Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Midnight Restaurant

Midnight Restaurant

Published by almeirasetiadi, 2022-08-29 03:55:34

Description: Midnight Restaurant

Search

Read the Text Version

Ahmad Danielo

APPETIZER 1

THE BAD BOY Januari 20xx \"SIAAAAAAAAAAAAAALLLLL….!!!!!!\" Ini sudah tengah malam, tapi mulut ini tidak bisa diam. Meluapkan amarah dengan kata-kata kasar, meskipun Saya tahu tidak akan ada yang mendengar. Umpatan demi umpatan mengiringi setiap barang yang saya kemas ke dalam tas hitam besar. Percayalah.... packing tidak pernah sehorror ini. TOK..... TOK...... TOK...... \"DIAAAAAAAM…!!!\" Ada alasan kenapa kamar ini berantakan, dan alasannya ada di balik pintu itu. Siapa pun dia, yang dari tadi mengetuk pintu kamar dengan sangat pelan tapi memaksa saya untuk bertindak sangat cepat. \"Tai! Ini semua salah Gue! Kalau saja gue gak pergi dari rumah, kalau saja Gue dengerin nasehat mereka, kalau saja.....\" TOK....... TOK....... TOK........ \"ANJ***********************NG!!!!\" Tangan ini masih sibuk mengemasi pakaian, buku, dan barang-barang yang akan Saya bawa pulang. Biasanya kemanapun Saya akan pergi, packing tidak pernah selama ini. Tapi kali ini Saya harus memastikan tidak ada satupun yang ketinggalan, karena Saya tidak akan pernah kembali ke tempat ini lagi. TIDAK AKAN Packing di tengah tekanan sosok dibalik pintu itu bukanlah masalah besar, karena bagian terburuknya adalah.... Bagaimana caranya Saya keluar dari kamar ini? Saya sudah selesai berkemas, dan masih mengambil nafas untuk keluar dari kamar. Suara ketukan pintu itu tidak lagi terdengar, tidak pula Saya rasakan ada seseorang di baliknya. Saya berjalan pelan sekali, meraih gagang pintu dengan tangan basah yang masih gemetar. Hawa panas yang saya rasakan ini.... entah karena keringat yang bercucur deras, atau jangan-jangan...... KREEEEEEEEK Suara pintu terbuka pelan, degup jantung yang beradu cepat, membuat saya sejenak menahan nafas, dan saat pintu kamar terbuka lebar...... 2

TIDAK ADA SEORANGPUN DISANA Ini adalah kesempatan Saya.... segera Saya berlari menuruni tangga dan bergegas mengeluarkan motor yang ada di ruang tamu. Rasa takut bercampur lega karena akhirnya saya akan pergi dari tempat terkutuk ini, layaknya terusir dari rumah sendiri. Motor saya sudah di teras rumah, sebelum menutup pintu kontrakan saya sempatkan melihat untuk terakhir kalinya, ruangan dapur yang gelap.... dan Handy cam Saya yang tergeletak di lantai... tidak sedikitpun ada niatan untuk mengambilnya, karena saya sama sekali tidak ingin tahu apa isinya. KREK Dengan ditutupnya pintu kontrakan ini, maka secara resmi saya bukan penghuninya lagi. Saya letakkan kunci kontrakan di atas pintu, dan segera pergi. Sebelum persimpangan ini memisahkan saya dengan jalan Kalimaya, tempat dimana kontrakan Saya berada, Saya beranikan diri memandanginya untuk terakhir kali. Bukan pada Kontrakan saya, tapi pada gedung di sebelahnya. Gedung dengan cat merah, yang jadi sumber semua malapetaka Saya selama ini. Tempat terkutuk dimana Saat ini saya menaruh semua rasa benci, dan bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kaki di sana lagi. Mungkin hari ini adalah hari terakhir Saya disini, tapi entah kenapa Saya merasa bahwa ini tidak akan mengakhiri semua masalah.... karena bagaimanapun semua ini dimulai dari kesalahan Saya sendiri.... Ya! Kesalahan Saya waktu itu..... -----‘’----- SATU MINGGU SEBELUMNYA... 30 Desember 20xx, 23.00 WIB \"Terima Kasih\" Ucap SPG mini market yang tersenyum dengan make up tebal di wajahnya. Heran, untuk membeli rokok saja saya harus dicerca banyak sekali pertanyaan. Inovasi marketing, malah jadi Annoying. Berjalan menyusuri trotoar kota Gambir dengan sebatang rokok di tangan kiri, dan tas belanja di tangan kanan. Masih terlihat keramaian remaja yang berpasang- pasangan. di kota ini, setiap malam adalah malam yang panjang, malam pesakitan bagi para bujangan. \"Termasuk saya\" 3

Tidak masalah! Sejak memutuskan pindah ke kota Gambir, bagi saya menikah adalah pilihan terakhir. Karena yang pertama adalah pendidikan dan Karir. Itulah alasan yang selalu saya berikan pada mereka yang selalu bertanya \"Kapan merit?\" Satu blok sudah Saya lewati. Tinggal satu tikungan lagi saya sampai di Jalan Kalimaya dimana kontrakan Saya berada. Ini adalah hari kedua Saya menempati kontrakan kecil di ujung pertigaan itu, Sebuah rumah lantai dua dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, lengkap dengan dapur. Semua itu sudah cukup untuk hunian seorang mahasiswa bujang seperti saya. Harga yang terjangkau dan lokasi yang strategis adalah alasan utama saya memilih kontrakan tersebut. Memang Kontrakan saya jauh dari kampus dan pusat keramaian, yang mana adalah tempat yang pas untuk bersantai. Selain itu kontrakan kecil ini juga bersebelahan dengan sebuah restoran, bangunan klasik dengan cat merah dan tulisan hitam berbunyi.... HANGGAREKSA RESTAURANT Restoran ini hampir tidak pernah sepi. bahkan di hari libur pun pelanggan datang silih berganti. Banyak menu di restoran ini yang populer di kalangan Mahasiswa, dan sudah lumrah jika setiap malam menjadi tongkrongan wajib mereka. Berhubung saya sudah sampai disini, sebelum ke kontrakan saya putuskan untuk mampir dan mengobati lapar karena sudah berjalan cukup jauh KRING.... Suara bel pintu menyambut kedatangan Saya. Kedatangan seorang pelanggan yang mungkin tidak kebagian meja. Restoran ini masih saja ramai walaupun sudah hampir tengah malam. Terlintas di benak saya untuk pergi dan mencari tempat lain, tapi tiba-tiba... \"Selamat datang\" Seorang Waitress cantik berambut coklat yang masih belia menyapa Saya, dia berbaik hati mengantarkan saya ke meja kosong di dekat jendela. Senang rasanya karena masih ada meja yang kosong, meskipun gadis ini kurang ramah dalam melayani. Bahasa nya sih sopan, tapi diucapkan tanpa senyuman bahkan tanpa ekspresi. \"Mungkin sedang tidak enak badan karena harus shift malam\" Itu yang ada di pikiran Saya melihat wajahnya yang pucat. Waitress itu mempersilahkan Saya duduk dan memberikan sebuah Daftar Menu. Saya berikan sebuah senyuman kecil sebagai tanda terimakasih. Perut lapar ini setuju untuk tidak pilih-pilih makanan, jadi apapun menunya tidak akan jadi masalah, yang penting kenyang. Akhirnya Saya pun memesan.... \"Nasi Goreng Sambal Ijo, Jus Apel dan Kopi Susu\" 4

Waitress itu mencatat semua pesanan Saya, segera setelah saya berikan daftar menunya kembali, dia pun pergi. Sembari menunggu pesanan datang, saya mengecek kelengkapan barang-barang yang saya beli barusan. Saya tidak mau berjalan dua blok lagi hanya karena ada sesuatu yang ketinggalan. Saya buka kardus putih berisi Handy Cam Somy, benda yang wajib saya miliki sebagai Mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir. Sejak kecil saya bercita-cita menjadi sutradara terkenal, bukan karena saya jago akting, tapi karena saya jago marah. Tapi cita-cita manusia selalu berubah, semakin dewasa semakin sederhana. Sekarang ini jangankan menjadi sutradara, lulus dengan IPK standar saja saya sudah bangga, masalah kerja.... saya lebih memilih berwirausaha. Iseng tapi niat, saya mencoba merekam untuk pertama kalinya, tidak peduli saran di buku petunjuk yang mewajibkan mengisi penuh baterai terlebih dahulu. Cukup dengan power bank, masalah teratasi. Tapi sekarang muncullah masalah baru. Kemanapun saya arahkan lensa kamera ini, tidak ada gambar apapun yang muncul di layar, hanya tulisan merah berbunyi \"•REC\" pertanda Handy cam ini mulai merekam. Tapi itu tidak lama, karena sekarang Handy cam ini mati total. \"Kampret! Masa baru dipake sekali aja udah rusak?\" Tidak bisa menyembunyikan kekesalan, saya pun memasukkannya ke dalam kardus, dan berniat untuk tidak menyentuhnya lagi. Tak lama kemudian pesanan Saya pun datang. Waitress yang masih dengan wajah datarnya itu menyajikan pesanan Saya di meja. Saya bisa mendengar bunyi berisik piring dan gelas di atas nampan yang dibawanya, seolah tangan Gadis ini sedang gemetar. grogi atau memang benar-benar tidak enak badan? hingga kopi pahit saya pun harus menetes dan mengotori taplak meja berwarna merah gelap itu. \"Hati-hati mbak\" Seru Saya yang tidak sedikitpun direspon dengan kata Maaf. Wajahnya pun tidak menunjukkan rasa bersalah, dengan tenang dia mengelap tumpahan kopi tersebut. Kejadian ini membuat Kesan pertama Hanggareksa jadi buruk di mata Saya. Tapi... luka bakar di pergelangan gadis ini membuat Saya sedikit memakluminya. Luka bakar yang kelihatannya masih baru itu tertutupi oleh seragam waitress lengan panjangnya yang berwarna merah. \"Mungkin luka nya masih terasa sakit hingga kesulitan membawa nampan\" Pikir Saya dalam hati. Setelah selesai waitress itu pun pergi tanpa permisi, dengan langkahnya yang pelan dia masuk ke ruangan kecil yang ada di samping meja kasir. Sejenak Saya perhatikan, ada yang ganjal dengan restoran ini. Tapi....... Ah sudahlah! Sekarang bukan waktunya berpikir, sekarang adalah waktunya Makan. Nasi Goreng Sambal Ijo. Tidak seperti namanya, warna Nasi goreng ini masih sama dengan nasi goreng lainnya. Hanya saja rasanya...... 5

\"Eh??\" Rasanya benar-benar beda. Nasi goreng adalah menu favorit saya, tapi dari semua yang pernah saya makan, Nasi goreng di restoran inilah yang paling lezat. Tidak banyak topping yang merusak rasa, kokinya fokus pada bumbu dan saus yang melebur nikmat di lidah saya. Tidak ada satu pun cabe rawit ataupun sambal uleg, karena rasa pedasnya adalah bagian dari bumbu, sumpah, MANTAP! Saya tidak pernah makan selahap ini di tempat umum, apalagi kalau sedang ramai. Tapi kali ini masa bodo! Saya bahkan ingin nambah satu porsi lagi. Di sela-sela sibuknya mengunyah makanan, saya perhatikan keadaan di sekitar. Bapak-bapak, Ibu-ibu, beberapa orang remaja, dan bahkan anak-anak kecil pun terlihat asyik dan hanyut dalam topik perbincangan masing-masing. Semuanya berpakaian rapi layaknya pegawai kantoran, pengusaha besar dan politikus. \"Rame banget, padahal sudah hampir jam dua belas malam.\" Pikir Saya sambil meneguk jus apel tanpa susu yang Saya pesan barusan. Saya bisa mengerti kalau restoran ini banyak diminati, tapi yang tidak bisa saya mengerti adalah ...... tidak satupun dari pengunjung ini yang sedang menyantap pesanan mereka. Semuanya hanya sibuk bercakap dan bersenda gurau satu sama lain, dan membiarkan piring serta gelas di depannya itu diam tak tersentuh. Anak- anak kecil yang sedang bermain kejar-kejaran itu pun tampak tidak peduli dengan permen dan coklat yang mereka pegang. Bukan cuma itu, Saya tidak lagi melihat ada Waitress dan pelayan lain di restoran ini. Gadis yang tadi melayani Saya pun tidak keluar lagi dari ruangan itu, bahkan kalau diingat-ingat dia sama sekali tidak menghampiri meja pelanggan lain selain meja Saya. Dan yang membuat Saya semakin bingung adalah, tidak ada seorang pun yang duduk di meja Kasir. Saya mulai bertanya-tanya, bagaimana sistem pembayaran di restoran ini. Haruskah Saya tinggalkan uang di meja seperti kebanyakan restoran di eropa? Tidak berapa lama kemudian selesai sudah hidangan tengah malam Saya. Saya pun mengemasi barang belanjaan dan menuju ke meja kasir berharap ada seseorang yang bisa saya panggil. Tapi sesampainya disana, tidak seorang pun yang datang menjawab panggilan Saya. Padahal pintu ruangan di samping meja kasir itu masih terbuka. \"Halooo, kasiiiir?? Pelayaaan???\" Saya mulai kesal hingga terpikir untuk jadi kriminal. Tapi Saya sadar kalau masih punya Moral. Akhirnya Saya pun tolah-toleh mencari papan menu, agar Saya tahu berapa total harga pesanan Saya. Tapi anehnya, papan menu yang digantung di atas tempat cuci tangan itu KOSONG! Sama sekali tidak ada daftar makanan dan minuman di sana. Saya semakin kesal. Segera saya keluarkan uang kertas lima puluh ribu dan Saya letakkan di atas meja kasir dengan penuh amarah. Suara meja yang saya pukul itu tidak begitu nyaring terdengar karena tertutupi oleh riuh nya suara pelanggan. Tapi tiba-tiba... 6

TENG...................... TENG..................... TENG............................. Denting itu berasal dari jam tua yang berada di depan saya, tepatnya di samping meja kasir, jam tua yang terbuat dari kayu itu, kacanya mulai retak dan jarum panjangnya yang menunjuk ke angka dua belas pun patah. Tapi bunyi denting ini terdengar keras sekali, cukup mengerikan untuk suasana restoran yang sedang sepi. \"Eh, sepi???\" BRAK! Tiba-tiba Satu persatu pelanggan yang ada di restoran ini jatuh tersungkur dari tempat duduknya masing-masing. Makanan, minuman, apapun hidangan yang ada di mejanya kini berserakan di lantai, bunyi piring dan gelas pecah bercampur dengan suara erangan manusia. Tidak jelas apa yang mereka katakan, wajahnya menunduk ke lantai, tangannya memegangi leher seolah sedang tercekik sesuatu, hingga akhirnya satu persatu dari mereka memuntahkan cairan kental berwarna merah.... UUUUUUUURRRGGGWEEEKKKHHH... \"Aaaaa aaaapaaa apaaaan ini??????\" Saya tidak tahu lagi harus merasakan apa, jijik, kasihan, takut? Melihat orang- orang ini meronta kesakitan, bahkan anak-anak mereka pun tergeletak tak berdaya. Semua itu menyadarkan saya kalau yang pertama kali harus saya selamatkan adalah diri Saya sendiri. Kalau ini adalah akibat makanan yang mereka makan, maka saya pun sedang berada dalam situasi yang sama. \"Sial!\" Tidak peduli dengan diri sendiri, saya bergegas menghampiri mereka, walaupun rasa takut membuat langkah kaki ini semakin berat. Saya mendukkan badan berusaha menenangkan seorang bapak yang tidak henti-hentinya memuntahkan darah. Tapi saat bapak itu mengangkat wajahnya... \"WHAT THE HELL?\" Tubuh ini begidik melihat wajah bapak itu. Kulitnya putih pucat, dengan lingkaran mata merah dan bola matanya yang memutih, urat di leher mereka terlihat jelas menonjol keluar, dan bibir biru mereka yang melepuh itu pun perlahan terbuka........ mereka berteriak, tapi tidak ada suara yang terdengar. Rasa khawatir dan panik Saya pun berubah menjadi rasa takut dan ngeri, tubuh Saya rekflek menjauhi bapak ini, tapi saat saya perhatikan sekeliling restoran barulah saya sadari semua pelanggan di ruangan ini mengalami kondisi yang sama. \"Kalian tunggu disini!! Biar saya cari bantuan\" 7

Teriak saya pada mereka yang sekarang melambai-lambaikan tangannya pada Saya, berharap saya meraihnya dan membawa mereka keluar dari apapun yang sedang menimpanya. Anehnya... saat Saya berusaha menghubungi Ambulan, Handphone Saya justru tidak ada jaringan. Sayaberlari keluar dari restoran, dengan barang belanjaan saya di tangan, berharap segera mendapatkan bantuan... BANG! Saya banting pintu restoran dengan keras, lalu melihat sekeliling area parkir dengan penuh harapan ada seseorang yang bisa saya mintai bantuan. Tapi satu-satunya orang yang bisa Saya temukan hanyalah seorang tukang parkir. Saya berlari menghampiri bapak bertubuh tinggi besar yang sedang sibuk membereskan barang- barangnya itu, mungkin ini sudah waktunya untuk pulang, tapi kedatangan Saya dengan wajah panik ini berhasil menahan langkah tukang parkir tersebut. \"Pak tunggu!!\" Bapak itu memperhatikan Saya yang datang dengan panik dan tergesa-gesa, beliau memberi Saya waktu untuk mengatur nafas lalu menjelaskan semuanya. \"Tolong hubungi Ambulan Pak! Di dalam restoran itu, banyak orang yang keracunan makanan, mereka muntah darah, kondisi mereka juga......\" Bapak itu menepuk pundak Saya, wajah seriusnya sama sekali tidak tergurat rasa panik dan khawatir atas apa yang saya ceritakan barusan, Malah dengan tenangnya, beliau menyuruh Saya berbalik ke arah restoran di belakang Saya itu. Sedikit jengkel memang, karena bapak ini sudah memotong penjelasan Saya dan apa yang Saya beritakan barusan seolah tidak digubrisnya, Bapak ini sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi di restoran itu. Dan setelah Saya menoleh ke belakang barulah Saya tahu jawabannya. \"Sssss seeeriusss???\" Entah sejak kapan semua lampu di restoran itu mati, bahkan sama sekali tidak ada tanda-tanda sedang buka. Tulisan merah digantung di jendela kacanya yang berbunyi CLOSE \"Jangan pernah datang ke restoran ini lagi, terutama kalau malam hari!\" Nasihat bapak itu tidak Saya hiraukan, mata ini masih memandangi pintu masuk Hanggareksa. Pintu dimana Saya keluar dari situasi mencekam orang-orang yang sekarat itu. Selanjutnya saya tidak tahu lagi apakah itu nyata atau hanya halusinasi. Tapi perut ini masih lantang berbunyi, seolah sama sekali belum terisi. Apakah hidangan yang Saya nikmati di dalam tadi nyata? ataukah semua rentetan kejadian itu hanyalah ilusi semata? Tukang parkir ini melambaikan tangannya di depan wajah Saya, berusaha menyelamatkan Saya dari lamunan panjang ini. \"Saya.... Saya masih waras kan pak? Apa yang Saya lihat dan ceritakan tadi, itu benar-benar nyata, saya tidak bohong\" 8

Bapak itu mengangguk bukan karena membenarkan perkataan Saya, tapi hanya berusaha menenangkan Saya. Beliau pun berkata... \"Restoran itu selalu tutup pukul sebelas malam, Saya tidak tahu bagaimana ceritanya sampean bisa masuk kesana. Dan saya juga tidak tahu apa yang sudah sampean lihat di dalam Sana, sekarang sebaiknya sampean pulang, setelah apa yang sampean alami barusan, tidak baik masih berada di sekitar restoran\" Bapak ini benar. Saya pun tidak mau lama-lama berada di dekat restoran angker ini. Tapi rumah kecil di samping restoran itu...... rumah lantai dua dengan cat putih itu berada tepat di sebelah Hanggareksa. Tidak ada pagar ataupun gang yang memisahkan, hanya sebuah dinding tipis yang menjadi batas. Saya memandangi rumah itu tanpa bisa menutupi wajah gugup dan ketakutan, Tukang parkir ini pun menyadarinya. Dia pun ikut memperhatikan. Angka tiga dan delapan terpasang tepat di samping pintu rumah itu, pintu yang sedang terkunci karena harus ditinggal oleh pemiliknya, dan benda logam dengan gantungan kunci hitam di tangan saya ini adalah Kunci rumah itu...... Ya! Rumah di samping restoran itu adalah...... KONTRAKAN SAYA ----‘’---- 31 Desember 20xx, 06.00 WIB Butuh waktu agar mata yang sudah terbuka ini bisa melihat dengan jelas. Cahaya matahari pagi membakar sisa-sisa kotoran di mata, memaksanya berkedip berkali- kali sampai akhirnya pandangan ini menjadi jernih. Mengangkat badan terasa sangat mudah, tapi meninggalkan pembaringan ini.. entah kenapa jauh lebih susah. Saya ajak mata lemah ini berkenalan dengan kamar kontrakan yang baru dua hari saya tempati. Dinding sebelah kiri yang penuh dengan poster Rhoma Irama dan Liverpool, jendela kamar yang lupa saya tutup, entah sudah berapa nyamuk yang mati semalam gara-gara kekenyangan menghisap darah bujangan. Kemudian meja kerja dengan laptop yang masih dalam kondisi stand by, di sebelahnya ada lemari baju berisi pakaian yang selalu saya jaga kerapiannya karena mata manusia lebih cekatan menilai penampilan daripada hati seseorang. Terakhir adalah cermin yang di depan Saya. Dapat Saya lihat wajah berantakan dengan rambut yang tiap helainya berlawanan arah, plester di dahi Saya masih belum sempat Saya buka, ini adalah kenang-kenangan dari kecelakaan kemarin. Dan gara-gara itu motor saya harus menginap di bengkel selama satu hari satu malam, belum lagi wajah tampan ini sekarang menjadi ternoda, kulitnya putih pucat, bibir biru yang melepuh, dan mata besar dengan lingkaran merah di sekelilingnya.... UWAAAAAAAAAAAAAAAAAAH 9

Gila! Kenapa tiba-tiba saja saya teringat wajah orang-orang di restoran semalam? Ini masih terlalu pagi untuk merasa takut. Saya beranjak dari kasur tempat saya duduk termenung barusan, menggerak-gerakkan badan, meluruskan sendi dan tulang. Ada kenikmatan tersendiri mendengar suara jari jemari dan tulang punggung yang bergesekan, setelah cukup membuang sisa kantuk Saya pun turun ke lantai bawah. Menuruni anak tangga dengan langkah sempoyongan, mungkin Saya sudah jatuh kalau tidak pegangan. Tangga ini menghubungkan lantai dua dimana kamar Saya berada, dengan ruang tamu di bawahnya. Ruangan ini tidakbegitu luas, tidak ada furniture, perabotan apalagi kursi tamu, jadi untuk mengantisipasi pengunjung, Saya gunakan karpet yang saya bawa dari kampung. Saya menghampiri lemari es yang sengaja dipindah ke ruang tamu agar mudah untuk ambil minum. Tapi kali ini alasan Saya berdiri di depannya bukanlah karena minuman, melainkan karena di atas lemari es ini ada Handy cam saya yang baterainya sudah terisi penuh. Apa boleh buat, Saya harus mengisi baterainya di sini karena colokan di Kamar sudah penuh. Betapa senangnya Saya karena sekarang Handy cam ini sudah normal. Ini pelajaran bagi Saya agar lain kali mau mematuhi buku manual, syukurlah Saya tidak harus kembali ke tokonya untuk komplain. Tanpa pikir panjang Saya pun mencoba untuk merekam. •REC. Dimulai dari ruang tamu.... Ada satu kamar di ruangan ini, tepatnya di dekat pintu masuk. Kamar ini sama luasnya dengan kamar Saya di atas, hanya saja karena tidak ditempati, Saya gunakan sebagai gudang. Semua barang yang belum sempat saya tata ada di kamar ini, mulai dari lemari, meja dan televisi. Sudah lima tahun lebih Saya tidak nonton TV, karena internet memberikan lebih banyak informasi dan hiburan, sementara Televisi hanya memberikan Anak Jalanan. Cukup dengan ruang tamu, Saya lanjut ke ruangan berikutnya. Ruangan kedua adalah dapur yang ukurannya jauh lebih luas daripada ruang tamu. Bahkan kelihatannya terlalu mewah untuk rumah sekecil ini. Di depan Saya ada meja panjang membentuk huruf \"L\" yang terbuat dari beton dan keramik , dengan dua buah tempat cuci piring di setiap sudutnya. Di tengah meja ada sebuah kompor yang lagi-lagi terlalu besar untuk sebuah dapur rumahan. Di ujung kanan meja ada sebuah lemari besar yang sejak kemarin tidak bisa terbuka karena kuncinya hilang, sedangkan di ujung kirinya adalah tempat lemari es sebelum Saya pindahkan ke ruang tamu. Bisa dikatakan dapur ini adalah satu-satunya ruangan termegah di rumah ini, tempat yang pas untuk Saya bersantai menikmati minuman hangat di musim hujan ini, tapi.... 10

Ada satu hal yang sejak tadi menjadi pusat perhatian saya, hingga sudah lebih satu menit lensa handycam ini diarahkan ke sana. Ke dinding diatas kompor berada. Disana ada sebuah lubang ventilasi yang memanjang dan tidak dilapisi kaca ataupun lubang penyaring udara. Ventilasi itu menjadi titik penghubung antara dapur ini dengan restoran sebelah. \"Mungkin... gue bakal jarang banget masak di sini\" Gumam Saya dalam hati, mengingat betapa dekatnya dapur ini dengan restoran Hanggareksa. Jika suatu saat nanti saya kelaparan tengah malam, Saya lebih memilih untuk cari makan di luar daripada harus memasak di dapur ini. Membayangkan harus menghirup udara yang sama dengan Hanggareksa membuat saya teringat dengan kejadian semalam, dan itu cukup untuk membuat nafsu makan saya hilang. Cukup dengan dapur ini, sekarang menuju ke ruangan terkahir. Melewati pintu kecil yang berada di samping meja dapur, membawa Saya ke kamar mandi. Disinilah tempat saya mengguyur badan dan membiarkan rasa lelah luntur bersama dengan dinginnya air. Tidak ada yang menarik dari kamar mandi di rumah ini, dan saya pun tidak berniat merekam aktifitas saya di kamar mandi. Jam sudah menunjukkan pukul 06.15 WIB, Saya harus bersiap-siap pergi ke kampus dan harus sepagi mungkin karena sebelumnya ada bengkel yang harus saya datangi. ∎STOP ----‘’---- 31 Desember 20xx, 07.00 WIB KREK! Pintu kontrakan ini sudah sangat tua, tapi entah kenapa gagang dan lubang kuncinya masih baru. Mungkin sengaja diperbaharui karena ada yang ingin menempati. Saya mulai penasaran siapa yang tinggal disini sebelumnya. Mungkinkah orang itu tahu tentang restoran ini, hingga memilih untuk pindah? Tidak ingin terlambat ke kampus, Saya pun meletakkan kunci kontrakan di atas lubang pintu dan segera berangkat. Ada tempat yang harus saya datangi sebelum pergi ke kampus. Tempat itu adalah “Gardana Bengkel” Saya harus menjemput motor saya yang baru saja bangkit dari kecelakaan beberapa hari lalu. Sebelum meninggalkan kontrakan saya sempatkan diri untuk melihat ke restoran sebelah. Hanggareksa sudah buka, dan terlihat beberapa pelanggan sudah duduk menikmati pesanannya masing-masing. Tidak ada yang aneh dari Restoran itu pagi ini, semua tampak normal seolah tidak sedikitpun menyimpan rahasia yang mengerikan. 11

Hilir Mudik kendaraan yang semakin riuh dengan bunyi klaksonnya, seakan menyadarkan Saya bahwa Saya sedang berada di Kota. Megahnya gedung pencakar langit, dan kabut hitam yang mereka sebut polusi, semakin membuat Saya merindukan kampung halaman. Sepanjang jalan saya memikirkan indahnya pemandangan desa, suasana pagi hari yang tenang, hanya kicauan burung dan suara ternak yang menghiasi damainya pagi, bukan bunyi gaduh kendaraan bermotor. Tak terasa sampailah Saya di Bengkel Motor Gardana. Motor CBR berwarna merah putih itu tampak sedang mejeng di depan bengkel, Bodynya yang mulus mengkilat seolah sedang menyapa Saya dan berkata... “Saya siap dibawa pulang” Motor yang malang, gara-gara kecerobohan Saya, dia harus mencumbu trotoar kota yang baru dikenalnya ini. “Halo Sob!” Seorang montir kurus keriting dengan jenggot yang berantakan menghampiri Saya. Bekas Oli dan bau pelumas semakin menegaskan identitasnya sebagai Montir. Tapi itu hanya bagi pelanggan baru, karena pelanggan lama nya pasti tahu kalau orang ini adalah bosnya. Pemilik dari salah satu Bengkel Motor terbesar di Kota ini. “Halo Viki!” Kami memulai basa basi wajib sebelum masuk ke pembahasan inti tentang kondisi motor Saya. Jadi ceritanya, dua hari yang lalu saya dengan sadar menabrak rombong pedagang kaki lima karena menghindari anak SD yang tiba-tiba melintas. Hasilnya? Luka lecet di tangan, kaki, dahi, dan juga biaya ganti rugi untuk pedagang STMJ yang rombongnya saya hancurkan. Tentu saja itu menguras isi dompet Saya, belum lagi biaya perbaikan motor yang saya yakin tidak sedikit. “Gratis Sob.\" “Eh??” Kata-kata viki itu menyelamatkan tiga uang kertas merah yang baru saja hendak Saya keluarkan dari dompet. “Serius nih?” Viki mengangguk sambil menepuk-nepuk bahu saya, sebelum akhirnya dia berhenti karena takut tangannya mengotori baju Saya. Kami berteman sudah sangat lama,, bahkan sejak sama-sama masih di kampung dulu Saya adalah pelanggan setianya. Sampai akhirnya Viki memutuskan untuk tidak kuliah dan lebih memilih melanjutkan usaha bengkelnya di kota. Alhasil.... dia adalah salah satu pengusaha muda yang sukses di kota Gambir. Disela obrolan seru tentang berbagai tema, termasuk tema percintaan tiba-tiba mata saya terpaku pada sebuah bungkusan. Tiga buah bungkusan putih yang saat ini menumpuk di tempat sampah. Saya tidak ingin tahu apa isinya, karena lebih tertarik pada ceritanya. “Oh ya Vik, kalau kebetulan Kamu lagi di Hanggareksa, sempetin mampir di Kontrakan Ya! Kontrakan Gue pas banget di samping restoran” Tawaran Saya pada Viki hanyalah sebuah umpan, dan Saya sangat berharap Viki dapat memakannya. 12

“Oooooooh Elu ngontrak disitu? Deket donk dari sini! OK lah! Besok-besok kalau sempet Gue pasti mampir kesana” Sayangnya umpan Saya gagal!! Bukan reaksi itu yang Saya harapkan keluar dari Viki. Sebagai salah satu pelanggan restoran itu, Viki sepertinya tidak tahu apa-apa tentang kejadian semalam. Tas plastik putih bertuliskan “Hanggareksa Restaurant” itu adalah bukti kalau dia pernah memesan makanan disana, belum lagi tempat tinggalnya yang lumayan dekat, harusnya sedikit banyak dia tahu tentang sisi mengerikan restoran itu. Tapi biarlah. Mungkin untuk sementara.. semua ini hanya akan jadi rahasia Saya. Selama Saya tidak kembali ke restoran itu, kejadian serupa tidak akan pernah terulang. ----‘’---- Universitas Brajamusti. 31 Desember 20xx, 09.00 WIB Terlepas dari namanya, Universitas ini sama sekali bukan markas pengedar obat terlarang. Kampus Saya adalah kampus elit dan merupakan salah satu yang terbesar di Jawa Timur. Bisa kuliah disini adalah keajaiban, mengingat Saya yang berasal dari keluarga pas-pas an. Halaman luasnya sebanding dengan gedung- gedung nya yang besar, bahkan Aula nya saja hampir sebesar lapangan sepak bola. Pagi ini cuaca sedang mendung, sebagian mahasiswa dan mahasiswi berada di kantin untuk menikmati yang hangat-hangat. Sementara Saya masih di kursi taman menata buku yang baru saja saya pinjam dari perpustakaan. Sebenarnya saya lebih tertarik dengan artikel dan buku digital daripada buku-buku ini, tapi sebagian dosen melarang untuk menggunakan E-Book sebagai refrensi. \"Aaaaah susah amat sih nyari refrensi di buku! Mesti dibuka lembar demi lembar\" Saya menggerutu seperti anak kecil, jari ini sudah terbiasa dengan \"Ctr + F\" lalu kemudian \"Ctrl + C dan Ctrl + V\", sampai akhirnya Saya pun menyerah. Saya tutup buku tebal ini dan membuka layar Handy Cam. •REC. Andai saja ada camera yang mampu melihat pikiran manusia, saya bisa tahu apa yang ada di pikiran mahasiswa dan mahasiswi yang dari tadi lalu lalang di depan Saya. Mereka seperti sibuk sendiri, membawa buku kesana kemari. Sebagian terlihat berpakaian sangat rapi, dan sebagian lagi terlihat sangat seksi. Salah satunya adalah cewe ini... \"Haaalloooooooooo\" Cewe seksi dengan pakaian nyentrik yang sedang melambai-lambaikan tangannya ke Handy Cam ini adalah Sabrina. Mahasiswi jurusan Sastra Inggris. Terbaik di 13

kelasnya, terfavorit di kalangan mahasiswa dan tentunya terkenal di kalangan dosen-dosen muda. Sempat saya meragukan darimana datangnya nilai A yang berjejer rapi di kartu hasil studynya, entah itu dari otak, atau dari tubuh-nya... tapi Saya dan semua teman dekatnya tahu, bahwa Sabrina benar-benar jenius. \"Lagi ada proyek sinematografi yah? Kalau Kamu butuh artis, jangan sungkan- sungkan buat hubungin Aku yah!\" Ucap sabrina dengan nada manja ala syahrini. Dia duduk di samping Saya, mengibaskan rambut hitam kemerah-merahannya hingga wangi sampo mahalnya menampar hidung saya. ∎STOP \"Ganggu aja! lagian kalaupun beneran ada proyek, Aku gak bakal ngajak Kamu!\" Jawab saya sinis, sambil menutup Handy Cam. Sebenarnya saya bukan laki-laki yang suka bicara kasar sama perempuan, tapi khusus Sabrina..... ada pengecualian. Lagipula dia tidak pernah peduli ataupun komplain setiap kali saya bicara kasar. Sebenarnya Sabrina adalah perempuan yang galak dan cepat tersinggung, tapi bagi dia.... Saya ada adalah pengecualian. Kami sudah berteman sejak SMA, sempat terpikir untuk kuliah di jurusan yang sama.... tapi syukurlah itu tidak pernah terjadi. \"Mau?\" Sabrina menyodorkan rokok mentholnya, karena rokok saya sudah habis, saya pun menerimanya. Mungkin orang lain akan kaget melihat Sabrina merokok, tapi bagi Saya itu sudah biasa. Bahkan saya sudah sering melihat yang lebih gila dari ini. Sambil menikmati racikan tembakau di bawah pohon taman, kami pun berbincang- bincang. Sesekali rokok ini kami sembunyikan, karena tidak ingin ada dosen yang melihat. Sepuluh menit kiranya kami saling ngobrol, tiba-tiba konsentrasi saya pecah saat seorang gadis lewat di depan kami. Butuh waktu beberapa detik bagi saya untuk menyadari, betapa familiarnya wajah gadis tadi. Dan saat gadis itu sudah semakin jauh dari pandangan, barulah saya ingat.... Rambut coklatnya, wajah pucatnya, gerak-gerik gadis itu.... tidak salah lagi! Dia adalah orang yang sangat ingin saya temui bahkan sejak kejadian di malam itu. Orang yang mungkin bisa menjawab semua pertanyaan saya tentang apa yang terjadi di restoran itu. Ya! Gadis itu adalah WAITRESS HANGGAREKSA. \"Rin, pegangin!\" Saya beranjak dari bangku taman, dan memberikan Buku-buku juga tas saya pada Sabrina. \"Mau kemana?\" Tidak ada waktu menjawab pertanyaan Sabrina, Saya berlari sambil membawa Handy Cam. Menuju ke arah Gadis berambut Coklat yang sekarang sudah berada di atas motor maticnya. Saat gadis itu hendak pergi, seorang Mahasiswa datang menghampirinya, dari cara mereka berdua berbicara, sepertinya sudah kenal akrab satu sama lain. 14

Saya tidak mungkin menemui gadis itu hari ini, tidak selagi masih ada pria itu. Tapi setidaknya saya sudah memperpendek jarak dengannya, hingga handy cam ini dengan jelas merekam wajahnya. Dan berkat lensa Handy Cam yang Saya zoom berkali-kali, Saya semakin yakin bahwa gadis itu adalah Waitress yang saat itu melayani Saya. \"Cantik juga ya?\" \"Cantik tapi misterius, siapa juga yang mau deketin......... eh?\" \"NGAPAIN KAMU IKUTAN KESINI????????????????\" Saya tidak bisa menahan emosi karena Sabrina sudah melanggar privasi. Tidak hanya dia mengikuti dan mengintip apa yang saya lakukan, dia juga meninggalkan barang-barang Saya di kursi taman. \"Jadi kamu beli handy cam cuma buat stalking cewe itu?\" Tanya Sabrina seolah tidak merasa bersalah dengan apa yang sudah dia lakukan. Saya hanya bisa menghela nafas karena memarahi Sabrina adalah hal yang sia-sia, dan tentus saja.... menjelaskan semuanya pada sabrina, adalah hal yang juga sia- sia. Bersamaan dengan perginya gadis berambut coklat itu, selesai sudah urusan saya disini, Saya mengajak Sabrina pergi, meskipun dia masih saja cerewet dari tadi. Saya bisa saja bersikap tidak peduli pada gadis berambut coklat itu, tapi saya merasa berhutang tagihan menu padanya, dan tentu saja... gadis itu berhutang penjelasan pada Saya. ----‘’---- 31 Desember 20xx, 21.00 WIB Malam pun singgah ke kota Gambir... Tidak ada rencana untuk menghabiskan malam tahun baru di luar rumah, musim hujan adalah alasan utamanya. Gerimis malam ini mungkin akan semakin deras, dan tengah malam nanti akan memadamkan kembang api yang menyentuh awan- awan hitamnya, tapi Saya tidak sendirian.... ditemani para abang tukang becak, menyambut tahun baru dengan catur dan kopi luwak. Berbagai topik kami lahap habis, mulai dari Pak Kusnadi, hingga sampai pada perbincangan ini, entah siapa yang memulai... tapi tema ini jadi semakin panas. \"Wah Saya sudah bertahun-tahun mangkal disini, tapi gak pernah tuh mengalami apa yang sampean alami\" Ucap pak Sisjono, yang seolah dibenarkan oleh anggukan abang becak yang lain. 15

\"Bener Mas restoran itu sudah lama berdiri... memang sih sempat mengalami tutup beberapa bulan dan berganti kepemilikan, tapi sejauh ini tidak ada hal yang mencurigakan,apalagi mengerikan\" Tambah Kang Cipto memperkuat opini Pak Sisjono. Percuma... orang-orang ini tidak tahu apa-apa, dan itu wajar. Bagi abang-abang ini, makan di restoran adalah pilihan ke sepuluh yang mereka ambil jika perut laparnya memanggil. Mereka juga tidak punya waktu memperhatikan setiap pengunjung yang keluar masuk restoran, karena lebih fokus pada penumpang yang membutuhkan jasa mereka. Tidak masalah bagi Saya, karena tujuan utama Saya duduk di pangkalan becak malam ini, adalah menunggu Pak Kusnadi selesai dengan kesibukannya. Laki-laki paruh baya itu masih mengenakan seragam Jukirnya (Juru Parkir), dan terlihat sangat sibuk mengingat lalu lintas semakin padat karena ini malam pergantian tahun. Pengunjung restoran pun tidak begitu ramai, mungkin karena sebagaian besar memilih berkumpul di alun-alun kota. Akhirnya begitu ada kesempatan, Saya pun menghampiri Pak Kusnadi yang terlihat sedang duduk santai karena tidak ada lagi kendaraan yang butuh bimbingannya. \"Assalamualaikum\" \"Waalaikumsalaaam\" Pak Kusnadi bergeser dari tempatnya duduk, memberikan saya sedikit ruang dari bangku lusuh yang jadi tempat istirahatnya ini. Untuk menunjukkan Iktikad baik Saya, rokok Kretek yang sengaja saya siapkan dari tadi ini saya berikan pada Pak Kusnadi , beliau dengan senang hati menerimanya. Tidak perlu dijelaskan lagi maksud kedatangan Saya, karena beliau sudah sangat paham. Beliau memperhatikan sekelilingnya, seperti sedang memastikan bahwa apa yang akan jadi pembicaraan kami sesaat lagi, tidak terdengar oleh orang lain, hingga akhirnya asap rokok dari kami menjadi pembuka obrolan panjang nan tegang ini. \"Saya baru satu bulan yang lalu kerja disini mas, sebelumnya Saya adalah tukang becak sama seperti teman-teman Saya disana\" Ucap pak Kusnadi seraya menunjuk ke arah pangkalan becak tempat saya nongkrong tadi. Pantas saja abang-abang becak itu kenal dan tahu betul tentang Pak Kusnadi, ternyata beliau adalah mantan tukang becak. Setelah menghisap rokok Paku 69nya, beliau lanjut bercerita. \"Kejadian yang menimpa sampean semalam, pernah terjadi juga pada seorang pelanggan, dia adalah seorang anak muda yang usianya kira-kira seumuran sampean. Waktu itu Saya sedang bersiap-siap untuk pulang, tapi tiba-tiba anak itu keluar dari restoran yang memang sejak tadi sudah tutup. Ekspresi wajah dan gerak-gerik tubuhnya juga mirip dengan sampean waktu keluar dari restoran itu semalam, hanya bedanya.... sampean khawatir setengah mati, sedangkan anak itu takut setengah mati. 16

Ketika Saya menghampirinya dan bertanya... \"Ada apa Mas?\" Anak muda itu tidak menjawab, dan dengan tergesa-gesa menghidupkan mesin motornya lalu pergi meninggalkan tempat ini dengan kecepatan tinggi. Kalimat terakhir dari pak Kusnadi barusan disambut dengan reaksi heran sekaligus lega dari saya. Heran karena kalau benar anak itu melihat hal yang sama, itu artinya orang-orang yang sekarat itu bukanlah korban pertama. Tapi Saya lega karena sekarang Saya tahu, Saya tidak gila! \"Terus, setelah itu.... apa anak itu pernah kembali lagi ke sini Pak? Apakah bapak masih ingat dengan wajahnya?\" Tanya Saya dengan antusias, sementara Pak Kusnadi pun menjawab dengan antusias. \"Tidak! Sejak saat itu, saya tidak pernah lagi melihat dia kembali. Saya memang sudah tua, tapi ingatan Saya masih sehat. Lagipula apa yang dialami anak itu mungkin tidak seberapa dibandingkan apa yang dialami oleh sepasang suami istri yang datang ke sini kira-kira dua minggu yang lalu\" \"Apa? Jadi selain anak itu, masih ada satu korban lagi?\" Tanya Saya dengan suara keras yang tidak terkontrol karena terkejut. Pak Kusnadi memberikan Isyarat agar saya memelankan suara, karena baru saja saya menarik perhatian beberapa orang yang lewat. Melihat saya yang mulai tenang, Pak Kusnadi melanjutkan ceritanya. \"Ya! malam itu tiba-tiba saja terdengar suara gaduh, seperti suara jeritan seorang laki-laki, yang kemudian disusul oleh suara perempuan yang sedang panik. Waktu itu kejadiannya sekitar pukul setengah sepuluh malam, restoran pun masih buka. Tapi karena suara mereka cukup nyaring, saya yang duduk di sini pun dapat mendengarnya dengan jelas. Segera setelah itu, Saya pergi memeriksa ke arah jeritan berasal, walaupun harus meninggalkan tugas di restoran, tapi sesampainya disana, kedua orang itu sudah berada di dalam mobil dan dengan terburu-buru meninggalkan area parkir.\" \"Tunggu dulu Pak!\" Seru Saya yang terpaksa memotong cerita Pak Kusnadi karena ada sesuatu yang ganjil dari ceritanya barusan. Pak Kusnadi memperhatikan saya, menunggu pertanyaan apa yang akan saya ajukan sampai-sampai harus memotong ceritanya, dan dengan penuh rasa penasaran Saya pun bertanya.... \"Bapak bilang waktu itu restoran masih buka, dan bapak pergi melihat mereka meskipun harus meninggalkan restoran. Sebenarnya... suami istri itu, mereka keluar dari mana?\" Pak Kusnadi masih memperhatikan wajah saya, seolah berharap jawabannya tidak membuat saya bertambah takut. Tapi saat dia mengalihkan pandangannya ke sebuah rumah kecil di samping restoran itu, nafsu merokok saya mendadak lenyap. Pak Kusnadi menunjuk tepat ke arah rumah itu dan berkata.... 17

\"Mereka keluar dari kontrakan sampean\" ----‘’---- 31 Desember 20xx, 23.30 WIB Tiga puluh menit lagi sebelum tahun baru, sepertinya hujan ini akan jadi yang terpanjang dalam sejarah, karena dimulai dan berakhir di tahun yang berbeda. Hujan ini juga yang menjadi penyebab berakhirnya obroloan Saya dengan Pak Kusnadi, meskipun masih banyak hal yang ingin saya tanyakan, tapi sejujurnya telinga ini tidak sanggup lagi mendengarkan. Sepasang suami istri itu, bisa jadi adalah penghuni kontrakan ini sebelumnya, kalau yang diceritakan Pak Kusnadi itu benar, mereka meninggalkan kontrakan ini sambil ketakutan, itu artinya sesuatu yang buruk sudah terjadi di kontrakan ini. Dan Saya yakin apapun itu, pasti ada sangkut pautnya dengan Hanggareksa. Siaaal! Niat saya untuk mampir ke restoran dan bertemu dengan Waitress itu menjadi tertunda, semua karena cerita dari Pak Kusnadi membuat saya lupa. Sekarang saya harus terjebak di kontrakan dengan perut yang lapar, sementara hujan deras di luar sana menahan saya untuk pergi keluar. Satu-satunya solusi adalah pergi ke dapur dan mulai membuka kardus berisi mie instant yang sampai saat ini belum saya sentuh. \"Sepertinya emang gak ada cara lain, daripada Gue tidak bisa tidur gara-gara kelaparan\" Saya bulatkan tekad demi perut yang lapar, memberanikan diri pergi ke satu- satunya ruangan di kontrakan ini yang terasa paling dekat dengan restoran. Perlahan-lahan Saya menuruni tangga keramik yang terasa dingin walaupun Saya mengenakan sandal, sepertinya kaki saya sangat keberatan untuk mengantarkan tubuh ini pergi ke dapur. Lampu di ruang tamu sengaja saya biarkan menyala, disinilah motor saya terpajang gagah, lengkap dengan jajaran sepatu dari berbagai merek dan model, hanya sepatu kulit saya saja yang masih kotor dan berantakan, lumpur dan tanahnya mengotori lantai ruang tamu, gara-gara jalanan di sekitar kampus basah dan becek oleh hujan. Tapi malam ini saya tidak ada urusan dengan kotoran di lantai, urusan saya sekarang adalah dapur ini.... KLAK, KLEK, KLAK! Perfect!! Lampu dapur ini mati di saat yang sangat tepat, bagaimana mungkin saya bisa masak dengan tenang di tengah kegelapan ini? Beruntung cahaya lampu dari ruang tamu sedikit menerangi sebagian sisi dapur. Saya menarik kardus mie instant ke tempat yang terjamah cahaya. Dengan kasar saya membuka dan mengeluarkan dua bungkus mie instant. STEK 18

Api biru dari kompor ini menjadi sumber penerangan tambahan, saya bisa sedikit lega seolah tidak ada lagi yang harus saya takutkan. Selagi menunggu air mendidih Saya sibuk mengaduk bumbu, tapi kemudian barulah Saya menyadari satu hal. Ada sebuah cahaya remang-remang dari lubang ventilasi di dapur ini. Tidak perlu mengintipnya untuk sekedar tahu bahwa cahaya itu adalah cahaya api. \"Lilin? Tapi siapa? Bukankah jam segini restoran sudah tutup?\" Percayalah! Memasak mie instant tidak pernah se Horror ini. Saya letakkan mangkok berisi bumbu mie instant itu, dan pergi ke ruang tamu untuk mengambil Handy Cam yang ada di atas lemari es. Sebenarnya pilihan terbaik saya adalah lanjut memasak dan tidak peduli pada apapun yang ada di balik dinding di depan saya ini. Tapi sayangnya, rasa penasaran saya sudah mengalahkan rasa lapar. Saya menaiki meja dapur di samping kompor tadi, dan selagi masih dalam posisi jongkok, perlahan saya naikkan Handy cam ini hingga lensanya tepat berada di lubang ventilasi. HUH? Hampir saja saya mengeluarkan suara karena apa yang saya lihat dari layar handy cam, cukup membuat saya kaget. Tidak percaya dengan apa yang saya lihat dari balik layar, saya turunkan handy cam dan mulai merekam dengan lensa alami yang saya sebut mata kepala. Dan saat kedua mata ini sejajar dengan lubang ventilasi itu, barulah saya percaya dengan apa yang saya lihat.... Tiga.... empat.... ada sekitar lima orang di restoran itu. Mereka semua sedang duduk melingkar di bawah lantai dengan cahaya lilin di sekelilingnya. Tidak jelas apa yang ada di tengah-tengahnya, karena salah seorang diantara mereka yang bertubuh besar itu menghalanginya. Mereka berlima duduk bersila, menundukkan muka sambil berpegangan tangan satu sama lain, seakan-akan sedang BERDOA \"Apa-apaan mereka itu? Please..... jangan bilang ini salah satu tren merayakan tahun baru?\" Apapun yang sedang mereka lakukan itu, pemandangan ini tetap saja mengerikan. Apalagi sekarang mereka mulai mengangguk-anggukkan kepala dan berbicara dengan bahasa yang sama sekali tidak saya mengerti. Saya mencoba mengganti posisi mata dengan telinga, berusaha mendengarkan dengan seksama setiap kata yang keluar dari mulut mereka, tapi satu-satunya suara yang telinga saya tangkap dengan jelas adalah.... DOR!!!! DOR!!! DOR!!! Suara kembang api mulai terdengar, pertanda tahun yang baru sudah tiba, ironisnya saya melewati pergantian tahun ini dengan mengintip tetangga. \"Percuma! Gara-gara suara gaduh kembang api, Saya jadi tidak bisa mendengarkan mereka\" 19

Saya pun kembali menggunakan mata, melihat dengan seksama sosok yang ada di Hanggareksa, tapi lubang ventilasi yang sempit, jarak yang cukup jauh, dan penerangan yang kurang baik, membuat wajah mereka susah untuk dikenali. Satu- satunya hal yang terpikir oleh Saya adalah, Zoom dari Handy Cam ini. Tapi saat tangan saya mengangkat handycam ini ke atas, tanpa sengaja kaki saya menendang panci panas itu ke bawah. TRANG! Seketika itu juga Saya menunduk, mengumpat dan berharap semoga orang-orang itu tidak mendengarnya. Kaki terasa panas tersiram air mendidih, api di kompor pun masih menyala, begitu juga dengan tekad saya. Apapun yang terjadi, Saya harus bisa mendapatkan gambar wajah orang-orang itu. TENG....... TENG........ TENG.......TENG...... \"Bunyi ini.......?? Ini bunyi jam tua yang ada di hanggareksa, bunyi yang sama dengan yang saya dengar malam itu\" Denting jam tua itu terdengar sangat keras sekali dari sini, seolah-olah jam itu berada di dapur ini, tapi Saya tidak peduli, perlahan-lahan saya naikkan handy cam, berharap bisa melihat wajah mereka dengan jelas. Dan saat lensa Handy cam ini berada di posisi yang tepat, Saya terperanjat. \"Ma.... Mau kemana mereka?\" Dari balik layar Handy Cam, Saya melihat kelima orang itu, berjalan sambil membawa sebuah piring berisi sesuatu seperti daging, tapi dilumuri dengan cairan kental berwarna merah, Saus kah? atau...... Apapun itu, Saya harus segera melompat turun dari meja dapur. Karena.... MEREKA SEDANG BERJALAN KE ARAH SAYA ----‘’---- 1 January 20xx, 07.00 WIB Satu januari dua ribu sekian. Tidak ada pesta bagi saya, tidak ada perayaan bahkan ucapan selamat. Kamar ini terasa sangat tenang untuk sebuah ruangan kecil yang berantakan. Beberapa barang yang tadinya ada di meja, sekarang tergeletak di lantai, begitu juga dengan Handy Cam Saya. Sedangkan mejanya...... Saya punya alasan yang kuat kenapa meja itu sekarang berada di belakang pintu kamar yang tertutup, alasan yang sama dengan kenapa sampai saat ini saya masih belum tidur. Mereka.... siapapun itu, apapun yang mereka lakukan, mereka adalah ancaman. Berbagai spekulasi memenuhi kepala ini, dari mulai makhluk halus, sampai kanibal aliran sesat. Sesuatu yang mereka bawa dengan piring itu, mirip seperti steak dan saus tomat yang sering adik saya pesan kalau pergi ke kota. Tapi di tangan orang- 20

orang itu.... entah kenapa pikiran saya tentang daging itu jadi mengerikan. Mungkinkah itu daging manusia yang berlumuran darah? Tapi satu hal yang bisa saya ingat dengan jelas, orang-orang itu. Mereka mengenakan topeng berwarna putih dengan ekspresi wajah sedih.... Semalam... Setelah melihat mereka berjalan tepat ke arah saya, Saya pun segera mematikan kompor dan berlari ke kamar. \"Mungkinkah mereka melihat Saya? Mungkinkah mereka tahu kalau saya merekam semuanya?\" Segala macam prasangka buruk memaksa saya untuk bertindak cepat, saya melihat sekeliling ruangan berharap ada sesuatu yang bisa menyelamatkan saya, kalau- kalau orang itu memutuskan untuk singgah ke rumah tetangganya. Tapi... walaupun yang dari tadi ada di pikiran saya adalah senjata, tapi yang saya temui hanyalah Handphone. \"Abah...... Kakak........ Abang....... Adik....... Paman....... Sabrina...... POLISI???\" Semua kontak yang ada di Handphone saya jelajahi, dan saat terpikir untuk menelpon polisi, Saya pun membatalkan niat Saya, karena entah kenapa saya teringat kejadian di restoran malam itu, bisa jadi... apa yang saya lihat barusan, sama sekali bukan manusia. \"Damn it!! Kalau tidak bisa melawan, saya harus buat perlindungan\" Saya turunkan semua barang yang ada di meja, dan menggeser mejanya ke belakang pintu kamar. Saya tahu ini tidak cukup melindungi, tapi setidaknya saya sudah berusaha, sisanya.... saya hanya bisa pasrah berdoa di pojokan kamar dengan dua puluh batang rokok. Sampai sekarang, sampai pagi menjelang. Akhirnya Saya bangkit, membongkar barikade yang Saya buat semalam. Kemudian turun ke lantai bawah, menuju tempat yang jadi penyebab wajah kusut dan rambut berantakan Saya. Pagi ini.... dapur Kontrakan porak poranda, masih tergeletak panci yang Saya tendang semalam, lengkap dengan sisa airnya, mie instant masih bersemayam di dalam kemasannya, sedangkan bumbunya sudah melebur di atas piring kaca. Tidak hanya panci, Handy Cam Saya pun ada di lantai, dan sudah dalam keadaan mati. Panci dan Handy Cam, kombinasi yang aneh untuk benda yang tergeletak di atas lantai. Sementara tangan Saya meraih dua benda naas ini, mata saya lebih tertarik dengan lubang ventilasi itu. Saya mencoba menenangkan diri yang mulai ragu, berapa lama lagi bisa bertahan di Kontrakan ini. Tapi sumber dari semua kejadian mistis ini adalah Hanggareksa, dan Saya tidak ingin membawanya ke Kontrakan ini. Sudah saatnya untuk berhenti penasaran, karena tidak semua misteri harus dipecahkan. Mungkin dengan begitu, terror ini dapat berhenti, dan Saya bisa tinggal dengan damai di kontrakan ini. 21

MUNGKIN ----‘’---- BOTANICAL GARDEN 5 January 20xx Seseorang memaksa Saya untuk mengunjungi taman kota, dengan dalih... \"Bahkan Orang gila pun butuh refreshing, meskipun dia tahu dia gak bakal jadi waras\" Entah apa maksudnya, Hanya dia yang tahu. Orang itu juga yang pertama kali menyadari perubahan fisik dan kejiwaan Saya selama beberapa hari ini. Sering telat kuliah, tidur di kelas, lingkaran hitam di mata, dan respon saya yang semakin lambat, mungkin semua itu sudah membuat nya khawatir. Bagi Saya, perubahan ini wajar. Dan akan terjadi pada siapapun yang tinggal di rumah yang bersebelahan dengan tempat angker. Tidak bisa tidur nyenyak karena hampir setiap malam mendengar suara gaduh orang-orang yang disusul dengan kerasnya bunyi denting jam. Tidak bisa ke kamar mandi karena merasa seseorang sedang mengawasinya dari lubang ventilasi di dapurnya. Dan saat malam datang, dia selalu mencium bau amis, busuk dan menyengat. Ya! Perubahan ini wajar, pada siapapun yang mengalami semua hal tersebut, selama empat malam berturut-turut. Merasa tidak lagi bisa menyelesaikan masalah ini sendiri, Saya memutuskan untuk menceritakannya pada orang ini. Orang yang memaksa Saya untuk datang ke taman ini. Orang itu adalah \"Sabrina\". Tidak sembarang orang bisa menganggap serius semua kejadian yang saya alami, Tapi Sabrina beda! Dialah satu-satu nya orang yang tidak akan menertawakan Saya. .................................................................... \"HAHAHAHAHAHAHAHAHA\" Sial! Tertawanya terlalu keras untuk ukuran perempuan.... Gila! Tidak satupun cerita seram yang saya sampaikan dengan wajah ketakutan ini dianggap serius oleh Sabrina. Sudah lebih dari lima menit kami berjalan di tempat wisata ini, Botanical Garden yang hari ini lebih cocok disebut dengan Human Garden. Sejauh mata ini melihat, hanya manusia yang tampak berjejal memenuhi setiap sudut taman. Bahkan kolam renang umum pun penuh dengan manusia yang saling berdesakan, mereka berenang di air keringat sendiri, bahkan mungkin tanpa sengaja meminum air seni orang lain. Yah! Tamasya di hari libur, memanglah ide yang buruk, apalagi kalau harus bersama dengan orang seperi ini.... 22

\"Hahahahahaha...... percuma kuliah kalau masih takut dan percaya sama hal gituan.\" Ejek sabrina sambil menutup mulutnya yang sepertinya sudah kaku karena banyak tertawa. Jauh sudah kami berjalan, akhirnya bangku panjang di bawah pohon besar ini jadi peristirahatan. Tidak lupa kami membeli Es Oyen untuk mengganti tenaga yang terbuang, sekaligus menutup mulut sabrina. \"Ngomong-ngomong, kenapa kamu gak pindah kontrakan saja? Jujur Aku heran, umumnya orang lebih memilih kontrakan yang dekat dengan pusat keramaian kota, tapi kamu malah memilih tinggal di perbatasan kota, kan aneh.\" Tanya sabrina sambil masih menggigit sendok merah plastiknya. \"Entahlah, selain karena aku terbiasa sama suasana kampung yang tenang, Aku juga nyari kontrakan yang paling murah. Kecil-kecil gitu, aku harus rebutan buat dapetinnya.\" \"Rebutan? Sama siapa?\" Saya turunkan sendok yang sejak tadi saya pegang, karena cerita selanjutnya sedikit lebih panjang. JADI WAKTU ITU....... Saya tanpa sengaja menemukan sebuah poster ditempel di tiang listrik dekat lampur merah, sebuah iklan dengan judul tercetak tebal \"DIKONTRAKKAN\". Biasanya sih Saya tidak peduli dengan iklan-iklan jalanan seperti itu, tapi harga yang ditawarkan sama sekali tidak bisa saya abaikan. Di poster itu juga tertera foto kontrakannya, dan pastinya.... nomor HP pemilik kontrakan. Singkat cerita, setelah saya menghubungi pemilik dan menyatakan bahwa Saya tertarik, pemilik kontrakan itu malah berkata, \"Maaf mas, sudah ada yang mau menempati.\" Sebenarnya tidak ada rasa kecewa di hati saya, karena niat untuk pindah ke kota juga belum direstui orang tua. Orang tua Saya lebih suka kalau saya harus bolak- balik kampung ke kota daripada harus hidup terpisah, karena hanya saya lah yang belum berkeluarga. Tapi… beberapa hari kemudian, ada panggilan dari nomor tidak dikenal, yang ternyata adalah pemilik kontrakan tadi. Kali ini justru pemiliknya yang meminta Saya untuk menempati kontrakan tersebut, dengan syarat... Saya harus menempatinya dalam dua minggu ini. Tidak mudah meyakinkan kedua orang tua, tapi mereka harus sadar kalau anaknya sudah dewasa. Berbekal restu dan semangat, Saya pun berangkat ke kota, ke kontrakan baru yang kedepannya akan banyak mengubah hidup Saya. Setelah 23

seharian menata hunian yang masih asing dan pengap itu, saya sempatkan mampir ke rumah pemilik kontrakan. Dan disanalah saya bertemu dengan Pak Haji Asnaf. Sayangnya Saya datang di waktu yang tidak tepat, Pak Haji sedang teribat perseteruan dengan tamunya sendiri yang ternyata adalah calon penghuni kontrakan itu. Dari percakapan yang saya dengar, Pak Haji sudah setuju mengontrakkannya pada orang tersebut, tapi dua hari sebelum proses pindahan, Pak Haji membatalkan keputusannya dan lebih memilih mengontrakkan rumah itu pada Saya. Tentu Saja orang itu sangat kecewa, dia pulang dengan sisa-sisa kemarahan di wajah dan kepalan tangannya. Adapun alasan Pak Haji memilih Saya, sampai sekarang ini Saya tidak tahu. Hanya satu hal yang saya ingat, yaitu kata-kata dua orang suruhan Pak Haji yang membantu saya menata barang dan memberikan kunci kontrakan waktu itu. Mereka berkata... \"Ada banyak warung di pertigaan ujung sana mas, kalau mas lapar bisa makan disana, tinggal pilih yang sesuai selera\" TIdak ada yang aneh dari kata-kata mereka, kecuali setelah semua yang saya alami, entah kenapa mereka secara tidak langsung menyuruh saya untuk tidak makan di restoran sebelah kontrakan. GITU.... Selesai dengan cerita Saya... Sabrina pun selesai dengan es oyennya. Dan untuk pertama kalinya, dia menanggapi cerita Saya dengan serius. \"Terus, apa kamu pernah komplain sama pemiliknya? Kontrakan murah di kota besar, pastilah ada yang gak beres\" Apa yang dikatakan Sabrina benar, Saya berencana untuk komplain, tapi untuk itu Saya ingin membawa bukti. Komplain dengan alasan yang tidak masuk akal, mana mungkin didengar, terlebih itu semua terjadi di restoran sebelah, bukan di kontrakan Saya. \"Ya! Kamu benar, cepat atau lambat Aku pasti kesana. Tapi sejauh ini Aku masih baik-baik Saja, mungkin kalau aku berhenti pergi kesana, berhenti mengintip lewat lubang itu, semua masalah ini gak akan terjadi\" Saya memberikan sisa durian di mangkok Saya pada Sabrina, dan meletakkan mangkok kosong itu di samping bangku taman. \"Yaaaah Sayang banget, baru saja Aku mau ngajak kamu ke Hanggareksa.\" Ucap sabrina sambil menyantap durian yang saya berikan. Saya tidak menyangka dia tertarik mengunjungi restoran itu terlepas dari semua pengalaman seram saya selama tinggal di sebelahnya. 24

\"Serius? Ngapain?\" Tanya Saya dengan nada tinggi, karena Saya sama sekali tidak setuju dengan ide Sabrina ini. \"Hmmmmmm entahlah... Siapa tahu dengan begitu, ada rasa penasaran kamu yang terobati meskipun sedikit. Lagipula, bukannya Kamu sendiri yang bilang kalau cewe yang kemarin itu adalah Waitress Hanggareksa, mungkin kita bisa sekalian ngobrol sama dia\" \"Enggak! Apapun yang terjadi, Aku gak mau balik ke restoran itu, Aku juga gak mau ngelibatin orang lain dalam masalah ini, TITIK.\" ----‘’---- HANGGAREKSA RESTAURANT 5 January 20xx, 20.00 WIB \"Sialan! Gara-gara Sabrina, Saya harus kembali ke Restoran ini lagi.\" Gerutu Saya dalam hati. Karena entah kenapa Saya tidak bisa menolak ajakan Sabrina. Ramai sekali pelanggan yang datang, Saya pun sudah menghabiskan waktu lima menit untuk sekedar memeriksa apakah pelanggan ini manusia atau bukan, tapi tiga diantara mereka adalah orang yang saya kenal, jadi sudah pasti mereka semua adalah manusia. Kecuali perempuan disamping Saya ini... Sabrina memesan tiga menu sekaligus, dan semuanya dengan tambahan ekstra cabai level lima. Makin banyak saja rumah makan yang menerapkan level untuk tingkatan makanan pedas, tapi berapapun tingkat levelnya, tantangan yang sesungguhnya adalah di kamar kecil nanti. \"Kamu serius mau makan semua itu?\" \"Yup!\" Jawab sabrina sambil memberikan daftar menunya pada Saya. Saat saya perhatikan sekilas menu yang tersedia di Hanggareksa sekarang ini, sangat berbeda dengan waktu itu. Bahkan semua menu yang ada di sini tidak satupun tertera pada menu Hanggareksa yang saya lihat malam itu. Dan papan menu di atas tempat cuci tangan itu, kali ini berisi daftar lengkap makanan dan minuman sama seperti menu yang saya pegang. \"Woy! Buruan donk, laper nih!\" Teguran sabrina membuyarkan lamunan saya. Saya pun memilih makan dan minum seadanya, dan setelah selesai Sabrina pun memanggil Waitress. Sembari menunggu, saya masih termenung memikirkan beberapa kejanggalan yang saya temukan malam ini, karena meskipun Saya duduk di restoran yang sama, di meja yang sama, tapi entah kenapa saya merasa berada di tempat berbeda. Warna taplak meja, dekorasi, dan.... \"Ini saja?\" Tanya waitress yang tanpa saya sadari sudah ada di meja kami. 25

Waitressnya pun berbeda dengan malam itu, kali ini adalah seorang gadis yang seumuran dengan waitress berambut coklat itu, hanya saja gadis ini berambut hitam dengan poni lurus di dahinya, alis tipis dengan mata yang bagaimanapun tampak kurang bersahabat, satu-satunya persamaan yang gadis ini dan gadis berambut coklat itu miliki hanyalah, mereka sama-sama susah tersenyum. Sabrina memberikan isyarat bahwa hanya itu menu yang kami pesan, dan gadis berponi itu pun pergi,,, \"Tunggu!\" Seru saya menahan kepergian waitress itu. Dia pun menoleh dan kembali ke meja kami. \"Iya, ada lagi yang bisa Saya bantu?\" Tanya gadis berponi itu. Saya melihat ke arah sabrina, dan dia pun mengerti maksud saya. Sabrina mengangguk sebagai isyarat bagi saya untuk melanjutkan apapun yang jadi maksud Saya memanggil waitress ini kembali. \"Ummm selain mbaknya, apa ada waitress lain di restoran ini?\" \".........................\" Saya rasa tidak ada yang salah dari pertanyaan saya barusan, tapi entah kenapa ekspresi gadis ini menjadi kurang enak. Setelah diam sejenak, dia pun menjawab... \"Apa bapak dan Ibu tidak suka Saya layani? Saya bisa panggilkan pelayan lain yang lebih cantik dan seksi.....\" GILA! Tidak bisa dipercaya kata-kata itu keluar dari seorang pelayan restoran kepada pelanggannya. Saya bisa saja marah dan komplain pada manajer Hanggareksa, tapi sekarang ini saya butuh Informasi, dan saya rasa ini adalah salah satu kesempatan Saya. Lagipula di meja ini hanyasaya tersinggung dengan kata- kata gadis ini, buktinya Sabrina malah cuma senyum-senyum geli seolah-olah sikap kasar waitress ini tidak berlaku padanya. \"Buu bukan begitu mbak, jangan sewot dulu donk! Saya hanya ingin tahu, kalau mungkin ada gadis seumuran mbak, berambut coklat yang juga jadi karyawan di sini?\" “MBAK WAITRESSSS........... “ Sepertinya pelanggan yang lain pun sudah tidak sabar ingin dilayani, walaupun sebentar, Saya sudah menyita waktu kerja karyawan Hanggareksa. Gadis ini pun menoleh pada pelanggan yang memanggilnya, dan memberikan isyarat untuk menunggu. Tapi sebelum pergi, dia menyempatkan diri untuk menjawab pertanyaan Saya. \"Kalau yang bapak maksud adalah Nova, dia sedang tidak bertugas hari ini karena sedang tidak enak badan\" Dan gadis itu pun pergi menghampiri meja yang lain. 26

\"Haduuuuuuuh.... sia-sia malam ini kita makan disini.\" Gerutu Saya sambil membenamkan wajah di tangan yang ditekuk ke meja. Melihat Saya yang putus asa, Sabrina mencoba untuk memberi semangat, \"Setidaknya kita sudah tahu siapa namanya, itu akan mempermudah kita mencarinya di Kampus. Lagian...... ada sesuatu yang kayanya harus kamu lihat deh.\" Saya mengangkat wajah dan mengarahkannya tepat kemana jari Sabrina menunjuk. Dan disana.... di samping meja kasir jam tua itu berdiri, jam tua yang sama dengan yang saya lihat waktu itu. Tidak ada yang aneh dari jam antik tersebut, kecuali tepat di atasnya.... adalah lubang ventilasi yang menembus tepat ke dapur kontrakan Saya. \"Pantas saja suara denting jam itu, terdengar sangat nyaring di dapur\" Kunjungan kami ke Hanggareksa adalah untuk mencari jawaban, tapi entah kenapa yang kami dapat justru semakin banyak pertanyaan. Hidangan yang Saya makan tidak terasa nikmat, hanya Sabrina saja yang nafsu makannya tidak terganggu. Wajar karena dia tidak melihat apa yang saya lihat, daging berlumur darah itu. Apa sebenarnya yang mereka bawa waktu itu, apakah karyawan ini ada sangkut pautnya dengan semua yang saya lihat? Tapi kenapa semuanya terlihat normal seolah mereka tidak tahu menahu tentang sisi gelap Hanggareksa. Akhirnya setelah tidak ada lagi alasan untuk berlama-lama di Hanggareksa, kami pun pulang. Kali ini saya tidak lupa membayar pesanan saya di kasir. Saya pun mengantarkan Sabrina pulang, dan segera kembali ke kontrakan. ----‘’---- 5 January 20xx, 23.30 WIB KREK Usai mengunci pintu kontrakan, Saya menggantung jaket yang basah karena hujan. Motor di ruang tamu pun penuh dengan lumpur dan kotoran. Mencucinya setiap hari pun terasa percuma, semua karena musim hujan yang tak kunjung selesai. Kontrakan Sabrina berada di kawasan perumahan elit di pusat kota Gambir, tapi untuk sampai disana Saya harus melewati jalanan rusak dan becek karena proyek pembangunan. Huff... Apapun yang Saya dapat malam ini, setidaknya sudah membuat Sabrina percaya dengan cerita Saya. Berbagi beban dengan orang yang kita percaya, ternyata benar-benar membuatnya terasa ringan. Mungkin sudah saatnya saya berhenti menyendiri di kontrakan, karena di luar sana banyak orang yang bisa Saya jadikan teman. 27

Usai meletakkan sepatu, Saya pun menaiki tangga menuju kamar di lantai dua, tapi kaki ini harus berhenti di anak tangga ke lima, karena lampu di dapur itu mati tiba- tiba. Saya membalikkan badan, melihat lurus ke dapur kontrakan, dan perlahan turun dari tangga. Pegangan di tangga ini terasa basah, karena telapak tangan saya yang berkeringat, rasa takut ini muncul bukan karena lampu dapur yang tiba-tiba mati, tapi karena Saya baru sadar.... SEJAK KAPAN LAMPU DAPUR HIDUP? Padahal Saya tidak merasa pernah menghidupkan atau memperbaikinya. Saya berjalan mengendap-endap, seperti maling di rumah sendiri, cahaya lampu dari ruang tamu menerangi sebagian dinding dapur, tapi tidak cukup menerangi sosok yang berdiri di sisi gelapnya. Saya tidak bisa memastikan apakah itu hanya bayangan lemari, atau memang ada seseorang yang sedang memperhatikan saya dari dalam kegelapan. \"Siapa disitu?\" Tanya saya dengan bentakan yang sedikit dibumbui rasa takut, danjustru berharap tidak ada yang menjawab pertanyaan itu. Sampailah saya di penghubung ruang tamu dan dapur. Tiba-tiba saja lampu dapur hidup kembali. Ini mulai terasa aneh, normalnya saya merasa gelisah jika lampu tiba-tiba mati, dan merasa senang saat kembali hidup. Tapi kali ini justru sebaliknya, Saya merasa ada yang tidak beres dengan dapur ini, mungkinkah karena ini satu-satunya ruangan yang terhubung dengan Hanggareksa, walaupun hanya lewat lubang ventilasi itu.... Saya memandangi lubang ventilasi yang terhubung langsung dengan dinding di samping meja kasir. Dinding dimana jam tua itu berada. Tapi saat ini, tidak ada tanda-tanda seseorang di restoran sebelah. Mata saya menyusuri sudut ventilasi dari kiri ke kanan hingga sampai di sebuah lemari yang ada di sudut dapur. Lemari ini tidak terisi apa-apa, dan sudah ada disini sejak awal Saya pindah. Beberapa kali Saya berusaha membukanya, tapi kunci lemari ini tidak pernah Saya temukan. Dan untuk pertama kalinya..... PINTU LEMARI INI SECARA AJAIB TERBUKA \"Bismillahirrahmanirrahim.\" Saya tutup lemari tua berdebu ini, lemari kosong tak berisi yang dihiasi sarang laba-laba, tapi disitulah letak kengeriannya. Pintunya berdecit lirih, seperti mengejek jantung saya yang berdegub semakin kencang. KREK Bunyi pintu lemari yang sudah tertutup sempurna itu, adalah tanda bahwa saya tidak punya urusan lagi di dapur. Segera Saya berjalan meninggalkan ruangan ini, walaupun benci mengakui tapi rasa takut membuat Saya mempercepat langkah kaki. Saya sudah separuh perjalanan menuju lantai dua, tapi tiba-tiba lampu di dapur kembali mati.... 28

Harusnya.... Saya biarkan saja ruangan itu gelap gulita, karena dari awal memang begitu adanya. Tapi dasar otak ini tidak sempat berpikir jauh, rasa penasaran membuat saya menoleh tepat ke pintu dapur, dan...... Deg deg deg deg deg deg..... BRAK! Entahlah....... entah itu bunyi langkah kaki telanjang Saya, atau suara detak jantung ini? Tapi bunyi terakhir yang keras terdengar itu, adalah suara Saya membanting pintu. \"Anjiiiiiiing ngelihat apa Gue barusan?????\" Gumam Saya yang masih berdiri memandangi pintu kamar, keringat di kening saya ini seolah mengerti bahwa Saya belum tentu aman di kamar sendiri. Pintu lemari yang terkunci saja bisa secara tiba-tiba terbuka, bukan tidak mungkin sesaat lagi pintu di kamar ini pun akan terbuka. Lagi pula yang barusan Saya lihat itu... Sosok berbaju putih yang mengintip dari pintu dapur, dengan wajahnya yang hitam legam, matanya yang merah padam, dan senyumnya yang misterius itu... seperti senang sekali.... memiliki sahabat baru di kontrakan ini. ----‘’---- 6 January 20xx, 07.00 WIB Bangun pagi dengan gelisah, tidur dua jam membuat saya merasa berhutang banyak pada tubuh ini. Mungkin dengan membuka jendela kamar, udara segar bisa menampar wajah kusut Saya, dan menyadarkan Saya bahwa sudah waktunya beraktivitas. Dari jendela kamar ini, dapat Saya lihat mobil Pick up jadul berwarna coklat itu parkir di depan Hanggareksa. Pemiliknya terlihat susah payah memindahkan barang-barang dari mobilnya ke dalam restoran. \"Mungkin.... bapak itu yang setiap hari bertugas belanja bahan masakan ke pasar.\" Pikir Saya dalam hati. Senin adalah hari yang sibuk bagi sebagian besar orang, mereka harus melupakan indahnya akhir pekan dan kembali memikirkan pekerjaan. Tapi tidak bagi Saya. hari ini tidak ada perkuliahan, seharusnya Saya masih terbaring pulas di atas kasur, tapi tempat terkutuk ini sudah menyita banyak waktu tidur Saya. Dengan langkah gontai saya menuruni tangga, memandangi pintu dapur yang sudah tidak lagi menyeramkan. Saya buka lemari es dan meraih sebotol bir, meneguknya seperti orang kehausan, berharap setiap tetesnya mampu membawa Saya kembali ke dunia nyata. Saat saya mencapai tegukan ke empat, Saya mendengar suara dari Hanggareksa. Suara perempuan yang sedang berbincang dengan nada serius. Saya bawa Handy Cam ini ke dapur, menaiki meja beton, dan mulai merekam... 29

•REC. Bak bertemu dengan orang yang sudah lama dirindukan, Saya tersenyum senang. Karena saat ini Gadis berambut coklat itu ada di sana. Saya hanya bisa melihat dari balik layar Handy Cam, tapi Saya yakin seratus persen kalau itu Nova. Nova sedang berbincang-bincang dengan seorang perempuan gendut yang usianya jauh lebih tua dari Nova, Seragam Hanggareksa dan tubuh suburnya itu sangat sulit untuk dilupakan, perempuan itu yang semalam bertugas sebagai kasir di Hanggareksa. Tidak jelas apa yang mereka berdua bicarakan, tapi tiba-tiba Nova mengeluarkan sebuah amplop dan memberikannya pada Kasir itu. Setelah membuka dan melihat isi amplop yang ternyata adalah sebuah kertas itu, kasir gendut itu memeluk Nova. Saya tidak bisa merekam ekspresi wajahnya, tapi ekspresi wajah nova itu... jelas sekali kalau dia sedang ketakutan. Setelah Kasir itu melepaskan pelukannya, Nova pun pamit pergi dan keluar dari restoran. ∎STOP. Saya melompat dari meja dapur, meletakkan Handy Cam di atas kulkas dan segera keluar dari kontrakan untuk menyusul Nova. Saya berlari menuju tempat parkir Hanggareksa. Gadis yang sedang bersiap memasang helm pink nya itu adalah alasan Saya keluar dari kontrakan tanpa pakai sendal. Saat sedang berburu, Singa tidak pernah teriak agar mangsanya tidak kabur, itulah yang sedang Saya lakukan sekarang. Saya adalah singa, dan Gadis itu adalah mangsanya. Saya sengaja diam sampai akhirnya berada di belakang Mangsa yang sudah menghidupkan motor Scoopy nya. Singa pun berkata.... \"NOVA!!!\" Gadis itu menoleh ke arah Saya, dia memperhatikan Saya dari ujung rambut sampai ujung kaki yang tidak ber alas, lalu kemudian........ \"KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAA\" Mangsa berteriak kabur gara-gara melihat singa yang masih pakai kolor, dan mengenggam sebotol Bir. \"HEEEEEEI…TUNGGU! ADA YANG HARUS KITA OMONGIN, PENTING!!!!\" Singa lupa aturan berburu nya, dia berteriak sambil memegangi bagian belakang motor mangsanya, tapi harus segera dia lepas karena sudah mengundang perhatian orang-orang di sekitar. gadis itu memacu motormungilnya secepat mungkin, sementara Saya harus menjelaskan pada orang-orang ini sejelas mungkin. Orang- orang ini adalah warga pejalan kaki yang kebetulan lewat, mereka melihat Saya dengan tatapan heran..... \"Eh maa maaf Pak, Bu yang barusan itu... adik saya.... hehehehe\" 30

Tentu saja mereka tidak percaya, pada orang dengan kaos oblong, kolor, kaki nyeker, dan botol bir di tangan. Saya juga tidak punya waktu menjelaskan artinya \"Zero Alcohol\" pada mereka, lebih baik Saya gunakan waktu yang ada, untuk kembali ke kontrakan sembari cengar-cengir. ----‘’---- 6 January 20xx, 11.00 WIB Satu jam sudah Saya berada di tempat parkir, memperhatikan dengan seksama motor scoopy putih dengan helm berwarna pink yang ada di kaca spionnya. Sebenarnya.... hari ini Saya tidak ada perkuliahan, tapi keinginan yang besar untuk bertemu Nova dan segera mendapatkan pencerahan darinya, mendorong saya untuk pergi ke kampus. Tapi anehnya.... kenapa orang ini juga ikut????? \"What?\" Tanya sabrina sambil mengunyah keripik pedasnya. Saya hanya bisa melihatnya sambil geleng-geleng. Entah apa motivasi Sabrina untuk ikut, sepertinya dia mulai tertarik dengan misteri ini. Dari kejauhan.... orang yang sejak tadi Kami tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Nova berjalan menuju motornya sambil memeluk buku besar di dadanya. Topi merah yang dipakainya tidak mampu menutupi rambut coklat yang jadi ciri khasnya itu. Kami tidak ingin satu jam penantian tadi terbuang percuma, terutama Saya yang tidak ingin kehilangan mangsa lagi, tapi cowok yang mengikuti Nova itu... sepertinya berpotensi menggagalkan rencana kami. \"Itu Cowo yang kemarin kan? Ngapain dia ngikutin Nova terus?\" \"Cemburu?\" Tanpa menghiraukan Sabrina, Saya bergegas menghampiri Nova dan Cowoknya itu. Sabrina pun tidak mau ketinggalan, dia mengikuti Saya dari belakang. Saat sudah dekat, saya pun memanggilnya.... \"Nova!\" Nova menoleh ke arah Saya. Jelas sekali kalau ekspresi wajahnya sedang terkejut, entah karena dia masih mengingat kejadian tadi pagi, atau memang terasa aneh jika ada orang asing yang tiba-tiba memanggil namanya. Tapi yang jelas, ekspresi cowok ini sama sekali tidak enak dilihat. Tapi Saya tidak peduli, urusan Saya sama Nova, bukan sama Dia. \"Iii iyaaaa, Ka kamu...... Kamu orang yang tadi pagi......\" \"Please.... jangan kabur dulu! Ada sesuatu yang harus kita bicarakan, dan ini amat sangat penting\" Nova mulai kebingungan, antara takut dan penasaran. Dia melihat ke arah Cowoknya, seakan-akan minta pendapat. Tapi Sayang sekali.... cowoknya terlalu 31

bodoh untuk dimintai pendapat, dia maju ke depan, dengan gaya sok pahlawannya.... Cowok itu berkata... \"Jadi Elu preman yang tadi pagi gangguin Nova? Ternyata Elu mahasiswa disini juga... besar juga Nyali Lu nyamperin Nova di depan Gue.\" Menghadapi sampah seperti ini, ada baiknya saya menghindarinya karena menginjaknya hanya akan mengotori sepatu Saya. \"Nova.... please.... ini gak akan lama, Gue cuma butuh beberapa penjelasan dari Elo tentang........\" BRUK! \"ELU NGACANGIN GUE? HAH???\" Cowok itu menabrakkan dadanya ke tubuh Saya, tapi lucunya.... Saya tidak bergerak sedikitpun karena tubuh Saya dua kali lebih besar dari cowok itu. Sekali lagi Saya mencoba untuk tidak mempedulikan sampah ini.... \"Nova.... ini ada hubungannya dengan Hanggareksa\" Mendengar kata Hanggareksa, Nova membelalakkan matanya.... seakan bisa menerka apa yang akan saya bicarakan nanti, dan sayangnya Nova seperti sangat membenci topik tentang Hanggareksa. Dia pun berkata.... \"Chandra.... kita pergi aja!\" Cowo itu memandang sinis, bak seorang algojo... dia pun menurut apakata Nova \"Tunggu bentar Cewe Kampr*t!! Elo harus jelasin semua yang elo tahu tentang restoran terkutuk itu\" Seru Saya kali ini dengan nada yang sedikit lebih tinggi. Nova tidak bergeming sedikitpun tapi algojonya kelihatan sangat murka, dia mendatangi saya dengan kepalan tangannya yang siap untuk dilayangkan. BUK! Cukup satu pukulan! Ya! Cukup satu pukulan dari Saya dan cowok bernama Chandra ini jatuh menabrak motor yang sedang parkir. Layaknya gadis pada umumnya, melihat cowo yang sedang bertengkar Nova dan Sabrina pun bereaksi sesuai dengan kode etik nya masing-masing... Nova dengan histeris berteriak... \"Chandraaa! Udaaaah! jangan diladeni, kita pergi aja!!\" Sementara Sabrina dengan antusias berkata... \"Hajar aja Sob!! Jangan biarin banci ini pergi!\" Sayangnya..... kericuhan sudah menarik banyak perhatian mahasiswa dan mahasiswi di sekitar, beberapa dosen pun terlihat memperhatikan dari jauh. Dan dua orang satpam sudah berlari ke arah kami. Tanpa menunggu komando, Saya dan sabrina sudah tahu apa yang harus di lakukan. 32

\"Denger! Gue gak akan berhenti sampai Elo mau bicara! Ingat itu!!!\" Ucapan terakhir dari saya untuk nova, sebelum akhirnya saya pergi menghindari kejaran satpam. Sementara Sabrina berlari menghampiri satpam. Saya tidak perlu khawatir, karena semua satpam di kampus ini, adalah budaknya sabrina. ----‘’---- 7 January 20xx, 00.15 WIB TENG.................. TENG.................. TENG................... \"Huh?\" Ini adalah pertama kalinya Saya terbangun karena denting jam tua itu, yang sebenarnya tidak terlalu nyaring terdengar dari kamar ini. Mungkin karena malam ini suasana kontrakan sedang sepi. Ya! Entah kenapa malam ini terasa sunyi sekali. Seperti biasanya... kamar ini masih saja berantakan, bahkan saya tidur diantara tumpukan pakaian. Saya meraba-raba mencari Handphone hanya untuk melihat jam yang ternyata sudah... \"Dua belas lewat, pantesan jam tua di Hanggareksa berbunyi.\" Ada dua panggilan tidak terjawab dan satu pesan di Handphone Saya, dan semuanya dari orang yang sama, pesan itu berbunyi, \"Assalamualaikum~ besok lusa Saya ada Diklat di Gambir, boleh gak Saya nginep di Kontrakan Kamu selama satu minggu?\" SMS dari sahabat lama sekaligus mentor Saya, \"Bang Danil Ahmad\", tidak ada alasan untuk berkata tidak, mungkin juga dengan adanya Bang Danil, Saya tidak perlu lagi ketakutan di Kontrakan ini, Saya pun membalas SMS nya... \"Waalaikumsalam Bang.... pastinya boleh lah! Tapi Kontrakanku berantakan nih, ntar bantu beresin yak! Hahahaha\" Tentu saja SMS itu diketik dengan wajah datar, Saya tidak benar-benar tertawa karena ngantuk dan sejak tadi ada perasaan yang membuat Saya tidak tenang. Perasaan itu adalah, perasaan ingin buang air kecil, ini semua berkat dua botol bir yang saya minum sebelum tidur. Tadinya saya pikir, dengan begitu Saya bisa lelap sampai pagi, dan tidak ada lagi hal mengerikan yang harus saya alami. Tapi sialnya, tengah malambegini Saya harus pergi ke kamar kecil dan pastinya... HARUS MELEWATI DAPUR LAGI \"Siaaaaaaaaal…\" 33

Takut memang... tapi Saya lebih memilih ke kamar mandi dengan mata tertutup, daripada harus pipis di dalam botor bir. Akhirnya rasa kantuk ini pun hilang berganti rasa takut, Saya pun turun menuju kamar mandi. Bisa Saya lihat dari tangga ini keadaan dapur yang gelap gulita, karena lampunya mati, anehnya itu justru membuat saya lega. Berjalan melewati dapur di rumah sendiri, serasa melewati kuburan. Terlebih kalau ingat apa yang kemarin malam Saya lihat, tapi malam ini.... Saya berhasil pergi ke kamar mandi tanpa ada gangguan satu pun. \"Ugh\" Saya sudah bergetar bahkan sebelum keluar, hingga terasa susah untuk membuatnya tepat sasaran. Sedikit belepotan, tapi biarlah yang penting lega. Hanya laki-laki yang mengerti kata-kata Saya barusan. Selesai menyiram, Saya siap untuk ronde selanjutnya yaitu perjalanan kembali ke kamar. Tapi sayangnya... ini tidak semudah yang Saya bayangkan. Saat langkah kaki pertama ini memasuki dapur, hawa panas terasa di belakang leher Saya. Seperti hembusan angin sepoi-sepoi yang keluar dari lubang hidung manusia. Semakin lama hawa itu semakin panas, dan perasaan ini semakin tidak karuan saat ada suara yang terdengar. Saya mencoba untuk tidak peduli, melangkah dengan cepat menuju ruang tamu, tapi saat Saya akan menaiki tangga menuju kamar, suara tadi semakin jelas terdengar, suara itu adalah... SUARA TANGIS PEREMPUAN \"Tttaaaaa*****!!!!\" Saya mengumpat dalam hati. Ini sudah seperti film horror, suara tangis perempuan di kontrakan seorang bujangan... pastilah sebuah jebakan. Layaknya sebuah film, jika pemeran utamanya berlari, maka cerita ini tidak akan menarik. Tapi bukan itu... bukan itu yang membuat Saya kembali ke dapur, dimana suara tangis itu berasal. Tapi... perempuan yang entah siapapun dia, samar-samar seperti sedang... MEMANGGIL NAMA SAYA •REC. Merekam sosok mahluk halus dengan Handy Cam adalah ide terburuk kedua yang pernah terpikir oleh otak ini, ide terburuk pertamanya adalah... Judul Skripsi Saya. Tapi kalau apa yang saya lihat sesaat lagi bisa saya abadikan, saya punya alasan yang kuat untuk hengkang dari kontrakan ini, dan meminta agar uang saya dikembalikan. Sesaat saya terdiam... menatap lubang ventilasi di depan Saya. Ada sebuah cahaya terang, seperti nyala lilin di Hanggareksa. Separuh dari pikiran Saya sudah dikuasai rasa takut, dan yang tersisa setengahnya adalah... tekad yang bulat, saya paham resiko dari apa yang akan saya lihat. HUPP 34

Sedikit lompatan kecil, mengantarkan tubuh ini ke atas meja dapur. Saya menunduk dan membaca doa, semoga suara tangis yang semakin keras itu adalah suara manusia. Perlahan dengan penuh paksaan tangan kanan ini Saya naikkan, layar handi cam terombang ambing, karena saya benar-benar ketakutan. \"F*ck\" Kalau saya berhenti sampai disini, maka yang akan Handy Cam ini rekam hanyalah rasa takut saya. Setelah membaca basmalah, saya pegang Handy Cam ini dengan kedua tangan, dan mengangkatnya hingga sampai pada posisi yang tepat. Sangat tepat untuk merekam apa yang ada di Hanggareksa..... dan ternyata... apa yang ada di restoran sebelah adalah.... NOVA \"Ngaa… ngaapain cewe itu disana\" Nova masih dengan seragam Waitressnya, menangis di meja makan, dia membenamkan wajah di lipatan tangannya yang ada di atas meja. Saya tidak perlu melihat wajahnya untuk tahu bahwa itu adalah Nova, rambut coklatnya itu sudah cukup meyakinkan Saya. Dia duduk sendirian, tengah malam, di ruangan yang gelap yang hanya diterangi oleh beberapa lilin merah. \"Gila.... itu anak ngegalau gak tahu waktu dan tempat.\" Sempat terpikir untuk memanggilnya, tapi..... hati kecil ini seperti beteriak jangan! Handy Cam Saya masih merekam Nova dari samping, tapi setelah hampir satu menit, Nova sama sekali tidak bergeming. Tiba-tiba tangisannya berhenti... entah kenapa detak jantung ini pun seakan berhenti. Nova mengangkat wajahnya, kali ini jauh lebih pucat dari yang saya ingat. Dia mengelus tangan kanannya, dimana luka bakar itu berada. Sandy.... DEG DEG DEG DEG Suara degup jantung Saya semakin cepat dan keras, karena baru saja Nova memanggil Saya. Akal sehat ini berusaha mengambil alih rasa takut yang mulai menguasai, berkali-kali saya coba meyakinkan diri... \"Ayolah....itu cuma Nova, cewek yang bahkan tidak lebih menyeramkan dari Sabrina\" Sandyyyyyyyyyyyyyy........ Sampai disini, saya menurunkan Handy Cam. Karena Nova mulai berjalan ke arah saya. \"Sialaaan! Gimana dia bisa tahu kalau Gue lagi ngintip?\" Saya tidak butuh Handy Cam lagi, Saya bisa tahu dari suara Nova yang semakin nyaring terdengar, pertanda dia sudah semakin dekat dengan Saya. 35

SANDYYYYYYYY........................... Saya diam, berusaha unuk tetap tenang. Tidak ada gunanya lagi merekam, jadi Handy Cam ini saya matikan ∎STOP Sandy???????? Kali ini Nova memelankan suaranya, seperti sedang berbisik, Saya dapat mendengarnya karena jarak kami yang hanya berbatas dinding. Merasa sudah terpojok, tidak ada gunanya lagi Saya sembunyi, Saya pun mencoba merespon panggilan Nova.... \"OKEEE..... OKE.............. INI GUE! ELO MARAH GARA-GARA GUE NGINTIP? FINE! GUE MINTA MAAF, GUE AKAN HAPUS REKAMAN DI HANDY CAM GUE, DAN KITA BERDUA BISA LUPAIN KEJADIAN MALAM INI, OKE?\" Nova berhenti bersuara.... dia sama sekali tidak menjawab. \"Woy?? Jangan diem aja! Oke Gue mau kembali ke kamar, dan Elo bisa lanjutin apapun kegiatan Elo barusan. Daaah\" Saya berniat untuk pamitan, tapi sepertinya Nova tidak mengijinkan. Gadis ini entah kenapa terasa sangat mengerikan, dan semakin mengerikan lagi karena tiba- tiba... HIHIHIHIHIHIHI..... \"Nga.... ngapaaain Elo ketawa Monyet??\" Disini Saya mulai merasa ada yang tidak beres dengan Nova, meskipun dari awal semua tentang dia memang tidak ada yang beres. Gadis normal tidak akan memilih sendirian tengah malam di restoran angker. Seberapapun galaunya mereka, rasa takut nya pasti selalu lebih besar. Tapi tidak dengan gadis ini dia masih saja tertawa... bahkan semakin keras... HIHIHIHIHIHIHIHI..... Sandy.....?? Posisi saya sedang duduk di atas meja dapur, dan bersandar pada dinding. Punggung ini terasa dingin setiap kali Nova memanggil. HIHIHIHIHIHIHIHIHIHIHIHIHIHIHHII…. Kesabaran Saya sudah habis, dengan segera saya bangkit dan berteriak melalui lubang ventilasi. \"WOY!! APA MAKSUD KAMU DARI TA.......\" Kata-kata Saya mendadak terhenti, karena sekarang Saya sadar kalau semua lilin di restoran sudah mati. Hanggareksa gelap gulita, tidak ada satupun cahaya disana, dan sekarang.... justru dapur ini lah yang terang benderang 36

BZZZZ Lampu dapur mendadak hidup, menerangi Saya yang berdiri di atas meja. Saya palingkan wajah, memandangi seluruh ruangan, tidak ada siapapun disana.... tapi ini adalah pertanda, bahwa Saya tidak bisa lagi berlama-lama di sini. Persetan dengan Nova, persetan dengan Hanggareksa, Saya berniat turun dari meja, tapi Saat saya kembalikan pandangan ini ke Hanggareksa.... SANDY? \"HUUAAAAAAAAAAAAAAAAAAA\" KRAK Suara Handy Cam yang jatuh, sama sekali tidak saya hiraukan. Saya melompat dan berlari secepat kilat, sangat cepat untuk jarak yang dekat, dalam sekejap Saya sudah di kamar. Saya meraih ransel di atas lemari, lalu mulai memasukkan pakaian dan barang-barang yang bisa Saya bawa pergi. Pergi dari Kontrakan ini! TOK..... TOK...... TOK...... Darah Saya berdesir. Seseorang sedang mengetuk pintu kamar Saya, Tidak perlu menebak lagi siapa yang melakukannya. TOK..... TOK...... TOK...... \"DIAAAAAAAAAAAM!!!!\" TOK..... TOK...... TOK...... \"Tai! Ini semua salah Gue! Kalau saja gue gak pergi dari rumah, kalau saja Gue dengerin nasehat mereka, kalau saja.....\" TOK..... TOK...... TOK...... \"ANJ***********************NG!!!!\" Butuh waktu lama, untuk packing dibawa tekanan mental. Dan butuh keberanian lebih, untuk keluar dari kamar ini. Suara ketukan pintu itu sudah berhenti, tapi Saya masih merasa bahwa Nova ada di sana, di balik pintu Kamar Saya. Saya benci menduga-duga, bengong memandangi pintu itu juga percuma, selagi masih ada sisa keberanian di hati Saya, Saya paksa kaki ini udah melangkah keluar kamar. KREEEEEEEEK Suara pintu terbuka pelan, degup jantung yang beradu cepat, membuat saya sejenak menahan nafas, dan saat pintu kamar terbuka lebar... NOVA TIDAK ADA DISANA Ini adalah kesempatan, saya lari menuruni tangga dan bergegas mengeluarkan motor yang ada di ruang tamu. Akhirnya saya akan pergi dari tempat terkutuk ini, seperti terusir dari rumah sendiri. Motor saya sudah di teras rumah, sebelum 37

menutup pintu saya sempatkan melihat untuk terakhir kalinya, ruangan dapur yang gelap.... dan Handy Cam Saya yang tergeletak di lantai... tidak sedikitpun ada niatan untuk mengambilnya. Dan dengan ditutupnya pintu kontrakan ini, secara resmi saya bukan penghuninya lagi. TEK Saya letakkan kunci kontrakan di atas pintu, dan setelahnya... motor ini melaju membawa saya pergi mencari pelarian sementara. Tatapan terakhir saya untuk Hanggareksa, ucapan selamat tinggal yang justru sangat membahagiakan. Akhirnya saya bebas, Saya tidak peduli lagi dengan ganti rugi, karena saat ini yang terpenting adalah pergi sejauh mungkin. Kemana? Entahlah.... mungkin ke tempat dimana gerimis ini berkahir. 120km/h Suara klakson mobil saling bersahutan, karena di tengah keramaian pun saya tidak sedikitpun mengurangi kecepatan. Rintik air di kaca helm, mengurangi pandangan saya, tapi apa yang saya lihat di kontrakan, masih sangat jelas tergambar. \"Cewe Sialan! Apa-apaan dia barusan?\" Masih lekat diingatan ini, wajah Nova yang jadi alasan Saya hengkang dari Kontrakan. Barusan..... Saat saya melihat melalui lubang ventilasi itu, Mata kami saling bertemu. Dan mata itu..... \"Apa-apaan mata cewe itu? Itu mata yang sama dengan orang-orang yang Gue lihat pas pertama pergi ke Hanggareksa. Gak cuma itu..... pintu kamar Gue barusan.... Apa itu juga kerjaan Nova? Kalau iya.....\" TUH CEWE MASUK LEWAT MANA? ----‘’---- 7 Januari 20xx, 06:00 WIB SRAKKKK!! Tirai jendela putih terbuka, cahaya matahari segera memenuhi kamar, tapi pagi ini bukan di kamar saya. \"Aku gak punya baju Cowo disini, jadi sebelum ke Kampus kita belanja dulu. Untuk sementara Kamu pakai almamater aja!\" Ujar Sabrina yang masih sibuk mengeringkan rambutnya. Tidak seperti biasanya, pagi ini Saya sudah terbangun segar bugar, menyeruput kopi susu hangat dan membaca majalah wanita. Senyum kebebasan ini tidak pernah hilang bahkan sejak bangun pukul setengah lima. 38

\"Ngapain ke kampus? Hari ini aku gak ada perkuliahan pagi.\" Tanya saya sambil masih asyik membuka halaman demi halaman majalah milik Sabrina. \"Sebenernya.... kemarin setelah kamu pergi, Aku sempet ngobrol empat mata sama Nova\" Disebutnya nama Nova, memperburuk suasana hati saya yang sudah mulai damai. Saya menutup majalah yang saya baca dan berbalik menghadap Sabrina. \"Terus kamu ngelakuin itu semua tanpa diskusi dulu sama aku? Denger.... Aku sudah keluar dari kontrakan itu, jauh dari restoran itu, jadi Aku udah gak tertarik lagi ketemu sama Nova, lebih-lebih setelah semua yang aku alami semalam\" Ya! benar! Setelah semua tingkah aneh Nova tadi malam, jangankan untuk bertemu.... sampai sekarang saja Saya masih ragu... apakah Nova itu manusia, atau bukan? Sabrina menyalakan rokoknya dan kembali berbicara... \"Gak usah sok cuek, di kamar ini satu-satunya orang yang rasa penasarannya tinggi ya kamu! Dan asal kamu tahu, Nova bersedia untuk menjawab semua pertanyaan kita nanti, tanpa terkecuali.\" Sabrina tahu benar apa yang sedang Saya pikirkan, dan kalaupun Sabrina tidak mengajak Saya, hari ini Saya akan tetap menemui Nova. Entah itu untuk meminta penjelasan, atau membuat perhitungan. Tapi apakah bijak jika saya melibatkan Sabrina lebih jauh dalam masalah ini? \"Ok! Aku mau pergi, dengan satu syarat....\" Sabrina meniupkan asap rokoknya ke langit-langit, dia tidak perlu bertanya apa syaratnya karena dia tahu benar apa yang akan saya katakan.... \"KAMU GAK GAK USAH IKUT!\" 39

THE CLOWN Desember 20xx Dear Diary...... Surabaya dan Kota ini gak jauh beda. Banyak hal menyenangkan yang bisa kutemui, walaupun baru satu bulan yang lalu aku pindah ke sini. Salah satu dari hal menyenangkan itu adalah..... \"Pekerjaanku\". Selain kuliah, Aku juga bekerja paruh waktu di sebuah restoran di kota ini, gimanapun juga aku gak mau selalu bergantung sama Ibu, terlalu banyak beban yang harus beliau pikul, dan ini adalah salah satu caraku untuk membantu meringankannya. Bagiku beliau adalah seorang Wonder Woman, tegar, kuat tapi juga lembut. Beliau mengajariku bahwa wanita bukan gender kedua yang jadi alternatif Tuhan saat menciptakan manusia. Ada banyak tujuan penting diciptakannya Wanita, salah satunya adalah..... Menjadi pemapah bahu pria, saat dia sedang lelah berdiri dengan kaki sendiri. terus gimana kalau kita gak punya pria yang butuh dipapah? Ibuku bilang…., \"Maka giliran kita lah yang berdiri dengan kaki sendiri, di atas bahu pria.\" Hehehe serem ah dengernya.... Tapi wajar kalau Ibuku mengucapkannya dengan penuh emosi, karena beberapa bulan lalu.... Ayah meninggalkan kami demi bersama dengan kekasih barunya yang ternyata sudah memiliki dua orang anak hasil dari perselingkuhan mereka selama ini. Ayah dan Ibu sudah menikah lebih dari dua puluh tahun, dan semua kebohongan itu baru terbongkar saat aku sudah SMA.... Kejamnya.... Semua itu bikin aku jadi trauma buat nikah. Tapi biarlah... aku masih punya Ibu, Beliau adalah segalanya bagiku. Setelah kejadian itu, kami memutuskan pindah kota, semata untuk memulai hidup yang baru.... Hidup yang sangat baru.... 19 Desember 20xx Dear Diary.... Di kota ini Aku belajar untuk mandiri, untuk berdiri di Kaki sendiri demi orang yang ku Sayangi. Dan alasan itulah yang membawaku kesini... HANGGAREKSA RESTAURANT. Tidak butuh waktu lama untuk mendapatkan posisi waitress di restoran ini, mungkin karena memang ini adalah restoran kecil dan baru buka beberapa bulan 40

yang lalu, jadi mereka butuh waitress secepat yang mereka mampu. Terlepas dari itu semua, Aku masih gak nyangka bisa diterima kerja disini… Karena yang pertama ..... Restoran ini gak pernah membuka lamaran pekerjaan baik di Koran, Radio, bahkan gak pernah memajang papan \"Butuh Karyawan\". Aku dapat info tentang restoran ini dari Kasir nya langsung, dia tiba-tiba aja ke rumah dan ngobrol panjang lebar sama Ibu. Dari cara mereka bicara kayanya udah kenal satu sama lain. Singkat cerita...... Ibu menawarkan aku pekerjaan di restoran tamunya barusan, tawaran yang sama sekali gak bisa aku tolak, dan tentu saja dengan senang hati aku jawab \"Okeee~\" Yang kedua.... Gak pernah sekalipun ada proses interview atau wawancara kerja layaknya kantor atau perusahaan lainnya. Aku diterima gitu aja, dan langsung bekerja hari itu juga. Awalnya Aku pikir karena Ibuku dan Kasir itu teman dekat, jadi ada pengecualian buatku. Tapi Aku salah.... karena beberapa hari kemudian ada karyawan baru yang masih sebaya, Dia juga masuk tanpa interview dan langsung bekerja hari itu juga. \"Mungkin mereka sangat butuh Karyawan, tapi karena gajinya kecil, mereka gak berani rekrut besar-besaran\" Yang ketiga.... sengaja atau kebetulan, semua karyawan di HANGGAREKSA adalah PEREMPUAN. Ya! Semuanya adalah perempuan.... Kasir yang sekaligus manager restoran itu namanya \"Mbak Riska\", perempuan bertubuh subur yang usianya mungkin seumuran sama Ibu. Orangnya baik dan perhatian banget sama karyawannya, tapi kalau sudah marah suka banget nyebut isi dapur, pastinya yang belum dimasak. Koki di restoran ini ada dua orang, mereka Koki yang unik tapi kompak. Mereka adalah si Kembar \"Kak Resti\" dan \"Kak Ratna\". Hampir gak ada yang bisa bedain mereka kalau lagi pakai seragam kokinya. Soalnya sekilas wajah mereka identik banget, kecuali rambutnya. Rambut Kak Resti panjang dan Rambut Kak Ratna pendek. Kalau cewe pendiam yang lagi maen-maenin pisau di meja itu.... namanya \"BQ\" (Baca Baiq), Dia juga waitress sama sepertiku. Dia mulai kerja disini tiga hari setelah Aku masuk Orangnya pendiem dan misterius banget, kalau gak diajak ngomong.... ya gak mungkin ngomong. Parahnya Dia bersikap seperti itu gak cuma sama karyawan aja, tapi sama pelanggan juga. Dan yang terakhir adalah..... \"Oma\" beliau adalah Kitchen Manager, Butcher dan Dish Washer. Yap! Tugasnya banyak banget, tapi beliau gak sendirian. Setiap hari dua orang cucunya datang membantu Oma, mereka adalah \"Hani\" dan \"Claudia\" kakak beradik dari anak kedua Oma. Mereka berdua masih SMP, tapi rajin bekerja, terampil dan cekatan. 41

Meskipun dari faktor usia, suku, dan agama kami berbeda tapi kami selalu kompak bekerja demi HANGGAREKSA. Mengelola restoran dengan hanya delapan orang tentu terasa berat, tapi kami bisa melakukannya. Seminggu sekali sebelum pulang, kami selalu melakukan evaluasi, Mbak Riska sering minta masukan dan saran dari Karyawannya untuk kesuksesan HANGGAREKSA kedepan. Dan hasil evaluasi minggu lalu adalah, Mbak Riska masih berencana merekrut dua orang lagi, karena diluar dugaan kami.... Jumlah pelanggan HANGGAREKSA meningkat drastis tiap bulannya. Ada satu hal yang membuatku bertanya-tanya, kenapa orang sepertiku mendapatkan posisi ini? Dan hal tersebut adalah.... PRANG!! \"Aaaaduuuh maaf, maaf, Aku gak sengaja..... biar Aku yang beresin mbak\" Ucap ku dengan rasa bersalah karena sudah mecahin piring restoran. Mbak Riska hanya tersenyum seakan tidak ada ruginya sebuah piring pecah, dia cuma mengangguk dan memberi isyarat agar Aku segera membereskannya. Aku pun dengan panik membungkus pecahan piring itu pakai kain, dan membawanya ke belakang. \"Huff syukurlah\" Lega rasanya karena tidak ada satupun karyawan restoran yang marah. Aku buang pecahan piring itu di tempat pembuangan sampah, disana sudah ada belasan piring pecah lainnya yang juga adalah korban kecerobohanku kemarin, kemarin lusa, tiga hari yang lalu, empat hari yang lalu, bahkan satu minggu sebelumnya. Miris rasanya.... pindah ke kota baru dengan niat memulai hidup baru, tapi masih saja membawa penyakit lama. Sejak kecil aku memang selalu ceroboh, tidak pernah melakukan sesuatu tanpa kesalahan. Tingkat kesalahannya pun beragam, kadang secuil dan bikin orang tertawa gemes, kadang banyak dan bikin orang bete, kadang keterlaluan dan bikin orang benci. Tapi tidak disini..... Seberapa banyak pun piring yang aku pecahin, seberapa seringpun baju pelanggan yang aku tumpahin, tidak sekalipun Bak Riska atau karyawan yang lain protes. Entah kenapa mereka semua baik banget sama aku, bahkan mereka ngasih Aku keringanan untuk tetap fokus kuliah, aku bisa datang ke Restoran kalau semua kegiatan di Kampus sudah selesai. Disini Aku merasa menemukan saudara baru. Lahir sebagai anak semata wayang, bikin aku sering ngerasa kesepian, Tapi HANGGAREKSA bukan hanya restoran, ini adalah rumah kedua, dan bagiku...... semua karyawannya adalah keluarga. ----‘’---- 42

20 Desember 20xx, 22:30 WIB Dear Diary Sudah lebih dua minggu Aku bekerja disini, dan hubungan antar karyawan pun semakin erat. Kecuali BQ..... \"Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaiiiiiiiiiiii\" Ya ampuuun.... BQ baru saja nguap di depan pelanggan. Wajar sih kalau ngantuk, tapi kan bisa ditutup, kalau kayak gitu kesannya gak sopan. Ah biarlah... Aku gak punya waktu mikirin Dia, ada pelanggan yang harus aku datangi. Dua orang mahasiswa yang lagi ngobrol itu pasti sudah lama nungguin pesanannya ini. \"Silahkan Mas.\" Aku pasang senyum manis yang perlahan jadi senyum sumringah karena kali ini aku berhasil menyajikan pesanan pelanggan tanpa ada kesalahan. Aku menoleh ke arah teman-teman.... \"Good Job.\" Ucap mereka tanpa bersuara dan hanya mengangkat kedua jempolnya. Aku pun melakukan hal yang sama sambil tersenyum lebar hehehe. Tiba-tiba..... \"Mbak, bukannya Saya pesen teh hangat ya? Kok ini cuma makanannya aja?\" Ya Tuhan......... gara-gara terlalu fokus sama makanan, aku jadi lupa sama minumannya, Aku pun minta maaf dan buru-buru pergi ke dapur buat nyiapin pesanan pelanggan yang ketinggalan. Teman-teman Karyawan yang berbaris di depan meja kasir serempak memasang pose Palm Face nya sambil geleng-geleng kepala dan berkata.. \"Haduuuuuuh\" Aku cuma nyengir aja sambil garuk-garuk kepala, hehehehe. Kak Resti menawarkan diri untuk menyiapkan minumannya, karena Oma sepertinya sudah lelah dan kedua cucunya juga sudah pulang. Tapi aku menolak, soalnya aku tahu kalau Kak Resti dan Kak Ratna juga lelah, lagian ini kesalahanku jadi yang harus tanggung jawab ya Aku. Di dapur.... Aku tuangkan air panas ke dalam panci khusus buat nyeduh teh. Di restoran ini, teh dan kopi diracik sendiri, kami gak pernah beli teh celup ataupun kopi instant. Butuh berminggu-minggu buat belajar cara nyeduh teh yang bener, beruntung Oma mau ngajarin aku dengan sabar. Mereka bilang.... sifat dan watak barista atau peraciknya sangat mempengaruhi rasa Kopi dan Tehnya. \"Hmmmmmm aku kan ceroboh nih, apa nanti yang minum teh ini jadi ketularan ceroboh?\" Aku senyum gara-gara hayalan tololku sendiri. 43

Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, setengah jam lagi kami tutup. Bak Riska bilang, apapun yang terjadi, jam sebelas malam gak boleh ada satu pelanggan pun di restoran, karena itu sudah waktunya kami pulang, kecuali kalau ada jadwal evaluasi. Restoran juga sudah mulai sepi, tinggal tiga orang pelanggan lagi dan selesailah tugas kami. Sejenak Aku menikmati keheningan di dapur sambil memperhatikan wajah sendiri di depan cermin, suara musik di ruang depan gak lagi terdengar karena selalu dimatikan kalau sudah jam sepuluh. Tapi buat aku..... suara api kompor dan air mendidih ini cukup buat jadi musik untuk terapi lelah hari ini, belum lagi ditambah suara gemericik air dari toilet, sejuknya berasa sampai ke hati..... Aku menutup mata dan menarik nafas panjang, berharap bisa menghilangkan kantuk dan penat ini. \"Lhooo???\" Spontan aku membuka mata dan segera membalikkan badan. Dibelakangku ada toilet yang hanya khusus untuk Karyawan restoran, toilet kecil yang kadang untuk buang air kecil saja harus antri. Maklum semua karyawan disini cewek, dan kami adalah jenis yang betah di kamar mandi. Masalahnya, semua karyawan lagi kumpul di depan untuk siap-siap pulang. Terus........ \"Bunyi gemericik air apa ini?\" Suara air dari kamar mandi memang sesuatu wajar, bisa jadi karena bak mandi kepenuhan, atau kran air yang gak ketutup sempurna. Tapi...... ini bunyinya beda, seperti ada seseorang yang sedang cuci muka di dalam.... TAPI SIAPA?? \"Mbaaaaak????\" Aku coba manggil karena siapa tahu tanpa aku sadari ada salah satu karyawan yang masuk ke toilet. Tapi percuma, sama sekali gak ada jawaban. Sekarang suara air itu berubah seperti suara gelembung air galon yang ada di dispenser. Aku pun tambah penasaran..... \"Mbak Riska??\" Masih belum ada jawaban, awalnya aku pikir ada kerusakan di saluran airnya, tapi dugaan itu hilang setelah aku denger suara desahan nafas. Aku makin yakin kalau ada orang di dalam, jadi aku ketok aja pintunya. TOK.... TOK.... TOK.... Dan masih aja gak ada respon. Tapi setidaknya sekarang aku jadi tahu kalau pintunya gak dikunci. Suara nafas itu semakin jelas kedengaran, bergantian dengan suara air tadi. Jujur sampai disini Aku mulai takut, tapi aku harus mastiin kalau gak ada apa-apa di dalam toilet ini. Perlahan tanganku bergerak menyentuh gagang pintu......... KREEEEEK........... HAAAAAAAAAH???? 44

Aku kaget karena ternyata di dalam toilet itu.... gak ada siapa-siapa. Fiuuuuuh lega rasanya hati ini, karena baru aja aku mikir bakal ngelihat sesuatu yang aneh dan mengerikan. Akhirnya aku biarin pintu toilet ini terbuka biar gak parno lagi sama bunyi airnya yang.... SUDAH TIDAK TERDENGAR? Ya! Sekarang sudah gak ada lagi bunyi air seperti barusan. Aku masih belum bisa membuang pandangan dari toilet ini, kanan.... kiri...... atas..... bawah...... semua sudutnya aku perhatiin tapi memang gak ada tanda-tanda kebocoran atau apapun yang jadi penyebab suara tadi. Ngerasa mengkhawatirkan sesuatu yang sia-sia, aku pun balik ke kompor buat nyelesain teh pesanan pelanggan. tapi......... pas aku lihat ke cermin di depan kompor.... Samar-samar aku lihat ada orang berbaju putih di dalam toilet... kali ini dengan mata terbuka lebih lebar dari sebelumnya, aku palingkan wajahku ke toilet yang pintunya masih terbuka itu dan ternyata.... KOSONG Suasana dapur ini mulai gak nyaman, banyak sekali hayalan seram yang muncul serempak di kepalaku.... pengen rasanya aku teriak minta tolong, tapi minta tolong apaan? Gak ada apa-apa di dapur ini selain rasa takutku sendiri. Akhirnya aku putusin buat nyelesain teh ini dulu dan cepat-cepat pergi dari dapur. Tapi.... saat aku balik badan dan ngelihat ke cermin tadi, sosok putih itu..... MASIH DISANA Gak kelihatan jelas soalnya ketutup sama bayanganku sendiri..... sampai disini aku ngerasa bulu kudukku mulai berdiri, dan tubuhku bergetar ngeri. dengan cepat Aku menoleh ke belakang lagi dan ternyata.... KOSONG Gak ada apa-apa di toilet! Beda sama yang aku lihat di cermin barusan.Sekali lagi Aku pandangi cermin di depan kompor itu..... dan ternyata benar! Orang itu masih disana.... darahku berdesir seirama dengan bunyi air yang mendidih... perlahan- lahan aku geser tubuhku ke samping biar bisa ngelihat sosok itu dengan jelas di cermin.... dan akhirnyaa.... Seseorang berbaju serba putih sedang jongkok dan membenamkan wajahnya di jamban. Segera aku menunduk.. Nafasku mulai gak beraturan.... kali ini aku gak berani membalikkan badan... Aku takut ngelihat hal yang sama dengan yang ada di cermin barusan... belum lagi suara air dan desahan nafas itu mulai terdengar lagi! Pelan.... pelan...... aku melirik ke arah cermin..... Orang itu bangkit dan menoleh ke arahku hingga tampaklah wajah mengerikannya di cermin..... WAJAH HITAM PEKAT DENGAN LINGKARAN MATANYA YANG MERAH BAK DAGING YANG DIPANGGANG \"KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA\" ----‘’---- 45

21 Desember 20xx Dear Diary Aku masih Syok dengan kejadian semalam... apapun yang aku lihat itu, pastilah makhluk yang berbeda alam. Untungnya teman-teman segera menenangkanku yang teriak histeris di dapur. Aku gak bisa nyalahin mereka kalau gak percaya, tapi sepertinya cuma BQ yang menganggap serius omonganku.... Kami sepakat untuk menganggap kejadian itu hanyalah halusinasi, yang muncul karena aku benar-benar kelelahan. Akhirnya hari ini aku memutuskan untuk tidak lagi memikirkan kejadian di restoran semalam. Karena ada hal lain yang sedang mengganggu pikiranku sekarang. Tadi pagi, 09:30 WIB Untuk kesekian kalinya Aku harus berurusan dengan kakak semester akhir, entah kenapa aku mudah sekali dihinggapi masalah. Kali ini aku harus minta maaf sama Kak Alya, gara-gara aku layar smartphonenya jadi retak. Aku gak sengaja.... sama sekali gak sengaja ngejatuhin tasnya dari lantai dua, tapi gara-gara aku nyenggol siku Kak Alya, Smartphonenya jadi terjun bebas ke lantai bawah. \"Terus?? Elo mau ganti? Yakin??? Di dalam HP itu banyak banget foto, videoku sama temen-temen, Gue gak mau smartphone baru, soalnya Gue tau Elo gak mungkin bisa beli, sekarang yang penting, gimana caranya semua data Gue bisa balik, TITIK!\" Aku cuma bisa menelan ludah, karena terakhir kali aku minta maaf, marahnya Kak Alya semakin menjadi-jadi. Cepat-cepat Aku turun ke bawah buat mungut Smartphone Kak Alya yang berserakan, tapi sesampainya di bawah seseorang sudah lebih dulu memungutnya. \"Chandra??\" Chandra adalah teman satu semesterku, satu-satunya orang di kampus ini yang masih menganggapku manusia, bukan badut. Dia memasukkan kepingan smartphone itu ke dalam ranselnya, dan melihat ke atas, ke arah Kak Alya seolah- olah sedang berkata \"Biar Gue yang urus\" Setelah itu, kami berdua pun pergi. Dalam perjalanan ke gedung kampus. \"Bisa gak sih, satu hari aja gak bikin masalah?\" Tanya Chandra dengan nada sewot. Aku tahu pertanyaan itu tidak perlu Aku jawab, jadi Aku diem aja. \"Elo udah bukan anak kecil lagi, coba deh belajar melakukan sesuatu dengan hati- hati!\" Lagi-lagi nasehat Chandra aku diamkan, karena kalau aku jawab, pasti bakal lebih panjang. Jadi aku putuskan buat mengalihkan pembicaraan. \"Eh Ndra.... Kamu percaya Hantu gak sih?\" 46

\"Enggak, napa?\" \"Menurut Kamu..... Kenapa mereka menampakkan dirinya di depan kita?\" \"Udah Gue bilang, Gue gak percaya! Tapi kalau di film-film sih, mereka cuma pengen godain kita aja, istilahnya.... ngajak komunikasi gitu\" \"Hmmmmm... terus kalau kita-nya mau diajak komunikasi sama tuh hantu, gimana?\" Chandra menghentikan langkahnya hanya untuk menjawab pertanyaanku, \"Biasanya tuh Hantu bakal nganggep Elo Tuan nya, atau sahabatnya dan kemanapun Elo pergi, dia bakal selalu ngikutin\" Gak Lucu! Apa yang dikatakan Chandra memang tidak lucu. Tapi apa yang aku alami semalam, juga bukanlah hal yang lucu. Aku cuma berharap kejadian yang sama tidak terulang lagi. Di Hanggareksa kami semuanya perempuan, kalau semua karyawan melihat apa yang aku lihat, gak kebayang apa yang akan terjadi. ----‘’---- Dear Diary... Sepertinya dua minggu pertama di Hanggareksa bukanlah akhir dari usahaku untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja. Justru sejak kejadian malam itu, hari- hariku yang sesungguhnya baru saja dimulai. 21 Desember 20xx, 23:00 WIB Semua Karyawan lagi ngumpul di ruang utama.... pintu dan jendela sudah tertutup semua, tirai pun sudah turun, semua meja tertata rapi dan gak ada pelanggan satu pun. Kami masih duduk diam menunggu Mbak Riska keluar dari dapur. Mata kami mulai basah karena menahan kantuk, kecuali BQ, dia masih bermain-main dengan pisau kecil yang selalu dibawanya.... \"Ups!\" Cepat-cepat Aku buang muka... soalnya BQ tahu kalau diam-diam aku lagi perhatiin dia. Aku gak mau dia tersinggung, gimanapun juga... Chandra bilang Aku harus hati-hati, cukup di kampus aja aku punya musuh, jangan sampai di restoran ini juga, \"Hei!\" Serius? BQ manggil Aku?? Emang sih dia gak nyebut nama, tapi dia duduk di sebelahku dan kakinya sengaja menyentuh kakiku seolah itu “Isyarat” kalau Aku yang sedang dia panggil. Aku pun menoleh.... BQ mendekatkan kepalanya seolah apa yang akan dikatakannya sebentar lagi, cuma Aku yang boleh dengerin. Mata BQ melirik ke arah karyawan lainnya yang sedang asyik berbincang dengan topiknya masing-masing. Dan sambil tetap memandang mereka, BQ pun berbisik.... 47

\"Aku tahu apa yang kamu lihat......\" Kaget.... bingung...... tapi Aku tahu apa yang BQ maksud, cuma.... Aku gak mau nginget kejadian itu lagi, jadi Aku cuma tersenyum mencoba untuk tidak memperdulikan omongan BQ. \"Aku juga melihat hal yang sama....\" Ucapan BQ barusan tentu saja menarik perhatian yang baru saja aku buang jauh- jauh dari topik menyeramkan itu. BQ tersenyum kecil seolah puas dengan reaksi ku kali ini. Dia kembali ke posisi duduknya semula, dan lanjut bermain dengan pisau kecilnya. Perlu waktu beberapa detik untuk menentukan kata yang tepat buat ngerespon ucapan BQ barusan, dan kata itu adalah... \"Bebb beneran kamu ngeliat........... mmmmm orang itu juga?\" \"Sssssssstt\" BQ meletakkan pisau kecilnya di depan bibir, pertanda ucapanku barusan terlalu nyaring untuk di dengar orang lain. Kali ini dengan santai tapi serius, BQ bercerita.... \"Apa yang kamu lihat kemarin malam sama sekali bukan manusia. Aku merasa ada yang aneh sejak pertama ke restoran ini, terutama kalau malam hari. Seramai apa pun restoran dan suara musik di ruangan ini, tetap saja gak bisa mencegah suasana aneh yang aku rasain itu.... dan suasana itu adalah.....DUKA” BQ mengakhiri kalimat pertamanya dengan wajah sedih, seolah apa yang dirasakannya di restoran ini benar-benar sangat menyentuh hatinya. Aku gak bisa berkomentar apa-apa, bahkan sejujurnya Aku belum ngerti apa-apa. Jadi Aku hanya diam dengan wajah antusias, dan membiarkan BQ melanjutkan ceritanya. \"Aku yakin ada sejarah kelam dibalik restoran ini, karena saat ini pun... Aku masih bisa mendengarkan suara tangis pilu yang samar-samar mengalun di setiap sudut restoran. Mungkin kamu menganggap Aku gila, silahkan! Tapi Aku yakin saat kamu melihat sosok di kamar mandi itu, Kamu dalam keadaan waras\" BQ melihat ke arah ku, tatapannya menegaskan bahwa yang diceritakannya barusan adalah benar, dan Ya!! Aku masih waras. Aku bukan gak percaya hantu, tapi seumur hidup baru kali ini melihat dengan mata kepala sendiri. Kalau memang yang dikatakan BQ benar, itu artinya Aku sedang bekerja di sebuah.. RESTORAN ANGKER Hwaaaaa Ibuuuuuu di Kampus aku udah banyak masalah ama teman-teman masa disini juga harus bermasalah ama setan? Aku berusaha tenang meskipun wajah dan perasaanku mulai gak nyaman. Aku heran kok bisa-bisanya BQ cerita hal yang mengerikan tapi tetap kalem seolah-olah itu sudah kebiasaan. Ada banyak yang ingin Aku tanyakan sama temenku yang misterius ini, tapi Mbak Riska sudah 48

keluar dari dapur dengan membawa cemilan yang dari tadi disiapkannya untuk menemani rapat evaluasi malam ini. Semua karyawan mulai memasang wajah serius pertanda mereka siap ikut rapat, kecuali Oma yang pulang duluan karena lagi kurang sehat. Pembahasan dimulai dari laporan pendapatan restoran yang bulan ini semakin bla bla bla bla bla bla ................................................................................................... Suara Mbak Riska perlahan mulai gak kedengaran, bersamaan dengan otakku yang memulai lamunan. Aku gak bisa fokus rapat gara-gara ingat kata-kata BQ barusan. Sebenarnya sih itu bukan hal yang perlu dikhawatirkan, soalnya di restoran ini Aku gak sendirian. Tapi pas Mbak Riska memulai penjelasannya barusan........ tanpa sengaja aku melihat ke arah pintu dapur yang terbuka.... dan naasnya... \"Heh?????!!!\" Aku harus melihat sosok itu lagi...... berdiri....... mengintip dari balik pintu..... dengan wajah hitamnya yang samar-samar terlihat dari sini, kecuali mata besar dengan lingkaran merahnya itu.... menatap lekat ke arahku........ Dan saat Aku ingin berteriak... \"Ssssst!! Jangan dilihat! Biarkan aja dia disana, anggap aja dia gak ada\" Saran dari BQ itu aku ikuti, aku gak mau berpikir gimana dia bisa tahu apa yang aku lihat barusan. yang terpenting sekarang, Aku menundukkan kepala untuk menyembunyikan wajah ketakutanku dari teman-teman. Tiba-tiba Mbak Riska menegurku yang dikira ngantuk dan gak memperhatikan, \"Nah lhoooooooo!!! Kalau emang ngantuk, kamu boleh pulang duluan kok, toh besok pagi kamu kuliah kan?\" Mendengar omongan mbak Riska, tentu saja aku mengangkat kepala dan menoleh ke arahnya untuk sekedar menjawab, \"Ah gak apa-apa kok mbak...........\" Kata-kata ku terhenti karena di belakang Mbak Riska, Sosok berkulit hitam dengan baju putih itu sedang berdiri disana.... tersenyum ke arahku dan memperlihatkan gigi kuningnya.... dan lagi-lagi..... \"KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA\" ----‘’---- Dear Diary... Rapat evaluasi semalam jadi berantakan gara-gara Aku. Semua Karyawan jadi panik sambil berusaha menenangkanku yang masih saja berteriak histeris. Jari telunjukku gak henti-hentinya menunjuk ke arah tempat duduk Mbak Riska, karena memang Sosok menyeramkan itu masih disana. Saat itu Aku bisa melihat 49


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook