Petualangan Huckleberry Finn 291 kini aku dintinggalkan-Nya sendiri. Aku sadar, tak berguna m em bohong terus, aku terpaksa m enyerah. Pikirku, sekali ini terpaksa lagi aku m engandalkan pada kebenaran. Aku sudah m em buka m ulut hendak m engaku, tetapi m endadak disergapnya tanganku, didorongnya aku ke belakang tem pat tidur dan katanya, “Itu dia datang! Tundukkan kepalam u, lebih rendah lagi. Nah, cukup, kau tak bisa dilihat lagi. J angan sampai ia melihatmu. Dia akan kuperm ainkan. Anak-anak, jangan berkata sepatah pun!” Keadaan ku lebih run yam lagi tapi kupikir tak usah khawatir, kini yang kukerjakan hanyalah bersem bunyi baik-baik, m enyiapkan diri untuk nanti bila halilintar m enyam bar. Aku m elihat sekilas seorang tuan tua m asuk, kem udian ia tertutup oleh tem pat tidur. Nyonya Phelps m elom pat pada tuan itu, katanya, “Sudah datang dia?” “Belum !” jawab suam inya. “Minta am pun! Apa yang m ungkin terjadi padanya?” “Tak bisa kubayangkan. Tapi betul-betul aku jadi sangat gelisa h .” “Gelisah! Aku sudah ham pir jadi gila! Ia pasti datang hari ini. Aku tahu betul! Pasti kau berselisih jalan dengannya.” “Tak m ungkin aku berselisih jalan dengannya, Sally, kau tahu itu.” “Tapi, aduh, aduh, apa nanti kata Sis! Pasti ia datang hari ini! Pasti kau tak m elihatnya! Ia....” “Oh, jangan m em buat hatiku bertam bah sedih! Aku sangat sedih. Aku sam a sekali tak tahu apa yang telah terjadi, habis akalku, dan aku tak akan malu mengaku bahwa aku pun merasa takut. Tapi yang pasti ia tak datang hari ini. Sebab tak m ungkin aku tak m elihatnya. Sally, betul-betul m engerikan, sangat m engerikan, agaknya kapal itu m endapat suatu kecelakaan....” “Wah, Silas! Lihat itu! Di jalan! Ada orang datang! Tuan Silas Phelps melompat ke jendela di kepala tempat tidur. Ini m em beri kesem patan pada Nyonya Phelps. Cepat-cepat
292 Mark Twain ia m em bungkuk di kaki tem pat tidur, m enyeretku keluar. Waktu Tuan Phelps berpaling, Nyonya Phelps tersenyum lebar dan m atanya bercahaya-cahaya bagaikan rum ah terbakar. Tuan tua itu m elongo, kem udian bertanya, “Siapa itu?” “Coba terka!” “Aku tak tahu. Siapa dia?” “Tom Sawyer!” Astaga! Ham pir saja aku roboh! Tapi tak ada waktu untuk m enukar siasat, Tuan Phelps telah m enyam bar tanganku, menjabat erat-erat dan mengguncang-guncang terus. Selama itu Nyonya Phelps m enari-nari di sekeliling kam i, tertawa dan m enangis. Kem udian m ereka m enghujani aku dengan berbagai pertanyaan tentang Sid dan Mary dan keluarga Sawyer lainnya. Kegem biraan m ereka sam a sekali tak bisa dibandingkan den gan kegem biraanku. Bagaikan lahir kem bali, aku begitu gem bira bisa m engetahui siapa aku sebenarnya. Selam a dua jam kedua orang itu bagaikan beku mendengarkan ceritaku, sam pai sakit rahangku karena telah bercerita. Kuceritakan segala peristiwa yang terjadi pada keluargaku—m aksudku keluarga Sawyer. J uga kini aku bisa bercerita panjang lebar bagaim ana kami di kapal mengalami silinder pecah di muara Sungai Putih. Tiga hari kapal terpaksa berhenti untuk m em perbaikinya. Cerita itu cukup m eyakinkan sebab orang-orang itu tak akan tahu apakah cukup waktu tiga hari untuk memperbaiki sebuah tabung uap. Bahkan akan lebih bagus bila tadi kukatakan bahwa kapal kami disambar halilintar. Selesai bercerita itu, hatiku terbagi dua, separuh lega separuh gelisah. Lega karena untuk m em erankan Tom Sawyer tak akan ada kesukaran bagiku. Gelisah karena sayup-sayup kudengar suara m esin kapal uap sedang m enghilir sungai. Bagaim ana kalau Tom Sawyer naik kapal itu? Bagaim ana kalau ia m uncul di pintu dan meneriakkan namaku sebelum sempat aku mengejapkan m ata padanya?
Petualangan Huckleberry Finn 293 Itu tak boleh terjadi, sam a sekali tidak. Aku harus m enjem put dia. Maka aku berkata pada keluarga itu hendak pergi ke pelabuhan untuk mengambil barang-barangku. Tuan Phelps ingin pergi bersamaku, tapi kucegah, kukatakan aku bisa mengendalikan kuda dan aku tak ingin ia bercapai-lelah untukku.
RIWAYAT SANG RAJA DAN SANG PANGERAN BERAKHIR SEDIH DENGAN NAIK kereta, kukendalikan sendiri, aku berangkat m enuju kota. Baru separuh jalan, kulihat sebuah kereta lain m endatangi, dan benar juga, Tom Sawyer yang ada di dalam nya. Aku berhenti, m enunggu hingga kereta itu dekat. Setelah dekat aku berteriak, “Berhenti dulu!” Kusir m enghentikan kereta, Tom Sawyer m elongo terus lalu, dua tiga kali ia m enelan ludah baru kem udian berkata, “J angan ganggu aku. Tak pernah kau kuganggu, untuk apa kau kembali dan menggangguku?” “Aku tidak kem bali, aku tak pernah pergi,” jawabku. Mendengar suaraku, ia agak berkurang takutnya, tapi rasanya belum begitu puas, katanya, “J angan m em perm ainkanku, sebab aku pun tak akan m em perm ainkanm u. Berkatalah benar, kau bukan hantu?” “Bu ka n .” “Hm , aku... aku... hm , kalau begitu baiklah, tapi aku tak bisa mengerti, apakah kau tak terbunuh sama sekali?”
Petualangan Huckleberry Finn 295 “Tidak. Aku sam a sekali tak terbunuh. Kutipu sem ua orang. Kem arilah dan sentuh tanganku, biar kau percaya.” Tom m endekatiku, dan m enyentuhku. Kini ia benar-benar percaya. Begitu gem bira ia m elihatku hidup kem bali hingga tak tahu apa yang akan dikerjakannya. Dan saat itu juga ia ingin tahu segala yang telah terjadi, sebab pengalam anku m erupakan suatu petualangan besar yang penuh rahasia baginya, sesuatu yang sangat digem arinya. Tapi kukatakan hal itu bisa diceritakan nanti saja, kusuruh kusirnya m enunggu sem entara kam i m enyingkir agak jauh. Kuceritakan persoalan yang sedang kuhadapi, kutanyakan apa yang harus kam i kerjakan. Ia m inta agar kuberi waktu semenit untuk berpikir. Setelah waktu itu berlalu, ia berkata, “Beres! Aku tahu. Bawa koperku, anggap saja itu punyam u. Kem balilah, hanya jangan cepat-cepat agar kau tiba di rum ah tepat pada waktu yang seharusnya kupergunakan untuk pergi ke pelabuhan dan kem bali. Aku akan pergi ke kota dan kembali lagi ke sana nanti, aku akan tiba di rumah itu kira-kira seperempat jam setelah kau. Dan mula-mula kau harus pura-pura tak mengenalku.” “Baiklah. Tapi tunggu dulu. Ada lagi satu persoalan, suatu persoalan yang hanya aku yang m engetahui. Ada seorang negro di sini yang akan kucari dari perbudakan, nam anya J im . Milik Nona Watson.” “Apa? Bukankah J im ....” ia tertegun, berpikir-pikir. “Aku tahu apa yang akan kau katakan,” kataku. “Kau pasti akan berkata bahwa yang kukerjakan itu adalah suatu pekerjaan yang paling hina, tapi aku tak peduli. Aku m em ang hina, dan aku akan m encuri dia, aku hanya ingin agar kau tutup m ulut saja dan memegang rahasia ini. Maukah kau?” Matanya bercahaya, sahutnya, “Aku akan m enolong engkau m encurinya.” Kalaupun aku tertem bak, aku tak akan seterkejut itu. Kata- kata yang paling m engejutkan, dan percayalah, harga diri Tom
296 Mark Twain Sawyer turun banyak sekali dalam pandanganku. Hanya aku tak bisa m em percayai kata-katanya. Tom Sawyer, seorang pencuri n egr o! “Bah,” kataku, “pasti kau berolok-olok.” “Aku tak berolok-olok.” “Baiklah. Aku tak peduli, apakah kau berolok-olok atau tidak. Aku hanya ingin, bila kau nanti m endengar sesuatu tentang seorang negro yang m elarikan diri, jangan lupa untuk ingat bahwa kau tak tahu apa-apa tentang dia, aku pun begitu juga.” Tom m engam bil kopernya, dipindahkan ke keretaku. Kem udian kam i berpisah. Tapi tentu saja aku lupa sam a sekali untuk menjalankan kereta pelan-pelan, sebab aku begitu gembira dan terlalu banyak pikiran. Aku sam pai di rum ah jauh lebih cepat dari seharusnya untuk jarak itu. Tuan Phelps ada di pintu, dan ia berkata heran, “Astaga, hebat sekali! Siapa m engira kuda ini bisa begitu cepat? Mestinya kita hitung waktunya tadi. Dan ia tak berkeringat sam a sekali, seram but pun tidak. Hebat sekali. Kini seratus dolar pun tak akan kuberikan kuda itu, tidak, walaupun sebelum nya sudah kutawarkan lim a belas dolar, sebab kukira itulah m em ang harganya.” Hanya itu yang dikatakannya. Ia adalah orang yang paling tak punya prasangka, orang yang paling baik yang pernah kujum pai. Tak heran, sebab bukan saja ia seorang petani, tapi merangkap m enjadi pendeta pula. Ia m em punyai sebuah gereja kecil, di belakang tanah pertaniannya, dibangun sendiri dan biayanya ditanggungnya sendiri. Ia pun tak m inta bayaran untuk khotbah- khotbahnya yang m em ang bernilai. Banyak sekali pendeta petani seperti itu, di daerah Selatan ini. Kira-kira setengah jam kem udian Tom m uncul, berhenti dekat tangga pagar depan. Bibi Sally m elihatnya dari jendela, sebab tem pat itu hanya sejauh lim a puluh yard dari jendela.
Petualangan Huckleberry Finn 297 “Wah, ada orang datang! Siapa itu? Aku yakin dia orang asing. J im m y,” serunya dengan gugup, “cepat suruh Lize m enyiapkan piring satu lagi untuk makan siang.” Semua orang bergegas ke pintu depan, sebab seorang asing tidaklah bisa didapat sekali dalam setahun, jadi perhatian pada seorang asing lebih besar daripada terhadap demam kuning. Tom telah m elewati pagar, m enuju rum ah, keretanya berputar dan berpacu ke arah desa, sementara kami semua berjejal-jejal di pintu. Tom m em akai pakaian baru, dan ditonton banyak orang, sesuatu yang paling disukainya. Dalam keadaan serupa itu tak sukar baginya untuk bergaya. Ia tidak berjalan m alu-m alu, tapi tenang dan seolah-olah ia adalah orang penting. Sesam painya di depan kam i, hati-hati ia m engangkat topinya, seolah-olah topi itu sedang di tiduri sekelompok kupu-kupu dan ia tak mau m em bangunkan m ereka. Kem udian ia bertanya, “Apakah ini rum ah Tuan Archibald Nichols?” “Bukan, Nak,” kata Tuan Phelps. “Sayang sekali kusirm u telah menipumu. Rumah Nichols masih tiga mil lagi. Mari masuk.” Tom berpaling, m elihat ke jalan, “Ah, terlam bat ia sudah jauh.” “Ya, ia telah jauh, Nak, dan kau harus m asuk serta m akan siang dengan kami. Nanti kami antarkan kau ke rumah Nichols.” “Oh, tak usah repot-repot. Tak terpikirkan hal itu olehku. Aku akan berjalan saja, jarak tiga m il bukanlah jarak yang terlalu jauh.” “Tapi tak akan kam i perkenankan kau berjalan kaki, itu bertentangan dengan keram ahan orang Selatan. Ayo, m asuklah!” “Ya, m asuklah!” ajak Bibi Sally, “sam a sekali tak m erepotkan kam i. Kam i harus tinggal sebentar di sini. J alan ke rum ah Nichols sangat berdebu, kau tak boleh berjalan kaki ke sana. Dan lagi, telah kuperintahkan untuk menambah piring di meja makan
298 Mark Twain waktu kulihat kau datang, jadi, jangan membuat kami kecewa. Masuklah, dan jangan kikuk lagi.” Tom m engucapkan terim a kasih dengan gaya yang indah, m eyerah atas keram ahan dan m asuk. Di dalam , ia berkata bahwa ia datang dari Hicksville, Ohio, nam anya William Thom pson— diucapkannya nam a itu sam bil m em bungkuk m em beri horm at. Begitulah, kam i duduk di ruang tam u. Tom berbicara panjang lebar tentang Hicksville, yang hanya ada dalam khayalannya. Aku gelisah, aku tak tahu bagaim ana dengan cara ini ia bisa m enolongku sam pai tiba-tiba ia berdiri dan m encium Bibi Sally tepat di m ulutnya, kem udian kem bali duduk dan m eneruskan ceritanya. Tapi Bibi Sally m elom pat berdiri, m enghapus m ulutnya dengan punggung tangan dan berseru, “Kurang ajar!” Tom berbuat seolah -olah terh in a, berkata, “Nyon ya m em buatku heran!” “Kau heran? Hah, kau kira aku ini siapa? Mau rasanya kau ku.... He, apa maksudmu menciumku?” “Aku tak berm aksud apa-apa Nyonya,” kata Tom m alu, “aku tak berm aksud buruk. Ku... ku... kukira Nyonya akan m erasa senang karenanya.” “Anak tolol!” Bibi Sally m enyam bar tongkat pem intal, ham pir saja ia tak kuat m enahan hati untuk m em ukul Tom . “Mengapa kau berpikir aku akan merasa senang karena kau cium?” “Aku tak tahu. Hanya, m ereka... m ereka... m ereka berkata begitu padaku.” “Mereka m engatakan padam u aku akan m erasa senang? Siapa pun yang m engatakan itu pastilah orang gila lagi. Tak pernah kudengar yang sem acam ini. Siapa m ereka itu?” “Sem ua orang! Mereka sem ua berkata begitu, Nyonya.” Payah sekali Bibi Sally m en ahan am arah, dan setelah m enyabarkan diri untuk tidak m encakar m uka Tom ia berkata,
Petualangan Huckleberry Finn 299 “Siapa yang kau m aksud dengan sem ua orang? Katakan nam a- nya! Kalau tidak akan berkurang seorang gila di dunia ini.” Tom berdiri, tam pak kecewa ia m em perm ainkan topinya. “Maafkan aku, ini sam a sekali di luar dugaan. Kata m ereka, cium - lah dia, dia pasti senang. Sem ua m engatakannya, setiap orang. Tapi m aafkan aku, Nyonya, aku tak akan m encium Nyonya lagi, betul-betul tidak.” “Kau tak akan, bukan? Sudah pasti kau tak akan berani m encobanya lagi.” “Tidak, Nyonya, aku tak akan m encium Nyonya lagi, kecuali bila Nyonya yang m inta dulu.” “Sam pai aku m inta dulu! Ya am pun! Tak pernah kualam i kegilaan ini selam a hidupku! Walaupun tinggal kau satu-satunya manusia di bumi ini, tak akan kuminta cium darimu atau dari orang-orang sem acam engkau!” “Oh, heran sekali. Aku tak bisa m engerti. Kata m ereka kau akan senang, dan kukira Nyonya akan m erasa senang. Tapi....” Ia berhenti berbicara, m enoleh perlahan ke sekitarnya, seolah- olah mencari pandang bersahabat dari orang-orang di situ. Terpandang olehnya m ata Tuan Phelps, dan ia bertanya, “Apakah Tuan tidak sependapat denganku bahwa ia akan senang bila ku ciu m ?” “Wah, tidak. Aku... aku... hm , tidak, kukira tidak.” Dengan air muka seperti semula ia menoleh ke arahku dan berkata, “Tom , apakah kau tidak m engira bahwa Bibi Sally akan m em buka tangannya, m em elukku dan berkata, Sid Sawyer....” “Astaga!” Bibi Sally m eraih Tom . “Kau anak kurang ajar! Begitu rupa m enipu orang....” Ia akan memeluk Tom, tapi Tom mengelakkan diri sambil berseru, “Tidak! Tidak sebelum Bibi m inta dulu!” Bibi Sally tak m em buan g waktu, m in ta pada Tom , kem udian ia m em eluk serta m encium nya habis-habisan sebelum
300 Mark Twain m em berikannya pada Pam an Silas untuk m enghabiskan apa yang m asih ada. Dan setelah agak reda Bibi Sally berkata, “Ya, am pun! Belum pernah aku m engalam i seperti ini! Betul-betul m enakjubkan! Kam i sam a sekali tak tahu bahwa kau akan turut kemari. Sis tak pernah menulis bahwa kau akan ikut.” “Mem ang tadinya hanya Tom yang pergi,” kata Tom , “tapi aku terus saja m em ohon untuk ikut, dan pada akhirnya aku diperbolehkan Bibi. Dalam perjalanan Tom dan aku m erancang sesuatu yang tak terduga-duga untuk Bibi, yaitu dia dulu yang datang dan aku kemudian, berbuat seolah-olah orang asing. Tapi agaknya itu suatu kesalahan besar, Bibi Sally. Tem pat ini bukanlah tem pat yang sehat bagi seorang asing.” “Bukan , han ya un tuk oran g-oran g kuran g ajar, Sid. Seharusnya kau harus ditam pari, belum pernah aku sem arah itu tadi. Tapi aku tak peduli lagi kini, aku tak peduli apa pun nam anya, seribu satu hal m acam itu bisa kutanggungkan asal saja kau bisa sam pai di sini dengan selam at. Betapa ram ainya kita tadi! Aku tak m enyangka, betul-betul aku bagaikan terpukau waktu kau m encium ku!” Kam i m akan siang di gang lebar yang m enghubungkan rum ah dengan dapur. Dan m akanan yang terhidang cukup banyak dim akan oleh tujuh anggota keluarga bersam a-sam a! Dagingnya juga segar, bukan seperti di rum ah tangga biasa dengan daging yang telah disim pan di dalam lem ari sem alam suntuk, hingga pagi harinya terasa seperti m akanan bagi orang pemakan manusia. Paman Silas berdoa panjang sekali, namun tak apa, doa itu tak membuat makanan dingin, seperti biasa terjadi bila doa-doa diucapkan. Sepanjang sore kami bercakap-cakap lagi. Tom dan aku selalu memasang telinga, namun tak sepatah kata pun tentang negro pelarian diucapkan, dan kami takut untuk memulai pembicaraan ke arah itu. Tapi waktu makan malam salah seorang anak
Petualangan Huckleberry Finn 301 keluarga Phelps itu bertanya, “Ayah, bolehkan Tom , Sid, dan aku menonton pertunjukan nanti malam?” “Tidak,” jawab Silas, “kukira tak akan ada pertunjukan. Dan walaupun ada, kau tak akan diperbolehkan masuk. Negro pelarian itu bercerita padaku dan pada Burton tentang pertunjukan itu, yang hanya suatu tipuan saja. Burton akan m em beri tahu sem ua orang, jadi kukira malam ini juga para penipu itu akan diusir dari kota.” Apa yang kukhawatirkan terjadi. Dan aku tak bisa m en- cega h n ya . Tom dan aku tidur sekam ar dan setem pat tidur. Kam i katakan amat lelah; segera setelah makan malam selesai kami ucapkan selamat malam dan kami pergi ke tempat tidur kami, di tingkat atas. Pintu kami kunci dan kami keluar dari jendela, turun ke tanah dengan memanjat penangkal petir, berangkat ke kota. Kukira tak akan ada orang yang akan m em beri tahu pada sang raja dan sang pangeran akan bahaya yang m engancam m ereka. Bila aku tak cepat, m ereka pasti akan m endapat kesulitan besar. Sam bil berjalan, Tom m em beritahukan apa yang terjadi setelah orang m enyangka aku terbunuh. Segera setelah kejadian itu lenyap, Bapak tak pernah m uncul lagi. Dan seluruh kota jadi ribut ketika J im m elarikan diri. Aku bercerita pada Tom tentang penipu-penipu ‘Keajaiban Kerajaan’ kam i, serta perjalananku dengan rakit seringkas mungkin. Waktu kami sampai di tengah kota, kira-kira pukul setengah sembilan, kami lihat segerombolan orang berteriak-teriak dengan membawa obor, sambil memukul- mukul piring seng dan meniup terompet. Ribut sekali. Tom dan aku melompat ke pinggir, untuk membiarkan mereka lewat. Dan kami lihat sang pangeran dan sang raja terkangkang pada sebatang kayu palang. Aku tahu m ereka adalah sang raja dan sang pangeran, walaupun seluruh tubuhnya telah dilum uri ter dan dilekati bulu ayam , sam a sekali seperti bukan m anusia. Sedih
302 Mark Twain hatiku. Aku kasihan pada kedua bangsat itu. Bagaim anapun tak bisa aku m erasa benci pada m ereka. Keduanya sangat m engerikan kini. Manusia kadang-kadang bisa berbuat kejam sekali pada sesam anya. J adi kam i sudah terlam bat, tak bisa m enolong m ereka. Kam i bertanya pada seseorang yang kebetulan di belakang. Ia berkata semua orang pergi ke gedung pertunjukan dengan pura-pura tak tahu apa-apa. Mereka menuggu sampai sang raja berbuat gila-gilaan di panggung. Seorang m em beri isyarat, sem ua orang melompat ke panggung dan meringkus kedua bangsat itu. Tom dan aku berjalan perlahan pulang. Aku tak segem bira tadi, aku m erasa sedih, seolah-olah akulah yang harus disalahkan dalam kejadian ini. Walaupun aku tak berbuat apa-apa. Tapi memang begitulah, tak peduli kita berbuat salah atau benar, hati nurani kita tak pernah m em benarkan. Bila aku m em punyai seekor anjing kuning yang sam a sekali tak tahu akan hati nurani seseorang, akan kuracun dia. Hati nurani m enem pati tem pat yang paling atas dalam hidup m anusia, tapi sesungguhnya tak berguna sam a sekali. Tom Sawyer setuju sepenuhnya dengan pendapatku.
KAMI MENGHIBUR HATI JIM KAMI TAK lagi berbicara, tenggelam dalam pikiran m asing- m asing. Tiba-tiba Tom berkata, “Dengar, Huck! Sungguh tolol kita. Aku berani bertaruh aku tahu di m ana J im berada.” “Masa! Di m ana?” “Di gubuk dekat pem buangan abu. Dengar! Waktu kita makan siang tadi, kau lihat seorang negro pergi ke tempat itu dengan membawa makanan, bukan?” “Ya.” “Kau pikir untuk apa m akanan itu?” “Untuk anjing.” “Aku pun berpikir begitu. Tapi bukan untuk anjing.” “Men ga p a ?” “Sebab kulihat ada sem angkanya.” “Mem ang begitu, aku juga lihat itu. Wah, waktu itu tak terpikir olehku bahwa tak mungkin seekor anjing makan semangka. Itulah bukti bahwa walaupun mata kita terbuka lebar, tapi kadang- kadang kita tak bisa melihat.”
304 Mark Twain “Hm , negro itu m em buka kunci rantai pintu waktu ia m asuk, dan mengunci lagi waktu ia keluar. Waktu kita selesai makan, ia m em berikan sebuah kunci pada pam an. Kunci yang sam a, pasti. Semangka menunjukkan orang, kunci menunjukkan tawanan. Dan di tanah pertanian yang kecil ini tak m ungkin ada dua orang tawanan, apalagi di tem pat orang yang baik hati ini. Tawanan itu J im . Baiklah, aku gem bira sekali bisa m enem ukan dia dengan cara detektif. Cara lainnya tak kuhargai sesen pun. Kini berpikirlah, rancangkan suatu siasat untuk mencuri J im, dan aku berbuat begitu juga. Kita pilih rancangan yang terbaik.” Betapa cerdiknya Tom ! Bila aku m em punyai kepala Tom Sawyer, tak akan kujual kepala itu walaupun aku ditawari jadi pangeran, jadi perwira kapal uap, jadi badut sirkus, atau jadi apa saja yang terpikir olehku. Aku m ulai berpikir, hanya untuk m elewatkan waktu saja, aku tahu pasti rancangan yang terbaik datang dari dia. Tak lam a Tom bertanya, “Siap?” “Ya,” jawabku. “Baiklah, beberkan rencanam u.” “Rencanaku begini. Bisa kita selidiki apakah J im betul ada di tem pat itu. Kem udian kita am bil perahu, dan kita bawa kem ari rakitku. Malam gelap pertam a yang kita alam i, kita curi kunci pintu dari saku Paman Silas waktu ia tidur, kemudian kita pergi ke sungai dengan J im , berhanyut ke hilir, m engadakan perjalanan m alam hari saja, siang hari kita sem bunyi seperti yang telah kulakukan sebelum nya dengan J im . Nah, bukankah rencana itu bisa dilakukan?” “Dilakukan? Tentu saja, m udah sekali, sem udah tikus-tikus berkelahi. Tetapi terlalu sederhana, tak ada apa-apanya. Apa faedah rencana yang terlalu sederhana seperti itu. Wah, Huck, walaupun berhasil, rencana seperti itu tak akan menjadi bahan pembicaraan orang, segera dilupakan seperti kalau ada maling m asuk pabrik sabun!”
Petualangan Huckleberry Finn 305 Sudah kuduga dari sem ula, jadi aku diam saja. Aku tahu, kalau rencananya dibeberkan, tak akan ada keberatan seperti itu. Betul juga diceritakan rencananya. Sekejap saja aku tahu bahwa rencana itu dalam hal gaya berharga lim a belas kali dari rencanaku. Sama seperti rencanaku, J im akan bisa bebas lagi, ditambah kemungkinan bahwa kami semua akan terbunuh. Aku puas, kukatakan lebih dahulu rencana itu, sebab aku tahu pasti rencana itu akan terus mengalami perubahan-perubahan sem entara dijalankan dengan tam bahan-tam bahan m enyeram kan bila ada kesem patan. Nanti akan ternyata bahwa dugaan ini betul. Tetapi aku m erasa pasti akan suatu hal, yaitu bahwa Tom betul-betul akan membantu aku mencuri seorang negro dari perbudakan. Ham pir tak bisa kupercaya. Tom term asuk keluarga yang terhorm at di kota asal kam i. Nam anya akan jatuh begitu juga keluarganya bila ia betul-betul m em bantu aku m encuri J im . Ia juga cerdik, bukan seorang tolol. Ia tahu m ana yang benar, m ana yang salah. Ia baik hati, tidak kejam . Tapi kini tanpa m alu- m alu ia ikut dalam perkara ini, yang pasti akan m em beri m alu padanya, pada keluarganya. Aku tak m engerti sam a sekali. Tak m asuk akal, dan kukatakan pula hal itu padanya. Sebagai seorang sahabatnya kuperingatkan akan akibat yang harus ditanggungnya nanti. Tapi ia m enukasku dengan bertanya, “Kau kira aku tak tahu akan apa yang kukerjakan? Bukankah biasanya aku tahu apa yang ku ker ja ka n ?” “Ya.” “Bukankah aku pernah berkata bahwa aku akan m em bantum u mencuri J im?” “J im ?” “Ya, apa lagi?” H anya itulah yang dikatakan, dan kukatakan. Tak ada gunanya berkata lebih banyak lagi, sebab bila ia berkata akan m engerjakan sesuatu, pastilah dikerjakannya. Hanya aku tak
306 Mark Twain mengerti bagaimana ia mau mengerjakan sesuatu sehina ini. Tapi biarlah aku tak akan peduli lagi. Bila ia m em ang ingin apa dayaku. Sam pai di rum ah, rum ah telah gelap dan sunyi. Kam i pergi ke gubuk dekat pem buangan abu untuk m em eriksanya. Kam i m enyeberangi halam an, untuk m elihat apa yang akan diperbuat oleh anjing-anjing di halaman itu. Mereka telah mengenal kami, dan tak m engeluarkan suara selain yang biasa dikeluarkan oleh anjing-anjing desa di malam hari. Sampai di gubuk itu, kami periksa bagian depan dan kedua sisinya. Di sini, sebelah Utara, terdapat lubang jendela yang ditutup dengan papan-papan yang dipakukan ke dinding, jauh dari tanah. Kataku, “Ini dia. Lubang itu cukup besar untuk keluar J im bila papannya kita rusak.” “Terlalu m udah, sem udah m ain kucing-kucingan. Aku harap kita bisa m enem ukan cara yang lebih sulit dari itu, Huck.” “Bagaim ana kalau dindingnya kita gergaji, seperti waktu aku melarikan diri dulu?” “Itu lebih bagus. Cukup penuh rahasia, sulit dan bagus. Tapi akan kita cari jalan yang dua kali lebih bagus dari itu. Kita punya banyak waktu. Mari kita lihat belakangnya.” Di belakang, di antara gubuk dan pagar belakang terdapat sebuah sengkuap yang bersandar ke dinding gubuk, sengkuap itu berdinding papan hingga menjadi semacam gudang kecil. Panjangnya sam a dengan panjang gubuk, tapi lebih sem pit, lebarnya kita-kira hanya enam kaki. Pintunya di sebelah selatan, digembok. Tom mendekat ke periuk pembuat sabun, mencari- cari sebentar dan kem bali dengan m em bawa tongkat besi yang digunakan untuk mengangkat tutup periuk. Dengan besi itu Tom m engungkit paku tem pat gem bok hingga rantainya terjatuh. Kam i buka pintu dan m asuk. Dalam nyala korek api, kam i lihat bahwa gudang itu tak ada pintu penghubungnya dengan gubuk balok kayu. Tak ada lantainya, isinya hanyalah beberapa benda karatan, bajak, sekop, linggis, dan bajak yang sudah patah. Nyala
Petualangan Huckleberry Finn 307 korek padam, kami keluar, kami pakukan kembali tempat gembok seperti sem ula. Tom gem bira. Katanya, “Kini beres sudah. Kita gali dia keluar. Memakan waktu kira-kira seminggu.” Kam i pergi ke rum ah. Aku m asuk lewat pintu belakang, sem ua pintu tidak dikunci, hanya dikaitkan dengan tali kulit rusa. Tetapi cara itu tidaklah m enarik dalam pandangan Tom Sawyer. Tak ada jalan lain baginya kecuali m em anjat penangkal petir. Tiga kali ia jatuh waktu baru m encapai setengah jalan, yang terakhir kepalanya ham pir pecah. Ia sudah putus asa, tetapi setelah beristirahat dicobanya sekali lagi, dan kali ini ia berhasil. Pagi sekali kami bangun, pergi ke pondok-pondok orang negro untuk membelai-belai anjing-anjing penjaga dan berkenalan dengan negro yang m em beri m akan J im , bila benar J im yang ada dalam pondok itu. Budak-budak itu baru saja selesai sarapan, akan berangkat ke ladang. Negro yang kem arin m em beri m akan J im , jika benar-benar J im yang diberi m akan, sedang m enaruh roti, daging dan lainnya pada sebuah piring seng. Sem entara semua berangkat, ia mengambil kunci dari rumah. Negro itu m ukanya lucu sekali, ram butnya diikat kecil-kecil dengan benang, untuk m enghalau roh-roh jahat. Katanya m alam - m alam ini ia selalu diganggu roh-roh jahat, m em buatnya m elihat berbagai peristiwa aneh. Tak pernah ia begitu sering diganggu oleh roh-roh jahat selam a ini. Begitu senangnya ia m enceritakan segala kesulitan sam pai lupa ia akan pekerjaannya. J adi Tom m enukasnya dengan pertanyaan, “Untuk apa m akanan ini? Untuk a n jin g?” Sebuah senyum an m akin lam a m akin m elebur di wajah negro itu, sam pai akhirnya ia m enjawab, “Ya, Tuan Sid, seekor anjing. Anjing aneh lagi. Ingin m elihatnya?” “Ya.” Aku m enggam it Tom dan berbisik, “Kau akan ke sana pagi ini? Ini bukan rencana kita.” “Mem ang bukan, tetapi inilah rencana kita saat ini.”
308 Mark Twain Terkutuk dia, aku terpaksa ikut walaupun hatiku gelisah. Di dalam pondok itu gelap, kami hampir tak bisa melihat apa-apa. Tapi J im betul-betul ada di situ, ia bisa melihat kami dan berseru, “Wah, Huck! Dan astaga! Bukankah ini Tuan Tom ?” Tepat seperti yang kuduga akan terjadi. Aku tak tahu apa yang akan kukerjakan, sebab negro pembawa makanan tadi melompat m asuk dan bertanya, “Ya am pun! Apakah dia m engenal Tuan- tuan?” Kini kam i bisa m elihat dengan baik Tom m enatap pandangan negro itu, seolah-olah heran, bertanya, “Siapa kenal pada kam i?” “Negro pelarian ini!” “Kukira tidak. Bagaim ana sam pai kau berpikir begitu?” “Bagaim ana? Bukankah baru saja ia berseru bahwa ia kenal Tu a n -t u a n ?” Tom tam pak m akin bin gun g. “An eh sekali. Siapa yan g berseru? Kapan ia berseru? Apa yang ia serukan?” Ia berpaling padaku, dengan am at tenang bertanya, “Apakah kau m endengar seseorang berseru?” Tentu saja hanya ada satu jawaban untuk itu, jadi aku berkata, “Tidak. Aku tak m endengar seorang pun berseru apa-apa.” Tom berpaling pada J im , m em perhatikannya seolah-olah tak pernah ia m elihatnya, dan bertanya, “Apakah kau berseru?” “Tidak, Tuan, aku tidak berkata apa-apa, Tuan.” “Sepatah pun tidak?” “Tidak, Tuan, sepatah pun tidak.” “Pernahkah kau m elihat kam i sebelum nya?” “Tidak, Tuan, sepanjang pengetahuanku tidak.” Kini Tom berpaling pada negro pem bawa m akanan, yang tam pak sangat sedih dan gelisah, bertanya, “Kenapa kau ini? Mengapa kau pikir ada seseorang berteriak?” “Oh, pastilah hantu-hantu itu lagi, Tuan, m au rasanya aku mati. Mereka selalu menggangguku, Tuan, menakut-nakuti
Petualangan Huckleberry Finn 309 hingga aku hampir mati. J angan katakan pada siapa pun, Tuan, Tuan Silas pasti akan memarahiku, sebab ia bilang tak ada hantu- hantu di dunia ini. Bila saja Tuan Silas ada di sini, apa yang akan dikatakannya? Pasti tak bisa ia m em bantah adanya hantu kali ini. Tapi m em ang begitu selalu, orang-orang yang tak percaya, tak akan pernah punya kesem patan untuk m em buktikan bahwa m ereka keliru. Mereka tak akan m au m em buktikannya sendiri, dan bila diberi tahu, m ereka tak akan percaya.” Tom memberi negro itu uang sepuluh sen, berjanji untuk tak m engatakan kejadian itu pada siapa pun dan m enyuruhnya m em beli benang untuk m engikat ram butnya, kem udian ia berpaling pada J im dan katanya, “Mudah-m udahan Pam an Silas m enggantung negro ini, seandainya aku berhasil m enangkap seorang negro yang begitu tak tahu terim a kasih hingga tega melarikan diri, pasti kugantung dia.” Waktu negro itu pergi keluar untuk m elihat apakah uang yang diterim anya dari Tom itu tidak palsu, Tom berbisik pada J im , “Pura-puralah tak kenal kam i. Bila malam-malam kau dengar suara orang menggali, kamilah itu, akan kami bebaskan kau.” J im hanya punya waktu sekejap untuk m enjabat dan mengguncang tangan kami, sebab negro tadi segera kembali. Kam i katakan pada negro itu bilam ana saja ia ingin, kam i akan m enem aninya ke gubuk itu. Negro itu m erasa senang, terutam a bila hari gelap, saat hantu-hantu paling kejam m enyiksanya, ia senang sekali bila berkawan ke tempat itu.
RENCANA GELAP DAN RUMIT SEJ AM LAGI waktu sarapan . Kam i pergi ke hutan . Tom berkata bahwa untuk meninggalkan kami memerlukan sedikit cahaya. Sebuah lentera cahayanya terlalu terang, dan m ungkin m em bahayakan kam i. Kam i harus m engum pulkan banyak sekali kayu-kayu busuk yang disebut api rubah, yang dalam kegelapan bisa memancarkan suatu sinar lembut seperti sinar kunang- ku n a n g. Kam i berhasil m engum pulkan sebanyak yang bisa kam i bawa dengan tangan. Kam i sem bunyikan di antara sem ak-sem ak. Kam i istirahat, tapi Tom tam pak belum puas katanya, “Wah, rencana kita m asih terlalu m udah, terlalu biasa. Nyata sekali sangat sulit untuk m em buat suatu rencana yang pelik. Tak ada penjaga yang harus dibius, alangkah senangnya bila ada penjaga. Seekor anjing pun tiada, untuk diberi obat tidur. Dan J im diikat dengan rantai yang panjangnya sepuluh kaki, satu kakinya saja, ke kaki tem pat tidurnya. Bila saja kita angkat kaki tem pat tidur itu, J im bebas sudah. Pam an Silas pun percaya pada sem ua orang, kunci
Petualangan Huckleberry Finn 311 diberikannya pada negro tolol itu, dan tak seorang pun yang m engawasinya. Dengan m udah J im bisa m enerobos jendelanya, tapi tak guna untuk berpergian dengan rantai sepuluh kaki. Terkutuk, Huck, ini adalah keadaan yang paling tolol yang pernah kujum pai. Kita terpaksa harus m em buat sem ua hal jadi sukar. Terpaksa, harus kita kerjakan sebaik-baiknya dengan bahan yang ada. Tapi ini juga suatu kehormatan bagi kita, lebih baik bila kita membebaskan J im dengan menempuh berbagai kesulitan yang kita buat sendiri, dan bukan dibuat oleh orang-orang yang sesungguhnya wajib m em buatnya. Kita harus m erencanakan segala kesulitan dari akal kita sendiri! Kita harus m em buat segala hal berbahaya bagi kita. Contohnya tentang lentera itu, kita harus berbuat seolah-olah berbahaya m em akai lentera. Tapi sesungguhnya walaupun kita m em akai seribu obor besar, tak akan ada bahaya bagi kita sam a sekali. Oh ya, sebelum lupa, kita harus mencari gergaji.” “Untuk apa gergaji itu?” “Untuk apa? Bukankah kita harus m enggergaji kaki tem pat tidur J im agar rantainya lepas?” “Tapi baru saja kau katakan bahwa dengan m engangkat tempat tidur itu saja bebaslah J im.” “Tolol benar kau ini, Huck. Kau selalu bisa saja m encari jalan yang paling m udah untuk m em ecahkan sesuatu persoalan. Apakah kau sam a sekali tak pernah m em baca buku? Apakah kau tak pernah dengar nam a pahlawan-pahlawan seperti Baron Trenck, atau Casanova atau Benvenuto Chelleny atau Henry IV atau lainnya? Siapa pernah m endengar ada tawanan lolos dengan begitu mudah? Tidak. Menurut cara para ahli dalam hal ini kaki tempat tidur itu harus kita gergaji jadi dua, kemudian dipasang kembali seperti semula. Serbuk-serbuk bekas penggergajian harus kita telan, agar sam a sekali tak bisa diketem ukan. Bekasnya kita tutupi dengan tanah dan lem ak, hingga bahkan m ata yang
312 Mark Twain paling tajam pun tak akan bisa m elihatnya. Sem ua m engira bahwa kaki tempat tidur itu sama sekali masih tidak berubah. Nanti, bila tiba saatnya untuk lari, kita tendang kaki itu, dan lepaslah rantai. Tinggal kita sangkutkan tangga tali ke dinding pagar, m enuruninya dan m enjejakkan kaki kita di parit yang m engelilingi benteng itu—dan tangga tali sem bilan belas kaki m asih terlalu pendek—kuda dan para pem bantu kita telah sedia. Mereka mengangkat kita, menaikkan kita ke atas kuda dan berpacu kita pulang ke tanah asal kita, ke Langudoc atau Navarre atau tem pat-tem pat lain. Hebat sekali, Huck! Bila saja gubuk bilik kayu ini dikelilingi parit dalam . Kalau saja waktunya cukup, bisa kita buat parit itu.” “Untuk apa parit bila ia akan kita buatkan terowongan di bawah tanah untuk keluar?” Tom tak mendengar kata-kataku. Ia telah lupa segala- galanya. Ia bertopang dagu, berpikir. Akhirnya ia m engeluh, m enggelengkan kepala, m engeluh lagi dan berkata, “Rasanya tak perlu, tidak itu sama sekali tak perlu.” “Apa yang tak perlu?” tanyaku. “Menggergaji kaki J im .” “Astaga! Tentu saja tak perlu itu. Kenapa kau ingin m eng- gergaji kakinya?” “Sebab beberapa orang ahli telah m elakukannya. Mereka tak bisa m em buka rantainya, jadi m ereka potong saja tangan m ereka dan lari. Agaknya m em otong kaki lebih hebat lagi. Tapi biarlah. Tak terlalu m utlak, lagi pula J im hanyalah seorang negro, ia tak akan m au m engerti apa alasannya, jadi biarlah, walaupun begitu adat di Eropa. Tapi kita harus merobek-robek sprei, lalu kita buat tali tangga. Mudah saja. Kita kirim tangga tali itu kepada J im dengan jalan m em asukkannya ke dalam kue untuknya, begitulah biasa dilakukan orang. Banyak pula kue yang lebih tidak enak daripada kue tangga tali yang kita buat.” “Ya am pun, Tom Sawyer! Untuk apa tangga tali itu bagi J im ?”
Petualangan Huckleberry Finn 313 “Ia harus m enggunakannya! Tolol sekali kau ini, Huck, katakan saja kau tak tahu apa-apa dalam persoalan ini. J im harus m em punyai sebuah tangga tali, sem ua tawanan m em ilikinya.” “Ya, tapi apa yang bisa dibuat oleh J im dengan tangga tali?” “Apa yang dibuatnya dengan tangga tali itu? Bukankah ia bisa m enyem bunyikannya di bawah tem pat tidurnya? Itulah yang biasa dikerjakan orang, jadi J im pun juga harus begitu. Huck, agaknya kau tak m au m engikuti cara-cara yang telah um um . Bukankah tangga tali itu bisa dipakai sebagai kunci rahasia pelariannya? Sebagai jejak? Bukankah orang-orang yang akan m engejarnya selalu m em butuhkan suatu jejak? Begitulah. J adi untuk apa kau tak mau meninggalkan jejak? Sungguh bagus! Belum pernah aku m endengar hal seperti itu.” “Bila m em ang begitu cara yang sudah um um , baiklah, biarlah J im m endapatkan sebuah tangga tali, aku bukanlah orang yang suka m enentang apa yang sudah um um . Tapi, Tom Sawyer, bila kita gunakan sprei kita, kita robek-robek untuk kita jadikan tangga tali, pasti kita akan berurusan dengan Bibi Sally. Menurut pendapatku, tangga dari dahan-dahan kayu tak sem ahal itu harganya, tak perlu m erusak barang, dan cukup bagus untuk isi sebuah kue serta cukup baik untuk disem bunyikan di bawah kasur seperti juga sebuah tangga kain. J im juga tak punya pengalam an, jadi toh ia tak tahu apa bedanya tanggal tali dan....” “Minta am pun, Huck! Bila aku sebodoh engkau, aku akan tutup mulut saja. Siapa pernah mendengar seorang tawanan penting m eloloskan diri dengan m enggunakan tangga kayu? Betul-betul tak m asuk akal!” “Baiklah, Tom , terserah engkaulah. Tapi bila saja kau m au m enerim a nasihatku, lebih baik bukan sprei yang kita gunakan, biarlah kupinjam sprei dari dari tali jemuran.” Tom berkata usulku itu baik juga, dan ini membuat ia m endapat suatu pikiran lagi, katanya, “Pinjam juga sebuah kem eja .”
314 Mark Twain “Untuk apa kem eja itu, Tom ?” “Untuk catatan harian J im .” “Catatan harian nenekm u. J im tak bisa m enulis.” “Mungkin ia tak bisa m enulis, tapi bukankah ia bisa m em buat tanda-tanda di kem eja itu, bila kita m em buatkannya pena dari sendok tembaga atau penangkap besi tong.” “Wah, Tom , kita bisa m em buatkannya pena dari bulu angsa, lebih baik lagi.” “Tawanan tak m em punyai angsa, tak ada angsa yang ber- keliaran di dalam selnya, tolol! Mereka selalu m em buat pena dari bahan yang paling keras, paling sukar, potongan tem pat lilin kuningan atau sebangsanya yang bisa m ereka dapat. Berm inggu- m inggu dan berbulan-bulan m ereka m em buatnya sebab harus mereka asah di dinding. Walaupun mereka bisa mendapatkan pena bulu angsa, tak m ungkin m ereka m em akainya.” “Lalu, dari apa tintanya kita buat?” “Banyak yang m em akai karat besi dan air m ata. Tapi itu terlalu um um , dan biasa dipakai oleh kaum wanita. Ahli-ahli yang terbaik m enggunakan darah m ereka sendiri. J im bisa m engerjakan itu. Bila ia ingin m engirim kan pesan-pesan pendek penuh rahasia agar dunia tahu di mana ia dipenjara, ia bisa m enulis pesan itu di balik piring seng dan m elem parkannya keluar jendela. Si Topeng Besi punya kebiasaan ini.” “J im tak punya piring seng, ia diberi m akan dengan talam .” “Kita akan m em berinya piring seng.” “Tak akan ada orang yang bisa m em bawa piring-piring itu.” “Itu bukan urusannya, Huck Finn. Ia hanya m enulis di piring dan m elem parkannya ke luar. Tak ada yang harus m em bacanya. Kebanyakan kita m em ang tak akan bisa m em baca tulisan seorang t a wa n a n .” “Ya, tapi piring orang lain, bukan?”
Petualangan Huckleberry Finn 315 “Lalu kenapa? Apa peduli seorang tawanan tentang piring orang lain.” Kata-katan ya terputus sebab terom pet un tuk sarapan berbunyi. Kam i berlari ke rum ah. Pagi itu aku berhasil meminjam selembar kain sprei dan sehelai kem eja dari tali jem uran. Barang-barang itu kum asukkan dalam sebuah karung. Kayu api rubah juga kum asukkan dalam baran g itu. Tadi kugun akan kata ‘m em in jam ’ sebab itulah istilah yang selalu digunakan Bapak. Tapi kata Tom itu bukan m em injam , tapi m encuri. Karena ia m ewakili tawanan, m aka m encuri dihalalkan, dan orang pun tak akan m enyalahkan seorang tawanan yang m encuri untuk bisa lari. Itu sudah hak seorang tawanan, kata Tom, jadi selama kami mewakili seorang tawanan kam i punya hak penuh untuk m encuri apa saja di tem pat ini, yang kira-kira berguna untuk m elarikan diri dari penjara. Bila kam i tak m ewakili seorang tawanan, m aka lain halnya. Kata Tom , hanya seorang yang berhati jahat saja yang m au m encuri, padahal dia bukanlah seorang tawanan. J adi kami berhak untuk m encuri apa saja yang bisa kam i curi. Tapi satu hari, setelah penentuan tentang hak curi seorang tawanan itu, aku mencuri semangka dari ladang para budak negro. Tom memarahiku habis-habisan. Disuruhnya aku m em beri orang-orang negro itu uang sepuluh sen tanpa memberi tahu untuk apa uang tersebut. Kata Tom , yang boleh kita curi adalah sesuatu yang sangat kita perlukan. Aku berkata bahwa aku m em erlukan sem angka itu. Tapi kata Tom semangka itu kuperlukan bukan untuk melarikan diri dari penjara, itulah perbedaannya. Bila aku m encuri sebilah pisau dan kuselundupkan pada J im untuk membunuh penjaga, itu dibenarkan. Aku tak m au m em perbincangkan hal itu lagi, walaupun aku masih belum mengerti apa untungku menjadi wakil seorang tawanan, bila setiap kali aku harus mempertimbangkan
316 Mark Twain baik dan buruk pada saat aku punya kesem patan untuk m encuri buah semangka. Seperti yang kukatakan tadi, pagi itu kam i tunggu hingga semua orang pergi bekerja dan tak seorang pun tampak di halaman. Tom membawa karung tua tempat barang-barang itu ke sengkuap di belakang pondok J im, sementara aku berdiri di kejauhan untuk berjaga-jaga. Setelah agak lama Tom keluar dan kam i duduk-duduk di tum pukan kayu api. Tom berkata, “Sem ua beres kini, kecuali alat-alatnya, tetapi itu m udah nanti.” “Alat-alat?” tanyaku. “Ya.” “Alat-alat untuk apa?” “Untuk m enggali. Untuk apa lagi? Kau kira kita akan m enggali tanah dengan gigi kita?” “Apakah alat-alat di sengkuap itu, linggis, sekop, dan lainnya tak bisa dipakai, walaupun memang telah sedikit rusak?” Ia memandangku dengan pandangan mengasihani seolah- olah ketololanku cukup untuk m em buatnya m enangis. “Huck Finn, Huck Finn. Pernahkah kau dengar tentang seorang tawanan yang m am punyai sekop dan cangkul serta alat- alat m odern lainnya untuk m em buat terowongan buat m elarikan diri? Kini aku akan bertanya padam u, bila kau punya otak untuk berpikir, pahlawan m acam apa yang m em pergunakan sekop dan pacul untuk melarikan diri? Wah, kenapa tidak dipinjami kunci saja dia! Cangkul dan sekop, hm , seorang raja pun tak akan diberi alat-alat macam itu.” “Kalau begitu, alat apa yang akan kita gunakan?” “Dengan pisau roti.” “Untuk m enggali fondasi di bawah pondok itu?” “Ya.” “Itu pekerjaan yang tolol sekali, Tom .” “Tak peduli tolol atau tidak, itulah cara yang benar, cara yang um um dipakai. Tak ada cara lain yang pernah kudengar, sedang
Petualangan Huckleberry Finn 317 semua buku tentang hal ini telah kubaca. Mereka selalu menggali dengan pisau roti, dan tak menembus tanah, harus kau ingat itu, biasanya m enem bus batu karang! Mereka baru berhasil setelah menggali berminggu-minggu dan berbulan-bulan. Malah seorang tawanan di sel terbawah di Castle Deef, di Pelabuhan Marseilles, m enggali dengan cara yang sam a sam pai berapa tahun, coba, kau kira?” “Aku tak tahu.” “Terka saja.” “Aku tak tahu. Mungkin sebulan setengah.” “Tiga puluh tujuh tahun, dan ia keluar di daratan Cina. Itulah! Alangkah senangnya bila fondasi dasar benteng ini terbuat dari batu karang.” “J im tak kenal siapa pun di Cina.” “Lalu kenapa? Orang yang kuceritakan tadi juga tak kenal orang lain. Tetapi kau selalu m enyim pang dari persoalan yang pokok. Mengapa kau tak m engikuti jalan pikiran yang benar?” “Baiklah, aku tak peduli di m ana ia keluar, asal saja ia keluar. J im sudah terlalu tua untuk menggali dengan pisau roti. Ia tak akan berumur cukup panjang untuk itu.” “Um urnya cukup. Kau kira untuk m enggali lantai tanah saja memerlukan waktu tiga puluh tujuh tahun?” “Berapa lam anya, Tom ?” “Kita tak boleh terlalu lam a, sebab m ungkin tak akan m e- makan waktu lama bagi Paman Silas untuk mendengar berita dari New Orleans bahwa J im tidak berasal dari sana. Setelah ia menerima berita itu mungkin ia akan memasang iklan tentang J im. J adi kita tak boleh terlalu lam a m enggalinya. Sebetulnya paling baik bila kita menggunakan waktu dua tahun, tetapi tak dapat. Karena keadaan begitu tidak m eyakinkan, kita atur dem ikian: kita menggali secepat mungkin, dan setelah terowongan selesai kita anggap bahwa kita telah mempergunakan waktu tiga puluh tujuh
318 Mark Twain tahun. Bila saja ada bahaya, J im bisa cepat-cepat kita keluarkan. Sebelum itu, tidak. Ya, kukira itulah jalan yang terbaik.” “Ya, Tom , itu baru m asuk akal.” kataku. “Berpura-pura tidak merugikan siapa pun, berpura-pura tidak menimbulkan kesulitan, dan bila kau tak berkeberatan, m au rasanya aku berpura-pura bahwa kita menggunakan waktu seratus lima puluh tahun. Tak akan m em beratkanku. Baiklah kalau begitu, aku akan meminjam dua bilah pisau roti.” “Pinjam tiga bilah. Yang satu kita jadikan gergaji.” “Tom , bila saja tak m enyim pang dari yang um um , bolehkah aku m engusulkan untuk m enggunakan gergaji tua yang m enancap di papan di belakang rumah pengasapan itu?” “Berat sekali m em beri pelajaran padam u, Huck,” kata Tom dengan sedih. “Lari sajalah, am bil tiga bilah pisau roti.” Aku kerjakan perintah itu.
MENCOBA MENOLONG JIM SEGERA SETELAH kam i kira sem ua orang tidur, kam i turun ke luar dengan m enggunakan penangkal petir. Kam i m asuk ke dalam sengkuap di belakang pondok J im , pintu kam i tutup. Kayu api rubah kam i keluarkan. Kam i akan m ulai bekerja dari pertengahan balok terbawah dinding pondok J im; kami bersihkan tempat itu, kira-kira sepanjang em pat atau lim a kaki. Kata Tom , kam i kini tepat berada di belakang tem pat tidur J im . Bila terowongan selesai kami buat, maka mulut terowongan itu akan berada di bawah tem pat tidur, jadi tak akan ada yang m engetahui. Alas tempat tidur J im hampir mencapai tanah. Sampai menjelang tengah malam kami menggali dengan pisau roti kami. Segera juga tangan kami lecet-lecet, sementara hasil kerja kami belum juga tampak. “Ini bukan pekerjaan tiga puluh tujuh tahun, Tom Sawyer,” kataku, “ini akan m em akan waktu tiga puluh delapan tahun.” Tom tak m enyahut. Ia hanya m enarik napas panjang, berhenti bekerja dan berpikir-pikir. Kem udian ia berkata, “Tak
320 Mark Twain ada gunanya, Huck, tak akan berhasil. Bila kita yang m enjadi tawanan, pasti akan berhasil, sebab kita punya banyak sekali waktu, tak usah tergesa-gesa. Lagi pula kita hanya akan punya kesempatan menggali beberapa menit saja sehari, pada waktu penjaga diganti, jadi tak mungkin tangan kita lecet-lecet begini, dan kita bisa terus menggali sepanjang tahun, bertahun-tahun, m engerjakannya tepat seperti seharusnya. Tapi kini, kita harus cepat-cepat, kita tak boleh membuang-buang waktu. Semalam lagi seperti ini, akan terpaksa beristirahat seminggu untuk menunggu sampai tangan kita sembuh, tanpa istirahat itu jangan harap kita bisa memegang sebilah pisau roti. “Lalu apa yang kita kerjakan, Tom ?” “Kuberi tahu kau. Sesungguhnya ini bukan jalan yang benar, m enyalahi cara yang ada, dan aku sam a sekali tak setuju. Tapi terpaksa, hanya ada satu jalan. Kita akan m enggali dengan cangkul, dan berpura-pura menggunakan pisau roti.” “Ini baru usul yang bagus!” kataku gem bira, “otakm u m akin lam a m akin waras, Tom Sawyer. Cangkul adalah alat yang tepat, tak peduli m enyalahi tata cara atau tidak. Aku sendiri tak peduli tentang tata cara itu. Bila aku ingin m encuri seorang negro, sebuah semangka, atau sebuah buku Sekolah Minggu, aku tak peduli bagaim ana caranya, asal keinginanku tercapai. Yang kuinginkan adalah negro itu, yang kuinginkan adalah sem angka itu, atau yang kunginkan adalah buku Sekolah Minggu itu. Bila alat yang paling m udah didapat adalah cangkul, m aka aku akan mempergunakan cangkul itu untuk menggali negro itu atau semangka itu atau buku Sekolah Minggu itu. Masa bodoh apa kata para ahli tentang perbuatanku.” “Hm , cukup alasan kenapa kita harus m em akai cangkul dan berpura-pura dalam hal ini, bila tak ada alasan, aku tak akan setuju, dan aku tak akan tinggal diam saja m elihat peraturan yang ada dilanggar, sebab benar adalah benar dan salah adalah salah.
Petualangan Huckleberry Finn 321 Seseorang tak berhak untuk berbuat salah, bila ia tahu m ana yang salah dan m ana yang benar. Mungkin cukup baik bagim u untuk m enggali J im . Tanpa berpura-pura, sebab agaknya kau tak tahu antara benar dan salah, tapi aku tidak, sebab aku tahu yang lebih baik daripada suatu ketololan. Nah, berikan aku sebilah pisau roti.” Pisau roti itu terletak di dekatnya. Kuberikan pisauku. Dibuangnya pisau itu dan berkata lagi, “Beri aku sebilah pisau roti.” Aku bingung, tapi kem udian berpikir, dan tahu apa yang harus kuperbuat. Aku m encari-cari di antara barang-barang rongsokan di tempat itu sampai kutemukan sebuah cangkul, kuberikan pada Tom . Tom m enerim anya dan m ulai bekerja tanpa berkata-kata lagi. Begitulah ia selalu. Teliti dan tetap tepat pada pendiriannya. Aku pun m engam bil sebuah sekop. Selam a setengah jam kami bekerja keras. Terpaksa berhenti karena tak kuat lagi. Tapi kini nyata hasilnya, sebuah lubang telah terbuat, Kam i pulang. Aku telah berada di kam ar, aku m asuk lewat pintu belakang. Dari jendela kulihat Tom berusaha untuk naik lewat penangkal petir. Tapi tak pernah berhasil, sebab tangannya yang lecet-lecet itu tak m em ungkinkan ia bisa berpegangan dengan kuat. Akhir- nya ia berseru padaku, “Aku tak bisa naik. Kau punya pikiran bagaim ana baiknya aku naik?” “Ya,” sahutku. “Tapi kukira m enyim pang dari kebiasaan dan peraturan. Naiklah melalui tangga, lewat pintu belakang, dan berpura-puralah kau naik lewat penangkal petir.” Usulku itu dikerjakannya. Hari berikutnya, Tom berhasil m encuri sebuah sendok tim ah dan sebuah tempat lilin kuningan untuk membuat pena bagi J im. J uga dicurinya enam buah lilin. Sem entara itu aku berkeliaran di dekat pondok-pondok budak negro, waktu ada kesempatan
322 Mark Twain kucuri tiga buah piring seng. Kata Tom , itu tak cukup. Kujawab dengan m engatakan tak akan ada orang yang m em baca piring- piring itu setelah dilem par J im ke luar, sebab jatuhnya pasti di dalam semak-semak di bawah lubang jendela J im, jadi bisa kita ambil lagi untuk diberikan kembali pada J im. Tom puas, kem udian berkata lagi, “Kini harus kita pikirkan bagaim ana cara mengirimkan barang-barang ini kepada J im.” “Tentu saja lewat lubang yang akan selesai kita gali nanti,” jawabku. Tom hanya m erengut, berkata bahwa usul ini tolol sekali. Ia berpikir-pikir, kemudian berkata bahwa ia telah menemukan dua atau tiga cara yang baik, tapi belum waktunya untuk ditentukan m ana yang akan dipakai. Kini yang perlu adalah m em beri tahu J im lebih dahulu. Malam nya kam i turun lewat penangkal petir kira-kira pada pukul sepuluh. Kam i bawa sebatang lilin yang kam i curi. Dari bawah lubang jendela pondok J im kami dengar J im mendengkur keras. Kam i m elem parkan lilin tadi m asuk lewat lubang jendela itu. J atuhnya lilin tak m em utuskan dengkuran J im . Setelah itu kam i mulai bekerja lagi. Dua setengah jam kemudian terowongan itu selesai sudah. Kam i m erangkak m asuk, m uncul di bawah tem pat tidur J im . Kam i m eraba-raba lantai, sam pai kam i tem ukan lilin tadi. Kam i nyalakan, dan kam i berdiri di sam paing tem pat tidur memperhatikan J im. J im tampak sehat dan terurus. Hati-hati kami bangunkan dia. Ia begitu gembira hingga hampir menangis, kam i dipanggilnya dengan kata-kata sayang, dan disuruhnya kam i m encari tatah untuk m em utuskan rantai di kakinya. Tapi Tom m enunjukkan bahwa usul J im itu sam a sekali m enyalahi peraturan. Diceritakannya seluruh rencana itu bisa saja diubah setiap saat bila J im terancam bahaya. J im kam i yakinkan bahwa ia pasti akan kami bebaskan, jadi tak usah khawatir lagi. J im akhirnya setuju juga akan rencana kam i itu. Beberapa lam a kam i
Petualangan Huckleberry Finn 323 bercakap-cakap m em bicarakan m asa lam pau. Kem udian Tom m enanyakan banyak hal pada J im . Kata J im setiap hari atau dua hari sekali Pam an Silas m engajaknya berdoa bersam a, sedang Bibi Sally sering m engunjunginya untuk m elihat apakah ia cukup terurus, cukup m akan. Kedua orang itu sangat baik padanya, kata J im . Tom berkata, “Kini aku tahu cara yang terkirim lewat Pam an Silas dan Bibi Sally.” “J angan, jangan kerjakan yang sem acam itu. Pikiran tergila yang pernah kudengar!” kataku. Tapi Tom tak m em pedulikan, terus saja ia m enguraikan rencananya. Begitulah caranya kalau rencananya sudah pasti. Tom berkata pada J im bahwa tangga tali dan barang-barang besar lainnya akan diselundupkannya lewat Nat, negro yang selalu membawa makanan untuk J im. J adi J im harus selalu waspada, jangan tampak terkejut, dan jangan sampai Nat melihat ia m engam bil barang-barang itu. Barang-barang kecil akan kam i selipkan di saku jas Pam an Silas, J im harus m encopetnya. Lainnya akan kam i ikat di tali celem ek Bibi Sally, atau di saku celemek itu bila ada kesempatan. Diceritakan Tom juga kegunaan barang-barang itu. Sedangkan J im harus membuat catatan harian di kem eja putih yang diberikannya, m enulis dengan darah dan sebagainya. Sem ua di ceritakannya. J im sam a sekali tak m engerti kegunaan semua itu, tapi karena kami berkulit putih jadi ia mengira bahwa semua itu memang sangat diperlukan serta harus dikerjakannya. J im puas, berjanji untuk m engerjakan segala perintah Tom. J im banyak sekali m em punyai sisa bonggol jagung dan tem bakau, jadi senang sekali kam i berada di tem pat itu. Kem udian merangkak keluar melalui lubang dan pulang, dengan tangan kam i seolah-olah baru dikunyah-kunyah anjing. Tom gem bira hatinya. Katanya inilah perm ainan yang paling m enyenangkan dalam hidupnya, juga paling banyak m em pergunakan akal. Bila
324 Mark Twain saja kehendaknya bisa berlaku, pastilah sepanjang hidup kam i akan terus mewariskan rencana-rencana itu untuk dikerjakan oleh anak-anak kam i. Tom percaya bahwa m akin lam a J im akan m akin m enyukai peran yang dilakukannya. Bila J im bisa ditawan untuk delapan puluh tahun, maka kami akan membuat sejarah, dan nama kami akan tergabung pada kelompok nama-nama orang term ashyur. Pagi harinya kam i pergi ke tem pat kayu api. Kam i potong- potong tempat lilin dengan kapak hingga jadi beberapa potong kecil. Potongan-potongan itu serta sendok timah dimasukkan Tom ke dalam sakunya. Kam i pergi ke pondok orang-orang negro. Sementara aku memikat perhatian Nat, Tom memasukkan potongan tem pat lilin ke dalam sebuah kue jagung yang sudah terletak di atas talam m akanan untuk J im . Kam i m engantarkan Nat untuk m elihat bagaim ana J im m enerim a kam i itu. Bagus sekali. Waktu J im m enggigit kue itu, ham pir saja sem ua giginya hancur. Tapi air m uka J im tak berubah sedikit pun, ia hanya berbuat seolah-olah tergigit sebutir kerikil yang biasa terjadi bila makan kue atau roti. Tapi setelah peristiwa itu, J im tak pernah m enggigit langsung m akanannya, selalu lebih dulu dicocoknya tiga atau em pat kali dengan garpunya. Waktu kam i sem ua berdiri di dalam pondok yang rem ang- remang itu, tiba-tiba alas tempat tidur J im menggelembung, dan seekor anjing keluar dari bawah tem pat tidur. Kem udian m uncul lagi yang lain, hingga sekejap saja di tem pat itu telah ada sebelas ekor anjing, berdesak-desak hingga sukar bagi kam i untuk bernapas. Astaga, agaknya kam i lupa m enutup pintu sengkuap, dan anjing-anjing itu m asuk lewat lubang yang kam i gali! Nat hanya berteriak sekali, “Hantu!” dan roboh ke lantai, mengerang-erang bagaikan orang sekarat. Tom membuka pintu pondok, m enyam bar sepotong daging dari piring J im dan
Petualangan Huckleberry Finn 325 m elem parkannya ke luar. Anjing-anjing itu m engejar daging tersebut. Dua detik kemudian Tom juga keluar dan beberapa saat setelah itu kem bali m asuk, m enutup pintu. Aku yakin ia tadi keluar untuk m enutup pintu sengkuap. Kini ia m engurus Nat, m em bujuk serta m em belai-belainya, m enanyakan apakah ia m elihat sesuatu lagi. Nat bangkit, m engedip-ngedipkan m ata dan berkata, “Tuan Sid, pasti Tuan akan m engatakan bahwa aku seorang yang sangat tolol. Tapi berani mati aku baru saja melihat sejuta ekor anjing, atau iblis atau entah apa. Aku tidak berdusta, Tuan Sid. Aku bahkan telah m enyentuh, aku m enyentuh m ereka, Tuan, m ereka mengelilingiku. Oh, kenapa aku tadi tidak menerkam salah satu di antara mereka, coba saja, sekali saja aku bisa mencengkeram mereka. Tapi aku ingin agar mereka tak mengganggu aku lagi.” “Dengar kataku, Nat, dengar apa yang terpikir olehku,” kata Tom . “Coba, m engapa hantu-hantu itu selalu datang kem ari tepat pada waktu sarapan negro itu? Karena m ereka lapar, itulah sebabnya. Buat sebuah kue hantu, dan m ereka tak akan mengganggumu lagi.” “Tapi, Tuan Sid, bagaim ana aku bisa m em buat sebuah kue hantu bila aku tak tahu caranya? Belum pernah kudengar tentang kue hantu.” “Kalau begitu, biarlah kubuatkan engkau sebuah.” “Betul begitu, sayang? Betul akan kau buatkan, Tuan Sid? Oh, rela aku mencuci tanah tempatmu berpijak.” “Akan kubuatkan, hanya untukm u, sebab kau begitu baik hati memperbolehkan kami melihat negro ini. Tapi kau harus berhati-hati. Bila kam i sedang m em buat kue hantu itu, kau tak boleh m enghadap kam i. Dan apa pun yang kam i taruh di talam makanan, anggap saja tidak ada. Dan jangan melihat kalau J im sedang m engangkat m akanan dari talam nya, sebab sesuatu akan terjadi, entah apa. Yang paling penting, jangan kau pegang barang-barang untuk para hantu itu.”
326 Mark Twain “Mem egangnya, Tuan Sid? Apa yang Tuan katakan ini? Walaupun diupah sepuluh ratus ribu juta dolar, aku tak akan mau m erabanya.”
JIM MENDAPAT KUE HANTU BERES SUDAH. Kam i pergi ke tem pat tum pukan sam pah di halaman belakang. Tempat itu penuh dengan sepatu-sepatu tua, botol-botol pecah, barang-barang seng yang telah rusak, dan sebagainya. Kam i aduk-aduk hingga kam i tem ukan sebuah baskom seng. Kam i tutup lubang-lubang pada baskom itu sedapat- dapatnya, sebab baskom itu akan kam i gunakan untuk m em buat roti. Kam i sim pan baskom tadi di gudang di bawah tanah setelah kam i isi dengan tepung curian. Kem udian kam i m enunggu waktu sarapan. Tom m enem ukan dua batang paku besar, yang katanya cukup baik untuk menuliskan kesedihan seorang tawanan di dinding penjaranya. Salah sebuah paku itu dim asukkannya ke dalam saku celem ek Bibi Sally yang tergantung di sebuah kursi. Satunya lagi kam i selipkan di pita yang m elilit topi Pam an Silas yang waktu itu terletak di atas bufet. Kam i dengar dari anak-anak bahwa ayah m ereka akan m engunjungi si negro pelarian pagi ini. Waktu pergi ke meja makan Tom berhasil memasukkan sendok
328 Mark Twain tim ahnya ke saku jas Pam an Silas. Kam i duduk, m enunggu datangnya Bibi Sally. Bibi Sally datang dengan m uka m erah, m arah, dan begitu murka hingga hampir tak bisa menunggu doa selesai diucapkan. Segera setelah doa selesai ia mengaduk kopi dengan satu tangan dan m engetuk kepada seorang anak yang terdekat dengan jari tangan yang lain sam bil berkata, “Telah kucari ke m ana-m ana, tapi sam a sekali tak bisa kum engerti apa yang telah terjadi dengan bajum u!” Hatiku bagaikan rontok jatuh di antara paru-paru, jantung dan isi perutku. Pada saat yang sam a sebutir jagung m asuk tersekat dalam ternggorokanku. Aku terbatuk hingga butir jagung itu terlempar ke luar, melintasi meja, mendarat tepat di mata seorang anak yang saat itu juga m elingkar bagaikan cacing di mata kail. Tom juga pucat sesaat, dan selama seperempat menit ribut sekali di m eja itu. Bila saja ada yang m enawarku, separuh harga saja aku akan mau asal aku bisa bebas dari meja itu. Tapi setelah itu keadaan tenang kembali, kekacauan tadi disebabkan persoalan yang diajukan Bibi Sally begitu m endadak. “Mem ang aneh sekali,” kata Pam an Silas, “aku tak m engerti juga. Aku tahu betul baju itu telah kutanggalkan sebab....” “Sebab yang kau pakai hanyalah sehelai kem eja! Dengarkan saja kata-katanya! Aku tahu bahwa kau telah m enanggalkan baju itu, dengan cara yang lebih baik daripada cara otakm u yang tumpul itu, sebab kemarin kulihat baju tersebut di tali jemuran, kulihat dengan mata kepalaku sendiri! Tapi kini baju itu hilang! Dan terpaksa kau harus memakai baju lanel merah itu sampai aku punya waktu untuk m em buatkan sebuah baju baru lagi untukm u. Baju yang ketiga dalam waktu dua tahun! Waktuku habis hanya untuk m em buat bajum u saja, dan entah kau apakan saja sem ua bajum u itu. Sesungguhnya kau sudah harus bisa m engurus baju itu lebih baik!”
Petualangan Huckleberry Finn 329 “Aku tahu, Sally, telah kucoba dengan sebaik-baiknya. Tapi jangan hanya m enyalahkan aku, sebab aku hanya berurusan den gan baju bila sedan g kupakai! Kukira aku tak pern ah m enghilangkan sebuah baju yang sedang kupakai, satu pun tak p er n a h .” “Bukan salahm u bila kau tak pernah m enghilangkan baju yang sedang kau pakai, Silas, bila kau bisa pasti sudah kau hilangkan juga. Dan bukan hanya baju yang hilang, sebuah sendok juga. Tadinya ada sepuluh buah sendok, kini tinggal sembilan. Mungkin bajumu dibawa lari anak sapi, tapi aku m erasa yakin bahwa sendok itu bukanlah hilang karena dibawa anak sapi. Bukan itu saja yang hilang....” “Apa lagi, Sally?” “Apa lagi! Enam batang lilin! Mungkin tikus-tikus yang mencuri lilin itu, aku heran, mengapa sampai saat ini rumah kita ini belum dihabiskan mereka karena kau selalu menunda- nunda untuk m enutupi lubang-lubang tikus itu. Bila tikus-tikus itu sedikit cerdik mereka akan lebih selamat membuat sarang di ram butm u, Silas, sebab kau tak akan m enyadarinya. Tapi aku tahu betul kau tak akan bisa m enyalahkan tikus-tikus itu.” “Sally, aku m em an g bersalah, kuakui itu. Aku selalu berhalangan, tapi tak akan kubiarkan esok hari berlalu tanpa kututupi lubang-lubang tikus itu.” “Oh, jangan tergesa-gesa, tahun depan saja tak apa. Matilda An gelin a Aram in ta PH ELPS!” tudun g jari besi Bibi Sally m enghantam jari anaknya yang sedang terulur untuk m encuri gula dari tem pat gula. Tangan itu tertarik kem bali secepatnya. Lize, budak wanita negro, saat itu m uncul dan berkata, “Nyonya, sehelai sprei hilang.” “Sprei hilang? Ya am pun!” seru Bibi Sally. “Hari ini juga akan kusum bat lubang-lubang tikus itu,” kata Paman Silas dengan sedih.
330 Mark Twain “Oh, tutup m ulut!” bentak Bibi Sally. “Kau kira tikus-tikus itu yang m encuri sprei tersebut? Di m ana hilangnya, Lize?” “Saya tak tahu, Nyonya. Kem arin m asih ada di tali jem uran, tapi kini tak ada lagi. Lenyap.” “Pastilah kiam at akan tiba! Belum pernah aku alam i kejadian seperti ini. Baju, sprei, sendok, enam batang li....” “Nyonya,” seorang gadis, pem bantu rum ah tangga, m uncul, “tem pat lilin hilang satu.” “Pergi kau dari sini sebelum kupukul dengan penggorengan ka u !” Bibi Sally bagaikan m endidih karena m arahnya. Hatiku tak keruan. Bila ada kesem patan, aku telah lari dan bersem bunyi ke hutan sampai cuaca baik kembali. Ia terus saja mengomel, m engobrak-abrik keadaan dunia ini seorang diri sem entara yang lain tak berani bercuit sedikit pun, tunduk dan makan dengan diam -diam . Tiba-tiba rentetan kata-kata Bibi Sally terhenti, m ulutnya m enganga, kedua tangan terangkat. Pam an Silas dengan wajah tolol m em perhatikan sendok yang baru saja dikeluarkan dari sakunya. Bila aku jadi Pam an Silas, rasanya aku baru akan lega bila bisa m enyingkir saat itu juga ke Yerusalem atau tem pat jauh lainnya. “Sudah kuduga!” seru Bibi Sally, “selam a ini sendok itu ada di sakum u! Dan pasti barang-barang lainnya juga ada di sana. Bagaim ana sendok itu bisa berada di sakum u?” “Aku sam a sekali tak tahu, Sally,” jawab Pam an Silas dengan sangat bingung, “kalau tahu pasti sudah kukatakan. Sebelum sarapan tadi aku sedang m em pelajari Kisah Rasul-rasul ayat tujuh belas. Mungkin tanpa kusadari kutaruh sendok ini di sakuku, sedang yang akan kum asukkan sebenarnya adalah Kitab Injilku. Nanti kulihat. Bila Injilku m asih di tem pat sem ula, berarti Injil itu belum kumasukkan ke dalam saku. Itu berarti bahwa Injil itu kuletakkan dan sendok ini kumasukkan. J adi....” “Oh, dem i Tuhan! Biarkan aku beristirahat! Pergi kalian,
Petualangan Huckleberry Finn 331 pergilah kalian sem uanya, jangan dekati aku lagi sebelum hatiku tenang kembali.” J angankan kata-kata itu diucapkan, walaupun baru dipikirkan pasti perintah semacam itu akan terdengar jelas olehku. Dan m isalkan aku sudah m ati, rasanya aku akan bangkit dan melakukan perintah tersebut. Waktu kami melintas ruang tam u, Pam an Silas sedang m engangkat topinya. Paku yang kam i selipkan jatuh ke lantai. Diam bilnya paku tersebut, diletakkan di atas perapian tanpa berkata sepatah pun, dan ia keluar. Tom m elihatnya, teringat akan peristiwa sendok tadi, katanya, “Ia tak bisa dipercaya, tak guna m engirim sesuatu m elalui dia. Tapi betul-betul ia telah menolong kita karena sendok itu, walaupun di luar pengetahuannya. Baiklah, kita tolong dia tanpa sepengetahuannya pula. Kita sum bat lubang-lubang tikus itu.” Ternyata lubang-lubang tikus itu banyak sekali, di dalam gudang di bawah tanah. Sejam baru kerja kami selesai, tapi kerja kam i itu betul-betul m em uaskan, kuat dan rapi. Baru saja selesai, kam i dengar seseorang m enuruni tangga ke tem pat itu. Cepat- cepat kam i m atikan lilin dan bersem bunyi. Yang datang itu Pam an Silas, sebelah tangan m em bawa lilin, tangan lainnya m em bawa kain-kain untuk sumbat, berjalan dengan mata kosong seakan- akan m elam un. Dari satu lubang ia pergi ke lubang berikutnya, sam pai sem ua lubang selesai diperiksanya. Akhirnya ia berdiri diam , kira-kira lim a m enit term enung sem entara tangannya m em bersihkan lilin-lilin yang m enetes. Setelah itu ia berpaling, terdengar ia berkata seorang diri, “Tak bisa kum engerti. Tak bisa kuingat, kapan aku m enyum bat lubang-lubang itu. Kini aku bisa mengatakan pada Sally bahwa aku tak bisa disalahkan dalam hal tikus-tikus itu. Tapi biarlah sudah. Andaikata kukatakan, tak akan memperbaiki suasana.” Perlahan ia menaiki tangga kembali, sambil terus m enggum am . Ia seorang tua yang sangat baik hatinya.
332 Mark Twain Tom m erasa repot juga karena sendoknya tak ada, ia berpikir m encari cara untuk m engam bil lagi sendok itu. Akhirnya didapatnya cara yang dianggapnya bagus, dan aku diberi tahu. Kam i keluar dari gudan g, berm ain -m ain dekat keran jan g sendok. Waktu Bibi Sally m asuk, Tom pura-pura m enghitung sendok-sendok itu dengan m enjajarkannya ke sam ping. Aku m enyelusupkan sebuah di antaranya ke dalam lengan bajuku, dan Tom berkata, “Wah, sendoknya m asih saja kurang satu. Ini hanya sem bilan!” “Pergi kau berm ain!” bentak Bibi Sally, “jangan ganggu aku lagi. Aku lebih tahu, telah kuhitung sendiri.” “Aku telah m en ghitun gn ya dua kali, Bibi, dan han ya sem b ila n .” Kesabarannya tam pak habis, tapi dihitungnya juga sendok- sendok itu. “Astaga! Mem ang hanya sem bilan! Ke m ana yang... persetan, biarlah kuhitung lagi.” Kuluncurkan keluar sendok yang ada di lengan bajuku, dan selesai m enghitung Bibi Sally berkata, “Hh, sialan betul, kau. Ini, bukankah ini sepuluh?” Tam paknya ia kesal dan m arah sekaligus. “Tapi, Bibi, kukira tak ada sepuluh sendok di situ?” “Otak udang! Bukankah kau lihat aku m enghitungnya tadi?” “Aku tahu, tapi....” “Biar kuhitung lagi.” Aku sem bunyikan satu lagi, hingga kini tinggal sem bilan seperti tadi. Betapa kacaunya Bibi Sally, ham pir-ham pir gila! Berkali-kali dihitun gn ya sen dok-sen dok itu, kadan g-kadan g begitu bingung hingga keranjang sendok dihitungnya juga sebagai sendok. Begitulah, tiga kali m enghitung hasilnya benar, dan tiga kali lagi salah. Bibi tak tahan lagi, dibantingnya tem pat sendok ke dinding di depannya, sam bil m em bentak kam i, m enyuruh kam i pergi. Kalau sam pai kam i m engganggunya lagi sebelum m akan siang, kam i akan dikulitinya, katanya. J adi kam i berhasil
Petualangan Huckleberry Finn 333 m endapatkan kem bali sendok yang kam i perlukan, yang kam i m asukkan ke saku celem ek Bibi Sally waktu ia sedang m em beri perintah untuk kabur pada kami itu. Sebelum tengah hari J im m enerim a kirim an kam i itu, juga paku besar yang kam i m asukkan ke kantung Bibi sebelum sarapan tadi. Kam i m erasa am at lega kini. Hasil yang kam i dapat berharga dua kali lipat daripada jerih payah yang kam i keluarkan, sebab kini Bibi Sally tak akan berani lagi m enghitung sendoknya, walaupun diancam hukum an m ati sekalipun. Lagi pula biarpun ia berani m enghitung, ia tak akan percaya akan hasil hitungannya itu, walau pun benar. Bila selam a tiga hari ia bisa kami goda dalam menghitung sendok, pasti ia akan m engancam akan m em bunuh sem ua orang yang berani m enyuruh ia m enghitung sendok. Malam itu kami kembalikan sprei ke tali jemuran, dan m encuri sprei lainnya dari lem ari. Selam a dua hari kam i ulang- ulang, m encuri dan m engem balikan lagi serta sebaliknya, hingga akhirnya Bibi Sally tak tahu lagi berapa sprei yang dipunyainya—tak peduli lagi—dan tak akan m enyiksa hatinya dengan m enghitung-hitung sprei lagi sepanjang hidupnya. Lebih baik m ati daripada m enghitung sprei, katanya. Kini kam i tak bisa dicurigai lagi. Sprei, baju, sendok, dan lilin dibereskan oleh anak sapi, tikus dan kebingungan Bibi Sally dalam menghitung, sedang tentang tempat lilin itu kami tak pedulikan, akhirnya Bibi akan lupa juga. Tapi pembuatan kue untuk J im betul-betul bukan suatu pekerjaan ringan. Kam i m em asaknya di dalam hutan. Akhirnya kami berhasil juga dengan memuaskan, tapi menghabiskan waktu lebih dari sehari. J uga lebih dari tiga baskom tepung kami habiskan, di samping kulit beberapa anggota badan kami hangus, m ata m erah karena asap. Soalnya kam i ingin m em buat sebuah kue besar yang di dalam nya kosong. Berulang kali kue yang telah jadi luluh lantak hingga terpaksa kam i buat lagi. Tapi akhirnya
334 Mark Twain kam i m endapat suatu cara yang tepat, yaitu akan kam i m asak tangga tali kam i bersam a-sam a dengan tepungnya. Sem alam suntuk kami merobek-robek sprei untuk dijadikan serpihan- serpihan kecil yang kem udian kam i pilin. Mem buatnya di dalam pondok J im, dengan bantuan penuh dari J im. Menjelang pagi, jadilah sebuah tangga tali yang am at bagus. Kam i anggap telah menghabiskan waktu sembilan bulan untuk membuat tangga tersebut. Menjelang tengah hari kami bawa tangga tali itu ke hutan, untuk di m asak di dalam kue. Tapi ternyata tak m uat. Mem ang karena terbuat dari sehelai sprei besar, rasanya tangga tali itu akan cukup untuk membuat empat puluh buah kue, sedang sisanya m asih cukup untuk sup atau sosis atau apa saja yang kam i kehendaki. Bahkan tak akan habis rasanya untuk m akan siang. Tapi kam i tak m em butuhkan m akanan lainnya itu. Yang kam i butuhkan hanyalah kue itu, jadi kam i am bil saja tangga tali secukupnya, sisanya kam i buang. Kue-kue yang gagal dan yang berhasil tidaklah kami masak di baskom, sebab kami takut kalau soldernya leleh oleh panas api. Kam i pakai pem anas kuningan m ilik Pam an Silas. Baskom pem anas itu sangat dihargainya, sebab benda itu merupakan warisan turun-temurun, pernah dim iliki oleh salah seorang nenek m oyangnya yang berlayar dengan William si Penakluk, dari Inggris ke negeri ini, dengan naik kapal Maylower atau kapal kuno lainnya, lupa aku nam anya. Baskom pem anas ini disim pannya di loteng, dengan barang-barang lain yang dianggapnya berharga. Berharga bukan karena kegunaannya, sebab sem uanya tak bisa digunakan lagi, tapi karena kunonya. Diam -diam kam i am bil baskom pem anas bertangkai kayu panjang itu, kam i bawa ke hutan. Kue pertam a yang kam i buat sam a sekali tak berupa kue, sebab kam i belum berpengalam an. Tapi kue yang terakhir indah sekali. Baskom pemanas itu kami lapisi adonan, kami panaskan di atas bara.
Petualangan Huckleberry Finn 335 Tangga tali kami masukkan, kami beri lapisan adonan lagi di atasnya, tutup kam i pasang, di atas tutup kam i beri bara panas. Kam i tak kepanasan sebab kam i tinggal m em egang tangkai baskom yang lim a kaki panjangnya itu sam bil berteduh. Lim a belas menit kemudian selesailah sudah, sangat memuaskan untuk dilihat. Tapi siapa pun yang m em akannya paling sedikit harus m enyediakan dua tong besar cukit gigi sebab sudah pasti giginya akan dibelit-belit oleh tangga tali itu. Dan sudah pasti juga ia akan m enderita sakit perut bahkan sam pai akhir hidupnya. Nat sama sekali tak melihat waktu kue itu kami taruh di talam makanan J im. Di bawah makanan itu kami taruh pula tiga buah piring seng, jadi kini barang-barang J im lengkap sudah. Segera setelah J im sedirian, dipecahkannya kue itu, tangga talinya diam bil dan disem bunyikan di bawah kasur. Berbagai tanda digoreskannya di bawah kasur yang kem udian dilem parkannya ke luar lewat lubang jendela.
DI SINI HATI SEORANG TAWANAN PECAH MEMBUAT PENA adalah pekerjaan yang paling sukar, begitu juga membuat gergaji. Tapi menurut J im lebih sukar lagi membuat tulisan, yaitu tulisan yang harus digoreskannya di dinding. Tom mengharuskan J im berbuat demikian, sebab tak pernah ada kejadian seorang tawanan penting tak menulis sesuatu di dinding dan m enggam barkan lam bang kebangsawanannya. “Lihat saja Putri J ane Grey,” kata Tom , “atau Giliford Dudley. Atau si tua Northum erland. Huck, m eskipun bagaim ana sukarnya, harus juga dikerjakan, sebab bagaimana kau bisa cari jalan lain? J im harus m eninggalkan coretan tulisan dan lam bangnya. Sem ua berbuat bagitu.” “Tapi, Tuan Tom , aku sam a sekali tak punya lam bang.” kata J im. “Ya, J im benar, Tom , ia tak punyai lam bang,” kataku, “m engerti saja tidak.”
Petualangan Huckleberry Finn 337 “Aku tahu. Tapi berani bertaruh sebelum ia keluar dari sini ia akan m em punyai sebuah lam bang,” kata Tom . “Sebab larinya dari sini dengan m engikuti segala peraturan yang ada, tanpa m enyalahi peraturan sedikit pun.” Demikianlah, sementara aku dan J im masing-masing membuat pena dengan menggosokkan sendok kuningan ke sebuah batu bata, Tom memikirkan rancangan lambang untuk J im . Akhirnya ia berkata bahwa ia telah m endapat banyak sekali ilham untuk lambang-lambang itu hingga bingung mana yang akan dipilihnya. Tapi ada satu yang kira-kira pantas untuk dipilih, katanya, “Lam bang itu akan berbentuk sebuah perisai. Di bagian kanan bawah kita lukiskan sebuah lengkungan or, di bagian fess gambar jin jahat, dalam m urrey dengan seekor anjing sebagai lam bang tuduhan um um . Di bawah kakinya kita gambarkan rantai sebagai lambang perbudakan. Seekor burung dalam vert, dan tiga garis m enyolok dalam latar belakang azure. J im tadi berdiri menantang, dan kita buat dengan gambar timbul. Di bagian crest, kita gambarkan seorang negro pelarian, sable, bungkusan pakaiannya di ujung tongkat pada bar sinister, dua gule m enjaga penduduknya, m elam bangkan Huck dan aku, dan sem boyan lam bang itu berbunyi: Maggiore fretta, m inore otto. Kudapat dari sebuah buku, artinya: Makin tergesa-gesa, m akin la m b a t .” “Minta am pun, tapi apa arti kata-kata yang lain itu?” tanyaku. “Tak ada waktu untuk m enerangkan. Kita harus segera m enyelesaikan pekerjaan kita.” “Biarlah sebagian saja, m isalnya, apakah arti fess itu?” ”Fess... fess... kau tak usah tahu arti fess. Akan kuterangkan pada J im cara m em buatnya.” “Wah, Tom , m asak kau tak m au m enerangkan padaku?” aku bertanya terus. “Baiklah, apakah bar sinister?” “Oh. Aku tak tahu. Bagaim anapun J im harus m em punyai sebuah lam bang seperti juga para bangsawan lainnya.”
338 Mark Twain Begitulah kebiasaan Tom , bila tak berkenan di hatinya untuk menerangkan sesuatu, walaupun seminggu kita kejar terus dengan pertanyaan, tak akan diterangkannya. J adi rancangan lambang itu sudah bisa dianggap selesai. Kini ia m em ikirkan rancangan terakhir, m erencanakan pesan- pesan m engharukan yang harus ditulis oleh J im di dinding pondok. Katanya sem ua tawanan selalu m eninggalkan pesan seperti itu, jadi J im juga tak terkecuali. Tom cepat saja berhasil m engarang beberapa kalim at, dituliskannya pada secarik kertas dan dibacakan pada kami, demikian: 1. Di sini hati seorang taw anan pecah. 2. Di sini seorang taw anan y ang m alang, dilupakan oleh dunia dan sem ua sahabatnya, m ati m erana karena kesedihan. 3. Di sini sebuah hati y ang selalu kesepian hancur, jiw a y ang telah beristirahat setelah m enjalani m asa tahanan seorang diri selam a tiga puluh tujuh tahun. 4. Di sini tak berkaw an dan tak bertem pat tinggal, setelah tiga puluh tujuh tahun m enjalani m asa tahanan y ang pahit, seorang bangsaw an asing, putra kandung Louis XIV, m angkat. Suara Tom gemetar waktu membacakan semua itu, hampir saja ia meneteskan air mata. Selesai membaca ia tak tahu m ana yang akan dipilihnya untuk ditulis oleh J im , sem ua begitu bagus. Akhirnya ia m em utuskan m enyuruh J im m enulis sem uanya. Menurut J im , ia akan m em erlukan waktu setahun untuk menuliskan itu semua di dinding balok itu dengan sebatang paku. Dan lagi ia tak bisa menulis, tapi Tom berkata ia akan menuliskan semua kata-kata tadi dalam huruf cetak, jadi J im tinggal m encontoh saja. Segera juga ia berkata lagi, “Tunggu, setelah kupikir-pikir, dinding balok ini tak sesuai dengan maksud kita. Tawanan kerajaan tak pernah ditawan dalam sebuah penjara
Petualangan Huckleberry Finn 339 berdinding balok, biasanya dindingnya terbuat dari batu, dan pada batu itulah m ereka m eninggalkan pesan-pesannya. Baiklah, kalau begitu akan kita bawa sebuah batu kemari, dan J im harus menuliskan kata-kata tadi pada batu itu.” J im berkata batu lebih buruk daripada dinding balok, untuk menuliskan semua itu ia akan membutuhkan waktu cukup lama hingga ia tak akan bisa keluar dari penjara dengan selamat. Tom m enghiburnya dengan m engatakan bahwa aku akan m em bantunya m enulis. Tom m em eriksa apa kem ajuan yang kami capai dalam pembuatan pena. Memang pekerjaan berat, bila ada kem ajuan tak terlihat sam a sekali, kecuali tanganku yang sudah sakit bertam bah sakit lagi. Melihat itu Tom berkata, “Aku tahu bagaimana cara memecahkan persoalan ini. Pesan-pesan itu akan kita tulis di batu, begitu juga lam bangnya. Sam bil m enyelam minum air. Di penggergajian kulit ada sebuah batu asah, batu gerinda besar. Cukup besar untuk keperluan kita tadi, lagi pula kita bisa jadikan batu asahan untuk membuat pena.” Suatu pikiran yang baik, dan ternyata kem udian batu gerinda itu juga sangat hebat. Tapi kam i telah sepakat untuk m encurinya, tak bisa ditawar-tawar lagi. Belum lewat tengah m alam . Kam i keluar, meninggalkan J im bekerja sendiri. Mudah sekali mencuri batu gerinda itu, tapi sukar m em bawanya ke pondok. Mula-m ula kam i gelindingkan, suatu pekerjaan yang sulit. Setelah bersusah payah, sering kali batu gerinda itu ham pir m enim pa kam i. Bila saja tertimpa, pasti hancur tulang-tulang kami. Tom berkata sebelum mencapai pondok pasti salah seorang di antara kami akan jadi korban. Baru setengah jalan kam i terpaksa takluk, tenaga habis dan tubuh m andi keringat. Kam i segera sadar bahwa tanpa bantuan, kerja kam i akan sia-sia. Kam i panggil J im untuk m em bantu. Mudah saja J im m engangkat tem pat tidurnya, m elepaskan gelang rantai di kaki tem pat tidurnya, m elepaskan gelang rantai di kaki tem pat tidur itu. Rantainya yang panjang
340 Mark Twain dibelit-belitkannya di leher, kem udian kam i m erangkak keluar lewat terowongan yang kam i gali. Dengan bantuan J im m udah saja kami menggelindingkan batu gerinda besar itu ke pondok. Yang bekerja hanya aku dan J im , Tom m em beri perintah. Mem ang dalam memberi perintah Tom mengalahkan semua anak. Ia tahu cara mengerjakan apa saja. Terowongan yang kam i buat sangat besar, tapi ternyata tidak cukup besar untuk lewat batu gerinda itu. J im segera mengambil cangkul dan membuat lubang itu lebih besar lagi hingga batu gerinda bisa masuk. Tom menggoreskan kalimat- kalim at yang dikarangnya tadi di batu gerinda tersebut, kem udian J im menatah bekas goresan Tom dengan paku dan sebuah kunci pintu besi besar sebagai palu. J im harus bekerja terus sampai lilinnya m ati. Bila lilin padam , ia boleh tidur, batu gerinda itu harus disem bunyikannya di bawah kasurnya. Kam i m enolong J im m em asukkan gelang rantainya kem bali ke kaki tem pat tidur, dan bersiap-siap untuk pulang. Tapi Tom memikirkan sesuatu lagi, dan bertanya pada J im , “J im , di sini ada laba-laba?” “Tidak, Tuan, dan aku bersyukur karena itu.” “Baiklah. Akan kam i carikan bebrapa ekor untukm u.” “Selam atlah kiranya kau, Sayang. Aku sam a sekali tak ingin ada laba-laba di sini. Aku takut pada laba-laba, lebih baik berkawan dengan ular keluntang daripada dekat dengan laba- laba.” Tom berpikir lagi sebentar, “Baik juga itu. Dan kukira itu juga pernah dilakukan orang. Masuk akal. Ya, pikiran yang sangat bagus. Di mana bisa kau pelihara?” “Pelihara apa, Tuan Tom ?” “Ular-ular keluntang itu.” “Astaga, Tuan Tom ! Bila ada ular keluntang m asuk kem ari, aku akan melarikan diri keluar dengan jalan menubruk dinding balok itu, yakin, dengan kepalaku!”
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327
- 328
- 329
- 330
- 331
- 332
- 333
- 334
- 335
- 336
- 337
- 338
- 339
- 340
- 341
- 342
- 343
- 344
- 345
- 346
- 347
- 348
- 349
- 350
- 351
- 352
- 353
- 354
- 355
- 356
- 357
- 358
- 359
- 360
- 361
- 362
- 363
- 364
- 365
- 366
- 367
- 368
- 369
- 370
- 371
- 372
- 373
- 374
- 375
- 376
- 377
- 378
- 379
- 380
- 381
- 382
- 383
- 384
- 385
- 386
- 387
- 388
- 389
- 390
- 391
- 392
- 393
- 394
- 395
- 396