selama 5-10 hari pertama. Heparin parenteral harus diberi bersama dengan insiasi antagonis vitamin K atau alternatif lain adalah diberikan salah satu dari antikoagulan oral yang baru dimana langsung dapat mulai diberikan atau setelah 1-2 hari setelah pemberikan antikoagulan parenteral. Pada pasien usia lanjut yang masuk rumah sakit direkomedasikan thromboprofilaksis dengan LMWH, low dose unfractionated heparin (LDUH) atau fondaparinux. Penggunakan LMWH sering diberikan sesuai dengan kreatinin klirens. Penggunaan heparin jangka panjang dihubungkan dengan peningkatan osteopenia pada pasien usia lanjut.5 Manfaat antikoagulan secara umum lebih besar daripada resiko perdarahan pada pasien yang tanpa kontraindikasi.3 Diseksi Aorta Diseksi aorta merupakan hasil dari koyaknya lapisan intima dengan diseksi selanjutnya dari lapisan medial dinding arteri. Diseksi aorta akut didefinisikan hingga 14 hari setelah kejadian awal. Klasifikasi Stanford merupakan yang paling sering digunakan yakni membagi diseksi aorta menjadi satu dari dua kategori. Diseksi aorta tipe A meliputi diseksi aorta ascendens dan mungkin termasuk aorta desendens, sedangkan tipe B melibatkan hanya aorta desendens saja. Metha dkk memperlihatkan data diseksi tipe A dan tipe B pada pasien usia lanjut menggunakan nilai batasan 70 untuk membedakan populasi usia muda dari populasi usia lanjut..3 Beberapa penelitian menemukan hingga 32% dari keseluruhan pasien dengan diseksi aorta tipe A adalah berusia diatas 70 tahun.3 Penelitian retrospektif pada mean usia 66 tahun menemukan 17% pasien dengan diseksi aorta tidak memiliki keluhan nyeri dada, namun 25% pasien datang dengan sinkop. Adapun penelitian retrospektf lainnya dengan mean usia 73,5 tahun menunjukkan 23% pasien masuk ke unit gawat darurat didiagnosa ruptur aneurisme aorta abdominalis dengan sinkop sebagai gejala utamanya.3 Seperti halnya penyakit akut yang lain,pasien usia lanjut dengan diseksi aorta tipe A kurang memperlihatkan gejala tipikal seperti nyeri dada akut atau nyeri punggung (76% pada >70 tahun dan 88,5% pada <70 tahun).3,5 Beberapa pasien usia lanjut memperlihatkan murmur aorta regurgitasi (28% pada >70 tahun dan 47,1% <70 tahun). Namun, timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba (gejala ini terlihat pada 76% >70 tahun dan 88% pada <70 tahun) dengan disertai Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 389
hipotensi merupakan gejala paling umum ditemui pada diseksi aorta tipe A baik pasien usia muda dan usia lanjut.5 Pasien ini juga memiliki resiko peningkatan mortalitas, dengan beberapa pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan disebabkan oleh kondisi komorbidnya.3 Didapatkan keterbatasan pada penelitian diagnostik yang awalnya digunakan untuk mengevaluasi nyeri dada ketika mempertimbangkan suatu diagnosa diseksi aorta. Pada penelitian yang dilakukan oleh The International Registry of Acute Aortic Dissection (IRAD) menemukan 37,5% pasien dengan diseksi aorta tidak memiliki mediastinum yang lebar dan 12,4% memiliki foto polos dada yang normal. Pemeriksaan EKG tidak sensitif ataupun spesifik dan ditemukan normal pada 31,3% pasien dengan diseksi, dengan abnormalitas yang non spesifik umumnya ditemui. Diantara lansia dengan diseksi aorta, Metha dkk menemukan efusi pada foto polos dada merupakan temuan yang tersering diantara populasi dengan penyakit ini (baik tipe A dan B) dan EKG usia lanjut dengan diseksi aorta tipe A didapatkan adanya gelombang Q baru atau deviasi segmen ST dibandingkan pasien usia muda (9,7% dan 5,2%). Pada pasien usia lanjut dengan diseksi aorta tipe B tidak didapatkan perbedaan pada EKG antara pasien usia muda dan usia lanjut. Adapun beberapa yang mengusulkan pemeriksaan D-dimer mungkin dapat menyaring pasien dengan diseksi aorta namun belum sepenuhnya diterima dan digunakan secara rutin. Mengesampingkan diagnosa diseksi akut membutuhkan pemeriksaan CT angiography, transesophageal echocardiography (TEE), magnetic resonance angiography (MRA) ataupun cardiac angiography.3 Diseksi aorta tipe A dan tipe B diterapi secara berbeda dan memiliki temuan yang berbeda. Diseksi aorta tipe A lebih mungkin untuk ditangani dengan operasi dan tipe B dikelola secara medis.3 Secara signifikan terlihat hanya 64% pada pasien usia >70 tahun yang menjalani operasi dibandingkan 86% pasien lansia <70 tahun, dimana pendekatan medis memperlihatkan 36% dan 14%.5 Adapun kekhawatiran tambahan pada pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan aorta. Operasi aorta merupakan prosedur beresiko tinggi dan memerlukan pertimbangan analisa resiko/manfaat. Pasien lansia (>70 tahun) dengan diseksi aorta tipe B memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami hipotensi atau syok saat di rumah sakit dibandingkan dengan yang berusia muda (>70 tahun). Hipotensi, keterlibatan pembuluh darah cabang dan hematom periaortik Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 390
merupakan prediktor independen mortalitas di rumah sakit pada pasien lansia dengan diseksi aorta tipe B. Pasien usia lanjut yang tanpa faktor ini dengan diseksi aorta tipe B ditemukan 60% dari jumlah keseluruhan lansia yang terdaftar di IRAD dan memiliki angka mortalitas yang sangat rendah yakni 1,4% ketika ditangani secara medis. Pasien dengan diseksi aorta tipe B dengan hipotensi atau syok memiliki angka mortalitas tertinggi (56%).3 Angka kematian keseluruhan untuk pasien diseksi aorta tipe A yang menjalani operasi sekitar 27% dimana terdapat perbedaan yang signifikan pada pasien usia muda (23%) dan pada >70 tahun (38%).3,5 Komplikasi tersering pada pasien rawat inap yakni iskemik miokard, iskemik mesenterika dan iskemik ekstremitas, gagal ginjal, tamponade jantung dan koma atau perubahan kesadaran. Pada komplikasi ini, tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia muda dan usia lanjut.5 Sindroma sinus karotis (CSS) Sindroma ini didefinisikan sebagai sinkop dengan gejala reproduktif selama pijatan sinus karotis (CSM) dalam 10 detik. Satu penelitian menunjukkan durasi rata-rata asystole untuk menyebabkan gejala adalah 7,6 detik dan suatu penurunan pada tekanan darah sistolik 65 mmHg karena efek vasodepresif. Sindroma ini harus dipertimbangkan pada usia lanjut yang masuk ke rumah sakit dengan keluhan sinkop setelah suatu evaluasi diagnostik negatif. Jarangnya pasien melaporkan adanya faktor pemicu seperti leher terkilir, leher kerah yang ketat atau tumor leher. Namun pasien sering hanya melaporkan sedikit ataupun tanpa ada peringatan sebelum terjadi sinkop. Sindroma sinus karotis yang tipikal pada usia lanjut dengan mean usia 75 tahun dimana laki-laki lebih dominan dan dianggap sebagai refleks patologis dari cardioinhibition melalui nervus vagus dan penariksan simpatis. Sebaliknya, hipersensitifitas sinus karotis (CSH) lebih sering pada usia muda dan hal ini didefinisikan merupakan respons positif dari CSM tanpa gejala.5 Hipotensi ortostatik (OH) Hipotensi ortostatik paling sering ditemukan pada pasien dengan sinkop berulang atau sakit kepala. Hipotensi ortostatik ditemukan hingga 40% pada pasien >70 tahun asimtomatik dan 23% pasien yang lebih muda dari 60 tahun.3,5 Pedoman mendefinisikan OH sebagai penurunan Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 391
oleh saraf otonom. Prevalensi OH meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dipikirkan ada hubungannya dengan penurunan respon dari barorefleks, penurunan komplians jantung dan lemahnya refleks vestibulosimpatetik pada orang dewasa. Satu penelitian membandingkan stabilisasi tekanan darah meningkat dari 15,6% pada usia >50 menjadi 41,2% pada usia >80 tahun. Beberapa penelitian juga menunjukkan terjadinya OH meningkatkan resiko mortalitas dan kejadian kerdiovaskular. Hipotensi ortostatik terjadi pada lebih 40% asimtomatik pasien lansia lebih dari 70 tahun dan 6-23% pada pasien usia lebih muda dari 60 tahun. Satu penelitian memperlihatkan prevalensi OH ditemukan pada 72% pasien jatuh dan 50% pada pasien yang tidak mengalami jatuh di pusat peratawan usia lanjut. Dikarekan OH sering terjadi namun tanpa disertai gejala, sangatlah penting untuk menghubungkan hasil anamnesa riwayat pasien, pemeriksaan fisis dan temuan laboratoriumnya. Penyebab tersering OH pada usia lanjut termasuk penggunakan obat-obatan medis dan penyakit otonom primer/sekunder seperti penyakit neurodegeneratif.3 Perikarditis Perikarditis menyumbangkan hanya 5% dari keseluruhan pasien di unit gawat darurat dengan nyeri dada. Penyebab dasarnya multifaktorial dan dapat dibagi menjadi infeksi, noninfeksi, neoplastil, metabolik, idiopatik dan lainnya. Etiologi tertentu harus dipertimbangkan lebih kuat pada pasien usia lanjut karena pasien lansia mungkin memiliki proses penyakit yang mendasari seperti perikarditis neoplastik yang disebabkan oleh kanker atau perikarditis mixedema yang disebabkan oleh hipotiroidism. 3 Gejalanya beragam, mulai dari nyeri dada hingga kelemahan yang menyebabkan pingsan. Gejala nyeri dada dapat memberat saat pasien berbaring dan membaik saat pasien duduk tegak. Bunyi friction rub perikardial biasanya terdengar dan bersifat diagnostik. Pemeriksaan EKG juga membantu dalam penegakan diagnosa dan umumnya berkembang menjadi empat tahap. Tahap pertama menunjukkan elevasi dari segmen ST difus (cekung) dengan depresi segmen PR. Tahap kedua menunjukkan Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 392
normalisasi segmen ST dan PR. Tahap ketiga menunjukkan inversi gelombang T yang lebar. Tahap keempat menunjukkan normalisasi gelombang T. Apabila pasien datang ketika tahap kedua atau tahap keempat maka pada EKG tidak akan didiagnosa suatu perikarditis. Masalah utama yang terpenting untuk mempertimbangkan pasien dengan perikarditis adalah tamponade perikardial yang merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan. Pemeriksaan echocardiography sangat berguna dalam mendiagnosa dan penatalaksanaan pasien (pericardiocentesis yang dipandu dengan ultrasound). Pasien dengan onset yang subakut, efusi perikard yang banyak, trauma saat ini, tamponade jantung, tanda-tanda myopericarditis dan pasien yang sedang mengkonsumsi antikoagulan harus dirawatinapkan. Pasien dengan resiko tinggi terinfeksi bakteri atau yang berpotensi mengalami pengembagan tamponade jantung harus pula dirawatinapkan. Pasien tanpa faktor-faktor resiko ini aman dirawatjalankan.3 Miokarditis Miokarditis merupakan sindroma nyeri dada lainnya yang merupakan hasil akhir dari kelompok berbagai macam penyakit. Penyebabnya adalah termasuk infeksi virus, penyakit autoimun, infeksi bakteri, keracunan logam, reaksi obat. Sekitar 32% pasien dengan miokarditis pada seluruh spektrum usia mengeluh nyeri dada namun diagnosa harus dipertimbangkan pada kardiomiopati secara tiba-tiba yang belum dapat dijelaskan dan CHF. Pemeriksaan di unit gawat darurat yang dapat dilakukan meliputi pemerikaan EKG radiografi dada dan echocardiogram bila tersedia. Pada EKG mungkin dapat menunjukkan elevasi segmen ST yang persisten dan gelombang T terbalik. Pada radiografi dada dapat memperlihatkan kardiomiopati baru dengan CHF akut yang selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan echocardiogram. Pasien usia lanjut dengan miokarditis umumnya harus dirawatinapkan untuk pemeriksaan dan penanganan yang lebih lanjut.3 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 393
RINGKASAN Pasien usia lanjut menjadi semakin banyak terlihat di unit gawat darurat. Kebanyakan pasien usia lanjut masuk ke unit gawat darurat dengan gejala yang atipikal. Diperlukan ketelitian dalam menegakkan diagnosa pasien populasi ini secara cepat sehingga dapat ditangani secara tepat dan sesuai dengan pedoman yang ada. Ketepatan dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan jantung pada populasi usia lanjut sangatlah penting karena kondisi ini merupakan identifikasi dan penatalaksanaan yang time-sensitive. Ada tiga gejala utama pasien usia lanjut masuk ke unit gawat darurat, yakni dispnea, nyeri dada dan sinkop. Infark miokard, CHF, atrial fibrilasi, emboli paru dan diseksi aorta merupakan situasi yang mengancam jiwa. Penyakit-penyakit tersebut terkadang tidak terdiagnosa dengan tepat saat masuk ke unit gawat darurat mengingat bahwa pasien usia lanjut memiliki banyak komorbid yang mendasari. Angka mortalitas penyakit-penyakit tersebut tergolong tinggi apabila tidak didiagnosa dan terapi secara tepat. Penatalaksanaan pasien usia lanjut di unit gawat darurat sama halnya pasien lain pada umumnya yakni diagnosa ditegakkan sesuai dari riwayat penyakit klinis, pemeriksaan fisis, elektrokardiogram (EKG) 12-lead, foto thoraks dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan lanjutan seperti biomarker, analisa gas darah arteri atau vena, ultrasound, computed tomography, ventilation/perfusion scan atau pemeriksaan lainnya yang harus dilakukan sesuai pertimbangan dari temuan sebelumnya. Terapi pada pasien usia lanjut juga tidak terlalu berbeda dengan pasien usia muda. Hanya saja perlu lebih diperhatikan mengenai penyesuaian dosis dan efek sampingnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Cicih LH. Info demografi. Jakarta, Indonesia: BKKBN. 2019; 1:1-15. 2. Abikusno N. Older population in Indonesia: trends, issues and policy responses. Bangkok, Thailalnd: UNFPA-CST; 2007. 3. Mattu A, Grossman SA, Rosen PL. Dyspnea in the eldery, acute chest pain tn the geriatric patient, acute cardiac disease in elder patients, syncope in geriatrics. Current topics in emergency medicine. West Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 394
Sussex, United Kingdom: Wiley Blackwell; 2016. 4. Malavolta M, Caraceni D, Olivieri F, et al. New challenges of geriatric cardiology: from clinical preclinical research. J Geriatr Cardiol. 2017;14:223-232. 5. Nickel C, Bellou A, Conroy S. Syncope in older people in the emergency department, management of acute chest pain in older patients, dyspnoea in older people. Geriatric emergency medicine. Cham, Switzerland: Springer Nature; 2018. 6. Ungar A, Rafanelli M. Syncope in the older patient: initial evaluation and emergency department management according to 2018 European Society of Cardiology guideline. Emerg Case J. 2018;14:32- 36. 7. Hogan TM, Constantine ST, Crain AD. Evaluation of Syncope in Older A dults. Emerg Med Clin NA. 2016;34(3):601-627. 8. Hung CL, Hou CJY, Yeh HI, et al. Atypical chest pain in elderly: prevalence, possible mecanisms and prognosis. Int J Gerontol. 2010;4(1):1-8. 9. Roffi M, Patrono C, Collet JP, et al. 2015 ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persisten ST-segment elevation. Eur Heart J. 2016;37(3):267- 315. 10. Ibanez B, James S, Agewall S, et al. 2017 ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. Eur Heart J. 2018;39(2):119-177. 11. Sankar S. Treatment of AF in the very old patient: do comorbicities play a role in drug choice?. Eur Heart J. 2019:17(8). 12. Barbera AR, Jones MP. Dyspnea in the Elderly. Emerg Med Clin NA. 2016;34(3):543-558. 13. Masotti L, Ray P, Righini M, et al. Pulmonary embolism in the elderly: a review on clinical, instrumental and laboratory presentation. Vasc Health Risk Manag. 2008;4(3):629-636. 14. Task A, Members F, Konstantinides S V, et al. 2019 ESC Guidelines for the diagnosis and management of acute pulmonary embolism developed in collaboration with the European Respiratory Society (ERS). Eur Heart J. 2020;41:543-603. 15. Heri L, Cicih MIS. INFO. 2019;1. Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 395
16. Nations U, Fund P. Papers in Population Ageing - Older Population in Indonesia: Trends, Issues and Policy Reponses. 2007;3. 17. Sost G, Jouanny P. Current Topics in Emergency Medicine Geriatric Emergencies. Vol 2.; 2005. doi:10.1016/j.emcmed.2004.10.007 18. Access O, Malavolta M, Caraceni D, Olivieri F, Antonicelli R. New challenges of geriatric cardiology : from clinical to preclinical research. 2017. doi:10.11909/j.issn.1671-5411.2017.04.005 19. Nickel C, Bellou A, Conroy S. Geriatric Emergency Medicine.; 2017. doi:10.1007/978-3-319-19318-2 20. Ungar A, Rafanelli M. Syncope in the older patient : initial evaluation and emergency department management according to 2018 European Society of Cardiology guidelines m er us e on om m er al. 2018;14. doi:10.4081/ecj.2018.7543 21. Hogan TM, Constantine ST, Crain AD. Evaluation of Syncope in Older A dults. Emerg Med Clin NA. 2016;34(3):601-627. doi:10.1016/j.emc.2016.04.010 22. Hung C, Hou CJ, Yeh H, Chang W. A TYPICAL C HEST P AIN IN THE E LDERLY : P REVALENCE , P OSSIBLE M ECHANISMS AND P ROGNOSIS. Int J Gerontol. 2010;4(1):1-8. doi:10.1016/S1873-9598(10)70015-6 23. Roffi M, Patrono C, Collet JP, et al. 2015 ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent st-segment elevation: Task force for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation of . Eur Heart J. 2016;37(3):267-315. doi:10.1093/eurheartj/ehv320 24. Ibanez B, James S, Agewall S, et al. 2017 ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. Eur Heart J. 2018;39(2):119-177. doi:10.1093/eurheartj/ehx393 25. Sarkar S. Treatment of AF in The Very Old Patient: Do Comorbidities Play a Role in Drug Choice? e-Journal Cardiol Pract. 2019;17:2020. 26. Barbera AR, Jones MP. Dyspnea in the Elderly. Emerg Med Clin NA. 2016;34(3):543-558. doi:10.1016/j.emc.2016.04.007 27. Masotti L, Ray P, Righini M, et al. Pulmonary embolism in the elderly : Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 396
a review on clinical , instrumental and laboratory presentation. 2008;4(3):629-636. 28. Task A, Members F, Konstantinides S V, et al. 2019 ESC Guidelines for the diagnosis and management of acute pulmonary embolism developed in collaboration with the European Respiratory Society ( ERS ) The Task Force for the diagnosis and management of acute. 2020:543-603. doi:10.1093/eurheartj/ehz405 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 397
15 Mitral Valve Prolaps Pada Hipertiroidisme Niza Amalya, Pendrik Tandean, Husaini Umar PENDAHULUAN Hipertiroid adalah peningkatan sintesis dan sekresi hormon tiroid dari kelenjar tiroid yang menyebabkan munculnya manifestasi klinis yang dinamakan tirotoksikosis. Di Amerika Serikat prevalensi hipertiroid diperkirakan 1.2%, dengan insidensinya 10 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria. Di Indonesia berdasarkan riset Kesehatan Dasar RI (Riskesdas,2013) prevalensi penyakit hipertiroid di Indonesia adalah 0,6% pada wanita dan 0,2% pada pria, dengan rentang usia 15-24 tahun 0,4%, usia 25-34 tahun 0,3%, dan di atas 35 tahun 0,5%. Penyebab hipertiroid yang paling sering ditemukan adalah penyakit Graves (60-90%), diikuti dengan struma nodosa toksis, adenoma toksik atau berbagai tiroiditis lainnya. Penyakit grave adalah penyakit autoimun yang organ spesifik ditandai dengan adanya antibodi yang merangsang kelenjar tiroid thyroid stimulating antibody atau TSAb. Telah lama diketahui bahwa beberapa karakteristik tanda- tanda dan gejala penyakit tiroid yang paling umum adalah merupakan hasil dari efek hormon tiroid pada jantung dan sistem kardiovaskular. Hipertiroidisme menghasilkan perubahan dalam kontraktilitas jantung, konsumsi oksigen miokard, cardiac output, tekanan darah, dan resistensi pembuluh darah sistemik. Di hampir semua kasus perubahan kardiovaskular biasanya reversible ketika gangguan tiroid yang mendasari diketahui dan ditatalaksana. Peningkatan morbiditas kardiovaskular dan kematian telah dilaporkan pada pasien dengan hipertiroid yang berat, serta mereka dengan hipertiroidisme subklinis. Temuan ini menunjukkan Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 398
peningkatan risiko atrial fibrilasi, embolik koroner, dan gagal jantung pada pasien hipertiroid, khususnya pada individu lanjut usia. Insiden gangguan penyakit katup jantung terutama mitral valve prolapse (MVP) juga telah dilaporkan pada pasien-pasien dengan hipertiroid. Mitral valve prolaps ini dapat menyebabkan manifestasi gagal jantung pada pasien hipertiroid. Beberapa jurnal menghubungkan Autoimmune Thyroid disease (ATD) seperti penyakit Graves, tiroiditis Hashimoto, dan struma nodular toksik dengan kejadian kardiovaskular autoimun yang dalam hal ini MVP. Pada refarat ini akan dijelaskan lebih luas tentang mitral valve prolaps pada pasien hipertiroid. MITRAL VALVE PROLAPS PADA HIPERTIROID a) Definisi dan Etiologi Mitral valve prolaps (MVP) ditandai dengan bagian dari satu atau kedua daun katup mitral yang menggelembung ke atrium kiri saat sistol ventrikel. Hal ini sering diiringi dengan regurgitasi mitral, (gambar 1 dan gambar 2). Nama lain kondisi ini meliputi katup mitral yang “Floppy” / hipermobil, katup mitral miksomatosa, dan sindrom Barlow. MVP dapat diturunkan sebagai penyakit autosomal dominan primer dengan ekspresi fenotipe yang bervariasi atau dapat diiringi penyakit jaringan ikat tertentu seperti sindrom Marfan atau Ehlers- Danlos.7 Disrupsi integritas struktur dari salah satu komponen atau aksi yang terkoordinasi menghasilkan penutupan katup yang abnormal saat sistol, dan mengakibatkan mitral regurgitation (MR). MR dikatagorikan primer bila disebabkan oleh defek struktural dari setidaknya satu komponen katup. MR sekunder timbul dari koaptasi dan penutupan yang abnormal akibat dilatasi anulus mitral karena pembesaran atrium kiri atau pelebaraan jarak otot papiler. Selanjutnya perjalanan kerusakan katup, MR dapat terjadi secara akut dan kronis. MR akut primer disebabkan oleh kerusakan mendadak komponen aparatus katup seperti setelah infark miokard akut dengan elevasi segmen ST mengakibatkan MR berat. MR kronis Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 399
mempunyai beberapa penyebab, meliputi degenerasi katup miktomatosa, dimana daun katup yang “floppy” atau bergerak berlebihan menyebabkan regurgitasi akibat katup melekuk secara berlebihan ke left atrium (LA) saat sistol. 7 MVP terbagi menjadi klasik dan non klasik, didasarkan atas ketebalan daun katup. Bentuk klasik didefinisikan sebagai perpindahan superior daun katup lebih dari 2 mm selama sistol dan tebal daun katup sedikitnya lebih 5 mm selama akhir diastolik. Sementara itu bentuk non klasik dinyatakan bila perpindahan daun katup lebih dari 2 mm dengan ketebalan kurang dari 5 mm. 7 Gambar 1. Apparatus katup mitral dan hubungan secara umum dengan etiologi mitral regurgitasi. MVP, mitral valve prolaps: SAM, systolic anterioe motion.7 Gambar 2. Prolaps katup mitral.Potongan sumbu panjang dari left ventrikel (LV) menunjukkan katup mitral yang memanjang dan myxomatous, dengan prolaps daun posterior (panah) ke left atrium (LA). AO, aorta; RV, right ventrikel. 7, 8 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 400
Pada pasien dengan penyakit Graves 16.3% mengalami prolaps katup mitral dibandingkan dengan 5.2% pada struma nodular toksik. Prevalensi prolaps katup mitral jauh lebih tinggi pada wanita di bandingkan pria. Penyakit Graves dan MVP memiliki kesamaan. Penyakit Graves tujuh kali lebih banyak umum di kalangan wanita. Rasio wanita terhadap pria dengan prolaps katup mitral dalam seri yang dilaporkan bervariasi dari 1.4 : 1 dalam satu studi, dan ke 3: 1 dalam studi lain. Pasien dengan penyakit grave dan MVP ditemukan dalam rasio 4: 1 untuk wanita banding pria. MVP sering terjadi pada dewasa muda, dengan demikian, evaluasi patogenesisnya masih dalam beberapa penelitian. Dua belas persen pasien dengan MVP pada hipertiroid yang didiagnosis ekokardiografi memiliki kriteria MVP klasik (40%), dan sisanya 18 pasien memiliki kriteria MVP sekunder (60%). 16, 9 Dalam studi baru-baru ini tentang tiroiditis Hashimoto dan penyakit Graves, meningkat kejadiannya pada MVP. Kejadian MVP pada pasien dengan tiroiditis Hashimoto dan mengalami peningkatan 9,6 kali lipat dalam kejadian MVP di pasien ini dibandingkan dengan populasi kontrol. Dengan demikian, mereka menyimpulkan bahwa pasien dengan MVP mungkin memiliki yang lebih tinggi Kejadian penyakit autoimun karena kedua penyakit memiliki kesamaan karakteristik keluarga dan berhubungan dengan antigen jaringan, termasuk HLA-D3, BW35, dan A3.9 b) Patofisiologi MVP pada Hipertiroid menghasilkan perubahan dalam kontraktilitas jantung, konsumsi oksigen miokard, cardiac output, tekanan darah, dan resistensi pembuluh darah sistemik. Pasien dengan MVP menunjukkan beragam gejala, secara patofisiologis dasar yang tidak sepenuhnya dipahami. Adanya beberapa mekanisme terjadinya patofisiologi MVP pada hipertiroid dihubungkan dengan mekanisme autoimun, faktor genetik, dan peran peningkatan aktivitas adrenergik yang ditemukan di hipertiroidisme mungkin menjelaskan hubungan yang tampak.5,6,10 Degenerasi myxomatous bertanggung jawab pada kejadian MVP. karakteristik yang ditandai dengan adanya infiltrasi miksomatosa, perubahan kolagen dan perubahan serat elastik. Infiltasi miksomatosa dicirikan dengan penebalan dan proliferasi spongiosa dengan pengumpulan glikosaminoglikans. Perubahan kolagen, dicirikan dengan fragmentasi dari pembungkus kolagen didalam fibrosa. Pada miskroskop elektron Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 401
memperlihatkan bentuk haphazard/tak beraturan, disrupsi, dan fragmentasi fibril kolagen. Degenerasi kolagen chordae tendinae menyebabkan ruptur kordal. Perubahan serat elastik yang robek, terpecah dan bergranuler dengan kumpulan yang tak beraturan.12,16 Tirotoksikosis, khususnya penyakit Graves, memiliki banyak efek yang terdokumentasi pada jaringan ikat. Misalnya, oftalmopati Graves telah dikaitkan dengan pertumbuhan fibroblast dan sel inflamasi infiltrat dalam jaringan lunak otot ekstraokular. Selain itu, Dermopati Graves disebabkan oleh deposisi glikosaminoglikans ke dalam dermis kulit. Dengan demikian, tirotoksikosis mungkin juga memiliki efek langsung pada jaringan ikat katup tricuspid dan katup mitral yang mengarah ke degenerasi miksematosa.13 Pemeriksaan histologi daun katup MVP miksematosa secara karakteristik menunjukkan diaktifkan sel seperti myofibroblast interstitial, fragmentasi kolagen dan serat elastin yang tidak teratur,dan perluasan lapisan spongiosa sebagai akibat dari akumulasi proteoglikan dan glikosaminoglikans, yang meluas ke fibrosa yang ditunjukkan pada gambar 3. 6,12 Gambar 3. Temuan histologist pada katup mitral. (A) Pecahnya chordae tendineae katup mitral diamati. Katup mitral sedikit menebal dan lunak. (B) Histologi (pewarnaan hematoxylin-eosin) menunjukkan fragmentasi dan robekan kolagen dan serat elastin dan perubahan myxomatous. Tidak ada invasi sel radang atau granuloma.12 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 402
Karisma dkk membandingkan 24 pasien penyakit Graves dengan usia yang sama mengontrol dan melaporkan bahwa pasien dengan penyakit Graves menderita prevalensi mitral regurgitasi dan trikuspid regurgitasi yang lebih tinggi. Katup mitral juga biasa terkena oleh perubahan myxomatous serupa menghasilkan efek primer yang signifikan pada mitral regurgitasi karena katup prolaps, disfungsi otot papiler intrinsik, ruptur kordal, dan dalam hubungannya dengan penyakit katup rematik dan sekunder akibat gagal jantung. 12 Adanya kejadian MVP pada pasien dengan hipertiroid dihubungkan dengan faktor genetik dimana pada beberapa jurnal telah dilaporkan mutasi germline gen reseptor thyrotropin pada keluarga Cina dengan tirotoksikosis dan MVP. Keluarga Tionghoa dengan tiga anak dan ayahnya menderita tirotoksikosis, pada anak pertama, kedua dan ketiga menimbulkan adanya irama murmur pada jantung dan didapatkan peningkatan kadar FT4, setelah dilakukan pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan MVP. Pada ayah keluarga ini didapatkan tanda-tanda gagal jantung dan setelah dilakukan ekokardiografi ditemukan MVP dengan regurgitasi mitral. Laporan hubungan antara aktifasi mutasi TSH-R dan MVP, bahwa aktivasi TSH-R dapat meningkatkan ekspresi klinis MVP pada individu yang memiliki kecenderungan genetik. Namun, fakta bahwa MVP belum dilaporkan dalam kasus mutasi germline yang dijelaskan sampai saat ini membuatnya tidak mungkin bahwa mutasi TSH-R sendiri yang cukup berperan untuk menyebabkan MVP. Bahkan jika MVP dan gen TSH-R terkait erat dalam keluarga ini, itu akan sulit untuk menjelaskan mengapa manifestasi penyakit ini hampir secara bersamaan. Dari empat kemungkinan, dipikir bahwa kemungkinan besar keluarga ini memiliki kecenderungan genetik yang mendasari MVP dan mutasi gen TSH-R yang ada bersama berkontribusi yang memiliki manifestasi klinis penyakit.14 Kejadian MVP 50% pada kembar monozigot telah dilaporkan. Kondisi itu juga ditemukan pada kembar identik, berhubungan dengan antigen histokompatibilitas utama Bw35, DRw3, danB8.23 Pada pasien dengan prolaps katup mitral beberapa penelitian menunjukkan prevalensi HLA-Bw35 yang lebih tinggi(73% vs 39 % di kontrol). 14,15,16 Hubungan abnormalitas hormon tiroid dan penyakit kardiovaskular memiliki banyak efek sistemik, dan memberikan banyak perubahan pada sistem kardiovaskular.Salah satu kerja hormon tiroid khususnya T3 terhadap Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 403
jantung yaitu melalui efeknya terhadap kardiak miosit. T3 berefek pada kardiak miosit secara genomik melalui mekanisme peningkatan T3 yang berikatan dengan TRs, yang mana regulasi transkripsi gen spesifik di jantung. Secara nongenomik T3 mempengaruhi kardiak miosin melalui modulasi langsung pada membran ion channel (Na-K-ATPase).5,10 Gambar 4. Efek T3 terhadap miosit jantung.11 Valvulopati tirotoksik disebabkan oleh dilatasi ruang jantung menyebabkan daun katup malcoaptasi, dan perubahan primer yang disebabkan oleh efek langsung merusak pada struktur katup, seperti yang di tunjukkan pada Gambar 5. Perubahan tersebut semakin diidentifikasi ditingkat sel dan dapat menjadi target untuk terapi gagal jantung di masa depan. 13 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 404
Gambar 5. Skema menunjukkan dampak tirotoksikosis pada katup jantung melalui efek gabungan dari degenerasi langsung katup myxomatous menyebabkan insufisiensi katup primer, dan volume hemodinamik berlebihan menyebabkan dilatasi ruang jantung dan ketidakmampuan katup lebih lanjut.13 Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari hubungan antara hipertiroid dengan mitral valve prolaps. Pada penelitian tes fungsi tiroid, antibodi autoimun tiroid, dan pemeriksaan ultrasonografi tiroid di evaluasi pada 30 pasien dengan MVP (19 perempuan dan 11 laki-laki; usia rata-rata: 29,6 ± 9,3 tahun) dan 30 orang sehat (19 perempuan dan 11 laki-laki; usia rata-rata: 27,6 ± 7,5 tahun) mendapatkan kesimpulan bahwa hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara MVP dan penyakit tiroid autoimun. Penelitian ini mendukung gagasan bahwa hubungan antara MVP dan tiroid autoimun penyakit tidak tergantung pada tes fungsi tiroid dan membutuhkan klarifikasi lebih lanjut dengan studi skala besar. Selain itu, dilaporkan bahwa tes fungsi tiroid (FT4, TSH) yang normal di pada 20 pasien hipertiroid menunjukkan simtomatik dengan MVP.9 Selama bertahun-tahun manifestasi jantung pada hipertiroidisme dianggap dimediasi oleh katekolamin atau hipertiroidisme harus dikaitkan Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 405
dengan aktivitas adrenergik yang meningkat. Efek jantung dari hipertiroidisme adalah karena efek langsung dari hormon tiroid dari pada diinduksi oleh hipersensitivitas katekolamin.5,16,13 Pada penelitian yang lain salah satunya Karashima dkk menunjukkan bahwa fungsi tiroid tidak mempengaruhi insiden dan intensitas degenerasi katup myxomatous. Namun peningkatan triiodothyronine mengarah pada peningkatan kontraksi jantung dan peningkatan cardiac output, yang dapat bekerja pada katup mitral miksomatosa yang rentan dan rapuh, menghasilkan pecahnya tendon chordae mitral. Ini diduga menyebabkan eksaserbasi regurgitasi mitral dan gagal jantung akut dalam kasus ini. Normalisasi segera fungsi tiroid dan kontraksi jantung diperlukan untuk mencegah regurgitasi mitral akut, yang biasanya menyebabkan gangguan akut kekuatan katup. 5,12,13 c) Gejala klinis MVP seringkali asimptomatik. Tanda-tanda utama dan gejala yang berhubungan dengan MVP termasuk nyeri dada, jantung berdebar, sesak nafas, pusing, kelelahan, gugup,dan serangan panik. Selain itu, MVP dan hipertiroidisme memiliki gambaran klinis yang sering timbul seperti jantung berdebar. Adanya tanda-tanda gagal jantung kongestif, murmur keras akibat mitral regurgitasi, klinis kardiomegali, dan edema perifer. Seringkali ditemukan saat pemeriksaan fisik rutin pada atrium kiri karena klik midsistolik dan murmur sistolik akhir yang terdengar paling baik di apeks jantung. Klik midsistolik diperkirakaan berhubungan dengan peregangan mendadak daun mitral atau korda tendinae saat daun terdorong ke atrium kiri. Sedangkan murmur berkaitan dengan arus regurgitasi yang berkaitan dengan arus regurgitasi melalui katup yang inkompeten. 7, 9 Pada jurnal yang lain dipaparkan adanya rekurensi dari penyakit Graves akibat penghentian obat anti tiroid , pasien tersebut datang dengan gejala krisis tiroid , didiagnosis krisis tiroid sebagai akibat dari rekurensi penyakit Grave, menurut the Japan Thyroid Association guideline tirotoksikosis, berdasarkan kriteria berikut: (i) demam (38 ° C atau lebih tinggi), (ii) gagal jantung kongestive (kelas IV menurut klasifikasi New York Heart Association) dan MVP, dan (iii) diare. 12,13 Korda yang miksematosa pada kondisi ini dapat rupture dan menyebabkan regurgitasi berat dan edema paru. Komplikasi lainnya yang Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 406
dapat terjadi meliputi endokarditis infektif, emboli perifer akibat formasi mikrotrombus pada jaringan katup yang berlebihan, dan aritmia atrium dan ventrikel.7 d) Diagnostik Pasien dengan MVP pada hipertiroid harus melakukan tindak lanjut secara teratur untuk menilai fungsi katup jantung. Diagnosis dikonfirmasi dengan ekokardiografi yang menjadi standart baku emas saat ini untuk mendiagnosis MVP. Gambaran ekokardiografi menunjukan pergeseran bagian posterior dari satu atau dua daun mitral ke atrium kiri saat sistol ditunjukkan pada gambar 6. Menurut American society of echocardiografy pasien dengan MVP didiagnosis berdasarkan pergeseran minimal 2 mm ke posterior dari satu atau dua katup mitral atau penonjolan ke posterior lebih dari 3 mm saat sistolik pada M – mode echokardiografi atau pergeseran ke superior satu atau 2 daun katup mitral lebih dari 2 mm ke atrium kiri saat sistolik pada parasternal atau apikal long- axis pada ekokardiogfari 2 dimensi. Pada beberapa kasus diklasifikasikan sebagai MVP klasik (primer) (perpindahan daun katup posterior > 2 mm dan tebal > 5 mm) atau MVP non- klasik (sekunder) (perpindahan daun katup posterior) > 2 mm dan tebal <5 mm). Peningkatan ketebalan daun katup (> 5 mm) dan peningkatan chorda dan daun katup diamati pada MVP primer. Tingkat regurgitasi mitral dinilai dengan warna ekokardiografi Doppler menilai rasio area jet regurgitasi maksimal ke area atrium kiri, warna area jet Doppler, dan panjang jet. Elektrokardiogram menunjukkan fibrilasi atrium pada tingkat 100 denyut / menit dan tidak ada perubahan ST-T dan foto rontgen toraks biasanya normal kecuali regurgitasi mitral kronis menyebabkan pembesaran atrium dan ventrikel kiri.7, 9,14 Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 407
Gambar 6. Echocardiography transthoracic menunjukkan MVP pada leaflet mitral posterior. (A)tampilan sumbu panjang parasternal pada fase diastolic dan (B) fasesistolik. (C dan D)Ekokardiografi transesophageal menunjukkan MR parahdari MVP. (D) Bila warna menunjukkan kecepatan aliran. LA, atrium kiri; LV, ventrikel kiri. (7) Pada beberapa pasien terjadi kelainan hormon tiroid yaitu peningkatan FT4 dan dan penurunan TSHs. Selain itu, pada beberapa jurnal dilaporkan bahwa tes fungsi tiroid (FT4,TSHs, dan indeks tiroksin bebas) normal pada 20 pasien simtomatik dengan prolaps katup mitral.9 f) Penatalaksanaan Beberapa jurnal menjelaskan tentang beberapa pasien dengan yang memiliki gejala regurgutasi trikuspid dan regurgitasi mitral setelah dilakukan pemeriksaan dan ditemukan hipertiroidme dengan pemberian obat antitiroid seperti metimazol menunjukan keadaan klinis perbaikan. Jurnal lain juga mengutarakan pasien dengan keluhan gagal jantung didapatkan dengan regurgutasi mitral setelah dilakukan tindakan ablasi tiroid dan tiroidektomi menunjukkan perbaikian klinis. Pengobatan ablasi tiroid dengan iodium radioaktif merupakan pilihan pada penyakit hipertiroid dengan gangguan sistem kardiovaskuler, yaitu pada gagal jantung atau bila ada predisposisi Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 408
untuk terjadinya gagal jantung. Pada beberapa kasus MR berat sebagai akibat dari ruptur korda tendinae katup mitral, yang dianggap jarang pada pasien penyakit grave, diperlukan tindakan perbaikan katup jantung.1,3,4,12,13, Pada kasus mitral valve prolaps pada regurgitasi mitral kronis penatalaksanaanya sesuai etiologi. Pada MR kronis primer, beban volume ventrikel kiri yang terus menerus dapat menganggu fungsi kontraktil ventrikel kiri secara perlahan dapat menghasilkan gagal jantung. Terapi medis dengan vasodilator kurang berguna dibanding pada MR akut dan tidak menunda keperluan bedah katup pada MR kronis. Intervensi bedah harus dilakukan pada pasien simptomatik, atau begitu terlihat tanda awal disfungsi kontraktil LV pada studi (misal EF yang menurun < 60% dengan ekokardiografi) bahkan sebelum gejala timbul. Intervensi bedah kadangkala direkomendasikan pada pasien dengan MR primer kronis berat yaang asimptomatis dengan fibrilasi atrium atau dengan tanda hipertensi pulmonal.7,14 Pilihan bedah untuk MR kronis meliputi reparasi atau penggantian katup mitral. Reparasi katup mitral merupakan teknik operasi yang dipilih bila memungkinkan, dan meliputi rekonstruksi bagian katup yang bertanggung jawab untuk regurgitasi. Reparasi katup mitral mempertahakan jaringan katup alami, dan mencegah banyak masalah yang berhubungan dengan katup artifisial. Pada pasien yang menjalani reparasi, angka harapan hidup paska operatif terlihat lebih baik dibanding perjalanan penyakit MR yang tidak dioperasi sehingga merupakan dasar intervensi untuk bedah lebih awal. Angka mortalitas dati database Perkumpulan Bedah Toraks pada pasien MR yang tidak diseleksi kurang dari 2% pada reparasi katup dan 5-7% pada penggantian katup mitral. Secara umum, reparasi katup mitral lebih pantas untuk pasien yang lebih muda dengan keterlibatan miksomatosa katup mitral. Penggantian mitral lebih tepat pada pasien yang lebih tua dengan patologi katup yang luas.1,7,12 RINGKASAN Mitral valve prolaps pada hipertiroid yang dihubungkan dengan Autoimmune Thyroid disease (ATD) adalah penyakit yang belum diketahui mekanismenya. Adanya proses degenerasi myxomatous, faktor genetik, dan peran peningkatan aktivitas adrenergik dikatakan sebagai mekanismenya. Kaitan antara hormon tiroid dan kardiovaskular memiliki hubungan yang erat. Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 409
Dimana apabila ditemukan pasien dengan gangguan fungsi jantung seeperti gejala takikardi penting melihat salah satu indikator pemeriksaan fungsi tiroid yaitu TSH dan FT4 yang merupakan tes awal untuk menyaring disfungsi tiroid dalam berbagai situasi klinis yang diketahui dipengaruhi oleh penyakit tiroid. Meskipun MVP adalah komplikasi yang jarang pada penyakit hipertiroid, kita harus memperhatikan gejala gagal jantung dan fungsi katup abnormal pada pasien hipertiroid yang diagnosisnya dapat dikonfirmasi dengan ekokardiografi, secara klinis penting karena dapat mencegah risiko gagal jantung yang mengancam nyawa. Penanganan pasien dengan mengendalikan hormon tiroid dengan pemberian terapi obat anti tiroid dan apabila sudah terjadi mitral regurgitasi berat diperlukan intervensi pembedahan untuk perbaikan katup jantung. DAFTAR PUSTAKA 1. Bahn RS, Burch HB, Cooper DS, Garber JR, Greenlee MC, et al. Hyperthyroidism and other causes of thyrotoxicosis: management guidelines of the American Thyroid Association and American Association of Clinical Endocrinologists. Thyroid. 2011;21(6):593– 646. 2. De Leo S, Lee SY, Braverman LE. Hyperthyroidism. Lancet, Boston, USA; 2016. 3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pedoman Pengelolaan Penyakit Hipertiroid. Bandung: 2017. 4. Prichard BNC. Bisoprolol: a new beta-adrenoceptor blocking drug. Eur Heart J. 1987;8(suppl_M):121–129. 5. Klein I, Danzi S. Cardiovascular involvement in general medical conditions. Circulation. 2007;116:1725–1735. 6. Loscalzo J. Harrison’s Cardiovascular Medicine 2/E. McGraw-Hill Education; 2013. 7. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease: a collaborative project of medical students and faculty. Boston: Lippincott Williams & Wilkins; 2012. 8. Kumar V, Abbas A, Aster JC. Hemodynamic disorders, Thromboembolic Disease and Shock In: Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease, Philadephia. Elsevier; 2015. Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 410
9. Grais IM, Sowers JR. Thyroid and the heart. Am J Med. 2014;127(8):691–8. Baştuğ S, Sarı C, Aslan AN, Bayram NA, Ayhan H, Kasapkara HA, et al. Evaluation ofAutoimmune Thyroid Disease in Patients with Mitral Valve Prolapse. Correspondance. 2015; 10. Grais IM, Sowers JR. Thyroid and the heart. Am J Med. 2014;127(8):691–8. 11. Karashima S, Tsuda T, Kometani M, Oka R, Demura M, Kawashiri M, et al. Severe Mitral Regurgitation As a Result of Rupture of Mitral Valve Chordae Tendineae in a Patient With Graves Disease. J Endocr Soc. 2018;2(11):1246–50. 12. Pierre K, Gadde S, Omar B, Awan GM, Malozzi C. Thyrotoxic valvulopathy: case report and review of the literature. Cardiol Res. 2017;8(3):134. 13. Khoo DHC, Parma J, Rajasoorya C, Ho SC, Vassart G. A germline mutation of the thyrotropin receptor gene associated with thyrotoxicosis and mitral valve prolapse in a Chinese family. J Clin Endocrinol Metab. 1999;84(4):1459–1462. 14. Carceller A-M, Fouron J-C, Letarte J, Ducharme G, Van Doesburg NH, Mauran P, et al. Absence of mitral valve prolapse in juvenile hyperthyroidism. Am J Cardiol. 1984;54(3):455. 15. Brauman A, Algom M, Gilboa Y, Ramot Y, Golik A, Stryjer D. Mitral valve prolapse in hyperthyroidism of two different origins. Heart. 1985;53(4):374–377. Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 411
16 Hipertensi Pulmonal Yang Disebabkan Oleh Penyakit Paru dan/atau Hipoksemia (Hipertensi Pulmonal Tipe III) : Epidemiologi, Patognesis, Evaluasi Diagnostik, Tatalaksana dan Prognosis pada Pada Pasien Dewasa Andi Muhammad Reis R Saiby, Akhtar Fajar Muzakkir PENDAHULUAN Pasien dengan hipertensi pulmonal (PH) yang disebabkan oleh penyakit paru difus (penyakit paru obstruktif kronik, penyakit paru interstitial) atau kondisi yang menyebabkan hipoksemia (Apnea tidur obstruktif, gangguan hipoventilasi alveolar) diklasifikasikan sebagai kelompok hipertensi pulmonal tipe III.1 Prevalensi hipertensi pulmonal tipe 3 bervariasi tergantung pada penyakit yang mendasari dan tingkat severitas dengan rasio berkisar antara 20% – 90%. Sebagian besar pasien dalam kelompok hipertensi pulmonal tipe III mengalami peningkatan Mean Pulmonary Artery Pressure (MPAP) ringan hingga sedang ( peningkatan mPAP 25 hingga 34 mmHg). Berbanding tebalik dengan pasien dengan Pulmonary Arterial Hypertension (PAH) tipe 1, beberapa pasien dalam kelompok Hipertensi Paru tipe III (<5 persen) memiliki derajat hipertensi pulmonal berat (mPAP ≥35 mmHg atau mPAP ≥25 mmHg, dan peningkatan tekanan atrium kanan dan / atau cardiac indeks <2 L / mnt / m2). Dan pada Hipertensi Pulmonal Tipe III, tingkat keparahan hipertensi pulmonal tampaknya berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit yang mendasarinya.3 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 412
DEFENISI DAN KLASIFIKASI 1. Klasifikasi Pasien dengan hipertensi pulmonal diklasifikasikan menjadi lima kelompok berdasarkan etiologi1. Pasien dalam kelompok 1 dianggap memiliki hipertensi arteri pulmonal (pulmonary arterial hypertension; juga disebut sebagai hipertensi paru pra- kapiler), sedangkan pasien dalam kelompok 2 (disebabkan penyakit jantung kiri), kelompok 3 (disebabkan gangguan paru kronis dan hipoksemia), kelompok 4 (disebabkan vobstruksi arteri pulmonalis), dan kelompok 5 (disebabkan mekanisme campuran atau penyebab yang tak diketahui) dianggap memiliki hipertensi pulmonal1 Tabel.1 klasifikasi hipertensi pulmonal Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 413
2. Defenisi Hipertensi Pulmonal didefinisikan sebagai tekanan arteri pulmonalis rata-rata (Mean Artery Pulmonary Pressure (mPAP)) ≥20 mmHg saat istirahat, diukur dengan kateterisasi jantung kanan.1 Hipertensi Pulmonal berat jika Mpap ≥35 mmHg atau mPAP ≥20 mmHg dengan tekanan atrium kanan kanan dan / atau indeks jantung <2 L / mnt /min1. Cor pulmonale adalah komplikasi dari hipertensi pulmonal. Cor pulmonale mengacu perubahan struktur jantung yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal (hipertrofi atau dilatasi) dan / atau gangguan fungsi ventrikel kanan yang berhubungan dengan penyakit paru kronis dan / atau hipoksemia (Hipertensi pulmonal tipe III). namun beberapa ahli tidak setuju jika disfungsi ventrikel kanan yang disebabkan penyakit pembuluh darah paru ( hipertensi pulmonal tipe I),diklasifikasikan sebagai cor pulmonale sebagian besar ahli setuju bahwa disfungsi ventrikel kanan yang disebabkan penyakit jantung sisi kiri atau penyakit jantung bawaan dan tidak dianggap sebagai cor pulmonale3 3. PREVALENSI Estimasi akurat kejadian Hipertensi Pulmonal pada pasien dengan penyakit paru kronis dan hipoksemia sulit ditentukan disebabkan oleh tipe dan tingkat severitas dari penyakit paru tersebut dan perbedaan defenisi hipertensi pulmonal pada beberapa studi (mPAP > 20mmHg atau > 25mmHg), dan juga terdapat perbedaan pada teknik yang digunakan untuk menentukan diagnosis hipertensi pulmonal (ekokardiografi atau kateterisasi jantung kanan). Secara umum, kebanyakan pasien dengan hipertensi pulmonal tipe III mengalami peningkatan ringan-sedang tekanan arteri paru rata tata (mPAP 20mmHg – 35mmHg) dan < 5% yang mengalami hipertensi pulmonal berat, dimana hipertensi pulmonal berat paling sering ditemukan pada hipertensi pilmonal tipe I 4 Hipertensi pulmonal tipe III tampaknya lebih umum pada orang dewasa yang lebih tua. Dalam satu studi pasien ≥ 65 tahun Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 414
dengan hipertensi pulmonal, terdapat 14% hipertensi pulmonal tipe III, 28% hipertensi pulmonal tipe II dan terdapat 17% campuran antara hipertensi pulmonal tipe II dan tipe III.4 3.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronis Beberapa penelitian melaporkan bahwa hipertensi pulmonal umumnya ringan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan memiliki prevalensi yang berkisar antara 25 hingga 90 persen.3,5 Namun, data tersebut bias karena berasal dari pasien dengan PPOK berat yang menjalani evaluasi transplantasi paru-paru (data kateterisasi jantung kanan, yang lebih akurat daripada ekokardiografi, lebih mudah tersedia dan dibenarkan dalam populasi ini), sebagai contoh :7 Dalam satu studi dari 374 pasien dengan penyakit paru-paru lanjut (kandidat transplantasi), kebanyakan dari mereka dengan PPOK, prevalensi hipertensi pulmonal adalah 25 % pada kateterisasi jantung kanan.7 Hampir setengah dari populasi penelitian di interpretasi salah mempunyai hipertensi pulmonal dari pemeriksaan ekokardiografi, yang mengindikasi kan bahwa ekokardiografi bukan standar utama untuk menegakkan diagnosis pada pasien penyakit paru berat. Satu studi retrospektif dari 156 pasien dengan penyakit paru-paru lanjut, kebanyakan dari pasien memiliki PPOK, melaporkan bahwa dua pertiga memiliki disfungsi ventrikel kanan.9 Hipertensi pulmonal berada dalam kisaran ringan dengan rata-rata mPAP 25 mmHg, tetapi jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang terlihat pada pasien hipertensi pulmonal tipe I dengan mPAP rata-rata adalah 50 mmHg8 Dalam studi retrospektif lain dari 215 pasien dengan PPOK yang menjalani evaluasi transplantasi, setengahnya memiliki hipertensi pulmonal, dengan mPAP rata-rata 27 mmHg.10 Hanya 10 persen pasien memiliki mPAP> 35 mmHg dan kurang dari 4 persen memiliki mPAP> Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 415
45 mmHg. Data dari Organ Procurement and Tissue Network database menunjukkan prevalensi yang sama dari hipertensi pulmonal ringan dan berat.12 Sebaliknya, pada pasien yang menjalani evaluasi untuk operasi reduksi paru pada pasien emfisema, dialaporkan prevalensi hipertensi pulmonal yang lebih tinggi dari 91%, tetapi untuk prevalensi hipertensi pulmonal berat adalah sama.11 Prevalensi lebih rendah kemungkinan terdapat pada mereka dengan PPOK ringan hingga sedang tetapi data kateterisasi jantung kanan kurang tersedia di populasi ini dan sebagian besar data dari ekokardiografi. 13-19 Hipertensi Pulmonal saat istirahat berkisar dari 20% hingga 60% pada mereka dengan PPOKsedang.16-18 Hipertensi Pulmonal dapat terjadi seiring dengan waktu, dimana satu penelitian yang melaporkan bahwa hiepertensi pulmonal terjadi pada 25% pasien dengan PPOK sedang dengan mPAP istirahat yang normal (didefinisikan sebagai mPAP> 20 mmHg pada kateterisasi jantung kanan) selama periode tujuh tahun.20 Tingkat severitas Hipertensi Pulmonal tampaknya berkorelasi dengan derajat hipoksemia, hiperkapnia, dan obstruksi aliran udara, seperti yang dibuktikan oleh sebuah studi yang menemukan hipertrofi ventrikel kanan pada 40 persen pasien dengan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) <1 L dan 70 persen pasien dengan FEV1 <0,6 L3 3.2 Penyakit Parenkim Paru Prevalensi yang dilaporkan terkait penyakit parenkim paru berkisar antara 30 hingga 90 persen dan mendekati pasien dengan PPOK, hipertensi pulmonal umumnya ringan hingga sedang, bervariasi berdasarkan pada populasi yang diteliti:10-14 Idiopathic pulmonary fibrosis (IPF) dengan mPAP ≥25 mmHg terdapat pada 8 hingga 15 persen pada evaluasi awal IPF, pada 30 hingga 50 persen kasus berat, dan lebih dari 60 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 416
persen terminal IPF (mPAP sebagian besar dinilai oleh kateterisasi jantung kanan)21-24 Dalam studi terbesar ini, 46 persen pasien dengan penyakit paru interstitial lanjut memiliki mPAP ≥25 mmHg tetapi hanya 9 persen memiliki mPAP> 40 mmHg (hipertensi pulmonal berat).23 Penurunan kapasitas difusi dapat memprediksi kejadian hipertensi pulmonal, meskipun tidak berkaitan dengan kelainan spirometrik.25-27 Penyakit jaringan ikat - Prevalensi Hipertensi Pulmonal sendiri atau kombinasi hipertensi pulmonal dengan penyakit parenkim paru sangat bervariasi di antara penyakit jaringan ikat. 28-37 Sebagian besar data berasal dari penelitian pada pasien dengan sklerosis sistemik.37-38 Prevalensi hipertensi pulmonal pada pasien dengan sklerosis sistemik diperkirakan rata-rata berkisar antara 10 hingga 15 persen Pneumoconiosis – hipertensi pulmonal dapat memperberat pneumokoniosis, termasuk asbestosis, pneumoconiosis pekerja batubara, silikosis, dan pneumoconiosis yang tidak spesifik.39-41 Secara umum, meskipun tingkat prevalensi tidak diketahui, severitas penyakit parenkim paru dapat berkorelasi dengan severitas hipertensi pulmonal.40-41 Gabungan fibrosis paru dan emfisema (Combined Pulmonary Fibrosis and Emphysema (CPFE)) - CPFE adalah gangguan dimana gejala klinis, radiologis, dan patologis dari kedua fibrosis dan emfisema ada terdapat pada pasien tersebut.42 Hipertensi Pulmonal pada CPFE adalah komplikasi yang sering terjadi dengan tingkat severitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan PPOK atau penyakit parekim paru saja. Dalam sebuah kohort observasional dari 110 pasien dengan CPFE dan IPF, dibandingkan dengan pasien dengan IPF saja, tekanan arteri pulmonalis sistolik lebih tinggi pada 31 pasien yang memiliki CPFE (82 berbanding 57 mmHg).43Studi lain menyebutkan 40 pasien dengan CPFE dengan hipertensi pulmonal melaporkan Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 417
mPAP pada populasi ini yang berada dalam kisaran berat (40 mmHg).44 Pasien-pasien ini disertai penurunan drastis kapasitas difusi paru terhadap karbon monoksida (Diffusing Capacity of The Lungs For Carbon Monoxide) pada pengaturan volume ekspirasi paksa normal (Forced Expiratory Volume (FEV)) atau mendekati normal dalam satu detik dan kapasitas vital paksa (Forced Vital Capacity (FVC)) Lymphangioleiomyomatosis (LAM) – pada awalnya LAM diklasifikasikan sebagai hipertensi paru tipe V namun sekarang diklasifikasikan sebagai hipertensi paru tipe III. Kasus LAM jarang dilaporkan, namun dari laporan kasus yang ada, menggambarkan tingkat hipertensi pulmonal yang rendah pada pasien dengan lymphangioleiomyomatosis (<7 persen) 3.3 Apnea Tidur Obstruktif (Obstructive Sleep Apnea (OSA)) Sebagian besar penelitian menunjukkan kejadian hipertensi pulmonal berkisar antara 20 hingga 30 persen pada pasien dengan apnea tidur obstruktif 58-61 meskipun perkiraan mungkin tidak akurat karena banyak pasien juga memiliki PPOK dan / atau penyakit jantung kiri, yang juga dapat berkontribusi untuk terjadi nya hipertensi pulmonal. Dalam kebanyakan kasus apnea tidur obstruktif, hipertensi pulmonal bersifat ringan Satu ulasan besar dari delapan penelitian melaporkan tingkat prevalensi hipertensi pulmonal pada apnea tidur obstruktif yang berkisar 17 hingga 70 persen, dengan mPAP 30 mmHg58. Namun, dalam satu penelitian yang melaporkan tingkat hipertensi pulmonal tertinggi pada apnea tidur obstruktif (70 persen), sebagian besar pasien memiliki komponen hipertensi vena paru kiri (hipertensi pulmonal tipe II) dan ketika penelitian ini dikeluarkan dari analisis, prevalensi hipertensi pulmonal menurun hingga 22 persen. Angka yang lebih rendah juga terdapat pada penelitian lain60. Suatu studi melaporkan Kejadian hipertensi pulmonal mungkin lebih tinggi pada Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 418
mereka yang mengalami sindrom hipoventilasi obesitas (58%)61 4. PATOGENESIS Di antara etiologi hipertensi pulmonal tipe III, teori yang paling mendukung terjadinya hipertensi pulmonal tipe III adalah vasokonstriksi hipoksia pulmonal (Hypoxic Pulmonary Vasoconstriction(HPVC)) disertai remodelling dari bantalan vaskular paru. Sebagian besar data berasal dari pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) tetapi mekanisme ini paling sering terdapat pada pasien dengan hipertensi pulmonal tipe III. Meskipun demikian, mekanisme spesifik dari penyakit yang mendasari kemungkinan juga memainkan peran dalam terjadinya Hipertensi Pulmonal tipe III. 4.1 Vasokonstriksi paru hipoksik (Hypoxic Pulmonary Vasocnstriction (HPVC)) HPVC adalah mekanisme pengaturan normal yang dirancang untuk membatasi aliran darah ke alveoli hipoksia dan mempertahankan ventilasi-pefusi. Hipoksia alveolar dan hipoksemia arteri perifer berkontribusi terhadap HPVC, khususnya pada hipertensi pulmonal pada ketinggian. Efeknya pada tekanan vaskular paru bergantung pada durasi hipoksia. 22,35,40 Hipoksia jangka pendek (berjam-jam hingga berhari-hari) langsung menyebabkan vasokonstriksi arteriol preapiler, yang dimediasi oleh penanda mitokondria dan saluran ion pada sel otot polos dan dapat segera dikembalikan melalui terapi oksigen.64-44 Jenis HPVC ini dapat dilihat pada pasien yang mengalami hipoksemia intermiten (misalnya apnea tidur obstruktif) atau gagal napas hipoksemik akut. belakangan ini, peningkatan akut pada tekanan paru dapat disalahartikan disebabkan oleh hipertensi pulmonal yang mendasarinya, namun tekanan paru dapat kem bali normal setelah penyebab utama yang menyebsbkan hipoksia telah teratasi42 Hipoksia kronis (berhari-hari hingga berminggu-minggu), sebaliknya, menyebabkan vasokonstriksi paru oleh berbagai Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 419
mekanisme dan seringkali hanya sebagian yang reversibel.67- 68 Sebagai contoh, koreksi hipoksemia dengan oksigen tambahan dalam satu penelitian menurunkan resistensi pembuluh darah paru dan rata-rata tekanan arteri paru, namun hanya dengan jumlah kecil.69 Mekanisme dimana hipoksia kronis menyebabkan vasokonstriksi meliputi: Vasodilator endogen, nitric oxyde, berkurang karena berkurangnya produksi endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dan peningkatan inaktivasi yang dimediasi hemoglobin70-71 Produksi voltage-gated potassium channel's alpha atau menurunnya aktivitas protein transmembran penuh, menyebabkan perubahan pada potensial membran istirahat. Akibatnya, kalsium bebas intraseluler meningkat dan otot polos arteri pulmonalis berkontraksi (vasokonstriksi)72 Peningkatan Aktivitas cytosol phospolyphase A2 (cPLA2), yang melepaskan asam arakidonat dari membran fosfolipid. Asam arakidonat kemudian dapat dimetabolisme oleh siklooksigenase dan lipoksigenase menjadi sejumlah eikosanoid vasoaktif yang berbeda, termasuk prostaglandin, tromboxan, dan leukotrien.81-82 Peningkatan ekspresi endotelin-1 menghasilkan vasokonstriksi, proliferasi sel otot polos, dan deposisi matriks.76-84 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 420
Gambar.1 Sistem Endotelin pada jaringan vaskular10 4.2 Remodeling Vaskular Bukti remodeling vaskular dari waktu ke waktu dapat dilihat secara patologis. Perubahan awal termasuk neomuscularisasi distal arteriol, penebalan intimal, dan hipertrofi medial. Selanjutnya Matriks kolagen abnormal disimpan di dalam adventitia85-86 diperkirakan bahwa remodeling obliteratif ini menyebabkan pembuluh darah perifer lebih sedikit dan akibatnya terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah perifer yang terlihat pada hipertensi pulmonal.18-20 Tingkat yang bervariasi dimana penyakit masing-masing individu reversibel sebagian dapat menjelaskan mengapa kejadian hipertensi pulmonal berar tidak dapat diprediksi pada pasien dengan PPOK87 4.3 Mekanisme Lain Polimorfisme genetik dapat menjelaskan mengapa terdapat variabilitas yang signifikan dalam prevalensi hipertensi pulmonal di antara pasien dengan PPOK. Sebagai contoh, pasien dengan PPOK hipoksemik yang membawa polimorfisme gen transporter LL serotonin memiliki tekanan arteri pulmonalis rata-rata (mPAP) yang lebih tinggi daripada pasien dengan varian LS atau SS (masing-masing 34 mmHg berbanding 23 mmHg dan 22 mmHg)92 Nitric oxide, prostacyclin, thromboxane, protein C-reaktif, TNF-α, transforming growth factor β dan Vascular Endothelial growth factor memainkan peran penting dalam hipertensi pulmonal terkait dengan PPOK atau penyakit parenkim paru79,80,93-96 Mekanisme tambahan yang mendasari terjadi nya hipertensi pulmonal terkait penyakit parenkim paru meliputi : 77, 97-99 Destruksi vaskular disebabkan fibrosis parenkim progresif Inflamasi vascular Fibrosis perivaskuler Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 421
Angiopati trombotik Disfungsi Endotel Di antara berbagai penyakit parenkim paru, kelainan tambahan juga dapat berupa: Pasien dengan hipertensi pulmonal yang disebabkan fibrosis paru idiopatik (IPF) mungkin memiliki fenotipe vaskular yang abnormal, ditandai dengan profil ekspresi gen yang menyimpang yang mendorong terjadinya remodeling vaskular.100 Antibodi anti-endotelial dan proses autoimun lainnya telah terlibat dalam terbentuknya hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit jaringan ikat (sklerosis sistemik)34 Meskipun diklasifikasikan dalam hipertensi pulmonal tipe V, hipertensi pulmonal yang terkait dengan sarkoidosis termasuk mekanisme vaskulatur dengan pembesaran kelenjar getah bening, arteritis terkait sarkoidosis, dan penyakit venooklusif paru.95-97 Hipertensi Pulmonal yang terkait dengan histiositosis sel Langerhans paru (PLCH) telah dikaitkan dengan vasculopathy paru yang proliferatif yang melibatkan arteri dan vena telah dilaporkan pada pasien dengan PLCH.109 yang dapat menjelaskan mengapa hipertensi pulmonal pada populasi ini cenderung lebih berat dibandingkan yang diperkirakan oleh derajat hipoksemia atau kelainan spirometrik53,110 Mekanisme hipertensi pulmonal pada pasien dengan gangguan pernapasan terkait tidur diduga karena Hypoxic Pulmonary Vasoconstriction (HPVC), tetapi HPVC kurang diteliti dengan baik pada populasi ini dibandingkan pada pasien dengan PPOK. Hipoksemia siang hari dari penyakit paru kronis bersamaan dengan gagal jantung diastolik juga dapat berkontribusi pada perkembangan hipertensi pulmonal pada pasien dengan gangguan pernapasan terkait tidur3,91,111,112 5. EVALUASI KLINIS Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 422
5.1 Suspek Hipertensi Pulmonal tipe III Penting untuk mendeteksi hipertensi pulmonal pada pasien dengan gangguan paru karena banyak gejala penyakit paru-paru itu sendiri menyerupai gejala hipertensi pulmonal (misalnya, dispnea saat aktivitas, kelelahan, kelesuan). Selama evaluasi rutin penyakit paru-paru kronis atau hipoksemia, pasien menjalani anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan biasanya juga menjalani pencitraan dengan radiografi dada dan / atau computed tomography, pengujian fungsi paru (termasuk spirometri, volume paru-paru, dan kapasitas difusi), dan terkadang biopsi paru-paru. Selain biopsi paru-paru, sebagian besar tes ini juga secara rutin dilakukan selama evaluasi pasien dengan hipertensi dengan etiologi yang tidak diketahui. Yang terpenting, evaluasi harus dilakukan ketika pasien stabil, bukan pada fase eksaserbasi penyakit paru yang mendasarinya, yang secara sementara dapat meningkatkan tekanan paru karena vasokonstriksi hipoksik Spesifik untuk pasien dengan penyakit paru- paru dan / atau hipoksemia, gejala berikut harus segera dipertimbangkan untuk kemungkinan terjadinya hipertensi pulmonal :2 Dispnea saat beraktivitas atau hipoksemia yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh derajat penyakit paru parenkim atau beratnya gangguan tidur yang mendasarinya. Penurunan cepat oksigenasi arteri saat latihan. Gejala klinis yang menunjukkan gagal jantung sisi kanan termasuk :, nyeri dada aktivitas (misalnya, nyeri dada atipikal atau non-angina), sinkop atau hampir-sinkop, peningkatan intensitas atau komponen pulmonik dari bunyi jantung kedua, widened split second heart sound, tekanan vena jugularis meningkat, edema perifer, dan / atau elektrokardiogram yang menunjukkan deviasi axis kanan, pembesaran atrium kanan dan / atau hipertrofi ventrikel kanan Pencitraan, khususnya, high resolution computed tomography (HRCT) thorax yang menunjukkan pembesaran Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 423
arteri paru, atenuasi pembuluh darah paru perifer, atau pembesaran ventrikel kanan yang menunjukkan hipertensi pulmonal. Meskipun cutoff yang tepat tidak jelas, diameter arteri pulmonalis utama> 29 mm telah terbukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 89 dan 83 persen, untuk mendiagnosis hipertensi pulmonal113 biopsi paru, (jika dilakukan selama evaluasi diagnostik penyakit parenkim paru) dapat menunjukkan hipertensi pulmonal. Namun, ini jarang terjadi dan biopsi paru tidak diperlukan atau disarankan untuk mendiagnosis hipertensi pulmonal113 5.2 Doppler Ecchocardiography Untuk mendiagnosis pasien dengan dugaan hipertensi pulmonal dengan etiologi yang tidak diketahui untuk penyakit paru yang mendasari dan / atau gangguan pernapasan tidur, terdapat pedoman bagi dokter untuk investigasi hipertensi pulmonal pada mereka yang telah memiliki penyakit paru yang mendasari, hipoksemia, dan / atau apnea tidur ostruktif (obstructive sleep apnea (OSA)). Meskipun demikian, sebagian besar ahli setuju untuk melakukan ekokardiografi apabila ditemukan hal sebagai berikut : Pasien suspek hipertensi pulmonal berdasarkan salah satu fitur yang tercantum di atas Pasien diduga memiliki penyakit jantung sisi kiri Ekokardiografi digunakan untuk mendeteksi peningkatan tekanan sistolik arteri pulmonalis (elevated Pulomary Artery Systolic Pressure) serta perubahan struktur atau disfungsi ventrikel sisi kanan dan bukti penyakit jantung kiri. Namun, definisi hipertensi pulmonal ringan, sedang, dan berat pada ekokardiografi tidak jelas. Selain itu, pemeriksaan ekokardiografi tidak sensitif, terutama pada mereka yang menderita penyakit paru-paru lanjut 7.115.116 Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 424
Gambar.2 severitas Hipertensi Pulmonal Jika ekokardiografi menunjukkan hipertensi paru ringan (misalnya, ePASP 20 hingga 39 mmHg) dengan tidak adanya etiologi lain untuk hipertensi pulmonal, maka sebagian besar ahli tidak melanjutkan dengan kateterisasi jantung kanan, namun mengamati pasien untuk gejala progresif dari waktu ke waktu. Sebaliknya, jika hipertensi pulmonal sedang (mis., ePASP ≥40 dan <60 mmHg) atau berat (ePASP ≥60 mmHg, jet regurgitasi trikuspid> 3 meter / detik, dilatasi atau disfungsi ventrikel kanan), maka sebagian besarahli merujuk ke pusat hipertensi pulmonal untuk dialkukan kateterisasi jantung kanan untuk mengkonfirmasi diagnosis Jika ekokardiografi tidak menunjukkan hipertensi pulmonal (misalnya, PASP <20 mmHg), kateterisasi jantung kanan secara umum tidak dilakukan, kecuali terdapat kecurigaan hipertensi pulmonal tinggi (misalnya, gejala yang tidak dapat dijelaskan atau hipoksemia). Demikian pula, pada pasien dengan suspek hipertensi pulmonal para ahli menganjurkan kateterisasi jantung kanan. Beberapa tes diagnostik tambahan dapat dilakukan sebagai bagian dari evaluasi pasien dengan dugaan hipertensi pulmonal untuk mengidentifikasi etiologi paru spesifik serta mengeksklusi etiologi lain dari hipertensi pulmonal. Tes tambahan termasuk overnight oxymetry (untuk mendeteksi hipoksemia nokturnal), polysomnography (untuk mendeteksi obstructive sleep apnea (OSA)), scan ventilasi / perfusi (V / Q) dan / atau CT arteri Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 425
pulmonalis (untuk mendeteksi penyakit tromboemboli atau obstruksi arteri pulmonal). 6 minutes walking test (6MWT) untuk menentukan kelas fungsional Organisasi Kesehatan Dunia. tes latihan kardiopulmoner (membantu menentukan hipertensi pulmonal tipe II atau tipe III), dan pemeriksaan laboratorium (analisa gas darah, NT-proBNP, serologi HIV, tes fungsi hati, dan skrining penyakit jaringan ikat). Gambar.3 Klasifikasi Fungsional Hipertensi Pulmonal dari WHO Meskipun magnetic resonance imaging (MRI) jantung adalah salah satu alternatif dan lebih unggul dari ekokardiografi untuk penilaian ukuran, tekanan, dan fungsi ventrikel kanan (yaitu, kontraktilitas, fraksi ejeksi, kelainan gerakan dinding)117 namun MRI jantung tidak tersedia secara luas. Selain itu, jika pemeriksaan ekokardiografi cukup baik, MRI biasanya tidak dilakukan karena hasilnya tidak menentukan apakah akan dilakukan kateterisasi jantung kanan atau tidak 6. SELEKSI PASIEN UNTUK KATETERISASI JANTUNG KANAN Meskipun kateterisasi jantung kanan adalah tes standar diagnostik untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi pulmonal, Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 426
namun tidak setiap pasien memerlukan prosedur ini. Pilihan ini bergantung pada beberapa faktor seperti tingkat severitas hipertensi pulmonal, hipertensi arteri pulmonal (PAH), terapi spesifik (yang biasanya terbatas pada kelompok 3 PH), nilai-nilai dan harapan hidup pasien atau kandidat untuk transplantasi paru. Pasien yang dipertimbangkan untuk dilakukan kateterisasi jantung kanan harus dirujuk ke pusat jantung yang mempunyai keahlian di bagian hipertensi pulmonal Nilai hemodinamik untuk orang dewasa normal dapat ditemukan pada tabel dibawah (tabel 2). Karena perubahan tekanan intrathoracic yang berlebihan saat pernapasan pada pasien dengan penyakit paru yang berat, tekanan rata-rata arteri paru pada beberapa napas dan bukan selama menahan nafas. Definisi hipertensi pulmonal pada kateterisasi jantung kanan adalah (rata- rata tekanan arteri pulmonal rata rata [mPAP] ≥20 mmHg) Tabel.2 nilai hemodinamik normal orang dewasa Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 427
6.1 Kateterisasi jantung kanan Tidak Dilakukan Dugaan hipertensi paru ringan - Pada pasien dengan dugaan hipertensi pulmonal tipe III, kebanyakan ahli tidak akan melanjutkan dengan kateterisasi jantung kanam jika hipertensi pulmonal dinilai ringan. Hipertensi pulmonal ringan dapat didefinisikan sebagai Estimated Pulmonary Artery Systolic Pressure (ePASP) 20 hingga 39 mmHg pada ekokardiografi tanpa tanda- tanda disfungsi ventrikel kanan. Dalam kasus ini, diagnosis klinis hipertensi pulmonal tipe III dapat ditegakkan berdasarkan penilaian klinis dan pengujian noninvasif. Alasan untuk pertimbangan ini adalah bahwa tidak ada keputusan diagnostik atau terapeutik tambahan yang akan diperoleh dari kateterisasi jantung kanan, yang merupakan prosedur yang membawa risiko. Pasien dengan kontraindikasi - kontraindikasi meliputi infeksi (terutama di tempat pemasangan atau adanya bakteremia) dan adanya alat bantu ventrikel kanan serta koagulopati yang tidak dapat dikoreksi serta gangguan elektrolit 6.2 Indikasi kateterisasi jantung kanan Hipertensi paru sedang atau berat – hasil kateterisasi jantung kanan kontroversial pada kelompok ini, terutama pada pasien dengan suspek hipertensi pulmonal sedang karena sebagian besar pasien tidak memenuhi syarat untuk terapi spesifik Pulmnary Arterial Hypertension (PAH) Namun, para ahli tidak terlalu merekomendasikan untuk melakukan kateterisasi jantung kanan dalam populasi ini karena kateterisasi jantung kanan memberikan informasi diagnostik dan prognostik untuk kandidat transplantasi dan angka harapan hidup. Dalam pengalaman para ahli, sebagian besar dokter melakukan kateterisasi jantung kanan pada pasien hipertensi pulmonal tipe III yang berat (ePASP ≥60 mmHg), sementara kateterisasi jantung kanan dapat dilakukan berdasarkan kasus per kasus untuk mereka yang diduga hipertensi pulmonal tipe III sedang (ePASP 40 hingga 59 mmHg). Kateterisasai jantung kanan juga sering dilakukan pada orang-orang dengan kecurigaan tinggi untuk hipertensi pulmonal berat dimana pemeriksaan ekokardiografi tidak adekuat Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 428
Etiologi lain yang dicurigai penyebab hipertensi paru - Pasien yang disebabkan oleh dari etiologi lain hipertensi pulmonal, harus menjalani kateterisasi jantung kanan. Khususnya, mereka yang dicurigai menderita penyakit jantung kiri (hipertensi pulmonal tipe II) atau pasien yang dicurigai memiliki penyebab vaskular yang kuat (hipertensi pulmonal tipe I, dengan penyakit paru ringan namun dengan hipertensi pulmonal berat), atau penyakit jaringan ikat yang mendasarinya, dalam kasus seperti itu keputusan terapeutik dipengaruhi oleh data kateterisasi jantung kanan, yaitu mengatasi gagal jantung atau kandidat untuk memasuki uji klinis untuk terapi hipertensi pulmonal tipe I 7. DIAGNOSIS BANDING Penyebab pelebaran ventrikel kanan dan / atau disfungsi ventrikel kanan ditunjukkan pada tabel (tabel 3 dan tabel 4) dan secara umum dapat dibedakan berdasarkan penilaian klinis atau berdasarkan gambaran ekokardiografi Tabel.3 penyebab disfungsi dan dilatasi ventrikel kanan Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 429
Tabel.4 etiologi patologis pada ventrikel kanan 8. DIAGNOSIS Pasien termasuk dalam hipertensi pulmonal tipe III pada individu yang memiliki penyakit paru kronis dan / atau hipoksemia, dan tidak ada penyebab lain hipertensi pulmonal yang dapat diidentifikasi. Untuk beberapa pasien, diagnosis klinis hipertensi pulmonal tipe III dapat dibuat berdasarkan penilaian klinis dan temuan ekokardiografi. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat secara pasti dikonfirmasi pada kateterisasi jantung kanan ([mPAP]> 20 mmHg). Simposium dunia ke-6 tentang hipertensi pulmonal mengubah definisi hemodinamik dari hipertensi pulmonal tipe III sebagai berikut: Penyakit paru kronis dan / atau hipoksia tanpa hipertensi pulmonal - mPAP <21 mmHg, atau mPAP 21 hingga 24 mmHg dengan pulmonary vascular rsistsance (PVR) <3 Wood Units (WU) Penyakit paru kronis dan / atau hipoksia dengan hipertensi pulmonal - mPAP 21 hingga 24 mmHg dengan Pulmonary vascular Resistance (PVR) ⩾3 WU, atau mPAP 25 hingga 34 mmHg Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 430
Penyakit paru kronis dan / atau hipoksia dengan hipertensi pulmonal berat mPAP ⩾35 mmHg, atau mPAP ⩾25 mmHg dengan cardiac index yang rendah (<2,0 L · min − 1 · m − 2) Untuk mengklasifikasikan hipertensi pulmonal tipe III, etiologi lain perlu dikeluarkan, terutama bukti gagal jantung kiri yang signifikan. Secara umum, fitur yang membedakan hipertensi pulmonal tipe III dengan yang lain meliputi: Ditemukan gangguan paru sedang hingga berat (misalnya, volume ekspirasi paksa dalam satu detik (Forced Expiratory Volume[FEV1]) <60 persen pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis [PPOK] dan kapasitas vital paksa (forced vital capacity [FVC]) <70 persen pada pasien dengan fibrosis paru). Pencitraan radiologi (gangguan paru-paru) atau temuan polisomnografi (gangguan pernapasan terkait tidur (OSA)) yang dapat menjelaskan kejadian hipertensi pulmonal Berkurangnya pernapasan, oksigen normal, saturasi oksigen vena campuran di atas batas bawah normal, dan peningkatan tekanan arteri parsial karbondioksida selama latihan pengujian olahraga (khususnya yang relevan dalam PPOK) Adanya hipertensi pulmonal ringan hingga sedang pada ekokardiografi atau kateterisasi jantung kanan ([mPAP] <35 mmHg). Karena gejala yang tumpang tindih tidak jarang terjadi, membedakan hipertensi pulmonal tipe III dari tipe lain merupakan tantangan tersendiri.4 Sebagai contoh, banyak pasien dengan PPOK juga memiliki penyakit jantung sisi kiri (tipe 2/3) dan beberapa pasien memiliki komponen penyakit pra-kapiler (tipe 1/3; misalnya, sklerosis sistemik). Kasus-kasus ini paling baik dievaluasi di pusat jantung dengan spesialisasi hipertensi pulmonal. Kateterisasi jantung kanan biasanya dilakukan untuk membantu menentukan Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 431
kontribusi etiologi tertentu untuk hipertensi pulmonal.62 9. TATALAKSANA Pengobatan penyakit yang dasar - Pengobatan kondisi yang mendasarinya (misalnya, penyakit paru obstruktif kronis [PPOK], penyakit paru interstitial, gangguan pernapasan tidur) diindikasikan pada semua pasien dengan hipertensi pulmonal tipe III. Namun, sementara beberapa cara seperti mengunanakan Continous Positive Airway Pressure (CPAP) secara sederhana mengurangi tekanan arteri pulmonalis. Sementara itu masih kurang data yang menunjukkan bahwa menggunakan CPAP dapat menurunkan severitas hipertensi pulmonal yang signifikan atau peningkatan hasil yang berdampak secara klinis (misalnya, penurunan mortalitas, peningkatan kapasitas olahraga, keterlambatan perkembangan) 2,3 Meskipun demikian, terapi pada penyakit yang medasari dapat meningkatkan perbaikan hipoksia alveolar, yang dianggap berkontribusi terhadap patogenesis dan progresifitas darihipertensi pulmonal. Untuk pasien dengan hipertensi pulmonal akibat ketinggian , paparan ulang terhadap tekanan oksigen inspirasi normal sangat dianjurkan. Terapi konvensional dan suportif - Serupa dengan pasien dengan hipertensi arteri paru (Pulmonary Arterial Hypertension (PAH)) tipe I, semua pasien dengan hipertensi pulmonal tipe III harus berolahraga sesuai toleransi, menerima vaksinasi rutin, berhenti merokok, dan diberikan terapi suportif seperti oksigen dan diuretik, bila diindikasikan. Oksigen – suplementasi oksigen diberikan untuk pasien hipertensi pumonal tipe III yang mengalami hipoksemia (saat istirahat atau selama berolahraga atau tidur) dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen perifer antara 90 dan 96 persen.4 suplementasi oksigen, bagaimanapun, hanya telah didokumentasikan untuk meningkatkan angka harapan hidup (gambar 2 dan gambar 3) dan resistensi pembuluh darah paru pada pasien hipertensi pulmonal tipe III terkait PPOK yang juga telah terjadi hipoksemia (yaitu, tekanan arteri parsial oksigen [PaO2] di bawah 60 mmHg).5-10 Sebaliknya, oksigen Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 432
tampaknya tidak bermanfaat bagi mereka yang normoksemik11 Indikasi untuk oksigen tambahan dijelaskan dalam tabel (tabel 5). Tabel.5 Indikasi terapi oksigen jangka Panjang Dapat disimpulkan bahwa supelementasi oksigen dapat bermanfaat bagi kelompok pasien hipertensi plmonal tipe III dan hipoksemia, berdasarkan data yang berasal dari pasien dengan PPOK dan alasan bahwa oksigen dapat bermanfaat dengan mengurangi vasokonstriksi hipoksik, afterload ventrikel kanan dan / atau paru. Serta remodelling vaskular. Berdasarkan pengalaman para ahli, beberapa pasien dengan hipoksemia kronis menunjukkan penurunan tekanan arteri paru (pulmonary Atertery Pressure(PAP)) yang signifikan dengan terapi oksigen secara berkelanjutan, sementara yang lain mengalami penurunan ringan atau sedang. Prediktor respons jangka panjang terhadap oksigen tambahan mencakup penurunan PAP rata-rata lebih besar dari 5 mmHg dan konsumsi oksigen puncak tinggi (VO2) selama berolahraga (> 6,5 cc / kg per menit)12 Diuretik - Pasien dengan retensi cairan dari gagal jantung Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 433
kanan terkait hipertensi pulmonal dapat diberikan diuretik. Namun, pemberiannya dikaitkan dengan beberapa risiko pada pasien dengan hipertensi pulmonal Antikoagulasi - Antikoagulasi biasanya tidak diberikan pada pasien dengan hipertensi pulmonal tipe III, meskipun dalam praktek sehari hari berbeda di beberapa center namun tidak ada data khusus untuk kelompok hipertensi pulmonal tipe III yang menyarankan manfaat atau bahaya yang terkait dengan antikoagulasi. Antikoagulasi (warfarin) diberikan pada hipertensi pulmonal tipe lain. Agen inotropik - Digoksin adalah glikosida oral dengan efek inotropik yang mengurangi gejala simptomatik pada pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LV); Namun, tidak diindikasikan untuk pengobatan hipertensi pulmonal tipe III tanpa adanya atrial fibrilasi atau disfungsi LV berdasar pada alasan bahwa di luar indikasi ini, digoxin elum terbukti manfaat nya dan mungkin memiliki efek samping.13-15 salah satu efek negatif digoxin adalah digoxin dapat menyebabkan vasokonstriksi paru dan memperburuk hipertensi paru.16 Selain itu, risiko toksisitas digoxin meningkat pada pasien dengan hipoksemia dan hipokalemia yang disebabkan oleh diuretik. 9.1 Pendekatan Terapi Pada Pasien Dengan Hipertensi Pulmonal Pendekatan pengobatan yang digunakan oleh sebagian besar ahli didasarkan pada data yang diperoleh dari serangkaian kasus pada pasien dengan hipertensi pulmonal tipe III dan data diekstrapolasi dari uji coba acak yang lebih besar yang dilakukan pada pasien dengan hipertensi arteri paru (pulmonal arterial hypertension(PAH)). Tidak seperti pasien dengan PAH, para ahli tidak menggunakan kelas fungsional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk membuat stratifikasi pasien untuk terapi karena kelas fungsional dapat dipengaruhi oleh hipertensi pulmonal dan kelainan paru yang mendasarinya. Sebaliknya, para ahli mengelompokkan pasien berdasarkan tingkat severitas hipertensi pulmonal yang terkait dan tingkat severitas kegagalan fungsi Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 434
ventrikel kanan (misalnya, peningkatan tekanan atrium kanan, indeks jantung rendah) dan temuan ekokardiografi gangguan fungsi fungsi ventrikel kanan. Sementara ada konsensus yang disepakati untuk definisi hipertensi pulmonal berat berdasarkan kateterisasi arteri pulmonal.17 definisi untuk ringan atau berdasarkan kateterisasi arteri pulmonalis. Tingkat severitas hipertensi pulmonal pada ekokardiografi kurang didefinisikan dengan baik. Nilai yang digunakan dalam bagian di bawah ini didasarkan pada pengalaman klinis ahli. Hipertensi pulmonal ringan hingga sedang - Pasien dalam kategori ini termasuk mereka dengan hipertensi pulmonal ringan hingga sedang seperti yang di estimasi oleh ekokardiografi (systolic pulmonary artery pressure [sPAP] antara 20mmHg dan 60 mmHg), atau mean pulmonary artery pressure (mPAP) pada kateterisasi jantung kanan. antara 25mmHg hingga 34 mmHg17 Hipertensi paru berat - Pasien dalam kategori ini termasuk pasien dengan hipertensi pulmonal berat seperti yang diestimasi oleh ekokardiografi (estimasi sPAP ≥60 mmHg), atau oleh kateterisasi jantung kanan (mis., MPAP ≥35 mmHg atau mPAP ≥25 mmHg dengan tekanan atrium kanan kanan dan / atau indeks jantung rendah <2 liter / menit / meter2).17 Terapi Hipertensi Arteri Paru - Agen farmakologis yang digunakan untuk terapi hipertensi arteri paru meliputi agonis jalur prostasiklin ( Epoprostenol, treprostinil, iloprost, selexipag), inhibitor fosfodiesterase-5 (PDE5) (misalnya, sildenafil, tadalafil), nitric oxide-cyclic guanosine monophosphate enhancers including soluble guanylate cyclase stimulators and endothelin receptor antagonists (bosentan, ambrisentan, macitentan). Sementara banyak dari agen ini memiliki manfaat dalam pengobatan pasien dengan hipertensi pulmonal tipe I. Manfaat terapi tersebut pada hipertensi pulmonal tipe III masih terbatas, dan dalam beberapa kasus mungkin berbahaya.18 Tidak satu pun dari agen ini yang disetujui untuk digunakan dalam hipertensi Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 435
pulmonal tipe III. Efek merugikan terapi tersebut pada populasi hipertensi pulmonal tipe III sebagian dapat dijelaskan oleh efek vasodilatasi dari agen-agen tersebut yang dapat memperburuk kelainan ventilasi-perfusi dan memperburuk pertukaran gas pada pasien dengan penyakit paru-paru.17,19,23 Penyakit Paru Obstruktif Kronik - Beberapa uji coba pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) menunjukkan efek campuran dari terapi hipertensi pulmonal tipe I pada istirahat dan hemodinamik paru akibat olahraga, jarak berjalan kaki 6 menit (6 minutes walking distance (6MWD)), dan banyak yang menunjukkan parameter oksigenasi yang memburuk. dan kualitas hidup yang memburuk (Quality Of Life (QOL))24-35 Penyakit Parenmim Paru – terapi hipertensi pulmonal tipe I (Pulmonary Arterial Hypertension (PAH)) pasien dengan penyakit paru interstitial, pada beberapa terapi menunjukkan manfaat, namun yang lainnya tidak bermanfaat atau terjadi peningkatan efek samping yang serius: o Fibrosis Paru : Prostanoid parenteral - Dua belas minggu treprostinil parenteral telah terbukti menunjukkan perbaikan pada tekanan atrium kanan, indeks jantung, fungsi ventrikel kanan, kualitas hidup, Brain Natriutetic Peptide (BNP), dan 6MWD dalam serangkaian kasus pasien dengan fibrosis paru dan hipertensi pulmonal berat tanpa efek samping pada oksigenasi36 Treprostinil inhalasi – Trepostinil via inhalasi cukup menarik karena tidak memperburuk ketidakcocokan ventilasi / perfusi (ventilation/perfusion on mismatch). Enam belas minggu setelah treprostinil inhalasi telah terbukti memperbaiki 6MWD, BNP, dan memperlambat perburukan klinis pada pasien dengan penyakit paru interstitial atau gabungan fibrosis paru atau Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 436
emphysema (Combined Pulmonary Fibrosis and Emphysema (CPFE)), dalam uji coba terkontrol plasebo secara acak PDE-5 Inhibitor - sildenafil memiliki sedikit atau tidak ada manfaat pada pasien dengan fibrosis paru idiopatik (Idiopathic Pulmonary Fibrosis (IPF)) tanpa Hipertensi Pulmonal.37,38 data awal menunjukkan kemungkinan manfaat sildenafil pada populasi dengan disfungsi Ventrikel kanan39,40 Endothelin Antagonist dan nitric oxide-cyclic guanosine monophosphate enhancers - Ambrisentan tidak efektif dan terkait dengan efek samping (perburukan oksigenasi, perkembangan penyakit, peningkatan rawat inap) pada pasien dengan hipertensi pulmonal (karena fibrosis paru idiopatik atau etiologi lainnya) dan fibrosis paru idiopatik (tanpa hipertensi pulmonal).30,41,42 Bosentan dan macitentan juga tidak efektif dalam fibrosis paru idiopatik tetapi belum diuji pada hipertensi pulmonal terkait fibrosis paru idiopatik.43-45 Meskipun penelitian awal menyarankan beberapa manfaat dari riociguat, penelitian fase II pada pasien dengan hipertensi pulmonal dengan pneumonia interstitial idiopatik terkait dihentikan karena peningkatan efek samping dan mortalitas terkait obat42,49 Gangguan pernapasan saat tidur dan hipoksia – Hanya berupa laporan kasus yang menggambarkan respons individu terhadap terapi pada penyakit langka termasuk kyphoscoliosis dan hipoventilasi obesitas62,63 Overlap Syndromes - Meskipun prognosis hipertensi pulmonal yang buruk terkait dengan overlap syndromes (penyakit paru- paru vaskular dan interstitial gabungan, kombinasi PPOK dan Penyakit parenkim paru), tidak ada data yang dilaporkan tentang penggunaan terapi hipertensi pulmonal tipe I pada Tinjaun Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 437
populasi ini 9.2 Pasien Gagal Dengan Pemberian Terapi Pasien dengan hipertensi pulmonal tipe III yang berat yang gagal terapi harus dipertimbangkan untuk transplantasi paru-paru. Tindakan pembedahan lainnya belum dievaluasi dalam populasi ini (mis., Septostomi atrium). Transplantasi Paru - Transplantasi paru-paru mungkin menjadi pilihan pada pasien dengan hipertensi pulmonal tipe III yang mengalami perbaikan setelah terapi.64 efek pada hipertensi pulmonal setelah transplantasi paru tidak jelas64-75 Beberapa penelitian menunjukkan bahwahipertensi pulmonal tidak berdampak buruk pada kelangsungan hidup pasien dengan penyakit parenkim paru yang menjalani transplantasi paru65-67. Tetapi data registri menunjukkan bahwa hipertensi pulmonal merupakan faktor risiko kematian 90 hari setelah transplantasi paru-paru tunggal69 dan hipertensi pulmonal dapat meningkatkan resiko disfungsi graft primer pada pasien yang menjalani transplantasi pada penyakit parenkim paru71. Sementara transplantasi paru-paru tunggal tanpa bypass kardiopulmoner adalah pilihan bagi sebagian besar pasien dengan penyakit paru kronis tanpa hipertensi pulmonal66,67,72,73 tetapi transplantasi paru-paru tunggal tanpa bypass kardiopulmoner kurang cocok untuk mereka dengan hipertensi pulmonal berat.74- 77 di mana pada pasien dengan hipertensi pulmonal berat, transplantasi paru-paru bilateral lebih disukai. Transplantasi paru lobar hidup juga merupakan pilihan untuk sejumlah kecil pasien72,78 10. PROGNOSIS Hipertensi Pulmonal yang diakibatkan oleh penyakit paru yang mendasari dan / atau hipoksemia biasanya progresif dan umumnya dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Tinjauan Pustaka Penyakit Jantung-1, 2020 | 438
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327
- 328
- 329
- 330
- 331
- 332
- 333
- 334
- 335
- 336
- 337
- 338
- 339
- 340
- 341
- 342
- 343
- 344
- 345
- 346
- 347
- 348
- 349
- 350
- 351
- 352
- 353
- 354
- 355
- 356
- 357
- 358
- 359
- 360
- 361
- 362
- 363
- 364
- 365
- 366
- 367
- 368
- 369
- 370
- 371
- 372
- 373
- 374
- 375
- 376
- 377
- 378
- 379
- 380
- 381
- 382
- 383
- 384
- 385
- 386
- 387
- 388
- 389
- 390
- 391
- 392
- 393
- 394
- 395
- 396
- 397
- 398
- 399
- 400
- 401
- 402
- 403
- 404
- 405
- 406
- 407
- 408
- 409
- 410
- 411
- 412
- 413
- 414
- 415
- 416
- 417
- 418
- 419
- 420
- 421
- 422
- 423
- 424
- 425
- 426
- 427
- 428
- 429
- 430
- 431
- 432
- 433
- 434
- 435
- 436
- 437
- 438
- 439
- 440
- 441
- 442
- 443
- 444
- 445
- 446
- 447
- 448
- 449
- 450
- 451
- 452
- 453
- 454
- 455
- 456
- 457
- 458
- 459
- 460
- 461
- 462
- 463
- 464
- 465
- 466
- 467
- 468
- 469
- 470
- 471
- 472
- 473
- 474
- 475
- 476
- 477
- 478
- 479
- 480
- 481
- 482
- 483
- 484
- 485
- 486
- 1 - 50
- 51 - 100
- 101 - 150
- 151 - 200
- 201 - 250
- 251 - 300
- 301 - 350
- 351 - 400
- 401 - 450
- 451 - 486
Pages: