dengan jelas sekali wajahnya yang penuh dengan luka bakar, bahkan hampir seluruh kulitnya berwarna hitam legam dengan beberapa bagian yang terkelupas sehingga tampaklah dagingnya yang merah seperti daging sapi yang baru saja dipanggang. Selain wajahnya yang menyeramkan, ada satu hal lagi yang masih mengganggu pikiranku bahkan sampai siang ini, dan hal itu adalah.... pakaian yang dikenakan sosok menyeramkan itu... adalah seragam putih yang biasa dikenakan oleh chef atau koki restoran, bahkan lengkap dengan topinya. 22 Desember 20xx, 06:00 WIB Pagi yang tenang, suasana hati yang riang dan perut yang kenyang adalah kunci sukses libur akhir pekan buat orang sepertiku. Masih tersisa satu sandwich selai kacang untuk menemaniku menikmati acara Televisi yang ternyata.... \"Boring ah!\" Entah kenapa belakangan ini Iklan di TV terasa lebih menarik daripada acara TV- nya, aku pun meraih majalah lama yang ada di meja dan membacanya sambil tiduran sofa. Majalah wanita ini memberikan banyak solusi mulai dari masalah kesehatan, kosmetik, fashion dan segala sesuatu yang sebenarnya sama sekali bukan masalah. Atau mungkin Aku aja yang berpikir begitu? Belasan tahun jadi perempuan, Aku masih belum tahu bagaimana konsep Feminisme yang sebenarnya. Saat Aku lagi asyik membolak-balik lembaran majalah yang sudah puluhan kali kubaca, tiba-tiba TV di ruang tamu ini mati. Dan saat Aku menurunkan majalah yang menutupi wajah ini, tampaklah seorang perempuan berambut coklat, berkulit putih dan berkaca mata sedang memegang remote TV. \"Ibuuuuuuuuuuuuuuuu\" Aku beranjak dari sofa tempat aku tiduran dan memeluk Ibu yang baru datang dari pasar. Ibu menarik-narik hidung mancung ku seperti gemas karena sudah Mahasiswi masih saja bertingkah seperti anak-anak. Tapi beginilah Aku... Kalau bukan sama Ibu, sama siapa lagi Aku harus bermanja-manja? \"Kamu sudah makan?\" Tanya Ibu sambil mengelus rambutku. Aku melirik keranjang berisi bahan masakan yang sedang ditenteng Ibu, dan menjawab... \"Belum Bu, kan nungguin masakan Ibu\" \"Oh ya?? Terus gimana ceritanya selai kacang ini bisa nyampe kesini ya?\" Ibu mengusap sisa selai kacang di bibirku sambil tersenyum, Kami berdua tertawa sambil menuju dapur dan mulai memasak. Tidak banyak yang Ibu beli karena memang di rumah ini hanya ada kami. Sambil memasak, kami terlibat obrolan seru tentang banyak hal, mulai dari pasar, sekolah, salon tempat ibu bekerja dan akhirnya sampailah pada pembahasan ini.... 50
\"Gimana kerjaan kamu di restoran? Kamu betah kan disana?\" Pertanyaan ibu menghentikan irama bunyi pisau yang sedang aku pakai untuk memotong lobak, tapi tidak lama kemudian suara pisau itu kembali terdengar bersamaan dengan jawabanku.... \"Betah banget Bu! karyawan disana baik-baik, apalagi Mbak Riska. Kami semua sudah seperti keluarga\" Ibu tersenyum senang mendengar jawabanku, walaupun Aku tahu jauh di lubuk hatinya..... sebenarnya Ibu merasa kasihan karena kerjaanku ini dirasa menyita banyak waktu bermainku. Di Surabaya dulu.... Ibu gak pernah ngelarang Aku pergi maen dengan siapa pun, Ibu percaya Aku bisa jaga diri termasuk bisa memilih teman yang baik. Tapi mungkin karenasekarang hanya tinggal kami disini, kami tidak punya pilihan untuk bekerja keras dan saling melengkapi. Perbincangan hangat antara Ibu dan Anak ini berlangsung lama, hingga tanpa disadari nasi dan lauk yang kami masak sudah siap untuk dinikmati. Berdua kami menyantap masakan yang sederhana tapi terasa jauh lebih mewah dari yang ada di Hanggareksa. Beginilah kiranya kegiatan kami setiap pagi, setelah sarapan kami pun sama-sama bersiap untuk memulai aktivitas masing-masing, Ibu bersiap pergi ke Salon dan Aku bersiap pergi ke Kampus. ----‘’---- Dear Diary... Hari ini kesehatanku lagi terganggu, mungkin karena selalu pulang larut malam. Belum lagi makin lama makin banyak cobaan yang harus Aku terima, gak cuma di Kampus tapi di Restoran juga. 23 Desember 20xx, 22:30 WIB Aku lagi bantuin Oma cuci piring di dapur, sementara BQ yang mengurusi pelanggan. Hari sudah semakin larut, pelanggan pun semakin sedikit jadi satu orang waitres aja pastinya udah cukup. Kadang Aku merasa kasihan sama Oma karena beliau sudah tua, mungkin kalau mendiang Nenekku masih hidup, mereka berdua pasti seumuran. Sambil bekerja Oma menasihatiku untuk banyak-banyak berdoa sebelum dan setelah melakukan pekerjaan apapun, agar semua yang aku kerjakan diberkahi dan dilindungi Tuhan. Oma juga banyak bercerita tentang masa mudanya dulu yang ternyata penuh dengan perjuangan, tentu saja itu jadi motivasi tersendiri buatku, karena di usianya yang sudah senja ini, Oma masih mau bekerja keras. Bukan karena keempat anaknya tidak mau mengurus Oma, tapi karena Oma tidak mau menagih budi dari mereka, bagi Oma bisa melihat keempat anaknya bahagia sudah cukup untuk membayar semua jasa nya dulu. 51
Tanpa terasa pekerjaan di dapur hampir selesai, kulihat keringat oma bercucuran di keningnya yang keriput. Aku menyarankan beliau untuk istirahat lebih dulu, beliau pun pergi ke luar untuk istirahat dengan sedikit rasa sungkan karena akulah yang harus membereskan sisa kerjaannya. Sejujurnya..... Aku senang bisa membantu Oma, tapi entah kenapa sejak tadi kepalaku terasa pusing, keringat di keningku mengalir lebih deras daripada keringat Oma dan pandanganku berkunang-kunang seperti tidak sanggup lagi terbangun lebih lama. Aku melihat tumpukan piring kotor di samping kiri yang ternyata jauh lebih tinggi daripada tumpukan piring bersih di samping kanan, itu artinya pekerjaanku masih banyak dan harus segera diselesaikan, belum lagi sekarang BQ datang membawa tumpukan piring kotor baru yang akan memperpanjang masa kerjaku di dapur. Dia meletakkannya begitu saja di sampingku lalu pergi tanpa sepatah kata pun. Baguslah! Karena Aku juga gak ada waktu buat menoleh dan menyapa BQ, Aku lebih memilih fokus sama piring dan gelas kotor ini. Tidak ada waktu untuk mengeluh, aku melanjutkan pekerjaan ini dengan mengurangi jumlah bilasan, berharap dengan begitu bisa cepat terselesaikan. Lima menit....... tujuh menit...... delapan menit lamanya Aku di dapur, dan selama itu sudah lebih dua puluh kali mataku terpejam. Lelah, pusing dan kantuk semakin membuat pekerjaanku tidak karuan, belum lagi BQ bolak balik membawakan piring kotor yang gak ada habisnya, Aku mulai bertanya-tanya.. \"Ini sudah hampir jam sebelas malam, tapi kenapa masih banyak pelanggan? biasanya lewat jam setengah sebelas kami tidak lagi menerimanya. Dan tumpukan piring kotor di samping kananku ini...... SAMA SEKALI GAK BERKURANG Berapa kalipun aku membersihkannya, jumlahnya masih saja sama, atau mungkin memang kerjaku yang semakin lamban? Di tengah lamunan singkatku memikirkan semua piring dan gelas ini, tiba-tiba suara piring bergetar di atas nampan terdengar memasuki dapur, suara yang sama yang terdengar setiap kali BQ membawakan piring kotor baru. Hanya saja kali ini tumpukannya jauh lebih tinggi bahkan menutupi wajah BQ, Ya! Kali ini aku menyempatkan diri menoleh ke arah BQ dan berharap wajah lelahku membuatnya Iba dan mau menawarkan jasa nya. Tapi....percuma! Karena sekarang wajah lelahku mendadak berubah menjadi wajah penuh tanya.... SEJAK KAPAN BQ JAUH LEBIH TINGGI DARI AKU? Baju yang dikenakannya pun bukan seragam Hanggareksa, kulit tangannya putih pucat berbeda dengan kulit tangan BQ yang sedikit gelap. dan lagi.... dia diam saja mematung di depanku dengan tumpukan piring yang menutupi wajahnya. \"Halooo?? BQ???\" Ucap Aku yang berusaha menyadarkan BQ dari lamunannya. Suhu badanku semakin tinggi dan ini bukan waktunya untuk bercanda lagi Akhirnya Aku menghampiri BQ untuk membantunya menurunkan tumpukan piring itu tapi ternyata.... 52
Semakin aku dekat, semakin nampak kalau orang yang sedang berdiri di depanku ini sama sekali tidak mirip BQ, dan rasa curigaku ini semakin kuat karena kudengar suara BQ dan karyawan lainnya sedang bercanda di ruang makan. Tentu saja aku segera mundur dan menjauh dari sosok bertubuh tinggi ini. \"Ssssiii…siapa kamu???\" Orang itu sama sekali tidak bergeming, tidak ada respon apapun kecuali suara berisik piring yang bergetar di atas nampan yang dibawanya. Aku tahu ada yang gak beres disini, dan Aku gak mau kalau harus pingsan lagi. Aku mengambil nafas panjang untuk berteriak memanggil teman-teman... dan..... PRANGGGGG! Suara gaduh itu memancing semua karyawan restoran berlari menuju dapur, mereka berbaris rapi dengan wajah panik dan mulut yang siap mencercaku dengan berbagai pertanyaan, tapi sayangnya...... tidak satu pun jawaban yang mereka dapat karena tidak satu pun pertanyaan yang mereka berikan. Mereka hanya bernafas lega melihat Aku yang masih sibuk membilas piring sambil tersenyum... \"Hehehe maaf mbak, aku mecahin cangkir, tapi cuma satu kok\" Mbak riska, dan karyawan lainnya serempak menghembuskan nafas dan mengelus dada seolah cangkir pecah ini tidaklah seburuk yang ada dipikiran mereka tadi. Kecuali BQ.... wajahnya itu....... wajah dengan kerutan di dahinya itu..... dan juga mata sipitnya yang sekarang terbuka lebar.... dia sedang menatapku seperti sedang bertanya-tanya…. APA YANG BARU SAJA TERJADI? ----‘’---- Dear Diary.... Ini sudah satu minggu sejak terakhir kali aku kerja. Sudah seminggu juga Aku tidak pergi kuliah. Itu semua karena kesehatanku yang menurun, bahkan aku sempat pingsan di restoran, dan terpaksa Mbak Resti yang harus mengantarkan pulang. Akhirnya Aku diberi libur kerja sampai kondisiku pulih. Tidak hanya itu, Karyawan Restoran bergantian menjenguk aku, membuat aku benar-benar ngerasa jadi bagian dari keluarga mereka. Chandra? Tentu saja dia yang paling sering menjenguk aku, bahkan hampir setiap hari, meskipun kadang aku bete juga sih, gara-gara dia sering ngomel. Oh ya! Selain Chandra, BQ adalah orang kedua yang paling rajin jenguk Aku. Ini aneh, mengingat di restoran kami sama sekali tidak akrab. Setiap kali ke rumah, BQ selalu saja menanyakan pertanyaan yang sama \"Kamu beneran gak ingat apa yang sudah terjadi malam itu?\" Tentu saja aku tidak ingat! Aku bahkan tidak mengerti apa yang dia bicarakan. 53
30 Desember 20xx, 09.30 WIB Anyway, akhirnya aku ngampus lagi, meskipun itu artinya... Aku harus bertemu lagi dengan orang ini. \"Memory yang Elo kasih, kenapa masih kosong? Bukannya Gue udah bilang, balikin semua data-data yang ada di HP Gue!!\" Aku tidak tahu harus jawab apa, karena selama ini Chandra yang mengurus semua. Dia juga bilang kalau sejak awal memory itu belum ada isinya. Itu cuma akal-akalan Alya saja buat ngerjain Aku. Tapi.... tentu saja Aku tidak bisa bilang seperti itu di depan orangnya langsung, apa lagi kali ini Kak Alya gak sendirian, Dia bawa dua orang temannya. Dan sepertinya.... Aku kenal dengan mereka. Yang berambut hitam keriting gantung ini namanya Rofi, Dia Mahasiswi satu angkatan denganku. Aku kenal dia gara-gara pernah bikin lecet mobilnya, memang semua biaya perbaikan sudah aku ganti, tapi sepertinya dendam dia masih belum bisa dibayar. Itu terjadi kira-kira satu bulan yang lalu. Yang gemuk dan pendek ini namanya Yumna, Aku tidak banyak tahu tentang dia, selain dia adalah orang Malang yang proposal skripsinya ditolak gara-gara terlambat mengumpulkan. Dan tentu saja penyebabnya adalah aku. Andai saja badannya tidak se-lebar pintu perpustakaan, pasti tidak mungkin aku tabrak dia sampai helai demi helai proposal tebalnya yang belum dibendel itu berserakan, dan harus di tata ulang satu-persatu. Itu terjadi sekitar satu minggu yang lalu. Intinya.... ketiga orang ini sama-sama punya dendam kesumat yang belum hilang, dan sialnya ternyata mereka bertiga saling kenal. Aku berpikir keras, mencari jawaban yang tepat dan cepat, yang bisa menyelamatkanku dari mereka bertiga. Dan jawaban yang aku dapatkan adalah... \"Hehehe maaf kak.....\" Rupanya mereka sudah cukup alergi mendengar ucapanku barusan. Entah siapa yang memberi komando, tiba-tiba mereka bertiga serempak menarikku masuk ke dalam ruang kuliah yang saat itu sedang sepi. \"Kak.. Aku kan udah minta maaf, Aku janji bakal ganti rugi.....\" Percuma! Selain mereka tahu aku ini ceroboh, mereka juga tahu aku adalah orang miskin. Jadi omonganku soal ganti rugi, sama sekali tidak bisa mereka percaya. Mereka mulai bertingkah kasar, menarik paksa tas besarku, dan menuangkan isinya ke lantai. Buku, gantungan kunci, Handphone dan barang-barangku yang lain pun jatuh berserakan. Dan diantara barang-barang itu, mereka memutuskan untuk mengambil salah satu yang menarik perhatian mereka, barang itu adalah DIARY KU \"Please Kak, jangan yang itu..... Kakak boleh ambil Handphone-ku tapi tolong kembalikan buku itu\" 54
Tentu saja! Mereka tidak akan tertarik dengan Handphone bututku. Tidak juga dengan diary lusuhku, mereka mengambilnya karena mereka tahu, ada banyak hal yang bisa mereka lakukan dengan isinya. Semua curahan hatiku, semua ceritaku, masalahku, masalah keluargaku, dan semua rahasia yang aku tulis disana, tidak akan Aku biarkan orang lain membacanya. Mereka tertawa licik, membuka lembar demi lembar dengan ekspresi wajah jijik. Sementara Rofi menahanku dengan tubuh tambunnya. Aku masih melawan, dan harus terus melawan, walaupun teriakan ini percuma, tapi setidaknya dorongan tubuhku dengan semua tenaga yang aku punya ini, bisa membuat mereka berhenti. DUG! Kepalaku menghantam ujung meja, tersungkur hanya karena satu dorongan dari tangan besar Yumna. Semua menjadi buram, telingaku berdengung, mungkin tubuh yang baru pulih ini belum siap untuk disakiti. Lalu...... KENAPA? Kenapa dia tidak berhenti? Padahal Aku sudah tidak punya tenaga berdiri. Masih disakiti, dihantam tanpa henti. Rambut, wajah, dan semua yang bisa disakiti, tidak luput dari pukulan dan cakarannya. \"Please.... Berhenti\" Aku memohon, dengan tangis yang tidak bisa ku keluarkan. Tapi dia sama sekali tidak menghiraukan, dan terlihat semakin menikmati yang sedang dia lakukan. Tertawa, puas dengan darah yang keluar dari mulut, dan lebam yang mulai mewarnai wajah. Tidak ada yang bisa aku lakukan, selain menunggu nya... BERHENTI ----‘’---- Dear Diary.... Hari ini adalah hari yang sial, walaupun semua hari-hariku memang selalu sial. Apa yang dilakukan Kak Alya dan kawan-kawannya sudah lewat batas, tidak hanya hina, cela dan caci maki, tapi kali ini mereka sudah berani menyerang fisik. Ah.... kepalaku masih terasa sangat sakit, aku tidak ingat lagi apa saja yang sudah mereka lakukan pada tubuh ini. 30 Desember 20xx, 20:00 WIB Menjelang tahun baru, pesanan untuk event dan pentas hiburan semakin banyak. Mungkin sudah waktunya Hanggareksa mempertimbangkan perekrutan karyawan baru. Walaupun restoran ini kecil, kami tetap sering kewalahan melayani banyaknya pelanggan dan juga banyaknya pesanan. Hampir setiap rapat Aku selalu mengusulkan penambahan Karyawan, tapi Bak Riska selalu saja menjawab \"Nanti kita pertimbangkan\", meski begitu sampai sekarang kami masih saja berenam. 55
Awalnya Aku pikir, keuangan restoran belum mencukupi untuk menggaji Karyawan baru, tapi semakin kesini aku mulai merasa bahwa... Tidak sembarangan orang bisa jadi Karyawan Hanggareksa. \"Nova.... ini pesanan meja nomor lima\" Kak Ratna memberikan nampan dengan Bebek bakar madu dan Twilght Soda. Minuman yang sering Ibu pesan, bahkan hampir tiap hari ibu mengingatkan aku... \"Nova... ntar pulangnya bawain Ibu Twilight Soda ya, bayarnya potong gaji kamu aja\" Ah Ibu..... kalau tiap hari dipotong, bisa-bisa awal bulan gajiku cuma tinggal lima puluh ribu. Aku bawakan pesanan ini pada pelanggan yang duduk di meja nomor lima, meja itu berada tepat di depan meja kasir. Aku perhatikan setiap langkah yang ku ambil, tidak ingin kecerobohanku merusak selera makan pelanggan.Di meja nomor lima duduk seorang bapak-bapak gemuk, mengenakan kemeja putih dan berdasi. Rambutnya yang botak tengah, membuat tahi lalat di kepalanya terlihat jelas. Dan walaupun cuaca sedang dingin, bapak gendut ini masih saja berkeringat. \"Ini pesanannya pak, selamat menikmati hidangan kami.\" Aku mempersilahkan dengan senyuman ramah. Tapi sialnya bapak itu membalas dengan senyuman nakal. Melihat wajahnya yang mulai kelihatan mesum, aku pun mulai merasa terancam, dan benar... PUK Gilaaaaaaaaa.... bapak itu memukul pantatku dengan sengaja, aku terkejut bukan main, menahan malu dan marah karena kelakuannya. Tapi apa yang bisa aku perbuat? Tidak ada... pelanggan adalah raja, dan sebagai pelayan, Aku hanya bisa bersabar. BYURR............ \"HWAAAAAAAH, APA-APAAN INI? BERANI BENAR KAMU MEMPERLAKUKAN PELANGGAN SEPERTI INI, SAYA AKAN TUNTUT KAMU, BLA... BLA.. BLA...\" Bak kebakaran jenggot, bapak mesum itu berdiri dari kursinya. Wajah dan bajunya basah oleh Twilght Soda, sementara Aku.... Aku tersenyum sambil memegang gelas kosong bekas twilight soda.. LHO? Terpaku oleh rasa heran, melihat gelas kosong minuman milik bapak itu, kini sedang dalam genggamanku. Bapak itu masih saja berteriak-teriak memanggil manager, disaksikan oleh pelanggan yang lain. Aku mulai sadar apa yang sedang terjadi, orang yang menyiramkan minuman ke muka bapak itu adalah Aku. Hanya saja...... kenapa Aku seolah-olah tidak ingat apa-apa? 56
\"Nova! Cepat pergi ke dapur!\" Seru Mbak Riska, seperti sedang berkata \"Biar Aku yang urus\" Aku pun kembali ke dapur dengan kepala penuh teka-teki, semakin aku berusaha memecahkannya, semakin aku merasa tidak ingat apa-apa. Semua terjadi secara spontan. \"Aaaaaaaaah ini pasti gara-gara benturan di kepalaku tadi pagi\" Gerutu Aku dalam hati. Di dapur..... Oma dan yang lain mencoba menenangkan aku, \"Sudah nak, tidak usah dipikirkan..... kadang kita memang harus berhadapan dengan pelanggan seperti itu\" Nasihat Oma sama sekali tidak membantu, karena yang sedang ada di pikiran ini bukanlah perlakuan Bapak itu padaku, melainkan perlakuanku padanya. Aku tersenyum, agar Oma dan yang lain tahu bahwa Aku baik-baik saja, syukurlah mereka percaya, kecuali BQ...... Aku pergi ke tempat cuci piring, disana ada BQ yang sedang menunggu air mendidih. \"Jadi.... kali ini pun, kamu gak ingat apa-apa?\" Tanya BQ sambil memainkan pisau kecil kesayangannya. \"Ummmm.... gak juga, aku memang sengaja ngelakuin itu, orang kaya gitu emang pantas diberi pelajaran\" \"Jangan bohong!\" Seperti biasa.... BQ selalu penuh rasa curiga, terutama akhir-akhir ini, dia seperti memberikan perhatian lebih padaku. Kalau dipikir-pikir.... itu semua justru membuatku merasa tidak nyaman. Atau jangan-jangan..... BQ.... \"Ummmm BQ..... Ka..... kamu....... Lesb.......\" JANGAN MENOLEH KE BELAKANG!!!!! Teriakan BQ barusan adalah suara yang paling nyaring yang pernahkeluar dari mulutnya, aku bisa merasakan betapa dia tidak ingin Aku menoleh ke belakang. Sayangnya...... Aku terlalu ceroboh untuk bisa mencerna ucapannya, dan dengan reflek Aku menoleh ke belakang... SOSOK BERWAJAH HITAM Berada sejengkal di depan wajahku...... tubuhnya mengeluarkan aroma seperti daging hangus terpanggang, baju putihnya pun lusuh dan banyak sekali terdapat bekas terbakar. Sosok itu menurunkan wajahnya, agar sejajar dengan wajahku. Semakin dekat..... semakin..... dekat...... dan semakin dekat lagi... PERGI! 57
Mendengar itu.... seketika sosok berwajah hitam itu mundur..... menjauh dan hilang begitu saja. Itu membuat ku bisa bernafas lega, kali ini aku tidak perlu teriak apalagi pingsan. Anehnya saat ini justru BQ lah yang ketakutan..... bukan pada sosok berwajah hitam barusan, tapi padaku. Dengan suaranya yang bergetar.... BQ bertanya... \"Ka.... kamu baru saja ngusir mahluk itu??\" Pertanyaan BQ sama sekali tidak aku mengerti. Dia bertanya seolah-olah Bukan BQ yang membuat sosok berwajah hitam itu pergi, tapi Aku! Dan sejujurnya, Aku tidak ingat apa-apa. ----‘’---- Dear Diary.... Hujan deras yang luput dari ramalan cuaca mengguyur bumi Gambir, memaksa sebagian pejalan kaki untuk berteduh dan sebagian lainnya masih kalang kabut mencari tempat berlindung. Para Abang becak berkumpul di pangkalan dengan becaknya yang sudah tertutup plastik, begitu juga dengan Pak Kusnadi, tukang parkir yang sedang bernaung di bawah atap restoran sambil sesekali menggigil kedinginan. Kak Resti memintanya untuk masuk, tapi beliau menolak dan lebih memilih duduk di luar, di kursi plastik yang baru saja dibawakan oleh Kak Resti. Sementara disini..... hujan lebat itu membuatku menjadi pengangguran karena tidak satupun ada pelanggan yang datang. Karyawan yang lain masih sibuk dengan tugasnya masing-masing, tapi Aku memilih untuk tidak peduli karena tidak mau masuk dapur lagi. Aku menyibukkan diri dengan Diary ini, membacanya dari mulai halaman pertama dan lompat ke halaman terakhir. Terpikir untuk melanjutkan tulisan ini tapi tiba-tiba... 31 Desember 20xx, 22:30 WIB \"Hei!\" Kedatangan BQ cukup megejutkanku sampai-sampai pena dengan tinta merahku harus jatuh ke lantai. BQ mengambilkan nya sebagai permintaan maaf karena sudah membuatku terkejut, setidaknya begitulah Aku menafsirkannya. Tingkah laku dan jalan pikiran BQ memang susah ditebak, orangnya pendiam, misterius dan tidak punya selera humor, bahkan BQ satu-satunya orang yang tidak tertawa ketika kami nonton bareng Opera Van Java. \"Ummmm makasih, maaf Aku gak sadar kalau kamu datang, hehehe\" Mendengar ucapanku barusan, BQ melambaikan kelima jarinya di depan mataku seperti sedang menguji kesadaran. Aku cuma melihatnya dengan heran sampai akhirnya BQ berkata... 58
\"Aku sudah ada di sini dari tadi, kita bahkan sudah ngobrol panjanglebar sejak gerimis kecil yang sekarang sudah menjadi hujan lebat itu dimulai\" Benarkah? Ucapku dalam hati karena sejujurnya Aku tidak ingat apa-apa. Aku bahkan baru sadar kalau diary ini Aku bawa ke restoran, sebelumnya aku selalu menyimpannya di tas sekolah karena di restoran tidak ada waktu untuk membukanya. BQ semakin serius memandang wajahku yang semakin bingung, sejak kejadian di dapur yang pertama BQ tampak selalu memperhatikanku padahal sebelumnya dia adalah orang yang cuek, bahkan sama pelanggan sekalipun. \"Oh ya? Sampai dimana tadi?\" Tanyaku yang bermaksud mencairkan suasana beku ini, tapi sepertinya BQ tidak semudah itu dicairkan. Pandangan matanya semakin dingin menatapku seolah ada sesuatu yang salah padaku malam ini, dan sambil menghembuskan nafas panjang BQ bertanya.. \"Kamu benar-benar tidak ingat apapun tentang kejadian di dapur itu?\" Aku menggelengkan kepala karena memang tidak mengerti apa yang BQ bicarakan. Satu-satunya kejadian di dapur yang aku ingat, yaitu saat aku melihat sosok berwajah hitam itu, tapi sepertinya bukan itu yang BQ maksud. Sekarang dia mulai memperhatikan Mbak Riska yang sedang menghitung uang di meja kasir, Mbak Resti dan Mbak Ratna yang sedang ngobrol lalu Oma yang sedang menikmati teh hangatnya. Dan setelah dirasa aman, BQ pun mulai bercerita.... \"Apa yang Aku ceritakan ini, boleh kamu percaya, boleh juga tidak. Sejak kecil Aku bisa melihat apa yang orang lain tidak bisa, entah ini anugerah atau sebuah kutukan, aku tidak tahu! Yang aku tahu, semakin bertambahnya umur, semakin aku merasa berbeda. Meskipun begitu, sampai saat ini aku hanya bisa melihat, tanpa mampu berinteraksi dengan mereka. Ya! Mereka adalah mahluk halus dengan beragam wujud dan sifatnya. Mereka ada dimana pun, bahkan di tempat yang menurut kita aman sekali pun, termasuk..... DI RESTORAN INI \" GULP Cara BQ bercerita jauh lebih menyeramkan dengan background suara gemuruh petir dan derasnya hujan. Jadi benar dugaanku kalau Hanggareksa adalah restoran berhantu. BQ terdiam karena sedang memperhatikan Oma yang beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah kami. Khawatir Oma melintas di dekat kami, BQ pun menunda ceritanya. Tapi ternyata Oma berbelok masuk ke dapur, disusul oleh mbak Ratna dan Mbak Resti, yang membuat ruang makan ini jadi semakin sepi. Karena dirasa cukup aman, BQ pun melanjutkan ceritanya... \"Saat pertama datang kesini untuk wawancara kerja dulu, Aku sempat berhenti di depan pintu masuk dan berpikir untuk kembali pulang, karena setelah belasan tahun hidup berdampingan dengan mahluk halus, baru kali itu Aku merasakan... TAKUT 59
Bukan karena terancam atau terganggu dengan penunggu yang lebih dulu menempati tempat ini, tapi saat itu rasa takut ku lebih kepada Trauma yang sangat kuat menghantui. Tanpa harus melangkahkan kaki ke dalam restoran ini, Aku sudah bisa dengan jelas merasakan... bahwa…. SESUATU YANG MENGERIKAN PERNAH TERJADI DI HANGGAREKSA. TRAK!! Siaaaaaaaaaaal!! Kaget sih kaget, tapi kenapa lenganku harus menyenggol lilin di meja ini? Suara jatuhnya barusan membuat perhatian Mbak Riska tertuju ke arah kami berdua yang belum sempat menyembunyikan ekspresi wajah tegang ini. Beruntungnya Mbak Riska tidak curiga, dia cuma menunjuk ke lantai pertanda kami harus membereskan lilin yang berantakan ini. Tanpa pikir panjang, Aku dan BQ pun memungut patahan lilin merah di lantai, dan selagi kami jongkok dan terhalang meja, Aku sempatkan bertanya sesuatu pada BQ... \"Aku baru tahu kalau kamu sempat diwawancara dulu sebelum kerja disini, setahuku.... kamu datang dan langsung bekerja deh\" Sambil memungut patahan lilin terakhir, BQ menjawab.., \"Oh! Aku belum pernah cerita kalau Aku sudah melamar kerja disini satu minggu setelah restoran ini buka, tapi sayangnya Aku tidak diterima\" Apa? Jadi waktu itu BQ ditolak bekerja disini, kenapa? Apa karena wawancaranya tidak berjalan lancar? Banyak sekali pertanyaan yang ingin aku ajukan pada BQ, tapi semakin lama kami di bawah sini, semakin Mbak Riska curiga, jadi Aku hanya memilih satu pertanyaan terakhir... \"Terus? Gimana ceritanya Kamu bisa kerja disini sekarang?\" BQ mendekatkan wajahnya ke telinga kananku dan berbisik..., \"Satu bulan setelah itu salah satu karyawan disini mendatangiku ke rumah cuma untuk bilang.... KAMU DITERIMA, DAN BISA MULAI BEKERJA BESOK.\" Kami berdua sudah kembali duduk di kursi, dan membereskan lilin yang baru saja Aku jatuhkan. Masih dengan suara kecil, Aku bertanya pada BQ. \"Apa kamu tahu, kenapa tiba-tiba kamu diterima?\" BQ mengangkat kedua bahunya, pertanda dia tidak tahu apa alasan Hanggareksa yang pernah menolak lamarannya, tiba-tiba berbalik memintanya menjadi karyawan. \"Oh ya sepertinya sekarang kita punya tetangga baru.\" Ucap BQ yang sekarang menoleh tepat ke arah jam tua Hanggareksa berada. \"Maksud kamu?\" Tanya Aku yang tidak mengerti maksud dari ucapan BQ. \"Sepertinya mulai hari ini, rumah kosong di samping restoran kita punya penghuni baru\" 60
Aku ikut memperhatikan kemana mata BQ memandang. Ada sebuah lubang ventilasi tepat di atas jam tua itu, lubang yang mungkin saja terhubung langsung dengan rumah kosong yang ada di samping Hanggareksa. \"Hmmmm aku denger, restoran ini dulunya milik seorang tokoh agama, kemudian dia pindah ke luar kota dan menjualnya pada mbak Riska. Apa mungkin rumah itu juga ya?\" Tanya Aku. \"Entahlah... tapi aku merasa kasihan sama siapapun yang menempatinya sekarang.\" Jawab BQ. \"Eh kenapa?\" \"Karena apa yang ada di rumah itu.... JAUH LEBIH MENGERIKAN DARI PADA YANG ADA DI RESTORAN INI.\" ----‘’---- Dear Diary... Hujan deras ini membuatku harus pulang kemaleman dari restoran, belum lagi motorku jadi basah kuyup soalnya tempat parkir restoran emang gak ada atapnya, dan gara-gara itu semua lagi-lagi Aku harus mengalami nasib sial. 31 Desember 20xx, 22:55 WIB Kami harus pulang meskipun masih gerimis, daripada harus bermalam di restoran yang menyimpan banyak rahasia mistis. Mbak Riska adalah orang yang paling ngotot agar kami semua pulang sebelum tengah malam, walau seburuk apapun cuaca di luar. Akhirnya suasana tempat parkir malam itu, menjadi gaduh dan menarik perthatian orang-orang yang sedang berteduh. Mbak Riska membimbing Oma masuk ke dalam mobilnya, karena memang setiap harinya mereka selalu berangkat dan pulang bersama. Mbak Resti dan Mbak Ratna juga heboh saling tunjuk siapa yang harus nyetir, biasanya mereka berdua diantar jemput sama suami, tapi malam ini mereka berdua bawa mobil sendiri. BQ adalah satu-satunya orang yang tidak peduli dengan gerimis, bahkan dia hampir tidak peduli dengan apapun termasuk kesehatannya sendiri. Dia sudah bersiap di atas motor sportnya, mengenakan helm dan jaket kulit hitamnya lalu pergi begitu saja tanpa Jas hujan. Sementara Aku...... Aku masih berusaha membuat motor ini nyala, tapi mungkin memang sudah nasib sialku, alih-alih nyala, motor ini malah mengeluarkan bunyi aneh setiap kali distarter. Mbak Ratna menawariku tumpangan karena memang rumah kami satu arah, tapi aku harus menolak karena tidak mau meninggalkan motor ini di parkiran. Beruntung Pak Kusnadi yang juga sudah bersiap untuk pulang datang menghampiri, seakan sudah pengalaman dengan motor antik, beliau mencabut bagian motor yang entah apa namanya itu, dan memeriksanya lalu beliau berkata... 61
\"Busi nya basah mbak, pantas saja gak mau nyala\" Aku hanya bisa bilang \"Ooooooo\" sambil mengangguk-angguk meski sama sekali tidak mengerti apa itu Busi. Merasa tidak enak sudah membuat Karyawan lain menunggu, Aku pun mempersilahkannya untuk pulang duluan, setelah meyakinkan mereka kalau motorku gak apa-apa. Mereka pun pergi dengan mobilnya masing-masing lalu berbelok ke arah yang saling berlawanan. Sementara Aku hanya bisa bengong melihat Pak Kusnadi yang menggosok-gosok busi itu sambil sesekali meniupnya. BREMMMMMMMMMMMMMMM Akhirnya motor ku nyala juga, berkali kali Aku ucapkan terimakasih sama Pak Kusnadi dan berkali-kali juga Pak Kusnadi ngangguk-ngangguk tanda terimakasih kembali. Aku pun memasang helm dan pergi dari restoran. Di perjalanan... Jalan satu arah menuju kompleks perumahan Banyumas dimana rumahku berada, tiba-tiba motor ini kembali berulah. Aku harus mendorongnya sementara rumahku masih beberapa tikungan di depan, belum lagi ini sudah keluar dari jalan utama kota dan yang terlihat di samping jalan hanyalah pepohononan dan beberapa warung kaki lima. Tampak beberapa orang pemuda sedang hura-hura dengan gaplek dan botol minuman di tangannya. Cewe ABG jalan sendirian di tengah malam gini, di sebuah jalan yang sudah semakin sepi, bertemu dengan orang-orang seperti ini, dan tidak bisa lari karena satu-satunya kendaraan yang aku punya mati. Kurang sial apa coba? Salah satu dari empat orang itu menyenggol temannya memberikan isyarat bahwa ada yang datang. Seketika itu juga semuanya menoleh ke arahku, meninggalkan gapleknya dan menghampiriku. Satu diantara empat orang itu kelihatan seperti Om- om dengan rambut tengah yang botak, kumis tebal dan perut buncit yang hanya ditutupi kaos dalam. Sementara sisanya adalah tipikal ABG Alay yang model rambut, muka sama bau badannya gak matching. \"Wah wah kacian beud sih neng, tengah malam gandeng motor, mending gandeng gue aja neng\" Mereka terus menggodaku dengan berbagai pertanyaan dari mulut mereka yang berbau miras, Aku mencoba senyum ramah untuk menghindari masalah. Tapi makin lama tingkah mereka makin parah. Mereka bahkan sudah berani menarik motorku meskipun Aku sudah memohon untuk dilepaskan, dan akhirnya saat tangan si om-om tadi mulai lancang memegang bahuku... \"KYAAAAAAAAAAAAAAAA\" PLAK! 62
Beruntung sekali Om itu karena sudah dapat tamparan perdana dariku, Aku pegangi tangan kanan yang bekasnya masih terlihat merah di pipi tambun si Om. Dalam hati seolah tidak percaya apa yang sudah aku lakukan, berkali-kali dibully orang baru kali ini aku memberi perlawanan. Tapi ini bukan waktunya tenang, karena tamparan itu sekarang menjadi bumerang. Mereka jadi sangat murka dan mengancam akan melakukan hal yang lebih parah dari ini. Aku tidak bisa mengimbangi gerakan mereka yang lebih cepat dan lebih kuat, sehingga dalam sekejam kedua tanganku sudah mereka pegang. Si Om yang dari tadi diam memegangi pipinya sekarang mulai mendekat dan memegangi pipiku, aku cuma bisa memohon dengan terbata-bata kala wajahnya semakin mendekati wajahku. BRMMMMMMMMMMMM Beruntung motor yang lewat barusan mengagalkan apapun niat busuk yang hampir dilakukannya padaku, mungkin karena tidak mau menarik perhatian orang yang lewat, tapi inilah kesempatan yang tepat. Aku yang mulai percaya diri untuk melawan, Akhirnya mengambil tindakan dengan menghantamkan kakiku tepat di bagian lembut yang ada diantara selangkangannya. DEB!! \"ADDDDDDDDDDDOOOOOOOOOOOOOOOOOW\" Aku juga menginjak kaki orang yang memegangiku, karena kebetulan mereka tidak pakai sandal. Tapi walaupun mereka berteriak kesakitan, tanganku masih belum mereka lepaskan. Dan lagi-lagi perlawananku barusan sia-sia, Aku baru saja menyulut amarah mereka menjadi lebih besar. Si Om kembali menghampiri ku, memegang pipiku kananku dengan kasar dan... PLAK! Lagi.... Aku harus merasa sakit lagi.... Tapi anehnya, rasa sakit itu membuang semua rasa takutku. Dia.... mulai menghantam pipi sebelah kiri. Keras sekali hingga terpental dan tersungkur ke aspal. Semua terlihat panik, tapi kemudian semakin beringas. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan, berteriak pun sepertinya percuma. Dia melakukannya, satu per satu, hingga cairan merah itu terlihat. Keributan itu menarik pengemudi motor yang lewat, dan yang terjadi selanjutnya adalah Babak belur, lalu kemudian kabur. ----‘’---- Dear Diary... Apa yang salah denganku akhir-akhir ini? Aku terlalu sering bengong hingga sampai pada tingkatan lupa dengan apa yang terjadi di sekitar, bahkan terkadang Aku lupa dengan apa yang baru saja Aku lakukan. Tidak mungkin masalah ini Aku ceritakan 63
pada Ibu, karena itu hanya akan membuatnya khawatir. Beruntung nya Aku punya Chandra, sahabat satu-satunya yang selalu bisa Aku andalkan. PANTAI BATU SANCA 1 Januari 20xx, 09.00 WIB Liburan pertama ku setelah sekian lama. Ibu tidak pernah punya waktu untuk mengajakku jalan-jalan karena kesibukannya. Tapi Aku tidak mengeluh, karena sebenarnya.... Aku lebih suka nonton TV di rumah. Tapi Chandra... dia mengajakku pergi ke tempat ini, salah satu wisata di kota gambir yang punya legenda turun temurun, begitulah yang diceritakan Chandra dari tadi, sampai telinga ini bosan sendiri. \"Elo dengerin gak sih?\" \"Enggak... hehehe, aaaaah aku bete disini, panas... cari tempat berteduh yuk!\" Rengek ku pada Chandra. Kami pun pergi duduk di taman. \"Nov.... tentang Alya dan kawan-kawannya, Gue sudah denger semuanya, Elo beneran....\" \"Aku beneran gak apa-apa kok! Aku sengaja gak ngasih tahu Kamu, soalnya.... Aku takut kamu gegabah melabrak mereka. Gimanapun.... mereka perempuan\" Aku harus memotong perkataan Chandra, karena kalau tidak... dia akan mulai dengan nasehat-nasehatnya yang membosankan, sama membosankannya dengan cerita-ceritanya. Chandra sudah terbiasa aku perlakukan begitu, tapi kali ini.... dia seperti tidak suka Aku menyela pertanyaannya. \"Huff........ Yaaaah syukurlah kalau Elo gak apa-apa. Tadinya Gue sempat ngerasa ada yang beda ama elo, tapi kayanya itu cuma perasaan Gue aja\" \"Emang apa yang beda sih? Salah satu temenku di Hanggareksa juga bilang gitu. Apa mungkin kalian berdua sudah bosen temenan sama Aku?\" Tanya ku kesal. Tentu saja Aku kesal! Karena tidak hanya BQ, sekarang Chandra pun merasa Aku berbeda. Cara mereka berkata bahwa Aku berubah, seolah-olah mereka lebih tahu tentang ku daripada diriku sendiri. Meskipun nyatanya... Aku memang tidak tahu apa yang sudah terjadi padaku belakangan ini. \"Jangan marah dulu dooonk...... Maksud Gue.... akhir-akhir ini elo beda soalnya udah gak pernah lagi pakai kalung kesayangan lo itu.\" Sahut Chandra sambil menunjuk leher polosku. \"Eh iya ya! Aku lupa.... mungkin ketinggalan di kamar mandi hehehe\" Kami pun melanjutkan obrolan seru berdua, sampai terik matahari pertama di tahun baru, membakar habis waktu libur kami. Pantai Batu Sanca.... berubah menjadi Pantai Batu senja.... sudah waktunya kami pulang, dan kembali pada kenyataan bahwa satu januari tidak lebih indah dari tanggal-tanggal lainnya. 64
\"Ntar malam restoran buka?\" Tanya Chandra. \"Yups!! Sebenarnya kami berencana tutup, dan pergi menjenguk Vivi... anak salah satu karyawan restoran yang habis kecelakaan. Tapi Kayanya ga jadi deh\" \"Lhooo kenapa?\" \"Entahlah.... Ayahnya gak mau kemi jenguk, mungkin gara-gara sebelumnya Hanggareksa yang membayar semua biaya perawatan Ayahnya Vivi waktu dia kecelakaan\" \"Eee busyet..... Bapak ama anak ama-ama apes.\" Kalimat terakhir dari Chandra, sebelum akhirnya kami berdua memasang helm, dan segera pergi pulang. ----‘’---- Dear Diary.... Setelah kejadian di kampus, dimana aku harus terlibat adu fisik dengan Kak Alya dan kawan-kawan, Aku tidak pernah lagi melihat mereka. Aku mulai khawatir, bisa jadi ini ulah Chandra. Dia adalah sahabat yang baik, meskipun sering bertindak gegabah. Dia bahkan mendatangi preman-preman yang malam itu mencegatku dalam perjalanan pulang, entah darimana informasi itu di dapatnya, padahal sudah susah payah Aku menyembunyikannya. Kadang..... bantuan Chandra justru tambah memperburuk keadaan, kalau benar Chandra sudah menemui Kak Alya dan kawan-kawan, Aku yakin masalah ini akan jadi semakin panjang. 5 Januari 20xx, 07.30 WIB Seorang cowok bertubuh kekar keluar dari mobil merah yang tiba-tiba berhenti di depanku. Perjalananku ke kelas pun jadi terhenti. Rambut jabrik, kacamata hitam dan Kaos bergambar tengkorak itu adalah definisi cowok berbahaya yang ada dalam kamusku. \"Masuk!\" Dan ternyata... Kamusku tidak pernah salah. Caranya menyuruhku masuk, seolah- olah saat ini dialah bosnya. Aku mengambil ancang-ancang untuk lari, dan kalau pun cowok brengsek ini ikut lari, maka Aku pastikan buku tebal ini menghantam mukanya. \"Ss....siaapaaa Ello....., seenaknya sssaja nyuruh-nyuruh Gggueee\" Sepertinya Aku kesulitan meniru Gaya bicara Chandra, yang ada malah terdengar seperti orang bego. Tapi ternyata.... pertanyaanku barusan tidak butuh dijawab, aku 65
sudah menemukan sendiri jawabannya. Di dalam mobil merah itu, ada Kak Alya, dan itu artinya.... Cowo jabrik ini adalah Pacarnya. \"Jangan banyak tanya! Sekarang Elo ikut Gue, ada masalah yang perlukita selesaikan. Elo ikut Gue, masalah ini selesai baik-baik, Elo kabur.... masalah ini bakal lebih panjang.... lebih panjang dari jarak elo kabur\" Pada saat cowok itu selesai dengan kalimat terakhirnya, Aku sudah lebih dulu kabur, jauh dari jangkauan cowok brengsek itu. Sayangnya..... Aku lupa memperhitungkan, bahwa tenaga pria jauh lebih besar dari wanita, hingga akhirnya cowok itu berhasil menyusulku. \"Berhenti Jalang!!!\" Lancang sekali mulut Cowo itu, sama lancangnya dengan tangannya yang dengan kuat mencengkram pergelangan tanganku, Aku terhenyak, “AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH” Dan spontan menampar dahi Cowo itu. PLAK! Tamparanku berhasil membuat Cowo itu melepaskan cengkraman tangannya. Dia memegangi dahinya yang merah, semerah wajahnya yang menahan geram. \"KURANG AJAR!\" Lagi.... Ini sudah ketiga kalinya.... Apa yang salah dengan diri ini? Di depan dua orang yang kebetulan lewat ini, Dia menghantam wajah berkali-kali seperti tidak punya belas kasih. Penonton pun mengerti, betapa tidak adilnya perkelahian ini, Layaknya badut dan preman kampus, semua sudah tahu siapa yang akan mampus. Darah mengalir dari kedua hidung, tapi aku masih beruntung..... dua orang penonton itu pun datang menghampiri, dan berhasil melerai kami. Tapi yang terjadi selanjutnya.... Aku tidak bisa mengingatnya lagi. ----‘’---- Dear Diary... Aku harus bolos kerja, untuk kesekian kali. Dan Ibu harus mendapat panggilan dari Kemahasiswaan, untuk pertama kali. Ibu punya banyak alasan untuk memarahiku, tapi Ibu memilih menangis karena sangat mengkhawatirkanku. Kak Alya.... Preman.... dan cowok jabrik itu.... Aku tidak akan bisa membalas perlakuan mereka semua, tapi Aku percaya Tuhan maha Kasih, biarkan Karma yang menjadi Hakim. Itulah yang aku harapkan, tapi sepertinya.... seseorang sudah bersedia menjadi Hakim, bahkan kalau perlu, dia sendiri yang akan mengeksekusi. Orang itu adalah Chandra. Dia kalang kabut mencari informasi tentang nama, alamat, dan semua yang bisa dia ketahui tentang cowok jabrik itu. Berkali-kali Aku mencoba 66
mencegahnya, karena tindakannya hanya akan memperburuk suasana. Tapi sepertinya.... kali ini tidak ada yang bisa menghentikan Chandra. Pagi ini.... atas permintaan Ibu.... Aku harus mendatangi Hanggareksa. Aku tidak tahu apa alasannya, dan tidak berani bertanya kenapa. Tapi sejak kejadian kemarin, Ibu selalu memaksaku untuk berhenti bekerja di restoran. Ah! Ini pasti gara-gara Chandra... Dia pasti bercerita tentang preman di malam tahun baru itu pada Ibu, Karena itu Ibu menyuruhku berhenti. Sejujurnya.... Aku senang menjadi bagian dari Hanggareksa, tapi bagiku... Kebahagiaan Ibu adalah segalanya. ----‘’---- 6 Januari 20xx, 06.50 WIB Mbak Riska sedang mengelap meja, dibantu oleh Kak Resti dan Kak Ratna, sementara Oma sedang sibuk menyiapkan bumbu. Hanggareksa di pagi hari, jauh lebih sibuk dari yang biasa Aku lihat. \"Eh Nova.... tumben pagi-pagi kesini, gak ada kuliah?\" Tanya Kak Resti. \"Ummm ada sih Kak, tapi..... Aku kesini soalnya ada kepentingan sama Mbak Riska\" Mbak Riska menghentikan aktivitasnya, garis kerut di dahinya adalah pertanda kalau dia heran sekaligus penasaran dengan apa yang akan aku bicarakan. Mbak Riska menghampiriku. \"Ada apa Nova..???\" Tanya Mbak Riska halus. \"Ummmmmm Aku...... Aku mau mengundurkan diri Mbak\" Atmosfir di Hanggareksa mendadak berubah. Kak Resti, Kak Ratna, dan Oma memandangiku dengan cara yang tidak biasa, yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Aku hampir tidak bisa melanjutkan kata-kata ku, karena entah apa alasannya.... sepertinya Aku sudah salah bicara. \"Apa.... Saya tidak salah dengar?\" Tanya Mbak Riska dengan wajah yang terlalu seram untuk orang yang sedang bertanya. \"Ummmm mmmm see sebenarnya..... sebenarnya.....\" Aku tidak bisa melanjutkannya, tidak dengan situasi seperti ini. Aku mencari-cari ke sekeliling ruangan, dan mulai bertanya-tanya... \"Kemana BQ?\" \"Sebenarnya.... apa?\" Lagi-lagi pertanyaan Mbak Riska terdengar seperti ancaman. Aku tidak punya pilihan lain selain menjawab, sembari menahan tangis. 67
\"MAAFIN AKU...... AKU SUDAH SERING BANGET BIKIN KESALAHAN DI SINI, MECAHIN PIRING, NUMPAHIN MINUMAN, GOSONGIN MASAKAN, NYIRAM PELANGGAN, DAN LAIN-LAIN.... TAPI.... TAPI..... AKU BENERAN BETAH KERJA DISINI, AKU BAHAGIA JADI BAGIAN DARI RESTORAN INI. TAPI TOLONG KALI INI........ DEMI IBUKU.... IBUKU SATU-SATUNYA, TOLONG IJINKAN AKU MENGUNDURKAN DIRI\" Suara lantangku terdengar menyedihkan karena diucapkan sambil terisak. Suasana menjadi hening sejenak, Mbak Riska, Kak Resti, Kak Ratna, mereka serempak melihat ke arah Oma, seolah sedang meminta pendapat. Oma yang sedari tadi hanya diam, kali ini mengangguk, lalu pergi ke dapur tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Melihat itu aku merasa lega, walaupun ada perasaan takut, karena baru kali ini aku melihat Oma bersikap sedingin itu. Tidak hanya Oma, tapi semua karyawan Hanggareksa, seperti mendadak membenciku. Aku tidak peduli... segera ku keluarkan amplop berisi surat pengunduran diri, lalu kuberikan pada Mbak Riska. Dia menerimanya, membuka lalu membacanya. Wajahnya.... wajah mbak riska ketika membaca surat pengunduran diriku, seperti seorang ibu yang kaget melihat nilai merah di raport anaknya. Aku tidak tahu apa yang sedang dibacanya, karena Ibuku lah yang menyiapkan surat pengunduran diri itu. Tiba-tiba... setelah berhenti membaca, Mbak Riska memelukku. Aku pun membalas pelukannya, pelukan perpisahan dari seorang Bos pada Karyawannya yang diakhiri dengan kalimat.... KALIAN BERDUA TIDAK BISA BERHENTI, TIDAK AKAN BISA LARI Mbak Riska melepaskan pelukannya, lalu pergi ke dapur, disusul oleh Kak Resti dan Kak Ratna. Sedangkan Aku..... terdiam mematung, mencoba menterjemahkan kalimat perpisahan dari Mbak Riska, yang sama sekali jauh dari kesan mengharukan. Rasa takut menghantuiku, walaupun hanya sekedar ucapan, tapi Aku sudah merasa bahwa aku benar-benar tidak bisa lari. Kaki ini enggan melangkah keluar dari Hanggareksa…. \"Nova?\" Suara BQ... Suara BQ menyelamatkanku dari lumpuh yang sesaat ini. BQbaru saja keluar dari lorong menuju gudang, bersama dengan Pak Lukman, orang yang setiap hari bertugas membawakan kami bahan masakan dari pasar. Aku berjalan menghampiri BQ, dan memeluknya... entah kenapa disaat-saat terakhirku disini, barulah Aku merasa bahwa BQ lah satu-satunya sahabat yang Aku punya di Hanggareksa. Aku menjelaskan pada BQ dan Pak Lukman tentang maksud kedatanganku pagi ini. Anehnya... mereka berdua memiliki ekspresi wajah yang sama, yaitu lega. Senyuman BQ dan Pak Lukman seperti ucapan selamat seorang guru pada muridnya yang baru lulus setelah berkali-kali gagal. 68
Apapun maksudnya..... yang jelas Aku senang, Aku masih bisa membuat perpisahan manis di restoran ini, walaupun hanya dengan BQ dan Pak Lukman. Akhirnya Aku pamit, tidak seharusnya aku berlama-lama lagi di sini. Pak Lukman pun sepertinya masih ada urusan keuangan dengan Mbak Riska, beliau pamit pergi ke dapur. Sebelum kami berdua pergi, untuk terakhir kalinya... BQ berkata... KALIAN BERDUA JAGA DIRI BAIK-BAIK ----‘’---- Dear Diary.... Tidak ada yang menduga, hari ini adalah hari terakhirku di Hanggareksa. Perpisahan yang tidak sebaik kesan pertama bertemu dengan mereka. Tapi Aku masih bersyukur, BQ ada disana memberikan ucapan selamat jalan. Anyway... Hari ini Aku sudah dibuat kesal oleh seseorang yang tiba-tiba saja mengejarku di area parkir restoran. Dilihat dari penampilannya, seperti gelandangan yang baru sadar dari maboknya semalam. Orang itu tanpa alasan yang jelas menghampiriku dan memaksaku turun dari motor. Aku berteriak lalu kabur dengan selamat. Anehnya... orang itu tahu namaku, meskipun Aku sama sekali tidak ingat pernah bertemu dengannya. Tapi sepertinya, takdir sudah mempertemukan kami untuk kedua kalinya di hari yang sama. 6 Januari 20xx, 11.00 WIB \"Elo ngundurin diri? Serius?\" Tanya Chandra. \"Jangan pura-pura gak tahu deh! Ini pasti gara-gara Kamu yang cerita sama Ibu soal preman itu kan?\" \"Hah? Nuduh sembarangan nih!\" \"Alaaaaaaah Gaya mu Ndroooo…\" \"Terus tadi pagi.... apa preman itu juga yang gangguin Elo?\" \"Bukan preman, yang tadi pagi itu... lebih mirip gelandangan\" Itulah topik perbincangan serius nan santai kami dari kelas menuju tempat parkir. Tanpa sengaja Kami bertemu Rofi, dan dengan sengaja Rofi menghindari kami, begitu juga dengan cewek yang sedang bersamanya.Sepertinya pengaruh Chandra sangat besar disini, mungkin Aku harus lebih sering jalan dengan Chandra, agar tidak ada lagi yang mengganggu. Sesampainya di tempat parkir.... 69
\"Nova!\" Seorang Cowo tinggi dengan jenggot tipis dan model rambut jadul ala Charli STMJ menghampiriku. Dibelakangnya adalah seorang Cewe cantik.... Cantik sekali dengan tubuh tinggi semampai dan seksi, yang meskipun sekilas sudah berhasil membuatku iri. Rasa iri itu berakhir manakala Aku ingat siapa Cowo ini sebenarnya.... Ya! Tidak salah lagi.... ini adalah Cowo yang tadi pagi. \"Iii iyaaaa, Ka kamu...... Kamu orang yang tadi pagi......\" Aku mulai takut, karena terakhir kali Aku didatangi Cowo asing, terjadi pertarungan yang tidak dapat Aku hindari. \"Please.... jangan kabur dulu! Ada sesuatu yang harus kita bicarakan, dan ini sangat amat penting.\" Ucap Cowo itu. Tapi belum sempat Aku menjawab, Chandra sudah lebih dulu ambil tindakan. \"Jadi Elu preman yang tadi pagi gangguin Nova? Ternyata Elu mahasiswa disini juga... besar juga Nyali elu berani nyamperin Nova di depan Gue\" Baru saja Aku berniat menghentikan Chandra, tapi syukurlah Cowo itu tidak terpancing emosinya, dia kembali bicara... \"Nova.... please.... ini gak akan lama, kami cuma butuh beberapa penjelasan dari Kamu tentang........\" BRUK! \"ELU NGACANGIN GUE? HAH???\" Sialnya, lagi-lagi sifat buruk Chandra berhasil membuat suasana menjadi runyam. Dia mendorong Cowo yang ukurannya jauh lebih besar darinya. Chandra mudah sekali emosi, berbeda dengan Cowo ini, dengan kalemnya dia masih berusaha bicara padaku, tanpa mempedulikan Chandra. \"Nova.... ini ada hubungannya dengan Hanggareksa\" Perasaanku mulai tidak enak, banyak sekali dugaan yang muncul di benakku tentang siapa orang ini sebenarnya. Apa hubungannya dengan Hanggareksa, darimana dia tahu kalau bekerja disana, apakah dia pelanggan? Atau......? Apapun itu, Aku sudah memutuskan hubungan dengan Hanggareksa, dan semua obrolan tentangnya sudah bukan urusanku lagi. \"Chandra.... kita pergi aja!\" Baru saja kami akan pergi, tiba-tiba.... \"Jangan-jangan benar dugaanku.... Kamu ada sangkut pautnya dengan semua kejadian mistis yang ada di Hanggreksa, makanya Kamu menghindar... benar begitu,.... NOVA???\" Mendengar itu, Emosi Chandra tidak terbendung lagi, dia berbalik menghampiri Cowo itu, kepalan tangannya seolah siap menghantam wajah Cowo itu... 70
BUK! Sayangnya... yang harus tergeletak di tanah adalah, Chandra. Kalau ini dibiarkan, keadaan pasti akan semakin buruk. Aku tidak mau lagi berurusan dengan petinggi kampus, tidak mau lagi menyusahkan Ibu, Aku berusaha menghentikan Chandra, tapi sepertinya itu tidak perlu, karena dari jauh, dua orang satpam datang menghampiri Kami. Chandra bangkit dari tempatnya tersungkur, sementara Cowo itu berusaha kabur. Untuk terakhir kalinya dia berkata..... \"Gue gak akan tinggal diam, Gue pasti terus datangi Elo, sampai Lo mau bicara.\" Lalu... Cowo itu pergi meninggalkan teman Cewenya sendiri. \"Ada apa ini? Jangan bikin Onar di sini!\" Teguran dari Pak satpam tidak berarti apa-apa pada Cewe itu, dengan lihainya dia merayu, seperti sudah saling kenal dan saling tahu, kedua satpam itu pun tersenyum dan tersipu. Tidak butuh lama bagi Cewe itu untuk membuat pak satpam pergi, dan memutuskan untuk melupakan kejadian barusan. \"Lain kali jangan ribut lagi yang neng Rina.....\" Ujar satpam itu. Wanita yang bernama Rina itu mendatangiku. \"Nova.... maaf atas sikap temanku barusan, dia memang arogan dan susah menjaga omongannya. Tapi saat ini dia sangat butuh bantuan, kami tidak minta banyak dari kamu, hanya sedikit waktu agar kita bisa bertemu dan mendiskusikan sesuatu\" Chandra menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah tidak setuju dengan tawaran Sabrina. Tapi Aku tidak! Sama seperti satpam itu, Aku tidak sampai hati menolak Cewe ini. \"Siapa sebenarnya Cowo itu? Dan apa yang dia mau dariku?\" Tanyaku pada Sabrina. Dia pun menjawab, \"Sandy... namanya Sandy, dia adalah penghuni kontrakan di samping Hanggareksa. Selanjutnya.... Aku yakin kamu pasti tahu, apa yang kami mau.\" HANGGAREKSA.... bahkan setelah melangkah keluar dari restoran itu, namanya seperti masih mengikutiku. Mungkin inilah maksud dari kata-kata Mbak Riska, bahwa Aku tidak bisa lari. Bingung rasanya.... tapi aku tidak punya pilihan, meskipun aku tidak mengerti bantuan apa yang bisa aku berikan, tapi tidak ada salahnya untuk mencoba mendengarkan. “Oke! Kita ketemu besok pagi.” ----‘’---- 7 Januari 20xx 71
Tidak ada alarm yang berbunyi, itu artinya Aku terbangun sendiri. Aku terbangun tanpa ingat kapan aku tidur. \"Ummm??\" Tidur dengan hanya mengenakan pakaian dalam, sejak kapan ini jadi kebiasaan? Aku beranjak dari kasur kusutku, dan meletakkan Diary ini di meja. Sepertinya... lagi-lagi aku tertidur saat sedang menulis. Seperti kebanyakan orang, hal yang wajib dilakukan setiap bangun pagi adalah \"Memeriksa Handphone.\" Ada tiga panggilan dari Chandra, dan satu pesan dari BQ yang berbunyi, Tetap jaga nama baik Hanggareksa, dimanapun kamu berada. Pandai-pandailah dalam memilih teman curhat, dan jika suatu saat Kamu tidak tahu siapa yang harus kamu percaya, maka pilihan terbaikmu adalah \"Jangan percaya pada siapapun\" Otak ini belum pemanasan, sehingga SMS BQ sama sekali tidak bisa Aku cerna dengan baik. Melihat hari dan tanggal di Handphone, mengingatkanku bahwa hari ini Aku punya janji bertemu dengan Sabrina dan Cowo bernama Sandy itu. Dan Aku harus pergi ke kampus hanya untuk berdiskusi tentang Hanggareksa? Ah! Malas sekali rasanya, tapi janji tetaplah janji. Aku pergi menuju kamar mandi, saat melewati cermin, barulah Aku sadari. Kalung ini... kalung pemberian Ibu, sudah beberapa hari ini tidak aku kenakan, tapi anehnya pagi ini melingkar indah di leherku. Aku genggam kalung perak itu, dan berdoa sebelum memulai hari ini. Hal yang biasa aku lakukan setiap pagi, tapi sering aku abaikan belakangan ini. Kalung ini adalah simbol suci, membawanya ke kamar mandi tentu tidak layak. Aku melepaskannya, dan menggantungnya di depan cermin. Tiba-tiba.... HWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA Mendengar teriakan itu, Ibuku bergegas memasuki kamar. \"APA? ADA APA? KENAPA KAMU TERIAK?\" Tanya Ibu panik. Aku hanya tersenyum geli.... lalu menjawab... \"Ada kecoa Bu.. hehehehe\" \"Huuuuuuuuuuuuuuuh Kamu ini!! Udah gede masih aja takut kecoa, buruan mandi sana! Pantes saja kecoa betah di kamar ini, penghuninya aja malas mandi.\" Ibu pergi sambil masih menggerutu. Ibu.... Aku sayang Ibu.... Sayang sekali.... HIHIHIHIHIHIHIHIHI 72
THE OLD MAN JANUARI 20xx Hujan di awal tahun... Semerbak bau tanah basah menari-nari di hidung ini, cuaca dingin nan sendu rayuan telak untuk malas sejenak. Pepohonan malang di pinggir jalan diguyur hujan lebat, diterpa angin kencang, rerumputan di bawahnya yang tumbuh tanpa sengaja, tidak mampu bernaung dari derasnya hujan. Aspal basah terbentang panjang di depan mata, sesekali kendaraan melintas, tak hiraukan jarak pandang yang makin terpangkas, dan setiap menitnya Kabut di jalanan Kemitir menebal dan mencuri pandangan para pengemudi yang melintas. Saya tahu ini belum waktunya berangkat, tidak mau ambil resiko adalah keputusan yang tepat. Bernaung di sebuah rumah makan di pinggir jalan masuk jalur Kemitir, \"Depot Gandrung\" nama yang unik untuk sebuah warung. Saya duduk dekat sekali dengan lemari kaca, dihiasi masakan khas Jawa Timur dan beberapa menu import yang sebenarnya tidak cocok dengan lidah kampungan saya. Tidak berniat makan, tapi malu rasanya duduk hanya dengan secangkir teh hangat, akhirnya nasi pecel ini pun habis saya lahap. Merokok adalah kewajiban, sehabis makan pedas dan cuaca dingin karena hujan. Peduli apa sama ibu-ibu yang mengibaskan tangannya menolak asap rokok Saya, salah dia sendiri duduk di sebelah sopir. Depot semakin penuh sesak dengan para pencari teduhan, sebagian besar tidak lapar, hanya ingin menyelamakan diri dari guyuran air hujan. Beberapa orang tampak bingung dimana harus meletakkan pesanannya, setelah lihat kanan-kiri mencari bangku kosong, akhirnya memilih menikmatinya di luar depot. Mungkin.... duduk bersama seorang sopir tua sangatlah membosankan, hingga kursi kosong di depan saya ini sama sekali tidak diinginkan. Wajar, mereka pasti ingin menghindari obrolan kuno dari orang tua macam saya. \"Boleh Saya duduk disini Om?\" Kecuali orang ini... pemuda ini tidak peduli siapa yang akan satu meja dengannya, hingga memilih duduk bersama orang tua. Kaos tangan dan jaket tebalnya, adalah tanda bahwa dia pengendara motor. Seluruh pakaiannya kering, kecuali tangannya yang terlihat basah. Orang ini habis mengenakan jas hujan, tapi tetap memilih berteduh, karena kain anti air itu tidak mampu melindunginya dari kabut yang tebal ini. \"Silahkan Mas.....\" Saya mempersilahkannya duduk dengan ramah, seakan-akan disini Saya lah sang Tuan rumah. Pemuda ini pun duduk dan meletakkan pesanannya di meja. 73
\"Mas gak keberatan kalau Saya merokok?\" Tanya Saya pada pemuda yang sedang meniup kopi hitamnya ini. \"Oh ya.... monggo Pak, Silahkan.... Saya gak apa-apa kok\" Ucap pemuda itu dengan ramah. Lama kiranya kami saling diam dan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Saya masih sibuk dengan rokok dan acara TV di warung ini, sedangkan pemuda ini sibuk memandang keluar jendela. Ya.... Bunyi derasnya air, cuaca yang dingin dan Aroma tanah seakan bisa menghipnotis siapapun, merayu nya untuk termenung dan melupakan sejenak permasalahan hidup. \"Oh ya Pak, jam antik yang ada di mobil bapak itu.... mau dikemanakan?\" Tanya pemuda ini yang membuat saya harus berhenti menonton Televisi. Pertama.... dari mana dia tahu kalau itu mobil Saya? Kedua...... Tidak banyak anak muda yang tertarik dengan benda-benda tua. Awalnya saya pikir ini sekedar pertanyaan basa-basi pengusir rasa bosan, tapi bukan! Mata anak muda ini seolah ikut menegaskan, bahwa dia serius dengan pertanyaannya. Terus terang Saya senang.... sepertinya pemuda ini adalah orang yang menyenangkan. Sebagai bentuk apresiasi saya terhadap antusiasmenya ini, Saya memilih untuk menceritakannya, tapi sebelum itu.... ada beberapa pertanyaan yang harus dia jawab. \"Apakah kamu hanya tertarik dengan kemana benda itu akan pergi, tanpapenasaran dari mana benda itu berasal?\" \"Ummmm!! Tentu saja saya tertarik dengan dua-duanya, itu pun kalau bapak tidak keberatan menceritakannya\" \"Saya tidak keberatan, hanya saja.... apakah kamu tidak keberatan mendengarkan cerita usang dari orang tua seperti saya?\" \"Hahahahah..... anda belum setua bapak Saya, percayalah! Cara Beliau bercerita, jauh lebih membosankan dari cara sampean bicara\" \"Hehehehe.... Yaa... yaa.... bosan atau tidak, bukan masalah bagi saya, karena itu adalah masalahmu! Kadang anak muda merasa bosan dengan cerita orang tua, karena bagi mereka orang tua hanya bisa menceritakan dongeng yang bagi mereka sangat tidak masuk akal.... masalahnya.... cerita Saya akan sedikit tidak masuk akal.... apakah kamu masih tertarik???\" \"Wooaaa.....woaaa..... jangan bilang kalau Jam itu adalah jam ajaib yang sudah ratusan tahun lamanya dan saat ini dihuni oleh sesosok jin yang tangan kanannya bisa memberikan kesejahteraan sedangkan tangan kirinya adalah kutukan.... ummmmm apakah lebih tidak masuk akal dari itu?\" Saya tidak menjawabnya dengan kata-kata, Saya hanya mengangguk pelan namun dengan tatapan yang meyakinkan. Untuk beberapa saat, anak muda ini terdiam.... 74
saya sempat mengira dia akan menyerah dan memilih untuk pindah, tapi tidak! Pemuda ini memperbaiki posisi duduknya, bak anak kecil yang siap untuk mendengarkan dongeng ayahnya.... \"Saya siap! Jangan khawatir.... Saya hidup di tempat dimana kejadian yang tidak masuk akal, sudah sangat lumrah terjadi.\" Ucap pemuda itu dengan mantap. Saya tersenyum senang, orang ini tampaknya menyenangkan untuk diajak ngobrol. Saya menghidupkan rokok, sebagai pembuka dari dongeng saya di warung makan ini.... Ironis.... ini justru adalah tempat yang tepat untuk tema dari dongeng Saya.... ----‘’---- Hari itu...... 10 November 20xx Untuk pertama kalinya setelah satu bulan lamanya, Saya kembali ke salah satu pelanggan setia Saya... sebuah restoran di perempatan Jalan Kalimaya di kota Gambir. Saya sangat antusias, karena dari sini lah karir saya di mulai, pemiliknya sudah berbaik hati menawarkan saya pekerjaan, yang saat ini jadi profesi kebanggaan Saya. Hanya saja.... kali ini restoran itu sudah berpindah kepemilikan, tapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa pemiliknya yang sekarang jauh lebih baik dari pada sebelumnya. Sebutlah Oma.... tentang nama aslinya, saya tidak pernah tahu. Tapi begitulah karyawan yang lain memanggilnya. Sudah lebih dua tahun saya bekerja sebagai Food Supplier di Hanggareksa ini, dan sebagai penghargaan... Oma memberikan saya ijin untuk mengendarai mobil milik restoran, bahkan boleh saya gunakan untuk mengantarkan bahan makanan ke restoran lain, dengan Syarat... Hanggareksa tetap jadi prioritas utama. Bekerja dengan mereka, banyak mengubah hidup saya. Perlahan-lahan ekonomi Saya membaik, dan mulai banyak hutang yang terlunasi. Tidak hanya itu, sebagai seorang perantau, saya hidup sebatang kara di kota ini, tapi Riska, Resti, Ratna dan Oma.... mereka sudah seperti keluarga sendiri. Dua Minggu pun berlalu, tepat pada 23 November 20XX Hampir semua sarana dan interior restoran selesai diperbaharui, saya sempat meremehkan kinerja Karyawan HANGGAREKSA yang semuanya perempuan, tapi kali ini saya harus mengakui bahwa mereka sudah melakukan kerja yang sangat bagus. Restoran kecil ini disulap menjadi restoran klasik bergaya campuran antara eropa dan timur tengah. Yaaa meskipun unsur timur tengahnya ada karena memang sebelumnya pemilik restoran ini adalah seorang Habib. Karpet dan permadani ini adalah properti beliau yang mungkin sudah diserahkan kepada Riska 75
dan kawan-kawan. Mereka hanya menambah beberapa dekorasi seperti lukisan, dan juga sebuah jam antik. Cukup sudah melihat-lihat, hari ini saya datang untuk bertugas. saya membawa keranjang berisi daging dan sayuran ini ke dalam gudang tempat penyimpanan bahan makanan. Gudang ini hanyalah sebuah ruangan kecil dengan tiga lemari, dan dua lemari es, serta dua buah meja. tidak ada yang berubah dari gudang ini, semua masih sama seperti saat dikelola Habib, kecuali..... gudang ini menjadi sedikit lebih gelap karena lubang ventilasinya ditutup. “Ini kalian yang nutup ya?” Tanya saya pada.......... PADA SIAPA? Bukankah baru saja saya merasa ada seseorang yang lewat, tapi saat saya menoleh.... tidak ada siapapun disana. Dan lagi pula, gudang ini jadi terasa lebih panas dan pengap dari sebelumnya. Semakin panas karena tanpa sengaja saya melihat karung putih di atas lemari yang berisi bawang merah. Hanya saja...... antara sadar atau tidak, di permukaan karung itu timbul sesuatu yang mirip dengan…. WAJAH MANUSIA. Saya hanya tersenyum... karena setelah memejamkan mata sejenak dan melihat karung itu lagi, wajah itu sudah tidak ada. Mungkin.... terlalu lama cuti, membuat mata saya tidak berfungsi dengan baik. ----‘’---- Pemuda ini terlihat jauh lebih antusias lagi, mungkin tema cerita Saya sangat cocok dengan seleranya. Beberapa kali dia meminta saya menceritakan dengan detail seperti apa suasana gudang dan wajah yang muncul di permukaan karung itu. \"Jadi.... gudang restoran itu ada penunggunya?\" \"Karena yang kamu tanyakan adalah gudangnya, jadi jawabannya bisa iya bisa tidak. Itu bukan terkahir kalinya Saya masuk ke gudang itu, mungkin cerita selanjutnya bisa membuat kamu menyimpulkan sendiri.\" Ucap saya meredam rasa penasaran pemuda ini, karena cerita saya masih panjang. Masih sangat panjang....... 24 November 20xx \"Vivi.......... cepetan donk! Ayah telat niih\" Teriak saya memanggil Vivi dari garasi, sembari memanaskan mesin mobil. Jam sudah hampir menunjukkan pukul 06:00 WIB, terlalu pagi untuk Vivi berangkat sekolah, tapi terlalu siang untuk Saya pergi bekerja. Tapi memang beginilah setiap harinya, Vivi tidak pernah mengeluh dia selalu disiplin dan patuh. Hanya saja... entah kenapa kali ini seperti ada sesuatu yang menahannya... 76
\"Bentar yaaaah!\" Jawab gadis kelas empat SD itu. Saya pun mencoba untuk sabar menunggu, tapi lima menit adalah waktu yang sangat lama untuk ukuran anak SD yang bersiap pergi ke sekolah. Saya pun mulai gelisah dan membunyikan klakson mobil berkali-kali.... TIIIIIIIIIIIIIIIN…. TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN….. TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN…. Tentu saja bunyinya tidak seperti yang diharapkan anak-anak kecil sekarang ini. Vivi turun dari tangga dan segera berlari menuju mobil. Emosi ini sudah tidak terbendung lagi, manakala saya melihat Vivi masih belum menyiapkan tas sekolahnya. Dia masih memeluk beberapa buku dengan tangan kanannya, sedangkan membawa tas sekolah dengan tangan kirinya. \"Jadi ngapain aja selama itu? Kalau Tas nya aja belum beres?\" Tanya saya dengan nada marah. Vivi hanya tersenyum konyol, tanpa berusaha memperbaiki kesalahannya. Dia masih saja memeluk bukunya. Tidak ada waktu bagi Saya untuk berdebat dengan anak kecil, Saya mengeluarkan mobil dari garasi, menutup pintu dan segera pergi. Jarak tempuh dari kontrakan saya ke pasar lumayan dekat, tapi dari pasar ke Hanggareksa bisa dibilang jauh. Butuh sekitar dua puluh menit bagi kami untuk sampai di restoran setelah mengisi mobil dengan banyak sekali pesanan pelanggan. Akhirnya tepat pukul 06:50 WIB, Saya sudah tiba di Hanggareksa \"Maaf Oma, Saya telat....\" Ucap saya sambil menunduk karena merasa tidak enak. \"Ah enggak kok, belum juga jam tujuh.... lagian kami maklum kok Pak, gimanapun juga jadi single parent itu gak gampang.\" Jawaban Oma membuat Saya sedikit lega. Tapi tentu saja ini bukan alasan untuk mengulangi lagi kesalahan yang sama. Bagaimanapun besok Saya tidak boleh terlambat lagi. Seperti biasa, Saya memasukkan barang belanjaan ke dalam gudang, yang entah kenapa kali ini ada perasaan ragu untuk membuka pintunya. Dua tahun Saya bekerja untuk restoran ini, dan baru kali ini Saya merasa takut. KREK Saya membuka pintu gudang, lalu mulai meletakkan satu persatu tas plastik berisi daging, sayuran dan bahan makanan lainnya. Saat tiba gilirannya memasukkan buah-buahan ke dalam lemari es, tanpa sengaja saya menjatuhkan tas plastiknya. Buah jeruk itu pun berserakan di lantai. \"Aaaah! Dasar ceroboh\" Gerutu saya pada diri sendiri. Satu persatu Saya pungut jeruk itu di lantai, tapi ada sebuah yang masuk ke sela- sela lemari. Butuh usaha keras agar tangan Saya yang kekar ini bisa meraihnya, dan tidak lama kemudian Jeruk itu pun berhasil digenggam. Saya tersentak 77
mundur... mempertanyakan kesadaran diri sendiri... karena yang menggenggam jeruk itu barusan... BUKANLAH TANGAN SAYA. Jeruk itu menggelinding keluar dari sela-sela lemari, Hal yang mustahil jika itu terjadi dengan sendirinya. Saya menatap lekat tempat dimana jeruk itu keluar, samar-samar bayangan tangan hitam melambai-lambai. Saya pun tersenyum.... lalu berdiri. Kejadian seperti ini sama sekali tidak membuat saya takut, ada banyak yang lebih mengerikan di kampung Saya. Dengan tidak menghiraukan jeruk di lantai itu, Saya melanjutkan kerjaan yang tersisa dan keluar dari gudang. Sebelum menutup pintu, Saya berkata..... \"Kalau memang niat membantu, letakkan jeruk itu di tempat yang benar\" Siapa yang saya suruh? Saya juga tidak tahu. Sampai disini Saya mulai sadar, bahwa banyak yang berubah di Hanggareksa, semoga tidak terjadi apa-apa dengan karyawan-karyawan ini. KREK Saya tutup pintu gudang ini. Namun …. HIHIHIHIHI Saya segera berbalik menghadap pintu gudang yang baru saja saya tutup, karena suara tertawa barusan.... berasal dari dalam gudang. Bermacam hal mengerikan berkecamuk di pikiran ini, tapi kalau saya pergi sebelum melihatnya.... maka saya yakin tidak akan tidur dengan tenang. Untuk kedua kalinya Saya buka pintu gudang ini.... dan benarlah dugaan saya.... JERUK DI LANTAI ITU HILANG Suara gaduh di luar restoran, terdengar saat saya dengan langkah cepat meninggalkan gudang. Berkali-kali saya bertanya pada diri sendiri, benarkah gudang itu berpenghuni? Tapi kenapa baru sekarang? Dua tahun keluar masuk ruangan kecil itu, tidak sekalipun saya mengalami kejadian serupa. Akhirnya Saya memilih untuk tidak terlalu memikirkannya, selama penghuni gudang itu tidak mengganggu Saya. Dari dalam restoran, saya melihat Resti dan Ratna sedang bermain dengan Vivi di luar. Suara gaduh itu berasal dari mereka. Sudah lama Saya tidak melihat Vivi sebahagia itu, kesibukan Saya sudah mengurangi Waktu Saya untuknya, dan kalau dipikir-pikir.... Saya jadi semakin keras terhadap Vivi. \"Mereka terlihat senang sekali....\" Ucap Riska yang hampir saja saya lupakan keberadaannya. Saya pergi ke meja kasir untuk menagih bayaran pesanan hari ini, tapi suara canda tawa Vivi mengalihkan pikiran Saya. 78
\"Hehehe yaaaa begitulah mbak, maklum Vivi sangat kesepian di rumah.\" Jawab saya dengan senyum penipu, mentupi perasaan sedih. Tidak mau banyak basa-basi, saya pun langsung ke pembahasan inti. Karena selain Hanggareksa, masih ada beberap tempat yang harus saya datangi. Belum lagi, Saya harus mengantarkan Vivi. Riska pun segera sibuk dengan kalkulatornya, sementara Saya.... \"Jam ini pasti sudah tua sekali, beberapa bagian di jarumnya terlihat berkarat, dan jarum panjangnya juga patah.\" Tanya Saya pada riska yang tiba-tiba berteriak. JANGAN DISENTUH......!!! Terlambat Saya sudah menyentuhnya sejak tadi.... Apakah.... Saya salah? ----‘’---- \"Jadi benar.... jam tua itu menyimpan sesuatu yang mengerikan?\" Tanya anak muda itu... Sepertinya tema perbincangan ini semakin menarik perhatiannya lebih dalam, dia bahkan lupa dengan hujan yang sudah mulai berganti menjadi gerimis. Lagipula entah sejak kapan kertas dan pena itu ada di meja, anak muda ini serius ingin mencatat setiap apa yang saya ceritakan. \"Ya! Sangat... sangat... mengerikan. Ternyata jam tua itu....\" \"Tolong lanjutkan!\" Anak muda itu memotong kalimat saya. \"Tolong lanjutkan saja, jangan hanya karena saya bertanya, bapak jadi tidak menceritakan beberapa kejadian lainnya. Percayalah! Saya sangat penasaran dengan jam itu, tapi setelah cerita bapak barusan... saya justru penasaran dengan semuanya\" \"Haahahhahahah! Kamu ini orang yang unik.... Tapi baiklah... saya akan menceritakan semuanya, Semuanya....\" Hari berikutnya.... kira-kira, 25 November 20xx Saya dan teman-teman kuli di pasar sedang melakukan ritual wajib setiap malam, seusai bekerja keras. Ritual itu adalah nongkrong di warung Kopi, dengan ditemani gorengan hangat. Anas, Zainal, Muzailah, Fauzan, dan Lifa adalah anggota tetap ritual ini. dan setiap malamnya, ada saja anggota sementara yang ikut nimbrung, mereka adalah sopir-sopir truk yang sedang beristirahat dari perjalanan jauh. Malam ini ada dua orang supir yang ikut nimbrung. Mereka adalah Baihaki dan Zamroni. Saya tidak ingat siapa yang memulainya, tema obrolan malam ini mendadak menjadi mistis. Baihaki dan Zamroni bercerita pengalaman horrornya 79
selama menjadi supir, mereka harusbolak balik Jawa dan Bali karena tuntutan pekerjaan. \"Sebenarnya... capek bukanlah godaan terberat mas, tapi melewati jalanan di gunung Kemitir itu butuh lebih dari sekedar melek, terutama kalau malam hari.\" Ujar Baihaki yang mengaku sudah sering melintasi jalur Kemitir yang memang area pegunungan dengan tanjakan terjal dan turunan yang menukik. \"Kalau Saya sih sudah terbiasa melalui medan yang lebih sulit, jadi itu sama sekali bukan tantangan. Tapi pernah suatu ketika, dari baik kaca mobil saya melihat laki- laki betubuh sangat gemuk sedang tertawa sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Tentu saja saya segera menoleh, tapi ternyata... GAK ADA SIAPAPUN DI BELAKANG SAYA.\" Cerita dari Zamroni berhasil membuat kantuk teman-teman disini hilang. Terutama Lifa, dialah satu-satunya kuli perempuan disini. \"Weeess weeeesss.... jangan dilanjut dah! Bahas yang lain aja! Garai Gak isa turu ae\" Komplain Lifa direspon cibiran dari teman-teman. Akhirnya mereka sepakat untuk mengganti topik tentang hantu, menjadi topik tentang Lifa. Suara gelak tawa mereka semakin menjadi-jadi, begitu juga dengan kantuk saya. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, saya harus segera pulang karena ini sudah waktunya Vivi tidur. Setelah pamit, saya segera menuju mobil yang diparkir agak jauh dari warung. saya tidak pernah khawatir mobil tua ini akan hilang dicuri orang, karena saya yakin diskon 50% pun tidak akan ada yang mau beli. Tidak akan ada yang tertarik dengan mobil keluaran tahun 70an ini. Kecuali.... orang ini… Ada seorang wanita sedang berdiri lumayan jauh di depan mobil saya. Tidak mengganggu sih, tapi sejak saya berjalan ke tempat parkir, sampai saat ini saya sudah menyalakan mesin, Ibu itu masih saja berdiri memandangi mobil Saya. Dia berpakaian hitam dengan rambut panjang nya yang terurai, walaupun wajah dan posturnya terlihat masih muda, tapi rambut putihnya tidak bisa menutupi usia wanita ini. Saya mengendarai mobil perlahan ke arah Wanita itu, dengan sok baik Saya menwarinya tumpangan. Karena mungkin saja alasan dia melihat mobil Saya, adalah karena dia sedang butuh kendaraan. \"Mau kemana Bu? Kalau ke Gambir, mari ikut! Kebetulan Saya juga mau ke sana.\" Wanita itu seperti terkejut mendengar tawaran Saya, tapi senyuman dan gelengan kepalanya itu, menandakan bahwa dia tidak mau. Wanita itu berbalik pergi ke arah yang berlawanan. Kaki Saya diam seperti enggan menginjak gas mobil, ada sesuatu yang sedang saya coba keluarkan dari ingatan ini. Wajah Ibu-ibu barusan, wajah itu seperti sangat familiar, seolah saya sudah setiap hari saya melihatnya, tapi dimana? 80
Saat saya melihat ke arah spion mobil, untuk mengobati rasa penasaran saya, ternyata Wanita itu.... SUDAH TIDAK LAGI TERLIHAT. ----‘’---- \"Hantu??\" Tanya anak muda ini sambil menggigit ujung pena nya. \"Entah lah... saat itu, Saya tidak tahu. Saya bahkan tidak punya prasangka buruk tentang perempuan itu, bisa saja dia hanya pejalan kaki yang sedang menunggu Bus lewat\" Jawab Saya dengan bibir menggigit rokok, yang akan menemani cerita saya selanjutnya. 26 November 20xx Saya sampai di Hanggareksa dengan perasaan penuh kesal. Ini sudah kesekian kalinya Saya kesiangan gara-gara Vivi. Pagi tadi, lagi-lagi dia masih sibuk dengan tasnya, sampai sudah lewat jam enam pun, buku-bukunya belum juga dimasukkan. Terpaksa Saya marah-marah sampai tingkatan membentak. Hal yang mungkin baru pertama kali ini Saya lakukan. Tidak pantas memang, mengingat Vivi masih kecil dan lagi pula dia anak perempuan. Dengan wajah sedih, dan sisa tangis sesenggukannya, Saya tinggalkan Vivi di dalam mobil, sementara Saya memasukkan bahan-bahan pesanan restoran ke dalam gudang. Saya menebar senyum sapa pada semua karyawan, semangat dan keramahan mereka patut dikagumi, Pagi ini sudah ada tiga pelanggan, tapi Hanggareksa sudah sangat siap melayaninya. Saya melewati ruang makan untuk menuju dapur, lalu kemudian gudang. Entah kenapa mata saya seakan tertarik untuk melihat benda antik yang berada di samping meja kasir itu. JAM TUA HANGGAREKSA Tidak mau sombong, hidup di kampung dimana hal-hal mistis lebih mudah dipercayai daripada yang logis, membuat saya sedikit peka dengan tempat atau pun barang keramat. Dan firasat saya kali ini berkata, bahwa jam tua itu bukanlah jam sembarangan. Benda itu tidak ada disini saat Hanggareksa masih di kelola Habib dulu. Itu artinya, salah satu dari Karyawan ini adalah pemiliknya. Bicara mengenai benda antik, gedung Hanggareksa ini pun bisa terbilang antik. Terlepas dari banyak renovasi yang dilakukan, tetap tidak menyembunyikan kesan bangunan tua yang ada pada restoran ini. Dinding tebal, yang penuh dengan ornamen-ornamen kuno itu, banyak kita lihat di rumah-rumah peninggalan Belanda. Saya tidak mau kena marah lagi, terakhir kali saya mendekati Jam itu, Riska ngomel-ngomel seakan-akan dosa besar jika tangan ini menyentuh benda kesayangannya itu. Sampailah Saya di gudang. Tempat yang belakangan ini selalu menghantui pikiran saya, setelah sebelumnya sempat menghantui tubuh saya. Memasuki ruangan ini seakan menepis semua paradigma bahwa \"Siang hari tidak ada hantu\", karena 81
atmosfir yang saya rasakan saat ini benar-benar berbeda. Dinding, langit-langit, sela-sela lemari, bawah meja, semua sudut saya pandangi hanya untuk memastikan tidak ada lagi hal aneh hari ini. BANG! Kaget bukan main, sampai-sampai keranjang sayuran ini lepas dari tangan saya. Pintu gudang tiba-tiba tertutup sendiri, hal biasa terjadi jika angin kencang meniup daun pintu. Kecuali..... TIDAK ADA ANGIN KENCANG DI DALAM RUANGAN INI Saya menghampiri pintu gudang, karena entah kenapa saya punya firasat bahwa saya sedang terkunci di ruangan kecil ini, dan firasat saya benar Sekeras apapun saya membukanya, pintu ini tetap saja tidak bisa terbuka. \"Tikus mati di lumbung padi\" Mungkin itu lah pribahasa yang tepat untuk mengambarkan situasi saya saat ini, seorang pria tua yang merasa terancam di dalam gudang penuh dengan makanan. Ini sangat tidak masuk akal, karena di dalam kantong celana saya ini, adalah kunci gudang satu-satunya. BANG! BANG! BANG! \"Riska......., Resti......!!!\" Saat ini harapan saya hanyalah salah satu karyawan Hanggareksa datang dan membukakan pintu ini dengan kunci mereka. Beruntung usaha saya segera membuahkan hasil. \"Lhooo? Bapak? Kenapa pak?\" Tanya Ratna dari balik pintu gudang. \"Saya terkunci dari dalam nih, bisa dibukakan tidak?\" \"Ya ampuuun bapaaaak, kok bisa sih? Ya sudah, tunggu sebentar saya ambil kuncinya\" \"Iya dek, cepetan ya!\" Saya belum bisa lega, selama masih ada di dalam gudang ini, saya masih berada di zona rawan. Memang nyawa saya tidak terancam, tapi tekanan batin yang saya rasakan, rasanya bisa membuat saya gila. \"Saya buka!\" Sahut ratna yang kemudian disusul dengan suara pintu terbuka. Syukurlah ratna bisa bertindak cepat, kalau tidak, mungkin mereka harus cari tukang perbaiki pintu. Saya keluar dari gudang, dengan dahi berkeringat. Dari jauh Ratna hanya menatap saya heran, sambil masih memegang kunci. Saya pun tidak lupa mengucapkan terima kasih. \"Makasih ya dek, kalau barusan gak cepet sampean buka, mungkin saya sudah mati kehabisan nafas, hahahaha\" 82
\"Syukurlah pak kalau gitu, saya sampai buru-buru pinjam kunci ke Mbak Riska, eh gak tahu nya bapaknya sudah keluar duluan hehe\" Ucapan Ratna barusan mempersingkat durasi tawa saya. Membawa saya yang sudah keluar dari zona berbahaya, ke dalam zona penuh tanda tanya. \"Maksud sampean? Yang membukakan pintu gudang barusan itu, bukansampean?\" \"Yaaa bukan lah pak, saya baru aja datang. Saya tinggal dulu yah pak, banyak kerjaan di dapur\" Siapa? Siapa yang baru saja membuka pintu? Bukankah saya mendengar suara orang? Jelas sudah.... gudang ini.... tidak! Restoran ini.... bukan hanya dihuni oleh pemilik baru, tapi entah dari mana dan apa tujuannya, ada penghuni lain yang tinggal disini. Tidak ada asap jika tidak ada api, perubahan ini pastilah bukan kebetulan semata. Dan sampai di sini, saya tidak tahu lagi pada siapa saya harus bercerita. ----‘’---- Hujan hampir berlalu, tapi gerimis dan kabut yang tebal menjadi alasan Saya dan pemuda ini masih betah nongkrong di warung gandrung. Selain mungkin karena cerita saya tentang Hanggareksa, membuat pemuda ini lupa akan tujuan perjalanannya. Sudah dua lembar kertas yang dia habiskan untuk mencatat semua cerita saya, itu belum seberapa, karena dia butuh lebih banyak kertas lagi untuk menulis semua cerita saya sampai selesai. \"Jadi kepada siapa bapak menceritakan kejadian yang bapak alami di gudang itu?\" Tanya pemuda tersebut. \"Kepada sampean\" Jawab saya seraya menunjuk pemuda berambut panjang itu. \"Lhooo? Serius? Jadi selama di Hanggareksa, bapak tidak sekalipun bercerita pada karyawan yang lain?” Tanya pemuda itu. \"Sudah.... sudah Saya coba, tapi apalah arti omongan orang tua seperti saya pada mereka berempat, orang kota yang menganggap hantu hanyalah dongeng pengantar tidur anak-anak di kampung. Hanya Oma, hanya beliau yang mau mendengarkan Saya, walaupun pada intinya.... beliau juga tidak percaya. Riska, Resti, Ratna, dan Oma.... entah kenapa saya merasa, sikap tidak peduli mereka terhadap cerita saya bukan karena mereka tidak percaya, tapi karena mereka sudah tahu, mereka sudah lebih dulu tahu\" \"Jadi...... maksud bapak, semua kejadian mistis yang terjadi di Hanggareksa itu ada sangkut pautnya dengan karyawan restoran?\" Saya mengambil jeda sejenak untuk menarik nafas, lalu kemudian menjawab, \"Tidak..... tidak semua karyawan\" 83
28 November 20xx \"Selamat pagi pak, mau pesan apa?\" Tanya seorang gadis berambut coklat yang menyambut kedatangan saya di pintu Hanggareksa. \"Yaelaaaaah, itu bukan pelanggan.... gak lihat apa bapak bawa apa?\" Timpal Resti pada gadis tersebut. Gadis itu melihat barang bawaan saya dengan wajah polosnya, barulah dia tersenyum tersipu, \"Hehehehe maaf pak, Saya kira pelanggan.\" \"Yaaaah, gak apa-apa... Karyawan baru ya?\" Tanya saya pada gadis itu. \"Iyaa pak, Saya kerja mulai hari ini. Tapi untuk selanjutnya, Saya cuma kerja shift malam saja, soalnya saya juga masih kuliah, jadi mungkin bakal jarang ketemu sama bapak, bapak sendiri sudah berapa lama kerja disini? Selain di Hanggareksa, bapak supplier dimana saja? Gak capek ya tiap hari bolak-balik....?\" \"Eeeeeeeeeeeeehh, malah ngobrol....\" Lagi-lagi Resti memotong perkataan Karyawan baru ini yang tiba-tiba saja membanjiri saya dengan banyak pertanyaan. \"Maaf pak, silahkan dilanjut...\" Ucap resti sambil menarik gadis itu minggir. Saya pun menggangguk tanda permisi, dan lanjut pergi ke dapur. Wajah baru di Hanggareksa, mungkin karena restoran kecil ini semakin populer. Beberapa hari ini saja pelanggan meningkat dengan drastis. Resti dan Ratna benar-benarcekatan dalam mengolah menu yang dicintai pelanggan-pelanggannya. Mungkin banyaknya pengunjung membuat mereka berempat kewalahan, sehingga harus menambah karyawan baru. Semoga saja kejadian yang menimpa saya, tidak terjadi juga pada gadis polos itu. 1 Desember 20xx Hanggareksa lagi-lagi kedatangan tenaga tambahan, seorang gadis bernama BQ yang juga bertugas sebagai Waitress. Berbeda dengan Karyawan baru sebelumnya, BQ adalah gadis yang pendiam, tidak begitu ramah bahkan pada pelanggan sekalipun. Awalnya saya pikir dia adalah tipe orang yang tidak cocok untuk jadi teman Saya, tapi ternyata Saya salah. Pagi itu... untuk kesekian kalinya Saya keluar dari gudang dengan wajah ketakutan, keberanian saya mulai terkikis sedikit demi sedikit karena apa yang saya lihat pun semakin menyeramkan sedikit demi sedikit. Kali ini saya mendengar suara seseorang berbisik di telinga kanan saya, dan semakin kuat saya menahan diri untuk tidak menoleh, semakin jelas juga suara itu. Suara lirih yang bergetar yang hanya dimiliki oleh seorang nenek lanjut usia. Saya mencoba untuk mengganggap suara itu hanyalah sembarang bunyi tanpa arti, tapi setelah keluar dari gudang ini, barulah saya menyadari. Suara itu samar - samar terdengar seperti…. MINTA TOLONG 84
\"Jadi..... bapak mendengarnya juga?\" Tanya BQ yang tanpa Saya sadari berada di lorong di depan gudang, yang memisahkan gudang ini dengan dapur. \"Ma maksud Nak BQ?\" \"Bapak boleh pura-pura tidak mengerti, dan memilih untuk menyimpan semuanya sendiri. Tapi perlu bapak ketahui, Saya lebih tahu apa yang sedang bapak alami selama ini. Saya bahkan bisa melihat dengan jelas, nenek-nenek di belakang bapak sedang tersenyum dengan rahang bawahnya yang bergoyang ke kanan dan ke kiri, terasa akrab sekali seakan-akan dia sedang melihat cucunya sendiri\" HWWAAAAAAAAAH Spontan kata-kata BQ barusan membuat saya menjauh dari gudang. Saya tidak punya alasan untuk tidak percaya pada BQ, karena apa yang baru saja dikatakannya itu, terlalu akurat untuk sebuah tebakan. \"Ssst! Sebaiknya bapak tetap disana, karena sekarang.... nenek itu sedang melambai-lambaikan tangannya memanggil bapak\" \"CUKUP! Saya tidak mau tahu! Jangan bicara lagi! Lagipula.... apa-apaan kamu ini? Bagaimana mungkin kamu bisa tahu?\" BQ tersenyum sambil memainkan pisau kecil yang sejak tadi digenggamnya. \"Kalau bapak tidak mau tahu lagi, untuk apa bertanya? Lagi pula di sini hanya saya yang bisa mengerti masalah bapak, jadi kalau suatu saat bapak berubah pikiran, bapak tahu dimana harus menemukan saya\" BQ pun pergi, meninggalkan saya dan seribu pertanyaan di kepala ini, tapi hanya satu pertanyaan yang sampai ke mulut saya…SIAPA BQ SEBENARNYA? ----‘’---- \"Seorang Karyawan yang memiliki mata batin? Wah, sepertinya hari-hari bapak di Hanggareksa akan lebih menarik\" Saya setuju dengan pemuda ini, bahkan sejak kehadiran BQ, satu-persatu misteri gudang makanan itu terungkap, walaupun tidak semuanya. \"Kalau sampean punya kemampuan yang sama dengan BQ, apa yang akan sampean lakukan?\" Tanya Saya pada Pemuda yang sekarang sudah melepas jaket tebalnya ini. \"Hmmmmm entahlah, mungkin saya akan memberi tahu bapak mahluk apa yang saat ini sedang duduk di samping kita dan mendengarkan semua cerita bapak\" Saya tertawa mendengar jawabannya, \"Hahahaha, Ya! Bagi kita berdua, kemampuan itu terkesan seperti anugerah tuhan yang bisa sangat membantu di saat-saat tertentu. Tapi.... mampu melihat sesuatu yang mengerikan sejak kita 85
kecil, bukan lagi sebuah anugerah. Setidaknya itu yang BQ rasakan, baginya... mata batinnya itu adalah sebuah KUTUKAN. 3 Desember 20xx \"Ada dua penghuni di gudang itu, seorang nenek dan seorang anak kecil. Saya tidak mendeskripsikan bagaimana tampang mereka bukan karena saya tidak mau, tapi karena saya tidak bisa. Sepertinya... mereka berdua mati dengan cara yang mengenaskan\" Apa yang dikatakan BQ barusan memang singkat dan tidak jelas menggambarkan sosok penghuni gudang tersebut, tapi itu sudah cukup untuk membuat Saya merinding. Saya hanya diam menunggu BQ selesai bercerita. \"Sebenarnya bukan gudang itu yang jadi masalah, tapi..... ada sesuatu yang menarik mahluk halus untuk datang ke restoran ini. Sesuatu yang mungkin memiliki pengaruh sangat kuat. Sejak pertama kali Saya datang ke sini, saya sudah merasakan terror yang sangat dahsyat, seakan-akan Restoran ini menyimpan sejarah kelam, atau mungkin sangat kejam\" \"Sesuatu yang menarik mahluk halus untuk datang ke sini? Apa jangan- jangan.......\" \"Ya! Apa yang bapak pikirkan, sama dengan apa yang saya pikirkan. Ada beberapa benda yang tidak seharusnya ada di restoran ini. Dan dilihat dari seberapa ketat mereka menjaga benda tersebut, membuktikan bahwa sebenarnya KARYAWAN YANG LAIN SUDAH TAHU TENTANG SISI GELAP RESTORAN INI Spekulasi? Tidak! Apa yang BQ ucapkan barusan bisa saja menjadi fitnah, karena bagaimanapun itu adalah sebuah tuduhan. Tapi selama kami berdua menyimpannya sebagai rahasia, Saya yakin ini tidak akan jadi masalah besar. \"Jadi.... maksud kamu, Riska dan yang lain sengaja memanggil mahluk halus untuk datang ke restoran ini ?\" Tanya Saya. \"Sengaja atau tidak, saya tidak tahu. Tapi itulah yang sudah mereka lakukan\" Saya termenung sejenak, merasa bahwa obrolan dengan BQ hari ini sudah cukup, semakin banyak yang saya tahu, semakin membuat pikiran saya terganggu, dan itu akan mempengaruhi kerjaan saya disini. Saya tidak mau berselisih dengan karyawan Hanggareksa, karena bagaimanapun di sini saya hanyalah seorang pekerja. Akhirnya saya pamitan pada BQ, Saya berterima kasih karena dia sudah meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan saya, dan sedikit demi sedikit mengeluarkan saya dari misteri di restoran ini. Saya pun pergi menuju mobil untuk berangkat mengantarkan Vivi ke sekolah. “TUNGGU…!” Teriak BQ memanggil saya dari depan pintu Hanggareksa. BQ berjalan menghampiri dengan mata yang memandang lekat ke arah Vivi yang berada di dalam mobil. 86
\"Selain di gudang itu, apakah bapak juga mengalami kejadian aneh di luar?\" Sedikit terkejut dengan pertanyaannya, tapi saya berusaha menjawabnya, \"Tidak! Tidak pernah\" BQ memandangi saya, layaknya seorang guru yang melototi siswanya karena memberikan jawaban yang salah. \"Saya tidak tahu apa yang sudah bapak lakukan selama bekerja di Hanggareksa, tapi apapun itu.... sebaiknya bapak berhati-hati karena...\" “SUDAH BEBERAPA HARI INI, ADA SOSOK YANG MENGIKUTI BAPAK” ----‘’---- \"Sejujurnya Saya masih bingung apa maksud dari kata-kata BQ waktu itu. Karena seingat Saya, tidak sekalipun Saya mengalami hal-hal mengerikan selain di Hanggareksa, apa lagi sampai merasa diikuti mahluk halus\" \"Lalu? Apa yang bapak katakan pada BQ?\" Tanya pemuda itu. \"Hmmmm Saya hanya mengangguk, karena baik Saya dan BQ sadar, bahwa topik ini tidak boleh dibawa keluar restoran. Apalagi saat itu ada Vivi di dalam mobil, Saya tidak mau membuatnya panik, bagaimanapun untuk ukuran anak SD, Vivi termasuk yang sangat peka. Akhirnya setelah berpamitan, Saya pun pergi mengantarkan Vivi ke sekolah\" Sampai akhirnya malam pun datang 4 Desember 20xx, 21.00 WIB Saya masih menunggu Ko Danu memberikan sesuatu yang sudah menjadi hak Saya setiap bulan, Ya! Gaji. Sempat terjadi perdebatan malam itu, karena Ko Danu berniat menurunkan gaji Saya dengan alasan sekarang Saya sudah menggunakan mobil milik Hanggareksa, jadi tidak ada lagi tunjangan bensin. Tentu saja Saya protes! Karena Hanggareksa hanya meminjamkan Mobil,tidak memberikan uang bensin, lagipula itu tanggungan Ko Danu. Sebenarnya sistem pekerjaan Saya tidak rumit. Saya hanya perlu datang ke pasar pagi-pagi, ke toko milik Ko Danu, memberikan daftar pesanan Hanggareksa dan pelanggan Saya lainnya, lalu mengangkutnya ke dalam mobil. Setelah semua bahan makanan yang ada di mobil cocok dengan yang ada di daftar, barulah Saya pergi ke masing-masing pelanggan, termasuk Hanggareksa. Setiap sore, adalah waktunya setoran, sekaligus memberikan daftar belanjaan baru pada Ko Danu untuk disiapkan besok hari nya. Biasanya setelah itu Saya menghabiskan waktu bersama teman-teman di pasar, untuk sekedar nongkrong dan berbagi cerita hari ini, sampai malam datang. 87
Malam ini tidak terlalu ramai, Hanya Saya dan dua orang sopir truk yang sedang berada di warung. \"Dari mana pak?\" Saya menyapa sopir truk yang usia nya lebih tua dari Saya \"Saya dari Blitar Pak, sampean sendiri?\" \"Saya asli sini Pak\" \"Oooooh\" Sudah... obrolan kami cuma sampai disitu. Bapak ini bukan tipe yang mudah akrab, saya memutuskan untuk tidak lagi mengajaknya bicara. Mengarahkan pandangan pada jalan di depan warung, dimana mobil butut saya berada. Setelah memastikan tidak ada orang yang akan menemani saya nongkrong disini, Saya memutuskan untuk pulang. BRMMMM Kadang Saya merasa malu pada bunyi mobil ini, maklum usianya sudah tua. Mobil- mobil seangkatannya sekarang pasti sudah tenang di alam sana, dimana setiap bagiannya sudah dijual kiloan. Tapi apa boleh buat, ini satu-satunya kendaraan Saya. Meskipun orang lain menganggap kuno, tapi bagi Saya mobil ini Antik. Hampir saja kaki ini menginjak pedal gas mobil, tiba-tiba tanpa saya sadari seseorang sudah berdiri tepat di samping jendela, dimana saya mengemudi. Orang itu tersenyum tanpa berkedip, dengan telapak tangannya yang menyentuh kaca jendela. Sepintas terlihat mengerikan, tapi beberapa detik saya perhatikan ternyata orang ini adalah... PEREMPUAN YANG WAKTU ITU SAYA TAWARI TUMPANGAN Masih dengan gaun serba hitamnya, dan rambut putihnya yang terurai, perempuan ini masih melihat ke dalam mobil dengan senyuman yang entah apa maksudnya. Saya menurunkan kaca jendela, walaupun sebenarnya Saya punya firasat yang tidak enak. Firasat Saya semakin buruk ketika kaca jendela sudah terbuka penuh, tangan dan ekspresi wajah nya masih belum berubah, hal yang tidak mungkin terjadi pada manusia normal. Dan bodohnya Saya mengajak perempuan itu bicara... \"Kenapa Bu? Sampean butuh tumpangan?\" Tapi perempuan itu tidak menjawab. BRMMMMMM Saya memacu mobil tua ini pergi dengan kecepatan tinggi secara tiba-tiba. Saya bahkan tidak sempat menaikkan kaca jendela. Semua itu karena secara tiba-tiba Saya sadar, bahwa yang sedang saya hadapi barusan bukanlah manusia. Jendela mobil memisahkan Saya dengan perempuan barusan, tapi saat tabir kaca itu terbuka, barulah terasa betapa bau nya perempuan itu. Bau daging busuk, yang bahkan hanya dengan menciumnya saja kita bisa membayangkan jutaan belatung. \"Apa apaan ini? Kenapa semua jadi seperti ini?\" 88
Saya mengemudikan mobil seperti dikejar sesuatu, meskipun Saya tahu jarak saya dan perempuan itu sudah cukup jauh. Tapi perasaan tidak enak apa ini? Meskipun perempuan itu saya tinggalkan jauh dibelakang, tapi rasa ngeri ini seakan mengikuti saya pulang. TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN \"ASSSSSSSSS**************\" Berkendara dengan kondisi seperti ini sangat beresiko, tapi kalau Saya berhenti, Saya punya firasat akan bertemu perempuan itu lagi. Kaca spion berkali-kali Saya pandangi, meskipun saya tahu mustahi bagi perempuan itu itu mengejar Saya sampai kesini. Tapi Naas..... Saat mata ini sibuk melihat kaca spion, cahaya terang dari arah depan secara tiba-tiba menyilaukan pandangan Saya. BRUAAAK! ----‘’---- \"Astaghfirullah... Bapak kecelakaan?\" Tanya pemuda tersebut. Wajahnya secara jujur berkata bahwa dia sedang khawatir, bukan sekedar simpati yang basa-basi. Saya membuka topi yang sedari tadi saya kenakan, menunjukkan pada pemuda tersebut betapa jeleknya kepala saya karena bekas jahitan. \"Hanya benturan di kepala, Saya masih bersyukur tidak ada gejala gegar otak\" \"Alhamdulillah, Tapi tetap saja itu luka yang cukup serius. Sebenarnya apa yang bapak tabrak?\" \"Truk pengangkut sapi, hehehehe. Saya tidak ingat betul kronologi nya, karena saat Saya sadar, Saya sudah dikerumuni banyak orang. Dan untungnya Saya bebas perkara dengan polisi, karena ternyata pengendara truk itulah yang salah. Tapi itu bukan berita baik, karena meskipun saya gagal masuk penjara, saya justru sukses masuk rumah sakit\" RUMAH SAKIT PATRANG 7 Desember 20xx, 08:00 WIB \"Pa'ee\" \"Pa'eeeeeeeeeeeee\" Kaki saya geli sekali, karena tangan mungil Vivi menggoyang-goyangkannya berusaha membuat Saya bangun. Saya masih susah mengangkat badan, dokter bilang, jika sedikit saja merasa pusing, maka Saya harus kembali tidur. \"Pa'eeeeeeeeeeeeeeeeee\" 89
\"Paa'eeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee\" \"VIVIIIIIIIIII BAPAK LAGI SAKIT, JANGAN GANGGU!! SANA PERGI MAIN DI LUAR!!\" Seketika itu juga Vivi menutup mulutnya dengan tangan, berjalan mundur menuju pintu ruang rawat inap, dan pergi keluar. Saya masih berusaha, beradaptasi dengan kamar tempat Saya di rawat ini. Satu ruangan untuk satu pasien, AC, Televisi, lemari es, semua fasilitas ini hanya ada di Kamar VIP. Tapi siapa? Siapa yang akan membayar semuanya?? KREK \"Selamat pagi......\" Seorang perempuan berambut pendek sebahu masuk ke kamar Saya, tubuhnya langsing dan tinggi, mengenakan jaket merah dan celana jeans. Perempuan itu meletakkan keranjang berisi buah-buahan, roti dan biskuit di atas meja, lalu kemudian menghampiri Saya. \"Gimana keadaan bapak?\" \"Alhamdulillah, sudah mendingan dek Ratna. Sampean sendirian?\" Tanya Saya pada Ratna. Dia menyempatkan diri untuk menjenguk saya, walaupun harus meninggalkan tugasnya sebagai Koki di Hanggareksa. \"Iya Pak, sebenarnya kemarin kami semua kesini menjenguk bapak, tapi bapaknya tidur dan belum boleh dijenguk\" Jawab Ratna. Saya sudah suudzon, obrolan Saya dengan BQ membuat Saya selalu berpikiran negatif pada Karyawan Hanggareksa, Tapi terlepas dari itu semua, mereka adalah rekan kerja yang baik. \"Hmmmm sepertinya Saya tahu kenapa Saya bisa berada di ruangan VIP\" Ucap Saya yang kemudian disusul oleh senyuman Ratna. \"Tapi gimanapun juga, Ruangan ini terlalu bagus untuk seorang sopir seperti Saya\" \"Di rumah sakit, tidak ada sopir, direktur, bahkan presiden. Apapun ruangannya, yang terbaring di dalam tetap hanyalah Orang Sakit\" \"Hehehe tidak hanya pintar masak, ternyata sampean juga pintar bicara yaaa\" Kami berdua tertawa. Tiba-tiba Ratna mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya, dan diletakkannya di samping keranjang buah tadi. \"Ini dari Oma, beliau pesan...... cepat sembuh dan semoga bisa segera bertugas lagi\" Ucapan Ratna mengingatkan Saya akan pekerjaan Saya yang terbengkalai. Sudah empat hari Saya dirawat disini, dan selama itu juga Saya tidak bisa menghubungi rekan-rekan di pasar, maupun di Hanggareksa. Itu semua gara-gara HP saya hilang saat kecelakaan, sepertinya tidak semua orang yang mengerumuni saya malam itu berniat menolong, salah satunya ada yang berniat mencuri. 90
\"Aamiin, semoga Oma juga sehat selalu. Lantas selama Saya tidak ada, siapa yang menggantikan?\" Tanya Saya pada Ratna \"Tidak ada! Sebagai gantinya, Saya yang bertugas belanja setiap pagi, kadang juga kami belanja pada tukang sayur keliling, yaaa meskipun tidak sebagus di pasar,, kualitas sayur dan daging yang mereka bawa masih layak untuk kelas restoran\" \"Maaf.... kalian jadi kerepotan gara-gara Saya\" \"Oh tidak! tidak! Sama sama sekali tidak Pak! Memang semua jauh lebih mudah kalau ada bapak, tapi tidak satupun manusia yang menginginkan dirinya kecelakaan, ya kan?\" Ratna sangat piawai dalam memberikan nasihat, seakan saya menjadi jauh lebih muda darinya. \"Oh ya! Saya bisa berikan sampean nomor Ko Danu, biar dia menyuruhsopirnya yang lain untuk menggantikan Saya sementara Saya di rawat\" TIDAK USAH Seketika saya terdiam, cara Ratna menolak tawaran Saya, sangat berbeda dengan cara dia bicara sebelumnya. \"Lhooo kenapa?\" Dengan wajah sedihnya yang menunduk, Ratna berkata... KO DANU SUDAH MENINGGAL ----‘’---- Suasana gaduh di warung gandrung. para pengemudi mobil dan pengendara motor yang berteduh, satu persatu mulai bersiap melanjutkan perjalanannya. Memang gerimis semakin menipis, tapi kabut yang menutupi jalanan masih sangat tebal. Mungkin alasan itulah yang membuat pemuda ini tidak beranjak dari tempat duduknya. Atau mungkin karena dia masih betah mendengarkan cerita saya? \"Bos bapak.... meninggal? Kapan? Kenapa?\" Pemuda itu terkejut, karena sejak awal cerita Saya, baru kali ini ada yang meninggal. \"Diabetes! Ko Danu sudah sejak lama menderita Diabetes, sudah beberapa tabib dia datangi, tapi mungkin Tuhan berkehendak lain\" \"Kasihan.... lantas, kalau tidak ada beliau, bagaimana dengan pekerjaan bapak?\" \"Ko Danu hanyalah satu dari banyak pemilik toko besar di pasar gambir, tidak butuh waktu lama bagi saya untuk bisa bekerja pada Bos yang baru\" 10 Desember 20xx, 06:00 WIB 91
\"Apa lagi hari ini??\" Tanya saya yang mulai jengkel pada Vivi. Hampir setiap pagi ada saja yang membuat dia lama di kamar. Dan seperti biasa, dia hanya diam dengan bibir manyunnya yang seakan-akan siap berubah menjadi tangis, jikalau saya bentak dia sekali lagi. Saya menghela nafas, memegang pundaknya lalu berkata, \"Denger Nak, Bapak sudah lama tidak masuk kerja, gaji bapak bulan ini juga hilang gara-gara kecelakaan kemarin, belum lagi harus keluar banyak uang untuk perbaiki mobil, jadi mulai besok.... Vivi jangan nakal lagi ya! Janji???\" Bibir manyun Vivi seketika berubah menjadi senyuman, dia memberikan jari kelingkingnya sebagai isyarat bahwa dia berjanji tidak akan membuat Saya telat lagi. Hari ini adalah hari pertama Saya masuk kerja setelah kecelakaan kemarin, tidak hanya itu, ini juga hari pertama Saya bekerja pada Haji Qodir. Sebenarnya, Saya bisa saja tetap ambil barang di toko Ko Danu, karena setelah beliau meninggal, menantunya lah yang menggantikan. Tapi saya memilih pindah saja, karena makin lama makin merasa tidak cocok dengan prinsip kerjanya. 06:45 WIB Akhirnya Setelah hampir setengah jam di pasar, Sampai juga Saya di Hanggareksa. Mobil butut ini seperti senang sekali kembali ke rumahnya, Saya beruntung karena tidak ada kerusakan parah, karena kalau sampai itu terjadi, Saya harus keluar biaya lebih mahal karena Onderdil mobil setua ini, bisa jadi susah didapat. Saya menurunkan barang, dan membawanya ke dalam. Seperti biasa, Vivi menunggu Saya di mobil. Kedatangan Saya disambut senyum dan tawa dari karyawan, mereka tampak senang sekali atas kesembuhan Saya. Resti pun segera pergi keluar untuk bertemu Vivi, karena selama Saya libur, Vivi juga tidak pernah datang kesini. \"Ah anak itu, mereka sudah seperti kakak dan adik saja!\" Ucap Oma sambil tersenyum melihat Resti sedang bermain dengan Vivi di luar. Saya pun tidak mau euforia ini menyita waktu kerja saya, karena setelah ini Saya masih harus mengantar Vivi dan lanjut ke pelanggan yang lain. Akhirnya Saya permisi untuk memasukkan pesanan mereka ini ke gudang. GULP Lama tidak kesini, Saya sempat lupa bagaimana mengerikannya gudang makanan ini. Ya! Hanggareksa memang sangat menjaga kebersihan gudang penyimpanan mereka, tapi itu tidak membuat kesan seram ruangan kecil ini hilang. Saya letakkan ke lantai semua barang yang Saya bawa, lalu membuka pintu gudang. \"Senang rasanya melihat Bapak sudah sehat\" Saya menoleh ke belakang, BQ sedang berdiri sembari memegang pembersih debu. \"Alhamdulillah, sampean sendiri gimana?\" Tanya saya pada BQ. 92
\"Yaaaa seperti yang bapak lihat, Saya sehat wal afiat\" Kami terlibat obrolan singkat tentang keadaan Saya selama di rumah sakit, dan keadaan restoran selama Saya tidak ada. Hingga akhirnya sampailah pada topik yang menjadi keahlian BQ. \"Dulu..... sampean pernah bilang kalau saya sedang diikuti oleh mahluk halus, sepertinya sekarang saya tahu siapa yang sampean maksud\" Ucap Saya pada BQ. Dia sama sekali tidak terkejut, tapi itu wajar! Karena BQ memang jarang sekali berganti ekspresi wajah. Itu membuat gadis ini menjadi semakin misterius dan sulit ditebak. \"Biar Saya tebak, kecelakaan bapak itu pasti ada sangkut pautnya dengan mahluk halus itu kan?\" \"Ya! Benar.... Saya sudah menyerah untuk mencari tahu asal-usul hantu, jin atau apapun yang sedang mengikuti Saya itu. Saya juga tidak mau tahu kenapa gudang yang dulu aman-aman saja ini, tiba-tiba memiliki penghuni ghaib, yang saya ingin tahu adalah.... kenapa Saya? Saya bisa mengerti kalau penghuni gudang ini merasa terusik dengan kehadiran Saya, tapi perempuan berambut putih itu...... apa tujuan dia sampai harus mengikuti Saya?\" BQ meletakkan pisau kecil kesayangannya tepat di depan bibirnya. Rupanya Saya terbawa emosi hingga mungkin kata-kata Saya barusan terdengar sangat nyaring. Setelah kami memastikan bahwa tidak ada yang mendengar, kami pun melanjutkan perbincangan. \"Pertanyaan bapak barusan, hanya bapak sendiri yang bisa menjawabnya. Mungkin bapak akan menemukannya dengan berusaha mengingat kejadian-kejadian yang lampau. Adakah sesuatu yang tidak wajar yang dengan sengaja atau tidak sengaja sudah bapak lakukan?\" Saya berpikir sejenak, ada beberapa hal yang muncul di benak saya, tapj semua itu tidak ada sangkut pautnya dengan perempuan berambut putih itu. Merasa menemui titik buntu, saya pun memutuskan untuk menjawab... \"Tidak ada! Selama di Hanggareksa Saya bekerja dan berperilaku sebagaimana mestinya, tidak sekalipun saya melakukan tindakan ceroboh, kalaupun ada.... itu pun sama sekali tidak ada hubungannya dengan perempuan berambut putih yang saya ceritakan\" \"Kalau begitu... maaf, Saya tidak bisa membantu. Mungkin kedepannya bapak harus lebih berhati-hati saja, banyak-banyak berdoa agar kejadian yang sama tidak terulang lagi\" Sebenarnya masih banyak yang ingin saya diskusikan dengan gadis itu, tapi saya sadar saya sudah menghabiskan banyak waktu di gudang ini, dan Saya tidak ingin terlambat mengantarkan pesanan pelanggan yang lain. Saya hanya mengangguk, mengiyakan nasihat BQ. 93
\"Oh ya pak! Sepertinya mereka senang sekali bisa bertemu bapak lagi\" Ucap BQ. \"Ah yaaaaaa, Riska, Oma, Ratna dan Resti, mereka menyambut kesembuhan saya seperti menyambut kakek mereka yang baru pulang dari perjalanan panjang, mungkin bagi mereka saya....\" \"Bukan! Bukan karyawan restoran yang Saya maksud\" TAPI MEREKA YANG SEDARI TADI MENGINTIP DI BALIK PINTU GUDANG, DAN TERSENYUM PADA BAPAK ----‘’---- Beeeeeeeeep Beeeeeeeeeeeep Dering Handphone menjadi jeda untuk cerita Saya, pemuda itu juga sedang sibuk menjawab panggilan, Tidak jelas apa yang sedang dibicarakannya, karena sepanjang percakapan, pemuda itu hanya berkata. \"Iya! Ok! Ok! dan Iya!\" \"Maaf pak, keluarga di rumah telpon, sepertinya mereka khawatir dengan cuaca hari ini.\" Ujar pemuda itu seraya mematikan Handphonenya, mungkin dia tidak ingin ada yang mengganggunya lagi. \"Yaaa wajar.... semua orang akan khawatir jika salah satu keluarganya bepergian di tengah cuaca seperti ini.\" Sahut Saya. \"Mmmmm mohon maaf sebelumnya, ngomong-ngomong soal keluarga, Ibunya Vivi......?\" \"Cerai\" Jawaban yang sangat cepat dari Saya, sebagai tanda bahwa pertanyaan itu tidak butuh jawaban yang panjang. \"Saya sudah single parent bahkan saat Vivi masih belajar merangkak. Sekarang dia tidak lagi ingat wajah Ibunya, dan itu adalah hal yang baik. Meskipun sampai sekarang Saya masih memikirkan sebuah jawaban, jikalau suatu saat Vivi mempertanyakan dimana Ibunya\" Pemuda itu diam, jari jemarinya tidak bisa berhenti memutar-mutar pena. Sepertinya dia merasa bersalah karena sudah mempertanyakan kehidupan pribadi Saya. Tidak ingin membuat suasana menjadi semakin beku, segera Saya memecahkannya dengan cerita yang baru. \"Masih mau mendengarkan?\" \"Ah iya! Tentu saja, silahkan\" 11 Desember 20xx, 06.15 WIB 94
Keramaian pasar gambir,adalah pemandangan yang rutin saya lihat setiap pagi. Suara manusia yang saling tawar menawar, suara beras yang sedang dimasukkan ke dalam karung, bau bumbu, rempah-rempah dan amisnya ikan adalah alasan Saya tidak pernah mengajak Vivi ke dalam. Saya selalu meniggalkannya di mobil. Alasan lainnya adalah, supaya dia tidak minta jajan. \"Empian ampon sehat kang?\" Tanya Haji Qodir pada Saya, dengan menggunakan bahasa madura yang berarti \"Sampean sudah sehat kak?\" . Usia Haji Qodir jauh lebih muda dari Saya, sekitar 35 banding 45. Karena itu lah beliau memanggil Saya dengan sebutan \"Kang\" yang berarti \"Kakak\". \"Alhamdulillah sudah Ji\" Kami pun berbincang-bincang sambil menyiapkan pesanan yang akan Saya bawa. Tiba-tiba Haji Qodir menanyakan kondisi mobil tua Saya pasca kecelakaan. Beliau menyarankan agar Mobil tersebut di Ruqyah (Didoakan agar selamat). Tentu saja saya tertawa mendengarnya, Haji Qodir memanglah suka bercanda, tapi ternyata kali ini beliau serius. \"Ini.... gantung ini di dalam mobil, banyak-banyak berdoa semoga selalu selamat.\" Ucap Haji Qodir sembari memberikan bungkusan kain jimat berbentuk kotak. Seumur hidup Saya belum pernah pakai jimat, atau lebih tepatnya tidak percaya dengan hal tersebut. Tapi kali ini saya tidak mungkin menolak, apalagi Haji Qodir adalah Bos Saya, akhirnya dengan berpura senang hati, Saya terima, dan segera menggantungnya di spion tengah saat saya sudah sampai di mobil. 06.45 WIB Saya baru selesai memasukkan pesanan Hanggareksa ke dalam gudang, dan beruntungnya Saya karena hari ini tidak harus berurusan denganpenghuninya lagi. Mungkin mereka sudah terbiasa dengan kehadiran Saya, sehingga menggoda Saya adalah hal yang membosankan. Lama kiranya Saya menunggu Riska memeriksa Nota dan menghitung uang, dan seperti biasa setiap kali saya berada di meja kasir, Saya selalu curi-curi pandang pada jam antik di sebelahnya. Tentu saja itu tanpa sepengetahuan Riska, Saya tidak mau dia marah-marah lagi gara-gara jam kesayangannya saya pelototi, Tiba-tiba.... Kaki saya berjalan pelan membawa tubuh ini menuju dinding di dekat pintu masuk dapur. Saya harus menabrak kursi restoran karena berjalan dengan mata yang masih tertuju ke arah dinding itu. Disana... sebuah lukisan terpajang dengan megah, lukisan yang sudah tidak asing bagi Saya, karena memang sudah terpajang di sini sejak Hanggareksa masih menjadi milik Habib. Hanya saja.... Setelah berkali-kali melihatnya, baru kali ini perhatian saya tertarik oleh lukisan ini. Lukisan seorang wanita mengenakan gaun berwarna merah, cantik sekali. Gadis itu memegang karangan bunga mawar, bunga yang sama dengan yang diselipkan di sela-sela telinganya. Saya berdiri disini, bukan karena sedang mengagumi, tapi karena baru saja saya menyadari, lukisan ini sudah menjawab salah satu misteri. 95
Sejak pertama Perempuan Berambut putih itu menampakkan dirinya, Saya sudah merasa familiar dengan wajahnya. Dan kali ini, wajah gadis di dalam lukisan ini membenarkan firasat saya. \"Pantas saja saya merasa familiar dengan perempuan itu, itu semua karena......\" WAJAH NYA MIRIP SEKALI DENGAN PEREMPUAN DI DALAM LUKISAN INI ----‘’---- \"Se..... seriuuuuus??? Jadi perempuan berambut putih itu.....?\" Pemuda itu tidak bisa melanjutkan kata-katanya, seakan tidak yakin dengan tebakannya. \"Terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan. Tapi apa yang saya pikirkan waktu itu, sama seperti apa yang sampean pikirkan sekarang.\" Ucap Saya. \"Tapi kalau memang itu adalah hantu perempuan yang ada di lukisan, kenapa dia mengikut bapak?\" Tanya pemuda itu. \"Itu lah yang selalu Saya tanyakan.... Saya pun tidak tahu siapa gadis di lukisan itu, tidak pernah terpikir lukisan itu akan jadi benda yang sangat penting, karena saat Hanggareksa masih milik Habib dulu, Saya pikir itu hanyalah lukisan biasa yang tidak memiliki arti\" Untuk beberapa saat kami saling diam, tenggelam dalam imajinasi masing-masing. \"Lalu bagaimana setelah itu.... pernahkah bapak bertanya pada perempuan berambut putih itu, siapa dia, dan apa maunya?\" Tanya pemuda itu, berharap jawaban saya bisa sedikit menjawab rasa penasarannya, tapi sayangnya.... Saya hanya menggeleng-gelengkan kepala. 30 Desember 20xx Sudah dua minggu lebih hari-hari Saya berlalu tanpa ada satupun gangguan dari para mahluk halus itu. Gudang Hanggareksa semakin lama terlihat semakin normal, meskipun BQ berkata bahwa mahluk halus itu masih disana, tapi bagi Saya seakan tidak ada apapun di gudang itu kecuali sayuran, daging, rempah-rempah dan bahan masakan lainnya. Perjalanan pulang Saya pun selalu lancar, aman terkendali. Perempuan Berambut putih itu tidak pernah lagi menampakkan dirinya. Sejenak Saya berpikir, Jimat yang diberi Haji Qodir benar-benar ampuh, dan berawal dari situ, Saya mulai menempel interior mobil dengan stiker ayat-ayat Al-Quran. 06:15 WIB Pagi ini amarah Saya sudah tidak terbendung lagi karena uang di dompet Saya secara tiba-tiba berkurang. Saya hanya tinggal berdua dengan Vivi, jadi Saya tahu siapa yang harus Saya curigai. 96
\"Kamu ngambil uang bapak?\" Vivi pura-pura tidak mendengar, malah bermain-main dengan tali sepatunya. \"Viviiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii\" Vivi hanya geleng-geleng tanpa menoleh ke arah Saya. BANG! Keras sekali bunyi daun pintu yang Saya pukul itu, Vivi terperanjat bangun dan menjauh dari Saya. Ini pertama kalinya bagi Vivi melihat Saya seperti ini. \"Bapak tahu Kamu yang ngambil, sekarang balikin!\" Vivi masih diam tidak bergeming. \"VIVI!!! BAPAK GAK MAU PUNYA ANAK MALING! CEPAT BALIKIN UANG BAPAK!!\" Saya menghampiri Vivi sambil membentaknya. Tentu saja anak itu lari ketakutan, Vivi berlari menuju pintu, berpikir untuk kabur dari Saya, sayangnya dia terlalu lama mencari sebelah sandal jepitnya, hingga akhirnya Saya berhasil menyusul Vivi. PRAK! Saya kalap! Memukul betis Vivi dengan sendal jepitnya yang Sayatemukan di bawah meja. Vivi duduk, memegangi betisnya yang mulai merah. Saya mendengar isak tangisnya, meskipun anak itu berusaha menutupi wajahnya dengan tangan. \"Bapak nyesel ngerawat Kamu! Harusnya kamu ikut Ibumu! Kalian berdua punya sifat yang sama, SAMA-SAMA MALING! GARA-GARA IBUMU KITA SEKARANG HIDUP MELARAT, GARA-GARA IBUMU HUBUNGAN KITA DENGAN KAKEK KAMU DI KAMPUNG JADI BERANTAKAN, BERANTAKAN SEMUAAAAAAAAA!\" Berteriak membuat pikiran Saya mendadak jernih. Kata-kata itu sudah lama sekali Saya pendam, menjadi duri yang meskipun menusuk tapi tetap Saya tahan. Tapi sekarang, ada perasaan lega di hati Saya. Lega karena berhasil mengeluarkan Duri itu. Hanya saja..... Sekarang Vivi lah yang akan menyimpan duri itu di hatinya, kata-kata saya barusan tidak akan pernah dia lupakan, bahkan seumur hidupnya. Saya memutuskan untuk pergi, Saya tidak mau telat hanya karena ribut dengna anak kecil, karena bisa-bisa Saya juga ribut dengan Bos Saya. Akhirnya Saya tinggalkan Vivi di rumah sendiri, dan pergi tanpa sekalipun menoleh ke arah Vivi. ----‘’---- \"Silahkan..... sampean pasti mau berkata kalau Saya kejam, Ayah yang keras, dan sejenisnya\" Ucap saya pada pemuda itu... 97
\"Hmmm tidak juga.... Bapak Saya pernah melakukan hal yang sama ketika saya kecil dulu, bahkan lebih parah soalnya pakai rotan. Hanya saja..... Bapak Saya tidak pernah sekalipun bicara sekasar itu sama Saya\" Jawaban pemuda itu cukup membuat Saya malu. Lagi-lagi Saya harus dinasehati oleh orang yang lebih muda. \"Hehehehe yaaaaa, Saya sedih kalau ingat kejadian itu. Hanya gara-gara uang lima puluh ribu, Saya tega melakukan itu semua pada anak yang belum tentu mengerti. Lebih kejamnya lagi, Saya menjadikan Vivi sebagai pelampiasan atas hal buruk yang dilakukan oleh Ibunya\" \"Syukurlah kalau bapak sadar, jadi...... sebenarnya siapa yang mengambil uang itu?\" Tanya pemuda itu. Saya pun menjawab, \"Vivi\" 30 Desember 20xx, 22:00 WIB Saya pulang ke rumah lebih larut dari biasanya, Saya pulang pun karena baru teringat kalau Vivi belum Saya kasih uang jajan. Anak malang itu mungkin saja belum makan dari tadi siang. \"Viviiiiii\" Saya mencari Vivi ke kamarnya, tapi kamar sempit itu kosong, hanya boneka Mashimaroo milik Vivi yang ada di atas ranjangnya. Rasa khawatir mulai memenuhi kepala ini, bapak macam apa yang meninggalkan anak sekecil itu sendirian di rumah sampai larut malam. \"Viviiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii\" Saya mencari ke kamar mandi, ke ruang tamu, ke dapur tapi hasilnya nihil. Vivi belum juga Saya temukan. Saya berpikir untuk pergi ke rumah Agus, tetangga sebelah yang kebetulan anaknya adalah teman bermain Vivi. Segera Saya pergi ke kamar untuk ganti baju KLEK! Betapa terkejutnya Saya karena saat lampur kamar dhidupkan, Anak semata wayang Saya tengah tidur berselimutkan sarung kotor Saya. Pakaiannya pun masih seragam yang dikenakannya tadi pagi. Lega.... sekaligus sedih.... Saya menghampiri Vivi, kemudian menggendongnya pelan, Saya tidak ingin Vivi terbangun dan melihat Air mata Ayahnya sekarang. Sampailah Saya di kamar Vivi, Saya rebahkan tubuh mungilnya dan menyelimutinya dengan selimut yang lebih layak. Baru saja Saya menyeka air mata, tiba-tiba mata Saya tertuju pada benda yang ada di genggaman tangan Vivi. Benda itu adalah.... 98
Segulung benang dan Uang kertas pecahan sepuluh ribu dan lima ribu yang total semuanya adalah empat puluh tujuh ribu. Saya tidak mengerti untuk apa benang ini? Kenapa Vivi sampai harus mencuri uang Saya hanya untuk membeli segulung benang. Pertanyaan Saya tersebut langsung terjawab mana kala Saya melihat tas sekolah Vivi.... Tas itu sudah tidak lagi layak pakai, dasarnya sudah berlubang sangat besar, Vivi menutupinya dengan kertas dan selotip. Air mata Saya tidak terbendung lagi, tangis Saya tumpah seketika itu juga. Betapa jahatnya Saya! Selama ini memarahi Vivi karena selalu membuat Saya telat, tanpa tahu apa alasannya. Vivi tidak berani meminta Tas baru, karena dia tahu Saya belum tentu mampu. Rasanya ingin sekali Saya menampar diri sendiri, Vivi adalah alasan Saya bekerja keras, tapi semua percuma kalau sikap Saya pada Vivi juga keras. Tangis Saya semakin nyaring, hingga tanpa sengaja membangunkan Vivi. \"Paa pa'eeee??\" \"Eh.... Oh.... sudah bangun nak?\" Tanya saya dengan sedikit canggung karena harus menyembunyikan sisa-sisa air mata di wajah Saya. \"Maafin Vivi yaaaa, Vivi janji gak mau nyuri lagi....\" Ucap Vivi sembari memberikan jari kelingkingnya. Saya memeluk Vivi erat, eraaaat sekali. Tidak ada gunanya lagi saya menyembunyikan tangisan, dengan suara yang terpatah-patah Saya berkata.... \"Maafin Bapak juga yaa nak, Bapak sudah mukul Vivi, Sudah marahin Vivi, bapak juga sudah gak perhatiin Vivi... maafin Bapak juga sudah sering ninggalin Vivi sendirian di rumah\" Vivi masih dengan wajah polosnya, merasa heran dengan perubahan sikap Saya. Entah dia mengerti atau tidak, tapi perlahan Vivi juga memeluk Saya. \"Besok kita ke pasar buat beli tas, bapak juga janji mulai besok gak mau ninggalin Vivi sendirian di rumah kalau malam\" VIVI GAK SENDIRIAN KOK PA'EE \"Hmmm?? Kok bisa? Oooooh Vivi gak sendirian soalnya ditemenin Mashimaroo yaaa?\" Awalnya Saya sama sekali tidak punya pikiran negatif tentang ucapan Vivi, kecuali setelah Vivi menggeleng-gelengkan kepalanya, karena yang dimaksud Vivi bukanlah boneka Mashimaroo-nya. \"Terus? Siapa?\" \"Bu' de....\" \"Bu' De?? Bu' De siapaaa?\" 99
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302