Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore 0012-ADBI4330-A

0012-ADBI4330-A

Published by katalogpenerbit, 2019-05-28 06:17:38

Description: 0012-ADBI4330-A

Search

Read the Text Version

7.26 Administrasi Perpajakan  2) Sistem pajak pertambahan nilai yang dilaksanakan mempunyai dampak positif terhadap persaingan yang sehat atas barang produksi dalam negeri yang di ekspor karena pengenaan tarif .... A. yang rendah B. sebesar 5% dari nilai ekspor C. sebesar 0% dari nilai ekspor D. yang sama dengan tarif barang impor 3) Sifat pemungutan PPnBM adalah .... A. berkali-kali B. setiap kali terjadi transaksi C. setiap kali terjadi penyerahan barang D. sekali pada tingkat pabrikan 4) Dasar pengenaan PPnBM atas penyerahan BKP barang mewah adalah .... A. nilai impor B. nilai ekspor C. harga jual D. penggantian 5) Pengusaha orang pribadi yang berusaha di bidang kerajinan tangan berupa tas wanita yang bahannya dari kulit buaya, dan masuk kelompok dengan tarif PPnBM-nya adalah 20%. Peredaran selama tahun 2006 adalah kurang dari Rp600.00.000,00, sehingga diperbolehkan menggunakan norma penghitungan dalam rangka menghitung penghasilan neto. Selama Mei 2007 melakukan transaksi penjualan hasil produksinya sebesar Rp50.000.000,00 dan membeli bahan baku sebesar Rp10.000.000,00. Oleh karena itu .... A. PPN terutang untuk Masa Pajak Mei 2007 adalah Rp5.000.000,00 dan Pajak Masukan Rp1.000.000,00 sehingga yang harus dibayar tinggal Rp4.000.000,00 B. PPN terutang untuk Masa Pajak Mei 2007 adalah Rp1.500.000,00 C. PPN terutang untuk Masa Pajak Mei 2007 adalah Rp1.500.000,00 dan PPnBM Rp10.000.000,00 D. PPN terutang untuk Masa Pajak Mei 2007 adalah Rp4.000.000,00 dan PPnBM sebesar Rp10.000.000,00

 ADBI4330/MODUL 7 7.27 Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1. Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar 100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.

7.28 Administrasi Perpajakan  Kegiatan Belajar 2 Bea Meterai S elama ini kita sering kali membubuhkan meterai pada suatu dokumen yang memang seharusnya memakai meterai. Pernahkah tebersit dalam pikiran kita mengapa harus pakai meterai? Adakah aturan yang mengharuskan kita menggunakan meterai? Apa sanksinya apabila kita tidak membubuhkan meterai? Dokumen apa saja yang harus diberi meterai?, karena pemberian meterai berarti biaya administrasi akan bertambah, dan sebagainya. A. PENGERTIAN BEA METERAI Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut UU Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Atas setiap dokumen yang menjadi objek bea meterai harus sudah dibubuhi meterai atau pelunasan bea meterai dengan menggunakan cara lain sebelum dokumen tersebut digunakan. Pada umumnya, dokumen yang dibubuhi bea meterai mempunyai nilai/kekuatan bahwa telah terjadi suatu perbuatan seperti penyerahan uang, perjanjian atau penerimaan melalui dokumen kuitansi. 1. Dasar Hukum Dasar hukum dari Bea dan Meterai adalah Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai yang merupakan pengganti dari aturan bea meterai 1921 (tegel verordening 1921) yang merupakan produk zaman penjajahan dan dalam pelaksanaannya telah mengalami berulang kali perubahan. Bea meterai merupakan suatu jenis pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah atas dokumen dan dipungut pada saat terjadinya peristiwa atau perbuatan, dan dikategorikan sebagai pajak tidak langsung. 2. Objek Bea Meterai Berdasarkan Pasal 2 UU No. 13 Tahun 1985 yang menjadi objek bea meterai adalah dokumen. Pada prinsipnya, dokumen yang harus dikenai meterai adalah dokumen yang menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan di

 ADBI4330/MODUL 7 7.29 muka pengadilan. Secara rinci dokumen yang menjadi objek bea meterai adalah sebagai berikut. a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. b. Akta-akta notaris termasuk salinannya. c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya. d. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu: 1) yang menyebutkan penerimaan uang; 2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank; 3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; 4) yang berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan. e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek. f. Dokumen yang dikenakan bea meterai juga terhadap dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, dan maksud semula. 3. Tidak Dikenai Bea Meterai Dalam UU bea meterai, tidak semua dokumen harus dikenai bea meterai. Adapun dokumen yang tidak perlu dikenai bea meterai adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi intern perusahaan, dokumen yang berkaitan dengan pembayaran pajak, dan dokumen Negara. Secara rinci dokumen tersebut adalah sebagai berikut. a. Dokumen yang berupa: surat penyimpanan barang; konosemen; surat angkutan penumpang, dan barang; keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen surat penyimpanan barang, konosemen, dan surat angkutan penumpang dan barang; bukti pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas. b. Segala bentuk ijazah.

7.30 Administrasi Perpajakan  c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran tersebut. d. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah dan bank. e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu ke Kas Negara, Kas Pemerintah daerah dan bank. f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi. g. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut. h. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian. i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dan efek, dengan nama dan bentuk apapun. B. MEKANISME PELUNASAN BEA MATERAI Mekanisme pelunasannya cukup sederhana. Adapun cara pelunasan pajak yang paling mudah adalah dengan pelunasan bea meterai. Alat-alat yang digunakan untuk melunasi meliputi berikut ini. 1. Meterai Tempel Cara melunasi bea meterai dengan meterai tempel sudah lazim kita lakukan. Namun, ada baiknya bagaimana cara melunasi bea meterai dengan meterai tempel. a. Meterai tempel yang didapat dengan membeli di kantor pos direkatkan seluruhnya secara utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan bea meterai. b. Merekatkannya di atas tempat yang disediakan untuk tanda tangan. c. Pembubuhan tanda tangan di atas meterai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis sehingga sebagian tanda tangan di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel. d. Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.

 ADBI4330/MODUL 7 7.31 e. Pelunasan bea meterai dengan menggunakan meterai tempel, tetapi tidak memenuhi ketentuan di atas, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai. 2. Kertas Bermeterai Selama ini kita mengenal kertas meterai sebagai kertas segel. Kertas meterai ini biasanya banyak digunakan oleh notaris dan PPAT dalam pembuatan Akta. Sebagaimana kita ketahui bahwa Akta Notaris beserta rangkapnya merupakan dokumen yang menjadi objek Bea Meterai. Oleh karenanya, pemeteraian dokumen lebih mudah apabila menggunakan kertas meterai. Namun demikian, sering terjadi adanya salah persepsi bahwa penggunaan kertas meterai belum merupakan pelunasan bea meterai sehingga pemilik atau pengguna dokumen masih melakukan penempelan meterai tempel di atas kertas meterai. Perlu ditegaskan apabila sudah menggunakan kertas meterai maka tidak perlu lagi dibubuhi meterai. Cara melunasi bea meterai dengan menggunakan kertas bermeterai adalah sebagai berikut. a. Membeli kertas bermeterai di kantor pos. b. Bentuk dan ukuran kertas bermeterai sudah ditentukan. c. Menulis dokumen di atas kertas bermeterai dan ditandatangani (tidak perlu lagi meterai tempel. d. Dalam hal terjadi kelebihan naskah sehingga kurang kertas bermeterai, dapat menggunakan kertas lain yang tidak bermeterai. Catatan: Penjelasan UU No. 13 Tahun 1985 yang mengatur tentang bea meterai menegaskan, sehelai kertas bermeterai hanya dapat digunakan untuk sekali pemakaian. Meskipun penggunaan kertas bermeterai hanya sebagian saja, kelebihan tersebut tidak dapat diisi dengan dokumen lain. Jika kelebihan (bagian yang kosong) tersebut dimanfaatkan untuk isi dokumen yang lain, maka atas dokumen tersebut terutang bea meterai tersendiri yang besarnya disesuaikan dengan besarnya tarif dimaksud Pasal 2 UU No. 13 Tahun 1985. Dalam hal terjadi kertas bermeterai tidak jadi digunakan atau belum ditandatangani oleh yang membuat atau yang berkepentingan, meskipun terjadi ketelanjuran ditulis sebagian yang masih belum berbentuk suatu dokumen, kertas bermeterai demikian dapat digunakan sebagaimana mestinya dengan mencoret bagian yang terlanjur ditulis tersebut.

7.32 Administrasi Perpajakan  Berkaitan dengan penggunaan kertas meterai, karena rendahnya permintaan masyarakat dan tingginya biaya pencetakan maka Direktorat Jenderal Pajak secara bertahap mengurangi pencetakan kertas meterai. 3. Pelunasan dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan (KEP-122b/PJ./2000) Penggunaan mesin teraan untuk membubuhkan tanda Bea Meterai lunas lebih bisa menghemat waktu dan biaya. Pelunasan dengan cara ini memerlukan beberapa syarat sebagai berikut. a. Pelunasan bea meterai dengan mesin teraan meterai hanya diperkenankan kepada penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal sebanyak 50 dokumen. b. Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan bea meterai dengan mesin teraan meterai harus melakukan prosedur sebagai berikut. 1) Mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat dengan mencantumkan jenis/merek dan tahun pembuatan mesin teraan meterai yang akan digunakan, serta melampirkan surat pernyataan tentang jumlah rata-rata dokumen yang akan dilunasi bea meterai setiap hari. 2) Melakukan penyetoran bea meterai di muka minimal sebesar Rp15.000.000,00 dengan menggunakan surat setoran pajak ke Kas Negara melalui Bank Persepsi. 3) Menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan mesin teraan meterai kepada Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan. 4) Izin penggunaan mesin teraan meterai berlaku selama dua tahun sejak tanggal ditetapkannya, dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. 4. Pelunasan dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Sistem Komputerisasi (KEP-122b/PJ./2000) a. Pelunasan Bea Meterai dengan sistem komputerisasi hanya diperkenankan untuk dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang dalam Pasal 1 Huruf d PP No. 24 Tahun 2000 dengan jumlah rata-rata permeteraian setelah hari minimal sebanyak 100 dokumen.

 ADBI4330/MODUL 7 7.33 b. Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan bea meterai dengan sistem komputer harus menjalankan prosedur sebagai berikut. 1) Mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata-rata dokumen yang akan dilunasi bea meterai setiap hari. 2) Pembayaran bea meterai di muka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen yang harus dilunasi bea meterai setiap bulan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Kas Negara melalui Bank Persepsi. 3) Menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan saldo bea meterai kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan. c. Izin pelunasan bea meterai dengan membubuhkan tanda bea meterai lunas dengan sistem komputerisasi berlaku selama saldo bea meterai yang telah dibayar pada saat mengajukan izin masih mencukupi kebutuhan permeteraian satu bulan berikutnya. 5. Mekanisme Pelunasan Bea Meterai dengan Teknologi Percetakan Cara melunasi bea meterai dengan tanda lunas bea meterai atau cek atau bilyet giro dalam rangka otomatisasi kliring adalah dengan membubuhkan tanda lunas yang dicetak pada setiap lembar cek dan bilyet giro. Pelaksanaan pencetakan tanda lunas bea meterai tersebut adalah Perum Peruri (Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia), atau perusahaan percetakan lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dengan persetujuan Menteri Keuangan. Meskipun demikian pencetakan tersebut tetap di bawah pengawasan Perum Peruri. Dalam hal ini pencetakan tanda lunas bea meterai atas cek dan bilyet giro belum dapat dilaksanakan, Menteri Keuangan memberi wewenang kepada Gubernur Bank Indonesia untuk mengatur lebih lanjut cara pelunasan lain seperti menggunakan mesin tera meterai. Tata cara pencetakan tanda terima lunas bea meterai, pada cek dan bilyet giro dilakukan sebagai berikut. a. Bank penyetor di muka bea meterai, menggunakan SSP menyetor ke Bank Persepsi untuk rekening kantor kas negara. Tembusan SSP disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak bersama-sama penyampaian formulir pemberitahuan pencetakan tanda lunas bea meterai atas cek dan bilyet giro. Berdasarkan SSP yang telah disetor

7.34 Administrasi Perpajakan  pajaknya, bank pemohon melaksanakan pencetakan pada perusahaan percetakan cek dan bilyet giro pada perusahaan percetakan Perum Peruri atau perusahaan percetakan yang ditunjuk. Dalam hal pencetakan dilakukan pada perusahaan pencetakan bukan Peruri, bank diwajibkan menyampaikan tembusan pesanan pencetakan tersebut ke Perum Peruri. b. Dengan cek dan bilyet giro yang sudah tercetak tanda lunas bea meterai, setiap menarik uang dengan cek dan bilyet giro tidak lagi menempelkan meterai tempel, melainkan cukup menandatangani cek dan bilyet giro sebagaimana mestinya. c. Perusahaan percetakan yang ditunjuk (selain Perum Peruri) diwajibkan untuk membuat berita acara sewaktu menyerahkan cek dan bilyet penyetor (pemohon). Tembusan berita acara disampaikan kepada Perum Peruri. d. Perum Peruri wajib menyampaikan laporan tertulis secara berkala mengenai hasil pengawasannya kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang dalam hal ini adalah KPP dari bank yang bersangkutan. Cara melunasi bea meterai yang oleh Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE 50/PJ.5/1989, selain dengan cara pemeteraian cek dan bilyet giro, oleh bank juga dapat dilakukan dengan menempelkan meterai dengan nominal Rp1.000,00, menggunakan tanda lunas bea meterai, menggunakan mesin teraan meterai atau dengan mencetak tanda lunas bea meterai. C. TARIF BEA METERAI 1. Sesuai dengan PP No. 42 Tahun 2000 a. Tarif Bea Meterai Rp6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut. 1) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. 2) Akta-akta Notaris termasuk salinannya. 3) Surat berharga seperti wesel pos, promes, dan aksep selama nominalnya lebih dari Rp1.000.000,00. 4) Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu:

 ADBI4330/MODUL 7 7.35 a) surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan; b) surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dari tujuan semula. b. Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut. 1) nominal sampai Rp250.000,00 tidak dikenakan Bea Meterai; 2) nominal antara Rp250.000,00 sampai Rp1.000.000,00 dikenakan bea meterai Rp3.000,00; 3) nominal di atas Rp1.000.000,00 dikenakan bea meterai Rp6.000,00. c. Cek dan bilyet giro dikenakan bea meterai dengan tarif sebesar Rp3.000,00 tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal. d. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp1.000.000,00 dikenakan Bea Meterai Rp3.000,00 sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp1.000.000,00 dikenakan bea meterai dengan tarif Rp6.000,00. e. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum yang tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp1.000.000,00 dikenakan Bea Meterai Rp3.000,00 sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp1.000.000,00 dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000,00. Contoh: Pak Badrudin seorang pengusaha dalam bulan April 2006 memiliki transaksi bisnis sebagai berikut. a. Membayar gaji karyawan dengan masing-masing karyawan memperoleh Rp1.000.000,00. b. Membayar utang kepada supplier atas pembelian 100 buah balok kayu dengan masing-masing balok seharga Rp150.000,00. c. Membayar pajak senilai Rp750.000,00. d. Transfer intern bank untuk membayar kuliah anaknya di Bandung Rp1.000.000,00. e. Membuat akta PPAT atas pengalihan tanah milik Pak Badrudin di Bandar Lampung.

7.36 Administrasi Perpajakan  Bagaimana perlakuan bea meterai atas dokumen-dokumen di atas? a. Dokumen gaji yang merupakan bukti pembayaran gaji kepada karyawan bukan merupakan dokumen yang terutang bea meterai. b. Dokumen pembayaran utang kepada supplier atas pembelian 100 buah balok kayu terutang bea meterai sebesar Rp6.000,00. c. Dokumen pembayaran pajak tidak terutang bea meterai. d. Dokumen transfer intern bank tidak dikenai bea meterai. e. Akta PPAT yang dibuat Pejabat PPAT beserta rangkapnya merupakan dokumen yang terutang bea meterai masing-masing sebesar Rp6.000,00. 2. Ketentuan Khusus dan Sanksi Sebagaimana kita ketahui bahwa hampir semua peraturan pasti diikuti dengan adanya sanksi yang dipergunakan untuk efektivitas pelaksanaan peraturan, demikian pula dengan bea meterai. Adapun sanksi dalam bea meterai terdapat dalam UU No. 15 Tahun 1985 yang penjelasannya adalah sebagai berikut. 3. Ketentuan Khusus a. Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah dilunasi bea meteri yang terutang dengan cara pemeteraian kemudian. b. Pejabat Pemerintah, hakim, panitera, juru sita, notaris, dan pejabat umum lainnya, masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan: 1) menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar; 2) melekatkan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan; 3) membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar; 4) memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarif bea meterainya; 5) pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi administratif sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 ADBI4330/MODUL 7 7.37 4. Sanksi Administrasi Sanksi ini dikenakan apabila terjadinya pelanggaran yang mengakibatkan bea meterai yang harus dilunasi kurang bayar. Adapun cara pengenaan sanksi administrasi dijelaskan sebagai berikut. a. Dokumen sebagaimana yang dimaksud dalam objek bea meterai tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari bea meterai yang tidak atau kurang bayar. b. Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) harus melunasi bea meterai terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian. 5. Daluwarsa Kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda administrasi yang terutang menurut UU No. 15 Tahun 1985 tentang bea meterai menjadi daluwarsa setelah lewat waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal dokumen tersebut dibuat. 6. Ketentuan Pidana Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam KUHP. a. Barang siapa meniru atau memalsukan meterai tempel kertas meterai atau meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan meterai. b. Barang siapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukkan ke Negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak. c. Barang siapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke Neraca Indonesia meterai yang mereknya, capnya, tanda tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya mempergunakan telah dihilangkan seolah- olah meterai itu belum dipakai dana atau menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan hak. d. Barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan memalsukan benda meterai. e. Barang siapa dengan sengaja menggunakan cara lain (sesuai Pasal 7 UU Bea Meterai dipidana penjara selama-lamanya 7 tahun dan tindak pidana ini adalah bentuk kejahatan).

7.38 Administrasi Perpajakan  7. Contoh Kasus PT. Berlian memiliki dokumen rata-rata 100 buah perhari yang harus bermeterai. Perusahaan ini biasanya menggunakan mesin teraan untuk mempermudah pelunasan bea meterai. Apabila perusahaan ini lupa memeteraikan 100 dokumen yang merupakan tagihan untuk kliennya yang nilai tagihan untuk masing-masing dokumen sebesar Rp1.000.000,00 dan dokumen tersebut telah dipergunakan, berapa bea meterai yang harus dibayar PT Berlian? Jawab: Dokumen yang belum dimeteraikan = 100 dokumen Bea Meterai terutang untuk 1 dokumen = Rp 6.000,00 Bea Meterai terutang = Rp 600.000,00 Sanksi 200% = Rp1.200.000,00 (+) Bea Meterai yang masih harus dibayar = Rp1.800.000,00 LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Tidak semua dokumen diwajibkan diberi meterai akan tetapi untuk surat pribadi dalam keadaan tertentu perlu diberi meterai. Kapan pemberian meterai dilakukan dan kenapa? 2) Bagaimana dengan dokumen yang pelunasan Bea Meterai yang dibuat di luar negeri? Jelaskan jawaban Anda! 3) Pak Burhan sebagai seorang pengusaha dalam bulan Juni 2007 memiliki transaksi bisnis sebagai berikut. a) membayar gaji karyawan dengan masing-masing menerima Rp1.000.000,00; b) membayar utang kepada suplier atas pembelian 100 buah balok kayu dengan masing-masing balok seharga Rp150.000,00; c) membayar pajak senilai Rp750.000,00; d) transfer intern bank untuk membayar kuliah anaknya di Yogia Rp1.000.000,00; e) membuat akta PPAT atas pengalihan tanah milik pak Yoga di Cirebon. Bagaimana perlakuan bea meterai atas dokumen-dokumen di atas

 ADBI4330/MODUL 7 7.39 Petunjuk Jawaban Latihan 1) Bea meterai dikenakan atas surat yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. 2) Pelunasan bea meterai yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan bea meterai di Indonesia dengan catatan bahwa dokumen tersebut tidak digunakan di Indonesia. Apabila dokumen tersebut akan digunakan di Indonesia maka bea meterai yang terutang harus dilunasi terlebih dahulu dengan tarif yang berlaku dan dengan cara pemeteraian kemudian oleh Pejabat Pos tanpa dikenakan denda. 3) Perlakuan bea meterai atas dokumen-dokumen tersebut adalah .... a) dokumen gaji yang merupakan bukti pembayaran gaji kepada karyawan bukan merupakan dokumen yang terutang bea meterai; b) dokumen pembayaran utang kepada suplier atas pembelian 100 buah balok kayu terutang bea meterai sebesar Rp6.000,00; c) dokumen pembayaran pajak tidak terutang bea meterai; d) dokumen transfer intern bank tidak kena bea meterai; e) Akta PPAT yang dibuat oleh Pejabat PPAT beserta rangkapnya merupakan dokumen yang terutang Bea Meterai masing-masing sebesar Rp6.000,00. RANGKUMAN Ketentuan materiil bea meterai dengan objek pajaknya adalah dokumen yang bersifat perdata. Dokumen dalam UU bea meterai adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak yang berkepentingan. Tarifnya tetap, yaitu Rp6.000,00, kecuali dokumen tanda terima uang (kuitansi), yang menyebutkan nominal tidak lebih dari Rp250.000,00 bebas dari bea meterai, di atas Rp250.000,00, tetapi tidak lebih dari Rp1.000.000,00 besarnya bea Rp3.000,00, dan yang menyebutkan tanda terima uang di atas Rp1.000.000,00 dengan bea meterai Rp6.000,00. Khusus untuk cek dan giro pada bank, tarif bea meterainya Rp6.000,00.

7.40 Administrasi Perpajakan  TES FORMATIF 2 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Bea meterai yang dipungut oleh pemerintah didasarkan pada .... A. aturan Bea meterai tahun 1921 B. UU No. 7 Tahun 1969 C. UU No. 7 Tahun 1983 D. UU No. 13 Tahun 1985 2) Bea meterai dengan nilai Rp6.000,00 dikenakan atas dokumen yang berbentuk .... A. surat perjanjian jual beli tanah B. kuitansi penerimaan uang dengan nilai Rp90.000,00 C. kuitansi penerimaan uang dengan nilai Rp250.000,00 D. kuitansi penerimaan sejumlah uang di atas Rp1.000.000,00 3) Sasaran utama dalam melakukan pembaruan perpajakan di bidang Bea Meterai adalah .... A. meningkatkan penerimaan pajak B. pemerataan dalam pembebanan dan pengenaan pajak C. keadilan dalam hak dan kewajiban wajib pajak D. kesederhanaan dan kemudahan 4) UU Bea Meterai yang baru masih memberikan pengecualian pengenaan bea meterai atas dokumen-dokumen tertentu misalnya yang bertalian dengan lalu lintas barang dan penumpang tidak dikenakan bea meterai. Hal ini dimaksud untuk .... A. memberikan dorongan kepada dunia usaha supaya mendapatkan keuntungan yang wajar B. menunjukkan kepada masyarakat bahwa faktor keadilan pengenaan pajak tetap diperhatikan C. memperlancar arus barang dan penumpang D. memperlancar arus barang dan penumpang serta untuk penyesuaian dengan ekonomi biaya tinggi 5) Benda meterai adalah kertas meterai dan meterai tempel yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut maka kertas meterai dan meterai tempel dapat dicetak oleh .... A. Perusahaan Negara Percetakan Negara (Perum Peruri) B. Kantor Pos dan Telekomunikasi

 ADBI4330/MODUL 7 7.41 C. Departemen Keuangan D. percetakan lainnya yang ditunjuk oleh negara Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2. Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar 100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.

7.42 Administrasi Perpajakan  Kegiatan Belajar 3 Kepabeanan dan Cukai K epabeanan dan Cukai merupakan salah satu pajak tidak langsung yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Kepabeanan dan Cukai merupakan suatu pengetahuan praktis yang penting untuk dipahami karena sangat menunjang Pembangunan Nasional di bidang ekonomi. Hal ini dikarenakan kepabeanan dan cukai selalu ada di semua pelabuhan baik laut maupun udara dan tempat-tempat yang terdapat kegiatan pemungutan bea masuk dan bea keluar yang tersebar di seluruh tanah air Indonesia. A. SEJARAH SINGKAT UNDANG-UNDANG TARIF INDONESIA DAN PERATURAN PELAKSANAAN YAITU ORDONANSI BEA Undang-undang kebeacukaian adalah Undang-undang Tarif Indonesia tahun 1871 tanggal 17 November 1872 dengan Stbl 1873 No. 35 tetapi baru berlaku pada tanggal 1 Januari 1874. Terdiri dari 16 Pasal; yang mempunyai Lampiran A pada Pasal 1 nya. Lampiran A 1. Buku atau daftar Tarif bea masuk yang pertama berlaku di Indonesia. 2. Klasifikasi Nomenclatur Jenewa yang berlaku sejak 1 Januari 1934. 3. BTN (Brussels Tarief Nomenclature), yang berlaku sejak 31 Januari 1973. 4. CCCN (Customs Cooperation Council Nomenclature) 1980, yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1981. 5. CCCN (Customs Cooperation Council Nomenclature) 1985. Yang mulai 5 berlaku sejak 1 April. 1. Peraturan Perundang-undangan Tentang Kepabeanan dan Cukai Dewasa ini Peraturan perundang-undangan tentang bea masuk ini memang baru mulai berlaku tahun 1995 menggantikan peraturan perundang-undangan produk pemerintah Belanda. Demikian pula yang terjadi pada peraturan perundang-undangan tentang Cukai. Namun demikian, kita telah memiliki Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-

 ADBI4330/MODUL 7 7.43 undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Kedua undang-undang ini sudah menampung semua aspirasi masyarakat pengguna jasa Kepabeanan dan Cukai dan aparat Bea Cukai sendiri. 2. Penetapan Tarif dan Nilai Pabean Untuk pembayaran bea masuk dianut satu sistem, yaitu self assessment yaitu sistem penghitungan dan pembayaran bea masuk dilakukan sendiri oleh importir atau kuasanya. Dalam hal ini, pejabat Bea dan Cukai diberi wewenang untuk meneliti dan menetapkan tarif dan nilai pabean untuk perhitungan Bea Masuk yang tercantum dalam pemberitahuan Pabean yang diserahkan importir atau kuasanya. Penetapan tarif dapat diberikan sebelum atau sesudah pemberitahuan pabean atas impor diserahkan, sedangkan penetapan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk hanya dapat diberikan estela pemberitahuan pabean disertakan. Pengertian “dapat” di sini dimaksudkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean hanya dalam hal tarif dan nilai pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif dan nilai pabean yang sebenarnya, sehingga dapat mengakibatkan: a. bea masuk kurang dibayar dalam hal tarif dan atau nilai pabean yang ditetapkan lebih tinggi; b. bea masuk lebih bayar dalam hal tarif dan atau nilai pabean yang ditetapkan lebih rendah. Dalam hal tertentu, atas barang impor dilakukan penetapan tarif dan nilai pabean untuk pemberitahuan bea masuk estela pemeriksaan fisik, tetapi sebelum diserahkan pemberitahuan pabean, misalnya untuk barang penumpang, pelintas batas, dan awal sarana pengangkutan. Dalam rangka memberikan kepastian pelayanan kepada masyarakat, jika pemberitahuan pabean sudah didaftarkan, penetapan besarnya bea masuk oleh Pejabat Bea Cukai. Penetapan tersebut setelah dilakukan pemeriksaan ulang terhadap pemberitahuan pabean tersebut. Hasil pemeriksaan ulang tersebut dijadikan acuan dalam penetapannya bea masuk dan lain-lain. Pada dasarnya, penetapan Pejabat Bea dan Cukai sudah mengikat dan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika hasil pemeriksaan ulang atas pemberitahuan pabean atau dokumen pelengkap pabean menunjukkan adanya kekurangan atau kelebihan bea masuk, untuk mengamankan penerimaan

7.44 Administrasi Perpajakan  negara atau menjamin hak pengguna jasa, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat membuat penetapan baru. 3. Cara Penghitungan Bea Masuk dan Pajak-pajak Impor lainnya Berdasarkan Pasal 12 UU No. 10 Tahun 1995 sebagaimana telah diperbaharui dengan UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, bea masuk dihitung berdasarkan …. % x Rp Nilai Pabean (Suatu persentase kali nilai pabean). Tarif perhitungan seperti ini dinamakan tarif ad valorum. Hampir semua jenis pajak menggunakan tarif ad valorum, kecuali Bea Meterai yang menggunakan tarif ad naturam, yaitu telah ditetapkan yaitu Rp6.000,00 atau Rp3.000,00 per lembar dokumen. Tarif ini juga dikenal sebagai tarif spesifik. Di dalam Bea masuk juga ada, tetapi untuk beberapa jenis barang impor tertentu seperti tarif bea masuk gula. Tarif bea masuk pada umumnya persentasenya dapat dilihat pada Harmonized System yaitu Buku Tarif Bea Masuk Internasional yang berlaku di beberapa negara yang melakukan perdagangan internasional kecuali antara negara ASEAN yang berdasarkan Pasal 13 UU No. 10 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan UU No. Tahun 200 menggunakan tarif berdasarkan perjanjian. Tarif seperti ini disebut tarif preferensi. Sehingga buku tarif bea masuk antarnegara-negara ASEAN tersebut dinamakan Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Selanjutnya berdasarkan Pasal 13 UU No. 10 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2006 kita mengenal juga tarif betham, yaitu tarif yang dikenakan terhadap suatu nilai Bea Masuk yang melebihi batas bebas. Penerapan tarif bea masuk seperti ini terdapat pada impor barang penumpang, anak buah kapal, atau barang kiriman (pos paket). Misalnya barang penumpang pada prinsipnya bebas bea masuk jika nilainya tidak melebihi batas FOB US $1.000 per keluarga atau FOB US $250 per orang atau FOB US $50 untuk anak buah kapal per orang dan untuk barang kiriman (pos paket) per alamat. Jika nilainya melebihi barulah dikenakan bea masuk secara ad valorum. Selanjutnya dalam Pasal 13 UU No. 10 Tahun 1995 sebagaimana telah diperbaharui dengan UU No. 17 Tahun 2006 kita juga mengenal tarif pembalasan (secara teoritis) walaupun pelaksanaannya yang memberlakukan Indonesia seolah-olah sebagai musuhnya dengan tarif yang sangat tinggi.

 ADBI4330/MODUL 7 7.45 Contoh 1: Arman adalah importir barang elektronik yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API), mengimpor barang elektronik dari Jepang dengan nilai pabean Rp100.000.000,00 dengan bea masuk 30%. Dari kegiatan ini Arman harus menghitung bea masuk, PPN, dan PPh Pasal 22, yaitu: Nilai Pabean Tarif dan Pelunasan Cukai Rp100.000.000,00 Bea Masuk 30% = 30% x Rp100.000.000,00 Rp 30.000.000,00 + Nilai Impor Rp130.000.000,00 PPN = 10% x Rp130.000.000,00 Rp 13.000.000,00 PPh Pasal 22 = 2.5% x Rp130.000.000,00 Rp 3.250.000,00 Penjelasan: a. Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang adalah 10% kali nilai impor. Sedangkan nilai impor = Nilai Pabean + Bea Masuk = Pungutan lain yaitu cukai jika ada. b. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) maka PPh atas impor yaitu PPh Pasal 22 impor ada dua alternatif: 1) jika importir mempunyai API tarifnya adalah 2.5% x Nilai Impor; 2) jika importir tidak mempunyai API maka tarifnya adalah 7.5 x Nilai Impor; c. Seandainya barang impor yang bersangkutan tergolong mewah maka dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) berdasarkan UU No. 18 Tahun 2000 dengan tarif yang beragam tergantung jenis (golongan) barangnya. d. Seandainya yang diimpor adalah Barang Kena Cukai (BKC) ada dua alternatif: 1) impor hasil tembakau Misalnya rokok) maka terkena BM + PPN + PPh Pasal 22 + Cukai Tembakau; 2) impor minuman keras maka dikenakan BM + PPN + PPnBM + PPh Pasal 22 + Cukai alkohol; Contoh di atas adalah apabila besarnya nilai pabean diketahui. Jika nilai pabean tidak diketahui dan yang diketahui adalah harga barang yang dibayar oleh importir maka ada tiga alternatif, yaitu: a. CIF (Cost Insurance and Freigst). b. CFR (Cost and Freight). c. FOB (Free On Board).

7.46 Administrasi Perpajakan  Yang dipergunakan sebagai rumus nilai pabean yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah CIF dikalikan dengan Rp kurs. Sedangkan CIF = FOB + Freight + Insurance atau CFR + Insurance FOB + Freight Contoh 2a: Yusuf seorang importir tetapi belum mempunyai API mengimpor minuman keras dari Singapura senilai CIF US $10.000 kurs US $1 + Rp9.000,00. selain dikenakan bea masuk 20%, cukai Rp1.000.000,00 juga PPnBM 75%. Maka pungutan-pungutan yang dikenakan dan harus dibayar oleh Yusuf adalah sebagai berikut. Nilai Pabean = CIF x Rp kurs = 10.000 x Rp9.000,00 = Rp 90.000.000,00 Bea Masuk 20% = 20% x RpNP = 20% x Rp90.000,00 = Rp 18.000.000,00 Cukai Rp 1.000.000,00 + Nilai Impor Rp109.000.000,00 PPN = 10% x Rp109.000.000,00 = Rp 10.900.000,00 PPnBM= 75% x Rp109.000.000.000,00 = Rp 81.750.000,00 PPh Pasal 22 = 7.5% x Rp109.000.000,00 = Rp 8.175.000,00 Contoh 2 b: Norman seorang importir namun belum punya API mengimpor hasil tembakau (rokok) dari Jepang senilai CIF US $10.000 kurs US $1 = Rp9.000,00. selain dikenakan BM 15% juga dikenakan cukai Rp500.000,00. Adapun pungutan-pungutan impor yang dikenakan atas Norman adalah sebagai berikut. Nilai Pabean = CIF x Rp kurs = 10.000 x Rp9.000,00 = Rp 90.000.000,00 Bea Masuk 15% = 20% x RpNP = 15% x Rp90.000,00 = Rp 13.500.000,00 Cukai Rp 500.000,00 + Nilai Impor Rp104.000.000,00 PPN = 10% x Rp104.000.000,00 = Rp 10.400.000,00 PPh Pasal 22 = 7.5% x Rp104.000.000,00 = Rp 7.800.000,00 Contoh 3: Seorang importir tetapi Belum mempunyai API mengimpor minuman keras dari Singapura senilai CFR US $10.000 dan insurance maka dengan mudah diketahui bahwa harga CIF = US $10.000 + US $50 = US $10.050 seterusnya sama yaitu dihitung Nilai Pabeannya. Bea Masuk dan seterusnya.

 ADBI4330/MODUL 7 7.47 Sebaliknya jika diketahui hanya FOB-nya saja tanpa insurance-nya maka harus menjabarkannya ke dalam CIF dengan menggunakan humus sebagai berikut. a. Jika barang berasal dari: 1) Amerika, Afrika, dan Eropa maka Freightnya dihitung 15% x FOB. 2) Australia dan Asia bukan ASEAN maka freight dihitung 10% x FOB. 3) ASEAN maka Freight-nya dihitung 5% x FOB. b. Untuk transportasi udara besarnya biaya transportasi ditetapkan berdasarkan tarif IATA (Internacional Air Transport Association). Sedangkan insurance-nya dihitung 0,5% x CFR dan berlaku sama semua negara, kecuali jika asuransi ditutup di Indonesia maka insurance = 0,5% x CFR. Contoh 5: Murdani seorang importir dan telah memiliki API mengimpor barang dari Prancis senilai FOB US $10.000 kurs UC $1 = Rp9.000. Bea Masuk 30%. Berapakah Murdani harus membayar PPN dan PPh Pasal 22? Cara menghitung: Harga FOB US $10.000 Freight Prancis = 10% x FOB US $ 1.000 + CFR US $11.000 Insurance = 0,5% x CFR US $ 55 + CIF US $11.055 Nilai Pabean = 11.055 x Rp9.000,00 Rp 99.495.000,00 Bea Masuk 30% = 30% x Rp99.495.000,00 = Rp 29.848.500,00 + Nilai Impor Rp 129.343.500,00 PPN = 10% x Rp129.343.500,00 = Rp 12.934.350,00 Ph Pasal 22 = 2.5% x Rp129.343.500,00 = Rp3.233.587.50,00 Untuk semua jumlah dalam rupiah selalu dibulatkan ke bawah, jika ada angka di belakang koma, dibulatkan, menjadi rupiah penuh berapa pun besarnya. Kita lihat pada contoh, yaitu Rp3.233.587.50,00 dibulatkan menjadi Rp3.233.587,00, tetapi untuk mata uang asing (valuta asing = valas), angka di belakang koma tidak dibulatkan sampai digit ke 4, dan digit ke 5 dihilangkan.

7.48 Administrasi Perpajakan  4. Sarana Tempat Penimbunan Barang Dalam Pasal 1 butir 16 UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2006, Ketentuan- ketentuan tentang tempat-tempat atau sarana penimbunan secara garis besar dibagi menjadi tiga jenis, yaitu berikut ini. a. Tempat penimbunan sementara Adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya. Bangunan di sini berupa gudang yang mempunyai pintu pemasukan pengeluaran tanpa jendela. Pintu tersebut dapat dikunci baik dari dalam maupun dari luar oleh Pejabat Bea dan Cukai yang bertugas untuk itu. Biasanya bangunan ini difungsikan untuk menimbun barang-barang yang ukuran peti pengemasnya besar seperti peti kemas, alat- alat besar dan barang-barang konstruksi. b. Tempat penimbunan berikat Adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu di dalam Daerah Pabean yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan perlakuan khusus di bidang Kepabeanan, Cukai, dan Perpajakan yang dapat berbentuk: 1) kawasan berikat; 2) pergudangan berikat; 3) entrepot untuk tujuan pameran; 4) toko bebas bea. c. Tempat penimbunan pabean Adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang disediakan oleh Pemerintah di kantor pabean yang berada di bawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang-barang yang: 1) dinyatakan tidak dikuasai; 2) barang yang dikuasai negara; 3) barang yang menjadi milik negara.

 ADBI4330/MODUL 7 7.49 Tempat penimbunan pabean dapat berupa: 1) bangunan; 2) lapangan; 3) tempat lain yang disamakan. Tempat penimbunan pabean disediakan oleh Pemerintah, dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan difungsikan hanya untuk menimbun barang-barang yang statusnya tidak dikuasai, yang dikuasai negara, dan yang menjadi milik negara. B. CUKAI Yang dimaksud dengan cukai berdasarkan UU No. 11 Tahun 1995 sebagaimana telah diperbaharui dengan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, adalah pajak tidak langsung yang dipungut untuk penerimaan Negara terhadap pemakai beberapa jenis barang tertentu di dalam daerah Pabean Indonesia berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan yang dimaksud dengan barang tertentu tersebut adalah bahwa tidak semua pemakai barang di dalam daerah pabean itu dikenai cukai. 1. Objek dari Cukai Objek dari cukai adalah Barang Kena Cukai (BKC). Ada beberapa barang yang dikenai cukai, antara lain sebagai berikut. a. Etil Alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya. b. Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahkan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol. c. Hasil tembakau yang meliputi, sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.

7.50 Administrasi Perpajakan  2. Pembebasan Cukai Pembebasan Cukai dapat diberikan atas barang kena cukai, yaitu berikut ini. a. Yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan Barang Kena Cukai. b. Untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. c. Untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabat yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik. d. Untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi badan internasional Indonesia. e. Yang dibawa oleh penumpang, awak pesawat pengangkut, pelintas batas atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan: 1) yang digunakan untuk tujuan sosial; 2) yang dimasukkan ke dalam Tempat Penimbunan. Pembebasan cukai dapat juga diberikan atas barang Kena Cukai tertentu yaitu: a. etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum; b. minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung keluar daerah pabean. 3. Saat Terutang Cukai Untuk menentukan kapan saat terutangnya Barang Kena Cukai, adalah dengan melihat asal barang tersebut, yaitu: a. untuk Barang Kena Cukai (BKC) impor yaitu pada saat BKC tersebut masuk melewati batas daerah pabean Indonesia; b. untuk Produk Dalam Negeri, saat terutangnya segera setelah BKC selesai dibuat dan siap untuk dikonsumsi di dalam daerah Pabean Indonesia. Di atas telah disebutkan bahwa BKC impor merupakan bagian dari objek bea masuk maka jika ada importir yang mengimpor minuman keras atau hasil tembakau juga harus dikenakan bea masuk dan pajak-pajak impor lainnya ditambah cukai.

 ADBI4330/MODUL 7 7.51 4. Penagihan Penagihan cukai dapat dilakukan terhadap: a. utang cukai yang tidak dilunasi pada waktunya; b. kekurangan cukai karena kesalahan perhitungan dalam dokumen pemberitahuan atau pemesanan pita cukai; c. denda administrasi. Cukai dan denda administrasi harus dilunasi selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari setelah tanggal diterimanya surat tagihan. Tagihan negara berdasarkan UU ini mempunyai hak mendahulu atas segala tagihan terhadap harta yang terutang. Hak mendahulu sebagaimana dimaksud tidak berlaku terhadap: a. biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak ataupun tidak bergerak; b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan sesuatu barang; c. biaya perkara yang disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu harian. Hak mendahulu akan hilang setelah lampau waktu 2 tahun sejak dikeluarkannya Surat Tagihan, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebut diberikan penundaan pembayaran. Apabila diberikan penundaan pembayaran dalam jangka waktu 2 tahun tersebut, harus ditambah dengan jangka waktu penundaan pembayaran. 5. Tarif Cukai Barang Kena Cukai (BKC) yang dibuat di Indonesia dikenai Cukai berdasarkan tarif setinggi-tingginya sebagai berikut. a. 250% dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan adalah Harga Jual Pabrik. b. 50% dari Harga Dasar apabila Harga Dasar yang digunakan harga jual eceran. 6. Harga Dasar Harga dasar yang dipergunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia adalah harga jual pabrik atau harga jual eceran.

7.52 Administrasi Perpajakan  H.D BKC yang dibuat di Indonesia = HJP/HJE Harga Dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang diimpor adalah nilai pabean ditambah bea masuk atau harga jual eceran. H.D BKC Impor = Nilai Pabean + BM atau = HJE 7. Harga Jual Pabrik Adalah harga penyerahan pabrik kepada penyalur atau konsumen yang di dalamnya belum termasuk cukai. 8. Harga Jual Eceran (HJE) Adalah harga penyerahan pedagang eceran kepada konsumen terakhir yang di dalamnya sudah termasuk cukai. 9. Nilai Pabean dan Bea Masuk Adalah nilai pabean dan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam UU Kepabeanan. Ketentuan tentang penetapan harga dasar diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. 10. Perhitungan Tarif Cukai Maksimum Perhitungan ini didasarkan kepada kalkulasi harga eceran yang diajukan oleh pengusaha pabrik rokok. a. Bila Cukai dikenakan dari Harga Jual Pabrik Harga Jual Pabrik per bungkus Rp 468,00 Cukai 250% x Rp468,00 Rp1.170,00 + Rp1.638,00 PPN 10% x Rp1.638,00 Rp 164,00 + Rp1.802,00 Laba Penyalur 15% dari HE Rp 318,00 + Harga Eceran (HE) Rp2.120,00 Dibulatkan menjadi Rp2.100,00 b. Bila Cukai dikenakan dari Harga Jual Eceran Harga Jual Pabrik per bungkus Rp 468,00 Cukai 55% x Rp2.100,00 Rp1.155,00 + Rp1.623,00

 ADBI4330/MODUL 7 7.53 PPN 7,7% x Rp2.100,00 Rp 162,00 + Rp1.785,00 Laba penyalur 15% x HE Rp 315,00 + Harga Eceran Rp2.100,00 Kesimpulan: Dengan demikian, tarif maksimum 250% dari harga jual pabrik equivalent dengan 55% dari harga jual eceran. Keterangan: a. Laba penyalur tersebut relatif, kalau 15% dari HE maka PPN-nya 7,7% karena PPN tersebut sudah termasuk di dalam HE maka apabila laba penyalur sebesar 10% dari HE berarti PPN-nya 8,2%. Included, artinya HE = Cost Price + Laba Penyalur + Cukai + PPN 10%. b. Cukai alkohol berdasarkan tarif spesifik, yaitu Rp2.500,00 per liter. 1) Konsentrat yang mengandung etil alkohol (DN atau LN) cukainya Rp25.000,00 per liter. 2) Minuman yang mengandung etil alkohol (DN atau LN) sebagai berikut. Kadar Tarif Cukai per liter s/d 2% Rp 500,00 Harga Jual Eceran HJE > 2 – 7% Rp 750,00 s/d Rp4.000,00 > 7 – 20% Rp 1.500,00 > Rp4.000,00 – Rp10.000,00 > 20 – 45% Rp10.000,00 > Rp10.000,00 – Rp60.000,00 > 45% Rp50.000,00 > Rp60.000,00 – Rp200.000,00 > Rp200.000,00 Alkohol tarif cukainya bersifat Ad naturam (spesifik): Rp1.500,00, 1) Etil alkohol = Rp2.500,00 per liter. 2) Konsentrat beralkohol = Rp25.000,00 per liter. 3) Minuman beralkohol = Rp500,00, Rp750,00, Rp10.000,00, Rp50.000,00, per liter. Cukai tembakau berdasarkan tarif Ad Valorum, yaitu % x HE atau HJP Hasil tembakau: a. BKC dalam negeri; b. BKC luar negeri.

7.54 Administrasi Perpajakan  a. Barang Kena Cukai (BKC) hasil tembakau dalam negeri 1. SKM (>5 miliar batang per tahun) Cukainya 36% x HE >2,5 miliar -5 miliar batang Cukainya 28% x HE per tahun > 1 miliar -2,5 miliar batang Cukainya 24% x HE per tahun s/d 1 miliar batang per tahun Cukainya 20% x HE 2. SKT (>5 miliar batang per tahun) Cukainya 16% x HE >2,5 milyar-5 miliar batang Cukainya 8% x HE per tahun >28,8 juta-2,5 miliar batang Cukainya 4% x HE per tahun s/d 28,8 juta batang per Cukainya 2% x HE tahun 3. KLB/KLM (>5 miliar batang per tahun) Cukainya 8% x HE >2,5 milyar-5 miliar batang Cukainya 6% x HE per tahun >28,8 juta-2,5 miliar batang Cukainya 2% x HE per tahun s/d 28,8 juta batang pertahun Cukainya 1% x HE 4. Cerutu Cukainya 10% x HE 5. Tembakau Iris (bahan baku impor) Cukainya 10% x HE (DN seluruhnya dengan Cukainya 6% x HE mesin) (DN sebagian dengan mesin) Cukainya 2% x HE (DN dengan tangan) Cukainya 1% x HE 6. SPM (HJE > Rp75,00) Cukainya 38% x HE (> Rp50,00 - Rp75,00) Cukainya 34% x HE (> Rp25,00 - Rp75,00) Cukainya 24% x HE (> s/d Rp25,00) Cukainya 20% x HE b. BKC - Hasil tembakau impor SKM Cukainya 38% x HE Max: 250% x (NP + BM) SKT Cukainya 16% x HE Max: 250% x (NP + BM) CRT Cukainya 10% x HE Max: 250% x (NP + BM) TIS dan HT Cukainya 10% x HE Max: 55% x HJE lainnya SPM Cukainya 38% x HE Max: 55% x HJE

 ADBI4330/MODUL 7 7.55 11. Pelunasan Cukai Pelunasan cukai dilakukan dengan cara berikut ini. a. Pembayaran. b. Pelekatan pita cukai. Dalam hal pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai, cukai dianggap tidak dilunasi apabila pelekatan pita cukai tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Pengusaha Pabrik atau importir yang melunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang tidak dilunasi utang cukai sampai dengan jangka waktu penundaan berakhir, selain harus melunasi utang cukai dimaksud juga dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar sepuluh persen tiap bulan dari nilai cukai yang harus dibayar. 12. Mekanisme Pembayaran dan Penyetoran Pembayaran dan penyetoran bea masuk, cukai, denda administrasi, bunga, dan pajak dalam rangka impor yang terutang kepada negara, disetor ke kas negara melalui Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pabean atau pada PT Pos Indonesia khusus untuk barang-barang kiriman pos. Pembayaran ini menggunakan formulir Surat Setoran Bea Cukai (SSBC) yang bentuk dan isinya ditentukan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Sementara itu, pembayaran pajak, yaitu PPN, PPnBM, PPh Pasal 22 dalam rangka impor menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang bentuk dan isinya ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Pada waktu menerima pembayaran Bea Masuk, Cukai, denda administrasi, bunga, dan pajak dalam rangka impor pada Bank Devisa Persepsi, kantor Pabean, dan PT. Pos Indonesia, wajib: a. meneliti kebenaran penghitungan Bea masuk, Cukai, denda administrasi, bunga, dan pajak dalam rangka impor; b. meneliti kebenaran dan kelengkapan pengisian SSBC dan SSP. Petunjuk pelaksanaan teknis keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi, dan Direksi Bank Indonesia, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai bidang tugas masing-masing.

7.56 Administrasi Perpajakan  13. Kewenangan Pabean dan Cukai Kewenangan Kepabeanan dan Kewenangan di bidang Cukai merupakan hal baru terutama di bidang Cukai. Kedua kewenangan ini baru ada pada UU No. 10 Tahun 1995 yang telah diubah dan diperbarui dengan UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dan UU No. 11 Tahun 1995 yang telah diubah dan diperbarui dengan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai. a. Kewenangan pabean Wewenang Kepabeanan membahas tentang tugas dari seorang Pejabat Bea Cukai dalam mengawasi barang yang keluar masuk daerah pabean. Pejabat Bea Cukai berhak untuk melakukan pengawasan dan penyegelan, memeriksa barang, pembukuan, bangunan dan tempat lain, pemeriksaan sarana pengangkut, pemeriksaan badan, serta pencegahan. Pejabat ini juga berwenang untuk mengambil tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang ekspor, di samping itu juga melakukan penyegelan, mengunci, dan melekatkan tanda pengaman yang diperlukan. Bahkan bila perlu menempatkan seorang petugas untuk menjaganya di samping itu jika perlu dalam melaksanakan tugas, pejabat bea Cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang sejenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. b. Keberatan dan banding Untuk menjamin kepastian hukum dan sebagai manifestasi dari rasa keadilan maka terhadap penetapan Pejabat Bea dan Cukai mengenai tarif dan atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk maupun sanksi administrasi maka penggunaan jasa kepabeanan dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dalam waktu 30 hari sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan jaminan sebesar bea masuk yang harus dibayar. Putusan atas keberatan itu akan dikeluarkan dalam jangka waktu 60 hari sejak diterimanya keberatan. Apabila dalam jangka waktu 60 hari Direktur Jenderal Pajak belum memberikan jawaban maka keberatan tersebut dianggap diterima dan jaminan dikembalikan. Di samping itu, pemerintah memberikan bunga sebesar 2% setiap bulannya untuk selama-lamanya 24 bulan (2 tahun). Orang yang keberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas tarif dan nilai pabean dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak seperti yang dimaksud dalam UU No. 6

 ADBI4330/MODUL 7 7.57 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dan terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007. c. Ketentuan pidana UU Kepabeanan telah mengatur atau menetapkan tata cara atau kewajiban yang harus dipenuhi apabila seseorang mengimpor atau mengekspor barang. Dalam hal seseorang mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan atau prosedur yang telah ditetapkan oleh ketentuan kepabeanan, diancam dengan pidana berdasarkan Pasal-Pasal yang bersangkutan, dengan hukuman akumulatif berupa pidana penjara dan atau denda. Penindakan terhadap barang dan atau sarana pengangkut serta bangunan atau tempat lain adalah suatu wewenang kepabeanan yang bersifat administratif dalam rangka menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya ketentuan larangan dan pembatasan. Untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya ketentuan UU Kepabeanan maka Pejabat Bea dan Cukai mempunyai wewenang untuk melakukan penindakan di bidang Kepabeanan sebagai upaya untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran terhadap ketentuan UU Kepabeanan. d. Sanksi administrasi Sanksi administrasi ditujukan untuk memulihkan hak-hak negara dan untuk menjamin ditaatinya aturan-aturan yang secara tegas telah diatur dalam ketentuan UU Kepabeanan. Dengan demikian, sanksi administrasi tersebut merupakan sarana fiskal yang dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Untuk kepraktisan penyelenggaraannya, kewenangan Direktur Jenderal Bea dan Cukai dalam menetapkan sanksi administrasi dapat dilaksanakan oleh Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sanksi administrasi dapat berupa: a. denda yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah tertentu; b. denda yang besarnya dinyatakan dalam persentase dari Bea masuk (yang seharusnya dibayar); c. denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya dinyatakan dalam nilai rupiah; d. denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya dinyatakan dalam persentase tertentu dari kekurangan pembayaran bea masuk.

7.58 Administrasi Perpajakan  Penetapan Denda Minimum Sampai Maksimum Bulan Jumlah Pelanggaran Sanksi 6 bulan terakhir 6 bulan terakhir 1 pelanggaran Satu kali denda minimum 6 bulan terakhir 6 bulan terakhir 2 pelanggaran Dua kali denda minimum 6 bulan terakhir 3 sampai 4 pelanggaran Lima kali denda minimum 5 sampai 6 pelanggaran Tujuh kali denda minimum Lebih dari 6 pelanggaran Denda sebesar satu kali denda maksimum Terhadap pelanggaran yang diancam dengan sanksi administrasi berupa denda minimum sampai dengan maksimum yang besarnya dinyatakan dalam persentase tertentu dari kekurangan pembayaran bea masuk ditetapkan sebagai berikut. Kekurangan Pembayaran Bea Masuk Besarnya Denda 1. Sampai 25% dari Bea Masuk yang telah dibayar 100% 2 25% s.d. 50% dari Bea Masuk yang telah dibayar 200% 3 50% s.d. 75% dari Bea Masuk yang telah dibayar 300% 4 75% s.d. 100% dari Bea Masuk yang telah dibayar 400% 5 Di atas 100% dari Bea Masuk yang telah dibayar 500% e. Sanksi terhadap tindak pidana Dalam UU Kepabeanan telah diatur jenis tindak pidana yang diancam hukuman baik secara kumulatif berupa pidana penjara dan denda, maupun hanya salah satu pidana, yaitu pidana penjara atau denda. Ancaman hukuman secara kumulatif berupa pidana penjara dan denda, akan dikenakan terhadap barang siapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengekspor atau mencoba mengimpor barang tanpa mengindahkan ketentuan UU Kepabeanan, dipidana karena melakukan penyelundupan dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00, tindak pidana ini dikenal dengan tindak pidana penyelundupan. Sedangkan tindak pidana yang dikenakan ancaman pidana penjara dan atau denda dikenakan terhadap barang siapa, artinya yang telah melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan. Dalam hal ini, dapat dikemukakan contoh misalnya importir, eksportir, pengangkut, pengusaha pengangkutan, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, badan atau mereka yang memberikan perintah untuk melakukan pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan atau yang melalaikan pencegahannya.

 ADBI4330/MODUL 7 7.59 Sanksi pidana yang dijatuhkan kepada badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi senantiasa berupa pidana pokok, yaitu pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00. Dalam hal pidana, denda tidak dibayar oleh terpidana, sebagai gantinya diambil dari kekayaan dan atau pendapatan terpidana. Dalam hal penggantian tidak dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana kurungan paling lama 6 bulan. Barang-barang yang berasal dari tindak pidana dirampas untuk negara dan menjadi milik negara. Penggunaan barang yang menjadi milik negara ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 14. Kewenangan di Bidang Cukai Pejabat Bea Cukai berwenang mengambil tindakan yang diperlukan atas Barang Kena Cukai berupa penghentian, pemeriksaan, pencegahan, dan penyegelan. Dalam melaksanakan tugasnya, Pejabat Bea Cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang syarat penggunaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu, Pejabat Bea dan Cukai dapat minta bantuan TNI/POLRI dan/atau instansi lainnya. a. Penyegelan Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk mengunci, menyegel dan/atau melakukan tanda pengamanan yang diperlukan pada bagian-bagian dari Pabrik. Tempat penyimpanan, tempat penjualan eceran, tempat-tempat lain atau sarana pengangkutan yang di dalamnya terdapat barang kena cukai guna pengamanan cukai. b. Keberatan dan banding 1) Keberatan Pengusaha pabrik atau tempat penyimpanan dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas hasil penutupan buku rekening barang kena cukai dalam jangka waktu 30 hari setelah tanggal penutupan, dengan menyerahkan jaminan sebesar cukai yang kurang dibayar. Hal yang sama dikenakan pula terhadap orang yang dikenal sebagai sanksi administrasi. 2) Banding Orang yang berkeberatan atas pencabutan izin bukan permohonan sendiri dapat mengajukan banding dalam jangka waktu 60 hari sejak tanggal

7.60 Administrasi Perpajakan  penetapan atau keputusan, setelah cukai dan/atau sanksi administrasi yang terutang dilunasi. Permohonan banding diajukan hanya kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007. Sebelum badan peradilan pajak dibentuk, permohonan banding diajukan kepada lembaga banding yang keputusannya bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara. Permohonan dimaksud diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas, dilampiri salinan dari penetapan atau keputusan pejabat administrasi yang dimohonkan banding. 3) Ketentuan pidana Barang siapa tanpa memiliki izin, menjalankan usaha pabrik, tempat penyimpanan atau mengimpor Barang Kena Cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita-pita yang mengakibatkan kerugian negara, dipidana dengan penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Barang siapa membuat, menggunakan, atau menyerahkan buku atau dokumen cukai yang palsu atau dipalsukan, dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp150.000.000,00. Demikian pula apabila menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang Kena Cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai, dipidana dengan pidana denda paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Barang siapa melawan hukum seperti di bawah ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak 20 kali nilai cukai yang harus dibayar, yaitu: a) membuat, meniru, atau memalsukan pita cukai; atau b) membeli, menyimpan, mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai yang palsu atau dipalsukan atau dibuat secara melawan hukum; atau c) mempergunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual, atau mengimpor pita cukai yang sudah dipakai. Barang siapa menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh atau memberikan barang kena cukai yang berasal dari tindak pidana berdasarkan UU ini, dipidana dengan pidana paling lama empat tahun

 ADBI4330/MODUL 7 7.61 dan atau denda paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. Barang siapa tanpa izin membuka, melepas, atau merusak kunci, segel, atau tanda pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp150.000.000,00. Barang siapa menawarkan, menjual atau menyerahkan pita cukai kepada yang tidak berhak, atau membeli, menerima atau menggunakan pita cukai yang bukan haknya, dipidana paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar: 1) dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh yang bersangkutan, diambil dari kekayaan dan/atau pendapatan yang bersangkutan sebagai gantinya; 2) dalam hal penggantian tidak dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana kurungan paling lama 6 bulan. Tindak pidana dalam UU ini tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak terjadinya tindak pidana. LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Pemasukan barang dari luar negeri dikenakan bea masuk dengan tarif tertentu. Mengapa atas barang impor berupa bahan dikenakan tarif yang rendah? 2) Pajak ekspor di samping dipergunakan sebagai penerimaan negara, juga dapat dipergunakan untuk meningkatkan ekspor dan maksud lain. Bagaimana mekanisme keadaan tersebut? 3) Apabila dalam suatu kasus cukai belum selesai diputuskan sementara UU yang baru telah diberlakukan, maka kasus tersebut diperlakukan menurut peraturan yang mana?

7.62 Administrasi Perpajakan  Petunjuk Jawaban Latihan 1) Untuk menjawab pertanyaan ini hendaknya Anda memperhitungkan bahan yang diimpor, pengaruh, dan artinya bagi produksi dalam negeri. Setelah itu coba bandingkan dengan barang impor berupa barang jadi, lihat pengaruh atas produksi dalam negeri. 2) Jawaban Anda hendaknya diawali dengan fungis dari produk dalam negeri serta fungis dari ekspor barang, estela itu hendaknya Anda juga melihat pada peraturan yang berlaku. 3) Dengan berlakunya UU yang baru, maka peraturan yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi. Namun, terhadap semua urusan yang belum selesai seperti pesanan pita cukai, penggunaan pita cukai, utang cukai, pengembalian cukai dan sebagainya diberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang paling meringankan bagi setiap orang. RANGKUMAN Dalam rangka menunjang pembangunan nasional di segala bidang terutama bidang ekonomi, Kepabeanan dan Cukai merupakan salah satu sumber penting. Hal ini dapat kita lihat dengan banyaknya pelabuhan laut dan udara di seluruh Indonesia. Melalui pelabuhan laut dan udara inilah terdapat kegiatan pemungutan cukai, dan kegiatan kepabeanan. Bea masuk diatur berdasarkan UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2006 karena Bea masuk terdapat dalam kepabeanan yang meliputi kewajiban pabean (custom formality) yang harus dilaksanakan dalam penyelesaian ekspor – impor, di mana kewajiban itu penyelesaiannya harus diawasi di dalam Kawasan Pabean yang berlaku di seluruh daerah Pabean Indonesia. Sedangkan cukai objeknya sangat terbatas yaitu barang- barang tertentu saja yang meliputi hasil tembakau, alkohol, dan minuman beralkohol. Untuk cukai peraturannya ada pada UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan UU No. 39 Tahun 2007.

 ADBI4330/MODUL 7 7.63 TES FORMATIF 3 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Harga sebenarnya yang dibayar atau akan dibayar untuk barang yang akan di ekspor ke Daerah Pabean Indonesia disebut dengan .... A. harga ekspor B. nilai normal C. harga impor D. nilai sejenis 2) Tarif bea meterai ditetapkan atas dasar .... A. ad valorem B. degresif C. spesifik D. progresif 3) Penerimaan pajak ekspor besar kecilnya dipengaruhi oleh .... A. tarif yang berlaku B. jenis komoditi C. nilai kurs valuta asing D. harga patokan barang 4) Kaset yang dijual tanpa dilekati pita cukai, maka penjualnya akan dikenai denda sebanyak .... A. lima kali nilai cukai yang harus dibayar B. delapan kali nilai cukai yang harus dibayar C. sepuluh kali nilai cukai yang harus dibayar D. lima belas kali nilai cukai yang harus dibayar 5) Sanksi administratif yang dikenakan pada pengusaha atau pengangkut yang tidak memberikan bantuan yang layak bagi petugas Bea dan Cukai adalah .... A. Rp 500.000,00 B. Rp 5.000.000,00 C. Rp15.000.000,00 D. Rp20.000.000,00

7.64 Administrasi Perpajakan  Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3. Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar 100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang belum dikuasai.

 ADBI4330/MODUL 7 7.65 Kunci Jawaban Tes Formatif Tes Formatif 1 1) B. Alasan, kalau pajak langsung dikenakan terhadap penghasilan dan kekayaan maka pajak langsung dikenakan atas konsumsi dan lalu lintas barang/jasa yang dapat dilimpahkan kepada orang dan tanpa memperhatikan penerimaan negara. 2) C. Alasan, pajak langsung secara administratif mudah dilaksanakan mengingat keadaan baik personil dan data masyarakat yang belum sempurna. Di samping itu penarikan pajak tak langsung tidak membutuhkan kohir. 3) D. Sifat pemungutan dari PPnBM adalah satu kali yaitu pada tingkat pabrikan. 4) A. Dasar pengenaan PPnBM atas penyerahan BKP barang mewah adalah nilai impor. 5) C. PPN terutang untuk Masa Pajak Mei 2007 adalah Rp1.500.000,00 dan PPnBM Rp10.000.000,00. Tes Formatif 2 1) B. UU yang lama, yaitu ABM 1921 telah diganti dengan UU BM No. 13 Tahun 1985, sedang PP No. 2 1969 dan UU No. 7 Tahun 1969 adalah mengenai perubahan atas ABM. 2) D. Kuitansi dengan nilai di atas Rp250.000,00 dikenai Bea Meterai Rp6.000,00. 3) D. Dengan alasan bahwa kesederhanaan dan kemudahan dalam pembaharuan di bidang perpajakan yang tercermin dengan jumlah Pasalnya sedikit, objeknya hanya dokumen yang bersifat perdata saja, tarifnya yang hanya dua macam dan kemudahan dalam pelunasan. Jadi, pilihan yang tepat adalah D. 4) D. Alasannya sesuai dengan Pasal 4 huruf UU No. 13 Tahun 1985 yang tujuan utamanya untuk memperlancar arus barang dan penumpang juga untuk penyesuaian dengan ekonomi biaya tinggi. 5) C. Karena sesuai yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) huruf b di mana menetapkan hanya pemerintah RI atau Departemen Keuangan saja yang dapat mengeluarkan benda meterai.

7.66 Administrasi Perpajakan  Tes Formatif 3 1) D. Nilai sejenis. 2) B. Tarif bea masuk tidak meningkat (progresif) ataupun menurun (degresif). 3) D. Semua jawaban jelas berpengaruh terhadap bea masuk yaitu tarif semakin tinggi/rendah, jenis komoditi, tidak nilai kurs valuta asing tinggi/rendah dan terakhir yang paling tepat adalah harga patokan. 4) C. Sebanyak sepuluh kali nilai cukai yang harus dibayar. 5) B. Sanksi administratif yang dikenakan pada pengusaha atau pengangkut yang tidak memberikan bantuan yang layak bagi petugas Bea dan Cukai adalah sebesar Rp5.000.000,00.

 ADBI4330/MODUL 7 7.67 Daftar Pustaka Boediono, B. (1999). Administrasi Perpajakan. Jakarta: STIA-LAN Press. Harmanti. (2004). Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Ichsan, M. (1995). Administrasi Perpajakan. Jakarta: Modul Universitas Terbuka. Purwaningdyah dkk. (2002). Pajak Bumi dan Bangunan. Jakarta: Modul Universitas Terbuka. Surojo, Arif. (1986). Kebeacukaian. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Surojo, Arif dan Harmanti. (2003). Kepabeanan dan Cukai. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Surojo, Arif dan Sugianto. (2009). Kepabeanan dan Cukai. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Peraturan Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai. Undang-undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Undang-undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.

Modul 8 Penyusutan, Amortisasi, dan Revaluasi dalam Perpajakan Dra. Harmanti, M.Si. PENDAHULUAN S esuai Pasal 6 Ayat (1) UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah dan terakhir dengan UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa penyusutan aktiva tetap dan amortisasi harta tak berwujud dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan (biaya fiskal). Adapun tujuan penyusutan dan amortisasi secara fiskal sama dengan menurut komersial. Tujuan penyusutan dan amortisasi komersial dimaksudkan untuk mengalokasikan nilai perolehan ke masa manfaat aktiva tetap dan harta tak berwujud tersebut untuk dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung laba neto. Perbedaannya adalah dalam penggunaan metode di mana metode yang digunakan dalam akuntansi ada banyak jenisnya sementara untuk kepentingan penghitungan pajak telah diatur tersendiri dalam UU PPh dengan tujuan agar ada keseragaman. Setelah mempelajari materi dalam Modul 8 ini, Anda diharapkan mampu menguraikan apa yang dimaksud dengan Penyusutan, Amortisasi, dan Reevaluasi dalam bidang perpajakan. Secara khusus, Anda diharapkan dapat: 1. menjelaskan mengenai Penyusutan, Amortisasi, dan Revaluasi dalam bidang perpajakan; 2. menghitung penyusutan, amortisasi, dan Revaluasi dalam bidang perpajakan.

8.2 Administrasi Perpajakan  Kegiatan Belajar 1 Penyusutan P ada umumnya, perusahaan dalam kegiatan usahanya melakukan tax deduction disebabkan adanya pengeluaran kas, baik untuk pembelian barang, membayar tenaga kerja, dan jasa lainnya yang digunakan dalam kegiatan operasional. Pengakuan biayanya, tergantung apakah perusahaan menggunakan cash basis atau accrual basis dalam pembukuannya. Tetapi, ada jasa yang digunakan dalam kegiatan operasional yang harus dibeli terlebih dahulu seperti gedung, mesin, dan tanah. Pengeluaran kas untuk hal tersebut memberikan manfaat lebih dari satu periode. Untuk kepentingan pajak, perlakuan terhadap pengeluaran semacam ini dapat menimbulkan masalah dalam penentuan pajak penghasilan. A. PENGERTIAN PENYUSUTAN Penyusutan merupakan suatu proses alokasi di mana sebagian harga perolehan aktiva menjadi biaya (cost allocation) sehingga biaya tersebut mengurangi laba usaha (PSAK: 17). Biaya penyusutan adalah biaya yang bukan merupakan biaya yang dikeluarkan dari kas. Penyusutan dilakukan sebab masa manfaat dan potensi aktiva yang dimiliki semakin berkurang. Pengurangan nilai aktiva tersebut dibebankan sebagai biaya secara berangsur- angsur atau proporsional, misalnya seperlima dari nilai aktiva tetap dibebankan setiap tahun. Contoh dari pembebanan secara proporsional adalah sebuah toko yang menempati ruangan gedung seluas 25% dari luas gedung maka 25% dari penyusutan gedung akan dibebankan pada usaha toko tersebut. Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dengan suatu manfaat yang lebih dari satu tahun, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud dapat dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut, kecuali bangunan dapat dilakukan dalam bagian-bagian harta selama masa manfaat yang dihitung dengan cara menerapkan tarif

 ADBI4330/MODUL 8 8.3 penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas. Tax Policy untuk penyusutan harus mempertimbangkan tiga hal (Early Suandy, 2003, hal 30) yaitu berikut ini. 1. Keadilan Pajak (Tax Equity) Untuk keadilan pajak perlu diperhatikan jenis kegiatan dari Wajib Pajak, apakah perusahaan manufaktur (manufacturing) atau perusahaan jasa (service industry), bagaimana struktur modalnya, padat modal (capital intensive) atau padat karya (labour intensive). Dengan yang padat modal akan lebih diuntungkan disbanding dengan yang lainnya. 2. Kebijakan Ekonomi (Economic Policy) Dengan adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan investasi (capital growth). Jika penyusutan besar maka after-tax earnings juga besar, return on investment (ROI) besar sehingga cash flow menjadi tinggi. Menurut ketentuan perpajakan, perhitungan penyusutan dimulai pada tahun perolehan. Secara ekonomis dapat diatur dengan peraturan tertentu secara selektif, untuk mendorong atau menghambat suatu capital growth. Penyusutan secara selektif dapat dibedakan menjadi: a. penyusutan untuk barang baru atau barang bekas; b. penyusutan berdasarkan jenis industri tertentu; c. penyusutan berdasarkan jenis aktiva (asset type); d. penyusutan berdasarkan lokasi (terpencil). 3. Administrasi (Administration) Secara administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sederhana dan kompleks. Pemilihan jenis penyusutan baik yang sederhana maupun yang kompleks tergantung pada beberapa hal, seperti besarnya biaya administrasi, sumber daya manusia, dan kepatuhan wajib pajak. B. KARAKTERISTIK DARI AKTIVA YANG DAPAT DISUSUTKAN 1. Digunakan dalam Kegiatan Usaha (Use in a Trade or Business) Aktiva yang boleh disusutkan adalah aktiva yang dipakai dalam usaha atau menjalankan usaha. Aktiva ini dapat dibedakan menjadi business asset, mixed asset, dan private asset. Untuk business asset dapat disusutkan

8.4 Administrasi Perpajakan  semuanya, sedangkan untuk mixed asset boleh disusutkan sebagian sesuai dengan yang digunakan dalam kegiatan usaha. 2. Nilainya Menurun Secara Bertahap (Gradual Declining in Value) Nilai aktiva yang dapat disusutkan harus menurun secara bertahap, baik karena semakin buruk fisiknya atau karena faktor kualitas. Kalau nilainya tidak menurun secara bertahap maka tidak dapat disusutkan, tetapi langsung dibiayakan. Adapun aktiva yang tidak dapat disusutkan adalah tanah, financial asset, barang dagangan, dan persediaan. 3. Aktiva Berwujud dan Aktiva Tidak Berwujud (Tangible and Intangible Asset) Aktiva berwujud maupun aktiva tidak berwujud yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode dapat disusutkan. Untuk aktiva tidak berwujud penyusutannya disebut dengan amortisasi. 4. Pihak yang Berhak Melakukan Penyusutan (Claining Depreciation) Pihak yang berhak melakukan penyusutan adalah: a. pihak yang menggunakan aktiva tersebut dalam kegiatan usaha; b. pemilik, dapat dibagi menjadi legal owner dan beneficial owner. 5. Saat Dilakukan Penyusutan (Timing of Depreciation) Secara umum, saat dilakukannya penyusutan adalah saat digunakan (put in to use), tetapi adakalanya pada tahun perolehan. 6. Dasar untuk Melakukan Penyusutan (Basis of Depreciation) Dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku. C. PENENTUAN HARGA PEROLEHAN HARTA BERWUJUD Pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah yang

 ADBI4330/MODUL 8 8.5 dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau perusahaan batu bata. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan besarnya biaya penyusutan adalah saat dimulainya penyusutan, kelompok masa manfaat dan tarif penyusutan, metode penyusutan, dan harga perolehan. 1. Saat Dimulainya Penyusutan a. Penyusutan harta berwujud dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud tersebut atau pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Harap diperhatikan kata “pada bulan“, artinya tidak memperhatikan tanggal. Contoh: seperangkat komputer dibeli 5 Februari 2005, perhitungan bulan untuk keperluan penyusutan tahun 2005 adalah 11 bulan, demikian pula apabila seperangkat komputer dibeli tidak pada tanggal 5 Februari 2005, tetapi tanggal 26 Februari 2005, perhitungan bulan untuk keperluan penyusutan Tahun 2005 adalah sama, yaitu 11 bulan. Saat mulainya penyusutan dapat dilakukan pada bulan harta tersebut digunakan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan, tetapi harus mendapatkan persetujuan terlebih dulu dari Direktur Jenderal Pajak. Yang dimaksud dengan mulai menghasilkan dalam ketentuan ini dikaitkan dengan saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan. b. Apabila wajib pajak melakukan penilaian kembali aktiva (Pasal 19) maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut. c. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta (Pasal 4 ayat (1) huruf d) atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut. d. Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, jumlah kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) dibukukan sebagai beban masa kemudian.

8.6 Administrasi Perpajakan  e. Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. Contoh 1: Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung sebesar Rp100.000.000,00. Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2005. Bangunan tersebut selesai dan siap digunakan pada bulan Maret 2006. Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret 2006. Contoh 2: Sebuah mesin dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2006 dengan harga perolehan Rp100.000.000,00 masa manfaat mesin adalah 4 tahun, tarif penyusutan 50%. Penyusutan atas harga perolehan mesin tersebut dimulai pada bulan Juli 2006. Contoh 3: PT. Gumbira yang bergerak di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun 2006. Perkebunan tersebut diperkirakan mulai menghasilkan (panen) pada Tahun 2007. Penyusutan traktor tersebut dimulai pada tahun 2007. Akan tetapi, dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, penyusutan traktor tersebut dapat dilakukan mulai Tahun 2006. 2. Kelompok Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut. Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat Tarif Penyusutan Garis Lurus Saldo Menurun I. Bukan Bangunan 4 tahun Kelompok 1 8 tahun 25 % 50 % Kelompok 2 16 tahun Kelompok 3 20 tahun 12,5 % 25 % Kelompok 4 6,25 % 12,5 % 20 tahun 10 % II. Bangunan 10 tahun 5% Permanen Tidak Permanen 5% 10% Yang dimaksud dengan bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau

 ADBI4330/MODUL 8 8.7 bangunan yang dapat dipindah-pindahkan yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun misalnya barak, asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan. Kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.” Jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 520/KMK.04/2000 Tanggal 14 Desember 2000, sebagaimana telah diubah dengan KepMenKeu No.138/KMK.03/2002 tanggal 8 April 2002. Cara menghitung penyusutan untuk golongan bangunan dan bukan bangunan dalam akuntansi ada empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam penghitungan besarnya biaya penyusutan suatu aktiva, yaitu berikut ini. a. Nila perolehan aktiva Adalah pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan sampai aktiva yang bersangkutan siap dijual/dipakai b. Nila residu Yaitu nilai sisa suatu aktiva yang ditaksir pada akhir masa pemakaian aktiva di perusahaan. Nilai sisa aktiva sering kali tidak signifikan dan dapat diabaikan dalam perhitungan jumlah yang dapat disusutkan. Jika nilai sisa signifikan, maka nilai tersebut diestimasi pada tanggal perolehan atau pada tanggal dilakukannya revaluasi aktiva (sesuai ketentuan pemerintah). Dalam perpajakan, nilai residu tidak diperhitungkan. c. Sifat aktiva Sifat dan cara penggunaan aktiva dalam kegiatan usaha sangat berpengaruh pada penentuan besarnya biaya penyusutan. Misalnya mesin atau kendaraan bermotor adalah aktiva yang sifatnya bergerak. Oleh karena itu, cara penyusutannya berbeda dengan penyusutan atas gedung yang bersifat statis. d. Umur Aktiva Yaitu masa pemakaian aktiva dalam usaha. Umur aktiva dapat dilihat dari umur teknis dan umur ekonomis. Umur teknis adalah umur aktiva sesuai dengan kriteria teknis aktiva. Sedangkan umur ekonomis adalah jangka waktu pemanfaatannya secara ekonomis. Umur ekonomis bisa lebih pendek

8.8 Administrasi Perpajakan  dari umur teknis, mesin teknis diperkirakan dapat berumur 10 tahun. Jika pada tahun ke-5 mesin tersebut tidak dapat digunakan lagi karena ketinggalan zaman maka umur ekonomisnya menjadi lebih pendek daripada umur teknis. 3. Metode Penyusutan Metode penyusutan yang diperbolehkan untuk harta berwujud dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyusutan harta berwujud bangunan dan harta berwujud selain/bukan bangunan. Untuk harta berwujud selain/bukan bangunan, wajib pajak diperbolehkan memilih metode penyusutan garis lurus (straight-line method) atau metode saldo menurun (declining balanced method) asalkan dilakukan secara taat asas. Jika digunakan metode saldo menurun maka nilai sisa pada akhir masa manfaat harta tersebut disusutkan sekaligus (closed ended). Untuk harta berwujud bangunan, wajib pajak hanya dapat menggunakan metode garis lurus. a. Metode penyusutan garis lurus (straight line method) Metode garis lurus adalah metode di mana biaya penyusutan aktiva atau harta dialokasikan ke tiap-tiap tahun dengan jumlah yang sama besarnya selama masa manfaat yang ditetapkan dengan jumlah yang sama besarnya selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut. Adapun ciri-ciri dari metode garis lurus adalah: 1) penyusutan dihitung dari harga perolehan; 2) besarnya penyusutan setiap tahun sama; 3) penyusutan dapat habis. Metode penyusutan garis lurus adalah salah satu metode penyusutan yang dipakai dalam perpajakan. Hanya metode ini digunakan terhadap aktiva golongan bangunan. Tarif penyusutan yang berlaku terhadap golongan bangunan adalah 5%, atau umur pemakaiannya 20 tahun. Dasar penyusutan golongan bangunan dalam perpajakan adalah harga perolehannya, taksiran nilai residu tidak dipertimbangkan. Contoh Penyusutan dengan metode garis lurus (golongan bangunan): 1) Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp100.000.000,00 dan masa manfaatnya 20 tahun, penyusutan setiap tahun adalah sebesar Rp5.000.000,00 yang diperoleh dari Rp100.000.000,00: 20 tahun. Besarnya penyusutan setiap tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini.


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook