ANTOLOGI ESAI DAN CERITA PENDEK BENGKEL BAHASA DAN SASTRA GURU SLTP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN i BALAI BAHASA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra
PELANGI DI KAKI LANGIT Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra Guru SLTP Daerah Istimewa Yogyakarta Penyunting Hery Mardianto Umar Sidik Pracetak Sri Haryatmo Herawati Budiharto W. Ari Widyawan Muslim Marsudi Penerbit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA BALAI BAHASA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Jalan I Dewa Nyoman Oka 34, Yogyakarta 55224 Telepon (0274) 562070, Faksimile (0274) 580667 Cetakan Pertama Agustus 2014 ISBN: 979-602-777-792-0 ii Pelangi di Kaki Langit
KATA PENGANTAR KEPALA BALAI BAHASA PROVINSI DIY Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga hari ini, sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2009, yang dipertegas lagi dalam Permendikbud Nomor 21 Tahun 2012, mengemban tugas sebagai lembaga pembina dan pengembang bahasa dan sastra Indonesia dan Daerah, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu, Balai Bahasa Provinsi DIY selalu menyelenggarakan kegiatan yang berkenaan dengan pembinaan kebahasaan dan kesastraan. Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia yang dieja- wantahkan dalam penulisan esai dan cerita pendek bagi guru SLTP Provinsi DIY yang diselenggarakan Balai Bahasa Provinsi DIY ini merupakan wujud pembinaan guru yang bertalenta menulis karya kebahasaan dan kesastraan. Sasaran kegiatan pembinaan proses kreatif yang dilakukan pada tahun ini tertuju pada guru, khususnya guru SLTP. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa gurulah yang kelak diharapkan menjadi insan yang kreatif, inovatif, dan mampu bersaing baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Gurulah yang di masa datang akan menjadi pemegang kendali kekuatan dan kesejahteraan bangsa. Oleh karena itu, mereka harus dibekali dengan kepekaan yang tinggi, wawasan yang tajam, dan sikap yang kritis sehingga kelak mampu menghadapi segala tantangan dan hambatan. Kita yakin, bekal semacam itu, niscaya dapat diperoleh dari belajar berproses kreatif menulis, di antaranya menulis esai dan cerita pendek. Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra iii
Sejumlah karya esai dan cerita pendek dalam buku antologi berjudul “Pelangi di Kaki Langit” ini merupakan bukti bahwa guru, khususnya guru SLTP Provinsi Daerah Istimewa Yogya- karta, mampu “mencipta” sesuatu (karangan) melalui proses kreatif (perenungan dan pemikiran) dan di dalamnya mereka menunjukkan bahwa mereka memiliki ketajaman penglihatan dan kepekaan menangkap problem-problem sosial dan kemanu- siaan yang dihadapinya. Untuk itu, setelah selesai berproses kreatif melalui kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia 2014 selama hampir tiga bulan ini mereka diharapkan menjadi guru yang senantiasa aktif dan kreatif. Sebab, hanya guru yang aktif dan kreatiflah yang akan mampu meraih kualitas hidup yang lebih baik. Yogyakarta, Agustus 2014 Drs. Tirto Suwondo, M.Hum. iv Pelangi di Kaki Langit
Catatan Editor Guru dalam Bayang-Bayang Esai dan Cerita Pendek Kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra tahun 2014 terasa lebih “istimewa” karena melibatkan guru SMP se-Daerah Istimewa Yogyakarta (sebelumnya kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra khusus diperuntukkan bagi siswa SLTA). Langkah ini selayaknya diapresiasi dengan positif karena di tengah “kesibukan” yang berjubel, para guru masih menyediakan diri untuk “dihasut” agar mencintai dunia tulis-menulis (esai dan karya sastra). Peker- jaan “menghasut” guru tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, memerlukan strategi dan “mantera” khusus yang mampu membakar semangat dan memunculkan daya letup kreativitas menulis dengan bekal yang mereka punyai. Kenyataannya tidak semua guru mengenal esai atau cerpen “dengan baik”, pertanya- an selanjutnya adalah, “Bagaimana kita mampu menulis tanpa pernah membaca esai atau cerpen? Bukankah melalui proses pem- bacaan, maka kita akan mengenali struktur pembangun esai atau cerpen?” Hal yang menggembirakan adalah berkaitan dengan kesung- guhan guru dalam menyimak dan mencatat materi yang diberi- kan tutor, mendiskusikan, mempertanyakan, dan pada akhirnya mencoba menulis sebuah esai/cerpen (meskipun, awalnya, de- ngan sikap agak malu-malu). Berbagai permasalahan dihadirkan para guru lewat karya-karya yang mereka tulis. Di dalam esai muncul tema yang berkaitan dengan moral remaja, perpustakaan sekolah, kejujuran, pemberdayaan anak jalanan, dan tema lain- Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra v
nya. Tema tentang kehidupan rumah tangga tercermin dalam cerpen “Arjuna” (Hariyanto), “Anak Jadah” (Yeti Islamawati), “Kertas Putih dan Warisan” (Rina Lestiana), “Mau Jadi Apa” (Rahmad D.), “Pulang” (Cipto Adiningsih), “Ketika Tiang Rumah Rapuh” (Reni Sulanjari), “Buku Nikah” (Susilowati), dan “SMS Kosong” (Nur Rohmah). Tema berkaitan dengan masalah eko- nomi dibeberkan lewat cerpen “Undangan ke-6” (Karjiyadi), “Yu Minten Mantu” (Sri Yamtiningsih), “Pelangi di Atas Kuburan” (Sumiyati), “Kalung” (Mujiyanti), dan “Kacamata Ibuku” (Muji Lestari). Di samping itu muncul pula tema percintaan dan per- jodohan yang dapat dicermati lewat cerpen “Berharap Pelangi” (Siti Zukhanah), dan “Ngalor-Ngulon” (Susi Retnowati). Cerpen “Burung” (Suprapto) mengangkat tema lingkungan hidup, “Ba- pakku Sang Koruptor” (Rahmat) mengusung tema berkaitan de- ngan korupsi, cerpen “Monster” menampilkan tema yang ber- kaitan dengan dunia surealisme, cerpen “Awal Hadirnya Cinta” (Asiyah) mengangkat tema percintaan, cerpen “Panggilan untuk Anakku” (Kismiyati) dan “Disiplin Waktu” (Mursinah) menam- pilkan tema keluarga (hubungan anatara anak dan ibu). Kegiatan Bengkel Bahasa dan Sastra bagi guru lebih meng- arah kepada pembinaan agar guru-guru menyukai dunia tulis- menulis dan mampu menghasilkan karya berupa esai dan cerpen. Meskipun demikian, diharapkan kualitas karya yang dihasilkan cukup baik, bahkan mungkin ada beberapa karya (khusunya cer- pen) yang layak mendapat acungan jempol karena keruntutan/ keunikan dari cara bercerita maupun kerapatan hubungan unsur- unsur pembangun ceritanya. Cerpen “SMS Kosong” nyaris “sem- purna” dengan menceritakan tokoh Sri Handayani yang ber- profesi sebagai guru di SMP Cerdas Berdikari. Ia mendapat SMS kosong berkali-kali dari seseorang. Setelah seminggu menerima SMS kosong yang selalu langsung dihapus, akhirnya muncul rasa penasaran terhadap si pengirim SMS. Saat suaminya, Amir, se- dang bertugas ke luar kota, Sri Handayani membalas SMS ko- song tersebut dan mendapatkan kenyataan bahwa si pengirim vi Pelangi di Kaki Langit
SMS kosong adalah Darman, mantan kekasih pertamanya. Dari sini konflik cerita mulai bergerak: Sri teringat masa lalu, bagai- mana ia meninggalkan Darman karena ketidakcocokan orang tua, di samping ia takut menjadi gila karena melanggar mitos. Kehadiran Darman yang sudah limabelas tahun ia lupakan, mulai “menggelisahkan” perasaan Sri Handayani dan situasi ini mem- bawa cerita menuju konflik. Sri berada pada posisi yang sulit antara keinginan menemui Darman dan kesetiaan pada Amir. Ketegangan cerita terus dibina pengarang (Nur Rohmah) dengan baik hingga ke ending yang terasa sangat “nendang”. Cerpen “Undangan ke-6”, “Yu Minten Mantu”, “Pelangi di Atas Kuburan”, “Kalung” dan “Kacamata Ibuku” mengangkat persoalan yang berkaitan dengan masalah ekonomi. Tokoh Kar- noto (“Undangan ke-6”), buruh bangunan yang kehilangan pe- kerjaan, terpaksa mencari pinjaman uang untuk memenuhi semua undangan yang diterima. Upaya tersebut dilakukan demi gengsi dan menghindari gosip tidak sedap dari tetangga. Bagi Karnoto (tokoh utama), menerima undangan bukan suatu kebahagiaan, tetapi merupakan tumpukan masalah, sehingga dia tidak ber- harap akan mendapatkan undangan ke-6. Cerpen ini cukup menggelitik karena di ujung upayanya mencari pinjaman uang ke rumah Pak RT, ia justeru mendapat undangan dari Pak Du- kuh. Mencari uang pinjaman juga dilakukan Yu Minten (“Yu Min- ten Mantu”) yang akan menikahkan anaknya, Tari. Ketegangan terjadi sejak awal cerita dengan relasi oposisional antara Yu Min- ten dan suaminya, Pardi. Alur cerita begitu dinamis dengan ke- pandaian pengarang mengaitkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Cerpen “Pelangi di Atas Kuburan”, menceritakan keta- kutan Lik Selo saat debkolektor mendatangi rumahnya. Lik Selo, penambang pasir, terjebak hutang karena ingin memenuhi ke- inginan anak dan istrinya. Kesadaran Lik Selo untuk tidak terus- menerus lari dan siap menghadapi kenyataan sepahit apa pun, merupakan nilai didaktis yang patut diteladani dari cerpen ini. Cerpen “Kalung” cukup menarik karena ketegangan cerita Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra vii
(suspense) terjaga dari awal hingga akhir cerita. Hanya saja per- soalan ending perlu dipertimbangkan lagi sehingga konflik antara Juminten dan Marno lebih bisa memukau pembaca hingga akhir cerita. Pembenahan perlu dilakukan untuk cerpen “Kacamata Ibuku” karena konflik terasa datar, begitu juga dengan cerpen “Malam Api Unggun”, “Disiplin Waktu”, “Panggilan untuk Anakku”, “Awal Hadirnya Cinta”, dan “Pulang”. Kelebihan cerpen “Burung”, “Bapakku Sang Koruptor”, dan “Monster” terletak pada pemilihan tema yang berbeda dengan 21 cerpen lainnya dalam antologi ini. Cerpen “Burung” membi- carakan soal pentingnya menjaga kelestarian alam bagi ekosistem kehidupan manusia lewat tokoh Handoko. Cerpen “Bapakku Sang Koruptor” menceritakan nasib tokoh Sri yang tiba-tiba di- jauhi masyarakat dan teman-teman sekolahnya karena bapaknya melakukan korupsi. Sedangkan cerpen “Monster” langsung di- mulai dengan action pertengkaran tokoh Rara dan Dino sehingga konflik bergerak dinamis. Kelebihan cerpen ini terletak pada pemunculan tokoh eyang (kakek Dino) dalam lukisan yang tiba- tiba hadir sebagai tokoh cerita yang berpihak kepada Dino. Kon- flik cerita mencapai klimaks saat Rara ingin membalas dendam kepada kakek Dino yang sempat memperkosanya. Cerpen ini memiliki alur yang terjaga dari awal hingga akhir cerita. Berbeda dengan cerpen “Bapakku Sang Koruptor,” alur ceritanya terasa kedodoran sehingga konflik tidak terasa menggigit. Beberapa cerpen lain yang cukup menarik karena persoalan dan konflik yang dibangun dengan apik adalah “Arjuna”, “Anak Jadah”, “Berharap Pelangi”, “Buku Nikah”, “Ketika Tiang Ru- mah Rapuh”, “Saat Pagi Menjemput”, “Mau Jadi Apa”, “Ngalor- Ngulon”, “Investigasi”, dan “Kertas Putih dan Warisan”. Meski- pun begitu, cerpen “Kertas Putih dan Warisan” perlu dibesut agar logika pembaca tidak terganggu dengan keberadaan tokoh- tokoh yang ditampilkan. Bagaimana mungkin tokoh Titis yang masih duduk di bangku sekolah sudah memikirkan soal warisan? Lebih jauh, kekurangan cerpen ini teletak pada alur yang lamban viii Pelangi di Kaki Langit
dan ingin menerangjelaskan segala persoalan atau kejadian ke- pada pembaca sehingga di bagian-bagian tertentu menjadi ku- rang menarik. Cerpen “Ngalor-Ngulon” memunculkan perta- nyaan yang hampir sama, bagaimana mungkin tokoh Dinda me- ngetahui kalau kematian akan segera menjemputnya? Bukankah kematian adalah rahasia Tuhan? Akhir cerpen ini menyerupai sinetron karena di saat menjelang kematiannya, Dinda masih sempat memberi nasihat dan saran kepada suaminya..... Cerpen “Anak Jadah” akan menjadi lebih menarik kalau ending ceritanya berupa surprise dan bukan penyelesaian yang mudah ditebak oleh pembaca, terlebih cerita dengan konflik yang bergerak dina- mis ini “dipaksa” berakhir dengan kehadiran sepucuk surat. Secara umum semua esai dan cerpen yang termuat dalam antologi Pelangi di Kaki Langit ini sudah layak diperbincangkan. Kekurangan dari karya esai yang dimuat umumnya berkaitan dengan pemilihan kata, kekurangcermatan dalam menulis, pemilihan topik yang terlalu luas atau bahkan sebaliknya, terlalu sempit, dan penyusunan kalimat yang terkadang sulit dime- ngerti pembaca. Kekurangan dari karya berbentuk cerpen dapat disimak dari sisi penokohan, alur, latar, dan logika cerita. Semua kekurangan tersebut (baik esai maupun cerpen) masih bisa diper- baiki dengan kemauan dan semangat yang tidak pantang menye- rah dari para guru untuk terus berlatih mengembangkan imajinasi, menulis dan menulis.... Menulis esai dan cerita pendek bukanlah hal sulit jika kita mempunyai motivasi yang kuat untuk mewu- judkannya.... Salam kreatif! Editor, Herry Mardianto Umar Sidik Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra ix
x Pelangi di Kaki Langit
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KEPALA BALAI BAHASA PROVINSI DIY ............................................................................. iii CATATAN EDITOR; GURU DALAM BAYANG-BAYANG ESAI DAN CERITA PENDEK .................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................. xi ESAI MENCARI SOLUSI KRISIS MORAL REMAJA Dwi Makarti Amrih Lestari Guru SMP N 3 Saptosari, Gunungkidul, Yogyakarta .............. 3 MENGHIDUPKAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR UTAMA PESERTA DIDIK Sumiati Guru SMP N 1 Yogyakarta ...................................................... 15 GURU MENULIS: APA REPOTNYA? LANGKAH SUKSES MEMBUAT KARYA TULIS BAGI GURU Dwi Utami Guru SMP Negeri 1 Tempel, Yogyakarta ................................ 24 KRISIS KETELADANAN MEMBACA Suratinah Guru SMP Negeri 3 Pakem, Yogyakarta ................................. 30 TUGAS UTAMA GURU VERSUS TUGAS TAMBAHAN Mardilah Guru SMP Negeri 2 Panjatan, Kulon Progo, Yogyakarta ....... 37 Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra xi
KANTIN KEJUJURAN: UPAYA PENANAMAN KEJUJURAN SEJAK DINI Liliek Lestari Guru SMP Negeri I Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta ..... 44 MADRASAH PENCETAK SISWA LANCAR MEMBACA ALQURAN? Sri Endah Pujiastuti Guru MTs Negeri Donomulyo, Kulon Progo, Yogyakarta ...... 51 RACUN MEMBACA ITU BERNAMA ELEKTRONIK Ambar Sulistyani Guru SMP Negeri 4 Wates, Yogyakarta .................................. 55 PEMANFAATAN E-LEARNING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA C. Cahayaningsih Guru SMP Negeri 4 Pakem, Sleman, Yogyakarta ................... 61 MAKNA PROFESIONALISME BAGI GURU Dewi Megandari SMP Negeri 4 Wates, Yogyakarta ............................................ 70 MENYIKAPI KURIKULUM 2013 Endang Kartika Utami Guru SMP Negeri 2 Sewon, Bantul, Yogyakarta .................... 80 MENGGAGAS KLINIK EDUKASI DI SEKOLAH Endang Rejeki Guru SMP Negeri 9 Yogyakarta .............................................. 88 LUNTURNYA ETIKA JAWA DI KALANGAN PELAJAR Hanyk Setyaningsih Guru SMP Negeri 1 Nglipar, Gunungkidul, Yogyakarta ....... 96 MEMANFAATKAN FACEBOOK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Jamiatun Guru SMP Negeri 3 Godean, Sleman, Yogyakarta ................ 104 xii Pelangi di Kaki Langit
BUDAYA TAWURAN DI KALANGAN PELAJAR Parti Sulasmi Guru SMP Negeri 4 Ponjong, Gunungkidul, Yogyakarta .... 112 KRISIS BACA DAN KETELADAN GURU, PATUTKAH DITIRU? Puji Lestari Guru SMP Negeri 1 Godean, Sleman, Yogyakarta ................ 121 KARYA SASTRA SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN KARAKTER SISWA Sri Rukun Daswati Guru SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta ............................ 127 PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN MELALUI PENDIDIKAN NONFORMAL Sri Yantini Guru SMP Negeri 3 Jetis, Bantul, Yogyakarta ...................... 142 DAMPAK PRESENSI FINGERPRINT Sugiyatmi Guru MTs Negeri Samigaluh, Kulon Progo, Yogyakarta ...... 155 SEPULUH LANGKAH MENINGKATKAN MINAT BACA REMAJA Dwi Martati Guru SMP Negeri 8 Yogyakarta ............................................ 160 CERITA PENDEK ANAK JADAH Yeti Islamawati MTs.N LAB. UIN Yogyakarta ............................................... 173 ARJUNA Hariyanto SMPN 2 Bambanglipuro, Bantul .......................................... 177 Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra xiii
AWAL HADIRNYA CINTA Asiyah, S.Pd. SMPN 5 Wates, Kulonprogo .................................................. 182 BERHARAP PELANGI Siti Zukhanah SMP N 5 Banguntapan, Bantul ............................................ 186 BUKU NIKAH Susilowati SMPN 1 Playen, Gunungkidul ............................................. 193 BURUNG Suprapto SMP 2 Wonosari, Gunungkidul ............................................ 198 BAPAKKU SANG KORUPTOR Rahmat SMP Muhammadiyah 4, Yogyakarta ..................................... 205 MONSTER Muji Astuti SMP Negeri 13 Yogyakarta .................................................... 208 INVESTIGASI Umi Kulsum SMP Negeri 2 Bantul ............................................................. 213 DISIPLIN WAKTU Mursinah SMP Negeri 4 Kalasan ............................................................ 219 KACA MATA IBUKU Muji Lestari SMP 4 Playen, Gunungkidul ................................................ 224 KALUNG Mujiyanti SMP Negeri 1 Samigaluh, Kulonprogo .................................. 232 xiv Pelangi di Kaki Langit
KERTAS PUTIH DAN WARISAN M.Th.E. Rina Listiana TH SMP Negeri 1 Ngaglik, Sleman ............................................. 237 KETIKA TIANG RUMAH RAPUH Reny Sulanjari SMP Negeri 2 Ngaglik, Sleman ............................................. 242 MALAM API UNGGUN Harini Catur Utami SMP Negeri 2 Ngemplak, Sleman .......................................... 247 MAU JADI APA? Rahmad D. Santosa SMP Muhammadiyah 8 Yogyakarta ...................................... 251 NGALOR-NGULON Susi Retnowati MTs Muhammadiyah Sentolo, Kulonprogo ........................... 258 PANGILAN UNTUK ANAKKU Kismiyati SMP N 1 Wates, Kulonprogo ................................................. 266 PELANGI DI ATAS KUBURAN Sumiyati SMP Negeri 2 Pandak, Bantul ............................................... 269 PULANG Cipto Adiningsih SMP Negeri 3 Ngawen, Wonosari ......................................... 275 SAAT PAGI MENJEMPUT Yeni Primasari, S.S. SMP N 3 Panggang, Gunungkidul ....................................... 280 SMS-SMS KOSONG Nur Rohmah Handayani SMP Negeri 1 Galur, Kulonprogo .......................................... 288 Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra xv
UNDANGAN KEENAM Karjiyadi SMP N 1 Karangmojo, Gunungkidul .................................... 294 YU MINTEN MANTU Sri Yamtiningsih SMP Muhammadiyah Bantul ................................................ 301 xvi Pelangi di Kaki Langit
ESAI Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 1
2 Pelangi di Kaki Langit
MENCARI SOLUSI KRISIS MORAL REMAJA Dwi Makarti Amrih Lestari Guru SMP N 3 Saptosari, Gunungkidul, Yogyakarta Pengantar Masyarakat Indonesia dibuat tercengang dengan berita yang menjadi headline di banyak media massa beberapa bulan terakhir. Setumpuk peristiwa menghebohkan menjadi perhatian media massa tanah air. Berita kriminal seakan menjadi suguhan pokok sehari-hari bagi masyarakat. Pemerkosaan, pembunuhan, pencu- rian, hingga tawuran antarpelajar yang kadang harus menelan korban selalu muncul sebagai pemberitaan. Selain itu, marak ka- sus hamil di luar nikah, video porno, dan tindak asusila lainnya. Beberapa pekan terakhir ini peristiwa JIS menyita perhatian masyarakat Indonesia, bahkan dunia. Hal ini seakan membuat jantung pendidikan Indonesia berhenti berdetak, lumpuh tidak berdaya. Dunia pendidikan kita tercoreng-moreng dengan peris- tiwa tersebut. Hal ini sekaligus menjadi potret buram dunia pen- didikan yang seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman bagi siswa, malah sebaliknya. Belum selesai masalah JIS, muncul Emon, pedofil yang telah memakan ratusan korban. Kemudian, ada kasus lain, siswa SD kelas VI di Jakarta Timur tega meng- aniaya adik kelas hingga tewas hanya karena masalah sepele. Bahkan, pada Senin, 12 Mei 2014 di halaman depan Kedaulatan Rakyat terpampang dengan jelas “Modus Iming-Iming Mainan: Bocah SD Cabuli Delapan Temannya”. Astaghfirullahal’azim. Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 3
Krisis Moral Remaja Keadaan di atas membuat miris hati para orang tua atau masyarakat pada umumnya. Perasaan takut jika anak sampai salah langkah, salah bergaul, salah sikap. Sebagai sesuatu yang wajar perasaan itu muncul, mengingat kondisi buruk sedang terjadi di negeri ini. Ada semacam ketidaknyamanan menjalani kehidupan, ada semacam ancaman yang setiap saat. Fakta-fakta di atas memunculkan pertanyaan, ada apa de- ngan moral generasi muda kita? Mengapa sampai terjadi periti- wa-peristiwa semacam ini? Siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini? Bagaimana memperbaiki moral generasi muda? Padahal sebagai aset bangsa, mereka harus mampu berdiri di barisan terdepan, membawa bangsa menuju sebuah pencerahan, kemenangan, kesejahteraan, serta kemajuan yang nyata. Tidak bisa terbayangkan, apa yang terjadi ke depan jika remaja meng- alami krisis moral. Sejatinya moralitas adalah perbuatan, tingkah laku, dan ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Sebagi- an masyarakat menganggap moral yang baik adalah suatu per- buatan, tingkah laku, dan ucapan yang sesuai norma atau aturan yang berlaku di wilayah tersebut. Namun, hal itu jelas tidak bisa lepas dengan ajaran agama. Semua agama mengusung ke- baikan dan kebenaran yang bertujuan menciptakan suasana yang kondusif dan agamis, jauh dari pertikaian dan kekerasan. Kata lain moral adalah produk dari budaya dan bersumber pada ajar- an agama (Prasetyo, 2012:18). Setiap wilayah di nusantara me- miliki budaya masing-masing, setiap budaya memiliki standar moral sendiri-sendiri yang biasanya telah ada atau hidup secara turun-termurun. Moral sebagai hal yang baik yang terealisasikan dengan sikap, karakter, dan tingkah laku yang positif. Haidar Nashir (1997:31) mengungkapkan bahwa anak-anak di Dunia Ketiga sungguh tidak begitu mengerti atas perilaku anak-anak di negara-negara maju, seraya bertanya dengan nada 4 Pelangi di Kaki Langit
menggungat, “Anda hidup makmur, terdidik, dan modern, teta- pi kenapa Anda saling membunuh?”. Akan tetapi, jawabannya ialah “Kami membunuh karena kami makmur, kami membunuh karena kami terdidik. Kami membununh juga karena kami mo- dern,” tandas anak-anak dari negara maju itu dengan sesuka hati. Jawaban tersebut seakan mengisyaratkan adanya ketidakpa- haman atau frustasi atas kenyataan yang mereka hadapi atau lihat dalam lingkungan yang demikian keras dan penuh bentur- an. Bahwa kekerasan manusia modern itulah yang membuat me- reka saling membunuh, saling menjatuhkan, saling menodai, dan saling meniadakan satu sama lain dengan perasaan bersalah. Hilangnya naluri kemanusiaan dan saling berbagi menyebabkan mereka lebih mementingkan otot daripada akal dan hati. Perasa- an saling menyayangi dan mengerti tidak ada lagi. Untuk itu, sangatlah bijak jika permasalahan moral ini dikaji lebih dalam untuk menemukan sebuah solusi yang tepat sebagai bahan pe- mikiran sekaligus pijakan agar kondisi/moral remaja makin di- perhatikan dan diselamatkan. Satu langkah akan dapat menyela- matkan masa depan bangsa. Terjadinya Krisis Moral Remaja Dalam paparan berikut, penulis akan menyampaikan bebe- rapa hal yang menjadi penyebab terjadinya krisis moral di ka- langan remaja. Beberapa penyebab tersebut, penulis gali dari berbagai sumber. 1. Modernisasi Kehidupan Banyak nestapa yang ditularkan atau diakibatkan kemo- dernan kehidupan. Sikap egois dan tidak menghargai orang lain menjadi pemicu terjadinya tindak kekerasan. Kenyataan yang tidak bisa dielakkan. Gaya hidup yang terlalu modis, konsumtif telah menjangkiti mental generasi muda. Tidak jarang para ABG Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 5
berpakaian yang kurang pantas (sesuai) dengan budaya timur: terlalu mini, terbuka, dan bahkan sering membuka aurat yang seharusnya dijaga. Mereka merasa apa yang dilihat di televisi atau internet juga pantas bagi mereka. Hal itu sebagai bukti ketidaksiapan mental menghadapi de- rasnya arus globalisasi yang ditandai dengan mudahnya akses jaringan teknologi informasi. Akibat kurangnya bekal filter pada diri sehingga muncullah berbagai tindak kekerasan sebagai hasil menelan mentah perkembangan di negeri ini. Mereka kurang bisa memilih mana yang seharusnya dikonsumsi dan mana yang seharusnya tidak dikonsumsi. Sebagai contoh munculnya kasus penganiayaan sebagai akibat dari seringnya melihat tayangan kekerasan di televisi atau internet, seperti smax down, game online, play station adalah contoh konkrit tayangan yang banyak menge- mas unsur kekerasan. Jika tidak ada kesiapan mental dari remaja serta kurangnya pengertian dan perhatian dari orang tua, tin- dakan menyimpang akibatnya. 2. Lunturnya Budaya Leluhur Bangsa Indonesia dikenal memiliki berpuluh-puluh budaya, adat, dan tradisi yang unik. Masih adanya sikap tepo saliro, guyup rukun, ramah tamah antarsesama, meski sudah mulai asing bagi remaja. Mereka cenderung egois dan merasa menang sendiri sehingga hilanglah rasa menghargai orang lain dan pengendalian dirinya. Berawal dari ini kemudian muncul perdebatan, per- tengkaran, dan berakhir dengan kekerasan. Beberapa pekan terakhir muncul pemberitaan-pemberitaan yang menyoroti pelajar yang melakukan tawuran. Dua kubu yang merasa ingin menang. Hingga tanpa mereka sadari, nyawa bisa jadi taruhan. Dalam hati pun bertanya, di mana hati kalian para pelajar? Di mana pesan-pesan dari para leluhur untuk kalian? Bukankah para guru dan orang tua telah menanamkan nilai- nilai luhur untuk bekerja sama dan saling menghargai? Sungguh peristiwa seperti ini membuat miris hati masyarakat Indonesia. 6 Pelangi di Kaki Langit
3. Disorientasi Mental Alvin Toffler (Nashir, 1997:47) menyatakan bahwa terdapat kecenderungan berjangkitnya penyakit mental dalam struktur kepribadian manusia (generasi muda) Indonesia atau disorientasi mental. Penyakit jenis ini muncul dalam bentuk ketegangan psi- kologis yang dahsyat dalam menghadapi problematika hidup. Akibatnya, mereka cenderung mudah kehilangan keseimbangan menghadapi persoalan. Stres dan depresi juga sebagai akibat dari disorientasi mental. Dari sini, lahirlah tindakan-tindakan di luar kontrol kesadaran sehingga terkadang berlaku destruktif (merusak). Selain itu, perasaan mudah putus asa yang mengaki- batkan jalan pikiran (logika) menjadi pendek sehingga muncul stres dan peristiwa bunuh diri, seperti mahasiswa asal Jawa te- ngah gantung diri yang diduga karena stress (KR, 30 Mei 2014). Inilah bentuk generasi yang rapuh, yang tidak kuat tahan terpa- an, yang tidak tahan banting, dan tidak memiliki kendali emosi. 4. Disharmonisasi Sosial. Keanekaragaman budaya, bahasa, adat, dan agama, sedikit banyak menyebabkan solidaritas dalam kehidupan masyarakat Indonesia semakin merenggang, bahkan memudar. Dahulu ma- sih kental dengan sikap guyup, alamiah, tenggang rasa, dan tepo saliro. Sekarang ada kecenderungan bergeser menjadi indivi- dualis, organisasi renggang, berjarak, dan tidak langsung. Hal ini menyebabkan mudahnya terjadi percikan-percikan kecil kare- na adanya pergeseran nilai dan hilangnya rasa solidaritas. Se- bagai contoh adanya tawuran antarpelajar, pertikaian antardesa, antarsuku atau antaretnis. Hal ini menjadi keprihatinan tersen- diri bagi para ulama, praktisi, dan cendikiawan. Muhammad Imarah (1999:24) menyatakan bahwa jaminan keamanan sosial akan menciptakan ketenangan jiwa, dengan be- ban yang ditanggung bersama untuk menumbuhkan potensi dan kekuatan sehingga menjadi pangkal kehidupan dan kebaikan. Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 7
Dengan keamanan sosial peradaban manusia akan maju, seiring terciptakanya kehidupan yang penuh kebersamaan. 5. Jauh dari Agama Agama adalah pegangan utama dalam berkehidupan. Setiap agama mengajarkan umatnya untuk menjaga silaturahmi, keda- maian, kebersamaan, dan kebaikan. Allah SWT berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mere- ka menyembah-Ku” (QS Adz Dzariyaat:55). Dari ayat ini sangat- lah jelas jika mereka harus menyembah atau taat pada-Nya. Jika manusia dekat dengan-Nya, Dia pun akan selalu dekat dengan manusia dan memberikan kasih sayang. Jika manusia tidak dekat dengan Allah, perilakunya sulit terkontrol, cenderung brutal dan semaunya sendiri akibatnya banyak kesempatan untuk ber- buat jahat dan anarkis. Sering terjadi pertikaian hanya dikarena- kan pergesekan kecil. Hanya karena merasa tersinggung atas perkataan tetangga, melampiaskan dendamnya dengan keke- rasan yang mengakibatkan pembunuhan. Peristiwa ini sebagai akibat mereka jauh dari ajaran agama, mereka jauh dari ibadah. Jika mereka lekat dengan ibadah dan agama, niscaya tak akan tumbuh sifat kekerasan dalam diri mereka. sebaliknya, yang ada sifap sabar, mengerti, menghargai, dan mengendalikan diri. 6. Komunikasi dengan Orang Tua Deasy Andriani (KR, 12 Mei 2014) mengungkapkan bahwa pengawasan dan pendidikan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab dari sekolah, tetapi butuh sikap proaktif dari orang tua. Pemantauan dan kerja sama antara orang tua dan sekolah memi- liki peranan yang penting bagi perkembangan anak. Menjalin ko- munikasi yang intens dan baik antara orang tua dan guru. Selama ini, perkembangan teknologi dan pesatnya era globalisasi menjadi tantangan berat bagi orang tua. Perlu adanya hubungan emosional sehingga terjalin komunikasi yang baik, terutama antara orang 8 Pelangi di Kaki Langit
tua dan anak. Kasih sayang dan perhatian yang lebih dari orang tua akan mampu melembutkan perasaan seorang anak. Sebaliknya, jika tidak mendapatkan kasih sayang dan per- hatian yang cukup, mereka akan cenderung melampiaskannya di luar. Mereka akan mencari atau berbuat sesuatu yang bisa menarik perhatian orang tua. Salah satunya bisa jadi arahnya ke hal-hal yang negatif, meski tidak sedikit juga yang positif. Na- mun, kesempatan untuk mengarah ke hal-hal negatif sangat be- sar, mengingat emosi mereka masih bersifat labil sehingga mu- dah terpengaruh. Biasanya setelah terjadi hal yang tidak di- inginkan, orang tua baru tersadar akan pentingnya perhatian sekecil apa pun. Persoalan moralitas remaja menjadi beban yang tidak ringan bagi seluruh elemen masyarakat. Tidak hanya sebagai pekerjaan rumah bagi orang tua dan anak, tetapi menjadi tanggung jawab guru, sekolah, dan pemerintah dalam menentukan setiap kebijak- an. Anak bagaikan busur panah dan kertas putih. Akan dibawa ke mana busur itu dan akan dikasih tulisan dan warna apa pada kertas adalah tanggung jawab orang tua sebagai pendidikan da- sar mereka. Ketika busur itu dilesatkan, orang tua tidak bisa per- caya dan berpaling begitu saja. Harus tetap memantau setiap jalan atau rute yang dilewati busur itu sehingga sampailah ke sasaran dengan tepat dan gemilang. Begitu pun dengan orang tua kepada anak sejak mereka dilahirkan. Orang tua harus ekstra tepat dan hati-hati dalam memberikan perlakuan pada setiap langkah dan perkembangannya. Pendekatan psikologis sangat penting bagi keberhasilan masa depan yang sesuai dengan harapan. Solusi terhadap Krisis Moral Remaja Gambaran atas penyebab terjadinya krisis moral di kalangan remaja dapat dijadikan bahan perenungan atau pertimbangan untuk menentukan solusi. Bersadarkan beberaapa sumber yang telah penulis kaji, dapat disampaikan beberapa solusi dalam menghadapi kriris moral remaja. Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 9
1. Agama Menjadi Pegangan Hidup Agama hadir untuk memberi sejuta makna. Agama menjadi penyejuk dan pelindung bagi umat yang sedang mengalami ma- salah. Agama menjadi penerang ketika umat dalam kegelapan. Agama menjadi petunjuk ketika dilanda kegalauan. Agama men- jadi penenang di kala emosi berada di titik tertinggi. Agama menjadi pemersatu bagi seluruh umat manusia di dunia. Agama menjadi obat di kala hati sedang sakit Setiap manusia memiliki agama dan keyakinan masing-ma- sing. Agama dan keyakinan menjadi petunjuk setiap langkah manusia. Agama harus menjadi sikap hidup (way of life), dan tidak hanya sebagai sebuah ritual/rutinitas. Agama perlu di- resapi, dihayati untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Segala kebaikan dan kedamaian akan tercipta jika semua umat manusia patuh dan taat pada ajaran agama yang dianutnya. Seorang yang beriman dan bertaqwa akan sangat kecil kemungkinan keluar dari jalur-Nya. Kebersamaan, keda- maian, kerukunan yang akan terlihat sebagai wujud keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan. Insan yang rajin beribadahlah yang akan mendamaikan bumi ini, sebaliknya mereka yang jauh dari ibadah akan merusak bumi ini. Sebagai contoh, kehidupan di pondok pesantren menjadi negara kecil yang sarat akan keda- maian, ketenangan, dan kebersamaan. 2. Mental Kuat sebagai Filter Globalisasi yang ditandani dengan arus informasi yang se- makin bebas, membutuhkan kesiapan mental yang kuat untuk menangkis segala pengaruh negatif yang ditimbulkan. Remaja harus memiliki filter agar bisa membedakan antara yang seha- rusnya dan yang tidak seharusnya. Untuk membentuk mental yang kuat tidak bisa lepas dari agama. Banyak mempelajari ajaran agama yang dianut, menjalankan ibadah, serta menjauhi segala larangan-Nya secara otomatis akan memperkuat mental. Mereka tidak akan mudah terpengaruh dengan hal yang negatif karena 10 Pelangi di Kaki Langit
memiliki dasar iman yang kuat. Mereka tidak akan mudah ter- bawa arus yang menjerumuskan karena mereka punya bekal takwa yang benar. 3. Komunikasi Intens dalam Keluarga Keluarga menjadi tempat pertama remaja berkembang. Ke- luarga ibarat kawah candradimuka bagi anak agar nantinya ketika keluar sudah memiliki kepribadian dan sikap yang baik. Segala aktivitas berawal dari keluarga. Para remaja pun juga banyak menghabiskan waktu di lingkungan keluarga. Tidaklah aneh jika dikatakan keluarga adalah pencetak pribadi remaja. Komunikasi menjadi modal utama. Sebagai anggota keluarga, jalin komuni- kasi menjadi hal yang wajib agar tercipta suasana berkeluarga yang tenang, tenteram, dan damai. Segala permasalahan yang dihadapi akan menjadi permasalahan bersama. Segala kebaha- giaan juga menjadi kebahagiaan bersama. Jika hal ini diterapkan dalam keluarga, tak akan ada konflik yang menjadikan perpe- cahan dan saling menyalahkan. Perhatian orang tua tidak harus berbentuk fisik atau materi. Bahkan, perhatian yang paling pen- ting dan utama adalah kepedulian dan motivasi. Meskipun hanya Gimana Nduk, tadi di sekolah? atau Ada kegiatan apa di sekolah kok baru pulang? dan sejenisnya. Pertanyaan sebagai bentuk kepeduli- an itulah yang secara tidak langsung akan menumbuhkan rasa diuwongke atau dianggep dalam keluarga. 4. Menanamkan Sikap Cinta Budaya Leluhur Nur Sahid (1997:66) mengungkapkan bahwa transformasi budaya global memang tidak bisa dibendung, tetapi bukan ber- arti desakan budaya asing itu tidak bisa disaring untuk dipilih sesuai dengan nilai-nilai budaya yang telah ada. Karena itu, di- perlukan ketabahan mental dan spiritual masyarakat agar tidak mudah terbawa arus globalisasi. Setiap daerah memiliki budaya masing-masing. Budaya yang hidup di suatu daerah mengusung hal-hal yang mencerminkan daerah tersebut. Tentu saja, cermin kebaikan dan kearifan. Se- Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 11
bagai contoh, budaya Jawa sangat kental dengan tepo saliro, an- dhap asor, handarbeni, ngajeni, dan sebagainya. Budaya di daerah lainnya pun pasti mengajarkan sikap kesopansantunan dan kasih sayang. Jika nilai-nilai ini diterapkan dalam hati tiap remaja, akan tercipta suasana yang penuh dengan kedamaian. 5. Sosialisasi dalam Bermasyarakat Selain sebagai makhluk individu, manusia juga diciptakan sebagai makhluk sosial. Hakikatnya manusia hidup tidak bisa lepas dari orang lain. Saling tolong-menolong dan saling mem- bantu. Berkaitan dengan hidup bermasyarakat, remaja harus bisa menempatkan dirinya di tengah orang banyak. Akhirnya, dibutuhkan saling menghargai dan menghormati dengan sesama sehingga tercipta suasana yang jauh dari perselisihan dan perti- kaian. Jika dalam bermasyarakat dapat hidup rukun dalam ke- beragaman, akan tercipta suasana yang adem ayem dan gemah ripah. Tidak akan ada rasa iri jika orang lain punya atau bisa melakukan sesuatu. Tidak ada sifat mudah tersinggung karena sudah saling mengenal dan rasa kebersamaan. Penutup Berpijak dari uraian di atas dapat dipahami bahwa masalah moralitas remaja dapat disebabkan oleh beberapa factor. Pertama, modernisasi kehidupan. Kehidupan yang serba praktis dan ins- tan mengubah pola hidup remaja. Kedua, lunturnya budaya lelu- hur menjadi salah satu faktor yang tak kalah penting. Budaya leluhur atau nilai-nilai luhur seakan telah tergeser seiring per- kembangan teknologi. Ketiga, disorientasi mental. Mental yang lemah karena jauh dari nilai dan ajaran agama menjadi hal yang memprihatinkan. Tidak adanya keseimbangan yang kuat untuk menghadapi segala terpaan yang datang. Keempat, disharmoni- sasi sosial. Kurangnya rasa kebersamaan, rasa harus berbagi, dan kesadaran akan saling membutuhkan menjadikan kondisi bermasyarakat menjadi tidak harmonis. Kelima, jauh dari agama. 12 Pelangi di Kaki Langit
Satu-satunya pengatur kehidupan adalah Tuhan, yang direali- sasikan dalam ajaran agama. Jika mereka tidak menanamkan agama pada remaja, kehidupan akan rusak dan hancur karena tidak adanya sikap saling menghargai dan menghormati. Keenam, kurangnya komunikasi/hubungan emosional dengan orang tua. Tidak adanya rasa peduli antaranggota keluarga akan menjadi pemicu utama terjadinya konflik. Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya krisis moral remaja. Upaya ini harus melibatkan bebe- rapa pihak, yakni tidak hanya remaja, tetapi juga orang tua dan masyarakat. Upaya-upaya tersebut, di antaranya, menjadikan agama sebagai pegangan hidup. Remaja tidak boleh sedikit pun meninggalkan atau jauh dari ajaran agama. Kedua, mental yang kuat sebagai filter agar bisa menyaring segala pengaruh yang baik dan buruk yang diperoleh. Ketiga, jalin komunikasi yang in- tens dengan orang tua. Orang tua wajib memberikan perhatian lebih kepada anak, sebaliknya anak juga harus selalu memberi informasi kepada orang tua. Keempat, menanamkan sikap cinta pada budaya leluhur. Nila-nilai luhur para pendahulu menjadi modal berharga dalam menjalani kehidupan. Kelima, sosialisasi dalam bermasyarakat. Manusia tidak bisa hidup dalam kesendi- rian, harus bergantung pada orang lain. Saling menghargai, meng- hormati, dan berbagi agar tercipta suasana yang rukun dan damai. Akhirnya, peganglah ujung cinta-Nya agar senantiasa ter- cipta suasana rukun dan damai kehidupan manusia di dunia. Tidak ada lagi perpecahan, pertikaian, kejahatan, anarkhis, serta pelecehan. Di tangan remaja masa depan bangsa. Jadilah generasi yang terhormat dan bermartabat sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermanfaat. Daftar Pustaka Andriani, Deasy. 2014. “Perilaku Anak Berubah, Orangtua Harus Tanggap”. Dalam Kedaulatan Rakyat, Edisi 11 Januari 2014. Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 13
Imarah, Muhammad. 1999. Islam dan Keamanan Sosial. Jakarta: Gema Insani. Nashir, Haedar. 1997. Agama & Krisis Kemanusiaan Modern. Yogyakarta. Pustaka pelajar Offset. Prasetyo, Danang. 2012. “Mengurai Krisis Moralitas Pelajar”. Dalam Majalah Candra. Edisi5. Th. XLII. Klaten : PT Saka Mitra Kompetensi. Sahid, Nur. 1997. “Globalisasi dan Pengaruh Terhadap Seni Pertunjukan Jawa Tradisional”. Dalam Al Qalam. Edisi 29. 14 Pelangi di Kaki Langit
MENGHIDUPKAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR UTAMA PESERTA DIDIK Sumiati Guru SMP N 1 Yogyakarta Pengantar Keberadaan perpustakaan sangat diperlukan dalam sebuah lembaga atau instansi, apalagi lembaga pendidikan. Perpusta- kaan sekolah sebagai salah satu sarana pendidikan berperan besar terhadap kelancaran atau kelangsungan proses belajar mengajar. Bagi pendidik, buku-buku di perpustakaan itu sebagai referensi yang menambah wawasan, sedangkan bagi peserta didik dapat membantu menyelesaikan permasalahan, misalnya dapat membantu mengerjakan tugas, PR, mencari materi-materi yang belum/tidak diajarkan di kelas. Di samping itu, perpus- takaan sekolah diharapkan mendukung tercapainya tujuan belajar di sekolah. Betapa pentingnya perpustakaan sekolah, pentingnya per- pustakaan sekolah dapat dilihat dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa setiap satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah yang diseleng- garakan oleh pemerintah maupun masyarakat harus menyedia- kan sumber belajar. Dalam penjelasan UU tersebut juga dijelaskan bahwa pendidikan tidak mungkin terselenggara dengan baik jika para tenaga kependidikan maupun peserta didik tidak didu- kung oleh sumber belajar yang dibutuhkan. Walaupun perpus- takaan bukan satu-satunya sumber belajar. Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 15
Hakikat perpustakaan sekolah adalah sumber belajar dan sumber informasi bagi pemakainya. Perpustakaan dapat pula diartikan sebagai tempat kumpulan buku-buku atau tempat buku dihimpun dan diorganisasikan sebagai media belajar siswa. Mengingat betapa pentingnya perpustakaan sekolah, per- pustakaan tersebut harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, kenyataannya belum semua lembaga pendidikan menge- lola perpustakaan dengan baik. Padahal, ruangan ada dan buku juga ada, tetapi yang terjadi perpustakaan sepi pengunjung. Mi- salnya, di suatu sekolah jika dilihat dalam buku daftar pengun- jung tidak imbang antara pengunjung dengan jumlah peserta didiknya. Hal ini terjadi juga terhadap pendidiknya. Berapa pen- didik yang mau datang ke perpustakaan setiap harinya. Melihat kenyataan seperti ini maka perlu dilakukan penanganan secara serius dalam pengelolaan perpustakaan, khususnya perpustakaan sekolah. Permasalahan yang sangat urgen adalah bagaimana meng- hidupkan perpustakaan sekolah agar tidak sepi pengunjung. Ba- gaimana menyadarkan peserta didik bahwa betapa pentingnya keberadaan perpustakaan. Mereka menyadari bahwa perpusta- kaan sampai kapan pun tetap penting walaupun kemajuan tek- nologi sangat canggih. Perpustakaan sekolah merupakan koleksi yang diorganisasi di dalam suatu ruang agar dapat digunakan oleh murid-murid dan guru-guru. Di dalam penyelenggaraan- nya, perpustakaan sekolah memerlukan seorang pustakawan yang dapat diambil dari seorang guru (Carter V.Good dalam Ibrahim Bafadal, 2014:4). Perpustakaan tidak hanya sebagai gudang buku saja.Akan lebih jelas lagi seperti yang dikatakan Wafford (1969:1) bahwa perpustakaan sebagai salah satu organisasi sumber belajar yang menyimpan, mengelola, dan memberikan layanan bahan pustaka, baik buku maupun nonbuku kepada masyarakat tertentu dan masyarakat umum. Lebih luas lagi pengertian perpustakaan ada- lah salah satu unit kerja yang berupa tempat untuk mengumpul- 16 Pelangi di Kaki Langit
kan, menyimpan, mengelola, dan mengatur koleksi bahan pus- taka secara sistematis untuk digunakan oleh pemakai sebagai sumber informasi sekaligus sarana belajar yang menyenangkan. Menurut Satuan Tugas Koordinasi Pembinaan Perpustakaan Sekolah (SATGAS KPPS) Departemen Pendidikan dan Kebuda- yaan Propinsi Jawa Timur, perpustakaan sekolah mengelola koleksi pustaka yang diatur menurut sistem tertentu dalam suatu ruang, yang merupakan bagian integral dalam proses belajar-mengajar dan membantu mengembangkan minat dan bakat murid. Berdasarkan hal di atas, dapat dijelaskan bahwa perpustaka- an sekolah adalah kumpulan bahan pustaka, baik berupa buku- buku maupun nonbuku yang diorganisasi secara sistematis da- lam suatu ruang sehingga dapat membantu pendidik dan peserta didik dalam proses belajar mengajar di sekolah. Perpustakaan mendukung keberhasilan peserta didik untuk kesuksesan masa depannya. Hal ini dikuatkan oleh pendapatnya Mbulu (1992:89) yang menyatakan bahwa perpustakaan sekolah sangat dibutuhkan keberadaannya dengan pertimbangan bahwa a. perpustakaan sekolah merupakan sumber belajar di sekolah; b. perpustakaan sekolah merupakan salah satu komponen sis- tem pengajaran; c. perpustakaan sekolah merupakan sumber untuk menunjang kualitas pendidikan dan pengajaran; d. perpustakaan sekolah sebagai laboratorium belajar yang me- mungkinkan peserta didik dapat mempertajam dan memper- luas kemampuan untuk membaca, menulis, berpikir, dan ber- komunikasi. Perpustakaan merupakan sarana pendukung utama terlak- sananya kegiatan membaca. Jim Trelease berpendapat bahwa membaca merupakan faktor sosial terpenting dalam kehidupan bangsa Amerika. Berikut formulanya: (1) semakin Anda banyak membaca, semakin banyak yang Anda tahu, (2) semakin banyak Anda tahu, semakin cerdas diri Anda, (3) semakin cerdas diri Anda, semakin Anda mencintai sekolah, (4) semakin Anda men- Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 17
cintai sekolah, semakin banyak diploma yang Anda dapatkan dan semakin lama Anda akan dipekerjakan berarti banyak uang yang Anda hasilkan selama Anda hidup, (5) semakin banyak diploma Anda miliki, semakin tinggi nilai anak-anak Anda di sekolah, (6) semakin banyak diploma yang Anda dapatkan, se- makin lama usia Anda. Sebaliknya hal itu: (1) semakin sedikit Anda membaca, sema- kin sedikit yang Anda tahu, (2) semakin sedikit yang Anda tahu, semakin cepat Anda droup out dari sekolah, (3) semakin cepat Anda druop out, semakin cepat dan lama mengalami kemiskinan, (4) semakin cepat Anda droup out, semakin mungkin Anda masuk penjara (Jim Trelease, 2008:18). Tujuan dan Manfaat Perpustakaan Sekolah Tujuan perpustakaan sekolah didirikan dengan harapan agar dapat memperlancar semua warga sekolah dalam menja- lankan aktivitas dan tercapainya tujuan yang diinginkan. Secara rinci, manfaat perpustakaan sekolah, baik yang ada di sekolah dasar maupun di sekolah menengah, antara lain, sebagai berikut. a. Perpustakaan sekolah dapat menimbulkan kecintaan peserta didik terhadap membaca. b. Perpustakaan sekolah dapat memperkaya pengalaman belajar peserta didik c. Perpustakaan sekolah dapat menanamkan kebiasaan belajar mandiri yang akhirnya peserta didik mampu belajar man- diri. d. Perpustakaan sekolah dapat mempercepat proses penguasa- an teknik membaca. e. Perpustakaan sekolah dapat membantu perkembangan ke- cakapan berbahasa. f. Perpustakaan sekolah dapat melatih peserta didik kea rah tanggung jawab. g. Perpustakaan sekolah dapat memperlancar peserta didik da- lam menyelesaikan tugas-tugas sekolah. 18 Pelangi di Kaki Langit
h. Perpustakaan sekolah dapat membantu guru menemukan sumber-sumber pengajaran. i. Perpustakaan sekolah dapat membantu peserta didik, pen- didik, dan tenaga kependidikan dalam mengikuti perkem- bangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa Langkah Cara Menghidupkan Perpustakaan Sekolah 1. Tempat/Gedung Gedung perpustakaan sekolah yang berfungsi sebagai la- yanan peserta didik, dalam pendiriannya, harus memperhatikan kemudahan dan keamanan, serta tempat yang strategis. Kemu- dahan maksudnya mudah terjangkau oleh anak dan mudah un- tuk keluar masuknya buku, sedangkan keamanan maksudnya aman bagi anak dan aman/terjaga barang-barang yang ada di perpustakaan. 2. Tata Ruang Perpustakaan Dalam penataan ruang harus diperhatikan beberapa aspek yang dapat menarik siswa/pengunjung. Aspek yang dimaksud, yaitu aspek fungsional, aspek psikologis, aspek estetika,dan as- pek keamanan bahan pustaka. Aspek fungsional artinya bahwa penataan ruangan harus mampu mendukung kinerja perpustaka- an secara keseluruhan, baik bagi petugas maupun bagi pengguna perpustakaan. Aspek psikologis pengguna perpustakaan perlu diperhatikan sehingga pengguna dapat nyaman, leluasa berge- rak, dan merasa tenang. Kondisi ini dapat diciptakan dengan penataan ruangan yang harmonis dan serasi dalam penataan perabot dan warna ruangan yang netral. Aspek estetika, penata- an ruangan yang indah serasi, bersih, dan tenang dapat mem- pengaruhi pengunjung sehingga bisa betah berada di perpusta- kaan. Aspek keamanan bahan pustaka, maksudnya buku-buku itu harus terjaga dari kerusakan secara alamiah dan dari ulah manusia/anak. Jika dalam menata ruang memperhatikan aspek- aspek tersebut, terciptalah suasana yang menarik. Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 19
3. Koleksi Buku Koleksi buku di perpustakaan harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan pendidik. Oleh karena itu, koleksi buku di perpustakaan sekolah diharapkan (a) buku-buku yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku atau sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, (b) buku-buku umum yang membantu menyelesaikan soal-soal yang diberikan pendidik, (c) buku-buku yang menambah pengetahuan siswa yang tidak diajarkan di ke- las sesuai dengan usianya, (d) buku-buku ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan iptek (terkini), (e) jika berupa sas- tra, buku cerita, harus mengikuti perkembangan iptek, tetapi tetap mempertahankan budaya bangsa (harus diseleksi) dll. 4. Prosedur Peminjaman Teknik peminjaman diharapkan mempermudah pengun- jungnya. Hal ini karena jika proses peminjamannya sulit maka peserta didik juga malas untuk berkunjung. Misalnya, apabila ada anak yang lupa tidak membawa kartu perpustakaan, padahal mereka sangat memerlukan buku tersebut maka harus ada solusi- nya. Disamping itu, anak juga mudah mencari buku yang dibu- tuhkan, misalnya dengan melihat daftar katalog di komputer. Cara peminjaman dengan teknik yang canggih, misalnya dengan mesin barkode. 5. Pembelajaran Berbasis Perpustakaan Dalam hal ini proses kegiatan belajar mengajar, pendidik mengarahkan pembelajarannya dengan memaksimalkan fungsi perpustakaan. Misalnya, untuk pembelajaran bahasa Indonesia tentang cerpen, pendidik bisa mengajak peserta didik untuk ke perpustakaan mencari buku kumpulan cerpen. Sekaligus proses KBM di perpustakaan. Demikian juga untuk pendidik-pendidik mata pelajaran yang lain. Selain KBM berada di perpustakaan, pendidik juga dapat memberi tugas yang mendukung peserta didik itu berkunjung ke perpustakaan. 20 Pelangi di Kaki Langit
6. Pemberian Hadiah (Reward) Pemberian hadiah ini juga sangat penting untuk menarik peserta didik berkunjung ke perpustakaan. Aktivitas-aktivitas yang pantas diberi hadiah adalah sebagai berikut. a. Peserta didik yang paling banyak berkunjung di perpus- takaan. b. Peserta didik yang terbanyak menyelesaikan baca buku/ pinjam buku disertai menguasai isinya. c. Pendidik yang paling banyak proses KBM di perpustakaan. d. Pendidik yang paling banyak menugaskan siswa untuk men- cari sumber belajar di perpustakaan, dll. 7. Promosi Tujuan promosi adalah memperkenalkan atau menaikkan citra dan popularitas dari barang atau jasa yang akan dijualnya. Menurut Jerome dan Andrew (dalam Darmono, 2004:176) ke- giatan promosi sedikitnya mempunyai empat tujuan, yaitu (a) untuk menarik perhatian, (b) untuk menciptakan kesan, (c) untuk membangkitkan minat, dan (d) untuk memperoleh tanggapan. Menurut Sudariyah Nasution (dalam Darmono, 2004:176— 177) bahwa tujuan promosi perpustakaan adalah untuk meng- gairahkan minat baca serta menambah jumlah orang yang gemar membaca agar koleksi perpustakaan dapat dimanfaatkan secara maksimal. Nurhadi (dalam Darmono, 2004:177) memakai slogan “tak kenal maka tak sayang” slogan ini sudah banyak dikenal orang. Edsall (dalam Darmono, 2004:177) tujuan promosi perpus- takaan adalah memberikan kesadaran kepada masyarakat ten- tang adanya pelayanan perpustakaan: mendorong masyarakat untuk menggunakan perpustakaan, mengembangkan pengertian masyarakat agar mendukung kegiatan perpustakaan dan peran- nya dalam masyarakat. Bentuk promosi yang dapat dilakukan untuk perpustakaan sekolah adalah (1) pembuatan poster atau leaflet; (2) pameran buku; (3) penataan perpustakaan yang baik. Pembuatan poster Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 21
bisa ditulis tangan atau diketik dengan berbagai bentuk tulisan dan warna sehingga menarik dan dipasang di papan pengumum- an atau di ruang perpustakaan. Pameran buku dapat diadakan bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, Hari Kebangkitan Nasional, Hari Aksara Internasional, dll. Penataan ruang yang baik, rapi, bersih, tersedianya tempat baca yang memadai, sejuk, tersedianya vasilitas untuk mengakses internet, dan menyenang- kan merupakan bagian dari promosi. Simpulan Berdasarkan seluruh paparan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, perpustakaan sekolah merupakan sarana yang sangat penting dan utama karena sebagai sumber pembelajaran yang bermanfaat bagi para pendidik dan peserta didik. Namun, kenyataannya sampai sekarang keberadaan perpustakaan seko- lah masih dipandang sebelah mata sehingga belum diberdayakan secara semaksimal. Kedua, membaca merupakan senjata yang luar biasa untuk melawan kebodohan dan kemiskinan. Dengan mengetahui man- faat membaca, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk senang membaca dan meningkatkan minat baca. Untuk meningkatkan minat baca, sarana yang paling tepat dan utama adalah keber- adaan perpustakaan sekolah. Ketiga, untuk memaksimalkan perpustakaan sekolah agar menarik pengunjung, perlu didukung oleh semua lapisan masya- rakat, baik dari pihak pemerintah maupun nonpemerintah. Keempat, di era globalisasi dan kemajuan teknologi yang su- dah canggih pun, keberadaan perpustakaan tetap penting dan tidak dapat digantikan dengan media/ sarana lain (perpustakaan sekolah masih tetap eksis). Kelima, betapa pentingnya keberadaan perpustakaan sekolah dan cara-cara meningkatkan frekuensi pemanfaatannya serta me- 22 Pelangi di Kaki Langit
ningkatkan jumlah pengunjung agar tujuan pendidikan tercapai sesuai harapan pendidik, peserta didik, dan tenaga pendidik. Daftar Pustaka Bafadal, Ibrahim. 2014. Pengelolaan Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara. Darmono. 2004. Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Trelease, Jim. 2008. Read Aloud Handbook. Jakarta: Mizan Publika. Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 23
GURU MENULIS: APA REPOTNYA? LANGKAH SUKSES MEMBUAT KARYA TULIS BAGI GURU Dwi Utami Guru SMP Negeri 1 Tempel, Yogyakarta Membuat karya tulis bagi sebagian guru masih menjadi ken- dala dalam menunjang peningkatan profesi atau jabatan. Bahkan, membuat karya tulis masih menjadi ‘momok’ yang menakutkan sehingga banyak guru yang mentok golongannya di IVa karena tidak dapat memenuhi persyaratan dalam karya tulis ilmiah (KTI). Sejalan dengan perubahan peraturan, mungkin jumlah guru yang mengalami kesulitan dalam naik pangkat akan semakin banyak. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Apa- ratur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16, Tahun 2009, ten- tang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dinyatakan bahwa seorang guru PNS mulai golongan III/b, kenaikan pang- katnya harus menyertakan jurnal atau karya ilmiah. Membuat karya tulis bagi guru memang tidak mudah meng- ingat guru diberi beban mengajar minimal 24 jam per minggu. Selain itu, tugas yang diemban sebagai pendidik dan pengajar cukup berat, apalagi ditambah peran guru dalam kegiatan sosial di masyarakat. Selain itu, guru harus membuat karya tulis dalam memenuhi kewajibannya jika ingin naik golongan dan pangkat. Beban yang harus diemban oleh setiap guru sering dijadikan alasan untuk tidak membuat karya tulis. Namun, sesungguhnya ada permasalahan internal dalam diri guru itu sendiri. Pertama, lemahnya tradisi/budaya budaya baca di kalangan para guru. 24 Pelangi di Kaki Langit
Kedua, rendahnya motivasi guru untuk membuat karya tulis. Usaha untuk membuat karya tulis terlihat sangat mlempem. Ketiga, sebagian guru memandang proses birokrasi mempersulit dalam penilaian karya tulis. Keempat, penguasaan bahasa ragam tulis ilmiah juga masih menjadi kendala yang serius. Persoalan yang terakhir ini tentu erat kaitannya dengan persoalan pertama dan kedua. Hal lain yang memengaruhi rendahnya motivasi guru untuk menulis ialah faktor lingkungan. Kebanyakan guru merasa tidak perlu repot-repot membuat karya ilmiah karena nilai imbalan sebagai konsekuensi kenaikan pangkat/golongan dianggap tidak sebanding. Membuat karya tulis sering dihubungkan secara lang- sung dengan dampak materi yang diperolehnya. Menulis tidak dianggap sebagai tanggung jawab profesi dan akademis. Membuat karya tulis, apalagi yang bersifat ilmiah, bukan pekerjaan mudah bagi guru. Dalam dunia pendidikan di tanah air, hal ini sudah menjadi masalah nasional. Sebagian besar guru mengalami kesulitan memperoleh angka kredit yang diperoleh dari kegiatan membuat karya tulis. Akibatnya, proses kenaikan jenjang kepangkatan menjadi macet. Jika selama ini kenaikan pangkat/golongan guru berlangsung secara berkala dan lancar, yakni setiap dua tahun, pada proses kenaikan pangkat/golongan IV/a ke IV/b tidaklah demikian. Bagi guru, membuat KTI adalah bagian dari kegiatan pe- ngembangan karier atau profesi. Hal itu sudah diatur dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Nomor 84/1993, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya; dan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Ke- budayaan dan Kepala BAKN, Nomor 0433/P/1993, Nomor 25 Tahun 1993. Dalam peraturan itu dijelaskan, ada beberapa ke- giatan yang dimaksudkan sebagai pembinaan karier kepangkatan dan profesionalisme guru atau biasanya disebut kegiatan pe- ngembangan profesi. Salah satu dari lima kegiatan pengembang- an profesi adalah membuat KTI. Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 25
Diperlukan “Vitamin Kesadaran” Menulis Ada beberapa hal yang perlu dilakukan ke depan untuk mempercepat pengurangan angka kemacetan menuju jenjang IVb dan seterusnya. Selain mengevaluasi, memperbaiki konsep mau- pun format, serta meneruskan program yang sudah ada, perlu dilakukan upaya yang bersifat menimbulkan kesadaran diri un- tuk menulis. Diperlukan “vitamin kesadaran” dan “pemaksaan” agar guru mau menulis. Salah satu alternatif untuk upaya ini adalah sosialisasi lebih gencar dengan membuat “iklan layanan masyarakat”. Dengan penayangan secara meluas lewat media massa/elektronik, diharapkan cara ini dapat mengubah stigma bahwa keperluan menulis ilmiah tidak semata-mata untuk keper- luan kenaikan pangkat/golongan, melainkan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran di kelas. Alternatif lain adalah mendorong guru untuk membentuk kelompok-kelompok diskusi secara terstruktur yang khusus membahas karya ilmiah. Mencetak instruktur-instruktur KTI lokal yang mampu membimbing guru di sekolah. Kelompok Ker- ja Guru/Musyawarah Guru Mata Pelajaran (KKG dan MGMP) juga perlu diberdayakan agar setiap guru dapat menghasilkan karya ilmiah. Selain hal di atas, munculnya Permenegpan No. 16 tahun 2009, diharapkan adanya penghargaan secara lebih adil dan lebih profesional terhadap pangkat guru yang merupakan pengakuan profesi dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan guru (Suharjono, 2006). Dalam konteks perbaikan mutu pendidikan, syarat membuat KTI diharapkan dapat mendorong guru untuk dapat memperbaiki proses pembelajaran di kelasnya. Dengan begitu guru lebih layak disebut bertindak secara profesional. Para guru harus memiliki komitmen yang tinggi dalam mem- buat sebuah karya tulis. Komitmen adalah suatu janji pada diri kita sendiri ataupun orang lain yang tercermin dalam tindakan kita. Kita akan selalu mempertahankan janji itu sampai profesi berakhir. Setiap orang dari kecil sampai dewasa pastilah pernah 26 Pelangi di Kaki Langit
membuat komitmen, meskipun terkadang komitmen itu sering- kali tidak diucapkan dengan kata-kata. Guru harus bisa melawan kemalasan diri. Ketika kita me- miliki komitmen yang tinggi untuk membuat KTI, keberhasilan akan ada di depan mata. Orang-orang yang sukses dalam mem- buat karya tulis adalah orang-orang yang memiliki komitmen dengan dirinya sendiri. Ketika ia telah berjanji dengan dirinya sendiri, dengan penuh kesadaran tinggi memenuhi janji yang telah diucapkannya. Janji itu dimulai dari proses perencanaan pembelajaran yang matang, pelaksanaan tindakan yang menan- tang, dan proses pengamatan yang cemerlang sehingga guru dapat melakukan refleksi diri secara gemilang. Semua itu harus dimulai dengan komitmen yang tinggi agar berhasil. Seringkali kita tak konsisten dengan apa yang telah kita janji- kan pada diri sendiri. Rutinitas kerja telah membuat kita menjadi inkonsistensi terhadap janji yang kita ucapkan. Hal inilah yang banyak terjadi pada teman-teman guru. Mereka tidak konsisten dalam membuat karya tulis. Wajar saja apabila mereka tidak berhasil menyelesaikannya karena untuk berhasil membuat se- buah karya tulis ilmiah dibutuhkan konsistensi yang terus mene- rus dan tidak boleh berhenti. Bila ada hambatan jangan lantas langsung menyerah. Hadapi terus dan banyak bertanya kepada ahlinya. Bila kemudian kendala yang dihadapi sangat tinggi, perlu bantuan orang lain. Banyak bantuan yang bisa diperoleh. Selain membaca buku dan mencari konsep-konsep lewat internet, berusahalah untuk mencari teman yang bisa diajak berdiskusi untuk menemukan solusi. Konsistensi menunjukkan integritas kita sebagai seorang pri- badi. Konsisten itu bagai pedang bermata dua, bisa ke arah positif dan sebaliknya bisa juga ke arah negatif. Sikap berhati-hati sa- ngat penting untuk dipakai sebagai pendamping sikap konsisten. Jangan sampai sikap konsisten malah menjadikan kita lebih buruk dan tidak meningkatkan kualitas hidup kita sebagai manusia. Jangan karena khawatir dianggap tidak konsisten lalu kita takut Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 27
berubah, padahal perubahan tersebut akan membawa kita kepada kebaikan. Dalam membuat sebuah karya tulis ilmiah, dibutuhkan ke- mauan kuat dari diri sendiri untuk mewujudkannya. Tanpa ke- mauan yang kuat jangan berharap karya tulis akan terwujud. Kemauan kuat akan menjadikan karya tulis yang dibuat menjadi hidup dan lebih bermakna. Kemauan memiliki kekuatan maha- dahsyat sehingga kita merasa mudah dalam melakukan pene- litian dan melaporkannya dalam bentuk karya tulis ilmiah. Kata- kan pada diri sendiri bahwa kita bisa melakukannya. Ketika kita berkata SAYA PASTI BISA, SAYA HARUS BISA akan ada sugesti kekuatan dalam diri yang merangsang alam bawah sadar untuk melakukan sesuatu yang luar biasa. Ingatlah bahwa apa yang akan kita tuliskan itu akan dibaca oleh orang lain. Usahakanlah menggunakan bahasa yang komu- nikatif sehingga pembaca memahami apa yang dituliskan. Apa- bila bahasa dalam tulisan komunikatif, para pembaca akan me- nyukai dan meresakan manfaat dari apa yang dituliskan. Rata-rata para guru tidak bekerja secara cerdas dalam meng- aplikasikan apa yang ada dalam alam pikirannya. Waktu yang 24 jam diberikan oleh Tuhan kepada kita harus dapat dimanfaat- kan dengan baik. Di sinilah kita dituntut untuk berpikir dan bertindak cerdas dalam membuat sebuah karya tulis. Gunakan waktu sebaik mungkin. Bagilah waktu dengan baik. Kita sendiri yang menentukan kapan saatnya untuk menulis dan kapan saat- nya untuk berinteraksi dengan teman lainnya untuk mendapat- kan masukan. Ketika kecerdasan kita dalam mengatur waktu sudah teratasi dengan baik, keberhasilan dalam membuat tulisan terlihat jelas di depan mata. Jumari Haryadi Kohar, seorang penulis dan trainer, menga- takan bahwa sebenarnya menulis itu sangat mudah jika kita me- miliki keinginan dan terus berlatih. Kemampuan menulis bukan merupakan sebuah bakat, melainkan keterampilan yang harus selalu dilatih dan diasah sehingga lama kelamaan menjdi sebuah 28 Pelangi di Kaki Langit
kebiasaan dan keterampilan. Rata-rata orang merasa tidak percaya diri saat akan menuangkan sebuah gagasan ke dalam tulisan. Akan tetapi, jika ada motivasi yang kuat dan sering berlatih kemampuan itu akan muncul seiring perjalanan waktu. Daftar Pustaka Nurjana, Fitri. Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia) = Handwriting “Diklat Penulisan Karya Ilmiah Angkatan I Tahun 2014”. Written by Yudi Dahlan on 12 March 2014. Posted in Ruang Meditasi “Para Guru Terkendala Kemampuan Menulis”. (dari internet) “Guru dan Persoalan Menulis PTK”. OPINI | 27 Februari 2013 | 06:35 Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 29
KRISIS KETELADANAN MEMBACA Suratinah Guru SMP Negeri 3 Pakem, Yogyakarta Mengapa anak-anak memiliki minat baca yang rendah? Me- ngapa anak-anak lebih memilih budaya lisan daripada budaya tulisan? Apakah yang menyebabkan hal itu bisa terjadi? Siapakah yang bersalah dalam hal itu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas selalu terngiang di telinga dan menghantui para guru di mana pun. Hal itu karena minat baca anak jelas berdampak pada kualitas pendidikan. Sur- vei Unesco pun mengatakan bahwa Indonesia adalah negara di ASEAN yang minat bacanya paling rendah. Dalam konteks budaya paternalis, seperti di Indonesia ini, orang (anak-anak) banyak melihat ke atas: orang tua, guru, pe- jabat, pemimpin, dan sebagainya. Karena mereka “teladan” atau kiblat, tidak aneh jika anak-anak akan meniru apa yang dilakukan- nya. Sayangnya, dalam hal kebiasaan membaca keadaan para “teladan” itu memprihatinkan dan tidak dapat menjadi per- contoh. Keteladanan Orang Tua dan Guru Krisis keteladanan membaca bisa dialami dari keluarga. Orang tua seharusnya berperan penting dalam membiasakan anak untuk melakukan kegiatan membaca. Namun, kenyataan- nya banyak orang tua yang meremehkan kegiatan tersebut. Ba- nyak orang tua tidak sempat menyiapkan buku-buku yang bisa 30 Pelangi di Kaki Langit
dibaca oleh sang anak. Banyak orang tua tidak pernah terlihat melakukan kegiatan membaca di rumah. Padahal, anak-anak akan tumbuh dan bersikap sesuai dengan apa yang dia lihat dan alami dalam lingkungan keluarga. Keluarga yang tidak per- nah memberikan keteladanan membaca, tentu sang anak juga tidak akan suka membaca. Menumbuhkan kebiasaan membaca harus dimulai dari ke- luarga. Orang tua berperan penting dalam menumbuhkan kege- maran membaca pada anak-anaknya. Untuk menjadikan anak memiliki kegemaran membaca memang tidak semudah memba- likkan telapak tangan. Sebuah watak akan muncul bila orang tua membentuk kebiasaan terlebih dahulu. Artinya, bila ingin anaknya mempunyai kegemaran membaca, orang tua harus membiasakan membaca. Selain dari orang tua, anak telah kehilangan juga ketela- danan membaca dari guru. Guru seharusnya memiliki arti digugu dan ditiru. Setiap ucapan dan perbuatannya akan menjadi per- hatian besar bagi murid-muridnya. Seorang guru hendaknya memberikan keteladan dalam lingkungan sekolah. Namun, ba- nyak guru yang lupa memberikan keteladanan membaca pada murid-murinnya. Guru sering meninggalkan tugas tanpa peng- awasan dengan berbagai alasan. Saat mengajar para guru ada yang hanya memberikan tugas kepada siswa dengan Lembar Kerja Siswa (LKS). Bahkan, tidak sedikit pula guru yang membe- rikan tugas kepada siswa untuk mengerjaka soal-soal dalam buku paket. Sangat ironis lagi, setelah guru memberikan tugas, mereka meninggalkan kelas untuk urusan yang tidak jelas, atau mungkin sekadar merokok atau minum teh di kantor guru. Otomatis guru tidak tahu bagaimana proses siswa dalam mengerjakan tugas, soal tersebut dibaca oleh siswa atau tidak, apakah siswa menyon- tek atau tidak, bagaimana perilaku anak selama mengerjakan tersebut, dan lain-lain. Anak-anak yang dididik oleh guru seperti di atas akan tum- buh menjadi pribadi-pribadi malas dan memiliki minat baca yang Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 31
sangat rendah. Sebaliknya, anak-anak yang dididik oleh guru yang memilki keteladanan membaca yang cukup baik akan tum- buh menjadi pribadi-pribadi yang gemar membaca. Keteladanan membaca dalam proses belajar mengajar merupakan hal yang penting dan harus ditempuh, dengan jalan guru memberikan contoh atau keteladanan membaca bagi anak didiknya. Satu con- toh/keteladanan akan lebih berarti daripada berjuta kata yang diucapkan. Peran Perpustakaan Perpustakaan juga memiliki andil besar terhadap tumbuh- nya minat baca. Perpustakaan seharusnya berfungsi sebagai tem- pat membaca yang nyaman. Selama itu, banyak ditemukan tulisan slogan di perpustakaan, seperti Tiada Hari Tanpa Membaca, Mem- baca adalah Jendela Dunia, Ingin Cerdas? Baca Tuntas, Rajin Membaca Bangsa Berjaya, Saran Pintar buat Pintar, dan lain sebagainya. Slo- gan tersebut tidak akan pernah ada artinya, bahkan menjadi isapan jempol belaka, selama perpustakaan tidak berusaha menyediakan bacaan-bacaan yang dibutuhkan siswa. Selama perpustakaan hanya berupa onggokan buku yang sudah ketinggalan zaman, siswa tak akan melongok, apalagi duduk membaca di perpustakaan. Di- tambah lagi perpustakaan yang kotor, buku tidak tertata dengan rapi, cara peminjaman buku yang berbelit, pustakawan yang kurang ramah, akan membuat perpustakaan menjadi kuburan atau tempat pertapaan yang tak pernah akan didatangi siswa. Perpustakaan jangan hanya dipenuhi oleh buku-buku paket yang semua siswa sudah memiliki sehingga siswa pun malas untuk mendatangi. Seharusnya perpustakaan selalu berusaha me- nyediakan buku-buku di luar buku teks wajib, seperti buku ceri- ta, novel, ensiklopedia, biografi, majalah, dan buku-buku umum lain yang membuat anak tertarik untuk membaca. Di waktu luang, guru juga harus sering terlihat asyik membaca di perpusta- kaan bersama siswa. Dengan demikian, siswa dapat meneladani perilaku guru tersebut. 32 Pelangi di Kaki Langit
Perpustakaan yang nyaman akan ditandai oleh banyaknya siswa yang berkunjung setiap hari. Siswa merasa nyaman men- cari berbagai bacaan di perpustakaan karena tersedia berbagai buku yang mereka inginkan. Siswa ketagihan untuk datang di perpustakaan karena tersedia buku–buku baru, dan lain seba- gainya. Hal-hal di atas dapat membuat siswa sadar bahwa belajar tidak terpisahkan dengan kegiatan membaca. Minat baca pun akan muncul di hati para siswa, dengan tanpa dipaksa oleh siapa pun. Muaranya adalah semua kegiatan pembelajaran di kelas akan semakin lancar. Lama kelamaan mereka akan menjadikan buku sebagai sahabat yang menemani mereka kemana pun mere- ka berada. Para siswa akan manfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan produktif, yakni membaca buku. Pengaruh Elektronik Faktor lain yang menyebabkan timbulnya krisis keteladanan membaca pada anak adalah menjamurnya media elektronik di Indonesia. Banyaknya saluran televisi yang menyuguhkan berba- gai tontonan menarik, yang mampu mengalihkan perhatian me- reka dari kegiatan membaca. Dengan melihat televisi mereka tidak perlu bersusah payah mengeja huruf demi huruf, kata demi kata, bahkan kalimat demi kalimat untuk memperoleh informai dari sesuatu yang dilihatnya. Selain itu, kegiatan menonton tele- visi bisa dilakukan dengan santai, atau dibarengi dengan ke- giatan yang lain. Selain itu, menjamurnya warnet yang menyediakan berbagai fasilitas permainan dalam bentuk game yang bervariasi. Dengan hanya mengeluarkan uang yang tidak seberapa, mereka sudah bisa menikmati berbagai suguhan hiburan yang menarik hati para siswa. Banyak siswa yang rela meluangkan waktunya untuk mendatangi warnet daripada menggunakan waktunya untuk membaca. Kegiatan ini jelas semakin menjauhkan siswa dari ke- Antologi Esai dan Cerita Pendek Bengkel Bahasa dan Sastra 33
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324