Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore BAGIAN 1 LAPORAN KASUS KARDIOLOGI JULI 2020

BAGIAN 1 LAPORAN KASUS KARDIOLOGI JULI 2020

Published by khalidsaleh0404, 2021-11-03 12:22:17

Description: BAGIAN 1 LAPORAN KASUS KARDIOLOGI JULI 2020

Search

Read the Text Version

BAGIAN 1 KASUS KLINIK KARDIOLOGI Departemen Kardiologi Dan Kedokteran Vaskuler, Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UNHAS, 2020 EDITOR : Khalid Saleh Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 1



Kasus Klinik Kardiologi Editor Dr.dr. Khalid Saleh, SpPD – KKV,FINASIM,Mkes Departemen Kardiologi & Kedokteran Vaskuler Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UNHAS, 2020 Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | i

Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | ii

Kata Pengantar Alhamdulillah, segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena Buku ini telah selesai disusun. Buku ini disusun agar dapat membantu para peminat pembaca masalah Kasus Klinik “KARDIOLOGI (JANTUNG)” khususnya laporan kasus , sehingga pengetahuan tentang Kardiologi (Jantung) dapat tersosialisasi kepada para pembaca baik di dalam maupun diluar Rumah sakit . Perlu diketahui bahwa tulisan laporan kasus ini diambil/disadur dari berbagai penulis Supervisor dan peserta didik MPPDS Kardiologi serta MPPDS Penyakit Dalam yang stase di Departemen Kardiologi dan kedokteran Vaskuler, dimana dibuat dalam bentuk kumpulan tulisan dalam suatu buku yang berseri, dan ini masuk Buku Bagian 1 (Pertama) Penyusunpun menyadari jika didalam penyusunan Buku ini mempunyai kekurangan, maka kami meyakini sepenuhnya bahwa sekecil apapun buku ini tetap akan memberikan sebuah manfaat bagi pembaca. Dan terima kasih kepada penulis atas izinnya sehingga tulisannya kami muat. Akhir kata untuk penyempurnaan Buku ini, maka kritik dan saran dari pembaca sangatlah berguna untuk penyusunan kedepannya. Makassar, Juli 2020 Penyusun Dr.dr. Khalid Saleh, SpPD-KKV, FINASIM, Mkes Staf Departemen Kardiologi dan Kedokteran vaskuler. Ketua Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UNHAS, Makassar Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | iii

Kata Sambutan Pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala taufiq dan hidayah yang telah dilimpahkan kepada kita sekalian, sehingga kita mampu menjalankan tugas sehari- hari, baik di Fakultas maupun di Rumah Sakit . Dalam rangka peningkatan pengetahuan kepada para peserta didik baik Pendidikan spesialis maupun Pendidikan dokter umum maka perlu adanya buku/referensi yang bisa dipakai acuan dalam pelayanan pasien di rumah sakit. Oleh sebab itu kami selaku Ketua Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUH menyambut baik adanya Buku ini tentang masalah Kasus Klinik “KARDIOLOGI (JANTUNG)” khususnya Laporan kasus yang disusun dari hasil tulisan para supervisor dan peserta didik MPPDS Kardiologi dan MPPDS penyakit Dalam yang stase di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUH, mudah- mudahan dapat bermanfaat dalam proses pendidikan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun yang telah banyak meluangkan waktu, mencurahkan tenaga dan pikirannya, hingga tersusunnya Buku ini. Demikian sambutan saya untuk menjadi maklum dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Makassar, Juli 2020 Dr. dr. Muzakkir Amir, SpJP (K) Kepala Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUH Makassar Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | iv

Daftar Isi Kata Pengantar ................................................................................................iii Kata Sambutan ................................................................................................. iv Daftar Isi ............................................................................................................... v Kontributor ……………………………………………………………………………….vii 1 Corona Virus Disease 2019-Induced Coagulopathy : “Anticoagulan Waits For No Thrombosis” Muhammad Nirsyad Saphiro, Muzakkir Amir .....................................1 2 A Rare Case : Primary Cardiac tumor Presume As Cardiac Rhabdomyoma in Newborn Baby Lia Susanti , Yulius Pattimang ............................................................15 3 Atypical Presentation of Pulmonary Embolism Okto Sofyan Hasan, Abdul Hakim Alkatiri .........................................30 4 Cardiomyopathy In Patient With Chronic Kidney Disease Andi Tihardimanto Kaharuddin, Pendrik Tandean .............................53 5 COVID-19 Concomitant Infective Endocarditis with Presentation of Acute Decompensated Heart Failure : A Case-Report Albert Sudharsono, Muzakkir Amir.....................................................74 6 Management of Pregnancy And Peripartum Period In Patient With Severe Mitral Stenosis: A Case Report Maya Shofia, Akhtar Fajar Muzakkir.................................................101 7 Post Infarction Ventricular Septal Rupture : The Role Of Intra Aortic Balloon Pump Nurhidayah, Akhtar Fajar Muzakkir .................................................119 8 Solving The Puzzle Of Pathogenesis In Diabetic Cardiomyopathy Adi Surya, Akhtar Fajar Muzakkir ....................................................143 9 Symptomatic Bradycardia As The Clinical Manifestation Of Covid-19 Infection In 59 Years Old Male Adi Surya, Akhtar Fajar Muzakkir ....................................................163 Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | v

10 ST-elevation Myocardial Infarct (STEMI) pasca Coronary Artery Bypass Graft (CABG) pada Wanita 63 Tahun dengan Coronary Artery 3 Vessel Disease (CAD 3 VD) dan Diabetes Mellitus tipe 2 Levina Tri Ratana, Zaenab Djafar, Jayarasti Kusumanegara.....................................................................182 11 Patients With Acute Inferior Myocardial Infarction ; Where Is The Culprit ? Lia Susanti, Abdul Hakim Alkatiri, Muzzakir Amir ........................212 12 Laki-Laki Dengan Kardiomiopati Dilatasi Terkait HIV : Perbaikan Signifikan Setelah Pemberian Terapi Ahmad Thotuching, Muzakkir Amir .................................................. 236 13 Temuan Persistent Left Superior Vena Cava Saat Pemasangan Alat Pacu Jantung Permanen Dervin Ariansyah, Muzakkir Amir, Az Hafid Nashar ................................................................................. 255 Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | vi

Kontributor Abdul Hakim Alkatiri Akhtar Fajar Muzakkir DIVISI INVASIF & INTERVENSI DIVISI PERAWATAN INVASIF & NON BEDAH KEGAWATANKARDIOVASKULER Departemen Kardiologi dan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Kedokteran Vaskuler Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Hasanuddin Makassar Makassar Adi Surya Az Hafid Nashar MPPDS DIVISI INVASIF & INTERVENSI NON Departemen Kardiologi dan BEDAH Kedokteran Vaskuler Departemen Kardiologi dan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Vaskuler Hasanuddin Fakultas Kedokteran Universitas Makassar Hasanuddin Makassar Ahmad Thotuching MPPDS Dervin Ariansyah Departemen Kardiologi dan MPPDS Kedokteran Vaskuler Departemen Kardiologi dan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Vaskuler Hasanuddin Fakultas Kedokteran Universitas Makassar Hasanuddin Makassar Albert Sudharsono MPPDS Jayarasti Kusumanegara Departemen Kardiologi dan DIVISI BEDAH KARDIOVASKULER Kedokteran Vaskuler Departemen Kardiologi dan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Vaskuler Hasanuddin Fakultas Kedokteran Universitas Makassar Hasanuddin Makassar Andi Tihardimanto Kaharuddin MPPDS Yulius Pattimang Departeen Kardiologi dan Kedokteran DIVISI KARDIOLOGI PEDIATRIK & Vaskuler PENYAKIT JANTUNG BAWAAN Fakultas Kedokteran Universitas Departemen Kardiologi dan Kedokteran Hasanuddin Vaskuler Makassar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 1

Levina Tri Ratana Nurhidayah MPPDS MPPDS Departemen Kardiologi dan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Kedokteran Vaskuler Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Hasanuddin Makassar Makassar Lia Susanti Okto Sofyan Hasan MPPDS MPPDS Departemen Penyakit Dalam Departemen Kardiologi dan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Vaskuler Hasanuddin Fakultas Kedokteran Universitas Makassar Hasanuddin Makassar Maya Shofia MPPDS Pendrik Tandean Departemen Kardiologi dan DIVISI DIAGNOSTIK NON INVASIF Kedokteran Vaskuler Departemen Kardiologi dan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Vaskuler, Hasanuddin Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Makassar Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muzakkir Amir Hasanuddin DIVISI ARITMIA Makassar Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Zaenab Djafar Fakultas Kedokteran Universitas DIVISI REHABILITASI Hasanuddin Departemen Kardiologi dan Kedokteran Makassar Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Muhammad Nirsyad Saphiro Hasanuddin MPPDS Makassar Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | viii

1 Coronavirus Disease 2019-Induced Coagulopathy: ”Anticoagulation Waits For No Thrombosis” Muhammad Nirsyad Saphiro, Muzakkir Amir PENDAHULUAN Sejak ditemukannya penyakit Coronarvirus Disease-2019 (COVID-19) pada akhir tahun 2019 hingga saat ini, telah dilaporkan berbagai macam manifestasi klinis terkait COVID-19. Salah satu manifestasi klinis yang dilaporkan terkait dengan angka mortalitas yang tinggi pada penyakit ini adalah adanya kejadian trombosis vena atau arteri. Keadaan ini diakibatkan oleh penginkatan sistem koagulasi yang berlebihan terkait proses infeksi dan inflamasi. Manifestasi ini pada awalnya dianggap sebagai sebuah keadaan Disseminated Intravascular Coaguopathy (DIC), namun studi kohort lebih lanjut mengungkapkan bahwa keadaan koagulopati pada COVID-19 memiliki gambaran yang berbeda dengan DIC, sehingga dicetuskan terminologi baru berupa koagulopati terkait COVID-19. Pengenalan dan penatalakasanaan yang tepat pada kasus ini memegang peranan yang penting dalam penentuan prognosis pasien COVID-19, karena keadaan ini erat hubungannya dengan angka mortalitas yang tinggi pada COVID-19.Pada laporan kasus ini, kami memaparkan kasus serial koagulopati terkait COVID-19 dengan manifestasi yang berbeda serta pemilihan agen antikoagulan yang berbeda sebagai ilustrasi terhadap diagnosis dan tatalaksana keadaan ini. LAPORAN KASUS Kasus 1 Seorang laki – laki usia 72 tahun dibawa oleh keluarganya ke Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 1

rumah sakit dengan penurunan kesadaran secara progresif sejak 4 hari terakhir sebelum masuk rumah sakit. Saat tiba di rumah sakit, pasien tampak tidak sadar dan hanya merespon dengan rangsang nyeri. Menurut keluarga, penurunan kesadaran ini diawali dengan keluhan bicara pelo kurang lebih1 hari sebelumnya. Riwayat kejang ataupun keluhan serupa sebelumnya menurut keluarga tidak ada. Riwayat keluhan sesak napas sebelumnya ada sejak 1 minggu terakhir. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol sejak kurang lebih 5 tahun terakhir. Riwayat penyakit diabetes mellitus maupun penyakit jantung sebelumnya menurut keluarga tidak ada. Gambar 1 : Rekaman EKG Pasien Pada Kasus 1, sugestif sinus takikardia, left axis deviation, dan Q patologis pada lead inferior Pada pemeriksaan, pasien tampak somnolen, dengan kuantitas kesadaran Glasgow Coma Score (GCS) 8 (Eye 3 Verbal 3 Motoric 2). Parameter tanda – tanda vital menunjukkan hipertensi (Tekanan darah 160 / 90 mmHg), Takikardia (Laju Nadi 110 kali / menit), Takipnea (Laju napas 28 kali / menit) dengan suhu afebris (Suhu badan 36.7oC). Pemeriksaan fisis yang bermakna ditemukan berupa ronkhi kasar pada kedua sisi paru, sedangkan pada pemeriksaan ekstremitas tidak ditemukan adanya tanda lateralisasi. Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan gambaran sinus takikardia, left axis deviation, dan Q patologis pada lead inferior. (Gambar 1) Tabel 1 : Temuan Nilai Laboratorium Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 2

Kasus 1 Parameter Hasil Rentang Normal Leukosit 13.100 4 – 10 x103 / mm3 Hemoglobin 14.4 12 – 16 g/dl Trombosit 282.000 150 – 400 x103 / mm3 SGOT / SGPT 31 / 41 <38 U/L / <41 U/L Ureum 58 10 – 50 mg/dl Kreatinin 1.09 <1.1 mg / dl D-Dimer 63 <0.5 mg/l PT / APTT 15.1 / 26.01 10 – 14 / 22.0 – 33.0 INR 1.09 Na 145 136 – 145 mmol/l K 3.7 3.5 – 5.1 mmol/l Cl 111 97 – 111 mmol/l Pemeriksaan laboratorium yang bermakna ditemukan adalah berupa leukositosis (13.100/mm3), neutrofilia (80.4%), limfopenia (10.3%), hiperglikemia (172 mg/dl), uremia (58 mg/dl), serta peningkatan D-dimer (63 mg/l). Pada pemeriksaan CT-scan kepala, ditemukan gambaran infark cerebri. (Gambar 2) Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan thoraks, ditemukan gambaran pneumonia bilateral. (Gambar 3) Atas temuan CT-scan thoraks dan terkait era pandemic COVID-19, dilakukan pemeriksaan rapid antibody test pada pasien ini dan ditemukan hasil reaktif untuk antibody IgG dan IgM SARS-CoV-2. Pemeriksaan lanjutan berupa swab PCR nasofaring kemudian dilakukan untuk mengkonfirmasi, dan ditemukan hasil positif untuk infeksi SARS-CoV-2. Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 3

Gambar 2: CT scan Kepala Pasien Pada Kasus 1, sugestif Infark Cerebri Berdasarkan data klinis yang ditemukan, ditegakkan diagnosis COVID-19, Infark Cerebri, Hipertensi derajat II, dan koagulopati terkait COVID-19. Penegakan diagnosis koagulopati terkait COVID-19 pada pasien ini didasari oleh ditemukannya peningkatan kadar D- Dimer tanpa disertai dengan adanya trombositopenia (merupakan patognomonis untuk Disseminated Intravascular Coagulopathy / DIC sebagai diagnosis banding). Terapi yang diberikan berupa Levofloxacin 500mg/24jam/intravena, Azithromycin 500mg/24jam/oral, Vitamin C 1 gr/8jam/oral, Zink 20mg/24jam/oral, Citicolin 500mg/12jam/intravena dan Dexametasone 5mg/6jam/intravena. Sedangkan terkait koagulopati pada pasien ini, diberikan pemberian terapi antitrombotik berupa agen antikoagulan low molecular weight heparin (LMWH) dengan dosis Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 4

60mg/12jam/subkutan (setara dengan 1mg/kg/dosis) serta direncanakan untuk melakukan pemeriksaan kontrol D-Dimer per 3 hari. Pada follow up hari perawatan, ditemukan pola penurunan yang bermakna kadar D- Dimer dari hari ke hari tanpa disertai adanya klinis perdarahan. Keadaan klinis pasien juga mulai membaik dengan adanya perbaikan dari kualitas kesadaran pasien. (Gambar 4) Gambar 3 : CT-scan Thoraks Pasien Pada Kasus , sugestif gambaran pneumonia bilateral Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 5

Gambar 4 : Follow-up kadar D-Dimer dan progresi klinis kesadaran pasien kasus I Kasus 2 Seorang perempuan usia 53 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak yang dialami sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan batuk ini tidak disertai dengan sesak napas maupun demam, namun pasien merasa lemas dan terkadang disertai keluhan mengigil. Riwayat keluhan batuk lama sebelumnya disangkal oleh pasien. Pasien tidak memiliki riwayat kontak dengan penderita COVID-19 sebelumnya. Riwayat penyakit jantung atau paru sebelumnya tidak ada, riwayat keganasan tidak ada. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus tidak ada. Pada pemeriksaan, pasien compos mentis, dengan parameter tanda vital berupa dalam batas normal; tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 84 kali/menit, laju napas 19 kali/menit, suhu afebris (36.7oC). Pada pemeriksaan fisis jantung paru tidak ditemukan adanya kelainan yang bermakna. Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan gambaran normal sinus rhythm. Terkait keluhan yang non spesifik ini, dilakukan pemeriksaan swab PCR nasofaring pada pasien ini dan ditemukan hasil positif infeksi virus SARS-CoV-2. Pada pemeriksaan laboratorium lainnya, ditemukan hasil bermakna berupa leukositosis (13.300/mm3), uremia (70 mg/dl), serta peningkatan kadar D-Dimer (24,4mg/L). Pemeriksaan CT-scan Thoraks menunjukkan parenkim paru dalam batas normal. Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 6

Tabel 2 : Temuan Nilai Laboratorium Kasus 2 Parameter Hasil Rentang Normal Leukosit 13.300 4 – 10 x103 / mm3 Hemoglobin 10.9 Trombosit 246.000 12 – 16 g/dl SGOT / SGPT 38 / 41 150 – 400 x103 / mm3 Ureum <38 U/L / <41 U/L Kreatinin 67 D-Dimer 0.76 10 – 50 mg/dl PT / APTT 24,4 <1.1 mg / dl 10.7 /23.6 INR 1.03 <0.5 mg/l Na 139 10 – 14 / 22.0 – 33.0 K 3.9 Cl 106 136 – 145 mmol/l 3.5 – 5.1 mmol/l 97 – 111 mmol/l Berdasarkan data klinis yang didapat, ditegakkan diagnosa berupa COVID-19 dan koagulopati terkait COVID-19. Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa N-Acetylcystein 200mg/8jam/oral, Vitamin C 1 gr/8jam/oral, Zink 20mg/24jam/oral serta Rivaroxaban 10mg / 24jam/oral. Pasien kemudian dirawat dan direncanakan untuk dilakukan pengontrolan kadar D-dimer per 3 hari. Pada follow up perawatan, ditemukan penurunan yang bermakna dari kadar D-dimer dari hari ke hari. Selama perawatan tidak terjadi manifestasi perdarahan. Selain itu tidak ditemukan adanya manifestasi trombosis vena maupun arteri selama perawatan. Pasien kemudian dipulangkan pada hari ke 10 dengan klinis membaik. (Gambar 5) Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 7

Gambar 5 : Follow-up kadar D-Dimer pasien kasus 2 PEMBAHASAN Pada laporan kasus ini, dilaporkan dua buah kasus COVID-19 dengan komplikasi berupa koagulopati terkait COVID-19. Kedua kasus memenuhi kriteria klinis utama dalam penegakan diagnosis koagulopati COVID-19 yaitu berupa peningkatan D-Dimer. Peningkatan D-dimer pada kasus COVID-19 telah dilaporkan sebagai salah satu tanda klinis yang khas ditemukan pada pasien COVID-19 dengan gejala berat. (Guan et al., 2020) Peningkatan D-dimer dikaitkan dengan prognosa yang lebih buruk serta dikaitkan dengan kejadian trombosis vena (Trombosis Vena Dalam, Emboli Paru) maupun trombosis arteri (Stroke, trombosis mikrovaskular paru, sindroma koroner akut, sindroma koroner akut). (Klok et al., 2020). Peningkatan D-dimer pada COVID-19 dahulunya dianggap sebagai sebuah manifestasi Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC) terkait inflamasi berat yang diakibatkan oleh COVID-19. Namun dari studi yang dilakukan oleh Klok et al., ditemukan bahwa dari 194 subjek COVID-19 dengan peningkatan D- dimer, tidak satupun yang memenuhi kriteria DIC, di mana tidak satupun pasien yang mengalami trombositopenia dan penurunan kadar fibrinogen. Temuan ini kemudian mencetuskan diterbitkannya konsensus oleh International Society on Thrombosis and Haemostasis (ISTH) mengenai terminologi koagulopati terkait COVID- Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 8

19 dan perbedaannya dengan keadaan DIC. (Tabel 3) Pada kedua kasus ini, ditemukan peningkatan kadar D-dimer yang signifikan tanpa ditemukan adanya trombositopenia, sehingga sesuai dengan kriteria koagulopati terkait COVID-19. Tabel 3. Perbedaan Parameter Koagulasi Pada DIC dan Koagulopati Terkait COVID-19 Serta Perbandingannya Dalam Laporan Kasus Ini Dalam publikasi Analisa retrospektif yang dilakukan oleh Tang et al., ditemukan bahwa 71.4% pasien COVID-19 yang meninggal mengalami peningkatan kadar D-dimer, di mana rerata kadar D- dimer subjek dengan presentasi berat / meninggal adalah 52.4 mg/L, sedangkan pada subjek dengan presentasi ringan-sedagn / bertahan hidup ditemukan rerata kadar D-dimer berupa 32.8 mg/L. Peningkatan kadar D-dimer pada kedua kasus ini cukup sesuai dengan temuan yang dilaporkan oleh Tang et al., di mana pada kasus pertama ditemukan presentasi klinis yang lebih buruk dengan kadar D-dimer awal 63.0 mg/L, sedangkan kasus kedua dengan presentasi klinis ringan dengan kadar D-dimer awal 24,4 mg/L. Pada kasus pertama ditemukan manifestasi trombosis akut yang diduga terkait dengan COVID-19, yaitu berupa infark cerebri. Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 9

Manifestasi klinis ini dicurigai terkait dengan penyakit COVID-19 atas dasar adanya bukti klinis positif swab PCR SARS-CoV-2 pada pasien ini serta adanya peningkatan D-dimer yang menandakan adanya trombosis pada sistem vaskular. Selain itu, pada pasien ini juga ditemukan riwayat penyakit hipertensi, sebuah komorbid yang telah banyak dilaporkan sebagai faktor risiko tinggi presentasi buruk pada COVID-19. Sebaliknya, pada kasus kedua ditemukan gambaran klinis yang sangat berbeda dari kasus pertama, di mana pada kasus kedua ditemukan gejala klinis yang tergolong ringan berupa batuk berdahak tanpa adanya gambaran klinis trombosis. Namun pada pemeriksaan laboratorium ditemukan pula adanya peningkatan kadar D-dimer yang signifikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bikdeli et al., peningkatan D-dimer merupakan salah satu indikasi hospitalisasi bagi pasien COVID-19, walaupun pasien tidak menunjukkan gejala (Asimtomatik) sekalipun. Hal ini didasarkan oleh temuan mereka di mana peningkatan kadar D-dimer dikaitkan dengan peningkatan pembentukan thrombin yang akan meningkatkan risiko trombosis. Dari studi yang sama, dikemukakan bahwa manifestasi koagulopati dan trombosis umum ditemukan pada hari ke empat hospitalisasi, sehingga disarankan pemantauan klinis dan parameter koagulasi yang ketat pada pasien COVID-19 dengan peningkatan kadar D- dimer. Perbedaan manifestasi klinis dari kedua kasus yang dipaparkan dalam laporan ini menggambarkan diversitas manifestasi klinis COVID-19, mulai dari tanpa gejala hingga gejala berat yang berujung dengan kematian. Terdapat berbagai hipotesis yang mencoba menjelaskan banyaknya perbedaan manifestasi klinis dari COVID-19, antara lain berupa faktor risiko komorbiditas, frailty, serta juga viral load. Pada kasus pertama, ditemukan pasien tergolong dalam kelompok risiko tinggi yaitu memiliki faktor risiko hipertensi serta faktor frailty berupa usia tua. Sebaliknya pada kasus kedua, ditemukan pasien tanpa factor risiko dan usia yang lebih muda. Faktor viral load merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan severitas gejala COVID-19, di mana angka viral load yang semakin tinggi dikaitkan dengan angka severitas yang lebih tinggi Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 10

pula. (Zheng et al., 2020) Namun pada kedua kasus ini pemeriksaan viral load tidak feasible untuk dilakukan terkait keterbatasan sarana. Pada kedua kasus dalam laporan ini, dilakukan pemberian antikoagulan sebagai terapi terhadap koagulopati terkait COVID-19. Pada kasus pertama, pemberian antikoagulan jelas memiliki indikasi yang kuat terkait adanya manifestasi trombosis berupa infark cerebri. Sedangkan pada kasus kedua, di mana tidak ditemukan adanya manifestasi trombosis, pemberian antikoagulan tetap diberikan. Hal ini mengacu pada rekomendasi yang dikeluarkan oleh ISTH, di mana pada subjek dengan COVID-19 dengan peningkatan kadar D-dimer, direkomendasikan pemberian antikoagulan. Rekomendasi antikoagulasi yang dikeluarkan oleh ISTH merupakan salah satu yang paling pertama merekomendasikan pemberian antikoagulasi pada semua pasien COVID-19 dengan peningkatan kadar D-dimer. ISTH merekomendasikan pemberian antikoagulan berupa low molecular weight heparin (LMWH) pada pasien dengan koagulopati terkait COVID-19. Rekomendasi ini disempurnakan lagi oleh Swiss Society of Hematology (SSH) dengan memberikan rekomendasi dan agen tambahan terkait pemberian antikoagulan. Pada guideline tersebut, ditambahkan bahwa pada pasien dengan bersihan kreatinin >30 ml/menit maka LMWH direkomendasikan sebagai antikoagulan pilihan. Sedangkan pada pasien dengan bersihan kreatinin <30ml/menit, direkomendasikan penggunaan unfractioned heparin (UFH). Pada kasus pertama, ditemukan bersihan kreatinin berupa 51.9 ml/menit, sehingga diputuskan untuk memilih antikoagulasi berupa LMWH dengan dosis 60mg/12jam/subkutan. Pasca pemberian agen antikoagulasi ditemukan adanya penurunan kadar D-dimer yang signifikan pada hari – hari berikutnya dan diikuti dengan perbaikan klinis pasien. Pada kasus kedua, diberikan pemberian antikoagulan oral berupa rivaroxaban. Penggunaan antikoagulan oral sendiri tidak disebutkan dalam guideline ISTH maupun SSH karena belum adanya data klinis pada saat kedua guideline dipublikasikan. Dalam studi yang dilakukan oleh Thachil et al., ditemukan bahwa pemberian antikoagulan oral dapat direkomendasikan pada pasien koagulopati terkait COVID-19. Pada studi tersebut, digunakan agen antikoagulan Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 11

oral berupa antagonis vitamin K (warfarin) dan direct-acting oral anticoagulant (DOAC). Studi ini juga didukung oleh rekomendasi yang dikeluarkan oleh American Society of Hematology dengan DOAC terpilih berupa rivaroxaban atau betrixaban. Penggunaan DOAC lebih direkomendasikan karena tidak perlu disertai dengan pemantauan INR yang sering. Selain itu, pemberian antagonis vitamin K pada pasien COVID-19 juga dinilai kurang efektif pada pasien COVID-19 dikarenakan tingginya variabilitas metabolisme vitamin K terkait insufisiensi hepar yang kerap ditemukan pada kasus COVID-19. (Testa et al., 2020) Pada kasus kedua, penggunaan rivaroxaban menghasilkan penurunan kadar D- dimer yang signifikan dan tidak terjadi manifestasi trombosis hingga saat pasien dipulangkan. Hal ini menggambarkan efektivitas rivaroxaban sebagai agen trombofilaksis pada kasus koagulopati terkait COVID-19. Pada kedua kasus ini dilakukan pemeriksaan kadar D-dimer setiap 3 hari. Hal ini sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh SSH, di mana kadar D- dimer sebaiknya diperiksa 2 hingga 3 kali dalam seminggu. RINGKASAN Telah dilaporkan kasus serial koagulopati pada COVID-19, di mana pada kasus pertama ditemukan bukti trombosis arteri dengan manifestasi berupa infark cerebri, sedangkan pada kasus kedua tidak ditemukan adanya manifestasi trombosis. Perbedaan manifestasi pada kedua pasien ini kemungkinan didasari oleh faktor komorbiditas dan tidak tertutup kemungkinan, viral load. Pemberian antikoagulan merupakan prinsip tatalaksana utama pada koagulopati terkait COVID-19, terutama pada pasien dengan manifestasi klinis trombosis, di mana pemberian antikoagulan bersifat sebagai agen kuratif. Sedangkan pada kasus di mana tidak ditemukan adanya manifestasi trombosis, pemberian antikoagulan juga tetap diberikan karena telah terbukti efektif sebagai agen preventif, dalam hal ini sebagai agen trombofilaksis. Pengukuran D- dimer direkomendasikan sebagai parameter diagnostik sekaligus parameter monitoring dan prognostic pada kasus koagulopati terkait COVID-19. Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 12

DAFTAR PUSTAKA 1. Bikdeli, B., Madhavan, M.V., Jimenez, D., Chuich, T., Dreyfus, I., Driggin, E., Der Nigoghossian, C., Ageno, W., Madjid, M., Guo, Y. and Tang, L.V., 2020. COVID-19 and Thrombotic or Thromboembolic Disease: Implications for Prevention, Antithrombotic Therapy, and Follow-Up: JACC State-of-the-Art Review. Journal of the American College of Cardiology, 75(23), pp.2950-2973. 2. Casini A, Alberio L, Angelillo-Scherrer A, et al.2020. Suggestions for thromboprophylaxis and laboratory monitoring for in- hospital patients with COVID-19. Swiss Med Wkly.150:20247 3. Chen, W., Lan, Y., Yuan, X., Deng, X., Li, Y., Cai, X., Li, L., He, R., Tan, Y., Deng, X. and Gao, M., 2020. Detectable 2019-nCoV viral RNA in blood is a strong indicator for the further clinical severity. Emerging microbes & infections, 9(1), pp.469-473. 4. Guan, W.J., Ni, Z.Y., Hu, Y., Liang, W.H., Ou, C.Q., He, J.X., Liu, L., Shan, H., Lei, C.L., 5. Hui, D.S.C. and Du, B., 2019. China Medical Treatment Expert Group for Covid-19. Clinical characteristics of coronavirus disease, pp.1708-1720. 6. Klok, F.A., Kruip, M.J.H.A., Van der Meer, N.J.M., Arbous, M.S., Gommers, D.A.M.P.J., Kant, K.M., Kaptein, F.H.J., van Paassen, J., Stals, M.A.M., Huisman, M.V. and Endeman, H., 2020. Incidence of thrombotic complications in critically ill ICU patients with COVID-19. Thrombosis research. 7. Testa, S., Paoletti, O., Giorgi-Pierfranceschi, M. and Pan, A., 2020. Switch from oral anticoagulants to parenteral heparin in SARS-CoV-2 hospitalized patients. Internal and Emergency Medicine, pp.1-3. 8. Thachil, J., Tang, N., Gando, S., Falanga, A., Cattaneo, M., Levi, M., Clark, C. and Iba, T., 2020. ISTH interim guidance on recognition and management of coagulopathy in COVID‐ 19. Journal of Thrombosis and Haemostasis, 18(5), pp.1023-1026. Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 13

9. Thachil, J., Tang, N., Gando, S., Falanga, A., Cattaneo, M., Levi, M., Clark, C. and Iba, T., 2020. DOACs and ‘newer’haemophilia therapies in COVID‐ 19. Journal of Thrombosis and Haemostasis. 10. Zheng, S., Fan, J., Yu, F., Feng, B., Lou, B., Zou, Q., Xie, G., Lin, S., Wang, R., Yang, X. and Chen, W., 2020. Viral load dynamics and disease severity in patients infected with SARS-CoV-2 in Zhejiang province, China, January-March 2020: retrospective cohort study. bmj, 369. Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 14

2 A Rare Case : Primary Cardiac tumor Presume As Cardiac Rhabdomyoma in Newborn Baby Lia Susanti , Yulius Pattimang PENDAHULUAN Diagnosa Tumor jantung prenatal pertama dilaporkan oleh De- Vore et al.tahun 1982 dan jumlah kasus tumor jantung terdeteksi meningkat dengan meluasnya penggunaan Echokardiografi. Kasus tumor jantung primer jarang dengan estimasi kejadian 0.027 to 0.17% (1). Rhabdomyoma jantung pada fetus jarang ditemui namun merupakan tumor jantung janin yang paling sering. Insiden Rhabdomyoma jantung fase postnatal adalah sekitar 1/40000. Etiologi tidak diketahui, namun ada data yang menunjukkan bahwa hormone ibu berperan . Dengan teknologi ultrasonografi yang semakin meningkat, Rhabdomyoma jantung sekarang lebih sering didiagnosis sebelum lahir dan merupakan tumor jantung yang paling umum didiagnosis intra uterine. Penegakkan diagnosis sering kali insidentil. Tumor jantung ini dilaporkan terdeteksi paling awal pada minggu kehamilan ke-20. Rhabdomyoma merupakan tumor terbesar dalam kehidupan janin, kemudian menyusut seiring bertambahnya usia dan bahkan mungkin hilang sepenuhnya. Karena itu prevalensinya lebih tinggi pada anak-anak daripada pada orang dewasa. Rhabdomyoma jantung biasanya mengalami regresi tanpa pengobatan, tetapi reseksi bedah harus dilakukan jika menyebabkan perburukan fungsi jantung. Prognosisnya baik jika tidak ada komplikasi dalam rahim dan atau dalam enam bulan pertama postnatal, namun bisa menyebakan disfungsi jantung. (2). Pada Kasus ini kami membahas penegakan diagnosa tumor intra Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 15

cardiak primer berdasarkan echo kardiografi , tatalaksana serta komplikasi yang dapat timpul pada tumor intra cardiak serta faktor prognostik pada pasien ini. LAPORAN KASUS Pasien Bayi perempuan usia 1 hari di konsulkan dari bagian pediatrik dengan massa intra cardiac yang diketahui dari fetal echocardiografi. Lahir cukup bulan (38 minggu) secara section caesaria atas indikasi letak oblique &Kelainan kongenital (massa Intracardiac). Bayi segera menangis , Apgar Skor 7/9 , BB lahir 3,75 kg, PB 50 cm, LK. 35,5 cm. Pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum aktif, nadi : 134 x /menit, reguler, RR : 44x/menit, T: 36,7 °C., Spo 97%. Trauma lahir tidak ada, kepala dan wajah tidak ada kelainan kongenital. Konjuntiva tidak ikterik, tidak anemis, bunyi nafas vesikular, tidak ada rhonkhi dan wheezing tidak ada, S1/S2 kesan tunggal, regular, murmur tidak ada, peristaltik kesan normal, hepar lien tidak teraba, anus ada, extremitas tidak ada kelainan. Kulit tidak ada kelainan maupun hipo/hiperpigmentasi. Pasien merupakan anak ke 7 dari 7 bersaudara. Dari keenam saudara tidak ada yang dengan kelainan jantung dan kelainan congenital lainya. Bapak berusia 43 tahun, tidak merokok. Ibu berusia 33 tahun , selama hamil keluhan mual muntah selama 3 bulan awal kehamilan ada, minum multivitamin dari bidan, tidak minum jamu- jamuan selama hamil, tidak merokok atau terkena asap rokok, tidak minum alkohol, tidak ada riwayat hipertensi, diabetes maupun demam selama kehamilan. Rutin kontrol ke bidan dan mendapat multivitamin dan penambah darah. Pada minggu ke 37 kehamilan kontrol ke spesialis kandungan karena letak Oblique dan dari fetal echo dengan hasil massa intracardiac ( Gambar .1) dan diputuskan terminasi kehamilan dengan section caesarea. Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 16

Gambar 1. Fetal ECHO Saat Usia kehamilan 37 Minggu. Pada 4 Chamber View tampak 2 massa hiper echoic homogeny berbentuk bulat di miokard ventrikel kiri dan kanan Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 17

Gambar 2. Echokardiografi pada usia 1 hari. Massa Hiperechoicmultiple, homogen dan yang berasal dari miokardium , tampak juga massainfiltrat pada septum ventrikel. Tidak tampak obstruksi pada LVOT maupun RVOT. Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 18

Gambar 3. EKG Usia 3 Hari Bacaan : Sinus Takikardi , detak jantung 114 bpm, Axis 45o gelombang P 0, 06 s, interval PR 0,12 s, durasi QRS 0,04s, QT 0, 28s, QTc 420 ms Kesimpulan : Sinus Takikardi , HR 114 bpm, normoaxis Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 19

Gambar 4. USG Whole AbdomenSaatUsia 3 Hari Dengan kesimpulan tidak tampak kelainan radiologi pada USG abdomen saat ini. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, didiagnosis Cardiac Rhabdomyoma. Kondisi Pasien Stabil dan Asimptomatis . Dari Bagian kardiologi tidak mendapat terapi dan direncanakan follow up Echokardiografi pada usia 3 bulan. Namun Pasien meninggal mendadak saat usia 97 hari . PEMBAHASAN Neonatus, usia 1 hari dikonsulkan dari bagian pediatric dengan Hasil Fetal Echo saat usia kehamilan 37 minggu, pada 4 Chamber View tampak dua massa hiperechoic homogen berbentuk bulat di miokard ventrikel kiri dan kanan. Massa Intracardiac yang representasikan sebagai suatu Tumor , Etiologinya dapat ditentukan berdasarkan factor : (1) Usia pasien pada saat presentasi; Rhabdomyoma dan fibromas merupakan tumor jantung jinak yang paling sering pada anak-anak. (2) Kemungkinan epidemiologis dan probabilitas klinis, (3) Lokasi tumor. (4). Karakterisasi jaringan non invasive dengan pencitraan resonansi magnetic kardio vaskular (Cardiac-MRI) atau echokardiografi. (Gambar 5 ). Dengan menggunakan pendekatan ini dan mengintegrasikan data klinis, diagnosis yang akurat dan strategi pengobatan biasanya Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 20

dimungkinkan tanpa perlu biopsi perkutan atau biopsy bedah terbuka.(3) Tumor jantung sangat jarang terjadi pada anak-anak baik tumor jantung primer maupun sekunder, mayoritas dengan tumor primer benign. Prevalensi Tumor Jantung Primer pada populasi pediatric yakni (0.027 to 0.17%)(4). Mayoritas tumor jantung primer pada kasus anak merupakan tumor jinak dan sekitar 10% bersifat ganas.. Rhabdomyoma merupakan tumor jantung yang paling sering ditemukan pada anak (45%) diikuti oleh fibroma (25% hingga 30%) dan teratom. dan lebih sedikit lagi yakni myxoma, lipoma, hemangioma, mesothelioma dan tumor sel Purkinje (Gambar.6 ) (5). Tumor jantung metastasis yang menyebar secara hematogen, limfogen maupun direct lebih jarang terjadi pada anak yakni sarcoma, lymphoma, kanker testis dan Wilms tumor(4). Terdapat perbedaan distribusi jenis tumor pada anak berdasarkan usia (6). Sehingga kecurigaan awal kami mengarah pada suatu Rhabdomyoma. Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 21

Gambar 5.Evaluasi Tumor Cardiac (3) Gambar 6 . Distribusi berbagai tumor jinak pada infant dan anak (6).Gambar 7 .Distribusi Subtype massa intracardiaak berdasarkan lokasi anatomi(3) Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 22

Gambar 8. .Perbedaaan Berbagai tumor jinak pada anak.(4). Dengan teknologi ultrasonografi yang semakin maju dan pengalaman operator , Rhabdomyoma jantung pada janin sekarang lebih sering didiagnosis sebelum lahir. Tampilannya sebagai massa hyperechoic, homogen dan multiple yang berasal dari miokardium atau infiltratif, bisa terletak di semua area miokard tetapi biasanya terdeteksi di septum atau ventrikel. Diagnosis seringkali insidentil, 90% Cardiac Rhabdomyoma didiagnosa saat prenatal (2,4,7). Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 23

Kami lakukan echokardiografi pada pasien ini dengan hasil tampak massa homogen dan multiple yang berasal dari miokardium di ventrikel kiri dan kanan dan dinding Anterior RVOT juga massa infiltrat pada septum ventrikel. Massa tidak menyebabkan obstruksi RVOT maupun LVOT, sehingga disimpulkan tidak menyebabkan gangguan hemodinamik . Echokardiografi dan MRI adalah modalitas pencitraan yang paling umum digunakan untuk evaluasi tumor jantung pada anak dan untuk menegakkan diagnosa. Echokardiografi memiliki keuntungan yang lebih tersedia, non invasif, relative murah, cepat, dan bebas radiasi dan biasanya merupakan modalitas diagnostic utama. Namun, keterbatasan ekokardiografi kurang memadai untuk evaluasi struktur ekstra kardiak.(4). Pada Echokardiografi Rhabdomyoma dapat ditemukan di bagian manapun termasuk miokardium ventrikel, lebih jarang di atrium atau di daerah sub epicardial jantung (8). Lebih dari 90% Rhabdomyoma dengan massa multiple dan terdapat pada keduaventrikel (6). Berdasarkan echokardiografi yang menunjukkan massa hiperechoik dan multiple, dan berdasarkan algoritma pada gambar.5 kami simpulkan kemungkinan besar pasien dengan Cardiac Rhabdomyoma. Rhabdomyoma sering berhubungan dengan tuberous sclerosis complex (TSC) yakni gangguan neurokutan autosomal dominan yang bisa mempengaruhi setiap organ tubuh, paling sering otak, ginjal, jantung, dan paru-paru (5). Dilaporkan juga tumor multiple sangat berhubungan dengan tuberous sclerosis ( 60-80%) dan sebaliknya 47% pasien dengan TSC dengan tumor cardiac. Rhabdomyoma ventrikel tunggal dilaporkan pada kasus Trisomi 21,24 13 & 18 namun jarang ditemui. Riwayat keluarga dan konseling genetik harus dinilai pada pasien dengan tumor intracardiac termasuk riwayat keluarga dengan TS dan multiple cadiac fetal tumor berhubungan dengan TS..(9). Dilaporkan Fetal MRI Otak dini pada usia 23 minggu namun tidak direkomendasikan secara rutin setelah diagnosa Rhabdomyoma ditegakkan karena manifestasi cerebral biasanya berkembang pada akhir masa infant dan tanpa adanya keterlibatan otak pada masa antenatal tidak menjamin luaran post natal baik. Sehingga evaluasi regresi cardiac rhabdomyoma dan pemeriksaan neurologis termasuk MRI minimal saat usia 1 tahun untuk mengekslusi berkembangnya TS Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 24

(1). Sebagian besar Cardiac Rhabdomyoma Congenital asimptomatis, presentasi klinis tumor intracardiac tergantung pada ukuran dan lokasi massa dibandingkan tipe berdasarkan histologi. (10). Dua komplikasi paling sering yakni congestife heart failure dan aritmia . Nimeri et all melaporkan kejadian in utero heart failure dengan manifestasi ascites dan SVT (11). Setelah lahir gejalanya tergantung pada jumlah, posisi dan ukuran massa intrakardiak (8). Rhabdomyoma dapat menyebabkan obstruksi outflow dan inflow tract dan aritmia sehingga dapat menyebabkan gangguan pernapasan bayi, gagal jantung kongestif, curah jantung rendah dan kematian mendadak. Jika Rhabdomyoma terletak pada atrio-ventricular junction, sehingga dapat bersifat seperti jalur aksesorius,dimana sel tumor secara struktural menyerupai sel purkinje sehingga dapat memicu sindrom preksitasi. Selain itu dapat timbul tanda dan gejala konstitusional pada tumor sisi kanan dengan sinkop, efusiperikardial, sindromvena cava, emboli paru dan sianosis, sedangkan tumor sisi kiri gejala klinis berupa embolisasi yang menyebabkan kejang, transient ischemia attack dan ganguan cerebrovascular atau perifer lainya (9). Pada pasien saat dilakukan pemeriksaan fisis dengan hemodinamik stabil, pemeriksaan fisis jantung dan paru dalam batas normal, tidak ada tanda dan gejala gagal jantung kongesti. Berdasarkan pemeriksaan EKG juga dengan sinus takikardi, Heart rate , 114x/menit, normoaxis yang sesuai secara fisiologis pada infant dan berdasarkan echokardiografi massa intra kardiak tidak menyebabkan obstruksi LVOT dan RVOT. Pemeriksaan Ekokardiografi transthoracic maupun transoesophageal, CT Scan dan MRI merupakan baku emas modalitas diagnostik. Pemantauan Holter direkomendasikan untuk mengidentifikasi aritmia. Pada ekokardiografi, Rhabdomyoma tampak homogen, echo bright masses dan berbatas tegas (9). Dilaporkan tumor jantung itu terdeteksi paling awal pada minggu kehamilan ke- 20 dan ukuranya meningkat sampai usia kehamilan ke 32 yang kemudian akan mengalami regresispontan (8). Pada postnatal, dilaporkan Cardiac Rhabdomyoma dapat terus tumbuh karena estrogen ibu. Penyusutan ukuran tumor mungkin karena kadar estrogen berkurang dan bahkan mungkin hilang sepenuhnya. Karena Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 25

itu prevalensinya lebih tinggi pada anak daripada pada orang dewasa (2). MRI sering digunakan pada rhabdomyoma untuk mengevaluasi otak, hati, dan ginjal untuk mendeteksi tuberous sclerosis. Secara histopatologi, Rhabdomyoma tampak sebagai nodul yang membesar dengan kardiomiosit kaya glikogen dan sitoplasma yang jernih, diselingi dengan Spider Cells. Bekerja melalui jalur Ubiquitin, sel Rhabdomyoma kehilangan potensi mitosisnya setelah lahir dengan lebih dari 80% akan menghilang selama masa pediatric (9). Pada Pasien kami lakukan USG Whole abdomen dengan hasil tidak ada kelainan pada kedua ginjal, hepar dan organ intra abdomen lainya. Salah satu ciri Cardiac Rhabdomyoma yakni dapat regresi spontan. Trasmisi transplacenta estrogen maternal berperan pada perkembangan Cardiac Rhabdoyoma in utero. Saat efek estrogen maternal berkurang, rhabdomyoma akan regresi (10). Karena kecenderungannya untuk regresi spontan maka manajemen konservatif dilakukan pada anak yang asimptomatis (7). Jika dengan masalah klinis serius seperti Aritmia yang mengancam, Obstruksi ventricular inflow dan outflow-tract dan Congestive heart failure perlu pemberian terapi untuk aritmia dan gagal jantung serta tindakan pembedahan koreksi pada obstruksi mekanik berat (10). Dari beberapa laporan kasus disimpulkan massa tumor diameter > 20 mm dengan resiko kematian perinatal lebih tinggi akibat gangguan hemodinamik dan aritmia (1). Terapi terbaru pada pasien yang simptomatis dan inoperable dapat diberikan everolimus ( mTOR (mammalian target of rapamycin) inhibition) untuk regresi cardiac rhabdomyoma namun jarang dilakukan, hanya 17 kasus yang dilaporkan pada literatur dan masih dibutuhkan penelitian lanjutan untuk menilai efikasi dan keamanan pengunaan terapi ini pada Cardiac Rhabdomyoma (10). Prognosisnya baik jika tidak ada komplikasi dalam rahim dan atau dalam enam bulan pertama postnatal, namun bias dengan prognosis buruk jika dengan gangguan fungsi jantung. Angka kematian neonatal adalah 4-6% (2). Kondisi pasien stabil dan asimptomatis, direncanakan control ulang Echokardiografi 3 bulan kemudian dan rencana pemeriksaan penunjang lainnya, namun pasien meninggal mendadak pada usia 97 hari. Kemungkinan besar pasien mengalami sudden cardiac death yang dilaporkan juga sebagai Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 26

komplikasi dari Cardiac Rhabdoyoma. RINGKASAN Telah dilaporkan neonatus perempuan lahir aterm secara Sectio Caesaria,usia 1 hari dengan hasil USG Fetomaternal pada kehamilan usia 37 minngu ditemukan massa multiple dan hyperechoic intracardiak. Dari pemeriksaan Vital Sign pasien dengan hemodinamik stabil . Pemeriksaan fisis jantung, paru serta pemeriksaan fisis lainya dalam batas normal dan tidak ditemukan kelainan Kongenital lainya. Echokardiografi dengan hasil tampak massa homogen dan multiple yang berasal dari miokardium di ventrikel kiri dan kanan dan dinding Anterior RVOT juga massa infiltrat pada septum ventrikel. Pasien kemudian didiagnosa dengan Cardiac Rhabdomyoma berdasarkan pendekatan Usia ,lokasi,data epidemiologi dan data klinis serta echokardiografi. Kemungkinan Trasmisi transplacenta estrogen maternal berperan pada perkembangan Cardiac Rhabdoyoma in utero. Kondisi pasien stabil, berdasarkan Echo kardiografi Massa tidak menyebabkan obstruksi RVOT maupun LVOT. Dan berdasarkan EKG kesan normal untuk usia neonatus, tidak dijumpai adanya sindrom preeksitasi maupun tanda aritmia lainya. Sehingga disimpulkan Asimptomatis dan tatalaksana selanjutnya konservatif. Rhabdomyoma sering berhubungan dengan tuberous sclerosis complex (TSC) yakni gangguan neuro kutanautosomal dominan yang mempengaruhi setiap organ tubuh, paling sering otak, ginjal, jantung, dan paru-paru. Untuk menilai adanya kelainan kongenital lainya kami lakukan USG Abdomen dan tidak ditemukan kelainan. Pasien meninggal mendadak pada usia 3 bulan. Kemungkinan besar pasien mengalami sudden cardiac death yang dilaporkan juga sebagai komplikasi dari Cardiac Rhabdoyoma. Setelah mendiagnosa adanya suatu tumor intra cardiac penting menilai perjalan penyakit, komplikasi yang dapat timbul, serta luaran, juga perlu mencari adanya kelainan kongenita lainya. Selain itu penting untuk mengedukasi keluarga mengenai perjalanan penyakit dan komplikasi yang akan timbul. Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 27

DAFTAR PUSTAKA 1. Ghaisas SD, Seshadri S, Suresh B. Outcome of Antenatally Diagnosed Cardiac Rhabdomyoma: Case Series from a Tertiary Fetal Medicine Center in India. J Fetal Med. 2015;2(1):33–7. 2. Ekmekci E, Ozkan BO, Yildiz MS, Kocakaya B. Prenatal diagnosis of fetal cardiac rhabdomyoma associated with tuberous sclerosis: A case report. Case Reports Women’s Heal. 2018;19:5– 7. 3. Tyebally S, Chen D, Bhattacharyya S, Mughrabi A, Hussain Z, Manisty C, et al. Cardiac Tumors JACC CardioOncology State-of- the-Art Review. JACC CARDIOONCOLOGY. 2020;2(2):1–19. 4. Tao TY, Yahyavi-Firouz-Abadi N, Singh GK, Bhalla S. Pediatric cardiac tumors: Clinical and imaging features. Radiographics. 2014;34(4):1031–46. 5. Sciacca P, Giacchi V, Mattia C, Greco F, Smilari P, Betta P, et al. Rhabdomyomas and Tuberous sclerosis complex: Our experience in 33 cases. BMC Cardiovasc Disord. 2014;14(1):1– 11. 6. Ramlawi B, Reardon MJ. Cardiac Tumors: Treatment. In: , Hermann J, editor. Clinical Cardio-oncology [Internet]. Elsevier; 2018. p. 91–119. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-323-44227-5.00006-5 7. Maleszewski JJ, Burke A. Cardiac Tumors: Overview and Pathology. In: Joerg herrmann, editor. Clinical Cardio-oncology [Internet]. Elsevier; 2018. p. 61–75. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-323-44227-5.00004-1 8. Colosi E, Russo C, Macaluso G, Musone R, Catalano C. Sonographic diagnosis of fetal cardiac rhabdomyomas and cerebral tubers: a case report of prenatal Tuberous Sclerosis. J Prenat Med. 2013;7(4):51–515. 9. Yadava OP. Cardiac tumours in infancy. Indian Heart J [Internet]. 2012;64(5):492–6. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ihj.2012.05.004 Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 28

10. Bornaun H, Öztarhan K, Erener-Ercan T, Dedeoğlu R, Tugcu D, Aydoğmuş Ç, et al. Regression of Cardiac Rhabdomyomas in a Neonate after Everolimus Treatment. Case Rep Pediatr. 2016;2016:1–3. 11. Nimeri N, Abdelmaaboud M, Abdulrhman S, Eissa A. Antenatally diagnosed fetal cardiac tumor associated with tuberous sclerosis. J Clin Neonatol. 2015;4(2):129.March 2020: retrospective cohort study. bmj, 369. Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 29

3 Atypical Presentation of Pulmonary Embolism Okto Sofyan Hasan, Abdul Hakim Alkatiri PENDAHULUAN Emboli Paru (Pulmonary Embolism/PE) adalah penyebab kematian kardiovaskular tersering ke tiga di dunia. Emboli paru dapat menyebabkan spektrum klinis yang luas, dari asimptomatik dan ditemukan secara insidental (incidental pulmonary embolism) hingga dengan presentasi hemodinamik tidak stabil yang dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian. Sekitar 45% dari pasien PE akut disertai dengan gagal jantung kanan (Right Heart Failure/RHF) akut, dan 3.8% pasien terjadi Chronic Thromboembolic Pulmonary Hypertension (CTEPH) dengan gangguan fungsi dan dilatasi ventrikel kanan (Right Ventricle/RV). (Bryce YC et al., 2019) Oleh karena variasi presentasi klinis dari PE, guideline saat ini merekomendasikan stratifikasi risiko berdasarkan hemodinamik dan tanda- tanda disfungsi ventrikel kanan. Hubungan antara lokasi thrombus dan prognosis pasien PE telah ditelaah sebelumnya, dengan hasil yang tidak konklusif. Meskipun demikian, pada praktik klinis, lokasi thrombus dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam terapi, dimana beberapa penyedia layanan kesehatan terpengaruh oleh besarnya ukuran thrombus sehingga melakukan terapi yang lebih agresif. (Jain CC et al., 2016) Pada laporan kasus ini, kami menyajikan pasien dengan presentasi klinis yang tidak khas, yang ditemukan secara insidental ketika dilakukan evaluasi untuk menegakan diagnosa Congestive Heart Failure (CHF). Ditemukan kecurigaan yang mengarah ke emboli paru dari pemeriksaan penunjang elektrokardiografi dan didapatkan kecurigaan tinggi yang mengarah ke emboli paru dari pemeriksaan ekokardiografi. Pasien dengan keluhan kedua tungkai bengkak Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 30

minimal dan tidak didapatkan tanda-tanda gagal jantung kanan sehingga dari klinis pasien tidak mengarah ke PE. Riwayat pasien dilakukan terapi reperfusi secara PCI pemasangan satu stent di mid- LAD. Hal ini merupakan sesuatu yang jarang, mengingat besarnya ukuran PE dari hasil pemeriksaan Multi Sliced Computed Tomography (MSCT) Scan. Sehingga temuan emboli paru pada pasien ini merupakan temuan yang tidak terduga. Laporan kasus ini menekankan emboli paru adalah suatu penyakit kardiovaskular dengan spektrum gejala yang luas dengan gejala yang nonspesifik yang dapat menyumbat arteri pulmonal baik arteri pulmonal sentral maupun perifer. Diagnosis emboli paru seringkali terlewatkan. Emboli paru, walaupun ditemukan secara asimptomatik dan insidental, menurut studi metaanalisis oleh Van der Hulle et al, jika tidak diterapi memiliki risiko Venous Thromboembolism (VTE) sebesar 12% dan mortalitas hingga 47% dalam 6 bulan. Sehingga temuan insidental PE tidak bisa dianggap sebagai suatu temuan yang tidak bermakna. (Van der Hulle et al., 2016) ILLUSTRASI KASUS Ny. A.B, Pasien wanita berusia 70 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang dialami sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, memberat 3 hari terakhir. Dyspnoe On Effort ada, Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe ada, ortopnoe ada. Nyeri dada tidak ada. Demam dan batuk tidak ada. Pasien riwayat menjalani PCI dengan implantasi 1 stent DES di mid- LAD pada tahun 2016, dengan diagnosis Coronary Artery 1 Vessel Disease dengan stenosis 85% di mid-LAD. Riwayat hipertensi dan riwayat diabetes mellitus ada, berobat rutin di Poliklinik PJT RSWS. Tidak ada riwayat merokok. Deskripsi Umum Pasien 1 Kesan sakit t sedang, gizi cukup, Kesadaran compos mentis, Berat badan : 55 kg. Tinggi badan : 155 cm, Tanda Vital : Tekanan Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 31

darah : 140/80 mmHg; Nadi : 100 x/mnt regular, Pernapasan : 24 x/ mnt, Suhu: 36.8 oC , Saturasi Oksigen: 95 %. Status Genaralis Kepala Normocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut, Mata Konjungtiva anemis tidak ada, sklera tidak ikterus, pupil bulat isokor, refleks cahaya normal,exophthalmus tidak ada. Telinga : Tidak tampak adanya secret, Hidung : Bentuk normal, tidak ada sekret, epistakis (-)., Rongga mulut dan tenggorokan : Perdarahan gusi (-), hipertropi ginggiva (-), atrofi papil lidah (-). Leher : DVS R+3 cm H2O, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Kulit : Turgor dan elastisitas kesan normal. Thoraks : Inspeksi Simetris kiri sama dengan kanan., Palpasi Simetris kiri dan kanan, fremitus raba simetris. Tidak teraba massa tumor maupun nyeri tekan., Perkusi Sonor kiri dan kanan. Auskultasi Bunyi pernapasan : Vesikuler, Bunyi tambahan : Rhonki basal bilateral, wheezing tidak ada. Jantung : Inspeksi Ictus cordis tampak. Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V midclavicular line. Perkusi Batas jantung pada ICS V midclavicular line. Auskultasi Bunyi jantung I/II reguler, murmur tidak ada. Abdomen : Inspeksi Datar simetris, Auskultasi Peristaltik kesan normal, Palpasi Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada. Perkusi Timpani. Ekstremitas : Edema tungkai ada minimal, akral hangat. Cyanosis tidak ada. Clubbing Finger tidak ada. Pemeriksaan Penunjang 1. Elektrokardiografi Gambar 1. EKG Kesimpulan: Sinus ritme, heart rate 100 kali per menit, Left Axis Deviation,pola S1Q3T3, Incomplete Right Bundle Branch Block Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 32

2. Laboratorium (6 Desember 2019) Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 33

3. Foto Thoraks (6 Desember 2019) Gambar 2. X-Ray thorax Kesimpulan:  Cardiomegali dengan tanda-tanda bendungan paru  Dilatatio et atherosclerosis aortae  Plate-like atelektasis pulmo sinistra 4. Ekokardiografi (7 Desember 2019)  Fungsi sistolik LV baik, EF 52% (TEICH)  Dimensi jantung: dilatasi RA, RV, MPA. LV D- Shaped (LVEDd 4,87 cm, LVEDs 3,57 cm, LA Mayor : 5,6 cm, LA Minor : 2,7 cm, RA Mayor 3,9 cm, RA Minor 4,2 cm, RVDB 3,1 cm, LA 3,7 cm, Ao 3,0 cm, LA/Ao:1.23), MPA 3,4 cm  Ventrikel kiri: LVH (+) (LVMI 119 g/m2)  Pergerakan miokard: LV global normokinetik  Fungsi sistolik RV normal, TAPSE 1.9 cm  Katup jantung  Mitral : Fungsi dan pergerakan baik  Aorta : 3 kuspis. Kalsifikasi (-), fungsi dan pergerakan baik  Trikuspid : TR mild (TR Vmax: 29,2 m/s, TR Max PG: 34 mmHg) Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 34

 Pulmonal : MPA diameter : 3.4 cm, PV Acct: 74 ms, thrombus (-)  E/A < 1, eRAP 8 mmHg (EXP 1,1/INSP 0,5 cm) Kesimpulan:  Fungsi sistolik LV baik, EF 52% (TEICH)  LV D-Shaped, Dilatasi RA, RV, MPA  Trikuspid regurgitasi ringan  High probability of PH 5. MSCTA Aorta Thoracalis (13 Desember 2019) Gambar 3. MSCTA Aorta Thoracalis  Thromboemboli main pulmonary artery dan arteri pulmonalis low lobus bilateral sesuai gambaran emboli pulmonal 6. Angiografi koroner (10 oktober 2016)  Left Main : Distal stenosis 20%  Left Anterior Descending: mid stenosis 85%  Left Circumflex Artery: Proximal stenosis 30%  Right Coronary Artery : Mid stenosis 20%  Saran: PCI di mid-LAD Diagnosis Awal 1. Emboli paru akut “Intermediate Risk” 2. CHF NYHA III Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 35

3. CAD 1 VD Post PCI (2016) 4. Diabetes Mellitus Tipe 2 Tatalaksana Awal 1. NaCl 0.9% 500cc/24 jam/intravena 2. Clopidogrel 75 mg/24 jam/oral 3. Furosemid 40mg/12 jam/intravena 4. Heparin 80 IU/KgBB/bolus intravena (4000 IU) kemudian maintenancedengan 18 IU/KgBB/jam/syringepump (1000 IU) 5. Irbesartan 150 mg/24 jam/oral 6. Atorvastatin 40 mg/24 jam/oral 7. Metformin 500 mg/12 jam/oral 8. Diamicron 60 mg/24 jam/oral Planning: 1. Kontrol APTT 2. Konsul endokrin 3. Konsul pulmonologi DISKUSI Penyakit thromboembolik vena (Venous Thromboembolism / VTE) seperti emboli paru adalah penyebab tersering kegawatdaruratan kardiovaskular ketiga setelah infark miokard dan stroke. Dari suatu studi epidemiologi, insidensi tahunan emboli paru berkisar antara 39-115 pasien per 100.000 populasi, dimana insidensi terutama 8 kali lebih banyak pada individu berusia ≥ 80 tahun (Wendelboe et al., 2016). Emboli Paru (Pulmonary Embolism / PE) menyebabkan sekitar 300.000 kematian per tahun di Amerika Serikat, yang merupakan salah satu penyebab kematian utama. Dari jumlah ini, sekitar 34% meninggal secara mendadak atau dalam beberapa jam setelah onset ataupun terapi sempat diberikan. (Wendelboe et al., 2016). Pasien ini mengalami suatu emboli paru akut yang ditandai Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 36

dengan sesak napas, peningkatan DVS, dan edema pretibial yang ketiganya merupakan tanda-tanda gagal jantung kanan, dengan ukuran thrombus yang cukup besar pada proksimal arteri pulmonal kiri dan kanan. Berbagai macam faktor predisposisi dapat berperan dalam terjadinya emboli paru terlampir pada tabel 1. Sedangkan pada pasien ini tidak didapatkan faktor risiko yang bermakna selain riwayat diabetes mellitus. Faktor risiko seperti riwayat kanker, trauma dan imobilisasi lama tidak ditemukan pada pasien ini. Sedangkan riwayat penyakit autoimun atau thrombofilia belum dapat disingkirkan. (Konstantinides et al., 2019) Tabel 2. Faktor predisposisi emboli paru (Konstantinides SV et al., 2019) Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 37

Penyakit thromboembolik vena seperti emboli paru dianggap merupakan suatu kontinuitas dari spektrum penyakit kardiovaskular dan memiliki faktor risiko yang serupa seperti merokok, obesitas, hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes (Piazza et al., 2010). Akan tetapi pada pasien ini berdasarkan anamnesis tidak didapatkan adanya faktor risiko seperti di atas yang menyebabkan temuan diagnosis emboli paru pada pasien ini merupakan sesuatu yang tidak diperkirakan sebelumnya. Ventrikel kanan merupakan suatu ruangan dengan dinding tipis, compliant, berbentuk seperti sabit dengan tekanan intraventrikular yang rendah dan afterload yang rendah yang tidak dirancang untuk melawan tekanan yang tinggi seperti yang terjadi pada emboli paru. (Bryce YC et al., 2019) Pada pasien ini dengan emboli paru akut, kelainan ventrikel kanan akibat peningkatan beban tekanan pada ventrikel kanan merupakan penyebab kematian utama. Tekanan arteri pulmonal/Pulmonary Artery Pressure (PAP) meningkat jika > 30-50% total area pulmonal tersumbat oleh thromboemboli. Selain itu PE dapat menyebabkan vasokonstriksi, oleh akibat pelepasan thromboxan A2 dan serotonin yang berperan peningkatan resistensi vaskular arteri pulmonal / Pulmonary Vascular resistance (PVR). (Smulders et al., 2000). Peningkatan PVR ini menyebabkan RV tidak dapat memompa secara efisien sehingga terjadi dilatasi ventrikel kanan. Pembesaran ventrikel kanan dapat menekan ventrikel kiri, fase pengisian ventrikel menjadi terganggu yang mengakibatkan penurunan curah ventrikel kiri dan pasokan oksigen ke arteri koroner. Selain itu pembesaran ventrikel kanan pada pasien ini mengakibatkan dilatasi annulus trikuspid, sehingga terjadi trikuspid regurgitasi yang semakin mengurangi aliran darah ke arteri pulmonal. (Smulders et al., 2000) Peningkatan tekanan dan volum pada ventrikel kanan meningkatkan wall tension dan myocardial stretch serta aktivasi neurohormonal yang mengakibatkan stimulasi inotropik dan kronotropik seperti takikardia yang terjadi pada pasien ini. Keseluruhan mekanisme kompensasi ini mengakibatkan peningkatan PAP sehingga memperbaiki aliran yang melalui arteri pulmonal dan Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 38

menstabilkan tekanan darah sistemik. RV masih dapat melakukan kompensasi hingga > 50-75% vaskularisasi pulmonal tersumbat oleh emboli hingga PASP meningkat lebih dari 40 mmHg. (Smulders et al., 2000) Mayoritas pasien dengan thrombus yang besar, terutama pada proksimal arteri pumonalis dextra seperti pada pasien ini biasanya disertai dengan disfungsi ventrikel kanan. Akan tetapi pada pasien ini didapatkan dimensi dilatasi RA dan RV serta fungsi ventrikel kanan yang baik, yang merupakan sesuatu yang jarang didapatkan. Rasio RV/LV ditentukan dengan pengukuran diameter maksimal RV dan LV dari inner wall-inner wall pada potongan aksial potongan four chamber. Nilai perbandingan RV/LV > 0.9 adalah nilai abnormal. (Wong et al., 2012) Pada pasien ini tidak didapatkan disfungsi RV yang ditandai dengan rasio RV/LV < 0.9, namun sudah didapatkan dilatasi RA dan RV, serta TAPSE yang masih baik. Rasio RV/LV yang normal seperti pada pasien ini dapat dijelaskan oleh beberapa mekanisme. Kemungkinan pertama adalah adanya kolateral yang baik ke distal arteri pulmonal dextra dan sinistra. Selain itu rasio RV/LV dapat tidak berubah dengan bertambahnya beban thrombus hingga Modified Miller Score (MMS) < 12. Pada skor MMS ≥ 12, dilatasi RV lebih mungkin terjadi. Skor MMS adalah skor dari muatan thrombus yang diajukan oleh Miller et al (1974) yang diadaptasi untuk CTPA Scan oleh Bankier et al. Masing- masing arteri pulmonal segmental (9 segmental arteri di kanan, 7 segmental arteri di kiri) yang mengalami oklusi diberikan skor 1. Pembuluh darah yang lebih proksimal memberikan skor sesuai dengan jumlah arteri segmental yang diberikan percabangan. (Wong et al., 2012) Kasus Klinik Kardiolog-1, 2020 | 39

Gambar 4. Modified Miller Score. (Wong et al., 2012) Pada pasien ini didapatkan thrombus di Arteri Pulmonal Utama kanan dan kiri yang memiliki 16 segmental arteri. Sehingga pada pasien ini didapatkan skor MMS sebesar 16, dimana sudah lebih 12, namun tidak sesuai dengan RV/LV rasio yang masih normal. Selain itu pasien dengan fungsi RV baik dapat melakukan dekompresi dari peningkatan afterload dengan pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale paten yang didapatkan pada 27% populasi umum. Mekanisme lainnya adalah ventrikel kanan pasien ini mampu melakukan kompensasi meskipun pasien memiliki penyakit jantung koroner yang bermakna (pada pasien ini didapatkan stenosis 85% pada arteri desendes kiri koroner), iskemia atau infark pada ventrikel kanan oleh akibat peningkatan afterload tidak terjadi, sehingga fungsi ventrikel kanan pada pasien ini yang ditandai dengan TAPSE yang normal. (Wong et al., 2012) Mortalitas jangka pendek dari pasien dengan disfungsi RV lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasien tanpa disfungsi RV. Selain itu mortalitas dalam 1 tahun pada pasien dengan PE dan disfungsi RV adalah 13% dan 1.3% pada pasien tanpa disfungsi RV. (Burrowes et al., 2011) Zona aliran darah yang berkurang akibat obstruksi arteri pulmonal, serta zona aliran darah yang berlebihan pada arteri pulmonal yang tidak mengalami obstruksi menyebabkan ketidakseimbangan (mismatch) antara ventilasi dan perfusi yang Kasus Klinik Kardiologi-1, 2020 | 40


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook