1.40 Kepabeanan dan Cukai 2) Ordonansi Tarif sendiri mulai berlaku pada tahun …. A. 1873 B. 1910 C. 1882 D. 1928 3) Kewajiban Pabean hanya dibebankan kepada anggota masyarakat yang melakukan kegiatan Kepabeanan dan terhadap mereka diperlakukan sama dalam hal dan kondisi yang sama merupakan asas …. A. kebersamaan B. administratif C. keadilan D. nasional 4) Segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan dan arus lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean disebut dengan …. A. Kawasan Pabean B. Daerah Pabean C. Kantor Pabean D. Kepabeanan 5) Ordonansi Minyak Tanah mulai berlaku tahun …. A. 1886 B. 1898 C. 1931 D. 1933 Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2. Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar 100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang
ADBI4235/MODUL 1 1.41 Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.
1.42 Kepabeanan dan Cukai Kunci Jawaban Tes Formatif Tes Formatif 1 1) B. Daftar tarif bea masuk yang pertama berlaku di Indonesia adalah Lampiran A. 2) A. Ordonansi Bea (OB) merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Tarif Ordonansi. 3) D. Ordonansi Bea memiliki lampiran yang dikenal dengan Reglemen A dan Reglemen B. 4) A. Berdasarkan Pasal 9 Ordonansi Bea, Reglemen A adalah peraturan pelaksanaan dari Pasal 11 Undang-undang Tarif. 5) D. Formalitas pabean dapat dipenuhi di semua tempat yang ada kantor Bea Cukainya. Tes Formatif 2 1) A. 1873. 2) B. 1910. 3) C. Keadilan sehingga kewajiban pabean hanya dibebankan kepada anggota masyarakat yang melakukan kegiatan Kepabeanan dan terhadap mereka diperlakukan sama dalam hal dan kondisi yang sama. 4) D. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan dan arus lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan Pemungutan Bea Masuk. 5) A. 1886.
Modul 2 Tarif Bea Masuk dan Cukai serta Transaksi Perdagangan Internasional Drs. Arif Surojo, M.Hum. Sugianto, S.H, M.M. PENDAHULUAN B ea masuk dan cukai dikenakan tarif berdasarkan kesepakatan perjanjian bilateral, regional maupun multilateral dengan kesepakatan internasional sehingga ada keterikatan untuk dapat saling mematuhi perjanjian yang sudah ditandatangani, di samping itu dalam praktik setiap negara menentukan sendiri tarif pajak yang akan diterapkan di negaranya masing-masing. Di Indonesia, untuk Pajak Penghasilan menggunakan tarif progresif, Pajak Pertambahan Nilai menggunakan tarif proporsional. Dalam Kepabeanan dan Cukai diterapkan tarif tetap atau tarif proporsional. Ada tarif yang disebut tarif advalorem dan tarif spesifik. Di samping itu tarif Bea Masuk juga terikat pada perjanjian GATT (General Agreement on Trade and Tariffs), suatu konvensi internasional. Di atas tarif yang ditentukan dalam GATT itu masih ada tambahan-tambahan yang ditentukan oleh pemerintah misalnya Bea Masuk Tambahan. Tarif advalorem adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang diterapkan pada harga atau nilai barang. Contoh: PT Adi Nugraha mengimpor barang berupa mesin sebanyak 100 unit dengan harga per unit Rp1.000.000,00 jika tarif Bea Masuk atas Impor Barang tersebut 20% maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah: Nilai barang impor = 100 Rp1.000.000,00 = Rp100.000.000,00 Tarif = 20 % Bea masuk yang harus dibayar Rp 20.000.000,00
2.2 Kepabeanan dan Cukai Tarif spesifik adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu, atau suatu satuan jenis barang tertentu atau suatu jenis barang tertentu. Contoh: PT Adiguna mengimpor barang berupa mobil sebanyak 100 unit dengan harga per unit Rp1.000,-, jika tarif Bea Masuk atas Impor Barang tersebut Rp1.000,- maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah: Jumlah barang impor = 100 unit Tarif = Rp 1.000,00 Bea masuk yang harus dibayar = Rp100.000,00 Dalam Modul 2 ini terdiri atas 4 kegiatan belajar, yaitu sebagai berikut. Kegiatan Belajar 1 : membahas mengenai Sistem dan Ketentuan Tarif Bea Masuk. Kegiatan Belajar 2 : membahas mengenai Tarif dan Nilai Pabean. Kegiatan Belajar 3 : mengenai Tarif dan pelunasan Cukai. Kegiatan Belajar 4 : membahas mengenai Transaksi Perdagangan Internasional. Secara umum, setelah mempelajari modul yang berjudul Tarif Bea Masuk dan Cukai ini, Anda diharapkan dapat memahami dan menghitung bea masuk dan pelunasan cukai dengan berbagai ketentuan secara tepat. Secara khusus, setelah mempelajari Modul 2 ini Anda diharapkan dapat menjelaskan: 1. bagaimana sistem tarif bea masuk yang berlaku di Indonesia sebelum tahun 1995; 2. tarif yang diberlakukan di pabean; 3. barang-barang yang dikenai cukai di Indonesia; 4. bagaimana cukai itu dipungut terhadap barang-barang tertentu yang terkena cukai di Indonesia. Dalam kaitannya dengan perdagangan internasional, Undang-undang Kepabeanan idealnya dapat mengikuti konvensi internasional dan praktik kepabeanan internasional sehingga perlu melakukan penyesuaian Undang- undang Kepabeanan Indonesia. Perdagangan internasional memiliki peran
ADBI4235/MODUL 2 2.3 yang sangat penting bagi perekonomian dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan bisnis untuk mempertahankan kelangsungan proses pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan dambaan berbagai negara, salah satu komponen penting pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan transaksi ekonomi internasional khususnya volume perdagangan internasional. Potensi pengembangan produksi nasional melalui perdagangan internasional telah disadari benar oleh pengambil kebijakan di berbagai negara sehingga terjadilah kompetisi untuk mencari pangsa pasar bagi produk-produk unggulan masing-masing. Dengan tujuan untuk dapat memaksimalisasi potensi keuntungan bagi kepentingan nasional Indonesia harus menjalankan strategi tiga jalur dalam perundingan perdagangan internasional, termasuk di jalur multilateral, regional, dan bilateral. Strategi triple-track ini tetap diperlukan meskipun bagi ekonomi terbuka seperti Indonesia dan sebagai negara yang relatif lemah dalam posisi tawar, sistem perdagangan multilateral tetap yang terbaik. Proses liberalisasi melalui forum-forum multilateral, regional, bilateral atau liberalisasi sepihak telah memudahkan arus perdagangan internasional dan investasi. Peningkatan volume perdagangan yang didorong oleh proses liberalisasi telah memberikan keuntungan yang luar biasa kepada sebagian negara termasuk negara berkembang. Proses kemajuan teknologi uang tepat, perbaikan dalam infrastruktur, transportasi dan telekomunikasi, serta perluasan perusahaan-perusahaan multinasional, telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kenaikan perdagangan internasional untuk sektor barang dan jasa.
2.4 Kepabeanan dan Cukai Kegiatan Belajar 1 Sistem dan Ketentuan Tarif Bea Masuk U ntuk menetapkan tarif bea masuk terhadap suatu barang tertentu tidaklah mudah, sebab harus memerlukan suatu sistem tertentu agar barang yang bersangkutan dapat tepat dan benar diklasifikasikan dalam suatu golongan baik jenis maupun bahan pembuat barang yang bersangkutan yang tercermin di dalam suatu pos tarif (Tarif Pos). Sistem dan ketentuan-ketentuan tarif bea masuk yang pada saat ini dipergunakan di Indonesia dalam menghitung berapa besarnya bea masuk suatu barang, terdapat dalam Buku Tarif Bea Masuk yang disebut CCCN tahun 1985. Maksud dari CCCN (Customs Cooperation Council Nomenclature) adalah Buku Tarif Bea Masuk yang diterbitkan oleh Lembaga C. C. C yang berlaku bagi semua negara di dunia yang telah menjadi anggota CCC, termasuk Indonesia pada saat ini. Adapun CCC (Customs Cooperation Council) adalah suatu Dewan Kerja Sama Pabean secara internasional yang berkedudukan di Brussels (Belgia). Kerja sama yang dimaksud adalah kerja sama di bidang perdagangan internasional pada umumnya dan secara khusus adalah di bidang pabean. Masalah yang dikerjakan bersama di bidang pabean ini, meliputi berikut ini. 1. Tarif bea masuk (nomenclature). 2. masalah harga. 3. prosedur teknis pabean. Oleh karena itu, Lembaga CCC tersebut juga terdiri dari: 1. Sekretariat. 2. Komite-komite (Panitia) yang terdiri dari: a. Komite nomenclature. b. Komite harga. c. Komite Prosedur Teknis Pabean. Jadi, buku Tarif Bea Masuk (CCCN 1985) yang dipergunakan di Indonesia pada saat ini adalah produk dari komite nomenclature tersebut atas nama Dewan CCC di Brussels, sedangkan pelaksanaan di Indonesia disesuaikan dengan kondisi dan situasi ekonomi nasional negara Indonesia. Oleh karena itu, buku CCCN produk CCC tersebut tidak diterima secara
ADBI4235/MODUL 2 2.5 utuh, melainkan disertai beberapa penambahan dan pengurangan sebagai penyempurnaan baik teknik penyajian (bahasa) maupun lainnya. Jadi, selalu mengalami perubahan-perubahan sesuai perkembangan ekonomi baik nasional maupun internasional. A. SEJARAH PERKEMBANGAN BUKU TARIF BEA MASUK DI INDONESIA Buku Tarif Bea Masuk yang dipergunakan sejak berlakunya Undang- undang Tarif 1872 adalah dengan menggunakan Lampiran A, berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Tarif tersebut. Perubahan terjadi tahun 1934, yaitu Lampiran A dari Pasal 1 diganti dengan Lampiran A yang berlaku hingga tanggal 31 Januari 1973. (Sejak 1 Februari 1973 berlaku BTN). Lampiran A dibuat berdasarkan konferensi bangsa-bangsa di Geneva. Perbedaan antara Lampiran A sebelum tahun 1934 dengan setelah 1934 adalah sebagai berikut. 1. Yang lama disusun menurut abjad, sedangkan susunan pos tarif tahun 1934 (berlaku sampai dengan 31 Januari 1973) disusun dengan sistem kelompok barangnya (bahannya). 2. Jumlah pos Tarif Lampiran A yang lama adalah 113 pos, sedangkan Lampiran A 1934 terdiri dari 86 bab , 21 bagian dan 943 pos tarif. Pos Tarif berdasarkan sistem ialah jika kita hendak mencari pos tarif sesuatu barang yang terbuat dari kayu misalnya maka harus dicari dulu di bab kayu atau dengan kata lain harus diketahui dari bahan apa barang tersebut dibuat. Setelah Perang Dunia II berakhir, beberapa negara Eropa berkeinginan untuk menyusun suatu tarif Bea Masuk yang seragam yang akan dipakai olah negara-negara tersebut, yang disesuaikan dengan perkembangan perdagangan internasional dan kemajuan teknologi. Buku Tarif tersebut adalah BTN, ditandatangani di Brussels pada tanggal 5 Desember 1950, sebagai pengganti dari Tarif Geneva. Perbedaannya dengan Lampiran A Geneva tidak banyak, hanya uraiannya lebih terinci BTN. BTN adalah singkatan dari Brussels Tariff Nommenclature. Pada tahun 1975 nama BTN diubah menjadi CCCN, dengan tujuan untuk mempertegas kedudukan dari Lembaga penanggungjawabnya, yaitu CCC yang berkedudukan di Brussels. Kemudian CCCN yang digunakan
2.6 Kepabeanan dan Cukai tahun 1975 disempurnakan pada tahun 1978 untuk mewujudkan asas-asas pokok, yaitu sebagai berikut. 1. Kesederhanaan, untuk memastikan bahwa melalui penggunaan dari terminologi yang berlaku secara internasional, CCCN dapat dimengerti/dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam perdagangan internasional. 2. Ketepatan untuk memastikan bahwa tarif pos yang paling sesuai terhadap suatu barang dapat ditetapkan. 3. Objektivitas di dalam pelaksanaan, untuk menjamin keseragaman klasifikasi secara internasional dalam tarif dari negara-negara yang menggunakan. Penyeragaman CCCN tahun 1978 adalah untuk mewujudkan asas-asas tersebut yang telah menampung perkembangan teknologi mutakhir dan tindak lanjut pengalaman dari negara-negara yang menggunakan Nomenclature tersebut. Dengan berkembangnya teknologi mutakhir maka CCCN diperbarui lagi pada tahun 1980 yang telah memuat semua keputusan tentang perubahan dan penyesuaian tarif yang dikeluarkan sampai dengan tanggal 1 Juli 1980, dengan menyatukan tarif akhir pada kolom bea masuk dan PPn. Dengan demikian pengenaan tarif bea masuk dapat dilaksanakan dengan lebih cermat dan mantap. Adapun tujuannya untuk mempermudah penyusunan data statistik yang sangat diperlukan untuk menunjang kebijakan pembangunan. CCCN edisi 1980 mulai berlaku pada 1 Januari 1981, sedangkan buku- buku tarif sebelum edisi tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi. Dasar hukum berlakunya CCCN 1980 tersebut adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. SE-25/BC.2/1980 tanggal 11 Desember 1980. Untuk mencari berapa persen besarnya (tarif Pos) bea masuk dan PPn Impor, dapat dicari di dalam buku CCCN. Di dalam CCCN memuat secara lengkap persentase dan pos tarif dari semua produk barang yang telah disusun bab demi bab. Dengan memperhatikan semua dalil-dalil dan ketentuan-ketentuan serta catatan yang ada pada buku CCCN maka dengan mudah kita dapat mencari bab yang diinginkan. Berdasarkan CCCN 1985, bea-bea yang dipungut atas barang-barang impor adalah bea harga (ad valorum) dan bea spesifik (ad naturam).
ADBI4235/MODUL 2 2.7 Bea Harga (ad valorum) adalah bea yang dipungut berdasarkan suatu persentase atas harga barang-barang yang diimpor, sedangkan bea spesifik (ad naturam) adalah suatu bea yang dipungut sebagai suatu beban spesifik dan dikenakan menurut satuan barang, berat barang, dan panjang barang misalnya bea masuk sepasang sepatu adalah Rp2.500,00. Ini tercantum di dalam buku tarif bea masuk CCCN tahun 1985. Sistem Buku Tarif Bea Masuk Buku tarif bea masuk edisi 1985 yang mulai berlaku 1 April 1985 merupakan penyempurnaan sistem klasifikasi barang-barang dan tarif pabean yang disusun berdasarkan CCCN tahun 1978 dan 1980. Penyempurnaan ini sangat penting artinya karena alasan-alasan berikut: a. Apabila buku tarif bea masuk berbagai negara berdasarkan atas versi atau bentuk yang berbeda daripada CCCN maka tidak akan tercapai persamaan di dalam aplikasi dari nomenclature sehingga akan menghambat arus lalu lintas perdagangan internasional dan menimbulkan rintangan-rintangan yang sukar diatasi di dalam perundingan-perundingan perdagangan antar negara. b. Perbandingan data statistik tingkat internasional tidak dapat dikumpulkan apabila didasarkan tarif yang menggunakan bentuk buku tarif lama karena perbedaan bentuk yang terlalu menyolok. c. Teks-teks di dalam buku tarif yang lama tidak relevan lagi. Setelah mengalami penyempurnaan maka sistem yang dipergunakan adalah Buku Tarif Bea Masuk 1985. B. SUSUNAN TARIF BEA MASUK DENGAN SISTEM KLASIFIKASI Buku Tarif Bea Masuk 1985 dengan sistem klasifikasi CCCN terdiri dari berikut ini. 1. Kata Pengantar Menteri Keuangan tanggal 1 Oktober 1980. 2. Ketentuan untuk Menginterpretasi Nomenclature. 3. Daftar judul Bagian-bagian dan Bab-bab. 4. Bagian I sampai dengan Bagian XXI yang seluruhnya mencakup 99 Bab dan 1015 pos.
2.8 Kepabeanan dan Cukai Sebagian terbesar Bagian-bagian dan Bab-bab ini diawali dengan Catatan-catatan (Notes). Pada umumnya Bab-bab ini memuat Pos-pos (headings) yang tersusun sedemikian rupa sehingga Pos-pos yang permulaan memuat bahan-bahan yang tidak dikerjakan, sedang Pos-pos yang paling akhir mencakup hasil-hasil yang sudah jadi dari bahan-bahan tadi. Contoh- contoh mengenai hal ini dapat dilihat misalnya pada Bab 70, Bab 73, dan Bab 74. Akan tetapi, prinsip ini kurang menguntungkan apabila diterapkan secara kaku, dan karena itulah terdapat bab-bab yang menggolongkan berdasarkan bahan-bahan penyusunannya misalnya Bab 84, Bab 85. CCCN menyebutkan banyak barang secara spesifik atau khusus di dalam istilah pada pos-pos, tetapi di mana perlu nomenclature ini mengelompokkan banyak barang lainnya secara umum. Pengelompokan barang-barang secara umum mengakibatkan timbulnya masalah apabila barang-barang tersebut dapat tercakup dalam dua pos atau lebih, demikian pula halnya apabila pada pos dipergunakan istilah mempunyai arti yang luas. Catatan-catatan resmi dapat membantu mengatasi kesulitan ini. Akan tetapi, pos-pos dan catatan-catatan resmi yang disusun dengan seksama bagaimanapun tidak akan dapat mengatasi semua masalah yang timbul di dalam pengklasifikasian. Berdasarkan hal inilah maka dibuat peraturan-peraturan/ ketentuan-ketentuan untuk menginterpretasi nomenclature, dan pada Buku Tarif Bea Masuk peraturan ini disebut Ketentuan-Ketentuan untuk Menginterpretasi Nomenclature. Selanjutnya, buku Tarif terdiri dari Bagian-bagian yang dibagi lagi dalam Bab-bab dan subbab tersebut dibagi lagi dalam pos-pos yang selanjutnya dibagi lagi dalam subpos-pos. Penambahan pembagian pos-pos ke dalam subpos dilakukan berdasarkan kepentingan nasional sehingga sewaktu-waktu dapat diubah tanpa persetujuan C.C.C. di Brussel, selama pengertian-pengertian pada subpos tidak menyimpang dari pengertian dari pos induknya (Surat DJBC No. KBC/DJBC/KHL/222/ 1973 Tanggal 31 Januari 1973). Maksud dari kepentingan Nasional, antara lain berikut ini. 1. Untuk keperluan penyusunan data-data statistik. 2. Untuk keperluan mewujudkan tarif-tarif perlindungan terhadap hasil industri dalam negeri dengan mengenakan tarif bea masuk yang tinggal atas barang yang sama, yang diimpor seperti berikut ini. a. Gelas minum dengan Tarif sebesar Rp9.370,00/lusin. PPn. Rp1.350,00/lusin*).
ADBI4235/MODUL 2 2.9 b. Ubin dinding dari keramik dengan Tarif sebesar 225%. 3. Untuk keperluan memberikan keringanan bea masuk terhadap barang- barang yang merupakan kebutuhan pokok, bagi rakyat Indonesia seperti: a. Beras dengan Tarif 0%. b. Padi, Gabah dengan Tarif 0%. c. Gandum dengan Tarif 0%. Buku Tarif Bea Masuk dicetak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Jika timbul perbedaan pendapat mengenai uraian suatu jenis barang maka yang dilihat adalah teks dalam bahasa Inggris karena bahasa inilah yang merupakan penafsiran yang resmi dari CCCN di samping bahasa Perancis. CCCN ini dilengkapi dengan penerbitan-penerbitan pelengkap untuk memudahkan menerapkan nomenclature tersebut, serta agar terdapat keseragaman dalam melakukan interpretasi. Penerbitan-penerbitan pelengkap tersebut adalah sebagai berikut. 1. Catatan Penjelasan (Explanatory Notes the Nomenclature). 2. Index abjad (Alphabetical Index to the Nomenclature to the Explanatory Notes). 3. A Compendium of Classification Opinions. 4. Classification of Chemicals in the Nomenclature. 1. Catatan Penjelasan Catatan penjelasan ini adalah interpretasi resmi mengenai nomenclature yang telah disetujui oleh C.C.C. dan merupakan hasil-hasil studi yang dilakukan di Brussel semenjak tahun 1951. Catatan penjelasan ini mengikuti urutan nomenclature dan membahas sampai di mana kah yang dimaksudkan oleh tiap-tiap pos. Di dalam catatan penjelasan tersebut, tercantum pula daftar barang-barang yang tercakup dalam pos bersangkutan dan terdapat pula daftar barang-barang yang tidak tercakup dalam pos tersebut. Catatan penjelasan ini memuat pula penjelasan teknis dari barang-barang, seperti rupa, sifat barang tersebut dan cara memproduksi, penggunaannya serta petunjuk-petunjuk praktis guna mengenali barang-barang itu. Di dalam menyusun Catatan penjelasan ini C.C.C telah menggunakan semua kepustakaan teknis yang tersedia, dan untuk barang-barang yang khusus sekali sifatnya telah dimintakan pertimbangan-pertimbangan kepada para ahli. Misalnya, dalam bab-bab mengenai barang-barang kimia, hasil produksi besi dan baja serta tekstil,
2.10 Kepabeanan dan Cukai banyak sekali terdapat data-data praktis yang jarang bisa didapat dalam keadaan terkumpul di dalam satu dokumen, dalam bentuk yang amat ringkas dan padat serta mudah pula bisa diperoleh. Di dalam melakukan pengklasifikasian sering sekali perlu mengutip penjelasan dari catatan penjelasan guna memastikan kebenaran interpretasi dari nomenclature tersebut. Akan tetapi, catatan-catatan pada catatan penjelasan ini hendaknya dibaca sesuai dengan catatan-catatan pada Bagian dan Bab serta sesuai pula dengan ketentuan untuk menginterpretasi Nomenclature. Catatan penjelasan ini secara teratur ditinjau kembali untuk menjaga agar isinya sesuai dengan perkembangan teknologi. 2. Indeks Abjad Untuk memudahkan pekerjaan menentukan tempat (lokasi) barang- barang dalam nomenclature dan dalam catatan penjelasan maka CCC menerbitkan “Indeks abjad” mengenai semua barang-barang yang disebut dalam publikasi itu. 3. A Compendium of classification Opinions A compendium of classification opinions yang disusun menurut urutan Pos-pos dalam nomenclature (menurut abjad di dalam setiap pos itu) dan sebuah indeks abjad mengenai “kata-kata kunci”, yang menguraikan hasil pembahasan dari pendapat-pendapat tersebut. Pendapat-pendapat tentang klasifikasi ini hanya tersedia bagi instansi-instansi pabean untuk keperluan tugas mereka. 4. Classification of Chemicals Ini memuat daftar barang-barang kimia yang disusun menurut abjad serta penggolongannya dalam suatu pos. 1. Cara Penomoran Pos Bagian-bagian diberi nomor urut, yaitu mulai dari Bagian I sampai dengan bagian dan Bab-bab diberi nomor urut, yakni dari Bab I sampai dengan Bab 99 serta Pos-pos dan subPos juga diberi nomor urut. Untuk jelasnya diambil contoh seperti berikut. a. Bagian XVI dibagi dalam Bab 84 dan Bab 85. b. Bab 84 dibagi dalam Pos-pos (heading) 84.01. sampai dengan Pos 84.65; Angka Romawi XVI menunjukkan nomor Bagian dan angka 84 menunjukkan nomor Bab, sedangkan angka 01 dan 65 menunjukkan nomor pos, akan tetapi nomor pos (heading) lazimnya ditulis dengan empat angka, seperti 84.01; 84.02. Pos-pos kemudian dibagi lagi dalam
ADBI4235/MODUL 2 2.11 subpos dalam bentuk sebuah kelompok yang terdiri dari tiga angka, misalnya 84.03.100 adalah subpos pertama dari pos ke tiga dari Bab 84. Jadi, apabila diimpor “baling-baling kapal” maka barang tersebut akan tergolong seperti berikut. 1) Bagian XVI. 2) Pos (heading) 84.65. 3) Subpos 100. 4) Pos 84.65.100. Nomor Tarif pos CCCN asli terdiri dari empat angka karena pada CCCN asli tidak terdapat subpos. Nomor Tarif pos pada Buku Tarif Indonesia terdiri dari tujuh angka karena ada subpos. Contoh penomoran lain, misalnya pos 84.14. Pos ini tidak dibagi lagi dalam subpos sehingga Tarif pos dari “dapur api untuk industri bukan listrik” menjadi 84.14.000, jadi ditambah dengan tiga angka nol, supaya jumlah angka Tarif pos tetap tujuh angka. 2. Pencantuman Persentase Tarif Apabila diperhatikan buku Tarif Bea Masuk kita maka akan tampak bahwa pada kolom persentase bea masuk dan PPN Impor ditulis persentase kembar, misalnya: 225 PPn Impor 10% a. Pos 69.08.10 …. BM …. Sesuai penjelasan pada Kata Pengantar Menteri Keuangan tanggal 1 Oktober 1980 yang tercantum pada buku Tarif Bea Masuk pada halaman terdepan, bahwa penulisan persentase kembar tersebut berarti sebagai berikut. 1) Persentase 90% dalam kurung adalah persentase bea masuk dasar termaksud pada lampiran PP No. 2 Tahun 1973. 2) persentase 225% tidak dalam kurung adalah persentase bea masuk 90% ditambah opsen 150%, yang harus diterapkan. b. 07.01.110........ BM …. 60 Atas rekomendasi Menteri Pertanian diberikan pembebasan seluruhnya sehingga bea masuk menjadi 0%, PPn Impor .... 10 PPn Impor 0%. Maksudnya adalah sebagai berikut. 1) Persentase bea masuk PPn Impor adalah 0% apabila ada rekomendasi atau surat keterangan dari Menteri Pertanian. 2) Bea Masuk adalah sebesar 60% dan PPN Impor adalah 10% apabila tidak ada rekomendasi dari Menteri Pertanian.
2.12 Kepabeanan dan Cukai c. Menurut Pasal 11 dari Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1973, bahwa Buku Tarif Bea Masuk dengan sistem klasifikasi CCCN ini mengandung: 1) Tarif ad. Valorum, yaitu suatu jumlah persentase dari harga barang atas dasar CIF; 2) Tarif ad. naturam atau Tarif spesifik, yaitu suatu jumlah dalam rupiah untuk setiap ukuran tertentu dari barang seperti: a) Tarif Pos 40.11.100 - Bea Masuk (Rp300,00/kg) dan PPn Impor Rp600,00/kg Rp84,00/kg b) Tarif Pos 25.23.210 - Bea Masuk Rp3.000,00 per metrik ton PPn Impor Rp1.103,00 per metrik ton. Dengan keluarnya surat keputusan Menteri Keuangan No. 185/KMK05/1979 tanggal 20 April 1979 yang mulai berlaku tanggal 23 April 1979 jumlah pos dengan Tarif spesifik bertambah banyak. 3. Catatan-Catatan pada Bagian dan Bab Pada umumnya Bagian-bagian dan Bab-bab diperlengkapi dengan Catatan-catatan (Notes) yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan pos-pos (headings). Catatan-catatan demikian disebut catatan-catatan resmi. Tujuan dari Catatan-catatan pada Bagian dan Bab ialah untuk menetapkan secara tepat maksud dan tujuan serta batas-batas dari tiap-tiap Bagian atau Bab dan agar dapat ditafsirkan secara tepat. Catatan-catatan dapat digolongkan sebagai berikut. a. Catatan ilustratif, yaitu suatu catatan yang memuat daftar barang-barang yang tidak lengkap yang termasuk dalam satu pos atau pada sekelompok pos tertentu, misalnya Catatan No. 2 Bab 42 yang berbunyi sebagai berikut: Untuk keperluan pos 42.03, istilah “Barang pakaian dan perlengkapan pakaian” dianggap berlalu antara lain untuk sarung tangan termasuk sarung tangan olah raga apron dan pakaian pelindung lainnya tali penahan celana, ikat pinggang tali sandang, dan semua jenis gelang termasuk ban arloji tangan. b. Catatan definitif, yaitu catatan yang memuat daftar barang-barang yang terperinci yang termasuk dalam suatu pos atau sekelompok pos tertentu, misalnya Catatan dari Bab 81 yang berbunyi sebagai berikut: Pos 81.04. harus dianggap berlaku hanya untuk logam tidak mulia berikut ini: bismuth, cadmium, cobalt, chromium, gallium, germanium, hafnium,
ADBI4235/MODUL 2 2.13 indium, mangan, niccoium (kolombium), rhenium, antimonium, titanium, thorium, thalium, uranium yang U-235nya telah diambil, vanadium, zirconium; c. Catatan eksklusif, yaitu catatan yang memperinci barang-barang tertentu yang tidak termasuk dalam pos atau sekumpulan pos, tetapi termasuk suatu pos khusus atau sekumpulan pos khusus lain, misalnya Catatan Bab 16 yang berbunyi sebagai berikut: Bab ini tidak meliputi daging, sisa daging, ikan, udang, karang dan binatang lunak yang diolah atau diawetkan dengan cara pengolahan yang diterangkan dalam Bab 2 dan Bab 3. d. Catatan pengertian, yaitu catatan yang menguraikan pengertian- pengertian yang dipakai dalam suatu pos atau sejumlah pos misalnya Catatan No: 5 dari Bab 73 yang berbunyi sebagai berikut: “Perkataan pipa saluran tekanan tinggi hidro-elektris dari baja” (pos no. 73.19) berarti pipa baja dan sikunya dengan penampang bundar, kelingan, las- lasan atau tanpa kampuh garis tengahnya sebelah dalam lebih dari 400 mm dan tebal dindingnya lebih dari 10,5 mm. e. Catatan lainnya 1) Catatan kombinasi antara catatan ilustrasi dan catatan eksklusif, misalnya Catatan No. 6 dari Bab 48 yang berbunyi sebagai berikut: Pos No. 48.15 harus dianggap berlaku antara lain terhadap serabut kertas, lajur kertas (dilipat atau dilapisi atau tidak) dari jenis yang lazim dipakai untuk menganyam dan juga terhadap kertas rias dalam gulungan atau bungkusan tetapi tidak meliputi barang yang disebut dalam catatan nomor 7. 2) Catatan yang memuat petunjuk-petunjuk untuk mengidentifikasikan barang-barang campuran dan barang-barang kombinasi tertentu. Catatan-catatan ini adalah penerapan dari maksud dan tujuan catatan nomor 2(b) dan nomor 3 dari Ketentuan untuk menginterpretasi Nomenclature, misalnya Catatan No. 1 dari Bab 9 yang berbunyi seperti berikut: Campuran dari produk yang dimaksud dalam pos No. 09.10. harus digolongkan sebagai berikut. a) Campuran dua produk atau lebih yang termasuk dalam pos yang sama harus digolongkan dalam pos itu juga. b) Campuran dua produk atau lebih yang termasuk dalam pos yang berlainan, harus digolongkan dalam pos No. 09.10.
2.14 Kepabeanan dan Cukai Tambahan zat lain pada produk dimaksud dalam pos, No. 09.04. sampai dengan, pos No. 09.10 (atau campuran seperti yang dimaksud dalam (a) atau (b) di atas) tidak mempengaruhi penggolongannya, asalkan campuran hasilnya tetap mempunyai sifat hakiki dari barang dimaksud dalam pos tersebut. Jika tidak demikian halnya maka campuran semacam itu tidak digolongkan dalam Bab ini; campuran yang terdiri dari berbagai rempah-rempah atau campuran yang terdiri dari berbagai bumbu, digolongkan dalam pos Nomor 21.04. 3) Catatan yang memuat petunjuk-petunjuk klasifikasi khusus untuk bagian-bagian tertentu dari barang-barang, misalnya Catatan Nomor 2 dari Bab 92 yang berbunyi sebagai berikut: Bagian dari logam tidak mulia yang merupakan bagian dari barang yang termasuk dalam semua pos dari Bab ini harus digolongkan bersama-sama dengan barang yang mempunyai bagian itu, kecuali bagian yang disebutkan secara terpisah, dan gagang untuk perkakas tangan (pos No. 84.48). Akan tetapi, bagian untuk pemakaian umum seperti yang diuraikan dalam Catatan Nomor 2 pada Bagian XV tetap tidak termasuk dalam bab ini. Pelat pemotong untuk alat pemangkas rambut pakai listrik harus digolongkan dalam pos Nomor 82.13. dan mata pisau serta kepala alat, cukur listrik harus digolongkan dalam pos No. 82.11. 4) Ada beberapa catatan lagi yang dibuat untuk mencapai atau tata cara klasifikasi tertentu, misalnya Catatan Nomor: 3 dari Bab 27 adalah suatu contoh catatan yang memperluas ruang lingkup pengertian suatu barang. Catatan-catatan yang diberi tanda* adalah catatan-catatan tambahan pada Buku Tarif Bea Masuk. Jadi, catatan-catatan demikian bukan merupakan catatan dari CCCN asli. Bagaimana telitinya disusun pos-pos dari catatan pada Bagian serta catatan pada Bab-bab, namun ada kalanya pos-pos dan catatan resmi tersebut tidak dapat menampung masalah-masalah yang timbul dalam pengklasifikasian. Oleh karena itu dibuat peraturan untuk menginterpretasi Nomenclature, yang dalam buku Tarif Bea Masuk Indonesia edisi 1985 disebut CCCN.
ADBI4235/MODUL 2 2.15 C. KETENTUAN UNTUK MENGINTERPRETASI TARIF Ketentuan ini baru kita pergunakan apabila catatan resmi tidak mengatur tentang klasifikasi barang tersebut sehingga sulit untuk menentukan masuk ke dalam pos Tarif yang mana terhadap barang yang dimaksud. Peraturan dan ketentuan untuk menginterpretasi Tarif bahwa judul dari semua bagian-bagian Bab-bab dan anak-anak bab dimaksudkan hanya untuk memudahkan penyebutan saja, dan tidak berkekuatan hukum dan pengklasifikasian. Supaya pengklasifikasian itu mempunyai kekuatan hukum maka harus ditetapkan menurut pengertian-pengertian yang ada pada pos dan subpos dan catatan-catatan dari bagian-bagian atau bab-bab yang berhubungan dengan pos-pos itu. Sepanjang pengertian pada pos dan subpos serta catatan resmi tidak menentukan lain maka diterapkan ketentuan-ketentuan untuk menginterpretasi tarif lainnya yang ada hubungannya dan tepat untuk tujuan pengklasifikasian barang tersebut dalam suatu pos dan atau subpos. Contoh ketentuan Nomor 1: Tarif Pos: 85.12.400 dan 85.25.10., yaitu Setrika Listrik dan Mesin potong Rumput. Untuk kedua barang tersebut istilah-istilahnya jelas dan dengan tegas disebutkan nama barangnya, oleh karena itu barang-barang tersebut atau pos yang bersangkutan tidak perlu ditafsirkan lebih lanjut. Jadi pada waktu kita mengklasifikasikan sesuatu barang, terlebih dahulu kita harus memeriksa istilah-istilah pada pos-pos/subpos dan penjelasan pada Catatan Bagian atau Catatan Bab yang ada hubungannya dengan pos/subpos itu. 1. Ketentuan Nomor 2a dan 2b (2a) setiap penyebutan dalam pos dan subpos mengenai jenis sesuatu barang harus dianggap sekaligus juga mencakup barang itu dalam keadaan tidak lengkap atau tidak rampung, asalkan dengan ketentuan bahwa pada waktu itu di impor barang tersebut memiliki sifat utama dari barang bersangkutan yang masih dalam keadaan lengkap atau rampung. Selanjutnya, penyebutan ini harus dianggap pula sekaligus terhadap barang, yang sudah lengkap atau rampung, tetapi diimpor dalam keadaan tidak terpasang atau dalam keadaan terbongkar (unassembled dan disassembled). Contohnya, diimpor penyambung pipa dari besi berbentuk siku, belum diberikan ulir pada ujung-ujungnya (blank), tetapi ujudnya telah memiliki sifat utama dari penyambung pipa yang sudah jadi (=Blanks adalah barang-barang yang sudah jadi, tetapi belum siap untuk dipakai). Berdasarkan Ketentuan No. 2.
2.16 Kepabeanan dan Cukai (a) tersebut maka penyambung pipa yang belum diberikan ulir itu digolongkan ke dalam pos penyambung pipa yang sudah jadi yaitu pos 73.20.110. Contoh: a. Diimpor Bagian-bagian Generator arus bolak-balik dengan berat 5 kg atau kurang dalam keadaan terbongkar sama sekali. b. Jika Bagian-bagian Generator tersebut dipasang maka akan merupakan barang yang sudah lengkap atau rampung, tetapi diimpor dalam keadaan tidak terpasang (terbongkar sama sekali). c. Jadi, seluruh bagian Generator dalam keadaan lengkap/rampung, hanya belum di pasang dan masih dalam keadaan terbongkar maka bagian- bagian tersebut meskipun belum di pasang dan masih dalam keadaan terbongkar, digolongkan sebagai Generator arus bolak-balik yang beratnya 5 kg atau kurang Tarif Pos 85.02.131. Masalah ini akan diuraikan lebih lanjut pada ketentuan No. 9(a) dan ketentuan No. 9(b). (2b) penyebutan suatu bahan zat pada suatu pos, tidak berarti bahwa bahan atau zat itu hanya dalam keadaan murni saja, melainkan berarti pula bahan atau zat tersebut dalam keadaan bercampur dengan bahan atau dalam keadaan kombinasi dengan bahan atau zat lainnya. Contohnya, Pos 09.03 yang tidak hanya mencakup bulu kuda dalam keadaan murni saja, tetapi juga mencakup bulu kuda dalam bentuk sebuah lapis yang dipautkan atau dijahit di tengah-tengah lapisan kain tekstil, kertas dan sebagainya. (Buku Kluwer halaman XXIV b dan halaman 20 jilid I). Selanjutnya, Ketentuan No. 2(b) menyebutkan “Demikian pula dengan penyebutan suatu barang, dari suatu bahan atau zat tertentu pada suatu pos, harus pula dianggap sekaligus jika barang itu terdiri seluruhnya atau sebagian dari bahan zat seperti itu”. Contohnya, Pos 45.03 yang tidak hanya mencakup tutup botol yang dibuat dari gabus alam saja, (seluruhnya terdiri dari gabus alam), tetapi juga dimaksudkan jika tutup botol yang dibuat dari gabus alam (sebagian) itu bercampur dengan bahan-bahan lain, misalnya dilengkapi dengan gelang, plat atau kelengkapan lain yang sederhana dari besi, plastik dan sebagainya (Buku Kluwer halaman XXIV b dan halaman 442 jilid 1). Campuran bahan-bahan lain (besi, plastik) untuk melengkapi tutup botol dari gabus alam itu hanya sekedar variasi saja, jadi tidak mengakibatkan pengaruh terhadap sifat hakiki dari gabus alam sebagai tutup botol itu sehingga tutup, botol tersebut tidak
ADBI4235/MODUL 2 2.17 mungkin digolongkan lebih dari satu pos (berdasarkan bahan pembuatannya, gabus alam dan atau plastik/besi). Di samping itu, anggapan seluruhnya atau sebagian terbuat dari bahan atau zat seperti tersebut di atas, baru bisa diterapkan jika uraian pada pos atau catatan resmi yang bersangkutan tidak menentukan lain, misalnya uraian pada pos 15.03 yang berbunyi sebagai berikut: Gemuk babi, gemuk berminyak dan gemuk talk, minyak lemak babi, minyak oles dan minyak talk, bukan emulsi atau campuran atau secara apapun juga. Dengan demikian pos 15.03 tidak mencakup gemuk yang bercampur sehingga ketentuan No. 2 (b) tidak dapat diterapkan di sini. Lebih jauh Ketentuan 2 (b) menyebutkan sebagai berikut: Barang yang terdiri dari lebih satu bahan atau zat sehingga dapat digolongkan dalam dua pos atau lebih, harus diklasifikasikan menurut ketentuan no. 3 dari ketentuan untuk menginterpretasikan Tarif. 2. Ketentuan Nomor 3a, 3b, 3c, 3d, dan 3e Jika karena sesuatu sebab, pada pandangan pertama tampaknya sesuatu barang itu dapat digolongkan dalam dua Tarif pos atau lebih maka pengklasifikasiannya harus dilakukan sebagai berikut. (3a) Pos yang memuat uraian barang yang lebih terperinci (Spesifik) harus lebih diutamakan daripada pos yang memuat uraian barangnya yang lebih umum sifatnya. Dalam buku Kluwer hal XXIV c jilid I terdapat petunjuk untuk membedakan antara pos sesuatu barang yang memuat uraian yang lebih umum sifatnya. Petunjuk tersebut menyatakan bahwa, pos yang menyebutkan nama dari sesuatu barang merupakan pos yang lebih terperinci (Spesifik), dibandingkan dengan pos yang memuat sekelompok barang-barang ataupun tidak menyebutkan nama sesuatu barang. Contoh: Korset-digolongkan pada pos 61.09 (disebut namanya) dan tidak digolongkan pada pos 61.0/4 mengenai pakaian dalam wanita. Contoh lain: Gesper dari alumunium digolongkan pada pos 83.09 (disebut namanya), bukan pada pos 76.16, yang dapat digolongkan sebagai barang-barang dibuat dari alumunium. (3b) Barang campuran dan barang kombinasi yang terdiri dari bahan yang berbeda-beda atau dibuat dari pelbagai komponen dan tidak dapat diklasifikasikan menurut ketentuan No. 3(a), harus digolongkan seolah- olah barang tersebut terdiri dari bahan atau komponen yang memberikan
2.18 Kepabeanan dan Cukai sifat hakiki kepada barang tersebut, sepanjang penentuan sifat hakiki ini dapat dilaksanakan. Contoh: Pelampung berenang atau penyelamat yang terdiri dari tenunan serat synthetis sedang di dalamnya diisi dengan balok spons plastik, diklasifikasikan ke dalam pos 39.07 karena yang memberikan sifat hakiki pada pelampung penyelamat ini adalah spons plastik karena berfungsi utama yaitu dapat mengapungkan (Buku Kluwer halaman XXV jilid I). (3c) Apabila suatu barang tidak diklasifikasikan menurut ketentuan (3a) dan (3b) maka barang itu digolongkan pos yang disebutkan terakhir dalam Nomenclature di antara pos- pos yang dapat digolongkan barang tersebut. Contoh: Alat gosok dari spons plastik, (polyurethane) lembaran, tebalnya 2,50 cm. Permukaan spons plastik tersebut yang satu dengan memakai perekat, dilekati dengan butir-butir gosok berupa pasir kwarts setebal 1 mm. Alat gosok dari spons plastik ini digunakan untuk membersihkan panci atau alat-alat dapur yang lainnya. Kedua permukaan dari alat gosok itu mempunyai fungsi yang sama pentingnya, baik permukaan dengan butir pasir kwarts maupun permukaan yang tidak memakai butir- butir gosok itu, keduanya dipakai untuk menggosok. Dalam hal ini, sulit ditentukan permukaan yang mana yang memberikan sifat hakiki (yang lebih penting) kepada penggosok itu. Butir-butir gosok yang dilekati di atas spons plastik tergolong Tarif Pos 68.06.290 Bea Masuk 10%. Kesimpulannya, sesuai Ketentuan (3c) maka alat gosok dari spons plastik tersebut digolongkan pada pos 68.06.290 Bea Masuk 10%. Penggolongan tersebut tanpa mengindahkan besar kecilnya tarif bea masuk. (3d) Ketentuan No. 3 (d) tergolong ketentuan tambahan karena terdapat tanda bintang * dan berbunyi sebagai berikut: Ketentuan 3(b) berlaku juga terhadap barang dalam perangkat/barang stelan. Istilah barang dalam perangkat/barang, stelan berarti barang yang terdiri dari beberapa barang yang mempunyai kegunaan tersendiri atau kegunaan pelengkap, digabungkan bersama-sama untuk memenuhi suatu keperluan atau untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu dengan syarat dibungkus untuk penjualan eceran (dalam kotak, peti atau krat).
ADBI4235/MODUL 2 2.19 Contoh: Barang perangkat/stelan adalah seperti yang dimaksud Tarif Pos 92.02.100, yaitu instrumen gesek (biola). Dalam satu perangkat/stelan terdiri dari biola beserta penggeseknya). Contoh lain: Tarif Pos 92.06.200, yaitu genderang beserta tongkat pemukulnya (dalam perangkat/stelan). Oleh karena biola atau genderang memberikan sifat hakiki kepada barang perangkat/stelan tersebut maka alat penggesek biola dan atau tongkat pemukul genderang digolongkan masing-masing pada pos tarif biola dan pos tarif genderang (Teliti catatan No 2 Bab 29). (3e) Apabila barang dalam perangkat/barang tidak dapat digolongkan menurut ketentuan 3(d) di atas, barang tersebut digolongkan ke dalam pos tarif yang disebutkan terakhir di antara sejumlah pos tarif yang sama dapat dipertimbangkan untuk menetapkan sifat hakiki perangkat dimaksud. Contoh: Misalnya barang-barang perangkat/stelan yang terdiri dari dua macam barang, meskipun fungsinya berbeda tetapi kedua barang itu merupakan satu stel. Barang-barang itu adalah kacamata rabun dilengkapi dengan pesawat pendengar yang tujuannya untuk memenuhi keperluan bagi orang yang rabun dan sekaligus kurang pendengarannya. Sudah barang tentu barang stelan ini diimpor dalam suatu kotak tertentu untuk tujuan penjualan eceran. Bagi seseorang yang rabun matanya dan sekaligus kurang pendengarannya, kaca mata rabun dan pesawat pendengar adalah sama-sama pentingnya (sifat hakiki kedua barang tersebut sama pentingnya). Dalam hal ini, kaca mata rabun tergolong pada Tarif Pos 90.04.900, sedangkan pesawat pendengar Tarif Pos 90.19.100. Penerapan Ketentuan 3(e) dalam masalah ini ialah dengan menggolongkan kaca mata yang diperlengkapi pesawat pendengar itu ke dalam Tarif Pos 90.19.100 (pesawat pendengar) sebagai pos yang disebut terakhir dan yang dapat dipertimbangkan untuk menetapkan sifat hakiki barang stelan dimaksud. 3. Ketentuan Nomor 4 Ketentuan ini berbunyi sebagai berikut: Barang yang tidak termasuk dalam pos untuk barang yang sifatnya paling serupa (atau tersebut menunjukkan persamaan yang paling cocok/sesuai dengan barang yang terdapat dalam pos tadi).
2.20 Kepabeanan dan Cukai Contoh: Produk-produk buatan baru yang ternyata tidak ada posnya dalam Nomenclature (Buku Tarif ini) atau tidak dapat dimasukkan dalam pos manapun dalam Nomenclature ini, harus digolongkan dalam pos untuk produk, yang sifatnya paling serupa. Misalnya, lapis atau plat (web or lap), dari bulu babi, bulu kuda, rambut, tumbuh-tumbuhan atau serat tekstil, dalam keadaan dicampur atau tidak. Bulu atau serat-serat tersebut dalam keadaan tercampur atau tidak diikat satu sama lain dengan latex karet atau dilekatkan pada bahan lain yang merupakan alasannya. Lapisan atau plat dari bulu/serat- serat itu kemudian digunakan sebagai bahan pengisi pakaian dan lain-lain kegunaan. Jika bahan pengisi ini terbuat seluruhnya atau terutama dari serat tekstil maka barang ini tergolong pada pos 59.03. Akan tetapi, apabila web or lap tersebut dibuat dari bulu babi, bulu kuda atau serat-serat lainnya (dibuat seluruhnya atau terutama dari barang tersebut) maka karena dalam nomenclature ini tidak terdapat posnya untuk barang tersebut, dengan bantuan Catatan No. 4, bahan pengisi ini juga digolongkan pada pos Nomor 59.03 (Buku Kluwer halaman XXI Jilid I). 4. Ketentuan Nomor 5 Dalam hal ketentuan penggolongan barang ke dalam subpos maka hendaknya mengikuti Ketentuan Nomor 1 sampai dengan Nomor 4 seperti sudah dibicarakan. 5. Ketentuan Nomor 6 Setiap istilah yang dipakai dalam subpos harus diartikan sama dengan istilah yang dipakai dalam pos yang memuat subpos itu. 6. Ketentuan Nomor 7 Dalam seluruh Nomenclature ini sebutan “di pak untuk penjualan eceran” berarti bahwa barangnya sudah dimasukkan untuk dijual dalam tempat simpan seberat 1200 gram atau kurang. Selanjutnya sebutan “bentuk tablet” berarti barang itu dibuat dalam bentuk tablet, pil, cakram, batang, bola atau bentuk lainnya. Bahwa berat barang tersebut dalam bentuk tablet (atau jika barang itu terdiri dari beberapa bagian yang lebih kecil berat masing- masing bagiannya) tidak boleh lebih dari 200 gram, sepanjang hal, ini tidak diatur tersendiri. Untuk jelasnya perhatikan contoh berikut ini: TP 38.11.100 adalah: Kertas lalat dan kertas ngengat, bentuk tablet atau dalam bungkusan untuk penjualan eceran. Untuk penerapan Tp 38.11.100, kita harus
ADBI4235/MODUL 2 2.21 berpedoman kepada Ketentuan Nomor 7. Obat anti ngengat ini baru boleh kita golongkan pada Tarif Pos 38.11.100, apabila berat netto yang ada dalam bungkusnya seluruhnya seberat 1200 gram atau kurang. Sedangkan jika obat anti ngengat ini berbentuk tablet maka berat neto setiap tablet adalah 200 gram atau kurang, sepanjang hal ini tidak diatur tersendiri. Diatur tersendiri di sini maksudnya pengertian “Siap untuk penjualan eceran” diatur atau ditentukan sendiri oleh catatan bagian atau catatan bab yang memuat barang tersebut misalnya untuk barang berupa benang dari serat buatan (tidak putus- putus) belum disiapkan untuk penjualan eceran. Benang dari serat buatan tersebut termasuk pada pos 51.01. Dalam catatan Bab 51 No 4, pengertian “Siap untuk penjualan eceran” untuk barang tersebut telah diatur/ditentukan sendiri dalam catatan No 4 Bab 51. Dengan demikian, untuk benang dari serat buatan tersebut tidak dapat diterapkan ketentuan No. 7 untuk menginterpretasi Tarif. 7. Ketentuan Nomor 8 (8a, 8b, dan 8c) 8(a) dalam seluruh Nomenclature ini istilah tempat simpan harus diartikan segala tempat simpan yang langsung bersentuhan dengan barang- barang tersebut, dan barang seperti itu dapat dibuat dari kayu, logam, kaca, kertas karton, plastik atau bahan-bahan lain. 8(b) Bahan bungkus yang diimpor dengan isinya dan dimasukkan ke dalam lalu-lintas dagang bebas bersama-sama dengan barang yang terbungkus di dalamnya. a. Dikenakan bea impor yang sama seperti barang yang dalamnya: 1) Kalau barang itu terkena bea impor menurut harga. 2) Kalau bahan bungkus itu harus termasuk dalam berat kena bea dari barang yang terbungkus di dalamnya. b. Tidak dikenakan bea impor: 1) Kalau barang yang terbungkus di dalamnya tidak terkena bea impor. 2) Kalau barang yang terbungkus di dalamnya dikenakan bea menurut ukuran yang lain daripada menurut berat atau harga. 3) Kalau berat bahan bungkus itu tidak harus termasuk dalam berat kena bea dari barang yang terbungkus di dalamnya. c. Dikenakan bea impor yang ditetapkan khusus untuk bahan bungkus: kalau bahan bungkus itu bukan merupakan bahan bungkus biasa barang tersebut, dan mempunyai nilai pakai tersendiri yang tetap selain sebagai bahan bungkus atau kalau bahan bungkus itu dipakai, dengan maksud
2.22 Kepabeanan dan Cukai untuk mengelakkan bea impor yang telah ditetapkan dalam Nomenclature untuk bahan bungkus. d. Kalau bahan bungkus yang dimaksud dalam ketentuan dalam ayat (6) huruf (i) dan (ii) berisi sejumlah barang dari pelbagai jenis maka, untuk menetapkan berat kena bea atau harga kena bea dari semua barang itu, berat dan harga bahan bungkus di dalamnya, sebanding dengan berat atau harga setiap barang. 8. Ketentuan Nomor 9 (9a dan 9b) (9a) yang dimaksud dengan keadaan C.K.D. (Completely Knocked Down) adalah keadaan terbongkar sama sekali sesuai ketentuan Menteri Keuangan setelah mendengar Menteri Perindustrian. (9b) “Semi Knocked Down” (SKD) adalah keadaan jika jumlah komponen yang terpasang adalah 75% dari besarnya Tarif untuk barang dalam keadaan terpasang (built up)”. Penjelasan yang lebih lengkap tentang pengertian istilah-istilah C.K.D, S.K.D. dan B.U, terdapat pada Pasal 7 dari Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-38/MK/ III/1/1973, tanggal 31 Januari 1973 yang berbunyi sebagai berikut. a. Pasal 7 ayat (1) Untuk impor barang yang diberitahukan dalam keadaan C.K.D, yang pada pemeriksaan ternyata tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagai barang CKD, dan juga tidak dapat sebagai built-up (B.U) maka barang-barang tersebut ditetapkan sebagai S.K.D dan Tarif “Tarif antara” (tussen tarief), yaitu antara Tarif C.K.D dan Tarif built-up, kecuali yang sudah diatur dalam Lampiran Surat Keputusan ini. b. Pasal 7 ayat (2) Maksud dari Completely Knocked Down (CKD) ialah barang-barang impor yang dimasukkan dalam keadaan lepas sama sekali menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku. c. Pasal 7 ayat (3) Maksud dari Semi Knocked Down (SKD) ialah barang-barang yang dimasukkan dalam keadaan sebagian lepas, sedangkan komponen yang sudah terpasang setinggi-tingginya 75% dengan catatan jika komponen yang telah terpasang melebihi 75% maka barang tersebut dianggap, sebagai built-up.
ADBI4235/MODUL 2 2.23 d. Pasal 7 ayat (4) Besarnya Tarif antara sebagai dimaksud Pasal 7 ayat (1) adalah 75% dari Tarif bea masuk barang-barang dalam keadaan built-up. Contoh dari pengertian istilah-istilah tadi adalah sebagai berikut: Daftar komponen kompor gas (gas cooker) terlampir pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Perindustrian Dasar Nomor 51/Kpts-DD/Perdas/73 Tanggal 24 Nopember 1973, perinciannya adalah sebagai berikut. 1) Ketentuan tingkat C.K.D untuk kompor gas (Gas Cooker) a) Terdiri dari komponen seperti tersebut di bawah yang merupakan unit-unit tersendiri belum di sambung atau di pasang pada komponen lain. b) Pengelasan revetting dilakukan di dalam negeri. c) Pengecatan, pelapisan dengan email (Enameling Vercroom) dan pengerjaan sejenis dilakukan di dalam negeri. 2) Komponen terdiri dari berikut ini. a) Body Cace/cabinet, dapat sudah berbentuk berupa asli press, punching, tetapi masih terlepas satu sama lain. b) Try/top plet. c) Trivet. d) Burner. e) Burner head. f) Nozzle. g) Dumper. h) Plug. i) Pilot nozzle. k) Cook. l) Cook pipe. m) Air Control lever. n) Hose band. o) Hose and set. p) Main Pipe. q) Fock. r) Name plate. s) Decoration. t) Knobs. u) Fixing plate, supperter, niple, screw, spring, washer, nutsetc.Komponen gas tersebut tidak memakai grill/oven.
2.24 Kepabeanan dan Cukai C.K.D = Jika semua komponen-komponen tersebut di atas dalam keadaan lepas serta ketiga syarat tersebut dipenuhi maka kompor gas ini tergolong dalam keadaan CKD. S.K.D = Jika komponen yang telah terpasang maksimum 75% dan ketiga syarat tersebut dipenuhi maka kompor gas tersebut tergolong dalam keadaan S.K.D. Meskipun komponennya semua lepas, namun tidak memenuhi semua atau salah satu dari ketiga syarat tersebut, misalnya sudah dicat dan atau salah satu dari ketiga syarat tersebut, misalnya sudah dicat dan atau diverchroom maka kompor gas ini tergolong S.D.D juga. B.U (Built-up) = Jika komponen-komponen tersebut lebih dari 75% sudah terpasang atau sampai dengan 100% maka kompor gas ini tergolong dalam keadaan B.U = Built-up. C. K. D - Minus Di samping istilah-istilah C.K.D, S.K.D, dan B.U, masih terdapat lagi istilah C.K.D. MINUS; Istilah C.K.D. MINUS ini diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-627/MK/III/5/1976, tanggal 31 Mei 1976 bahwa terhadap bagian (parts) suatu barang, yang diimpor untuk tujuan perakitan bersama-sama dengan bagian, (parts) yang telah dibuat di dalam negeri sehingga diberikan pembebasan sebagian bea masuk barang tersebut yang diimpor dalam keadaan CKD atas dasar rekomendasi. Departemen Perindustrian yang menyebutkan jumlah dan jenis barang (parts) yang diperlukan untuk perakitan. Peraturan pelaksanaan dari Surat Keputusan Menteri Keuangan tersebut adalah Surat DJ.B.C. No. KBC/PB/IMP/l/1976 tanggal 19 Juli 1976 dan Nomor: KBC/PB/IMP/l/5820 tanggal 23 Juni 1976. Dalam surat-surat tersebut dinyatakan bahwa meskipun komponennya ada yang kurang maka diberikan keringanan sehingga bea masuknya sama dengan bea masuk barang tersebut dalam keadaan CKD, sedang rekomendasi Departemen Perindustrian tersebut harus melalui D.J.B.C. Pada P.P.U.D. jenis barang harus tetap diberitahukan sebagai bagian (parts). Misalnya, yang diimpor komponen-komponen parts dari sepeda yang belum dicat, sedangkan yang tidak diimpor tempat kaki, sadel karena parts ini sudah dapat dibuat di dalam negeri, sedang bagian-bagian lain diimpor. Selanjutnya, rekomendasi dari Departemen Perindustrian sudah ada
ADBI4235/MODUL 2 2.25 dengan surat konfirmasi dari D.J.B.C maka P.P.U.D. harus diberitahukan sebagai berikut. POS I : Rem, pedal, tutup rantai, Tarif Pos 87.12.200- BM = 15% PPn impor = 15% diberikan keringanan bea masuk karena persentase bea masuk sepeda tadi dalam C.K.D, yaitu Tarif Pos: ….. 87.10.911 - BM = 15% - PPn impor = 5%. POS II : Mudguards frames, kecuali rems, sadel, Tarif Pos 87.12.390 - BM = 607 PPn impor = 10%. Bagian dari sepeda ini diberikan keringanan bea masuknya lebih besar daripada presentasi bea masuk sepeda dalam keadaan CKD, yaitu Tarif Pos 87.10.911 - BM = 15% - PPn 15%. Jadi, keringanan bea masuk dalam hal ini diberikan untuk impor mudguards, frames sepeda dengan mempersamakan dengan Tarif C.K.D, yaitu BM - 15% PPn Impor tetap 5%. POS III : Rantai Sepeda: Tarif Pos 73.29.120. - BM = 20% PPn Impor 5% Bea Masuk untuk rantai sepeda tersebut juga diberikan keringanan Bea Masuk, yaitu BM = 15%, sedangkan PPn Impor tetap 5%. Jadi, sama dengan Tarif yang dikenakan pada sepeda dalam keadaan terbongkar sama sekali (CKD). Menurut catatan No 2(a) Bagian XV maka rantai sepeda digolongkan pada pos 73.29.120. Meskipun demikian rantai sepeda tetap dapat diperlakukan Tarif CKD sepeda. Demikianlah penyelesaian masalah tersebut sehingga parts/bagian- bagian tersebut perlu digolongkan pada pos-pos yang bersangkutan harus dibuat/diuraikan dalam beberapa lembar P.P.11.D. (tiga lembar P.P.U.D). Di samping itu sesuai Surat Keputusan Direktur Jenderal Industri Logam dan Mesin No. 10/DS-Kpts/IM/1979, tanggal 20 Maret 1975 bahwa para agen tunggal kendaraan bermotor diwajibkan membuat album CKD dari setiap tipe kendaraan bermotor. Album tersebut harus berisi foto-foto dari bagian- bagian komponen yang menunjukkan tingkat CKD. Album ini disahkan oleh Departemen Perindustrian dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pemeriksaan Bea dan Cukai yang memeriksa barang-barang CKD untuk menggolongkan atau tidak ke dalam pos-pos CKD harus berpedoman pada: a. Ketentuan CKD, SKD Built-up yang telah ditetapkan. b. Daftar-daftar komponen CKD sesuai dengan ketentuan Menteri Keuangan setelah mendengar Menteri Perindustrian. Jika importir belum
2.26 Kepabeanan dan Cukai memiliki daftar komponen CKD dimaksud, supaya diusahakan sesuai prosedur yang berlaku. c. Album-album CTD kendaraan bermotor yang telah disahkan oleh Departemen Perindustrian dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. d. Perlu selanjutnya kita meneliti surat DJBC No. SE-07/BC/1977, tanggal 1 Juni 1977. 9. Ketentuan Nomor 10 (10a dan 10b) (10a): Untuk menentukan berat kena bea dari barang yang dikenakan bea advalorum dan untuk menetapkan berat yang ditentukan klasifikasi barang menurut beberapa pos atau sub-unit dari nomenclature maka yang diartikan dengan: a. “berat kotor” adalah berat barang itu sendiri ditambah dengan berat dari semua bungkusannya; b. “berat bersih” “berat”, tanpa keterangan lebih lanjut adalah berat barang itu sendiri sesudah segala bungkusannya dikeluarkan. (10b): Berhubung dengan ketentuan dalam ayat (10a) sub (1) dan (2) maka semua tempat simpan, pemegang, pembalut atau penunjang lain daripada alat angkut (misalnya peti kemas), di luar dan dalam, terpal tutup alat angkut bantuan lainnya dianggap sebagai bahan bungkus. Perlu diberitahukan bahwa ketentuan untuk menginterpretasi Tarif dalam buku Tarif Bea Masuk edisi 1980, terdiri dari berikut ini. a. Ketentuan asli dari CCC. dan ketentuan tambahan Pemerintah Indonesia cq Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ketentuan untuk menginterpretasi Tarif yang asli (dari CCC) adalah Ketentuan nomor: 1, 2, 3a, 3b, 3c, dan 4 (tanpa diberitahukan tanda bintang *). Ketentuan tambahan diberikan tanda bintang * dan terdiri dari: Ketentuan nomor: 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. b. Ketentuan tambahan ini tidak ada penjelasannya pada Eksplanatorv Notes to the CCCN (catatan penjelasan, jika terdapat perbedaan pendapat dalam penafsirannya, yang berwenang memberikan putusannya adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Contoh: Hal yang perlu diperhatikan di dalam mengklasifikasikan suatu barang ke dalam pos Tarif bea masuk pada buku CCCN tahun 1985 adalah sebagai berikut.
ADBI4235/MODUL 2 2.27 a. Pengertian pada subpos dan pos, misalnya: 1) Jenis barang: Telur ikan yang diasinkan caranya adalah: ad.1. Dilihat daftar isi buku Tarif, dicari pada bidang jenis (bab 84 bab 99) ad.2. Oleh karena pada bidang jenis tidak terdapat telur ikan ini maka dicari pada bidang bahan, yaitu Bab 3 Bagian I mencakup ikan, udang. ad.3. Setelah diteliti Bab 3 kedapatan: “Telur ikan” disebut pada sub pos 330 dari pos 03.02. “asin”, disebut pada subpos 300 (jadi mendahulu telur ikan pada subpos 330). ad.4. Dengan demikian, “telur ikan diasinkan” tergolong pos Tarif nomor: 03.02.330. 2) Jenis barang: Kendaraan bermotor berupa ambulans, CKD. Caranya adalah sebagai berikut. a) Dicari jenis: Bab 87 mencakup kendaraan bermotor yang tidak bergerak di atas rel. b) Setelah diteliti Bab 87 kedapatan: Kendaraan bermotor untuk mengangkut orang dan barang disebut pada pos 87.02. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang tujuan khusus dalam keadaan terbongkar, ambulans disebut pada pos 87.02.111. c) Dengan demikian, Ambulans dalam keadaan CAKD (terbongkar) tergolong pos 87.02.111. b. Pengklasifikasian barang menurut pengertian dari catatan bagian atau Bab pada buku CCCN. Jenis barang: “Besi lembaran, tebalnya 3,5 mm, permukaannya dicat”. 1) Dilihat daftar isi buku Tarif, dicari bidang jenis. 2) Oleh karena di bidang jenis tidak ada, lalu dicari di bidang bahan (bab 1 - bab 83). Ternyata bab 73 mencakup besi dan baja dan barang terbuat dari padanya. 3) Setelah diteliti bab 73 kedapatan: a) Besi lembaran disebut pada pos 73,13. b) Dengan tebal, 3,5 mm tercakup pada pos 73.13.930. Selanjutnya, harus dipahami pengertian dan istilah “permukaannya tidak dikerjakan” tersebut pada pos 73.13.931., agar dapat diketahui
2.28 Kepabeanan dan Cukai apakah “dicat” ini termasuk pengertian permukaannya dikerjakan, langkah selanjutnya adalah: 4) Pada catatan nomor 9(c) dari bagian XIV menyebutkan sebagai berikut: Uraian “dikerjakan permukaannya” adalah mengenai semua barang yang tidak dikerjakan dengan mesin, dikerjakan pada permukaannya, yaitu yang mengalami proses pembiruan: dipoles; dioksidasi; dibrons; dicat; dipernis; dilapisi email; disepuh emas, perak, platina; diukir; dikerjakan menjadi tahan karat dengan sesuatu cara; dilapisi atau ditutupi. 5) Jadi, “dicat” tergolong pengertian dikerjakan permukaannya, yaitu subpos 939. Dengan demikian, Besi lembaran dicat permukaannya tergolong pos 73.13.939. c. Pengklasifikasian barang menurut bagian partsnya 1) Pos-pos pada, bab 73 mencakup parts, yaitu 73.21; 73.29; 73.36; 73.37; dan 73.38. Apabila suatu pos tidak mencakup parts, misalnya pos 73.23 (tentang kaleng) maka pengklasifikasian bagian-bagian dari kaleng, dilakukan sesuai ketentuan umum menginterpretasi tarif yaitu masuk kaleng itu sendiri. 2) Bab 82: Catatan nomor 2 pada bab 82 mengatur masalah penggolongan parts sebagai berikut: Bagian (parts) dari logam tidak mulia yang merupakan bagian barang-barang yang termasuk dalam pos-pos dari bab 82 ini harus digolongkan bersama-sama dengan barang bersangkutan yang mempunyai bagian itu, kecuali yang disebutkan secara terpisah dan gagang untuk perkakas pertukangan tangan (pos: 84.48). 3) Apabila bagian suatu barang dibuat dari jenis dan bernilai yang sama dengan barangnya maka dianggap jadi satu dengan barang tersebut, misalnya: bingkai lukisan. Caranya: a) Saus Tomat dalam botol: yang dicari pos Tarifnya adalah saus tomat saja. b) Cat anti lumut untuk badan kapal: cari saja cat anti lumut. c) Biskuit dalam kaleng: kalengnya tidak usah dihiraukan.
ADBI4235/MODUL 2 2.29 Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) yang diterbitkan Departemen Keuangan adalah BTBMI 2007 yang telah menghimpun amandemen keempat penomoran HS. Buku ini telah mengadopsi sistem klasifikasi barang berdasarkan Penomoran Harmonisasi Tarif Asean (AHTN) yang telah direvisi pada tahun 2002. BTBMI 2007 ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006 tanggal 15 Nopember 2006 dan berlaku per 1 Januari Tahun 2007. Terdapat tiga perubahan mendasar dalam BTBMI 2007, yaitu sebagai berikut. 1. Terkait struktur tarif enam digit terhadap penambahan pos tarif baru, penghapusan atau penggabungan pos tertentu, perubahan cakupan pos tertentu, dan perubahan editorial 2. Perubahan struktur klasifikasi delapan digit berdasarkan AHTN (Asean Harmonized Tarif Nomenclature) atau tarif ASEAN. 3. Perubahan struktur klasifikasi sepuluh digit untuk mengakomodasi kepentingan nasional. Dalam BTBMI 2007 disebutkan jumlah tarif nol persen menurun, dari 2.451 menjadi 2.088. Pos atau 23,88%. Pos tarif sebesar 5% yakni 3.584 pos tarif atau 40,99 persen total pos tarif 2007. Tarif tertinggi sebesar 150 persen, yang turun dari 48 menjadi 45 pos tarif. Departemen Keuangan telah memangkas 2.429 pos tarif bea masuk dari 11.173 pos tarif menjadi 8.744 pos, selain penggabungan, ada pula pos tarif yang dihapuskan sehingga lebih sederhana. LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Buku Tarif Bea Masuk yang dipergunakan sampai tahun 1995 bukan lagi Lampiran A, tetapi masih berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Tarif 1872. Bagaimana pendapat Anda dengan pernyataan ini? 2) Ketentuan Umum untuk menginterpretasikan tarif hanya merupakan dalil-dalil umum yang tidak menentukan dalam menetapkan nomor tarif pos sesuatu barang. Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini?
2.30 Kepabeanan dan Cukai 3) Barang pakaian dan perlengkapan pakaian harus dianggap berlaku untuk arloji tangan. Bagaimana pendapat Anda? 4) Suatu pos tarif yang menyebutkan uraian barang yang paling terperinci harus lebih diutamakan daripada pos yang memuat uraian barang secara umum. Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini? Petunjuk Jawaban Latihan 1) Pendapat tersebut adalah benar, oleh karena buku tarif, bea masuk yang dipergunakan sampai tahun 1995 merupakan perkembangan dari Lampiran A juga. Jadi, dasar hukumnya adalah masih Pasal 1 Undang- undang Tarif 1872. 2) Pendapat tersebut adalah salah. Justru ketentuan-ketentuan umum tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dalam mencari nomor tarif pos. 3) Pendapat tersebut adalah benar karena catatan yang terdapat di dalam Bab pakaian memang menyatakan demikian, sedangkan catatan tersebut juga mempunyai kekuatan hukum seperti halnya Ketentuan Umum Menginterpretasi Tarif. 4) Pendapat tersebut adalah benar, yaitu berdasarkan aturan-aturan yang tercantum di dalam Ketentuan Umum dalam Menginterpretasi Pos tarif. RANGKUMAN Buku Tarif Bea masuk yang dipergunakan pada saat ini adalah buku CCCN edisi tahun 1985. Bedanya dengan CCCN yang lalu (1980) adalah buku yang sekarang ini telah disempurnakan, dan ada beberapa tambahan subposnya. Selain itu, kolom-kolom penempatan bea-beanya juga berubah. Kolom-kolom beanya yang baru adalah: Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Cara pemungutan beanya di dalam buku CCCN 1985 adalah cara ad valorum (bea harga) dan cara spesifik atau ad naturam (bea satuan/berat/ukuran barang).Urutan-urutan dalam mencari pos tarif sesuatu barang adalah sebagai berikut. Langkah I Kenalilah jenis barangnya. Langkah II Telitilah pada bidang jenis, yaitu buka daftar isi pada bab 84 sampai dengan 99.
ADBI4235/MODUL 2 2.31 Langkah III Apabila barang yang dicari tidak tercakup secara Langkah IV terperinci (spesifik) atau secara umum pada bidang jenis ini maka periksalah pada bidang bahan yaitu Bab 1 Langkah V sampai dengan Bab 83. Langkah VI Periksa bidang bahan untuk mendapatkan: a. Bab yang tepat mengenai bahan baku dan komposisinya. b. Pos yang sangat berhubungan dengan bab itu. c. Periksa/teliti catatan-catatannya dan perhatikan dengan saksama. Pakailah ketentuan nomor 2 (b) dan ketentuan nomor 3 untuk mengklasifikasikan barang kombinasi atau barang campuran, sepanjang tepat/cocok, dan pergunakan ketentuan nomor 2 (a) untuk mengklasifikasikan barang yang tidak terpasang atau tidak lengkap. Pergunakanlah ketentuan nomor 4 untuk mengklasifikasikan barang-barang yang tidak terdapat posnya. Itulah langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk mencari pos tarif. Buku Tarif Bea Masuk CCCN 1985 dicetak dalam bahasa Indonesia dengan terjemahan dalam bahasa Inggris. Apabila terdapat perbedaan pendapat mengenai uraian suatu jenis barang maka yang mengikat adalah bahasa Inggrisnya karena bahasa Inggris yang tercantum dalam CCCN tersebut merupakan bahasa resmi dalam penggunaan buku tarif bea masuk CCCN serta merupakan asli dari penggunaan bahasa CCCN internasional terbitan CCCN di samping bahasa Perancis. Selama tidak menyimpang dari pengertian induknya (yaitu posnya) maka demi kepentingan nasional negara kita sewaktu-waktu subpos dapat diubah (ditambah/ dikurangi) tanpa persetujuan CCC di Brussels). Terhadap barang S K D dikenakan tarif antara (tussen tarif), yaitu antara tarif CKD dan tarif Built up pada buku CCCN. Sedangkan apabila di dalam kolom bea terdapat dua macam persentase tarif, yaitu berupa/ada di dalam atau di luar kurung maka tarif yang di luar kurunglah yang dipergunakan. Tarif yang demikian disebut tarif kembar. Buku CCCN ini lebih menjamin adanya asas seperti berikut. 1. Asas Kesederhanaan karena mudah dimengerti oleh para pelaksana perdagangan internasional. 2. Asas Ketepatan, yaitu menjamin dapat memberi penentuan terhadap klasifikasi barang ke dalam suatu pos yang layak (tepat).
2.32 Kepabeanan dan Cukai 3. Asas objektivitas, yaitu yang dalam penerapannya menjamin keseragaman klasifikasi secara internasional untuk penetapan tarif yang digunakan oleh negara-negara yang bersangkutan. Adapun fungsi daripada CCC (Customs Cooperation Council) adalah bertanggung jawab atas keseragaman interpretasi dan penerapan konvensi pada CCCN dan bertindak sebagai pengawas umum dalam pelaksanaannya. TES FORMATIF 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Selain ketentuan umum dalam buku CCC, yang perlu juga di dalam menetapkan pos tarif adalah …. A. jenis barang B. bahan dari barang C. catatan resmi pada bagian dan bab pada buku CCCN D. cara membuat barang. 2) Salah satu asas yang terdapat di dalam buku CCCN adalah “Objektivitas” karena …. A mudah cara penerapannya B. menjamin keseragaman klasifikasi barang secara internasional C. menjamin ketepatan dalam menentukan nomor pos tarif D. benar dan objektif 3) Catatan-catatan tambahan buku CCCN yang tidak ada pada buku aslinya …. A. dinyatakan dengan tanda bintang B. tidak diperkenankan/dilarang sama sekali C. tidak diperkenankan kecuali dengan syarat-syarat tertentu D. diperbolehkan dengan suatu pertimbangan tertentu Pilihlah: A. Jika (1) dan (2) benar. B. Jika (1) dan (3) benar. C. Jika (2) dan (3) benar. D. Jika (1), (2), dan (3) benar.
ADBI4235/MODUL 2 2.33 4) Sistem penerapan tarif bea masuk berdasarkan buku tarif CCCN 1985 adalah …. (1) sistem klasifikasi (2) sistem Bea Harga (ad valorum) (3) sistem Bea spesifik (ad naturam) 5) Bahasa resmi yang dipergunakan dalam teks asli buku CCCN di Brussels adalah …. (1) Bahasa Inggris (2) Bahasa Perancis (3) Bahasa Indonesia Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1. Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar 100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.
2.34 Kepabeanan dan Cukai Kegiatan Belajar 2 Tarif dan Nilai Pabean A. TARIF BEA MASUK Dalam transaksi perdagangan barang impor dipungut Bea Masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya 40% (termasuk bea masuk tambahan) dari nilai pabean untuk perhitungan bea masuk. Hal ini didasarkan pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO). Dikecualikan dari pengenaan tarif bea masuk maksimal 40% adalah sebagai berikut. 1. Barang impor hasil pertanian tertentu. 2. Barang impor yang termasuk daftar skedul XXI Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT). Barang impor tertentu dikenakan Bea Masuk yang besarnya berbeda, yaitu sebagai berikut. 1. Barang impor yang dikenakan tarif Bea Masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional, misalnya Bea Masuk berdasarkan Common Effective Preferential Tariff untuk Asean Free Trade Area (CEPT for AFTA). 2. Barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas atau barang kiriman melalui pos dan jasa titipan, untuk mempermudah dan mempercepat penyelesaian impor barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas dan kiriman melalui pos atau jasa titipan dapat dikenakan Bea Masuk berdasarkan tarif rata-rata. Hal ini mengingat barang yang dibawa pada umumnya terdiri dari beberapa jenis. 3. Barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secara diskriminatif, misalnya dengan pembatasan, larangan, dan pengenaan tambahan Bea Masuk maka barang-barang dari negara yang bersangkutan dapat dikenakan tarif yang berbeda. Untuk menetapkan besarnya tarif Bea Masuk suatu barang maka barang dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi barang. Adapun yang dimaksud dengan “sistem klasifikasi barang” adalah suatu daftar
ADBI4235/MODUL 2 2.35 penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah penerapan tarif transaksi perdagangan, pengangkutan, statistik, sistem klasifikasi barang dikenal dengan sistem HS (The Harmonized commodity description and coding system). 1. Sistem Self Assessment Sistem yang dianut dalam pembayaran Bea Masuk adalah asas perhitungan sendiri (self assessment). Namun, pejabat Bea dan Cukai tetap diberi wewenang untuk meneliti dan menetapkan tarif dan nilai pabean untuk perhitungan Bea Masuk yang tercantum dalam Pemberitahuan pabean yang diserahkan importir atau kuasanya. Penetapan tarif dapat diberikan sebelum atau sesudah Pemberitahuan atas impor diserahkan, sedangkan penetapan nilai pabean untuk perhitungan Bea Masuk hanya dapat diberikan setelah Pemberitahuan Pabean diserahkan. Pengertian dapat di sini dimaksudkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif dan nilai pabean yang sebenarnya sehingga a. Bea Masuk kurang dibayar dalam hal tarif dan atau nilai pabean yang ditetapkan lebih tinggi. b. Bea Masuk lebih dibayar dalam hal tarif dan atau nilai pabean yang ditetapkan lebih rendah. Dalam hal pemberitahuan ternyata sesuai atau benar, pemberitahuan diterima dan dianggap telah dilakukan penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Dalam hal tertentu atas barang impor dilakukan penetapan tarif dan nilai pabean untuk pemberitahuan Bea Masuk setelah pemeriksaan fisik, tetapi sebelum diserahkan Pemberitahuan Pabean, misalnya untuk barang penumpang (personal effects). Dalam rangka memberikan kepastian pelayanan kepada masyarakat, jika Pemberitahuan Pabean sudah didaftarkan, penetapan harus sudah diberikan dalam waktu tiga puluh hari sesudah tanggal pendaftaran. 2. Bea Masuk Antidumping Berdasarkan Perubahan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (UU No. 17 Tahun 2006 dikenal adanya Bea Masuk Anti Dumping terdapat di Pasal 18–19 (Pasal 20 UU No. 10 Tahun 1995 dihapus). Bea masuk ini merupakan hal baru karena belum pernah disinggung pada
2.36 Kepabeanan dan Cukai Ordonansi Bea (OB), Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1992 maupun Inpres Nomor 4 Tahun 1985. Pada dasarnya bukan merupakan bea masuk dalam arti pajak, melainkan semata-mata merupakan sanksi yang dikenakan terhadap politik dumping. Jadi statusnya menambah bea masuk yang sudah ada maka merupakan Tambahan Bea Masuk. Bea Masuk Anti Dumping ini dikenakan terhadap barang impor dalam hal harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya; dan impor barang tersebut: a. menyebabkan terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; b. mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; c. menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. 3. Harga Ekspor Maksud dari harga ekspor adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang yang diekspor ke Daerah Pabean Indonesia. Dalam hal diketahui adanya hubungan antara importir dan eksportir atau pihak ketiga atau karena alasan tertentu harga ekspor diragukan kebenarannya, harga ekspor ditetapkan berdasarkan harga dari barang impor dimaksud yang dijual kembali untuk pertama kali kepada pembeli yang bebas atau harga yang wajar, dalam hal tidak terdapat penjualan kembali kepada pembeli yang bebas atau tidak dijual kembali dalam kondisi seperti pada waktu diimpor. 4. Nilai Normal Maksud dari nilai normal adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan konsumsi. Dalam hal tidak terdapat barang sejenis yang dijual di pasar domestik negara pengekspor atau volume penjualan di pasar domestik negara pengekspor relatif kecil sehingga tidak dapat digunakan sebagai pembanding, nilai normal ditetapkan berdasarkan harga tertinggi barang sejenis yang diekspor ke negara ketiga, atau harga yang dibentuk dari penjualan biaya produksi, biaya administrasi, biaya penjualan, dan laba yang wajar (construction value).
ADBI4235/MODUL 2 2.37 5. Industri Dalam Negeri Maksud dari industri dalam negeri adalah produsen dalam negeri barang sejenis secara keseluruhan atau para produsen dalam negeri barang sejenis yang produksinya mewakili sebagian besar dari keseluruhan produksi yang bersangkutan. Inti dari politik dumping adalah harga ekspor yang jauh lebih rendah daripada Nilai Normalnya ( = harga banting) maka besarnya bea masuk anti dumping (yang merupakan sanksi tersebut) adalah setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normal dikurangi harga ekspor dari barang tersebut, yang dikenal dengan istilah Marjin Dumping. 6. Barang Sejenis Maksud dari barang sejenis adalah barang yang identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor dimaksud atau barang yang memiliki karakteristik fisik, teknik atau kimiawi menyerupai barang impor dimaksud. Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor setinggi- tingginya sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut. Selain itu, Bea Masuk Anti Dumping merupakan tambahan dari Bea Masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1). 7. Bea Masuk Imbalan Di samping bea masuk anti dumping, dikenal juga bea masuk imbalan yang juga merupakan sanksi atas pelanggaran jika negara eksportir memberikan subsidi ekspor yang menyebabkan sangat kecilnya harga ekspor. Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap impor dalam hal: ditemukan adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadap barang tersebut; dan impor barang tersebut: a. menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; b. mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; atau c. menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. Maksud dari “subsidi” adalah sebagai berikut. a. Setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah atau badan- badan Pemerintah baik langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan, industri, kelompok industri atau eksportir.
2.38 Kepabeanan dan Cukai b. Setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau harga yang diberikan secara langsung dan tidak langsung untuk meningkatkan ekspor atau menurunkan impor dari/atau ke negara yang bersangkutan. Besarnya Bea Masuk Imbalan paling tinggi sebesar subsidi yang diberikan oleh negara pengekspor. 8. Penyelidikan Sebelum pengenaan bea masuk anti dumping atau bea masuk imbalan selalu harus didahului oleh proses, yaitu adanya impor dan biasanya dalam jumlah besar, ditawarkan di pasar domestik dengan harga yang lebih rendah dari harga normal, adanya ancaman yang serius atau prakiraan akan terjadi hal-hal yang merugikan industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis jika impor tersebut tidak dihentikan atau dikurangi. Sebelum diputuskan apakah akan dikenakan bea masuk anti dumping atau bea masuk imbalan, diadakan penyelidikan sebelumnya. Industri dalam negeri atau asosiasi dapat mengajukan permohonan kepada Komite yang khusus dibentuk untuk menangani hal ini. Permohonan harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dan dalam waktu paling lama 30 hari setelah diterima permohonan, komite harus memberi keputusan menolak atau menerima permohonan. Penolakan penyelidikan oleh komite pada umumnya dikarenakan permohonan tidak memenuhi persyaratan. Apabila komite mempertimbangkan sendiri perlu mengadakan penyelidikan maka hal dilakukan tanpa perlu adanya permohonan dari industri dalam negeri (Pasal 9). Keputusan komite untuk memulai penyelidikan terlebih dahulu diumumkan dan diberitahukan kepada pihak yang berkepentingan. Lamanya penyelidikan paling lama 12 bulan sejak keputusan dimulainya penyelidikan, dan dalam keadaan tertentu dapat diperpanjang sampai dengan paling lama 18 bulan. (Pasal 18). Sebelum batas waktu tersebut berakhir komite menyampaikan hasil akhir penyelidikan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan, mengumumkan dan memberitahukan kepada pihak yang berkepentingan bahwa terbukti atau tidak terbukti adanya anti dumping atau subsidi yang menyebabkan kerugian. Dalam hal terbukti, komite menyampaikan besarnya marjin dumping dan atau subsidi neto kepada Menteri dan mengusulkan pengenaan bea masuk anti dumping dan atau bea masuk imbalan. Jika tidak terbukti, segera menghentikan penyelidikan dan melaporkan Kepada Menteri.
ADBI4235/MODUL 2 2.39 9. Tindakan Sementara Berhubung lamanya suatu penyelidikan berjalan (maksimal 12 bulan yang dapat diperpanjang sampai dengan 18 bulan) jika cukup alasan untuk menghindari kerugian yang lebih besar, atas dasar usulan dari komite, Menteri Perdagangan dan Perindustrian dapat memutuskan nilai tertentu untuk pengenaan. Tindakan Sementara atau Subsidi Neto Sementara. Tindakan Sementara dapat berupa pembayaran bea masuk anti dumping sementara atau bea masuk imbalan sementara atau berupa jaminan dalam bentuk uang tunai, jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi sebesar nilai tindakan sementara yang ditetapkan. Pengenaan tindakan sementara ini dibatasi paling cepat setelah empat bulan (Pasal 18 ayat (2)), dalam keadaan tertentu dapat menjadi enam bulan. 10. Tindakan Penyesuaian Lain halnya dengan tindakan sementara, selama berjalan penyelidikan dan belum terbukti adanya dumping atau subsidi, atas pemberitahuan yang diterima dari komite, para eksportir atau negara pengekspor dapat mengajukan tawaran untuk melakukan tindakan penyesuaian kepada komite. Tindakan penyesuaian dapat berupa penyesuaian harga atau penghentian ekspor barang dumping atau yang mengandung subsidi atau penghapusan subsidi dalam hal subsidi atau tindakan lain yang dapat mengakibatkan kerugian karena subsidi. Komite menilai usulan tindakan penyesuaian dan melaporkan hasil penilaiannya kepada Menteri yang selanjutnya Menteri menetapkan apakah diterima atau ditolak. Dalam hal diterima maka penyelidikan tetap diteruskan (Pasal 22 ayat (3)). Akan tetapi, apabila dalam penyelidikan terbukti ada dumping atau subsidi yang menyebabkan kerugian maka tindakan penyesuaian dilanjutkan sampai pada keputusan akhir. Selama berlangsung tindakan penyesuaian maka eksportir dan atau pemerintah negara pengekspor menyampaikan kepada komite laporan pelaksanaan penyesuaian sementara secara berkala, dan menyetujui dilakukan verifikasi data. Jika selama masa tindakan penyesuaian terjadi pelanggaran oleh eksportir atau negara pengekspor sehubungan dengan barang impor yang diselidiki maka terhadap barang impor setelah tindakan penyesuaian tersebut dapat dikenakan bea masuk anti dumping sementara dan atau bea masuk imbalan sementara.
2.40 Kepabeanan dan Cukai 11. Penetapan Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan Pengenaan Bea Masuk Anti dumping atau Bea Masuk Imbalan ini diberlakukan terhadap impor dari masing-masing eksportir atau produsen, atau terhadap beberapa eksportir atau produsen barang dumping atau barang mengandung subsidi atau terhadap semua impor barang sejenis dari negara pengekspor. Pengenaan bea masuk anti dumping dan atau bea masuk imbalan hendaknya dipandang sebagai pengenaan bea masuk karena kekhususannya, yaitu hanya karena harga yang ditawarkan di pasar domestik negara pengimpor sangat rendah dan dikhawatirkan akan mengakibatkan kerugian yang serius terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis, tanpa alasan yang kuat untuk melindungi kepentingan industri dalam negeri, pergaulan internasional tidak menghendaki pengenaan bea masuk anti dumping dan atau bea masuk imbalan. 12. Penghentian Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan Sesuai dengan prinsip pokok pengenaan bea masuk anti dumping atau bea masuk imbalan adalah sebagai perlawanan terhadap praktik dagang yang tidak jujur (unfair trade) maka jika telah ditempuh dan diperbaiki ketiak- jujuran (unfair trade practice) tersebut, dan hubungan sudah berjalan normal sepantasnya pengenaan bea masuk anti dumping atau bea masuk imbalan itu diakhiri. Atas prakarsa pihak komite atau prakarsa dari pihak yang berkepentingan, pengenaan bea masuk anti dumping atau bea masuk imbalan tersebut dapat ditinjau kembali paling cepat setelah dua belas bulan sejak dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan (Pasal 32). Selama berjalan penyelidikan dalam hubungannya dengan pengenaan bea masuk anti dumping atau bea masuk imbalan, semua kewajiban pabean dari pihak terkait tetap harus dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku. 13. Nilai Pabean Untuk menghitung Bea Masuk, di samping harus diketahui berapa besarnya tarif Bea Masuk barang tersebut maka perlu diketahui juga Nilai Pabeannya (customs value). Nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk barang impor ditentukan berdasarkan: a. nilai transaksi barang yang bersangkutan; atau b. nilai transaksi dari barang identik; atau c. nilai transaksi dari barang serupa; atau d. dihitung berdasarkan metode deduksi; atau
ADBI4235/MODUL 2 2.41 e. dihitung berdasarkan metode komputasi; atau berdasarkan data yang tersedia di Daerah Pabean ditambah dengan: Biaya yang dibayar oleh pembeli yang belum tercantum dalam harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar berupa: 1) komisi dan jasa, kecuali komisi pembelian; 2) biaya pengemas, yang untuk kepentingan pabean, pengemas tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan barang bersangkutan; 3) biaya pengepakan meliputi biaya material dan upah tenaga kerja pengepakan. 14. Nilai dari Barang dan Jasa a. Material, komponen, bagian dan barang-barang sejenis yang terkandung dalam barang impor. b. Peralatan, cetakan dan barang-barang sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang impor. c. Material yang digunakan dalam pembuatan barang impor. d. Teknik pengembangan, karya seni, desain, perencanaan dan sketsa yang dilakukan di mana saja di luar daerah pabean dan diperlukan untuk pembuatan barang impor, yang dipasok secara langsung oleh pembeli, dengan syarat barang dan jasa tersebut dipasok dengan cuma-cuma atau dengan harga diturunkan untuk kepentingan produksi dan penjualan untuk ekspor barang impor yang dibelinya. Harganya belum termasuk dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan. Royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang sedang dinilai, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan. Nilai setiap bagian dari hasil/pendapatan yang diperoleh pembeli untuk disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada penjual, atas penjualan, pemanfaatan atau pemakaian barang impor yang bersangkutan. Biaya transportasi barang impor yang dijual untuk diekspor ke pelabuhan atau tempat impor di daerah pabean. Biaya pemuatan, pembongkaran dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke pelabuhan atau tempat impor di daerah pabean.
2.42 Kepabeanan dan Cukai 15. Biaya Asuransi Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi maka nilai pabean dihitung berdasarkan nilai transaksi dari barang identik, yaitu apabila kedua barang dalam segala hal, setidak-tidaknya karakter fisik, kualitas dan reputasinya sama, serta diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama atau diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama. Dalam hal nilai untuk penghitungan bea masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi dari barang identik maka nilai pabean dihitung berdasarkan nilai transaksi dari barang serupa, yaitu apabila kedua barang memiliki karakter dan komponen material yang sama sehingga dapat menjalankan fungsi yang sama dan secara komersil dapat dipertukarkan serta diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama atau diproduksi lain di negara yang sama. Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi barang serupa maka nilai pabean dihitung berdasarkan metode deduksi, yaitu metode untuk menghitung nilai pabean barang impor berdasarkan data harga dari pasar dalam daerah pabean dikurangi biaya/pengeluaran antara lain komisi/keuntungan, transportasi, asuransi, bea masuk dan pajak, harga dari katalog dan daftar harga atau data harga lainnya. Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan bea masuk tidak dapat ditempatkan berdasarkan metode deduksi maka nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dihitung berdasarkan metode komputasi, yaitu metode untuk menghitung nilai pabean barang impor berdasarkan penjumlahan harga bahan baku, biaya proses pembuatan dan biaya/pengeluaran lainnya sampai barang tiba di pelabuhan atau tempat impor di dalam daerah pabean. 16. Penetapan Tarif dan Nilai Pabean Untuk pembayaran bea masuk dianut suatu sistem yaitu self assessment, yaitu sistem penghitungan dan pembayaran bea masuk dilakukan sendiri oleh importir atau kuasanya. Dalam hal ini, pejabat Bea dan Cukai diberi wewenang untuk meneliti dan menetapkan tarif dan nilai pabean untuk perhitungan Bea Masuk yang tercantum dalam pemberitahuan Pabean yang diserahkan importir atau kuasanya.
ADBI4235/MODUL 2 2.43 Penetapan tarif dapat diberikan sebelum atau sesudah Pemberitahuan Pabean atas impor diserahkan, sedangkan penetapan nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk hanya dapat diberikan setelah Pemberitahuan Pabean disertakan. Pengertian “dapat” di sini dimaksudkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean hanya dalam hal tarif dan nilai pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif dan nilai pabean yang sebenarnya sehingga dapat mengakibatkan: a. Bea Masuk kurang dibayar dalam hal tarif dan atau nilai pabean yang ditetapkan lebih tinggi. b. Bea Masuk lebih bayar dalam hal tarif dan atau nilai pabean yang ditetapkan lebih rendah. Dalam hal tertentu, atas barang impor dilakukan penetapan tarif dan nilai pabean untuk pemberitahuan Bea Masuk setelah pemeriksaan fisik, tetapi sebelum diserahkan Pemberitahuan Pabean, misalnya untuk barang penumpang, pelintas batas, dan awal sarana pengangkutan. Dalam rangka memberikan kepastian pelayanan kepada masyarakat, jika Pemberitahuan Pabean sudah didaftarkan, penetapan besarnya bea masuk oleh Pejabat Bea Cukai. Penetapan tersebut setelah dilakukan pemeriksaan ulang terhadap Pemberitahuan Pabean tersebut. Hasil pemeriksaan ulang tersebut dijadikan acuan dalam penetapan bea masuk. Pada dasarnya penetapan Pejabat Bea dan Cukai sudah mengikat dan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, apabila hasil pemeriksaan ulang atas Pemberitahuan Pabean atau dokumen Pelengkap Pabean menunjukkan kekurangan atau kelebihan Bea Masuk, untuk mengamankan penerimaan negara atau menjamin hak pengguna jasa, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat membuat penetapan baru. 17. Cara Penghitungan Bea Masuk dan Pajak-pajak Impor Lainnya Berdasarkan Pasal 13 Perubahan UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 bea masuk dihitung berdasarkan …….% Rp Nilai Pabean. (suatu persentase kali nilai pabean).Tarif perhitungan seperti itu dinamakan tarif ad valorum. Hampir semua jenis pajak menggunakan tarif ad valorum, kecuali Bea Meterai, yaitu Rp6.000,00 per lembar dokumen atau Rp3.000,00 per lembar dokumen. Tarif seperti ini dinamakan tarif ad naturam, yaitu telah
2.44 Kepabeanan dan Cukai ditetapkan sekian rupiah tiap-tiap satuan dan dikenal juga sebagai tarif Spesifik. Di dalam Bea Masuk juga ada tetapi beberapa jenis barang impor tertentu misalnya tarif bea masuk gula. Tarif bea masuk pada umumnya tersebut (….% NP) persentasenya dapat dilihat pada Harmonized System, yaitu Buku Tarif Bea Masuk Internasional yang berlaku di beberapa negara yang melakukan perdagangan internasional kecuali antar negara-negara ASEAN yang berdasarkan Pasal 13 UU No. 17 Tahun 2006 menggunakan tarif berdasarkan perjanjian. Tarif seperti ini disebut Tarif Preferensi sehingga buku tarif bea masuk antarnegara-negara ASEAN tersebut dinamakan Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Selanjutnya, kita mengenal juga tarif Betham, yaitu tarif yang dikenakan terhadap suatu nilai Bea Masuk yang melebihi batas bebas. Penerapan tarif Bea Masuk seperti ini terdapat pada impor barang penumpang, anak buah kapal atau barang kiriman (pos paket). Misalnya, barang penumpang pada prinsipnya bebas Bea Masuk jika nilainya tidak melebihi batas FOB US $ 1.000 per keluarga atau FOB US $ 250 per orang atau FOB US $ 50 untuk anak buah kapal per orang dan untuk barang kiriman (pos paket) per alamat. Jika nilainya melebihi barulah dikenakan Bea Masuk secara ad valorum. Selanjutnya dalam Pasal 23C UU No. 17 Tahun 2006 kita juga mengenal tarif pembalasan (secara teoritis) walaupun pelaksanaannya belum pernah karena hanya diperlakukan bagi barang-barang impor dari negara-negara yang memberlakukan Indonesia seolah-olah sebagai musuhnya dengan tarif yang sangat tinggi. Contoh: Seorang importir yang mempunyai API (Angka Pengenal Impor), mengimpor barang dari Jepang dengan Nilai Pabean Rp100.000.000,00 dengan bea masuk 30%. Hitunglah berapa bea masuknya, PPN dan PPh Pasal 22nya? Cara penghitungan Rp100.000.000,00 Nilai Pabean…………………………………. Rp 30.000.000,00 Bea Masuk 30% = 30% Rp100.000.000,00 Nilai Impor…………………………………… Rp130.000.000,00 PPN = 10% Rp 130.000.000,00………….. Rp 13.000.000,00 PPh pasal 22 = 2.5% Rp130.000.000,00.... Rp 3.250.000,00
ADBI4235/MODUL 2 2.45 Penjelasan: 1. Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang adalah 10% kali nilai impor, sedangkan nilai impor = Nilai Pabean + Bea Masuk = Pungutan lainnya, yaitu cukai jika ada. 2. Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh) maka PPh atas impor, yaitu PPh Pasal 22 impor ada dua alternatif a. Jika importir mempunyai API tarifnya adalah 2.5% Nilai Impor. b. Jika importir tidak mempunyai API maka tarifnya adalah 7.5% Nilai Impor. 3. Seandainya barang impor yang bersangkutan tergolong mewah maka dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) berdasarkan UU No. 18 Tahun 2000 dengan tarif yang beragam tergantung jenis (golongan) barangnya. 4. Seandainya yang diimpor adalah Barang Kena Cukai (BKC) ada dua alternatif, yaitu sebagai berikut. a. Impor hasil tembakau (misalnya rokok) maka terkena BM + PPN + PPh Pasal 22 + Cukai Tembakau. b. Impor minuman keras maka dikenakan BM + PPN + PPnBM +PPh Pasal 22 + Cukai alkohol. Contoh di atas kebetulan diketahui besarnya nilai Pabean. Jika nilai pabean tidak diketahui melainkan yang diketahui adalah harga barang yang dibayar oleh importir maka ada tiga alternatif, yaitu sebagai berikut. 1. CIF (Cost Insurance and Freight) 2. CFR (Cost and Freight) atau 3. FOB (Free On Board). Hal yang dipergunakan sebagai rumus Nilai Pabean yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah CIF dikalikan dengan Rp. Kurs sedangkan CIF = FOB + Freight + Insurance atau CFR + Insurance FOB + Freight Contoh: Seorang importir tidak mempunyai API mengimpor minuman keras dari Jepang senilai CIF US $ 10.000,- kurs US $ 1,-+ Rp9.000,00. Selain
2.46 Kepabeanan dan Cukai dikenakan bea masuk 20%, cukai Rp1.000.000,00 juga PPnBM 75%. Hitunglah berapa pungutan-pungutan impor yang dikenakan! Cara penghitungan: Nilai Pabean = CIF Rp kurs = 10.000 Rp9.000,00 =Rp90.000.000,00 Bea Masuk 20%=20% RpNP = 20% Rp90.000.000,00 = Rp18.000.000,00 Cukai………………………………………………… =Rp1.000.000,00 Nilai Impor =Rp109.000.000,00 PPN = 10% Rp 109.000.000,- =Rp 10.900.000,00 PPnBM = 75% Rp109.000.000,- =Rp 81.750.000,00 PPh pasal 22 = 7.5% Rp109.000.000,- =Rp 8.175.000,00 Contoh: Seorang importir tidak punya API mengimpor hasil tembakau (rokok) dari Jepang senilai CIF US £ 10.000,- kurs US $ I,- = Rp9.000,00. Selain dikenakan BM 15% juga dikenakan cukai Rp 500.000,00. Hitung berapa pungutan-pungutan impor yang dikenakan! Cara penghitungan: =Rp 90.000.000,00 Nilai Pabean = CIF Rpkurs = 10.000 Rp9.000,00 = Rp 13.500.000,00 Bea Masuk 15% RpNP = 15% Rp90.000.000,00 = Rp 500.000,00 Cukai………………………………………………… =Rp104.000.000,00 Nilai Impor =Rp 10.400.000,00 PPN 10% Rp104.000.000,00 =Rp 7.800.000,00 PPh pasal 22 = 7.5% Rp104.000.000,00 Contoh: 1. Seperti soal No. 2a, tetapi harganya bukan CIF melainkan CFR US $ 10.000,00 dan insurance US $ 50 maka dengan mudah kita tahu bahwa harga CIF = USD 10.000 + US $ 50 = US $ 10.050,00 seterusnya sama, yaitu dihitung Nilai Pabeannya, Bea Masuk, dan seterusnya. 2. Tetapi jika diketahui hanya FOBnya saja tanpa Insurance maka kita harus menjabarkan ke dalam CIF dengan menggunakan rumus sebagai berikut. a. jika barang berasal dari: 1) Amerika, Afrika dan Eropa maka Freightnya dihitung 15% FOB.
ADBI4235/MODUL 2 2.47 2) Australia dan Asia bukan ASEAN maka Freightnya dihitung 10% FOB. 3) ASEAN maka Freightnya dihitung 5% FOB. b. Untuk transportasi udara besarnya biaya transportasi ditetapkan berdasarkan tarif IATA (International Air Transport Association). Insurance dihitung 0,5% CFR dan berlaku sama semua negara, kecuali jika asuransi ditutup di Indonesia maka Insurance = 0,5% CFR sehingga contohnya menjadi sebagai berikut: Seorang importir dengan API mengimpor barang dari Jepang senilai FOB US $ 10.000,- kurs US $ 1,- = Rp9.000,00 Bea Masuk 30% Berapakah PPN dan PPh Pasal 22? Cara menghitung: = USD 10.000,- Harga FOB ……………………………………….. = USD 1.000,- Freight Jepang = 10% FOB CFR = USD 11.000,- Insurance = 0,5% CFR = USD 55,- CIF = USD 11.055,- Nilai Pabean = 11.055 Rp9.000,0 = Rp99.495.000,00 Bea Masuk 30% = 30% Rp99.495.000,00 = Rp29.848.500,00 Nilai Impor ………………………………… = Rp129.343.500,00 = Rp 12.934.350,00 PPN = 10% Rp129.343.500,00 .…………………. = Rp 3.233.587,50 PPh pasal 22 = 2.5% Rp129.343.500,00 .……….. Ketentuan pembulatan: Untuk semua jumlah dalam rupiah selalu dibulatkan ke bawah jika ada angka di belakang koma, dibulatkan, menjadi rupiah penuh berapa pun besarnya. Dalam contoh tersebut maka Rp3.233.587,50 dibulatkan menjadi Rp3.233.587,00. Akan tetapi, untuk mata uang asing (valuta asing = valas), angka di belakang koma tidak dibulatkan sampai digit ke 4, dan digit ke 5 dihilangkan.
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327
- 328
- 329
- 330
- 331
- 332
- 333
- 334
- 335
- 336
- 337
- 338
- 339
- 340
- 341
- 342
- 343
- 344
- 345
- 346
- 347
- 348
- 349
- 350
- 351
- 352
- 353
- 354
- 355
- 356
- 357
- 358
- 359
- 360
- 361
- 362
- 363
- 364
- 365
- 366
- 367
- 368
- 369
- 370
- 371
- 372
- 373
- 374
- 375
- 376
- 377
- 378
- 379
- 380
- 381
- 382
- 383
- 384
- 385
- 386
- 387
- 388
- 389