Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore BAGIAN 1 TINJAUAN PUSTAKA PENYAKIT JANTUNG JULI 2020

BAGIAN 1 TINJAUAN PUSTAKA PENYAKIT JANTUNG JULI 2020

Published by khalidsaleh0404, 2021-11-03 14:20:03

Description: BAGIAN 1 TINJAUAN PUSTAKA PENYAKIT JANTUNG JULI 2020

Search

Read the Text Version

peningkatan pembentukan trombin dan akibatnya pembentukan fibrin dari fibrinogen.9 Kemajuan dalam memahami peran penting pensinyalan PAR- 1 dalam aktivasi trombosit dan aterotrombogenesis telah mengarah pada pengembangan kelas agen antiplatelet baru yang mampu secara khusus memblokir PAR-1. Dua antagonis PAR-1, vorapaxar dan atopaxar, baru-baru ini menjalani penyelidikan klinis, dan vorapaxar baru- baru ini menerima persetujuan oleh FDA AS untuk penggunaan klinis.9 A. Vorapaxar Vorapaxar merupakan inhibitor protease-activated receptor tipe 1 (PAR-1) yang menghambat reseptor utama trombin pada trombosit sehingga menghambat terjadinya agregasi trombosit yang diinduksi trombin dan thrombin receptor agonist peptide (TRAP). Vorapaxar tidak menghambat agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP, kolagen, atau TxA2. Trombin adalah aktivator trombosit kuat yang bekerja melalui PAR. PAR-1 adalah reseptor trombin dengan afinitas tertinggi pada trombosit. PAR-1 juga diekspresikan pada sel endotel, sel neuron, sel otot polos, dan plak aterosklerotik tetapi efek farmakodinamik dari vorapaxar pada tipe sel ini masih belum diketahui.9,17,20 Studi The Thrombin Receptor Antagonist-Percutaneous Coronary Intervention (TRA-PCI) menunjukkan bahwa penambahan vorapaxar pada terapi antiplatelet konvensional dengan aspirin dan clopidogrel tidak signifikan meningkatkan Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) atau waktu perdarahan.1 Vorapaxar adalah analog sintetis himbacine. Obat ini diberikan secara oral, memiliki onset kerja yang cepat, cepat diserap dari saluran pencernaan dan menghambat PAR-1 trombosit secara reversibel. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 2.08 mg (setara dengan 2.5 mg vorapaxar sulfate). Dosis pemuatan 20 sampai 40 mg, dan dosis pemeliharaan 2.5 mg/hari. Konsentrasi puncak tercapai 1- 2 jam setelah pemuatan oral. Namun, karena waktu paruh yang panjang (8 hingga 12 hari) dan afinitasnya yang tinggi dengan PAR-1, efeknya pada agregasi trombosit yang diinduksi trombin dapat Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 189

bertahan hingga 4 minggu setelah obat dihentikan sehingga vorapaxar secara efektif merupakan inhibitor ireversibel PAR-1. Obat ini dimetabolisme oleh CYP 3A4 dan CYP 2J2 dan dieliminasi terutama melalui feses dan pada tingkat lebih rendah melalui urin.6,9,10,17,27 Gambar 9. Mekanisme kerja vorapaxar. Vorapaxar (inhibitor reseptor trombin PAR-1) menghambat aktivasi, degranulasi, dan agregasi trombosit yang diinduksi trombin, juga menurunkan aktivitas prokoagulan trombosit yang diinduksi trombin. (Sumber: Li, Y.Robert. Anticoagulants, Platelet Inhibitors, and Thrombolytic Agents. In: Cardiovascular Diseases: From Molecular Pharmacology to Evidence-Based Therapeutics. USA: Wiley.2015) B. Atopaxar Atopaxar merupakan antagonis PAR-1 poten yang diberikan secara oral. Atopaxar menunjukkan onset aksi yang lebih lambat (3,5 jam) dan waktu paruh yang lebih rendah (23 jam) dibandingkan dengan vorapaxar. Seperti vorapaxar, atopaxar sebagian besar dimetabolisme oleh CYP3A4, dan rute eliminasi utamanya adalah melalui feses. Atopaxar memiliki pemulihan fungsi trombosit yang lebih cepat setelah penghentian obat dibandingkan vorapaxar. Lebih lanjut, atopaxar menghambat sekresi mediator inflamasi terkait trombosit yang diinduksi trombin dan TRAP, seperti ligan CD40 terlarut, IL-6 dan P-selectin. Data dari studi Fase II LANCELOT-ACS (the Lessons from Antagonizing the Cellular Effects of Thrombin – Acute Coronary Syndromes) dan CAD menunjukkan aktivitas antiplatelet yang cepat dengan penurunan Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 190

tingkat iskemia dan tidak ada peningkatan kejadian perdarahan mayor pada kelompok ACS, dan kecenderungan penurunan kejadian iskemik pada pasien dengan CAD. Namun, atopaxar menginduksi peningkatan kelainan fungsi hati yang tergantung dosis dan perpanjangan QTc. Dengan demikian, perkembangan klinis atopaxar telah ditunda.12 Tabel 2. Trial Fase III utama yang melibatkan antagonis P2Y12 dan antagonis PAR-1 (Sumber: McFadyen JD, Schaff M, Peter K. Current and future antiplatelet therapies: emphasis on preserving haemostasis. Nat Rev Cardiol. 2018) 2.4. Inhibitor Phosphodiesterase (PDE) Isoenzim phosphodiesterase (PDE) dari trombosit dapat meregulasi metabolisme cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan cyclic guanosine monophosphate (cGMP). Peningkatan kadar cAMP dan cGMP sitosol dalam trombosit dapat menstimulasi jalur pensinyalan yang menghambat aktivasi trombosit. Saat ini ada dua inhibitor PDE yang telah disetujui oleh FDA yaitu dipyridamole and cilostazol.1 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 191

A. Dipyridamole Dipyridamole merupakan turunan pyridopyrimidine, memiliki efek antiplatelet dan vasodilator. Mekanisme antiplateletnya mencakup inhibisi phosphodiesterase (PDE) dan blokade uptake adenosin yang menyebabkan peningkatan cyclic adenosine monophosphate (cAMP) intraplatelet, sehingga menghambat transduksi sinyal.1,6 Dipyridamole mengganggu fungsi trombosit dengan meningkatkan konsentrasi cAMP intraselular. Efek ini dimediasi oleh inhibisi PDE atau blokade uptake adenosin. Dengan menghambat PDE, dipyridamole menghambat degradasi cAMP. Peningkatan kadar cAMP mengurangi kalsium intraselular dan menghambat aktivasi trombosit. Dipyridamole juga menghalangi uptake adenosin ke dalam trombosit. Penghambatan ini menghasilkan peningkatan konsentrasi adenosin yang bekerja pada reseptor A2 trombosit, sehingga merangsang adenylate cyclase trombosit dan menghasilkan peningkatan lebih lanjut kadar cAMP lokal karena reseptor adenosin A2 trombosit berpasangan dengan adenylate cyclase. Melalui mekanisme ini, agregasi trombosit dihambat dalam merespon berbagai rangsangan, seperti platelet activating factor (PAF), kolagen, dan ADP. Obat ini juga dapat mempotensiasi efek prostasiklin sehingga mengurangi adhesi trombosit ke permukaan trombogenik.9,16,17 Gambar 10. Mekanisme kerja dipyridamole. Dipyridamole meningkatkan kadar cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dalam trombosit melalui (A) blokade reuptake adenosin dan (B) inhibisi degradasi cAMP yang dimediasi oleh phosphodiesterase (PDE). Dengan memicu uptake kalsium, cAMP menurunkan kadar kalsium intraselular Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 192

sehingga menghambat aktivasi dan agregasi trombosit. (Sumber: Jaffer IH, Weitz JI. Antithrombotic Drugs. In: Hematology: Basic Principles and Practice 7th ed. Philadelphia: Elsevier; 2018) Dipyridamole juga menghambat PDE di berbagai jaringan. Sementara inhibisi cAMP-PDE lemah, kadar terapeutik dipyridamole menghambat cyclic‐ 3′,5′‐guanosine monophosphate‐PDEs (cGMP-PDE), sehingga menambah peningkatan cGMP yang diproduksi oleh nitrat oksida (NO). Melalui mekanisme ini, dipyridamole menurunkan tekanan darah sistemik dan meningkatkan aliran darah koroner.9,28 Gambar 11. Potensiasi jalur yang dimediasi NO/cGMP oleh dipyridamole. NO yang diturunkan dari endotelium menstimulasi guanylyl cyclase (GC) dalam trombosit dan sel otot polos pembuluh darah, yang menyebabkan peningkatan cGMP intraselular. Dipyridamole meningkatkan kadar cGMP dengan menghambat PDE dan mencegah pemecahan cGMP menjadi GMP. Peningkatan kadar cGMP intraselular dalam trombosit dan sel otot polos vaskular masing- masing menghambat aktivasi trombosit dan meningkatkan vasodilatasi. (Sumber: Kim HH, Liao JK. Translational Therapeutics of Dipyridamole. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2008;28) Dipyridamole adalah agen antiplatelet yang relatif lemah jika digunakan sendiri. Dipyridamole disetujui untuk pencegahan stroke sekunder ketika dikombinasikan dengan aspirin dosis rendah. Formulasi extended- release dipyridamole yang dikombinasikan dengan aspirin dosis rendah, suatu preparasi yang dikenal sebagai Aggrenox, digunakan untuk pencegahan stroke pada pasien dengan TIA. Dipyridamole sebagai antiplatelet dan vasodilator dikombinasikan dengan warfarin untuk mencegah embolisasi dari katup Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 193

jantung prostetik.10,17 Penyerapan dosis oral dipyridamole cukup bervariasi tetapi formulasi modified- release telah meningkatkan bioavaibilitasnya. Obat ini dimetabolisme dihati melalui glukuronidasi menjadi glukuronida, metabolitnya diekskresikan terutama dalam empedu. Obat ini memiliki paruh awal 40 menit, dan paruh terminal sekitar 10 jam. Dipyridamole sangat terikat protein pada albumin dan α 1-glycoprotein acid, dengan pengurangan efek obat secara berurutan. Dipyridamole umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dan efek samping dapat mencakup sakit kepala, pusing, dan gangguan intestinal.6,9,16 B.Cilostazol Cilostazol adalah inhibitor phosphodiesterase-3 (PDE-3) selektif dengan efek antiplatelet, vasodilator, dan antimitogenik. Cilostazol adalah inhibitor agregasi trombosit yang lebih kuat daripada ticlopidine atau aspirin. Cilostazol dan metabolit aktifnya menghambat enzim phosphodiesterase (PDE) (lebih spesifik untuk PDE-3) intraselular yang mencegah degradasi cAMP. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar cAMP dalam trombosit dan sel otot polos pembuluh darah, yang masing-masing mengarah pada penghambatan agregasi trombosit dan vasodilatasi. Cilostazol menghambat agregasi trombosit yang disebabkan oleh berbagai rangsangan, termasuk trombin dan ADP.7,9,16 Cilostazol meningkatkan cAMP dalam trombosit melalui penghambatan degradasi tergantung PDE-3 pada konsentrasi tinggi. Cilostazol juga mempotensiasi efek peningkatan cAMP dan antiplatelet dari adenylate cyclase (prostaglandin E1 dan I2) pada konsentrasi rendah. Peningkatan kadar cAMP memfasilitasi masuknya ion kalsium bebas kembali ke granul penyimpanan di trombosit. Ion kalsium bebas diperlukan untuk pembentukan kompleks glikoprotein IIb/IIIa, degranulasi granul penyimpanan yang mengandung bahan agregasi, dan produksi TxA2.29 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 194

Gambar 12. Mekanisme kerja cilostazol pada trombosit. Ketika aksi PDE-3 dalam trombosit dihambat oleh cilostazol terjadi peningkatan kadar cAMP, yang memfasilitasi influks ion kalsium bebas kembali ke granul penyimpanan dalam trombosit. (Sumber: Lee SW, Park DW, Park SJ. Cilostazol. In: Antiplatelet Therapy in Cardiovascular Disease. UK: Wiley Blackwell; 2014) Cilostazol menginduksi peningkatan cAMP pada sel otot polos vaskular dan sel endotel melalui penghambatan degradasi bergantung PDE-3 dan stimulasi pembentukan cAMP yang diinduksi adenosin (A2). Peningkatan kadar cAMP menyebabkan peningkatan bentuk aktif protein kinase A (PKA), yang terkait erat dengan penghambatan agregasi trombosit. PKA juga mencegah aktivasi enzim (myosin light-chain kinase) yang penting dalam kontraksi sel-sel otot polos pembuluh darah, dengan demikian menghasilkan efek vasodilator. Sementara itu, peningkatan cAMP menghambat masuknya kalsium dan migrasi, proliferasi, dan sintesis matriks dalam sel otot polos. Pada sel endotel, Peningkatan cAMP menstimulasi proliferasi sel endotel, mengurangi ekspresi molekul adhesi (yaitu, vascular cell adhesion molecule-1), menghambat pelepasan dan aksi sitokin (monocyte chemoattractant protein-1, platelet- derived growth factor, tumor necrosis factor-α), dan menghambat apoptosis. Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 195

Dengan demikian, cilostazol meningkatkan fungsi sel endotel dan mengurangi jumlah trombosit yang sebagian diaktifkan oleh interaksi dengan sel endotel yang teraktivasi. Lebih lanjut, cilostazol menginduksi produksi nitric oxide (NO) melalui aktivasi nitrit endotel melalui mekanisme yang tergantung cAMP/PKA dan Pi3K/Akt. Selain itu, cilostazol memiliki efek antiinflamasi potensial pada interaksi monosit-endotel melalui upregulasi cAMP intraselular. Cilostazol juga telah terbukti memiliki aksi hipolipidemik sederhana selain dari efek antitrombotik. Cilostazol mengurangi trigliserida plasma dan meningkatkan kolesterol HDL plasma.29 Cilostazol saat ini digunakan dalam pengobatan iskemia perifer (misalnya klaudikasio intermitten). Seperti aspirin dan clopidogrel, cilostazol aman dan efektif dalam menurunkan resiko restenosis dan revaskularisasi ulang setelah PCI, walaupun kombinasi cilostazol dengan aspirin dan clopidogrel tidak menunjukkan superioritas dalam menurunkan primary composite endpoints kejadian kardiovaskular yang tidak diharapkan setelah implantasi drug-elution stent.1 Setelah pemberian oral, cilostazol mudah diserap dan dimetabolisme secara luas di hati terutama oleh isoenzim CYP 3A4 dengan kontribusi yang lebih sedikit oleh CYP 2C19, dengan metabolit sebagian besar diekskresikan dalam urin. Waktu paruh eliminasi cilostazol adalah 12 jam. Cilostazol diindikasikan untuk mengurangi gejala klaudikasio intermiten. Obat ini kontraindikasi diberikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif (karena penurunan kelangsungan hidup) dan gangguan hemostatik atau perdarahan aktif. Efek samping umum dari cilostazol termasuk sakit kepala, dan gangguan gastrointestinal (diare, dispepsia, dan nyeri perut).7,9,16 2.5. Inhibitor Reseptor Glycoprotein IIb/IIIa (GP IIb/IIIa) Ada sekitar 50.000-80.000 reseptor GP IIb/IIIa pada setiap trombosit. Reseptor GP IIb/IIIa adalah anggota keluarga integrin dari molekul adhesi. Reseptor GP IIb/IIIa adalah heterodimer yang tergantung kalsium, terdiri dari subunit α dan β. Dalam keadaan istirahat, reseptor GP IIb/IIIa memiliki afinitas rendah terhadap fibrinogen. Trombosit dapat diaktifkan oleh segudang agonis (trombin, epinefrin, kolagen, thromboxane, serotonin, ADP, vWF, dan sebagainya) melalui berbagai reseptor yang melibatkan jalur pensinyalan yang kompleks. Ketika trombosit teraktivasi, reseptor GP IIb/IIIa memiliki afinitas Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 196

tinggi terhadap molekul fibrinogen dan dalam kondisi geser tinggi (high shear) terhadap vWF. Ikatan dimediasi oleh urutan arginine-glycine-aspartic acid (RGD) yang ditemukan pada fibrinogen dan vWF, serta oleh urutan lysine- glycine-aspartic acid (KGD) yang terletak di dalam domain dodecapeptide unik pada rantai-γ fibrinogen. Setelah terikat, fibrinogen dan/atau vWF menjembatani trombosit yang berdekatan bersama-sama untuk menginduksi agregasi trombosit.14,16,29,30 Reseptor GP IIb/IIIa memainkan peran penting dalam merangsang agregasi trombosit. Antagonis GP IIb/IIIa memblokir interaksi fibrinogen dengan kompleks GP IIb/IIIa yang teraktivasi. Obat-obatan ini tidak mencegah aktivasi awal trombosit oleh berbagai agen yang menyebabkan hal ini, tetapi menghalangi jalur umum akhir dalam proses agregasi.1 Uji coba antagonis GP IIb/IIIa dilakukan sebelum munculnya terapi dual antiplatelet sehingga berdasarkan pedoman terbaru obat ini memiliki rekomendasi yang kurang kuat. Inhibisi trombosit maksimum secara logis harus terdiri dari tiga jenis agen yang bekerja di tiga lokasi yang berbeda: inhibitor COX-1, inhibitor P2Y12, dan inhibitor GP IIb/IIIa. Namun, dosis tinggi ketiganya dikombinasikan dengan terapi antikoagulan hanya diberikan untuk ACS dengan iskemia yang berkelanjutan sambil menunggu PCI karena peningkatan risiko perdarahan.18 Pada pasien NSTEMI, inhibitor GP IIb/IIIa dapat dipertimbangkan di laboratorium kateterisasi pada pasien berisiko tinggi, pada pasien dengan beban trombus intrakoroner yang signifikan, atau tanpa adanya pretreatment antiplatelet yang tepat waktu. Dalam kasus ini, bukti terkuat mendukung penggunaan abciximab. Selain itu, pada STEMI inhibitor GP IIb/IIIa harus dipertimbangkan untuk terapi bailout jika ada bukti trombus massif, reflow yang lambat atau tidak ada, atau komplikasi trombotik. Terapi awal rutin dengan inhibitor GP IIb/IIIa tidak dianjurkan saat ini.14 Ada 3 antagonis GP IIb/IIIa yang yang telah disetujui oleh FDA: satu agen antibodi anti-GP IIb/IIIa yaitu abciximab, dan dua antagonis reseptor molekul kecil yaitu eptifibatide dan tirofiban. Antagonis GP IIb/IIIa menghambat jalur akhir umum agregasi trombosit (jembatan penghubung trombosit dengan ikatan fibrinogen ke reseptor GP IIb/IIIa) dan juga dapat mencegah adhesi trombosit ke dinding pembuluh darah. Ketiga antagonis GP IIb/IIIa diberikan secara intravena.6,9 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 197

Gambar 13. Mekanisme kerja antagonis GP IIb/IIIa (Sumber: Li, Y.Robert. Anticoagulants, Platelet Inhibitors, and Thrombolytic Agents. In: Cardiovascular Diseases: From Molecular Pharmacology to Evidence-Based Therapeutics. USA: Wiley.2015) A. Abciximab Abciximab merupakan fragmen F(ab’)2 dari antibodi monoklonal yang dikembangkan dari human- murine chimera c7E3 Fab yang bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor GP IIb/IIIa dari trombosit manusia dan mencegah pengikatan fibrinogen, vWF, dan molekul perekat lainnya ke situs reseptor GP IIb/IIIa pada trombosit yang teraktivasi sehingga agregasi trombosit tidak terjadi. Antibodi monoklonal murine diarahkan pada reseptor GP IIb/IIIa(7E3) pertama kali dijelaskan oleh Coller. Untuk mengurangi imunogenisitas pada manusia, murine 7E3 dirancang ulang sebagai fragmen Fab-chimeric part- murin, part-human menggunakan teknik rekombinan. Produk gabungan ini (c7E3, abciximab) mengandung area variabel rantai berat dan ringan dari antibodi murine yang melekat pada area konstan antibodi manusia. Abciximab juga bereaksi silang dengan reseptor vitronectin (integrin αvβ3) di sel endotel Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 198

dan sel otot polos, dan dengan reseptor Mac-1 (integrin αMβ2 (CD11b/CD18)) di granulosit dan monosit. Reseptor vitronektin memediasi sifat prokoagulan trombosit dan sifat proliferatif dari sel-sel otot endotel dan otot polos. Namun, hubungan data in vitro ini dengan efikasi klinis abciximab tidak diketahui.1,7,9 Abciximab memiliki waktu paruh pendek. Waktu paruh antibodi yang bersirkulasi adalah sekitar 30 menit, tetapi antibodi tetap terikat pada reseptor αIIbβ3 dan menghambat agregasi trombosit yang diukur secara in vitro selama 18-24 jam setelah infus. Abciximab (ReoPro) tersedia dalam sediaan intravena 10 mg/5 ml (2 mg/ml). Obat ini diberikan secara bolus 0,25 mg/kg diikuti dengan infus 0,125 μg/kg/menit (maksimum 10 μg/kg/menit) selama 12 hingga 24 jam. Waktu perdarahan kembali normal dalam 12 jam, dan agregasi trombosit sebagai respons terhadap adenosin difosfat (ADP) normal dalam satu atau dua hari pada kebanyakan orang. Abciximab dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem retikuloendotelial.9,10,18,30 Potensi abciximab untuk menstimulasi antibodi telah menimbulkan kekhawatiran mengenai reaksi alergi pada pemberian ulang. Dalam tinjauan prospektif dari 550 pasien yang menerima abciximab dosis kedua atau ketiga setidaknya tujuh hari setelah perawatan pertama, tidak ada kasus komplikasi alergi.30 Obat ini diberikan secara intravena dan bermanfaat dalam mencegah trombosis pada pasien yang menjalani PCI termasuk percutaneous transluminal angioplasty (PTA), aterektomi dan carotid artery stenting (CAS). Dosis yang dibutuhkan untuk efek antitrombotik berhubungan dengan resiko perdarahan.1 Uji coba abciximab pada PCI secara konsisten menunjukkan peningkatan episode perdarahan minor. Salah satu komplikasi terapi antiplatelet yang paling ditakuti adalah stroke hemoragik. Sebuah meta-analisis pasien yang menjalani PCI tidak menunjukkan peningkatan stroke. Namun ada tren yang tidak signifikan terhadap peningkatan perdarahan intrakranial dengan penggunaan kombinasi abciximab dan heparin dosis standar dibandingkan dengan regimen heparin dosis rendah. Komplikasi perdarahan lainnya juga dikurangi dengan heparin dosis rendah dibandingkan dengan penggunaan heparin dosis standar.30 B. Eptifibatide Eptifibatide merupakan heptapeptida siklik sintetik yang mengandung Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 199

rangkaian KGD (lysine-glycine-aspartic acid) sebagai kelompok aktif yang secara selektif mengenali αIIβ3 dan secara reversibel menghambat agregasi trombosit dengan mencegah pengikatan fibrinogen, vWF, dan ligan perekat lain pada reseptor GP IIb/IIIa.1,9,18 Perbedaan struktural dari tirofiban berarti bahwa keduanya berikatan pada reseptor GP IIb/IIIa di situs yang berbeda, namun dengan hasil akhir yang sama. Namun, afinitas untuk reseptor yang lebih rendah daripada penghambat GP IIb/IIIa lainnya, yang menjelaskan dosis yang lebih tinggi secara absolut.18 Studi The Imaging for Myocardial Perfusion Assessment in Coronary artery disease (IMPACT-II) menunjukkan bahwa dosis pemuatan tunggal diiukuti dengan infus kontinyu 20 – 24 jam hanya menghasilkan 50% blokade reseptor αIIbβ3 sehingga berdasarkan hasil pengamatan eptifibatide memiliki manfaat dan efikasi yang terbatas. Trial Acute Catheterization and Urgent Intervention Triage strategy (ACUITY) menunjukkan peningkatan insidens perdarahan mayor pada pasien ACS yang menjalani PCI.1 Eptifibatide diberikan secara intravena dan memblok agregasi trombosit. Eptifibatide (Integrilin) diberikan secara intravena, tersedia 20 mg / 10 ml (2 mg / ml) dalam botol sekali pakai untuk injeksi bolus, 75 mg / 100 ml (0,75 mg / ml) dalam botol sekali pakai untuk infus, dan 200 mg / 100 ml (2 mg / ml) dalam botol sekali pakai untuk infus. Pada pasien yang menjalani PCI, eptifibatide biasanya diberikan secara bolus intravena ganda 180 μg/kg (selang 10 menit), diikuti dengan infus 2 μg/kg/menit selama 18 hingga 24 jam. Obat ini dibersihkan oleh ginjal dan memiliki paruh plasma pendek 10 sampai 15 menit. Seperti abciximab, eptifibatide terutama digunakan pada pasien yang menjalani primary PCI untuk infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), meskipun juga dapat digunakan pada pasien dengan angina yang tidak stabil (UAP).9,12 Ketika diberikan secara intravena, obat ini menghambat agregasi trombosit ex vivo dengan cara yang bergantung dosis dan konsentrasi plasma. Obat ini memiliki waktu paruh plasma 150 menit dan sebagian besar dibersihkan melalui ginjal. Penghambatan agregasi trombosit reversibel setelah penghentian infus obat diduga akibat disosiasi obat dari trombosit.9,30 C. Tirofiban Tirofiban adalah inhibitor αIIbβ3 (GP IIb/IIIa) peptidomimetik nonpeptida yang secara spesifik dan kompetitif berikatan ke reseptor. Tirofiban Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 200

adalah turunan tirosin, antagonis aktif terhadap situs pengikatan RGD reseptor GP IIb/IIIa.1,18,30 Tirofiban secara reversibel menghambat agregasi trombosit dengan mencegah pengikatan fibrinogen, vWF, dan ligan perekat lain pada reseptor GP IIb/IIIa. Ketika diberikan secara intravena, obat ini menghambat agregasi trombosit ex vivo dengan cara yang bergantung dosis dan konsentrasi.16 Tirofiban memiliki waktu paruh yang pendek (2 jam) dan sebagian besar dibersihkan melalui ginjal. Obat ini digunakan untuk manajemen pasien dengan sindrom koroner akut tanpa elevasi segmen ST (NSTE-ACS). Pengobatan dengan tirofiban dikombinasi dengan aspirin dan heparin pada pasien ACS secara signifikan menurunkan insidens kematian, infark miokard atau iskemia rekuren 30 hari setelah terapi. Tirofiban (Aggrastat) tersedia dalam sediaan intravena 5 mg / 100 ml (0,05 mg / ml) dan 12,5 mg / 250 ml (0,05 mg / ml). Tirofiban diberikan secara bolus intravena 25 μg/kg diikuti dengan infus 0,15 μg/kg/menit hingga 18 jam. Dosis infus dikurangi setengahnya pada pasien dengan bersihan kreatinin di bawah 60 mL/menit. Seperti agen lain di kelas ini, efek samping utama tirofiban adalah perdarahan, dan dapat menyebabkan trombositopenia.10,18,30 KESIMPULAN Obat antiplatelet merupakan landasan terapi pada pasien dengan penyakit aterotrombotik yang mencakup acute coronary syndrome (ACS), stable coronary artery disease, stroke/transient ischemic attack, peripheral artery disease (PAD) dan pasien yang menjalani prosedur revaskularisasi, seperti percutaneous coronary intervention (PCI). Proses pembentukan trombus yang melibatkan trombosit saat terjadi cedera vaskular meliputi adhesi, aktivasi dan agregasi trombosit. Berdasarkan mekanisme kejanya, obat- obat antiplatelet saat ini dibagi menjadi agen yang menghambat aktivasi trombosit dan agen yang menghambat agregasi trombosit. Agen antiplatelet yang menghambat aktivasi trombosit terdiri dari inhibitor cyclo-oxygenase 1 (aspirin, triflusal), inhibitor reseptor ADP P2Y12 (golongan thienopyridine: ticlopidine, clopidogrel, dan prasugrel yang merupakan prodrug dan metabolit aktifnya menghambat reseptor P2Y12 secara ireversibel; golongan non- thienopyridine: ticagrelor, cangelor, dan elinogrel yang yang menghambat reseptor P2Y12 secara langsung dan reversibel), antagonis protease activated Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 201

receptor 1 (vorapaxar, atopaxar), dan inhibitor phosphodiesterase (dipyridamole, cilostazol). Sedangkan agen antiplatelet yang menghambat agregasi trombosit yaitu inhibitor GP IIb/IIIa (abciximab, eptifibatide, tirofiban). DAFTAR PUSTAKA 1. Jing F, Zhang W. Thrombosis Therapy: Focus on Antiplatelet Agents. Int J Genomic Med 2013;1 (1): 1-6. 2. Ferreiro JL, Angiolillo DJ. New Directions in Antiplatelet Therapy. Circ Cardiovasc Interv 2012;5: 433-442. 3. McFadyen JD, Schaff M, Peter K. Current and future antiplatelet therapies: emphasis on preserving haemostasis. Nat Rev Cardiol 2018; 1-5. 4. Ueno M, et al. Role of Platelet and Antiplatelet Therapy in Cardiovascular Disease. J Atheroscler Thromb 2011;18: 1-8. 5. Patrono C, Baigent C, Hirsh J. Antiplatelet Drugs: American College of Chest Physicians Evidence-Based Clinical Practice Guidelines (8th Edition). CHEST 2008;133(6):199s – 224s. 6. Patrono C, et al. Antiplatelet agents for the treatment and prevention of atherothrombosis. Eur Heart J 2011; 32: 2922-2931. 7. Anderson KV, Cogan P. Anticoagulants and Antiplatelet Agents. In: Lippincott Illustrated Reviews: Pharmacology 6th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015: 291- 298. 8. Metharom P, et al. Current State and Novel Approaches of Antiplatelet Therapy. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2015;35: 1-6. 9. Li, Y.Robert. Anticoagulants, Platelet Inhibitors, and Thrombolytic Agents. In: Cardiovascular Diseases: From Molecular Pharmacology to Evidence-Based Therapeutics. USA: Wiley; 2015: 295-304. 10. Hogg K, Weitz JI. Blood Coagulation and Anticoagulant, Fibrinolytic, and Antiplatelet Drugs. In: Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics 13th ed. New York: McGraw- Hill Education; 2018: 596-602. 11. Zehnder JL. Drugs Used in Disorders of Coagulation. In: Basic and Clinical Pharmacology 14th ed. New York: McGraw-Hill Education; 2018: 619-621. 12. Kalantzi KI, et al. Pharmacodynamic properties of antiplatelet agents: Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 202

current knowledge and future perspectives. Expert Rev Clin Pharmacol 2012; 5(3): 319-336. 13. Dulin BR, Steinhubl SR. Thromboxane Antagonists. In: Platelets in Cardiovascular Disease. London: Imperial College Press; 2008: 37-54. 14. Avanzas P, Moris C, Clemmensen P. Antiplatelet Therapy: New Potent P2Y12 Inhibitors. In: Pharmacological Treatment of Acute Coronary Syndromes. London: Springer; 2014: 31-51. 15. Khan, M.Gabriel. Antiplatelet Agents, Anticoagulants, Factor Xa Inhibitors, and Thrombin Inhibitors. In: Cardiac Drug Therapy 8th ed. New York: Humana Press; 2015: 593-610. 16. Hall R, Mazer D. Antiplatelet Drugs: A Review of Their Pharmacology and Management in the Perioperative Period. Anesth Analg 2011;12: 292–303. 17. Jaffer IH, Weitz JI. Antithrombotic Drugs. In: Hematology: Basic Principles and Practice 7th ed. Philadelphia: Elsevier; 2018: 2168- 2173. 18. Fox KA, et al. Antithrombotic Agents: Platelet Inhibitors, Acute Anticoagulants, Fibrinolytics, and Chronic Anticoagulants. In: Drugs for The Heart 8th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013: 332-356. 19. Capodanno D, Angiolillo DJ. Aspirin for Primary Cardiovascular Risk Prevention and Beyond in Diabetes Mellitus. Circulation. 2016;134: 1579–1585. 20. Mega JL, Simon T. Novel antithrombotic agents 1: Pharmacology of antithrombotic drugs: an assessment of oral antiplatelet and anticoagulant treatments. Lancet 2015; 386: 281-285. 21. Karha J, Cannon CP. ADP Receptor Antagonists. In: Platelets in Cardiovascular Disease. London: Imperial College Press; 2008: 87- 116. 22. Wallentin, Lars. P2Y12 inhibitors: differences in properties and mechanisms of action and potential consequences for clinical use. Eur Heart J 2009; 30: 1964-1971. 23. Hasan MS, et al. Genetic Polymorphisms and Drug Interactions Leading to Clopidogrel Resistance: Why the Asian Population Requires Special Attention. Int J Neurosci 2013; 123 (3): 143-146. 24. Bates ER, et al. Clopidogrel-Drug Interaction. J Am Coll Cardiol 2011; 57: 1251- 1253. Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 203

25. Teng, Renli. Ticagrelor: Pharmacokinetic, Pharmacodynamic and Pharmacogenetic Profile: An Update. Clin Pharmacokinet 2015; 54:1125–1130. 26. Patrono C, et al. Antiplatelet Agents for the Treatment and Prevention of Coronary Atherothrombosis. J Am Coll Cardiol 2017;70: 1760-1764. 27. Farag M, Patel H, Gorog DA. Adjunctive therapies to reduce thrombotic events in patients with a history of myocardial infarction: role of vorapaxar. Drug Des Dev Ther 2015; 9: 3801-3807. 28. Kim HH, Liao JK. Translational Therapeutics of Dipyridamole. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2008;28: s39-s42. 29. Lee SW, Park DW, Park SJ. Cilostazol. In: Antiplatelet Therapy in Cardiovascular Disease. UK: Wiley Blackwell; 2014: 117-122. 30. Lehman SJ, Chew DP, White HD. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitors. In: Platelets in Cardiovascular Disease. London: Imperial College Press; 2008: 65-79. 31. Thijs T, et al. Platelet physiology and antiplatelet agents. Clin Chem Lab Med 2010;48: S3–S10. Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 204

8 Sistem Saraf Otonom Pada Jantung Andi Arny Megawaty, Idar Mappangara PENDAHULUAN Penyakit Sistem saraf otonom (SSO) adalah bagian dari sistem saraf yang mengontrol fungsi visceral tubuh, yang secara keseluruhan atau sebagian besar tidak bergantung pada kontrol voluntir individu. Bagian sistem saraf ini terdiri dari daerah otonom dalam sistem saraf pusat dan saraf perifer. Sesuai dengan karakteristik anatomis dan fungsional, SSO secara klasik dibagi menjadi dua bagian utama: sistem simpatis dan parasimpatis. Pembagian sebelumnya mengistilahkan apa yang disebut \"fight-or-flight\" respon untuk sistem saraf simpatis, sedangkan sistem otonom parasimpatis disebut juga dengan istilah \"rest and digest\". Jantung menerima serabut saraf baik dari divisi simpatis dan parasimpatis, yang bervariasi berkontribusi pada kontrol denyut jantung (chronotropism), kekuatan kontraktil jantung (inotropisme), konduktivitas (dromotropism) dan rangsangan (bathmotropism) sel miokard, serta tonus pembuluh darah koroner dan aliran darah miokard. Sistem simpatis meningkatkan peningkatan denyut jantung dan respons inotropik positif untuk meningkatkan curah jantung. Sebaliknya, sistem parasimpatis (vagal) menginduksi bradikardia dan mengurangi kekuatan kontraksi miokard, sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung.1,2 SSO dibentuk oleh daerah otonom dalam sistem saraf pusat dan oleh saraf perifer. Yang pertama terdiri dari nuklei batang otak dan bundel serabut saraf visceral di medulla spinalis, yang memiliki fungsi motorik (eferen) dan sensoris (aferen); yang terakhir diwakili oleh serabut saraf dan ganglia. 1,2 Transmisi impuls eferen otonom terjadi melalui jalur dua-neuron berurutan: neuron preganglionik (atau presinaptik) dan neuron postganglionik (atau postsinaptik). Neuron preganglionik berasal dari pusat otonom di otak atau medulla spinalis dan bersinaps ke neuron postganglionik, Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 205

yang terletak di ganglia perifer, yang dari mana mereka menginnervasi organ target.1-3 Sesuai dengan karakteristik anatomis dan fungsional, SSO secara klasik dibagi menjadi dua bagian utama: SSO simpatis dan parasimpatis.2,3 TINJAUAN PUSTAKA I. SISTEM SARAF OTONOM Sistem saraf otonom mengoordinasikan kontrol tak sadar visera dan jaringan lain di seluruh tubuh, dengan pengecualian pada otot skelet. Cabang sistem saraf pusat ini, diorganisasikan ke dalam divisi parasimpatis dan simpatis, menyatukan serat eferen dan aferen yang mengatur aktivitas sebagian besar organ, kelenjar, dan otot polos yang ditemukan di dalam tubuh. Tubuh sel presinaptik dari neuron yang menyusun kedua kategori berasal dari gray matter pada tulang belakang, tetapi diklasifikasikan oleh perbedaan mendasar. Secara anatomi, asal dari divisi simpatis (thoracolumbar) dari sistem saraf pusat terletak antara toraks pertama (T1) dan bagian lumbal kedua atau ketiga (L2 atau L3). Sebaliknya, serat yang keluar dari divisi parasimpatis (kraniosakral) berasal dari kedua medula oblongata dan bagian sacral dari medulla spinalis (S2 ke S4).1-3 SSO adalah bagian dari sistem saraf yang mengontrol fungsi visceral tubuh, yang biasanya di bawah tingkat kesadaran, dan karena itu sepenuhnya atau sebagian besar independen dari kontrol voluntir individu, termasuk aktivitas jantung, fungsi pernapasan, pencernaan, aktivitas kelenjar sekretori, motilitas organ dan pembuluh, pelebaran pupil, miksi, dan gairah seksual.4 SSO dibentuk oleh daerah otonom dalam sistem saraf pusat dan oleh saraf perifer. Yang pertama terdiri dari nuklei batang otak dan bundel serabut saraf visceral di medulla spinalis, yang memiliki fungsi motorik (eferen) dan sensoris (aferen); yang terakhir diwakili oleh serabut saraf dan ganglia.2,4 Transmisi impuls otonom eferen terjadi melalui jalur dua-neuron berurutan: neuron preganglionik (atau presinaptik) dan neuron postganglionik (atau postsinaptik). Neuron preganglionik berasal dari pusat otonom di otak atau medulla spinalis dan sinaps ke neuron postganglionik, yang terletak di ganglia perifer, dari mana mereka menginnervasi organ Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 206

target. 2,4 Sesuai dengan karakteristik anatomis dan fungsional, SSO secara klasik dibagi menjadi dua bagian utama: SSO simpatis dan parasimpatis. 2,4 Gambar.1. Pleksus cardiacus: sumbernya dari nervus vagus pars cervicalis dan trunkus simpatis beserta ekstensinya, pleksus pulmonalis, atrium dan koroner. Perhatikan banyaknya hubungan antara cabang simpatis dan parasimpatis (vagal) yang membentuk pleksus tersebut2 Inisiasi siklus jantung bersifat miogenik, yang berasal dari nodus sinoatrium. Hal ini selaras dalam tingkat, gaya dan output oleh saraf otonom yang beroperasi pada jaringan nodal dan perpanjangan mereka, pada pembuluh koroner dan pada otot atrium dan ventrikel yang bekerja. Semua cabang cardiacus dari vagus (parasimpatis) dan semua cabang simpatis (kecuali cabang cardiacus dari ganglion simpatis serviks superior) mengandung serat Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 207

aferen dan eferen; cabang cardiacus dari ganglion simpatis servikal superior sepenuhnya bersifat eferen. Serabut simpatis mempercepat jantung dan melebarkan arteri koroner ketika terstimulasi, sedangkan serat vagal memperlambat jantung dan menyebabkan penyempitan arteri koroner.1,2 Akson simpatis cardiacus preganglionik muncul dari neuron di kolumna intermediolateral dari medulla spinalis segmen Thorakal empat atau lima. Beberapa sinapsis sympathetic terjadi di upper thoracic ganglia, yang lain naik ke sinapsis di cervical ganglia; serabut postganglionik dari ganglia ini membentuk plexus cardiacus simpatis. 1,2 Akson parasimpatis preganglionik jantung timbul dari neuron baik di nukleus vagus dorsal atau dekat nukleus ambiguus; mereka berjalan di cabang- cabang cardiacus nervus vagus untuk bersinaps di pleksus cardiacus dan dinding atrium. Pada manusia (seperti kebanyakan mamalia) neuron jantung intrinsik terbatas pada atria dan septum interatrial, dan paling banyak di jaringan konektif subepicardial dekat nodus sinuatrium dan atrioventrikular. Ada bukti bahwa ganglia intrinsik ini bukan relay nikotinik sederhana, tetapi dapat bertindak sebagai situs untuk integrasi input saraf ekstrinsik dan membentuk sirkuit kompleks untuk kontrol saraf lokal pada jantung, dan mungkin bahkan refleks lokal. 1,2 a. Plexus cardiacus Mendekati jantung, saraf otonom membentuk pleksus cardiacus campuran, biasanya digambarkan dalam bentuk komponen superfisial yang lebih inferior dari arcus aorta yang terletak di antaranya dan trunkus pulmonalis, dan bagian yang profunda yang terletak antara arcus aorta dan bifurkasi trakea. Pleksus cardiacus juga dijelaskan dengan nama-nama regional untuk ekstensi ke koroner, paru-paru, atrium dan aorta. Pleksus ini mengandung sel ganglion. Sel ganglion, terbatas pada jaringan atrium, dan dengan preponderance yang berdekatan dengan nodus sino-atrial, juga ditemukan di jantung sepanjang distribusi cabang pleksus. Akson mereka sebagian besar terdiri dari serabut parasimpatis postganglionik. Serat kolinergik dan adrenergik, yang timbul dalam atau melewati pleksus cardiacus, terdistribusi paling banyak ke nodus sinuatrium dan atrioventrikular; suplai ke miokardium atrium dan ventrikel jauh lebih sedikit. Serat adrenergik memasok arteri koroner dan vena jantung. Pleksus yang kaya saraf yang mengandung kolinesterase, pemancar adrenergik, dan peptida lain, mis. neuropeptida Y, Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 208

ditemukan di daerah subendocardial dari semua ruang dan di katup katup. 1,2 • Superficial (ventral) part of the cardiac plexus Bagian superfisial (ventral) dari pleksus cardiacus terletak di bawah arcus aorta dan anterior arteri pulmonal kanan. Plexus ini dibentuk oleh cabang cardiacus dari cardiac branch dari left superior cervical sympathetic ganglion dan dua cabang terbawah ramus cervicalis cardiacus dari nervus vagus sinistra. Ganglion cardiacus kecil biasanya terdapat di pleksus ini tepat di bawah arcus aorta, di sebelah kanan dari ligamentum arteriosum. Bagian dari pleksus cardiacus ini terhubung dengan bagian dalam, pleksus koroner kanan, dan pleksus pulmonal anterior kiri. 1,2 • Deep (dorsal) part of the cardiac plexus Bagian dalam (dorsal) dari pleksus cardiacus terletak di anterior terhadap bifurkasi trakea, di atas titik percabangan truncus pulmonalis dan posterior dari arcus aorta. Hal ini dibentuk oleh cardiac branches of the cervical dan upper thoracic sympathetic ganglia dan nervus vagus serta nervus recurrent laryngeal. Satu- satunya saraf jantung yang tidak bergabung adalah saraf yang bergabung dengan bagian superfisial dari pleksus. 1,2 Cabang-cabang dari paruh kanan bagian dalam dari pleksus cardiacus melewati depan dan belakang arteri pulmonalis kanan. Mereka yang anterior, semakin banyak, menyediakan beberapa filamen ke pleksus pulmonal anterior kanan dan melanjutkan untuk membentuk bagian dari pleksus koroner kanan. Mereka yang berada di belakang arteri pulmonalis memasok beberapa filamen ke atrium kanan dan kemudian melanjutkan ke pleksus koroner kiri. Setengah bagian kiri dari pleksus cardiacus terhubung dengan superfisial, dan memasok filamen ke atrium kiri dan meninggalkan pleksus pulmonal anterior. Ini membentuk banyak pleksus koroner kiri. 1,2 • Left coronary plexus Pleksus koroner kiri lebih besar dari kanan, dan dibentuk terutama oleh perpanjangan separuh bagian kiri dari pleksus cardiacus dan beberapa serat dari kanan. Pleksus ini menyertai arteri koroner kiri untuk memasok atrium dan ventrikel kiri. 1,2 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 209

• Superficial (ventral) part of the cardiac plexus Pleksus koroner kanan terbentuk dari kedua bagian pars superficial dan profunda dari pleksus cardiacus, dan berjalan bersamaan dengan arteri koroner kanan untuk menyediakan atrium dan ventrikel kanan. 1,2 • Superficial (ventral) part of the cardiac plexus Pleksus atrium merupakan turunan dari kelanjutan kanan dan kiri dari pleksus cardiacus sepanjang arteri koroner. Serat mereka didistribusikan ke atrium yang sesuai, tumpang tindih dari pleksus koroner. 1,2 Gambar. 2. Pleksus cardiacus manusia tampakan ventral5 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 210

II. FUNGSI SISTEM SARAF OTONOM Sistem simpatis dan parasimpatis umumnya dianggap bertolak belakang satu sama lain. Namun, efeknya pada sebagian besar organ harus lebih baik dianggap sebagai pelengkap sifat daripada antagonis, dengan sebagian besar fungsi visceral yang dihasilkan dari keseimbangan pengaruh dua cabang SSO. Selanjutnya, beberapa visera (misalnya, pembuluh viseral, hati, limpa) hanya menerima innervasi simpatis, dan dalam kasus lain saraf simpatis dan parasimpatis memiliki efek yang sinergik (misalnya, peningkatan sekresi kelenjar ludah).1,2,6,7 Secara keseluruhan, bagaimanapun, SSO simpatis biasanya diaktifkan dalam kondisi stres dan bertanggung jawab untuk apa yang disebut \"fight-or-flight\" respon, yang ditandai dengan peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas, pelebaran pembuluh koroner, dilatasi bronkus dan peningkatan pertukaran oksigen alveolar, peningkatan aliran darah ke otot skelet, dan pengurangan aliran darah ke saluran pencernaan dan kulit. 1,2,6,7 SSO parasimpatis, sebaliknya, mendominasi dalam kondisi basal, mendefinisikan apa yang disebut \"rest and digest\", yang ditandai dengan pelebaran pembuluh darah dan percepatan peristaltik saluran pencernaan, bersama dengan pengurangan aktivitas jantung dan pernapasan. 1,2,6,7 Efek perifer dari sistem simpatis dan parasimpatis dimediasi oleh pelepasan neurotransmiter kimia spesifik dari ujung saraf, yang bekerja pada reseptor spesifik pada membran sel organ target. 1,2,6,7 Neuromediator yang dilepaskan oleh serat simpatis perifer dan karena itu bertanggung jawab untuk efeknya adalah norepinefrin, sedangkan asetilkolin adalah neuromediator yang dilepaskan oleh serabut saraf parasimpatis (Gambar 1.3). Bersama dengan neuromediator primer ini, serabut saraf simpatis dan parasimpatis dapat melepaskan berbagai zat lain, terutama neuropeptida, yang dapat berkontribusi pada efek akhir stimulasi saraf. Contoh zat ini termasuk neuropeptida Y, galanin, dan dynorphin dalam serat noradrenergik, dan peptida intestinal vasoaktif, peptida terkait gen kalsitonin, dan substansi P dalam serat kolinergik. Namun, peran pasti sebagian besar zat yang dilepaskan bersama ini masih harus ditentukan.1 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 211

Gambar.3 Struktur kimia simpatis dari neurotransmiter simpatis (norepinefrin) dan parasimpatis (asetilkolin)1 Hal ini juga perlu dicatat bahwa serat simpatis postganglionik untuk kelenjar keringat dan untuk pembuluh otot skelet melepaskan asetilkolin dan asetilkolin juga merupakan neurotrasnmitter dari sinyal simpatis dan parasimpatis oleh neuron preganglionik di ganglia masing- masing.1,2,6,7 Norepinefrin memberikan efeknya melalui pengikatan dan aktivasi reseptor adrenergik pada sel target. Dua kelas utama reseptor adrenergik telah dijelaskan, reseptor α- dan β. Reseptor α-adrenergik menyajikan dua tipe utama α1- dan α2-reseptor. Demikian pula, dua jenis utama reseptor β-adrenergik telah ditemukan, reseptor β1- dan β2, meskipun jenis ketiga (β3) baru-baru ini ditemukan juga memainkan beberapa peran fisiologis yang relevan.6,7 Reseptor pengikat asetolkolin (kolinergik) juga dibagi menjadi dua kelas utama, berdasarkan respons mereka terhadap alkaloid nikotin dan muscarine. Reseptor nikotinik secara kasar dapat dikelompokkan dalam dua kelas utama, reseptor otot dan saraf. Lima jenis reseptor muskarinik yang berbeda telah dijelaskan, bernama M1 hingga M5, dengan M2 dan M3 sebagai reseptor yang terutama terletak di jantung dan bronkus, masing-masing.6,7,8 SISTEM SARAF OTONOM JANTUNG (a) Anatomi Jantung menerima serabut saraf yang melimpah dari SSO simpatis maupun parasimpatis.9,10 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 212

Neuron simpatis preganglionik untuk jantung memiliki badan sel mereka di cornu lateral medula spinalis, pada tingkat 4-5 segmen toraks pertama, dan mereka bersinaps ke serabut saraf postganglionik yang terletak di ganglion paravertebral cervical dan thoracic SNC, yang menjadi asal usul ke saraf cervical jantung (superior, media, dan inferior) dan nervus cardiacus thoracicus (dari ganglia thoracic ke-2 dan ke-4 - 5) (Gambar 4).1,6 Gambar 4. Skema inervasi simpatis dan parasimpatis (vagal) jantung6 Asal-usul nervus cardiacus superior, di setiap sisi, dari bagian inferior ganglia cervical superior. Mereka turun ke jantung mengikuti cara yang berbeda: serabut kanan berjalan di belakang arteri anonima dan arcus aorta; serabut kiri mengikuti arteri karotis komunis kiri. Nervus cardiacus media, yang terbesar di antara saraf jantung, berasal dari ganglia cervical media dan dapat mencapai pleksus cardiacus langsung, tanpa fusi dengan serabut saraf lainnya. Akhirnya, saraf jantung inferior berasal dari ganglia stellata dan langsung sampai ke pleksus cardiacus.2,6,7 Serabut saraf preganglionik parasimpatis berasal dari medula oblongata dan mencapai jantung melalui dua nervus vagus. Neuron eferen postganglionik berada di ganglia inferior nervus vagus atau di pleksus cardiacus. 2,6,7 Pleksus cardiacus terletak di dasar jantung, di depan bifurkasi Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 213

trakea, dan di bawah dan di belakang arcus aorta. Ini terdiri dari pertemuan berbagai, baik saraf simpatis dan vagal, jantung dan sejumlah variabel ganglia parasimpatis kecil, di antaranya yang paling luar biasa dan konstan adalah ganglion Wrisberg, yang terletak antara bifurkasi trakea dan divisi arteri pulmonal. Beberapa ganglia parasimpatis kecil juga terletak di dalam dinding miokard, terutama pada tingkat atrium. 2,6,7 Pleksus cardiacus dapat dibagi menjadi bagian superfisial, yang terletak di dalam arcus aorta, dan bagian yang dalam, terletak di antara arcus aorta dan trakea. Kedua bagian tersebut terhubung erat dan memberikan persarafan otonom ke nodus sinoatrial, nodus atrioventrikular, miokardium atrium dan ventrikel, serta dinding pembuluh besar dan kecil.10 Serabut saraf aferen dari jantung terutama berjalan di saraf jantung simpatis. Banyak unit reseptor sensorik syaraf, yang dapat terdiri dari penghentian akhir bebas atau ujung saraf yang dikemas, dapat dengan mudah dideteksi di jantung, terutama pada tingkat subendokardial dan pada tingkat vena cava dan pulmonary veins merger, septum interatrial, dan tungkai katup atrioventrikular. Badan sel neuron simpatis sensitif terletak di 4-5 ganglia toraks spinal pertama. Serat sensoris sensoris urutan kedua berasal dari medulla spinalis melintasi garis median dan naik di traktus spinotalamikus ventral untuk berakhir di inti posteroventral dari thalamus.10,11 Serabut vagal aferen juga telah terdeteksi di jantung dan berperan terutama dalam memediasi beberapa refleks jantung. Reseptor peregangan hadir di atrium berkontribusi untuk meminimalkan perubahan tekanan arteri mengikuti perubahan volume darah; stimulasi mereka menyebabkan penghambatan refleks aktivitas vagal dan peningkatan denyut jantung (Bainbridge refleks). Stimulasi reseptor peregangan pada ventrikel kiri dapat, sebagai gantinya, biasanya menghasilkan respons hipotensif dan bradikardi yang dimediasi vagal (Jarisch-Bezold reflex).1 (b) Fungsi dari Sistem Saraf Otonom Jantung Persarafan otonom jantung sangat berkontribusi pada pengaturan dan pengendalian fungsi dan aktivitas jantung, termasuk Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 214

denyut jantung (chronotropism), konduktivitas sinyal listrik (dromotropisme) dan rangsangan (bathmotropism), dan kekuatan kontraktil (inotropisme) sel miokard . Selanjutnya, SSO juga memainkan peran yang relevan dalam pengaturan motilitas pembuluh darah koroner dan aliran darah miokardial (MBF).6,10,11 Seperti di seluruh tubuh, bagian simpatis dan parasimpatis SSO juga memiliki efek antagonis pada sebagian besar fungsi jantung. Dari catatan, bagaimanapun, mereka tidak selalu memiliki efek dan pengaruh yang sebanding pada berbagai bagian jantung. Sebaliknya, beberapa kegiatan jantung terutama dipengaruhi oleh salah satu dari dua bagian, tergantung pada perbedaan dalam distribusi mereka ke jantung. 6,10,11 Dengan demikian, aktivasi simpatis secara signifikan meningkatkan kontraktilitas miokard di semua bilik jantung, sedangkan aktivasi vagal secara signifikan menghambat kontraktilitas atrium, tetapi memiliki efek buruk pada kardiomiosit ventrikel, karena distribusi yang buruk dari serat vagal ke ventrikel. Stimulasi vagina, bagaimanapun, dapat mengurangi peningkatan inotropisme yang dihasilkan dari peningkatan β-stimulasi jantung. 6,10,11 III. SISTEM SARAF OTONOM SIMPATIS JANTUNG Skema SSO simpatis diilustrasikan pada Gambar. 5 Pembagian SSO simpatis memiliki \"outflow” thoracolumbar, yaitu, badan sel dari neuron preganglionik eferen terletak di kolom intermediolateral segmen toraks dan lumbal (dari T1 sampai L2-L3) dari medulla spinalis. Neuron preganglionik adalah serabut saraf myelinated tipe B (<3 μm) yang meninggalkan medula spinalis melalui akar anterior saraf toraks spinalis dan lumbalis masing-masing dan mencapai rantai saraf simpatis (sympathetic nerve chain /SNC) melalui small white rami communicantes (Gambar 6).1,12-14 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 215

Gambar 5. Skema sistem saraf simpatis dan parasimpatis1 SNC berjalan di kedua sisi anterior tubuh vertebral, membentang dari basis cranii ke coccygeus dan termasuk ganglia paravertebral sepanjang perjalanannya, khususnya, 3 ganglia serviks, 11 atau 12 ganglia toraks, dan 5 lumbal, 4 sakral, dan 1 coccyx ganglia, yang saling berhubungan oleh intermediate cords dan mengandung badan sel neuron simpatis postganglionik Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 216

Gambar 6. Sambungan saraf antara medulla spinalis, nervus spinalis, rantai saraf simpatis, dan syaraf simpatis periferal.1 Akson preganglionik berasal dari segmen tulang belakang yang diberikan dan saraf dapat berakhir ke neuron postganglionik yang terletak di ganglion segmental yang sesuai atau dapat melakukan perjalanan naik atau turun sepanjang SNC, sinaps ke neuron post ganglionik yang terletak di ganglion paravertebral SNC lain. 1,12-14 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 217

Gambar 7. Inferior cardiac nerve - lateral-left view5 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 218

Gambar 8. Sympathetic trunk - dorsal view5 Beberapa serat preganglionik simpatis tidak bersinaps di ganglia paravertebral tetapi dari SNC tiba ke beberapa ganglia prevertebral spesifik di daerah lumbar (celiac, aorticorenal, dan ganglia mesenterika) atau ganglia yang terletak sangat proksimal pada organ target (ganglia perifer). Akhirnya, SNC juga mengirimkan saraf perifer yang mencapai organ target mengikuti jalannya pembuluh (cabang perivaskular). 1, 6,7, 14, Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 219

15 Neuron postganglionik adalah serat C non mielin kecil (0,3–1,2 μm) yang mencapai organ target dengan berbagai cara. Beberapa mencapai struktur somatik tubuh (kulit, otot, tulang) melalui saraf tulang belakang yang mereka capai dari SNC oleh komunikator rami abu-abu (Gambar 1.2); beberapa dari ganglia toraks serviks dan tinggi secara langsung mencapai struktur kranial melalui cabang saraf perifer; sama, organ toraks dan abdomen visceral menerima persarafan simpatis dari serat pasca-ganglion yang berasal dari ganglia simpatis (serviks, toraks, dan splanknik). 1, 6,7, 14, 15 Secara keseluruhan, divisi simpatis memiliki efek rangsang pada sebagian besar fungsi jantung. Jantung memang merupakan organ target utama dalam respons \"fight-or-flight\" yang terkait dengan aktivasi simpatis dalam kondisi fisik atau stres, serta di semua kondisi yang memerlukan peningkatan cardiac output. Dengan demikian, SSO simpatis mempromosikan peningkatan denyut jantung (hingga 200 bpm dan lebih banyak pada orang dewasa muda), dengan mempercepat laju depolarisasi saat ini dari sel-sel dari node sinus. Efek ini disertai dengan peningkatan kecepatan konduksi dan pengurangan periode refraktori fungsional dalam sistem konduksi jantung, khususnya dari sambungan AV, selain peningkatan kontraktilitas miokard hingga dua kali lipat dari normal, dengan akibat peningkatan volume stroke. Selanjutnya, aktivasi simpatis juga meningkatkan aktivasi listrik jantung dan kontraktilitas sel miokard atrium dan ventrikel. 1, 6,7, 14, 15 Penting untuk menekankan bahwa kondisi yang terkait dengan aktivasi SSO adrenergik juga menyebabkan pelepasan katekolamin oleh kelenjar adrenal (terutama adrenalin) yang menentukan efek adrenergik terkait darah pada seluruh jantung. 1, 6,7, 14, 15 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 220

Tabel 1. Efek utama SSO simpatis dan vagus pada jantung dan arteri koroner1 Sympathetic effects Vagal effects Target Receptor Effect Receptor Organs type type (adrenergic) (muscarinic) Effect Heart SA node β1, β2 Heart rate increase M2 Heart rate Atria β1, β2 ↑Contractility M2 decrease AV node β1, β2 ↑Conduction velocity ↓Contractility ↑Conduction velocity M2 ↑Conduction And velocity Conduction System ↓Conduction velocity: AV block Ventricles β1, β2 ↑Contractility _ ↑Conduction velocity M3 Coronary α1, α2 ↑Automatism Mild dilation Arteries β2 ↑Ventricular foci excitability Constriction Dilation Efek katekolamin pada sel miokard terutama dimediasi oleh reseptor β1. Dalam jantung manusia yang sehat, memang, β1- adrenoceptors dominan (β1 to β2 ratio = 3: 1) dan didistribusikan di semua wilayah jantung. β2-Adrenoceptors terutama terkonsentrasi di ventrikel dan atria, di mana mereka secara fungsional terkait dengan Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 221

respon inotropik. Kehadiran β3-adrenoceptor di jantung manusia, di sisi lain, masih menjadi bahan perdebatan (Lefkowitz et al. 1984). Ringkasan reseptor adrenergik yang terlibat dalam mediasi efek simpatis pada jantung dilaporkan pada Tabel 1. 1, 6,7, 14, 15 Bagian simpatis dari pleksus cardiacus terdiri dari serat dari batang simpatis, yang timbul dari segmen atas medulla spinalis toraks. Serat dari batang simpatis mencapai pleksus cardiacus melalui saraf jantung. Serabut cabang preganglionik berasal dari medulla spinalis toraks atas dan sinapsis di ganglia bawah servikal dan serviks bawah. Serabut postganglionik memanjang dari ganglia ke pleksus cardiacus. 1, 6,7, 14, 15 Syaraf simpatis bertanggung jawab atas:11 meningkatkan detak jantung meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium respon 'fight or flight', menyebabkan jantung kami berdetak lebih cepat. V. SISTEM SARAF OTONOM PARASIMPATIS JANTUNG Skema SSO parasimpatis diilustrasikan pada Gambar 2. Pembagian SSO parasimpatis memiliki \"aliran keluar\" kraniosakral, yaitu neuron eferen preganglionik meninggalkan sistem saraf pusat melalui saraf kranial (III, VII, IX, X) atau bersama dengan akar anterior saraf tulang belakang sakral (terutama S2-S3, tetapi juga S1 dan S4). Badan sel neuron preganglionik parasimpatis kranial terletak di beberapa nukleus batang otak, sedangkan neuron sakralis terletak di dasar bagian intermediolateral dari cornu anterior substansi abu-abu dari segmen tulang belakang masing-masing. 1, 6,7, 14, 15 Neuron postganglionik parasimpatis memiliki badan sel yang terletak di ganglia parasimpatis, yang selalu ditemukan secara perifer, di samping, atau juga di dalam, organ target, dan selalu dicapai oleh serat parasimpatis preganglionik melalui syaraf somatik. 6,7, 14-16 Perlu dicatat bahwa 75% dari semua serabut saraf parasimpatis terletak di nervus vagus (saraf kranial X). Serabut nervus vagus sebagian besar berasal dari dorsal motor nucleus dan, sebagian, dari nukleus ambigus. Nervus vagus keluar dari sistem saraf pusat melalui foramen jugularis di setiap sisi dan berjalan ke bawah sampai abdomen, memberikan cabang ke organ toraks dan abdomen bagian atas. 6,7, 14-16 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 222

Bertentangan dengan aktivitas simpatis, divisi parasimpatis (vagal) dari SSO memiliki efek penghambatan pada sebagian besar fungsi jantung. Dengan demikian, aktivitas sinus node diperlambat, mengakibatkan bradikardi dan sinus berhenti atau blok; sama, konduksi listrik melalui AV node secara signifikan tertunda dan bahkan dapat diblokir. Di sisi lain, aktivasi vagal tidak memiliki efek yang relevan pada konduksi intraventrikular. 6,7, 14-16 Serabut nervus vagus, memang, terutama didistribusikan ke atria dan tidak banyak ke ventrikel, bahkan jika stimulasi vagal yang kuat dapat menurunkan kekuatan kontraksi otot jantung sekitar 20%. Efek dari aktivasi vagal pada sel atrium, di sisi lain, ditandai dengan pengurangan aktivitas kontraktil tetapi peningkatan kecepatan konduksi karena pengurangan durasi aksi potensial, yang dapat mendukung beberapa takiaritmia reentrant. 6,7, 14-16 Efek nervus vagus pada jantung dimediasi oleh reseptor kolinergik M2, sedangkan efek vasodilatasi langsung ringan pada arteri koroner dimediasi oleh reseptor M3 (Tabel 1). 6,7, 14-16 Bagian parasimpatis dari pleksus cardiacus menerima kontribusi dari nervus vagus saja. Serabut preganglionik, bercabang dari nervus vagus kanan dan kiri, mencapai jantung. Mereka memasuki pleksus cardiacus dengan bersinaps dengan ganglia di dalam pleksus ini dan dinding atrium. 6,7, 14-16 Persarafan parasimpatis bertanggung jawab untuk:11 mengurangi denyut jantung mengurangi kekuatan kontraksi jantung vasokonstriksi (penyempitan) dari arteri koroner Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 223

Gambar 9. Nervus Vagus (Persarafan parasimpatis jantung) –left-lateral view6 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 224

IV. KESEIMBANGAN SIMPATO-VAGAL Sebagaimana dibahas tentang fungsi umum SSO, dalam kondisi istirahat jantung terutama di bawah pengaruh aktivitas vagal. Dengan demikian, sinyal dari sinus node (yaitu, denyut jantung) dan konduksi nodal AV secara substansial ditentukan oleh tingkat aktivasi vagal.1 Kenyataannya, dalam kondisi istirahat, serabut saraf simpatis ke jantung keluar terus menerus dengan laju yang lambat, yang menentukan kekuatan pemompaan hanya 30% di atas itu tanpa stimulasi simpatis; karenanya, penghambatan aktivitas SSO simpatis saat istirahat hanya menginduksi depresi sederhana kontraktilitas miokard. Pertimbangan serupa berlaku untuk penembakan nodus sinus.1 Selama latihan atau stres, sebaliknya, aktivitas vagal ditekan secara progresif dan dorongan simpatis meningkat, sehingga menghasilkan stimulasi jantung simpatis yang dominan. Dengan demikian, penghambatan adrenergik dalam kondisi ini dapat secara signifikan menumpulkan peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraktil.1 V. REGULASI SISTEM SARAF OTONOM TERHADAP ALIRAN DARAH KORONER SSO dalam jantung juga sangat berkontribusi pada pengaturan tonus arteri koroner dan, lebih banyak lagi, MBF, bersama dengan faktor biokimia dan fisik. SSO mempengaruhi MBF baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang terakhir tergantung pada fakta bahwa, sebagaimana dibahas di atas, aktivitas SSO adalah penentu utama detak jantung dan kontraktilitas miokard, dan oleh karena itu konsumsi oksigen miokard, yang pada gilirannya, merupakan penentu mendasar dari MBF. Dengan demikian, setiap peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan peningkatan metabolisme jantung, yang menghasilkan pelepasan lokal zat vasodilator dan, akhirnya, dalam MBF. Kebalikannya dicapai melalui penghambatan aktivitas Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 225

adrenergik dan / atau peningkatan aktivitas vagal.1,8,13 Efek langsung stimulasi simpatis pada tonus vaskular koroner dan MBF tergantung pada keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenergik yang terletak di dinding pembuluh koroner. Secara khusus, sel otot polos pembuluh koroner terutama mengandung reseptor α1 dan reseptor β2. Stimulasi reseptor α1 menghasilkan vasokonstriksi koroner; sebaliknya, β2-stimulasi memediasi vasodilatasi koroner. Arteri koroner yang lebih kecil terutama mengandung reseptor β2-adrenergik, sedangkan arteri koroner besar yang lebih besar memiliki reseptor α1-adrenergik. Efek fisiologis terakhir dari aktivasi simpatis adalah vasodilatasi ringan hingga sedang dan peningkatan MBF. 1,8,13 Di sisi lain, sementara efek tidak langsung stimulasi vagal jantung adalah vasokonstriksi, karena konsumsi oksigen miokard yang berkurang, efek langsung yang sangat terbatas dari stimulasi parasimpatis pada pembuluh koroner adalah vasodilatasi ringan, yang kemungkinan dimediasi oleh pelepasan NO dari sel endotel. 1,8,13 VI. SISTEM BARORESPTOR DAN KEMORESPTOR Mean arterial pressure (MAP) adalah faktor hemodinamik penting. Ketiadaan regulasi yang tepat dari MAP dapat memiliki konsekuensi patofisiologis yang penting. MAP rendah dapat menyebabkan aliran darah yang tidak adekuat ke organ, sinkop, dan syok. Di sisi lain, peningkatan MAP berkontribusi terhadap peningkatan kebutuhan oksigen oleh jantung, remodeling ventrikel, cedera vaskular, kerusakan organ akhir, dan stroke.17-19 MAP diatur secara ketat untuk mempertahankan perfusi organ vital yang sesuai. Ada berbagai mekanisme untuk merasakan dan mengatur MA. Seperti umumnya dengan refleks, baroreflex arteri terdiri dari sensor saraf, jalur aferen, pusat pengintegrasi pusat, jalur eferen, dan organ efektor. Secara singkat, sensor tekanan yang terletak terutama di dinding arteri karotid dan perubahan rasa arch aorta pada MAP dan mendorong umpan balik saraf aferen secara terpusat dalam proporsi terhadap perubahan pada MAP. Setelah Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 226

proses sentral, baroreflex arteri mengatur MAP dengan mengubah jalur saraf parasimpatis dan simpatis eferen ke jantung dan pembuluh darah. 17-19 MAP adalah produk output jantung dan resistensi pembuluh darah perifer total. Yang penting, kedua parameter ini berada di bawah kendali baroreflex arteri dan sistem saraf otonom. Karena cardiac output adalah produk dari denyut jantung dan volume stroke, perubahan salah satu dari parameter ini juga mempengaruhi MAP. Pada manusia, denyut jantung saat istirahat sebagian besar di bawah kendali nervus vagus parasimpatis, sementara tonus pembuluh darah secara simpatis dimediasi. 17-19 Sistem baroreflex arteri sangatlah kompleks. Ini dapat dianggap secara keseluruhan sebagai sistem fisiologis integratif atau dalam hal bagian komponennya yang diatur. Bagian-bagian komponen termasuk MAP, transduksi mekanosensori, jalur aferen, sirkuit saraf pusat, jalur eferen, farmakologi reseptor, integrasi dengan input homeostatik kunci lainnya, biologi molekuler, dan / atau elemen lainnya. 17-20 Sistem baroreflex dengan bagian-bagian komponennya tidak berbeda dengan legenda India yang terkenal dari orang buta dan gajah. Dalam kisah itu, enam orang buta masing-masing merasakan bagian berbeda dari seekor gajah dan dengan demikian masing- masing menggambarkan apa yang mereka rasakan berbeda. Misalnya, seorang pria merasakan kaki dan menggambarkannya sebagai pilar sementara yang lain merasakan ekornya dan menggambarkannya sebagai tali. Tak satu pun dari para lelaki itu menyadari bahwa bagian-bagian yang berbeda itu terdiri dari hewan yang lengkap. Sistem baroreflex adalah \"gajah\"; Namun, ada banyak bagian komponen yang diatur dalam sistem ini yang vital dalam fungsi integratifnya. 17-19 Seperti pertama kali dijelaskan oleh Corneille Heymans, sensor dalam baroreflex arteri adalah ujung saraf aferen mechanosensitive disebut baroreceptors. Tekanan atau \"baro\" sensor ini terletak terutama di sinus arteri karotis dan aorta arch di mana mereka memberikan umpan balik seketika pada peregangan arteri proporsional terhadap perubahan tekanan dalam lumen arteri. Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 227

Ketika arteri membesar karena tekanan yang tinggi, ada aktivasi dari ujung saraf aferen barosensitif yang melekat (yaitu, ketika tekanan meningkat, terjadi peningkatan dinding pembuluh pembuluh darah dan peningkatan pengaktifan aferen). Sensor baroreceptor mentransduksi peregangan dinding pembuluh darah menjadi sinyal listrik di saraf aferen yang diteruskan ke pusat yang terintegrasi di otak. Sinyal diproses secara terpusat dan kemudian diteruskan melalui jalur eferen simpatis dan parasimpatis ke organ efektor. Jalur eferen simpatis ditargetkan baik ke pembuluh darah dan jantung, sedangkan jalur parasimpatis parasimpatis ditargetkan ke sel pacu jantung di nodus sinoatrial jantung. 17-19 Baroreceptors adalah ujung saraf aferen mechanosensitive yang diselingi pada lapisan elastis arterial. Baroreceptors mendeteksi deformasi mekanik dari dinding pembuluh (yaitu, peregangan dinding vaskular karena perubahan tekanan intraluminal). Ada dua komponen peregangan pembuluh yang penting dalam konteks ini: peregangan absolut dan tingkat di mana peregangan terjadi. Maksudnya adalah bahwa tidak hanya tekanan absolut di arteri dan perubahan tekanan yang terjadi dengan setiap denyut nadi (tekanan nadi), tetapi tingkat di mana tekanan berubah. Berbagai tekanan arteri dapat dideteksi secara akurat karena baroreseptor menghasilkan respons elektrik bergradasi pada serabut aferen terkait berdasarkan perubahan tekanan arteri.2,3, 17-19 Ada dua situs utama yang mengandung kelompok baroreseptor arteri: arteri karotid internal pada sinus karotid (baroreseptor sinus karotis) dan arcus aorta (aortic baroreceptors). Situs-situs strategis ini memungkinkan merasakan tekanan darah yang memasuki otak dan tekanan darah yang meninggalkan jantung. Sebuah fitur unik dari daerah baroreceptive adalah bahwa dinding arteri memiliki kolagen terbatas dan sangat sesuai untuk memungkinkan distensi dinding dengan setiap denyut nadi. 2,3, 17-19 Baru-baru ini, mekanisme molekuler mekanosensitivitas pada ujung baroreseptor telah dieksplorasi. Kanal degererin / epitelial Naþ (DEG / ENaC) diekspres dalam terminal aferen yang sensitif. Yang menarik adalah acid sensing ion channel (ASIC2). ASIC2 knockout mice menampilkan gangguan fungsi baroreflex termasuk Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 228

pengurangan BRS. Patofisiologi terkait dengan hilangnya ASIC2 pada tikus mencerminkan pengamatan klinis pada penyakit kardiovaskular manusia termasuk manifestasi hipertensi dan gagal jantung. Selain itu, reseptor transien potensial reseptor vanilloid 1 (TRPV1) telah dilokalisasi pada ujung saraf baroreseptor. Ketika serat aferen yang mengandung TRPV1 secara kimiawi ablated atau farmakologis diblokir, ada pengurangan BRS. 2,3, 17-19 Sistem saraf otonom memainkan peran penting dalam pengaturan tekanan darah di seluruh tubuh. Reseptor khusus yang sensitif terhadap perubahan diameter arteri terletak di berbagai lokasi strategis di dalam rongga toraks atas dan leher. Klaster saraf khusus ini umumnya dikenal sebagai baroreseptor arteri. Pengelompokan besar dari baroreseptor tersebut dapat ditemukan di arcus aorta dan di arteri karotid internal (hanya distal di mana bifurkasio karotis umum). Kepadatan fokal dari baroreseptor karotid ini juga disebut sinus karotid. Mayoritas reseptor tersebut terletak di area di dalam arteri ini di mana dinding mengurangi ketebalan, memungkinkan perubahan tekanan menjadi diperbesar di lokasi ini. 2,3, 17-19 Bahkan di bawah tekanan minimal meningkat, arteri besar ini akan menimbulkan dilatasi dinding yang dapat dideteksi. Sebaliknya, di bawah tekanan yang menurun, diameter internal akan menurun, juga menghasilkan perubahan frekuensi penembakan reseptor- reseptor ini. Akson neuron aferen ini berjalan dari baroreseptor sepanjang koridor parasimpatis ke pusat kardiovaskular meduler di batang otak. Di bawah peningkatan tekanan berarti terdeteksi oleh baroreseptor arteri ini, rangsangan simpatis eferen akan menurun, yang disertai dengan peningkatan aliran parasimpatis ke jantung. Aktivitas saraf ini dimaksudkan untuk mengembalikan tekanan rata- rata ke keadaan normal. Respon otonom sebaliknya akan dimulai jika tekanan arteri rata-rata di lokasi baroreceptor menurun. 2,3, 17-19 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 229

Gambar. 10. Baroreseptor arteri. Reseptor yang terletak di bifurkasi arteri karotis dan arcus aorta menyampaikan informasi ke otak dan pembuluh darah untuk membantu mengatur fluktuasi tekanan. 2 BR (Barorefleks) dan QR(Chemoreflex) membentuk sistem yang bergantung dari persarafan jantung yang telah dipelajari sejauh ini. Sistem ini memiliki identitasnya sendiri, dan fisiologinya berinteraksi secara sempit dengan sistem kardiovaskular. Fungsinya terdiri dalam menginformasikan sistem saraf pusat (SSP) secara real time (seketika) tentang keadaan tekanan darah dan konsentrasi O2 dalam darah. SSP, dengan demikian, mempengaruhi denyut jantung dan tekanan darah arteri. BR dan QR adalah kelompok seluler dari asal ektodermik, juga dikenal sebagai juxtagangliar. Mereka dibentuk oleh jenis sel argentaffin dari sistem APUD. Mereka mengandung dua kelompok seluler. 2,3, 17-19 Sel-sel glomik Tipe 1. Mereka adalah sel-sel yang Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 230

mengandung granulasi. Mereka memiliki inti yang besar dan organel yang berkembang dengan baik. Adalah mungkin untuk mengamati butiran di sitoplasma mereka yang mengandung katekolamin. Sel- sel itu adalah yang langsung berinteraksi dengan pembuluh darah. 17 Sel glomik Tipe 2. Sel-sel ini tidak memiliki granulasi inklusi dan mereka memancarkan proyeksi sitoplasma yang membungkus sel tipe 1 (untuk informasi lebih lanjut, silakan baca histologi atau risalah neuroanatomi yang dikutip). 17 Sel-sel ini, di mana yang memiliki identitas utama adalah tubuh karotid (lihat ke depan), didistribusikan secara strategis di arcus aorta (sebenarnya, mereka berada di seluruh aorta) dan di pedikel vaskular leher. Mereka memiliki persarafan campuran, baik simpatis dan parasimpatis. Yang terakhir ini didistribusikan secara khusus oleh nervus vagus (pasangan X). 17 Badan karotid adalah QR dengan bentuk elips, dan ukurannya sekitar 7 x 4 mm. Ini sangat sering dijumpai dalam bifurkasi karotid primitif. Badan carotid ini diinervasi oleh cabang saraf glossopharyngeal (n. cranialis IX) dan oleh pleksus tipis yang mengandung serat simpatis dan parasimpatis. 17 Eferen dari reseptor ini mencapai batang otak (nukleus saluran soliter, nukleus ambiguus, nukleus dorsal nervus vagus dan daerah yang dikenal sebagai pusat vasomotor bulbus, yang termasuk dalam formasi retraksi bulbar). Serabut aferen mencapai inti ini oleh pleksus yang telah disebutkan sebelumnya. 17 RINGKASAN Jantung adalah organ yang berfungsi secara independen dari kendali saraf. Namun, sistem saraf pusat dan perifer mempengaruhi volume sekuncup. Keseimbangan antara sistem ini menjamin kinerja jantung yang luar biasa dan kompleks. Sistem saraf otonom (SSO) adalah bagian dari sistem saraf yang mengontrol fungsi visceral tubuh, yang secara keseluruhan atau sebagian besar tidak bergantung pada kontrol voluntir individu. Bagian sistem saraf ini terdiri dari daerah otonom dalam sistem saraf pusat dan saraf perifer. Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 231

Sesuai dengan karakteristik anatomis dan fungsional, SSO secara klasik dibagi menjadi dua bagian utama: sistem simpatis dan parasimpatis. Jantung menerima serabut saraf baik dari divisi simpatis dan parasimpatis, yang bervariasi berkontribusi pada kontrol denyut jantung (chronotropism), kekuatan kontraktil jantung (inotropisme), konduktivitas (dromotropism) dan rangsangan (bathmotropism) sel miokard, seperti serta tonus pembuluh darah koroner dan aliran darah miokard. Sistem simpatis meningkatkan peningkatan denyut jantung dan respons inotropik positif untuk meningkatkan curah jantung. Sebaliknya, sistem parasimpatis (vagal) menginduksi bradikardia dan mengurangi kekuatan kontraksi miokard, sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. DAFTAR PUSTAKA 1. Battipaglia I and Lanza GA. The Autonomic Nervous System of the Heart in Autonomic Innervation of The Heart Role of Molecular Imaging. London : Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2015. p. 1-11 2. Moore KL, Dalley AF and Agur AMR. Nervous System in Clinically oriented anatomy. 8th ed. Toronto, Canada : Wolter Kluwer. 2018. p. 183-228 3. Standring S. Neuroanatomy in Gray’s Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice. 40th edition. London : Churchill Livingstone ELSEIVER. 2016. p.227-270 4. Laizzo PA. Handbook of Cardiac Anatomy, Physiology, and Devices. 3rd edition. Totowa, New Jersey : Humana Press. 2015. p: 201-235 5. Bengochea K. Innervation of the Heart. KENHUB. 2018. p. 1-17. 6. Hall JE. Nervous Regulation of The Circulation and Rapid Control of Arterial Pressure in Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th edition. Philadelphia : ELSEIVER. 2016. p. 215-225. 7. Barret KE, Barman SM, Boitano S, et al. Cardiovascular Physiology in Ganong’s Review of Medical Physiology. 24th edition. New York: McGraw Hill Education. 2012. p. 517-618 8. Mauro MPS, Patronelli F, Spinelliu E, et al. Nerves of the heart: a comprehensive review with a clinical point of view. Neuroanatomy. 2009; 8: p. 26-31 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 232

9. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 6th Edition. Philadelphia: Saunders ELSEIVER. 2014. p. 208-226 10. Hasan W. Autonomic cardiac innervation. Organogenesis. 2013; 9(3): p.176-193 11. Assadi R, Motabar A and Lange RA. Heart Nerve Anatomy. Medscape. 2016. p. 1-18 12. Vegh AMD, Duim SN, Smits AM, et al. Part and Parcel of the Cardiac Autonomic Nerve System: Unravelling Its Cellular Building Blocks during Development. J. Cardiovasc. Dev. Dis. 2016; 3(28): p.1-29 13. Coote JH and Chauhan RA. The sympathetic innervation of the heart: Important new insights. J.Autneu. 2016; 1(1): p.1-7 14. Fukuda K, Kanazawa H, Aizawa Y, et al. Cardiac Innervation and Sudden Cardiac Death. Circ Res. 2015; 116: 2005-2019. 15. Medic B. The role of autonomic control in cardiovascular system: summary of basic principles. Medicinski Podmladak. 2016; 67(1): p.14- 18 16. Wehrwein EA and Joyner MJ. Regulation of blood pressure by the arterial baroreflex and autonomic nervous system. Handbook of Clinical Neurology. 2013; 117(3): p.89-104 17. Wieling W, Krediet CTP, Solari D et al. At the heart of the arterial baroreflex: a physiological basis for a new classification of carotid sinus hypersensitivity. Journal Of Internal medicine. 2013; 273: p. 345-358 18. Khan MM, Lustrino D,Silveira WA, et al. Sympathetic innervation controls homeostasis of neuromuscular junctions in health and disease. PNAS Early Edition.2016: p.1-5 19. Palma JA and Bennaroch EE. Neural control of the heart: Recent concepts and clinical correlations. American Academy of Neurology. 2014; 83(1): p.1-13 20. Gordan R, Gwathmey JK and Xie LH. Autonomic and endocrine control of cardiovascular function. World J Cardiol. 2015; 7(4): p. 204-214 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 233

9 Sindroma Koroner Akut Pada Pasien Keganasan Nurminsyah Purnamawan, Pendrik Tandean PENDAHULUAN Penyakit kardiovaskular dan keganasan menurut data dari world health organization (WHO) pada tahun 2012 merupakan dua penyebab utama kematian di negara-negara barat, masing-masing menyebabkan 17,5 juta dan 8,2 juta kematian1. Data dari riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan, prevalensi tertinggi untuk penyakit Kardiovaskuler di Indonesia adalah PJK, yakni sebesar 1,5%. Menurut kelompok umur, PJK paling banyak terjadi pada kelompok umur 65-74 tahun (3,6%) diikuti kelompok umur 75 tahun ke atas (3,2%), kelompok umur 55-64 tahun (2,1%) dan kelompok umur 35-44 tahun (1,3%). Data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31% dari 56,5 juta kematian di seluruh dunia2. Angka kejadian penyakit keganasan di Indonesia berada pada urutan 8 di asia tenggara. Angka kejadian tertinggi di Indonesia untuk laki-laki adalah keganasan paru yaitu sebesar 19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk, yang di ikuti dengan keganasan pada hati sebesar 12,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 7,6 per 100.000 penduduk sedangkan untuk perempuan yang tertinggi adalah keganasan payudara yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata- rata kematian 17 per 100.000 penduduk yang di ikuti dengan keganasan leher Rahim sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata- rata 13,9 per 100.000 penduduk. Berdasarkan data dari riskesdas, prevalensi keganasan2. Tuzovic melaporkan bahwa kejadian thrombosis arteri meningkat jika disertai dengan penyakit keganasan. Presentasi biasanya atipikal pada pasien keganasan, dengan jumlah kurang dari sepertiga pasien keganasan mengalami nyeri dada, dan kurang dari setengahnya mengalami dyspnoea, Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 234

sehingga perlunya penilaian klinis yang lebih baik4. EPIDEMIOLOGI Pasien dengan keganasan mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya thromboembolic disease. Secara umum sebanyak 75% dengan venous thromboembolic disease dan 25% dengan arterial thromboembolism (ATE). Tuzovic dk melaporkan sebanyak 5,6% terjadinya kematian akibat thrombosis arterial pada pasien keganasan yang menjalani kemoterapi4. Sedangkan penelitian sebelumnya, terjadinya ATE pada pasien keganasan yang dirawat inap dirumah sakit sebanyak 1,5-5,2%5. Penelitian yang dilakukan oleh Navi dkk dengan jumlah 279.719 pasien mendapatkan hasil insiden terjadinya arterial thrombosis selama 6 bulan sebesar 4,7% pada pasien keganasan dibandingkan 2,2% pada subjek kontrol. Insiden 30 hari kematian setelah terjadinya ATE sekitar 17,6 vs 11,6 pada pasien keganasan dan kontrol5. Kurva 1. Insiden terjadinya thrombosis arteri dan keganasan3. Resiko peningkatan terjadinya ATE pada pasien keganasan adalah 1 bulan setelah pasien terdiagnosis keganasan, tetapi setelah 6 bulan terdapat penurunan terjadinya kejadian ATE, kecuali pada keganasa paru terdapat peningkatan 2,5 kali lebih tinggi. Selain waktu kejadian, kejadian ATE juga Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 235

berhubungan dengan stage dari keganasan itu sendiri, seperti stage 3 dan 4 dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya ATE4. Kurva 2. Insiden arterial thrombhosis berdasarkan stage keganasan dibandingkan kontrol3. PATOFISIOLOGI Penyebab SKA dan keganasan sebagian dapat dikaitkan dengan faktor risiko baik faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Keganasan dihubungkan dengan keadaan proinflamasi dan hiperkoagulasi dengan peningkatan aktivitas dan agregasi platelet, yang dapat berkontribusi untuk peningkatan prevalensi SKA (Gambar 1)6. Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 236

Gambar 1. Trias thrombosis arteri dan vena pada pasien keganasan6. Trias Virchow menerangkan konsep trombosis vaskular dan patofisiologi terjadinya kejadian trombotik arteri dan vena pada pasien keganasan (Gambar 1). Elemen pertama dari perubahan kadar darah, yaitu, sistem koagulasi dan sistem fibrinolitik,yang sangat berkaitan dengan pasien keganasan. Contohnya termasuk peningkatan kadar fibrinogen dan penurunan kadar (anti-trombin) protein C dan S dan tissue plasminogen activator (tPA). Sel-sel keganasan dapat mengekspresikan faktor jaringan, dan berikatan dengan Faktor VII / VIIa ke permukaan sel sehingga mengaktivasi kaskade koagulasi, produksi trombin, serta aktivasi trombosit6. Aktivasi trombosit terutama dimediasi oleh stimulasi reseptor permukaan trombosit (misalnya Reseptor PAR-1 dan PAR-4, reseptor P2Y12, dan reseptor tromboksan) dalam berinteraksi dengan berbagai ligan. Hal yang terpenting adalah sel-sel keganasa dapat menghasilkan ligan-ligan ini termasuk Adenosine difosfat (ADP) dan tromboksan A2 selain faktor jaringan Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 237

dan trombin. Selama beberapa tahun terakhir, tumor cell-induced platelet aggregation (TCIPA) telah semakin diakui beserta fakta bahwa ada hubungan timbal balik antara sel-sel keganasan dan trombosit, yang disebut sebagai \" platelet-cancer loop \"7. Dinding pembuluh darah adalah elemen kedua dalam trias Virchow, dan sel-sel endotel merupakan bagian penting dalam hal ini. Selain melepaskan Von wilderbrand factor (vWF), sehingga merangsang aktivasi dan agregasi trombosit, hilangnya ekspresi trombomodulin pada permukaan endotel mengurangi kapasitas untuk mengaktifkan protein C sehingga menambah kondisi prothrombotik4. Disfungsi endotel juga mengurangi aktivitas fibrinolitik dan berkontribusi terhadap abnormalitas vasokonstriksi7. Sejumlah terapi penyakit keganasan seperti terapi radiasi dapat memengaruhi sel-sel endotelial dengan cara yang sangat negatif dan mungkin menjelaskan sebagian besar elemen kedua trias Virchow4. Gangguan aliran merupakan elemen ketiga dalam trias Virchow. Hal yang paling berhubungan adalah stasis untuk trombosis vena. Untuk trombosis arteri hal ini mungkin merupakan akibat dari shear stress serta aliran non-laminar dan aliran turbulen9. Mekanisme patofisiologi coronary artery disease (CAD) dan SKA berbeda secara signifikan pada pasien keganasan dibandingkan dengan populasi umum10. Keganasan diakui sebagai penyebab kejadian prototrombik vena dan arteri dan insidensi trombosis arteri lebih tinggi pada pasien keganasan. Sel-sel pada keganasan menginduksi sekresi sitokin pro- inflamasi, yang meningkatkan kerusakan endotel dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular terkait dengan keadaan faktor prokoagulasi (faktor pengaktif trombosit)3. Beberapa keganasan dikaitkan dengan keadaan prothrombotik dan trombosis koroner spontan tanpa adanya proses aterosklerosis sebelumnya. Selain itu, laporan kasus dengan analisis patologi aspirasi trombus dari arteri koroner yang tersumbat pada pasien dengan keganasan (myxoma, keganasan paru-paru) telah mengidentifikasi terdapat sel-sel keganasan sehingga menunjukkan bahwa beberapa peristiwa tersebut mungkin disebabkan oleh malignant coronary emboli. Terdapat juga keadaan yang jarang ditemukan seperti kompresi arteri koroner dari keganasan di luar arteri koroner (atrium kiri, limfoma atau timoma) yang dapat menyebabkan SKA. Primary angiosarcoma dari arteri koroner yang menyebabkan sindrom koroner akut Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 238


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook