Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Novel KEMUNING, Cinta Tanpa Bicara

Novel KEMUNING, Cinta Tanpa Bicara

Published by flindakurniawati, 2019-07-16 00:47:53

Description: Sebuah Novel tentang kesetiaan dan pengabdian istri yang berharap cinta sang suami

Search

Read the Text Version

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Aamiin aamiin aamiin ya Allah. Terima kasih ya, Cit, untuk doanya.” Aku gulirkan senyum untuk adik suamiku. Dia wanita ke dua yang selalu memberikan kekuatan untukku bertahan. “Doaku selalu untuk kebahagiaan Mbak Ning dan mas Arya.” Tangan Citra menggenggamku erat. Membawa manik matanya untuk melihatku kelat-kelat. Mencari kebahagiaan yang tersimpan rapat dalam bilik kedukaanku. “Sudah azan dhuhur, Cit. Mbak mandi dulu ya. Lanjut kita nanti jamaah.” Aku bangkit melangkah menuju rak. Hendak mengambil handuk berwarna jingga. “Iya, Mbak. Buruan. Baunya kecut lho. Tapi tenang saja, mas Arya selalu cinta kok.” Citra mulai tertawa lirih. “Kamu Cit, sama seperti masmu. Senengnya godain Mbak ya.” Aku ikut tertawa. Kulihat dia sudah lebih baik akan sikap emosionalnya. Sikapnya sedikit berbeda dari mas Arya. Citra lebih bersikap emosional dalam menghadapi segala hal. Sedangkan mas Arya lebih bersikap sabar menghadapi segala hal. Sikap bijaksananya yang membuatku selalu kagum padanya. Kami berada di meja makan untuk makan siang. Ibu sudah keluar dari kamarnya. Kulihat Citra menyambutnya dengan hangat. Memeluk dan menuntunnya keluar menuju kursi meja makan. “Eheeem!” suara ayah mertuaku melintasi seluruh ruangan. Membuat Citra terdiam dari celotehnya bersama ibu. 396

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Bocah gemblung, sama bapak kandungnya sendiri dimusuhi. Sama orang lain bisa baik,” kalimat dari ayah mas Arya melesat bagai panah pembuka peperangan Baratayudha. “Pak! Seharusnya Bapak itu ngaca. Sudah benarkah jadi Bapakku selama ini?” suara Citra bagai panah sambutan dalam peperangan. “Bapak tidak tahu rasa sakit hati kami saat Bapak tinggalkan kami! Apa bapak berpikir meninggalkan ibu dalam kondisi melawan kanker yang dia derita. Bapak bukan pria yang patut Citra hormati!” ucapan citra bagai panah yang melesat bertubi-tubi. Memainkan sisi emosionalnya. Seakan rasa sakit hati dan kebenciannya melating begitu saja untuk ayahnya. Seorang ayah yang telah menorehkan luka yang masih menganga hingga saat ini. “Kuraannggg ajaaaar!” Tangan kanan bapak mertuaku terayun menuju pipi Citra. “Cukup, Pak! Bapak sudah banyak menyakiti kami dan ibu. Jangan Bapak ulangi perbuatan Bapak!” Tangan kekar mas Arya tiba- tiba menahan ayunan tangan ayah mertua. “Iki, mas karo adhine padha ae! Aku tidak selera makan di meja ini. Ning, bawakan makanan di kamar Bapak. Bapak makan di kamar saja,” celetuk ayah mas Arya. Meninggalkan ruang makan untuk kembali ke kamarnya. “Inggih, Pak,” jawabku singkat. 397

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Bergegas kubawa sepiring nasi lengkap dengan lauknya serta segelas air putih untuk bapak. Dia sedang duduk di sisi ranjang pegas. Melamun. “Pak, dahar rumiyin,” sapaku untuknya. Dia menoleh. “Deleh nang meja saja, Ning.” Kutaruh piring yang berisi nasi dan lauk di meja. Kuletakkan pula di sebelahnya segelas air putih. “Ning, tolong jangan racuni pikiran Citra dan Arya. Awas saja kalau kamu melakukannya!” kalimat ancaman ayah mertuaku seperti senjata brahmaastra bagiku. Senjat pamungkas dari dewa Brahma. Merupakan senjata yang sangat kejam dan berbahaya. Senjata ini memiliki daya yang dapat menghancurkan bumi. Senjata ini juga dapat menghalau hampir semua senjata dewa lainnya. Brahmastra merupakan senjata yang berbentuk anak panah dan tidak akan pernah meleset dari sasarannya. Senjata ini diperoleh dari hasil meditasi kepada dewa Brahma dan hanya dapat digunakan sekali dalam seumur hidup. Brahmastra diaktifkan dengan membacakan mantra yang diberikan kepada pengguna senjata saat memperoleh senjata ini. Rama menggunakan senjata ini untuk membunuh Rahwana, sedangkan Arjuna dan Ashwatthama hampir saja menghancurkan bumi karena hendak mengadu sesama senjata ini. Ucapan ayah mertuaku seakan meleburkan hati hingga tubuhku sesaat. Hinaan demi hinaan. Perlakuan yang menganggapku lebih rendah dari pelayan. Hingga sekarang ancamannya bagai brahmaastra bagiku. Lebur semua hati dan tubuhku seketika. Namun aku tidak ingin 398

Kemuning Cinta Tanpa Bicara menangis di depannya dan juga tidak ingin terlihat menangis di hadapan mas Arya, Citra dan ibu di meja makan. “Mas, kenapa Mas mesti terima bapak lagi sih? Apa Mas tidak ingat, apa yang telah diperbuat bapak sama kita dan ibu?” protes Citra pada mas Arya. Citra tampak geram akan sikap ayahnya yang mudah mengayunkan tamparan. “Cit, apapun yang diperbuat dan perlakuan buruk bapak pada kita, dia tetap bapak kita. Keburukan orang tua tidaklah pantas kita balas dengan keburukan. Kita tidak boleh menjadi anak durhaka,” mas Arya menasihati Citra yang sejak berurai air mata. “Tapi, Mas. Kehadiran bapak akan menjadi bumerang bagi kehidupan kita. Aku lihat sendiri perlakuan bapak pada mbak Ning,” ungkap Citra yang belum sama sekali menyentuh piring di depannya. Meja makan ini berubah menjadi meja perdebatan bagi mas Arya dan Citra. Kami semua seakan enggan menyentuh piring di depan kami. Perdebatan ini membuatku harus bangkit mengajak ibu ke kamarnya dan membawakan makan di kamarnya. “Lihat... lihat, Mas. Pipi mbak Ning jadi korban tamparan bapak saat melindungiku dari tamparan bapak tadi.” Citra menarikku yang baru saja selesai mengantar makan siang ke kamar ibu. “Benar itu, Ning?” Mas Arya memeriksa pipiku yang masih terdapat bekas memerah. “Perasaanku tidak enak, Mas. Bapak yang akan membuat masalah untuk masa depan rumah tangga kalian. Mbak Ning dipandang 399

Kemuning Cinta Tanpa Bicara rendah oleh bapak. Aku tahu sendiri, mbak Ning diperlakukan sebagai pembantu, bukan menantu di rumah ini.” Citra memegang sandaran kursi meja makan, bersandar lengan di atasnya. Citra berfirasat tentang hubunganku dengan mas Arya mendatang. “Jadi, apa yang mesti kita lakukan, Cit?” tanya mas Arya dengan perasaan gusar. “Biar bapak ikut di rumah bersamaku, Mas. Jadi kehidupan Mas dan mbak Ning akan tentram bersama.” “Bagaimana caraku bicara dengan bapak, Cit?” jawab mas Arya terdengar kebingungan. “Kita berdua yang akan bicara sama bapak. Semoga saja bapak setuju.” Aku hanya bisa diam. Tak bergeming atas pembicaraan mereka. Suara perdebatan yang terdengar lirih. Seakan hanya berkutat pada lingkaran sang bayu pada ruang makan yang dihimpit tembok bercat kuning gading. “Lebih baik kita makan, Cit. Semoga kita punya banyak kekuatan untuk menghadapi sikap arogan bapak.” Mas Arya menuntun adiknya menuju kursi makan yang sedari kami berdiri di samping meja makan. Aku pun ikut duduk di meja makan. Mengambilkan nasi untuk Citra dan mas Arya. Wajah mereka tampak gusar. Seandainya mereka mendengar ancaman ayah mereka terhadapku. Seandainya mereka tahu rasa sakitku akan ancaman itu. 400

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Waktu saat kedatangan mas Arya di rumah adalah waktu yang membuatku bahagia. Karena hanya cinta adalah obat dari segala luka. Luka hatiku siang itu. Akan ancaman ayah mas Arya. “Ning, Sayangku, Bidadariku, Belahan jiwaku, besok Ning berkemas ya. Mas sudah pesan hotel di dekat pantai. Kita honeymoon kedua, Sayang.” Mas Arya melingkarkan tangannya di perutku. Bicaranya merisik di telingaku. “Bapak bagaimana kalau ditinggal?” tanyaku. “Hanya satu hari dua malam, Sayang. Ada mbok Yem. Kapan lagi kita bisa berdua. Tak cukup waktu untuk merangkai ikatan cinta hanya di kamar ini saja. Aku ingin lebih dari itu. Jika saja Mas mampu, Mas ingin mengajakmu ke nirwana. Mengayuh cinta kita selamanya.” Kata-kata mas Arya selalu membuatku melayang. Mas Arya memutar musik slow romantis. Menenangkanku dari rasa ketakutan yang menderaku akan ancaman ayah mas Arya. Senyuman mas Arya bagai oase di padang gurun. Kecupannya laksana memberikan nyawa kedua dari hatiku yang merepih. 401

Kemuning Cinta Tanpa Bicara 29 HONEYMOON KEDUA POV : Mahendra Arya Putra Kami telah sampai hotel. Lokasi hotel dekat pantai sebagai honeymoon kedua kami. Kamar suite’s living room pilihanku. Agar kami lebih bebas dalam bercengkerama. Membuka jendela kamar hotel menikmati panorama pantai di balik jendela kaca. Bias cahaya jingga merambat lurus menembus kaca bening kamar hotel kami. Hangat. Saat aku mendekatkan diriku pada sosok wanita berhijab biru langit. Seakan kemegahan langit senja membias penuh kecantikannya. Parasnya diterpa jingga cahaya bathara surya layaknya Dewi Kunti yang mengagumi sorot kemilau emas dewa Surya. “Ning, hotel di sini jauh lebih luas dari yang dulu waktu di Singapura ya, Sayang,” ucapku saat meletakan sebuah koper. Segera kuraih tubuh wanita yang aku cintai. Melingkarkan tanganku perutnya. “Iya, Mas. Lebih nyaman,” jawabnya. “Yang pasti, sensasinya sangat berbeda dari waktu itu, Sayang.” “Bedanya apa Mas?” “Huummm, Ning, kura-kura dalam perahu ya. Hehehe...” Aku terkekeh lirih. 402

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Ning, waktu di sana dulu duinggiiin buaaangggeeett. Mas sampek gemas sendiri. Masa Mas diangguri begitu saja sama Ning.” “Heemm, maaf ya, Mas.” Dia menggulirkan senyumnya. Senyumannya yang selalu kurindu. “Saat ini, jangan ada jarak di antara kita, Sayang. Kita sama- sama saling membutuhkan. Saling mencintai. Saling memiliki,” bisik mesraku di telinganya. “Ingat dan rekam selalu dalam ingatanmu, Ning. Saat perjalanan cinta kita. Begitu rumit awalnya. Aku tertatih menggapaimu, Ning. Berusaha untuk menahan hasratku, saat itu Ning selalu menolak kehadiran dan cinta Mas.” Dia terdiam. Menatap penuh di balik kaca jendela. Menikmati hangat terpa sang surya yang berkilau jingga. Serta kisikanku di telinganya. Kubalik tubuhnya. Melihat penuh kecantikannya. Kubuka tirai hijabnya. Menggerai indah mayangnya. Wajah tirus yang membius. Tubuh kami begitu rapat. Menggapai erat seluruh keterikatan cinta kami saat ini. “Maaf ya, Mas. Ucapan Key...” “Sttt... cukup, Sayang. Jangan ada nama siapa pun di antara jalinan cinta kita. Hanya ada kau dan aku.” Kututup bibirnya dengan telunjukku. Menahannya untuk berbicara saat suasana seindah ini. Kukecup keningnya. Membopongnya menuju ranjang pegas berseprei putih. Menggapai sucinya cinta kami. 403

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Selepas kami sholat isya, kami menikmati makan malam. Melanjutkan memandang langit malam yang mengguyur remang cahaya bulan. Bersamanya. Menyemai cinta dan butiran kisah asmara kami berdua. Menggandeng tangannya menyusuri gundukan pasir lembut. Menyeruak di sela-sela jari kaki kami. “Ning, duduk di sini!” Aku duduk di atas pasir putih yang tidak jauh dari deburan ombak. Memintanya duduk di depanku. “Ning senang, Mas ajak di sini?” kubisikan di telinganya. Tubuh kami begitu dekat. Dadaku menyentuh punggungnya. Aku memeluknya. “Ya, Mas. Baru kali ini, Ning menikmati indahnya pantai.” “Kalau kita duduk seperti ini, apa tidak malu dilihat orang, Mas?” ucapnya lagi. Kemuning tampak canggung saat aku begitu erat memeluknya. “Mengapa mesti malu, Sayang. Ning kan pacar halalnya Mas. Takut di grebek kantib gitu ya, Sayang.” Aku terkekeh mendengar ucapan istriku yang begitu lugu. “Heemmm.” “Kok cuma menggumam? Mana suara indahmu, Sayang. Apa Mas perlu bernyanyi untukmu?” Semakin kurapatkan pelukanku. Suasana malam semakin dingin. Terpaan angin darat mengibas juntaian indah hijabnya. Meliuk-liuk seakan melambai pada kesedihan. Hanya rasa bahagia yang terukir di bilik hati kami. 404

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Kok diam. Apa perlu Mas memanggul rembulan dan memetik bintang untukmu, Sayang?” mengisikkan di telinganya. Sembari kucium pipinya. “Hehehe...” Kemuning hanya tertawa kecil. Rinai kebahagiaan menyelimutinya. Aku begitu senang. “Eehh, malah ketawa. Apa Ning yang bernyanyi untuk Mas, Sayang.” Semakin gemas saja aku dengan istriku ini. Wanita dusun yang telah mengubahku menjadi sosok Arya baru. Lebih bahagia dari sebelumnya. “Ning kan tidak bisa nyanyi, Mas.” Aku tersenyum mendengar ucapannya. “Sttt... dengar, Sayang. Bersandarlah di dada Mas. Terpejamlah. Rasakan deburan ombak lirih. Hembusan angin lembut yang menerpa tubuh kita.” Kutahan kedua lenganku ke belakang. Tubuh kami condong. Terpejam. Merasakan juwita malam bersama. Seakan terpa angin mencumbui seluruh tubuh kami. “Ning, mendengar suara-suara itu?” “Ya, Mas. Deburan ombak dan hebusan angin.” “Alam turut bahagia akan penyatuan cinta kita, Sayang. Katakan padaku, Ning. Tentang perasaanmu padaku. Agar aku semakin utuh mencintaimu. Menyempurnakan mahligai cinta kita. Kita bangun sendiri kemegahan istana asmara. Hanya ada kau dan aku,” ucapku lirih. Membuatnya diam sesaat. Kurasakan tubuhnya mengambil begitu banyak oksigen dan menghembuskannya. 405

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Ning sangat mencintaimu, Mas,” kalimatnya menghanyutkanku. Seakan debur ombak membawa jiwaku pergi dan menghempaskan pada hatinya. Aku tersenyum bahagia. “Indah, Ning. Suara dari kalimatmu sungguh indah. Hingga Mas tak mampu berkata-kata.” Aku terpejam. Merasakan hangat tubuh Kemuning yang bersandar di tubuhku. Malam begitu memikat. Saat cinta kami begitu erat. Menyatukan raga, alam pun membelai dengan lembut. Saat asmara hati saling tertaut. Pagi ini, membuatku malas untuk beranjak dari atas ranjang. Memeluk wanitaku membuatku nyaman dan tenang di sisinya. Berselimut berdua. Menikmati bulan madu kedua kami, meski singkat. Agar Kemuning tidak akan melupakan momen indah ini. Aku kaget seketika. Saat Kemuning menyibak tanganku yang memeluknya. “Sebentar ya, Mas. Perut Ning terasa gak enak.” Kemuning bangkit. Melilitkan tubuhnya dengan selimut tipis. Buru-buru berlari ke kamar mandi. Jam dinding masih menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Kudengar suara Kemuning memuntahkan sesuatu. Aku segera bangkit. Melangkahkan kakiku menuju kamar mandi. Kulihat Ning muntah- muntah. “Ning, kenapa?” Aku pijit-pijit bahunya. “Gak tau, Mas. Mungkin masuk angin. Semalam di pantai.” 406

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Sini, Mas pijit.” “Gak usah, Mas. Ning kalau cium aroma minyak gandapura pasti sudah reda.” “Kamu bawa minyaknya, Sayang?” “Iya, Mas. Ada dalam tas koper.” Kemuning masih memuntahkan cairan bening. Segera kubuka koper. Kucari botol kaca. Minyak gandapura. Aromanya menyengat. Pasti minyak ini lebih panas dari minyak kayu putih. “Ini, Sayang.” Kusodorkan botol minyak gandapura yang tinggal separuh itu padanya. Dia segera membuka tutupnya. Menghirup aroma minyak menyengat itu. Aneh memang. Setelah mencium aroma minyak itu. Mual- mualnya mereda. “Yakin, tidak mau Mas pijat? Mas ingin deh pijati kamu, Sayang.” Aku pegang bahunya. “Gak usah, Mas. Nanti merepotkan Mas.” “Mas malah senang, Ning. Sini yuk.” Dia duduk di samping ranjang. Kuambil lotion dari tasnya. Memijatnya. Kulihat dia sedang asyik menghirup aroma minyak gandapura yang menyengat. “Enak tidak pijatan, Mas?” “Heemm,” dia menggumam. Tersenyum tipis sembari tetap menghirup aroma minyak gandapura yang mungkin dia anggap minyak aroma terapi. 407

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Sebenarnya, rencana kita nanti mau mengajakmu main jetsky. Aku kemarin juga menyewa kapal speedboad buat kita. Kalau Ning masih sakit, kita di kamar saja, Ning.” “Ning, tidak sakit kok, Mas. Ini sudah baikkan. Setiap pagi juga seperti ini.” “Lho... lhoo... jangan dibiarkan, Ning sayang. Besok Mas antar di rumah sakit ya, Sayang.” “Aku sudah janji sama Citra kok, Mas. Biar aku sama Citra. Mas kerja saja.” “Bener, gak mau Mas yang antar?” Aku masih memijat seluruh permukaan bahu dan punggungnya. “Iya, Mas. Biar Ning sama Citra saja.” “Okelah, bagaimana Ning, sudah mendingan?” tanyaku sembari menghentikan pijatanku. “Heemm, Mas. Sudah mendingan.” Dia masih asyik membau aroma minyak gandapura. “Mas mandi dulu ya, Sayang. Ning mandinya pakai air hangat saja. Setelahnya, kita sarapan. Lanjut menikmati kapal speedboard dan jetsky. Untuk kita, Sayang. Momen terindah kita.” Kupeluk tubuhnya. Mencium punggungnya yang wangi aroma lation di tubuhnya. “Hati-hati, Ning.” Kugapai tangannya saat menaiki kapal speedboard. 408

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Dia begitu bahagia hari ini. Pandangannya lepas ke laut bebas. Menyusuri birunya laut. Terpa sang bayu begitu cepat mengibas liukkan hijabnya. Penampilan kasualnya masih terlihat anggun. Memesona. “Kamu bahagia, Sayang.” Kugenggam tangannya erat. Senyuman itu semakin sulit untuk aku lupakan. Ya Allah, dia telah Kau cipta sempurna sebagai belahan jiwaku. “Setelah ini, kita akan menyusuri pantai dengan jetsky. Hanya berdua. Kau dan aku.” Kemuning memandangku. Kukecup keningnya. “I love you forever,” ucapku. Kemuning menggurat senyumnya. Membuatku semakin tak berdaya oleh kecantikannya. Kupeluk tubuhnya. Menikmati perjalanan bulan madu kedua kami. Momen terindah untuk kami. Senyumnya penawar dahaga hatiku. Aku sangat mencintainya. Tidak ada yang mampu memberi titah pada hatiku kecuali dia. Dia ratu yang bertakhta hatiku. “Naik di sini Ning, melihat laut lepas di atas sini lebih asyik.” Kami naik di atas. Melihat speedboard kami membelah laut. Buih-buih air laut putih membuat lintasan yang terbelah menjadi dua. “Lihat, Sayang! Di sana Pulau Seribu.” Kupeluk tubuhnya sembari telunjukku menunjukkan gundukan hijau yang dikelilingi birunya laut. Hijabnya berkibar begitu kencang. Sekencang dan sekuat perasaan kami saat ini. Rasaku padanya laksana deburan ombak dan kuatnya cinta kami seperti batu karang. 409

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Kenanglah, Sayang. Saat-saat bahagia kita ini. Hingga di usia senja kita.” Kupeluk erat tubuhnya. Merasakan cumbuan angin yang menerpa. Memandang gundukan hijau Pulau Seribu yang semakin dekat. Langit yang berhias kepakkan burung-burung camar. Hangat sang surya yang condong empat puluh derajat dari kaki langit. Cakrawala nampak biru tanpa semburat dan gumpalan awan menghadap penuh lautan. Seakan langit itu memeluk lautan. “Iya, Mas. Ning akan selalu mengenangnya. Mengenang cinta kita.” Kutarik napasku panjang. Kebahagiaan terbesarku akan cinta ini. Wanita yang kucintai berada di dekapanku. Aku tidak mampu melepasnya. Tidak mungkin berpisah darinya. Kemuning adalah tulang rusukku, belahan jiwaku. Seumpama baju zirah dan anting Adipati Karna yang sudah ada sejak kelahirannya. Kemuning terlahir untuk menemaniku. Menjadi bagian dari hidupku. “Ning, sudah siap?” Dia hanya mengangguk. Tubuh kami begitu rapat. “Pegangan, Sayang! Yang kuat. Sekuat cintamu untukku. Jangan pernah melepasnya.” Kedua tangannya melingkar penuh di dadaku. Kami mengendarai jetsky. Melawan sang bayu hingga mayang dan tudung hijabnya bergerak seirama hembusan angin. “I... LOVEEE... YOUU... KEMUNINGKUU...!!!” Aku berteriak sekeras mungkin saat melintasi pantai menuju ke tengah laut. Kemuning semakin rapat memelukku. Menyandarkan kepalanya ke punggungku. Seakan waktu berhenti sesaat. Memintasi kebahagiaan kami berdua. 410

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Sudah waktu sholat dhuhur, Sayang. Kita sholat dulu dan makan siang.” Kami melangkah mencari surau di sekitar pantai. Menimang rasa syukur akan segala nikmat yang Allah berikan untuk kebahagiaan kami. Mengeja doa yang diharapkan bagi sepasang suami istri yaitu kehadiran buah hati sebagai pelengkap kebahagiaan kami. Selepasnya, kami makan siang di sekitar pantai sembari menikmati kemegahan panorama pantai. Kuminta Kemuning menanti sebentar, hingga menu kami datang. Aku ingin membuat kejutan. Aku pakai jaket, topi dan kumis palsu. Berdandan seperti pengamen, menggodanya yang sejak tadi duduk menantikan diriku. Membawa gitar bernyanyi di belakangnya. Sebuah lagu dari Kahitna “Cantik”. Cantik... Ingin rasa hati berbisik Untuk melepas keresahan Dirimu Cantik... Bukan ku ingin mengganggumu Tapi apa arti merindu Selalu... 411

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Mbak, Cantikkk... sendirian ya?” Suaraku sedikit aku ubah. Dia menoleh belum mengenali penyamaranku. “Boleh Abang temani?” Dia masih terdiam. Memalingkan mukanya. “Mbaakkk Cantiikk, boleh dong, Abang temani?” Kemuning nampak tidak nyaman. Dia berpindah tempat duduk. “Kok malah pindah tempat duduk, Mbak. Sendirian kan? Abang temani ya?” Aku menggodanya lagi. “Maaf ya, Mas. Saya bersuami. Ini saya menunggu suami saya,” jawabnya sedikit sewot. “Kalau begitu, aku temani ya, Mbak?” Aku bergegas duduk di sampingnya. Membuat Kemuning kaget dan berdiri seketika. “Mas!! Tolong sopan santunnya!” Kemuning marah. “Aduh... Galak juga ya, Ningku ini. Mas jadi takuuuttt.” Kuletakkan gitar. Lalu mencopot kumis palsu dan topiku. Kemuning akhirnya tahu. Dia begitu gemas ingin segera mencubitku. Aku segera berlari. Dia mengejarku. Menyusuri tepian pantai berlarian. “Ihhh... Mas Aryaaa...!!” “Ayooo... Sayang! Kejar aku kalau bisa.” Kuhentikan langkahku. Mendekap tubuhnya. Mengayunkan tubuh semampainya berputar. Berhenti dengan napas kami yang tersengal-sengal. Senyum dan tawa bahagia kami dalam pelukan satu pelukan. 412

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Mas Aryaaaa...! Mesti godain Ning.” Ning mencubit kedua pipiku dengan gemas. “Ternyata galak juga ya, Istriku Sayang.” Aku masih memeluknya. “Mas, Ning malu.” Dia mencoba lolos dari pelukanku. “Kenapa malu, Sayang?” “Banyak yang lihat kita, Mas.” “Eleehh... hora popo, Ning. Cuma gini tok ae lho. Hehehe...” Aku terkekeh melihat wajahnya kebingungan saat beberapa pengunjung pantai melihat kami. Memang perasaan ini spontan saja. Mungkin rasa cinta membuat kami lupa, pengunjung pantai cukup ramai saat itu. Kulepaskan pelukan dan kembali menikmati makan siang romantis kami. Dengan gitar di tanganku. Kunyanyikan nada-nada cinta untuknya. Menikmati pantai hingga senja hari. Senja mengumbar hasrat asmara kami. Bermain-main dalam deburan ombak yang menepi di pasir pantai. Bulir-bulir halus pasirnya menyeruak lembut di kaki-kaki kami. Bergandengan tangan menjangkau batas senja bersama. “Besok kita pulang, Sayang. Ning bahagia dengan bulan madu kedua kita?” Kami berbaring di ranjang. Seakan begitu cepat waktu berputar. Ingin dan ingin lagi berbulan madu seindah ini. 413

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Iya, Mas. Ini sangat berkesan untuk Ning. Terima kasih ya, Mas.” Dia menggulirkan senyumnya. Semakin membiusku. Segera kukecup kening dan bibir tipisnya. Menggurat senyumanku untuknya. “Semoga ya, Sayang. Allah memberikan pewaris untuk kita.” Kupeluk tubuhnya sembari membelai lembut perutnya. “Mas coba dengar perutnya ya, Ning. Siapa tahu ada Arya kecil yang bersemayam di rahimmu.” “Mana mungkin, Mas. Kan Ning belum tahu, Ning itu hamil atau tidak.” “Sttt..., Mas mendengar sesuatu, Sayang.” Kuletakkan telingaku di bagian perutnya. “Seperti detak jantung. Tapi sangat-sangat samar, Sayang. Coba saja ada stetoskop, pasti aku bisa mendengarnya meski itu lirih.” Telingaku masih melekat di perutnya. “Masa sih, Mas? Mungkin itu detak jantung, Ning,” jawabnya. “Hai...! Arya junior... itukah kamu? Semoga kamu benar-benar ada ya, Sayang. Ayah dan Bunda menanti kehadiranmu.” Kukecup perut Kemuning. Kembali kurebahkan tubuhku. Kemuning sandarkan kepalanya di dadaku. Kucium ubun- ubunnya sembari membelai gerai mayangnya. “Aku sudah membayangkan betapa lucu-lucunya anak-anak kita kelak. Aku ingin Arya kecil yang memiliki senyuman semanis senyumanmu, Sayang. Hingga kutemui selalu senyuman indah itu. Satu 414

Kemuning Cinta Tanpa Bicara senyuman darimu dan yang kedua senyuman dari anak-anak kita.” Kemuning terdiam. Belaian tangannya di dadaku membuaiku. Kami terhanyut akan angan-angan yang mungkin sebentar lagi Allah berikan. Arya junior yang selalu bermain manja bersama kami. Menikmati malam terakhir kami di hotel. Menikmati ranjang pegas dengan layanan suite’s living room. Hingga esok pagi kita kembali ke rumah kami. Menyulam hari-hari bahagia kembali. Kupeluk senja… Bersama merengkuhmu Mengurai cinta yang berpendar di antara kau dan aku Merasakan terpaan sang bayu Memijakkan kaki dan jemari pada hamparan pasir putih Kenanglah kisah cintaku, sayangku Seiring bergulirnya waktu Aku semakin mencintaimu 415

Kemuning Cinta Tanpa Bicara 30 MAAFKAN AKU, SAYANG POV : Mahendra Arya Putra Pukul 06.00 WIB bergegas kami cek out dari hotel untuk kembali ke rumah. Rasanya malas sekali beranjak dari tempat ini. Dua hari dua malam aku lalui hari yang begitu menyenangkan bersama Kemuning. “Mas, langsung berangkat kerja sekarang? Kan kita baru pulang, Mas.” Kemuning membenahi kerah kemejaku. Menatap wajah ayunya seakan tiada membuatku bosan. “Memang, kurang ehem ehem sama Mas ya, Sayang?” Kupeluk tubuhnya. Memandang wajahnya lebih dalam. “Bukan begitu, Mas. Apa Mas gak merasa capek?” “Mau bukti, Mas gak capek?” Kemuning mengangguk dengan senyumannya. Kusalin senyumnya. Dengan begitu cepat aku bopong tubuhnya. “Masss Arya, bikin Ning kaget saja.” Dia menepuk pundakku. “Mas gak akan capek kalau sama kamu, Sayang. Kan semalam Ning sudah memijit Mas.” Aku menggurat senyum untuknya. Dia membalas senyumanku. Kudekatkan tubuhnya. Kukecup kening dan bibirnya. 416

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “I love you Kemuningku sayang. Belahan jiwaku, bidadari surgaku, tulang rusukku, permaisuriku, Humairahku.” “Banyak sekali, Mas. Julukan untuk Ning.” “Mungkin julukan itu lebih sedikit untuk mewakilkan perasaanku padamu, Sayang. Allah yang telah mengilhami perasaan kita saat ini.” Kemuning semakin memelukku. Desah napasnya terasa di dadaku. “Mas, turunkan Ning ya. Nanti berangkat kerjanya terlambat lho.” Senyum itu sulit aku memalingkannya. Kemuningku memilikinya dengan begitu sempurna. Sempurna sebagai pendamping hidupku. “Jika aku mampu hentikan waktu. Mas ingin selalu berada di sampingmu, Sayang. Menjangkau rasa rinduku yang tiada bertepi untukmu.” “Sudah, Mas. Nanti pulang kan bisa dilanjutkan.” “Melanjutkan apa, Sayang. Selalu dan selalu, tiada bosan waktu untukmu, Ning. Ya sudah, Mas berangkat dulu ya. Jangan lupa nanti periksa ke dokter. Semoga ada kabar baik untuk kita, Sayang.” Kuturunkan tubuhnya. Menekuk lututku memeluk tubuhnya sembari mengecup perutnya. Berharap ada kehidupan di dalam rahim Kemuning. Arya junior. Jam sudah menunjukkan pukul 12.30 WIB di arlojiku. Aku masih berada di surau rumah sakit. Aku kirim WA pada Citra. 417

Kemuning Cinta Tanpa Bicara AKU : Assalamuallaikum Adikku sing ayu... CITRA ADIKKU : Wa’alaikumsalam Masku sing ganteng... AKU : Sudah sampai klinik kandungan, Cit? CITRA ADIKKU : Sampun, Mas. Ini sama mbak Ning dan ibu. AKU : Lho, ibu ikut to? CITRA ADIKKU : Iya, ibu minta ikut? Ingin tahu periksa kehamilan USG seperti apa. Apa sama dengan yang di dusun, apa tidak. Hehe CITRA ADIKKU : Yowis, ditunggu kabar baiknya ya, Cit. Wasalamuallaikum... Senang rasanya. Semoga ada kabar baik dari Citra. Kemuning hamil. Buah cinta kami. Kulangkahkan kakiku kembali menuju ruanganku, namun seketika ponselku berdering. Telepon dari rumah. “Mas...! Mas Aryaaa... gawat Mas...!! Bapak jantungnya kumat. Ini tidak sadarkan diri,” suara kepanikan mbok Yem terdengar, membuatku ikut panik. 418

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Baik Mbok, Mbok tenang ya. Aku segera pulang, Mbok.” Pikiranku tertuju untuk meminjam mobil Faiz atau Marcell. Bergegas aku menuju ruangan Faiz. “Iz, aku pinjam mobilnya ya? Bapakku tidak sadarkan diri. Jantungnya bermasalah lagi.” Napasku masih tersengal-sengal setelah berlari menuju ruangan Faiz. “Tentu, pakai saja, Ar.” Kunci mobilnya dia ulurkan padaku. Aku mengapainya. Mengucapkan terima kasih sebelumnya padanya. Jalanku kupercepat hingga aku berpapasan dengan Keysha. Keysha heran melihatku. “Ar, kok buru-buru. Ada apa?” sapanya dengan wajah heran. “Bapak tidak sadarkan diri, Key. Aku harus cepat-cepat membawanya ke sini,” jawabku. Keysha mengikuti langkahku. Langkah kaki mungilnya sambil berlari. “Ini pakai mobilku, Ar.” Dia mengulurkan kunci mobilnya padaku. “Tidak perlu, Key. Aku meminjam mobil Faiz.” Aku buka pintu mobil Faiz. Bergegas masuk. Keysha juga ikut masuk ke dalam mobil. Sesampai di rumah aku bersama Keysha segera berlari ke dalam. Mbok Yem nampak panik. “Cepat, Ar. Kita bawa bapak ke rumah sakit.” Keysha memeriksa denyut nadi ayah. Segera kuraih kursi roda milik mendiang ibu. Meletakkan tubuh ayah di atasnya. Keysha buru-buru mengikutiku. 419

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Biar aku bersama bapak, Ar. Kamu setir mobilnya. Kita mesti cepat.” Dia sudah memangku kepala ayah di jok deretan ke dua mobil Faiz. Segera kututup pintu mobil dan bergegas duduk mengemudikan mobil. Suasana jalan raya lumayan macet. Ini yang membuatku semakin panik. “Bodohnya aku, Key. Harusnya aku membawa ambulans bukan mobil. Ya Allah... selamatkan bapakku.” Perasaanku begitu kalut. “Tenang, Ar. Menghadapi situasi seperti ini jangan emosional. Sebentar lagi kita akan sampai rumah sakit.” “Ya, Key. Kamu benar. Aku harus tenang.” Aku hela napas panjang. Mengatur rasa gundahku. Kami telah sampai rumah sakit. Segera kubawa tubuh ayah menuju IGD. Keysha mendampingiku saat ini. “Aku panggil dokter Ilham, Ar.” Aku hanya mengangguk. Keysha sudah berlalu dari ruangan. Ayah masih belum sadarkan diri. Meski aku sebagai dokter. Kepanikanku akan kondisi ayah membuatku bodoh saat ini. Meski dia bukan ayah yang baik, namun darahnya bersemayam ditubuhku. Dia masih ikut andil untuk kehidupanku terdahulu. “Ham, tolong bapakku.” Kutarik tangan Ilham seketika dia muncul di bibir pintu ruang ICU. “Bersabarlah, Ar. Aku bantu ayahmu sebisaku,” jawab Ilham. 420

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Arya, sebaiknya beri ruang untuk dokter Ilham menangani ayahmu. Kita keluar sekarang.” Tubuhku masih lunglai. Keysha menuntunku menuju kursi tunggu. “Key, meski bapak tidak pernah bersikap baik. Dia selalu membuat aku, Citra dan almarhum ibu menderita, tapi saat ini aku tidak bisa melihatnya seperti ini. Aku takut kehilangannya, Key. Hanya dia yang kumiliki saat ini.” Kusangga kedua siku tanganku pada lututku. Telapak tangan menutupi dahi. “Ar, lebih baik kita berdoa demi kesembuhannya. Semoga ayahmu bisa melewati masa kritisnya.” Tangan Keysha membelai lembut punggungku. Aku didera keterpurukanku saat ini. Aku duduk di samping ayah. Kini telah pindah ke ruang rawat inap paviliun. Kondisinya dipenuhi alat-alat medis. Keysha turut menunggu di ruangan. “Key, sebaiknya kamu pulang. Terima kasih ya, Key.” “Keysha, Daddy looking for you at home you are still here?” Tiba-tiba ayah Keysha muncul. Pria bule berkebangsaan Inggris masuk mencari Keysha. “Sorry Daddy, I have to help Arya’s father is currently critical.” Keysha menghampiri ayahnya. “Oh, Arya how are you?” sapa ayah Keysha yang sekarang lebih ramah. Dulu saat aku meminta ijin meminang Keysha dia berkata tegas 421

Kemuning Cinta Tanpa Bicara dan terkesan tidak suka padaku meski pembicaraan kami hanya melalui telepon saat itu. “I’m fine,” balasku padanya. Ayah Keysha tersenyum sangat baik padaku. “You are very handsome. It’s true Keysha still love you so much.” Tangan ayah Keysha menepuk bahuku. Aku masih bersikap datar terhadapnya. “Aryaaa... Aryaaa...” Kudengar suara ayah memanggilku. Segera kudekati tubuhnya. “Ya, Pak. Arya disini. Bapak mau minta apa?” Kupegang tangan ayah yang terpasang jarum dan selang infus. “Bapak mohon sama kamu, Le.” Napasnya tersengal-sengal. Sesekali dia meringis menahan sakitnya. “Iya, Pak. Arya penuhi. Bapak minta apa dari Arya?” Kudekatkan wajahku pada ayah. Mendengar dengan saksama permintaannya. “Bapak mohon, nikahi nak Keysha.” Bagai tersambar petir. Permintaan ayah membuatku hancur seketika. Keysha dan ayahnya mendengar ini. “Tidak, Pak. Saya tidak bisa menikah dengan Arya.” Keysha mendekati ayah. Ayah meraih tangan Keysha. “Bapak tahu, Nak Keysha begitu mencintai anak Bapak. Tolong terima, Nak.” Tangan ayah menyatukan telapak tangan kami. Aku seakan tidak percaya akan kenyataan ini. Hatiku hancur lebur. 422

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “This is the right time for them to get engaged. this is Keysha's birthday and her engagement day,” ucapan ayah Keysha semakin membuat hatiku luluh lantah. Ingin aku berlari dan menghindar namun aku tidak sanggup melihat keadaan ayahku saat ini, jika aku melawan kehendaknya. “Daddy, stop it! I can’t accept this angagement, Daddy!” protes Keysha. “Isn't this your dream, honey? Become Arya's wife? Man, have you waited eight years?” jawab ayah Keysha. “But, Dad!” suara Keysha meninggi. “Already Keysha. Daddy has prepared your engagement ring now.” Ayah Keysha mengambil kotak bludru warna biru dari jasnya. “Penuhi permintaan Bapakmu ini, Le. Bapak mohon. Bapak tidak minta apapun darimu. Hanya ini. Jika kamu minta Bapak pergi dari kehidupanmu dan Citra, Bapak ikhlas, Le. Cuma keinginan Bapak, nikahi nak Keysha.” Napas ayah terasa sesak. Usahanya berbicara dan memohon padaku membuatku tak berdaya. “Pak, begitu berat permintaan Bapak. Bagaimana dengan Kemuning, Pak? Aku tak sanggup menduakan cintanya.” Air mataku melesat begitu saja. Seakan besi ribuan ton menimpa diriku. Begitu lemahnya diriku saat ini. “Bapak mohon, Arya. Kamu akan tetap bersama Kemuning, Bapak tidak minta kamu menceraikannya. Nak Keysha sanggup menjadi 423

Kemuning Cinta Tanpa Bicara istri keduamu. Menjadi madu untuk Kemuning.” Gurat keriput yang memenuhi kelopak matanya menatap manik mataku. “Bagaimana caraku untuk berbicara dengan Kemuning, Pak. Aku tidak sanggup melihat kesedihannya. Dia tidak akan menerima poligami.” Melihat kelemahan ayah. Membuatku semakin melemah. “Tolong Bapakmu ini, Le. Ini permintaan Bapak yang terakhir.” “Baiklah, Pak. Arya terima pertunangan ini. Ini demi Bapak, bukan untuk yang lainnya.” Kutatap wajah Keysha dan ayahnya. Perasaan marah dan melemah mengikat hatiku erat. Ayah Keysha memberikan cincin padaku dan untuk Keysha. Kami saling menyematkan cincin. Namun mataku nanar. Bayangan Kemuning yang selalu ada dalam pelupuk mataku. Berputar-putar dalam pikiranku. Ayahku dan ayahnya Keysha tersenyum bahagia. Kulihat dari mata mereka, namun aura wajah Keysha tidak demikian. Wajahnya semuram diriku. Dia dirundung keterpaksaan. Aku keluar dari ruangan dengan tubuh lunglai. Duduk di kursi berderet di depan ruang rawat inap. Keysha menyusulku duduk. Bapak masih berbincang-bincang dengan ayah Keysha di dalam ruangan. “Key, mengapa kau begitu tega menjebakku seperti ini? Apa masih kurang perbuatanmu pada kami. Empat bulan aku tidak menyentuh tubuh Kemuning. Itu semua karenamu, Key. Sekarang, belum seumur jagung hubunganku sudah mulai harmonis. Sekarang, kehidupan rumah tanggaku bersamanya diambang kehancuran. Apa yang harus aku 424

Kemuning Cinta Tanpa Bicara katakan padanya, Key? Rasanya ingin kupotong saja jari manis ini.” Kupukul-pukul jari manis yang tersemat cincin atas nama Keysha Larasati. “Arya! Arya! Jangan kau lakukan itu, Ar. Sungguh, ini bukan keinginanku dan juga bukan rencanaku. Maafkan aku, Ar. Kita dalam situasi sulit saat ini.” Keysha mulai menangis. “Bagaimana caranya kuhadapkan wajahku pada Kemuning, Key? Aku telah menghianati cintanya. Aku pria lemah. Suami yang tidak mampu menjaga kesetiaan.” Aku bangkit dan melangkah menuju tembok yang jauh dari ruang inap. “Aaakkkhhh...!!!” Kupukul tembok yang berlapis batu alam sekuat mungkin dengan kepalan tanganku, hingga tanganku berdarah. “Arya...!! Apa yang kau lakukan? Kau menyakiti dirimu sendiri, Ar.” Keysha memegang tanganku yang mengeluarkan darah. “Biar, Key. Bahkan aku sanggup mencabik-cabik tubuhku sendiri. Lebih baik aku yang sakit daripada melihat kepedihan Kemuning jika dia tahu perbuatanku ini. Aku suami kurang ajar, pengecut, penghianat. Aakhhh...!!” Kupukul lagi tanganku pada tembok. Hingga luka di tanganku semakin parah. Darah segar mengalir di tangan dan berbekas pada tembok. “Sudahlah, Ar! Hentikan menyiksa dirimu sendiri!” Keysha memegang tanganku yang berdarah. 425

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Aryaaa! Di sini kau rupaya. Aku cariin kamu. Bagaimana keadaan ayahmu, Ar?” Faiz tiba-tiba mendatangi kami. Segera kusembunyikan air mataku. “Alhamdulillah, sudah membaik, Iz. Dia sudah di dalam sana. Masa kritisnya sudah lewat.” “Syukurlah kalau gitu. Ohya, Keysha! Masih nemenin Arya di sini?” Faiz nampak heran melihat Keysha di dekatku. “Oh, iya, Iz. Sebentar lagi mau pulang. Ini tadi ngobrol sebentar dengan Arya masalah schedule minggu depan. Program sosialisasi kesehatan,” jawab Keysha. Menghindari kecurigaannya pada kami berdua. “Oh iya, sampai lupa. Ini ponselmu Ar. Ketinggalan di mobilku. Sepertinya jatuh. Aku temukan di jok mobil.” Faiz merogoh jas putihnya. Mengambil benda kotak tipis berwarna putih dan memberikannya padaku. “Thank’s, Iz. Maaf aku merepotkanmu.” Aku meraih ponselku. “Ok, Ar. Aku pulang dulu ya, tidak enak mau masuk ayahmu masih ngobrol sama temannya.” Kujabat tangan Faiz. Faiz sangka ayah Keysha itu sahabat ayah. Mungkin benar. Sepertinya mereka sudah akrab sebelumnya. Mungkinkah ini sudah mereka rencanakan? Entahlah, pikiranku kacau saat ini. Kuperiksa ponselku. Banyak sekali panggilan dari Citra dan Kemuning. Pesan WA pun penuh dari mereka. Kududuk kembali di kursi. Keysha mengikutiku. 426

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Kamu tidak pulang, Key?” “Tidak, Ar. Aku menunggu di sini.” “Aku telepon Kemuning dan Citra dulu. Ponselku penuh panggilan dari mereka.” Kusentuh layar diponselku. Wajah Kemuning yang begitu cantik menghiasi wallpaper ponselku. Membuatku tak berdaya. Kuberanikan diriku untuk menghubungi wanita yang sudah aku khianati. “As-salamu-alaikum, Ning. Maaf, Mas baru bisa menghubungimu. Ponselku tertinggal di mobil Faiz.” Suaranya masih terdengar indah dan menggetarkan hatiku. Tapi semakin aku takut akan rasa bersalahku padanya. Bagaimana caraku untuk menunjukkan muka penghkianatku padanya. Aku suami pecundang. “Ya, Ning. Bapak dirawat sekarang. Masa kritisnya sudah lewat.” Bahkan aku tidak berani memanggilnya sayang lagi. Rasa cinta dan sayang ini begitu besar untuknya, namun aku telah ingkar akan semua janji-janjiku sendiri. Kututup panggilanku. Mengamati cincin yang melingkar di jari manis sebelah kiri tanganku. “Key, kumohon. Sembunyikan cincin kita. Aku tidak ingin Kemuning dan Citra melihatnya.” Kupegang telapak tangan Keysha yang tersemat cincin atas namaku. “Tentu, Ar. Aku lepas cincin ini.” Keysha melepasnya dan menaruhnya di dalam tasnya. Bergegas kulepas cincinku juga. Kusimpan di saku celanaku. 427

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Tidak lama dua wanita berjalan melewati lorong rumah sakit. Citra dan wanita yang aku cintai. “Mas, mbok Yem sudah cerita semuanya. Malam ini biar aku yang nunggu bapak.” Citra dan Kemuning memandang Keysha yang duduk di sebelahku. “Ok, Ar. Aku pulang saja. Daddy juga pastinya lelah.” Keysha menjabat tangan Kemuning dan Citra dengan sedikit gemetar. Situasi mendadak ini yang telah membuatku dan Keysha seakan tidak bisa menerima semuanya. “Arya, I go home. See you again.” Ayah Keysha menjabat tanganku. Mereka seakan bungkam atas peristiwa tadi. Aku kembali ke ruangan di mana ayah terbaring dengan selang infus. Kondisinya sudah stabil, mungkin karena pertunangan rahasiaku dengan Keysha. Aku tidak bisa melawannya dalam keadaan kritis seperti tadi. Kupandang wajah Kemuning. Wajah wanitaku yang begitu naif. Aku begitu tega menyembunyikan hal besar ini darinya. Hal besar yang akan membuatnya kecewa dan terluka. Ya Allah... bagaimana caraku berbicara dan kuhadapkan mukaku padanya. “Mas, biar kula mawon jaga bapak. Mbak Ning dan Mas Arya pulang saja. Cepat pulang Mas, keburu hujan. Tadi di jalan sudah mendung.” Citra duduk di samping bapak. Bapak sudah tertidur pulas. “Ya, Cit. Kami pulang. Jaga bapak baik-baik ya,” jawabku. Meninggalkan ruangan bersama Kemuning. 428

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Saat ini perasaanku pada Kemuning berbeda. Rasa bersalah yang menggelayutiku saat ini. Bermain-main di pikiranku. Aku kalut. Tidak ada sepatah kata pun yang mampu kuutarakan untuknya. Bahkan di sepanjang perjalanan melintasi jalan raya. Kulihat melalui kaca spion, wajah cantiknya sangat bahagia. Entahlah, dia begitu sebahagia itu. Sedangkan aku, dirundung duka yang mendalam. Rinai hujan mengguyur perjalanan kami. Semakin membuatku perih. Mengingatkan diriku akan hujan pertama kami. Hujan yang menyatukan mahligai rumah tangga kami. Kini hujan itu datang lagi. Firasat apa ya Allah? Engkau hadirkan hujan untuk kami. “Hujan ya, Mas,” ucap Kemuning membuka pembicaraan kami yang sedari tadi saling diam. “Ya, Ning,” jawabku singkat. Aku seakan tak mampu berbicara seromantis dulu. “Hujan seperti ini, Ning ingat saat-saat itu, Mas.” Kemuning semakin merapatkan pelukannya. Menyandarkan kepalanya padaku. “Ingat tentang apa, Ning?” jawabku yang semakin membuatku takut akan diriku sendiri. Akan pengkhianatanku padanya. “Ning, ingat masa indah kita, Mas. Rinai hujan saat itu telah menyatukan hati dan cinta kita.” Kubuka penutup helmku, kubiarkan curah hujan mengguyur wajahku. Hanya untuk menutupi tangisanku. Mengingatnya membuatku getir. 429

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Malam ini, Kemuning bersikap lain. Dia tanpa ragu melepaskan busana di depanku. Berganti kimononya di depan mataku. Aku terdiam saat ini. Rasa bersalahku lebih kuat dari perasaanku yang mendalam padanya. Kupalingkan pandanganku. Berjalan menuju pintu balkon. Mengamati rinai hujan yang belum reda saat ini. “Masss…” Kemuning tiba-tiba memelukku dari belakang. Begitu rapat pelukannya hingga kurasakan hangat tubuhnya. Bagaimana caraku membalas hangat cintanya kala ini. Pengkhianatan besar telah aku lakukan untuknya. “Ning, sangat mencintai Mas. Kebahagiaan kita sudah lengkap saat ini.” Tangannya memeluk erat dadaku. Membuatku getir. Cinta yang bagaimana yang harus kuberikan untukmu Ning. Aku sudah lemah menjadi suamimu. “Hujan saat itu terasa indah, sangat terasa saat ini, Mas. Ning tidak bisa melupakannya hingga Ning tiada di dunia ini.” Seakan tercabik-cabik hati ini. Kulepaskan pelukannya. Berputar tubuh menghadapnya. “Stttt... jangan ucapkan itu, Ning. Mas tak akan sanggup berpisah jiwa dan raga darimu.” Kutahan ucapannya dengan jari telunjukku. Wajah kami berpandangan. Kupandang penuh manik mata itu. Manik mata yang tidak bisa aku lupakan. 430

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Ning, begitu mencintai, Mas. Kehidupan kita sangat sempurna sekarang,” ucapan cintanya bagai cemeti yang berkali-kali melecut diriku. Antara rasa bersalah dengan rasa cinta yang mendalam untuknya. Kupeluk tubuhnya erat. Tidak kuasa kumenangis di depannya. “Mas juga sangat mendalam mencintaimu, Ning.” Kupegang kedua pipinya. Mencium keningnya. Bibirku bermuara di bibirnya. Mencumbuinya dengan perasaan cinta yang mendalam. Apakah ini detik-detik perpisahan kami. Semakin aku didera ketakutan. Ketakutan kehilangannya. 431

Kemuning Cinta Tanpa Bicara 31 PERMINTAAN Semalam tidak ada kesempatanku untuk berbicara hal yang membuatnya bahagia. Hasil pemeriksaan kemarin bersama Citra pasti akan memberikan kejutan terindah untuk mas Arya. Ayah mas Arya masih di rumah sakit, keadaannya belum pulih benar. Aku belum punya kesempatan untuk memberinya kabar. Meski pun itu mampu kulakukan,menelepon atau kirim via whatsappuntuknya. Aku ingin bicara padanya langsung. Melihat manik matanya yang berbinar indah saat bahagia. Gurat senyum yang menawan. Serta pelukan bahagianya untukku. Dua janin kembar bersemayam di rahimku. Keinginannya memiliki dua kesatria yang akan menjadi pewaris di keluarga kecil kami telah terwujud. Aku ingat dua nama Nakula dan Sadewa. Putra dari Prabu Pandu Dewanata bersama Dewi Madrim. Pandawa terakhir yang memiliki watak saling menguatkan satu sama lain. Mas Arya ingin menyematkan nama itu untuk namaputranya. “Ning, jika putra kita kembar. Ingin sekali Mas beri nama Nakula dan Sadewa. Bagaimana menurutmu, Sayang,”ucap Mas Arya kala itu. Apa yang menjadi keinginannya dikabulkan Allah. Aku bahagia saat mengetahui calon putra kembarnya ada dalam ragaku. 432

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Kluntiiiinggg... Sebuah benda berbentuk lingkaranmelesat saat aku membalik saku celana yang kemarin mas Arya pakai. Cincin platina menggelinding di lantai. Melintas dan berputar sempurna. Aku ikuti lintasannya dan menjumputnya. Kuamati cincin itu. Ada nama di cincin itu, bertuliskan Keysha Larasati. Ya Allah, mengapa cincin ini berada di saku celana mas Arya? Apa yang telah terjadi, hingga kutemukan cincin bertuliskan nama Keysha.Aku tidak boleh buruk sangka dengan suamiku. Nanti, aku akan bicara dengan mas Arya. Mas Arya nampak sibuk. Dia duduk di meja kerjanya. Berkutat dengan laptop yang tidak aku mengerti. Kusuguhkan secangkir teh jahe yang selalu menemani tiap petang harinya. Jika dia tidak sesibuk ini, pasti dia duduk di sofa memandang langit malam sembari memainkan dawai gitarnya. Dia paling suka aku menemaninya. Lagu-lagu cinta selalu dia dendangkan untukku. Seakan dia ciptakan sepasang sayap untukku terbang dan kuterbuai oleh sikapromantisnya. “Teh jahenya, Mas. “Terima kasih, Ning.” Dia pegang tanganku. Menggurat senyumnya. Aku menyalinsenyumnya. 433

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Mau ke mana, Ning? Temani Mas ya.” Mas Arya menarik tubuhku hingga aku terjatuh di pangkuannya. Dia memandangku. Membelai rambutku. “Maafkan Mas ya, Ning. Besok pelaporansekaligus ada sidak dari inspektorat kesehatan ke rumah sakit. Sepuluh menit lagi, Mas temani bobok.” Dia mencium pipiku. “Sebenarnya ada hal yang ingin Ning tanyakan, Mas.” “Sepuluh menit, Ning. Mas selesai kok.” Dia membelai pipiku. “Iya, Mas.” Aku beranjak dari pangkuannya. Melangkah menuju ranjang pegas. Seprei warna blueviolet seakan memanggilku untuk segera merebahkan tubuhku. Tubuhku semakin berubah. Perutku mulai membuncit. Mas Arya yang selalu membelainya. Mendengar perutku, seakan-akan dia tahu isi di dalamnya. Bayangan mas Arya, perutku yang sedikit buncit adalah kehamilan. Ya, Mas. Aku hamil,ini kedua putramu telah bersemayam di rahimku. Impianmu bersenyawa di ragaku. Kubelai perutku sendiri. Hingga tak terasa aku tertidur. “Ning, sudah mengantuk?” bisik mas Arya begitu lembut di telingaku. Aku menggeliat. Dia memeluk tubuhku. “Hemmm, Ning ketiduran, Mas. Sudah selesai kerjanya, Mas.” Mataku terbuka perlahan. Wajahnya sudah penuh memandangku. 434

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Sebenarnya belum, Ning. Besok setelah subuhan saja Mas selesaikan. Tidak tega membiarkanmu tidur sendiri.” Tangannya membelai pipiku. “Lho kok tidak diselesaikan saat ini juga, Mas? Gak apa-apa, Ning tunggu Mas dengan sabar.” “Mas tidak mau, Ning. Sejengkal pun membiarkanmu sendirian.Oh iya, tadi Ning mau tanya apa sih?” tanya mas Arya sembari tidur terlentang. Bergegas aku menuju meja rias. Membuka laci mengambil cincin platina yang pagi tadi aku temukan di saku celananya. Kembali menghampiri pria yang telah menemaniku hampir setengah tahun di usia pernikahan kami.Kurasakan setengah tahun pernikahan kami, seakan sudah melaluinya sepuluh tahun. Sikap mas Arya sebagai suami yang membuat suasana rumah tangga kami begitu sempurna. “Ini, Mas. Ning temukan di saku celananya Mas saat mau mencuci baju.” Kuberikan cincin itu pada mas Arya. Mas Arya yang semula merebahkan tubuh santai, tiba-tiba bangkit terduduk. Wajahnya mulai terlihat panik. “Oh itu, begini Ning. Mas gak sengaja menemukan di toilet dekat ruangan Keysha. Ini miliknya. Tadi Mas lupa mau kembalikan. Untung saja kamu menemukannya,” jawabnyasedikit terbata-bata. “Memang mbak Keysha sudah tunangan, Mas? Dengan siapa?” tanyaku. 435

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Aku kembali rebahkan tubuhku. Mas Arya meletakkan cincin itu pada meja ukir kecil sebelah ranjang kami. “Iya, Ning. Dengan teman satu kerjanya.” Dia rebahkan tubuhnya kembali. “Dokter juga, Mas?” Kusandarkan kepalaku di dadanya. “Iya, Ning. Sudah ya Ning. Kita tidur saja. Sudah larut malam, susah nanti bangun tahajudnya.” Dia mencium keningku. Kunikmati malam ini dengan cumbuannya hingga aku terlupa lagi untuk memberinya kejutan terindah tentang kehamilanku yang menginjak usia dua bulan. “Mbak Ning.” Citra sudah terlihat kelelahan. Kantung matanya menghitam. “Citra pulang saja, istirahat. Biar Mbak yang gantikan kamu nunggu bapak.” Kuletakkan rantang yang berisi beberapa masakan untuk Citra. “Oke, tapi sarapan dulu, Mbak. Mbak Ning sudah sarapan?” tanya Citra sembari sibuk membuka rantang dan mencium aroma masakanku. “Belum, Cit. Tadi Cuma minum susu.”Kami berjalankeluardariruanganrawatinap. “Lho memang, mas Arya gak ajak sarapan?” Citra menentengrantangmengiringikuberjalankeluarruangan. “Mbak yang gak mau, Cit. Gak enak makan.” 436

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Mbak, jangan dibiasai. Kasian upin ipin di dalam perut Mbak Ning. Ayo sekarang sarapan, Mbak.” Tangan Citra membelai perutku. Citra menggandeng tanganku. Mengajak makan di luar yang terdapat taman kecil dengan beberapa kursi berbentuk potongan kayu. “Mas Arya sudah tau kalau Mbak Ning hamil?” Citra menyuap nasinya dari sendok ke mulutnya. Aku bergeleng kepala. Belum ada kesempatanku bercerita kabar baik ini pada kakak dari wanita yang ada di depanku. “Lhooo, Mbak Ning. Kenapa belum ngomong. Pasti mas Arya bahagia banget dia mau jadi ayah darianak kembarnya. Aku saja sudah gemas lho, Mbak. Pas liat di monitor waktu di USG. Kruwel-kruwel kecil. Lucu. Upin dan Ipinnya mas Arya. Hehehe.” Citra terkekeh kecil. Membuatku ikut tersenyum bahagia. “Mbak masih kasihan melihat mas Arya masih sibuk dan harus bolak-balik tunggu bapak, Cit. Belum lagi aku selalu lupa bilang sama mas Arya,” jawabku sambil menyuapkan sesendok nasi di mulutku. “Ibu gak cerita ke mas Arya? Kemarin waktu kita ajak periksa, bungah sekalilho, Mbak.” “Enggak, Cit. Ibu yang pesan, biar Mbak sendiri yang bicara. Biar menjadi kejutan indah untuk mas Arya.” “Benar juga, Mbak. Pasti mas Arya kalau dengar, bungah48 banget. Paling saking girangnya sambil loncat-loncat terus salto.” Kami 48 Senang 437

Kemuning Cinta Tanpa Bicara terkekeh bersama. Menikmati sarapan di pagi secerah ini. Bayangan kami berdampingan dengan bangku hias membentuk bayangan kami condong memanjang ke barat. Jam yang menggantung di dinding bercat krem ruang perawatan menunjukkan pukul12.15 WIB. Kubergegas mengambil mukena menuju mushola karena suara azan sudah berkumandang, meski terdengar samar. “Pak, Ning ke mushola sebentar ya.” Aku meminta ijin pada pria yang telah menumpahkan sebagian darahnya pada suamiku. “Hemmm.” Dia jawab dengan menggumam sembari memalingkan mukanya. Sejak tadi dia terdiam. Aku hanya membantunya meminumkan obat dan menyuapinya makan. Aku lalui dengan tabah. Seburuk apapun perlakuannya padaku, dia ayah suamiku yang sudah aku anggap seperti ayahku sendiri. Sesampainya di mushola sudah banyak yang berdatangan. Mereka yang pasrah dan menggantungkan hidupnya pada Sang Khaliq,datang menghadap kiblat berdoa dengan segala kerendahan hati. Aku bermunajat berharap kesembuhan untuk ayah mertuaku. Kebahagiaannya adalah bagian dari kebahagiaanku. Meski aku tidak tahu doa apa yang dia ucapkan untukku dan mas Arya. Aku hanya pasrah akan takdir yang Allah tulis melalui Al Qolam-Nya. 438

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Mbak Ning,” sapa wanita yang berpapasan ketika aku hendak kembali ke ruang rawat mertuaku. Aku memeluk lipatanmukenaku. Dia juga memeluk lipatanmukena dengan jari yang tersemat sebuah cincin. “Dokter Keysha,” jawabku sambil pandanganku tiada lepas pada cincin yang tersemat di jari manis tangan kirinya. “Sudah sholat, Mbak Ning?” dia berbicara ramah saat ini. Sangat berbeda dari dua bulan yang lalu. “Alhamdulillah sudah, Dokter.” Aku masih sesekali melirik cincin platina yang bentuknya sama persis dengan cincin yang aku temukan di saku celana mas Arya. “Panggil Keysha saja, Mbak Ning. Biar kita akrab.” Dia tersenyum teduh saat ini. Tidak seperti dulu yang selalu menyuguhiku senyuman sinisnya. “Ya, Mbak Keysha. Ning duluan ya, Mbak.” Aku melintasinya. Dia bergegas masuk ke dalam. Langkahku penuh keraguan. Pertanyaan besar mulai bergumul di kepalaku. Tentang cincin yang Keysha kenakan. Apa mas Arya sudah mengembalikannya? Mengapa dia meminta akumemanggilnya dengan nama Keysha saja? Senyuman dan ucapannya begitu sangat berbeda denganku. Apa yang telah membuatnya menjadi seramah itu? Astaghfirullahalazim, aku tidak boleh suudzon padanya. Aku telah sampai di ruang di mana ayah mas Arya dirawat. Terdapat perawat yang sedang memberikan makan siang dan beberapa obat untuk diminum. Perawat itu memasang alat infus baru. 439

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Mbak, ini obat yang harus diminum bapak siang ini sesudah makan ya.” Perawat memberikan aku beberapa bungkus plastik kecil transparan yang berisi beberapa butir obat. \"Terima kasih ya, Sus,\" jawabku. Perawat berseragam kuning gading meninggalkan kami berdua. Berlalu dari balik pintu. Terlihat lintasan tubuhnya begitu jelas pada jendela kaca ruangan kami. “Dahar rumiyin, Pak. Ning suapi lagi ya?” “Heemm.” Dia menjawab dengan bergumam. Aku mengambil bubur dengan beberapa lauk dan sayur berkuah. Menyuapkan sesendok demi sesendok bubur padanya. “Ning, kenapa kamu merasa berat Arya menikahi Keysha?” Satu kalimat pertama selama aku menunggunya membuat seluruh tubuhku gemetar. Jantungku berdetak cepat. Aku hanya terdiam. “Apa kamu tau, mereka saling memendam cinta sudah lama. Dulu mereka hampir saja menikah. Namun takdir masih memisahkan mereka,” ucapan ayah mertuaku seakan seperti cemeti yang terbuat dari sembilu. Mencabik-cabik kalbuku. Ya Allah, takdir apa yang ingin Engkau tulis untukku? Masih setengah bulan perjalanan cintaku pada pria yang aku cintai. Namun begitu besar bongkahan batu yang Engkau berikan padaku. Seakan aku tak sanggup melewatinya. Sekujur tubuhku seakan penuh luka. Meski tiada lebam ataupun darah. “Assalamuallaikum...” sapa ceria dari wanita yang aku kenal. 440

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Wa’alaikumsalam...” Segera kuseka bulir air mataku yang hampir menetes. Mengambil napas panjang menahan perihnya hatiku. “Mbak Ning, nanti kita maem siang bareng lagi ya. Cobain perkedel kentang buatanku. Sama sup ayam buatanku.” Wajah ceria nan cantik yang dimiliki oleh Citra membuatku selalu bertahan untuk membendung setiap air mataku. Seperti cinta mas Arya yang layaknya benteng yang kokoh, seakan mampu membuatku bertahan dalam memperjuangkan cinta. “Bagus, anakku sing ayu. Calon bojomu pasti senang kalau kamu bisa masak. Seperti ibumu dulu. Wis ayu pinter masak, bapak betah sekali di rumah. Hehehe.” Ayah mertua terkekeh lirih. Dia begitu bahagia memiliki putri secantik Citra. “Sudahlah, Pak! Bapak tidak perlu membual untuk menutupi pengkhianatan Bapak terhadap mendiang ibu. Bapak tidak merasakan betapa menderitanya kami, saat Bapak pergi meninggalkan kami dengan wanita simpanan Bapak!” “Citraaa...! Keterlaluan kamu sama Bapak! Ora duwe ungah ungguh! Bocah wadon wis wani karo wong tuwa49!” Ayah mertua naik pitam. Dia memegang dada kirinya dengan napas yang hampir tersengal- sengal. “Citra, sudah ya. Biar bapak istirahat.” Aku memandang Citra sembari bergeleng kepala. Memberi isyarat agar dia lebih bersabar. 49 Tidak punya sopan santun! Anak perempuan sudah berani sama orang tua! 441

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Bapak lanjutkan daharnya. Setelah ini, Bapak minum obat.” Kusuapi kembali ayah Citra. Lalu meminumkannya obat. “Bapak istirahat kembali ya. Biar Ning redam kemarahan Citra.” “Ya, ajari Citra sopan santun. Biar tidak melawan Bapaknya terus!” jawab ayah mertuaku. Bergegas aku mengambil rantang yang terisi masakan dari Citra. Melangkah keluar ruangan mendekati adik iparku. Citra duduk di luar dengan perasaan penuh amarah. Ada air mata yang mengalir di pipinya,sesekali dia usapkan dengan tisu. “Citra, ada kalanya pelangi harus menanti selesainya gemuruh dan kilatan petir sebelum dia menerima bias cahaya mentari. Hingga kita bisa menikmati keindahannya.” Dia terdiam. Lalu memelukku erat. “Kenapa mesti Citra yang mengalami kepahitan tanpa kasih sayang bapak, Mbak? Aku selalu iri melihat teman-temanku yang selalu bermanja dengan ayah mereka. Aku selalu menangis sendiri. Bapak begitu tega meninggalkan kami. Yang ada dalam bayanganku, bapak bersenang-senang dengan wanita simpanannya.” Citra sesenggukan. Bersandar pada bahuku. “Istighfar, Cit. Hanya pada-Nya kita gantungkan segala kesedihan kita.” Kubelai punggungnya. Meredakan segala emosionalnya saat ini. “Citra sudah sholat?” “Belum, Mbak.” 442

Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Kamu sholat dulu, meminta sama Allah doa yang terbaik untukmu. Setelahnya, kita makan ya. Tadi Mbak lihat ada taman kecil yang rindang dekat mushola. Kita makan di sana.” Citra menegakkan tubuhnya. Kepalanya sudah menjauh dari bahuku. Dia mengambil napas panjang meredakan isak tangisnya. Aku mengambil mukenaku. Mengajaknya menuju mushola. Aku menunggunya di taman dekat mushola. Menyiapkan makan siang yang dia masak untukku. “Mbak, rasanya lega kalau sudah nangis dan mengadu sama Allah. Gak kebayang saat Mbak Ning menangis di atas sajadah bersama mas Arya. Pasti lebih syahdu ya, Mbak.” Dia terkekeh saat ini. Seakan semua bebannya hilang seketika. “Citra... Citra bisa saja kamu ini.” Aku tertawa akan celoteh Citra. “Mbak, aku ingat saat pertama kali menemukan mas Arya di dusunnya Mbak Ning. Mbak Ning begitu cantik, meski berpakaian sangat sederhana.” Dia mengambil piring yang aku ulurkan padanya. “Mbak Ning sekarang jauh lebih cantik. Mungkin karena aura cinta dari mas Arya yang berpendar untuk Mbak Ning ya?” Citra memandangku. Aku terdiam. Mengenang wajah tampan mas Arya dan setiap kenangan manis darinya. “Mbak Ning yang dulu tidak bisa bicara. Sempat aku bingung, bagaimana mas Arya bisa berkomunikasi sama Mbak Ning. Aku mengajarkan Mbak Ning bahasa isyarat. Yang paling sulit, aku 443

Kemuning Cinta Tanpa Bicara mengajarkan pada mas Arya. Dia baru serius belajar setelah kulihat ada cinta begitu besar dari matanya. Kesungguhannya mencintai Mbak Ning. Pengorbanan besarnya untuk meraih cinta Mbak Ning. Yang sebelumnya Mbak Ning juga berusaha menggapai cinta mas Arya.” Citra menitikkan air mata. “Memang benar ya, Mbak. Cinta tidak perlu bibir untuk mengungkapkan perasaan cinta dan cinta tidak membutuhkan telinga untuk mendengar ungkapannya. Semua ada pada cinta Mbak Ning dan mas Arya. Cinta tanpa bicara. Itulah yang pantas untuk ungkapkan kisah cinta Mbak Ning dan mas Arya.” Aku menitikkan air mata mengikutinya setelah mendengar ungkapan hati Citra. “Cinta butuh pengorbanan besar untuk menggapainya. Seperti keikhlasan cinta mbak Ning untuk mas Arya dan pengorbanan besar mas Arya untuk cinta mbak Ning. Semoga cinta Mbak Ning dan mas Arya langgeng selamanya.” “Aamiin aamiin aamiin ya Allah ya robbalallaamiin,” jawaban doa-doa dan harapan itu saja yang mampu aku ungkapkan. Perasaan Citra sudah mewakili perasaanku seluruhnya. Air mata kami tak terbendung. Di bawah pohon kersen kami makan siang bersama. Celoteh Citra membuat suasana hatiku yang bergejolak meredam.Banyak cerita yang dia sampaikan. Tawanya, cerianya dan senyumannya sama persis saat aku merindukan kakaknya, mas Aryaku. 444

Kemuning Cinta Tanpa Bicara Kami kembali ke ruang ayah mertua. Berjalan beriringan dengan Citra. Kami dikejutkan ketika melihat dibalik kaca jendela, mas Arya dan Keysha berada di sana. Aku mencegah Citra masuk ke dalam, saat melihat ada Keysha dengan begitu emosional. Kami berdua bersembunyi di samping pintu. Mendengar perbincangan mereka. “Arya, cincin tunanganmu ke mana? Tidak kamu pakai, takut kamu ketahuan istrimu? Haahh!” suara ayah mas Arya terdengar jelas. “Kamu harus persiapkan mentalmu, Arya. Dalam waktu dua minggu pernikahanmu dengan nak Keysha akan di adakan. Itu juga permintaan ayah nak Keysha sebelum dia kembali ke Inggris.” “Tapi, Pak. Aku tidak bisa. Bagaimana caraku menjelaskan pada Kemuning, Pak?” Mas Arya dengan perasaan kebingungan saat itu. Aku tidak bisa membendung perasaanku. Segera aku pergi dan menjauhdariruangan, tidak ingin mendengar perbincangan mereka bertiga. Citra mengejarku saat aku berurai air mata. “Mbak... Mbak Ning. Sudah Mbak, ada aku di sini. Seandainya mas Arya berkhianat pada cinta Mbak Ning. Biar aku yang akan menyadarkannya,Mbak.” Citra menepis air mataku yang mulai menganak sungai. “Mbak Ning, harus kuat. Tabah Mbak. Kasihan bayi di kandungan Mbak Ning kalau Mbak Ning seperti ini.” Citra memegang perutku. Bagaimana ini. Mas Arya belum tahu kehamilanku saat ini. Aku tidak bisa mengatakannya. 445


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook