Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore EDISI 1 BULETIN KARDIOLOGI

EDISI 1 BULETIN KARDIOLOGI

Published by khalidsaleh0404, 2021-07-20 15:16:52

Description: EDISI 1 BULETIN KARDIOLOGI

Search

Read the Text Version

Penyusun : Khalid Saleh EDISI : Pertama, Tahun 2021 Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler & Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Instalasi Pusat Jantung Terpadu-CARDIAC CENTER RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar i | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

BULETIN KARDIOLOGI Dr.dr. Khalid Saleh, SpPD-KKV, FINASIM, Mkes (EDISI PERTAMA, 2021) ii | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena buku digital ini telah selesai disusun. Buku ini disusun agar dapat membantu para peminat pembaca masalah “KARDIOLOGI (JANTUNG)” , sehingga pengetahuan tentang Kardiologi (Jantung) dapat tersosialisasi kepada para pembaca baik di dalam maupun diluar Rumah sakit . Perlu diketahui bahwa tulisan (Referat dan laporan kasus ) ini diambil/disadur dari berbagai penulis Supervisor dan peserta didik PPDS Kardiologi serta PPDS Penyakit Dalam yang stase di Departemen Kardiologi dan kedokteran Vaskuler, dimana dibuat dalam bentuk kumpulan tulisan dalam suatu buku digital secara berseri. Penyusunpun menyadari jika didalam penyusunan buku ini mempunyai kekurangan, maka kami meyakini sepenuhnya bahwa sekecil apapun buku ini tetap akan memberikan sebuah manfaat bagi pembaca. Dan terima kasih kepada penulis atas izinnya sehingga tulisannya kami muat. Akhir kata untuk penyempurnaan buku ini, maka kritik dan saran dari pembaca sangatlah berguna untuk penyusunan kedepannya. Makassar, Januari 2021 Penyusun iii | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

KATA SAMBUTAN KEPALA DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala taufiq dan hidayah yang telah dilimpahkan kepada kita sekalian, sehingga kita mampu menjalankan tugas sehari-hari, baik di Fakultas maupun di Rumah Sakit . Dalam rangka peningkatan pengetahuan kepada para peserta didik baik Pendidikan spesialis maupun Pendidikan dokter umum maka perlu adanya buku/referensi yang bisa dipakai acuan dalam pelayanan pasien di rumah sakit. Oleh sebab itu kami selaku Ketua Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUH menyambut baik adanya buku digital tentang masalah “KARDIOLOGI (JANTUNG)” yang disusun dari hasil tulisan para supervisor dan peserta didik PPDS Kardiologi dan PPDS penyakit Dalam yang stase di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUH, mudah-mudahan dapat bermanfaat dalam proses pendidikan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun yang telah banyak meluangkan waktu, mencurahkan tenaga dan pikirannya, hingga tersusunnya buku ini. Demikian sambutan saya untuk menjadi maklum dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Makassar, Januari 2021 iv | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

KONTRIBUTOR Abdul Hakim Alkatiri Aussie Fitriani Ghasnawi DIVISI INVASIF & INTERVENSI DIVISI DIAGNOSTIK NON NON BEDAH Kardiologi INVASIF Departemen dan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Hasanuddin Makassar Makassar Adi Surya Az Hafid Nashar MPPD DIVISI INVASIF & INTERVENSI Departemen Kardiologi dan NON BEDAH Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Departemen Kardiologi dan Hasanuddin Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Makassar Hasanuddin Makassar Ali Aspar Mappahiya Aulia Thufael Al Farisi DIVISI INVASIF & INTERVENSI MPPD NON BEDAH Kardiologi Departemen Kardiologi dan Departemen dan Kedokteran Vaskuler Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Hasanuddin Makassar Makassar Akhtar Fajar Muzakkir Godeberta Astria Pakan DIVISI PERAWATAN INVASIF & MPPD dan Departemen Kardiologi KEGAWATANKARDIOVASKULER Kedokteran Vaskuler Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Makassar Andi Alief Utama Armyn Hasnawiah DIVISI KARDIOLOGI PEDIATRIK MPPD Kardiologi Departemen dan & PENYAKIT JANTUNG Kedokteran Vaskuler BAWAAN Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Departemen dan Kedokteran Vaskuler Hasanuddin Makassar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar v | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Idar Mappangara Khalid Saleh DIVISI KEDOKTERAN DIVISI INTERNA DASAR Departemen Kardiologi dan VASKULER Kedokteran Vaskuler, Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Hasanuddin Makassar Iznaeny Rahma Mardhiyah Yamani MPPD Kardiologi MPPD Departemen dan Kedokteran Vaskuler Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Hasanuddin Makassar Makassar Jayarasti Kusumanegara Mirza Syafaryuni DIVISI BEDAH MPPD KARDIOVASKULER Departemen Kardiologi dan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Hasanuddin Makassar Makassar Juslan Kasmar JS Muhammad Nuralim Mallapasi MPPD DIVISI BEDAH Departemen Penyakit Dalam KARDIOVASKULER Fakultas Kedokteran Universitas Departemen Kardiologi dan Hasanuddin Kedokteran Vaskuler Makassar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Khairani Ummah Muzakkir Amir MPPD Kardiologi dan DIVISI ARITMIA Departemen Kedokteran Vaskuler Departemen Kardiologi dan Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Vaskuler Hasanuddin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Makassar vi | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Peter Kabo Yulius Patimang DIVISI KARDIOLOGI KLINIK dan DIVISI KARDIOLOGI PEDIATRIK Departemen Kardiologi Kedokteran Vaskuler & PENYAKIT JANTUNG Fakultas Kedokteran Universitas BAWAAN Kardiologi dan Departemen Hasanuddin Kedokteran Vaskuler Makassar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Pendrik Tandean DIVISI DIAGNOSTIK NON Zaenab Djafar INVASIF Departemen Kardiologi dan DIVISI PREVENSI DAN Kedokteran Vaskuler, REHABILITASI Divisi Kardiologi Departemen Ilmu KARDIOVASKULER dan Departemen Kardiologi Penyakit Dalam Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Makassar vii | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................. iii KATA SAMBUTAN …………………………………… KONTRIBUTOR ……………………………………… . iv DAFTAR ISI …………….............…………………………… v vii BAGIAN I. BRADYCARDIA IN BABY AND CHILD: HOW TO KNOW AND MANAGE Aulia Thufael Al Farisi, Yulius Patimang, Muzakkir Amir 1. Pendahuluan 1 1.1. Latar Belakang ……………………….… 3 2. Tinjauan Pustaka ………………………… 5 9 2.1. Bradikardi 9 11 2.2. Etiologi Bradikardi Neonatal …………… 12 15 2.3. Patofisiologi 20 22 2.3.1. Bradikardi Atrium ………………… 29 2.3.2. Sinus Bradikardi ………………… 31 38 2.3.3. Disfungsi Nodus Sinus ……………. 2.3.4. Sinus Node Exit Block …………… 42 44 2.3.5. Block Atrioventrikuler …………….. 46 2.3.5.1. Acquired Atrioventricular Block 2.3.5.2. Congenital Atrioventricular Block 2.4.Diagnosis ……………………………………. 2.5.Tatalaksana ………….……………………. 2.6. Prognosis .............................................. Daftar Pustaka BAGIAN II. EVALUASI PERIOPERATIF KARDIOVASKULAR PADA TINDAKAN PEMBEDAHAN NON-KARDIAK Mirza Syafaryuni, Zaenab Djafar 1. Pendahuluan ………………………………… 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Risiko Kardiovaskular Perioperatif …… 2.2. Evaluasi Kardiovaskular Praoperatif 2.2.1. Stratifikasi Risiko Preoperatif … vii | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

2.2.2. Kapasitas Fungsional ……….. 48 2.3. Pemeriksaan Non invasif Penyakit 49 50 Kardiovaskular 51 2.3.1. Elektrokardiografi ……………… 2.3.2. Evaluasi Fungsi Ventrikel Kiri …. 54 2.3.3. Biomarker ………………………. 56 2.3.4. Pemeriksaan Non Invasif Penyakit Jantung Iskemik ………………. . 57 2.3.5. Pemeriksaan Invasif Angiografi 59 Koroner. ………………………… 59 60 2.4. Terapi Medikamentosa Risiko 61 63 Kardiovaskular 63 2.4.1. Beta blocker …………………… 2.4.2. Nitrat ……………………………. 65 2.4.3. Diuretik …………………………. 65 2.4.4. ACEi dan ARB ………………….. 66 2.4.5. Acetylsalicylic Acid ……………. 67 2.4.6. Inhibitor Reseptor P2Y12 ………. 68 2.4.7. Antikoagulan …………………… 69 2.5. Penyakit Kardiovaskular 69 2.5.1. Penyakit Jantung Koroner ……… 2.5.2. Gagal Jantung …………………. 70 2.5.3. Hipertensi ………………………. 71 2.5.4. Aritmia ………………………….. 2.5.5. Penyakit Jantung Bawaan …….. 75 2.5.6. Penyakit Jantung Katup . 77 2.5.6.1. Aorta Stenosis ………… 77 2.5.6.2. Mitral Stenosis ……….. 2.5.6.3.Aorta Regurgitasi dan Mitral Regurgitasi …………… 3 .Kesimpulan ………………………………….. Daftar Pustaka. BAGIAN III. STRESS ECHOCARDIOGRAPHY IN ISCHAEMIC HEART DISEASE Iznaeny Rahma, Khalid Saleh, Aussie Fitraini Ghaznawie 1. Pendahuluan ……………………………….. 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi ………………………………… 2.2. Patomekanisme iskemik miokardium dan Stress Echocardiography ……… viii | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

2.3. Indikasi Stress Echocardiography ….. 82 2.4. Kontraindikasi Stress Echocardiography 89 2.5. Pemilihan Modalitas Tes Stress 90 93 Echocardiography ……………………… 93 2.6.Persiapan Tindakan …………………… 97 2.7. Metode Pemeriksaan 98 99 2.7.1. Protokol Umum ……………….. 2.7.2. Exercise Stress Echocardiography 100 103 (ESE) ……………………………. 2.7.2.1. Tes Treadmill …………. 104 2.7.2.2. Bicycle Stress ………….. 105 2.7.3.Pharmacologic Stress 106 Echocardiography 2.7.3.1.Dobutamine Stress 106 110 Echocardiography (DSE).. 113 2.7.3.2. Tes Vasodilator 116 (Dipiridamol/Adenosin) …. 118 2.8.Interpretasi Hasil 119 124 2.8.1.Abnormalitas Dinding Miokard dan 132 Derajatnya …………………….. 134 137 2.8.2.Penilaian Stress Echocardiography Selama Tes dan Fase Istirahat …. 2.8.3. Penilaian Fungsi Ventrikel Kanan. 2.8.4. Kriteria Respon Normal dan Iskemik pada Modalitas Stress Echocardiography ……………… 2.9. Pelaporan Hasil Stress Echocardiography 3. Kesimpulan ……………………………………. Daftar Pustaka BAGIAN IV. SYOK KARDIOGENIK PADA INFARK MIOKARD AKUT Godeberta Astria Pakan, Ali Aspar Mappahya 1. Pendahuluan ……………………………….. 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi ……………………………….. 2.2. Patofisiologi ………………………….. 2.3. Penerapan Teori ke dalam Praktik Klinis 2.4. Tatalaksana ………………………… 2.4.1. Revaskularisasi ………………. 2.4.2. Terapi Medis Tambahan………. 2.4.3. Mechanical Circulatory Support ix | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

(MCS) Devices ………………. 139 2.5.Skor Klasifikasi Risiko pada Syok 145 Kardiogenik ………………………… 148 2.6.Monitoring ………………………….. 150 3. Ringkasan …………………………………. Daftar Pustaka 154 BAGIAN V. CURRENT THERAPY IN CHRONIC 156 157 HEART FAILURE 158 160 Adi Surya, Peter Kabo, Akhtar Fajar Muzakkir 162 1. Pendahuluan …………………………….. 164 2. Tinjauan Pustaka 166 167 2.1. Definisi Gagal Jantung ………………. 168 2.2. Epidemiologi Gagal Jantung ……….. 2.3. Klasifikasi Gagal Jantung ………….. 169 2.4. Pengobatan Konvensional Gagal Jantung 170 2.4.1. Diuretik ………………………… 172 2.4.2. Angiotensin Converting 175 178 Enzyme-Inhibitor ……………….. 180 2.4.3. Angiotensin Receptor Blocker …. 181 2.4.4. Betablocker …………………….. 185 2.4.5. Aldosteron Antagonist …………. 187 2.4.6. Angiotensin Receptor Neprilysin Inhibition ………………………… 2.4.7. Ivabradine ………………………. 2.5. Terapi terkini pada gagal jantung kronik- 2.5.1. SGLT-2 Inhibitor ………………. 2.5.2. Omecamtive mecarbile ……….. 2.5.3. Stimulator Gyanylate Cyclase (sGC) 2.5.4. Tolvaptan ………………………. 2.5.5. Coenzyme Q-10 ……………….. 2.5.7. Terapi Gen ……………………. 3. Ringkasan …………………………………. Daftar Pustaka BAGIAN VI. INTOKSIKASI DIGITALIS Juslan Kasmar JS, Pendrik Tandean 1. Pendahuluan …………………………….. 193 2. Epidemiologi …………………………….. 194 3. Faktor Resiko …………………………….. 195 x | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

4. Mekanisme Kerja ………………………….. 196 5. Manifestasi Klinis ……………………………. 198 6. Laboratorium ……………………………… 200 7. Gambaran EKG ……………………………. 201 8. Terapi ………………………………………. 205 206 * Dekontaminasi ……………………….. 206 * Kelainan Elektrolit …………………… 210 9. Pencegahan ………………………………. 211 10. Prognosis …………………………………. 211 11. Ringkasan ……………………………………. Daftar Pustaka BAGIAN VII. LARGE DISTAL LEFT MAIN CORONARY ARTERY ANEURYSM : A RARE CASE Mardhiyah Yamani,Abdul Hakim Alkatiri 1. Pendahuluan …………………………….. 215 2. Laporan Kasus …………………………….. 217 3. Pembahasan 223 3.1. Definisi dan Klasifikasi ……………….. 225 3.2. Epidemiologi dan Patofisiologi ………. 230 232 3.3. Manifestasi Klinis dan Penilaian Diagnostik 233 235 3.4. Strategi Penatalaksanaan 240 3.4.1. Terapi Medikamentosa ……….. 246 3.4.2. Intervensi Koroner Perkutan ….. 3.4.3. Intervensi Bedah ………………….. 4. Ringkasan ……………………………………. Daftar Pustaka BAGIAN VIII. 70 YEARS OLD MALE INCCIDANTELLY ACUTE AORTIC SYNDROMESDO WE NEED AN INTERVENTION ? Khairani Ummah, Idar Mappangara 1. Pendahuluan …………………………….. 250 2. Laporan Kasus …………………………….. 252 3. Pembahasan …………………………… 259 264 3.1. Patofisiologi ………………………… 265 3.2. Gejala ……………………………. 266 3.3. Penyebab dan Faktor Risiko ……… xi | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

3.4. Diagnosis …………………………… 267 3.5. Tatalaksana ……………………….. 268 4. Kesimpulan ………………………………. 270 Daftar Pustaka BAGIAN IX. CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT SURGERY IN SEVERELY REDUCED EJECTION FRACTION : SERIAL CASE Albert Sudharsono, Muhammad Nuralim Mallapasi, Jayarasti Kusumanegara, Akhtar Fajar Muzakkir, Andi Alief Utama Armyn 1. Pendahuluan …………………………….. 273 2. Presentase Kasus ………………………… 276 292 3. Diskusi kasus ………………………………. 301 4. Ringkasan ……………………………… Daftar Pustaka BAGIAN X. ANOMALI ARTERI KORONER KIRI YANG BERASAL DARI SINUS VALSALVA KANAN (ACAOS): DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA REVASKULARISASI Hasnawiah, Az Hafid Nashar, Muzakkir Amir 1. Pendahuluan …………………………….. 306 2. Laporan Kasus …………………………….. 308 3. DIskusi …………………………………….. 315 3.1. Terminologi dan Diagnosis Anomali 315 Koroner ACAOS ……………………… 319 323 3.2. Patofisiologi terkait ACAOS………….. 3.3. Modalitas Diagnostik ACAOS ……… 328 3.4. Rekomendasi Revaskularisasi pada 330 ACAOS ……………………………….. 333 3.5. Strategi pendekatan PCI pada kasus ACAOS ………………………………. 4. Kesimpulan ……………………………….. Daftar Pustaka xii | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

BRADYCARDIA IN BABY AND CHILD: BAGIAN How To Know and Manage I Aulia Thufael Al Farisi, Yulius Patimang, Muzakkir Amir BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Denyut jantung merupakan bagian integral dari penilaian klinis anak dengan penyakit akut. Perubahan terkait usia dalam anatomi dan fisiologi bayi dan anak- anak menghasilkan rentang normal untuk fitur elektrokardiogram (EKG) yang berbeda dari orang dewasa dan bervariasi sesuai usia. Bradikardi didefinisikan sebagai detak jantung di bawah nilai normal sesuai dengan usianya.(4) Bradikardi neoanatal patut menjadi perhatian karena jarang terjadi tetapi dapat mengancam jiwa yang disebabkan karena perlambatan detak jantung janin dalam beberapa bulan pertama kehidupan. Diagnosis dapat ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan elektrokardiogram 12-lead (ECG), atau ekokardiografi. Mekanisme bradikardi temasuk sinus bradikardi, kelainan fungsi nodus sinus dan kelainan konduksi atrioventrikular.(2,6) Dalam kasus di mana sinus bradikardia bersifat patologis, biasanya terjadi akibat penyakit non-jantung. Disfungsi nodus sinus jarang terjadi di awal kehidupan tetapi dapat timbul dari intervensi bedah, penyakit jantung bawaan, atau manipulasi endovaskular. Kelainan konduksi atrioventrikular memiliki etiologi yang serupa tetapi lebih sering terjadi daripada gangguan nodus sinus. Penyakit nodal atrioventrikular juga dapat terjadi akibat penyakit pembuluh darah kolagen pada ibu, walaupun tidak ada gejala pada ibu.(2) Pendekatan pengobatan dan prognosis jangka panjang untuk bradikardia pada neonatus sangat tergantung pada etiologi yang 1 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

mendasari dan penyakit yang sedang terjadi pada saat itu seperti penyakit jantung stuktural.(2) Dengan demikian baik identifikasi irama, etiologi dan tindakan terapeutik secara langsung yang sesuai diperlukan saat menilai anak dengan detak jantung rendah.(4) Tinjauan kepustakaan ini bertujuan untuk membahas Diagnosis dan Tatalaksana bradikardi neonatal sehingga dapat diketahui lebih lanjut diagnosis dan tatalakasana yang lebih komprehensif dan tepat pada pasien dengan bradikardi neonatal. 2 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bradikardi Bradikardia merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika seseorang memiliki denyut nadi lebih rendah dari batas bawahnya.(1) Pada hari pertama kelahiran, denyut nadi bayi mengalami peningkatan hingga mencapai puncaknya pada bulan pertama dan kedua. Pada bulan keenam, denyut nadi mulai menurun dan melambat pada usia satu tahun akibat dari tercapainya maturasi dari inervasi vagal dari nodus sinus.(3) Kejadian ini di sebebkan karena sedikitnya mitokondria di sepanjang elemen kontraktil dan susunan struktur myofibrilnya lebih sedikit, protein kontraktil (aktin dan miosin) lebih sedikit, dan lebih kaku. Hal tersebut menyebabkan respon Starling terbatas. Dengan demikian jantung pada neonatal meningkatkan curah jantungnya terutama melalui peningkatan denyut jantung. Jantung bayi yang lebih kecil lebih responsif terhadap fluktuasi pernapasan pada aliran balik vena (persentase perubahan volume yang lebih besar) dan mengalami fluktuasi yang lebih besar dari regangan atrium kanan dengan pengaruh yang lebih besar pada variabilitas denyut jantung, daripada jantung orang dewasa. Terakhir, faktor pernapasan dapat mempengaruhi variabilitas denyut jantung. Spektrum detak jantung pada bayi baru lahir bergantung pada laju pernafasan dan variabilitas waktu inspirasi dan ekspirasi. Dengan demikian, semakin cepat laju pernapasan, semakin tinggi denyut jantungnya. Pada bayi, frekuensi pernapasan sering kali tinggi, dan peningkatan denyut jantung dapat terjadi terkait aktivitas pada frekuensi pernapasan.(20) Pada bulan 3 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

keenam, denyut jantung mulai menurun dan melambat pada usia satu tahun akibat dari tercapainya maturasi dari inervasi vagal dari nodus sinus.(3) Bradikardi didefinisikan sebagai denyut jantung dibawah nilai normal berdasarkan usia.(4) Pada gambar 1 di bawah ini, diketahui denyut nadi normal dari lahir hingga usia 18 tahun.(3) Gambar 1. Denyut jantung normal pada anak sejak lahir hingga usia 18 tahun dikutip dari : Fleming S, Thompson M, Stevens R, Heneghan C, Plüddemann A, Maconochie I, et al. Normal ranges of heart rate and respiratory rate in children from birth to 18 years: a systematic review of observational studies. The lancet [internet]. 2011 mar [cited 2020 feb 5];377(9770):1011–8. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/s014067361062226x Gambar diatas menunjukan penurunan detak jantung seiring bertambahnya usia. Bagian pertama dari gambar 1 menunjukkan grafik sentil detak jantung untuk bayi di bawah satu tahun, menunjukkan paling tinggi denyut jantung terjadi pada usiasatu bulan. Median denyut jantung dalam rentang usia ini meningkat dari 127 denyut/menit saat lahir, mencapai maksimum 145 denyut/menit pada usia sekitar satu bulan, 4 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

sebelum menurun menjadi 113 denyut/menit pada usia dua tahun.(3) 2.2. Etiologi Bradikardi Neonatal Evaluasi janin atau neonatus dengan bradikardia membutuhkan pemahaman tentang mekanisme bradikardia serta penyebab bradikardia yang berasal dari jantung dan non-jantung. Mekanisme bradikardi termasuk sinus bradikardi, abnormalitas fungsi nodus sinus dan kelainan konduksi atrioventrikuler.(2) Etiologi terjadinya bradikardi dapat dilihat pada gambar 2 dan gambar 3. Gambar 2. Etiologi Bradikardi Berdasarkan Frekuensi Tersering dikutip dari : Webster Gregory and Deal J Barbara. Bradydysrhythmias. Johnwiley & sons ltd [internet]2018 [cited 2020 april 20] available from: https://www.researchgate.net/publication/323360980_bradydysrhythmias 5 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Gambar 3. Etiologi Bradikardi pada Anak-Anak Blok jantung autoimun ditemukan pada berbagai kelainan autoimun padajaringan ikat ibu, seperti SLE, sindrom Sjogren, artritis reumatoid, sindrom antifosfolipid, gangguan jaringan ikat campuran, dan penyakit 6 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

jaringan ikat yang tidak berdiferensiasi.(17) Insiden terjadinya blok jantung kongenital akibat autoimun pada anak dari ibu yang antibodi positif anti- Ro dan anti-La hanya 5%.(2) Blok AV autoimundisebabkan oleh transfer transplasental dari autoantibodi ibu, anti-Ro (SS- A/Sjögren's-syndrome- related antigen A autoantibodies) dan/atau anti-La (SS- B/Sjögren's- syndrome-related antigen Bautoantibodies), yang menargetkan ribonukleoprotein janin “Ro” dan “La” yang terletak di sistem konduksi, sehingga menyebabkan peradangan, fibrosis, dan kerusakan permanen. Prosesnya juga dapat menargetkan sel miokard.(16) Antigen Ro / La berpindah ke permukaan kardiomiosit yang menjalani remodeling fisiologis normal, memungkinkan antigen ini diakses oleh autoantibodi dalam sirkulasi dan memicu respons imun berikutnya. Kardiosit janin yang normal mampu melakukan fagositosis apoptosis kardiosit; pembentukan kompleks imun pada kardiosit fagositik dapat mengganggu pembersihannya oleh kardiosit yang sehat, menghambat fungsi penting untuk perkembangan jantung janin yang normal. Sel apoptosis menyebabkan infiltrasi oleh makrofag, aktivasi selanjutnya yang menyebabkan pelepasan sitokin proinflamasi dan fibrotik seperti TNFα dan dengan demikian mengakibatkan kerusakan jaringan dan fibrosis. Selain itu terjadi pulareaktivitas silang antibodi Ro dengan L-type calcium channels (LTCC) pada permukaan kardiomiosit, mengganggu homeostasis kalsium dan menghasilkan kelainan pada konduksi.(14) Jantung mengalami Congenital Heart Block (CHB) autoimun terjadi peradangan, fibrosis, dan kalsifikasi dari AV node yang mengarah keblok sinyal konduksi. (14) Bradikardia juga terjadi akibat kelainan jantung bawaan. Cacat 7 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

jantung bawaan ini berhubungan dengan kelainan perkembangan jaringan konduksi. Perpindahan dari AV node ke arah posterior sering terlihat pada pasien dengan defekbantalan endokard. Selain itu, AV node pada pasien dengan cacat bantalan endokard mungkin kurang kuat sehingga mengakibatkan penurunan fungsi yang lebih cepat dari waktu ke waktu, tetapi juga kecenderungan yang lebih tinggi untuk pembedahan atau pemblokiran AV yang diinduksi secara mekanis. Pasien dengan L- looped transposition of the great arteries (TGA), juga memiliki simpul AV yang bergeser dan kurang kuat. AV node di L-loop TGA berkembang di lokasi anterior, dekat dasar apendiks atrium kanan dan di luar lokasi biasanya di segitiga Koch.(21) Perkembangan abnormal dari badan fibrosa sentral dengan kurangnya penyatuan antara AV node dan bundel AV atau pembentukan jaringan konduksi dari endokardium anterior menjadi kemungkinan penyebab blok yang terlihat pada L-loop TGA. Kelainan jantung bawaan lainnya seperti secundum atrial septal defect, tetralogy of Fallot, truncus arteriosus, double-outlet right ventricle, interrupted aortic arch, ventricular noncompaction, and hypoplastic left heart yang dapat menyebabkan berbagai derajat gangguan konduksi jantung yang dapat terjadi bahkan tanpa adanya penyakit jantung struktural yang jelas.(17) Blok AV pada usia muda juga dapat berasal dari berbagai macam penyebab seperti trauma yang diinduksi oleh pembedahan atau kateterisasi, penutupan defek septum ventrikel, penyakit arteri koroner, proses infeksi akut atau kronis, miokarditis, kardiomiopati hipersensitivitas, kelainan metabolik, hipotiroidisme, proses infiltratif, atau melalui mekanisme neurokardiogenik patologis.(17) 8 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Salah satu mekanisme utama bradikardia pada neonates adalah kelainan pada aktivitas pacu jantung atrium yang berasal dari nodus sinus. Penyebab gangguan tersebut berasal dari penghambatan fungsi nodus sinus normal oleh sistem saraf otonom atau kelainan metabolic yang berasal dari mekanisme non- jantung, abnormalitas intrinsik dari nodus sinus, atau abnormalitas konduksi implus nodus sinus ke jaringan atrium (sinus node exit block).(2) 2.3. Patofisiologi 2.3.1. Bradikardi Atrium Salah satu mekanisme utama bradikardia pada neonates adalah kelainan pada aktivitas pacu jantung atrium yang berasal dari nodus sinus. Penyebab gangguan tersebut berasal dari penghambatan fungsi nodus sinus normal oleh sistem saraf otonom atau kelainan metabolic yang berasal dari mekanisme non- jantung, abnormalitas intrinsik dari nodus sinus, atau abnormalitas konduksi implus nodus sinus ke jaringan atrium (sinus node exit block).(2) 2.3.2. Sinus Bradikardi Sinus bradikardia adalah ritme yang berasal dari nodus sinus dengan kecepatan yang lebih lambat berdasarkan usianya. Sinus bradikardi biasanya terjadi akibat non kardiogenik seperti hipotiroidisme, hipoglikemia, hiperkalemia, hiperkalsemia, bayi lahir prematur dan malnutrisi. Penyakit sistemik pada ibu seperti autoimun jaringan ikat yaitu SLE dan Sjorgen syndrome juga dapat menyebabkan terjadinya sinus bradikardi. Sinus bradikardi ini bisa terjadi akibat dari kondisi hipervagal. Kondisi hipervagal terjadi pada bayi prematur yang meningkatkan 9 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

kejadian bradikardi. Ketidakmatangan sistem saraf menghasilkan reflex vagal sehingga memicu sinus bradikardia dengan obstruksi jalan napas seperti pada sitmulasi nasopharyngeal atau esophageal, batuk, maupun muntah. Obat-obatan yang dikonsumsi ibu ketika sedang hamil dapat menyebabkan bradikardi seperti obat aritma yaitu Disopyramide (5%); Flecainide (0–14%); Flecainide (14%); Propafenone (1–4%); Metoprolol (7%); Sotalol (1–17%); Amio-(Amiodarone) (1–17%); Amio+Digitalis (32%); Amio+Carvedilol (6%); Amio+β-blocker (13%); Quinidine+Verapami (7%) dan obat penenang seperti fenitoin. (22,23) Obat tersebut dapat mempengaruhi jantung janin karena dapat masuk melalui plasenta.(2) Gambar 4. Sinus Bradikardi dikutip dari : EKG & ECHO learning. Available from : https://ecgwaves.com/topic/sinus-bradycardia- ecg-causes-treatment/ 10 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Pada gambar 4 menunjukan gambaran EKG Sinus bradikardia dengan kecepatan kertas 25 mm/s. Menghitung laju dengan membagi 300 dengan jumlah kotak besar di antara dua siklus (mis. antara dua gelombang R). Seperti yang terlihatpada gambar, ada sekitar 6,5 kotak besar di antara dua gelombang R. 300/6.5 sama dengan 46 denyut / menit.(7) 2.3.3. Disfungsi Nodus Sinus Disfungsi nodus sinus biasanya diakibatkan cedera langsung pada nodus sinus atau penyakit intrinsik nodus sinus yang menyebabkan sinus bradikardi atau sindrom takikardi-bradikardi. Penyebab SND non-bedah termasuk pelebaran atrium kanan karena tekanan atau kelebihan volume. SND dapat terjadi pada kardio-miopatiatau inflamasi, seperti miokarditis, perikarditis, dan demam rematik.(14) Kateterisasi jantung ter-masuk balloon atrial septostomy dapat menyebabkan transien disfungsi nodus sinus. Cedera nodus sinus biasanya disebabkan karena pembedahan jantung terutama pembedahan intra atrium yang kompleks seperti prosedur Fontan Senning. Karena jenis operasi ini tidak rutin dilakukan pada neonatus, insidensi terkait operasi disfungsi nodus sinus rendah pada populasi ini.(2) Kateterisasi jantung termasuk balloon atrial septostomy dapat menyebabkan transien disfungsi nodus sinus. Cedera nodus sinus biasanya disebabkan karena pembedahan jantung terutama pembedahan intra atrium yang kompleks seperti prosedur Fontan Senning. Karena jenis operasi ini tidak rutin dilakukan pada neonatus, insidensi terkait operasi disfungsi nodus sinus rendah pada populasi ini.(2) 11 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Gambar 5. Disfungsi Nodus Sinus. dikutip dari : Yuniadi Yoga. Sindrom Bradi-Takiaritmia. Jurnal Kardiologi Indonesia. 2013;34(4). 292- 294. ISSN 0126/3773 Pada gambar 5 atas terlihat suatu irama sinus dengan PAC aberan bigemini (tanda panah pendek). Kemudian terjadi episode inisiasi fibrilasi atrium (tanda bintang) selanjutnya mengalami perubahan jadi atrium flutter (tanda panah garis putus). Setelah berhenti terjadi episode jeda (pause, tanda huruf P) yang cukup panjang sebelum kembali ke irama sinus bradikardia.(24) 2.3.4. Sinus Node Exit Block Sinus node exit block adalah kelainan dari konduksi implus nodus sinus ke jaringan atrium melalui serat perinodal. Sinus node exit block diklasifikasikan menjadi blok tingkat pertama, kedua dan ketiga.(2) Karakteristik waktu perpanjangan konduksi sinoatrial, blok siniatrial tingkat pertama tidak terlihat pada EKG.(8) Tingkat dua blok nodus sinus dibagi menjadi dua jenis. Tipe pertama (Wenckebach) implus nodus sinus tetap konstan, waktu konduksi melalui serat perinodal memanjang dengan setiap hentakan yang berurutan.(2) Pemanjangan konduksi antara nodus sinus dan atrium sampai implus sinus tidak dikonduksikan ke atrium.(12) 12 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Akhirnya implus nodus sinus gagal melakukan konduksi ke sel atrium. Pada EKG terlihat pemendekan interval PP secara berturut-turut sampai terdapat jeda sinus. Sinus node exit block derajat 2 tipe 2 terjadi ketika waktu konduksi ke atrium melalui serat perinodal secarakonsisten memanjang. Blok nodus sinus derajat 3 terjadi akibat kegagalan implus sinus melalui serat perinodal ke atrium kanan. (2) Gambar 6. Blok sinoatrial derajat 1 dikutip dari : EKG & ECHO learning. Available from : https://ecgwaves.com/topic/sinoatrial-block-sa- criteria-ecg-causes-management/ Penundaan dari pelepasan impuls sinus ke awal depolarisasi atrium (gelombang P). Penundaannya konstan. Karena aktivitas nodus sinoatrial tidak terlihat pada EKG, EKG akan tampak normal sepenuhnya. Oleh karena itu, bloksinoatrial tingkat pertama tidak dapat didiagnosis dengan EKG permukaan (diperlukan pemeriksaan invasif) Gambar 7. Sinus node exit block derajat 2 tipe 1 (Wenckebach) dikutip dari : Healio. Available from : https://www.healio.com/cardiology/learn-the-heart/ecg- review/ecg-topic- reviews-and-criteria/sinoatrial-exit-block 13 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Pada gambar 7 menunjukan gambaran EKG sinus node exit block derajat 2 tipe 1 terjadi pemendekan secara progresif interval RR atau PP sampai terdapat blokgelombang P pada nodus SA serta interval PR yang secara progresif lebih lama hingga kompleks QRS dilewatkan dan kemudian siklus berulang. Gambar 8 menunjukan sinus node exit block derajat 2 tipe 2 terjadi ketika interval RR atau PP secara konstan dan terjadi blok gelombang P pada nodus SA. Gambar 8. Sinus node exit block derajat 2 tipe 2 dikutip dari : Healio. Available from : https://www.healio.com/cardiology/learn-the-heart/ecg- review/ecg-topic- reviews-and-criteria/sinoatrial-exit-block Sinus node exit block derajat 3 terjadi akibat kegagalan implus sinus melalui serat perinodal ke atrium kanan. Irama sinus normal terganggu oleh kegagalanimpuls listrik yang berkepanjangan yang dihasilkan oleh nodus SA untuk mencapai atria. Karena implus diblok maka tidak terjadi kontraksi di atrium dan ventrikel yang menyebabkan tidak timbulnya gelombang PQRST.(11) 14 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Gambar 9. Sinus node exit block derajat 3 dikutip dari : W Lippincott and Wilkins. ECG Cards : The Indispensable Guide to ECG Interpretation. Fourth Edition. Wolters Kluwer Compeny.2005. Gambar 10. Sistem konduksi jantung. dikutip dari : Kennedy, A., Finlay, D. D., Guldenring, D., Bond, R., Moran, K., & McLaughlin, J. The Cardiac Conduction System. Critical Care Nursing Clinics of North America. 2016;28(3), 269–279 Kontraksi jantung dimulai pada SA node dan disalurkan ke AV node melalui jalurintermodal. Impuls kemudian melalui miokardium ventrikel melalui jaringan Purkinje. . 2.3.5. Blok Atrioventrikuler Blok atrioventrikular (AV) adalah kelainan konduksi implus atrium ke ventrikel. Blok atrioventrikular terbagi menjadi 3 derajat.  Blok AV derajat 1 memiliki karakteristik pemanjangan PR interval (sesuai umur seperti pada gambar 11) tapi semua impuls disalurkan ke ventrikel. Dikatakan Blok atrioventrikular derajat I pada anak jika interval PR> 98% untuk berdasarkan 15 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

usia:  <1 tahun: PR> 0,16 dtk  1–5 tahun: PR> 0,18 dtk  5 tahun: PR> 0,20 dtk Gambar 11. Variabel EKG dan VCG global. Data ditampilkan sebagai median (persentil ke-2, ke-98). Singkatan: ECG = electrocardiogram, HR = heart rate, SA = spatial angle, VG = ventricular gradient,VCG = vectorcardiogram. aQTc dihitung dengan rumus Bazett: QT / √ (RR). dikutip dari: Kamphuis VP, Blom NA, van Zwet EW, et al. Normal values of the ventricular gradient and QRS-T angle, derived from the pediatric electrocardiogram. J Electrocardiol. 2018;51(3):490-495. Pada gambar 12 terdapat gambaran EKG dengan interval ≥0.22 s, semuagelombang P diikuti gelombang QRS. Gambar 12. Blok Atrioventrikular Derajat 1 dikutip dari : EKG & ECHO learning. Available from : https://ecgwaves.com/topic/ecg-first-degree-av-block-i-1-criteria- management/  Blok AV derajat 2 memiliki 2 klasifikasi yaitu tipe 1 mobitz (tipe Wenckebach ) dan tipe 2 mobizt. Pada tipe 1 interval PR 16 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

meningkat secara progresif sampai gelombang P tidak terkonduksi. Mobitz tipe ini selalu dikarenakan penekanan dari konduksi AV dan biasanya dapat diperbaiki dengan katekolamin atau agen vagolitik seperti atropin. Pada mobitz tipe 2 semua implus dari atrium tidak di konduksikan ke ventrikel. Denyut ventrikel terjad setiap dua atau tiga kali denyut atrium disebut sebagai blok 2:1 (pada gambar 13) dan 3:1 (pada gambar 14). Kelainan konduksi ini jarang terjadi tetapi lebih berpotensi menyebabkan sinkop. Blok konduksi 2:1 terihat pada neonatus ditandai dengan pemanjangan interval QT yang merupakan risiko sangat penting berkembang menjadi torsades de pointes dan kematian mendadak.(5) Hal ini terlihat pada long QT syndrome bawaan yaitu channelopathy akibat mutasi gen saluran ion yang terkait dengan repolarisasi ventrikel. (28) Gambar 13. Perpanjangan interval QT dengan blok AV 2:1 (panah) dikutip dari : Ban JE. Neonatal arrhythmias: diagnosis, treatment, and clinical outcome. Korean J Pediatr. 2017;60(11):344-352. doi:10.3345/kjp.2017.60.11.344 17 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Gambar 14. Blok AV 3:1 (panah) dikutip dari : ECG Library. Available from : https://litfl.com/av-block-2nd- degree-fixed- ratio-blocks/ Pada gambar 15 Blok Mobitz tipe 1 ditandai dengan perpanjangan bertahap dari interval PR selama beberapa siklus jantung sampai impuls atrium benar-benar diblok, pada ECG terlihat gelombang P yang tidak diikuti oleh kompleks QRS. Siklus ini berulang kembali dengan sendirinya sehingga setiap siklus berakhir dengan blok gelombang P.(10) Gambar 15. Blok Mobitz tipe 1 dikutip dari : EKG & ECHO learning. Available from : https://ecgwaves.com/topic/ecg- second-degree-av-block-mobitz-type-1- 2-wenckebach/ Pada gambar 16 Blok Mobitz tipe 2 menyiratkan bahwa beberapa implikasi atrium diblokir secara sporadis. Interval PR konstan (walaupun mungkin diperpanjang). 18 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Gambar 16. Blok Mobitz tipe 2 dikutip dari : EKG & ECHO learning. Available from : https://ecgwaves.com/topic/ecg-second-degree-av-block-mobitz-type- 1-2-wenckebach/  Blok AV derajat 3 (total atrioventricular block/ TAVB) merupakan ketidakmampuan konduksi implus atrium ke ventrikel. Tidak ada implus dari atrium yang mencapai ventrikel. Implus sinus dapat diblok pada tingkat nodus AV atau dalam system konduksi dibawah nodus AV blok (blok infranodal). Dengan demikian kontraksi atrium dan ventrikel terjadi secara bebas, dengan denyut ventrikel diinduksi oleh system His-Purkinye.(5) Pada gambar 17 menunjukkan gambaran EKG dengan gelombang P tidak ada hubunganya dengan kompleks QRS. KompleksQRS mungkin normal atau lebar. Gelombang P memiliki interval PP konstan dan bergerak lurus melewati jalur, tanpa ada kaitannya dengan kompleks QRS.(10) TAVB dapat disebabkan secara kongenital atau didapat. Kongenital TAVB adalah yang paling sering terjadi pada kelainan konduksi kongenital yang dihubungkan dengan penyakit structural jantung pada sebagian kasus seperti Dextro-Transposition of the Great Arteries (d- TGA). Kongenital TAVB dapat juga terjadi akibat transplasenta 19 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

antibodi anti-Ro dan anti-LA didalam janin. Antibodi anti-Ro melintasi plasenta dan dapat merusak sistem konduksi yang sedang berkembang. Kondisiini terjadi pada bayi yang lahir dari ibu dengan kelainan jaringan ikat seperti SLE dan Sjorgen syndrome. CHB autoimun ini menyumbang 90% kasus. TAVB yang didapat biasanya diakibatkan karena bedah jantung, miokarditis atau endocarditis.(2,5,13) Gambar 17. Blok Atrioventrikular derajat 3 dikutip dari : EKG & ECHO learning. Available from : https://ecgwaves.com/topic/ecg-third- degree-av-block-iii-3-criteria- management/ 2.3.5.1. Acquired Atrioventricular Block Penyebab paling umum Acquired Atrioventricular Block adalah kerusakan ketika pembedahan pada nodus atrioventrikuler atau bundle his. Karena perbaikan secara menyeluruh pada penyakit jantung kongenital pada masa bayi baru lahir merupakan penyebab paling sering terjadi pada CHB yang mungkin akan terus meningkat. Pembedahan pada pasien ventricular septal defek termasuk kanal atrioventrikular dan tetralogy of fallot dapat meningkatkan resiko blok jantung. Penutupan 20 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Ventricular septal defect secara L-looped ventricle memiliki resiko yang tinggi untuk terjadinya atrioventricular nodal dysfunction, pasien ini dapat berkembang secara spontan menjadi blok jantung. Saat ini, kejadian dari blok atrioventrikular yang diinduksi melalui pembedahan, termasuk pada bayi baru lahir, kurang dari 4%.(2) Faktor risiko untuk aritmia termasuk usia yang lebih muda saat operasi, operasi bypass kardiopulmoner yang berkepanjangan, waktu aortic cross clamp yang lebih lama, deep hypothermic circulatory arrest, penyakit jantung sianotik, dan jenis pembedahan. Cedera miokard terjadi selama operasi karena berbagai penyebab terkait prosedur atau respons inflamasi sistemik terhadap bypass kardipulmoner, potensi membran miokard yang berubah, cedera iskemia-reperfusi, dan/atau pelepasan histamin seperti yang dijelaskan dalam beberapa penelitian.(29) Selain itu gangguan elektrolit, asidosis, hipotensi, dan hipoksia merupakan iritan dan memicu aritmia. Bypass dapat menyebabkan gangguan elektrolit aritmogenik (Mg +, K +, danCa ++) dan menjadi faktor risiko aritmia pasca operasi. Faktor risiko lain mencakup usia yang lebih muda dan waktu bypass dan cross-clamp yang lebih lama. (30) Bradiaritmia terjadi setelah operasi katup akibat cedera bedah langsung dan edema lokal. Faktor risiko AV blok derajat tinggi adalah kalsifikasi perivalvular, left bundle branch block pra operasi, aneurisma ventrikel kiri, stenosis arteri koroner kiri utama, jumlah arteri yang dilewati, dan waktu bypass kardiopulmoner. TAVB juga dapat berkembang setelah prosedur ablasi bedah, terutama ketika energi frekuensi radio dikirim di dekat daerah nodus.(31) Disfungsi nodus sinus biasanya setelah operasi jantung yang melibatkan atrium kanan dekat nodus sinus. Cedera langsung atau manipulasi jaringan di dekat nodus sinus atrium terkait 21 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

dengan sindrom ini seperti pada penutupan defek septum atrium atau perbaikan partial anomalous pulmonary venous connection dan setelah prosedur Fontan. Blok jantung ditemukan selama atau setelah operasi jantung di dekat nodus AV seperti perbaikan tetralogi Fallot, perbaikan defek septum atrioventrikular, atau perbaikan defek septum ventrikel perimembran. Risiko AV blok yaitu pada pasien dengan transposition of the great arteries yang dikoreksi karena lokasi dan perkembangan sistem konduksi padapenyakit ini.(30) TAVB akibat pembedahan dapat bersifat permanen atau sementara. Menurut pedoman yang diterbitkan pemasangan alat pacu jantung dilakukan apabila blok jantung menetap selama 7 hari setelah operasi.(2) 2.3.5.2. Congenital Atrioventricular Block  Penyakit Autoimun Blok AV autoimun disebabkan oleh transfer transplasental dari autoantibodi ibu, anti-Ro (SS-A/Sjögren's- syndrome-related antigen A autoantibodies) dan/atau anti-La (SS-B/Sjögren's-syndrome-related antigen Bautoantibodies), yang menargetkan ribonukleoprotein janin“Ro” dan “La” yang terletak di sistem konduksi, sehingga menyebabkan peradangan, fibrosis, dan kerusakan permanen. Prosesnya juga dapat menargetkan sel miokard. Blok AV biasanya berkembang setelah usia kehamilan 16-18 minggu, puncaknya pada 20-24, dan sebagian besar (82%) terjadi sebelum 30 minggu.(16) Antigen Ro / La berpindah ke permukaan kardiomiosit yangmenjalani remodeling fisiologis normal, memungkinkan 22 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

antigen ini diakses oleh autoantibodi dalam sirkulasi dan memicu respons imun berikutnya. Kardiosit janin yang normal mampu melakukan fagositosis apoptosis kardiosit; pembentukan kompleks imun pada kardiosit fagositik dapat mengganggu pembersihannya oleh kardiosit yang sehat, menghambat fungsi penting untuk perkembangan jantung janin yang normal. Pada evaluasi histologis jantung janin sekarat dengan CHB menunjukkan apoptosis berlebihan. Sel apoptosis menyebabkan infiltrasi oleh makrofag, aktivasi selanjutnya yang menyebabkanpelepasan sitokin proinflamasi dan fibrotik seperti TNFα dan dengan demikian mengakibatkan kerusakan jaringan dan fibrosis. Selain itu terjadi pula reaktivitas silang antibodi Ro dengan L-type calcium channels (LTCC) pada permukaan kardiomiosit, mengganggu homeostasis kalsium dan menghasilkan kelainan pada konduksi. LTCCsangat penting untuk potensi aksi generasi ke-8 di nodus sinoatrial dan atrioventrikular, yang keduanya rentan terhadap cedera akibat lupus neonatal.(14) Jantung mengalami CHB autoimun terjadi peradangan, fibrosis, dan kalsifikasi dari AV node yang mengarah ke blok sinyal konduksi Kerusakan ini terjadi setelah jantung janin berkembang, didukung oleh kurangnya kelainan struktural dan anatomis yang diamati. Bayi yang terkena CHB autoimun terutama hadir dengan TAVB. (14) Hasil dari respon inflamasi adalah penurunan yang signifikan pada denyut jantung ventrikel janin, serendah 50-70bpm sedangkan normalnya 23 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

120-160bpm Pada mikroskop terlihat pergantian nodus atrioventrikuler dengan jaringan granulosit yang menyebabkan disfungsi nodus atrioventrikular dan blok jantung komplit. Blok jantung autoimun sering terjadi pada wanita hamil dengan sindrom autoimun seperti sistemik lupus eritematous, Sjogren’s syndrome, scleroderma, dan rheumatoid arthritis. Insiden terjadinya blok jantung kongenital akibat autoimun pada anak dari ibu yang antibodi positif anti- Ro dan anti-La hanya 5%.(2) Mayoritas blok jantung autoimun didiagnosis didalam kandungan. Identifikasi bradikardia janin baik dengan auskultasi atau ultrasonografi obstetrik rutin harus memicu dua respons langsung. Yang pertama adalah mendapatkan ekokardiografi janin 2 dimensi dan M-mode serta USG Doppler untuk mendokumentasikan apakah terdapat aritmia atrium atau blok AV, dan sampai sejauh mana. Hanya blok derajat kedua atau ketiga yang secara klinis bermanifestasi sebagai bradikardia. Respons kedua adalah mengevaluasi serum ibu untuk mengetahui adanya anti-Ro dengan atau tanpa antibodi anti-La. Enzim-linked immunosorbent assay (ELISA) adalah metode yang paling umum dan mungkin paling sensitif untuk mendeteksi antibodi ini. Immunoblot dapat dilakukan untuk evaluasi spesifisitas halus dari respon anti-Ro, tetapi tidak mengubah pengelolaan kasus CHB yang teridentifikasi. Pada kebanyakan wanita dengan anak-anak yang terkena, imunoblot menunjukkan reaktivitas terhadap 24 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

antigen Ro 52kD atau 60kD (meskipun yang pertama lebih umum), dan antibodi anti-La juga ada. 24 Oleh karena itu, imunoblot mungkin berguna untuk memutuskan penatalaksanaan wanita hamil yang dikhawatirkan akan kemungkinan melahirkan bayi dengan CHB.(15) Diperiksa pula kadar biomarker inflamasi potensial pada ibu dan tali pusat yaitu : C-reactive protein (CRP); NT-pro-B- type natriuretic peptide (NT-proBNP); troponin I; matrix metalloproteinase (MMP)-2; urokinase plasminogen activator (uPA); urokinase plasminogen activator receptor (uPAR); plasminogen; dan vitamin D. Peningkatan kadar CRP tali pusat, NT-proBNP, MMP-2, uPA, uPAR, dan plasminogen dikaitkan dengan manifestasi CHB. Selanjutnya diperiksa interferon alpha (IFNα) serta sialic acid binding Ig like lectin 1 (SIGLEC- 1) atau sialoadhesin. Kadar monosit SIGLEC-1 merupakan penanda yang diketahui untuk aktivitas lupus. Jaringan jantung dari janin dengan CHB menunjukkan peningkatan ekspresi SIGLEC-1. (14) Beberapa kasus telah melaporkan keefektifan deksametason dan plasmaforesis sebagai terapi untuk blok jantung bawaan akibat autoimun. Efektivitas terapi ini melibatkan banyak variabel, termasuk pemilihan waktu terapi.(15) 25 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Situasi Pengobatan 1. Derajat blok saat  Evaluasi dengan ekokardiografi serial dan presentasi sonografi kebidanan; tidak ada terapi yang  Derajat 3 (>3 dimulai minggu dari deteksi)  Derajat 3 (<3  4 mg p.o. dex setiap hari selama 6 minggu. minggu dari Jika tidak ada perubahan, tapering off. Jika deteksi) pembalikan ke derajat 2 atau lebih baik, lanjutkan sampai persalinan, lalu tapering  Derajat 2/3 off bergantian  4 mg p.o. dex setiap hari selama 6 minggu.  Derajat2 Jika berkembang ke derajat 3, tapering off.  Derajat 1 Jika pembalikan ke derajat 2 atau lebih baik, lanjutkan sampai persalinan, tapering off. 2. Blok terkait dengan tanda-  4 mg p.o. dex setiap hari sampai tanda miokarditis, melahirkan, lalu tapering off. Jika gagal jantung berkembang ke derajat ke-3, tapering off kongestif, setelah derajat ke- 3 menetap selama 6 dan/atau minggu. perubahan hidropik  4 mg p.o. dex setiap hari sampai membaik, lalu tapering off. 3. Janin yang sangat hidropik  4 mg p.o, dex setiap hari, dengan apheresis sebagai upaya terakhir untuk menghilangkan antibodi maternal dengan cepat, atau pertimbangkan terbutalin, digoksin, diuretik, pacu janin angsung. Berikan jika paru-paru sudah matang. Tabel 1. Pendekatan Terapeutik untuk CHByang didiagnosis Intra Uterin dikutip dari : Friedman DM, Rupel A, Glickstein J, Buyon JP. Congenital heart block in neonatal lupus: the pediatric cardiologist's perspective. Indian J Pediatr. 2002 Jun;69(6):517-22. doi: 10.1007/BF02722656. PMID: 12139139 Setelah lahir, pengobatan untuk pasien yang tidak bergejalasering kali melibatkan terapi alat pacu jantung, dan pengobatan suportif untuk curah jantung rendah atau gagal 26 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

jantung kongestif.(15) Alat pacu jantung transvena, transesofagus, atau transkutan segera setelah melahirkan, bagaimanapun, bisa sangat membantu kemampuan neonatus untuk pulih.(3) Gambar 11. Permanent pacemaker dengan lead epicardial dikutip dari : Baruteau AE, Pass RH, Thambo JB, et al. Congenital and childhoodatrioventricular blocks: pathophysiology and contemporary management. Eur J Pediatr. 2016;175(9):1235-1248. doi:10.1007/s00431-016-2748-0 Gambar 12. Permanent pacemaker dengan lead transvenous dikutip dari : Baruteau AE, Pass RH, Thambo JB, et al. Congenital and childhoodatrioventricular blocks: pathophysiology and contemporary management. Eur J Pediatr. 2016;175(9):1235-1248. doi:10.1007/s00431-016-2748-0 27 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Pada bayi yang memiliki gejala seperti gagal jantung kongestif, gagal tumbuh atau susah makan disarankan dilakukan pemasangan alat pacu jantung secara permanen. Kriteria tambahan termasuk awidex complex escape rhythm, ektopi ventricular, disfungsi ventricular, atau perpanjangan QTc. Semua neonates harus dipantau denyut jantunngnya selama periode newborn.(2)  Penyakit Jantung Kongenital Sebanyak 50% blok jantung kompilt kongenital disebabkan oleh Pada janin dengan blok jantung bawaan, sebagian menunjukkan penyakit jantung bawaan struktural. Blok jantung bawaan sering dihubungkan dengan penyakit Ebstein’s anomaly dan defek septum ventricular, sindrom perpanjangan QT (gejala sinkop (sinkop vaso- vagally- mediated atau neurocardiogenic) dengan kejang, atau aborted cardiac arrest (ACA)/sudden cardiac death (SCD)(18)), Kearns-Sayre syndrome (kelainan mitokondria yang ditandai dengan onset dini (<usia20 tahun) ophthalmoplegia eksternal progresif, dan retinopati pigmen, sering disertai TAVB(17)), dan muscular dystrophy.(2) Pasca kelahiran, neonatus dan anak-anak hadir dengan berbagai cara yang berbeda. Beberapa tidak bergejala denganbradikardia dan hanya terdeteksi selama skrining rutin. Yang lain mungkin hadir dengan gejala nonspesifik, seperti pertumbuhan yang buruk, kelelahan abnormal, gangguan 28 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

tidur, atau mimpi buruk yang sering terjadi. Sinkop, gagal jantung, atau kematian mendadak mungkin merupakan manifestasi pertama blok AV kongenital dengan tidak adanya gejala dan tanda penyakit kardiovaskuler sebelumnya.(19) Karena peningkatan mortalitas pada pasein dengan blok jantung komlplit dan penyakit jantung kongenital maka direkomendasikan pemasangan alat pacu jantung pada pasien yang memiliki denyut jantung kurang dari 65 kali/menit, terlepas dari gejalanya.(2) 2.4. Diagnosis Riwayat dan pemeriksaan fisik sangat penting dalam evaluasi bradikardia neonatal, dengan perhatian pada riwayat ibu (termasuk obat prenatal dan perinatal). Riwayat dalam mengidentifikasi pasien dengan bradikardia berfokus pada dua tujuan utama: yang pertama adalah menentukan adanya gejala dan yang kedua adalah mengidentifikasi etiologi untuk bradikardia. Riwayat keluarga bradikardia, kematian mendadak yang tidak bisa dijelaskan pada usia muda, blok AV, riwayat penyakit autoimun pada ibu (terutama SLE dan Sjögren syndrome yang merupakan penyakit autoimun). Bradikardia dapat disertai dengan gejala kesulitan makan pada bayi dan intoleransi makanan pada anak yang lebih besar. Sinkop dan presinkop, adalah manifestasi paling signifikan bradikardia.(4) Presinkop berhubungan dengan penurunan output kardiak, berkurangnya aliran darah serebri, dan penurunan psikologi. Tanda dan gejala presinkop awal yaitu merasa hangat, pucat, pusing, keringat berat dan dingin, merasa tidak enak badan, nausea, tekanan darah menurundan takikardi. Tanda dan gejala presinkop akhir yaitu 29 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

dilatasi pupil, menguap, hiperpnea, tangan dan kaki terasa dingin, hipotensi, bradikardi, gangguan penglihatan, pusing dan kehilangan kesadaran. Pasien dikatakan memasuki fase sinkop ketika mengalami kehilangan kesadaran. Hilangnya kesadaran tersebut memungkinkan respirasi menjadi tidak teratur, terengah-engah, napas dangkal, tidak bersuara, dan apnea atau henti nafas, selain itu yang terjadi ketika fase sinkop adalah dilatasi pupil menyerupai kematian, kejang otot, otot berkedut pada tangan, kaki atau otot fasial, hipoksia otak 10 detik, bradikardi berlanjut dan hipotensi.(32) Adanya gejala yang timbul bradikardia adalah indikasi untuk intervensi.(4) Pada bayi baru lahir dengan kongenital blok AV lengkap dari ibu yang memiliki penyakit lupus biasanya dapat muncul ruam pada bayi. Penurunan metabolisme bertahap dengan penurunan suhu dan penurunan detak jantung.(4) Penurunan metabolisme akibat intoleransi protein lisin. Lisin adalah asam amino essential. Pasien memiliki periode hiperamonemia dengan keengganan yang signifikan terhadap makanan kaya protein, nafsu makan buruk, dan gagal tumbuh.(33) Penurunan asupan nutrisi yang akut dan penurunan berat badan yang cepat memiliki efek yang lebih besar pada regulasi metabolisme detak jantung. Pemeriksaan penunjang EKG merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam mendiagnosis bradikardi. Laju sinus lambat dengan interval PR normal dan konfigurasi QRS menunjukkan nodus sinus sebagai penyebabnya, bisa karena exit block atau disfungsi nodus sinus. Perpanjangan interval PR secara bertahap dengan gelombang P yang tidak terkonduksi bisa terlihat pada blok AV Wenckebach. Gelombang P yang tidak berhubungan dengan gelomban QRS menandakan blok AV komplit.(4) 30 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Ekokardiografi diperlukan untuk menyingkirkan penyakit jantung lain yangdikaitkan dengan bradikardi. echocardiogram memiliki peran penting dalam mendokumentasikan fungsi dan dimensi ventrikel yang menunjukan blok AV.(4) 2.5. Tatalaksana Dalam kasus bradikardi yang disebabkan bukan karena jantung, tatalaksana sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Bradikardi pada bayi prematur diberikan methylxanthines. Penyebab lain hipoksia, termasuk displasia bronkopulmonalis, pneumonia, perdarahan paru, dan pneumotoraks, dapat menyebabkan bradikardia akut atau episodik. Peningkatan tekanan intrakranial atau pendinginan untuk proteksi neurologis dapat menyebabkan bradikardi dan perpanjangan interval QT. Bradikardia adalah efek samping digoksin pada neonatus, dan memerlukan perubahan rencana farmakologis. Morfin meningkatkan tonus parasimpatis dan dapat menyebabkan sinus bradikardi juga. Obat ibu dapat melewati plasenta dan tetap berada dalam sirkulasi neonatal bahkan setelah lahir, tergantung pada waktu paruh obat. Ibu yang menerima terapi farmakologis juga dapat memberikan obat kepada bayi yang sedang menyusui. Obat ibu harus dievaluasi keamanannya selama menyusui. Seringkali, obat ibu yang mengganggu dapat dihentikan, dosisnya dapat diturunkan, atau obat ibu alternatif dapat ditemukan. Dalam beberapa skenario yang tidak umum, peralihan ke pemberian susu formula diperlukan. Hipotiroidisme neonatal dapat menyebabkan bradikardia. Hipoglikemia berat dan hiperkalemia dapat menyebabkan bradikardia.(6) Untuk bradikardi yang disebabkan karena jantung, pengobatan tergantung pada etiologi dan tingkat keparahan penyakit 31 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

pada waktu terjadi. Pasien yang mengalami bradikardi dengan perfusi yang buruk harus dikelola sesuai dengan pedoman resusitasi, infus isoproterenol atau simpatomimetik agen lainnya mungkin diperlukan. Strategi lain untuk mempertahankan denyut jantung neonatal yang memadai tercantum pada Gambar 18.(6) Manajemen dan prognosis akhir dari bradikardia pada anak sepenuhnya tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Alasan utama untuk kondisi bradikardia lebih sering dihubungkan pada gejala yang mendasarinya. Kondisi ini disesuaikan dengan Pediatrics and Advanced Life Support (PALS).(4) Gambar 18. Strategi manajemen untuk bradikardi neonatal simptomatik dikutip dari : Webster Gregory and Deal J Barbara. Bradydysrhythmias. Johnwiley & sons ltd [internet]2018 [cited 2020 april 20] available from: https://www.researchgate.net/publication/323360980_bradydysrhythmias 32 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Gambar 19. Algortima bradikardi pada anak dengan denyut nadi dan perfusi yang buruk Cardiopulmonary compromise didefinisakan sebagai hipotenis dan/atau perubahan status mental secara akut dan/atau terdapat tanda- tanda syok. Dalam kasus ini, bradikardia yang paling sering ditangani adalah sinus bradikardia dan diatasi dengan pemberian ventilasi yang memadai saat pertama kali masuk, pemantauan irama jantung, akses intravena, dan pemberian katekolamin eksogen dan / atau atropin. Di luar pedoman PALS dasar, bradikardi dengan penyebab yang berbeda akan memiliki serangkaian opsi manajemen sendiri. (4) Selain Pedoman PALS, skema lain dapat digunakan untuk membantu menentukan intervensi untuk bradikardia yang terjadi dengan konsekuensi hemodinamik akut dan bradikardia. yang berpotensi 33 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

menyebabkan kelainan dalam jangka panjang. Manajemen bradikardia berdasarkan konsekuensi hemodinamiknya dapat dilihat pada skema di bawah ini. (4) Gambar 20. Manajemen bradikardi berdasarkan resiko hemodinamiknya dikutip dari : Baruteau a-e, perry jc, sanatani s, horie m, dubin am. Evaluation and management of bradycardia in neonates and children. Eur j pediatr [internet]. 2016 feb [cited 2020 feb 5];175(2):151–61. Available from: http://link.springer.com/10.1007/s00431-015-2689-z Pedoman untuk pemasangan alat pacu jantung permanen telah diperbarui pada tahun 2012. Indikasi pemasangan alat pacu jantunng dikelompokan menjadi 3 kelas. Kelas 1 (terapi yanh diindiksaikan) neonates dengan CAVB dengan pelebaran QRS escape rhythm, kompleks ektopik, disfungsi ventrikel, atau denyut ventrikel kurang dari 55 kali/menit. Pada pasien dengan penyakit jantung kongenital denyut vantrikel kuranng dari 70 kali/ menit diinkiasikan untuk pemasangan pacu jantung. Alat pacu jantung permanen tranvenous dapat di pasang pada anak dengan berat di bawah 10 kg tetapi perlu diperhatikan tentang penempatan generator terhadap resiko thrombosis vena dan peletakan alat pacu jantung berikutnya. System Pacu jantung Epicardial dual- 34 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

chamber mempunyai komplikasi yang rendah dan memiliki daya tahan yang bai pada infant. (6) Neonatus dengan denyut jantung yang sangat lambat akibat gangguan konduksi seperti blok AV lengkap, mungkin kadang-kadang membutuhkan sistem implantasi pacu jantung permanen untuk mempertahankan denyut jantung yangmemadai dan perfusi sistemik yang baik. Indikasi paling umum untuk penempatan permanen sistem pacu jantung pada populasi neonatal yaitu Blok AV lengkap. Tidak semua pasien dengan blok AV lengkap memerlukan alat pacu jantung segera, karena banyak pasien blok AV lengkap benar-benar tanpa gejala untuk periode waktu yang lama. Indikasi untuk penempatan segera alat pacu jantung pada pasien dengan blok AV lengkap adalah (8) 1. Adanya gejala (mis., Lesu, kurang makan, dan penambahan berat badan yang buruk); 2. Ritme Wide-complex escape 3. Jeda yang signifikan (lebih dari 3 detik atau lebih dari 2–3 × panjang siklusdasar yang mendasarinya) pada monitor Holter atau pemantauan EKG; 4. Rata-rata kecepatan ventrikel di bawah 55 bpm (70 bpm pada pasiendengan penyakit jantung bawaan yang signifikan 5. Disfungsi ventrikel; 6. Complex ventricular ectopy Selain itu, neonatus dengan blok AV (lengkap atau 2:1) disebabkan oleh sindrom perpanjangan QT memiliki resiko yang tingg terjadinya aritmia ventrikel yang dapat mengancam jiwa dan kematian mendadak (kejadian hingga 50%).(8) Pemasangan alat pacu jantung pada atrium atau ventrikel secara 35 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

cepat dapat efektif mencegah terjadinya aritmia ventrikel pada populasi ini. Indikasi lain untuk penempatan alat pacu jantung tercantum pada gambar 16.(8) Implantasi alat pacu jantung permanen diindikasikan untuk: 1. AV blok derajat kedua atau ketiga terkait dengan bradikardia simtomatik, disfungsiventrikel, atau curah jantung yang rendah 2. Disfungsi nodus sinus dengan korelasi gejala selama bradikardia yang tidak sesuaiusia 3. Setelah oprasi atau kateterisasi yang menginduksi terjadinya blok AV derajat duaatau tiga yang semakin parah 4. Terus-menerus pause dependent VT dengan atau tanpa prpanjangan QT Implantasi alat pacu jantung permanen perlu dipertimbangkan untuk: 1. Sinus bradikardia dengan penyakit jantung bawaan kompleks dengan detak jantung pada saat istirahat kurang dari 40 bpm atau jeda laju ventrikel lebih dari 3 detik 2. Pasien dengan penyakit jantung bawaan dan mengalami gangguan hemodinamik yang disebabkan oleh sinus bradikardia atau kehilangan Sinkronisasi AV Implantasi alat pacu jantung permanen tidak diindikasikan saat : 1. Blok AV sementara pasca operasi lalu kembali menjadi konduksi AV normal padapasien yang asimptomatik 2. Blok AV tingkat dua asimptomatik tanpa gejala 3. Sinus bradikardi simtomatik resiko relative perpanjangan interval kurang dari 3detik dan detak jantung minimum lebih dari 40 bpm. 36 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021

Gambar 21. Rekomendasi alat pacu jantung pada neonatus dan anak dikutip dari : Cannon b electrophysiologic testing, transesophageal pacing and pacemakers. John wiley &sons ltd [internet] 2018 [cited 2020 mei 20] available from : https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/9781118635520.ch17 Jika ada indikasi, alat pacu jantung dapat ditempatkan menggunakan transvenous (penyisipan melalui subklavia vena, melintasi katup trikuspid ke ventrikel kanan) atau melaluli epikardial di mana sadapan langsung dijahit pada permukaan epikardial jantung setelah sternotomi. Secara umum, karena ukuran kecil dari vena dan jantung, jalur melalui epikardial hampir selalu digunakan pada neonatus. Dengan menggunakan program pada computer (setiap perusahaan perangkat memiliki programmer tertentu) memungkinkan untuk mengubah laju pacing serta pengaturan lainya dengan hanya menempatkan alat pemrograman di atas alat pacu jantung non-invasif. Banyak perangkat yang dapat dipantau di rumah. Gambar 22. Sistem pacing epicardial dikutip dari : Cannon b electrophysiologic testing, transesophageal pacing and pacemakers. John wiley &sons ltd [internet] 2018 [cited 2020 mei 20] available from : https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1002/9781118635520.ch17 37 | BULETIN KARDIOLOGI, 1-2021


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook