\"Terus Sabrina mana?\" Tanya Danil. \"Dia masih di rumah Nova, mungkin bermalam disana\" Jawab Chandra. Sandy bisa bernafas lega karena Sabrina berada di tempat yang aman. Tidak bisa dibayangkan jika harus melibatkannya dalam situasi yang berbahaya yang malam ini akan dilaluinya. Ini adalah awal tahun yang buruk bagi Sandy, tapi dia tidak sendirian karena Chandra dan Danil ada di sampingnya. Mereka bertiga terlalu lemah untuk jadi tokoh utama dalam sebuah cerita, mereka juga bukan pahlawan yang berjuang demi keselamatan umat manusia, satu-satunya hal yang sedang mereka perjuangkan adalah.... SAHABAT DAN TEMPAT UNTUK PULANG. \"Terus kalian gimana? Ketemu sama pemilik kontrakan?\" Tanya Chandra. \"Ya! kurang lebih cerita dari Pak haji sama seperti cerita dari Ibunya Nova.\" Sahut Danil. \"Dasar tamak! Sudah tahu rumahnya gak sehat, masih saja disewakan.\" Gerutu Chandra. \"Apa boleh buat, H.Asnaf hanya menjalankan perintah. Pemilik sebenarnya adalah seorang Habib, dan beliau sudah mengerahkan orang-orangnya untuk memata- matai Hanggareksa, dan kamu tahu? Berkat hoby mengintip Sandy, Pak haji jadi punya cukup bukti untuk mengambil alih kembali restoran itu, dan rencananya akan melakukan penggrebekkan kesana.\" Tutur Danil yang direspon oleh wajah cemberut Sandy. \"Oh syukurlah kalau dia mau tanggung jawab, Gue pengen ikutan, gue masih punya urusan sama ibu-ibu berjubah hitam itu! Jadi kapan orang-orang habib mau grebek tuh restoran?\" Tanya Chandra. Sandy melihat jam di HPnya dan berkata “MALAM INI.” SEMENTARA ITU DI KONTRAKAN SANDY 23.00 WIB Kaca jendela di lantai dua bergetar akibat suara musik yang sangat nyaring. Kamar sempit itu masih terang benderang walaupun satu jam lagi menjelang tengah malam. Alunan gendang bertalu-talu dari musik koplo, diiringi tarian perut oleh penghuni kamar tersebut. Pemandangan kamar saat itu sangat spektakuler, bahkan poster raja dangdut pun jatuh seolah-olah bang haji tidak sanggup melihatnya. Sementara Samsol tidak peduli, dia bahkan tidak bisa mendengar suara kentutnya sendiri apalagi suara ketukan pintu di lantai bawah. Sesekali Samsol berhenti untuk berbenah diri di depan cermin, walaupun dia tahu tidak akan ada yang datang bertamu. BEEEEEEEEEEP… BEEEEEEEEEEEEEEP… 200
Beruntung Handphonenya berada di atas meja di depan cermin, jadi panggilan dari Danil itupun segera dijawabnya. Kali ini Samsol memasang wajah ketus, berharap teman sekamarnya itu bisa melihat betapa marahnya dia. \"Hallluuuuuuuuuu\" “BUKA PINTUNYA KAMPREEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEET…!!!” Sandy dan Chandra saling pandang, beginikah sosok seorang guru? mereka berdua membayangkan sudah berapa siswa yang mendadak jadi kampret gara-gara guru seperti Danil. Mereka bertiga masih menunggu tuan rumah yang baru membuka pintu, sembari bertanya-tanya kenapa Danil tidak pernah cerita kalau ada seorang penghuni lagi di kontrakan ini? KREK! Dan saat pintu kontrakan terbuka, Sandy dan Chandra pun tahu jawabannya. Danil tidak bisa menahan emosinya, lelah dan kantuk membuat angkara murkanya sudah di ubun-ubun. Bagi Danil keadaan Samsol saat itu sudah sangat mempermalukan dirinya, bagaimana mungkin orang waras mau membuka pintu untuk tamu dengan telanjang dada, dan masih mengenakan legging juga kaos kaki. \"Eh.... Pak danil bilang donk kalau bawa teman.... Aku kan jadi saltum, alias salah kostum\" Kepalan tangan Danil sudah cukup panas, tapi entah kenapa ragu untuk dilayangkan. Sandy dan Chandra tidak bisa lagi melihat Danil sebagai lelaki normal, mereka memandangi guru malang itu dengan kerutan dahi dan paduan suara... \"Oooooooooooo\" Tidak ada kata yang tepat untuk mendeskripsikan betapa canggungnya suasana saat itu. Danil memlih diam tapi mengancam, Sandy dan Chandra pun memilih diam menahan tawa. Akhrinya Samsol berhasil dikendalikan, pakaiannya kembali normal walaupun kepribadiannya tidak. Mereka bertiga duduk di ruang tamu, di atas karpet tipis yang masih basah gara- gara ritual kemarin malam. Walaupun Sandy adalah tuan rumah, tapi malam ini dia merasa seperti tamu, sesekali Sandy mengintip ke dapur dan berharap apapun yang sudah Danil dan temannya lakukan kemarin malam, berhasil membuat hantu koki gosong itu pergi. Obrolan ringan pun dibuka dengan perkenalan, yang walaupun singkat tapi Samsol sudah terpikat. Baginya Chandra adalah sosok berondong idaman mirip dengan tokoh utama di sinetron anak jajanan. Tentu saja itu membuat bulu kuduk Chandra berdiri. Sudah berkali-kali Danil melihat jam tangannya, membuat Samsol bertanya- tanya sebenarnya siapa yang mereka tunggu. Lima belas menit berlalu, pintu kontrakan kembali diketuk. Kali ini Samsol membukanya dengan pakaian yang lebih sopan. 201
KREK Dibalik pintu dua orang pria tua sedang berdiri, yang wajahnya sudah sangat dikenali. Sandy terkejut melihat pak Kusnadi, pak Kusnadi terkejut melihat Chandra, Chandra heran melihat Danil, Danil terkejut melihat Pak Lukman dan pak Lukman terkejut melihat SAMSOL. ----‘’---- 12 Januari 20xx, 23.30 WIB Takdir adalah algoritma yang rumit yang belum satu orang pun berhasil memecahkannya. Pertemuan lima orang pria dan satu orang samsol ini adalah bukti bahwa takdir dapat mempertemukan manusia dengan banyak cara, bahkan melalui sebuah peristiwa yang mengerikan. Danil dan Sandy tidak menyangka bahwa anak buah yang diutus H. Asnaf untuk menemui mereka adalah pak Kusnadi dan pak Lukman, keduanya adalah sosok yang tidak asing bagi Danil dan Sandy. \"Gak nyangka bakal ketemu lagi disini... hehehehe…\" Sapa pak Lukman pada Danil. \"Saya sudah menduga kalau mobil yang waktu itu saya lihat adalah mobil bapak, hanya saja saya tidak menyangka kalau ternyata Pak Lukman adalah anak buah Haji Asnaf.\" Ujar Danil. \"Oh bukan! Pak Lukman tidak ada sangkut pautnya dengan Haji Asnaf atau pun Habib Ali, tapi kita butuh tenaga beliau kalau ingin rencana ini berhasil.\" Sahut Pak Kusnadi \"Sebelumnya saya minta maaf kalau kata-kata saya sama bapak waktu itu kurang sopan.\" Ujar Chandra. Pak Kusnadi pun menepuk pundaknya dan berkata, \"Saya juga minta maaf karena waktu itu saya tidak sempat menjelaskan pada kalian semua. Hampir setiap malam kami melakukan investigasi keliling restoran, berharap dapat menangkap basah ritual yang dilakukan oleh karyawan Hanggareksa, tapi anehnya kami selalu gagal. Karena itu kami amat sangat berterimakasih atas apa yang Sandy dan Danil lakukan, itu adalah bukti yang kuat untuk mengembalikan Hanggareksa ke tangan Habib.\" Tutur Pak Kusnadi. Tidak banyak waktu untuk perkenalan dan basa-basi, karena beberapa menit kemudian kontrakan itu sudah dipenuhi oleh anak buah Habib yang menyamar jadi tukang becak. Mereka semua tidak sempat kenal lebih dekat, tapi tujuan dan ambisi yang sama membuat semuanya terasa akrab. Kecuali Samsol yang masih bertanya- tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Pak Kusnadi menjadi komando dari pasukan siap tempur yang dibentuknya secara dadakan. Tapi ini yang terbaik yang bisa mereka lakukan, karena menghubungi polisi hanya akan merusak nama pimpinan mereka. Mereka duduk bersila, 202
mendengarkan dengan seksama semua strategi yang dipaparkan pak kusnadi. Semua mengerti, semua siap dan sadar diri akan resiko yang mereka hadapi. Dan akhirnya sepuluh menit lagi sebelum tengah malam, wajah mereka tegang, telapak tangan mereka basah, rasa takut yang tidak wajar mengingat yang akan mereka hadapi hanyalah beberapa wanita. Tapi mereka berhak untuk lebih takut lagi, karena jauh di lubuk hati mereka mengerti bahwa musuh mereka sebenarnya... BUKANLAH MANUSIA Selanjutnya seiring dengan langkah pertama mereka keluar dari pintu kontrakan... MALAM YANG PANJANG PUN DIMULAI ...................................... ----‘’---- HANGGAREKSA RESTAURANT KREK! Resti membuka pintu dapur dengan panik, seperti baru pertama kali melihat sesuatu yang mengerikan. Dia melepas topeng putihnya dan berkata.. \"Oma.... mereka semua ada di luar!\" Semua yang ada di dapur serempak menghentikan pekerjaannya. Riska membuka topeng merahnya dan memerintahkan Ratna untuk menyembunyikan bungkusan hitam yang ada di atas meja. Ratna mengenakan topeng coklatnya dan keluar dari dapur, mengendap-endap agar tidak terlihat orang-orang di luar. DAR! Suara benturan pertama terdengar dari pintu di samping restoran, membuat kelima penghuninya semakin panik. \"Keparat! Berani-beraninya kakek tua itu melanggar perjanjian!\" Gerutu Riska. Sosok bertopeng perak yang sejak tadi duduk diam pun tidak bisa menahan rasa gelisahnya. \"Sudahlah! Aku tahu malam ini pasti akan datang, dari awal habib tamak itu sudah memata-matai kita.\" Ujar Oma sembari membuka topeng peraknya. \"Terus apa yang harus kita lakukan?\" Tanya Resti. Tidak satu orang pun menjawab pertanyaan Resti, semua tampak panik kecuali sosok bertopeng hitam yang sejak tadi duduk bermain dengan pisau kecilnya. Sikapnya yang tenang itu memancing emosi Resti yang sejak lama menyimpan dendam padanya. 203
\"Kamu tuh ya, sebenernya kamu ada di pihak siapa? Hah? Kita semua dalam bahaya, setidaknya tunjukin sedikit rasa khawatir!\" Gertak Resti sambil menarik kerah jubah si topeng hitam. \"Aku khawatir kok! Hanya saja topeng ini menutupi wajah cemasku.\" Sahut BQ sambil melepas separuh topeng hitamnya, menampakkan wajah datarnya yang sangat jauh dari ekspresi khawatir. Resti semakin murka dibuatnya, tapi ini bukan waktunya bertengkar karena musuh mereka yang sebenarnya ada di luar. Ratna pun kembali ke dapur setelah melaksanakan perintah Riska. Kali ini oma memandangi karyawannya satu persatu, seolah-olah ini adalah malam terakhir bagi mereka dan bagi Hanggareksa. Bibir keriputnya tersenyum, senyum bahagia yang jarang terlihat di wajah oma tapi dalam hitungan detik, wajahnya berubah serius dan menyeramkan. \"Kalau kita tidak bisa keluar....BIARKAN MEREKA MASUK.” ----‘’---- REGU PERTAMA \"Saya, Sisjono, Cipto dan Saniman adalah regu pertama tuganya adalah masuk ke Hanggareksa. Tentu saja ada kemungkinan mereka akan kabur, tapi tujuan utama kami bukan itu, melainkan mencari barang illegal yang dipakai untuk ritual mereka. Sementara Saya dan Sisjono masuk, Cipto dan Saniman berjaga di pintu depan, siapapun yang keluar lewat pintu itu, TANGKAP!” Tutur Pak Kusnadi. Pak Kusnadi dan Sisjono masih berusaha membuka pintu samping Hanggareksa, tapi itu bukan hal yang mudah mengingat pintu itu jarang sekali digunakan. Semua pelanggan keluar masuk lewat pintu utama yang saat ini dijaga oleh Cipto dan Saniman. \"Janc**!! Susah banget bukanya!\" Gerutu Sisjono. Mereka berdua hampir putus asa dan berpikir untuk memecahkan kaca, tapi tiba- tiba.. TENG........... TENG............... TENG................ Terdengar suara denting jam dari dalam restoran dan bersamaan dengan itu, lampu Hanggareksa… TIBA-TIBA MENYALA Sisjono yang sedari tadi mendorong pintu samping restoran sekarang jatuh tersungkur ke lantai karena pintu itu secara ajaib terbuka. \"Sampean gak apa-apa?\" Tanya Pak Kusnadi. Sisjono kembali berdiri, jatuh tersungkur seperti itu hanya terasa sakit bagi anak kecil, tapi Sisjono lupa bahwa sakit pinggang hanya akan terasa bagi orang tua. 204
\"Kayaknya encok saya kambuh kang\" Tidak ada waktu untuk mengeluh, pintu yang terbuka itu adalah kesempatan emas bagi Pak Kusnadi dan Sisjono. Mereka berdua masuk ke dalam restoran yang saat ini terang benderang, bersamaan dengan masuknya mereka, pintu restoran tiba-tiba tertutup. BANG! \"Kang... pintunya tertutup sendiri kaya waktu itu kang!\" Teriak Sisjono. \"Tenang Jon kita bisa keluar lewat jendela, sekarang sampean pergi ke gudang, temukan apa yang kita cari! Saya mau memeriksa dapur mereka\" Denting jam itu kini terdengar semakin nyaring. Sisjono dan PakKusnadi pun pergi ke arah yang berbeda demi mencari benda yang sama. Tapi kemanapun mereka mencarinya, setiap sudut ruangan, setiap lemari dan tempat penyimpanan, semua kosong! Tidak ada apapun disana, bahkan.... TIDAK ADA SIAPAPUN DI RESTORAN. Sisjono selesai dengan gudang, dia berniat pergi ke lain ruangan tapi saat pintu gudang akan ditutupnya, tiba-tiba seseorang memegangi kakinya. CU... TOLONG NENEK CU.... NENEK SUSAH BERNAFAS DISINI CU... TOLONG CU \"HIAAAAAAAAAAAAAAAAA\" BUK! Rasa takut sisjono membuatnya reflek menendang kepala nenek yang sedang tengkurap di bawah kakinya, hingga kepala si nenek harus berubah arah. \"Aaaaaaaaaaaaaaaaaa ampun mbah!\" Seharusnya Sisjono menyimpan rasa bersalahnya itu, karena saat nenek itu kembali menghadapnya... RAHANG BAWAH SI NENEK BERGELANTUNGAN DAN NYARIS PUTUS \"Cu.... tolong nenek cu....\" Sisjono tahu bahwa yang seharusnya minta tolong adalah dirinya. Dia pun menginjak tangan nenek tersebut sampai bengkok dan kabur begitu saja dari gudang. \"Aaaampun mbaaaaaaaaaaaah\" Sementara di dapur.... Pak Kusnadi mendengar suara teriakan Sisjono, alih-alih mengkhawatirkan keadaan rekannya, Pak Kusnadi justru menyesali pilihannya. \"Harusnya Saya ajak Cipto\" Gerutunya dalam hati. Keadaan dapur saat itu sangat berbeda dari yang Pak Kusnadi ingat. Dapur itu kembali seperti saat dimana dia belum merenovasinya. Masih kecil dan sempit 205
karena memang dapur utamanya ada di ruang sebelah yang sengaja dia tutup atas perintah Habib. Memasuki ruangan kecil tersebut seakan membawanya ke ruang dan waktu yang berbeda. Di ujung dapur ada sebuah pintu, pintu ke kamar mandi yang saat ini terbuka dan tidak ada siapapun di dalamnya.... STAK! STAK! Pak Kusnadi menoleh ke arah dimana suara pisau itu terdengar dan tampaklah... KOKI BERWAJAH HITAM LEGAM … YANG SEDANG MEMOTONG JARI-JARINYA SENDIRI… Sosok itu berada tepat di depannya, menghalangi Pak Kusnadi untuk lewat karena ruangan itu memang sangat sempit. Sayangnya koki tersebut muncul di depan orang yang salah, karena Pak Kusnadi sudah terbiasa dengan mahluk sepertinya. \"Bismillahirrahmanirrahim\" Keadaan kini berbalik, koki itu mundur dan terlihat sangat ketakutan. Dia sudah mati, dunia ini sudah bukan tempatnya lagi. Tapi apa yang dialaminya kemarin malam, cukup membuatnya jadi setan pertama yang mengalami trauma. Di luar ruangan... Kaki Sisjono sudah menendang seorang nenek bahkan sampai dua kali. Kaki terkutuk itu membawanya berlari ke pintu dimana dia dan Pak Kusnadi masuk, tapi sekeras apapun dia berusaha pintu itu tetap tidak terbuka. Sisjono tidak menyerah, kali ini dia berlari ke pintu utama berharap diselamatkan oleh kedua temannya di luar. Dan lagi-lagi...PINTU ITU TIDAK BISA DIBUKA Sisjono menggedor-gedor pintu tersebut, tapi suarnya kalah dengan denting jam Hanggareksa. Saat sisjono membuka kelambu jendela dan melihat keluar, yang tampak di matanya hanyalah GELAP GULITA. \"Ya Allah.... ya gusti, ampuni dosa hamba\" Sisjono belum putus asa, dia tahu Pak Kusnadi masih di dalam hanya saja dia tidak tahu di ruangan mana rekannya itu berada. Tanpa pikir panjang lagi, Sisjono berlari ke arah pintu di samping meja kasir dan jam tua yang baru saja menyelesaikan denting terakhir. Sisjono membuka pintu di samping jam tua itu dan membawanya ke sebuah ruangan besar yang tidak lain adalah... DAPUR UTAMA HANGGAREKSA. ----‘’---- REGU KEDUA \"Danil, Sandy, Agus dan Jajank tetap di kontrakan! Kalian pasti sadar kalau musuh kita bukan cuma manusia, dan satu-satunya kekuatan yang bisa melawannya adalah Doa. Kalian tetap berdzikir disini dengan dipimpin Kang Jajank. Beliau sudah sangat berpengalaman, jadi jangan khawatir!” Tutur Pak Kusnadi. 206
Tiba-tiba pintu lemari dapur terbuka, lalu tertutup lagi, sedikit banyak membuat Sandy dan Danil gelisah. Tapi sesuai dengan instruksi Pak Kusnadi, mereka berdua percaya penuh pada Kang Jajank. DItengah pembacaan istighozah, seseorang atau sesuatu seakan lewat di antara Danil dan Agus, tidak hanya itu... Agus juga merasa bahwa tangannya ditabrak sesuatu. Keringat dingin mengalir di kening dan leher Agus, tapi lagi-lagi mereka hanya bisa percaya pada Kang Jajank, jika tidak ada aba-aba untuk berhenti maka mereka tidak boleh berhenti kecuali.. BZZZZZZZZZZZZZZZZ…. Lampu dapur tiba-tiba hidup, bersamaan dengan pintu lemari yang lagi-lagi terbuka. Dan yang membuat suasana berubah tegang adalah reaksi Kang Jajang yang tiba-tiba berteriak. “TUTUP PINTU LEMARINYA!” Danil, Sandy dan Agus dengan sigapnya menutup pintu lemari tersebut. Tidak hanya itu, mereka merobohkannya dengan posisi pintu berada di bawah. Kang Jajank memberi aba-aba untuk minggir, dan saat Sandy, Danil dan Agus menjauh, Kang Jajank melompat ke atas lemari itu lalu duduk bersila sembari membaca doa. BZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ…. BZZZZZZZZZZZZZZZZZ…. Lampu dapur kembali mati, hidup lagi, mati lagi dan begitu seterusnya. Kedap kedip lampu membuat suasana dapur jadi semakin mengerikan, ditambah lagi suara erangan manusia dari dalam lemari yang sekarang sedang bergerak-gerak berusaha menjatuhkan Kang Jajank yang duduk di atasnya. Tapi kata-kata Pak Kusnadi bukanlah hisapan jempol belaka. Kang Jajank berbicara dengan bahasa sunda yang Danil dan Sandy tidak mengerti artinya, tapi mereka bisa melihat jelas hasilnya. Asap tipis keluar dari celah-celah lemari tersebut, semakin lama semakin tipis dan hilang di udara. Kang Jajank turun dari lemari dan memerintahkan Agus, Danil dan Sandy untuk mengembalikannya ke posisi berdiri. Lampu dapur kembali mati, dan di saat yang bersamaan Mereka berempat dikejutkan oleh kehadiran seseorang. \"Sisjono? Ngapain kamu disitu?\" Tanya Agus pada Sisjono yang tiba-tiba ada pintu penghubung dapur dan kamar mandi. Sisjono hanya melongo, memandangi Danil, Agus, Sandy dan Kang Jajank. Tidak hanya itu, Sisjono pun melihat sekeliling ruangan seolah-olah apa yang dilihatnya kali ini berbeda dari barusan. Dan tentu saja dia tidak tahu bagaimana caranya dia bisa berada di kontrakan, padahal baru saja dia dan Pak Kusnadi… MASUK KE HANGGAREKSA. ----‘’---- 207
REGU KETIGA \"Pak Lukman... sampean bertugas menangkap Riska dan komplotannya kalau-kalau saat Saya dan Sisjono masuk, mereka keluar lewat jendela atau pintu yang berbeda. Sampean akan ditemani oleh Abadi dan Anugerah. Ini akan sangat sulit karena kita tidak bisa memprediksi kemana mereka akan kabur, karena itu ada baiknya Pak Lukman, Abadi dan Anugerah berada di posisi yang berbeda.\" Ujar Pak Kusnadi. KRAK! \"Sssssssssssst..\" Resti memberi isyarat pada Ratna agar berhati-hati. Baru saja Ratna menginjak pecahan piring dan gelas yang berserakan di halaman belakang Hanggareksa. Semua itu adalah kenang-kenangan dari Nova dan tingkah cerobohnya. BQ membantu Oma berjalan melewati koridor dimana gudang makanan berada, lalu turun ke halaman belakang menyusul Riska, Resti dan Ratna. Riska menggeser tempat sampah yang berat itu, dan tampaklah semak- semak yang menutupi sebuah lubang di dinding pagar Hanggareksa. Lubang itu cukup besar bahkan untuk seorang Riska, karena memang sengaja dibuat untuk mengantisipasi kejadian seperti ini. Satu persatu dari mereka masuk melalui lubang itu dan keluar di sisi lain jalan Kalimaya. Tidak ada penerangan maupun perumahan di balik dinding, yang membuatnya menjadi lokasi strategis untuk kabur. disaat-saat genting. Akhirnya mereka semua berhasil keluar dari Hanggareksa, kecuali Oma dan BQ. \"Oma, oma pasti bisa asal pelan-pelan!\" Seru Ratna memberi semangat. Usia oma sudah lima puluh tahun lebih, belum terlalu tua untuk seorang nenek tapi kalau harus membungkuk dan melewati lubang itu, rasanya tetap mustahil. \"Kalian duluan saja, temui suami kalian dan segera susul Oma di dekat rumah yang ada kios bensinnya!\" Terjadi perdebatan diantara mereka, karena mereka tidak mungkin pergi tanpa oma, terutama Riska. \"Mama yakin?\" Tanya Riska khawatir. \"Jangan khawatir! BQ akan menemani mama.\" Ujar Oma. Resti adalah orang yang paling tidak setuju dengan usul oma, terlebih setelah apa yang sudah dilakukan BQ saat itu, saat dimana dia membebaskan Nova, Anggraini terakhir yang mereka butuhkan untuk menuntaskan ritualnya. Tapi tidak ada pilihan lain, memakasa oma melewati lubang itu hanya akan membuatnya kesakitan. Akhirnya mereka pun berpisah. BQ membawa Oma kembali ke koridor, lalu menuju ke pintu utama. \"Tunggu! Dua orang sedang berjaga di pintu itu.\" Ujar Oma. 208
BQ pun membawanya melewati pintu samping restoran. Dia membuka pintu itu dengan sangat pelan agar dua orang yang berjaga di pintu depan tidak mendengarnya. Langkah oma yang pelan membuat BQ tidak bisa berlari cepat, kalau terus begini mereka akan segera ketahuan. BQ berbisik ke telinga Oma.. \"Kita tidak bisa lewat sini, terlalu bersiko, Saya akan bawa Oma lewat jalan pintas\" Oma setuju dengan usul BQ. Mereka berdua masuk ke halaman sebuah toko kecil yang sudah tutup, lalu menyusuri gang sempit diantara dua rumah dimana seorang bapak sedang duduk santai menikmati kopinya. Bapak itu tidak peduli, baginya BQ dan Oma hanyalah seorang nenek dan cucunya yang mungkin saja tidak punya uang untuk ongkos becak. Setelah melewati rumah tersebut sampailah mereka di tempat tujuan. Sebuah taman kecil di pinggir jalan, dengan pagar besi berwarna hitam. Lampu taman masih menyala, walaupun dua diantaranya sudah tidak berfungsi. Oma mulai bingung karena ternyata BQ MEMBAWANYA KE TEMPAT YANG SALAH. \"Ini bukan tempat yang kita tuju, kenapa kita kesini?\" Tanya Oma. BQ yang berdiri membelakangi oma pun akhirnya angkat bicara, \"24 september 197x, undangan makan malam bagi semua kerabat dan rekan bisnis Hanggareksa tersebar. Semua ingin datang, semua ingin makan di restoran terkenal di kota ini. Hari yang ditentukan adalah tanggal 28 September 197x, para undangan datang dengan membawa keluarganya masing-masing, istri, anak, bahkan orang tua mereka. Tidak mungkin mereka menyia-nyiakan kesempatan untuk makan malam gratis di restoranmilik Widianto Hermawan dan Rosmary Anggraini, karena bagi mereka itu adalah sebuah kehormatan. Tentu saja sebelum akhirnya mereka tahu, bahwa malam itu adalah...MAKAN MALAM TERAKHIR MEREKA.” \"Puluhan tamu keracunan, sebagian besar mati di tempat sebagian lagi berhasil dirawat walaupun tetap tidak selamat. Mereka bilang racun adalah senjata perempuan, tapi fakta itu terkubur selamanya manakala senjata itu menyerang tuannya sendiri. Rosmary dan kerabatnya pun ditemukan tewas ditempat, kecuali dua anak perempuan yang sampai saat ini tidak diketahui nasibnya.” \"Nama Anggraini masih sangat besar, bahkan lebih besar dari dosa-dosanya. Kekuatan mereka tidak hanya meracik bumbu, tapi juga membumbui hukum. Sehari setelahnya polisi mengumumkan sebuah pernyataan bahwa pelaku utama keracunan masal di Hanggareksa adalah Lalu Doni Firmansyah. Seorang koki yang ditemukan tewas terbakar di dapur Hanggareksa. Mereka menyebut itu kecelakaan, walaupun faktanya, Kakek bunuh diri karena tidak sanggup menerima fitnah.\" “DARI DOSA BESAR ANGGRAINI!” Oma terkejut dengan cerita BQ, perempuan tua itu tidak mampu menemukan nama Doni Firmansyah dari ingatannya. Tapi gelar Lalu? Lalu adalah gelar kebangsawanan untuk semua pria di tempat asal BQ. 209
\"Kamu.... cucu dari koki itu?\" Tanya Oma sembari menundukkan kepala. BQ menghampiri Oma seraya menjilat-jilat pisau kecilnya. \"Huhuhuh.... kamu mau membunuhku? Membunuh nenek tua yang tidak berdaya?\" Tanya Oma dengan senyum liciknya yang membuat BQ semakin tidak sabar untuk memisahkan kulit keriput oma dari tulang-tulangnya. Tapi saat ujung pisau BQ menyentuh pipi Oma, tiba-tiba BRMMMMMMMMMMMMMMMM Cahaya lampu mobil menyinari keduanya. Mobil yang memang sejak tadii menunggu oma disana. \"Saya bukan pembunuh! Saya datang untuk menghukum anda!\" Ujar BQ. Oma berusaha melihat bayangan pria yang berjalan melalui silaunya cahaya mobil, dan saat pria itu dekat, oma terkejut karena wajah pria itu sangat di kenalinya. “LUKMAN?” Oma memandangi wajah BQ dan Pak lukman. Sial sekali nasib Oma malam ini, karena dua orang kepercayaannya berbalik menjadi musuh. Bagi Oma karyawan Hanggareksa adalah keluarga, tapi malam ini Oma menyadari satu hal, bahwa Anggraini tidak pernah punya teman. \"Ny. Rosyana Anggraini, Sampean akan ikut kami untuk diadili atas tuduhan praktek ilmu sesat, dan jual beli organ manusia\" Ujar Pak Lukman. Oma tertawa mendengarnya, tawa yang sangat sehat untuk perempuan yang sudah renta. \"Ooooh Lukman... Lukman... berhenti bicara seperti polisi! Kalian terlihat sangat bangga hanya karena berhasil menangkap seorang nenek tua. Dan kamu...!\" Seru Oma sembari memandang tajam ke mata BQ. \"Seharusnya Aku mendengarkan kata-kata Resti. Dia tidak pernah percaya padamu, meskipun aku sudah berusaha meyakinkannya bahwa kami membutuhkan mata kamu, Ya! Mata itu. Tentu saja setelah semuanya selesai, setelah Anggraini terakhir berhasil disucikan, aku sendiri yang akan menusuk matamu, lalu... AKAN KU KELUARKAN PERLAHAN, LALU MENGHIDANGKANNYA DALAM SEMANGKOK SUP,UNTUK MAKAN MALAM. Hahahahahaha yaaaa, yaaaaa Kami akan sangat menikmatinya.\" Ujar Oma sambil menjilat bibir keriputnya. BQ dan Pak Lukman hanya bisa menelan ludah, Oma yang sedang mereka lihat ini bukan lagi sosok nenek renta yang selama ini mereka kenal. Perempuan tua itu masih saja tertawa, seakan-akan yang sedang dialaminya sekarang hanyalah sebuah komedi. Tidak lama kemudian suasana taman kecil itu pun kembali sepi, seiring dengan tawa oma yang berhenti. \"Anggraini... kalian berusaha keras membersihkan sebuah nama, tapi mencucinya dengan air keruh tidak akan menghilangkan nodanya\" Ujar BQ. 210
Oma tersenyum kecut, harga dirinya menolak keras nasehat dari bocah ingusan seperti BQ. \"Jangan bicara seolah-olah sebuah nama tidak ada artinya! Sudah berapa kali nama BQ menghalangi langkahmu? Huhuhu Pasti menyedihkan hidup dibawah kekangan nama besar leluhur, nama yang akan sangat membatasi gerakmu\" Ujar Oma dengan nada meledek. \"Diam! Kalian sudah membunuh Kakek! Kalian tahu berapa lama anak dan istrinya hidup dikucilkan kerabat? Semua karena orang-orang percaya bahwa kakek adalah dalang dibalik pembantaian itu! Dan kami..... kami harus menanggung hukuman dari dosa yang tidak pernah kami perbuat!\" Pak Lukman memegangi pundak BQ, berusaha membuatnya tenang kembali. Tidak tampak lagi wajah BQ yang tegar, hidup yang dijalani gadis ini pasti sangat berat, hingga mengingatnya pun terasa sangat menyakitkan. Entah lega karena akan mendapatkan keadilan, atau belum puas karena pisau kecil itu gagal mengoyak tubuh Oma, yang pasti senyuman BQ masih misterius di wajah Pak Lukman. Seperti senyum putus asa karena setelah usaha balas dendamnya berhasil, BQ sadar itu tidak akan mengubah apa yang sudah terjadi. \"Sebaiknya kita tidak lama-lama disini, kita bawa Ny. Rosyana pergi ke tempat yang sudah ditentukan Kusnadi.\" Ujar Pak Lukman \"Huhuhuhuhuhuhu....... Hahahahahahaha! Kusnadi... harusnya tukang parkir itu sudah mati, dia tidak akan pernah bisa keluar dari sana. Hanggareksa adalah makam yang pantas untuknya\" Entah kenapa malam ini setiap kata yang keluar dari mulut Oma selalu mengerikan. Tapi bagi Pak Lukman itu hanyalah celoteh orang tua yangdepresi karena semua usahanya berakhir sia-sia. \"Bicara sesuka sampean! Yang jelas penjara sudah menunggu sampean dan yang lainnya.\" Ujar Pak Lukman sembari menggiring Oma ke mobil. \"Kalian tidak akan bisa menangkap mereka! Saat ini Riska, Resti dan Ratna pasti sudah pergi meninggalkan kota.\" Sahut Oma. SRAK! Pak Lukman membuka terpal mobilnya, lalu memberi aba-aba pada Oma untuk masuk. BQ membantu tawanannya itu untuk naik tanpa sedikitpun ada perlawanan. Sebagai ucapan perpisahan, Pak Lukman berkata.... \"Tentang Riska dan yang lain, sampean tidak usah khawatir. Secepatnya mereka akan menyusul sampean, karena salah satu dari kami sudah mengikuti mereka DAN ORANG-ORANG KAMI SELALU BISA DIANDALKAN.” ----‘’---- 211
REGU KEEMPAT Selanjutnya kita butuh juru kebut. Sekedar informasi, dari penyelidikan yang kami lakukan, seseorang selalu datang menjemput mereka pada hari-hari tertentu, dimana mereka pulang lebih larut dari biasanya. Dapat dipastikan mereka pulang larut karena habis menjalankan ritual itu. Mobil hitam selalu menunggu mereka di dekat tikungan ke jalan Kencana, kita butuh seseorang untuk menjaga mobil itu dan mencari tahu kemana karyawan Hanggareksa itu kabur. Chandra, saat ini cuma kamu yang tersisa, jadi lakukan tugas kamu sebaik mungkin! Cukup mata- matai mereka! Jika mereka bergerak, segera hubungi kami!” Tutur Pak Kusnadi. BRMMMMMM…. Chandra memacu kuda besinya melebihi kecepatan wajar untuk sebuah jalan ramai. Baginya tugas ini sangat penting, semua temannya sedang berjuang begitupun dengan Chandra, harus ada kabar baik yang dia bawa pulang. Tapi semua tidak semulus yang Chandra kira, kekurangan personel membuat tugas berat itu harus dipikulnya seorang diri, dan saat Chandra meminta seseorang untuk ikut bersamanya, Pak Kusnadi justru menganugerahinya seorang partner khusus.... GRTT Chandra tidak bisa menahan rasa geli ketika selangkangannya diraba oleh sang partner yang saat ini sedang diboncengnya. Posisinya saat ini ibarat seorang Mario yang salah memilih Luigi, hingga pertengkaran pun tidak bisa dihindari. \"JAUHIN TANGAN ELO BANG! GUE LAGI NYETIR NIH, ELO PENGEN MATI, HAH?\" Teriak Chandra sambil menepis tangan Samsol. \"Eh siapa yang pengen mati, Aku malah pengen idup.\" Sahut Samsol sambil mengedipkan mata. CIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT….!! BRUAK! Usaha Chandra berhasil, motornya yang di rem mendadak membuat wajah Samsol menghantam helm Chandra. Samsol memegangi hidungnya yang sakit, tapi belum sempat dia marah, Chandra sudah lebih dulu menarik gasnya. \"Ta* lah Bang Danil, ngapain juga dia melihara yang beginian\" Gerutu Chandra dalam hati. Saat ini Chandra dan Samsol sudah seperti ABG labil yang kebut-kebutan tengah malam. Mereka berdua masih mencari kemana perginya mobil hitam itu, karena saat mereka tiba di tempat yang Pak Kusnadi sebutkan tadi, tidak ada satu mobilpun yang parkir disana. Chandra berkendara tanpa arah, paranoid terhadap setiap mobil hitam yang ditemuinya. Dan disaat-saat genting seperti ini, pahanya tiba-tiba bergetar. Chandra menghentikan motornya dengan kasar, karena mengira Samsol adalah penyebab pahanya bergetar, tapi ternyata... 212
BRRRRRRT…. BRRRRRRRRT…. \"Halo? Ada apa pak lukman?\" \"Saya dan BQ sudah berhasil menangkap Ny. Rosyana, alias Oma, tiga orang sisanya pasti sedang menuju mobil hitam itu\" \"Tunggu dulu... BQ siapa?\" \"Emmmm nanti saja ceritanya, kamu sendiri gimana?\" \"Anu... sebenernya... kami tidak menemukan mobil yang dimaksud\" \"Sialan.. kemana perginya mereka, mereka tidak mungkin pergi jauh dengan hanya berjalan kaki, atau.....\" \"Atau apa Pak lukman?\" \"Chandra, di manapun kamu sekarang segera kembali ke daerah Kalimaya!\" \"Eh? serius pak? Terus mobil hitam itu gimana?\" \"Tenang saja! Kalau perkiraan saya tepat, itu artinya mereka masih ada di sekitaran Kalimaya\" \"Dari mana bapak yakin?\" \"Hmmm soalnya….MEREKA TIDAK MUNGKIN PERGI TANPA OMA.” Dan ternyata perkiraan Pak Lukman memang benar. Di waktu yang bersamaan namun tempat yang berbeda sebuah mobil hitam sedang berjalan pelan menyusuri jalan Kalimaya. Mobil itu dikemudikan seorang pria kekar dengan rambut jabrik dan kumis tebal. Pria itu memperhatikan sepanjang trotoar jalan, jelas sekali kalau sedang mencari seseorang. Sementara ketiga penumpangnya tidak bisa lagi membendung rasa cemas. \"Ya Tuhan.... kemana Oma?\"Ucap Resti. \"Bibi yakin rumah yang barusan itu tempatnya?\" Tanya Ratna. \"Tentu saja! Mama sendiri yang bilang kita harus menjemputnya di rumah yang ada kios bensinnya, rumah seperti itu di kompleks ini ya cuma satu.\" Sahut Riska. \"Sudah-sudah! Kalian ribut terus dari tadi! Sekarang kita harus nyari mama kemana? Satu tikungan lagi kita akan sampai di jalan menuju restoran nih.\" Timpal si sopir. Sementara penumpang dan pengemudinya berdebat, jarak mobil itu ke Hanggareksa semakin dekat. Mereka tahu melewati restoran itu sekarang sama saja mengantarkan nyawa, karena itu mereka memutuskan untuk putar balik. Resti masih uring-uringan, menyesali keputusannya untuk percaya pada BQ. 213
\"Ini pasti kerjaan BQ, aku sudah curiga sejak awal kalau dia adalah suruhan si Habib, tapi Oma tetep gak mau denger. Bahkan setelah dia membebaskan Nova, Oma masih saja membelanya\" Ujar Resti, suaranya bergetar menahan tangis dan panik. \"Sudahlah! waktu itu kita sudah selesai memandikan Nova, karena itu walaupun BQ membiarkannya kabur, Oma masih memaafkan dia. Lagipula sejak pertama kita juga setuju untuk menerima BQ, karena dia memiliki kelebihan yang tidak kita miliki, sekaligus agar dia tutup mulut atas apa yang sudah terlanjur dia lihat.\" Tutur Riska. \"Awalnya aku juga berpikir begitu, tapi apa bibi tidak merasa aneh? BQ datang begitu saja ke restoran yang baru buka, untuk melamar kerja padahal kita tidak pernah membuka lowongan. Dan satu hal lagi! Sejak awal BQ selalu membawa pisau kesayangannya, itu adalah paring knife yang sama dengan peninggalan Hanggareksa era dulu. Aku sempat curiga dan untuk memastikannya, aku membandingkan pisau Hanggareksa yang ada di rumah, dengan pisau yang BQ bawa dan ternyata ...... walaupun sudah lecet, di gagang pisau BQ ada nama Hanggareksa.\" Tutur Resti. Percakapan mereka semakin memanas, kekhawatiran mereka terhadap Oma pun semakin menjadi-jadi. Riska masih berusaha memecahkan teka-teki masa lalu BQ, yang dirasa adalah penyebab mereka kehilangan Oma. Suasana mobil sedikit lebih tenang, tapi saat mereka hendak keluar dari jalan Kalimaya, supir mereka yang tidak lain adalah suami Riska menghentikan mobilnya. \"WOY! APA-APAAN KALIAN! MINGGIR!\" Teriak Agung, si sopir yang tak lain adalah suami Riska. \"Ada apa sih mas?\" Tanya Riska, dan jawaban dari pertanyaannya tersebut adalah... Seorang dan setengah orang pria sedang berdiri di tengah jalan menghadang mobil Riska. Aksi mereka ini menyulut emosi Agung, hingga suara klakson mobil dan sumpah serapahnya terdengar saling bersahut-sahutan. Dan tentu saja itu tidak berpengaruh apa-apa pada.. CHANDRA DAN SAMSOL. \"Bang, Elo urus cewe-cewenya biar gue urus anjing nya!\" Perintah Chandra pada Samsol. Chandra merasa saat ini dia adalah pahlawannya, dan Samsol hanyalah seorang sidekick yang akan mematuhi segala perintahnya. Kecuali.... \"Enggak mau! Aku mau anjingnya!\" Ujar Samsol sambil menunjuk Agung. Dalam sekejap Chandra kehilangan aura pahlawannya, dia benar-benar mengutuk Pak Kusnadi yang sudah menyandingkannya dengan Samsol. Agung turun dari mobil, pria jangkung itu jauh lebih tinggi dari Chandra, ototnya pun jauh lebih kekar dari lemak di lengan Samsol. 214
Chandra sedikit gentar, melawan Sandy saja dia harus tersungkur hanya karena satu pukulan, apalagi Agung yang posturnya jauh lebih besar dari Sandy. Walaupun posisi mereka adalah dua lawan satu, atau lebih tepatnya satu setengah lawan satu, tapi tetap saja Samsol tidak akan banyak berkontribusi. \"Kalian mau apa? Ya! Kalian mau apa?\" Hardik Agung yang saat ini sudah berjarak selangkah dari Chandra. \"Gue mau mereka! Dan sebaiknya elo gak usah ikut campur!\" Bentak Chandra sambil menunjuk Riska dan kawan-kawannya di mobil. Agung mengerutkan dahinya, menebak-nebak siapa sebenarnya dua orang ini. Dan tebakan Agung adalah... \"Kalian suruhan Habib? Ooooooh ya ya! Gue ngerti sekarang...\" Ujar Agung yang tersenyum sembari memalingkan muka.. BUK! Seketika pukulan Agung melayang tepat di telinga Chandra. Chandra mundur terhuyung-huyung, tapi berhasil meraih kuda-kudanya kembali. Telinga Chandra masih berdengung, tapi serangan balasan sudah Chandra layangkan. Sayangnya hantaman tangan Agung meninggalkan efek yang kuat di kepala Chandra, pukulan Chandra tidak terarah dan sama sekali tidak bertenaga. Agung dengan mudah menghindarinya, dan untuk kedua kalinya menghantam Chandra di area yang sama.. BUK! \"Aiiiiiiiiiiiiiih Say eh Say, jangan kalah donk say!\" Seruan semangat dari Samsol tidak berpengaruh apa-apa pada Chandra yang sudah ambruk ke aspal. Seolah tidak puas, Agung menendang perut Chandra. BUK! \"Dimana Mama?!\" BUGH! \"UGHYAAAAAAH\" \"DIMANA MAMA????\" Agung menendang Chandra dengan leluasa, membuat Samsol menjadi sangat panik. Sosok Chandra yang merupakan brondong maskulin impiannya, kini babak belur gara-gara Agung. \"Ooooooooom udah Ooooooooooooom\" Teriak Samsol yang tiba-tiba maju dan membungkuk melindungi Chandra. 215
Agung semakin murka dan jijik melihat dua orang dihadapannya. Dia tahu dia tidak bisa berlama-lama disini, baru saja ada pengendara motor yang lewat, kemungkinan warga untuk datang kesini sangat besar. Lagi pula dia harus segera menemukan Oma. Karena itu, Agung mengangkat kerah leher Samsol, mendekatkan wajahnya ke wajah samsol, dan dengan bengisnya bertanya... \"Kemana.... kalian membawa Oma? JAWAB!\" \"Meneketehe! Nenek juga nenek elu, bukan nenek guweh!\" DEBUK! Tubuh tambun Samsol melayang lalu mendarat di aspal. Pria flamboyan itu diam tak berkutik, Agung pun semakin murka karena dua sumber informasinya sudah terkapar tak sadarkan diri. Dari dalam mobil Riska memanggil Agung, menyuruhnya untuk segera pergi dari sini. Agung pun meludahi Chandra, lalu berpaling pergi... “ANJING!” Baru dua langkah Agung mendekati mobil, lagi-lagi dia harus berbalik karena ternyata, lawannya masih berdiri gagah di belakangnya. Agung mengepalkan tangannya dan berlari mendekati.. SAMSOL. Sebuah tendangan tinggi lurus ke arah muka diluncurkan. Tubuh kekar dan teknik bertarungnya itu meunjukkan bahwa Agung bukan orang sembarangan, suami Riska itu adalah seorang master taekwondo, wajar saja kalau tendangannya kali ini mendarat dengan akurat ke.. UDARA Agung tampak sangat terkejut, Samsol mampu menghindari tendangan andalannya itu. Dan itu bukan kebetulan, karena saat ini Samsol juga sedang memasang kuda- kudanya. Agung mulai panik, segera setelah kaki kanannya menyentuh aspal kembali, dia memutar badannya dengan kaki kanan sebagai tumpuan, dan melesatkan kaki kirinya ke arah Samsol. Panik karena serangan pertamanya gagal, serangan kedua agung menjadi mudah untuk diprediksi. Samsol dengan lihainya menghindari kaki kiri Agung, dan entah dari mana datanganya tangan kanan samsol sudah menghantam rahang kanan agung. KRAK Melihat suaminya jatuh, Riska seperti kebakaran jenggot. Dia turun dari mobil dengan niat melerai Agung dan Samsol. Tapi Agung belum menyerah, harga dirinya masih utuh, kalah dari Samsol hanya akan mempermalukan dirinya seumur hidup. Samsol menggerakkan kedua jari tangannya, seolah menantang Agung untuk maju. Agung menarik nafas panjang, tidak ingin terpancing emosi untuk kedua kalinya. Kali ini Agung berjalan berputar, mencari celah yang tepat untuk menyerang Samsol. Sementara Samsol hanya diam tanpa sedikitpun melihat Agung. Lawan Samsol saat ini sudah berada di belakangnya, tapi dengan tenangnya Samsol berkata... 216
\"JANGAN PERNAH MENYERANG KU PAKAI KAKI, ATAU KAMU AKAN MENYESALINYA SEUMUR HIDUP\" Sayang sekali senjata utama Agung adalah kakinya. Dengan cepat Agung mempersempit jarak nya pada Samsol, dan berharap dwi huruginya dapat mengakhiri pertarungan paling memalukan dalam hidup Agung ini. BLEB \"UWAAAAAAAAAAARRRRRRRRRGGHHH\" Agung tersungkur ke aspal dengan kedua tangannya memegangi selangkangan. Tidak ada bunyi benturan yang terdengar, semua terjadi begitu cepat, hingga tanpa Agung sadari, dragon balls-nya hampir retak karena pukulan Samsol. Agung masih melenguh kesakitan, suaranya sangat pilu seolah kehilangan masa depan. Riska dengan sigap menghampiri suaminya yang malang itu. \"Jangan bilang aku tidak memperingatkan lhoo ya!\" Ujar Samsol yang entah sejak kapan kehilangan sisi flamboyannya. Samsol menghampiri Chandra, menggoyang-goyangkan tubuh rekannya itu. Cemas akan keadaan Chandra, Samsol pun mencoba pertolongan pertama yang dia tahu dan dia sukai. Bibir dengan kumisnya yang jarang-jarang itu tersenyum, pertanda Chandra yang malang harus rela dan ikhlas menerima NAFAS BUATAN. ----‘’---- REGU KEDUA Suasana kontrakan saat ini sudah aman dan terkendali, walaupun masih menyisakan misteri. Teleportasi yang sudah terjadi pada Sisjono sama sekali tidak masuk akal, dan sekarang mereka bergantian menginterogasi Sisjono. Kang Jajank pun sudah pergi menyusul Pak Kusnadi yang menurut pengakuan Sisjono masih berada di dalam restoran, sementara Danil.... \"Ok! Ok kalau gitu!\" Ujar Danil sambil menutup Handphone-nya. \"Pak Agus, Chandra dan Samsol sudah menemukan ketiga karyawan Hanggareksa. Mereka butuh bantuan sekarang.\" Tutur Danil. Tanpa banyak tanya Pak Agus dan Sisjono segera berangkat menyusul Chandra dan Samsol. Dia berniat membawa seorang teman lagi, jadi sebelum berangkat dia harus mampir ke Hanggareksa. Tinggallah Danil dan Sandy berdua di kontrakan. Mereka sama-sama bertanya... APAKAH INI SUDAH BERAKHIR? Sandy menyalakan sebatang rokok, mencoba bersantai sejenak sebelum menyusul yang lain ke restoran sebelah. Alih-alih aroma tembakau, asap rokok Sandy justru beraroma busuk, busuk sekali seperti bau bangkai. 217
\"Elu kentut bang?\" Tanya Sandy. \"Sembarangan kalau ngomong! Tapi... bener juga, kenapa mendadak jadi bau gini?\" Danil dan sandy membolak-balik karpet di ruang tamu, berharap menemukan sumber dari aroma busuk ini. Entah itu tikus ataupun bangkai hewan lainnya. Semakin lama bau itu semakin tidak wajar, Sandy tidak bisa lagi menikmati rokoknya karena setiap kali dia menghisapnya bau itu terasa mencekik hidung dan tenggorokannya. \"Kampret bener! Bau apa ini? Dari restoran mungkin?\" Tanya Danil dengan suara sengau karena menutup hidungnya. Perhatian mereka berdua kini teralihkan dari bau busuk itu, setelah sebuah bayangan tiba-tiba muncul di sudut ruang tamu. bayangan itu hitam sekali, tapi semakin diperhatikan semakin jelas warna putih di atasnya. Danil dan Sandy tahu apa yang sedang mereka lihat, dan berpikir untuk melarikan diri dari kontrakan, sebelum akhirnya ada bayangan lain yang keluar bersamaan dengan pintu kamar bawah yang tiba-tiba terbuka, JANGAN BIARKAN MEREKA KABUR, MAS WIDI. ----‘’---- REGU KETIGA Rosyana Anggraini... perempuan tua itu tidak lagi banyak bicara, sikapnya terlalu tenang untuk orang yang akan digiring ke penjara. Tapi justru itulah yang yang membuat Oma terlihat mengerikan. Sesaat setelah Pak Lukman menutup percakapannya dengan Chandra, Oma tertawa terbahak-bahak, seolah tidak khawatir sedikitpun akan nasib Riska dan yang lainnya. \"BQ sebaiknya kamu ikut kami, teman-teman saya pasti senang sekali bertemu kamu. Kamu yang menyusun rencana untuk menggiring Oma ketempat ini, kalau bukan karena kamu, orang tua ini pasti sudah kabur.\" Ujar Pak Lukman. Tawaran Pak Lukman ditolak BQ dengan halus, yang BQ butuhkan saat ini hanyalah ketenangan. \"Terimakasih pak Lukman, tapi saya harus pergi. Saya sudah tidak ada urusan lagi di kota ini\" Ujar BQ. \"Hmmmm kalau itu mau kamu, saya tidak akan memaksa. Jangan berlarut-larut dalam kesedihan! Karena yang kamu lakukan malam ini adalah keadilan, dan mampu menahan diri dari kerasnya rasa dendam adalah sebuah kekuatan.\" BQ tersenyum mendengar nasehat Pak Lukman, sembari mengusap pisau kecil kesayangannya BQ berkata, \"Saya tidak sekuat dan sebijak yang Pak Lukman pikir. 218
Yang tadi itu, kalau satu detik saja bapak telat datang, mungkin kita akan menaikkan oma ke mobil dengan kepala dan tubuh yang terpisah.\" Pak Lukman hampir lupa betapa misteriusnya BQ, dia terlihat sangat lemah dengan air mata di wajahnya, tapi terlihat sangat mengerikan dengan pisau di tangannya. \"Kalau keinginan kamu untuk menghabisi nyawa oma sangat besar, untuk apa kamu melibatkan saya dalam rencana kamu?\" Tanya Pak Lukman. \"Seseorang harus menghentikan saya... saya memulai semua ini atas nama kakek, tapi saya tidak mau mengakhirinya seperti seorang Anggraini\" Pak Lukman tersenyum mendengar kata-kata BQ, dia merasa beruntung karena di usianya yang sudah tua, masih dipertemukan dengan anak-anak muda yang mampu memberinya pelajaran hidup. Sesaat suasana menjadi hangat, karena senyum kemenangan BQ dan Pak Lukman, tapi disetiap perayaan kemenangan, selalu terdengar suara tepuk tangan... PROK! PROK! PROK! \"Huhuhuhuhuhuhu.... hurrraaaa hurraaaa.... untuk merayakan kemenangan kalian, bagaimana kalau Aku traktir minum di Hanggareksa? Kami punya banyak persediaan anggur dan sampanye, dan..... oh ya! ya! ya! tampaknya kurang meriah kalau tidak ada steaknya, hmmmmmm…. tapi sepertinya hari ini kami kekurangan daging, itu gara-gara supplier kami malas kerja demi mengurus sebuah jam tua. Ck.. ck... ck... sayang sekali kalau harus pesta tanpa daging.huhuhuhuhu…” “ATAU.........Kami bisa menjamu kalian dengan daging spesial yang tidak akan kalian temukan dimanapun... di.... ma.... na.... pun...., bukan begitu...PAK LUKMAN?” JEDAG! Pak Lukman menghantam bumper mobil dengan tangannya. Perkataan oma barusan terdengar sangat menjijikkan baginya, belum lagi secara tidak langsung itu adalah pengakuan oma yang sudah memanfaatkan Pak Lukman sebagai pemasok barang haram itu. \"Huhuhuhuhuhuhuhu… kalian tidak seharusnya memperlakukan orang tua dengan kasar.\" Ujar oma, yang menyulut amarah Pak Lukman hingga berteriak... \"DIAM!\" “KAMU YANG DIAM!!” Timpal oma dengan suara yang jauh lebih keras dan lantang dari Pak Lukman. Walaupun sedikit, teriakan oma barusan sempat membuat BQ dan Pak Lukman gemetar. Sudah terlalu lama mereka ngobrol disini, mendengarkan celotehan oma hanya akan membuat mereka gila. Pak Lukman pun menutup terpal mobilnya, lalu 219
mengirimkan pesan pada Abadi dan Anugerah yang sedang berpencar, bahwa dia sudah berhasil menangkap Oma dan segera menuju ke restoran. \"Pak Lukman... waktu saya menghubungi bapak tadi siang, bapak bilang akan menjemput jam tua itu dari kota oseng, tapi.... kenapa saya tidak melihatnya di dalam mobil?\" Tanya BQ. Usai mengunci semua kait terpal di mobilnya, Pak Lukman pun menjawab, \"Jam tua itu sudah mendarat di kaki Gunung Kemitir. Saya sendiri yang membuangnya\" Rupanya kata-kata pak lukman barusan didengar oleh oma. Dia pun tidak bisa menahan diri untuk menjawab, \"Huuhuhuhuhuh.... kerja bagus Lukman.. kerja bagus... pergi jauh dari rumah hanya untuk menyingkirkan jam tua? Huhuhuhuh…. biar aku beri tahu satu hal, kalian bisa menghancurkan semua jam yang aku punya, karena itu tidak akan berpengaruh apa-apa! Tentu saja.... kalian tidak akan bisa menyentuh pusaka kami, kalian tidak akan bisa menghentikan DENTING JAM HANGGAREKSA YANG SEBENARNYA!” ----‘’---- REGU PERTAMA KREK! Pak Kusnadi keluar dari gudang Hanggareksa. Ini sudah kedua kalinya dia keluar masuk dapur dan gudang. Berkali-kali Pak Kusnadi memanggil Sujono, tapi sahabatnya itu seakan ditelan bumi. Alih-alih menemukan apa yang dicarinya di gudang, Pak Kusnadi justru harus melihat pemandangan mengerikan yang sudah lama ingin dilupakannya. Apa yang saat ini ada di depan matanya, sama persis dengan saat dia dan teman-temannya bermalam di restoran dulu. Di bawah kaki jam tua itu... TERKAPAR TUBUH-TUBUH MANUSIA YANG PUCAT, DENGAN DARAH BERCECERAN DI LANTAI Sebagian dari mereka mencekik lehernya sendiri, seperti berusaha agar tidak menelan sesuatu. Sebagian lainnya justru berusaha memuntahkan sesuatu, walaupun akhirnya darah segar semakin luas mewarnai putihnya lantai restoran. Mereka menarik tubuhnya, karena kaki mereka terlalu lemah untuk berdiri. Apapun cara yang mereka lakukan untuk bisa bergerak maju, tujuan mereka tetaplah satu.... JAM TUA ITU! Pak Kusnadi punya banyak amalan yang diyakini bisa membantunya lepas dari tipu muslihat iblis, sayangnya tidak satupun amalan yang dia punya dapat membantunya melawan tipu muslihat iblis. Tapi satu hal yang pasti! Tuhan selalu bersama hambanya. \"Sisjono tidak ada disini, mustahil dia bisa keluar dari restoran ini seorang diri. Satu-satunya ruangan yang belum saya periksa adalah pintu di samping jam tua itu.\" Gumam Pak Kusnadi dalam hati. 220
Dia berjalan pelan melewati mayat-mayat pelanggan, dimana setiap langkahnya adalah ujian yang sangat berat. Di meja pertama dia harus menutup mata karena mayat seorang ibu hamil sedang duduk bersimpuh, kepalanya menghadap langit- langit dengan mulut kaku yang terbuka lebar. Sementara darah kering seolah menjadi permadani merah dibawah lutut dan kakinya. Di meja kedua dia harus melangkahi jasad dua orang pria yang sudah terbujur kaku di lantai, matanya terbuka lebar namun putih mulus tanpa bagian hitam. Tangan pria pertama mencengkram pergelangan kaki pria kedua, seolah sedang berkompetisi siapa yang lebih dulu sampai di garis finish. Ironisnya mereka lebih dulu mencapai garis maut, sebelum sempat menyentuh jam tua itu. Di meja ketiga kaki dan tubuh pak kusnadi mulai terasa lemah. Jasad seorang anak laki-laki yang belum sempat turun dari kursi, karena tubuhnya sudah lebih dulu kaku. Sebatang permen masih digigit oleh anak malang tersebut, tapi cairan merah yang mewarnai lehernya jelas bukan lelehan kembang gula. Beberapa langkah lagi, Pak Kusnadi sampai di depan pintu di samping jam tua itu. Tapi saat ini, satu langkah pun terasa sangat jauh. Pak Kusnadi harus mencari pijakan kaki agar tidak menginjak mayat-mayat yang berjejer di bawahnya, sayangnya rasa panik sudah menguasai Pak Kusnadi, hingga tanpa sengaja dia menginjak salah satu tangan pelanggan. Tentu saja tidak ada reaksi apa-apa dari mayat itu, tapi nasib sial Pak Kusnadi tidak berhenti sampai disitu.... TENG.... TENG.... TENG..... Jam tua itu kembali berbunyi. walaupun sudah hampir sepuluh menit Pak Kusnadi di dalam restoran, tapi jarum jamnya tidak bergerak dari angka dua belas. Seolah- olah waktu berhenti di ruangan ini, pak kusnadi pun tidak punya waktu untuk merasa heran, karena tiba-tiba.. GRASP! Tiba-tiba tangan salah satu mayat itu mengenggam kaki Pak Kusnadi,semua terjadi sangat cepat, Pak Kusnadi pun tidak sempat melihat kebawah, karena sekarang mayat-mayat itu mulai meronta-ronta, berusaha menggerakkan bagian tubuh manapun yang mampu membawa mereka mendekatinya. AAAGHHHHHH................................... HHHHHHHHHHHHH Suara mereka seperti batuk yang tertahan. Pak Kusnadi menghabiskan sisa-sisa keberaniannya untuk menghindari mereka, dan saat keberaniannya sudah habis, mereka justru datang menghampirinya. “SIALAAAAAAAAAAAAAN….!!” ----‘’---- 221
REGU KEDUA ROSY..... RO......SY..... Di depan pintu kontrakan... di depan kedua mata mereka.... Danil dan Sandy melihat sesuatu yang akan jadi penyebab insomnia abadi mereka. Wajah putih itu..... pria dengan rambut yang jarang-jarang, yang hanya dengan melihatnya sekilas mereka bisa tahu bahwa penyebabnya bukan sebuah gunting, tapi tangan! Rambutnya seakan sengaja dicabut oleh tangan. Pria itu masih memanggil nama Rosy... perempuan berbau busuk, berambut putih yang ada di belakang Danil dan Sandy. Ini adalah saat yang tepat untuk berteriak, tapi baik Sandy dan Danil, keduanya hanya diam menelan rasa takutnya sendiri. Sandy sudah siap berlari, dengan penuh keraguan sejauh apa kaki itu dapat membawanya pergi. Sementara Danil... tubuhnya yang semakin condong kekanan bukanlah kuda-kuda untuk melawan, tapi tanda-tanda akan pingsan. Perempuan berambut putih itu tidak memberi kesempatan pada musuhnya untuk berpikir, sementara Danil dan Sandy bingung menentukan arah, perempuan itu sudah memilih untuk maju duluan. JANGAN.... GANGGU..... KELUARGA.... KAMIIIII…. Ucap perempuan itu sembari mendekati Danil dan Sandy dengan kedua tangannya yang terbentang lebar. Sementara pria berkulit putih itu membuka mulutnya lebar- lebar, hingga terlihat rahang dengan gusi yang hitam tanpa ada satu gigipun disana. Hanya itu yang bisa pria itu lakukan, karena sebenarnya... PRIA ITU TIDAK LEBIH DARI SEKEDAR KEPALA, LEHER DAN DADANYA SAJA Jarak mereka yang semakin dekat, memaksa Sandy untuk mengambil keputusan darurat. Didorongnya tubuh lunglai Danil masuk ke dalam kamar yang dia sebut gudang. \"JANGAN PINGSAN KAMPREEEEET!\" BRUK! Keduanya jatuh ke lantai, Sakit sudah pasti! Tapi itu berhasil mengembalikan kesadaran Danil. Sandy kembali bangkit dan menutup pintu gudang. Tentu saja itu tidak akan menyelesaikan masalah. \"Bang… Sadar bang!\" \"Saya sadar kampret! Saya juga dengar barusan kamu manggil saya kampreeet!\" Waktu yang buruk untuk bertengkar, sama buruknya dengan keputusan mereka untuk kabur ke gudang. Karena di dalam..... di antara tumpukan barang-barang sandi.... di sebuah kursi kayu yang ada di sudut ruangan.... sesosok tubuh berkulit putih tanpa pakaian sedang duduk dengan kaki gemetarnya... 222
“HWAAAAAAAAAAAAAAAAAAA….” Sandy dan Danil berteriak sekencang-kencangnya, karena ruangan yang sempit juga mempersempit ide mereka untuk kabur dari situasi yang kian buruk. Di ruang tamu mereka melihat hantu tanpa badan, sementara didalam gudang... mereka melihat badan hantu TANPA KEPALA. \"ASTAGHFIRULLAH!! ASTAGHFIRULLAH\" Danil masih sempat berdizikir, sementara sandy masih betah berteriak. Teriakannya semakin menjadi-jadi, mengalahkan suara motor yang samar-samar terdengar dari luar kontrakan. Suara motor itu pun berhenti setelah terdengar suara dongkrak diturunkan. BRUAK! Pintu kontrakan terbuka, dua orang wanita masuk ke dalam tanpa mengucapkan salam, dan mengggantinya dengan teriakan... \"SANDY? CHANDRAAAAAAAAAAAAA?\" Seru Sabrina Dan Nova. Seketika tangan Danil menghentikan pundak sandy yang bergetar. Baru saja Danil mendengar suara perempuan dari ruang tamu, bersamaan dengan itu sosok mengerikan di kursi itu pun lenyap. Danil tidak mau gegabah membuka pintu, karena satu-satunya perempuan di ruang tamu adalah si rambut putih itu \"Kamu denger suara perempuan?\" Tanya Danil. \"Enggak...\" Jawab Sandy tanpa suara, tenggorokannya terlanjur tegang karena teriakannya barusan. \"Sandy..... Chandra......\" Mendengar namanya dipanggil oleh suara yang sangat familiar, Sandy pun bergegas membuka pintu gudang tapi Danil menahannya. \"Tunggu! Gimana kalau itu suara perempuan busuk itu?\" Ujar Danil. \"Gak mungkin bang, itu jelas suara Sabrina.\" Sahut Sandy. \"Mustahil! Sabrina ada di rumah Nova, kamu pikir dia akan datang ke kontrakan jam segini?\" Danil berhasil menyiramkan keraguan pada hati Sandy, dia pun melepaskan genggamannya. Masih belum jelas apa yang akan dilakukan mereka berdua saat ini, masih belum jelas juga kapan mereka akan keluar dari gudang itu, satu hal yang sangat jelas adalah... KEDUA SETAN ITU MASIH DISANA ----‘’---- 223
\"Aku cari di atas!\" Seru sabrina meninggalkan Nova sendiri di ruang tamu, yang berarti Nova harus mencari di lantai bawah. Mereka berdua datang dengan tergesa-gesa setelah Bu Yuanita bercerita panjang lebar tentang sejarah Hanggareksa. Informasi yang mereka dapat dirasa sangat penting untuk Sandy ketahui, begitu juga Chandra dan semua yang terlibat dalam rencana malam ini. Sabrina sudah coba menghubungi Sandy, tapi handphone Sandy sedang tidak aktif, satu-satunya solusi adalah menyusul Sandy dan Chandra ke kontrakan. Nova berjalan pelan dari ruang tamu menuju dapur, dapat Nova dengar suara pintu terbuka di lantai dua dimana Sabrina berada. Saat ini dapur kontrakan terang benderang, melihat peralatan dapur tertata rapi mengingatkan Nova pada Hanggareksa. \"Sandy dan Danil tidak ada di atas.\" Ujar Sabrina yang sedikit banyak mengejutkan Nova. \"Terus mereka dimana? Aku udah telepon Chandra, tapi tidak ada jawaban.\" Ujar Nova. \"Entahlah!\" Jawab sabrina sambil menuruni tangga. Untuk beberapa saat mereka berdua terdiam memikirkan tindakan selanjutnya, hingga akhirnya Sabrina memberi saran, \"Kita belum periksa gudang itu kan?\" Nova pun mengangguk setuju. Tidak terpikir olehnya untuk memeriksa ruangan di sebuah rumah yang baru pertama dia kunjungi. Nova pun mengikuti Sabrina dari belakang, hingga saat Sabrina berdiri di depan pintu gudang, Nova tiba-tiba menghentikan langkahnya. \"Kamu masuk duluan, aku takut.\" Pinta Sabrina. Tentu saja Nova juga merasakan hal yang sama. Tapi menolak permintaan orang yang sudah menolongnya, sama sekali tidak ada dalam kamus Nova. Gadis lugu itu maju tanpa ragu, barulah saat gagang pintu itu diraihnya, Nova menyadari ada yang aneh dengan Sabrina. \"Sabrina bilang Sandy dan Danil tidak ada di atas, darimana dia tahu kalau yang sedang bersama Sandy adalah orang bernama Danil, bukan Chandra? Lagipula kamar di depan kami ini.... kalau memang ini pertama kalinya Sabrina ke sini, darimana dia tahu kalau ruangan itu adalah gudang? \" Gumam Nova dalam hati. HIHIHIHIHIHI…. JEDDAR!! Bak dihantam angin, pintu gudang tiba-tiba terbuka. Bersamaan dengan itu tubuh Nova terhempas ke dalam dan membentur lemari, tepat di samping Danil dan Sandy yang saat ini sedang duduk menghadap pintu. 224
\"Ap…. apa apaan ini?\" Tanya Danil yang segera bangun karena nyaris saja tubuh Nova menghantam dirinya. Sementara Sandy dengan cepat mengenali wajah gadis yang sedang bersandar pada lemari kayu itu. \"Nova?\" Sandy segera menghampiri Nova yang sudah tidak sadarkan diri. Danil tidak mengerti apa yang sudah terjadi, tapi melihat sosok berambut putih sedang berdiri di depan pintu, dia tahu siapa yang harus bertanggung jawab atas darah di kening gadis bernama Nova itu. \"KEPARAAAAAAAAAAAAT\" Sandy lupa dengan rasa takutnya, karena sesuatu yang selama ini jauh lebih ditakutinya baru saja terjadi. Salah seorang temannya harusterluka akibat terror Hanggareksa, dan itu sama sekali tidak bisa dimaafkan. Sayangnya... Sandy terlalu bodoh dalam mengambil tindakan. Dia berlari ke arah perempuan berambut putih, berharap pukulannya dapat melukai mahluk beda dunia itu. BRUK! Tentu saja dia tersungkur ke lantai marmer di ruang tamu, dan kecerobohannya ini bukanlah yang pertama kali. Tangan Sandy terkilir, membuatnya harus mencumbu lantai dingin itu lebih lama lagi. \"Argggggghh\" Si Rambut putih itu tidak lagi peduli pada Sandy. Matanya tertuju pada Nova yang sampai detik ini masih tidak sadarkan diri. Iblis itu mendekati Nova, kedua tangannya berusaha mencekik leher gadis malang itu. Danil yang walaupun tidak mengenalnya, tapi dia memberanikan diri menghadang si rambut putih dengan mata tertutup, dan saat Danil membuka matanya... secara ajaib tubuhnya terhempas dan jatuh diantara tumpukan tas dan barang-barang gudang. \"Gyaaaaahhhhhhhh!\" Bahunya terasa sakit, dan butuh waktu untuk kembali bangkit. Danil dan Sandy hanya bisa pasrah, melihat si rambut putih semakin mendekati Nova. Tangan keriputnya sudah berada se jengkal di leher Nova, dan tiba-tiba.... HEGH!! Dengan mata yang masih terpejam, tangan Nova seolah bergerak sendiri mencekik leher si rambut putih. JANGAN.... GANGGU..... KAMI!!! Si rambut putih meronta-ronta hingga akhirnya berhasil lepas dari cengkraman tangan Nova, dia mundur perlahan lalu menghilang. Sandy masih menahan sakit di 225
tangannya, tapi dia harus memaksa tubuhnya bergerak karena tiba-tiba Nova kehilangan keseimbangan dan lagi-lagi kepalanya hampir membentur lemari. \"NOVA!\" Beruntung Sandy masih sempat menyelamatkannya, dan membawa Nova ke ruang tamu. Sementara Danil? Dia bisa berjalan sendiri walaupun dengan langkah tersaruk-saruk. \"Dia gak apa-apa kan?\" Tanya Danil yang khawatir melihat darah mengalir di kening Nova. Sandy tidak perlu menjawabnya, karena sekarang Nova sudah siuman, dan walaupun baru saja dia selamat dari marabahaya, kalimat pertama yang Nova ucapkan ketika sadar adalah... \"Sabrina..... Sabrina ada di atas!\" Ujar Nova sembari menunjuk ke lantai dua. Sandy tidak terkejut, dia sudah menduga Sabrina pasti ikut karena tidak mungkin gadis seperti Nova pergi kesini sendirian tengah malam. “KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA..!!” Sabrina melempar semua barang yang bisa diraihnya ke arah pria berkulit putih yang sejak tadi berusaha mendekatinya. Lampu belajar, buku, laptop, bahkan helm pun di lemparnya, tidak peduli akan membentur tembok atau justru memecahkan kaca. Kali ini Sabrina bukan hanya ketakutan tapi juga marah, karena mahluk halus yang sedang dihadapinya sekarang.... SAMA SEKALI TIDAK MENGENAKAN PAKAIAN. Tentu saja itu membuat lemparan Sabrina semakin tidak terarah, karena sejak tadi Sabrina menutup matanya. Malam ini tidak akan pernah hilang dari memory Sabrina, karena untuk pertama kalinya melihat gajah tak kasat mata. \"Pergiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii!!!!\" Sabrina kehabisan senjata, dan untuk melemparkan tas koper besar di sampingnya, sabrina juga kehabisan tenaga. Tidak mau menyerah, gadis dengan tahi lalat di dagunya itu membuka koper tersebut, berharap menemukan sesuatu yang bisa mengusir setan di kamar itu. \"Ya Tuhan... kenapa pintu kamar ini tidak bisa dibuka, apa yang harus aku lakukan?\" Sabrina semakin panik, sementara pria berkulit putih itu semakin dekat. Dan disaat genting seperti ini, senjata yang sabrina temukan hanyalah sebuah pakaian dalam, milik... SAMSOL. Kemarahan Sabrina semakin besar, membayangkan siapa gadis pemilik koper tersebut. Sabrina tidak menyangka ternyata ada perempuan yang sering menginap di kontrakan sahabatnya. Dan buah dari kemarahannya tersebut adalah, koper berat milik Samsol pun melayang ke arah musuhnya. Pria berkulit putih itu tidak menghindar sedikitpun, koper itu menembus badannya dan membentur cermin. 226
PRANG!!! Walaupun tidak berhasil mencelakainya, tapi serangan Sabrina berhasil mengehentikan langkah hantu itu. Sayangnya kini Sabrina harus melihat sesuatu yang lebih buruk. Tubuh putih pria itu terpisah menjadi dua, yang tidak hanya menakuti Sabrina tapi juga hampir membuatnya pingsan. Rupanya hantu itu marah atas tindakan Sabrina barusan BERHENTI.... MENYIKSAKU........ Suaranya menggelegar, memaksa Sabrina menutup telinganya. Tidak hanya itu, beberapa benda di kamar mulai terlihat bergerak-gerak, dan semakin lama semakin keras. Lampu, laptop, bantal, semua benda yang Sabrina lemparkan pada pria itu, satu - persatu berbalik menyerang Sabrina dan tentu saja jauh lebih cepat dari lemparannya tadi. BRUK! BRAK! KRAK! \"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah.......\" Sabrina tidak mungkin menghindar, pertahanan terkuatnya adalah keberuntungan, karena belum satu benda pun mengenainya. Tapi Sabrina tahu, dia tidak bisa selamanya menutup mata dan berteriak, begitu ada kesempatan dia mencoba kabur dari kamar itu sekali lagi, berharap kali ini pintu kamar itu sudah bisa terbuka. Sabrina berlari menuju pintu dengan cepat, tapi tidak secepat serpihan kaca cermin yang sekarang melayang ke arahnya. Beruntung Sabrina berhasil membuka pintu kamar, walaupun akhirnya... JLEB! JLEB! JLEB! JLEB! Di lantai satu sesuatu menahan Danil dan Sandy untuk menaiki tangga, puluhan bahkan mungkin ratusan belatung memenuhi setiap anak tangga juga pengangannya. Sudah pasti ini adalah ulah perempuan berambut putih. \"SIAAAAAAAAAAAAAAL!!!! SABRINAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA\" Teriak Sandy sembari menginjak setiap belatung yang menghalangi jalannya. \"Kita tidak bisa melawan mahluk ini sendirian, Saya akan keluar mencari bantuan.\" Ujar Danil. Danil mengajak Nova untuk meninggalkan rumah terkutuk itu, apa yang terjadi di sana terlalu berbahaya untuk seorang perempuan, tapi Nova menolak. Walaupun tubuhnya lemah, dia tetap tidak ingin meninggalkan Sabrina. Lagipula saat Danil berusaha membuka pintu kontrakan, pintu itu sama sekali tidak bisa dibuka. Sandy, Nova dan Danil hampir gila oleh situasi yang kian mencekam, dan saat rasa putus asa mulai menghampiri mereka, sesuatu jatuh dari lantai dua dan membentur marmer di ruang tamu. BRUK!! 227
Seketika itu juga darah mengalir deras, hingga darah di tubuh Sandi pun berdesir keras. Sandy tidak lagi peduli pada belatung yang sudah mengerumuni lututnya. Matanya terbelalak, melihat tubuh perempuan yang saat ini tergeletak di lantai dengan punggung tertancap serpihan kaca... “SA... SABRINA?” ----‘’---- Lewat jam satu malam, mobil tua berjalan pelan. Bunyi mesin yang tidak lagi sehat, menambah klasiknya suasana malam. Pak Lukman tidak pernah menyangka dia akan mengemudi sambil membawa tahanan sekaligus mantan atasan. Jika malam ini adalah akhir dari Hanggareksa, seperti apakah awal dari hidup barunya? Banyak yang harus orang tua itu pikirkan, tapi saat ini dia butuh kekuatan dan hanya satu orang yang mampu memberikannya \"Vivi.... apakah kamu tidur nyenyak?\" Tanya pak lukman pada diri sendiri, karena sepertinya malam ini tidak ada tidur nyenyak bagi dirinya. Rosyana Anggraini, perempuan tua itu sudah lelah bicara, wajahnya sangat tenang seolah tidak takut penjara. Ditahan di mobil sendiri dengan sebuah kain sebagai kurungan, walaupun usianya sudah tua tapi kabur dari sana sepertinya sangat mudah. Itu yang ada di pikiran Oma sebelum akhirnya BQ memutuskan untuk ikut. \"Hei... pisau kecil itu, boleh aku melihatnya?\" Tanya Oma. BQ yang sedang duduk di depannya memilih untuk diam, menanggapi omongan Oma hanya akan membuatnya gila. Tiba-tiba Oma mengulurkan kedua tangannya, memperlihatkan telapak tangan keriput itu pada BQ, lalu berkata.. \"Pisau sekecil itu tidak akan berbahaya di tangan lemah ini\" Beberapa saat BQ dan Oma saling pandang, mencoba membaca pikiran masing- masing, hingga akhirnya BQ menyerah dan memberikan pisau kecilnya pada Oma. Bagi BQ Oma sama sekali bukan ancaman, bahkan dengan sebilah pisau di tangan. Tapi ada sesuatu dari nenek itu yang tidak BQ mengerti, sesaat setelah pisau itu ada dalam genggaman Oma, perempuan tua itu seakan menjadi orang yang berbeda. Oma memperhatikan pisau BQ dengan matanya yang sedikit rabun, seperti nenek- nenek sedang mencoba membaca tulisan yang sangat kecil. Barulah ketika Oma menemukan apa yang dia cari, dia menurunkan pisau itu. \"Ini pisau milik restoran kan... beberapa hari setelah Hanggareksa resmi ditutup dulu, banyak barang restoran yang disita polisi. Tapi beberapa barang penting berhasil dibawa pulang oleh si habib, dan demi menghormati Papa, dia mengirimkan barang-barang ini ke rumah kerabat kami. Huhuhuhu aku terbiasa bermain di dapur dan membantu bibi memasak, karena walaupun pemilik restoran ternama, 228
mama sama sekali tidak bisa masak. Barulah ketika Om koki... ya! Om koki, begitu caraku memanggil kakekmu dulu. Om koki banyak memberikan perubahan pada Hanggareksa, bahkan selama masa terpuruk itu.....\" BQ sangat benci mendengar oma bercerita tentang kakeknya seolah mereka sahabat. Apapun yang diceritakan orang ini, bagi BQ dia tetaplah seorang musuh. Oma mengembalikan pisau itu, kali ini dengan mata pisau menghadap ke arah BQ. Kemana perginya kepercayaan BQ tadi? Kenapa saat ini dia merasa sangat takut mengulurkan tangannya? \"Hmmmm?\" Oma heran karena BQ tidak segera mengambil pisaunya. BQ tahu, tidak seharusnya dia terlihat takut di depan musuh, akhirnya tangan BQ pun bergerak pelan ke arah pisau kecil itu. Oma tersenyum, senyuman yang semakin membuat BQ ragu mengambil pisau miliknya. BREK! Guncangan pada mobil itu pastilah berasal dari polisi tidur di dekat Hanggareksa, itu artinya mereka sudah sampai. Pak Lukman memarkir mobilnya lebih dekat ke pintu restoran, kedatangannya disambut oleh Abadi, Anugerah, Cipto dan Jajank. Pak Lukman turun dari dan pergi ke belakang mobil dengan disusul oleh Abadi dan Anugerah. \"Sialan tuh nenek! Padahal kami berdua sudah keliling kompleks, tapi tidak melihatnya dimanapun\" \"Iya pak! Saya juga heran dimana Pak Lukman menemukannya?\" Anugerah dan Abadi masih tidak percaya Pak Lukman lebih dulu menemukanOma daripada mereka. Akhirnya setelah terpal mobil dibuka, barulah mereka bisa melihat dengan jelas hasil tangkapan Pak Lukman. \"Saya tidak bisa menemukannya kalau bukan karena bantuan BQ.\" Ujar Pak Luman Abadi dan Anugerah terkejut melihat BQ yang masih mengenakan seragam Hanggareksa. \"Cewe itu..... dia pelayan di restoran!\" Seru abadi yang sudah siap siaga kalau-kalau BQ melakukan perlawanan. \"Tenang saja, BQ ada di pihak kita!\" Ujar Pak Lukman. BQ pun turun dari mobil meninggalkan oma sendiri. Nenek itu melambaikan tangan pada musuh-musuhnya, memberitahu mereka bahwa dia tidak takut. Pak Lukman pun kembali menutup terpal mobilnya. \"Kalian berdua jaga disini! Jangan sampai Oma kabur.\" Perintah Pak Lukman pada Abadi dan Anugerah. 229
Usia mereka yang jauh lebih muda, membuat mereka tidak bisa menolak perintah Pak Lukman, walaupun baru beberapa saat yang lalu mengenalnya. Pak Lukman dan BQ menghampiri Cipto dan Jajank yang sedang menunggu di depan pintu restoran. \"Dimana Kusnadi?\" Tanya Pak Lukman. \"Pak Kusnadi masih ada di dalam pak.\" Jawab Cipto. Kang Jajank menceritakan apa yang sudah terjadi, tentang Sisjono yang pergi bersama Pak Kusnadi tapi secara ajaib muncul di kontrakan.Tentang Pak Agus, Saniman dan Sisjono yang pergi menyusul Chandra dan Samsol, tentang linggis dan rencana mereka untuk menerobos masuk, dan tentang kejadian di dapur dimana dia berhasil mengusir hantu koki itu, entah sementara atau selamanya. Mendengar cerita Kang Jajank, BQ tersenyum lega walaupun dengan mata yang berkaca-kaca. Tapi ini bukanlah saat yang tepat untuk terbawa perasaan, BQ melangkah semakin dekat ke pintu Hanggareksa. \"Apakah kalian sudah mencoba membukanya?\" Tanya BQ. \"Sudah, sejak Sisjono keluar dari restoran dengan cara yang tidak wajar, kami tahu kalau Pak Kusnadi juga dalam bahaya. Tapi pintu restoran ini susah sekali dibuka, bahkan kacanya pun susah ditembus. Lagipula dari celah itu kami bisa melihat ke dalam, tapi restoran ini gelap gulita, sangat berbeda dengan yang Sisjono ceritakan.\" Tutur Cipto sambil menunjuk tirai jendela yang sedikit terbuka. BQ mulai mengerti apa yang terjadi dan meminta yang lain untuk minggir. Tangan BQ meraih gagang pintu Hanggareksa lalu sembari memejamkan mata BQ berkata... \"Saya tidak bisa masuk ke tempat Pak Kusnadi, tapi saya bisa membantu beliau keluar\" Saat BQ membuka matanya, restoran itu menjadi terang benderang. Semua lampu menyala seolah-olah Hanggareksa masih buka. Tentu saja hanya BQ yang bisa melihatnya. Tapi yang BQ lihat bukan lagi keramaian pengunjung yang sedang menikmati hidangan restoran, tapi puluhan manusia dengan rupa yang mengerikan sedang mengerumuni seseorang... PAK KUSNADI. ----‘’---- Sementara itu di kontrakan..... \"SABRINAAAAA\" Sandy melompat dari tangga dan menghampiri sahabatnya yang saat ini sudah bersimbah darah. \"Rin... Rina? Rina bangun Rina?\" Sandy berusaha membangunkan Sabrina yang sudah tidak sadarkan diri. 230
\"Sabrinaaaa..... Oh Tuhan, kita harus segera membawanya ke rumaah sakit\" Tangisan Nova dan teriakan Sandy membuat Danil bingung setengah mati, bagaimana mungkin tubuh Sabrina tiba-tiba muncul dari atas? Dan begitu dia melihat ke lantai dua, Danil tahu jawabannya. Hantu telanjang yang dipanggil Widi itu ada disana, berdiri berdampingan dengan Si rambut putih. Di lantai atas dua mahluk mengerikan sedang mengawasi mereka, sementara di lantai bawah temannya sedang sibuk mencabut satu persatu serpihan kaca di punggung Sabrina. Mendongak ataupun menunduk, yang Danil lihat hanyalah kengerian. Dia bahkan lupa untuk bersimpati, kakinya kaku untuk sekedar berlari membantu Sandy, bagi Danil semua ini terlalu kejam untuk jadi kenyataan DUAR! Tiba-tiba seluruh kontrakan serasa berguncang, tapi tidak satupun barang bahkan tubuh mereka yang bergerak. Sandy dan Nova terlalu sibuk mengurus Sabrina, mereka berdua tidak menyadari apa yang baru saja Danil lihat. BRUAK! Lagi? Kali ini seisi gedung serasa bergeser, tembok-temboknya seakan hampir runtuh, dan suara gaduh itu... Danil dapat mendengarnya dengan jelas walaupun tidak bisa menemukan darimana asalnya. Sandy dan Nova masih fokus pada Sabrina, satu-satunya yang gelisah dengan kejadian barusan selain Danil adalah... PEREMPUAN BERAMBUT PUTIH Tiba-tiba saja perempuan itu menghilang, begitu juga dengan hantu telanjang yang dari tadi bersamanya. Apapun yang sedang terjadi, kepergian mereka berdua adalah kesempatan emas untuk keluar dari neraka ini. Baru saja Danil berniat menghampiri Sandy, tiba-tiba suara benturan itu terdengar kembali, kali ini lebih keras dari biasanya.. BRUAK! “LEBIH KERAS LAGI! HENTIKAN DENTING JAM ITU!” Suara itu mengejutkan Pak Kusnadi. Tukang Parkir itu masih berusaha lepas dari cengkraman mayat-mayat pelanggan yang sejak tadi membenturkan kepalnya tepat ke jam tua Hanggareksa. Tapi bukannya melakukan sesuai perintah, Pak Kusnadi malah sibuk mencari asal dari suara tersebut. “PAK KUSNADI, DENGARKAN SAYA! HENTIKAN DENTING JAM ITU, ATAU BAPAK AKAN TERJEBAK DISANA SELAMANYA!” Tidak! Pak Kusnadi tidak mau terjebak selamanya di dalam restoran iblis ini. Apapun akan dilakukan demi keluar dari mimpi buruk itu, walaupun harus mengikuti suara misterius yang menyuruhnya menghentikan denting jam Hanggareksa. 231
BRUAK! Lagi-lagi salah satu mayat pelanggan itu mendorong kepalanya hingga membentur jam tua itu, tapi setidaknya kali ini benturan di kepalanya menghasilkan sebuah jalan keluar. Tidak satupun barang yang ada di sekitarnya bisa dia jadikan senjata, karena itu dengan sekuat tenaga Pak Kusnadi mengangkat kedua tangannya dari belenggu mayat-mayat pelanggan, lalu meraih rambut pria yang sudah berkali-kali mendorong kepalanya, akhirnya dengan kekuatan penuh Pak Kusnadi membalik badannya hingga kali ini dialah yang menghadap jam tua itu....Selama ini Pak Kusnadi diam karena pantang baginya melukai manusia, tapi kali ini dia sadar.... TIDAK ADA MANUSIA DI RESTORAN INI. TENG..... TENG..... TENG...... BRUAK!!! Atap kontrakan seakan mau runtuh, dan kali ini Sandy dan Nova pun menyadarinya. \"Apa-apaan ini?\" Sandy memeluk Sabrina, berusaha melindunginya kalau-kalau langit kontrakan ini benar-benar runtuh. Sementara Danil masih berusaha membuka pintu. \"KAMPREEEEEEEEEET! Kenapa selalu ada pintu terkunci di dalam cerita Horror?\" Nova terlihat sibuk memegangi kalung peraknya seraya berdoa, hanya itu yang orang lemah seperti dia bisa lakukan. Hingga tidak lama kemudian semuanya pun ikut berdoa, semuanya sadar kalau mereka hanyalah orang yang lemah. Abu dan reruntuhan gedung pun berjatuhan, walaupun kecil tapi ini adalah masalah besar. Jika mereka mati, adakah yang akan menemukan mayatnya disini? Karena jangankan teriak, Handphone mereka saja tidak bisa digunakan. Satu benturan lagi, maka mereka berempat akan tertimbun bersama dengan bangkai kontrakan itu. “HIYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH” Pak Kusnadi menjambak rambut lawannya dengan sangat kuat, lalu menghujamkannya sekeras mungkin pada jam tua Hanggareksa. Ini adalah bentuk balas dendam atas rasa sakit di belakang kepalanya, dan semakin besar dendamnya semakin besar pula kekuatan Pak Kusnadi, hingga dengan satu kali benturan... jam tua itu berhenti berbunyi... BRUAAAAAAK! ----‘’---- Misteri..... Sebuah kenyataan yang tidak mereka ketahui, dan akan tetap menjadi misteri selama mereka tidak mengerti. Ruang yang mereka tempati, udara yang mereka hirup, sakit yang mereka rasakan, entah itu sebuah kenyataan, atau hanya tipu daya setan. 232
Seseorang pernah berkata, bahwa iblis terakhir yang harus kita kalahkan adalah diri sendiri. Denting jam tua itu tidak lagi terdengar, Hanggareksa berubah sepi dan gelap gulita. Tidak seorang pun ada disana kecuali Pak Kusnadi yang masih memandangi tangannya sendiri. Suara retakan kaca dan tulang kepala barusan terasa sangat nyata baginya, tapi sekarang dia sadar bahwa semua itu hanya ilusi. Iblis sedang mengelabui pandangannya, membawanya ke ruang dan waktu yang berbeda. Dan saat dia kembali ke alam yang sesungguhnya, Pak Kusnadi pun bertanya-tanya.. \"Suara siapa tadi?\" Pak Kusnadi akan mencari jawabannya sendiri, dia berlari ke arah pintu utama, karena kalau memang ini adalah dunia yang nyata, itu artinya Cipto dan Saniman ada di luar sana. APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN? Pak Kusnadi terperangah atas kedatangan si rambut putih yang tiba-tiba. \"Ro... rosmary?\" Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berlari, doa dan amalan tertahan di kerongkongannya. Semakin dia berlari semakin cepat Rosmary mengikuti, bahkan di depan pintu restoran sudah berdiri Widi yang siap menyambut kedatangannya. Pak Kusnadi berusaha meyakinkan diri bahwa dia sudah berada di dunianya sendiri, dan itu artinya… DIA BISA MELAKUKAN APA PUN YANG DIA MAU. Pak Kusnadi berbelok dari pintu utama menuju ke arah jendela, semakin sempit jarak antara dia dan jendela itu, semakin dia menambah kecepatan dan akhirnya.. PRANGGGGGGGGG!! Pak Lukman dan lainnya mendengar suara pecahan kaca dari samping restoran. Mereka pun bergegas menghampiri asal suara tersebut. Sesampainya disana, seseorang sedang tersungkur di tanah berselimutkan tirai merah dan serpihan kaca. Orang itu adalah... \"Kusnadi... kamu gak tidak apa-apa?\" Tanya Pak Lukman. Kang Jajank dan Cipto pun membantu Pak Kusnadi untuk bangkit, Wajahnya penuh dengan luka gores karena bagaimanapun, kaca yang ditembusnya ini cukup tebal, beruntung kelambu merah itu sedikit melindunginya. \"Maaf... saya tidak berhasil menemukan barang itu, dan Sisjono... saya tidak bisa menemukan Sisjono.\" Ujar Pak Kusnadi yang masih dipapah oleh Cipto. \"Tenang saja, Sisjono baik-baik saja. Dan tentang barang itu, kita bisa mencarinya sama-sama, semua berkat lubang di jendela yang kamu buat\" Ujar Pak Lukman sembari tersenyum. 233
\"Bapak ada yang bisa ikut saya masuk? Saya tahu dimana mereka menyimpan benda itu.\" Seru BQ. \"Suara itu.... suara kamu....?\" Tanya Pak Kusnadi, setelah mendengar suara BQ yang mirip dengan suara yang dia dengar tadi. Sayangnya BQ dan Kang jajank sudah lebih dulu masuk ke restoran melalui lubang di jendela. \"Sisjono sedang menyusul Chandra, mereka berhasil menangkap Riska dan yang lain. Sementara Ny. Rosyana.... kamu pasti senang bisa menemuinya di mobil sekarang. Semua berkat BQ, Anugerah dan juga Abadi.\" Ujar Pak Lukman yang disambut dengan senyum sumringah Abadi dan Anugerah. \"Eh?\" \"Kalian berdua kenapa disini?\" Tanya Pak Lukman pada dua orang yang ditugaskan untuk MENJAGA OMA. \"Tenang saja Pak Lukman, kan terpalnya ditutup. Nenek seperti itu mana mungkin bisa kabur.\" Ujar Abadi. ----‘’---- Di dalam restoran.... BQ berhasil menemukan bungkusan berisi daging yang akan digunakan oma untuk ritual malam ini. Bungkusan itu disembunyikan di balik semak-semak, dekat dengan tembok berlubang tempat Riska dan kawan-kawan kabur. Sepertinya mereka sengaja meninggalkannya disini karena tidak hanya satu, tapi bungkusan itu berisi lima sampai enam mayat bayi. Hingga bungkusan itu terlalu besar dan mencolok untuk mereka bawa. Lagipula mereka terlalu yakin bisa kembali dengan mobil untuk menjemput Oma dan juga bungkusan ini. Tapi walaupun berpikir demikian, BQ masih harus memastikan bahwa dia tidak membawa barang yang salah. BQ berniat membuka bungkusan kain tersebut, tapi kemudian dia sadar satu hal.. PISAUNYA MASIH ADA DI TANGAN OMA BRMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM…. Suara mesin mobil dinyalakan, membuat Pak Lukman lari dengan perasaan was was. Sesampainya di depan restoran, apa yang ditakutinya menjadi kenyataan. Mobil itu sudah berjalan meninggalkan Hanggareksa dengan terpal belakangnya yang sobek. \"SIAAAAAAAAAAAAAAAAAAL!\" ----‘’---- 234
Di kontrakan.... Sandy, Danil, dan Nova duduk lemas di lantai ruang tamu. Bukan hanya mereka bingung dengan atmosfir yang tiba-tiba berubah, tapi mereka juga bingung dengan tubuh Sabrina yang juga berubah menjadi sebuah koper dengan beberapa lubang bekas serpihan kaca. \"Sa.. sabrina?\" Akal sehat sandy belum sepenuhnya kembali, begitu juga dengan Nova. Hanya Danil yang masih bisa menggunakan otaknya dan berkata, \"Sepertinya..... Kutukan Hanggareksa sudah mengubah sabrina menjadi koper.\" Ya! sepertinya Danil pun masih belum menemukan akal sehatnya. Mereka tidak bisa berlama-lama disini, segera Sandy bangkit dan berlari ke lantai dua, disana..... di kamar Sandy yang berantakan, Sabrina terbaring pingsan tepat di samping tumpukan pakaian milik.... SAMSOL Mereka bertiga akhirnya sadar, sedahsyat apa iblis menipu panca inderanya. Sandy menggendong Sabrina menuruni tangga, diikuti oleh Danil dan Nova. Barulah ketika mereka berada di bawah, Nova ingat tujuannya datang ke kontrakan bersama Sabrina, tapi saat Nova hendak bicara, sesuatu menahan suaranya. \"Aaa... aaa......a.....\" \"Ada apa sih?\" Tanya Danil yang kesal melihat Nova tiba-tiba gagap. Kecuali Sandy.... dia memaklumi reaksi Nova tersebut, karena setelah mereka merasa aman, perempuan berambut putih itu justru kembali lagi. Kali ini dia berada di langi-langit kontrakan, dengan wajah yang jauh lebih menyeramkan. \"Sandy... sebaiknya kamu cepat pergi! Bawa Sabrina ke rumah sakit, sekalian panggil Kang Jajank kesini!\" Perintah Danil. Sandy pun menurutinya, karena saat ini prioritas mereka adalah Sabrina. Pintu kontrakan terbuka dengan mudahnya, tanpa sedikitpun gangguan dari si rambut putih. Danil mulai mengangkat tangannya, doa yang sedang dipanjatkannya terasa sangat mudah diucapkan tanpa gangguan dari si rambut putih. Alasan setan itu membiarkan Danil dan Sandy adalah.... KARENA DIA MENGINCAR NOVA. \"Cukup Pak Danil! Hantu itu sudah tidak kelihatan lagi.\" Ujar Nova. Danil melihat ke langit-langit dan benar! Perempuan itu sudah tidak disana. Tapi bukan berarti masalah selesai, karena sekarang Danil harus menyaksikan kegilaan Nova yang dengan tersenyum mencekik lehernya sendiri.... HIHIHIHIHIHI…. \"Nova! Apa-apaan kamu?\" Danil hanya bisa berteriak, kedua tangannya masih saja ragu untuk menyentuh Nova, karena bagaimanapun dia adalah perempuan. 235
\"SIALAN! SAYA HARUS GIMANA NIH?\" Nova mulai membuka mulutnya karena cengkraman tangannya semakin kuat. Untuk sejenak Nova melihat kematian di hadapannya, tapi di waktu yang bersamaan dia juga melihat seseorang datang untuk mengingatkan Nova bahwa ini bukan waktunya. Waitress berambut coklat itu muncul di hadapan Nova, hanya di hadapan Nova. Dia tersenyum dan memeluk tubuh Nova, pelukan yang lebih dari sekedar ungkapan sayang, karena pelukan itu adalah caranya mengusir sosok jahat yang saat ini merasuki Nova. Kak Rosy.... semua sudah berakhir. Ambisi duniawi tidak akan pernah kita raih lagi, karena kita sudah bukan bagian dari dunia ini. Dosa masa lalu kita sudah menjadi kutukan bagi mereka, untuk apa menambah beban hidup orang lain? Kamu tidak mengerti! Kamu tidak tahu bagaimana kejamnya mereka memperlakukan kita, menghina kita karena darah ini adalah darah penjajah. Mereka harus tahu bahwa Anggraini adalah sebuah kekuatan, dan menolak untuk memilikinya adalah sebuah dosa. Anak ini harus kita hukum. Aku akan selalu ada disini, demi kebebasan Nova dan anak cucunya nanti. Manusia memang terlahir tanpa bisa memilih namanya sendiri, karena itu mereka memilih nama untuk orang lain, untuk anak-anak dan generasi penerusnya. Tapi satu hal yang kakak lupa... Kita tidak bisa memilih takdir, baik untuk diri sendiri, maupun untuk orang lain. Kakak tahu? Saat kakak sibuk mencelakakan Nova disini, kakak sudah lupa untuk melindunginya, melindungi orang yang kakak sayangi…. ----‘’---- Di jembatan pantura kota gambir Keramaian orang memenuhi jalan, bahkan dari jauh terdengar sayup-sayup suara ambulan. Jalanan yang gelap mendadak terang oleh lampu kendaraan. Sorot cahaya itu menerangi sebuah tepi jembatan yang hancur, dan sebuah mobil pick up TERBAKAR DI DASAR JURANG. ----‘’---- 236
ROSEMARIE Di tempat yang berbeda, sebuah negeri dimana tulip berbaris indah. Keramaian Den Haag berhasil menyamarkan kedatangan seorang wanita, langkah kakinya sengaja tak bersuara, membawa wajah sedih itu melewati sempitnya Donker Alley. Gang sempit nan gelap yang memisahkah dua gedung besar itu bukanlah tujuan utamanya. Dia hanya membawa dirinya pergi ke sebuah alamat yang tertulis di buku sakunya. Tentang darimana dia mendapatkannya, bagi wanita itu adalah sebuah rahasia. Sebuah pintu kayu di sisi lain gedung, diantara tumpukan sampah, kucing hitam memandang wanita itu seperti berusaha melindungi makan siangnya. Bau dan lembab, tempat ini adalah pilihan yang buruk untuk sebuah rumah. Tapi kesinilah alamat itu membawanya, entah apa yang ada di balik pintu itu, hanya ada satu cara untuk mengetahuinya.. TOK TOK TOK Diluar dugaan, ketukan pintu itu disambut dengan cepat oleh sang pemilik. Walaupun yang terbuka hanyalah sebuah lubang persegi sejajar dengan wajah. \"Wie?\" Tanya seorang perempuan bersuara serak pada tamunya yang misterius. Sayangnya sang tamu tampak kebingungan, dan bukannya memberitahu siapa namanya, dia justru memberikan kertas berisi alamat itu. Perempuan bersuara serak itu membenahi kacamatanya, membaca dengan seksama lalu menutup lubang pintu. KREK! Pintu kayu itu pun terbuka, suaranya cukup keras untuk mengagetkan si kucing hitam. Di balik pintu perempuan bertubuh gemuk, berwajah kemerahan dengan lehernya yang berlipat-lipat, mempersilahkan tamunya masuk dengan suaranya yang serak. \"Selamat datang saudariku\" Segera setelah tamunya masuk, perempuan itu menutup kembali pintu dan membantu melepaskan mantel hijau yang dikenakannya. Mantel itu terasa lembab, jelas sekali jika tamunya sudah berjalan jauh bahkan di tengah hujan. Tampaklah sebuah rambut coklat terurai, dari sebuah wajah cantik yang sempat membuat perempuan gendut itu terkesima. \"Ehmm.. sudah lama tidak pulang ke kota kelahiran hah?\" Tanya perempuan gendut itu. 237
\"Sempat satu atau dua kali aku pulang. Lagipula jangan terkecoh dengan warna rambut ini, karena sebenarnya aku lahir jauh di negeri orang.\" Sahut si rambut coklat. Setelah menggantung mantelnya, mereka masuk melewati tirai merah yang lusuh. Di balik tirai itu ada sebuah ruangan bundar yang cukup besar, dengan banyak lukisan, mannequin, dan barang-barang antik lainnya. Perempuan berambut coklat itu disambut oleh beberapa wanita yang sedang duduk di lantai dengan kesibukannya masing-masing. Merajut, merangkai bunga, melukis dan memahat, apapun yang para wanita itu lakukan, mereka menyempatkan diri tersenyum pada si rambut cokelat. \"Aku hanya bisa mengantarkan sampai sini, selanjutnya kamu pasti tahu apa yang harus dilakukan.\" Ujar perempuan gendut itu, seraya mempersilahkan tamunya masuk ke sebuah ruangan dengan pintu merah yang dipenuhi ornamen aneh. KREK Pintu itu membawa si rambut cokelat pada sebuah ruangan dengan suasana yang sangat berbeda. Ruangan bundar kali ini tidak seluas sebelumnya, ini lebih seperti sebuah kamar tanpa tempat tidur. Permadani merah terhampar luas, tidak satu celah pun yang memperlihatkan lantainya, dan di atas permadani itu enam orang perempuan sedang duduk bersimpuh, mereka khidmat dalam doa atau apapun yang sedang mereka baca, bahkan beberapa diantaranya sampai meneteskan air mata. Si rambut cokelat berusaha untuk tidak peduli, dia berjalan menunduk memberi hormat pada mereka yang duduk. Tampaknya lahir di negeri timur sedikit banyak mempengaruhi adat dan sopan santunnya. Akhirnya langkah kakinya terhenti ketika dia sampai di depan orang yang jadi tujuan perjalanannya selama ini. Kali ini si rambut coklat itu menjatuhkan lututnya, bersimpuh dan mengulurkan tangan kanannya, lalu berkata.. \"Ibu dunia..... hujan masih jatuh pada mawar yang sama, di tanah yang berbeda. Dan pada satu dahan kami berlindung, pada satu tangkai kami tumbuh, pada satu..... pada sebuah..... pada.....\" Sayangnya perempuan berambut cokelat itu tidak bisa mengingat kalimat selanjutnya. \"Huhuhuhu... terlalu jauh kamu dari rumah, tidak perlu sesuatu yang formal. Kemari.... ceritakan semua luka dan rasa sakitmu pada ibu.\" Ujar perempuan berambut putih yang sedang duduk di sebuah permadani hitam. Perempuan itu tidak terlalu tua, rambut putihnya bukanlah simbol usia, tapi semua yang ada di ruangan itu menghormatinya, memujanya, seperti seorang ibu atau bahkan seorang dewa. 238
Si rambut cokelat yang cantik jelita, dia mendekat dan duduk di samping Ibu. Menghirup wewangian dari cawan putih, lalu mencium bibir sang ibu yang hitam. Itu lebih dari sekedar sentuhan, bagi sang ibu adalah caranya berkomunikasi hingga tidak butuh waktu lama dia pun mengerti apa yang sudah terjadi. \"Hmmmm meninggalkan nama besar, demi sebuah keluarga kecil. Leluhur memberi hukuman dan membuat keluarga kecil itu menjadi semakin kecil. Dia yang membawamu keluar, kini meninggalkanmu di luar. Tanpa dirinya keberadaanmu di sana adalah masalah, dibenci, dicaci, hanya karena leluhur mereka pernah berdarah karena leluhurmu. Benar begitu anakku?\" Tanya Ibu. \"Benar Ibu...\" Jawab perempuan berambut cokelat. Semua yang diucapkan Ibu adalah ringkasan pahit dari hidup si rambut cokelat, tapi mendengarnya tidak lantas membuat perempuan cantik itu sedih. Dia justru tersenyum, tidak sedikitpun beban derita, hanya sebuah mata yang menyala penuh dendam. \"Penghianat tidak kita biarkan hidup, mati pun tidak kita biarkan tenang. Kami disini adalah keluargamu, saudari dan ibumu, kami akan bantu mengembalikannya, atau menghukumnya. Jadi mana yang kamu pilih, membawanya pulang ke rumah, atau ke tempat yang lebih pantas?\" Tanya Ibu. \"Dia sudah memilih rumahnya sendiri, aku akan sangat senang jika dia pulang kesana. Untuk itu aku akan mengantarkannya sendiri. Hanya saja, semua keluarga, kerabat, dan orang yang disayanginya harus ikut, tanpa terkecuali.\" Jawab si rambut cokelat \"Huhuhuhuhu.... tidak ingin setengah-setengah untuk sebuah dendam kan? Baiklah... tapi kamu tahu harga yang harus kamu bayar?\" Tanya Ibu sembari menyodorkan sebuah bejana. Perempuan berambut cokelat itu mengerti maksud sang ibu, dia pun memegangi perutnya yang terlihat sedikit buncit lalu berkata, \"Jangan khawatir bu, dia akan memaafkanku.\" Sang Ibu mengangguk pelan, mengagumi tekad dan keberanian si rambut cokelat, dan untuk terakhir kalinya Ibu bertanya... \"Siapa namamu nak?\" Si rambut cokelat itu menjawab.... “ROSEMARIE ENGELEN” ----‘’---- 239
DASAR JEMBATAN JALUR PANTURA, KOTA GAMBIR Nyala api masih setengah padam, di terpa arus sungai dan angin malam. Ini adalah makam yang pantas untuk mobil tua yang sudah lelah berjalan. Tapi bagi nenek tua yang masih berjuang hidup, tangan keriput itu terlihat sangat menyedihkan. Satu- satunya anggota tubuh yang dapat terlihat tanpa harus mendekati kobaran api adalah tangan Oma. Di sekitar mobil belum satu orangpun terlihat, walaupun hiruk pikuk manusia terdengar di atas. Seperti banyak musibah kecelakaan, banyak juga simpatisan yang hanya mencari tontonan. Tapi sudah terlambat, Oma tidak lagi bisa diselamatkan. Tubuhnya hancur, karena bagian depan mobil membentur bebatuan. Tapi kematian perempuan tua itu tidak terlalu menyedihkan. Di seberang sungai Rosmary berdiri terpaku, dia adalah sosok yang bangkit karena rasa dendam hingga untuk merasa sedihpun dia tidak bisa. Lagipula untuk apa bersedih, Rosyana akan segera menyusulnya, bersama dengan keluarga dan jiwa para pelanggannya yang tidak akan pernah tenang. Rosmary masih mematung, saat warga berlarian menembus tubuhnya, menghampiri mobil naas itu. SENYUM DAN TANGIS ADALAH TANDA KEHIDUPAN, SEDANGKAN YANG MATI HANYA BISA TERDIAM. \"Apa yang sudah aku lakukan?\" Sesal dihatinya tidak akan pernah sembuh, Rosmary butuh tidur panjang dimana tidak ada orang lain yang membangunkannya. Sementara itu kobaran api sudah hampir padam, tidak pernah oma bayangkan bahwa api terakhir yang dia nyalakan akan memasak tubuhnya sendiri sampai matang. Asap tebal naik semakin tinggi, melewati jembatan itu sendiri. Sementara kini, tigaorang pria bermotor datang dan segera menepi. Mereka berdua menyaksikan dengan mata kepala sendiri, mobil tua yang sedang berusaha mereka kejar sudah pergi ke tempat dimana mereka tidak bisa mengikutinya. \"Lek Kusnadi, apa yang harus kita lakukan?\" Tanya Cipto dengan wajah panik. \"Terlambat.... sudah terlanjur ramai, polisi akan segera datang dan usaha kita untuk menangkapnya diam-diam sudah gagal.\" Ujar Kusnadi yang masih menahan sakit tubuhnya. Pak Lukman yang memboncengnya menggunakan motor Sisjono pun membantunya turun. \"Mungkin keadilan untuk Hanggareksa memang harus ditegakkan oleh pihak yang berwenang, meskipun begitu kita sudah berhasil memberi mereka hukuman.\" Tutur Pak Lukman. Mereka bertiga masih berdiri di pinggiran jembatan, melihat jauh ke dasar sungai. Ny. Rosyana sudah mematikan apinya, mungkin juga jasadnya hangus hingga ke tulang-tulangnya. Mereka memilih untuk tidak mendekat, terlalu malas untuk 240
berurusan dengan aparat. Akhirnya untuk lebih lama lagi, mereka memandangi bangkai mobil tua itu, sebelum garis polisi melingkarinya. \"Pak Lukman...apakah mati adalah hukuman yang pantas? Sedangkan sampean tahu, semua masalah ini dimulai dari sebuah kematian?\" Tanya Pak Kusnadi. Pak lukman tahu ini adalah waktunya untuk memberikan jawaban sebijak mungkin, tapi sayang sekali... bukan kesana arah pikirannya kali ini. \"Entahlah.... kalau ini adalah akhirnya, saya hanya berharap satu hal...\" “TIDAK ADA LAGI ROSEMARY YANG BARU” ----‘’---- 241
DESSERT 242
THE FOUNDER Rosemary Anggraini... Namanya mewakili aroma kembang merah di depan rumah itu, mawar yang tidak akan dipetik, diabaikan dan layu. Dibawa ke kota ini oleh seorang pemuda pribumi, tampan nan gagah, putra pejuang kemerdekaan yang lebih memilih berjuang demi kesejahteraan keluarganya. Widianto Hermawan, “Mas Widi” begitu dia akrab disapa. Rosy dinikahinya pada Agustus 1969 dan dibawa ke kota Gambir pada 1970. Hidup jauh dari tanah kelahiran tidak semudah yang mereka bayangkan, dalam semua rencana manis yang Widi rancang setelah menikahi Rosy. Terkatung-katung di kota rantau, semua kesempatan kerja sudah dicoba, semua peluang bisnis sudah jalani, tapi nasib baik masih enggan mengunjungi Widi. Apa yang mungkin salah dalam perjuangannya ini? Caranya? Strateginya? atau Nasibnya? Menyalahkan nasib sangatlah tidak arif. Bagi Widi, dia adalah laki-laki yang sangat beruntung, satu-satunya hal yang membuat dia merasa begitu adalah... “Sabar yah, bukan kegagalan yang membuatmu lemah, tapi menyerah yang membuatmu kalah” Rosy tidak pernah mengeluh... Rosy tidak pernah menuntut... dialah sebab dan semangat perjuangan Widi. Demi Rosy, Widi korbankan masa lajang, masa bersenang-senang. Mempersunting wanita berdarah blasteran tidaklah mudah. Persepsi, Adat Budaya, Keyakinan dan banyak hal lain yang harus sama, tapi perasaan, prinsip dan tekad mereka tidak lagi berbeda, keduanya mempertaruhkan status keluarga demi sebuah keluarga, bagi Widi dan Rosy resikonya sudah sangat nyata, mereka dihapus dari daftar ahli waris yang sah. Kalau sudah begini, siapa yang akan datang menawarkan jasa? Widi sadar kelemahan mereka adalah kekuatannya, mereka betah jauh dari sahabat dan dikucilkan keluarganya, ego untuk menunjukkan pada dunia bahwa keduanya mampu bahagia tanpa sanak-saudara, telah membuatnya lupa untuk menemukan keluarga yang baru, yang mengerti dan menerima mereka walau tidak sedarah. Akhirnya mereka memulai dari seorang tetangga, yang terdekat, yang dirasa paling tepat, Habib Ali Murtadla. Tetangga yang ramah, terbuka, dan yang terpenting dapat dipercaya. Dimulai dari saling bertukar pengalaman bisnis, Widi dengan pengalaman pahitnya, sementara Habib Ali dengan rahasia suksesnya. Toko parfum yang dimilikinya merupakan yang terbesar di Kota gambir, bahkan Toko Buku dan Kitabnya yang ada di kota sebelah pun menjadi pusat belanja buku terlengkap disana. Bagi Habib Ali, Widi merupakan saudara seperjuangan, saudara senasib yang sama-sama mencicipi rasa pahit perantauan. Walau keduanya berbeda suku dan agama, keluarga Habib Ali dan Widi tidak pernah menjadikan itu perbedaan berarti, mereka saling menghormati dan menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika. 243
“Bunda... setelah belajar banyak dari Kak Habib, menurut Bunda usaha apa yang cocok dengan kita?” Tanya Widi pada istrinya yang sedang tidur membelakanginya. “Usaha yang tidak membutuhkan sewa tempat, modal sedikit, mudah dikelola, dan bisa dikerjakan di rumah. yang seperti itu ada gak yah?” Jawab Rosy sambil tetap membelakangi Widi yang mulai memutar otaknya. Berbagai Ide unik dan brillian memenuhi ruangan di kepala Widi, namun yang cocok dengan kirteria Rosy adalah... “Yaaa tidak mungkin ada bisnis seperti itu Bun, salah satu dari kriteria yang bunda kasih harus dikorbankan.” Rosy mendiamkan jawaban Widi yang menurutnya tidak perlu ditanggapi. Otak Widi dipaksa untuk bekerja lebih keras lagi, namun ide yang dihasilkan tidak sebanyak keringat yang dikeluarkan. Akhirnya nafas panjang itu menjadi pengganti kata “Aku nyerah” dari Widi. Di tengah lelahnya berpikir, Widi memperhatikan Rosy yang masih saja membelakanginya. Jelas sekali dia tidak sedang terlelap, karena lengan tangannya bergerak-gerak seperti sedang melakukan sesuatu yang Widi tidak boleh tahu. “Lagi ngapain sih Bun?” Widi memang bertanya, tapi dia tidak mau menunggu jawaban. Widi memutuskan untuk menemukan jawabannya sendiri, dia beranjak menggeser tubuhnya ke samping Rosy dan melihat bibir istrinya yang sedang tersenyum, tidak pada Widi, tapi pada perutnya sendiri. Lalu dengan senyum yang masih mengembang lebar itu, Rosy melirik suaminya yang masih bingung, tapi guratan wajah Widi tidak bisa ditutupi, dia mengharapkan jawaban pasti, jawaban yang mungkin sudah diterka oleh Widi, karena raut wajahnya sudah sangat antusias dengan senyum kecil menghiasi. “Aku Hamil, tiga bulan” Rosy tidak pernah secantik itu, senyum manjanya semakin menawan, yang tersungging setelah kabar kehamilan barusan. Widi memeluk Rosy dengan sangat hati-hati, tidak ingin euforianya menyakiti si jabang bayi. “Terima kasih Tuhan, terima kasih untuk keluarga kecil yang semakin besar ini...” Doa yang dipanjatkan Widi diamini oleh Rosy. “Jadi itu alasannya Bunda ingin kerja di rumah, supaya bisa sambil mengurus anak....” “Iya, begitu yah” Entah darimana datangnya ide mereka, cinta menyatukan hati dua manusia, tapi mungkin ini kali pertamanya cinta menyatukan pikiran Widi dan Rosy. Setelah 244
berpikir sejenak, keduanya serempak menoleh, seolah sedang melihat pikiran satu sama lain.. “Bunda berpikir apa yang Ayah pikirkan?” Rosy mengangguk dengan penuh keyakinan.... ----‘’---- Tiga bulan kemudian.. HANGGAREKSA RESTAURANT \"Pengunjung di hari pertama adalah Saksi, perhatikan dan hafal dengan baik wajah mereka, jika dalam satu bulan wajah itu terlihat lagi, maka bisnismu sudah punya pasar. Perhatikan dua bulan ke depan, jika tidak kamu lihat wajah baru, berarti bisnismu butuh inovasi. Lakukan riset! Klasifikasi pelanggan dari golongan, usia, bahkan gender apa yang rutin mendatangi bisnismu. Disini kamu punya dua pilihan, konsistensi untuk mempertahankan pasar yang sudah kamu punya, atau inovasi untuk melirik pasar baru. Resiko adalah pasti! Kadang kala yang baru berdatangan, dan yang lama justru meninggalkan, bagaimanapun kita sedang berjudi, bisnis adalah permainan judi dengan nasib kita sebagai taruhannya.\" Nasihat Habib Ali itu adalah motivasi juga pedoman bagi Widi dan Rosy. Terealisasinya usaha restoran itu pun berkat bantuan Habib Ali, modal, tenaga dan juga relasi sang Habib yang luas, membuat restoran Widi mudah di kenal. Widi dan Rosy pun tidak menerima semuanya lalu diam, mutualisme dalam berbisnis adalah hal yang harus diperhatikan agar relasi dengan rekan dapat terjaga. Hanggareksa pun memutuskan untuk bekerja sama dengan usaha yang ditekuni Ashraf Ali, putra Habib Ali, dalam hal Suplai bahan makanan. Widi tidak pernah memesan bahan dari luar kota, kecuali bila stok di toko Ashraf sedang benar-benar kosong. Tidak butuh waktu lama bagi Widi dan Rosy untuk meniti kesuksesan, dan menata kekeluargaan. Hanggareksa semakin dikenal, berbagai renovasi di lakukan, tidak hanya pada restoran, namun juga pada rumah mereka. Memiliki hunian dan tempat berwira usaha yang saling berdekatan adalah impian Rosy selama ini, maka berdirilah Restauran Hanggareksa yang baru, berdampingan dengan istana kecil sederhana mereka. Namun apalah artinya istana, bila raja dan permaisuri tidak punya putra mahkota. Bulan kesembilan tahun 1971, adalah puncak kebahagiaan Widi dan Rosy, tangisan dari putri pertamanya adalah sebuah pencapaian terbesar bagi Widi, bukan sebagai Enterpreneur, tapi sebagai seorang Ayah. Bayi perempuan cantik itu diberi nama Rosyana Hermawan, dimana Rosyana adalah nama dari mendiang mama Rosy, sedangkan Hermawan adalah nama dari Ayah Widi. Mereka masih sangat 245
menghormati orang tuanya, walaupun kabar kelahiran Rosyana sama sekali tidak mendapatkan reaksi apa-apa dari keluarga mereka di Jawa Tengah. Tidak masalah bagi Widi dan Rosy, bagaimanapun rupa kebencian yang sedang menggerogoti silsilah keluarganya, mereka tetap tidak mau mewariskan musuh pada Rosyana barang secuil. Rosyana harus mengenal Nenek dan Kakeknya, harus yang baik-baik saja, cerita pertentangan keduanya dengan keluarga, Rosyana tidak harus tahu. Dibawa pulang ke rumah mengendarai delman, serasa tamasya di kampung halaman. Tapi Kota Gambir tidak pernah sesepi ini, siang hari tidak sesendiri ini, Widi merasa ada yang hilang dari dirinya, dirampas oleh Kota Gambir dan kehidupan barunya. Tapi Tuhan memberikan jawaban, Rosyana dan Rosy adalah simbol kemenangan. Ini yang sejak dulu Widi harapkan, ini yang sejak dulu Widi perjuangkan, tapi sampai disini, kenapa Widi merasa ada yang kurang? Widi masih haus berjuang, tapi untuk apa jika piala sudah dimenangkan? Tiba-tiba suara Rosyana menjemput Widi dari jelajah hayalnya, bayi itu menangis, digoncang delman, di sengat terik matahari, dibisingkan oleh peradaban kota. Mungkin kamar rumah sakit lebih nyaman bagi Rosyana kecil, tapi bagaimana nanti? Kalau Widi dan Rosy pergi berbelanja, kalau harus meninggalkan rumah, tidak ada kamar yang bisa membawa Rosyana pergi, pun tidak mungkin untuk ditinggalkan sendiri. Widi tahu jawabannya, dan kali ini Widi mampu mewujudkannya... Segera setelah itu... mobil pick up keluaran 1970 terparkir mewah di depan rumahnya. Widi resmi menjadi pemilik mobil ketiga di kompleks Kalimaya. Tidak kaya dan tidak sukses seseorang, jika belum memiliki mobil, dan pick up putih itu adalah deklarasi bisu bahwa Widi dan Rosy sudah berada di level baru, level orang elit. Jaringan bisnisnya semakin kuat, pendapatan Hanggareksa meningkat pesat. Tapi nasib buruk memutuskan untuk singgah, mengingatkan Widi siapa dia sebenarnya..... Repelita membawa pengaruh yang signifikan pada perekonomian Indonesia di era Orde Baru. Lahan perkebunan, pertanian, bahkan pembangunan besar-besaran mengubah wajah Kota Gambir dalam kurun waktu lima tahun. Persaingan sehat hanyalah fiktif yang mereka ceritakan untuk menutupi persaingan sesungguhnya yang kotor, penuh fitnah dan kecurangan, selalu begitu. Tidak hanya Widi dan Rosy, Habib Ali pun merasakan dampaknya, usaha daging dan bahan pangan Ashraf menukik tajam, menghantam tanah rantau yang sempat mereka sanjung-sanjungkan. Tapi Habib Ali bukan orang baru, kakinya lebih dulu berpijak kuat dan mengakar di bumi Gambir. Bangunan baru dan para pesaing yang senyum sumringah dengan ekspektasi tinggi bisa sukses di Kota Gambir, sama sekali bukan ancaman bagi Habib Ali. ----‘’---- 246
Empat tahun kemudian.... “Bungkus saja! Berikan pada panti asuhan atau orang-orang yang tinggal di sekitaran gereja.” Perintah Rosy pada karyawannya. Lalu dibungkuslah sisa makanan yang sebenarnya sama sekali belum tersentuh. Ini sudah kesekian kalinya dalam bulan ini, Hanggareksa tutup menyisakan banyak makanan yang tidak laku terjual. Rosy keluar dari dapur, melihat jam tua di dekat meja kasir yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Meja-meja di restoran itu sudah tertata rapi, atau masih tertata rapi? Sejak pagi hari hanya ada sepuluh sampai sebelas pelanggan yang mengunjungi Hanggareksa. Masa-masa sulit bagi keluarga Hermawan pun dimulai. Di suatu malam, saat Rosyana sudah pulas dipelukan boneka bebeknya, Rosy dan suaminya sedang berdiskusi. “Aku kehabisan ide Ma... hampir semua aspek sudah aku evaluasi, tapi tidak ada yang salah sama manajemen restoran kita, apalagi menu yang disajikan. Tiga warung makan baru di sekitar sini pun tidak menyediakan menu seperti kita.” Keluh widi sambil memutar-mutar pena dengan tangan kanannya, bingung dan panik karena omset mereka semakin sedikit. Tapi sampai detik ini, belum satu pun usaha mereka yang berhasil memperbaiki keadaan yang semakin pelik. “Sama sih Pa... tidak ada yang salah dengan harga menu kita, memang ada sebagian menu yang dipatok lebih murah di restoran lain, tapi banyak yang justru lebih mahal. Apa mungkin sudah saatnya kita coba menu yang baru pa? Masakan China, madura, atau menu khas kota ini?” Tanya Rosy yang juga larut dalam diskusi. Baginya masa depan Rosyana yang paling utama, jadi semua ide harus dia kumpulkan demi mempertahankan apa yang sudah mereka perjuangkan. “Ide bagus sih Ma... tapi sejak Ashraf menutup usahanya, kita harus berpindah- pindah mencari penyuplai bahan makanan, dan sekarang baru terasa kalau relasi bisnis itu memang berbeda dengan relasi keluarga. Bisnis akan selalu mengejar keuntungan, tidak seperti keluarga Kak Ali yang sudah menganggap kita saudara, memberikan harga murah sudah mejadi hal yang lumrah Dan kalau harus menambah menu khas daerah tertentu, kita harus mendapatkan suplai bahan yang baru, karena belum tentu bahan-bahannya ada di sekitar kota ini” Jawaban yang sangat padat dan sangat berat untuk diiyakan Rosy, meskipun dia tahu bahwa apa yang Widi jelaskan memang benar adanya. Hanggareksa tidak akan menang melawan restoran Koh Untung yang spesialis masakan China, juga restoran Kang Yayan yang spesialis masakan padang, bahkan Warung sate Cak Kadir yang spesialis sate dan soto madura. Dibanding mereka, Hanggareksa hanyalah restoran umum yang sama sekali tidak punya ciri khas, dan itu baru mereka sadari setelah Hanggareksa berada di masa-masa genting. Bisnis adalah judi, hanya dengan sedikit keberuntungan amatir pun mampu membuat sang profesional pulang telanjang. Seakan Tuhan sudah memberikan 247
semua keberuntungannya pada Widi, hingga tidak ada nasib baik yang tersisa baginya. Widi hampir kalah di perjudian ini, dia memilih meja yang salah, bersekutu dengan Habib Ali sempat menyelamatkannya, namun sekarang dia pergi membawa kemenangannya sendiri, menuju meja judi yang lebih tinggi. Sahabat Widi satu-satunya memilih pergi dan menetap di luar kota, meninggalkan keluarga Widi yang hanya bisa melambaikan tangan melepas kepergian mereka. Habib Ali mencoba peruntungan di pasar international, dan dia berhasil. Tuhan macam apa yang selalu memberikan keberuntungan pada satu orang? Tanya Widi pada dirinya sendiri. Tidakkah Aku juga punya Tuhan? Benarkah Aku bermain di meja yang salah? Atau Aku sudah menyembah Tuhan yang salah? Widi tidak hanya merasa gagal, dia juga merasa ditinggal. Perpisahan dengan sahabatnya itu, bukan hanya menyisakan rasa duka dan panik, tapi juga benci. ----‘’---- Hingga pada hari itu... TOK… TOK… TOK… “Sudah! Jangan dibuka!” “Tapi siapa tahu itu kerabat kita Yah?” “Kerabat kita sudah lama pergi, dan yang tersisa sekarang yang sering datang ke rumah hanyalah debt collector, jadi biarkan saja! Sebisa mungkin buat rumah ini seolah tidak ada orang” “Tapi Yah” “KAMU SUDAH TULI? AKU BILANG JANGAN!!” Bak dicambuk, telinga Rosy masih jauh dari kata Tuli, dan mampu mendengar dengan jelas nada bicara Widi. Kata-kata yang entah sejak kapan dia mempelajarinya, Widi tidak pernah sekalipun berucap kasar, apalagi membentak Rosy. Adalah dosa yang mungkin tidak Widi sadari. Istrinya meneteskan airmata pertama kalinya karena Widi. Semakin perih saja telinga dan perasaan Rosy, karena Rosyana kecil mendengarkannya. Wajah polosnya bertanya-tanya, siapakah sosok laki-laki di depannya ini? Tega sekali menyakiti hati Bundanya, dimana Ayah? Dimana ayah Rosyana yang dulu? Kali ini tidak sedikitpun sisa wajah Widi yang dulu Rosy kenal ada di pada suaminya. Lelah, benci, kecewa semua perasaan terburuk manusia ada pada Widi. Ambisi Widi tidak pada kebahagiaan Rosy, tidak pula pada masa depan Rosyana. Perubahan sikap yang semakin terasa, menyadarkan Rosy jika suaminya bukanlah Widi yang dulu lagi. Hidup terlunta jauh dari tanah tumpah darah membuat Widi 248
trauma, tapi jatuh dari gemilang kesuksesan dan bergesernya strata sosial adalah pukulan keras yang lebih hebat daripada traumanya. Kini mulai jelas bahwa perjuangan dan ambisi Widi bukanlah untuk Rosy dan putrinya, tapi semua itu Widi lakukan untuk dirinya sendiri, untuk sebuah status, untuk sebuah pengakuan, untuk selalu berada di atas orang lain. Rosy menahan air matanya, tidak setetespun yang boleh jatuh di depan Rosyana. Seketika itu Rosy pergi ke ruang tamu, menyambut siapapun yang ada di balik pintu, tanpa mempedulikan teriakan Widi. Dan bahagialah Rosy, karena sekarang adik satu-satunya yang dia tinggalkan jauh di kota kelahiran sedang berdiri di depan pintu rumahnya membawa seorang anak perempuan seumuran Rosyana. Rambut coklatnya, kulit putih dan mata birunya itu.... “Lisanne????” “Susah sekali menemukan alamatmu Kakakku.” Pelukan dan isak tangis mewarnai pertemuan dua wanita di malam itu. Pertemuan yang akan menjadi babak baru dalam kehidupan Widi dan Rosy. Babak yang sangat baru..... ----‘’---- 249
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302