Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Materi Diklat1 Family Strengthening YBM BRILiaN 2023

Materi Diklat1 Family Strengthening YBM BRILiaN 2023

Published by sujono bms, 2023-07-10 03:36:45

Description: Materi Diklat1 Family Strengthening YBM BRILiaN 2023

Search

Read the Text Version

Materi Diklat #1 Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga Tim Wonderful Family Institute

Materi Diklat #1- Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga Penyusun Tim Wonderful Family Institute Editor Rahajeng Mufid Desain Sampul Prabanistian Tata Letak Diki Fahreza Cetakan Pertama, Juli 2023 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun tanpa izin dari penerbit.

Buku ini hanya untuk peserta Materi Diklat #1| i Pelatihan Pendamping Keluarga YBM BRIliaN 2023.

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | ii Daftar Isi Daftar Isi .............................................................................................................ii Kurikulum Panduan Materi Pembinaan Ketahanan Keluarga Peserta Program IP2BK YBM Brilian .............................................................................1 Materi Dasar .....................................................................................................31 Overview Diklat Pendamping Ketahanan Keluarga ....................................32 Overview Ketahanan Keluarga Indonesia ...................................................36 Memahami Posisi, Urgensi, dan Kontribusi Keluarga dalam Pembangunan Nasional Indonesia .............................................................44 Peran Motivator dalam Menguatkan Ketahanan Keluarga..........................55 Materi Pernikahan............................................................................................61 Memahami Pernikahan dalam Perspektif Hukum Islam..............................62 Perkawinan Menurut Hukum Positif di Indonesia........................................86 Persiapan Sebelum Menikah ......................................................................93 Kesehatan Fisik dan Mental untuk Kebahagiaan Pernikahan.....................99 Materi Ketahanan Keluarga ..........................................................................111 Pilar-Pilar Ketahanan Keluarga .................................................................112 Delapan Fungsi Keluarga..........................................................................141 Family Life Cycle Stages, Delapan Tahap Perkembangan Kehidupan Keluarga..................................................................................143 Prinsip-Prinsip Strong Family (Keluarga Kuat)..........................................151 Memahami Urgensi Resiliensi Keluarga ...................................................157 Faktor Dasar Pembangun Resiliensi Keluarga .........................................172 Upaya Meningkatkan Resiliensi Keluarga.................................................187 Materi Keluarga Sakinah ...............................................................................191 Psikologi Suami Istri ..................................................................................192 Komunikasi Suami Istri..............................................................................208 Membangun Keluarga Harmonis...............................................................215

Corak Relasi Suami Istri ........................................................................... 220 Materi Diklat #1| iii Pembagian Peran dalam Rumah Tangga ................................................ 228 Upaya Membangun Kepercayaan kepada Pasangan .............................. 237 Manajemen Konflik Pasangan Suami Istri................................................ 244 Manajemen Keuangan Keluarga .............................................................. 259 Hubungan Sosial dengan Tetangga ......................................................... 272 Materi Perceraian .......................................................................................... 281 Data Perceraian Indonesia Tahun 2022................................................... 282 Perceraian Menurut Hukum Islam ............................................................ 284 Perceraian Menurut Hukum Positif di Indonesia ...................................... 293 Dampak Negatif Perceraian ..................................................................... 299 Menyiapkan Kehidupan Setelah Perceraian ............................................ 303 Materi Pengasuhan ....................................................................................... 307 Kewajiban Orang Tua terhadap Anak ...................................................... 308 Mengenal dan Memilih Pola Asuh Anak................................................... 317 Peran Ayah dalam Pendidikan Anak ........................................................ 322 Peran Ibu dalam Pendidikan Anak ........................................................... 329 Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak di Era Digital.......................... 338 Bijak Memanfaatkan Teknologi ................................................................ 348 Daftar Pustaka............................................................................................... 357

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | iv

Kurikulum Panduan Materi Pembinaan Ketahanan Keluarga Peserta Program IP2BK YBM Brilian Materi Diklat #1| 1

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 2

Materi Diklat #1| 3

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 4

Materi Diklat #1| 5

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 6

Materi Diklat #1| 7

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 8

Materi Diklat #1| 9

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 10

Materi Diklat #1| 11

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 12

Materi Diklat #1| 13

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 14

Materi Diklat #1| 15

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 16

Materi Diklat #1| 17

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 18

Materi Diklat #1| 19

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 20

Materi Diklat #1| 21

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 22

Materi Diklat #1| 23

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 24

Materi Diklat #1| 25

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 26

Materi Diklat #1| 27

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 28

Materi Diklat #1| 29

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 30

Materi Dasar Materi Diklat #1| 31

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 32 Overview Diklat Pendamping Ketahanan Keluarga Pendamping Ketahanan Keluarga adalah personal yang dipilih dan mendapatkan tugas dari YBM BRIliaN untuk menjalankan serangkaian kegiatan di masyarakat guna meningkatkan ketahanan keluarga. Kegiatan pendampingan meliputi penyuluhan/edukasi, bimbingan, konsultasi, konseling, serta fasilitasi. Tujuan Pendampingan Ketahanan Keluarga • Memberikan dasar-dasar pemahaman mengenai pembentukan keluarga. • Menyegarkan (refresh) kehidupan berumah tangga agar bisa harmonis, sejahtera, dan bahagia. • Memotivasi warga guna menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga. • Mengatasi problem yang dihadapi dalam kehidupan berumah tangga dengan maksud agar seseorang atau sekelompok orang tersebut mengerti dan memahami pembentukan keluarga yang sejahtera dan bahagia, termotivasi untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga, mengerti problem keluarga serta mampu memecahkan problem sesuai dengan kemampuannya, dengan mempelajari saran-saran yang diterima dari pendamping. Pendampingan bersifat berkelanjutan dan merupakan sebuah interaksi yang bersifat dinamis. Peran dan Tugas Pendamping Ketahanan Keluarga Dalam menjalankan pendampingan ketahanan keluarga, para pendamping memiliki peran dan tugas sebagai berikut. • Menjalankan fungsi edukasi dan penyuluhan tentang ketahanan keluarga. • Memberikan bimbingan pra-nikah dan kehidupan keluarga. • Melakukan pembinaan kebahagiaan hidup berumah tangga. • Melakukan pembinaan di sepanjang rentang kehidupan. • Melayani konsultasi keluarga. • Melayani konseling keluarga. • Melakukan fasilitasi/rujukan kepada pihak terkait. Kompetensi Pendamping Ketahanan Keluarga Selama dan setelah menjalankan tugas pendampingan ketahanan keluarga, para pendamping diharapkan akan memiliki kompetensi sebagai berikut. 1. Kompetensi Spiritual

Para pendamping memiliki kompetensi spiritual yang ditunjukkan dengan Materi Diklat #1| 33 peningkatan keimanan dan ketakwaan, keikhlasan dan kesabaran, kesungguhan dan kedisiplinan, kecintaan, serta tanggung jawab akan tugas yang diemban. 2. Kompetensi Moral Para pendamping memiliki kompetensi moral yang ditunjukkan dengan karakter mulia, akhlak karimah, beradab, dan menjaga sopan santun dalam kehidupan pribadi maupun dalam interaksi dengan masyarakat. 3. Kompetensi Intelektual Para pendamping memiliki kompetensi intelektual yang ditunjukkan dengan meningkatnya ilmu, pengetahuan, wawasan, kecerdasan, serta keterampilan dalam bidang ketahanan keluarga. 4. Kompetensi Profesional Para pendamping memiliki kompetensi profesional yang ditunjukkan dengan dikuasainya dasar-dasar, teknik dan metode dalam edukasi, bimbingan, konsultasi, konseling, serta fasilitasi ketahanan keluarga. 5. Kompetensi Manajerial Para pendamping memiliki kompetensi manajerial yang ditunjukkan dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan dengan disiplin dan rapi, sesuai standar manajemen yang diterapkan YBM BRIliaN. Jenjang Pendamping Ketahanan Keluarga Pendamping Ketahanan Keluarga YBM BRIliaN memiliki lima jenjang. 1. Edukator/Motivator 2. Konsultan 3. Konselor 4. Mentor 5. Supervisor Desain Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) untuk Pendamping Ketahanan Keluarga Dalam rangka membekali para pendamping ketahanan keluarga, dilakukan pendidikan dan pelatihan (diklat) dalam lima jenjang. Diklat #1—Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga Menyiapkan SDM yang memiliki kualifikasi: 1. Memahami, menguasai dan menghayati ilmu-ilmu dasar ketahanan keluarga, dari tinjauan agama maupun pengetahuan modern. 2. Mampu menjalankan tugas untuk menjadi edukator/motivator ketahanan keluarga. 3. Mampu memotivasi dan mengedukasi diri, keluarga, serta masyarakat dalam menguatkan ketahanan keluarga. 4. Bersedia ditugaskan untuk melakukan proses edukasi kepada kelompok masyarakat binaan dalam bidang ketahanan keluarga. Jenis Layanan: 1. Melakukan pendidikan dan penyuluhan Ketahanan Keluarga untuk kelompok masyarakat binaan.

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 34 2. Memotivasi kelompok masyarakat binaan untuk menguatkan Ketahanan Keluarga. Diklat #2—Konsultan Ketahanan Keluarga Menyiapkan SDM yang memiliki kualifikasi: 1. Menguasai ilmu dan keterampilan untuk melakukan bimbingan dan melayani konsultasi dalam bidang ketahanan keluarga. 2. Mampu menjalankan tugas untuk menjadi konsultan ketahanan keluarga. 3. Bersedia ditugaskan untuk menjadi konsultan ketahanan keluarga pada kelompok masyarakat binaan. Jenis Layanan : 1. Melayani bimbingan pra-nikah dan bimbingan keluarga sakinah. 2. Melayani konsultasi keluarga. Diklat #3—Konselor Ketahanan Keluarga Menyiapkan SDM yang memiliki kualifikasi: 1. Menguasai ilmu dan keterampilan konseling dalam bidang ketahanan keluarga. 2. Mampu menjalankan tugas untuk menjadi konselor ketahanan keluarga. 3. Bersedia ditugaskan untuk melakukan proses konseling kepada kelompok masyarakat binaan yang memerlukan bantuan. Jenis Layanan: 1. Melayani konseling individual. 2. Melayani konseling keluarga. Diklat #4—Mentor Ketahanan Keluarga Menyiapkan SDM yang memiliki kualifikasi: 1. Menguasai ilmu dan keterampilan untuk menjadi narasumber pada program Diklat Ketahanan Keluarga #1 sampai #3. 2. Mampu menjalankan tugas untuk menjadi mentor ketahanan keluarga. 3. Bersedia ditugaskan untuk melakukan pendidikan terhadap edukator, konsultan, dan konselor ketahanan keluarga. Jenis Layanan: 1. Mengisi Diklat #1 2. Mengisi Diklat #2 3. Mengisi Diklat #3 Diklat #5—Supervisor Ketahanan Keluarga Menyiapkan SDM yang memiliki kualifikasi: 1. Menguasai ilmu dan keterampilan supervisi dalam bidang ketahanan keluarga. 2. Mampu menjalankan tugas untuk menjadi supervisor ketahanan keluarga.

3. Bersedia ditugaskan untuk melakukan proses supervisi kepada para edukator, konsultan dan konselor ketahanan keluarga. Jenis Layanan: 1. Melakukan edukasi dan supervisi terhadap para edukator, konsultan, dan konselor ketahanan keluarga. 2. Menjadi narasumber dalam Program Diklat Ketahanan Keluarga semua jenjang. Materi Diklat #1| 35

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 36 Overview Ketahanan Keluarga Indonesia Tujuan Pembelajaran Umum: Membangun pemahaman dan penghayatan konsep tentang kualitas hidup keluarga, sikap positif dan konstruktif di tengah keluarga, serta kesadaran akan pentingnya mempelajari ilmu-ilmu membina ketahanan keluarga. Tujuan Pembelajaran Khusus: 1. Peserta pendampingan memahami pengertian ketahanan keluarga. 2. Peserta pendampingan memahami tugasnya pada setiap tahap perkembangan keluarga. 3. Peserta pendampingan membangun kesadaran pentingnya belajar sepanjang hayat agar menjadi keluarga yang berkualitas. Alternatif Kegiatan Pembelajaran: 1. Pendamping memantik dengan cara menyampaikan isu terkini tentang problem keluarga baik lingkup lokal di lingkungan sekitar maupun nasional, bahkan global. 2. Peserta diminta memberikan tanggapan tentang isu-isu terkini berkenaan dengan ketahanan keluarga. 3. Peserta mendapat penjelasan tentang konsep ketahanan keluarga. 4. Pendamping mengajak diskusi tentang alternatif program apa saja untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga. Uraian Materi: Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam menanamkan nilai- nilai luhur dan pembentukan karakter semua anggotanya. Fungsi keluarga telah mendapatkan perhatian dalam resolusi Majelis Umum PBB, “sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan menyosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.” Pada tahun 2020 lalu, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Agus Widjojo menyatakan, ketahanan keluarga merupakan fondasi bagi ketahanan nasional. Oleh karena itu, menurut Agus Widjojo, diperlukan kebijakan makro yang dapat membantu keluarga dalam menjalankan peran, fungsi, dan tugas dengan tepat. Agus Widjojo memandang, sangat penting bagi Pemerintah untuk mencurahkan perhatian terhadap pembangunan keluarga di karena keluarga merupakan sistem mikro yang memengaruhi sistem yang lebih besar yang ada. Menurutnya, ketahanan keluarga merupakan fondasi ketahanan nasional. Hal serupa dinyatakan oleh Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nofrijal, S.P., M.A. Menurut Nofrijal,

keluarga merupakan pilar pertama dan utama dalam membangun bangsa dan Materi Diklat #1| 37 merupakan unit terkecil yang menentukan kondisi bangsa. Nofrizal menjelaskan bahwa keluarga memiliki peran untuk saling asah, asih, dan asuh serta merupakan tempat pembentukan karakter. Keluarga merupakan tumpuan utama dalam menumbuhkembangkan dan menyalurkan potensi setiap anggota keluarga. Dengan demikian, keluarga bisa menjadi fondasi yang kokoh untuk menghadapi berbagai permasalahan termasuk kemungkinan adanya krisis dunia. Guru besar Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga IPB, Prof. Dr. Euis Sunarti, M.Si. menyatakan bahwa ketahanan keluarga merupakan fondasi ketahanan nasional karena keluarga sebagai sistem mikro, memengaruhi sistem yang lebih besar yang ada dalam masyarakat. Prof Euis Sunarti meyakini, keluarga adalah penentu kualitas hidup bangsa. Menurutnya, kualitas hidup keluarga mencerminkan kualitas hidup bangsa. Pengertian Ketahanan Keluarga Dalam perspektif Ketahanan Nasional, keluarga adalah salah satu aspek penting dalam menjaga dan menguatkan bangsa dan negara. Ketahanan keluarga dapat diartikan sebagai kondisi dinamis suatu keluarga yang berisi keuletan dan ketangguhan dalam menghadapi serta mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam, secara langsung maupun tidak langsung, yang membahayakan keharmonisan, kelangsungan, serta keutuhan keluarga. Ketahanan keluarga tidak saja sebuah harapan yang bersifat individual, bahkan diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Menurut UU tersebut, pembangunan keluarga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Undang-undang juga menyatakan bahwa keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Menurut undang-undang, ketahanan keluarga adalah kondisi dinamis suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materiil dan psikis, mental spiritual, guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin (Pasal 1 angka 15 UU Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera). Menurut Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, yang dimaksud dengan keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 38 Menurut Prof. Euis Sunarti (2001), komponen ketahanan keluarga terdiri dari dorongan berprestasi, komitmen terhadap keluarga, komunikasi, orientasi agama, hubungan sosial, penghargaan, peran yang jelas dalam keluarga, dan waktu kebersamaan. Ketahanan keluarga yang kuat nyatanya akan mencerminkan adanya unsur- unsur penting yang sangat memengaruhi kehidupan beragama secara nyata, kesadaran melaksanakan nilai-nilai tradisi dan peran pendidikan dalam keluarga (Soedarsono 1997). Keluarga yang kuat memiliki komitmen, penghargaan, waktu bersama yang memadai, komunikasi yang bagus, selera humor yang bagus, saling berbagi, punya ketertarikan yang sama, saling membantu dan bekerja sama (Kay Kuzma, 1992). Dengan demikian, ketahanan keluarga yang baik akan memberikan kemampuan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk menanggulangi berbagai masalah yang dihadapi, serta memenuhi kebutuhan fisik dan psikososial keluarga, secara baik pula. Menurut Sunarti (2001), ketahanan fisik keluarga adalah kemampuan ekonomi yang dimiliki oleh anggota keluarga dalam memperoleh sumber daya ekonomi guna memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Ketahanan sosial keluarga adalah kemampuan keluarga dalam menerapkan nilai agama serta memelihara mekanisme penanggulangan krisis yang baik. Sedangkan ketahanan psikologis keluarga adalah kemampuan anggota keluarga dalam mengelola emosi sehingga menghasilkan konsep diri yang positif. Persoalan Keluarga Indonesia Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merumuskan permasalahan yang perlu mendapat perhatian bersama dalam pembangunan keluarga Indonesia, di antaranya, a. belum optimalnya pengetahuan orang tua tentang cara pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak; b. tuntutan baru dalam membangun keluarga bagi sebagian masyarakat (generasi milenial dan generasi zilenial); c. kurangnya pemahaman remaja dan keluarga tentang perencanaan/penyiapan kehidupan berkeluarga; d. perubahan struktur keluarga dan mobilitas anggota keluarga yang menyebabkan berkurangnya kualitas hubungan antar anggota keluarga; e. masih lemahnya kualitas hidup lansia dan belum optimalnya kemampuan keluarga dalam melakukan pendampingan perawatan jangka panjang lansia; f. terbatasnya akses keluarga dan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan konseling ketahanan keluarga; dan g. masih terjadi disintegrasi bidang pembangunan keluarga lintas sektor. Ketahanan Keluarga Menurut Perkembangan Keluarga Memahami perjalanan sebuah keluarga adalah pembelajaran yang luas tanpa batas, meliputi sangat banyak dimensi dan mencakup banyak sisi ilmu pengetahuan. Seperti sudah sering saya tuliskan bahwa keluarga adalah

“organisme hidup” yang terus tumbuh dan berkembang. Selalu ada perubahan Materi Diklat #1| 39 dari waktu ke waktu, tidak pernah stagnan, tidak pernah flat. Ada perkembangan yang terus-menerus terjadi tanpa pernah berhenti, seiring dengan usia biologis anggota keluarga maupun usia pernikahan mereka. Hal yang harus sangat dipahami oleh suami dan istri sebagai dua orang pembentuk keluarga adalah adanya perubahan atau perkembangan. Yang dimaksud dengan perkembangan keluarga adalah proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga meliputi sangat banyak hal seperti perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga di sepanjang waktu. Hal itu terjadi karena suami dan istri secara individu selalu tumbuh dan berkembang, maka akan memengaruhi corak interaksi di antara mereka di sepanjang perjalanan kehidupan. Secara akademis diketahui, perkembangan ini terjadi melalui beberapa tahapan (stage) dan kurun waktu tertentu. Para ahli menyebutkan, pada setiap tahapan mempunyai tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar dapat dilalui dengan positif dan konstruktif. Friedman (1986) menyatakan, meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya masing-masing secara unik, pada dasarnya seluruh keluarga mengikuti pola yang relatif sama. Masing-masing memiliki kondisi dan memerlukan waktu yang berbeda-beda untuk menempuh setiap tahapan perkembangan, tetapi ada pola yang sama. Prof. Euis Sunarti menyatakan, ketahanan keluarga bisa dilihat menurut perkembangan keluarga. Sebagaimana diketahui, pembentukan keluarga diawali dengan pernikahan. Jika keluarga tersebut dikaruniai anak, perkembangannya akan terpengaruh oleh perkembangan anak tersebut. 1. Kesiapan Pernikahan Pembentukan keluarga diawali dengan pernikahan. Maka, untuk menciptakan ketahanan keluarga, harus diawali dengan pembekalan dan penyiapan pra-nikah. Harus dilakukan penyiapan sebaik-baiknya terhadap semua calon pengantin agar mengerti tentang seluk-beluk dan renik-renik kehidupan berumah tangga sehingga mereka bisa menjalani suka duka hidup dalam keluarga secara dewasa dan bertanggung jawab. Semua calon pengantin perlu bersiap secara mental, spiritual, moral, konsepsional, finansial dan juga medikal. Hal ini sangat penting mengingat pernikahan adalah gerbang satu-satunya membentuk keluarga. Maka, siapa pun yang membentuk keluarga harus melalui proses pernikahan secara matang persiapannya. Bukan accident, bukan coba-coba, bukan iseng, bukan sekadar untuk senang-senang. Calon pengantin laki-laki dan perempuan harus mendapatkan pembekalan yang memadai tentang seluk-beluk kehidupan berumah tangga. Setiap calon pengantin harus memiliki kemampuan untuk memverbalkan visi pernikahan mereka sehingga pernikahan benar-benar visioner. Bagian yang sangat penting bagi para calon pengantin adalah bab penguatan dan pelurusan motivasi menikah. Jangan sampai menikah hanya karena accident belaka, atau hanya coba- coba, atau hanya karena pengin, atau karena naluri manusia dewasa semata-

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 40 mata. Menikah dan hidup berumah tangga harus dilandasi dengan motivasi ketuhanan, bahwa menikah adalah ibadah, menunaikan misi peradaban kemanusiaan yang sangat mulia. Di antara pembekalan pra-nikah adalah tentang keterampilan hidup berumah tangga, bagaimana menjadi suami, bagaimana menjadi istri, bagaimana menjadi orang tua, bagaimana manajemen kehidupan berumah tangga, dan lain sebagainya. Penting juga untuk disampaikan tentang proses pernikahan yang baik dan benar. Banyak kalangan muda yang terjebak pergaulan bebas hingga melampaui batas kepatutan budaya dan melanggar aturan agama. Ini harus diluruskan dan dibimbing dengan cara yang baik. 2. Ketahanan Keluarga Pasangan Baru Menikah Tahap pertama sebuah keluarga dimulai pada saat seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk keluarga melalui proses perkawinan. Setelah menikah, mereka berdua mulai diakui sebagai sebuah keluarga yang eksis di tengah kehidupan masyarakat. Pengantin laki-laki dan pengantin perempuan meninggalkan keluarga masing-masing karena sudah memiliki keluarga baru. Mereka sudah dianggap mandiri dan bertanggung jawab atas diri serta keluarga yang dibentuknya bersama pasangan. Istilah “meninggalkan keluarga” tidak selalu terjadi secara fisik karena kenyataannya banyak keluarga baru yang masih tinggal bersama orang tua atau mertua. Namun, secara psikologis mereka sudah “meninggalkan” lingkaran keluarga masing-masing untuk memulai sebuah keluarga baru. Dalam keluarga baru ini, hanya ada suami dan istri. Mereka melakukan proses penyesuaian peran dan fungsi. Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya seperti pola makan, tidur, bangun pagi, kebiasaan berpakaian, bepergian, dan lain sebagainya. Mereka juga belajar melakukan penyesuaian dalam komunikasi dan manajemen kehidupan secara luas. Mereka akan melewati masa-masa romantic love, tetapi akan mengalami pula masa ketegangan saat berada pada fase disappointment atau distress. Pasangan suami istri perlu terus-menerus belajar untuk bisa mencapai titik keharmonisan dalam kehidupan keluarga baru. 3. Ketahanan Keluarga Balita Keluarga baru yang sudah terbentuk akan mulai mengalami perubahan ketika sudah terjadi kehamilan. Ada yang mulai berubah dalam interaksi di antara suami dan istri karena hadirnya “pihak ketiga” berupa janin yang harus dijaga dan dirawat oleh mereka berdua. Semula, hanya ada seorang suami dan seorang istri, yang mereka bebas melakukan apa pun dalam rumah tangganya. Namun, kehadiran janin membuat ada yang mulai membatasi. Ada aktivitas tertentu sebagai suami istri yang harus menenggang kondisi janin dan ibu hamil. Anak pertama mereka sudah mulai menjadi balita yang mungil, imut, dan lucu, dengan segala tingkah polahnya. Orang tua mulai disibukkan oleh seorang balita yang menyita habis waktu serta perhatian, terutama dari sang ibu. Anak mulai berulah, anak mulai punya keinginan, dan anak mulai dipersiapkan untuk memasuki bangku sekolah.

Di Indonesia, ada pendidikan anak usia dini (PAUD) yang menampung anak- Materi Diklat #1| 41 anak usia prasekolah. Pada contoh orang tua yang keduanya bekerja serta sibuk, anak-anak dititipkan di PAUD karena di rumah tidak ada yang menjaga. Corak interaksi sudah sangat berubah dibandingkan dengan dua tahap sebelumnya. Kondisi keluarga pada tahap ini lebih majemuk. Ada status sebagai suami dan istri, ada status sebagai ayah dan ibu, serta ada anak balita yang sudah mulai menyibukkan orang tua dengan segala tingkah lakunya. Pada beberapa keluarga, di tahap ini mereka sudah memiliki lebih dari satu anak. Pada keluarga muda dengan dua atau tiga anak kecil-kecil, menjadikan suasana yang sangat dinamis dalam keluarga tersebut. Orang tua merasakan kesibukan yang sangat berubah dibanding dengan tahap sebelumnya. 4. Ketahanan Keluarga dengan Anak Usia Sekolah Tahap berikutnya dalam kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama mulai berumur 7 tahun, berakhir pada saat anak berumur 12 tahun. Anak pertama mulai masuk sekolah dasar, maka orang tua harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan anak pada usia sekolah tersebut. Saat masih usia prasekolah, kendati anak mengikuti program PAUD, isinya relatif lebih banyak bermain dan bersenang-senang. Begitu sudah masuk SD, anak mulai mengenal stres karena memasuki lingkungan dan tantangan baru. Mulai ada PR yang harus dikerjakan di rumah. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah maksimal sehingga suasana menjadi sangat sibuk. Selama enam tahun pada tahap keempat, rata- rata keluarga di Indonesia sudah memiliki lebih dari satu anak. Jika anak pertama sudah kelas 6 SD, anak kedua mungkin sudah kelas 3 SD dan anak ketiga mungkin sudah TK. Jika kita bayangkan satu keluarga dengan tiga anak yang sekolah di SD dan TK seperti ini, tampak jelas betapa tingkat kesibukan, kerepotan, keributan dalam keluarga tersebut sangat tinggi. Ayah dan ibu yang harus mempersiapkan keperluan sekolah anak-anak, urusan PR, dan urusan pembagian perhatian terhadap tiga anak. Di sisi yang lain, suami dan istri sudah mencapai posisi yang lebih “tinggi” dalam pekerjaan atau karier mereka sehingga memiliki kesibukan yang juga sangat padat. Pada keluarga yang belum mapan secara ekonomi, mengurus tiga anak usia sekolah ini benar-benar membuat mereka harus bekerja ekstra untuk biaya sekolah maupun biaya keperluan hidup keluarga secara layak. 5. Ketahanan Keluarga dengan Anak Remaja Tahap berikutnya dimulai ketika anak pertama mencapai umur 13 tahun, berlangsung sampai enam atau tujuh tahun kemudian ketika anak pertama berumur 19 atau 20 tahun. Suasana keluarga kembali berubah karena mulai ada anak usia remaja di antara mereka, yang pada tahap sebelumnya belum ada. Orang tua harus kembali belajar bagaimana mendidik anak remaja. Pada saat yang sama, bisa jadi mereka masih tetap harus mendidik anak-anak lain yang masih sekolah SD dan TK. Pada tahap ini, orang tua harus mulai memberikan tanggung jawab serta pendidikan yang lebih baik guna mempersiapkan anak mencapai kedewasaan baik secara biologis maupun psikologis. Corak interaksi di antara suami dan istri,

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 42 demikian pula corak interaksi antara orang tua dengan anak, termasuk interaksi antar-anak, sudah berubah lagi, dibandingkan pada empat tahap sebelumnya. Anak usia remaja—yang sekolah SMP dan SMA—memiliki kepribadian dan karakter yang khas. Di Indonesia, kita menyaksikan fenomena kenakalan remaja yang marak, yang menjadi salah satu persoalan yang harus dihadapi dalam keluarga. Pada contoh keluarga di Indonesia, banyak anak usia SMP dan SMA yang belajar di sekolah boarding ataupun pondok pesantren. Ketika anak masuk asrama atau pesantren, artinya mereka sudah meninggalkan rumah sejak masa remaja. Interaksi dengan orang tua menjadi minim, dan berganti dengan interaksi di asrama atau di pesantren. Kondisi keluarga pun mengalami perubahan, karena ada yang berkurang pada anggota keluarga. Meski demikian, orang tua tetap memiliki tanggung jawab mendidik anak remaja mereka yang tengah belajar di boarding school atau pesantren. 6. Ketahanan Keluarga dengan Anak Dewasa Tahap ini dimulai sejak anak pertama meninggalkan rumah, berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah sehingga rumah menjadi kosong. Maka, disebut sebagai launching family karena ada peristiwa “pelepasan” anak meninggalkan rumah induk. Di Indonesia, fase launching adalah ketika anak menikah sehingga secara administrasi sudah pisah Kartu Keluarga dengan orang tua. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan ada tidaknya anak yang belum berkeluarga serta tetap tinggal bersama orang tua. Pada contoh anak tunggal, maka tahap keenam ini menjadi sangat pendek. Saat satu-satunya anak pergi meninggalkan rumah, maka suasana keluarga kembali tinggal suami dan istri saja, tanpa anak. Namun, pada keluarga dengan sepuluh anak, tahap ini menjadi panjang. Pada tahap ini, mulai ada sangat banyak perubahan dalam komposisi keluarga. Ada yang berkurang, tetapi juga ada yang bertambah. Berkurang pada contoh anak yang menikah sehingga mereka meninggalkan rumah orang tua untuk hidup mandiri bersama pasangannya. Namun, secara hitungan riil bertambah, yaitu karena memiliki menantu dan cucu. Setelah anak menikah, dalam keluarga ada status baru, yaitu anak menantu. Ditambah lagi ada relasi kekeluargaan yang baru, yaitu besan. Lagi-lagi, ada perubahan corak interaksi, baik yang bersifat mengecil maupun membesar, menyempit, maupun meluas. Bertambah lagi ketika anak yang sudah menikah, sudah memiliki anak. Maka, ada anak “baru” yang statusnya adalah cucu dalam keluarga inti. Perubahan ini sangat nyata, yang pada tahap sebelumnya belum ada. Hal-hal baru pada tahap ini adalah adanya menantu, besan, dan cucu. Maka, anak-anak dalam keluarga ini pun mengalami perubahan karena mulai memiliki saudara baru bernama ipar dan keluarga baru bernama kemenakan. Semua harus berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan ini. 7. Ketahanan Keluarga Lansia

Tahap berikutnya dalam kehidupan sebuah keluarga dimulai saat anak yang Materi Diklat #1| 43 terakhir telah meninggalkan rumah dan tahap ini berakhir saat masa pensiun kerja atau salah satu dari suami atau istri—atau keduanya—meninggal dunia. Pada tahap sebelumnya masih ada anak yang ikut bersama orang tua, pada tahap ini sudah tidak ada lagi anak yang tinggal bersama mereka. Semua anak sudah “meninggalkan” rumah, baik dalam artian fisik maupun dalam artian psikologis. Anak-anak sudah dewasa semua, sudah menikah, dan tinggal bersama keluarga barunya. Pada beberapa pasangan, tahap ini dianggap berat dan sulit dilalui karena adanya perubahan suasana kejiwaan akibat orang tua mulai memasuki usia lanjut. Ada sangat banyak hal yang berubah, dimulai dari peristiwa perpisahan dengan anak-anak, yaitu ketika anak-anak mulai membentuk keluarga sendiri dan memulai tahapan perkembangannya sendiri, hingga proses penuaan yang dalam beberapa kasus disertai perasaan gagal sebagai orang tua. Di negara-negara Barat, ketika pasangan sudah meninggal dunia, banyak yang memutuskan untuk tinggal di panti jompo sampai akhir usia. Pertimbangannya, daripada hidup sendiri dalam kondisi sudah tua dan lemah, lebih baik tinggal di panti jompo yang di sana ada perawat dan pengelolanya. Di Indonesia, ada tradisi pertemuan keluarga pada momentum tertentu, seperti Idulfitri atau Natal atau saat liburan bersama, yaitu semua anak dan cucu mengunjungi orang tua atau kakek nenek mereka. Peristiwa ini adalah hiburan yang sangat menyenangkan pada pasangan manula, atau pada lelaki dan perempuan yang hidup sendiri karena ditinggal mati pasangan.

Edukator dan Motivator Ketahanan Keluarga | 44 Memahami Posisi, Urgensi, dan Kontribusi Keluarga dalam Pembangunan Nasional Indonesia Tujuan Pembelajaran Umum: Membangun pemahaman dan penghayatan konsep tentang kualitas hidup keluarga, sikap positif dan konstruktif di tengah keluarga, serta kesadaran posisi strategis keluarga dalam pembangunan nasional Indonesia. Tujuan Pembelajaran Khusus: 1. Peserta pendampingan memahami hubungan keluarga dan negara serta posisi strategis keluarga dalam pembangunan nasional Indonesia. 2. Peserta pendampingan dapat mengidentifikasi peran strategis keluarga dalam pembangunan nasional. 3. Peserta pendampingan memiliki perencanaan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang mendidik keluarga. 4. Peserta pendampingan membangun kesadaran pentingnya belajar sepanjang hayat agar menjadi keluarga yang berdaya turut menyokong pembangunan nasional Indonesia. Alternatif Kegiatan Pembelajaran: 1. Pendamping memantik dengan cara menyampaikan isu terkini tentang problem keluarga baik lingkup lokal di lingkungan sekitar maupun nasional. 2. Peserta diminta memberikan tanggapan tentang isu-isu terkini berkenaan dengan posisi keluarga dalam pembangunan nasional. 3. Peserta mendapat penjelasan tentang posisi keluarga dalam pembangunan nasional Indonesia. 4. Pendamping memfasilitasi peserta workshop penyusunan rencana peningkatan SDM anggota keluarga baik jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Uraian Materi: Ketahanan Keluarga sebagai Fondasi Ketahanan Nasional Indonesia Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menjelaskan bahwa ketahanan nasional dapat diraih melalui pendekatan gatra. Yakni gatra ideologi, gatra ekonomi, gatra politik, gatra sosial budaya, gatra pertahanan dan keamanan, serta gatra spasial geografis melalui keadaan masing-masing provinsi. Apabila ketahanan tiap-tiap gatra tercapai dengan baik, ketahanan nasional bisa dikatakan dalam situasi baik. Namun sebaliknya, jika ada salah satu gatra yang kondisinya lemah, akan memengaruhi kondisi ketahanan nasional.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook