Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Panduan Praktik Klinis (PPK)-Primer-1

Panduan Praktik Klinis (PPK)-Primer-1

Published by asri hikmatuz, 2021-11-13 23:10:46

Description: Panduan Praktik Klinis (PPK)-Primer-1

Search

Read the Text Version

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT gerak, kelemahan anggota gerak dan atau Gambar 1.5 Penulisan kelainan pemeriksaan wajah, adanya deformitas, ulkus yang sulit fisik pada rekam medik sembuh. Kerusakan saraf tepi biasanya terjadi pada Penegakan Diagnosis (Assessment) saraf yang ditunjukkan pada gambar 1.4. 3. Ekstremitas dapat terjadi mutilasi Diagnosis Klinis Untuk kelainan yang ditemukan pada Diagnosis ditegakkan apabila terdapat satu pemeriksaan fisik, simbol- simbol pada dari tanda-tanda utama atau kardinal (cardinal gambar 1.5 digunakan dalam penulisan di signs), yaitu: rekam medik. 1. Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa Pemeriksaan Penunjang 2. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan Pemeriksaan mikroskopis kuman BTA pada sediaan kerokan jaringan kulit. fungsi saraf 3. Adanya basil tahan asam (BTA) dalam Gambar 1.4 Saraf tepi yang perlu diperiksa pada lepra/kusta kerokan jaringan kulit (slit skin smear) Sebagian besar pasien lepra didiagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis. Klasifikasi Lepra terdiri dari 2 tipe, yaitu Pausibasilar (PB) dan Multibasilar (MB) Tabel 1.6 Tanda utama lepra tipe PB dan MB Tanda Utama PB MB Bercak Kusta Jumlah 1-5 Jumlah >5 Penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi (mati rasa Hanya 1 saraf Lebih dari 1 saraf dan/ atau kelemahan otot, di daerah yang dipersarafi saraf yang bersangkutan) BTA negatif BTA positif Kerokan jaringan kulit 32 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Tabel 1.7 Tanda lain klasifikasi lepra PB MB Distribusi Unilateral atua bilateral Bilateral simetris asimetris Halus, mengkilap Permukaan bercak Kering, kasar Batas bercak Mati rasa pada bercak Tegas Kurang tegas Deformias Jelas Kurang jelas Ciri khas Proses terjadi lebih cepat Terjadi pada tahap lanjut - Maradosis, hidung pelanam wajah singa (facies leonina), ginekomastia pada pria Gambar 1.6 : Alur diagnosis dan klasifikasi kusta Bercak putih 1. Vitiligo Diagnosis Banding 2. Pitiriasis versikolor Bercak eritema 3. Pitiriasis alba 1. Psoriasis 2. Tinea circinata Nodul 3. Dermatitis seboroik 1. Neurofibromatosis 2. Sarkoma Kaposi 3. Veruka vulgaris Komplikasi 1. Arthritis. 2. Sepsis 3. Amiloid sekunder 4. Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan yang sangat kronis. Reaksi ini merupakan reaksi hipersensitivitas seluler (tipe 1/reversal) atau hipersentitivitas humoral (tipe 2/ eritema nodosum leprosum/ENL). PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 33

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Tabel 1.8 Faktor pencetus reaksi tipe 1 dan tipe 2 Reaksi tipe 1 Reaksi tipe 2 Pasien dengan bercak multipel dan diseminata, Obat MDT, kecuali Lampren mengenai area tubuh yang luas serta keterlibatan saraf multiple BI > 4+ Bercak luas pada wajah dan lesi dekat mata, berisiko terjadinya lagoftalmos karena reaksi Kehamilan awal (karena stress mental), Saat puerpurium (karena peningkatan CMI). trisemester ke-3, dan puerpurium (karena Paling tinggi 6 bulan pertama setelah stress fisik), setiap masa kehamilan (karena melahirkan/ masa menyusui infeksi penyerta) Infeksi penyerta: streptokokus, virus, cacing, Infeksi penyerta: Hepatitis B dan C filarial, malaria Stres fisik dan mental Neuritis atau riwayat nyeri saraf Lain-lain seperti trauma, operasi, imunisasi protektif, tes Mantoux positif kuat, minum kalium hidroksida Tabel 1. 9 Perbedaan reaksi tipe 1 dan 2 kusta No Gejala Tanda Reaksi tipe 1 Reaksi tipe 2 1 Tipe kusta Dpat terjadi pada kusta tipe MB Hanya terjadi pada kusta tipe PB maupun PB Biasanya setelah pengobatan yang 2 Waktu Biasanya segera setelah lama, umumnya minimal 6 bulan timbulnya pengobatan Ringan sampai berat disertai Umumnya baik, demam ringan kelemahan umum dan demam yang 3 Keadaan umum (sub-febris) atau tanpa demam tinggi Timbul nodus kemerahan lunak 4 Peradagan di Bercak kulit lama menjadi lebih nyeri tekan. Biasanya pada lengan kulit meradang (merah), bengkak, dan tungkai. Nodus dapat pecah. berkilat, hangat. Kadang-kadang hanya pada sebagian lesi. Dapat Dapat terjadi timbul bercak baru (-) 5 Saraf Sering terjadi, umumnya berupa Terjadi pada testis, sendi, ginjal, nyeri saraf dan atau gangguan kelenjar getah bening dll fungsi saraf . silent neuritis (+) 6 Udem pada (+) ekstrimitas 7 Peradangan Hampir tidak ada pada organ lain 34 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 6. Terapi pada Pasien MB: Penatalaksanaan a. Pengobatan bulanan: hari pertama 1. Pasien diberikan informasi mengenai kondisi setiap bulannya (obat diminum di depan petugas) terdiri dari: 2 kapsul pasien saat ini, serta mengenai pengobatan Rifampisin @300 mg (600 mg), 3 tablet dan pentingnya kepatuhan untuk eliminasi Lampren (klofazimin) @ 100 mg (300 penyakit. mg) dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg. 2. Kebersihan diri dan pola makan yang baik b. Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap perlu dilakukan. bulannya: 1 tablet lampren 50 mg dan 3. Pasien dimotivasi untuk memulai terapi 1 tablet dapson/DDS 100 mg. 1 blister hingga selesai terapi dilaksanakan. obat untuk 1 bulan. 4. Terapi menggunakan Multi Drug Therapy c. Pasien minum obat selama 12-18 bulan (MDT) pada: (± 12 blister). a. Pasien yang baru didiagnosis kusta dan d. Pada anak 10-15 tahun, dosis Rifampisin 450 mg, Lampren 150 mg dan DDS 50 belum pernah mendapat MDT. mg untuk dosis bulanannya, sedangkan b. Pasien ulangan, yaitu pasien yang dosis harian untuk Lampren 50 mg diselang 1 hari. mengalami hal-hal di bawah ini: - Relaps 7. Dosis MDT pada anak <10 tahun dapat - Masuk kembali setelah default disesuaikan dengan berat badan: (dapat PB maupun MB) a. Rifampisin: 10-15 mg/kgBB - Pindahan (pindah masuk) b. Dapson: 1-2 mg/kgBB - Ganti klasifikasi/tipe c. Lampren: 1 mg/kgBB 5. Terapi pada pasien PB: 8. Obat penunjang (vitamin/roboransia) dapat a. Pengobatan bulanan: hari pertama diberikan vitamin B1, B6, dan B12. setiap bulannya (obat diminum di depan petugas) terdiri dari: 2 kapsul 9. Tablet MDT dapat diberikan pada pasien Rifampisin @300 mg (600 mg) dan 1 hamil dan menyusui. Bila pasien juga tablet Dapson/DDS 100 mg. mengalami tuberkulosis, terapi rifampisin b. Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap disesuaikan dengan tuberkulosis. bulannya: 1 tablet Dapson/DDS 100 mg. 1 blister obat untuk 1 bulan. 10. Untuk pasien yang alergi dapson, dapat c. Pasien minum obat selama 6-9 bulan (± diganti dengan lampren, untuk MB dengan 6 blister). alergi, terapinya hanya 2 macam obat d. Pada anak 10-15 tahun, dosis Rifampisin (dikurangi DDS). 450 mg, dan DDS 50 mg. Tabel 1.10 Efek samping obat dan penanganannya Masalah Nama Obat Penanganan Ringan Rifampisin Reassurance (Menenangkan penderita Air seni berwarna dengan penjelasan yang benar) Konseling Konseling Perubahan warna kulit Clofazimin menjadi coklat Obat diminum bersamaan dengan makanan (atau setelah makan) Masalah gastrointestinal Semua obat (3 obat dalam Berikan tablet Fe dan Asam folat MDT) Anemia Dapson PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 35

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Masalah Nama Obat Penanganan Serius Dapson Hentikan Dapson, Rujuk Ruam kulit yang gatal Dapson atau Rifampisin Hentikan keduanya, Rujuk Alergi urtikaria Rifampisin Hentikan Rifampisin, Rujuk Ikterus (kuning) Rifampisin Hentikan Rifampisin, Rujuk Syok, purpura, gagal ginjal Terapi untuk reaksi kusta ringan, dilakukan diperlukan pemeriksaan laboratorium. dengan pemberian prednison dengan cara 4. Pasien yang sudah RFT namun memiliki pemberian: 1. 2 Minggu pertama 40 mg/hari (1x8 tab) pagi faktor risiko: cacat tingkat 1 atau 2, pernah mengalami reaksi, BTA pada awal hari sesudah makan pengobatan >3 (ada nodul atau infiltrat), 2. 2 Minggu kedua 30 mg/hari (1x6 tab) pagi maka perlu dilakukan pengamatan semiaktif. 5. Pasien PB yang telah mendapat pengobatan hari sesudah makan 6 dosis (blister) dalam waktu 6-9 bulan 3. 2 Minggu ketiga 20 mg/hari (1x4 tab) pagi dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium. hari sesudah makan 6. Pasien MB yang telah mendapat pengobatan 4. 2 Minggu keempat 15 mg/hari (1x3 tab) pagi MDT 12 dosis (blister) dalam waktu 12- 18 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus hari sesudah makan pemeriksaan laboratorium. 5. 2 Minggu kelima 10 mg/hari (1x2 tab) pagi 7. Default Jika pasien PB tidak mengambil/minum obatnya hari sesudah makan lebih dari 3 bulan dan pasien MB lebih dari 6 6. 2 Minggu keenam 5 mg/hari (1x1 tab) pagi bulan secara kumulatif (tidak mungkin baginya untuk menyelesaikan pengobatan sesuai waktu hari sesudah makan yang ditetapkan), maka yang bersangkutan 7. Bila terdapat ketergantungan terhadap dinyatakan default. Pasien defaulter tidak diobati kembali bila tidak terdapat tanda- tanda Prednison, dapat diberikan Lampren lepas klinis aktif. Namun jika memiliki tanda-tanda klinis aktif (eritema dari lesi lama di kulit/ ada Konseling dan Edukasi lesi baru/ ada pembesaran saraf yang baru). 1. Individu dan keluarga diberikan Bila setelah terapi kembali pada defaulter ternyata berhenti setelah lebih dari 3 bulan, penjelasan tentang lepra, terutama cara maka dinyatakan default kedua. Bila default penularan dan pengobatannya. lebih dari 2 kali, perlu dilakukan tindakan dan 2. Dari keluarga diminta untuk membantu penanganan khusus. memonitor pengobatan pasien sehingga dapat tuntas sesuai waktu pengobatan. Kriteria Rujukan 3. Apabila terdapat tanda dan gejala serupa 1. Terdapat efek samping obat yang serius. pada anggota keluarga lainnya, perlu dibawa 2. Reaksi kusta dengan kondisi: dan diperiksakan ke pelayanan kesehatan. Rencana tindak lanjut: a. ENL melepuh, pecah (ulserasi), suhu 1. Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat. 2. Bila terlambat, paling lama dalam 1 bulan harus dilakukan pelacakan. 3. Release From Treatment (RFT) dapat dinyatakan setelah dosis dipenuhi tanpa 36 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT tubuh tinggi, neuritis. Referensi b. Reaksi tipe 1 disertai dengan bercak 1. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit ulserasi atau neuritis. dan Penyehatan Lingkungan. 2012. c. Reaksi yang disertai komplikasi Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. penyakit lain yang berat, misalnya (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit hepatitis, DM, hipertensi, dan tukak dan Penyehatan Lingkungan, 2012) lambung berat. 2. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan BTA Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Prognosis Kedokteran Universitas Indonesia. (Djuanda, Prognosis untuk vitam umumnya bonam, namun et al., 2007) dubia ad malam pada fungsi ekstremitas, karena dapat terjadi mutilasi, demikian pula untuk kejadian berulangnya. 11. KERACUNAN MAKANAN No. ICPC-2 : A86Toxic Effect Non Medical Substance No. ICD-10 : T.62.2 Other Ingested (parts of plant(s)) Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan 2. Konsumsi daging/unggas yang kurang Keracunan makanan merupakan suatu kondisi matang dapat dicurigai untuk Salmonella gangguan pencernaan yang disebabkan spp, Campylobacter spp, toksin Shiga E coli, oleh konsumsi makanan atau air yang dan Clostridium perfringens. terkontaminasi dengan zat patogen dan atau bahan kimia, misalnya Norovirus, Salmonella, 3. Konsumsi makanan laut mentah dapat Clostridium perfringens, Campylobacter, dan dicurigai untuk Norwalk- like virus, Vibrio Staphylococcus aureus. spp, atau hepatitis A. Hasil Anamnesis (Subjective) Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Keluhan Sederhana (Objective ) 1. Diare akut. Pada keracunan makanan biasanya Pemeriksaan Fisik Patognomonis Pemeriksaan fisik harus difokuskan untuk berlangsung kurang dari 2 minggu. menilai keparahan dehidrasi. Darah atau lendir pada tinja; menunjukkan 1. Diare, dehidrasi, dengan tanda–tanda invasi mukosa usus atau kolon. tekanan darah turun, nadi cepat, mulut 2. Nyeri perut. kering, penurunan keringat, dan penurunan 3. Nyeri kram otot perut; menunjukkan output urin. 2. Nyeri tekan perut, bising usus meningkat hilangnya elektrolit yang mendasari, seperti atau melemah. pada kolera yang berat. 4. Kembung. Pemeriksaan Penunjang 1. Lakukan pemeriksaan mikroskopis dari feses Faktor Risiko 1. Riwayat makan/minum di tempat yang tidak untuk telur cacing dan parasit. higienis PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 37

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 2. Pewarnaan Gram, Koch dan metilen biru Kriteria Rujukan Loeffler untuk membantu membedakan 1. Gejala keracunan tidak berhenti setelah 3 penyakit invasifdari penyakitnon-invasif. hari ditangani dengan adekuat. Penegakan Diagnostik (Assessment) 2. Pasien mengalami perburukan. Dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder Diagnosis Klinis anamnesis, dengan spesialis penyakit dalam atau spesialis Diagnosis ditegakkan berdasar anak. pemeriksaan fisik dan penunjang. Peralatan 1. Cairan rehidrasi (NaCl 0,9%, RL, oralit ) Diagnosis Banding 2. Infus set 1. Intoleransi 3. Antibiotik bila diperlukan 2. Diare spesifik seperti disentri, kolera dan Prognosis lain-lain. Prognosis umumnya bila pasien tidak mengalami Komplikasi : Dehidrasi berat komplikasi adalah bonam. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Referensi 1. Panduan Pelayanan Medik. PAPDI. Penatalaksanaan 2. Panduan Puskesmas untuk keracunan 1. Karena sebagian besar kasus gastroenteritis makanan. Depkes: Jakarta. 2007 akut adalah self- limiting, pengobatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, khusus tidak diperlukan. Dari beberapa 2007) studi didapatkan bahwa hanya 10% kasus membutuhkan terapi antibiotik. Tujuan utamanya adalah rehidrasi yang cukup dan suplemen elektrolit. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian cairan rehidrasi oral (oralit) atau larutan intravena (misalnya, larutan natrium klorida isotonik, larutan Ringer Laktat). Rehidrasi oral dicapai dengan pemberian cairan yang mengandung natrium dan glukosa. Obat absorben (misalnya, kaopectate, aluminium hidroksida) membantu memadatkan feses diberikan bila diare tidak segera berhenti. 2. Jika gejalanya menetap setelah 3-4 hari, etiologi spesifik harus ditentukan dengan melakukan kultur tinja. Untuk itu harus segera dirujuk. 3. Modifikasi gaya hidup dan edukasi untuk menjaga kebersihan diri. Konseling dan Edukasi Edukasi kepada keluarga untuk turut menjaga higiene keluarga dan pasien. 38 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 12. ALERGI MAKANAN No. ICPC-2 : A92 Allergy/ allergic reaction NOS No. ICD-10 : L27.2 Dermatitis due to ingested food Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan 5. Hipersensitivitas susu sapi pada bayi Makanan dapat menimbulkan beraneka ragam menyebabkan occult bleeding atau frank gejala yang ditimbulkan reaksi imun terhadap colitis. alergen asal makanan. Reaksi tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi atau non alergi. Faktor Risiko Reaksi alergi makanan terjadi bila alergen 1. Terdapat riwayat alergi di keluarga makanan menembus sawar gastro intestinal yang memacu reaksi IgE. Gejala dapat timbul Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang dalam beberapa menit sampai beberapa jam, Sederhana (Objective) dapat terbatas pada satu atau beberapa organ, Pemeriksaan Fisik kulit, saluran napas dan cerna, lokal dan sistemik. Pemeriksaan fisik pada kulit dan mukosa serta Alergen makanan yang sering menimbulkan paru. alergi pada anak adalah susu,telur, kacang tanah, Pemeriksaan Penunjang: - soya, terigu, dan ikan laut. Sedangkan yang Penegakan Diagnostik (Assessment) sering menimbulkan alergi pada orang dewasa Diagnosis Klinis adalah kacang tanah, ikan laut, udang, kepiting, Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan kerang, dan telur. pemeriksaan fisik Alergi makanan tidak berlangsung seumur hidup terutama pada anak. Gejala dapat hilang, namun Diagnosis Banding dapat kambuh pada keadaan tertentu seperti 1. Intoksikasi makanan infeksi virus, nutrisi yang tidak seimbang atau cedera muskulus gastrointestinal. Komplikasi 1. Reaksi alergi berat Hasil Anamnesis (Subjective) Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Keluhan Penatalaksanaan 1. Pada kulit: eksim dan urtikaria. Medika mentosa 2. Pada saluran pernapasan: rinitis dan asma. Riwayat reaksi alergi berat atau anafilaksis: 3. Keluhan pada saluran pencernaan: gejala 1. Hindari makanan penyebab 2. Jangan lakukan uji kulit atau uji provokasi gastrointestinal non spesifik dan berkisar dari edema, pruritus bibir, mukosa pipi, makanan mukosa faring, muntah, kram, distensi,dan diare. Rencana Tindak Lanjut 4. Diare kronis dan malabsorbsi terjadi akibat 1. Edukasi pasien untuk kepatuhan diet pasien reaksi hipersensitivitas lambat non Ig-E- mediated seperti pada enteropati protein makanan dan penyakit seliak PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 39

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 2. Menghindari makanan yang bersifat alergen Prognosis secara sengaja mapun tidak sengaja (perlu Umumnya prognosis adalah dubia ad bonam konsultasi dengan ahli gizi) bila medikamentosa disertai dengan perubahan gaya hidup. 3. Perhatikan label makanan 4. Menyusui bayi sampai usia 6 bulan Referensi 1. Sichere, S.H. Sampson, H.A. Food Allergy. J menimbulkan efek protektif terhadap alergi makanan Allergy Clin Immunol. 2010; 125: 116-25. Kriteria Rujukan (Sichere & Sampson, 2010) Pasien dirujuk apabila pemeriksaan uji kulit, 2. Prawirohartono, E.P. Makanan Sebagai uji provokasi dan eliminasi makanan terjadi Penyebab Alergi dalam Alergi Makanan.Ed. reaksi anafilaksis. Djuffrie. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Peralatan Press. 2001. (Prawirohartono, 2001) - 3. Davies, R.J. Seri Kesehatan Bimbingan Dokter pada Alergi. Jakarta: Dian Rakyat. 2003. (Davies, 2003) 13. SYOK : K99 Cardiovascular disease other No. ICPC-2 : R57.9 Shock, unspecified No. ICD-10 Tingkat Kemampuan 3B Masalah Kesehatan hilangnya sirkulasi volume intravaskuler Syok merupakan salah satu sindroma kegawatan sebesar >20-25% sebagai akibat dari yang memerlukan penanganan intensif perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan dan agresif. Syok adalah suatu sindroma cairan pada ruang ketiga atau akibat multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan sekunder dilatasi arteri dan vena. lokal atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia 2. Syok Kardiogenik yaitu kegagalan perfusi sel dan disfungsimultipel organ. Kegagalan dan suplai oksigen disebabkan oleh adanya perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan kerusakan primer fungsi atau kapasitas oksigen sistemik yang tidak adekuat tak pompa jantung untuk mencukupi mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel. volume jantung semenit, berkaitan Karakteristik kondisi ini, yaitu: 1) ketergantungan dengan terganggunya preload, afterload, suplai oksigen, 2) kekurangan oksigen, 3) kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme Asidosis jaringan sehingga terjadi metabolisme jantung. Penyebab terbanyak adalah anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi infark miokard akut, keracunan obat, infeksi/ organ vital dan kematian. inflamasi, gangguan mekanik. Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, 3. Syok Distributif yaitu kegagalan perfusi dan penyebab dan karakteristik pola hemodinamik suplai oksigen disebabkan oleh menurunnya yang ditimbulkan, yaitu: tonus vaskuler mengakibatkan vasodilatasi 1. Syok Hipovolemik yaitu kegagalan perfusi arterial, penumpukan vena dan redistribusi aliran darah. Penyebab dari kondisi dan suplai oksigen disebabkan oleh tersebut terutama komponen vasoaktif pada syok anafilaksis; bakteria dan 40 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT toksinnya pada septik syok sebagai mediator Syok obstruktif, tampak hampir sama dengan dari SIRS; hilangnya tonus vaskuler pada syok kardiogenik dan hipovolemik. syok neurogenik. Faktor Risiko: - 4. Syok Obstruktif yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang terganggunya mekanisme aliran balik Sederhana (Objective) darah oleh karena meningkatnya tekanan intratorakal atau terganggunya aliran keluar Pemeriksaan Fisik arterial jantung (emboli pulmoner, emboli Keadaan umum: udara, diseksi aorta, hipertensi pulmoner, 1. Hipotensi dan penyempitan tekanan tamponade perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya oleh karena denyutan (adalah tanda hilangnya cairan obstruksi mekanis. yang berat dan syok). 5. Syok Endokrin, disebabkan oleh 2. Hipertermi, normotermi, atau hipotermi hipotiroidisme, hipertiroidisme dengan dapat terjadi pada syok. Hipotermia adalah kolaps kardiak dan insufisiensi adrenal. tanda dari hipovolemia berat dan syok Pengobatannya dengan tunjangan septik. kardiovaskular sambil mengobati 3. Detak jantung naik, frekuensi nafas naik, penyebabnya. Insufisiensi adrenal mungkin kesadaran turun. kontributor terjadinya syok pada pasien 4. Produksi urin turun. Produksi urin sakit gawat. Pasien yang tidak respon pada merupakan penunjuk awal hipovolemia dan pengobatan harus tes untuk insufisiensi respon ginjal terhadap syok. adrenal. 5. Gambaran klinis syok kardiogenik tampak sama dengan gejala klinis syok hipovolemik, Hasil Anamnesis (Subjective) ditambah dengan adanya disritmia, bising jantung, gallop. Keluhan 6. Gejala klinis syok septik tak dapat dilepaskan dari keadaan sepsis sendiri berupa sindroma Pasien datang dengan lemas atau dapat tidak reaksi inflamasi sistemik (SIRS) dimana sadarkan diri. terdapat dua gejala atau lebih: a. Temperatur > 380C atau < 360C. Gejala klinis juga tergantung etiologi b. Heart rate > 90x/mnt. penyebabnya, yang sering terjadi adalah c. Frekuensi nafas > 20x/mn atau PaCO2 < tromboemboli paru, tamponade jantung, obstruksi arterioventrikuler, tension 4,3 kPa. pneumotoraks. d. Leukosit >12.000 sel/mm atau <4000sel/ Untuk identifikasi penyebab, perlu ditanyakan mm atau >10% bentuk imatur. faktor predisposisi seperti karena infark miokard 7. Efek klinis syok anafilaktik mengenai antara lain: umur, diabetes melitus, riwayat angina, gagal jantung kongestif, infark anterior. sistem pernafasan dan sistem sirkulasi, Tanda awal iskemi jantung akut yaitu nyeri dada, yaitu: Terjadi edema hipofaring dan laring, sesak nafas, diaforesis, gelisah dan ketakutan, konstriksi bronkus dan bronkiolus, disertai nausea dan vomiting dan gangguan sirkulasi hipersekresi mukus, dimana semua keadaan lanjut menimbulkan berbagai disfungsi ini menyebabkan spasme dan obstruksi endorgan. Riwayat trauma untuk syok karena jalan nafas akut. perdarahan atau syok neurogenik pada trauma 8. Syok neurogenik ditandai dengan hipotensi servikal atau high thoracic spinal cord injury. disertai bradikardi. Gangguan neurologis: Demam dan riwayat infeksi untuk syok septik. paralisis flasid, refleks ekstremitas hilang Gejala klinis yang timbul setelah kontak dengan dan priapismus. antigen pada syok anafilaktik. 9. Syok obstruktif, tampak hampir sama PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 41

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT dengan syok kardiogenik dan hipovolemik. Diagnosis awal etiologi syok adalah Gejala klinis juga tergantung etiologi esensial, kemudian terapi selanjutnya penyebabnya, yang sering terjadi adalah tergantung etiologinya. tromboemboli paru, tamponade jantung, 5. Tindakan invasif seperti intubasi endotrakeal obstruksi arterioventrikuler, tension dan cricothyroidotomy atau tracheostomy pneumothorax. Gejala ini akan berlanjut dapat dilakukan hanya untuklife saving oleh sebagai tanda-tanda akut kor pulmonal dokter yang kompeten. dan payah jantung kanan: pulsasi vena jugularis, gallop, bising pulmonal, aritmia. Syok Hipovolemik: Karakteristik manifestasi klinis tamponade 1. Infus cepat kristaloid untuk ekspansi volume jantung: suara jantung menjauh, pulsus altemans, JVP selama inspirasi. Sedangkan intravaskuler melalui kanula vena besar emboli pulmonal: disritmia jantung, gagal (dapat lebih satu tempat) atau melalui vena jantung kongesti. sentral. 2. Pada perdarahan maka dapat diberikan Pemeriksaan Penunjang 3-4 kali dari jumlah perdarahan. Setelah 1. Pulse oxymetri pemberian 3 liter disusul dengan transfusi 2. EKG darah. Secara bersamaan sumber perdarahan harus dikontrol. Penegakan Diagnostik (Assessment) 3. Resusitasi tidak komplit sampai serum Diagnosis Klinis laktat kembali normal. Pasien syok Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, hipovolemik berat dengan resusitasi pemeriksaan fisik, dan penunjang. cairan akan terjadi penumpukan cairan di Diagnosis Banding:- rongga ketiga. Komplikasi 4. Vasokonstriksi jarang diperlukan pada syok Kerusakan otak, koma,kematian. hipovolemik murni. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Syok Obstruktif: Penatalaksanaan 1. Penyebab syok obstruktif harus 1. Pengenalan dan restorasi yang cepat dari diidentifikasi dan segera dihilangkan. perfusi adalah kunci pencegahan disfungsi 2. Pericardiocentesis atau pericardiotomi organ multipel dan kematian. 2. Pada semua bentuk syok, manajemen jalan untuk tamponade jantung. nafas dan pernafasan untuk memastikan 3. Dekompressi jarum atau pipa thoracostomy oksigenasi pasien baik, kemudian restorasi cepat dengan infus cairan. atau keduanya pada tension pneumothorax. 3. Pilihan pertama adalah kristaloid (Ringer 4. Dukungan ventilasi dan jantung, laktat/Ringer asetat) disusul darah pada syok perdarahan. Keadaan hipovolemi mungkin trombolisis, dan mungkin diatasi dengan cairan koloid atau kristaloid prosedur radiologi intervensional untuk sekaligus memperbaiki keadaan asidosis. emboli paru. 4. Pengobatan syok sebelumnya didahului 5. Abdominal compartment syndrome diatasi dengan penegakan diagnosis etiologi. dengan laparotomi dekompresif. Syok Kardiogenik: 1. Optimalkan pra-beban dengan infus cairan. 42 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 2. Optimalkan kontraktilitas jantung dengan sehingga dapat ditambahkan dopamin dan inotropik sesuai keperluan, seimbangkan efedrin. Agen antimuskarinikatropin dan kebutuhan oksigen jantung. Selain itu, dapat glikopirolat juga dapat untuk mengatasi dipakai dobutamin atau obat vasoaktif lain. bradikardi. 3. Terapi definitif adalah stabilisasi Medulla 3. Sesuaikan pasca-beban untuk spinalis yang terkena. memaksimalkan CO. Dapat dipakai vasokonstriktor bila pasien hipotensi Rencana Tindak Lanjut dengan SVR rendah. Pasien syok kardiogenik Mencari penyebab syok dan mencatatnya di mungkin membutuhkan vasodilatasi untuk rekam medis serta memberitahukan kepada menurunkan SVR, tahanan pada aliran darah pasien dan keluarga untuk tindakan lebih lanjut dari jantung yang lemah. Obat yang yang diperlukan. dapat dipakai adalah nitroprusside dan nitroglycerin. Konseling dan Edukasi Keluarga perlu diberitahukan mengenai 4. Diberikan diuretik bila jantung kemungkinan terburuk yang dapat terjadi pada dekompensasi. pasien dan pencegahan terjadinya kondisi serupa. 5. PACdianjurkan dipasang untuk penunjuk terapi. Kriteria Rujukan Setelah kegawatan pasien ditangani, pasien 6. Penyakit jantung yang mendasari harus dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder. diidentifikasi dan diobati. Peralatan Syok Distributif: 1. Infus set 1. Pada SIRS dan sepsis, bila terjadi syok ini 2. Oksigen 3. NaCl 0,9% karena toksin atau mediator penyebab 4. Senter vasodilatasi. Pengobatan berupa resusitasi 5. EKG cairan segera dan setelah kondisi cairan terkoreksi, dapat diberikan vasopresor Prognosis untuk mencapai MAP optimal. Sering terjadi Prognosis suatu syok amat tergantung dari vasopresor dimulai sebelum pra-beban kecepatan diagnosa dan pengelolaannya adekuat tercapai. Perfusi jaringan dan sehingga pada umumnya adalah dubia ad oksigenasi sel tidak akan optimal kecuali bonam. bila ada perbaikan pra-beban. 2. Obat yang dapat dipakai adalah dopamin, Referensi norepinefrin dan vasopresin. 1. Karyadi, W. Update on Shock. Pertemuan 3. Dianjurkan pemasangan PAC. 4. Pengobatan kausal dari sepsis. Ilmiah Terpadu-1. Surabaya: FK Universitas Airlangga. 6-7 Mei 2000. (Karyadi, et Syok Neurogenik: al.,2000) 2. Rahardjo, E. Update on Shock. Pertemuan 1. Setelah mengamankan jalan nafas dan Ilmiah Terpadu-1.Surabaya: FK Universitas resusitasi cairan, guna meningkatkantonus Airlangga. 6-7 Mei 2000. vaskuler dan mencegah bradikardi diberikan 3. Suryohudoyo, P. Update on Shock, Pertemuan epinefrin. Ilmiah Terpadu-1.Surabaya: FK Universitas Airlangga. 6-7 Mei 2000. 2. Epinefrin berguna meningkatkan tonus vaskuler tetapi akan memperberat bradikardi, PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 43

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 14. REAKSI ANAFILAKTIK No. ICPC-2 : A92 Allergy/allergic reaction NOS No. ICD-10 : T78.2 Anaphylactic shock, unspecified Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan hidung tersumbat atau batuk saja yang kemudian Anafilaktik adalah reaksi hipersensitifitas segera diikuti dengan sesak napas. generalisata atau sistemik yang beronset Gejala pada kulit merupakan gejala klinik yang cepat, serius, dan mengancam. Jika reaksi paling sering ditemukan pada reaksi anafilaktik. tersebut cukup hebat dapat menimbulkan syok Walaupun gejala ini tidak mematikan namun yang disebut sebagai syok anafilaktik. Syok gejala ini amat penting untuk diperhatikan sebab anafilaktik membutuhkan pertolongan cepat ini mungkin merupakan gejala prodromal dan tepat. Untuk itu diperlukan pengetahuan untuk timbulnya gejala yang lebih berat serta keterampilan dalam pengelolaan syok berupa gangguan nafas dan gangguan sirkulasi. anafilaktik. Oleh karena itu setiap gejala kulit berupa Insidens syok anafilaktik 40–60% adalah akibat gatal, kulit kemerahan harus diwaspadai untuk gigitan serangga, 20– 40% akibat zat kontras kemungkinan timbulnya gejala yang lebih berat. radiografi, dan 10–20%akibat pemberian obat Manifestasi dari gangguan gastrointestinal penisilin. Data yang akurat dalam insiden dan berupa perut kram,mual,muntah sampai diare prevalensi terjadinya syok anafilaktik masih yang juga dapat merupakan gejala prodromal sangat kurang. Anafilaksis yang fatal hanya kira- untuk timbulnya gejala gangguan nafas dan kira 4 kasus kematian dari 10 juta masyarakat sirkulasi. pertahun. Sebagian besar kasus yang serius Faktor Risiko: Riwayat Alergi anafilaktik adalah akibat pemberian antibiotik seperti penisilin dan bahan zat radiologis. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Penisilin merupakan penyebab kematian 100 Sederhana (Objective) dari 500 kematian akibat reaksi anafilaksis. Pemeriksaan Fisik Hasil Anamnesis (Subjective) Pasien tampak sesak, frekuensi napas Keluhan meningkat, sianosis karena edema laring dan Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi bronkospasme. Hipotensi merupakan gejala anafilakis berbeda-beda gradasinya sesuai yang menonjol pada syok anafilaktik. Adanya berat ringannya reaksi antigen-antibodi atau takikardia, edema periorbital, mata berair, tingkat sensitivitas seseorang, namun pada hiperemi konjungtiva. Tanda prodromal pada tingkat yang berat barupa syok anafilaktik gejala kulit berupa urtikaria dan eritema. yang menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi. Kedua gangguan tersebut Penegakan Diagnostik (Assessment) dapat timbul bersamaan atau berurutan yang kronologisnya sangat bervariasi dari beberapa Diagnosis Klinis detik sampai beberapa jam. Pada dasarnya Untuk membantu menegakkan diagnosis makin cepat reaksi timbul makin berat keadaan maka World Allergy Organization telah penderita. membuat beberapa kriteria di mana reaksi Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin, anafilaktik dinyatakan sangat mungkin bila: 1. Onset gejala akut (beberapa menit hingga 44 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT beberapa jam) yang melibatkan kulit, stroke) jaringan mukosa, atau keduanya (misal: 2. Sindrom flush urtikaria generalisata, pruritus dengan a. Perimenopause kemerahan, pembengkakan bibir/lidah/ b. Sindrom karsinoid uvula) dan sedikitnya salah satu dari tanda c. Epilepsi otonomik berikut ini: d. Karsinoma tiroid meduler a. Gangguan respirasi (misal: sesak nafas, 3. Sindrom pasca-prandial a. Scombroidosis, yaitu keracunan wheezing akibat bronkospasme, stridor, histamin dari ikan, misalnya tuna, yang penurunan arus puncak ekspirasi/APE, disimpan pada suhu tinggi. hipoksemia). b. Sindrom alergi makanan berpolen, b. Penurunan tekanan darah atau gejala umumnya buah atau sayur yang yang berkaitan dengan kegagalan organ mengandung protein tanaman yang target (misal: hipotonia, kolaps vaskular, bereaksi silang dengan alergen di udara sinkop, inkontinensia). c. Monosodium glutamat atau Chinese 2. Atau, dua atau lebih tanda berikut restaurant syndrome yang muncul segera (beberapa d. Sulfit menit hingga beberapa jam) setelah e. Keracunan makanan terpapar alergen yang mungkin (likely 4. Syok jenis lain allergen), yaitu: a. Hipovolemik a. Keterlibatan jaringan mukosa dan kulit b. Kardiogenik b. Gangguan respirasi c. Distributif c. Penurunan tekanan darah atau gejala d. Septik yang berkaitan dengan kegagalan organ 5. Kelainan non-organik target a. Disfungsi pita suara d. Gejala gastrointestinal yang persisten b. Hiperventilasi (misal: nyeri kram abdomen, muntah) c. Episode psikosomatis 3. Atau, penurunan tekanan darah segera 6. Peningkatan histamin endogen (beberapa menit atau jam) setelah terpapar a. Mastositosis / kelainan klonal sel mast. alergen yang telah diketahui (known b. Leukemia basofilil allergen), sesuai kriteria berikut: 7. Lainnya a. Bayi dan anak: Tekanan darah sistolik a. Angioedema non-alergik, misal: rendah (menurut umur) atau terjadi angioedema herediter tipe I, II, atau III, penurunan > 30% dari tekanan darah angioedema terkait ACE-inhibitor) sistolik semula. b. Systemic capillary leak syndrome b. Dewasa: Tekanan darah sistolik <90 c. Red man syndrome akibat vancomycin mmHg atau terjadi penurunan>30% d. Respon paradoksikal pada dari tekanan darah sistolik semula. feokromositoma Diagnosis Banding 1. Beberapa kelainan menyerupai anafilaksis Komplikasi a. Serangan asma akut 1. Koma b. Sinkop 2. Kematian c. Gangguan cemas / serangan panik d. Urtikaria akut generalisata Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) e. Aspirasi benda asing f. Kelainan kardiovaskuler akut (infark Penatalaksanaan miokard, emboli paru) 1. Posisi trendelenburg atau berbaring g. Kelainan neurologis akut (kejang, dengan kedua tungkai diangkat (diganjal PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 45

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT dengan kursi) akan membantu menaikkan digunakan deksametason 5–10 mg IV atau venous return sehingga tekanan darah ikut hidrokortison 100–250 mg IV. meningkat. 7. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP), 2. Pemberian Oksigen 3–5 liter/menit harus seandainya terjadi henti jantung dilakukan,pada keadaan yang sangat ekstrim (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi tindakan trakeostomi atau krikotiroidektomi kardiopulmoner segera harus dilakukan perlu dipertimbangkan. sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya. 3. Pemasangan infus, cairan plasma expander Mengingat kemungkinan terjadinya henti (Dextran) merupakan pilihan utama guna jantung pada suatu syok anafilaktik selalu dapat mengisi volume intravaskuler ada, maka sewajarnya di setiap ruang praktek secepatnya. Jika cairan tersebut tak tersedia, seorang dokter tersedia selain obat-obat Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat emergency, perangkat infus dan cairannya dipakai sebagai cairan pengganti. Pemberian juga perangkat resusitasi (Resuscitation kit) cairan infus sebaiknya dipertahankan untuk memudahkan tindakan secepatnya. sampai tekanan darah kembali optimal dan 8. Algoritma Penatalaksanaan Reaksi stabil. Anafilaksis (Lihat Penjelasan 1) Rencana 4. Adrenalin 0,3 – 0,5 ml dari larutan 1 : Tindak Lanjut 1000 diberikan secara intramuskuler yang 9. Mencari penyebab reaksi anafilaktik dapat diulangi 5–10 menit. Dosis ulangan dan mencatatnya di rekam medis serta umumnya diperlukan, mengingat lama memberitahukan kepada pasien dan kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon keluarga. pemberian secara intramuskuler kurang Konseling dan Edukasi efektif, dapat diberi secara intravenous Keluarga perlu diberitahukan mengenai setelah 0,1 – 0,2 ml adrenalin dilarutkan penyuntikan apapun bentuknya terutama obat- dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis, obat yang telah dilaporkan bersifat antigen diberikan perlahan-lahan. Pemberian (serum,penisillin, anestesi lokal, dll) harus selalu subkutan, sebaiknya dihindari pada syok waspada untuk timbulnya reaksi anafilaktik. anafilaktik karena efeknya lambat bahkan Penderita yang tergolong risiko tinggi (ada mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi riwayat asma, rinitis, eksim, atau penyakit- pada kulit, sehingga absorbsi obat tidak penyakit alergi lainnya) harus lebih diwaspadai terjadi. lagi. Jangan mencoba menyuntikkan obat yang 5. Aminofilin, dapat diberikan dengan sama bila sebelumnya pernah ada riwayat sangat hati-hati apabila bronkospasme alergi betapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti belum hilang dengan pemberian adrenalin. dengan preparat lain yang lebih aman. 250 mg aminofilin diberikan perlahan- Kriteria Rujukan lahan selama 10 menit intravena. Dapat Kegawatan pasien ditangani, apabila dengan dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus penanganan yang dilakukan tidak terdapat bila dianggap perlu. perbaikan, pasien dirujuk ke layanan sekunder. 6. Antihistamin dan kortikosteroid merupakan Peralatan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua 1. Infus set obat tersebut kurang manfaatnya pada 2. Oksigen tingkat syok anafilaktik, dapat diberikan 3. Adrenalin ampul, aminofilin ampul, setelah gejala klinik mulai membaik difenhidramin vial, deksametason ampul guna mencegah komplikasi selanjutnya 4. NaCl 0,9% berupa serum sickness atau prolonged effect. Antihistamin yang biasa digunakan adalah difenhidramin HCl 5–20 mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat 46 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Prognosis 2. Koury, S.I. Herfel, L.U. Anaphylaxis and acute Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung allergic reactions. In:International edition dari kecepatan diagnosa dan pengelolaannya Emergency Medicine.Eds:Tintinalli. Kellen. karena itu umumnya adalah dubia ad bonam. Stapczynski. 5thEd. New York: McGrraw-Hill. 2000: p. 242-6. Referensi 1. Haupt,M.T. Fujii, T.K. et al.Anaphylactic 3. Rehatta, M.N.Syok anafilaktik patofisiologi dan penanganan dalam Update on Shock. Reactions. In:Text Book of Critical care. Pertemuan Ilmiah Terpadu. Fakultas Eds: Ake Grenvvik.Stephen, M.Ayres.Peter, Kedoketran Universitas Airlangga Surabaya. R.William, C.Shoemaker. 4th Ed.Philadelpia: 2000. WB Saunders Company. 2000: p. 246-56. 15. DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE No. ICPC-2 : A77 Viral disease other/NOS No. ICD-10 : A90 Dengue fever A91 Dengue haemorrhagic fever Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan atau di bawah tulang iga) Penyakit demam berdarah dengue (DBD) 5. Kadang disertai juga dengan gejala lokal, masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Tingkat insiden seperti: nyeri menelan, batuk, pilek. penyakit DBD Indonesia merupakan yang 6. Pada kondisi syok, anak merasa lemah, tertinggi diantara negara-negara Asia Tenggara. Sepanjang tahun 2013, Kementerian Kesehatan gelisah, atau mengalami penurunan mencatat terdapat 103.649 penderita kesadaran. dengan angka kematian mencapai 754 orang. 7. Pada bayi, demam yang tinggi dapat Keterlibatan dokter di fasilitas pelayanan menimbulkan kejang. kesehatan tingkat pertama sangat dibutuhkan untuk menekan tingkat kejadian maupun Faktor Risiko mortalitas DBD. 1. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan misalnya: timbunan sampah, timbunan 1. Demam tinggi, mendadak, terus menerus barang bekas, genangan air yang seringkali disertai di tempat tinggal pasien sehari-hari. selama 2 – 7 hari. 2. Adanya jentik nyamuk Aedes aegypti pada 2. Manifestasi perdarahan, seperti: bintik- genangan air di tempat tinggal pasien sehari-hari. bintik merah di kulit, mimisan, gusi 3. Adanya penderita demam berdarah berdarah, muntah berdarah, atau buang air dengue (DBD) di sekitar pasien. besar berdarah. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang 3. Gejala nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri sederhana (Objective) retroorbital. 4. Gejala gastrointestinal, seperti: mual, Pemeriksaan Fisik muntah, nyeri perut (biasanya di ulu hati Tanda patognomonik untuk demam dengue 1. Suhu > 37,5 derajat celcius 2. Ptekie, ekimosis, purpura PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 47

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 3. Perdarahan mukosa 5. Leukopenia < 4.000/mm3 4. Rumple Leed (+) 6. Trombositopenia < 100.000/mm3 Tanda Patognomonis untuk demam berdarah Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengue dengan adanya dua atau lebih tanda dan gejala 1. Suhu > 37,5 derajat celcius lain, diagnosis klinis demam dengue dapat 2. Ptekie, ekimosis, purpura ditegakkan. 3. Perdarahan mukosa Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue 4. Rumple Leed (+) 1. Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, 5. Hepatomegali 6. Splenomegali tinggi, terus-menerus (kontinua) 7. Untuk mengetahui terjadi kebocoran 2. Adanya manifestasi perdarahan baik yang plasma, diperiksa tanda- tanda efusi pleura spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, dan asites. epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis 8. Hematemesis atau melena dan atau melena; maupun berupa uji Pemeriksaan Penunjang : Tourniquette yang positif 1. Darah perifer lengkap, yang menunjukkan: 3. Sakit kepala, mialgia, artralgia, nyeri a. Trombositopenia (≤ 100.000/µL). retroorbital b. Kebocoran plasma yang ditandai 4. Adanya kasus demam berdarah dengue baik di lingkungan sekolah, rumah atau di dengan: sekitar rumah • peningkatan hematokrit (Ht) ≥ 20% a. Hepatomegali dari nilai standar data b. Adanya kebocoran plasma yang ditandai • populasi menurut umur • Ditemukan adanya efusi pleura, dengan salah satu: asites • Peningkatan nilai hematokrit, >20% • Hipoalbuminemia, hipoproteinemia dari pemeriksaan awal atau dari data populasi menurut umur c. Leukopenia < 4000/µL. • Ditemukan adanya efusi pleura, 2. Serologi Dengue, yaitu IgM dan IgG anti- asites • Hipoalbuminemia, hipoproteinemia Dengue, yang titernya dapat terdeteksi c. Trombositopenia <100.000/mm3 setelah hari ke-5 demam. Adanya demam seperti di atas disertai Penegakan Diagnosis (Assessment) dengan 2 atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti perembesan plasma dan Diagnosis Klinis trombositopenia cukup untuk menegakkan Diagnosis Klinis Demam Dengue diagnosis Demam Berdarah Dengue. 1. Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok tinggi, terus-menerus, bifasik. pada penderita Demam Berdarah Dengue. 2. Adanya manifestasi perdarahan baik yang Klinis 1. Demam turun tetapi keadaan anak spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis memburuk dan atau melena; maupun berupa uji 2. Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen tourniquet positif. 3. Muntah persisten Letargi, gelisah 3. Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital. Perdarahaan mukosa Pembesaran hati 4. Adanya kasus DBD baik di lingkungan Akumulasi cairan Oliguria sekolah, rumah atau di sekitar rumah. 48 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Laboratorium Gambar 1.7, Alur penanganan pasien dengan 1. Peningkatan kadar hematokrit bersamaan demam dengue/demam berdarah dengan penurunan cepat jumlah trombosit Konseling dan Edukasi 2. Hematokrit awal tinggi Kriteria Diagnosis Laboratoris 1. Pinsip konseling pada demam berdarah Kriteria Diagnosis Laboratoris diperlukan dengue adalah memberikan pengertian untuk survailans epidemiologi, terdiri atas: kepada pasien dan keluarganya tentang Probable Dengue, apabila diagnosis klinis perjalanan penyakit dan tata laksananya, diperkuat oleh hasil pemeriksaan serologi sehingga pasien dapat mengerti bahwa antidengue. tidak ada obat/medika mentosa untuk Confirmed Dengue, apabila diagnosis klinis penanganan DBD, terapi hanya bersifat diperkuat dengan deteksi genome virus Dengue suportif dan mencegah perburukan penyakit. dengan pemeriksaan RT-PCR, antigen dengue Penyakit akan sembuh sesuai dengan pada pemeriksaan NS1, atau apabila didapatkan perjalanan alamiah penyakit. serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM (dari 2. Modifikasi gaya hidup negatif menjadi positif) pada pemeriksaan a. Melakukan kegiatan 3M: menguras, serologi berpasangan. mengubur, menutup. Isolasi virus Dengue memberi nilai yang sangat b. Meningkatkan daya tahan tubuh kuat dalam konfirmasi diagnosis klinis, namun dengan mengkonsumsi makanan karena memerlukan teknologi yang canggih bergizi dan melakukan olahraga secara dan prosedur yang rumit pemeriksaan ini bukan rutin. merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan. Kriteria Rujukan Diagnosis Banding 1. Demam karena infeksi virus (influenza, 1. Terjadi perdarahan masif (hematemesis, melena). chikungunya, dan lain- lain) 2. Idiopathic thrombocytopenic purpura 2. Dengan pemberian cairan kristaloid sampai 3. Demam tifoid dosis 15 ml/kg/jam kondisi belum membaik. Komplikasi 3. Terjadi komplikasi atau keadaan klinis Dengue Shock Syndrome (DSS), ensefalopati, yang tidak lazim, seperti kejang, penurunan gagal ginjal, gagal hati kesadaran, dan lainnya. Penatalaksanaan komprehensif (Plan) Penatalaksanaan pada Pasien Dewasa 1. Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik (Parasetamol 3x500-1000 mg). 2. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi - Alur penanganan pasien dengan demam dengue/demam berdarah dengue, yaitu: pemeriksaan penunjang Lanjutan - Pemeriksaan Kadar Trombosit dan Hematokrit secara serial PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 49

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Penatalaksanaan pada Pasien Anak menit. Demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok e. Jika setelah pemberian cairan inisial 1. Bila anak dapat minum tidak terjadi perbaikan klinis, ulangi a. Berikan anak banyak minum pemberian infus larutan kristaloid 20 • Dosis larutan per oral: 1-2 liter/hari ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 atau 1 sendok makan tiap 5 menit. menit) atau pertimbangkan pemberian • Jenis larutan per oral: air putih, teh larutan koloid 10-20 ml/kgBB/jam manis, oralit, jus buah, air sirup, atau (maksimal 30 ml/kgBB/24 jam). susu. f. Jika nilai Ht dan Hb menurun namun tidak terjadi perbaikan klinis, b. Berikan cairan intravena (infus) sesuai pertimbangkan terjadinya perdarahan dengan kebutuhan untuk dehidrasi tersembunyi. Berikan transfusi darah sedang. Berikan hanya larutan bila fasilitas tersedia dan larutan kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat koloid. Segera rujuk. (RL) atau Ringer Asetat (RA), dengan g. Jika terdapat perbaikan klinis, kurangi dosis sesuai berat badan sebagai jumlah cairan hingga 10 ml/kgBB/ berikut: jam dalam 2-4 jam. Secara bertahap • Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi • Berat badan 15-40 kg: 5 ml/kgBB/jam klinis dan laboratorium. • Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam h. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. 2. Bila anak tidak dapat minum, berikan Hindari pemberian cairan secara cairan infus kristaloid isotonik sesuai berlebihan. kebutuhan untuk dehidrasi sedang sesuai 3. Pengobatan suportif lain sesuai indikasi. dengan dosis yang telah dijelaskan di atas. Rencana Tindak Lanjut Demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok 3. Lakukan pemantauan: tanda vital dan 1. Pemantauan klinis (tanda vital, perfusi diuresis setiap jam, laboratorium (DPL) per perifer, diuresis) dilakukan setiap satu jam. 4-6 jam. 2. Pemantauan laboratorium (Ht, Hb, trombosit) a. Bila terjadi penurunan hematokrit dilakukan setiap 4-6 jam, minimal 1 kali dan perbaikan klinis, turunkan jumlah setiap hari. cairan secara bertahap sampai 3. Pemantauan cairan yang masuk dan keluar. keadaan klinis stabil. Demam berdarah dengue (DBD) dengan b. Bila terjadi perburukan klinis, lakukan syok penatalaksanaan DBD dengan syok. Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama merujuk pasien ke RS jika 4. Bila anak demam, berikan antipiretik kondisi pasien stabil. (Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali) per oral. Hindari Ibuprofen dan Asetosal. Persyaratan perawatan di rumah 1. Persyaratan untuk pasien dan keluarga 5. Pengobatan suportif lain sesuai indikasi. Demam berdarah dengue (DBD) dengan syok a. DBD non-syok (tanpa kegagalan 1. Kondisi ini merupakan gawat darurat dan sirkulasi). mengharuskan rujukan segera ke RS. b. Bila anak dapat minum dengan adekuat. 2. Penatalaksanaan awal: c. Bila keluarga mampu melakukan a. Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui perawatan di rumah dengan adekuat. kanul hidung atau sungkup muka. 2. Persyaratan untuk tenaga kesehatan b. Pasang akses intravena sambil a. Adanya 1 dokter dan perawat tetap yang melakukan pungsi vena untuk bertanggung jawab penuh terhadap pemeriksaan DPL. tatalaksana pasien. c. Berikan infus larutan kristaloid (RL atau RA) 20 ml/kg secepatnya. d. Lakukan pemantauan klinis (tanda vital, perfusi perifer, dan diuresis) setiap 30 50 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT b. Semua kegiatan tatalaksana dapat 5) Tidak menggantung baju, menghindari dilaksanakan dengan baik di rumah. gigitan nyamuk, membubuhkan bubuk abate, dan memelihara ikan. c. Dokter dan/atau perawat mem-follow up pasien setiap 6-8 jam dan setiap hari, Peralatan sesuai kondisi klinis. 1. Poliklinik set (termometer, tensimeter, d. Dokter dan/atau perawat dapat senter) berkomunikasi seara lancar dengan 2. Infus set keluarga pasien sepanjang masa 3. Cairan kristaloid (RL/RA) dan koloid tatalaksana. 4. Lembar observasi / follow up 5. Laboratorium untuk pemeriksaan darah Kriteria Rujukan 1. DBD dengan syok (terdapat kegagalan rutin sirkulasi). Prognosis 2. Bila anak tidak dapat minum dengan Prognosis jika tanpa komplikasi umumnya dubia ad bonam, karena hal ini tergantung dari derajat adekuat, asupan sulit, walaupun tidak ada beratnya penyakit. kegagalan sirkulasi. 3. Bila keluarga tidak mampu melakukan Referensi perawatan di rumah dengan adekuat, 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, walaupun DBD tanpa syok. Konseling dan Edukasi 2006. Pedoman Tata laksana Demam a. Penjelasan mengenai diagnosis, komplikasi, Berdarah Dengue. Jakarta: Kementerian prognosis, dan rencana tata laksana. Kesehatan Republik Indonesia. b. penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya 2. Chen, K. Pohan, H.T, Sinto, R. Diagnosis (warning signs) yang perlu diwaspadai dan dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah kapan harus segera ke layanan kesehatan. Dengue. Medicinus. Jakarta. 2009: Vol 22; c. Penjelasan mengenai jumlah cairan yang p.3-7. dibutuhkan oleh anak. 3. WHO. Dengue Haemorrhagic Fever: d. Penjelasan mengenai diet nutrisi yang perlu diagnosis, treatment, prevention and control. diberikan. 2nd Edition. Geneva. 1997 e. Penjelasan mengenai cara minum obat. 4. Tim Adaptasi Indonesia, 2009. Pelayanan f. Penjelasan mengenai faktor risiko dan cara- Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman cara pencegahan yang berkaitan dengan bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama perbaikan higiene personal, perbaikan di Kabupaten/Kota. 1 ed. Jakarta: World sanitasi lingkungan, terutama metode 4M Health Organization Country Office for plus seminggu sekali, yang terdiri atas: Indonesia. 1) Menguras wadah air, seperti bak mandi, 5. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Diagnosis tempayan, ember, vas bunga, tempat dan tata laksana infeksi virus dengue pada minum burung, dan penampung air anak, Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit kulkas agar telur dan jentik Aedes IDAI, 2014 aegypti mati. 2) Menutup rapat semua wadah air agar nyamuk Aedes aegypti tidak dapat masuk dan bertelur. 3) Mengubur atau memusnahkan semua barang bekas yang dapat menampung air hujan agar tidak menjadi sarang dan tempat bertelur nyamuk Aedes aegypti. 4) Memantau semua wadah air yang dapat menjadi tempat nyamuk Aedes aegypti berkembang biak. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 51

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT B. DARAH, PEMBENTUKAN DARAH DAN SISTEM IMUN 1. ANEMIA DEFISIENSI BESI No. ICPC-2 : B80 Iron Deficiency Anaemia No. ICD-10 : 280 Iron Deficiency Anemias Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai Sederhana (Objective) penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa Pemeriksaan Fisik oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer. 1. Gejala umum Anemia merupakan masalah medik yang paling Pucat dapat terlihat pada: konjungtiva, sering dijumpai di klinik di seluruh dunia. Diperkirakan >30% penduduk dunia menderita mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan anemia dan sebagian besar di daerah tropis. Oleh di bawah kuku. karena itu anemia seringkali tidak mendapat 2. Gejala anemia defisiensi besi perhatian oleh para dokter di klinik. a. Disfagia b. Atrofi papil lidah Hasil Anamnesis (Subjective) c. Stomatitis angularis Keluhan d. Koilonikia Pasien datang ke dokter dengan keluhan: 1. Lemah Pemeriksaan Penunjang 2. Lesu 1. Pemeriksaan darah: hemoglobin (Hb), 3. Letih 4. Lelah hematokrit (Ht), leukosit, trombosit, jumlah 5. Penglihatan berkunang-kunang eritrosit, morfologi darah tepi (apusan 6. Pusing darah tepi), MCV, MCH, MCHC, feses rutin, 7. Telinga berdenging dan urin rutin. 8. Penurunan konsentrasi 2. Pemeriksaan Khusus (dilakukan di layanan 9. Sesak nafas sekunder) :Serum iron, TIBC, saturasi Faktor Risiko transferin, dan feritin serum. 1. Ibu hamil 2. Remaja putri Penegakan Diagnostik (Assessment) 3. Status gizi kurang 4. Faktor ekonomi kurang Diagnosis Klinis 5. Infeksi kronik Anemia adalah suatu sindrom yang dapat 6. Vegetarian disebabkan oleh penyakit dasar sehingga penting menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan darah dengan kriteria Hb darah kurang dari kadar Hb normal. Nilai rujukan kadar hemoglobin normal menurut WHO: 1. Laki-laki: >13 g/dL 2. Perempuan: >12 g/dL 3. Perempuan hamil: >11 g/dL 52 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Diagnosis Banding <7 g/dL). 1. Anemia defisiensi vitamin B12 4. Anemia karena penyebab yang tidak 2. Anemia aplastik 3. Anemia hemolitik termasuk kompetensi dokter di layanan 4. Anemia pada penyakit kronik tingkat pertama misalnya anemia Komplikasi aplastik, anemia hemolitik dan anemia 1. Penyakit jantung anemia megaloblastik. 2. Pada ibu hamil: BBLR dan IUFD 5. Jika didapatkan kegawatan (misal 3. Pada anak: gangguan pertumbuhan dan perdarahan aktif atau distres pernafasan) pasien segera dirujuk. perkembangan Peralatan Pemeriksaan laboratorium sederhana (darah Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) rutin, urin rutin, feses rutin). Penatalaksanaan Prognosis Prinsip penatalaksanaan anemia harus Prognosis umumnya dubia ad bonam berdasarkan diagnosis definitif yang telah karena sangat tergantung pada penyakit ditegakkan. Setelah penegakan diagnosis dapat yang mendasarinya. Bila penyakit yang diberikan sulfas ferrosus 3 x 200 mg (200 mg mendasarinya teratasi, dengan nutrisi yang baik mengandung 66 mg besi elemental). anemia defisiensi besi dapat teratasi. Referensi Rencana Tindak Lanjut 1. 1. Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Untuk penegakan diagnosis definitif anemia Hauser, S.L. et al.Harrisson’s: Principle defisiensi besi memerlukan pemeriksaan of Internal Medicine. 17th Ed. New York: laboratorium di layananan sekunder dan McGraw-Hill Companies. 2009. (Braunwald, penatalaksanaan selanjutnya dapat dilakukan di et al., 2009) layanan tingkat pertama. 2. Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. Eds. Buku ajar Konseling dan Edukasi ilmu penyakit dalam. 4thEd. Vol. III. Jakarta: 1. 1. Memberikan pengertian kepada pasien Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. (Sudoyo, et al., 2006) dan keluarga tentang perjalanan penyakit 3. Bakta IM. Pendekatan Terhadap Pasien dan tata laksananya, sehingga meningkatkan Anemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, kesadaran dan kepatuhan dalam berobat Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Ilmu Penyakit Dalam. 4thEd. Vol II. 2. Pasien diinformasikan mengenai efek Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen samping obat berupa mual, muntah, Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. hlm heartburn, konstipasi, diare, serta BAB 632-36. (Sudoyo, et al., 2006) kehitaman. 3. Bila terdapat efek samping obat maka segera ke pelayanan kesehatan. Kriteria Rujukan 1. Anemia tanpa gejala dengan kadar Hb <8 g/ dL. 2. Anemia dengan gejala tanpa melihat kadar Hb segera dirujuk. 3. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 53

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 2. HIV/AIDS TANPA KOMPLIKASI No. ICPC-2 : B90 HIV-infection/AIDS No. ICD-10 : Z21 Asymptomatic Human Immunodeficiency Virus (HIV) infection status Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan tajam yang tercemar HIV satu Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang 8. Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS mengancam Indonesia dan banyak negara di 9. Pasangan serodiskordan – salah dunia serta menyebabkan krisis multidimensi. Berdasarkan hasil estimasi Departemen pasangan positif HIV Kesehatan tahun 2006 diperkirakan terdapat 169.000-216.000 orang dengan HIV dan AIDS Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang di Indonesia. Program bersama UNAIDS dan Sederhana (Objective) WHO memperkirakan sekitar 4,9 juta orang hidup dengan HIV di Asia. Pemeriksaan Fisik Hasil Anamnesis (Subjective) 1. Keadaan Umum Keluhan a. Berat badan turun Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan b. Demam gejala atau keluhan tertentu. Pasien datang dapat dengan keluhan: 2. Kulit 1. Demam (suhu >37,5OC) terus menerus atau a. Tanda-tanda masalah kulit terkait HIV misalnya kulit kering dan dermatitis intermiten lebih dari satu bulan. seboroik 2. Diare yang terus menerus atau intermiten b. Tanda-tanda herpes simpleks dan zoster atau jaringan parut bekas lebih dari satu bulan. herpes zoster 3. Keluhan disertai kehilangan berat badan 3. Pembesaran kelenjar getah bening (BB) >10% dari berat badan dasar. 4. Mulut: kandidiasis oral, oral hairy 4. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang leukoplakia, keilitis angularis menyertainya. 5. Dada: dapat dijumpai ronki basah akibat Faktor Risiko 1. Penjaja seks laki-laki atau perempuan infeksi paru 2. Pengguna NAPZA suntik 6. Abdomen: hepatosplenomegali, nyeri, atau 3. Laki-laki yang berhubungan seks dengan massa sesama laki-laki dan transgender 7. Anogenital: tanda-tanda herpes simpleks, 4. Hubungan seksual yang berisiko atau tidak duh vagina atau uretra aman 8. Neurologi: tanda neuropati dan kelemahan 5. Pernah atau sedang mengidap penyakit neurologis infeksi menular seksual (IMS) 6. Pernah mendapatkan transfusi darah Pemeriksaan Penunjang 7. Pembuatan tato dan atau alat medis/alat 1. Laboratorium a. Hitung jenis leukosit : Limfopenia dan CD4 hitung <350 (CD4 sekitar 30% dari jumlah total limfosit) 54 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT b. Tes HIV menggunakan strategi III yatu 1. Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = menggunakan 3 macam tes dengan Voluntary Counseling and Testing) titik tangkap yang berbeda, umumnya dengan ELISA dan dikonfirmasi Western 2. Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas Blot kesehatan (TIPK – PITC = Provider-Initiated Testing and Counseling) c. Pemeriksaan DPL 2. Radiologi: X-ray torak. Sebelum melakukan Penegakan Diagnostik (Assessment) tes HIV perlu dilakukan konseling Diagnosis Klinis sebelumnya. Terdapat dua macam Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pendekatan untuk tes HIV pemeriksaan fisik dan hasil tes HIV. Stadium Konseling dan tes HIV dapat dilakukan dengan klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dua cara: dan setiap kali kunjungan. Tabel 2.1. Stadium klinis HIV Stadium 1 Asimptomatik 1. Tidak ada penurunan BB 2. Tidak ada gejala atau hanya limfadenopati generalisata persisten Stadium 2 Sakit Ringan 1. Penurunan BB bersifat sedang yang tidak diketahui penyebabnya (<10% dari perkiraan BB atau BB sebelumnya) 2. ISPA berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis media, faringitis) 3. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir 4. Keilitis angularis 5. Ulkus mulut yang berulang 6. Ruam kulit yang gatal (Papular pruritic eruption) 7. Dermatitis seboroik 8. Infeksi jamur pada kuku Stadium 3 Sakit Sedang 1. Penurunan berat badan yang tak diketahui penyebabnya (> 10% dari perkiraan BB atau BB sebelumnya) 2. Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan 3. Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya 4. Kandidiasis pada mulut yang menetap 5. Oral hairy leukoplakia 6. Tuberkulosis paru 7. Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningitis, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, bakteriemia, penyakit inflamasi panggul yang berat) 8. Stomatitis nekrotikans ulseratif akut, ginggivitis atau periodontitis 9. Anemia yang tak diketahui penyebabnya (Hb <8g/dL), neutropeni (<0,5 x 10 g/L) dan/atau trombositopenia kronis (<50 x 10 g/L) PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 55

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Stadium 4 Sakit Berat (AIDS) 1. Sindrom wasting HIV 2. Pneumonia pneumocystis jiroveci 3. Pneumonia bakteri berat yang berulang 4. Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, genital, atau anorektal selama lebih dari 1 bulan atau viseral di bagian manapun) 5. Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis trakea, bronkus atau paru) 6. Tuberkulosis ekstra paru 7. Sarkoma kaposi 8. Penyakit sitomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain, tidak termasuk hati, limpa dan kelenjar getah bening) 9. Toksoplasmosis di sistem saraf pusat 10. Ensefalopati HIV 11. Pneumonia kriptokokus ekstrapulmoner, termasuk meningitis 12. Infeksi mikobakterium non tuberkulosis yang menyebar 13. Leukoencephalopathy multifocal progresif 14. Kriptosporidiosis kronis 15. Isosporiasis kronis 16. Mikosis diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis) 17. Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella non-tifoid) 18. Limfoma (serebral atau Sel B non-Hodgkin) 19. Karsinoma serviks invasif 20. Leishmaniasis diseminata atipikal 21. Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang simtomatis Diagnosis Banding Untuk memulai terapi antiretroviral perlu Penyakit gangguan sistem imun dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi Penatalaksanaan HIV. Tatalaksana HIV di layanan tingkat pertama 1. Tidak tersedia pemeriksaan CD4. Penentuan dapat dimulai apabila penderita HIV sudah dipastikan tidak memiliki komplikasi atau infeksi mulai terapi ARV didasarkan pada penilaian oportunistik yang dapat memicu terjadinya klinis. sindrom pulih imun. Evaluasi ada tidaknya 2. Tersedia pemeriksaan CD4 infeksi oportunistik dapat dengan merujuk ke a. Mulai terapi ARV pada semua pasien layanan sekunder untuk pemeriksaan lebih lanjut karena gejala klinis infeksi pada penderita dengan jumlah CD4 <350 sel/mm3 HIV sering tidak spesifik. tanpa memandang stadium klinisnya. b. Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4. 56 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Gologan/obat Tabel. 2.3. Dosis antiretroviral untuk ODHA dewasa Dosis Nucleoside RTI 150 mg setiap 12 jam atau 300 mg sekali sehari 40 mg setiap 12 jam Lamivudine (3TC) (30 mg setiap 12 jam bila BB <60 kg) 300 mg setiap 12 jam Stavudine (d4T) Zidovudine (ZDV atau AZT) Nucleotide RTI 300 mg sekali sehari, (Catatan: interaksi obat dengan ddI perlu mengurangi Tenofovir (TDF) dosis ddI) Non-nucleoside RTIs 600 mg sekali sehari Efavirenz (EFV) 200 mg sekali sehari selama 14 hari, kemudian 200 mg setiap 12 jam Nevirapine(NVP) (Neviral®) Protease inhibitors 400 mg/100 mg setiap 12 jam, (533 mg/133 mg setiap 12 jam bila Lopinavir/ritonavir (LPV/r) dikombinasi dengan EFV atau NVP) ART kombinasi Diberikan 2x sehari dengan interval 12 jam AZT -3TC (Duviral ®) Rencana Tindak Lanjut AZT maka perl dilakukanpengukuran kadar Hemoglobin (Hb) sebelum 1. Pasien yang belum memenuhi syarat terapi memulai terapi dan pada minggu ke 4, ARV. Monitor perjalanan klinis penyakit dan 8 dan 12 sejak mulai terapi atau ada jumlah CD4-nya setiap 6 bulan sekali. indikasi tanda dan gejala anemia Bila menggunakan NVP untuk 2. Pemantauan pasien dalam terapi perempuan dengan CD4 antara 250– antiretroviral 350 sel/mm3 maka perlu dilakuan pemantauan enzim transaminase pada a. Pemantauan klinis minggu 2, 4, 8 dan 12 sejak memulai terapi ARV (bila memungkinkan), Dilakukan pada minggu 2, 4, 8, 12 dilanjutkan dengan pemantauan dan 24 minggu sejak memulai terapi berdasarkan gejala klinis. ARV dan kemudian setiap 6 bulan bila Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan pasien telah mencapai keadaan stabil. untuk pasien yang mendapatkan TDF. b. Pemantauan laboratorium Konseling dan Edukasi 1. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, Pemantauan CD4 secara rutin setiap 6 bulan atau lebih sering bila ada infeksi menular seksual (IMS), dan kelompok indikasi klinis. Pasien yang akan memulai terapi dengan PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 57

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT risiko tinggi beserta pasangan seksualnya, Prognosis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Prognosis sangat tergantung kondisi pasien 2. 2. Memberikan informasi kepada pasien saat datang dan pengobatan. Terapi hingga saat dan keluarga tentang penyakit HIV/AIDS. ini adalah untuk memperpanjang masa hidup, Pasien disarankan untuk bergabung dengan belum merupakan terapi definitif, sehingga kelompok penanggulangan HIV/AIDS untuk prognosis pada umumnya dubia ad malam. menguatkan dirinya dalam menghadapi pengobatan penyakitnya. Referensi Kriteria Rujukan 1. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit 1. Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk ke Pelayanan Dukungan dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Pengobatan untuk menjalankan serangkaian Nasional Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi layanan yang meliputi penilaian stadium Antiretroviral pada Orang Dewasa.Jakarta: klinis, penilaian imunologis dan penilaian Kemenkes. 2011. (Kementerian Kesehatan virologi. Republik Indonesia, 2011) 2. Pasien HIV/AIDS dengan komplikasi. 2. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. Peralatan Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Layanan VCT Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam. 4th Ed. Vol II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. hlm 1825-30. (Sudoyo, et al., 2006 3. LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK No. ICPC-2 : L99 Systemic Lupus Erythematosus No. ICD-10 : M32 Systemic Lupus Erythematosus Tingkat Kemampuan 3A Masalah Kesehatan seringkali tidak terjadi saat bersamaan. Keluhan Lupus Eritematosus Sistemik (LES) telah awal dapat berupa: menjadi salah satu penyakit reumatik utama 1. Kelelahan di dunia dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi 2. Nyeri sendi yang berpindah-pindah LES di berbagai negara sangat bervariasi 3. Rambut rontok antara 2,9/100.000-400/100.000 dan terutama 4. Ruam pada wajah menyerang wanita usia reproduktif yaitu 15-40 5. Sakit kepala tahun. Rasio wanita dibandingkan pria berkisar 6. Demam antara (5,5-9):1. Berdasarkan penelitian di RS 7. Ruam kulit setelah terpapar sinar matahari Cipto Mangunkusumo Jakarta antara tahun 8. Gangguan kesadaran 1988-1990 insidensi rata-rata adalah 37,7 per 9. Sesak 10.000 perawatan. 10. Edema anasarka Keluhan-keluhan tersebut akhirnya akan Hasil Anamnesis (Subjective) berkembang sesuai manifestasi organ yang Keluhan terlibat pada LES. Manifestasi klinik LES sangat beragam dan 58 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Faktor Risiko misalnya hipertensi, hematuria, edema Pasien dengan gejala klinis yang mendukung perifer, dan edema anasarka. dan memiliki riwayat keluarga yang menderita 7. Manifestasi gastrointestinal umumnya penyakit autoimun meningkatkan kecurigaan merupakan keterlibatan berbagai organ adanya LES. dan akibat pengobatan, misalnya mual, dispepsia, nyeri perut, dan disfagi. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang 8. Manifestasi neuropsikiatrik misalnya kejang Sederhana (Objective) dan psikosis. 9. Manifestasi hematologi, misalnya leukopeni, Pemeriksaan Fisik lymphopenia, anemia atau trombositopenia. Hampir seluruh sistem organ dapat terlibat Pemeriksaan Penunjang dalam LES. Manifestasi yang umum didapatkan antara lain: 1. Laboratorium a. Pemeriksaan DPL (darah perifer 1. 1. Gejala konstitusional, misalnya: kelelahan, lengkap) dengan hitung diferensial demam (biasanya tidak disertai menggigil), penurunan berat badan, rambut rontok, dapat menunjukkan leukopeni, trombositopeni, dan anemia. bengkak, dan sakit kepala. b. Pemeriksaan serum kreatinin 2. Manifestasi muskuloskeletal dijumpai lebih dari 90%, misalnya: mialgia, artralgia menunjukkan peningkatan serum kreatinin. atau artritis (tanpa bukti jelas inflamasi c. Urinalisis menunjukkan adanya eritrosit sendi). 3. Manifestasi mukokutaneus, misalnya ruam dan proteinuria. 2. Radiologi malar/ruam kupu-kupu, fotosensitifitas, X-ray Thoraks dapat menunjukkan adanya alopecia, dan ruam diskoid. 4. Manifestasi paru, misalnya pneumonitis efusi pleura. (sesak, batuk kering, ronkhi di basal), Penegakan Diagnosis (Assessment) emboli paru, hipertensi pulmonum, dan Diagnosis Klinis efusi pleura. Diagnosis LES dapat ditegakkan berdasarkan 5. Manifestasi kardiologi, misalnya gambaran klinik dan laboratorium. Berdasarkan Pleuropericardial friction rubs, takipneu, American College of Rheumatology (ACR) tahun murmur sistolik, gambaran perikarditis, 1997, LES dapat ditegakkan bila didapatkan 4 miokarditis dan penyakit jantung koroner. dari 11 kriteria yang terjadi secara bersamaan 6. Manifestasi renal dijumpai pada 40-75% atau dengan tenggang waktu. penderita setelah 5 tahun menderita lupus, Tabel. 2.4 Kriteria Diagnosis LES berdasarkan American College of Rheumatology Kriteria Batasan Ruam malar Eritema menetap, datar atau menonjol, pada malar eminence dan lipat nasolabial. Ruam diskoid Bercak eritema menonjol dengan gambaran LES keratotik dan sumbatan folikular. Pada LES lanjut dapat ditemukan parut atrofik. Foto sensitifitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 59

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Kriteria Batasan Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat oleh dokter pemeriksa. Atritis non-erosif Melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai oleh rasa nyeri, bengkak dan efusi. Pleuritis atau a. Pleuritis-riwayat nyeri pleuritik atau pleuritic friction rub yang didengar perikarditis oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi pleura atau b. Perikarditis-bukti rekaman EKG atau pleuritic friction rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau bukti efusi perikardial. Gangguan renal a. Protein urin menetap >0,5 gram per hari atau >3+ atau b. Cetakan selular- dapat eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau gabungan. Gangguan a. Kejang- tanpa disebabkan obat-obatan atau gangguan metabolik, misalnya neurologi uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit atau b. Psikosis-tanpa disebabkan obat obatan atau gangguan metabolik, misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit. Gangguan a. Anemia hemolitik dengan retikulosis atau hematologi b. Leukopenia- <4.000/mm pada dua kali pemeriksaan atau c. Limfopenia- <1.500/mm3 pada dua kali pemeriksaan atau3 d. Trombositopenia- <100.000/mm tanpa disebabkan obat-obatan.3 Gangguan a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA dengan titer yang abnormal atau imunologik b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear Sm atau c. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang didasarkan atas: 1) kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal baik IgG atau IgM, 2) Tes lupus antikoagulan positif menggunakan metoda standar, atau 3) hasil tes positif palsu paling tidak selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan tes imobilisasi Treponema pallidum atau tes fluoresensi absorbsi antibodi treponemal. Antibodi Titer positif dari antibodi antinuklear berdasarkan pemeriksaan antinuklear imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada setiap kurun positif (ANA) waktuperjalanan penyakit tanpa keterlibatan obat. Diagnosis Banding Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 1. Mixed connective tissue disease Penatalaksanaan 2. Sindrom vaskulitis Penatalaksanaan berupa terapi konservatif Pemberian analgetik sederhana atau obat Komplikasi antiinflamasi non steroid, misalnya parasetamol 3-4 x 500-1000 mg, atau ibuprofen 400-800 mg 1. Anemia hemolitik 3-4 kali perhari, natrium diklofenak 2-3 x 25- 2. Trombosis 50 mg/hari pada keluhan artritis, artralgia dan 3. Lupus serebral mialgia. 4. Nefritis lupus 5. Infeksi sekunder 60 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Rencana Tindak Lanjut Peralatan DPL, 1. Segera dirujuk ke layanan sekunder untuk 1. Laboratorium untuk pemeriksaan penegakan diagnosis pasti kecuali pada urinalisis, dan fungsi ginjal lupus berat misalnya yang mengancam 2. Radiologi: X-ray Thoraks nyawa dapat dirujuk ke layanan tersier terdekat. Prognosis 2. Pemeriksaan laboratorium dan follow- Prognosis pasien LES sangat bervariasi up secara berkelanjutan diperlukan untuk bergantung pada keterlibatan organnya. Sekitar memonitor respon atau efek samping terapi 25% pasien dapat mengalami remisi selama serta keterlibatan organ baru. beberapa tahun, tetapi hal ini jarang menetap. 3. Keterlibatan berbagai organ pada LES Prognosis buruk (50% mortalitas dalam 10 memerlukan penanganan dari berbagai tahun) terutama berkaitan dengan keterlibatan bidang misalnya spesialis reumatologi, ginjal. Penyebab utama mortalitas umumnya neurologi, nefrologi, pulmonologi, gagal ginjal, infeksi, serta tromboemboli. kardiologi, dermatologi, serta hematologi. Referensi Konseling dan Edukasi 1. Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya Konseling dan edukasi diberikan oleh dokter setelah menerima rujukan balik dari layanan IP, Nafrialdi, Mansjoer A (ed). Panduan sekunder Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter 1. Intervensi psikososial dan penyuluhan Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. Jakarta. langsung pada pasien dan keluarganya. 2008. hlm 127-128. (Rani, et al., 2008) 2. Menyarankan pasien untuk bergabung 2. Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, Setiyohadi B. Lupus Eritematosus Sistemik. Buku Ajar Ilmu dalam kelompok penyandang lupus Penyakit Dalam Jilid II. Pusat Penerbitan 3. Pasien disarankan untuk tidak terlalu Departemen IPD FKUI. Jakarta. 2006. (Sudoyo, et al., 2006) banyak terpapar sinar matahari dan 3. Longmore M, Wilkinson I, Turmezei selalu menggunakan krem pelindung T, Cheung CK (ed). Oxford handbook sinar matahari, baju lengan panjang serta of clinical medicine. 7th edition. Oxford menggunakan payung. University Press. Oxford. 2008. hlm 540-541. 4. Pemantauan dan penjelasan mengenai (Longmore, et al., 2008) efek penggunaan steroid jangka panjang 4. Fauci AS (ed). Harrison’s Manual of Medicine. terhadap pasien. 17th edition. McGraw Hill Medical. USA. 5. Pasien diberi edukasi agar berobat teratur 2009. hlm 885-886. (Braunwald, et al., 2009) dan bila ada keluhan baru untuk segera 5. Petri M, et al. derivation and validation berobat. of the Systemic Lupus International Collborating Clinics classification criteria Kriteria Rujukan for systemic lupus eritematosus. Arthritis 1. Setiap pasien yang di diagnosis sebagai LES and Rheumatism. 2012 Aug;64(8):2677-86. (Petri, et al., 2012) atau curiga LES harus dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam atau spesialis anak untuk memastikan diagnosis 2. Pada pasien LES manifestasi berat atau mengancam nyawa perlu segera dirujuk ke pelayanan kesehatan tersier bila memungkinkan. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 61

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 4. LIMFADENITIS No ICPC-2 : L04.9 Acute lymphadenitis, unspecified No ICD-10 : B70 Lymphadenitis Acute Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan kepada orang dengan infeksi saluran nafas Limfadenitis adalah peradangan pada satu atau atas, faringitis oleh Streptococcus, atau beberapa kelenjar getah bening. Limfadenitis Tuberkulosis turut membantu mengarahkan bisa disebabkan oleh infeksi dari berbagai penyebab limfadenopati. organisme, yaitu bakteri, virus, protozoa, riketsia atau jamur. Secara khusus, infeksi menyebar ke Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang kelenjar getah bening dari infeksi kulit, telinga, Sederhana (Objective) hidung atau mata. Bakteri Streptokokus, Stafilokokus, dan Pemeriksaan Fisik Tuberkulosis adalah penyebab paling umum dari Limfadenitis, meskipun virus, protozoa, riketsia, 1. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) jamur juga dapat menginfeksi kelenjar getah leher bagian posterior (belakang) terdapat bening. pada infeksi rubela dan mononukleosis. Sedangkan pada pembesaran KGB oleh Hasil Anamnesis (Subjective) infeksi virus, umumnya bilateral (dua sisi- Keluhan: kiri/kiri dan kanan) dengan ukuran normal a. Pembengkakan kelenjar getah bening bila diameter 0,5cm, dan lipat paha bila b. Demam diameternya >1,5 cm dikatakan abnormal). c. Kehilangan nafsu makan 2. Nyeri tekan bila disebabkan oleh infeksi d. Keringat berlebihan, bakteri e. Nadi cepat 3. Kemerahan dan hangat pada perabaan f. Kelemahan mengarah kepada infeksi bakteri sebagai g. Nyeri tenggorok dan batuk bila disebabkan penyebabnya 4. Fluktuasi menandakan terjadinya abses oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas. 5. Bila disebabkan keganasan tidak h. Nyeri sendi bila disebabkan oleh penyakit ditemukan tanda-tanda peradangan tetapi teraba keras dan tidak dapat digerakkan dari kolagen atau penyakit serum (serum jaringan sekitarnya. sickness) 6. Pada infeksi oleh mikobakterium Faktor Risiko: pembesaran kelenjar berjalan mingguan- 1. Riwayat penyakit seperti tonsilitis yang bulanan, walaupun dapat mendadak, KGB disebabkan oleh bakteri streptokokus, menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya infeksi gigi dan gusi yang disebabkan oleh menjadi tipis, dan dapat pecah. bakteri anaerob. 7. Adanya tenggorokan yang merah, bercak- 2. Riwayat perjalanan dan pekerjaan ke bercak putih pada tonsil, bintik-bintik merah daerah endemis penyakit tertentu, misalnya pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh perjalanan ke daerah-daerah Afrika dapat bakteri streptokokus. menunjukkan penyebab limfadenitis 8. Adanya selaput pada dinding tenggorok, adalah penyakit Tripanosomiasis. Sedangkan tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan pada orang yang bekerja di hutan bila dilepas berdarah, pembengkakan Limfadenitis dapat terkena Tularemia. pada jaringan lunak leher (bull neck) 3. Paparan terhadap infeksi/kontak sebelumnya mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri Difteri. 9. Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran 62 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT limpa mengarahkan kepada infeksi Epstein flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali sehari. Barr Virus. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik 10. Adanya radang pada selaput mata dan golongan penisilin dapat diberikan bercak koplik mengarahkan kepada Campak. cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500 11. Adanya bintik-bintik perdarahan (bintik mg) tiga kali sehari atau eritromisin 15 mg/ merah yang tidak hilang dengan penekanan), kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari. pucat, memar yang tidak jelas penyebabnya, 6. Bila penyebabnya adalah Mycobacterium disertai pembesaran hati dan limpa tuberculosis maka diberikan obat anti mengarahkan kepada leukemia. tuberculosis. 7. Biasanya jika infeksi telah diobati, kelenjar Pemeriksaan Penunjang akan mengecil secara perlahan dan rasa 1. Pemeriksaan skrining TB: BTA Sputum, LED, sakit akan hilang. Kadang-kadang kelenjar yang membesar tetap keras dan tidak lagi Mantoux Test. terasa lunak pada perabaan. 2. Laboratorium: Darah perifer lengkap Penegakan Diagnostik (Assessment) Konseling dan Edukasi 1. Keluarga turut menjaga kesehatan dan Diagnosis Klinis berdasarkan Limfadenititis ditegakkan kebersihan sehingga mencegah terjadinya anamnesis dan pemeriksaan fisik. berbagai infeksi dan penularan. 2. Keluarga turut mendukung dengan Diagnosis Banding memotivasi pasien dalam pengobatan. a. Mumps Rencana follow up: b. Kista Duktus Tiroglosus Pasien kontrol untuk mengevaluasi KGB dan c. Kista Dermoid terapi yang diberikan. Kriteria rujukan d. Hemangioma 1. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 Komplikasi minggu dirujuk untuk mencari penyebabnya a. Pembentukan abses (indikasi untuk dilaksanakan biopsi kelenjar b. Selulitis (infeksi kulit) getah bening). c. Sepsis (septikemia atau keracunan darah) 2. Biopsi dilakukan bila terdapat tanda d. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan, KGB yang menetap atau disebabkan oleh TBC) bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) ditegakkan. Penatalaksanaan Peralatan beasarnya 1. Pencegahan dengan menjaga kesehatan dan 1. Alat ukur untuk mengukur kebersihan badan bisa membantu mencegah kelenjar getah bening terjadinya berbagai infeksi. 2. Mikroskop 2. Untuk membantu mengurangi rasa sakit, 3. Reagen BTA dan Gram kelenjar getah bening yang terkena bisa dikompres hangat. Prognosis 3. Tatalaksana pembesaran KGB leher Prognosis pada umumnya bonam. didasarkan kepada penyebabnya. 4. Penyebab oleh virus dapat sembuh sendiri Referensi dan tidak membutuhkan pengobatan apa Price, A. Sylvia. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit pun selain dari observasi. Buku Kedokteran EGC. 2006. 5. Pengobatan pada infeksi KGB oleh bakteri (limfadenitis) adalah antibiotik oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 63

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT C. DIGESTIVE 1. ULKUS MULUT (AFTOSA, HERPES) No ICPC-2 : D83. Mouth / tongue / lip disease No ICD-10 : K12. Stomatitis and related lesions K12.0. Recurrent oral aphtae K12.1. Other form of stomatitis Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan 3. Frekuensi rekurensi bervariasi, namun Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR) seringkali dalam interval yang cenderung Stomatitis aftosa rekurens (SAR) merupakan reguler. penyakit mukosa mulut tersering dan memiliki prevalensi sekitar 10 – 25% pada populasi. 4. Episode SAR yang sebelumnya biasanya Sebagianbesar kasus bersifat ringan, self- bersifat self-limiting. limiting, dan seringkali diabaikan oleh pasien. Namun, SAR juga dapat merupakan gejala dari 5. Pasien biasanya bukan perokok atau tidak penyakit-penyakit sistemik, seperti penyakit pernah merokok. Crohn, penyakit Coeliac, malabsorbsi, anemia defisiensi besi atau asam folat, defisiensi vitamin 6. Biasanya terdapat riwayat penyakit yang B12, atau HIV. Oleh karenanya, peran dokter di sama di dalam keluarga. fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam mendiagnosis dan menatalaksana SAR 7. Pasien biasanya secara umum sehat. sangat penting. Namun, dapat pula ditemukan gejala- Stomatitis Herpes gejala seperti diare, konstipasi, tinja Stomatitis herpes merupakan inflamasi pada berdarah, sakit perut berulang, lemas, atau mukosa mulut akibat infeksi virus Herpes pucat, yang berkaitan dengan penyakit yang simpleks tipe 1 (HSV 1). Penyakit ini cukup sering mendasari. ditemukan pada praktik layanan tingkat pertama sehari-hari. Beberapa diantaranya 8. Pada wanita, dapat timbul saat menstruasi. merupakan manifestasi dari kelainan imunodefisiensi yang berat, misalnya HIV. Amat Stomatitis Herpes penting bagi para dokter di fasilitas pelayanan 1. Luka pada bibir, lidah, gusi, langit-langit, kesehatan tingkat pertama untuk dapat mendiagnosis dan memberikan tatalaksana atau bukal, yang terasa nyeri. yang tepat dalam kasus stomatitis herpes. 2. Kadang timbul bau mulut. 3. Dapat disertai rasa lemas (malaise), demam, Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan dan benjolan pada kelenjar limfe leher. Aftosa/Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR) 4. Sering terjadi pada usia remaja atau dewasa. 1. Luka yang terasa nyeri pada mukosa bukal, 5. Terdapat dua jenis stomatitis herpes, yaitu: bibir bagian dalam, atau sisi lateral dan a. Stomatitis herpes primer, yang anterior lidah. merupakan episode tunggal. 2. Onset penyakit biasanya dimulai pada usia kanak-kanak, paling sering pada usia remaja b. Stomatitis herpes rekurens, bila pasien atau dewasa muda, dan jarang pada usia telah mengalami beberapa kali penyakit lanjut. serupa sebelumnya. 6. Rekurensi dapat dipicu oleh beberapa faktor, seperti: demam, paparan sinar matahari, trauma, dan kondisi imunosupresi seperti HIV, penggunaan kortikosteroid sistemik, dan keganasan. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Aftosa/Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR) Terdapat 3 tipe SAR, yaitu: minor, mayor, dan herpetiform. 64 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Tabel 3.1 Tampilan klinis ketiga tipe SAR Aftosa minor Aftosa mayor Aftosa herpetiform Jarang Paling sering Jarang Mukosa nonkeratin Mukosa nonkeratin Mukosa non-keratin dan mukosa Banyak, bahkan hingga (bukal, Sisi dalam bibir, sisi mastikatorik (gingiva dan sisi ratusan lateral dan anterior lidah) dorsum lidah) Bulat, namun dapat berkonfluensi satu sama lain Satu atau beberapa Satu atau beberapa membentuk tampilan ireguler, berbatas tegas Dangkal Lebih dalam dari tipe minor Bulat, Diameter 1-2 mm Bulat, berbatas tegas berbatas tegas Mukosa sekitar eritematosa Diameter 5-7mm Diameter lebih besar dari tipe minor Tepi erimatosa Kadang menyerupai keganasan Bagian tengah berwarna Dapat bertahan beberapa minggu putih kekuningan hingga beberapa bulan Dapat ditemukan skar Pemeriksaan fisik 4. Demam 5. Pembesaran kelenjar limfe servikal 1. Tanda anemia (warna kulit, mukosa 6. Tanda-tanda penyakit imunodefisiensi yang konjungtiva) 2. Pemeriksaan abdomen (distensi, mendasari hipertimpani, nyeri tekan) Pemeriksaan penunjang 3. Tanda dehidrasi akibat diare berulang Tidak mutlak dantidak rutin dilakukan. Penegakan Diagnosis (Assessment) Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR) antara lain: Diagnosis SAR dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dokter perlu 1. Darah perifer lengkap mempertimbangkan kemungkinan adanya 2. MCV, MCH, dan MCHC penyakit sistemik yang mendasari. Diagnosis Banding Stomatitis Herpes 1. Herpes simpleks Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan: 2. Sindrom Behcet 1. Lesi berupa vesikel, berbentuk seperti 3. Hand, foot, and mouth disease 4. Liken planus kubah, berbatas tegas, berukuran 2 – 3 mm, 5. Manifestasi oral dari penyakit autoimun biasanya multipel, dan beberapa lesi dapat bergabung satu sama lain. (pemfigus, SLE, Crohn) 2. Lokasi lesi dapat di bibir (herpes labialis) sisi 6. Kanker mulut luar dan dalam, lidah, gingiva, palatum, atau bukal. 3. Mukosa sekitar lesi edematosa dan hiperemis. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 65

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Stomatitis Herpes g. Limfadenopati, Hepatomegali, Diagnosis stomatitis herpes dapat ditegakkan Splenomegali melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis banding: 2. Gejala dan tanda yang tidak khas, misalnya: 1. SAR tipe herpetiform a. Onset pada usia dewasa akhir atau 2. SAR minor multipel lanjut 3. Herpes zoster b. Perburukan dari aftosa 4. Sindrom Behcet c. Lesi yang amat parah 5. Hand, foot, and mouth disease d. Tidak adanya perbaikan dengan 6. Manifestasi oral dari penyakit autoimun tatalaksana kortikosteroid topikal (pemfigus, SLE, Crohn) 3. Adanya lesi lain pada rongga mulut, seperti: a. Kandidiasis Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) b. Glositis Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR) c. Perdarahan, bengkak, atau nekrosis Pengobatan yang dapat diberikan untuk pada gingiva mengatasi SAR adalah: d. Leukoplakia 1. Larutan kumur chlorhexidine 0,2% untuk e. Sarkoma Kaposi membersihkan rongga mulut. Penggunaan Stomatitis Herpes sebanyak 3 kali setelah makan, masing- Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu : masing selama 1 menit. 1. Untuk mengurangi rasa nyeri, dapat 2. Kortikosteroid topikal, seperti krim triamcinolone acetonide 0,1% in ora base diberikan analgetik seperti Parasetamol sebanyak 2 kali sehari setelah makan dan atau Ibuprofen. Larutan kumur chlorhexidine membersihkan rongga mulut. 0,2% juga memberi efek anestetik sehingga dapat membantu. Konseling dan Edukasi 2. Pilihan antivirus yang dapat diberikan, Pasien perlu menghindari trauma pada mukosa antara lain: mulut dan makanan atau zat dalam makanan a. Acyclovir, diberikan per oral, dengan yang berpotensi menimbulkan SAR, misalnya: kripik, susu sapi, gluten, asam benzoat, dan cuka. dosis: dewasa: 5 kali 200 – 400 mg per hari, Kriteria Rujukan Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan selama 7 hari tingkat pertama perlu merujuk ke layanan anak: 20 mg/kgBB/hari, dibagi menjadi sekunder, bila ditemukan: 1. Gejala-gejala ekstraoral yang mungkin 5 kali pemberian, selama 7 hari b. Valacyclovir, diberikan per oral, dengan terkait penyakit sistemik yang mendasari, seperti: dosis: a. Lesi genital, kulit, atau mata dewasa: 2 kali 1 – 2 g per hari, selama b. Gangguan gastrointestinal c. Penurunan berat badan 1 hari d. Rasa lemah anak : 20 mg/kgBB/hari, dibagi menjadi e. Batuk kronik f. Demam 5 kali pemberian, selama 7 hari c. Famcyclovir, diberikan per oral, dengan dosis: Dewasa : 3 kali 250 mg per hari, selama 7 – 10 hari untuk episode tunggal3 kali 500 mg per hari, selama 7 – 10 hari untuk tipe rekurens Anak : Belum ada data mengenai keamanan dan efektifitas pemberiannya pada anak-anak 66 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Dokter perlu memperhatikan fungsi ginjal Stomatitis Herpes : Bonam pasien sebelum memberikan obat-obat di atas. 1. Ad vitam : Bonam Dosis perlu disesuaikan pada pasien dengan 2. Ad functionam : Dubia penurunan fungsi ginjal. Pada kasus stomatitis 3. Ad sanationam herpes akibat penyakit sistemik, harus dilakukan tatalaksana definitif sesuai penyakit yang Referensi mendasari. 1. Cawson, R. & Odell, E., 2002. Diseases of Pencegahan rekurensi pada stomatitis herpes rekurens the Oral Mucosa: Non- Infective Stomatitis. Pencegahan rekurensi dimulai dengan In Cawson’s Essentials of Oral Pathology mengidentifikasi faktor-faktor pencetus dan and Oral Medicine. Spain: Elsevier Science selanjutnya melakukan penghindaran. Faktor- Limited, pp. 192–195. (Cawson & Odell, faktor yang biasanya memicu stomatitis herpes 2002) rekurens, antara lain trauma dan paparan sinar 2. Scully, C., 1999. Mucosal Disorders. In matahari. Handbook of Oral Disease: Diagnosis and Management. London: Martin Dunitz Peralatan Limited, pp. 73–82. (Scully, 1999) 1. Kaca mulut 3. Woo, SB & Sonis, S., 1996. Recurrent 2. Lampu senter Aphtous Ulcers: A Review of Diagnosis and Treatment. Journal of The American Prognosis Dental Association, 127, pp.1202–1213. (Woo & Sonis, 1996) Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR) 4. Woo, Sook Bin & Greenberg, M., 2008. Ulcerative, Vesicular, and Bullous Lesions. 1. Ad vitam : Bonam In M. Greenberg, M. Glick, & J. A. Ship, eds. 2. Ad functionam : Bonam Burket’s Oral Medicine. Ontario: BC Decker, p. 3. Ad sanationam : Dubia 41. (Woo & Greenberg, 2008) 2. REFLUKSGASTROESOFAGEAL No ICPC-2 : D84 Oesphagus disease No ICD-10 : K21.9Gastro-oesophageal reflux disease without oesophagitis Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan diperberat dengan posisi berbaring terlentang. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah Keluhan ini juga dapat timbul oleh karena mekanisme refluks melalui sfingter esofagus. makanan berupa saos tomat, peppermint, coklat, kopi, dan alkohol. Keluhan sering muncul pada Hasil Anamnesis (Subjective) malam hari. Keluhan Faktor risiko Rasa panas dan terbakar di retrosternal atau Usia > 40 tahun, obesitas, kehamilan, merokok, epigastrik dan dapat menjalar ke leher disertai konsumsi kopi, alkohol, coklat, makan berlemak, muntah, atau timbul rasa asam di mulut. beberapa obat di antaranya nitrat, teofilin dan Hal ini terjadi terutama setelah makan dengan verapamil, pakaian yang ketat, atau pekerja yang volume besar dan berlemak. Keluhan ini sering mengangkat beban berat. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 67

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang dapat diteruskan sampai 4 minggu dan sederhana (Objective) boleh ditambah dengan prokinetik seperti domperidon 3 x 10 mg. Pemeriksaan Fisik 3. Pada kondisi tidak tersedianya PPI, maka Tidak terdapat tanda spesifik untuk GERD. penggunaan H2 Blocker 2x/hari: simetidin Tindakan untuk pemeriksaan adalah dengan 400-800 mg atau ranitidin 150 mg atau pengisian kuesioner GERD. Bila hasilnya positif, famotidin 20 mg. maka dilakukan tes dengan pengobatan PPI (Proton Pump Inhibitor). Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Gambar 3.1 Algoritme tatalaksana GERD Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (Refluks esofageal) yang cermat. Kemudian untuk di fasilitas pelayanan tingkat pertama, pasien diterapi Pemeriksaan penunjang dilakukan pada fasilitas dengan PPI test, bila memberikan respon positif layanan sekunder (rujukan) untuk endoskopi dan terhadap terapi, maka diagnosis definitif GERD bila perlu biopsi dapat disimpulkan. Standar baku untuk diagnosis definitif GERD Konseling dan Edukasi adalah dengan endoskopi saluran cerna bagian Edukasi untuk melakukan modifikasi gaya atas yaitu ditemukannya mucosal break di hidup yaitu dengan mengurangi berat badan, esophagus namun tindakan ini hanya dapat berhenti merokok, tidak mengkonsumsi zat yang dilakukan oleh dokter spesialis yang memiliki mengiritasi lambung seperti kafein, aspirin, dan kompetensi tersebut. alkohol. Posisi tidur sebaiknya dengan kepala yang lebih tinggi. Tidur minimal setelah 2 Diagnosis Banding sampai 4 jam setelah makanan, makan dengan Angina pektoris, Akhalasia, Dispepsia, Ulkus porsi kecil dan kurangi makanan yang berlemak. peptik, Ulkus duodenum, Pankreatitis Komplikasi Kriteria Rujukan Esofagitis, Ulkus esophagus, Perdarahan 1. Pengobatan empirik tidak menunjukkan esofagus, Striktur esophagus, Barret’s esophagus, Adenokarsinoma, Batuk dan asma, Inflamasi hasil faring dan laring, Aspirasi paru. 2. Pengobatan empirik menunjukkan hasil Penatalaksanaan komprehensif (Plan) namun kambuh kembali Penatalaksanaan 1. Terapi dengan medikamentosa dengan cara memberikan Proton Pump Inhibitor (PPI) dosis tinggi selama 7-14 hari.Bila terdapat perbaikan gejala yang signifikan (50-75%) maka diagnosis dapat ditegakkan sebagai GERD. PPI dosis tinggi berupa omeprazol 2 x 20 mg/hari dan lansoprazol 2 x 30 mg/hari. 2. Setelah ditegakkan diagnosis GERD, obat 68 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 3. Adanya alarm symptom: Prognosis Berat badan menurun Prognosis umumnya bonam tetapi sangat Hematemesis melena tergantung dari kondisi pasien saat datang dan Disfagia (sulit menelan) pengobatannya. Odinofagia (sakit menelan) Anemia Referensi Peralatan Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Kuesioner GERD Refluks Gastroesofageal (Gastroesofageal Reflux Disease/GERD) Indonesia. 2004. 3. GASTRITIS No ICPC-2 : D07 Dyspepsia/indigestion No ICD-10 : K29.7 Gastritis, unspecified Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan Pemeriksaan Fisik Patognomonis mukosa dan submukosa lambung sebagai 1. Nyeri tekan epigastrium dan bising usus mekanisme proteksi mukosa apabila terdapat akumulasi bakteri atau bahan iritan lain. Proses meningkat. inflamasi dapat bersifat akut, kronis, difus, atau 2. Bila terjadi proses inflamasi berat, dapat lokal. ditemukan pendarahan saluran cerna Hasil Anamnesis (Subjective) berupa hematemesis dan melena. 3. Biasanya pada pasien dengan gastritis Keluhan kronis, konjungtiva tampak anemis. Pasien datang ke dokter karena rasa nyeri dan Pemeriksaan Penunjang panas seperti terbakar pada perut bagian atas. Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis Keluhan mereda atau memburuk bila diikuti dengan melakukan pemeriksaan: dengan makan, mual, muntah dan kembung. 1. Darah rutin. 2. Untuk mengetahui infeksi Helicobacter Faktor Risiko pylori: pemeriksaan Ureabreath test dan 1. Pola makan yang tidak baik: waktu makan feses. Rontgen dengan barium enema terlambat, jenis makanan pedas, porsi 3. Endoskopi makan yang besar Penegakan Diagnosis (Assessment) 2. Sering minum kopi dan teh 3. Infeksi bakteri atau parasit Diagnosis Klinis 4. Pengunaan obat analgetik dan steroid Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis 5. Usia lanjut dan pemeriksaan fisik. Untuk diagnosis definitif 6. Alkoholisme dilakukan pemeriksaan penunjang. 7. Stress 8. Penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks empedu, penyakit autoimun, HIV/AIDS, Chron disease PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 69

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Diagnosis Banding Konseling dan Edukasi 1. Kolesistitis Menginformasikan kepada pasien untuk 2. Kolelitiasis menghindari pemicu terjadinya keluhan, antara 3. Chron disease lain dengan makan tepat waktu, makan sering 4. Kanker lambung dengan porsi kecil dan hindari dari makanan yang 5. Gastroenteritis meningkatkan asam lambung atau perut kembung 6. Limfoma seperti kopi, teh, makanan pedas dan kol. 7. Ulkus peptikum 8. Sarkoidosis Kriteria rujukan 9. GERD 1. Bila 5 hari pengobatan belum ada perbaikan. Komplikasi 2. Terjadi komplikasi. 1. Pendarahan saluran cerna bagian atas 3. terdapat alarm symptoms 2. Ulkus peptikum 3. Perforasi lambung Peralatan 4. Anemia - Penatalaksanaan komprehensif (Plan) Prognosis Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien Penatalaksanaan saat datang, komplikasi, dan pengobatannya. Terapi diberikan per oral dengan obat, antara Umumnya prognosis gastritis adalah bonam, lain: H2 Bloker 2x/hari (Ranitidin 150 mg/ namun dapat terjadi berulang bila pola hidup kali, Famotidin 20 mg/kali, Simetidin 400-800 tidak berubah. mg/kali), PPI 2x/hari (Omeprazol 20 mg/kali, Lansoprazol 30 mg/kali), serta Antasida dosis 3 Referensi x 500-1000 mg/hari. 1. Sudoyo,A.W. Setiyohadi, B.Alwi, I. Simadibrata, M.Setiati,S. eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. (Sudoyo, et al., 2006) 4. INTOLERANSI MAKANAN No. ICPC-2 : D29 Digestive syndrome/complaint other No. ICD-10 : K90.4 Malabsorption due to intolerance Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan Hasil Anamnesis Intoleransi makanan adalah gejala-gejala yang Gejala-gejala yang mungkin terjadi adalah terjadi akibat reaksi tubuh terhadap makanan tenggorokan terasa gatal, nyeri perut, perut tertentu. Intoleransi bukan merupakan alergi kembung, diare, mual, muntah, atau dapat makanan. Hal ini terjadi akibatkekurangan enzim disertai kram perut. yang diperlukan untuk mencerna makanan tertentu. Intoleransi terhadap laktosa gula susu, Faktor predisposisi penyedap Monosodium Glutamat (MSG), atau Makanan yang sering menyebabkan intoleransi, terhadap antihistamin yang ditemukan di keju seperti: lama, anggur, bir, dan daging olahan. Gejala 1. Terigu dan gandum lainnya yang intoleransi makanan kadang-kadang mirip dengan gejala yang ditemukan pada alergi mengandung gluten makanan. 2. Protein susu sapi 3. Hasil olahan jagung 4. MSG 70 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Hal ini bertujuan untuk memperoleh penyebab Sederhana (Objective) intoleransi. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan abdomen, bising usus meningkat dan Konseling dan Edukasi mungkin terdapat tanda-tanda dehidrasi. Memberi edukasi ke keluarga untuk ikut Pemeriksaan Penunjang : - membantu dalam hal pembatasan nutrisi tertentu pada pasien dan mengamati keadaaan Penegakan Diagnostik (Assessment) pasien selama pengobatan. Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dan Kriteria Rujukan pemeriksaan fisik. Perlu dilakukan konsultasi ke layanan sekunder bila keluhan tidak menghilang walaupun tanpa Diagnosis Banding terpapar. Pankreatitis, Penyakit Chrons pada illeum terminalis, Sprue Celiac, Penyakit whipple, Peralatan Amiloidosis, Defisiensi laktase, Sindrom - Zollinger- Ellison, Gangguan paska gasterektomi, Laboratorium rutin reseksi usus halus atau kolon Komplikasi: Dehidrasi Prognosis Pada umumnya, prognosis tidak mengancam Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) jiwa, namun fungsionam dan sanasionamnya Penatalaksanaan dapat berupa adalah dubia ad bonam karena tergantung pada 1. Pembatasan nutrisi tertentu paparan terhadap makanan penyebab. 2. Suplemen vitamin dan mineral 3. Suplemen enzim pencernaan Referensi Rencana Tindak Lanjut: setelah gejala 1. Syam, Ari Fachrial. Buku Ajar Ilmu Penyakit menghilang, makanan yang dicurigai diberikan kembali untuk melihat reaksi yang terjadi. Dalam. Jilid III. Edisi ke 4. Jakarta: FK UI. 2006. Hal 312-3. (Sudoyo, et al., 2006) 5. MALABSORBSI MAKANAN No. ICPC-2 : D29 Digestive syndrome/complaint other No. ICD-10 : K90.9 Intestinal malabsorbtion, unspecified Tingkat Kemampuan 3A Masalah Kesehatan Berbagai hal dan keadaan dapat menyebabkan Malabsorbsi adalah suatu keadaan terdapatnya malabsorbsi dan maldigesti pada seseorang. gangguan pada proses absorbsi dan digesti Malabsorbsi dan maldigesti dapat disebabkan secara normal pada satu atau lebih zat gizi. Pada oleh karena defisiensi enzim atau adanya umumnya pasien datang dengan diare sehingga gangguan pada mukosa usus tempat absorbsi kadang sulit membedakan apakah diare dan digesti zat tersebut. disebabkan oleh malabsorbsi atau sebab lain. Selain itu kadang penyebab dari diare tersebut Hasil Anamnesis (Subjective) tumpang tindih antara satu sebab dengan sebab lain termasuk yang disebabkan oleh malabsorbsi. Keluhan Pasien dengan malabsorbsi biasanya datang PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 71

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT dengan keluhan diare kronis, biasanya bentuk Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) feses cair mengingat gangguan pada usus halus Penatalaksanaan tidak ada zat nutrisi yang terabsorbsi sehingga Perlu dilakukan konsultasi ke spesialis penyakit feses tak berbentuk. Jika masalah pasienkarena dalam untuk mencari penyebab malabsorbsi malabsorbsi lemak maka pasien akan mengeluh kemudian ditatalaksana sesuai penyebabnya. fesesnya berminyak (steatore). 1. Tatalaksana tergantung dari penyebab Anamnesis yang tepat tentang kemungkinan penyebab dan perjalanan penyakit merupakan malabsorbsi hal yang penting untuk menentukan apa terjadi 2. Pembatasan nutrisi tertentu malabsorbsi. 3. Suplemen vitamin dan mineral Faktor Risiko: - 4. Suplemen enzim pencernaan 5. Tata laksana farmakologi: Antibiotik Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) diberikan jika malabsorbsi disebakan oleh overgrowth bakteri enterotoksigenik: E. colli, Pemeriksaan Fisik K. Pneumoniae dan Enterrobacter cloacae. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda Rencana Tindak Lanjut anemia (karena defisiensi besi, asam folat, dan Perlu dipantau keberhasilan diet atau terapi B12): konjungtiva anemis, kulit pucat, status yang diberikan kepada pasien. gizi kurang. Dicari tanda dan gejala spesifik tergantung dari penyebabnya. Konseling dan Edukasi Memberi edukasi ke keluarga untuk ikut Pemeriksaan Penunjang membantu dalam hal pembatasan nutrisi 1. Darah perifer lengkap: anemia mikrositik tertentu pada pasien dan mengamati keadaaan pasien selama pengobatan. hipokrom karena defisiensi besi atau anemia makrositik karena defisiensi asam folat dan Kriteria Rujukan vitamin B12. Perlu dilakukan konsultasi ke spesialis penyakit 2. Radiologi: foto polos abdomen dalam untuk mencari penyebab malabsorbsi kemudian ditatalaksana sesuai penyebabnya. Penegakan Diagnostik (Assessment) Peralatan Diagnosis Klinis Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, darah perifer lengkap. pemeriksaan fisik, dan penunjang. Prognosis Diagnosis Banding Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien 1. Pankreatititis saat datang, komplikasi, dan pengobatannya. 2. Penyakit Chrons pada illeum terminalis Pada umumnya, prognosis tidak mengancam 3. Sprue Celiac jiwa, namun fungsionam dan sanationamnya 4. Penyakit whipple adalah dubia ad bonam. 5. Amiloidosis 6. Defisiensi laktase Referensi 7. Sindrom Zollinger-Ellison 1. Syam, Ari Fachrial. Buku Ajar Ilmu Penyakit 8. Gangguan paska gasterektomi, reseksi usus Dalam. Jilid III. Edisi ke 4. Jakarta: FK UI. halus atau kolon 2006. hal 312-3. (Sudoyo, et al., 2006) Komplikasi : Dehidrasi 72 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 6. DEMAM TIFOID No ICPC-2 : D70 Gastrointestinal infection No ICD-10 : A01.0 Typhoid fever Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan 2. Higiene makanan dan minuman yang Demam tifoid banyak ditemukan di masyarakat kurang baik, misalnya makanan yang dicuci perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini dengan air yang terkontaminasi, sayuran erat kaitannya dengan kualitas higiene pribadi yang dipupuk dengan tinja manusia, dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Di makanan yang tercemar debu atau sampah Indonesia bersifat endemik dan merupakan atau dihinggapi lalat. masalah kesehatan masyarakat. Dari telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia, tersangka 3. Sanitasi lingkungan yang kurang baik. demam tifoid menunjukkan kecenderungan 4. Adanya outbreak demam tifoid di sekitar meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dan angka tempat tinggal sehari- hari. kematian antara 0.6–5% (KMK, 2006). Selain 5. Adanya carrier tifoid di sekitar pasien. tingkat insiden yang tinggi, demam tifoid 6. Kondisi imunodefisiensi. terkait dengan berbagai aspek permasalahan lain, misalnya: akurasi diagnosis, resistensi Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang antibiotik dan masih rendahnya cakupan Sederhana (Objective) vaksinasi demam tifoid. Pemeriksaan Fisik Hasil Anamnesis (Subjective) 1. Keadaan umum biasanya tampak sakit Keluhan sedang atau sakit berat. 2. Kesadaran: dapat compos mentis atau 1. Demam turun naik terutama sore dan malam hari dengan pola intermiten dan penurunan kesadaran (mulai dari yang kenaikan suhu step-ladder. Demam tinggi ringan, seperti apatis, somnolen, hingga dapat terjadi terus menerus (demam yang berat misalnya delirium atau koma) kontinu) hingga minggu kedua. 3. Demam, suhu > 37,5oC. 2. Sakit kepala (pusing-pusing) yang sering 4. Dapat ditemukan bradikardia relatif, yaitu dirasakan di area frontal penurunan frekuensi nadi sebanyak 8 3. Gangguan gastrointestinal berupa denyut per menit setiap kenaikan suhu 1oC. konstipasi dan meteorismus atau diare, 5. Ikterus mual, muntah, nyeri abdomen dan BAB 6. Pemeriksaan mulut: typhoid tongue, tremor berdarah lidah, halitosis 4. Gejala penyerta lain, seperti nyeri otot dan 7. Pemeriksaan abdomen: nyeri (terutama pegal-pegal, batuk, anoreksia, insomnia regio epigastrik), hepatosplenomegali 5. Pada demam tifoid berat, dapat dijumpai 8. Delirium pada kasus yang berat penurunan kesadaran atau kejang. Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut 1. Penurunan kesadaran ringan sering terjadi Faktor Risiko berupa apatis dengan kesadaran seperti 1. Higiene personal yang kurang baik, terutama berkabut. Bila klinis berat, pasien dapat menjadi somnolen dan koma atau dengan jarang mencuci tangan. gejala-gejala psikosis (organic brain syndrome). 2. Pada penderita dengan toksik, gejala PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 73

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT delirium lebih menonjol. lanjut penyakit, untuk mendeteksi 3. Nyeri perut dengan tanda-tanda akut carriertyphoid 4. Pemeriksaan penunjang lain sesuai abdomen indikasi klinis, misalnya: SGOT/SGPT, kadar lipase dan amilase Pemeriksaan Penunjang 1. Darah perifer lengkap beserta hitung Penegakan Diagnosis (Assessment) jenis leukosis dapat menunjukkan: Suspek demam tifoid (Suspect case) leukopenia/ leukositosis/ jumlah leukosit Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan normal, limfositosis relatif, monositosis, gejala demam, gangguan saluran cerna dan trombositopenia (biasanya ringan), anemia. petanda gangguan kesadaran. Diagnosis suspek 2. Serologi tifoid hanya dibuat pada fasilitas pelayanan a. IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex- kesehatan tingkat pertama. TF)® Hanya dapat mendeteksi antibody Demam tifoid klinis (Probable case) IgM Salmonella typhi. Dapat dilakukan Suspek demam tifoid didukung dengan pada 4-5 hari pertama demam gambaran laboratorium yang menunjukkan b. Enzyme Immunoassay test (Typhidot®) tifoid. 1) Dapat mendeteksi IgM dan IgG Salmonella typhi 2) Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam c. Tes Widal tidak direkomendasi Diagnosis Banding Dilakukan setelah demam berlangsung 7 Demam berdarah dengue, Malaria, Leptospirosis, hari. infeksi saluran kemih, Hepatitis A, sepsis, Interpretasi hasil positif bila titer aglutinin Tuberkulosis milier, endokarditis infektif, demam O minimal 1/320 atau terdapat kenaikan rematik akut, abses dalam, demam yang titer hingga 4 kali lipat pada pemeriksaan berhubungan dengan infeksi HIV. ulang dengan interval 5 – 7 hari. Komplikasi Hasil pemeriksaan Widal positif palsu sering terjadi oleh karena reaksi silang dengan non- typhoidal Salmonella, enterobacteriaceae, Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga daerah endemis infeksi dengue dan malaria, demam. Komplikasi antara lain perdarahan, riwayat imunisasi tifoid dan preparat perforasi usus, sepsis, ensefalopati, dan infeksi antigen komersial yang bervariasi dan organ lain. standaridisasi kurang baik. Oleh karena itu, 1. Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati) Penderita dengan sindrom demam tifoid pemeriksaan Widal tidak direkomendasi jika dengan panas tinggi yang disertai dengan hanya dari 1 kali pemeriksaan serum akut karena terjadinya positif palsu tinggi yang kekacauan mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma. dapat mengakibatkan over-diagnosis dan 2. Syok septik over-treatment. 3. Kultur Salmonella typhi (gold standard) Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang Dapat dilakukan pada spesimen: berat. Selain itu, terdapat gejala gangguan a. Darah : Pada minggu pertama sampai akhir minggu ke-2 sakit, saat demam hemodinamik seperti tekanan darah turun, nadi halus dan cepat, keringat dingin dan tinggi akral dingin. b. Feses : Pada minggu kedua sakit c. Urin : Pada minggu kedua atau ketiga 2. Perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis) sakit Komplikasi perdarahan ditandai d. Cairan empedu : Pada stadium 74 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT denganhematoschezia. Dapat juga diketahui yang dapat diberikan secara oral dengan pemeriksaan feses (occult blood maupun parenteral. test). Komplikasi ini ditandai dengan gejala c. Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, akut abdomen dan peritonitis. Pada foto cukup kalori dan protein, rendah serat. polos abdomen 3 posisi dan pemeriksaan d. Konsumsi obat-obatan secara rutin dan klinis bedah didapatkan gas bebas dalam tuntas rongga perut. e. Kontrol dan monitor tanda vital 3. Hepatitis tifosa (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran), Kelainan berupa ikterus, hepatomegali, dan kemudian dicatat dengan baik di rekam kelainan tes fungsi hati. medik pasien 4. Pankreatitis tifosa 2. Terapi simptomatik untuk menurunkan Terdapat tanda pankreatitis akut dengan demam (antipiretik) dan mengurangi peningkatan enzim lipase dan amilase. keluhan gastrointestinal. Tanda ini dapat dibantu dengan USG atau CT 3. Terapi definitif dengan pemberian Scan. antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk 5. Pneumonia demam tifoid adalah Kloramfenikol, Didapatkan tanda pneumonia yang Ampisilin atau Amoksisilin (aman diagnosisnya dibantu dengan foto polos untuk penderita yang sedang hamil), toraks atau Trimetroprim-sulfametoxazole Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) (Kotrimoksazol). Penatalaksanaan 4. Bila pemberian salah satu antibiotik lini 1. Terapi suportif dapat dilakukan dengan: pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti a. Istirahat tirah baring dan mengatur dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Seftriakson, Sefiksim, tahapan mobilisasi Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak b. Menjaga kecukupan asupan cairan, <18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang). Tabel 3.2 Antibiotik dan dosis penggunan untuk tifoid Antibiotik Dosis Keterangan Kloramfenikol Dewasa: 4x500 mg selama Merupakan obat yang sering digunakan 10 hari dan telah lama dikenal efektif untuk tifoid Seftriakson Anak 100 mg/kgBB/hari, per Murah dan dapat diberikan peroral serta oral atau intravena, dibagi 4 sensitivitas masih tinggi Pemberian PO/IV Ampisilin dan dosis, selama 10-14 hari Tidak diberikan bila lekosit <2000/mm3 amiksisilin Dewasa: 2-4gr/hari Cepat menurunkan suhu, selama 3-5 hari lama pemberian pendek dan Anak: 80 mg/kgBB/hari, IM dapat dosis tunggal serta atau IV, dosis tunggal selama cukup aman untuk anak. 5 hari Pemberian PO/IV Dewasa: (1.5-2) gr/hr Aman untuk penderita hamil selama 7-10 hari Sering dikombinasi dengan kloramfenikol Anak: 100 mg/kgbb/hari per pada pasien kritis oral atau intravena, dibagi 3 Tidak mahal dosis, selama 10 hari. Pemberian PO/IV PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 75

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Kotrimoksazol Dewasa: 2x(160-800) Tidak mahal, pemberian per oral Kuinolon selama 7-10 hari Anak: Kotrimoksazol 4-6 mg/ Pefloxacin dan Fleroxacin lebih cepat Sefiksim kgBB/hari, per oral, dibagi 2 menurunkan suhu Thiamfenikol dosis, selama 10 hari. Efektif mencegah relaps dan kanker Ciprofloxacin 2x500 mg Pemberian peroral selama 1 minggu Ofloxacin Pemberian pada anak tidak dianjurkan 2x(200-400) selama 1 minggu karena efek samping pada pertumbuhan tulang Anak: 20 mg/kgBB/hari, per Aman untuk anak, efektif oral, dibagi menjadi 2 dosis, Dapat dipakai untuk selama 10 hari anak dan dewasa Dilaporkan cukup sensitif Dewasa: 4x500 mg/hari pada beberapa daerah Anak: 50 mg/kgbb/hari selama 5-7 hari bebas panas Rencana Tindak Lanjut bertanggung jawab penuh terhadap 1. Bila pasien dirawat di rumah, dokter tatalaksana pasien. b. Dokter mengkonfirmasi bahwa atau perawat dapat melakukan kunjungan penderita tidak memiliki tanda- follow up setiap hari setelah dimulainya tanda yang berpotensi menimbulkan tatalaksana. komplikasi. 2. Respon klinis terhadap antibiotik dinilai c. Semua kegiatan tata laksana (diet, setelah penggunaannya selama 1 minggu. cairan, bed rest, pengobatan) dapat dilaksanakan secara baik di rumah. Indikasi Perawatan di Rumah d. Dokter dan/atau perawat mem-follow 1. Persyaratan untuk pasien up pasien setiap hari. e. Dokter dan/atau perawat dapat a. Gejala klinis ringan, tidak ada tanda- berkomunikasi secara lancar dengan tanda komplikasi atau komorbid yang keluarga pasien di sepanjang masa membahayakan. tatalaksana. b. Kesadaran baik. Konseling dan Edukasi c. Dapat makan serta minum dengan baik. Edukasi pasien tentang tata cara: d. Keluarga cukup mengerti cara-cara 1. Pengobatan dan perawatan serta aspek merawat dan tanda-tanda bahaya yang lain dari demam tifoid yang harus diketahui akan timbul dari tifoid. pasien dan keluarganya. e. Rumah tangga pasien memiliki 2. Diet, jumlah cairan yang dibutuhkan, dan melaksanakan sistem pentahapan mobilisasi, dan konsumsi obat pembuanganeksret (feses, urin, cairan sebaiknya diperhatikan atau dilihat langsung muntah) yang memenuhi persyaratan oleh dokter, dan keluarga pasien telah kesehatan. memahami serta mampu melaksanakan. f. Keluarga pasien mampu menjalani 3. Tanda-tanda kegawatan harus diberitahu rencana tatalaksana dengan baik. 2. Persyaratan untuk tenaga kesehatan a. Adanya 1 dokter dan perawat tetap yang 76 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT kepada pasien dan keluarga supaya bisa 2004. (Feigin, et al., 2004) segera dibawa ke rumah sakit terdekat 4. Long SS, Pickering LK, Prober CG. untuk perawatan. Principles and practice of pediatric Pendekatan Community Oriented infectious diseases. 2nd ed. Philadelphia: Melakukan konseling atau edukasi pada Churchill & Livingstone; 2003. (Long, et al., masyarakat tentang aspek pencegahan dan 2003) pengendalian demam tifoid, melalui: 5. Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL. Krugman’s 1. Perbaikan sanitasi lingkungan infectious disease of children. 11th ed. 2. Peningkatan higiene makanan dan minuman Philadelphia: Mosby; 2004. (Gershon, et 3. Peningkatan higiene perorangan al., 2004) 4. Pencegahan dengan imunisasi 6. Pomerans AJ, Busey SL, Sabnis S. Pediatric decision making strategies. WB Saunders: Kriteria Rujukan Philadelphia; 2002. (Pomerans, et al., 2002) 1. Demam tifoid dengan keadaan umum yang 7. CDC. Typhoid fever. 2005. www.cdc.gov/ ncidod/dbmd/diseaseinfo/typhoidfever_g. berat (toxic typhoid). htm (Center for Disease and Control, 2005) 2. Tifoid dengan komplikasi. 8. Kalra SP, Naithani N, Mehta SR, Swamy 3. Tifoid dengan komorbid yang berat. AJ. Current trends in the management of 4. Telah mendapat terapi selama 5 hari namun typhoid fever. MJAFI. 2003;59:130-5. (Kalra, et al., 2003) belum tampak perbaikan. 9. Tam FCH, King TKW, Wong KT, Leung DTM, Chan RCY, Lim PL. The TUBEX test detects Peralatan not only typhoid-specific antibodies but also Poliklinik set dan peralatan laboratorium soluble antigens and whole bacteria. Journal untuk melakukan pemeriksaan darah rutin dan of Medical Microbiology. 2008;57:316-23. serologi. (Tam, et al., 2008) 10. Beig FK, Ahmadz F, Ekram M, Shukla I. Prognosis Typhidot M and Diazo test vis-à-vis blood Prognosis adalah bonam, namun adsanationam culture and Widal test in the early dubia ad bonam, karena penyakit dapat terjadi diagnosis of typhoid fever in children in berulang. a resource poor setting. Braz J Infect Dis. 2010;14:589-93. (Beig, et al., 2010) Referensi 11. Summaries of infectious diseases. 1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Dalam: Red Book Online 2009. Section 3. http://aapredbook.aappublications.org/ No: 364/Menkes/SK/V/2006 tentan cgi/content/full/2009/1/3.117 (Anon., 2009) PedomanPengendalian Demam Tifoid. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, t.thn.) 2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. (Sudoyo, et al., 2006) 3. Feigin RD, Demmler GJ, Cherry JD, Kaplan SL. Textbook of pediatric infectious diseases. 5th ed. Philadelphia: WB Saunders; PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 77

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT 7. GASTROENTERITIS (KOLERA DAN GIARDIASIS) No. ICPC-2 : D73 Gastroenteritis presumed infection No. ICD-10 : A09 Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infection origin Tingkat Kemampuan 4A Masalah Kesehatan Setiap kali diare, BAB dapat menghasilkan Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa volume yang besar (asal dari usus kecil) atau lambung dan usus halus yang ditandai dengan volume yang kecil (asal dari usus besar). Bila diare dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam diare disertai demam maka diduga erat terjadi waktu 24 jam. Apabila diare > 30 hari disebut infeksi. kronis. WHO (World Health Organization) Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau mendefinisikan diare akut sebagai diare yang minum dari sumber yang kurang higienenya, biasanya berlangsung selama 3-7 hari tetapi GE dapat disebabkan oleh infeksi. Riwayat dapat pula berlangsung sampai 14 hari. Diare bepergian ke daerah dengan wabah diare, persisten adalah episode diare yang diperkirakan riwayat intoleransi laktosa (terutama pada bayi), penyebabnya adalah infeksi dan mulainya konsumsi makanan iritatif, minum jamu, diet sebagai diare akut tetapi berakhir lebih dari 14 cola, atau makan obat-obatan seperti laksatif, hari, serta kondisi ini menyebabkan malnutrisi magnesium hidroklorida, magnesium sitrat, obat dan berisiko tinggi menyebabkan kematian jantung quinidine, obat gout (kolkisin), diuretika Gastroenteritis lebih sering terjadi pada anak- (furosemid, tiazid), toksin (arsenik, organofosfat), anak karena daya tahan tubuh yang belum insektisida, kafein, metil xantine, agen endokrin optimal. Diare merupakan salah satu penyebab (preparat pengantian tiroid), misoprostol, angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi mesalamin, antikolinesterase dan obat-obat diet pada anak di bawah umur lima tahun di seluruh perlu diketahui. dunia, yaitu mencapai 1 milyar kesakitan Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan 3 juta kematian per tahun. Penyebab dan demam tifoid perlu diidentifikasi. gastroenteritis antara lain infeksi, malabsorbsi, Pada pasien anak ditanyakan secara jelas gejala keracunan atau alergi makanan dan psikologis diare: penderita. 1. Perjalanan penyakit diare yaitu lamanya Infeksi yang menyebabkan GE akibat Entamoeba histolytica disebut disentri, bila disebabkan oleh diare berlangsung, kapan diare muncul Giardia lamblia disebut giardiasis, sedangkan (saat neonatus, bayi, atau anak-anak) bila disebabkan oleh Vibrio cholera disebut untuk mengetahui, apakah termasuk diare kolera. kongenital atau didapat, frekuensi BAB, konsistensi dari feses, ada tidaknya darah Hasil Anamnesis (Subjective) dalam tinja 2. Mencari faktor-faktor risiko penyebab diare Keluhan 3. Gejala penyerta: sakit perut, kembung, Pasien datang ke dokter karena buang air besar banyak gas, gagal tumbuh. (BAB) lembek atau cair, dapat bercampur darah 4. Riwayat bepergian, tinggal di tempat atau lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih penitipan anak merupakan risiko untukdiare dalam waktu 24 jam. Dapat disertai rasa tidak infeksi. nyaman di perut (nyeri atau kembung), mual dan muntah serta tenesmus. 78 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Faktor Risiko lainnya: ubun- ubun besar cekung atau tidak, 1. Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan mata: cekung atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah yang kurang. kering atau basah. 2. Riwayat intoleransi laktosa, riwayat alergi 3. Pernapasan yang cepat indikasi adanya asidosis metabolik. obat. 4. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila 3. Infeksi HIV atau infeksi menular seksual. terdapat hipokalemia. 5. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang perfusi dan capillary refill dapat menentukan sederhana (Objective) derajat dehidrasi yang terjadi. 6. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi Pemeriksaan Fisik dapat ditentukan dengan cara: obyektif 1. Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dengan menggunakan kriteria. Pada anak dan pernapasan serta tekanan darah. menggunakan kriteria WHO 1995. 2. Mencari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan Tabel 3.3 Pemeriksaan derajat dehidrasi Gejala Minimal (<3% dari berat Derajat Dehidrasi Ringan Berat (>9% dari berat badan) sampai sedang (3-9% badan) Status mental dari berat badan) Rasa haus Baik, sadar penuh Normal, lemas, atau Apatis, letargi, tidak sadar gelisah, iritabel Denyut jantung Minum normal, mungkin Sangat haus, sangat ingin Tidak dapat minum Kualitas denyut menolak minum minum nadi Pernapasan Normal Normal sampai Takikardi, pada kasus Mata meningkat berat bradikardi Air mata Mulut dan lidah Normal Normal sampai menurun Lemah atau tidak teraba Turgor kulit Isian Kapiler Normal Normal cepat Dalam Ekstrimitas Sangat cekung Output urin Normal Sedikit cekung Tidak ada Pecah-pecah Ada Menurun >2 detik memanjang, minimal Basah Kering Dingin Minimal Baik <2 detik Normal Memanjang Hangat Dingin Normal sampai menurun Dingin menurun Metode Pierce Dehidrasi ringan= 5% x Berat badan (kg) Dehidrasi sedang= 8% x Berat badan (kg) Dehidrasi berat= 10% x Berat badan (kg) PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 79

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Tabel 3.4 Skor penilaian klinis dehidrasi Klinis Rasa baqusl muntah Tekanan Darah sistolik 60 -90 mmHg T ekanan darah sistolik <60 mm}-lg Frekuensi nadi > 120 x/mcnit Kesadaran apati Kesadaran somnolen, spoor atau koma. Frekuensi napas > 30x/ menit Facics Cholerica Vox Cholerica Turgor lculjt menurun Washer woman’s hand Ekstremitas dingin Sianosis Umur 50 - 60 tahun Umur > 60 lahun Tabel 3.5. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995 Penilaian A B C Lihat : Baik, sadar *Gelisah, rewel Keadaan Umum *Lesu, lunglai, atau tidak sadar Mata Normal Cekung Sangat cekung dan kering Air mata Ada Tidak ada Sangat kering *Malas minum atau tidak Mulut dan lidah Basah Kering bisa minum *Kembali sangat lambat Rasa haus Minum biasa, *Haus, ingin minum tidak haus banyak Bila ada 1 tanda (8) ditambah 1 atau lebih tanda Periksa turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat lain Rencana Terapi C Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang Bila ada 1 tanda (8) ditambah 1 atau lebih tanda lain Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi B 80 PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB II : DAFTAR PANDUAN PRAKTIK KLINIS BERDASARKAN MASALAH DAN PENYAKIT Penegakan Diagnosis (Assessment) Obat antidiare, antara lain: 1. Turunan opioid: Loperamid atau Tinktur Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis opium. (BAB cair lebih dari 3 kali sehari) dan 2. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan pemeriksaan konsistensi BAB). pasien dengan disentri yang disertai demam, Untuk diagnosis defenitif dilakukan pemeriksaan dan penggunaannya harus dihentikan penunjang. apabila diare semakin berat walaupun diberikan terapi. Diagnosis Banding 3. Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien Demam tifoid, Kriptosporidia (pada penderita immunokompromais, seperti HIV, karena HIV), Kolitis pseudomembran dapat meningkatkan risiko terjadinya bismuth encephalopathy. Komplikasi 4. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit Syok hipovolemik 4x2 tablet/ hari atau 5. smectite 3x1 sachet diberikan tiap BAB Penatalaksanaan komprehensif (Plan) encer sampai diare stop. Penatalaksanaan pada Pasien Dewasa 6. Obat antisekretorik atau anti enkefalinase: Pada umumnya diare akut bersifat ringan Racecadotril 3x1 dan sembuh cepat dengan sendirinya melalui Antimikroba, antara lain: rehidrasi dan obat antidiare, sehingga jarang 1. Golongan kuinolonyaitu Siprofloksasin 2 x diperlukan evaluasi lebih lanjut. 500 mg/hari selama 5-7 hari, atau Terapi dapat diberikan dengan 2. Trimetroprim/Sulfametoksazol 160 / 800 2x 1. Memberikan cairan dan diet adekuat 1 tablet/hari. 3. Apabila diare diduga disebabkan oleh a. Pasien tidak dipuasakan dan diberikan Giardia, Metronidazol dapat digunakan cairan yang adekuat untuk rehidrasi. dengan dosis 3x500 mg/ hari selama 7 hari. 4. Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi b. Hindari susu sapi karena terdapat disesuaikan dengan etiologi. defisiensi laktase transien. Apabila terjadi dehidrasi, setelah ditentukan derajat dehidrasinya, pasien ditangani dengan c. Hindari juga minuman yang langkah sebagai berikut: mengandung alkohol atau kafein, 1. Menentukan jenis cairan yang akan karena dapat meningkatkan motilitas digunakan dan sekresi usus. Pada diare akut awal yang ringan, tersedia cairan oralit yang hipotonik dengan d. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya komposisi 29 gr glukosa, 3,5 gr NaCl, 2,5 gr yang tidak mengandung gas, dan mudah Natrium bikarbonat dan 1,5 KCl setiap liter. dicerna. Cairan ini diberikan secara oral atau lewat selang nasogastrik. Cairan lain adalah 2. Pasien diare yang belum dehidrasi dapat cairan ringer laktat dan NaCl 0,9% yang diberikan obat antidiare untuk mengurangi diberikan secara intravena. gejala dan antimikroba untuk terapi definitif. 2. Menentukan jumlah cairan yang akan Pemberian terapi antimikroba empirik diberikan diindikasikan pada pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, traveller’s diarrhea, dan imunosupresi. Antimikroba: pada GE akibat infeksi diberikan antibiotik atau antiparasit, atau antijamur tergantung penyebabnya. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA 81


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook