makrofag mempresentasikan antigen pada sel T. (7) Kematian makrofag, misalnya dengan apoptosis, menciptakan inti nekrotik yang penuh lipid.. Tampak Organ limfoid tersier (TLO) pada tunika adventitia. Dikutip dari De lemos J, Omland T. Chronic Coronary Artery Disease: A Companion to Braunwald's Heart Disease.2018 2. Defenisi dan Subset Klinis SKK SKK didefinisikan sebagai fase evolusi dari penyakit arteri koroner, kecuali pada keadaan trombosis arteri koroner akut yang menjadi penyebab presentasi klinis. Enam subset klinis yang dijumpai pada pasien dengan dugaan Sindrom Koroner Kronis adalah sebagai berikut3: (i) pasien terduga penyakit arteri koroner dan dengan gejala angina stabil, dan / atau dypsnea; (ii) pasien dengan gagal jantung onset baru atau disfungsi ventrikel kiri dan terduga penyakit arteri koroner ; (iii) pasien asimptomatik dan simptomatik dengan gejala stabil <1 tahun setelah mengalami SKA atau pasien yang baru saja dilakukan tindakan revaskularisasi; (iv) pasien yang asimptomatik dan simptomatik > 1 tahun setelah diagnosis awal atau revaskularisasi; (v) pasien dengan angina dan terduga penyakit vasospastik atau mikrovaskular; (vi) pasien yang asimptomatik namun terdeteksi penyakit arteri koroner pada skrining; Semua skenario ini diklasifikasikan sebagai sindrom koroner kronis (SKK) namun memiliki risiko yang berbeda untuk kejadian kardiovaskular di masa yang akan dating [mis. kematian atau infark miokard], dan risikonya dapat berubah seiring berjalannya waktu. Kejadian SKA dapat terjadi akibat perburukan klinis secara akut pada setiap subset klinis ini. Risiko kejadian ini dapat meningkat sebagai akibat dari faktor risiko kardiovaskular yang kurang terkontrol, modifikasi gaya hidup suboptimal dan / atau terapi medis, atau revaskularisasi yang tidak berhasil. Namun kemungkinan lainnya, risiko dapat menurun jika pencegahan sekunder dilakukan secara tepat dan Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 39
berhasilnya tindakan revaskularisasi.3 Gambar 2.2 Ilustrasi skematik perjalanan SKK. ACE = angiotensin-converting enzyme; ACS = acute coronary syndromes; CCS = chronic coronary syndromes; MI = myocardial infarction. Dikutip dari Knuuti J, Wijns W, Saraste A et al (2019) 2019 ESC Guidelines for the diagnosis and management of chronic coronary syndromes. Eur Heart J. Neonatus, usia 1 hari dikonsulkan dari bagian pediatric dengan Hasil Fetal Echo saat usia kehamilan 37 minggu, pada 4 Chamber View tampak dua massa hiperechoic homogen berbentuk bulat di miokard ventrikel kiri dan kanan. Massa Intracardiac yang representasikan sebagai suatu Tumor , Etiologinya dapat ditentukan berdasarkan factor : (1) Usia pasien pada saat presentasi; Rhabdomyoma dan fibromas merupakan tumor jantung jinak yang paling sering pada anak-anak. (2) Kemungkinan epidemiologis dan probabilitas klinis, (3) Lokasi tumor. (4). Karakterisasi jaringan non invasive dengan pencitraan resonansi magnetic kardio vaskular (Cardiac-MRI) atau echokardiografi. (Gambar 5 ). Dengan menggunakan pendekatan ini dan mengintegrasikan data klinis, diagnosis yang akurat dan strategi pengobatan biasanya dimungkinkan tanpa perlu biopsi perkutan atau biopsy bedah terbuka.(3) Tumor jantung sangat jarang terjadi pada anak-anak baik tumor jantung primer maupun sekunder, mayoritas dengan tumor primer benign. Prevalensi Tumor Jantung Primer pada populasi pediatric yakni Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 40
(0.027 to 0.17%)(4). Mayoritas tumor jantung primer pada kasus anak merupakan tumor jinak dan sekitar 10% bersifat ganas.. Rhabdomyoma merupakan tumor jantung yang paling sering ditemukan pada anak (45%) diikuti oleh fibroma (25% hingga 30%) dan teratom. dan lebih sedikit lagi yakni myxoma, lipoma, hemangioma, mesothelioma dan tumor sel Purkinje (Gambar.6 ) (5). Tumor jantung metastasis yang menyebar secara hematogen, limfogen maupun direct lebih jarang terjadi pada anak yakni sarcoma, lymphoma, kanker testis dan Wilms tumor(4). Terdapat perbedaan distribusi jenis tumor pada anak berdasarkan usia (6). Sehingga kecurigaan awal kami mengarah pada suatu Rhabdomyoma. Gambar 5.Evaluasi Tumor Cardiac (3) Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 41
Gambar 6 . Distribusi berbagai tumor jinak pada infant dan anak (6).Gambar 7 .Distribusi Subtype massa intracardiaak berdasarkan lokasi anatomi(3) Gambar 8. .Perbedaaan Berbagai tumor jinak pada anak.(4). Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 42
Dengan teknologi ultrasonografi yang semakin maju dan pengalaman operator , Rhabdomyoma jantung pada janin sekarang lebih sering didiagnosis sebelum lahir. Tampilannya sebagai massa hyperechoic, homogen dan multiple yang berasal dari miokardium atau infiltratif, bisa terletak di semua area miokard tetapi biasanya terdeteksi di septum atau ventrikel. Diagnosis seringkali insidentil, 90% Cardiac Rhabdomyoma didiagnosa saat prenatal (2,4,7). Kami lakukan echokardiografi pada pasien ini dengan hasil tampak massa homogen dan multiple yang berasal dari miokardium di ventrikel kiri dan kanan dan dinding Anterior RVOT juga massa infiltrat pada septum ventrikel. Massa tidak menyebabkan obstruksi RVOT maupun LVOT, sehingga disimpulkan tidak menyebabkan gangguan hemodinamik . Echokardiografi dan MRI adalah modalitas pencitraan yang paling umum digunakan untuk evaluasi tumor jantung pada anak dan untuk menegakkan diagnosa. Echokardiografi memiliki keuntungan yang lebih tersedia, non invasif, relative murah, cepat, dan bebas radiasi dan biasanya merupakan modalitas diagnostic utama. Namun, keterbatasan ekokardiografi kurang memadai untuk evaluasi struktur ekstra kardiak.(4). Pada Echokardiografi Rhabdomyoma dapat ditemukan di bagian manapun termasuk miokardium ventrikel, lebih jarang di atrium atau di daerah sub epicardial jantung (8). Lebih dari 90% Rhabdomyoma dengan massa multiple dan terdapat pada keduaventrikel (6). Berdasarkan echokardiografi yang menunjukkan massa hiperechoik dan multiple, dan berdasarkan algoritma pada gambar.5 kami simpulkan kemungkinan besar pasien dengan Cardiac Rhabdomyoma. Rhabdomyoma sering berhubungan dengan tuberous sclerosis complex (TSC) yakni gangguan neurokutan autosomal dominan yang bisa mempengaruhi setiap organ tubuh, paling sering otak, ginjal, jantung, dan paru-paru (5). Dilaporkan juga tumor multiple sangat berhubungan dengan tuberous sclerosis ( 60-80%) dan sebaliknya 47% pasien dengan TSC dengan tumor cardiac. Rhabdomyoma ventrikel tunggal dilaporkan pada kasus Trisomi 21,24 13 & 18 namun jarang ditemui. Riwayat keluarga dan konseling genetik harus dinilai pada pasien dengan tumor intracardiac termasuk riwayat keluarga dengan Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 43
TS dan multiple cadiac fetal tumor berhubungan dengan TS..(9). Dilaporkan Fetal MRI Otak dini pada usia 23 minggu namun tidak direkomendasikan secara rutin setelah diagnosa Rhabdomyoma ditegakkan karena manifestasi cerebral biasanya berkembang pada akhir masa infant dan tanpa adanya keterlibatan otak pada masa antenatal tidak menjamin luaran post natal baik. Sehingga evaluasi regresi cardiac rhabdomyoma dan pemeriksaan neurologis termasuk MRI minimal saat usia 1 tahun untuk mengekslusi berkembangnya TS (1). Sebagian besar Cardiac Rhabdomyoma Congenital asimptomatis, presentasi klinis tumor intracardiac tergantung pada ukuran dan lokasi massa dibandingkan tipe berdasarkan histologi. (10). Dua komplikasi paling sering yakni congestife heart failure dan aritmia . Nimeri et all melaporkan kejadian in utero heart failure dengan manifestasi ascites dan SVT (11). Setelah lahir gejalanya tergantung pada jumlah, posisi dan ukuran massa intrakardiak (8). Rhabdomyoma dapat menyebabkan obstruksi outflow dan inflow tract dan aritmia sehingga dapat menyebabkan gangguan pernapasan bayi, gagal jantung kongestif, curah jantung rendah dan kematian mendadak. Jika Rhabdomyoma terletak pada atrio-ventricular junction, sehingga dapat bersifat seperti jalur aksesorius,dimana sel tumor secara struktural menyerupai sel purkinje sehingga dapat memicu sindrom preksitasi. Selain itu dapat timbul tanda dan gejala konstitusional pada tumor sisi kanan dengan sinkop, efusiperikardial, sindromvena cava, emboli paru dan sianosis, sedangkan tumor sisi kiri gejala klinis berupa embolisasi yang menyebabkan kejang, transient ischemia attack dan ganguan cerebrovascular atau perifer lainya (9). Pada pasien saat dilakukan pemeriksaan fisis dengan hemodinamik stabil, pemeriksaan fisis jantung dan paru dalam batas normal, tidak ada tanda dan gejala gagal jantung kongesti. Berdasarkan pemeriksaan EKG juga dengan sinus takikardi, Heart rate , 114x/menit, normoaxis yang sesuai secara fisiologis pada infant dan berdasarkan echokardiografi massa intra kardiak tidak menyebabkan obstruksi LVOT dan RVOT. Pemeriksaan Ekokardiografi transthoracic maupun transoesophageal, CT Scan dan MRI merupakan baku emas modalitas diagnostik. Pemantauan Holter direkomendasikan untuk Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 44
mengidentifikasi aritmia. Pada ekokardiografi, Rhabdomyoma tampak homogen, echo bright masses dan berbatas tegas (9). Dilaporkan tumor jantung itu terdeteksi paling awal pada minggu kehamilan ke- 20 dan ukuranya meningkat sampai usia kehamilan ke 32 yang kemudian akan mengalami regresispontan (8). Pada postnatal, dilaporkan Cardiac Rhabdomyoma dapat terus tumbuh karena estrogen ibu. Penyusutan ukuran tumor mungkin karena kadar estrogen berkurang dan bahkan mungkin hilang sepenuhnya. Karena itu prevalensinya lebih tinggi pada anak daripada pada orang dewasa (2). MRI sering digunakan pada rhabdomyoma untuk mengevaluasi otak, hati, dan ginjal untuk mendeteksi tuberous sclerosis. Secara histopatologi, Rhabdomyoma tampak sebagai nodul yang membesar dengan kardiomiosit kaya glikogen dan sitoplasma yang jernih, diselingi dengan Spider Cells. Bekerja melalui jalur Ubiquitin, sel Rhabdomyoma kehilangan potensi mitosisnya setelah lahir dengan lebih dari 80% akan menghilang selama masa pediatric (9). Pada Pasien kami lakukan USG Whole abdomen dengan hasil tidak ada kelainan pada kedua ginjal, hepar dan organ intra abdomen lainya. Salah satu ciri Cardiac Rhabdomyoma yakni dapat regresi spontan. Trasmisi transplacenta estrogen maternal berperan pada perkembangan Cardiac Rhabdoyoma in utero. Saat efek estrogen maternal berkurang, rhabdomyoma akan regresi (10). Karena kecenderungannya untuk regresi spontan maka manajemen konservatif dilakukan pada anak yang asimptomatis (7). Jika dengan masalah klinis serius seperti Aritmia yang mengancam, Obstruksi ventricular inflow dan outflow-tract dan Congestive heart failure perlu pemberian terapi untuk aritmia dan gagal jantung serta tindakan pembedahan koreksi pada obstruksi mekanik berat (10). Dari beberapa laporan kasus disimpulkan massa tumor diameter > 20 mm dengan resiko kematian perinatal lebih tinggi akibat gangguan hemodinamik dan aritmia (1). Terapi terbaru pada pasien yang simptomatis dan inoperable dapat diberikan everolimus ( mTOR (mammalian target of rapamycin) inhibition) untuk regresi cardiac rhabdomyoma namun jarang dilakukan, hanya 17 kasus yang dilaporkan pada literatur dan masih dibutuhkan penelitian lanjutan untuk menilai efikasi dan keamanan pengunaan terapi ini pada Cardiac Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 45
Rhabdomyoma (10). Prognosisnya baik jika tidak ada komplikasi dalam rahim dan atau dalam enam bulan pertama postnatal, namun bias dengan prognosis buruk jika dengan gangguan fungsi jantung. Angka kematian neonatal adalah 4-6% (2). Kondisi pasien stabil dan asimptomatis, direncanakan control ulang Echokardiografi 3 bulan kemudian dan rencana pemeriksaan penunjang lainnya, namun pasien meninggal mendadak pada usia 97 hari. Kemungkinan besar pasien mengalami sudden cardiac death yang dilaporkan juga sebagai komplikasi dari Cardiac Rhabdoyoma. RINGKASAN Telah dilaporkan neonatus perempuan lahir aterm secara Sectio Caesaria,usia 1 hari dengan hasil USG Fetomaternal pada kehamilan usia 37 minngu ditemukan massa multiple dan hyperechoic intracardiak. Dari pemeriksaan Vital Sign pasien dengan hemodinamik stabil . Pemeriksaan fisis jantung, paru serta pemeriksaan fisis lainya dalam batas normal dan tidak ditemukan kelainan Kongenital lainya. Echokardiografi dengan hasil tampak massa homogen dan multiple yang berasal dari miokardium di ventrikel kiri dan kanan dan dinding Anterior RVOT juga massa infiltrat pada septum ventrikel. Pasien kemudian didiagnosa dengan Cardiac Rhabdomyoma berdasarkan pendekatan Usia ,lokasi,data epidemiologi dan data klinis serta echokardiografi. Kemungkinan Trasmisi transplacenta estrogen maternal berperan pada perkembangan Cardiac Rhabdoyoma in utero. Kondisi pasien stabil, berdasarkan Echo kardiografi Massa tidak menyebabkan obstruksi RVOT maupun LVOT. Dan berdasarkan EKG kesan normal untuk usia neonatus, tidak dijumpai adanya sindrom preeksitasi maupun tanda aritmia lainya. Sehingga disimpulkan Asimptomatis dan tatalaksana selanjutnya konservatif. Rhabdomyoma sering berhubungan dengan tuberous sclerosis complex (TSC) yakni gangguan neuro kutanautosomal dominan yang mempengaruhi setiap organ tubuh, paling sering otak, ginjal, jantung, dan paru-paru. Untuk menilai adanya kelainan kongenital lainya kami lakukan USG Abdomen dan tidak ditemukan kelainan. Pasien meninggal mendadak pada usia 3 bulan. Kemungkinan besar pasien mengalami sudden cardiac death yang dilaporkan juga sebagai Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 46
komplikasi dari Cardiac Rhabdoyoma. Setelah mendiagnosa adanya suatu tumor intra cardiac penting menilai perjalan penyakit, komplikasi yang dapat timbul, serta luaran, juga perlu mencari adanya kelainan kongenita lainya. Selain itu penting untuk mengedukasi keluarga mengenai perjalanan penyakit dan komplikasi yang akan timbul. DAFTAR PUSTAKA 1. Ghaisas SD, Seshadri S, Suresh B. Outcome of Antenatally Diagnosed Cardiac Rhabdomyoma: Case Series from a Tertiary Fetal Medicine Center in India. J Fetal Med. 2015;2(1):33–7. 2. Ekmekci E, Ozkan BO, Yildiz MS, Kocakaya B. Prenatal diagnosis of fetal cardiac rhabdomyoma associated with tuberous sclerosis: A case report. Case Reports Women’s Heal. 2018;19:5– 7. 3. Tyebally S, Chen D, Bhattacharyya S, Mughrabi A, Hussain Z, Manisty C, et al. Cardiac Tumors JACC CardioOncology State-of- the-Art Review. JACC CARDIOONCOLOGY. 2020;2(2):1–19. 4. Tao TY, Yahyavi-Firouz-Abadi N, Singh GK, Bhalla S. Pediatric cardiac tumors: Clinical and imaging features. Radiographics. 2014;34(4):1031–46. 5. Sciacca P, Giacchi V, Mattia C, Greco F, Smilari P, Betta P, et al. Rhabdomyomas and Tuberous sclerosis complex: Our experience in 33 cases. BMC Cardiovasc Disord. 2014;14(1):1– 11. 6. Ramlawi B, Reardon MJ. Cardiac Tumors: Treatment. In: , Hermann J, editor. Clinical Cardio-oncology [Internet]. Elsevier; 2018. p. 91–119. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-323-44227-5.00006-5 7. Maleszewski JJ, Burke A. Cardiac Tumors: Overview and Pathology. In: Joerg herrmann, editor. Clinical Cardio-oncology [Internet]. Elsevier; 2018. p. 61–75. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-323-44227-5.00004-1 8. Colosi E, Russo C, Macaluso G, Musone R, Catalano C. Sonographic diagnosis of fetal cardiac rhabdomyomas and Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 47
cerebral tubers: a case report of prenatal Tuberous Sclerosis. J Prenat Med. 2013;7(4):51–515. 9. Yadava OP. Cardiac tumours in infancy. Indian Heart J [Internet]. 2012;64(5):492–6. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ihj.2012.05.004 10. Bornaun H, Öztarhan K, Erener-Ercan T, Dedeoğlu R, Tugcu D, Aydoğmuş Ç, et al. Regression of Cardiac Rhabdomyomas in a Neonate after Everolimus Treatment. Case Rep Pediatr. 2016;2016:1–3. 11. Nimeri N, Abdelmaaboud M, Abdulrhman S, Eissa A. Antenatally diagnosed fetal cardiac tumor associated with tuberous sclerosis. J Clin Neonatol. 2015;4(2):129.March 2020: retrospective cohort study. bmj, 369. Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 48
3 Defek Septum Ventrikel Dan Natural History Fathlina. Khalid Saleh, Yulius Patimang PENDAHULUAN Defek Septum ventrikel atau ventricular septal defect adalah terdapat defek antara septum ventrikel yang diklasifikasikan berdasarkan lokasi defeknya. Teminologi septum ventrikel digunakan oleh Soto et al. Septum ventrikel dapat dibagi menjadi dua komponen morfologi, yaitu septum membranous dan septum muskular. 1 Defek Septum ventrikel atau ventricular septal defect merupakan penyakit jantung kongenital yang sering terjadi di awal kehidupan dengan insidens sebesar 1 per 250 – 350 kelahiran hidup. Ventricular septal defect dapat terjadi pada anak- anak maupun dewasa. Dua pertiga VSD tertutup secara spontan saat periode usia awal sekolah atau telah di repair saat kecil, sehingga prevalensinya lebih rendah pada orang dewasa. VSD dapat tertutup seiring berjalannya waktu dan kebanyakan pasien asimptomatik.2,3 Pada populasi dewasa, diperkirakan prevalensi VSD adalah 0,3 per 1000. Ventricle septal defect terjadi sekitar 20 hingga 30 persen dari semua bentuk penyakit jantung bawaan (PJB). Mortalitas rate VSD kurang dari 1% serta kebanyakan pasien dengan VSD berumur panjang. VSD biasa terjadi sebagai bagian dari kelainan lain, seperti pada Tetralogy of fallot (TOF), trunkus arteriosus, atrioventricular septal defect, double- outlet right ventricle (DORV), dan transposition of great arteries (TGA) atau terkait dengan koarktasio aorta (COA), patent ductus Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 49
arteriosus (PDA), atrial septal defect (ASD), stenosis pulmonal dan lain- lain.2,3,6 Orang yang pertama kali mendeskripsikan VSD adalah Henri Roger, seorang dokter anak berkebangsaan Prancis pada tahun 1879. Namanya dikenal dengan dua istilah eponym, yaitu Maladie de Roger (penyakit Roger), yang merupakan VSD kongenital yang asimptomatik dan Bruit de Roger (murmur Roger) yang merupakan murmur pansistolic pada VSD. Roger menemukan bahwa VSD terisolasi menghasilkan murmur tipikal dan terkait dengan kehidupan yang lama dan prognosis yang baik.2, 3, 4 Gejala dan pemeriksaan fisis ventricular septal defect tergantung pada ukuran defek dan besarnya pirau kiri ke kanan. Hal ini juga bergantung pada sirkulasi sistemik dan pulmonar. Pemeriksaan penunjang seperti EKG, ekokardiografi, foto thoraks, dan magnetic resonance imaging (MRI) dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.3 Tujuan penulisan referat ini adalah agar pembaca memahami mengenai ventricular septal defect, klasifikasi serta natural historynya. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prevalensi VSD Ventricular septal defects terjadi baik pada defek isolasi maupun sebagai komponen lesi yang lebih kompleks. VSD terjadi pada 50 persen anak dengan PJB dan sebanyak 20 hingga 30 persen sebagai lesi isolasi. Insidensnya tidak terkait secara signifikan dengan ras, jenis kelamin, usia maternal, anak keberapa dan status ekonomik. VSD sering terjadi pada bayi prematur dan bayi berat lahir rendah. Dari pemeriksaan transthoracic 2D echocardiography (TTE) telah menunjukkan insidensi VSD yang lebih tinggi, terutama tipe muscular kecil pada bayi baru lahir sebesar 5 hingga 50 kasus per setiap 1000 kelahiran hidup. Prevalensi yang rendah pada dewasa terjadi akibat penutupan spontan dari defek. Defek septum ventrikel sedikit lebih tinggi pada perempuan (56%). Defek doubly Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 50
committed subarterial atau juxtaarterial lebih sering, sekitar 30 persen populasi Asia, dimana defek muscular dan defek multiple jarang terjadi pada populasi yang sama.3,4 2. Etiologi VSD Defek pada penyakit jantung bawaan bersifat multifaktorial, dimana terdapat interaksi antara predisposisi herediter dan pengaruh lingkungan yang menyebabkan defek. Penyebab definitif setiap individu PJB sulit untuk ditentukan. Faktor resiko genetik antara lain adanya sindrom pada kromosom tertentu seperti Trisomi 13, Trisomi 18, Trisomi 21, Del 22q 11, Del 4q, 21, 32 dan Del 5p. Studi lebih lanjut menunjukkan adanya interaksi antara TBX5, GATA4 dan NKX2,5 yang menunjukkan bahwa aktivasi transkripsional bertanggung jawab atas terjadinya defek septum.3, 7, 8, 9 Secara mayoritas pasien (95%) dengan VSD terisolasi, defeknya tidak terkait dengan kelainan kromosom dan penyebabnya tidak diketahui. VSD dapat dikaitkan dengan paparan faktor lingkungan selama kehamilan, terutama dalam 8 minggu pertama kehamilan. Beberapa faktor lingkungan adalah fenilketonuria ibu, diabetes atau paparan terhadap febrile illness, terutama rubella, influenza atau teratogen seperti alkohol, kokain, ganja, ibuprofen, antikonvulsan (hydantoin, carbamazepine) atau pelarut organik.3 3. Anatomi Septum Ventrikel Septum intraventrikular atau intraventricular septum (IVS) adalah partisi kompleks kurvilinear, intrakardiak non- planar. Soto dkk membagi IVS menjadi empat bagian berdasarkan ciri- cirinya pada aspek ventrikel kanannya. Keempat bagian tersebut adalah septum inlet, septum trabekular, outlet atau septum infundibular (bersama- sama membentuk septum muskular), dan septum membran. Septum ventrikel normal sebagian besar terdiri dari muskular dengan bagian fibrosa kecil dan membran septum.3 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 51
Gambar 1. Diagram anatomi dari septum ventrikel menunjukkan dua komponen: septum membranous dan septum muscular. Septum membranous kemudian dibagi menjadi komponen inlet, trabekular, dan outlet (A). Klasifikasi defek septum ventrikel berdasarkan batas dan lokasi septum ventrikel (B).10 Septum inlet berdinding halus dan memanjang dari perlekatan septum katup trikuspidke perlekatan distal tricuspid tensor apparatus. Septum inlet memisahkan ujung septumdari katup mitral dan trikuspid. Zona trabekular apikal memisahkan trabekulasi kasar di ventrikel kanan dengan trabekulasi halus yang terlihat di sebelah kiri septum apikal ventrikel. Bagian trabecular apical memisahkan badan dan apeks dari dua ventrikel. Bagian trabekular memanjang dari perlekatan leaflet tricuspid ke arah luar menuju apeksdan ke atas menuju krista supraventrikularis. Septum outlet dinding otot halus atau septum infundibular, memanjang dari crista ke katup pulmonal. Septum outlet memisahkan outlet ventrikel. Puncak supraventrikular merupakan zona muskular yang luas pada jantung normal yang memisahkan trikuspid dari katup pulmonal dan pulmonaldari katup aorta. Tiga komponen muskular septum ventrikel keluar dari membran kecil septum, yang terletak di bawah komisura anterior dan leaflet septum trikuspid dan dibawah kanan kuspis non- koroner dari katup aorta. Membran septum selanjutnya dibagioleh leaflet septal pada katup trikuspid menjadi komponen atrioventrikular dan interventrikular.3 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 52
Gambar 2. Bagian normal septum ventrikel.6 Empat komponen anatomic utama pada IVS normal seperti yang dideskripsikan olah Van Praagh et al, adalah sebagai berikut:3 1. Septum kanalis atrioventricular (septum inlet). 2. Septum muskular atau septum sinus ventrikular (trabekular atau muskular). 3. Parietal band atau distal conal septum (septum outlet). 4. Septal band atau proximal conal septum (septum konoventrikular). Nodus atrioventrikular terletak di segitiga Koch (dibentuk oleh tendon Todaro, ostium sinus koroner dan septal leaflet katup trikuspid) dan tempat munculnya bundle atrioventrikular (Bundle of His).3 Septum atrioventrikular sendiri dimasuki oleh bundle atrioventrikular saat melewati apeks segitiga Koch untuk mencapai puncak septum muskular. Pada titik ini, bundle yang terdapat di batas posteroinferior septum membran, terletak tepat pada bagian posterior komisura leaflet septal dan anterior katup tricuspid. Cabang bundel kanan melewati perbatasan anteroinferior septum membran kemudian masuk ke ventrikel kanan (RV). Terkadang pada defek inlet, bundle of His berjalan secara anterosuperior hingga ke defek.3 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 53
4. Klasifikasi VSD Soto et al mengklasifikasikan VSD berdasarkan lokasi IVS seperti yang terlihat dari sisi ventrikel kanan. VSD dibagi menjadi empat jenis defek 3: 1. Perimembranous, 2. Muskular, 3. Outlet dan 4. Inlet Anderson et al mengklasifikasikan VSD berdasarkan hubungan defek terhadap aksis konduksi atrioventrikular, yaitu 3, 6 I. Septum membranous II. Hubungan defek terhadap katup atrioventrikular. III. Hubungan defek terhadap katup arteri. IV. Posisi defek dalam septum ventrikel, dimana inlet, trabecular atau outlet merupakan bagian dari septum. Anderson et al telah mengklasifikasikan VSD menjadi empat jenis: perimembranous, defek muskular, defek doubly committed juxta- arterial dan juxtatricuspid (non- perimembranous).3 Gambar 3. Tipe defek septum ventrikel5 Berdasarkan klasifikasi Kirklin, VSD dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:3 Tipe I: VSD disebut sebagai suprakristal, infundibular, juxtaarterial atau conal. Defek ini terletak pada Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 54
bagian kaudal katup pulmonal di bagian infundibular dari right ventricular outflow tract. Tipe II: VSD diistilahkan sebagai perimembran atau paramembran dan terletak berdekatan pada bagian septum ventrikel dan septal leaflet katup tricuspid. Tipe III: VSD diistilahkan sebagai VSD inlet atau kanal atrioventricular dan terletak di bagian posterior bagian inlet septum ventrikel kanan (sesuai dengan bagian outlet septum ventrikel kiri). Tipe IV: VSD merupakan defek muscular dan mencakup varietas defek tunggal dan multipel pada septum muscular. Berdasarkan klasifikasi anatomi, VSD dibagi menjadi empat, yaitu: 3,8 Perimembranous/ paramembranous/ conoventricular (tersering > 80 % VSD, terletak di septum membranous dengan kemungkinan melebar ke inlet, trabecular atau septum outlet; terletak didekat katup tricuspid dan aorta; aneurisma pada septum membranous sering terjadi dan mengakibatkan penutupan parsial maupun komplit. Muskular/ trabaecular (hingga 15- 20%; dikelilingi oleh otot; lokasinya bervariasi; jumlahnya banyak; lebih sering tertutup secara spontan) Outlet suprakristal/ subarterial/ subpulmonal/ infundibular/ suprakristal/ conal/ dekat dengan juxta- arterial (< 5%; terletak didekat katup semilunar pada conal atau septum outlet; sering dikaitkan dengan regurgitasi aorta akibat prolapse pada kuspis aorta, biasanya kuspis kanan) Tipe inlet/ kanal AV/ AVSD (inlet septum ventricular terletak dibagian inferior apparatus katup AVL; biasanya terjadi pada sindrom Down) Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 55
Gambar 4. a) Komponen septum ventrikel dilihat dari ventrikel kanan. I: inlet; T: septum trabecular, O: septum outlet. b) Posisi anatomi defek: a, defek outlet; b, konus muskulus papilaris; c, defek perimembran; d, defek muscular marginal; e, defek muskular sentral; defek inlet; g, defek muskular apikal.2 Berdasarkan ukuran defek dan juga berdasarkan hemodinamik, VSD diklasifikasikan menjadi:3 Defek kecil atau restriktif (Maladie de roger) Defek septum ventrikel kecil memiliki ukuran kurang dari 1/3 aortic root atau daerah orifisial < 0,5 cm2/ m2. Dikatakan restriktif karena ukuran defek yang kecil membatasai pirau kiri ke kanan dan terdapat perbedaan tekanan gradien antara ventrikel kiri dan kanan. Rasio tekanan sistolik pulmonar/ aorta adalah < 0,3 dengan pirau kecil (Qp/ Qs < 1,4: 1). - Defek moderat atau moderat restriktif Defek septum ventrikel dikatakan berukuran moderat ketika ukurannya 1/3—2/3 ukuran aortic root atau daerah orifisial > 0,5 hingga 1 cm2/ m2. Tekanan sistolik pulmonal/ orta adalah < 0,66 dengan pirau moderat (Qp/ Qs > 1,4- 2,2 : 1) Defek besar atau non restriktif Defek septum ventrikel dikatakan besar ketika ukurannya Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 56
2/3 dari ukuran aortic root atau daerah orifisial ≥ 1 cm2/ m2. Defek septum ventrikel besar dikatakan non restriktif dikarenakan tidak ada resistensi aliran yang melalui defek. Tekanan antar ventrikel sama. Derajat pirau kiri ke kanan tergantung pada resistensi pulmonar dan sistemik. Rasio tekanan sistolik pulmonar/ aorta > 0,66 dengan pirau besar (Qp/ Qs > 2,2 : 1). 5. Diagnostik VSD 5.1. Manifestasi klinis Manifestasi klinis VSD terisolasi memiliki spektrum luas, yang bervariasi tergantung pada ukuran defek dan besarnya pirau. Manifestasi klinis berkisar dari tanpa gejala hingga gagal jantung berat. Tanda dan gejala mulai muncul ketika PH janin mulai menurun sehingga menyebabkan pirau kiri ke kanan 2,3. Bayi dengan VSD besar datang dengan gejala CHF 4 hingga 6 minggu, seiring menurunnya PVR. Gejalanya adalah takipnea, retraksi dada, sulit menyusu dengan siklus mengisap- istirahat- mengisap, keringat berlebih pada dahi, infeksi saluran pernapasan berulang dan gagal tumbuh. Pada bayi dengan VSD moderat, dapat terlihat pulsasi atau thrill pada precordium, takipnea ringan, batuk saat makan dan kelelahan. Berkeringat terutama saat menyusui sering terjadi pada bayi di bawah 6 bulan. Hal ini dikarenakan proses menyusui meningkatkan cardiac output sehingga dapat memicu terjadinya intoleransi exercise pada bayi 3,4. Pasien yang dilakukan tindakan repair di awal kehidupan, umumnya asimptomatik. VSD residual biasanya kecil dan terbatas secara hemodinamik. Pasien dewasa datang dengan intoleransi dalam beraktivitas akibat terjadinya dilatasi LV akibat VSD moderat terkait dengan pirau kiri- ke kanan.5 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 57
5.2. Pemeriksaan Fisis Bayi dengan pirau besar dan CHF mengalami malnutrisi dengan pertumbuhan dan perkembangan yang buruk. Bayi- bayi ini mengalami takipnea dengan retraksi dada dan ada tonjolan prekordial dengan sulkus Harrison bilateral. Sulkus Harrison terjadi jika terdapat gangguan pernapasan sebelum proses demineralisasi tulang, tegangan pada diafragma dan otot aksessori yang digunakan untuk usaha bernapas dapat membuat tulang iga melengkung ke dalam. Jika terdapat CHF berat atau jika terdapat pneumonia, mungkin terdapat retraksi dan grunting. Bayi dengan VSD non restriktif dengan pirau seimbang dapat menjadi sianotik saat menangis. Sianosis dan clubbing terlihat pada saat remaja dan dewasa dengan VSD besar dengan PVR tinggi/ sindrom Eisenmenger. Edema perifer tidak biasa terjadi pada bayi. Ventricular septal defect dapat dikaitkan dengan berbagai sindrom seperti Trisomi 13, Trisomi 18, Trisomi 21, Del 22q 11, Del 4q, 21, 32 dan Del 5p. 3,6, 8, 20 Denyut nadi normal pada VSD kecil. Pada VSD moderat, nadi cepat akibat ejeksi LV yang kuat. Pada defek nonrestriktif dengan pirau kiri ke kanan yang besar dan dengan CHF, nadi dapat lemah. Nadi dapat normal pada sindrom Eisenmenger. Tekanan vena jugular atau jugular venous pulse (JVP) tidak meningkat pada VSD.3, 5 Gambar 5. Pasien dengan sindrom Down (trisomi 20)21 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 58
Gambar 6. Pasien dengan sindrom Edward (trisomi 18)21 Gambar 7. Foto dada anak laki- laki, 8 tahun dengan VSD perimembran restriktif. Luka dibagian kiri merupakan luka post thorakotomi, sulkus Harrison ditunjukkan panah8 Pada VSD moderat hingga besar, pulsasi precordial terlihat akibat adanya volume overload pada LV. Pada VSD moderat dan kecil, thrill prekordial paling baik diraba pada ICS tiga dan empat pada LSB. Pada kasus dengan VSD subarterial, thrill dapat teraba pada ICS pertama atau kedua dan menjalar hingga ke suprasternal. Hal ini dapat terjadi karena VSD subarterial piraunya lansung menuju ke trunkus pulmonalis sehingga thrill maksimal hanya pada ICS pertama atau kedua dan beradiasi ke atas, kiri hingga ke leher. 3,5,8 Suara jantung 1 (S1) normal, S2 dapat normal dengan normal split. Karakterisasi VSD adalah adanya murmur sistolik yang terletak Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 59
pada lower left sternal border. Derajat murmur tergantung pada kecepatan aliran yang melalui defek. Ketika tekanan yang melalui ventrikel kiri dan kanan tinggi (VSD restriktif), murmur sistolik besar dan pansistolik. Pada defek yang lebih kecil, murmur terdengar lebih keras. Murmur pada defek muscular kecil dapat mengalami penurunan intensitas pada akhir sistolik karena kontraksi muscular memperkecil ukuran defek. Dengan adanya peningkatan tekanan tambahan pada ventrikel kanan, murmur menjadi lebih pendek, lembut dan lower- pitched. Adanya tricuspid regurgitasi menyebabkan dapat terdengarnya murmur sistolik pada right atau left lower sternal border, dan aorta regurgitasi sehingga dapat terdengar murmur diastolik dekresendo pada daerah aorta dan di sepanjang left sternal border.3, 9 17 5.3. Pemeriksaan Penunjang Electrocardiogram Elektrokardiogram berguna untuk melihat perubahan fisiologis dan bukan menentukan lokasi anatomis VSD. Ukuran VSD, derajat volume overload dan PVR dapat diprediksi dengan EKG. Pasien dengan VSD kecil memiliki ekg normal.1 VSD perimembran dengan aneurisma septal memiliki peningkatan insidensi gangguan ritme dan konduksi seperti atrial fibrilasi, flutter, paroksismal atrial takikardia, ritme junksional, dan complete heart block.3 Jika terdapat overload tekanan/ volume pada sisi- kiri, pada EKG bisa didapatkan hipertrofi ventrikel kiri dan pembesaran atrial kiri. Jika terdapat overload tekanan pada sisi- kanan pada EKG bisa didapatkan right bundle branch block, hipertrofi ventrikel kanan, deviasi aksis kanan, dan pembesaran atrial kanan. Pada VSD besar nonrestriktif hipertrofi ventrikel kombinasi biasa didapatkan. Hal ini dapat terlihat dengan adanya kompleks RS ekuifasik besar (> 50 mm) yang disebut “Katz- Wachtel phenomenon”3. Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 60
Gambar 8. Fenomena Katz- Wachtel, kompleks RS ekuifasik besar (> 50 mm) pada lead midprekordial.3 Foto thoraks menunjukkan besar piraunya sebagaimana derajat hipertensi pulmonal. Pasien dengan VSD kecil restriktif biasanya memiliki foto thoraks normal. Pirau moderat menunjukkan tanda- tanda dilatasi ventrikel kiri dengan adanya pulmonary plethora. Pulmonary plethora atau peningkatan perfusi paru ditandai dengan adanya pembesaran arteri perifer yang terlihat pada bagian sepertiga luar dari paru. Hal ini terjadi pada kondisi peningkatan aliran darah paru.3, 19 Gambar 9. Foto thoraks posteroanterior view, A menunjukkan kardiomegali dengan pulmonary plethora pada VSD moderat; B menunjukkan kardiomegali dengan dilatasi semua ruang jantung dengan pulmonary plethora pada kasus VSD sangat besar dengan adanya pulmonary hypertension (PH) ringan; C menunjukkan perifer yang memendek tanpa vascular yang terlihat pada 1/3 lateral lapangan paru (banyak panah) pada kasus VSD berat Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 61
dengan PH. 3 Ekokardiografi Ekokardiografi transthoracic dua dimensi dapat menunjukkan ukuran dan lokasi anatomi VSD. Pemeriksaan color flow Doppler dapat mendeteksi VSD. Defek yang banyak dapat dideteksi dengan menkombinasikan ekokardiografi dua dimensi dan color flow.5, 11, 22 Tabel 1. Penilaian ekokardiografi pada defek septum ventrikel5 Gambar 10. VSD dengan tipe berbeda. Bagian menunjukkan lokasi defek VSD yang berbeda. Dua gambar di kiri menunjukkan VSD Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 62
perimembran sebagaimana terlihat pada five- chamber dan short axis view. Defeknya dibawah aorta dan disamping katup tricuspid. Pada bagian tengah bawah menunjukkan defek muscular. Pada bagian kanan atas menunjukkan anterior oblique kanan view dari VSD dobly committed. Pada bagian bawah kanan, short axis view menunjukkan VSD outlet dengan prolapse kuspis koroner kanan.11 Kateterisasi Jantung Kateterisasi jantung dapat dilakukan untuk menentukan tekanan arteri pulmonal dan resistensi pulmonal. Pada kasus- kasus tertentu, kateterisasi jantung kanan preoperatif dengan inhalasi nitric oxide (iNO) berguna dalam menilai reversibilitas beratnya hipertensi pulmonal. Evaluasi koroner berguna pada pasien dengan penatalaksanaan operatif dengan resiko penyakit koroner karena faktor usia maupun faktor resiko lain.5,11 Teknik Pencitraan Lanjut Teknik pencintraan lanjut dapat membantu dalam mendefinisikan anatomi pasien dengan lesi muscular apical atau inlet yang tidak dapat dilihat dengan ekokardiografi, dapat berguna jika direncanalan intervensi secara perkutaneous maupun intervensi secara pebedahan, atau untuk menilai lesi yang kompleks. Salah satunaya adalah MRI jantung dengan pencitraan fase- kontras melalui aliran LV dan RV dapat digunakan untuk mendefinisikan Qp/Qs dan fraksi pirau.5 Gambar 11. Ventrikular septal defek membranous pada bayi Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 63
berusia 11 bulan. A) Gambar axial ECG-gated spin-echo menunjukkan defek (panah) pada bagian membranous septum. B) Gambar axial gradient echo menunjukkan aliran jet (*) yang melalui defek menuju ventrikel kanan menunjukkan pirau kiri ke kanan23 2.6. Natural History Natural history pasien dengan VSD sangat luas dimulai dari penutupan spontan hingga CHF bahkan kematian di awal kelahiran. Natural history dipengaruhi oleh posisi, ukuran, jumlah defek dan asosiasi malformasi lainnya. Defek kecil asimptomatik tetapi dapat memicu terjadinya endokarditis dan AR. Defek besar sering mengalami gagal LV, PH (sindrom Eisenmenger) dan gagal RV. Sehingga natural history pada VSD dapat terjadi sebagai berikut:3 1) Penutupan secara spontan. 2) Terbentuknya right ventricular outflow tract obstruction (efek Gasul). 3) Terjadinya Aorta regurgitasi. 4) Terdapat stenosis subaortik. 5) Terbentuknya penyakit obstruktif vaskular paru. 6) Infektif endocarditis. Dengan munculnya penutupan secara bedah dan non bedah, natural history VSD telah berubah secara dramatis.3 2.6.1. Penutupan VSD secara spontan Penutupan spontan sering terjadi pada anak- anak dan proses berlanjut sampai remaja dan dewasa. Insiden penutupan spontan pada VSD perimembran dan VSD muscular tinggi, sementara pada defek outlet dan inlet rendah. Defek muscular Swiss cheese tidak menutup secara spontan. Studi telah mendokumentasikan bahwa penutupan spontan pada tahun pertama kehidupan lebih tinggi secara signifikan pada defek muscular daripada defek perimembran. Pada pasien dengan VSD restriktif yang difollow up sejak lahir, memiliki insiden penutupan spontan yang lebih tinggi (sekitar 50- 75 persen). Insiden Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 64
penutupan spontan pada VSD moderat dan VSD besar hanya 5 hingga 10 persen. Dengan demikian, sebagian besar defek menutup secara spontan pada tahun pertama kehidupan dan sekitar 60 persen menutup sebelum umur 3 tahun dan 90 persen pada umur 8 tahun.3,7 VSD perimembran kecil dapat menutup dengan berbagai metode, yaitu:3 a. Perlekatan septal leaflet katup trikuspid dengan IVS yang menyebabkan aneurysm- like pouch. Hal ini dapat menutup defek sebagian maupun secara keseluruhan, tetapi hal tersebut dapat menyebabkan trikuspid regurgitasi (TR). b. Pertumbuhan jaringan fibrosa dengan proliferasi endocardial yang menyebabkan septum aneurisma (gambar 12). c. Prolaps dari kuspis aorta terutama kuspis non koroner atau kuspis koroner kanan, dapat menutup VSD tetapi menyebabkan AR (Gambar 13). d. Pertumbuhan dan hipertrofi pada bagian muscular septum di sekitar defek. e. Vegetasi yang disebabkan oleh endokarditis bakteri pada ventrikel kanan di sisi VSD, tetapi hal ini merupakan akibat dari infeksi (Gambar 18). Gambar 12. Ekokardiografi transthoraksik dengan apical fourchamber view menunjukkan VSD subaortic besar (12 mm) dengan aneurisma septal dan membrane subaortic kecil.3 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 65
Gambar 13. Ekokardiografi transthoraksik dengan parasternal long axis view menunjukkan VSD kecil dengan prolapse kuspis aorta dan aorta regurgitasi berat.3 2.6.2.Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan terjadi secara sekunder akibat VSD dan insidensnya sekitar 3 hingga 7 persen. Penyebab tersering obstruksi RVOT pada VSD perimembran adalah hipertropi infundibular ventrikel kanan atau double- chambered right ventricle (DCRV) yang merupakan kumpulan otot prominent pada ventrikel kanan.3, 13 Baweja et al menunjukkan bahwa pasien dewasa dengan VSD mengalami obstruksi RVOT akibat adanya aneurisma membranous. Aneurisma membranous ventricular septal merupakan hal yang terkait dengan VSD perimembran.14 Yilmaz et al melaporkan bahwwa aneurisma ditemukan pada 20 % VSD perimembran.15 Privitera et al melaporkan kasus pasien dewasa VSD perimembran dan aneurisma membranous pada septal ventrikel disertai obstruksi RVOT. Jaringan aneurisma yang menonjol di RVOT dapat menyebabkan obstruksi dinamis pada RVOT.13 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 66
Gambar 14. Transesophageal echo long axis pada ekokardiografi mid- esophageal: jaringan perimembranous yang bergerak menonjol pada ventrikel kanan (panah)13 Gasul et al merupakan yang pertama menyarankan bahwa VSD besar dapat menyebabkan hipertrofi krista supraventrikularis yang mengarah ke obstruksi infundibular yang signifikan. Hal ini terlihat pada defek perimembran trabecular. Tidak ada bukti klinis stenosis infundibular terjadi pada bayi, tetapi dapat didokumentasikan dengan kateterisasi dan ekokardiografi.3 Pirau kiri ke kanan dapat menurun dengan meningkatnya stenosis dan pada stenosis berat dapat menjadi pirau kanan ke kiri. Sianosis awalnya terlihat saat olahraga dan menjadi intermiten hingga kemudian menjadi persisten. Terjadinya hipertrofi infundibular merupakan salah satu faktor yang dapat menjelaskan penurunan gejala gagal jantung pada bayi dengan VSD besar.3 2.6.3. Aorta regurgitasi Insiden prolapse kuspis aorta cuspal pada VSD outlet sekitar 73%. Aorta regurgitasi dapat terjadi pada sekitar 52-78% pasien. Pada VSD perimembran, insiden prolaps kuspis aorta adalah 14%, dan 6% menjadi aorta regurgitasi.2 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 67
Gambar 15. A. View PLAX dari VSD perimembranous dengan prolapse katup aorta. B. Selama fase sistol terdapat pirau dari kiri ke kanan yang melalui VSD dan menyebabkan efek Venturi terhadap kuspis coroner kanan katup aorta. Kuspis yang prolapse sebagian menutup VSD dan dapat terjadi regurgitasi aorta.10 Pada masa bayi dan anak usia dini hanya terdapat prolaps katup aorta tanpa AR, tetapi dapat terjadi AR progresif. Penyebab prolaps kuspis aorta dan AR pada VSD doubly committed subarterial adalah karena tidak menyokongnya kuspis koroner kanan dengan gabungan efek Venturi yang diakibatkan oleh jet VSD. Pada fase awal sistol, darah dikeluarkan dari ventrikel kiri dan juga terdorong melalui VSD. Secara anatomis kuspis koroner yang tidak menyokong dan sinus aorta terdorong ke dalam RV karena efek Venturi. Efek Venturi disebabkan oleh jet berkecepatan tinggi melewati VSD kecil yang menyebabkan tekanan negatif. Pada fase diastole, tekanan intra- aorta menekan daun katup aorta untuk menutup, tetapi kuspis yang tidak menyokong (kanan atau non koroner) didorong ke bawah ke aliran keluar ventrikel kiri menjauhi kuspis koroner yang berlawanan, menyebabkan terjadinya AR (Gambar 9A ke C). Pada defek perimembran, AR lebih disebabkan oleh prolapse kuspis non- koroner. Pada AR terutama sebagai akibat dari kelainan struktural akibat maldevelopment dari komisura aorta (antara kuspis non koroner dan kuspis kanan) dan diperburuk oleh efek Venturi dari jet VSD. Terkadang, kelainan bentuk kuspis aorta dapat menyebabkan AR, hal ini sebagian besar terlihat pada VSD perimembran.3 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 68
Gambar 16. Representasi skematik Gerakan kuspis aorta selama fase sistol dan diastole dengan kuspis prolaps dan noncoaptation yang menyebabkan aorta regurgitasi (AR).3 2.6.4.Stenosis Subaortik Pasien dengan VSD membran terkadang dapat berkembang menjadi stenosis subaortik fibrosa atau fibromuskular yang berbeda. Subaortic stenosis terjadi sekitar 20 % kasus VSD. Subaortik stenosis pada VSD umumnya terjadi karena menurunnya defek setelah tertutup secara spontan, atau setelah operasi koreksi. Stenosis subaortik umumnya progresif dan terdapat potensi kerusakan pada katup aorta yang dapat menyebabkan AR.11, 16 Maria et al mengobservasi sebanyak 36 pasien, dia mendapatkan bahwa kebanyakan kasus stenosis subaortic terjadi setelah tahun pertama kehidupan, dengan perbandingan laki- laki dan perempuan 2:1. Semua pasien asimptomatik. Pada kebanyakan kasus, stenosis subaortic bersifat progresif dan merupakan determinan untuk dilakukan operasi.16 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 69
Gambar 17. Gambar ekokardiografi left ventricular outflow tract pada anak- anak dengan VSD perimembran, sebelum (a) dan setelah (b) diagnosis stenosis subaortic. Perbedaan umur anak saat echo pertama dan kedua adalah 6 bulan.16 2.6.5.Penyakit Obstruksi Vaskular Paru Penyakit obstruktif vaskular paru dapat terjadi pada VSD besar dan insidensnya sekitar 10 persen. Pada pasien dengan tekanan arteri pulmonalis dan tekanan sistolik RV <50 persen dari tekanan sistolik arteri sistemik, terdapat pirau kiri ke kanan dengan adanya kemungkinan CHF. PVR tidak meningkat setelah penurunan awal pasca kelahiran, tetapi biasanya terdapat sedikit resiko peningkatan PVR pada usia di atas 20 tahun. Pada pasien dengan tekanan sistolik arteri pulmonalis > 50 persen dari tekanan sistolik arteri sistemik, terdapat resiko signifikan terjadinya perubahan vaskular paru. PVR yang terukur pada masa bayi biasanya bernilai pada batas normal atas dan secara bertahap meningkat pada tahun- tahun berikutnya jika defeknya tidak mengecil. Resiko terjadinya penyakit vaskular paru permanen sangat jarang terjadi sebelum tahun pertama kehidupan. Oleh karena itu, diagnosis dan penutupan sebaiknya segera dilakukan setidaknya sebelum usia 18 bulan untuk mengurangi insiden terjadinya penyakit vaskular paru. Jika tidak diobati, VSD besar atau non- restriktif ini akan membuat tekanan arteri paru semakin progresif, sehingga dapat mengurangi Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 70
pirau kiri ke kanan. Selain itu, pada akhirnya dapat mengarah ke PVR yang lebih tinggi dan sindrom Eisenmenger.3 2.6.6 Infektif Endokarditis Infektif endocarditis (IE) adalah risiko yang jarang terjadi pada pasien dengan VSD, insidensnya sekitar <1 hingga 3 persen. Lee et al menemukan bahwa pasien VSD yang tidak di tutup secara substansial memiliki resiko IE yang lebih tinggi dibanding populasi umum. VSD perimembran kecil tidak menutup secara spontan, umumnya memiliki prognosis yang baik, tetapi beresiko terjadinya IE. IE lebih sering terjadi pada dewasa dan selama remaja. 3, 17 Vegetasi biasanya terletak di leaflet septum trikuspid pada lokasi yang terkena jet. Pada VSD muscular, insidens IE rendah, dmana jet tersebar di dalam RV tanpa mengenai daun katup trikuspid. Hal tersebut merusak endothelium dan menstimulasi respon host, yang meliputi deposisi fibrin dan platelet, yang menyebabkan terjadinya non bacterial endocarditis (NBTE), pada lokasi yang terluka. NBTE menjadi tempat terbaik untuk kolonisasi bakteri maupun jamur. Lokasi vegetasi dapat menjadi aneurisma septum ventrikel. Gerdobe efek dapat terjadi akibat perforasi dari leaflet septum tricuspid yang merupakan sekunder dari endokarditis.3,4,8, 24 Gambar 18. Ekokardiografi transthoraksik dengan parasternal long axis view menunjukkan vegetasi besar pada ventrikel kanan (RV) yang menutup VSD kecil.3 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 71
2.7. Penanganan Tabel 2. Indikasi intervensi pada VSD berdasarkan pedoman ESC7 Pilihan Intervensi Operasi. Penutupan secara pembedahan dengan jahitan langsung atau dengan tambalan telah dilakukan selama lebih dari 50 tahun dengan mortalitas perioperatif yang rendah dan tingkat tertutupnya tinggi. Penyakit sinus node dapat terjadi.6, 11 Penutupan dengan perangkat. Penutupan dengan perangkat transkateeter pada VSD trabecular dan perimembran telah dilaporkan berhasil. Pada VSD trabecular, hal ini dapat dilakukan karena anatomi yang relatif mudah dan rim muskular yang melekat dengan baik pada perangkat sehingga menghasilkan kualitas tingkat penutupan yang baik dengan tingkat prosedural yang rendah. Penutupan VSD perimembran secara teknis lebih menantang karena lokasinya yang dekat dengan struktur katup.6,11 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 72
Gambar 19. Skema terapi ventricular septal defek berdasarkan pedoman AHA12 KESIMPULAN VSD merupakan defek yang terjadi diantara ventrikel kiri dan kanan. VSD pertama kali ditemukan oleh Henri Roger pada tahun 1958. VSD dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis serta dapat ditambah dengan pemeriksaan penunjang lainnya seperti EKG dan ekokardiografi. Dalam perjalanannya VSD dapat menutup secara spontan, menjadi right ventricular outflow tract obstruction (efek Gasul), AR, left ventricular outflow tract obstruction, penyakit obstruktif vaskular paru serta dapat terjadi infektif endocarditis. Penanganan VSD dapat dilakukan dengan operasi maupun penutupan dengan perangkat. Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 73
DAFTAR PUSTAKA 1. Soto B, Becker AE, Moulaert AJ, Lie JT, Anderson RH. Classification of ventricular septal defects. Br Heart J. 1980;43:332–343. 2. Waelti, S et al. Ventricular Septal Defect, In Congenital Heart Diseases in Adults: Imaging and Diagnosis. Springer: 2019. P 61-4. 3. Vijayalaksmi IB, Narasimhan C, Rao PS. Ventricular septal defects. In Comprehensive Approach to Congenital Heart Diseases. Jaypee Brothers Medical Publishers: 2013. P 266- 276 4. Tretter et al. Ventricular Septal defect. In Anderson’s Pediatric Cardiology. 4th Edition. Elsevier: 2010. Chapter 32 5. Kochav, J. Ventricular Septal Defect, chapter 5. In Adult Congenital Heart Disease in Clinical Practice. Springer: 2018. Page 55- 64 6. Minette,S; Sahn, D. Ventricular Septal Defects. In Congenital Heart Disease for the Adult Cardiologist: 2006. 7. Baumgartner et al. ESC guidelines for the management of grown- up congenital heart disease (new version 2010). In European Heart Journal: 2010. Page 2924-5 8. Perloff, K; Marelli, AJ. Ventricular Septal Defect. In Perloff Clinical Recognition of Congenital Heart Disease. Elsevier: 2012. P 283 9. Park, MK. Park’s Pediatric Cardiology for Practitioners. 6th Edition. Elsevier: 2014. Ch 12. 10. Uebing, A; Kaemmerer, H. Ventricular Septal Defect. In Diagnosis and Management of Adult Congenital Heart Disease. Third edition. Elsevier: 2018. P 316- 25. 11. Webb, Gary D, Smallhorn J, Therrien J, Redington, A. Congenital Heart Disease. In Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. 10th Edition. Elsevier Saunders: 2015. P 1410- 3 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 74
12. Stout et al. 2018 AHA/ ACC Guideline for The Management of Adults with Congenital Heart Disease. In American Heart Association: 2018. 13. Privitera F, Monte IP, Indelicato A, Tamburino C. A membranous septal aneurysm causing right ventricular outflow tract obstruction in an adult. J Cardiovasc Echography 2017: 27: 145- 8 14. Baweja G, Nanda NC, Nekkanti R, Dod H, Ravi B, Fadel A, et al. Three-dimensional transesophageal echocardiographic delineation of ventricular septal aneurysm producing right ventricular outflow obstruction in an adult. Echocardiography 2004;21:95-7. 15. Yilmaz AT, Ozal E, Arslan M, Tatar H, Oztürk OY. Aneurysm of the membranous septum in adult patients with perimembranous ventricular septal defect. Eur J Cardiothorac Surg 1997;11:307-11. 16. Maria et al. Subaortic stenosis associated with perimembranous ventricular septal defect. Clinical follow- up of 36 patients. Arquivos Brasileiros de Cardiologia 2005: 84. 17. Lee et al. Increased incidence of infective endocarditis in patients with ventricular septal defect. Wiley online library: 2018. 18. Soto B, Becker AE, Moulaert AJ, Lie JT, Anderson RH. Classification of ventricular septal defects. Br Heart J. 1980;43. P 332–343. 19. Adam, A; Dixon, AK; Grainger, RG; Allison, DJ. Pulmonary Circulation and Thromboembolism. In Grainger & Allison’s Diagnotic Radiology: Essentials. Elsevier: 2013. P 190 20. Dennis, M; Bowen, WT; Cho, L. Mechanisms of Clinical Signs. Harrison’s Sulcus. Second edition. Elsevier: 2016. P 119- 20 21. Lissauer, T; Carrol W. Disorders of Chromosome Number. In Illustrated Textbook of Paediatrics. Fifth Edition. Elsevier: 2018. P 123, 125 22. Rao PS, Harris AD. Recent advances in managing septal defects: ventricular septal defects and atrioventricular septal defects. F1000Res. 2018;7 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 75
23. Wang et al. Cardiovascular shunts: MR Imaging Evaluation. Radiographics: Volume 23, 2003 24. Baltimore et al. Infective Endocarditis in Childhood: 2015 Update. A Scientific statement from the American Heart Association. AHA Journals: 2015. Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 76
4 Heart Rate Variability Agustinus Fatola, Peter Kabo, Muzakkir Amir PENDAHULUAN Heart rate variability (HRV) merupakan variasi waktu antara dua denyut yang berurutan atau jumlah fluktuasi denyut jantung berdasarkan denyut jantung rata- rata yang mencerminkan modulasi fungsi jantung oleh sistem otonom. Meski secara umum terlihat teratur, pada ukuran milidetik sebenarnya laju denyut jantung normal bersifat ireguler bahkan, hilangnya iregularitas dari denyut jantung merupakan penanda prognostik yang buruk terutama pada penyakit kardiovaskular. Iregularitas tersebut disebabkan denyut jantung berfluktuasi seiring perubahan aktivitas persarafan simpatis dan parasimpatis yang merupakan kontrol utama dari jantung. 8 Penyakit-penyakit yang mempengaruhi sistem saraf otonom (SSO) terutama penyakit kardiovaskular seperti myocardial infarction (MI), diabetes mellitus (DM), hipertensi atau gagal jantung, dapat pula mempengaruhi HRV sehingga parameter tersebut dapat menjadi prognosis bagi penyakit-penyakit yang dimaksud. Penyakit tersebut menyebabkan HRV menurun dengan derajat yang bervariasi mulai dari ringan (misalnya pada hipertensi dalam pengobatan) hingga berat (misalnya pada gagal jantung kelas lanjut). Di sisi lain, penurunan HRV dapat pula mengakibatkan kejadian kardiovaskular dan komplikasinya. Hal tersebut terutama terlihat pada penyakit- penyakit non- kardiovaskular yang menurunkan HRV, seperti stres psikis, depresi, dan ansietas yang diketahui menimbulkan ketidakseimbangan vegetatif, dapat diperhitungkan sebagai faktor risiko kardiovaskular independen. Depresi yang terjadi pada kelompok pasien sindrom korener akut (SKA) memiliki angka mortalitas tiga kali lebih besar daripada kelompok yang tidak depresi. Seiring berjalannya waktu, Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 77
dengan ditemukannya EKG digital berfrekuensi tinggi, maka pengukuran HRV yang semakin valid mulai dipakai sebagai dasar dalam penilaian keadaan-keadaan fisiologis dan atau patologis, terutama sebagai alat stratifikasi risiko. HRV semakin banyak diteliti dan popular karena dianggap sebagai penanda (marker) yang tampaknya menjanjikan.8,9 FISIOLOGI PENGARUH SSO TERHADAP DENYUT JANTUNG 1. Sistem Saraf Otonom Kontrol sistem kardiovaskular secara otonomik oleh SSO adalah suatu serabut eferen yang berdasarkan informasi yang dikiriim dari serabut aferen otonom ke pusat kardiovaskular di hipotalamus dan medulla. Selain itu kontrol daari SSO juga melalui mekanisme umpan balik negative (negative feedback mechanism) pada SSO itu sendiri. SSO dibagi menjadi dua divisi yaitu akson eferen yang keluar dari segmen torako-lumbal (T1-L3) medulla spinalis disebut susunan saraf simpatis sedangkan yang keluar dari segmen kranial (nervus III,VII,IX, dan X) dan segmen sakral medulla spinalis disebut serabut saraf parasimpatis. Respon organ terhadap rangsangan saraf simpatis dan saraf parasimpatis ini pada umumnya saling berlawanan kecuali pada kelenjar ludah. Sebagai contoh pada jantung dan pembuluh darah, perangsangan saraf simpatis menimbulkan takikardi dan vasokontriksi sedangkan perangsangan saraf parasimpatis akan menimbulkan bradikardi dan vasodilatasi. Setelah keluar dari susunan saraf pusat ujung saraf simpatias mengadakan sinaps dengan badan sel saraf perifer di dalam ganglion paravertebralis, selanjutnya akson perifer menuju sel efektor (organ). Sedangkan saraf parasimpatis berganti neuron di ganglion dekat organ yang dipersarafinya. Jadi saraf simpatis maupun saraf parasimpatis memiliki dua bagian yaitu saraf pre-ganglionik dan post- gangglionik.1 Ujung saraf simpatis dan saraf parasimpatis pregangglionik melepaskan neurotransmitter yang sama yaitu asetilkolin (Ach) yang menyebabkan depolarisasi neuron pada ganglion (saraf post ganglionik) dengan merangsang reseptor nikotinik. Akan tetapi ujung Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 78
ujung saraf simpatis dan parasimpatis post ganglion melepaskan neurotransmitter yang berbeda, ujung saraf simpatis post ganglion melepaskan noradrenalin (bersama sedikit adrenalin) sedangkan ujung saraf parasimpatis post gangglion melepaskan Ach. Adrenalin yang memiliki semua efek perangsangan saraf simpatis dilepaskan terutama pada medulla adrenal.1,2 Gambar 1. Distribusi Innervasi Simpatis dan Parasimpatis. 2 1.1 Saraf Adrenergik Terdapat dua kelas reseptor simpatis yang umum yaitu reseptor alfa dan reseptor beta. Secara umum, Norepinefrin lebih menstimulasi reseptor alfa sedangakan adrenalin menstimulasi reseptor alfa dan beta. Sehingga norepinefrin terlibat dalam stimulasi terlokalisir sedangkan adrenalin mempengaruhi reseptor alfa dan beta seluruh tubuh. Reseptor alfa dan beta adalah reseptor dengan protein G dimana efek stimulasi pada reseptor tersebut tidak sama di seluruh tubuh, tergantung produksi jenis second messengers yang dihasilkan. Stimulasi reseptor alfa (α) mengaktivasi enzim didalam membran sel. Terdapat dua tipe reseptor alfa yaitu alfa -1(α1) dan alfa-2 (α2). Fungsi reseptor α1 (tipe reseptor alfa yang paling banyak adalah pelepasan ion kalsium dari cadangan di retikulum endoplasma yang menyebabkan efek eksitatori pada sel target. 3,4 Sedangkan stimulasi reseptor α2 menghasilkan penurunan kadar cyclic-AMP (cAMP) di Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 79
sitoplasma. Cyclic-AMP adalah second messenger yang dapat mengaktifasi sehingga penurunan cAMP umumnya memiliki efek inhibisi sel. Umumnya reseptor α2 terdapat di presinap yang disebut autoreseptor untuk self-inhibiting sehingga akan berhenti dilepaskan ke celah sinaps. Reseptor α2 juga terdapat pada divisi parasimpatik yang berfungsi membantu koordinasi aktivitas simpatik dan parasimpati dimana saat noradrenalin dilepaskan akan menghambat aktivitas parasimpatis.3,4 Reseptor β adalah reseptor dengan protein G yang menstimulasi peningkatan kadar cAMP intrasel setelah neurotransmitter berikatan dengan reseptor. Reseptor beta (β) berlokasi di membran sel pada banyak organ, dimana reseptor ini umumnya terdiri dari β1, dan β2. Reseptor β1 lebih dominan di jantung sedangkan β2 lebih tersebar luas di dalam tubuh, meskipun terdapat reseptor β1 yang terdapat di organ lain selain jantung dan β2 di jantung. Umumnya stimulasi reseptor β1 kemudian akan meningkatkan aktifitas metabolisme atau eksitasi sedangkan stimulasi reseptor β2 menyebabkan inhibisi sebagai contoh memicu relaksasi otot polos sepanjang jalur pernafasan. Tipe reseptor beta yang ketiga adalah beta-3 (β3) terdapat di jaringan lemak stimulasinya menyebabkan lipolisis, penghancuran trigliserid yang disimpan dalam adiposit. 3,4 Proses pembentukan norepinefrin ketika tirosin masuk ke dalam axonplasma dari saraf adrenergik dengan batuan Na+, kemudian dihidroksilasi menjadi dihydroksyphenylalanine (DOPA) oleh tyrosine hydroksylase. Ini merupakan awal mula terbentuknya norepinefrin. DOPA kemudian dikarboksilasi membentuk dopamin. Dopamin kemudian masuk ke dalam kantong sinaptik (synaptic vesicles atau synaptic knob). Dopamin dihidroksilasi membentuk norepinefrin dengan bantuan enzim Dopamine β-hydroxylase. Di dalam kantong sinaptik mengandung dopamin atau norepinefrin ditambah adenosine triphosphate dan β-hydroxylase. Ketika ada potensial aksi maka akan merangsang masuknya ion kalsium (Ca++) dari cairan ekstraseluler masuk ke sitoplasma saraf. Peningkatan kalsium pada membrana sel kantong sinaptik menyebabkan kantong sinaptik melepaskan norepinefrin menuju ke sinaps. Norepinefrin yang dilepaskan dari kantong sinaptik akan menyeberangi ruang sinaptik (synaptic space) Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 80
dan berikatan dengan reseptor posinaptik pada organ efektor (alpha- 1 reseptor) dengan menstimulasi pelepasan norepinefrin atau pada presinaptik reseptor (alpha-2 reseptor) pada ujung saraf dengan menghambat pelepasan norepinefrin. Setelah norepinefrin dilepas dari presinaptik saraf, norepinefrin akan cepat kembali masuk ke dalam kantong sinaptik, dan kemudian dihancurkan dengan bantuan enzyme monoamine oxidase (MAO). Norepinefrin yang tidak diabsorbsi oleh kantong sinaptik akan dihancurkan oleh enzim lain yang disebut catechol-O-methyl transferase (COMT). Selama berada didalam celah sinaps sebagian diambil kembali (reuptake) kedalam ujung saraf untuk didaur ulang dan sebagian lagi diambil kembali pada sel efektor kemudian mengalami katabolisme.5,6 Gambar 2. Pembentukan dan pelepasan neurotransmitter dari saraf adrenergik.7 1.2 Saraf Kolinergik Reseptor kolinergik dikelompokkan menjadi Reseptor nikotinik dan musikarinik. Reseptor nikotinik berlokasi di ganglia otonom pada sinaps antara neuron preganglion dan postganglion parasimpatis dan Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 81
simpatis, yang juga terdapat pada neuromuskular junction. Reseptor Muskarinik dijumpai pada semua sel efektor yang dirangsang oleh neuron kolinergik postganglion baik oleh sistem saraf simpatis maupun parasimpatis. Reseptor muskarinik memiliki protein G dan stimulasinya menghasilkan efek yang lebih lama dibandingkan stimulasi yang disebabkan oleh reseptor nikotinik. Reseptor Muskarinik (M) terdiri dari beberapa tipe yaitu M1- M5.5 Kolin merupakan bahan dasar untuk biosintesis asetilkolin. Kolin berdifusi ke pre- sinaps melalui transporter yang ditambah dengan sodium. Reaksi kolin dan asetil ko-A dengan bantuan enzim choline acetyltransferase membentuk asetilkolin. Proses ini terjadi di pre- sinaps Setelah terbentuk asetilkolin, maka langsung disimpan di dalam vesikel yang merupakan gudang penyimpanan neurotransmiter di pre- sinaps. Depolarisasi membran pre- sinaps menyebabkan kanal kalsium (voltage sensitive calcium chanels) terbuka dan ion Ca²⁺ masuk menyebabkan peningkatan kadar Ca²⁺ kemudian vesikel berfusi (bergabung) dengan permukaan membran presinaps sehingga terjadi pelepasan asetilkolin dari vesikel ke celah sinaps menuju post sinaps dan neurotransmiter asetilkolin berikatan dengan reseptornya dan Efek biologis. Aksi asetilkolin dibatasi oleh enzim asetilkolinesterase dengan cara menghidrolisis (menguraikan) asetilkolin menjadi kolin dan asetat. Proses ini terjadi di celah sinaps. Kolin yang terbentuk akan berdifusi kembali ke presinaps. Sebagian asetilkolin akan berikatan dengan reseptor kolinergik di sel target post-sinap dan menghasilkan efek biologis.5,6,7 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 82
Gambar 3. Pembentukan dan pelepasan neurotransmitter dari saraf kolinnergik. 7 1.3 Interaksi Adrenergik dan Kolinergik Sistem saraf simpatis dan parasimpatis memiliki kolerasi fisiologis. Sistem saraf simpatis memiliki pengaruh yang luas diseluruh tubuh, sedangkan parasimpatis hanya menginervasi struktur viseral yang dilayani oleh nervus kranialis atau yang berada di kavitas abdominopelvik. Meskipun beberapa organ hanya dilayani oleh satu divisi SSO saja, kebanyakan organ mendapatkan innervasi dwirangkap yaitu menerima instruksi dari simpatis dan parasimpatis. Efek-efek yang terjadi pada organ viseral tubuh akibat terangsangnya saraf simpatis atau parasimpatis. Dari tabel 1 dapat terlihat lagi perangsangan simpatis menimbulkan efek eksitasi pada beberapa organ tetapi menimbulkan efek inhibisi pada organ lainnya. Demikian pula, perangsangan parasimpatis akan mengeksitasi beberapa organ namun menghambat organ lainnya. Kebanyakan organ diatur oleh salah satu dari kedua sistem tersebut. 1,5 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 83
Tabel 1. Efek dari susunan saraf otonom pada berbagai organ.1 1.3.1 Autoregulasi Baroreseptor yang terletak di dalam lengkung aorta dan sinus karotis mendeteksi peningkatan tekanan darah. Mekanoreseptor ini diaktifkan ketika mengalami pembuluh darah mengalami distensi, dan kemudian mengirim potensial aksi ke medula ventrolateral rostral (medula oblongata batang otak) yang selanjutnya menyebarkan sinyal, melalui sistem saraf otonom, menyesuaikan resistensi perifer total melalui vasodilatasi (penghambatan simpatis) dan mengurangi curah jantung melalui regulasi inotropik dan kronotropik negatif dari jantung (aktivasi parasimpatis). Sebaliknya, baroreseptor dalam vena cava dan pulmonary veins diaktifkan ketika tekanan darah turun. Umpan balik ini menghasilkan pelepasan hormon antidiuretik dari tubuh sel di hipotalamus ke dalam aliran darah dari ujung saraf di lobus posterior kelenjar hipofisis. Sistem renin-angiotensin-aldosteron juga diaktifkan. Peningkatan volume plasma darah selanjutnya Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 84
menghasilkan peningkatan tekanan darah. Refleks baroreseptor akhir melibatkan reseptor peregangan yang terletak di dalam atrium seperti reseptor mekanik dalam lengkungan aorta dan sinus karotis. Reseptor diaktifkan ketika atrium menjadi penuh dengan darah, namun tidak seperti reseptor mekanik lainnya setelah aktivasi reseptor di atrium meningkatkan denyut jantung melalui peningkatan aktivasi simpatik perama ke medula kemudian ke SA node sehingga meningkatkan curah jantung dan mengurangi peningkatan tekanan darah yang disebabkan volume di atrium.5,6 Refleks kemoreseptor yang terletak di arteri karotis dan badan aorta memantau kandungan oksigen dan karbon dioksida serta pH darah. Kemoreseptor sentral terletak pada permukaan meduler ventrolateral di sistem saraf pusat dan sensitif terhadap tingkat pH dan CO2 di sekitarnya. Selama hipovolemia atau kehilangan darah yang parah, kadar oksigen darah turun, atau pH menurun (lebih asam), dan kadar karbondioksida cenderung meningkat, potensial aksi dikirim sepanjang saraf glosofaringeal atau vagus (yang pertama untuk reseptor karotid, yang terakhir untuk aorta) ke pusat medula, di mana stimulasi parasimpatis menurun menghasilkan peningkatan denyut jantung demikian peningkatan pertukaran gas serta respirasi.5,6 1.3.2 Refleks Vagal Perangsangan saraf vagus akan menyebabkan pelepasan hormon asetilkolin pada ujung saraf vagus. Hormon asetilkolin akan dapat menurunkan irama nodus sinus dan menurunkan eksitabilitas serabut-serabut penghubung nodus atrioventrikular (NAV), sehingga akan menghambat penjalaran impuls jantung yang menuju ventrikel. Hormon asetilkolin juga akan meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion kalium, sehingga akan mempermudah terjadinya kebocoran kalium yang cepat dari serabut-serabut konduksi yang mengakibatkan peningkatan kenegatifan di dalam serabut (hiperpolarisasi). Kejadian hiperpolarisasi dapat menyebabkan penurunan denyut jantung. Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion kalium akan menghambat masuknya ion kalsium, sehingga dapat menyebabkan Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 85
penurunan kekuatan kontraksi ventrikel dan denyut jantung yang disebut sebagai inotropik negatif. Keadaan hiperpolarisasi pada NAV menyebabkan perangsangan saraf vagus akan menyulitkan serabut atrium mencetuskan listrik dalam jumlah yang cukup untuk merangsang serabut nodus. Penurunan arus listrik yang sedang hanya akan memperlambat konduksi impuls, namun penurunan yang besar akan menghambat konduksi secara keseluruhan. 3 HEART RATE VARIABILITY HRV merupakan komponen yang signifikan dan berhubungan dengan keadaan-keadaan fisiologis maupun patologis tertentu sehingga penggunaannya di dalam bidang kardiovaskular memiliki nilai prognostik yang spesifik. Beberapa studi menunjukkan HRV yang rendah berhubungan dengan risiko PJK yang tinggi, serta beberapa faktor risiko tradisional penyakit kardiovaskular seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, merokok, kegemukan, dan peningkatan usia. Pengukuran HRV dari rekaman holter EKG adalah metode yang berguna untuk menyelidiki besarnya pengaruh sistem saraf otonom pada jantung. Pengukuran variabilitas denyut jantung bersifat non- invasif dan mudah dilakukan pada pasien dengan penyakit jantung. Aplikasi saat ini yang paling penting dari analisis HRV dalam kardiologi klinis adalah pengukuran HRV pada pasien penyakit jantung koroner, di mana penurunan HRV menunjukkan peningkatan risiko kematian jantung.8,9 Gambar 4. Heart rate variability.10 Pada umumnya analisis HRV dilakukan menggunakan program komputer dan setelah sinyal HRV dianalisis dapat digunakan menjadi Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 86
salah satu alat diagnosis. Variasi normal dari HRV tergantung dari regulasi sistem saraf otonom, dalam hal ini artinya adalah keseimbangan antara sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Peningkatan aktivitas dari simpatis atau penurunan aktivitas parasimpatis akan menyebabkan akselerasi dari jantung. Sedangkan peningkatan kerja parasimpatis atau penurunan kerja saraf simpatis akan menyebabkan deselerasi jantung. Derajat variasi denyut jantung memberikan informasi mengenai fungsi sistem saraf yang mengontrolnya dan kemampuan jantung dalam merespons situasi tersebut.11 Pengukuran HRV menggunakan EKG harus didahului dengan kalibrasi/ standarisasi EKG untuk mengidentifikasi puncak kompleks gelombang QRS menentukan determinan maksimum kurva waktu dan menentukan interpolasi gelombang serta nilai ambang frekuensi. Komponen terakhir memegang peranan penting karena ambang frekuensi yang lebih rendah daripada EKG standar (200 Hz) dapat menimbulkan artefak yang mempengaruhi identifikasi QRS demikian pula ambang yang lebih tinggi akan meningkatkan derajat kesalahan terutama pada komponen high-frequency (HF). Di sisi lain, derajat kesalahan dapat dikurangi dengan metode interpolasi yang sesuai sehingga meski frekuensi EKG tidak ideal pengukuran HRV tetap dapat menggambarkan keadaan pasien secara adekuat. Selain itu, diperlukan pula validasi terhadap fase pengukuran dan analisis karena kesalahan yang dapat timbul di dalam pemeriksaan ini sebagian besar adalah kesalahan menentukan puncak gelombang. Tahapan proses pengukuran dan analisis HRV dapat dilihat di gambar 4. 12 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 87
Gambar 5. Tahapan Proses Pengukuran dan Analisis HRV.13 3.1 Perspektif Sejarah Konsep mengenai HRV sebenarnya merupakan ide yang sudah dipikirkan sejak lama. Para tabib-tabib pada masa lampau telah mulai mengamati adanya variasi pada frekuensi laju jantung. Herophilus dari Yunani (335-280 sebelum masehi) selain menemukan anatomi arteri dan vena, namun ia juga mengatakan bahwa arteri berdenyut secara berirama. Namun dalam literatur kedokteran Asia Timur, sebelum Herophilus, di antara tahun 800 sampai 200 sebelum masehi terdapat seseorang bernama Bian Que atau Qin Yue Ren. Ia dianggap juga telah mengembangkan teknik diagnosis menggunakan nadi yang merupakan salah satu dari “empat metode diagnosis” dalam pengobatan Tiongkok tradisional. Dalam kedokteran Barat, pengamatan ilmiah terhadap denyut dan tekanan darah arteri dilakukan oleh Stephen Hales pada tahun 1733. Hingga pada tahun 1935, Ludwik Fleck mengamati HRV secara kolektif.13,14 Relevansi HRV pertama kali diapresiasi secara klinis pada tahun 1965 saat Hon dkk menemukan bahwa distres fetus didahului oleh perubahan interval antar denyut jantung sebelum perubahan laju denyut jantung itu sendiri. Setelah klinisi menemukan fenomena tersebut, pada akhir 1960-an kemudian muncul teori bahwa terdapat ritme fisiologis yang menentukan sinyal denyut jantung secara individual. Pada tahun 1970-an, Ewing Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 88
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327
- 328
- 329
- 330
- 331
- 332
- 333
- 334
- 335
- 336
- 337
- 338
- 339
- 340
- 341
- 342
- 343
- 344
- 345
- 346
- 347
- 348
- 349
- 350
- 351
- 352
- 353
- 354
- 355
- 356
- 357
- 358
- 359
- 360
- 361
- 362
- 363
- 364
- 365
- 366
- 367
- 368
- 369
- 370
- 371
- 372
- 373
- 374
- 375
- 376
- 377
- 378
- 379
- 380
- 381
- 382
- 383
- 384
- 385
- 386
- 387
- 388
- 389
- 390
- 391
- 392
- 393
- 394
- 395
- 396
- 397
- 398
- 399
- 400
- 401
- 402
- 403
- 404
- 405
- 406
- 407
- 408
- 409
- 410
- 411
- 412
- 413
- 414
- 415
- 416
- 417
- 418
- 419
- 420
- 421
- 422
- 423
- 424
- 425
- 426
- 427
- 428
- 429
- 430
- 431
- 432
- 433
- 434
- 435
- 436
- 437
- 438
- 439
- 440
- 441
- 442
- 443
- 444
- 445
- 446
- 447
- 448
- 449
- 450
- 451
- 452
- 453
- 454
- 455
- 456
- 457
- 458
- 459
- 460
- 461
- 462
- 463
- 464
- 465
- 466
- 467
- 468
- 469
- 470
- 471
- 472
- 473
- 474
- 475
- 476
- 477
- 478
- 479
- 480
- 481
- 482
- 483
- 484
- 485
- 486
- 1 - 50
- 51 - 100
- 101 - 150
- 151 - 200
- 201 - 250
- 251 - 300
- 301 - 350
- 351 - 400
- 401 - 450
- 451 - 486
Pages: