Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Midnight Restaurant

Midnight Restaurant

Published by almeirasetiadi, 2022-08-29 03:55:34

Description: Midnight Restaurant

Search

Read the Text Version

CONFLICT Sudah dua hari Lisanne dan anaknya menetap di kediaman Hermawan, perubahan positif banyak terlihat mulai dari suasana rumah yang lebih hangat, suasana hati Widi yang mulai membaik, dan suasana restoran yang semakin ramai. Bagaimanapun tegarnya Lisanne, menjadi orang tua tunggal di usia muda tidaklah mudah, dan sebagai kakak, Rosy merasa sangat iba. \"Yuanita mulai besok ikut Kak Yana sekolah ya?\" Ujar Rosy. Yuanita yang belum genap lima tahun terlihat bingung, sekolah adalah sesuatu yang asing baginya, dan untuk itu dia hanya bisa melihat mamanya. \"Apa tidak terlalu kecil kak? Nita belum genap lima tahun.\" Sahut Lisanne. \"Tidak apa-apa! Yana saja sudah masuk TK di usia empat tahun, sekarang pendidikan sejak dini itu penting\" Rosy merasa Iba melihat Lisanne, menjalani hidup sebagai orang tua tunggal pasti tidaklah mudah. Sama seperti Rosy, Lisanne memilih untuk menerima lamaran dari seorang pribumi, yang berarti dia harus hengkang dari keluarga besarnya. Sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan lama, suami Lisanne menceraikannya saat Yuanita masih berusia dua tahun, apapun penyebabnya.... Rosy tidak berani untuk bertanya. ----‘’---- Minggu pagi.... Kehadiran Lisanne berhasil mengembalikan kejayaan Hanggareksa. Pengalamannya selama tujuh tahun bekerja di sebuah restoran di ibu kota, berhasil menyelamatkan restoran kakaknya dari keterpurukan. Tidak hanya membuat Hanggareksa meraih kembali masa gemilangnya, tapi juga menepis semua konflik dengan penduduk lokal. Kendati demikian, Lisanne tidak mampu mengembalikan keharmonisan Widi dan Rosy yang mulai retak. Lisanne menambah jumlah karyawan dari sebelas menjadi dua pulah tiga orang, dan semuanya terdiri dari berbagai ras dan golongan, termasuk pribumi. Ini adalah strateginya untuk menampik dugaan bahwa Hanggareksa menyajikan makanan yang tidak halal. Apa yang dilakukan Lisanne sebagai manager baru tidak lantas membuat Widi dan Rosy hanya diam menikmati hasil, mereka sebagai owner turut membantu melayani pelanggan, layaknya seorang waitress tanpa rasa gengsi. Pagi itu Widi sedang mengawasi kinerja juru masaknya di dapur, sekaligus melihat seperti apa chef baru yang Lisanne datangkan langsung dari ibu kota. 250

\"Chef Lalu?\" Sapa Widi seraya menepuk pundak Chefnya. \"I... iya tuan!\" Jawab sang koki yang gugup karena baru pertama kalinya berbincang langsung dengan sang Owner. \"Hahaha panggil Widi saja, jangan panggil tuan. Oh ya! Gimana dengan kualitas bahan makanan kita? Saya dengar kamu sempat komplain gara-gara rempah- rempah yang dikirim dari pasar kemarin?\" Tanya Widi. \"Oh.. tidak pak! Kemarin memang sempat ada beberapa yang busuk, tapi hari ini mereka sudah menggantinya dengan yang baru, jadi tidak ada masalah lagi.\" Jawab Chef Lalu dengan sumringah. \"Baguslah! Kalau ada apa-apa lagi, segera beritahu manager kamu. Kita buat restoran ini menjadi yang terbaik di Kota Gambir, dan tentunya... saya butuh bantuan kamu!\" Tutur Widi seraya mengulurkan tangan, mengajak Chef lalu berjabat tangan. Walaupun sedikit nervous, Chef Lalu menerima uluran tangan atasannya itu dan berkata, \"Siap pak! Saya tidak akan mengecewakan Hanggareksa.\" Widi jauh lebih mengerti tentang masakan daripada Rosy. Karena itu, selagi suaminya sibuk di dapur, Rosy tampak sedang sibuk berbincang dengan seorang perempuan di meja pelanggan. Perempuan berkerudung hijau dengan pakaian panjang yang menutupi seluruh tubuhnya, seorang muslimah yang tampak sangat akrab dengan Rosy, bukan karena cara bicaranya, tapi karena caranya menangis di depan Rosy tanpa sedikitpun rasa canggung. \"Sabar Nisa.. Tuhan sedang menaikkan derajatmu lewat ujian ini, sebagai sahabat, aku akan selalu ada kapanpun kamu butuh bantuan\" Tutur Rosy berusaha menenangkan sahabatnya itu. \"Setelah ini aku mau pulang ke kampung bersama Laura dan Laila, mereka tidak boleh tahu tentang perselingkuhan ayahnya, tidak dari para tetangga.\" Ujar Nisa dengan tersedu-sedu. \"Memangnya sejak kapan kamu tahu tentang perselingkuhan suamimu?\" Tanya Rosy walaupun sebenarnya sangat tidak enak hati. \"Entahlah Rosy, mungkin ini berawal sejak kami menghadiri acara resepsi pernikahan sahabat tiga tahun lalu. Disitulah Mas Rangga bertemu dengan teman lamanya, seorang pemilik butik di kota seberang. Sejak saat itu Mas Rangga sering sekali keluar malam, sampai akhirnya surat-surat itu membongkar semuanya.\" Lagi-lagi Nisa menangis, pertanyaan Rosy bukannya menjadi pelipur duka justru membuat luka Nisa semakin terbuka. Tapi saat ini Rosy hanya termenung, memikirkan cerita sahabatnya barusan. Karena apa yang terjadi pada suami Nisa, sedang terjadi juga pada Widi. Suami Rosy itu kerap kali pulang malam padahal semua tahu, Widi tidak kerja kantoran. 251

Perbincangan dengan Nisa masih membekas di benak Rosy, bahkan hingga malam datang. Sebagian besar karyawan sudah pulang, sisanya masih berbenah. Sementara Rosy dan Lisanne masih menyibukkan diri di dapur, seolah tidak mengenal lelah. \"Lis, malam ini Yana tidur di kamar bawah ya, sama kamu. Kakak mau lembur, kasihan kalau anak itu tidur sendirian di atas.\" Pinta Rosy. \"Lhoo memang Mas Widi kemana kak?\" Tanya Lisanne sembari mencuci kentang yang sejak tadi dia kupas. \"Entahlah, sepertinya lagi-lagi Mas Widi ada urusan di luar.\" Lisanne tidak bisa lagi untuk pura-pura tidak peduli, dia tahu ada sesuatu antara Widi dan Rosy, tapi selama ini dia hanya diam karena tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga kakaknya. Tiba-tiba…. UUEK! Seketika itu juga Lisanne meninggalkan pekerjaannya dan bergegas menghampiri Rosy yang baru saja mual. \"Kakak gak apa-apa? Sebaiknya kakak istirahat saja, biar aku yang terusin pekerjaannya.\" Saran Lisanne \"Sudahlah, kakak cuma mual karena masuk angin. Nanti juga sembuh sendiri.\" Sahut Rosy, berusaha meyakinkan adiknya bahwa dia baik-baik saja. Tapi Lisanne tidak bisa dibohongi, perubahan Rosy semakin hari semakin jelas. Tubuhnya semakin kurus, dan sering sekali mengeluh pusing saat sedang bekerja. Dugaan pun muncul, Lisanne tidak bisa menahan dirinya untuk bertanya... \"Kakak... kapan terakhir kali kakak menstruasi?\" Pertanyaan Lisanne membuat Rosy berpikir, lalu menyadari bahwa ini sudah bulan ketiga sejak terakhir kali dia datang bulan. \"Tiga bulan lalu kalau tidak salah, lagipula akhir-akhir ini memang tidak lancer.\" Ujar Rosy. \"Tiga bulan kak? Jangan-jangan kakak?\" Sekilas... ada tapi sekilas, senyuman bahagia terpancar di wajah Rosy. Tuhan sudah memberikan ujian bertubi-tubi pada keluarga kecilnya, tapi mereka bisa melalui semua dengan bersabar dan berusaha, dan sekarang saat semua sudah kembali seperti sedia kala, Tuhan menganugerahkan sesuatu yang akan memperbaiki keharmonisan keluarganya. \"Wah kira-kira laki-laki atau perempuan ya?\" Tanya Lisanne menggoda kakaknya. Dia senang karena berhasil menghadirkan kembali sebuah senyuman manis di wajah Rosy. 252

\"Ah kamu, lagian belum tentu juga Kakak hamil. Tapi... kalau memang Tuhan memberi kesempatan untuk kembali melahirkan, kakak ingin memberikan Mas Widi anak laki-laki, karena itu yang sejak dulu diharapkannya.\" Rosy memegang perutnya, berharap calon bayi itu ikut merasakan betapa bahagianya sang ibu. Dia tidak sabar lagi menunggu kedatangan Widi, untuk sekali lagi melihat reaksi bahagia suaminya, tentang kabar kehamilan Rosy. ----‘’---- Dini hari.... KREK! Rosy dikejutkan oleh kedatangan Widi yang dengan kasarnya membuka pintu kamar. Rosy beranjak dari tidurnya dan memapah sang suami yang pulang dengan langkah terhuyung-huyung, bau minuman keras menyeruak ke seluruh kamar. Dibaringkannya sang suami di atas kasur, lalu dengan sabar Rosy melepaskan pakaiannya. Sempat beberapa kali Rosy berhenti, karena pria yang ada di kamar itu terasa asing. Entah sejak kapan Widi berubah begini, hingga pada tingkatan sulit untuk Rosy kenali. \"Ayah... kenapa ayah jadi begini? Bukankah Yana butuh teladan dari ayah yang baik dan penyayang, bukan dari ayah yang pemabuk seperti ini.\" Gumam Rosy sembari menahan tangis. Nasehat yang percuma, karena Widi masih belum sadarkan diri. Saat Rosy hendak menyelimuti tubuh suaminya, tangannya mendadak kaku. Ada sesuatu di tubuh Widi yang cukup menghancurkan hati Rosy, tangisnya pecah tidak lagi tertahan, beruntung Rosyana tidak ada disana untuk melihat betapa sedihnya sang bunda. Warna merah di leher, dada, dan hampir seluruh bagian tubuh Widi, sudah menorehkan luka yang sangat dalam di hati Rosy. Gugur sudah niatnya untuk memberikan kabar baik tentang hadirnya anak kedua. Rosy tidak berhenti menangis, bahkan sampai pagi datang. Sementara Widi masih bisa tidur nyenyak, pulas, bahkan kerasnya tangisan Rosy tidak mampu membuatnya bangun barang sejenak. Widi tidak akan pernah menduga, malam ini akan jadi malam yang sangat disesalinya seumur hidup, karena menyakiti perasaan Rosy sama artinya dengan bunuh diri. Dan Rosy tidak akan pernah lupa, bekas kecupan wanita di leher dan dada Widi. Ya! Rosy tidak pernah lupa. ----‘’---- 253

DEPARTURE \"Om Koki... Om Koki, lagi masak apa?\" Tanya Rosyana kecil. \"Ini namanya bebek madu, rasanya lezat sekali. Nanti kalau Non Yana dan Non Nita sudah besar, Om masakin spesial buat kalian.\" Tutur Chef Lalu pada kedua tamu kecilnya. Yana dan Nita kerap kali bermain di dapur, walaupun sudah berkali-kali juga Bundanya menegur. Mereka berdua adalah calon penerus Hanggareksa, tapi sampai saat ini yang tertarik dengan masakan adalah Rosyana. \"Maen di luar yuk kak.\" Bujuk Yuanita pada Rosyana. \"Enggak ah! Kakak mau lihat bebek madu\" Tentu saja keberadaan mereka membuat gemas Chef Lalu dan para asistennya, walaupun tidak bisa dipungkiri mereka berdua juga sangat mengganggu. Tidak satu karyawan pun yang berani menegur, hanya berharap Lisanne segera datang dan membawa kedua tuan putri kecil itu keluar dari dapur. PRANG!! Hiruk pikuknya dapur tidak menghalangi suara benda pecah yang terdengar keras tersebut. Nyaris saja Chef Lalu memarahi asistennya tapi niat itu diurungkan karena tidak satu piring pun berserakan di lantai dapur. Suara tersebut datang dari lantai dua, dimana saat ini mulai terdengar teriakan manusia. \"Begitukah Bunda? Setelah bertahun-tahun berkeluarga, ternyata bunda masih menyimpan curiga?\" Bentak Widi. \"Semua istri pasti akan curiga jika melihat suami pulang dengan tubuh penuh tanda cinta, yang didapat dari wanita berbeda.\" Balas Rosy. \"Tanda cinta? Jadi sekarang Bunda sudah berani memfitnah? Dengar! Ayah keluar dalam rangka bisnis, demi kemajuan restoran kita, dan ini balasan yang ayah dapat?\" Teriak Widi kali ini dengan nada kecewa, pura-pura kecewa. \"Baiklah tuan bisnisman, bisakah ayah jelaskan dari mana datangnya bekas merah di sekujur tubuh itu?\" Hardik Rosy dengan jari tangannya menunjuk ke dada Widi. Ada jeda beberapa detik sebelum akhirnya Widi menjawab, \"Masuk angin!\" \"MASUK ANGIN?\" Alasan Widi sangat tidak masuk akal dan kekanak-kanakan, Widi adalah pria yang jujur walaupun mulutnya berbohong, tapi wajahnya masih berkata jujur. Widi juga tidak pandai mencari alasan, tapi bagaimanapun yang Widi lakukan sudah kelewatan. Rosy menghela nafas, pertengkaran mereka bisa saja terdengar sampai 254

ke bawah, dan itu hal pertama yang sangat Rosy hindari. Akhirnya tanpa sepatah kata pun Rosy pergi meninggalkan suaminya. Berharap dengan menyibukkan diri di restoran, bisa membuatnya hilang ingatan walaupun sejenak. BRAK! Rosy turun ke lantai bawah tapi lupa membenahi wajah, kedua putri kecil yang sedang bersembunyi di balik Chef Lalu pun memandanginya dengan wajah takut. Tentu saja takutnya mereka karena merasa bersalah sudah melanggar perintah, walaupun wajah muram Rosy sama sekali tidak ada hubungannya dengan Yana dan Nita. ----‘’---- Dua hari kemudian... Pertengkaran kembali terjadi, kali ini penyebabnya adalah telepon wanita yang diklaim Widi sebagai rekan bisnisnya, tentu saja Rosy tidak mempercayinya. \"Siapa perempuan itu?\" Tanya Rosy. Widi berpura-pura santai walaupun tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya. Sambil membuka lembaran buku yang sebenarnya tidak sedang dibaca, Widi menjawab, \"Ineke, dia asisten dari Pak Yudistira, biasalah urusan bisnis.\" SRAK! Rosy merampas dan melempar buku tebal yang sedang Widi pegang, hal ini menyulut amarah Widi. \"APA-APAAN KAMU?\" Hardik Widi. Rosy sempat terkejut karena baru kali ini Widi memanggilnya dengan sebutan \"Kamu\" \"Tolong Ayah... jangan rusak keluarga yang sudah kita bina bertahun-tahun, Bunda kurang berkorban apa untuk ayah? Belum lagi Rosyana, buah hati kita, bagaimana nasibnya jika dia tahu bahwa ayahnya kini tidak lebih dari lelaki pendusta, penipu, dan munaf....\" PLAK! Bertahun-tahun lamanya Widi dan Rosy saling menjaga keharmonisan rumah tangga, hari ini harus runtuh karena akhirnya tangan Widi mendarat tepat di pipi Rosy. Perempuan malang itu sudah lelah memohon, suaminya pun kehabisan kata- kata dan lebih memilih bicara menggunakan tangannya. Widi tidak akan pernah menyadari, betapa dia akan menyesali tindakannya ini. Rosy akan selalu ingat tangan itu, tangan kanan lelaki pertama yang berani menampar wajah cantiknya. Ya! Widi harus selalu ingat, bahwa Rosy tidak pernah lupa. ----‘’---- 255

Satu minggu kemudian.... Kabar pertengkaran Widi dan Rosy sampai juga ke telinga para karyawan. Lisanne tanpa sengaja mendengar dua orang waitress sedang membahas kedua atasannya tersebut, dan saat itu juga mereka berdua dipecat. Ini adalah contoh bagi seluruh karyawan bahwa yang mereka kerjakan di restoran adalah bahan makanan, bukan bahan omongan. \"Tante... kenapa bunda dan ayah sering marah-marah?\" Tanya Rosyana, sembari menarik-narik celemek Lisanne. Sepekan sudah Lisanne diam, menghindari semua pembahasan tentang Widi dan Rosy. Tapi kali ini pertengkaran mereka sudah keterlaluan, Widi tidak segan-segan memukul Rosy di depan Rosyana. Anak lugu itu harus menjadi saksi keegoisan kedua orang tuanya, entah itu akan menjadi trauma, atau pelajaran untuk jadi seorang pembenci. Lisanne melepas celemeknya dan meminta seorang karyawan untuk mengantar Rosyana dan Yuanita sekolah. Sementara dirinya pergi menemui Rosy. Apapun niat Lisanne saat itu, semuanya sudah terlambat, Rosy turun dari lantai dua dengan membawa sebuah koper besar. Bukannya bertanya mau kemana, Lisanne malah bertanya... \"Kenapa dahi kakak?\" Tanya Lisanne sambil mencoba menyentuh perban di dahi Rosy. Rosy menepis halus tangan adiknya itu, lalu berkata, \"Tidak apa-apa. Dengar adikku... Aku titip rumah dan restoran ini padamu, jaga semuanya sebaik mungkin sampai aku kembali. Aku sudah tinggalkan sejumlah uang untuk Rosyana dan juga Yuanita.\" Ujar Rosy seraya memeluk adik perempuannya. \"Tunggu! Kakak tidak bisa pergi begitu saja, kita bisa selesaikan ini secara baik- baik... Argh!\" Pelukan Rosy semakin keras, tangannya mencengkram bahu Lisanne, membuat adik perempuannya itu kesakitan. \"Aku akan pergi menemui Ibu, tenang saja! Aku pasti kembali…PASTI KEMBALI.” Tidak ada lagi yang bisa Lisanne katakan untuk mencegah kepergian Rosy, bukan karena dirinya merestui sang kakak untuk berangkat, tapi cara Rosy berbicara barusan membuatnya takut. \"Ti.. tidak mungkin\" Ucap Lisanne yang segera berlari ke lantai dua dimana kamar Rosy berada. Pintu kamar itu masih terbuka, dan ternyata keadaan ruangan kecil itu jauh dari yang Lisanne takutkan. 256

\"Syukurlah.... syukurlah Kakak tidak kembali seperti dulu.\" Gumam lisanne sembari mengelus dadanya. Tapi saat dia berbalik dan berniat mengantarkan kepergian Rosy, Lisanne melihat sesuatu di sudut ruangan. Sebuah Jam tua yang model, jenis dan warnanya mirip dengan yang ada di restoran, jam itu retak dan masih terlihat bercak darah.. DARAH DARI KEPALA ROSY. Pertengkaran suami istri itu adalah penyebab luka di dahi Rosy. Harusnya Widi tidak pernah melakukannya, karena Rosy tidak pernah lupa. Ya! Rosy tidak pernah lupa tangan lelaki yang sudah melukai wajah cantiknya. ----‘’---- 257

ARRIVAL Enam bulan berlalu.... Lisanne sedang duduk di meja pelanggan, bersama dengan seorang lelaki kurus, keriting, dan mengenakan jas putih tulang. Jarang sekali bahkan hampir tidak pernah Lisanne menerima tamu di restoran, bahkan sahabat dekatnya sekalipun. Tapi sepertinya lelaki itu adalah pengecualian. \"Sudah berapa kali aku meminta, harusnya kamu mengerti kalau niatku tulus, bukan main-main.\" Ucap lelaki itu, dengan nada memohon. Sayangnya Lisanne masih menanggapinya dengan tidak serius. \"Sudah? Ini sudah ke sembilan kalinya anda datang ke restoran, membahas hal yang sama tanpa memesan apapun. Saya harap ini terakhir kalinya saya bertemu anda di Hanggareksa.\" Ucap Lisanne ketus. \"Hohohoho sabar... sabar... ingat, Aku memang tertarik mempersuntingmu, menjadi ayah dari anakmu, tapi kamu tetap harus berhati-hati jika bicara denganku! Widi.. pemilik restoran ini sudah berhutang banyak padaku, dan masih tujuh puluh persen jauh dari lunas. Jadi mari kita buat kesepakatan....MENIKAHLAH DENGANKU, DAN AKU ANGGAP HUTANG HANGGAREKSA LUNAS.” Lagi-lagi tawaran pria itu tidak berhasil memikat hati Lisanne, alih-alih menganggapnya sebagia peluang, Lisanne justru berpikir itu adalah pelecehan. \"Nikahilah Widi! Karena dia yang berhutang padamu\" Lisanne pun pergi meninggalkan pria itu yang masih kaku karena baru saja dia mengalami penolakan ke sembilan dari satu wanita. Lisanne mencoba tidak peduli, tapi tawaran pria itu ada benarnya juga. Besarnya pendapatan restoran hanya mampu untuk menggaji karyawan dan membayar hutang, itu sebabnya keinginan Widi dan Rosy untuk membangun rumah yang lebih besar tidak pernah tercapai. Disaat seperti ini Widi hilang tak tahu rimbanya, bahkan sejak kepergian Rosy dia sama sekali tidak terlihat. Kesal memikirkan Widi, tapi sedih mengingat Rosy. Saat ini Lisanne hanya berharap Rosy pulang karena dia sudah kehabisan alasan untuk menenangkan tangis Rosyana. Dipandanginya lukisan Rosy di ruang tamu, kakaknya bercerita bahwa lukisan itu adalah hadiah ulang tahun pernikahan dari Widi. Dia mendatangkan pelukis terkenal dari ibu kota demi sebuah potret untuk mengabadikan kecantikan istrinya. Sayangnya…. Semua tinggallah ironi. ----‘’---- 258

Malam harinya... Lissane sedang mengajari Yuanita membaca, sementara Rosyana sudah lebih dulu memejamkan mata. Sepeninggal Bundanya, Rosyana jadi pemalas dan pemurung, makan pun susah walaupun Chef Lalu sudah memaksa. Lisanne tidak ingin ponakannya itu membeci dirinya, jadi yang bisa dia lakukan saat ini hanyalah mendiamkan segala tantrum yang dilakukan Rosyana. \"Ini Budi...\" Tutur Lisann. \"Ini Bu de...\" Ujar Yuanita. \"Hahahaha bukan Bu de, tapi Budi.....\" Tawa Lisanne pecah karena keluguan anak perempuannya, tapi itu hanya sebentar karena tiba-tiba Yuanita bertanya.. \"Ngomong-ngomong Bu de... tante Rosy kemana ya ma? Om Widi juga? Yana sering bilang dia kangen sama Bunda dan Ayahnya.\" Ujar Yuanita. Lisanne memeluk anak perempuannya itu, dia memilih untuk tidak menjawab, tidak selama ada Rosyana di kamar. Tiba-tiba Rosyana terbangun dari tidurnya.. \"Lhooo sudah bangun?\" Rosyana tidak mempedulikan pertanyaan Tantenya, dia tolah-toleh seperti mencari seseorang, tiba-tiba Rosyana berkata, \"Bunda..\" Lalu melompat turun dari kasur dan berlari ke lantai bawah \"Yana... mau kemana nak?\" Lisanne mengejar ponakannya yang sedang bertingkah aneh itu, Rosyana sampai di ruang tamu dan membuka pintu. Tepat saat pintu terbuka lebar, Lisanne berhasil menyusulnya. \"Yana mau kemana? Jangan keluar rumah malam-malam, di luar hujan.\" Ucap Lisanne menasehati. Tiba-tiba Rosyana mengangkat tangannya, menunjuk pada seseorang yang sedang berdiri dengan payung merah di pinggir jalan.. BUNDA. Seketika itu juga pandangan Lisanne tertuju pada seorang perempuan berjubah hitam yang perlahan-lahan berjalan menghampiri pintu rumah. Lisanne mencoba melindungi Rosyana, karena sampai sedekat ini pun dia tidak bisa mengenali siapa perempuan itu. “Bunda….” Rosyana berhasil lepas dari pelukan Tantenya, lalu berlari memeluk perempuan berbaju hitam itu. Tentu saja hal itu membuat Lisanne panik, dia pun berlari menyusul Rosyana, sebelum akhirnya langkah Lisanne terhenti tatkala perempuan berjubah hitam itu membuka penutup kepalanya. \"Kakak?\"Tidak dapat dipercaya apa yang sedang dilihat oleh Lisanne. 259

Rosy kembali pulang walaupun membawa banyak sekali perubahan yang membuatnya susah dikenali. Tubuh Rosy kurus sekali, terlihat jelas dari pipinya yang tidak lagi berisi, bibirnya tampak sedikit hitam entah karena make up atau kebiasaan merokoknya yang kembali menyerang, lalu rambut coklatnya.... rambut yang sama dengan milik Lisanne kini hilang berganti dengan rambut putih panjang. Warna putih itu tidak tampak seperti cat, sekeras apapun Lisanne mencoba berpikir positif, tapi tetap saja rambut putih Rosy terlihat jelas seperti uban. Hanya dalam enam bulan Rosy terlihat semakin tua, bahkan make up tebalnya tidak bisa menutupi keriput di area mata. \"Hei, jangan bengong saja! Tidakkah kamu rindu pada kakakmu ini?\" Ujar Rosy. Lisanne membuang sejenak semua hal yang mengganggu pikirannya, bukankah selama ini kepulangan Rosy adalah sesuatu yang sangat dia harapkan? Hanya saja bukan pertemuan seperti ini yang Lisanne rencanakan, andai saja Rosy memberi kabar, dia ingin membuat pesta penyambutan. Memeluk rosy terasa sangat berbeda dan semakin lama terasa semakin mengerikan. Ini sudah enam bulan sejak kepergian Rosy dari rumah, tapi... KENAPA PERUTNYA TIDAK JUGA MEMBESAR? ----‘’---- Pagi hari... Kabar tentang kedatangan Rosy dengan cepat menyebar ke seluruh karyawan. Beberapa orang punya inisiatif untuk membuat pesta, tapi Rosy menolak. \"Kita akan membuat pesta yang besar, pesta yang sangat besar. Tapi bukan untukku.\" Ujar Rosy pada para karyawannya. Setidaknya melihat sang owner kembali, sudah membuat mereka gembira. Rosy dan Lisanne duduk di meja pelanggan, banyak hal yang harus dilaporkan Lisanne selama enam bulan Rosy meninggalkan restoran. Sayangnya tidak satu cerita pun tentang perjalanan Rosy yang bersedia untuk diceritakannya pada Lisanne. Percakapan mereka sampai pada pembahasan tentang dua orang karyawan yang mengundurkan diri. Yulia dan Zaka, keduanya adalah waitress Hanggareksa yang mengundurkan diri karena sebuah konflik. Yulia sedang mengandung, buah dari hubungan di luar nikahnya dengan Zaka. Mirisnya tindakan Zaka tidak semanis ucapannya, hingga saat Yulia meminta pertanggung jawaban, pria itu hilang entah kemana. \"Hmmm Aku ingin seseorang mencari Zaka sampai ketemu, sekaligus menjemput Yulia.\" Perintah Rosy. \"Tapi Yulia sedang hamil, memaksanya bekerja bukanlah hal yang bijak kak.\" Sahut Lisanne. 260

\"Oh tidak! Aku tidak ingin menyuruhnya bekerja, aku hanya ingin bicara empat mata dengannya. Yulia adalah satu dari banyak korban pria seperti Zaka. Kadang aku heran, siapa penjajah yang sebenarnya di tanah air ini?\" Tidak hanya penampilan, cara bicara Rosy pun berubah. Entah kenapa sekarang setiap kata yang keluar dari mulut Rosy terasa seperti misteri bagi Lisanne. Tapi dia tidak peduli, kembalinya sang kakak merupakan anugerah Tuhan yang sangat besar baginya dan bagi Rosyana. \"Oh ya Lis, Aku dapat telepon dari Herman Barnabas. Dia menceritakan semua keluh kesahnya tentangmu, dari mulai yang pertama sampai yang kesembilan.\" Lisanne terkejut, karena Rosy tahu tentang pria bernama Herman Barnabas yang selalu datang untuk melamarnya. \"Sudah sepantasnya aku menolak, Yuanita tidak butuh seorang bapak tiri. Lagipula aku masih bisa hidup mandiri.\" Sahut Lisanne. \"Ya... ya... ya... kamu memang piawai dalam mengurus diri sendiri, Yuanita pun tidak butuh seorang bapak tiri, tapi sayangnya....AKU BUTUH BARNABAS DAN SEMUA HARTANYA.” \"Jadilah istrinya, tunjukkan bahwa kamu berguna tidak hanya saat mengenakan celemek saja, tapi juga saat tidak mengenakan apa-apa\" Kata-kata Rosy terasa sangat tajam dan ngilu didengar, sejak kapan kakaknya bicara seperti seorang wanita keji. Semua perubahan Rosy membuat Lisanne berpikir…. APA YANG SUDAH TERJADI PADA ROSEMARY. ----‘’---- 261

INVITATION Hanggareksa malam ini, aroma lezat daging-daging merah memenuhi. Kalangan elit menempati hampir semua meja, hanya beberapa meja yang tampak kosong dengan sebuah papan bertuliskan \"Reserved\". Gambir bukanlah kota besar, tapi keberadaan Hanggareksa patut diperhitungkan. Setiap minggu tamu dari berbagai penjuru negeri datang menepi, beberapa diantaranya menyempatkan diri menikmati jamuan Hanggareksa sebelum berlayar ke Bali. Lisanne selalu sibuk, bahkan sejak kedatangan Rosemary banyak kerabat dan relasi yang berkunjung hanya untuk menemui sang pemilik, tapi sayangnya Rosy sudah lupa siapa saja kerabatnya, dia bahkan hampir lupa siapa dirinya. Tepat setelah mengantarkan pesanan salah satu tamu, Lisanne dikejutkan dengan kedatangan Herman Barnabas. Pria berkalung emas itu terlihat bingung mencari sesuatu, atau mungkin seseorang. Lisanne mempersilahkan tamunya menikmati hidangan, lalu undur pamit untuk menemui tamu berikutnya, tamu yang sangat tidak diinginkannya. \"Maaf semua meja sudah penuh, anda bisa datang lagi besok atau lebih baik tidak sama sekali!\" Ujar Lisanne ketus. \"Woaaaa woaaaa... sabar dulu bu manager, Aku sangat senang bisa melihat wajah cantikmu lagi malam ini, tapi sayangnya.... bukan kamu yang ingin aku temui.\" Sahut Herman dengan nada menggoda. \"Oh ya! Sayang sekali karena kami punya peraturan untuk tidak mengganggu tamu yang sedang sedang makan, jadi sebaiknya anda tunggu di luar atau aku akan...\" “BARNABAS?” Tidak hanya Lisanne, hampir semua pengunjung sejenak menghentikan akivitasnya. Semua terpaku pada seorang wanita berambut putih panjang yang sedang berjalan menghampiri Lisanne dan Barnabas. Wanita itu mengenakan gaun hitam panjang dengan rambut terurai. Bisik-bisik pelanggan mulai terdengar, sebagian bertanya- tanya apakah wanita itu adalah Rosemary? Sedangkan sebagian lagi mengira bahwa wanita itu adalah ibu Widianto Hermawan, jelas sudah sejauh mana perubahan Rosy mempengaruhi penampilannya. \"Barnabas adalah tamuku, kami akan berbicara di dalam\" Ujar Rosy. Lisanne hanya bisa mengangguk sementara Barnabas pergi mengikuti Rosy. Tidak lupa dia memberikan senyuman terakhir pada Lisanne, lengkap dengan kedipan matanya. Semua pengunjung masih terpaku, karena sebagian besar dari mereka memang datang untuk bertemu dengan Rosy. Sayangnya semua ragu untuk angkat suara, karena perempuan yang dilihatnya sangat berbeda dengan rekan bisnis mereka. 262

\"Ny. Rosemary Hermawan? Anda masih ingat kami? Kami dari Pelita Timur, kita sempat membahas tentang sebuah tanah yang berada di....\" Pria gemuk yang masih memegang garpu itu harus menghentikan basa-basinya, karena lawan bicaranya sama sekali tidak menanggapi, tidak pula melihat ke arahnya. Rosy berjalan lurus memasuki pintu dapur, tanpa peduli dengan apapun dan siapapun yang ada di sekitarnya. Sementara di belakangnya, Herman berjalan angkuh merasa dirinya adalah orang paling penting di sana. Lisanne bergegas menghampiri pria gemuk itu, mecoba mencari alasan sebelum terjadi kesalah pahaman. \"Apa yang sebenarnya yang akan mereka bicarakan?\" Gumam Lisanne dalam hati, seraya melihat Rosy dan Herman yang menghilang di balik pintu dapur. ----‘’---- Di ruang tamu... Herman menyalakan rokoknya membuat asap putih beracun menari-nari di udara. Rumah yang sangat kecil untuk seorang jutawan dengan penghasilan besar. Mungkin besarnya hutang dan hilangnya Widi adalah alasan kenapa Rosemary masih betah tinggal disini. Itulah yang ada di pikiran Herman, matanya mengembara di antara dinding dan atap rumah Rosemary. Rosy turun dari kamarnya di lantai dua dengan membawa sebuah amplop, kemudian duduk di kursi tepat di depan Herman. \"Ini..\" Ucap Rosy sembari meletakkan amplop berisi uang itu di meja. Herman mengambil, membuka, dan menghitung uang tersebut lalu tersenyum. \"Hehehehehe ingat, ini hanya cukup membayar separuh hutang Widi, untuk tugas yang kamu ceritakan di telepon, aku minta bayaran lebih.\" Ujar Herman. \"Tentu saja! Rosemary tidak pernah lupa siapa temannya, tidak akan pernah lupa. Kamu akan mendapatkan sisanya setelah tugasmu selesai.\" Sahut Rosemary. Herman tertawa dengan asap rokok di mulutnya, asap yang sangat mengganggu bagi Rosy, dan itu adalah alasan yang cukup untuk membenci Herman. \"Hahaha syukurlah kalau begitu, artinya kamu tidak lupa dengan hadiah utamaku, dan sebaiknya kamu tidak menunda-nundanya lagi!\" Ujar Herman. Rosy mengibas-ngibaskan tangan, mengusir asap rokok Herman di wajahnya. \"Lisanne.... dia akan segera menjadi milikmu dalam bulan ini, tentu saja kamu boleh membawanya pulang setelah tugasmu selesai.\" Sahut Rosy. Herman mengangguk setuju, tidak ada alasan untuk terburu-buru, cepat atau lambat Lisanne akan menjadi miliknya. 263

\"Satu lagi! Kalau sekali lagi kamu merokok di depanku, di rumahku, di restoranku, kamu akan menyesalinya seumur hidup\" Kata-kata Rosy menjadi penutup perbincangan mereka, tentu saja Herman tidak suka dengan cara bicara Rosy yang terkesan mengancam, tapi demi uang dan wanita idamannya, dia memilih untuk bersabar. Waktu menunjukkan pukul dua belas malam, sudah waktunya menutup semua tirai, mengunci pitu, membenahi kursi dan meja, lalu semua api di kompor pun padam. Walau demikian tidak satu karyawanpun yang pulang, mereka tengah berkumpul di ruang makan karena untuk pertama kalinya setelah kembalinya sang owner, mereka dikumpulkan untuk merundingkan sesuatu. Rosy duduk di ujung meja panjang, semua karyawannya pun mendengarkan dengan seksama. \"Minggu depan kita akan mengadakan pesta, pesta yang sangat meriah, dan itu artinya kita akan kedatangan banyak tamu.\" Tutur Rosy membuka diskusi. Lisanne tampak terkejut karena pesta yang Rosy rencanakan tidak dirundingkan lebih dulu dengannya. Tapi apalah posisi Lisanne, semua kendali tetap ada di tangan pemilik. Karyawan yang lain saling pandang dan saling mengangguk mantap, seolah mereka siap untuk diajak bekerja keras \"Karena itu Aku butuh lima orang karyawan perempuan yang namanya sudah aku tulis disini, sisanya.... kalian bisa libur selama delapan hari dari sekarang!\" Suasana mendadak riuh, para karyawan terkejut dan bingung dengan keputusan Rosy. Bagaimana akan mengadakan pesta besar hanya dengan lima orang karyawan? Begitu yang ada di pikiran mereka, tapi perintah tetaplah perintah, tidak satupun dari mereka yang berani angkat tangan dan angkat suara, bahkan Chef Lalu pun diam seribu bahasa, kecuali Lisanne... \"Tunggu dulu kakak, mereka adalah karyawan yang sudah berbulan-bulan bekerja dengan kita, restoran ini sangat butuh tenaganya terutama untuk sebuah pesta. Jadi menurutku, memecat mereka sangatlah tidak...\" \"Siapa bilang mereka dipecat? Aku hanya memberi mereka libur sepekan, setelah itu mereka bisa kembali bekerja. Tenang saja, aku tahu apa yang aku lakukan.\" Timpal Rosy. Diskusi malam itu jadi tidak menyenangkan untuk beberapa karyawan, mereka pulang dengan wajah lesu dan kecewa karena walaupun tidak dipecat, tetap saja mereka merasa tidak dibutuhkan. Tinggallah tujuh orang di meja makan, Chef Lalu, Mai, Luna, Maria, Upik, dan Lisanne, Tidak banyak arahan yang Rosy berikan pada kelima karyawan pilihannya, hampir semua tugas dibebankan pada Lisanne, termasuk dalam hal menyebarkan undangan. \"Ini daftar tamu yang aku undang ke pesta kita, semuanya adalah orang penting, sangat penting bagiku.\" Ujar Rosy seraya memberikan secarik kertas pada Lisanne. 264

Perempuan berambut coklat itu memeriksa setiap nama yang tertera di sana, semuanya adalah pimpinan perusahaan, pejabat, tokoh agama dan orang-orang penting di dalam dan di luar Kota Gambir. Hanya lima nama yang ditulis dengan tinta merah yang tidak satupun Lisanne kenal. \"Lima nama ini, kenapa ditulis berbeda?\" Tanya Lisanne. \"Oh... mereka adalah tamu spesial, pastikan undangannya berbeda dengan yang lain dan tentunya...PASTIKAN MEREKA DATANG KE PESTA KITA.” ----‘’---- Esok harinya..... Pagi yang buruk untuk memulai hari, bagi Hanggareksa dan bagi kelima karyawannya. Banyaknya pengunjung yang datang tidak sebanding dengan banyaknya karyawan, berkali-kali pesanan terlambat sampai ke meja, walaupun tidak sampai memicu komplain pelanggan. Lisanne tampak kewalahan membantu di dapur dan di lini depan. Sementara sampai jam sebelas pun Rosy belum turun dari kamarnya. \"Apa-apaan kamu ini? Tidak bisakah kamu membedakan Asparagus dan Genjer?\" Bentak Chef lalu pada Maria. \"Maaf Chef, selama ini tugas saya hanya sebagai waitress, saya sama sekali tidak punya pengalaman di dapur\" PRANK!! \"Waaaaah padahal ini pesanan lima belas menit lalu, kenapa harus jatuh sih?\" Gerutu Upik seraya membereskan pesanan pelanggan yang berceceran di lantai. Lisanne muncul di pintu dapur dengan wajah yang tidak bersahabat. \"Kalian bisa baca gak? Itu ayam panggang pesanan Tuan Wijaya di meja tiga, kenapa kalian antarkan ke meja sembilan?\" Seru Lisanne pada siapapun waitress yang sudah membuat kesalahan tersebut, sayangnya semua karyawan sudah kewalahan, posisi mereka sudah kalang kabut sehingga untuk mengingat tugas masing-masing saja mereka kesulitan. Lisanne menyadari betapa mustahilnya menjalankan restoran dengan hanya enam orang walaupun Hanggareksa hanyalah sebuah restoran kecil. Tapi apa yang bisa diperbuatnya? Untuk protes pada sang kakak pun dia tidak berani, tidak pada Rosemary yang sekarang. Hanggareksa akan menghadapi minggu yang berat, dan semua karyawan tidak punya pilihan kecuali bertahan. ----‘’---- 265

Di tempat yang berbeda.. Kamar nomor 203 di sebuah hotel di kota Surabaya. Interior yang mewah yang hanya sekali melihat saja sudah terbayang mahalnya tarif per malam. Seorang pria sedang berbaring santai di atas ranjang, telanjang bulat dibalik selimut hangat. Acara di televisi hanyalah pengusir sepi, berbunyi keras tanpa seorang pun menyimak. Pria itu menutup matanya, menikmati tenangnya pagi di sebuah kamar mewah, sementara di kamar mandi terdengar suara air pertanda seseorang sedang membersihkan diri. Jenuh dengan berita pagi, pria itu mematikan televisi lalu memutuskan untuk menyambung tidur walaupun matahari mulai meninggi. Kamar pun mendadak hening, tidak terdengar suara televisi tidak pula suara air di kamar mandi, hanya sebuah langkah kaki yang perlahan mendekati. Pria itu tersenyum di balik selimut tebalnya, pikiran liarnya sedang menanti kejutan dari seseorang yang sudah dinantikan kehadirannya. \"Lama sekali mandinya sayang?\" Tanya pria itu dari balik selimut tebalnya, tapi anehnya tidak seorang pun menjawab. Dan saat dia keluar dari tempurung kainnya, pria itu menyadari satu hal, TIDAK ADA SIAPAPUN DISANA. Bergegaslah ia bangun dan melingkari bagian bawahnya dengan kain handuk. Pendengarnnya masih normal, dia tahu langkah kaki itu nyata dan semakin yakin manakala melihat jejak kaki basah di lantai di samping ranjangnya. Tidak ada orang disana, di kursi, di jendela, di beranda bahkan pintu kamar pun masih tertutup rapat, hanya pintu kamar mandi yang sedang terbuka dan dari sanalah jejak kaki itu berasal. \"Oh ayolah sayang... jangan ajak aku bermain petak umpet\" Ujar pria tersebut, dan lagi-lagi tidak seorangpun menjawab. Dia mulai kesal dengan permainan ini, dengan niat jahil dia pun menghampiri kamar mandi. Perlahan-lahan kaki telanjangnya membawa pria itu ke depan pintu lalu berhenti, tidak ada langkah maju, tidak pula mundur. Dia berdiri kaku di depan pintu kamar mandi, nafasnya terasa berat manakala melihat... SEORANG WANITA GANTUNG DIRI DENGAN TUBUH TELANJANG BERLUMURAN DARAH Mata dan mulutnya terbuka lebar, seolah melihat sesuatu yang menakutkan sebelum maut menjelang. Bekas tusukan di perut dan lehernya terlihat jelas di mata pria itu, yang secara tidak langsung menjelaskan bahwa itu bukanlah bunuh diri. \"Ka.... Karmila.... ??\" Pria itu tidak mampu menahan serangan mental yang amat parah, kekasihnya tewas mengenaskan di kamar hotel tempat dia menginap. Tidak hanya itu, luka 266

tusukan di tubuh Karmila adalah bukti bahwa pembunuhnya masih ada di kamar ini. Sayangnya pria itu terlambat menyadari... “Widianto Hermawan?” Widi menoleh ke belakang, dan tiba-tiba.... SEMUANYA GELAP ----‘’---- Malam hari.... Tidak pernah sebelumnya dapur Hanggareksa berantakan seperti ini, Lisanne harus turun tangan membantu Chef Lalu dan mengantarkan sendiri pesanan para tamu. Entah ini buah dari keras kepala kakaknya, atau kegilaan Rosemary. Di tengah kesibukannya, Upik memberitahu Lisanne bahwa Rosy sudah menunggunya di ruang tamu, ada sesuatu yang harus dibicarakan. \"Apa? Disaat sibuk seperti ini?\" Bentak Lisanne. \"Saya tidak tahu Bu, saya hanya menyampaikan amanat saja.\" Sahut Upik. Lisanne tidak punya pilihan lain, perintah sang owner adalah mutlak, bahkan seorang manager tidak punya kuasa menolaknya. Segera dia melemparkan spatulanya, cukup keras hingga Chef Lalu pun tersentak. Lisanne membuka pintu ke ruang tamu, dimana kakaknya sedang duduk dengan Rosyana yang sudah pulas di pangkuannya. Hanya saja di sebelah Rosy ada seseorang yang sangat dibencinya... \"Maaf Bu Rosy, restoran sedang ramai pengunjung jadi saya tidak punya banyak waktu disini.\" Ujar Lisanne. Rosy tersenyum mendengarnya, Lisanne adalah adiknya dan Rosy tahu benar sifatnya. Dia mempersilahkan Lisanne duduk di samping Herman Barnabas yang karena suatu alasan sedang tersenyum girang. \"Baiklah ibu manager, karena aku tidak mau menganggu kesibukanmu jadi aku buat ini singkat dan jelas. Tanggal tujuh belas, tepatnya tiga hari dari sekarang… KAMU AKAN MENIKAH DENGAN HERMAN BARNABAS.” Lisanne yang malang.... niat menyusul sang kakak untuk mencari tempat bersandar malah membuahkan penyesalan besar. Menikah dengan orang yang tidak dicintainya, adalah sebenar-benarnya hukuman. Belum lepas trauma akan pernikahan, sang kakak justru mendorongnya jatuh ke lubang yang sama. Mantan suami Lisanne adalah orang terpandang dan masih tidak mampu setia dengan pernikahannya, apalagi pria seperti Herman Barnabas? 267

Bisakah Lisanne menolak? Tentu saja tidak! Sebab Rosy adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki, setelah dia memutuskan untuk pergi dari keluarga besarnya sendiri. Dengan berat hati dan penuh rasa jijik, Lisanne menerima perjodohan tersebut. Hati kecilnya tidak akan mampu mencintai Herman, bahkan saat ini tidak ada orang lain yang dicintai Lisanne selain Yuanita, dan jika sedikit saja Herman menyakiti buah hatinya, Lisanne tidak akan segan-segan memenjarakannya. Esoknya.... rumah Rosy sunyi senyap, karena Lisanne dan Yuanita pergi menetap di rumah pemberian Barnabas. Pernikahan mereka akan segera dilangsungkan tepat setelah pesta besar Hanggareksa. Rosy tidak sabar menunggu datangnya hari itu, hari yang sudah dipersiapkannya sejak jauh demi sebuah tujuan.... dan tujuan itu hanya Rosy yang tahu. ----‘’---- 268

THE LAST DINNER Hari yang kita nantikan telah datang, mereka akan segera tiba memenuhi panggilan. Tidak lama lagi halaman Hanggareksa akan sesak oleh kereta mesin mereka. Akan tercium aroma manis daging dan anggur di seluruh penjuru ruangan. Akan terdengar alunan musik syahdu yang menggugah selera makan dan akan terlihat pemandangan indah dimana para tamu melahap habis hidangan terbaik kita. Mereka tidak akan segan memuntahkan apa yang sudah mereka makan, hanya untuk mengisi perutnya dengan hidangan yang belum mereka makan. Biarkan suara kunyah, cabik, telan, dan teguk itu menggema menjadi melodi yang indah, dan menjadi sebuah orkestra terbaik sepanjang sejarah Hanggareksa. Semua akan kita capai bersama, karena kita adalah keluarga Kita selalu bersama, bahkan duduk di meja makan yang sama. Dan tentunya... tidak akan ada meja makan bagi seorang penghianat. Mengheningkan cipta dengan Rosemary sebagai pemimpin doa. Kata-kata yang sangat indah untuk sebuah pembuka, walaupun sebagian berpikir... doa macam apa yang sama sekali tidak menyebut nama Tuhan. Hening dan Khidmat, bukan karena mereka mengamini setiap doa Rosemary, tapi karena mereka merasa risih dengan kehadiran para tamu misterius di ruang dapur. Lisanne tampak gelisah, setelah banyak karyawan terbaiknya yang disingkirkan, malam ini muncul orang- orang misterius yang menggantikan. SIAPAKAH ORANG-ORANG BERJUBAH HITAM DAN BERTOPENG INI? \"Mereka adalah saudari-saudariku yang akan membantu memeriahkan pesta malam ini, Aku harap kalian semua bisa bekerja sama dengan baik.\" Tutur Rosy. Chef Lalu, Upik, Mai, Luna, Maria dan Lisanne tampak terganggu dengan kehadiran mereka. Sepuluh orang bertopeng dan berjubah hitam yang sejak tadi diam tanpa kata, bagaimana mungkin mereka bisa bekerja dengan orang seperti ini? Gerutu Lisanne dalam hati. Tidak hanya di dapur, Mai mengaku melihat orang-orang berpakaian serupa di luar restoran, sepertinya mereka bertugas sebagai penerima tamu. Tapi waktu untuk berpikir sudah habis, perang sudah di depan mata... sesaat lagi para undangan akan datang, dan sukses tidaknya acara malam ini ada di tangan mereka. \"Kita tidak punya banyak waktu, sebagai pimpinan pesta malam ini Aku ucapkan.... SELAMAT BERPESTA.” Mobil pertama memasuki halaman parkir restoran, seorang pengusaha dari kota tetangga datang membawa serta keluarga besarnya. Istri, dan kedua anaknya tampak terkesima dengan gemerlapnya Hanggareksa. Pengusaha itu adalah Tuan 269

Firdaus. Orang pertama yang Habib Ali kenalkan pada Widi dan Rosy, sejak saat itu dia selalu mampir ke Hanggareksa jika sedang dalam perjalanan ke pulau Bali. Sambutan Hanggareksa cukup mengejutkan mereka, ketika dua orang bertopeng menghampiri mereka dan mempersilahkan keluarga konglomerat itu masuk. Lisanne dan karyawan lainnya benar-benar bekerja sangat keras dalam minggu ini, mereka mendekorasi Hanggareksa hingga tampak seperti restoran kelas atas. Ny. Belinda pun berdecak kagum, karena kali ini Hanggareksa jauh berbeda dengan saat terakhir kali mereka mengunjunginya. \"Tuan Firdaus, Ny.Belinda dan keluarga, mari saya antar ke meja anda\" Sambut salah seorang waitress bertopeng. Dari suaranya barusan Tuan Firdaus tahu kalau itu adalah perempuan, dia hanya tidak mengerti kenapa harus mengenakan topeng? Sebaliknya Ny. Belinda justru terkesan dengan konsep pesta mereka yang unik. \"Kalau tahu begini, sebaiknya kita bawa topeng sendiri ya pa?\" Ujar Ny.Belinda. Lisanne yang sejak tadi berdiri di balik pintu dapur mulai memberikan aba-aba pada karyawannya. \"Tamu pertama sudah datang, kalian segera bersiap di tempat masing-masing!\" Seru Lisanne. \"SIAP!\" Sahut para karyawan. Hanya mereka yang bertopeng yang mengangguk tanpa bersuara. \"Untuk kalian..... Saya tidak tahu siapa kalian dan apa maksud Bu Rosy mengundang kalian kesini, tapi kalau ada sesuatu yang bisa kalian kerjakan, kerjakan! Usahakan sebisa mungkin untuk tidak merepotkan kami, mengerti?\" Sekali lagi para karyawan bertopeng itu mengangguk tanpa sedikitpun bersuara. Lisanne mulai merasa gelisah dengan tingkah mereka, bahkan Chef Lalu yang biasanya tegas sekarang terlihat sungkan dan takut untuk memberikan komando pada para karyawan spesial itu. Lisanne bisa mengerti, siapapun tidak akan merasa tenang bekerja dengan orang yang tidak bisa kita lihat wajahnya, bahkan suaranya. TAPI PESTA BARU SAJA DIMULAI…. Dalam hitungan jam, area parkir Hanggareksa penuh oleh kendaraan roda empat. Hanya beberapa motor yang terlihat parkir disana. Restoran kecil itu tampak kontras dengan suasana jalan Kalimaya yang sepi. Beberapa kendaraan yang lewat sengaja memelankan lajunya hanya untuk melihat kemeriahan restoran dimana para konglomerat berkumpul. Beberapa menit kemudian sebuah mobil datang, sayangnya sang pemilik kurang beruntung karena tempat parkir sudah penuh. Pemiliknya pun turun bersama seorang anak perempuan. Seorang penyambut tamu menghampirinya dan menawarkan diri untuk mencarikan tempat parkir bagi mobilnya. 270

\"Tunggu! Kalian siapa?\" Tanya pemilik mobil tersebut yang tidak lain adalah Herman Barnabas. Herman merasa tidak mengenal kedua orang bertopeng ini, Rosy dan Lisanne pun tidak pernah bercerita tentang adanya Dress Code. \"Kami adalah adik dari Rosemary Anggraini, kami datang untuk membantu memeriahkan pesta kakak.\" Sahut salah satu dari karyawan bertopeng itu, sementara satunya lagi hanya diam membisu. Tidak hanya Herman yang merasa risih dengan penampilan kedua orang tersebut, Yuanita yang datang bersamanya pun merasa takut. \"Ingat! Kalau sampai ada lecet di mobilku, kalian berdua akan memakai topeng itu di dalam kubur!\" Ancam Herman seraya memberikan kunci mobilnya. Dia tahu bahwa yang ada di balik topeng itu adalah perempuan, jadi sedikit ancaman pasti akan menakuti mereka. Perempuan bertopeng itu menerima kunci mobil Herman dengan tenang, seolah gertakan Herman tidak berpengaruh apa-apa, dan itu membuat Herman semakin gelisah. \"Om masuk yuk Om....\" Rengek Yuanita. Herman meggendong calon anak perempuannya itu, dan membawanya masuk. Pesta malam itu benar-benar meriah, bahkan seorang Herman Barnabas pun sempat terkesima. Diperhatikan setiap meja restoran, semuanya ditempati oleh orang-orang penting. Hanya beberapa keluarga yang datang dengan pakaian biasa dan bertingkah canggung seolah tidak terbiasa. Herman melihat Rosyana sedang duduk di samping meja kasir bersama salah seorang karyawan Hanggareksa. \"Nita pergi main sama Yana yah, itu dia ada disana!\" Ujar Herman sembari menurunkan Yuanita. Perasaannya sedang tidak nyaman, terutama dengan banyaknya orang asing di Hanggareksa. Tidak hanya itu, Herman semakin gelisah manakala melihat orang tua dan anak-anak ada diantara para undangan. Hal pertama yang terlintas di pikiran Herman adalah... \"Dimana Lisanne?\" Yuanita berlari menemui Rosyana, sementara mata Herman masih menyusuri keramaian restoran, berharap segera menemukan calon istrinya Tiba-tiba Herman dikejutkan oleh seorang karyawan bertopeng yang sedang berdiri di belakangnya. Dari model topengnya, dia adalah karyawan yang baru saja menawarkan diri memindahkan mobil Herman. \"Ini kunci mobil bapak, dan ini rokok bapak barusan saya temukan jatuh di luar.\" Ujar Karyawan perempuan bertopeng itu. Herman tidak suka caranya bersikap ramah, nada bicaranya yang bersahabat terdengar mengerikan karena wajahnya yang tidak terlihat. Herman mengambil kunci mobil dan rokoknya dengan kasar, dan segera pergi mencari mejanya sendiri. 271

Herman berjalan dari ujung ke ujung memeriksa setiap meja tapi tidak satupun ada namanya disana, bahkan dua meja yang masih kosong itu pun bertuliskan nama orang lain. \"Apa-apaan ini!!\" ----‘’---- Dapur Hanggareksa Suara gaduh di ruang makan terdengar sampai ke dapur, disini pun tidak kalah ribut semua sangat sibuk menyiapkan hidangan pembuka bagi para tamu. Lisanne tidak ingin lengah sedikitpun, karena kali ini mereka tidak memasak untuk pelanggan, tapi untuk tamu yang mereka undang. Diluar dugaan, pasukan bertopeng yang Rosy bawa mampu bekerja dengan baik, tidak hanya cekatan dan ramah dalam mengantarkan hidangan, tapi juga lihai dalam mengolah masakan. Tidak jarang Chef lalu memuji mereka, walaupun harus memanggilnya sesuai dengan warna topeng karena sampai detik ini tidak satupun yang tahu identitas mereka, Mereka jarang bicara, hanya salah satu dari mereka yang aktifberkomunikasi. Awalnya Lisanne pikir mereka sengaja diam untuk menjaga karakter misteriusnya, tapi semakin lama tampak sekali kalau mereka tidak mengerti bahasa Indonesia, Lisanne dan teman-temannya pun kesulitan karena harus bicara menggunakan bahasa isyarat. Entah kenapa hal ini membuat Lisanne Gundah, seolah-olah sesuatu yang buruk akan terjadi malam ini. ----‘’---- 09.30 WIB APPETIZER Waktu menunjukkan pukul sembilan tiga puluh malam, semua yang ada di dapur pun paham bahwa ini adalah waktunya. Mereka menata semua menu di nampan dan troli, lalu membawanya keluar dari dapur. Para undangan tersenyum senang, dengan rasa kagum terpancar di wajah mereka. Bagi mereka kehadiran para karyawan bertopeng menambah kesan mewah dan klasiknya Hanggareksa. Tapi tidak bagi Herman Barnabas, pria itu masih berdiri di pintu Restoran dengan wajah geram karena tidak ada meja baginya. Mencium lezatnya aroma hidangan pembuka, Herman tertarik untuk mencicipinya, dia pun duduk di meja kosong sembari menunggu dilayani. 272

\"Persetan dengan papan nama!\" Gerutu Herman sambil membuang papan nama bertuliskan Zakaria yang ada di mejanya. Hampir semua meja sudah dilayani, tapi tidak satu karyawan pun yang menghampiri meja Herman. Dia pun menarik tangan salah satu waitress, tentu saja dia memilih yang tidak bertopeng. \"Hueeeiiii!!! Mana makanan saya! Hah? Kenapa mereka semua dilayani, sementara saya tidak? Hah?\" Hardik Herman. \"Ma..maaf Tuan, saya hanya mengantarkan sesuai dengan nama.....\" Sahut waitress itu ketakutan. Aksi Herman mengundang perhatian tamu lainnya, dan sebelum suasana menjadi tambah runyam, Herman pun melepaskan tangannya seraya berkata pelan... \"Kalau gitu, catat nama Saya! Herman Barnabas! Sampaikan pada managermu kalau calon suaminya sudah diperlakukan tidak adil, CEPAT!\" Bentak Herman. Waitress itu pun berlari ketakutan menuju dapur. Sementara Herman kembali duduk dan mencoba tenang walaupun masih uring-uringan. Akhirnya para undangan bisa menikmati hidangan pembuka dengan tenang. Berbagai sup, risoles, ballotine dan tak lupa pula Salad dan canape pun dihidangkan sebagai Cold Appetizer. Sebagian undangan yang tidak familiar dengan masakan import lebih memilih pastel, bakwan dan jajanan khas indonesia lainnya. Kepuasan para tamu terlihat jelas dari ekspresi dan lahapnya mereka menyantap hidangan. Chef Lalu yang mengintip dari balik pintu dapur pun tersenyum senang. Ada saat dimana pelanggan merasa sangat puas dan meminta Sang koki untuk menemuinya, pelanggan itu akan memberikan pujian, tip, atau hanya sekedar membantu mempromosikan namanya. Sayangnya ini bukanlah saat yang Chef Lalu tunggu, semua undangan memang tampak memuji kelezatan masakannya, tapi tidak seorang pun bertanya siapa kokinya. Chef Lalu hanya bisa bersabar, masih ada kesempatan di menu utama. Chef Lalu sudah bekerja bersama Lisanne selama tujuh tahun di restoran ternama di ibu kota. Selama itu dia hanya menjadi asisten dan tidak sekalipun diberi kesempatan untuk menunjukkan bakatnya. Pria yang sudah memiliki seorang putri itu merantau jauh ke jawa untuk mengejar ambisinya, dan saat Lisanne memintanya untuk menjadi Chef di restoran kakaknya, Chef Lalu menerimanya dengan senang hati. Walaupun dia sadar Gambir bukanlah kota besar, tapi di restoran kecil ini dia adalah Chefnya. Dia punya banyak kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya. ----‘’---- 273

10.00 WIB MAIN COURSE Para tamu sudah selesai dengan hidangan pembukanya. Semua personel dapur sudah siap siaga, karena begitu para waitress kembali dengan trolinya, mereka harus segera menyiapkan hidangan utama. Bagi Lisanne dan Chef Lalu pesta di Hanggareksa tidak ada apa-apanya, mereka berdua sudah pernah terlibat dalam perayaan yang jauh lebih besar. Tapi kali ini berbeda, kali ini mereka berdualah yang memegang kendali, Lisanne dan Chef Lalu adalah ujung tombak Hanggareksa, tanpa mereka pastilah Hanggareksa masih terpuruk dalam masa-masa suram. “KERJA YANG BAGUS!!” Tiba-tiba semua mata tertuju pada Rosemary yang sedang berdiri di depan pintu penghubung dapur dan ruang tamu. Ada perasaan senang di benak Lisanne dan yang lainnya, karena akhirnya sang owner mau bergabung dengan mereka, tapi pakaian yang dikenakan Rosy sama sekali tidak pantas untuk sebuah pesta. Rosy masih setia dengan gaun hitam dan rambut putihnya yang terurai, tidak ada make up kecuali bibir hitamnya yang terlihat semakin pekat. Di samping Rosy sudah berdiri tiga orang berjubah hitam dan bertopeng sama seperti lainnya. Mereka membawa nampan dengan gelas berisi anggur di atasnya. Mereka berdua menghampiri semua karyawan termasuk Lisanne, Chef Lalu, Mai, Luna, Upik dan Maria, masing-masing disuguhi segelas anggur sebagai simbol penghargaan Rosy terhadap kinerja karyawan pilihannya. \"BERSULANG UNTUK MASA DEPAN HANGGAREKSA, DAN JUGA MASA LALUNYA.\" Lisanne dan yang lainnya mengangkat gelas anggur mereka lalu meneguknya sebagai penghormatan terhadap Restoran yang sangat mereka cintai. Sayangnya para karyawan bertopeng itu tidak mau melakukan hal yang sama, entah mereka enggan membuka topengnya, atau karena mereka bukan karyawan Hanggareksa, atau karena suatu hal yang tidak Lisanne ketahui. \"Sekarang, mari kita selesaikan pesta ini!\" Ujar Rosemary.. “SIAP!!” Untuk kedua kalinya barisan troli keluar dari pintu dapur, kali ini disambut oleh sorak sorai para tamu. Sepertinya kepuasan mereka terhadap hidangan pembuka tadi membuat antusiasme mereka terhadap hidangan utama semakin tinggi. Dan itu wajar! Bebek madu, stuffed turkey, Lobster, dan aneka sea food dapat dilihat dan dicium dari jauh. Aroma lezatnya membuat Troli itu terasa berjalan sangat lambat, karena para tamu sudah tidak sabar untuk menyantapnya, kecuali Barnabas. Pria itu masih duduk dengan wajah murka karena sampai sekarang pun hidangan pembukanya tak kunjung datang. Tapi kali ini nafsu makan Herman sudah hilang, dia lebih tertarik memperhatikan keberadaan tiga orang keluarga yang berpakaian sederhana, yang menurutnya tidak wajar mengingat semua undangan adalah kaum 274

elit. Tiga orang keluarga itu duduk di meja yang berdekatan, masing-masing terdiri dari tiga sampai empat orang, nampak sekali kalau mereka tidak terbiasa makan di restoran karena menggunakan pisau dan garpu pun mereka masih kaku. \"Siapa sebenarnya orang-orang ini?\" Herman mulai merasa menjadi tamu tidak diundang, walaupun sebenarnya dia memang tidak mendapat undangan. Herman datang karena merasa adalah bagian dari Hanggareksa, tapi ternyata dia salah. Di restoran ini hanya Hermanlah yang bukan siapa-siapa. Pria berkalung emas itu beranjak dari tempat duduknya dan pergi keluar melalui pintu samping restoran. Suasana di dapur mulai sedikit tenang, semua menggunakan sebaik mungkin waktu yang ada untuk beristirahat dan membasuh muka. Lisanne tidak mau bersantai, dia masih menyibukkan diri dengan hidangan penutup. Beruntung karena ketekunannya itu Lisanne menemukan cacat pada salah satu hidangan penutup itu, salah satu pancakenya rusak akibat tumpahan sirup yang berlebihan. \"Aduuh! Yang seperti ini hanya akan membuat malu jika dihidangkan\" Gerutu Lisanne sambil membawa piring berisi pancake itu keluar. Sebenarnya membuang-buang makanan bukanlah tindakan terpuji, tapi pancake itu tidak akan tahan sampai pagi. Lisanne pergi keluar restoran dan membuang pancake itu di tumpukan sampah yang belum sempat masuk ke keranjang. \"Lisanne.\" Lisanne terkejut dengan kehadiran Herman Barnabas. \"Kamu? Kenapa kamu kesini?\" Tanya Lisanne jengkel. \"Oh ayolah... suami seorang manager sudah seharusnya datang walaupun tanpa undangan.\" Sahut Herman. \"Kamu bukan suamiku!\" Timpal Lisanne. \"Hahahaha.... yaaa.. yaaa, kita lihat saja apa sifat angkuhmu padaku masih bertahan setelah malam pertama kita besok?\" Lisanne mulai naik pitam karena ucapan Herman dan berniat kembali ke dalam, tapi Herman menahan langkahnya. \"Lisanne.... setelah hidangan utama selesai, alangkah baiknya kalau kamu dan Yuanita segera pulang.\" Ujar Herman. \"Kamu bercanda kan? Tidak mungkin aku meninggalkan teman-teman di saat-saat seperti ini, lagipula siapa kamu? Berani sekali mengatur jam pulangku!\" Nada bicara Lisanne semakin tinggi, dan itu disadarinya. Lisanne mulai takut kalau Herman akan terbawa emosi, tapi ternyata... \"Maaf.... tapi entah kenapa firasatku tentang pesta ini tidak nyaman. Dengar Lisanne, aku memang sering sekali bersikap kurang ajar dan tidak bisa menjaga 275

omongan, tapi niatku melamarmu itu tulus! Akupeduli padamu dan Yuanita, jadi tolong.... segera pulang begitu tugasmu selesai.\" Kata-kata Herman barusan sedikit menyentuh hati Lisanne, tidak disangka Seorang Barnabas bisa berbicara sopan pada wanita. Tapi itu belum cukup untuk mengubah hati dan pendirian Lisanne. Wanita itu menepis tangan Herman lalu pergi meninggalkannya sendiri di luar. \"Sialaaaaaaaan!\" Kepergian Lisanne sudah memancing amarah Herman, tidak ada lagi yang bisa dia lakukan. Tidak ada lagi alasan dia berada di restoran, dia pun mengambil korek dan akan segera pergi setelah menghabiskan sebatang rokok. Di dalam Restoran, Yuanita dan Rosyana sedang asyik bermain dengan anak-anak para tamu, tapi melihat jam sudah hampir memasuki sepuluh malam, Lisanne menyuruh kedua putri Hanggareksa itu untuk tidur. Rosyana dan Yuanita pun menurut, mereka segera masuk ke dapur walaupun dengan wajah manyun. ----‘’---- 10.30 WIB DESSERT Kali ini Hanggareksa dipenuhi dengan aroma manis dari berbagai cake, brownies, dan aneka hidangan penutup lainnya. Sebagian tamu memilih untuk makan sedikit, karena perut mereka sudah terisi penuh sejak hidangan utama. Anak-anak mereka pun mulai lelah bermain, beberapa diantaranya ada yang sudah tidur di pangkuan ibunya. Setengah sebelas malam memang bukan waktu yang tepat untuk makan malam, tapi tidak satu orang pun yang keberatan, bagi mereka apa yang Hanggareksa sajikan benar-benar setara dengan restoran mewah di kota asal mereka. Kehadiran Rosemary di tengah-tengah tamu membuat letih dan kantuk mereka hilang. Sembari menikmati hidangan penutup, mereka mencuri kesempatan untuk beramah-tamah dengan sang pemilik restoran. Tidak lupa pula Chef Lalu selaku koki di Hanggareksa diperkenalkan kepada semua undangan. Berbagai pujian dan sanjungan diterima Chef Lalu, bahkan salah seorang tamu merekomendasikannya untuk diliput dandisiarkan di televisi. Kesuksesan mereka tentu tidak lepas dari peran Lisanne dan karyawan lainnya. Mereka semua berdiri berjejer di depan para undangan, dan disambut dengan tepuk tangan meriah yang tidak pernah mereka terima dari pelanggan sebelumnya. Suasana sesi hidangan penutup menjadi semakin hangat, karena akhirnya Rosy mau berbaur dengan para tamu dan sahabat lamanya. Beberapa diantara mereka heran dengan perubahan Rosy, tapi tidak satupun berani bertanya dan menganggapnya sebagai faktor penyakit. 276

Akhirnya..... pesta pun selesai. Tidak ada lagi yang bisa Hanggareksa berikan selain kenang-kenangan tentang betapa berkualitasnya hidangan dan pelayanan restoran kecil di jalan Kalimaya tersebut. Sebenarnya Rosy berniat mengumumkan kabar pernikahan Lisanne dan Herman, tapi Lisanne menolak, dia bahkan tidak ikut mengantarkan tamu pulang dan memilih untuk mencari udara segar di luar. Lisanne menarik nafas panjang, sembari bertanya…KEMANA HERMAN BARNABAS? ----‘’---- Di sebuah jalan sepi jauh dari pusat Kota Gambir.... Lampu sein mobil masih menyala, kedap kedip di jalanan yang gelap. Tapi mobil sedan itu sedang menepi, lalu seseorang keluar dari pintu kemudi. Orang itu adalah Herman, dia tampak sedang tidak sehat. Langkahnya terhuyung-huyung, kepalanya terasa pusing dan hampir rubuh. Dia berpegangan pada sebuah pohon di pinggir jalan, berusaha memuntahkan apapun yang sudah dia telan, dan ternyata yang keluar adalah.. DARAH. Dadanya terasa sesak, badannya pun mendadak demam, dan pendangnnya mulai buram. Tidak ada yang salah dengan menu makan malamnya di rumah tadi, lagipula kondisinya saat ini lebih parah dari sekedar sakit maag. Sambil berpegangan pada mobil Herman berusaha meraih air minum di kursi depan, dan disanalah dia melihat ada sesuatu yang janggal. Rokoknya masih tergeletak di lantai mobil, akibat sifatnya yang memang suka terburu-buru. Tapi anehnya... saat tangan kanan herman meraba saku celana dan mengeluarkan isinya, herman terkejut bukan main. Tangannya sedang memegang rokok yang sama dengan yang ada di mobil. \"Sebenarnya... rokok siapa ini?\" Tiba-tiba dia teringat karyawan bertopeng yang memberikan kunci mobilnya, saat itu dia juga yang memberikan rokok itu padanya. Rokok yang mulai dicurigainya sebagai penyebab kondisinya sekarang. Rasa curiganya semakin kuat manakala dia teringat kata-kata Rosemary... \"Kalau sekali lagi kamu merokok di depanku, di rumahku, di restoranku, kamu akan menyesalinya seumur hidup\" HUWEEEEEEEEEKK!! Darah kental keluar dari mulut Herman, kali ini jauh lebih banyak dari sebelumnya. Seketika itu juga tubuhnya ambruk ke aspal, pandangan matanya gelap perlahan, dan kalimat terakhir dari barnabas adalah...LISANNE, YUANITA.... SEGERA TINGGALKAN RESTORAN ITU! ----‘’---- 277

HANGGAREKSA RESTAURANT Tempat ini mulai sepi, mobil sedan hijau menjadi yang terakhir meninggalkan area parkir, menyisakan dua mobil kijang dan beberapa motor yang masih setia menunggu tuannya pulang. Berkurangnya suara manusia membuat malam terasa lebih damai. Lisanne masih belum beranjak dari tempatnya berdiri di luar restoran. Dia tidak lagi bertanya kemana perginya Herman, justru dengan tidak adanya dia Lisanne bisa sedikit bersantai. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada seekor anak kucing yang sedang tidur di tumpukan sampah. Sebagai penyayang binatang, Lisanne tidak tega melihat si kucing kecil yang kedinginan, dia pun beranjak bangun dan menghampiri anak kucing tersebut. Barulah saat hendak memindahkannya Lisanne menyadari satu hal bahwa anak kucing tersebut... SUDAH MATI. Alih-alih merasa iba, Lisanne justru merasa takut tatkala melihat Pancake yang dibuangnya hanya tersisa separuh dan sudah bercampur dengan muntahan si anak kucing. Berbagai dugaan buruk memenuhi kepala Lisanne, bersamaan dengan lampu restoran yang mati dan lilin merah yang mulai dinyalakan. Lisanne pun kembali masuk ke restoran.... Di dalam ada beberapa tamu yang masih menempati empat meja, masing-masing meja terdiri dari tiga sampai lima orang. Mereka adalah tamu yang diundang Rosy sebagai Special Guest, tapi setelah melihat apa yang terjadi pada kucing barusan Lisanne mulai menyadari maksud sebenarnya dari pesta malam ini. Perempuan itu segera berlari ke dapur... “KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHH…!!” Teriakan Lisanne terdengar sangat histeris bahkan ke telinga para undangan. Semua karena perempuan malang itu harus melihat Mai, Luna, Maria dan Upik terkapar di lantai dapur dengan darah yang masih mengalir dari mulut dan hidung mereka. Lisanne dengan sigap meraih pisau dapur dan mengarahkannya pada para manusia bertopeng itu satupersatu... \"Siapa kalian sebenarnya? Apa mau kalian? Kenapa kalian melakukan ini pada kami? Kenapaaaaaaaaa?\" Terlalu banyak pertanyaan dari mulut Lisanne yang tidak satupun dijawab oleh mereka. Rosmary yang mendengar keributan tersebut segera menyusul sang adik ke dapur. \"Ada apa ini? Kenapa kau berteriak adikku?\" Tanya Rosemary seolah tidak tahu menahu dengan apa yang sudah terjadi. \"Jelaskan semuanya padaku kak! Apa tujuan sebenarnya dari pesta ini?\" 278

Kali ini Lisanne tidak segan-segan mengarahkan pisaunya pada Rosy, dan itu membuat sang kakak amat sangat marah. Rosy mendekati adiknya dengan langkah yang tenang tanpa sedikitpun rasa takut. Dia sangat yakin Lisanne tidak akan sampai hati melukainya. \"Oh adikku sayang.... pisau ini sudah melukai perasaanku, sejak kecil kamu tidak pernah mengangkat seujung jari pun padaku, jadi aku mohon turunkan tanganmu! Kita bicarakan ini baik-baik, ya?\" Rayuan Rosy hampir saja meleset, karena bagi Lisanne yang ada di hadapannya bukan lagi Rosemary yang dia kenal. Tapi Lisanne terlalu lemah, dia tidak punya kekuatan untuk membela teman-temannya, termasuk membela dirinya sendiri. GRAB! Tiba-tiba Rosy mencengkram tangan kanan Lisanne, cengkramannya sangat kuat hingga pisau yang dipengangnya jatuh ke lantai. \"Nah... begitu donk, nurut sama kakak.\" Ujar Rosy. \"Kak.... aku mohon apapun alasan kakak memulai semua ini, ini bukanlah jalan keluar kak. Aku mohon... masih ada kesempatan untuk menghentikan semuanya kak. Kakak tidak sendirian, Aku ada disini... Aku akan selalu ada disini membantu kakak, kita bisa mulai semuanya dari awal lagi\" Mata Lisanne berkaca-kaca, entah karena iba atau karena takut. Jauh di lubuk hati Lisanne merasa, bahwa masih ada Rosemary yang dulu di dalam diri kakaknya, walaupun hanya sedikit tapi Lisanne berharap kata-katanya barusan dapat tersampaikan. \"Kamu benar.... Ini bukanlah jalan keluar, ini adalah jalan buntu yang akan mengakhiri semuanya. Dan kamu salah besar kalau mengira masih ada waktu untuk menghentikan semuanya, karena sebenarnya..... semua sudah dimulai sejak hidangan pembuka. Dan untuk adikku tersayang.... kakak punya sebuah kenang- kenangan.\" STEK! Rosemary menarik tangan kanan Lisanne dan menekannya tepat diatas kompor yang menyala. “HYAAAAAAAAAGHHHGGGGHHHH...!!” Lisanne mencoba berontak, dia menghentakkan kakinya, menggigit bibir dan menarik tangannya tapi tenaga Lisanne tidak cukup kuat, terlebih setelah dua orang anak buah Rosemary memeganginya. “PANAS..... LEPASKAN!! LEPASKAN KAK, LEPASKAAAAAAAAAAAAAAAAAN!!” Kericuhan yang terjadi di dapur membuat para tamu panik. Mereka berdiri dan melihat ke arah pintu dapur yang tertutup, masing-masing saling berbisik tentang 279

apa yang sedang terjadi. Sementara sisanya mulai gelisah karena hampir tengah malam, Rosemari belum juga menemui mereka. \"Hei kamu! Ada ribut-ribut apa di dapur? Kenapa Pemilik restoran belum juga menemui kami? Ini sudah hampir jam dua belas malam!\" Seru Tuan Firdaus. \"Benar! Kami masih disini karena Pemilik restoran bilang ada sesuatuyang ingin dia bicarakan dengan kami!\" Timpal Pak Rangga yang mulai gelisah karena datang bersama istrinya yang sedang hamil besar. Protes yang sama juga dilayangkan oleh tamu undangan lainnya yang merasa ini sudah terlalu malam, lagipula mereka datang kesini hanya untuk makan gratis, mereka bahkan tidak tahu kenapa orang kampung seperti mereka diundang juga, dan pastinya tidak ada alasan bagi sang pemilik untuk menemui mereka. \"Ah! Persetan dengan Rosemary, ayo kita pergi!\" Ujar salah seorang tamu undangan bernama Pak Jamil, dia datang bersama istri dan seorang anaknya. Jauh dari kampung hanya untuk menikmati makan di restoran mewah walaupun hanya semalam. Usul pak jamil disetujui oleh tamu berikutnya yang juga berasal dari kalangan menengah ke bawah dan sama sekali tidak ada relasi bisnis dengan Hanggareksa. Satu persatu tamu undangan meninggalkan kursi mereka, kecuali keluarga Tuan Adni Andana yang masih bingung karena kehilangann Ibu dan dua orang anaknya. \"Ma? Ibu sama anak-anak mana?\" Tanya Tuan Adni pada istrinya. \"Mama gak tahu pa! Tadi pamit cuci tangan, tapi sampai sekarang tidak kembali lagi.\" Sahut istri Tuan Adni. Langkah kaki para tamu yang akan meninggalkan restoran terhenti, karena tepat di depan pintu barisan orang berjubah hitam dan bertopeng menghalangi para tamu untuk keluar. \"APA-APAAN INI? JANGAN MAIN-MAIN DENGAN KAMI!\" “UGHEKKKK..!!” Tiba-tiba salah seorang tamu jatuh, kedua lutunya menyentuh lantai, tangan kanannya memegangi kursi dan entah apa yang sudah terjadi, kulitnya mendadak pucat, darah pun keluar dari hidung dan mulutnya. “HWAAAAAAAAAAAAA!!!” \"Mas....kenapa mas?\" Istri Pak Jamil panik melihat kondisi suaminya yang tiba-tiba mengerang kesakitan sembari memegang lehernya. Tamu yang lain pun mulai ketakutan dan saling pandang satu sama lain. Keadaan Pak Jamil semakin parah, kulitnya semakin putih pucat membuat anak dan istrinya berteriak histeris. Teriakan itu membuat tamu yang lain semakin beringas dan memaksa untuk keluar. Mereka memukul, menendang bahkan melemparkan kursi 280

ke arah orang-orang bertopeng itu. Tapi... walaupun apa yang dilakukan para tamu itu sangat menyakitinya, orang-orang bertopeng itu tetap berdiri gagah menghalangi tamu-tamu Rosemary untuk pergi. \"Keluarkan kami! apa yang sudah kalian lakukan pada kami?\" Teriak Tuan Firdaus. KRAK!! Sebuah kursi melayang dan menghantam wajah salah satu orang bertopeng itu, topengnya retak dan terlepas sehingga tampak jelas wajah seorang perempuan. Tahu bahwa lawannya hanyalah seorang wanita, para tamu semakin beringas melakukan perlawanan, walaupun perlahan-lahan mereka mulai menyadari sesuatu.... TUBUH MEREKA MULAI LEMAS. Satu persatu para tamu terkapar di lantai, mereka mengerang kesakitan dengan kedua tangan memegangi lehernya. “UGHHHHHHH... UGHHHAAAAAAA..” Disaat para tamu sedang berjuang menyelamatkan diri dari maut, Rosemary keluar dari dapur disusul oleh orang bertopeng yang sejak tadi selalu bersamanya. Rosemary tertawa gembira melihat keadaan para tamu spesialnya. Tidak hanya Rosemary, empat orang bertopeng yang berdiri disampingnya pun tertawa terbahak- bahak. \"Hadirin para tamu undangan yang terhormat....apakah kalian menikmati hidangan terakhir kami? Apakah kalian menikmatinya? Oh ya! Kalian adalah tamu pilihanku, tapi kenapa kalian duduk di lantai? Sini biar aku ambilkan kursi.\" BRUAKKK!! Rosemary mengambil sebuah kursi lalu menghujamkannya ke kepala Pak Jamil. Lelaki malang itu sama sekali tidak berteriak, walaupun darah menyembur deras dari ubun-ubunnya. Apapun yang sudah diselipkan Rosemary ke dalam makananan mereka, sepertinya sudah membuat seluruh badannya mati rasa. \"HIYAHAHAHAHAHAHAAHAHAHAHAHAAH.\" Rosemary tertawa seperti anak kecil yang baru saja membuka kado dari ayahnya. \"Lihat! Lihat! Bahkan untuk membuka mulut saja dia tidak bisa!!\" Seru Rosemary pada keempat orang temannya yang tampak menikmati pemandangan itu dari balik topeng mereka. Rosemary tahu bahwa waktu para tamunya tidak banyak, mereka akan mati secara perlahan tapi sebelum itu ada pesan yang harus disampaikan. Keempat orang teman Rosemary membuka topeng mereka secara bergantian.... dimulai dari si topeng hitam... 281

\"Mungkin.... jika abang menepati janji untuk menceraikan istri abang dan bertanggung jawab atas kandunganku dulu, aku pasti bisa jadi istri yang lebih baik buat Bang Jamil.\" Ucap wanita dengan lesung pipi dan mata sipit sembari membuka topeng hitamnya. Pak Jamil terperangah melihat wajah itu, dia adalah seorang biduan desa yang pernah menjadi selingkuhannya dulu. Tapi situasi mulai memburuk saat wanita bernama Mirah itu hamil. Tidak ingin kedoknya terbongkar dan mengancam posisinya sebagai Sekcam, dia pun mencampakkan sang biduan, bahkan menyewa orang untuk menyingkirkan Mirah. Sekarang semua sudah terlambat, Pak Jamil melihat Mirah dengan mata merahnya yang semakin buram. Sementara Mirah puas dengan apa yang sudah dicapainya malam ini. \"Om Adni..... bukankah om berjanji akan menikahiku setelah aku tamat SMP? Tapi kenapa saat acara kelulusan Om malah menghilang? Bahkan Om Adni dengan teganya menyebarkan foto-foto pribadiku pada orang tua, hingga ayahku harus meninggal karena serangan jantung. Masih ingat semua itu kan Om?\" Ujar Riyanti, seorang gadis remaja yang sejak tadi menyembunyikan wajah manisnya di balik topeng kuning. Adni Andana mengangkat tangannya, meminta pertolongan dari gadis itu, tubuhnya mati rasa, dan tenggorokannya semakin panas sehingga untuk bersuara saja dia tidak bisa. JREBB! Riyanti membenamkan ujung high heelsnya tepat ke mata Adni, cairan merah kental muncrat mengotori kaki Riyanti, tapi dengan senyum bahagia dia berkata... \"Aku sisain satu mata lagi buat om, agar bisa melihat betapa bahagiannya aku saat ini Huhuhuhuhuhuhu….\" Tiba giliran wanita bertopeng merah menampakkan wajahnya. Wajah yang tidak asing bagi Tuan Firdaus, dan tentu saja bagi Istrinya. \"Mbak.... sejak lahir mbak selalu lebih diperhatikan, itu karena mbak lebih cantik, lebih pintar dan lebih segala-galanya dariku. Tapi kenapa mbak menikahi Mas Firdaus? Bukankah mbak tahu kalau dia itu kekasihku? Dan kamu Mas Daus... sekarang kamu bisa lihat kan siapa yang lebih cantik? Safitri.... atau istri mas daus ini? Lihat mas.....LIHAAAAAAAAAAAAAATTTT….!!” BUK! “LIHAT MAS!!! JANGAN TUTUP MATAMU DULU BANGKAI! LIHATLAH WAJAH ISTRIMU INI!” BUK! BAK! 282

Tanpa ampun Safitri menginjak-injak wajah Ny. Belinda hingga tulang pipinya remuk dan wajahnya tidak lagi bisa dikenali. Tuan Firdaus tidak bisa lagi melihat dengan jelas apa yang sudah terjadi, air matanya menetes dari mata yang terbuka lebar, walaupun penglihatannya akan segera tertutup untuk selamanya. Tibalah giliran wanita bertopeng hijau, yang tidak lain adalah Nisa, sahabat dekat Rosemary. Ibu dua anak itu tampak sangat berbeda dengan rambutnya yang terurai. Dia hanya menatap Rangga, mantan suaminya yang sudah berselingkuh dengan perempuan lain. Sayangnya Rangga menikah lagi dengan orang lain, bukan dengan selingkuhannya, hingga Nisa tidak lagi bergairah untuk melampiaskan kemarahannya, terutama saat melihat istri rangga sedang hamil tua. \"Cukup melihatnya menderita, aku sudah puas! Aku tidak perlu banyak bicara lagi.\" Ujar Nisa..... Hanya satu orang tersisa, dia adalah wanita bertopeng putih yang masih enggan menunjukkan wajahnya karena orang yang ditunggu-tunggu, tidak kunjung datang. \"Tenang saja..... walaupun dia tidak datang, aku akan pastikan ini adalah malam terakhirnya.\" Ujar Rosy menghibur wanita bertopeng putih itu. \"Baiklah pembukaan selesai, tapi pertunjukan sebenarnya baru saja dimulai. Kalian lihat botol kecil ini? Ini adalah penawar racun yang sedang menggerogoti tubuh kalian, karena aku wanita baik-baik maka akan aku berikan dengan cuma-cuma. Sayangnya hanya ada satu botol, dan untuk mendapatkannya....” “KALIAN HARUS BERLOMBA DENGAN SESAMA, DAN BERLOMBA DENGAN WAKTU.” Rosemary meletakkan botol penawar racun itu di atas jam antik yang ada di samping meja kasir. Saat itu waktu menunjukkan pukul 11.56 WIB. Dan dengan penuh antusias Rosemary berkata... \"Siapa cepat, dia dapat! Dan.... kalian cuma punya sedikit waktu, karena saat denting jam ini berbunyi....“ “RACUN ITU AKAN MENYEBAR DENGAN SEMPURNA KE SELURUH TUBUH KALIAN.” “BERSEDIA.....“ “SIAP....“ “MULAI!” ----‘’---- 283

LISANNE Berat.... kepala ini terasa berat sekali, tapi kenapa tidak sedikitpun terasa sakit? Kepala ini baik-baik saja, hanya pergelangan tangan kananku yang terasa perih, selebihnya tubuh ini terasa dingin. Sebenarnya.... DIMANA AKU? Lisanne tersadar dari pingsannya, pipinya terasa dingin karena keramik di lantai dapur. Kepalanya masih kosong, tapi rasa perih di tangannya membantu Lisanne untuk sadar lebih cepat. Perempuan itu mengerti apa yang sudah terjadi, dia pun mengingat dengan jelas peristiwa sadis yang sudah merenggut nyawa keempat karyawannya, yang tidak dia mengerti adalah... KEMANA CHEF LALU? Untuk saat ini prioritas utama Lisanne bukan lagi karyawannya, bukan pula kakaknya, tapi yang pertama kali terbesit di benak Lisanne adalah Yuanita dan Rosyana. Dari dalam dapur dapat Lisanne dengar betapa gaduhnya suara di luar, erangan dan tawa manusia mengalun bersahut-sahutan. Tapi Lisanne tidak lagi peduli, selagi siumannya tidak disadari oleh Rosemary, dia berlari menuju lantai dua. \"Apapun yang terjadi, kedua anak itu harus pergi dari sini\" Tegas Lisanne dalam hati. KREK Lisanne membuka pintu kamar, nampak jelas kedua putri kecil itu sudah tertidur pulas, sayangnya dia harus memaksa mereka bangun. Lisanne menggoyang- goyangkan tubuh Rosyana dan Yuanita sembari sesekali melihat ke arah pintu, karena khawatir seseorang menyadari kepergiannya. Kedua anak kecil itu menggeliat dan berusaha menelan sisa kantuknya, beruntungnya mereka masih dalam kondisi setengah sadar jadi Lisanne tidak perlu mencari penjelasan tentang apa yang sedang terjadi. Selagi Yuanita sibuk mencari sendalnya, dan Rosyana yang masih berdiri memeluk bantal gulingnya, Lisanne mengambil secarik kertas dan pena. Dia menuliskan alamat mantan suaminya karena kesanalah kedua gadis mungil itu akan pergi. Lisanne tahu itu bukanlah pilihan terbaik, tapi itu satu-satunya pilihan yang tidak buruk, karena mengirim mereka berdua ke rumah keluarga besarnya sama saja mengirimnya kembali ke neraka. Tapi perih... tangan kanannya terasa perih sekali, setiap goresan pena terasa menyayat otot tangan, tapi Lisanne bertahan demi sebuah pengorbanan. Belum selesai dengan tulisannya, tiba-tiba bintik-bintik merah muncul di kertas Lisanne. Bintik merah yang berasal dari cairan kental yang saat ini menetes di hidung Lisanne. Lisanne tahu sesuatu yang buruk sedang terjadi di dalam tubuhnya, tapi selama tubuh itu masih dalam kendalinya, dia tetap melanjutkan walaupun darah mewarnai hampir setiap huruf yang dia tulis. 284

Lisanne menggendong Nita dan Yana lalu membawanya turun. Segera setelah dia memastikan tidak ada seorang pun yang melihat, Lisanne membuka pintu rumah dengan kunci cadangan yang selama ini dia simpan. Tidak ada siapapun di luar, semua anak buah Rosy lebih fokus berjaga di halaman restoran dan bagi Lisanne ini adalah kesempatan. Dia membawa Nita dan Yana yang masih ngantuk dan bingung ke pinggir jalan sambil berharap ada taksi yang lewat. Sayangnya.... ini sudah tengah malam, satu-satunya kendaraan yang lewat hanyalah sebuah truk... TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN…. Sejengkal kiranya truk itu nyaris menabrak Lisanne, wajar kalau sang sopir marah dan memaki-makinya. Tapi Lisanne memilih untuk tidak menanggapi, dia tidak ingin memancing keributan di jalan yang hanya berjarak beberapa meter dari restoran. Sopir truk itu membuka pintu dengan niatan memarahi Lisanne, tapi Lisanne mendahuluinya bicaranya... \"Pak tolong kami, bawa kami pergi dari sini!\" Pinta Lisanne dengan nada bicara yang panik. \"Ibu pikir ini taksi apa? Lagipula apa yang Ibu lakukan barusan sudah kelewat gila! Saya tidak mau ikut campur urusan ibu, kalau ibu butuh kendaraan silahkan tunggu bus atau angkutan umum lewat.\" Bentak sopir truk. Lisanne tidak menghiraukannya dia menaikkan Yuanita dan Rosyana ke dalam truk walaupun sempat dihalangi oleh sopirnya. \"Eeeeeh eh eh... apa-apaan Ibu ini!\" Lagi-lagi si sopir membentak Lisanne seraya menarik tangannya yang sedang berusaha menaikkan Rosyana. Saat Rosyana dan Yuanita sudah duduk dengan benar, Lisanne mengambil dompet di sakunya dan memberikannya pada sopir truk itu, seraya membisikkan sesuatu. Rasa kantuk Yana dan Nita sudah hilang sejak melihat Lisanne melompat ke tengah jalan untuk mengehentikan truk tersebut, kedua anak lugu itu memandangi Lisanne yang sedang berdebat dengan sopir truk tanpa tahu apa yang sedang terjadi, hingga akhirnya.. BRAK! Pintu truk tertutup rapat, sang sopir pun mulai menghidupkan mesin, dan dua orang bocah pun mulai menangis. Mereka tidak tahu ada apa dengan malam ini, yang mereka tahu hanyalah Lisanne masih berada di luar truk. TOK… TOK… TOK… \"Maaaaa maaaa..... mamaaaa Nita gak mau pergi maa….\" \"Tante... ayo cepet masuk tante.... mobilnya mau berangkat.\" \"Om buka pintunya Om, mama mau masuk....\" \"Yana mau keluar aja Om, buka pintunya Om.\" 285

Lisanne memandangi anak dan keponakannya yang menangis meronta-ronta memukul kaca jendela. Semakin lama dia melihat keduanya, semakin sakit hatinya terasa. Lisanne membuang muka, melihat sopir truk itu dan menganggukkan kepala sebagai isyarat bahwa dia merestui keberangkatan truk itu. Mobil besar itu melaju perlahan, membawa Yuanita dan Rosyana semakin jauh dari pandangan. Sedangkan Lisanne... dia bergegas kembali ke dalam, mengunci pintu dan menangis histeris. Lisanne hanya mampu menahan suaranya, tapi air matanya mengalir deras dan menetes di lantai. Dia hanya berharap kedua bidadari kecilnya selamat sampai tujuan, walaupun bimbang karena harus mempercayakan nasib mereka pada seorang supir yang sama sekali tidak dikenalinya. Tangis dan kegelisahan Lisanne berhenti seketika, karena saat ini tubuhnya terasa sangat lemas. Tangannya yang sedari tadi menutup wajah, kini berganti memegangi lehernya. Panas, perih, tenggorokan Lisanne serasa menelan bara yang panasnya terasa ke seluruh tubuh. Tiba-tiba dia merasakan mual yang luar biasa.... “HUEEEEEEEEK!!” Dan seperti para tamu di restoran, darah segar keluar dari mulutnya. Lisanne menyesali kebodohannya, andai saja dia tahu seberapa buruknya perubahan Rosy, andai dia tahu maksud terselubung dari pesta ini, andai dia tahu bahwa anggur yang diteguknya tidak lebih dari sebuah racun, pasti lah semua tragedi ini bisa dihindari. Tapi menyesal bukanlah jalan keluar, ada sesuatu yang harus dia selesaikan dan itulah alasannya dia memilih untuk tinggal. ----‘’---- Disaat yang bersamaan... Rosy sedang asyik menikmati pertunjukan seru yang dia buat sendiri. Dia dan kelima temannya duduk di kursi dan saling bertaruh siapa yang akan memenangkan kompetisi. Para tamu undangan sama sekali tidak menyangka bahwa malam ini bukanlah pesta mereka, ini adalah pesta Rosy dan teman-temannya, sedangkan para tamu hanyalah peserta, hanya bagian kecil dari pertunjukan. Mereka merangkak, menarik tubuh kaku mereka dengan tangan yang sudah mulai lemas. Sebagaian sudah kehilangan kesadaran, sebagian lain masih melata seperti ular yang sedang berburu mangsa. Mereka tidak lagi peduli pada sesama, pun tidak menghiraukan istri dan anak- anaknya. Bocah malang itu terbujur kaku di bawah meja, sedangkan istri Adni Andana sudah meregang nyawa dan belum sempat beranjak daritempat duduknya. Mati lebih dulu bukanlah keberuntungan, karena sekarang orang-orang bertopeng itu membawa jasad istri Adni ke lantai, ada sesuatu yang mereka inginkan, sesuatu yang harus mereka keluarkan, karena sudah enam bulan berada di janin wanita yang malang. 286

\"Oh ayolah.... hanya segitu saja usaha kalian untuk bertahan hidup? Tidakkah kalian lihat waktu yang tersisa hanya satu menit lagi?\" Teriak Safitri. \"Mungkin sedikit pelicin bisa membuat mereka bergerak lebih cepat.\" Ujar Rosy sambil menyiramkan anggur ke lantai, membuat para tamu semakin susah bergerak karena licin. Jarak Tuan Firdaus dan Pak Jamil sudah lima jengkal menuju jam antik itu, sementara sisanya masih menggelepar di tempat, ada yang sudah lemas dan hanya bisa menggerakkan jari telunjukknya saja, bahkan ada yang lebih dulu sampai ke alam baka. Tubuh mereka berlumur darah dan berbau menyengat karena harus menyapu muntahannya sendiri, sementara pemandangan menyedihkan itu hanya dianggap hiburan oleh Rosy dan kawan-kawan. Antusiasme mereka semakin tinggi manakala melihat Tuan Firdaus memegangi pergelangan kaki Pak Jamil, menahannya untuk maju lebih jauh lagi. Sementara Pak Jamil sudah berada tepat di depan jam itu tapi percuma karena tidak ada tenaga untuk berdiri. Riyanti meneriaki keduanya, persis seperti seorang manusia berteriak pada ayam jagoannya. BYUUUUUR Mirah menumpahkan segelas air di wajah Pak Jamil, membuat lelaki berjenggot panjang itu semakin sulit bernafas. Tapi dinginnya air sedikit mengembalikan semangatnya, hingga dengan sisa-sisa tenaga Pak Jamil mencoba menganggakat tubuhnya. \"Woooooooow lihat-lihat.. kambingnya Mirah mulai berdiri.\" Seru Safitri. \"Aahahahahahaha kambingnya jadi lebih semangat setelah dimandikan.\" Timpal Riyanti Perjuangan Pak Jamil untuk bertahan hidup tidaklah mudah, selain melawan tubuhnya sendiri, dia juga harus melawan Tuan Firdaus yang secara ajaib bangkit dan menahan tubuh Pak Jamil. Sorak sorai para penonton semakin meriah, karena pemandangan sadis ini semakin seru di mata mereka. \"Ayo mas Daus! Jangan mau kalah sama si kambing!\" Teriak Riyanti. \"Bang Jamil! Bang Jamil! Bang Jamil!\" Sorak Mirah. Pak Jamil berhasil meraih botol kecil berisi penawar itu, kesempatan untuk bertahan hidup sudah semakin nyata. TENG...... TENG...... TENG..... TENG..... TENG.... BRUK! BRUK! Dan jam tua itu pun berbunyi.... bersamaan dengan dua tubuh yang ambruk ke lantai. Kedua pria itu menggelepar hingga akhirnya maut menjemput mereka. Para penonton terdiam sejenak... 287

\"Yaaaaaaaaah mati semua deh....\" Gerutu mereka hampir bersamaan. Pertunjukan hampir selesai, hanya Nisa yang sejak tadi diam menyaksikan tanpa sekalipun bersorak-sorai. Sepertinya apa yang mereka lakukan terlalu sadis bahkan untuk sebuah balas dendam. Wanita bertopeng putih pun tampaknya kurang tertarik, sejak tadi dia hanya duduk diam di meja kasir, kecewa karena orang yang ditunggu-tunggu tidak jadi datang. Rosemary pun mengerti, dia menghampiri si topeng putih dan berkata.. \"Kamu tidak perlu khawatir Yulia, malam ini adalah malam terakhir mereka. Tidak akan ada yang bisa melindungi mereka, tidak disini...tidak juga di rumah sendiri.\" Yulia... wanita di balik topeng putih itu mengangguk. Dia percaya sepenuhnya pada Rosemary bahwa dendamnya pasti terbalas. Tiba-tiba seseorang bertopeng perak keluar dari dapur dan menghampiri Rosemary. Orang itu tinggi sekali, bahkan diantara semua yang bertopeng dialah yang paling tinggi dan kekar. Orang itu membisikkan sesuatu yang membuat Rosemary panik. Segera dia beranjak dari tempat duduknya dan pergi bersama Si topeng perak. Sebelum pergi Rosemary berkata... \"Sisanya aku serahkan pada kalian semua wahai saudariku, Ada sesuatu yang harus aku selesaikan.\" Ucap Rosemary sebelum kemudian hilang di balik pintu dapur. Denting jam tua itu masih terdengar, bahkan jelas sekali dari ruang tamu dimana Lisanne berada. Kondisinya semakin memburuk, walaupun secara ajaib reaksi racun di dalam tubuhnya jauh lebih lambat. Mungkin karena anggur yang diminumnya hanya sedikit, Lisanne selalu menghindari alkohol saat sedang bekerja. Perempuan berambut coklat itu berpegangan pada kursi, mencoba berdiri dengan kaki lemahnya. Sejak tadi dia menahan muntah, karena semakin banyak darah yang keluar semakin lemas badannya. Ini adalah pilihannya sendiri, dia tahu usianya tidak akan lama lagi jadi dia memilih tempat yang tepat untuk mati. Lisanne tidak ingin saat dirinya sekarat dan mati mengerikan, kedua anak itu ada di hadapannya. Kesedihannya yang paling mendalam bukanlah karena maut yang semakin dekat, tapi karena disaat-saat terkahirnya barusan dia bahkan tidak sempat memeluk dan mencium anaknya. \"Adikku?\" Tiba-tiba Rosy datang, bersama seseorang bertopeng perak. Rosy berlari menghampiri Lisanne yang semakin pucat, bahkan bibirnya pun ikut memutih. Rosy memeluk sang adik, pelukan erat dari seorang kakak yang tidak rela kehilangan adik satu-satunya. Tentu saja itu tidak bisa menghapus fakta bahwa Rosy lah penyebab semua ini.\"Lisanne..... kuatkan dirimu adikku, aku mohon jangan mati dulu. Ada sesuatu yang ingin kakak tunjukkan padamu, barulah setelah itu...\" 288

“KAMU BOLEH MATI DENGAN CARA YANG KAMU MAU!” KREK! Suara denting jam semakin keras terdengar, menggema hingga ke ruang tamu. Semua terjadi ketika Rosy membuka pintu kamar bawah, membawa Lisanne ke sebuah ruangan yang pernah jadi kamarnya. Tapi apa yang Lisanne lihat sungguh di luar dugaan... Sampai disini Lisanne berharap agar dirinya mati tertabrak truk. Kembali ke rumah ini adalah pilihan yang buruk lebih buruk dari mati. Kursi kayu itu masih bergerak-gerak... jam tua yang ada di sampingnya pun masih berdenting, tapi seseorang yang sedang duduk di kursi itu tampaknya sudah tidak bernafas lagi. Keadaannya jauh lebih menyedihkan dari Lisanne, bahkan hanya dengan melihatnya saja Lisanne bisa merasakan pedihnya siksaan yang dilalui. Ya! Orang itu adalah... WIDIANTO HERMAWAN. Suami Rosy itu kini duduk telanjang dengan rambut yang berserakan di lantai, bukan karena digunting tapi karena dicabut layaknya mencabut bulu ayam. Semua kuku di tangan dan kakinya terkelupas, dan walaupun Widi tewas dengan mulut terbuka, tidak satu gigi pun yang bisa Lisanne lihat. Tubuhnya memutih bahkan lebih dari sekedar pucat, sepertinya widi sudah meninggal sebelum pesta dimulai. Bibir Lisanne bergetar hebat, tidak kuasa lagi menahan teriakannya.... “KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA…!!!” “UHUGHHHH...... UHUGH.......” Untuk sesaat Lisanne lupa, berteriak hanya akan mempersingkat waktunya. Dia pun menelan kembali darah yang hampir tumpah dari mulutnya. Dengan suara serak di berkata.... \"Kenapa kak? Perlukah bertindak sejauh ini? Iblis apa yang sudah merasuki pikiran kakak? Semua kejahatan ini tidak mungkin muncul dari pikiran orang normal. Aku tahu Mas Widi memang salah, tapi dia adalah ayah dari Rosyana... tidakkah kakak berpikir betapa terpukulnya Rosyana ketika tahu ayahnya diperlakukan seperti ini?\" “DIAAAAAAAAAAM!!!!! PEREMPUAN JALANG SEPERTIMU TIDAK PANTAS MENASEHATIKU!” Si topeng perak melepaskan Lisanne yang sejak tadi dipapahnya hingga terjungkal. Lalu Rosy pun menghampirinya, dia mengangkat wajah Lisanne dan tepat di depan adiknya Lisanne memulai ceramah tengah malamnya. \"Penghianat.... tidak ada meja makan bagi seorang penghianat! Katakan padaku wahai adik, siapa ayah kandung Yuanita? Siapa lelaki yang sudah membuahi rahim perempuan bejat sepertimu? Sudah lama aku tertipu oleh sandiwaramu, berpura- pura menderita, berpura-pura menjadi korban hanya demi mendapat pertolongan. Sakit hatiku ketika semua terbongkar bahwa aku sudah menolong orang yang salah! Pembohong! Penghianat! Kamu yang berselingkuh.... kamu campakkan 289

suamimu demi lelaki lain! Lalu kamu bawa tidur di ranjang yang sama, tapi kamu tebarkan berita berbeda pada semua orang, termasuk pada kakakmu sendiri!\" \"BOHONG!! AKU TIDAK PERNAH MELAKUKAN ITU!!\" “KAMU YANG PEMBOHONG!!” Teriakan Rosemary jauh lebih keras dari suara Lisanne, ditambah lagi semua itu terdengar tepat ketika denting jam tua di ruangan itu berhenti. Mata Lisanne yang mulai merah kini basah oleh air mata.... belum sempat dia menyekanya, Rosemary kembali bicara.... \"Berhenti... membohongiku! Ya! Berhenti membohongiku... akui semua kesalahanmu, maka atas restu ibu Aku akan memberimu ampunan. Bersujudlah, memohon ampunlah di kaki suamimu wahai adikku...\" Tiba-tiba sosok tinggi kekar dibalik topeng perak itu menampakkan wajahnya, wajah yang sangat Lisanne kenal, wajah suami yang sudah lama tidak dilihatnya. Bukannya terkejut, Lisanne malah memejamkan mata dan tertawa pelan... \"Hihihihihihihihi uhuk! uhuk! menjijikkan sekali kamu mas, untuk balas dendam pada seorang wanita saja kamu tidak bisa melakukannya sendiri, dan memilih menjadi bagian dari kumpulan psikopat ini? Hihihihihi benar-benar humor yang sangat lucu bahkan untuk orang yang hampir mati\" \"Berhenti bicara! Atau aku akan mempercepat kematianmu!\" Hardik suami Lisanne \"Silahkan! Lelaki payah sepertimu bahkan tidak bisa membunuh seekor nyamuk. Dengarkan baik-baik, aku akan segera mati tapi aku yakin kakak pasti akan merindukanku, sama seperti kakak merindukan Rosyana. Ya! Kakak akan sangat merindukan Rosyana.......\" Ujar Lisanne. Rosy membelalakkan matanya, bibir hitamnya bergetar menahan amarah. Dia menjambak rambut coklat Lisanne dan berteriak.. \"DIMANA ANAKKU?? DIMANAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA???\" CUIH! Wajah Rosemary basah oleh ludah bercampur darah dari mulut Lisanne. Rosy melepaskan Lisanne, reaksi yang sangat tenang untuk seseorang yang baru saja diludahi wajahnya. \"Tinggalkan kami berdua, temui yang lain dan katakan pada mereka bahwa pesta telah selesai.\" Ujar Rosemary pada Suami Lisanne. Pria tinggi itu pun pergi dan menutup pintu kamar. Tapi itu tidak menghalangi suara teriakan yang terdengar kemudian... “DIMANA ROSYANAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA.” 290

Rosemary benar.... pesta telah selesai, dan ini sudah waktunya pulang. Tentu saja bersih-bersih adalah tugas tuan rumah, semua tamu pulang meninggalkan sampah. Para wanita bertopeng itu pun pergi, tidak ada yang tahu identitasnya, darimana mereka datang dan kemana mereka pulang. Bahkan pasukan sakit hati yang dikumpulkan Rosy pun tidak lagi terlihat, Hanggareksa sunyi senyap, tirai sudah tertutup dan pesta sudah berakhir. ----‘’---- 05.00 WIB Rosy sangat mencintai Widi.... dia adalah pria yang sudah memberikan banyak perubahan dalam hidupnya. Demi Widi dia rela meninggalkan nama Anggraini, tapi setelah semua yang terjadi... Rosy menyadari satu hal bahwa dia tidak pernah bisa berhenti, dia tidak akan bisa meninggalkan nama besar keluarganya. Darah leluhur mengalir dalam darahnya, darah seorang pembunuh, darah seorang pemuja iblis. Dan disaat-saat terakhirnya.... Rosy mencium dan melumat bibir suaminya yang mulai sedikit membusuk. Dia pun memeluk Widi erat sembari terlentang di lantai kamar, tidak peduli darah, muntah, dan rambut yang melekat di punggungnya. Rosy justru semakin larut dalam suasana, dia memejamkan mata mendekap erat Widi di atas dadanya. \"Aku selalu mengagumi tubuhmu mas, wanginya, hangatnya, semuanya. Tapi melihat dadamu sekarang... aku selalu teringat dengan bekas merah itu, kenapa kamu biarkan wanita lain menodai tubuhmu mas? Kamu tahu kan aku benci itu, dan aku tidak pernah lupa apa yang aku benci.\" PLAK! \"Kamu juga pernah menamparku seperti itu, tentu saja aku masih ingat dengan jelas bagaimana rasanya, sakit... SAKIT SEKALI!” Rosy bangkit dari tidurnya, tangannya masih memeluk erat Widi, tapi tiba-tiba... BRUAK!! BRUAK!! BRUAK!! Rosy menghantamkan kepala Widi pada jam tua di samping kursi kayu, hingga kulit pucatnya mengelupas. \"Aku... juga tidak akan lupa sakit di kening ini ketika kamu mendorongku jatuh mas. Tapi biarlah semua jadi kenanangan indah... karena sekarang kamu sudah aku maafkan.\" Ucap Rosy seraya melepaskan Widi yang sejak tadi didekapnya. Kepala Widi jatuh ke lantai, tepat di samping mayat Lisanne. SEMENTARA TUBUHNYA MASIH DUDUK DI KURSI KAYU. ----‘’---- 291

THE SCAPE GOAT Setiap langkah Rosy terasa lengket, setiap hela nafasnya tercium bau amis. Sejak keluar meninggalkan kamar bawah, melihat dapur yang berubah jadi pemakaman, kemudian ruang makan yang berubah jadi lautan darah. Melangkahi mayat mereka dengan senyum kemenangan, adalah kenikmatan yang tiada tara bagi Rosemary. Terus begitu hingga dia sampai di depan pintu restoran. Rosy membuka tirai merah Hanggareksa, membiarkan cahaya pertama di pagi ini menerangi sisa-sisa pesta besarnya. Rosy merentangkan kedua tangannya, menyambut datangnya matahari menyinari rambut putihnya yang terasa lengket karena darah. Dia tersenyum bahagia karena pestanya berjalan lancar, dan kerja kerasnya semalam membuatnya merasa lapar. Para tamu sudah menikmati makan malam terakhirnya, dan kini waktunya bagi Rosemary untuk sarapan. Dia mengambil sisa makanan yang ada di meja tamu, dan melahapnya habis tanpa peduli bahwa roti yang dikunyahnya sudah berlumur darah dan muntah. Rosy merebahkan badannya tepat di depan pintu masuk.... cahaya terang menyinari tubuhnya, sementara kegelapan masih menyelimuti sebagian besar restoran. KREK!!! KREK!!! KREK!!! KREK!!! Sebuah suara goresen terdengar di restoran naas itu, jelas sekali karena suasana restoran memang sudah sepi. Suara itu berasal dari sebuah lemari kayu di lorong menuju ke gudang Hanggareksa. Lemari yang cukup besar itu terbuka perlahan, lalu muncullah seseorang dari dalam. Orang berpakaian serba putih yang ternyata adalah Chef Lalu. Wajahnya tampak sangat ketakutan, lingkaran hitam di matanya adalah tanda bahwa dia tidak tidur semalam. Chef Lalu berjalan mengendap-endap menuju gudang, berharap perjuangannya semalam tidak sia-sia. Sayangnya saat pintu gudang dibukanya, Chef lalu harus melihat nenek dan cucunya yang sudah tewas karena keracunan.... \"Siaaaaaaaaallll!!! Sia-sia aku menyembunyikan mereka disini, nenek dan anak ini pasti sudah lebih dulu memakan hidangan mereka. Kalau saja saat itu....KALAU SAJA SAAT ITU AKU LEBIH CEPAT MENYADARINYA.” ----‘’---- INGATAN LALU… \"Apa maksud kamu aku tidak boleh mencicipi masakanku sendiri? Sebagai chef aku berhak tahu rasa akhir dari masakan ini sebelum disajikan pada tamu!\" Protes Chef 292

Lalu pada salah satu karyawan bertopeng yang tiba-tiba saja menahan tangannya ketika hendak mencicipi hidangan pembuka. \"Masakan itu sudah sempurna, kamu bisa mencicipi yang lain, tapi tidak untuk yang satu itu.\" Saat itu semua sedang sibuk, tidak ada waktu untuk berdebat jadi Chef Lalu mengalah. Tidak ada rasa curiga sedikitpun di benaknya, kecuali saat dia melihat dengan mata kepala sendiri, orang-orang bertopeng itu membubuhi masakannya dengan sesuatu. Chef lalu semakin yakin manakala anak buahnya mulai mengeluh pusing dan lemas setelah meneguk anggur pemberian Rosemary. Beruntung saat itu Chef lalu tidak meminumnya, Alkohol adalah sesuatu yang haram baginya. Hidangan penutup pun berakhir, Chef lalu tahu ini adalah puncaknya. Diam-diam dia keluar dari dapur berniat memberitahu semua pada Lisanne, sayangnya Lisanne tidak ada di ruang makan, tidak juga di gudang. Dia tidak bisa menyelamatkan semua orang ini sendiri, tidak tanpa bantuan Lisanne. Akhirnya dia bertemu dengan seorang nenek dan cucunya yang sedang bingung mencari kamar mandi. \"Maaf mas, toiletnya dimana ya?\" Tanya si nenek. Chef lalu tidak bisa membayangkan jika apa yang dicurigainya adalah benar, pasti nenek dan anak ini akan jadi korban. Akhirnya dia pun menawarkan diri untuk mengantarkan tamunya ke kamar mandi. Chef Lalu membukakan pintu dan mempersilahkan nenek dan cucunya masuk ke dalam ruangan gelap yang ternyata adalah gudang, lalu tanpa basa-basi lagi Chef lalu segera menguncinya. Teriakan anak kecil itu tidak terdengar jelas ke ruang makan, terlebihkeadaan disana sedang gaduh karena suatu alasan. Chef lalu mengintip dari pintu lorong, dan melihat para tamu yang sedang baku hantam dengan para karyawan bertopeng tepat di depan pintu masuk. Dari situ dia tahu bahwa keadaan sudah semakin buruk. Belum lagi saat ini para tamu sudah menunjukkan tanda-tanda keracunan, Chef Lalu pun tidak punya pilihan lain selain mencari jalan keluar. Sayangnya dia tidak punya banyak waktu, karena saat ini dua orang bertopeng sedang berjalan ke arahnya. Sepertinya mereka mulai menyadari hilangnya Chef Lalu. Tanpa berpikir panjang Chef Lalu pun bersembunyi di lemari besar tempat menyimpan peralatan kebersihan yang kebetulan kosong karena semuanya sedang digunakan untuk persiapan pesta. Tepat saat Chef Lalu menutup pintu lemari, orang bertopeng itu datang, mereka segera menuju ke gudang yang entah kenapa tidak terdengar lagi suara anak dan nenek itu. Beruntung kedua orang itu tidak memiliki kuncinya, hingga mereka berdua kembali meninggalkan lorong. Itu adalah pilihan terbaik Chef Lalu, lemari itu sudah berhasil menyelamatkan nyawanya setidaknya... sampai pagi datang. ----‘’---- 293

KEMBALI KE SAAT INI… \"HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH… HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA\" Chef Lalu berteriak histeris, apa yang dilihatnya di ruang makan hampir saja membuat sang koki menjadi gila. Perutnya terasa mual, karena hidung chef lalu terbiasa mencium aroma masakan saat ini justru harus mencium amisnya darah. Dia pun segera berlari ke pintu samping Hanggareksa dan sayangnya... TERKUNCI. Dia pun memperhatikan pintu utama yang saat ini tirainya terbuka. Pintu itu adalah satu-satunya sumber cahaya saat ini, dia pun segera berlari kesana tanpa mempedulikan keadaan di sekitarnya. Tubuh Rosemary tergeletak tepat di depan pintu, membuat Chef Lalu semakin bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi dari balik pintu kaca itu Chef Lalu dapat melihat dengan jelas..polisi sudah mengepung restoran. \"KOKI RESTORAN HANGGAREKSA, ANDA KAMI TAHAN ATAS TUDUHAN PEMBUNUHAN BERENCANA. JANGAN COBA-COBA MELARIKAN DIRI KARENA ANDA SUDAH KAMI KEPUNG\" Pupus sudah harapan Chef Lalu, jelas sekali polisi itu tidak datang untuk menyelamatkannya, melainkan untuk menangkapnya. Pria yang malang, jauh merantau ke pulau orang hanya untuk jadi korban, pakaian putih tidak mampu menghalanginya untuk jadi kambing hitam. Pria itu berjalan dengan wajah lesu menuju dapur. Takut.... kecewa.... depresi yang hebat sedang dia rasakan, dan hanya ada satu jalan keluar baginya. Dia mengambil sebuah bangku, di letakkannya di bawah lampu gantung yang ada di dapur. Kemudian dia mengikat seutas tali pada lampu tersebut, sedangkan ujung tali satunya dilingkarkan ke leher. Bunuh diri adalah jalan keluar, dia tidak ingin mempermalukan istri dan anaknya hingga memilih untuk menyusul rekan- rekannya yang saat ini terbujur kaku di bawahnya. \"Selamat tinggal......HEGH!! HEGHHHHHTTTTTT…!!” CETTASSSSS! Chef lalu tersungkur ke lantai, lampu gantung itu patah karena tidak sanggup menopang berat badannya. Tapi itu tidak menghalanginya untuk mengakhiri hidup, dia pun meraih minyak tanah dan menyiramkannya ke seluruh badan. Lalu kemudian... BWUSSSSSSSSH Api menyebar ke tubuh Chef Lalu, segera setelah pemantik itu dinyalakan. Ada rasa tenang dan sejuk di hatinya karena berhasil keluar dari kenyataan pahit, tapi panas di tubuhnya mulai terasa hingga ke tulang-tulang Chef Lalu. Dia mencoba untuk tidak berteriak, karena kebodohan ini adalah pilihannya. Tapi saat leher dan matanya mulai panas, Chef Lalu teringat dengan anak dan istrinya. 294

Harusnya aku bisa pulang menemui kalian.... harusnya aku tidak pergi dan tetap bersama kalian.... ya! Aku harus pulang..... AKU HARUS PULAAAAAAAAAAAANG. Chef Lalu berjalan sembari meraba-raba, menuju kamar mandi yang ada di dapur. Sayang sekali air di kamar mandi sedang sedikit, menundukpun tidak dapat menyentuh wajahnya. Dia meraba-raba sisi bak mandi, hingga tangannya menemukan jamban, dan disanalah dia membenamkan wajahnya..... wajah yang terlanjur hangus dilalap api.... dan nyawanya yang terlanjur melayang sebelum api di wajahnya padam. ----‘’---- Di kota berbeda, di kabupaten yang sama... \"Eeeeeeeerrrrrpphh.\" Kenyang sekali perut Zaka pagi ini, sebagai seorang pengangguran hidupnya masih damai dan tentram. Dia tinggal bersama kedua orang tuanya, menjadi anak manja setelah berhenti dari Hanggareksa. Zaka mempunyai seorang adik yang masih duduk di bangku sekolah dasar, adiknya adalah pembantu yang kapan saja bisa dimanfaatkan hanya dengan lima puluh rupiah. \"Ozat..... kamu beli nasi dimana? Enak banget tuh! Tapi kepedesan.... Abang kan udah bilang cabenya dikit!\" Protes Zaka. \"Yah abang... ini masih terlalu pagi bang, warung-warung belum banyak yang buka. Itu aja adek nemu di ujung pertigaan sana.\" Sahut Ozat. \"Ya udah deh kalau gitu, mana kembaliannya? Abang kan ngasih uang limaratusan, berarti ada kembalian tiga ratus. Sini!\" Sayangnya Ozat keburu lari membawa uang kertas lima ratus rupiah utuh yang belum sempat dibelanjakannya. Zaka mulai kesal dibuatnya, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena mendadak. Kakinya terasa lemas, dan muncul rasa mual yang membuat tubuhnya berkeringat. Zaka segera kembali ke kamar, karena merasa tidak enak badan. Di cermiin dia melihat wajahnya yang tiba-tiba saja pucat, dan hidungnya mulai mengeluarkan darah. \"Gue....kenapa gue sebenarnya?\" Seharusnya... Zaka mengajari adiknya bahwa kejujuran itu sangat penting, dengan begitu Ozat tidak perlu berbohong tentang asal usul nasi bungkus yang di dapatnya dari seorang wanita. Anak kecil yang malang.... uang lima ratus itu akan jadi uang terakhir yang dia dapat dari sang kakak, karena saat ini Zaka sudah terkapar tak bernyawa di kamar sendiri, tepat di samping sebuah undangan yang sengaja tidak di hadirinya lalu dia buang bersama tumpukan kertas lain di kamarnya. Tentu saja itu adalah undangan dari... HANGGAREKSA. ----‘’---- 295

FAREWELL Setelah berita tentang Hanggareksa terdengar publik, Polisi segera mengkonfirmasi bahwa penyebabnya adalah seorang koki yang depresi karena masalah gaji yang tidak sepadan. Peristiwa itu juga menewaskan sang pemilik yaitu Rosemary Hermawan dan Widianto Hermawan. Penyebab kematian adalah racun yang jenisnya tidak diketahui, atau bisa jadi sengaja dirahasiakan. Begitu juga dengan kondisi mayat Widi dan Rosy ketika ditemukan. Jangan heran! Tentu saja semua itu ada campur tangan pihak ketiga yang sangat berpengaruh hingga bisa membuat polisi bungkam. Tapi hukum tetap harus ditegakkan, polisi masih mengusut kasus tersebut dan menyelidiki dugaan adanya hubungan kasus tersebut dengan kasus pembunuhan di sebuah hotel dimana mendiang Widi sempat menginap. Setelah tutup selama dua tahun, Habib Ali mengambil alih Hanggareksa karena bagaimanapun juga Widi berhutang banyak padanya dan tidak hanya itu..... adalah wasiat Rosemary agar Habib Ali meneruskan restorannya bila kelak sesuatu yang tidak diinginkan terjadi padanya. Tapi bila hutang Widi dan Rosy dirasa sudah lunas, mereka minta agar restoran itu diserahkan pada pewaris sah nya, yaitu.. ROSYANA ANGGRAINI. Sayangnya Rosyana terlalu lama menghilang tanpa jejak, kabar yang beredar adalah dia diasuh oleh keluarga dari pihak Rosy. Yang jelas informasi tentang keluarga itu sangat terbatas. Mereka jarang sekali bergaul dengan masyarakat lokal, dan selalu menikahkan anak-anaknya dengan sepupu dan kerabatnya sendiri. Tentang agama sesat yang dianut Rosy..... sepertinya itu hanyalah kumpulan wanita-wanita sakit jiwa yang dipimpin oleh seseorang yang mereka sebut Ibu. Keluarga Rosy adalah penganut aliran itu dari generasi ke generasi dan harga yang harus dibayar sangatlah mahal. Keluarga Rosy tidak pernah bahagia dalam pernikahannya, mungkin itulah alasan mereka menjadi pengikut sang ibu. Berkali-kali mereka melakukan ritual penyucian untuk melepas kutukan, tapi selalu gagal. Karena itu satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan adalah menyediakan tumbal, karena jika tidak.... KETURUNAN MEREKA YANG AKAN JADI TUMBAL. \"Whoooaaaa whoaaaa sampean tahu itu semua dari mana?\" Tanya Pak Lukman. \"Mengumpulkan informasi bukanlah hal sulit bagi anak buah Habib Ali hehehe…\" Sahut Pak Kusnadi sumringah. Vivi sudah siap dengan tas sekolah barunya, sepatunya pun baru dan sudah bisa digunakan tanpa kursi roda. Anak itu duduk di pangkuan ayahnya berharap sang ayah segera menyuruh tamunya pulang. 296

\"Sepertinya saya diusir nih! Hahahaha\" Ujar Pak Kusnadi. \"Oh ya pak.... tentang menantu Koh Danu.....\" \"Jangan khawatir! Tidak sulit menjebloskannya ke penjara, selama sampean mau bekerja sama. Polisi pasti butuh banyak informasi dari sampean agar tidak hanya toko Koh Danu, tapi semua pasar gelap yang menyediakan barang itu bisa ditutup.\" Timpal Pak Kusnadi memotong pertanyaan Pak Lukman. Pak Lukman pun tersenyum puas dengan jawaban temannya itu. \"Ya sudah kalau gitu saya pamit, maaf tidak bisa ikut sampean. Titip salam saja buat mereka.\" Pak Kusnadi pun pamit untuk pulang. ----‘’---- HANGGAREKSA RESTAURANT Halaman parkirnya ramai... bukan karena banyaknya pengunjung, tapi karena beberapa orang terlihat sedang asyik berbincang-bincang. Ini adalah hari kepulangan Danil dan Samsol, wajar jika teman-teman barunya datang untuk mengucapkan salam perpisahan. \"Salam sama mbak bang, kapan-kapan ajak dek Rain main ke sini!\" Ucap Sandy. \"Asal bukan ke restoran ini lagi sih, saya mau! Oh ya... ajak kami ke Botanical Garden ya! Kebetulan bulan depan saya libur.\" Pinta Danil. \"Beres bang! Doakan skripsi gue lancar, entar gue traktir deh bang!\" Kata-kata Sandy memancing rasa penasaran Danil. \"Setelah itu.... apa kamu sudah tentukan waktu untuk melamar Sabrina?\" Wajah Sandy merah merona, bahkan dia pun bisa tersipu malu dengan topik seperti itu. \"Apaan sih bang! Sabrina cuma sahabat, untuk urusan istri gue nyari yang alim dan berhijab. Elo tahu gue kan bang, gue butuh orang yang bisa mengubah gue jadi lebih baik. Semua lelaki pasti berpikir begitu, iya gak bang?\" Tanya Sandy. \"Kalau saya di posisi kamu, saya akan tetap pilih Sabrina. Saya lebih suka mencari yang sudah mengerti dan memahami keburukan saya, daripada yang baru mengenal kelebihan saya. Mencari pasangan yang bisa membuat kita jadi lebih baik memang prinsip yang bagus, tapi berusaha bersama pasangan untuk menjadi lebih baik itu baru perjuangan.\" Pembahasan yang berbeda terjadi di kubu Samsol dan Chandra. \"Gila lo bang! berhenti megang-megang pantat gue di pinggir jalan gini! Udah punya anak juga!\" Bentak Chandra. \"Ooooh jadi kalau gak di pinggir jalan boleh donk!\" 297

Chandra menyesali niat untuk melepas kepergian sahabat barunya. Kalau tahu akan begini, sebaiknya dia diam saja di rumah. Sementara Nova.... dia sedang asyik berbincang dengan sahabat yang sudah lama tidak ditemuinya... \"Jadi gimana BQ, sudah menemukan apa yang kamu cari?\" Tanya Nova. \"Ya! Aku sudah lihat lemari itu, dan ternyata benar. Kakek menuliskan pesan di balik pintu itu dengan pisau ini. Pesan yang bisa aku bawa pulang sebagai bukti bahwa leluhurku bukanlah seorang pembunuh.\" Jawab BQ. \"Wah syukurlah kalau begitu..... aku juga ikut senang\" Sahut Nova. Tiba-tiba BQ memberikan pisau kecilnya pada Nova... \"Ini.... bagaimanapun juga ini adalah milik Hanggareksa. Aku sudah punya kenang- kenangan yang lebih berharga dari sekedar pisau.\" Percakapan mereka harus terhenti karena kedatangan Pak Lukman dan Vivi. Kali ini mereka berdua datang dengan mengendarai motor. Kehadiran Vivi membuat semua kubu berkumpul menjadi satu. Nova menggendong Vivi dengan gemas, karena selama ini dia sangat menginginkan seorang adik. \"Waaaaaaaaah kapan-kapan Mbak Vivi maen ke rumah Om ya, main sama Dik Samantha, ya! ya! ya!\" Ucap Samsol. Danil menggigit bibirnya sendiri, tidak disangka beberapa hari yang lalu nama Samantha terdengar sangat mengerikan baginya. Tapi sekarang semua sudah tahu siapa Samsol, semua tahu bagaimana hebatnya Samsol, semua tahu bahwa Samsol adalah ayah dari Samantha, hanya satu hal yang mereka belum tahu.... BAGAIMANA CARANYA? Danil, Chandra dan Sandy menyimpan pertanyaan itu di benaknya sendiri, karena jawabannya pasti sangat tidak masuk akal. \"Jadi... apa yang terjadi dengan Fajri dan ketiga perempuan itu?\" Tanya Chandra. \"Entahlah... Pak Kusnadi tidak bercerita tentang mereka. Tapi saya yakin, polisi sedang mengusut kasusnya. Termasuk kaitannya dengan kecelakaan Ny.Rosyana.\" Jawab Pak Lukman. \"Lalu kedua mayat itu?\" Tanya BQ, dan kali ini Pak Lukman menjawabnya dengan wajah serius. “Mereka masih ada di Hanggareksa.” \"Heeeeeeeeeei… Sandy! Ngapain aja disitu? Sarapan udah hampir siap nih, bantuin kek!\" Teriak Sabrina dari luar pintu kontrakan. Itu adalah isyarat bagi mereka untuk bubar dan segera menuju kontrakan. Ini adalah hari terakhir mereka bersama, tapi awal dari persahabatan. 298

Teman yang baik bisa datang kapan saja, karena nasib mempertemukannya dengan cara yang berbeda-beda. Tidak ada orang tua yang ingin mewariskan seorang musuh pada anak-anaknya, tapi dengan memiliki banyak sahabat, mereka sudah mewariskan seorang saudara bagi generasinya masing-masing. ----‘’---- GAMBIR 23-Februari-2014, 00.00 WIB Dua orang remaja sedang dimabuk cinta, pulang malam dari kontrakan teman, lapar pun menyerang, sementara hujan datang. Berteduh di sebuah pangkalan becak, tanpa satu becak pun disana. Jalanan mulai sepi, lampu kota tidak cukup menyinari. Hanya sebuah restoran yang masih terang benderang, menunggu keduanya datang mengisi perut yang kelaparan. \"Makan yuk say.\" Ajakan sang kekasih tidak mungkin ditolak. Mereka berdua berjalan menuju pintu restoran, dan di balik pintu seorang nenek-nenek berambut putih sudah menyambut mereka dengan senyuman ramah. \"Selamat datang di Hanggareksa\" Malam itu... hujan turun semakin deras, tidak satu kendaraan pun yang melintas. Jalan Kalimaya sunyi dan sepi, begitu juga dengan Hanggareksa yang gelap gulita, hanya sebuah papan putih terpampang di jendela kaca… HANGGAREKSA RESTAURANT CLOSED ----‘’---- 299


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook