BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 2. MIGREN : N89 Migraine No. ICPC-2 : G43.9 Migraine, unspecified No. ICD-10 Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Migren adalah suatu istilah yang digunakan 5. Mual dengan atau tanpa muntah. untuk nyeri kepala primer dengan kualitas 6. Fotofobia atau fonofobia. vaskular (berdenyut), diawali unilateral yang 7. Sakit kepalanya mereda secara bertahap diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan depresi. Serangan seringkali berulang pada siang hari dan setelah bangun tidur, dan cenderung tidak akan bertambah parah kebanyakan pasien melaporkan merasa setelah bertahun-tahun. Migren bila tidak lelah dan lemah setelah serangan. diterapi akan berlangsung antara 4-72 jam 8. Sekitar 60 % penderita melaporkan gejala dan yang klasik terdiri atas 4 fase yaitu fase prodormal, seringkali terjadi beberapa jam prodromal (kurang lebih 25 % kasus), fase aura atau beberapa hari sebelum onset dimulai. (kurang lebih 15% kasus), fase nyeri kepala dan Pasien melaporkan perubahan mood dan fase postdromal. tingkah laku dan bisa juga gejala psikologis, Pada wanita migren lebih banyak ditemukan neurologis atau otonom. dibanding pria dengan skala 2:1. Wanita hamil tidak luput dari serangan migren, pada umumnya Faktor Predisposisi serangan muncul pada kehamilan trimester I. 1. Menstruasi biasa pada hari pertama Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, diduga sebagai menstruasi atau sebelumnya/ perubahan gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas hormonal. sistem saraf dan avikasi sistem trigeminal- 2. Puasa dan terlambat makan vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri 3. Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju kepala primer. dan buah-buahan. 4. Cahaya kilat atau berkelip. Hasil Anamnesis (Subjective) 5. Banyak tidur atau kurang tidur 6. Faktor herediter Keluhan 7. Faktor kepribadian Suatu serangan migren dapat menyebabkan sebagian atau seluruh tanda dan gejala, sebagai Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang berikut: sederhana (Objective) 1. Nyeri moderat sampai berat, kebanyakan Pemeriksaan Fisik penderita migren merasakan nyeri hanya Pada pemeriksaan fisik, tanda vital harus normal, pada satu sisi kepala, namun sebagian pemeriksaan neurologis normal. Temuan- merasakan nyeri pada kedua sisi kepala. temuan yang abnormal menunjukkan sebab- 2. Sakit kepala berdenyut atau serasa ditusuk- sebab sekunder, yang memerlukan pendekatan tusuk. diagnostik dan terapi yang berbeda. 3. Rasa nyerinya semakin parah dengan aktivitas fisik. Pemeriksaan Penunjang 4. Rasa nyerinya sedemikian rupa sehingga 1. Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan, pemeriksaan ini dilakukan jika ditemukan hal-hal, sebagai berikut: a. Kelainan-kelainan struktural, metabolik 182 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT dan penyebab lain yang dapat menyerupai Cluster- type hedache (nyeri kepala kluster) gejala migren. Komplikasi b. Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit 1. Stroke iskemik dapat terjadi sebagai penyerta yang dapat menyebabkan komplikasi. komplikasi yang jarang namun sangat c. Menentukan dasar pengobatan dan untuk serius dari migren. Hal ini dipengaruhi oleh menyingkirkan kontraindikasi obat-obatan faktor risiko seperti aura, jenis kelamin yang diberikan. wanita, merokok, penggunaan hormon 2. Pencitraan (dilakukan di rumah sakit estrogen. rujukan). 2. Pada migren komplikata dapat menyebabkan 3. Neuroimaging diindikasikan pada hal-hal, hemiparesis. sebagai berikut: Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) a. Sakit kepala yang pertama atau yang Penatalaksanaan terparah seumur hidup penderita. 1. Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk b. Perubahan pada frekuensi keparahan atau menghindari stimulasi sensoris berlebihan. gambaran klinis pada migren. 2. Bila memungkinkan beristirahat di tempat c. Pemeriksaan neurologis yang abnormal. gelap dan tenang dengan dikompres dingin. d. Sakit kepala yang progresif atau persisten. a. Perubahan pola hidup dapat mengurangi e. Gejala-gejala neurologis yang tidak memenuhi kriteria migren dengan aura atau jumlah dan tingkat keparahan migren, hal-hal lain yang memerlukan pemeriksaan baik pada pasien yang menggunakan lebih lanjut. obat- obat preventif atau tidak. f. Defisit neurologis yang persisten. b. Menghindari pemicu, jika makanan g. Hemikrania yang selalu pada sisi yang tertentu menyebabkan sakit kepala, sama dan berkaitan dengan gejala-gejala hindarilah dan makan makanan yang neurologis yang kontralateral. lain. Jika ada aroma tertentu yang dapat h. Respon yang tidak adekuat terhadap terapi memicu maka harus dihindari. Secara rutin. umum pola tidur yang reguler dan i. Gejala klinis yang tidak biasa. pola makan yang reguler dapat cukup Penegakan Diagnostik (Assessment) membantu. Diagnosis Klinis c. Berolahraga secara teratur, olahraga Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, aerobik secara teratur mengurangi gejala klinis dan pemeriksaan fisik umum dan tekanan dan dapat mencegah migren. neurologis. d. Mengurangi efek estrogen, pada wanita Kriteria Migren : dengan migren dimana estrogen Nyeri kepala episodik dalam waktu 4-72 jam menjadi pemicunya atau menyebabkan dengan gejala dua dari nyeri kepala unilateral, gejala menjadi lebih parah, atau orang berdenyut, bertambah berat dengan gerakan, dengan riwayat keluarga memiliki intensitas sedang sampai berat ditambah satu tekanan darah tinggi atau stroke dari mual atau muntah, fonofobia atau fotofobia. sebaiknya mengurangi obat- obatan Diagnosis Banding yang mengandung estrogen. Arteriovenous Malformations, Atypical Facial e. Berhenti merokok, merokok dapat Pain, Cerebral Aneurysms, Childhood Migraine memicu sakit kepala atau membuat Variants, Chronic Paroxysmal Hemicrania, sakit kepala menjadi lebih parah (dimasukkan di konseling). f. Penggunaan headache diary untuk mencatat frekuensi sakit kepala. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 183
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT g. Pendekatan terapi untuk migren antiemetik dapat diberikan saat serangan melibatkan pengobatan akut nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. h. (abortif) dan preventif (profilaksis). 4. Pengobatan preventif: 3. Pengobatan Abortif: Melihat kembali Pengobatan preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak. rujukan yang ada . Pengobatan dapat diberikan dalam jangka a. Analgesik spesifik adalah analgesik waktu episodik, jangka pendek (subakut), atau jangka panjang (kronis). Pada serangan yang hanya bekerja sebagai analgesik episodik diberikan bila faktor pencetus nyeri kepala. Lebih bermanfaat untuk dikenal dengan baik, sehingga dapat kasus yang berat atau respon buruk diberikan analgesik sebelumnya. Terapi dengan NSAID. Contoh: Ergotamin, preventif jangka pendek diberikan apabila Dihydroergotamin, dan golongan pasien akan terkena faktor risiko yang Triptan yang merupakan agonis selektif telah dikenal dalam jangka waktu tertentu, reseptor serotonin pada 5-HT1. misalnya migren menstrual. Terapi b. Ergotamin dan DHE diberikan pada preventif kronis diberikan dalam beberapa migren sedang sampai berat apabila bulan bahkan tahun tergantung respon analgesik non spesifik kurang terlihat pasien. hasilnya atau memberi efek samping. Farmakoterapi pencegahan migren Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi Tabel 8.3. Farmakoterapi pencegah migren ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal. c. Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotobia dan fonofobia. Obat ini diberikan pada migren berat atau yang tidak memberikan respon terhadap analgesik non spesifik. Dosis awal 50 mg dengan dosis maksimal 200 mg dalam 24 jam. d. Analgesik non spesifik yaitu analgesik yang dapat diberikan pada nyeri lain selain nyeri kepala, dapat menolong pada migren intensitas nyeri ringan sampai sedang. Tabel 8.2. Regimen analgesik untuk migren Komplikasi 1. Obat-obat NSAID seperti Ibuprofen dan Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang dalam 2 jam) Aspirin dapat menyebabkan efek samping seperti nyeri abdominal, perdarahan dan Domperidon atau Metoklopropamid sebagai ulkus, terutama jika digunakan dalam dosis besar dan jangka waktu yang lama. 2. Penggunaan obat-obatan abortif lebih dari dua atau tiga kali seminggu dengan jumlah yang besar, dapat menyebabkan komplikasi serius yang dinamakan rebound. 184 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Konseling dan Edukasi Prognosis 1. Pasien dan keluarga dapat berusaha Prognosis pada umumnya bonam, namun quo ad sanationam adalah dubia karena sering terjadi mengontrol serangan. berulang. 2. Keluarga menasehati pasien untuk Referensi beristirahat dan menghindari pemicu, serta 1. Sadeli H. A. Penatalaksanaan Terkini Nyeri berolahraga secara teratur. 3. Keluarga menasehati pasien jika merokok Kepala Migrain. Dalam Kumpulan Makalah untuk berhenti merokok karena merokok Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan dapat memicu sakit kepala atau membuat Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga sakit kepala menjadi lebih parah. University Press. Surabaya.2006. 2. Purnomo H. Migrainous Vertigo. Dalam Kriteria Rujukan Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Pasien perlu dirujuk jika migren terus Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis berlanjut dan tidak hilang dengan pengobatan Saraf Indonesia. Airlangga University Press. analgesik non-spesifik. Pasien dirujuk ke layanan Surabaya.2006. (Purnomo,2006) sekunder (dokter spesialis saraf). 3. Migraine Available at: www.mayoclinic/ disease&condition/topic/migraine.htm Peralatan 1. Alat pemeriksaan neurologis 2. Obat antimigren 3. VERTIGO : N17 Vertigo/dizziness No. ICPC-2 : R42 Dizziness and giddiness No. ICD-10 Tingkat Kemampuan 4A (Vertigo Vestibular/ Benign Paroxismal Positional Vertigo (BPPV)) Masalah Kesehatan lesi di nukleus vestibularis batang otak, Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan thalamus sampai ke korteks serebri. seseorang atau lingkungan sekitarnya. Persepsi Vertigo merupakan suatu gejala dengan gerakan bisa berupa: berbagai penyebabnya, antara lain: akibat 1. Vertigo vestibular adalah rasa berputar yang kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak timbul pada gangguan vestibular. aliran darah ke otak dan lain-lain. 2. Vertigo non vestibular adalah rasa goyang, Secara spesifik, penyebab vertigo, adalah: 1. Vertigo vestibular melayang, mengambang yang timbul pada Vertigo perifer disebabkan oleh Benign gangguan sistem proprioseptif atau sistem Paroxismal Positional Vertigo (BPPV), visual Meniere’s Disease, neuritis vestibularis, Berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo oklusi arteri labirin, labirhinitis, obat vestibular, yaitu: ototoksik, autoimun, tumor nervus VIII, 1. Vertigo vestibular perifer. Terjadi pada lesi di microvaskular compression, fistel perilimfe. labirin dan nervus vestibularis 2. Vertigo vestibular sentral. Timbul pada PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 185
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Vertigo sentral disebabkan oleh migren, CVD, diplopia, perioralparestesia, paresis fasialis. tumor, epilepsi, demielinisasi, degenerasi. Vertigo non vestibular 2. Vertigo non vestibular Sensasi bukan berputar, melainkan rasa Disebabkan oleh polineuropati, mielopati, melayang, goyang, berlangsung konstan atau kontinu, tidak disertai rasa mual dan muntah, artrosis servikalis, trauma leher, presinkop, serangan biasanya dicetuskan oleh gerakan hipotensi ortostatik, hiperventilasi, tension objek sekitarnya seperti di tempat keramaian headache, penyakit sistemik. misalnya lalu lintas macet. BPPV adalah gangguan klinis yang sering Pada anamnesis perlu digali penjelasan terjadi dengan karakteristik serangan mengenai: vertigo di perifer, berulang dan singkat, Deskripsi jelas keluhan pasien. Pusing yang sering berkaitan dengan perubahan posisi dikeluhkan dapat berupa sakit kepala, rasa kepala dari tidur, melihat ke atas, kemudian goyang, pusing berputar, rasa tidak stabil atau memutar kepala. melayang. BPPV adalah penyebab vertigo dengan 1. Bentuk serangan vertigo: prevalensi 2,4% dalam kehidupan seseorang. Studi yang dilakukan oleh Bharton 2011, a. Pusing berputar prevalensi akan meningkat setiap tahunnya b. Rasa goyang atau melayang berkaitan dengan meningkatnya usia 2. Sifat serangan vertigo: sebesar 7 kali atau seseorang yang berusia a. Periodik di atas 60 tahun dibandingkan dengan 18- b. b. Kontinu 39 tahun. BPPV lebih sering terjadi pada c. Ringan atau berat wanita daripada laki-laki. 3. Faktor pencetus atau situasi pencetus dapat berupa: Hasil Anamnesis (Subjective) a. Perubahan gerakan kepala atau posisi b. Situasi: keramaian dan emosional Keluhan c. Suara 4. Gejala otonom yang menyertai keluhan Vertigo vestibular vertigo: Menimbulkan sensasi berputar, timbulnya a. Mual, muntah, keringat dingin episodik, diprovokasi oleh gerakan kepala, bisa b. Gejala otonom berat atau ringan disertai rasa mual atau muntah. 5. Ada atau tidaknya gejala gangguan Vertigo vestibular perifer timbulnya lebih pendegaran seperti : tinitus atau tuli mendadak setelah perubahan posisi kepala 6. Obat-obatan yang menimbulkan gejala dengan rasa berputar yang berat, disertai vertigo seperti: streptomisin, gentamisin, mual atau muntah dan keringat dingin. Bisa kemoterapi disertai gangguan pendengaran berupa 7. Tindakan tertentu: temporal bone surgery, tinitus, atau ketulian, dan tidak disertai gejala transtympanal treatment neurologik fokal seperti hemiparesis, diplopia, 8. Penyakit yang diderita pasien: DM, perioralparestesia, paresis fasialis. hipertensi, kelainan jantung Vertigo vestibular sentral timbulnya lebih 9. Defisit neurologis: hemihipestesi, baal lambat, tidak terpengaruh oleh gerakan kepala. wajah satu sisi, perioral numbness, disfagia, Rasa berputarnya ringan, jarang disertai rasa hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia mual dan muntah, tidak disertai gangguan serebelaris pendengaran. Keluhan dapat disertai dengan gejala neurologik fokal seperti hemiparesis, 186 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Gambaran klinis BPPV: berdiri dengan kedua kaki rapat dan mata terbuka pasien jatuh, Vertigo timbul mendadak pada perubahan kemungkinan kelainan pada posisi, misalnya miring ke satu sisi Pada waktu serebelum. Jika saat mata terbuka berbaring, bangkit dari tidur, membungkuk. atau pasien tidak jatuh, tapi saat mata menegakkan kembali badan, menunduk atau tertutup pasien cenderung jatuh menengadah. Serangan berlangsung dalam ke satu sisi,kemungkinan kelainan waktu singkat, biasanya kurang dari 10-30 pada sistem vestibuler atau detik. Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, proprioseptif (Tes Romberg positif). bisa disertai rasa mual, kadang-kadang muntah. • Tes Romberg dipertajam (sharpen Setelah rasa berputar menghilang, pasien bisa Romberg/tandem Romberg): Jika merasa melayang dan diikuti disekulibrium pada keadaan berdiri tandem selama beberapa hari sampai minggu. BPPV dengan mata terbuka pasien dapat muncul kembali. jatuh, kemungkinan kelainan pada serebelum. Jika pada mata tertutup Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang pasien cenderung jatuh ke satu sisi, sederhana (Objective) kemungkinan kelainan pada system vestibuler atau proprioseptif. Pemeriksaan Fisik • Tes jalan tandem: pada kelainan serebelar, pasien tidak dapat 1. Pemeriksaan umum melakukan jalan tandem dan 2. Pemeriksaan sistem kardiovaskuler yang jatuh ke satu sisi. Pada kelaianan vestibuler, pasien akan mengalami meliputi pemeriksaan tekanan darah pada deviasi. saat baring, duduk dan berdiri dengan • Tes Fukuda(Fukuda stepping test), perbedaan lebih dari 30 mmHg. dianggap abnormal jika saat 3. Pemeriksaan neurologis berjalan ditempat selama 1 menit a. Kesadaran: kesadaran baik untuk vertigo dengan mata tertutup terjadi deviasi ke satu sisi lebih dari 30 vestibuler perifer dan vertigo non derajat atau maju mundur lebih dari vestibuler, namun dapat menurun pada satu meter. vertigo vestibuler sentral. • Tes past pointing, pada kelainan b. Nervus kranialis: pada vertigo vestibuler ketika mata tertutup vestibularis sentral dapat mengalami maka jari pasien akan deviasi ke gangguan pada nervus kranialis III, IV, arah lesi. Pada kelainan serebelar VI, V sensorik, VII, VIII, IX, X, XI, XII. akan terjadi hipermetri atau c. Motorik: kelumpuhan satu sisi hipometri. (hemiparesis). d. Sensorik: gangguan sensorik pada satu Pemeriksaan Penunjang dilakukan sesuai sisi (hemihipestesi). Pemeriksaan penunjang e. Keseimbangan (pemeriksaan khusus dengan etiologi. neurootologi): • Tes nistagmus: Nistagmus Penegakan diagnostik (Assessment) disebutkan berdasarkan komponen Diagnosis Klinis cepat, sedangkan komponen lambat Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, menunjukkan lokasi lesi: unilateral, pemeriksaan fisik umum dan neurologis. perifer, bidireksional, sentral. • Tes Romberg: Jika pada keadaan PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 187
