Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore PROSIDING FI 2019

PROSIDING FI 2019

Published by perpustakaanpublikasi, 2020-05-11 04:06:30

Description: PROSIDING FI 2019

Keywords: Prosiding

Search

Read the Text Version

PROSIDING Administrasi Pertanahan dan Tata Ruang di Indonesia Menuju Modern, Digital, dan Terpercaya

PROSIDING Forum Ilmiah “Administrasi Pertanahan dan Tata Ruang di Indonesia Menuju Modern, Digital, dan Terpercaya” Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta 26 November 2019 Disusun Oleh: PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL 2019

PROSIDING Forum Ilmiah “Administrasi Pertanahan dan Tata Ruang di Indonesia Menuju Modern, Digital, dan Terpercaya” Penanggung Jawab : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Reviewer Topik Pertanahan: 1. Loso Judijanto, S.Si., M.M., M.Stats. 2. Uke Mohammad Hussein, S.Si., MPP. Reviewer Topik Tata Ruang: 1. Ir. Iman Soedradjat, MPM., IAP., IPU. 2. Dr. Ir. Sukarman, MS. Tim Editor: 1. Drs. Makmur A. Siboro, M.Eng.Sc. 2. Ika Dini Haryanti, S.Kom. 3. Trie Sakti, S.H., C.N., M.H. 4. Ir. Eliana Sidipurwanty, M.Si. 5. Ir. Asmadi Adnan, M.Si. 6. Septina Marryanti Prihatin, S.Si., M.Si. 7. Arditya Wicaksono, S.IP., M.Si. 8. Romi Nugroho, S.Si. 9. Dwi Suprastyo, S.P., M.Si. 10. Eri Khaeruman Khuluki, S.P., M.Si. 11. Arsan Nurrokhman, S.Si. Diterbitkan oleh: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Jl. Akses Tol Cimanggis, Cikeas Udik, Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16966 Cetakan Pertama - Desember 2019 ISBN: 978-979-1069-80-9 Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta. ii

DAFTAR ISI iii

iv

DAFTAR ISI HALAMAN DEPAN i DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvii KATA PENGANTAR xxiii PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI KEMENTERIAN ATR/BPN MENUJU ERA INDUSTRI 4.0 2 Trie Sakti, S.H., CN., M. H. I. PENDAHULUAN 2 1.1. Latar Belakang 2 1.2. Perumusan Masalah Penelitian 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Perilaku Pegawai 3 2.2. Budaya Organisasi 4 2.3. Kinerja Pegawai 4 2.4. Model Penerimaan Teknologi 4 2.5. Operasionalisasi Variabel 5 III. METODE PENELITIAN 6 3.1. Lokasi dan Responden Penelitian 6 3.2. Jenis dan Sumber Data 6 3.3. Teknik Analisis Data 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 4.1. Profil Responden 7 4.2. Persepsi Perilaku Pegawai 8 4.3. Persepsi Budaya Organisasi 10 4.4. Hubungan Budaya Organisasi dan Perilaku Pegawai, Penilaian Kinerja 11 4.5. Tingkat Penerimaan Teknologi 11 4.6. Pengujian Struktural 16 V. KESIMPULAN 17 VI. SARAN KESIAPAN DATA PERTANAHAN MENUJU PELAYANAN ELEKTRONIK 20 Septina Marryanti Prihatin, S.Si., M.Si dan Arsan Nurrokhman, S. Si I. PENDAHULUAN 20 1.1. Latar Belakang 20 1.2. Rumusan Masalah 21 1.3. Tujuan 21 II. KAJIAN PUSTAKA 21 2.1. Implementasi Kebijakan 21 2.2. Perwujudan Pelayanan Online 22 III. METODE 23 v

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4.1. Tindakan Kantor Pertanahan dalam Implementasi Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik 24 4.2. Proses Implementasi Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik 28 4.3. Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Online/Elektronik 29 4.4. Akurasi Data Digital 30 4.5. Strategi Penyiapan Data Pertanahan Menuju Layanan Secara Online 33 V. KESIMPULAN JAMINAN KEPASTIAN OBYEK PENDAFTARAN TANAH (DITINJAU DARI TEORI ERROR 38 PROPAGATION TERHADAP HASIL PENGUKURAN BATAS BIDANG TANAH PADA METODE TERESTRIS) Ir. Eko Budi Wahyono, M.Si. I. PENDAHULUAN 38 1.1. Latar Belakang 38 1.2. Permasalahan 40 1.3. Tujuan 40 II. METODE 40 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 41 3.1. Jaminan Kepastian Dalam Pendaftaran Tanah 41 3.2. Kesalahan dan Reliabilitas Pengukuran Bidang Tanah 42 3.3. Standardisasi Pengukuran dan Pemetaan dalam Rangka Pendaftaran Tanah. 44 3.4. Analisis Perambatan Kesalahan Random Terhadap Kepastian Obyek 45 IV. KESIMPULAN 49 IMPLEMENTASI BATAS BIDANG DALAM PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP 52 Ferdy Nugraha, S.Tr. I. PENDAHULUAN 52 II. METODE 55 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 55 3.1. Konsep Batas Bidang Tanah 55 3.2. Bidang Tanah Dalam Pendaftaran Tanah di Indonesia 59 3.3. Ditetapkan Untuk Kepastian Letak Bidang Tanah di Indonesia 65 3.4. Kondisi Ideal Pendaftaran di Indonesia Saat Ini 66 3.5. General Boundary Dalam Penerapan FFP-LA di Indonesia 68 IV. KESIMPULAN/SARAN DAN REKOMENDASI 72 4.1. Kesimpulan 72 4.2. Saran dan Rekomendasi 73 PERAN APLIKASI SMARTPTSL DALAM TRANSFORMASI PENGUKURAN DAN PEMETAAN 76 MENYAMBUT REVOLUSI INDUSTRI 4.0 Reza Abdullah, S.Tr. I. PENDAHULUAN 76 1.1. Latar belakang 76 1.2. Rumusan Masalah 77 1.3. Tujuan 77 vi

1.4. Manfaat 78 1.5. Tinjauan Pustaka 78 II. METODE 81 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 81 3.1. Konsep Internet of Things/IoT pada Aplikasi SmartPTSL 81 3.2. Posisi Aplikasi SmartPTSL pada Kegiatan Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah 81 3.3. Testimoni/Tanggapan Pengguna Atas Pemanfaatan SmartPTSL 83 3.4. Konsep Dokumen Elektronik atas Gambar Ukur Digital dari SmartPTSL 87 IV. KESIMPULAN 88 INTEGRASI E-LAMPID SEBAGAI SISTEM INFORMASI PENDUKUNG PENDAFTARAN 92 TANAH SISTEMATIS LENGKAP DI KELURAHAN PAGESANGAN KOTA SURABAYA Moch. Shofwan, M.Sc. I. PENDAHULUAN 92 1.1. Latar Belakang 92 1.2. Rumusan Masalah 93 1.3. Ruang Lingkup Spasial 94 1.4. Ruang Lingkup Kebijakan 94 II. METODE 95 2.1. Unit Analisis 95 2.2. Metode Pengumpulan Data 95 2.3. Teknik Analisis Data 95 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 95 3.1. Jenis-Jenis Pelayanan Data Digital Lokasi Studi 95 IV. KESIMPULAN 104 PERTANAHAN 4.0: WAJAH BARU PELAYANAN INFORMASI PERTANAHAN MELALUI 110 OPTIMALISASI PEMANFAATAN PETA DASAR PENDAFTARAN Wasyilatul Jannah I. PENDAHULUAN 110 1.1. Latar Belakang 110 1.2. Rumusan Masalah 112 1.3. Tujuan 112 1.4. Manfaat 112 II. METODE 113 2.1. Pengumpulan Data 113 2.2. Analisis Data 113 2.3. Kerangka Pikir 115 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 115 3.1. Hasil Analisis Peta Pendaftaran 115 3.2. Usulan Layanan Infromasi Pertanahan 116 3.3. Layanan Informasi Pertanahan yang Perlu Ditingkatkan 119 IV. KESIMPULAN 120 NOTULENSI TEMA PERTANAHAN 122 vii

FRAMEWORK OPTIMALISASI NERACA PENATAGUNAAN TANAH DAN DATA PERTANAHAN 136 DALAM PENENTUAN LOKASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Westi Utami, S.Si., M.Sc. I. PENDAHULUAN 136 II. METODE 139 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 140 3.1. Problematika Penyusunan Pengaturan Perlindungan LP2B 140 3.2. Neraca Penatagunaan Tanah dan LP2B 141 3.3. Framework Optimalisasi Data NPGT dalam LP2B 143 IV. KESIMPULAN 145 OPTIMALISASI PETA KERJA BERBASIS BIDANG UNTUK INSTRUMEN PENGENDALIAN 152 PEMANFAATAN RUANG MENUJU ONE MAP POLICY Suko Pinuji, S.T., M.Sc. I. PENDAHULUAN 152 1.1. Latar Belakang 152 1.2. Tinjauan Pustaka 154 1.3. Rumusan Masalah 155 1.4. Pertanyaan Penelitian 155 II. METODE 156 2.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 156 2.2. Metode Penelitian 156 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 157 3.1. Penggunaan Peta Kerja Sebagai Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang 157 3.2. Strategi Optimalisasi Penggunaan Peta Kerja Sebagai Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang 162 IV. KESIMPULAN 162 KETERSEDIAAN DATA PERTANAHAN DALAM MENDUKUNG PENETAPAN KAWASAN PERTANIAN 170 PANGAN BERKELANJUTAN (KP2B) DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) (Studi Kasus Kabupaten Badung Provinsi Bali) Ir. Achmad Taufiq Hidayat, M.Si. I. PENDAHULUAN 171 1.1. Latar Belakang 171 1.2. Tujuan Penulisan 173 1.3. Gambaran Umum Wilayah 173 II. METODE 175 2.1. Metodologi Kuantitatif 175 2.2. Metodologi Kualitatif 179 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 179 3.1. Ketersediaan Data LP2B Kabupaten Badung 179 3.2. Tindak Lanjut Data LP2B dalam Revisi RTRW Kabupaten Badung 180 3.3. Keterkaitan Data Pertanahan Berbasis Bidang Tanah Dengan Data LP2B 181 3.4. Analisa SWOT 184 viii

IV. KESIMPULAN 186 4.1. Simpulan 186 4.2. Rekomendasi 186 IP4T PARTISIPATIF UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI LP2B DI DESA BULUREJO 190 (Studi Kasus: Desa Bulurejo, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten) Fajar Buyung Permadi I. PENDAHULUAN 190 1.1. Latar Belakang 190 1.2. IP4T dan IP4T Partisipatif 191 1.3. Penyiapan Data LP2B 193 1.4. Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Bulurejo 194 II. METODE 194 2.1. Pengumpulan Data 194 2.2. Pengolahan Data 195 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 198 3.1. IP4T Partisipatif untuk Identifikasi Potensi Data LP2B 198 IV. KESIMPULAN 201 V. SARAN 201 TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KECAMATAN SEWON 206 KABUPATEN BANTUL TERHADAP PETA BIDANG TANAH Hary Listantyo Prabowo, S.T., M.Eng. I. PENDAHULUAN 206 II. METODE 207 2.1. Deskripsi Wilayah 207 2.2. Bahan dan Alat Penelitian 211 2.3. Pelaksanaan 211 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 218 3.1. Analisis Kesesuaian Penggunaan Tanah 218 3.2. Analisis Kesesuaian Jenis Hak Atas Tanah Terhadap Pola Ruang 219 3.3. Identifikasi Jumlah Pola Ruang Terhadap Bidang Tanah 220 3.4. Potensi Masalah Pemanfaatan Ruang 222 IV. KESIMPULAN 223 NOTULEN TEMA TATA RUANG 226 ix

x

DAFTAR TABEL xi

xii

DAFTAR TABEL PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI KEMENTERIAN ATR/BPN MENUJU 2 ERA INDUSTRI 4.0 5 Tabel 1. Operasionalisasi Variabel 7 Tabel 2. Pedoman Interpretasi Data 9 Tabel 3. Rekapitulasi Persepsi Perilaku 10 Tabel 4. Rekapitulasi Skor Persepsi Budaya Organisasi 11 Tabel 5. Hubungan Perilaku Pegawai, Budaya Organisasi, dan Penilaian Kinerja 12 Tabel 6. Persepsi Kemudahan Aplikasi dari Perspektif Masyarakat 12 Tabel 7. Persepsi Kebermanfaatan Aplikasi dari Perspektif Masyarakat 13 Tabel 8. Sikap Masyarakat Akan Penggunaan Teknologi 14 Tabel 9. Intensi Penerimaan Teknologi Berdasarkan Status Kepegawaian dan Tingkat Usia 15 Tabel 10. Intensi Penerimaan Teknologi dari Perspektif Masyarakat 15 Tabel 11. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas (Perspektif Pegawai) 15 Tabel 12. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas (Perspektif Masyarakat) 16 Tabel 13. Hipotesis Model Struktural TAM dari Perspektif Pegawai 16 Tabel 14. Hipotesis Model Struktural TAM dari Perspektif Masyarakat KESIAPAN DATA PERTANAHAN MENUJU PELAYANAN ELEKTRONIK 20 Tabel 1. Implementasi Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik 25 Tabel 2. Kondisi Data Kantor Pertanahan 29 Tabel 3. Kesesuaian Informasi Buku Tanah Digital Tekstual di Lokasi Sampel 31 Tabel 4. Akurasi Data Spasial di Lokasi Sampel Penelitian 32 JAMINAN KEPASTIAN OBYEK PENDAFTARAN TANAH (DITINJAU DARI TEORI ERROR PROPAGATION TERHADAP HASIL PENGUKURAN BATAS BIDANG TANAH PADA METODE TERESTRIS) 38 Tabel 1. Besarnya Kesalahan Letak Akibat Perambatan Kesalahan Acak Menggunakan Teodolit dan Pita Ukur 46 Tabel 2. Besarnya Kesalahan Letak Akibat Perambatan Kesalahan Acak Menggunakan Alat Ukur Total Station dan Prisma 47 Tabel 3. Pengaruh Perambatan Kesalahan Acak Terhadap Hitungan Luas Dari Ukuran Menggunakan Instrumen Pita Ukur 48 Tabel 4. Pengaruh Perambatan Kesalahan Acak Terhadap Hitungan Luas Dari Ukuran Menggunakan Instrumen EDM 49 IMPLEMENTASI BATAS BIDANG DALAM PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP 52 Tabel 1. Variabel Batas Bidang Tanah 57 Tabel 2. Kriteria Tanda Batas 61 Tabel 3. Kondisi Umum Perolehan Data Pendaftaran Tanah 66 Tabel 4. Pembagian Wilayah Penerapan Prinsip Batas Bidang 71 Tabel 5. Kelas Ketelitian Dalam Kegiatan FFP-LA di Indonesia 71 xiii

INTEGRASI E-LAMPID SEBAGAI SISTEM INFORMASI PENDUKUNG PENDAFTARAN TANAH 92 SISTEMATIS LENGKAP DI KELURAHAN PAGESANGAN KOTA SURABAYA 96 Tabel 1. Pelayanan Data Digital E-Lampid Kelurahan Pagesangan 98 Tabel 2. Pelayanan Data Digital atrbpn.go.id Kota Surabaya 100 Tabel 3. Analisis IFAS Pelayanan Data Digital dan PTSL 101 Tabel 4. Analisis EFAS Pelayanan Data Digital dan PTSL 102 Tabel 5. Analisis Matriks SWOT Pelayanan Data Digital dan PTSL KETERSEDIAAN DATA PERTANAHAN DALAM MENDUKUNG PENETAPAN KAWASAN PERTANIAN 170 PANGAN BERKELANJUTAN (KP2B) DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) 173 (Studi Kasus Kabupaten Badung Provinsi Bali) 174 Tabel 1. Administrasi Kabupaten Badung 176 Tabel 2. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Badung 177 Tabel 3. Jenis-jenis Variabel Fisik Penyiapan Data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Tabel 4. Klasifikasi Variabel Kontrol Penyiapan Data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 177 Tabel 5. Rekomendasi Hasil Pengolahan Data dan Analisa Variabel Fisik dan Variabel Kontrol 179 180 Penyiapan Data Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan 180 Tabel 6. Data Sawah dan Tegalan Hasil Kegiatan Lapang Tabel 7. Data Hasil Pengolahan Direktorat Penatagunaan Tanah Tabel 8. Rekomendasi Hasil Pengolahan dan Analisa Data Penyiapan Data LP2B Kab. Badung IP4T PARTISIPATIF UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI LP2B DI DESA BULUREJO (Studi Kasus: Desa Bulurejo, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten) 190 Tabel 1. Perbedaan Kegiatan IP4T dengan IP4T Partisipatif 193 Tabel 2. Penjelasan Tingkat partisipasi kegiatan IP4T Partisipatif Desa Bulurejo menurut Arnstein 194 Tabel 3. Analisis Luasan Landuse di Desa Bulurejo, Klaten 200 Tabel 4. Analisis Kelas Berdasarkan Variabel Fisik di Desa Bulurejo, Klaten 201 Tabel 5. Analisis Kebijakan/Yuridis Berdasarkan Variabel Fisik dan Variabel Kontrol di Desa Bulurejo, Klaten 201 TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KECAMATAN SEWON KABUPATEN 206 BANTUL TERHADAP PETA BIDANG TANAH 208 Tabel 1. Luas Wilayah Desa di Kecamatan Sewon 208 Tabel 2. Jumlah Pedukuhan dan Rukun Tetangga di Kecamatan Sewon 208 Tabel 3. Jumlah Penduduk Kecamatan Sewon Tahun 2017 217 Tabel 4. Contoh Matrik Kesesuaian Penggunaan Tanah Terhadap RDTR 217 Tabel 5. Matrik Kesesuaian Jenis Hak Atas Tanah Terhadap Pola Ruang 218 Tabel 6. Rencana Pola Ruang di Kecamatan Sewon Tabel 7. Kesesuaian Penggunaan Tanah Kecamatan Mantrijeron Terhadap RDTR dan 219 220 Peraturan Zonasi Tabel 8. Kesesuaian Jenis Hak Atas Tanah Dengan Pola Ruang xiv

DAFTAR GAMBAR xv

xvi

DAFTAR GAMBAR PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI KEMENTERIAN ATR/BPN MENUJU 2 ERA INDUSTRI 4.0 7 Gambar 1. Profil Responden Pegawai 7 Gambar 2. Profil Responden Masyarakat (PPAT dan Pemohon Langsung) 8 Gambar 3. Persepsi Perilaku Normatif Pegawai 8 Gambar 4. Persepsi Perilaku Peran Ekstra Pegawai 9 Gambar 5. Persepsi Perilaku Altruistik Pegawai 10 Gambar 6. Persepsi Budaya Organisasi 11 Gambar 7. Persepsi Kemudahan Aplikasi dari Perspektif Pegawai 12 Gambar 8. Persepsi Kebermanfaatan Aplikasi dari Perspektif Pegawai 13 Gambar 9. Sikap Pegawai Akan Penggunaan Aplikasi 14 Gambar 10. Intensi Penerimaan Pegawai Akan Teknologi KESIAPAN DATA PERTANAHAN MENUJU PELAYANAN ELEKTRONIK 20 Gambar 1. Alur Kerja Aplikasi Pertanahan Mapaccing 26 Gambar 2. Grafik Akurasi Data Tekstual di Lokasi Sampel Penelitian 31 IMPLEMENTASI BATAS BIDANG DALAM PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP 52 Gambar 1. Mind Map Batas Bidang 58 Gambar 2. Boundary Types dalam Pendaftaran Tanah di Inggris 59 Gambar 3. Deliniasi Batas Bidang Pada Foto Udara Hasil Pemotretan UAV 69 PERAN APLIKASI SMARTPTSL DALAM TRANSFORMASI PENGUKURAN DAN PEMETAAN MENYAMBUT REVOLUSI INDUSTRI 4.0 76 Gambar 1. Konsep Internet of Thing 78 Gambar 2. Contoh Gambar Ukur Halaman 1 dan 2 79 Gambar 3. Link Download Aplikasi SmartPTSL di Playstore dan Statistik Unduhan. 79 Gambar 4. Gambar GNSS RTK 80 Gambar 5. Contoh Dokumen HT- Elektronik 80 Gambar 6. IoT pada Aplikasi SmartPTSL 81 Gambar 7. Posisi Aplikasi SmartPTSL Dalam Kegiatan Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah 82 Gambar 8. Tahapan Persiapan Pengukuran Sebelum Turun Lapangan 82 Gambar 9. Perbanding Pengambilan Data Metode Konvensional dan Aplikasi SmartPTSL 82 Gambar 10. Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah Dalam Menyambut Revolusi Industri 4.0 83 Gambar 11. Tanggapan Pengguna pada Kolom Komentar 84 Gambar 12. Testimoni Pengguna di Kab. Lombok Tengah 84 Gambar 13. Gambar testimoni SmartPTSL di Kantah Kab. Bogor 85 Gambar 14. Pelatihan Aplikasi SmartPTSL pada Masyarakat Desa Sukaluyu – Kab. Cianjur 85 Gambar 15. Hasil Pemanfaatan SmartPTSL di Kantah Kota Adm. Jakarta Utara 86 Gambar 16. Testimoni Aplikasi SmartPTSL pada Kegiatan Resdistribusi Tanah di Maluku 86 Gambar 17. Contoh Pengambilan Data Lapangan Hasil SmartPTSL 87 Gambar 18. Keterangan yang ditampilkan pada Aplikasi SmartPTSL 87 Gambar 19. Konsep Alur Quality Control 88 Gambar 20. Konsep Scan QR Code dan Tampilan Metadata 88 xvii

INTEGRASI E-LAMPID SEBAGAI SISTEM INFORMASI PENDUKUNG PENDAFTARAN TANAH 92 SISTEMATIS LENGKAP DI KELURAHAN PAGESANGAN KOTA SURABAYA 94 Gambar 1. Peta Administrasi Kelurahan Pagesangan Kota Surabaya 102 Gambar 2. Kuadran IFAS-EFAS Pelayanan Data Digital dan PTSL PERTANAHAN 4.0: WAJAH BARU PELAYANAN INFORMASI PERTANAHAN MELALUI 110 OPTIMALISASI PEMANFAATAN PETA DASAR PENDAFTARAN 114 Gambar 1. Peta Pendaftaran Desa Nelle Urung 114 Gambar 2. Peta Pendaftaran Desa Klumutan 115 Gambar 3. Skema Kerangka Pikir 117 Gambar 4. Skema Layanan Informasi Properti 118 Gambar 5. Skema Layanan Informasi WTU 119 Gambar 6. Skema Layanan Informasi PPAT FRAMEWORK OPTIMALISASI NERACA PENATAGUNAAN TANAH DAN DATA PERTANAHAN 136 DALAM PENENTUAN LOKASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 137 Gambar 1. Data Penurunan Luas Lahan Pertanian Dalam Juta Hektar 138 Gambar 2. Grafik Import Beras di Indonesia dari Tahun 2000 hingga Tahun 2016 139 Gambar 3. Diagram Alir Penelitian 143 Gambar 4. Kebutuhan Data dalam Penyusunan LP2B 144 Gambar 5. Framework Upaya Percepatan Penyusunan LP2B OPTIMALISASI PETA KERJA BERBASIS BIDANG UNTUK INSTRUMEN PENGENDALIAN 152 PEMANFAATAN RUANG MENUJU ONE MAP POLICY 157 Gambar 1. Diagram Alir Penelitian 158 Gambar 2. Bidang Tanah dari Peta Pendaftaran dan Peta Unduh KKP Sebelum Penyesuaian 160 Gambar 3. Peta Kerja Hasil Verifikasi dan Pengumpulan Data 161 Gambar 4. Peta RTRW Wilayah Bulurejo Tahun 2015 161 Gambar 5. Hasil Identifikasi Kesesuaian Penggunaan Tanah dengan RTRW KETERSEDIAAN DATA PERTANAHAN DALAM MENDUKUNG PENETAPAN KAWASAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (KP2B) DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) (Studi Kasus Kabupaten Badung Provinsi Bali) 170 Gambar 1. (a) Lokasi LP2B Yang Sudah Terdaftar (b) Penggunaan Tanah Lokasi Desa Sading 181 Gambar 2. Kesesuaian Lokasi LP2B dengan RTRW (a) Hasil Analisa LP2B BPN Tahun 2018 Direkomendasikan Bersyarat (b) Arahan Kawasan Permukiman Sesuai Perda RTRW Nomor 26 Tahun 2013 182 Gambar 3. Penggunaan Lahan Sawah di Kelurahan Sading dengan Arahan RTRW Kawasan Peruntukan Permukiman dan Hasil Penyiapan Data LP2B Direkomendasikan Bersyarat. 182 Gambar 4. (a) Lokasi Yang Sudah Terdaftar (b) Penggunaan Tanah Lokasi Blumbungan 183 Gambar 5. (a) Hasil Analisa LP2B BPN Tahun 2018 mayoritas tidak direkomendasikan (b) Mayoritas Arahan Kawasan Hortikultura Sesuai Perda RTRW Nomor 26 Tahun 2013 184 xviii

IP4T PARTISIPATIF UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI LP2B DI DESA BULUREJO 190 (Studi Kasus: Desa Bulurejo, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten) 196 Gambar 1. Export Data Lapangan Menggunakan Locus GIS 196 Gambar 2. Tampilan awal aplikasi Quantum GIS Gambar 3. Tumpang Susun CSRT dengan Data PKL DIV-IP4T Plus.shp Menggunakan 197 Software Quantum GIS 197 Gambar 4. Open Attribute Tabel Data PKL DIV-IP4T Plus.shp Menggunakan Software 198 198 Quantum GIS Gambar 5. Sistem Nilai, Bobot dan Skoring Analisis Data Variabel Fisik LP2B 199 Gambar 6. Sistem Nilai, Bobot dan Skoring Analisis Data Variabel Kontrol LP2B 203 Gambar 7. Sistem Nilai, Bobot dan Skoring Analisis Data Variabel Fisik dan Variabel 206 Kontrol LP2B Desa Bulurejo, Klaten Gambar 8. Peta Identifikasi Data LP2B Desa Bulurejo, Klaten 210 212 TINJAUAN KESESUAIAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KECAMATAN SEWON KABUPATEN 213 BANTUL TERHADAP PETA BIDANG TANAH 214 Gambar 1. Kedudukan RDTR-PZ BWP Sewon Dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan 214 214 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 215 Gambar 2. Diagram Alir Penelitian 219 Gambar 3. Peta Administrasi Kecamatan Sewon 220 Gambar 4. Peta Bidang Tanah Kecamatan Sewon 221 Gambar 5. Peta Pola Ruang Kecamatan Sewon 221 Gambar 6. Peta Penggunaan Tanah Kecamatan Sewon 222 Gambar 7. Peta Citra Kecamatan Sewon 222 Gambar 8. Peta Kesesuaian Penggunaan Tanah Kecamatan Sewon Gambar 9. Peta Kesesuaian Hak Atas Tanah Kecamatan Sewon Gambar 10. Pola Ruang Menggunakan Batas Saluran Air Gambar 11. Kawasan Perdagangan dan Jasa Pada Jalan Utama Gambar 12. Kawasan Perdagangan dan Jasa Pada Lahan Pertanian Gambar 13. Kawasan Permukiman dan Kawasan Pertanian xix

xx

KATA PENGANTAR xxi

xxii

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia-Nya, sehingga prosiding kegiatan Forum Ilmiah Pusat Penelitian dan Pengembangan dapat tersusun. Prosiding ini berisikan kumpulan makalah terpilih yang telah melalui proses Call for Papers, mulai dari seleksi abtrak, kemudian seleksi makalah oleh reviewer dan dipresentasikan pada acara Forum Ilmiah yang dilaksanakan pada tanggal 26 November 2019, di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta. Forum Ilmiah tahun 2019 mengusung tema “Administrasi Pertanahan dan Tata Ruang di Indonesia Menuju Modern, Digital dan Terpercaya”. Dari 10 (sepuluh) makalah terpilih, dibagi menjadi 2 (dua) topik, yaitu topik pertanahan dan topik tata ruang. Topik pertanahan terdiri dari 5 (lima) judul makalah, yaitu (1) Jaminan Kepastian Obyek Pendaftaran Tanah (Ditinjau dari Teori Error Propagation dari Hasil Pengukuran Batas Bidang Tanah); (2) Implementasi Batas Bidang dalam Pendaftaran Sistematis Lengkap; (3) Integrasi E-LAMPID Sebagai Sistem Informasi Pendukung Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Kelurahan Pagesangan Kota Surabaya; (4) Pertanahan 4.0: Wajah Baru Pelayanan Informasi Pertanahan Melalui Optimalisasi Pemanfaatan Peta Dasar Pertanahan; (5) Peran Aplikasi SmartPTSL dalam Transformasi Pengukuran dan Pemetaan di Era Revolusi Industri 4.0 Menuju Pembangunan Satu Referensi Peta, Studi Kasus : Kantor Pertanahan Kota Mataram. Makalah dengan topik tata ruang terdiri dari 5 (lima) judul, yaitu (1) Ketersediaan Data Pertanahan dalam Mendukung Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (Studi Kasus Kabupaten Badung, Provinsi Bali); (2) Framework Optimalisasi Neraca Penatagunaan Tanah dan Data Pertanahan dalam Penentuan Lokasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; (3) Tinjauan Kesesuaian Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Terhadap Peta Bidang Tanah; (4) Optimalisasi Peta Kerja Berbasis Bidang untuk Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang Menuju One Map Policy; (5) IP4T Partispatif untuk Identifikasi Potensi LP2B di Desa Bulurejo (Studi Kasus : Desa Bulurejo, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten). Prosiding ini juga menyajikan 2 (dua) makalah hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan pada tahun 2019, yang memiliki kesesuaian dengan tema Forum Ilmiah, yaitu (1) Perilaku Pegawai dan Kultur Organisasi Kementerian ATR/BPN Menuju Era Industri 4.0; dan (2) Kesiapan Data Pertanahan Menuju Pelayanan Elektronik. Semoga prosiding ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pemerhati khususnya bagi pegawai di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang yang dapat digunakan sebagai referensi dalam khasanah keilmuan administrasi pertanahan dan tata ruang di Indonesia. Cikeas, Desember 2019 Pusat Penelitian dan Pengembangan xxiii

HASIL PENELITIAN PUSLITBANG xxiv

PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENUJU ERA INDUSTRI 4.0 Trie Sakti, S.H., C.N., M.H. KESIAPAN DATA PERTANAHAN MENUJU PELAYANAN ELEKTRONIK Septina Marryanti Prihatin, S. Si., M. Si. dan Arsan Nurrokhman, S. Si. 1

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI KEMENTERIAN ATR/BPN MENUJU ERA INDUSTRI 4.0 Trie Sakti ABSTRAK Penelitian ini memiliki tiga tujuan yang hendak dicapai secara optimal dan komprehensif. Pertama, pene- litian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku kinerja pegawai dan budaya organisasi dari Kementerian ATR/BPN dalam memberikan pelayanan yang berorientasi pada teknologi aplikasi pelayanan berbasis digital. Kedua, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tingkat penerimaan teknologi sistem aplikasi berbasis digital, dari perspektif SDM/pegawai Kementerian ATR/BPN maupun masyarakat pengguna aplikasi, khususnya adalah PPAT sebagai pengguna PPAT online. Ketiga, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara perilaku pegawai, budaya organisasi dan kinerja pegawai Kement- erian ATR/BPN. Metode penelitian survei mengkombinasikan antara metode deskriptif dan asosiatif. Skala penguku- ran pada setiap variabel menggunakan skala Likert yang dikembangkan menjadi rentang 1 – 10. Sampel ditetapkan secara purposive sampling di Kantor Pertanahan Kota Medan, Kabupaten Simalungun, Kabu- paten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Jakarta Timur, Kota Jakarta Selatan, Kota Surakarta, Kota Semarang, Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Kota Bekasi dan Kota Bandung. Hasil analisis data diketahui Perilaku kerja pegawai dipersepsikan cenderung telah mematuhi semua tu- gas secara normatif, cenderung bersedia untuk berkinerja ekstra dan peduli pada sejawat. Telah tercipta budaya organisasi yang kondusif, pegawai berintegritas, saling peduli, jujur, ada pengendalian internal, me- mahami visi misi dan nilai bersama. Sikap responden dalam penggunaan aplikasi, lebih dominan dibentuk oleh persepsi kebermanfaatan dibandingkan persepsi kemudahan. Sikap ini mampu membentuk intensi penggunaan aplikasi di masa depan, yang berdampak pada perilaku penerimaan teknologi. Hubungan an- tara perilaku pegawai dengan budaya organisasi pada setiap Kantor Pertanahan, cukup beragam. Secara keseluruhan hubungannya kuat. Perilaku pegawai saat ini akan terkait erat dengan pembentukan budaya organisasi. Pegawai yang bertugas mengoperasikan aplikasi, berdasarkan penilaian atasan langsung, pada umumnya telah berkinerja baik. Kata Kunci: Perilaku Pegawai, Budaya Organisasi, Model Penerimaan Teknologi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia kini memasuki era Revolusi Industri 4.0, yakni menekankan pada pola digital economy, artificial intelligence (kecerdasan buatan), big data, robotic atau dikenal dengan fenomena disruptive innovation. Indonesia dituntut mampu bersaing, baik di tingkat Asia maupun dunia. Teknologi Informasi dan komunikasi merupakan ciri utama dari Revolusi Industri 4.0, dilaksanakan Pemerintah dengan impelementasi e-government, untuk mendorong terbentuknya kinerja pemerintah yang bersih, transparan, efektif dan efisien. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sebagai institusi dengan basis pelayanan diharapkan memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Merujuk Pasal 23 ayat 2

Trie Sakti, S.H., CN., M.H. PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI KEMENTERIAN ATR/BPN MENUJU ERA INDUSTRI 4.0 (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, disebutkan bahwa “Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik perlu diselenggarakan Sistem Informasi yang bersifat nasional” selanjutnya di Pasal 23 ayat (4) disebutkan Penyelenggara berkewajiban mengelola Sistem Informasi yang terdiri atas Sistem Informasi Elektronik atau Non elektronik yang sekurang-kurangnya meliputi; profil penyelenggara, profil pelaksana, standar pelayanan, maklumat pelayanan, pengelola pengaduan dan penilaian kinerja. Kementerian ATR/BPN bertekad mengubah paradigma birokrasi ke arah e-government melalui pembangunan jaringan yang terkoordinasi, kerjasama eksternal dan orientasi pelayanan kepada pelanggan/ masyarakat sebagai fokusnya. Program ini akan memindahkan data terkait pertanahan yang masih bersifat analog. Data akan diubah menjadi digital sehingga data pertanahan tersebut bisa dengan mudah diperiksa. Revitalisasi warkah serta pelayanan elektronik (e-land), bertujuan mendukung Ease of Doing Business (EoDB), sedang digalakkan oleh pemerintah guna mendukung pertumbuhan iklim investasi di Indonesia. Semua sektor termasuk pertanahan juga dituntut untuk mendukung kemudahan dalam berbisnis. Diharapkan masyarakat tidak perlu lagi datang ke kantor pertanahan, semua layanan pertanahan dapat diakses secara online. Untuk terlaksananya kegiatan tersebut secara optimal, diperlukan adanya berbagai dukungan, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Peraturan, sebagai dasar digitalisasi warkah dan bukti elektronik 2. Kesiapan sumber daya manusia, dengan pendidikan dan latihan penerimaan teknologi menggunakan metode e-learning, e-survey, SDM produktif dan inovatif 3. Terciptanya budaya siap menghadapi paradigma digital, sadar teknologi, dan integritas dalam mengelola data Era teknologi membutuhkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. Oleh karena itu, kesiapan SDM kementerian dalam melakukan transformasi ke arah digital perlu dilakukan baik dari aspek integrity, skill dan supporting infrastruktur. Di sisi lain, kesiapan masyarakat dalam menerima budaya digital ini diduga masih belum optimal. Dengan demikian penelitian yang mengkaji tingkat penerimaan akan teknologi, khususnya terkait teknologi aplikasi di bidang pertanahan, menjadi penting untuk dilakukan. 1.2. Perumusan Masalah Penelitian 1. Bagaimana persepsi perilaku kinerja pegawai dan budaya organisasi dari Kementerian ATR/BPN dalam memberikan pelayanan yang berorientasi pada teknologi aplikasi? 2. Bagaimana keeratan hubungan antara perilaku pegawai, budaya organisasi dan kinerja pegawai Kementerian ATR/BPN? 3. Seberapa besar tingkat penerimaan teknologi sistem aplikasi berbasis digital, dari perspektif SDM/ pegawai pengguna aplikasi di Kementerian ATR/BPN maupun masyarakat (PPAT maupun pemohon langsung) pengguna aplikasi? II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Pegawai Perilaku pegawai dalam suatu organisasi dapat dikategorikan menjadi tiga jenis perilaku, yakni: in-role performance, organizational citizenship behavior which benefit the organization (OCB-O), dan organizational citizenship behavior which benefit other individuals (OCB-I). In-role performance merupakan 3

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL suatu perilaku yang dikenal oleh sistem penghargaan formal dan merupakan bagian dari persyaratan kerja yang digambarkan dalam deskripsi pekerjaan (Williams & Anderson, 1991). Perilaku ini merupakan perilaku pegawai yang mengacu/sesuai dengan tugas dan fungsinya di organisasi/instansi Kementerian ATR/BPN, berperilaku normatif sesuai deskripsi pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Perilaku OCB-O merupakan perilaku ekstra pegawai yang memberikan keuntungan bagi organisasi, namun tidak dicirikan dalam sistem penghargaan formal dan menjadi bagian dari persyaratan pekerjaan. Perilaku OCB-I merupakan perilaku altruistik pegawai yang berorientasi pada menolong rekan kerja, yang berada dalam organisasi yang sama. 2.2. Budaya Organisasi Mengacu pada Bab 2 Gambaran Umum lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan Budaya kerja, dapat diketahui definisi yang jelas dari budaya organisasi. Budaya organisasi adalah “sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menjadi acuan bagaimana para pegawai melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan atau cita-cita organisasi. Hal ini biasanya dinyatakan sebagai visi, misi dan tujuan organisasi. Budaya organisasi dikembangkan dari kumpulan norma-norma, nilai, keyakinan, harapan, asumsi, dan filsafat dari orang-orang di dalamnya”. Dengan demikian budaya organisasi dapat tercermin dari perilaku individu maupun kelompok di dalam lingkup organisasi. Perilaku pegawai dalam ruang lingkup Kementerian ATR/BPN akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka bekerja yang terbentuk melalui budaya organisasi, di mana keberadaan budaya dalam suatu organisasi diharapkan akan meningkatkan kinerja pegawai. Kementerian ATR/BPN diharapkan mampu menciptakan dan juga melakukan pengembangan akan budaya organisasi yang berorientasi pada peningkatan kinerja pegawai. Budaya organisasi yang positif dan kuat, menjadi identitas ciri khas setiap personil organisasi, sehingga mendorong SDM untuk mengutamakan tujuan bersama. 2.3. Kinerja Pegawai Robbins (2008) menjelaskan kinerja pegawai pada suatu organisasi, mengacu pada prestasi atau capaian prestasi individu dari organisasi, yang diukur dengan berlandaskan pada serangkaian standar maupun kriteria yang telah ditetapkan organisasi. Kinerja pegawai harus senantiasa diupayakan untuk dioptimalkan seiring waktu. Dalam konteks kinerja pegawai di Kementerian ATR/BPN, merupakan kombinasi harmonis dari capaian outcome kerja secara kuantitas maupun kualitas dari pegawai. Capaian outcome ini memiliki parameter penilaian terkait pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang diembankan kepada dirinya. Kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pegawai secara individu yakni: (1) Kualitas hasil pekerjaan; (2) Kuantitas, jumlah yang dihasilkan atau jumlah aktivitas yang dapat diselesaikan; (3) Ketepatan waktu; (4) Efektivitas; (5) Kemandirian; (6) Komitmen kerja; dan (7) Tanggung jawab pegawai terhadap organisasinya. 2.4. Model Penerimaan Teknologi Untuk mengetahui tingkat penerimaan sistem informasi yang digunakan di Kementerian ATR/ BPN, maka dilakukan analisis berbasis Technology Acceptance Model (TAM). Model ini pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA) dari Fishbein & Ajzen (1980), yang menjelaskan bahwa dari sudut pandang psikologi, perilaku seseorang akan didahului oleh adanya intensi untuk berperilaku. Davis et al (1989) mengembangkan aplikasi model TRA ini dengan memperkenalkan TAM, sebagai suatu landasan 4

Trie Sakti, S.H., CN., M.H. teoritis akan penerimaan seseorang dari aspek psikologis pada sebuah teknologi atau aplikasi teknologi. PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI TAM memfokuskan intensi perilaku berdasarkan pada sikap individu pada perilaku, yang dibentuk oleh KEMENTERIAN ATR/BPN MENUJU ERA INDUSTRI 4.0 persepsi akan kemudahan dalam berperilaku dan persepsi kebermanfaatan berperilaku menggunakan sistem aplikasi. TAM tidak hanya terbatas pada intensi berperilaku, namun juga dapat diperluas hingga pada perilaku aktual dari individu. 2.5. Operasionalisasi Variabel Tabel 1 : Operasionalisasi Variabel Variabel Definisi Indikator Memahami semua tugas sesuai peraturan formal Perilaku Normatif Perilaku pegawai yang mengacu/sesuai Melaksanakan semua tugas sesuai job description Pegawai (In-role dengan tugas pokok dan fungsinya di Konsisten dalam melaksanakan tugas performance) organisasi/perusahaan, berperilaku sesuai job desc Menyelesaikan tugas secara memadai Perilaku Ekstra Perilaku pegawai yang memberikan Memperhatikan rinci pelaksanaan tugas Pegawai (OCB-O) keuntungan bagi organisasi/perusahaan, Memberikan waktu lebih dalam bekerja namun tidak diatur dalam sistem formal Tidak mengeluh akan hal-hal kecil Perilaku Altruistik Menginformasikan pada atasan ketika absen Pegawai (OCB-I) Perilaku altruistik pegawai yang Membantu pekerjaan rekan sejawat berorientasi pada menolong orang lain Peduli akan beban pekerjaan berlebih rekan Budaya organisasi (rekan kerja/ rekan sejawat) sejawat Integritas Sistem makna, nilai-nilai dan Keterlibatan pegawai kepercayaan yang dianut bersama dalam Komunikasi efektif suatu organisasi yang menjadi rujukan Pemberian penghargaan untuk bertindak dan membedakan organisasi satu dengan organisasi lain Lingkungan pengendalian internal Pemahaman tujuan organisasi Kinerja pegawai Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas Kualitas kerja yang dapat dicapai oleh seseorang Kuantitas kerja dalam melaksanakan tugas sesuai Ketepatan waktu dengan tanggung jawab yang diberikan Kemandirian kepadanya Komitmen kerja Tanggung jawab Persepsi Suatu tingkatan dimana seseorang Mudah untuk dipelajari Kemudahan percaya bahwa penggunaan yang khusus Dapat dikendalikan dengan baik Penggunaan tersebut dapat dengan mudah untuk Jelas dan mudah dipahami dapat dipahami Fleksibel untuk digunakan Mudah untuk digunakan Persepsi Suatu tingkatan di mana seseorang Mempercepat pekerjaan Kebermanfaatan percaya bahwa penggunaan sistem Meningkatkan kinerja tertentu akan dapat meningkatkan Meningkatkan produktivitas kinerja pekerjaannya Meningkatkan efektivitas pekerjaan Mempermudah pekerjaan Bermanfaat 5

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Variabel Definisi Indikator Kenyamanan berinteraksi Sikap Terhadap Sikap pengguna terhadap penggunaan Senang menggunakan Penggunaan teknologi, berupa penerimaan (suka) Menikmati penggunaan Sistem Informasi ataupun penolakan (tidak suka) Tidak membosankan Niat untuk menggunakan Intensi perilaku Kecenderungan perilaku untuk Niat untuk meningkatkan penggunaan menggunakan suatu teknologi Niat untuk mengajak pengguna lain Pemakaian nyata Penggunaan aktual Kondisi nyata penggunaan sistem Frekuensi penggunaan Durasi waktu penggunaan III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Responden Penelitian Penelitian survei dilaksanakan pada lokasi Kantor Pertanahan yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara (Kota Medan dan Kabupaten Simalungun), Banten (Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang), DKI Jakarta (Kota Adm. Jakarta Timur dan Kota Adm. Jakarta Selatan), Jawa Tengah (Kota Surakarta dan Kota Semarang), Kalimantan Selatan (Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar) dan Jawa Barat (Kota Bandung dan Kota Bekasi). Teknik penarikan sampelnya adalah purposive sampling, dengan kriteria Kantah memiliki volume pelayanan yang tinggi dan sedang, sudah menerapkan aplikasi, baik untuk pegawai (misalnya KKP) maupun masyarakat (PPAT online & Sentuh Tanahku). Ukuran sampel dari kategori pegawai, secara keseluruhan adalah 264 responden. Responden pegawai terdiri dari 120 pegawai (admin) yang memiliki tugas rutin mengoperasikan aplikasi dalam pekerjaan sehari- hari dan 144 responden (atasan langsung penilai kinerja, yakni Kasie dan Kasubsie). Ukuran sampel masyarakat secara keseluruhan 362 responden, terdiri dari 140 PPAT dan 222 pemohon langsung. 3.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan respon yang diberikan responden, terkait perilaku, budaya organisasi, kinerja, dan tingkat penerimaan teknologi. Data sekunder berasal dari dokumen internal Kantor Pertanahan, maupun sumber lain yang relevan. Teknik pengumpulan data primer menggunakan angket dan dilengkapi wawancara. 3.3. Teknik Analisis Data Variabel yang diukur dengan menggunakan teknik penskalaan semantic differential 1 – 10. Uji validitas dan reliabilitas setiap indikator pengukuran dalam variabel penelitian, dilakukan menggunakan teknik Confirmatory Factor Analysis (CFA). Structural Equation Modeling (SEM digunakan untuk: (1) untuk menentukan apakah model plausible atau fit, model “benar” berdasarkan data yang dimiliki; dan (2) menguji hipotesis. 6

Trie Sakti, S.H., CN., M.H. Tabel 2 : Pedoman Interpretasi Data Interpretasi PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI KEMENTERIAN ATR/BPN MENUJU ERA INDUSTRI 4.0 Interval nilai Sangat Tidak Setuju 1,00 – 2,28 Tidak Setuju 2,29 – 3,57 Agak Tidak Setuju 3,58 – 4,86 Netral 4,87 – 6,15 Agak Setuju 6,16 – 7,44 Setuju 7,45 – 8,73 Sangat Setuju 8,74 – 10,00 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Responden Profil singkat dari responden responden pegawai, adalah sebagai berikut Gambar 1. Profil Responden Pegawai Adapun profil singkat dari responden masyarakat adalah sebagai berikut Gambar 2. Profil Responden Masyarakat (PPAT dan Pemohon Langsung) 7

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL 4.2. Persepsi Perilaku Pegawai Persepsi perilaku peran normatif pegawai (in-role performance) dari responden, pada masing- masing Kantor Pertanahan adalah sebagai berikut. Keterangan: Biru = usia < 25 tahun; Merah = usia 25 – 38 tahun; Hijau = usia 39 – 54 tahun; Ungu = usia > 54 tahun Gambar 3. Persepsi Perilaku Normatif Pegawai Persepsi responden akan perilaku normatif pegawai, cenderung meningkat seiring peningkatan usia, pada reponden di Kantah Kota Medan, Kota Tangsel, Kota Banjarmasin, Kab. Banjar, Kota Adm. Jaktim & Kota Bandung. Persepsi responden akan perilaku normatif pegawai cenderung menurun seiring peningkatan usia, pada responden di kantah Kab. Tangerang dan Kota Bekasi. Dengan dinamika yang ada, pada keempat kategori usia, diketahui bahwa responden secara keseluruhan menyatakan setuju telah terbentuk adanya perilaku normatif pegawai. Perilaku peran ekstra pegawai (Extra-role performance) dari responden, pada masing-masing kantor pertanahan adalah sebagai berikut. Keterangan: Biru = usia < 25 tahun; Merah = usia 25 – 38 tahun; Hijau = usia 39 – 54 tahun; Ungu = usia > 54 tahun Gambar 4. Persepsi Perilaku Peran Ekstra Pegawai Persepsi responden akan perilaku ekstra pegawai cenderung meningkat seiring peningkatan usia, pada reponden di Kantah Kota Medan, Kota Surakarta, Kota Banjarmasin, Kota Adm. Jakarta Selatan, Kota Adm. Jakarta Timur dan Kota Bandung. Persepsi responden akan perilaku ekstra pegawai cenderung menurun seiring peningkatan usia, pada responden di Kantah Kab. Simalungun, Kota Tangsel, Kab. Tangerang, dan Kota Semarang. Dengan dinamika yang ada, pada keempat kategori usia, diketahui bahwa responden secara keseluruhan menyatakan setuju (7,45 – 8,73) telah terbentuk adanya perilaku ekstra pegawai, yakni kesediaan untuk bekerja ekstra untuk kepentingan organisasi. 8

Trie Sakti, S.H., CN., M.H. PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI KEMENTERIAN ATR/BPN MENUJU ERA INDUSTRI 4.0 Perilaku altruistik pegawai dari responden, adalah sebagai berikut. Keterangan: Biru = usia < 25 tahun; Merah = usia 25 – 38 tahun; Hijau = usia 39 – 54 tahun; Ungu = usia > 54 tahun Gambar 5. Persepsi Perilaku Altruistik Pegawai Persepsi responden akan perilaku altruistik pegawai cenderung meningkat seiring peningkatan usia, pada reponden di Kantah Kota Medan, Kota Tangsel, Kota Banjarmasin, Kota Adm. Jaksel dan Kota Adm. Jaktim. Persepsi responden akan perilaku altruistik pegawai cenderung menurun seiring peningkatan usia, pada responden di Kantah Kab. Simalungun, Kab. Tangerang, Kab. Banjar dan Kota Bandung. Dengan dinamika yang ada, pada keempat kategori usia, diketahui bahwa responden secara keseluruhan menyatakan setuju (7,45 – 8,73) telah terbentuk adanya perilaku altruistik, kepedulian antar - pegawai. Rekapitulasi Persepsi Perilaku Tabel 3 : Rekapitulasi Persepsi Perilaku Status Usia (tahun) Rata-Rata Skor Perilaku Normatif Ekstra Altruistik ASN > 54 8,4333 7,8333 7,3333 PPNPN 39 – 54 25 – 38 8,5222 8,0185 8,0278 < 25 Total 8,1600 8,0333 7,8167 > 54 39 – 54 8,2667 8,5556 9,0000 25 – 38 < 25 8,3088 8,0351 7,8947 Total --- 9,2000 8,4000 8,8000 8,3815 8,1173 8,3148 7,9500 8,0000 8,3750 8,4190 8,1323 8,3571 Mengacu pada Tabel 3 diketahui bahwa ketika dibandingkan berdasarkan status kepegawaian, rataan skor persepsi perilaku pegawai (normatif, ekstra, maupun altruistik), secara total cenderung lebih tinggi pada pegawai PPNPN dibandingkan ASN. Apabila ditinjau lebih jauh berdasarkan tingkat usianya, perilaku normatif pegawai ASN maupun PPNPN dipersepsikan tertinggi pada pegawai berusia 39 – 54 tahun. Sedangkan perilaku ekstra pada pegawai ASN, tertinggi pada kelompok usia < 25 tahun, pada PPNPN di rentang 39 – 54 tahun. Pegawai ASN berusia < 25 tahun memiliki tingkat perilaku altruistik tertinggi, pada PPNPN adalah di rentang 39 – 54 tahun. 9

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL 4.3. Persepsi Budaya Organisasi Respon pegawai terkait persepsinya akan budaya organisasi, adalah sebagai berikut. Keterangan: Biru =usia < 25 tahun; Merah = usia 25 – 38 tahun; Hijau = usia 39 – 54 tahun; Ungu = usia > 54 tahun Gambar 6. Persepsi Budaya Organisasi Persepsi responden akan budaya organisasi cenderung meningkat seiring peningkatan usia, pada reponden di Kantah Kota Medan, Kota Tangsel, Kota Banjarmasin, dan Kota Adm. Jaktim. Persepsi responden akan budaya organisasi cenderung menurun seiring peningkatan usia, pada responden di Kantah Kab. Tangerang, Kab. Banjar dan Kota Bekasi. Dengan dinamika yang ada, secara keseluruhan pada kategori usia ≥ 25 tahun responden menyatakan setuju (7,45 – 8,73) telah terbentuk budaya organisasi yang baik. Pada usia < 25 tahun, tingkat persetujuannya lebih tinggi, yakni sangat setuju. Apabila dikaji berdasarkan status kepegawaian, maka disajikan hasilnya pada Tabel 4. Tabel 4 : Rekapitulasi Skor Persepsi Budaya Organisasi Status Usia (tahun) Rata-Rata Skor Persepsi Budaya ASN > 54 PPNPN 39 – 54 Organisasi 25 – 38 8,3125 < 25 8,3681 Total 8,4375 > 54 8,7083 39 – 54 8,4167 25 – 38 - < 25 9,1500 Total 8,7870 9,0000 8,8294 Mengacu pada Tabel 4 diketahui bahwa secara total, persepsi pegawai PPNPN terkait budaya organisasi, lebih tinggi dibandingkan persepsi pada pegawai ASN. Sedangkan apabila dikaji berdasarkan tingkat usia, pada pegawai ASN ada kecenderungan nilai persepsinya menurun, seiring dengan peningkatan usia. 10

Trie Sakti, S.H., CN., M.H. 4.4. Hubungan Budaya Organisasi dan Perilaku Pegawai, Penilaian Kinerja PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI KEMENTERIAN ATR/BPN MENUJU ERA INDUSTRI 4.0 Tabel 5 : Hubungan Perilaku Pegawai, Budaya Organisasi, dan Penilaian Kinerja No Kantah Koefisien (rs) Budaya Organisasi & Perilaku Kinerja Pegawai Pegawai 1 Kota Medan 7,65 (Baik) 2 Kab. Simalungun 0,907** Sangat kuat 7,22 (Agak Baik) 0,644* Kuat 3 Kota Tangerang Selatan 0,755* Kuat 8,37 (Baik) 4 Kab. Tangerang 0,952** Sangat kuat 8,66 (Baik) 5 Kota Surakarta 0,394 Lemah 9,52 (Sangat Baik) 6 Kota Semarang 0,622** Kuat 8,44 (Baik) 7 Kota Banjarmasin 0,692* Kuat 9,06 (Sangat Baik) 8 Kab. Banjar 0,670* Kuat 8,29 (Baik) 9 Kota Adm. Jakarta Timur 0,363 Lemah 8,22 (Baik) 10 Kota Adm. Jakarta 0,844* Sangat Kuat 8,45 (Baik) Selatan 11 Kota Bandung 0,793* Kuat 8,84 (Sangat Baik) 12 Kota Bekasi 0,690* Kuat 8,34 (Baik) Mengacu pada Tabel 5 diketahui pada umumnya peningkatan persepsi perilaku pegawai akan diiringi pula dengan persepsi budaya organisasi yang positif. Tingkat keeratan yang lemah bukan berarti mencerminkan bahwa perilaku pegawai dan budaya organisasi di kantah tersebut belum baik. Dapat dipahami bahwa peningkatan persepsi akan perilaku pegawai belum secara optimal diikuti dengan peningkatan persepsi budaya organisasi, namun tetap mampu menciptakan kinerja pegawai yang baik. 4.5. Tingkat Penerimaan Teknologi 1. Persepsi Kemudahan Aplikasi Dari perspektif pegawai, persepsi kemudahan teknologi dengan proxy aplikasi rutin, adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 7 berikut Keterangan: Biru = usia < 25 tahun; Merah = usia 25 – 38 tahun; Hijau = usia 39 – 54 tahun; Ungu = usia > 54 tahun Gambar 7. Persepsi Kemudahan Aplikasi dari Perspektif Pegawai Persepsi responden akan kemudahan aplikasi, cenderung menurun seiring dengan peningkatan usia, pada responden di Kantah Kab. Simalungun, Kab. Banjar, Kota Adm. Jaksel, dan Kota Bekasi. Pada Kantah Kota Medan, Kota Banjarmasin dan Kota Adm. Jaktim, persepsi kemudahan aplikasi cenderung 11

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL meningkat. Meski terdapat dinamika, namun secara keseluruhan pada keempat kategori usia, diketahui bahwa responden menyatakan setuju (7,45 – 8,73), bahwa aplikasi mudah untuk digunakan. Sedangkan dari perspektif masyarakat dengan proxy aplikasi PPAT online dan Sentuh Tanahku, hasilnya adalah sebagai berikut. Tabel 6 : Persepsi Kemudahan Aplikasi dari Perspektif Masyarakat Masyarakat PPAT setuju (7,45 – 8,73) bahwa aplikasi “PPAT online” telah mudah untuk digunakan. Sedangkan pada masyarakat pemohon langsung, juga menyatakan setuju (7,45 – 8,73) bahwa aplikasi “Sentuh Tanahku” mudah digunakan. Masyarakat (PPAT & Pemohon langsung) berusia ≤ 54 tahun, setuju (7,45 – 8,73) aplikasi mudah digunakan. Masyarakat (PPAT & Pemohon langsung) berusia > 54 tahun, persetujuannya sedikit lebih rendah, yakni agak setuju (6,16 – 7,44 ) aplikasi mudah digunakan. 2. Persepsi Kebermanfaatan Teknologi Dari perspektif pegawai, persepsi kebermanfaatan teknologi dengan proxy aplikasi rutin, adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 8 berikut: Keterangan: Biru = usia < 25 tahun; Merah = usia 25 – 38 tahun; Hijau = usia 39 – 54 tahun; Ungu = usia > 54 tahun Gambar 8. Persepsi Kebermanfaatan Aplikasi dari Perspektif Pegawai Sedangkan dari perspektif masyarakat, dengan proxy aplikasi PPAT online dan Sentuh Tanahku, persepsi kebermanfaatan adalah sebagai berikut. Tabel 7 : Persepsi Kebermanfaatan Aplikasi dari Perspektif Masyarakat 12

Trie Sakti, S.H., CN., M.H. PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI KEMENTERIAN ATR/BPN MENUJU ERA INDUSTRI 4.0 PPAT menyatakan setuju (7,45 – 8,73) bahwa aplikasi “PPAT online” telah bermanfaat. Sedangkan pada masyarakat pemohon langsung, menyatakan agak setuju (6,16 – 7,44) bahwa aplikasi “Sentuh Tanahku” bermanfaat Masyarakat (PPAT & Pemohon langsung) berusia < 25 tahun, menyatakan setuju (7,45 – 8,73) bahwa aplikasi bermanfaat. Masyarakat (PPAT & Pemohon langsung) berusia > 25 tahun, persetujuannya sedikit lebih rendah, yakni agak setuju (6,16 – 7,44 ) bahwa aplikasi bermanfaat. 3. Sikap akan Penggunaan Teknologi Dari perspektif pegawai, sikap akan penggunaan teknologi dengan proxy aplikasi rutin, adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 9 berikut. Keterangan: Biru = usia < 25 tahun; Merah = usia 25 – 38 tahun; Hijau = usia 39 – 54 tahun; Ungu = usia > 54 tahun Gambar 9. Sikap Pegawai Akan Penggunaan Aplikasi Sikap responden untuk mendukung aplikasi, cenderung menurun seiring dengan peningkatan usia, pada responden di Kantah Kab. Simalungun, Kab. Banjar dan Kota Bekasi. Pada Kantah Kab. Tangerang, Kota Surakarta, Kota Banjarmasin, Kota Adm. Jaksel dan Kota Adm. Jaktim, sikap responden akan penggunaan aplikasi cenderung meningkat. Meski terdapat dinamika, namun secara keseluruhan pada keempat kategori usia, diketahui bahwa responden menyatakan setuju untuk bersikap mendukung aplikasi Sedangkan dari perspektif masyarakat, dengan proxy aplikasi PPAT online dan Sentuh Tanahku, sikap akan penggunaan teknologi adalah sebagai berikut. Tabel 8 : Sikap Masyarakat Akan Penggunaan Teknologi PPAT menyatakan setuju (7,45 – 8,73) untuk bersikap mendukung penerapan teknologi. Sedangkan pada masyarakat pemohon langsung, menyatakan agak setuju (6,16 – 7,44) untuk bersikap mendukung penerapan teknologi. 13

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Responden berusia 39 - 54 tahun, setuju (7,45 – 8,73) untuk bersikap mendukung penerapan teknologi. Responden berusia < 25 tahun, 25 – 38 tahun & > 54 tahun, persetujuannya sedikit lebih rendah, yakni agak setuju (6,16 – 7,44) bersikap mendukung. A. Intensi Penerimaan Teknologi Dari perspektif pegawai, intensi penerimaan teknologi dengan proxy aplikasi rutin, adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 10 berikut. Keterangan: Biru = usia < 25 tahun; Merah = usia 25 – 38 tahun; Hijau = usia 39 – 54 tahun; Ungu = usia > 54 tahun Gambar 10. Intensi Penerimaan Pegawai Akan Teknologi Seluruh responden di Kantah Kab. Simalungun, responden berusia <25 th di Kab. Tangerang dan berusia 39 – 54 th di Kota Semarang, menyatakan Agak Setuju, terkait intensi penerimaan teknologi. Pada wilayah lainnya, beragam dari mulai setuju hingga sangat setuju, terkait intensi penerimaan teknologi. Apabila ditelaah berdasarkan statut kepegawaian, dapat diketahui intensi penerimaannya adalah sebagai berikut. Tabel 9 : Intensi Penerimaan Teknologi Berdasarkan Status Kepegawaian dan Tingkat Usia Status Usia (tahun) Intensi penerimaan teknologi (%) ASN > 54 76,667 78,222 PPNPN 39 – 54 80,267 25 – 38 82,000 79,333 < 25 - Total 84,400 83,815 > 54 88,000 39 – 54 84,127 25 – 38 < 25 Total Mengacu pada Tabel 9 diketahui pada pegawai ASN, intensi penerimaan teknologi cenderung menurun seiring dengan peningkatan usia. Secara keseluruhan (total), intensi penerimaan teknologi dari perspektif pegawai PPNPN lebih tinggi dibandingkan pegawai ASN. Sedangkan dari perspektif masyarakat, dengan proxy aplikasi PPAT online dan Sentuh Tanahku, intensi penerimaan teknologi adalah sebagai berikut. 14

Trie Sakti, S.H., CN., M.H. PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI KEMENTERIAN ATR/BPN MENUJU ERA INDUSTRI 4.0 Tabel 10 : Intensi Penerimaan Teknologi dari Perspektif Masyarakat PPAT dan masyarakat pemohon langsung, secara keseluruhan menyatakan setuju/berminat (7,45 – 8,73) akan penerapan teknologi. Perincian prediksi tingkat penerimaan teknologi: • PPAT/kuasa =80,14% • Pemohon langsung =75,35% Responden pada hampir seluruh kelompok usia (kecuali > 54 tahun) menyatakan setuju/ berminat (7,45 – 8,73) akan penerapan teknologi. Responden > 54 tahun, agak berminat (6,16 – 7,44) akan penerapan teknologi. B. Pengukuran Model PenerimaanTeknologi Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator pengukuran model penerimaan teknologi, dari perspektif pegawai adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 10. Tabel 11 : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas (Perspektif Pegawai) Variabel Uji validitas Uji reliabilitas CR 0,759 > 0,7 Persepsi kemudahan (easy1 – easy5) Seluruh indikator, SLF > 0,5 CR 0,794 > 0,7 CR 0,832 > 0,7 Persepsi kebermanfaatan (useful1 – useful5) Seluruh indikator, SLF > 0,5 CR 0,83 > 0,7 Sikap (att1 – att5) Indikator att1, att2, att4, att5, SLF > 0,5 CR 0,787 > 0,7 att3 (urgent), SLF < 0,5 (drop) Intensi (Int1 – Int2) Indikator Int1, int3, int4, int5, SLF > 0,5 Int2 (ingin mempelajari), SLF < 0,5 (drop) Perilaku (Behav1 – Behav3) Seluruh indikator, SLF > 0,5 Hasil uji kecocokan (data dengan model) pengukuran (CFA), menunjukkan bahwa ketersediaan data telah cocok dengan model untuk kepentingan pengukuran, dengan parameter RMSEA 0,074 ≤ 0,08 p-value ≥ 0,05; IFI 0,928 ≥ 0,90; CFI 0,926 ≥ 0,90; TLI 0,905 ≥0,90. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator pengukuran model penerimaan teknologi, dari perspektif masyarakat adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas (Perspektif Masyarakat) Variabel Uji validitas Uji reliabilitas Persepsi kemudahan (easy1 –easy5) Indikator easy2, easy4 dan easy5, SLF > 0,5 CR 0,89 > 0,7 easy1 (mudah dipelajari) easy3 (mudah digunakan), SLF < 0,5 (drop) Persepsi kebermanfaatan (useful1 – Seluruh indikator, SLF > 0,5 CR 0,79 > 0,7 useful5) Sikap (att1 – att5) Indikator att1, att2, att4, att5, SLF > 0,5 CR 0,81 > 0,7 att3 (urgent), SLF < 0,5 (drop) 15

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL Variabel Uji validitas Uji reliabilitas Intensi (Int1 – Int2) CR 0,93 > 0,7 Indikator Int1, int3, int4, int5, SLF > 0,5 Perilaku (Behav1 – Behav3) int2 (ingin mempelajari), SLF < 0,5 (drop) CR 0,8 > 0,7 Seluruh indikator, SLF > 0,5 Ketersediaan data telah cocok dengan model dari perspektif masyarakat, untuk kepentingan pengukuran, dengan parameter RMSEA 0,08 ≤ 0,08 p-value ≥ 0,05; NFI 0,97 ≥ 0,90; RFI 0,96 ≥ 0,90; IFI 0,98 ≥ 0,90; CFI 0,97 ≥ 0,90; TLI 0,97 ≥ 0,90. 4.6. Pengujian Struktural Uji kecocokan model struktural pada perspektif pegawai maupun masyarakat pun menunjukkan bahwa ketersediaan data telah cocok dengan model. Sehingga hal ini dapat dijadikan landasan untuk tahap berikutnya, yakni pengujian hipotesis. Tabel 13 : Uji Hipotesis Model Struktural TAM dari Perspektif Pegawai Jalur Struktural Estimate Standard Error Critical Ratio -1,209 1,042 -1,161 Sikap <--- Mudah 1,638 ,742 2,208 1,008 ,168 6,017 Sikap <--- Manfaat ,873 ,146 5,968 Intensi <--- Sikap Perilaku <--- Intensi Mengacu pada Tabel 13 tersebut di atas, maka dari perspektif pegawai: 1. Persepsi kemudahan tidak berpengaruh dalam membentuk sikap pegawai akan penerimaan teknologi pelayanan administrasi pertanahan berbasis digital. 2. Persepsi kebermanfaatan aplikasi berpengaruh nyata dalam membentuk sikap pegawai akan penerimaan teknologi pelayanan administrasi pertanahan berbasis digital. Setiap satu satuan baku kenaikan persepsi kebermanfaatan, maka akan diiringi dengan kenaikan sikap positif pegawai sebesar 1,638 satuan baku. 3. Sikap positif pegawai yang secara nyata dibentuk oleh persepsi kebermanfaatan, terbukti mampu berpengaruh secara nyata dalam membentuk intensi pegawai untuk menerima teknologi. Setiap satu satuan baku kenaikan sikap positif pegawai akan aplikasi, akan diiringi dengan kenaikan intensi pegawai untuk menerima teknologi sebesar 1,008 satuan baku. 4. Intensi pegawai berpengaruh nyata dalam membentuk perilaku penerimaan teknologi pelayanan berbasis digital. Setiap satu satuan baku dari kenaikan intensi pegawai, akan diiringi dengan kenaikan perilaku aktual menerima teknologi sebesar 0,873 satuan baku. Tabel 14 : Uji Hipotesis Model Struktural TAM dari Perspektif Masyarakat Jalur Struktural Estimate Standard Error Critical Ratio 0.49 0.34 1.42 Sikap <--- Mudah 1.22 0.28 4.30 0.95 0.05 Sikap <--- Manfaat 1.03 0.06 19.89 17.72 Intensi <--- Sikap Perilaku <--- Intensi 16

Trie Sakti, S.H., CN., M.H. PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI KEMENTERIAN ATR/BPN MENUJU ERA INDUSTRI 4.0 Mengacu pada Tabel 14 tersebut di atas, maka dari perspektif masyarakat: 1. Persepsi kemudahan aplikasi tidak berpengaruh dalam membentuk sikap masyarakat akan penerimaan teknologi. 2. Persepsi kebermanfaatan aplikasi berpengaruh nyata dalam membentuk sikap masyarakat akan penerimaan teknologi. Setiap satu satuan baku kenaikan persepsi kebermanfaatan, maka akan diiringi dengan kenaikan sikap positif masyarakat sebesar 1,22 satuan baku. 3. Sikap positif masyarakat yang secara nyata dibentuk oleh persepsi kebermanfaatan, terbukti mampu berpengaruh secara nyata dalam membentuk intensi masyarakat untuk menerima teknologi. Setiap satu satuan baku kenaikan sikap positif pegawai akan aplikasi, akan diiringi dengan kenaikan intensi pegawai untuk menerima teknologi sebesar 0.95 satuan baku. 4. Intensi pegawai berpengaruh nyata dalam membentuk perilaku penerimaan teknologi. Setiap satu satuan baku dari kenaikan intensi masyarakat, akan diiringi kenaikan perilaku aktual menerima teknologi sebesar 1.03 satuan baku. V. KESIMPULAN 1. Perilaku kerja pegawai dipersepsikan cenderung telah mematuhi semua tugas secara normatif, bersedia untuk berkinerja ekstra dan peduli pada sejawat. Telah tercipta budaya organisasi yang kondusif, pegawai berintegritas, jujur, memahami visi misi dan nilai bersama 2. Sikap penggunaan aplikasi dibentuk oleh persepsi kebermanfaatan. Sikap ini signifikan mempengaruhi intensi perilaku penggunaan aplikasi di masa depan. Pada pegawai ASN, intensi penerimaan teknologi cenderung menurun seiring dengan peningkatan usia. Secara keseluruhan (total), intensi penerimaan teknologi dari perspektif pegawai PPNPN lebih tinggi dibandingkan pegawai ASN. Sedangkan pada masyarakat, intensi penerimaan teknologi dari PPAT/kuasa, lebih tinggi dibandingkan pemohon langsung. Ada kecenderungn intensi masyarakat akan penerimaan teknologi, semakin menurun seiring peningkatan usia. 3. Hubungan perilaku pegawai dengan budaya organisasi pada setiap Kantah, cukup beragam. Secara keseluruhan hubungan antara perilaku dengan budaya organisasi sudah kuat/erat. Perilaku pegawai saat ini akan terkait erat dengan pembentukan budaya organisasi. Pegawai yang bertugas mengoperasikan aplikasi, berdasarkan penilaian atasan langsung, pada umumnya telah berkinerja baik. VI. SARAN 1. Optimalisasi pemahaman nilai bersama di antara seluruh pegawai oleh pimpinan di setiap Kantah, melalui kegiatan formal dalam setiap apel/rapat maupun non-formal dalam bentuk “gathering”. Hal ini agar internal control antar-pegawai bertugas sesuai job desc dapat berjalan baik, tidak mudah mengeluh akan hal-hal kecil, dan tidak sungkan mengkomunikasikan hambatan. 2. Perlu adanya sharing knowledge melalui pelatihan maupun mini-workshop berkesinambungan di antara pegawai ASN maupun PPNPN. Hal ini agar tidak terjadi adanya pengetahuan akan penggunaan aplikasi yang hanya bertumpu pada satu orang, sehingga menimbulkan keterantungan. Selain itu juga agar tercipta komunikasi antar-pegawai yang lebih efektif dan meningkatkan kepedulian antar-pegawai akan beban pekerjaan. 17

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL 3. Diperlukan adanya modul yang jelas sebagai pedoman penggunaan aplikasi. Selain itu, perlu disediakan pula layanan “help-desk” berupa “chat, e-mail”, maupun telepon yang dapat memberikan solusi awal, ketika pengguna aplikasi mengalami hambatan 4. Aplikasi teknologi 4.0 jika akan terapkan, perlu disosialisasikan secara intensif, terkait tata cara penggunaan dan manfaat yang didapatkan DAFTAR PUSTAKA Ajzen, I., & Fishbein, M. (1980). Theory of Reasoned Action in Understanding Attitudes and Predicting Social Behaviour. Journal of Social Psychology. Ajzen, I., & Fishbein, M. (1980). A theory of reasoned action: Some applications and implications. Beliefs, Attitudes, and Values. Nebraska Symposium on Motivation, Lincoln, NB. University of Nebraska Press. Davis, F. D., Bagozzi, R. P., & Warshaw, P. R. (1989). User acceptance of computer technology: a comparison of two theoretical models. Management science, 35(8), 982-1003. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan BudayaKerja Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112. Sekretariat Kabinet RI.Jakarta Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 215. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta. Robbins, Stephen, P. 2008. Perilaku Organisasi Edisi Kedua Belas. Jakarta: Salemba Empat. Schein, E. H. (2010). Organizational culture and leadership(Vol. 2). John Wiley & Sons. Williams, L. J., & Anderson, S. E. (1991). Job satisfaction and organizational commitment as predictors of organizational citizenship and in-role behaviors. Journal of management, 17(3), 601-617. 18

PERILAKU PEGAWAI DAN KULTUR ORGANISASI KEMENTERIAN ATR/BPN MENUJU ERA INDUSTRI 4.0 Trie Sakti, S.H., CN., M.H. 19

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL KESIAPAN DATA PERTANAHAN MENUJU PELAYANAN ELEKTRONIK Septina Marryanti Prihatin., Arsan Nurrokhman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses pemerintahan (E-Government) sudah mulai digaungkan pada tahun 2003 melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Presiden menginstruksikan kementerian dan lembaga pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan untuk melaksanakan pengembangan E-Government secara nasional. Tahapan E-Government meliputi persiapan, pematangan, pemantapan hingga pemanfaatan yang terwujud dalam aplikasi layanan yang terintegrasi. Transformasi dari era E-Government menuju I-Government (Integrated Government) dimulai sejak terbitnya Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE). I-Government merupakan penerapan smart government yaitu sistem yang saling terintegrasi satu dan lainnya sehingga antar sistem dapat berinteraksi dan menghasilkan data dapat saling mendukung proses antar sistem. Data yang dihasilkan dapat dijadikan acuan pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan dan penyelesaian masalah di daerah. Pada akhir tahun 2025 diharapkan pemerintah sudah berhasil mencapai keterpaduan SPBE baik di dalam dan antar Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah, dan keterhubungan SPBE antara Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah (Paulina, 2019). Modernisasi layanan pertanahan secara elektronik sangat dibutuhkan di era perkembangan teknologi informasi saat ini. Hal ini dipacu dengan peningkatan kebutuhan instansi lain akan data pertanahan dan layanan pertanahan yang dinamis, terutama dalam mendukung perencanaan pembangunan. Secara internal, target sertipikasi hingga tahun 2025 yang sangat tinggi memerlukan antisipasi peningkatan layanan derivatif pasca sertifikasi dan pengelolaan arsip pertanahannya. Di sisi lain, persepsi masyarakat terhadap layanan pertanahan masih belum memuaskan. Dalam kondisi demikian, perubahan sistem administrasi pertanahan menjadi elektronik adalah sebuah kebutuhan. Kondisi senada juga dialami Kementerian lain dalam proses modernisasi layanan publik menuju online. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam paparannya pada tanggal 3 Juli 2019 menyampaikan pengalaman mereka bahwa persepsi publik sebelum penerapan pelayanan online terhadap pelayanan cenderung berbelit-belit, ruwet, ribet, semrawut, dan tidak ada kejelasan. Masyarakat berada dalam posisi yang lemah berhadapan dengan petugas yang powerfull dan acuh tak acuh, tidak efisien, lambat, dengan budaya kerja jam karet. Setelah ditetapkan layanan online, kondisi layanan memiliki dampak yang signifikan, yakni jumlah transaksi meningkat, jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meningkat, waktu layanan lebih cepat dan pemanfaatan sumber daya manusia lebih efektif sehingga dapat dialihkan melakukan pekerjaan lain. Secara umum, saat sudah online maka akan sedikit menggunakan kertas (paperless), pencarian data mudah karena dilakukan secara online dan waktu pelayanan cepat. Menjawab tantangan keterpaduan SPBE, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mulai menerapkan teknologi komunikasi dan informasi secara terpusat sejak tahun 1997 melalui proyek Land Office Computerization (LOC). Pada akhir masa kontrak CIMSA di tahun 2009, 20

Septina Marryanti Prihatin, S.Si., M.Si. dan Arsan Nurrokhman, S.Si. KESIAPAN DATA PERTANAHAN MENUJU PELAYANAN ELEKTRONIK LOC telah diimplementasikan 325 kantor yang tersebar di seluruh Republik Indonesia dengan rincian: 1 di Kantor Pusat, 27 Kantor Wilayah BPN Provinsi dan 297 Kantor Pertanahan (CIMSA dalam Mustofa, 2015). Bersamaan dengan implementasi LOC, aplikasi Standing Alone System (SAS) dibangun sebagai bentuk sederhana dari LOC ditujukan untuk Kantor Pertanahan yang memiliki volume pekerjaan tidak begitu besar (Mustofa & Aditya, dalam Mustofa, 2015). Selanjutnya pada tahun 2009 aplikasi LOC dan SAS berevolusi menjadi Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP), yang hingga 2015 sudah diimplementasikan di 430 kantor di selruh Indonesia. Proses pendewasaan KKP dilalui dalam fase implementasi awal (KKP Desktop), penambahan fitur geo-referensi (Geo-KKP) dan terakhir aplikasi berbasis web (KKP-Web). Pengembangan KKP ini menjadi pijakan bagi Kementerian ATR/BPN dalam melaksanakan pelayanan pertanahan secara elektronik/online. Melalui Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan secara Elektronik, pelayanan informasi pertanahan sudah dapat diakses secara elektronik/online. Layanan informasi secara online ini dapat memudahkan PPAT dan masyarakat melakukan pengecekan sertipikat secara penuh melalui aplikasi web tanpa perlu mendatangi kantor pertanahan, sehingga PPAT dan masyarakat dapat bekerja lebih efektif dan efisien. Namun hingga saat ini, layanan informasi pertanahan secara elektronik belum dapat dinikmati di seluruh tanah air. Penelitian ini berupaya menganalisis proses perwujudan dan pelayanan online tersebut di Kementerian ATR/BPN, serta kondisi data dan strategi penyiapan data pertanahan menuju pelayanan online. 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana implementasi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Nomor 5 tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan secara Elektronik? 2. Bagaimana kesiapan data pertanahan menuju pelayanan elektronik? 3. Bagaimana strategi penyiapan data pertanahan menuju pelayanan elektronik? 1.3. Tujuan 1. Menganalisis implementasi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN RI Nomor 5 tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik. 2. Menganalisis kesiapan data pertanahan menuju pelayanan elektronik. 3. Menganalisis strategi penyiapan data pertanahan menuju pelayanan elektronik. II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Implementasi Kebijakan Implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang atau peraturan ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Istilah implementasi mencakup tindakan-tindakan (dan tanpa tindakan-tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya birokrat yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan (Ripley dan Franklin dalam Winarno, 2014). Menurut Matland (dalam Hamdi, 2014), literatur mengenai implementasi kebijakan secara umum terbagi dalam dua kelompok, yakni kelompok dengan pendekatan dari atas (top- down) dan kelompok dengan pendekatan dari bawah (bottom-up). Kelompok dengan pendekatan top down melihat perancang kebijakan sebagai aktor sentral dalam implementasi kebijakan. Selain itu, kelompok ini juga memusatkan perhatiannya pada faktor-faktor yang 21

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL dapat dimanipulasi pada tingkat sentral atau pada variabel yang bersifat makro. Sementara, kelompok bottom up menekankan pada dua hal, yakni kelompok-kelompok sasaran dan para penyedia layanan. Pakar yang dikenal pertama kali membuat model implementasi dengan pendekatan top-down adalah Van Meter dan Van Horn (1975), meskipun bukan yang pertama kali melakukan studi implementasi kebijakan. Mereka menyatakan bahwa implementasi kebijakan menyangkut (encompasses) semua tindakan oleh perorangan atau kelompok publik dan privat yang diarahkan pada perwujudan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu dalam putusan kebijakan. Model mereka terdiri atas enam variabel yang membentuk kaitan antara kebijakan dan performa seperti berikut: 1) standar dan tujuan kebijakan, 2) sumberdaya kebijakan, 3) komunikasi dan aktivitas penguatan antar organisasi, 4) karakteristik jawatan pelaksana, 5) kondisi ekonomi, politik dan sosial dan 6) disposisi pelaksana (Hamdi, 2014). Pakar yang kemudian merumuskan model implementasi selain Van Meter dan Van Horn adalah Merilee S Grindle (1980). Ia menyatakan bahwa implementasi adalah proses politik dan proses administratif yang keberhasilannya dipengaruhi oleh dua variabel yang fundamental, yaitu konten atau isi kebijakan (content of policy) dan konteks atau lingkungan implementasi (context of implementation). Namun dari sejumlah pakar yang dapat digolongkan sebagai pengikut top-down, model yang dibangun oleh Sabatier dan Mazmanian (1983) adalah yang paling lengkap dalam meramu berbagai variabel hasil karya para pakar sebelumnya hingga menjadi model yang komprehensif. Variabel-variabel tersebut dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu 1) tractability of the problem (ketertelusuran masalah); 2) ability of statute to structur implementation (kemampuan undang-undang untuk implementasi struktural); dan 3) non statutory variable (variabel tidak wajib) (Purwanto & Sulistyastuti, 2015). Selain pandangan kalangan top-down, perlu diperhatikan juga kritik kalangan bottom-up. Menurut Sabatier (dalam Purwanto, 2015), pada dasarnya ada empat kritik yang dilontarkan terhadap pendekatan top-down oleh para peneliti implementasi yang kritis seperti Hjern dan Hull (1982), Hanf (1982), Barrett dan Fudge (1981) dan Elmore (1979). Empat kelemahan pendekatan tersebut adalah: 1) menganggap bahwa aktor utama yang paling berpengaruh terhadap dalam implementasi adalah para policy maker, sehingga mereka lupa bahwa keberhasilan atau kegagalan implementasi dapat dipengaruhi oleh aktor-aktor lain yaitu birokrat garda depan, kelompok sasaran, sektor swasta dan lain-lain; 2) pendekatan top-down sulit diterapkan ketika tidak ada aktor yang dominan; 3) pendekatan top-down melupakan kenyataan bahwa birokrat garda depan dan kelompok sasaran memiliki kecenderungan menyelewengkan arah kebijakan bagi kepentingan mereka masing-masing; 4) siklus kebijakan itu sendiri sering tahapan-tahapannya tidak bersifat clear-cut, sehingga membuka ruang bagi birokrat garda depan dan kelompok sasaran untuk mempengaruhi dan melakukan negosiasi pada saat formulasi kebijakan. Beberapa variabel dari teori implementasi kebijakan tersebut akan digunakan untuk menelaah Kementerian ATR/BPN dalam menjalankan pelayana secara online. Lebih khusus lagi dalam implementasi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN RI Nomor 5 tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan secara Elektronik, kondisi data dan strategi yang perlu dilakukan untuk menjalankan pelayanan online. 2.2. Perwujudan Pelayanan Online Berdasarkan pengalaman beberapa lembaga; beberapa syarat terwujudnya pelayanan online antara lain adalah 1) perubahan pola pikir (mind set); 2) perlu sumber daya manusia dengan basis TIK (teknologi 22

Septina Marryanti Prihatin, S.Si., M.Si. dan Arsan Nurrokhman, S.Si. KESIAPAN DATA PERTANAHAN MENUJU PELAYANAN ELEKTRONIK informasi dan komputer); 3) perlu ketersediaan infrastruktur yang mendukung online system; 4) perlu investasi yang besar guna terwujudnya layanan online; dan 5) landasan hukum sebagai aturan yang mengikat terhadap pelaksanaan layanan secara online (Direktorat Teknologi Informasi, Kemenkumham, 2019) Kesiapan pemerintah dalam mewujudkan e-government di berbagai kementerian/lembaga menurut beberapa studi antara lain menyatakan bahwa Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Kesiapan pemerintah tidak terlepas dari reliabilitas sistem yang dibangun, terutama pada baik tidaknya kualitas jaringan internet dan ketersediaan listrik yang stabil di beberapa kantor (Mustofa, 2015). Penelitian mengenai Implementasi E-Service pada Organisasi Publik di Bidang Pelayanan Publik di Kelurahan Cibangkong Kecamatan Batununggal Kota Bandung menuntut sumber daya yang memadai, karena dalam hal ini aspek sistem dan sumber daya manusia sangat berpengaruh besar. Hambatan yang muncul dalam pelaksanaan e-Kelurahan adalah hambatan yang bersifat teknis, yaitu tidak tersedianya operator yang profesional dalam bidangnya agar program terlaksana secara efektif dan efisien (Buchari, 2016). Studi lain menyatakan bahwa tingkat kesiapan e-government Pemerintah Kota Kupang saat ini menunjukkan kondisi yang kurang siap berdasarkan penilaian dari dimensi konektivitas teknologi informasi dan komunikasi, penggunaan dan intergrasi data, pelatihan SDM, kebijakan dan peraturan daerah terkait implementasi e-government, serta dimensi aplikasi dan layanan (Payung, 2018). Kemudian di Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu mendapatkan kondisi bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu memiliki pengetahuan yang baik terhadap standar operasi prosedur pelayanan publik. Sebagian sudah melaksanakan pelayanan secara online tetapi sebagian besar belum melaksanakannya. Mereka siap melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu secara online, tetapi mereka belum bisa melaksanakan sebab jaringan dan aplikasi untuk melaksanakan pelayanan secara online belum disiapkan (Wahyudiono, 2018). Lalu studi Susianawati (2017) menemukan bahwa inovasi layanan Inovasi Layanan Sistem Informasi Manajemen dan Pelayanan Perizinan Elektronik (Simppel) di Dinas Penanaman Modal, PTSP dan Naker Kabupaten Tuban dapat dikatakan belum sepenuhnya siap, indikator ketidaksiapan dapat dilihat dari beberapa indikator meliputi: kualitas layanan, difusi inovasi, literasi komputer dan teknologi, budaya, kurangnya kesadaran, infrastruktur teknis, dan keamanan. III. METODE Penelitian dilaksanakan dengan metode kombinasi deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Kondisi kesiapan data pertanahan disajikan secara kuantitatif, sedangkan implementasi kebijakan dan strategi penyiapan data pertanahan menuju pelayanan online dilakukan secara kualitatif. Pemilihan lokasi penelitian dengan cara purposive sampling berdasarkan pertimbangan mewakili pulau besar, serta klas tinggi, sedang, dan rendah dari provinsi dengan data tanah terdaftar dan tanah terdaftar yang valid. Terpilih sebagai lokasi penelitian adalah DKI Jakarta (Kota Adm. Jakarta Utara dan Kota Adm. Jakarta Barat), Jawa Barat (Kota Bandung dan Kabupaten Garut), Kalimantan Selatan (Kota Banjarmasin dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan), Riau (Kota Pekanbaru dan Kabupaten Rokan Hulu), Jawa Timur (Kota Surabaya I dan Kabupaten Bangkalan), Sulawesi Barat (Kabupaten Mamuju & Kabupaten Mamuju Tengah) dan Maluku (Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah). 23

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tindakan Kantor Pertanahan dalam Implementasi Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik Harapan dari adanya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN RI Nomor 5 tahun 2017 seperti tercantum dalam konsiderannya adalah agar pelayanan informasi pertanahan lebih mudah, cepat, dan biaya rendah. Asasnya adalah asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Pelayanan informasi pertanahan yang dimaksud dalam peraturan tersebut adalah 1) pengecekan Sertipikat Hak atas Tanah; 2) Surat Keterangan Pendaftaran Tanah; 3) informasi data tekstual dan/atau spasial; 4) informasi Zona Nilai Tanah; 5) informasi titik koordinat; 6) informasi paket data Global Navigation Satellite System (GNSS)/Continuously Operating Reference System (CORS); 7) informasi peta pertanahan; 8) informasi tata ruang; dan 9) layanan informasi lainnya yang akan ditetapkan kemudian. Penelitian akan difokuskan pada kegiatan pengecekan tanah, dimana definisi dan urgensi pengecekan memiliki kesamaan substansi antara Peraturan Pemerintah No. 24/1997, Peraturan Menteri Agraria No. 3/1997 dan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 5 tahun 2017, sebagaimana kutipan berikut. Peraturan Pemerintah 24/97 Pasal 39 (1) PPAT menolak untuk membuat akta, jika : a. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan PERMEN AGRARIA 3/97 Pasal 97 (1) Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli. PERMEN ATR/BPN 5/2017 Pasal 4 PPAT wajib melakukan Layanan Informasi Pertanahan berupa pengecekan Sertipikat Hak atas Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, sebelum membuat akta perbuatan hukum tertentu terhadap Hak atas Tanah/ Hak Milik Satuan Rumah Susun. Berdasarkan yang termaktub dalam tiga peraturan tersebut, kegiatan pengecekan sertipikat hak atas tanah merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) sebelum membuat akta. Obyek yang dimohonkan pengecekan sudah jelas yakni sertipikat, dengan kejelasan urgensi yakni agar ada kesesuaian antara sertipikat dengan daftar-daftar di Kantor Pertanahan. Peraturan Menteri ATR/BPN No. 5 tahun 2017 menyebutkan bahwa layanan informasi pertanahan secara elektronik adalah proses memberikan informasi secara elektronik meliputi konfirmasi kesesuaian data fisik dan data yuridis sertipikat Hak atas Tanah serta informasi lainnya di pangkalan data. 24

Septina Marryanti Prihatin, S.Si., M.Si. dan Arsan Nurrokhman, S.Si. KESIAPAN DATA PERTANAHAN MENUJU PELAYANAN ELEKTRONIK Setelah diundangkan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 5 tahun 2017 pada tanggal 27 April 2017, peraturan ini telah berlaku. Pelaksanaan layanan informasi pertanahan secara elektronik dan penetapan Kantor Pertanahan yang dapat menyelenggarakannya tidak serta merta dilaksanakan di semua Kantor Pertanahan, namun perlu mendasarkan pada penetapan Keputusan Menteri. Hingga pada 3 September 2019, ditunjuk 42 (empat puluh dua) Kantor Pertanahan lokasi pilot project layanan informasi pertanahan terintegrasi secara elektronik dengan Keputusan Menteri ATR/BPN Republik Indonesia Nomor 444/SK- DI.01.01/IX/2019. Layanan terintegrasi yang dimaksudkan meliputi: 1) layanan elektronik hak tanggungan; 2) Layanan elektronik informasi nilai tanah (Zona Nilai Tanah (ZNT), Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT), dan Pengecekan); 3) Modernisasi layanan permohonan surat keputusan pemberian hak atas tanah. Kantor Pertanahan sebagai pelaksana layanan informasi pertanahan secara elektronik harus memenuhi beberapa ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN No. 5 tahun 2017, mulai dari jangkauan pemohon dalam melakukan akses ke dalam aplikasi hingga proses pemberian informasi yang mana dilaksanakan secara elektronik. Hasil penelitian dan pengamatan di lokasi sampel menghasilkan 3 (tiga) kategori Kantor Pertanahan dalam implementasi Peraturan Menteri ATR/BPN No. 5 tahun 2017, sebagaimana Tabel 1. Tabel 1 : Implementasi Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik Implementasi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Kab. Mamuju Ruang/Kepala BPN RI Nomor 5 Tahun 2017 tentang Jakarta Barat Jakarta Utara Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik Surabaya I Banjarmasin Bandung Pekanbaru Ambon Kab. Bangkalan Kab. Garut Kab. Rokan Hulu Kab. Hulu Sungai Selatan Kab. Maluku Tengah Kab. Mamuju Tengah Pemohon dapat melakukan akses ke dalam aplikasi Layanan   - - - - - - - Informasi Pertanahan secara Elektronik Persyaratan permohonan Layanan Informasi Pertanahan  Elektronik dan Manual ------- disampaikan secara Elektronik Pemohon memperoleh konfirmasi dari aplikasi Layanan   - - - - - - - Informasi Pertanahan secara Elektronik mengenai ketersediaan data Pemohon memperoleh bukti pendaftaran permohonan yang   - - - - - - - diterbitkan oleh sistem Pemohon menerima kode pembayaran biaya Layanan  ------------- Informasi Pertanahan secara Elektronik Pemohon melakukan pembayaran biaya Layanan Informasi   - - - - - - - Pertanahan secara Elektronik Proses memberikan informasi secara elektronik Elektronik dan - - - - - - - - - - - - - Manual Sumber : Olah Data Penelitian, 2019 Kategori pertama terdiri dari Kantor Pertanahan Kabupaten Mamuju. Pada kategori pertama, pemberian layanan hampir sebagian besar dilaksanakan secara elektronik, walaupun Kantah tersebut belum ditunjuk sebagai pelaksana pilot project layanan informasi pertanahan terintegrasi secara elektronik. Pemohon mengakses aplikasi layanan online yang bernama Mapaccing atau akronim dari Manajemen Aplikasi Cermat Pengecekan dalam Jaringan. Layanan ini merupakan inovasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan setempat untuk memudahkan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) melakukan pengecekan sertipikat secara online sebelum pembuatan akta. Alur kerja Mapaccing dapat dilihat pada Gambar 1. 25


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook