PENERjEMAh DJOKOLELONO PETUALANGAN TOM SAWYER
PETUALANGAN TOM SAWYER
Undang-Undang Republik Indonesia Nom or 28 Tahun 20 14 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 1 Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang tim bul secara otom atis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujud- kan dalam bentuk nyata tanpa m engurangi pem batasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan Pidana Pasal 113 (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak m elakukan pelanggaran hak ekonom i sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda pal- ing banyak Rp10 0 .0 0 0 .0 0 0 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pem egang Hak Cipta m elakukan pelanggaran hak ekonom i Pencipta sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/ atau huruf h untuk Peng- gunaan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp50 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ atau tanpa izin Pencipta atau pem egang Hak Cipta m elakukan pelanggaran hak ekonom i Pencipta sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/ atau huruf g untuk Penggu- naan Secara Kom ersial dipidana dengan pidana penjara paling lam a 4 (em pat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp1.0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (satu m iliar rupiah). (4) Setiap Orang yang m em enuhi unsur sebagaim ana dim aksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pem bajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lam a 10 (sepuluh) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp4.0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 ,0 0 (em pat miliar rupiah).
PETUALANGAN TOM SAWYER PENERJEMAH DJOKOLELONO
Pe tu alan gan To m Saw ye r Mark Twain Judul Asli The Adventure of Tom Saw yer KPG 59 16 0 1185 Cetakan pertam a, Mei 20 16 Sebelum nya diterbitkan oleh PT Dunia Pustaka J aya Cetakan Pertam a, 1973 Cetakan Keenam (Edisi Khusus), 20 0 8 Pe n e rje m ah Djokolelon o Perancang Sam pul Teguh Tri Erdyan Deborah Am adis Mawa Pe n atale tak Deborah Am adis Mawa Ilustrasi A. Wakidjan TWAIN, Mark Pe tu alan gan To m Saw ye r J akarta: KPG (Kepustakaan Populer Gram edia), 20 16 xii+284, 14 cm x 21 cm ISBN 978-60 2-424-0 34-9 Dicetak oleh PT Gramedia, J akarta. Isi di luar tanggung jawab percetakan.
Daftar Isi Daftar Isi v Pengantar dari Pustaka Jay a vii Pen g a n t a r x Perm ainan Tom , Perkelahian dan Sem bunyi-sem bunyian 1 Senim an Tukang Kapur 12 Dalam Perang dan Cinta 20 Semangat di Sekolah Minggu 28 Seorang Pendeta dan Doanya 40 Pertem uan Tom dengan Becky 47 Sebuah Perjanjian dan Sebuah Kekesalan 61 Tom Menentukan Masa Depannya 68 Perkelahian di Kuburan 75 Anjing Melolong yang Mengerikan 83 Hati Nurani yang Mengejar-ngejar 91 Kucing dan Obat yang Mujarab 98
Para Bajak Laut Berlayar 10 5 Kehidupan di Perkem ahan 115 Tom Mengintai dan Mem pelajari Keadaan 122 Bajak-bajak Laut Mem peroleh Pelajaran 128 Menghadiri Upacara Penguburan Sendiri 140 Tom Menceritakan Mim pinya 146 Tom Berterus Terang 157 “Tom , betapa m ulia hatim u!” 161 Dendam Murid-murid Terbalas 168 Disam but dengan Ayat-ayat Kitab Suci 178 Muff Potter Diadili 18 3 Hari-hari Indah dan Malam-malam Seram 191 Mencari Harta Karun 193 Dalam Rumah Hantu 202 Menghilangkan Keraguan 213 Berhadapan dengan Bahaya 217 Membalas Dendam 222 Tom dan Becky di dalam Gua 231 Tersesat di dalam Gua 242 Keluar! Mereka Ditem ukan! 254 Nasib J oe si Indian 259 Timbunan Uang Emas 272 Huck yang Terhorm at Menyatukan Diri dengan Para Petualang 276 Pen u t u p 284
PENGANTAR DARI PUSTAKA JAYA DI ANTARA buku cerita yang digem ari sepanjang m asa di bawah naungan langit baik yang kebiruan m aupun yang selalu kelabu diliputi awan terdapat karangan Mark Twain yang berjudul Petualangan Tom Saw y er dan pasangannya Petualangan Huckleberry Finn. Buku itu sudah diterjem ahkan ke dalam berbagai bahasa di seluruh dunia dan selalu dicetak ulang setiap waktu. Ke dalam bahasa Indonesia pun sudah diterjem ahkan beberapa kali. Ada yang lengkap, ada yang edisi singkatan. Bahwa ada buku cerita yang diterjem ahkan ke dalam satu bahasa berkali-kali tidaklah m engherankan. Berbagai karya klasik dunia diterjem ahkan ke dalam berbagai bahasa, di antaranya banyak yang berkali-kali. Tentu banyak sebabnya m engapa begitu, di antaranya karena dianggap terjem ahan yang sudah ada sebelum nya kurang baik atau bahasanya sudah m enjadi kuno (karena setiap bahasa senantiasa hidup kalau masih dipakai dalam m asyarakat dan yang hidup selalu berubah). Pengarang buku ini, Mark Twain, dengan nama samaran Sam uel Langhorne Clem ens (1835-1910 ), adalah jagoan hum or
Am erika yang m em beri kegem biraan kepada para pem bacanya, term asuk juga yang bukan orang Am erika. Sebelum terkenal sebagai pengarang, dia telah bekerja dalam berbagai lapangan, termasuk sebagai juru mudi kapal api di Sungai Mississippi. Tapi pekerjaan itu terhenti karena pecah perang saudara. Untuk waktu singkat dia ikut juga bertempur, tapi segera mengikuti saudaranya yang bekerja sebagai sekretaris gubernur di Nevada. Pengalam annya ke daerah Barat itu direkam nya dalam buku Roughing It (1872). Setelah bergabung dengan penerbitan kota Virginia, Territorial Enterprise, dia m ulai m enggunakan nam a sam aran Mark Twain yang sebenarnya sebelum nya pernah digunakan oleh juru m udi kapal api yang lebih tua, Isaiah Sellers, untuk tulisan-tulisannya dalam New Orleans Picay une. Clem ens m engejek tulisan-tulisan dalam True Delta yang terbit di New Orleans. Ejekan itu m enyebabkan Sellers m erasa begitu m alu atau tersinggung sehingga berhenti m enulis sam a sekali. Clem ens yang merasa bersalah, lalu menggunakan nama samaran itu sebagai tanda penyesalan dan hasratnya untuk m erehabilitasi nam a tersebut. Karangan Mark Twain yang pertam a m enarik perhatian luas ialah The Celebrated Jum ping Frogg of Calaveras County and Other Sketches (1867) yang disusul dengan The Innocents Abroad (1869) yang m elukiskan secara lucu perjalanan ke Laut Tengah dan Yerusalem . Pengalam an m asa kecil hidup di sungai Mississippi m enyebabkannya m enulis The Adventures of Tom Saw y er (1876) dan Life on The Mississippi (1883) yang disusul dengan The Adventures of Huckleberry Finn (1884). Sam bungan yang ditulis sekitar sepuluh tahun kem udian, Tom Saw y er Abroad (1894) dan Tom Saw y er Detective (1896) dianggap kurang berhasil. Terjem ahan Petualangan Tom Saw y er yang dikerjakan oleh Djokolelono ini berdasarkan teks lengkap. J adi, bukan edisi singkatan. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh Djokolelono
pada waktu m enerjem ahkannya (tahun 1970 -an) tentu berlainan den gan bahasa Abdoel Moeis ketika pada tahun 1930 -an m enerjem ahkannya buat Balai Pustaka. Bahasa Abdoel Moeis lebih “m urni“, artinya lebih dekat dengan bahasa Melayu Tinggi yang terutam a berkem bang sebagai bahasa tulisan. Sedangkan bahasa Djokolelono lebih dekat dengan bahasa yang hidup dipergunakan dalam m asyarakat Indonesia sekarang. Ajip Rosidi, Penerbit Pustaka Jay a
PENGANTAR HAMPIR SEMUA peristiwa yang diceritakan dalam buku ini betul-betul terjadi; satu-dua merupakan pengalamanku sendiri, selebihnya pengalam an kawan-kawan sekolahku. Huck Finn dilukiskan dari kehidupan sebenarnya; Tom Sawyer dem ikian juga, tapi bukan dari satu pribadi. Ia m eru- pakan gabungan sifat-sifat tiga orang anak yang kukenal, jadi merupakan bentukan karangan. Kepercayaan takhayul yan g an eh-an eh yan g disebutkan dalam buku ini m erupakan kepercayaan yang sangat m endalam di antara anak-anak serta para budak belian di daerah Barat pada waktu cerita ini terjadi, yaitu tiga atau em patpuluh tahun yang lalu. Walaupun buku ini dimaksudkan terutama sebagai bacaan bagi anak-anak dan para remaja, kuharap takkan dihindari oleh orang-orang dewasa sebab sebagian dari maksudku mengarang
buku ini adalah untuk secara gembira mengingatkan para orangtua akan dirinya bagaim ana m ereka dulu berpikir, berbicara dan berperasaan, serta kejadian-kejadian aneh apa yang m ereka a la m i. Hartford, 1878 P en ga r a n g
Permainan Tom, Perkelahian dan Sembunyi- sembunyian “TOM!” Tak ada jawaban. “Tom !” Tak ada jawaban. “Kenapa gerangan anak itu? Hei, Tom !” Tak ada jawaban. Nyonya tua itu m enarik kacam atanya ke bawah, m encari- cari lewat bagian atas kacamata tersebut ke sekeliling ruangan; kem udian diangkatnya kacam ata itu, m encari lewat bawahnya. J arang, bahkan tidak pernah, kacam ata itu digunakannya untuk m encari-cari sesuatu yang kecil seperti seorang anak. Kacam ata itu kebanggaannya, dipakai bukan untuk kegunaannya nam un hanya untuk bergaya—m enggunakan kacam ata itu baginya sam a saja seperti m elihat dengan tutup kom por. Sesaat nyonya tua itu
2 Mark Twain tampak kebingungan, kemudian berkata, tidak terlalu galak tapi cukup keras untuk membuat perabot-perabot di kamar itu bisa m endengar, “Hhh, awas nanti bila kau tertangkap olehku, akan ku....” Kalim at itu tak diselesaikan n ya. Ia m em bun gkuk dan digebuk-gebuknya kolong tem pat tidur dengan sebatang sapu. Untuk memukul-mukul ia perlu bernapas, maka kalimat itu terputus. Yang keluar dari bawah kolong hanya seekor kucing. “Anak itu betul-betul tak bisa kupegang ekornya.” Ia pergi ke pintu yang terbuka, m em perhatikan pokok-pokok tom at dan sem ak-sem ak jim son yang m erupakan bagian utam a di dalam kebun. Tom tak terlihat. Dengan suara yang lebih tinggi nyonya tua itu berteriak, “Heeei, Tom !” Terdengar bunyi gem erisik di belakangnya dan ia berpaling untuk m enangkap anak kecil yang sedang berlari itu. “Heh! Mengapa tak terpikir olehku lem ari itu. Apa yang kau kerjakan di dalam lemari itu?” “Bukan apa-apa, Bi.” “Bukan apa-apa! Lihat tanganm u! Dan lihat m ulutm u! Bekas apa itu?” “Tidak tahu, Bi.” “Baiklah, tapi aku tahu. Itu bekas selai, tak salah lagi. Em pat puluh kali sudah kuperingatkan padamu, jangan mengganggu tem pat selai itu, kalau kau tak ingin kukuliti. Bawa ke m ari cam buk itu!” Cam buk terangkat... bahaya m engancam .... “Astaga! Tengok ke belakang, Bi!” Nyonya tua itu berpaling, m enyam bar gaunnya dari bahaya. Pada saat itu juga anak itu lari, m elom pati pagar yang tinggi dan len ya p .
Petualangan Tom Sawyer 3 Bibi Polly tertegun sesaat, kem udian terdengar tawanya yang sehat. “Sialan betul anak itu, m asih saja aku ditipunya. Seha- rusnya aku saat ini sudah cukup waspada, begitu sering ia m em perm ainkan aku. Betul-betul orang tua yang tolol adalah yang paling tolol. Anjing tua tak bisa diajari lagi, kata peribahasa. Tapi Tuhanku, tipuannya selalu berubah-ubah, sam a sekali tak bisa diduga-duga. Dan agaknya ia tahu sam pai berapa jauh bisa m enyiksaku sebelum am arahku m em uncak, dan ia tahu saja bila ia bisa membuatku lalai sesaat atau membuatku tertawa, sehingga segalanya beres dan aku tak tega untuk m em ukulnya. Dem i Tuhan, aku telah melalaikan kewajibanku terhadap anak itu! Menghem at cam buk berarti m erusak anak, kata Kitab Suci. Bila ia tak kukerasi, berarti aku m enim bun dosa untuknya dan untukku sendiri, aku tahu itu. Nakalnya bukan m ain, tapi ia anak alm ar- hum adik kandungku, aduhai, tak sam pai hatiku m encam buknya. Tiap kali ia kubebaskan dari hukuman, batinku menderita; dan tiap kali ia kuhukum, hatiku serasa akan pecah lantaran sedih. Hhhhhh, lelaki yang lahir dari wanita, harinya pendek dan penuh kesulitan, seperti kata Kitab Suci. Kukira betul juga. Sore ini ia pasti m em bolos dari sekolah dan aku terpaksa harus m enyu- ruhnya bekerja besok pagi untuk m enghukum nya. Sungguh sulit untuk m enyuruh dia bekerja pada hari Sabtu saat anak-anak lain menikmati hari libur. Tetapi ia paling benci bekerja dan aku harus m elakukan kewajibanku terhadap anak itu. Kalau tidak, aku akan m em buat rusak hidupnya.” Tom betul-betul membolos. Ia bermain-main sepuas hati. Ia pulang tepat pada waktunya sehingga m asih sem pat m enolong J im , seorang anak kulit berwarna, m enggergaji kayu untuk keesokan harinya serta m enyerpih-nyerpih kayu bakar sebelum m akan m alam . Setidak-tidaknya dia di situ untuk m enceritakan
4 Mark Twain petualangannya sem entara J im m engerjakan tiga perem pat pekerjaannya. Adik Tom (atau lebih tepat adik tirinya) Sid, telah m enyelesaikan tugasnya (m engum pulkan serpihan kayu bakar). Sidney adalah seorang anak pendiam dan tidak nakal. Sementara Tom makan malam dan mencuri gula bila ada kesem patan , Bibi Polly m en gajukan pertan yaan -pertan yaan yan g pen uh den gan peran gkap tersem bun yi—n yon ya itu ingin m enjebak Tom m em buka rahasia tentang kesalahan yang dibuatnya. Seperti orang-orang yang berjiwa sederhana lainnya Bibi Polly m erasa berbakat untuk m em ecahkan rahasia dengan pertanyaan-pertanyaan yang berbelit-belit. Tak disadarinya bahwa orang dengan mudah bisa mengetahui ke mana arah se- benarnya pertanyaan-pertanyaan itu. “Tom , hari ini di sekolah agak panas, bukan?” tanya Bibi Polly. “Ya, Bi.” “Sangat panas, bukan?” “Ya, Bi.” “Apakah tadi kau tak ingin berenang, Tom ?” Setitik rasa waswas m uncul di kepala Tom . Kecurigaannya tim bul. Diperhatikannya wajah Bibi Polly, nam un wajah itu tak m enerangkan apa-apa. Maka ia m enjawab, “Tidak, Bi... eh, ingin juga sedikit.” Bibi Polly m engeluarkan tangan, m eraba kem eja Tom dan berkata, “Tapi kini kau tak m erasa panas lagi, toh?“ Dalam hati Bibi Polly m erasa san gat ban gga bisa m engetahui kem eja Tom kering tanpa seorang pun yang tahu bahwa m em ang itulah yang sebenarnya ingin dia ketahui. Tak diduganya bahwa kini Tom m engerti arah pem bicaraan itu. Tom m enunda ‘serangan’ bibinya yang berikut dengan berkata,
Petualangan Tom Sawyer 5 “Beberapa orang kawan m em om pa air untuk m em basahi kepala kam i m asing-m asing. Coba raba, kepalaku m asih lem bap.” Bibi Polly m erasa m en yesal sekali karen a telah m e- lewatkan bukti kecil itu, sehingga kehilangan kesempatan untuk m enyerang. Nam un ia m endapat ilham baru dan berkata, “Tom , bukankah untuk membasahi kepalamu kau tak usah membuka leher kem ejam u yang kujahit? Buka jaketm u!” Rasa waswas lenyap dari wajah Tom . J aketnya dibuka, leher bajunya m asih terjahit rapat. “Sialan! Pergilah sekarang! Kukira, kau tadi bolos dan pergi berenang. Tapi kuam puni kau, Tom . Agaknya kau seum pam a kucing terbakar, buruk di luar baik di dalam . Setidak-tidaknya untuk kali ini.” Bibi Polly agak m enyesal bahwa ‘serangan-serangannya’ tak berhasil, tapi di balik itu girang karena sekali ini Tom patuh pada peraturan. Tetapi Sidney berkata, “Wah, Bi, kalau tidak salah leher kem e ja itu Bibi jahit dengan benang putih, tapi kini benangnya hitam .” “Astaga! Mem ang kujahit dengan benang putih! Tom !” Tom tak menunggu lagi. Ia belari ke luar. Di pintu masih sem pat ia berseru, “Sidney, awas nanti!” Di sebuah tem pat yang am an Tom m em eriksa dua batang jarum yang disim pan di leher jaketnya. Sebatang dengan benang putih, yang lain dengan benang hitam . Tom m enggerutu, “Bibi tak akan tahu bila tidak diberi tahu oleh Sid. Sialan! Kadang- kadang ia m em akai benang putih, kadang-kadang pula hitam . Bi- ngung aku. Alangkah senangnya, bila ia hanya m enggunakan satu macam benang saja. Tetapi tak apalah, akan kuhajar Sid untuk pengkhianatannya. Dia betul-betul harus dihajar!” Tom bukan anak teladan yang patut dicontoh oleh anak-anak lain di kam pung itu. Ia tahu siapa anak teladan—dan ia sangat membenci anak itu.
6 Mark Twain Dalam dua menit, bahkan kurang, ia telah lupa akan segala kesulitannya. Bukan karena kesulitan itu baginya kurang berat dan kurang pahit dibanding dengan kesulitan orang dewasa, tetapi karena ada sesuatu yang baru dan lebih m enarik yang telah m enghapuskan kesulitan dari pikirannya waktu itu—seperti juga kesulitan orang dewasa akan terlupakan oleh sesuatu rangsangan yang baru. Bagi Tom , ‘sesuatu’ itu adalah cara baru bersiul yang baru saja dipelajarinya dari seorang negro dan ia telah bersusah payah untuk m elatih siulan itu tanpa diganggu. Suara siulannya seperti lekukan nyanyi burung, sem acam nyanyian gelagak air yang dibuat dengan jalan m enyentuhkan ujung lidah ke langit-langit m ulut di tengah-tengah lagu yang sedang disiulkan. Mungkin pem baca sendiri m asih ingat bagaim ana caranya jika pem baca pern ah m en jadi an ak-an ak. Kerajin an dan kesun gguhan n ya m enyebabkan ia cepat m enguasai ‘ilm u baru’ itu. Tom berjalan dengan mulut penuh irama dan jiwa penuh rasa terima kasih. Perasaan hatinya sam a dengan perasaan seorang ahli ilm u bintang yang baru saja m enem ukan sebuah planet baru—bahkan bila yang dijadikan ukuran adalah perasaan gem bira yang kuat dan dalam serta m urni, m aka perasaannya jauh lebih senang dari perasaan si ahli bintang. Sore pada musim panas panjang. Hari belum gelap. Tiba- tiba Tom m enghentikan siulnya. Seseorang yang belum dikenal berdiri di depannya. Anak itu sedikit lebih besar daripadanya. Seorang yang baru, tidak peduli um ur atau jenis kelam innya m erupakan daya tarik perhatian yang am at kuat di desa St. Petersburg yang kecil, m iskin, dan tak teratur itu. Anak asing ini berpakaian mencolok, memakai pakaian serba baik pada hari yang bukan hari Minggu, sesuatu hal yang sangat m engheran- kan di St. Petersburg. Topinya sangat bagus, baju luarnya yang berkancing banyak berwarna biru baru dan rapi. Begitu juga
Petualangan Tom Sawyer 7 celananya. Dan ia m em akai sepatu—m em akai sepatu pada hari J um at! Bahkan ia m em akai dasi, dasi pita berwarna cerah. Sekali pandang orang akan tahu bahwa anak baru ini datang dari kota dan ini mempengaruhi pikiran Tom. Makin lama Tom m em andang solekan anak baru itu, m akin diperjelasnya sikap yang m enyatakan seolah-olah anak baru itu tak terpandang sebelah m ata olehnya. Tapi m akin terasa pula betapa pakaiannya buruk sekali bila dibandingkan dengan pakaian si anak asing. Kedua anak itu tak ada yang berbicara. Bila seorang bergerak, yang lain pun bergerak... dengan m iring, m em bentuk lingkaran. Mereka terus saling berhadapan muka, mata saling pandang. Akhirnya Tom berkata, “Aku bisa m enghajarm u!” “Aku ingin sekali m elihatm u m encobanya.” “Hh, aku bisa.” “Tidak, kau tak akan bisa.” “Bisa!” “Tidak, kau tak bisa.” “Aku bisa!” “Kau tak bisa!” “Bisa!” “Tak bisa!” Mereka diam penuh ketegangan. Kem udian Tom bertanya, “Siapa nam am u?” “Bukan urusanm u, m ungkin.” “Hh, kubuat itu urusanku!” “Coba saja!” “Bila kau om ong banyak, akan kujadikan urusanku.” “Banyak—banyak—bany ak! Nah, sudah kukatakan.” “J angan berlagak! Aku bisa m engalahkanm u dengan satu tangan diikat di punggungku bila saja aku mau.”
8 Mark Twain “Lakukan segera! Kau bilang tadi kau bisa.” “Tunggu, bila kau bikin gara-gara.” “Oh, y ... banyak sekali kulihat seluruh keluarga m enghadapi persoalan yang sam a.” “Lagaknya! Kau kira kau m anusia luar biasa, huh? Cih, topi apa itu.” “Kau boleh m em buang topiku ini bila kau tak m enyukainya. Ayo kalau berani... dan siapa pun yang berani m em buang topiku ini pasti kubikin bocor hidungnya.” “Pem bohong!” “Kau juga!” “Kau pura-pura berani berkelahi, tapi sebetulnya pengecut!” “Oh, pergi sajalah!” “Dengar... bila kau m asih saja banyak lagak akan kuam bil batu dan kulempar kepalamu.” “Oh, betul?“ “Kau kira aku tak berani?” “Nah, kenapa tak segera kau lakukan om onganm u itu? Untuk apa kau terus-terusan om ong? Aku tahu, kau tidak akan lakukan ucapanmu itu, karena kau takut.” “Aku tidak takut!” “Kau takut!” “Tid a k!” “Ya!” Berhenti lagi dan saling tatap, serta bergerak saling m engitari sehingga akhirnya bahu m ereka bersentuhan. “Pergi kau dari sini!” bentak Tom . “Kau yang pergi!” “Tidak m au!” “Aku pun tak m au!” Mereka berdiri, masing-masing dengan sebelah kaki sebagai penopang, keduanya saling dorong dengan seluruh
Petualangan Tom Sawyer 9 “Lagaknya! Kau kira kau manusia luar biasa, huh? Cih, topi apa itu.”
10 Mark Twain tenaga, dengan mata penuh kebencian. Tak satu pun bergerak m aju atau m undur. Beberapa lam a m ereka m em eras tenaga, tubuh terasa panas dan air muka merah padam. Perlahan dan penuh kewaspadaan masing-masing mengurangi tenaga dan Tom berkata, “Kau pengecut. Kuadukan kau pada kakakku. Dengan m udah ia bisa m elilitkan engkau dengan jari kelingkingnya. Kusuruh dia m enghajarm u.” “Kau kira aku takut pada kakakm u? Aku pun punya kakak, lebih besar daripada kakakmu... dan ia bisa melempar kakakmu ke balik pagar itu.” (Kedua ‘kakak’ itu hanya dalam khayalan m a sin g-m a sin g). “Boh on g!” “Kata-katam u juga tak bisa dipercaya!” Tom m em buat garis di atas tanah dengan ibu jari kakinya, dan berkata, “Bila kau berani m elangkahi garis ini kuhajar kau hingga kau tak akan sanggup berdiri lagi. Siapa pun yang berani melangkahi garis ini, pastilah pencuri domba.” Saat itu anak baru tersebut melangkahi garis tadi dan berkata, “Lakukanlah apa yang kau katakan tadi.” “J angan kau bikin aku m arah, hati-hati kau!” “H hh, bukan kah kau sen diri yan g akan m en ghajarku; mengapa tak segera kau lakukan?” “Persetan! Dengan upah satu sen cukup bagiku untuk m eng- hajarm u!” Si anak baru mengambil sekeping uang tembaga lebar dari sakunya dan m engulurkan pada Tom dengan m engejek. Tom menampar uang itu hingga terlempar ke tanah. Sesaat kemudian kedua anak itu bergulingan jungkir balik di tanah, saling m encengkeram bagaikan dua ekor kucing. Kira-kira sem enit mereka saling renggut dan tarik rambut serta pakaian masing- masing lawan, menghantam dan mencakar hidung lawan dengan
Petualangan Tom Sawyer 11 badan bermandi debu. Segera kekacauan itu terhenti dan di antara remang-remang terlihat Tom duduk di atas tubuh si anak baru di tanah, m enghujaninya dengan tinju. “Cukup enggak?” seru Tom . Lawannya m encoba m em bebaskan diri. Kini ia m enangis, menahan amarah. “Cukup enggak?” seru Tom lagi, sem entara hujan tinjunya tidak berhenti-henti. Akhirnya si anak baru dengan susah payah berkata, “Sudah!” Tom m em biarkan lawan n ya berdiri dan berkata, “Nah, m udah-m udahan pelajaran ini betul-betul cukup. Lain kali hati- hati berhadapan dengan aku.” Anak baru itu m eninggalkan Tom sam bil m engipas-ngipas- kan debu dari pakaiannya, tersedu-sedu, sekali-sekali m enoleh ke belakang, menggelengkan kepala, dan meneriakkan ancaman tentang apa yang akan diperbuatnya pada Tom , “lain kali bila bertem u lagi.” Ancam an itu dijawab Tom dengan tawa m engejek, ia berpaling untuk pergi dengan membusungkan dada. Tetapi begitu Tom berpaling, si anak baru memungut sebuah batu, m elem parnya tepat m engenai punggung Tom . Sebelum Tom berpaling lagi, anak itu sudah berlari jauh. Tom mengejar sampai ke rumah si pengkhianat itu, sehingga kini ia tahu tempat tinggal anak itu. Beberapa lam a Tom berdiri di pintu pagar m enantang m usuhnya agar keluar. Tapi si m usuh m engejeknya dari balik jen- dela dan kem udian m enghilang. Akhirnya ibu si m usuh m uncul dan m enyatakan Tom seorang anak jahat, kejam , dan biadab, serta m enyuruhnya pergi. Tom pergi, setelah m enjawab bahwa suatu kali ia akan m enghajar lagi m usuhnya. Tom pulang, terlambat sekali malam itu. Pintu tertutup semua. Hati-hati ia memanjat jendela, tetapi begitu masuk didapatinya Bibi telah m enunggu; dan ketika Bibi Polly m elihat keadaan pakaian Tom , m aka keputusannya untuk m em beri Tom hukuman kerja pada hari Sabtu tak bisa diubah lagi.
Seniman Tukang Kapur HARI SABTU pagi telah tiba, m em bawa kecerahan dan kesegaran pada alam musim panas, penuh dengan kehidupan. Tiap hati bernyanyi dan kalau kita m erasa m uda, nyanyian itu keluar dari bibir. Tiap wajah gembira dan keriangan tampak di setiap langkah. Pohon-pohon berkem bang harum dan arom anya sem erbak m e- m enuhi udara. Bukit Cardiff yang terletak di luar desa, agak di atasnya, berwarna hijau oleh tum buh-tum buhan. Dari kejauhan tam pak bagaikan Tanah Im pian, tenang, seakan m em anggil yang m elihatnya. Tom m uncul di trotoar kayu dengan m em bawa seem ber kapur dan sebuah sapu bergagang panjang. Ia memperhatikan pagar papan yang harus dikapurnya dan sem ua kegem biraan segera lenyap diganti oleh kem urungan yang m encengkam hati. Hidup baginya terasa kosong, kehadirannya di dunia m alah bagaikan beban. Pagar papan sepanjang tiga puluh meter dan
Petualangan Tom Sawyer 13 tinggi tiga meter! Sambil menghela napas panjang ia men- celupkan sapu ke dalam ember dan menggoreskan sapu itu ke papan paling atas, kem udian diulanginya pekerjaan itu, lalu diulangi lagi. Dibandingkannya olesan kapur itu dengan pagar yang belum dikapur, baginya pagar itu seolah benua luas yang tak terlihat batasnya. Tom jadi putus asa, duduk di atas sebuah peti. J im keluar, melompat-lompat dari pintu pagar membawa sebuah em ber dan m enyanyikan Gadis-gadis Buffalo. Mengam bil air dari sum ur pom pa um um m erupakan pekerjaan yang dibenci Tom , tetapi kini tidaklah demikian. Teringat ia bahwa di pompa umum itu ada banyak sekali kawan. Anak-anak berkulit putih, coklat, dan negro berkelompok di sekitar pompa menunggu giliran, beristi- rahat, tukar-menukar barang permainan, bertengkar, berkelahi, bersenda gurau. Dan, ia teringat walaupun sumur pompa itu hanya seratus lim a puluh m eter jauhnya dari rum ah, J im jarang sekali pulang dalam waktu kurang dari satu jam , itu pun biasanya ia harus disusul. Tom berkata, “He, J im , biarlah aku yang m eng- am bil air, kau yang m engapur.” J im m en ggelen gkan kepala, m en jawab, “Tidak, Tom , Nyonya bilang harus aku yang m engam bil air. Aku dilarang ber- henti dan berbicara dengan siapa pun. Nyonya m erasa Tom akan m enyuruh saya m engapur, tapi saya tidak boleh m em perhatikan kata-kata Tom , aku harus m engurus pekerjaan sendiri. Kata Nyonya, ia sendiri yang akan m engurus pengapuran.” “Oh, lupakanlah kata-kata Bibi, J im . Mem ang ia selalu berkata begitu. Kem arikan em ber itu. Percayalah, sem enit saja pasti aku telah kem bali. Bibi tak akan tahu.” “Oh, aku tak berani, Tom . Nyonya pasti akan m encopot kepalaku, bila ia tahu. Pasti.” “Bibi Polly? Oh, ia tak pernah m em ukul, paling-paling memukul kepala dengan sarung tangan. Dan siapa takut akan sarung tangan? Ancam annya saja, tapi karena ancam an saja,
14 Mark Twain tidak bisa sakit. Om ongannya saja banyak, tapi om ongan tidak m enyakitkan, kalau tidak disertai m enangis. J im kuberi kau sebutir kelereng. Kuberi kau kelereng batu pualam putih.” J im mulai terbujuk. “Lihat, J im , kelereng batu pualam putih, kelereng besar.” “Wah, bagus betul kelereng ini, betul bagus. Tapi Tom , aku sangat takut pada Nyonya....” “Selain kelereng itu, akan kutunjukkan jari kakiku yang sakit p ad am u .” J im hanya m anusia biasa, hatinya jadi am at tertarik. Diletakkannya em ber, kelereng pualam putih diterim anya dan ia m em bungkuk untuk m em eriksa jari kaki Tom yang sakit. Dengan penuh perhatian ia menunggu sementara perban jari itu dibuka. Nam un tiba-tiba sebuah pukulan keras jatuh di punggungnya. Tanpa m enoleh J im berlari dengan m em bawa em bernya, se- m entara Tom cepat-cepat m engam bil sapu dan bekerja giat. Bibi Polly kembali masuk rumah dengan sandal di tangan dan sinar kem enangan pada kedua m atanya. Kerajinan Tom tidak lam a. Ia m ulai m em ikirkan rencana sebenarnya untuk hari itu dan kesedihan hatinya berlipat ganda. Sebentar lagi kawan-kawannya pasti akan berm unculan, m asing- masing mengejar kesenangan sendiri dan mereka pasti akan m engolok-oloknya karena dihukum pada hari libur. Pikiran itu m em buat otaknya m akin kacau. Ia berhenti bekerja, m engeluar- kan sem ua harta bendanya, m em eriksanya—beberapa m ainan kecil, kelereng, dan tetek bengek lainnya; cukup untuk m engupah anak yang m au m engerjakan pekerjaannya, tapi tak cukup untuk membeli setengah jam kebebasan. Maka Tom memasukkan kem bali harta bendanya ke dalam kantung dan m em batalkan rencana untuk m engupah kawan-kawannya. Pada saat pikirannya sedang gelap, tiba-tiba ia m endapat ilham ! Betul-betul ilham besar!
Petualangan Tom Sawyer 15 Diam bilnya sapu dan ia m ulai bekerja dengan tenang. Ben Rogers m uncul—anak yang olok-oloknya paling ditakuti Tom ! Ben berlom pat-lom patan kecil, m enunjukkan hatinya yang riang, melambung tinggi. Dia menggerogoti sebuah apel, berteriak- teriak panjang berirama diikuti oleh suara ding-dong-dong, ding- dong-dong bernada rendah. Agaknya Ben sedang m eniru bunyi sebuah kapal uap. Ben m akin dekat, m engurangi kecepatan, berdiri di tengah jalan, condong jauh ke sebelah kanan kapal khayalannya, berputar berat seperti kapal uap terbesar m asa itu: Big Missouri. Ben m enjadi kapal, sekaligus kapten kapal, lonceng m esin, m aka ia harus m em bayangkan dirinya di geladak depan, meneriakkan perintah serta mengerjakan perintah itu juga. “Hentikan kapal, Tuan! Ting-a-ling-ling!” ham pir ia kehabisan tempat, perlahan mundur ke trotoar. “Undurkan! Ting-a-ling-ling!” kedua belah lengannya kejang lurus di sam ping tubuh. “Hidupkan roda kanan! Ting-a-ling- ling! J us-jus-jus! J us!” Tangan kanannya berputar m em bentuk lingkaran besar, sebab tangan itu bergerak sebagai roda dayung yang bergaris tengah em pat puluh kaki. “Hidupkan roda kiri!” Tangan kiri m ulai berputar: “Ting-a- ling-ling! J us-jus-j-jus!” “Hentikan roda kanan! Ting-a-ling-ling! Hentikan roda kiri! Tam bah kekuatan roda kanan! Hentikan! Biarkan bagian luar berputar pelan! Ting-a-ling-ling! J us-jus-jus! Lem parkan tali utam a! Cepat! Ayo, keluarkan tali pelom pat. He, apa yang kau kerjakan di situ! Ayo, bantu si tonggak dengan gulungannya! Siapkan pangkalan, ayo, lepaskan! Matikan m esin! Ting-a-ling- ling! Sh’t! Sh’t! Sh’t!” (Mencoba alat pengukur tekanan uap). Tom m engapur saja, sam a sekali tak m em perhatikan ‘kapal uap raksasa’ itu. Ben m em andangnya sesaat, kem udian berkata, “Haya! Kau betul-betul sebuah tunggul kayu!”
16 Mark Twain Tak ada jawaban. Tom m em eriksa hasil sapuannya yang terakhir dengan m ata seorang senim an, kem udian disapukannya lagi sapu perlahan-lahan dan m em perhatikan hasilnya. Ben berdiri di sam pingnya. Air liur Tom m enitik saat m elirik apel di tangan Ben, tapi ia terus bekerja. Ben berkata, “Halo, Sobat kental, kau harus bekerja, he?” Tom berpaling tiba-tiba dan berkata, “Astaga, kau ini, Ben? Maaf, aku tak tahu.” “Hh? Dengar, aku akan pergi berenang. Kau pasti ingin berenang pula, bukan? Tetapi tentu saja kau akan bilang bekerja lebih senang daripada berenang. Betul begitu, kan?” Tom m em an dan g Ben sesaat, “Apa yan g kau n am akan bekerja?“ “Wah, bukankah ini bekerja nam anya?” Tom kem bali m engapur dan m enjawab acuh tak acuh, “Hm , m ungkin ini bekerja, m ungkin juga tidak. Bagaim anapun, ini sangat cocok bagi Tom Sawyer.” “J an gan berlagak, kau kira aku percaya kau m en yukai pekerjaan ini?” Sapu Tom terus bekerja. “Men yukai? Men gapa tidak? Apakah kau setiap hari m em punyai kesem patan untuk m engapur pagar?” Ini m enggugah pikiran Ben. Ia berhenti m enggigit apel. Tom terus m engerjakan sapuannya dengan hati-hati, m undur sedikit untuk m elihat hasilnya, m enam bah olesan di sana sini, lalu m enilai lagi sem entara Ben yang m em perhatikan setiap gerakannya m akin lam a m akin tertarik. Akhirnya Ben berkata, “He, Tom , biarlah aku coba m engapur.” Tom mempertimbangkan permintaan itu. Hampir saja m eluluskannya tapi ia segera m engubah pikiran, “Tidak, tidak, sayang sekali tidak bisa, Ben. Kau tahu, Bibi Polly sangat teliti tentang pagar ini sebab letaknya di tepi jalan besar. Kalau pagar
Petualangan Tom Sawyer 17 belakang aku tak akan keberatan, juga Bibi Polly. Ya, dia sangat m engutam akan pagar ini, m engapurnya harus hati-hati. Kukira hanya ada seorang anak di antara seribu, m ungkin di antara dua ribu, yang bisa m engapurnya seperti yang dikehendaki Bibi.” “Masa. Biar kucoba. Sebentar saja, Tom . Bila kau m enjadi aku, pasti kau kuperbolehkan, Tom.” “Ben, sungguh m ati aku pun tak keberatan kau m encoba m engapur tapi Bibi Polly... hhh.... J im ingin m engerjakannya tetapi tidak boleh; Sid juga ingin, juga tak diizinkan. Mengertikah kau betapa sulitn ya kedudukan ku? Bila kau kuperbolehkan mengapur, kemudian terjadi kesalahan....” “Oh, tak m ungkin, Tom , aku akan berhati-hati. Ayolah, m ari kucoba. Dengar, apelku ini boleh kau ambil sebagian.” “Baiklah, nih... oh, tidak, Ben, aku takut....” “Apelku ini untuk kau sem ua, deh!” Dengan air muka enggan tapi hati gembira, Tom m em berikan sapunya. Dan sem entara m antan kapal uap Big Missouri itu bekerja bermandi peluh di panas matahari, si mantan seniman tukang kapur duduk di sebuah tong terlindung dari sinar m atahari, m enggoyang-goyangkan kaki sam bil m akan apel. Pikirannya penuh rencana untuk m encari korban lain. Bahan untuk korban kelicikannya tak kurang. Sebentar-sebentar m uncul seorang anak yang datang untuk m engejek tetapi kem u- dian m engerjakan pekerjaan Tom pula. Pada saat Ben tak kuat lagi, Tom telah m enjual giliran berikutnya pada Billy Fisher yang m em bayar dengan sebuah layang-layang. Billy diganti oleh J ohnny Miller dengan pem bayaran seekor tikus m ati yang diikat tali untuk m em utarnya. Dem ikianlah seterusnya jam dem i jam . Pada tengah hari, Tom yang pada pagi hari m em ulai pekerjaan dalam keadaan m iskin, kini telah m enjadi kaya. Kecuali benda- benda yang telah disebutkan di atas, ia pun m endapatkan dua belas kelereng, sebuah belahan kecapi Yahudi, sepotong gelas
18 Mark Twain Pikirannya penuh rencana untuk mencari korban lain. botol biru untuk meneropong, sebuah meriam mainan dari kelos benang, sebuah kunci yang tak bisa dipakai lagi, sepotong kapur, tutup stoples dari gelas, serdadu mainan dari timah, sepasang katak, enam buah petasan, seekor anak kucing bermata satu, sebuah tombol pintu dari kuningan, seutas kalung anjing (tapi tanpa anjingnya), gagang pisau, em pat pangsa jeruk, dan sebuah jendela kaca yang telah rusak. Sementara harta benda itu terkumpul, ia bersenang-senang berm alas-m alasan. Kawannya banyak dan pagar telah dikapur sam pai tiga kali. Bila ia tak kehabisan kapur, pasti sem ua anak di desa itu menjadi melarat. Tom berpendapat bahwa rupanya dunia ini tak begitu m engecewakan seperti perkiraannya tadi pagi. Tanpa diketahuinya, ia telah m enem ukan sebuah hukum besar dari sifat m anusia, yaitu untuk m em buat seseorang m enghendaki sesuatu, bikinlah ‘sesuatu’ itu sukar untuk diperoleh. Kalau
Petualangan Tom Sawyer 19 Tom menjadi seorang ahli ilsafat besar dan bijaksana seperti pengarang buku ini, ia akan mengerti, bahwa kerja terdiri dari apa saja yang wajib dikerjakan, sedang berm ain-m ain ialah yang tak wajib dikerjakan oleh seseorang. Contohnya, m em buat bunga tiruan atau memperlihatkan ketangkasan di atas jentera adalah bekerja, sedang menggulirkan sepuluh pin bow ling atau mendaki gunung Mont Blanc hanyalah hiburan. Banyak sekali orang kaya di Inggris yang m engendalikan kereta penum pang berkuda em pat sejauh dua puluh atau tiga puluh kilometer di jalan lalu lintas um um , dan untuk m engerjakan itu m ereka harus m em bayar uang dalam jum lah banyak; tetapi bila penum pang m em bayar, m ereka tak akan mau mengerjakan pekerjaan itu sebab mereka bukan bersenang-senang lagi nam anya, m elainkan m encari upah. Beberapa saat Tom m erenungkan tentang perubahan yang dialam inya, kem udian ia pergi ke m arkas besar untuk m elaporkan.
Dalam Perang dan Cinta TOM MENGHADAP Bibi Polly yang sedang duduk di dekat jendela terbuka di kam ar belakang, kam ar yang m erupakan gabungan antara kamar tidur, kamar makan, dan perpustakaan. Udara hangat musim panas, suasana tenang, wangi bunga-bunga, dan suara kum ban g-kum ban g yan g m en den gun g m em buat Bibi Polly terkantuk-kantuk di atas rajutannya. Ia tak berkawan kecuali dengan kucingnya. Kucing itu pun telah tertidur di pangkuannya. Agar tak jatuh, kacam ata bibi itu disisipkan di kepalanya. Nyonya tua itu m engira, pastilah Tom telah m elarikan diri dan sudah tentu ia heran melihat anak itu dengan berani datang ke daerah kekuasaannya dan bertanya, “Bi, bolehkah aku kini bermain?” “Apa? Begini pagi? Berapa luas yang telah kau kapur?” “Selesai sem uanya, Bi.”
Petualangan Tom Sawyer 21 “Tom , jangan berdusta, aku tak tahan kau berdusta.” “Aku tidak berdusta, Bi, pagar itu telah selesai dikapur.“ Bibi Polly ham pir tidak percaya. Segera ia keluar untuk m em buktikannya. Kalau pernyataan Tom itu hanya dua puluh persen dari kebenarannya, ia akan sudah m erasa puas. Bukan m ain tercengangnya Bibi Polly waktu m elihat bukan saja pagar itu selesai dikapur tapi jelas terlihat bahwa pengapuran itu dilakukan sam pai beberapa kali, bahkan tanahnya juga dikapur. “Masya Allah!” seru Bibi Polly, “sebetuln ya kau dapat bekerja, Tom , bila kau m au.” Kem udian ia m enetralkan pujian itu den gan m en am bahkan , “Tapi jaran g sekali kau pun ya kem auan untuk bekerja. Baik, pergilah berm ain tetapi jangan lupa pulang kem bali pada waktunya. Kalau tidak, kukuliti engkau.” Bibi Polly begitu terpesona oleh hasil kerja Tom , sehingga Tom dibawanya ke lem ari. Dipilihnya apel yang terbaik, lalu diberikannya kepada Tom dengan diiringi kuliah bagaim ana harga dan rasa sesuatu sangat menonjol bila didapat dengan kebersihan hati dan dengan usaha yang terpuji. Sem entara Bibi Polly m enutup kuliahnya dengan kata-kata m utiara dari Kitab Suci, Tom telah berhasil mencopet kue donat dari lemari. Waktu Tom melompat ke luar, sekilas ia melihat Sid akan naik tangga luar yang m enuju kam ar-kam ar belakang di tingkat dua. Sekejap saja kepalan-kepalan tanah menghujani Sid dan sebelum Bibi Polly sem pat m enolongnya, tujuh atau enam gum pal tanah telah tepat mengenai sasaran, sementara Tom melompati pagar dan m enghilang. Pagar itu m em punyai pintu tapi biasanya Tom tidak punya waktu untuk m enggunakan pintu pagar itu. Sekarang hatinya m erasa tenang karena telah berhasil m em balas dendam pada Sid atas pengkhianatannya tentang benang hitam yang m em buatnya m endapat banyak sekali kesulitan. Tom melintasi blok itu sampai ke sebuah gang berlumpur yang m elewati bagian belakang kandang sapi bibinya. Kini ia
22 Mark Twain tak bisa dicapai oleh bibinya lagi dan ia bergegas m enuju tanah lapang desa tem pat dua buah kelom pok pasukan yang terdiri dari anak-anak telah bertemu untuk mengadakan pertempuran sesuai dengan syarat-syarat yang diucapkan sebelum nya. Tom adalah jenderal sebuah kelompok, J oe Harper (seorang kawan karibnya) m enjenderali kelom pok lainnya. Kedua pem im pin besar ini tak sudi untuk melibatkan diri dalam pertempuran yang dilakukan oleh anak-anak yang lebih kecil. Kedua jenderal duduk di tempat istimewa dan memimpin operasi tentara dengan perintah-perintah yang disam paikan pada pasukan m elalui bebe- rapa orang pembantu. Setelah bertempur sengit, pasukan Tom m endapat kem enangan besar. Kem udian yang m ati dihitung, tawanan-tawanan ditukar, batasan untuk perselisihan berikutnya disetujui, hari untuk pertem puran yang dibutuhkan ditentukan. Setelah itu kedua kelompok berbaris dan Tom sendiri pulang. Ketika ia m elewati rum ah J eff Thatcher, Tom m elihat seorang anak perempuan di kebun. Seorang gadis cilik bermata biru dengan rambut pirang berkepang dua, memakai rok musim panas putih dengan celana dalam berenda. J enderal yang baru saja m enang perang itu seakan rubuh tanpa tertem bak. Am y Lawrence, gadis yang selam a ini m enghias hatinya lenyap seketika, lenyap tak berbekas. Tom pernah m engira bahwa ia bagaikan gila m encintai Am y, ia m em uja gadis itu sepenuh hati. Ternyata sem uanya disebabkan oleh daya tarik Am y yang kini disadarinya tak ada seperseribu dari sebutir debu. Berbulan-bulan ia m encoba m em ikat Am y dan sem inggu yang lalu Am y m engaku, ia pun mencintai Tom. Selama seminggu Tom merasa menjadi anak yang paling bangga dan paling bahagia di dunia tetapi perasaan itu segera lenyap tak berbekas ketika ia m elihat gadis baru ini. Dipujanya bidadari baru ini dengan m ata tak berkedip sam pai ia m enyaksikan bidadari itu m elihatnya. Tom berpura- pura tak tahu bahwa si gadis berada di situ. Maka ia m ulai ‘jual
Petualangan Tom Sawyer 23 tampang’ mempertontonkan berbagai keanehan cara anak lelaki untuk menarik perhatian si gadis cilik. Dalam waktu beberapa lam a Tom m enunjukkan tingkah tolol yang lucu sam pai satu ketika ia tengah m elakukan senam ketangkasan yang berbahaya, ia m elirik ke sam ping dan m elihat bahwa gadis pujaannya itu telah meninggalkan kebun dan berjalan pulang. Tom mendekati pagar, berdiri bertum pu pada pagar itu. Hatinya sedih, penuh harapan, semoga si gadis itu tak segera masuk rumah. Si gadis berhenti sesaat kemudian berjalan ke arah pintu. Tom menghela napas panjang waktu si gadis masuk ke dalam rumah. Tetapi air m uka Tom seketika m enjadi cerah sebab sebelum lenyap ke dalam rumah si gadis melemparkan bunga melati melewati pagar! Tom berlari memutar, berhenti sampai beberapa sentimeter dari bunga itu. Tangannya ditudungkan di atas alis, m enatap ke ujung jalan seolah-olah ada yang m enarik perhatiannya. Kem udian diam bilnya sebatang jeram i, yang ia dirikan di atas hidungnya sem entara ia m enengadahkan kepala jauh ke be- lakang. Sambil menjaga keseimbangan jerami, ia bergerak ke sam ping, m akin lam a m akin m endekati bunga sam pai akhirnya kakinya m enyentuh bunga itu. Dengan jari-jarinya, Tom m en- cengkeram bunga itu dan melompat-lompat menghilang untuk m enyem atkan bunga itu di jaketnya di dekat jantung atau di dekat perutnya. Ia tak m em punyai banyak pengetahuan tentang tubuh m a n u sia . Kem udian Tom kem bali ke depan rum ah si gadis sam pai m alam tiba, ‘jual tam pang’ seperti tadi, nam un ternyata si gadis tak keluar lagi. Tom m enghibur dirinya dengan berkata dalam hati, mungkin si gadis berada di balik salah satu jendela dan m em perhatikan dia. Akhirnya dengan rasa segan Tom pulang, dengan pikiran penuh impian. Selama makan malam Tom tampak begitu gembira hingga Bibi Polly bertanya-tanya dalam hati, “Apa gerangan yang terjadi
24 Mark Twain pada anak itu?” Tom tak m enghiraukan kem arahan bibinya karena telah m elem pari Sid. Di depan m ata bibinya terang-terangan ia m encoba m encuri gula. Karena itu, tangannya m endapat pukulan keras. Tom m em bela diri, “Bibi tak pernah m em ukul Sid kalau ia mengambil gula.” “Sid tak pernah m enyiksa orang seperti engkau. Setiap saat aku berpaling, kau selalu mencoba mengambil gula.” Beberapa saat kem udian Bibi Pollypergi ke dapur. Kesem patan ini digunakan oleh Sid untuk m em am erkan kekebalannya, yang hampir tak tertahankan oleh Tom. Sid mengulurkan tangan ke mangkuk tempat gula. Sial bagi Sid, mangkuk itu terlepas dari tangannya dan jatuh pecah. Tak terkira kegem biraan Tom sam pai m em buatnya m enahan m ulut untuk bersuara. Pikirannya, ia akan terus m enutup m ulut, duduk diam sam pai bibinya bertanya siapa yang berbuat salah; dan Tom akan berterus terang. Akan sangat m enyenangkan untuk m elihat anak terbaik di kam pung itu m endapat hajaran. Begitu besar harapan Tom sam pai ham pir ia tak bisa m enahan diri waktu bibinya datang dan berdiri di depan pecahan mangkuk dengan mata terbelalak penuh amarah di balik kacam atanya, “Ini dia!” pikir Tom . Dan tepat pada saat itu tiba- tiba saja ia terlem par ke lantai. Tangan bibinya sudah terangkat lagi untuk m em ukul, ketika ia cepat berteriak, “Bi, m engapa aku yang dipukul! Sid yang m em ecahkannya!” Bibi Polly tertegun bingung dan Tom m enunggu belas kasihan yang bisa m enyem buhkan rasa sakitnya. Tetapi ketika Bibi Polly berbicara lagi, katanya, “Pukulan itu tak sia-sia sebab sudah pasti kau berlaku nakal, luar biasa pula, waktu Bibi tadi tak di sini.” Dalam hati Bibi Polly sangat m enyesal. Ia ingin m eng- ucapkan yang lem but dan penuh cinta tapi ia berpikir perkataan- perkataan serupa itu akan menimbulkan pengakuan bahwa ia berada di pihak salah dan ini akan mengacaukan tata tertib. Maka Bibi Polly diam saja, m engerjakan pekerjaannya dengan hati yang
Petualangan Tom Sawyer 25 berat. Tom merengut di sudut kamar, berduka cita. Ia tahu, di dalam hatinya Bibi Polly sedang m erengek-rengek m inta m aaf kepadanya dan ini sedikit m eringankan kem urungannya. Ia m ene- tapkan di dalam hatinya bahwa ia sam a sekali tak akan m em beri tanda bahwa ia telah m em aafkan kesalahan bibinya dan juga tak akan m em perhatikan tanda-tanda perm intaan m aaf. Tom tahu, pandangan-pandangan m em inta m aaf dilem parkan padanya dengan mata diliputi air mata tetapi ia menolak mentah-mentah untuk m em perhatikan sem ua itu. Dirinya seolah-olah terbaring sakit hendak m elepaskan nyawa penghabisan dan bibinya m em - bungkuk menantikan sepatah kata, namun ia membalikkan tubuh menghadap ke dinding dan tak ingin mengucapkan apa-apa, pura-pura akan m ati. Ah, bagaim ana perasaan bibinya nanti? Dan dibayangkannya dia diangkat orang dari sungai, tubuhnya basah kuyup dan jantungnya tak berdetak lagi. Betapa bibinya akan m em eluknya sem entara air m ata berderai bagai hujan. Pasti Bibi akan m em ohon kepada Tuhan, agar ia dihidupkan kem bali dengan janji, ia tak akan m enghajarnya lagi. Tetapi Tom tak akan hidup kembali, terbaring pucat dan dingin, tak memberi tanda hidup sedikit pun, seorang penderita cilik yang kedukaannya kini telah berakhir. Begitu penuh perasaan ia m em bayangkan im pian ini hingga kerongkongannya terasa tersekat dan m atanya penuh air m ata yang akhirnya m engalir m elewati hidung waktu ia m engerjapkan m ata. Menurutkan kesedihan itu begitu m enyenangkan bagi Tom hingga ia tak sudi sedikit kegembiraan atau secercah kesenangan m em asuki dunia kesedihannya. Kedukaannya terlalu suci untuk dinodai oleh kegem biraan. Maka ketika Mary, sepupunya, m asuk sambil menari, gembira kembali pulang setelah bepergian sem inggu yang rasanya berabad-abad, Tom bangkit dengan diselubungi kedukaan untuk menghindari sinar kegembiraan Ma r y.
26 Mark Twain Ia berjalan tak tentu tujuan ke tem pat-tem pat yang jauh dari yang biasa dikunjungi oleh anak-anak m encari tem pat sepi dan terpencil yang serasi dengan keadaan jiwanya waktu itu. Sebuah rakit kayu di sungai bagaikan m em anggil-m anggilnya. Tom duduk di rakit itu merenungi keluasan sungai sambil berharap ia terbenam secepat-cepatnya, tanpa m erasakan seperti orang-orang lain yang sungguh-sungguh terbenam . Kem udian teringat olehnya bunga yang sekuntum itu. Dikeluarkannya bunga itu, kum al dan layu. Kebahagiaannya pun m enjadi bertam bah suram . Tom bertanya-tanya dalam hati, apakah si gadis m enaruh kasihan? Mungkinkah gadis itu akan m enangis dan m em eluknya, m enghiburnya? Ataukah si gadis juga akan m eninggalkannya seperti dunia yang kejam ini? Bayangan tentang ini m enim bulkan penderitaan batin yang terasa nikm at hingga Tom terus-m enerus berkhayal sam pai akhirnya m enjadi bosan. Maka berdirilah dia menghilang dalam kegelapan. Kira-kira pukul sepuluh ia tiba di jalan sepi, tem pat pujaan hatinya tinggal. Tom berhenti sesaat. Tak terdengar suara sedikit pun. Tam pak sinar lilin bercahaya redup di sebuah jendela di tingkat dua. Apakah pujaan hatinya di sana? Tom m em anjat pagar hati-hati, tanpa bersuara di antara tanam-tanaman hingga akhirnya ia berdiri tepat di bawah jendela tadi. Lam a sekali dipandanginya jendela itu dengan penuh perasaan, kem udian ia berbaring di tanah di bawah jendela, tangan terlipat di dada m em egang bunga yang layu. Begitulah ia akan m ati, di tem pat terbuka di dunia yang dingin, tanpa naungan di atas kepalanya, tiada tangan sahabat yang m engusap keringat m aut dari alisnya, tiada wajah penuh cinta membungkuk bila malaikat maut tiba. Dan begitu jugalah yang akan dilihat si gadis esok hari, kalau jendela dibuka di bawah sinar pagi. Oh, mungkinkah pujaan hatinya akan m eneteskan air m ata pada tubuhnya yang telah tak bernyawa, m ungkinkah ia m engeluh m elihat kehidupan yang begitu muda terputus sebelum sempat mekar?
Petualangan Tom Sawyer 27 Di atas, tiba-tiba jendela terbuka, suara sumbang seorang pelayan terdengar m em ecahkan suasana suci, m enyusul em ber penuh air dicurahkan ke tubuh si jihad yang terbaring di tanah. Pahlawan yang telah gugur itu m elom pat, m endengus m arah. Segera terdengar desingan batu di udara, diiringi oleh suara m akian, disusul oleh bunyi kaca pecah dan bayangan m elom pati pagar, kem udian lenyap. Tak lam a kem udian Tom telah berada di kam arnya sendiri, m em perhatikan baju yang basah kuyup dalam cahaya lilin. Sid terbangun tetapi bila ia m em punyai m aksud untuk m engucapkan beberapa sindiran, ia cepat-cepat m enutup m ulut m elihat cahaya ancaman di mata Tom. Tanpa m engucapkan doa Tom tertidur. Kelalaian m em baca doa itu dicatat oleh Sid di dalam hati.
Semangat di Sekolah Minggu MATAHARI MUNCUL di atas dunia yang tenang, m enyinari desa yang penuh dam ai bagaikan pem berkatan. Selesai sarapan, Bibi Polly m engadakan kebaktian keluarga. Kebaktian itu dim ulai dengan doa dari Kitab Suci dengan sedikit tam bahan dari Bibi Polly sendiri dan sebagai puncaknya Bibi Polly m em bawakan dalih-dalih Musa sehebat khotbah Musa sendiri di gunung Sinai. Setelah itu, Tom m enyingsingkan lengan baju untuk m enghafalkan ayat-ayat Kitab Suci. Sid telah hafal beberapa hari yang lalu. Tom m engerahkan segenap tenaga untuk m enghafalkan lim a buah ayat dan dipilihnya Khotbah di Bukit yang ayat-ayatnya ia anggap pendek-pendek. Setelah setengah jam barulah Tom m engerti secara sam ar-sam ar ayat-ayat yang dihafalkannya. Hanya itulah, tak lebih, sebab pikirannya tertuju pada penjelajahan m edan pikiran m anusia, sedang tangannya
Petualangan Tom Sawyer 29 sibuk m engerjakan kesenangannya sendiri. Mary m engam bil buku Tom untuk m endengarkan hafalannya. Susah payah Tom m encoba m engingat-ingat, “Diberkatilah m ereka yang... yang....” “Miskin ....” “Ya... m iskin. Diberkatilah m ereka yang m iskin... m ... m ....” “J iwanya....” “J iwanya. Diberkatilah m ereka yang m iskin jiwanya, sebab mereka... mereka....” “Milik m ereka....” “Sebab m ilik m ereka. Diberkatilah m ereka yang m iskin jiwanya, sebab m ilik m erekalah kerajaan surga. Diberkatilah m ereka yang berduka cita, sebab m ereka... m ereka....“ “Ak....” “Sebab m ereka... m ....” “A, K, A....” “Sebab m ereka A, K... oh, aku tak m engerti apa itu.” “A k a n !” “Oh, akan! Sebab m ereka akan... m ereka akan... m ... akan berduka cita... m ... m ... diberkatilah m ereka yang akan... m ereka apa? Mengapa tak kau beri tahu, Mary? Mengapa kau begitu kejam padaku?” “Oh, Tom , si tolol yang m alang, aku kejam padam u, sam a sekali tidak. Belajarlah lagi, janganlah putus asa, Tom , engkau pasti bisa... dan bila kau hafal, akan kuberi hadiah yang sangat bagus. Nah, belajarlah lagi.” “Baiklah! Apa yang akan kau hadiahkan padaku, Mary? Ap a ?” “Tak usah kau pikirkan, Tom , percayalah, kalau kukatakan barang itu bagus, barang itu pasti akan bagus.” “Benar, Mary. Nah, baiklah, akan kuhadapi pelajaran itu.“ Dan betul-betul tugas itu dikerjakannya dengan penuh semangat berkat dorongan rasa ingin tahu dan hadiah hingga
30 Mark Twain hasilnya gem ilang. Mary m em berinya pisau m erek Barlow, m asih baru. Hadiah itu menimbulkan kegembiraan luar biasa di seluruh tubuh Tom. Memang pisau itu tidak bisa dipakai memotong apa-apa tapi pisau Barlow ‘tulen’. Itu saja sudah cukup untuk bergerak. Sam a sekali anak-anak Barat itu tak sedikit pun m em - punyai dugaan bahwa pisau yang terkenal itu bisa dipalsukan dengan yang berkualitas rendah. Tom sudah m erancang untuk m enghias lem ari dengan goresan pisau barunya dan ia akan memulai menggores meja ketika ia dipanggil untuk berpakaian pergi ke sekolah minggu. Tom diberi sebaskom air dan sepotong sabun. Ditaruhnya baskom itu di sebuah bangku di luar, kemudian dicelupkan sabun ke dalam air. Lengan baju digulungnya, air bersabun di dalam baskom dituangkannya perlahan sam pai habis dan ia m asuk kem bali ke dapur, m enggosok m ukanya dengan handuk yang bergantung di balik pintu. Tapi handuk itu diambil Mary dan berkatalah dia, “Tidakkah kau m alu, Tom ? J angan terlalu m alas, air tak akan m enyakitkan.” Tom sedikit kacau. Baskom diisi kem bali dengan air dan ditaruh lagi di bangku di luar. Untuk beberapa saat Tom berdiri di hadapan baskom itu, mengumpulkan kemauan, menghela napas panjang dan mulai. Tak lama ia telah masuk ke dapur, kedua mata tertutup rapat, tangan meraba-raba mencari handuk. Air dan busa sabun bertetesan dari m ukanya. Nam un ketika ia keluar, m ukanya m asih belum m em uaskan Mary, karena yang bersih hanya sam pai ke atas dagu dan rahang bagaikan sebuah topeng. Selebihnya, di bawah dagu dan lehernya belum tersentuh air. Kini Mary m enyeretnya ke luar dan ketika ia selesai m em bersihkan Tom , Tom m enjelm a m enjadi anak yang patut m enjadi saudara Mary, tanpa perbedaan warna kulit, ram butnya disisir rapi, dikeriting kecil-kecil dan simetris. (Diam-diam Tom m eratakan kem bali keritingan itu dengan susah payah, diratakan-
Petualangan Tom Sawyer 31 nya ram butnya rapat-rapat sebab baginya keriting hanyalah untuk wanita; betapa ia benci kepada keritingnya yang asli). Mary m engeluarkan pakaian Tom yang selam a dua tahun hanya dipakai pada hari-hari Minggu, yang untuk m enggam pangkan disebut ‘pakaian yang lain’, sehingga bisa kita ketahui berapa banyak pakaian Tom . Mary m em betulkan dandanan Tom . Baju luarnya dikancingkan sam pai ke bawah dagu, kerah kem ejanya yang lebar menutupi bahu ia sikat dan ia tutup kepala Tom dengan topi jerami berbintik-bintik. Tom gelisah sebab untuk berdandan dan bersih, hatinya m enjadi kesal. Harapannya yang terakhir adalah m udah-m udahan Mary lupa akan sepatunya. Tapi harapan itu ham pa. Mary m enggosok sepatunya dengan lilin hingga m eng- kilap. Tom tak tahan lagi, ia merengut dan berkata bahwa ia selalu dipaksa untuk m engerjakan yang tak disukainya. Tapi dengan m em bujuk, Mary m enjawab, “Ayolah, Tom . Kau, kan, anak baik.” Walaupun dengan bersungut-sungut, Tom terpaksa m em akai sepatunya. Mary pun siap dan ketiga orang anak itu berangkat ke Sekolah Minggu, sebuah tem pat yang dibenci Tom tapi disenangi oleh Mary dan Sid. Sekolah Minggu dimulai pukul sembilan dan berakhir pukul setengah sebelas dengan dilanjutkan kebaktian gereja. Sid dan Mary selalu menghadiri kebaktian dengan ikhlas, Tom dengan hati kesal. Gereja itu m em punyai kursi-kursi kayu tak beralas dengan sandaran tinggi, cukup untuk tiga ratus orang. Bangunannya kecil, sederhana, dengan sem acam kotak kayu pinus di puncaknya sebagai m enara. Di pintu gereja Tom m em isahkan diri dari Sid dan Mary, m endekati seorang kawan yang juga berbaju bagus, dia bertanya, “Hai, Billy, apakah kau punya karcis kuning?” “Ya.” “Kau ingin apa sebagai tukarnya?” “Kau punya apa?”
32 Mark Twain “Kayu m anis dan kail.” “Coba lihat.” Tom m em perlihatkan barangnya. Tukar-m enukar terjadi. Kem udian Tom m enukar dua buah kelereng pualam putih dengan tiga helai karcis merah dan lain-lain dengan dua helai karcis biru. Ia mencegat anak-anak lain. Selama sepuluh atau lima belas menit ia membeli karcis dari berbagai warna. Ia masuk ke dalam gereja bersama serombongan anak berbaju bersih tapi ribut, m enuju tem pat duduk dan bertengkar dengan anak pertam a yang dilihatnya. Gurunya, seorang tua pendiam , m elerai pertengkaran itu. Tapi begitu sang guru berpaling, Tom menarik rambut seorang anak di sam ping bangkunya, kem udian pura-pura m em baca ketika si anak berpaling. Anak lain dicucuknya dengan peniti agar m enjerit, “Aduh!” Tom m endapat teguran lagi dari gurunya. Kawan-kawan sekelasnya tidak berbeda dengannya, gelisah, ribut dan nakal. Bila m ereka disuruh m enghafal, tak seorang pun bisa m enghafal dengan sem purna, selalu harus dituntun. Betapapun kalau m ereka m au bersusah payah, m ereka bisa m endapat hadiah berupa karcis biru. Tiap karcis m engandung ayat-ayat Al- Kitab; sehelai karcis biru adalah upah bagi m ereka yang berhasil m enghafalkan dua ayat. Sepuluh helai karcis biru bisa ditukarkan dengan sehelai karcis merah; sepuluh karcis merah seharga sehelai karcis kuning; dan bagi yang bisa m engum pulkan sepuluh karcis kuning, Pengawas Umum akan memberi hadiah berupa sebuah Al-Kitab yang sederhana (zam an itu berharga em pat puluh sen). Siapa di antara pem bacaku yang punya kesanggupan dan kem am puan untuk m enghafalkan dua ribu ayat, bahkan bila dengan janji hadiah sebuah Al-Kitab Dore? Mary berhasil m endapatkan dua buah Al-Kitab dengan cara ini, setelah bekerja dengan sabar selama dua tahun, dan seorang anak berdarah J erman berhasil memenangkan empat atau lima buah! Pernah anak itu m enghafalkan tiga ribu ayat tanpa berhenti; tetapi tekanan pada
Petualangan Tom Sawyer 33 pikiran yang terlalu besar m em buat si anak m enjadi tolol. Suatu kehilangan besar bagi sekolah sebab pada peristiwa-peristiwa besar di hadapan tamu agung, Pengawas Umum (meminjam istilah Tom) selalu memanggil anak J erman itu untuk memamerkan kepandaiannya. Hanya m urid-m urid yang lebih tua bisa berhasil mengumpulkan karcis dan dengan rajin berusaha terus dan lam a untuk m em enangkan sebuah Al-Kitab. Pem berian hadiah ini sangat jarang, m aka peristiwanya selalu m endapat perhatian besar. Murid yang berhasil akan diagungkan dan m enjadi pusat perhatian hingga menimbulkan keinginan di hati murid-murid lainnya untuk m erebut hadiah, suatu keinginan yang biasanya hanya berlangsung dua m inggu. Mungkin Tom sam a sekali tak menginginkan hadiah itu tetapi jelas ia menginginkan keagungan dan kem asyhuran karena m endapat hadiah itu. Pada saat yang tepat, Pengawas Um um berdiri di depan m im bar dengan m em egang buku nyanyian pujaan, jari telunjuk- nya terselip di antara halam an-halam an, m em inta perhatian para m urid. Bila seorang Pengawas Um um Sekolah Minggu m eng- adakan pidato, m em egang sebuah buku nyanyian pujaan adalah suatu keharusan seperti memegang kertas musik bagi seorang penyanyi yang m aju ke panggung untuk m enyanyi di sebuah konser. Apakah sebabnya, tidak seorang pun yang tahu, sebab baik buku nyanyian ataupun kertas m usik itu jarang sekali di- gunakan oleh pem egangnya. Pengawas Um um ini bertubuh kurus, kira-kira berumur tiga puluh lima tahun, dengan jenggot kambing dan ram but pasir. Kerah bajunya kaku, yang bagian belakangnya ham pir m encapai telinga dan ujung depannya m encapai sudut m ulut bagaikan pagar putih yang m em aksanya selalu m em andang ke depan dan m em buat ia harus m em utar seluruh tubuhnya, bila akan m elihat ke sam ping. Dagunya ditopang oleh seutas dasi lebar, selebar dan sepanjang sehelai uang kertas dengan pinggir berenda. Ujung sepatunya m encuat ke atas, m engikuti m ode m asa
34 Mark Twain itu, seperti ujung ski—gaya yang ditiru dengan sabar dan giat oleh m urid-m uridnya dengan jalan m enekankan sepatu m ereka ke tembok berjam-jam. Tuan Walters ini berwajah sungguh- sungguh, jujur dan tulus hati. Ia begitu menghormati benda- benda dan tem pat-tem pat suci, serta sangat m em bedakannya dengan keduniawian, sehingga tanpa terasa suaranya bernada dan berlagu istim ewa jika berbicara di Sekolah Minggu, yang tak akan terjadi pada hari-hari biasa. Ia m ulai pidatonya dem ikian: “Nah anak-anak, aku ingin kalian duduk baik-baik, baik sedapat-dapatnya, dan perhatikanlah aku selam a beberapa m enit ini. Nah, begitulah. Begitulah cara duduk bagi anak-anak yang baik. Aku m elihat seorang gadis cilik yang m elihat ke luar jendela. Aku khawatir ia m engira aku di luar sana, m ungkin di salah satu pohon itu, memberi pelajaran pada burung kecil. (Para hadirin tertawa kecil). Aku ingin m engatakan pada kalian, betapa senangnya bagiku untuk m elihat wajah-wajah cerah, bersih di tem pat seperti ini untuk belajar m engerjakan apa yang baik dan benar.” Dan seterusnya. Dan seterusnya. Tak ada gunanya untuk m encatat kelanjutannya di sini sebab pidato sem acam itu selalu sam a pola bum bunya, jadi tak ada yang aneh bagi kita. Bagian terakhir dari pidato itu dinodai oleh perkelahian kecil di antara beberapa anak nakal dan oleh kegelisahan serta bisik-bisik sam pai m endekati batu-batu karang yang tak tergoda seperti Sid dan Mary. Keributan itu berhenti tiba-tiba dengan berkurangnya suara Tuan Walters dan pidatonya berakhir dengan penuh rasa terima kasih oleh hadirin. Sebagian besar dari bisik-bisik itu disebabkan oleh suatu kejadian yang jarang terjadi, yaitu m asuknya beberapa orang tam u: ahli hukum Thatcher, diiringi oleh seorang pria yang sudah tua, seorang pria lain yang gagah dan tam pan beram but kelabu; seorang wanita yang tam paknya patut dihorm ati, agaknya istri pria yang disebut terakhir. Nyonya itu m enuntun seorang anak
Petualangan Tom Sawyer 35 perempuan. Selama itu Tom gelisah penuh keluh kesah: hati nuraninya terpukul pula—ia tak berani m enyam but pandang m ata Am y Lawrence yang dengan penuh cinta m em andang padanya. Begitu m elihat m asuknya si gadis cilik yang dituntun oleh nyonya tadi jiwanya berkobar dengan gem bira. Segera ia ‘jual tam pang’ dengan segala cara—m enam par beberapa orang kawan, m enarik- narik ram but, m enyeringai-nyeringai hingga m irip m onyet— pokoknya segala cara, yang kira-kira bisa m enarik perhatian si gadis dan m em peroleh sam butannya. Hanya ada setitik noda dalam kegem biraan n ya—ken an gan ten tan g pen ghin aan atas dirinya di kebun sang bidadari—nam un kenangan ini bagaikan sebuah catatan di pasir pantai, segera terhapus oleh hempasan gelombang kebahagiaan. Para tamu diberi tempat terhormat dan segera setelah Tuan Walters m enyelesaikan pidatonya, ia m em perkenalkan para tam u itu kepada m urid-m uridnya. Orang gagah setengah um ur itu ternyata seorang yang luar biasa. Ia adalah Hakim Daerah, jabatan yang paling m ulia di m ata anak-anak. Mereka m enduga-duga terbuat dari bahan apa kiranya sang hakim , mereka setengah mengharap, sang hakim akan mengaum dengan m enakutkan. Hakim itu datang dari Konstantinopel, yang jauhnya dua belas m il. Hal itu berarti ia telah berjalan jauh dan melihat separuh dunia. Sang hakim pernah melihat kantor pengadilan daerah yang katanya m em punyai atap seng! Sem ua itu m enam bah kekagum an anak-anak yang terbukti dari suasana sunyi senyap serta pandangan m ata yang tak berkedip. Inilah Hakim Thatcher, saudara dari ahli-ahli hukum setem pat. J eff Thatcher m eninggalkan bangkunya untuk berkenalan dengan pam annya yang agung itu. Betapa irinya sem ua anak pada J eff dan bisik-bisik di sana sini yang terdengar oleh telinganya betul- betul m elebihi keindahan m usik yang terindah, “Lihat padanya, J im! Dia maju ke sana! Waduh, lihat! Ia akan berjabatan tangan
36 Mark Twain dengan tuan hakim... ia berjabatan tangan dengan hakim daerah! Am pun, tak inginkah kau m enjadi J eff?” Tuan Walters juga ‘jual tam pang’ dengan berbagai m acam kesibukan, memberi perintah-perintah, menentukan putusan, memberikan petunjuk di sana sini dan di mana saja ia bisa mendapat alasan untuk berbuat itu. Pegawai perpustakaan ‘jual tam pang’ lari ke sana lari ke m ari dengan tangan penuh buku, berbicara ribut tak berarti seperti yang digem ari oleh para pejabat rendah. Guru m uda wanita ‘jual tam pang’ secara m anis m em bungkuk m em beri nasehat kepada m urid-m urid yang beberapa saat lalu mereka pukul, mengangkat jari, secara manis m em beri peringatan pada anak-anak kecil yang nakal, dengan penuh kecintaan m em belai-belai anak-anak yang baik. Guru- guru m uda pria ‘jual tam pang’ dengan m em bentak-bentak kecil mempertontonkan kekuasaan dan memberi perhatian penuh pada tata tertib—dan sem ua guru tak peduli jenis kelam innya tiba-tiba m em punyai berbagai m acam keperluan di perpustakaan dekat m im bar; keperluan yang selalu harus diulangi dua atau tiga kali (dengan mempertunjukkan sedikit kegusaran). Murid-murid perem puan ‘jual tam pang’ dengan cara-cara m ereka sendiri, sem entara m urid-m urid lelaki begitu rajinnya ‘jual tam pang’, hingga udara kelas itu penuh dengan peluru-peluru kertas dan suara ribut. Di atas semua itu si orang besar duduk, mengumbar senyum an agung, sadar akan kebesaran dirinya, sebab ia pun se- dang ‘jual tam pang’ juga. Hanya ada satu hal yang m enyebabkan kesukacitaan Tuan Walters tidak sem purna, yaitu kesem patan untuk m em berikan hadiah sebuah Al-Kitab dan m em am erkan seorang anak ajaib. Beberapa m urid m em punyai karcis kuning tetapi tak ada yang punya dalam jum lah cukup. Betapa bahagianya ia bila anak J erman itu bisa sembuh kembali.
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300