Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Novel KEMUNING, Cinta Tanpa Bicara

Novel KEMUNING, Cinta Tanpa Bicara

Published by flindakurniawati, 2019-07-16 00:47:53

Description: Sebuah Novel tentang kesetiaan dan pengabdian istri yang berharap cinta sang suami

Search

Read the Text Version

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Hanya kepada-Nya kugantungkan harapan. Dengan segala ikhtiar yang kudaki saat ini. Kupasrah dalam tawakalku. Sujud ini untuk- Mu ya Allah. Berikan kemudahan operasi istriku. Pulihkan kembali suaranya agar aku bisa mendengar lantunan ayat-ayatMu di bibirnya. Air mataku bergulir membasahi sajadah. Sujudku penuh kepasrahan akan semuanya pada Allah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dari-Nya. Kegelisahan ini aku ciptakan zikir sepanjang penantianku menantinya. Kekasih hatiku sekarang berada di meja operasi. Aku menantinya dengan cemas. Hingga ponselku berbunyi. Ada pesan dari dokter Rose padaku. DOKTER ROSE : Alhamdulillah. Operasinya sukses. Sekarang ratu comel awak dah bisa tengok di room rawat. AKU : Thank’s you Dokter DOKTER ROSE : You’re welcome Aku bergegas menuju ruang perawatan. Melihatnya masih terbaring belum sadarkan diri. Mungkin pengaruh obat bius yang membuatnya masih terpejam. Kulihat dokter Rose mengunjungi kami membawa kotak nasi. Dia berikan padaku. 246

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Sampai bila awak tak makan. Dokter Arya makan siki’.” Dokter Rose menyarankan agar aku makan. Namun aku tak nafsu makan. Rasa laparku hilang. Menanti Kemuning siuman. “Tak payah macam itu, Dokter. Terjejas risau. Kita kena kuat. Insyaallah ratu comelmu kan sihat balik.” Dia menasehatiku. Membuatku lebih tenang dari rasa cemasku. “By the way. Suka hati awak lah. Ai mau balik to room. Tahniah Dokter Arya. Ratu comelmu kan bisa cakap lagi.” Dokter Rose menyatukan kedua telapak tangannya. Berpamitan kembali ke ruangannya. Aku balas dengan penghormatan yang sama. Sekotak nasi pemberian dokter Rose hanya kuletakkan di meja. Aku hanya meminum beberapa teguk air. Kembali melihat Kemuning. Kupegang telapak tangannya. Memandangi wajahnya. Tidak ada jejak perban di lehernya. Karena prosedur operasi yang dilakukan secara tidak langsung. Operasi endoskopi, yaitu melalui tabung yang dimasukkan ke dalam mulut dan tenggorokannya. Hingga sekarang dia belum sadar akibat bius total. Ya Allah, berikan kesembuhan untuknya. Aku tidak mampu hidup tanpanya. Ya Allah, inikah rasa cinta yang begitu besar untuknya hingga rasa lapar pun tidak mampu menembusku. Aku duduk di sampingnya hingga tanpa sadar tertidur di sampingnya. Kurasakan pergerakan tangannya membuatku terbangun. Aku melihatnya mulai membuka mata. 247

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Kamu sudah sadar, Sayang. Alhamdulillah. Dalam tiga hingga empat hari kamu tidak boleh banyak bergerak dan jangan bersuara dahulu. Nanti setelahnya, dokter Rose yang akan membantumu terapi berbicara hingga benar-benar sembuh.” Tak terasa air mataku jatuh. Jari tangannya menyeka bulir air mataku. Aku tersenyum padanya. Dia gunakan bahasa isyarat padaku. Meski gerakannya masih lemah. “Pengorbananmu begitu besar untukku, Mas.” Aku hentikan ucapannya melalui tangannya. Menjawab rasaku padanya. Sepenggal lagu yang berjudul Takkan Terganti dari penyanyi Marcell yang mampu aku lantunkan untuknya. Meski waktu datang Dan berlalu sampai kau tiada bertahan Semua takkan mampu mengubahku Hanyalah kau yang ada di relungku Hanyalah dirimu Mampu membuatku jatuh dan mencinta Kau bukan hanya sekedar indah Kau tak akan terganti Matanya berkaca-kaca. Aku segera menyekanya. Menahannya jangan menangis. 248

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Sayang, kumohon tahan air matamu. Ini proses penyembuhan. Jangan biarkan tenggorokanmu bergerak dahulu. Kamu bisa makan namun perlahan. Dan saat ini harus lebih banyak minum. Menghindari tenggorokan dan laringmu tidak kekeringan pasca operasi. Minum sekarang ya, Sayang.” Aku memberikannya air putih yang sudah terhubung dengan sedotan. Dia meminumnya seteguk. “Suami awak luar biase. Hingga strong tak makan buat awak menanti sadarnya awak.” Suara dokter Rose muncul di balik pintu ruang perawatan. Ruang rawat yang kupilih adalah ruang A1 agar aku mudah dekat dengan Ning dan lebih bebas secara pribadi. Bisa sholat di tempat ini juga, fasilitas yang sangat nyaman untuknya pemulihan. “Makanlah siki’, Dokter. Sihat mahal harganya.” Aku tersenyum pada dokter Rose. Kemudian aku pergi meninggalkan mereka berdua di ruang rawat menuju kantin rumah sakit. Sudah hampir sembilan hari kami bertahan di negeri yang mendapat julukan Negeri Singa dan Negeri Seribu Larangan. Memang negeri ini kukuh aturan dan menerapkan disiplin bagi warga dan pengunjung di negeri ini. Mereka harus patuh atau mereka menanggung beban denda yang tidak sedikit. Aku melihat perkembangan Kemuning sudah sangat baik. Dia terus berlatih berbicara. Meski suaranya masih terbata-bata. Ini adalah proses awal baginya. Kulihat rona wajahnya begitu bahagia ketika dia 249

Kemuning Cinta Tanpa Bicara mampu menjawab sapaanku. Dia mulai mengucap dengan sempurna. Alhamdulillah ya Allah, dia mulai pulih seperti yang aku harapkan. “Bagaimana perasaanmu hari ini, Bidadariku?” Aku selalu mencoba ikut melatihnya berbicara. “Ba-ik, Mas” Dia masih menjawab dengan pelan dan terbata- bata. “Alhamdulillah… Kata dokter Rose, besok kita bisa pulang. Kontrol lanjutan bisa di lakukan di rumah sakit di Indonesia. Dokter Rose sudah memberikan surat rujukannya.” Aku memeluknya dan mencium keningnya. Ketika kami sudah sampai di bandara Soekarno – Hatta. Kulihat Citra sudah ada di depan bandara dengan hijabnya yang kasual namun masih terlihat syar’i. Dia tersenyum dengan wajah sumringah. “Wah. Seperti habis bulan madu ya, Mas.” Citra mencubit lenganku. Aku hanya ikut senyum. “Sik, tak coba dulu ya, tes suara indahnya Mbak Ningku. Assalamualaikum, Mbak Ning cantik.” Citra bersalaman dengan Kemuning sembari menempelkan kedua pipi mereka. “Wa’alaikumsalam, Citra adikku sing ayu dewe.” Dia tersenyum untuk Citra. Manis sekali. Bibir tipisnya sekarang sudah lengkap dengan suaranya. Sekarang tidak ada lagi bahasa isyarat. Hanya ada bahasa hati kami. Bahasa cintaku yang begitu besar untuknya. Aku ungkapkan 250

Kemuning Cinta Tanpa Bicara dengan segala perhatianku padanya. Menunjukkan rona indah kehidupan rumah tangga yang sesungguhnya padanya. “Mas, panjenengan ya yang jadi sopir. Masa adikmu sing ayu dadi sopir. Ben aku sama Mbak Ning duduk di belakang. Aku jik kangen karo Mbak ayuku iki lho.” Citra bicara sambil menggandeng tangan Kemuning menuju tempat parkir mobil. Membiarkan aku membawa dua koper sendiri sembari berjalan mengikutinya. “Iya... iya, adiku Citra sing denok deblong adhang jemek limet gosong.” Aku terkekeh. Senang menggodanya. Dia paling sebal kalau aku memanggilnya demikian. Citra mencubit lenganku lagi malah lebih kuat. “Aauuww… Galak banget adikku, Ning.” Aku berkata manja sama Kemuning. Ingin melihat senyumnya lagi dan lagi. “Kuwi lho, Mbak. Mas Arya meski goda aku. Padahal aku belajar masak sama Mbak Ning ya, Mbak.” Citra memelas sama Kemuning. Memeluknya. Seakan Citra menemukan sosok kakak perempuan yang penyayang seperti almarhum ibu. Itu yang membuatku semakin mencintainya. “Inggih adiku, Sayang. Citra Anarawati similikiti.” Aku menggodanya lagi. Senang sekali aku menggoda adikku. Mengingatkanku pada masa kecilnya. Menggendongnya kala dia menangis. Mengajaknya bermain. Meski umurku terpaut sepuluh tahun dari Citra. 251

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Tuhkan, Mbak Ning, mas Arya godain aku lagi.” Nada suara manja dari Citra membuatku semakin bahagia hari ini. Kemuning tambah terkekeh mendengar sikap manja Citra. “Ayo! Mas sopir cepat antar kami pulang.” Citra membalas candaku padanya. Aku tertawa dan membalasnya. “Inggih ndoro putri similikiti.” Aku terkekeh tak tertahankan. Citra makin memeluk Kemuning. Minta perlindungannya. Kemuning mencubit lenganku. “Mas, sampun dijarak33. Kasihan Citra.” Cubitannya seakan menembak jantungku hingga berdetak tak menentu. Seperti Gandiwa milik Arjuna. Panah sakti pemberian dewa Agni yang diberikan melalui Waruna dengan dua kantong panah yang tidak akan habis anak panahnya. Seperti cubitan Kemuning yang tidak bisa cukup dengan satu bidikan saja. Oh... panah cubitan asmaranya bikin aku gandrung tak karuan. Asik juga cubitan mesranya. Nanti malam minta dicubit lagi ahh... Aku tertawa dalam hati. Mobil warna jingga milik Citra sudah sampai depan pagar. Mbok Yem membuka pagar dan melihat Kemuning melalui kaca film mobil yang terlihat remang. Mbok Yem buru-buru menutup pintu pagar dan segera mengikuti gerak mobil Citra yang aku parkir. Semua aku lihat melalui pantulan kaca spion mobil. 33 Jangan digoda 252

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Alhamdulillah, Mbak Ning sudah pulang. Pripun, Mbak Ning kabarnya?” Mbok Yem menunggu Kemuning keluar dari pintu mobil. Kemuning merangkul tubuh mbok Yem. “Alhamdulillah, Mbok.” Kemuning tersenyum pada mbok Yem. “Duh Gusti. Alhamdulillah, Mbak Ning sudah bisa bicara. Si Mbok marem banget, Mbak.” Mbok Yem ikut mengiringi langkah Kemuning dan Citra menuju teras rumah di mana ada ibu di sana. Aku masih sibuk menurunkan koper-koper dari bagasi mobil. “Ning, Cah ayu. Anakku. Ya Allah, Ibu kangen, Nduk. Piye operasine, Nduk?” Ibu memeluk dan mencium pipi Kemuning. Aku melihatnya dari kejauhan begitu senang. Ya Allah, alhamdulillah nikmat syukur tak terkira untuk-Mu atas mukjizat-Mu pada kesembuhan Kemuning. “Ayo, Mbak Ning makan dulu! Mbok Yem sudah siapkan makanan buat Mbak Ning.” Kemuning dan Citra sudah sampai meja makan. “Mbok, untuk sementara menu makanan Ning yang halus-halus dulu sampai masa pemulihannya selesai.” Aku menyandarkan dua koper besar dekat dengan tangga ukir. “Laa, Si Mbok lagi tidak masak bubur lho.” Mulut mbok Yem mengerucut. “Biar aku saja yang masak bubur ayam buat Ning, Mbok.” Aku ancang-ancang ke dapur. 253

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Wuiihh, so sweet. Bubur cinta ya, Mas? Bubur dengan racikan cinta tambah mantap nanti rasanya. Aku minta ya, Mas.” Citra menjawab dengan melirik raut wajah Kemuning. Kemuning hanya tersipu. Rona wajahnya memerah. “Ya tentu saja. Buat adiku sing cuantik, tak sisakan kok buatmu. Bubur tulangnya saja.” Aku terkekeh menggoda Citra. “Mesti iki, Mas Arya. Godain Citra terus. Mbak Ning, jiwiten mas Arya.” Wah asik. Aku dicubit mesra lagi sama Ningku sayang. Siap ancang-ancang ahh... “Mas ikhlas kalau Ning yang cubit.” Kusodorkan lenganku pada Kemuning. Bersiap nampani Gandiwa asmara cintanya. Namun Kemuning hanya mengelus-elus lenganku. Duh... senangnya. Rasane griming-griming ing ati. Coba kalau semalaman dielus-elus. Aku pasrah sayang. “Wis ndang masak kana, Mas. Mbak Ning keburu lapar.” Citra memutar tubuhku agar aku kembali ke dapur. “Sendika dawuh Ndoro Kanjeng34 similikiti.” Aku segera berlari kecil sambil terkekeh. Citra tampak geregetan mendengar godaanku padanya. Sekarang menu makanan Kemuning aku yang handle. Mbok Yem membuatnya berdasarkan intruksi dariku. Demi cinta akan 34 Siap jalankan perintah tuan ratu 254

Kemuning Cinta Tanpa Bicara kulakukan. Seperti cinta Gatotkaca pada Pergiwa yang siap memanggulnya dimana pun dia inginkan. Cinta oh... cinta... Sentuhannya ibarat Gandiwa Arjuna Aku sanggup menerima panah asmaranya berkali-kali Namun aku tak sanggup melihat air matanya Ibarat Kuku Pancanaka Bima yang mampu membelah jantungku I love you so much Kemuningku… 255

Kemuning Cinta Tanpa Bicara 20 MALAM PENYATUAN CINTA POV : Mahendra Arya Putra Kutahan hingga dua hari inginku menyentuhmu. Menahan kesabaran cintaku yang menggebu. Dari bilik-bilik asmara yang menggelora kalbu. Sayang, jangan tikam hasrat inginku bersamamu. Sambutlah aku dengan keikhlasanmu. “Mas, sudah dua hari ini, Ning lihat Mas naik sepeda motor. Memang mobilnya dimana, Mas?” pertanyaan Ning membuncah hatiku. “Oh itu, Mas masih taruh di bengkel, Ning. Perlu servis total.” Aku mengulurkan tangan untuknya. Ning mencium punggung tanganku. Sudah dua hari ini kutahan hasratku. Fokus pada penyembuhannya. “Sebentar lagi kamu dijemput Citra. Dia mengadakan syukuran di rumahnya mau mengajakmu, ibu dan mbok Yem.” Pasti aku sangat merindukannya. Aku seakan tak mampu berpisah dari senyumnya meski hanya sejengkal. “Iya Mas, Ning minta ijin ya, Mas?” Dia memohon dengan sampur senyumnya. Ya Allah, ini yang membuatku sulit untuk menolaknya. 256

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Tentu, Sayang. Kalau pun Ning minta Mas untuk membelah lautan sekalipun, akan aku pinjam tongkat Nabi Musa untukmu.” Duh Arya, Arya, iso ae awakmu ngger. “Yee, Ning kan cuma minta ijin itu. Kok bawa-bawa belah lautan segala.” Dia tersenyum manis sekali. “Terus yang kemarin mau ke gunung Uhud siapa hayo?” Aku angkat dagunya hingga dekat dengan wajahku. Dia tersipu dengan rona memerah di wajahnya. Sungguh dia Humairaku, bidadari surgaku. “Yowis tak beri ijin bidadariku, Sayang. Tapi dengan satu syarat.” Wajahnya berubah penuh tanda tanya padaku. “Jika Mas menjemputmu pulang. Maka Ning harus ikut ya?” Dia tersenyum lagi dan mengangguk. Mana suaranya? Iya Mas Aryaku Sayang. Ngono lho Ning. Beh, kok sulit sekali mengajaknya mengucapkan kata-kata romantis. “Ok, Mas berangkat kerja dulu ya, Sayang.” Aku mengecup keningnya. Melambaikan tangan untuknya. Aku stater motor cbr yang aku beli. Lumayan bisa berhemat waktu, anti macet kalau darurat. Tak lupa jaket kulit lengkap, sarung tangan dan kaca mata warna coklat. Aku melesat membelah kota pagi ini. Menuju rumah sakit tempatku bekerja. Meskipun aku tidak mengendarai mobil, aku tetap menjadi dokter idola mereka. Bahkan mereka bilang. Kalau aku naik motor lebih 257

Kemuning Cinta Tanpa Bicara macho dan keren. Tapi Keysha selalu protes. Entahlah, inilah pilihan hidupku dia bukan istriku jadi tak perlu mengatur hidupku. Sudah waktunya jam istirahat ini. Aku sholat dhuhur dulu lanjut telefon Kemuning ahh. Rindu berat ini. “Assalamuallaikum, Ning Sayang. Lagi sibuk apa?” Aku sandarkan punggungku pada kursi. “Nanti sore aku nyusul Ning ke sana.” Sungguh Ning. Aku didera rasa rindu. “Oke, bidadariku. Assalamuallaikum.” Aku menutup telepon. Kutaruh ponselku di atas meja. Namun tidak lama ada panggilan dari Citra. “Wa’alaikumsalam adhiku sing ayu. Ada apa, Dik?” Kuletakkan lengan kiriku pada meja. “Iya, mau bagaimana lagi. Pengobatan untuk mbak ayumu Ning membutuhkan dana yang tidak sedikit, Cit.” Tangan kiriku memegang dahi. “Iya aku tahu, itu mobil kenangan dari almarhum mbah kakung. Kalau pun almarhum masih hidup, beliau tidak akan keberatan. Insyaallah, jika Mas ada rezeki, pasti aku akan mengambilnya kembali. Aku yakin rezeki dari-Nya,” tuturku. “Yowis, aja nangis, Dik. Mas yakin, ini rencana Allah. Cinta perlu perjuangan. Semoga mbak ayumu Ning bisa menerima ketulusan 258

Kemuning Cinta Tanpa Bicara cinta Mas padanya. Doakan Mas ya, Dik.” Kuusap mukaku. Menghela napas panjang. “Nanti, Mas ke sana. Jemput mbak ayumu Ning. Ibu dan mbok Yem besok saja kamu antar. Biar mbok Yem bisa bantu-bantu kamu beres-beres setelah acara syukuran.” Aku sandarkan punggungku lagi di kursi. “Yowis, ngono ae ya, Dik. Oh ya, ini mbak Ning lagi tidak dekat denganmu to? Kasihan kalau mendengarkan pembicaraan kita. Dia gampang nangis.” Aku bernapas lega. Citra meneleponku di kamarnya sendirian. “Assalamuallaikum, Adhiku sayang.” Aku menaruh ponselku di atas meja. Mobil kenangan kakek, aku terpaksa menjualnya dan menggantikannya dengan sepeda motor. Maaf ya, Kemuningku sayang. Mas tidak bisa jujur padamu mengenai mobil putih itu. Aku tidak ingin melihatmu menangis dan menyalahkan dirimu sendiri. Setelah bakda ashar aku bersiap-siap untuk ikut bergabung dalam acara syukuran Citra. Dia mengadakannya bersama anak-anak yatim dhuafa. Aku mendukungnya, dengan sisa dana penjualan mobil kakek untuk biaya operasi Kemuning. Semoga ini juga membawa amalan untuk almarhum kakek di surga. Insyaallah kakek, jika Allah memberikan rezeki lebih. Akan aku ambil lagi mobil itu. 259

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Semua lampu rumah aku nyalakan termasuk kamar kami. Biar nanti tidak terlihat rumah kosong tidak berpenghuni. Aku sudah bersiap membawakannya baju hijab kasual dengan membawa jaket kulit milik Citra. Tubuh Citra sedikit lebih besar dari Kemuning, kurasa jaket ini pas buatnya. Aku membayangkan. Betapa romantisnya naik sepeda motor bersamanya. Melintasi kota berdua. Sesampainya di rumah Citra, suasana sangat ramai. Anak yatim dhuafa sudah duduk santai beralaskan tikar. Aku ikut bergabung. Menyapa mereka. Melihat mereka ada rasa syukur luar biasa atas rezeki yang Allah beri untukku. Begitu asyiknya bercengkerama dengan tamu undangan, hingga aku dikejutkan sepasang kaki yang begitu indah. Kuning langsat dengan gurat nadi vena warna hijau kontras di ruas-ruas kakinya. Jantungku berdetak tak menentu. Memaksaku untuk menyusuri pemandangan indah ini. Dengan gamis warna ungu menyita perhatianku. Aku mendongak. Kemuningku sayang telah berdiri di hadapanku. “Sudah lama datangnya, Mas?” Dia ikut duduk di depanku. Semerbak aromanya membuat hatiku berdesir. “Oh. Ti-ti-dak, baru saja kok, Ning.” Aku tiba-tiba nervous di dekatnya. Dekat istriku sendiri. Kecantikannya membiusmu Arya. Melumpuhkan lidahmu untuk bicara. “Sampun dhahar35, Mas?” Dia menawariku makan. 35 Sudah makan 260

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Tidak usah, Ning, nanti saja makan bersama anak-anak ini.” Aku masih terpaku melihat wajah ayunya. Tidak bosan aku memandangnya. Aku melihat seorang ibu dari tamu undangan membawa anak umur sekitar tujuh bulan di pangkuannya. Aku mohon ijin untuk menggendongnya. “Hei! cowok ganteng. Ikut Om yuk.” Aku mengajaknya bercanda dulu. Hingga makhluk mungil itu mau aku gendong. Berhasil aku membawanya. Kemuning melihat tingkahku. Aku mendekat lagi pada Kemuning. “Lihat, itu ada tante cantik. Mau minta gendong juga tidak?” Aku mendekatkan bayi lucu ini padanya. Wajah Kemuning terlihat senang sekali. Dia menggendongnya. “Jangan bayangkan, seandainya itu buah cinta kita.” Aku berbisik lirih padanya. Wajahnya memerah. Dia hanya tersenyum sambil menimang bayi laki-laki yang lucu itu. Aku melihat Kemuning. Mengamati guratan bibirnya penuh kebahagiaan. Aku berbisik lagi. “Butuh tiga hal yang bisa mewujudkan bayi selucu ini. Yaitu aku, kamu dan kehendak-Nya?” Dia terdiam. Kulihat dari sorot matanya dia memahami apa yang aku ucapkan. “Ciee... cieee... Mbak Ning. Kapan buatkan aku keponakan yang lucu-lucu. Aku gak sabar, Mbak.” Citra membawa nampan yang berisi beberapa piring-piring yang berisi kue. Kemuning hanya diam dan tersenyum. 261

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Iya Ning, ibu wis ora betah nunggu awakmu. Ibu ingin timang cucu.” Aduh, kasihan kamu, Ning. Diberondong permintaan. Aku hanya tersenyum. Tidak lama lagi ya, Ning. Aku tidak sabar menunggumu. Brahmacarya ini menyulitkan hasratku. Hanya dengan penerimaanmu, brahmacarya yang aku lakukan akan gugur. Setelah acara selesai dan diakhiri sholat isya’ berjamaah bersama anak yatim dan dhuafa. Tepat pukul delapan acara selesai. Aku membantu membereskan halaman dan ruangan setelah digunakan untuk acara tasyakuran. Hingga kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Aku pamit untuk pulang mengajak Kemuning serta. “Ganti gamismu dengan celana, Ning. Tadi aku bawakan untukmu.” Aku menantinya duduk di sofa sembari menikmati secangkir teh jahe buatannya. Hingga aku dikejutkan penampilannya. Busana hijab kasual pun masih membuatnya begitu anggun memikat. Masyaallah, bidadariku. Kami berpamitan pada ibu, Citra dan mbok Yem. Citra menggodaku. “Awas, Mbak Ning! Kalau lagi dua dengan kakang mas Arya. Dia punya gandiwa Prabu Arjuna lho. Siap-siap dihujani anak panah asmaranya nanti.” Citra mencubit lenganku. Aku cuma terkekeh dan melirik Ning yang tersipu malu. “Citraaa.” Aku tarik hidungnya yang mancung penuh rasa gemas. Ikut terkekeh bersama ibu, Citra dan mbok Yem. 262

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Mas pinjam jaket kulitmu ya, Dik. Buat mbak Ningmu.” Aku mengambilnya dari dalam jok sepeda motor. “Wis, Mas, panjenengan bawa. Buat mbak Ning.” Kukenakan jaket kulit warna coklat sepadan dengan warna jaket kulit yang aku pakai pada Kemuning. “Wuihh...! Jan pasangan serasi tenan mbak Ning dan mas Arya.” Citra menunjukkan dua jempol pada kami termasuk ibu dan mbok Yem. Saat diperjalanan aku membawa permaisuriku yang kecantikannya melebihi apapun. Dengan sepeda motor ibarat kereta kencana yang membawa kami. Bersama gemerlap lampu kota yang turut menyambut perjalanan kami. Tapi sebentar, ada yang aneh. Aku hentikan sepeda motorku. “Lho, Ning. Kok kaya ngono. Pegangan seperti ini, Ning. Nanti dikira, Mas itu tukang ojek.” Aku meraih kedua tangannya. Menuntunnya untuk melingkarkan penuh di dadaku. “Sebentar, pakai ini ya, Ning” Kupakaikan sarung tangan kulit dari tanganku ke tangannya. Tidak mengapa tanganku dingin. Tubuhnya yang merangkulku terasa hangat menembus bilik hatiku. Hingga di tengah perjalanan kami, hujan mulai turun. Saat kita berhenti di perempatan jalan karena lampu warna merah berpendar. “Ning, inilah yang aku impikan dalam hidupku. Menjadi manusia sederhana. Berkasta sudra yang bebas menikmati guyuran hujan 263

Kemuning Cinta Tanpa Bicara bersama wanita yang aku cintai.” Aku sedikit menoleh agar dia lebih jelas mendengar suaraku. Suara hatiku yang terdalam. Kulirik melalui kaca spion, Kemuning hanya tersenyum. Aura bahagia telah membasuh wajah ayunya. Hujan di malam Jumat. Membuat basah tubuh kami. Menikmati detik demi detik rintik air langit menerpa wajah kami. Sungguh membuat kami bahagia. Hingga sepeda motor kami sampai di depan pagar rumah kami. Rumah yang sebentar lagi dihiasi kaki-kaki mungil yang berlari. Arya- arya kecil yang selalu manja bersama bunda Kemuning. Bidadari surgaku. Kemuning turun dan menggembok pagar rumah. Aku menuju garasi yang dulu ada mobil di dalamnya. Sekarang hanya sepeda motor bersejarah yang membawa kisah cinta Arya dan Kemuning. Melepas jaket kulit basah di atas sepeda motor. Dia membuka pintu rumah dan menantiku di depan bibir pintu yang terbuka lebar. Aku memegang tangannya. Melepas sarung tangan dan membuka jaket kulit yang sudah basah oleh air hujan. Menaruhnya di kursi teras. Kemuning terdiam. Kuraih telapak tangannya. Menuntunnya keluar dari teras rumah. Menikmati hujan yang penuh keberkahan. Kulihat air hujan menetes di tudung hijabnya. Tubuh kami semakin basah. Ujung hidung kami mengalirkan air hujan. Dia masih terdiam. 264

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Kucium punggung tangannya dan meletakkan di pundakku. Kedua tanganku melingkar di panggulnya. Keningnya kucium lama. Kutelusuri ujung hidungku di keningnya hingga kedua dahi kami bertemu. Kubisikkan lagu cinta untuknya. Lagu cinta dari Marcell “Firasatku”. Kemarin Kulihat awan membentuk wajahmu Desau angin meniupkan namamu Tubuhku terpaku Semalam Bulan sabit melengkungkan senyummu Tabur bintang serupa kilau auramu Aku pun sadari 'Ku segera berlari Cepat pulang Cepat kembali jangan pergi lagi Firasatku ingin kau 'tuk Cepat pulang Cepat kembali jangan pergi lagi Akhirnya Bagai sungai yang mendamba samudra Kutahu pasti ke mana 'kan kubermuara 265

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Semoga ada waktu Sayangku Kupercaya alam pun berbahasa Ada makna di balik semua pertanda Firasat ini Rasa rindukah ataukah tanda bahaya Aku tak peduli 'Ku terus berlari Dan lihatlah, sayang Hujan turun membasahi Seolah turun air mata Aku pun sadari Engkaulah firasat hati “Allah telah mengilhami kita dengan air hujan. Menyemaikan benih-benih cinta diantara kita. Ijinkan Mas menanamkan benih cinta kita dalam dirimu. Kumohon Ning, jangan tolak hasrat cinta ini. Hasrat cinta ini sudah sangat mendidih untukmu. Jangan biarkan cintaku mengering karenamu.” Jemariku mengangkat dagunya. Kucium ujung hidungnya hingga bermuara di bibir tipisnya yang dingin karena diterpa rinai hujan. Dia tidak menolak ciumanku. Alam seakan mengirim doa- 266

Kemuning Cinta Tanpa Bicara doa untukku. Menuntaskan brahmacarya. Menghancurkan jarak kasta di kehidupan kami berdua. Kubopong tubuhnya. Dengan wajah kami berpandangan satu sama lain. Semakin erat hati kami menyatu dalam keabadian cinta. Menutup rapat pintu. Seakan ruangan memberi ijin penyatuan cinta kami. Tangga ukir menyambut kedatangan kami menuju peraduan cinta. Hingga pintu kamar kami turut bahagia akan kebersamaan kami. Ruangan kami tidak akan suwung. Ada banyak cinta di dalamnya. “Ucapkan sesuatu untukku, Bidadariku. Agar Mas sadar hasrat kita ini nyata. Apa Ning mencintai Mas setulus hati?” Kuletakkan tubuhnya yang basah di samping ranjang. Membuka tudung hijabnya. Mengurai mayangnya yang telah basah. Menanti jawaban darinya. “Ning… kumohon jangan cabik-cabik hatiku dengan diam. Hasrat cinta ini sudah melemah menanti sambutmu. Kumohon, Ning.” Kuletakkan dahiku kembali ke dahinya. Hidung kami bersentuhan. Napas kami berhembus tak karuan. Detak jantung kami berpacu cepat. “Aku mencintaimu Mas. Mas Aryaku.” Aku menarik napas sedalam-dalamnya. Lega akan sambutan hangat cintanya. Malam ini adalah malam penyatuan cinta kami. Malam pertama kami setelah berbulan-bulan menepi. “I Love you so much Kemuning. Bidadari surgaku, belahan jiwaku.” Aku membopongnya lagi menuju ranjang bersprai putih berumbai. Meletakkan tubuh indahnya. Memeluknya. Mencumbuinya. 267

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Kita satukan raga kami. Jiwa kami menyatu dalam ikatan cinta. Hasrat cinta kami menggebu. Ini adalah malam penyatuan cinta kami. Rinai hujan menyambutnya. Ranjang ini adalah saksi kesucian cinta kami. Pergumulan indah kami ciptakan bersama. Teriring doa yang tersemat semoga Sang Maha Cinta memberikan anugerah pewaris yang sholeh atau sholeha untuk kami. Alam pun berkisah tentang kita Penyatuan cinta kita Ketika rinai hujan mala mini Air hujan membasahi lekuk tubuh Gairah cinta kita sudah pada puncaknya Menyemai benih cinta yang tersemai bersama air langit 268

Kemuning Cinta Tanpa Bicara 21 SELEMBUT CINTANYA Kami dalam satu selimut. Mas Arya memelukku. Malam ini aku menyerah akan cintanya. Dia menutup rapat kebenarannya untukku. Aku begitu benci kebohongan. Namun kebohongannya ini membuatku takluk akan kekuatan cintanya padaku. Dia penuhi janjinya dalam sebuah pengorbanannya yang agung. Aku mendengar perbincangannya dengan Citra melalui telepon, ketika hendak meminjam mukena di kamar Citra. Tangisan Citra pecah saat mendengar curahan hatimu. Kau berbohong tentang keberadaan mobil putih milikmu. Mas tidak menaruhnya di bengkel, namun mas menjualnya demi mencukupi biaya pemulihan pita suaraku. Mobil berharga yang mas miliki, pemberian almarhum kakek mas. Mas tidak ingin membuatku terluka mendengar ini. Ini yang membuatku tak berdaya. Aku melemah akan egoku sendiri. Tembok kokoh tentang kasta diantara kita telah berhasil mas hancurkan. Ya mas, aku bahagia akan cintamu untukku. Aku yang tak mampu membalas pengorbananmu untukku. Mungkin dengan ini, penyerahan diriku akan segala kepasrahanku untukmu. Aku mengingat gairah cinta kita tadi malam. Akan rinai hujan yang menyemaikan benih cinta kita. Aku terpesona akan sikap dan gairahmu. Begitu lembut dan penuh cinta di dalamnya. 269

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Kupejamkan netraku. Membawa kenangan indah malam pertama kita. Menikmati rengkuhan tubuhmu dan tertidur dalam pelukanmu. “Ning, Sayang, ayo bangun. Sudah hampir jam tiga. Nanti keburu imsya’ lho. Ning mandi, pakai air hangat ya, Sayang.” Mas Arya membangunkanku dengan kecupan hangatnya. Kubuka kelopak mataku. Selimut masih menutupi tubuhku. Aku bangkit dan membelitkan selimut hendak ke kamar mandi. Kuraba ranjang pegas masih terasa basah karena air hujan. Noktah darah berwarna merah terlihat kontras melekat di seprei berwarna putih. Aku bahagia, sebagai istri yang telah mempersembahkan kesucianku untuk suamiku. Pria yang aku cintai, mas Aryaku. Aku berdiri di sisi ranjang pegas dan berjalan menuju kamar mandi. Namun suara mas Arya menahan langkahku sesaat. “Tunggu, Sayang!” Aku berhenti. Dia mendekat dan memelukku dari belakang. Menyisihkan gerai mayangku. Mencium punggungku dengan begitu lembutnya. Terasa langsung menyentuh relung kalbu. “Terima kasih, Sayang. Ning telah memberikan Mas kebahagiaan sejati.” Dia berbisik di telingaku dan melepaskan pelukannya. “Ning mandi dulu ya. Mas nanti lanjut wudhu. Gara-gara gemas melihatmu, Ning. Batal wudhuku.” Dia terkekeh lirih. Aku hanya mampu tersenyum sembari berlari kecil menuju kamar mandi. Aku lupa baju ganti tidak aku bawa. Aduh, bagaimana ini. 270

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Mas Arya yang mengetuk pintu kamar mandi. “Ning, buka pintunya dulu. Ini lho bajumu belum kamu bawa.” Ya Allah, mas Arya. “Nyapo to, Ning? Kok malu sama Mas. Buka pintunya, Ning. Ini lho bajumu.” Aku membukanya, namun sebelumnya aku belitkan kain handuk di tubuhku. Diiringi senyuman menawan, dia sudah ada di depan pintu kamar mandi. Dia memberikan bajuku lengkap beserta baju dalamnya. Duh, malunya aku. Harusnya aku tidak tergesa-gesa. Dia masih tersenyum dan berpesan padaku. “Mandinya lebih cepat ya, Sayang.” Dia berlalu dengan senyumannya. Kututup kembali pintu kamar mandi. Bergegas untuk membersihkan diri. Tak ingin mas Arya menunggu lama. Tahajud kami seakan sempurna. Diiringi aroma basah air hujan yang menyambut cengkerama kami pada Sang Pencipta. Doa dan beribu rasa syukur kami pada Illahi. Allah telah mengabulkan segalanya dengan begitu indah. Selepas tahajud, kami lanjutkan tilawah. Menanti subuh yang sebentar lagi datang. Kita menyatu dalam syair-syair Al Qur’an. Sholat subuh kami usai. Mas Arya membantuku membereskan peralatan sholat. “Mas, nanti minta Ning masakan apa?” Aku berjalan mendekatinya. 271

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Hemmm... apa ya enaknya.” Dia merangkulku. Meletakkan wajahnya begitu dekat dengan wajahku. “Apapun kalau Ning yang masak, Mas akan suka. Asal bumbunya pakai cinta di hatimu, Sayang.” Dia memainkan ujung hidungnya ke hidungku. Membuat jantungku tak karuan. Sikapnya semakin hangat kepadaku. “Inggih, Mas. Ning akan masakan buat, Mas.” Aku hendak pergi ke dapur. Namun dia tidak melepaskan pelukannya. “Sesuai perjanjian kita, Sayang. Ayo diingat-ingat?” Dia mendekatkan wajah tampannya lebih dekat dengan wajahku. Aku bingung. Mau jawab apa. Jadi lupa saat melihat tatapan matanya. Seperti panah pasopati milik Arjuna yang tidak bisa lolos dari bidikannya. Paso artinya tepat, pati artinya mati. Panah pasopati jika mengenai musuh atau lawan yang berupa raseksa ataupun kesatria, pastilah lawan tersebut menemui ajalnya. Panah Pasopati diberikan oleh Batara Guru, saat Arjuna melakukan tapa pada lakon Arjuna Wiwaha. Panah tersebut digunakan Arjuna untuk membunuh raja raseksa yaitu Niwatakawaca yang ingin mempersunting Dewi Supraba. Selain itu digunakan untuk memenggal kepala Prabu Jayadarta menantu Prabu Destarastra pada peperangan Baratayudha. Panah ini juga yang telah membuat saudara satu ibu yaitu Adipati Karna gugur saat kesempatannya membunuh ketika memperbaiki roda kereta perang. 272

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Mata mas Arya layaknya panah pasopati Arjuna yang mampu membidik tepat hatiku. Membuat akalku mati, mulutku terkunci. Aku tak berkutik melihat tatapan matanya. Aku mencoba mengingat-ingatnya. Namun aku semakin tak mampu. Pelukannya semakin erat di tubuhku. Duh Gusti. Piye iki. “Selalu tinggalkan senyumanmu, Ning. Ingatlah, satu senyuman satu kecupan.” Ya Allah, aku kok lupa. Aku tersenyum akan kebodohanku. Lalu tersenyum untuk sikap hangatnya untukku. Dia mengecup keningku. Dia melepaskan pelukannya. Mengambil tasnya. Kulihat dia tampak sibuk mengurusi beberapa berkas dari rumah sakit Changi. Aku meninggalkannya di kamar, bergegas menuju dapur. Aku petik lembaran-lembaran daun bayam dan membersihkan sebagian kulit gambas. Memasak sayur bobor kesukaan mas Arya. Sayur yang dimasak dengan mencampurkan sedikit santan di dalam kuahnya. Kucampur sedikit kecambah kedelai sebagai pelengkap. Setelah masak. Kupindahkan dalam mangkuk besar. Berganti memotong beberapa iris tempe dan tahu. Mbok Yem banyak bercerita makanan kesukaan mas Arya. Aku menjaga memori itu, kuingat selalu apa yang dia suka dan tidak dia suka. Lauk sederhana dengan kuliner ala desa dia yang paling sukai. Kata mbok Yem semua masakan itu yang selalu menjadi kenangannya saat bersama almarhumah ibunya. Membuatku terkesan dari penuturan 273

Kemuning Cinta Tanpa Bicara mbok Yem adalah tindak tandukku36. Mbok Yem melihat sosok almarhumah ibunya mas Arya ada pada diriku. Sikap lembutku dalam berbicara, cekatanku dalam memasak dan keimanan yang aku miliki. Mbok Yem melihat ibu dari mas Arya terasa hidup kembali. Itukah yang membuat mas Arya berkorban sebesar itu untukku. Mengejar cinta yang kumiliki begitu gigihnya. “Ning, Sayang.” Tangan mas Arya yang kekar melingkar di perutku. Dia memelukku dari belakang. Kejutan itu yang membuatku bahagia. Pelukan yang istimewa. Seakan akulah wanita di dunia ini yang dibutuhkannya. “Masak apa, Bidadariku.” Bisikan lirih di telingaku membuatku melayang. Membuat lidahku kelu. Sulit untuk membalas sapaan romantisnya. Ya Allah, aku begitu bahagia memiliki ketulusan cintanya dan aku bahagia menjadi istrinya. “Masak sayur bobor, pepes tuna, tempe bacem dan sambal bajak, Mas.” Aku sedikit menoleh. Bibir mas Arya sudah mendarat di pipiku. “Wow... amazing! Aku bantu masak ya, Sayang?” Dia mencoba ambil wajan dan menaruhnya di kompor. Menuangkan minyak sawit di dalamnya. “Tempe bacem ini digoreng ya, Ning?” Dia membuka tutup kaca dari panci polimer yang berisi beberapa tempe bacem yang berbumbu, siap untuk di goreng. 36 Perilaku 274

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Iya, Mas. Tapi sisihkan bumbu-bumbunya dulu yang masih menempel pada tempe. Karena kalau ikut tergoreng, tempe akan cepat gosong dan minyak lebih cepat keruh.” Aku membantunya membersihkan bumbu-bumbu yang menempel pada tempe bacem. “Wah! Luar biasa istriku ini. Sungguh, Ning. Perilakumu sangat mirip almarhum ibu.” Raut muka mas Arya berubah sendu. Aku mendekatinya. Memegang tangannya. “Mas, monggo di goreng tempe bacemnya. Katanya mau bantu Ning masak?” Aku alihkan. Berharap mas Arya tidak larut dalam dukanya. “Oh ya, Mas sampai lupa. Melamun lagi. Ok siap, Sayang.” Mas Arya bergaya ala tentara yang sedang hormat pada komandannya. Membuatku tertawa. Melihat aku tertawa, dia menarik hidungku dengan gemas. Kami sarapan berdua. Dia begitu manja ingin aku menyuapinya. Begitu pun dia begitu senang ketika aku menerima suapan nasinya masuk ke mulutku. Kami saling bersuapan. Meski ini bukan meja romantis yang terdapat lilin di meja. Atau hidangan restoran bintang lima. Namun rasa cinta ini membuat suasana menjadi sempurna, hingga mengubah hal yang sederhana menjadi luar biasa. “Mas berangkat kerja ya, Sayang. Doakan Mas, semoga kita diberikan rezeki yang barokah. Mencukupi keluarga kecil kita.” Dia mengulurkan tangannya. Aku mencium punggung tangannya. 275

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Aamiin aamiin aamiin ya Allah ya rabbalallaamin.” Dia mengingatkan akan perjanjian kami. Satu senyuman satu kecupan. Aku tersenyum untuknya. Dia mengecup keningku. Mas Arya melambaikan tangan. Melintas dengan sepeda motornya. Terlihat begitu gagahnya dia mengendarai sepeda motor. Mengingatkanku peristiwa manis semalam. Senyumanku selalu mengiringinya. Ingat bagaimana tingkah aneh-anehnya saat berharap sambutan cinta dariku. Mas Aryaku aku mencintaimu. Surya masih tampak agung di cakrawala senja. Memberi semburat jingga pada langit dengan goresan warna memikatnya. Cahayanya merayap dengan radiasi penuh sebagai menyempurna bumi. Melukis hitam bayanganku yang berada di dalam pondok kayu jati yang dinamakan gazebo. Aku masih merapalkan mushafku dan menghafalnya. Berharap suatu saat aku mampu menjadi hafizah. Mempersembahkan mahkota surga untuk ibu bapakku kelak. “Ning,” Suara tenor itu tidak asing bagiku. Suara yang selalu kurindukan saat memanggilku. Aku akhiri bacaanku. Menutup mushafku dan meletakkannya di sampingku. “Inggih, Mas.” Dia menaiki gazebo mendekatiku. Duduknya tepat di depanku. Dengan mengenakan kaos berkerah berwarna peach. Terlihat semakin bersih aura wajahnya. Celana pendek rompel terdapat 276

Kemuning Cinta Tanpa Bicara banyak saku yang menempel. Begitu gagah seperti host acara travelling yang terkadang ibu melihatnya. Cambangnya mulai tumbuh sedikit. Menambah lengkap wajah jantannya. Aroma parfum yang membuat darahku bergejolak. Potongan rambut yang begitu rapi terlihat mengkilat karena pomade yang dia balurkan. Tiba-tiba dia menyandarkan kepalanya di pangkuanku. Dengan mata yang tidak pernah lepas memandangku. Panah pasopati yang dia miliki selalu membidikku. Melemahkan akalku untuk berfikir. Mematikan saraf lidahku untuk berbicara. Mencari kedua tanganku dan menaruhnya di pipinya. Membuat telapak tanganku geli, saat menyentuh rambut cambangnya yang mengelitik permukaan telapak tanganku. Aku membelai permukaan pipi dan dagunya. Jemariku bermain di bulu halus cambangnya. Dia terpejam sesaat. Meraba sebuah cincin yang melingkar di jari manis telapak tangan kananku. Dia melihat cincin yang melingkar begitu sempurna di jariku. “Ning, apa Ning sudah membaca guratan di lingkaran cincin ini?” Dia mengamati ornamen guratan tulisan cincin yang aku kenakan. “Iya, Mas. Aku selalu membaca guratan di cincin ini.” Aku memandang matanya yang masih mengamati cincin pemberiannya. Saat dia hendak mengajakku pergi ke acara resepsi pernikahan Marcel sahabat baiknya. Dia menyematkannya untuk pertama kalinya. Ini tak akan aku lepaskan. 277

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Namaku yang tergores di cincin ini tetaplah melingkar di jari manismu. Ingatlah, jangan pernah melepasnya.” Dia masih menyentuh ukiran namanya yang tergurat indah di lingkaran cincin platina. Mahendra Arya Putra. “Insyaallah, Mas. Ini adalah nama yang telah membulatkan niatku untuk mencintaimu.” Dia tersenyum. Tangannya meraih tengkuk leherku. Menuntunku untuk membungkuk. Dia mencium keningku. Kurasakan hangat kecupnya. Seperti hangatnya senja yang begitu jelas melukis siluet kami saat berciuman. Inikah kebahagiaan hidup berumah tangga. Bersama pasangan yang benar-benar saling mencintai. Tiap sore, mas Arya menghabiskan waktu menemaniku menghafal mushaf. Senyumannya selalu bergulir ketika mendengar suaraku merapalkan ayat-ayat suci. Ketika aku selesai, dia selalu manja membenamkan bagian kepalanya di pangkuanku. Bercerita banyak akan kisah cinta. Kisah pewayangan kuno yang pernah diceritakan almarhum mbah kakung padanya. “Ning, ini sudah ada dua minggu. Besok waktunya Ning cek up di rumah sakit. Aku sudah konsultasi dengan temanku dokter Pras. Berkas rujukan dari rumah sakit Changi juga sudah ditangannya. Besok Mas antar kamu.” Mas Arya membalikkan tubuhnya. Aku raih uluran tangannya dan mencium punggung tangannya. Aku masih bersimpuh di atas sajadah. Masih mengenakan mukena warna merah jambu berbordir indah di bagian sisinya. 278

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Dia menghadap tepat di depanku, duduk bersila. Sholat isya’ telah kami tunaikan. Makan malam telah menanti kami. Ibu sudah duduk di meja makan. Mbok Yem masih mondar- mandir menyiapkan makan malam. Aku membantu mbok Yem. Mas Arya menemani ibu duduk di meja makan. “Le, kapan ya Kemuning hamil? Aku wis ora betah nunggu lho Le.” Ibu dengan mulut mengerucut. Mas Arya hanya tersenyum. “Inggih sabar rumiyin, Bu. Kami juga usaha, Bu. Dua minggu lagi pemeriksaan rutin Kemuning. Setelah tiga kali cek up, kula kaliyan Ning mau ikut program hamil. Insyaallah. Doakan ya, Bu.” Mas Arya berbicara sembari memandang raut wajahku. Aku hanya menghela napas. Memang di malam-malam kami, Mas Arya tiada absen untuk mengajakku bercinta. Rasa cintanya, perlakuan manisnya membuatku bahagia menyambutnya. Menyambut cintanya seakan ribuan malaikat turut berdoa untuk kami. Memandang kami dengan senyuman. Dengan berjuta keberkahan Allah semaikan bagi suami istri yang memadu kasih. Inilah pahala dari ibadahnya suami istri dalam mahligai suci pernikahan. Selepas makan malam. Mas Arya bergegas menuju kamar. Aku masih membantu mbok Yem membereskan meja makan. Kubuatkan secangkir teh jahe kesukaannya. Yang selalu menemani malam harinya. Menikmati malam dengan mengamati rembulan yang tiada bosan bertahta di singgasana langit. 279

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Dia bersandar di sofanya. Menyandarkan gitar di dadanya. Begitu lihai dia memainkan senar gitar. Dengan jari-jari tangan kirinya menekan kunci demi kunci nada, sedangkan tangan kanannya memetik dawai gitar. Kudekati dia, dengan secangkir teh jahe di tanganku. Mempersembahkan minuman favoritnya. “Teh jahenya, Mas.” Aku menyulurkan secangkir teh jahe yang masih mengepulkan asap dan aroma jahe menusuk indera penciumannya. “Hemm... ini yang aku tunggu. Terima kasih, Bidadariku.” Dia membuat simpul itu. Simpul yang membuatku mabuk akan asmaranya. Aku telah tenggelam di dasar telaga indah cintanya. “Duduk sini, Sayang.” Tangannya menuntunku untuk duduk di sampingnya. Dia hanya mengenakan kaos singlet dan celana pendek. Aku sekarang tidak merasa canggung lagi. Apalagi berada di dekatnya. Kami menikmati malam-malam bersama. Tiada hampa di tiap malam-malam kami. Cintanya, rengkuhannya, cumbunya adalah bernilai ibadah bagiku sebagai istrinya. Kami membelah jalan kota. Memeluk erat tubuhnya melintasi pagi ini. Mas Arya mengantarku cek up di rumah sakitnya. Jadwal tugasnya free. Mengantri di loket bersamanya. Dia masih menggandeng erat tanganku. Hingga membuat perawat, pasien dan teman-teman kerjanya 280

Kemuning Cinta Tanpa Bicara melihat kami. Mas Arya dengan bangga mengenalkan aku dengan teman- temannya. Hingga aku berada di ruang THT bertemu dokter Prasetyo Prabowo. Dokter yang umurnya lebih dari separuh abad dengan uban yang dibiarkan memutih hampir seluruh rambut kepalanya. Saat di periksa, mas Arya menggodaku. Dia menggunakan bahasa isyarat padaku yang membuatku tersenyum bahagia. “Ning, I LOVE YOU.” Aku tertawa geli. Hingga membuat dokter Pras menoleh ke arah mas Arya. Dia pura-pura duduk diam. Seakan bukan dia yang telah membuatku tertawa. “Sudah membaik seluruhnya. Mungkin dua kali cek up keadaan akan sepenuhnya pulih. Selamat ya, Dokter Arya.” Dokter Pras menjabat tangan mas Arya. “Terima kasih, Dokter.” Mas Arya terlihat sumringah. “Oh ya, Dokter Arya. Saya benar-benar tidak menyangka. Enam bulan lalu, Dokter Arya lost dan diketemukan di desa terpencil. Ternyata berbuah hikmah yang luar biasa. Dokter menemukan bidadari secantik ini.” Dokter tampak kagum melihat wajahku. Tidak ada yang berbeda pada make up yang aku kenakan. Bahkan pakaian hijab yang aku pakai. Semuanya tetap sama. “Itulah dokter. Sengsara membawa nikmat.” Mas Arya terkekeh bersama dokter Pras. Aku hanya tersenyum. Mereka berpelukan. Kemudian kami pamit. Meninggalkan dokter yang begitu ramah. 281

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Saat menuju ruang tunggu pengambil obat. Aku ijin pada mas Arya ke toilet. Mas Arya menunjukkan toilet terdekat. Aku melangkahkan kaki ke sana. Hingga setelah keluar dari toilet, aku di sapa oleh dokter wanita. Suaranya tak asing bagiku. Dokter Keysha Larasati. “Hei! Mbak Ning. Selamat ya, Mbak Ning sekarang telah menjadi wanita sempurna. Aku turut senang.” Tangannya dijulurkan padaku. Aku menjabat tangannya. “Iya, Alhamdulillah, Dokter.” Hanya itu saja kata yang bisa aku balas. “Tapi aku tidak yakin. Kalau Mbak Ning bisa menjadi pendamping Arya yang sempurna. Ingat tidak, kasta. Kasta Mbak berbeda dengan Arya. Suatu saat, Mbak Ning akan membenarkan ucapanku. Oke Mbak Ning, sampai ketemu lagi. Wasalamualaikum.” Dia menjabat tanganku lagi. Berjalan berbelok arah. Aku hanya melangkah dengan pikiran kosong. “Sudah, Ning. Ini obatnya sudah aku ambil. Ayo Sayang, kita pulang.” Mas Arya menggandeng tanganku. Menuju tempat parkir sepeda motor. Pikiranku masih kosong. Entahlah. Ucapan Keysha membuatku galau. Meski aku masih memeluk penuh tubuh mas Arya. Pikiranku tak tertuju padanya. Namun pada ucapan Keysha. “Siang-siang sepanas ini paling enak minum degan ijo, Ning.” Dia menghentikan laju sepeda motornya. Menepi pada suatu tempat yang 282

Kemuning Cinta Tanpa Bicara rindang. Ada pohon trembesi yang menaungi. Di sekitarnya berjejer pedagang kaki lima dengan tataan tempat duduk bagi pembeli seadanya. Mas Arya memilih duduk di atas tikar tepat di sebelah pohon trembesi yang begitu kokoh menghujam permukaan bumi. “Aku paling seneng kalau jalan-jalan bersama Citra di sini. Degan ijonya mantap Ning. Udaranya sejuk sekali di sini. Pohon trembesi inilah penyebabnya. Daunnya yang lebat mampu menampung dan mengubah karbon dioksida dan karbon monoksida yaitu udara kotor atau berpolusi menjadi udara bersih yang kaya oksigen. Maka itu jika duduk di sini pas siang hari saat udara terik pasti nyaman sekali. Adem Ning. Seadem senyumanmu.” Mas Arya memujiku. Aku hanya terdiam. Pikiranku buyar seketika. Ucapan Keysha kuanggap angin lalu. Seakan karbon dioksida atau polusi udara yang terserap dedaunan trembesi dan menggantinya dengan angin segar dari perhatian mas Arya. Tidak ada lagi bebanku. Mas Arya telah menghancurkan tembok kasta diantara kita. Aku yakin cinta kami lebih kuat dari benteng yang bernama kasta. Aku mengingat gairah cinta kita tadi malam Akan rinai hujan yang menyemaikan benih cinta kita Aku terpesona akan sikap dan gairahmu Begitu lembut dan penuh cinta di dalamnya 283

Kemuning Cinta Tanpa Bicara 22 JOGJA, I’M IN LOVE POV : Mahendra Arya Putra “Mas, tadi Citra datang dan minta tolong pada kita.” Kemuning menata susunan baju di almari ukir. Mengambil kaos singlet dan memberikannya padaku. Aku memakainya. “Memang Citra mau minta tolong apa, Sayang?” Aku membuntutinya yang hendak berganti kimono. “Masss.” Dia berhenti di depan pintu kamar mandi. “Kenapa Ning, Sayang?” Aku ikut berhenti. Memandangnya. “Kenapa ngintil Ning terus sih, Mas? Ning mau ganti baju.” Wajahnya memerah. Dia masih malu kalau langsung ganti pakaian di depanku. “Eleh-eleh, Ning. Kenapa mesti malu, Sayang. Kan kita sudah eng ing eng, sudah dua bulan ini kan?” Aku menggodanya. “Heemmm... Mas.” Dia jengkel namun senyumannya tidak bisa menipuku. Dia bahagia aku selalu menggodanya. Aku sudah di atas ranjang misteri. Ehh, ranjang peraduan cinta. Duduk menepi dengan bersandar di ranjang pegas kami. Menunggu kemunculan Kemuning. Istriku sayang. 284

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Tapi lebih baik push up dulu lima menit. Lumayan buat pemanasan. Saat push up hampir selesai, aku dikejutkan pada sepasang kaki indah kuning langsat. Kemuning sudah ada di depanku. Tepat aku posisi masih push up. Duh, Gusti. Bidadariku. Aku langsung bangkit. “Sudah Ning? Ayo kita mulai, Mas sudah siap.” Aku merangkulnya. “Mas, mesti iki. Ning kan belum selesai cerita tentang Citra.” Aduh, Arya. Arya awakmu makin dangling37 gara-gara Kemuning. “Oh iya, Mas lupa. Lanjutkan ceritamu, Sayang.” Aku berjalan menuju ranjang pegas berseprei biru langit dengan motif bunga lily. Merebahkan tubuhku. Tidur miring menghadap bidadariku. Ningku sayang. “Jadi begini Mas, tadi Citra datang. Mau minta tolong kita jadi model. Dia ikut kompetisi fotografi tema belahan jiwa. Inginnya dia, kita nanti berkostum pengantin dan beberapa kostum pendukung lainnya. Dia juga sudah kerja sama dengan sahabatnya Risa untuk make up dan tata busananya.” Kemuning tertidur dengan posisi miring menghadapku. Gerai mayangnya tetap memesonaku. Apa lagi suaranya. Halus banget. Membuaiku. “Terus lokasinya di mana?” Aku bergeser lebih dekat dengannya. Lebih dekat dengan wajah cantiknya. Kunikmati setiap keindahan yang Allah ciptakan untuknya. Aku bersyukur memilikinya. 37 Pelupa 285

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Yogyakarta. Itu pilihan Citra. Ada banyak tempat indah di sana. Tepat buat foto prewedding katanya.” Wah, ini kesempatan. Kapan lagi bisa punya foto pernikahan. Semenjak menikah dengan Kemuning di dusun, tidak ada satu pun foto kenangan yang menunjukkan kami menikah. Hanya ada surat keterangan menikah dari dusun yang pada akhirnya aku mengurusnya di kantor urusan agama untuk menerbitkan sepasang surat nikah. Dinding kamar kami masih bersih dari hiasan foto pernikahan. Ini adalah kesempatan baik untuk mewujudkan foto-foto pernikahanku dengan Kemuning. Sebagai bukti ikatan suci pernikahan, yang mungkin akan kami ceritakan untuk anak cucu kami. “Wah! Asyik itu, Sayang. Oke, aku setuju. Sekalian kita berkunjung ke rumah saudara Mas dan nyekar di makam ibu, mbah kakung dan mbah putri di sana. Tapi kapan itu rencananya?” Kubelai wajah cantiknya Kemuning. Mengamati setiap detail wajahnya. Hidung yang mancung, bibir tipis, bentuk wajah yang tirus, matanya bawang sebungkul, dagunya yang panjang dengan leher yang jenjang. So look beautiful. “Seminggu lagi katanya, Mas. Citra mengajak ibu juga.” Dia masih tampak sibuk berbicara. Kulihat bibir tipisnya bergerak dengan sedikit guratan senyum. Membuat goyah konsentrasiku. Bahagia rasanya tiap hari, tiap malam ditemani bidadari secantik Ningku. Alhamdulillah ya Allah, Engkau berikan aku istri spesial dan sempurna. Membuat hari-hariku bahagia. Bekerja semakin semangat. 286

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Kata teman-teman dan perawat di rumah sakit, aku tambah ganteng dan macho. Meski sekarang sedikit hitam karena terik matahari menerpaku saat melintasi jalan. “Kebetulan itu Sayang. Minggu depan itu harpitnas. Ada cuti bersama. Jadi full liburnya.” Aku belai mayangnya. Memainkan jemariku pada lekuk-lekuk wajahnya. Dia masih sibuk dengan bincang- bincangnya padaku. “Harpitnas itu apa, Mas?” Dia mengernyitkan dahi. “Hari kecepit nasional Ningku, Sayang.” Jariku menyusuri gurat bibir tipisnya. Lipstik merah jambu kesukaanku masih melapisi bibir indahnya. “Oh... hehe. Kepanjangan yang aneh, Mas.” Simpul senyumnya tercipta di antara dua sudut bibirnya. Masyaallah. Mancep ing atiku, Ning. “Lebih indah kependekan dari ILU, Sayang.” Dia mengernyitkan dahi lagi. Aku lebih mendekatinya. Kudekatkan wajahku ke wajah ayunya. “Apa lagi itu, Mas?” Suaranya lebih pelan. Dia mengamati pergerakanku. Memaknai hasratku. “ILU artinya I... Love... You.” Aku hentikan bibirnya untuk berbicara lagi. Mengecup kening dan bibirnya. Kami tidak mampu melewatkan gairah cinta. Mungkin ini sebagai ganti bulan-bulan kami yang dulu suwung. Menggapai pahala yang berpendar dalam cumbu rayu sepasang kekasih yang sudah halal. 287

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Mas Arya, ayo cepat. Keburu siang. Engko kesoren sampai sana.” Citra menggerutu. Saat aku masih menikmati secangkir teh jahe dalam cangkir corak pewayangan Gatotkaca. “Iya, iya, Adhiku sing ayu. Barang-barangnya kan sudah masuk bagasi semua. Sepeda juga sudah.” Aku seruput sedikit demi sedikit teh jahe. Terasa nikmat dan hangat di pagi yang begitu cerah ini. Secerah senyuman Kemuning saat menuntun ibu menuju mobil. “Ayo! Mas sopir. Cepetan! Mesakne mbak Ning kie lho nunggu.” Segera aku habiskan minumanku. Meletakkan cangkir di meja. “Mbok Yem. Nitip rumah nggih Mbok. Pak Jono sudah aku kabari ikut ngawat-ngawati38 rumah.” Aku memberi beberapa uang untuk mbok Yem sebagai honor ekstranya. Pak Jono tukang kebun yang biasa aku utus untuk merapikan taman. Terkadang aku mengutusnya mengecat tembok atau membenahi rumah yang sekiranya perlu perawatan. Kesibukanku yang tidak mungkin seluruhnya mampu aku lakukan sendiri. “Oke, siap semuanya ya? Tidak ada yang tertinggal?” Aku sudah duduk di bangku dengan setir sudah ada ditangan. “Mboten, ayo Mas sopir. Berangkat!” Citra mencolek punggungku dari belakang. Dia duduk di belakang bersama ibu. Kemuning duduk di depan menemaniku. 38 Ikut berjaga 288

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Inggih, Ndara Putri similikiti.” Aku terkekeh menggoda Citra. Membuat Citra merengek manja pada Kemuning. “Sampun, Mas.” Ning mencubit lengan kiriku. Ada senyum dibibirnya. “Asyik, cubit lagi dong, Sayang.” Aku memandang wajahnya. Dia tersenyum dengan rona memerah di wajahnya. Duh... Gusti. Terbuat dari apa senyumnya itu. Aku rasa senyumnya itu terbuat dari pemanis alami non sukrosa jadi aman buat hati. Bikin adem lan ayem. Sekitar kurang lebih sepuluh jam perjalanan kami melintasi jalanan dari kota ke kota, kabupaten ke kabupaten hingga sampai di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagian waktu kami gunakan untuk beristirahat di tengah perjalanan untuk mengisi perut kami sembari sholat dan mendinginkan mesin mobil. Sekitar satu jam lagi kami sampai di rumah mbah Karyo adik kandung mbah kakung. Pelataran rumah begitu asri. Tepat depan rumah tertanam pohon sawo kecik. Rerumputan hijau terawat dengan beberapa bunga melati dan pohon kantil juga ditanam di depan rumah. Di sisi rumah terdapat beberapa bunga mawar merah dan putih. Aku menurunkan beberapa bungkusan yang berisi oleh-oleh. Citra yang membawanya. Kemuning masih sibuk membantu ibu turun dari mobil warna jingga. Citra berada di belakangku. Melangkah pada sebuah tangga kayu yang tidak terlalu tinggi. Rumah joglo yang khas dengan hiasan pintu ukir kayu jati dengan cat plitur yang masih terawat. 289

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Kuketuk pintu beberapa kali sembari mengucapkan salam. Kudengar ada sebuah jawaban dari dalam rumah. “Arya!” Paman Brata kaget melihat kedatanganku. Sudah lebih dari sepuluh tahun kami tidak jumpa. Kami berpelukan. Dia menepuk punggungku. “Inggih, Paklik. Sampun sedasa39 tahun, kita tidak ketemu.” Pelukan kami makin kuat. “Kangen banget aku karo awakmu Le, Arya.” Kami melepaskan pelukan kami. Aku cium punggung tangannya. Lalu dia melihat Citra di belakangku. “Iki mesti Citra Anarawati.” Paklik menunjuk pada Citra. “Inggih, Paklik.” Citra menjulurkan tangan. Dia menyambut tangan paman, mencium punggung tangannya. “Dulu kamu ireng rambutmu kriwil pisan. Pangling aku, Nduk. Awakmu malih ayu tenan.” Paman Brata menepuk bahu Citra. Lalu paman Brata terkejut saat melihat Kemuning. Dia mengerutkan dahi. “Oh, niki sisihan kula40, Paklik. Kami menikah baru ada lima bulan.” Raut wajah Paman Brata berubah. Dia hanya melongo saat Kemuning mencium punggung tangannya. Termasuk ibu Kemuning juga menjabat tangannya. 39 Sudah sepuluh tahun 40 Ini pasangan hidup saya 290

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Lho, bukankah dulu kamu nikah sama siapa itu Key, Key, Keysha. Oh ya, tempo hari dia kemari sendirian. Tapi saya tidak tahu. Dia hanya berbincang-bincang dengan mbah Karyo.” Penuturan paman membuat hatiku tidak tenang. Mengapa Keysha begitu lancang datang ke Yogyakarta menemui keluargaku. Aku melihat wajah Kemuning berubah. Matanya berkaca-kaca. “Bukan, Paklik. Saya tidak ada hubungan lagi dengan Keysha. Panjang ceritanya.” Aku memeluk pundak Kemuning. Meredakan kecemasannya. “Yowis, ayo mlebu kene. Mbah kakung Karyo masih mandikan ayam jago.” Kami dipersilakan masuk. Ruangan yang dekorasinya penuh ukiran khas Jawa. Klasik. Kursi jaman dulu yang tempat duduknya dari anyaman kulit rotan berjajar menghadap meja ukir. Taplak meja bercorak tokoh pewayangan membuat suasana khas Jawa yang begitu melekat. “Mbah kakung sehat, Paklik?” Aku letakkan tubuhku di kursi kuno dan bersandar santai. Citra duduk di sebelahku. Kemuning dan ibunya duduk di kursi tepat di depanku. Kami terpisah meja. “Alhamdulillah, kesit, jik trengginas41, Le. Sebentar ya.” Paman Brata menuju belakang. Mungkin memanggil mbah Karyo. Kulihat Kemuning dengan wajah terlihat tegang. Baru pertama kalinya dia bertemu keluargaku. Jemarinya bermain penuh kecemasan. 41 Lincah 291

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Seorang pria yang masih terlihat tegap di usianya yang sudah mencapai hampir sembilan puluh tahun. Berjalan mendekati kami. Kami semua berdiri menyambutnya. Menyalami Kemuning. Namun saat Kemuning hendak mencium punggung tangannya. Buru-buru tangan keriputnya ditarik. Tidak ingin Ning mencium tangannya. Ya Allah... pertanda apa ini. Dia tidak menolak saat Citra mencium punggung tangannya. Akhirnya tiba giliranku. ‘Plaakkk...’ Sebuah tamparan mendarat ke pipiku. Aku kaget. Termasuk Citra. “Bocah gemblung. Kelakuanmu ora enek bedane Romomu42!” Ucapannya membuat tamparan ini lebih menyakitkan. Kata-kata yang paling tidak ingin aku dengar. Aku benci jika disamakan dengan bapak. Meski darahnya mengalir padaku. Citra hendak berbicara menjelaskan. Tapi tanganku menggenggamnya. Mencegah keadaan semakin tidak nyaman. Bahkan lebih keruh suasana. “Ngapunten, Mbah. Almarhum mbah Kakung apa belum menjelaskan masalah sebenarnya. Ngapunten.” Kepalaku tertunduk. 42 Anak bodoh, sikapmu tidak jauh beda dengan ayahmu 292

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Menghormati beliau. Meski pun watak mbah Karyo sangat bertolak belakang dari almarhum mbah kakung. Mbah kakung orang yang bijaksana dalam menghadapi apa pun. Beliau akan mencerna dahulu masalah sebelum bertindak gegabah seperti mbah Karyo adiknya. “Terus, bocah wadhon43 iki sapa? Keysha kemarin datang ke sini. Berbicara kalau kamu meninggalkannya demi seorang wanita. Kelakuan macam apa awakmu? Ora duwe isin. Watekmu kaya Romomu!” Wajah mbah Karyo berubah. Emosi telah merajainya. “Sampun, Pak. Pun dipenggalih44. Kasihan Arya, jauh-jauh datang di sini sambang silahturahmi.” Paman Brata memegang pundak dan lengan mbah Karyo. Menuntunnya untuk masuk ke kamar. “Wis, Le Arya. Istirahat di rumah almarhum mbah Surya ya. Mbah Karyo ben lerem disik45. Setelah itu, kamu bisa jelaskan permasalahan sebenarnya.” Paman berbisik di telingaku. Berharap aku tidak tersulut emosi. “Inggih, Paklik, maaf sudah merepotkan.” Kami mengikuti langkah paman Brata menuju kediaman almarhum mbah kakung yang letaknya sekitar lima ratus meter dari kediaman mbah Karyo. “Paklik, kejadian sebenarnya bukan demikian. Apa almarhum mbah kakung belum cerita?” Aku berada di ruangan berdua dengan paman Brata. Aku menjelaskan semua masa laluku waktu itu. Paman 43 Wanita ini 44 Jangan dipikirkan 45 Biar mengendap dulu 293

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Brata memaklumi dan berharap kesabaranku akan sikap ayahnya yang lebih mementingkan emosi dibandingkan menelusuri kebenaran. Kejadian itu membuat Kemuning bersikap lain terhadapku. Aku berusaha menjelaskan padanya. “Ning, apa Ning tidak percaya sama, Mas? Itu kejadian sudah aku kubur dalam-dalam. Namun Keysha yang berusaha membongkar lagi dengan dalih dia sendiri. Dia memutar balikkan kebenaran.” Aku duduk di sisi ranjang tepat menghadap wajahnya. Memegang kedua pipinya mencari manik matanya. Lihatlah mataku Ning. Tiada kebohongan untukmu. Kemuning menatapku. Mencari kejujuran di mataku. Kami tak bergeming. Hanya terdengar suara jangkrik mewarnai malam kami di Yogyakarta. “Senyumnya mana, Bidadariku? Aku rindu senyumanmu.” Jariku membelai lembut bibir tipisnya. Menanti senyumannya. Namun dia tidak bergeming. “Yowis, kalau Ning tidak mau senyum buat Mas. Mas keluarkan aji-aji. Gelitiki kamu, Sayang.” Aku menggelitiki Kemuning. Hingga dia terkekeh menahan geli. Rangka ranjang yang terbuat dari besi berdecit keras sekali setiap kami bergerak di atasnya. “Mas, ranjangnya kok begini ya?” Kemuning duduk tenang tidak bergerak. Dia sepertinya kebingungan akan suara decit ranjang setiap kami bergerak. 294

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Memang mengapa, Sayang? Hayo... Ning takut ketahuan ya kalau kita nanti lagi kikuk-kikuk.” Aku terkekeh melihat wajahnya yang merona merah. “Sebelah kamar kita itu kamar Citra sama ibu, pasti mereka dengar.” Aku semakin menggodanya. “Tidak ada tikar atau karpet ya, Mas?” Mata Kemuning mencari- cari di sekeliling kamar. Lantai dari ubin yang pastinya terasa dingin. Apalagi di Yogyakarta area pedesaan seperti ini pasti udaranya dingin sekali saat malam hari. “Jadi, Ning mengajak tidur lesehan begitu?” Aku dekatkan wajahku lebih dekat padanya. Dia kebingungan untuk menjawabnya. “Bukan begitu, Mas. Kan cuma sementara?” Dia tertunduk malu. Tanpa kamu menjelaskan, Kangmasmu ini sudah paham, Sayang. “Sementara nyapo, hayo?” Aku lebih dekat pada wajahnya, hingga hidung kami bersentuhan. “Ihh... Mas Arya.” Dia mencubit lenganku. Wajahnya memerah. Dia malu mengungkapkan inginnya. Keinginan kita berdua. “Mas juga heran, Sayang. Ini kamar almarhum mbah kakung dan mbah putri. Pasti setiap bermesraan berbunyi ya ranjangnya. Mungkin kalau kita coba dulu bagaimana? Pakai frekuensi ringan saja jangan lebih dari lima skala richter. Bagaimana, Ning?” Aku terkekeh lirih. Melihat wajahnya semakin memerah. “Oh ya, besok pagi-pagi sekali kita nyekar di makam ibu, mbah kakung dan mbah putri ya, Sayang. Lanjut setelahnya kita jalan-jalan 295


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook