Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Novel KEMUNING, Cinta Tanpa Bicara

Novel KEMUNING, Cinta Tanpa Bicara

Published by flindakurniawati, 2019-07-16 00:47:53

Description: Sebuah Novel tentang kesetiaan dan pengabdian istri yang berharap cinta sang suami

Search

Read the Text Version

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Ning, mana jus alpukatku?” Dia masih memainkan barbel naik turun. Aku mendekatinya. Menjulurkan segelas besar jus alpukat kesukaannya. Dia meletakkan barbelnya. Menerima dan meminumnya. “Kok rasanya lain, Ning? Apa kamu salah buatnya? Coba deh sedikit.” Dia mengembalikan gelas yang berisi jus alpukat padaku. Aku berfikir. Ini sesuai permintaannya. Apa karena mbok Yem beli alpukatnya salah. Aku heran dan mencobanya. Rasanya tetap sama. “Bagaimana Ning, rasanya?” Aku bergeleng dan memberikan lagi gelas yang terisi jus alpukat pada mas Arya. Dia meminum jus itu tepat di mana bibirku menyentuh gelas itu. “Hemmm... ini baru lezat. Terasa sekali rasanya. Manis.” Dia menghabiskan jus alpukatnya. Aku masih merasa heran. “Jus ini terasa nikmat setelah bibir manismu menyentuhnya, Sayang.” Dia memberi gelas yang sudah kosong padaku. Sembari mencium keningku. Jantungku berdetak. Aromanya membuat hatiku berdesir lagi. Dia berlalu. Meninggalkan sisa kecupan di keningku. Meninggalkan senyumannya. Aku tak mampu membencinya. Aku siapkan pakaiannya. Tanpa kuduga mas Arya sudah ada di belakangku. Dengan tubuhnya yang terasa dingin memelukku dari belakang. Lalu berbisik. “Terima kasih, Ningku Sayang.” Bibirnya begitu dekat dengan telingaku. 196

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Jangan hilangkan senyummu dariku. Aku tak berdaya tanpa senyummu. Aku tak minta lebih darimu. Kecuali senyumanmu. Kumohon.” Peluknya semakin erat. Bisikannya membuat darahku berdesir. Jantungku berdetak tak menentu. Aku hanya mampu terpejam dan menghimpun napasku yang kutahan sesaat. Merasakan kemesraannya padaku. Dia melepaskan pelukannya. Memakai bajunya tanpa canggung padaku. Aku mengalihkan pandanganku dan bergegas ke meja makan. Namun, tiba-tiba tangannya memegang tanganku. “Temani aku sarapan ya, Ningku Sayang” Aku tidak menoleh. Namun dia memegang tanganku erat. Dia mendekat dan mendekatkan wajahnya ke wajahku lagi. Ya Allah... wajahnya tak mampu membuatku berpaling. “Jangan pernah pergi dari pandanganku. Sebelum kamu meninggalkan senyum untukku. Please, Sayang.” Itu permintaan terberatku. Aku harus tersenyum kala gundah mencekamku. Saat situasi darurat seperti ini kudengar suara musik India “Main Yahaan Hoon” di film Veer Zaara. Pasti ibu lagi lihat film India sepagi ini. Duh... Gusti... Jantungku berdebar seirama dengan lagunya. Piye iki, Ya Allah... Aku tersenyum sedikit padanya. Tapi dia malah tak ingin melepaskanku. Dia malah memelukku. “Terlalu sedikit senyummu untuk kutampung di dalam hatiku, Sayang.” Piye iki ya... Dia menatapku lebih tajam. Menunggu senyumanku. Aku ambil napas panjang dan aku tersenyum untuknya. 197

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Dia masih belum melepas pelukannya. Dia tersenyum dan meninggalkan kecupannya di keningku. Lalu melepaskanku. Aku segera berjalan cepat-cepat turun menuju meja makan. Aku tersenyum akan sikapnya saat ini. Melebihi dari apa yang aku pikirkan. Saat di meja makan dia hanya memandangku. Sesekali menyendokkan nasi ke mulutnya. Aku tidak bisa berkutik. Hanya mampu menunduk. Perasaan ingin membencinya menipis terganti rasa canggung yang mendalam akan sikap-sikapnya saat ini. Aku mengantarnya hingga sampai pintu halaman rumah. Aku mencium punggung tangannya. Namun dia tidak melepaskan tangannya untukku. “Aku tidak akan melepaskannya sebelum kamu tinggalkan jejak senyummu untukku.” Aku terdiam. Namun dia menarik tubuhku semakin dekat dengannya. Aku semakin sulit. Ingin membencinya namun aku tak bisa. Aku beri senyum untuknya. “Satu senyuman satu kecupan.” Dia mengecup keningku lagi. Ya Allah... bagaimana caraku untuk belajar melupakannya. Dia berlalu dengan senyumannya. Menyisakan kekagumanku padanya. Bagaimana dia begitu tenang akan penolakanku semalam dan menggantikannya dengan sikap manisnya. Aku bergegas membantu mbok Yem membereskan rumah. Setelahnya aku bergegas di kamar atas. Kamar kami. Tidak terasa suwung lagi. Rinai-rinai cintanya dia hujani untukku. Seakan aku tak sanggup menampung semua rasa cintanya. Hingga kutemukan setangkai 198

Kemuning Cinta Tanpa Bicara mawar di atas ranjang. Terdapat secarik kertas bertuliskan sebuah kalimat I Love You Kemuningku Sayang. Entah sampai kapan aku mampu bertahan dari godaannya yang terlalu manis. Aku tak sanggup. Tapi benteng pertahananku harus lebih kuat. Aku tidak mau terlena akan sikap manisnya padaku. Namun dia adalah suamiku. Sudah sewajarnya dia menghujaniku dengan cintanya. Ya Allah, mengapa harus ada kasta yang menjadi sekat diantara hubungan kami. Apakah aku tidak pantas bahagia bersama pria yang sangat aku cintai? Pukul empat sore sudah kudengar mesin mobilnya di depan pintu pagar. Aku masih bersandar di tiang gazebo. Merapalkan bacaan mushaf. Sengaja aku tidak menyambutnya. Menghindari perhatiannya padaku. Aku masih selonjor kaki. Menikmati hafalanku. Dia mungkin melihatku. Namun aku tetap asyik akan kesibukanku. Hingga dia datang menyapaku. “Ning...” Aku menutup mushafku. Mendekap mushaf yang sejak tadi menjadi temanku menjemput senja setiap harinya. Aku masih belum meliriknya. Takut menatap wajahnya. Semakin membuatku tak berdaya. Dia datang menghampiriku. Aku masih mengacuhkannya. Tiba- tiba dia menyusupkan tangannya ke tengah-tengah kakiku. Menahan punggungku. Membopongku. 199

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Kamu sudah terjebak sekarang Anjani Kemuning. “Maaf ya, Ningku Sayang. Terpaksa aku memaksamu. Aku tak sanggup jika kau mengacuhkanku.” Mushaf masih ada di pelukanku. Aku tidak bisa berkutik. Tubuhnya terlalu kuat untuk aku melawannya. Ya Allah... piye iki. Dia membopongku melintasi jembatan kecil dengan kolam di bawahnya. Aku hanya menundukkan kepalaku. Bunga-bunga melati semerbak gandha arum31. Semakin memikatku. Seperti perhatian mas Arya kepadaku yang sangat memikat. Krisan yang menggantung di halaman seakan mengisyaratkan betapa lemahnya perasaanku padanya. Jantungku berdetak tak menentu. Hatiku kebingungan tak karuan. Antara keinginan untuk membencinya atau bertahan mencintainya. Kudengar suara lagu “Syahadat Cinta” terdengar di sebelah rumah. Mungkin tetangga mendengarkan lagu dengan volume sound system yang lebih kencang. Syair lagunya membuatku syahdu dalam bopongannya. “Wah! wis kaya pilem India.” Tiba-tiba suara ibu keluar dari bibir pintu teras. Menyaksikan aku masih dibopong mas Arya. Wajahku memerah. Malu. Aku hanya terdiam. Hatiku saja yang tersenyum. Mas Arya meletakkan tubuhku perlahan. Aku berdiri dengan perasaan masih merasa malu. Ibu telah melihat kami. 31 Bau wangi 200

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Mau bagaimana lagi, Bu. Ning cuek banget lho.” Mas Arya menjelaskan sikapku pada ibu. “Hemm... Ning... Ning... karo bojo jangan begitu. Ora ilok. Dosa lho. Istri itu harus pandai-pandai melayani suami. Apa awakmu tidak mau dapat pahala besar merga melayani suamimu.” Ibu benar. Benar sekali. Tapi dia tidak tahu alasanku sebenarnya. “Tuh... dengarkan nasehat ibu, Ningku Sayang.” Mas Arya menarik hidungku penuh rasa gemas. Hingga membuatku semakin memerah pipiku. “Buatkan aku teh jahe special ya, Humairaku. Pakai racikan cinta.” Dia membisikkan di dekat telingaku. Ya Allah... dia memanggil namaku mesra seperti Rasulullah Muhammad terhadap istrinya Aisyah. Panggilannya terhadapku menyentuh hatiku. Ibu terkekeh melihat kami dan ikut masuk ke dalam. Mas Arya menuntunnya. Sambil berbincang-bincang. Ingin tahu masa kecilku seperti apa. Aku hanya menghela napas panjang. Senang akan tingkahnya kepadaku. Petang telah menjemput malam. Ketika rembulan begitu anggun dalam tahta langit. Dengan banyak bintang sebagai punggawa dan prajurit kerajaan langit malam. Sungguh memesona. Aku melihatnya dari atas balkon. Merasakan cahaya purnama remang namun tenang. Ingin kugoreskan sebuah nama di wajah langit yang bersanding rembulan tentang cinta dan kebencian. 201

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Begitu angkuh rembulan yang hanya berbias cahaya matahari telah mampu memberi cahaya malam. Seperti angkuhku pada kebencian diriku sendiri akan hadirnya cinta mas Arya. Ya, ingin aku membencinya. Mengusir rasa cinta ini. Hasrat ini. Semua hal tentangnya. Namun semua sia-sia. Namanya masih bertahta di relung hatiku. Bahkan semakin kuat rasa itu mencengkeramku. Aku melemah Di kunikmati purnama yang berpendar. Aku terpejam. Hingga aku rasakan sentuhan tubuh yang sama. Merangkulku dari belakang. “Ning, aku tidak percaya pada bintang jatuh. Yang bisa mengabulkan apa saja. Aku hanya percaya pada-Nya yang senantiasa memberi lintasan pelanginya di saat aku butuhkan. Yaitu kamu. Aku tidak pernah menyangka wanita dusun yang kulihat begitu memesona ketika memetik bunga turi. Itu kamu. Aku juga tidak menyangka wanita yang aku selamatkan kehormatannya. Itu kamu. Hingga aku sanggup mengambil keputusan hanya untuk menyelamatkan kehormatimu. Awalnya aku tak berdaya. Karena belum ada benih cinta. Awalnya aku menolak. Karena belum tersemat namamu di hatiku. Namun Allah mengubah semuanya. Mengubah kebekuanku tentangmu. Hingga pilar- pilar senyummu begitu kokoh, hingga membangun cinta di hatiku. Sungguh. Aku telah mencintaimu. Kaulah bidadari surgaku. Humairaku. Belahan jiwaku.” Mas Arya begitu jelas menuturkan perasaannya kepadaku. Aku semakin tidak berdaya. Andai kasta itu tidak ada. Andai aku seorang putri raja. Andai dia pria biasa. Tentu aku sangat bahagia akan 202

Kemuning Cinta Tanpa Bicara ucapannya saat ini. Kata-kata Keysha begitu kuat membelengguku. Erat. Sangat erat. “Ning, coba lihatlah di sana. Apa kau tahu itu bukan bintang. Namun dijuluki sebagai bintang.” Jari telunjukknya menunjukkan pada sebuah bintang namun tak berkedip. Warna cahaya jingga bukan putih. Apakah gerangan. Membuatku takjub. “Itulah planet mars. Planet ini dilambangkan seorang pria. Konon pria memiliki kehidupan dan perilaku yang berbeda dan hidup dalam planet mars. Pria memiliki pribadi yang berbeda dengan wanita. Sangat berbeda.” Dia diam sesaat. Mencium aroma mayangku. “Planet lain yang begitu jelas terlihat adalah planet venus. Planet ini sangat jelas terlihat sebelum matahari terbit, saat subuh kita bisa melihatnya. Planet ini dijuluki bintang kejora. Planet venus melambangkan pribadi wanita.” Dia semakin erat memeluk tubuhku. “Konon wanita hidup dalam pribadi yang sangat berbeda dengan orang-orang di planet mars yaitu pria. Namun ketika orang-orang dari planet mars saling bertemu dengan orang-orang dari planet venus di bumi, mereka saling jatuh cinta. Ya, jatuh cinta karena ketakjuban orang- orang di planet mars terhadap kecantikan dan keanggunan orang-orang venus. Begitu pula ketika orang-orang venus melihat orang-orang dari planet mars yang terlihat sangat gagah dan tampan. Mereka lupa akan perbedaan. Yang ada adalah perasaan saling tertarik dan saling mencintai. Mereka memutuskan hidup di bumi.” Aku sedikit memutar kepalaku padanya. Ingin memandang wajahnya. 203

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Seperti hubungan kita. Kamu adalah wanitaku yang berasal dari planet venus. Aku pria mars yang begitu takjub akan kecantikan dan anggunnya dirimu. Berharap kita hidup dalam satu cinta di bumi. Ya, hanya kamu dan aku.” Dia begitu lembut berkisah tentang cinta venus dan mars yang saling bertemu di bumi. Pipinya begitu dekat dengan pipiku. Dia menunjukkan segalanya tentang rasi bintang, meteor, hingga melihat bintang jatuh yang sebenarnya itu adalah meteor yang jatuh menembus atmosfer bumi. Masyaallah, aku sangat terkesan dengan pribadinya. Sungguh. Dia membuatku tenang dan nyaman. Dekapannya semakin hangat. Aku tidak mampu menolaknya. Mas Arya memasangkan salah satu headset di telinga kananku. Lalu dia memakainya di telinga kirinya. Memutarkan lagu My Heart yang dinyanyikan Acha Septriasa dan Irwansyah. Disini kau dan aku Terbiasa bersama Menjalani kasih sayang Bahagia kudenganmu Pernahkah kau menguntai Hari paling indah Ku ukir nama kita berdua Disini surga kita 204

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Mas Arya memutar tubuhku. Memandangku lebih dekat. Kami saling berpandangan. Wajahnya diterangi remang cahaya rembulan. Dialah mars yang aku temukan di bumi. Bumi milik kita. Malam ini. Dia masih mengalah terhadapku. Tidak ingin memaksaku untuk melayaninya. Meski hatiku ingin. Tapi ingatan ucapan Keysha tentang trah mas Arya. Kasta kami berbeda. Aku hanya selir. Bukan permaisuri tunggalnya. Aku hanya bisa terpejam dengan bergulir air mata. Selimut ini masih terasa dingin. Sedingin diriku yang masih menolaknya. Ketika rembulan berpendar Dan bintang berada pada gugusannya Kulihat lintasan pelangi di senyummu Senyumanmu telah bertahta di hatiku Jangan jauhkan aku dari senyummu Aku tak sanggup Satu senyuman satu kecupan 205

Kemuning Cinta Tanpa Bicara 16 PENYEBAB PENOLAKANMU POV : Mahendra Arya Putra Jam dinding ruangan kerjaku sudah menunjukkan pukul 11.30 WIB. Pasien sudah semakin lengang. Hanya dua pasien kecilku yang masih menungguku di ruang tunggu bersama orang tuanya. Hal yang membuatku setiap harinya gundah ketika melihat wanita berhijab yang postur tubuhnya mirip Ning membawa bayi mungil. Membuat hatiku ingin. Jika itu Ningku. Membawa bayi kecilku. Buah cinta kami. Masyaallah... betapa bahagianya. Namun saat ini aku harus menahan harapan untuk sementara waktu. Hanya waktu yang mampu mengikat inginnya padaku. Hingga sampai jam istirahat siang aku masih mematung. Belum beranjak dari kursi kerjaku. Menyangga siku tangan di atas meja. Telapak tanganku memegang dahiku. Pikiranku masih menerawang untuk Ningku. Wanitaku. Yang sampai sekarang sulit untuk aku pahami hati dan pikirannya. Aku ingat dirinya menangis di kantin rumah sakit kala itu setelah aku dari toilet. Dia kutinggalkan bersama Keysha. Ya, dia bersama Keysha Larasati. Aku mesti menemui Keysha untuk lebih tahu penyebab Kemuning bersikap dingin padaku. 206

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Kulangkahkan kaki secepat mungkin untuk menuju ruangannya. Sudah seminggu ini dia ada jadwal penanganan operasi di Singapura. Hari ini dia sudah kembali di Indonesia. Tepatnya, dia sudah aktif bekerja di rumah sakit ini lagi. Ketika hampir sampai pada ruang kerjanya. Aku mendengar suara azan dhuhur berkumandang. Aku menghentikan langkahku. Lebih baik aku tunaikan kewajibanku pada Sang Khaliq dahulu sebelum menemuinya. Aku berbalik badan, melangkah menuju mushola. Namun aku dikejutkan oleh suara Keysha. “Ar, kenapa tidak jadi? Mau bertemu denganku ya?” Keysha sudah memegang pergelangan tanganku. Tangan yang dulu pernah kurindukan. Tangan ini juga yang telah menghempaskan harapanku dulu. “Nanti saja, Key. Aku mau sholat dulu.” Aku melepas genggaman tangannya dan kembali melangkah di mushola. “Tunggu aku, Ar. Aku juga mau ikut sholat.” Keysha berlari kecil mengejarku. Berjalan mengiringiku. Kulepaskan sepatu di depan halaman mushola. Ruang mushola masih sepi hanya ada aku dan Keysha. Aku segera berwudhu dan Keysha mengikutiku. Keysha sudah tampak siap dengan mukenanya. Wajahnya terlihat senang melihatku yang basah terbasuh air wudhu. “Ar, Jamaah ya. Aku rindu saat berjamaah bersamamu.” Raut muka Keysha tampak manja. Kuingat wajah itu selalu menghiasi 207

Kemuning Cinta Tanpa Bicara kehidupanku masa lalu. Namun sekarang hanya wajah Kemuningku yang selalu menghantuiku 24 jam. Hingga mimpiku pun dia tiada absen untuk hadir. Selepas kami sholat jamaah. Keysha mengulurkan tangannya. Hendak menyambut tanganku. “Maaf, Key. Kita bukan mukhrim.” Aku hanya menyatukan kedua telapak tanganku. Menghormatinya. Sikapku datar padanya dan mulai muncul tanda tanya akan sikapnya sekarang. Apa benar dia yang membuat Ningku berubah menjadi bersikap dingin padaku. Aku mesti cari tahu penyebabnya. “Oh ya, kamu setelah ini apa masih ada jadwal pemeriksaan pasien lagi atau kesibukan lain?” Aku bertanya padanya sembari memakai sepatu di halaman mushola. Dia tampak sibuk memperbaiki kerudung hijab dan dandanan di wajahnya. Kebiasaannya tidak berubah. Dulu yang aku suka darinya. Tampak perfect. Namun sekarang. Kecantikan alami Kemuning saja yang selalu membentengi hatiku. Aku tidak bisa berpaling dari wajah Ning, bidadariku. “Waktu. Tentu untukmu selalu kuluangkan waktu. Di mana? Kapan, Ar? Aku kangen kamu.” Dia menutup cermin make up. Wajahnya sumringah. Kulihat beberapa orang berdatangan ke mushola hendak menunaikan sholat dhuhur. Aku berdiri melihat Keysha yang masih membereskan beberapa kosmetik ke dalam tas kecil warna ungu. 208

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Lebih baik ke rumah makan dekat rumah sakit ini jam satu. Sekalian makan siang. Pembicaraan kita tidak akan lama.” Aku berjalan mendahuluinya. Malas menunggunya. Kembali ke ruanganku. Ruang kerjaku. “Oke, Ar. Aku siap buat kamu. Berlama-lama denganmu juga aku siap.” Dia cepat-cepat memakai sepatu hak tingginya. Melangkah cepat mengejar langkahku. Langkah kami beriringan. Beberapa perawat dan petugas rumah sakit yang berpapasan menyapa kami dengan wajah yang menaruh curiga ketika Keysha menggandengku. Aku menepis tangannya. Memasukkan kedua tanganku ke saku celana. Menghindarinya untuk menggandengku lagi. Aku melewatkan ruang Keysha yang kulihat dia sudah masuk kembali ke ruangannya. Langkahku langsung bertuju ke ruang kerjaku. Berkemas. Sekitar tiga puluh menit lagi aku harus sampai rumah makan yang jaraknya sekitar satu kilometer dari rumah sakit. Kutunggu Keysha sudah hampir tiga puluh menit. Dia belum juga muncul. Hingga aku dikejutkan. Kedua mataku di tutup oleh dua telapak tangan. “Aku senang kamu menungguku. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi.” Keysha berbisik di telinga kananku. Tangannya masih menutup kedua mataku. “Apa-apaan sih kamu, Key! Please, Key. Aku pria beristri. Bukan kekasihmu yang dulu.” Aku menepis kedua tangannya. 209

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Dia duduk di sampingku. Bahkan dia menggeser bangkunya lebih dekat ke padaku. Terdengar bunyi kursinya berdecit. Aku berdiri dan berpindah ke kursi lain. “Sudahlah, Key. Bersikaplah yang wajar. Kita hanya sebatas teman tidak lebih.” Kutarik lengan kemejaku dan meletakkan lenganku di meja. “Teman tapi mesra boleh kan, Ar?” Dia memegang tanganku dan meremasnya. “Key! Jaga sikapmu, atau aku pergi dari sini!” Aku semakin tidak nyaman akan sikap agresif Keysha. Sikapnya melebihi dari apa yang aku pikirkan sekarang. Mungkin sikapnya terbentuk saat meraih beasiswa S3 di Universitas Oxford di Inggris. Tata krama yang dia miliki sebagai wanita sudah mulai luntur. “Oke, oke, Ar! Aku jaga sikap sekarang.” Dia melepas genggamannya. Beralih mengambil daftar menu di atas meja. “By the way, kamu pesan apa, Ar?” Dia tampak sibuk memilih menu. Aku semakin gusar. Tak sabar ingin bicara serius tentang sikapnya pada Ning waktu di kantin rumah sakit. “Aku teh hangat saja. Ingin makan di rumah.” Kusandarkan punggung di kursi. Mengambil ponsel hendak mengirim pesan ke Kemuning. “Kok buru-buru, Ar. Kamu gak kangen sama aku?” Matanya begitu liar melihatku. Seolah-olah aku hendak diterkamnya. Ya Allah... 210

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Keysha, Keysha, apa kesopananmu sudah terkikis saat ini. Sangat jauh dari sifatmu yang aku kenal dulu. “Ya, aku buru-buru. Aku sudah janji pada istriku untuk makan siang di rumah.” Aku masih memainkan layar sentuh ponsel. Mengirim pesan pada istriku tercinta. “Ayolah, Ar. Nanti malam kan bisa makan di rumah.” Wajahnya cemberut. Saat wajahnya seperti ini mengingatkanku kalau dia ingin di bujuk dan harus memenuhi permintaannya. Tapi sekarang tidak akan ada lagi saat itu. Segelas teh hangat dan segelas sari jeruk sudah siap di meja. Tidak lama menu makanan Keysha sudah siap terhidang. “Benar kamu tidak makan, Ar? Atau kita sepiring berdua? Seperti kita dulu?” Dia tersenyum. Mata liarnya semakin ingin melihat reaksiku. “Cukup, Key. Aku mau to the poin sama kamu. Ini serius. Masalah istriku.” Aku letakkan kedua lengan tanganku ke atas meja. Memandang Keysha. “Masalah istrimu. Memang ada apa? Kan itu urusanmu. Mengapa meski mengaitkanku pada urusan rumah tanggamu.” Dia tersenyum sinis. Membuat kecurigaanku semakin besar tentang sikap Kemuning. “Sudah jangan berkilah, Key. Aku ingin tau racun apa yang sudah kau berikan pada istriku?” Aku mengepal tanganku. 211

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Racun apa maksudmu, Ar. Aku tidak meracuni siapa pun. Aku bicara realistis tentang dirimu. Tentang trahmu. Tentang kastamu dan kastanya.” Keysha bersikap santai. Seakan tidak ada beban dosa sedikit pun. “Keysha!! Lancang kamu!!!” Aku berdiri dan menggebrak meja. Hingga membuat pengunjung rumah makan melihat ke arah kami. “Sabar dong, Arya Sayang. Kendalikan emosimu.” Keysha masih bersikap santai. Membuatku semakin muak. “Oke, Key. Terima kasih untuk waktunya. Assalamuallaikum.” Aku bergegas meninggalkan meja di mana Keysha masih duduk dengan santai menikmati makan siangnya. Sepanjang perjalanan pikiranku mengarah pada Kemuning. Jadi ini alasan Kemuning menolak malam-malam yang ingin kurengkuh cinta bersamanya. Malam-malam yang sekarang aku merasa sendirian. Tanpa senyuman manisnya. Tanpa segala yang membuatnya lebih bahagia denganku. Aku telah sampai rumah. Segera aku mencari Kemuning yang masih sibuk membantu mbok Yem. Aku memberi kode ke mbok Yem untuk sementara memberiku ruang untuk aku dan Ning. Aku coba mengendalikan emosiku. Aku menarik napas panjang. Menahan perasaanku padanya. “Ning, aku bantu ya.” Aku rebut piring kotornya dan meletakkan ke tempat cuci piring. Dia mengikutiku. 212

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Sini biar aku.” Aku merebut lagi spoon yang sudah penuh buih sabun cuci piring. Dia menghela napas panjang. Sepertinya jengkel kepadaku. Malah seperti mengganggunya. Dia membilas piring-piring yang sudah kuberi sabun. Lalu pekerjaan memberi sabun sudah selesai. Aku merebut pekerjaannya lagi. Membilas piring-piring dan gelas. Dia semakin menghela napas. Mungkin semakin jengkel denganku. Dia cukup sabar. Sekarang dia mulai ambil beberapa sayur di kulkas. Aku mengikutinya. Berdiri di sampingnya tubuhnya hingga lengan kami bersentuhan. Merebut pisaunya. Dia menghela napas lebih panjang. Mungkin bertambah jengkel. Aku suka menggodanya seperti ini. Melihat wajahnya yang penuh kejengkelan untukku. Kupotong-potong wortelnya. Namun aku makan wortelnya. Habis lapar. Dia melihat semua potongan wortel sudah habis. “Ning, aku lapar.” Aku pasang wajah memelasku. Dia menghela napas lagi sembari bergeleng kepala. “Temani aku makan ya, Ning?” Kutatap wajahnya. Kutarik tangannya mengikutiku menuju meja makan. Dia mengambil nasi dan beberapa lauk untukku. Memberikan padaku. Aku menerimanya namun aku duduk di lantai. Menaruh piringku ke lantai. Makan tanpa sendok di lantai. Dia terlihat heran melihat tingkahku. “Sini, Ning! Duduk di sini lebih santai.” Dia mengikutiku duduk di lantai. Heran melihatku. 213

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Hak, Ning.” Aku sodorkan sesuap nasi dari tanganku untuknya. Dia terdiam. “Bagaimana aku bisa menjadi sudra jika aku tidak hidup menjadi orang sudra.” Dia terkaget mendengar ucapanku. Aku menyodorkan lagi sesuap nasi dari tanganku untuknya. Dia memakannya. “Kekek pernah berkisah tentang Nalayani. Perempuan cantik yang begitu sabar melayani suaminya. Suaminya seorang resi yang sudah tua dan sakit-sakitan. Sedangkan Nalayani seorang perempuan berkasta sudra. Bagi orang berkasta sudra suatu kehormatan jika diperistri kasta yang lebih tinggi.” Kulihat Kemuning mulai tertarik dengan ceritaku. “Seorang resi atau kaum brahmana memiliki kasta tertinggi. Kasta ke dua diduduki oleh kaum ksatria atau raja. Tingkatan kasta ke tiga berada pada kaum saudagar. Kasta paling rendah yaitu sudra dari golongan petani atau rakyat jelata.” Aku menyuapinya lagi. Aku tersenyum melihatnya. Seperti anak kecil yang perlu dibujuk dulu sebelum dia mau makan. Kurasa dia belum makan sejak tadi. Aku lanjutkan ceritaku. “Setiap harinya resi itu menguji kesabaran dan keimanan Nalayani. Tidak hanya ujian dari penyakit suaminya tapi juga ujian sikap suaminya yang selalu berbicara kasar dikesehariannya. Nalayani harus makan dari sisa makanan suaminya. Hingga suatu batas ujian itu tiba. Nalayani masih teguh pada kesabaran dan kepatuhan pada suaminya. Tanpa diduga resi tua dan sakit-sakitan itu berubah menjadi pria muda yang tampan dan gagah. Resi itu memiliki kedigdayaan hingga mampu 214

Kemuning Cinta Tanpa Bicara mengubah dirinya untuk menguji keteguhan hati istrinya. Kehidupan Nelayan berubah seratus delapan puluh derajat. Dia mendapat cinta dari suaminya yang tidak pernah dia dapatkan dulu.” Aku menghentikan ceritaku. Kulihat kekagumannya mendengar ceritaku. “Ning, kamu belum makan ya?” Dia mengangguk. Aku berdiri mengambil nasi dan beberapa lauk lagi. Kami makan sepiring berdua di lantai. Tanpa sendok. Menikmati hidup sebagai orang sudra. Berharap keraguannya mencair padaku. Hingga tidak ada tabir yang memisahkan ikatan pernikahanku dengannya. Senja itu mengusung sang bayu mengibas jilbabnya. Terpaan cahaya sore membentuk bayang-bayang sang dewi. Aku menghampiri bayangan itu. Aku telah mempersuntingnya. Dewiku. Bidadari surgaku. “Ning.” Dia berhenti. Menutup mushafnya. Memandangku. Aku ragu. Takut mengganggunya. Inginku bercengkerama dengannya. Menapaki jejak senja yang mulai tampak semburat cahaya zodiak. Menyandarkan kepala di pangkuannya. Andai saja. Tapi aku tidak ingin menyerah. Mahendra Arya Putra harus mampu menghancurkan benteng keraguannya. Kekuatan cintaku padanya jauh lebih kuat dari apapun. Aku harus punya akal untuk mengembalikan kepercayaannya padaku. Malam ini aku membuat sesuatu yang berbeda. Mengikis makna kasta diantara kami. 215

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Selepas kami jamaah sholat isya dan makan malam. Aku mengajaknya ke halaman rumah. Merasakan heningnya malam. Ketika bintang berpendar dalam gugusannya masing-masing. “Duduk di sini saja, Ning. Di atas rerumputan ini. Tenang. Aman kok.” Dia mulai mengikutiku duduk di atas rerumputan taman rumah kami. “Lebih asyik tidur di atas rerumputan, Ning.” Arya... Arya kamu semakin nekat demi Ning. Aku rebahkan tubuhku di atas rerumputan. Meski pun aku tak pernah melakukannya sebelumnya. Ibu melarangku. Tapi kenekatanmu demi Ning, kamu harus melakukannya. Kemuning mengikutiku. Melihat bintang-bintang bersama rerumputan. Indah sekali. Saat wajah kami saling berpandangan. Kupegang telapak tangannya. “Sekarang aku akan hidup sebagai kaum sudra. Tidak ada yang bisa mengubahnya. Karena cinta jauh lebih berkuasa dari sekedar kasta. Allah memberikan cinta-Nya untuk umatnya yang beriman bukan karena kasta atau harta.” Aku dekatkan wajahku pada wajahnya. Menatap indah wajahnya meski remang cahaya rembulan sabit. Entah dari mana hadirnya kunang-kunang. Sepasang kunang- kunang terbang di atas kami. “Ning... aku merasakan sesuatu.” Dia melihat wajahku lagi. Memandangku lebih serius. 216

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Aneh, aku merasakan gatal. Gatal sekali. Kurasa ada semut masuk ke punggungku.” Langsung aku bangkit dari tidurku. Kubuka kaosku. Kelojotan garuk-garuk tak karuan. Kemuning hanya duduk terkekeh melihat tingkahku yang kebingungan mengaruk-garuk punggung. “Sebentar ya, Sayang. Kurasa aku harus mandi lagi. Semut- semut ini mengganggu malam romantis kitaaaa...” Aku berlari menuju kamar mandi kamar atas. Kudengar suara Kemuning tertawa melihatku. Duh... apes-apes. Alhamdulillah segarnya mandi lagi. Sesi romantis tadi gagal. Ada insiden kecil pengeroyokan semut di punggungku. Namanya juga cinta. Memang perlu perjuangan dan pengorbanan. Meski aku harus berkorban digigit ribuan semut pun aku rela demi Kemuning tersenyum lagi. Aku membuka pintu kamar mandi hanya memakai celana pendekku dan masih telanjang dada. Kemuningku menyiapkan baju tidurku. Aku menghela napas. Ayo... Arya... Semangaaatt... “Aduh, Ning... punggungku ada apanya lagi ya? Kok masih terasa gatal ya?” Aku pura-pura. Sengaja. Namanya saja pejuang. Harus bisa. Dia mengamati punggungku saja. Ayo sentuh dong sayang. “Ada semutnya lagi ya, Ning? Kok masih terasa gatel ya.” Kemuning masih mengamati saja belum mengelus-elus pungungku. Ya Allah... punya istri kok tidak peka to yo. 217

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Coba pakai bedak, Ning.” Aku menyodorkan bedak padanya. Aku siap-siap duduk di sisi ranjang pegas bersprai putih berumbai. Kemuning berdiri di depan punggungku. “Ayo to, Ning. Gatel banget ini.” Kemuning menaburkan bedak ke punggungku. Ya... cuma itu. Tidak asyik. “Diusuk-usuk, Ning. Biar reda gatalnya.” Dia mengelus-elus punggungku dengan bedak. Masyaallah... sentuhannya. Aku terpejam sambil tersenyum-senyum. Yes... berhasil. “Terus, Ning. Biar gatelnya reda.” Sudah hampir sepuluh menit dia elus-elus punggungku. Arya... kamu sudah mengerjai istrimu. “Wis, Ning. Aku wis mari. Alhamdulillah. Terima kasih ya, Sayang.” Aku buka lenganku hendak memeluknya. Dia tahu. Tapi dia malah memalingkan muka dan berputar arah berpaling dariku. Arya, kamu belum beruntung. Coba lagi ya...! Ya sudah. Hanya sofa ini yang masih temani tidurku malam ini. Pejuang cinta tidak boleh menyerah. Semangat. Sambil peluk guling. Ketika bintang berpendar Berjejar dalam gugusan singgasana langit Kulihat bulan melengkungkan senyummu Kau membiusku… Menghilangkan akalku untuk berfikir Kaulah tambatan hati I love you 218

Kemuning Cinta Tanpa Bicara 17 MENGINAP DI HOTEL POV : Mahendra Arya Putra “Ning, besok kita berikhtiar. Ketika manusia hendak merengkuh keajaiban cinta-Nya. Kita meski berjalan ke arah-Nya. Semoga Allah mengabulkan ikhtiar dan tawakal kita. Aamiin” Aku mengecup keningnya. Ketika waktu sepertiga malam kami teruntai dalam kepasrahan doa. Tiada kekuatan dan keajaiban yang bisa menandingi kecuali Allah Sang Khaliq. Seperti keajaiban cinta yang tersemat untukku padanya. Wanita shaliha yang Allah amanahkan untukku. Air mata berderai dalam sujudku. Kupasrahkan segalanya untukNya. Berharap keajaibanNya mampu menembus harapanku memulihkan cidera yang merenggut suaranya. Kulihat zikirnya penuh kepasrahan. Bulir air matanya tiada hentinya berderai. Setelah kami jamaah shubuh, kutahan langkah Ning menuju dapur. Memegang kedua tangannya. Memandang wajahnya yang ayu. Melihat manik matanya yang teduh. “Ning, Mas berusaha yang Mas mampu sebagai suamimu. Mas tidak mencari kesempurnaanmu. Sungguh. Mas berharap kelak ketika 219

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Allah amanahkan kita pewaris. Mas ingin dirimu yang mengajarkan segala hal. Mencintai Al Qur’an yang senantiasa kau rapal dan kau hafal. Mengajarkannya memanggil kata ayah yang senantiasa memanggilku dengan senyuman yang serupa senyumanmu. Sungguh, Ning. Harapan kecilku hanya itu.” Kukecup keningnya. Kulihat butiran air matanya mengalir di pipi merahnya. Aku memeluknya. Kepalanya bersandar di dadaku. Kurasakan isak tangis lirihnya. Aku mengambil paspornya. Memberikannya. Dia meraba seluruh permukaannya. Membuka lembar demi lembar isinya. Air matanya semakin berderai. “Sudah ya, Sayang. Ini ikhtiar kita. Hanya kepada Allah kita gantungkan harapan.” Kuseka air matanya. Tersenyum untuknya. Melihat manik matanya yang berkaca-kaca. “Kita berkemas mulai sekarang. Takut nanti ada yang tertinggal.” Dia mengangguk. Berjalan menuju almari ukir memilah- milah baju kami. Aku membantunya. Kucari dua koper besar di gudang. Berkemas untuk ikhtiar kami selama kurang lebih sepuluh hari. Itu prediksi dari dokter Rubaida Rose setelah aku intens komunikasi. Kami telah sampai di bandara. Salah satu tempat yang belum pernah dilihat Kemuning. nampak jelas ada rasa kekaguman dari pandangan matanya. Aku menjelaskan setiap detail sesuatu yang ada di dalamnya hingga menjelaskan petugas-petugas di sana. Dia tersenyum. 220

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Semakin menguatkan jemariku untuk menautkan jemarinya. Menyusuri kemegahan Bandara Sukarno Hatta. Aku yang sudah melakukan check in melalui media online sebelumnya hingga memudahkanku untuk melakukan boarding pass di maskapai penerbangan yang aku pilih. Kemuningku sayang tidak pernah lepas dari mataku. Eman-eman takut hilang. Bayangan kami memanjang condong ke timur ketika kami berdiri tepat di terminal pesawat. Mentari masih terlihat berwarna kekuningan. Saat cahaya menerpa wajahnya. Make up minimalis yang dikenakan membias aura kecantikannya. Hingga tak ingin genggaman tanganku terlepas darinya meski sedetik saja. Tidak lama kita mendekati pesawat yang hendak kami tumpangi. Saatnya boarding time sebelum pesawat take off. Ketika hendak menaiki tangga pesawat. Dia melepas sandalnya. Aku menepuk dahi. Kaget akan tingkah lugunya. Duh... Gusti. Aduh Ning... Ning.... “Sandalnya jangan dilepas, Sayang. Nanti hilang lho.” Aku mengambil sandalnya. Sandal yang dilepasnya kupakaikan kembali di kaki indahnya. Seperti momen dongeng Cinderella saat pangeran yang memakaikan sepatu kaca. Kisah yang disukai Citra adikku. Indah sekali. Wajahnya tertunduk melihatku. Kupegang telapak kakinya. Menyematkan sandalnya di kakinya. Lalu aku genggam lagi tangannya seraya berbisik. “Kamu takut naik pesawat, Ning?” Dia mengangguk. 221

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Apa perlu, Mas bopong kamu, Sayang?” Aku tersenyum padanya. Tertawa dalam hati melihat keluguannya yang membuatku merindukannya. Wajahnya yang tirus memerah. Duh... Humairaku. Aku menaiki tangga dengan memegang erat tangannya. Gamisnya yang menjuntai dia naikkan sedikit. Memudahkannya melangkahkan kaki. Aku minta pramugari menukar tempat duduk kami. Inginku, Kemuning dekat dengan jendela. Dia duduk dengan hati-hati, perasaan takut masih menyelimutinya. Telapak tangannya terasa basah oleh keringat. Dia benar-benar tegang. “Tenang, Ning. Kita berdoa yuk. Minta keselamatan sama Allah semoga kita sampai dengan selamat. Aamiin.” Dalam keadaan masih tegang dia berdoa. Bibir tipisnya mengeja doa-doa yang dia sematkan. Agar kami selamat hingga sampai sana. Pesawat sudah take off. Kulihat tangannya begitu tegang berpegangan bangku di depannya. Mukanya tampak pucat. Kuraih tangannya. Menggenggamnya dan menaruh ke dadaku. “Udah, Ning Sayang. Jangan tegang. Mas di sampingmu.” Kubisikan di telinganya. Dia menghela napas panjang. Meredakan rasa takut yang menyelimutinya. Pesawat sudah berada di awang-awang. Kualihkan rasa takutnya. “Ning, coba lihat di sana!” Telunjukku menunjuk ke arah jendela pesawat. Mencondongkan tubuhku lebih dekat padanya. 222

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Dia melihat dengan penuh ketakjuban. Melintasi awan yang berarak-arak. Melihat pulau-pulau kecil yang terlihat menghijau dalam lingkaran birunya laut. Kudekatkan wajahku lebih dekat hingga pipi kami bersinggungan. Dia berusaha ingin melihat wajahku. Aku berbisik. “Udah, Ning. Kalau ciuman di sini di larang saya mbak-mbak itu lho. Kita nanti di suruh turun piye hayo?” Aku senang menggodanya. Saat melihat pramugari, Kemuning terlihat tegang. Dengan cepat aku mencium pipinya. Gemas lihat wajahnya. “Ya ampun, Ning. Mas ketahuan cium kamu. Piye iki, Ning. Nanti kita diturunkan dari sini piye?” Senang menggodanya. Aku memberi kode pada pramugari. Pramugari datang ke arah kami. Kemuning terlihat kebingungan. “Ada yang bisa saya bantu?” Pramugari begitu ramah kepada kami. “Bisa pesan dua cangkir coklat panas buat kami?” Aku memesan minuman buatnya meredakan ketegangannya. Duh Ning... Ningku sayang. Tingkahmu gawe mriang awakku32. Dua cangkir coklat panas sudah siap. Aku geser meja lipat yang ada di samping kursi kami. Kami nikmati secangkir coklat panas sembari mengudara. 32 Buat demam tubuhku 223

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Aku lupa ini lagi ramai-ramainya pengunjung. Masa liburan banyak pelancong yang check in hotel. Yang tersisa kamar dengan single bed dengan ukuran quint yang bersisa buat kami. Aku tidak bisa berbuat apa-apa semoga ada sofa atau semacamnya. Kamar kami berada di lantai ke enam. Kami harus melewati lift. Ini kesempatanku untuk godaan mesraku pada Kemuning. “Ning, nanti saat naik lift pegangan sama aku ya.” Dia mengangguk. Lift terbuka. Dia bingung ingin melangkahkan kaki. Kupegang tangannya menuntunnya. Dia benar-benar ketakutan. Memegang lengan tanganku erat sekali. “Siap-siap naik, Ning.” Dia makin panik. Kepalanya ditaruhnya di dadaku. Menutup matanya. Aku merangkulnya. Untung lift lagi sepi. Yes, berhasil. “Sudah sampai, Sayang. Tuh pintunya terbuka.” Dia membuka matanya. Menarik napas panjang. Mengikuti langkahku keluar dari lift. Hingga sampailah di kamar hotel kami. Kamarnya bergaya minimalis, tepat untuk pasangan yang sedang berbulan madu. Ada jendela dengan kelambu warna merah menyala sepadan dengan hiasan di atas seprei putih di atas ranjang pegas. Ada beberapa furniture satu meja dengan dua kursi. Terdapat satu televisi yang terpasang di dinding. 224

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Lampunya berpendar remang. Tanpa adanya sofa. Aduh, bagaimana ini. Masa aku harus tidur di bawah. Ya Allah, berat benar ujian cinta yang Engkau berikan untukku. Kami memasukinya. Kemuning terlihat takjub dengan dekorasinya. Memang pas buat begini dan begitu. Aduh pikiranku jadi ora karuan ngene. “Ning, sebaiknya kita sholat maghrib lanjut isya’ ya. Keburu habis waktunya. Mas wudhu dulu ya, Sayang.” Aku masuk kamar mandi yang terdapat shower di dalamnya. Mandi secepat mungkin. Tak ingin dia menungguku lama. “Sudah siap, Ning. Ayo kita ke lantai atas. Menu makan malam sudah tersedia di sana.” Aku selalu memegang tangannya. Melintasi lorong hotel dengan cahaya lampu kekuningan remang-remang. Kemuningku tampak cantik dengan nuansa gamis hijau emerald berhijab hijau lime. Serasa aku telah menculik bidadari dari kayangan. Bibir tipisnya dengan lipstik warna merah jambu telah mampu membiusku. Ya, aku mabuk kecubung anggun raganya. Dia telah menjeratku dengan sampurnya. Jaka Tarub ini sudah tak bernyawa tanpa senyumnya. Masyaallah, bidadari surgaku. Berapa lama aku mampu menunggu untuk mengecup cintamu. Memetik ranum rekah surga bersamamu. Ya sayang, hanya bersamamu. “Mau pilih makanan yang mana, Sayang?” Dia terlihat tidak nyaman dengan menunya. Tidak sama dengan yang tersedia di rumah. 225

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Ayo, Ning pilih. Apa Mas yang pilihkan untukmu.” Pilihlah aku selalu untuk ikut serta bersama hatimu. Sehening apapun itu. Sesedih apapun hidupku. Tetaplah dalam genggaman tanganku. Dia kebingungan memilih. Aku pilihkan menu untuknya. Steak. Sengaja, aku ingin hadirkan padanya kesan romantis di dalamnya. Arya... kamu memang jenius. Ayo, pejuang. Semangat! “Duduk di sini, Ning. Dekat jendela. Kita bisa menikmati malam di Changi.” Dia mengagumi pemandangan di balik jendela besar ruang makan hotel. Kota Changi yang terlihat kecil. Dengan lampu yang berpendar diantara gedung-gedung dan bangunan yang tersusun. “Nanti melalui kamar hotel kita bisa melihatnya, Ning. Sekarang dimaem dulu beef steaknya.” Dia mengangguk. Tampak kebingungan menggunakan antara garpu dan pisau kecil. Oke, saatnya Arya beraksi. “Garpu di tangan kiri dan pisau di tangan kanan.” Dia melakukan intruksiku. Aku membungkuk merangkulnya dari belakang. Pipi kami bersentuhan. Tangan kanannya kugenggam dengan tangan kananku. Begitu pula tangan kirinya kupegang dengan tangan kiriku. Kuajarkan memainkan keduanya. Memotong beef steak terlebih dahulu. Dia nampak bisa. “Sudah bisa kan, Ning?” Dia mulai praktik sendiri. Dan potongan beef steak meloncat ke mukaku. Hemmm... Dia panik. Aku hanya tersenyum padanya. Tidak mampu jengkel pada Ningku. Karena itu bukan kesalahannya. Itu semua salahku. 226

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Makanan itu terasa asing baginya. Lebih baik aku mengajaknya makan di luar. Alhamdulillah, rumah makan yang menyediakan nasi lemak telah kami temukan. Kami memesan dua porsi lengkap. Beserta dua gelas air putih. Hidangan ini tak menyulitkannya makan. “Ning, besok pagi pemeriksaan awalmu. Mas sudah buat janji dengan dokter Rose untuk pemeriksaanmu.” Kupandangi dirinya. Dia terdiam. Kemudian mengangguk. “Tenang ya, Sayang. Kita percaya sama Allah, akan ada jalan kesembuhanmu.” Kubelai pipinya. Dia tersenyum padaku. Akhirnya kami kembali di kamar hotel dengan kasur pegas yang menantikan kedatangan kami. Menuju peraduan cinta. Sampai kapan dia menguji kesabaranku. Apa aku harus menjadi Prabu Pandu Dewanata yang harus brahmacarya untuk cintamu? Tanpa menyentuhmu. Tanpa pergumulan indah yang tercipta diantara ikatan suci pernikahan kami? Dia telah mengenakan kimononya dengan gerai mayangnya yang terurai. Aku menantinya. Bersandar di sisi ranjang. Melihatnya keluar dari kamar mandi. Dia masih malu berganti busananya di depanku. Langkahnya bukan tertuju padaku. Namun pada selambu merah menyala yang menutupi jendela. Dia membukanya. Melihat indahnya kota Changi malam ini. Telapak tangannya berada di permukaan jendela. Aku menyentuh kedua punggung tangannya. Menyatukan dadaku dengan 227

Kemuning Cinta Tanpa Bicara punggungnya. Aroma mayangnya menaikkan debaran jantungku. Dia terdiam. Kulihat dari pantulan kaca jendela. Dia pejamkan mata. Aku hembuskan napasku di jendela hingga meninggalkan bekas uap air di permukaan jendela. Dia melihatku. Kutulis sesuatu di jendela itu. Sebuah huruf I diiringi simbol hati dan huruf U. Dia sentuh tulisan itu. Entahlah, dia mengartikannya apa. Yang aku pentingkan dia tahu perasaan mendalamku. Kuharap dia kikis keraguannya padaku. Menghilangkan kata kasta dari hatinya. Menyambut cintaku malam ini. “Ning, jika kamu masih belum menginginkanku. Mas akan tetap mengalah untuk hatimu. Hingga kamu menyerah. Menerima cintanya Mas sepenuh hati.” Kuberbisik di telinganya. Mencium harum mayangnya. Menahan setiap detak jantungku yang berpacu. Antara pengendalian diriku dengan perasaan cinta yang menggebu padanya. Memegang kedua tangannya dan menyilangkan di perutnya. Kami menyatu dalam pelukan. Namun dia masih terdiam. Dia hanya terpejam dengan bulir air mata yang telah menetes di pipinya. Aku tak sanggup untuk memaksanya. Tidak akan ada gairah dalam paksaan. Mungkin lebih membuatnya terluka. Meski aku begitu menginginkannya. Mengalah kesekian kalinya. Aku siap akan penolakan ini. Seperti diriku yang dulu menolak di setiap malam yang dia ingin rengkuh bersamaku. Mungkin ini balasan dari sikap dinginku dulu. 228

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Kulepas pelukanku. Mengambil bantal di atas ranjang pegas yang kuharap ada pergumulan di sana. Aku hanya mampu menghela napas. Menepis harapanku malam ini. Tidur di bawah beralaskan karpet merah menyala. Dengan sebuah bantal penyangga kepala. Temani tidur sunyiku malam ini. Ya Allah, kuatkan imanku. Meski ini adalah hakku dari status halal kami. Namun aku tak sanggup dia menerimaku dalam keterpaksaan. Aku tertidur miring. Memalingkan rasa putus asaku pada ranjang pegas itu. Memaksaku terpejam meski aku tidak bisa. Perasaan ini membuatku tidak bisa nyenyak tidur. Harus bagaimana aku mendaki hatimu, Ning? Apa brahmacarya akan terus aku lakukan untukmu. Menjadi Prabu Pandu Dewanata tanpa menyentuhmu. Apa kamu seperti Dewi Kunti yang selalu takut akan kutukan Resi Kimindana. Hingga dirimu mencegah rengkuhanku karena tidak ingin kehilanganku? Sampai kapan lagi, Ning? Kau tenggelamkan asaku untuk lebih mendalam memberikan kebahagiaan untukmu. Itu sudah menjadi hakmu, Sayang. Kudengar ranjang pegas bergerak. Dia mungkin sudah membenamkan tubuhnya di permukaan ranjang pegas. Namun ranjang itu tidak berhenti bergerak. Mungkinkan Kemuning dilanda kegelisahan? Entahlah. Lebih baik aku pejamkan mata. Menjemput esok bersamanya. Mencoba lagi dari kegagalanku malam ini. Tiba-tiba aku dikejutkan. Tubuh hangatnya menyentuh punggungku. Ternyata Kemuning ikut tidur di bawah bersamaku. Mengapa? 229

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Lho, Ning. Kok melu turu kene. Tidak bisa tidur ya? Apa Mas temani?” Aku memutar tubuhku miring menghadapnya. “Yowis, ayo tidur di atas ya.” Dia tetap tidak beranjak. Aku bangkit. Membopongnya. Meletakkan tubuh indahnya di ranjang pegas berseprei putih dengan hiasan bentangan kain merah menyala di atasnya. Aku menemani tidurnya. Tidurnya terlentang. Mungkin ini kesempatanku. Aku geser tubuhku miring menghadapnya. Namun dia memalingkan tubuhnya. Duh Gusti... apakah ini sudah game over?. Kupeluk saja tubuhnya. Meski inginku lebih darinya. Apalah dayaku. Aku tak mampu memaksa kehendakku padamu, Sayang. Cukup dengan ini telah membuatku nyaman tidur memelukmu. Menanti kerelaanmu. Menunggu keikhlasan dirimu menerimaku. Aku siap jatuh dan jatuh pada cintamu Meski inginku masih belum ada celah di dalamnya Aku bersabar akan cintamu… 230

Kemuning Cinta Tanpa Bicara 18 DI MERLION BERSAMAMU Dosaku terlalu besar untukmu, Mas. Sebagai istri yang belum sanggup menunaikan tugasnya. Aku sadar ini tidak adil buatnya. Namun ucapan Keysha mampu meracuni pikiran dan nuraniku. Menjadikan gunung es yang tidak mampu mencair untuknya. Aku wanita yang begitu tega menyia-nyiakan suamiku sendiri. Maafkan aku, Mas. Aku tak sanggup memikul dosa ini. Namun aku tidak mau perhatian yang kau beri, hanya untuk pemuas hasratmu. Yang mungkin aku menjadi permainan buatmu. Pemuas nafsumu. Aku menitikkan air mata dalam pelukannya. Kupunggungi pria yang kucintai. Sungguh, mas. Aku tak sanggup. Tapi aku tak ingin cintamu hanya berbias nafsu. Aku takut cengkeraman nafsumu membutakanmu hingga menyia-siakan hidupku. Aku tak sanggup untuk kehilanganmu. Diri ini seperti titisan Dewi Kunti. Menghindari hal yang kuingin dari suamiku. Mungkin ini brahmacarya baginya. Juga brahmacarya bagiku. Namun mendengar begitu dia ingin pewaris untuknya. Apa yang aku lakukan? Aku cuma seorang selir baginya. Mungkin ada wanita lain yang lebih layak untuk menjadi permaisuri tunggalnya. Bukan aku. 231

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Astaghfirullahalazim, astaghfirullahalazim, astaghfirullahalazim. Ampuni dosaku ya Allah, aku tidak sanggup melayaninya. Aku istri pendosa. Air mataku menggenang dan meresap di bantal putih. Kutahan isak tangisku. Berharap mas Arya tidak mendengarnya. Yang sanggup kulakukan adalah berzikir. Semoga esok aku baik-baik saja. Ada jalan untuk takdir cintaku. Kupejamkan mata. Menepis beban dosaku yang menumpuk disetiap malam-malamku. Kami sudah berada di dalam taksi. Mas Arya tiada henti menyemangatiku. Tangannya yang selalu menggenggamku. Senyuman laksana pelangi yang membias rinai tangisku. Dia ingin menyempurnakan diriku dari kekuranganku. Seakan aku tidak bisa membalas segala hutang yang telah dia berikan untukku. Tapi mengapa hatiku masih membeku. Sedingin ini padanya. Taksi kami sudah berhenti tepat di depan rumah sakit. Kata mas Arya namanya Changi General Hospital. Rumah sakit yang megah. Seperti berada di gedung hotel. Mas Arya masih menggandengku menuju lobi rumah sakit. Dia memintaku duduk di ruang tunggu. Kulihat Mas Arya menuju loket pendaftaran pasien. Di sebelahku duduk seorang pria yang membuatku tidak nyaman. Dia memandangiku terus. Dengan mata liarnya. Ingin aku segera berlari pada mas Arya meminta perlindungannya. Tapi aku tidak ingin mengganggunya. 232

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Hai, girl! You look so beautiful. What’s your name.” Pria itu bicara padaku dengan bahasa yang tidak aku mengerti. Aku terusik. Pria ini sepertinya sebaya dengan mas Arya. Aku hanya membalas dengan tersenyum dan memalingkan perhatianku pada yang lain. Menghindari pria ini. “Come on, my dear...” Tangan pria itu mulai menyentuh lenganku. Aku ingin berontak namun situasi sedang ramai pengunjung. “Excuse me Sir. She’s my wife.” Mas Arya sudah datang. Dia mencengkeram pundak pria itu hingga membuat pria itu pergi. Mungkin dia takut dengan postur tubuh mas Arya yang terlihat kekar dan jauh lebih tampan. Mas Arya duduk di sampingku. Menyandarkan tangannya pada sisi sandaran kursi. Menghindari pria lain melakukan hal serupa seperti tadi. Aku merasa aman di sisinya. Tidak berapa lama nomor panggilan terdengar atas nomor yang di bawa mas Arya. Karena setelah itu mas Arya mengajakku menuju ruangan. Dalam langkah kami terdengar seorang pria bermata sipit menyapa mas Arya. “Hey, Mr. Arya how’re you?” Pria itu menjabat tangan mas Arya. “I’m fine. Thank’s.” Mereka tampak akrab. “How is she?” Pria yang usianya sekitar setengah abad itu melihatku. 233

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “She is my wife. Anjani Kemuning. Ning, ini mister Chan wakil manager di rumah sakit ini.” Aku tidak menjabat tangannya. Hanya menyatukan telapak tanganku. Tanda penghormatan untuknya. “Wow, your wife so look beutiful. You are very lucky.” Mister Chan melihatku seakan terkagum-kagum. Padahal aku memakai gamis sederhana dengan rona make up minimalis. Setiap aku mengenakan make up, mas Arya selalu mendekatiku. Memelukku dari belakang mengucapkan sesuatu yang membuat hatiku selalu melayang. Mas Arya selalu bicara tentang kecantikanku saat menjelang tidur dan selepas bangun tidur. Dia menyukaiku tanpa rona make up. Kecantikanku natural baginya. “Thank’s Mister.” Kulihat wajah mas Arya sangat bahagia dan bangga aku dipuji cantik oleh orang lain. “By the way. What are you doing here?” Mister Chan mengernyitkan dahi. Dimasukkannya kedua tangannya di saku celana hitamnya. “I want to seek treatment for my wife.” Mas Arya melingkarkan tangannya ke bahuku. “Okay. I hope your wife will recover soon.” Tangan mister Chan menjabat tangan mas Arya. “Thank’s Mister Smith.” Mas Arya melemparkan senyum untuk mister Chan. “Never mind. Okay, see you.” Tangan mister Chan melambai untuk mas Arya. 234

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Kami memasuki ruangan di mana sudah banyak beberapa pasien yang sudah mengantri pemeriksaan. Tempat duduk di ruangan begitu nyaman. Kami mencari tempat duduk dekat dengan meja pemanggilan pasien. Tidak lama kami dipersilahkan masuk. Kami berdua duduk di kursi yang mirip sofa. Mungkin itu layanan konsultasi di sana. Mas Arya tampak sibuk menjelaskan kronologis sakitku. Kemudian dokter memberikan rujukan untuk kami melakukan pemeriksaan x-ray dan CT- scan untuk mengetahui kejelasan penyebabnya. Aku menjalani pemeriksaan x-ray dan CT-scan. Mas Arya setia menungguku. Kulihat dia duduk penuh kecemasan menungguku. Kami tinggal menunggu hasilnya sekitar satu hingga dua jam. Mas Arya melihat arlojinya. “Sudah waktunya dhuhur, Ning. Sebaiknya kita cari tempat untuk kita sholat.” Kami bangkit dari tempat duduk. Dia bertanya pada petugas tempat ibadah. Lalu kami menuju tempat ibadah. Saat menuju lorong menuju tempat ibadah. Kami di kejutkan sapaan dari seorang wanita. “Dokter Arya!” Kami menoleh. Seorang wanita cantik berhijab ungu bermotif bunga mendatangi kami. “Dokter Rose! Assalamuallaikum.” Mas Arya menyapanya. Inikah dokter yang sering dibicarakan oleh mas Arya? Dokter cantik dengan penampilannya yang nyentrik. Penafsiranku umurnya diatas dari 235

Kemuning Cinta Tanpa Bicara umur mas Arya. Namun penampilannya yang membuatnya selalu tampak muda. Energik pula. “Wa’alaikumsalam! Inikah istrinya? Wah, comelnya.” Dokter Rose menjabat tanganku sembari menempelkan pipinya ke pipiku. Seakan aku adalah saudaranya. Dia sangat ramah. Kami sholat di ruang ibadah. Setelahnya, mas Arya berbincang-bincang dengan dokter Rose. “Sudah perikse x-ray dan CT- scan?” Dokter Rubaida Rose membuka awal percakapan setelah kami hening berdoa. “Sudah Dokter. Ini menunggu hasilnya.” Mas Arya duduk bersila di depan dokter nyentrik itu. Aku duduk di sebelah mas Arya. “Jom, nanti Ai nak lihat langsung hasilnya. Lanjut prepare observasi and operasi.” Dokter Rose berbicara lugas. Dalam benakku, aku merasa takut. “Tak perlu takut, Sayang.” Dokter Rose memegang tanganku. Meredakan rasa takutku. Mas Arya melihat wajahku dengan senyumannya. Dia terlihat bahagia. Ada jalan untuk kesembuhanku. “Oke, Ai nak balik di room. Ai tunggu.” Dia mengemas mukenanya dan pergi meninggalkan kami di ruang ibadah. Mas Arya memegang tanganku. Kulihat matanya berbinar-binar melihatku. “Semoga Allah memudahkan ikhtiar kita ya, Sayang.” Dia mencium punggung tanganku. Ada senyuman yang selalu menyertainya. 236

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Kami sudah berada di ruangan pemeriksaan dokter Rubaida Rose. Ruangannya sangat cantik. Ada beberapa tanaman kecil yang tertanam di pot-pot kecil sebagai penghias ruangan. Mejanya juga terdapat vas bunga dengan beberapa bunga mawar warna merah. Sesuai dengan nama pemilik ruangan ini, dokter Rubaida Rose. Tidak lama kami menanti. Dokter energik itu muncul di balik pintu membawa berkas tertulis namaku. Dia tersenyum dan kemudian duduk di kursinya. “Hemm, Ai sudah tengok. Sebab kemalangan ada masalah pada tali vokalnya. Tapi tak teruk. Insyaallah boleh dirawat.” Dia membuka hasil rontgen dan CT-scan milikku. Mas Arya berdiskusi langsung padanya. Dan semua yang mereka bicarakan diluar pengetahuanku. Aku hanya terdiam melihat kecerdasan mereka berdua. “Baiklah, dokter Rose. Senang sekali mendengar penjelasan Anda. Kami pamit, besok kita berjumpa lagi. Mohon bantuannya selalu ya, Dokter. Untuk istri tercinta saya.” Mas Arya memberi salam pada dokter Rose. “Sure, Dokter Arya. Jagalah ratumu. She is beautiful.” Dokter Rose menyalamiku. Menempelkan kedua pipi kami. Mas Arya menggandeng tanganku. Mengiringi langkahnya ke luar rumah sakit. 237

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Ning, Mas ajak jamu jalan-jalan ke Merlion ya. Selfie-selfie kita di sana. Biar kekinian.” Dia tersenyum lagi. Semakin erat genggaman tangannya. Hatiku terasa nyaman berada di dekatnya. Di dalam kereta listrik yang mas Arya bilang ini MRT. Aku belum pernah menaikinya meski aku diboyongnya di kota. Sekarang aku merasakan MRT di kota Singapura bersamanya. Keretanya penuh penumpang. Kami tidak dapat tempat duduk. Hanya berdiri. Mas Arya berpegangan di tiang. Hingga kami dikagetkan pergerakan kereta yang mendadak. Tubuhku terhempas di dadanya yang bidang. Kami berpandangan. Mas Arya mengambil ponselnya dan mengaitkan headset memutarkan musik. Satu sisi headset dia berikan untukku. “Dengarkan musik ini, Ning. Biar tidak bosan menunggu sampai ke HarbourFront.” Dia menyelipkan headset di sela-sela hijabku. Sesekali kami berpandangan. Membuat hatiku berdesir. Memandang wajah tampannya. Alunan musik romantis membawa hatiku larut di dalamnya. Ramainya penumpang atau pandangan penumpang terhadap kami tak aku hiraukan. Yang terasa, kita hanya berdua di kereta MRT itu. Sesampainya kami di HarbourFront, kami berjalan menuju Merlion. Bersama genggaman tangan mas Arya. Menapaki perjalan indah kami. Memandang kota metropolitan yang begitu bersih, tertib dan modern. Negara dengan luasnya kecil yang di sebut Singapura. 238

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Ketika sampai di sana bertepatan sebagai tempat casting adegan film India. Ada artis yang kukenal, Deepika Padukone yang saat ini sibuk memperagakan gerakan tari India. Saat itu dia berpasangan dengan Renveer Singh. Aku antusias melihat mereka hingga melupakan mas Arya. Dia cemberut. Aku mendekatinya. Lalu tiba-tiba dia mengikuti gerakan Ranveer Singh saat tari India. Aku melongo. Mas Arya pandai juga joget ala India. Aku tertawa melihat tingkahnya. Hingga dia berikan sekuntum mawar berwarna merah jambu padaku. Sungguh, membuatku tak percaya. Dia merajut benang-benang kebahagiaan untukku. “Ning, ayo kita selfie dengan dua artis bollywood itu.” Dia memelukku. Aku mengernyitkan dahi. Tidak mungkin bisa. Mas Arya cari akal. Dia berbisik padaku. Aku mengangguk dan tersenyum. Mas Arya menyetel musik bollywood di ponselnya dengan volume besar. Lalu kami berjoget ala India. Hingga membuat pengunjung mengalihkan pandangan buat kami. Termasuk dua artis tadi Ranveer Singh dan Deepika Padukone. Mereka terkesima dengan tarian kami. Hingga menariknya mendekati kami. “You are good at dancing.” Deepika menyapa kami. Mereka tersenyum pada kami. Aku mengulurkan tangan pada Deepika dan memeluknya. Senang sekali. “Of course, we idolize you.” Mas Arya menjawab. 239

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Really. We are very happy.” Ranveer menepuk bahu Mas Arya. Mereka berpelukan. “By the way. Can we take a picture together?” Mas Arya mengambil ponselnya. “Sure, with pleasure.” Ranveer menjawabnya. Kami berfoto bersama dua artis bollywood yang terkenal. Mas Arya memang hebat. Aku terkesima oleh segala akal yang mungkin aku bilang ini gila. Tapi ini adalah memori terindah di Merlion bersamanya. Melakukan hal yang mustahil dilakukan. Namun dia sanggup mewujudkannya. Aku bahagia. Sangat bahagia. Setelah kami puas mengabadikan momen indah di Merlion. Mas Arya mengajakku kembali ke hotel. Dia tidak ingin aku kecepekan. Sampai di hotel kami sudah menjelang maghrib. Untung saja kami sebelumnya membeli nasi kotak. Makanan khas Indonesia yang lebih cocok di lidah kami. Kami sholat maghrib dan isya’ berjamaah. Lalu hal yang mengejutkanku. Dia mengajakku makan malam dengan nasi kotak yang kami beli. Menikmati keramaian kota Changi malam hari. Bersamanya. “Sudah jam sembilan. Kembali ke hotel yuk, Ning. Takut telat tahajud besok. Apalagi besok kamu sudah harus mekanisme awal sebelum operasi” Mas Arya mengajakku kembali ke hotel. Tempat kami menginap. 240

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Aku merasa canggung saat malam tiba. Apalagi aku harus berbagi ranjang bersama Mas Arya. Membuatku semakin berdosa. Namun bayangan ucapan Keysha selalu mencengkeramku. Selepas berganti kimono. Aku keluar dari kamar mandi. Kulihat mas Arya sudah tidur. Dia tidur di ranjang menyilangkan kedua kali. Menutupi matanya dengan bantal. Dia pasti tidak ingin penolakanku lagi. Aku terbaring di sisi ranjang. Jarak kami hanya setengah meter. Aku tidak ingin mengganggunya. Kuputar tubuhku memunggunginya. Mulai kupejamkan mata. Namun aku dikagetkan tangan mas Arya melingkar di perutku. Dia berbisik. “Selamat tidur bidadari surgaku. Ijinkan Mas tidur memelukmu. I Love you Kemuningku Sayang.” Aku terpejam mendengar kata-katanya. Sungguh aku bahagia. Namun hatiku belum tergerak untuk siap melayaninya. Ya Allah, ampunilah aku. Bahkan aku sanggup berbuat gila untukmu Jika kau menginginkannya Raih jangkauan tanganku Jangan kau lepas Aku tidak bisa hidup tanpa gurat senyummu 241

Kemuning Cinta Tanpa Bicara 19 KEAGUNGAN CINTA POV : Mahendra Arya Putra Aku mendengar isak tangis Kemuning. Meski itu lirih. Tubuhnya terguncang sesenggukan. Aku membuka mataku. Mendengar hatinya yang begitu rapuh. Membuatku terjaga. “Ning, Ning, Sayang.” Aku memanggilnya lirih di telinganya. Dia masih menangis. Bahkan semakin kuat isak tangisnya. Kulepaskan pelukanku. Aku balikkan tubuhnya perlahan. Melihatnya. Wajahnya penuh air mata. Aku tak sanggup melihat air matanya. Jangan sayang. Kumohon jangan menangis. Aku tak mampu melihatmu serapuh ini. “Ning, Sayangku. Kumohon jangan menangis. Aku tak sanggup melihat derai air matamu. Ini jauh lebih menyakitkanku. Bicaralah padaku, Sayang. Jika aku sanggup memikul dukamu. Aku siap memikulnya. Biar aku sendiri yang memikulnya.” Aku seka air matanya. Hatiku merasa begitu sakit melihat air matanya. Kemuning menggunakan bahasa isyarat. Aku sedikit belajar dari Citra bagaimana ungkapan hati dengan bahasa isyarat. Aku mengeja ungkapan hatinya. 242

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Mengapa Mas melakukan pengorbanan sebesar ini, Mas? Aku tak sanggup membayar semua hutang yang kau beri untukku.” Dia menggenggam erat tangannya. Tangisannya semakin besar. “Sayangku, bidadari surgaku. Belahan jiwaku. Aku yakin dirimu adalah jodoh yang Allah tulis di Lauh Mahfudz untukku. Tidak akan ada beban hutang apapun, Sayang. Ini demi dirimu. Masa depan yang kita rajut bersama. Bagiku tiada artinya status dunia yang kukejar. Yakinlah atas ketulusanku, Sayang.” Aku menggenggam tangannya. Air mataku tak sanggup aku tahan. Rasaku padanya tulus. Demi Allah, Sang Pencipta yang telah mengilhamiku untuk mencintainya setulus hati. “Tapi aku wanita tak sempurna. Aku cacat, Mas. Bagaimana Mas begitu besar berkorban untukku. Menerimaku dengan ketulusan dari kekuranganku seperti ini, melebihi gunung Uhud bagiku.” Aku tak sanggup mendengar ucapannya. Ini yang melemahkanku. Membuatku semakin mencintainya. Ingin selalu menjadi penyempurna hidupnya. “Ning, lihat mataku! Lihat! Apa dalam mataku ini ada kebohongan? Sungguh, Sayang. Aku tulus mencintaimu. Demi Allah aku mencintaimu.” Dia melihat manik mataku yang penuh air mata. Kami berpandangan dengan melihat ketulusan kami masing-masing. Kuusap pipinya. Kucium keningnya. Kuletakkan dahiku pada dahinya. Merasakan keterikatan batin kami malam ini. Aku tidak sanggup kehilangannya. Sungguh kekuatan cintaku padanya semakin besar. 243

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Ning! Yakinlah, cintaku tulus padamu melebihi apapun.” Aku memeluknya. Merasakan isak tangisnya yang mulai mereda. “Sekarang, Kita istirahat ya, Sayang. Aku selalu ada di sisimu.” Aku membelai mayangnya. Membelai lembut punggungnya. Kurasakan hela napasnya mulai teratur. Tangisnya mulai mereda. Kami tidur saling berpandangan. Melihat wajah cantiknya malam ini. Ungkapan hatinya malam ini seperti pisau ukir yang telah mengukir wajahnya di hatiku. Menggurat namanya di jantungku. Sungguh aku tidak sanggup jika kehilangannya. Setelah melakukan beberapa pemeriksaan. Kemuning siap untuk menjalani operasi. Namun dia harus menjalani puasa selama 12 jam tanpa makan dan 2 jam sebelumnya tanpa minum. Aku menunggunya dengan sabar. Aku rela tidak makan untuk merasakan penderitaannya juga. Gila. Ini mungkin dikatakan pepatah. Cinta memang telah membuatku gila. Namun itulah yang aku rasa. Aku sudah tergila-gila padanya. Pada istriku sendiri yang dulu tak aku anggap ada. Kini tanpanya membuatku tak bernyawa. Dia yang dulu selalu berharap cintaku. Kini aku lebih mencintainya. “Sabar ya, Sayang. Sebentar lagi. Aku ada di sini. Berdoa untukmu. Menunggumu.” Dia masih terbaring. Dalam kecemasan hati. Dia menggunakan bahasa isyaratnya. 244

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Bagaimana kalau operasinya gagal, Mas? Aku takut.” Matanya mulai berkaca-kaca. Wajahnya meredup dilanda rasa cemas. Aku pegang kedua pipinya. Meyakinkannya. “Apa kamu tidak yakin pada Gusti Allah, Ning? Tidak ada mukjizat tanpa pemberianNya.” Kukecup keningnya. Menguatkan hatinya. Hingga dokter Rose menghampiri kami. “Ning, comel. Tak usahlah kau cakap macam itu. Pasrah pada Allah. Kekuatan Allah amazing bagi umat-Nya.” Dokter Rose memegang tangan Kemuning. Memberikan motivasi untuknya. “Baik, Ning waktu operasi ready. Strong ya!” Dokter Rose tersenyum untuknya. Membuat Kemuning jadi lebih tenang. “Dokter Arya, operasi ready. Perbanyak doa dan zikir,” ucap dokter Rose yang membuatku cemas. Aku kembali duduk di ruang tunggu samping ruang operasi. Ada beberapa dokter yang masuk, turut membantu dokter Rose menangani operasi Kemuning. Aku lihat arlojiku sudah pukul sepuluh pagi. Operasi berjalan sudah tiga puluh menit. Aku harus shalat. Memohon agar Allah memudahkan jalan operasi untuk kesembuhan Ningku. Ruang ibadah itu tampak hening. Hanya terdengar tetesan kran air yang tidak tertutup rapat. Serta suara jam dinding yang berdetak. Kugulung lengan kemeja dan celana panjangku. Menuju tempat wudhu. Mensucikan jiwa dan ragaku dari kemelut yang aku hadapi sekarang. Kecemasan yang mendalam akan operasi Kemuning. 245


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook