Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Midnight Restaurant

Midnight Restaurant

Published by almeirasetiadi, 2022-08-29 03:55:34

Description: Midnight Restaurant

Search

Read the Text Version

\"Bu' De yang sering nemenin Vivi di rumah setiap malam kalau Pa'e belum datang. Bu' de juga yang janji mau jahitin tas sekolah Vivi\" Saya melepas pelukan pada Vivi, dengan wajah yang mulai tegang dan panik Saya kembali bertanya.... \"Bu' De kamu...... orangnya seperti apa?\" Vivi menjawab... TINGGI, CANTIK, RAMBUTNYA PANJANG, TAPI SUDAH UBANAN ----‘’---- \"Serius?? Jadi perempuan yang Vivi panggi Bu de itu....... Perempuan berambut putih?\" \"Ya! Tidak ada yang lain dipikiran Saya saat itu selain perempuan berambut putih\" \"Bukannya bapak bilang Jimat dari Bos bapak sudah berhasil mengusir perempuan itu, bahkan sudah lama sekali bapak tidak diganggu\" Pemuda itu panik, sangat panik seakan sedang mengalaminya sendiri. Saya bisa mengerti, selama ini semua terror restoran itu hanya terjadi pada Saya, tapi kali ini Vivi pun ikut terlibat. Jelas masalah ini semakin lama semakin serius, dan Saya pun harus bertindak lebih serius. 30 Desember 20xx, 22:00 WIB Saya memeluk erat anak perempuan Saya, mendengar ceritanya barusan seakan menjadi ancaman, bahwa Saya akan kehilangan Vivi. Tapi Tidak! Saya tidak akan biarkan itu terjadi. \"Sejak kapan Perempuan itu..... maksud Bapak, sejak kapan Bu De sering ke rumah kita?\" Tanya Saya pada Vivi, dengan nada tenang yang dipaksakan. Saya tidak ingin anak kecil ini menjadi panik. \"Sejak Pa'e di rumah sakit........ kadang-kadang... Bu de yang jagain Pa'e kalau Pa'e lagi bobok...\" Tidak mungkin! Tidak pernah terpikir oleh Saya akan merasa ketakutan oleh cerita anak kecil. Tapi Vivi tidak mungkin berbohong, semua yang diceritakannya pasti benar. Jadi selama ini perempuan itu berhenti mengganggu Saya bukan karena jimat dari Haji Qodir, tapi karena dia sudah menemukan korbannya yang baru, dan sialnya korban itu adalah VIVI. \"Siapkan barang-barang kamu nak! Bawa pakaian seadanya, malam ini kita tidak tidur di rumah\" 100

Vivi tidak lekas merespon perintah Saya, Dia sama sekali tidak mengerti bahwa kami berdua sedang dalam bahaya, Saya pun tidak mau membuang waktu untuk menjelaskan panjang lebar pada nya. \"Kalau sudah selesai, tunggu bapak di garasi!\" Saya segera pergi ke kamar untuk menyiapkan barang-barang Saya sendiri, sembari menelfon teman yang mungkin mau menampung kami meskipun hanya semalam. \"Arrghhh! Kenapa gak ada yang jawab sih?\" Kesal sekali rasanya, karena tidak satupun teman yang menjawab telepon Saya. Untuk saat ini prioritas Saya adalah membawa Vivi keluar dari rumah, tentang dimana kami akan bermalam, itu urusan belakangan. Saya mengemasi barang- barang yang bisa dibawa, tidak banyak memang, karena kepergian tidak akan lama. Saya akan menyelesaikan masalah ini secepat mungkin, agar bisa segera pulang ke rumah ini lagi. \"Selesai!\" Saya menutup rapat tas punggung, dan bergegas menemui Vivi di garasi. Sama sekali tidak terpikirkan oleh Saya untuk menemui paranormal, Ustad, Kyai atau pengusir Hantu dan sebagainya. Satu-satu nya orang yang paling mengerti situasi Saya saat ini adalah BQ. Dan disaat seperti ini lah baru Saya menyesali, Kenapa Saya tidak memiliki nomor Handhphone BQ. Saya pun tiba di garasi, tapi anehnya..... SAYA TIDAK MELIHAT VIVI. \"Viviiiiiiiiiiiiiiiiii????..... Viviiiiiiiii dimana Kamu nak?\" Mendadak perasaan Panik memenuhi kepala ini, Saya akan jadi Ayah terburuk di dunia karena sudah melibatkan anak kecil ke dalam masalah yang bahkan orang dewasa pun tidak mengerti. Tapi Rasa panik Saya menjadi sia-sia karena ternyata Vivi sudah ada di dalam mobil, dia melambaikan tangannya. \"Pa'eee\" Lega rasanya, tapi sebaiknya Saya simpan senyuman ini sampai Saya dan Vivi benar-benar aman. Tanpa buang-buang waktu lagi, Saya buka pintu garasi lalu masuk ke dalam mobil \"Yeee jalan-jalaaaaaaaan..... yeeee jalan-jalaaaaaaaaaan\" Anak ini terlalu girang untuk ukuran orang yang sedang berusaha kabur dari bahaya. Tapi melihat Vivi seperti itu, setidaknya mampu memberikan sedikit rasa tenang dan keberanian di hati Saya. BRMMMMM \"Pa'eee kita mau jalan-jalan kemana???\" \"Kemana aja, yang penting Vivi senang\" Jawab Saya yang sedang berusaha mengeluarkan mobil tua ini dari garasi. 101

\"Gimana kalau ke taman Lou Vandreas aja? Disana ada kolam yang ada bebek- bebekannya.... ya kan Bu De?\" EH? BU' DE? BRMmmmmm......... krk krk Tiba-tiba mesin mobil saya mati, suasana mendadak hening dan gelap gulita. Tidak hanya mesin mobil tua ini, tapi lampu di garasi pun mati. Tangan ini meraba-raba mencari HP untuk penerangan, tapi sepertinya.. HP saya ada di dalam Tas, tidak sengaja saya masukkan saat sedang packing sambil menelpon di kamar. \"Astaghfirullah..... Astaghfirullah....\" Istighfar tidak membantu saya melihat dalam gelap, tapi setidaknya itu membuat Saya tenang. Terutama Vivi.... tapi anehnya.... ini terlalu tenang untuk ukuran anak sd yang sedang berada dalam kegelapan. \"Vivi??\" Vivi tidak menjawab panggilan Saya, dan itu membuat Saya semakin panik. Beruntung akhirnya Saya menemukan korek api, tanpa pikir panjang Saya pun menyalakannya. Cahaya api berhasil mengusir gelap, dan memperlihatkan kursi di sebelah Saya dimana Vivi duduk barusan. Tapi sialnya... VIVI TIDAK DISANA \"Viviiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii?!!!\" Teriakan Saya berhenti karena tiba-tiba Saya mencium sesuatu, bau daging busuk.... sangat busuk sampai Saya bisa mendengar suara lalat beterbangan mengeliling bak belakang mobil Saya. Seharusnya..... Saya tidak menoleh, karena Saya sudah tahu apa yang akan Saya lihat. Tapi Saya harus menemukan Vivi, dan satu-satunya yang harus Saya interogasi adalah..... PEREMPUAN BERAMBUT PUTIH YANG SEDANG DUDUK DI BAK BELAKANG MOBIL SAYA \"Hegh...\" Saya tersentak, hingga kepala ini membentur spion tengah mobil, membuat jimat dari Haji Qodir jatuh. Persetan dengan Jimat!!! Itu sama sekali tidak bisa menyelamatkan Saya dan Vivi. Ucap Saya dalam hati. Perempuan itu melototi Saya, sepertinya sedang sangat marah, tapi karena apa???? Apa karena Saya berusaha memisahkannya dengan Vivi? Akhirnya dengan sisa-sisa keberanian, Saya mencoba menghardik mahluk terkutuk itu.. \"JAHANNAM!!!! KEMBALIKAN ANAK SAYA\" KEMBALIKAN ANAK SAYA... Kepar*t!!! Perempuan itu meniru ucapan Saya dengan wajah tersenyum mengejek. Amarah Saya sudah naik ke ubun-ubun, Saya berniat turun dari mobil tapi pintu mobil tidak bisa terbuka. BUK! BUK! BUK! 102

\"SETAAAAAAAAAAAAAAAAAAN!!! KEMBALIKAN ANAK SAYAAAAAAAAAAAAAA!\" Saya berhenti teriak, sekarang ini perempuan itu berada tepat di depan mobil Saya. Dia berdiri di pintu garasi, melambaikan tangannya sebagai isyarat tantangan. \"KEPARAAAT\" Saya mati-matian menghidupkan mobil, berharap bisa segera menabrakkannya ke tubuh perempuan itu. Saya tahu! Dia tidak mungkin mati dua kali, tapi kalau saat ini Saya punya kesempatan untuk melawan, maka Saya akan melawan, walaupun sia-sia. BRRMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM Tuhan masih menyayangi Saya, mobil tua ini kembali menyala. Kaki ini tidak menunggu lama untuk menginjak gas dan segera menabraknya. Perempuan itu tersenyum, sebelum akhirnya wajahnya semakin dekat dengan bumper mobil Saya, lalu kemudian.... BRUAK! Saya puas! mendengar suara benturan itu, walaupun Saya tahu, jarak yang dekat tidak mampu membuat tabrakan yang dahsyat, tapi setidaknya suara benturan itu nyata.. terlalu nyata untuk sebuah mobil yang menabrak sesosok hantu. Lampu garasi kembali menyala, pintu mobil kembali berfungsi, Saya pun turun dari mobil untuk segera mencari Vivi. Tidak butuh waktu lamabagi Saya untuk menemukannya, Vivi..... anak kesayangan Saya..... TERGELETAK BERSIMBAH DARAH TEPAT DI DEPAN MOBIL ----‘’---- Kabut tebal di jalur kemitir memudar, seperti mengajak para peneduh untuk bubar. Satu persatu kendaraan dinyalakan, dan jas hujan pun dikenakan. Hiruk pikuk pengendara motor di luar warung, tapi sunyi senyap di dalamnya. Saya masih menunggu pemuda ini bicara, tapi sepertinya cerita terakhir Saya adalah pukulan telak ke dalam hatinya. \"Dek Vivi...... gimana keadaan Dek Vivi sekarang?\" Tanya pemuda itu, dan kali ini wajahnya sangat serius. Sepertinya dia akan membenci Saya jika saya memberikan kabar buruk padanya. \"Vivi baik-baik Saja.... meskipun untuk sementara harus duduk di kursi roda\" \"DAN BAPAK BILANG ITU BAIK-BAIK SAJA???\" Saya terkejut, karena sepertinya saya sudah salah bicara. Pemuda itu sangat marah, marah demi anak kecil yang tidak pernah ditemuinya. 103

\"Ups.. maa maaf pak, gak seharusnya Saya berkata demikian\" Saya tersenyum, saya sama sekali tidak marah. Jauh di dalam hati Saya, saya merasa sangat senang. Karena memang sudah seharusnya Saya dibentak orang, atas apa yang sudah Saya lakukan. \"Tidak apa-apa... Saya senang, karena itu artinya sampean peduli pada anak Saya\" \"Semoga Dek Vivi cepat sembuh......\" \"Aamiin\" \"Oh ya..... setelah itu.... apa yang bapak lakukan?\" Saya tidak melakukan apa-apa, karena harus berada di rumah sakit untuk beberapa hari. Tapi hari itu... 6 Januari 20xx, 07:00 WIB \"Maaf... tapi Saya benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa\" BQ menolak permintaan Saya, dia tidak bisa menolong Saya keluar dari situasi ini. \"Saya mohon, lakukan sesuatu dengan kemampuan sampean itu\" \"Bapak sudah salah paham, Saya hanya sebatas bisa melihat mereka, saya tidak punya pengalaman berinteraksi bahkan melakukan ritual pengusiran hantu. Lagipula kenapa bapak tidak cari paranormal saja\" Saya mengangkat kepala yang sejak tadi saya tundukkan, hanya agar gadis ini mau menolong Saya, tapi ternyata... hal itu memang mustahil baginya. \"Sudah dua orang pintar yang Saya datangi, dan setiap kali mereka mengunjungi rumah Saya, mereka selalu saja bilang bahwa tidak ada apa-apa disana, rumah Saya baik-baik saja. Sejak saat itu Saya tidak percaya lagi pada paranormal\" \"Lalu bapak percaya pada Saya?\" Tanya BQ... Saya pun mengangguk mantap \"Pak Lukman... Saya turut prihatin dengan apa yang terjadi pada Vivi, tapi apa yang bapak minta itu sudah jauh diluar kemampuan Saya\" Leher ini semakin lemas, sementara kepala Saya semakin berat, Saya tidak bisa menutupi kekecewaan dan rasa putus Asa, tapi... saat kaki lemah ini ingin melangkah keluar dari lorong di depan gudang, tiba-tiba BQ berkata, \"Mungkin... Saya hanya bisa memberikan saran\" Itu cukup! Itu sangat cukup bagi saya! Saran dari orang seperti BQ, bisa jadi petunjuk dan jalan terang bagi saya untuk keluar dari kegelapan ini. \"Saya siap mendengarkan!\" Ucap Saya mantap! BQ pun menjelaskan dengan seksama, mengeluarkan semua pendapatnya. Semua dilakukannya dengan sangat hati-hati, karena tidak ingin karyawan yang lain 104

mengetahui. Tapi sepertinya Riska dan yang lainnya sedang Sibuk di ruang makan, disana juga ada Nova, waitress shift malam yang entah ada urusan apa datang kesini pagi-pagi. Berkali-kali BQ mengingatkan saya bahwa sarannya hanya sekedar teori. Tidak ada jaminan bahwa masalah saya akan teratasi, tapi saat ini... sekecil apapun kemungkinan, selama masih ada cara, maka akan saya lakukan. Dan saran BQ itulah yang membawa Saya kesini..... WARUNG GANDRUNG Jalanan masih basah, tapi cuaca sudah jauh berubah. Tidak lagi ada gerimis, pun kabut tebal menghalangi. Baik Saya maupun pemuda ini tahu, bahwa waktu kami di warung ini sudah habis. Sudah banyak yang Saya ceritakan, sudah banyak yang pemuda ini catat, entah kelak tulisannya akan jadi pelajaran, atau hanya bersemayam di dalam lemari kayu, hingga rayap memakan habis isi buku itu. SRAK! Saya membuka terpal yang menutupi bak belakang mobil, memperlihatkan dengan jelas jam antik yang jadi sebab perbincangan panjang Saya dengan pemuda ini. Pemuda ini memandanginya dengan sangat antusias, entah sebagai benda antik, atau sebagai benda angker, hanya dia lah yang tahu. \"Waaah saya bukan ahli barang-barang antik, tapi saya yakin jam ini punya nilai jual yang sangat tinggi. Melihat dari jarak sedekat ini, sama sekali tidak terasa aura mengerikan seperti yang bapak ceritakan\" Ucap pemuda itu. Wajahnya berseri-seri seperti anak kecil yang pertama kali melihat sirkus. Hanya saja, anak kecil ini cukup cerdas untuk tidak menyentuh singa yang ada di depannya. Pemuda ini tidak hanya mendengarkan cerita Saya, dia juga memahami isinya. \"Membawa benda ini pergi dari Hanggareksa adalah resiko besar buat bapak, bagaimana kalau sampai mereka tahu?\" \"Saya sama sekali tidak berniat menjualnya, Jam ini akan saya bawa ke tempat seseorang yang mungkin bisa melepaskan kutukannya. Setelah itu Saya akan mengembalikannya ke tempat semula, tentu saja saya akan menjelaskan semuanya pada Riska, walaupun harus menanggung resikonya. Oh ya..... apakah menurut sampean Saya ini seorang maling?\" Tanya Saya pada pemuda ini. \"Tidak! Saya juga punya seorang anak, dan Saya akan melakukan hal yang sama kalau ada di posisi Bapak\" Jawaban pemuda ini membuat Saya lega. Kami tahu! Kami tidak bisa selamanya berada disini, persahabatan ini harus berakhir di jalur Kemitir. Saya menutup kembali bak mobil dengan terpal, sementara pemuda ini bersiap mengenakan helmnya. Kami berdua saling berjabat tangan, untuk kembali melanjutkan perjalanan masing-masing. \"Oh ya,sampean dari mana mau kemana?\" Tanya saya pada pemuda itu. 105

Pemuda itu tersenyum dari balik helmnya, lalu menjawab. \"Saya dari desa Soko Gede, di Kabupaten sebelah, Saya sedang dalam perjalanan ke Kota Gambir karena ada tugas dari lembaga pak\" \"Ah yaaaa! Payah sekali Saya ini, menghabiskan waktu berjam-jam ngobrol dengan seseorang, tapi sampai sekarang belum tahu siapa namanya...\" \"Ah iya yaaaa, kita belum kenalan hehehe. Kenalkan pak nama Saya Ahmad…DANIEL AHMAD” ----‘’---- 106

A MEETING Kota Gambir... Dan semua misterinya... Gedung tua....yang mereka sebut RESTORAN Dimana mereka menyantap hangatnya daging, dan menenggak dinginnya Anggur. Tanpa mereka sadari, telah menghidangkan peristiwa demi peristiwa. Dimana Takdir mereka adalah bahan utamanya. Mengemudikan sahabat tuanya, yaitu sebuah mobil pickup renta, Pak Lukman harus menempuh jalur Kemitir, tak hiraukan kondisi mobil yang sewaktu-waktu bisa membahayakan nyawanya. Karena Pak Lukman harus pergi, dia harus sampai disana.... demi hidup bahagia, bersama anak semata wayangnya. Sementara di Kota seberang.... di sebuah Gedung kosong Fakultas Ekonomi, tiga remaja sedang berunding, mencari sebuah jawaban yang akan menentukan nasib mereka sendiri. Dan untuk memulainya, mereka harus menunggu seorang lagi. Nova, Sabrina dan Chandra, mereka tahu bahwa gedung yang kosong, bukanlah tempat yang pas untuk nongkrong. Tapi mereka punya alasan, adanya rahasia besar yang harus dibicarakan. KREK Pintu terbuka, Sandy datang seorang diri, dia terkejut melihat gadis yang kehadirannya sama sekali tidak Sandy harapkan. Gadis itu adalah Sabrina yang dengan manjanya tersenyum pada Sandy. \"Sudah Aku duga...\" Keluh sandi sembari mengusap dahinya. Dia tahu sejak awal, tidak ada seorang pun yang bisa melarang Sabrina, dia sudah terbiasa datang pada pesta-pesta dimana dia tidak diundang. Semua tampak tegang kecuali Sabrina, dia pun tahu apa yang harus dia perbuat. Sabrina mempersilahkan semuanya duduk, berkumpul di meja tengah yang sudah mereka siapkan Kalau ada orang di ruangan ini yang terlihat sangat tidak bersahabat, orang itu adalah Sandy. Nova berusaha melempar senyum ramah, tanda perkenalan dan permintaan maaf, tapi Sandy memalingkan wajah, baginya.... Nova adalah sebuah ancaman. \"Oke.... kita gak perlu berkenalan lagi, karena terakhir kali kita berkenalan, saya harus merayu dua orang satpam\" Ucap Sabrina membuka adegan, Semua yang hadir pun tampak tegang. \"Nova... Chandra... seperti yang kalian tahu, Orang yang duduk di samping Saya ini, adalah penghuni baru di kontrakan itu. Dan seperti yang kalian tahu juga, alasan kita berkumpul disini adalah........\" \"Apa benar kamu ada di Hanggareksa semalam?\" Sandy memotong perkataan Sabrina. 107

Dia merasa basa-basi di saat seperti ini hanya akan buang-buang waktu. Sandy sudah memendam pertanyaan ini sejak semalam, dan raut wajahnya kali ini menegaskan bahwa dia akan mengamuk jika tidak mendapatkan jawabannya. Sementara Nova..... Jawabannya akan menentukan, kemana arah diskusi pagi ini. ----‘’---- Pertemuan Sandy, Nova, Sabrina dan Chandra terancam berantakan. Sandy sangat tidak bisa mengontrol emosinya, hingga Sabrina yang bertindak sebagai mediator pun merasa kewalahan. \"Sebaiknya Kamu dengerin Nova bicara dulu! Baru nanya! Jangan kaya anak SD ah!\" \"Diam! Kemarin Aku sudah coba pakai cara baik-baik, tapi sepertinya Si Tolol ini lebih suka kekerasan\" Jawab Sandy sambil mengacungkan jari tengahnya pada Chandra. Rupanya tindakan Sandy sudah menyulut amarah Chandra. \"EH MONYET!! SIAPA YANG ELO BILANG TOLOL?\" \"SIAPA LAGI DI RUANGAN INI YANG PUNYA MUKA BLOON?!!\" \"ANJENG! ELO NGATAIN GUE!!\" \"GUE CUMA NANYA! BEGO! ELO SENDIRI YANG NGERASA\" \"WAAAAAH JAMBAN BENER LAH COCOT LHOOOO!\" \"SET DAH! KETAHUAN BANGET TUH OTAK ISINYA AIR COMBERAN\" BRUAK “SEKALI LAGI ADA MONYET AMA ORANG BEGO NGERUSUH DI SINI, AKU PASTIIN DUA-DUANYA PULANG CUMA BAWA SATU BIJI.” Dan.... sepertinya kali ini Sabrina berhasil menghentikan pertikaian Monyet dan Orang bego, mungkin keduanya sama-sama tidak ingin kehilangan satu biji. Sandy dan Chandra kembali tenang, Nova dan Sabrina bisa bernafas lega. Mereka seperti Ibu-ibu yang sedang membawa anak laki-lakinya ke sebuah Play Group. \"Nova....mungkin ini terdengar aneh bagi Kamu, Tapi Aku ingin memastikan dulu, apakah kita disini sedang berada di jalur yang sama atau tidak. Tolong jawab pertanyaanku... Apakah benar... Kamu adalah seorang Waitress di Hanggareksa?\" CKK!! Sandy berdecak, pertanyaan Sabrina barusan terlalu bertele-tele. Sandy sudah sangat yakin, Cewe berambut coklat yang ada di hadapannya ini adalah orang yang sama dengan yang dia temui semalam, dan beberapa malam sebelumnya. 108

\"Ya! Tadinya sih..... Iya.....\" Jawab Nova. \"Tadinya?? Maksud kamu?\" \"Dia udah berhenti dari Restoran itu, terhitung sejak hari ini. Masa gitu aja gak ngerti\" Timpal Chandra \"Eh Suneo! Napa lo yang sewot?\" \"Apa Lo? Gue cuma bantu jawab aja\" Lagi-lagi Sandy dan Chandra saling beradu mulut, walaupun tidak berlangsung lama karena mereka masih ingat dengan ancaman Sabrina. \"Bener gitu?\" Tanya Sabrina, Nova pun mengangguk pelan. \"Bagus lah! Dengan begitu.... Tidak ada yang perlu kamu tutupi lagi, jangan khawatir! Kami berdua sangat bisa menjaga rahasia\" Nova tersenyum, walaupun dalam hatinya dia masih bingung. Pertanyaan apa saja yang akan diajukan Sabrina dan Sandy padanya. Lalu.... haruskah dia menjawab nya walaupun itu sebuah rahasia yang harus dia jaga. \"Nova.... Sudah satu minggu Sandy tinggal tepat di samping Hanggareksa, dan selama itu, sudah banyak kejadian aneh yang dia alami. Semua keanehan itu lambat laun menjadi semakin mengerikan. Dan salah satu penyebab dari peristiwa mengerikan yang dialami Sandy adalah..... gadis berambut coklat yang memakai seragam Hanggareksa\" Nova amat sangat terkejut. Yang dikatakan Sabrina barusan sama sekali bukanlah pertanyaan, melainkan sebuah tuduhan. Gadis berambut coklat dan berseragam karyawan Hanggareksa? Jelas sekali yang Sabrina maksud adalah dirinya. Nova merasa dirinya hanya akan jadi kambing hitam disini. \"Jadi.... maksud Kalian.... Aku adalah penyebab semua masalah yang menimpa Sandy??\"\" “TIDAK SEMUANYA!” Kali ini Sandy yang menjawab. Tidak ada tanda-tanda Sabrina akan protes, itu artinya Sandy boleh mengambil alih pembicaraan. \"Tanggal 30 desember 20xx, waktu itu sekitar pukul setengah dua belas malam, Gue pulang belanja, dan memutuskan untuk makan di Hanggareksa. Restoran itu masih terang benderang, masih sangat ramai walaupun hampir tengah malam. Gue sempat berpikir untuk membatalkan niat masuk ke Restoran, tapi Gadis itu...... dengan baik hati membawa Gue ke satu-satunya meja kosong yang ada saat itu\" Sandy menghentikan ceritanya... Tidak mungkin lagi dia melanjutkan, sementara Nova masih dengan wajah tanpa dosanya, seolah-olah tidak tahu apa-apa tentang cerita Sandi barusan. 109

\"SIAL!\" Sandy berdiri dari kursinya, memukul meja dan mendekatkan wajahnya ke wajah Nova. \"LIHAT!!! LIHAT MUKA GUE!! JANGAN BILANG KALAU ELO SAMA SEKALI GAK INGAT MUKA INI HAH?!\" Nova terhenyak, bingung dan ketakutan. Chandra yang melihatnya segera bereaksi, tapi kali ini... Nova yang menghalanginya. Nova mencoba menenangkan dirinya, lalu menjawab pertanyaan Sandy. \"Maafin Aku....... Aku mungkin tidak ingat apa yang kamu ceritakan. Hari itu Aku memang ada di restoran, tapi....... Hanggareksa selalu tutup sebelum jam sebelas malam, sedangkan cerita Kamu barusan.....\" \"Kenapa?? Elo mau bilang Gue bohong?\" \"Ummmmm enggak, bukan gitu..... lagian.... Aku cuma menjalankan tugasku sebagai Waitress, Aku gak ngerti kenapa itu bisa jadi masalah buat Kamu?\" Damn! Cewe ini bego atau pura-pura amnesia sih? Itulah yang ada di pikiran Sandy setelah melihat reaksi Nova. Sandy dan Sabrina saling pandang, karena sepertinya ini tidak semudah yang mereka pikirkan. Kali ini Sabrina mencoba menjelaskan apa yang sudah dialami Sandy. Nova terkejut ketika tahu bahwa tidak satupun pelanggan yang ada disana malam itu adalah manusia, bahkan setelah Sandy keluar dari restoran dan meminta bantuan pada tukang parkir, Hanggareksa mendadak gelap gulita, tidak lagi ada tanda-tanda sedang buka, seolah-olah semua yang Sandy alami hanyalah ilusi, dan satu-satunya hal yang masih terasa nyata sampai saat ini adalah NOVA. \"Gak mungkin....... Gak mungkin.....\" Nova mulai terlihat panik, bagaimana mungkin dia terlibat dalam peristiwa yang sangat mengerikan, sementara tidak sedikitpun yang ada di ingatannya. Apa yang sudah terjadi selama ini? Tidak hanya sekali dua kali Nova mengalami hal serupa, berada di suatu tempat, melakukan sesuatu tanpa ingat awal dan akhir nya. Chandra mencoba menenangkan Sahabatnya yang sudah menunjukkan tanda-tanda akan menangis. Ah! Pemandangan itu semakin membuat Sandy muak. Disini.... Sandy adalah korban, lalu kenapa sekarang seolah-olah Sandy lah tersangkanya. Sabrina memberi isyarat agar Sandy bersabar. Terjadi keheningan sesaat, menunggu Nova kembali tenang. \"Maafin Aku..... maafin apapun kesalahanku, maafin semua perbuatanku yang sudah merugikan Kak Sandy dan Kak Sabrina. Mungkin ini terdengar seperti sebuah alasan, tapi sejujurnya.... akhir-akhir ini aku sering melakukan sesuatu tanpa sadar. Kadang tiba-tiba saja aku berada di suatu tempat, tanpa ingat alasan atau tujuanku ke tempat itu. Tapi.... Aku tidak bisa mengelak, tidak ada Karyawan lain di Hanggareksa yang memiliki rambut seperti ini, jadi Aku sangat yakin kalau 110

orang yang Kak Sandy temui adalah Aku... walaupun Aku memang tidak ingat apa- apa\" Jelas sekali Yang diucapkan Nova barusan adalah sebuah pengakuan, tapi entah kenapa Sandy seperti sama sekali belum dipuaskan. Untuk kesekian kalinya Sandy bertanya pada Nova..... \"Terus.... semalam? Cewe yang lagi nangis di dalam restoran yang sudah tutup, cewe yang memanggil-manggil nama gue, cewe yang entah gimana caranya masuk ke dalam kontrakan Gue, terus neror Gue sampai Gue kabur dari Kontrakan. Cewe itu...... siapa?\" Nova tidak tahu! Sama sekali tidak tahu. Tapi jauh di lubuk hatinya, dia yakin bahwa itu adalah dirinya, walaupun apa yang diceritakan Sandy sangat mustahil untuk dia lakukan. Nova pun menjawab.... \"Ya! Itu Aku\" \"Dan lagi-lagi Elo gak ingat apa-apa?\" Tanya Sandy, yang disusul oleh anggukan Nova. Sandy mengangkat kedua tangannya, lalu menggeleng-gelengkan kepala. Dia sudah tidak lagi bernafsu untuk melanjutkan perbincangan ini. \"Sepertinya kali ini cukup sampai disini, kita bisa bicara lagi kalau ingatan Kamu sudah pulih\" Ucap Sabrina berniat mengakhiri pertemuan hari ini. Tapi niat Sabrinadigagalkan oleh Nova. \"Mungkin ada hal lain yang bisa Aku bantu? Anggaplah ini sebagai permintaan maaf. Karena sebenarnya.... yang mengalamai terror di Hanggareksa, bukan cuma Kak Sandy, tapi Aku juga!\" Semangat kembali hadir di wajah Sandy dan Sabrina. Walaupun sedikit, mereka sangat ingin mendengarkan cerita Nova. \"Maksud kamu..... selama bekerja di sana, kamu juga sering mengalami kejadian yang..... aneh?\" Tanya Sabrina \"Ya! Mungkin tidak semengerikan apa yang dialami Kak Sandi. Tapi selama Aku kerja disana.... ada sesosok mahluk halus yang selalu gangguin Aku. Dia berpakaian serba putih, layaknya seorang Koki. Lalu wajahnya....... wajahnya hitam legam seperti hangus terbakar. Dia selalu muncul di dapur, kamar mandi, ruang makan, dan lain-lain. Tapi... semua itu berakhir berkat keberanian diriku mengusirnya.” \"Usir?\" Tanya Sabrina heran. Chandra yang sejak tadi diam, kali ini gelisah karena Nova menceritakan sesuatu yang tidak diketahuinya. Sementara Sandy? Dia mulai menerka-nerka.... jangan- jangan Sosok yang dimaksud Nova adalah penampakan yang sama dengan yang 111

Sandy lihat di dapur. Dan alasan sosok itu muncul di dapurnya adalah karena Nova mengusirnya. \"Cewe Bloon kaya gini, Ngusir Hantu? Yang benar aja!\" Ucap Sandy dalam hati. Perbincangan mereka menjadi semakin panjang. Nova tidak lagi canggung ataupun ragu menceritakan semuanya pada Sandy dan Sabrina. Hingga tanpa terasa, matahari semakin rendah. Gedung kosong itu tidak mungkin lagi menampung mereka lebih lama. Saat Nova selesai dengan ceritanya, mereka berempat pun pulang. Tidak lupa mereka saling berjabat tangan, dan saling memaafkan. Sandy dan Chandra sepertinya sudah terlihat sedikit akrab, walaupun cara bicara mereka satu sama lainnya masih seperti Monyet dan Orang bego. Tibalah giliran Sandy berjabat tangan dengan Nova. Walaupun dalam hati kecil Sandy belum bisa memaafkan Nova, dan masih menganggap bahwa Gadis ini adalah sumber malapetakanya, tapi Sandy dengan siftat gentlemen nya mengajak Nova bersalaman lebih dulu. Hari yang sama.... Di perjalanan pulang. \"Kamu kenapa sih? Bukannya seharusnya kamu senang karena akhirnya sedikit misteri terpecahkan\" Tanya Sabrina pada Sandy. Wajah Sandy padam, tidak adaa cahaya semangat di matanya. Sabrina mulai khawatir, lalu memberinya semangat, tapi itu percuma! Sandy masih saja murung dan ketakutan \"Rin..... barusan Aku dan Nova berjabat tangan, disitu Aku mulai ngerasa ada yang aneh\" \"Apa itu?\" Tanya Sabrina Antusias. Sandy pun menjawab dengan antusias, “KEMANA PERGINYA LUKA BAKAR DI TANGAN NOVA???” ----‘’---- 7 Januari 20xx, 23:40 WIB Malam di pusat kota Gambir. Lampu-lampu yang tidak pernah padam, memberi penerangan pada semua pengunjung yang datang. Alun-alun Gambir terlalu luas untuk Sandy dan Sabrina saja, tapi ramainya remaja yang sedang bermain bola basket, tidak mampu mengusir nelangsa di hati keduanya. Terutama Sandy... Pertemuan dengan Nova tidak menyelesaikan apa-apa. Sandy tidak tahu apa yang sudah terjadi, karena Amnesia yang Nova alami. Dan tidak akan tahu apa yang akan terjadi, karena Nova sudah bukan bagian dari Hanggareksa lagi. Untuk marah pada gadis polos seperti Nova, Sandy tidak sanggup. 112

Karena itu satu-satunya jalan keluar yang Sandy pilih adalah.... menyerah dan pulang ke kampung, merelakan uang sewa yang sudah dibayarnya untuk satu tahun kedepan, karena untuk minta ganti rugi pun Sandy tidak punya cukup alasan. \"Kamu..... serius mau balik besok?\" Tanya Sabrina \"Ya! Aku gak punya alasan buat tetap disini. Aku juga butuh waktu buat nenangin diri sampai satu minggu ke depan\" \"Kali Siji ke Gambir kota itu gak deket lhooo! Kamu masih inget kan semester kemarin banyak dapat masalah gara-gara sering telat kuliah\" \"Hehehe yang seperti itu gak akan terjadi lagi di semester ini. Gimanapun juga.... Aku harus lulus tepat waktu\" \"Ummmmm apa ini ada hubungannya sama Kakak kamu?\" Rupanya pertanyaan terakhir Sabrina sudah membuat suasana hati Sandy bertambah buruk. Sabrina harus segera mencari cara untuk mengalihkan pembicaraan. Dan cara yang dia pilih adalah.... \"Kamu bisa tinggal di kontrakan ku kok! Tahu sendiri kan kamar di atas gak ada yang make.\" Tawaran Sabrina barusan diucapkan dengan nada yang sangat manja, membuat Sandy geli mendengarnya. \"WHAAAAAAAAAAAT??\" Mereka pun tertawa, seperti sudah lupa dengan Hanggareksa, karena memang begitulah seharusnya. Hanggareksa hanyalah sebuah restoran kecil di ujung sebuah kota besar. Mereka tidak sudi hidup mereka berubah hanya karena Hanggareksa. Setelah ini, semua akan kembali seperti dulu, Sandy pun mulai mengerti... bahwa kadang kala.... menyerah adalah hal yang penting. BEEEEP BEEEEP Handphone Sandy berbunyi.... hal yang tidak biasa mengingat ini sudah hampir tengah malam. Terlebih itu adalah panggilan dari nomor yang tidak dikenal... \"Haloo?\" \"Eh Sob, ini gue Chandra... Elo di kontrakan gak?\" \"Eh Elo..... Gue lagi di luar nih, napa emangnya?\" \"Jadi gini.... Ibunya Nova nelfon Gue, katanya Nova sampai sekarang belum pulang ke rumah. Ibunya minta tolong Gue buat nyariin dia ke Restoran. Tadinya sih.... Gue mau ngajak Elo soalnya abis dengerin cerita Elo sama Nova tadi, jujur Gue jadi takut.\" \"Nova ada di restoran?\" 113

\"Mana Gue tahu... ini aja Gue baru nyampe, ya udah Gue masuk dulu...\" KLIK! \"Nova.... kenapa?\" Tanya sabrina yang penasaran karena raut wajah Sandy mendadak berubah. \"Nova belum pulang ke rumah sejak tadi siang, dan sekarang Chandra lagi nyari dia ke restoran\" Jawab Sandy. \"Hmmm ini sudah tengah malam, Hanggareksa pasti udah tutup\" Ujar Sabrina. Sandy beranjak bangun dan mengenakan jaketnya dengan tergesa-gesa. Lalu pergi menuju motornya yang sedang parkir di pinggir jalan, semua dilakukannya tanpa mempedulikan Sabrina... \"Sandy??? Mau kemana??\" \"Tunggu disini!! Kalau lima belas menit lagi Aku gak balik, kamu pulang sendiri!\" Sabrina bingung melihat gelagat Sandy yang tiba-tiba panik dan ketakutan. \"Tapi jelasin dulu donk!!! Ada apa sebenarnya?\" Sandy sudah berada di atas motornya, dan siap berangkat kapan saja. Tapi meninggalkan Sabrina sendirian tengah malam di tempat ini, sama sekali bukan tindakan lelaki. Kalaupun terpaksa harus Sandy lakukan, setidaknya dia harus memberi Sabrina penjelasan. \"Sebelum menutup teleponnya barusan, Chandra pamit masuk ke Restoran, itu artinya Hanggareksa masih buka…. Dan seperti yang kamu bilang barusan.....” “INI SUDAH TENGAH MALAM” Sandy melesat bersama motornya, tanpa memberi kesempatan bagi Sabrina untuk menjawab. Apa yang ada di pikiran Sandy? Bagi seorang perempuan, sendirian di tempat ini lebih berbahaya dari Hanggareksa, tapi diamemilih meninggalkan Sabrina sendiri. Itulah yang ada di otak Sabrina saat ini. ----‘’---- HANGGAREKSA 7 Januari 20xx, 23:55 WIB Masih terlihat ramai, tidak sebanding dengan area parkirnya yang sepi. Tidak ada satu kendaraan pun disana, tidak juga Chandra lihat ada motor milik Nova. Tapi Hanggareksa adalah tempat yang tepat untuk mencari Nova, mengingat Gadis itu tidak pernah keluar rumah kecuali untuk kuliah dan bekerja. Lagipula.... apa yang dikatakan Ibu Nova tadi tidak terdengar seperti sebuah saran, tapi entah kenapa seolah-olah Ibu nya sudah tahu kalau Nova ada di Hanggareksa. 114

Sampailah Chandra di depan pintu masuk utama restoran. Ada perasaan takut yang tiba-tiba menahan langkahnya, tapi yang dia lakukan ini demi sahabatnya, demi Nova! Dan itu sudah cukup memberikan sedikit keberanian, sangat sedikit. Chandra menggunakan keberanian itu untuk membuka pintu.... KRING Nova mendengar suara pintu terbuka. Bersamaan dengan matanya yang juga baru saja terbuka. Nova tidak lagi mempertanyakan apa yang sudah terjadi, karena sedikit demi sedikit Nova mulai terbiasa dengan kelainannya ini. Hanya saja.... keadaan Nova kali sangat jauh berbeda... \"Aaaa apa-apaan ini???\" Nova masih berusaha mencari jawaban, kenapa kaki dan tangannya tidak bisa digerakkan. Tapi tidak butuh waktu lama bagi Nova untuk menyadari bahwa.... TUBUHNYA SEDANG TERBARING DI ATAS MEJA DENGAN KEDUA TANGAN DAN KAKINYA YANG TERIKAT “TOLOOOOOOOOOOOOOOOOOOOONG” Chandra menoleh, seakan mendengar suara Nova, tapi untuk mencari asal suara itu di tengah keramaian pengunjung, adalah hal yang tidak mudah. Chandra menyusuri meja demi meja, tidak satupun dia lihat ada meja yang kosong, semua meja penuh oleh pelanggan restoran dan tidak satupun diantaranya adalah Nova. Sampailah Chandra di depan meja kasir, tapi tidak satu karyawanpun yang berada di meja panjang itu. Hal ini menyadarkan Chandra bahwa sejak tadi... tidak ada satupun karyawan restoran yang terlihat. TENG...... TENG...... TENG.... Bunyi jam tua di samping meja kasir itu membuat Nova yang sejak tadi berteriak, menjadi diam. Tidak perlu lagi dia mempertanyakan dimana sebenarnya posisinya sekarang. Nova tahu persis bahwa dia sedang berada di Hanggareksa. Jam Tua itu..... dan lampu gantung klasik yang berada di langit-langit itu... adalah lampu yang sama dengan yang tergantung di tengah ruang makan restoran. Bedanya....kali ini lampu gantung itu mati, hanya beberapa lilin di sekeliling Nova yang menjadi sumber cahaya saat itu. \"Tolooooong..... Mbak Riska???? Oma???? BQ???? Kalian ada disitu??\" Nova tidak lagi bisa membendung air matanya, rasa takut sudah menguasai tubuhnya yang kaku karena terikat ke meja. Nova melihat ke sekeliling restoran dengan matanya yang basah, Sepi..... dan gelap... CHANDRA Chandra menoleh kebelakang... setelah beberapa saat memperhatikan jam tua yang ada di samping meja kasir..... 115

\"HWAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH!!\" BRUAK Tubuhnya terhenyak membentur jam tua itu, manakala Chandra melihat semua pelanggan yang sejak tadi duduk menikmati hidangan Hanggareksa... kini terkapar di lantai, tanpa terkecuali. Satu persatu dari mereka mulai muntah darah, cairan merah kental mewarnai putihnya lantai keramik Hanggareksa, Bau amis yang amat menyengat mengalahkan aroma hidangan menu restoran. Rasa takut Chandra semakin tidak terbendung ketika melihat wajah pucat para pelanggan itu. Dan sekarang... mereka mulai merangkak, pelan... pelan...... mendekat ke arah Chandra. Pakaian mereka mulai merah karena menyapu habis darah mereka yang berceceran di lantai. Merasa dirinya dalam bahaya, Chandra berdiri dengan susah payah, tapi di saat seperti ini... Chandra beruntung tubuhnya masih bisa bergerak. Dengan nafas yang semakin berat, Chandra melihat ke arah pintu keluar... jalan menuju ke sana sekarang penuh oleh pelanggan yang sudah tidak lagi terlihat seperti manusia. Satu-satunya pilihan Chandra adalah.... \"TAIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII!!!! GUE HARUS PERGI DARI SINI! MUNGKIN..... DIBALIK PINTU ITU ADA JALAN KELUAR\" Chandra berlari ke arah dapur, dan membuka pintunya yang sedang tidak terkunci. KREK Nova melihat ke arah dapur... Pintunya terbuka pelan. Samar-samar oleh cahaya lilin, seseorang keluar dari ruangan tersebut. Orang itu mengenakan jubah hitam dengan penutup kepala yang hampir menutupi wajahnya. Tangan kirinya memegang sebuah lilin merah, tangan kanannya membawa Ember berisi air yang tumpah karena guncangan setiap kali orang itu berjalan. Nova menggerak-gerakkan kaki dan tangannya, berusaha untuk lari darimimpi buruknya ini. Orang berjubah hitam itu semakin dekat dengan Nova, sementara Nova semakin tidak punya tenaga. Dia pun mulai.... PASRAH \"Pleaseeeee siapapun kamu..... jangan bunuh aku..... jangan bunuh aku.... Apa salahku sampai kalian perlakukan seperti ini??? Please.... biarin aku pulang....\" Nova memohon pada siapapun yang sedang ada di depannya itu. Cahaya lilin di sekitar Nova berhasil menerangi wajah orang tersebut yang ternyata.... sedang mengenakan topeng berwarna putih. Isak tangis Nova semakin menjadi-jadi, ketika orang bertopeng tersebut mulai melucuti semua pakaian Nova, hingga tidak tersisa sehelai kain pun. Nova menjadi semakin panik. Pelan-pelan... sosok bertopeng itu mengeluarkan sebuah kain putih dari dalam ember berisi air yang dibawanya..... BYURRRRRRRRRRRRRRRR 116

Bunyi air terdengar di telinga Chandra. Kali ini dia berhasil masuk ke dapur, dimana menurutnya jauh lebih aman dibandingkan ruang makan yang dipenuhi oleh Monster-monster itu. Chandra berjalan pelan, memperhatikan setiap sudut ruangan, semakin Chandra perhatikan... semakin dia sadar betapa kuno nya perabotan dan perkakas dapur di ruangan itu. BYURRRRRRRRR Lagi-lagi suara air itu terdengar di dapur, membawa Chandra ke depan pintu kayu lusuh yang berada di ruangan tersebut. Chandra tahu bunyi air itu bukanlah sebuah kebetulan.... seseorang sedang berada di balik pintu kayu itu, mungkinkah itu pintu kamar mandi? Saat ini... Chandra sangat berharap bantuan sekecil apapun dan dari siapapun, karena sekarang Chandra mulai sadar, bahwa dia sudah salah masuk restoran... \"Aaa adaaaaa ogggaangg ehm! orrang disitu??????\" Chandra tampak kesulitan bicara, tenggorokannya kering terkuras bersama dengan keringat yang mengalir deras. Sayangnya.... alih-alih mendapatkan jawaban, Pintu itu tiba-tiba terbuka dengan cepat dan menampakkan sosok yang berada di balik pintu itu. SOSOK BERBAJU PUTIH DENGAN WAJAH HITAM LEGAM Siapapun itu, dia tampak sangat marah karena Chandra sudah mengganggunya. “HWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA” Lagi-lagi Chandra berteriak histeris, kali ini kakinya yang sudah tidak terasa itu membawanya keluar dari dapur. KREK Pintu dapur terbuka lagi. Seseorang keluar dari ruangan itu, orang yang berpakaian sama dengan yang saat ini sedang berada di samping Nova. Tubuh Nova yang sedang telanjang itu basah oleh air yang sangat wangi, Sosok bertopeng putih itu membasuh tubuh Nova dari ujung kaki sampai lehernya. \"Aaaa apaa sebenernya mau kalian????\" Tanya Nova yang sedang menangis terisak. Sosok bertopeng putih itu pun pergi, membawa ember berisi air miliknya dan kembali menuju dapur. Sedangkan kali ini Sosok yang baru saja keluar dari dapur itu mengganti posisi sosok bertopeng putih. Yang sedang berada di depan Nova sekarang adalah orang yang berpakaian sama dengan sebelumnya hanya saja, topeng yang dikenakannya berwarna hitam. Nova tidak sanggup lagi menghadapi situasi yang semakin mengerikan ini. Rasanya semakin lama Nova disini, semakin dia merasa gila. Nova memjamkan matanya, berdoa dan memanggil Ibunya. \"IBU...... TOLONG NOVA BU..\" 117

“CHANDRA.......TOLONG AKU” Chandra masih berdiri kaku.... berusaha mengembalikan irama degup jantungnya yang semakin tidak karuan. Kali ini dia kembali ke ruang makan, dan mendapati semua pengunjung itu terkapar di lantai dengan pakaian yang berlumuran darah, beberapa di antaranya terlihat menyentuh jam yang ada di samping meja kasir. \"Tuhan..... Apa yang sebenarnya sedang terjadi disini?\" Tidak ada waktu untuk mencari jawabannya, karena sekarang, jalan menuju pintu keluar itu sudah aman untuk Chandra lewati. Tanpa pikir panjang, Chandra berjalan tertatih sembari berpegangan pada setiap meja yang dilewatinya. Kakinya sudah terlalu lemas, bisa berjalan pun adalah sebuah keberuntungan. Hingga akhirnya sampailah dia di meja paling tengah, tepat di bawah lampu klasik yang menggantung megah di langit-langit Hanggareksa. Lampu yang sama dengan yang saat ini sedang Nova pandangi. Perasaan putus asa menguasai mereka berdua, dengan lirih Nova dan Chandra berkata.... \"DIMANA KAMU?\" Pandai-pandailah dalam memilih teman curhat, dan jika suatu saat Kamu tidak tahu siapa yang harus kamu percaya, maka pilihan terbaikmu adalah \"Jangan percaya pada siapapun\" Kata-kata itu terbesit di benak Nova, bersamaan dengan pisau yang dikeluarkan oleh sosok bertopeng hitam di sampingnya. Sosok itu mengangkat tinggi tangan kanannya yang memegang pisau..... danmenghujamkannya ke arah nova..... Nova memejamkan matanya.... IBU STAK! ----‘’---- 8 Januari 20xx, 00:15 WIB BRMMMMMMMMMMMMMMMM Suara deru motor memasuki halaman parkir Hanggareksa. Cahaya dari lampunya menerangi tepat ke sebuah motor yang sudah lebih dulu parkir di depan restoran. KREK Sandy turun dari motornya, meletakkan helm dan memperhatikan sekitarnya. Halaman parkir yang sepi, pangkalan becak yang tidak berpenghuni namun nampak jelas ada tiga becak berjejer di depannya. Pak Kusnadi pun sepertinya sudah pulang karena memang ini sudah lewat tengah malam, dan yang membuat suasana malam itu semakin mencekam adalah... HANGGAREKSA YANG GELAP GULITA 118

\"Ternyata benar... Restoran setan itu udah tutup. Tapi Gue gak lihat Chandra, apa jangan-jangan......\" Sandy bergegas menghampiri pintu masuk Hanggareksa. Pintu kaca itu kini tertutup tirai merah, begitu juga dengan semua jendela kaca yang ada di Hanggareksa. Di salah satu jendela terpampang papan kecil bertuliskan CLOSE. Sandy berdoa, berharap apa yang ada di balik pintu itu tidak seperti yang dilihatnya dulu. Dia sudah siap menarik gagang pintu logam yang terasa sangat dingin di telapak tangannya. Tapi sayangnya.... \"SIAL! PINTUNYA DIKUNCI\" Sandy berpikir cepat, mencari ide agar bisa masuk ke dalam. Tapi semua ide yang terpikir olehnya, adalah sebuah tindakan kriminal. Bak seorang maling, Sandy berputar-putar mencari celah, kalaupun tidak ada celah untuk masuk, setidaknya dia menemukan celah untuk mengintip. Tapi Hasilnya... Nihil. Sandy pun berteriak.... \"CHANDRAA!!!!!!!!! NOVA!!!!!!!!!\" Nova membuka kedua matanya, memastikan bahwa dirinya masih berada di tempat yang sama. Dingin yang menusuk tubuh polosnya, menyadarkan Nova bahwa dia masih hidup. Dilihatnya Sosok bertopeng hitam yang saat ini sedang berada di sebelah kakinya, masih Nova ingat beberapa detik yang lalu orang itu tampak menghujamkan pisaunya ke arah Nova, tapi apa yang terjadi sekarang tidak seperti yang Nova takutkan. Si Topeng hitam itu sedang memotong tali yang mengikat kaki Nova, seketika itu juga Nova menyadari bahwa kedua tangannya sudah bisa bergerak, dan hal pertama yang dia lakukan adalah menutup bagian dadanya. Tidak bisa dia bayangkan bila sosok di balik topeng hitam itu adalah seorang pria. \"Ka.... kamu....?\" Si topeng hitam itu meletakkan pisau kecilnya di depan mulut, yang menjadi isyarat bahwa Nova tidak seharusnya bicara. Nova terkejut dengan reaksi Si topeng hitam, dan tanpa banyak tanya lagi, dia pun menurut. STAK Akhirnya terbuka sudah semua ikatan di kaki dan tangan Nova, kali ini dia menutup rapat daerah pribadinya yang sejak tadi terbuka. Si topeng hitam itu pun mengerti, segera dia mendekat dan menyelimuti tubuh Nova dengan jubah hitam yang dikenakannya. Betapa terkejutnya Nova melihat apa yang ada di balik jubah hitam itu. Tapi dia sama sekali tidak berani berkomentar, terlepas dari apa yang sudah dilakukan oleh Si topeng hitam padanya, Nova masih belum yakin entah dia adalah Kawan, atau Lawan. 119

Si topeng hitam menoleh ke belakang, ke arah pintu dapur yang tertutup. Dapat Nova dengar suara gaduh dari ruangan tersebut, suara yang sama dengan yang sering Nova dengar saat Resti dan Ratna menyiapkan pesanan pelanggan. Dan disaat yang bersamaan, terdengar teriakan yang berasal dari luar restoran... \"NOVAAAAAAAA! CHANDRAAAAAAA! DIMANA KALIAN?\" Mendegar suara itu, si topeng hitam berbisik pada Nova.... \"Belum terlambat buat keluar dari sini sekarang, dan pastikan jangan pernah kembali lagi!\" Nova pun menerima kunci yang diberikan oleh Si topeng hitam, dan segera turun dari meja. Sebelum melangkah ke pintu, Nova menyempatkan diri melihat Sosok bertopeng hitam yang masih berdiri di belakangnya. Dia terlihat panik, berkali-kali melihat ke pintu dapur sembari memberikan Isyarat pada Nova untuk pergi secepatnya. Banyak sekali yang ingin Nova tanyakan padanya, tapi saat ini yang terucap dari mulut Nova hanyalah... \"Terima kasih\" Dan setelahnya... pintu dapur itu pun terbuka, tiga orang berjubah hitam keluar dari sana. Mereka seperti terkejut melihat Nova tidak lagi terbaring di meja. Dua orang di antaranya segera berlari mengejar Nova, dan sosok yang paling besar diantara mereka... perlahan-lahan mendekati Si topeng hitam. Nova tahu Bahwa ini waktunya untuk pergi... KREK Mendengar suara pintu restoran yang terbuka, Sandy yang hampir putus asa segera kembali menghampiri orang yang baru saja keluar dari Hanggareksa dengan langkah gontai. Orang itu adalah... \"Chandra?\" Sandy memapah Chandra yang tidak mampu menopang tubuh lemasnya. Pandangannya yang kabur, perlahan-lahan mulai jelas melihat keadaan di luar restoran yang sepi, sunyi, dan sama sekali berbeda dari apa yang dia lihat di dalam. Chandra memegang pundak Sandy dan meremas jaket tebalnya... \"Nova...... Nova masih di dalam! Gue bisa dengar suaranya, gue bisa denger Nova teriak minta tolong. Tapi restoran ini... restoran ini jauh lebih buruk dari yang Elo ceritain. Gue gak tahu harus gimana lagi, jangankan mencari Nova, berjalan aja kaki Gue lemes San! Elo harus masuk, Elo harus temuin Nova... ELO HARUS......\" \"CHANDRA!!!\" Teriakan Sandy berhasil menenangkan Chandra yang terlalu panik hingga tidak bisa diam. \"Lihat baik-baik ke belakang Elo....!\" 120

Chandra menuruti apa kata Sandy, dilihatnya Hanggareksa yang berada di belakangnya, gelap..... sunyi..... semua jendela tertutup oleh tirai, tanpa ada satupun tanda-tanda kehidupan. Restoran yang baru saja ramai oleh erangan pelanggan yang terkapar penuh darah, kini menjadi sepi layaknya sebuah pemakaman di tengah kota. \"Ha... hahah... hahaha ssee serius??\" Sandy mengerti bagaimana perasaan Chandra saat ini, dia memapah Chandra ke motornya dan membiarkan teman barunya itu menenangkan diri. \"Elo tunggu disini! Kalau lima menit kemudian Gue gak keluar dari Hanggareksa, Elo hubungi Polisi, tapi ingat!! Hanya berikan mereka Informasi yang bisa dimengerti! OK?\" Chandra mengacungkan jempolnya, pertanda dia mengerti perintah Sandy. Tanpa basa-basi lagi, Sandy pergi menuju pintu masuk Hanggareksa, membawa keberanian seadanya, serta teori bahwa Chandra bisa keluar dari sana, itu artinya Sandy pun bisa masuk lewat pintu yang sama. Sayangnya... teori Sandy itu tidak lagi diperlukan... Pintu Hanggareksa terbuka... seseorang berjubah hitam berlari keluar dari restoran. Jubah yang digunakannya membuat orang itu kesulitan melangkah, hingga harus tersungkur jatuh... “AAAAAAAAH” Sandy kenal suara itu, juga rambut coklat yang terlihat saat jubah hitamnya tersingkap. Chandra yang melihat dari jauh pun tidak bisa menahan diri untuk menghampiri orang itu.... \"Nova???? Nova.... Elo gak apa-apa?\" Tanya Sandy, sembari memastikan Gadis malang itu tidak terluka. Betapa bahagianya Nova karena yang dia lihat kali ini adalah wajah orang yang dikenalnya, bukan lagi topeng yang mengerikan. Kebahagiaan Nova mencapai puncaknya, hingga secara spontan dia memeluk Sandy sambil menangis sesenggukan. Lalu Chandra? Apapun yang sedang dilihatnya, dia sangat bahagia karena Nova baik-baik saja. Sementara di seberang sana, pintu Hanggareksa mulai tertutup, perlahan-lahan menghalangi sosok orang-orang misterius yang sedang berdiri memandangi Sandy, Nova dan Chandra. Melihat mereka... Nafsu membunuh Chandra mendadak bangkit, tidak diragukan lagi merekalah penyebab dari apapun yang terjadi pada Nova malam ini. \"BIADAAAAAAAAAAAAAAABBBB!!!\" 121

Entah darimana datangnya tenaga Chandra, tubuhnya yang tadi lemas tiba-tiba berlari cepat menuju pintu masuk Restoran. Rasa takutnya hilang tertutupi oleh amarah, sayangnya saat Chandra sampai di tempat tujuan... Pintu hanggareksa sudah tertutup rapat. BRAK!!! BRAK!! BRAK!!! BRAK!!!! \"BUKA PINTUNYA MONYET!! JANGAN KIRA KALIAN BAKAL SELAMAT SETELAH APA YANG KALIAN LAKUIN SAMA GUE DAN NOVA!\" Chandra mengamuk, menendang dan memukul Jendela restoran. Sumpah serapah tidak sedetikpun berhenti dia ucapkan. Nova pun paham, jika ini terus dibiarkan maka akan memancing keramaian warga di sekitar, tentu saja Nova tidak ingin orang lain melihat keadaanya saat ini. \"CHANDRA!! CUKUP!!\" Tidak! Bagi Chandra... ini belum cukup! Dia masih saja mengamuk, tidak ada yang bisa menghentikannya kecuali tubuhnya yang lagi-lagi mulai terasa lemas, membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh. Sandy dan Nova membiarkan Chandra, mungkin saja rasa sakit akibat jatuh barusan bisa meredakan amarahnya yang baru saja berkecamuk. Malam itu..... tidak ada yang perlu didiskusikan, mereka sepakat untuk menyimpan semua penjelasan sampai besok hari. Yang harus mereka pikirkan adalah bagaimana caranya membawa Nova pulang dengan kondisi pakaiannya sekarang. Pulang bersama Chandra pun bukanlah ide yang baik. Akhirnya.... solusi tidak datang dengan sendirinya, dia datang bersama Sabrina. BRMMMMMM Entah motor siapa yang dibawanya, bahkan lengkap dengan helm dan jaketnya. Tapi karena ini adalah Sabrina, jadi mereka semua sudah tahu jawabannya. Sabrina membantu Nova naik ke motornya..... Atau lebih tepatnya motor korbannya. \"Nganterin Nova pulang jam segini terlalu beresiko Rin, mendingan kamu bawa Nova ke kotrakan Kamu dulu, besok baru.......\" Kata-kata Sandy cukup sampai disitu. Sabrina masih marah gara-gara Sandy meninggalkannya sendiri di Alun-alun Gambir, hingga tatapannya barusan membuat Sandy kehilangan kata-kata. Akhirnya tanpa sepatah katapun, Sabrina dan Nova meninggalkan Hanggareksa. \"Elo bisa nginep di rumah Gue!\" Chandra menawarkan tempat tinggal sementara pada Sandy. \"Heh... di depan mata Elo itu Kontrakan Gue, harusnya Gue yang nawarin Elo bermalam disana\" \"Setelah semua yang Elo ceritain?????? NO! NO! NO! Mending Gue tidur di jalanan\" 122

\"Ngomong-ngomong.... apa yang harus kita lakukan sama orang-orang yang ada di dalam Restoran itu?\" \"Udah jelas... Ini adalah kasus penculikan, tentu saja kita harus lapor polisi\" \"Gue setuju! Mereka..... mereka orang yang sama dengan yang gue lihat dari dapur kontrakan\" “SEDANG APA KALIAN DISINI????” Empat orang pria datang entah darimana. Lampu jalan menerangi tubuh mereka yang penuh keringat. Olah raga tengah malam sepertinya bukanlah alasannya. Chandra mulai bertanya-tanya siapa sebenarnya orang-orang ini, sementara Sandy yang sudah tahu betul dengan keempat orang itu, mempertanyakan hal yang berbeda. \"PAK KUSNADI??? BAPAK DARIMANA?\" Tanya Sandy pada Pak Kusnadi dan tiga orang abang Becak yang datang bersamanya. ----‘’---- DI KOTA YANG BERBEDA 8 Januari 20xx, 15:00 WIB \"Apa maksud sampean????\" Pak Lukman terlihat sangat marah, hanya saja tidak pada tempatnya. Pengunjung Toko yang lain terlihat sangat terganggu. \"Maksud Saya.... Kami masih akan mengecek apakah barang ini asli atau tidak!\" \"Saya datang kesini bukan untuk menjual jam itu! Bukannya sudah kita diskusikan di telepon kemarin?\" \"Ya! Saya mengerti, tapi Lora minta kami mengecek dulu apakah barang yang bapak bawa sudah benar atau tidak, kami tidak mau melakukan hal yang sia-sia cuma demi benda yang sama sekali tidak ada artinya\" Begitulah percakapan yang terjadi antara Pak Lukman dan penjaga Toko Kasta Tinggi. Jauh-jauh dia membawa jam itu pergi bukanlah untuk bertemu penjaga toko ini, tapi untuk berdiskusi dengan Lora. Tapi sepertinya Lora masih dalam perjalanan pulang dari luar kota. \"Atau begini saja.... bapak bisa tinggalkan Jam itu disini, nanti kalau sudah selesai, pasti kami hubungi lagi\" Pak Lukman tidak punya pilihan lain selain menerima saran dari penjaga toko tersebut, walaupun itu artinya dia harus pulang ke Kota Gambir dengan tangan kosong. Duduk di depan Toko, menikmati sebatang rokok seraya memikirkan nasibnya ke depan. Masih teringat jelas saran dari BQ.... 123

Kalau Bapak harus membawa Benda itu pergi dari sini.... maka lakukandengan sembunyi-sembunyi. Tapi Sayangnya.... Pak Lukman terlalu jujur untuk melakukannya, tidak mungkin baginya untuk mencuri, tidak pada orang yang sudah memberikan banyak jasa padanya. Akhirnya.... berkat kejujurannya tersebut, Pak Lukman berhasil membawa Jam antik Hanggareksa setelah meminta ijin pada Oma. Adapun hasilnya...... sepertinya dia harus menunggu lebih lama, dan tentu saja itu bukanlah solusi yang dicarinya. Anak semata wayangnya tidak mungkin pulang ke rumah selama Terror dari perempuan berambut putih itu masih mengikutinya, sementara disini.... Dia harus duduk santai menunggu kedatangan seseorang yang mungkin bisa membantunya keluar dari masalah ini. \"Tidak! Itu sama sekali bukan ide yang bagus.....\" Gumam Pak Lukman yang sedang hanyut dalam diskusi batinnya sendiri.. Jalan buntu sedang dihadapinya, hingga dengan terpaksa dia harus mempertimbangkan sebuah solusi yang sangat dibencinya. \"Mungkin....... sudah saatnya anak itu bertemu dengan Ibunya\" GAMBIR 8 Januari 20xx, 23:30 WIB BEEEEEEEEEEP BEEEEEEEEEP \"Ummmmm Halo???\" \"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..... Kampreeeet!\" \"Waalaikumsalam, ummmm…. Bang Danil?\" \"Iyalah ini Saya!!!! Buruan buka pintunya!! Saya udah gak tahan pengen istirahat gara-gara kejebak hujan di jalur Kemitir\" \"Eh?? Hwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…. Ya ampuuuuuuuuuuuun Gue lupa Bang....\" \"Lhaaaaaaaaaa??? Ya udah buruan bukain pintu!!\" \"Ummm masalahnya sekarang Gue lagi di rumah Bang, di Kali Siji\" \"APAAAAAAAAAAAAA? Terus Saya gimana nih, mana udah setengah dua belas lagi!\" \"Tenaaaaang....... tenaaaaaaaaang.... Kuncinya Gue tinggal di atas pintu, diikat ke paku biar gak jatuh ke bawah\" \"Beneran tuh? Tapi Saya kan gak enak masuk kontrakan Kamu sendirian....\" \"Alaaaaah pake aja Bang, anggap aja rumah sendiri\" \"Bener ya!!\" 124

\"Iyaaaaaaaaaaaaaaaaaaa\" \"Ok lah, Saya makan dulu kalau gitu, makasih sebelumnya...\" \"........................\" \"Bang.......???\" \"Apa?\" “ELO MAKAN DIMANA BANG?” END OF APPETIZER 125

MAIN COURSE 126

THE JOKER Manusia..... Kita selalu tertarik pada hal-hal yang tidak kita ketahui Pada sesuatu yang tidak pernah kita lihat, namun kita percaya keberadaannya Pada sesuatu yang orang lain lihat, namun kita percaya semua ceritanya Sayangnya..... Kita punya beragam definisi tentang adanya mahluk halus Semua itu karena kultur, budaya, dan ajaran agama kita yang berbeda Mereka yang bisa melihat, seringkali bercerita dengan bangga Mereka yang pernah melihat, seringkali bercerita dengan gagah Sedangkan mereka yang tanpa sengaja melihat…. Memilih untuk diam dalam ketakukan. Apapun yang kita alami..... Apapun yang kita ceritakan.... Orang lain hanya punya dua pilihan.... PERCAYA... ATAU TIDAK...... Sebelum mereka...... MENGALAMINYA SENDIRI Ini terjadi di tahun pertama Saya mulai menjadi Guru. Tugas dari lembaga membawa Saya ke sebuah hunian sederhana, namun Kaya akan peristiwa. Tidak pernah terpikir bahwa Saya akan terlibat dalam peritiwa puluhan tahun silam, hanya dengan mendiami sebuah rumah kecil di ujung perbatasan Kota kelahiran. Menceritakannya pada sahabat dekat, hanyalah buang-buang waktu. Karena bagi mereka.... Semua yang tabu, akan menjadi lucu, bila itu keluar dari mulut Saya. Tapi Saya tahu! Mereka di luar sana.... yang pernah berada dalam situasi yang sama..... mengerti dan memahami, apa yang pernah Saya alami. 8 Januari 20xx, 23:50 WIB Harusnya.... Saya mendengarkan nasehat Sandy agar tidak makan disini....... Tapi perjalanan jauh diselingi dengan berkali-kali berteduh, membuat stamina di tubuh ini pun runtuh. Untuk apa Saya harus berjalan lebih jauh demi mencari makan, sementara Restoran di samping Saya masih bersedia menerima pelanggan? Pertanyaan itu terjawab manakala Saya mulai menyadari, ada yang tidak beres dengan Restoran ini. Entah kenapa keramaian di restoran ini berangsur-angsur sepi, setiap kali saya berkedip. Bapak berdasi di samping Saya, bersama seorang wanita Cantik dengan gaun mewah. Terlihat Sangat romantis dengan bunga mawar merah di tengah meja. Hal yang tidak akan pernah Saya lakukan bersama dengan Istri di rumah, Tapi itu Satu menit yang lalu..... 127

Di belakang Saya..... Wanita bergaun biru sedang bermain-main dengan buah anggur di bibir merahnya, sementara lelaki yang duduk bersamanya sedang sibuk memperhatikan menu restoran. Mungkin seperti inilah kencan orang-orang di Kota, yang tidak akan pernah dicapai dengan uang saku orang desa.. Tapi itu tiga puluh detik yang lalu.... Di depan Saya.... Seorang Ibu sedang fokus pada cermin kecil yang dibawanya, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, sementara matanya masih tertuju pada cermin di tangan kanannya. Memperbaiki Make up di meja makan, walupun berdandan ala wanita kota, tapi yang dilakukannya terlihat sangat kampungan. Tapi itu beberapa detik yang lalu.... Dan sekarang...... Restoran ini mulai sepi, Keramaian pelanggan satu persatu hilang dengan cara yang tidak wajar. Masih dapat Saya lihat dua anak kecil kejar-kejaran, membuat gaduh adalah lumrah bagi anak seumuran mereka, kecuali saat ini Saya sama sekali tidak mendengar langkah kakinya. Harusnya.... Saya mendengarkan nasehat Sandy agar tidak makan disini........ Sudah cukup lama Saya duduk disini, tapi belum juga dilayani. Pelayan yang tadi mengangguk ketika Saya melambaikan tangan, tidak juga datang menghampiri meja. Dia masih di meja kasir, duduk tenang menatap Saya. Dan setiap kali Saya melambaikan tangan, perempuan pucat itu hanya membalas dengan senyuman. Setelah semua keanehan di restoran ini, bodoh jika Saya pergi dan menghampiri. Lalu bersamaan dengan hilangnya pelanggan terakhir, hilang pula nafsu makan Saya. Ini adalah pertanda, bahwa Saya harus segera pergi dari sini. Saya bangkit, berharap tidak akan pernah duduk di sini lagi. Sembari membawa Ransel besar berisi perlengkapan menginap selama satu minggu, Saya berjalan ke pintu masuk tanpa sekali pun menoleh ke belakang. Walau demikian, saya masih bisa merasakan.... perempuan itu masih tersenyum melihat kepergian Saya. KRAK Akhirnya..... serasa kembali ke dunia Nyata. Di luar sini.... Udara terasa sangat dingin, atau mungkin.... di dalam restoran lah yang terasa sangat panas. Tempat parkir sudah sepi, hanya kucing liar di tempat sampah, dengan matanya yang menyala, menatap saya curiga, seakan penuh tanya, \"Sedang apa disana??\" YA? SEDANG APA SAYA DISINI? Baru saja saya menoleh ke belakang, ke restoran kecil yang baru sajasaya tinggalkan. Kalian tidak akan percaya apa yang saya lihat, restoran itu mendadak gelap, ramainya pengunjung dan nyala terang lampu restoran, tidak lagi terlihat. \"Astaghfirullah.......\" 128

Saya sudah terbiasa keluar masuk toilet angker di asrama pesantren, Saya mampu melalui angkernya kuburan Lindung tiap kali pulang lembur, tapi untuk mengalami kejadian seperti ini di Kota besar, sama sekali tidak Saya harapkan. Pintu restoran itu tertutup rapat, papan putih dengan tulisan merah berbunyi \"CLOSE\" menggantung di salah satu jendela kacanya. Saya tidak sudi berdiam lebih lama disini, lebih baik Saya pergi menyelamatkan diri. TAPI KEMANA?? Kontrakan kecil yang diabaikan pemiliknya? Yang berada tepat di samping Restoran Angker? Sungguh itu adalah tempat terburuk untuk melarikan diri. Tapi di Kota ini..... Saya tidak punya pilihan lain, walaupun selama satu minggu, Saya harus hidup bertetangga dengan penghuni dari dunia lain. KREK Meletakkan kunci rumah di atas pintu untuk bepergian jauh adalah hal yang tidak wajar, entah Sandy sedang terburu-buru, atau memang sudah tidak peduli pada barang-barangnya di rumah ini. Usai memasukkan motor yang sejak tadi parkir di depan kontrakan, Saya menutup pintu dan mondar-mandir sejenak untuk beradaptasi dengan kontrakan yang akan Saya tempati selama satu minggu kedepan. Ada sebuah kamar di lantai bawah yang terkunci rapat, sebagai tamu Saya tidak boleh penasaran dengan isinya, bisa jadi itu adalah privasi Sandy. Di sebelah ruang tamu adalah ruangan besar yang gelap gulita. Saya harus mengandalkan lampu Handphone, karena lampu ruangan ini tidak bisa nyala. Cahaya handphone menerangi dari ujung ke ujung ruangan,saya bisa menerjemahkan apa yang saya lihat, \"Ini adalah dapur\" KKRAK Tiba-tiba kaki Saya menginjak sesuatu, benda berwarna hitam yang tergeletak dilantai, yang ternyata adalah Handy Cam. \"Ngapain tuh anak ninggalin Handy Camnya di lantai dapur?\" Tidak ada prasangka apapun di kepala Saya saat itu. Saya masih lelah dan belum pulih dari trauma, tapi Saya sempatkan untuk membereskan dapur yang berantakan. Panci dan beberapa perkakasnya masih sangat bersih seperti tidak pernah digunakan, saat saya berniat memasukkannya ke dalam lemari Kayu di sudut dapur, ternyata lemari itu terkunci rapat. Akhirnya Saya membiarkannya tertata rapi di samping kompor. Setelah selesai menjadi tamu yang baik, Saya pergi ke lantai dua, dimana kamar Sandy berada. Saya letakkan Handy Cam nya di samping laptop, dan bersiap untuk berbenah diri, lalu kemudian tidur. Terlepas dari apa yang Saya alami hari ini, Saya masih berharap hari-hari di kontrakan ini, bisa jadi menyenangkan. SEMOGA SAJA ----‘’---- 129

SMKN 2 GAMBIR 9 Januari 20xx, 09:00 WIB Pembukaan Diklat berlangsung meriah, senyum semangat para peserta calon asesor adalah hal biasa, mengingat ini masih hari pertama. Ya! Semua akan berubah pada waktunya, saat mereka mulai sadar, untuk lulus dalam diklat ini butuh lebih dari sekedar semangat, apalagi sekedar senyuman. Berkenalan dengan delegasi dari sekolah lain, secara tidak langsung membuka wawasan Saya tentang bagaimana cara mereka mendidik murid-muridnya. Masing- masing punya metode tersendiri, masing-masing saling berbagi solusi, dan saat tiba giliran Saya berbagi, mereka semua diam dengan satu ekspresi KAGET Mereka tidak habis pikir dengan apa yang baru saja Saya ceritakan, bahwa... \"Saya adalah guru yang setiap awal pertemuan selalu memberikan kesepakatan pada murid\" Pertama.... Saya tidak akan pernah memberikan tugas, ataupun pekerjaan rumah Kedua... Saya tidak akan pernah memberikan nilai dibawah standar kelulusan Ketiga.... Poin pertama dan kedua hanya berlaku bagi mereka yang dalam satu semester, hanya memiliki maksimal tiga kali Alpa\" Mendengar itu.... guru-guru ini pun protes, menceramahi Saya tentang pentingnya tugas, pentingnya penilaian yang objektif dan bla-bla-bla.... Saya hanya menanggapinya dengan tersenyum geli. Ruang diklat mendadak sepi, karena kedua narasumber sudah datang. Semua peserta duduk di tempat yang sudah disediakan, begitupun Saya dan seorang guru yang kebetulan satu meja dengan Saya. Saya ingin memulai hari pertama dengan mencari sahabat, karena jikalau ada yang tidak saya mengerti, Saya tahu kemana harus minta pertolongan, Akhirnya saya mengajak guru ini berkenalan... \"Dari SMK mana Pak?\" Tanya Saya ramah \"SMK Galuhan\" Jawab bapak itu ketus.. Usianya tidak jauh lebih tua dari Saya, tapi gengsinya tinggi sekali! Tidak hanya menjawab ketus, bapak ini juga mengabaikan tangan Saya yang sedari tadi mengajaknya bersalaman. Akhirnya target untuk mendapatkan teman di hari pertama pun sirna, karena mendadak..... Saya punya musuh. 130

11:00 WIB Dua jam pun berlalu, dan senyum semangat peserta pun mulai layu. Narasumber yang sudah berumur, membuat kami harus memperhatikan dengan seksama setiap kata yang keluar dari mulutnya. Dan butuh tenaga ekstra untuk bisa mencerna suaranya sangat amat hemat. Disaat Saya fokus memperhatikan petuah kakek narasumber itu, tiba-tiba Bapak ketus disamping Saya mengundang Saya untuk masuk dalam percakapannya.... \"Bapak..... sekolah bapak ngasih ongkos buat nginap di hotel gak?\" Tanya bapak ketus itu. \"Enggak lah pak, uang transport Saya aja pas-pasan, maklum sekolah kecil\" Jawab Saya, walaupun sedikit jengkel karena orang ini sudah mengganggu konsentrasi. \"Terus bapak nginap dimana???\" \"Di Kontrakan teman..... soalnya penginapan yang disediakan panitia kurang cocok buat saya, berhubung Saya punya teman di Kota ini, jadi sekalian saja Saya numpang, emang kenapa pak?\" Bapak ketus yang mendadak jadi ramah ini pun menceritakan keluh kesahnya, dimana dia merasa penginapan yang disediakan panitia untuk peserta diklat sangat tidak layak. Tidur lesehan bersama peserta lain di ruang kelas sangat bertentangan dengan yang dia sebut “PRIVASI”. Merasa bernasib sama, dan mengerti apa yang bapak ini rasakan, Saya pun menawari nya untuk menginap di kontrakan Sandy. Tapi.... Bapak ini menolak. 16:00 WIB \"Mari masuk Pak\" Ujar Saya mempersilahkan Pak Samsol masuk ke dalam Kontrakan. Ya! Pak Samsol adalah guru ketus yang Saya temui hari ini, terlepas dari mantapnya dia menolak tawaran Saya, ternyata semua hanyalah basa-basi belaka. Tidak hanya memboncengnya ke kontrakan, Saya bahkan harus membawakan barang-barangnya yang dikemas dalam dua buah Ransel besar. Tidak butuh waktu lama bagi saya mengenalkan Pak Samsol pada tempat tinggal barunya, karena Kontrakan Sandy sama sekali tidak besar. Pak Samsol pamit untuk mandi, sementara Saya merebahkan diri di kamar. Sudah berkali-kali Saya coba hubungi Sandy, karena bagaimanapun ini adalah kontrakannya, dan dia wajib tahu siapa yang Saya bawa. Anehnya.... Sandy sama sekali tidak bisa dihubungi, bahkan sejak percakapan terkahir kami semalam, nomornya tidak lagi aktif hingga sore ini. \"Kampreeet! Padahal ada yang harus Saya bicarakan! Bukan hanya tentang Pak Samsol, tapi juga tentang....HANGGAREKSA” Mulai muncul curiga di benak Saya, bisa jadi kepulangan Sandy kekampung meninggalkan kontrakan yang baru satu minggu dihuninya ini ada sangkut pautnya dengan apa yang Saya alami semalam. Selama satu minggu disini, sangat besar 131

kemungkinan bahwa Sandy pernah mengunjungi restoran sebelah, dan mengalami kejadian yang kurang lebih sama dengan apa yang Saya alami. \"Aaah! Bodo amat! Saya cuma Satu minggu disini, dan itu adalah waktu yang singkat untuk merasa takut\" Setidaknya.... itulah yang ada di pikiran Saya UNTUK SAAT INI 16:30 WIB Sudah lebih tiga puluh menit Saya berdiam diri di kamar ini, sementara teman sekamar Saya masih belum hengkang dari kamar mandi. Setengah jam adalah waktu yang sangat lama untuk mandi-nya seorang laki-laki, kecuali ada hal lain yang dia kerjakan yang sama sekali tidak ingin saya bayangkan. \"Ya Allah! Mana Saya belum Sholat lagi\" Saya beranjak bangun, mengacak-acak lemari, dan mencari keseluruh kamar tapi tidak satupun Saya temukan sajadah, sarung, ataupun Al-Quran. \"Sebenarnya, Sandy itu sholat apa enggak sih??\" Entah ide gila apa yang membuat Saya membuka Ransel milik Pak Samsol, berharap menemukan sajadah atau alat Sholat yang bisa saya gunakan. Tapi Sialnya...... SRTTTTTTTTTTTTTTTTT Saya bergegas menutup kembali Ransel besar berwarna kuning dan merah itu, mengambil tempat di sudut kamar, untuk duduk dan memikirkan nasib saya selama tujuh hari kedepan. Nasib sial apa yang membawa Saya ke kota ini, untuk tinggal di samping sebuah restoran angker, dan satu atap dengan seorang manusia angker. Saya harus waspada.... karena apa yang Saya lihat barusan, bukanlah sesuatu yang normal. Pakaian dalam wanita, perlengkapan makeup dan juga Wig berbagai model dan warna. Semua adalah barang yang tidak sepantasnya berada di tas seorang pria. Dan yang lebih mengejutkan lagi....... SAYA MELIHAT FOTO PAK SAMSOL SEDANG BERDANDAN SEPERTI WANITA ----‘’---- 9 Januari 20xx, 23:00 WIB Jadwal Diklat besok sangatlah padat, pukul tujuh semua peserta harus sudah merapat. Tapi disini.... Saya masih belum bisa memejamkan mata, bukan karena insomnia tapi karena jarak tidur kami yang semakin dekat. Sempat terjadi perdebatan tentang siapa yang akan tidur di atas, dan siapa di bawah. Dan saya memutuskan untuk mengalah, karena Saya tahu betapa berbahayanya teman 132

sekamar Saya ini. Pak Samsol memilih tidur di atas, sementara Saya mengambil tempat yang jauh dari jangkauannya. TAPI.....SEJAK KAPAN PAK SAMSOL ADA DI BAWAH??????? Sial! Mendengar suara nafasnya di belakang saya, membuat Saya merasa seperti perawan yang sedang terancam. Saya tidak akan bisa tidur dengan situasi yang mencekam ini. Akhirnya Saya memutuskan untuk bangun, dan pergi menyelamatkan diri. Saya berjalan menuruni tangga... Sampailah Saya di ruang tamu, dimana motor Saya berada. masih ada cukup ruang untuk sebuah karpet, walaupun punggung ini harus beradu dengan lantai yang dingin, tapi setidaknya disini saya merasa aman. BZZZZZZZZZZZ Mata saya baru saja terpejam, mendadak silau oleh sebuah cahaya. Memaksa saya untuk bangun, dan melihat ke ruangan dapur yang sekarang terang benderang. \"Lampunya nyala sendiri?\" Tanpa rasa takut, saya melangkah ke dapur, Sekilas tidak ada yang aneh dari ruangan ini, semua normal, aman dan terkendali, kecuali lampunya. KLEK! KLAK! Lampu yang kemarin malam tidak bisa Saya hidupkan, kali ini tidak bisa Saya matikan. Mungkin saja ada kabel yang konslet, karena lampu di dapur ini memang terlihat kotor dan berdebu, seperti sudah lama sekali tidak tersentuh. Saat Saya berpikir bahwa lampu tua itu adalah satu-satunya hal yang tidak normal di dapur ini, Saya justru baru menyadari adanya panci di atas kompor. Masih jelas di ingatan saya, semua benda yang kemarin malam berantakan, sudah saya letakkan di tempatnya masing-masing. Jadi keberadaan Panci di atas kompor ini, menimbulkan tanda tanya seram di kepala Saya.... \"Apakah seseorang sudah memindahkannya? Mungkinkah Pak Samsol? Ya! Pasti mahluk dua dimensi itu yang melakukannya\" Pikir Saya dalam hati. Saya meraih pegangan panci, berniat meletakkannya ke tempat semula TRENGGGGGGGGG Saya meniup jari tangan, berusaha menghilangkan rasa panasnya. Rasa panas yang saya dapat, Saat menyentuh panci barusan. \"Giiiiii….. Gilaaaaa.......\" Cara saya memandang dapur ini mulai berubah, dan semakin berubah manakala Saya menyadari adanya lubang ventilasi di atas kompor. Bukan Saya tidak memperhatikan, tapi Saya baru saja sadar apa yang ada di balik lubang ventilasi itu. 133

\"Dapur ini.... terhubung sama restoran setan sebelah, dan panci itu..... apa-apaan panci itu?? Panas sekali.... seperti baru saja digunakan, tapi siapa????\" KREKKKKKkk...... Sepertinya Saya harus berhenti bertanya, karena baru saja lemari itu memberikan jawabannya. Pintunya terbuka pelan, suara gesekan dari kayunya yang sudah tua, seperti sedang menertawakan Saya. Tidak ada apapun di dalam lemari itu, tapi justru itulah yang membuat lemari tua itu semakin mengerikan. Untuk apa Sandy mengunci lemari yang tidak ada isinya? Dan bagaimana bisa pintunya terbuka sendiri? BZZZZZZZZZZZZZZ \"ASTAGHFIRULLAH.......\" Saya berlari, menaiki tangga menuju lantai dua. Berlari dari apapun yang ada di samping lemari kosong itu. Tidak jelas bagaimana rupanya, tapi berdiri dengan dua kaki adalah ciri-ciri manusia, hanya saja...... mana ada manusia sehitam itu KREK! Saya berdoa... semua doa yang saya hafal. Berharap setan itu tidak mengejar Saya sampai ke kamar. Ini bukan kali pertama Saya melihat penampakan, tapi mata Saya tetap tidak bisa terbiasa dengan wujud mereka. Sekarang Saya tahu kenapa Sandy pergi, dia tahu ada yang tidak beres dengan kontrakan ini, dan kalau perkiraan Saya benar, semua ini pasti ada hubungannya dengan Hanggareksa. \"Huffff\" Saya bisa bernafas lega, walaupun untuk beberapa detik Saja. Setan itu membuat Saya lupa satu hal, bahwa ada satu lagi mahluk seram di kontrakan ini. Dan sekarang....... “HWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA” Dia sedang tidur telanjang dada, dan memegang sarung saya. ----‘’---- 10 Januari 20xx, 06.00 WIB Ini masih sangat pagi untuk memulai diskusi, tapi kalau tidak begini, kejadian semalam pasti terulang lagi. \"Disini Saya tuan rumahnya! Jadi semua aturan yang Saya buat, harus Kamu patuhi, ngerti?\" Tegas Saya pada Samsol yang manyun-manyun sendiri sambil memegang pipi kanannya. Menendang kepala orang memang bukanlah tindakan terpuji, tapi menyingkap sarung orang lain itu lebih tidak terpuji lagi, terlebih jika didasari dengan maksud dan tujuan terselebung. 134

\"Hu'um\" Jawab Samsol \"NGERTI???\" \"Iyaaaa ngertiii... ngertiiiiii...... tapi gak pake nendang pipi juga kaleeee\" Jawab Samsol masih dengan logat flamboyannya. Sebenarnya, fisik orang ini sama sekali tidak memungkinkan untuk bertingkah seperti banci Tubuhnya yang kekar, kumis halus yang tumbuh jarang-jarang, rambut tipis yang mulai terlihat botak, jerawat yang tidak bisa dihitung oleh jari, dan masih banyak lagi ketidak serasian antara penampilan dan gayanya yang flamboyan. Kami lanjut membuat kesepakatan, diantaranya tentang siapa yang akan tidur di atas, dan siapa yang dibawah. Siapa yang punya tanggung jawab memasak, dan siapa petugas kebersihan. Saya harus membuat batasan yang sangat jelas juga aturan yang sangat tegas, karena celah sekecil apapun, bisa berakibat FATAL 07.30 WIB Akhirnya kami berdua siap berangkat. Sambil menunggu mesin motor dipanaskan, Saya sempatkan melihat-lihat keadaan sekitar. Daerah ini bisa dibilang sepi untuk sebuah pertigaan di kota besar, mungkin karena berada di area perbatasan, jadi pemukiman penduduk tidak banyak terlihat. Sudah mulai ada aktifitas di restoran sebelah, ada tiga mobil dan satu motor di area parkirnya. Dan yang membuat mata saya tidak segera berpaling pandang adalah..... Mobil pick up yang parkir tepat di depan pintu masuk. \"Itu.... bukannya mobil Pak sopir yang Saya temui kemarin? Atau.... cuma kebetulan mirip?\" Mobil seperti itu, adalah tipe yang jarang sekali terlihat di kota besar. Melihatnya sedang parkir di depan Hanggareksa, pasti bukanlah sebuah kebetulan. \"Tunggu! HANGGAREKSA???\" Tentu saja nama itu pernah Saya dengar sebelumnya, kalau dugaan Saya benar, itu artinya.....restoran ini adalah restoran yang diceritakan Pak supir di Warung Gandrung itu. \"Hayuuuuu. Aku udah siap nih\" Samsol keluar dari kontrakan. Pemandangan yang tidak hanya membuyarkan konsentrasi saya, tapi juga membuat penyakit magh saya kambuh. Jaket berwarna kuning bergaris pink dengan gambar Nyan Cat, bukanlah fashion yang pantas dipakai laki-laki seumuran Samsol. \"Mmm mahluk ini.... Gaya dan muka nyaaa.... benar-benar tidak sinkron\" Sepertinya mulai sekarang Saya harus membiasakan diri dengan keadaan ini, karena kalau tidak..... Saya bisa pulang kampung dengan membawa penyakit 135

jantung. Akhirnya.... saat motor Saya sudah siap dikendarai, muncul masalah baru yang sangat serius. SIAPA YANG AKAN MENGEMUDI? Saat ini, depan dan belakang adalah pilihan yang sama-sama berbahaya, dan karena harus memilih.... Saya memilih yang tidak membahayakan nyawa.... \"Kamu yang nyetir!\" Perintah Saya, sambil memberikan kunci motor pada Samsol, dan kami berdua pun berangkat. 12.30 WIB Kegiatan harus berhenti sejenak, para peserta diberi kesempatan untuk istirahat, sholat dan makan. Saya manfaatkan waktu luang ini untuk bersantai di dalam ruang diklat yang sepi. Sayangnya.... niat untuk mendengarkan lagu-lagu kesayangan pun gagal, karena salah seorang guru mengajak Saya bicara. \"Maaf pak, sampean guru mata pelajaran apa ya?\" Tanya bapak berkopiah hitam itu. \"Saya guru Multimedia pak, bapak sendiri?\" \"Saya guru Akuntasi Pak\" Pertemuan saya dengan Pak Guru bernama \"Rofiq\" ini, seperti pertemuan dua perantau yang berasal dari kampung yang sama. Karena kami berdua sama-sama dari pesantren. Kami saling berbagi pengalaman, dan mendengarkan keluh kesah satu sama lain. Itu hal yang wajar, mengingat banyak hal unik di pesantren yang tidak dimiliki oleh sekolah luar, salah satunya adalah… Siswa ke sekolah menggunakan sendal. Entah apa pemicunya, perbincangan kami sampai pada tema spiritual. Pak Rofiq mengeluhkan kondisi penginapan yang disediakan oleh panitia, karena baru malam pertama saja... sudah ada orang yang kesurupan. Saya mendengarkan dengan seksama, karena bagi saya tema seperti ini sangat menggugah selera…. Jadi ceritanya… Tengah malam tadi.... Salah seorang peserta bernama \"Pak Rizki\" yang sedang kembali dari mushallah untuk sholat tahajjud, melihat seseorang berdiri di tengah aula sekolah. Karena ruang Aula yang gelap, Pak Rizki tidak segera mengenalinya. Orang itu menyadari kehadiran Pak Rizki lalu melihat ke arahnya. Dari situ Pak Rizki tahu kalau orang itu adalah \"Bu Minah\" yang juga seorang peserta diklat.Ibu itu mengenakan daster, yang berarti dia baru saja bangun tidur. Merasa heran dengan apa yang sedang dilakukan Bu Minah, Pak Rizki mendekatinya sebelum akhirnya langkah Pak Rizki berhenti karena tiba-tiba Bu Minah memutar-mutar kepalanya. Awalnya itu dilakukan dengan sangat pelan, tapi lama-kelamaan semakin cepat dan disertai teriakan Laki-laki yang keluar dari mulut Bu Minah. Pak Rizki segera berlari ke ruang penginapan dan membangunkan peserta yang lain. Beberapa menit kemudian, Ruang Aula ramai oleh kerumunan peserta, sementara 136

Bu Minah baru kembali Sadar lima belas menit setelahnya. Karena kejadian itu.... Banyak peserta yang memilih menginap di hotel, terutama Ibu-ibu. \"Eeee busyeeet, Itu Bu minah kerasukan Jin metal kali ya?\" Respon kocak saya berhasil memancing tawa kami berdua. Tidak butuh waktu lama, Saya dan Pak Rofiq menjadi akrab, walaupun sebelumnya Saya harus memastikan dulu kalau Pak Rofiq adalah orang yang “NORMAL” ----‘’---- 10 Januari 20xx, 21.00 WIB Saya masih enggan pergi ke kamar, dan menghabiskan waktu dengan laptop di ruang tamu. Banyak tugas yang harus Saya selesaikan agar pulang ke kampung membawa sebuah Sertifikat. Sudah dua jam lebih Saya disini, dan selama itu sudah tujuh kali Samsol naik turun tangga. Entah apa alasannya. \"Huwaaaaaaaaaaaaaaaiiiiiiii\" Sampai disini mulai terasa betapa rindunya Saya dengan suasana rumah. Jam segini mereka berdua pasti sudah tidur, ada rasa khawatir setiap kali memikirkan anak dan istri di rumah, Walaupun Saya sudah meminta Farah untuk tinggal di sana selama satu minggu. KREK Lagi-lagi Samsol turun dari kamar, mengingatkan Saya bahwa keadaan disini jauh lebih mengkhawatirkan daripada di rumah. Saya sudah tidak tahan dengan tingkah lakunya itu, akhirnya saya beranikan diri bertanya.... \"Kamu ngapain sih? Mencret?\" Samsol menghentikan langkahnya tepat di tengah tangga. Wajahnya seperti sedang kebingungan, atau mungkin ketakutan. \"Pak Danil.... sampean gak denger sesuatu?\" DEG... DEG.... DEG.... Pertanyaan Samsul membuat jantung Saya lupa irama degupnya. Saya tidak bisa menjawab karena memang tidak mendengar apa-apa, dan tidak ingin mendengar apa-apa. Akhirnya Saya jawab pertanyaannya dengan sebuah pertanyaan juga.... \"Emang.... Kamu.... denger apaan?\" Samsul memandang dapur yang gelap, dan entah kenapa Saya justru ikut-ikutan. \"Heee heei!! Jangan bikin Saya takut gitu! Emang Kamu denger apaan??\" Saya mulai ketakutan, tapi Samsol tidak juga menjawab pertanyaan Saya. 137

Tanpa sepatah kata pun, dia berlari kembali ke kamar. Semua ini membuat Saya semakin bimbang, di kontrakan ini.... lantai satu dan lantai dua nya sama-sama mengerikan, dan dua-duanya adalah sebuah ancaman. Saya mencoba menenangkan diri, sudah dua jam lebih Saya disini tapi tidak pernah mendengar suara apapun selain musik di laptop. Bisa jadi.... itu semua hanyalah jebakan Samsol, \"Aasssseeeemmm dibawah hantu gentayangan, di atas banci kesepian!\" Saya mulai bertanya-tanya, masih hidupkah saya besok pagi? Dan jawabannya adalah.... BZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ Lagi-lagi lampu di dapur tiba-tiba hidup. Atsmosfir kemarin malam, sedang saya rasakan sekarang. Saya tahu apa yang harus saya lakukan, menutup Laptop, membaca doa dan berusaha sekuat mungkin untuk tidak termakan umpannya. Perasaan ini tidak akan Saya lupakan seumur hidup, dimana seharusnya Saya takut melihat sesuatu di kegelapan, justru saat ini Saya takut akan melihat sesuatu di ruang dapur yang terang benderang. Belum lagi.... Saya terjebak diantara dua mahluk mengerikan yang malam ini dengan kompaknya sama-sama memasang jebakan. Sudah hampir semenit Saya duduk bersila, membaca Ayat suci yang sudah berkali- kali Saya ulang, tapi..... lampu di dapur masih menyala terang. STAK....... STAK....... STAK........ Telinga Saya mendengar sesuatu yang sudah bisa dipastikan berasal dari dapur, suara itu mirip suara pisau yang sedang digunakan untuk memotong sayuran atau daging. Sialan! Suara yang biasanya membuat perut ini lapar, saat ini justru membuat Saya gemetar. Belum lagi Saya mencium aroma sedap masakan yang sangat kuat di kontrakan ini, berbeda dengan aroma masakan di restoran sebelah yang setiap harinya hanya tercium sekilas dari sini. Saya tahu satu-satunya jalan keluar dari keadaan ini, jadi Saya bergegas bangun dan berlari keluar dari kontrakan. KREK Akhirnya udara dingin mengisi paru-paru Saya yang hampir saja kehabisan suplai Oksigen. Saya masih merasa aneh karena baru kali ini suasana di luar rumah terasa jauh lebih aman daripada di dalam. Tapi sepertinya teman Saya yang ada di lantai dua punya pendapat berbeda... “PUUUUUOOOOOCOOOOOOOOOOOOONGGGGG….!!!” Saya tahu itu suara siapa. Tapi untuk masuk ke dalam dan menolongnya, Saya masih beripikir seribu kali. Pocong versus Samsol... SIAPA YANG HARUS SAYA TOLONG 138

Samsul berlari menuruni tangga, lalu berlari lagi menaiki tangga. Sementara Saya yang sudah masuk ke dalam, masih bingung apa yang harus Saya lakukan. Lampu di dapur masih menyala, dan dari tempat Saya berdiri Saya tidak melihat apa-apa. \"EH BOTAK!!! KAMU BISA TENANG GAK?? JELASIN SAMA SAYA ADA APA SEBENARNYA?\" Samsol kembali menuruni tangga dan kali ini langsung berlari ke arah Saya. Saya bersumpah demi Almarhum Kakek saya, kalau sampai Samsol memeluk, maka malam ini Saya dan Pocong itu akan membuat Samsol menderita. Tapi syukurlah.... itu tidak terjadi \"Daaaan Eh Daaaan di Kamar ada pocongnya Daaaan, pake baju putiih,matanya merah, mukanya iteeeeem, Serrrrrreeeeeeeeeeeeeeem Daaaaaaaaaan\" Teriak Samsul dengan wajah yang juga menyeramkan. Entah kenapa melihat Samsol yang tidak bisa diam, Saya jadi lupa dengan rasa takut Saya sendiri. Pocong itu pasti kecewa karena sudah salah pilih korban. Saya pun memberanikan diri pergi ke dapur, sambil sesekali melihat ke tangga.Sementara Samsol masih duduk di pojokan ruang tamu, sambil memegang knalpot motor. \"Daaaan eh Daaaan, Kamu mau kemana Daaaan? Pocongnya di atas Daaaan, bukan di dapuuuur\" Saya tidak menghiraukannya. Saat ini Saya sudah berada di dapur, dari sini dapat Saya lihat kalau restoran sebelah masih buka, lampunya masih menyala, terlihat jelas dari lubang ventilasi di dapur ini. \"Daaaaaaaaaan eh Daaaaaaan, mending kamu buruan kesini deh daaaaan\" Rasa takut Saya datang kembali, saat mata dan telinga ini saling bekerja sama untuk menterjemahkan apa yang sudah saya dengar tadi, dengan apa yang sedang Saya lihat sekarang. Pisau dapur, panci, kompor, dan mangkok sedang tertata rapi di meja dapur. Benda-benda ini seolah memberi tahu Saya bahwa dari sinilah asal suara yang Saya dengar tadi. Dan tentu Saja..... itu semakin membuat Saya ketakutan. \"Daaaaaan eh daaaan, cepet kesini Daaaaan\" Saya mulai memperhatikan lemari ajaib di sudut ruangan ini, yang lagi-lagi pintunya terbuka lebar. Disinilah kemarin malam sosok itu berdiri. Sering kali Saya dengar bahwa mahluk halus memiliki tempat atau benda tertentu yang jadi persemayamannya, dan melihat lemari kosong itu... Saya mulai berpikir jangan- jangan pocong itu tinggal di dalam lemari \"Daaaaaaaan\" \"BERISSSSSSSSSSSSIIIIIIIIIIIIIIIKKK KAMPREEEEEEEEEEEEEEEET!!! GAK ADA POCONG DISANA! JADI BERHENTI NGEBACOT!!\" 139

\"Eeee emang daaan, pocongnya emang gak ada disini.... soalnya....\" “DARI TADI DIA NGIKUTIN KAMU DAN EH DAAAAAAAAN” ----‘’---- 10 Januari 20xx, 21.30 WIB “Ya tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan bisikan setan, Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, agar mereka tidak mendekatiku“ BZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ Saya membuka mata, dan ternyata... lampu dapur kembali mati, pertanda keadaan normal kembali. Dan lemari itu.... entah sejak kapan tertutup, dan lagi-lagi terkunci rapat. \"Samsooool!!!\" \"Iiiii iyaa Daaan?\" Saya memanggil Samsol, memintanya untuk melakukan sesuatu. walaupun saya harus memanggilnya sebanyak tujuh kali, baru dia mau menggerakkan pantatnya. \"KAMU ORANG APA JAILANGKUNG SIH?? CEPAT AMBILIN SAYA SENTER!!!\" Samsol pergi mengambil senter, walaupun harus merengek-rengek seperti anak kecil. Saya bisa memaklumi rasa takutnya, karena itu adalah alasan yang sama kenapa Saya menyuruhnya. Ya! KARENA SAYA JUGA TAKUT. Saya mengangkat lengan baju koko yang sedang saya pakai, kemudian mengambil kuda-kuda untuk menggeser lemari kayu itu. “HEGHHHHH” Aneh.... lemari ini sama sekali tidak kelihatan berat, apalagi tidak ada sesuatu di dalamnya. Tapi Saya belum menyerah, Saya mencoba menggesernya sekali lagi. “HEGHHHHH” Tenaga Saya berhasil membuat lemari itu menghadap ke arah yang berbeda. Bersamaan dengan itu, Samsul datang membawakan senter. Saya memeriksa setiap sudut dan sisi lemari, sementara Samsol membantu memberikan penerangan. \"Gak ada yang aneh sama lemari ini!\" Ya! Memang tidak ada yang aneh dari lemari tersebut, tapi di belakang lemari..... dinding dapur yang selama ini ditutupinya..... Saya melihat ada kejanggalan. Warna Cat dinding di ruangan ini sudah mulai pudar, dan itu adalah hal yang wajar mengingat usia bangunan yang mungkin sudah tua. Tapi yang tidak wajar adalah..... 140

CAT DI BELAKANG LEMARI INI MASIH TERLIHAT BARU Hanya ada satu kemungkinan.... dan saya sangat benci memikirkannya. Setelah apa yang Saya alami di Hanggareksa, dan di kontrakan ini, Saya selalu berasumsi bahwa keduanya saling berhubungan, dan ternyata...... Saya benar! Cat di belakang lemari ini terlihat baru karena memang dindingnya juga baru. Dinding baru untuk sebuah bangunan tua? Bisa jadi baru selesai di renovasi, bisa jadi ada penambahan ruang, atau bisa jadi ada sesuatu yang ditutupi. \"Daaan eh daaaan, Kamu lagi nyari apaan sih?? Muka kamu serem amat....\" \"Sepertinya kita sudah salah pilih kontrakan Sol....\" \"Maksud kamu?\" \"Lemari ini sengaja diletakkan disini, karena dulunya.... disini ada sebuah pintu! Pintu ke restoran sebelah, dan itu artinya\" “DAPUR INI DULUNYA ADALAH DAPUR HANGGAREKSA” ----‘’---- 11 Januari 20xx, 07.30 WIB Pukul tujuh pagi kami belum sempat sarapan, karena setelah kejadian semalam Saya dan Samsol sama-sama malas pergi ke dapur. Lemari terkutuk itu kami kembalikan ke tempat semula, karena bagaimanapun sebagai tamu.... tidak seharusnya kami memindahkannya. Saya masih duduk di kamar membaca materi untuk diklat hari ini, sambil sesekali melihat jam. Harusnya Saya sudah berangkat, tapi sudah hampir satu jam orang itu belum juga keluar dari kamar mandi. \"Lima belas menit lagi, kalau Samsol belum selesai, terpaksa Saya tinggal\" Jenuh sudah mata ini membaca materi, sebaiknya Saya simpan energi karena di kelas nanti suara narasumber akan membuat Saya lebih jenuh lagi. Ada sesuatu yang tiba-tiba menarik perhatian Saya, sebuah benda yang Saya pungut dari lantai dapur saat pertama kali menginjakkan kaki di kontrakan ini. HANDY CAM SANDY. Saya tertarik untuk membukanya, berharap ada sesuatu yang bisa mengusir kebosanan Saya pagi ini. KLIK Thumbnail Video berjejer di layar , semua disortir rapi sesuai tanggal. Saya memutarnya bergiliran, mulai dari yang terbaru sampai yang paling lama. Selama video pertama ini Saya putar, Sempat beberapa kali bibir ini berdecak heran, karena video pertama barusan terasa tidak masuk akal. Sama sekali Tidak ada yang istimewa, hanya sebuah video buram dengan suara-suara aneh yang terdengar sangat nyaring, mirip suara radio tua yang salah frekuensi. Satu-satunya pertanyaan Saya adalah.... 141

\"Ini.... Hanggareksa kan? Ngapain Sandy ngintip restoran sebelah?Pakai acara direkam segala lagi\" Yaa! sandy adalah adik kelas Saya di SMP dulu, Dia memang terkenal badung dan susah diatur. Saya tidak menyangka dia akan tumbuh dewasa menjadi tukang intip seperti ini. Merasa tanggung, Saya lanjut memutar sisanya. Beberapa diantaranya hanyalah video iseng sandy yang sedang stalking seorang gadis. Sampailah Saya pada sebuah Video dengan kumpulan orang-orang berjubah hitam yang sedang duduk di antara lingkaran lilin. Awalnya tidak terlalu jelas karena beberapa kali Sandy menurunkan Handy Camnya, tapi lama kelamaan gambar orang-orang itu semakin jelas. Mirip dengan orang yang sedang berdoa, hanya saja..... ini versi gilanya. \"Mahluk macam apa yang sedang mereka sembah?\" Membayangkan lokasi Video ini adalah Hanggareksa, membuat saya semakin tidak betah tinggal di kontrakan ini. Di kampung, banyak oknum-oknum pemilik warung yang menggunakan ilmu hitam untuk menarik pelanggan, mungkinkah orang-orang itu sedang melakukan hal yang sama? Tiba-tiba terdengar suara keras seperti sebuah denting jam. Hal yang tidak pernah Saya dengar selama berada di kontrakan ini. Tapi Saya mengerti setelah melihat detail waktunya, video ini diambil tepat tengah malam, dimana biasanya Saya sudah tidur lelap. Dan Akhirnya.... Video yang singkat itu berakhir setelah orang-orang berjubah hitam itu berjalan mendekat ke arah Sandy. Video ini pastinya diambil diam-diam, beberapa kali saya dengar suara nafas Sandy, dia tidak hanya menghirup udara, tapi juga menghembuskan rasa takutnya. Orang iseng tidak akan bertindak senekat ini.... Sandy pasti melakukannya dengan niat, dan Saya berhak tahu apa niatnya. Saya mengambil Handphone dan menghubungi Sandy, berharap kali ini nomornya sudah aktif TUUUUUUUUUUUUT TUUUUUUUUUUUUUUT Nada sambung itu membuat Saya lega, karena akhirnya Saya bisa memarahi tuan rumah tidak bertanggung jawab itu. Tapi ternyata.... Nomor Yang Anda Tuju Sedang Sibuk, Silahkan Hubungi Beberapa Saat Lagi \"KAMPEEEEEEEEEERRRRRRR!!! DIREJECT????\" Kesal bukan kepalang, sampai smartphone ini saya banting... Ke Bantal! Belum selesai saya mengumpat, sebuah SMS dari Sandy meredakan amarah Saya. “Mohon maaf bang..... Saya belum bisa balik ke Kontrakan, karena kemarin sembilan Januari, Ibu Saya meninggal. Sekali lagi maaf bang.” Saya tertunduk lemas, Almarhumah adalah orang yang baik, beliau sangat sabar dan sangat mengayomi Sandy juga teman-temannya yang bermain ke rumah Sandy. 142

INNALILLAHI WA INNA ILAIHI RAJIUN Mati adalah misteri... Entah karena usia, penyakit, lalai dan celaka, mati tetaplah pasti. Tuhan akan memanggil orang baik dengan cara yang baik, walaupun beberapa orang baik ada yang kurang beruntung karena harus dipanggil dengan cara yang mengenaskan. Bagaimana kah Saya akan dipanggil? YA TUHAN... APAPUN CARANYA, JANGAN SAMPAI SAYA MATI KARENA ORANG INI.. Doa Saya setelah melihat Samsol masuk kamar dengan jubah handuk berwarna pink, sambil mengigit sikat giginya dan berkata... MAAF MEMBUAT KAMU MENUNGGU, AKU UDAH SELESAI NIH TWINK! ----‘’---- 11 Januari 20xx, 11.30 WIB Jam istirahat untuk para peserta Diklat, bahkan setelah menjadi guru pun, bel istirahat masih menjadi melodi yang indah di telinga. Kebiasaan Saya ketika sekolah pun tidak berubah, yakni lebih memilih istirahat di kelas daripada pergi ke kantin. Dan sepertinya, Pak Rofiq juga punya pemikiran sama. Usia Saya dan Pak Rofiq bisa dibilang sama, bahkan kami berdua lulus SMK di tahun yang sama. Obrolan kami selalu saja seru, sama sekali tidak tampak seperti orang yang baru kenal. Pak Rofiq bukan hanya seorang guru SMK, beliau adalah anak salah seorang ustad di pesantrennya, dan pemahamannya tentang Ilmu agama sangat jelas terlihat dari ahlak dan tutur bahasanya. \"Oh ya pak, saya ingin menanyakan sesuatu... tapi mungkin akan sedikit tidak masuk akal\" Entah alasan apa yang mendorong Saya untuk bicara seperti itu. Tapi yang jelas, firasat saya mengatakan bahwa Pak Rofiq adalah orang yang tepat, lagipula dia bersedia mendengarkan.. Saya pun menceritakan semuanya dari awal, tentang hanggareksa, tentang kontrakan, tentang dapur, dan yang terakhir tentang video Sandy. Pak Rofiq mendengarkan dengan serius, sesekali dahinya mengkerut, seakan-akan cerita Saya tidak masuk akal. Setelah penjelasan panjang lebar, saya menutup cerita Saya dengan pertanyaan.... \"Jadi apakah benar.... tidak semua bangsa jin takut pada doa yang kita baca?\" 143

Pak Rofiq berpikir sejenak, kemudian menjawab, \"Mungkin saja... karena tidak semua bangsa jin adalah mahluk yang jahat. Tapi.... apa yang sampean alami itu, kasusnya berbeda.\" \"Berbeda bagaimana maksudnya?\" Tanya Saya. \"Ok! Sebelum saya memberi Solusi, Mari kita melihat masalah Pak Danil dari sudut pandang kepercayaan masyarakat kita. Orang-orang percaya bahwa hantu adalah arwah manusia yang tidak bisa beristirahat dengan tenang karena masalah duniawi yang belum terselesaikan. Kita sering menyebutnya sebagai ARWAH PENASARAN.” “Lalu ada juga yang percaya bahwa Hantu adalah mahluk yang menyerupai manusia dan bertujuan menggoda atau melemahkan iman seseorang, dengan menjelma menjadi sosok orang yang sudah meninggal, orang-orang percaya bahwa mahluk itu adalah JIN. Lalu ada lagi pengakuan orang-orang yang sering melihat manusia dengan kemampuan untuk menjelma menjadi hewan, yang biasa kita sebut sebagai MAHLUK JADI-JADIAN.” “Itu hanya sebagian kepercayaan masyarakat kita lhoo yaaa, saya tidak mau berbicara dari sudut pandang agama. Kira... kira..... Pak Danil lebih percaya yang mana??\" Tanya Pak Rofiq Terus terang Saya bingung, karena semuanya adalah teori yang sering Saya dengar di kampung. Entah itu sebagai gurauan, ataupun sesuatu yang serius. Sejak kecil saya percaya setiap tempat pasti ada penunggunya, tapi apa yang Saya alami di kontrakan itu.... sepertinya lebih dari sekedar gurauan mahluk halus. \"Entahlah Pak Rofiq, tapi sosok yang ada di kontrakan itu terlalu agresif untuk ukuran seorang penunggu. Jadi saya berasumsi bahwa sesuatu yang buruk pernah terjadi di kontrakan dan Restoran itu, dan pastinya tidak akan jauh dari yang namanya kematian. Lagian... apa pengaruhnya kepercayaan saya terhadap solusi yang akan bapak kasih?\" Tanya Saya yang mulai sebal karena pertanyaan Saya dibalas dengan pertanyaan juga. \"Ooooh tentu saja ada! Kalau Sampean berpikir mahluk itu adalah arwah penasaran, maka solusinya adalah.... Pak Danil harus mencari tahupenyebab kematiannya, dan membantunya menyelesaikan urusan duniawi arwah tersebut, barulah dia bisa pergi dengan tenang\" Jawaban Pak Rofiq lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. \"Yang benar saja pak? Darimana Saya bisa tahu penyebab kematiannya? Saya bahkan baru dua hari tinggal disana. Bertanya sama karyawan restoran juga bukan ide yang bagus\" Mendengar jawaban Saya, Pak rofiq menggeleng-gelengkan kepalanya. \"Itu hal yang gampang....\" “TANYAKAN SAJA SAMA ARWAHNYA!” 144

\"Hahahahahahahaaha..... haha..... ha.... hmmm.... emmm....\" Tawa Saya berangsur- angsur reda karena melihat wajah serius pak Rofiq. Sepertinya dia tidak sedang bergurau. Sebenarnya apa yang dikatakan pak rofiq sudah sering sekali saya dengar, dan saya lihat di TV. Berkomunikasi dengan penunggu rumah berhantu, yang menggunakan manusia sebagai medium. Tapi tidak pernah terpikir oleh Saya untuk melakukannya. \"Saya bukan orang sakti yang bisa berbicara dengan mahluk halus pak, melihatnya saja Saya ketakutan\" Ujar saya dengan nada bergurau \"Sebenarnya Saya juga bukan orang sakti, tapi kalau sampean mau.... nanti malam kita dzikir bersama di kontrakan sampean. Saya yakin tempat itu belum pernah sekalipun diruwat\" Sepertinya Saya tidak salah pilih orang. Tanpa pikir panjang lagi, Saya menyetujui usulan beliau. \"Setuju!!! Tapi... apa Saya gak ngerepotin sampean?\" Tanya Saya sungkan \"Oh tidak.... tidak....., lagian sejak diklat dimulai saya belum pernah jalan-jalan keliling kota Gambir, jadi anggap saja saya sedang piknik di rumah hantu hahaha\" Kami berdua tertawa, bersamaan dengan bel tanda diklat kembali dimulai. Narasumber pun sudah masuk ke ruangan, sementara pikiran saya malah keluar dari ruangan. MALAM INI... AKAN JADI MALAM YANG PANJANG ----‘’---- 11 Januari 20xx, 20.00 WIB Teman-teman para undangan sudah berkumpul di ruang dapur, duduk bersila di atas karpet lusuh. Apa boleh buat, saya tidak pernah menduga akan jadi seperti ini, terpaksa menyambut tamu dengan persiapan seadanya. Dan lebih parahnya lagi... lampu di dapur ini tidak bisa menyala walaupun sudah saya belikan yang baru. Pak rofiq membawa lima orang temannya, yang juga peserta diklat dari pesantren yang sama, mereka adalah.... Pak Nasir, Mas Wahyu, Pak Atmojo, Pak Sufyan dan Bu Maila. Saya sempat terkejut karena salah satunya adalah perempuan, tapi itu memang disengaja oleh Pak Rofiq dengan alasan ini akan lebih mudah jika mediumnya adalah seorang perempuan. Saya pun tidak protes, asalkan Bu Maila dzikirnya di dalam kamar, karena apapun alasannya... itu tetap tidak dibenarkan dalam agama. Suara musik dari restoran sebelah terdengar pelan ke dapur, sedikit mengganggu tapi kami sepakat untuk memakluminya. Akhirnya semua yang hadir sudah duduk 145

rapi dengan sisa air wudhu' di wajah mereka, Pak Rofiq mulai memimpin pembacaan doa dan setelahnya.... dzikir pun dimulai. Semua tampak khusyuk dan larut dalam doa, kecuali Samsol yang hanya komat- kamit karena mengaji saja dia tidak bisa. Konsentrasi saya pun hilang manakala Saya melihat sarung yang dipakainya adalah sarung Saya, kesal... tapi itu lebih baik daripada dia memakai mukenah yang tanpa sengaja saya temukan di dalam tas ranselnya tadi. BZZZZZZZZZZZZ Dan pertunjukan pun dimulai.... Lampu dapur tiba-tiba menyala. Mulut ini masih berdzikir, tapi mata Saya menerawang ke setiap sudut dapurkarena sedikit banyak... saya mulai merasakan kehadirannya. Teman-teman yang lain masih memejamkan mata mereka, tapi kerutan dahi yang mulai basah oleh keringat itu.... adalah pertanda bahwa mereka juga mersakannya, hanya saja memilih untuk tetap memejamkan mata. Saya memberi isyarat pada Samsol untuk melakukan apa yang sedang teman-teman lakukan, lalu kami berdua pun memejamkan mata TRANG Suara panci jatuh... dzikir kami pun semakin nyaring. TRANG Lagi-lagi... suara yang sama terdengar, seperti benda aluminium yang jatuh ke lantai. Mendengar ini.... irama dzikir kami menjadi kacau, saya pun bisa mendengar Samsol berkata lirih.... \"Ya Tuhan.... serem amat Ya Tuhan....\" GUBRAK!!! “ASTAGHFIRULLAH!!!” Kami semua tersentak kaget, walaupun masih dengan mata tertutup. Suara itu berasal dari arah dimana lemari itu berada. Sekarang kami juga bisa mendengar suara Dzikir Bu Maila yang semakin keras di kamar atas.... KREEEEEEKKKKKKK Dan kali ini.... adalah suara lemari yang terbuka, entah kenapa tiba-tiba saya merasakan seseorang yang tidak diundang sedang berada diantara kami. Belum lagi saya mencium bau daging bakar. Walupun benci mengakuinya... bau itu terasa sangat lezat di hidung ini. “HIYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA” Tiba-tiba Bu Maila berteriak, memaksa kami untuk menghentikan dzikir sejenak. Kami semua berlari ke kamar atas, dan menemukan Bu Maila yang sedang pingsan. Pak Rofiq meminta air yang sudah saya siapkan sebelumnya, dan mengusapkannya ke wajah Bu Maila.... beberapa saat kemudian... Bu Maila kembali siuman..... 146

\"Hmmmmm??\" Pak Rofiq meminta kami menjauh, lalu dengan sigap membantu Bu Maila bangun. Setelah dirasa cukup sadar, Pak Rofiq bertanya... \"Panjenengan pasera? (Siapa Kamu?)\" Dengan wajah heran, Bu Maila menjawab, \"Nur Maila, memangnya siapa lagi?\" Seisi kamar mendadak riuh, karena ternyata pingsannya Bu Maila bukan karena kesurupan. Kami pun sepakat untuk kembali ke dapur dan melanjutkan dzikir, tapi ternyata... di depan pintu dapur... Pak Samsol sedang tengkurap dengan wajah menghadap ke arah kami yang baru turun dari tangga. Lalu dari mulutnya... muncullah sebuah suara.... “PERGI KALIAN!!! JANGAN BIKIN SAYA TAMBAH KEPANASAN! PERGI!” Pak Rofiq berjalan pelan menghampiri Pak Samsol sembari membaca doa “PERGIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII” Suara dari mulut Pak Samsol semakin nyaring terdengar, semua yang ada di kontrakan ini semakin ketakutan, termasuk Saya, dan itu wajar! Karena... adakah yang lebih menyeramkan dari.... BANCI KESURUPAN? ----‘’---- 11 Januari 20xx, 20.30 WIB Malam ini akan menjadi sejarah yang tidak akan pernah kami lupakan, dan terlalu tabu untuk diceritakan. Dapat saya lihat wajah-wajah para gentlemen yang kehabisan ekspresi, mereka tidak hanya takut terluka tapi juga takut ternoda. Semakin lama kami diam, semakin liar Samsol jadinya, bahkan Pak Rofiq pun tidak tangkas seperti sebelumnya. \"Pak Rofiq, jangan diam saja! Sampean harus lakukan sesuatu!\" Seru Pak Atmojo dengan logat maduranya yang kental. Pak Rofiq melihat kami satu-persatu berharap ada relawan yang bersedia menggantikan tugasnya tapi sayang sekali, kami terlalu lemah untuk Samsol yang semakin perkasa. \"Dengar! Saya tidak bisa melakukan ini sendiri, kalian harus membantu Saya!\" Seruan Pak Rofiq sama sekali tidak kami hiraukan karena itu terdengar seperti alasan, saat Bu Maila pingsan dengan sigapnya dia menyuruh kami menjauh, tapi saat Samsol yang kesurupan dengan sigap juga dia ingin menjauh. “PANAAAAAAAAAS! HENTIKAN ITU PEREMPUAN BRENGSEK“ Teriak Samsol sambil menunjuk Bu Maila yang sedari tadi masih melanjutkan dzikirnya. 147

Melihat Samsol yang meronta menahan sakit Pak Rofiq menjadi Iba, dia pun duduk bersila di depan Samsol lalu memerintahkan Kami untuk memeganginya \"Tolong pegangi Samsol! Buat dia duduk dan tahan selama yang kalian bisa!\" Saya pun mengikuti perintah Pak Rofiq dan membantunya memegangi tangan Samsol, sementara yang lain menahan kaki dan kepalanya. Samsol semakin liar dan binal, bahkan kami hampir kewalahan karena tenaganya luar biasa kuat. Belum lagi teriakan Samsol semakin keras bahkan sempat membuat pedagang sate yang lewat di depan rumah berhenti. \"Bak Mai, tolong tutup tirai jendelanya! Tidak enak kalau hal ini sampai kelihatan orang di luar\" Bu Mai bergegas melakukan apa yang Pak Rofiq perintahkan. Tirai sudah tertutup tapi pertunjukan baru saja dimulai. “BEDEBAH KALIAN SEMUA! LEPASKAN AKU! LEPAAAAAAAAAAAAS” Pak Atmojo selaku divisi kepala mulai kebingungan karena berkali-kali Samsol berusaha menggigit tangannya. Sementara Pak Nasir selaku divisi kaki kiri dibuat sibuk oleh sarung Samsol yang semakin lama semakin naik. \"Sarung sialan! Kalau sampai kebuka, kita semua pasti gak bisa tidur dengan tenang!\" Gerutu Pak Nasir \"Jangan salahkan sarungnya Pak! Salahkan isinya!\" Sahut Saya membela sarung kesayangan. Merasa pandangannya terancam Bu Mai segera naik ke atas, mungkin dia tidak tahan dengan apa yang akan dilihatnya jika sarung Samsol terbuka. Pak Rofiq masih khusyuk dengan doanya, doa yang kami harap cepat selesai dan mengakhiri mimpi buruk ini. “HWAAAAAAAAAA” Tiba-tiba Sufyan berteriak, sebagai divisi tangan kanan dia harus rela selangkangannya menjadi korban, cubitan Samsol membuat Sufyan melepaskan cengkraman tangannya, hingga tangan kanan Samsol bebas bergerilya. Korban selanjutnya adalah Wahyu selaku divisi kaki kanan, kopiahnya melayang karena tamparan Samsol, belum lagi dengan sangat cepat Samsol menyambar rambut kertiting Wahyu. \"Yan!! Yan!! Tolongin Yan!\" Teriak Wahyu pada Pak Sufyan yang masih sibuk mengelus-elus selangkangannya yang perih. Akhirnya Pak Atmojo yang dari tadi memegangi kepala kini menggantikan posisi Pak Sufyan. Tangan Samsol pun berhasil dibekuk kembali. “LEPASKAAAAAN!! LEPASKAN AKU! AAAH AAAAAH “ Kami mulai kebingungan karena teriakan Samsol semakin mengerikan, suara seraknya mulai dihiasi dengan nada manja yang tidak hanya membuat telinga sakit 148

tapi juga mati rasa. Beruntung Pak Rofiq sudah selesai dengan doanya, dia mulai mengambil air putih yang ada di depannya dan meniupnya beberapa kali. “HWAAAAAAAAAAAAAAAAA” Tiba-tiba kami semua serempak melepaskan Samsol, tubuhnya yang tidak bisa diam membuat kancing kemejanya terlepas dan tampaklah kaos dalamnya yang berwarna ungu muda dengan tulisan \"Samantha\". Merasa dirinya sudah bebas, Samsol tahu siapa yang harus dia serang lebih dulu, dengan cepat Samsol menerkam Pak Rofiq lalu menindih tubuhnya. Air yang sudah dipersiapkan dengan penuh perjuangan dari semua divisi pun tumpah tak tersisa. Tapi bukan itu yang saat ini jadi pusat perhatian kami, melainkan Pak Rofiq yang meronta-ronta karena tubuhnya ditindih oleh Samantha. Dalam kondisi seperti ini pun Pak Rofiq masih mempertahankan wibawanya, dia masih membaca doa walaupun Samsol berteriak di depan wajahnya “BERHENTIIIIIIIIIII!!! BERHENTI MEMBUAT SAYA TAMBAH PANAAAAAS” Saya tidak mau membiarkan Pak Rofiq berjuang sendirian, akhirnya Saya menyuruh Wahyu dan Pak Atmojo untuk mengambil air lagi, sementara Saya, Pak Sufyan dan Pak Nasir berusaha memisahkan Submission yang dilakukan Samsol pada Pak Rofiq. \"Sol sadar SoL! Jangan mau kalah sama setan Sol!\" Seru Saya di telinga Samsol, karena ternyata butuh lebih dari tiga orang untuk mengangkat tubuhnya. \"TANGAN!! LEPASKAN TANGANNYA SAJA!!\" Teriak Pak Rofiq. Segera dengan bantuan Pak Nasir saya berhasil melepaskan cengkraman tangan Samsol ke tangan Pak Rofiq, lalu dengan cepat Pak Rofiq membasahi tangan kanannya dengan tumpahan air di lantai, dan mengusapkannya ke wajah Samsol. “AAAAAAAAAARGGGGHHHHHH KEPARAAAAT KALIAAAAAN!!” Erangan samsol sangat keras sampai kami harus menutup telinga, tapi tidak lama kemudian kesadarannya mulai hilang dan jatuh ke dada Pak Rofiq. BRUK Saya, Pak Nasir dan Pak Sufyan pun duduk melepas lelah, Pak Rofiq harus berusaha sendiri untuk mengangkat tubuh Samsol, karena kami sama sekali tidak punya tenaga. \"Huuuuf... akhirnya selesai juga, kalau tahu bakal kaya gini, Saya gak bakal ikutan!\" Gerutu Pak Nasir. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, kami sepakat untuk tidak akan menceritakannya pada siapapun terutama pada istri masing-masing. Saya pikir ini akan berakhir dengan semburan ke muka Samsol layaknya dukun yang ada di televisi, tapi ternyata........ 149


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook