Setelah selesai perarakan, kami semua menempati kursi di kapel, kemudian Perayaan Ekaristi berlangsung dengan meriah. Misa kali ini benar-benar mengantar kami menuju masa-masa Pekan Suci, untuk semakin menghayati dan merenungkan kisah sengsara Tuhan Yesus. Aku bersyukur mendapat pengalaman menjalani Pekan Suci di seminari, karena suasananya unik. Hari ini, adalah permulaan dari Pekan Suci yang akan dijalani. Hari ini kami semua berharap, semoga Pekan Suci tahun ini berjalan dengan baik dan lancar, hingga Perayaan Paskah nantinya. Kamis, 29 Maret 2018 – Kamis Putih Pagi hari Seperti tradisi dari tahun-tahun sebelumnya, setiap pagi di hari Kamis Putih diadakan Misa Krisma di Gereja Katedral Jakarta, Misa pemberkatan minyak suci dan pembaruan janji imamat. Sejujurnya, baru tahun ini aku mengetahui tentang fakta ini. Dan kami, seminaris WB, turut serta untuk mengikuti Perayaan Ekaristi istimewa tersebut. Pagi-pagi sekali, kami berangkat dari seminari menuju Katedral. Perjalanan nyaman sekali, naik kendaraan, tinggal menikmati perjalanan sambil tidur, lalu sampai. Salah besar! Untuk pergi ke Katedral, kami sama
sekali tidak menggunakan transportasi apapun. Ya, kami berjalan kaki. Ini bukan perjalanan yang mudah, karena jarak dari Seminari WB ke Katedral Jakarta cukup jauh. Kami harus mulai berangkat sejak hari masih gelap. Setidaknya, kali ini aku lebih siap untuk kegiatan berjalan kaki seperti ini. Dan tidak seperti saat jambore, kali ini kami menelusuri trotoar jalan raya yang mulus dan tertata. Kami membawa berbagai macam perbekalan dan baju ganti, kemudian diberi makanan oleh suster. Aku dan teman-teman sangat antusias melakukan perjalanan ini, pasti akan seru sekali karena dilakukan beramai-ramai. Awalnya aku berjalan dengan santai, tertawa ria bersama teman-teman, sambil menikmati suasana jalanan pagi-pagi buta di Jakarta Selatan. Waktu terus berjalan, dan semakin lama ternyata perjalanan ini semakin melelahkan. Aku terkejut karena setelah satu jam kami berjalan, kami baru sampai di daerah Kuningan, daerah yang hanya memakan waktu kurang dari 15 menit apabila menggunakan Transjakarta. Ternyata perbedaannya jauh sekali. Keringat mulai bercucuran di sekujur tubuh, namun kami tetap bersemangat untuk terus berjalan. Matahari mulai naik dari sebelah timur, dan kami terus melangkahkan kaki, satu demi satu. Sesekali aku melirik jam tanganku. Sudah dua jam kami berjalan, masih belum ada tanda-tanda bahwa kami akan segera sampai. Aku tidak tahu sampai kapan kami
harus berjalan, tetapi selagi masih kuat, aku terus melanjutkan perjalanan. Sesekali mengobrol dengan teman, sesekali diam karena mengatur nafas, dan sesekali berhenti untuk beristirahat, berfoto, atau minum. Semakin lama berjalan, akhirnya mulai ada tanda-tanda kami memasuki daerah Jakarta Pusat. Kami melewati Stasiun Gambir, Masjid Istiqlal, dan beberapa saat kemudian kami memasuki kompleks sekolah Santa Ursula yang terletak di sebelah gedung Gereja Katedral. Masih pagi hari, di area sekolah St. Ursula Kami beristirahat di sana, kemudian mandi. Aku merasa ini adalah fenomena yang unik, kapan lagi anak seminari mandi di toilet sekolah Santa Ursula, yang notabene sekolah homogen putri? Aku agak kerepotan karena kami harus mengantre sementara waktu tersisa sedikit sebelum Misa dimulai. Gereja Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga, Katedral Jakarta Setelah semua siap dengan pakaian hitam-hitam seragam seminari, kami berjalan menuju area Gua Maria di Katedral, karena di sanalah tempat kami duduk mengikuti Misa. Ternyata kami sudah hampir terlambat, bahkan untuk menuju Gua Maria kami harus melewati barisan para romo yang sudah bersiap perarakan masuk
ke gereja. Aku merasa malu sekali, tetapi tidak ada pilihan lain. Siapakah aku sampai bisa-bisanya memutus barisan romo yang hendak menjadi konselebran dalam Misa Krisma ini? Sesungguhnya, tak terhitung berapa banyak romo yang hadir dalam Misa ini, banyak sekali. Setelah berhasil melewati barisan para romo, kami segera duduk pada tempat yang telah ditentukan, dan tanpa sempat “mengambil nafas”, Perayaan Ekaristi segera dimulai dengan alunan lagu pembuka oleh paduan suara. Harus kuakui, setelah bangun pagi-pagi dan menempuh perjalanan jauh tadi, aku merasa lelah dan mengantuk. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menahan kantuk dan tetap fokus mengikuti jalannya Perayaan Ekaristi. Jangan sampai tertidur, tentunya malu karena banyak umat yang hadir. Lagipula, ini adalah momen istimewa yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Misa Krisma ini dipimpin oleh Mgr. Ignatius Suharyo sendiri, dan Misa ini berjalan dengan sangat baik dan lancar, terlihat bahwa para panitia sungguh-sungguh totalitas dalam mempersiapkan segalanya. Begitu selesai Misa, kami disambut dan diinstruksikan untuk pergi ke gedung pastoran. Di sana kami mendapatkan beberapa goodie bag dan makanan. Setelah makan-makan dan bersalaman dengan beberapa romo, kami mulai berjalan pulang ke seminari. Kali ini, kami tidak lagi berjalan kaki karena sudah lelah sekali. Kami pulang dengan menaiki Transjakarta. Aku lega sekali ketika akhirnya sudah kembali ke seminari. Kami semua
segera membersihkan diri, kemudian beristirahat untuk serangkaian acara beberapa hari ke depan. Momen tahunan ini merupakan momen yang unik, menarik, dan mengesankan bagi kami. Malam hari, di kapel Perayaan Ekaristi Kamis Putih pada hari ini berjalan dengan baik dan lancar. Beberapa dari kelas 3 dan KPA bertugas untuk menjadi rasul. Secara keseluruhan Misa berjalan dengan baik, dan koor dari kelas 2 menurutku sukses membawakan suasana Misa semakin syahdu dan semakin membawaku kepada penghayatan akan peristiwa Malam Perjamuan Terakhir. Mereka memilih lagu komuni yang pas sekali untuk momen ini, yaitu “Tuhan Mengubah Hidupmu” karya Andreas Yongky Djohari. Kenangan abadi perjamuan suci Saat kau berkati secawan anggur dan roti Sungguh tak terperi kasih cinta di hati Walaupun Kalvari telah menanti Kini kami datang kepada-Mu ya Tuhan Cemas dan gelisah akan beban kehidupan
Namun diri Yesus menjadi teladan Bakti pada Bapa jadi tujuan Lupakan cemas dan kegelisahanmu Lupakan duka derita di hatimu Sambutlah Kristus dengan hati murni Ia kan masuk hatimu Percaya pada-Nya setulus hatimu Berpegang pada-Nya sepanjang hidupmu Tuhanlah batu karang kuat teguh Landasan yang takkan runtuh Dst. Setelah selesai Misa, kami makan malam dengan suasana silentium, yakni hening dan tidak boleh berbicara dengan yang lain. Atas instruksi dari pamong, setelah makan kami boleh langsung tidur, karena malam ini akan diadakan tuguran dengan pembagian per kamar. Aku sebagai bagian dari bidel rohani, turut berpartisipasi dalam bertugas menjaga kelancaran berlangsungnya acara tuguran ini. Berbeda dengan tuguran di gereja pada umumnya, sistem tuguran di seminari adalah semua tetap tidur seperti biasa, lalu bidel rohani secara bergantian
bertugas membangunkan kamar-kamar sesuai jadwal tuguran. Jika sudah tiba gilirannya maka semua orang di kamar itu harus bangun, kemudian berjalan ke studio, tempat di mana Sakramen Mahakudus ditakhtakan. Kemudian berdoa di sana, terserah berapa lama, setelah selesai, langsung kembali ke kamar dan melanjutkan tidur. Sesuai pembagian tugas yang sudah ditentukan, aku disuruh tidur terlebih dahulu. Meskipun demikian, aku masih belum dapat tidur karena masih sekitar pukul 9, maka aku melakukan beberapa kegiatan lain sebelum akhirnya beranjak tidur. Malam hari, pukul ??? Aku tidak terlalu ingat jam berapa, aku dan teman- teman sekamarku dibangunkan kakak kelas. Sudah tiba giliran kami untuk tuguran. Aku segera berganti pakaian yang lebih layak (meskipun tidak terlalu rapi), kemudian menuruni tangga unit 3 menuju studio. Saya cukup terkejut dengan dekorasi studio, karena sebelumnya saya belum melihatnya sama sekali. Papan-papan dibentangkan dan ditutupi kain putih, membentuk lorong di studio menuju tempat diletakkannya Sakramen Mahakudus. Di sepanjang kiri-kanan lorong itu terdapat banyak sekali lilin menyala, dan lampu dipadamkan. Suasana terasa sangat hening, cahayanya begitu temaram. Kemudian aku melepas alas kaki, memasuki studio, dan duduk beberapa meter di depan Sakramen Mahakudus yang diletakkan di
dalam Monstrans. Di sekelilingku terdapat Puji Syukur dan buku Adorasi, sebagai buku doa. Akupun mulai mendoakan beberapa doa dari buku itu, dan berdoa secara pribadi. Kemudian aku menikmati waktu hening itu, memandangi Sakramen Mahakudus yang terlihat begitu indah, dengan lilin-lilin yang ditata rapi di sekelilingnya. Rasa kantukku lumayan hilang. Beberapa menit, aku masih hening, terdiam menatap Sakramen Mahakudus yang nampak sangat indah itu. Aku bersyukur, karena aku mendapat kesempatan berharga ini. Setelah merasa cukup, aku meninggalkan studio. Di area depan studio, ada beberapa teman bidel rohani yang berjaga untuk memanggil teman-teman sesuai urutan kamar. Aku menawarkan untuk menggantikan diri. “Gimana, mau gue gantiin sekarang?” tanyaku kepada mereka, dengan suara pelan agar tidak mengganggu yang sedang berdoa. “Entar dulu, masih kuat gue. Lu tidur lagi aja nanti gue bangunin kalo gue udah ga kuat,” ujar Yoga, koordinator bidel rohani kami. “Oke deh, gue balik dulu yaakk,” ujarku perlahan, kemudian menuju ke kamar, tidur lagi. Beberapa jam kemudian... “Ceng, bangun Ceng... oii...” bisik Yoga tidak membangunkanku, pelan-pelan agar
membangunkan teman-teman kamarku. Rasanya baru sebentar sekali aku tidur, tahu-tahu sudah dibangunkan saja. “Eh... iya iya bentar...” ujarku yang masih teler. Malas sekali untuk bangun, kalau tidak salah itu sekitar pukul 2 pagi. Namun aku sadar itu tanggungjawabku sebagai bidel, maka aku bangun juga. Setelah bersiap beberapa saat, kemudian aku menggantikan Yoga ke studio. Di sana ada beberapa bidel rohani lainnya yang masih berjaga, aku tidak ingat persisnya siapa saja. Tetapi teman seangkatanku yang sesama bidel rohani, Lino, juga dibangunkan. Bersama- sama kami menuju ke bagian depan studio, berkumpul dengan beberapa bidel yang lain. Ternyata sejak tadi, karena gabut mereka bertugas sambil membawa gitar (tentu saja dimainkan pelan-pelan) dan beberapa makanan ringan. Aku pun ikut duduk di sana. Kami duduk diam, menikmati kesunyian malam yang ditemani dengan bunyi serangga, serta cahaya lampu di atas kami dan lampu di area kolam. Setelah membagi tugas, aku tidak perlu mendatangi dari kamar ke kamar, cukup memantau kamar mana saja yang sudah, dan memberitahu teman yang lain, kamar mana lagi yang sudah gilirannya untuk dibangunkan. Meskipun agak mengantuk (apalagi dengan suasana yang sangat hening di malam hari), aku cukup antusias melaksanakan tugas ini.
Waktu berjalan dengan lumayan cepat. Sekitar pukul 4 atau pukul 5, akhirnya semua selesai melakukan tuguran. Kami semua membubarkan diri dan akhirnya bisa tidur lagi, meskipun hanya beberapa jam. Aku bersyukur sekali mendapat kesempatan sebagai bidel rohani untuk membantu kelancaran proses tuguran ini. Sungguh pengalaman menarik bagiku, apalagi bisa menikmati suasana dini hari di seminari yang sangat hening. Jumat, 30 Maret 2018 – Jumat Agung Sekitar pukul 8 pagi, kami mengikuti Ibadat Jalan Salib di kapel. Setelah itu, tidak ada kegiatan penting hingga sore. Hari ini, aku melaksanakan komitmenku untuk berpuasa. Meskipun begitu, aku tetap berusaha beraktivitas seperti biasa, termasuk sedikit membantu membereskan peralatan di studio. Semakin siang, aku semakin kelaparan. Meskipun demikian, aku berusaha bertahan. Sekitar jam 3 Ibadat Jumat Agung dimulai, dan saat itu aku sudah sangat lemas. Aku tidak dapat mengikuti Ibadat dengan baik, meskipun aku berusaha bertahan. Perutku mulai agak perih, namun aku terus bertahan. Begitu Ibadat selesai, aku segera ke kamar dan tertidur bahkan tanpa berganti pakaian. Rasanya mau pingsan, tetapi jam makan malam masih lama. Akhirnya akupun tertidur tanpa ada yang menyadari, entah yang lainnya melakukan apa saat itu.
Aku terbangun ketika kamarku sudah gelap sekali, rupanya sama sekali tidak ada yang menyadari aku tertidur. Samar-samar aku mendengar suara keramaian di kamar sebelah, teman-temanku sedang nongkrong. Aku segera bangun dan mengecek jam. Lho, sudah jam 8 malam! Aku bergegas ke kamar sebelah itu untuk memastikan. “Gaess... sekarang jam apa?” tanyaku kepada mereka. Lalu mereka menghentikan obrolan mereka sejenak dan menoleh ke arahku. “Barusan kelar makan sih, emang lu kemana aja?” jawab salah satu temanku. “Maap daritadi gue ketiduran, oke deh makasih yaa” jawabku kepada mereka, lalu bergegas ke arah refter. Untunglah jam makan malam belum benar-benar berakhir, meskipun sudah agak sepi. Segera aku mengambil makanan, aku bersyukur sekali akhirnya bisa “buka puasa”. Setelah makan acara bebas, tetapi perutku masih agak sakit. Aku menghabiskan waktu beberapa saat di meja studi, kemudian tidur lagi agar kondisiku segera membaik. Memang bodoh juga berpuasa dan baru makan ketika malam hari, tetapi setidaknya ini menjadi pengalaman bagiku. Lain kali, sebaiknya makan ketika siang hari jika sedang berpuasa. Sabtu, 31 Maret 2018 – Sabtu Suci
Malam hari Pengalaman hari ini hampir sama dengan pengalaman yang kualami ketika Malam Natal kemarin. Sore hari, datang ke kapel, suasana ramai, dekorasi Paskah, dan besok pulang ke rumah. Perayaan Ekaristi sore ini juga berjalan dengan sangat baik. Seusai Misa, juga ada makan-makan seperti Malam Natal, meskipun tidak seramai itu. Acara berjalan dengan lancar dan meriah, bersama-sama kamibersukacita merayakan Paskah. Malam itu benar-benar malam yang istimewa. Aku masih ingat, bahkan setelah acara kami melanjutkan kegiatan dengan menonton film, tapi aku lupa filmnya apa. Komunitas seakan tidak ingin mengakhiri keseruan malam hari itu. Seusai menonton film, kami tidur pulas karena lelah, dengan perasaan bahagia di Malam Paskah, dan karena besok kami akan pulang ke rumah. Minggu, 1 April 2018 – Hari Raya Paskah Sejak pagi, angkatanku bersiap untuk bertugas koor. Kami menggunakan batik angkatan, kemudian berkumpul di studio untuk pemanasan dan latihan untuk terakhir kalinya. Ketika Misa akan dimulai beberapa menit lagi, kami memasuki kapel dan menempati bagian koor. Selama Perayaan Ekaristi, kami berusaha mengusahakan yang terbaik untuk bernyanyi seperti yang kami latih selama ini, meskipun tentu saja tidak sebagus Koor Dewa. Misa hari ini juga berjalan dengan baik, dipimpin oleh Pater Anto
dan Pater Okta. Seusai Misa kami bahkan sempat berfoto bersama mereka, juga bersama teman-teman KPA yang bertugas menjadi misdinar. Hari ini aku senang sekali, karena aku akan pulang ke rumah, meskipun pada keesokan harinya aku harus kembali lagi ke tempat ini. Setidaknya aku memiliki momen 1 hari merayakan Paskah di rumah bersama mama, dan beristirahat sejenak dari kesibukan di seminari. Semoga sukacita Paskah tahun ini dapat dirasakan oleh orang-orang di sekitarku dan semakin meneguhkan iman semua umat beriman.
EXPO PANGGILAN 2019 “Whatever you do, think of the Glory of God as your main goal.” -St. John Bosco Salah satu tradisi yang dilakukan oleh Seminari Menengah Wacana Bhakti setiap semesternya adalah melakukan Expo Panggilan ke paroki-paroki yang ada di KAJ. Pada semester kedua tahun pelajaran 2018-2019 ini, Paroki Danau Sunter, Gereja St. Yohanes Bosco mendapat giliran untuk kami kunjungi. Secara garis besar, kegiatan Expo ini bertujuan untuk memperkenalkan seminari dan hidup panggilan (khususnya imamat) kepada umat di paroki-paroki, serta menimba pengalaman-pengalaman unik tersendiri bagi kami para seminaris dengan menjalin silaturahmi dengan umat-umat di paroki. Ketika Expo, kami komunitas Seminari Wacana Bhakti, atau lebih tepatnya Wacana Bhakti Symphony Orchestra (WBSO) menampilkan yang terbaik untuk mengiringi Perayaan Ekaristi mingguan, mulai dari paduan suara hingga instrumen orkestra. Oleh karena itu, persiapan yang dilakukan juga tidak main-main. Kami mempersiapkannya sejak jauh-jauh hari. Sejak lama, mungkin WBSO adalah salah satu keunggulan yang terkenal dari Seminari Wacana Bhakti. Merupakan suatu anugrah dan kesempatan istimewa yang
dapat disyukuri, karena selama menempuh pendidikan di seminari WB kami diberi kepercayaan untuk mempelajari dan memainkan salah satu alat musik orkestra yang kami pilih, mulai dari alat musik terkenal seperti viola, violin, organ, trompet (bukan yang untuk tahun baruan, yaa!), hingga alat musik yang agak asing di telinga orang pada umumnya, yaitu trombon, contra bass, oboe, dan masih banyak lagi. Dan kegiatan Expo ini, menjadi salah satu dari kesempatan besar bagi kami untuk mengaktualisasikan kemampuan yang kami pelajari sejak awal masuk seminari. Sayangnya, karena waktu itu aku masih tahun pertama, aku belum bermain orkes. Seperti yang sebelum- sebelumnya, KPP tidak berpartisipasi dalam orkestra karena masih belum mahir. Sebagai gantinya, KPP bertugas sebagai paduan suara. Sayangnya, KPA sama sekali tidak belajar bermain alat musik orkestra karena hanya menempuh pendidikan selama setahun di WB. Meskipun demikian, aku dan angkatanku antusias sekali untuk mempersiapkan Expo ini. Kami berlatih seminggu 2 kali sejak lebih dari sebulan sebelum Expo. Lagu-lagu yang dipakai cukup sulit, apalagi digabungkan dengan orkestra sehingga kami harus benar-benar memperhatikan tempo, ketepatan nada, dan sebagainya. Bagi KPP, hal itu masih menjadi hal yang sulit sehingga kami benar-benar butuh banyak waktu latihan. Salah satu lagu tersulit yang harus kami latih adalah “Panggilan Tuhan” karya L. Putut. Lagu yang sangat indah sekaligus sangat susah. Terkadang latihan kami terkendala karena
ada beberapa orang yang terlambat atau tidak hadir. Meskipun begitu, semakin mendekati hari H, kami semakin gencar latihan, bahkan sampai ada sesi latihan bersama orkestra. Terkadang aku mengeluh karena jadwal latihan diadakan langsung sepulang sekolah, yang harusnya adalah jadwal tidur siang. Setelah lelah bersekolah, malah masih harus berlatih seperti itu. Namun begitulah pengorbanan yang harus kami lakukan. Sabtu, 27 April 2019 Tak terasa, hari itupun tiba. Hari Sabtu pagi, aku dan teman-teman sudah bersiap untuk berangkat menuju Paroki Danau Sunter. Aku sudah menyiapkan tas berisi perlengkapan menginap 2 hari. Oh iya, dalam kegiatan Expo ini ada satu lagi pengalaman unik yang kami dapatkan, yaitu menginap (live in) di rumah umat. Karena kami akan mengiringi 3 Misa (Sabtu Sore, Misa Minggu Pagi pertama dan kedua), untuk memangkas waktu perjalanan dan beberapa faktor lain, diputuskan kami akan menginap di rumah umat yang jelas jaraknya lebih dekat daripada harus pulang-pergi dari seminari. Kegiatan live in ini juga hampir selalu dilaksanakan pada setiap Expo Panggilan. Setelah semuanya siap, kami berangkat menuju Gereja St. Yohanes Bosco, Jakarta Utara, dengan menaiki bus pariwisata sebagai moda transportasi. Aku sangat menikmati perjalanan seperti ini, karena nyaman
dan menyenangkan sekali bisa melihat pemandangan di sepanjang perjalanan. Beberapa jam kemudian, kami tiba di gereja. Kami kembali tercengang memandangi bangunan Gereja St. Yohanes Bosco yang jelas sangat indah dan megah, mewah sekali. Kami memasuki area gereja sambil mengedarkan pandangan ke sana-kemari, agak norak sedikit. Kami berjalan menuju sebuah aula, kalau tidak salah aula itu disebut Aula Mazzarello. Di sana kami langsung disambut dengan sangat hangat oleh beberapa panitia. Kami beristirahat sejenak sambil melepas lelah setelah menempuh perjalanan. Kami bahkan disuguhi beberapa makanan yang sangat nikmat. Aku sampai terharu, kami baru saja tiba tetapi sudah disambut sedemikian hangatnya. Aku bersyukur sekali atas semua ini. Kami menghabiskan waktu dengan mengobrol dan makan. Setelah beberapa saat, kami berkumpul di gedung gereja untuk melakukan check sound. Hal ini wajib sekali dilakukan, mengingat betapa banyaknya alat musik dan microphone yang akan digunakan. Aku mengapresiasi tim sound system dari seminari maupun dari gereja yang pastinya bekerja keras untuk mempersiapkan ini semua. Setelah selesai check sound, kami kembali ke aula tadi, kemudian mulai bersiap untuk mandi (seadanya) dan berganti pakaian, mengingat hari sudah semakin sore. Sesuai kesepakatan, ada dua dress code yang kami gunakan pada Expo ini. Teman-teman pemain orkestra menggunakan seragam seminari hitam-hitam dan jas
hitam, sementara kami petugas koor menggunakan kemeja putih lengan panjang dan celana panjang hitam. Teman-teman lain yang tidak bertugas keduanya, tetap menggunakan setelan hitam-hitam tanpa jas. Sore ini, semuanya tampak keren dan gagah sekali dengan pakaian dan alat musik yang dipegang masing-masing. Setelah selesai berpakaian dan bersiap, kami segera berkumpul di depan gereja untuk berfoto bersama. Di sebelah gereja, terdapat Wisma Salesian Don Bosco (SDB). Aku melihat sekilas dan agak takjub dengan apa yang kulihat: di area yang tidak terlalu luas, ada beberapa romo dan frater bermain bola bersama beberapa anak, sepertinya umat di paroki itu atau masyarakat sekitar. Mereka bermain dengan asyik menggunakan pakaian santai (kaos dan celana pendek), tanpa memandang usia. Ternyata memang benar, SDB sangatlah terbuka dengan orang muda, dan salah satu yang digemari adalah berolahraga. Setelah selesai berfoto, kami segera memasuki gedung gereja, standby di posisi kami, menunggu dimulainya Perayaan Ekaristi sore hari ini. 18.00, Gereja St. Yohanes Bosco Tepat pada waktunya, Perayaan Ekaristi dimulai dengan lagu pembukaan yang kami bawakan secara amat meriah. Lagu “Awalilah” berkumandang dengan lantang, diiringi dengan perpaduan suara orkestra yang megah. Bukan awal yang buruk. Kami bernyanyi dengan semangat
dan dengan suara lantang, mengikuti iringan orkestra yang juga semangat dan gagah. Perayaan Ekaristi terus berlangsung dengan meriah, diiringi Ordinarium Lauda Sion dan lagu-lagu keren lainnya. Semuanya terasa begitu megah dan meriah dengan iringan suara orkestra. Kami berusaha memberikan yang terbaik untuk setiap Misa ini, memperlihatkan hasil latihan yang penuh dengan perjuangan. Pada bagian pengumuman setelah komuni, seperti yang sudah-sudah, Mas Didiek S.S.S. sang maestro saxophone dan tutor flute dan klarinet di seminari memberikan pengantar singkat mengenai kami, dan kemudian membawakan beberapa lagu bersama Callista, putrinya yang juga memiliki talenta luar biasa seperti bapaknya. Kami turut menikmati permainan musik yang sangat indah itu. Begitu Misa selesai, kami berkumpul untuk berfoto bersama di depan altar. Setelah selesai sesi foto, kami segera berganti pakaian dan membereskan perlengkapan (teks lagu, alat musik, dll.) dan kembali berkumpul di Aula Mazzarello. Tiba saatnya untuk bertemu dengan para “orangtua asuh” kami. Bagiku, ini momen yang cukup menegangkan dan canggung sekali, karena aku tidak terbiasa berkenalan dengan orang yang sama sekali asing denganku. Menurut daftar yang sudah kulihat, pada Expo kali ini aku akan tinggal serumah bersama Alex, kakak kelasku yang saat itu sudah berada di tingkat terakhir. Bukan teman yang sangat akrab bagiku, tetapi aku berharap banyak kecanggunganku dapat tertutupi oleh
sikapnya yang jelas jauh lebih dewasa daripada aku, seorang anak yang masih tahun pertama di seminari. Beberapa saat kemudian, namaku dan Alex dipanggil untuk segera bertemu dengan orangtua asuh kami. Di situlah, aku berusaha sekuat tenaga untuk bersikap penuh percaya diri dan tersenyum. Padahal, sejujurnya aku grogi parah. “Halo tante, perkenalkan saya Alex,” Alex mulai bersalaman dan menyapa orangtua asuh kami. Tak ketinggalan, aku segera membeo. “H-halo tante, saya Budi,” ucapku memperkenalkan diri dengan nada yang cukup meyakinkan. Setelah itu, kami melanjutkan percakapan dengan beberapa perkenalan singkat lainnya, kemudian berjalan menuju parkiran dan masuk ke mobil dengan membawa perlengkapan menginap kami. Semua peralatan orkestra dan paduan suara ditinggal di ruangan khusus di gereja. Setelah keluar dari parkiran gereja, mobil yang kami naiki berjalan menuju Mall Artha Gading. Selama di perjalanan, kami masih melanjutkan obrolan dengan banyak sekali basa-basi. Aku berusaha keras agar terlibat aktif dalam percakapan kami, karena sejak tadi aku cenderung diam (canggung banget!), berbeda dengan Alex yang sejak tadi berbicara banyak hal. Sejujurnya aku tidak terlalu memahami topik yang sedang mereka bicarakan, dan aku jadi sedikit kesal pada Alex karena dia bahkan menjawab pertanyaan yang bisa kujawab.
“Kalian di seminari itu berapa tahun ya?” tanya tante dari kursi depan mobil. “Di seminari itu ada 2 program tante, KPP dan KPA, KPP itu blablabla...” sekejap Alex langsung menjawab panjang lebar sambil bercerita, sehingga aku hanya memiliki kesempatan untuk menambahkan beberapa hal, atau sekadar bilang “iya tuh”, “bener”, “hahaha”, dan sebagainya. Garing parah, tetapi syukurlah sepertinya tidak ada yang memperhatikan. Sesampainya di mall, kami mencari tempat parkir yang lumayan penuh karena saat itu adalah malam minggu. Setelah berhasil parkir, kami berjalan menuju sebuah tempat makan yang ternyata menjadi langganan om dan tante ini. “Ceng, lu pernah ke sini nggak?” tanya Alex pelan ketika kami sedang berjalan ke arah tempat makan. “Kayaknya nggak pernah sih, jauh banget dari rumah gue,” jawabku. “Gue sering ke sini nih kalo lagi liburan, sekalian maen ke rumahnya Nico,” ujarnya lagi. Nico adalah nama salah satu teman angkatannya. Entah kenapa Alex tiba- tiba mengajak ngobrol seperti itu, mungkin membuka topik karena sejak tadi kami tidak bercakap-cakap secara langsung. Aku sama sekali tidak tahu mau ngomong apa. Beberapa saat kemudian kami kembali terdiam, mengikuti om dan tante melangkah masuk ke sebuah tempat makan,
entah di lantai berapa. Aku tidak memperhatikan dengan jelas. Kami makan malam di sana sambil masih mengobrol mengenai beberapa hal basa-basi, mendengarkan mereka bercerita tentang anak mereka, dan berbagai topik lainnya yang entah dari mana selalu muncul untuk dibicarakan. Aku bukanlah orang yang pandai mencari topik di saat seperti ini, sehingga aku cenderung diam, ikutan tertawa, atau menjawab beberapa pertanyaan. Aku merasa konyol sekali malam ini, namun begitulah aku. Masih canggung, malu-malu, dan pendiam. Aku memang paling tidak jago dalam urusan berbasa-basi dengan orang lain. Malam ini aku bersyukur sekali “diutus” menginap bersama Alex, yang bisa membuat suasana setidaknya menjadi lebih baik. Setelah selesai makan, tanpa mampir kemana-mana kami langsung kembali ke mobil dan meneruskan perjalanan pulang ke “rumah”. Di sepanjang perjalanan, mereka juga aktif mengobrol, kali ini bahkan membahas politik, topik yang paling tidak kukuasai di antara sederet topik yang tidak kuketahui. Memang, wawasanku sedikit sekali. Kali ini aku benar-benar hanya diam sambil menyimak obrolan mereka. Aku memandangi jalanan kota dari kaca mobil yang gelap, memperhatikan warna-warni dan ramainya Jakarta Utara pada malam minggu. Topik politik itu bahkan masih berlanjut ketika kami sudah sampai di rumah yang sangat mewah. Kami duduk di ruang tamu, masih lanjut mengobrol beberapa hal.
Setelah selesai dengan topik itu, TV mulai dinyalakan dan kami ditawari minuman, yang langsung kami tolak dengan sopan. Selain merasa nggak enak, kami juga sudah sangat kenyang dengan makanan di mall tadi. Setelah hening menonton TV sejenak, perhatian kami mulai teralih lagi dengan topik baru yang diangkat, aku lupa tentang apa. Kami mengobrol lagi dengan TV masih menyala, tidak ada yang sungguh-sungguh menyimak acara TV malam itu. Beberapa saat kemudian, anak dari om dan tante ini dipanggil dari kamarnya di lantai 2, kemudian berkenalan singkat dengan kami. Setelah beberapa menit berbasa-basi, ia segera pamit kembali ke kamar karena katanya sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah. Malam ini kami ditawari berbagai macam hal, tetapi semuanya kami tolak dengan halus karena memang benar-benar tidak kami butuhkan atau inginkan malam itu. Kami sudah cukup lelah, tetapi obrolan masih terus berlanjut hingga hari cukup malam. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 lebih, dan aku agak cemas karena takut tidak bisa bangun pagi keesokan harinya. Namun, aku juga merasa tidak enak kalau harus pamit tidur duluan. Apalagi, sejak tadi kami belum diantar ke kamar yang akan kami tempati. Sekitar setengah jam kemudian, akhirnya om dan tante pamit untuk tidur duluan, mereka membebaskan kami apabila masih ingin beraktivitas. Namun tentu saja, kami juga memilih untuk segera pergi tidur. Ternyata kamar kami berada di samping ruang tamu itu. Aku cukup tercengang betapa mewahnya kamar ini. Ruangan ini
dilengkapi dengan AC, lampu tidur, dan kasur yang sangat nyaman. Meskipun demikian, nyatanya aku tidak dapat segera tertidur karena ada banyak sekali pikiran yang berputar-putar di kepalaku. Sejenak aku mengintip ke arah Alex yang sudah diam tak bergerak, sepertinya dia sudah tertidur. Malam ini kepalaku memutar kembali ingatan tentang semua yang telah kualami sepanjang hari itu, khususnya saat-saat sejak pertama bertemu dengan om dan tante yang amat sangat baik kepada kami berdua. Sekilas aku terheran-heran, mengapa mereka baik sekali kepada kami, padahal kami bukan siapa-siapa? Aku bersyukur sekali atas semua yang kualami, kulakukan, dan kudapatkan sepanjang hari itu. Lalu, aku memikirkan hari esok. Aku harus bangun pagi-pagi, diantar untuk pergi ke gereja lagi dan berpisah dengan om dan tante. Kemudian bertugas lagi, Expo lagi. Susunan acara esok hari melintas di pikiranku. Besok, masih banyak hal yang harus kulakukan. Oleh karena itu, aku segera berusaha untuk tertidur. Minggu, 28 April 2019 Sekitar pukul 6 pagi, di rumah om dan tante “Budi... bangun, siap-siap yaa udah jam segini!” suara tante agak keras tapi lembut dari arah luar kamar membangunkanku.
Seketika aku agak panik karena ternyata sudah pukul 6 lewat. Meskipun tidak terlambat, tentu saja aku bangun kesiangan. Aku menengok ke tempat tidur di sebelahku, ternyata sudah kosong. Rupanya Alex sudah bangun lebih dulu dan sedang mandi. Aduh, kenapa dia tidak membangunkanku? Aku segera bersiap untuk mandi, dan langsung masuk ke kamar mandi begitu Alex selesai mandi. Aku harus bergerak cepat. Setelah mandi, kami sarapan nasi goreng, kemudian segera berangkat dengan diantar om ke gereja. Mereka minta maaf karena harus menghadiri acara lain sehingga tidak dapat menyaksikan penampilan kami. Tidak apa-apa, aku sudah sangat berterimakasih kepada mereka. Tidak sampai 24 jam kami bertemu dengan mereka, namun rasanya sudah begitu banyak kebaikan yang kami terima dari mereka, yang tidak dapat kami balas dengan apapun yang kami miliki. Sekitar pukul 6.30, Gereja St. Yohanes Bosco Begitu memasuki gereja, aku bergegas menuju Aula Mazzarello, tempat di mana teman-teman yang lain sudah berkumpul dan bersiap untuk Misa pertama pagi ini. Beberapa dari kami bertukar cerita mengenai pengalaman semalam. Suasana terasa sangat berbeda bagiku. Sejak kemarin hingga beberapa menit lagu aku hidup dengan “tenang” dengan om dan tante, dan sekarang aku kembali lagi ke dunia bersama teman-teman komunitas.
Beberapa saat kemudian, kami berkumpul untuk pemanasan, lalu segera memasuki gedung gereja. Misa pagi ini berjalan dengan baik dan lancar. Setelah selesai, kami hanya beristirahat sebentar dan kemudian kembali bersiap untuk Misa kedua. Sekali lagi, aku dan teman- teman menyanyikan/memainkan lagu yang sama. Kami berusaha untuk memberikan yang terbaik karena ini adalah penampilan terakhir kami di tempat ini. Begitu Misa berakhir, kami semua merasa lega dan bersyukur karena akhirnya kami sudah berhasil mempersembahkan semua yang telah kami latih selama ini. Di sisi lain, aku merasa agak sedih karena berarti semua ini telah berakhir. Ketika aku hendak kembali ke aula, ternyata aku bertemu lagi dengan orangtua asuhku. Aku dan Alex sempat berfoto bersama mereka, kemudian kami benar-benar bersalaman dan berpamitan, saling mendoakan. Aku bersyukur sekali pernah mengenal mereka, meskipun dalam kesempatan yang amat singkat. Mereka adalah salah satu dari sekian banyak umat yang sangat baik kepada kami. Setelah Misa, di Aula Mazzarelo Setelah membereskan berbagai perlengkapan, aku dan teman-teman berkumpul kembali di Aula Mazzarello. Seusai Misa diadakan kegiatan bersama antara kami para seminaris dengan teman-teman OMK dan misdinar dari paroki ini. Panitia jelas sangat bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan acara ini. Semuanya berjalan dengan
lancar tanpa kendala. Selama beberapa jam kami berdinamika bersama, berkenalan, sesi promosi panggilan, games, dan berbagai keseruan acara lainnya. Pada akhirnya kami tiba di penghujung acara, berfoto bersama entah berapa kali, kemudian berjalan pulang dengan membawa banyak hadiah pemberian umat. Sungguh, aku terharu sekali dengan semuanya itu. Sejak awal aku melangkahkan kaki di tempat ini hingga meninggalkannya lagi, orang-orang di sini sangat baik dan murah hati terhadap kami. Aku mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada mereka semua. Aku tidak bisa membalas kebaikan mereka, kecuali dengan saling mendoakan. Siang hari, perjalanan menuju seminari Meskipun berat hati, kami melangkah menuju bus dengan membawa aneka barang bawaan dan perlengkapan Expo. Acara ini sudah berakhir, semua berjalan dengan sukses dan lancar. Kami akan segera kembali ke seminari, dan kembali ke rutinitas seperti biasa. Besok ada sekolah, bahkan ulangan. Kami perlu mempersiapkan banyak hal untuk itu dan kembali belajar. Meskipun demikian, kami membawa pulang banyak sekali kenangan indah dan pelajaran-pelajaran bermakna dari paroki ini. Aku sungguh sangat bersyukur atas segala rahmat istimewa yang kuterima ini, mulai dari kehormatan bisa bertugas koor, live in di rumah umat, dan
terutama melayani Tuhan di manapun kami berada. Semua kenangan itu menjadi bagian dari hidup kami semua, yang kami simpan baik-baik sebagai kenangan dan bekal kami untuk kehidupan di masa depan. Terimakasih, Paroki Danau Sunter!
JOHN PAUL 2ND CUP 2019 Gema Suara Nusantara Waktu terus berlalu, hingga kami tiba di penghujung tahun ajaran. Seperti tahun-tahun sebelumnya dan semoga tahun-tahun yang akan datang, ada yang istimewa pada setiap menjelang akhir tahun ajaran. Event yang paling ditunggu oleh banyak orang, event besar yang melibatkan ribuan orang. Event yang dihadiri oleh orang dari berbagai asal dengan ciri khas dan semangatnya masing-masing, untuk berkompetisi dalam persaudaraan. Event luar biasa, yang diselenggarakan oleh Seminari Menengah Wacana Bhakti dan Seminari Tinggi St. Yohanes Paulus II. Kegiatan ini tentunya sudah diketahui banyak orang, yaitu John Paul 2nd Cup, atau disingkat menjadi JP II Cup, adalah perlombaan besar yang diikuti oleh misdinar dari berbagai paroki di seantero Keuskupan Agung Jakarta. Tahun lalu, untuk pertama dan terakhir kalinya aku berpartisipasi sebagai peserta dalam event ini. Dan tahun ini, merupakan suatu kehormatan luar biasa ketika aku dapat berpartisipasi sebagai panitia. Pada akhir tahun pertamaku di seminari ini, aku diberi kepercayaan untuk menjadi OC (Organizing Committee) untuk perlombaan Misdinar Pintar (cerdas cermat). Aku sangat antusias untuk mempersiapkan dan menyukseskan acara ini, acara yang akan menjadi suatu kebanggaan, kehormatan, dan pembelajaran tak ternilai yang kudapatkan dalam hidupku.
Sejak berbulan-bulan sebelum tanggal pelaksanaan acara, aku dan teman-teman mulai mempersiapkan segala sesuatunya. Masing-masing OC berkumpul bersama koordinator OC untuk rapat dan membahas persiapan- persiapan yang diperlukan, dan di atasnya ada SC (Steering Committee) yang dengan sigap membawahi beberapa OC. Sebagai OC Misdinar Pintar, aku dan rekan- rekan OC Misdinar Pintar lainnya fokus untuk mempersiapkan lomba ini, mulai dari membantu membuat rekomendasi soal, mendiskusikan teknis perlombaan, membaca SOP (Standar Operasional Prosedur) yang diberikan oleh Jason koordinator OC kami, dan mempersiapkan berbagai macam hal lainnya. Aku tidak terlalu mengetahui apa saja yang dipersiapkan oleh OC lainnya, yang jelas mereka semua juga sangat antusias dan sibuk merencanakan bagian mereka. Beberapa teman komunitas ditunjuk untuk bermain orkestra pada opening ceremony, kulihat mereka juga sibuk berlatih. Masa-masa persiapan JP II Cup ini adalah masa-masa yang sangat sibuk, namun sangat menyenangkan. Kami semakin gencar untuk rapat dan mempersiapkan ini-itu ketika sudah melewati UAS di sekolah. Pas sekali, waktu-waktu luang kami dicurahkan untuk persiapan event besar ini. Beberapa hari sebelum tanggal pelaksanaan, beberapa frater-frater Projo Jakarta unit Samadi datang ke seminari kami untuk bersama-sama membahas persiapan lomba. Meskipun kegiatan ini berlokasi di area Seminari WB, frater-frater KAJ juga sibuk mempersiapkan banyak
hal. Beberapa dari mereka bahkan turun tangan menjadi OC dan membantu kami. Pada tahun itu, Frater Salto, Frater Adit, dan Frater Tino turut menjadi partner kami dalam mempersiapkan lomba Misdinar Pintar. Setelah perkenalan singkat, kami segera berdiskusi seru dan membahas berbagai hal mengenai persiapan lomba, apa yang masih kurang dan perlu diperbaiki, apa yang sebaiknya dikoreksi, dan sebagainya. Campur tangan orang yang lebih tua cukup membantu proses persiapan kami menjadi lebih baik lagi. Jumat, 24 Mei 2019 H-1 acara. Sejak pagi kami sibuk sekali mempersiapkan ini-itu. Malamnya, kami berkumpul di asem untuk briefing dengan seluruh panitia yang terlibat. Setelah itu, aku dan teman-teman OC Misdinar Pintar menghabiskan waktu hingga hampir tengah malam untuk simulasi perlombaan Misdinar Pintar, mengecek fungsi bel, teknis perlombaan, dan sebagainya. Untuk perlombaan ini kami menggunakan tiga ruang kelas di SMA Kolese Gonzaga, yaitu Ruang 16, 17, dan 18; serta Ruang 19 sebagai pusat informasi. Malam ini kami melakukan simulasi dengan semangat, meskipun hari sudah semakin malam. Setelah dirasa cukup, kami membereskan ruangan dan kemudian kembali ke seminari. Sudah jam 12 lewat, kemudian aku membantu beberapa teman untuk mengurusi pembagian kaos seragam untuk besok dan lusa.
Aku baru beranjak tidur sekitar pukul 12 lebih, itupun masih banyak teman-teman yang harus bekerja mempersiapkan ini-itu. Aku respek sekali dengan teman- teman seksi konsumsi yang bahkan katanya harus bangun jam 3 pagi untuk mengangkut berkardus-kardus snack yang datang, serta harus menggotong banyak meja dari belakang ke lapangan depan untuk persiapan. Aku tak bisa membayangkan betapa lelahnya mereka, dan selama 2 hari ke depan mereka tetap harus melayani distribusi konsumsi untuk para hadirin dan panitia. Kami benar- benar totalitas dalam berjuang mempersiapkan segala keperluan untuk event ini. Sabtu, 25 Mei 2019 – John Paul 2nd Cup Day #1 Kriiinggg....!!!! Krriiinngggg.....!!!!! Bel pagi membangunkanku dengan semangat. Aku segera bangun, mandi, dan bersiap. Pagi hari kami bersiap untuk masing-masing bagian kami. Di hari pertama ini akan dilaksanakan opening ceremony dan sebagian besar lomba berjenis olahraga. Sejak pagi-pagi sekali, teman- teman registrasi sudah sibuk sekali melayani para peserta bersama pendampingnya yang berdatangan. Teman- teman bagian perlengkapan juga mempersiapkan ini-itu, dan yang orkes sibuk untuk check sound dan mengatur posisi. Pada jam yang sudah ditentukan, opening ceremony pun dimulai,
Aku dan beberapa teman lainnya bertugas untuk membawa vandel, bendera, atau semacamnya yang menjadi identitas paroki yang kami tuntun ketika maju dalam proses opening ceremony. Sejak beberapa hari lalu, kami berlatih untuk ini. Pada hari ini, kami berusaha menjalankan tugas kami dengan sebaik-baiknya. Opening ceremony pagi ini berjalan dengan baik dan lancar, meskipun aku dan teman-teman agak terganggu dengan matahari yang menyorot kami hingga keringat bercucuran. Tidak semua paroki yang berpartisipasi hadir pada hari ini, sehingga masih belum terlalu ramai. Prosesi ini ini dilangsungkan dengan amat profesional, dan kemudian disusul dengan kata sambutan dari Pater Andy selaku rektor. Setelah kata sambutan, Pater membunyikan gong, tanda JP II Cup 2019 resmi dimulai, yang langsung disusul dengan instrumen “Winter Games” dari teman-teman yang bertugas orkestra. Lagu yang sangat pas untuk membuat euforia yang luar biasa. Setelah itu kami membubarkan barisan. Kegiatan perlombaan pun langsung dimulai. Di hari pertama ini, aku tidak terlalu sibuk karena lomba Misdinar Pintar baru diadakan pada esok hari. Pada hari ini aku menghabiskan waktu dengan berkeliling, membantu memantau beberapa perlombaan, dan berinisiatif melakukan sesuatu jika ada yang dapat dibantu. Waktu berjalan dengan cepat, dan ketika sore hari perlombaan pun ditutup. Setelah acara berakhir, semua panitia segera bergotong royong membersihkan sana-sini karena besok sudah harus digunakan lagi.
Meskipun lelah, kami tetap bersemangat untuk membantu pekerjaan di berbagai tempat, menggotong kursi dan meja, serta mengerjakan beberapa pekerjaan fisik lainnya. Setelah hari cukup gelap, barulah kami mandi dan beristirahat sejenak. Setelah makan malam, kami berkumpul kembali di asem untuk evaluasi acara hari ini sekaligus briefing untuk puncak acara besok. Ada beberapa hal yang dievaluasi, dan kami menyimak dengan baik apa saja yang disampaikan oleh pater, frater, ataupun teman-teman. Setelah selesai, kami mempersiapkan lagi beberapa keperluan untuk besok, kemudian segera tidur karena besok kami akan bekerja seharian penuh. Minggu, 26 Mei 2020 – John Paul 2nd Cup Day #2 Hari ini menjadi puncak dari segala persiapan, pengorbanan, dan perjuangan kami untuk mempersiapkan JP II Cup 2019. Sejak pagi-pagi sekali kami sudah bersiap dengan kaos berkerah merah marun, celana panjang, sepatu, dan tak lupa mengenakan armband sesuai dengan tugas kami. Pagi ini, teman-teman bagian registrasi lebih sibuk lagi menyambut kedatangan para peserta yang sudah tiba sejak pagi-pagi sekali. Antrian registrasi mengular, dan suasana semakin ramai. Sebelum acara dimulai, aku dan teman-teman OC Misdinar Pintar sudah mengecek untuk terakhir kalinya ruangan dan perangkat yang akan kami gunakan nantinya. Ketika acara sudah
dimulai dengan sesi pembuka di asem, aku dan teman- teman OC sudah siap di ruang kelas sesuai pembagian yang sudah ditetapkan, standby menunggu peserta lomba memasuki lokasi perlombaan. Pagi ini aku sangat bersemangat dan antusias, jantungku berdebar-debar menunggu perlombaan dimulai, tak sabar rasanya. Semoga semuanya berjalan dengan baik dan lancar. Pagi hari, Ruang 18 Aku menghabiskan seluruh pagi dan siang ini dengan berada di kelas ini. Sesuai kesepakatan, aku bertugas menjadi time keeper, pencatat hasil lomba, dan juga memberi peringatan apabila ada peserta yang melakukan pelanggaran. Sementara itu, Frater Adit dan Rian bergantian membacakan SOP dan soal-soal yang diujikan dalam lomba. Waktu terus berlalu. Peserta dari berbagai macam paroki silih berganti keluar-masuk kelas untuk mengikuti perlombaan. Sebagai panitia, kami menjunjung tinggi netralitas, tetap bersikap netral sekalipun yang sedang bertanding adalah paroki kami sendiri. Kami harus tetap bersikap profesional. Prriiiiiiiiiiitttttt!!!!! “Waktu habis!” seruku ketika mereka kehabisan waktu menjawab. Seru sekali bertugas seperti ini, meskipun aku agak grogi. Terkadang aku ragu-ragu untuk
memberi peringatan karena merasa kasihan dengan mereka. Namun aku tetap bersikap tegas. Pertandingan silih berganti, berada di dalam ruangan membuatku tak menyadari hari semakin siang dan matahari berada di titik puncaknya. Sudah waktunya makan siang, namun pertandingan masih harus terus berlangsung. Aku hanya memiliki sedikit sekali waktu untuk makan siang, kemudian segera kembali ke dalam ruangan. Pertandingan semakin seru ketika sudah mencapai semi-final, kemudian final. Setelah persaingan yang cukup sengit, akhirnya muncul pemenang dari perlombaan Misdinar Pintar tahun ini. Aku dan teman- teman merasa gembira dan lega karena perlombaan telah selesai dan berjalan dengan cukup lancar. Seusai perlombaan, kami segera beristirahat (atau makan kalau ada yang belum), kemudian bersiap untuk mengikuti Perayaan Ekaristi penutupan acara yang dipimpin oleh Kardinal. Pukul 15.00, Aula Seminari Perayaan Ekaristi berlangsung dengan meriah diiringi oleh teman-teman pemain orkestra. Sekali lagi, aku dan teman-teman KPP bertugas sebagai koor. Misa ini jelas sangatlah istimewa karena dihadiri oleh ribuan umat Katolik yang hadir. Para hadirin duduk sampai di area luar aula karena tempatnya tidak cukup. Meskipun panas dan lelah, Perayaan Ekaristi hari ini tetap berlangsung dengan
baik dan meriah. Aku terkesan sekali melihat begitu banyak orang yang hadir, semuanya bersama-sama mengikuti Perayaan Ekaristi. Seperti biasanya, beberapa dari pemenang lomba romo cilik diperkenankan untuk menggantikan homili. Terdengar berbagai macam kehebohan ketika mereka menyampaikan “homili” yang unik dan menghibur, namun penuh arti. Setelah Misa selesai, ada puncak acara yang ditunggu- tunggu oleh semua orang, yaitu championship. Sayangnya, aku tidak dapat mengikuti keseruan acara pengumuman kejuaraan ini karena masih harus membereskan dan membersihkan kelas-kelas yang dipakai untuk perlombaan Misdinar Pintar tadi. Aku dan teman-teman sedang bersusah payah menghapus tinta spidol permanen, ketika kami mendengar teriakan histeris dan berbagai yel- yel yang sangat terngiang-ngiang di kepala kami. Suasana aula seminari saat itu sangat panas dan ramai dengan euforia para pemenang. Teriakan-teriakan itu bahkan masih terdengar jelas ketika pintu kelas ditutup. Setelah kami selesai membereskan seluruh kelas, ternyata championship juga sudah berakhir. Aku dan teman-teman segera membantu panitia lain untuk membagikan banyak sekali makanan kepada para hadirin yang hendak pulang. Sore itu, aku tidak tahu dari mana, tetapi kami memiliki banyak sekali roti yang dapat dibagikan kepada orang- orang. Sekilas aku merasa seperti murid-murid Yesus yang membagikan roti kepada 5000 orang. Roti dan minuman yang kami bagikan itu sangat banyak dan melimpah-
limpah, tak kunjung habis meskipun satu orang mengambil lima bungkus. Setelah area seminari benar- benar sepi, masih tersisa banyak roti dan minuman yang tersisa. Kami segera membereskannya, dan terkadang sambil memakan beberapa bungkus. Akhirnya acara selesai, waktunya beristirahat! Eits, tunggu dulu. Semua tenda dan perlengkapan masih berserakan di mana-mana, kami harus membereskannya sore itu juga. Meskipun merasa keberatan karena sudah lelah, kami kembali bergotong royong untuk membereskan kembali semuanya sampai cukup rapi. Setelah selesai bekerja keras, barulah kami dapat kembali ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri. Setelah itu kami menyantap makan malam secara besar- besaran karena ternyata ada banyak sekali sisa konsumsi tadi siang. Setelah kenyang makan malam, kami kembali berkumpul di aula. Kami kembali mengadakan evaluasi, kemudian bersyukur karena sekali lagi event John Paul 2nd Cup ini dapat berjalan dengan baik dan lancar tanpa kendala yang berarti. Setelah itu kami beristirahat, dan menghabiskan beberapa hari terakhir kami di seminari sebelum libur kenaikan kelas. Aku tidak yakin bahwa ceritaku ini sudah sepenuhnya memberi gambaran mengenai euforia yang kurasakan pada masa-masa itu. Tetapi percayalah, pengalaman itu benar-benar pengalaman yang sangat berkesan bagiku, aku bersyukur sekali pernah mengambil bagian dalam acara sebesar ini. Harapan kami, dengan diadakannya
acara ini, semakin banyak lagi generasi muda Katolik yang tertarik untuk masuk ke seminari. Atau setidaknya, acara ini dapat menumbuhkan persaudaraan antar-misdinar dan juga menjadi ajang untuk menguji kemampuan diri dan kelompok. Aku bahagia sekali dapat berpartisipasi aktif dalam acara ini. Aku tidak sabar menantikan acara ini pada tahun depan, entah pengalaman seperti apalagi yang akan kudapatkan. Semoga event ini dapat terus berlangsung dari tahun ke tahun, dan menjadi kekayaan tersendiri bagi Gereja, khususnya di KAJ.
JADWAL HARIAN Di seminari, kami memiliki jadwal harian yang wajib diikuti oleh seluruh seminaris setiap harinya. Jadwal itu ditetapkan dari kepamongan, dan seringkali mengalami perubahan dan penyempurnaan seiring dengan pergantian romo pamong umum. Oleh karena itu, jadwal harian seminari dapat berubah-ubah setiap tahunnya. Di sini, aku akan menceritakan mengenai jadwal harian seminari ketika aku berada di sana. Dalam satu minggu, terdapat beberapa perbedaan pada jadwal seminari setiap harinya. Untuk hari Senin-Kamis kurang lebih sama, Jumat dan Sabtu menyesuaikan dengan sekolah yang selesai lebih awal (sisanya sama dengan jadwal Senin-Kamis), dan hari Minggu memiliki jadwal tersendiri. JADWAL SENIN - KAMIS JADWAL JUMAT – SABTU 04.45 - 05.15 Mandi 04.45 - 05.15 Mandi 05.15 - 05.45 Laudes/Bacaan Rohani 05.15 - 05.45 Laudes 05.45 - 06.20 Misa Harian/Bacaan Rohani 05.45 - 06.20 Misa Harian 06.20 - 07.00 Sarapan dan Persiapan Sekolah 06.20 - 07.00 Sarapan dan Persiapan Sekolah 07.00 – 14.45 Sekolah 07.00 – 12.00 Sekolah 10.00 – 10.30 Istirahat 1 (Potus) 10.00 – 10.30 Istirahat (Potus) 12.45 – 13.15 Istirahat 2 (Makan Siang) 12.00 – 12.30 Makan Siang 14.45 – 16.00 Siesta 12.30 – 14.30 Tempus Liberum 15.00 – 16.30 Opera 14.30 – 15.30 Siesta 16.30 – 17.30 Tempus Liberum (Templi) 15.30 - 16.00 Opera 17.30 – 18.00 Mandi 16.00 – 17.00 Tempus Liberum 18.00 – 18.45 Bacaan Rohani/Misa Komunitas 17.00 – 17.30 Mandi 18.45 – 19.30 Makan Malam + Visitasi 17.30 – 18.00 Bacaan Rohani/Rapat LM 19.30 – 21.30 Studi (Rabu: Rekreasi) 18.00 – 19.15 Studi I 21.30 – 22.00 Doa Malam 19.15 – 20.00 Makan Malam +Visitasi 22.00 – 04.45 Refleksi + Istirahat 20.00 – 21.30 Studi II 21.30 – 22.00 Doa Malam 22.00 – 04.45 Refleksi + Istirahat
Mandi Memulai kegiatan di pagi hari adalah tugas dari teman-teman ofisi inti, yaitu menyetel musik dari mixer central sekitar 15 menit sebelum bel berbunyi dan membunyikan bel pada pukul 04.40. Tugas ini setiap harinya dilakukan secara bergilir oleh teman-teman ofisi, dan apabila mereka tidak melakukan tugas dengan baik akan mendapat hukuman membunyikan bel pagi seminggu berturut-turut. Jam mandi pagi dapat menjadi waktu yang sangat tenang dan hening, namun dapat juga menjadi waktu yang amat genting, darurat, dan chaos ketika terlambat bangun. Semua terasa sangat indah dan tenang ketika bangun tepat waktu, meskipun seringkali juga terjadi momen rebutan kamar mandi dengan teman-teman. Dari waktu 30 menit yang ada, harus ada 3 orang yang mandi bergantian. Itu artinya, setiap orang sebisa mungkin mandi selama kurang dari 10 menit, semakin cepat semakin baik. Apabila tidak memungkinkan seperti itu, biasanya ada salah satu yang “berkorban”, entah bangun lebih awal atau mandi setelah Misa. Terkadang ada beberapa teman yang benar-benar bangun sangat pagi, sampai-sampai memiliki waktu beberapa menit untuk belajar di meja studi atau berdoa pribadi di kapel sebelum bel Laudes berbunyi. Momen paling menegangkan adalah ketika baru terbangun saat bel Laudes berbunyi, ketika orang-orang yang baru bangun langsung dengan panik berpakaian rapi tanpa sempat mandi. Ada yang sempat cuci muka, tetapi bahkan
ada yang sampai tidak sempat melakukan apapun lagi. Semuanya terburu-buru, karena akan ada hukuman apabila ketahuan terlambat mengikuti Laudes. Begitulah, rutinitas seminaris di pagi hari. Laudes dan Misa (atau Bacaan Rohani) Bel Laudes adalah “sangkakala” di pagi hari, momen panik untuk teman-teman yang masih berada di kamar mandi atau bahkan baru bangun tidur. Beberapa detik setelah bel ini berbunyi, mulai nampak banyak sekali seminaris berjalan ke arah kapel. Ada yang sudah tampan dengan pakaian licin dan rambut yang tersisir rapi, dan ada juga yang masih acak-acakan dan beler. Setelah tepat pukul 05.15, lonceng misdinar di kapel pun berbunyi, disusul dengan tanda salib pembukaan Laudes. Mungkin sejak tadi banyak yang bertanya-tanya, apa itu Laudes? Laudes, atau Ibadat Pagi, adalah salah satu Ibadat Harian (Ofisi) yang didoakan pada pagi hari, yaitu doa-doa dengan beberapa Mazmur dan bagian-bagian lainnya sesuai kalender liturgi, yang tertera pada sebuah buku bernama brevir. Agak susah menjelaskannya, tetapi seiring berjalannya waktu seminaris akan semakin memahami apa itu Laudes. Ketika Laudes, kami diharuskan untuk ikut bernyanyi, karena ini adalah jenis doa yang menyanyikan beberapa Mazmur. Meskipun demikian, seringkali ada seminaris
yang mengantuk dan kemudian tertidur, dan ini kemudian menjadi sesuatu keprihatinan yang selalu ada dari tahun ke tahun. Mungkin orang-orang akan menganggap seminaris payah, atau sebagainya. Sebagian lain mungkin bertanya, kok bisa sih, seminaris kayak gitu? Awalnya akupun heran mengapa dapat terjadi demikian. Namun seiring berjalannya waktu, akupun pernah mengalaminya dan akhirnya mengerti. Kami seminaris seringkali memiliki banyak sekali kesibukan sehingga akhirnya kami harus tidur malam, dan efeknya adalah mengantuk di pagi hari. Masalah yang sangat manusiawi. Satu-satunya cara paling efektif untuk mencegah terjadinya hal ini adalah dengan tidak tidur larut malam pada hari sebelumnya. Bagi seminaris yang tidak mengantuk, Laudes adalah saat- saat yang menarik dan berkesan, kegiatan untuk mengawali hari dengan memuji Tuhan melalui nyanyian Mazmur yang indah. Oh iya, Laudes ini dipimpin oleh salah seorang dari kami yang bertugas sebagai Misdinar I pada hari itu. Setiap seminaris akan mendapat giliran untuk menjadi petugas liturgi (misdinar, lektor, dirkom, dan organis bagi yang bisa bermain organ), yang diatur oleh teman-teman bidel rohani. Setelah Laudes, ada jeda beberapa menit untuk hening sebelum Perayaan Ekaristi dimulai. Bunyi gong yang dipukul oleh petugas koster menjadi penanda bahwa romo telah siap dan Misa dapat segera dimulai. Petugas dirigen komunitas (dirkom) pun mulai mengambil posisi untuk memberi aba-aba menyanyikan lagu pembukaan,
yang juga diiringi instrumen dari petugas organis. Musik mulai mengalun, dan Perayaan Ekaristi harian pun dimulai seiring dengan romo dan misdinar yang mulai naik ke altar. Misa harian berjalan seperti pada umumnya, dan hanya memiliki 3 lagu pengiring: lagu pembukaan, persembahan, dan penutup, dan Ordinarium akan didaraskan kecuali di saat-saat tertentu. Pada hari Senin, Laudes diganti dengan bacaan rohani, dan akan ada Vesper yaitu Ibadat Sore pada sore harinya sebagai pengganti bacaan rohani. Pada hari Rabu, jadwal Misa pagi ditukar dengan jadwal bacaan rohani sore hari. Selain itu, terkadang ada beberapa jadwal lain yang dapat ditukar-tukar, sekali lagi semuanya bergantung pada kebijakan pamong umum seminari. Sarapan dan Persiapan Sekolah Setelah Misa, petugas koster dan sound bertugas membereskan beberapa perlengkapan Misa di sakristi, kemudian yang lainnya boleh langsung turun untuk sarapan atau tinggal sebentar untuk berdoa secara pribadi. Musik rohani mengalun dengan lembut selama beberapa menit setelah Misa selesai. Sarapan dilakukan di refter dengan suasana hening, atau biasa disebut silentium. Jam hening ini berlaku sejak tadi pagi hingga beberapa menit sebelum sekolah dimulai. Diharapkan agar seminaris merenungkan pesan-pesan yang didapat dari Perayaan Ekaristi pada hari itu.
Setelah sarapan, biasanya ada waktu beberapa menit untuk mempersiapkan keperluan sekolah, bahkan termasuk mandi, menyetrika seragam, dan beberapa keperluan lainnya yang tidak patut ditiru. Biasanya waktu- waktu ini digunakan untuk menghafalkan materi-materi jika hari itu ada ulangan, atau kegiatan semacam itu. Kemudian, ketika waktu semakin mepet untuk sekolah, barulah semuanya beranjak menuju kelas masing-masing. KPP dan KPA memiliki kelas di dalam seminari, dan teman-teman kelas 1,2, dan 3 berjalan menuju kompleks SMA Kolese Gonzaga. Entah kebiasaan atau baik dan buruk, kami biasa menunggu teman-teman seangkatan agar berjalan bersama ketika hendak memasuki lingkungan sekolah. Karena alasan itulah, seminaris terkenal “bermain-main dengan waktu”, yakni baru datang ketika bel sekolah berbunyi. Sekolah Sekolah ini berjalan seperti pada umumnya. Teman- teman KPP/KPA mengikuti pelajaran khas seminari di ruang KPP?KPA, sisanya bergabung dengan siswa-siswi umum SMA Kolese Gonzaga. Setiap hari Rabu, teman- teman kelas 1,2, dan 3 akan kembali ke seminari pada jam pelajaran Seni, karena kami memiliki pelajaran Seni sendiri, yaitu orkestra. Selama waktu sekolah ini, kami memiliki 2 jatah istirahat (atau 1 pada hari Jumat), masing-masing selama
30 menit. Jam istirahat pertama digunakan oleh seminaris untuk berkumpul di refter dan mengambil potus. Potus adalah bahasa lain dari snack, memang begitu sejak dulu kami menyebutnya. Di jam istirahat ini kami biasa saling bertukar cerita mengenai kejadian unik di kelas, info-info spoiler pelajaran tertentu, dan kegiatan-kegiatan lainnya seperti buang air, berganti pakaian olahraga, dan semacamnya. Jam istirahat kedua digunakan untuk makan siang di refter, yang juga telah disediakan oleh suster dan para karyawan. Siesta Sepulang sekolah, inilah kegiatan yang paling ditunggu-tunggu oleh seminaris, apalagi yang sejak tadi mengantuk di kelas. Siesta berarti “tidur siang”. Ya, tidur. Setelah lelah menghadapi pelajaran di sekolah dengan berbagai macam kesibukannya, kami diberi kesempatan selama 1 jam untuk tidur siang. Pokoknya selama 1 jam ini kami semua harus hening dan usahakan untuk berada di kamar. Apabila tidak mau tidur juga tidak apa-apa, tetapi tidak boleh berisik. Ada beberapa kondisi di mana seminaris tidak dapat siesta, misalnya harus mengikuti remedial atau magis (pelajaran tambahan) di Gonzaga, atau izin keluar area seminari untuk potong rambut. Opera
KRIIIIIIIIIIIINNNNNNNGGG!!!!!!!!!!!!!!! “OPERAAAA..........!!!!!!!!!! OPERA WOI OPERAAAAAAAAAA BANGUN BANGUN BANGUUNNNNNN OPERAA GAEEEEESSSSSSSSSSSS...!!!!!!!!!!!” Bel opera berbunyi dengan keras, disusul dengan beberapa teman yang terkadang iseng berkeliling kamar, menggedor-gedor pintu untuk membangunkan yang masih tertidur pulas. Seru sih, membangunkan orang seperti itu. Namun ketika berada di posisi yang dibangunkan, hal ini bisa jadi menyebalkan sekali. Beberapa detik setelah bel berbunyi, musik penyemangat opera mulai bergema di seantero seminari. Musik yang digunakan selama opera adalah lagu bebas, lagu apapun, lagu zaman kapanpun, dan genre apapun selagi wajar. Lagu Indonesia, lagu barat, lagu dangdut, koplo, remix, rock, jazz, semuanya pernah diputar pada jam ini. Tujuannya adalah untuk memberi semangat ketika melaksanakan opera, dan juga untuk membangunkan teman-teman yang masih mengulat di tempat tidur. Opera, maksudnya adalah bersih-bersih. Di jam ini, setiap seminaris diwajibkan untuk membersihkan area tertentu di seminari sesuai dengan bagiannya masing- masing, yang telah ditentukan oleh bidel opera dan lingkungan hidup. Pembagian tugas opera itu digilir setiap beberapa bulan tergantung kebijakan bidel. Terkadang, ada hukuman bagi teman-teman yang tidak menjalankan opera, karena ini adalah salah satu kegiatan yang paling
wajib untuk dilakukan. Pengalaman menarik ketika jam opera adalah momen ketika berkumpul bersama beberapa teman di depan unit, beristirahat sejenak setelah menyelesaikan opera. Ada juga beberapa orang yang sudah bersiap untuk mengambil bola di dekat refter, atau menyiapkan buku-buku untuk mengerjakan tugas di labkom. Mereka bersiap untuk kegiatan setelah opera. Tempus Liberum Secara harfiah, kata “tempus” dan “liberum” berasal dari Bahasa Latin (tempus = waktu; liberum = kebebasan) sehingga diartikan sebagai “waktu kebebasan”. Tempus liberum, atau biasa disingkat “templi” agar lebih singkat ketika diucapkan, adalah waktu di mana semua seminaris bebas melakukan kegiatan “apapun” (tentu saja dalam batasan tertentu). Pada jam ini seminaris dapat dengan bebas melakukan kegiatan, misalnya mencuci baju, bermain mini soccer, mengerjakan tugas di labkom/meja studi, belajar, membaca novel, latihan orkes secara pribadi di studio, lanjut tidur, atau kegiatan-kegiatan lainnya. Pada jam ini juga disediakan potus sore yang dapat diambil oleh setiap orang sesuai jatahnya. Dalam kasus tertentu, ada kegiatan ekstra yang masih harus dilakukan oleh beberapa orang sehingga waktu templi mereka terpakai untuk itu (misalnya latihan untuk perlombaan, bimbingan rohani, dan sebagainya).
Tentu saja, jam ini adalah salah satu waktu yang kami senangi setiap harinya. Ada berbagai macam keperluan pribadi maupun berkelompok yang dapat kami lakukan. Aku sendiri, karena aku bukan seorang yang hobi berolahraga, aku cenderung menghabiskan waktu templi untuk membaca novel yang kupinjam di perpustakaan, mencuci baju, atau mencicil mengerjakan setumpuk tugas sekolah. Meskipun demikian, ada hari khusus di mana setiap seminaris diwajibkan untuk berolahraga, yaitu setiap templi hari Kamis. Ketika diwajibkan, biasanya aku memilih untuk bermain tenis meja, atau sekadar lari keliling lapangan. Selain itu, ada banyak jenis olahraga yang dapat dimainkan, seperti mini soccer, futsal, basket, voli, dan cabang olahraga lainnya. Pada jam ini kami memiliki kebebasan dan dipercaya untuk mengatur kegiatan kami sendiri. Diharapkan, kami belajar untuk memanfaatkan waktu bebas ini dengan kegiatan yang bermanfaat. Mandi Hampir sama dengan mandi pagi, pada saat jam ini musik instrumental kembali dimainkan. Meskipun judulnya adalah jam mandi, realitanya masih banyak seminaris yang masih harus duduk mengobrol untuk pendinginan karena masih berkeringat usai berolahraga. Kemudian, semakin mendekati waktu bacaan rohani (apalagi Misa), biasanya mulai muncul konflik kecil-
kecilan untuk rebutan mandi. Kurang lebih, begitulah yang dilakukan selama jam mandi. Semua orang sibuk membersihkan diri seusai berolahraga atau berkegiatan lain, dan kemudian mempersiapkan diri untuk melanjutkan kegiatan hingga malam nanti. Selama kegiatan malam, semua orang diwajibkan untuk menggunakan pakaian berkerah, celana panjang, dan sepatu sandal. Bacaan Rohani (atau Misa) Kecuali hari Senin dan Rabu, setiap sore ada jadwal bacaan rohani di kapel. Pada jam ini, setiap seminaris diwajibkan untuk membaca buku-buku rohani ataupun Alkitab, ditemani dengan musik rohani yang mengalun lembut dari sound system kapel. Beberapa orang memilih untuk bacaan rohani di area teras kapel, sambil memandangi cakrawala, yakni langit senja yang berwarna jingga dengan burung-burung melayang di atasnya. Kegiatan ini termasuk salah satu kegiatan yang agak santai, meskipun diharapkan semuanya mengikutinya dengan tepat waktu. Seringkali, di jam ini ada beberapa seminaris yang masih mandi di kamarnya, atau sibuk mengurusi hal lain, dan itu tidak patut ditiru. Jam ini juga termasuk salah satu waktu hening, tidak boleh ada keributan di manapun itu. Terkadang, jam ini juga seringkali digunakan oleh beberapa romo untuk melaksanakan bimbingan rohani para seminaris. Pada hari Senin jam ini digunakan untuk
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287