Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Wisata Ramah Muslim

Wisata Ramah Muslim

Published by Tri Ananto, 2022-08-05 15:26:19

Description: Wisata Ramah Muslim

Search

Read the Text Version

PERSEMBAHAN Buku ini disusun masih dalam suasana Covid-19 mewabah. Alhamdulillah, kebijakan bekerja dari rumah (work from home), atau untuk sebagian yang lain menjadi bekerja dari tempat manapun, menjadi tantangan sekaligus berkah tersendiri dalam melaksanakan aktivitas masing-masing. Suasana “new normal” memang terasa, ketika beraktivitas tidak lagi memerlukan hadir secara fisik, namun terwakilkan dengan kehadiran secara virtual. Rasa prihatin harus diiringi oleh introspeksi untuk memperbaiki diri. Pun begitu, rasa syukur selayaknya terus mengalir karena di balik setiap peristiwa, Allah SWT Yang Maha Sempurna pasti memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Dengan semangat untuk terus berkarya dan bermanfaat, iii

iv Wisata Ramah Muslim Alhamdulillah pada akhirnya hadir buku Wisata Ramah Muslim, setelah sebelumnya buku Manajemen Operasi dan Perilaku Organisasi yang disusun oleh Taksasila Edukasi Insani terbit. Kesempatan kali ini terasa sangat istimewa karena penulisan dibantu oleh dua orang yang juga istimewa. Pertama, Gunawan Yasni, seorang penulis, narasumber, dan pakar ekonomi dan keuangan syariah, yang karyanya banyak dimuat baik media cetak dan elektronik. Kedua, Medo Maulianza, seorang wartawan, praktisi pertelevisian dan akademisi, yang dengan pengalamannya telah menguatkan penulisan buku ini. Taksasila Edukasi Insani merupakan organisasi yang berdiri pada tanggal 1 Maret 2019 oleh empat sahabat, yaitu Rony Edward Utama, Nur Asni Gani, Jaharuddin, dan Andry Priharta. Dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan antara apa yang dipelajari dalam dunia akademis dengan realitas di masyarakat, serta kesempatan belajar yang terbatas bagi sebagian golongan masyarakat, keempat Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta ini terinspirasi untuk membentuk sebuah organisasi, sebagai wadah guna mencapai meaning and purpose, mendapat ridha Allah SWT dalam hidup. Organisasi ini menaruh perhatian pada pengembangan sumber daya insani. Beberapa aktivitas yang dilakukan di antaranya adalah leadership training, pengembangan kewirausahaan, pengembangan kepribadian, corporate culture, serta pengembangan sistem informasi berbasis teknologi di bidang pendidikan. Kerja sama yang dilakukan, di antaranya dengan Klinik 8 Medikatama, secara rutin melakukan pendampingan pendidikan dan kesehatan bagi camp pemulung di daerah Tangerang Selatan. Selain itu, dengan TV Muhammadiyah (tvMU) dan Asuransi Takaful Umum, dilakukan kerja sama dalam program Indonesia Talent guna mendukung Program Magang Kampus Merdeka. Taksasila Edukasi Insani memiliki visi untuk memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat dengan terus belajar, bermanfaat, dan tumbuh bersama.

KATA PENGANTAR v

vi Wisata Ramah Muslim

DAFTAR ISI Persembahan Tein iii Kata Pengantar v Daftar Isi vii Pariwisata Ramah Muslim—Pariwisata Halalan Thayyiban 1 Wisata Ramah Muslim; Beyond Holiday 5 Bab 1 Sejarah Wisata Ramah Muslim 13 vii

viii Wisata Ramah Muslim Bab 2 Kriteria Wisata Ramah Muslim 35 Bab 3 Wisata Ramah Muslim di Korea Selatan 49 Bab 4 Wisata Ramah Muslim di Inggris 79 Bab 5 Wisata Ramah Muslim di Rusia 91 Bab 6 Wisata Ramah Muslim di Malaysia 105 Bab 7 Wisata Ramah Muslim di Maroko 127 Bab 8 Wisata Ramah Muslim di Thailand 145 Bab 9 Wisata Ramah Muslim di Uni Emirates Arab 165 Bab 10 Wisata Ramah Muslim di Jepang 187 Bab 11 Wisata Ramah Muslim di Turki 201 Bab 12 Wisata Ramah Muslim di Sumatra Barat 223 Bab 13 Wisata Ramah Muslim di Nusa Tenggara Barat 243 Bab 14 Wisata Ramah Muslim di Kepulauan Riau 257 Bab 15 Wisata Ramah Muslim di Kalimantan Timur 269 Bab 16 Wisata Ramah Muslim di Yogyakarta 279 Bab 17 Wisata Ramah Muslim di Aceh 299 Bab 18 Wisata Ramah Muslim di Jakarta 313 Daftar Pustaka D-1 Biodata Penulis B-1

PARIWISATA RAMAH MUSLIM—PARIWISATA HALALAN THAYYIBAN Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 168: Arab-Latin: Yā ayyuhan-nāsu kulụ mimmā fil-ardi halālan tayyibaw wa lā tattabi’ụ khutuwātisy-syaitān, innahụ lakum ‘aduwwum mubīn. Terjemah Arti: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah 1

2 Wisata Ramah Muslim kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” Qur’an Surat Al-Anbiya Ayat 107 Arab-Latin: Wa mā arsalnāka illā rahmatal lil-’ālamīn. Terjemah Arti: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” Ekonomi dan keuangan Syariah, termasuk industri halalan thayyiban, adalah kegiatan muamalah antarmanusia yang diperuntukkan untuk manusia dan seluruh sekalian alam sebagaimana kutipan ayat-ayat Al Qur’an Surat Al-Baqarah dan Al-Anbiya sebagai pembukaan buku Pariwisata Ramah Muslim ini. Bahasa halus pariwisata ramah muslim tidak lain adalah pariwisata halalan thayyiban yang di dalamnya adalah diperuntukkan bukan hanya untuk muslim saja tapi untuk semuanya termasuk preservasi alam semesta. Sifat-sifat baik dan buruk ternyata sudah ada dalam tubuh manusia dalam bentuk materi genetik (DNA) yang bisa dihidupkan dan dimatikan salah satunya melalui aktivitas pariwisata yang melibatkan konsumsi makanan dan minuman serta ibadah mahdhah dan ghairu mahdah yang bisa memicu tombolo on dan off sifat-sifat tersebut. Oleh karenanya, sifat-sifat baik dalam diri manusia khususnya muslim perlu dijaga agar terus on dalam perjalanannya dengan konsumsi makanan minuman yang halalan thayyiban dan ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah yang dimudahkan dalam bentuk extended services penyedia wisata ramah muslim. Muslim yang tinggi takwanya adalah muslim

Pariwisata Ramah Muslim—Pariwisata.... 3 yang terus bisa menghidupkan sifat-sifat baiknya dan mematikan sifat-sifat jeleknya. Muslim sendiri menurut esensi bahasanya adalah orang yang tunduk kepada Tuhannya, yaitu Allah SWT. Dan Allah mengatakan apa adanya tentang agama yang dianut para muslim. Quran Surat Ali ‘Imran Ayat 19 Arab-Latin: Innad-dīna ‘indallāhil-islām, wa makhtalafallażīna ụtul- kitāba illā mim ba’di mā jā`ahumul-’ilmu bagyam bainahum, wa may yakfur bi`āyātillāhi fa innallāha sarī’ul-hisāb Terjemah Arti: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” Parwisata kuliner makanan yang bukan halalan thayyiban oleh manusia telah menyebabkan pandemi Covid-19 mendunia dan menghancurkan banyak sendi kehidupan manusia yang tidak pandai dan bijak mengambil hikmah halalan thayyiban yang Allah SWT perintahkan kepada manusia, bukan hanya muslim saja. Maka hal mana lagi yang hendak manusia dustakan. Saatnya pariwisata ramah

4 Wisata Ramah Muslim muslim—pariwisata halalan thayyiban mendunia menjadi rahmat bagi manusia dan seluruh alam dan menjadi tolak ansur/taqaddumiyyah sifat-sifat baik manusia bagi alam semesta. Gunawan Yasni

WISATA RAMAH MUSLIM; BEYOND HOLIDAY Apa yang kita bayangkan ketika ada yang mengungkapkan wisata ramah muslim? Mungkin timbul berbagai pandangan, misalnya: “Ooo… itu berarti wisata ke masjid”, “Wisata religi”, “Wisata ke peninggalan sejarah Islam”, “Wisata ke Timur Tengah”, “Umroh”, “Haji”, dan lain- lain. Pandangan ini tidak selamanya salah, namun ada baiknya kita mencari tahu lebih dalam apa itu wisata ramah muslim. Wisata ramah muslim, terkadang juga disebut wisata halal, Islamic tourism, syariah tourism, halal travel, halal friendly tourism destination, muslim friendly travel destinations, halal lifestyle, dan lain-lain. 5

6 Wisata Ramah Muslim Wisata ramah muslim diartikan sebagai kegiatan perjalanan dengan mengunjungi tempat tertentu yang bertujuan untuk rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah. Destinasi wisata ramah muslim adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas ibadah dan umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan yang sesuai dengan prinsip syariah. ANJURAN BEPERGIAN Tak mungkin rasanya seorang muslim selama hidupnya hanya berada di tempat lahirnya dan tidak bepergian sama sekali. Rasulullah sendiri berdagang antarnegara, pergi hijrah dari Mekah ke Madinah, dan bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya. Begitu pula para sahabat, salafus sholeh, dan juga manusia kontemporer. Al-Qur’an mendorong agar manusia melakukan perjalanan: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” (QS. Al-Mulk (67): 15). “Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu melakukan perjalanan di bumi yang luas itu” (QS. Nuh (71): 19–20). Selain itu, hal ini disebutkan juga dalam QS. Ar-Rum (30): 9, Al- Ankabut (29): 20, dan Al-Jumu’ah (62): 10. Bahkan, hadis mensyaratkan

Wisata Ramah Muslim; Beyond Holiday 7 untuk menjadi sehat, tercukupi rezekinya, maka bepergianlah, seperti terlihat dalam hadis berikut ini: “Dari Abi Hurairah, bahwasanya Nabi saw., bersabda: bepergianlah kalian niscaya kalian menjadi sehat dan berperanglah niscaya kalian akan tercukupi” (HR. Ahmad). “Dari Ibnu Abbas ra, berkata, bahwa rasulullah saw. bersabda: bepergianlah, kalian akan sehat dan tercukupi” (HR. al-Baihaqi). “Dari Ma’mar, dari Thawus dari ayahnya, berkata: bahwa Umar berkata: Bepergianlah, kalian akan sehat dan akan mendapat rezeki” (HR. Abdu al-Razzaq). Ulama juga menganjurkan bepergian. Al-Qasimi dalam Mahasin al-Ta’wil, ketika menjelaskan kata siiruu pada QS. Al-Naml (27): 69 berkata, “Mereka (yang diperintahkan bepergian) adalah orang- orang yang bepergian ke berbagai tempat untuk melihat peninggalan bersejarah dalam rangka mengambil pelajaran dan manfaat lain.” Disebutkan oleh Ibn ‘Abidin dalam Radd al-Muhtar, “(Hukum asal) bepergian adalah mubah kecuali disebabkan kondisi lain, seperti haji atau jihad, maka menjadi ibadah (ketaatan), atau untuk tujuan merampok maka bepergian termasuk maksiat.” Salah satu bentuk bepergian adalah wisata, yang tak terpisahkan dalam kehidupan seorang muslim kontemporer. Wisata saat ini bahkan menjadi salah satu kebutuhan penting manusia modern. Makin tingginya tingkat kebutuhan manusia modern terhadap wisata sehingga setiap muslim menjadikan wisata sebagai salah satu rangkaian kehidupannya. Agar lebih bermakna, maka berwisatalah dengan konsep syariah yang kita sebut wisata ramah muslim.

8 Wisata Ramah Muslim WISATA KONVENSIONAL, WISATA RELIGI, DAN WISATA RAMAH MUSLIM Lantas, muncul pertanyaan, adakah perbedaan wisata konvensional, wisata religi, dan wisata ramah muslim? Berikut dijelaskan perbedaan tersebut dari beberapa aspek berikut ini (diadaptasi dari Aan Jaelani, 2017). 1. Tujuan Tujuan wisata konvensional adalah menghibur, refreshing. Tujuan wisata religi adalah meningkatkan spiritualitas. Tujuan wisata ramah muslim adalah meningkatkan spiritualitas dengan cara menghibur. 2. Target Target wisata konvensional menyentuh kepuasan dan kesenangan yang berdimensi nafsu, semata-mata hanya untuk hiburan. Target wisata religi adalah aspek spiritual yang bisa menenangkan jiwa, guna mencari ketenangan batin. Target wisata ramah muslim adalah memenuhi keinginan dan kesenangan serta menumbuhkan kesadaran beragama. 3. Objek Objek wisata konvensional adalah alam, budaya, heritage, kuliner. Target wisata religi adalah tempat ibadah, peninggalan sejarah. Target wisata ramah muslim adalah alam, budaya, heritage, kuliner, tempat ibadah dan peninggalan sejarah. 4. Guide Guide wisata konvensional memahami dan menguasai informasi sehingga bisa menarik wisatawan terhadap objek wisata. Guide wisata religi menguasai sejarah, tokoh, dan lokasi yang menjadi objek wisata. Guide wisata ramah muslim membuat turis tertarik pada objek sekaligus membangkitkan spirit religi wisatawan dan mampu menjelaskan fungsi dan peran syariah dalam bentuk kebahagiaan dan kepuasan batin dalam kehidupan manusia.

Wisata Ramah Muslim; Beyond Holiday 9 5. Fasilitas ibadah Fasilitas ibadah dalam wisata konvensional dan wisata religi sekadar pelengkap, sedangkan dalam wisata ramah muslim menjadi bagian yang menyatu dengan objek pariwisata, ritual ibadah menjadi bagian paket hiburan. 6. Kuliner Wisata ramah muslim hanya memfasilitasi kuliner spesifik yang halal, sementara wisata religi apalagi wisata konvensional tidak memperhatikan kehalalan kuliner. 7. Relasi masyarakat dan lingkungan objek wisata Wisata konvensional dan religi menjadikan masyarakat dan lingkungan objek wisata sebagai komplementer dan hanya untuk keuntungan materi. Wisata ramah muslim menjadikan masyarakat dan lingkungan objek wisata terintegrasi dan berinteraksi berdasarkan prinsip syariah. 8. Agenda perjalanan Agenda perjalanan wisata konvensional setiap waktu. Wisata religi dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja. Agenda perjalanan wisata ramah muslim memperhatikan waktu, terutama waktu- waktu ibadah. PANDUAN PRAKTIS WISATA RAMAH MUSLIM Jika Anda ingin melakukan wisata ramah muslim, perhatikan beberapa komponen pelaksanaan wisata ramah muslim, seperti hotel, destinasi wisata, fasilitas, biro perjalanan, pemandu wisata. Berikut ini kriteria fasilitas wisata ramah muslim. 1. Hotel Syariah Beberapa ketentuan terkait hotel syariah adalah: (a) tidak boleh menyediakan fasilitas akses pornografi, dan tindakan asusila, (b) tidak boleh menyediakan fasilitas hiburan yang mengarah pada kemusyrikan, maksiat, pornografi, dan/atau tidak asusila, (c)

10 Wisata Ramah Muslim makanan dan minuman yang disediakan wajib telah mendapat sertifikat halal dari MUI, (d) menyediakan fasilitas, peralatan, dan sarana yang memadai untuk pelaksanaan ibadah, termasuk fasilitas bersuci, (e) pengelola dan karyawan/karyawati hotel wajib mengenakan pakaian yang sesuai syariah, (f) wajib memiliki pedoman dan/atau panduan mengenai prosedur pelayanan hotel guna menjamin terselenggaranya pelayanan hotel yang sesuai dengan prinsip syariah, dan (g) wajib menggunakan jasa lembaga keuangan syariah dalam melakukan pelayanan. 2. Wisatawan Wisatawan wajib memenuhi ketentuan-ketentuan berikut: (a) berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah dengan menghindarkan diri dari syirik, maksiat, munkar, dan kerusakan (fasad), (b) menjaga kewajiban ibadah selama berwisata, (c) menjaga akhlak mulia, dan (d) menghindari destinasi wisata yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. 3. Destinasi Wisata - Destinasi wisata wajib memiliki: (a) fasilitas ibadah yang layak pakai, mudah dijangkau dan memenuhi persyaratan Syariah, dan (b) makanan dan minuman halal yang terjamin kehalalannya dengan sertifikat MUI. - Destinasi wisata wajib terhindar dari: (a) kemusyrikan dan khurafat, (b) maksiat, zina, pornografi, pornoaksi, minuman keras, narkoba, dan judi, dan (c) pertunjukan seni, dan budaya serta atraksi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. - Destinasi wisata wajib diarahkan pada ikhtiar untuk: (a) mewujudkan kemaslahatan umum, (b) pencerahan, penyegaran, dan penenangan, (c) memelihara amanah, keamanan dan kenyamanan, (d) mewujudkan kebaikan yang bersifat universal dan inklusif, (e) memelihara kebersihan, kelestarian alam, sanitasi, dan lingkungan, dan (f) menghormati nilai-nilai sosial budaya dan kearifan lokal yang tidak melanggar prinsip syariah.

Wisata Ramah Muslim; Beyond Holiday 11 4. Spa, Sauna, dan Pijat Spa, sauna, dan pijat yang dilakukan wajib memenuhi ketentuan berikut: (a) menggunakan bahan yang halal dan tidak najis yang terjamin kehalalannya dengan sertifikat halal MUI, (b) terhindar dari pornoaksi dan pornografi, (c) terjaganya kehormatan wisatawan, (d) terapis laki-laki hanya boleh melakukan spa, sauna, dan pijat kepada wisatawan laki-laki, dan terapis wanita hanya boleh melakukan spa, sauna, dan pijat kepada wisatawan wanita, dan (e) tersedia sarana yang memudahkan untuk melakukan ibadah. 5. Biro Perjalanan Wisata Syariah Biro perjalanan wisata syariah wajib memenuhi ketentuan: (a) menyelenggarakan paket wisata yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, (b) memiliki daftar akomodasi dan destinasi wisata yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, (c) memiliki daftar penyedia makanan dan minuman halal yang memiliki sertifikat halal MUI, (d) menggunakan jasa lembaga keuangan syariah dalam melakukan pelayanan wisata, baik bank, asuransi, lembaga pembiayaan, lembaga penjaminan, maupun dana pensiun, (e) mengelola dana dan investasi wajib sesuai dengan prinsip syariah, dan (f) wajib memiliki panduan wisata yang dapat mencegah terjadinya tindakan syirik, khurafat, maksiat, zina, pornografi, pornoaksi, minuman keras, narkoba, dan judi. 6. Pemandu Wisata Pemandu wisata syariah wajib memenuhi ketentuan: (a) memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalam menjalankan tugas, terutama yang berkaitan dengan fikih pariwisata, (b) berakhlak mulia, komunikatif, ramah, jujur, dan bertanggung jawab, dan (c) memiliki kompetensi kerja sesuai standar profesi yang berlaku yang dibuktikan dengan sertifikat.

12 Wisata Ramah Muslim Oleh karena itu, jadikanlah liburan keluarga Anda penuh makna dan pilihlah biro perjalanan wisata ramah muslim yang semakin banyak menawarkan berbagai paket wisata ramah muslim dalam dan luar negeri. Indonesia saat ini adalah salah satu destinasi wisata ramah muslim terkemuka di dunia. Wisata ramah muslim terbuka luas untuk wisatawan nonmuslim, dan semakin banyak nonmuslim yang menikmati berbagai sarana wisata ramah muslim. Idealnya, seorang muslim hanya memilih paket wisata ramah muslim, dan tidak lagi menggunakan paket wisata konvensional. Agar wisata ramah muslim berkembang maksimal, diperlukan pemahaman yang baik semua pihak. Wisata adalah kebutuhan, namun bukan hanya menyegarkan diri, melainkan juga ibadah (beyond holiday). Semoga bermanfaat.

BAB 1 SEJARAH WISATA RAMAH MUSLIM PARIWISATA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADIS Dalam Bab I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, disebutkan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, 13

14 Wisata Ramah Muslim dan pemerintah daerah. Kepariwisataan merupakan keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha. Salah satu kewajiban ibadah dalam rukun Islam adalah haji pada bulan tertentu dan umrah yang dilakukan sepanjang tahun ke baitullah. Dengan demikian, perjalanan dianggap sebagai ibadah dalam pandangan Islam. Wisata juga terhubung dengan konsep pengetahuan dan pembelajaran dalam pandangan Islam karena salah satu tujuan wisata dalam Islam adalah untuk belajar ilmu pengetahuan dan berpikir. Perintah untuk berwisata di muka bumi muncul beberapa kali dalam Al-Qur’an (lihat QS. Al-An’am: 11–12 dan An- Naml: 69–70). “Katakanlah: ‘Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.’ Katakanlah: ‘Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi.’ Katakanlah: ‘Kepunyaan Allah.’ Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang.1 Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. orang- orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman2 (QS. Al An’am: 11–12). “Katakanlah: “Berjalanlah kamu (di muka) bumi, lalu perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang berdosa. Dan janganlah kamu berduka cita terhadap mereka, dan janganlah (dadamu) merasa sempit terhadap apa yang mereka tipudayakan” (QS. An Naml: 69–70). 1 Maksudnya: Allah telah berjanji sebagai kemurahan-Nya akan melimpahkan rahmat kepada makhluk-Nya. 2 Maksudnya: orang-orang yang tidak menggunakan akal pikirannya, tidak mau beriman.

Bab 1 Sejarah Wisata Ramah Muslim 15 Tujuan terbesar dari perjalanan dalam Islam adalah untuk mengajak orang lain beriman kepada Allah dan menyampaikan ajaran Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. kepada umat manusia. Beliau dan para sahabat menyebar ke seluruh dunia untuk tujuan tersebut. Dengan demikian, wisata Islam tidak hanya bertujuan untuk rekreasi atau sekadar menikmati keindahan alam semesta ini, tetapi juga untuk merenungkan keajaiban penciptaan Allah dan, sehingga akan membuat jiwa manusia mengembangkan keimanan yang kuat dalam keesaan Allah dan akan membantu seseorang untuk memenuhi kewajiban hidup (Jaelani, 2016). Berwisata tidak hanya bermanfaat untuk kebutuhan spiritual manusia. Aktivitas perjalanan dalam berwisata juga memberikan manfaat bagi manusia secara fisik. Otak dan pikiran akan tersegarkan dan dengan pikiran yang sehat badan juga akan sehat. Di sisi lain, promosi wisata atas dasar tujuan agama dan tempat bersejarah untuk wisatawan internasional bisa memberikan tambahan pendapatan ke negara dengan mayoritas muslim. Organisasi Konferensi Islam (OKI) sendiri telah menekankan untuk mengembangkan kegiatan wisata bagi negara-negara anggotanya. Semakin banyak wisatawan muslim dalam dunia Islam dapat menyebabkan pemahaman yang lebih baik, merangsang kolaborasi, dan melayani kepentingan umum. Gagasan tentang wisata religi itu sendiri muncul cukup kontroversial, tidak hanya dari sudut pandang otoritas keagamaan, tetapi juga dari sisi akademik dalam studi pariwisata. Pada saat ini muncul beberapa pertanyaan di bidang geografi, “Mengapa dan atas dasar apa suatu ruang didefinisikan sebagai sakral; apa implikasi ini memiliki sebutan yang mungkin untuk penggunaan dan karakter daerah; bagaimana orang percaya menanggapi gagasan tempat suci, dan bagaimana tanggapan mereka (khususnya melalui ziarah) tercermin dalam arus geografis dan pola daerah” (Park dan Yoon, 2009).

16 Wisata Ramah Muslim Dalam reviu Tajzadeh Namin A. A. (2013) tentang wisata syariah yang bersumber dari Al-Qur’an, wisata syariah diartikan sebagai berikut. “Mempelajari kehidupan orang-orang di masa lampau (QS. 3: 137); mempelajari tujuan orang di masa lampau (QS. 30:42); mempelajari bagaimana nabi dibesarkan (QS. 16: 36); mempelajari kehidupan orang jahat (QS. 6:11); memikirkan tentang penciptaan; memikirkan tentang apa yang terjadi pada orang yang zalim; mengunjungi kota yang aman dan makmur (QS. 34: 11); kitab suci Al-Qur’an memanggil umat manusia untuk melakukan perjalanan dan mempelajari kesudahan orang-orang yang kafir dan mengingkari tanda-tanda kekuasaan tuhan; secara umum, dapat dikatakan bahwa perjalanan membantu orang mengerti penjelasan teori dan praktis dan untuk memperkuat keimanan mereka terhadap hari kebangkitan. Perjalanan membantu orang belajar dari masa lalu dan mencegah perbuatan zalim dan penindasan; dan perjalanan meningkatkan fungsi penglihatan, pendengaran, dan pengetahuan dalam diri manusia, serta menyelamatkan orang dari kemalasan dan kekosongan.” Selain bersumber dari Al-Qur’an, wisata ramah muslim dapat ditelusuri pula dari tradisi Nabi Muhammad saw. yang dapat dilihat pada hadis. Beberapa hadis menunjukkan suatu kegiatan yang disebut dengan wisata sekarang ini. Ibrahim Abu Isma’il As-Saksaki mendeskripsikan bahwa “Rasulullah saw. dikatakan pernah bersabda: ‘Aku mendengar Abu Burda menemani Yazid bin Abi Kabsha dalam sebuah perjalanan. Yazid terbiasa untuk berpuasa selama perjalanan. Abu Burda berkata padanya, Aku dengar Abu Musa berkata beberapa kali bahwa Rasul Allah berkata, Ketika seorang budak sakit atau

Bab 1 Sejarah Wisata Ramah Muslim 17 dalam perjalanan, maka dia akan mendapat ganjaran sebanyak yang ia dapatkan atas kebaikan yang dilakukan di rumah pada saat sehat’” (Sahih Bukhari, Vol. 4, Buku 52, No. 239). Pada hadis lain yang dikutip Teoman Duman (2011: 5), “Nabi Muhammad saw. bersabda: ‘Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai atas dengan yang ia niatkan’” (Sahih-Al Bukhari, 2011). Sementara itu, Din (1989) menegaskan bahwa ”kegiatan perjalanan dalam Islam dianggap sebagai aktivitas yang memiliki tujuan dengan penekanan pada motivasi keislaman sebagai tindakan atas nama Tuhan (fisabilillah), kepatuhan pada ajaran Tuhan (melalui ibadah haji dan umrah), kesadaran akan kecilnya manusia di hadapan kebesaran Tuhan, membangun dan memperkuat tali silaturahmi (persaudaraan umat muslim), dan melakukan bisnis atau perdagangan. Kaum muslim dianjurkan untuk mencapai tujuan fisik, sosial, dan spiritual dengan melakukan perjalanan. Hadis lainnya diriwayatkan oleh Abu Shuraih Al-Ka’bi: Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah memuliakan tamunya. Hal-hal yang diperoleh tamu adalah: memuliakannya dengan makanan terbaik selama sehari semalam, menjamunya selama tiga hari, dan apa saja yang diberikan selain itu, adalah termasuk sedekah. Dan tidak diperkenankan bagi tamu untuk tinggal dalam waktu yang lama hingga mempersulit tuan rumah” (Sahih Bukhari, Vol. 8, Buku 73, No. 156). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa praktik wisata ramah muslim telah dilakukan sejak masa Nabi Muhammad dan para sahabat untuk kepentingan sosial dan spiritual. Dari sisi hukum Islam, Nabi Muhammad saw. menjelaskan pula tentang adanya keringanan

18 Wisata Ramah Muslim dalam salat dengan cara mengumpulkan atau meringkas jumlah rakaat salat ketika seseorang sedang melakukan perjalanan jauh dengan tujuan ibadah. Jadi, Al Qur’an dan hadis telah memberikan penjelasan hukum Islam tentang wisata dari sisi syariah melalui ketetapan hukum Islam itu sendiri (Jaelani, 2017). KONSEP TENTANG WISATA RELIGI, WISATA SYARIAH, DAN WISATA RAMAH MUSLIM Istilah wisata ramah muslim memiliki berbagai sebutan lain dalam literatur, seperti wisata syariah, wisata halal, halal travel, Islamic tourism, syariah tourism, muslim-friendly travel destinations, halal- friendly tourism destination, halal lifestyle, dan lain-lain. Dari sisi industri, wisata ramah muslim merupakan suatu produk pelengkap dan tidak menghilangkan jenis pariwisata konvensional. Wisata ramah muslim adalah cara baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai Islami tanpa menghilangkan keunikan dan keaslian daerah. Berikut adalah beberapa pengertian wisata religi dan wisata Islam menurut pakar. 1. Ala-Hamarneh (2011): Wisata Islam adalah konsep budaya dalam kaitannya dengan pariwisata Islam (situs budaya-agama Islam). 2. Shakiry (2008): Wisata Islam adalah pariwisata yang identik dengan muslim (tunduk pada kepatuhan dengan nilai-nilai Islam), meskipun dapat diperluas yang mencakup nonmuslim. 3. Hassan (2007): Wisata religi adalah ziarah dan kunjungan ke tempat-tempat suci di seluruh dunia Islam. 4. Hassan (2004): Pariwisata Islam adalah suatu pariwisata dengan dimensi moral baru yang didasarkan pada nilai-nilai yang dapat diterima, berdimensi etis, dan memiliki standar transendental. 5. Din K. (1989): Wisata Islam adalah perjalanan yang bertujuan dengan motivasi “keselamatan” atau kegiatan yang berarti berasal dari motivasi Islam.

Bab 1 Sejarah Wisata Ramah Muslim 19 Banyak istilah lain untuk menyebut wisata ramah muslim. Namun, perlu dibedakan antara wisata religi dan wisata ramah muslim. Wisata religi yang dimaksudkan bisa berarti pula wisata ziarah. Secara etimologi, ziarah dapat berarti kunjungan, baik kepada orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Akan tetapi, pemahaman yang telah meluas di masyarakat adalah dalam aktivitas kunjungan kepada orang yang telah meninggal melalui kuburannya. Kegiatan ini biasa disebut dengan ziarah kubur. Sebelum Islam, praktik ziarah sudah biasa dilakukan. Bahkan praktik ini dilakukan secara berlebihan sehingga Rasulullah sempat melarangnya. Namun, praktik ziarah dihidupkan kembali bahkan dianjurkan untuk mengingat kematian sehingga ziarah kubur merupakan salah satu sunah Rasul. Barber (1993) mengartikan ziarah sebagai “perjalanan atas alasan religius, secara eksternal ke situs suci, dan secara internal untuk tujuan spiritual dan pemahaman internal” (Galzacorta dan Omil, 2016: 52). Wisata religi dapat berfungsi sebagai suatu kegiatan yang memiliki motivasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Kegiatan tersebut dapat mencakup haji, umrah, dan sebagainya. Bentuk lain dapat berupa ungkapan rasa syukur kepada Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim dan pengakuan atas kebesaran-Nya yang dapat diamati di mana saja baik pada masa lalu maupun sekarang (Din, 1989, 551-2). Wisata religi menunjukkan aktivitas perjalanan dengan motivasi atau tujuan keagamaan yang dilakukan oleh umat beragama, biasanya dengan mengunjungi tempat-tempat suci agama atau tokoh agama. Pengertian tersebut berlaku juga untuk makna ziarah (pilgrimage) sebagai bagian dari aktivitas wisata. Pengertian wisata religi dikembangkan pula sebagai semua upaya pemasaran dan pengembangan produk yang diarahkan pada umat Islam, meskipun tidak terkait motivasi agama (Henderson, 2010), atau upaya yang menekankan pentingnya turis muslim dan nonmuslim sebagai pasar baru dan tujuan untuk pariwisata (Ala al-Hamarneh, 2011).

20 Wisata Ramah Muslim Oleh karena itu, wisata religi sebagai suatu aktivitas ekonomi lebih tepat digunakan istilah wisata syariah jika yang melakukan aktivitas perjalanan adalah seorang Muslim, seiring dengan nomenklatur pada perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Di beberapa negara, seperti Malaysia, Indonesia, dan Brunei, istilah wisata religi atau wisata Islam lebih dikenal sebagai wisata syariah. Islamic tourism pada dasarnya adalah kegiatan untuk mempromosikan pariwisata di kalangan umat Islam, mengembangkan tujuan wisata baru, dan memperkuat kerja sama antarorganisasi dan antar-pemerintah di dunia Islam. Zamani Farahani dan Anderson (2009) menyebutkan bahwa “pariwisata Islami dapat didefinisikan sebagai aktivitas perjalanan orang muslim yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain atau menempati suatu tempat di luar tempat kediaman mereka untuk suatu periode kurang dari setahun untuk terlibat dalam kegiatan dengan motivasi Islami. Harus diperhatikan bahwa kegiatan Islami ini harus sesuai dengan prinsip yang diterima secara umum dalam Islam, yaitu halal. Pariwisata Islam atau wisata dalam Islam berfokus pada isu-isu seperti keterlibatan (Muslim), tempat (tujuan Islam), produk (daerah tempat tinggal, makanan, dan minuman), dimensi (ekonomi, budaya, agama, dll.), dan pengelolaan proses pelayanan (pemasaran dan isu-isu etis). Motivasi dan niat yang sangat penting dalam Islam karena terkait dengan sikap dan tujuan mereka (Ala-Hamarneh, 2011; Hassan, 2007; Henderson, 2010). Definisi wisata syariah lebih luas dari wisata religi, yaitu wisata yang didasarkan pada nilai-nilai syariat Islam (Sofyan, 2012: 33). World Tourism Organization (WTO) menganjurkan bahwa konsumen wisata syariah bukan hanya umat muslim, tetapi juga nonmuslim yang ingin menikmati kearifan lokal. Kriteria umum pariwisata syariah menurut WTO adalah (1) memiliki orientasi kepada kemaslahatan umum, (2) memiliki orientasi pencerahan, penyegaran, dan ketenangan, (3) menghindari kemusyrikan dan khurafat, (4) bebas

Bab 1 Sejarah Wisata Ramah Muslim 21 dari maksiat, (5) menjaga keamanan dan kenyamanan, (6) menjaga kelestarian lingkungan, dan (7) menghormati nilai-nilai sosial budaya dan kearifan lokal. Pariwisata ramah muslim pada hakikatnya adalah pariwisata halal. Dalam literatur Islam, istilah “halal” merujuk pada semua yang diperintahkan dalam ajaran agama dan menjadi landasan bagi perilaku dan kegiatan umat Islam (Diyanat Isleri Baskanlig, 2011). Secara khusus, halal digunakan untuk pengertian semua yang dapat dikonsumsi menurut Al-Qur’an dan hadis (Gulen, 2011). Istilah “haram” merupakan kebalikan dari halal yang mengacu pada tindakan pelanggaran atas ajaran agama Islam. Oleh karena itu, seorang muslim diwajibkan untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas yang halal dan menghindari hal-hal yang diharamkan agama. Kata“halal”berartisesuatuyangdiizinkandanbiasanyadigunakan untuk pengertian sah (Ijaj, 2011). Konsep halal dalam Islam memiliki motif yang sangat spesifik seperti untuk melestarikan kemurnian agama, untuk menjaga mentalitas Islam, untuk mempertahankan hidup, untuk melindungi properti, untuk melindungi generasi masa depan, untuk menjaga harga diri dan integritas. Dengan demikian, definisi halal mengacu pada semua aspek kehidupan mulai dari perilaku, ucapan, pakaian, cara, hingga diet. Batas halal dan haramnya suatu hal dalam Islam sendiri dikembalikan pada hukum Islam yang sebagian besar bersifat pasti dan tidak berubah, serta tidak seperti hukum sekuler. Syariah adalah sistem moral hidup yang tidak terbatas pada makanan saja. Definisi halal memiliki arti yang luas dari penggunaan bahasanya di Timur sehingga perlu dieksplorasi dalam berbagai cara karena istilah ini juga digunakan di Barat namun dalam konteks yang sempit. Oleh karena itu, agar lebih global dan mudah diterima oleh kalangan nonmuslim, istilah pariwisata ramah muslim lebih tepat digunakan. Bagi penduduk muslim, kehalalan merupakan suatu kebutuhan. Ini merupakan potensi pasar terkait konsumsi produk halal yang

22 Wisata Ramah Muslim memberikan pengaruh dalam membuka kemungkinan cakrawala baru. Oleh karena itu, konsep halal itu penting untuk menjadi bagian dari merek (Ijaj, 2011). Perusahaan-perusahaan besar yang bersifat multinasional mampu memproduksi minuman ringan, permen karet, dan suplemen kesehatan, vaksin, susu formula, dan banyak lagi. Konsumsi halal ditargetkan sebagai segmen pemasaran baru. Selain itu, produk halal bagi konsumen memberikan ruang untuk oleh semua orang sebagai perkumpulan global di sekitar topik ini (Md. Aminul Islam and Laura Kärkkäinen, 2013). Wisata ramah muslim mengemas berbagai produk halal ini dalam suatu kesatuan. Dijelaskan oleh President Islamic Nutrition Council of America, Muhammad Munir Caudry, dalam Indonesia Halal Expo (Indhex) 2013 dan Global Halal Forum yang digelar pada 30 Oktober–2 November 2013 di Gedung Pusat Niaga, JIExpo (PRJ), Jakarta (Rabu, 30/10/2013), “Wisata ramah muslim merupakan konsep baru pariwisata. Ini bukanlah wisata religi seperti umroh dan menunaikan ibadah haji. Wisata ramah muslim adalah pariwisata yang melayani liburan, dengan menyesuaikan gaya liburan sesuai dengan kebutuhan dan permintaan traveler muslim.” WISATA RAMAH MUSLIM DALAM INDUSTRI PARIWISATA NASIONAL Potensi yang dimiliki Indonesia begitu luas, terutama dari segi alam dan budayanya. Ini bias menjadi daya Tarik tersendiri dalam pariwisata. Terdapat 17.100 pulau dengan keunikan pemandangan alam masing-masing dan 742 bahasa yang mewakili berbagai budaya yang berbeda-beda, Indonesia memiliki peluang tak terbatas dalam mengembangkan industri pariwisatanya. Selain itu, jumlah penduduk Indonesia begitu besar dengan mayoritas penduduk muslim. Sebagai negara dengan penduduk

Bab 1 Sejarah Wisata Ramah Muslim 23 muslim terbesar di dunia, Indonesia berupaya terus mengembangkan wisata syariah di Tanah Air. Berbagai upaya tersebut telah membuahkan hasil. Indonesia menempati peringkat keempat ranking indikator ekonomi Islam global pariwisata dalam State of the Global Islamic Report 2019/2020 di antara negara-negara OKI. Data statistik wisatawan mancanegara pada Badan Pusat Statistik RI mencatat bahwa selama tahun 2019, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 16,11 juta kunjungan atau naik 1,88 persen dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisman pada periode yang sama tahun 2018 yang berjumlah 15,81 juta kunjungan. Jumlah ini menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun. Sejak 2016, Bappenas telah merencanakan pembangunan sektor pariwisata, yakni konsisten pada arah pembangunan hingga tahun 2025 berupa pengembangan kepariwisataan agar mampu mendorong kegiatan ekonomi dan meningkatkan citra Indonesia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, serta memberikan perluasan kesempatan kerja. Bambang Brojonegoro (2016) menegaskan bahwa pengembangan kepariwisataan dilakukan dengan memanfaatkan keragaman pesona keindahan alam dan potensi nasional sebagai wilayah wisata bahari terluas di dunia. Selain itu mendorong kegiatan ekonomi yang terkait dengan pengembangan budaya bangsa. Kebijakan lainnya berupa jaminan lokasi destinasi wisata, penciptaan ekonomi lokal dan sikap masyarakat, layanan kemudahan bagi turis yang berkunjung, SDM dan kelembagaan pariwisata, pengembangan 10 destinasi prioritas, dan promosi wisata Indonesia. Berdasarkan laporan The Travel & Tourism Competitiveness Report yang dirilis WEF (World Economic Forum) 2019, peringkat indeks daya saing pariwisata Indonesia di dunia dua peringkat dari peringkat 42 di tahun 2017. Indonesia berada di peringkat 40 dari 140 negara di dunia. Di kawasan Asia Tenggara, indeks daya saing pariwisata Indonesia berada di peringkat empat.

24 Wisata Ramah Muslim Pada Rakornas Kepariwisataan ke-4 pada 6-7 Desember 2016 di Jakarta, Kementerian Pariwisata pertama kali mengumumkan Indeks Pariwisata Indonesia (IPI) yang mengacu pada Travel and Tourism Competitive Index (TTCI) World Economic Forum dan United Nations World Organization yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia untuk mengukur kesiapan daerah tujuan wisata. Dalam rakornas bertemakan “Indonesia Incorporated, Meraih Target 15 Juta Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan 265 Juta Perjalanan Wisatawan Nusantara Tahun 2017”, yang dihadiri lebih dari 700 orang stakeholder pariwisata Indonesia, sejumlah indikator lain juga diterapkan, seperti policy support (prioritas pariwisata, keterbukaan regional, daya saing harga, environment sustainability), tourism enabler (lingkungan bisnis, keamanan, kesehatan dan kebersihan, SDM dan tenaga kerja, kesiapan teknologi informasi), infrastructure (infrastruktur bandara, infrastruktur pelabuhan dan darat, infrastruktur pelayanan pariwisata), dan natural and cultural resources (sumber daya alam dan sumber daya budaya) (liputan6.com, 2016). Berdasarkan IPI tersebut, daya saing tertinggi industri pariwisata Indonesia masih didominasi di kota-kota besar. Denpasar, Bali menduduki peringkat IPI tertinggi dengan skor 3,81 dari rentang skala 0 sampai 5. Sepuluh kabupaten dan kota dengan peringkat tertinggi Indeks Pariwisata Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1-1. Berdasarkan indikator aspek lingkungan pendukung bisnis pariwisata, peringkat kota di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1-2. Untuk aspek tata kelola pariwisata, maka peringkat kota di Indonesia dapat dilihat Pada Tabel 1-3, sedangkan Tabel 1-4 menunjukkan peringkat dilihat dari aspek pendukung pariwisata dengan indikator aspek infrastruktur pendukung pariwisata. Peringkat kota dilihat dari indikator aspek potensi wisata alam dan wisata buatan dapat dilihat pada Tabel 1-5.

Bab 1 Sejarah Wisata Ramah Muslim 25 Tabel 1-1 10 Peringkat Tertinggi Indeks Pariwisata Indonesia Tahun 2016 No Kota Indeks Pariwisata 1. Denpasar, Bali 3,81 2. Surabaya, Jawa Timur 3,74 3. Batam, Riau 3,73 4 Sleman, Yogyakarta 3,72 5 Semarang, Jawa Tengah 3,59 6 Badung 3,55 7 Bandung, Jawa Barat 3,39 8 Banyuwangi, Jawa Timur 3,30 9 Bogor, Jawa Barat 3,27 10 Bantul, Jawa Timur 3,22 Sumber: liputan6.com, 2016. Tabel 1-2 5 Peringkat Tertinggi Aspek Lingkungan Pendukung Bisnis Pariwisata Tahun 2016 No Kota Indeks Pariwisata 1 Denpasar 3,71 2 Sleman 3,42 3 Semarang 3,26 4 Surabaya 3,21 5 Bantul 3,19 Sumber: liputan6.com, 2016.

26 Wisata Ramah Muslim Tabel 1-3 5 Peringkat Tertinggi Aspek Tata Kelola Pariwisata Tahun 2016 No Kota Indeks Pariwisata 1 Surakarta 3.99 2 Denpasar 3,79 3 Badung 3,68 4 Makasar 3,59 5 Yogyakarta 3,54 Sumber: liputan6.com, 2016. Tabel 1-4 5 Peringkat Tertinggi Aspek Infrastruktur Pendukung Pariwisata Tahun 2016 No Kota Indeks Pariwisata 1 Makasar 4,3 2 Denpasar 4,12 3 Bandung 4,12 4 Surabaya 3,89 5 Palembang 3,75 Sumber: liputan6.com, 2016. Menurut Kementerian Pariwisata (2012), pariwisata ramah muslim adalah kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariat. Meski demikian, pariwisata ramah muslim dapat dimanfaatkan baik oleh muslim maupun nonmuslim karena karakteristik produk dan jasanya yang bersifat universal. Pada dasarnya, produk, jasa, objek, dan tujuan wisata dalam pariwisata ramah muslim sama dengan produk, jasa, objek dan tujuan pariwisata konvensional selama tidak bertentangan

Bab 1 Sejarah Wisata Ramah Muslim 27 Tabel 1-5 5 Peringkat Tertinggi Aspek Potensi Wisata Alam dan Wisata Buatan No Kota Indeks Pariwisata 1 Sukabumi 3,79 2 Badung 3,45 3 Bogor 3,39 4 Wakatobi 3,29 5 Raja Ampat 3,25 Sumber: liputan6.com, 2016. dengan nilai-nilai dan etika syariah. Jadi, perlu ditekankan bahwa pariwisata ramah muslim tidak terbatas hanya pada wisata religi (Dini Andriani, dkk., 2015). Dalam pariwisata ramah muslim atau halal, terdapat beberapa hal yang terutama dibutuhkan, yaitu ketersediaan makanan halal, fasilitas ibadah yang memadai, pelayanan buka puasa selama Ramadhan, serta adanya pembatasan aktivitas-aktivitas yang tidak sesuai dengan syariah (Lukman Hakim). Untuk mewujudkan pengembangan wisata ramah muslim dalam industri pariwisata nasional, Dirjen Pemasaran Pariwisata akan melakukan pelatihan SDM, capacity building, dan juga sosialisasi. Kementerian Pariwisata juga akan belajar dari negara- negara lain yang sudah menerapkan konsep wisata ramah muslim, serta melakukan sosialisasi dengan organisasi-organisasi pelaku pariwisata di Indonesia, misalnya Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Association of the Indonesia Tours and Travel (ASITA). PHRI bisa memastikan hotel-hotelnya halal untuk wisatawan Muslim, sementara ASITA bisa membuat paket-paket wisata ke tempat wisata religi dan ziarah. Usaha pariwisata sebagaimana diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009, Bab VI, Pasal 14, 2009, mencakup daya tarik

28 Wisata Ramah Muslim wisata, kawasan pariwisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa makanan dan minuman, penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran, jasa informasi pariwisata, jasa konsultan pariwisata, jasa pramuwisata, wisata tirta, dan spa. Dalam perkembangan pariwisata ramah muslim, Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia No. 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah, pasal 1, yang dimaksud syariah adalah prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang diatur fatwa dan/atau telah disetujui oleh Majelis Ulama Indonesia. Dalam hal ini, hotel yang mengusung prinsip syariah tidak melayani minuman beralkohol dan memiliki kolam renang dan fasilitas spa terpisah untuk pria dan wanita (Wuryasti, 2013). Istilah syariah digunakan di Indonesia pertama kali pada industri perbankan pada tahun 1992. Kemudian, konsep ini berkembang ke sektor lain, yaitu asuransi syariah, pegadaian syariah, hotel syariah, dan pariwisata syariah. Akan tetapi, peraturan tentang pedoman penyelenggaraan usaha hotel syariah telah dicabut melalui Peraturan Menteri Pariwisata RI Nomor 11 tahun 2016. Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota. Pembangunan kepariwisataan merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang nasional. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Bab I, Pasal 3, menyatakan bahwa kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Adapun tujuan pariwisata nasional dapat dilihat berikut ini.

Bab 1 Sejarah Wisata Ramah Muslim 29 1. Ekonomi a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi. b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat. c. Menghapus kemiskinan. d. Mengatasi pengangguran. 2. Lingkungan a. Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya. b. Memajukan kebudayaan. 3. Kebangsaan a. Mengangkat citra bangsa. b. Memupuk rasa cinta tanah air. c. Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa. d. Mempererat persahabatan antarbangsa. Berdasarkan tujuan umum tersebut, pariwisata ramah muslim memiliki dua tujuan utama. Pertama, untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dalam maupun luar negeri untuk mengunjungi berbagai destinasi maupun atraksi pariwisata yang memiliki nilai-nilai Islami, yang tersebar di seluruh Indonesia, dan kedua, mendorong tumbuh kembang bisnis syariah dalam industri pariwisata (indonesiatravel.com). Dalam pengembangan pariwisata ramah muslim, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU). Mereka akan bekerja sama untuk mengembangkan potensi dan standar pariwisata yang menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai Islami. Standar pariwisata syariah ini nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

30 Wisata Ramah Muslim INDONESIA SEBAGAI KIBLAT WISATA RAMAH MUSLIM DUNIA Sebagai bagian dari industri pariwisata nasional, pariwisata ramah muslim di Indonesia memiliki prospek ekonomi yang baik. Dengan demikian, pengembangan wisata ramah muslim penting karena manfaatnya tidak hanya dapat dirasakan oleh wisatawan muslim. Wisata ramah muslim bersifat terbuka untuk semua orang. Ciri wisata ramah muslim antara lain ada paket-paket wisata ramah muslim yang meliputi destinasi ramah wisatawan Muslim, serta hotel, restoran, dan spa yang halal (Kemenparekraf, 2013). Kemenparekraf akan menggerakkan wisata ramah muslim di hotel, restoran, serta spa. Diharapkan wisata ramah muslim dapat menjadikan Indonesia sebagai destinasi yang ramah untuk wisatawan Muslim dan memerlukan standarisasi. Tujuannya adalah untuk menarik wisatawan mancanegara, terutama muslim karena menurut data State of the Global Islamic Economy 2019/2020 Report, belanja perjalanan muslim di dunia diperkirakan bernilai $189 miliar pada tahun 2018, dan diperkirakan tumbuh menjadi $274 miliar pada 2024. Namun, Indonesia meluncurkan wisata ramah muslim bukan semata untuk menarik wisatawan asing, melainkan wisatawan domestik. Menurut Kemenparekraf, semakin banyak wisatawan domestik yang mengungkapkan kebutuhan mereka akan wisata ramah muslim. Hal ini tidaklah mengherankan karena mayoritas penduduk Indonesia merupakan muslim. Esthy Reko Astuti, Dirjen Pemasaran Pariwisata Kemenpar RI menyatakan bahwa untuk wisatawan domestik, kesadaran mereka untuk menginginkan produk halal semakin tinggi, jadi semakin banyak permintaan. Semakin banyak wisatawan yang menginginkan restoran berlabel halal serta hotel yang aman bagi keluarga dan anak-anak. Dengan wisata ramah muslim, mereka akan mudah menemukan makanan halal dan tempat ibadah. Otomatis, wisata

Bab 1 Sejarah Wisata Ramah Muslim 31 ramah muslim di sini sangat dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan tersebut (liputan6.com). Di samping itu, pariwisata ramah muslim sejalan dengan prinsip- prinsip penyelenggaraan kepariwisataan dalam Undang-Undang RI No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, Bab III, berikut ini. 1. Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan. 2. Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal. 3. Memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas. 4. Memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup. 5. Memberdayakan masyarakat setempat. 6. Menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemis dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan. 7. Mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata. 8. Memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wisata ramah muslim mengedepankan produk-produk halal dan aman dikonsumsi turis muslim. Namun, bukan berarti turis nonmuslim tidak bisa menikmati wisata ramah muslim. Dalam menerapkan wisata syariah di Indonesia yang diluncurkan tahun 2014, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menentukan standar halal bagi produk-produk pariwisata. MUI dan Kemenparekraf menjamin bahwa sertifikasi halal ini tidak hanya bisa dimanfaatkan oleh wisatawan muslim.

32 Wisata Ramah Muslim Ketua MUI Ma’ruf Amin menegaskan bahwa bagi turis muslim, wisata syariah adalah bagian dari dakwah, sedangkan bagi nonmuslim, wisata syariah dengan produk halal ini adalah jaminan sehat. Sertifikasi halal MUI sudah melewati Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga dijamin produknya sehat dan bersih. Wisatawan muslim tak perlu khawatir akan kehalalannya, dan wisatawan nonmuslim bisa meyakini bahwa makanan ini pasti bersih. Wisata ramah muslim di Indonesia ditujukan agar pariwisata Indonesia ini ramah bagi pengunjung muslim dari seluruh dunia. Oleh karena itu, fasilitas penunjangnya pun harus sesuai standar halal. Dalam wisata ramah muslim, destinasi yang ditunjuk wajib menyediakan makanan halal, memberikan akses yang mudah ke tempat ibadah, dan juga akomodasi, serta pelayanan yang sesuai standar syariah. Komitmen Indonesia dalam mengembangkan wisata ramah muslim membuahkan beberapa penghargaan. Indonesia berhasil meraih 12 penghargaan dari 16 kategori yang dilombakan dalam kompetisi World Halal Tourism Awards 2016 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, pada 24 Oktober–25 November 2016. Kedua belas penghargaan yang diraih tersebut adalah sebagai berikut. 1. World’s Best Airline for Halal Travelers: Garuda Indonesia. 2. World’s Best Airport for Halal Travelers: Sultan Iskandar Muda International Airport, Aceh, Indonesia. 3. World’s Best Family Friendly Hotel: The Rhadana Hotel, Kuta, Bali, Indonesia. 4. World’s Most Luxurious Family Friendly Hotel: Trans Luxury Hotel Bandung, Indonesia. 5. World’s Best Halal Beach Resort: Novotel Lombok Resort & Villas, Lombok, NTB. 6. World’s Best Halal Tour Operator: Ero Tour, Sumatera Barat, Indonesia.

Bab 1 Sejarah Wisata Ramah Muslim 33 7. World’s Best Halal Tourism Website: www. wonderfullomboksumbawa.com, Indonesia. 8. World’s Best Halal Honeymoon Destination: Sembalun Village Region, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. 9. World’s Best Hajj & Umrah Operator: ESQ Tours & Travel, Jakarta, Indonesia. 10. World’s Best Halal Destination: Sumatera Barat, Indonesia. 11. World’s Best Halal Culinary Destination: Sumatera Barat, Indonesia 12. World’s Best Halal Cultural Destination: Aceh, Indonesia. Menteri Pariwisata RI Arief Yahya berpesan bahwa kemenangan ini justru menjadi awal untuk membangun ekosistem baru wisata ramah muslim di Indonesia, yang akan memberi kontribusi besar bagi pencapaian target kunjungan wisata. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sudah menjadi kiblat wisata ramah muslim dunia. Sementara itu, menurut Kepala Deputi Bidang Pengembangan dan Promosi Pariwisata Nusantara, Esthy Reko Astuty, banyak alasan mengapa Indonesia bisa menjadi kiblat bagi pariwisata ramah muslim dunia. Pertama, Indonesia memiliki banyak atraksi wisata dunia yang sudah dilengkapi dengan amenitas, seperti hotel berstandar internasional. Kedua, aksesibilitas, yaitu bandara yang berstandar internasional dan domestik, serta upaya pengembangkan soft infrastrukturnya berupa sumber daya manusia. Ketiga, produk pariwisata ramah muslim merupakan produk wisata alternatif, artinya setiap wisatawan juga bisa memanfaatkan berbagai fasilitasnya. Produk wisata ramah muslim bukan hanya untuk turis Timur Tengah, tetapi juga untuk negara-negara seperti Tiongkok, Korea, dan Jepang yang juga merupakan pasar potensial. Keempat, Indonesia merupakan pasar wisata ramah muslim terbesar yang diperkuat dengan tim percepatan pembangunan produk wisata ramah muslim.

34 Wisata Ramah Muslim Sejalan dengan pengembangan wisata ramah muslim, pemerintah Indonesia melalui Kemenparekraf meluncurkan Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Rabu (13/2/2019). Indeks tersebut berpedoman pada Mastercard-CrescentRating Global Travel Market Index yang memiliki standar global yang merujuk pada Global Muslim Travel Index atau GMTI. Halal Tourism Acceleration and Development Team mengidentifikasi sepuluh provinsi dengan pertumbuhan wisata ramah muslim tertinggi dalam Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) 2019. 1. Aceh 2. Riau dan Kepulauan Riau 3. Sumatera Barat 4. Jakarta 5. Jawa Barat 6. Jawa tengah 7. Yogyakarta 8. Jawa Timur 9. Sulawesi Selatan 10. Lombok (Nusa Tenggara Barat) Untuk mewujudkan Indonesia sebagai kiblat wisata ramah muslim dunia, maka strategi pengembangannya diarahkan pada pemenuhan indeks daya saing pariwisata sebagai indikator-indikator utamanya, antara lain melakukan pembenahan infrastruktur, promosi, dan penyiapan sumber daya manusia, khususnya peningkatan kapasitas pelaku usaha pariwisata. Pada tahun 2019, Indonesia, bersama dengan Malaysia, berhasil menduduki peringkat pertama wisata halal dunia versi GMTI 2019.

BAB 2 KRITERIA WISATA RAMAH MUSLIM PENDAHULUAN Konsep halal kini telah menjadi tren dalam perkembangan ekonomi Islam di Indonesia, mulai dari produk makanan dan minuman, kosmetik, fesyen, pariwisata, hingga gaya hidup. Tidak hanya di Indonesia, negara-negara di berbagai penjuru dunia dengan mayoritas penduduk nonmuslim pun juga mulai mengadopsi konsep ini. Malaysia berada di peringkat pertama Indikator Ekonomi Islam Global (GIEI) dalam laporan State of The Global Islamic Economy 2019–2020. Namun, kabar baik bagi Indonesia karena Indonesia mengalami peningkatan terbesar dalam GIEI tahun ini, dari tempat 35

36 Wisata Ramah Muslim kesepuluh di 2018 ke tempat kelima tahun 2019. Indonesia masuk dalam lima peringkat atas untuk sektor keuangan syariah, wisata ramah muslim, dan busana muslim. Indonesia sangat berpotensi sebagai pasar makanan halal karena Indonesia menempati peringkat pertama sebagai konsumen makanan halal di antara negara-negara OKI. Data dari State of The Global Islamic Economy 2019–2020 menyebutkan pertumbuhan ekonomi Islam didorong oleh sepuluh faktor utama, termasuk di antaranya pertumbuhan tinggi dan peningkatan taraf hidup populasi muslim, peningkatan kepatuhan terhadap etika dan nilai-nilai Islami, keterlibatan berkelanjutan oleh perusahaan multinasional dan investor global, dan berkembangnya sejumlah strategi nasional negara-negara yang didedikasikan untuk produk halal dan peluang terkait. Global Muslim Travel Index (GMTI, 2018) juga menyebutkan bahwa pangsa pasar wisatawan muslim tumbuh secara cepat, bahkan diprediksi meningkat USD 220 miliar pada tahun 2020 dan diekspektasikan meningkat USD 80 miliar menjadi USD 300 miliar pada tahun 2026. Hal ini tercermin dalam skala global di sektor pariwisata secara keseluruhan. Laporan World Travel & Tourism Council (WTTC, 2018) menyebutkan sektor pariwisata memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian global. Wisata ramah muslim termasuk salah satu bentuk wisata berbasis budaya yang mengedepankan nilai-nilai dan norma syariat Islam sebagai landasan dasarnya. Tentunya, wisata ramah muslim memerlukan pengembangan lebih lanjut serta pemahaman yang lebih komprehensif terkait kolaborasi nilai-nilai keislaman yang disematkan di dalam kegiatan pariwisata karena konsep ini cukup baru dalam industri pariwisata. Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, wisatawan muslim mendominasi jumlah wisatawan di Indonesia. Konsep wisata ramah muslim menjadi jawaban akan besarnya pasar yang belum tersentuh dengan maksimal. Peluang ini sudah seharusnya disadari oleh para pelaku bisnis pariwisata

Bab 2 Kriteria WIsata Ramah Muslim 37 di Indonesia. Hal terpenting adalah pengembangan wisata ramah muslim yang berkelanjutan sehingga dapat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan dalam jangka panjang bagi seluruh pelaku yang terlibat di dalamnya. PANDANGAN ISLAM TENTANG HALAL Islam memperkenalkan konsep halal, haram dan mubazir sebagai prinsip dasar dalam mengatur kebutuhan hidup manusia baik yang bersifat dharuriyat (primer), hajiyat (sekunder), maupun tahsiniyat (tersier) (Muhammad: 2004, 152–153). Kata “halal” berasal dari bahasa Arab yang berarti diizinkan atau sesuai dengan hukum. Lawan dari kata halal, yaitu “haram”, juga berasal dari bahasa Arab yang berarti dilarang atau tidak sesuai dengan hukum (Yusuf Qardhawi: 2003, 31). Halal merupakan segala sesuatu yang diperbolehkan oleh syariat untuk dikonsumsi/digunakan, sedangkan haram adalah sesuatu yang oleh Allah, dilarang dilakukan dengan larangan tegas di mana orang yang melanggarnya diancam siksa oleh Allah di akhirat. Dengan demikian, segala sesuatu yang jika digunakan tidak mengakibatkan mendapatkan siksa (dosa) dapat dikatakan sebagai sesuatu yang halal. Berdasarkan pengertian tersebut, wisata halal atau wisata ramah muslim dapat didefinisikan sebagai kegiatan wisata yang apabila dilakukan tidak mengakibatkan mudarat (dosa). Nabi Muhammad saw. bersabda bahwa mengonsumsi yang haram menyebabkan doa yang dipanjatkan tidak akan dikabulkan dan segala amal ibadah yang dilakukan tidak akan diterima oleh Allah. Inilah yang menjadi dasar bagi umat Islam mengapa mereka menghendaki agar segala produk yang akan digunakan terjamin kehalalan dan kesuciannya. Menurut Islam, mengonsumsi yang halal, suci dan baik (thayyib) merupakan perintah agama dan hukumnya adalah wajib (Ma’ruf Amin, 2011: 43). Lembaga halal yang ada di Indonesia terdiri atas Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama

38 Wisata Ramah Muslim Indonesia (LPPOM MUI) dan Badan Halal Dunia atau World Halal Council (WHC). LPPOM MUI berdiri pada 6 Januari 1989 dan berfungsi melindungi konsumen Muslim dalam penggunaan produk- produk makanan, obat obatan, dan kosmetik. World Halal Council didirikan pada tahun 1999 di Jakarta. Lembaga ini diinisiasi oleh sejumlah negara, termasuk Indonesia. Fungsi lembaga ini adalah sebagai federasi badan sertifikasi halal di seluruh dunia setelah mendapatkan penerimaan internasional dan global untuk sertifikasi dan akreditasi proses halal mereka. PENGERTIAN WISATA RAMAH MUSLIM Istilah wisata dalam Undang-Undang Republik Indonesia adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek atau daya tarik. Sedangkan, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Terminologi wisata ramah muslim memiliki beberapa sebutan lain di berbagai negara. Definisi pariwisata syariah adalah kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah (Aan Jaelani, 2017: 13). Produk, jasa, objek, dan destinasi wisata dalam pariwisata syariah sama dengan wisata konvensional selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah. Karakteristik produk dan jasa wisata ramah muslim yang bersifat universal ini menjadikan pariwisata syariah dapat dimanfaatkan oleh semua kalangan. Telah disinggung dalam bab sebelumnya bahwa definisi wisata syariah lebih luas dari wisata religi. Seperti yang dianjurkan oleh World Tourism Organization (WTO), konsumen wisata syariah bukan hanya umat muslim tetapi juga nonmuslim yang ingin menikmati kearifan lokal (Riyanto Sofyan, 2012: 33). Wisata ramah muslim atau syariah

Bab 2 Kriteria WIsata Ramah Muslim 39 pada dasarnya seperti wisata konvensional hanya saja di dalamnya diintegrasikan dengan nilai-nilai keislaman di seluruh aspek kegiatan wisata. Aspek-aspek tersebut mulai dari hotel, sarana transportasi, sarana makanan dan minuman, sistem keuangan, hingga fasilitas dan penyedia jasa wisata itu sendiri. Ade Suherlan (2015: 63) berpendapat bahwa akomodasi dan restoran wisata syariah harus selalu mengacu kepada norma-norma keislaman. Dalam wisata ramah muslim, nilai-nilai keislaman diintegrasikan ke dalam seluruh aspek kegiatan wisata. Nilai-nilai ini sering disebut sebagai syariat Islam, yaitu kepercayaan dan keyakinan yang dianut umat muslim yang menjadi acuan dasar dalam berbagai aspek kehidupan umat muslim. Wisata ramah muslim harus mempertimbangkan nilai- nilai syariat dalam penyajiannya, mulai dari akomodasi, restoran, hingga aktivitas wisata yang selalu mengacu kepada norma-norma keislaman (Tourism Review, 2013). Konsep wisata halal merupakan aktualisasi dari konsep keislaman dengan nilai halal dan haram sebagai tolok ukur utama, yang berarti seluruh aspek kegiatan wisata tidak terlepas dari sertifikasi halal yang harus menjadi acuan bagi setiap pelaku pariwisata (Chookaew, dkk. 2015). Konsep wisata halal dapat juga diartikan sebagai kegiatan wisata yang berlandaskan ibadah dan dakwah, saat wisatawan muslim dapat berwisata serta mengagungi hasil penciptaan Allah Swt. (tafakur alam) dengan tetap menjalankan kewajiban salat wajib sebanyak lima kali dalam satu hari dan semua ini terfasilitasi dengan baik serta menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya (Hairul Nizam Ismail, 2013: 397–405). Dasar dari wisata ramah muslim tentu adalah pengaplikasian konsep halal, mulai dari sarana transportasi, hotel, makanan dan minuman, sistem keuangan, hingga fasilitas dan penyedia jasa wisata itu sendiri. Misalnya, hotel syariah tidak akan menerima pasangan tamu yang akan menginap jika tamu tersebut merupakan pasangan yang bukan muhrimnya (tidak dapat menunjukkan surat nikah), tidak akan menjual minuman beralkohol serta makanan tidak halal.

40 Wisata Ramah Muslim Pemilihan destinasi wisata juga menjadi pertimbangan utama dalam mengaplikasikan konsep wisata ramah muslim. Destinasi wisata yang akan dituju haruslah sesuai dengan nilai-nilai keislaman dan bukan tempat dengan kegiatan hiburan malam serta prostitusi. Selain itu, destinasi wisata haruslah menyediakan fasilitas ibadah, seperti masjid/mushola disertai tempat berwudu yang memadai, serta masyarakat setempat turut mendukung implementasi nilai-nilai syariat Islam, seperti tidak melakukan perjudian ataupun ritual-ritual yang bertentangan dengan ajaran Islam. Satu hal yang harus dipahami, wisata ramah muslim ini tidak harus merupakan wisata religi yang umum berlaku saat ini (Kovjanic, 2014). RUANG LINGKUP WISATA RAMAH MUSLIM Ruang lingkup pariwisata pada umumnya memang cukup luas (Deputi Bidang Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan, 2015). Ruang lingkup ini tidak hanya berfokus pada lokasi destinasi dari suatu wisata tertentu, tetapi juga termasuk fasilitas yang disediakan untuk para wisatawan sejak mereka datang hingga meninggalkan suatu destinasi. Destinasi wisata mengacu pada tempat, yaitu suatu lokasi yang memiliki daya tarik tertentu bagi setiap orang untuk berkunjung dan berwisata ke lokasi tersebut, seperti pegunungan, danau, air terjun, pantai taman rekreasi, dan sebagainya. Dalam wisata ramah muslim, destinasi wisata hendaklah menyediakan fasilitas yang memudahkan pengunjung muslim untuk memperoleh produk ataupun makanan halal serta tempat untuk beribadah. Ruang lingkup wisata mencakup makanan, pelayanan wisata, penginapan dan masih banyak macam lainnya. Menurut Suhaimi, Kahiril, dan Yakoob (2010), ruang lingkup wisata halal atau wisata ramah muslim meliputi “komponen-komponen, seperti hotel halal, transportasi halal, makanan halal, logistik halal, keuangan syariah, paket perjalanan Islami, dan spa halal. Begitu pula yang disampaikan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2015),

Bab 2 Kriteria WIsata Ramah Muslim 41 pengembangan pariwisata halal atau wisata ramah muslim meliputi empat komponen usaha pariwisata, yaitu perhotelan, restoran, biro jasa perjalanan wisata, dan spa. Hotel Halal Pada dasarnya, dalam Islam tidak terdapat pengaturan konsep hotel halal secara eksplisit sehingga akan menimbulkan sedikit kebingungan terkait konsep hotel halal. Konsep yang diusung dalam penyediaan halal hotel berfokus pada penyediaan fasilitas yang ramah bagi umat muslim serta manajemen yang sesuai dengan syariat islam. Dalam Halal Tourism Working Paper, dijelaskan bahwa halal hotel adalah hotel yang menyediakan pelayanan kepada para wisatawan muslim. Jenis hotel ini tidak hanya berfokus dalam penyajian makanan dan minuman saja, tetapi operasional perusahaan harus diatur agar sesuai dengan syariat Islam (Chanin, 2015). Henderson (2010) menyebutkan bahwa operasional hotel halal bisa berupa penyediaan tempat ibadah untuk wisatawan muslim agar mudah dalam menjalankan ibadah salat serta ibadah lainnya, pengingat akan waktu salat, penyiaran program- program religi, serta pembedaan fasilitas kolam renang bagi wanita dan pria. Kriteria agar dapat disebut sebagai hotel halal adalah sebagai berikut. 1. Hotel menyediakan air sebagai alat bersuci. 2. Tersedia penunjuk arah kiblat. 3. Tersedia pengingat waktu salat. 4. Tersedia musala atau tempat ibadah bagi umat muslim. 5. Tidak menyediakan makanan atau minuman haram. 6. Fasilitas umum untuk pria dan wanita dipisahkan. 7. Tersedia program-program tontonan religi (opsional). Beberapa komponen di atas tidak bersifat baku. Setiap pengelola dapat menyediakan bervariasi layanan untuk memaksimalkan kepuasan pengunjung muslim. Satu hal yang utama adalah bagaimana

42 Wisata Ramah Muslim pelayanan-pelayanan tersebut tidak berbenturan dengan hukum syariat islam. Restoran Halal Konsep restoran halal tidak sekadar mengenai jenis makanan yang disajikan yang bersifat halal dan higienis. Restoran halal harus memerhatikan semua aspek terkait dengan operasional perusahaan, mulai dari persiapan hingga penyajian, yang memenuhi nilai-nilai dalam Islam. Syarat-syarat makanan yang halal dan higienis telah diatur dalam ketentuan MUI. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menguraikan bahwa produk halal adalah produk yang memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut (MUI, 2003). 1. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi. 2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan, antara lain bahan yang diambil dari organ manusia, kotoran, dan darah. 3. Semua hewan halal yang disembelih sesuai dengan tuntunan syariat Islam. 4. Seluruh penyimpanan, penjualan, pengolahan, pengelolaan, dan transportasi bahan tersebut bukan bekas dipakai untuk babi, kecuali setelah dibersihkan dengan tata cara syariat Islam. 5. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamr. Zulkifli, dkk. (2011) menyampaikan dalam jurnalnya bahwa minuman dan makanan yang disajikan oleh restoran halal harus halal. Semua resep harus halal dan melalui proses yang sesuai dengan syariat, serta semua perabotan dapur harus tidak termasuk ke dalam barang-barang haram. Maskapai Penerbangan Halal Penerbangan halal merupakan konsep pelayanan jasa penerbangan yang memenuhi standar syariat Islam. Pelayanan tersebut pada


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook