Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Saat sang bidadari terluka. Mengingatkanku akan sebuah kisah,” kubisik ke telinganya. “Kisah bidadari yang patah sayapnya. Dia meratapi rasa sakitnya. Sayap yang dibanggakannya patah hingga dia belum mampu untuk terbang lagi. Dia putus asa. Tiada waktu yang dilakukan selain hanya meratap. Hingga tangisannya terdengar sang dewa.” Kemuning semakin mereda akan tangisnya. Mendengar ceritaku. “Sang dewa bertanya pada bidadari itu dan berusaha menghiburnya. Dihidangkannya makanan terlezat untuk bidadari yang terluka. Bidadari itu tidak menyentuhnya. Sang dewa membawa para pemusik terbaik untuk menghibur bidadari itu. Namun semua sia-sia. Bidadari terluka itu tetap meratapi kemalangannya. Sang dewa memberikan pengganti sayap yang lebih cantik untuknya. Bidadari itu tidak mau menerimanya. Dengan alasan. Sayap ini adalah sayap kenangan terbaiknya. Tidak akan ada yang bisa menggantinya.” Kemuning mulai menghentikan tangisannya. Kubalik tubuhnya. Menghadapku. Kupandangi wajahnya yang lembab penuh air mata. Aku menyekanya. Memandang manik matanya yang berkaca-kaca. Tersisa air mata di pelupuk matanya. Kuberi senyumanku untuknya. “Bidadari itu dibawa terbang oleh sang dewa. Hingga sampai pada suatu pondok yang sudah hampir roboh. Terdapat pria tua dengan kaki buntung keluar membawa kantung yang berisi buah-buah hasil panennya. Sedikit sekali panennya saat itu. Namun, si tua itu tetap 346
Kemuning Cinta Tanpa Bicara berjalan terseok-seok dengan tongkatnya. Menyusuri keramaian pasar. Menjajakan hasil panennya hari ini.” Kupandangi wajahnya. Bentuk wajah tirus yang membius. Melemahkanku. Membuatku takluk padanya berkali-kali. “Bidadari itu menangis. Tapi bukan karena sayapnya yang patah. Tapi menangis karena hatinya. Hatinya begitu rapuh. Hanya karena sayapnya yang patah hingga dia berlarut-larut dalam kesedihan. Sangat jauh dari pria tua yang bertubu-tubi mendapat ujian. Tetap tabah, ihklas dan tetap ikhtiar dalam meneruskan hidupnya.” Kupeluk tubuhnya. Aku terpejam merasakan kesedihannya lagi. Kukecup keningnya. Hembusan angin menerpa lekukan tubuh kami. Perasaan kami. Aku bahagia meski untuk saat ini. Berharap Kemuning selalu dalam pelukanku. Bersamanya menapaki hidup. Melintasi ruang dan waktu. Bidadari surgaku, belahan jiwaku. Kemuning ibarat baju zirah dan anting-anting Bathara Surya yang ada sejak kelahiran Adipati Karna. Tidak bisa terpisahkan. Atau harus aku menguliti tubuhku sendiri. Membuat kepedihan yang mendalam. Aku tidak berdaya tanpamu Ning. “Arya, terna nak Keysha pulang,” Suara bapak terdengar jelas saat aku menuruni tangga hendak menuju meja makan. Aku menggandeng tangan Kemuning. Kami selesai sholat isya’ berjamaah. Kulihat wajah Kemuning tertunduk. Aku masih belum menjawabnya. Kemuning berbelok ke arah dapur. Membantu mbok Yem di sana. 347
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Keysha sudah duduk di meja makan. Dekat dengan bapak. Aku mengambil kursi jauh dari keduanya. Duduk tanpa melihat wajah bapak dan Keysha. “Arya... terna Keysha mulih!” kata bapak memaksaku. “Inggih, Pak. Nanti saya bantu carikan taksi untuk Keysha,” jawabku. Kuambil gelas di meja. Kutuang air putih dari teko yang terbuat dari kristal. Aku meminumnya. “Antar pakai sepeda motormu, Le. Wis arep wengi. Kasihan Keysha pulang malam-malam sendirian. Taksi, ora jamin keselamatane.” Bapak semakin memperburuk keadaanku. Seakan berencana mendekatkanku pada Keysha. “Tidak perlu, Pak. Saya naik taksi saja,” Keysha membalas jawaban bapak. Keysha cukup tahu perasaanku dan Kemuning. Berbeda dengan bapak. “Wis, Nduk. Ini sudah tanggung jawabnya Arya sebagai calon suamimu.” Suara bapak begitu keras. Terdengar suara piring pecah dari arah dapur. Aku segera berdiri menghampiri sumber suara itu. Kemuning tampak panik. Air matanya menetes di lantai. Dia jumput serpihan-serpihan kaca piring. Aku segera membantunya. Hingga jari manisnya terluka. Tergores pecahan kaca. Kupegang tangannya. Memeriksa jarinya yang mengeluarkan darah. “Tak akan kubiarkan kau terluka sedikit pun, Ning.” Kuhisap jari manisnya. Kami berpandangan. Air matanya semakin berderai. Kuhapus 348
Kemuning Cinta Tanpa Bicara air matanya dengan jemari tanganku. Darah di jari manisnya sudah tidak mengeluarkan darah. Segera kubersihkan serpihan kaca itu. Bergegas ke kotak P3K, mencari plester antiseptik. Kubalut ujung jari manisnya. “Aku hanya pergi mengantar Keysha atas ijinmu, Ning. Jika, Ning tidak mengizinkan, Mas tidak akan berangkat. Biar Keysha naik taksi.” Kupandang wajahnya. “Antar Keysha pulang, Mas. Sebagai wanita, aku tidak bisa membiarkannya pulang sendiri.” Aku tersenyum akan kebijaksanaannya. Kedewasaannya membuatku semakin bangga memilikinya. “Ayo, Ning. Kita makan bersama. Aku tidak bisa makan tanpa dirimu.” Kubantu dirinya membawa beberapa masakan bersama mbok Yem. Kutarik kursi meja makan untuk Kemuning. Duduk dekat denganku. Ibu Kemuning sudah turut duduk bersama. Kuabaikan pandangan bapak dan Keysha padaku. Aku tidak peduli. Kemuning, hanya dia fokus perhatianku. “Key, setelah makan malam ini, atas izin Kemuning, aku antar kamu pulang.” Keysha tersentak memandangku. Begitu juga bapak. Mereka pasti tercengang atas ucapanku. “Yowis, bagus itu. Biasakan diri kalian untuk bisa hidup rukun saat berpoligami,” kata bapak membuat Kemuning tersiap. Sorot matanya terlihat nanar. Aku genggam tangannya. Dia memandangku. 349
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Aku bergeleng kecil padanya. Memberi isyarat padanya untuk bersabar akan ucapan bapak. “Sudah, Pak. Buatlah suasana makan ini nyaman.” Kami melanjutkan makan. Setelah kami makan malam, kupenuhi janjiku pada Keysha. Mengantarnya pulang. Kemuning aku gandeng hingga di halaman. Keysha sudah dekat dengan sepeda motorku. Menungguku. Kubiarkan Keysha menunggu. Aku pamit pada Kemuning. “Bidadari surgaku, belahan jiwaku. Mas pergi antar Keysha pulang ya, Sayang.” Kucium punggung tangannya. Ada senyuman cantik di bibirnya. Kukecup keningnya penuh cinta. Aku sengaja. Agar Keysha sadar. Hubungan kami tidak bisa terpisahkan. Cinta kami begitu agung. Sepanjang perjalanan aku hanya memikirkan Kemuning, saat rinai hujan itu bersamanya. Meski Keysha berada di belakangku saat ini. Tanpa memelukku, hanya menaruh kedua tangannya di lutut. Dia memahami posisinya sekarang. Aku sudah sampai depan pagar rumah Keysha. Rumah bergaya arsitektur modern. Tingkat dua. Dengan banyak kaca jendela. Serupa apartemen mewah. Aku mengingatnya. Ketika pertama kali di rumahnya. Ibunya tidak terlalu suka kehadiranku. Apalagi setelah kami bertunangan dulu. “Terima kasih ya, Ar. Kamu tidak masuk dulu.” Keysha turun dari motorku. Berdiri di depan pagar. 350
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Tidak perlu, Key. Nanti muncul fitnah. Aku segera pulang saja. Kemuning menungguku.” Kulihat senyum terpaksa di bibirnya mengiringi kepergianku. Aku bergegas pulang. Tiada alasanku menunggu atau mengobrol bersama Keysha. Hilang seleraku. Yang kuingin hanya dengan Kemuning, Kemuning dan Kemuning. Aku semakin mencintainya. Bersamanya seakan semua bintang ada digenggaman. Senyumannya seakan mampu menembus lingkaran waktu. Tatapan matanya ibarat panah pasopati hingga aku tumbang berkali-kali. Sentuhannya layaknya gandiwa Arjuna menghujaniku hingga melemahkan saraf-saraf hatiku. Aku sanggup mati untuknya. Ya Allah, kuatkan hubungan kami. Jangan pisahkan aku dengan Kemuning. Aku begitu mencintainya. Sepeda motorku sudah sampai di depan pagar. Kemuning membukakan pagarnya. Aku tersenyum bahagia. “Ning, menunggu Mas?” Aku menutup pintu garasi dan menguncinya. “Iya, Mas. Bagaimana tadi, Keysha sampai dengan selamat,” tanya Kemuning. Membuatku heran. Dia begitu tabah. Menyembunyikan sakit hatinya. Terbuat dari apa Ning hatimu itu? Aku gandeng tangannya. Mengajaknya ke gazebo. “Mojok di sana yuk, Sayang. Kita pacaran di sana.” Tanganku tidak kulepas untuk menggandengnya. Melintasi jembatan kecil dengan 351
Kemuning Cinta Tanpa Bicara air kolam yang tenang. Ikan-ikan sepertinya terlelap dalam buai rembulan yang melengkung sabit. Lampu gazebo aku nyalakan. Sedikit remang. Suasananya sangat mendukung. Semakin intim perasaanku dengan Kemuning. “Ning. Entahlah, saat ini perasaanku semakin berat kepadamu. Aku tidak bisa berpaling darimu. Apalagi harus membaginya dengan wanita lain.” Kusandarkan kepalaku ke pangkuannya. Rasanya nyaman sekali. ‘Plokkk...’ “Aduuuhhh! ada apa to, Ning. Pipinya Mas dicaplek.” Aku tersiap dan terduduk. “Ini lho, Mas. Ada nyamuk.” Jari Kemuning menunjukkan seekor nyamuk yang sudah gepeng di telapak tangannya. Romantisnya gagal ini, gara-gara nyamuk. “Yowis, mojok di atas yuk, Sayang.” Aku bangkit. Kubopong tubuhnya. “Gatotkaca siap membawa Dewi Pergiwa ke nirwana.” Kupandangi wajahnya dengan senyumanku. Dia menyalin senyumanku. Duh, Gusti. Aku hela napas panjang. Lumpuh sudah hati ini karena senyumnya. Saat memasuki ruangan. Bapak sudah duduk di ruang keluarga. Ibu Kemuning telah tidur di kamarnya. Aku dengan santai hendak 352
Kemuning Cinta Tanpa Bicara melintasi bapak yang masih menonton televisi. Kemuning memintaku menurunkannya. Aku menolaknya. Aku tetap membopongnya. Bapak melihat kami. “Arya, kamu sangat pantas memiliki dua istri. Fisikmu sangat kuat untuk melayani istri-istrimu.” Bapak terkekeh lirih. Aku dan Kemuning diam. Kuturunkan tubuh Kemuning. Menghampiri bapak yang masih terkekeh atas ucapannya. “Pak, berpoligami bukan untuk nafsu semata, yang hanya berkutat masalah hubungan di atas ranjang. Namun bagaimana suami bisa berbuat adil untuk mencintai sama besar pada istri-istrinya. Aku tidak bisa berbuat adil, Pak. Cintaku pada Kemuning tidak bisa di bagi oleh wanita manapun.” Bapak terdiam. Entahlah, begitu mudah bapak berpikir tentang poligami. Baginya poligami adalah hal yang mudah dilakukan bagi pria berkasta kesatria. Aku berlalu meninggalkannya. Kugandeng tangan Kemuning. Mengajaknya ke kamar atas. Kamar kami. Kamar yang tidak bisa untuk kubagi hati dan perasaanku pada wanita lain. Hanya Kemuning wanitaku, permaisuri tunggalku. “Ning, Mas ikut.” Aku menghadangnya. Berdiri di pintu kamar mandi. Dia membawa kimononya. Hendak berganti baju. “Maasss...” Dia menghela napas panjang. Ada senyum di bibirnya. “Kenapa, Ning? Ganti bajunya di depan Mas saja ya, Sayang.” Kutatap wajah tirusnya. Gerai mayangnya telah terurai. Membuaiku. 353
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Membiusku. Menghipnotisku. Aku tidak bisa menahan gairah mencintainya. “Kalau Ning ganti bajunya di depan Mas, malah buat Ning malu.” Kemuning tertunduk. Wajahnya memerah. Sejauh ini, dia masih canggung untuk berganti baju di hadapanku. “Apa perlu, Mas bantu gantikan bajumu, Sayang.” Kudekati tubuhnya. Kuangkat dagunya dengan jemariku. “Sudah ahh, Ning mau ganti baju.” Dia mencubitku dan menerobos dengan cepat menuju pintu kamar mandi. Aku hanya tersenyum sendiri melihat tingkahnya. Aku menunggunya di atas ranjang pegas sembari membaca buku. Dia sudah keluar dari kamar mandi. Kimono warna biru. Membiusku. Mengurai keindahannya hingga menyusup relung kalbu. Hari-hariku dibuatnya nervous memandangnya. Dia duduk di sisi ranjang pegas. Menyampingkan seluruh mayangnya di sisi kanan. Aku hanya bisa mengatur napas melihatnya. “Sudah ya, Ning. Ayo, Ning.” Dia kaget, sontak memandangku. Aku mengedipkan mata sebelah. Bermain mata dengannya. Aku menggodanya. Kata-kata spontan ini yang selalu membuatnya canggung. Aku suka menggodanya. “Mau apa, Mas?” dia menjawabnya. “Ayo, Sayang. Masa gak ngerti kode alam dari Mas.” Aku semakin menggodanya. 354
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Sini, Sayang. Mendekatlah padaku.” Dia bergerak melambat. Merebahkan tubuhnya. “Duh... yang sekarang sudah pasrah.” Aku terkekeh melihat Kemuning. Dia mencubitku. “Aduh... aduh... Sayang. Jangan siksa aku dengan cintamu.” Aku semakin menggodanya. “Maaasss... mesti godain, Ning.” Mulutnya mengerucut. Aku tersenyum melihatnya. “Ning, kalau kita nanti diberikan amanah berupa anak. Kira-kira Ning mintanya anak laki-laki apa perempuan?” Aku tidur terlentang. Kemuning menyandarkan kepalanya di dadaku. Tidur miring dengan tangannya diletakkan di dadaku. “Hemm... kalau Mas, inginnya anak laki-laki atau perempuan?” pertanyaan yang sama untukku. “Inginnya, Mas. Kita punya anak kembar, Sayang. Tapi kembar itu harus ada keturunannya. Kalau dari keluarga Mas tidak ada keturunan kembar. Sebenarnya bisa juga tanpa keturunan kembar melahirkan bayi kembar. Ada juga melalui jalan medis yaitu bayi tabung. Bisa juga dengan bantuan obat-obatan penyubur. Adalagi kembar spontan. Mas ingin yang normal-normal saja, Ning.” Kukecup keningnya. Membelai lembut mayangnya. “Bayi tabung itu apa sih, Mas? Kalau ingin anak kembar dengan cara obat penyubur bagaimana? Dan kembar spontan itu yang seperti apa? Ning belum tahu cara itu. Baru dengar sekarang.” Kemuning 355
Kemuning Cinta Tanpa Bicara mendongak memandang wajahku. Kami saling berpandangan. Aku tersenyum untuknya. “Bayi tabung itu metode pembuahan melalui tabung khusus sebagai media pembuahannya.” Kemuning mengerutkan dahi. Seperti masih bingung atas jawabanku. “Begini, Sayang. Jadi kalau istri mengalami kendala sulit terjadi pembuahan di saluran indung telurnya. Maka bisa dengan jalan bayi tabung. Tabung khusus itu diberi satu sel telur dan diberi beberapa sel sperma. Jika berhasil akan terjadi pembuahan. Nah dari pembuahan awal, sel tersebut bisa di belah dua untuk nantinya bakal calon janin kembar. Kalau sudah berhasil. Embrio tadi di letakkan kembali pada rahim wanita. Perlu pemantauan berkala untuk melihat perkembangan janin hingga sampai melahirkan. Tapi tidak semua lewat jalan bayi tabung bisa mendapatkan bayi kembar yang identik seperti kembar normal. Terkadang saat dalam kandungan bisa saja salah satu janin gagal berkembang atau mengalami keguguran.” Kemuning menggumam. Dia sedikit paham dari penjelasanku. “Terus kalau kembar normal itu bagaimana, Mas. Kok ada yang punya bayi kembar hingga lebih dari dua ya, Mas,” tanya Kemuning. Dia semakin ingin tahu banyak pengetahuan yang masih terasa asing baginya. “Wanita memiliki dua indung telur. Jika wanita tersebut dalam masa subur akan melepaskan satu sel telur yang siap dibuahi oleh satu sel sperma. Terjadi pembuahan di saluran indung telur. Meski tidak ada 356
Kemuning Cinta Tanpa Bicara keturunan kembar, bisa jadi setelah terjadi pembuahan akan membelah menjadi dua zigot yang berjalan terus menuju kandungan menempel di rahim ini yang akan jadi bayi kembar identik sama persis.” Aku belai mayangnya. Menggenggam erat telapak tangannya yang berada di dadaku. “Keturunan kembar akan lebih bisa menurunkan keturunan kembar, bisa juga faktor umur. Wanita umur lebih dari 35 tahun kemungkinan dua kali lipat bisa memiliki bayi kembar. Ini yang disebut kehamilan kembar spontan. Bisa juga karena konsumsi obat penyubur hingga dalam periode waktu subur bisa menghasilkan lebih dari satu sel telur misalnya dua sel telur dan di buahi oleh dua sperma. Nah, Ning sudah paham sekarang?” Kemuning mengangguk. Menatap wajahku. Kupandangi lekat-lekat wajah tirus itu yang sejak tadi membiusku. “Mas, inginkan anak kembar dari Ning?” Telapak tangan Kemuning memegang daguku. Menunggu jawabanku. “Anak adalah titipan Allah, Ning. Apa pun pemberian-Nya, Mas terima itu. Yang terpenting kita didik amanah dari Allah itu dengan kasih sayang dan tuntunan agama.” Kukecup keningnya lagi. Menghela napas panjang. “Jika Allah memberi kita bayi kembar. Laki-laki. Kuberi nama Nakula dan Sadewa. Dua kesatria kembar Pandawa. Saling menguatkan satu sama lain. Seperti cinta kita, Sayang.” Kemuning begitu senang tidur seperti ini, hampir satu bulan ini. Dia mencegahku memakai deodoran. Terkadang dia mencium aromaku. Seperti mencium aroma 357
Kemuning Cinta Tanpa Bicara parfum favoritnya. Meski aku belum mandi. Mungkin kah, Ning? Tapi tanda-tanda morning sickness belum aku temui padanya. “Iya, Mas. Keinginan yang sama dari Ning. Tapi akhir-akhir ini. Aku melihat keanehan dari Mas. Ada apa, Mas?” Kemuning menangkap kejadian aneh yang akhir-akhir ini terjadi padaku. “Memang menurut, Ning?” Aku coba tangkap pertanyaannya. “Kemeja milik Mas, kok sering kotor ya? Celana juga sering ketemukan robek.” Kemuning menatapku lekat. Mencari informasi dari keanehan yang dia temukan. Kuhembuskan napas panjang. Aku harus jujur. Daripada dia menelan kecurigaan berkepanjangan. “Gini Ning, Sayangku. Sepulang kita dari Yogya itu. Aku rasa- rasanya jadi sering suka buah yang asem-asem. Mas jujur. Waktu Ning tanya celana Mas yang robek itu. Itu gara-gara Mas ingin makan buah mundung. Tapi inginnya makan sambil naik pohon. Belimbing wuluh juga begitu.” Wajahku memelas. Mencari maaf darinya. “Ohh, pantesan. Tapi kok aneh ya, Mas?” Kemuning mengerutkan dahi. “Mas juga melihat perubahanmu, Sayang.” Aku memandang manik mata Kemuning lebih dekat. “Ning, tambah... emm... tambah. Seksi. Makin berisi.” Aku bicara lebih pelan seakan berbisik padanya. “Ning, tambah gendut ya, Mas?” Wajahnya mengerucut. 358
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Enggak, Ning. Boleh, Mas periksa, Sayang? Sini.” Aku mulai menggodanya. Mencolek pinggangnya yang memang sedikit berubah. Apalagi dibagian yang lain. Apa itu tanda-tandanya? Entahlah, kami menikmati malam dengan begitu intim. Menjalar pada cumbuan kami yang selalu kita ciptakan setiap malam-malam berdua. Semoga ada kabar baik untuk kami. Tercipta hasil buah cinta suci kami. I love you Kemuningku. Banyak hal tentang kisah cinta Akan berjuta impian kita Jangan pupus begitu saja Genggam erat tanganku Tak kubiarkan bulir air mata menetes di pipimu Tangismu adalah ribuan rasa sakitku 359
Kemuning Cinta Tanpa Bicara 26 KEKUATAN CINTA “Sayang, Mas berangkat kerja dulu ya. Doakan Mas ya, Sayang.” Dia mengecup keningku setelah kuberikan senyumanku. “Iya, Mas. Dalam zikir Ning, tersemat doa untukmu, Mas. Hati- hati di jalan ya, Mas. Doaku menyertaimu.” Aku salin setiap senyumannya. Aku bertahan karenanya. Meski aku merasakan sesuatu pasti terjadi pada hubungan kami. “Terima kasih bidadari surgaku, belahan jiwaku, tulang rusukku. I love you Kemuningku.” Dia meninggalkan kecupan hangatnya. Lama. Kecupan itu mengalir lirih. Membuat desiran di hatiku. Seperti air yang mengalir dari lembah menuju kumpulan mata air yang bernama hati. Dia berlalu bersama sepeda motor putihnya. Dengan jaket kulit warna coklat, helm putihnya. Saat dia berlalu. Tiba-tiba, perutku merasa mual. Mual sekali. Setiap mas Arya berlalu tiap paginya, rasa mual ini selalu menderaku akhir-akhir ini. Bergegas aku berlari ke belakang. Memuntahkan isi perut. Tiada yang keluar kecuali hanya cairan bening. Sudah hampir seminggu ini. Tapi anehnya. Aku lebih suka buah-buahan manis. Yang aku tahu, orang hamil menyukai buah-buahan asam. Mas Arya belum tahu keadaanku setiap paginya. Seperti ini. Aku tidak ingin membuatnya cemas. Meski inginku selalu berada di sisinya. 360
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Bermanja selalu dengannya. Menyukai aroma asam di tubuhnya. Hingga baju-baju kotornya pun diam-diam aku urungkan cuci. Aku membaui aroma keringatnya. Sungguh. Seakan tiada parfum sesegar aroma keringatnya. Aku semakin mencintainya. Lebih dan lebih mencintainya. Perutku. Kenapa dengan perut ini. Tidak tahan rasanya. Tidak ada isi di perutku. Namun perut ini seakan tidak mau berhenti untuk memuntahkan sesuatu. “Ada apa, Mbak Ning? Kok akhir-akhir ini Mbok Yem lihat, Mbak Ning muntah-muntah. Mbak Ning apa isi?” tanya mbok Yem penuh cemas. “Tidak tahu, Mbok. Aku belum periksa. Mungkin lusa aku minta Citra mengantarku. Aku lebih suka yang memeriksa kandunganku dokter wanita. Di tempat mas Arya, dokter kandungannya pria. Aku tidak nyaman, Mbok. Semoga ada kabar baik ya, Mbok.” Aku menggandeng mbok Yem. “Aamiin... iya, Mbak. Semoga ini benar-benar isi.” Wajah mbok Yem terlihat ceria. “Pagi-pagi kok rasan-rasan. Sana ke dapur. Aku ingin makan bubur ayam. Buatkan aku bubur ayam, Ning. Aku ingin tahu, sejauh ini kamu jadi istri Arya, apa sudah becus.” ujaran ayah mas Arya seakan menusuk kalbu. Seperti pisau kecil yang sengaja dia hunuskan ke hatiku. 361
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Aku hanya menghela napas panjang. Mbok Yem mengelus-elus punggungku. Seakan memberi kode untuk aku bersabar akan kata-kata ayah mertuaku. Kuberkutat di dapur. Memasak bubur ayam. Aku ingat bagaimana mas Arya mengajarkanku cara memasaknya. Aku juga mengingat bagaimana dia memasaknya dengan penuh cinta untukku. Kesabarannya atas penolakanku padanya. Kesabarannya untuk merawatku kala itu. Membuat memori indah di hatiku. “Ning! Ning, cepat! Bocah wadhon kok leler46.” Suara ayah mas Arya bagai gaung yang memantul di setiap ruangan. Hingga terdengar pantulannya di dinding-dinding dapur. “Inggih… inggih, Pak. Niki sampun.” Aku tergopoh-gopoh menuju meja makan. Membawa semangkuk bubur ayam di atas nampan. “Kamu harus bisa melayani Arya dengan baik. Kalau memang tidak becus sebagai istri Arya, lebih baik tinggalkan saja Arya. Relakan untuk Keysha.” ucapan ayah mas Arya begitu tajam. Dia sebarkan ribuan paku di hatiku. Menyakitkan. Lebih baik dia memakiku dari pada ucapannya yang berharap aku berpisah dari mas Arya. Inikah rasa sakit wanita sepertiku. Dari menantu yang tak dianggap oleh mertuanya. Aku harus tetap bertahan. Demi cinta. Cinta mas Arya yang menguatkanku untuk bertahan. 46 Anak perempuan kok lamban 362
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Kutinggalkan ayah mas Arya di meja makan. Kulihat ibu keluar kamar dengan derai tangis. Aku mendekatinya. Menuntunnya masuk kembali ke kamarnya. Menutup pintu kamarnya. Sekarang, hanya aku dan ibu di kamar. Ibu duduk di sisi ranjang. Aku duduk di sampingnya. “Sing kuat ya, Nduk. Kemuning harus bertahan. Ini demi masmu Arya.” Air mata ibu berderai. Aku pun tak dapat menahan air mata. Melesat begitu saja. “Inggih, Bu. Demi mas Arya. Ning akan bertahan. Cinta Ning buat mas Arya. Selama mas Arya tidak mengingkari cintanya. Ning tidak akan pergi dari mas Arya. Itu janji Ning.” Ku dekap tubuh renta ibu. Aku terisak-isak memeluknya. “Wis, Nduk. Uwis, aja nangis. Kita memang wong ndeso, mlarat. Kita paham betul perlakuan bapak mertuamu. Awake dewe harus nriman, ikhlas ya, Nduk.” Tangan ibu mengusap-usap lembut punggungku. Berusaha menguatkan hatiku. “Inggih, Bu. Insyaallah, Ning pegang selalu nasehat, Ibu.” Air mataku semakin berderai. Aku tumpahkan segala lukaku pada ibu. “Ning! Ning, wedhange endi?” Ayahnya mas Arya berteriak. Seakan memecahkan seluruh tembok. Suaranya membuatku takut. Aku bergegas membersihkan sisa-sisa air mataku dan bergegas menemuninya. “Inggih, Pak. Bapak minta Ning buatkan minuman apa?” tanyaku pada ayahnya mas Arya. 363
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Kopi, buatkan aku kopi item yang kental.” Jari ayahnya mas Arya bermain di meja makan. Hingga terdengar ketukannya. “Ngapunten, Pak. Kata mbak Keysha untuk sementara ini, Bapak tidak minum kopi dulu. Karena pemulihan operasi jantungnya Bapak.” Aku berbicara menunduk. Tidak ada keberanianku menatap wajah mertuaku. Cambang yang dibiarkan tumbuh. Meski hampir semua memutih. Ucapannya yang selalu kasar padaku, membuatku takut padanya. “Apaaa! Awakmu ngatur Bapak mertuamu ya! Bocah lancang!” Ayah mas Arya memukul meja. Hingga membuatku terhentak. “Ngapunten, Pak. Ngapunten sanget. Inggih Pak, saya buatkan.” Aku sudah tidak berdaya. Kuturuti permintaannya. Dia duduk santai di halaman. Membaca koran harian saat ini. Aku menghampirinya dengan secangkir kopi hitam pekat untuknya. “Nah, iki sing tak tunggu.” Dia melipat koran. Mengambil secangkir kopi pekat yang sudah aku taruh di atas meja ukir berbentuk bulat. Aku bergegas pergi. Membantu mbok Yem bersih-bersih. Tak lupa aku sempatkan menggapai dhuha dengan ikhtiar dan tawakalku. Berharap ada kabar baik tentang kandunganku. Tentang Arya kecil yang hidup di kandunganku. Untuk menyempurna biduk cinta kami. Saat aku menyiapkan hidangan makan siang, kudengar sepeda motor mas Arya masuk di halaman. Mbok Yem yang membukakan 364
Kemuning Cinta Tanpa Bicara pagar. Tidak biasanya mas Arya pulang secepat ini. Tapi aku senang, bisa lebih banyak waktu bercengkerama bersamanya. “Lho, Pak. Kok minum kopi? Kan belum boleh dulu. Bapak masih pemulihan pasca operasi jantung. Dokter Keysha lho, Pak, cerita dan berpesan padaku untuk menjaga kesehatan Bapak.” Kudengar suara mas Arya dari arah halaman. Begitu jelas. “Yow embuh, Le. Iki kopi dari Kemuning, istrimu. Katanya tidak apa-apa minum kopi.” Aku terperangah akan jawaban ayah mas Arya. Seakan aku yang berniat memperburuk kesehatannya. Astaghfirullah... cobaan apa lagi ini. “Ning, kok bapak minum kopi? Kan Mas sudah berpesan padamu untuk menjaga makanan apa saja yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan untuk bapak.” Lisan yang keluar dari bibir mas Arya seakan menuduhku. “Ya Allah, Mas. Sebelumnya aku sudah mengingatkan bapak. Tapi bapak...” aku menyanggah tuduhan mas Arya. Namun ayahnya memotong sanggahanku. “Le, Arya. Bapak apa bisa buat sendiri. Bapak manut ae apa yang disuguhkan sama istrimu.” Seakan jemeti malaikat yang bergemuruh saat mendung. Ayah mertuaku bersilat lidah akan kebenaran. Dia memutar balikkan fakta. Hingga membuatku tersudut di depan mas Arya. “Lho, Ning. Bagaimana sih? Lain kali jangan lho ya. Kan Mas sudah berpesan padamu.” Aku hanya terdiam dari tuduhan yang 365
Kemuning Cinta Tanpa Bicara sebenarnya bukan kesalahanku. Aku difitnah, hingga mas Arya tidak menaruh kepercayaannya tentang menjaga kesehatan ayahnya. Aku menitikkan air mata. Begitu tersudut saat ini. Kudengar suara azan dhuhur berkumandang. Aku sudah selesai memasak. Mas Arya masih bercakap-cakap dengan ayahnya. Bergegas aku menuju tangga ukir. Menuju kamar. Tidak ingin melewatkan waktu yang tepat untuk sholat fardhu. “Ning, sholatnya di bawah saja. Bapak ingin ikut sholat jamaah bersama kita.” Mas Arya berjalan mengikutiku menaiki tangga ukir. Kami membawa sajadah, mukena dan sarung untuk ayahnya mas Arya. Ibu juga ikut sholat berjamaah. Kami jamaah di ruang keluarga. Saat sholat kami usai. Mas Arya mendengar ponselnya berdering. Ponselnya sedari tadi diletakkan di meja ruang keluarga. Dia menerima panggilan itu dan berlalu menuju halaman. Teleponnya terdengar penting. Tentang pekerjaannya. Aku dan ibu yang masih bersimpuh sembari berzikir di kejutkan ucapan ayah mas Arya. Beliau masih duduk di sajadahnya. “Ning, biasakan mulai besok kalian jamaah bersama Keysha.” Bagai luka yang tersiram air garam. Aku tidak bisa menahan air mata. Begitu juga ibu. Bapak berdiri dan berjalan menuju kamarnya. Meninggalkan kesedihan pada kami akan ucapannya. 366
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Sabar ya, Nduk. Kita ini wong mlarat. Tidak pantas menggugat. Awake dewe bisanya minta tolong Gusti Allah. Hanya Allah penolong kita, Nduk.” Ibu memelukku erat. “Iya, Bu. Insyaallah, Ning akan kuat. Bertahan demi cinta mas Arya.” Aku tidak bisa membancang air mata. Melesat begitu saja. Terisak-isak dalam pelukan ibu. Inikah rasa sakit itu. Akan niat dari ayah mertuaku mencarikan madu buatku. Keysha yang akan dinobatkan olehnya. Ya Allah... ampunilah dosaku. Tolonglah hamba-Mu dari ketidak berdayaan ini. Aku begitu mencintai mas Arya. Tapi aku tak sanggup melihatnya dalam pelukan wanita lain. Cepat-cepat aku menghapus air mataku. Mas Arya kiranya sudah selesai menelepon, dia berjalan mendekatiku. Ibu berdiri, hendak kembali ke kamarnya. “Oh ya, Ning. Nanti malam kita nonton yuk. Selama ini aku belum pernah mengajakmu nonton bioskop.” Mas Arya membantuku melipat sajadah dan mengembalikan ke kamar atas. Kami sudah berada di kamar kami. Tiba-tiba dia memelukku. “Ning, entah mengapa aku begitu sangat rindu padamu. Ada perasaanku yang membuatku gundah. Seakan aku takut kehilanganmu.” Dia memandangku lebih dalam. Menjangkau manik mataku. Menatapku lekat-lekat. Aku terdiam. 367
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Jangan pernah pergi dariku, Ning. Firasat ini selalu merongrong hatiku. Aku dikejar akan rasa takutku ini, Ning.” Dia mengecupku sangat lama. Aku hanya mampu terpejam. Mengecap cintanya untukku. “Saat ini. Temani aku ya, Sayang. Aku ingin manja bersamamu.” Dia menuju pintu yang sedari tadi terbuka. Dia menutupnya. Menguncinya rapat. Menggandeng dan menuntunku menuju ranjang kami. “Kegilaan apa ini, Ning. Seakan aku tak sanggup memikul rasaku sendiri. Aku seakan takut kehilanganmu.” Kami tertidur miring. Saling berhadapan. Dia memelukku. Dahi kami begitu lekat. Kurasakan desah napasnya seirama getar suaranya. “Aku tak sanggup, Ning. Jika harus kehilanganmu. Kamu separuh nyawaku. Apa yang bisa dilakukan manusia jika kehilangan separuh nyawanya.” Aku tidak bisa membendung air mataku. Begitu dalam kata-katanya untukku. Ya, Mas. Kamulah separuh nyawaku. Aku pun tidak mungkin sanggup kehilanganmu. Kuingat kata-kata ayah mas Arya. Seakan firasat buat hubunganku dengan mas Arya akan kandas. “Ning, telah menggurat nama di hati Mas. Nama Anjani Kemuning ada di hati Mas.” Dia meletakkan telapak tangan kananku ke dada sebelah kirinya. “Jantung ini, Ning. Ada namamu. Bahkan aku lupa berapa kali jantung ini berdetak memanggil namamu. Ya Sayang, hanya namamu.” 368
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Ucapnya padaku seakan menguatkanku. Aku tidak bisa hidup terpisah darinya. “Sudah siap, Sayang?” Aku berdiri di meja rias. Mengenakan bros yang kusematkan pada jilbab. Mas Arya memelukku dari belakang. Berbisik padaku. “Meski rona make upmu minimalis. Aura kecantikan istriku mengalahkan berjuta wanita cantik di dunia. Hingga bidadari pun iri akan kecantikanmu, Sayang.” Aku tersenyum akan ucapannya. “Bukan kereta kencana atau mobil putih yang akan membawa ratu bidadariku pergi nonton bioskop. Hanya sepeda motorku yang menjadi kendaraan cinta kita, Sayang.” Aku semakin tersenyum lebar akan kata-kata manis mas Arya. “Jangankan naik sepeda motor, jika mas mengajak Ning berjalan pun, Ning siap, Mas.” Mas Arya tersenyum. Kulihat dari pantulan di cermin meja rias. Begitu tampan sekali parasnya. “Jangan. Jangan, Sayang. Aku bopong saja. Atau lebih syahdu, naik odong-odong yuk.” Aku semakin gemas. Mas Arya menggodaku. “Ihh, Masss. Mesti godain Ning.” Mas Arya terkekeh. Dia melepaskan pelukannya. “Yowis, ayo, Sayang. Kita berangkat. Keburu filmnya terlewat.” Aku digandengnya. Kami menuruni tangga ukir. Melewati ruangan keluarga, saat itu ayah mertua sedang asyik menonton televisi. Ada mbok Yem sedang 369
Kemuning Cinta Tanpa Bicara menyuguhi teh jahe padanya. Minuman yang sama, favorit putranya. Mas Aryaku. Semenjak ayah mas Arya pulang. Tidak pernah ibu menonton televisi. Dia hanya lebih banyak di kamar atau sering mengobrol dengan mbok Yem. Niat mas Arya ingin membelikan satu televisi lagi buat ibu dan ditaruh di kamarnya. “Mau kemana kamu, Le?” tanya ayah mas Arya. “Nonton biokop, Pak. Bapak mau dibelikan apa?” Itulah yang membuatku kagum sama mas Arya. Meski ayahnya dulu telah menelantarkannya, dia masih menaruh hormat padanya. “Tidak usah, Le. Lain kali, ajak Keysha juga. Dia calon istrimu.” Aku terkesiap akan ucapan ayah mas Arya. Hanya itu saja dalam pikirannya. “Pak, tolonglah jangan ungkit-ungkit itu lagi. Masalah Bapak berhutang budi dengan Keysha, kumohon jangan buat aku menjadi tumbalnya Bapak untuk membalas budinya. Biar aku saja yang akan membalas semua kebaikan Keysha,” jawab mas Arya. Kata-kata mas Arya telah membuat beliau bungkam. Kembali dengan santainya menonton televisi. Aku dan mas Arya pamit dengan mencium punggung tangannya. Berlalu meninggalkannya yang masih asyik kembali menonton televisi. Terpaan angin malam mengibas untaian hijabku. Seperti panji yang menyambut kemenangan hati kami. Akan kekuatan cinta, bertahan akan sikap ayah mertuaku yang menjadi rintangan besar untuk kami. 370
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Semakin erat pelukanku pada mas Arya. Ada senyuman di bibirnya. Hingga kami berhenti di persimpangan jalan raya karena lampu lalu lintas berpendar berwarna merah. “Coba Ning tebak, kira-kira kita akan nonton film apa, hayo?” mas Arya mengajukan pertanyaan padaku. Kalau masalah teka-teki aku menyerah. “Ning gak tau, Mas. Ning, menyerah, Mas.” “Heemm... masa cepat menyerah sih, Sayang. Pemainnya itu aktor dan artis Bollywood yang pernah kita ajak selfie itu lho, Ning Sayang.” Aku mulai ingat saat itu. Kekonyolan yang pernah kita lakukan saat di Singapura. “Ranveer Singh dan Deepika Padukone? Ya kan, Mas,” jawabku penuh semangat. “Yup, benar sekali, Sayang. Filmnya Bajirao Mastani. Aku baca sinopsis kisahnya keren dan pas buat pengantin baru buat kita.” Mas Arya tersenyum. Kulihat melalui cermin cembung di spionnya. Aku menyalin senyumnya. Kami telah berada di gedung bioskop di lantai dua. Mas Arya menenteng dua bungkus pop corn. Duduk dikursi warna merah berderet. Di depan layar begitu besar dan luas terbentang menghadap kursi. Kami duduk mencari yang nyaman buat kami. Menanti film di tayangkan. Aku dibuat menangis setiap adegan per adegan saat film sedang berlangsung. Mas Arya hanya menggenggam tanganku erat. Tisu selalu dia pegang untuk menyeka air mataku. 371
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Yang membuatku menangis, kisah itu serupa kehidupanku dengan mas Arya. Ketika cinta yang begitu besar diantara dua insan. Ujian bertubi-tubi menghardik dan memasung. Bajirao yang mencintai Mastani begitu besar hingga membuatnya siap untuk melawan apapun yang ada dihadapannya. Termasuk nyawa. Begitu juga Mastani. Cinta Mastani pada Bajirao hingga dia begitu setia meski rantai yang memasungnya ibarat cinta Bajirao yang selalu mengikatnya. Apakah itu yang dinamakan cinta. Saat derita itu mendera bukan alasan untuk menyerah akan keadaan. “Ning, kekuatan itu adalah cinta. Seandainya aku Bajirao. Tentu aku akan berbuat demikian. Saat pria begitu mencintai wanitanya. Tiada yang mampu diberikan kecuali nyawanya. Mati pun rela,” mas Arya berbisik padaku. Aku mengurai air mataku lagi. Begitu pun diriku mas. Jika wanita begitu besar mencintai prianya, aku sanggup menelan derita dan kepahitan. Seperti cinta Mastani pada Bajirao. Kami telah sampai rumah dan kamar kami. Lagi-lagi mas Arya memelukku. Berbisik tentang perasaan cintanya. “Mas, Ning ganti kimono dulu ya.” “Mas ikut ya, Ning?” dia masih memelukku. Dengan senyumannya yang tidak akan aku lupakan. “Ning malu, Mas.” Aku tertunduk. Dia memegang daguku. Menaikkan wajahku tepat di depan wajahnya. 372
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Mas mencintaimu, Ning.” Dia mencium keningku. Meninggalkan bekas hangat di keningku. Melepaskan tubuhku. Wajahnya masih memandang setiap derap langkahku. Aku menoleh. Senyuman itu mengiringiku setiap saat. Aku selalu tegar akan derita yang saat ini memangkungku. Senyumannya penawar tangisku. Genggamannya adalah energi yang selalu dia alirkan untukku. Pelukannya ibarat baju zirah untuk melawan kesedihanku dan menggapai kemenanganku. Kecupan hangatnya ibarat nyawa kedua yang dia berikan saat keterpurukanku. Cintanya membuatku tegar untuk menongkah kepahitan dan rasa sakit. Aku selalu mencintaimu mas. Apapun keadaanku dan begitu lemahnya diriku. Begitu besar terpaan badai menerpaku Aku bertahan lebih kuat yang aku mampu Meski ribuan sembilu mendera Aku bertahan akan cinta Cintaku yang telah membuatku bertahan Menghujam kuat dalam pilar kesetiaan Aku bertahan akan cintamu Hingga kau hancurkan sendiri cinta itu untukku 373
Kemuning Cinta Tanpa Bicara 27 CINTA MASA LALU POV : Mahendra Arya Putra “Key…!! Key, tunggu. Aku mau bicara. Ini penting.” Aku mengejarnya saat dia hendak menuju pintu mobilnya. “Maaf, Ar. Aku sibuk. Aku harus segera pulang, berkemas untuk ke Singapura besok.” Keysha berhenti sesaat. “Sebentar saja Key, kumohon.” Aku pegang pergelangan tangannya. Mencegahnya masuk ke dalam pintu mobil. “Ar, apalagi yang kau tuntut dariku? Haruskah aku membunuh seluruh perasaanku padamu?” Keysha memandangku. Aku menyalin pandangannya. Manik mata ini yang dulu pernah menjadi bagian dari masa laluku. Sekarang aku harus terseret kembali pada manik matanya. “Aku tahu, Key. Ini bukan kesalahanmu. Maafkan aku. Aku harus memaksamu mencabut semua perasaanmu. Merenggut paksa seluruh cinta yang kau miliki untukku. Aku sadar, aku begitu egois. Ini demi kebahagiaanku bersama Kemuning.” “Begitu egois dirimu, Ar. Memaksaku untuk menyingkirkan seluruh cinta yang kumiliki untukmu. Lebih baik kau tikam saja jantung ini, Ar. Agar tidak berdetak untukmu.” Keysha berderai air mata. Sebesar 374
Kemuning Cinta Tanpa Bicara itukah dia mempertahankan cintanya. Tidak. Aku harus memilih. Kemuning adalah baju zirahku. Kekuatanku. “Kumohon, Key. Rasa cintamu untukku menyakitimu lebih parah. Aku tak ingin kau terluka karena diriku,” ucapku memohon. “Kalau begitu. Ijin kan aku menjadi bagian dari kehidupan kalian. Aku sanggup, Ar.” Bulir air mata melesat di pipinya yang halus. “Key...!! Aku tidak mungkin menduakan cinta Kemuning. Aku tidak sanggup melihat air matanya. Cintaku padanya begitu besar, Key.” Aku memandang penuh wanita mungil ini. Melihat paras cantiknya yang dulu mengusik perasaanku. “Oh, karena ini kamu begitu tega dan begitu egois memaksaku untuk mengakhiri perasaanku padamu?” Air matanya mengalir deras melintasi dua gundukan putih pipinya. Aku telah begitu egois. Harus egois. Meski aku harus menyakitinya. Aku tidak ingin terpisah dengan Kemuning. Aku pun tidak bisa menduakan cintanya. Apalagi berpoligami. Aku tidak akan bisa adil kepadanya. Cinta yang kumiliki antara Kemuning dan Keysha tidaklah imbang. Aku berlutut di depannya. Memohon dengan begitu rendah. Mungkin ini adalah permohonanku yang terakhir untuk Keysha. “Key, apa yang sanggup dilakukan oleh pria yang kehilangan separuh nyawanya? Kemuning telah memberikan separuh nyawa untukku semenjak kepergianmu delapan tahun yang lalu. Aku lemah 375
Kemuning Cinta Tanpa Bicara tanpa dirinya, Key.” Aku menunduk. Kami tidak peduli berapa pasang mata melihat kami. Ponsel Keysha tiba-tiba berdering. Dia mengangkat panggilan. “Wa’alaikumsalam, Pak.” Keysha menghidupkan sepiker di ponselnya agar aku mendengar suara itu. Suara ayahku. “Kapan, Nak Keysha mengunjungi Bapak. Arya juga rindu kamu lho, Nak. Bapak inginnya, Nak Keysha bisa menjadi menantu Bapak. Nanti sore aku minta Arya untuk menjemputmu. Kita makan malam bersama.” Suara itu telah membuat kekalahanku. Seakan peluru yang begitu cepat menembus jantungku. “Ya, Pak. Insyaallah. Tapi sepertinya saya tidak bisa, Pak,” jawab Keysha dengan suara yang begitu lembut. “Wis, pokoknya Arya nanti jemput Nak Keysha. Nak Keysha tidak boleh menolak. Assalamuallaikum.” Ayah mulai memaksanya. Yang sebentar lagi akan menghancurkan biduk rumah tangga anaknya sendiri. “Wa’alaikumsalam.” Air mata Keysha melesat lagi. “Bagaimana caraku untuk memalingkan cintaku darimu, Ar. Sedangkan ayahmu sendiri memaksaku untuk mengikat hubungan kita dulu. Menghidupkan kembali perasaanku jauh lebih kuat dari sebelumnya. Aku tak berdaya, Ar.” Keysha berlutut mengikutiku. Posisi kita sejajar. Berhadapan. Mentari memiringkan wujudnya delapan puluh derajad. Hingga siluet pohon mahoni begitu pendek seakan melekat dan menyatu pada 376
Kemuning Cinta Tanpa Bicara batangnya. Mengayomi tubuh kami. Sang bayu pun membuat tudung hijab Keysha berkibar. Seakan membawa kebahagiaanku bersama Kemuning yang sebentar lagi akan pupus. Sepanjang perjalanan hampir saja nyawa ini melayang. Aku nyaris menabrak apapun yang ada di depanku. Aku terusik akan masalah yang diberikan dua orang itu. Ayah dan Keysha. “Arya! Nanti sore jemput Nak Keysha!” suara ayah yang begitu lantang mencabik perasaan kami. Kemuning melepaskan tangannya di lenganku seketika mendengar ucapan ayah. “Bapak, seakan mencoreng arang di wajahku. Aku tidak bisa, Pak!” Aku berdiri terpaku. Aku pegang erat tangan Kemuning. “Mencoreng arang katamu? Justru kamu menikahi Kemuning telah mencoreng arang ke muka Bapakmu ini! Apa istimewanya istrimu itu?” Bapak berjalan menghadap sejajar dengan kami. Kemuning ingin melepaskan pegangan tanganku. Air matanya berderai. Aku tetap memaksanya. Memegang erat tangannya. Memaksanya untuk mendengar perdebatanku dengan ayah. “Menikah dengan Keysha akan menyejajarkan kastamu, Arya. Biarkan Kemuning sebagai selirmu. Jadikan Keysha permaisurimu. Gampang kan! Kamu tinggal berbuat adil pada mereka berdua.” “Mudah sekali, Pak. Seolah perasaan wanita bagai mainan bagi Bapak. Aku tidak bisa, Pak. Aku bukan Bapak yang mudah 377
Kemuning Cinta Tanpa Bicara mempermainkan perasaan istriku sendiri.” Aku melangkah meninggalkan Bapak. Menarik tangan Kemuning. “Kamuuuu!!! Aaagghh!! Arya...!! dada Bapak sakit.” Aku menoleh. Kulepaskan tangan Kemuning. Berlari mendekati ayah yang begitu erat memegang dada sebelah kirinya. “Ojo nglawan, Bapak to, Le.” Aku memapahnya. Membawanya untuk beristirahat ke kamarnya. “Turuti Bapak, Le. Aku wong tuamu.” Aku melihat Kemuning yang berdiri di mulut pintu kamar bapak. Dia mengangguk sembari menangis. Memberi kode untukku agar menuruti kemauan ayah. “Inggih Pak, nanti sore kula jemput Keysha.” Ingin rasanya aku potong lidah ini. Agar lidah ini tidak mengucap kata-kata yang akan menyakiti Kemuningku. “Bapak lega, Le. Kamu manut permintaan Bapak.” Aku selimuti tubuh renta ayahku. Meski dulu dia menyiksa hidupku dan menyia- siakan kehidupanku masa lalu. Aku tetap anaknya. Aku tidak tega melihatnya seperti ini. Kutinggalkan bapak yang sedang merebahkan tubuhnya. Mendekati Kemuning yang masih berderai air mata. Menggandengnya menuju kamar kami. Kamar ini sekarang berhias duka kami. “Ning.” Aku seka air matanya berkali-kali. “Maafkan, Mas. Selalu memberikan duka untuk kehidupanmu.” Aku duduk di samping ranjang pegas. Menghadap wanita terindah yang kini meredup karena kedukaan menyelimutinya. 378
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Mas tidak salah. Jangan menyalahkan keadaan, Mas. Ning paham. Ini bukan kesalahan Mas,” ucapannya begitu terdengar memilukan. Aku peluk tubuhnya erat. Seakan aku merasa kehilangannya. Aku tidak sanggup berpisah dari wanita ini. Dia kehidupanku. Aku sekarang menyadari betapa Kemuning adalah nyawaku. Bagai baju zirah dan anting milik Adipati Karna yang sudah ada sejak kelahirannya. Tidak mungkin aku melepasnya. Aku harus merasakan perih jika aku paksa untuk melepaskan. “Jemput Keysha, Mas. Aku ijinkan Mas untuk menjemputnya. Turuti bapak.” Aku semakin erat memeluknya. Air matanya menetes dipundakku. Aku rasakan juga kepedihannya. Dia paksa perasaannya mesti itu sakit. Kulaju sepeda motorku, meski hal ini menyiksaku. Bayangan tangis Kemuning mengiringi setiap perjalananku membelah jalan raya yang berpendar terang lampu jalan raya. Hingga aku sampai pada gang yang selalu mengingatkanku pada masa silam. Masa cinta pertamaku pada Keysha. “Mas Arya, sudah lama sekali tidak kesini. Non Keysha selalu menangis di kamar. Foto-foto mas Arya masih terpajang rapi di kamarnya. Di sini juga ada.” Aku tersentak seketika. Begitu naif cinta Keysha padaku. 379
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Aku bangkit dari tempat dudukku setelah mbok Darmi meninggalkanku di ruang tamu. Mendekati bingkai demi bingkai foto yang berjejer rapi di permukaan meja di sisi ruang tamu. Wajahku masih bertahan pada bingkai foto itu bersama Keysha. Kisah kami dulu. “Sudah lama, Ar?” suara Keysha membuatku tergegap, membuyarkan lamunanku. “Oh tidak, Key.” Keysha mendekatiku yang sedari tadi mengamati foto kami. “Wajahmu masih terbingkai di foto itu, Ar. Bingkai hati ini masih tersimpan namamu.” Aku menoleh memandangnya. Menarik napas panjang ingin menghapus bayangan itu dari pikiranku. “Key, atas ijin Kemuning. Aku menjemputmu.” jawabku. “Sudahkan Kemuning memberikan ijin padamu untuk menikahiku, Ar?” ucapan Keysha membuatku terkesiap seketika. “Sudahlah, Key. Lebih baik kita berangkat. Takut kemalaman nanti.” Aku melangkah keluar dari ruang tamu. Merogoh kunci motor yang berada di saku jaket kulitku. Keysha berada di belakangku. Kulihat di kaca spion wajahnya sumringah. Tanpa ragu dia memeluk tubuhku dan menyandarkan kepalanya di punggungku. Membuatku tak nyaman. “Ada baiknya, jangan memelukku seperti ini, Key. Aku hanya sahabatmu, bukan suamimu.” Keysha melepaskan pelukannya. 380
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Hujan tiba-tiba turun tanpa gemuruh atau kilat mengiringi. Membuat tubuh kami basah. Kami menepi di poskamling. Tempat yang sama. Ketika ucapan cinta Keysha saat itu. Kami saling terdiam. Tak bergeming. Hanya menanti redanya hujan petang ini. Membuat perasaanku resah. Lebih baik aku telepon Kemuning. “Assalamuallaikum, Ning. Maaf, Sayang. Di sini hujannya deras dan di dalam jok tidak ada jas hujan. Aku lupa memasukkannya.” “Iya, Mas. Tidak apa-apa. Mas hati-hati di jalan ya,” jawaban Kemuning melegakan hatiku. “Tentu, Sayang. Setelah hujan sudah mulai reda aku segera lanjutkan perjalanan. Assalamuallaikum, Bidadariku.” Aku matikan panggilan di ponselku. Keysha duduk terdiam memandangku. Melihat dan mendengar pembicaraanku. Lalu dia bangkit dan berdiri menghampiriku. “Betapa bahagia Kemuning memiliki suami sepertimu, Ar. Andai saja delapan tahun silam tragedi kematian ibuku tak terjadi. Mungkin akulah yang menjadi bidadarimu. Yang selalu setia mendampingimu.” Wajah Keysha begitu dekat. Wajah yang sama yang dulu selalu mengganggu tidurku. Wajah cinta pertamaku. “Masihkah kau mengingatnya, Ar. Rinai hujan seperti ini mengubah perasaan kita. Aku masih mencintaimu. Bahkan rasa cinta ini semakin kuat untukmu, Ar.” Pandangan mata Keysha begitu lekat. Seakan magnet yang menarik netraku untuk membalas tatapannya. 381
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Tangan dingin Keysha memegang kedua pipiku. Tangan yang sama yang telah mengikat hubungan cinta. Saat cinta pertamaku bersemi padanya delapan tahun yang lalu. “Aku mengingatnya, Key. Bayangan itu masih jelas dalam ingatanku. Namun cinta Kemuning yang telah menghapus ingatan itu. Maafkan aku, Key. Cintamu kini tak mungkin bisa lagi kujamah.” Kutepis kedua tangannya yang mulai terasa hangat di pipiku. Siluet Kemuning melesat dalam ingatanku. Kemuning, wanita yang telah menduduki tahta di hatiku. Bukan Keysha. “Hujan sudah mulai reda, Key. Sebaiknya kita lanjutkan perjalanan.” Aku menuju sepeda motor. Keysha mengikutiku kembali duduk di belakang. “Nak Keysha. Bapak tunggu dari tadi lho.” Bapak begitu bersemangat menyambut Keysha. Sangat berbanding terbalik sikapnya pada Kemuning. Kutinggalkan mereka, hendak berganti baju. “Ning, aku mau ganti baju.” Aku melangkah di tangga ukir. Kemuning mengikutiku. Aku melihatnya. Nampak sibuk mengambilkan baju ganti buatku. Kubuka kaos yang sudah dari tadi sedikit basah karena air hujan. Dia memberikan baju ganti untukku. Aku menarik tangannya hingga tubuh Kemuning berada dalam pelukanku. “Ning, maaf ya. Tadi Mas telat datang. Ning pasti cemas tunggu Mas datang.” Tatapan kami saling tertaut. Kukecup keningnya. 382
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Tiba-tiba ada ketukan pada pintu kamar kami yang terbuka. Kami lupa menutupnya. Mbok Yem bersama Keysha. Sejak kapan Keysha di sana. Apa Keysha melihat kami? Aku abaikan sekalian dia tahu hubunganku dengan Kemuning lebih dalam. “Maaf, Mbak Ning. Mbak Keysha hendak meminjam gamisnya. Ini atas permintaan bapak,” kata mbok Yem yang mendekati kami. “Mbak Key, pilih saja.” Kemuning tampak ramah pada Keysha. Membuatku heran. Terbuat dari apa hati Kemuningku. Aku meninggalkan mereka berdua. Membawa kaos dan celana yang tadi disiapkan Kemuning untukku. Mandi dan berganti baju di kamar mandi. Selesainya. Kulihat Kemuning hendak keluar dari kamar. Aku spontan memeluknya dari belakang. Merasakan tubuh kami saling terpaut. “Ning, Sayang. Masa Mas mau ditinggal sih? Tunggu Mas dong.” “ Maaf, Ar. Aku Keysha. Bukan Kemuning.” Sontak segera kulepas pelukanku. “Aku segera turun ke bawah, Key.” Kecerobohanku saat ini. Mengapa aku memeluk dengan spontan. Bodohnya diriku. “Arya, nak Keysha mana?” tanya Ayah. Keysha sudah mengikutiku dari belakang. Dengan sambutan hangat ayah. 383
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Ayo, nak Keysha. Sini kita segera makan.” Ayah begitu sibuk mengambilkan Keysha piring dan sendok. Membuatku jengah. “Ning, mas ambilkan ya. Ning, mau lauk yang mana?” Aku menandingi sikap ayah terhadap Keysha. “Arya, jangan terlalu memanjakan istri. Nanti akan kelewat batas padamu,” tegur ayah. “Bagi suami, akan bernilai ibadah jika membuat istrinya bahagia. Apa bapak sudah melakukannya pada mendiang ibu? Bapak selalu menyakitinya.” Aku begitu emosi, saat ayah sudah mulai menyudutkan Kemuning dan diriku. Bapak hanya diam. Suasana makan malam menjadi dingin. Kami saling terdiam. “Arya, kapan mengajak jalan-jalan nak Keysha?” ayah membuka perkataannya kembali. “Sudahlah, Pak. Aku sama Keysha tidak ada ikatan apapun. Akan menjadi dosa jika aku melakukannya.” Kuletakkan paksa sendok dan garpu di tanganku. Hingga terdengar bunyi denting antara pukulan sendok dan garpu di piring keramik. “Kalau begitu, segera saja nikahi nak Keysha, biar menjadi ibadahmu. Mengajak is...” bapak membalas ucapanku. Namun segera kupotong pembicaraannya. Menghindari ucapan ayah yang akan menyakitkan bagiku dan Kemuning. “Sudah! Sudahlah, Pak! Aku bosan mendengarnya! Membuatku tidak selera makan.” Aku berdiri dari tempat duduk. 384
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Ayo, Ning. Kita makan di luar. Ada penjual bakso di luar.” Aku meraih tangan Kemuning. “Mas, tidak baik kita pergi dalam keadaan marah,” ucap Kemuning. “Benar! Ucapan Kemuning benar. Maafkan Bapak, jika membuatmu marah,” Ayah menimpali ucapan Kemuning. Keysha hanya terdiam. Kulihat makan malam ini tidak bisa membuat nyaman bagiku, Kemuning, ibu dan Keysha. “Ibu, duluan. Ibu tidak enak badan.” Ibu Kemuning bangkit dari tempat duduk. “Ibu mau, Arya periksa?” “Tidak perlu, Le. Ibu cuma kelelahan biasa kok. Umur ibu sudah sepuh, mudah sekali merasa capek.” Aku bergegas bangkit. Menuntun wanita yang umurnya lebih dari separuh abad itu menuju ke kamarnya. Aku kembali di meja makan. Makananku tinggal separuh. “Setelah ini, segera aku antar kamu pulang, Key.” “Kenapa mesti buru-buru,” ayah menyahut. “Keysha besok hendak ke Singapura, Pak. Sudah jadwal kerjanya di sana.” aku menjawabnya. “Iya, Pak. Besok ada jadwal operasi pasien di rumah sakit Singapura.” Keysha menjawab. Itu ucapan pertamanya di meja makan. “Wah, hebat kamu, Nak. Kemuning mana bisa sehebat kamu. Wis cantik, dokter pula,” pujian ayah membuatku tidak nyaman berlama- lama di meja makan. 385
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Aku sudah kenyang. Aku tunggu di ruang tamu, Key.” Kuletakkan sendok dan garpu. Makananku bersisa. Mubazir ini. Namun suasana telah mengubah selera makanku meski masakan Kemuning masih terasa nikmat di lidahku. “Ayo, Ning. Ikut aku. Temani aku di ruang tamu.” Aku raih tangan Kemuning. Menggandengnya ke ruang tamu. Meninggalkan Keysha dan ayah yang masih menikmati makan malamnya. “Uhhh... makan malam yang menyebalkan.” Kuhempaskan tubuhku pada kursi sofa. Kemuning duduk di sampingku di sofa yang panjang. Bergegas kusandarkan kepalaku di pangkuannya. “Heemmm, nyaman sekali, Ning. Saat bersandar di pangkuanmu. Beban seberat apapun seakan hilang. Memang benar, istri shaliha penenang hati suami.” Kuhembuskan napasku panjang. Memejamkan mata. Meraih tangan Kemuning. Menciumnya. “Besok kita jalan-jalan ya, Ning. Aku selalu kangen sama kamu, Sayang.” “Jajan-jalan ke mana, Mas?” “Ke pantai dan menginap di hotel. Di Singapura kemarin, waktu kita di hotel kan tidak ngapa-ngapain, Sayang.” Aku terkekeh lirih. Kulihat senyumnya. Masyaallah, bidadariku. “Kita berdua saja, Sayang.” ucapku. Kucium tangan Kemuning. Merasakan lembut telapak tangannya. 386
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Ehheem!!” suara ayah terasa dekat. Aku segera bangkit. Keysha melihat kami. Wajahnya tertunduk. “Sudah, Key. Sekarang aku antar kamu pulang. Keburu terlalu malam. Tidak baik untuk reputasimu dan omongan orang. Tentang wanita yang sering di antar jemput pria beristri sepertiku.” tegasku pada Keysha. “Maka itu, segera nikahi saja nak Keysha. Agar tidak timbul masalah.” Ayah menampar hatiku dan Kemuning kesekian kalinya. “Pak, perlukah malam ini ada perdebatan yang tidak penting?” jawabku. “Ning, ambilkan jaketku.” “Pinjamkan juga jaket untuk nak Keysha, Ning. Jaketnya basah karena kehujanan tadi,” ucap ayah. Motorku telah sampai pagar rumah. Aku telah kembali setelah mengantarkan Keysha pulang. Kemuning menungguku dengan sabar di teras rumah, padahal cuaca malam ini begitu dingin. “Ning, Sayang. Kok tunggu Mas tidak di dalam saja? Dingin lho, Sayang.” Kemuning menghampiriku. Berjalan mengiringiku. Menuju garasi. “Aku lebih khawatir dibandingkan rasa dingin ini, Mas.” Aku tersenyum. Memeluknya dan meninggalkan kecupan hangatku di keningnya. 387
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Kecupan ini yang mampu menghangatkan hatimu, Sayang. Aku selalu mencintaimu.” Kukecup keningnya sekali lagi. “Mas bopong ya, Sayang?” “Jangan, Mas. Malu. Bapak belum tidur.” “Oke, kita intip saja yuk. Kalau sudah tidur. Aku gendong kamu.” Aku berikan senyuman nakalku. Dia membalas senyumanku. Ayah memang sudah tidur di kamarnya. Suasananya sudah sepi. Kemuning mengunci pintu dan mematikan beberapa ruangan. “Huuppss..., saatnya Gatotkaca membawa Dewi Pergiwa ke nirwana” Aku bopong Kemuning. Melintasi tangga ukir yang layaknya jembatan surga bagi kami. Mendatangi kamar kami. Kamar yang penuh dengan cinta. Kutepis masa laluku Mengiringi langkah hidupku bersamamu Hanya dirimu masa depanku Meski delapan tahun yang lalu Tak berpihak padaku Dirimu adalah pijakan kehidupanku Aku tidak mampu bertahan tanpamu… 388
Kemuning Cinta Tanpa Bicara 28 COBAAN MENDERAKU Setiap pagiku aku semakin tidak nyaman akan kondisi tubuhku. Namun itu terjadi setelah mas Arya telah berangkat kerja. Aku tidak mau menerka keadaanku sendiri. Karena aku juga pernah dan sering mengidap asam lambung sehingga serupa dengan yang aku rasakan ini. “Ning… Ning... cepat buatkan aku bubur sumsum!” Suara itu selalu menggema di dinding-dinding ruangan. Aku senang bisa melayani ayah mas Arya. Seperti rasa rinduku pada almarhum bapak. Meski kata-kata makian dan hinaan selalu menyelimuti getar suaranya. Aku ikhlas. Namun, hal yang membuat hatiku menjerit, ketika aku harus dibandingkan dengan Keysha dan menyandingkannya sebagai maduku. Ya Allah, begitu rendahnya diriku. Hingga tidak ada tempat baginya untuk menerima aku sebagai menantunya. Aku selalu bungkam di hadapan mas Arya akan segala sikapnya. Tiada keinginanku untuk membuat mas Arya membenci ayah kandungnya. Atau bahkan membuat mas Arya menjadi anak durhaka. Hanya mas Arya penawarnya. Penawar akan gundahku. Penawar akan kepedihan dari wanita sepertiku. Hanya cinta mas Arys kuatkan setiap sendi-sendi kehidupanku. Hingga aku sanggup bangkit dan tegar akan semua ujian cinta ini. Jika suatu saat mas Arya berpaling dariku. 389
Kemuning Cinta Tanpa Bicara Aku akan pergi darinya. Berhenti menjadi bayang-bayangnya. Menepi tanpanya. Menjauh sejauh mungkin tanpa dia mampu menjangkaunya. Aku ingat setelah kami menonton film di bioskop tempo hari. Kisahnya menyentuh. Hingga dia berujar. Dirinya seperti tokoh Bajirao yang tak mungkin terpisah dengan Mastani meski sejengkal. Kekuatannya ada padaku. Kemenangannya bagian dari kemenanganku. Jika dirinya harus terpisah. Separuh nyawanya telah mati. Separuh napasnya telah pergi dan detak jantungnya akan berhenti. Dia siap jika Allah mencabut nyawanya. “Ning! Ning, bocah kok leler. Cepetan Ning!” Suara itu membuyarkan lamunanku. Bergegas kuselesaikan pesanannya dan bergegas menghidangkan bubur sumsum. “Inggih, Pak. Sampun.” Kutaruh semangkuk bubur sumsum di depannya. Bergegas ingin ke dapur lagi. “Ning, nanti setelah masak, rapikan taman!” Ayah mas Arya berbicara dengan nada membentak. “Ndoro Tuan, tukang kebun wonten piambak47. Pak Jono datang seminggu dua kali,” sahut mbok Yem. “Aku ora duwe urusan sama Jono! Yang aku suruh Kemuning, Mbok!” Suara ayah mertuaku semakin meninggi. Turut membentak mbok Yem. 47 Ada sendiri 390
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Sudah, Mbok. Ning tidak apa-apa.” Aku hanya pasrah. Berusaha menjadi menantu sekaligus anak yang mungkin suatu saat dia akuinya. Menerimaku sebagai menantunya setulus hati. Kulihat di bibir pintu kamar ibu. Ibu melihatku dengan raut muka duka. Ada air mata di pipinya. Sebelum aku melangkahkan kaki ke dapur, kutemui ibu di kamarnya. Wanita yang telah merawatku semenjak bayi, duduk menangis di tepi ranjang pegasnya. Kepalanya tertunduk. Menangis sesenggukan. “Bu.” kududuk di sampingnya. “Nduk, sabar. Sabar ya, Nduk. Kuatna atimu. Pengorbananmu sebagai menantu sekaligus istri di keluarga ini terlalu besar. Aku ora tega lihat kamu diperlakukan serendah itu, Nduk.” Ibu merangkulku. Suara tangisnya dia tahan. Begitu juga tangisanku. “Bu, Ning akan kuat. Sekuat cinta mas Arya untuk Ning,” jawabku. Kupegang telapak tangan ibu yang basah karena menyeka air matanya. “Sampai kapan, Nduk, mampu bertahan? Kalau Ning sudah tidak kuat. Ayo, Nduk. Awake dewe pulang kampung. Kita masih punya tempat di sana. Gubuk kita masih kokoh menampung raga kita,” ulas ibu yang masih berderai air mata. “Bu, Ning akan tetap bertahan. Cinta Ning sama mas Arya begitu kuat untuk melawan hujatan, makian hingga perlakuan rendah sekalipun. Aku akan tetap bertahan. Jika suatu saat mas Arya sendiri yang menghianati cinta Ning. Ning yang akan pergi. Kita tinggalkan 391
Kemuning Cinta Tanpa Bicara tempat ini, Bu.” Air mataku berurai. Berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan cinta dan kesetiaan. Ya, kesetiaan istri untuk suaminya. Bertahan sekuat mungkin meski begitu banyak luka. Sudah terasa menyengat hari ini. Ketika mentari condong tujuh puluh derajat dari posisinya terhadap bumi. Padahal waktu dhuhur masih jauh. Aku masih berkutat dengan alat potong tanaman dan beberapa alat kebun yang lain. Tidak terlalu sulit untukku mengerjakan semuanya, karena aku terbiasa membantu almarhum bapak ke sawah dan pekarangan yang ditanami tanaman palawija. “Ning! Kalau daun tanaman sudah dirapikan, itu rapikan pot-pot bunganya!” kata ayah mertuaku sembari bercakak pinggang. Jari telunjukknya mengacung, menunjuk sesuatu agar aku segera memenuhi perintahnya. “Inggih, Pak,” kujawab seadanya. Aku tidak bisa melawan kehendaknya yang sudah seperti ayahku sendiri. Suara mesin mobil berhenti di depan pagar. Aku bertanya-tanya mobil siapa itu. “Ning! Dibukak to pagernya! Dedel tenan kamu jadi mantu!” suara ayah mas Arya begitu keras seakan memenuhi udara di taman ini. Aku segera berlari membuka pintu pagar. Mobil berwarna jingga dengan model dan plat nomor yang aku kenal. Melesat memasuki halaman rumah. Tepat di depan garasi. Bapak masih berdiri bercakak pinggang. 392
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Mbak Ning...!! aku kangen.” Citra berjalan cepat menghampiriku yang masih memegang gunting tanaman. Peluhku masih belum kering. Terik matahari saat ini yang memeras seluruh keringatku. “Sudah lama gak ketemu. Mbak apa kabar? Kok mengerjakan tugas Pak Jono, Mbak,” tanya Citra sambil merangkulku. “Bapak yang nyuruh. Daripada mbakmu ini nganggur,” ayah mertua menjawab dengan kata nyelekit. Membuat Citra segera melepaskan pelukannya padaku. Menoleh ke arah sumber suara. “Bapak! Kenapa Bapak pulang? Harusnya Bapak tidak usah pulang sekalian,” celetuk Citra dengan geram. Memandang pria yang umurnya lebih dari separuh abad dengan begitu bencinya. “Lho... lho sopo awakmu! Wani-wanine kamu sama orang tua! Tidak punya sopan santun!” “Saya Citra! Bapak sudah lupa sama anak sendiri. Mata hati Bapak sudah tertutup untuk bisa mengenali anak sendiri,” suara Citra serak. Ada air mata melesat di pipinya. “Citra? Anakku! Ya Allah, aku pangling, Nduk. Anakku malih uaayuu. Maafkan Bapak ya, Nduk.” Tangan ayah mertua hendak memeluk Citra. “Jangan peluk Citra, Pak! Aku tidak mau Bapak menyentuhku. Bapak sudah menelantarkan aku, ibu dan mas Arya. Bapak tidak punya malu!” Air mata Citra berderai. Rasa sakit hatinya terhadap bapaknya sangat dalam. Aku hanya mampu terdiam. Belum memahami akan kemarahan Citra. Masa lalu Citra dan mas Arya dulu terhadap ayahnya. 393
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Kamuuu! Bocah kurang ajar!” Tangan kanan hampir melesat di pipinya. Aku segera mencegahnya. Hingga pipiku yang menjadi sasarannya. “Mbak Ning!” teriak Citra. “Sudah, Cit. Tidak baik melawan orang tua. Lebih baik bicara baik-baik di dalam.” Aku peluk Citra yang masih menangis. “Lebih baik aku tidak bicara dengan Bapak!” Citra pergi ke dalam. “Segera kembalikan alat-alat kebun dan pergi temani Citra!” Ayah mertua bergegas masuk rumah. Aku merapikan perkakas taman. Segera masuk menemui Citra. Citra, adik dari pria yang kucinta. Kini dilanda kesedihan yang mendalam. Duduk di tepi ranjang pegas di kamar atas. Kamarku dan mas Arya. Kudekati dirinya yang duduk tertunduk. Memandangi foto berpigura kaca. Wajah ibu, dia dan mas Arya. Dia tersengutsengut. Bulir air matanya tiada henti menetes pada permukaan kaca pigora foto yang dipangkunya. “Cit...” Kupegang pundaknya. Duduk di sampingnya. “Mengapa, Mbak, bapak mesti kembali di kehidupan kami. Apa bapak belum puas menyiksa kami?” Citra membuka kalimatnya. Meski suara isak tangis mengiringi ucapannya. “Tawakal dan sabar adalah pilihan yang terbaik, Cit.” 394
Kemuning Cinta Tanpa Bicara “Tapi, Mbak, bapak telah meninggalkan kami sebelas tahun lebih. Tanpa kabar. Hingga kedatangannya itu. Bapak tidak menanyakan almarhum ibu bagaimana saat ditinggalkan? Di mana dikuburkan? Bagaimana hidup kami? Tidak pernah sedikit pun. Bapak enak-enakan sama wanita lain.” Citra meletakkan foto di sampingnya. Segera merangkulku erat. Meluapkan tangisannya di pundakku. Kubelai punggungnya. Merasakan kesedihannya. Tangisannya sedikit mereda. “Citra, seburuk apapun orang tua tetaplah orang tua kita. Dalam restu Allah bergantung restu orang tua kita,” nasehatku untuknya. “Mbak Ning seperti mas Arya. Sabar. Aku terus terang kaget akan kemunculan bapak. Suara pria tua itu yang pernah aku kenal saat menyuruh Mbak Ning merapikan taman. Apa bapak memperlakukan Mbak Ning seperti pembantu?” Citra memandang wajahku. “Pipi Mbak Ning membekas kemerahan karena melindungiku dari tamparan bapak.” Citra memegang pipi kananku yang merah. “Ini tak seberapa, Cit. Demi adikku sing ayu dan sebaik kamu.” Aku seka air mata Citra yang masih seperti anak sungai yang menggenang di pipinya. Dia ukir senyum di bibirnya. “Mbak Ning persis seperti mas Arya. Berkorban demi orang yang disayangi. Mbak Ning dan mas Arya pasangan serasi. Semoga selalu sakinah mawadah warahmah ya, Mbak.” Seakan kata-kata Citra menguatkan hatiku saat ini. Disaat keterpurukan menderaku. 395
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327
- 328
- 329
- 330
- 331
- 332
- 333
- 334
- 335
- 336
- 337
- 338
- 339
- 340
- 341
- 342
- 343
- 344
- 345
- 346
- 347
- 348
- 349
- 350
- 351
- 352
- 353
- 354
- 355
- 356
- 357
- 358
- 359
- 360
- 361
- 362
- 363
- 364
- 365
- 366
- 367
- 368
- 369
- 370
- 371
- 372
- 373
- 374
- 375
- 376
- 377
- 378
- 379
- 380
- 381
- 382
- 383
- 384
- 385
- 386
- 387
- 388
- 389
- 390
- 391
- 392
- 393
- 394
- 395
- 396
- 397
- 398
- 399
- 400
- 401
- 402
- 403
- 404
- 405
- 406
- 407
- 408
- 409
- 410
- 411
- 412
- 413
- 414
- 415
- 416
- 417
- 418
- 419
- 420
- 421
- 422
- 423
- 424
- 425
- 426
- 427
- 428
- 429
- 430
- 431
- 432
- 433
- 434
- 435
- 436
- 437
- 438
- 439
- 440
- 441
- 442
- 443
- 444
- 445
- 446
- 447
- 448
- 449
- 450
- 451
- 452
- 453
- 454
- 455
- 456
- 457
- 458
- 459
- 460
- 461
- 462
- 463
- 464
- 465
- 466
- 467
- 468
- 469
- 1 - 50
- 51 - 100
- 101 - 150
- 151 - 200
- 201 - 250
- 251 - 300
- 301 - 350
- 351 - 400
- 401 - 450
- 451 - 469
Pages: