Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Lampiran 1

Lampiran 1

Published by bpsdmhumas, 2020-07-14 01:17:58

Description: Lampiran 1

Search

Read the Text Version

RCEOSFRELMBPEAOKEPGRSNEAIAIMTKITIBEOESEMRUTLGRNEANAAIJVATNKEERUIRSGMSAI HISTAIYM:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA Pasal 1 (1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 113 (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

RCEOSFRELMBPEAOKEPGRSNEAIAIMTKITIBEOESEMRUTLGRNEANAAIJVATNKEERUIRSGMSAI HISTAIYM: HARISON CITRAWAN, dkk BALITBANGKUMHAM Press

@ 2019 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Pusat Penelitian dan Pengembangan HAM MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR Penulis : Harison Citrawan, Sabrina Nadilla, Junaidi Abdillah, Yuliana Primawardani, Firdaus, Victorio Hariara A. S. Editor : Oki Wahju Budijanto Reviewer : Muh. Khamdan, M.A. Hum. Layout : Panjibudi Dicetak oleh : Percetakan Pohon Cahaya ISBN : 978-623-7124-69-6 Cetakan Pertama : November 2019 Diterbitkan oleh: BALITBANGKUMHAM Press (Anggota IKAPI) Jl. HR Rasuna Said Kav. 4-5 Kuningan, Jakarta Selatan Website: www.balitbangham.go.id Telp: (021) 252 5015, ext. 512/514 E-mail: [email protected]

PRAKATA PENULIS ”Since we are part of that lacework ourselves, it’s doubly hard to see the whole pattern of change. Instead, we tend to focus on snapshots of isolated parts of the system, and wonder why our deepest problems never seem to get solved.” —Peter M. Senge (2004) Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu poin penting dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025. Dalam konteks sistem hukum nasional, rencana pembangunan di bidang hukum juga menyasar isu sumber daya manusia, utamanya dalam aspek kualitas dan profesionalisme, serta integritas SDM hukum. Sehingga pada titik ini, diperlukan suatu gambaran tentang pengembangan SDM di bidang hukum, berikut kategori-kategori yang ada di dalamnya, serta peran Kementerian beserta SDM-nya di dalam sistem hukum tersebut. Cara pandang kesisteman tersebut masih absen di dalam pembangunan sistem hukum nasional saat ini. Pada saat yang sama, Kementerian Hukum dan HAM, sebagai pembantu Presiden di bidang hukum dan hak asasi manusia, terlanjur sibuk dengan berbagai permasalahan di internal MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: v REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

organisasi: tingginya tuntutan perubahan dari masyarakat, budaya organisasi yang cenderung kaku, model pembelajaran yang masih belum bisa mengakomodasi kebutuhan pegawai, infrastruktur kerja yang tidak dimanfaatkan dengan optimal, manajemen sumber daya manusia yang masih belum berdasarkan sistem merit, dan terakhir, struktur organisasi yang saling overlapping satu dengan lainnya. Patut disadari bahwa ragam fenomena praktis dalam pengelolaan organisasi tersebut, pada derajat tertentu, dapat menjadi penghambat dalam pencapaian visi dan sasaran strategis Kementerian; yang pada gilirannya dapat memengaruhi kinerja Kementerian dalam cara kerja sistem hukum nasional. Studi ini berupaya untuk secara eksploratif menggambarkan dua unsur utama yang diperlukan oleh Kemenkumham dalam menjalankan strategi corporate university, yakni lanskap pengelolaan pengetahuan di lingkungan Kementerian dan kondisi Kemenkumham sebagai sebuah organisasi pembelajar. Pada bagian pertama, pembahasan akan ditujukan kepada perkembangan kon­ sep corporate university yang akan diterapkan di Kemenkumham. Selanjutnya, bagian kedua buku ini akan membahas hukum dengan pendekatan kesisteman melalui teori autopoiesis Luhmann, konsep pengelolaan pengetahuan dan organisasi pembelajar, pengembangan SDM, hingga kerangka analitik corporate university sebagai sebuah strategi manajemen organisasi. Pada bagian ketiga, buku ini membahas lebih jauh mengenai potret pelaksanaan empat proses dalam kerangka corporate university di lingkungan Kemenkumham dan pengembangan SDM Hukum terintegrasi dalam perspektif Kemenkumham. Bagian keempat buku ini kemudian membahas kondisi existing Kemenkumham sebagai organisasi pembelajar melalui analisis terhadap masing- vi Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

masing subsistem organisasi pembelajar. Terakhir, buku ini akan membahas langkah pengembangan SDM di masa yang akan datang, termasuk peluang penerapan strategi corporate university untuk pengembangan SDM Hukum nasional. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses penelitian ini. Sebuah kehormatan bagi kami untuk dapat mewawancarai para pimpinan tinggi pratama, jajaran pejabat struktural maupun pejabat fungsional tertentu di lingkungan unit eselon I, serta Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Terima kasih kami sampaikan kepada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kemenkeu RI, Lembaga Administrasi Negara, Badan Kepegawaian Negara; BPSDM Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat, Balai Diklat Keuangan Yogyakarta; narasumber dari sektor BUMN yakni PLN Corporate University, BRI Corporate University, dan BULOG Corporate University; serta narasumber akademisi, Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Terakhir, kami berharap buku ini tidak hanya berkontribusi bagi internal Kementerian, namun juga memberikan perspektif baru dalam memandang lanskap yang lebih besar: Kementerian Hukum dan HAM dalam sistem hukum nasional. Jakarta, November 2019 Tim Penulis MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: vii REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

viii Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

KATA PENGANTAR Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM telah berkomitmen untuk mengimplementasikan strategi corporate universitydi lingkunganinternal Kementerian. Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas personel dan menginisiasi sistem pengelolaan pengetahuan (knowledge management) dalam rangka meningkatkan capaian kinerja organisasi. Sebagai konsekuensi, corporate university dianggap mampu menyajikan basis konseptual dalam mendorong terwujudnya Kemenkumham sebagai sebuah organisasi pembelajar. Apresiasi kepada Tim Penelitian yang telah menyelesaikan kegiatan penelitian ini, tidak lupa ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran selama proses kegiatan berlangsung. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM yang telah memberikan kepercayaan kepada Tim untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini. Semoga hasil penelitian MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: ix REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

ini dapat berkontribusi dalam menjalankan tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan HAM. Jakarta, November 2019 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Drs Agusta Konsti Embly S.H., Dipl.Ds., M.A. x Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

KATA SAMBUTAN Penerapan konsep corporate university dewasa ini tidak hanya dikembangkan oleh sektor privat dan korporasi, namun juga institusi pemerintahan di Indonesia, salah satunya Kementerian Keuangan RI. Konsep ini diharapkan dapat berkontribusi positif terhadap perubahan paradigma organisasi Kementerian. Sejalan dengan perkembangan tersebut, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM berkomitmen untuk mengimplementasikan strategi corporate university di lingkungan Kementerian. Untuk mencapai hal tersebut, cakupan kerja dari corporate university dapat meliputi pusat pelatihan, akselerator kepemimpinan, platform strategi, dan jejaring pembelajaran. Dari pemahaman demikian, corporate university dapat menjadi kerangka analisis yang berisikan empat proses utama (core processes), yakni sistem dan proses pengetahuan; proses kemitraan dan jaringan, proses perorangan, dan proses pembelajaran. Pada saat yang sama, penerapan strategi corporate university menuntut adanya prakondisi mutlak yakni komitmen Kemenkumham sebagai organisasi pembelajar. Penelitian ini berhasil memotret prakondisi tersebut yang tercermin ke dalam MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: xi REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

beberapa temuan empiris yakni (i) belum sistematisnya pengelolaan pengetahuan di dalam Kemenkumham; (ii) dinamika pembelajaran organisasi yang cenderung informal dan terdesentralisasi di masing-masing unit, dari pusat, wilayah, hingga UPT; (iii) proses transformasi budaya organisasi menuju organisasi profesional yang cenderung lambat dan masih didominasi oleh kultur yang sangat birokratis (highly bureaucratic); dan (iv) pemberdayaan SDM yang belum dikelola secara transparan dan berdasarkan merit, serta belum linier dengan kebijakan pengembangan kompetensi SDM. Keempat temuan lapangan tersebut mengisyaratkan besarnya tantangan dalam penerapan strategi corporate university di lingkungan Kemenkumham. Dalam kesempatan ini, kami atas nama Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan kontribusinya dalam penyelesaian buku ilmiah ini. Semoga buku ini dapat berkontribusi positif dalam mewujudkan Kementerian Hukum dan HAM sebagai sebuah organisasi pembelajar. Jakarta, November 2019 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Dr. Asep Kurnia xii Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

DAFTAR ISI PRAKATA PENULIS.............................................................................v KATA PENGANTAR........................................................................... ix KATA SAMBUTAN............................................................................. xi DAFTAR ISI...................................................................................... xiii DAFTAR TABEL.............................................................................. xvii DAFTAR GAMBAR...........................................................................xix Bab I APA DAN MENGAPA CORPORATE UNIVERSITY?....... 1 A. Dorongan untuk Berubah..............................................3 B. SDM di dalam Sistem Hukum Nasional...................... 13 C. Identifikasi Permasalahan dan Metode Penelitian.....23 1. Fokus Penelitian.....................................................25 2. Metode Pengumpulan Data.................................. 26 3. Teknik Analisis Data.............................................. 29 4. Lokasi Penelitian....................................................32 Bab II HUKUM, SUMBER DAYA MANUSIA, DAN PEMBELAJARAN........................................................ 33 A. Hukum sebagai Sistem Sosial: Teori Autopoiesis Luhmann...................................................................... 34 MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: xiii REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

B. Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management)........................................... 38 C. Teori Organisasi Pembelajar........................................43 1. Lima Disiplin dalam Organisasi Pembelajar........ 45 2. Munculnya Kebutuhan akan Organisasi Pembelajar.............................................................. 49 D. Pengembangan Sumber Daya Manusia.......................55 E. Konsep Corporate University...................................... 59 Bab III MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY.......... 65 A. Strategi Corporate University di Sektor Publik.......... 70 B. BPSDM Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai Pengembang Kompetensi dalam Lensa Corporate University..................................................................... 87 1. Sensemaking terhadap People Process................. 90 2. Sensemaking terhadap Knowledge System Process....................................................................101 3. Sensemaking terhadap Network and Partnership Process.............................................. 107 4. Pengembangan Kompetensi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam Kerangka Kerja Corporate University...................110 C. Pengembangan SDM Hukum yang Terintegrasi dalam Perspektif Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.............................................................. 115 1. Pembelajaran SDM Hukum dengan Pendekatan Kesisteman ....................................... 115 2. Juridical Habitus di Indonesia: Aparat Penegak Hukum dan Aparatur Hukum.............................. 122 xiv Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

3. Reposisi ’Pengayoman’: Kerangka Kerja Corporate University dan Konsolidasi Pengembangan SDM Hukum.............................. 129 Bab IV MEMBANGUN KONTEKS: KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR............................................................139 A. Lanskap Subsistem Dinamika Pembelajaran............140 B. Lanskap Transformasi Organisasi............................. 163 C. Lanskap Subsistem Pemberdayaan Sumber Daya Manusia....................................................................... 182 D. Lanskap Subsistem Pengelolaan Pengetahuan......... 193 1. Memperoleh Pengetahuan................................... 195 2. Pembentukan Pengetahuan................................ 205 3. Penyimpanan Pengetahuan................................. 210 4. Transfer dan Diseminasi Pengetahuan................ 215 5. Penerapan dan Validasi Pengetahuan................. 221 E. Lanskap Subsistem Penerapan Teknologi................. 233 F. Lima Disiplin Organisasi Pembelajar dalam Konteks Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.......................................................................245 Bab V KE MANA SETELAH INI?........................................... 251 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 261 LAMPIRAN...................................................................................... 269 GLOSARIUM....................................................................................277 INDEKS............................................................................................279 MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: xv REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

xvi Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

DAFTAR TABEL Tabel 1 Fokus Penelitian............................................................... 26 Tabel 2 Daftar Narasumber...........................................................27 Tabel 3 Rasionalisasi Penentuan Lokus........................................32 Tabel 4 Transformasi Organisasi................................................... 51 Tabel 5 Empat Sudut Pandang SDM Hukum dan HAM........... 125 Tabel 6 Nilai Rata-Rata Subsistem Dinamika Pembelajaran.....161 Tabel 7 Uraian Perhitungan Subsistem Dinamika Pembelajaran................................................................... 162 Tabel 8 Nilai Rata-Rata Subsistem Transformasi Organisasi.... 177 Tabel 9 Uraian Perhitungan Subsistem Transformasi Organisasi........................................................................ 179 Tabel 10 Nilai Rata-Rata Subsistem Pemberdayaan Sumber Daya Manusia..................................................................189 Tabel 11 Uraian Perhitungan Subsistem Pemberdayaan Sumber Daya Manusia.....................................................191 Tabel 12 Nilai Rata-Rata Subsistem Pengelolaan Pengetahuan................................................................... 228 Tabel 13 Uraian Perhitungan Sub-Sistem Pengelolaan Pengetahuan....................................................................230 Tabel 14 Nilai Rata-Rata Subsistem Penerapan Teknologi........ 242 MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: xvii REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

Tabel 15 Uraian Perhitungan Subsistem Penerapan Teknologi.........................................................................243 Tabel 16 Rekap Subsistem Organisasi Pembelajar......................247 xviii Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 SDM Hukum Indonesia.. ............................................ 20 Gambar 2 Analisis Data Kualitatif.............................................. 30 Gambar 3 Subsistem Pengetahuan............................................. 40 Gambar 4 Lima Disiplin dalam Organisasi Pembelajar............. 46 Gambar 5 Subsistem dalam Organisasi Pembelajar.................. 54 Gambar 6 Model Pengembangan SDM...................................... 59 Gambar 7 Skema Kerangka Analisis Corporate University......... 61 Gambar 8 Hubungan antar Aktivitas Sensemaking di Kemenkumham..........................................................114 Gambar 9 Interaksi Proses Sensemaking dan New Information................................................................ 138 Gambar 10 Model Pembelajaran Organisasi Global................... 142 Gambar 11 Data Persepsi Pegawai Penerapan Subsistem Dinamika Pembelajaran............................................160 Gambar 12 Nilai Rata-Rata Indikator Penerapan Subsistem Dinamika Pembelajaran.............................................161 Gambar 13 Data Persepsi Pegawai Penerapan Subsistem Transformasi Organisasi........................................... 177 Gambar 14 Nilai Rata-Rata Indikator Penerapan Subsistem Transformasi Organisasi........................................... 178 MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: xix REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

Gambar 15 Data Persepsi Pegawai Penerapan Subsistem Pemberdayaan SDM..................................................189 Gambar 16 Nilai Rata-Rata Indikator Penerapan Subsistem Pemberdayaan SDM................................190 Gambar 17 Pengelolaan Pengetahuan dalam Organisasi...........194 Gambar 18 Lanskap Pengelolaan Pengetahuan di Kementerian Hukum dan HAM...........................227 Gambar 19 Data Persepsi Pegawai penerapan Subsistem Pengelolaan Pengetahuan........................................ 228 Gambar 20 Nilai Rata-Rata Indikator Penerapan Subsistem Pengelolaan Pengetahuan........................................ 229 Gambar 21 Data Persepsi Pegawai penerapan Subsistem Penerapan Teknologi................................................. 241 Gambar 22 Nilai Rata-Rata Indikator Penerapan Subsistem Penerapan Teknologi................................................ 242 xx Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Bab I APA DAN MENGAPA CORPORATE UNIVERSITY? Peningkatan kapasitas personel dan pengelolaan pengetahuan (knowledge management) merupakan unsur yang utama dalam pencapaian kinerja sebuah organisasi. Tidak terkecuali di lingkungan instansi pemerintahan, kedua unsur ini memegang peranan kunci dalam mewujudkan tujuan dan rencana strategis pemerintah yang telah ditetapkan. Lebih lanjut, kedua unsur ini juga menjadi elemen penting dari strategi manajemen organisasi yang sedang berkembang saat ini, yakni corporate university. Dalam beberapa kajian, konsep tersebut menyajikan kerangka pikir yang mampu mendorong pengembangan pengelolaan pengetahuan di dalam organisasi. Secara historis, konsep corporate university dibangun dalam rangka ”to fill a void which has developed between corporations and universities, as the demand created by corporations and the supply provided by the public university sector are changing and drifting MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 1 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

further apart.”1 Di tengah perkembangannya dari masa ke masa, pada umumnya corporate university diartikan sebagai ”a function or department in the company that develops the skills for employees, and integrates them into the strategic orientation of the corporation with strong emphasis on leadership and improved work-related performance.”2 Adapun secara empiris, corporate university lebih jauh dipahami dalam bentuk lembaga-lembaga atau unit-unit pendidikan dan pelatihan yang menempel (embedded) di institusi, baik perusahaan maupun instansi pemerintahan. Penerapan konsep ini juga mulai dikembangkan di tengah institusi pemerintahan di Indonesia, seperti Kementerian Keuangan, dengan harapan bahwa konsep ini dapat berkontribusi positif perubahan paradigma organisasi Kementerian. Sejalan dengan perkembangan tersebut, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM telah berkomitmen untuk mengimplementasikan strategi corporate university di lingkungan Kementerian. Sebagai konsekuensi, corporate university telah ditetapkan sebagai lensa berpikir yang mampu menyajikan basis konseptual dalam mendorong terwujudnya Kemenkumham sebagai learning organization. Dalam konteks ini, tugas kunci dari corporate university adalah untuk ”menyediakan sebuah kendaraan untuk mengonstruksikan pemahaman bersama melalui 1 Eddie Blass, ”The Rise and Rise of the Corporate University,” Journal of European Industrial Training 29, no. 1 (2005): 58–74. 2 Akram A. El-Tannir, ”The Corporate University Model for Continuous Learning, Training and Development,” Education + Training 44, no. 2 (2002): 76–81. 2 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

pengaruh, dan mengontrol proses pembelajaran dan penciptaan pengetahuan.”3 A. Dorongan untuk Berubah Dalam lensa berpikir corporate university, terdapat enam faktor yang menjadi pendorong bagi Kemenkumham untuk mengoptimalisasi pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara lebih efektif dan efisien, meliputi faktor lingkungan, budaya kerja, struktur kerja, pelatihan, infrastruktur kerja dan manajemen SDM. Pertama dari faktor lingkungan berupagejaladan perubahan sosial masyarakat yang menuntut adanya penyesuaian dalam kinerja Kemenkumham. Hal ini ditandai dengan, utamanya pasca reformasi, kuatnya tuntutan masyarakat atas perbaikan kualitas pelayanan publik dan pelindungan hak asasi manusia, hingga penggunaan teknologi informasi guna memperlancar tugas kepemerintahan. Harapan publik akan perubahan besar menuju arah lebih baik nyatanya belum memberikan pengaruh dalam proses pergeseran/perubahan paradigma birokrasi pemerintahan sebagai pelayan masyarakat sekaligus fasilitator pembangunan. Indikasinya adalah masih banyaknya masyarakat yang merasakan kesulitan ketika berurusan dengan birokrasi, hingga prosedur yang berbelit dari meja satu ke meja lainnya. Hal ini kemudian mengakibatkan kinerja birokrasi tidak efisien, lamban, dipenuhi oleh korupsi, dan tidak 3 Christopher Prince and Jim Stewart, ”Corporate Universities - an Analytical Framework,” Journal of Management Development 21, no. 10 (2002): 794–811. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 3 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

mampu mengemban tugasnya dalam mendukung kehidupan masyarakat dan negara.4 Sejalan dengan pendapat Yuriko, permasalahan yang dihadapi pemerintah saat ini sebagian besar bertumpu pada lemahnya SDM aparatur mulai dari non manajerial hingga level manajer.5 Untuk itu, diperlukan komitmen dalam pengembangan SDM pegawai guna mengatasi permasalahan yang ada memaksimalkan peran, tugas, serta fungsinya bagi kepentingan masyarakat. Secara lebih makro di bidang hukum dalam periode pemerintahan 2014-2019, sudah terdapat dua paket reformasi hukum yang mengakomodasi fenomena yang terjadi di masyarakat;yang padagilirannyaberimplikasi pulapadasasaran strategis Kemenkumham.6 Dinamika sosial dan pemerintahan yang demikian patut menjadi konteks dalam menggambarkan aktivitas Kementerian dalam rangka pembentukan hukum dan regulasi, otorisasi di bidang hukum, hingga pelayanan hukum dan hak asasi manusia. Sebagai konsekuensi, dinamika sosial yang terus bergerak dan secara cepat tersebut menghendaki adanya proses adopsi dan adaptasi organisasi yang responsif, 4 Prasetyo Nugroho, ”Pembenahan Sumber Daya Aparatur Sebagai Dasar Reformasi Birokrasi,” last modified 2014, accessed April 24, 2019, http:// bpsdm.kemenkumham.go.id/id/jurnal/72-pembenahan-sumber-daya- aparatur-sebagai-dasar-reformasi-birokrasi. 5 Yuriko Abdussamad, Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur Melalui Kompetensi, n.d., repository.ung.ac.id/get/simlit_res/1/344/Pengembangan- Sumber-Daya-Manusia-Aparatur-Melalui-Kompetensi.pdf. 6 Tiga hal prioritas pelaksanaan reformasi hukum yakni penataan regulasi untuk menghasilkan regulasi hukum yang berkualitas, reformasi kelembagaan penegak hukum, serta menumbuhkan pembudayaan hukum di masyarakat. Lihat, http://ksp.go.id/reformasi-hukum-bergulir-sesuai-nawacita/index. html, diakses pada 11/07/2019. 4 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

sehingga Kementerian dapat menangani dan memenuhi kebutuhan publik akan layanan pemerintahan. Kedua dari faktor budaya, organisasi Kemenkumham, yang terdiri dari sebelas unit utama dengan tiga puluh tiga kantor wilayah dan unit pelaksana teknis (UPT), berkecimpung dalam fungsi yang beragam berikut dengan corak budaya organisasi masing-masing. Untuk dapat mencapai tujuan bersama organisasi (shared vision), Kemenkumham perlu melakukan penyelarasan budaya organisasi. Menurut riset Danaeefard et al. tentang kontribusi kecerdasan emosional dan budaya organisasi terhadap pembentukan organisasi pembelajar dalam sektor pelayanan publik, terdapat relasi langsung antara budaya organisasi dengan organisasi pembelajar. Lebih lagi, diungkapkan . . . the direct relation between organizational culture and learning organization was tested and it was proved that there is such a relation. In other words, it is expected that the improvement of organizational culture in the service providing organizations of Kermanshah can enhance the emergence of learning organization in those organizations.7 Riset tersebut menggambarkan bahwadari keempat budaya organisasi (learning culture, competitive culture, participative 7 Hasan Danaeefard et al., ”How Emotional Intelligence and Organizational Culture Contribute to Shaping Learning Organization in Public Service Organizations” 6, no. 5 (2012): 1921–1931. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 5 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

culture, dan bureaucratic culture), learning culture memiliki relasi terkuat dengan organisasi pembelajar. Learning culture merupakan budaya organisasi yang mengutamakan respons cepat atas perubahan lingkungan sekitar, peningkatan inovasi, kreativitas dan pembelajaran, serta memiliki komitmen organisasi yang tinggi.8 Sebaliknya, bureaucratic culture memiliki relasi paling lemah apabila dibandingkan dengan keempat dimensi budaya organisasi lainnya. Dalam riset lain oleh Regiana mengenai pengaruh gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan kecerdasan emosional terhadap organisasi pembelajar pada BPSDM Hukum dan HAM, terungkap bahwa Budaya organisasi memegang peranan penting dalam memengaruhi dan menggerakkan karyawan untuk dapat mencapai tujuan organisasi yang efektif. Keefektifan sebuah organisasi juga bergantung pada learning organization yang diterapkan dalam sebuah organisasi . . . budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap BPSDM Hukum dan HAM sebagai suatu organisasi pembelajar. 9 Lebih lanjut, riset tersebut mengungkapkan bahwa semakin kuat budaya organisasi, maka semakin kuat pula 8 Ibid. 9 Lita Regiana, ”Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan Kecerdasan Emosional Terhadap Learning Organization Pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum Dan HAM Kementerian Hukum Dan HAM RI,” Operations Exellence 6, no. 2 (2014). 6 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

posisi BPSDM sebagai organisasi pembelajar. Dalam konteks BPSDM, budaya organisasi yang memiliki korelasi paling tinggi ialah bureaucratic culture. Bueraucratic culture terbukti berpengaruh dalam membagi atau menyebarkan visi misi organisasi dengan atasan yang bertindak selaku pengarah. Hal ini disebabkan oleh karakteristik pegawai negeri sipil yang kurang fleksibel dan cenderung mengikuti perintah pimpinan.10 Temuan riset Regiana dapat menggambarkan kondisi BPSDM yang sesungguhnya memiliki peranan penting dalam menjadikan Kemenkumham sebagai sebuah organisasi pembelajar. Dengan budaya organisasi yang masih birokratis, Kemenkumham masih memiliki pekerjaan rumah untuk membentuk budaya organisasi yang lebih ideal, yakni budaya organisasi yang ingin terus belajar –learning culture. Ketiga ialah dari sisi pembelajaran yang terfokus pada keikutsertaan dalam pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan BPSDM, baik dalam bentuk klasikal maupun nonklasikal seperti e-learning. Bentuk pembelajaran seperti yang dilakukan saat ini akan mengalami perkembangan sejalan dengan diterapkannya konsep corporate university. Hal ini berarti bahwa pembelajaran tidak akan terikat oleh tempat dan waktu serta dapat dilakukan oleh siapa saja melalui berbagai metode tidak hanya dalam bentuk klasikal dan e-learning saja seperti blended learning, knowledge sharing dan sebagainya. Oleh karena itu, metode learning tidak hanya untuk memperoleh pengetahuan dari para pengajar saja, tetapi 10 Ibid. 7 MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

upaya sharing pengetahuan pegawai yang telah mengikuti diklat kepada pegawai lainnya penting dilakukan dalam rangka mentransfomasikan ilmu yang diperoleh. Fungsi BPSDM sebagai penyelenggara pendidikan dan pelatihan (Diklat) diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor M.HH-3.DL.03.02 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Merujuk pada salah satu tujuan dari penyelenggaraan Diklat (Pasal 2 huruf a), diperlukan kesesuaian antara peningkatan pengetahuan dan kemampuan pegawai dengan kebutuhan Kemenkumham dalam mencapai tujuan strategisnya. Hal tersebut menunjukkan peran sentral BPSDM dalam mendukung pencapaian tujuan strategis Kementerian sehingga perlunya pemanfaatan network and partnership yang juga diatur dalam peraturan penyelenggaraan Diklat tersebut (vide Pasal 20). Dalam konsep manajemen SDM berbasis kompetensi, diperlukan penyelarasan antara strategi unit kerja dengan strategi pengelolaan pengetahuan dan pengembangan SDM. Adapun Kementerian masih mengalami defisit dari kondisi penyelarasan yang demikian. Lebih lanjut, model pengelolaan pengembangan SDM di lingkungan Kementerian juga cenderung menerapkan pendekatan kuantitas peserta pelatihan; ketimbang sasaran yang lebih strategis dalam cara pandang learning organization. Hal ini tercermin dalam perjanjian kinerja tahun 2017 misalnya, yang menuntut BPSDM untuk mencapai 4,990 orang aparatur Kemenkumham yang telah mengikuti pengembangan kompetensi, 195 orang jumlah lulusan taruna akademi imigrasi dan taruna ilmu pemasyarakatan, dan 490 orang aparatur 8 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

penegak hukum dan instansi terkait lainnya yang telah mendapatkan pengembangan kompetensi secara terpadu. Namun demikian, dalam praktiknya terdapat gap antara konsep yang diharapkan dengan fenomena empiris. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Regina dalam periode 2012 hingga 2014, keikutsertaan pegawai Kemenkumham di dalam pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh BPSDM masih di bawah 60%.11 Fenomena ini menunjukkan adanya keterbatasan yang dihadapi oleh BPSDM dalam menyajikan akses kepada seluruh pegawai untuk mengikuti pelatihan. Keempat, infrastruktur kerja juga merupakan faktor yang menjadi pendorong dalam pengembangan sumber daya manusia di Kemenkumham. Selain sarana bangunan yang sudah ada, beberapa inovasi yang berbasiskan teknologi informasi juga telah diterapkan oleh unit-unit di dalam lingkungan Kementerian, baik yang berfungsi sebagai layanan publik, maupun sebagai penunjang manajemen internal. Berdasarkan temuan Balitbangkumham, Kementerian Hukum dan HAM dalam pelaksanaan e-government memenuhi tahap pertama yaitu information publishing dan kedua berdasarkan kerangka Deloitte & Touche dan dari sektor Government to Citizen (G2C) masuk dalam kategori yaitu e-governance, e-service, and e-knowledge 11 Ibid.; Pada 2019, Sekretaris BPSDM Hukum dan HAM menyatakan bahwa output diklat e-learning sebanyak 50% dari jumlah peserta yang terdaftar. (Diskusi Pra-Riset di BPSDM Hukum dan HAM, 24 Mei 2019) MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 9 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

(Ditjen Imigrasi, Ditjen AHU, dan Ditjen KI). Namun untuk Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) untuk sektor Government to Citizen (G2C) kategori yaitu e-governance, dan e-knowledge karena tugas dan fungsinya memberikan layanan kepada masyarakat terkait penyebaran informasi terkait pelayanan internal untuk pemasyarakatan (WBP) serta peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam konteks pendidikan dan pelatihan, Kementerian melalui BPSDM sudah menerapkan dan terus mengembangkan e-learning sebagai sebuah bentuk pendidikan yang bersifat nonklasikal berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pendidikan dan Pelatihan dengan Metode E-Learning di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kelima ialah faktor manajemen SDM. Kemenkumham merupakan instansi pemerintah yang membantu Presiden dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kemenkumham tentu perlu didukung oleh manajemen SDM profesional yang memungkinkan organisasi dapat bergerak lincah dan inovatif. Melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), manajemen ASN diarahkan untuk mencetak ASN yang kompeten, andal, dan kompetitif melalui sistem manajemen berbasis merit. Sistem meritdalam manajemen ASN merupakan 10 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

pendekatan yang menekankan pada pengelolaan ASN dengan mendasarkan kesesuaian antara keahlian pegawai dengan kualifikasi jabatannya. Tujuan penerapan sistem merit ialah untuk mendapatkan pejabat-pejabat ASN dengan kompetensi yang dapat diandalkan dalam memberikan pelayanan publik (public service) secara profesional.12 Berbagai upaya dilakukan oleh Kemenkumham untuk menerapkan sistem merit dalam manajemen SDM, seperti perekrutan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan pelaksanaan uji kompetensi melalui Computer Assisted Test (CAT), Assessment, serta promosi jabatan melalui Fit and Proper Test. Namun dalam implementasinya, penerapan sistem merit masih mengalami kendala. Dalam kajian yang dilakukan oleh Rr. Susana Andi Meyrina pada 2016 lalu, pola manajemen SDM di Kemenkumham belum dapat berkontribusi terhadap peningkatan kinerja pegawai. Menurut studi tersebut, model penerapan sistem merit yang ada di Kemenkumham masih belum objektif, transparan, dan terbuka.13 Keenam ialah faktor struktur organisasi. Struktur organisasi yang merupakan salah satu faktor enabler dalam konsep corporate university. Permasalahan yang ada di lingkungan Kemenkumham dalam konteks pengembangan SDM saat ini meliputi tumpang tindih kewenangan (peran 12 Ajib Rakhmawanto, Dikotomi Sistem Merit Dan Politisasi Birokrasi Dalam Pengangkatan Jabatan ASN (Jakarta, 2018). 13 RR. Susana Andi Meyrina, ”Implementasi Peningkatan Kinerja Melalui Merit Sistem Guna Melaksanakan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara No. 5 Tahun 2014 Di Kementerian Hukum Dan HAM,” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 10, no. 2 (2017). MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 11 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

dan fungsi) dalam manajemen SDM pegawai antara BPSDM dan Sekretariat Jenderal, misalnya dalam perencanaan pengembangan SDM.14 Selain itu, tidak terdapat koordinasi dan kolaborasi dalam pengembangan SDM yang mengakibatkan pengembangan SDM dalam bentuk bimbingan teknis, dilaksanakan oleh masing-masing unit teknis secara mandiri. Hal lain yakni tidak terdapat peraturan yang menjadi rujukan dalam rangka sentralisasi pengembangan SDM di lingkungan Kemenkumham.15 Merujuk beberapa pendapat mengenai struktur organisasi ideal dalam mendukung pengembangan SDM, Setiadi, dkk berpendapat bahwastrukturorganisasi dalam konsep corporate university dapat dilihat dari pembagian kerja formal, peran, dan fungsi untuk mengoordinasikan pelbagai fungsi atau subsistem dalam organisasi untuk mencapai tujuan strategis organisasi.16 Sejalan dengan pendapat tersebut, Claver Cortes, dkk menyatakan bahwa struktur organisasi dalam konsep corporate university didesain untuk membantu menciptakan infrastruktur yang dibutuhkan dan lingkungan yang sesuai dalam proses pengelolaan pengetahuan.17 Dengan demikian, perubahan dan penerapan struktur organisasi yang sesuai dengan konsep corporate university dapat menjadi 14 Pernyataan Sekretaris BPSDM Hukum dan HAM pada Diskusi pra riset di BPSDM Hukum dan HAM, 24 Mei 2019 15 Ibid 16 Irawan Setiadi, Silmi Fauziati, and Sri Suning Kusumawardani, ”Analisis Kesiapan Implementasi Knowledge Management Di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang” (Universitas Gadjah Mada, 2016). 17 Enrique Claver-Cortés, Patrocinio Zaragoza-Sáez, and Eva Pertusa-Ortega, ”Organizational Structure Features Supporting Knowledge Management Processes,” Journal of Knowledge Management 11, no. 4 (2007): 45–57. 12 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

salah satu solusi bagi permasalahan pengembangan SDM di Kemenkumham. Keenam faktor tersebut merupakan bentuk dorongan bagi Kemenkumham untuk mengimplementasikan strategi corporate university. Ragam fenomena praktis dalam pengelolaan organisasi internal Kementerian tersebut, pada derajat tertentu, dapat menjadi faktor penghambat pencapaian visi dan sasaran strategis Kementerian. Berdasarkan tinjauan yang ada, dapat dipahami pula bahwa BPSDM pada prinsipnya patut menjadi focal point dalam menyediakan proses pembelajaran (learning process) dalam rangka mewujudkan Kemenkumham sebagai organisasi pembelajar (learning organization). Organisasi pembelajar, mengutip Senge, adalah organisasi yang ”. . . discover how to tap people’s commitment and capacity.” Dalam kaitannya dengan strategi corporate university, keberadaan organisasi pembelajar merupakan unsur utama untuk dapat mengimplementasikan strategi tersebut. B. SDM di dalam Sistem Hukum Nasional Studi tentang pengembangan SDM di lingkungan Kemenkumham perlu diposisikan ke dalam kerangka kerja hukum dan sistem hukum di Indonesia secara makro. Hal ini tentu beralasan, mengingat peran yang diemban oleh Kementerian di dalam sistem pemerintahan sebagai pembantu Presiden di bidang hukum dan hak asasi manusia. Untuk itu, logika pembahasan tentang pengembangan SDM tersebut perlu mendapatkan konteks makro dari sisi dinamika SDM di dalam bekerjanya sistem hukum di Indonesia. Dari titik ini, MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 13 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

terdapat kebutuhan akan gambaran tentang pengembangan SDM hukum itu sendiri, berikut kategori-kategori yang ada di dalamnya, serta peran Kementerian dan SDM-nya di dalam sistem hukum tersebut. Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, dapat dipahami bahwa ”[S]alah satu tugas yang sampai dengan saat ini belum dituntaskan adalah membentuk Sistem Hukum Nasional Indonesia yang mencerminkan cita-cita, jiwa, semangat serta nilai-nilai sosial yang hidup di Indonesia.” Guna mencapai hal tersebut, dalam jangka panjang upaya yang dilakukan oleh negara antara lain ”(i) pembaruan peraturan perundang-undangan; (ii) pemberdayaan institusi/ lembaga hukum yang ada; (iii) peningkatan integritas dan moral aparat penegak hukum dan aparatur hukum lainnya; disertai dengan (iv) peningkatan sarana dan prasarana hukum yang memadai.” Secara khusus, perhatian utama pembangunan jangka panjang negara terkait sumber daya manusia hukum ialah ”[P]eningkatan integritas dan moral aparat penegak hukum dan aparatur hukum terus dilakukan secara komprehensif”, yang meliputi ”penyempurnaan peraturan perundang-undangan; peningkatan kesejahteraan; profesionalisme aparat penegak hukum tetapi juga dengan meningkatkan pengawasan masyarakat terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.” Di tengah kondisi tersebut, visi pembangunan hukum jangka panjang Indonesia diarahkan pada ”[T]egaknya supremasi hukum dengan didukung oleh sistem hukum nasional yang mantap dan mencerminkan kebenaran dan keadilan, serta memperoleh legitimasi yang kuat dari masyarakat luas.” 14 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Salah satu arah pembangunan jangka panjang ialah dalam rangka mewujudkan Indonesia yang demokratis berlandaskan hukum. Secara khusus untuk kualitas dan kemampuan aparatur hukum, ”dikembangkan melalui peningkatan kualitas dan profesionalisme melalui sistem pendidikan dan pelatihan dengan kurikulum yang akomodatif terhadap setiap perkembangan pembangunan serta pengembangan sikap aparatur hukum yang menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keterbukaan dan keadilan, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, serta bertanggung jawab dalam bentuk perilaku yang teladan.” Dari rencana pembangunan tersebut, terdapat dua isu krusial yang terkait dengan SDM di dalam sistem hukum nasional, meliputi kualitas dan profesionalisme, serta integritas SDM hukum. Dalam konteks tersebut, secara teoretik problematika utama sistem hukum di Indonesia terletak pada sifat otonomi hukum dan sistem hukum. Menurut Bedner, otonomi dalam hal ini perlu dipahami sebagai ”the condition in which legal institutions, constituting a legal system, are able perform their tasks – and notably the systematic development of substantive rules and principles of law – in accordance with the procedural rules designed to guide them, without interference from outside actors based on non-legal grounds.”18 Bedner lebih lanjut mengelaborasi konsep otonomi hukum dan sistem hukum di Indonesia dengan menerapkan ragam pendekatan dalam studi sosio-legal, yang dalam kaitannya dengan tema sumber daya 18 Bedner, ”Autonomy of Law in Indonesia.” MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 15 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

manusia dalam sistem hukum, perlu kiranya menilik pada dua pemahaman dasar tentang konsep otonomi hukum à la Weber dan champs juridique Bourdieu, serta pendekatan sistem menurut teori autopoiesis Niklas Luhmann. Bourdieu mengungkapkan bahwa hukum bersifat otonom karena ia diproduksi pada derajat tertentu oleh lapangan atau area tertentu. Area tersebut mengemban logika tertentu, yang ditentukan oleh dua faktor, ”on the one hand, by the specific power relations which give it its structure and which order the competitive struggles (or, more precisely, the conflicts over competence) that occur within it; and on the other hand, by the internal logic of juridical functioning which constantly constrains the range of possible actions and, thereby, limits the realm of specifically juridical solutions.”19 Otonomi hukum tercermin pada saat adanya pengakuan sosial atas monopoli dalam ’membicarakan hukum’. Dalam hal ini, tentu diperlukan sebuah kohesi dalam ’juridical habitus’ atau perspektif internal dari ahli/sarjana hukum atau yuris melalui rasionalitas formal dan prosedur. Menurut Bedner, situasi demikian tidak ditemukan di Indonesia mengingat terdapat ”the huge gap between the formal-rational administration of law and the local views of justice encouraged people to take an instrumental view of courts as institutions that one could manipulate into producing desired outcomes.”20 Dari tataran praktis, berjalannya lapangan atau area yuridis di Indonesia bersifat tambal sulam 19 Pierre Bourdieu, ”The Force of Law: Toward a Sociology of the Juridical Field,” Hastings Law Journal 38, no. 5 (1987): 805. 20 Bedner, ”Autonomy of Law in Indonesia.” 16 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

dengan hubungan yang problematik antar aktor-aktor yang berbeda dan sangat sulit menemukan hubungan antara teoretisi dan praktisi hukum yang menyediakan stabilitas hukum itu sendiri.21 Lebih jauh dari sisi pendekatan kesisteman, Niklas Luhmann mendasarkan pandangannya pada teori autopoiesis, yang mengonseptualisasikan hukum sebagai sebuah sistem komunikasi yang mereproduksi elemennya sendiri melalui interaksi antar elemen-elemennya. Komunikasi terkait hukum (law-related communications) selalu memiliki fungsi ganda sebagai faktor untuk memproduksi dan pemelihara struktur.22 Dari sisi ini, menurut Bedner, hukum di Indonesia tidak mencerminkan sebuah sistem yang sifatnya self- referential. Menurutnya, ”[I]t obviously cannot be, because legal communications are so few and so limited: references to legal acts have been reduced to references to statutory law.”23 Setidaknya dari dua cara pandang ini, dapat dipahami bahwa problematika institusional dan SDM di bidang hukum nasional gagal untuk dapat mencerminkan otonomi hukum dan sistem hukum di Indonesia. Secara parsial, beberapa studi juga menemukan fakta bahwa persoalan kualitas dan pemahaman SDM hukum menjadi momok dalam berjalannya hukum di area-area tertentu. 21 Ibid. 22 Niklas Luhmann, Law as a Social System (Oxford: Oxford University Press, 2004). 23 Bedner, ”Autonomy of Law in Indonesia.” MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 17 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

Sejalan dengan rencana pembangunan jangka panjang negara, pemberdayaan institusi dan peningkatan kapasitas SDM dengan paradigma kesisteman menjadi hal yang sangat mendesak guna mewujudkan hukum dan sistem hukum yang otonom. Adapun arah pembangunan hukum dalam jangka panjang yang mencakup beberapa hal sebagai berikut. Pertama, pembangunan hukum diarahkan kepada upaya mewujudkan sistem hukum nasional yang mantap yang mampu berfungsi baik sebagai sarana untuk mewujudkan ketertiban dan kesejahteraan, maupun sebagai sarana untuk melakukan pembangunan. Kedua ialah pembangunan sistem hukum nasional dilakukan dengan melakukan pembentukan materi hukum yang mencerminkan nilai-nilai sosial dan kepentingan masyarakat, serta pewujudan masyarakat hukum yang tercermin dari tingginya kepatuhan dan penghargaan kepada hukum. Ketiga ialah materi hukum harus dapat menjamin terciptanya kepastian hukum, ketertiban hukum, dan perlindungan hak asasi manusia yang berintikan keadilan dan kebenaran, mampu menumbuhkembangkan disiplin nasional, kepatuhan dan penghargaan kepada hukum, serta mampu mendorong tumbuhnya kreativitas dan peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional. Keempat adalah pembangunan materi hukum harus dilakukan dengan tetap memperhatikan tertib peraturan perundang-undangan, baik vertikal maupun horizontal, serta taat kepada asas hukum universal, serta mengacu kepada Pancasila dan UUD 1945. Kelima ialah pemantapan kelembagaan hukum yang antara lain meliputi penataan kedudukan, fungsi dan peranan institusi hukum termasuk badan peradilan, organisasi 18 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

profesi hukum, serta organisasi hukum lainnya agar semakin berkemampuan untuk mewujudkan ketertiban; kepastian hukum; dan memberikan keadilan kepada masyarakat banyak serta mendukung pembangunan. Selanjutnya keenam ialah pewujudan masyarakat hukum dilakukan dengan melakukan (a) penyuluhan hukum secara intensif baik terhadap rancangan peraturan perundang- undangan maupun peraturan perundang-undangan yang telah ada; (b) penerapan dan pelayanan hukum secara adil sehingga mampu mewadahi dinamika sosial dan menunjang pembangunan; (c) penegakan hukumyang tegasdan manusiawi untuk mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum serta perlindungan terhadaphakasasi manusia. Ketujuh, penyuluhan hukum dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan budaya patuhhukum. Sasaranpenyuluhanhukumadalahsemualapisan masyarakat, akan tetapi diutamakan para aparatur hukum dan penyelenggaraan negara, agar lebih mampu berperilaku keteladanan dan berperan sebagai agen perubahan. Kedelapan adalah penerapan dan pelayanan hukum diarahkan kepada peningkatan kualitas pelayanan hukum kepada masyarakat banyak, antara lain dengan menyederhanakan syarat dan prosedur dalam penerbitan berbagai perizinan, melakukan deregulasi berbagai bidang, dan memberikan bantuan hukum bagi para pencari keadilan yang kurang mampu. Terakhir, kesembilan ialah penegakan hukum dimaksudkan untuk menjaga bekerjanya norma/kaidah hukum di dalam masyarakat serta mempertahankan nilai-nilai sosial dan rasa keadilan masyarakat melalui tindakan-tindakan korektif terhadap perilaku baik individual maupun institusional yang MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 19 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

tidak sesuai dengan norma dan kaidah hukum dan berpotensi menimbulkan gangguan terhadap masyarakat. Penegakan hukum juga dimaksudkan untuk mengendalikan perubahan- perubahan sosial yang terjadi agar kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat berjalan dengan tertib dan teratur. Berdasarkan arah pembangunan jangka panjang bidang hukum tersebut, terdapat setidaknya enam aspek yang menjadi perhatian, yakni pembentukan materi hukum, pemantapan kelembagaan hukum, penyuluhan hukum, pelayanan hukum, penegakan hukum, dan pelindungan HAM. Sejalan dengan logika tersebut, SDM hukum dalam sistem hukum di Indonesia dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yakni aparat penegak hukum dan aparatur hukum. Gambar 1 SDM Hukum Indonesia 20 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Merujuk enam aspek dalam arah pembangunan jangka panjang di bidang hukum, aparat penegak hukum dapat dilihat sebagai profesi yang terlibat secara langsung dalam proses penegakan hukum. Sedangkan aparatur hukum dalam hal ini dapat dipahami sebagai profesi yang menjalankan fungsi pembentukan materi hukum, pemantapan kelembagaan hukum, penyuluhan hukum, dan pelayanan hukum. Dua kelompok SDM hukum tersebut saling beririsan dalam fungsi pelindungan HAM. Adapun sebagai pembantu Presiden dalam menjalankan ”urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia”,24 Kemenkumham perlu memosisikan perannya di dalam kerangka kerja pembangunan nasional. Sebagaimana dituangkan dalam visi pembangunan hukum jangka panjang 2005-2025, Kemenkumham memiliki peran vital dalam mewujudkan supremasi hukum. Lebih jauh, supremasi hukum tersebut perlu didukung oleh sistem hukum nasional yang mantap dan mencerminkan kebenaran dan keadilan, serta memperoleh legitimasi yang kuat dari masyarakat. Apabila dihubungkan dengan tugas dan fungsi Kemenkumham, urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi manusia kemudian diuraikan ke dalam beberapa fungsi teknis, antara lain ”perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang peraturan perundang-undangan, administrasi hukum umum, pemasyarakatan, keimigrasian, 24 Pasal 2 Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan HAM MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 21 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

kekayaan intelektual, dan hak asasi manusia” (Pasal 3 (a)); ”pelaksanaan pembinaan hukum nasional; g. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang hukum dan hak asasi manusia; ”h. pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang hukum dan hak asasi manusia”; ”i. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional”; ”j. pelaksanaan tugas pokok sampai ke daerah.” Ragam fungsi tersebut lebih lanjut ditransformasikan ke dalam konteks pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh unit-unit utama di Kementerian Hukum dan HAM, yang meliputi Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Direktorat Jenderal Imigrasi, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, dan Badan Pembinaan Hukum Nasional. Adapun secara struktural, Kemenkumham terdiri dari 798 satuan kerja, 11 Unit Eselon 1, 33 Kanwil, 254 Lembaga Pemasyarakatan, 211 Rumah Tahanan Negara, 58 Cabang Rutan, 71 Balai Pemasyarakatan, 115 Kantor Imigrasi 13 Rumah Detensi Imigrasi, 18 Perwakilan RI di Luar Negeri, 5 Kantor Kurator Negara dan Balai Harta Peninggalan dan 61 Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara (Rupbasan) dengan 44.196 pegawai, 1.244 Jenis Jabatan Struktural, 263 Jenis Jabatan Fungsional Umum (JFU) dan 48 Jenis Jabatan Fungsional Tertentu (JFT).25 25 Data Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM Tahun 2017 22 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

C. Identifikasi Permasalahan dan Metode Penelitian Berdasarkan narasi yang telah dibangun pada dua subbab sebelumnya, studi ini mengidentifikasi beberapa pokok permasalahan dalam pengelolaan pengembangan SDM hukum dan hak asasi manusia, meliputi pertama, pengelolaan SDM masih belum menggunakan pendekatan kesisteman dalam rangka pencapaian visi dan misi pemerintahan di bidang hukum; kedua secara struktural, masih terdapat problematika kewenangan dan program dalam sistem manajemen dan pengembangan sumber daya manusia di Kementerian; dan ketiga ialah kedua permasalahan sebelumnya berimplikasi pada kinerja organisasi Kemenkumham yang belum optimal, yang ditandai dengan berbagai kendala terkait isu integritas, profesionalisme, maupun pola karier. Dari ketiga identifikasi masalah tersebut, terdapat dua isu krusial yang perlu menjadi ulasan secara lebih dalam, yakni tentang bagaimana proses pembelajaran di lingkungan Kemenkumham dalam kerangka analisis corporate university, serta bagaimana lanskap Kemenkumham sebagai organisasi pembelajar. Untuk itu, beberapa tujuan yang disasar melalui studi ini mencakup (i) memahami proses dan tipe pengelolaan pengetahuan di lingkungan Kemenkumham, serta hambatan yang ditemukan; (ii) memahami konteks Kemenkumham sebagai sebuah organisasi pembelajar serta menggambarkan hambatan yang ditemukan; (iii) menjelaskan peluang kontribusi penerapan strategi corporate univeristy dalam pengembangan SDM hukum secara umum; dan (iv) menjelaskan peran BPSDM MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 23 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

dalam pengembangan SDM hukum melalui kerangka analisis corporate university. Secara metodologis, studi ini merupakan penelitian terapan (applied research) dengan pendekatan kualitatif. Dari sisi paradigma, penelitian ini cenderung mengarah kepada paradigma konstruktivis sosial yang mencoba mencari pemahaman tentang situasi orang atau sekelompok orang hidup dan bekerja. Dalam paradigma ini, menurut Creswell, ”individu-individu mengembangkan pengertian (meanings) subjektif dari pengalaman yang diarahkan pada objek atau benda tertentu. Pengertian-pengertian tersebut bermacam- macam dan berkali-lipat, sehingga mengantarkan peneliti untuk memeriksa kompleksitas pandangan ketimbang mempersempit pengertian ke dalam beberapa kategori atau ide.”26 Secara spesifik, penelitian ini hendak menggali persepsi dari pengalaman yang membentuk atau mengonstruksikan pengertian para narasumber terkait Kemenkumham sebagai organisasi pembelajar. Pada gilirannya, persepsi dari para narasumber tersebut diposisikan sebagai modalitas sosial yang membentuk perilaku organisasi sebagai organisasi pembelajar. Adapun penelitian ini bersifat eksploratif yang mencoba untuk menemukan posisi lanskap institusional Kemenkumhamdalam sistem hukum nasional, dengan fokus pada pengembangan SDM sebagai unit analisisnya. Di tengah penjabaran pendekatan tersebut, penelitian ini tidak menafikan terdapat 26 John W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Method Approaches, 3rd ed. (California: SAGE Publications, 2009). 24 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

unsur subjektivitas di dalam penelaahannya; mengingat kedudukan para peneliti sebagai pegawai di Kemenkumham. Untuk itu, penelitian ini tentunya menyajikan penafsiran yang bersifat insider perspective.27 Upaya mitigasi terhadap potensi bias data tersebut dilakukan melalui proses triangulasi. Dalam hal ini, penelitian ini menggunakan alat berupa kuesioner yang ditujukan kepada beberapa kelompok responden terpilih yang hasilnya diharapkan dapat menjadi alat verifikator terhadap data kualitatif yang berhasil diperoleh.28 1. Fokus Penelitian Berdasarkan kerangka konseptual yang ada, penelitian ini menggariskan fokus dan beberapa elemen dan evidensi yang akan dikumpulkan untuk dianalisis di dalam penelitian ini, sebagaimana tersaji di dalam Tabel 1 berikut 27 Sonya Corbin Dwyer and Jennifer L. Buckle, ”The Space Between : On Being an Insider-Outsider in Qualitative Research,” International Journal of Qualitative Methods (2009): 54–63. 28 Jonathan Sarwono, ”Memadu Pendekatan Kuantitatif Dan Kualitatif: Mungkinkah?,” Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis 9, no. 2 (2009): 119–132. MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 25 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

Tabel 1. Fokus Penelitian Objek Elemen Teknik Pengumpulan Data Analisis kerangka Sensemaking terhadap kerja corporate network & partnership  Wawancara narasumber; university terhadap Sensemaking terhadap BPSDM – peran sistem pengetahuan  Penelusuran BPSDM sebagai dokumen. pelaksana proses Sensemaking terhadap pembelajaran melalui proses perorangan aktivitas sensemaking Kementerian Hukum Dinamika pembelajaran  Wawancara dan Hak Asasi Transformasi organisasi narasumber; Manusia sebagai Pemberdayaan SDM sebuah organisasi Pengelolaan  Penyebaran pembelajar pengetahuan kuesioner Penerapan teknologi (triangulasi);  Penelusuran dokumen. 2. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini melibatkan kegiatan pengumpulan data primer maupun sekunder. Data primer dikumpulkan melalui teknik wawancara terbuka (open ended) kepada beberapa narasumber dengan panduan wawancara sebagai alat bantu. Secara pragmatis, para narasumber dipilah ke dalam dua kategori, yakni ’penyelenggara pembelajaran’ (BPSDM dan Balai Diklat), dan ’peserta pembelajaran’ di Kementerian (dipilah berdasarkan empat kategori aparatur sipil negara yakni pimpinan, administrator, pelaksana, dan fungsional). Selain itu, data primer juga 26 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

dikumpulkan melalui kegiatan diskusi kelompok terfokus dengan mengundang narasumber yang dianggap memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang konsep corporate university serta wawancara kepada institusi yang telah dan akan mengusung kerangka kerja corporate university. Secara lebih detail, daftar narasumber dan rasional dibalik pemilihannya tersaji di dalam Tabel 2 berikut Tabel 2. Daftar Narasumber Kategori Narasumber Rasional Penyelenggara (BPSDM & Balai Diklat) Kepala Badan; a. Untuk memahami Kepala Pusat proses pengelolaan pengetahuan di Direktur Politeknik Ilmu lingkungan Kementerian Pemasyarakatan; Hukum dan HAM. Direktur Politeknik Imigrasi b. Untuk mengetahui peran BPSDM dalam perspektif Balai Diklat Hukum dan corporate university. HAM Semarang Peserta pembelajaran (ASN di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM) Unit Pusat Pimpinan; a. Untuk memahami Administrator; proses pengelolaan Fungsional pengetahuan di lingkungan Kementerian Unit Wilayah Pimpinan; Hukum dan HAM. Administrator; Fungsional b. Untuk memahami Kementerian Hukum dan HAM sebagai sebuah organisasi pembelajar MENITI STRATEGI CORPORATE UNIVERSITY: 27 REFLEKSI KEMENKUMHAM SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJAR

Eksternal • Pelaksana corporate a. Untuk mengetahui university di peluang dan tantangan Kementerian penerapan konsep Keuangan dan corporate university di beberapa BUMN; masing-masing instansi; • Inisiatif b. Untuk memahami pembentukan bagaimana peran corporate university BPSDM dalam perspektif di beberapa lembaga corporate university. publik di pusat dan daerah (LAN, Kemen PAN/RB, BPSDM Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta). Selain wawancara, dalam menggambarkan Kemenkumham sebagai sebuah organisasi pembelajar, penelitian ini melakukan survei menggunakan kuesioner penilaian (Lampiran 1) yang ditujukan kepada pimpinan di lingkungan unit utama di Kementerian. Dalam pengumpulan data kuantitatif, populasi sampel penelitian ini yaitu pegawai pada sebelas unit eselon I di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Penarikan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Adapun instrumen yang digunakan yaitu kuesioner tentang Learning Organization Profile yang dikembangkan oleh Marquardt dalam bukunya ”Building the Learning Organization: Mastering the 5 Elements for Corporate Learning”. Sebagaimana instrumen yang telah dikembangkan oleh Marquardt, dalam kuesioner 28 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook