Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Selamat Datang, Saudaraku

Selamat Datang, Saudaraku

Published by buditjenggunawan, 2020-11-20 17:27:17

Description: Budi Tjenggunawan

Sebuah tulisan yang menceritakan tentang pengalaman penulis dalam tahun-tahun pertamanya menjawab panggilan Tuhan dengan menjalani kehidupan di Seminari Menengah Wacana Bhakti, Jakarta.

Keywords: Seminari,Seminari Wacana Bhakti,Katolik,Imam,Biara

Search

Read the Text Version

pemainnya tetapi juga oleh seluruh pendukungnya. Pada kesempatan ini lah, masing-masing kubu mengeluarkan “Kartu As”-nya untuk mendukung tim masing-masing, bahkan tidak peduli lagi kalau suara menjadi serak. Tidak jarang juga, kami mengadu yel-yel dengan saling “menjelek-jelekkan” satu sama lain. Meskipun demikian, pada akhir pertandingan, The Webs dan Laskar Gonz menyanyikan sebuah yel-yel pemersatu, tidak peduli siapa yang menang atau kalah. Momen itu, adalah momen yang paling kami tunggu-tunggu setiap tahunnya. Dari gerbang sampai rektorat berjajar WB-GC Sambung menyambung menjadi satu itulah WB-GC WB-GC almamaterku aku berjanji padamu Menjunjung almamaterku, almamaterku WB-GC Euforia Gonzaga Festival mencapai puncaknya pada acara penutupan, yaitu hari Sabtu. Setelah seminggu diadakan berbagai pertandingan yang diikuti oleh berbagai sekolah, event ini ditutup dengan sebuah penutupan yang berupa konser hingga malam hari, di lapangan sekolah. Bagi kami seminaris, ini benar-benar kesempatan luar biasa, kapan lagi ada konser di “depan rumah”?

Sebenarnya acara Closing Gonzaga Festival ini sudah dimulai sejak siang hari, namun kami seminaris baru “keluar rumah” ketika hari sudah sore, ketika acara diisi dengan konser dari berbagai artis. Lagi-lagi aku merasakan kebebasan yang istimewa, karena kami boleh jajan dan mengobrol dengan siapapun. Aku senang sekali, akhirnya aku bertemu teman SMP-ku yang bersekolah di Gonzaga pada acara closing ini. Kami menghabiskan waktu bersama, keliling, jajan, menonton konser, dan bertukar cerita hingga larut malam. Setelah acara ditutup, semua rakyat Gonzaga menyanyikan mars, kemudian bubar. Hari sudah lewat tengah malam, dan aku merasa beruntung sekali karena tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk pulang ke “rumah”, yakni hanya berjalan beberapa meter saja. Aku bersyukur sekali dapat mengikuti acara ini, dan terlebih memiliki pengalaman menjadi supporter pertandingan. Sungguh pengalaman menyenangkan yang tak terlupakan, dan akan terulang setiap tahun yang kujalani di seminari ini. Terimakasih, Gonzaga, memberikan event yang menarik bagi semua orang yang turut serta berpartisipasi di dalamnya.



THE WEBS CAMP 2018 Lestari Alamku, Lestari Panggilanku, Lestari Komunitasku Setiap dua tahun sekali, Seminari Menengah Wacana Bhakti mengadakan jambore untuk kami para seminaris selama beberapa hari. Pada tahun ini, jambore diadakan di Adventure Camp, Situ Patenggang, Bandung Selatan. Acara tersebut dilangsungkan selama empat hari tiga malam, yakni pada hari Selasa, 9 Oktober hingga Jumat, 12 Oktober 2018. Sebelum melaksanakan jambore, kepanitiaan untuk acara ini sudah dibentuk dan diketuai oleh Adrian, kelas XI. Selain itu, dilakukan juga pembagian kelompok sebanyak 10 kelompok, dengan per kelompok beranggotakan 10 atau 11 orang dari angkatan yang berbeda-beda. Nama kelompok-kelompok tersebut diberikan berdasarkan nama-nama situ yang ada di sekitar Bandung, yakni: Situ Cileunca, Situ Ciburuy, Situ Kanceuh, Situ Bolang, Situ Cicoledas, Situ Cukul, Situ Gede Pangalengan, Situ Cipanunjang, Situ Sangiang, dan yang menjadi “tuan rumah”, Situ Patenggang. Setiap kelompok diwajibkan membuat tameng untuk permainan saat jambore, maka sejak seminggu sebelum jambore berlangsung, mulai ada beberapa kelompok yang berkumpul bersama di waktu luang dan membuat tameng dari papan triplek yang sehabus digunakan untuk acara Gonzaga Festival, lalu dicat ulang dan ditulisi nama kelompok masing-masing,

serta dihias sebagus dan sekreatif mungkin. Selain tameng, setiap kelompok juga diharuskan membuat yel-yel. Setelah persiapan yang cukup panjang, maka pada hari Selasa pukul 04.30 pagi, kami berangkat dengan trasnportasi truk tronton. Karena peserta jambore sangat banyak maka terbagi menjadi empat tronton. Perjalanan memakan waktu sekitar 5 jam. Selama di perjalanan, setiap seminaris mendapatkan sekantong plastik makanan yang berisi sebotol air minum dan dua buah lontong. Karena hari masih pagi, maka jalanan cukup lancar dan udara di dalam tronton tidak terlalu panas ataupun pengap. Kami sempat beristirahat sebentar di sebuah rest area, lalu melanjutkan perjalanan. Sesampainya di area camp, kami mengambil perlengkapan pribadi dan kelompok masing-masing, lalu pergi menuju tenda yang telah ditentukan panitia. Setiap kelompok mendapatkan 2 buah tenda, satu untuk barang- barang dan satu lagi untuk tidur, tetapi karena satu tenda tidak cukup untuk tidur 11 orang, maka sebagian kecil tidur di tenda untuk barang. Tak lama kemudian, sirene berbunyi menandakan kami harus berkumpul di tenda utama, lalu mengikuti Perayaan Ekaristi pembukaan jambore 2018 yang dipimpin oleh Pater Anto. Meskipun lapar dan lelah, tetapi semua mengikuti Misa dengan baik. Setelah Misa, kami mengikuti sedikit upacara pembukaan The Webs Camp 2018 dengan menyanyikan Mars Seminari, lagu theme song Jambore 2018, dan

penampilan yel-yel per kelompok. Tema jambore tahun ini adalah “Lestari Alamku, Lestari Panggilanku, Lestari Komunitasku”. Jambore ini diadakan dengan tujuan utama meningkatkan solidaritas dan kebersamaan komunitas dalam kehidupan sehari-hari di seminari. Berbeda dengan jambore sekolah-sekolah lain yang bersifat militan dan melatih mental para peserta, jambore kami sangatlah santai, menyenangkan, tetapi tetap ada pelajaran berharga yang dapat kami ambil. Setelah makan siang, semua peserta dipersilahkan untuk beristirahat di tenda masing- masing hingga sore hari. Pada sore hari, kami berkumpul kembali di tenda utama untuk mendengarkan kata sambutan dari Pater Anto selaku pamong umum seminari. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan makan malam, lalu rekreasi bersama di tenda utama. Pada jam rekreasi, semua peserta wajib berada di tenda utama untuk mengobrol ataupun memainkan permainan-permainan yang telah disediakan, yaitu catur, kartu UNO, dan kartu capsa. Meskipun udara dingin, kami semua tetap bergembira dan semangat dalam kebersamaan. Setelah hari mulai malam, kami kembali ke tenda masing-masing dan beristirahat. Hari kedua di Situ Patenggang, acara hari ini diawali dengan Perayaan Ekaristi. Lalu, kami berjalan sebentar menuju sebuah restoran yang menyerupai kapal, bertingkat 3 dan di dalamnya terdapat banyak ruangan untuk makan. Pemandangan yang kami lihat dari dalam “kapal” sangatlah indah, yakni pegunungan-pegunungan

dan Situ Patenggang itu sendiri. Makanan yang disajikan pada sarapan hari ini juga enak-enak, ditambah dengan aneka minuman hangat yang busa sedikit mengusir rasa dingin di dalam tubuh. Setelah merasa kenyang, kami kembali ke area camping dan bersiap untuk permainan- permainan yang sudah disiapkan oleh panitia. Ada beberapa peserta yang mandi, tetapi sebagian tidak karena air yang sangat dingin dan toilet yang kurang nyaman untuk digunakan. Saat itu, sepertinya aku memilih untuk tidak mandi karena jumlah toilet yang sangat terbatas, sementara “peminat”-nya cukup banyak. Beberapa saat kemudian sirene kembali meraung- raung ke seluruh penjuru tenda, dan kami kembali berkumpul di tenda utama untuk mendengarkan instruksi dan pembagian pos permainan. Setelah itu semua kelompok pergi ke pos masing-masing yang telah ditentukan. Di setiap pos akan bertemu 2 kelompok situ, sehingga sistem permainan di semua pos adalah kompetisi. Pos pertama, kami seperti bermain voli, tetapi net yang dipasang adalah kain berwarna hitam sehingga lawan tidak dapat melihat posisi “bola” yang dilempar oleh lawannya. Bola yang digunakan di permainan ini adalah balon yang telah diisi air, dan setiap kelompok mendapat 4 sarung untuk dipegang secara berkelompok untuk menangkap balon yang dilempar lawan. Yang menang adalah kelompok yang paling sedikit gagal menangkap/memecahkan balon. Di pos kedua, setiap kelompok mengutus 5 orang dari anggotanya untuk

bersedia ditutup matanya dengan kain, lalu berjalan melewati rintangan dengan bola-bola plastik kecil bertebaran, tanpa mengenai bola tersebut. Anggota kelompok yang lain bertugas untuk mengarahkan 5 orang tersebut dari pinggir arena permainan. Kelompok yang menang adalah kelompok yang paling cepat mencapai garis finish dan paling sedikit mengenai bola. Pada pos ketigas, pertama-tama setiap anggota kelompok mmebentuk barisan dan berpelukan, lalu berusaha untuk mengenai/memecahkan balon yang telah diikat di barisan paling belakang lawannya dengan tusuk gigi yang dipegang oleh orang yang berada di barisan terdepan. Selain itu ada cara lain untuk memenangkan babak ini, yaitu memutuskan barisan lawan. Babak berikutnya, masing-masing kelompok diberikan koran, lalu harus memindahkan air dari sebuah ember ke ember lain dengan jarak yang cukup jauh dengan koran tersebut. Lalu, masing-masing kelompok mencari kata “yang” dan “dan” di korang masing-masing yang sudah basak, robek dan rusak. Pemenangnya ialah kelompok yang paling banyak memindahkan air dan menemukan kata-kata tersebut. Pos keempat, pertama-tama kami harus mengisi pipa berlubang-lubang dengan air, bertujuan untuk mengeluarkan bola pingpong yang ada di dalamnya. 1 orang bertugas untuk mengisi air, yang lainnya menutupi lubang-lubang pada pipa tersebut dengan anggota tubuh. Lalu, panitia menyemprotkan air dengan selang kepada semua peserta yang sedang bersusah payah itu, sehingga

para peserta merasa kesal dan kedinginan, tetapi seru dan menyenangkan. Babak berikutnya, setiap peserta per kelompok dengan jumlah yang adil memindahkan tepung, biji-bijian dan beras dari satu tempat ke tempat lainnya menggunakan mulut, dengan setiap peserta diberikan waktu 10 detik untuk melakukan hal tersebut. Pemenangnya adalah kelompok yang paling banyak memindahkan air ke pipa dan paling banyak memindahkan tepung/biji-bijian. Lalu pos terakhir yakni pos kelima, setiap kelompok dengan jumlah peserta yang adil berbaris, lalu memindahkan terigu dari yang paling depan hingga paling belakang menggunakan tangan. Semua peserta dilarang menoleh ke belakang, dan tangan orang yang di belakang diletakkan di atas kepala orang di depannya sehingga permainan ini membuat rambut semua peserta menjadi kotor oleh tepung. Setelah permainan kelima pos tersebut, ternyata masih ada satu permainan besar yang menjadi puncak permainan di siang hari itu. Nama permainannya adalah The Webs War. Instruksinya, masing-masing kelompok situ mencari pohon sebagai markas dan meletakkan tameng di bawah pohon tersebut. Lalu, setiap orang dipasangi tali di celana yang berfungsi sebagai “nyawa” dalam permainan ini. Untuk memenangkan pertandingan, cara bermainnya mirip dengan permainan bentengan. Semua peserta diperbolehkan untuk mengambil tali orang lain, dan orang yang talinya diambil dinyatakan “mati” dan tidak boleh mengikuti permainan lagi. Tujuan utamanya

adalah mengambil tameng kelompok lain dan melindungi tameng milik kelompok sendiri. Selain itu, antar-kelompok juga diperbolehkan untuk bekerjasama/membentuk koalisi untuk mengalahkan kelompok lain. Peserta yang tameng kelompoknya sudah diambil oleh kelompok lain otomatis “mati” meskipun masih memiliki tali di celana. Permainan berlangsung dengan seru dan sengit. Pemenangnya adalah Situ Cipanunjang, yakni situ yang berhasil mempertahankan tamengnya hingga semua kelompok lain dikalahkan. Makan siang hari ini berbeda dari biasanya. Makan siang diadakan secara lesehan satu komunitas, dan situ- situ yang kalah harus meminta lauk kepada situ-situ yang menang dan memiliki lauk berlebih. Di sinilah kebersamaan kembali dipupuk. Selesai makan siang, kami semua diperbolehkan beristirahat hingga sore hari. Pada sore hari, kami semua berkumpul di lapangan depan area camp untuk mengikuti permainan kolosal. Yakni permainan yang mengharuskan semua kelompok bekerjasama. Caranya adalah 5 orang dari kelompok mengoper botol plastik yang sudah dimodifikasi menggunakan balon, lalu anggota berikutnya menukar dua buah botol dengan sebatang lilin. Lilin tersebut lalu dinyalakan untuk menyalakan lilin di depan dengan kata kunci “Kristus cahaya komunitasku”. Permainan ini berakhir dengan keberhasilan dan tepuk tangan dari seluruh peserta jambore. Acara dilanjutkan dengan mandi sore, makan malam dan beberapa pengumuman. Karena

kabut mulai turun dengan tebal, maka setelah makan seluruh peserta diminta untuk segera pergi ke tenda dan beristirahat karena acara esok hari akan membutuhkan banyak energi. Kenyataannya tidaklah demikian. Pada tengah malam, satu per satu kelompok secara bergantian dibangunkan untuk mengikuti acara jurit malam. Instruksinya, setiap kelompok pergi berdua-dua menelusuri jalur yang telah dtentukan dengan penerangan sebatang lilin dan petunjuk fosfor hijau yang ditempelkan di beberapa tempat. Lalu terdapat berbagai pos di sepanjang perjalanan, kami diberi petunjuk, instruksi ataupun kode untuk busa melanjutkan perjalanan. Alih-alih takut akan hal-hal gaib, kebanyakan peserta cenderung konsentrasi mengikuti jalur yang tidak beraturan agar tidak terjatuh. agi-lagi, berbeda dari jambore biasanya. Kalau pada umumnya jurit malam cenderung ada yang bertugas menakut-nakuti atau tetap bersifat keras/militan, jurit malam kami cenderung hanya berjalan mengikuti rute yang telah ditentukan oleh panitia. Ada pos, itupun hanya sebagai penunjuk jalan dan panduan agar kami tidak tersesat.Sesampainya di area camping, kami kembali ke tenda masing-masing dan melanjutkan istirahat malam dengan pulas. Pada hari ketiga, kami melakukan tracking ke Kawah putih. Dengan berjalan kaki maka terasa sangat jauh dan melelahkan, ditambah dengan panas matahari di daerah gunung. Perjalanan memakan waktu dari pagi hingga siang, dan beberapa kali kami sempat beristirahat. Meski

diberikan perbekalan makanan yang cukup banyak, di tengah perjalanan kami tetap kekurangan air. Tetapi kami tetap melanjutkan perjalanan dengan semangat. Jalur yang kami lalui beraneka ragam, mulai dari jalan raya, bebatuan, hutan, lembah, kebun teh, hingga jalan-jalan yang berdebu, menanjak, dan licin. Pada waktu itu, aku bersemangat sekali sampai-sampai melewati banyak pos peristirahatan, agar lebih cepat sampai ke tujuan. Perjalanan jauh membuat rombongan kami membentuk barisan yang sangat panjang, sehingga jalan duluan atau tidak, tidak berpengaruh besar. Sesampainya di area Kawah Putih, kami makan siang lalu pergi ke Kawah Putih untuk berfoto bersama dan melihat-lihat pemandangan kawah yang sangat indah meskipun sedikit berbau belerang. Setelah sore hari dan cukup lama berada di kawah, kami kembali ke tempat camping dengan menyewa cukup banyak angkot. Meskipun sangat lelah, kami merasa senangndan puas karena mendapat pengalaman baru yang menarik. Malamnya sesudah mandi dan beristirahat sebentar, kami berkumpul kembali di tenda utama, lalu memulai acara forum untuk membicarakan masalah-masalah yang ada di komunitas. Memlaui forum ini, aku merasa kami sebagai satu komunitas semakin menyadari kekurangan- kekurangan dan hal-hal yang perlu dikembangkan dalam kehidupan di seminari. Lalu acara dilanjutkan dengan makan malam bersama. Setelah makan, masing-masing kelompok situ menampilkan suatu penampilan bebas,

untuk menghibur yang lainnya. Ada yang menyanyi, melucu, membaca puisi, ataupun menceritakan pengalaman selama mengikuti jambore. Cukup seru dan menghibur di malam yang sangat dingin karena angin bertiup dengan kencang. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan bakar-bakaran sosis dan jagung di lapangan depan. Awalnya banyak dari kami kesulitan untuk menyalakan arang, tetapi lama kelamaan kelompok yang lebih dahulu berhasil membantu kelompok lain meyalakannya. Dalam kegiatan ini, kebersamaan juga mulai terlihat. Selain itu, setiap kelompok juga mendapatkan seblak yang sudah siap disantap bersama. Setelah selesai menyantap seblak, sosis dan jagung bakar, kami semua segera kembali ke tenda masing-masing karena diberitakan sempat ada orang mencruigakan yang memasuki area camping. Puji Tuhan, tidak ada yang kehilangan barang. Akhirnya kami sampai pada hari terakhir jambore. Setelah Misa dan sarapan, kami kembali ke tenda masing- masing untuk berkemas barang-barang, dan beberapa ada yang mandi. Tak lama kemudian kami menaiki bus dan menuju ke Tangkuban perahu untuk berwisata. Dalam perjalanan kali ini, peserta terbagi menjadi dua bus. Sesampainya di Tangkuban Perahu, kami melihat- lihat pemandangan yang indah dan merasakan angin yang sejuk. Kami naik ontang-anting untuk pergi ke area Gunung Tangkuban Perahu. Sesampainya di sana, kami berjalan-jalan menikmati pemandangan dan berbelanja banyak souvenir yang beragam, serta makanan-makanan

khas Bandung. Setelah pukul 2 siang, kami kembali ke bus dan melanjutkan perjalanan kembali ke Jakarta. Di dalam bus, kami mendapat cukup banyak snack dan nasi box untuk makan siang. Pada sore hari, kami beristirahat di sebuah rest area. Lalu kami melanjutkan perjalanan dan tiba di seminari pada pukul 9 malam karena jalanan cukup macet. Sesampainya di seminari, kami mengambil tas lalu pergi ke kamar masing-masing, berberes sebentar lalu beristirahat. Rasanya lelah sekali, dan beberapa dari kami mulai mengalami tanda-tanda kelelahan dan terbakar matahari karena tracking yang jauh. Keesokan harinya, aku terbangun dengan kaki bengkak dan wajah dan leher perih seakan terbakar. Meskipun agak khawatir, katanya hal itu wajar, mengingat apa saja yang kami lakukan selama jambore. Gejala-gejala tersebut kemudian menjadi agak parah, tetapi beberapa hari kemudian segera sembuh kembali tanpa harus ditangani secara serius. Kami memang butuh waktu untuk beristirahat dan memulihkan diri beberapa hari setelah kegiatan luar biasa ini. Meskipun demikian, kami tetap bersyukur dan senang sekali bisa mengikuti kegiatan ini. Melalui acara jambore ini, aku mendapat cukup banyak pelajaran, seperti pentingnya kebersamaan dan mencintai alam sekitar. Selain itu aku juga merasakan semakin eratnya relasi dengan kakak kelas, dan juga semakin terbuka satu sama lain. Jambore ini menjadi salah satu cara untuk

membuat kami semakin akrab, meskipun berbeda usia dan latar belakang.

NATAL 2018 Lord of all, to thee we raise... this our joyful hymn, of praise Ketika berada di seminari (khususnya pada tahun pertama), hal kedua yang paling kurindukan adalah saat di mana aku bisa pulang ke rumah. Dan untuk itu, agenda yang terdekat adalah libur akhir semester, atau libur Natal dan Tahun Baru. Aku begitu menantikan saat-saat itu, kutunggu sejak lama sekali. Sayangnya, menurut rumor kakak kelas, tahun ini kami merayakan Natal di seminari, setelah itu baru kami pulang ke rumah masing-masing untuk liburan selama beberapa hari. Artinya, meskipun sudah libur semester, aku harus tetap tinggal di sana hingga 25 Desember. Desember 2018 Perjuanganku dan teman-teman di semester ini mencapai puncaknya saat menghadapi UAS. Setelah UAS berakhir, kami sangat lega karena terbebas dari beban belajar akademik. Meskipun demikian, seperti yang tadi sudah kukatakan, kegiatan kami pada semester di seminari belum berakhir begitu saja. Seusai UAS, kami sekomunitas mulai gencar mempersiapkan berbagai macam hal untuk perayaan Natal. Sejak beberapa minggu sebelum Natal, kelompok paduan suara andalan kami, Koor Dewa mulai berlatih lagu-lagu yang akan digunakan

untuk Misa Vigili Natal. Aku cukup sedih karena tidak terpilih menjadi anggota dari paduan suara itu, tetapi kemudian aku bersyukur karena ternyata paduan suara itu padat sekali jadwal latihannya. Karena aku hampir tidak terlibat apa-apa dalam persiapan Natal, aku memiliki sangat banyak waktu luang. Meskipun sebenarnya enak karena bisa bersantai, nyatanya hal itu justru membuatku semakin sering memikirkan rumah, dan tak sabar untuk kembali ke sana. Sekitar seminggu hari-hari gabut kulalui di seminari, sambil menghitung tanggal menuju 25 Desember, hari di mana aku akhirnya pulang ke rumah untuk pertama kalinya sejak masuk ke seminari. Aku menghabiskan waktu dengan membaca buku, mencuci baju, dan beberapa kegiatan lainnya. Waktu dari hari ke hari terasa lama, aku dan teman-teman semakin tidak sabar untuk liburan, karena sedikit sekali kegiatan yang dapat kami lakukan. Momen ini, adalah masa-masa membosankan ketika berada di seminari. Tidak ada kegiatan, tidak ada gadget, bahkan peminjaman buku perpustakaan sudah ditutup. Adalah suatu tradisi di seminari, sebelum libur semester pasti akan diadakan kegiatan Opera Magna, yaitu bersih-bersih “besar-besaran” di seluruh area seminari. Kegiatan ini memakan waktu 3 jam lebih, dan diiringi dengan musik seperti opera pada umumnya. Bidel opera membagi tugas per angkatan, dan angkatanku mendapat bagian untuk membersihkan koridor dan ruang kelas KPP.

Kegiatan ini sebenarnya sangat malas untuk dilakukan, siapa sih yang suka bersih-bersih? Pasti cenderung malas. Meskipun demikian, karena dikerjakan bersama-sama, kegiatan ini justru menjadi kegiatan yang amat seru. Kami bergotong royong untuk menyelesaikan bagian kami, bahkan sempat ada cekcok karena beberapa kendala. Ada yang sambil bermain air, ada yang serius bekerja, dan ada juga yang hanya bolak-balik tanpa mengerjakan sesuatu yang berarti. Meskipun demikian, pada intinya kami semua bekerja sama untuk membersihkan area seminari. Ketika sudah selesai opera, kami bersantai di area depan refter menunggu berakhirnya waktu opera, lalu menyantap potus yang sudah disediakan suster. Momen seperti ini, terkadang dirindukan juga karena unik dan menyenangkan. Senin, 24 Desember 2018 Aku memulai hari ini dengan perasaan campur aduk. H-1 pulang, dan nanti malam merupakan hari raya besar yang juga kutunggu-tunggu. Meskipun demikian, kegiatan kami dari pagi hingga siang hari ini cenderung seperti biasa, dan persiapan final untuk acara Natalan di seminari. Sore hari, di kapel Tiba-tiba hari sudah sore. Aku yang sejak tadi menghabiskan waktu dengan tidur, agak terkejut karena waktu terasa berjalan dengan cepat. Aku segera mandi,

kemudian bersiap untuk ke kapel, mengikuti Perayaan Ekaristi Malam Natal. Aku berusaha menggunakan pakaian terbaikku yang ada di lemari, kemudian bersama beberapa teman mulai berjalan menuju kapel. Meskipun Misa dimulai sekitar 1 jam lagi, ternyata kapel sudah sangat ramai dengan orang-orang. Koor Dewa dan petugas chamber (pengiring) berlatih di studio, kemudian bersama-sama memasuki kapel dengan kemeja putih dan celana panjang hitam. Teman-teman petugas lektor dan misdinar juga sudah ramai berkumpul di sakristi, berlatih dan mempersiapkan diri untuk terakhir kalinya. Ada banyak umat dari luar yang juga hadir pada saat ini, dan setelah aku lihat-lihat, kebanyakan dari mereka adalah orangtua seminaris. Suasana begitu ramai dengan suara-suara dari berbagai sumber. Aku dan beberapa temanku merasa agak kikuk memasuki area kapel. Kami memilih duduk agak depan, karena kursi belakang dipenuhi oleh umat. Sekitar pukul 5 sore, Perayaan Ekaristi dimulai, dipimpin oleh Pater Anto sebagai selebran utama. Perayaan Ekaristi ini berjalan dengan begitu syahdu, megah, pokoknya luar biasa. Kalau tidak salah, ini pertama kalinya aku mengikuti Misa Vigili Natal tidak di parokiku sendiri. Seperti Misa Vigili Natal pada umumnya, lampu dimatikan pada bagian awal. Aku begitu menikmati momen-momen ini, meskipun sejujurnya aku agak kecewa karena nuansanya agak berbeda dengan Misa Vigili Natal

di parokiku. Namun begitu maklumat mulai dinyanyikan oleh Fr. Hario, aku merinding. Maklumat tentang kelahiran Yesus Kristus, penyelamat dunia... Kata demi kata kusimak dengan sepenuh hati, dan sejujurnya, mataku sempat berkaca-kaca karena ini merupakan saat-saat yang kurindukan. Misa Vigili Natal, adalah salah satu Misa yang paling meriah dan paling berarti bagiku. Aku merasa begitu terharu, dan pikiranku melayang ke masa ketika aku bertugas misdinar di gereja. Ah, betapa rindunya aku akan kesempatan itu! Aku terus menikmati nyanyian maklumat ini, hingga beberapa saat kemudian disusul oleh nyanyian Malam Kudus oleh Koor Dewa. Lagu ini merupakan “lagu wajib” saat Malam Natal, dan Koor Dewa benar-benar antusias untuk mempersiapkan ini. Meskipun dinyanyikan hanya oleh laki-laki, pembagian suara mereka diatur begitu tepat dengan dinamika yang pas, sehingga terasa sangat sempurna. Memang, kuakui, Koor Dewa benar-benar paduan suara yang luar biasa, dipilih yang terbaik dari yang terbaik di antara kami. Kembali muncul rasa iri dalam hatiku karena tidak bisa bergabung bersama mereka, namun aku langsung membuang jauh-jauh rasa iri itu. Ini Malam Natal, untuk apa aku iri hanya karena hal semacam itu? Perayaan Ekaristi terus berlanjut. Bacaan Liturgi, Homili, semua berjalan dengan amat baik. Dekorasi altar

dan kandang natal yang diusahakan oleh suster bersama teman-teman bidel rohani sangatlah indah dan membuat suasana Natal semakin hidup di antara kami. Tak henti- hentinya aku memandangi sekelilingku, sungguh momen langka dapat mengikuti Misa sebesar ini di seminari. Lagu demi lagu dinyanyikan oleh Koor Dewa, semuanya merupakan lagu-lagu “high class” yang bahkan jarang kudengar. Mereka menggunakan Ordinarium J.A. Corman, “For the Beauty of the Earth” karya John Rutter, “Somewhere in My Memory” karya John Williams, dan berbagai lagu lainnya yang dinyanyikan dengan sangat indah. Aku sangat menikmati nyanyian mereka, dan cukup terbawa suasana untuk merayakan Natal di dalam hatiku. For the beauty of the earth For the beauty of the skies For the love Which from our birth Over and around us lies, Over and around us lies Lord of all to thee we raise This our joyful hymn of praise...

Lagu “For the Beauty of the Earth” mengalun dengan sangat syahdu mengiringi persembahan. Doa Syukur Agung yang digunakan pada Misa ini adalah Doa Syukur Agung I, DSA paling meriah yang pernah kudengar. Aku berusaha untuk terus fokus mengikuti jalannya Perayaan Ekaristi, meskipun jiwaku melayang-layang ke indahnya suasana Natal. Sampai ketika aku menerima komuni, lagu “Somewhere in My Memory mengalun dengan lirih, semakin membuatku terpana akan gemerlapnya suasana Malam Natal tahun ini. Candles in the window Shadows painting the ceiling Gazing at the fire glow Feeling that gingerbread feeling Precious moments, special people Happy faces, I can see Somewhere in my memory Christmas joy all around me Living in my memory All of the music, all of the magic

All of the family, home here with me Sampai sekarang, lagu itu selalu membawaku kepada kenangan akan hari itu, hari yang sangat indah bagiku. Perayaan Ekaristi hari ini ditutup dengan meriah. Seusai Misa, kami semua saling mengucapkan selamat Natal. Suasana kapel dan sekitarnya ramai dengan orang-orang yang bersalaman, terutama dengan umat yang hadir. Malam ini terasa sekali hangatnya kebersamaan untuk merayakan Natal. Beberapa saat kemudian, kami diinstruksikan untuk berkumpul di asem. Setelah Misa, di aula seminari Apakah malam ini kami habiskan dengan makan malam di refter? Salah besar. Malam ini terlalu istimewa untuk makan malam yang “biasa”. Malam ini, kami memiliki acara khusus dan makan bersama di aula seminari sambil menikmati alunan musik dan beberapa nyanyian dari teman-teman. Seperti yang sudah diinstruksikan sebelumnya, masing-masing dari kami mendapat kupon untuk mengambil semua makanan yang tersedia sebanyak 1 kali. Makanan yang tersedia, antara lain: nasi bogana, sate, bakmi GM, babi, es lilin, dan entah makanan apalagi. Ada banyak sekali, dan setiap dari kami berhak untuk mengambil semuanya, masing-masing 1

porsi. Sungguh, malam ini benar-benar menjadi makan besar bagi kami semua. Aku masih ingat akan malam itu. Aku dan teman- teman berkumpul untuk makan bersama di area panggung, sambil mengobrol. Kami terus berkeliling, mengambil makanan lain ketika kami sudah menghabiskan makanan yang ada di tangan. Lama-kelamaan, satu per satu dari kami mulai kenyang, sampai ada yang memberikan kuponnya kepada orang lain. Saat itu aku juga mulai kenyang, rasanya jarang sekali aku sekenyang itu. Perut aku sepertinya sudah tidak mampu lagi menampung makanan. Namun, aku masih memiliki satu kupon makanan: nasi bogana. Saat itu, semua teman aku sudah kekenyangan, sampai-sampai tidak ada yang berminat ketika aku menawarkan kupon. Aku menjadi gelisah karena sayang sekali kalau kupon ini dibuang begitu saja. Pada akhirnya, aku membuat kesepakatan dengan Marcel, temanku, kami akan menyantap nasi bogana ini bersama- sama. Ketika teman-teman lain sudah bercanda sambil bernyanyi (atau bahkan joget), aku dan Marcel berjuang mati-matian untuk menghabiskan nasi bogana ini. Kami lega sekali ketika akhirnya makanan ini berhasil dihabiskan, dan kemudian kami mengikuti sisa acara. Malam ini semuanya bersukaria, malam Natal, apalagi besok pulang. Ada satu kejadian berkesan bagiku malam ini. Begitu acara selesai, teman-teman segera kembali ke kamar masing-masing karena kelelahan. Hari sudah sangat

malam, pukul 11 lebih. Namun ketika aku hendak kembali ke kamar, salah satu kakak kelas memanggilku, meminta bantuan untuk membersihkan aula seminari. Setelah digunakan untuk acara besar-besaran seperti itu, tentu saja asem menjadi sangat kotor, dan juga ada banyak sekali trash bag yang penuh dengan sampah. Awalnya aku keberatan, amat sangat keberatan. Siapa juga yang mau membuang sampah ke tempat pembuangan di belakang yang gelap, pada malam hari, khususnya pada hari raya seperti ini? Tetapi memang itulah beban teman-teman seksi kebersihan. Didorong oleh rasa kasihan, akhirnya aku memutuskan untuk turut membantu. Aku dan temanku bergotongan untuk mengangkut trash bag ke tempat pembuangan sampah di daerah belakang seminari. Malam ini malam yang indah, namun di sana terasa sepi sekali. Sejenak aku memandangi langit cerah yang terlihat begitu elok. Entah mengapa aku jadi bersyukur, pada momen yang istimewa ini, aku justru turut serta untuk membantu melakukan pekerjaan “rendah”. Ini Natal, sudah seharusnya aku berbuat baik bagi sesamaku. Setelah selesai membuang sampah, aku membereskan beberapa perlengkapanku, kemudian ke kamar dan bergegas tidur. Di tempat tidur, aku sempat memikirkan, 24 jam lagi aku mungkin sudah tidur di kamarku di rumah. Atau, aku begadang? Pikiran-pikiran mengenai liburan kembali menyerbu benakku. Kurang dari 24 jam lagi, aku akan sampai di rumah. Malam ini aku sangat gembira, dan pada akhirnya aku tertidur karena kelelahan.

Selasa, 25 Desember 2018 Pagi-pagi aku bangun, kemudian mandi. Hari ini hari Natal! Perasaanku semakin campur aduk ketika benar- benar sadar, bahwa hari ini aku akan pulang ke rumah. Kegiatan pagi ini diawali dengan Perayaan Ekaristi Hari Raya Natal di kapel. Suasana kapel tetap ramai, meskipun tidak seramai kemarin malam. Setelah Misa, kami segera sarapan. Kami sarapan di area taman karena sejak kemarin refter sudah dibersihkan. Setelah sarapan, kami semua diinstruksikan untuk segera berkumpul di kantin depan SMA Gonzaga untuk registrasi acara. Aku dan teman-teman sempat kebingungan, ada acara apa lagi? Ternyata sebelum pulang ke rumah, kami diikutsertakan untuk membantu menjadi panitia dalam acara makan siang Natal yang diadakan di lapangan depan seminari. Sampai sebelum pulang pun, ternyata masih ada kegiatan yang harus kami lakukan. Meskipun acara ini berlokasi di Jalan Pejaten Barat No. 10A, acara ini tidak diselenggarakan oleh Seminari Wacana Bhakti maupun SMA Kolese Gonzaga. Entah diselenggarakan oleh siapa, tetapi acara ini ternyata acara yang cukup besar, seperti acara-acara makan siang Natal pada umumnya. Aku mendapat tugas sebagai “sahabat bingkisan”, yang bertugas mengurusi hadiah-hadiah yang akan diserahkan kepada partisipan. Hadiah yang disiapkan sangat banyak, dan aku bersama beberapa

teman yang lain harus memilah agar hadiah-hadiah tersebut agar ditujukan kepada orang yang tepat. Selain seminaris, ada banyak orang luar yang turut serta menjadi panitia. Bersama-sama kami berdinamika dan bekerja sama untuk membantuk menyukseskan acara ini. Karena sibuk bekerja, waktu berjalan dengan cepat. Aku dan teman-teman panitia senang sekali ketika acara berjalan dengan lancar, dan para hadirin nampak senang dengan hadiah yang mereka terima. Sejujurnya aku semakin tak sabar untuk pulang ke rumah, namun aku berusaha menahannya dan tetap fokus pada apa yang harus kukerjakan siang ini. Sekitar pukul 2 siang, akhirnya acara selesai dan kami diinformasikan sudah boleh pulang. Aku senang sekali! Segera aku kembali ke dalam dan mempersiapkan barang-barang yang hendak kubawa pulang. Aku bingung ketika teman-temanku tetap bersantai, padahal sudah boleh pulang. Apakah mereka tidak rindu akan rumah? Ada beberapa yang menunggu dijemput orangtua atau menunggu teman lain, tetapi ada juga yang berlama-lama di seminari, seakan belum ingin pulang. Aku sama sekali tidak mengerti pikiran mereka, karena saat itu aku benar-benar sangat tergesa-gesa agar dapat berangkat secepatnya. Setelah siap dengan barang bawaanku, aku berpamitan dengan teman-teman yang masih ada di area seminari. Karena keluargaku tidak memiliki kendaraan pribadi, aku memutuskan untuk pulang sendiri. Kali ini, aku hendak pulang naik kereta.

Di lapangan depan, aku sempat bertemu dengan Fr. Hario. Aku berpamitan dengannya, kemudian melanjutkan perjalananku. Ada cukup banyak barang yang kubawa, meskipun demikian aku tidak kesulitan untuk membawanya dengan menaiki kendaraan umum. Aku menyebrang jalan dengan dibantu oleh Pak Satpam, kemudian menaiki sebuah angkot berwarna biru menuju stasiun. Beberapa saat kemudian, aku tiba di stasiun Pasar Minggu. Aku segera masuk, lalu menunggu kereta. Aku termasuk orang yang jarang menggunakan transportasi kereta, sehingga aku banyak membaca informasi dan bertanya sana-sini agar aku menaiki kereta dengan jalur yang tepat untuk tujuanku. Perjalanan terasa lama sekali, dan pikiranku semakin campur aduk ketika mengetahui bahwa aku semakin dekat dengan rumah. Perjalanan dari Stasiun Pasar Minggu ke rumahku membutuhkan dua kali transit, dan aku sangat gelisah ketika harus menunggu lama kereta yang akan aku tumpangi. Rasanya lama sekali, berkali-kali aku melirik jam tanganku. Suasana stasiun kereta sore itu sama seperti biasanya, ramai dengan orang-orang yang sibuk dengan kepentingannya masing- masing. Aku senang sekali ketika kereta terakhirku tiba, dan segera menaikinya. Tak lama kemudian, aku sampai di stasiun terdekat dengan rumahku. Jarak dari stasiun ke rumahku sangat dekat, sehingga aku memutuskan untuk berjalan kaki. Aku merasa sangat bahagia, setelah 6 bulan akhirnya aku kembali ke

lingkungan yang sangat familiar bagiku. Aku kembali menelusuri jalan-jalan yang kulewati ketika pulang sekolah dulu. Semuanya itu, terus membawaku ke dunia nostalga, kenangan indah masa lalu sebelum aku masuk ke seminari. Ketika sampai di depan pagar rumah, rasa gembira itu memuncak, aku benar-benar senang sekali. Aku membuka pagar yang tidak dikunci, menelusuri halaman depan rumah, lalu membuka pintu dengan disambut oleh mama dan sepupuku yang ternyata sudah menungguku sejak tadi. Tidak ada air mata kali ini, namun aku sungguh sangat bahagia. Setelah perjuangan dan dinamika 6 bulan berada di seminari, akhirnya aku kembali berada di sini, di rumah, tempat yang kutinggalkan sejak 12 Juli yang lalu. 6 bulan bukanlah waktu yang singkat, khususnya bagiku yang sangat menunggu momen ini. Momen ketika akhirnya aku dapat pulang ke rumah, bertemu dengan mama dan keluarga, orang-orang di sekitarku, serta teman-teman misdinar. Sepertinya aku tumbuh lebih tinggi sejak 6 bulan terakhir, karena sekarang rasanya rumahku agak memendek. Aku jadi merasa asing ketika berada di rumahku sendiri, dan bahkan masih ada rasa tidak percaya, bahwa saat itu aku benar-benar berada di rumah. Seusai mandi, aku segera membuka HP yang sudah lama tak kusentuh, dan segera mengabari teman-temanku mengenai liburanku. Kami sangat bahagia, karena kami dapat berkomunikasi kembali, meskipun hanya sementara.

Libur akhir semester itu hanya berlangsung selama sekitar 11 hari. Setelah itu, aku harus kembali lagi ke seminari dan menempuh 6 bulan semester berikutnya. Masa-masa liburan ini kuhabiskan dengan momen-momen berharga, bertemu dengan keluarga besar, mengunjungi gereja yang sangat kurindukan (dan bertugas misdinar, sungguh kesempatan yang sangat kurindukan), bermain games, dan sebagainya. 11 hari yang sangat berarti, membuatku rehat sejenak dari rutinitas seminari. 11 hari itu berjalan dengan sangat cepat. Tahun baru kali ini, kuhabiskan bersama beberapa teman di gereja. Aku sedih ketika harus kembali lagi ke seminari, meninggalkan lagi semuanya yang kudapatkan selama 11 hari ini. Namun kali ini aku lebih siap, dan aku tahu beberapa bulan lagi aku akan kembali lagi. Aku memasuki lagi kehidupan di seminari, dengan berbagai resolusi, harapan, dan semangat yang terbarukan. Sungguh, momen Natal tahun itu adalah momen yang sangat berharga bagiku. Aku mendapatkan banyak sekali keistimewaan dan kebahagiaan. Pada Natal ini aku merayakannya bersama teman-teman komunitas seminari, berpartisipasi sebagai panitia acara makan siang Natal, dan kemudian pulang kembali ke rumah yang sangat kurindukan, lengkap dengan orang-orang yang kucintai dan kurindukan. Natal kali ini sangat berkesan bagiku, dan sepertinya akan terus kuingat hingga tahun-tahun ke depan. Aku turut bersukacita karena Yesus telah hadir ke

dunia, dan turut bersukacita atas segala keindahan yang diberikan-Nya. NATAL 2018 Lord of all, to thee we raise... this our joyful hymn, of praise Ketika berada di seminari (khususnya pada tahun pertama), hal kedua yang paling kurindukan adalah saat di

mana aku bisa pulang ke rumah. Dan untuk itu, agenda yang terdekat adalah libur akhir semester, atau libur Natal dan Tahun Baru. Aku begitu menantikan saat-saat itu, kutunggu sejak lama sekali. Sayangnya, menurut rumor kakak kelas, tahun ini kami merayakan Natal di seminari, setelah itu baru kami pulang ke rumah masing-masing untuk liburan selama beberapa hari. Artinya, meskipun sudah libur semester, aku harus tetap tinggal di sana hingga 25 Desember. Desember 2018 Perjuanganku dan teman-teman di semester ini mencapai puncaknya saat menghadapi UAS. Setelah UAS berakhir, kami sangat lega karena terbebas dari beban belajar akademik. Meskipun demikian, seperti yang tadi sudah kukatakan, kegiatan kami pada semester di seminari belum berakhir begitu saja. Seusai UAS, kami sekomunitas mulai gencar mempersiapkan berbagai macam hal untuk perayaan Natal. Sejak beberapa minggu sebelum Natal, kelompok paduan suara andalan kami, Koor Dewa mulai berlatih lagu-lagu yang akan digunakan untuk Misa Vigili Natal. Aku cukup sedih karena tidak terpilih menjadi anggota dari paduan suara itu, tetapi kemudian aku bersyukur karena ternyata paduan suara itu padat sekali jadwal latihannya. Karena aku hampir tidak terlibat apa-apa dalam persiapan Natal, aku memiliki sangat banyak waktu luang. Meskipun sebenarnya enak

karena bisa bersantai, nyatanya hal itu justru membuatku semakin sering memikirkan rumah, dan tak sabar untuk kembali ke sana. Sekitar seminggu hari-hari gabut kulalui di seminari, sambil menghitung tanggal menuju 25 Desember, hari di mana aku akhirnya pulang ke rumah untuk pertama kalinya sejak masuk ke seminari. Aku menghabiskan waktu dengan membaca buku, mencuci baju, dan beberapa kegiatan lainnya. Waktu dari hari ke hari terasa lama, aku dan teman-teman semakin tidak sabar untuk liburan, karena sedikit sekali kegiatan yang dapat kami lakukan. Momen ini, adalah masa-masa membosankan ketika berada di seminari. Tidak ada kegiatan, tidak ada gadget, bahkan peminjaman buku perpustakaan sudah ditutup. Adalah suatu tradisi di seminari, sebelum libur semester pasti akan diadakan kegiatan Opera Magna, yaitu bersih-bersih “besar-besaran” di seluruh area seminari. Kegiatan ini memakan waktu 3 jam lebih, dan diiringi dengan musik seperti opera pada umumnya. Bidel opera membagi tugas per angkatan, dan angkatanku mendapat bagian untuk membersihkan koridor dan ruang kelas KPP. Kegiatan ini sebenarnya sangat malas untuk dilakukan, siapa sih yang suka bersih-bersih? Pasti cenderung malas. Meskipun demikian, karena dikerjakan bersama-sama, kegiatan ini justru menjadi kegiatan yang amat seru. Kami bergotong royong untuk menyelesaikan bagian kami, bahkan sempat ada cekcok karena beberapa kendala. Ada

yang sambil bermain air, ada yang serius bekerja, dan ada juga yang hanya bolak-balik tanpa mengerjakan sesuatu yang berarti. Meskipun demikian, pada intinya kami semua bekerja sama untuk membersihkan area seminari. Ketika sudah selesai opera, kami bersantai di area depan refter menunggu berakhirnya waktu opera, lalu menyantap potus yang sudah disediakan suster. Momen seperti ini, terkadang dirindukan juga karena unik dan menyenangkan. Senin, 24 Desember 2018 Aku memulai hari ini dengan perasaan campur aduk. H-1 pulang, dan nanti malam merupakan hari raya besar yang juga kutunggu-tunggu. Meskipun demikian, kegiatan kami dari pagi hingga siang hari ini cenderung seperti biasa, dan persiapan final untuk acara Natalan di seminari. Sore hari, di kapel Tiba-tiba hari sudah sore. Aku yang sejak tadi menghabiskan waktu dengan tidur, agak terkejut karena waktu terasa berjalan dengan cepat. Aku segera mandi, kemudian bersiap untuk ke kapel, mengikuti Perayaan Ekaristi Malam Natal. Aku berusaha menggunakan pakaian terbaikku yang ada di lemari, kemudian bersama beberapa teman mulai berjalan menuju kapel. Meskipun Misa dimulai sekitar 1 jam lagi, ternyata kapel sudah sangat ramai dengan orang-orang. Koor Dewa

dan petugas chamber (pengiring) berlatih di studio, kemudian bersama-sama memasuki kapel dengan kemeja putih dan celana panjang hitam. Teman-teman petugas lektor dan misdinar juga sudah ramai berkumpul di sakristi, berlatih dan mempersiapkan diri untuk terakhir kalinya. Ada banyak umat dari luar yang juga hadir pada saat ini, dan setelah aku lihat-lihat, kebanyakan dari mereka adalah orangtua seminaris. Suasana begitu ramai dengan suara-suara dari berbagai sumber. Aku dan beberapa temanku merasa agak kikuk memasuki area kapel. Kami memilih duduk agak depan, karena kursi belakang dipenuhi oleh umat. Sekitar pukul 5 sore, Perayaan Ekaristi dimulai, dipimpin oleh Pater Anto sebagai selebran utama. Perayaan Ekaristi ini berjalan dengan begitu syahdu, megah, pokoknya luar biasa. Kalau tidak salah, ini pertama kalinya aku mengikuti Misa Vigili Natal tidak di parokiku sendiri. Seperti Misa Vigili Natal pada umumnya, lampu dimatikan pada bagian awal. Aku begitu menikmati momen-momen ini, meskipun sejujurnya aku agak kecewa karena nuansanya agak berbeda dengan Misa Vigili Natal di parokiku. Namun begitu maklumat mulai dinyanyikan oleh Fr. Hario, aku merinding. Maklumat tentang kelahiran Yesus Kristus, penyelamat dunia... Kata demi kata kusimak dengan sepenuh hati, dan sejujurnya, mataku sempat berkaca-kaca karena ini

merupakan saat-saat yang kurindukan. Misa Vigili Natal, adalah salah satu Misa yang paling meriah dan paling berarti bagiku. Aku merasa begitu terharu, dan pikiranku melayang ke masa ketika aku bertugas misdinar di gereja. Ah, betapa rindunya aku akan kesempatan itu! Aku terus menikmati nyanyian maklumat ini, hingga beberapa saat kemudian disusul oleh nyanyian Malam Kudus oleh Koor Dewa. Lagu ini merupakan “lagu wajib” saat Malam Natal, dan Koor Dewa benar-benar antusias untuk mempersiapkan ini. Meskipun dinyanyikan hanya oleh laki-laki, pembagian suara mereka diatur begitu tepat dengan dinamika yang pas, sehingga terasa sangat sempurna. Memang, kuakui, Koor Dewa benar-benar paduan suara yang luar biasa, dipilih yang terbaik dari yang terbaik di antara kami. Kembali muncul rasa iri dalam hatiku karena tidak bisa bergabung bersama mereka, namun aku langsung membuang jauh-jauh rasa iri itu. Ini Malam Natal, untuk apa aku iri hanya karena hal semacam itu? Perayaan Ekaristi terus berlanjut. Bacaan Liturgi, Homili, semua berjalan dengan amat baik. Dekorasi altar dan kandang natal yang diusahakan oleh suster bersama teman-teman bidel rohani sangatlah indah dan membuat suasana Natal semakin hidup di antara kami. Tak henti- hentinya aku memandangi sekelilingku, sungguh momen langka dapat mengikuti Misa sebesar ini di seminari. Lagu demi lagu dinyanyikan oleh Koor Dewa, semuanya merupakan lagu-lagu “high class” yang bahkan jarang

kudengar. Mereka menggunakan Ordinarium J.A. Corman, “For the Beauty of the Earth” karya John Rutter, “Somewhere in My Memory” karya John Williams, dan berbagai lagu lainnya yang dinyanyikan dengan sangat indah. Aku sangat menikmati nyanyian mereka, dan cukup terbawa suasana untuk merayakan Natal di dalam hatiku. For the beauty of the earth For the beauty of the skies For the love Which from our birth Over and around us lies, Over and around us lies Lord of all to thee we raise This our joyful hymn of praise... Lagu “For the Beauty of the Earth” mengalun dengan sangat syahdu mengiringi persembahan. Doa Syukur Agung yang digunakan pada Misa ini adalah Doa Syukur Agung I, DSA paling meriah yang pernah kudengar. Aku berusaha untuk terus fokus mengikuti jalannya Perayaan Ekaristi, meskipun jiwaku melayang-layang ke indahnya

suasana Natal. Sampai ketika aku menerima komuni, lagu “Somewhere in My Memory mengalun dengan lirih, semakin membuatku terpana akan gemerlapnya suasana Malam Natal tahun ini. Candles in the window Shadows painting the ceiling Gazing at the fire glow Feeling that gingerbread feeling Precious moments, special people Happy faces, I can see Somewhere in my memory Christmas joy all around me Living in my memory All of the music, all of the magic All of the family, home here with me Sampai sekarang, lagu itu selalu membawaku kepada kenangan akan hari itu, hari yang sangat indah bagiku. Perayaan Ekaristi hari ini ditutup dengan meriah. Seusai

Misa, kami semua saling mengucapkan selamat Natal. Suasana kapel dan sekitarnya ramai dengan orang-orang yang bersalaman, terutama dengan umat yang hadir. Malam ini terasa sekali hangatnya kebersamaan untuk merayakan Natal. Beberapa saat kemudian, kami diinstruksikan untuk berkumpul di asem. Setelah Misa, di aula seminari Apakah malam ini kami habiskan dengan makan malam di refter? Salah besar. Malam ini terlalu istimewa untuk makan malam yang “biasa”. Malam ini, kami memiliki acara khusus dan makan bersama di aula seminari sambil menikmati alunan musik dan beberapa nyanyian dari teman-teman. Seperti yang sudah diinstruksikan sebelumnya, masing-masing dari kami mendapat kupon untuk mengambil semua makanan yang tersedia sebanyak 1 kali. Makanan yang tersedia, antara lain: nasi bogana, sate, bakmi GM, babi, es lilin, dan entah makanan apalagi. Ada banyak sekali, dan setiap dari kami berhak untuk mengambil semuanya, masing-masing 1 porsi. Sungguh, malam ini benar-benar menjadi makan besar bagi kami semua. Aku masih ingat akan malam itu. Aku dan teman- teman berkumpul untuk makan bersama di area panggung, sambil mengobrol. Kami terus berkeliling, mengambil makanan lain ketika kami sudah menghabiskan makanan yang ada di tangan. Lama-kelamaan, satu per satu dari

kami mulai kenyang, sampai ada yang memberikan kuponnya kepada orang lain. Saat itu aku juga mulai kenyang, rasanya jarang sekali aku sekenyang itu. Perut aku sepertinya sudah tidak mampu lagi menampung makanan. Namun, aku masih memiliki satu kupon makanan: nasi bogana. Saat itu, semua teman aku sudah kekenyangan, sampai-sampai tidak ada yang berminat ketika aku menawarkan kupon. Aku menjadi gelisah karena sayang sekali kalau kupon ini dibuang begitu saja. Pada akhirnya, aku membuat kesepakatan dengan Marcel, temanku, kami akan menyantap nasi bogana ini bersama- sama. Ketika teman-teman lain sudah bercanda sambil bernyanyi (atau bahkan joget), aku dan Marcel berjuang mati-matian untuk menghabiskan nasi bogana ini. Kami lega sekali ketika akhirnya makanan ini berhasil dihabiskan, dan kemudian kami mengikuti sisa acara. Malam ini semuanya bersukaria, malam Natal, apalagi besok pulang. Ada satu kejadian berkesan bagiku malam ini. Begitu acara selesai, teman-teman segera kembali ke kamar masing-masing karena kelelahan. Hari sudah sangat malam, pukul 11 lebih. Namun ketika aku hendak kembali ke kamar, salah satu kakak kelas memanggilku, meminta bantuan untuk membersihkan aula seminari. Setelah digunakan untuk acara besar-besaran seperti itu, tentu saja asem menjadi sangat kotor, dan juga ada banyak sekali trash bag yang penuh dengan sampah. Awalnya aku keberatan, amat sangat keberatan. Siapa juga yang mau

membuang sampah ke tempat pembuangan di belakang yang gelap, pada malam hari, khususnya pada hari raya seperti ini? Tetapi memang itulah beban teman-teman seksi kebersihan. Didorong oleh rasa kasihan, akhirnya aku memutuskan untuk turut membantu. Aku dan temanku bergotongan untuk mengangkut trash bag ke tempat pembuangan sampah di daerah belakang seminari. Malam ini malam yang indah, namun di sana terasa sepi sekali. Sejenak aku memandangi langit cerah yang terlihat begitu elok. Entah mengapa aku jadi bersyukur, pada momen yang istimewa ini, aku justru turut serta untuk membantu melakukan pekerjaan “rendah”. Ini Natal, sudah seharusnya aku berbuat baik bagi sesamaku. Setelah selesai membuang sampah, aku membereskan beberapa perlengkapanku, kemudian ke kamar dan bergegas tidur. Di tempat tidur, aku sempat memikirkan, 24 jam lagi aku mungkin sudah tidur di kamarku di rumah. Atau, aku begadang? Pikiran-pikiran mengenai liburan kembali menyerbu benakku. Kurang dari 24 jam lagi, aku akan sampai di rumah. Malam ini aku sangat gembira, dan pada akhirnya aku tertidur karena kelelahan. Selasa, 25 Desember 2018 Pagi-pagi aku bangun, kemudian mandi. Hari ini hari Natal! Perasaanku semakin campur aduk ketika benar- benar sadar, bahwa hari ini aku akan pulang ke rumah. Kegiatan pagi ini diawali dengan Perayaan Ekaristi Hari

Raya Natal di kapel. Suasana kapel tetap ramai, meskipun tidak seramai kemarin malam. Setelah Misa, kami segera sarapan. Kami sarapan di area taman karena sejak kemarin refter sudah dibersihkan. Setelah sarapan, kami semua diinstruksikan untuk segera berkumpul di kantin depan SMA Gonzaga untuk registrasi acara. Aku dan teman-teman sempat kebingungan, ada acara apa lagi? Ternyata sebelum pulang ke rumah, kami diikutsertakan untuk membantu menjadi panitia dalam acara makan siang Natal yang diadakan di lapangan depan seminari. Sampai sebelum pulang pun, ternyata masih ada kegiatan yang harus kami lakukan. Meskipun acara ini berlokasi di Jalan Pejaten Barat No. 10A, acara ini tidak diselenggarakan oleh Seminari Wacana Bhakti maupun SMA Kolese Gonzaga. Entah diselenggarakan oleh siapa, tetapi acara ini ternyata acara yang cukup besar, seperti acara-acara makan siang Natal pada umumnya. Aku mendapat tugas sebagai “sahabat bingkisan”, yang bertugas mengurusi hadiah-hadiah yang akan diserahkan kepada partisipan. Hadiah yang disiapkan sangat banyak, dan aku bersama beberapa teman yang lain harus memilah agar hadiah-hadiah tersebut agar ditujukan kepada orang yang tepat. Selain seminaris, ada banyak orang luar yang turut serta menjadi panitia. Bersama-sama kami berdinamika dan bekerja sama untuk membantuk menyukseskan acara ini.

Karena sibuk bekerja, waktu berjalan dengan cepat. Aku dan teman-teman panitia senang sekali ketika acara berjalan dengan lancar, dan para hadirin nampak senang dengan hadiah yang mereka terima. Sejujurnya aku semakin tak sabar untuk pulang ke rumah, namun aku berusaha menahannya dan tetap fokus pada apa yang harus kukerjakan siang ini. Sekitar pukul 2 siang, akhirnya acara selesai dan kami diinformasikan sudah boleh pulang. Aku senang sekali! Segera aku kembali ke dalam dan mempersiapkan barang-barang yang hendak kubawa pulang. Aku bingung ketika teman-temanku tetap bersantai, padahal sudah boleh pulang. Apakah mereka tidak rindu akan rumah? Ada beberapa yang menunggu dijemput orangtua atau menunggu teman lain, tetapi ada juga yang berlama-lama di seminari, seakan belum ingin pulang. Aku sama sekali tidak mengerti pikiran mereka, karena saat itu aku benar-benar sangat tergesa-gesa agar dapat berangkat secepatnya. Setelah siap dengan barang bawaanku, aku berpamitan dengan teman-teman yang masih ada di area seminari. Karena keluargaku tidak memiliki kendaraan pribadi, aku memutuskan untuk pulang sendiri. Kali ini, aku hendak pulang naik kereta. Di lapangan depan, aku sempat bertemu dengan Fr. Hario. Aku berpamitan dengannya, kemudian melanjutkan perjalananku. Ada cukup banyak barang yang kubawa, meskipun demikian aku tidak kesulitan untuk membawanya dengan menaiki kendaraan umum. Aku

menyebrang jalan dengan dibantu oleh Pak Satpam, kemudian menaiki sebuah angkot berwarna biru menuju stasiun. Beberapa saat kemudian, aku tiba di stasiun Pasar Minggu. Aku segera masuk, lalu menunggu kereta. Aku termasuk orang yang jarang menggunakan transportasi kereta, sehingga aku banyak membaca informasi dan bertanya sana-sini agar aku menaiki kereta dengan jalur yang tepat untuk tujuanku. Perjalanan terasa lama sekali, dan pikiranku semakin campur aduk ketika mengetahui bahwa aku semakin dekat dengan rumah. Perjalanan dari Stasiun Pasar Minggu ke rumahku membutuhkan dua kali transit, dan aku sangat gelisah ketika harus menunggu lama kereta yang akan aku tumpangi. Rasanya lama sekali, berkali-kali aku melirik jam tanganku. Suasana stasiun kereta sore itu sama seperti biasanya, ramai dengan orang-orang yang sibuk dengan kepentingannya masing- masing. Aku senang sekali ketika kereta terakhirku tiba, dan segera menaikinya. Tak lama kemudian, aku sampai di stasiun terdekat dengan rumahku. Jarak dari stasiun ke rumahku sangat dekat, sehingga aku memutuskan untuk berjalan kaki. Aku merasa sangat bahagia, setelah 6 bulan akhirnya aku kembali ke lingkungan yang sangat familiar bagiku. Aku kembali menelusuri jalan-jalan yang kulewati ketika pulang sekolah dulu. Semuanya itu, terus membawaku ke dunia nostalga, kenangan indah masa lalu sebelum aku masuk ke seminari. Ketika sampai di depan pagar rumah, rasa

gembira itu memuncak, aku benar-benar senang sekali. Aku membuka pagar yang tidak dikunci, menelusuri halaman depan rumah, lalu membuka pintu dengan disambut oleh mama dan sepupuku yang ternyata sudah menungguku sejak tadi. Tidak ada air mata kali ini, namun aku sungguh sangat bahagia. Setelah perjuangan dan dinamika 6 bulan berada di seminari, akhirnya aku kembali berada di sini, di rumah, tempat yang kutinggalkan sejak 12 Juli yang lalu. 6 bulan bukanlah waktu yang singkat, khususnya bagiku yang sangat menunggu momen ini. Momen ketika akhirnya aku dapat pulang ke rumah, bertemu dengan mama dan keluarga, orang-orang di sekitarku, serta teman-teman misdinar. Sepertinya aku tumbuh lebih tinggi sejak 6 bulan terakhir, karena sekarang rasanya rumahku agak memendek. Aku jadi merasa asing ketika berada di rumahku sendiri, dan bahkan masih ada rasa tidak percaya, bahwa saat itu aku benar-benar berada di rumah. Seusai mandi, aku segera membuka HP yang sudah lama tak kusentuh, dan segera mengabari teman-temanku mengenai liburanku. Kami sangat bahagia, karena kami dapat berkomunikasi kembali, meskipun hanya sementara. Libur akhir semester itu hanya berlangsung selama sekitar 11 hari. Setelah itu, aku harus kembali lagi ke seminari dan menempuh 6 bulan semester berikutnya. Masa-masa liburan ini kuhabiskan dengan momen-momen berharga, bertemu dengan keluarga besar, mengunjungi gereja yang sangat kurindukan (dan bertugas misdinar,

sungguh kesempatan yang sangat kurindukan), bermain games, dan sebagainya. 11 hari yang sangat berarti, membuatku rehat sejenak dari rutinitas seminari. 11 hari itu berjalan dengan sangat cepat. Tahun baru kali ini, kuhabiskan bersama beberapa teman di gereja. Aku sedih ketika harus kembali lagi ke seminari, meninggalkan lagi semuanya yang kudapatkan selama 11 hari ini. Namun kali ini aku lebih siap, dan aku tahu beberapa bulan lagi aku akan kembali lagi. Aku memasuki lagi kehidupan di seminari, dengan berbagai resolusi, harapan, dan semangat yang terbarukan. Sungguh, momen Natal tahun itu adalah momen yang sangat berharga bagiku. Aku mendapatkan banyak sekali keistimewaan dan kebahagiaan. Pada Natal ini aku merayakannya bersama teman-teman komunitas seminari, berpartisipasi sebagai panitia acara makan siang Natal, dan kemudian pulang kembali ke rumah yang sangat kurindukan, lengkap dengan orang-orang yang kucintai dan kurindukan. Natal kali ini sangat berkesan bagiku, dan sepertinya akan terus kuingat hingga tahun-tahun ke depan. Aku turut bersukacita karena Yesus telah hadir ke dunia, dan turut bersukacita atas segala keindahan yang diberikan-Nya.



PRAPASKAH DAN PEKAN SUCI 2019 Amalkan Pancasila: Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat Masa Prapaskah di seminari menurutku agak unik. Sejak beberapa hari sebelum Rabu Abu, kami sekomunitas sibuk mendiskusikan apa yang akan menjadi pantang komunitas pada tahun ini. Maksudnya, kami sekomunitas akan bersama-sama melakukan sebuah pantang bersama, di luar dari pantang yang ditentukan pribadi. Setelah melewati proses yang cukup panjang, akhirnya kami bermufakat untuk pantang potus sore dan pantang terlambat mengikuti kegiatan komunitas. Kedua pantang ini sebenarnya sederhana, tetapi nyatanya cukup sulit untuk setia tidak melakukannya. Aku seringkali merasa lapar ketika sore hari, dan tidak jarang aku memakan makanan yang kusimpan sendiri sebagai ganti potus sore, hahaha... akan tetapi, aku tetap berusaha melakukan pantang-pantang yang lainnya. Selama masa Prapaskah ini ada beberapa hal yang sedikit berubah di seminari. Misalnya saja, selain pantang komunitas, jadwal doa malam hari Jumat diganti dengan Ibadat Jalan Salib. Mulai tahun ini, meskipun usiaku belum termasuk wajib, aku bertekad untuk berpuasa pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Ternyata berpuasa itu rasanya lapar sekali dan sangat menderita (bagiku yang baru pertama kali berpuasa), apalagi karena satu dan lain hal aku baru “buka puasa” ketika makan malam. Akan tetapi, hal ini justru

menjadi pengalaman unik dan menarik yang kualami selama di seminari. Hari demi hari berlalu, kami disibukkan dengan urusan sekolah. Waktu berjalan dengan cepat, hingga semakin dekat waktunya untuk memasuki Pekan Suci. Sama seperti Natal kemarin, tahun ini kami akan merayakan Pekan Suci dan Paskah di seminari. Oleh karena itu, sejak awal-awal masa prapaskah masing- masing angkatan mulai mempersiapkan tugasnya masing- masing untuk perayaan Pekan Suci ini. Angkatanku mendapat tanggungjawab untuk bertugas koor pada Misa Hari Raya Paskah, dan kami berusaha berlatih dengan baik. Sampai akhirnya, waktu itupun tiba. Minggu, 25 Maret 2018 – Minggu Palma Semalam, kami sekomunitas mengadakan gladi untuk persiapan prosesi perarakan daun palma hari ini. Kami mengatur barisan dan rute sedemikian rupa agar tidak berantakan. Hari ini, pada pagi hari kami kembali berbaris dengan urutan yang sama seperti semalam, hendak mengikuti Misa Minggu Palma. Masing-masing dari kami membawa daun palma yang akan diletakkan pada salib di kamar masing-masing (padahal 1 kamar ada 3 orang). Pagi hari, di depan asem

Seperti Perayaan Minggu Palma pada umumnya, kami mengadakan perarakan daun palma dengan mengelilingi sebagian area seminari. Barisan dimulai dari depan asem, kemudian berbaris masuk, memutari koridor, kemudian menuju ke kapel. Sambil berjalan, koor bersama kami semua tak henti-hentinya menyanyikan lagu “Yerusalem, Lihatlah Rajamu”. Suasana terasa begitu meriah, dan aku merasakan euforia yang luar biasa ketika berjalan membawa daun palma sambil menyanyikan lagu ini bersama teman-teman di sekitarku. Dengan tersenyum, kami melangkah sambil terus bernyanyi. Di kala Yesus disambut di gerbang Yerusalem Umat bagai lautan dengan palma di tangan Di kala Yesus disambut di gerbang Yerusalem Umat bagai lautan dengan palma di tangan Gemuruh sorak dan sorai Kristus Raja Damai Yerusalem, Yerusalem, lihatlah Rajamu! Hosana, terpujilah! Kristus Raja Mahajaya Yerusalem, Yerusalem, lihatlah Rajamu! Hosana, terpujilah! Kristus Raja Mahajaya


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook