiah populer sehingga diharapkan menjadi referensi oleh berbagai lapisan masyarakat. Selanjutnya, buku ini dapat diterbitkan atas partisipasi semua pihak, khususnya atas arahan Ir. Hediyanto W Husaini, MSCE, M.Si – Kepala Badan Pembinaan Konstruksi dan Ketua Panitia Konstruksi Indonesia 2014. Terima kasih disampaikan kepada Ir. Akhmad Suraji, MT., PhD yang telah membantu menyusun kerangka dan rancangan dari substansi buku ini. Terima kasih kepada para kontributor tulisan serta berbagai pihak yang telah membantu dan memfasilitasi penyusunan buku ini. Tentu saja penyusunan buku ini tidaklah sempurna, oleh karena itu kritik dan saran para pembaca akan sangat bermanfaat untuk penyusunan buku Konstruksi Indonesia pada masa datang. Semoga buku ini menjadi sumber pengetahuan bagi seluruh pemangku kepentingan penyelenggaraan infrastruktur dan sektor konstruksi nasional dan masyarakat umum lainnya dalam kerangka membangun keunggulan dan kemandirian bangsa dalam menyelenggarakan infrastruktur yang menghasilkan kenyamanan lingkungan terbangun, sehingga memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan, kedaulatan, dan keperadaban bangsa serta sebagai refleksi kecintaan kepada tanah air Indonesia. TIM PENYUSUN BUKU KONSTRUKSI INDONESIA 2014 ix KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
SAMBUTAN x
SAMBUTAN BABBAB.11 Pendahuluan 1 1 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH Tantangan Pembinaan Dan Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Dan Daerah Rizal Z. Tamin Sektor konstruksi memainkan peran penting dalam pembangunan nasional. Pada tahun 2013, ia memberikan kontribusi 9.99% pada pembentukan PDB, tumbuh 6,6%/tahun - lebih tinggi dari pertumbuhan PDB (5,8%/tahun) - dan menyerap 5,2% dari total angkatan kerja yang berjumlah 120,2 juta. Selain sebagai kegiatan perekonomian, sektor konstruksi yang berfungsi menyediakan infrastruktur fisik pembangunan juga menjadi prasyarat dan pendorong pertumbuhan sektor perekonomian lain. Tanpa tersedianya infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, irigasi, bendungan, listrik, dan telekomunikasi mustahil produk nasional dapat bernilai tambah tinggi, dan bersaing dengan produk negara-negara lain. Infrastruktur juga berperan penting dalam peningkatan mutu kemuliaan kehidupan masyarakat. 1. Pendahuluan Keamanan, kesehatan, kesejahteraan, kegiatan perekonomian dan interaksi sosial masyarakat memerlukan dukungan infrastruktur yang berkualitas. Laporan National Science Foundation mengenai sistem infrastruktur sipil pada tahun 1994 (National Science Foundation, 1994) bahkan menyatakan “A civilization’s rise and fall is linked to its ability to feed and shelter its people and defend itself. These capabilities depend on infrastructure - the underlying, often hidden foundation of a society’s wealth and quality of life”. Dari tinjauan anggaran, investasi infrastruktur dinilai kurang untuk dapat mendukung pertumbuhan perekonomian nasional. Pada tahun 2013 anggaran infrastruktur berjumlah lebih kurang 4,5% (atau Rp. 410 T) dari PDB Nasional yang mencapai Rp. 9.084 T. Anggaran ini bersumber dari pemerintah lebih kurang 70% dan swasta 30%. Anggaran pemerintah terdiri atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi, Kabupaten, dan Kota, Investasi BUMN dan BUMD, serta Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) dalam pembangunan infrastruktur publik. 2
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH Keterbatasan infrastruktur dinyatakan Beban terbesar biaya logistik tersebut di sebagai penghambat utama investasi dalam atas berasal dari biaya transportasi 11,6%, dan luar negeri, disamping kepastian hukum, diikuti dengan biaya persediaan 8,8%, dan peraturan perundang-undangan tenaga biaya administrasi 4,3%. Ke depan secara kerja, penguasaan teknologi dan inovasi. sistematis perlu dilakukan perbaikan Pada tahun 2013/2014, Indeks Daya Saing sistem transportasi untuk mengatasinya. Global Indonesia berada pada urutan ke-38 Tinjauan lebih mendalam kinerja logistik dari 139 negara dengan nilai 4,53 dari skala nasional dapat dilakukan dengan melihat 7. Kita tertinggal dari Negara tetangga walau perkembangan logistic performance index masih lebih baik dari Vietnam dan Filipina (LPI). LPI adalah peringkat logistik negara (lihat Tabel 1). berdasarkan 6 (enam) parameter, yaitu: Dari 12 parameter indeks daya saing 1. Efisiensi proses pemeriksaan global, parameter technological readinesss, innovation, labor market readiness, (kecepatan, kesederhanaan, dan institutions, dan infrastructure merupakan ketepatan perkiraan waktu) petugas parameter dengan nilai terendah (lihat pabean termasuk pajak. Gambar 1). 2. Kualitas infrastruktur (pelabuhan, kereta api, jalan, termasuk sistem informasi). Tabel 1: Perkembangan Global Competitiveness Index (GCI)– Negara ASEAN dan Tiongkok, 2009-2014 Country GCI 2009/10 GCI 2010/11 GCI 2011/12 GCI 2012/13 GCI 2013/14 Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score Singapore 3 5.55 3 5.48 2 5.63 2 5.67 2 5.61 Malaysia 24 4.87 26 4.88 21 5.08 25 5.06 24 5.03 China 29 4.74 27 4.84 26 4.90 29 4.83 29 4.84 Thailand 36 4.56 38 4.51 39 4.52 38 4.52 37 4.54 Indonesia 54 4.26 44 4.43 46 4.38 50 4.40 38 4.53 Vietnam 75 4.03 59 4.27 65 4.24 75 4.11 70 4.18 Philippines 87 3.90 85 3.96 75 4.08 65 4.23 59 4.29 Catatan: Peringkat dari 139 negara; Score 1-7 Sumber: World Economic Forum, Global Competitiveness Report (2014) Parameter lain yang berhubungan dengan 3. Kemudahan dan biaya pengapalan infrastruktur yang dapat digunakan untuk yang kompetitif. menunjukan daya saing produk nasional adalah biaya logistik. Pada tahun 2011 biaya 4. Kompetensi dan mutu pelayanan logistik logistik nasional mencapai 24,5% dari PDB, (operator transportasi, petugas pabean, jauh tertinggal dari negara-negara maju agen, dll.) seperti Malaysia 15%, Korea Selatan 16,3%, Jepang 10,6%, USA 9,9% dan negara-negara 5. Kemampuan tracing dan tracking Eropa yang berkisar antara 8-11%. Dalam barang. kondisi ini sangat sulit mengharapkan produk nasional bersaing dengan produk 6. Ketepatan waktu penjadwalan dan negara lain walaupun kita mempunyai pendistribusian barang. keunggulan komparatif. Perkembangan LPI Indonesia, negara ASEAN, dan Tiongkok dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2014 diberikan 3 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH Gambar 1: Indeks Daya Saing Global Indonesia Tahun 2104 Sumber: World Economic Forum, Global Competitiveness Report (2014) dalam Tabel 2. Dalam kurun waktu 7 tahun Selain keterbatasan infrastruktur di atas, Indonesia belum mengalami kemajuan jasa konstruksi juga berada dalam kondisi yang berarti, dan berada pada urutan 53 yang kurang menggembirakan. Secara dari 160 negara dengan nilai 3,08 dari skala umum dapat dikatakan produktivitas 5 pada tahun 2014. Dapat dilihat bahwa dan mutu konstruksi masih terbatas. secara umum kita tertinggal dari negara- Kerusakan jalan sering terjadi dalam umur negara ASEAN, dan hanya lebih baik dari rencana. Runtuhnya Situ Gintung (2009), negara Filipina. Jembatan Kutai Kartanegara (2011), dan amblesnya Jembatan Comal dan Ciamis Nilai ke enam parameter LPI Indonesia (2014) dapat menjadi contoh lain dari dapat dilihat pada Gambar 2. Infrastruktur kegagalan bangunan. Selain itu, kecelakaan kembali termasuk diantara parameter kerja tercatat tinggi dan daya saing pelaku dengan nilai terendah. konstruksi baik tenaga terampil, dan tenaga ahli, badan usaha kontraktor dan konsultan, Tabel 2: Perkembangan Logistic Performance Index (LPI) Negara-negara ASEAN dan Tiongkok, 2007-2014 LPI 2007 LPI 2010 LPI 2012 LPI 2014 No Country Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score 1 Singapore 1 4,19 2 4,09 1 4,13 5 4,00 2 Malaysia 27 3,48 29 3,44 29 3,49 25 3,59 3 China 30 3,32 27 3,49 26 3,52 28 3,53 4 Thailand 31 3,31 35 3,29 38 3,18 35 3,43 5 Indonesia 43 3,01 75 2,76 59 2,94 53 3,08 6 Vietnam 53 2,89 53 2,96 53 3,00 48 3,15 7 Philippines 65 2,69 44 3,14 52 3,02 57 3,00 Catatan: Rangking dari 160 negara, Score 1 – 5 Sumber: World Bank, Logistic Performance Index Report (2014) 4
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH maupun sektor konstruksi masih rendah. lembaga baik dari tinjauan horizontal Keterbatasan ini terjadi secara merata di antara pembinaan dan pengembangan seluruh wilayah tanah air, sementara di maupun dari tinjauan vertikal antara pihak lain tantangan semakin besar. Selain institusi pusat, provinsi, dan kabupaten/ meningkatnya kebutuhan pembangunan kota. Evaluasi perlu dilakukan dan persektif infrastruktur dari tahun ke tahun, kita juga pembinaan dan pengembangan kedepan segera menghadapi Masyarakat Ekonomi perlu dirumuskan dan disepakati untuk ASEAN Pasca 2015. mengejar ketertinggalan yang semakin melebar dengan Negara lain. Melengkapi Undang-Undang (UU) 18, 1999 tentang usaha yang sudah dilakukan selama ini Jasa Konstruksi merupakan landasan melalui program dan anggaran yang telah pengembangan jasa konstruksi Indonesia. dirancang dengan baik, pendekatan sistem Dalam UU tersebut dinyatakan, Pemerintah perlu ditambahkan untuk meningkatkan dalam hal ini diwakili oleh Badan Pembinaan kontribusi seluruh pihak secara sinergis, Konstruksi (BP Konstruksi), Kementerian terintegrasi, dan berkelanjutan. Pekerjaan Umum (PU) berfungsi sebagai Pembina dan Lembaga Pengembangan Jasa 2. KONDISI DAN TANTANGAN JASA Konstruksi Nasional (LPJKN) – suatu institusi KONSTRUKSI perwujudan peran masyarakat – berfungsi Daya saing kontraktor nasional pada sebagai pengembang jasa konstruksi. umumnya rendah. Kontraktor besar dan Sejalan dengan otonomi daerah, sebagian bermutu sebagian besar merupakan Badan tugas pembinaan dapat dilimpahkan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak baik dalam bentuk desentralisasi maupun perusahannya yang berdomisili di Jakarta, dalam bentuk dekonsentrasi dan tugas Pulau Jawa, dan ibukota propinsi lainnya. pembantuan kepada Pemerintah Hanya beberapa di antara mereka yang Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah berhasil menembus pasar konstruksi luar Kabupaten/Kota. Pemerintah Daerah negeri dan memanfaatkan peluang usaha Provinsi dalam hal ini akan diwakili oleh Tim seperti di Malaysia dan Timur Tengah. Selain Pembina Jasa Konstruksi (TPJK) Provinsi, itu, sedikit pula tenaga kerja terampil yang sementara Pemerintah Daerah Kabupaten/ dapat memanfaatkan lapangan kerja yang Kota oleh TPJK Kabupaten/Kota. Demikian terbuka lebar di Timur Tengah dan negara- juga, di Provinsi dibentuk pula Lembaga negara ASEAN. Pada saat ini terdapat cukup Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi banyak tenaga kerja terampil Indonesia (LPJKP). di Malaysia, namun sistem sertifikasi mereka yang belum ditangani dengan Melihat banyaknya pihak yang terlibat, baik menjadikan pendapatan mereka tidak Jasa Konstruksi sejogyanya merupakan sebanding dengan yang diterima oleh suatu sistem dan dalam sistem tersebut rekan kerja mereka orang Malaysia. Pemerintah sebagai pembina dan Lembaga sebagai pengembang merupakan dua Umumnya kontraktor besar nasional unsur utama. Pada saat ini kegiatan belum menerapkan rantai pasok untuk pembinaan dan pengembangan baik di meningkatkan daya saingnya, kecuali tingkat nasional maupun di tingkat Provinsi kontraktor-kontraktor rancang bangun di dan Kabupaten/Kota dirasakan belum sektor energi dan sumber daya mineral. maksimal. Terjadi ketidak-jelasan dan Beberapa kontraktor BUMN mulai tumpang tindih fungsi dan tugas kedua mencoba, namun dengan mendirikan anak 5 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH perusahaan sendiri, bukan dengan sub- yang telah disertifikasi. Diperlukan strategi kontraktor spesialis lain, yang bervariasi dan upaya besar untuk meningkatkan dan kaya dengan nilai-nilai baru. kapasitas sertifikasi tenaga konstruksi terampil dan peningkatan mutu tenaga Konsep kemitraan belum diterapkan secara konstruksi tidak terampil di masa yang akan luas, baik antara kontrak besar, menengah, datang. dan kecil maupun antara kontraktor pusat dan daerah. Joint operation dan joint venture Selain banyaknya infrastruktur yang harus baru dilaksanakan untuk memenuhi dibangun, jasa konstruksi nasional akan ketentuan kontrak jika disyaratkan bagi mengalami tantangan kompetisi dengan badan usaha asing. Demikian pula konsep diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN kemitraan antara pemilik, kontraktor, dan (MEA) Pasca 2015, di mana produk, jasa, konsultan untuk mengantisipasi hal-hal tak dan tenaga terampil termasuk tenaga terduga yang lazim terjadi pada konstruksi ahli akan bebas melintas di antara negara teknik sipil masih menghadapi tantangan ASEAN. Di masa yang akan datang, terdapat implementasi dari pihak-pihak yang kecenderungan kerjasama regional akan melakukan audit. menggantikan kerja sama multi lateral dengan pertimbangan bahwa penyatuan Ketimpangan peran juga terjadi, karena kawasan produksi dan pasar akan rantai suplai konstruksi belum terwujud. meningkatkan daya saing kawasan melalui Pada tahun 2013, terdapat lebih kurang peningkatan bukan saja produktivitas 128.570 kontraktor nasional (BPS, 2014) di dan efisiensi tetapi juga kreativitas dan mana sekitar 2.433 atau 2% diantaranya inovasi. Untuk sektor konstruksi, MEA 2015 adalah kontraktor besar dan 17.511 atau berdampak di satu pihak semakin luasnya 14% adalah kontraktor menengah yang potensi sumber daya dan pasar konstruksi keduanya menguasai 80% pasar konstruksi, dan di lain pihak masuknya produk, jasa serta 108.625 atau 84% kontraktor kecil yang dan tenaga terampil asing. Jika kita siap, memperebutkan 20% pasar konstruksi. MEA Pasca 2015 merupakan peluang untuk Kontraktor spesialis jumlahnya sangat meningkatkan daya saing sektor konstruksi kecil atau hampir tidak ada. Di negara melalui peningkatan mutu produk dan jasa maju dengan daya saing konstruksi tinggi dalam negeri, namun sebaliknya jika kita seperti Jepang, Inggris, dan Amerika jumlah tidak siap, kita hanya menjadi pasar bagi kontraktor spesialis ini besar, mencapai 59- produk, jasa, dan tenaga terampil negara 72% (B.H. Lambert et.al, 1996). tetangga. Kondisi tenaga terampil konstruksi tidak Untuk meningkatkan daya saing jasa kurang memprihatinkan. Dari 6,2 juta konstruksi, terdapat paling tidak 4 (empat) tenaga kerja konstruksi terdapat lebih konsep pengaturan UU 18, 1999 yang kurang 3,8 juta atau 60% tenaga tidak memerlukan pembahasan. Yang pertama terampil dan 1,8 juta atau 30% tenaga pengaturan bisnis konstruksi yang disatukan terampil, sisanya merupakan tenaga ahli dengan pengaturan tenaga ahli. UU 18, (LPJKN, 2014). Berbeda dengan industri 1999 tentang Jasa Konstruksi merupakan manufaktur peran tenaga terampil UU yang mengatur bisnis konstruksi. UU ini (tukang) sangat besar untuk menghasilkan menjadi landasan untuk mengatur pelaku konstruksi yang bermutu. Pada saat ini bisnis konstruksi yang mencakup antara lain diperkirakan baru 15% dari tenaga terampil kontraktor dan tenaga terampil berdasarkan 6
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH nilai dan etika bisnis. Tenaga ahli dan 2010 yang menggantikan PP 28, 2000 dan konsultan sementara itu merupakan domain selanjutnya turunan penyempurnaannya, lain yaitu dunia profesi, berlandaskan menjadi klasifikasi lapangan usaha jasa nilai dan etika profesi, yang berdasarkan pelaksanaan konstruksi yang merujuk kebiasaan internasional diatur dalam satu kepada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha UU profesi. Dengan demikian, insinyur dan Indonesia (KBLI). konsultan (kelompok tenaga ahli) bukanlah entitas usaha yang tujuannya mencari Yang ketiga adalah ketentuan UU 18, 1999 keuntungan, tetapi merupakan profesi yang yang menyatakan LPJKN sebagai lembaga fungsinya melayani masyarakat, bangsa, dan yang independen dan mandiri untuk negara. Terdapat perbedaan yang sangat menyelenggarakan peran masyarakat mendasar antara Tenaga Ahli dan Tenaga dalam pengembangan jasa konstruksi. Terampil (lihat Tabel 3). Karena posisinya Ketentuan ini dalam PP 28, 2000 yang sangat terhormat, sama seperti selanjutnya diterjemahkan menjadi suatu dokter, pendapatan insinyur dalam bentuk institusi di luar pemerintah, didirikan oleh renumerasi umumnya diproteksi oleh negara masyarakat, mempunyai Anggaran Dasar bersama dengan asosiasi profesi terkait, (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) bukan merupakan bagian dari produk yang sendiri, dan dalam hal dana operasional dihasilkan atau bagian dari keuntungan harus dapat mandiri tanpa bergantung kontraktor. Pada saat ini telah terbit UU No. kepada pemerintah. Terdapat perbedaan 11, tahun 2014 tentang Keinsinyuran yang pandang dalam mengartikan independen akan menjadi landasan bagi pengembangan dan mandiri. Di berbagai negara kondisi profesi insinyur. independen diartikan tidak dicampuri oleh Tabel 3: Karakteristik Tenaga Ahli dan Tenaga Terampil No Parameter Tenaga Ahli Tenaga Ahli 1 Output Kecendikiawanan Keterampilan 2 Proses Pembelajaran Pendidikan Pelatihan 3 Legal Liability Liable Tidak liable 4 Bakuan Kompeteni Prefessional related Job related 5 Uji Kompetensi Peer to peer assessment Uji Keterampilan 6 Organisasi Asosiasi profesi Serikat Kerja Sumber: Istianto Oerip (2014) Yang kedua adalah pengaturan klasifikasi pemerintah dalam pelaksanaan fungsi bidang atau lapangan usaha jasa konstruksi dan tugasnya. Di Singapura dan Malaysia – yang – dalam UU 18, 1999 tentang Jasa sebagai contoh, lembaga serupa tetap Konstruksi dan Peraturan Pemerintah didirikan oleh pemerintah, anggotanya (PP) 28, 2000 tentang Usaha dan Peran diangkat dan diberhentikan oleh Masyarakat Jasa Konstruksi – ditetapkan pimpinan pemerintahan atau Menteri, dan mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, anggarannya disediakan oleh pemerintah. mekanikal, elektrikal, dan lingkungan Ketentuan ini telah diubah melalui PP 04, (ASMET). Klasifikasi ini lebih tepat untuk Jasa 2010, yang menetapkan kepengurusan Perencanaan dan Pengawasan Konstruksi. LPJKN dikukuhkan oleh Menteri dan LPJKP Ketentuan ini telah diubah melalui PP 04, oleh Gubernur, serta tata cara pemilihan 7 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH pengurus, masa bakti, tugas pokok dan dengan LPJKN/LPJKP, dan (3) konsep fungsi, serta mekanisme kerja diatur dalam sertifikasi, registrasi, dan lisensi badan peraturan menteri. Selain itu ditetapkan usaha pelaksana konstruksi dan tenaga pula bahwa pemerintah memberikan terampil di satu pihak, dan tenaga ahli dan dukungan pendanaan untuk kegiatan konsultan di lain pihak. kesekretariatan lembaga, namun kemudian keberadaan sekretariat lembaga di batalkan Jasa konstruksi merupakan kegiatan yang oleh Mahkamah Konstitusi. Hal ini masih menyisakan permasalahan bagaimana terfragmentasi atau berpotensi besar pemerintah dan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan pendanaan kepada mengalami ketidak-sinkronan kebijakan LPJKN dan LPJKP. dan tindakan antara pihak-pihak yang Yang keempat adalah pemberian secara tidak langsung kewenangan sertifikasi badan usaha terlibat, dan ini paling tidak dalam 6 (enam) dan tenaga kerja konstruksi kepada asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi. PP 28, 2000 dimensi. Yang pertama fragmentasi vertical, menetapkan bahwa sertifikasi badan usaha dan tenaga kerja konstruksi dapat dilakukan yaitu rantai pasok mulai dari manufaktur oleh asosiasi badan usaha, asosiasi profesi atau institusi pendidikan dan pelatihan yang pembuat material, distributor, supplier, telah mendapat akreditasi lembaga, LPJKN/ LPJKP selanjutnya melakukan registrasi kontraktor spesialis, sub-kontraktor sampai terhadap sertifikat badan usaha dan sertifikat tenaga kerja yang diterbitkan oleh asosiasi. kontraktor. Yang kedua fragmentasi Proses sertifikasi dan registrasi sesungguhnya merupakan suatu kewenangan publik, horizontal dalam bentuk siklus proyek, dari yang seharusnya dilakukan oleh institusi pemerintah, bukan oleh suatu organisasi adanya kebutuhan, gagasan, perencanaan masyarakat. Ketentuan ini telah diperbaiki melalui PP 04, 2010 yang menetapkan bahwa konseptual, pra-studi kelayakan, studi registrasi tenaga kerja konstruksi dilakukan oleh Unit Sertifikasi Tenaga Kerja (USTK) kelayakan, analisa mengenai dampak Nasional dan Provinsi yang dibentuk oleh LPJKN dan LPJKP. Demikian juga registrasi lingkungan (AMDAL), rencana kelola dan badan usaha dilakukan oleh Unit Sertifikasi Badan Usaha (USBU) Nasional dan Provinsi rencana pemantauan lingkungan (RKL/ yang dibentuk oleh LPJKN dan LPJKP. RPL), basic design, perencanaan detail, Selain pendanaan LPJKN dan LPJKP, permasalahan masih tersisa paling tidak pengadaaan, pelaksanaan konstruksi, dalam 3 (tiga) aspek yaitu: (1) pemahaman utuh mengenai sistem jasa konstruksi, (2) penyerahan pekerjaan, operasi, pengaturan fungsi pembinaan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah pemeliharaan, rehabilitasi, sampai dengan kabupaten/kota termasuk hubungannya penghapusan. Yang ketiga fragmentasi manajemen proyek antara pemilik proyek (owner), kontraktor, dan konsultan supervisi. Yang keempat adanya segmentasi atas pilihan sistem penyelenggaraan proyek (project delivery system) mulai dari yang tradisional DBB (design build, built) sampai kombinasi sistem peyelenggaraan proyek terintegrasi, seperti Engineering, Procurement Contruction (EPC), Turn Key, Design Build (DB), Performance Based Contract (PBC), dan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) dalam penyelenggaraan infrastruktur publik. Yang kelima fragmentasi antar kementerian dan instansi pemerintah sebagai Pembina Konstruksi yaitu Kementerian PU, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perumahan Rakyat, Lembaga Kebijakan 8
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan sendirinya, tetapi dibangun atas (LKPP). Yang terakhir, keenam, segmentasi konsep, prinsip, dan tata nilai tertentu. antar pemerintahan yaitu pemerintah, Tata nilai yang melandasi stakeholders jasa pemerintah propinsi, pemerintah konstruksi mencakup hak azasi manusia dan kabupaten/kota, dan kelak pemerintahan demokrasi, identitas yang kuat, bermutu, desa, dengan belanja modal dan anggaran dengan etika yang tinggi, maksimum investasinya yang meningkat. Kesemuanya partisipasi dan kontribusi, serta kreativitas ini mengakibatkan terjadinya idle, delay, dan inovasi yang tinggi. Sementara dan waste menjadikan jasa konstruksi susah itu, prinsip-prinsip interaksi mencakup meningkatkan daya saingnya. transparency, accountability, responsibility, independency, fairness, dan manfaat. Sesungguhnya jasa konstruksi merupakan Berdasarkan sistem nilai dan prinsip di atas sistem dengan banyak pemangku dibangun basic concept jasa konstruksi, kepentingan (stakeholders). Konsep yaitu jasa konstruksi yang membangun membangun jasa konstruksi adalah kekuatan masyarakat (swasta) dengan membangun kemampuan seluruh dukungan seluruh stakeholders, namun masyarakat (stakeholders) dan terutama pemerintah tetap menjadi penanggung- memberdayakan pelaku swasta, bukan jawab. Model ini dikenal sebagai model bertumpu pada membangun kekuatan good governance. pemerintah saja. Dengan demikian semua pihak perlu memahami dan menyepakati Sistem Jasa Konstruksi Nasional sistem jasa konstruksi. Sistem jasa konstruksi nasional diberikan dalam Gambar 3. Pemerintah dalam 3. KONSEP DAN SISTEM JASA KONSTRUKSI hal ini diwakili oleh Kementerian INDONESIA PU bertindak sebagai regulator dan Sistem dapat digambarkan melalui fasilitator. Dalam UU 18, 1999 disebutkan komponen sub-sistem yang saling Pemerintah melakukan pembinaan jasa berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan konstruksi dalam bentuk pengaturan, tertentu. Sistem umumnya tidak terbentuk pemberdayaan, dan pengawasan. Fungsi LKPP HUB esdm perumahan penguna jasa pemerintahan: PU (BPKonstruksi) dana pemerintah/ Buffer swasta kementerian good Body goverance (APBN) (lpjkn) procurement Masyarakat profesional penyedia jasa bumn. bumd, pt-swasta Asosiasi Asosiasi PT LSM Perumahan Profesi Gambar 3: Sistem Jasa Konstruksi Nasional 9 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH Pembina sesungguhnya mengandung LPJKN. Konsep ini dipandang tepat, jika makna penanggungjawab jasa konstruksi, lembaga diposisikan sebagai badan semi dan ini sejalan dengan kewenangannya pemerintah yang membantu dan didanai untuk membuat peraturan perundangan- pemerintah untuk merumuskan kebijakan undangan, untuk menggunakan anggaran pengembangan jasa konstruksi. Namun Negara, serta tanggung-jawabnya set up awal lembaga sebagai lembaga melindungi kepentingan masyarakat dan bukan pemerintah dengan kedudukan menjamin kemajuan bangsa. yang terpisah serta fungsi dan tugas tertentu lainnya menambah kompleksitas Peran pengaturan dilakukan dengan penyelenggaraan jasa konstruksi di menerbitkan peraturan perundang- Indonesia. Berdasarkan pertimbangan undangan dalam bentuk peraturan ini, pemerintah melalui PP 04, 2010 telah pemerintah, peraturan dan keputusan mengubah kedudukan lembaga. Presiden, serta peraturan, keputusan, dan surat edaran menteri. Peraturan Pelaksanaan tugas Kementerian PU selaku perundang-undangan tersebut dapat Pembina jasa konstruksi tingkat nasional mencakup kebijakan, rencana, rancangan dilakukan oleh BP Konstruksi. Sebagai atau norma, standar, pedoman, dan penanggung jawab utama jasa konstruksi, BP manual penyelenggaraan jasa konstruksi. Konstruksi juga bertugas untuk melaksanakan Pemberdayaan dilakukan terhadap pelaku koordinasi dengan instansi lain yang terkait usaha jasa konstruksi, baik pengguna dengan penyelenggaraan konstruksi seperti maupun penyedia serta masyarakat untuk LKPP, Kementerian Perhubungan, Kementerian menumbuhkan kesadaran akan hak, ESDM, dan Kementerian Perumahan kewajiban, dan perannya dalam pelaksanaan Rakyat. Pada saat ini sangat dirasakan konstruksi, sementara pengawasan kedudukan BP Konstruksi (Kementerian dilakukan terhadap penyelenggaraan PU) tidak cukup diangkat untuk berwibawa pekerjaan konstruksi untuk menjamin mengkoordinasikan jasa konstruksi di seluruh terwujudnya ketertiban jasa konstruksi Indonesia. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara itu, peran pembangunan atau pelaksanaan konstruksi akan lebih banyak PP 30, 2000 tentang Penyelenggaraan diberikan kepada swasta yang terdiri atas Pembinaan Jasa Konstruksi menyebutkan kontraktor, konsultan, investor dengan pihak yang harus dibina terdiri atas penyedia rantai pasoknya seperti kontraktor spesialis, jasa, pengguna jasa, dan masyarakat. supplier, distributor, serta manufaktur Walaupun tidak diuraikan secara rinci, peralatan dan material konstruksi. Konsep pengertian masyarakat di sini haruslah yang memberdayakan pelaku swasta dalam arti luas dan mencakup juga Asosiasi ini, mengenal kehadiran masyarakat Profesi, Asosiasi Badan Usaha, Perguruan profesional yang dapat terdiri atas asosiasi Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat profesi, asosiasi badan usaha, perguruan (LSM) termasuk LPJKN dan Pembina Jasa tinggi, dan LSM sebagai kelompok yang Konstruksi di tingkat Propinsi seperti dapat akan melakukan kontrol untuk menjamin dilihat pada Gambar 3. terwujudnya tranparansi dan akuntabilitas dalam interaksi antara pemerintah dan PP 30, 2000 juga menyatakan bahwa swasta. pembinaan dapat dilakukan bersama-sama 10
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH Model good governance ini ditandai juga oleh Dalam UU 18, 1999 LPJKN bertugas untuk: (a) keberadaan suatu lembaga semi pemerintah melakukan dan mendorong penelitian dan yang independen dan mandiri – dalam pengembangan, (b) menyelenggarakan hal ini LPJKN/LPJKP – yang beranggotakan pendidikan dan pelatihan, (c) melakukan perwakilan pemerintah dan masyarakat registrasi tenaga kerja konstruksi (keahlian profesional. Lembaga yang didanai oleh dan keterampilan), (d) melakukan registrasi pemerintah dan anggotanya diangkat badan usaha, dan (e) mendorong dan dan diberhentikan oleh pemerintah ini meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan berfungsi memberikan masukan kepada penilai ahli di bidang jasa konstruksi. Dari pemerintah dalam perumusan kebijakan antara tugas tersebut yang paling tepat untuk mendorong peningkatan kapasitas sesuai fungsi dan efektivitas pelaksanaannya pelaku swasta. Dalam perkembangannya adalah tugas sertifikasi dan registrasi tenaga lembaga ini juga dapat berfungsi sebagai terampil dan badan usaha pelaksana jasa pihak yang melakukan sertifikasi keahlian konstruksi, penelitian dan pengembangan, dan keterampilan kerja, karena berdasarkan serta arbitrase mediasi, dan penilai ahli. pengalaman internasional, untuk menghin- Sertifikasi dan registrasi tenaga ahli dan dari konflik kepentingan, sertifikasi konsultan akan dilaksanakan oleh lembaga sebaiknya tidak dilakukan langsung oleh semi pemerintah lain yaitu Dewan Insinyur. instansi pemerintah. Tugas pelatihan dan pendidikan lebih baik dilaksanakan oleh pemerintah dan Untuk pertimbangan fleksibilitas pengatu- pemerintah daerah sehubungan dengan ran kerja sama investasi, lembaga semi kepemilikan sumber daya dan pendanaan. pemerintah ada juga yang berfungsi sebagai contracting agency seperti halnya Sistem Jasa Konstruksi Provinsi dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan Kabupaten/Kota Badan Pendukung Pengembangan Sistem UU 18, 1999 dan PP 30, 2000 menyatakan Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) di bahwa pembinaan jasa konstruksi Kementerian PU, serta Badan Pelaksana merupakan tugas dan tanggung- Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi jawab pemerintah pusat, namun dapat (BPMIGAS) sekarang Satuan Kerja Khusus dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Secara lebih spesifik dinyatakan bahwa dan Gas Bumi (SKK MIGAS) di Kementerian pembinaan terhadap pengguna jasa ESDM. Peran lembaga semi pemerintah dan penyedia jasa diselenggarakan oleh dapat meningkat dari waktu ke waktu Pemerintah Pusat, sementara pembinaan sejalan dengan peningkatan kemampuan terhadap masyarakat diselenggarakan swasta dan kematangan masyarakat. Pada oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dalam kondisi sangat ideal, yaitu jika swasta dan rangka pelaksanaan tugas otonomi daerah. masyarakat sudah mampu mengatur Pelaksanaan tugas pembinaan yang bersifat dirinya sendiri, kehadiran pemerintah tidak dekonsentrasi dan tugas pembantuan diperlukan, kementerian atau instansi dibebankan kepada APBN, sementara yang pemerintah dapat dihapuskan, dan lembaga merupakan pelaksanaan tugas otonomi semi pemerintah sepenuhnya menjadi daerah dibebankan kepada APBD. Dapat badan pengatur independen (independent dilihat di sini bahwa pembagian urusan regulatory board). pembinaan antara pemerintah pusat dan daerah ini agak kompleks dan kurang tegas. Konsep yang diharapkan sebenarnya adalah 11 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH masing-masing Pembina bertanggung- dengan pelaksanaan tugas otonomi daerah, jawab penuh atas pembinaan jasa dan kepada Pemerintah Provinsi dan konstruksi di daerahnya masing-masing. Pemerintah Kabupaten/Kota diharapkan Sementara itu, PP 28, 2000 menyatakan dapat menerbitkan Keputusan Kepala Daerah bahwa lembaga jasa konstruksi didirikan di untuk menetapkan Unit Kerja Pembina Jasa tingkat nasional dan tingkat daerah untuk Konstruksi disebut kemudian sebagai Tim melaksanakan kegiatan pengembangan Pembina Jasa Konstruksi (TPJK) dengan jasa konstruksi. susunan Ketua dijabat oleh Asisten Sekretaris Daerah, Sekretaris dijabat oleh Kepala Dinas Karena menyangkut pemerintahan PU, Sekretariat dari unsur Pemerintah Daerah, daerah, implementasi pelimpahan diatur sementara keanggotaan diserahkan pada berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam kebijakan daerah. Negeri (Mendagri) No. 601/476/SJ perihal Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Daerah. Dengan demikian, akan terbentuk Sistem Dalam Surat Edaran tersebut dinyatakan Jasa Konstruksi Provinsi di 34 provinsi dan bahwa Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Sistem Jasa Konstruksi Kabupaten/Kota di Kabupaten/Kota mendapat amanat UU 511 Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia Jasa Konstruksi untuk menyelenggarakan (lihat Gambar 4 dan Gambar 5). Secara pembinaan jasa konstruksi yang diselaraskan analogi TPJK Provinsi dan TPJK Kabupaten/ penguna jasa pemda provinsi (TPJK) dana pemda/ dinas Buffer swasta provinsi (APBD) good Body goverance (lpjkP) procurement Masyarakat profesional penyedia jasa bumn. bumd, Asosiasi Asosiasi PT LSM pt-swasta Perumahan Profesi Gambar 4: Sistem Jasa Konstruksi Provinsi penguna jasa pemda KAB/KOTA (TPJK) dana pemda/ dinas swasta provinsi (APBD) good goverance procurement Masyarakat profesional penyedia jasa bumn. bumd, Asosiasi Asosiasi PT LSM pt-swasta Perumahan Profesi Gambar 5: Sistem Jasa Konstruksi Kabupaten/Kota 12
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH Kota akan merupakan penanggung-jawab tersebut termasuk Peraturan Presiden jasa konstruksi di daerahnya masing- mengenai pembentukan, struktur masing, sementara lembaga di daerah organisasi, rekrutmen dan jumlah anggota – yang pada saat ini baru ada lembaga di serta pendanaan Dewan Insinyur Indonesia. tingkat provinsi – merupakan lembaga semi pemerintah yang anggotanya diangkat dan Lingkup profesi keinsinyuran dirumuskan diberhentikan oleh Pimpinan Daerah untuk mencakup ‘disiplin teknik’ berikut: (a) membantu pemerintah daerah merumuskan kebumian dan energi, (b) rekayasa sipil kebijakan jasa konstruksi di daerah masing- dan lingkungan terbangun, (c) industri, (d) masing, bukan kepanjangan tangan LPJKN. konservasi dan pengelolaan sumber daya Pelaksanaan fungsi dan tugas LPJKP perlu alam, (e) pertanian dan hasil pertanian, (f) merujuk kepada kebijakan, peraturan, teknologi kelautan dan perkapalan, dan (g) standar, norma, pedoman, dan manual yang aeronotika dan astronotika, sementara sektor dikembangkan oleh LPJKN, namun lembaga pelayanannya ditetapkan terdiri atas: (a) pu HUB esdm perumahan pemerintahan: DEWAN MENDIKBUD INSINYUR good p ii goverance Masyarakat profesional - ta Asosiasi - kONSULTAN PROFESI PT LSM Gambar 6: Sistem Keinsinyuran pendidikan dan pelatihan teknik/teknologi, (b) penelitian, pengembangan, pengkajian, daerah dapat menyesuaikannya dengan dan komersialisasi, (c) konsultansi, kondisi dan kepentingan daerah masing- rancang bangun, dan konstruksi, (d) teknik masing. Pendanaan LPJKP juga terutama akan dan manajemen industri, manufaktur, bersumber dari APBD Provinsi. pengolahan, dan proses produk, (e) eksplorasi dan eksploitasi sumber daya Sistem Keinsinyuran mineral, (f) penggalian, penanaman, Seperti disampaikan terdahulu, pengem- peningkatan, dan pemuliaan sumber daya bangan keprofesian tenaga ahli (insinyur) alami, dan (g) pembangunan, pembentukan, dan konsultan perlu diatur dalam UU profesi pengoperasian, dan pemeliharaan aset. yang terpisah dari UU yang mengatur bisnis atau jasa konstruksi. Sistem keinsinyuran Dalam sistem keinsinyuran di atas. Menteri berdasarkan UU No. 11 tahun 2014 tentang Pendidikan dan Kebudayaan dan menteri Keinsinyuran dapat dijelaskan dalam terkait mewakili Pemerintah menjadi Gambar 6. Pada saat ini Pemerintah sedang menyiapkan peraturan pelaksanaan UU 13 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH penanggung jawab pembinaan keinsinyuran Tulisan ini membahas jasa atau bisnis Indonesia.Khususuntukpelayananmasyarakat konstruksi, tidak secara spesifik mem dalam bidang jasa konstruksi, profesinya bahas mengenai profesi keinsinyuran berada dalam disiplin teknik ‘rekayasa sipil di bidang konstruksi. Sebagai catatan, dan lingkungan terbangun’, sementara sektor pengembangan sistem keinsinyuran palayanan masyarakatnya adalah ‘konsultansi, berdasarkan UU tersebut diatas perlu rancangan bangun, dan konstruksi’. Dengan memperhatikan beberapa tantangan, struktur organisasi pemerintahan sekarang, antara lain: untuk pelayanan (tenaga ahli dan konsultan) 1. Pengaturan peran Menteri Pendidikan jasa konstruksi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersama dengan Menteri PU, dan Kebudayaan dan menteri yang Menteri Perhubungan, Menteri ESDM, Menteri terkait sebagai penanggung jawab Perumahan Rakyat dan menteri terkait lainnya pembinaan keinsinyuran. akan bertanggung-jawab sebagai Pembina, 2. Perumusan struktur Dewan Insinyur dan berdasarkan pertimbangan pembinaan untuk dapat mencakup seluruh ‘sektor jasa konstruksi yang berlangsung selama ini, pelayanan’. Menteri PU dapat menjadi koordinator. 3. Pengaturan peran PII untuk dapat mencakup seluruh ‘disiplin teknik’ dan Pelaksanaan profesi keinsinyuran untuk pengelolaan akseptabilitas masyarakat kepentingan masyarakat, bangsa, dan profesi atas peran PII sebagai pengatur negara akan dilakukan oleh tenaga ahli dan kewenangan publik, termasuk konsultan. Konsultan walaupun berbentuk pendanaannya untuk melaksanakan suatu badan usaha lebih merupakan seluruh fungsi dan tugas yang kelompok tenaga ahli bukan merupakan diamanatkan. perusahan yang melakukan bisnis untuk 4. Penyatuan sertifikasi profesi insinyur mencari keuntungan. dalam suatu Program Profesi Insinyur yang dilaksanakan oleh ‘perguruan Dalam sistem keinsinyuran di atas tinggi’ dengan sertifikasi kompetensi dibentuk Dewan Insinyur yang Insinyur yang dilaksanakan oleh lembaga beranggotakan pemangku kepentingan sertifikasi profesi, yang dalam UU masih dalam penyelenggaraan keinsinyuran, diatur terpisah. yang berwenang membuat kebijakan 5. Pengaturan ‘lembaga sertifikasi profesi’ penyelenggaraan keinsinyuran dan yang akan melakukan uji kompetensi pengawasan pelaksanaannya, sementara sebagai persyaratan registrasi; dalam masyarakat profesional dan pemangku UU disebut ‘dilakukan sesuai dengan kepentingan lainnya akan bernaung ketentuan peraturan perundang- dalam wadah Persatuan Insinyur Indonesia undangan’. (PII), asosiasi profesi lainnya, perguruan tinggi, dan LSM. Dalam UU Keinsinyuran di 4. PERSPEKTIF PEMBINAAN DAN atas, PII mendapat mandat khusus untuk PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI melaksanakan fungsi pelaksanaan Praktik Keinsinyuran yaitu penyelenggaraan kegiat Evaluasi dan Analisis Umum Pembinaan an keinsinyuran termasuk pengesaha n Surat Jasa Konstruksi Tanda Registrasi Insinyur yang menentukan Fungsi pembinaan bagi Pemerintah, seseorang berwenang atau tidak melakukan pemerintah propinsi, dan pemerintah profesi keinsinyuran di Indonesia. kabupaten umumnya masih dirasakan sebatas pelaksana tugas pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan, belum 14
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH sebagai penanggung-jawab utama Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/ penyelenggaraan jasa konstruksi di wilayah Kota mengatur penugasan pembinaan jasa masing-masing. Sesungguhnya Pembinalah konstruksi kepada pemerintah daerah. yang memimpin kemajuan dan merupakan Dalam Lampiran PP tersebut dinyatakan pihak yang paling bertanggung-jawab terdapat 31 bidang urusan pemerintahan atas baik buruknya penyelenggaraan termasuk Bidang PU yang dibagi bersama jasa konstruksi di suatu wilayah. Menteri antara tingkat pemerintahan, dimana PU merupakan Pembina Jasa Konstruksi Jasa Konstruksi merupakan sub-bidang tingkat nasional yang pelaksanaan fungsi dari Bidang PU. Lampiran juga merinci dan tugasnya dilakukan oleh BP Konstruksi. urusan/tugas pembinaan (pengaturan, Pada kenyataannya, kedudukan Menteri pemberdayaan, dan pengawasan) untuk PU bersama BP Konstruksi tidak mendapat tiap tingkat pemerintahan sesusai dengan dukungan atau leverage yang cukup untuk PP 30, 2000. Karena kurang tegasnya mampu mengkordinasikan pembinaan jasa pengaturan pembinaan dalam PP 30, 2000 konstruksi dengan kementerian lain seperti dan telah hadirnya TPJK, pembentukan unit Kementerian Perhubungan, Kementerian struktural sebagai pelaksana pembinaan ESDM, dan Kementerian Perumahan Rakyat. menjadi terhambat. Beberapa pemerintah propinsi mengambil inisiatif membentuk TPJK Propinsi dan Kabupaten/Kota yang unit kerja eselon III dalam bentuk yang dibentuk sesuai dengan SE Mendagri bervariasi seperti misalnya: (i) Bidang No. 601/476/SJ bersifat Adhoc, dan Bina Jasa Konstruksi di bawah Dinas PU umumnya belum dilengkapi dengan Cipta Karya, Provinsi Sumatera Selatan, organisasi tata laksana dan standar (ii) Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pelaksanaan tugas yang lengkap. Sampai Jasa Konstruksi di bawah Dinas PU, saat ini masih terdapat Kabupaten/Kota Provinsi Jambi, (iii) Ka Balai Pengujian, yang belum membentuk TPJK-nya. TPJK Informasi Permukiman & Bangunan, dan dipimpin oleh Asisten Sekretaris Daerah, Pengembangan Jasa Konstruksi di bawah sehingga terdapat kemungkinan tidak Dinas PU, Perumahan, & ESDM, Provinsi DI berlatar belakang atau berpengalaman Yogyakarta, dan (iv) Bidang Bina Konstruksi di bidang jasa konstruksi. Anggotanya di bawah Dinas Bina Marga Daerah, Propinsi berasal dari berbagai instansi dengan Sulawesi Tengah. Umumnya, koordinasi tugas pokok masing-masing. Dengan antara Unit Eselon III tersebut dengan TPJK demikian kompetensinya bervariasi, sering belum berlangsung baik. kurang fokus, motivasinya tidak maksimal, sehingga sulit berkoordinasi. Anggaran Arah Pembinaan dan Pengembangan Jasa Tim juga terbatas, karena tidak mempunyai mata anggaran sendiri. Sebagai organisasi Konstruksi non-struktural, umumnya tidak mempunyai kantor atau ruangan sekretariat tetap Berikut disampaikan beberapa dengan kelengkapan yang memadai. Kepemimpinan dan tanggung-jawab-nya pertimbangan dan masukan dalam kurang solid, dan pelaksanaan tugasnya sering mengalami hambatan. meningkatkan kapasitas pembinaan dan PP 38, 2007 tentang Pembagian Urusan pengembangan jasa konstruksi di tingkat Pemerintahan antara Pemerintah, pusat dan daerah. Pemerintah dengan BP Konstruksinya dan pemerintah daerah dengan TPJK Propinsi dan TPJK Kabupaten/Kota-nya perlu diposisikan dengan lebih nyata sebagai Pembina 15 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH yang bertanggung-jawab atas kemajuan Lembaga dapat melakukan sebagian tugas jasa konstruksi di wilayah masing-masing. pembinaan. Yang paling efektif untuk Fungsi dan tugas pembinaan tetap yaitu lembaga adalah: (a) Perumusan masukan mencakup pengaturan, pemberdayaan, dan kebijakan, (b) Registrasi tenaga terampil, pengawasan. karena registrasi memang sebaiknya tidak dilakukan oleh pemerintah, (c), Penelitian Pelaku bisnis jasa konstruksi adalah kontraktor dan pengembangan, karena lembaga dan tenaga terampil, termasuk mitra kerja mempunyai hubungan dan jaringan kerja kontraktor dalam kerja sama joint operation yang baik dengan asosiasi profesi, asosiasi dan joint venture, serta rantai pasoknya yang perusahaan, LSM , dan terutama perguruan dapat mencakup sub-kontraktor, kontraktor tinggi, (d) Arbitrase, mediasi, dan penilai spesialis, supplier, distributor, dan industri ahli, karena para profesional tersebut manufaktur. Pengaturan tenaga ahli dan memang diwadahi oleh lembaga. Tugas konsultan akan dipisahkan dari pengaturan pendidikan dan pelatihan tenaga terampil jasa (bisnis) konstruksi, yaitu berdasarkan sebaiknya tetap menjadi tanggung- UU Keinsinyuran. Walaupun terdapat jawab pemerintah, karena disamping kemungkinan BP Konstruksi akan mewakili pertimbangan pendanaan, pemerintahlah Menteri PU sebagai Pembina Keinsinyuran yang berada dalam posisi lebih baik untuk ‘Rekayasa Sipil dan Lingkungan Terbangun’ mendayagunakan pusat-pusat pelatihan dalam sektor pelayanan‘Konsultansi, Rancang dan workshop yang dipunyai BP Konstruksi, Bangun, dan Konstruksi’, lembaga semi Kementerian Tenaga Kerja, dan pemerintah pemerintah yang membantu merumuskan daerah. kebijakan dan mengkoordinasikan sertifikasi dan registrasi Tenaga Ahli bukan lagi LPJKN Pembinaan jasa konstruksi di Propinsi dan tetapi Dewan Insinyur. di Kabupaten/Kota sebaiknya menjadi tugas pelaksanaan otonomi daerah, bukan LPJKN dan LPJKP perlu diposisikan sebagai tugas dekonsentrasi atau pembantuan. BP institusi yang dibentuk oleh Pemerintah Konstruksi selaku Pembina tingkat nasional dan pemerintah daerah untuk memberikan berfungsi menyusun arahan pembinaan, masukan kebijakan penyelenggaraan serta melakukan koordinasi dan konstruksi di wilayah masing-masing, bukan pengawasan, termasuk membina LPJKN institusi yang dibentuk oleh masyarakat dan TPJK Propinsi dan TPJK Kabupaten/ untuk menyalurkan aspirasi masyarakat. Kota. Keanggotaan lembaga berasal dari wakil pemerintah dan masyarakat, dan anggotanya TPJK Propinsi dan TPJK Kabupaten/ diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Kota diharapkan menjadi unit struktural Persyaratan independen dan mandiri cukup pemerintah daerah seperti Dinas PU diartikan tidak dicampuri oleh pemerintah Propinsi dan Dinas PU Kabupaten/Kota yang dalam pelaksanan fungsi, tugas, dan dipimpin oleh Kepala Dinas. Anggaran TPJK pengambilan keputusan. Lembaga ini juga Propinsi dan TPJK Kabupaten/Kota harus harus dibiayai sepenuhnya oleh Pemerintah sebagian besar berasal dari APBD. Untuk dari APBN melalui BP Konstruksi dan mewujudkannya, Pemerintah dalam jangka pemerintah daerah dari APBD melalui TPJK panjang diharapkan menyempurnakan UU Provinsi. 18, 1999 tentang Jasa Konstruksi dan PP 30, 2000 tentang Pembinaan Jasa Konstruksi 16
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH agar pembinaan dapat menjadi tugas Parameter Kinerja Pembinaan Jasa pelaksanaan otonomi daerah. Selanjutnya Konstruksi Daerah Lampiran PP 38, 2007 tentang Pembagian Mutu pembinaan Jasa Konstruksi Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/ perlu ditingkatkan secara bertahap dan Kota yang mengatur pembagian urusan berkelanjutan. Agar berkelanjutan kita pemerintahan dapat dilengkapi dengan perlu membangun sistem, bukan hanya menambahkan Jasa Konstruksi sebagai melaksanakan program dan anggaran. suatu bidang pemerintahan lengkap dengan Hal yang strategis dilakukan adalah uraian tugas desentralisasinya. Dengan meningkatkan kapasitas institusiTPJK Provinsi demikian Jasa Konstruksi dapat menjadi dan TPJK Kabupaten/Kota, selain agar dapat unit struktural Eselon II, atau minimal Eselon melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan III, dengan kewenangan menggunakan baik, juga untuk menjadikannya sehat, anggaran. mampu menghadapi permintaan yang baru (unusual demand) dan kondisi lingkungan Dalam jangka pendek dapat ditempuh yang tak terduga (unforseen circumstances). langkah mengganti SE Mendagri No. 601, 2006 dengan Surat Edaran bersama (SEB) Untuk memberikan arah pembinaan Menteri PU dan Mendagri yang menugaskan yang lebih jelas, perlu ditetapkan ukuran Gubernur, Bupati, Walikota untuk membuat keberhasilan pembinaan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) tentang parameter kinerja. Evaluasi kinerja Pembinaan Jasa Konstruksi dan membentuk dilakukan berdasarkan fungsi dan tugas di dalam Dinas PU suatu Unit Eselon III yang diamanahkan sesuai dengan atau UPTD yang bertanggung-jawab ketentuan peraturan perundang-undangan melaksanakan pembinaan jasa konstruksi. dan dikaitkan dengan upaya pembinaan Unit kerja tersebut kemudian diwajibkan yang telah dilakukan oleh Pembina pada mempunyai Rencana Strategis, dan Rencana tingkat yang lebih tinggi. Kerja dan Anggaran Tahunan pembinaan jasa konstruksi.
Parameter kinerja pembinaan jasa Upaya membangun sistem secara konstruksi daerah dapat diidentifikasi berkelanjutan memerlukan dukungan dengan dua upaya. Yang pertama dengan kepemimpinan (leadership) yang kuat. meninjau kegiatan pembinaan yang Pembina tingkat pusat perlu lebih aktif dilakukan melalui kelompok parameter mensosialisasikan pentingnya pengem input, proses, output, dan outcome. Yang bangan jasa konstruksi dan pembangunan kedua adalah dengan meminjam konsep infrastruktur untuk kemajuan daerah. evaluasi kinerja institusi, yang salah satu Pimpinan pemerintahan daerah (eksekutif diantaranya sudah dikenal secara luas yaitu dan legislatif) perlu mendapat informasi Balanced Scored Card (R.S. Kaplan et. al., yang memadai mengenai hal ini. Kegiatan 1992). Konsep ini pada awalnya digunakan Bimbingan Teknis (Bintek) ke daerah dan untuk perusahaan komersial, dan pencantuman materi jasa konstruksi dalam belakangan dikembangkan untuk institusi pendidikan, pelatihan, dan kursus pimpinan non-profit. Empat aspek yang perlu ditinjau daerah (eksekutif dan legislatif) seperti dalam konsep BSC mencakup Learning Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), and growth, Financial, Business process, Kursus Pimpinan (Suspim), dan lain-lain dapat dan Stakeholders’ satisfactions. Kedua menjadi sarana. pendekatan pada akhirnya memberikan 17 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH kelompok parameter yang hampir sama program-program yang efektif (Gambar 7). (lihat Gambar 7 sampai dengan Gambar 10). Contoh diberikan di sini untuk kinerja Dalam kelompok ‘proses’ yang setara pembinaan jasa konstruksi provinsi. Dengan dengan kelompok ‘Business Process’ dalam teridentifikasinya parameter kinerja, maka BSC, perlu diperhatikan apakah ke tiga upaya pembinaan dapat direncanakan fungsi pembinaan yaitu pengaturan, dan dilaksanakan secara lebih sistematis. pemberdayaan, dan pengawasan sudah Perlu dicatat bahwa parameter kinerja yang tercakup. Program pengaturan hendaknya diusulkan di sini merupakan identifikasi meliputi kegiata n sosialisasi kebijakan dan awal, yang perlu dikembangkan, dan peraturan perundang-undangan yang disesuaikan dengan kondisi jasa konstruksi disiapkan oleh BP Konstruksi dan LPJKN dan lingkungan di wilayah pemerintahan pada tingkat nasional. Selain itu, TPJK masing-masing. Provinsi harus pula menyiapkan kebijakan untuk meningkatkan kinerja jasa konstruksi Dalam kelompok‘input’yang setara dengan di wilayahnya antara lain kebijakan untuk kelompok ‘Learning growth dan Financial’ memihaki pelaku daerah, kebijakan untuk dalam BSC, kita perlu memperhatikan memperbaiki sistem pengadaan, kebijakan 4 (empat) aspek yaitu: (a) peraturan untuk meningkatkan kualitas Sistem perundang-undangan yang mencakup Informasi Jasa Konstruksi (SIPJAKI), dll. adanya landasan hukum dan dokumen Program pemberdayaan harus dilakukan perencanaan, (2) Organisasi dan sumber untuk pengguna jasa seperti Satuan Kerja dayanya, (3) Adanya pendanaan daerah Perangkat Daerah (SKPD), Pejabat Pembuat yang memadai untuk melaksanakan fungsi Komitmen (PPK), Unit Layanan Pengadaan pembinaan, dan (4) Apakah anggaran (ULP), penyedia jasa (kontraktor, tenaga digunakan secara terencana dalam terampil), mitra kerja (trainer pelatihan Penilaian Kinerja TPJK Provinsi Profil Pembinaan Jasa Konstruksi Provinsi1. Learning & Growth Input2. Finansial a. Peraturan Perundang-undangan: - Landasan pembinaan kuat (ada Perda, KepGub); - Andanya Renstra dan Rencana Program & Anggaran b. Organisasi TPJK Provinsi: (1) Status/Kedudukan/Otoritas (AdHoc atau Permanen) (2) OTK & SOP Solid dan lengkap (3) Kondisi SDM Internal: - Kompetensi; - Komitmen/Jabatan rangkap (4) Sumber daya lain lengkap: - Kantor; - Fasilitas pendukung (Kendaraa, peralatan, dll) (5) Leadership (Kental/encer) (6) Kapasitas Koordinasi (7) Efektifitas fungsi/pelaksanaan tugas a. Pendanaan TPJK Provinsi dari APBD Provinsi: (1) Jumlah dana. (2) Ketepatan Alokasi. b. Efektifitas Penggunaan Anggaran Gambar 7: Parameter Kinerja Pembinaan Jasa Konstruksi Daerah Propinsi – Kelompok ‘Input’ 18
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH Profil Pembinaan Jasa Konstruksi Provinsi Process Penilaian Kinerja TPJK Provinsi a. Program Pengaturan: - Pelatihan & lomba tenaga terampil; 3. Proses Bisnis (1) Sosialisasi Kebijakan Pusat. - Pelatihan TA; (2) Penyusunan Kebijakan Daerah Provinsi - Pelatihan Konsultan. (termasuk untuk Pemerintahan Kab./Kota) (3) Pembinaan Mitra: - Arahan pembinaan pengadaan; - Trainer SDM; - Arahan pemihakan pelaku daerah; - Arahan pembinaan SDM Konstruksi; - Trainer Sistem (SIPJAKI). - Arahan pembinaan green construction; (4) Pemberdayaan Masyarakat: - Arahan penyusunan SIPJAKI; - Pemberdayaan Asosiasi Profesi/ - Arahan penerbitan SBU, IUJK, SKA & SKT; Badan Usaha - Arahan penyusunan AMDAL/RKL/RPL; - Arahan penerbitan IMB; - Pemberdayaan Perguruan Tinggi; - Arahan pembinaan SMM; - Pemberdayaan LSM; - Arahan pembinaan SMK3; - Penyuluhan Masyarakat - Arahan tertib pemanfaatan bangunan; (Hak & Tanggung Jawab) (5) Pemberdayaan LPJK Provinsi: (6) Pemberdayaan TPJK Kab./Kota: b. Program Pemberdayaan: c. Program Pengawasan (Tertib pelaksanaan (1) Pemberdayaan Pengguna Jasa Provinsi: Konstruksi): - Pemberdayaan SKPD/PPK Provinsi; (1) Pengawasan LPJK Provinsi: - Pemberdayaan ULP Provinsi. - Tertib penerbitan SBU, SKA, & SKT. (2) Pemberdayaan Penyedia Jasa: (2) Evaluasi Kinerja TPJK Kab./Kota dalam hal: - Pelatihan dan dukungan keuangan/ - Tertib penerbitan IUJK; pertanggungan kontraktor - Tertib penerbitan IMB (PJT, manajemen; asuransi) - Tertib SMM; - Pengembangan/peningkatan - Tertib SMK3; kemampuan teknologi (litbang) - Tertib Pemanfaatan bangunan; Kontraktor (SMM, SMK3, Green constr.); Gambar 8: Parameter Kinerja Pembinaan Jasa Konstruksi Daerah Propinsi – Kelompok ‘Proses’ Penilaian Kinerja TPJK Provinsi Profil Pembinaan Jasa Konstruksi Provinsi 4. Stakeholder’s Satisfaction Input a. Perkembangan jumlah dan mutu (grade) Badan Usaha Kontraktor (dan Konsultan)- 3 tahun terakhir b. Perkembangan jumlah & mutu (tingkatan) Tenaga Terampil - 3 tahun terakhir c. Perkembangan jumlah dan mutu (tingkatan) TA - 3 tahun terakhir d. Tingkat aktifitas LPJK Provinsi (Litbang, Registrasi, Arbitrase) e. Mutu SIPJAKI Provinsi. f. Jumlah dan tingkat aktifitas TPJK Kab./Kota. g. Adanya Laporan Tahunan TPJK Provinsi h. Mitra Institusi yang Potensial: (1) LPJK Provinsi yang berdaya: - Organisasi dan sumber daya yang lengkap; - Memiliki dan melaksanakan program kerja; - Memiliki Asesor tenaga terampil. (2) Asosiasi profesi/badan usaha yang aktif (3) Perguruan Tinggi yang partisipatif. (4) LSM yang konstruktif. (5) Mitra pendidikan dan pelatihan: - Trainer SDM; - Trainer Perusahaan; - Trainer Sistem (SIPJAKI). Gambar 9: Parameter Kinerja Pembinaan Jasa Konstruksi Daerah Propinsi – Kelompok ‘Output’ 19 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH Profil Pembinaan Jasa Konstruksi ProvinsiPenilaian Kinerja TPJK Provinsi 5. Stakeholder’s Satisfaction Input a. Perkembangan kontribusi dan tingkat pertumbuhan sektor konstruksi dalam PDRB Provinsi - 5 tahun terakhir, BPS. b. Perkembangan penerimaan daerah provinsi (khususnya PAD) - 5 tahun terakhir, Pemda. c. Tingkat perkembangan anggaran dan kegiatan infrastruktur ke - PU- (1) SDA (Irigasi, Pengemangan daerah rawa, dan Drainase). (2) Bina marga (jalan dan jembatan). (3) Cipta Karya (Air Bersih dan Sanitasi, Pemukiman). (4) Tata ruang. d. Mutu pelaksanaan pengadaan provinsi e. Mutu konstruksi provinsi (SDA, Bina Marga, dan Cipta Karya). f. Tertib penyelengaraan jasa konstruksi di Kab./Kota dari. (1) Penerbitan IUJK; (2) Penerbitan AMDAL/Layak Lingkungan; (3) Penerbitan IMB; (4) Tingkat kecelakaan konstruksi; (5) Pemanfaatan bangunan. g. Mutu SIPJAKI Kab./Kota h. Adanya Laporan Tahunan TPJK Kab./Kota Gambar 10: Parameter Kinerja Pembinaan Jasa Konstruksi Daerah Propinsi – Kelompok ‘Outcome’ dan asesor sertifikasi), masyarakat (asosiasi kontribusi dan tingkat pertumbuhan sektor badan usaha, LSM, Perguruan tinggi), konstruksi dalam Pendapatan Domestik LPJK Provinsi, dan TPJK Kabupaten/Kota. Regional Bruto (PDRB), peningkatan Pengawasan sementara itu mencakup penerimaan daerah (PAD), perkembangan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan dan anggaran infrastruktur, mutu fungsi dan tugas LPJK Provinsi dan TPJK pelaksanaan pengadaan, mutu konstruksi, Kabupaten/Kota untuk menjamin tertib tertib pelaksanaan jasa konstruksi di pelaksanaan konstruksi (Gambar 8). Kabupaten/Kota, mutu SIPJAKI, dan adanya laporan tahunan TPJK Kabupaten/Kota Sebagai output pembinaan, stakeholders (Gambar 10). mengharapkan terjadi peningkatan kinerja jasa konstruksi di provinsi yang 5. PENUTUP bersangkutan. Ini dapat ditunjukan oleh Tantangan pembinaan dan pengembangan antara lain perkembangan jumlah dan jasa konstruksi nasional bersifat kompleks mutu (kualifikasi) kontraktor dan tenaga dan multi skala, mencakup aspek legal terampil dalam 3-5 tahun terakhir, tingkat peraturan perundang-undangan, kerangka aktivitas LPJK Provinsi dan LPJK Kabupaten/ institusi (kedudukan dan interaksi antara Kota, mutu SIPJAKI Provinsi, adanya Laporan institusi utama), termasuk pengaturan Tahunan TPJK Provinsi dan kehadiran mitra bersifat lebih operasional bisnis dan TPJK Provinsi yang berkualitas. (Gambar 9). penyelenggaraan konstruksi. Terakhir sebagai outcome, peningkatan Untuk menjamin pengembangan kinerja konstruksi akan berdampak positif yang berkelanjutan, sudah saatnya pada peningkatan perekonomian dan kita membangun sistem, bukan hanya kesejahteraan masyarakat. Ini dapat melaksanakan program dan menyerap ditunjukan antara lain oleh perkembangan anggaran, walaupun perlu secara bertahap. 20
TANTANGAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL DAN DAERAH Konsep kita membangun jasa konstruksi Kapasitas sumber daya manusia (human adalah meningkatkan kemampuan capital) baik dari kelompok Pembina, masyarakat, seluruh stakeholders jasa lembaga, dan masyarakat profesional konstruksi, bukan hanya menekankan maupun pelaku konstruksi menjadi pada kemampuan pemerintah saja untuk penting. Namun dalam setiap perubahan melaksanakan sendiri pembangunan yang sulit dan mendasar, kepemimpinan infrastruktur. Dengan adanya sistem yang yang kuat akan menentukan. Pemerintah kita rumuskan dan sepakati bersama, (BP Konstruksi) dan pemerintah daerah upaya kita akan lebih terkoordinasi dan (TPJK), selaku Pembina, merupakan pihak terintegrasi, dan tujuan kita mewujudkan yang paling bertanggung-jawab atas struktur usaha yang kokoh, andal, dan kemajuan jasa konstruksi, dan diharapkan berdaya saing tinggi, serta hasil konstruksi memimpin perubahan, bekerja keras yang bermutu seperti yang dicita-citakan dengan idealisme dan nasionalisme yang oleh UU 18, 1999 dapat lebih terencana tinggi, memberdayakan seluruh komponen dan lebih pasti terwujud. Kebijakan perlu sistem. progresif dan strategis tanpa menunggu atau mengharapkan perubahan yang mendasar seperti penyempurnaan undang- undang. Daftar Pustaka: 1. Undang-Undang 18, 1999 tentang Jasa Konstruksi. 2. Peraturan Pemerintah (PP) 28, 1999 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi yang telah diubah dengan PP 04, 2010, dan PP 92, 2010. 3. Peraturan Pemerintah (PP) 30, 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. 4. PP 38, 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota 5. Badan Pusat Statistik (2014), Data base Kontraktor Nasional. 6. B.H. Lambert et.al. (1996), The Construction Industry in Japan and Its Sub-contracting Relationship, The European Institute of Japanese Study, Stockholm, School of Economic. 7. Istianto Oerip (2014), Kode Etik Persatuan Insinyur Indonesia (PII). 8. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (2014), Data base Tenaga Terampil Nasional. 9. National Science Foundation (1994), Civil Infrastructure Systems Research, Washington DC. 10. Robert S. Kaplan, David P. Norton (1992), The Balanced Scorecard - Measures that Drive Performance, Harvard Business Review. 11. World Bank (2014), Logistic Performance Index Report. 12. World Economic Forum (2014), Global Competitiveness Index Report. 21 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global1 Akhmad Suraji2 Ketua Kelompok Keilmuan Manajemen Konstruksi & Infrastruktur Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas A. PENGANTAR (1) Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean 2015 akan membentuk pasar tunggal regional Asean. Dalam pasar tunggal ini, kebebasan arus barang, jasa, modal, dan investasi di antara negara-negara Asean akan terjadi. Baba (2005) menggambarkan bahwa GDP negara-negara Asean tumbuh pesat hampir 170% selama dekade yang lalu dengan nilai USD 1.8 Triliun dan dengan volume perdagangan mencapai USD 1.5 trilliun per tahun. (2) Industri konstruksi Asean akan menjadi salah satu bagian penting dalam pasar tunggal tersebut. BMI (2013) memperkirakan bahwa pada tahun 2015 Indonesia menyumbang 70% dari nilai pasar konstruksi dan pada tahun 2020 menjadi 79% (3) Disamping industri konstruksi Asean bersaing di antara mereka, pelaku industri konstruksi di Asean akan bersaing dengan 279 pelaku industri konstruksi yang berasal dari berbagai negara seperti Perancis, Italia, Inggris, Jerman, Jepang, China, dan Korea. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan keunggulan pelaku industri konstruksi Indonesia agar mampu menjadi tuan di negeri sendiri dan mampu bermain di pasar tunggal Asean. (4) Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut, Komite Penelitian dan Pengembangan LPJK Nasional melaksanakan studi konstruksi 2013 dengan fokus mengevaluasi kondisi industri konstruksi nasional. 1. Kontributor:Akhmad Suraji,Krishna S Pribadi, Biemo W Soemardi, Reini D Wirahadikusumah, Muhammad S Pamulu,Hari G Soeparto, Pito Soermano, Afrizal Nurdin, Monti M Putri, Purnomo Soekirno, Bambang Soemardiono, Muhammad Abduh. 2. Sekretaris Komite Litbang LPJKN 2011-2015 22
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global ASEAN Construction Market 2015 Perancis, Italia, Inggris, Jerman, Jepang, Cina, Korea 6% 8% 17 58 5% 32 5% 6% n Indonesia 41 47 n Singapore 70% n Vietnam 42 42 n Thailand n Malaysia n Philippines n Indonesia n Malaysia n Singapore n Vietnam n Thailand n Philippines n Myanmar Gambar 1: Evolusi dari Tradisional Menjadi Manajemen Rantai Pasok Terintegrasi Lingkup studi ini mencakup: (i) evaluasi konstruksi, (ii) evaluasi kebijakan kebijakan konstruksi, (ii) evaluasi praktek penyelenggaraan konstruksi, untuk tata niaga/pengusahaan di (iii) evaluasi keaktifan dan keunggulan perusahaan konstruksi, dan (iv) sektor konstruksi, dan (iii) evaluasi evaluasi keaktifan dan keunggulan SDM Konstruksi (Arsitek, Insinyur dan kebijakan untuk entitas usaha Tenaga Terampil). (5) Tujuan makalah ini adalah melaporkan (korporasi) di sektor konstruksi. secara ringkas hasil evaluasi industri konstruksi nasional dan menyampaikan b. Terdapatnya ketidakselarasan pilihan kebijakan untuk meningkatkan daya saing industri konstruksi nasional. antara pengaturan lapangan usaha Pilihan kebijakan ini diharapkan dapat dipertimbangkan oleh Pemerintah dan berdasakan UU 18/1999, PP 28/2000 LPJKN untuk menentukan kebijakan pembinaan dan pengembangan industri jo. PP04/2010 jo. PP 92/2010 dengan konstruksi nasional. beberapa peraturan yang lainnya, B. HASIL EVALUASI INDUSTRI KONSTRUKSI NASIONAL 2013 khususnya dengan PerPres 54/2010 (6) Kebijakan Konstruksi a. Kebijakan untuk sektor konstruksi jo Perpres 70/2012, termasuk juga dapat dikategorikan berdasarkan target kebijakan. Evaluasi dengan pengaturan usaha jasa kebijakan ini dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: (i) evaluasi daya konstruksi Migas (Permen ESDM dukung kebijakan untuk penataan lapangan usaha (market) di sektor No. 27 Tahun 2008) dan usaha jasa penunjang tenaga listrik (PP 62 Tahun 2012). c. Pengaturan bidang usaha sesuai Permen PU 08/2011 yang dijabarkan ke dalam Perlem (Peraturan Lembaga) LPJK No. 10 Tahun 2013, khususnya dalam bentuk klasifikasi dan subklasifikasi bidang usaha tersebut dirasakan terlalu rumit karena didasarkan kepada klasifikasi KBLI yang tujuannya untuk keperluan statistik. Jumlah klasifikasi dan subklasifikasi pada sistim registrasi 23 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global di Indonesia termasuk yang paling subklasifikasi pekerjaan instalasi banyak. lengkap seperti pembangkit d. Subklasifikasi pada bangunan listrik yang ada dalam pekerjaan gedung dan bangunan sipil mekanikal-elektrikal lebih tepat tidak menguntungkan karena dimasukkan ke dalam kelompok pembagiannya berdasarkan fungsi pekerjaan sipil. Sebagian dari dari bangunan (gedung pendidikan, jasa pelaksana lainnya juga lebih gedung hiburan, perumahan dsb), tepat masuk ke dalam kategori bila dibandingkan negara lain spesialis, bahkan ada jenis jasa pembagiannya jauh lebih sederhana. spesialis yang sebetulnya lebih Selain itu struktur hubungan tepat masuk kegiatan konsultansi antara klasifikasi dan subklasifikasi (jasa penyelidikan lapangan). tidak menguntungkan karena Di dalam sub-klasifikasi ME dari menghalangi berkembangnya Perlem 10/2013 masih ditemukan spesialisasi.Malaysia hanya memiliki tumpang-tindih pengaturan klasifikasi kontraktor 3 jenis, sedang dengan subklasifikasi yang diatur subklasifikasinya adalah merupakan dalam PP 62/2012 mengenai usaha spesialisasi dari masing-masing jasa penunjang tenaga listrik. klasifikasi besarnya dan tidak ada klasifikasi besar spesialis. Tabel 1. Perbandingan Kebijakan Klasifikasi Perusahaan Konstruksi INDONESIA SINGAPURA MALAYSIA FILIPINA JEPANG AFRIKA SELATAN Klasifikasi 6 7 3 3 2 Sub-klasifikasi 73 64 103 23 28 5 Masa Laku (tahun) 3 3 2 5 15 Grade 7+1 7+7 3 6+1 2 3 Otoritas LPJK* BCA 7 PCAB MLTI 8+1 Pemda CIDB Prefecture CIDB e. Terdapat kerancuan dalam f. Secara umum, kebijakan dan/atau sistematika pembagian bidang landasan legal yang terkait dengan usaha, yang membedakan tataniaga sektor konstruksi dengan bidang usaha umum, nasional dapat dikelompokkan bidang usaha spesialis danbidang ke dalam tiga kelompok besar: 1) usaha orang perorangan, yang yang terkait dengan usaha jasa kemudian diterjemahkan menjadi konstruksi, 2) yang terkait dengan 6 klasifikasi: bangunan gedung, pelaksanaan konstruksi, dan 3) bangunan sipil, mekanikal yang terkait dengan transaksi. elektrikal, jasa pelaksana lainnya, Sehingga Perumusan kebijakan jasa spesialis dan ketrampilan tataniaga sektor konstruksi tertentu. Pada dasarnya pekerjaan nasional harus memperhatikan mekanikal-elektrikal merupakan keberadaan dan keterkaitan tiga pekerjaan spesialis, sedangkan domain kebijakan tersebut. 24
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global (7) Pengadaan dan Penyelenggaraan dan kompleks dapat dilakukan dengan cara CM, atau Design Build, Konstruksi atau cara Tradisional. Sedangkan untuk bangunan sipil dan industri a. Pengadaan konstruksi oleh pihak swasta, pada umumnya dilakukan dengan EPCI atau EPCM. pemerintah belum banyak Disamping itu, juga banyak yang memilih opsi Supply By Owner (SBO) mengenal proses pengadaan terutama material yang bernilai tinggi dan kontraktor hanya selain tradisional. Disamping melaksanakan konstruksinya saja. d. Urutan proses penyelenggaraan itu, pengadaan pemerintah proyek yang benar belum banyak dipahami oleh para belum tahu bagaimana memilih penyelenggara proyek konstruksi, dan belum ada pedoman tentang cara pengadaan yang paling bagaimana menyelenggarakan proyek konstruksi yang benar. sesuai dengan kondisi proyek, Suatu penyelenggaraan proyek masih selalu dianggap pada saat kemampuan pemilik proyek pekerjaan konsruksi lapangan dimulai. Kondisi ini menyebabkan dalam menyediakan sumberdaya pemahaman yang berbeda diantara para penyelenggara proyek, kemampuan sumberdaya konstruksi, yaitu pemilik proyek, konsultan, dan kontraktor. konstruksi, serta batasan-batasan e. Penyelenggaraan proyek oleh pihak swasta mengalami 5% peraturan dan pendanaan. lingkup pekerjaan berubah, sedangkan oleh Pemerintah b. Pada umumnya proyek pemerintah mengalami 10% lingkup pekerjaan berubah. Disamping itu, 55% menggunakan sistem tradisionil, kontraktor BUMN yang ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan karena mengacu pemahaman dari Perusahaan BUMN induknya hasilnya tidak sesuai dengan bahwa dalam pekerjaan konstruksi harapan. f. Kegagalan proyek ditunjukkan harus dilakukan pembedaan tugas oleh: (i) bangunan yang berubah fungsi atau tidak sesuai dengan antara perencana, pelaksana, peruntukannya, (ii) berubahnya asumsi awal yang tidak dan pengawas untuk menjaga diakomodasi selama perjalanan proyek, (iii) bangunan swasta yang governance. Sedangkan pada tidak dapat dijual karena kesalahan Studi Kelayakan, (iv) kesalahan proyek kerjasama pemerintah dan swasta dilakukan dengan membentuk special purpose company dan dilakukan dengan non recourse financing, maka kepastian penyelesaian sesuai waktu, biaya, mutu serta ruang lingkup yang ditetapkan sesuai dengan feasibility study harus dipenuhi, maka dalam pengelolaanrisikoproyekdiserahkan sepenuhnya kepada pihak yang paling mampu mengatasinya, yakni pihak kontraktor yang mampu, maka digunakan cara delivery berdasarkan EPC/Turnkey. c. Pada umumnya bidang usaha mempunyai keleluasaan dalam memilih cara pengadaan proyek karena acuannya sudah pasti yakni daya saing usaha, maka untuk pekerjaan Bangunan Gedung relatif kecil dilakukan dengan cara tradisional. Bangunan yang rumit 25 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global PROJECT PEMERINTAH BADAN USAHA DELIVERY BUMN SYSTEM PUSAT DAERAH KPS (PPP) SWASTA Tradisional Tidak ada Proyek Kecil Hampir semua, Hampir semua, Tahun Tunggal Tahun Tunggal Varian Tradisional: Selective Hampir semua NSC/SBO Novation Masih jarang mulai Masih jarang mulai diterapkan diterapkan Management: Proyek Tahun Proyek Tahun Hampir Tidak ada Tertentu Hampir semua CM Jamak Jamak Dan Dan gedung diatas gedung diatas 4 4 lantai atau lebih lantai atau dari 5000 m2 lebih dari 5000 m2 EPCM Sedikit mulai Jarang dikenal Terintegrasi Merupakan Untuk besar dan Untuk proyek EPCI keharusan, syarat compleks Industri pendanaan Design Build Mulai digunakan Mulai digunakan Desin Build dengan Mulai digunakan Mulai digunakan SBO Dsikresionari Belum dikenal Belum dikenal Belum dikenal sudah ada yang mulai menerapkan pemilihan lokasi bangunan karena telah ditetapkan, (v) penyerahan tidak sesuai dengan masterplan pekerjaan melebihi waktu yang atau pembebasan lahan tidak telah disepakati, seperti sering sesuai rencana, (v) kemampuan terjadi di banyak proyek, pekerjaan finansial kontraktor kurang testing commissioning dilakukan memadai sehingga proyek dapat pada masa pemeliharaan, pada terbengkalai ditengah jalan. proyek pemerintah serah terima g. Kegagalan Konstruksi sering terjadi pertama dilakukan hanya dalam karena: (i) ketidakjelasan ruang bentuk administrasi, sementara fisik lingkup sehingga terjadi perbedaan belum memenuhi syarat. Untuk pemahaman antara pemilik proyek proyek swasta biasanya lebih tepat dengan kontraktor, bisa juga waktu. Kegagalan Bangunan terjadi karena perbedaan pemahaman karena: (i) settlement/penurunan akan proses penyelenggaraan bangunan setelah difungsikan, (ii) konstruksi, sehingga memicu keretakan struktur bangunan setelah terjadinya sengketa, (ii) tidak difungsikan, (iii) umur bangunan terpenuhinya lingkup pekerjaan, tidak sesuai harapan, dan (iv) tidak (iii) mutu pekerjaan tidak sesuai berfungsi sebagaimana mestinya. dengan spesifikasi, (iv) biaya (8) Keaktifan dan Keunggulan Perusahaan melebihi dari anggaran yang 26
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global Konstruksi konstruksi besar masih rendah a. Lapangan usaha perusahaan (np<5%). Kapital finansial perusahaan konstruksi besar konstruksi besar sangat bervariasi belum cukup besar. (building,infrastructure,oil&gas) dan c. Kapasitas perusahaan konstruksi investasi. Klien pemerintah masih dari sisi kapital finansial dan dominan (60%) bagi perusahaan efektivitas manajemen pada konstruksi besar (BUMN). Lokus umumnya tidak jauh berbeda operasi perusahaan konstruksi satu sama lain dan tetapi mereka besar masih dalam negeri (90%). memiliki kinerja keuangan yang Perusahaan konstruksi besar sudah lebih baik dibanding dengan mulai membuka pasar konstruksi di industri konstruksi secara sektor minyak dan gas. keseluruhan. b. R e v e n u e / s a l e s / p e n j u a l a n d. Industri konstruksi nasional masih perusahaan konstruksi besar rendah kapasitasnya dibandingkan masih rendah dibanding nilai dengan industri konstruksi pasar konstruksi (30%). Efektivitas Thailand dan Malaysia. Nilai pasar manajemen perusahaan konstruksi dan revenue growth yang diperoleh besar masih rendah (ra<10%). oleh industri konstruksi Indonesia Efisiensi usaha perusahaan Keaktifan Perusahaan Konstruksi BUMN 12 345678 PT. Waskita Karya (Persero) PT. Wijaya Karya (Persero) PT. Pembangunan Perumahan (Persero) PT. Nindya Karya (Persero) PT. Hutama Karya (Persero) PT. BrantasAbipraya (Persero) PT.Amarta Karya (Persero) PT.Adhia Karya (Persero) Tbk 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00% 1 2 3 4 5 6 78 PT. Waskita PT. Wijaya PT. Pembangunan PT. Nindya PT. Hutama PT. Brantas PT. Amarta PT. Adhia Karya Karya Perumahan Karya Karya Abipraya Karya Karya (Persero) (Persero) (Persero) (Persero) Tbk (Persero) (Persero) (Persero) (Persero) n Building 54.15% 6.67% 6.67% 31.89% 39.29% 65.30% 12.37% 24.95% n Infrastruktur n Mining, Oil & Gas 36.22% 0.00% 81.42% 47.04% 54.46% 19.18% 45.96% 61.29% n Residental n Utilities 0.61% 0.00% 0.00% 2.71% 4.46% 0.00% 15.96% 0.00% 6.40% 6.77% 0.00% 4.43% 0.00% 12.79% 12.61% 12.33% 2.62% 85.56% 11.90% 13.93% 1.79% 2.74% 13.11% 1.43% Gambar 2. Keaktifan Perusahaan Konstruksi 27 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global total capital 600 500 milyar (idr) 400 ADHI WKA 300 wika pp 200 hk 100 0 2009 2010 2011 2012 2008 Gambar 3. Kapital Perusahaan Konstruksi BUMN Net Profit margin 6.00% 5.00% 4.00% ADHI WKA 3.00% wika pp 2.00% 1.00% 0.00% 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4. Margin Keuntungan Bersih Perusahaan Konstruksi BUMN 28
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global Return on asset 8.00% 2008 2009 2010 2011 2012 ADHI ra 7.00% WKA ra 6.00% wika ra 5.00% pp ra 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00% Gambar 5. Pengembalian Aset Perusahaan Konstruksi BUMN masih lebih rendah dibanding management. And they will need dengan industri konstruksi. to develop novel ways of attracting, e. Perusahaan konstruksi besar retaining and deploying a mobile memiliki tingkat keaktifan tinggi di and multilingual workforce with pasar domestik baik jenis lapangan relevant skills. As the industry usaha dengan klien pemerintah continues to evolve from B2B to paling banyak. Perusahaan B2B2C—these strengths will become konstruksi besar memiliki sales even more critical differentiators for atau revenue yang masih rendah the high performers of tomorrow....” dibanding perusahaan konstruksi di Malaysia dan Singapore. Perusahaan (9) Keaktifan dan Keunggulan SDM konstruksi besar memiliki lokus operasi terbatas di pasar domestik. Konstruksi Sebagian besar perusahaan konstruksi skala kecil dan menengah a. Data mengenai penyerapan memiliki keaktifan terbatas pada pasar pemerintah dan strategi (demand)/kebutuhan tenaga usahanya berbasis cost leadership. Perusahaan konstruksi skala kerja konstruksi secara nasional menengah sudah mengembangkan strategi diferensiasi pada spesialisasi terekam dengan baik oleh BPS. teknologi. f. Accenture (2012) menyatakan Penyerapan (kebutuhan) tenaga bahwa “....to compete, companies will need to maintain new kerja konstruksi meningkat dari approaches to risk management and capital allocation, operational tahun ke tahun pada periode 2009- efficiency, and supply chain 2012, begitu pula kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja nasional. Pada tahun 2012, tercatat sebanyak 6.792 Juta pekerja yang terserap pada Lapangan Pekerjaan Utama Konstruksi, atau 6.13% (tertinggi pada periode 2009- 2012) dari tenaga kerja nasional yang terserap. b. Secara historis, tenaga 29 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global IKA SSIA 45 wika 40 dgik 35 PTPP 30 JKON 25 ADHI 20 WASKITA 15 TOTAL 10 5 0 cURRENT RATIO QUICK RATIO DEBT EQUITY RATIO SALES 5 YEARS GROWTH NET PROFIT MARGIN RETURN ON ASSET RETURN ON EQUITY Gambar 6. Kinerja Keuangan Perusahaan Konstruksi kerja konstruksi baru, dapat belakang pendidikan ini dapat diidentifikasi dari tahunketahun dijadikan dasar untuk strategi beserta pertumbuhannya melalui peningkatan kompetensi dari SDM tenaga kerja konstruksi yang Konstruksi Nasional. terserap. Pada tahun 2012, tercatat d. Indepth interview kepada berbagai 451,851 tenaga kerja baru yang stakeholders menunjukkan bahwa terserap di Lapangan Pekerjaan bahwa lapangan usaha arsitek Utama Konstruksi, atau 39.71% sebagian besar lebih dari 50% (yang tertinggi pada periode 2005- bermain di pasar swasta. Dari 2012) dari jumlah tenaga kerja baru wawancara semi struktural dapat yang terserap di tingkat nasional. disimpulkan juga bahwa ada c. Tenaga kerja konstruksi baru kecenderungan arsitek Indonesia dapat diidentifikasi tingkat hanya mengumpulkan portofolio pendidikannya. Pada tahun 2011, untuk mengejar kuantitas proyek sebanyak 411,402 tenaga kerja daripada kualitas perancangan. konstruksi baru (yang terserap) Saat ini jumlah Arsitek yang berpendidikan SD; 202,807 memiliki sertifikat Asean Architect berpendidikan SMTP; 99,783 (AA) sebanyak 45 orang dari Total berpendidikan SMTA Umum; 112 orang dari Negara ASEAN. 24,649 berpendidikan SMTA e. Permasalahan arsitek Indonesia Kejuruan; 7,212 berpendidikan mencakup: (i) kurang memiliki Diploma I/II/III/ Akademi, dan brand, (ii) kurang memelihara dan hanya 1,031 berpendidikan mengembangkan network yang Universitas. Komposisi latar terkait dengan “client satisfaction”, 30
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global Tabel 2. Perbandingan Kinerja Industri Konstruksi Indonesia, Thailand, Malaysia Company BBG Price Market Revenue growth (%) EBITDA margin (%) EPS growth (%) Code (respective cap 2011 2012 2013F 2011 2012 2013F 2011 2012 2013F currency) (US$mn) Indonesia ADHI IJ 3550 653 18.0 13.9 23% 5.8 6.5 9.7% (3.9) 13.3 77% Adhi Karya PTPP IJ 1480 9.2 8.9 10.1% 19.0 28.0 19% Pembangunan Perumahan WIKA IJ 2375 732 41.6 28.4 28% 7.6 7.4 7.7% 20.8 25.4 42% Wijaya Karya WSKT IJ 910 6.2 5.5 10.4% N.A N.A 27% Waskita Karya JKON IJ 1800 1.486 28.5 26.8 30% 7.5 7.8 N.A 17.0 23.4 N.A Jaya Konstruksi TOTL IJ 1230 9.0 11.0 11.6% 44.3 40.7 22% Total Bangun DGIK IJ 245 895 24.3 21.1 23% 6.8 7.9 N.A (88.7) 493.1 N.A Nusa Konstruksi Thailand STEC TB 22.4 539 19.1 25.3 N.A Sino Thai CK TB 24.4 CK ITD TB 7.7 428 1.8 16.9 24% Italian Thai Development TTCL TB 50.0 Toyo Thai 139 (18.9) 10.6 N.A Malaysia GAM MK 4.7 Gamuda IJM MK 5.7 1.116 59.9 33.8 21.7 7.6 7.5 8.4 105.4 28.9 27.3 IJM 1.317 27.5 89.7 36.2 (3.5) 6.4 8.5 N.A (39.3) 1,285.8 1.048 22.6 4.6 14.8 5.1 8.5 9.1 N.A N.A 466.7 784 69.2 27.7 54.5 5.6 5.5 5.8 18.6 37.3 42.5 3.392 8.9 15.5 20.4 15.6 18.0 15.4 29.6 27.4 1.5 2.565 (7.3) 21.4 13.6 21.2 21.7 22.6 (10.2) 31.9 26.9 Source: Blooberg, Company and Mandiri Sekuritas estimates (iii) kurang mampu memasarkan C. PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK INDUSTRI KONSTRUKSI NASIONAL (business skill), (iv) lebih dari (10) Merasionalisasi klasifikasi dan subklasifikasi bidang usaha, baik dari separuh playing field banyak segi struktur maupun jumlahnya, sehingga tidak memberatkan di swasta (sekitar 80%) karena para pelaku usaha jasa konstruksi. Rasionalisasi tersebut dilakukan dengan dianggap proses tidak berbelit dan penyederhanaan klasifikasi, dengan membagi klasifikasi bidang usaha owner mengutamakan kualitas hanya bangunan umum (gedung, bangunan infrastruktur sipil), spesialis perancangan, dan (v) banyak (yang menggabungkan mekanikal- elektrikal dan jasa pelaksanaan lainnya), Arsitek yang belum berminat serta ketrampilan tertentu (untuk orang perorangan). Penyederhanaan untuk mendaftarkan diri sebagai ini akan memudahkan proses registrasi dari para pelaku jasa konstruksi, Asean Architect. sehingga menurunkan biaya transaksi administrasinya. f. Hasil evaluasi aktivitas dan (11) Melakukan penyelarasan (harmonisasi) antara peraturan perundangan yang keunggulan insinyur di ada di tingkat nasional, maupun penyelarasan dengan praktek- beberapa ibukota provinsi di praktek baik pengaturan yang diterapkan oleh berbagai negara Indonesia menunjukkan bahwa anggota ASEAN. Harmonisasi ini akan menghasilkan sistem pengaturan pada umumnya para insinyur mengerjakan ≥ 2 proyek pada setiap tahunnya dan perusahaan juga menyatakan bahwa 1 insinyur dapat mengerjakan 2 proyek pada setiap tahunnya.Insinyur memiliki kapasitas untuk mengerjakan 1 atau lebih proyek pada saat yang bersamaan/paralel. Pendapatan insinyur tidak terlalu tinggi dimana 36.8% kurang dari 36 juta per tahunnya dan 28.90% antara 37-72 juta per tahun. 31 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global lapangan usaha yang terkonsolidasi (15) Perkuatan permodalan bagi industri konstruksi dengan pemberian fasilitas dan menghindarkan tumpang tindih, kredit konstruksi yang lebih terjangkau dan lebih sesuai dengan karakteristik sekaligus juga akan setara dengan usaha di sektor konstruksi bagi badan usaha skala kecil (gred 2 hingga 4) dan praktek-praktek di berbagai negara menengah (gred 5) dengan gradasi yang berbeda. Kebijakan dukungan anggota ASEAN lainnya. finansial juga dapat diberlakukan untuk memperoleh jaminan-jaminan (12) Menyederhanakan proses sertifikasi dan asuransi yang sesuai dengan karakteristik dan risiko pekerjaan badan usaha, registrasi dan lisensi konstruksi. (perijinan) menjadi satu proses dan (16) Pemberian insentif fiskal dan pajak bagi badan usaha klasifikasi kecil dan satu atap. Proses sertifikasi badan usaha menengah diyakini akan mampu mendukung perkuatan struktur dihilangkan, penetapan klasifikasi dan permodalan sektor konstruksi nasional. Kebijakan ini tentunya juga kualifikasi menjadi bagian dari proses harus dibarengi dengan penerapan prinsip-prinsip tata kelola yang registrasi, sehingga akan menghasilkan baik, termasuk tata kelola keuangan akuntasi, yang antara lain mencakup hanya satu sertifiikat yaitu sertifikat/ penerapaan ketentuan transparansi dan akuntabilitas. tanda registrasi yang juga sekaligus (17) Perluasan akses pasar dapat akan berfungsi sebagai sertifikat lisensi diwujudkan melalui penerapan kebijakan kesetaraan informasi yang atau ijin usaha jasa konstruksi. LPJK dapat menjamin bahwa semua pelaku usaha akan mempunyai peluang yang Propinsi dalam menerbitkan sertifikat sama untuk memperoleh informasi dengan akurat. Hal ini tentunya registrasi yang sudah berfungsi tidak saja terbatas pada informasi mengenai peluang usaha (proyek- sebagai ijin usaha jasa konstruksi harus proyek) tetapi juga semua informasi yang menyangkut penyelenggaraan berkoordinasi dengan Pemerintah konstruksi, seperti informasi mengenai pasokan sumberdaya dan lainnya. Kabupaten/Kota sebagai pemberi ijin Untuk mendukung ini diperlukan adanya suatu entitas yang khusus usaha. berfungsi menyediakan fasilitas informasi ini secara konsisten dan (13) Mengembangkan mekanisme berkesinambungan. paperless registration process, sebagai (18) Memberikan keberpihakan kepada pelaku industri konstruksi skala kecil alternatif dari proses registrasi berbasis dokumen tercetak yang berlangsung selama ini, melalui pemanfaatan proses registrasi secara elektronik (web based), yang juga akan meningkatkan transparansi dan meminimalkan resiko terjadinya hal-hal yang melanggar kode etik atau hukum, misalnya penyuapan atau korupsi. (14) Menegakkan kepastian hukum dalam pengaturan bidang usaha jasa konstruksi, dengan meminimalisir perubahan-perubahandalamperaturan perundangannya. Karena itu dalam proses penyempurnaan kebijakan, perlu dikaji dahulu secara mendalam permasalahan-permasalahan yang ada, dan memastikan konsistensi (baik secara vertikal maupun horizontal) dari produk-produk hukum yang akan dihasilkan. 32
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global menengah dengan cara melindungi utama dengan sub-kontraktor dan pasar mereka dari persaingan pemasok. Kebijakan adopsi standar dengan pelaku industri konstruksi kontrak internasional juga harus yang lebih kuat atau besar dengan diikuti dengan adopsi regulasi lain pelarangan kontraktor besar, baik yang terkait dengan praktek-praktek langsung maupun melalui anak tataniaga yang umum dalam perjanjian perusahaannya, untuk memasuki pasar kerja internasional, seperti yang terkait yang diperuntukkan bagi kontraktor dengan aspek penjaminan, mekanisme dengan kualifikasi kecil dan menengah. penyelesaian perselisihan, dan lain Kebijakan ini harus diberlakukan sebagainya. hanya dalam waktu terbatas, sehingga (21) Membentuk bank khusus yang terbentuk badan-badan usaha yang membiayai proyek konstruksi; benar-benar kuat dan mandiri sebelum pembentukan lembaga keuangan siap bersaing. untuk memberikan prioritas, (19) Perluasan metoda pengadaan dan pelayanan, kemudahan, dan akses pengikatan kerja (kontrak) non- dalam memperoleh pendanaan; konvensional bagi proyek pemerintah serta pembentukan lembaga dalam Perpres Pengadaan yang pertanggungan untuk memberikan mendukung dan membuka peluang prioritas, pelayanan, kemudahan, dan lebih besar penerapan pendekatan akses dalam memperoleh jaminan non-konvensional seperti design-build, pertanggungan risiko. EPC, dan/atau bentuk kontrak berbasis (22) Bantuan pelatihan penggunaan kinerja (performance-based contract). teknologi informasi untuk mendukung Tentu saja implementasi kebijakan supply chain management dan perluasan metoda pengadaan dan penggunaan berbagai metoda pengikatan kerja (kontrak) non- pengelolaan proyek dan pengelolaan konvensional ini juga harus diikuti perusahaan yang lebih efisien. penyesuaian/penyelarasan kebijakan Memprioritaskan bantuan pelatihan di sisi lain, misalnya dalam aspek peningkatan daya saing pada variabel akuntabilitas. Lembaga-lembaga input dengan meningkatkan keahlian pemeriksa atau auditor negara seperti dan ketrampilan SDM yang langsung Inspektorat Jenderal Kementerian terkait dengan bidang teknis. atau Lembaga Negara, BPKP dan BPK (23) Melakukan promosi untuk penerapan harus mau dan mampu menyesuaikan teknologi pada proses dan produk prinsip dan mekanisme audit untuk konstruksi agar dicapai hasil yang pengadaan dan kontrak non- berkualitas. Menyediakan fasilitas konvensional tersebut. pengamatan pasar (market intelligence) (20) Pemerintah mengadopsi prinsip dan menyediakan bantuan pemasaran dan praktek yang umum berlaku di melalui partisipasi di pameran- dunia internasional, seperti standar pameran internasional. Membangun kontrak FIDIC atau standar kontrak jaringan kerjasama masyarakat internasional lainnya. Standar kontrak konstruksi internasional dengan internasional ini tidak saja terbatas pemanfaatan teknologi informasi, dan pada yang mengatur hubungan antara dengan berpartisipasi pada kegiatan- klien dengan kontraktor utama, tetapi kegiatan internasional sebagai bagian juga standar kontrak antara kontraktor membangun citra global. 33 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global (24) Menyusun Pedoman Pengadaan dan (27) Spesialisasi arsitek dengan instrumen yang harus disiapkan pemerintah dan Penyelenggaraan proyek secara umum melalui pendidikan yang membangun jati diri (branding) arsitek melalui yang dapat digunakan oleh semua pendidikan profesi arsitek. Pemerintah mengembangkan program Expose sektor dan menerapkan pedoman Arsitek Indonesia tahunan. Pemerintah juga menyelenggarakan program tersebut kepada semua penyelenggara Pelatihan Bisnis Arsitek. Pemerintah menerapkan sayembara sebagai proyek baik swasta, pemerintah, BUMN model pemilihan arsitek untuk proyek pemerintah yang bernilai lebih dari 10 dan Kerja sama Pemerintah Swasta. M. Industri Konstruksi sejauh mungkin (28) Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi pada Lembaga Pendidikan dapat dikelola dan diarahkan agar Tinggi Teknik. Monitoring akan hasil uji kompetensi SMTA kejuruan agar dapat menjadi lebih efektif, efisien lulusannya mampu memasuki dunia kerja. Balai Latihan Kerja wajib mengacu dan produktif, untuk dapat tercapai pada pelatihan berdasarkan SKKNI. Peningkatan apresiasi kepada tenaga tujuan tersebut maka diperlukan suatu kerja konstruksi, agar tenaga kerja dapat tertarik untuk bekerja dibidang standar proses penyelenggaraan dan konstruksi. Standarisasi upah kerja dan pemberian bonus ataupun insentif pengadaan konstruksi yang berlaku yang menarik pada akhir proyek sehingga gambaran dari Industri dan gunakan secara nasional. Konstruksi tidak kalah menarik dengan industri maupun sektor lainnya. (25) Perusahaan konstruksi besar diwajibkan (29) Perekaman atas TKI yang keluar atas memperluas segmen pasar global melibatkan Pemberi kerja (Project Owner), Pemilik Perusahaan, dan baik di domestik maupun luar negeri Partner Kerja sebagai cross-check pelaksanaan di lapangan. Pembentukan dengan membuka cabang di negara Sistem pelaporan TKA oleh BUJK Asing, Nasional, Pemberi kerja (Project Asean atau Asia lainnya. Perusahaan Owner), dan Pemilik Perusahaan untuk meningkatkan koordinasi dan kontrol konstruksi BUMN diminta hanya dengan pencatatan yang baik. mengambil segmen pasar dengan nilai lebih IDR 100 M. Perusahaan konstruksi kecil dan menengah mengembangkan pasar non pemerintah melalui subcontracting spesialisasi teknologi konstruksi. Perusahaan konstruksi skala menengah dijadikan bagian dari rantai pasok konstruksi dari perusahaan besar. (26) Pemerintah mengembangkan ICAI (International Contractor Asociation of Indonesia) sebagai media untuk mengkonsolidasikan perusahaan konstruksi yang mengembangkan segmen pasar global baik di domestik maupun luar negeri. Pemerintah juga mengembangkan inkubator bisnis konstruksi (IBK) di setiap Provinsi sebagai fasilitator untuk pengembangan industri konstruksi D. PELAJARAN DARI INDUSTRI khususnya skala kecil menengah. KONSTRUKSI NEGARA ASEAN Inkubator bisnis konstruksi ini (30) Sebagai negara maju di ASEAN, dilengkapi dengan permodalan, Singapore mengeluarkan suatu peta kapasitas teknologi, dan sumber daya jalan dalam menjadikan industri manusia. konstruksi mereka kelas dunia. Negara 34
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global pelajaran dari bca singapore BCA (2006) BCA (2008) n we shape a safe, high quality, “to develop an advanced and sustainable and friendly built competitive environment. construction n the best built environment industry” for Singapore, our distinctive global city. to have a construction n Safety, Quality, Sustainable industry amongst the and User-Friendliness best in Asia Gambar 3.1 Strategi Pengembangan Industri Konstruksi Singapore ini mengeluarkan konsep “Reinventing langkah strategis untuk membangun Construction” (S&P, 1999) atau lebih industri konstruksi, sebagai berikut: dikenal dengan istilah “Construction 21”. (i) enhancing the professionalism of Upaya ini diinisiasi untuk meningkatkan the industry, (ii) raising the skills level, produktifitas Industri konstruksi (iii) improving industry practices and Singapore melalui suatu “a radical techniques, (iv) adopting an integrated structuring of its process, procedures approach to construction, (vi) developing and practices”. Panitia pengarah yang and external wing, and (vii) a collective dibentuk oleh pemerintah Singapore championing effort for the construction menetapkan visi Industri Konstruksi industry. Singapore untuk abad 21 adalah “to be a (31) Malaysia sebagai negara berkembang world class builder in the knowledge age”. di ASEAN juga mengeluarkan agenda Transformasi yang dibutuhkan oleh untuk membangun industri konstruksi. industri konstruksi Singapore menuju Pemerintah negara ini mengembangkan “a knowledge and high value added suatu ”Construction Industry Master Plan industry” agar menjadi industri: (i) a 2010”. Visi industri konstruksi Malaysia professional, productive and progressive 2020 adalah ”the Malaysian Construction industry, (ii) a knowledge workforce, (iii) Industry Shall Be Among the Best In the superior capabilities through synergistic World”. Master plan pengembangan partnerships, (iv) integrated process industri konstruksi Malaysia mencakup 6 for high buildability, (v) contributor to (enam) strategic thrust, sebagai berikut: (i) wealth through cost competitiveness, integrating the construction industry and (vi) construction expertise as an export its value chain to enhance efficiency and industry. Dalam rangka mencapai improve productivity, (ii) benefiting from hasil yang diinginkan tersebut, globalisation, (iii) strive for environment- Construction 21 dari Singapore friendly and sustainable construction ini merekomendasikan 6 (enam) processes and resource management, (iv) 35 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global embedding intelligence to construction (34) Berangkat dari perubahan paradigma output, (v) achieving flexibility in both output and production processes to meet tersebut, secara praktif membangun customers needs, and (vi) construction entrepreneurs will increasingly be required industri konstruksi nasional adalah to provide total solutions. (32) Secara mendasar negara-negara maju mentransformasikan industri dan berkembang telah meletakkan dasar untuk melakukan perubahan konstruksi dari paradigma lama paradigma (paradigm shift) dari industri konstruksi mereka. Dalam konteks ini menuju paradigma baru. Paradigma kebutuhan perubahan paradigma di Industri konstruksi Singapore adalah: baru merupakan refleksi dari wajah (i) 3P Industry: professional, productive, and progressive, (ii) knowledge industry, industri konstruksi kelas dunia. Oleh (iii) distributed manufacturing process, (iv) integrated process, (v) low cost through karena itu, baik pemerintah Singapore high productivity, and (vi) generator of wealth/quality lifestyles. maupun Malaysia menggunakan (33) Pemerintah Malaysia telah mendorong industri konstruksi negara ini untuk ”strategic thrust” membangun melakukan perubahan paradigma juga. Paradigma yang dibangun oleh industri konstruksi dalam kerangka menjadikan paradigma baru industri konstruksi mereka. Belajar dari ”radical transformation” atau ”radical movement for change” dari berbagai negara tersebut di atas, pemerintah Indonesia perlu melakukan upaya yang strategis dalam kerangka meletakan dan melekatkan paradigma baru industri konstruksi Indonesia. Vision Vision Critical Success Factors The Malaysian To be a dynamic, productive 1. Productivity construction industry and resilient enabling sector, 2. Quality shall be a world supporting sustainable 3. Human Resources class, innovative, and wealth generation and 4. Knowledge knowledgeable global value cration, driven by a 5. Innovation solution provide technologically-pervasive, 6. Environment practices creative and cohesive 7. Industry sustainability construction community 8. Professionalism Industri Konstruksi Malaysia adalah E. TINDAK LANJUT sebagai berikut: (i) professional, (ii) a (35) Pemerintah melalui BP Konstruksi career, (iii) clean and unclustered, (iv) Kementerian Pekerjaan Umum productivity driven, (v) modularised memutakhirkan dan menyaring system built and technology dependant, pilihan kebijakan tersebut di atas (vi) high quality, environmental friendly, untuk dimasukkan dalam rencana (vii) co-operative competition in strategis pembinaan konstruksi dan networked fragmentation, (viii) global, Pengurus LPJK Nasional menyaring (ix) completely profiled, (x) new material pilihan kebijakan tersebut di atas & intelligent, and (xi) more self regulatory. untuk menyusun rencana strategis pengembangan jasa konstruksi. 36
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global Strategic Trust 1 Integrate the construction industry value chain to enhance Strategic Trust 2 productivity and efficiency Strategic Trust 3 Strategic Trust 4 Strangthen the construction industry image Strategic Trust 5 Strategic Trust 6 Strive for the highest standard of quality, occupational safety Strategic Trust 7 and health and environmental practices Develop human resources capabilities and capacities in the construction industry Innovate through research and development and adopt new construction methods Leverage on information and communication technology in the construction industry Benefit from globalisation including the export of construction product and services Critical Success Key Performance Indicators Target 2015* Factors 1. Productivity Strategic Thrust No. 1: Integrate the construction industry value chain to enhance productivity and efficiency l Value added per worker To Improve by 20% l Average time from “Inception” to “Manage Facilities”. To Improve by 20% Strategic Thrust No. 2: Strengthen the costruction industry image l Number of abandoned/uncompleted/late projects as a % of Less than 1% of total 8. Professionalism total projects awarded projects awarded To Improve by 50% l Ringgit share (of projects) per contract 80% with Above Average Score l QLASSIC score and Credit & Performance Ratings 2. Quality Strategic Thrust No. 1: Integrate the construction industry value chain to 6. Environment enhance productivity and efficiency practices l Number of accidents (per million manhour) and fatality rate Close to zero l Number of Construction companies with ISO9001, At least 90% of total companies ISO14001, OSH MS, OHSAS 18001 certification (36) Pemerintah membentuk satuan ini juga diminta menyusun bahan tugas (task force) untuk menyusun masukan bagi penyusunan RPJMN III masterplan atau roadmap bagi 2015 – 2019. pengembangan industri konstruksi dengan rujukan makalah kebijakan ini. Disamping itu, satuan tugas 37 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global DAFTAR BACAAN Barrett, P. (2005) Revaluing Construction: A Global CIB Agenda. Publication 305, International Council for Research and Innovation in Building. Rotterdam, The Netherlands. Bon, R (2000), Economic Structure and Maturity (Collected Papers in Input-Output Modelling and Application, Ashgate Publishing Company, UK Bon, R. (1988), Direct and indirect resource utilization by the construction sector: the case of USA since World War II, Habitat International, 12, 49-74. Carassus, J (ed) (2004) The Construction Sector System Approach: An International Framework, Report by CIB W055-W065 Construction Industry Comparative Analysis, Project Group, CIB Publication. Chou, C. dan O. Shy, (1991), Intraindusty trade and the variety of home product,. Canadian Journal of Economics 24:405-416 Egan, J. (1998) Rethinking Construction: The report of the Construction Task Force to the Deputy Prime Minister, John Prescott, on the scope for improving the quality and efficiency of UK construction. London: Department of the Environment, Transport and the Regions. Field, B and Ofori, G (1988), Construction and Economic Development, Third World Planning Review, Ganesan (1999), Employment, Technology and Construction Development, Ashgate, UK Henriod, (1984), The Construction Industry Issues and Strategis in Developing Countries, World Bank Publication, Geneva. Hillebrandt, P.M, (1984), Analysis of the British Construction Industry, MacMillan Publishers Ltd, UK Ive and Gruneberg (2000), The Economics of the Modern Construction Sector, MacMillan, UK Kumaraswamy, M., Lizarralde, G., Ofori, G., Styles,P., and Suraji, A., (2007) Industry-Level Perspective of Revaluing Construction: Focus On Developing Countries, CIB World Congress, South Africa, 14-15 May. Kwakye, A.A (1997) Construction Project Administration in Practice, The Chartered Institute of Building, England Latham, M. (1994) Constructing the Team: Final report of the government/industry review of procurement and contractual arrangements in the UK construction industry. London: HMSO. Lewis, T.M. (2008) Quantifying the GDP-Construction Relationship, in Economics For The Modern Built Environment, Les Ruddock (Ed), Taylor & Francis, London Moavenzadeh, F. (1978) Construction in developing countries, World Development, Vol. 6, No. 1, pp. 97-116. Moffatt, Sebastian and Kohler, Niklaus (2008) Conceptualising the built environment as a social- ecological system, Building Research & Information, 36:3, 248 – 268 Ofori, G (1990), The Construction Industry, Aspects of Its Economics and Management, Singapore University Press, National University of Singapore Ofyer, N. (2002) Construction Defects Education in Construction Management, ASC Proceedings of the 38th Annual Conference Virginia Polytechnic Institute and State University - Blacksburg, Virginia April 11 – 13 Parikesit, D., Suraji, A., Purwoto, H. (2007) Sektor Konstruksi dan Pilihan Kebijakan Industri Ke Depan, Paper Presented in the National Conference in Civil Engineering, Atmajaya University, Yogyakarta 11-12 Mei, Parikesit, D., Suraji, A., Wachid, L., and Kurniawati., (2004), The competence of the Indonesian Construction Industry: Quo Vadis, the National Forum for the Indonesian Construction 38
Kesiagaan Industri Konstruksi di Pasar Asean & Global Industry, Jakarta, 2 December (In Indonesian) Rabeneck, Andrew (2008) A sketch-plan for construction of built environment theory, Building Research & Information, 36:3, 269 – 279 Ruddock, L & Ruddock, S (2008) The Scope of The Construction Sector: Determining Its Value, in Economics For The Modern Built Environment, Les Ruddock (Ed), Taylor & Francis, London Suparto, H.G (2007) Industri Konstruksi Indonesia, dalam Konstruksi: Industri, Pengelolaa dan Rekayasa, KK MRK ITB, Penerbit ITB Suraji, A & Krisnandar, D (2008), Productivity in Construction Sector, Theme Paper, Proceeding of the 14th Asia Construct Conference, Tokyo Suraji, A (2006) Indonesian Construction: Stakeholder Perspective, Proceeding ICCI, Jakarta 8-9 Nov Suraji, A (2006) Indonesian Construction: Where to Go, Paper Presented at the National Seminar for the Construction Services Development Board, Jakarta August Suraji, A (2006) Makalah Kebijakan Tranformasi Konstruksi, Prosiding Forum KAKI Yogyakarta, Bandung & Jakarta, BPKSDM Departemen Pekerjaan Umum Suraji, A (2008) Transformasi Konstruksi Indonesia, Makalah Kuliah Umum, Program Magister Studi Pembangunan, Insitut Teknologi Bandung Suraji, A (Eds) (2007) Konstruksi Indonesia 2030: Kenyamanan Lingkungan Terbangun: Menciptakan Nilai Tambah Secara Berkelanjutan Dengan Sinergi, Profesionalisme dan Dayasaing, LPJKN, Jakarta Suraji, A., & Wirahadikusumah, R.D., (2007) Optimasi Peran dan Fungsi LPJK: Menuju Konstruksi Indonesia Kokoh, Handal dan Berdayasaing, Makalah Diskusi, BPKSDM Departemen PU, 21 Juni Suraji, A., Parikesit, D., & Mulyono, A.T. (2004) Readiness Assessment of the Indonesian Construction Industry for Global Trade in Services: the Indonesian Experiences, Proceedings of the International Conference on Globalisation Construction, 17-19 Nov, Bangkok, 39 KONSOLIDASI INDUSTRI KONSTRUKSI INDONESIA GUNA MEMENANGKAN PASAR KONSTRUKSI ASEAN DAN GLOBAL
KERANGKA HARMONISASI KONSTRUKSI INDONESIA Kerangka Harmonisasi Konstruksi Indonesia Krishna Suryanto Pribadi KK Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Harmonisasi adalah proses atau upaya untuk mencari keselarasan melalui penyesuaian perbedaan-perbedaan dan inkonsistensi terkait berbagai hal. Harmonisasi konstruksi Indonesia dibutuhkan dalam rangka membangun industri konstruksi nasional yang kokoh, dapat diandalkan dan berdaya saing tinggi. Upaya penyelarasan konstruksi Indonesia perlu dilakukan melalui penyelarasan peraturan perundangan yang mengaturnya, penyelarasan kebijakan-kebijakan dari berbagai pemangku kepentingan utama, dan penyelarasan dalam proses-proses penyelenggaraan konstruksi di Indonesia. Pendahuluan Dalam beberapa tahun terakhir, konstruksi Indonesia tumbuh dengan sangat pesat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan signifikan nilai konstruksi di Indonesia, dari Rp. 376 Triliun pada tahun 2012, menjadi Rp. 440 Triliun pada 2013, dan Rp. 505 Triliun pada 2013. Tingkat pertumbuhannya pun melebihi tingkat pertumbuhan ekonomi nasional (6,57% dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi 5,72% pada 2013). Pertumbuhan yang pesat ini didukung dengan adanya program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Hingga akhir 2012 terdapat 130.615 perusahaan konstruksi di Indonesia. Menurut BPS, potensi bisnis konstruksi diperkirakan akan terus membesar karena adanya komitmen pemerintah memperbesar anggaran belanja infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, maupun bandara. Pangsa sektor konstruksi dalam PDB Indonesia juga terus meningkat, dari hanya 6,3% pada 2008 meningkat menjadi 11,6% pada 2012. Bila perekonomian nasional tumbuh stabil terus, maka diperkirakan pangsa sektor konstruksi akan terus naik juga1. Dengan makin mendekatnya implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pasca 2015, maka konstruksi Indonesia akan menghadapi dua 40
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327
- 328
- 329
- 330
- 331
- 332
- 333
- 334
- 335
- 336
- 337
- 338
- 339
- 340
- 341
- 342
- 343
- 344
- 345
- 346
- 347
- 348
- 349
- 350