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Tabel 8.4. Perbedaan vertigo vestibuler dan non dengan cepat ke salah satu sisi, pertahankan vestibuler selama 30 detik. Setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik, baringkan dengan cepat ke Tabel 8.5. Perbedaan vertigo perifer dengan sisi lain. Pertahankan selama 30 detik, lalu vertigo sentral duduk kembali. Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari masing- Diagnosis Banding : masing diulang 5 kali serta dilakukan Seperti tabel di bawah ini, yaitu: selama 2 minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi dan sore hari. Tabel 8.6. Diagnosis banding gangguan neurologi 3. Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita sering kali merasa Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) sangat terganggu dengan keluhan Penatalaksanaan vertigo tersebut, seringkali menggunakan 1. Pasien dilakukan latihan vestibular pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar (vestibular exercise) dengan metode kasus terapi dapar dihentikan setelah BrandDaroff. beberapa minggu. Beberapa golongan yang 2. Pasien duduk tegak di pinggir tempat tidur sering digunakan: dengan kedua tungkai tergantung, dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh a. Antihistamin (Dimenhidrinat atau Difenhidramin) • Dimenhidrinat lama kerja obat ini ialah 4-6 jam. Obat dapat diber per oral atau parenteral (suntikan intramuskular dan intravena), dengan dosis 25 mg-50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. • Difenhidramin HCl. Lama aktivitas obat ini ialah 4-6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul)-50 mg, 4 kali sehari per oral. • Senyawa Betahistin (suatu analog histamin): Betahistin Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari per oral. Betahistin HCl dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari. maksimum 6 tablet dibagi dalam beberapa dosis. b. Kalsium Antagonis Cinnarizine, mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular dan dapat mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15-30 mg, 3 kali sehari atau 1x75 mg sehari. 188 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Terapi BPPV: 5. Obat antihistamin 1. Komunikasi dan informasi: 6. Obat antagonis kalsium 2. Karena gejala yang timbul hebat, pasien Prognosis menjadi cemas dan khawatir akan adanya penyakit berat seperti stroke atau tumor Pada BPPV, prognosis umumnya baik, namun otak. Oleh karena itu, pasien perlu diberikan BPPV sering terjadi berulang. penjelasan bahwa BPPV bukan sesuatu yang berbahaya dan prognosisnya baik serta Referensi hilang spontan setelah beberapa waktu, namun kadang-kadang dapat berlangsung 1. Kelompok Studi Vertigo. Pedoman lama dan dapat kambuh kembali. Tatalaksana Vertigo. Pehimpunan Dokter 3. Obat antivertigo seringkali tidak diperlukan Spesialis Neurologi (Perdossi). 2012. namun apabila terjadi dis-ekuilibrium pasca (Kelompok Studi Vertigo, 2012) BPPV, pemberian betahistin akan berguna untuk mempercepat kompensasi. 2. Sura, D.J. Newell, S. Vertigo-Diagnosis Terapi BPPV kanal posterior: and management in primary care. BJMP. 1. Manuver Epley 2010;3(4):a351. (Sura & Newell, 2010) 2. Prosedur Semont 3. Metode Brand Daroff 3. Lempert, T. Neuhauser, H. Epidemiology of Rencana Tindak Lanjut vertigo, migraine and vestibular migraine. Vertigo pada pasien perlu pemantauan untuk Journal Neurology. 2009:25:333-338. mencari penyebabnya kemudian dilakukan (Lempert & Neuhauser, 2009) tatalaksana sesuai penyebab. 4. Labuguen, R.H. Initial Evaluation of Konseling dan Edukasi Vertigo.Journal American Family Physician. 1. Keluarga turut mendukung dengan 2006.; Vol73(2). (Labuguen, 2006) memotivasi pasien dalam mencari 5. Mardjono, M. Sidharta, P. Neurologi Klinis penyebab vertigo dan mengobatinya sesuai Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2008. (Mardjono penyebab. & Sidharta, 2008) 2. Mendorong pasien untuk teratur melakukan latihan vestibular. 6. Turner, B. Lewis, N.E. Symposium Neurology:Systematic Approach that Needed Kriteria Rujukan for establish of Vertigo. The Practitioner. 1. Vertigo vestibular tipe sentral harus segera 2010; 254 (1732) p. 19-23. (Turner & Lewis, 2010) dirujuk. 2. Tidak terdapat perbaikan pada vertigo 7. Chain, T.C. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with Dizziness and vestibular setelah diterapi farmakologik dan Vertigo. Illinois: Wolter Kluwer Lippincot. non farmakologik. William and Wilkins. 2009 (Chain, 2009) Peralatan 1. Palu refleks 2. Sphygmomanometer 3. Termometer 4. Garpu tala (penala) PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 189
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 4. TETANUS No. ICPC-2 : N72 Tetanus No. ICD-10 : A35 Other tetanus Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat disebabkan oleh tetanospasmin. Penyakit ini berkembang menjadi tetanus umum dan ditandai dengan spasme tonik persisten, disertai prognosisnya biasanya jelek. serangan yang jelas dan keras. Tetanospasmin 3. Tetanus umum/generalisata adalah neurotoksin yang dihasilkan oleh Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, Clostridium tetani. Tetanospasmin menghambat iritable, kekakuan leher, susah menelan, neurotransmiter GABA dan glisin, sehingga tidak kekakuan dada dan perut (opistotonus), terjadi hambatan aktivitas refleks otot. Spasme rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta otot dapat terjadi lokal (disekitar infeksi), kejang umum yang dapat terjadi dengan sefalik (mengenai otot-otot cranial), atau umum rangsangan ringan seperti sinar, suara dan atau generalisata (mengenai otot-otot kranial sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik. maupun anggota gerak dan batang tubuh). 4. Tetanus neonatorum Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, dan rahang yang mengakibatkan penutupan disebabkan adanya infeksi tali pusat, Gejala rahang (trismus atau lockjaw), serta melibatkan yang sering timbul adalah ketidakmampuan otot otot ekstremitas dan batang tubuh. untuk menetek, kelemahan, irritable, diikuti oleh kekakuan dan spasme. Di Amerika Serikat, sekitar 15% kasus tetanus adalah penyalahguna obat yang menggunakan Faktor Risiko: - suntikan. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang Hasil Anamnesis (Subjective) sederhana (Objective) Keluhan Pemeriksaan Fisik Manifestasi klinis tetanus bervariasi dari Dapat ditemukan: kekakuan otot setempat, kekakuan otot setempat, trismus, sampai kejang trismus sampai kejang yang hebat. yang hebat. Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu: 1. Pada tetanus lokal ditemukan kekakuan dan spasme yang menetap. 1. Tetanus lokal Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme 2. Pada tetanus sefalik ditemukan trismus, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus yang menetap disertai rasa sakit pada otot kranial. disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum. 3. Pada tetanus umum/generalisata adanya: 2. Tetanus sefalik trismus, kekakuan leher, kekakuan dada dan Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan dengan masa inkubasi serta ekstensi tungkai, kejang umum yang 1-2 hari, yang disebabkan oleh luka dapat terjadi dengan rangsangan ringan pada daerah kepala atau otitis media seperti sinar, suara dan sentuhan dengan 190 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT kesadaran yang tetap baik. 5. Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk 4. Pada tetanus neonatorum ditemukan puerpurium dan tetanus neonatorum (kematian 84%). kekakuan dan spasme dan posisi tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi punggung menyebabkan opisthotonus dari klasifikasi Albleet’s: yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi 1. Grade 1 (ringan) mempertahankan ekstremitas atas fleksi Trismus ringan sampai sedang, spamisitas pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, umum, tidak ada penyulit pernafasan, tidak ekstremitas bawa hiperekstensi dengan ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia. dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi 2. Grade 2 (sedang) jari-jari kaki. Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang namun singkat, penyulit Pemeriksaan Penunjang pernafasan sedang dengan takipneu. Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik. 3. Grade 3 (berat) Penegakan Diagnostik (Assessment) 4. Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan sering, serangan Diagnosis Klinis apneu, disfagia berat, spasme memanjang Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis spontan yang sering dan terjadi refleks, dan riwayat imunisasi. penyulit pernafasan disertai dengan Tingkat keparahan tetanus: takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf Kriteria Pattel Joag otonom sedang yang terus meningkat. 1. Kriteria 1: rahang kaku, spasme terbatas, 5. Grade 4 (sangat berat) 6. Gejala pada grade 3 ditambah gangguan disfagia, dan kekakuan otot tulang belakang otonom yang berat, sering kali menyebabkan 2. Kriteria2:Spasme,tanpa mempertimbangkan “autonomic storm”. frekuensi maupun derajat keparahan Diagnosis Banding 3. Kriteria 3: Masa inkubasi ≤ 7hari Meningoensefalitis, Poliomielitis, Rabies, Lesi 4. Kriteria 4: waktu onset ≤48 jam orofaringeal, Tonsilitis berat, Peritonitis, Tetani 5. Kriteria 5: Peningkatan temperatur; rektal (timbul karena hipokalsemia dan hipofasfatemia di mana kadar kalsium dan fosfat dalam 100ºF (> 400 C), atau aksila 99ºF ( 37,6 ºC ). serum rendah), keracunan Strychnine, reaksi Grading fenotiazine 1. Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu Komplikasi 1. Saluran pernapasan kriteria, biasanya Kriteria 1 atau 2 (tidak ada Dapat terjadi asfiksia, aspirasi pneumonia, kematian) 2. Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria, atelektasis akibat obstruksi oleh sekret, biasanya Kriteria 1 dan 2. Biasanya masa pneumotoraks dan mediastinal emfisema inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih biasanya terjadi akibat dilakukannya dari 48 jam (kematian 10%) trakeostomi. 3. Derajat 3 (kasus berat), terdapat 3 Kriteria, 2. Kardiovaskuler biasanya masa inkubasi kurang dari 7 hari Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang atau onset kurang dari 48 jam (kematian meningkat antara lain berupa takikardia, 32%) hipertensi, vasokonstriksi perifer dan 4. Derajat 4 (kasus sangat berat), terdapat rangsangan miokardium. minimal 4 Kriteria (kematian 60%) PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 191
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 3. Tulang dan otot d. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih Pada otot karena spasme yang dari 10 tahun yang lalu, maka tetanus imunoglobulin (TIg) harus diberikan. berkepanjangan bisa terjadi perdarahan Keparahan luka bukan faktor penentu dalam otot. Pada tulang dapat terjadi pemberian TIg fraktura kolumna vertebralis akibat kejang yang terus-menerus terutama pada anak 3. Pengawasan, agar tidak ada hambatan dan orang dewasa. Beberapa peneliti fungsi respirasi. melaporkan juga dapat terjadi miositis ossifikans sirkumskripta. 4. Ruang Isolasi untuk menghindari rangsang 4. Komplikasi yang lain luar seperti suara, cahaya-ruangan redup Laserasi lidah akibat kejang, dekubitus dan tindakan terhadap penderita. karena penderita berbaring dalam satu posisi saja, panas yang tinggi karena infeksi 5. Diet cukup kalori dan protein 3500-4500 sekunder atau toksin yang menyebar luas kalori per hari dengan 100-150 gr protein. dan mengganggu pusat pengatur suhu. Bentuk makanan tergantung kemampuan Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) membuka mulut dan menelan. Bila ada Penatalaksanaan trismus, makanan dapat diberikan per sonde 1. Manajemen luka atau parenteral. Pasien tetanus yang diduga menjadi port de entry masuknya kuman C. tetani 6. Oksigen,pernapasan buatan dan trakeostomi harus mendapatkan perawatan luka. Luka bila perlu. dapat menjadi luka yang rentan mengalami tetanus atau luka yang tidak rentan tetanus 7. Antikonvulsan diberikan secara titrasi, dengan kriteria sebagai berikut: sesuai kebutuhan dan respon klinis. zepam atau Vankuronium 6-8 mg/hari. Bila Tabel 8.7 Manajemen luka tetanus penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan diazepam dosis 0,5 mg/ 2. Rekomendasi manajemen luka traumatik kgBB/kali i.v. perlahan-lahan dengan a. Semua luka harus dibersihkan dan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap jika perlu dilakukan debridemen. kali kejang. Kemudian diikuti pemberian b. Riwayat imunisasi tetanus pasien perlu Diazepam per oral (sonde lambung) dengan didapatkan. dosis 0,5/kgBB/kali sehari diberikan 6 kali. c. TT harus diberikan jika riwayat booster Dosis maksimal diazepam 240 mg/hari. terakhir lebih dari 10 tahun jika Bila masih kejang (tetanus yang sangat riwayat imunisasi tidak diketahui, TT berat), harus dilanjutkan dengan bantuan dapat diberikan. ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tanpa kurarisasi. Magnesium sulfat dapat pula dipertimbangkan digunakan bila ada gangguan saraf otonom. 8. Anti Tetanus Serum (ATS) dapat digunakan, tetapi sebelumnya diperlukan skin tes untuk hipersensitif. Dosis biasa 50.000 iu, diberikan IM diikuti dengan 50.000 unit dengan infus IV lambat. Jika pembedahan eksisi luka memungkinkan, sebagian antitoksin dapat disuntikkan di sekitar luka. 9. Eliminasi bakteri, penisilin adalah drug of choice: berikan prokain penisilin, 1,2 juta unit IM atau IV setiap 6 jam selama 10 hari. Untuk pasien yang alergi penisilin dapat diberikan Tetrasiklin, 500 mg PO atau IV setiap 6 jam selama 10 hari. Pemberian antibiotik di atas dapat mengeradikasi 192 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Clostridium tetani tetapi tidak dapat 1. Sarana pemeriksaan neurologis mempengaruhi proses neurologisnya. 2. Oksigen 10. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian 3. Infus set antibiotika spektrum luas dapat dilakukan. 4. Obat antikonvulsan Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazol Prognosis dapat diberikan, terutama bila penderita Tetanus dapat menimbulkan kematian dan alergi penisilin. Tetrasiklin: 30-50 mg/kgBB/ gangguan fungsi tubuh, namun apabila diobati hari dalam 4 dosis. Eritromisin: 50 mg/ dengan cepat dan tepat, pasien dapat sembuh kgBB/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari. dengan baik. Tetanus biasanya tidak terjadi Metronidazol loading dose 15 mg/KgBB/jam berulang, kecuali terinfeksi kembali oleh C. selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam. tetani. 11. Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang Referensi pertama, dilakukan bersamaan dengan 1. Kelompok studi Neuroinfeksi, Tetanus dalam pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Infeksi pada sistem saraf. Perdossi. 2012. Pemberian dilakukan dengan dosis inisial (Kelompok Studi Neuroinfeksi, 2012) 0,5 ml toksoid intramuskular diberikan 24 2. Ismanoe, Gatot. 2006. Buku Ajar Ilmu jam pertama. Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke 4. Jakarta: FK 12. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai UI. Hal 1799-1806. (Sudoyo, et al., 2006) imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. 3. 3. Azhali, M.S. Garna, H. Aleh. Ch. Djatnika, 13. Mengatur keseimbangan cairan dan S. Penyakit Infeksi dan Tropis. Dalam: elektrolit. Garna, H. Melinda, H. Rahayuningsih, Konseling dan Edukasi S.E. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Peran keluarga pada pasien dengan risiko Kesehatan Anak.Ed3. Bandung: FKUP/RSHS. terjadinya tetanus adalah memotivasi untuk 2005; 209-213. (Azhali, et al., 2005) dilakukan vaksinasi dan penyuntikan ATS. 4. 4. Rauscher, L.A. Tetanus. Dalam:Swash, M. Rencana Tindak Lanjut Oxbury, J.Eds. Clinical Neurology. Edinburg: 1. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai Churchill Livingstone. 1991; 865- 871. imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. (Rauscher, 1991) Pengulangan dilakukan 8 minggu 5. 5. Behrman, R.E.Kliegman, R.M.Jenson, H.B. kemudian dengan dosis yang sama dengan Nelson Textbook of Pediatrics. Vol 1. dosis inisial. 17thEd. W.B. Saunders Company. 2004. 2. Booster dilakukan 6-12 bulan kemudian. (Behrman, et al., 2004) 3. Subsequent booster, diberikan 5 tahun 6. Poowo, S.S.S. Garna, H. Hadinegoro. Sri Rejeki, berikutnya. S.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi & 4. Laporkan kasus Tetanus ke dinas kesehatan Penyakit Tropis. Ed 1. Ikatan Dokter Anak setempat. Indonesia. (Poowo, et al., t.thn.) Kriteria Rujukan 7. WHO News and activities. The Global 1. Bila tidak terjadi perbaikan setelah Eliination of neonatal tetanus: progress to penanganan pertama. date. Bull: WHO. 1994; 72: 155-157. (World 2. Terjadi komplikasi, seperti distres sistem Health Organization, 1994) pernapasan. 8. Aminoff MJ, So YT. Effects of Toxins and 3. Rujukan ditujukan ke fasilitas pelayanan Physical Agents on the Nervous System. In kesehatan sekunder yang memiliki dokter Darrof RB et al (Eds). Bradley’s Neurology spesialis neurologi. in Clinical Practice. Vol 1: Principles of Peralatan Diagnosis and Management. 6th ed. Elsevier, Philadelphia, 2012:1369-1370. (Aminoff & So, 2012) PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 193
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 5. RABIES No. ICPC-2 : A77 Viral disease other/NOS No. ICD-10 : A82.9 Rabies, Unspecified Tingkat Kemampuan 3B Masalah Kesehatan seperti hidrofobia. Kontraksi otot faring dan otot pernapasan dapat ditimbulkan Rabies adalah infeksi virus yang menjalar oleh rangsangan sensoris misalnya dengan ke otak melalui saraf perifer. Perjalanan virus meniupkan udara ke muka penderita. Pada untuk mencapai sistem saraf pusat, biasanya stadium ini dapat terjadi apneu, sianosis, mengambil masa beberapa bulan. Masa konvulsan, dan takikardia. Tindak tanduk inkubasi dari penyakit ini 1-3 bulan, tapi dapat penderita tidak rasional kadang maniakal bervariasi antara 1 minggu sampai beberapa disertai dengan responsif. Gejala eksitasi tahun, tergantung juga pada seberapa jauh jarak terus berlangsung sampai penderita masuknya virus ke otak. Penyakit infeksi akut meninggal. sistem saraf pusat (ensefalitis) ini disebabkan 4. Stadium paralisis oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssa- Sebagian besar penderita rabies meninggal virus, family Rhabdoviridae dan menginfeksi dalam stadium sebelumnya, namun kadang manusia, terutama melalui gigitan hewan yang ditemukan pasien yang tidak menunjukkan terinfeksi (anjing, monyet, kucing, serigala, gejala eksitasi melainkan paresis otot yang kelelawar). Beberapa kasus dilaporkan infeksi terjadi secara progresif karena gangguan melalui transplantasi organ dan paparan udara pada medulla spinalis. (aerosol). Rabies hampir selalu berakibat fatal jika post-exposure prophylaxis tidak diberikan Pada umumnya rabies pada manusia mempunyai sebelum onset gejala berat. masa inkubasi 3-8 minggu. Gejala-gejala jarang timbul sebelum 2 minggu dan biasanya Hasil Anamnesis (Subjective) timbul sesudah 12 minggu. Mengetahui port de entry virus tersebut secepatnya pada tubuh Keluhan pasien merupakan kunci untuk meningkatkan pengobatan pasca gigitan (post exposure 1. Stadium prodromal therapy). Pada saat pemeriksaan, luka gigitan Gejala awal berupa demam, malaise, mual mungkin sudah sembuh bahkan mungkin telah dilupakan. Tetapi pasien sekarang mengeluh dan rasa nyeri di tenggorokan selama tentang perasaan (sensasi) yang lain ditempat beberapa hari. bekas gigitan tersebut. Perasaan itu dapat 2. Stadium sensoris berupa rasa tertusuk, gatal-gatal, rasa terbakar Penderita merasa nyeri, merasa panas (panas), berdenyut dan sebagainya. disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas, dan Anamnesis penderita terdapat riwayat tergigit, reaksi yang berlebihan terhadap rangsang tercakar atau kontak dengan anjing, kucing, atau sensoris. binatang lainnya yang: 3. Stadium eksitasi Tonus otot dan aktivitas simpatis menjadi 1. Positif rabies (hasil pemeriksaan otak hewan meninggi dan gejala hiperhidrosis, tersangka) hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi. Hal yang sangat khas pada stadium 2. Mati dalam waktu 10 hari sejak menggigit ini adalah munculnya macam- macam fobia bukan dibunuh) 3. Tak dapat diobservasi setelah menggigit 194 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT (dibunuh, lari, dan sebagainya) minggu. 4. Tersangka rabies (hewan berubah sifat, Gejala fase awal tidak khas: gejala flu, malaise, anoreksia, kadang ditemukan parestesia pada malas makan, dan lain- lain). daerah gigitan. Masa inkubasi rabies 3-4 bulan (95%), bervariasi Gejala lanjutan: agitasi, kesadaran fluktuatif, antara 7 hari sampai 7 tahun. Lamanya demam tinggi yang persisten, nyeri pada faring masa inkubasi dipengaruhi oleh dalam dan terkadang seperti rasa tercekik (inspiratoris besarnya luka gigitandan lokasi luka gigitan spasme), hipersalivasi, kejang, hidrofobia dan (jauh dekatnya ke sistem saraf pusat, derajat aerofobia. patogenitas virus dan persarafan daerah luka gigitan). Luka pada kepala inkubasi 25-48 hari, Diagnosis Banding dan pada ekstremitas 46-78 hari. Faktor Risiko : - Tetanus, Ensefalitis, lntoksikasi obat-obat, Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Japanese encephalitis, Herpes simplex, Sederhana (Objective) Ensefalitis post-vaksinasi. Pemeriksaan Fisik Komplikasi 1. Pada saat pemeriksaan, luka gigitan 1. Gangguan hipotalamus: diabetes insipidus, mungkin sudah sembuh bahkan mungkin disfungsi otonomik yang menyebabkan telah dilupakan. hipertensi, hipotensi, hipo/hipertermia, 2. Pada pemeriksaan dapat ditemukan gatal aritmia dan henti jantung. dan parestesia pada luka bekas gigitan 2. Kejang dapat lokal atau generalisata, sering yang sudah sembuh (50%), mioedema bersamaan dengan aritmia dan dyspneu. (menetap selama perjalanan penyakit). 3. Jika sudah terjadi disfungsi batang otak Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) maka terdapat: hiperventilasi, hipoksia, hipersalivasi, kejang, disfungsi saraf otonom, Penatalaksanaan sindroma abnormalitas ADH, paralitik/ paralisis flaksid. 1. Isolasi pasien penting segera setelah 4. Pada stadium lanjut dapat berakibat koma diagnosis ditegakkan untuk menghindari dan kematian. rangsangan-rangsangan yang bisa 5. Tanda patognomonis menimbulkan spasme otot ataupun untuk 6. Encephalitis Rabies: agitasi, kesadaran mencegah penularan. fluktuatif, demam tinggi yang persisten, 2. Fase awal: Luka gigitan harus segera nyeri pada faring terkadang seperti rasa dicuci dengan air sabun (detergen) 5-10 tercekik (inspiratoris spasme), hipersalivasi, menit kemudian dibilas dengan air kejang, hidrofobia dan aerofobia. bersih, dilakukan debridement dan diberikan desinfektan seperti alkohol 40- 70%, tinktura yodii atau larutan ephiran. Jika terkena selaput lendir seperti mata, Pemeriksaan Penunjang hidung atau mulut, maka cucilah kawasan Hasil pemeriksaan laboratorium kurang tersebut dengan air lebih lama; pencegahan bermakna. dilakukan dengan pembersihan luka dan vaksinasi. Penegakan Diagnostik (Assessment) 3. Fase lanjut: tidak ada terapi untuk penderita Diagnosis Klinis rabies yang sudah menunjukkan gejala Diagnosis ditegakkan dengan riwayat gigitan rabies. Penanganan hanya berupa tindakan (+) dan hewan yang menggigit mati dalam 1 suportif berupa penanganan gagal jantung dan gagal nafas. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 195
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 4. Pemberian Serum Anti Rabies (SAR) bila Kriteria Rujukan serumheterolog (berasal dari serum kuda) 1. Penderita rabies yang sudah menunjukkan Dosis 40 IU/ kgBB disuntikkan infiltrasi pada luka sebanyak-banyaknya, sisanya gejala rabies. disuntikkan secara IM. Skin test perlu 2. Dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan terlebih dahulu. Bila serum homolog (berasal dari serum manusia) sekunder yang memiliki dokter spesialis dengan dosis 20 IU/ kgBB, dengan cara yang neurolog. sama. Peralatan 5. Pemberian serum dapat dikombinasikan 1. Cairan desinfektan dengan Vaksin Anti 2. Serum Anti Rabies 3. Vaksin Anti Rabies 6. Rabies (VAR) pada hari pertama kunjungan. 7. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) Prognosis Prognosis pada umumnya buruk, karena dalam waktu 10 hari infeksi yang dikenal kematian dapat mencapai 100% apabila sebagai post-exposure prophylaxis atau virus rabies mencapai SSP. Prognosis selalu “PEP”VAR secara IM pada otot deltoid atau fatal karena sekali gejala rabies terlihat, anterolateral paha dengan dosis 0,5 ml hampir selalu kematian terjadi dalam 2-3 hari pada hari 0, 3, 7,14, 28 (regimen Essen atau sesudahnya, sebagai akibat gagal napas atau rekomendasi WHO), atau pemberian VAR henti jantung. Jika dilakukan perawatan 0,5 ml pada hari 0, 7, 21 (regimen Zagreb/ awal setelah digigit anjing pengidap rabies, rekomendasi Depkes RI). seperti pencucian luka, pemberian VAR dan SAR, 8. Pada orang yang sudah mendapat vaksin maka angka survival mencapai 100%. rabies dalam waktu 5 tahun terakhir, bila digigit binatang tersangka rabies, vaksin Referensi cukup diberikan 2 dosis pada hari 0 dan 3, 1. Harijanto, Paul N dan Gunawan, Carta A. namun bila gigitan berat vaksin diberikan lengkap. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 9. Pada luka gigitan yang parah, gigitan di ke 4. Jakarta: FKUI. 2006. Hal 1736-9. daerah leher ke atas, pada jari tangan 2. Dennis MD, Eugene B. MD.Infection Due to dan genitalia diberikan SAR 20 IU/kgBB RNA viruses: Harrisons Internal Medicine dosis tunggal. Cara pemberian SAR adalah 16th edition. McGraw Hill. Medical setengah dosis infiltrasi pada sekitar luka Publishing Division. 2005. (Braunwald, et dan setengah dosis IM pada tempat yang al., 2009) berlainan dengan suntikan SAR, diberikan 3. The Merk Manual of Medical information. pada hari yang sama dengan dosis pertama Rabies, brain and spinal cord disorders, SAR. infection of the brain and spinal cord.2006. Konseling dan Edukasi p: 484-486. 1. Keluarga ikut membantu dalam halpenderita 4. Jackson, A.C. Wunner, W.H.Rabies. Academic rabies yang sudah menunjukan gejala rabies Press. 2002. p. 290. (Jackson & Wunner, 2002) untuk segera dibawa untuk penanganan 5. Davis L.E.King,M.K.Schultz,J.LFundamentals segera ke fasilitas kesehatan. Pada pasien of neurologic disease. Demos Medical yang digigit hewan tersangka rabies, Publishing, LLc. 2005. p: 73. (Davis, et al., keluarga harus menyarankan pasien untuk 2005) vaksinasi. 6. Reynes J-M, D.L. Buchy P, et al. A reliable 2. Laporkan kasus rabies ke dinas kesehatan diagnosis of human rabies based on analysis setempat. of skin biopsy specimens.Clin Infect Dis 47 (11): 1410-1417. 2008. (Reynes and Buchy, 196 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 2008) 9. 9. Ranjan. Remnando. Rabies, tropical 7. 7. Diagnosis CDC Rabies. USA: Centers for infectious disease epidemiology, investigation, diagnosis and management. Disease Control and Prevention. 2007. 2002. Hal 291-297. (Beckham, et al., t.thn.) Diunduh dari http://www.cdc.gov/RABIES/ 10. Beckham JD, Solbrig MV, Tyler KL. Infection of diagnosis.html. Retrieved 2008-02-12. the Nervous System. Viral Encephalitis and (Centers for Disease Control and Prevention , Meningitis. In Darrof RB et al (Eds). Bradley’s 2007) Neurology Clinical Practice. Vol 1: Principles 8. Kumar.Clark. Rhabdoviruses Rabies. Clinical of Diagnosis and Management. 6th ed. Medicine. W.B Saunders Company Ltd. 2006. Elsevier, Philadelphia, pp. 1252-1253. Hal 57-58. (Kumar, 2006) 6. MALARIA SEREBRAL No. ICPC-2 : A73 Malaria No.ICD-10 : Plasmodium falciparum with cerebral complication Tingkat Kemampuan 3B Masalah Kesehatan Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Malaria Serebral merupakan salah satu Sederhana (Objective) komplikasi infeksi dari Plasmodium falciparum dan merupakan komplikasi berat yang paling Pemeriksaan Fisik sering ditemukan serta penyebab kematian Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai: utama pada malaria. Diperkirakan sekitar 1-3 1. Penurunan kesadaran yang dapat didahului juta orang meninggal diseluruh dunia setiap tahunnya karena malaria serebral, terutama mengantuk, kebingungan, disorientasi, pada anak-anak. delirium atau agitasi namun kaku kuduk dan rangsang meningeal lain tidak ditemukan Hasil Anamnesis (Subjective) dan dapat berlanjut menjadi koma. 2. Kaku kuduk biasanya negatif, hiperekstensi Keluhan leher terjadi pada kasus berat 3. Pada pemeriksaan mata dapat dijumpai Pasien dengan malaria Serebral biasanya nistagmus dan deviasi conjugee ditandai oleh 4. Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan retina yang pucat, perdarahan retina (6-37% 1. Trias malaria (menggigil, demam, kasus), edema papil dan cotton wool spots. berkeringat) 5. Gejala neurologi yang sering adalah lesi 2. Penurunan kesadaran berat upper motor neuron, tonus otot dan reflex 3. Disertai kejang tendon meningkat (tetapi dapat juga normal ataupun menurun), refleks babinsky positif Faktor Risiko 1. Tinggal atau pernah berkunjung ke daerah Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan apusan darah endemik malaria 2. Riwayat terinfeksi Plasmodium falciparum Bisa ditemukan adanya Plasmodium falciparum aseksual pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran 2. Pemeriksaan darah rutin dan gula darah PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 197
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Penegakan Diagnostik (Assessment) kontak dengan nyamuk anopheles baik dengan menggunakan kelambu maupun Diagnosis Klinis reppelen Diagnosis malaria serebral ditegakkan dengan 3. Hindari aktivitas di malam hari khususnya ditemukannya Plasmodium falciparum bentuk bagi mereka yang tinggal atau bepergian ke aseksual pada pemeriksaan apusan darah tepi daerah endemik malaria pasien dengan penurunan kesadaran berat Peralatan (koma), walaupun semua gangguan kesadaran 1. Laboratorium untuk pemeriksaan apusan (GCS<15) harus dianggap dan diterapi sebagai darah tebal malaria berat. Gangguan kesadaran pada 2. Laboratoriumuntuk pemeriksaan darah rutin malaria dapat pula disebabkan oleh demam dan gula darah yang tinggi, hipoglikemia, syok, ensefalopati 3. Termometer uremikum, ensefalopati hepatikum, sepsis. 4. Stetoskop Semua penderita dengan demam dan penurunan 5. Tensi kesadaran seyogyanya didiagnosis banding 6. Senter sebagai malaria serebral, khususnya jika 7. Palu reflex penderita tinggal atau pernah berkunjung ke 8. Funduskopi daerah endemik malaria. Prognosis 1. Ad Vitam: Dubia ad Malam Diagnosis Banding: 2. AdFunctionam: Dubia et Malam 3. Ad Sanationam: Dubia Infeksi virus, bakteri, jamur (cryptococcal), Referensi protozoa (African Trypanosomiasis), 1. Gunawan C, Malaria Serebral dan Meningoensefalitis, Abses serebral, Trauma penanganannya dalam Malaria dari kepala, Stroke, intoksikasi, gangguan metabolik Molekuler ke Klkinis EGC. Jakarta 2012. (Gunawan, 2012) Komplikasi: Gagal ginjal akut, ikterus, asidosis metabolik, hipoglikemia, hiperlaktemia, hipovolemia, edema paru, sindrom gagal nafas akut Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan: Semua pasien yang didiagnosis dengan malaria serebral harus dipastikan jalan nafas lancar dan pernafasan dibantu dengan oksigen, setelah penatalaksanaan suportif seperti pemberian cairan agar segera dirujuk ke fasilitas layanan kesehatan sekunder Kriteria Rujukan Pasien dengan Malaria Serebral agar segera dirujuk ke RS Edukasi dan Konseling: 1. Konsultasi ke dokter untuk penggunaan kemoprofilaksis bagi mereka yang hendak berkunjung ke daerah endemic malaria 2. Malaria bisa dicegah dengan menghindari 198 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 7. EPILEPSI : N88 Epilepsy No. ICPC-2 : G40.9 Epilepsy, unspecified No. ICD-10 Tingkat Kemampuan 3A Masalah Kesehatan bangkitan Keadaan penyandang saat bangkitan: Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang duduk/berdiri/bebaring/tidur/berkemih. berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa Gejala awitan (aura, gerakan/sensasi provokasi. Sedangkan yang dimaksud dengan bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis awal/speech arrest) yang disebabkan oleh aktivitas listrik yang Pola/bentuk yang tampak selama abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron di otak. bangkitan: gerakan tonik/klonik, vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, Etiologi epilepsi: lidah tergigit, pucat berkeringat, deviasi mata. 1. Idiopatik: tidak terdapat lesi struktural Keadaan setelah kejadian: bingung, di otak atau defisit neurologis dan terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh diperkirakan tidak mempunyai predisposisi gelisah, Todd’s paresis. genetik dan umumnya berhubungan dengan Faktor pencetus: alkohol, kurang tidur, usia. hormonal. 2. Kriptogenik: dianggap simptomatik tetapi Jumlah pola bangkitan satu atau lebih, penyebabnya belum diketahui, termasuk atau terdapat perubahan pola bangkitan. disini sindromaWest, sindroma Lennox- b. Penyakit lain yang mungkin diderita Gastaut, dan epilepsi mioklonik. sekarang maupun riwayat penyakit 3. Simptomatik: bangkitan epilepsi neurologik dan riwayat penyakit disebabkan oleh kelainan/lesi psikiatrik maupun penyakit sistemik 4. struktural pada otak, misalnya cedera kepala, yang mungkin menjadi penyebab. infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak c. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, ruang, gangguan peredaran darah otak, interval terpanjang antar bangkitan. toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan d. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya dan neurodegeneratif. respon terhadap terapi (dosis, kadar OAE, kombinasi terapi). Hasil Anamnesis (Subjective) e. Riwayat penyakit epilepsi dalam Ada tiga langkah untuk menuju diagnosis keluarga. epilepsi, yaitu: f. Riwayat keluarga dengan penyakit 1. Langkah pertama: memastikan apakah neurologik lain, penyakit psikitrik atau kejadian yang bersifat paroksismal merupakan sistemik. bangkitan epilepsi. Pada sebagian besar kasus, g. Riwayat pada saat dalam kandungan, diagnosis epilepsi dapat ditegakkan berdasarkan kelahiran dan perkembangan bayi/anak. informasi yang diperoleh dari anamnesis baik h. Riwayat bangkitan neonatal/kejang auto maupun allo-anamnesis dari orang tua demam. maupun saksi mata yang lain. i. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP. 2. Langkah kedua: apabila benar terdapat a. Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan epilepsi, maka tentukan bangkitan tersebut bangkitan yang mana (klasifikasi ILAE 1981). PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 199
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 3. Langkah ketiga: menentukan etiologi, Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, sindrom epilepsi, atau penyakit epilepsi pemeriksaan fisik umum dan neurologis. apa yang diderita pasien dilakukan dengan memperhatikan klasifikasi ILAE 1989. Diagnosis Banding Langkah ini penting untuk menentukan Sinkop, Transient Ischemic Attack, Vertigo, Global prognosis dan respon terhadap OAE (Obat amnesia, Tics dan gerakan involunter Anti Epilepsi). Komplikasi : - Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) sederhana (Objective) Penatalaksanaan Pemeriksaan Fisik Sebagai dokter di fasilitas pelayanan kesehatan Pemeriksaan fisik umum pada dasarnya adalah tingkat pertama, bila pasien terdiagnosis mengamati adanya tanda-tanda dari gangguan sebagai epilepsi, untuk penanganan awal pasien yang berhubungan dengan epilepsi seperti harus dirujuk ke dokter spesialis saraf. trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, 1. OAE diberikan bila: gangguan kongenital, kecanduan alkohol atau obat terlarang, kelainan a. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan pada kulit, kanker, defisit neurologik fokal. b. Pastikan faktor pencetus dapat Pemeriksaan neurologis Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan dihindari (alkohol, stress, kurang tidur, neurologik sangat tergantung dari interval dan lain-lain) antara dilakukannya pemeriksaan dengan c. Terdapat minimum 2 bangkitan dalam bangkitan terakhir. setahun 1. Jika dilakukan pada beberapa menit atau d. Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan terhadap jam setelah bangkitan maka akan tampak tujuan pengobatan tanda pasca iktal terutama tanda fokal e. Penyandang dan/atau keluarganya telah seperti todds paresis (hemiparesis setelah diberitahu tentang kemungkinan efek kejang yang terjadi sesaat), trans aphasic samping yang timbul dari OAE syndrome (afasia sesaat) yang tidak jarang 2. Terapi dimulai dengan monoterapi dapat menjadi petunjuk lokalisasi. menggunakan OAE pilihan sesuai dengan 2. Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah jenis bangkitan (tabel 1) dan jenis sindrom bangkitan terakhir berlalu, sasaran utama epilepsi: adalah menentukan apakah ada tanda- tanda disfungsi system saraf permanen 3. Tabel 8.8. Obat Anti Epilepsi (OAE) pilihan (epilepsi simptomatik) dan walaupun jarang sesuai dengan jenis bangkitan epilepsi apakah ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Pemeriksaan Penunjang Dapat dilakukan di layanan sekunder yaitu EEG, pemeriksaan pencitraan otak, pemeriksaan laboratorium lengkap dan pemeriksaan kadar OAE. Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis 200 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Tabel 8.9. Dosis Obat Anti Epilepsi (OAE) PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 201
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 4. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah SSP. dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping. Kadar h. Bangkitan pertama berupa status obat dalam darah ditentukan bila epileptikus. bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif. Bila diduga ada perubahan i. Namun hal ini dapat dilakukan di farmakokinetik OAE (kehamilan, penyakit pelayanan kesehatan sekunder hati, penyakit ginjal, gangguan absorpsi OAE), diduga penyandang epilepsi tidak 8. Efek samping perlu diperhatikan, demikian patuh pada pengobatan. Setelah pengobatan pula halnya dengan interaksi farmakokinetik dosis regimen OAE, dilihat interaksi antar antar OAE. OAE atau obat lain. Pemeriksaan interaksi obat ini dilakukan rutin setiap tahun pada 9. Strategi untuk mencegah efek samping: penggunaan phenitoin. a. Mulai pengobatan dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian pemberian terapi 5. Bila pada penggunaan dosis maksimum b. Pilih OAE yang paling cocok untuk OAE tidak dapat mengontrol karakteristik penyandang bangkitan, maka dapat dirujuk kembali untuk mendapatkan penambahan OAE c. Gunakan titrasi dengan dosis terkecil kedua. Bila OAE kedua telah mencapai dan rumatan terkecil mengacu pada kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan sindrom epilepsi dan karaktersitik bertahap (tapering off) perlahan-lahan. penyandang epilepsi 10. OAE dapat dihentikan pada keadaan: 6. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan di a. Setelah minimal 2 tahun bebas layanan sekunder atau tersier setelah bangkitan. terbukti tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE b. Gambaran EEG normal. pertama. c. Harus dilakukan secara bertahap, pada 7. Penyandang dengan bangkitan tunggal umumnya 25% dari dosis semula setiap direkomendasikan untuk dimulai terapi bila bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan. kemungkinan kekambuhan tinggi yaitu bila: d. Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka a. Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada penghentian dimulai dari 1 OAE yang EEG. bukan utama. b. Pada pemeriksaan CT-Scan atau MRI e. Keputusan untuk menghentikan OAE Otak dijumpai lesi yang berkorelasi dilakukan pada tingkat pelayanan dengan bangkitan: meningioma, sekunder/tersier. neoplasma otak, AVM, abses otak, ensephalitis herpes. 11. Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan sebagai berikut: c. Pada pemeriksaan neurologik a. Semakin tua usia, kemungkinan dijumpai kelainan yang mengarah kekambuhan semakin tinggi. pada adanya kerusakan otak. b. Epilepsi simptomatik. d. Terdapatnya riwayat epilepsi pada c. Gambaran EEG abnormal. saudara sekandung (bukan orang tua). d. Semakin lama adanya bangkitan e. Riwayat bangkitan simptomatik. sebelum dapat dikendalikan. f. Terdapat sindrom epilepsi yang e. Penggunaan lebih dari satu OAE. berisiko tinggi seperti JME (Juvenile Myoclonic Epilepsi). f. Mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi. g. Riwayat trauma kepala disertai g. Mendapat terapi setelah 10 tahun. penurunan kesadaran, stroke, infeksi 202 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Tabel 8.10. Efek samping Obat Anti Epilepsi Kriteria Rujukan (OAE) Setelah diagnosis epilepsi ditegakkan maka pasien segera dirujuk ke pelayanan sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf. Peralatan Tersedia Obat Anti Epilepsi Konseling dan Edukasi 1. Penting untuk memberi informasi kepada keluarga bahwa penyakit ini tidak menular 2. Kontrol pengobatan merupakan hal penting bagi penderita 3. Pendampingan terhadap pasien epilepsi utamanya anak-anak perlu pendampingan sehingga lingkungan dapat menerima dengan baik 4. Pasien epilepsi dapat beraktifitas dengan baik Dilakukan untuk individu dan keluarga Prognosis Prognosis umumnya bonam, tergantung klasifikasi epilepsi yang dideritanya, sedangkan serangan epilepsi dapat berulang, tergantung kontrol terapi dari pasien. Referensi 1. Kelompok Studi Epilepsi. Pedoman Tatalaksana Epilepsi, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2012. (Kelompok Studi Epilepsi, 2012) PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 203
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 8. TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK (TIA) No. ICPC-2 : K89 Transient cerebral ischaemia No.ICD-10 : G45.9 Transient cerebral ischaemic attack, unspecified Tingkat Kemampuan 3B Masalah Kesehatan Hasil Anamnesis (Subjective) TIA atau serangan iskemik otak sepintas (SOS) adalah penurunan aliran darah yang berlangsung Keluhan sepintas (tidak menetap atau tidak permanen) ke area tertentu dari otak, sehingga mengakibatkan Secara umum,gejala neurologis yang diakibatkan disfungsi neurologis yang berlangsung singkat oleh TIA tergantung pada pembuluh darah otak (kurang dari 24 jam). Jika gejala nerologik yang mengalami gangguan, yaitu sistem karotis menetap (irreversible), dan berlangsung lebih atau vertebrobasilaris. lama (lebih dari 24 jam), maka dikategorikan sebagai stroke iskemik (infark). Defisit neurologis 1. Disfungsi neurologis fokal yang sering yang berlangsung lebih lama dari 24 jam, tapi ditemukan berupa: tidak menetap (reversible,) dan dalam waktu a. Kelemahan atau kelumpuhan salah kurang dari 2 minggu sembuh total tanpa gejala satu sisi wajah, lengan, dan tungkai sisa, disebut reversible ischemic neurological (hemiparesis, hemiplegi) deficit (RIND). b. Gangguan sensorik pada salah satu Serangan TIA terjadi secara tiba-tiba (akut), sisi wajah, lengan, dan tungkai dan biasanya berlangsung singkat (beberapa (hemihipestesi, hemi-anesthesi) menit), jarang sampai lebih dari 1-2 jam, diikuti c. Gangguan bicara (disartria) kesembuhan total tanpa gejala sisa. Pada d. Gangguan berbahasa (afasia) pasien yang mengalami serangan TIA lebih dari e. Gejala neurologik lainnya: 3 jam, dengan pemeriksaan MRI, lebih dari 50% f. Jalan sempoyongan (ataksia) diantaranya ditemukan gambaran infark di otak. g. Rasa berputar (vertigo) Pasien yang pernah mengalami TIA, mempunyai h. Kesulitan menelan (disfagia) risiko lebih besar untuk terserang stroke i. Melihat ganda (diplopia) iskemik (infark). Sekitar 15-26% pasien stroke, j. Penyempitan lapang penglihatan pernah mengalami TIA sebelumnya. Sehingga (hemianopsia, kwadran- anopsia) TIA termasuk faktor risiko stroke, dan disebut sebagai warning sign (tanda peringatan) 2. Gangguan tersebut terjadi mendadak, dan terjadinya stroke. Setelah TIA, antara 10- biasanya berlangsung dalam waktu yang 15% pasien mengalami stroke iskemik dalam singkat (beberapa menit), jarang sampai waktu 3 bulan, dan sebagian besar diantaranya lebih dari 1-2 jam, diikuti kesembuhan total terjadi dalam waktu 48 jam setelah terjadinya tanpa gejala sisa. TIA. Karena itu, TIA maupun stroke iskemik, keduanya merupakan kedaruratan medik yang 3. Diperlukan anamnesis yang teliti tentang mempunyai kesamaan mekanisme patogenesis, faktor risiko TIA/stroke dan memerlukan prevensi sekunder, evaluasi, dan penatalaksanaan yang hampir sama. 204 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Tabel: 8.11. Faktor risiko TIA/stroke dengan teknik khusus, misalnya perfusion CT, atau diffusion weighted MRI (DWI). Pemeriksaan lain (sesuai indikasi): 1. Foto toraks emboli 2. Tes faal hati 3. Ekokardiografi (jika diduga kardiogenik) 4. TCD (transcranial Doppler) 5. EEG (elektro-ensefalografi) Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik neurologis dan CT scan kepala (bila diperlukan) Diagnosis Banding: Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang 1. Stroke iskemik (infark) Sederhana (Objective) 2. Stroke hemoragik 3. Gangguan fungsi otak yang menyerupai TIA/ Pemeriksaan Fisik stroke, misalnya: Meliputi pemeriksaan umum dan neurologis. a. Cedera otak traumatik: hematoma Pemeriksaan Umum Terutama pemeriksaan epidural/subdural tekanan darah, frekuensi nadi dan pernafasan, b. Tumor otak jantung, bising karotis/subklavia, dan tanda vital c. Infeksi otak: abses, tuberkuloma lainnya. d. Todd’s paralysis (hemiparesis pasca Pemeriksaan neurologis serangan kejang) Terutama untuk menemukan adanya tanda e. Gangguan metabolik: hipo/ defisit neurologis berupa status mental, motorik, hiperglikemia sensorik sederhana dan kortikal luhur, fungsi serebelar, dan otonomik. Komplikasi Pemeriksaan Penunjang :- Antara 10-15% pasien mengalami stroke Pemeriksaan standar dilakukan di fasilitas iskemik dalam waktu 3 bulan, dan sebagian pelayanan kesehatan sekunder: besar diantaranya terjadi dalam waktu 48 jam 1. CT scan kepala (atau MRI) setelah terjadinya TIA. 2. EKG (elektrokardiografi) 3. Kadar gula darah Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 4. Elektrolit serum Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan: 5. Tes faal ginjal Bila mendapat serangan TIA, pasien harus 6. Darah lengkap segera dibawa ke rumah sakit agar mendapatkan 7. Faal hemostasis pemeriksaan untuk menemukan penyebab dan Catatan: CT scan atau MRI kepala pada pasien TIA penanganan lebih lanjut. Bila skor ABCD2 > 5, biasanya tidak menunjukkan kelainan, kecuali pasien harus segera mendapat perawatan seperti perawatan pasien stroke iskemik akut. Tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 205
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT penyakit gangguan darah harus segera diterapi. LB (Ed). A Primer on Stroke Prevention and Untuk mencegah berulangnya TIA dan serangan Treatment. Wiley-Blackwell, Dallas, 2009: stroke,perlu diberikan obat antiplatelet,misalnya 85-99. (Romano & Sacco, 2009) asetosal, clopidogrel, dipyridamole, cilostazol. 3. Biller J, Love BB, Schnek MJ. Vascular Pada stenosis karotis, mungkin diperlukan Diseases of the Nervous System. Ischemic tindakan carotid endarterectomy atau carotid Cerebrovascular Disease. In Darrof RB et angioplasty. Jika ada fibrilasi atrial, mungkin al (Eds). Bradley’s Neurology in Clinical diperlukan antikoagulan oral, misalnya warfarin, Practice. Vol 1: Principles of Diagnosis and rifaroxaban, dabigatran, apixaban. Management. 6th ed. Elsevier, Philadelphia, 2012:1003-1053. (Biller, et al., 2012) Tabel 8.12 Skor ABCD2 untuk TIA 4. Furie K et al. Guidelines for the Prevention of Stroke in Patients With Stroke or Transient Ischemic Attack : A Guideline for Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke 2011; 42:227- 276 (Furie, 2011) 5. National Stroke Association. Transient Ischemic Attack (TIA). www.stroke.org Kriteria Rujukan Pasien segera dirujuk ke RS untuk penanganan lebih lanjut. Peralatan Laboratorium: darah lengkap dan kimia darah Pemeriksaan radiologi: foto toraks Pasien membutuhkan CT scan atau MRI di layanan sekunder Prognosis Prognosis bonam bila faktor risiko dapat teratasi dan penanganan cepat dilakukan. Pemberian obat antiplatelet dan antikoagulan dapat mencegah berulangnya TIA dan serangan stroke iskemik. Referensi 1. Fitzsimmons BFM. Cerebrovascular Disease: Ischemic Stroke. In Brust JCM (Ed). Current Diagnosis and Treatment in Neurology. McGraw Hill, New York, 2007:100-25. (Fitzsimmons, 2007) 2. Romano JG, Sacco RL. Prevention of Recurrent Ischemic Stroke. In Goldstein 206 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 9. STROKE : K90 Stroke/cerebrovascular accident No. ICPC-2 : I63.9 Cerebral infarction, unspecified No. ICD-10 Tingkat Kemampuan 3B Masalah Kesehatan Untuk memudahkan pengenalan gejala stroke Stroke adalah defisit neurologis fokal (atau bagi masyarakat awam, digunakan istilah global) yang terjadi mendadak,berlangsung lebih FAST (Facial movement, Arm Movement, dari 24 jam dan disebabkan oleh faktor vaskuler. Speech, Time: acute onset). Maksudnya, bila Secara global, saat ini stroke merupakan salah seseorang mengalami kelemahan otot wajah satu penyebab kematian utama, dan penyebab dan anggota gerak satu sisi, serta gangguan utama kecacatan pada orang dewasa. Dari bicara, yang terjadi mendadak, patut diduga laporan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) mengalami serangan stroke. Keadaan seperti Departemen Kesehatan Republik Indonesia itu memerlukan penanganan darurat agar tahun 2007, stroke merupakan penyebab tidak mengakibatkan kematian dan kecacatan. kematian utama di Indonesia. Karena itu pasien harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk penanganan Hasil Anamnesis (Subjective) tindakan darurat bagi penderita stroke. Seperti halnya TIA, pada stroke diperlukan Keluhan anamnesis yang teliti tentang faktor risiko TIA/ Gejala awal serangan stroke terjadi mendadak stroke. (tiba-tiba), yang sering dijumpai adalah Faktor Risiko 1. Kelemahan atau kelumpuhan salah satu sisi Beberapa faktor risiko yang dapat mempermudah terjadinya serangan stroke, misalnya usia tua, wajah, lengan, dan tungkai (hemiparesis, jenis kelamin (laki-laki), berat badan lahir hemiplegi) rendah, faktor herediter (familial), ras (etnik), 2. Gangguan sensorik pada salah satu sisi memang tidak bisa dihindari atau diubah (non wajah, lengan, dan tungkai (hemihipestesi, modifiable risk factors). Sedangkan faktor risiko hemianesthesi) lainnya mungkin masih bisa dihindari, diobati 3. Gangguan bicara (disartria) atau diperbaiki (modifiable risk factors). 4. Gangguan berbahasa (afasia) 5. Gejala neurologik lainnya seperti jalan Tabel 8.13 Faktor risiko stroke sempoyongan (ataksia), rasa berputar (vertigo), kesulitan menelan (disfagia), melihat ganda (diplopia), penyempitan lapang penglihatan (hemianopsia, kwadran- anopsia) Catatan: Kebanyakan penderita stroke mengalami lebih dari satu macam gejala diatas. Pada beberapa penderita dapat pula dijumpai nyeri kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang pada saat terjadi serangan stroke. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 207
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang f. Darah lengkap Sederhana (Objective) g. Faal hemostasis 2. Pemeriksaan lain (sesuai indikasi): 1. Pemeriksaan tanda vital: pernapasan, nadi, a. Foto toraks suhu, tekanan darah harus diukur kanan dan b. Tes faal hati kiri c. Saturasi oksigen, analisis gas darah 2. Pemeriksaaan jantung paru d. Toksikologi 3. Pemeriksaan bruitkarotis dan subklavia e. Kadar alkohol dalam darah 4. Pemeriksaan abdomen f. Pungsi lumbal (pada perdarahan 5. Pemeriksaan ekstremitas 6. Pemeriksaan neurologis subaraknoid) a. Kesadaran: tingkat kesadaran diukur g. TCD (transcranial Doppler) dengan menggunakan Glassgow Coma h. EEG (elektro-ensefalografi. Scale (GCS) Penegakan Diagnostik (Assessment) b. Tanda rangsang meningeal: kaku Diagnosis klinis kuduk, tanda Laseque, Kernig, dan Diagnosis awal ditegakkan berdasarkan Brudzinski anamnesis dan pemeriksaan fisik. Cara skoring c. Saraf kranialis: terutama Nn. VII, XII, ROSIER (Recognition of Stroke in Emergency IX/X,dan saraf kranialis lainnya Room) dapat digunakan pada stroke akut. d. Motorik: kekuatan, tonus, refleks fisiologis, refleks patologis Tabel 8.14 Skor ROSIER untuk stroke e. Sensorik f. Tanda serebelar: dismetria, disdiadokokinesia, ataksi, nistagmus g. Pemeriksaan fungsi luhur, terutama fungsi kognitif (bahasa, memori dll) h. Pada pasien dengan kesadaran menurun, perlu dilakukan pemeriksaan refleks batang otak: • Pola pernafasan: Cheyne-Stokes, hiperventilasi neurogenik sentral, apneustik, ataksia • Refleks cahaya (pupil) • Refleks kornea • Refleks muntah Klasifikasi • Refleks okulo-sefalik (doll’s eyes Stroke dibedakan menjadi: phenomenon) 1. Stroke hemoragik biasanya disertai dengan Pemeriksaan Penunjang: sakit kepala hebat, muntah, penurunan kesadaran, tekanan darah tinggi. Pemeriksaan pendukung yang diperlukan 2. Stroke iskemik biasanya tidak disertai dalam penatalaksanaan stroke akut di fasilitas dengan sakit kepala hebat, muntah, pelayanan kesehatan tingkat lanjut penurunan kesadaran dan tekanan darah tidak tinggi. 1. Pemeriksaan standar: a. CT scan kepala (atau MRI) Diagnosis Banding b. EKG (elektrokardiografi) c. Kadar gula darah Membedakan stroke iskemik dan d. Elektrolit serum stroke hemoragik sangat penting untuk e. Tes faal ginjal penatalaksanaan pasien. 208 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Komplikasi sebagai aktivitas fisik yang cukup berarti Komplikasi stroke yang harus diwaspadai hingga berkeringat atau meningkatkan karena dapat mengakibatkan kematian dan denyut jantung 1-3 kali perminggu. kecacatan adalah komplikasi medis, antara lain 2. Mengontrol faktor risiko komplikasi pada jantung, paru (pneumonia), a. Tekanan darah perdarahan saluran cerna, infeksi saluran b. Gula darah pada pasien DM kemih, dekubitus, trombosis vena dalam, dan c. Kolesterol sepsis. Sedangkan komplikasi neurologis d. Trigliserida terutama adalah edema otak dan peningkatan e. Jantung tekanan intrakranial, kejang, serta transformasi 3. Pada pasien stroke iskemik diberikan obat- perdarahan pada infark. obat antiplatelet:asetosal, klopidogrel Pada umumnya, angka kematian dan kecacatan semakin tinggi, jika pasien datang terlambat Konseling dan Edukasi (melewati therapeutic window) dan tidak 1. Memberikan edukasi kepada pasien dan ditangani dengan cepat dan tepat di rumah sakit yang mempunyai fasilitas pelayanan stroke akut. keluarganya agar tidak terjadi kekambuhan atau serangan stroke ulang Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 2. Jika terjadi serangan stroke ulang, harus segera mendapat pertolongan segera Pertolongan pertama pada pasien stroke akut. 3. Mengawasi agar pasien teratur minum obat. 4. Membantu pasien menghindari faktor risiko. 1. Menilai jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi 2. Menjaga jalan nafas agar tetap adekuat Tabel 8.15 Membedakan stroke iskemik dan 3. Memberikan oksigen bila diperlukan stroke hemoragik 4. Memposisikan badan dan kepala lebih tinggi (head-and-trunk up) 20-30 derajat 5. Memantau irama jantung 6. Memasang cairan infus salin normal atau ringer laktat (500 ml/12 jam) 7. Mengukur kadar gula darah (finger stick) 8. Memberikan Dekstrose 50% 25 gram intravena (bila hipoglikemia berat) 9. Menilai perkembangan gejala stroke selama perjalanan ke rumah sakit layanan sekunder 10. Menenangkan penderita Rencana Tindak Lanjut 1. Memodifikasi gaya hidup sehat a. Memberi nasehat untuk tidak merokok atau menghindari lingkungan perokok b. Menghentikan atau mengurangi konsumsi alkohol c. Mengurangi berat badan pada penderita stroke yang obes d. d. Melakukan aktivitas fisik sedang pada pasien stroke iskemik atau TIA. Intensitas sedang dapat didefinisikan PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 209
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Kriteria rujukan Referensi Semua pasien stroke setelah ditegakkan 1. Misbach J dkk. Kelompok Studi Stroke. diagnosis secara klinis dan diberikan penanganan awal, segera mungkin harus Guideline Stroke 2011. Perhimpunan Dokter dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf, Jakarta, 2011. (Misbach, 2011) terkait dengan angka kecacatan dan kematian 2. Jauch EC et al. Guidelines for the Early yang tinggi. Dalam hal ini, perhatian terhadap Management of Patients with Acute therapeutic window untuk penatalaksanaan Ischemic Stroke. A Guideline for Healthcare stroke akut sangat diutamakan. Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. Peralatan Stroke 2013; 44:870-947.(Jauch, 2013) 1. Alat pemeriksaan neurologis. 3. Morgenstern LB et al. Guidelines for the 2. Senter Management of Spontaneous Intracerebral 3. Infus set. Hemorrhage. Guideline for Healthcare 4. Oksigen. Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. Prognosis Stroke 2010;41:1-23. (Morgenstern, 2010) Prognosis adalah dubia, tergantung luas dan 4. Furie K et al. Guidelines for the Prevention letak lesi. Untuk stroke hemoragik sebagian of Stroke in Patients With Stroke or besar dubia ad malam. Penanganan yg lambat Transient Ischemic Attack : A Guideline for berakibat angka kecacatan dan kematian tinggi. Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke 2011;42:227-276. (Furie, 2011) 10. BELLS’ PALSY : N91 Facial paralysis/Bells’ palsy No. ICPC-2 : G51.0 Bells’ palsy No. ICD-10 Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan type I dan reaktivasi herpes zoster dari ganglia Bells’palsy adalah paralisis fasialis perifer nervus fasialis. Penyebab Bells’ palsy tidak idiopatik, yang merupakan penyebab tersering diketahui (idiopatik), dan diduga penyakit dari paralisis fasialis perifer unilateral. ini merupakan bentuk polineuritis dengan Bells’ palsy muncul mendadak (akut), unilateral, kemungkinan penyebabnya virus, inflamasi, auto berupa paralisis saraf fasialis perifer, yang imun dan faktor iskemik. secara gradual dapat mengalami perbaikan pada 80-90% kasus. Bells’ palsy merupakan Hasil Anamnesis (Subjective) salah satu dari penyakit neurologis tersering Keluhan yang melibatkan saraf kranialis, dan penyebab Pasien datang dengan keluhan: tersering (60-75%) dari kasus paralisis fasialis 1. Paralisis otot fasialis atas dan bawah unilateral akut di dunia. Bells’ palsy lebih sering ditemukan pada usia dewasa, orang dengan unilateral, dengan onset akut (periode 48 DM, dan wanita hamil. Peningkatan kejadian jam) berimplikasi pada kemungkinan infeksi HSV 2. Nyeri auricular posterior atau otalgia, 210 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT ipsilateral Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang 3. Peningkatan produksi air mata (epifora), sederhana (Objective) yang diikuti penurunan produksi air mata Pemeriksaan Fisik yang dapat mengakibatkan mata kering (dry Pemeriksaan yang teliti pada kepala, telinga, eye), ipsilateral mata, hidung dan mulut harus dilakukan pada 4. Hiperakusis ipsilateral semua pasien dengan paralisis fasial. 5. Penurunan rasa pengecapan pada lidah, 1. Kelemahan atau paralisis yang melibatkan ipsilateral Gejala awal: saraf fasial (N VII) mengakibatkan 1. Kelumpuhan otot otot fasialis unilateral, kelemahan wajah (atas dan bawah) yang mengakibatkan hilangnya kerutan satu sisi (unilateral). Pada lesi UMN dahi ipsilateral, tidak mampu menutup (lesi supra nuclear/di atas nukleus mata ipsilateral, wajah merot/tertarik ke fasialis di pons), wajah bagian atas sisi kontralateral, bocor saat berkumur, tidak tidak mengalami kelumpuhan. Hal ini bisa bersiul. disebabkan muskuli orbikularis, frontalis 2. Nyeri tajam pada telinga dan mastoid (60%) dan korrugator, diinervasi bilateral oleh 3. Penurunan rasa pengecapan pada lidah, saraf kortikobulbaris. Inspeksi awal pasien ipsilateral (30-50%) memperlihatkan hilangnya lipatan (kerutan) 4. Hiperakusis ipsilateral (15-30%) dahi dan lipatan nasolabial unilateral. 5. Gangguan lakrimasi ipsilateral (60%) 2. Saat pasien diminta untuk tersenyum, akan 6. Gangguan sensorik wajah jarang ditemukan, tampak kelumpuhan otot orbikularis oris kecuali jika inflamasi menyebar ke saraf unilateral, dan bibir akan tertarik ke sisi trigeminal. wajah yang normal (kontralateral). Awitan (onset) 3. Pada saat pasien diminta untuk mengangkat Awitan Bells’ palsy mendadak, dan gejala alis, sisi dahi yang lumpuh terlihat datar. mencapai puncaknya kurang dari 48 jam. Gejala 4. Pada fase awal, pasien juga dapat yang mendadak ini membuat pasien khawatir melaporkan adanya peningkatan salivasi. dan mencemaskan pasien. Mereka sering Jika paralisis hanya melibatkan wajah berpikir terkena stroke atau tumor otak dapat bagian bawah saja, maka harus dipikirkan yang mengakibatkan distorsi wajah permanen. penyebab sentral (supranuklear). Apalagi Karena kondisi ini terjadi secara mendadak dan jika pasien mengeluh juga tentang adanya cepat, pasien sering datang langsung ke kelumpuhan anggota gerak (hemiparesis), IGD. Kebanyakan pasien menyatakan paresis gangguan keseimbangan (ataksia), nistagmus, terjadi pada pagi hari. Kebanyakan kasus paresis diplopia, atau paresis saraf kranialis lainnya, mulai terjadi selama pasien tidur. kemungkinan besar BUKAN Bell’s palsy. Pada Faktor Risiko: keadaan seperti itu harus dicurigai adanya lesi 1. Paparan dingin (kehujanan, udara malam, serebral, serebelar, atau batang otak, oleh karena AC) berbagai sebab, antara lain vaskular (stroke), 2. Infeksi, terutama virus (HSV tipe 1) tumor, infeksi, trauma, dan sebagainya. 3. Penyakit autoimun Pada Bell’s palsy, progresifitas paresis masih 4. Diabetes mellitus mungkin terjadi, namun biasanya tidak 5. Hipertensi memburuk setelah hari ke 7 sampai 10. Jika 6. Kehamilan progresifitas masih berlanjut setelah hari ke 7-10, harus dicurigai diagnosis lain (bukan Bell’s palsy). PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 211
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Pasien dengan kelumpuhan fasial bilateral harus penurunan rasa, karena sisi lidah yang lain dievaluasi lebih lanjut, karena dapat disebabkan tidak mengalami gangguan. Penyembuhan awal oleh Sindroma Guillain-Barre, penyakit Lyme, pengecapan mengindikasikan penyembuhan meningitis (terutama tuberkulosa), penyakit komplit. autoimun (multiple sclerosis, neurosarcoidosis) dan lain-lain. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium darah: Darah lengkap, gula darah Manifestasi Okular sewaktu, tes faal ginjal (BUN/kreatinin serum) Komplikasi okular unilateral pada fase awal berupa: Penegakan Diagnostik (Assessment) 1. Lagoftalmus (ketidakmampuan untuk Diagnosis Klinis menutup mata secara total) Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, 2. Penurunan sekresi air mata pemeriksaan fisik umum dan neurologis (saraf 3. Kedua hal diatas dapat mengakibatkan kranialis, motorik, sensorik, serebelum). Bells’ palsy adalah diagnosis eksklusi. paparan kornea (corneal exposure), erosi Gambaran klinis penyakit yang dapat kornea, infeksi dan ulserasi kornea membantu membedakan dengan penyebab lain 4. Retraksi kelopak mata atas dari paralisis fasialis: Manifestasi okular lanjut 1. Onset yang mendadak dari paralisis fasial 1. Ringan: kontraktur pada otot fasial, melebarnyacelah palpebral. unilateral 2. Regenerasi aberan saraf fasialis dengan 2. Tidak adanya gejala dan tanda pada sinkinesis motorik. 3. Sinkinesis otonom (air mata buaya, berupa susunan saraf pusat, telinga, dan penyakit menetesnya air mata saat mengunyah). cerebellopontin angle (CPA). 4. Dua pertiga pasien mengeluh masalah Jika terdapat kelumpuhan pada saraf kranial air mata. Hal ini terjadi karena penurunan yang lain, kelumpuhan motorik dan gangguan fungsi orbicularis okuli dalam membantu sensorik, maka penyakit neurologis lain harus ekskresi air mata. dipikirkan (misalnya: stroke, GBS, meningitis basilaris, tumor Cerebello Pontine Angle). Nyeri auricular posterior Gejala tumor biasanya kronik progresif. Tumor Separuh pasien dengan Bells’ palsy CPA seringkali didahului gangguan pendengaran mengeluh nyeri auricular posterior. Nyeri (saraf VIII), diikuti gangguan saraf VII, dan V, sering terjadi simultan dengan paresis, tapi gangguan keseimbangan (serebelar). Pasien nyeri mendahului paresis 2-3 hari sekitar pada dengan paralisis progresif saraf VII lebih lama 25% pasien. Pasien perlu ditanya apakah ada dari 3 minggu harus dievaluasi kemungkinan riwayat trauma, yang dapat diperhitungkan penyebab lain, misalnya neoplasma, penyakit menjadi penyebab nyeri dan paralisis fasial. autoimun, dan sebagainya. Sepertiga pasien mengalami hiperakusis pada telinga ipsilateral paralisis, sebagai akibat Klasifikasi kelumpuhan sekunder otot stapedius. Sistem grading ini dikembangkan oleh House and Brackmann dgn skala I sampai VI. Gangguan pengecapan 1. Grade I adalah fungsi fasial normal. Walaupun hanya sepertiga pasien melaporkan 2. Grade II disfungsi ringan. Karakteristiknya gangguan pengecapan, sekitar 80% pasien menunjukkan penurunan rasa pengecapan. adalah sebagai berikut: Kemungkinan pasien gagal mengenal 212 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT a. Kelemahan ringan saat dilakukan secara anatomis dan dapat disebut dengan saraf inspeksi secara detil. intak secara fungsional. Grade ini seharusnya dicatat pada rekam medik pasien saat pertama b. Sinkinesis ringan dapat terjadi. kali datang memeriksakan diri. c. Simetris normal saat istirahat. d. Gerakan dahi sedikit sampai baik. Diagnosis Banding e. Menutup mata sempurna dapat Penyakit-penyakit berikut dipertimbangkan sebagai diagnosis banding, yaitu: dilakukan dengan sedikit usaha. 1. Stroke vertebrabasilaris (hemiparesis f. Sedikit asimetri mulut dapat ditemukan. 3. Grade III adalah disfungsi moderat, dengan alternans) karekteristik: 2. Acoustic neuroma danlesi cerebellopontine a. Asimetri kedua sisi terlihat jelas, angle kelemahan minimal. 3. Otitis media akut atau kronik b. Adanya sinkinesis, kontraktur atau 4. Sindroma Ramsay Hunt (adanya lesi spasme hemifasial dapat ditemukan. vesicular pada telinga atau bibir) c. Simetris normal saat istirahat. 5. Amiloidosis d. Gerakan dahi sedikit sampai moderat. 6. Aneurisma a. vertebralis, a. basilaris, atau a. e. Menutup mata sempurna dapat Carotis dilakukan dengan usaha. 7. Sindroma autoimun f. Sedikit lemah gerakan mulut dengan 8. Botulismus 9. Karsinomatosis usaha maksimal. 10. Cholesteatoma telinga tengah 4. Grade IV adalah disfungsi moderat sampai 11. Malformasi congenital 12. Schwannoma n. Fasialis berat, dengan tandanya sebagai berikut: 13. Infeksi ganglion genikulatum a. Kelemahan dan asimetri jelas terlihat. 14. Penyebab lain, misalnya trauma kepala b. Simetris normal saat istirahat. c. Tidak terdapat gerakan dahi. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) d. Mata tidak menutup sempurna. Penatalaksanaan e. Asimetris mulut dilakukan dengan Prognosis pasien Bells’ palsy umumnya baik. Karena penyebabnya idiopatik, pengobatan Bell’s usaha maksimal. palsy masih kontroversi. Tujuan pengobatan 5. Grade V adalah disfungsi berat. adalah memperbaiki fungsi saraf VII (saraf fasialis) dan mencegah kerusakan saraf lebih Karakteristiknya adalah sebagai berikut: lanjut. a. Hanya sedikit gerakan yang dapat Pengobatan dipertimbangkan untuk mulai diberikan pada pasien dalam fase awal 1-4 hari dilakukan. onset. b. Asimetris juga terdapat pada saat Hal penting yang perlu diperhatikan: 1. Pengobatan inisial istirahat. c. Tidak terdapat gerakan pada dahi. a. Kortikosteroid (Prednison), dosis: 1 d. Mata menutup tidak sempurna. mg/kg atau 60 mg/day selama 6 hari, e. Gerakan mulut hanya sedikit. diikutipenurunan bertahap total selama 6. Grade VI adalah paralisis total. Kondisinya 10 hari. yaitu: a. Asimetris luas. b. Tidak ada gerakan otot otot wajah. Dengan sistem ini, grade I dan II menunjukkan hasil yang baik,grade III dan IV terdapat disfungsi moderat, dan grade V dan VI menunjukkan hasil yang buruk. Grade VI disebut dengan paralisis fasialis komplit. Grade yang lain disebut sebagai inkomplit. Paralisis fasialis inkomplit dinyatakan PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 213
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT b. Steroid dan asiklovir (dengan prednison) kelemahan fasial unilateral atau kontralateral, mungkin efektif untuk pengobatan sinkinesis, spasme hemifasialis, dan terkadang Bells’ palsy (American Academy terjadi rekurensi, sehingga perlu evaluasi dan Neurology/AAN, 2011). rujukan lebih lanjut. Referensi c. Steroid kemungkinan kuat efektif dan 1. Rucker JC. Cranial Neuropathy. In Darrof RB meningkatkan perbaikan fungsi saraf kranial, jika diberikan pada onset et al (Eds). Bradley’s Neurology in Clinical awal (ANN,2012). Practice. Vol 1: Principles of Diagnosis and Management. 6th ed. Elsevier, d. Apabila tidak ada gangguan Philadelphia, 2012:1754-1757. (Rucker, gungsi ginjal, antiviral 2012) 2. Gooch C, Fatimi T. Peripheral Neuropathy. e. (Asiklovir)dapat diberikan dengan dosis In Brust JCM (Ed).Current Diagnosis and 400 mg oral 5 kali sehari selama 7-10 Treatment in Neurology. McGraw Hill, hari. Jika virus varicella zoster dicurigai, NewYork, 2007:286-288. (Gooch & Fatimi, dosis tinggi 800 mg oral 5 kali/hari. 2007) 3. Taylor, D.C. Keegan, M. Bells’ Palsy Medication. 2. Lindungi mata Medscape. 3. Perawatan mata: lubrikasi okular topikal 4. Medscape: Empiric Therapy Regimens. dengan air mata artificial (tetes air mata buatan) dapat mencegah corneal exposure. (lihat bagian pembahasan dry eye) 4. Fisioterapi atau akupunktur dapat dilakukan setelah melewati fase akut (+/- 2 minggu). Rencana Tindak Lanjut Pemeriksaan kembali fungsi nervus facialis untuk memantau perbaikan setelah pengobatan. Kriteria Rujukan 1. Bila dicurigai kelainan lain (lihat diagnosis banding) 2. Tidak menunjukkan perbaikan 3. Terjadi kekambuhan atau komplikasi Peralatan 1. Stetoskop (loudness balance test) untuk mengetahui hiperakusis 2. Palu reflex 3. Tes pengecapan 4. Tes lakrimasi (tes Schirmer) 5. Kapas 6. Obat steroid 7. Obat antiviral Prognosis Prognosis pada umumnya baik,kondisi terkendali dengan pengobatan pemeliharaan. Kesembuhan terjadi dalam waktu 3 minggu pada 85% pasien. Dapat meninggalkan gejala sisa (sekuale) berupa 214 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 11. STATUS EPILEPTIKUS No. ICPC II : N88 Epilepsy No. ICD X : G41.9 Status epilepticus, unspecified Tingkat Kemampuan 3B Masalah Kesehatan hiperpireksia. Pemeriksaan Penunjang Status epileptikus adalah bangkitan yang terjadi Laboratorium: pemeriksaanguladarahsewaktu. lebih dari 30 menit atau adanya dua bangkitan Penegakan Diagnostik (Assessment) atau lebih dimana diantara bangkitan- bangkitan Diagnosis Klinis tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran. Diagnosis Status Epileptikus (SE) ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Status epileptikus merupakan keadaan Diagnosis Banding Pseudoseizure Komplikasi kegawatdaruratan yang memerlukan Asidosis metabolik, aspirasi, trauma kepala penanganan dan terapi segera guna Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) menghentikan bangkitan (dalam waktu 30 Penatalaksanaan menit). Diagnosis pasti status epileptikus bila Pasien dengan status epilektikus, harus dirujuk pemberian benzodiazepin awal tidak efektif ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang dalam menghentikan bangkitan. memiliki dokter spesialis saraf. Pengelolaan SE sebelumsampaifasilitas pelayanan kesehatan Hasil Anamnesis (Subjective) sekunder. Keluhan 1. Stadium I (0-10 menit) Pasien datang dengan kejang, keluarga pasien perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit a. Memperbaiki fungsi kardiorespirasi epilepsi dan pernah mendapatkan obat b. Memperbaiki jalan nafas, pemberian antiepilepsi serta penghentian obat secara tiba- tiba. oksigen, resusitasi bila perlu Riwayat penyakit tidak menular sebelumnya c. Pemberian benzodiazepin rektal 10 mg juga perlu ditanyakan, seperti Diabetes Melitus, 2. Stadium II (1-60 menit) stroke, dan hipertensi. a. Pemeriksaan status neurologis Riwayat gangguan imunitas misalnya HIV yang b. Pengukuran tekanan darah, nadi dan disertai infeksi oportunistik dan data tentang bentuk dan pola kejang juga perlu ditanyakan suhu c. Pemeriksaan EKG (bila tersedia) secara mendetil. c. Memasang infus pada pembuluh Faktor Risiko: - darah besar dengan NaCl 0,9 %. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Rencana Tindak Lanjut Sederhana (Objective) Melakukan koordinasi dengan PPK II dalam hal pemantauan obat dan bangkitan pada pasien. Pemeriksaan Fisik Konseling dan Edukasi Pada pemeriksaan dapat ditemukan adanya Memberikan informasi penyakit kepada kejang atau gangguan perilaku, penurunan kesadaran, sianosis, diikuti oleh takikardi dan peningkatan tekanan darah, dan sering diikuti PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 215
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT individu dan keluarganya, tentang: 4. Spatel lidah 5. Alat pengukur gula darah sederhana 1. Penyakit dan tujuan merujuk Prognosis 2. Pencegahan komplikasi terutama aspirasi Prognosis umumnya dubia ad bonam untuk 3. Pencegahan kekambuhan dengan quo ad vitam dan fungsionam, namun dubia ad meminum OAE secara teratur dan tidak malam untuk quo ad sanationam. menghentikannya secara tiba-tiba Referensi 4. Menghindari aktifitas dan tempat-tempat 1. Kelompok Studi Epilepsi. Pedoman berbahaya Tatalaksana Epilepsi, Perhimpunan Dokter Kriteria Rujukan Spesialis Saraf Indonesia. 2012. (Kelompok Semua pasien dengan status epileptikus setelah Studi Epilepsi, 2012) ditegakkan diagnosis dan telah mendapatkan 2. Darto Saharso. Status Epileptikus. Divisi penanganan awal segera dirujuk untuk: Neuropediatri Bag/SMF Ilmu Kesehatan 1. Mengatasi serangan Anak – FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya. 2. Mencegah komplikasi 3. Appleton, P.R. Choonara, I. Marland, T. 3. Mengetahui etiologi Phillips, B. Scott, R. Whitehouse, W. The 4. Pengaturan obat treatment of convulsive status epilepticus in children.; 83:415-19.Arch Dis Child. 2000. Peralatan 4. Hanhan UA, Fiallos MR, Orlowski JP. Status 1. Oksigen epilepticus 48:683-94. Pediatric Clin North 2. Kain kasa America. 2001 3. Infus set 12. DELIRIUM : P71 Organic psychosis other No. ICPC II : F05.9 Delirium, unspecified No. ICD X Tingkat Kemampuan 3A Masalah Kesehatan 5. Gangguan siklus bangun tidur 6. Gejala diatas terjadi dalam jangka waktu Delirium adalah gangguan kesadaran yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan yang pendek dan cenderung berfluktuasi memfokuskan, mempertahankan dan dalam sehari mengalihkan perhatian. Hasil yang dapat diperoleh pada autoanamnesis, yaitu: Hasil Anamnesis (Subjective) 1. Pasien tidak mampu menjawab pertanyaan Keluhan dokter sesuai dengan apa yang diharapkan, Pasien datang dengan penurunan kesadaran, ditanyakan. ditandai dengan: 2. Adanya perilaku yang tidak terkendali. 1. Berkurangnya atensi Alloanamnesis, yaitu adanya gangguan medik 2. Gangguan psikomotor lain yang mendahului terjadinya gejala 3. Gangguan emosi delirium, misalnya gangguan medik umum, atau 4. Arus dan isi pikir yang kacau penyalahgunaan zat. 216 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Faktor Risiko Kriteria Diagnosis untuk delirium dalam DSM-IV- Adanya gangguan medik umum, seperti: TR (Diagnosis and Statistical Manual for Mental 1. Penyakit SSP (trauma kepala, tumor, Disorder – IV – Text Revised), adalah: pendarahan, TIA) 1. Gangguan kesadaran disertai dengan 2. Penyakit sistemik, seperti: infeksi, gangguan menurunnya kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, dan metabolik, penyakit jantung, COPD, mengubah perhatian; gangguan ginjal, gangguan hepar 2. Gangguan Perubahan kognitif (seperti defisit 3. Penyalahgunaan zat memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau perkembangan gangguan persepsi Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang yang tidak berkaitan dengan demensia sederhana (Objective) sebelumnya, yang sedang berjalan atau memberat; Pemeriksaan Fisik 3. Perkembangan dari gangguan selama Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik periode waktu yang singkat (umumnya jam generalis terutama sesuai penyakit utama. sampai hari) dan kecenderungan untuk berfluktuasi dalam perjalanan hariannya; Pemeriksaan penunjang 4. Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik atau Tidak dilakukan pada fasilitas pelayanan temuan laboratorium, bahwa gangguan kesehatan tingkat pertama. Pemeriksaan yang tersebut disebabkan oleh: (a) kondisi medis dilakukan untuk delirium, adalah: umum, (b) intoksikasi, efek samping, putus 1. Mini-mental State Examination (MMSE). obat dari suatu substansi. 2. Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk Diagnosis Banding fungsional, kelainan mencari Diagnosis penyakit utama, yaitu: Demensia, psikosis Hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, neurologis. gula darah, elektrolit (terutama natrium), SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, urinalisis, analisis gas Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) darah, foto toraks, elektrokardiografi, dan CT Tujuan Terapi Scan kepala, jika diperlukan. Penegakan Diagnostik (Assessment) 1. Mencari dan mengobati penyebab delirium Diagnosis Klinis 2. Memastikan keamanan pasien Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan 3. Mengobati gangguan perilaku terkait anamnesis dan pemeriksaan fisik. delirium, misalnya agitasi psikomotor Gambar 8.1 Confusion Assessment Method Penatalaksanaan (Algoritma) 1. Kondisi pasien harus dijaga agar terhindar dari risiko kecelakaan selama perawatan. 2. Apabila pasien telah memperoleh pengobatan, sebaiknya tidak menambahkan obat pada terapi yang sedang dijalanin oleh pasien. 3. Bila belum mendapatkan pengobatan, pasien dapat diberikan obat anti psikotik. Obat ini diberikan apabila ditemukan gejala psikosis dan atau agitasi, yaitu: Haloperidol PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 217
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT injeksi 2-5 mg IntraMuskular (IM)/ IntraVena Confusional State). Dalam: Buku Ajar Ilmu (IV). Injeksi dapat diulang setiap 30 menit, Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V. Interna dengan dosis maksimal 20 mg/hari. Publishing.2009. 3. Inouye, S.K. van Dyck, C.H. Alessi, C.A. et Konseling dan Edukasi al. Clarifying confusion: the confusion Memberikan informasi terhadap keluarga/ care Assessment method;113:941-8: a new giver agar mereka dapat memahami tentang method for detection of delirium.Ann Intern delirium dan terapinya. Med. 1990 4. Josephson, S.A. Miller, B.L. Confusion Kriteria Rujukan and delirium. Dalam: Harrison’s Principles Bila gejala agitasi telah terkendali, pasien of Internal Medicine. 17th Ed. New York: dapat segera dirujuk ke fasilitas pelayanan McGraw-Hill. 2008. rujukan sekunder untuk memperbaiki penyakit 5. Kane, R.L. Ouslander, J.G. Abrass, I.B. Resnick, utamanya. B. Essentials of Clinical Geriatrics. 6th Ed. McGraw-Hill Co. 2009. Peralatan 6. Amir, N. Pamusu, D. dkk. Pedoman Nasional - Pelayanan Kesehatan (PNPK) Jiwa/Pskiatri. Pengurus Pusat Persatuan Dokter Spesialis Prognosis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI). Prognosis delirium dapat diprediksi berdasarkan 2012. dari penyakit yang mendasarinya. 7. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Referensi Dalam Indonesia. Jakarta. 2008. 8. DEPKES RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan 1. American Psychiatric Association. Jiwa Dasar di Puskesmas. 2004. Diagnostic and Statistical Manual for 9. Dinkes Provinsi Jabar. Pedoman Standar Mental Disorder. Text Revision 4th Ed. Pengelolaan Penyakit berdasarkan Washington DC: APA. 2000. kewenangan tingkat Pelayanan Kesehatan. 2. CH Soejono. Sindrom Delirium (Acute 2012 13. KEJANG DEMAM No. ICPC-2 : N07 Convulsion/Seizure No. ICD-10 : R56.0 Febrile convulsions Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan Hasil Anamnesis (Subjective) Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang Keluhan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu Keluhan utama adalah kejang. Anamnesis rektal > 38o C) akibat dari suatu proses ekstra dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai kranial. Kejang berhubungan dengan demam, terjadinya kejang. Perlu deskripsi kejang seperti tetapi tidak disebabkan infeksi intrakranial tipe kejang, lama, frekuensi dan kesadaran atau penyebab lain seperti trauma kepala, pasca kejang. kemudian mencari kemungkinan gangguan kesimbangan elektrolit, hipoksia atau adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. hipoglikemia. Umumnya kejang demam terjadi pada anak dan berlangsung pada permulaan demam akut. 218 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Sebagian besar berupa serangan kejang klonik meliputi kepala, ubun-ubun besar, tanda umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada rangsang meningeal, pupil, saraf kranial, motrik, tanda-tanda neurologi post iktal. tonus otot, refleks fisiologis dan patologis. Penting untuk ditanyakan riwayat kejang Pemeriksaan penunjang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, Pemeriksaan penunjang lebih ditujukan obat-obatan, trauma, gejala infeksi, keluhan untuk mencari penyebab demam. Pemeriksaan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang. penunjang yang dapat dilakukan : Riwayat kejang demam dalam keluarga juga 1. Pemeriksaan hematologi rutin dan urin rutin perlu ditanyakan. 2. Pemeriksaan lain atas indikasi : glukosa, Faktor Risiko elektrolit, pungsi lumbal. 1. Demam Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis a. Demam yang berperan pada KD, akibat: Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis • Infeksi saluran pernafasan dan pemeriksaan fisik. Klasifikasi kejang demam • Infeksi saluran pencernaan terbagi menjadi 2, yaitu: • Infeksi THT 1. Kejang demam sederhana • Infeksi saluran kencing • Roseola infantum/infeksi virus akut a. Kejang umum tonik, klonik atau tonik- lain. klonik. • Paska imunisasi b. Durasi < 15 menit b. Derajat demam: c. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. • 75% dari anak dengan demam ≥ 390C 2. Kejang demam kompleks • 25% dari anak dengan demam > 400C a. Kejang fokal atau fokal menjadi umum. b. Durasi > 15 menit 2. Usia c. Kejang berulang dalam 24 jam. a. Umumnya terjadi pada usia 6 bulan– Diagnosis Banding 6tahun 1. Meningitis b. Puncak tertinggi pada usia 17–23 bulan 2. Epilepsi c. Kejang demam sebelum usia 5–6 bulan 3. Gangguan metabolik, seperti: gangguan mungkin disebabkan oleh infeksi SSP elektrolit. Komplikasi dan prognosis d. Kejang demam diatas umur 6 tahun, Kejang demam suatu kondis yang jinak/benign, perlu dipertimbangkan febrile seizure tidak menyebabkan kematian. Sebagian besar plus (FS+). akan menghilang pada usia 5-6 tahun. Faktor risiko epilepsi di kemudian hari tergantung dari: 3. Gen (1) kejang demam kompleks, (2) riwayat epilepsi a. Risiko meningkat 2–3x bila saudara dalam keluarga, (3) terdapat defisit neurologis. sekandung mengalami kejang demam Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) b. Risiko meningkat 5% bila orang tua Penatalaksanaan mengalami kejang demam 1. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam dan Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang prognosisnya. Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda-tanda vital dan kesadaran. Pada kejang demam tidak ditemukan penurunan kesadaran. Pemeriksaan umum ditujukan untuk mencari tanda-tanda infeksi penyebab demam. Pemeriksaan neurologi PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 219
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 2. Farmakoterapi ditujukan untuk tatalaksana setelah timbulnya demam. kejang akut dan tatalaksana profilaksis b. Profilaksis kontinyu dengan fenobarbital untuk mencegah kejang berulang. 3. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi dosis 4-6 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis kejang akut adalah dengan: atau asam valproat dengan dosis 15-40 mg/ a. Diazepam per rektal (0,5mg/kgBB) atau BB kgBB/hari dibagi 2-3 dosis. Profilaksis hanya < 10 kg diazepam rektal 5 mg , BB > 10 kg diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti diazepam rektal 10 mg, atau lorazepam (0,1 kejang demam dengan status epileptikus, mg/kg) harus segera diberikan jika akses terdapat defisit neurologis yang nyata intravena tidak dapat diperoleh dengan seperti cerebral palsy. Profilaksis diberikan mudah. Jika akses intravena telah diperoleh selama 1 tahun. diazepam lebih baik diberikan intravena Tabel 8.16 Farmakoterapi untuk mengatasi dibandingkan rektal. Dosis pemberian IV 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan maksimum kejang pemberian 20 mg. Jika kejang belum berhenti diazepam rektal/IV dapat diberikan Indikasi EEG 2 kali dengan interval 5 menit. Lorazepam Tidak terdapat indikasi pemeriksaan EEG pada intravena, setara efektivitasnya dengan kejang demam, kecuali jika ditemukan keragu- diazepam intravena dengan efek samping raguan apakah ada demam sebelum kejang. yang lebih minimal (termasuk depresi Indikasi pencitraan (CT-scan/MRI kepala) pernapasan) dalam pengobatan kejang akut. Pemeriksaan pencitraan hanya dilakukan jika b. Jika dengan 2 kali pemberian diazepam terdapat kejang demam yang bersifat fokal atau rektal/intravena masih terdapat kejang ditemukan defisit neurologi pada pemeriksaan dapat diberikan fenitoin IV dengan dosis fisik. inisial 20 mg/kgBB, diencerkan dalam NaCl Konseling dan Edukasi 0,9% dengan pengenceran 10 mg fenitoin Konseling dan edukasi dilakukan untuk dalam 1 ml NaCl 0,9%, dengan kecepatan membantu pihak keluarga mengatasi pemberian 1mg/kgBB/menit, maksimum 50 pengalaman menegangkan akibat kejang demam mg/menit, dosis inisial maksimum adalah dengan memberikan informasi mengenai: 1000 mg.Jika dengan fenitoin masih terdapat 1. Prognosis dari kejang demam. kejang, dapat diberikan fenobarbital IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, tanpa pengenceran dengan kecepatan pemberian 20 mg/menit. Jika kejang berhenti dengan fenitoin maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam kemudian dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Jika kejang berhenti dengan fenobarbital, maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam kemudian denagn dosis 4-6 mg/kgBB/ hari dalam 2 dosis. 4. Pemberian farmakoterapi untuk profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang di kemudian hari. a. Profilaksis intermiten dengan diazepam oral/rektal, dosis 0,3 mg/kgBB/kali tiap 8 jam, hanya diberikan selama episode demam, terutama dalam waktu 24 jam 220 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 2. Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan Referensi sekolah atau kesulitan intelektual akibat 1. Esau, R. et al. 2006. British Columbia’s kejang demam. Children’s Hospital Pediatric Drug Dosage 3. 3. Kejang demam kurang dari 30 menit Guidelines. 5th edition. Vancouver. tidak mengakibatkan kerusakan otak. Department of Pharmacy Children’s and Women’s Health Centre of British Columbia. 4. Risiko kekambuhan penyakit yang sama di (Esau, 2006) masa depan. 2. Guidelines and protocol febrile seizures. September, 2010. 5. Rendahnya risiko terkena epilepsi dan 3. Lau, E. et al. 2007. Drug Handbook and tidak adanya manfaat menggunakan terapi Formulary 2007-2008. Toronto. The obat antiepilepsi dalam mengubah risiko itu. Department of Pharmacy, The Hospital for Sick Children. (Lau, 2008) Kriteria Rujukan 4. McEvoy, GK. et al. 2009. AHFS Drug 1. Apabila kejang tidak membaik setelah Information 2009. Bethesda. American Society of Health-System Pharmacists, Inc. diberikan obat antikonvulsan sampai lini (McEvoy,2009) ketiga (fenobarbital). 5. Konsensus kejang demam. UKK Neurologi 2. Jika diperlukan pemeriksaan penunjang IDAI. 2006 (UKK Neurologi IDAI, 2006) seperti EEG dan pencitraan (lihat indikasi EEG dan pencitraan). Peralatan Tabung oksigen dan kelengkapannya, infus set, diazepam rektal/intravena, lorazepam, fenitoin IV, fenobarbital IV, NaCl 0,9%. 14. TETANUS NEONATORUM No. ICPC-2 : N72 Tetanus No. ICD -10 : A33 Tetanus Neonatorum Tingkat Kemampuan 3B Masalah Kesehatan Hasil Anamnesis (Subjective) Secara global hampir 14% penyebab kematian neonatus adalah tetanus neonatorum. Tetanus Keluhan neonatorum bertanggung jawab terhadap Gejala klinis timbul setelah toksin mencapai 50% kematian neonatus yang disebabkan oleh susunan saraf. Masa inkubasi umumnya berkisar penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. antara 3-10 hari. Trismus akibat spasme otot Tetanus neonatorum dapat dicegah dengan masseter ditemukan pada lebih dari separuh imunisasi dan atau pelayanan persalinan penderita, diikuti kekauan otot leher, kesulitan dan pasca persalinan yang bersih. Beberapa menelan dan mulut mencucu seperti mulut ikan. penelitian komunitas di awal tahun 1970 dan Spasme otot punggung dan otot perut. Spasme 1980 di Negara Amerika Latin dan beberapa dapat terjadi spontan atau terhadap rangsangan Negara berkembang menunjukkan kematian dengan frekuensi yang bervariasi. Kesadaran neonatal antara <5 sampai 60 kasus per 1000 masih intak. kelahiran hidup. Di beberapa negara berkembang Anamnesis, meliputi : kematian tetanus neonatorum merupakan 23- 1. Penolong persalinan apakah tenaga 72% dari total kematian neonatal. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 221
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT medis/paramedis/non medis/dukun bayi Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 2. Telah mendapat pelatihan atau belum 3. Alat yang dipakai memotong tali pusat Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan : 4. Ramuan apa yang dibubuhkan pada 1. Eradikasi kuman perawatan tali pusat a. Tali pusat dibersihkan dengan alcohol 5. Status imunisasi TT ibu sebelum dan selama 70% atau providon iodin. b. Antibiotik kehamilan c. Penisilin prokain 50.000 IU/kg/kali IM, 6. Sejak kapan bayi tidak dapat menetek tiap 12 jam, atau d. Ampisilin 50 mg/kg/dosis, atau (incubation period) • Usia gestasi (UG) < 37 minggu 7. Berapa lama selang waktu antara gejala- - n< 28 hari tiap 12 jam - > 28 hari tiap 8 jam gejala tidak dapat menetek dengan gejala • UG > 37 minggu spasme pertama (period of onset) - < 7 hari tiap 12 jam Faktor Risiko : - - > 7 hari tiap 8 jam Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang e. Metronidazole loading dose 15mg/ Sederhana (Objective) kg/dosis, selanjutnya 7,5mg/kg/dosis, atau f. Interval Pemeriksaan Fisik • Usia < 28 hari tiap 12 jam 1. Kesadaran intak • Usia > 28 hari tiap 8 jam 2. Trismus g. Pemberian dosis rumatan 3. Kekakuan otot leher, punggung, perut • UG < 37 minggu 24 jam setelah loading 4. Mulut mencucu seperti mulut ikan dose 5. Kejang • UG > 37 minggu 12 jam setelah loading dose Pemeriksaan Penunjang h. Eritromisin 15-25 mg/kg/dosis tiap 8 jam Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang Bila ada sepsis/pneumonia dapat spesifik untuk tetanus neonatorum. Diagnosis ditambahkan sefotaksim 50 mg/kg/dosis utamanya ditegakkan dengan adanya gejala • UG < 30 minggu klinis seperti trismus, disfagia, kekakuan otot - <28 hari tiap 12 jam (muscular rigidity). - >28 hari tiap 8 jam Penegakan Diagnostik (Assessment) • UG > 30 minggu 2. < 14 hari tiap 12 jam Diagnosis Klinis > 14 hari tiap 8 jam Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, 3. Netralisasi toksin pemeriksaan fisik dan penunjang. a. ATS 50.000 – 100.000 IU, setengah dosis IM, setengahnya IV, dilakukan uji kulit Diagnosis Banding lebih dahulu. Semua penyebab kejang neonatus seperti b. Bila tersedia dapat diberikan HTIG 3000- Kongenital (cerebral anomalies), perinatal 6000 IU IM (komplikasi persalinan, trauma perinatal & 4. Memberikan pelemas otot untuk mengatasi atau perdarahan intracranial) dan postnatal spasme otot (Intervensi & gangguan metabolik) Diazepam 20-40 mg/kgBB/hari, drip, dilarutkan dalam larutan dekstrose 5% Komplikasi menggunakan syringe pump. Obat dibagi Fraktur, dislokasi mandibular, hipoksia dan menjadi empat sediaan untuk menghindari pneumonia aspirasi, Long bone fractures efek pengendapan obat diazepam. Hati-hati 222 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT terjadi henti napas dalam pemberiannya. Kriteria Rujukan : - Bila diazepam telah mencapai dosis Peralatan maksimal tetapi spasme tetap tidak teratasi - dianjurkan pemberian pelumpuh otot Prognosis pankuronium 0,05-0,1 mg/kgBB/kali dan 1. Ad Vitam : dubia penggunaan ventilator mekanik. 2. Ad Functionam : dubia 5. Terapi suportif 3. Ad Sanationam : dubia a. Pemberian oksigen Referensi b. Pembersihan jalan nafas 1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas c. Keseimbangan cairan, elektrolit dan kalori 6. Imunisasi Kedokteran Universitas Udayana. 2004. Diberikan imunisasi Tetanus Toksoid Tetanus dalam Standar Pelayanan Medis sesuai dengan jadwal imunisasi diberikan Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD. pada saat penderita pulang. Denpasar. (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Konseling dan Edukasi : Universitas Udayana, 2004) 1. Pencegahan tetanus neonatorum dapat 2. Wibowo, T. Tetanus Neonatorum dalam dilakukan dengan menjaga proses Buletin Jendela Data dan Informasi. 2012. persalinan tetap aseptic termasuk pada saat Volume 1. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI. pemotongan tali pusat. (Wibowo, 2012) 2. Imunisasi aktif wanita hamil dengan 2 dosis Tetanus Toksoid 0,5 ml dengan jarak penyuntikan 2 bulan dapat mencegah terjadinya penyakit tetanus neonatroum. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 223
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT I. PSIKIATRI 1. GANGGUAN SOMATOFORM No ICPC-2 : P75. Somatization disorder No ICD-10 : F45 Somatoform disorders Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan pemeriksaan medis, 3. Hasil pemeriksaan medis tidak Gangguan somatoform merupakan menunjukkan adanya kelainan yang dapat suatu kelompok kelainan psikiatrik yang manifestasinya dapat berupa berbagai gejala menjelaskan keluhan tesebut, 4. Onset dan kelanjutan dari keluhan fisik yang dirasakan signifikan oleh pasien berhubungan erat dengan peristiwa namun tidak ditemukan penyebabnya secara medis. Tidak ada data yang pasti mengenai kehidupan yang tidak menyenangkan atau konflik- konflik, prevalensi gangguan ini di Indonesia. Satu 5. Pasien biasanya menolak upaya untuk penelitian di Jakarta mendapatkan prevalensi gangguan jiwa yang terdeteksi di Puskesmas membahas kemungkinan adanya penyebab psikologis, sebesar 31,8%. Pada penelitian ini, jenis 6. Dapat terlihat perilaku mencari perhatian gangguan yang tersering adalah neurosis, yaitu sebesar 25,8%, dan di dalamnya termasuk (histrionik), terutama pada pasien yang tidak puas karena tidak berhasil membujuk psikosomatik. Walaupun tidak ada kondisi medis dokter menerima persepsinya yang serius, gejala- gejala yang dirasakan oleh pasien dengan gangguan somatoform sangat bahwa keluhan yang dialami merupakan penyakit fisik dan memerlukan pemeriksaan mengganggu dan berpotensi menimbulkan lebih lanjut. distres emosional. Peran dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama pada Selain untuk menegakkan diagnosis, anamnesis kasus gangguan somatoform sangat penting. dilakukan untuk menggali pemahaman dan Keberhasilan dokter dalam mengeksklusi persepsi pasien mengenai kondisi yang kelainan medis, mendiagnosis gangguan dialaminya. Seringkali tujuan ini baru dapat somatoform dengan tepat, dan menatalaksana dicapai setelah beberapa kali pertemuan. Dokter akan sangat membantu meningkatkan kualitas harus mengklarifikasi keluhan-keluhan pasien hidup pasien, mengurangi rujukan yang hingga dicapai kesamaan persepsi. Selain itu, tidak perlu, dan menghindarkan pasien dari perlu pula digali harapan dan keinginan pasien, pemeriksaan medis yang berlebihan atau keyakinan dan ketakutan yang mungkin pasien merugikan. miliki, serta stresor psikososial yang mungkin dialami dan menjadi penyebab gangguan. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pasien biasanya datang dengan keluhan fisik tertentu. Dokter harus mempertimbangkan Tidak ada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnosis gangguan somatoform bila terdapat penunjang spesifik yang diperlukan untuk beberapa karakteristik berikut ini: menegakkan diagnosis gangguan somatoform. Pemeriksaan fisik dan penunjang dilakukan 1. Keluhan atau gejala fisik berulang, untuk mengeksklusi kelainan organik yang 2. Dapat disertai dengan permintaan dianggap relevan dengan keluhan pasien. 224 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Pemeriksaan penunjang yang terlalu berlebihan dahulu memastikan ada tidaknya tanda- perlu dihindari agar tidak menambah tanda gangguan ansietas (F40-F41), obsesif kekhawatiran pasien. kompulsif (F42), reaksi stres dan gangguan penyesuaian (F43), dan gangguan disosiatif Penegakan Diagnosis (Assessment) atau konversi (F44). Gangguan somatoform tidak dapat ditegakkan bila gejala dan tanda Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pada pasien memenuhi kriteria diagnostik pertama harus memikirkan diagnosis gangguan gangguan di hirarki yang lebih tinggi. somatoform bila pada pasien terdapat 3. Mengeksklusi kondisi factitious disorder dan keluhan dengan karakteristik sebagaimana yang malingering telah dijelaskan pada halaman sebelumnya Pada kondisi factitious disorder, pasien (lihat poin Hasil Anamnesis (Subjective)). Dalam mengadopsi keluhan- keluhan fisik, tanpa praktik sehari-hari, dokter dapat menggunakan ia sadari, sebagai upaya memperoleh kuesioner khusus sebagai alat bantu skrining keuntungan internal, misalnya: untuk gangguan somatoform. Salah satu contohnya mendapat perhatian lebih dari orang-orang adalah Patient Health Questionnaire 15 tertentu di sekitarnya. Berbeda halnya (PHQ-15). Berikut ini adalah langkah- dengan kondisi malingering, di mana langkah pendekatan terhadap keluhan fisik pasien sengaja atau berpura-pura sakit pasien hingga dokter sampai pada kesimpulan untuk memperoleh keuntungan eksternal, diagnosis gangguan somatoform: misalnya: agar terhindar dari tanggung jawab atau kondisi tertentu, atau untuk 1. Mengeksklusi kelainan organik memperoleh kompensasi uang tertentu). Keluhan dan gejala fisik yang dialami oleh Pada gangguan somatoform, tidak ada keuntungan yang coba didapat oleh pasien. pasien perlu ditindaklanjuti sesuai dengan Keluhan-keluhan yang disampaikan juga panduan tatalaksana medis terkait, dengan bukan sesuatu yang disengaja, malahan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, adanya keluhan-keluhan tersebut dipicu, dan pemeriksaan penunjang yang relevan. dipertahankan, dan diperparah oleh 2. Mengeksklusi gangguan-gangguan psikiatri kekhawatiran dan ketakutan tertentu yang tergolong dalam kelompok dan blok (Oyama et al. 2007). yang hirarkinya lebih tinggi. Penegakkan diagnosis gangguan psikiatrik 4. Menggolongkan ke dalam jenis gangguan dilakukan secara hirarkis. Dalam Pedoman somatoform yang spesifik Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III, gangguan somatoform memiliki Blok gangguan somatoform terdiri atas: kode F45 dan merupakan blok penyakit a. F45.0. Gangguan somatisasi yang termasuk dalam kelompok F40-F48, b. F45.1. Gangguan somatoform tak terinci yaitu gangguan neurotik, gangguan c. F45.2. Gangguan hipokondrik somatoform, dan gangguan yang berkaitan d. F45.3. Disfungsi otonomik somatoform dengan stres. Dengan demikian, pada e. F45.4. Gangguan nyeri somatoform kasus gangguan somatoform, dokter menetap perlu mengeksklusi gangguan mental f. F45.5. Gangguan somatoform lainnya organik (F00-F09), gangguan mental dan g. F45.6. Gangguan somatoform yang tidak perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif tergolongkan (YTT) (F10-F19), skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham (F20-F29), serta gangguan suasana perasaan atau mood atau afektif (F30-F39). Pada blok F40-F48 sendiri, dokter perlu terlebih PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 225
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) mengindentifikasi serta mengelola stres secara efektif, misalnya dengan relaksasi, Penatalaksanaan breathing control. Peningkatan aktifitas fisik Tujuan dari tatalaksana gangguan somatoform dapat disarankan untuk mengurangi adalah mengelola gejala dan bukan fatigue dan nyeri muskuloskeletal menyembuhkan, karena pada dasarnya tidak ada 7. Bila gangguan somatoform merupakan kelainan medis yang dialami oleh pasien. Berikut bagian dari kelainan psikiatrik lain, dokter ini adalah prinsip- prinsip dasar pengelolaan harus mengintervensi dengan tepat. pasien dengan gangguan somatoform: 8. Dokter perlu menjadwalkan pertemuan 1. Dokter harus menerima bahwa pasien yang reguler sebagai follow-up. Pertemuan dapat singkat saja, misalnya 1 kali setiap memang betul-betul merasakan gejala bulan selama 5-10 menit, terutama untuk pada tubuhnya dan memahami bahwa memberi dukungan dan reassurance. gejala- gejala tersebut mengganggu Dokter perlu membatasi dan menghindari pasien. Dokter perlu melatih diri untuk konsultasi via telepon atau kunjungan- tidak terlalu prematur menganggap pasien kunjungan yang bersifat mendesak. berpura-pura (malingering) tanpa didukung 9. Dokter perlu berkolaborasi dengan psikiater bukti yang kuat. Kunci utama tatalaksana bila diperlukan, misalnya saat penegakan gangguan somatoform adalah membangun diagnosis yang sulit, menentukan adanya kemitraan dengan dan kepercayaan dari komorbid psikiatrik lain, atau terkait pasien. pengobatan. 2. Bila terdapat kecurigaan adanya gangguan Non-medikamentosa somatoform, dokter perlu mendiskusikan Cognitive behavior therapy (CBT) merupakan kemungkinan ini sedini mungkin salah satu tatalaksana yang efektif untuk dengan pasien. Bila diagnosis gangguan mengelola gangguan somatoform. Dalam CBT, somatoform sudah ditegakkan, dokter perlu dokter memposisikan diri sebagai mitra mendiskusikannya dengan pasien. yang membantu pasien. Tahap awal dari 3. Dokter perlu mengedukasi pasien mengenai CBT adalah mengkaji masalah pasien dengan gangguan yang dialaminya dengan tepat dan membantu pasien mengidentifikasi berempati dan menghindari konfrontasi hal-hal yang selama ini menimbulkan atau Dokter harus menunjukkan kesungguhan memperparah gejala fisik yang dialami, untuk membantu pasien sebaik-baiknya, misalnya distorsi kognitif, keyakinan yang tidak tanpa memaksa pasien untuk menerima realistis, kekhawatiran, atau perilaku tertentu. pendapat dokter. Tahap selanjutnya adalah membantu pasien 4. Pemeriksaan medis dan rujukan ke layanan mengidentifikasi dan mencoba alternatif sekunder yang tidak perlu harus dihindari. perilaku yang dapat mengurangi atau mencegah Bila ada gejala baru, dokter perlu berhati- timbulnya gejala-gejala fisik, yang dikenal hati dalam menganjurkan pemeriksaan atau sebagai behavioral experiments. rujukan. Medikamentosa 5. Dokter harus memfokuskan penatalaksanaan Penggunaan obat harus berdasarkan pada fungsi pasien sehari-hari, bukan gejala, indikasi yang jelas. Hanya sedikit studi yang serta pada pengelolaan gejala, bukan menunjukkan efektifitas yang signifikan dari penyembuhan. penggunaan obat-obat untuk tatalaksana 6. Dokter perlu menekankan modifikasi gangguan somatoform. Antidepresan dapat gaya hidup dan reduksi stres. Keluarga diberikan bila terdapat gejala-gejala depresi pasien dapat dilibatkan dalam tatalaksana atau ansietas yang mengganggu. bila memungkinkan dan diperlukan. Pasien mungkin perlu dibantu untuk 226 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Prognosis Screeners. Available at: http:// 1. Ad vitam : Bonam www.phqscreeners.com/pdfs/04_PHQ-15/ 2. Ad functionam : Dubia English.pdf [Accessed May 24, 2014]. 3. Ad sanationam : Dubia 6. Ravesteijn, H. Van et al., 2009. Detecting Sebagian pasien tidak menunjukkan respon Somatoform Disorders in Primary Care with positif atas tatalaksana yang dilakukan the PHQ-15. Annals of Family Medicine, dan gangguan somatoform terus berlanjut 7, pp.232–238. Available at: http://www. bahkan hingga seumur hidup. Kondisi ini annfammed.org/content/7/3/232.full. diperkirakan terjadi pada 0,2-0,5% anggota pdf+html. populasi. Diagnosis dan tatalaksana dini dapat memperbaiki prognosis dan mengurangi hambatan pada fungsi sosial dan okupasi sehari- hari. Peralatan Untuk keperluan skrining, dapat disediakan lembar PHQ-15 di ruang praktik dokter. Selain itu, tidak ada peralatan khusus yang diperlukan terkait diagnosis dan tatalaksana gangguan somatoform. Referensi 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993. F45 Gangguan Somatoform. In Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pp. 209–221. 2. Gill, D. & Bass, C., 1997. Somatoform and Dissociative Disorders: Assessment and Treatment Advance in Psychiatric Treatment,3(1), pp.9–16 Available at:http://apt.rcpsych.org/cgi/doi/10.1192/ apt.3.1.9 [Accessed May26, 2014]. 3. Hidayat, D. et al., 2010. Penggunaan Metode Dua Menit ( M2M ) dalam Menentukan Prevalensi Gangguan Jiwa di Pelayanan Primer. Majalah Kedokteran Indonesia, 60(10), pp.448–453. 4. Oyama, O., Paltoo, C. & Greengold, J., 2007. Somatoform Disorders. American Family Physician, 76, pp.1333–1338. Available at: www.aafp.org/afp. 5. PHQ Screeners, Physical Symptoms (PHQ- 15). Patient Health Questionnaire (PHQ) PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 227
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 2. DEMENSIA : P70 Dementia No. ICPC-2 : F03 Unspecified dementia No. ICD-10 Tingkat Kemampuan 3A Masalah Kesehatan Gangguan fungsi otak terutama berupa Demensia merupakan sindrom akibat penyakit gangguan fungsi memori dan bahasa, seperti otak yang bersifat kronik progresif, ditandai afasia, aphrasia, serta adanya kemunduran dengan kemunduran fungsi kognitif multiple, fungsi kognitif eksekutif. termasuk dayaingat (memori), daya pikir, daya tangkap (komprehensi), kemampuan belajar, 3. Dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan orientasi,kalkulasi,visuospasial,bahasa dan daya adanya gangguan neurologik atau penyakit nilai. Gangguan kognitif biasanya diikuti dengan sistemik deteriorasi dalam kontrolemosi, hubungan sosial dan motivasi. Pemeriksaan penunjang Pada umumnya terjadi pada usia lanjut, Pemeriksaan laboratorium dilakukan jika ditemukan pada penyakit Alzhaimer, penyakit ada kecurigaan adanya kondisi medis yang serebrovaskular, dan kondisi lain yang secara menimbulkan dan memper berat gejala. Dapat primer dan sekunder mempengaruhi otak. dilakukan Mini Mental State Examination (MMSE). Hasil Anamnesis (Subjective) Penegakan Diagnostik (Assessment) Keluhan Diagnosis Klinis Keluhan utama adalah gangguan daya ingat, Pemeriksaan dilakukan dengan anamnesis, mudah lupa terhadap kejadian yang baru pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. dialami, dan kesulitan mempelajari informasi baru. Diawali dengan sering lupa terhadap Kriteria Diagnosis kegiatan rutin, lupa terhadap benda-benda kecil, 1. Adanya penurunan kemampuan daya ingat pada akhirnya lupa mengingat nama sendiri atau keluarga. dan daya pikir yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang Faktor Risiko 2. Tidak ada gangguan kesadaran Usia> 60 tahun (usialanjut). Riwayat keluarga. 3. Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk Adanya penyakit Alzheimer, serebrovaskular paling sedikit enam bulan (hipertensi, penyakit jantung), atau diabetes mellitus. Klasifikasi 1. Demensia pada penyakit Alzheimer Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang 2. Demensia Vaskular (Demensia multiinfark) Sederhana (Objective) 3. Demensia pada penyakit Pick (Sapi Gila) 4. Demensia pada penyakit Creufield-Jacob Pemeriksaan Fisik 5. Demensia pada penyakit Huntington 1. Kesadaran sensorium baik. 6. Demensia pada penyakit Parkinson 2. Penurunan daya ingat yang bersifat kronik 7. Demensia pada penyakit HIV/AIDS 8. Demensia tipe Alzheimer prevalensinya dan progresif. paling besar (50-60%), disusul demensia vaskular (20-30%) 228 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Diagnosis Banding seperti Haloperidol 0,5-1 mg/hari. Delirium, Depresi, Gangguan Buatan, Skizofrenia Kriteria Rujukan 1. Pasien dirujuk untuk konfirmasi diagnosis Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) dan penatalaksanaan lanjutan. Penatalaksanaan 2. Apabila pasien menunjukkan gejala 1. Non farmakologi agresifitas dan membahayakan dirinya atau a. Modifikasi faktor resiko yaitu kontrol orang lain. penyakit fisik, lakukan aktifitas fisik Peralatan: Tidak ada Peralatan khusus sederhana seperti senam otak, stimulasi kognitif dengan permintaan, kuis, Prognosis mengisi teka-teki silang, bermain catur. Prognosis umumnya ad vitam adalah dubia b. Modifikasi lingkungan sekitar agar lebih ad bonam, sedangkan fungsi adalah dubia ad nyaman dan aman bagi pasien. malam. Ad sanationam adalah ad malam. c. Rencanakan aktivitas hidup sehari-hari (mandi, makan, dan lain-lain) untuk Referensi mengoptimalkan aktivitas independen, 1. Departemen Kesehatan RI. Pedoman meningkatkan fungsi, membantu adaptasi dan mengembangkan Penggolongan dan Diagnosis Gangguan keterampilan, serta meminimalisasi Jiwa di Indonesia III, cetakan pertama, kebutuhan akan bantuan. 1993. (Kementerian Kesehatan Republik d. Ajarkan kepada keluarga agar dapat Indonesia, 1993) membantu mengenal barang milik 2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran pribadinya, mengenal waktu Jiwa Indonesia. Pedoman Nasional dengan menggunakan jam besar, Pelayanan Kedokteran Jiwa/Psikiatri, 2012. kalender harian, dapat menyebutkan (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran namanya dan anggota keluarga Jiwa Indonesia, 2012) terdekat, mengenal lingkungan sekitar, 3. World Health Organization. MH gap beri pujian jika dapat menjawab dengan Intervention Guide for Mental, Neurological benar, bicara dengan kalimat sederhana and Substance Use Disorders in Non- dan jelas (satu atau dua tahap saja), bila Specialized Health Settings, 2010. (World perlu gunakan isyarat atau sentuhan Health Organization, 2010) lembut. 2. Farmakologi a. Jangan berikan inhibitor asetilkolinesterase (seperti: donepzil, galantamine dan rivastigmine) atau memantine secara rutin untuk semua kasus demensia. Pertimbangkan pemberiannya hanya pada kondisi yang memungkinkan diagnosis spesifik penyakit Alzheimer ditegakkan dan tersedia dukungan serta supervisi adekuat oleh spesialis serta pemantauan efek samping oleh pelaku rawat. b. Bila pasien berperilaku agresif, dapat diberikan antipsikotik dosis rendah, PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 229
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 3. INSOMNIA : P06 Sleep disturbance No. ICPC-2 : F51 Insomnia non organik pada psikiatri No. ICD-10 Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan Pada status generalis, pasien tampak lelah dan Insomnia adalah gejala atau gangguan dalam mata cekung. Bila terdapat gangguan organik, tidur, dapat berupa kesulitan berulang untuk ditemukan kelainan pada organ. mencapai tidur, atau mempertahankan tidur Pemeriksaan Penunjang yang optimal, atau kualitas tidur yang buruk. Pemeriksaan spesifik tidak diperlukan. Pada kebanyakan kasus, gangguan tidur adalah Penegakan Diagnostik (Assessment) salah satu gejala dari gangguan lainnya, Diagnosis Klinis baik mental (psikiatrik) atau fisik. Secara umum Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis. lebih baik membuat diagnosis gangguan tidur Pedoman Diagnosis yang spesifik bersamaan dengan diagnosis lain 1. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur yang relevan untuk menjelaskan secara kuat psikopatologi dan atau patofisiologinya. atau mempertahankan tidur atau kualitas tidur yang buruk Hasil Anamnesis (Subjective) 2. Gangguan terjadi minimal tiga kali seminggu selama minimal satu bulan. Keluhan 3. Adanya preokupasi tidak bisa tidur dan Sulit masuk tidur, sering terbangun di peduli yang berlebihan terhadap akibatnya malam hari atau mempertahankan tidur yang pada malam hari dan sepanjang siang hari. optimal, atau kualitas tidur yang buruk. 4. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau Faktor Risiko kualitas tidur menyebabkan penderitaan 1. Adanya gangguan organik (seperti gangguan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan. endokrin, penyakit jantung). Diagnosis Banding 2. Adanya gangguan psikiatrik seperti Gangguan Psikiatri, Gangguan Medik umum, Gangguan Neurologis, Gangguan Lingkungan, gangguan psikotik, gangguan depresi, Gangguan Ritme sirkadian. gangguan cemas, dan gangguan akibat zat Komplikasi psikoaktif. Dapat terjadi penyalahgunaan zat. Faktor Predisposisi Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 1. Sering bekerja di malam hari . Penatalaksanaan 2. Jam kerja tidak stabil. 1. Pasien diberikan penjelasan tentang faktor- 3. Penggunaan alkohol, cafein atau zat adiktif faktor risiko yang dimilikinya dan pentingnya yang berlebihan. untuk memulai pola hidup yang sehat dan 4. Efek samping obat. mengatasi masalah yang menyebabkan 5. Kerusakan otak, seperti: encephalitis, stroke, penyakit Alzheimer Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik 230 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT terjadinya insomnia. Peralatan 2. Untuk obat-obatan, pasien dapat diberikan Tidak ada Peralatan khusus Lorazepam 0,5-2 mg atau Diazepam 2-5 mg Prognosis pada malam hari. Pada orang yang berusia Prognosis pada umumnya bonam lanjut atau mengalami gangguan medik umum diberikan dosis minimal efektif. Referensi Konseling dan Edukasi 1. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga agar mereka dapat memahami tentang Penggolongan dan Diagnosis Gangguan insomnia dan dapa tmenghindari pemicu Jiwa di Indonesia III, cetakan pertama, 1993. terjadinya insomnia. 2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Kriteria Rujukan Jiwa Indonesia.Pedoman Nasional Pelayanan Apabila setelah 2 minggu pengobatan tidak Kedokteran Jiwa/Psikiatri, 2012. menunjukkan perbaikan, atau apabila terjadi 3. World Health Organization. MH gap perburukan walaupun belum sampai 2 minggu, Intervention Guide for Mental, Neurological pasien dirujuk kefasilitas kesehatan sekunder and Substance Use Disorders in Non- yang memiliki dokter spesialis kedokteran jiwa. Specialized Health Settings, 2010. 4. GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI No. ICPC-2 : P74Anxiety Disorder (anxiety state) No. ICD-10 : F41.2 Mixed Anxiety and Depression Disorder Tingkat Kemampuan 3A Masalah Kesehatan khawatir berlebihan. Gangguan yang ditandai oleh adanya gejala- Allo dan Auto Anamnesis tambahan: gejala anxietas (kecemasan) dan depresi 1. Adanya gejala seperti minat dalam melakukan bersama-sama, dan masing-masing gejala tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup aktivitas/semangat yang menurun, merasa beratuntuk dapat ditegakannya suatu diagnosis sedih/ murung, nafsu makan berkurang atau tersendiri. Untuk gejala anxietas, beberapa meningkat berlebihan, sulit berkonsentrasi, gejala autonomik harus ditemukan, walaupun kepercayaan diri yang menurun, pesimistis. tidak terusmenerus, di samping rasa cemas atauk 2. Keluhan biasanya sering terjadi, atau hawatir berlebihan. berlangsung lama, dan terdapat stresor Hasil Anamnesis (Subjective) kehidupan. Keluhan 3. Menyingkirkan riwayat penyakit fisik dan Biasanya pasien datang dengan keluhan fisik penggunaan zat (alkohol, tembakau, seperti: nafas pendek/cepat, berkeringat, gelisah, stimulan, dan lain-lain) gangguan tidur, mudah lelah, jantung berdebar, gangguan lambung, diare, atau bahkan Faktor Risiko sakit kepala yang disertai dengan rasa cemas/ 1. Adanya faktorbiologis yang mempengaruhi, antara lain hiper aktivitas sistem PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 231
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327
- 328
- 329
- 330
- 331
- 332
- 333
- 334
- 335
- 336
- 337
- 338
- 339
- 340
- 341
- 342
- 343
- 344
- 345
- 346
- 347
- 348
- 349
- 350
- 351
- 352
- 353
- 354
- 355
- 356
- 357
- 358
- 359
- 360
- 361
- 362
- 363
- 364
- 365
- 366
- 367
- 368
- 369
- 370
- 371
- 372
- 373
- 374
- 375
- 376
- 377
- 378
- 379
- 380
- 381
- 382
- 383
- 384
- 385
- 386
- 387
- 388
- 389
- 390
- 391
- 392
- 393
- 394
- 395
- 396
- 397
- 398
- 399
- 400
- 401
- 402
- 403
- 404
- 405
- 406
- 407
- 408
- 409
- 410
- 411
- 412
- 413
- 414
- 415
- 416
- 417
- 418
- 419
- 420
- 421
- 422
- 423
- 424
- 425
- 426
- 427
- 428
- 429
- 430
- 431
- 432
- 433
- 434
- 435
- 436
- 437
- 438
- 439
- 440
- 441
- 442
- 443
- 444
- 445
- 446
- 447
- 448
- 449
- 450
- 451
- 452
- 453
- 454
- 455
- 456
- 457
- 458
- 459
- 460
- 461
- 462
- 463
- 464
- 465
- 466
- 467
- 468
- 469
- 470
- 471
- 472
- 473
- 474
- 475
- 476
- 477
- 478
- 1 - 50
- 51 - 100
- 101 - 150
- 151 - 200
- 201 - 250
- 251 - 300
- 301 - 350
- 351 - 400
- 401 - 450
- 451 - 478
Pages: