Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore PEDOMAN PERENCANAAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU

PEDOMAN PERENCANAAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU

Published by Dagu Komunika Bookcases, 2022-02-22 07:05:15

Description: Pedoman Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau disusun sebagai dokumen panduan tentang perencanaan yang memberikan arahan yang memberikan penjelasan bagaimana perencanaan yang mempertimbangkan upaya menjaga keseimbangan fungsi ekologi pada ruang-ruang hijau kota yang mendukung implementasi kota keberlanjutan sebagai pertimbangan utama dalam perencanaan. Tujuan penyusunan Pedoman Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau adalah sebagai dokumen panduan untuk meningkatkan kualitas dan keberlanjutan kota melalui komponen- komponen perencanaan yang terdiri dari: manajemen dan konservasi air, penciptaan iklim mikro, kualitas tutupan lahan, keanekaragaman hayati, serta estetika ruang dan infrastruktur hijau.

Keywords: Infrastruktur Hijau

Search

Read the Text Version

NASKAH AKADEMIS PEDOMAN PERENCANAAN RUANG & INFRASTRUKTUR HIJAU KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT BINA PENATAAN BANGUNAN

PEDOMAN PERENCANAAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU Diterbitkan oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT BINA PENATAAN BANGUNAN Tahun 2018 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun, Termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit Isi di luar tanggung jawab percetakan ISBN: ………………………………………….. Tim Pengarah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tim Penyusun Pedoman Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau Direktorat Bina Penataan Bangunan Senior Landscape Architect Koordinator: Ir. Budi Faisal, MAUD, MLA, Ph.D, IALI. (team leader) Ir. Dian Irawati, MT. Regional Landscape, Masterplanner & Urban Design: Narasumber: Ir. Rully Harianto, MLA. Dr.-Ing. Ir. Agus Maryono Ir. Bintang Nugroho, IALI. Tim Landscape Architect: Tim Management: Ir. DS Pangestuti, MCRP. PT. SARANA BUDI PRAKARSARIPTA Ir. Anggia Murni, IALI. Sofia Chaeriyah, ST., MT., IALI. Daliana Suryawinata, ST., M.Arch., IAI Mira Amelia, ST., M.Ars, IALI. Ina Winiastuti, SP., M.Ars.L, IALI. Anggota: Andhika Budi Prasetya, ST., M.Sc. Tim Desain Grafis: Putri Intan Suri, ST., MT. Latifah Sumandari, ST., MT. Muhammad Andi Gofar, S.Pd. Bayu Dwi Rahmantyo, ST., M.Sc Jeffriyono Sipahutar, S.Ars. Lukya Kumala Sita, ST. Khairul Syarif Pramudito, S.Ars. Tommy Faizal Wahyono, ST. Nugraha, S.Ars. Ashri Amalia Hadi, ST., MT. Arni Wahyuningtyas, ST. Copyright 2018 Amelia Dwi Safitra Ningtyas, ST. Penerbit Direktorat Jenderal Bina Penataan Bangunan Niken Prawestiti, S.Ars., M.Si. Cetakan Pertama: Desember 2018 Dwitya Hemanto, MT. DILARANG MEMPERBANYAK BUKU INI TANPA IZIN TERTULIS DARI PENERBIT Ednawan Hadiri Adirasa, S.Ars. Rizki Alsan, ST.

KATA SAMBUTAN Intensitas pertumbuhan kota sebagai pusat kehidupan Indonesia semakin meningkat Pedoman Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau disusun sebagai dokumen dalam beberapa dekade terakhir. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk panduan tentang perencanaan yang memberikan arahan yang memberikan penjelasan menimbulkan dampak terhadap keberlanjutan lingkungan akibat pembangunan yang bagaimana perencanaan yang mempertimbangkan upaya menjaga keseimbangan tidak memperhatikan daya dukung dan nilai ekologis. Isu-isu strategis perkotaan fungsi ekologi pada ruang-ruang hijau kota yang mendukung implementasi kota mengenai degradasi lingkungan yang ditandai dengan perubahan iklim, kenaikan keberlanjutan sebagai pertimbangan utama dalam perencanaan. Tujuan penyusunan suhu udara di perkotaan, kenaikan emisi gas rumah kaca, banjir, longsor, hilangnya Pedoman Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau adalah sebagai dokumen keragaman hayati, dan menurunnya kualitas ruang kota. Menyikapi isu-isu tersebut, panduan untuk meningkatkan kualitas dan keberlanjutan kota melalui komponen- diperlukan perubahan paradigma perencanaan perkotaan, yang harus dilakukan komponen perencanaan yang terdiri dari: manajemen dan konservasi air, penciptaan berbasis pada pembangunan yang lebih memperhatikan dan mengintegrasikan iklim mikro, kualitas tutupan lahan, keanekaragaman hayati, serta estetika ruang dan elemen-elemen ekologis dalam setiap kegiatan perencanaan dan perancangan ruang infrastruktur hijau. di perkotaan. Terdapat empat sasaran utama dalam penyusunan Pedoman Perencanaan Ruang Terkait urgensi pembangunan perkotaan yang sinergis dengan alam, konsep ruang dan dan Infrastruktur Hijau ini. Pertama, Kota dan kabupaten memiliki pedoman yang infrastruktur hijau muncul sebagai salah satu komponen penting dalam perencanaan dapat digunakan dalam perencanaan dan skenario ruang dan infrastruktur hijau yang perkotaan. Pendekatan infrastruktur hijau-biru untuk mewujudkan keseimbangan ekologis dan sesuai dengan karakter wilayah. Kedua, meningkatnya konektivitas Ruang lingkungan alami dan tata air, dilakukan dengan pendekatan alam (nature), masyarakat dan Infrastruktur Hijau. Ketiga, Ruang dan Infrastruktur Hijau dapat berfungsi sebagai (community), dan keahlian (engineering). Maka dari itu, pengembangan ruang dan ruang ekologis untuk masyarakat kota dan habitat tumbuhan dan satwa kota. Keempat, infrastruktur hijau harus melibatkan perencanaan lintas sektor dari berbagai aspek pemilihan material dan elemen ruang dan infrastruktur hijau yang dapat berkontribusi terkait (arsitektur, arsitektur lanskap, sipil, hidrolika, teknik lingkungan, ekologi, botani, dalam peresapan air, mengurangi polusi udara dan air, mengurangi dampak urban kehutanan, serta seni dan budaya). heat island, menyediakan habitat tumbuhan dan satwa, serta menambah estetika dan daya tarik lanskap kota. Pengembangan ruang dan infrastruktur hijau sebagai paradigma baru dalam pembangunan berkelanjutan dapat terwujud dengan arahan, koordinasi, dan Kajian mengenai perkembangan Ruang dan Infrastruktur Hijau di dunia perlu terus perencanaan yang baik, serta didukung dengan penguatan kerjasama institusi dikembangkan untuk mencapai keberlanjutan lingkungan hidup dan kawasan antarbidang. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai pengampu perkotaan di Indonesia. Akhir kata, Tim Penyusun dan Tim Pengarah Kementerian tugas di bidang pembangunan infrastruktur berupaya memberikan panduan dan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat optimis bahwa Pedoman Perencanaan kebijakan strategis di bidang Sumber Daya Air, Bina Marga, Cipta Karya, Pengembangan Ruang dan Infrastruktur Hijau ini dapat menjadi acuan untuk pengembangan kota dan Konstruksi, dan Pengembangan Wilayah. kabupaten yang berkelanjutan di Indonesia baik di masa depan. DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA Hlm. iii

DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN 3iii PANDUAN PERENCANAAN Sempadan Sungai (RIH.A3) 3A-26 DAFTAR ISI 3.A.2.3.4 Perencanaan pada Kawasan iv RUANG DAN INFRASTRUKTUR 3A-32 1 KETENTUAN UMUM HIJAU 3-1 Sempadan Danau dan Situ 1.1 Latar Belakang Penyusunan Pedoman (RIH.A4) 3A-34 Ruang dan Infrastruktur Hijau 1-1 3A-1 3.A.2.3.4 Perencanaan pada Kawasan 1.2 Pengertian Ruang Hijau dan 3A-2 Lindung Rawa / Wetland 3A-35 3.A KONSERVASI AIR (RIH.A5) 3A-35 Infrastruktur Hijau 3A-4 3.A.2.3.5 Perencanaan pada Kawasan 3A-36 1-2 Daur Hidrologi 3A-6 Sempadan Pantai (RIH.A6) 3A-36 1.3 Pengertian Pedoman Ruang dan 3A-38 Pendekatan Eko-Hidraulik dalam 3A-39 Infrastruktur Hijau 1-3 Konservasi Air 3A-40 1.4 Maksud, Tujuan, dan Sasaran Pedoman 3A-8 3A-41 Normalisasi atau Naturalisasi Sungai? 3A-9 3A-42 Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau 3A-10 3.A.3 Konservasi Air Skala Mikro 3A-43 1-4 Perubahan Proses Hidrologi di 3A-14 3.A.3.1 Perencanaan Rawa Buatan / 3B-1 1.5 Penggunaan Pedoman Perencanaan Ruang 3A-14 3B-3 Perkotaan 3A-15 Constructed Wetland (RIH.B10) 3B-4 dan Infrastruktur Hijau 3A-16 3.A.3.3 Membuat Rancangan Vegetated 1-4 Elemen Perencanaan Konservasi Air 3A-17 3A-18 Swale (RIH.B12) Prinsip Dasar Konservasi Air di 3A-18 3.A.3.4 Membuat Rancangan Bioretention 1-5 Perkotaan 3A-20 Swale (RIH.B13) 3A-22 3.A.3.5 Membuat Rancangan Kolam 1.6 Ruang Lingkup Pedoman Ruang dan 3A-22 3A-24 Retensi (RIH.B14) Infrastruktur Hijau 1-5 3.A.1 Konservasi Air Skala Makro 3.A.3.6 Membuat Rancangan Kolam 1-6 3.A.2 3.A.1.1 Perencanaan Masterplan Hidrologi 1.7 Dasar Hukum 1-10 Sedimentasi/Sedimentation Basins Berbasis Daerah Tangkapan Air (RIH.B15) 1.8 Kedudukan Pedoman Ruang dan 2-1 3.A.1.2 Perencanaan Masterplan Drainase 3.A.3.7 Membuat Rancangan Kolam Bioretensi /Bioretention Basins Infrastruktur Hijau 2-2 Berbasis Daerah Tangkapan Air (RIH.B16) 2-7 3.A.1.3 Memperbaiki Kualitas Ruang dan 3.A.3.8 Membuat Rancangan Vegetasi 2 TINJAUAN UMUM TERHADAP 2-8 Filtrasi (RIH.B18) RUANG & INFRASTRUKTUR 2-10 Infrastruktur Air Alami 3.A.3.2 Membuat Rancangan Sempadan HIJAU 3.A.1.4 Membuat dan Menjaga Kualitas Kanal (RIH.B11) 2.1 Konsep Kota Hijau Nusantara : ‘nature 3.A.3.9 Membuat Rancangan Sumur Ruang dan Infrastruktur Air Buatan Resapan (RIH.B17) meets culture’ Konservasi Air Skala Meso 2.2 Skala & Ruang Lingkup Perencanaan 3.A.2.1 Menyusun Masterplan Hidrologi Ruang & Infrastruktur Hijau dalam Skala Kawasan 2.3 Tipologi Ruang & Infrastruktur Hijau 3.A.2.2 Menyusun Perencanaan 2.4 Komponen Perencanaan Ruang & Manajemen Air Hujan dalam Skala Infrastruktur Hijau Kawasan 3.A.2.3 Perencanaan pada Badan Air dan Jalur Air Alami 3.A.2.3.1 Perencanaan pada Kawasan 3.B IKLIM MIKRO Ameliorasi Iklim Dalam Perencanaan Konservasi Air Tanah Ruang & Infrastruktur Hijau Faktor Pembentuk Iklim Mikro 3.A.2.3.2 Perencanaan pada Kawasan Elemen Perencanan Ameliorasi Iklim Lindung Mata Air (RIH.A2) Hlm. iv 3.A.2.3.3 Perencanaan pada Kawasan

Mikro 3B-7 3.C KUALITAS TUTUPAN LAHAN 3.C.2.9 Merancang Tutupan Lahan 3C-36 Prinsip Dasar Perencanaan Ameliorasi 3B-18 Kualitas Tutupan Lahan dan sebagai Sabuk Hijau (RIH.B7) 3C-41 Iklim 3B-20 Perencanaan Ruang & Infrastruktur 3C-3 3C-41 Strategi Perencanaan Ameliorasi Iklim 3B-21 Hijau 3C-4 3.C.2.10 Merancang Tutupan Lahan pada dalam Ruang & Infrastruktur Hijau Perencanaan Kualitas Tutupan Lahan 3C-10 Sempadan Jalur KA (RIH.B8) 3C-44 3B-21 dalam Penataan Ruang Perkotaan 3C-13 3C-46 3.B.1 Ameliorasi Iklim Mikro Skala Makro Elemen Perencanaan Kualitas Tutupan 3C-14 3.C.2.11 Merancang Tutupan Lahan pada 3C-48 3.B.1.1 Mengintegrasikan Konservasi 3B-21 Lahan Sempadan Jalur Listrik Tegangan 3C-48 Prinsip Dasar Perencanaan Kualitas 3C-16 Tinggi (RIH.B9) Tutupan Lahan Hijau Alami dalam 3B-22 Tutupan Lahan 3C-49 Perencanaan Perkotaan 3B-23 Strategi Perencanaan Kualitas Tutupan 3C-16 3.C.2.12 Merancang Tutupan Lahan pada 3C-50 3.B.1.2 Mengintegrasikan Upaya 3B-23 Lahan Sempadan Kanal (RIH.B13) 3C-51 Menurunkan Efek Urban Heat Island 3B-24 3C-18 3C-54 dalam Perencanaan Perkotaan 3B-26 3C-18 3.C.3 Kualitas Tutupan Lahan Skala Mikro 3.B.1.3 Mengintegrasikan Koridor 3B-30 3.C.3.1 Memilih Tutupan Lahan yang 3D-1 Angin dalam Perencanaan 3B-32 3.C.1 Kualitas Tutupan Lahan Skala Makro 3C-20 3D-2 3B-34 3.C.1.1 Perencanan dan Penataan Ruang 3C-22 Meresapkan Air 3D-3 Wilayah Perkotaan 3B-34 3C-24 3.C.3.2 Merancang Tutupan Lahan 3D-5 3B-37 Perkotaan Berdasarkan Kerawanan 3C-28 Koridor Hijau Jalan di Bawah 3D-6 3.B.2 Ameliorasi Iklim Mikro Skala Meso 3B-40 Longsor 3C-30 Jembatan Layang 3D-12 3.B.2.1 Assesment Terhadap Kondisi Iklim 3B-41 3.C.1.2 Perencanaan dan Penataan Ruang 3C-34 3.C.3.3 Merancang Tutupan Lahan pada 3D-14 3C-1 Perkotaan Berdasarkan Karakteristik Lahan Miring 3D-15 Mikro Kawasan 3.C.3.4 Merancang Tutupan Lahan Hlm. v 3.B.2.2 Perancangan Koridor Angin dalam 3.C.2 Kualitas Tutupan Lahan Skala Meso dengan Lapisan Geosintetik 3.C.3.5 Merancang Tutupan Bangunan Skala Kawasan 3.C.2.1 Mengidentifikasi Kualitas Tutupan Berupa Taman Atap (RIH.B11) 3.B.2.3 Perancangan Daerah Naungan Lahan Dalam Skala Kawasan Berupa Vegetasi 3.B.2.4 Perancangan Vegetasi Sebagai 3.C.2.2 Merancang Kualitas Tutupan 3.D KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman Hayati dan Penyerap Debu Lahan Pada Kawasan Merujuk Perencanaan Ruang & Infrastruktur Hijau 3.B.2.5 Perancangan Vegetasi Sebagai Habitat dan Keanekaragaman Hayati pada Indeks Ruang Hijau (IRH) Konservasi Keanekaragaman Hayati Penyerap Kebisingan Prinsip-Prinsip Ekologi Lanskap 3.C.2.3 Merancang Tutupan Lahan (Landscape Ecology) Hutan Lindung (RIH.A1) Pergerakan dan Proses EKologis dalam Ruang Hijau 3.C.2.4 Merancang Tutupan Lahan Sistem Ekologi Perkotaan Elemen Perencanaan Konservasi 3.B.3 Ameliorasi Iklim Mikro Skala Mikro Hutan Kota (RIH.B1) Keanekaragaman Hayati 3.B.3.1 Perancangan Taman Atap Prinsip Dasar Perencanaan Konservasi 3.B.3.2 Perancangan Taman Vertikal 3.C.2.5 Merancang Tutupan Lahan Keanekaragaman Hayati 3.B.3.3 Perancangan Bangunan Shelter Strategi Perencanaan Konservasi Taman Kota (RIH.B2) Temporer 3.B.3.4 Perancangan Fitur Air sebagai 3.C.2.6 Merancang Tutupan Lahan Taman Evaporative Cooling System Lingkungan (RIH. B3) 3.C.2.7 Merancang Tutupan Lahan sebagai Pemakaman (RIH.B5) 3.C.2.8 Merancang Tutupan Lahan Sebagai Jalur Hijau Jalan (RIH.B6)

Keanekaragaman Hayati 3D-21 Prinsip Penilaian Kualitas Estetika 3.E.3.4 Membuat Elemen Hardscape dan Ruang & Infrastruktur Hijau 3D-24 3E-13 Ornamen Lokal 3E-29 3D-24 3E-14 3.D.1 Konservasi Keanekaragaman Hayati 3D-27 3.E.1 Estetika Ruang dan Infrastruktur Hijau 3E-14 4 PANDUAN PERAWATAN RUANG 4-1 Skala Makro Skala Makro 3E-16 DAN INFRASTRUKTUR HIJAU 4-1 3.D.1.1 Membentuk Keragaman Ekosistem 3D-30 3.E.1.1 Menciptakan Konsep Visual Kota 3E-17 4-3 3D-31 untuk Menikmati Keunikan Bentang 3E-18 4.1 Panduan Umum Perawatan 4-25 Berdasarkan Keunikan Nusantara 3D-34 Alam dalam Skala Makro 3E-18 3.D.1.2 Koridor Satwa (Wildlife Corridor) 3D-40 3.E.1.2 Menciptakan Ruang Visual untuk 3E-20 4.2 Panduan Perawatan Tanaman 5-1 3D-44 3E-22 5-2 Skala Makro 3D-52 Menikmati Keunikan Bentang Alam 3E-24 5-6 3D-54 dalam Skala Makro 3E-26 5-9 3D-56 3.E.1.3 Menciptakan Koridor Visual untuk 3E-26 4.3 Panduan Perawatan Elemen Menikmati Keunikan Bentang Alam 3E-27 3.D.2 Konservasi Keanekaragaman Hayati 3D-58 dalam Skala Makro 3E-28 Konservasi Air Skala Meso 3D-58 3.D.2.1 Ekosistem Marin 3D-61 5 PEMBINAAN PELAKSANAAN 3.D.2.2 Ekosistem Mangrove RUANG DAN INFRASTRUKTUR 3.D.2.3 Ekosistem Riparian 3E-1 HIJAU 3.D.2.4 Ekosistem Sungai 3E-2 3.D.2.5 Koridor Satwa (Wildlife Corridor) 3E-4 3.E.2 Estetika Ruang dan Infrastruktur Hijau 5.1 Stakeholder dan Perannya 3E-8 Skala Meso Skala Meso 3.E.2.1 Menciptakan Kesatuan Visual 5.2 Sosialisasi dan Pelatihan untuk 3.D.2.6 Merancang Jalan Ikan (Fishway) dengan Bentang Budaya dalam Stakeholder dalam Skala Kawasan Skala Kawasan 3.D.2.7 Merancang Konfigurasi Vegetasi 3.E.2.2 Menciptakan Kesatuan Visual 5.3 Bantuan Teknis dalam Skala Kawasan dengan Landmark Kawasan 3.E.2.3 Menciptakan Kesatuan Visual 3.D.3 Konservasi Keanekaragaman Hayati dengan Bentang Budaya dalam Skala Mikro Skala Kawasan 3.D.3.1 Vegetasi Asli (Native Plants) 3.E.2.4 Menciptakan Koridor Visual 6 BAGIAN 6 LAMPIRAN Merujuk pada Kearifan Lokal dalam 6.1 Pemilihan Jenis Vegetasi sebagai Pengundang Satwa Skala Kawasan 6.2 Kualitas Tutupan Lahan 3.D.3.3 Merancang Jembatan Pergerakan 6.3 Panduan Perawatan Ruang dan Infrastruktur Hijau Satwa 6.4 Indikator Kinerja Komponen 3.E ESTETIKA RUANG DAN 3.E.3 Estetika Ruang dan Infrastruktur Hijau DAFTAR PUSTAKA INFRASTRUKTUR HIJAU Skala Mikro Estetika dalam Ruang dan 3.E.3.1 Membuat Penghalang Visual Infrastruktur Hijau Prinsip Perancangan Estetika Ruang Berupa Penataan Tanaman dan Infrastruktur Hijau 3.E.3.2 Membuat Bingkai Visual Berupa Elemen Dasar Estetika Ruang dan Infrastruktur Hijau Penataan Tanaman 3.E.3.3 Membuat Bingkai Visual Berupa Elemen Arsitektur atau Ornamen Hlm. vi

PRAKATA Buku pedoman ini dipersiapkan sebagai salah satu Pedoman ini berisi rujukan untuk perencanaan, rujukan teknis Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, perancangan, pelaksanaan konstruksi, pemeliharaan, dan Pemerintah Kabupaten, serta seluruh pemangku dan pembinaan pelaksanaan Ruang dan Infrastuktur kepentingan (stakeholders) terutama para praktisi dan Hijau yang merupakan pedoman umum yang berlaku para akademisi di berbagai kegiatan yang berkaitan secara nasional. dengan perencanaan dan perancangan ruang dan infrastruktur hijau di kawasan perkotaan. Pedoman ini Pedoman akan dijabarkan dalam 6 bagian penjelasan, dipersiapkan oleh Direktorat Bina Penataan Bangunan yang terdiri dari penjelasan tentang Ketentuan Umum, yang berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Tinjauan Umum tentang Ruang dan Infrastruktur Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum. Hijau, Panduan Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau, Panduan Perawatan Ruang dan Infrastruktur Proses penyusunan pedoman ini telah melibatkan Hijau, Panduan Pembinaan Pelaksanaan Ruang dan berbagai pihak terkait perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau, serta Lampiran. Infrastruktur Hijau, yang terdiri dari pihak Pemerintah Kota, Pemerintah Kabupaten, akademisi, praktisi ruang terbuka hijau yang terlibat kegiatan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH), dan narasumber yang merupakan ahli dalam keilmuan Arsitektur Lanskap, Arsitektur Hijau, Perencanaan Wilayah dan Kota, serta Teknik Sipil. Hlm. vii



BAGIAN 1 : KETENTUAN UMUM 1 1.1 LATAR BELAKANG PENYUSUNAN PEDOMAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU 1.2 PENGERTIAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU 1.3 PENGERTIAN PEDOMAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU 1.4 MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN 1.5 MANFAAT DAN CARA PENGGUNAAN PEDOMAN 1.6 RUANG LINGKUP 1.7 DASAR HUKUM 1.8 KEDUDUKAN PEDOMAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU 1.9 ISTILAH DAN DEFINISI

1 KETENTUAN UMUM 1.1 LATAR BELAKANG PENYUSUNAN PEDOMAN PERENCANAAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU Kawasan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan masih mengalami hambatan mengimplementasikan Ruang dan Infrastruktur Hijau dapat direalisasikan wilayah menghadapi berbagai persoalan aktual yang hasil perencanaan ruang terbuka hijau karena melalui dua pendekatan yaitu konservasi pada mengancam keberlanjutannya di masa yang akan kendala keterbatasan lahan. Untuk mempermudah lingkungan alami dan revitalisasi pada lingkungan datang. Perubahan iklim dan degradasi lingkungan implementasi perencanaan ruang terbuka hijau terbangun. Implementasi Ruang Hijau dan Infrastruktur mengakibatkan semakin menurunnya kelayakan hi- dalam kawasan terbangun dibutuhkan rekayasa dan Hijau dilaksanakan pada setiap tingkatan dari kota dup di perkotaan. Pembangunan infrastruktur sebagai perubahan paradigma ruang terbuka hijau agar dapat kecil, sedang, besar, hingga regional yang membentuk kebutuhan dasar kota saat ini lebih didominasi oleh diintegrasikan dalam perencanaan kawasan terbangun jejaring hijau. Infrastruktur hijau juga harus diintegrasikan pendekatan utilitarianisme yang hanya rnementingkan dan bangunan dalam berbagai skala perencanaan. dengan rencana pembangunan infrastruktur kota, fungsi tanpa mempertimbangkan unsur pelestarian seperti pembangunan jalan, drainase, dan prasarana alam dan elemen estetika. Guna mencapai peningkatan kuantitas dan kualitas lain, termasuk keterkaitan dengan infrastruktur Ruang Terbuka Hijau perlu adanya pengembangan dan antarkota pada skala wilayah, metropolitan, ataupun Pembangunan berkelanjutan merupakan tanggapan perubahan paradigma konseptual dari Ruang Hijau megalopolitan. Keterhubungan antar ruang hijau dan terhadap isu global tersebut sekaligus juga menjadi Terbuka menjadi Ruang Hijau perkotaan. Konsep Ruang infrastruktur hijau yang terintegrasi degan infrastruktur kebutuhan masyakat kota. Pembangunan berkelanjutan Hijau dan Infrastruktur Hijau kemudian berkembang kota dalam bentuk jejaring hijau merupakan strategi pada dasarnya merupakan upaya untuk mencapai Kota sebagai konsep rekayasa teknis untuk menerapkan dalam menanggulangi degradasi lingkungan kota, Layak Huni di berbagai wilayah kota yang tersebar di prinsip ekologis dalam infrastruktur kota dan kawasan seperti banjir, rob, longsor, krisis air tanah, pemanasan Indonesia. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian terbangun. lingkungan kota, meningkatnya pencemaran udara, Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) rusaknya habitat satwa liar, dan kerusakan lingkungan turut andil dalam perwujudan kota hijau di Indonesia Salah satu bentuk integrasi paradigma baru Ruang Hijau lainnya. sebagai pendekatan menuju kota layak huni yang dan Infrastruktur Hijau kemudian dielaborasi kembali berwawasan lingkungan dengan meluncurkan Program pada tahun 2015, yang ditandai dengan disusunnya Sebagai tindaklanjut implementasi Roadmap Kota Hijau Pengembangan Kota Hijau (P2KH) pada tahun 2011. Roadmap Kota Hijau oleh Kementerian Pekerjaan maka Direkorat Bina Penataan Bangunan melakukan Umum dan Perumahan Rakyat. Dalam Roadmap Kota penyusunan pedoman perencanaan infrastruktur P2KH merupakan salah satu wujud komitmen Hijau dijelaskan bahwa komponen kota hijau tidak ruang hijau. Dengan tersusunnya pedoman pemerintah dalam menjalankan amanat Undang- hanya berbentuk ruang terbuka hijau, namun semua tersebut, diharapkan akan menjadi panduan bagi Undang No. 26 tahun 2007 terkait dengan pemenuhan ruang kota yang secara ekologis memenuhi definisi seluruh pemangku kepentingan dalam melakukan ruang terbuka hijau. P2KH juga merupakan insentif bagi hijau, yang kemudian berkembang sebagai Ruang pembangunan infrastruktur ruang hijau dengan kabupaten/kota yang telah memiliki Perda RTRW dan Hijau dan Infrastruktur Hijau yang memadukan unsur mengedepankan aspek keberlanjutan lingkungan. Kepala Daerah memiliki komitmen untuk mewujudkan alami dan buatan dalam pembangunan infrastruktur, visi kota berkelanjutan. Dalam perkembangannya, kota ruang terbuka, dan bidang bangunan. dan kabupaten di Indonesia mengalami kemudahan dalam perencanaan ruang terbuka hijau namun Hlm.1-2

1.2 PENGERTIAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU 1 KETENTUAN UMUM RUANG HIJAU adalah ruang yang memiliki fungsi INFRASTRUKTUR HIJAU adalah jaringan ruang hijau ekologis dan memungkinkan adanya tanaman yang kota yang berfungsi untuk melindungi nilai dan jasa dapat tumbuh berkembang ataupun kemampuan air ekosistem alami yang dapat memberikan dukungan untuk dapat terserap kembali 1. Ruang Hijau merupa- kepada kehidupan manusia 1. Infrastruktur Hijau kan redefinisi dan pengembangan konsep dari Ruang merupakan upaya mengintegrasikan dan meerapan Terbuka Hijau. Konsep ruang hijau dikembangkan untuk aspek ekologis dalam jaringan pelayanan wilayah memberikan kesempatan lebih banyak dalam penye- perkotaan. Infrastruktur Hijau dikembangkan sebagai diaan ruang ekologis di wilayah perkotaan yang cend- erung memiliki keterbatasan lahan dalam penyediaan Infrastruktur Hijau di perkotaan dapat disediakan ruang terbuka hijau. untuk membentuk jaringan hijau yang terpadu dengan infrastruktur kota dalam kawasan terbangun. Ruang Hijau di perkotaan dapat disediakan dalam bentuk area (hub) dan jalur (link). Ruang hijau berbentuk area (hub) yaitu berupa ruang hijau berbagai bentuk dan ukuran seperti taman kota, pemakaman, situ/ telaga/danau, hutan kota, dan hutan lindung yang berfungsi sebagai habitat satwa liar dan proses ekologis. Ruang hijau berbentuk jalur (link) yaitu berupa koridor seperti jalur hijau jalan, sempadan sungai, tepian rel kereta api, saluran udara tegangan tinggi, dan pantai, merupakan penghubung (urban park connector) area-area hijau untuk membentuk sistem jaringan ruang hijau Hlm.1-3

1 KETENTUAN UMUM 1.3 PENGERTIAN 1.4 MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN PEDOMAN RUANG DAN PEDOMAN PERENCANAAN RUANG INFRASTRUKTUR HIJAU DAN INFRASTRUKTUR HIJAU PEDOMAN PERENCANAAN RUANG DAN INFRA- MAKSUD PEDOMAN PERENCANAAN RUANG DAN SASARAN PEDOMAN PERENCANAAN RUANG & STRUKTUR HIJAU adalah panduan perencanaan ru- INFRASTRUKTUR HIJAU ini adalah INFRASTRUKTUR HIJAU ini adalah ang dan infrastruktur hijau perkotaan berupa perenca- naan jaringan ruang hijau kota untuk melindungi nilai • Adanya kebutuhan untuk mewadahi dan • Kota dan kabupaten memiliki pedoman yang dapat dan fungsi ekosistem alami yang dapat memberikan mengembalikan lingkungan alam ke dalam digunakan dalamperencanaan dan skenario ruang dukungan kepada kehidupan manusia. lingkungan perkotaan, disertai berbagai perannya dan infrastruktur hijau yang ekologis dan sesuai dalam membentuk ekosistem kota dengan ekoregion Muatan dalam pedoman ruang dan infrastruktur hijau adalah sasaran, tinjuan elemen perencanaan ruang dan • Adanya kebutuhan untuk menciptakan ling- • Konektivitas Ruang dan Infrastruktur Hijau infrastruktur hijau, komponen perencanaan, indikator kungan perkotaan yang aman, sehat, dan sedapat mungkin membentuk sistem jejaring hijau kinerja, serta pembinaan pelaksanaan. mendorong kualitas hidup yang lebih baik yang berfungsi sebagai manajemen konservasi air, menjaga iklim mikro, menjaga kualitas tutupan Muatan dapat menjadi acuan dalam perencanaan ruang • Adanya keinginan untuk memperbaiki kualitas lahan, konservasi keanekaragaman hayati, dan dan infrastruktur hijau agar dapat hasil perencanaan lingkungan perkotaan, untuk menciptakan kesan / membentuk estetika ruang dan infrastruktur hijau dapat menjaga keseimbangan fungsi ekologis kota dan image dan pengalaman ruang yang lebih baik kota. mendukung implementasi kota hijau dalam berbagai skala ruang, yaitu skala kota (makro), skala kawasan TUJUAN PEDOMAN PERENCANAAN RUANG DAN • Ruang dan Infrastruktur Hijau dapat berfungsi dalam perkotaan (meso), dan skala detail perancangan INFRASTRUKTUR HIJAU adalah sebagai panduan pe- sebagai ruang ekologis untuk masyarakat kota dan (mikro). rencanaan tipologi dan komponen-komponen ruang habitat tumbuhan dan satwa kota dan infrastruktur hijau, yang meliputi : • Pemilihan material dan elemen ruang dan • Konservasi air infrastruktur hijau yang mempromosikan • Penciptaan iklim mikro peresapan air, mengurangi polusi udara dan air, • Kualitas tutupan lahan , serta mengurangi dampak urban heat island, • Keanekaragaman hayati menyediakan habitat tumbuhan dan satwa, serta • Estetika ruang dan infrastruktur hijau menambah estetika dan daya tarik lanskap kota. Hlm.1-4

1.5 PENGGUNAAN 1.6 RUANG LINGKUP 1 KETENTUAN UMUM PEDOMAN PEDOMAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU PERENCANAAN RUANG & INFRASTRUKTUR HIJAU Pedoman Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau Pedoman ini terdiri dari ketentuan umum, tinjauan Panduan pelaksanaan dan pemeliharaan menjelaskan ini dapat dimanfaatkan sebagai panduan perancangan umum, panduan perancangan, panduan pelaksanaan aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam ruang dan infrastruktur hijau dalam upaya mencapai : dan pemeliharaan, panduan pembinaan pelaksanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan perawatan elemen- dan lampiran-lampiran sebagai pelengkapnya. elemen ruang dan infrastruktur hijau. • Keseimbangan dan keberlanjutan ekologi perkotaan (manusia dan alam) Ketentuan umum meliputi latar belakang, pengertian Panduan pembinaan pelaksanaan merupakan ruang dan infrastruktur hijau, pengertian pedoman pedoman pelibatan pengguna pedoman dan • Menciptakan lingkungan perkotaan yang harmonis ruang dan infrastuktur hijau, maksud, tujuan, dan stakeholder, sosialisasi pedoman, dan bantuan teknis dan sinergi dengan lingkungan alami sehingga sasaran, pemanfaatan dan penggunaan pedoman, dalam perencanaan dan pelaksanaan fisik ruang dan meningkatkan keamanan, kenyamanan, dan ruang lingkup, dasar hukum, kedudukan pedoman infrastruktur hijau. kualitas ruang perkotaan terhadap peraturan dan kebijakan, serta istilah dan definisi yang digunakan di dalam pedoman ini. Lampiran-lampiran terdiri dari rekomendasi teknis • Menciptakan kesehatan publik dan meningkatkan mengenai pemilihan vegetasi berdasarkan sifat fisik kualitas hidup warga kota Tinjauan umum menjelaskan konsep kota hijau (bentuk, ukuran dan warna), sifat pertumbuhan, nusantara, tipologi ruang dan infrastruktur hijau, dan dan fungsinya dalam ruang dan infrastruktur hijau; Pedoman Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau komponen ruang dan infrastruktur hijau. rekomendasi penggunaan material, rekomendasi ini dapat digunakan sebagai arahan implementasi best metoda perawatan tertentu. management practices dalam perencanaan tipologi Panduan perancangan merupakan pedoman rinci ruang dan infrastruktur hijau dan sebagai arahan dalam mengenai penerapan komponen perancangan yang Arahan-arahan teknis yang lebih detail sebaiknya pengelolaan ruang dan infrastruktur hijau. terdiri dari konservasi air, ameliorasi iklim mikro, kualitas dibahas lebih lanjut pada panduan terpisah untuk- tutupan lahan, keanekaragaman hayati, dan estetika untuk masing-masing tipologi ruang dan infrastruktur Pengguna Pedoman Perencanaan Ruang dan Infra- ruang dan infrastruktur hijau pada masing-masing hijau. struktur Hijau adalah tipologi ruang dan infrastruktur hijau. Hlm.1-5 • Pemerintah Pusat • Pemerintah Daerah, yang terdiri dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota/Kabupaten • Swasta (Investor dan Developer) • Perencana dan Perancang • Komunitas hijau dan komunitas masyarakat

1 KETENTUAN UMUM 1.7 DASAR HUKUM PEDOMAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU UU No 26 Tahun 2007 Peraturan dan Kebijakan Terkait Fungsi ROADMAP KOTA HIJAU tentang Penataan Ruang, Ekologis, Tipologi, Fungsi, dan P2KH Prinsip Perancangan pasal 29 (1)(2), (3) Ruang dan Infrastruktur Hijau PEDOMAN PERENCANAAN • Undang-Undang RUANG DAN Hlm.1-6 • Peraturan Pemerintah • Keppres, Perpres, Inpres INFRASTRUKTUR HIJAU • Peraturan Menteri • SNI dan Pedoman terkait Permen PU No.5/PRT/M/2008 ttg Pedoman Penyediaan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan PP No. 15 Tahun 2010 Ttg Penyelenggaraan Penataan Ruang, Pasal 36 (1), (2), (3). (4)

A. Undang-Undang Terkait Ruang dan B. Peraturan Pemerintah Terkait Ruang Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan 1 KETENTUAN UMUM Umum Infrastruktur Hijau dan Infrastruktur Hijau 10. Peraturan Pemerintah RI No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan Undang-Undang RI yang digunakan sebagai dasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang 11. Peraturan Pemerintah RI No. 6 Tahun 2007 tentang hukum penyusunan Pedoman Perencanaan Ruang dan digunakan sebagai dasar hukum penyusunan Pedoman Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Infrastruktur Hijau adalah: Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau adalah: Hutan, serta Pemanfaatan Hutan 12. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008 tentang 1. Undang-Undang RI No. 11 Tahun 1974 tentang 1. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 Pengairan Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan tentang Tata Cara Hutan dan Penyusunan Rencana Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan 2. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 tentang Ruang 13. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Ekosistemnya 2. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 tentang 14. Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2008 Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan tentang Pengelolaan Sumber Daya Air 3. Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999 tentang Laut 15. Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 2008 Kehutanan tentang Air Tanah 3. Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1999 tentang 16. Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 2010 tentang 4. Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2002 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Penggunaan Kawasan Hutan Bangunan Gedung 17. Peraturan Pemerintah RI No. 68 Tahun 2010 tentang 4. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam 5. Undang-Undang RI No. 38 Tahun 2004 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Penataan Ruang Konservasi Tanah dan Air 18. Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 2012 tentang 5. Peraturan Pemerintah No. 150 Tahun 2000 tentang Izin Lingkungan 6. Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi 19. Peraturan Pemerintah RI No. 37 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Biomassa Pengelolaan Daerah Aliran Sungai 20. Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2012 tentang 7. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang 6. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2001 tentang Sungai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran 21. Peraturan Pemerintah RI No. 61 Tahun 2012 tentang Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Kebakaran Hutan dan atau Lahan Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan 7. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang Hlm.1-7 Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Udara 8. Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota 9. Peraturan Pemerintah RI No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi

1 KETENTUAN UMUM 22. Peraturan Pemerintah RI No. 73 Tahun 2013 tentang Instruksi Presiden Republik Indonesia yang digunakan 5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 12 Tahun Rawa sebagai dasar hukum penyusunan Pedoman 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau adalah: 23. Peraturan Pemerintah RI No. 105 Tahun 2015 1. Instruksi Presiden RI No. 4 Tahun 2012 tentang Pen- 6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 28 Tahun tentang Perubahan ke 2 Atas Peraturan Pemerintah 2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran RI No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan anggulangan Bencana Banjir dan Tanah Longsor Air Danau dan/atau Waduk Hutan Peraturan Presiden Republik Indonesia yang digunakan 7. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 29 24. Peraturan Pemerintah RI No. 57 Tahun 2016 tentang sebagai dasar hukum penyusunan Pedoman Tahun 2009 tentang Pedoman Konservasi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau adalah: Keanekaragaman Hayati di Daerah 1. Peraturan Presiden RI No. 89 Tahun 2007 tentang 25. Peraturan Pemerintah RI No. 13 Tahun 2017 tentang 8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 1 Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian 2008 tentang RTRW 2. Peraturan Presiden RI No. 51 Tahun 2016 tentang Pencemaran Air 26. Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 2018 tentang Batas Sempadan Pantai 9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 9 Tahun Pedoman Penyusunan AMDAL. 2010 tentang Pedoman Pengamanan Pantai D. Peraturan Menteri Terkait Ruang dan C. Keputusan Presiden, Instruksi 10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11 Tahun Presiden, dan Peraturan Presiden Infrastruktur Hijau 2012 tentang Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Terkait Ruang dan Infrastruktur Hijau Adaptasi Perubahan Iklim Tahun 2012-2020 Peraturan Menteri Republik Indonesia yang digunakan Keputusan Presiden Republik Indonesia yang sebagai dasar hukum penyusunan Pedoman 11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.11 Tahun digunakan sebagai dasar hukum penyusunan Pedoman Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau adalah: 2014 tentang Pedoman Air Hujan pada Bangunan Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau adalah: 1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 8 Tahun Gedung dan Persilnya 1. Keputusan Presiden RI No. 32 Tahun 1990 tentang 2006 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL 12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 7 Tahun Pengelolaan Kawasan Lindung 2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22 Tahun 2015 tentang Pengamanan Pantai 2. Keputusan Presiden RI No.12 Tahun 2012 tentang 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan 13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26 Tahun Penetapan Wilayah Sungai Rawan Bencana Longsor 2015 tentang Pengalihan Alur Sungai dan atau 3. Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 2011 tentang 3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/ Pemanfaatan Ruas Bekas Sungai PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Penetapan Cekungan Air Tanah Ruang Kawasan Reklamasi Pantai 14. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 28 Tahun 4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5/ 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Danau Hlm.1-8 PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan dan Garis Sempadan Danau Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan 15. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 29 Tahun 2015 tentang Rawa 16. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 21/ PERMEN-KP/2018 tentang Tata Cara Penghitungan Batas Sempadan Pantai

17. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan D. Pedoman Teknis 1 KETENTUAN UMUM Kehutanan No. 26 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL. Terkait Ruang dan Infrastruktur Hijau C. Standar Nasional Indonesia Pedoman teknis yang digunakan sebagai dasar hukum penyusunan Pedoman Perencanaan Ruang dan Terkait Ruang dan Infrastruktur Hijau Infrastruktur Hijau adalah: 1. Pedoman Teknis Kementerian Pekerjaan Umum Standar Nasional Indonesia yang digunakan sebagai dasar hukum penyusunan Pedoman Perencanaan tentang Penanaman Rumput Vetiver untuk Ruang dan Infrastruktur Hijau adalah: Pengendalian Erosi Permukaan dan Pencegahan 1. SNI 03-2453-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Longsoran Dangkal pada Lereng Jalan 2. Pedoman Teknis Kementerian Pekerjaan Umum Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan Direktorat Jendereal Bina Marga No. 2/M/BM/2013 2. SNI 03-2459-2002 tentang Spesifikasi Sumur tentang Manual Desain Perkerasan Jalan 3. Pedoman Teknis Kementerian Pekerjaan Umum Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan dan Perumahan Rakyat tentang Perencanaan 3. SNI 03-1733-2004, Tata Cara Perencanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki 4. Petunjuk Teknis Kementerian Lingkungan Hidup Lingkungan Perumahan di Perkotaan dan Kehutanan Republik Indonesia tentang 4. SNI 19-7030-2004 tentang Pemeriksaan Bahan Restorasi Kualitas Air Sungai Organik Tanah 5. SNI 7645:2010 tentang Klasifikasi Penutup Lahan 6. SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah 7. SNI 8160:2015 tentang Spesifikasi Blok Pemandu pada Jalur Pejalan Kaki 8. SNI 8456:2017 tentang Sumur dan Parit Resapan Air Hujan 9. SNI 8460:2017 tentang Persyaratan Perancangan Geoteknik Hlm.1-9

1 KETENTUAN UMUM 1.8 KEDUDUKAN PEDOMAN PERENCANAAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU Penataan ruang merupakan proses pengelolaan ruang Pada tingkatan Pemerintah Daerah Kota, rencana Masukan yang Pedoman Perencanaan Ruang dan yang terdiri dari proses perencanaan, pemanfaatan, dan penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau Infrastruktur Hijau terhadap RTRW Kota / Kabupaten pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang di dimuat dalam RTRW Kota, RDTR Kota, dan RTR Kawasan diantaranya adalah mengenai: Indonesia diatur berdasarkan wilayah administrasinya, Strategis Kota. Pada tingkatan Pemerintah Daerah 1. Panduan jenis dan lokasi Ruang Hijau dan Infra- dengan hirarki penataan ruang wilayah nasional, Kabupaten rencana penyediaan dan pemanfaatan penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang ruang terbuka hijau dimuat dalam RTRW Kabupaten, struktur Hijau wilayah kabupaten/kota, yang kemudian dibuat lebih RDTR Kabupaten RTR Kawasan Strategis Kabupaten, 2. Tipologi Ruang Hijau dan Infrastruktur Hijau mendetail dalam bentuk rencana umum tata ruang dan RTR Kawasan Perkotaan Kabupaten, dan RTR Kawasan 3. Ketentuan Pemanfaatan Ruang Hijau dan Infra- rencana rinci tata ruang. Perdesaan / Agropolitan. struktur Hijau Kebijakan penataan ruang di Indonesia saat ini Pedoman Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau 4. Strategi penyediaan Ruang Hijau dan Infrastruktur mengacu pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 merupakan turunan dari Kebijakan dan Peraturan tentang Penataan Ruang. Undang-Undang No. 26 Perundangan Indonesia yang mengatur tentang Hijau Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjelaskan penataan ruang. Pada tingkatan Pemerintah Daerah bahwa perencanaan tata ruang wilayah kota harus (Kota dan Kabupaten), Pedoman Perencanaan Ruang Masukan yang Pedoman Perencanaan Ruang dan memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang dan Infratruktur Hijau memiliki kedudukan sebagai Infrastruktur Hijau terhadap RDTR Kota / Kabupaten terbuka hijau yang luasnya minimal mencapai 30% dari masukan dalam penyusunan RTRW dan RDTR diantaranya adalah mengenai: luas wilayah kota. Pemerintah Daerah. 1. Panduan jenis, lokasi, luas, dan kriteria perancan- gan Ruang Hijau dan Infrastruktur Hijau 2. Arahan vegetasi Ruang Hijau dan Infrastruktur Hijau 3. Arahan elemen perancangan Ruang Hijau dan Infrastruktur Hijau Hlm.1-10

UU No 26 Tahun 2007 • Peraturan / kebijakan terkait • Kajian literatur 1 KETENTUAN UMUM tentang Penataan Ruang (PP, Keppres, Permen) • Kajian ilmiah • SNI, Pedoman Terkait Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan PROGRAM PENGEMBANGAN KOTA HIJAU ROADMAP KOTA HIJAU Roadmap (P2KH) Penguatan Institusi Roadmap Rencana Rancangan MASTERPLAN RTH dan Perancangan Ruang & & Manajemen KABUPATEN & KOTA Infrastruktur Hijau Pedoman Roadmap Pedoman Perancangan Penguatan Institusi Gerakan Komunitas Hijau Ruang & & Manajemen Pedoman Infrastruktur Hijau Gerakan Komunitas Hijau (PRIH) RTRW Nasional RDTR RTR Kawasan Perkotaan Rencana Kabupaten Penyediaan dan RTRW Provinsi RTR Kawasan Perdesaan/ Agropolitan Pemanfaatan RTRW Kota Ruang & & Kabupaten RDTR Kota RDTR Kawasan Strategis Kota Infrastruktur Hijau Hlm.1-11

1 KETENTUAN UMUM 1.9 ISTILAH DAN DEFINISI Air permukaan Area bervegetasi budidaya berpindah Bentang alam (lanskap) semua air yang terdapat pada permukaan tanah area yang diusahakan untuk pertanian secara temporer Wajah dan karakter lahan atau tapak bagian dari muka untuk kurun waktu tertentu, kemudian ditinggalkan dan bumi dengan segala kehidupan dan apa saja yang ada (UU NO.7/2004 Tentang : Sumber Daya Air). setelah beberapa lama diusahakan kembali (SNI 7645- di dalamnya, baik yang bersifat alami maupun buatan manusia beserta makhluk hidup lainnya (Hakim, R. 1987. Air tanah 1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di Menengah) Unsur Perancangan dalam Arsitektur Lanskap. Jakarta: Bina Aksara). bawah permukaan tanah (Undang-Undang Republik Indonesia Banjir Bioswale Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air). Peristiwa meluapnya air sungai melebihi palung sungai singkatan dari bioretention-swale, merupakan area memanjang berupa cekungan dangkal yang dibuat Area bangunan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 dengan kemiringan dan kedalaman tertentu dan area yang telah mengalami substitusi penutup lahan tentang Sungai). ditanami oleh tanaman. Bioswale didesain untuk alami ataupun semi alami dengan penutup lahan menangkap, mengolah, menyaring, dan meresapkan buatan yang biasanya bersifat kedap air, baik yang Bantaran sungai aliran air permukaan (stormwater runoff) yang bersifat permanen maupun semi-permanen (SNI 7645- ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul tergenang atau mengalir ke area yang lebih rendah. sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan Bioswale merupakan solusi yang lebih ekonomis 1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan palung sungai (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor dalam upaya penyaringan dan meresapkan air larian Menengah) permukaan yang mampu mengatasi permasalahan 38 Tahun 2011 tentang Sungai). genangan air larian permukaan dengan intensitas Area bervegetasi alami (hutan dan vegetasi lain) rendah dan sedang (National Association of City Transportation area yang tertutup oleh liputan vegetasi yang Bangunan permukiman/campuran berkembang secara alami/semi-alami, baik berupa bangunan yang dibuat untuk permukiman (tempat Officials. 2017. Urban Street Stormwater Guide. Washington: Island pepohonan rapat maupun vegetasi lain termasuk semak tinggal) dan fungsi lain yang berasosiasi dengan dan rumput dengan tingkat ketinggian dan kerapatan pemukiman (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Press). yang lebih rendah (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah). Cagar Alam Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) Kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya Bangunan bukan permukiman mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, serta Area bervegetasi budidaya bangunan yang dibuat untuk kegiatan selain tempat ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah wilayan yang tertutup oleh vegetasi, baik permanen tinggal permanen, terutama meliputi perdagangan dan system penyangga kehidupan (Undang-Undang Nomor (terus-menerus) maupun musiman, baik berupa industri (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian pepohonan maupun tanaman semusim, yang dibudida- 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan yakan untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan hidup. 1 : Skala Kecil dan Menengah) Ekosistemnya). (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) Hlm.1-12

Cagar Biosfer Danau / telaga alami Efek rumah kaca 1 KETENTUAN UMUM Suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, area perairan/genangan permanen yang terbentuk efek yang disebabkan karena naiknya konsentrasi gas ekosistem unik, dan/atau ekosistem yang telah secara alami di tengah daratan, biasanya dicirikan oleh karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. mengalami degradasi yang keseluruhan unsur alamnya adanya batas yang tegas antara tubuh air dan daratan, Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan penelitian serta genangan yang relatif dalam (SNI 7645-1:2014 tentang kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu dan pendidikan (Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya). mengabsorbsinya (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5/ Dataran banjir (Floodplain) Cekungan air tanah Dataran di sepanjang kiri dan/atau kanan sungai yang PRT/M/2012 Tentang : Pedoman Penanaman Pohon Pada Sistem Suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tergenang air pada saat banjir (Peraturan Pemerintah Republik Jaringan Jalan). tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai). Ekoregion berlangsung (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, Daur hidrologi tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi 38 Tahun 2011 tentang Sungai). Potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun sistem alam dan lingkungan hidup (Undang-Undang Daerah Aliran Sungai (DAS) kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia Suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan serta lingkungannya (Undang-Undang Republik Indonesia RI No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang Lingkungan Hidup). berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air). air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut Ekohidrologi secara aralami, yang batas didarat merupakan pemisah Daya dukung DAS Bidang kajian interdisipliner yang mempelajari topografis dan batas di laut sampai dengan daerah Kemampuan DAS untuk mewujudkan kelestarian dan interaksi antara air dan ekosistemnya. Interaksi ini perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan dapat berlangsung di dalam badan air, seperti sungai sumberdaya alam bagi manusia dan makhluk hidup dan danau, atau di daratan, di hutan, gurun, dan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 lainnya secara berkelanjutan (Peraturan Pemerintah Republik ekosistem darat lainnya. Bidang kajian ekohidrologi tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai). melingkupi transpirasi dan penggunaan air tanaman, Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran adaptasi organisme terhadap lingkungan air, pengaruh Danau paparan banjir Sungai). vegetasi terhadap aliran sungai dan fungsi sungai, dan Tampungan air alami yang merupakan bagian dari proses-proses ekologi dan siklus hidrologi (Zalewski. 1997. sungai yang muka airnya terpengaruh langsung oleh Daya rusak air muka air sungai (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Daya air yang dapat merusak kehidupan (Undang-Undang Ecohydrology – A New Paradigm For The Sustainable Use Of Aquatic Resources. UNESCO:International Hydrological Programme). Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai). Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air). Hlm.1-13

1 KETENTUAN UMUM Embung Hamparan batuan/pasir alami (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 kolam di wilayah yang biasanya relatif kering / kurang hamparan area lahan terbuka yang tersusun dari batuan tentang Hutan Kota). air, dan digunakan untuk menampung air hujan atau pasir, tidak bervegetasi atau bervegetasi < 4% dan yang kemudian dimanfaatkan untuk irigasi ataupun terbentuk oleh proses-proses alami seperti misalnya Hutan kota penyediaan air baku selama musim kemarau (SNI 7645- letusan gunung api (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Suatu hamparan lahan yang bertumbuhkan pohon- pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah 1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, Menengah) yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang Hamparan pasir pantai berwenang (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Emisi GRK hamparan lahan terbuka yang terbentuk secara almi lepasnya Gas Rumah Kaca (GRK) ke atmosfer pada karena proses pengendapan di pantai, baik oleh tenaga Tahun 2002 tentang Hutan Kota). suatu area tertentu dalam jangka waktu tertentu air maupun tenaga angin maupun kombinasi keduanya Hutan lahan rendah (Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala hutan yang tumbuh dan berkembang di habitat lahan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca). Kecil dan Menengah) kering pada wilayan berelevasi rendah (kurang dari 300 m di atas permukaan laut) (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Garis sempadan Hasil hutan kayu Garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang hasil hutan berupa kayu bulat, kayu bulat kecil. kayu Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai (Peraturan olahan, atau kayu pacakan yang berasal dari kawasan hutan (Undang-Undang No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan Hutan lahan tinggi (pegunungan/perbukitan) Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai). hutan yang tumbuh berkembang pada habitat dan Pemberantasan Perusakan Hutan). lahan kering pada wilayah upland (perbukitan dan Gas Rumah Kaca (yang selanjutnya disebut GRK) pegunungan) pada elevasi lebih dari 300 m di atas gas yang terkandung dalam atmosfer baik alami maupun Herba permukaan laut (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup antropogenik, yang menyerao dan memancarkan semua tumbuhan berdaun lebar dan berdaun kembali radiasi inframerah (Peraturan Presiden No. 61 Tahun jarum sebagai bentuk pertumbuhan maupun fase Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) pertumbuhan dengan ketinggian kurang dari 50 cm 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Hutan mangrove Kaca). (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala hutan lahan basah pada wilayah pesisir berupa dataran Kecil dan Menengah) yang masih dipengaruhi oleh pasang surut, berlumpur, Habitat dan berair payau. Semua spesies mangrove tahan hidup Lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup Hutan di wilayah dengan kadar garam yang relatif tinggi. Pada dan berkembang secara alami (Undang-Undang Nomor Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan batasan ini, kawasan mangrove juga meliputi formasi berisi sumber daya alam hayati yang didominasi nipah (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, Ekosistemnya) yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan : Skala Kecil dan Menengah) Hlm.1-14

Hutan rawa/gambut sebagai habitat satwa liar dan proses ekologis. Ruang Jaringan rel kereta 1 KETENTUAN UMUM hutan yang tumbuh berkembang pada habitat lahan hijau berbentuk jalur (link) yaitu berupa koridor seperti area terbangun yang terdiri dari satu atau lebih jalur basah berupa rawa, termasuk rawa payau dan rawa jalur hijau jalan, sempadan sungai, tepian rel kereta api, rel kereta api dan lahan di kiri-kanannya, yang masih gambut. Wilayah lahan basah berkarakteristik unik, saluran udara tegangan tinggi, dan pantai, merupakan termasuk ke dalam bagian dari jalur milik perusahaan yaitu (1) dataran rendah yang membentang sepanjang penghubung (urban park connector) area-area hijau kereta api (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - pesisir, (2) wilayan berelevasi rendah), (3) tempat yang untuk membentuk sistem jaringan ruang hijau kota dipengaruhi oleh pasang-surut untuk wilayah dekat Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) pantai, (4) wilayah yang dipengaruhi oleh musim yang (Kementerian PUPR. 2015. Roadmap Kota Hijau) terletak jauh dari pantai, gambut, dan (5) sebagian Jejaring Biru (Blue Network) besar wilayah tertutup (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Jalur Hijau Konsep keterkaitan daur hidrologis sebagai suatu dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman sistem yang memiliki hubungan keterkaitan proses Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) eko-hidrolika dengan variabel yang dipengaruhi oleh (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5/PRT/M/2008 Tentang : morfologi lahan (Tulisi, A. 2017. Urban Green Network Design. Hutan tanaman Pedoman Penyediaan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan kenampakan hutan dari sisi komposisi struktural Perkotaan). Defining Green Network from an Urban Planning Perspective. Tema. vegetasi pada area yang luas, yang berisi pepohonan Journal of Land Use, Mobility and Environment, 10 (2), 179-192. doi: dengan spesies yang homogen, dan sengaja ditanam Jalur Tanaman http://dx.doi.org/10.6092/1970-9870/5156). untuk fungsi tertentu, termasuk untuk industri (SNI 7645- jalur penempatan tanaman dan elemen lansekap lainya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) Jejaring Hijau (Green Network) 1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA) Konsep keterkaitan area hijau alami dan area hijau Menengah) semi-alami sebagai infrastruktur hijau, yang memiliki (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5/PRT/M/2012 Tentang : hubungan keterkaitan ekosistem dengan variabel dan Infrastruktur Hijau Pedoman Penanaman Pohon Pada Sistem Jaringan Jalan). fungsi tertentu (Tulisi, A. 2017. Urban Green Network Design. Suatu konsep yang menekankan pada kerangka ekologis dalam jaringan ruang hijau kota untuk Jaringan jalan aspal/beton/tanah Defining Green Network from an Urban Planning Perspective. Tema. keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi yang area terbangun yang terdiri dari satu atau lebih jalur Journal of Land Use, Mobility and Environment, 10 (2), 179-192. doi: dapat mendukung kualitas kehidupan manusia jalan dan lahan di kiri-kanannya, yang masih termasuk http://dx.doi.org/10.6092/1970-9870/5156). ke dalam bagian dari jalur untuk transportasi non- (Kementerian PUPR. 2015. Executive Summary Roadmap Kota Hijau). kereta api. Jalur ini dapat terbuat dari beton, aspal, atau Jejaring Biru-Hijau (Blue-Green Network) tanah yang diperkeras dan dipadatka (consolidated) Konsep pembangunan ruang kota yang memperhatikan Jaringan terpadu dari berbagai jenis ruang hijau, terdiri komponen hijau (tanaman atau pepohonan) dan dari area (hub) dan dan jalur (link). Ruang hijau berbentuk (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala biru (perairan) sebagai dasar untuk perencanaan tata area yaitu berupa ruang hijau berbagai bentuk dan Kecil dan Menengah) ruang kota yang berkelanjutan dari aspek lingkungan, ukuran seperti taman kota, pemakaman, situ/telaga/ sosial, dan ekonomi, serta upaya adaptasi menghadapi danau, hutan kota, dan hutan lindung yang berfungsi perubahan iklim global, sehingga memberikan Hlm.1-15

1 KETENTUAN UMUM kontribusi perlindungan dan pemeliharaan dalam Kawasan Pantai Berhutan Bakau Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan proses ekologi (Wagner et al. 2013. Blue Aspects of Green kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami Lindung). hutan bakau yang berfungsi memberi perlindungan Infrastructure. Sustainable Development Applications. (4):145-155.) kepada kehidupan pantai dan laut (Keputusan Presiden Kawasan Suaka Alam Kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun Kawasan Gambut Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai Kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian Kawasan Lindung). kawasan pengawetan peragaman jenis tumbuhan dan besar berupa sisa-sisa bahan organic yang tertimbun satwa beserta ekosistemnya (Keputusan Presiden Republik dalam waktu yang lama (Keputusan Presiden Republik Indonesia Kawasan Pelestarian Alam Kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan system Lindung) penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman Kawasan Lindung jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara Kearifan lokal Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan dengan fungsi utama melindungi kelestarian masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola Lingkungan Hidup yang mencakup sumber alam, (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber lingkungan hidup secara lestari (UU RI No.32 Tahun 2009 sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya) bangsa guna kepentingan Pembangunan berkelanjutan Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Kawasan Rawan Bencana Alam (Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 Kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami Kolam air asin/payau tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). bencana alam (Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tubuh air atau genangan air hasil rekayasa, terletak di wilayah pesisir dan punya akses terhadap air laut dan Kawasan Hutan Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). air tawar sekaligus, biasanay berupa gugus (cluster) wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dengan batas berupa pematang, dan ukuran individual dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan Resapan Air kolam relatif kecil, serta dimanfaatkan untuk budidaya kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk perikanan, garam, atau yang lain (SNI 7645-1:2014 tentang (Undang-Undang No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat Pemberantasan Perusakan Hutan). pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) sumber air (Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Kawasan Hutan Lindung Kolam air tawar kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). tubuh air atau genangan air hasil rekayasa, terletak memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya di wilayah pedalaman atau tidak ada akses ke air maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, Kawasan Sekitar Danau/Waduk laut, dapat berupa kolam individual ataupun berupa pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan Kawasan tertentu di sekeliling danau/waduk yang gugus (cluster) dengan batas berupa pematang, serta kesuburan tanah (Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan termasuk kelestarian fungsi sungai (Keputusan Presiden Republik 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). Hlm.1-16

budidaua perikanan dan penampungan air minum/ Koridor Hijau mempunyai ciri khas karena harus disesuaikan dengan 1 KETENTUAN UMUM irigasi secara umum (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup area memanjang yang ditumbuhi tanaman, berupa ketentuan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama jalur hijau pelindung dinding sungai (riparian), bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) rute pergerakan satwa, dan rute pejalan kaki yang untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah, menghubungkan area-area hijau yang lebih besar serasi dan memenuhi fungsi keamanan (Peraturan Menteri Kolam oksidasi kolam buatan yang digunakan untuk menampung dan (Forman, RTT. 2008. Urban Regions : Ecology and Planning Beyond Pekerjaan Umum No. 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan mengolah air limbah. Biasanya terintegrasi dengan IPAL the City. New York: Cambridge University Press). Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan). (Instalasi Pengolah Air) (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Lahan terbuka alami/semi-alami Lapangan diperkeras Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) lahan tanpa tutupan baik yang bersifat alami maupun lahan terbuka yang telah direkayasa melalui pengerasan semi-alami yang keberadaannya bukan hasil rekayasa permukaan dan dimanfaatkan untuk kegiatan di Kolam retensi langsung oleh manusia, melainkan sebagai hasil udara terbuka selain parkir, seperti misalnya upacara, Prasarana Drainase yang berfungsi untuk menampung proses alam seperti letusan gunung berapi dan proses pertunjukan, dan sebagainya (SNI 7645-1:2014 tentang dan meresapkan air hujan di suatu wilayah (Peraturan sedimentasi. Kelas-kelas ini meliputi lahan terbuka di wilayah daratan (volkan/daerah lain) dan wilayan pesisir. Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) Menterai Pekerjaan Umum No.12/PRT/M/2014 Tentang Biasanya bersifat unconsolidated (tidak diperkeras) Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan) Masyarakat hukum adat (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala kelompok masyarakat yang secara turun temurun Konservasi sumber daya air Kecil dan Menengah) bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya Upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar Lahan terbuka diusahakan/permukaan diperkeras kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang lahan terbuka yang biasanya bersifat consolidated nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, (diperkeras), dan diusahakan atau dimanfaatkan untuk dan hokum (UU RI No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang keperluan tertentu (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Pengelolaan Lingkungan Hidup) (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) Sumber Daya Air). Mitigasi perubahan iklim Lanskap Jalan usaha pengendalian untuk mengurangi resiko Konservasi sumber daya alam wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk akibat perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin dari lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari menurunkan emisi/meningkatkan penyerapan GRK dari pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan elemen alamiah seperti bentuk topografi lahan yang berbagai sumber emisi (Peraturan Presiden No.61 Tahun 2011 ketersediaannya dengan tetap memelihara dan mempunyai panorama yang indah, dan dapat pula meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya terbentuk dari elemen lansekap buatan manusia yang tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca). disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lansekap jalan ini (UU RI No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hlm.1-17 Lingkungan Hidup).

1 KETENTUAN UMUM Padang rumput Pemanasan global atau Global Warming Pengelolaan sumber daya air penutup lahan berupa rerumputan yang tumbuh alami, proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan Upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan yang bisa tersusun oleh lebih dari 1 spesies, meliputi daratan bumi (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5/ mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber hamparan yang luas(SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan PRT/M/2012 tentang Pedoman Penanaman Pohon Pada Sistem pengendalian daya rusak air (Undang-Undang Republik Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) Jaringan Jalan). Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air). Padang alang-alang Pemanfaatan hasil hutan kayu penutup lahan berupa hamparan alang-alang kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan Pengendalian daya rusak air (Imperata cylindrica) yang meliputi area yang sempit hasil hutan berupa kayu melalui kegiatan penebangan, Upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan atau luas, dan biasanya tumbuh secara alami pada permudaan, pengangkutan, pengolahan dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang wilayah-wilayah yang tanahnya miskin unsur hara dan/ pemasaran dengan tidak merusak lingkungan dan tidak disebabkan oleh daya rusak air (Undang-Undang Republik atau setelah mengalami penebangan pepohonan mengurangi fungsi pokoknya (Undang-Undang No. 18 tahun dan pembersihan semak belukar (SNI 7645-1:2014 tentang Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air). 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan). Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) Penggunaan kawasan hutan secara tidak sah Pemanfaatan hutan kegiatan terorganisasi yang dilakukan di dalam kawasan Palung sungai kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, jasa hutan untuk perkebunan dan/atau pertambangan Ruang wadah air mengalir dan sebagai tempat lingkungan, hasil kayu dan bukan kayu, serta memu- tanpa izin Menteri (Undang-Undang No. 18 tahun 2013 tentang berlangsungnya kehidupan ekosistem sungai (Peraturan ngut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan). Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai). menjaga kelestariannya (Undang-Undang No. 18 tahun 2013 Penggunaan lahan Pekarangan tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan). suatu bentuk pemanfaatan atau fungsi dari perwujudan liputan vegetasi berupa pepohonan dan kadangkala suatu bentuk penutup lahan (SNI 7645-1:2014 tentang diselingi dengan tanaman semusim yang terletak Pembalakan liar berdekatan atau berdampingan dengan permukiman, semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) yang difungsikan sebagai bagian dari upaya tidak sah yang terorganisasi (Undang-Undang No. 18 tahun peningkatkan kenyamanan tempat tinggal, penyedia Penutup lahan buah dan produk tanaman lain, bahan bakar kayu, atau 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan). tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat menjadi bagian dari estetika/keindahan tempat tinggal diamati merupakan suatu hasil pengaturan, aktivitas, Pencegahan perusakan hutan dan perlakuan manusia yang dilaukan pada jenis (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala segala upaya yang dilakukan untuk menghilangkan penutup lahan tertentu untuk melakukan kegiatan Kecil dan Menengah) kesempatan terjadinya perusakan hutan (Undang- produksi, perubahan, ataupun perawatan pada penutup lahan tersebut (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Hlm.1-18 Undang No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan). Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah)

Perdu Permukaan diperkeras bukan gedung pesisir dan dicirikan oleh kedalaman genangan yang 1 KETENTUAN UMUM tumbuhan berkayu yang bercabang-cabang, tumbuh lahan terbuka yang permukaannya mengalami relatif dangkal, endapan lumpur yang tebal dan luas rendah dekat dengan permukaan tanah, dan tidak perkerasan, konsolidasi dan atau penguatan struktur mempunyai batang yang tegak (kbbi.co.id/arti-kata/perdu). dan dibangun untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) Perkebunan dengan tanaman berkayu keras (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala kenampakan liputan vegetasi berupa pepohonan Kecil dan Menengah) Resapan Air berkayu keras yang sengaja ditanam pada area yang Elemen berupa saluran, pipa berlubang, sumur, kolam luas untuk dimanfaatkan produkanya dalam bentuk Pohon resapan, dan bidang resapan sesuai dengan kondisi bukan kayu, misalnya getah, buah, dan sebagainya (SNI tumbuhan yang batangnya berkayu dan dapat tanah dan kedalaman muka air tanah mencapai ukuran diameter 10 (sepuluh) sentimeter atau 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil lebih yang diukur pada ketinggian 1,50 (satu koma lima (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 dan Menengah) puluh) meter di atas pemukaan tanah (Undang-Undang No. tentang Sungai). Perkebunan tanaman semusim 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Ruang Hijau kenampakan liputan vegetasi berupa tanaman semusim Hutan). Ruang yang memiliki fungsi ekologis dan memungkinkan (bukan tahunan) yang ditanam oleh perusahaan adanya tanaman yang dapat tumbuh berkembang perkebunan atau perkebunan rakyat pada area yang Prasarana drainase ataupun kemampuan air untuk dapat terserap kembali relatif luas untuk mendukung industri, misalnya tebu lengkungan atau saluran air di permukaan atau di (untuk gula) dan tembakau (untuk rokok dan cerutu). bawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun (Kementerian PUPR. 2015. Executive Summary Roadmap Kota Hijau). Perkebunan tanaman semusim dapat diterapkan pada dibuat oleh manusia, yang berfungsi menyalurkan lahan sawah atau lahan kering seperti tegalan (ladang), kelebihan air dari suatu kawasan ke badan air penerima Ruang Terbuka Hijau (RTH) serta bisa permanen namun bisa pula kontrak temporer area memanjang/jalur dan atau mengelompok, (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12/PRT/M/2014 Tentang yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan). tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara Kecil dan Menengah) alamiah maupun yang sengaja ditanam (Peraturan Menteri Rawa pedalaman Permukaan diperkeras genangan air tawar yang luas dan permanen di Pekerjaan Umum No. 5/PRT/M/2008 Tentang : Pedoman Penyediaan area yang telah mengalami substitusi penutup lahan pedalaman daratan dan dicirikan oleh kedalaman Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan). alamiah ataupun semi-alami dengan penutup lahan genangan yang relatif dangkal, endapan lumpur yang buatan yang biasanya bersifat kedap air dan relatif tebal dan luas (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan Sabana permanen (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - formasi vegetasi yang menjadi ciri wilayah tropis yang - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) relatif kering, dengan kenampakan padang rumput Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) yang diselingi semak dan pepohonan pendek yang Rawa pesisir sangat jarang genangan air payau yang luas dan permanen di wilayah (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Hlm.1-19

1 KETENTUAN UMUM Kecil dan Menengah) atau waduk tertinggi (Keputusan Presiden Republik Indonesia air hujan dari atap bangunan ke dalam tanah melalui lubang sumuran (Peraturan No. 12/PRT/M/2014 Tentang Sarana Drainase Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). Bangunan Pelengkap yang merupakan bangunan yang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan) ikut mengatur dan mengendalikan sistem aliran air hujan agar aman dan mudah melewati jalan, belokan Sempadan Mata Air Sungai daerah curam, bangunan tersebut seperti gorong- Kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan gorong, pertemuan saluran, bangunan terjunan, manfaat penting untuk mempertahankan fungsi mata berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, jembatan, tali-tali air, pompa, pintu air (Peraturan Menteri air, dengan wilayah dengan jarak paling sedikit dua ratus mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan meter dari mata air (Keputusan Presiden Republik Indonesia dan kiri oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah Republik Pekerjaan Umum No. 12/PRT/M/2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan). Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai). Semak Sempadan Pantai Taman penutup lahan berupa tumbuhan yang tumbuh alami Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan sebidang tanah yang merupakan bagian dari dengan ketinggian rata-rata kurang dari 2 m, namun kondisi fisk pantainya curam atau terjal dengan jarak ruang terbuka hijau Kabupaten yang mempunyai lebih dari 50 cm, ada yang berkayu ada pula yang tidak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai, fungsi tertentu, ditata dengan serasi, lestari dengan dengan jarak paling sedikit seratus meter dari titik menggunakan material taman, material buatan, (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala pasang air laut tertinggi kearah darat (Keputusan Presiden dan unsur-unsur alam dan mampu menjadi areal Kecil dan Menengah) penyerapan air (Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 1 Tahun 2015 Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Semak dan belukar Kawasan Lindung). Tentang Ketertiban Umum). kawasan lahan kering yang telah ditumbuhi dengan berbagai vegetasi heterogen dan homogen dengan Sempadan Sungai Taman Hutan Raya tingkat kerapatan jarang hingga rapat. Kawasan Ruang penyangga antara ekosistem sungai dan Kawasan pelestarian yang terutama dimanfaatkan tersebut didominasi vegetasi rendah alami (SNI 7645- daratan, agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau bukan asli, saling terganggu (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan 1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan latihan, budaya, pariwisata, dan rekreasi (Keputusan Menengah) Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai) Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Sempadan Danau Sumber Daya Air Pengelolaan Kawasan Lindung). Daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang Air, sumber air, dan daya air yang terkandung di lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi dalamnya (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun Taman Nasional fisik danau atau waduk, dengan jarak lima puluh meter Kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem sampai dengan seratus meter dari titik pasang air danau 2004 tentang Sumber Daya Air) zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata, dan rekreasi Hlm.1-20 Sumur Resapan Prasarana Drainase yang berfungsi untuk meresapkan

(Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 Penyediaan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan). untuk berbagai keperluan, termasuk pengendali banjir, 1 KETENTUAN UMUM tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). penyedia ari irigasi, wisata, pembangkit listrik, ataupun Tutupan Vegetasi Alami / Semi-Alami perikanan. Taman Wisata Alam penutup lahan berupa vegetasi yang tumbuh secara Kawasan pelestarian alam di darat maupun di laut yang alami atau hanya sedikit mengalami intervensi manusia, (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi dalam arti tidak sengaja ditanam. Vegetasi alami meliputi Kecil dan Menengah) alam (Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 semua hutan alam dan berbagai struktur vegetasi lain termasuk semak, belukar, herba, rumput, dan vegetasi Waduk pengendali banjir tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). tingkat rendah lain. Vegetasi alami juga mencakup areal pertanian yang bersifat artifisial, dengan pertumbuhan akibat suksesi alami pada wilaya yang pengenagan air yang dalam dan permanen maupun Tanaman peneduh pernah dirambah manusia (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi penggenangan dangkal, yang difungsikan sebagai jenis tanaman berbentuk pohon dengan percabangan pengendali banjir melalui mekanisme penampungan yang tingginya lebih dari 2 meter dan dapat memberikan Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) air selama hujan/musim hujan dan melepas air sedikit- keteduhan dan penahan silau cahaya matahari bagi demi sedikit (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan pengguna jalan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5/ Waduk / Danau Buatan tubuh air atau genangan air permanen hasil rekayasa - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) PRT/M/2008 Tentang : Pedoman Penyediaan Pemanfaatan Ruang manusia yang digunakan untuk berbagai fungsi, Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan). misalnya pengendalian banjir, irigasi, penyediaan air Wilayah sungai baku, dan sebagainya (SNI 7645-1:2014 tentang Klasifikasi Kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam Tanaman penyerap pencemaran udara satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau- dan kebisingan Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Menengah) pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan jenis tanaman berbentuk pohon atau perdu yang 2.000 km2 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun mempunyai masa daun yang padat dan dapat Waduk irigasi menyerap pencemar udara dari gas emisi kendaraan areal perairan yang bersifat artifisial, dengan 2004 tentang Sumber Daya Air). dan kebisingan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5/ penggenangan air yang dalam dan permanen maupun penggenangan dangkal, yang berfungsi sebagai Hlm.1-21 PRT/M/2008 Tentang : Pedoman Penyediaan Pemanfaatan Ruang penyedia air untuk irigasi lahan pertanian (SNI 7645- Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan). 1:2014 tentang Klasifikasi Penutup Lahan - Bagian 1 : Skala Kecil dan Tanaman Jalan Menengah) tanaman yang digunakan di dalam perencanaan lansekap jalan, yang mempunyai akar yang tidak Waduk multiguna merusak konstruksi jalan percabangan tidak mudah areal perairan yanag bersifat artifisial, dengan patah, dan mudah dalam pemeliharaannya (Peraturan penggenangan air yang dalam dan permanen maupun penggenangan dangkal, dan difungsikan Menteri Pekerjaan Umum No.5/PRT/M/2008 Tentang : Pedoman



BAGIAN 2 : TINJAUAN TERHADAP RUANG & INFRASTRUKTUR HIJAU 2 2.1 KONSEP KOTA HIJAU NUSANTARA: ‘ nature meets culture’ 2.2 SKALA & RUANG LINGKUP PERENCANAAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU 2.3 TIPOLOGI RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU 2.4 KOMPONEN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU

2 TINJAUAN UMUM RUANG DAN INFRSATRUKTUR HIJAU 2.1 KONSEP KOTA HIJAU NUSANTARA: ‘nature meets culture’ Peningkatan jumlah penduduk di kawasan perkotaan 2.1.1 Definisi Kota Hijau rancangan ruang terbuka hijau, serta pembentukan melalui urbanisasi menyebabkan berbagai Forum Komunitas Hijau di kota-kota besar dan permasalahan lingkungan berupa perubahan guna KOTA HIJAU adalah suatu kota yang terencana kabupaten yang tersebar di seluruh Indonesia. lahan pada kawasan alami dan berkurangnya dengan baik bercirikan ramah lingkungan dan mampu ruang terbuka hijau, yang berkontribusi pada memanfaatkan sumber daya alam secara seimbang Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) telah meningkatnya polusi udara dan polusi air, menurunnya sehingga tercipta kesejahteraan bagi penduduknya. mengembangkan 8 atribut perencanaan yang harus keanekaragaman hayati, dan berubahnya kualitas dipenuhi dalam pencapaian visi Kota Hijau, diantaranya ruang kota karena intensitas pembangunan yang Paradigma Kota Hijau di Indonesia telah dikembangkan adalah: tidak seimbang. Berbagai permasalahan lingkungan sebagai Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) di wilayah perkotaan tersebut berakumulasi pada pada tahun 2011 melalui prakarsa Kementerian 1. Green Planning and Design, yang dikembangkan menurunnya kualitas lingkungan hidup, yang tidak Pekerjaan Umum. dan Perumahan Rakyat (PUPR),. melalui perencanaan dan perancangan kota yang hanya berdampak pada suatu wilayah saja namun juga P2KH merupakan wujud komitmen pemerintah dalam beradaptasi pada kondisi biofisik kawasan mempengaruhi wilayah lain di sekitarnya. pemenuhan ruang terbuka hijau melalui kegiatan penyusunan masterplan kota hijau, penyusunan Untuk mengurangi dampak penurunan kualitas lingkungan hidup diperlukan perencanaan komprehensif Green Green Green Green yang melibatkan perencanaan berkelanjutan yang Water Community Planning & Design Waste terintegrasi pada tata ruang kota. Kota hijau merupakan suatu solusi perencanaan wilayah perkotaan yang Green Green Green Green mencoba mengadaptasi dan memitigasi penurunan Energy Open Space Transportation Building kualitas lingkungan hidup di perkotaan melalui perencanaan jasa lingkungan (ecosystem services) sebagai aspek utama dalam perencanaan. Beberapa ciri kota hijau diantaranya adalah memanfaatkan sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, serta mensinergikan lingkungan alami dan buatan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip pembangunan berkelanjutan (lingkungan, sosial, dan ekonomi). Hlm.2-2

2. Green Open Space, yang dikembangkan untuk ditemukan perbedaan metoda kerja dan perbedaan ekosistem setempat, keunikan keragaman etnis, 2 TINJAUAN UMUM RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU mewujudkan jejaring ruang terbuka hijau kualitas dari hasil pekerjaan masing-masing daerah, kearifan lokal, dan skala pelayanan sesuai klasifikasi terkait hasil pelaksanaan fisik rancangan ruang terbuka wilayah perkotaan. 3. Green Waste, yang dikembangkan untuk hijau. mewujudkan pengelolaan sampah yang Prinsip-prinsip ekologis yang diangkat dalam Kota Hijau berkelanjutan dengan terapan 3R (Reduce, Ruse, Hal yang paling terlihat pada hasil perencanaan ruang Nusantara adalah upaya konservasi air, ameliorasi iklim Recycle) terbuka hijau di daerah adalah keseragaman pada mikro, penataan kualitas tutupan lahan yang ramah pemilihan tata tanaman dan tata bangunan karena lingkungan, dan pelestarian keanekaragaman hayati. 4. Green Transportation, yang dikembangkan untuk tidak mengangkat keunikan bentang alam setempat. Pelestarian keanekaragaman hayati juga mewadahi pengembangan transportasi yang berkelanjutan Aspek ekologis dalam rancangan ruang terbuka hijau keunikan ekosistem setempat agar tercipta habitat yang atau transporasi massal yang dilaksanakan juga cenderung belum mendalam. sesuai untuk tumbuh kembang beragam tumbuhan satwa. 5. Green Water, yang dikembangkan untuk Elaborasi konsep Kota Hijau yang akan dikembangkan mewujudkan efiensi pemanfaatan sumber daya air di Indonesia melalui ruang hijau dan infrastruktur hijau Keunikan keragaman etnis dan kearifan lokal pada perlu dilakukan agar selain mewadahi prinsip ekologis, dasarnya merupakan upaya untuk menciptakan karakter 6. Green Energy, dikembangkan untuk pemanfaatan juga menonjolkan karakter khas dari masing-masing suatu tempat (spirit of place), berpadu dengan karakter sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan daerah, baik berupa kekhasan karakter bentang alam bentang alam setempat. Skala pelayanan ruang dan walaupun kekhasan budaya lokal. infrastruktur hijau juga harus sesuai dengan konteks 7. Green Building, dikembangkan untuk penerapan wilayah dan bentukan alam beserta proses ekologis konsep bangunan hemat energi 2.1.2 Kota Hijau Nusantara sebagai yang terjadi di dalamnya. Prinsip Pengembangan Ruang dan 8. Green Community, dikembangkan untuk Infrastruktur Hijau di Indonesia Hlm.2-3 membentuk kepekaan, kepedulian, dan peran aktif masyarakat dalam pemanfaatan dan pemeliharaan KOTA HIJAU NUSANTARA adalah konsep kota kota hijau. berkelanjutan berdasarkan keragaman lanskap kultural yang dikembangkan dalam kearifan lingkungan Dalam perkembangan kegiatan P2KH, Kementerian sehingga menonjolkan keunikan kondisi ekosistem, dan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melakukan biogeografi, tanpa menafikan pemenuhan kebutuhan evaluasi terhadap pelaksanaan P2KH dan hasil warga perkotaan yang lebih heterogen dan beragam. perencanaan ruang terbuka hijau dan program kota Pengembangan Prinsip Kota Hijau Nusantara dilakukan hijau yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten dalam upaya merancang ruang dan infrastruktur hijau dan Kota peserta P2KH. Dalam proses evaluasi yang merujuk pada prinsip-prinsip ekologis, keunikan

2 TINJAUAN UMUM RUANG DAN INFRSATRUKTUR HIJAU 2.1.3 Karakter Alam dan Budaya Indonesia memiliki tujuh keunikan ekosistem lokal di nusantara yang mewakili lanskap etnik, diantaranya adalah: 1. Ekosistem khas SUMATERA, 2. Ekosistem khas JAWA DAN BALI, 3. Ekosistem khas KALIMANTAN 4. Ekosistem khas NTT, 5. Ekosistem khas SULAWESI, 6. Ekosistem khas MALUKU, 7. Ekosistem khas PAPUA (sumber: Amin, J.J.A., Mien A. Rifai, Ning Purnomohadi, dan Budi Faisal, 2017 dalam Mengenal Arsitektur Lansekap Nusantara) Tujuh Keunikan Ekosistem Lokal di Nusantara (dimodifikasi dari Amin, J.J.A., Mien A. Rifai, Ning Purnomohadi, dan Budi Faisal, 2017) Danau Toba, Sumatera Utara Gunung Merapi, Jawa Tengah Nusa Dua, Bali Hutan Dipterocap di Kalimantan Timur (https://luxuryescapes.com) (http://www.dprd-kaltimprov.go.id) (https://gpswisataindonesia.info) (https://tripzilla.id) Labuan Bajo, NTT Kawasan Karst di Maros, Sulawesi Selatan Pantai Sulamadaha, Ternate, Maluku Utara Danau Sentani di Papua (https://berjalanjalan.com) (http://vidio.com) (https://www.piknikpedia.com) (https://www.goodnewsfromindonesia.id) Hlm.2-4

2.1.4 Klasifikasi Kawasan Perkotaan 1. Kota megapolitan adalah kawasan perkotaan KOTA MEGAPOLITAN 2 TINJAUAN UMUM RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya • Jabodetabekpunjur (Provinsi Perkotaan merupakan wilayah yang menunjukan ciri yang saling memiliki keterkaitan fungsional dan Jakarta, Kota Bogor, Kab. Bogor, atau karakteristik kekotaan, yang meliputi wilayah yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana Kota Depok, Kota Tangerang, terdiri dari kota induk dan daerah pengaruh di luar wilayah yang terintegrasi, dengan jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan, Kab. batas administratifnya yang berupa daerah pinggiran lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta) jiwa. Tangerang, Kab. Bekasi, Kota sekitarnya (kawasan sub-urban). Bekasi) 2. Kota metropolitan adalah kawasan perkotaan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mendefinisikan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan KOTA METROPOLITAN kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai yang berdiri sendiri atau berkaitan dengan kota • Mebidangpro (SumUt) kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan di sekitarnya, dengan jumlah penduduk secara • Palapa (SumBar) fungsi kawasan sebagai tempat permukiman keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu • Palembang (SumSel) perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa juta) hingga 10.000.000 (sepuluh juta) jiwa. • Bandung (JaBar) pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. • Kedungsepur (JaTeng) Dengan demikian, kawasan perkotaan dapat berupa 3. Kota besar, yaitu kawasan perkotaan dengan • Karmantul (DI Yogyakarta) kota otonom dengan kota-kota fungsional di wilayah jumlah penduduk yang dilayani lebih besar dari • Solo Raya (JaTeng) sekitarnya yang memiliki sifat kekotaan, dapat melebihi 500.000 (lima ratus ribu) hingga 1.000.000 (satu • Gerbangkertasusila (JaTim) wilayah administrasi dari kota yang bersangkutan. juta) jiwa • Sarbagita (Bali) Contohnya adalah kawasan perkotaan Jabodetabek • Mataram Raya (NTB) yang mencakup Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, 4. Kota sedang, yaitu kawasan perkotaan yang • Bimindo (SUlUt) dan Bekasi, yang memiliki ciri/karakteristik perkotaan. ditetapkan dengan kriteria jumlah penduduk lebih • Mamminasata (SulSel) Demikian pula kawasan perkotaan metropolitan dari 100.000 (seratus ribu) sampai dengan 500.000 Bandung yang mencakup Kota Bandung, Kota Cimahi, (lima ratus ribu) jiwa. KOTA BESAR • Kota Jambi Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat, • Kota Bogor • Kota Balikpapan serta kawasan sekitarnya. 5. Kawasan Kota kecil, yaitu kawasan perkotaan • Kota Padang • Kota Surakarta yang ditetapkan dengan kriteria jumlah penduduk • Kota Pekanbaru • Kota Cimahi Klasifikasi kawasan perkotaan dapat dilihat dari kriteria lebih dari 50.000 (lima puluh ribu) sampai dengan • Kota Malang • Kota Manado jumlah penduduk sesuai dengan kondisi negara 100.000 (seratus ribu) jiwa • Kota Samarinda yang bersangkutan. Berbagai literatur menyebutkan • Kota Tasikmalaya bahwa ukuran dari kota adalah jumlah penduduknya. 6. Kawasan perdesaan, yaitu wilayah yang • Kota Pontianak Di Indonesia klasifikasi kota berdasarkan jumlah mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk • Kota Banjarmasin penduduknya1 dibagi menjadi tingkatan sebagai pengelolaan sumber daya alam dengan susunan • Kota Denpasar berikut: fungsi kawasan sebagai tempat permukiman • Kota Serang perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, REFERENSI: pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Jumlah KOTA SEDANG penduduk kawasan perdesaan berada di bawah • Kota Kupang • Kota Pematang- 1. Kustiwan, Iwan. Modul 1: Pengertian Dasar dan Karakteristik 50.000 jiwa. • Kota Jayapura siantar Kota, Perkotaan, dan Perencanaan Kota. ADPU4433/MODUL 1 T • Kota Ambon • Kota Tegal • Kota Bengkulu • Kota Sorong • Kota Palu • Kota Binjai • Kota Kendari • Kota Dumai • Kota Sukabumi • Kota Palangka- • Kota Cirebon raya • Kota Pekalongan • Kota Banda Aceh • Kota Kediri • Kota Bitung KOTA KECIL • Kota Pariaman • Kota Tual • Kota Subulussalam • Kota Solok • Kota Sawahlunto • Kota Pandang Panjang • Kota Sabang DESA / KAMPUNG • Desa Ciptagelar • Kampung Naga • Desa Panglipuran Hlm.2-5

2 TINJAUAN UMUM RUANG DAN INFRSATRUKTUR HIJAU Kawasan Kota Metropolitan di Indonesia: Kota-kota Sedang di Indonesia adalah: 1. Wilayah Metropolitan Medan : Mebidangpro 8. Wilayah Metropolitan Solo Raya: 1. Kota Kupang 32. Kota Tarakan (Kota Medan, Kota Binjai, Kab. Deli Serdang, Tanah Subosukawonosraten 2. Kota Jayapura 33. Kota Batu Karo) (Kota Surakarta, Kab. Boyolali, Kab. Sukoharjo, Kab. 3. Kota Mataram 34. Kota Gorontalo Karanganyar, Kab. Wonogiri, Kab. Sragen, Kab. 4. Kota Yogyakarta 35. Kota Banjar 2. Wilayah Metropolitan Padang : Palapa Klaten) 5. Kota Cilegon 36. Kota Lhokseumawe (Kota Padang, Kota Pariaman, Kab. Padang 6. Kota Ambon 37. Kota Prabumulih Pariaman) 9. Wilayah Metropolitan Surabaya: Gerbangkertasusila 7. Kota Bengkulu 38. Kota Palopo (Kab.Gresik, Kab. Bangkalan, Kota Mojokerto, Kab. 8. Kota Palu 39. Kota Langsa 3. Wilayah Metropolitan Palembang : Mojokerto, Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo) 9. Kota Kendari 40. Kota Salatiga (Kota Palembang, Kab. Banyuasin, Kab.Komering ilir 10. Kota Sukabumi 41. Kota Parepare 10. Wilayah Metropolitan Denpasar : Sarbagita 11. Kota Cirebon 42. Kota Tebing Tinggi 4. Wilayah Metropolitan Jakarta : Jabodetabek (Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Tabanan, Kab. 12. Kota Pekalongan 43. Kota Tanjungbalai (Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Gianyar) 13. Kota Kediri 44. Kota Metro Selatan, Kota Jakarta Timur, Kota Jakarta Utara, 14. Kota Pematang- 45. Kota Bontang Kab. Kepulauan Seribu, Kota Bogor, Kab. Bogor, 11. Wilayah Metropolitan Mataram: Mataram Raya 46. Kota Baubau Kota Depok, Kab. Tangerang, Kota Tangerang, Kota (Kota Mataram, Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok siantar 47. Kota Blitar Tangerang Selatan, Kab. Bekasi, dan Kota Bekasi) Timur, Kab. Lombok Tengah, Kab. Lombok Utara) 15. Kota Tegal 48. Kota Gunung Sitoli 16. Kota Sorong 49. Kota Bima 5. Wilayah Metropolitan Bandung 12. Wilayah Metropolitan Banjarmasin: Banjar 17. Kota Binjai 50. Kota Pagar Alam (Kota Bandung, Kab. Bandung, Kota Cimahi, Kab. Bakula (Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kab. 18. Kota Dumai 51. Kota Mojokerto Bandung Barat, Kab. Sumedang) Banjar, Kab. Barito Kuala, Kab. Tanah Laut) 19. Kota Palangkaraya 52. Kota Payakumbuh 20. Kota Banda Aceh 53. Kota Magelang 6. WIlayah Metropolitan Semarang: Kedungsepur 13. Wilayah Metropolitan Makassar: Mamminasata 21. Kota Singkawang 54. Kota Kotamobagu (Kota Semarang, Kab. Kendal, Kota Salatiga, Kab. (Kota Makassar, Kab Maros, Kab. Gowa, Kab. Takalar) 22. Kota Probolinggo 55. Kota Bukittinggi Semarang, Kab. Demak, Kab. Grobogan) 23. Kota Padang 56. Kota Tidore 14. Wilayah Metropolitan Manado: Bimindo 57. Kota Sungaipenuh 7. Wilayah Metropolitan Yogyakarta: Karmantul (Kota Manado, Kota Bitung, Kab. Minahasa Utara) Sidempuan 58. Kota Tomohon (Kota Yogyakarta, Kab. Sleman, Kab. Bantul) 24. Kota Bitung Kota-kota Kecil di Indonesia adalah: 25. Kota Banjarbaru Kota-kota Besar di Indonesia adalah: 26. Kota Ternate 1. Kota Sibolga 27. Kota Lubuklinggau 1. Kota Bogor 9. Kota Denpasar 2. Kota Pariaman 28. Kota Pasuruan 2. Kota Padang 10. Kota Serang 3. Kota Tual 29. Kota Tanjungpinang 3. Kota Pekanbaru 11. Kota Jambi 4. Kota Subulussalam 30. Kota Pangkalpinang 4. Kota Malang 12. Kota Balikpapan 5. Kota Solok 31. Kota Madiun 5. Kota Samarinda 13. Kota Surakarta 6. Kota Sawahlunto 6. Kota Tasikmalaya 14. Kota Cimahi 7. Kota Padang Panjang 7. Kota Pontianak 15. Kota Manado 8. Kota Sabang 8. Kota Banjarmasin 9. Kota Saumlaki Hlm.2-6

2.2 SKALA & RUANG LINGKUP PERENCANAAN 2 TINJAUAN UMUM RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU RUANG & INFRASTRUKTUR HIJAU Dalam melakukan perencanaan ruang dan infrastruktur Ruang lingkup wilayah perencanaan ruang dan merupakan perencanaan dalam lingkup suatu kawasan hijau diperlukan pemahaman mengenai ruang lingkup infrastruktur hijau terbagi menjadi tiga skala, yaitu skala di dalam wilayah perkotaan, yang dibuat merujuk pada perencanaan. Pemahaman mengenai ruang lingkup makro (yang mewakili Kota / Kabupaten), skala meso peran dan fungsi ekologis kawasan tersebut di dalam perencanaan meliputi ruang lingkup kedalaman (yang mewakili Kawasan), dan skala mikro (yang mewakili jejaring sistem ekologis yang sudah disusun dalam pembahasan dan ruang lingkup wilayah. Setiap ruang elemen kawasan). Ruang lingkup perencanaan skala perencanaan skala makro. Ruang lingkup perencanaan lingkup wilayah perencanaan memiliki keterkaitan satu makro merupakan perencanaan yang merumuskan skala mikro adalah detail elemen-elemen yang sama lain, baik secara tatanan ruang maupun dalam sistem ekologis melalui keterkaitan antar ruang dan diperlukan agar suatu kawasan mampu menjalankan keterkaitan fungsi ekologis. infrastruktur hijau di dalam suatu kota dalam bentuk fungsi ekologisnya sebagai raung dan infrastuktur hijau. jejaring hijau. Ruang lingkup perencanaan skala meso SKALA MAKRO SKALA MIKRO SKALA MESO SKALA KOTA / KABUPATEN SKALA KAWASAN ELEMEN KAWASAN Ruang dan Infrastruktur Hijau Skala Makro Ruang dan Infrastruktur Hijau Skala Meso Ruang dan Infrastruktur Hijau Skala Mikro berperan membentuk jejaring hijau kota berperan memperkuat karakter kawasan melalui elemen elemen mikro seperti jenis dalam skala kota dan/atau kota dan dan ekosistem dalam skala kawasan (hutan vegetasi, kolam, bioswale, material sekitarnya (ekoregion). kota, taman kota, taman lingkungan, dll) hardscape, dan street funiture, sebagai bagian dari jejaring hijau. Jejaring hijau membentuk hubungan antar Rancangan ruang dan infrastruktur hijau ekosistem dalam satuan geografis yang luas, dibuat sesuai karakteristik kawasan dan Skala mikro berperan membentuk elemen memiliki keterkaitan fungsi hidrologis dan konteks lingkungan sebagai bagian dari ekologis secara sustainable dan terintegrasi. jejaring hijau skala makro. ekosistem dengan pendekatan pembangunan yang ramah lingkungan. Hlm.2-7

2 TINJAUAN UMUM RUANG DAN INFRSATRUKTUR HIJAU RIH.A2 RIH.B6 RIH.A1 RIH.B5 RIH.B4 RIH.A4 RIH.A5 RIH.B8 RIH.B6 Hlm.2-8 RIH.A3 RIH.B6 RIH.A6 RIH.B2

2.3 TIPOLOGI 2 TINJAUAN UMUM RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU RUANG & INFRASTRUKTUR HIJAU Panduan perancangan tipologi ruang dan infrastruktur hijau dijelaskan pada Bagian 3, yang dijelaskan mengikuti sistem kodefikasi sebagai berikut: Tipologi ruang dan infrastruktur hijau di Indonesia Ruang dan Infrastuktur Hijau Buatan adalah ruang kode Ruang dan kode angka dikelompokkan berdasarkan pembentukannya, hijau dan infrastuktur hijau yang dibentuk oleh manusia, Infrastruktur Hijau Alami jenis ruang hijau yaitu alami dan buatan. Ruang dan Infrastuktur mengikuti struktur dan pola ruang planologis suatu Hijau Alami adalah ruang hijau dan infrastuktur hijau wilayah perkotaan. Tipologi ruang dan infrastruktur RIH . A x yang terbentuk secara natural, mengikuti struktur dan Hijau Buatan yang dijelaskan dalam pedoman ini pola ruang ekologis suatu wilayah perkotaan. Tipologi diantaranya adalah hutan kota (RIH.B1), taman kota RIH . B x ruang dan infrastruktur Hijau Alami yang dijelaskan (RIH.B2), taman lingkungan (RIH.B3), sempadan waduk dalam pedoman ini diantaranya adalah hutan lindung (RIH.B4), pemakaman (RIH.B5), jalur hijau jalan (RIH.B6), kode Ruang dan kode angka (RIH.A1), sempadan mata air (RIH.A2), sempadan sabuk hijau (RIH.B7), sempadan jalur kereta api (RIH. danau / situ (RIH.A3), sempadan sungai (RIH.A4), rawa B8), sempadan jalur listrik tegangan tinggi (RIH.B9), dan Infrastruktur Hijau Buatan jenis ruang hijau / wetland (RIH.A5), dan sempadan pantai (RIH.A6). sempadan kanal air (RIH.B10). RUANG & INFRASTRUKTUR HIJAU ALAMI RUANG & INFRASTRUKTUR HIJAU BUATAN RIH.A1. Hutan Lindung RIH.B1 Hutan Kota RIH.B11 Sempadan Kanal RIH.A2. Sempadan Mata Air RIH.B2 Taman Kota RIH.B12 Vegetated Swale RIH.A3. Sempadan Sungai RIH.B3 Taman Lingkungan RIH.B13 Bioretention Swale RIH.A4. Sempadan Danau / Situ RIH.B4 Sempadan Waduk/Kolam Retensi RIH.B14 Kolam Detensi RIH.A5. Rawa /wetland RIH.B5 Pemakaman RIH.B15 Kolam Sedimentasi RIH.A6. Sempadan Pantai RIH.B6 Jalur Hijau Jalan RIH.B16 Kolam Bioretensi RIH.B7 Sabuk Hijau RIH.B17 Vegetasi Filtrasi Air RIH.A1. Hutan Lindung RIH.A2 Semp. Mata Air RIH.B8 Sempadan Jalur Kereta Api RIH.B18 Sumur Resapan RIH.B9 Sempadan Jalur Listrik Tegangan Tinggi RIH.B19 Taman Atap RIH.B10 Rawa Buatan (Constructed Wetland) RIH.B20 Taman Vertikal RIH.A3 Semp. Sungai RIH.B1 Hutan Kota RIH.B2 Taman Kota RIH.B3 Semp Waduk RIH.B4 Jalur Hijau Jalan Hlm.2-9

2 TINJAUAN UMUM RUANG DAN INFRSATRUKTUR HIJAU 2.4 KOMPONEN RUANG & INFRASTRUKTUR HIJAU KUALITAS RUANG KOTA dalam bentuk ruang publik IndekUsdKauraalitas Indeks Kualitas Air ITnudteukpsanKuLaalhitaans harus memenuhi kelayakan kriteria kualitas fungsional, kualitas visual, dan kualitas lingkungan (Danisworo, Kualitas udara merupakan salah Kualitas air dinilai dari kandungan Kualitas tutupan lahan berkaitan 1992) satu komponen yang menentukan zat padat di dalam air (zat padat dengan kemampuan suatu kesehatan lingkungan dan tersuspensi/Total Suspended lahan dalam meresapkan air, KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP merupakan hasil kenyamanan thermal, dilihat dari Solid), kandungan oksigen terlarut menyerap radiasi matahari, dari berbagai karakteristik tertentu yang terdiri dari sifat kadar oksigen dan zat polutan (Dissolved Oxigen), kandungan serta menyediakan habitat untuk alami, ruang terbuka, infrastruktur, lingkungan di sekitar yang terkandung di dalamnya. oksigen yang dibutuhkan bakteri tanaman dan satwa. Kualitas bangunan, kenyamanan lingkungan fisik, dan sumber Kualitas udara dinilai berdasarkan untuk mengurai (Biochemical Tutupan Lahan dinilai dari seluruh daya alam (RMB, 1996). Kualitas lingkungan hidup beberapa parameter, yaitu Oxygen Demand), kandungan hamparan daratan yang ditutupi menggambarkan kondisi fisik yang membentuk ruang kandungan gas hasil pembakaran oksigen untuk mengoksidasi zat pohon-pohon dan tanaman, dan mempengaruhi potensi makhluk hidup untuk fosil dan fasilitas industri lainnya (Chemical Oxygen Demand), tutupan perkerasan dan tumbuh dan berkembang biak dengan optimal. (sulfur dioksida, SO2, dan kandungan fosfat, kandungan bangunan, serta tutupan badan senyawa nitrogen dioksida, NO2) bakteri E.coli dan bakteri koliform air. KONDISI LINGKUNGAN suatu daerah berkaitan (Total Coliform) dengan ketersediaan air bersih, tingkat kesehatan masyarakat (paparan polusi udara, polusi air, dan polusi Selain ketiga indikasi kualitas lingkungan di atas, terdapat komponen lain yang menjadi penunjang kualitas hidup pada tanah, sampah), ketahanan pangan, kualitas manusia, yaitu: permukiman, serta kerawanan bencana (banjir dan tanah longsor). Keanekaragaman Hayati Estetika / Kualitas Ruang Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Keanekaragaman hayati merupakan keragaman Estetika merupakan salah satu faktor yang membentuk Republik Indonesia NOMOR P.78/MENLHK/SETJEN/ organisme pada seluruh tingkatan dan keragaman pengalaman individual dalam memperoleh SET.1/9/2016 Tentang Penetapan Indikator Kinerja ekosistem yang terdiri atas komunitas organisme kenyamanan dan kesenangan. Estetika dapat diukur Utama Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan dalam habitat, serta kondisi fisik lingkungan tempat berdasarkan keindahan ekspresi yang memiliki menjelaskan bahwa kualitas lingkungan hidup hidup organisme. dasar/prinsip seperti keterpaduan, keselarasan, dipengaruhi oleh tiga indikasi kualitas lingkungan, yaitu: keseimbangan komposisi / susunan, proporsi, dan • Indeks Kualitas Udara Kualitas keanekaragaman hayati dinilai berdasarkan skala. • Indeks Kualitas Air keragaman genetik dan spesies ( jenis, jumlah populasi, • Indeks Kualitas Tutupan Lahan dan susunan komposisi vegetasi/ hewan, keberadaan Selain ketiga indikasi di atas, terdapat penunjang spesies kunci (keystone species)), keanekaragaman kualitas hidup manusia, yaitu: keanekaragaman hayati ekosistem, keanekaragaman lanskap, dan kemudahan dan estitika/ kualitas ruang. perpindahan (migrasi). Hlm.2-10

Untuk mencapai kualitas lingkungan hidup perkotaan, Komponen perencanaan ruang dan infrastruktur komponen penunjang kualitas hidup (keanekaragaman 2 TINJAUAN UMUM RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU ruang dan infrastruktur hijau mencoba mengelaborasi hijau yang dijelaskan dalam pedoman ini terdiri dari hayati dan estetika ruang dan infrastruktur hijau). komponen kualitas hidup sebagai dasar penyusunan 5 komponen, yang terdiri dari komponen ekologis Masing-masing komponen perencanaan akan komponen perencanaan ruang dan infrastuktur hijau. (konservasi air, iklim mikro, kualitas tutupan lahan) dan dijelaskan lebih jauh pada Bagian 3. KONSERVASI IKLIM KUALITAS TUTUPAN KEANEKA ESTETIKA RUANG & AIR MIKRO LAHAN RAGAMAN INFRASTRUKTUR HIJAU HAYATI PENINGKATAN KUALITAS KENYAMANAN TUTUPAN LAHAN EKOSISTEM YG MELIPUTI KEUNIKAN BENTANG DAUR HIDROLOGI THERMAL & KESEHATAN BERDASARKAN HABITAT, STRATIFIKASI ALAM SEBAGAI LINGKUNGAN KARAKTER LAHAN VEGETASI & FAUNA RUJUKAN DALAM perencanaan melibatkan PERENCANAAN RUANG ruang dan infrastruktur Pengelolaan iklim mikro Kualitas Tutupan Lahan Keanekaragaman hayati KOTA hijau, berupa : untuk menjaga kenyamanan terhadap isu karakter- adalah keanekaragaman • daerah tangkapan air/ thermal dan meningkat- istik lahan, jenis tanah, makhluk hidup Estetika Keunikan Ben- kan kesehatan lingkungan, karakter batuan, dan jenis mencakup ekosistem tang Alam dimaksudkan water catcment area, melalui: tutupan dan pengaruh- daratan, ekosistem lautan, untuk mengeksplorasi • sempadan mata air, • peningkatan nya bagi keberlanjutan dan ekosistem akuatik keindahan arsitektur • sempadan danau/situ/ kawasan perkotaan (perairan) lainnya, serta bentang alam & budaya kuantitas ruang hijau • kemiringan lahan & komplek-komplek ekologi Indonesia waduk/kolam retensi, dan biru (spesies dan kesatuan • arah orientasi utama • sempadan sungai dan • koridor angin potensi erosi spesies dengan • pengalaman ruang • daerah naungan • porositas ekosistem). • elemen estetika : alur air, • pemilihan tutupan • tutupan vegetasi • dataran banjir (flood- lahan dan material- • jenis material arsitektur & ragam nya hias plain), • rawa (wetland), Hlm.2-11 • sempadan pantai



BAGIAN 3 : PANDUAN PERENCANAAN RUANG & INFRASTRUKTUR HIJAU 3.C KUALITAS TUTUPAN LAHAN

3.C KUALITAS TUTUPAN LAHAN  KUALITAS TUTUPAN LAHAN DAN PERENCANAAN RUANG & INFRASTRUKTUR HIJAU Kualitas tutupan lahan pada suatu wilayah sangat terbangun, yang ternyata menyebabkan banyak dampak DEFINISI KUALITAS TUTUPAN LAHAN penting dalam menciptakan keseimbangan ekologis dan lingkungan. Perubahan tutupan lahan yang terjadi baik keberlanjutan lingkungan. Tutupan lahan dalam wilayah secara langsung (perubahan fisik) maupun secara tidak Tutupan lahan merupakan kenampakan biofisik perkotaan memiliki peran yang sangat besar dalam langsung (dampak lingkungan akibat aktivitas manusia), permukaan bumi yang menggambarkan pola membentuk kualitas lingkungan hidup dan wajah kota. serta perubahan guna lahan yang sangat cepat di wilayah pemanfaatan dan penggunaan lahan, serta aktivitas Perubahan tutupan lahan yang dapat dengan mudah perkotaan seringkali menurunkan kualitas hidrologi, iklim yang direncanakan pada suatu lahan. Kualitas tutupan diamati adalah perubahan tutupan lahan alami yang mikro, keanekaragaman hayati, bahkan mempengaruhi lahan dapat diamati berdasarkan jenis tutupan hijau, berubah menjadi kawasan binaan atau kawasan kualitas estetika ruang perkotaan. tutupan perkerasan, tutupan bangunan, dan tutupan badan air/tubuh air. Hlm.3C-2 MANFAAT PERENCANAAN KUALITAS LAHAN DALAM PERANCANGAN RUANG & INFRASTRUKTUR HIJAU Kualitas tutupan lahan dalam aspek ekologis menggambarkan pengaruh permukaan lahan terhadap fungsi-fungsi hidrologis, penciptaan iklim mikro (klimatologis), dan penciptaan ekosistem dalam suatu lahan. Beberapa penelitian terkait pengaruh tutupan lahan terhadap kualitas ekologis wilayah perkotaan menunjukan bahwa kualitas tutupan lahan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap : 1. Keberlanjutan siklus hidrologi perkotaan 2. Proses ameliorasi iklim di kawasan perkotaan 3. Keberlanjutan ekosistem dan keanekaragaman hayati 4. Kualitas ruang perkotaan Foto: Perubahan Tutupan Lahan di Kawasan Cekungan Bandung sumber:

PERENCANAAN KUALITAS TUTUPAN LAHAN DALAM TATA RUANG PERKOTAAN 3.C KUALITAS TUTUPAN LAHAN  Perencanaan kualitas tutupan lahan dalam penataan B. Keseimbangan Tutupan Lahan Perkotaan ruang wilayah perkotaan perlu dilakukan melalui pertimbangan terkait karakteristik lahan dan Keseimbangan tutupan lahan wilayah perkotaan dapat keseimbangan tutupan lahan perkotaan. dikaji berdasarkan keseimbangan tutupan lahan alami dan tutupan lahan buatan atau kawasan terbangun. A. Karakteristik Lahan Keseimbangan tutupan lahan dapat diketahui Karakteristik lahan dapat dikaji melalui beberapa aspek, berdasarkan daya dukung lahan terkait kemampuan yaitu: lahan dalam menyediakan air bersih dan kebutuhan lahan untuk menjaga kekuatan lahan dan kestabilan 1. Aspek Geologi terhadap pergerakan tanah. terkait jenis batuan, jenis tanah, bentukan lahan (geomorfologi), elevasi dan kemiringan lahan 1. Kemampuan lahan dalam menyediakan (topografi), dan kondisi air tanah (geohidrologi) air bersih, ditentukan oleh kebutuhan daerah tangkapan air dan daerah resapan air. 2. Aspek Struktur terkait kemantapan lereng, mekanika tanah / 2. Kemampuan lahan dalam menjaga kekuatan batuan, dan potensi pergerakan tanah dan kestabilan lahan terhadap pergerakan tanah ditentukan oleh karakteristik geologis, Penataan ruang berdasarkan aspek geologi dan struktur karakteristik struktural lahan, dan beban yang mendasari perencanaan berdasarkan pendekatan berada di atas tanah. kerawanan fisik alamiah dan tingkat resiko kerusakan lingkungan dan bangunan, melalui perencanaan berbasis kerawanan erosi dan longsor dan kerawanan bencana. Hlm.3C-3

3.C KUALITAS TUTUPAN LAHAN  ELEMEN PERENCANAAN KUALITAS TUTUPAN LAHAN Elemen perencanaan kualitas tutupan lahan sesuai SNI 1. TUTUPAN LAHAN HIJAU Tutupan lahan hijau dikelompokan menjadi Tutupan 7645-1:2014 tentang Sistem Klasifikasi Penutup Lahan Lahan Hijau Alami berupa Hutan dan Vegetasi Alami / terdiri dari klasifikasi area dominan vegetasi dan area Tutupan lahan hijau merupakan kelas penutup lahan Semi-Alami dan Tutupan Lahan Hijau Budidaya. Tutupan dominan bukan vegetasi. Kelas penutup lahan dalam dalam kategori area dominan vegetasi, yang diturunkan Lahan Hijau Budidaya dikelompokkan lagi menjadi Area kategori area dominan vegetasi dibagi berdasarkan berdasarkan sistem klasifikasi penutup lahan FAO (Food Vegetasi Budidaya Menetap dan Area Vegetasi Budidaya bentuk tutupan, bentuk tumbuhan, tinggi tumbuhan, Agriculture Organization), 2000 , ISO 19144-1:2009, Berpindah. dan distribusi spasialnya. Kelas penutup lahan dalam Geographic Information - Classification Systems - Part 1: kategori dominan bukan vegetasi, pendetailan kelas Classification System Structure yang merupakan standar TUTUPAN LAHAN HIJAU BUDIDAYA mengacu pada aspek permukaan tutupan, distribusi internasional yang dikembangkan dari sistem klasifikasi Hutan tanaman atau kepadatan, dan ketinggian atau kedalaman obyek. penutup lahan FAO, 2000; serta SNI 7645-1:2014 yang mengatur mengenai Klasifikasi Penutup Lahan. Dari proses pembentukannya, elemen perencanaan kualitas tutupan lahan dapat dikelompokan menjadi TUTUPAN LAHAN HIJAU ALAMI elemen tutupan lahan alami dan tutupan lahan buatan. Hutan lahan tinggi / • Tutupan lahan alami terdiri dari tutupan lahan (pegunungan/ perbukitan) hijau alami / semi-alami, tutupan lahan berupa tubuh/badan air yang terbentuk secara alami Hutan lahan rendah Perkebunan dengan tanaman (mata air, sungai, danau rawa, laut), serta kayu keras tutupan lahan terbuka alami / semi-alami. HUTAN DAN Hutan rawa /gambut AREA VEGETASI VEGETASI ALAMI / Hutan mangrove BUDIDAYA Perkebunan dengan tanaman • Tutupan lahan buatan terdiri dari tutupan lahan Hutan sagu MENETAP semusim hijau (area vegetasi budidaya menetap dan area SEMI-ALAMI vegetasi budidaya berpindah), tutupan lahan Kebun dan tanaman campuran permukaan diperkeras, tutupan lahan berupa (tahunan & semusim) tubuh/badan air buatan dan tutupan lahan bangunan. Tanaman semusim lahan kering Berdasarkan susunan materi penyusunnya, tutupan lahan Tanaman semusim lahan basah dalam ruang dan infrastruktur hijau dapat dikelompokan menjadi: Sabana Tanaman berasosiasi dengan bangunan • Tutupan Lahan Hijau Semak dan belukar • Tutupan Perkerasan Tanaman budidaya lain • Tutupan Tubuh/Badan AIr Herba dan rumput AREA VEGETASI Hlm.3•C -4 Tutupan Bangunan BUDIDAYA Vegetasi budidaya berpindah BERPINDAH / ladang berpindah Liputan vegetasi alami / semi-alami lain

2. TUTUPAN LAHAN PERKERASAN TUTUPAN LAHAN TERBUKA ALAMI / TUTUPAN LAHAN TERBUKA BUATAN 3.C KUALITAS TUTUPAN LAHAN  SEMI ALAMI Tutupan lahan perkerasan merupakan kelas penutup lahan dalam kategori area dominan bukan vegetasi. Hamparan Batuan / Hamparan lahar / lava Landasan Pacu / Runway & Taxiway Jenis tutupan lahan perkerasan dapat dikelompokan Pasir Alami Area Parkir dan Lapangan berdasarkan proses pembentukannya menjadi lahan Lapangan diperkeras terbuka alami dan lahan terbuka diperkeras. Hamparan batuan / pasir lain Jaringan Rel KA Jaringan Jalan Aspal / Lahan Terbuka Alami / Semi Alami adalah tutupan lahan Hamparan Pasir Hamparan pasir pantai volkanik Permukaan Beton / Tanah yang terbentuk secara natural tanpa proses aktivitas Pantai Hamparan pasir pantai Diperkeras manusia. Lahan Terbuka Buatan adalah tutupan lahan non-volkanik Bukan Gedung yang terbentuk melalui aktivitas manusia yaitu berupa Rataan Lumpur permukaan diperkeras bukan gedung. Rataan lumpur (tidak dirinci) Lahan Terbuka Lahan terbuka alami lain Alami Lain Perkerasan buatan lainnya 3. TUTUPAN BANGUNAN TUTUPAN BANGUNAN PERMUKIMAN TUTUPAN BANGUNAN SELAIN PERMUKIMAN Bangunan industri & Tutupan lahan perkerasan merupakan kelas penutup Bangunan Permukiman Kota perdagangan lahan dalam kategori area dominan bukan vegetasi. BANGUNAN Bangunan Permukiman Desa BANGUNAN Stasiun Kelas penutup lahan dalam kategori tutupan bangunan PERMUKIMAN / (berasosiasi dengan vegetasi BUKAN Terminal Bus dapat dikelompokan berdasarkan tipologi permukiman pekarangan) Terminal bandara dan bukan permukiman. CAMPURAN PERMUKIMAN Bangunan Permukiman / campuran dikategorikan Stadion berdasarkan distribusi dan kepadatannya, sedangkan Pelabuhan bagunan bukan permukiman dikategorikan berdasarkan Bangunan non permukiman lain tipologi kegiatannya. Hlm.3C-5

3.C KUALITAS TUTUPAN LAHAN  3. TUTUPAN BADAN AIR TUTUPAN BADAN AIR ALAMI / SEMI ALAMI TUTUPAN BADAN AIR BUATAN / DIUSAHAKAN Tutupan lahan badan air merupakan kelas penutup lahan Perairan laut dangkal Waduk pengendali banjir dalam kategori area tidak bervegetasi yang diturunkan Perairan laut dalam berdasarkan SNI 7645-1:2014 yang mengatur mengenai Perairan laut Klasifikasi Penutup Lahan. Waduk irigasi Kelas penutup lahan dalam kategori area badan air dibagi menjadi badan air alami / semi-alami dan badan Danau / Telaga alami Danau / Telaga alami Waduk dan Waduk multiguna air buatan / diusahakan. Danau Buatan Danau wisata air • Badan air alami / semi alami terdiri dari perairan Rawa pedalaman Rawa pedalaman Danau lainnya laut, danau / telaga alami, rawa pedalaman, rawa pesisir, sungai, dan tubuh air alami lain. Rawa Pesisir Rawa pesisir bervegetasi Kolam air asin / Tambak ikan / udang Rawa pesisir tidak bervegetasi payau (tambak) Tambak garam • Badan air buatan / diusahakan dapat dikelompokan menjadi waduk dan danau Tambah polikultur buatan, kolam air asin / payau (tambak), kolam air tawar, saluran air, dan tampungan air lainnya. Sungai Sungai Tubuh air alami lain Tubuh air alami lain Kolam ikan air tawar Kolam air tawar Embung Kolam air tawar lain Saluran air Saluran air (tidak dirinci) Tampungan air lain Kolam oksidasi & pengolahan limbah Tampungan air lain Hlm.3C-6

PRINSIP DASAR PERENCANAAN KUALITAS TUTUPAN LAHAN 3.C KUALITAS TUTUPAN LAHAN  1. Menambah Tutupan Hijau 2. Menambah Daerah Resapan Air dan 3. Mengurangi Tutupan Perkerasan dan Daerah Tangkapan Air Bangunan Yang Tidak Bernilai Ekologis Menambah tutupan hijau merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas tutupan lahan Menambah daerah resapan air dan daerah tangkapan Setiap tutupan lahan di wilayah perkotaan perkotaan terkait upaya perbaikan kualitas ekologis air di wilayah perkotaan terkait dengan upaya memberikan dampak terhadap kualitas lingkungan. perkotaan. Semakin banyak dan semakin baik kualitas perbaikan kualitas hidrologis perkotaan. Semakin Semakin banyak tutupan perkerasan dan bangunan tutupan hijau pada suatu wilayah perkotaan, maka banyak dan semakin baik kualitas daerah resapan pada suatu wilayah perkotaan, maka semakin besar semakin baik kualitas lingkungan hidupnya. air dan daerah tangkapan air pada suatu wilayah dampak lingkungan yang dihasilkan. perkotaan, maka akan semakin baik kualitas daur Penambahan tutupan hijau di perkotaan dapat hidrologinya, sehingga akan memperbaiki kualitas air Untuk mengurangi dampak lingkungan yang dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: di wilayah perkotaan dan sekitarnya. dihasilkan dari tutupan perkerasan dan bangunan, • Perbaikan kualitas tutupan hijau alami Penambahan daerah resapan air dan daerah melalui penetapan kawasan lindung dan tangkapan air di perkotaan dapat dilakukan dengan maka diperlukan pengaturan kualitas tutupan kriteria tutupan hijau yang sesuai untuk beberapa cara, yaitu: fungsi kawasan lindung (tutupan lahan perkerasan dan bangunan, yang dapat dilakukan untuk mencegah erosi, rekayasa lahan • Perbaikan kualitas tutupan lahan pada badan untuk menambah kestabilan lereng, tutupan air alami melalui penataan tutupan hijau, dengan beberapa cara, yaitu: lahan untuk mengurangi gelombang abrasi, tutupan perkerasan, tutupan bangunan, dan tutupan lahan untuk mengurangi intrusi air tutupan badan air pada kawasan sempadan • Perbaikan kualitas tutupan perkerasan yang laut, dll) mata air, sempadan sungai, sempadan danau, kawasan rawa, dan sempadan pantai kedap air dengan tutupan perkerasan yang • Penambahan kuantitas dan kualitas tutupan hijau buatan melalui penambahan ruang • Penambahan kuantitas dan kualitas daerah meresapkan air pada plaza perkotaan, area hijau dan infrastruktur hijau sesuai tipologi resapan dan daerah tangkapan air melalui dan skala pela-yanan penambahan ruang hijau dan infrastruktur parkir, jalur pejalan kaki, dan area perkerasan hijau pada badan air dan jalur air • Mengembangkan indeks ruang hijau sebagai ruang dan infrastuktur hijau. kriteria perencanaan dan pembangunan • Menerapkan indeks ruang hijau sebagai tutupan hijau pada bangunan dan kawasan kriteria resapan, tangkapan air, dan rainwater • Perbaikan kualitas tutupan perkerasan dan harvesting pada skala bangunan dan • Mengembangkan kriteria tutupan lahan kawasan bangunan pada kawasan tepi air mengacu yang sesuai dengan tipologi ruang dan infrastruktur hijau dan fungsi ekologis yang pada prinsip eko-hidrolika (penjelasan lebih lanjut harus dipenuhi lihat pada Bagian 3.A tentang konservasi air). • Menerapkan indeks ruang hijau sebagai kriteria tutupan perkerasan dan tutupan bangunan pada skala bangunan dan kawasan • Menerapkan prinsip cool pavement pada tutupan perkerasan dan prinsip cool material pada tutupan bangunan untuk membantu ameliorasi iklim kawasan • Mengganti tutupan perkerasan dan tutupan atap / dinding bangunan dengan tutupan hijau Hlm.3C-7

3.C KUALITAS TUTUPAN LAHAN  STRATEGI PERENCANAAN ESTETIKA RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU 1. Mengidentifikasi Karakteristik Lahan 2. Mengidentifikasi Tingkat Kerawanan 3 Menyusun Peruntukan Lahan dengan berdasarkan Sifat Fisik dan Non Fisik Bencana Erosi / Longsor Mengacu pada Karakteristik Lahan dan Tingkat Kerawanan Bencana Setiap tutupan lahan di wilayah perkotaan memiliki Tingkat kerawanan bencana adalah poin penting yang karakteristik lahan yang berbeda berdasarkan aspek harus menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan Penyusunan kriteria kualitas penutup lahan mendasari pembentuknya. Aspek pembentuk kualitas tutupan lahan wilayah perkotaan. Tingkat kerawanan bencana dapat pemilihan peruntukan lahan yang sesuai dengan dapat dibedakan menjadi karakteristik yang bersifat fisik diidentifikasi melalui kajian terhadap karakteristik lahan, karakteristik lahan dan kerawanan bencana. Kriteria dan non fisik yang merupakan hasil interaksi dari berbagai sifat fisik Tutupan Lahan Mengacu pada Peruntukan Lahan dan dan non fisik. Kerawanan Bencana dapat dikelompokkan menjadi : Karakteristik fisik yang harus diidentifikasi dan menjadi pertimbangan perencanaan diantaranya adalah Tingkat kerawanan bencana dapat dikelompokkan • Kawasan dengan tingkat kerawanan menjadi : tinggi, terdiri dari: • Aspek Geologis, yang meliputi jenis batuan kawasan lindung (hutan lindung, hutan kota, (litologi), bentukan lahan (geomorfologi), • Kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi hutan produksi, sempadan mata air) serta elevasi dan kemiringan lahan (topografi), kondisi adalah kawasan yang memiliki tingkat prioritas kawasan budidaya terbatas (perkebunan, air tanah (hidrogeologi) tinggi untuk konservasi lahan sebagai kawasan pertanian sawah, pertanian semusim, dan lindung. Kegiatan pembangunan yang dilakukan perikanan) • Aspek Struktur, yang meliputi kestabilan bersifat terbatas untuk prasarana yang sangat lereng, sifat mekanika tanah / batuan, dan penting dalam skala lokal dan harus melalui • Kawasan dengan tingkat kerawanan potensi pergerakan tanah tahap kajian AMDAL sedang, terdiri dari: kawasan lindung (hutan lindung, hutan kota, • Aspek Ekosistem, yang meliputi tipe ekosistem • Kawasan dengan tingkat kerawanan hutan produksi, sempadan mata air) serta serta elemen penyusun habitat (tipe vegetasi, sedang kawasan budidaya terbatas (perkebunan, jenis-jenis satwa) adalah kawasan yang diutamakan sebagai pertanian sawah, pertanian semusim, kawasan lindung dan tidak layak untuk dibangun. perikanan, peternakan, dan hunian). Kegiatan • Aspek Penggunaan Lahan, yang meliputi Sebagian area dengan fungsi budidaya dapat pertambangan dilakukan dengan syarat ketat jenis pemanfaatan lahan yang berlangsung dikembangkan dengan syarat melalui studi mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pada suatu kawasan AMDAL • Kawasan dengan tingkat kerawanan Karakteristik non fisik diantaranya adalah • Kawasan dengan tingkat kerawanan rendah, terdiri dari: • Aspek Aktivitas Manusia, yang mempengaruhi rendah kawasan lindung (hutan lindung, hutan kota, getaran dan beban pada lahan, erosi lahan, dan adalah kawasan yang dapat dibangun dengan hutan produksi, sempadan mata air, sempadan berkurangnya area resapan sebagai kawasan budidaya terbatas, kecuali sungai, sempadan danau, sempadan pantai, • Aspek Iklim, yang mencakup curah hujan, suhu pada kawasan dengan kemiringan lebih dari dll), kawasan budidaya terbatas (perkebunan, udara, kelembaban udara, kelembaban tanah, 40% (Zona A). pertanian, perikanan, peternakan, dan hunian). dll Hlm.3C-8


PEDOMAN PERENCANAAN RUANG DAN INFRASTRUKTUR HIJAU

The book owner has disabled this books.

Explore Others

Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook