Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Panduan Praktik Klinis (PPK)-Primer-1

Panduan Praktik Klinis (PPK)-Primer-1

Published by asri hikmatuz, 2021-11-13 23:10:46

Description: Panduan Praktik Klinis (PPK)-Primer-1

Search

Read the Text Version

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 16. RINITIS VASOMOTOR No. ICPC-2 : R97 Allergic rhinitis No. ICD-10 : J30.0 Vasomotor rhinitis Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Rinitis vasomotor adalah salah satu bentuk Sederhana (Objective) rinitis kronik yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tanpa adanya infeksi, alergi, Pemeriksaan Fisik eosinofilia, perubahan hormonal, dan pajanan Rinoskopi anterior: obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, 1. Tampak gambaran konka inferior aspirin, klorpromazin, dan obat topikal hidung dekongestan). Rinitis non alergi dan mixed membesar (edema atau hipertrofi), rhinitis lebih sering dijumpai pada orang dewasa berwarna merah gelap atau merah tua atau dibandingkan anak-anak, lebih sering dijumpai pucat. Untuk membedakan edema dengan pada wanita dan cenderung bersifat menetap. hipertrofi konka, dokter dapat memberikan larutan Epinefrin 1/10.000 melalui tampon Hasil Anamnesis (Subjective) hidung. Pada edema, konka akan mengecil, Keluhan sedangkan pada hipertrofi tidak mengecil. 1. Hidung tersumbat, bergantian kiri dan 2. Terlihat adanya sekret serosa dan biasanya jumlahnya tidak banyak. Akan kanan tergantung posisi tidur tetapi pada golongan rinore tampak sekret pasien, memburuk pada pagi hari dan jika serosa yang jumlahnya sedikit lebih banyak terpajan lingkungan non-spesifik seperti dengan konka licin atau berbenjol-benjol. perubahan suhu atau kelembaban udara, asap rokok, bau menyengat. Pemeriksaan Penunjang 2. Rinore yang bersifat serosa atau mukus, Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk kadang-kadang jumlahnya agak banyak. menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. 3. Bersin-bersin lebih jarang dibandingkan Pemeriksaan dilakukan bila diperlukan dan rinitis alergika. fasilitas tersedia di layanan Tingkat Pertama, 4. Lebih sering terjadi pada wanita. Faktor yaitu: Predisposisi 1. Kadar eosinofil pada darah tepi atau sekret 1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis antara hidung lain: Ergotamin, Klorpromazine, obat anti 2. Tes cukit kulit (skin prick test) hipertensi, dan obat vasokonstriktor topikal. 3. Kadar IgE spesifik 2. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara Penegakan Diagnostik (Assessment) yang tinggi, serta bau yang menyengat (misalnya, parfum). Diagnosis Klinis 3. Faktor endokrin, seperti kehamilan, masa Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pubertas, pemakaian kontrasepsi oral, dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang hipotiroidisme. bila diperlukan. 4. Faktor psikis, seperti rasa cemas, tegang, dan Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini stress. dibedakan dalam 3 golongan, yaitu: 282 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 1. Golongan bersin (sneezer): gejalabiasanya Fenilefrin) sebagai dekongestan hidung memberikan respon baik dengan terapi oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin dan glukokortikoid topikal. antihistamin. 2. Golongan rinore (runners): gejala rinore Konseling dan Edukasi yang jumlahnya banyak. Memberitahu individu dan keluarga untuk: 1. Mengidentifikasi dan menghindari faktor 3. Golongan tersumbat (blockers): gejala kongesti hidung dan hambatan aliran pencetus, yaitu iritasi terhadap lingkungan udara pernafasan yang dominan dengan non-spesifik. rinore yang minimal. 2. Berhenti merokok. Diagnosis Banding Kriteria Rujukan Rinitis alergi, Rinitis medikamentosa, Rinitis akut Jika diperlukan tindakan operatif Komplikasi Anosmia, Rinosinusitis Prognosis Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 1. Ad vitam : Bonam 2. Ad functionam : Bonam 3. Ad sanationam : Bonam Penatalaksanaan 1. Non medikamentosa Peralatan dan Bahan Medis Habis Pakai 1. Lampu kepala Kauterisasi konka yang hipertofi dapat 2. Spekulum hidung menggunakan larutan AgNO3 25% atau 3. Tampon hidung trikloroasetat pekat. 4. Epinefrin 1/10.000 2. Medikamentosa a. Tatalaksana dengan terapi Referensi kortikosteroid topikal dapat 1. Adam, G.L. Boies, L.R. Higler.Boies.Buku Ajar diberikan, misalnya Budesonide 1-2 x/hari dengan dosis 100- 200 mcg/ Penyakit THT. Ed. ke-6. Jakarta: EGC. 1997. hari. Dosis dapat ditingkatkan sampai 2. Irawati, N., Poerbonegoro, NL., Kasakeyan, E. 400 mcg/hari. Hasilnya akan terlihat setelah pemakaian paling sedikit Rhinitis Vasomotor dalam Buku Ajar Ilmu selama 2 minggu. Saat ini terdapat Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, kortikosteroid topikal baru dalam aqua Kepala & Leher. Ed ke-6. Fakultas Kedokteran seperti Fluticasone Propionate dengan Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. pemakaian cukup 1 x/hari dengan dosis 3. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and 200 mcg selama 1-2 bulan. Neck Surgery. Ed. Ke-8. McGraw-Hill. 2003. b. Pada kasus dengan rinorea yang berat, dapat ditambahkan antikolinergik topikal Ipratropium Bromide. c. Tatalaksana dengan terapi oral dapat menggunakan preparat d. simpatomimetik golongan agonis alfa (Pseudoefedrin, Fenilpropanolamin, PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 283

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 17. RINITIS ALERGI No. ICPC-2 : R97 Allergic rhinitis No. ICD-10 : J30.4 Allergic rhinitis, unspecified Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan tinggi merupakan faktor risiko untuk Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang untuk tumbuhnya jamur, sehingga dapat disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi timbul gejala alergis. yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh 3. Terpaparnya debu tungau biasanya karpet alergen yang sama serta dilepaskan suatu serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. Menurut WHO Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma), Sederhana (Objective) 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat Pemeriksaan Fisik setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh Ig E. 1. Perhatikan adanya allergic salute, yaitu Rinitis ditemukan di semua ras manusia, pada gerakan pasien menggosok hidung dengan anak-anak lebih sering terjadi terutama anak tangannya karena gatal. laki-laki. Memasuki usia dewasa, prevalensi laki- laki dan perempuan sama. Insidensi tertinggi 2. Wajah: terdapat pada anak-anak dan dewasa muda a. Allergic shiners yaitu dark circles di dengan rerata pada usia 8-11 tahun, sekitar 80% sekitar mata dan berhubungan dengan kasus rinitis alergi berkembang mulai dari usia vasodilatasi atau obstruksi hidung. 20 tahun. Insidensi rinitis alergi pada anak-anak b. Nasal crease yaitu lipatan horizontal 40% dan menurun sejalan dengan usia sehingga (horizontal crease) yang melalui pada usia tua rinitis alergi jarang ditemukan. setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas Hasil Anamnesis (Subjective) dengan tangan. c. Mulut sering terbuka dengan lengkung Keluhan langit-langit yang tinggi, sehingga akan Pasien datang dengan keluhan keluarnya ingus menyebabkan gangguan pertumbuhan encer dari hidung (rinorea), bersin, hidung gigi-geligi (facies adenoid). tersumbat dan rasa gatal pada hidung (trias alergi). Bersin merupakan gejala khas, biasanya 3. Faring: dinding posterior faring tampak terjadi berulang, terutama pada pagi hari. Bersin granuler dan edema (cobblestone lebih dari lima kali sudah dianggap patologik appearance), serta dinding lateral faring dan perlu dicurigai adanya rinitis alergi dan ini menebal. Lidah tampak seperti gambaran menandakan reaksi alergi fase cepat. Gejala lain peta (geographic tongue). berupa mata gatal dan banyak air mata. 4. Rinoskopi anterior: Faktor Risiko kelembaban yang a. Mukosa edema, basah, berwarna pucat 1. Adanya riwayat atopi. atau kebiruan (livide), disertai adanya 2. Lingkungan dengan sekret encer, tipis dan banyak. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis. b. Pada rinitis alergi kronis atau penyakit 284 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT granulomatous, dapat terlihat adanya Diagnosis Banding deviasi atau perforasi septum. Rinitis vasomotor, Rinitis akut c. Pada rongga hidung dapat ditemukan massa seperti polip dan tumor, atau Komplikasi dapat juga ditemukan pembesaran konka inferior yang dapat berupa Polip hidung, Sinusitis paranasal, Otitis media edema atau hipertropik. Dengan dekongestan topikal, polip dan hipertrofi Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) konka tidak akan menyusut, sedangkan edema konka akan menyusut. Penatalaksanaan 5. Pada kulit kemungkinan terdapat tanda dermatitis atopi. 1. Menghindari alergen spesifik 2. Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran Pemeriksaan Penunjang jasmani telah diketahui berkhasiat dalam Bila diperlukan dan dapat dilakukan di layanan menurunkan gejala alergis Tingkat Pertama. 3. Terapi topikal dapat dengan dekongestan 1. Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung topikal melalui semprot hidung. Obat yang biasa digunakan adalah hidung. oxymetazolin atau xylometazolin, namun 2. Pemeriksaan Ig E total serum hanya bila hidung sangat tersumbat dan Penegakan Diagnostik (Assessment) dipakai beberapa hari (< 2 minggu) untuk menghindari rinitis medikamentosa. Diagnosis Klinis 4. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, sumbatan hidung akibat respons fase lambat pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang tidak dapat diatasi dengan obat lain. Obat bila diperlukan. yang sering dipakai adalah kortikosteroid Rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic topikal: beklometason,budesonid,flutikason, Rhinitis and it’s Impact on Asthma), 2001, rinitis mometason furoat dan triamsinolon. alergi dibagi berdasarkan sifat berlangsungnya 5. Preparat antikolinergik topikal adalah menjadi: ipratropium bromida yang bermanfaat untuk 1. Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 mengatasi rinorea karena aktivitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. efektor. 2. Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/ 6. Terapi oral sistemik a. Antihistamin minggu dan/atau lebih dari 4 minggu. • Anti histamin generasi 1: Sedangkan untuk tingkat berat ringannya difenhidramin, klorfeniramin, penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi: siproheptadin. 1. Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan • Anti histamin generasi 2: loratadin, cetirizine tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, b. Preparat simpatomimetik golongan berolahraga, belajar, bekerja dan hal- hal agonis alfa dapat dipakai sebagai lain yang mengganggu. dekongestan hidung oral dengan 2. Sedang atau berat, yaitu bila terdapat atau tanpa kombinasi antihistamin. satu atau lebih dari gangguan tersebut di Dekongestan oral: pseudoefedrin, atas. fenilpropanolamin, fenilefrin. 7. Terapi lainnya dapat berupa operasi terutama bila terdapat kelainan anatomi, selain itu dapat juga dengan imunoterapi PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 285

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Konseling dan Edukasi Peralatan Memberitahu individu dan keluarga untuk: 1. Lampu kepala / senter 1. Menyingkirkan faktor penyebab yang 2. Spekulum hidung 3. Spatula lidah dicurigai (alergen). Prognosis 2. Menghindari suhu ekstrim panas maupun 1. Ad vitam : Bonam 2. Ad functionam : Bonam ekstrim dingin. 3. Ad sanationam : Dubia ad bonam 3. Selalu menjaga kesehatan dan kebugaran Referensi 1. Adam, GL. Boies LR. Higler, Boies Buku Ajar jasmani. Hal ini dapat menurunkan gejala alergi. Penyakit THT. Ed. ke- 6. Jakarta: EGC. 1997. Pemeriksaan penunjang lanjutan 2. Bousquet, J. Cauwenberge, P. ARIA (Allergic Bila diperlukan, dilakukan: 1. Uji kulit atau Prick Test, digunakan untuk Rhinitis and Its Impact on Asthma Initiative). menentukan alergen penyebab rinitis alergi 3. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and pada pasien. 2. Pemeriksaan radiologi dengan foto sinus Neck Surgery. Ed. Ke-8. McGraw-Hill. 2003. paranasal. 4. Irawati, N. Kasakeyan, E. Rusmono, N.Rhinitis Kriteria Rujukan 1. Bila perlu dilakukan Prick Test untuk Alergi dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan mengetahui jenis alergen. Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. 2. Bila perlu dilakukan tindakan operatif. Ed. ke-6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007 18. SINUSITIS (RINOSINUSITIS) No ICPC-2 : R75. Sinusitis acute / chronic No ICD-10 : J01. Acute sinusitis J32. Chronic sinusitis Tingkat Kemampuan 4A (Rinosinusitis akut) 3A (Rinosinusitis kronik) Masalah Kesehatan Hasil Anamnesis (Subjective) Rinosinusitis adalah penyakit akibat peradangan pada mukosa sinus paranasal dan rongga hidung. Keluhan Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan Tingkat Pertama harus memiliki keterampilan yang 1. Gejala yang dialami, sesuai dengan kriteria memadai untuk mendiagnosis, menatalaksana, pada tabel 10.10 dan mencegah berulangnya rinosinusitis. 2. Onset timbulnya gejala, dibagi menjadi: Tatalaksana rinosinusitis yang efektif dari a. Akut : < 12 minggu dokter di fasilitas pelayanan kesehatan Tingkat b. Kronis : ≥ 12 minggu Pertama dapat meningkatkan kualitas hidup 3. Khusus untuk sinusitis dentogenik: pasien secara signifikan, menurunkan biaya a. Salah satu rongga hidung berbau busuk pengobatan, serta mengurangi durasi dan b. Dari hidung dapat keluar ingus kental frekuensi absen kerja. atau tidak beringus c. Terdapat gigi di rahang atas yang berlubang / rusak 286 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Tabel 10.10. Kriteria diagnosis rinosinusitis kemungkinan sinus yang terlibat menurut American Academy of Otolaryngology adalah maksila, frontal, atau etmoid anterior. Pada sinusitis dentogenik, Faktor Risiko dapat pula tidak beringus. Keluhan atau riwayat terkait faktor risiko, terutama pada kasus rinosinusitis kronik, penting c. Kelainan anatomis yang untuk digali. Beberapa di antaranya adalah: mempredisposisi, misalnya: deviasi 1. Riwayat kelainan anatomis kompleks septum, polip nasal, atau hipertrofi konka. osteomeatal, seperti deviasi septum 2. Rinitis alergi 4. Rinoskopi posterior 3. Rinitis non-alergi, misalnya vasomotor, Bila pemeriksaan ini dapat dilakukan, maka medikamentosa dapat ditemukan sekret purulen pada 4. Polip hidung nasofaring. Bila sekret terdapat di depan 5. Riwayat kelainan gigi atau gusi yang muara tuba Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus bagian anterior (maksila, signifikan frontal, etmoid anterior), sedangkan bila 6. Asma bronkial sekret mengalir di belakang muara tuba 7. Riwayat infeksi saluran pernapasan atas Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus bagian posterior (sfenoid, etmoid posterior). akut yang sering berulang 8. Kebiasaan merokok 5. Otoskopi 9. Pajanan polutan dari lingkungan sehari-hari 10. Kondisi imunodefisiensi, misalnya HIV/AIDS Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi 11. Riwayat penggunaan kokain adanya komplikasi pada telinga, misalnya Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang tuba oklusi, efusi ruang telinga tengah, atau Sederhana (Objective) kelainan pada membran timpani (inflamasi, 1. Suhu dapat meningkat ruptur). 2. Pemeriksaan rongga mulut dapat 6. Foto polos sinus paranasal dengan Water’s ditemukan karies profunda pada gigi rahang view (AP / lateral), bila fasilitas tersedia. atas. Pada posisi ini, sinus yang dapat dinilai 3. Rinoskopi anterior. Rinoskopi anterior dapat adalah maksila, frontal, dan etmoid. dilakukan dengan atau tanpa dekongestan topikal. Pada rinosinusitis akut dapat 7. Temuan yang menunjang diagnosis ditemukan: rinosinusitis antara lain: penebalan a. Edema dan / atau obstruksi mukosa di mukosa (perselubungan), air-fluid level, dan opasifikasi sinus yang terlibat. Foto meatus medius polos sinus tidak direkomendasikan untuk b. Sekret mukopurulen. Bila sekret anak berusia di bawah 6 tahun. Pada pasien dewasa, pemeriksaan ini juga bukan tersebut nampak pada meatus medius, suatu keharusan, mengingat diagnosis biasanya dapat ditegakkan secara klinis. Laboratorium, yaitu darah perifer lengkap, bila diperlukan dan fasilitas tersedia. Penegakan Diagnosis (Assessment) Rinosinusitis Akut (RSA) Dasar penegakkan diagnosis RSA dapat dilihat pada tabel berikut ini. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 287

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Tabel 10.11. Dasar Penegakkan Diagnosis Tabel 10.12. Dasar Penegakkan Diagnosis Rinosinusitis Akut (RSA) Rinosinusitis Kronik (RSK) Rinosinusitis akut dapat dibedakan lagi menjadi: Diagnosis Banding Berikut ini adalah diagnosis banding dari 1. Rinosinusitis akut viral (common cold): Bila rinosinusitis akut dan kronis: durasi gejala < 10 hari Tabel 10.13. Diagnosis banding Rinosinusitis 2. Rinosinusitis akut pasca-viral: Akut (RSA) dan Rinosinusitis Kronik (RSK) a. Bila terjadi peningkatan intensitas gejala setelah 5 hari, atau Komplikasi b. Bila gejala persisten > 10 hari namun 1. Kelainan orbita masih < 12 minggu Penyebaran infeksi ke orbita paling sering 3. Rinosinusitis akut bakterial: Bila terdapat terjadi pada sinusitis etmoid, frontal, dan sekurangnya 3 tanda / gejala berikut ini: maksila. Gejala dan tanda yang patut a. Sekret berwarna atau purulen dari dicurigai sebagai infeksi orbita adalah: rongga hidung edema periorbita, selulitis orbita, dan nyeri b. Nyeri yang berat dan terlokalisasi pada berat pada mata. Kelainan dapat mengenai wajah satu mata atau menyebar ke kedua mata. c. Demam, suhu > 38oC 2. Kelainan intrakranial d. Peningkatan LED / CRP e. Double sickening, yaitu perburukan setelah terjadi perbaikan sebelumnya Rinosinusitis Kronis (RSK) Dasar penegakkan diagnosis RSK dapat dilihat pada tabel 5.5 di lampiran 288 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Penyebaran infeksi ke intrakranial dapat d. Pasien dianjurkan untuk membilas atau menimbulkan meningitis, abses ekstradural, mencuci hidung secara teratur dengan dan trombosis sinus kavernosus. Gejala larutan garam isotonis (salin). dan tanda yang perlu dicurigai adalah: sakit kepala (tajam, progresif, terlokalisasi), Rencana Tindak Lanjut paresis nervus kranial, dan perubahan status 1. Pasien dengan RSA viral (common cold) mental pada tahap lanjut. dievaluasi kembali setelah 10 hari 3. Komplikasi lain, terutama pada rinosinusitis pengobatan. Bila tidak membaik, maka kronik, dapat berupa: osteomielitis sinus diagnosis menjadi RSA pasca viral dan maksila, abses subperiosteal, bronkitis dokter menambahkan kortikosteroid (KS) kronik, bronkiektasis. intranasal ke dalam rejimen terapi. 2. Pasien dengan RSA pasca viral dievaluasi Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) kembali setelah 14 hari pengobatan. Bila tidak ada perbaikan, dapat dipertimbangkan Rinosinusitis Akut (RSA) rujukan ke spesialis THT. 3. Pasien dengan RSA bakterial dievaluasi Tujuan penatalaksanaan RSA adalah kembali 48 jam setelah pemberian antibiotik mengeradikasi infeksi, mengurangi severitas dan KS intranasal. Bila tidak ada perbaikan, dan durasi gejala, serta mencegah komplikasi. dapat dipertimbangkan rujukan ke spesialis Prinsip utama tatalaksana adalah memfasilitasi THT. drainase sekret dari sinus ke ostium di rongga hidung. Tatalaksana RSA dapat dilihat dalam Kriteria Rujukan gambar Algoritma tatalaksana RSA. Pada kasus RSA, rujukan segera ke spesialis THT dilakukan bila: Konseling dan Edukasi : 1. Terdapat gejala dan tanda komplikasi, di 1. Pasien dan atau keluarga perlu mendapatkan antaranya: Edema / eritema periorbital penjelasan yang adekuat mengenai penyakit perubahan posisi bola mata, Diplopia, yang dideritanya, termasuk faktor risiko yang Oftalmoplegia, penurunan visus, sakit diduga mendasari. kepala yang berat, pembengkakan area frontal, tanda-tanda iritasi meningeal, 2. Dokter bersama pasien dapat mendiskusikan kelainan neurologis fokal. hal-hal yang dapat membantu mempercepat 2. Bila tidak terjadi perbaikan pasca terapi kesembuhan, misalnya: adekuat setelah 10 hari (RSA viral), 14 hari (RSA pasca viral), dan 48 jam (RSA bakterial). a. Pada pasien perokok, sebaiknya Rinosinusitis KronisStrategi tatalaksana RSK merokok dihentikan. Dokter dapat meliputi identifikasi dan tatalaksana faktor membantu pasien berhenti merokok risiko serta pemberian KS intranasal atau dengan melakukan konseling oral dengan / tanpa antibiotik. Tatalaksana (dengan metode 5A) atau anjuran RSK dapat dilihat pada Algoritma (metode pengurangan, penundaan, atau tatalaksana RSK. cold turkey, sesuai preferensi pasien). Konseling dan Edukasi b. Bila terdapat pajanan polutan 1. Dokter perlu menjelaskan mengenai faktor sehari-hari, dokter dapat membantu memberikan anjuran untuk risiko yang mendasari atau mencetuskan meminimalkannya, misalnya dengan rinosinusitis kronik pada pasien beserta pasien menggunakan masker atau ijin alternatif tatalaksana untuk mengatasinya. kerja selama simtom masih ada. c. Pasien dianjurkan untuk cukup beristirahat dan menjaga hidrasi. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 289

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 2. Pencegahan timbulnya rekurensi juga perlu 7. Otoskop didiskusikan antara dokter dengan pasien. 8. Suction 9. Lampu baca x-ray Kriteria Rujukan 10. Formulir permintaan pemeriksaan radiologi 11. Formulir rujukan Rujukan ke spesialis THT dilakukan apabila: Referensi 1. Fokkens, W et.al, 2012. European Position 1. Pasien imunodefisien Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps. 2. Terdapat dugaan infeksi jamur Rhinol Suppl, 23, pp.1-298. Available at: 3. Bila rinosinusitis terjadi ≥ 4 kali dalam 1 http://www.rhinologyjournal.com [Accessed June 24, 2014]. (Fokkens, 2012) tahun 2. Departemen Ilmu Telinga Hidung 4. Bila pasien tidak mengalami perbaikan Tenggorokan Bedah Kepala – Leher FKUI / RSCM. Panduan Pelayanan Medis setelah pemberian terapi awal yang adekuat Rinosinusitis. setelah 4 minggu. 3. 3. Desrosiers, M et.al, 2011. Canadian Clinical 5. Bila ditemukan kelainan anatomis Practice Guidelines forAcute and Chronic ataupun dugaan faktor yang memerlukan Rhinosinusitis. Allergy, Asthma, & Clinical tatalaksana oleh spesialis THT, misalnya: Immunology, 71, pp.1-38. Available at: deviasi septum, polip nasal, atau tumor. http://www.aacijournal.com/content/7/1/2 [Accessed June 6,2014]. (Desrosier et.al, Sinusitis Dentogenik 2011) 4. Hwang, PH & Getz, A, 2014. Acute Sinusitis 1. Eradikasi fokus infeksi, misal: ekstraksi gigi and Rhinosinusitis in Adults: Treatment. 2. Irigasi sinus maksila UpToDate Wolters Kluwer Health. Available 3. Antibiotik at: www.uptodate.com [Accessed June 6, 2014]. (Hwang & Getz,2014) Prognosis 5. Chow, AW et.al, 2012. IDSA Clinical Practice Guideline for Acute Bacterial Rhinosinusitis Rinosinusitis Akut in Children and Adults. Clinical Infectious Diseases, pp.e1-e41. Available at: http://cid. 1. Ad vitam : Bonam oxfordjournals.org/ [Accessed June 6, 2014]. 2. Ad functionam : Bonam (Chow et.al, 2012) 3. Ad sanationam : Bonam 6. Fagnan, LJ, 1998. Acute Sinusitis: A Cost- Effective Approach to Diagnosis and Rinosinusitis Kronis Treatment. American Family Physician, 58(8), pp.1795-1802. Available at: http:// 1. Ad vitam : Bonam www.aafp.org/afp/1998/1115/p1795.html 2. Ad functionam : Dubia ad bonam [Accessed June 6, 2014]. (Fagnan, 1998) 3. Ad sanationam : Dubia ad bonam Sinusitis Dentogenik 1. Ad vitam : Bonam 2. Ad functionam : Bonam 3. Ad sanationam : Bonam Peralatan 1. Termometer 2. Spekulum hidung 3. Kaca rinoskop posterior 4. Kassa steril 5. Lampu kepala 6. Lampu Bunsen / spiritus dan korek api 290 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT K. KULIT 1. MILIARIA : S92 Sweat gland disease No. ICPC-2 : L74.3 Miliaria, unspecified No. ICD-10 Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan 1. Miliaria kristalina Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi a. Terdiri atas vesikel miliar (1-2 mm), sub keringat yang ditandai oleh adanya vesikel milier. korneal tanpa tanda inflamasi, mudah Sinonim untuk penyakit ini adalah biang keringat, pecah dengan garukan, dan deskuamasi keringat buntet, liken tropikus, prickle heat. dalam beberapa hari. Berdasarkan survey yang dilakukan di Jepang b. Predileksi pada badan yang tertutup didapatkan 5000 bayi baru lahir menderita pakaian. miliaria. Survey tersebut mengungkapkan bahwa c. Gejala subjektif ringan dan tidak miliaria kristalina terjadi pada 4,5% nenonatus memerlukan pengobatan. dengan usia rata-rata 1 minggu dan miliaria rubra terjadi pada 4% neonatus dengan usia 2. Milaria rubra rata-rata 11-14 hari. Dari sebuah survey yang a. Jenis tersering, terdiri atas vesikel dilakukan di Iran ditemukan insiden miliaria miliar atau papulo vesikel di atas dasar pada 1,3% bayi baru lahir. Miliaria umumnya eritematosa sekitar lubang keringat, terjadi di daerah tropis dan banyak diderita pada tersebar diskret. mereka yang baru saja pindah dari daerah yang b. Gejala subjektif gatal dan pedih pada di beriklim sedang ke daerah yang beriklim tropis. daerah predileksi. Hasil Anamnesis (Subjective) Gambar 11.1 Miliaria rubra Keluhan yang dirasakan adalah gatal yang disertai timbulnya vesikel atau bintil, terutama muncul saat berkeringat, pada lokasi predileksi, kecuali pada miliaria profunda. Faktor Risiko 1. Tinggal di lingkungan tropis, panas, kelembaban yang tinggi. 2. Pemakaian baju terlalu ketat. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang 3. Miliaria profunda Sederhana (Objective) a. Merupakan kelanjutan miliaria rubra, Pemeriksaan Fisik berbentuk papul putih keras berukuran Tanda patognomonis 1-3 mm, mirip folikulitis, dapat Tergantung pada jenis atau klasifikasi miliaria. disertai pustul. Klasifikasi miliaria : b. Predileksi pada badan dan ekstremitas. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 291

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Gambar 11.2 Miliaria profunda Bedak kocok: likuor faberi atau bedak kocok yang mengandung kalamin dan 4. Miliaria pustulosa Berasal dari miliaria antipruritus lain (mentol dan kamfora) rubra, dimana vesikelnya berubah menjadi diberikan 2 kali sehari selama 1 minggu. pustul. Lanolin topikal atau bedak salisil 2% Pemeriksaan Penunjang: Tidak diperlukan. dibubuhi mentol ¼-2% sekaligus Penegakan Diagnostik (Assessment) diberikan 2 kali sehari selama 1 minggu. Diagnosis Klinis Terapi berfungsi sebagai antipruritus Ditegakkan ditegakkan berdasarkan anamnesis untuk menghilangkan dan mencegah dan pemeriksaaan fisik. timbulnya miliaria profunda. Diagnosis Banding Campak / morbili, Folikulitis,Varisela, Kandidiasis b. Sistemik (bila gatal dan bila diperlukan) kutis, Erupsi obat morbiliformis Antihistamin sedatif: klorfeniramin Komplikasi Infeksi sekunder maleat 3 x 4 mg per hari selama 7 hari Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) atau setirizin 1 x 10 mg per hari selama Penatalaksanaan 7 hari Prinsipnya adalah mengurangi pruritus, menekan Antihistamin non sedatif: loratadin 1 inflamasi, dan membuka retensi keringat. x 10 mg per hari selama 7 hari. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah: 1. Melakukan modifikasi gaya hidup, yaitu: Pemeriksaan Penunjang Lanjutan Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan a. Memakai pakaian yang tipis dan dapat penunjang. menyerap keringat. Konseling dan Edukasi b. Menghindari panas dan kelembaban yang berlebihan Edukasi dilakukan dengan memberitahu keluarga agar dapat membantu pasien untuk: c. Menjaga kebersihan kulit d. Mengusahakan ventilasi yang baik 1. Menghindari kondisi hidrasi berlebihan 2. Memberikan farmakoterapi, seperti: atau membantu pasien untuk memakai a. Topikal pakaian yang sesuai dengan kondisinya. 2. Menjaga ventilasi udara di dalam rumah. 3. Menghindari banyak berkeringat. 4. Memilih lingkungan yang lebih sejuk dan sirkulasi udara (ventilasi) cukup. 5. Mandi air dingin dan memakai sabun. Kriteria Rujukan Tidak ada indikasi rujukan Peralatan untuk Tidak diperlukan peralatan khusus mendiagnosis penyakit miliaria. Prognosis Prognosis umumnya bonam, pasien dapat sembuh tanpa komplikasi. 292 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Referensi 3. Levin, N.A. 2014. Dermatologic manifestation of miliaria. Medscape. May 21, 2014. http:// 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu emedicine.medscape.com/article/1070840- Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. overview#a0199 Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Jakarta. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders Elsevier. 2. VERUKA VULGARIS No. ICPC-2 : S03Warts No. ICD-10 : B07 Viral warts Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan sepanjang goresan (fenomena Koebner). Veruka vulgaris merupakan hiperplasia epidermis Pemeriksaan Penunjang yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus Tidak diperlukan (HPV) tipe tertentu. Sinonim penyakit ini adalah kutil atau common wart. Penularan melalui Gambar 11.3 Veruka vulgaris kontak langsung dengan agen penyebab. Veruka ini sering dijumpai pada anak-anak dan remaja. Hasil Anamnesis (Subjective) Penegakan Diagnosis (Assessment) Keluhan Diagnosis Klinis Adanya kutil pada kulit dan mukosa. Faktor Diagnosis klinis dapat ditambahkan sesuai Risiko dengan bentuk klinis atau lokasi, yaitu: 1. Biasanya terjadi pada anak-anak dan orang 1. Veruka vulgaris 2. Veruka Plana dewasa sehat. 3. Veruka Plantaris 2. Pekerjaan yang berhubungan dengan daging Diagnosis Banding mentah. Kalus, Komedo, Liken planus, Kondiloma 3. Imunodefisiensi. akuminatum, Karsinoma sel skuamosa Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis Papul berwarna kulit sampai keabuan dengan permukaan verukosa. Papul ini dapat dijumpai pada kulit, mukosa dan kuku. Apabila permukaannya rata,disebut dengan veruka Plana. Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 293

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Peralatan untuk Tatalaksana Tidak diperlukan peralatan khusus 1. Pasien harus menjaga kebersihan kulit. mendiagnosis penyakit veruka vulgaris. 2. Pengobatan topikal dilakukan dengan Prognosis pemberian bahan kaustik, misalnya dengan Pada 90% kasus sembuh spontan dalam 5 tahun larutan AgNO3 25%, asam trikloroasetat sehingga prognosis umumnya bonam. 50% atau asam salisilat 20% - 40%. Komplikasi Referensi Efek samping dari penggunaan bahan kaustik 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu dapat menyebabkan ulkus. Konseling dan Edukasi Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. Edukasi pasien bahwa penyakit ini seringkali Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran residif walaupun diberi pengobatan yang Universitas Indonesia. adekuat. 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Kriteria Rujukan Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Rujukan sebaiknya dilakukan apabila: Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders 1. Diagnosis belum dapat ditegakkan. Elsevier. 2. Tindakan memerlukan anestesi/sedasi. 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. Jakarta. 3. HERPES ZOSTER No. ICPC-2 : S70 Herpes Zoster No. ICD-10 : B02.9 Zoster without complication Tingkat Kemampuan Herpes Zoster tanpa komplikasi 4A Masalah Kesehatan Hasil Anamnesis (Subjective) Herpes Zoster adalah infeksi kulit dan mukosa Keluhan yang disebabkan oleh virus Varisela-zoster. Nyeri radikular dan gatal terjadi sebelum erupsi. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang Keluhan dapat disertai dengan gejala prodromal terjadi setelah infeksi primer. Herpes Zoster sistemik berupa demam, pusing, dan malaise. jarang terjadi pada anak- anak dan dewasa Setelah itu timbul gejala kulit kemerahan muda, kecuali pada pasien muda dengan AIDS, yang dalam waktu singkat menjadi vesikel limfoma, keganasan, penyakit imunodefisiensi berkelompok dengan dasar eritem dan edema. dan pada pasien yang menerima transplantasi sumsum tulang atau ginjal. Penyakit ini terjadi Faktor Risiko kurang dari 10% pada pasien yang berusia 1. Umumnya terjadi pada orang dewasa, kurangdari 20 tahun dan hanya 5% terjadi pada pasien yang berusia kurang dari 15 tahun. terutama orang tua. Insiden herpes zoster meningkat seiring dengan 2. Imunodefisiensi pertambahan usia. Prevalensi penyakit ini pada pria dan wanita sama. 294 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang hanya berlangsung dalam waktu singkat Sederhana (Objective) dan kelainan kulit hanya berupa beberapa Pemeriksaan Fisik vesikel dan eritem. Sekelompok vesikel dengan dasar eritem yang Diagnosis Banding terletak unilateral sepanjang distribusi saraf 1. Herpes simpleks spinal atau kranial. Lesi bilateral jarang ditemui, 2. Dermatitis venenata namun seringkali, erupsi juga terjadi pada 3. Pada saat nyeri prodromal, diagnosis dapat dermatom di dekatnya. menyerupai migrain, nyeri pleuritik, infark miokard, atau apendisitis. Gambar 11.4 Herpes zoster Komplikasi 1. Neuralgia pasca-herpetik Pemeriksaan Penunjang 2. Ramsay Hunt Syndrome: herpes pada Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan ganglion genikulatum, ditandai dengan penunjang. gangguan pendengaran, keseimbangan dan Penegakan Diagnosis (Assessment) paralisis parsial. Diagnosis Klinis 3. Pada penderita dengan imunodefisiensi (HIV, Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis keganasan, atau usia lanjut), vesikel sering dan pemeriksaan fisik. Catatan untuk menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik diperhatikan: dapat terjadi infeksi sistemik. 1. Herpes zoster hemoragik, yaitu jika vesikel 4. Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi ptosis paralitik, keratitis, skleritis, mengandung darah. uveitis, korioretinitis, serta neuritis optik. 2. Herpes zoster generalisata, yaitu kelainan 5. Paralisis motorik. Penatalaksanaan komprehensif (Plan) kulit unilateral dan segmental ditambah Penatalaksanaan kelainan kulit generalisata berupa vesikel 1. Terapi suportif dilakukan dengan soliter yang berumbilikasi. Keduanya menghindari gesekan kulit yang merupakan tanda bahwa pasien mengalami mengakibatkan pecahnya vesikel, pemberian imunokompromais. nutrisi TKTP, istirahat dan mencegah kontak 3. Herpes zoster oftalmikus, yaitu infeksi dengan orang lain. cabang pertama nervus trigeminus sehingga 2. Gejala prodromal diatasi sesuai dengan menimbulkan kelainan pada mata, di indikasi. Aspirin dihindari oleh karena dapat samping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan Reye’s syndrome. menyebabkan kelainan kulit pada daerah 3. Pengobatan topikal: persarafannya. a. Stadium vesikel: bedak salisil 2% atau 4. Herpes zoster abortif, yaitu penyakit yang bedak kocok kalamin agar vesikel tidak pecah. b. Apabila erosif, diberikan kompres terbuka. Apabila terjadi ulserasi, dapat dipertimbangkan pemberian salep antibiotik. 4. Pengobatan antivirus oral, antara lain dengan : a. Asiklovir: dewasa 5 x 800 mg/hari, anak- PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 295

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT anak 4 x 20 mg/kgBB (dosis maksimal Peralatan 800 mg), selama 7 hari, atau Tidak diperlukan peralatan khusus untuk b. Valasiklovir: dewasa 3 x 1000 mg/hari. mendiagnosis penyakit c. Pemberian obat tersebut selama 7-10 Herpes Zoster. hari dan efektif diberikan pada 24 jam pertama setelah timbul lesi. Prognosis Pasien dengan imunokompeten, prognosis Konseling dan Edukasi umumnya adalah bonam, sedangkan pasien Konseling dan edukasi dilakukan kepada pasien dengan imunokompromais, prognosis menjadi mengenai: dubia ad bonam. 1. Edukasi tentang perjalanan penyakit Herpes Referensi Zoster. 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu 2. Edukasi bahwa lesi biasanya membaik dalam Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. 2-3 minggu pada individu imunokompeten. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran 3. Edukasi mengenai seringnya komplikasi Universitas Indonesia. 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. neuralgia pasca-herpetik. Kriteria Rujukan Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Pasien dirujuk apabila: Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders 1. Penyakit tidak sembuh pada 7-10 hari Elsevier. 3. 3. Janniger, C.K. Eastern, J.S., Hispenthal, D.R., setelah terapi. Moon, J.E. 2014. Herper zoster. Medscape 2. Terjadi pada pasien bayi, anak dan geriatri June 7, 2014. http://emedicine.medscape. com/article/1132465 overview#a0156 (imunokompromais). 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan 3. Terjadi komplikasi. Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. 4. Terdapat penyakit penyerta yang Jakarta. menggunakan multifarmaka. 4. HERPES SIMPLEKS No. ICPC-2 : S71 Herpes Simplex No. ICD-10 : B00.9 Herpesviral infection, unspecified Tingkat Kemampuan Herpes Simpleks tanpa komplikasi 4A Masalah Kesehatan dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas Infeksi akut yang disebabkan oleh Virus Herpes seksual. Simpleks tipe 1 atau tipe 2, yang ditandai oleh Diperkiraan ada 536 juta orang yang berusia adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit 15-49 tahun yang terinfeksi HSV-2 di seluruh yang sembab dan eritematosa pada daerah dunia pada tahun 2003 atau sekitar16% dari mukokutan. Penularan melalui kontak langsung populasi dunia pada rentang usia tersebut. dengan agen penyebab. Infeksi primer oleh Prevalensi penyakit ini lebih tinggi pada wanita Virus Herpes Simpleks (HSV) tipe 1 biasanya dibandingkan pada pria dan umumnya lebih dimulai pada usia anak-anak, sedangkan HSV tinggi di negara berkembang daripada di negara tipe 2 biasanya terjadi pada dekade II atau III, maju. 296 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Hasil Anamnesis (Subjective) Gambar 11.5 Herpes simpleks Keluhan Infeksi primer HSV-1 biasanya terjadi pada Gambar 11.6 Herpes simplek pada kelamin anak dan subklinis pada 90% kasus, biasanya ditemukan perioral. Pada 10% sisanya, dapat Pemeriksaan Penunjang terjadi gingivostomatitis akut. Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan Infeksi primer HSV-2 terjadi setelah kontak penunjang. seksual pada remaja dan dewasa, menyebabkan vulvovaginitis akut dan atau peradangan pada kulit batang penis. Infeksi primer biasanya disertai dengan gejala sistemik seperti demam, malaise, mialgia, nyeri kepala, dan adenopati regional. Infeksi HSV-2 dapat juga mengenai bibir. Infeksi rekuren biasanya didahului gatal atau sensasi terbakar setempat pada lokasi yang sama dengan lokasi sebelumnya. Prodromal ini biasanya terjadi mulai dari 24 jam sebelum timbulnya erupsi. Faktor Risiko 1. Individu yang aktif secara seksual. 2. Imunodefisiensi. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Penegakan Diagnosis (Assessment) Papul eritema yang diikuti oleh munculnya vesikel berkelompok dengan dasar eritem. Diagnosis Klinis Vesikel ini dapat cepat menjadi keruh, yang Herpes simpleks tipe 1 kemudian pecah, membasah, dan berkrusta. Herpes simpleks tipe 2 Kadang-kadang timbul erosi/ulkus. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis Tempat predileksi adalah di daerah pinggang ke dan pemeriksaan fisik. Catatan untuk atas terutama daerah mulut dan hidung untuk diperhatikan: HSV-1, dan daerah pinggang ke bawah terutama 1. Infeksi primer. daerah genital untuk HSV-2. Untuk infeksi 2. Fase laten: tidak terdapat gejala klinis, sekunder, lesi dapat timbul pada tempat yang sama dengan lokasi sebelumnya. tetapi HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. 3. Infeksi rekurens. Diagnosis Banding 1. Impetigo vesikobulosa. 2. Ulkus genitalis pada penyakit menular seksual. Komplikasi PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 297

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Dapat terjadi pada individu dengan gangguan Kriteria Rujukan imun, berupa: 1. Herpes simpleks ulserativa kronik. Pasien dirujuk apabila: 2. Herpes simpleks mukokutaneus akut 1. Penyakit tidak sembuh pada 7-10 hari generalisata. setelah terapi. 3. Infeksi sistemik pada hepar, paru, kelenjar 2. Terjadi pada pasien bayi dan geriatrik adrenal, dan sistem saraf pusat. (imunokompromais). 4. Pada ibu hamil, infeksi dapat menular 3. Terjadi komplikasi. pada janin, dan menyebabkan neonatal herpes yang sangat berbahaya. 4. Terdapat penyakit penyerta yang Penatalaksana Komprehensif (Plan) menggunakan multifarmaka. Penatalaksanaan 1. Terapi diberikan dengan antiviral, antara Peralatan lain: Tidak diperlukan peralatan khusus untuk a. Asiklovir, dosis 5 x 200 mg/hari selama mendiagnosis penyakit herpes simpleks. 5 hari, atau Prognosis b. Valasiklovir, dosis 2 x 500 mg/hari Prognosis umumnya bonam, namun quo ad sanationam adalah dubia ad malam karena selama 7-10 hari. terdapat risiko berulangnya keluhan serupa. 2. Pada herpes genitalis: edukasi tentang Referensi pentingnya abstinensia pasien harus tidak 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu melakukan hubungan seksual ketika masih ada lesi atau ada gejala prodromal. Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. 3. Gejala prodromal diatasi sesuai dengan Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran indikasi. Aspirin dihindari oleh karena dapat Universitas Indonesia. menyebabkan Reye’s syndrome. 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Konseling dan Edukasi Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Edukasi untuk infeksi herpes simpleks Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders merupakan infeksi swasirna pada populasi Elsevier. imunokompeten. Edukasi untuk herpes genitalis 3. 3. Looker, K. J., Garnett, G. P. & Schmid, G. P. ditujukan terutama terhadap pasien dan 2008. An Estimate Of The Global Prevalence pasangannya, yaitu berupa: And Incidence Of Herpes Simplex Virus 1. Informasi perjalanan alami penyakit ini, Type 2 Infection. World Health Organization. termasuk informasi bahwa penyakit ini Bulletin Of The World Health Organization, menimbulkan rekurensi. 86, 805-12, A. June 8, 2014.http:// 2. Tidak melakukan hubungan seksual ketika search.proquest.com/docview/229661081/ masih ada lesi atau gejala prodromal. fulltextPDF?acc ountid=17242 3. Pasien sebaiknya memberi informasi kepada 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan pasangannya bahwa ia memiliki infeksi HSV. Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. 4. Transmisi seksual dapat terjadi pada masa Jakarta. asimtomatik. 5. Kondom yang menutupi daerah yang terinfeksi, dapat menurunkan risiko transmisi dan sebaiknya digunakan dengan konsisten. 298 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 5. MOLUSKUM KONTAGIOSUM No. ICPC-2 : S95 Molluscum contagiosum No. ICD-10 : B08.1 Molluscum contagiosum Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan Gambar 11.7 Moluskum kontagiosum Moluskum kontagiosum adalah penyakit yang disebabkan oleh virus poks yang menginfeksi Pemeriksaan Penunjang sel epidermal. Penyakit ini terutama Bila diperlukan, melakukan tindakan enukleasi menyerang anak dan kadang-kadang juga pada papul untuk menemukan badan moluskum. orang dewasa. Pada orang dewasa, penyakit ini digolongkan kedalam penyakit akibat hubungan Penegakan Diagnosis (Assessment) seksual. Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab. Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis Hasil Anamnesis (Subjective) dan pemeriksaan fisik. Keluhan Adanya kelainan kulit berupa papul miliar. Masa Diagnosis Banding inkubasi berlangsung satu sampai beberapa Komedo, Miliaria, Karsinoma sel basal nodular minggu. Komplikasi Faktor Risiko Lesi dapat mengalami infeksi sekunder. Jika 1. Terutama menyerang anak dan kadang- moluskum mengenai kelopak mata (jarang terjadi), dapat terjadi konjungtivitis kronis. Pada kadang juga orang dewasa. individu dengan AIDS, moluskum seringkali tidak 2. Imunodefisiensi. mudah dikenali,banyak, dan penatalaksanaannya membutuhkan ketrampilan khusus. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Pemeriksaan Fisik Penatalaksanaan Papul miliar, kadang-kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk kubah yang kemudian di tengahnya terdapat lekukan (delle). Jika dipijat akan tampak keluar massa yang berwarna putih seperti nasi. Lokasi predileksi adalah daerah muka, badan, dan ekstremitas, sedangkan pada orang dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna. Kadang- kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga timbul supurasi. 1. Pasien perlu menjaga higiene kulit. dengan 2. Pengobatan dilakukan mengeluarkan massa yang mengandung badan moluskum dengan menggunakan PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 299

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT alat seperti ekstraktor komedo, jarum suntik, Prognosis atau alat kuret kulit. Prognosis pada umumnya bonam karena Konseling dan Edukasi penyakit ini merupakan penyakit yang self- Penyebaran dalam keluarga sangat jarang terjadi. limiting. Dengan demikian, anggota keluarga tidak perlu terlalu khawatir terhadap anak/individu dengan Referensi penyakit ini. 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Kriteria Rujukan 1. Tidak ditemukan badan moluskum. Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. 2. Terdapat penyakit komorbiditas yang Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran terkait dengan kelainan hematologi. Universitas Indonesia. 3. Pasien HIV/AIDS. 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Peralatan Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical 1. Lup Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders 2. Ekstraktor komedo, jarum suntik atau alat Elsevier. kuret kulit 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. Jakarta. 6. REAKSI GIGITAN SERANGGA No. ICPC-2 : S12 Insect bite/sting No. ICD-10 : T63.4 Venom of other arthropods Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan 14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) kadang-kadang diikuti dengan reaksi sistemik adalah reaksi hipersensitivitas atau alergi pada gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan angioedema, kulit akibat gigitan (bukan terhadap sengatan/ serta dapat berkembang menjadi suatu ansietas, stings) dan kontak dengan serangga. Gigitan disorientasi, kelemahan, GI upset (cramping, hewan serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, diarrhea, vomiting), dizziness, sinkop bahkan bugs, dan kutu, yang dapat menimbulkan reaksi hipotensi dan sesak napas. Gejala dari delayed peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik. reaction mirip seperti serum sickness, yang meliputi demam, malaise, sakit kepala, urtikaria, Hasil Anamnesis (Subjective) limfadenopati dan poliartritis. Keluhan Faktor Risiko Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa tidak 1. Lingkungan tempat tinggal yang banyak nyaman, nyeri, kemerahan, nyeri tekan, hangat atau bengkak pada daerah tubuh yang digigit, serangga. umumnya tidak tertutup pakaian. 2. Riwayat atopi pada diri dan keluarga. Kebanyakan penderita datang sesaat setelah 3. Riwayat alergi. merasa digigit serangga, namun ada pula yang 4. Riwayat alergi makanan. datang dengan delayed reaction, misalnya 10- 300 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang jam. Sederhana (Objective) 2. Reaksi tipe lambat: Pada anak terjadi lebih Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis dari 20 menit sampai beberapa jam setelah 1. Urtika dan papul timbul secara simultan di gigitan serangga. Pada orang dewasa dapat muncul 3-5 hari setelah gigitan. tempat gigitan, dikelilingi zona eritematosa. 3. Reaksi tidak biasa: Sangat segera, mirip 2. Di bagian tengah tampak titik (punctum) anafilaktik. Klasifikasi berdasarkan bentuk klinis: bekas tusukan/gigitan, kadang hemoragik, 1. Urtikaria iregular. atau menjadi krusta kehitaman. 2. Urtikaria papular. 3. Bekas garukan karena gatal. 3. Papulo-vesikular, misalnya pada prurigo. Dapat timbul gejala sistemik seperti takipneu, 4. Punctum (titik gigitan), misalnya pada stridor, wheezing, bronkospasme, hiperaktif pedikulosis kapitis atau phtirus pubis. peristaltic, dapat disertai tanda-tanda hipotensi orthostatik Diagnosis Banding Pada reaksi lokal yang parah dapat timbul Prurigo eritema generalisata, urtikaria, atau edema Komplikasi pruritus, sedangkan bila terdapat reaksi 1. Infeksi sekunder akibat garukan. sistemik menyeluruh dapat diikuti dengan reaksi 2. Bila disertai keluhan sistemik, dapat anafilaksis. terjadi syok anafilaktik hingga kematian. Gambar 11.8 Reaksi Gigitan serangga Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Pemeriksaan Penunjang Tatalaksana Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan 1. Prinsip penanganan kasus ini adalah dengan penunjang. Penegakan Diagnosis (Assessment) mengatasi respon peradangan baik yang Diagnosis Klinis bersifat lokal maupun sistemik. Reaksi Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis peradangan lokal dapat dikurangi dengan dan pemeriksaan fisik. Klasifikasi berdasarkan sesegera mungkin mencuci daerah gigitan waktu terjadinya: dengan air dan sabun, serta kompres es. 1. Reaksi tipe cepat: Terjadi segera hingga 20 2. Atasi keadaan akut terutama pada angioedema karena dapat terjadi obstruksi menit setelah gigitan, bertahan sampai 1-3 saluran napas. Penanganan pasien dapat dilakukan di Unit Gawat Darurat. Bila disertai obstruksi saluran napas diindikasikan pemberian epinefrin sub kutan. Dilanjutkan dengan pemberian kortikosteroid prednison 60-80 mg/hari selama 3 hari, dosis diturunkan 5-10 mg/hari. Dalam kondisi stabil, terapi yang dapat diberikan yaitu: a. Sistemik • Antihistamin sedatif: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama 7 hari PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 301

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT atau setirizin 1 x 10 mg per hari selama 7 Peralatan hari. 1. Alat resusitasi • Antihistamin non sedatif: loratadin 1 x 10 2. Tabung dan masker oksigen mg per hari selama 7 hari. b. Topikal Prognosis Kortikosteroid topikal potensi sedang-kuat: Prognosis umumnya bonam. Quo ad sanationam misalnya krim mometason furoat 0,1% atau untuk reaksi tipe cepat dan reaksi tidak biasa krim betametason valerat 0,5% diberikan adalah dubia ad malam, sedangkan reaksi tipe selama 2 kali sehari selama 7 hari. lambat adalah bonam. Konseling dan Edukasi Referensi Keluarga diberikan penjelasan mengenai: 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu 1. Minum obat secara teratur. 2. Menjaga kebersihan lingkungan tempat Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran tinggal, memakai baju berlengan panjang Universitas Indonesia. dan celana panjang, pada beberapa kasus 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. boleh memakai mosquito repellent jika Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical diperlukan, dan lain-lain agar terhindar dari Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders gigitan serangga. Elsevier. 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kriteria rujukan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. Jika kondisi memburuk, yaitu dengan makin Jakarta bertambahnya patch eritema, timbul bula, atau disertai gejala sistemik atau komplikasi. 7. SKABIES : S72 Scabies/other acariasis No. ICPC-2 : B86 Scabies No. ICD-10 Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan penderita skabies, seperti menjabat tangan, Skabies adalah penyakit yang disebabkan hubungan seksual, atau tidur bersama. infestasi dan sensitisasi kulit oleh tungau 2. Kontak tidak langsung (melalui benda), Sarcoptes scabiei dan produknya. Penyakit ini seperti penggunaan perlengkapan tidur berhubungan erat dengan higiene yang buruk. bersama dan saling meminjam pakaian, Prevalensi skabies tinggi pada populasi yang handuk dan alat-alat pribadi lainnya, tidak padat. Dari hasil penelitian di Brazil, prevalensi memiliki alat-alat pribadi sendiri sehingga skabies dua kali lebih tinggi di daerah kumuh harus berbagi dengan temannya. perkotaan yang padat penduduk daripada di Tungau hidup dalam epidermis, tahan terhadap masyarakat nelayan dimana mereka tinggal di air dan sabun dan tetap hidup bahkan setelah tempat yang lebih luas. mandi dengan air panas setiap. Penularan dapat terjadi karena: 1. Kontak langsung kulit dengan kulit Hasil Anamnesis (Subjective) Gejala klinis: 302 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 1. Pruritus nokturna, yaitu gatal yang hebat Penegakan Diagnosis (Assessment) terutama pada malam hari atau saat Diagnosis Klinis penderita berkeringat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Terdapat 4 tanda kardinal 2. Lesi timbul di stratum korneum yang tipis, untuk diagnosis skabies, yaitu: seperti di sela jari, pergelangan tangan 1. Pruritus nokturna. dan kaki, aksila, umbilikus, areola mammae 2. Penyakit menyerang manusia secara dan di bawah payudara (pada wanita) serta genital eksterna (pria). berkelompok. 3. Adanya terowongan (kunikulus) pada Faktor Risiko: 1. Masyarakat yang hidup dalam kelompok tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis yang padat seperti tinggal di asrama atau lurus atau berkelok-kelok, rata-rata panjang pesantren. 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan 2. Higiene yang buruk. papul atau vesikel. 3. Sosial ekonomi rendah seperti di panti 4. Ditemukannya tungau dengan pemeriksaan asuhan, dan sebagainya. mikroskopis. 4. Hubungan seksual yang sifatnya Diagnosis ditegakkan dengan menemukan 2 dari promiskuitas. 4 tanda tersebut. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Diagnosis Banding Sederhana (Objective) Skabies adalah penyakit kulit yang disebut dengan the great imitator dari kelainan kulit Pemeriksaan Fisik dengan keluhan gatal. Diagnosis bandingnya Lesi kulit berupa terowongan (kanalikuli) adalah: Pioderma, Impetigo, Dermatitis, berwarna putih atau abu- abu dengan panjang Pedikulosis korporis rata-rata 1 cm. Ujung terowongan terdapat papul, vesikel, dan bila terjadi infeksi sekunder, Komplikasi maka akan terbentuk pustul, ekskoriasi, dan Infeksi kulit sekunder terutama oleh S. aureus sebagainya.Pada anak-anak, lesi lebih sering sering terjadi, terutama pada anak. Komplikasi berupa vesikel disertai infeksi sekunder akibat skabies dapat menurunkan kualitas hidup dan garukan sehingga lesi menjadi bernanah. prestasi belajar. Gambar 11.9 Skabies Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Pemeriksaan Penunjang Penatalaksanaan Pemeriksaan mikroskopis dari kerokan kulit 1. Melakukan perbaikan higiene diri dan untuk menemukan tungau. lingkungan, dengan: a. Tidak menggunakan peralatan pribadi secara bersama-sama dan alas tidur diganti bila ternyata pernah digunakan oleh penderita skabies. b. Menghindari kontak langsung dengan penderita skabies. 2. Terapi tidak dapat dilakukan secara individual melainkan harus serentak dan PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 303

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT menyeluruh pada seluruh kelompok orang Peralatan yang ada di sekitar penderita skabies. Terapi 1. Lup diberikan dengan salah satu obat topikal 2. Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan (skabisid) di bawah ini: a. Salep 2-4 dioleskan di seluruh tubuh, sediaan langsung kerokan kulit. selama 3 hari berturut- turut, dipakai Prognosis setiap habis mandi. Prognosis umumnya bonam, namun tatalaksana b. Krim permetrin 5% di seluruh tubuh. harus dilakukan juga terhadap lingkungannya. Setelah 10 jam, krim permetrin dibersihkan dengan sabun. Referensi Terapi skabies ini tidak dianjurkan pada anak < 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu 2 tahun. Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. Konseling dan Edukasi Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Dibutuhkan pemahaman bersama agar upaya Universitas Indonesia. eradikasi skabies bisa melibatkan semua pihak. 2. Heukelbach, J. & Feldmeier, H. 2006. Scabies. Bila infeksi menyebar di kalangan santri di The Lancet,367,1767-74.June 8,2014.http:// sebuah pesantren, diperlukan keterbukaan dan Search.Proquest.Com/Docview/199054155/ kerjasama dari pengelola pesantren. Bila sebuah Fulltextpdf/Afbf4c2fd1bd4016pq/6?Accoun barak militer tersebar infeksi, mulai dari prajurit tid=17242 sampai komandan barak harus bahu membahu 3. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. membersihkan semua benda yang berpotensi Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical menjadi tempat penyebaran penyakit. Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders Elsevier. Kriteria Rujukan 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Pasien skabies dirujuk apabila keluhan masih Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. dirasakan setelah 1 bulan paska terapi. Jakarta. 8. PEDIKULOSIS KAPITIS No. ICPC-2 : S73 Pediculosis/skin infestation other No. ICD-10 : B85.0 Pediculosis due to Pediculus humanus capitis Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan yang sangat panjang pada wanita). Pedikulosis kapitis adalah infeksi dan Penularan melalui kontak langsung dengan infestasi kulit kepala dan rambut manusia agen penyebab, melalui: yang disebabkan oleh kutu kepala Pediculus 1. Kontak fisik erat dengan kepala penderita, humanus var capitis. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia muda dan cepat seperti tidur bersama. meluas dalam lingkungan hidup yang padat, 2. Kontak melalui fomite yang terinfestasi, misalnya di asrama atau panti asuhan. Ditambah pula dalam kondisi higiene yang tidak baik, misalnya pemakaian bersama aksesori misalnya jarang membersihkan rambut atau kepala, sisir, dan bantal juga dapat rambut yang relatif susah dibersihkan (rambut menyebabkan kutu menular. 304 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Hasil Anamnesis (Subjective) Diagnosis Banding Keluhan Tinea kapitis, Impetigo krustosa (pioderma), Gejala yang paling sering timbul adalah gatal di Dermatitis seboroik kepala akibat reaksi hipersensitivitas terhadap Komplikasi saliva kutu saat makan maupun terhadap feses Infeksi sekunder bila pedikulosis berlangsung kutu. Gejala dapat pula asimptomatik kronis. Faktor Risiko Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 1. Status sosioekonomi yang rendah. 2. Higiene perorangan yang rendah Penatalaksanaan 3. Prevalensi pada wanita lebih tinggi Pengobatan bertujuan untuk memusnahkan semua kutu dan telur serta mengobati infeksi dibandingkan pada pria, terutama pada sekunder. populasi anak usia sekolah. 1. Sebaiknya rambut pasien dipotong Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang sependek mungkin, kemudian disisir Sederhana (Objective) dengan menggunakan sisir serit, menjaga kebersihan kulit kepala dan menghindari Pemeriksaan Fisik kontak erat dengan kepala penderita. Lesi kulit terjadi karena bekas garukan, yaitu 2. Pengobatan topikal merupakan terapi bentuk erosi dan ekskoriasi. Bila terdapat infeksi terbaik, yaitu dengan pedikulosid dengan sekunder oleh bakteri, maka timbul pus dan pengobatan Permetrin 1% dalam bentuk krusta yang menyebabkan rambut bergumpal, cream rinse, dibiarkan selama 2 jam. disertai dengan pembesaran kelenjar getah Pedikulosid sebaiknya tidak digunakan bening regional. Ditemukan telur dan kutu pada anak usia kurang dari 2 tahun. Cara yang hidup pada kulit kepala dan rambut. penggunaan: rambut dicuci dengan Telur P. humanus var. capitis paling sering shampo, kemudian dioleskan losio/krim ditemukan pada rambut di daerah oksipital dan dan ditutup dengan kain. Setelah menunggu retroaurikular. sesuai waktu yang ditentukan, rambut dicuci kembali lalu disisir dengan sisir serit. Pemeriksaan Penunjang 3. Pada infeksi sekunder yang berat sebaiknya Tidak diperlukan. rambut dicukur, diberikan pengobatan dengan antibiotik sistemik dan topikal Penegakan Diagnosis (Assessment) telebih dahulu, lalu diberikan obat di atas dalam bentuk shampo. Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis Konseling dan Edukasi dan pemeriksaan fisik dengan menemukan kutu Edukasi keluarga tentang pedikulosis atau telur kutu di kulit kepala dan rambut. penting untuk pencegahan. Kutu kepala dapat ditemukan di sisir atau sikat rambut, topi, Gambar 11.10 Telur Pediculus humanus capitis linen, boneka kain, dan upholstered furniture, walaupun kutu lebih memilih untuk berada dalam jarak dekat dengan kulit kepala, sehingga harus menghindari pemakaian alat-alat tersebut bersama-sama. Anggota keluarga dan teman PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 305

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT bermain anak yang terinfestasi harus diperiksa, Referensi namun terapi hanya diberikan pada yang 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu terbukti mengalami infestasi. Kerjasama semua pihak dibutuhkan agar eradikasi dapat tercapai. Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. Kriteria Rujukan Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Apabila terjadi infestasi kronis dan tidak sensitif Universitas Indonesia. terhadap terapi yang diberikan. 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Peralatan Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Tidak diperlukan peralatan khusus untuk Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders mendiagnosis penyakit pedikulosis kapitis. Elsevier. Prognosis 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Prognosis umumnya bonam. Kelamin.2011.PedomanPelayanan Medik. Jakarta. 9. PEDIKULOSIS PUBIS No. ICPC-2 : S 73 Pediculosis/skin infestation other No.ICD-10 : B 85.3 Pthiriasis Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan Faktor Risiko: Pedikulosis pubis adalah penyakit infeksi 1. Aktif secara seksual pada rambut di daerah pubis dan sekitarnya 2. Higiene buruk yang disebabkan oleh Phthirus pubis. Penyakit 3. Kontak langsung dengan penderita ini menyerang orang dewasa dan dapat digolongkan dalam penyakit akibat hubungan Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang seksual dan menular secara langsung. Infeksi Sederhana (Objective) juga bisa terjadi pada anak-anak yang berasal dari orang tua mereka dan terjadi di alis, atau Pemeriksaan Fisik bulu mata. Pada inspeksi ditemukan bercak-bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan yang disebut Hasil Anamnesis (Subjective) makula serulae pada daerah pubis dan sekitarnya. Keluhan Kutu dapat dilihat dengan mata telanjang dan Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat juga bisa didapatkan pembengkakan kelenjar meluas sampai ke daerah abdomen dan dada. getah bening sekitar. Gejala patognomonik lainnya adalah adanya black dot yaitu bercak-bercak hitam yang Pemeriksaan Penunjang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih Mencari telur atau bentuk dewasa P. pubis yang dilihat penderita pada waktu bangun tidur. Bercak hitam tersebut adalah krusta berasal Penegakan Diagnostik (Assessment) dari darah yang sering diinterpretasikan salah sebagai hematuria. Diagnosis Klinis Penegakan diagnosis melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 306 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Gambar 11.11 Pedikulosis pubis 2014) 2. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. Guenther L. Pediculosis. Available from http://e- medicine.medscape.com (10 Juni 2014) Diagnosis Banding: 1. Dermatitis seboroik 2. Dermatomikosis Komplikasi: - Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan Pengobatan topikal : emulsi benzil benzoat 25% yang dioleskan dan didiamkan selama 24 jam. Pengobatan diulangi 4 hari kemudian, jika belum sembuh Rencana Tindak Lanjut : Mitra seksual juga diperiksa dan diobati Konseling dan Edukasi 1. Menjaga kebersihan badan 2. Sebaiknya rambut kelamin dicukur 3. Pakaian dalam direbus atau diseterika Kriteria Rujukan : - Peralatan Tidak diperlukan perlatan khusus untuk mendiagnosis penyakit pedikulosis pubis. Prognosis Bonam Referensi 1. Cho B.S., Kim H.S., Pediculosis of The Pubis. Available from http://www.nejm.org/doi/ pdf/10.1056/NEJMicm0707428 (10 Juni PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 307

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 10. DERMATOFITOSIS No. ICPC-2 : S74 Dermatophytosis No. ICD-10 : B35 Dermatophytosis B35.0 Tinea barbae and tinea capitis B35.1 Tinea unguium B35.2 Tinea manuum B35.3 Tinea pedis B35.4 Tinea corporis B35.5 Tinea imbricate B35.6 Tinea cruris B35.8 Other dermatophytoses Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat di Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofita Indonesia. yang memiliki sifat mencernakan keratin di jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya Hasil Anamnesis (Subjective) stratum korneum pada epidermis, rambut, dan Keluhan kuku. Penularan terjadi melalui kontak langsung Pada sebagian besar infeksi dermatofita, pasien dengan agen penyebab. Sumber penularan datang dengan bercak merah bersisik yang dapat berasal dari manusia (jamur antropofilik), gatal. Adanya riwayat kontak dengan orang yang binatang (jamur zoofilik) atau dari tanah (jamur mengalami dermatofitosis. geofilik). Faktor Risiko Klasifikasi dermatofitosis yang praktis adalah 1. Lingkungan yang lembab dan panas berdasarkan lokasi, yaitu antara lain: 2. Imunodefisiensi 1. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan 3. Obesitas 4. Diabetes Melitus rambut kepala. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang 2. Tinea barbae, dermatofitosis pada dagu dan Sederhana (Objective) jenggot. Pemeriksaan Fisik 3. Tinea kruris, pada daerah genitokrural, Gambaran umum: Lesi berbentuk infiltrat eritematosa, berbatas sekitar anus, bokong, dan perut bagian tegas, dengan bagian tepi yang lebih aktif bawah. daripada bagian tengah, dan konfigurasi 4. Tinea pedis et manum, pada kaki dan tangan. polisiklik. Lesi dapat dijumpai di daerah kulit 5. Tinea unguium, pada kuku jari tangan dan berambut terminal, berambut velus (glabrosa) kaki. dan kuku. 6. Tinea korporis, pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea di atas. Bila terjadi Pemeriksaan Penunjang di seluruh tubuh disebut dengan tinea Bila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan imbrikata. mikroskopis dengan KOH, akan ditemukan hifa Tinea pedis banyak didapatkan pada orang yang dalam kehdupan sehari-hari banyak memakai sepatu tertutup disertai perawatan kaki yang buruk dan para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering basah. Tinea kruris merupakan 308 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT panjang dan artrospora. 2. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan Penegakan Diagnosis (Assessment) topikal, yaitu dengan: antifungal topikal Diagnosis Klinis seperti krim klotrimazol, mikonazol, atau Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis terbinafin yang diberikan hingga lesi hilang dan pemeriksaan fisik. Bila diperlukan dilakukan dan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian untuk pemeriksaan penunjang. mencegah rekurensi. Gambar 11.12 Dermatofitosis 3. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal, dilakukan Diagnosis Banding pengobatan sistemik dengan: Tinea Korporis : Dermatitis numularis, a. Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g per hari untuk orang Pytiriasis rosea, Erythema dewasa dan 0,25 – 0,5 g per hari untuk annulare centrificum, anak- anak atau 10-25 mg/kgBB/hari, Granuloma annulare terbagi dalam 2 dosis. Tinea Kruris : Kandidiasis, Dermatitis b. Golongan azol, seperti Ketokonazol: 200 intertrigo, Eritrasma mg/hari; Itrakonazol: 100 mg/hari atau Tinea Pedis : Hiperhidrosis, Dermatitis Terbinafin: 250 mg/hari. Pengobatan kontak, Dyshidrotic eczema diberikan selama 10-14 hari pada pagi Tinea Manum : Dermatitis kontak iritan, hari setelah makan. Psoriasis Tinea Fasialis : Dermatitis seboroik, Konseling dan Edukasi Dermatitis kontak Edukasi mengenai penyebab dan cara penularan Komplikasi penyakit. Edukasi pasien dan keluarga juga Jarang ditemukan, dapat berupa infeksi bakterial untuk menjaga higiene tubuh, namun penyakit sekunder. ini bukan merupakan penyakit yang berbahaya. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Kriteria rujukan Penatalaksanaan Pasien dirujuk apabila: 1. Higiene diri harus terjaga, dan pemakaian 1. Penyakit tidak sembuh dalam 10-14 hari handuk/pakaian secara bersamaan harus dihindari. setelah terapi. 2. Terdapat imunodefisiensi. 3. Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka. Peralatan 1. Lup 2. Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan KOH Prognosis Pasien dengan imunokompeten, prognosis umumnya bonam, sedangkan pasien dengan imunokompromais, quo ad sanationamnya menjadi dubia ad bonam. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 309

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Referensi Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Elsevier. 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Jakarta. Universitas Indonesia. 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical 11. PITIRIASIS VERSIKOLOR/ TINEA VERSIKOLOR No. ICPC-2 : S76 Skin infection other No. ICD-10 : B36.0 Pityriasis versicolor Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan bulat atau tidak beraturan dengan batas tegas Tinea versikolor adalah penyakit infeksi pada atau tidak tegas. Skuama biasanya tipis seperti superfisial kulit dan berlangsung kronis yang sisik dan kadangkala hanya dapat tampak disebabkan oleh jamur Malassezia furfur. dengan menggores kulit (finger nail sign). Prevalensi penyakit ini tinggi pada daerah tropis Predileksi di bagian atas dada, lengan, leher, yang bersuhu hangat dan lembab. perut, kaki, ketiak, lipat paha, muka dan kepala. Hasil Anamnesis (Subjective) Penyakit ini terutama ditemukan pada daerah Keluhan yang tertutup pakaian dan bersifat lembab. Pasien pada umumnya datang berobat karena Pemeriksaan Penunjang tampak bercak putih pada kulitnya. Keluhan 1. Pemeriksaan lampu Wood menampakkan gatal ringan muncul terutama saat berkeringat, namun sebagian besar pasien pendaran (fluoresensi) kuning keemasan asimptomatik. pada lesi yang bersisik. Faktor Risiko 2. Pemeriksaan mikroskopis sediaan kerokan 1. Sering dijumpai pada dewasa muda (kelenjar skuama lesi dengan KOH. Pemeriksaan ini akan tampak campuran hifa pendek dan sebasea lebih aktif bekerja). spora-spora bulat yang dapat berkelompok 2. Cuaca yang panas dan lembab. (spaghetti and meatball appearance). 3. Tubuh yang berkeringat. 4. Imunodefisiensi Gambar 11.13 Tinea versikolor Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda patognomonis Lesi berupa makula hipopigmentasi atau berwarna-warni, berskuama halus, berbentuk 310 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Penegakan Diagnosis (Assessment) tinggi (± 50% pasien). Infeksi jamur dapat Diagnosis Klinis dibunuh dengan cepat tetapi membutuhkan Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis waktu berbulan-bulan untuk mengembalikan dan pemeriksaan fisik. pigmentasi ke normal. Untuk pencegahan, diusahakan agar pakaian tidak lembab dan tidak Diagnosis Banding berbagi dengan orang lain untuk penggunaan Vitiligo, Dermatitis seboroik, Pitiriasis alba, barang pribadi. Morbus hansen, Eritrasma Kriteria Rujukan Komplikasi Sebagian besar kasus tidak memerlukan rujukan. Jarang terjadi. Peralatan Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 1. Lup Penatalaksanaan 2. Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan 1. Pasien disarankan untuk tidak KOH menggunakan pakaian yang lembab dan tidak berbagi penggunaan barang pribadi Prognosis dengan orang lain. Prognosis umumnya bonam. 2. Pengobatan terhadap keluhannya dengan: a. Pengobatan topikal Referensi Suspensi selenium sulfida 1,8%, 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu dalam bentuk shampo yang digunakan Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. 2-3 kali seminggu. Obat ini digosokkan Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran pada lesi dan didiamkan selama 15-30 Universitas Indonesia. menit sebelum mandi. 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Derivat azol topikal, antara lain Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical mikonazol dan klotrimazol. Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders b. Pengobatan sistemik diberikan apabila Elsevier. penyakit ini terdapat 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan pada daerah yang luas atau jika Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. penggunaan obat topikal tidak berhasil. Jakarta. Obat tersebut, yaitu: Ketokonazol per oral dengan dosis 1x200 mg sehari selama 10 hari, atau Itrakonazol per oral dengan dosis 1 x 200 mg sehari selama 5-7 hari (pada kasus kambuhan atau tidak responsif dengan terapi lainnya). Konseling dan Edukasi Edukasi pasien dan keluarga bahwa pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten, karena angka kekambuhan PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 311

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 12. PIODERMA No. ICPC-2 : S84 Impetigo S76 Skin infection other No. ICD-10 : L01 Impetigo L02 Cutaneous abscess, furuncle and carbuncle L08.0 Pyoderma Tingkat Kemampuan : Folikulitis superfisialis 4A, Furunkel, Furunkulosis dan Karbunkel 4A Impetigo krustosa (impetigo contagiosa) dan Impetigo bulosa 4A, Ektima (impetigo ulseratif) 4A Masalah Kesehatan Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Pioderma adalah infeksi kulit (epidermis, dermis Sederhana (Objective) dan subkutis) yang disebabkan oleh bakteri Folikulitis adalah peradangan folikel rambut gram positif dari golongan Stafilokokus dan yang ditandai dengan papul eritema perifolikuler Streptokokus. Pioderma merupakan penyakit dan rasa gatal atau perih. yang sering dijumpai. Di Bagian Ilmu Penyakit Furunkel adalah peradangan folikel rambut dan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran jaringan sekitarnya berupa papul, vesikel atau Universitas Indonesia, insidennya menduduki pustul perifolikuler dengan eritema di sekitarnya peringkat ketiga, dan berhubungan erat dengan dan disertai rasa nyeri. keadaaan sosial ekonomi. Penularannya melalui Furunkulosis adalah beberapa furunkel yang kontak langsung dengan agen penyebab. tersebar. Karbunkel adalah kumpulan dari beberapa Hasil Anamnesis (Subjective) furunkel, ditandai dengan beberapa furunkel Keluhan yang berkonfluensi membentuk nodus Pasien datang mengeluh adanya koreng atau bersupurasi di beberapa puncak. luka di kulit Impetigo krustosa (impetigo contagiosa) adalah 1. Awalnya berbentuk seperti bintil kecil peradangan yang memberikan gambaran vesikel yang dengan cepat berubah menjadi pustul yang gatal, dapat berisi cairan atau nanah dan pecah sehingga menjadi krusta kering dengan dasar dan pinggiran sekitarnya kekuningan seperti madu. Predileksi spesifik lesi kemerahan. Keluhan ini dapat meluas terdapat di sekitar lubang hidung, mulut, telinga menjadi bengkak disertai dengan rasa nyeri. atau anus. 2. Bintil kemudian pecah dan menjadi Impetigo bulosa adalah peradangan yang keropeng/koreng yang mengering, keras dan memberikan gambaran vesikobulosa dengan sangat lengket. lesi bula hipopion (bula berisi pus). Faktor risiko: Ektima adalah peradangan yang menimbulkan 1. Higiene yang kurang baik kehilangan jaringan dermis bagian atas (ulkus 2. Defisiensi gizi dangkal). 3. Imunodefisiensi (CD4 dan CD8 yang rendah) 312 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Gambar 11.14 Furunkel tinggi, sakit kepala, mual muntah, dan nyeri sendi. Pada pemeriksaan darah rutin dapat Gambar 11.15 Ektima dijumpai leukositosis 20.000/mm3 atau lebih. Pemeriksaan Penunjang 2. Selulitis adalah peradangan supuratif 1. Pemeriksaan dari apusan cairan sekret dari yang menyerang subkutis, ditandai dengan peradangan lokal, infiltrate eritema berbatas dasar lesi dengan pewarnaan Gram tidak tegas, disertai dengan rasa nyeri tekan 2. Pemeriksaan darah rutin kadang-kadang dan gejala prodromal tersebut di atas. 3. Ulkus ditemukan leukositosis. 4. Limfangitis Penegakan diagnostik (Assessment) 5. Limfadenitis supuratif Diagnosis Klinis 6. Bakteremia (sepsis) 1. Folikulitis 2. Furunkel Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 3. Furunkulosis 4. Karbunkel Penatalaksanaan 5. Impetigo bulosa dan krustosa 6. Ektima 1. Terapi suportif dengan menjaga higiene, Komplikasi nutrisi TKTP dan stamina tubuh. 1. Erisipelas adalah peradangan epidermis 2. Farmakoterapi dilakukan dengan: dan dermis yang ditandai dengan infiltrat eritema, edema, berbatas tegas, dan a. Topikal: disertai dengan rasa panas dan nyeri. Bila banyak pus/krusta, dilakukan Onset penyakit ini sering didahului dengan gejala prodromal berupa menggigil, panas kompres terbuka dengan permanganas kalikus (PK) 1/5.000 atau yodium povidon 7,5% yang dilarutkan 10 kali. Bila tidak tertutup pus atau krusta, diberikan salep atau krim asam fusidat 2% atau mupirosin 2%, dioleskan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari. b. Antibiotik oral dapat diberikan dari salah satu golongan di bawah ini: Penisilin yang resisten terhadap penisilinase, seperti: kloksasilin. Dosis dewasa: 3 x 250- 500 mg/hari, selama 5-7 hari, selama 5-7 hari. Dosis anak: 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis, selama 5-7 hari. Amoksisilin dengan asam klavulanat. Dosis dewasa: 3 x 250-500 mg Dosis anak: 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, selama 5-7 hari Klindamisin 4 x 150 mg per hari, pada infeksi berat dosisnya 4 x 300- 450 mg per hari. Eritromisin: dosis dewasa: 4 x 250-500 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 313

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT mg/hari, anak: 20-50 mg/kgBB/hari Peralatan terbagi 4 dosis, selama 5-7 hari. Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan Sefalosporin, misalnya sefadroksil darah rutin dan pemeriksaan Gram dengan dosis 2 x 500 mg atau 2 x 1000 mg per hari. Prognosis c. Insisi untuk karbunkel yang Apabila penyakit tanpa disertai komplikasi, menjadi abses untuk membersihkan prognosis umumnya bonam, bila dengan eksudat dan jaringan nekrotik. komplikasi, prognosis umumnya dubia ad bonam. Konseling dan Edukasi Referensi Edukasi pasien dan keluarga untuk pencegahan 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu penyakit dengan menjaga kebersihan diri dan stamina tubuh. Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. Kriteria Rujukan Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Pasien dirujuk apabila terjadi: Universitas Indonesia. 1. Komplikasi mulai dari selulitis. 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. 2. Tidak sembuh dengan pengobatan selama Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders 5-7 hari. Elsevier. 3. Terdapat penyakit sistemik (gangguan 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. metabolik endokrin dan imunodefisiensi). Jakarta 13. ERISIPELAS : S 76Skin infection order No. ICPC-2 : A 46 Erysipelas No. ICD-10 Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan Hasil Anamnesis (Subjective) Erisipelas adalah penyakit infeksi bakteri akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus, Keluhan melibatkan dermis atas dengan tanda khas Terdapat gejala konstitusi seperti demam dan meluas ke limfatik kutaneus superfisial. malaise sebelum terjadinya lesi pada kulit. Erisipelas pada wajah kebanyakan disebabkan Gejala umum pada lesi didapatkan gatal, rasa oleh streptococcus grup A, sedangkan erisipelas terbakar, nyeri dan bengkak. Didahului trauma pada ekstremitas bawah kebanyakan atau riwayat faringitis. disebabkan oleh streptococcus non grup A. Di perkirakan 85% kasus erisipelas terjadi pada Faktor Risiko: ekstremitas bawah. Erisipelas kebanyakan terjadi pada wanita, 1. Penderita Diabetes Mellitus akan tetapi pada usia muda lebih sering terjadi 2. Higiene buruk pada pria. Insidens tertinggi dilaporkan pada 3. Gizi kurang pasien berusia 60 – 80 tahun khususnya pada 4. Gangguan saluran limfatik pasien dengan gangguan saluran limfatik. 314 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Ganggren, Edema kronis, terjadi scar, sepsis, Sederhana (Objective) demam Scarlet, Pneumonia, Abses, Emboli, Meningitis Pemeriksaan Fisik Lokasi : kaki, tangan dan wajah Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Efloresensi : eritema yang berwarna merah Penatalaksanaan cerah, berbatas tegas, dan 1. Istirahat pinggirnya meninggi dengan 2. Tungkai bawah dan kaki yang diserang tanda-tanda radang akut. Dapat disertai edema, vesikel dan bula. ditinggikan Pengobatan sistemik : Gambar 11.16 Erisipelas pada wajah 1. Analgetik antipiretik 2. Antibiotik : a. Penisilin 0,6 – 1,5 mega unit 5-10 hari b. Sefalosporin 4 x 400 mg selama 5 hari Rencana tindak lanjut : 1. Memantau terjadinya komplikasi 2. Mencegah faktor risiko Gambar 11.17 Erisipelas pada kaki Konseling dan Edukasi 1. Bagi penderita diabetes, tetap mengontrol Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah didapatkan leukositosis gula darah Penegakan Diagnostik (Assessment) 2. Menjaga kebersihan badan Diagnosis Klinis Kriteria Rujukan Penegakan diagnosis melalui hasil anamnesis, Jika terjadi komplikasi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Peralatan Diagnosis Banding: Selulitis, Urtikaria Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan Komplikasi: darah rutin. Prognosis Dubia ad bonam Referensi 1. DavisL.Erysipelas. Available from http://e- medicine.medscape.com (10 Juni 2014) 2. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. Pereira de Godoy JM, et al. Epidemiological Data And Comorbidities Of 428 Patients Hospitalized With Erysipelas. Angiology. Jul 2010;61(5):492-4 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 315

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 14. DERMATITIS SEBOROIK No. ICPC-2 : S86 Dermatitis seborrhoeic No. ICD-10 : L21 Seborrhoeic dermatitis Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan Bentuk klinis lain Dermatitis seboroik (DS) merupakan istilah yang Lesi berat: seluruh kepala tertutup oleh krusta, digunakan untuk segolongan kelainan kulit kotor, dan berbau (cradle cap). yang didasari oleh faktor konstitusi (predileksi di tempat-tempat kelenjar sebum). Dermatitis Pemeriksaan Penunjang seboroik berhubungan erat dengan keaktifan Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan glandula sebasea. penunjang. Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Gambar 11.18 Dermatitis seboroik pada kulit Pasien datang dengan keluhan munculnya kepala bercak merah dan kulit kasar. Kelainan awal hanya berupa ketombe ringan pada kulit kepala (pitiriasis sika) sampai keluhan lanjut berupa keropeng yang berbau tidak sedap dan terasa gatal. Faktor Risiko Penegakan Diagnostik (Assessment) Genetik, faktor kelelahan, stres emosional , infeksi, defisiensi imun, jenis kelamin pria lebih Diagnosis Klinis sering daripada wanita, usia bayi bulan 1 dan Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis usia 18-40 tahun, kurang tidur dan pemeriksaan fisik. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Diagnosis Banding Sederhana (Objective) Psoriasis (skuamanya berlapis-lapis, tanda Auspitz, skuama tebal seperti mika), Kandidosis Pemeriksaan Fisik (pada lipat paha dan perineal, eritema bewarna Tanda patognomonis merah cerah berbatas tegas dengan lesi satelit 1. Papul sampai plak eritema disekitarnya), Otomikosis, Otitis eksterna. 2. Skuama berminyak agak kekuningan Komplikasi 3. Berbatas tidak tegas Pada anak, lesi bisa meluas menjadi penyakit Lokasi predileksi Leiner atau eritroderma. Kulit kepala, glabela, belakang telinga, belakang leher, alis mata, kelopak mata, liang telinga luar, lipat naso labial, sternal, areola mammae, lipatan bawah mammae pada wanita, interskapular, umbilikus, lipat paha, daerah angogenital. 316 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) perlu dipertimbangkan pemberian ketokonazol krim 2%. Penatalaksanaan b. Oral sistemik 1. Pasien diminta untuk memperhatikan faktor predisposisi terjadinya keluhan, • Antihistamin sedatif yaitu: misalnya stres emosional dan kurang tidur. klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per Diet juga disarankan untuk mengkonsumsi hari selama 2 minggu, setirizin 1 x makanan rendah lemak. 10 mg per hari selama 2 minggu. 2. Farmakoterapi dilakukan dengan: • Antihistamin non sedatif yaitu: loratadin 1x10 mgselama maksimal 2 a. Topikal minggu. Bayi: • Pada lesi di kulit kepala bayi Konseling dan Edukasi diberikan asam salisilat 3% dalam minyak kelapa atau vehikulum yang 1. Memberitahukan kepada orang tua untuk larut air atau kompres minyak menjaga kebersihan bayi dan rajin merawat kelapa hangat 1 kali sehari selama kulit kepala bayi. beberapa hari. • Dilanjutkan dengan krim 2. Memberitahukan kepada orang tua bahwa hidrokortison 1% atau lotion selama kelainan ini umumnya muncul pada beberapa hari. bulan-bulan pertama kehidupan dan • Selama pengobatan, rambut tetap membaik seiring dengan pertambahan usia. dicuci. Dewasa: 3. Memberikan informasi bahwa penyakit ini • Pada lesi di kulit kepala, diberikan sukar disembuhkan tetapi dapat terkontrol shampo selenium sulfida 1,8 dengan mengontrol emosi dan psikisnya. atau shampo ketokonazol 2%, zink pirition (shampo anti ketombe), Kriteria Rujukan atau pemakaian preparat ter (liquor Pasien dirujuk apabila tidak ada perbaikan carbonis detergent) 2-5 % dalam dengan pengobatan standar. bentuk salep dengan frekuensi 2-3 Peralatan: - kali seminggu selama 5-15 menit per hari. Prognosis • Pada lesi di badan diberikan Prognosis pada umumnya bonam, sembuh tanpa kortikosteroid topikal: Desonid krim komplikasi. 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonid Referensi krim 0,025%) selama maksimal 2 minggu. 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu • Pada kasus dengan manifestasi Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. dengan inflamasi yang lebih berat Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran diberikan kortikosteroid kuat Universitas Indonesia. misalnya betametason valerat krim 0,1%. 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. • Pada kasus dengan infeksi jamur, Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders Elsevier. 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. Jakarta. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 317

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 15. DERMATITIS ATOPIK No. ICPC-2 : S87 Dermatitis/atopic eczema No. ICD-10 : L20 Atopic dermatitis Tingkat Kemampuan Dermatitis atopik (kecuali recalcitrant) 4A Masalah Kesehatan Faktor Pemicu Dermatitis Atopik (DA) adalah peradangan kulit 1. Makanan: telur, susu, gandum, kedelai, dan berulang dan kronis dengan disertai gatal. Pada umumnya terjadi selama masa bayi dan kacang tanah. anak-anak dan sering berhubungan dengan 2. Tungau debu rumah peningkatan kadar IgE dalam serum serta 3. Sering mengalami infeksi di saluran napas riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Sinonim dari penyakit ini adalah eczema atas (kolonisasi Staphylococus aureus) atopik, eczema konstitusional, eczema fleksural, neurodermatitis diseminata, prurigo Besnier. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Hasil Anamnesis (Subjective) Pemeriksaan Fisik Tanda patognomonis Kulit Keluhan penderita DA: Pasien datang dengan keluhan gatal yang 1. Kering pada perabaan bervariasi lokasinya tergantung pada jenis 2. Pucat/redup dermatitis atopik (lihat klasifikasi). 3. Jari tangan teraba dingin Gejala utama DA adalah pruritus, dapat hilang 4. Terdapat papul, likenifikasi, eritema, erosi, timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita eksoriasi, eksudasi dan krusta pada lokasi akan menggaruk. predileksi Pasien biasanya juga mempunyai riwayat sering Lokasi predileksi: merasa cemas, egois, frustasi, agresif, atau 1. Tipe bayi (infantil) merasa tertekan. a. Dahi, pipi, kulit kepala, leher, Faktor Risiko 1. Wanita lebih banyak menderita DA pergelangan tangan dan tungkai, serta lutut (pada anak yang mulai merangkak). dibandingkan pria (rasio 1,3 :1). b. Lesi berupa eritema, papul vesikel halus, 2. Riwayat atopi pada pasien dan atau keluarga eksudatif, krusta. 2. Tipe anak (rhinitis alergi, konjungtivitis alergi/vernalis, a. Lipat siku, lipat lutut, pergelangan asma bronkial, dermatitis atopik, dan lain- tangan bagian dalam, kelopak mata, lain). leher, kadang-kadang di wajah. 3. Faktor lingkungan: jumlah keluarga kecil, b. b. Lesi berupa papul, sedikit pendidikan ibu semakin tinggi, penghasilan eksudatif, sedikit skuama, likenifikasi, meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan erosi. Kadang-kadang disertai pustul. meningkatnya penggunaan antibiotik. 3. Tipe remaja dan dewasa 4. Riwayat sensitif terhadap wol, bulu kucing, a. Lipat siku, lipat lutut, samping anjing, ayam, burung, dan sejenisnya. leher, dahi, sekitar mata, tangan dan pergelangan tangan, kadang-kadang ditemukan setempat misalnya bibir mulut, bibir kelamin, puting susu, atau 318 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT kulit kepala. 3. Dermatitis di fleksura pada dewasa atau b. Lesi berupa plak papular eritematosa, 4. Dermatitis kronis atau berulang 5. Riwayat atopi pada penderita skuama, likenifikasi, kadang- kadang erosi dan eksudasi, terjadi keluarganya hiperpigmentasi. Berdasarkan derajat keparahan terbagi menjadi: Kriteria minor: 1. DA ringan : apabila mengenai < 10% luas permukaan kulit. 1. Xerosis 2. DA sedang : apabila mengenai 10-50% luas 2. Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus atau permukaan kulit. 3. 3. DA berat : apabila mengenai > 50% luas virus herpes simpleks) permukaan kulit. Tanpa penyulit (umumnya 3. Iktiosis/ hiperliniar palmaris/ keratosis tidak diikuti oleh infeksi sekunder). Dengan penyulit (disertai infeksi sekunder atau piliaris meluas dan menjadi rekalsitran (tidak membaik 4. Pitriasis alba dengan pengobatan standar). 5. Dermatitis di papilla mamae Gambar 11.19 Dermatitis atopik 6. White dermogrhapism dan delayed blanch Pemeriksaan Penunjang response Pemeriksaan IgE serum (bila diperlukan dan 7. Kelilitis dapat dilakukan di fasilitas pelayanan Tingkat 8. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan Pertama) 9. Konjungtivitis berulang Penegakan Diagnostik (Assessment) 10. Keratokonus Diagnosis Klinis 11. Katarak subskapsular anterior Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis 12. Orbita menjadi gelap dan pemeriksaan fisik harus terdiri dari 3 kriteria 13. Muka pucat atau eritem mayor dan 3 kriteria minor dari kriteria Williams 14. Gatal bila berkeringat (1994) di bawah ini. 15. Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak Kriteria mayor: 16. Aksentuasi perifolikular 1. Pruritus 17. Hipersensitif terhadap makanan 2. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi 18. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor dan anak lingkungan dan atau emosi 19. Tes kulit alergi tipe dadakan positif 20. Kadar IgE dalam serum meningkat 21. Mulai muncul pada usia dini Pada bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi menjadi: 1. Tiga kriteria mayor berupa: a. Riwayat atopi pada keluarga b. Dermatitis pada muka dan ekstensor c. Pruritus 2. Serta tiga kriteria minor berupa: a. Xerosis / iktiosis / hiperliniaris palmaris, aksentuasi perifolikular b. Fisura di belakang telinga c. Skuama di scalp kronis Diagnosis banding Dermatitis seboroik (terutama pada bayi), Dermatitis kontak, Dermatitis numularis, PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 319

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Skabies, Iktiosis , Psoriasis (terutama di daerah dapat diberikan golongan palmoplantar), Sindrom Sezary, Dermatitis betametason valerat krim 0,1% atau herpetiformis Pada bayi, diagnosis banding, mometason furoat krim 0,1%. yaitu Sindrom imunodefisiensi (misalnya • Pada kasus infeksi sekunder, sindrom Wiskott-Aldrich), Sindrom hiper IgE perlu dipertimbangkan pemberian Komplikasi antibiotik topikal atau sistemik bila 1. Infeksi sekunder lesi meluas. 2. Perluasan penyakit (eritroderma) b. Oral sistemik • Antihistamin sedatif: klorfeniramin maleat 3 x 4 mg per hari selama Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) maksimal 2 minggu atau setirizin 1 Penatalaksanaan x 10 mg per hari selama maksimal 2 minggu. 1. Penatalaksanaan dilakukan dengan • Antihistamin non sedatif: loratadin modifikasi gaya hidup, yaitu: a. Menemukan faktor risiko. 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu. b. Menghindari bahan-bahan yang bersifat iritan termasuk pakaian Pemeriksaan Penunjang Lanjutan (bila seperti wol atau bahan sintetik. diperlukan) c. Memakai sabun dengan pH netral dan Pemeriksaan untuk menegakkan atopi, misalnya mengandung pelembab. skin prick test/tes uji tusuk pada kasus dewasa. d. Menjaga kebersihan bahan pakaian. e. Menghindari pemakaian bahan kimia Konseling dan Edukasi tambahan. f. Membilas badan segera setelah 1. Penyakit bersifat kronis dan berulang selesai berenang untuk menghindari sehingga perlu diberi pengertian kepada kontak klorin yang terlalu lama. seluruh anggota keluarga untuk menghindari g. Menghindari stress psikis. faktor risiko dan melakukan perawatan kulit h. Menghindari bahan pakaian terlalu secara benar. tebal, ketat, kotor. i. Pada bayi, menjaga kebersihan di 2. Memberikan informasi kepada keluarga daerah popok, iritasi oleh kencing bahwa prinsip pengobatan adalah atau feses, dan hindari pemakaian menghindari gatal, menekan proses bahan-bahan medicatedbaby oil. peradangan, dan menjaga hidrasi kulit. j. Menghindari pembersih yang mengandung antibakteri karena 3. Menekankan kepada seluruh anggota menginduksi resistensi. keluarga bahwa modifikasi gaya hidup 2. Untuk mengatasi keluhan, farmakoterapi tidak hanya berlaku pada pasien, juga diberikan dengan: harus menjadi kebiasaan keluarga secara a. Topikal (2 kali sehari) keseluruhan. • Pada lesi di kulit kepala, diberikan kortikosteroid topikal, seperti: Rencana tindak lanjut Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan 1. Diperlukan pengobatan pemeliharaan fluosinolon asetonid krim 0,025%) setelah fase akut teratasi. selama maksimal 2 minggu. • Pada kasus dengan manifestasi klinis Pengobatan pemeliharaan dengan likenifikasi dan hiperpigmentasi, kortikosteroid topikal jangka panjang (1 kali sehari) dan penggunaan krim pelembab 2 kali sehari sepanjang waktu. 2. Pengobatan pemeliharaan dapat diberikan selama maksimal 4 minggu. 320 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 3. Pemantauan efek samping kortikosteroid. Prognosis Bila terdapat efek samping, kortikosteroid Prognosis pada umumnya bonam, dapat dihentikan. terkendali dengan pengobatan pemeliharaan. Kriteria Rujukan Referensi 1. Dermatitis atopik luas dan berat 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu 2. Dermatitis atopik rekalsitran atau dependent Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. steroid Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran 3. Bila diperlukan skin prick test/tes uji tusuk Universitas Indonesia. 4. Bila gejala tidak membaik dengan 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical pengobatan standar selama 4 minggu Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders 5. Bila kelainan rekalsitran atau meluas sampai Elsevier. 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan eritroderma Kelamin.2011.PedomanPelayanan Medik. Jakarta. Peralatan khusus untuk Tidak diperlukan peralatan mendiagnosis penyakit ini. 16. DERMATITIS NUMULARIS No. ICPC-2 : S87 Dermatitis/atopic eczema No. ICD-10 : L20.8 Other atopic dermatitis Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan Faktor Risiko Dermatitis numularis adalah dermatitis Pria, usia 55-65 tahun (pada wanita 15-25 tahun), berbentuk lesi mata uang (koin) atau lonjong, riwayat trauma fisis dan kimiawi (fenomena berbatas tegas, dengan efloresensi berupa Kobner: gambaran lesi yang mirip dengan papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga lesi utama), riwayat dermatitis kontak alergi, basah (oozing/madidans). Penyakit ini pada riwayat dermatitis atopik pada kasus dermatitis orang dewasa lebih sering terjadi pada pria numularis anak, stress emosional, minuman daripada wanita. Usia puncak awitan pada yang mengandung alkohol, lingkungan dengan kedua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun, kelembaban rendah, riwayat infeksi kulit pada wanita usia puncak terjadi juga pada sebelumnya usia 15 sampai 25 tahun. Dermatitis numularis tidak biasa ditemukan pada anak, bila ada Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang timbulnya jarang pada usia sebelum satu tahun, Sederhana (Objective) umumnya kejadian meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pemeriksaan Fisik Hasil Anamnesis (Subjective) Tanda patognomonis Keluhan 1. Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel Bercak merah yang basah pada predileksi tertentu dan sangat gatal. Keluhan hilang timbul (0,3 – 1 cm), berbentuk uang logam, dan sering kambuh. eritematosa, sedikit edema, dan berbatas tegas. 2. Tanda eksudasi karena vesikel mudah PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 321

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT pecah, kemudian mengering menjadi krusta basah) sampai lesi mengering. kekuningan. • Kemudian terapi dilanjutkan dengan 3. Jumlah lesi dapat satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral, atau simetris, dengan kortikosteroid topikal: Desonid krim ukuran yang bervariasi. 0,05% (catatan: bila tidak tersedia Tempat predileksi terutama di tungkai dapat digunakan f l u o s i n o l o n bawah, badan, lengan, termasuk punggung asetonid krim 0,025%) selama tangan. maksimal 2 minggu. • Pada kasus dengan manifestasi Gambar 11.20 Dermatitis numularis klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan Pemeriksaan Penunjang golongan Betametason valerat krim Tidak diperlukan, karena manifestasi klinis jelas 0,1% atau Mometason furoat krim dan klasik. 0,1%). Penegakan Diagnostik (Assessment) • Pada kasus infeksi sekunder, Diagnosis Klinis perlu dipertimbangkan pemberian Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis antibiotik topikal atau sistemik bila dan pemeriksaan fisik. Diagnosis Banding lesi meluas. Dermatitis kontak, Dermatitis atopi, b. Oral sistemik Neurodermatitis sirkumskripta, Dermatomikosis • Antihistamin sedatif: klorfeniramin Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) maleat 3 x 4 mg per hari selama Penatalaksanaan maksimal 2 minggu atau setirizin 1 1. Pasien disarankan untuk menghindari x 10 mg per hari selama maksimal 2 minggu. faktor yang mungkin memprovokasi seperti • Antihistamin non sedatif: loratadin stres dan fokus infeksi di organ lain. 1x10 mg per hari selama maksimal 2. Farmakoterapi yang dapat diberikan, yaitu: 2 minggu. a. Topikal (2 kali sehari) c. Jika ada infeksi bakteri dapat diberikan antibiotik topikal atau antibiotik • Kompres terbuka dengan larutan sistemik bila lesi luas. permanganas kalikus 1/10.000, menggunakan 3 lapis kasa bersih, Komplikasi selama masing-masing 15-20 menit/ kali kompres (untuk lesi madidans/ Infeksi sekunder Konseling dan Edukasi 1. Memberikan edukasi bahwa kelainan bersifat kronis dan berulang sehingga penting untuk pemberian obat topikal rumatan. 2. Mencegah terjadinya infeksi sebagai faktor risiko terjadinya relaps. Kriteria Rujukan 1. Apabila kelainan tidak membaik dengan pengobatan topikal standar. 2. Apabila diduga terdapat faktor penyulit 322 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT lain, misalnya fokus infeksi pada organ lain, Referensi maka konsultasi danatau disertai rujukan kepada dokter spesialis terkait (contoh: 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu gigi mulut, THT, obgyn, dan lain-lain) untuk Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. penatalaksanaan fokus infeksi tersebut. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Peralatan Universitas Indonesia. Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis numularis. 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Prognosis Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Prognosis pada umumnya bonam apabila Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders kelainan ringan tanpa penyulit, dapat sembuh Elsevier. tanpa komplikasi, namun bila kelainan berat dan dengan penyulit prognosis menjadi dubia 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan ad bonam. Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. Jakarta. 17. LIKEN SIMPLEKS KRONIK (NEURODERMATITIS SIRKUMKRIPTA) No. ICPC-2 : S87 Dermatitis/atopic eczema No. ICD-10 : L28.0 Lichen simplex chronicus Tingkat Kemampuan 3A Masalah Kesehatan Wanita lebih sering ditemukan dibandingkan Liken simpleks kronik atau yang sering disebut pria, dengan puncak insidens 30-50 tahun. juga dengan neurodermatitis sirkumkripta adalah kelainan kulit berupa peradangan Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang kronis, sangat gatal berbentuk sirkumskrip Sederhana (Objective) dengan tanda berupa kulit tebal dan menonjol menyerupai kulit batang kayu akibat garukan Pemeriksaan Fisik dan gosokan yang berulang-ulang. Penyebab Tanda Patognomonis kelainan ini belum diketahui. Prevalensi 1. Lesi biasanya tunggal, namun dapat lebih tertinggi penyakit ini pada orang yang berusia 30-50 tahun dan lebih sering terjadi pada dari satu. wanita dibandingkan pada pria. 2. Dapat terletak dimana saja yang mudah Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan dicapai tangan. Biasanya terdapat di Pasien datang dengan keluhan gatal sekali pada daerah tengkuk, sisi leher, tungkai bawah, kulit, tidak terus menerus, namun dirasakan pergelangan kaki, kulit kepala, paha bagian terutama malam hari atau waktu tidak sibuk. Bila medial, lengan bagian ekstensor, skrotum terasa gatal, sulit ditahan bahkan hingga harus dan vulva. digaruk sampai luka baru gatal hilang untuk 3. Awalnya lesi berupa eritema dan edema sementara. atau kelompok papul, kemudian karena Faktor Risiko garukan berulang, bagian tengah menebal, kering, berskuama serta pinggirnya mengalami hiperpigmentasi. Bentuk umumnya lonjong, mulai dari lentikular sampai plakat. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 323

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Gambar 11.21 Liken simpleks kronis Konseling dan Edukasi 1. Memberitahu keluarga mengenai kondisi pasien dan penanganannya. 2. Menyarankan pasien untuk melakukan konsultasi dengan psikiatri dan mencari kemungkinan penyakit lain yang mendasari penyakit ini. Pemeriksaan Penunjang Kriteria Rujukan Tidak diperlukan Rujukan dilakukan dengan tujuan untuk mengatasi penyebab lain yang mendasari Penegakan Diagnostik (Assessment) penyakit dengan berkonsultasi kepada psikiatri atau dokter spesialis kulit. Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis Peralatan dan pemeriksaan fisik. Diagnosis Banding Tidak diperlukan peralatan khusus untuk Dermatitis atopik, Dermatitis kontak, Liken mendiagnosis penyakit liken simpleks kronik. planus, Dermatitis numularis Prognosis Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Prognosis pada umumnya bonam, namun quo ad sanationamnya adalah dubia ad bonam. Penatalaksanaan 1. Pasien disarankan agar tidak terus menerus Referensi 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu menggaruk lesi saat gatal, serta mungkin perlu dilakukan konsultasi dengan psikiatri. Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. 2. Prinsip pengobatan yaitu mengupayakan Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran agar penderita tidak terus menggaruk Universitas Indonesia. karena gatal, dengan pemberian: 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. a. Antipruritus: antihistamin dengan Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders efek sedatif, seperti hidroksisin 10-50 Elsevier. mg setiap 4 jam, difenhidramin 25-50 mg 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan setiap 4-6 jam (maksimal 300 mg/ Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. hari), atau klorfeniramin maleat (CTM) 4 Jakarta. mg setiap 4-6 jam (maksimal 24 mg/hari). b. Glukokortikoid topikal, antara lain: betametason dipropionat salep/krim 0,05% 1-3 kali sehari, metilprednisolon aseponat salep/krim 0,1% 1-2 kali sehari, atau mometason furoat salep/krim 0,1% 1 kali sehari. Glukokortikoid dapat dikombinasi dengan tar untuk efek antiinflamasi. 324 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 18. DERMATITIS KONTAK ALERGIK No. ICPC-2 : S88 Dermatitis contact/allergic No. ICD-10 : L23 Allergic contact dermatitis Tingkat Kemampuan 3A Masalah Kesehatan Pemeriksaan Fisik Dermatisis kontak alergik (DKA) adalah reaksi Tanda Patognomonis peradangan kulit imunologik karena reaksi Tanda yang dapat diobservasi sama seperti hipersensitivitas. Kerusakan kulit terjadi dermatitis pada umumnya tergantung pada didahului oleh proses sensitisasi berupa alergen kondisi akut atau kronis. Lokasi dan pola kelainan (fase sensitisasi) yang umumnya berlangsung kulit penting diketahui untuk mengidentifikasi 2-3 minggu. Bila terjadi pajanan ulang dengan kemungkinan penyebabnya, seperti di ketiak alergen yang sama atau serupa, periode hingga oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam terjadinya gejala klinis umumnya 24-48 jam tangan, dan seterusnya. (fase elisitasi). Alergen paling sering berupa Faktor Predisposisi bahan kimia dengan berat molekul kurang dari Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap 500-1000 Da. DKA terjadi dipengaruhi oleh suatu bahan yang bersifat alergen. adanya sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Penegakan Diagnostik (Assessment) Keluhan kelainan kulit berupa gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Diagnosis Klinis Keluhan dapat disertai timbulnya bercak Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis kemerahan. dan pemeriksaan fisik. Diagnosis Banding Hal yang penting ditanyakan adalah Dermatitis kontak iritan. riwayat kontak dengan bahan- bahan yang Komplikasi berhubungan dengan riwayat pekerjaan, hobi, Infeksi sekunder obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetik, bahan- bahan yang dapat Gambar 11.22 Dermatitis kontak alergik menimbulkan alergi, serta riwayat alergi di keluarga Faktor Risiko 1. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan alergen. 2. Riwayat kontak dengan bahan alergen pada waktu tertentu. 3. Riwayat dermatitis atopik atau riwayat atopi pada diri dan keluarga Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 325

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 4 minggu setelah pengobatan standar dan sudah menghindari kontak. Penatalaksanaan 1. Keluhan diberikan farmakoterapi berupa: Peralatan Tidak diperlukan peralatan khusus untuk a. Topikal (2 kali sehari) mendiagnosis penyakit dermatitis kontak alergi. • Pelembab krim hidrofilik urea 10%. Prognosis Prognosis pada umumnya bonam, sedangkan • Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% quo ad sanationam adalah dubia ad malam (catatan: bila tidak tersedia dapat (bila sulit menghindari kontak dan dapat digunakan Fluosinolon asetonid menjadi kronis). krim 0,025%). Referensi • Pada kasus dengan manifestasi klinis 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Betametason valerat krim 0,1% atau Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Mometason furoat krim 0,1%). Universitas Indonesia. 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. • Pada kasus infeksi sekunder, Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical perlu dipertimbangkan pemberian Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders antibiotik topikal. Elsevier. 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan b. Oral sistemik Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. Jakarta. • Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama maksimal 2 minggu, atau • Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu. 2. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan- bahan yang bersifat alergen, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak alergen saat bekerja. Konseling dan Edukasi 1. Konseling untuk menghindari bahan alergen di rumah saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga. 2. Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boot. 3. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja. Kriteria rujukan 1. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test. 2. Apabila kelainan tidak membaik dalam 326 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 19. DERMATITIS KONTAK IRITAN No. ICPC-2 : S88 Dermatitis contact/allergic No. ICD-10 : L24 Irritant contact dermatitis Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan kondisi akut atau kronis. Selengkapnya dapat Dermatisis kontak iritan (DKI) adalah reaksi dilihat pada bagian klasifikasi. peradangan kulit non- imunologik. Kerusakan Faktor Predisposisi kulit terjadi secara langsung tanpa didahului Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap oleh proses sensitisasi. DKI dapat dialami suatu bahan yang bersifat iritan. oleh semua orang tanpa memandang usia, Pemeriksaan Penunjang jenis kelamin, dan ras. Penyebab munculnya Tidak diperlukan dermatitis jenis ini adalah bahan yang bersifat Penegakan Diagnostik (Assessment) iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak Diagnosis Klinis pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu yang Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis biasanya berhubungan dengan pekerjaan. dan pemeriksaan fisik. Hasil Anamnesis (Subjective) Gambar 11.23 Dermatitis kontak iritan Keluhan Klasifikasi Keluhan di kulit dapat beragam, tergantung Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor- pada sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala faktor tertentu, DKI dibagi menjadi: akut, sedangkan iritan lemah memberikan gejala 1. DKI akut: kronis. Gejala yang umum dikeluhkan adalah perasaan gatal dan timbulnya bercak kemerahan a. Bahan iritan kuat, misalnya larutan pada daerah yang terkena kontak bahan iritan. asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida Kadang-kadang diikuti oleh rasa pedih, panas, (HCl), termasuk luka bakar oleh bahan dan terbakar. kimia. Faktor Risiko 1. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan b. Lesi berupa: eritema, edema, bula, kadang disertai nekrosis. oleh bahan iritan 2. Riwayat kontak dengan bahan iritan pada waktu tertentu 3. Pasien bekerja sebagai tukang cuci, juru masak, kuli bangunan, montir, penata rambut 4. Riwayat dermatitis atopik Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda patognomonis Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya, tergantung pada PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 327

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT c. Tepi kelainan kulit berbatas tegas rambut dan pekerja logam dalam dan pada umumnya asimetris. beberapa bulan pertama, kelainan kulit monomorfik (efloresensi tunggal) 2. DKI akut lambat: dapat berupa eritema, skuama, vesikel, a. Gejala klinis baru muncul sekitar 8-24 pustul, dan erosi. jam atau lebih setelah kontak. b. Umumnya dapat sembuh sendiri, namun b. Bahan iritan yang dapat menyebabkan menimbulkan penebalan kulit, dan DKI tipe ini diantaranya adalah kadang-kadang berlanjut menjadi DKI podofilin, antralin, tretionin, etilen kumulatif. oksida, benzalkonium klorida, dan asam 5. DKI traumatik: hidrofluorat. a. Kelainan kulit berkembang lambat c. Kadang-kadang disebabkan oleh bulu setelah trauma panas atau laserasi. serangga yang terbang pada malam hari b. Gejala seperti dermatitis numularis (lesi (dermatitis venenata), penderita baru akut dan basah). merasa pedih keesokan harinya, pada c. Penyembuhan lambat, paling cepat 6 awalnya terlihat eritema, dan pada minggu. sore harinya sudah menjadi vesikel d. Lokasi predileksi paling sering terjadi di atau bahkan nekrosis. tangan. 6. DKI non eritematosa: 3. DKI kumulatif/ DKI kronis: Merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai a. Penyebabnya adalah kontak berulang- dengan perubahan fungsi sawar stratum ulang dengan iritan lemah (faktor korneum, hanya ditandai oleh skuamasi fisis misalnya gesekan, trauma minor, ringan tanpa disertai kelainan klinis lain. kelembaban rendah, panas atau dingin, 7. DKI subyektif/ DKI sensori: faktor kimia seperti deterjen, sabun, Kelainan kulit tidak terlihat, namun pelarut, tanah dan bahkan air). penderita merasa seperti tersengat (pedih) b. Umumnya predileksi ditemukan di atau terbakar (panas) setelah kontak dengan tanganterutama pada pekerja. bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat. c. Kelainan baru muncul setelah kontak dengan bahan iritan berminggu- Diagnosis Banding minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian sehingga Dermatitis kontak alergi waktu dan rentetan kontak merupakan faktor penting. Komplikasi d. Kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci Infeksi sekunder. yang mengalami kontak terus-menerus dengan deterjen. Keluhan penderita Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisur). Ada kalanya kelainan Penatalaksanaan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh 1. Keluhan dapat diatasi dengan pemberian penderita. farmakoterapi, berupa: a. Topikal (2 kali sehari) 4. Reaksi iritan: • Pelembab krim hidrofilik urea 10%. a. Merupakan dermatitis subklinis pada • Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% seseorang yang terpajan dengan (catatan: bila tidak tersedia dapat pekerjaan basah, misalnya penata 328 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT digunakan fluosinolon asetonid Prognosis krim 0,025%). Prognosis pada umumnya bonam. Pada • Pada kasus DKI kumulatif dengan kasus DKI akut dan bisa menghindari kontak, manifestasi klinis likenifikasi dan prognosisnya adalah bonam (sembuh tanpa hiperpigmentasi, dapat diberikan komplikasi). Pada kasus kumulatif dan tidak golongan betametason valerat krim bisa menghindari kontak, prognosisnya adalah 0,1% atau mometason furoat krim dubia. 0,1%). • Pada kasus infeksi sekunder, Referensi perlu dipertimbangkan pemberian 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu antibiotik topikal. b. Oral sistemik Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. • Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran per hari selama maksimal 2 minggu, Universitas Indonesia. atau 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. • Loratadin 1x10 mg per hari selama Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical maksimal 2 minggu. Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders 2. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, Elsevier. menghindari bahan- bahan yang bersifat 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan iritan, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. fisis, memakai sabun dengan pH netral dan Jakarta. mengandung pelembab, serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak iritan saat bekerja. Konseling dan Edukasi 1. Konseling untuk menghindari bahan iritan di rumah saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga. 2. Edukasi untuk menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boot. 3. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja. Kriteria Rujukan 1. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test 2. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan standar dan sudah menghindari kontak. Peralatan Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis kontak iritan. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 329

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 20. NAPKIN ECZEMA (DERMATITIS POPOK) No. ICPC-2 : S89 Diaper rash No. ICD-10 : L22 Diaper (napkin) dermatitis Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan kadang pustul, lesi satelit (bila terinfeksi Napkin eczema sering disebut juga dengan jamur). dermatitis popok atau diaper rash adalah dermatitis di daerah genito-krural sesuai Gambar 11.24 Napkin eczema dengan tempat kontak popok. Umumnya pada bayi pemakai popok dan juga orang dewasa yang sakit dan memakai popok. Dermatitis ini merupakan salah satu dermatitis kontak iritan akibat isi napkin (popok). Hasil Anamnesis (Subjective) Pemeriksaan Penunjang Keluhan Bila diduga terinfeksi jamur kandida, perlu Pasien datang dengan keluhan gatal dan bercak dilakukan pemeriksaan merah berbatas tegas mengikuti bentuk popok KOH atau Gram dari kelainan kulit yang basah. yang berkontak, kadang-kadang basah dan membentuk luka. Penegakan Diagnostik (Assessment) Faktor Risiko 1. Popok jarang diganti. Diagnosis Klinis 2. Kulit bayi yang kering sebelum dipasang Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. popok. 3. Riwayat atopi diri dan keluarga. Diagnosis Banding 4. Riwayat alergi terhadap bahan plastik dan 1. Penyakit Letterer-Siwe 2. Akrodermatitis enteropatika kertas. 3. Psoriasis infersa 4. Eritrasma Komplikasi Infeksi sekunder Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Pemeriksaan Fisik Penatalaksanaan Tanda patognomonis 1. Untuk mengurangi gejala dan mencegah 1. Makula eritematosa berbatas agak tegas bertambah beratnya lesi, perlu dilakukan (bentuk mengikuti bentuk popok yang hal berikut: berkontak) a. Ganti popok bayi lebih sering, gunakan 2. Papul 3. Vesikel 4. Erosi 5. Ekskoriasi 6. Infiltran dan ulkus bila parah 7. Plak eritematosa (merah cerah), membasah, 330 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT pelembab sebelum memakaikan popok Prognosis bayi. Prognosis umumnya bonam dan dapat sembuh b. Dianjurkan pemakaian popok sekali tanpa komplikasi. pakai jenis highly absorbent. 2. Prinsip pemberian farmakoterapi yaitu untuk Referensi menekan inflamasi dan mengatasi infeksi 1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu kandida. a. Bila ringan: krim/salep bersifat Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. protektif (zinc oxide/pantenol) Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran dipakai 2 kali sehari selama 1 minggu Universitas Indonesia. atau kortikosteroid potensi lemah 2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. (hidrokortison salep 1-2,5%) dipakai 2 Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical kali sehari selama 3-7 hari. Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders b. Bila terinfeksi kandida: berikan Elsevier. antifungal nistatin sistemik 1 kali 3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan sehari selama 7 hari atau derivat azol Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. topikal dikombinasi dengan zinc oxide Jakarta. diberikan 2 kali sehari selama 7 hari. Konseling dan Edukasi 1. Memberitahu keluarga mengenai penyebab dan menjaga higiene kulit. 2. Mengajarkan cara penggunaan popok dan mengganti secepatnya bila popok basah. 3. Mengganti popok sekali pakai bila kapasitas telah penuh. Pemeriksaan Penunjang Lanjutan Biasanya tidak perlu dilakukan, hanya dilakukan untuk mengekslusi diagnosis banding. Rencana Tindak Lanjut Bila gejala tidak menghilang setelah pengobatan standar selama 1 minggu, dilakukan: 1. Pengobatan dapat diulang 7 hari lagi. 2. Pertimbangkan untuk pemeriksaan ulang KOH atau Gram. Kriteria Rujukan Bila keluhan tidak membaik setelah pengobatan standarselama 2 minggu. Peralatan Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan KOH dan Gram PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 331


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook