1.40 Administrasi Perpajakan untuk setiap jenis pajak yang dipungut. Dalam menyusun undang-undang pajak tersebut, harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut. 1) Hak-hak pemungut pajak yang telah diamanatkan oleh undang-undang harus dijamin dapat dilaksanakan dengan baik. 2) Para wajib pajak harus mendapat jaminan kepastian hukum, agar tidak diperlakukan kurang adil oleh pemungut pajak. 3) Adanya jaminan tentang kerahasiaan data wajib pajak. b. Syarat ekonomis Syarat ekonomis menghendaki agar pemungutan pajak tidak menghalangi atau menghambat atau bukan menjadi kendala terhadap keseimbangan dalam kehidupan perekonomian, bahkan sebaliknya justru pajak harus menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi, hal tersebut sesuai dengan fungsi mengatur yang melekat pada pajak. Oleh karena itu, dalam kebijaksanaan perpajakan harus diusahakan agar pemungutan pajak tidak menghambat lancarnya produksi dan perdagangan serta merugikan kepentingan umum atau menghalangi usaha masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Syarat ekonomis ini dapat dipakai untuk mendorong atau menunjang kebijaksanaan ekonomi pemerintah, misalnya untuk mendorong pemerataan penghasilan diberlakukan tarif progresif untuk pajak penghasilan dan sebagainya. c. Syarat finansial Syarat finansial menghendaki agar jumlah penerimaan pajak sedapat mungkin cukup untuk menutup belanja pemerintah (fungsi budgetair), di samping itu biaya pemungutan pajak hendaknya tidak terlalu besar, dan tetap memperhatikan unsur efisiensi. C. TARIF PAJAK Sebagaimana dimaklumi, pajak mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan negara yang akan digunakan untuk pembangunan dan biaya penyelenggaraan pemerintahan. Dalam era otonomi daerah saat ini peranan pajak pusat menjadi sangat penting karena mendukung penerimaan negara dan pada gilirannya nanti akan diberikan kepada daerah sekurang- kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN yang kita kenal dengan Dana Alokasi Khusus (DAK).
ADBI4330/MODUL 1 1.41 Yang dimaksud dengan Pendapatan Dalam Negeri Neto adalah penerimaan negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah. Di samping itu, pajak-pajak daerah juga mempunyai peranan penting untuk sumber dana bagi pembangunan daerah karena pajak daerah merupakan salah satu sumber dari Pendapatan Asli Daerah. Pada dasarnya, membayar pajak kepada negara/daerah merupakan bentuk perwujudan peran serta warga masyarakat dalam pembiayaan negara/daerah secara gotong- royong. Pungutan pajak harus mencerminkan rasa keadilan. Dalam perkembangannya, pajak tidak sekedar merupakan kewajiban warga negara kepada pemerintah dalam membangun, tetapi lebih dari itu merupakan wujud partisipasi anggota masyarakat yang bertanggung jawab atas kelangsungan pembangunan negara. Oleh karena itu, penetapan tarif pajak pun harus dirasakan adil bagi si pembayar pajak/wajib pajak. Pengenaan pajak yang dirasakan tidak adil berakibat menimbulkan tunggakan pajak karena wajib pajak enggan atau tidak mau membayar ketetapan pajak. Di sisi lain, besarnya tarif pajak menjadi alasan kompetitif bagi investor untuk memilih negara/daerah dalam melakukan investasi. Tarif pajak yang kita kenal dan ditetapkan selama ini dapat digolongkan sebagai berikut. 1. Tarif Tetap Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan pajaknya berbeda/berubah sehingga jumlah pajak yang terutang di sini selalu tetap. Contoh: a. Tarif bea meterai untuk cek dan bilyet giro dengan jumlah berapa pun adalah Rp3.000,00. b. Nilai kuitansi Rp250.000,00 s/d Rp1.000.000,00 dikenakan bea meterai Rp3.000,00. c. Nilai kuitansi Rp1.000.000,00 ke atas dikenakan bea meterai Rp6.000,00. 2. Tarif Progresif Tarif progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar apabila dasar pengenaan pajaknya meningkat. UU Nomor 17 Tahun 200
1.42 Administrasi Perpajakan tentang Pajak Penghasilan (PPh) menganut sistem pajak progresif, yaitu sebagai berikut. a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp25 juta 5% Di atas Rp25 juta s.d Rp50 juta 10% Di atas Rp50 juta s.d Rp100 juta 15% Di atas Rp100 juta s.d Rp200 juta 25% Di atas Rp200 juta 35% b. Untuk Wajib Pajak Badan dan Bentuk Usaha Tetap Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp50 juta 10% Di atas Rp50 juta s.d Rp100 juta 15% Di atas Rp100 juta 30% Contoh: Tuan Handoyo mempunyai penghasilan kena pajak sebesar Rp120 juta, maka untuk menghitung besarnya pajak adalah sebagai berikut. 5% × Rp25 juta = Rp1.250.000 10% × Rp25 juta = Rp2.500.000 15% × Rp50 juta = Rp7.500.000 25% × Rp20 juta = Rp5.000.000 Jumlah pajak terutang = Rp1.250.000 Tarif pajak progresif sering pula disebut sebagai tarif berlapis karena terdiri atas beberapa tarif yang meliputi berikut ini. a. Tarif progresif – proporsional Yaitu persentase pemungutan pajak yang semakin naik dengan semakin besarnya jumlah yang harus dikenai pajak dan dengan kenaikan marginal tetap, misalnya: Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Kenaikan Pajak Rp1 s/d 200.000,00 10% 0 % Rp200.000,00 s/d 400.000,00 11% 1,0% Rp400.000,00 s/d 700.000,00 12% 1,0% Rp 700.000,00 s/d 1.000.000,00 13% 1,0% Rp1.000.000,00 s/d 1.400.000,00 14% 1,0%
ADBI4330/MODUL 1 1.43 b. Tarif pajak progresif-progresif Yaitu tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan marginalnya semakin meningkat, misalnya: Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Kenaikan Pajak Rp1 s/d 200.000,00 10 % 0% Rp200.000,00 s/d 400.000,00 11 % 1,0% Rp400.000,00 s/d 700.000,00 12,5% 1,5% Rp700.000,00 s/d 1.000.000,00 14,5% 2,0% Rp1.000.000,00 s/d 1.400.000,00 17 % 2,5% c. Tarif pajak progresif-degresif Yaitu tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan marginalnya semakin menurun, misalnya: Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Kenaikan Pajak Rp1 s/d 200.000,00 10 % 0 Rp200.000,00 s/d 400.000,00 11 % 2,5% Rp400.000,00 s/d 700.000,00 12,5% 2,0% Rp700.000,00 s/d 1.000.000,00 14,5% 1,5% Rp1.000.000,00 s/d 1.400.000,00 17 % 1,0% d. Tarif Degresif Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenakan pajak semakin besar. Tarif ini menunjukkan dengan semakin kecilnya persentase tarif, maka pajak terutang tidak selalu menjadi kecil namun semakin besar tetapi kenaikannya tidak proporsional dengan jumlah yang dikenakan pajak, yaitu sebagai berikut. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp25 juta 20% Di atas Rp25 juta s.d. Rp50 juta 15% Di atas Rp50 juta s.d. Rp100 juta 10% Di atas Rp100 juta 5%
1.44 Administrasi Perpajakan Contoh: Tuan Bayu Indra mempunyai penghasilan kena pajak sebesar Rp120 juta, maka untuk menghitung besarnya pajak adalah sebagai berikut: 20% × Rp25 juta = Rp 5.000.000 15% × Rp25 juta = Rp 3.750.000 10% × Rp50 juta = Rp 5.000.000 5% × Rp20 juta = Rp 1.000.000 Jumlah pajak terutang = Rp14.750.000 Pengenaan tarif degresif ini untuk tujuan pemerataan (redistribusi) pendapatan tidak kena pajak (adil) karena orang yang berpenghasilan semakin besar akan semakin kecil beban pajaknya secara relatif. Namun, tarif degresif ini diterapkan dengan suatu maksud agar kalau negara mengambil pajak semakin kecil dengan membesarkan penghasilan (objek pajak) yang berarti semakin besar kesempatan seseorang untuk menabung uangnya. Tabungan masyarakat ini pada gilirannya akan dipakai sebagai investasi yang merangsang terhadap kehidupan dan pertumbuhan ekonomi. Besarnya tarif pajak yang berlaku apakah tetap, sebanding, meningkat atau menurun merupakan keputusan politik dari pembuat undang-undang dengan memperhatikan juga fungsi budgeter pajak terhadap APBN. Untuk tujuan pemerataan pendapatan, apabila distribusi penghasilan (sebelum kena pajak) di suatu negara kurang merata maka tarif pajak progresif akan lebih membantu pemerataan penghasilan. Sedangkan apabila distribusi penghasilan (sebelum kena pajak) sudah merata, maka pengenaan tarif sebanding lebih baik diterapkan, dan bahkan di beberapa negara maju, untuk pajak penghasilan atas badan dikenakan tarif pajak sebanding, baru atau pajak penghasilan pribadi dikenakan tarif progresif. 3. Tarif Sebanding/Proporsional Tarif sebanding/proporsional adalah tarif persentase yang tetap terhadap berapa pun jumlah yang dikenakan pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenakan pajak. Contoh: UU PPN Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai mengenakan besarnya tarif sebesar 10% terhadap penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean.
ADBI4330/MODUL 1 1.45 Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Jumlah Pajak Rp1.000.000 10% Rp100.000 Rp2.000.000 10% Rp200.000 Rp3.000.000 10% Rp300.000 Rp4.000.000 10% Rp400.000 Jadi, dalam tarif sebanding ini, besarnya tarif adalah tetap (dalam persentase tetap). Sedangkan kalau dalam tarif tetap berarti jumlah pajaknya tetap. Berapa pun besarnya objek pajak, maka dalam tarif sebanding ini akan dikenakan pajak dengan persentase tetap tidak berubah karena perubahan obyeknya. LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan fungsi pajak! 2) Jelaskan syarat-syarat pemungutan pajak! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Fungsi pajak terdiri dari fungsi: a) budgetair (anggaran), b) regulerend (mengatur), c) sarana partisipasi masyarakat terhadap pembangunan negara. 2) Syarat-syarat pemungutan pajak: a) yuridis, b) ekonomis, c) finansial. RANGKUMAN Fungsi pajak pada intinya terdiri dari fungsi budgetair (anggaran), fungsi regulerend (mengatur), dan fungsi sarana partisipasi masyarakat terhadap pembangunan negara. Fungsi budgetair merupakan fungsi
1.46 Administrasi Perpajakan utama dari pungutan pajak, yaitu sebagai alat untuk mengisi kas/anggaran negara. Kemudian fungsi mengatur dari pajak dimaksudkan bahwa pajak dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial. Sedangkan fungsi sarana partisipasi masyarakat terhadap pembangunan negara berarti pajak tidak sekedar kewajiban, tetapi lebih dari itu merupakan hak warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam membangun negara. Keadilan sebagai asas pemungutan pajak menurut falsafah hukum meliputi 2 segi, yaitu keadilan sejajar dan keadilan tegak lurus. Beberapa teori yang digunakan untuk memberikan dasar menyatakan keadilan dalam pajak tersebut antara lain Teori Asuransi, Teori Kepentingan, Teori Gaya Pikul, Teori Kewajiban Pajak Mutlak atau Teori Bakti, dan Teori Asas Daya Beli. Dalam pembuatan undang-undang pajak di samping harus memenuhi asas keadilan juga harus memenuhi syarat yuridis, syarat ekonomis, syarat finansial. Tarif pajak yang kita kenal dan ditetapkan selama ini dapat digolongkan tarif tetap, tarif progresif (terdiri atas tarif progresif – proporsional, tarif pajak progresif-progresif, tarif pajak progresif- degresif), dan tarif sebanding/proporsional). TES FORMATIF 2 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Berikut ini merupakan fungsi pajak kecuali fungsi .... A. budgetair (anggaran) B. regulerend (mengatur) C. sarana partisipasi masyarakat terhadap pembangunan negara D. pencegahan 2) Fungsi pajak dalam bentuk paket kebijakan insentif pajak terhadap para investor adalah fungsi .... A. pencegahan B. budgetair (anggaran) C. regulerend (mengatur) D. sarana partisipasi masyarakat terhadap pembangunan negara 3) Asas pemungutan pajak menurut falsafah hukum adalah .... A. keadilan B. pemerataan
ADBI4330/MODUL 1 1.47 C. ketegasan D. kesejahteraan 4) Menurut pandangan Teori Gaya Pikul maka pembayaran pajak oleh masyarakat adalah …. A. suatu bentuk pembuktian rasa baktinya kepada negara B. transfer daya beli dari sektor swasta ke sektor pemerintah dan ditransfer kembali ke masyarakat C. wujud dari rasa keadilan karena disesuaikan dengan gaya pikul masing-masing orang yang ukurannya adalah besarnya penghasilan D. pembayaran premi asuransi kepada negara 5) Syarat pembuatan UU Pajak yang menghendaki hukum pajak dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik bagi negara (pemungut pajak) maupun untuk wajib pajak adalah syarat .... A. yuridis B. politis C. ekonomis D. finansial 6) Syarat finansial dalam pembuatan UU Pajak meliputi hal-hal berikut ini, kecuali .... A. jumlah penerimaan pajak cukup untuk menutup belanja pemerintah (fungsi budgetair) B. biaya pemungutan pajak tidak terlalu besar C. memperhatikan unsur efisiensi D. pemungutan pajak tidak menghambat keseimbangan dalam kehidupan perekonomian 7) Tarif pajak dimana persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenakan pajak semakin besar adalah tarif ... A. sebanding B. degresif C. tetap D. progresif 8) Tarif tetap adalah tarif pajak yang dikenakan dengan ketentuan .... A. tetap walaupun dasar pengenaan pajaknya berbeda/berubah B. persentase yang tetap terhadap berapa pun jumlah yang dikenakan pajak
1.48 Administrasi Perpajakan C. persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenakan pajak semakin besar D. tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan marginalnya semakin meningkat 9) Tarif pajak yang sering disebut sebagai tarif berlapis adalah tarif .... A. tetap B. progresif C. agresif D. sebanding 10) Tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan marginalnya semakin menurun adalah tarif .… A. tetap B. progresif-degresif C. proporsional D. sebanding Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2. Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar 100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.
ADBI4330/MODUL 1 1.49 Kunci Jawaban Tes Formatif Tes Formatif 1 1) C. Administrasi merupakan suatu fenomena sosial, suatu perwujudan tertentu di dalam masyarakat (modern), gejala yang muncul dalam masyarakat modern. 2) B. Administrasi merupakan suatu fungsi tertentu untuk mengendalikan, menggerakkan, mengembangkan dan mengarahkan suatu “organisasi”, yang dijalankan oleh Administrator dibantu oleh tim bawahannya, terutama para manager dan staffer. 3) D. Pendapat ini dikemukakan oleh Prayudi, di mana administrasi merupakan suatu fungsi tertentu untuk mengendalikan, menggerakkan, mengembangkan, dan mengarahkan suatu “organisasi”, yang dijalankan oleh administrator dibantu oleh tim bawahannya, terutama para manager dan staffer. 4) C. Merujuk pada beberapa pendapat ahli termasuk Prayudi maka dalam arti luas administrasi menyangkut masalah fungsi, sistem, lembaga dan manajemen publik, sedangkan pembukuan sederhana tidak termasuk ke dalamnya karena sudah menyangkut masalah teknis dan aplikasi. 5) C. Administrasi Pajak dalam arti sempit adalah penatausahaan dan pelayanan terhadap kewajiban-kewajiban dan hak-hak wajib pajak, baik penatausahaan dan pelayanan tersebut dilakukan di kantor fiskus maupun di kantor wajib pajak. Jadi, yang termasuk dalam kegiatan penatausahaan (clerical works) adalah pencatatan (recording), penggolongan (classifying) dan penyimpanan (filing). 6) A. Kantor Pelayanan Pajak mempunyai tugas melaksanakan pelayanan, pengawasan administratif dan pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dalam daerah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7) B. Jadi, yang termasuk ke dalam fungsi birokrasi perpajakan ialah assessment pajak, auditing pajak dan estimasi pajak, sedangkan fungsi mengesahkan undang-undang perpajakan berada pada Dewan Perwakilan Rakyat.
1.50 Administrasi Perpajakan 8) D. Selain kegiatan clerical works yang umumnya rutin dari hari ke hari, masih ada fungsi lain yang harus dilakukan oleh tax bureau, yakni assessment dan auditing. Assessment adalah fungsi tax bureau untuk menghitung dan kalau perlu menetapkan jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, baik sebagai perkiraan jumlah pajak dalam tahun berjalan (estimated tax) maupun sebagai jumlah pajak yang harus dibayar dalam SKPKB. Adapun penetapan keputusan dan banding adalah fungsi BPSP. 9) C. Ketentuan tentang pemeriksaan diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU KUP 2000 yang menyatakan bahwa “Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 10) A. Tugas pokok kedua adalah estimation, yakni menghitung atau mengestimasi berapa jumlah pajak yang akan terutang dan harus dibayar oleh wajib pajak. Ketentuan mengenai estimation diatur dalam Pasal 25 UU PPh. Pasal 25 ini dikenal juga dengan pelunasan pajak pada tahun berjalan. Tes Formatif 2 1) D. Fungsi pajak terdiri dari 3 hal, yaitu budgetair (anggaran), regulerend (mengatur), sarana partisipasi masyarakat terhadap pembangunan negara. 2) C. Fungsi pajak dalam bentuk paket kebijakan insentif pajak terhadap para investor adalah fungsi mengatur. 3) A. Asas keadilan adalah asas pemungutan pajak menurut falsafah hukum 4) C. Dalam Teori Gaya Pikul maka pembayaran pajak oleh masyarakat disesuaikan dengan gaya pikul masing-masing orang yang ukurannya adalah besarnya penghasilan. 5) A. Syarat yuridis adalah syarat pembuatan UU Pajak yang menghendaki hukum pajak dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas baik bagi negara selaku pemungut pajak maupun untuk wajib pajak. 6) D. Pemungutan pajak tidak menghambat keseimbangan dalam kehidupan perekonomian adalah syarat ekonomis, bukan syarat finansial. 7) B. Tarif degresif adalah tarif pajak di mana persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenakan pajak semakin besar.
ADBI4330/MODUL 1 1.51 8) A. Tarif tetap adalah tarif pajak yang dikenakan dengan ketentuan tetap walaupun dasar pengenaan pajaknya berubah. 9) B. Tarif progresif adalah tarif pajak berlapis karena terdiri atas beberapa tarif misalnya tarif progresif- progresif, tarif progresif-proporsional, dan progresif-degresif. 10) B. Tarif progresif-degresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan marginalnya semakin menurun.
1.52 Administrasi Perpajakan Daftar Pustaka Amrosio M. Lina, “Some Aspects of Income Tax Avoidance or Evasion” Bernard P. Herber , loc.cit. hal. 140. Charles L. Cochran dan Eloise F. Malone. (1995). Public Policy. Perspective and Choices, New York, London, McGraw-Hill Inc. Chris Geppaart. (1980). “National Report” dalam Cahiers de droit fiscal international, The Netherland, Kluwer. Dale Yorder, Personnel Principles And Policy, Modern Man Power Management, Second Edition, Maruzen Asia Edition, Maruzan Coy.Ltd., Tokyo. ”Enforcement”. (1988). International Tax Glossary, Amsterdam, IBFD. Final Report of Proceeding of the Study Group on Asian Tax Administration and Reseach 2nd Meeting, Jakarta, 1972. George R. Terry and Stephen G. Franklin. (1982). Principle of Management. Eight Edition. Richard D. Irwin. Inc. Homewood lllonois. Henry Minstzberg, Bruce Ahlstrand, Josep Lampel. (1998). Strategy Safari, New York London, The Free Press. Ian Wallschutzky, “Minimizing Evasion and Avoidance” in Sandford, Cedric (ed.). (1993). Key Issues in Tax Reform, Bath, England, Fiscal Publication. Jaime V. Caro, “Why I don‟t want to pay my tax” in. (1993). How to influence the Taxpayer’s Tax Consciusness for Improving His Behaviour”, Chile, in Inter American Centre of Tax Administration, CIAT.
ADBI4330/MODUL 1 1.53 John M. pffifner, Public Administration, third edition, The Ronald Press coy., New Yrok, 1953. Lawrence H. Summers, Supervisor, “Lesson of Tax Reform, The World Bank, 1991. Leonard D. White, Introduction To The Study of Public Administration, Fourth Edition, The Macmillan Company, New Yrok, 1955. Prajudi Atmosudirdjo, Dasar-Dasar llmu Administrasi, Ghalia Indonesia, cetakan kedelapan,1986. Patrick L. Kelley and Oliver Oldman, Readings on Income Tax Administration, Mineola, New York, The Foundation Press., Inc. 1973. Pentingnya Administrasi Bagi Islam, Majalah Administrasi Negara, Tahun IV No. 11-12. “Public Administration”, Majalah Adminitrasi Negara, Tahun I No. 1, Januari 1959. R Mansury, The Indonesia Income Tax, op. cit. Richard M. Bird, Tax Policy and Economic Development, Baltimore, London, The John Hopkins University Press, S.I. Chelvathurai, “Tax Avoidance, Tax Evasion and TheUndergroud Economy – The Cata Experince”, dalam Tax Evasion, Tax Avoidance and The Underground Economy, Laporan Fifth Round Table Conference of the Council of Executive of Tax Organizations, Lyceum, Manila, 1991. “Sistem”, Kamus Besar Bahasa Indonesia, op. cit. “System Principle”, Encyclopedia of Professional Management, Grolier Intermational, Danbury, Conecticut, Vol. 2, 1978.
1.54 Administrasi Perpajakan “System Analysis”, The Word Book Encycpedia, Woerd Book. Inc Vol. 18, 1984 \"Tax Administation\", Encylopaedia of the Social Sciences, The Mc Millan Company. 1957. T. N. Srinivasan, “Tax Evasion: A Model”, dalam 2 Journal of Public Economics, 1973
Modul 2 Ruang Lingkup Perpajakan Tiesnawati Wahyuningsih, S.H. PENDAHULUAN “Orang Bijak Taat Pajak” “Membayar Pajak Adalah Patriot Bangsa” “Pembayar Pajak Adalah Pahlawan Pembangunan” Slogan-slogan seperti itu rasanya tidak asing bagi kita. Slogan-slogan tersebut dapat saja berbentuk stiker, ditempelkan di tempat-tempat umum, tetapi sering juga diucapkan oleh para pejabat Dirjen Pajak. Sebenarnya untuk apa mengaitkan antara patriot, pahlawan pembangunan dengan pajak? Apakah wajib pajak yang sudah patuh membayar pajak dapat dianggap sebagai patriot pembangunan? Dengan mengharapkan pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan yang mampu meminimalisasi tingkat pembayaran atau biaya kepatuhan pajak yang ditanggung oleh wajib pajak, antara lain melalui intervensi atas regulasi pajak (khususnya terhadap wording yang cenderung multitafsir dan memberikan keleluasaan yang terlalu besar kepada fiskus atau Dirjen Pajak). Modul 2 yang berjudul Ruang Lingkup Perpajakan ini secara umum akan membahas mengenai ruang lingkup pajak, Kedudukan pajak dalam Hukum, dan teori-teori yang mendukung negara dalam memungut pajak dengan tujuan akhir diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan: 1. pengertian, peran, fungsi, dan pendekatan pajak; 2. kedudukan hukum pajak; 3. teori timbulnya hak negara memungut pajak; 4. teori dan asas pemungutan pajak.
2.2 Administrasi Perpajakan Kegiatan Belajar 1 Pengertian dan Kedudukan Hukum Pajak A. PENGERTIAN PAJAK Secara harfiah kata pajak tidak jauh berbeda dengan pengertian pungutan karena kata pajak telah kita temui dalam kehidupan kita sehari-hari, dan hampir di semua segi kehidupan mengandung pajak. Bahkan di kehidupan paling bawah pun pajak dapat ditemui dalam bentuk yang berbeda, tetapi dengan muatan yang kurang lebih sama. Misalnya pungutan yang mempunyai pengertian sama dengan pembayaran iuran sekolah dan pungutan lainnya, pungutan sampah rumah tangga dan keamanan di lingkungan kita. Pungutan yang dipaksakan secara sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (pemerintah) menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum. Masalah pajak memang masalah yang sensitif karena menyangkut hubungan antara warga negara dengan negara, DPR, Pemerintah, dan undang-undang. Pajak juga merupakan salah satu penyebab kemerdekaan Amerika Serikat karena adanya tuntutan no taxation without represantion, yaitu tidak akan membayar pajak kalau tidak mempunyai wakil rakyat di Inggris. Menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Pengantar Hukum Pajak menyebutkan pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Sedangkan masyarakat dapat berarti kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu. Baiklah mari kita telaah bersama masing-masing pengertian mengenai masyarakat dan Negara. Early Suandy dalam bukunya Hukum Pajak (2000), menjelaskan pengertian masyarakat yang terdiri dari individu yang mempunyai hidup dan kepentingan sendiri yang berbeda dengan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Namun, individu tidak mungkin hidup berdiri sendiri tanpa adanya masyarakat. Definisi pajak yang merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Dengan demikian, pungutan pajak merupakan kewajiban masyarakat untuk menyerahkan sebagian kekayaannya ke kas negara tanpa timbal balik langsung dari negara. Jadi, berbeda dengan retribusi yang dibayar karena adanya suatu transaksi barang atau jasa karena pungutan pajak merupakan kewajiban masyarakat. Kewajiban ini diatur
ADBI4330/MODUL 2 2.3 undang-undang yang merupakan kesepakatan antara eksekutif dengan legislatif yang dianggap mewakili rakyat. Negara adalah terdiri dari sekumpulan masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu di mana kelangsungan hidup Negara sepenuhnya bergantung kepada masyarakat. Untuk menjalankan hidupnya masyarakat memerlukan biaya dan biaya hidup tersebut akan menjadi beban masing-masing individu yang diperoleh dari penghasilannya. Sedangkan biaya hidup Negara digunakan untuk membiayai kelangsungan hidup alat-alat, administrasi Negara, lembaga Negara, dan seterusnya dengan dibiayai dari penghasilan Negara. Penghasilan Negara sebagian besar berasal dari rakyat atau warga negara melalui pungutan pajak, dan atau hasil kekayaan alam yang ada di dalam Negara itu (natural resources). Wakil Presiden Yusuf Kalla (2009) menyebutkan pajak merupakan sektor terbesar yang menyumbangkan penghasilannya kepada Negara, yaitu hampir 73% dari total pendapatan Negara, sedangkan sektor minyak dan gas hanya menyumbangkan pendapatan negara sekitar 25%. Padahal, sebelumnya sektor minyak dan gas pernah menjadi andalan pemerintah dalam menyumbangkan pendapatan negara. Senada dengan yang diucapkan oleh Yusuf Kalla, Direktur Jenderal Pajak, Darmin Nasution, mengatakan Dirjen Pajak akan mereformasi diri dengan tujuan, meningkatkan pendapatan dari sektor pajak. Reformasi pajak dengan berbagai perubahan struktur, membangun kantor di daerah, dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Selain pajak, minyak dan gas, juga kenaikan cukai rokok sampai pada batas maksimum yang diperbolehkan oleh Undang-undang No. 39 Tahun 2007, yakni sebesar 57% dari harga jual eceran, juga akan memberi tambahan pendapatan negara dari cukai tembakau sebesar Rp50,1 triliun. Kenaikan ini merupakan salah satu upaya untuk melindungi generasi yang datang dari dampak buruk rokok. Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia Wikipedia, mendefinisikan Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang — sehingga dapat dipaksakan — dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa dalam hal ini pemerintah berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Norma-norma hukum di sini dapat dijelaskan sebagai peraturan hukum, dalam Halaman Organisasi Komunitas dan Perpustakaan On line (http://organisasi.org) menjelaskan pengertian Norma Hukum adalah norma yang mengatur kehidupan sosial kemasyarakatan yang berasal dari kitab undang-undang hukum yang berlaku
2.4 Administrasi Perpajakan di negara kesatuan Republik Indonesia untuk menciptakan kondisi negara yang damai, tertib, aman, sejahtera, makmur, dan sebagainya. Contoh: tidak melanggar rambu lalu lintas walaupun tidak ada Polisi Lalu Lintas; menghormati pengadilan dan peradilan di Indonesia; taat membayar pajak; menghindari KKN (korupsi kolusi dan nepotisme). Lain halnya dengan pendapat yang menjelaskan bahwa apabila terjadi ketidakseimbangan hubungan dalam masyarakat maka akan dapat meningkat menjadi perselisihan dan timbul perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, dalam masyarakat yang teratur, manusia atau anggota masyarakat itu harus memperhatikan kaidah-kaidah, norma-norma hukum, ataupun peraturan- peraturan hidup tertentu yang ada dalam masyarakat di mana ia berada. Utrecht dalam Kansil (1983), memberikan batasan hukum sebagai berikut. Bahwa hukum itu terdiri dari himpunan peraturan-peraturan (perintah- perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu. Dari pengertian tersebut tersirat tugas hukum, yaitu menjamin kepastian hukum hubungan-hubungan yang terdapat dalam pergaulan kemasyarakatan. Di dalam tugas itu, secara otomatis tersimpul dua tugas lain, yang kadang-kadang tidak dapat disetarakan, yaitu hukum harus menjamin keadilan maupun hukum harus tetap berguna bagi masyarakat. B. DEFINISI PAJAK Penggambaran secara jelas mengenai pajak akan disajikan secara kronologis berdasarkan urutan sarjana yang memperkenalkan berikut ini. 1. Definisi pajak menurut Prof. DR. P. J. A. Adriani dalam Ichsan menyatakan pajak adalah ― iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas untuk menyelenggarakan pemerintahan. 2. Definisi Prancis, termuat dalam buku Leroy Beaulieu yang berjudul Traite de la Science des Finances (1906), yang diterjemahkan sebagai Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.
ADBI4330/MODUL 2 2.5 3. Definisi Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO - 1919), berbunyi Pajak adalah bantuan uang yang secara insidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya = jasa timbal balik), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, di mana terjadi suatu tatbestand (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak. 4. Definisi Prof. Edwin R. A. Seligman dalam Essays in Taxation, (New York, 1925), berbunyi banyak terdengar keberatan atas kalimat without reference karena bagaimanapun juga uang-uang pajak tersebut digunakan untuk produksi barang dan jasa. Jadi benefit diberikan kepada masyarakat, hanya tidak mudah ditunjukkannya, apalagi secara perorangan. 5. Philip E. Taylor dalam bukunya The Economics Of Public Finance, 1984, mengganti without reference menjadi With little reference. 6. Definisi Mr. Dr. N. J. Feldmann dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia, Leiden (1949), adalah ―Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma- norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.‖ Feldmann (seperti juga halnya dengan Seligman) berpendapat bahwa terhadap pembayaran pajak, tidak ada kontraprestasi dari negara. Dalam mengemukakan kritik-kritiknya dari sarjana-sarjana lain seperti Taylor, Adriani, dan lain-lain ternyata bahwa Feldmann tidak berhasil pula dengan definisinya untuk memberikan gambaran tentang pengertian pajak. 7. Definisi Prof. Dr. M. J. H. Smeets dalam bukunya De Economicsche Betekenis der Belastingen (1951) mengemukakan pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Definisi Smeets ini ternyata hanya menonjolkan fungsi budgeter saja dan serta-merta dengan menambahkan fungsi mengatur dalam definisinya. 8. Definisi pajak tidak saja dikemukakan oleh para ahli dari manca negara, tetapi juga dikemukakan oleh ahli dari dalam negeri, yaitu Dr.
2.6 Administrasi Perpajakan Soeparman Soemahamidjaja. Dalam disertasinya yang berjudul Pajak Berdasarkan Asas Gotong-Royong, Universitas Padjadjaran, Bandung (1964) memberikan definisi Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. 9. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, dalam Bohari dalam bukunya Pengantar Hukum Pajak (2003) pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Lebih jauh definisi tersebut kemudian dikoreksi dan disempurnakan sehingga berbunyi sebagai berikut. Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai pembangunan. Dari definisinya tersebut di atas maka disimpulkan unsur-unsur pajak adalah sebagai berikut. a. Pajak adalah suatu iuran, atau kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan (pendapatan) kepada Negara, pemerintah menarik sebagian daya beli rakyat untuk negara. b. Perpindahan atau penyerahan iuran itu adalah bersifat wajib, dalam arti bila kewajiban itu dilaksanakan maka dengan sendirinya dapat dipaksakan, artinya utang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan misalnya menggunakan surat paksa dan sita. c. Perpindahan ini secara hukum sah karena telah sesuai dengan undang-undang atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang berlaku umum, sehingga dapat dianggap sebagai perampasan hak. d. Tidak ada jasa timbal balik (kontraprestasi) yang dapat ditunjuk, artinya antara pembayaran pajak dengan prestasi dari negara tidak ada hubungan langsung. Contoh: Prestasi dari negara adalah Hak untuk mendapat perlindungan dari alat-alat negara, hak penggunaan jalan umum, hak untuk mendapatkan pengairan dan sebagainya. Prestasi tersebut tidak ditujukan secara langsung kepada individu (perorangan) pembayar pajak, tetapi ditujukan secara kolektif atau kepada semua anggota masyarakat secara keseluruhan. Buktinya
ADBI4330/MODUL 2 2.7 orang miskin yang tidak pernah membayar pajak pun dapat menikmati prestasi dari negara, bahkan orang miskin lebih banyak menggunakan prestasi dari negara dibanding dengan orang kaya yaitu dalam hal penggunaan sarana/kesehatan. e. Uang yang dikumpulkan oleh negara dapat dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin yang berguna untuk rakyat, seperti pembuatan jalan, jembatan, gedung, pembayaran gaji untuk pegawai negeri termasuk TNI/POLRI, dan sebagainya. 10. Menurut R. Santoso Brotodihardjo, S.H. dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak (2008) menyatakan bahwa semua definisi pajak di atas umumnya kurang lengkap bahkan seperti pengertian kata pajak yang dikemukakan oleh Adriani juga masih belum menemukan penjelasan yang pas karena masih mengandung berbagai pengertian. Penjabaran dari istilah pajak ini menurut Adriani yang memasukkan pajak sebagai pengertian yang dianggapnya sebagai suatu spesies ke dalam genus pungutan (jadi, pungutan justru mempunyai makna yang lebih luas). Tetapi, selain itu juga dalam definisi ini mengandung titik berat dengan diletakkannya pada fungsi lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu fungsi mengatur. Selain terdapat pengertian pajak dari pandangan para ahli di atas, ada juga pengertian pajak lain, yaitu dari dua sudut, yaitu perspektif ekonomi dan perspektif hukum. Pajak dari perspektif ekonomi dapat berarti beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Penjelasan ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi yaitu, pertama berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara terutama dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Rochmat Soemitro (2000) yang didefinisikan sebagai suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara karena negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dengan menggunakan pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan undang-
2.8 Administrasi Perpajakan undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak. Bila dihubungkan pada definisi Prof. P. J. A. Adriani, pajak dengan istilah iuran wajib berarti ada harapan dengan terpenuhinya pajak yang dipungut dengan bantuan dan kerja sama dengan wajib pajak sehingga dalam setiap peraturan perlu dihindari penggunaan istilah paksaan. Karena suatu kewajiban harus dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan. Dalam hal kewajiban tersebut tidak dilaksanakan maka peraturan perundangan akan menunjukkan cara pelaksanaan penagihan pajak yang lain. Selanjutnya kata paksaan tidak hanya melekat pada kata pajak, tetapi juga pada bentuk pungutan yang lain. Jadi, tidak berkelebihan kiranya, kalau mengenai pajak selalu berhubungan dengan penekanan pada pentingnya paksaan itu; seakan- akan tidak ada kesadaran masyarakat untuk melakukan kewajibannya. Dalam hal ini, Prof. P. J. A. Adriani sudah menekankan bahwa pajak adalah Iuran wajib bagi setiap warga negara; dengan pengertian tidak perlu tambahan kata yang dapat dipaksakan. Adapun penjelasan mengenai kontraprestrasi, Dr. Soeparman berpendirian bahwa justru untuk menyelenggarakan kontraprestasi itulah perlu dipungut pajak; karena seperti diketahui bukankah pembiayaan atas pengeluaran pemerintah untuk penyelenggaraan negara di berbagai bidang seperti keamanan, kesejahteraan, kehakiman, pembangunan, dan hal-hal lainnya sudah merupakan pemberian kontraprestasi bagi pembayar pajak selaku anggota masyarakat? C. CIRI-CIRI PAJAK, FUNGSI PAJAK , DAN PENDEKATAN PAJAK 1. Ciri-ciri Pajak Dari definisi pajak di atas, baik pengertian secara ekonomis atau pengertian secara yuridis, yaitu maka dapat disimpulkan mengenai ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut. a. Dasar hukum pajak adalah Pasal 23 A Perubahan ketiga UUD 1945 yang berbunyi \"pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang‖. Jadi, Pajak dipungut berdasarkan undang-undang dan pajak termasuk pula dalam kategori pungutan lain yang dipungut oleh negara dan perangkatnya, yaitu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, berdasarkan kekuatan UU serta peraturan pelaksanaannya.
ADBI4330/MODUL 2 2.9 b. Dalam pembayarannya, pajak tidak ada hubungan kontraprestasi individu (perorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung oleh negara atau pemerintah yaitu tidak ada hubungan langsung antara jumlah pembayar pajak dengan kontraprestasi individu (perorangan). Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor. c. Penyelenggaraan Pemerintah secara umum merupakan kontra prestasi dari negara yang berarti pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun untuk kepentingan pembangunan. d. Pajak dipungut disebabkan adanya suatu kondisi, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu kepada seseorang Pemungutan pajak dapat dipaksakan, apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang- undangan. e. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran rutin pemerintah, jika masih ada surplus (kelebihan) untuk public investment. Selain fungsi budgeter (anggaran) merupakan fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulatif). Dari pengertian dan ciri-ciri pajak tersebut maka dapat dipahami kalau aparat pajak selalu bersemangat dengan inovasi yaitu mencoba mengaitkan pajak dengan patriotisme dan pembangunan. Tetapi, secara substansial apakah mereka yang sudah membayar pajak merupakan patriot dan pahlawan pembangunan yang sebenarnya, itu masih bisa diperdebatkan. 2. Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal di atas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut.
2.10 Administrasi Perpajakan a. Fungsi anggaran (budgetair). Sebagai sumber pendapatan negara, pajak juga berfungsi untuk membiayai pengeluaran rutin negara yang digunakan untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan. Misalnya belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini hasil pemungutan pajak digunakan untuk pembiayaan rutin negara dan untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. b. Fungsi mengatur (regulerend). Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri yang dapat diproduksi di dalam negeri. c. Fungsi Stabilitas. Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana yang cukup untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. d. Fungsi redistribusi pendapatan. Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Sedangkan bila ditinjau dari lembaga pemungutnya maka terdapat dua jenis pajak, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. (Lebih lanjut penjelasan ini dapat Anda pelajari dalam Modul 3).
ADBI4330/MODUL 2 2.11 3. Pendekatan Pajak Suandy (2000) menjelaskan mengenai perkembangan Pajak menjadi objek studi yang dapat didekati dari beberapa sudut pandang, yaitu sebagai berikut. a. Segi ekonomi. Dalam pendekatan pajak dinilai berdasarkan fungsinya dan dikaji dampaknya terhadap penghasilan seseorang, pola konsumsi, harga pokok, permintaan dan penawaran. b. Segi pembangunan. Pendekatan ini akan dinilai dalam fungsinya dan mengkaji dampak pajak dalam pembangunan, idealnya jumlah pungutan pajak harus lebih besar dari pengeluaran rutin sehingga terdapat public saving yang dapat digunakan untuk pembangunan. Di sisi lain, pajak dapat merupakan alat fiscal policy atau kebijaksanaan fiskal, di mana kedua fungsi pajak dikombinasikan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi negara. c. Segi penerapan praktis. Pokok pembahasan pada segi penerapan praktis ini adalah kepada siapa yang dikenakan, apa yang dikenakan, berapa besarnya, bagaimana menghitungnya tanpa harus memperhitungkan kepastian hukumnya. d. Melalui pendekatan hukum lebih menekankan pada perikatan (verbintenis), hak dan kewajiban wajib pajak, subjek pajak dalam hubungannya dengan subjek pajak. D. RETRIBUSI DAN SUMBANGAN Retribusi memiliki pengertian yang hampir mendekati sama dengan pajak. Dalam retribusi, hubungan antara prestasi yang dilakukan (dalam wujud pembayaran) dengan kontraprestasi itu bersifat langsung. Pembayar retribusi justru menginginkan adanya jasa timbal balik langsung dari pemerintah. Pengertian retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Dari definisi ini terdapat perbedaan yang mendasar dengan pajak yaitu mengenai manfaat langsung dari pembayar retribusi. Kalau pajak, tidak ada manfaat langsung dari yang diterima oleh wajib pajak sebagai pembayar pajak. Retribusi pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan prestasi kembalinya. Memang itulah yang disengaja, sebab pembayaran tersebut memang ditunjukkan oleh pembayar untuk mendapatkan suatu
2.12 Administrasi Perpajakan prestasi yang tertentu dari pemerintah. Pemungutan retribusi juga berdasarkan pula atas peraturan-peraturan yang berlaku secara umum, dan untuk penaatannya bergantung pada kepentingan sehingga dapat dipaksakan juga, yaitu barang siapa yang ingin dapat prestasi tertentu dari pemerintah, harus membayar. Cara pembayaran retribusi ini bermacam-macam bentuk, antara lain berupa uang ataupun dapat berupa meterai yang dibayar sesuai dengan harga pungutannya. Misalnya retribusi terhadap listrik, apabila rakyat tidak membayar retribusi listrik, maka akan ada tindakan-tindakan tertentu yang bertujuan sebagai pemaksaan seperti pengenaan denda, pemutusan hubungan sementara, dan sebagainya. Contoh langsung dari pembayaran retribusi adalah pembayaran abonemen air minum, pembayaran jasa parkir dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut maka karakteristik retribusi adalah: 1. retribusi dipungut dengan berdasarkan peraturan-peraturan (yang berlaku umum); 2. dalam retribusi, prestasi yang berupa pembayaran dari warga masyarakat akan mendapatkan jasa timbal langsung yang ditujukan pada individu yang membayarnya; 3. uang hasil retribusi digunakan bagi pelayanan umum berkait dengan retribusi yang bersangkutan; 4. pelaksanaannya dapat dipaksakan, biasanya bersifat ekonomis. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Retribusi Daerah dibagi menjadi tiga golongan, yaitu sebagai berikut. 1. Retribusi Jasa Umum. Objek retribusi ini berupa pelayanan yang disediakan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Prinsip dan sasaran penetapan tarif jenis Retribusi Daerah adalah berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Retribusi jenis ini misalnya: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan Kebersihan, Retribusi Biaya Cetak KTP dan Akta Catatan Sipil, Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat, Retribusi
ADBI4330/MODUL 2 2.13 Pelayanan Parkir di tepi Jalan Umum, Retribusi Pelayanan Pasar, Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran, Retribusi Biaya Cek Peta, dan Retribusi Pengujian Kapal Perikanan. 2. Retribusi Jasa Usaha. Objek retribusi ini berupa pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial. Subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/ menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Prinsip dan sasaran penetapan tarif jenis Retribusi Daerah adalah berdasarkan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Retribusi jenis ini misalnya: Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Retribusi Pasar Grosir atau Pertokoan, Retribusi Tempat Pelelangan, Retribusi Terminal, Retribusi Tempat Khusus Parkir, Retribusi Tempat Penginapan, Retribusi Penyedotan Kakus, Retribusi Rumah Potong Hewan, Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal, Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga, Retribusi Penyeberangan di atas Air, Retribusi Pengolahan Limbah Cair, dan Retribusi Penjualan Produksi Limbah. 3. Retribusi Perizinan Tertentu. Objek retribusi ini, yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan SDA, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah. Prinsip dan sasaran penetapan tarif jenis Retribusi Daerah adalah berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Sumbangan Menurut Santoso Brotodiharjo, dalam sumbangan itu terkandung pemikiran bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu tidak boleh dikeluarkan dari kas umum, karena prestasi itu tidak ditujukan kepada penduduk seluruhnya, melainkan hanya sebagian penduduk saja. Oleh karena itu, maka hanya golongan tertentu dari penduduk ini sajalah
2.14 Administrasi Perpajakan yang diwajibkan membayar sumbangan ini. Sumbangan memang hampir sama dengan retribusi, tapi keduanya memiliki perbedaan. Pada retribusi yang dapat mengenyam kenikmatan kontraprestasi hanya perorangan dari pemerintah saja, sedangkan pada sumbangan, yang mendapat kontraprestasi ini hanya satu golongan saja. Apabila dikaitkan dengan pajak dan retribusi maka sumbangan memiliki karakteristik tertentu, antara lain berikut ini. a. Sumbangan dipungut berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan mengikat umum. b. Dalam sumbangan, kontraprestasi diperoleh bukan karena membayarnya secara individual melainkan secara kelompok. c. Pelaksanaannya dapat dipaksakan, tetapi tidak bersifat ekonomis seperti halnya retribusi, melainkan hanya bersifat yuridis. Unsur paksaan di dalam sumbangan tidak terlalu kuat dibandingkan pada pajak. Namun, bagi mereka yang memenuhi syarat untuk dikenakan sumbangan itu, dan bagi yang tidak mau memenuhinya (melanggar) dapat dikenakan akibat-akibat hukum tertentu. Sedangkan paksaan sumbangan lebih bersifat ekonomis karena pada hakikatnya sumbangan diserahkan kepada pihak yang berkepentingan untuk membayarnya maupun tidak. Misalnya seseorang bebas mengikuti kuliah pada suatu universitas terbuka, tetapi harus membayar uang kuliahnya. Jika ia tidak mau membayar maka tidak akan diperbolehkan untuk masuk mengikuti kuliah. E. KEDUDUKAN HUKUM PAJAK DALAM ILMU HUKUM Sistem hukum yang berlaku di Indonesia sekarang adalah civil law system atau sistem Eropa Kontinental. Dalam sistem ini, hukum dibagi menjadi dua, yaitu hukum privat dan hukum publik. Hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara sesama individu dalam kedudukan yang sederajat, misalnya hukum perjanjian, hukum kewarisan, hukum keluarga, dan hukum perkawinan. Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan warga negara atau dengan kata lain, hukum yang mengatur kepentingan umum. Hukum publik ini berurusan dengan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan serta bagaimana negara melaksanakan tugasnya.
ADBI4330/MODUL 2 2.15 Dalam banyak persoalan, hukum pajak mendasarkan tafsirannya atas bagian-bagian lainnya dari ilmu hukum, seperti dalam diagram berikut ini. Sumber: Suandy, Erly (2000) Pajak secara umum merupakan bagian tata hukum yang berlaku di Indonesia. Hukum Pajak merupakan bagian dari hukum publik dan hukum pajak ini adalah bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warga negaranya. Dalam hukum pajak memuat cara- cara untuk mengatur pemerintahan. Yang termasuk ke dalam hukum publik ini adalah hukum tata negara, hukum pidana, dan hukum administratif. Sedangkan hukum pajak merupakan anak bagian dari hukum administratif ini, meskipun ada yang menghendaki agar supaya hukum pajak diberikan tempat yang tersendiri di samping hukum administratif (otonomi hukum pajak) karena hukum pajak juga mempunyai fungsi lain sebagai alat untuk menentukan alat perekonomian. Selain itu, hukum pajak pada umumnya mempunyai tata tertib dan istilah-istilah tersendiri untuk lapangan pekerjaan.
2.16 Administrasi Perpajakan Nama otonomi hukum pajak pada umumnya dirasakan kurang tepat karena seolah-olah menyatakan bahwa hukum pajak berdiri sendiri terlepas dari bagian-bagian hukum yang lain. 1. Definisi Hukum Pajak Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Jadi, hukum pajak mengandung pengertian: a. siapa saja yang dapat menjadi wajib pajak (subjek pajak); b. objek-objek apa yang dikenakan pajak (objek pajak); c. kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah; d. timbulnya dan hapusnya pajak; e. cara penagihan pajak; dan f. cara mengajukan keberatan dan banding pada peradilan pajak. Seperti diketahui, Hukum pajak merupakan salah satu bagian dari hukum tata usaha Negara (Hukum administratif Negara). Tetapi, dalam perkembangannya, ada aliran yang menghendaki supaya hukum pajak merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri terlepas dari hukum Administratif Negara. Sebagai pelopor dari aliran ini adalah Prof. P. J. A. Adriani. Alasannya: a. hukum mempunyai tugas yang bersifat lain dari pada pajak dapat dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian; b. hukum pajak mempunyai istilah-istilah tersendiri. Akhir dari perkembangannya saat ini hukum pajak sudah berdiri sendiri sejajar dengan hukum administrasi negara karena hukum pajak juga mempunyai tugas yang bersifat lain dari pada hukum administrasi negara pada umumnya, yaitu hukum pajak juga dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian negara. 2. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Perdata Sebagai ilmu yang berdiri sendiri, hukum pajak juga mempunyai hubungan yang erat dengan bidang hukum lainnya, seperti hukum perdata dan hukum pidana. Hubungan antara hukum pajak dengan hukum perdata merupakan hubungan yang timbal balik karena hukum pajak banyak menggunakan istilah yang lazim dipakai dalam hukum perdata, meskipun
ADBI4330/MODUL 2 2.17 demikian hukum pajak banyak juga menggunakan istilah yang dijumpai dalam hukum pidana. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa, Hukum perdata merupakan hukum umum dan hukum pajak merupakan hukum khusus. Hukum pajak sebagai hukum khusus (lex spesialis) harus mendapat perlakuan utama mengenai suatu hal dari hukum perdata sebagai lex legendaris. Menurut Suandy (2000) menyebutkan Hukum perdata merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara orang pribadi dengan hukum pajak. Hal ini dapatlah kita mengerti karena sebagian besar hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas kejadian- kejadian, keadaan-keadaan, dan perbuatan-perbuatan hukum yang bergerak dalam lingkungan perdata. Misalnya, mengenai penghasilan, warisan, kekayaan, perjanjian penyerahan, pemindahan hak karena warisan, dan sebagainya. Sebagian dari ahli hukum seperti misalnya Prof. Mr. Paul Scholten (Suady, 2000) dalam bukunya Burgerlijk Recht Algemeen Deel menyatakan bahwa hukum perdata harus dipandang sebagai hukum umum yang meliputi segala-galanya, kecuali jika hukum publik telah menetapkan peraturan yang menyimpang dari padanya. Sedangkan menurut Prof. Mr. W.F. Prins , guru besar Universitas Indonesia dalam bukunya, Het Belastingrecht van Indonesia, menyatakan bahwa hubungan erat antara hukum perdata dengan hukum pajak sangat mungkin sekali timbul karena hukum pajak banyak mempergunakan istilah-istilah hukum perdata dalam perundang-undangan pajak. Walaupun demikian prinsipnya hukum pajak tidak harus selalu terpaku pada pengertian-pengertian dalam hukum perdata. Dalam Pasal 17 – 25 KUHP perdata mengatur mengenai masalah domisili seseorang itu penting, namun hukum pajak justru mengatur lain. Akan tetapi, pengaruh hukum pajak yang sekali-sekali tidak dapat diduga-duga akan timbul, terasa juga dalam lapangan perdata, yaitu sebagai akibat dari keinginan beberapa golongan dalam masyarakat yang sedapat- dapatnya hendak menghindarkan diri dari pengenaan pajak. 3. Hubungan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana Hukum pajak mempunyai hubungan erat dengan hukum pidana terutama yang berkaitan dengan tindak pidana. Ketentuan pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga banyak dipergunakan dalam perundang-undangan pajak. Pasal 103 KUHP merupakan Pasal
2.18 Administrasi Perpajakan terakhir dari Bab VIII buku pertama mengenai Peraturan Umum KUHP menunjukkan bahwa ketentuan pidana yang tersebar di luar kumpulan KUHP, dinyatakan berlaku atau dapat diperlakukan sesuai ketentuan- ketentuan KUHP sepanjang undang-undang tidak menentukan lain. Dalam kaitan ini, maka ketentuan pidana yang diatur dalam undang-undang pajak dapat diperlakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam buku pertama (peraturan umum) dari KUHP, kecuali undang-undang pajak dapat diperlakukan sesuai dengan menentukan lain. Jika ditentukan lain, maka yang berlaku adalah hukum pajak sebagai lex specialis. Dalam peraturan pajak harus terdapat sanksi yang bersifat khusus, misalnya pengenaan hukuman bagi badan hukum yang melanggar, walaupun pengenaan hukum pidana ini lebih melekat pada perseorangan yang bertindak sebagai pengurus badan hukum tersebut. Prof. Mr. J. E. Jonkers dalam bukunya Handboek van Het Indonesisch Staatblad, menyebutkan mengenai KUHP yang telah banyak memuat ancaman bagi pelanggaran terhadap peraturan pajak, seperti yang tercantum dalam Pasal 322 KUHP yang mengatur ancaman terhadap pegawai yang telah sengaja membuka rahasia jabatan yang seharusnya disimpan baik-baik. Kebutuhan untuk memasukan peraturan yang menyimpang dari ketentuan hukum pidana fiskal, telah ternyata makin lama makin berkurang. Kecenderungan (tendensi) ini mungkin sekali disebabkan oleh keinsafan, bahwa pengertian modern mengenai tata tertib hukum ini meliputi segala lapangan, lagi pula karena keyakinan bahwa diadakannya segala macam hukuman adalah terdorong oleh keinginan dari pihak penguasa untuk menyelamatkan kepentingan umum dalam segala lapangan, dengan sejitu- jitunya. Prof. Dr. Mr. J. van der Poel (Direktur Pajak Kerajaan Belanda dan Direktur merangkap Guru Besar Akademi Pajak Rotterdam) dalam bukunya Random Compositie en Compromis mengutarakan bahwa hukum pidana sudah barang tentu tetap ada dan memiliki perbedaannya yang khusus karena hukum pajak sangat membutuhkannya dalam rinciannya. Lagi pula, sekalipun dasar hukumannya sama, namun dalam sejarah perkembangannya agak menyimpang. Menurut pendapatnya, kira-kira setengah abad yang lalu, pelanggaran pajak dianggap terlalu remeh (simplisitis) dan terlalu formal, sedangkan teori dalam filsafat yang terbaru pun mengenai pelanggaran dalam hukum pajak, hal itu tidak terlalu berbeda antara pencurian terhadap negara dan pencurian terhadap individu.
ADBI4330/MODUL 2 2.19 Dalam soal pajak ini, negara berhadapan dengan wajib pajak sebagai penguasa dalam menunaikan tugasnya untuk mengatur hubungannya dengan warganya. Inilah sebabnya maka di muka dikatakan bahwa hukum pajak merupakan bagian dari hukum administratif, yaitu peraturan mengenai luasnya dan cara penunaian tugas pemerintah dan aparatur negara, pula peraturan penyelenggaraannya. Karena dalam penyelenggaraan hukum publik sangat diperlukan kontrol oleh pemerintah terhadap pelaksanaan hukum itu, dan pengawasan tadi diperketat dengan pemberian sanksi-sanksi yang sesuai secara pidana. Maka masyarakat yang selalu berhubungan erat dengan instansi pajak, yaitu Direktorat Jenderal Pajak dengan kantor cabangnya dan Direktorat Bea dan Cukai dengan kantor-kantor cabangnya. Bagi hukum pajak, hubungan semacam ini termasuk hubungan yang bercorak khusus, dan diatur dalam masing-masing perundangan. Menurut Samidjo (1985), hukum pajak yang merupakan bagian dari Hukum Pidana Khusus, yaitu suatu peraturan yang hanya ditujukan bagi tindak pidana tertentu, seperti pemberantasan tindak pidana ekonomi, korupsi, dan lain-lain. Dalam hal ini hukum pajak menganut adagium yang dikenal dengan Lex specialis derograt lex generalis yang berarti, hukum pidana khusus lebih diutamakan daripada hukum pidana umum. LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan pendapat Anda mengenai ruang lingkup perpajakan di Indonesia! 2) Jelaskan apa perbedaan pajak dengan retribusi dan sumbangan! 3) Terangkan mengapa hukum pajak termasuk hukum publik, apa yang dimaksud hukum publik, dan membicarakan hal-hal apa sajakah hukum publik itu sehingga hukum pajak termasuk hukum publik!
2.20 Administrasi Perpajakan Petunjuk Jawaban Latihan 1) Untuk menjawab ruang lingkup perpajakan di Indonesia, silakan pelajari penjelasan awal mengenai ruang lingkup, pengertian pajak dan definisi pajak! 2) Jawaban ini pelajari pada bagian, retribusi, dan sumbangan! Perhatikan perbedaannya terletak pada kontraprestasinya! 3) Untuk menjawab pertanyaan ketiga, silakan pelajari posisi pajak atau hukum pajak dalam bidang ilmu hukum! RANGKUMAN Ruang lingkup administrasi perpajakan meliputi pengertian pajak yang secara umum merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menambah tabungannya melalui kas negara. Definisi pajak yang paling terkenal adalah yang dikemukakan oleh PJA Adriani, yaitu iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan definisi dari ahli dalam negeri yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Prof. Rochmat Sumitro, SH seperti berikut ini, Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai pembangunan. Dari definisi para ahli tersebut kemudian dapat disimpulkan sebagai ciri-ciri pajak, fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair, fungsi mengatur, fungsi stabilitas, dan fungsi redistribusi pendapatan, serta pendekatan pajak melalui segi ekonomi, segi pembangunan, segi penerapan praktis, dan segi hukum. Selain itu, dilihat dari posisinya dalam ilmu hukum, pajak dalam hal ini ilmu Hukum Pajak termasuk bagian dari hukum publik yang berkaitan juga dengan hukum perdata dan hukum pidana.
ADBI4330/MODUL 2 2.21 TES FORMATIF 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Berikut ini yang tidak termasuk dalam ruang lingkup Keuangan Negara .... A. Hak Negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman B. Kewajiban Negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan Negara C. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah D. Pendapatan PT Kereta Api Indonesia dari hasil usaha/operasi perkeretaapian 2) Perubahan ketiga UUD 1945 merupakan dasar hukum pajak yang diatur dalam Pasal .... A. 33 B. 23 A C. 2 ayat 3 D. 3) Perbedaan hukum pajak dengan retribusi adalah .... A. retribusi prestasi kembalinya langsung B. retribusi prestasi kembalinya tidak langsung C. pajak prestasi kembalinya bersifat umum D. pajak prestasi kembalinya langsung Petunjuk: Untuk soal No. 4 – 5, pilihlah! A. Jika (1) dan (2) benar B. Jika (1) dan (3) benar C. Jika (2) dan (3) benar D. Jika semuanya benar 4) Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara dapat ditingkatkan melalui .... (1) Intensifikasi (2) Ekstensifikasi (3) Paksaan
2.22 Administrasi Perpajakan 5) Yang termasuk ke dalam Hukum Publik, adalah .... (1) Hukum Perdata (2) Hukum Tata Negara (3) Hukum Administrasi Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1. Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar 100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.
ADBI4330/MODUL 2 2.23 Kegiatan Belajar 2 Teori dan Asas-asas Pemungutan Pajak A. LANDASAN FILOSOFI PEMUNGUTAN PAJAK Mengapa fiskus suatu negara berhak memungut pajak dari penduduknya? Tugas negara pada prinsipnya berusaha dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Itulah sebabnya maka negara harus tampil ke depan dan turut campur tangan, bergerak aktif dalam bidang kehidupan masyarakat, terutama di bidang perekonomian guna tercapainya kesejahteraan umat manusia. Untuk mencapai dan menciptakan masyarakat yang sejahtera, dibutuhkan biaya-biaya yang cukup besar. Demi berhasilnya usaha ini, negara mencari pembiayaannya dengan cara menarik pajak. Penarikan atau pungutan pajak merupakan suatu alternatif dan juga merupakan suatu fungsi yang esensial yang harus dilaksanakan oleh negara. Memang di beberapa negara yang sudah maju, pajak sudah merupakan atau conditiesine qua non bagi penambahan keuangan negara. Tanpa pungutan pajak sudah bisa dipastikan bahwa keuangan negara akan lumpuh lebih-lebih lagi bagi negara yang sedang membangun seperti Indonesia, atau negara yang baru bebas dari belenggu kolonialisme pajak merupakan darah bagi tubuh negara. Atas dasar uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa landasan filosofi pemungutan pajak yang didasarkan atas pendekatan Benefit Approach atau pendekatan masyarakat. Merupakan dasar fundamental atas dasar filosofi yang membenarkan negara-negara melakukan pemungutan pajak sebagai pungutan yang dapat dipaksakan dalam arti mempunyai wewenang dengan kekuatan pemaksa. Pendekatan manfaat (benefit approach) ini mendasarkan suatu falsafah karena negara menciptakan manfaat yang dapat dinikmati oleh seluruh warga negara yang berdiam dalam negara maka negara berwenang memungut pajak dari rakyat dengan cara yang dapat dipaksakan. Bentuk manfaat yang dapat dinikmati oleh warga negara adalah kesejahteraan, pelayanan umum, perlindungan hukum, kebebasan, penggunaan fasilitas umum, seperti pelabuhan, jalanan, jembatan, tempat- tempat hiburan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan manfaat tersebut.
2.24 Administrasi Perpajakan 1. Syarat Pemungutan Pajak Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun, bila terlalu rendah maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan, yaitu sebagai berikut. a. Pemungutan pajak harus adil. Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya: 1) dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak; 2) pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak; 3) sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran. b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu: 1) pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya; 2) jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum; 3) jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak. c. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian. Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah. d. Pemungutan pajak harus efisien. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut.
ADBI4330/MODUL 2 2.25 Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak, baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu. e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak. Contoh: 1) Bea meterai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi hanya 2 macam tarif. 2) Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%. 3) Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi). Penyediaan jasa atau fasilitas-fasilitas umum tidak mungkin dikerjakan sendiri oleh pihak perorangan ataupun pihak swasta. Oleh karena itu, negara tampil sebagai pelopor dalam mewujudkan atau menciptakan kesejahteraan untuk seluruh warganya. B . TEORI-TEORI PEMUNGUTAN PAJAK Di dalam Literatur Ilmu Keuangan Negara, kita temukan teori-teori yang memberikan dasar pembenaran atau landasan filosofi daripada wewenang Negara untuk memungut pajak dengan cara yang dapat dipaksakan. 1. Teori-teori tersebut adalah Teori Asuransi. Menurut teori asuransi, negara dalam melaksanakan tugasnya/fungsinya, mencakup pula tugas perlindungan terhadap jiwa dan harta benda warga negara. Oleh sebab itu, negara bekerja atau bertindak sebagai perusahaan asuransi. Untuk perlindungan warga negara harus membayar premi, yang dirumuskan sebagai pembayaran pajak. Teori ini sekarang sudah tidak digunakan lagi karena bila pajak dipandang sebagai teori asuransi berarti negara
2.26 Administrasi Perpajakan wajib mengganti kerugian akibat kebijakannya akan merugikan bagi warga negara yang merasa dirugikan. Namun teori asuransi ini mempunyai kelemahan-kelemahan, antara lain dengan eksistensi imbalan yang akan diberikan negara jika tertanggung dalam hal ini wajib pajak menderita risiko. Sebab sebagaimana kenyataannya, negara tidak pernah memberi uang santunan kepada wajib pajak yang tertimpa musibah. Lagi pula kalau ada imbalan dalam pajak, maka hal itu sebenarnya bertentangan dengan unsur dalam definisi pajak itu sendiri. Para penganut teori ini mengatakan, bahwa negara berhak memungut pajak dari penduduknya, karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan kepada negara. Makin besar kepentingan penduduk kepada negara, maka makin besar pula perlindungan negara kepadanya. 2. Teori Kepentingan. Berdasarkan kepentingan, pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu yang diperoleh dari pekerjaan negara. Makin banyak mengenyam menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah, makin besar juga pajaknya. Teori ini meskipun masih berlaku pada retribusi, tetapi sulit diterima karena orang miskin dan penganggur yang memperoleh bantuan dari pemerintah, menikmati atau mengenyam banyak sekali jasa dari pekerjaan pemerintah dan mereka bahkan dibebaskan membayar pajak. 3. Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Pengorbanan atau Teori Bakti). Organische Staatleer dan berpendirian bahwa tanpa negara maka individu tidak mungkin bisa hidup bebas berusaha dalam negara. Oleh karena itu, negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Tanpa negara, maka individupun tidak ada, dan pembayaran pajak oleh individu kepada negara adalah dipandang sebagai tanda pengorbanan atau tanda baktinya kepada negara. Teori ini terlalu menitik beratkan kepada negara yaitu seolah-olah individu itu dapat hidup tanpa individu. Padahal realitasnya tidak demikian, sebab negara pun tidak mungkin hidup atau ada tanpa masyarakat. Jadi jelasnya teori bakti ini (Ichsan, 1986) yang dikemukakan oleh Ursula K. Hicks menekan kepada hak mutlak dari negara untuk memungut pajak kepada warga masyarakat. Teori ini berdasarkan paham ajaran negara organis (organische staatleer) yang mengajarkan karena negara mempunyai kehidupan sendiri yang tidak tergantung dari kehidupan warga masyarakatnya dan karena kehidupan negara
ADBI4330/MODUL 2 2.27 merupakan kehidupan primer, maka negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak sebagai tenaga bakti rakyat kepada negara. 4. Teori Gaya Beli. Teori gaya beli merupakan teori ini merupakan teori yang termasuk modern di mana tidak mempersoalkan asal mulanya Negara memungut pajak melainkan hanya melihat pada efeknya dan memandang efek tersebut sebagai dasar keadilannya. Santoso Brotodihardjo dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak berpendapat bahwa fungsi pemungutan pajak, menganggap teori gaya beli sebagai gejala dalam masyarakat dan dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat dengan tujuan untuk memelihara hidup masyarakat atau untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Teori ini banyak penganutnya, karena kepraktisannya. Teori ini berlaku sepanjang masa dalam baik dalam ekonomi liberal, bahkan juga dalam masyarakat sosialistis, meskipun tidak luput dari variasi-variasi dalam coraknya, melainkan hanya melihat kepada efek yang baik sebagai dasar keadilannya. Menurut teori ini, penyelenggaraan kepentingan masyarakat itulah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak dan bukan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya. Dengan demikian teori ini menitik beratkan kepada fraksi kedua dari fraksi pajak, yaitu fraksi mengatur (regulerend). 5. Teori Gaya Pikul. Pemungutan pajak menurut teori gaya pikul harus sesuai dengan kekuatan membayar dari wajib pajak (individu). Tekanan semua pajak harus sesuai dengan gaya pikul wajib pajak dengan memperhatikan pada besarnya penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran belanja wajib pajak tersebut. Teori gaya pikul ini dipengaruhi oleh bermacam-macam komponen, terutama: a) pendapatan atau penghasilan, b) kekayaan, dan c) susunan dari keluarga wajib pajak dengan memperkaitkan faktor-faktor yang mempengaruhi keadaannya.
2.28 Administrasi Perpajakan Berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan teori gaya pikul ini, sebagai berikut. 1) Prof. W. J. de Langen (dalam Santoso Brotodihardjo, 2008) memberikan definisi dari teori gaya pikul merupakan kekuatan untuk membayar uang kepada negara, jadi membayar pajak, setelah dikurangi dengan minimum kehidupan (basic needs). Minimum kehidupan atau kebutuhan dasar (basic needs) adalah hal yang pokok dan tidak bisa ditunda-tunda, seperti misalnya makan, pakaian, perumahan dan biaya pendidikan. Langen berpendapat bahwa asas gaya pikul hingga kini masih merupakan asas yang terpenting dalam hukum pajak tanpa harus menyepelekan kepentingan-kepentingan lain dari wajib pajak. Jadi dengan semua penjelasan di atas Prof. de Langen memberikan definisi yang berbunyi Gaya Pikul adalah besarnya kekuatan seseorang untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya, setelah dikurangi dengan yang mutlak untuk kebutuhannya yang primer. Kadang-kadang gaya pikul dapat disamakan dengan penghasilan saja, tapi sering pula dianggap sama dengan penghasilan ditambah kekayaan. Prof. W.J. de Langen menganggap salah kedua pendapat tersebut, sebab dalam undang-undang pajak diakui adanya perbedaan dalam gaya pikul, walaupun ada penghasilan yang besarnya sama namun semuanya dihubungkan dengan besar kecilnya tanggungan keluarga. 2) Ir. Mr. A. J. Cohen Stuart, mengemukakan bahwa gaya pikul adalah sama dengan sebuah jembatan, yang pertama-tama harus dapat memikul bobotnya sendiri, sebelum dicoba untuk dibebaninya dan menyarankan ajaran, bahwa yang dapat diperlukan untuk kehidupan tidak harus tidak dimasukkan dalam pengertian gaya pikul. Hak manusia yang utama adalah hak untuk hidup, maka sebagai anasir yang pertama adalah minimum kehidupan (bestaan minimum). 3) Mr. Dr. J. H. R. Sinninghe Daste menyatakan pendapatnya bahwa teori gaya pikul ini adalah teori yang muncul akibat bermacam-macam komponen terutama: a) pendapatan; b) kekayaan; dan c) susunan keluarga wajib pajak dengan mengingat faktor-faktor yang mempengaruhinya.
ADBI4330/MODUL 2 2.29 Teori-teori di atas merupakan pecahan atas dasar keadilan pemungutan pajak oleh negara, sehingga para ahli keuangan negara khususnya di bidang perpajakan menamakannya sebagai asas menurut falsafah hukum, yang oleh Adam Smith dimasukkan dalam Maxim pertama dalam ajarannya The four Maxims (empat aksioma atau asas dalam pemungutan pajak). Meskipun demikian, beberapa prinsip/asas telah berhasil juga dikembangkan sehingga memberikan suatu kerangka yang dapat digunakan sebagai kriteria-kriteria sistem perpajakan yang adil. Prinsip atau asas ini adalah antara lain, prinsip atau asas manfaat dan asas kemampuan membayar. Prinsip membayar, salah satu tujuan kegiatan pemerintah dan masyarakat adalah menciptakan manfaat dapat dinikmati oleh seluruh warga negara, baik sebagai konsumen atau produsen. Apabila manfaat yang diterima masyarakat/warga negara dirasakan besar, maka warga negara akan bersedia untuk membayar manfaat tersebut juga dalam jumlah yang besar. Pembayaran tersebut bukan saja dalam bentuk uang seperti pembayaran pajak, tetapi bahkan melebihi dari itu seperti rasa cinta tanah air, rasa ingin berkorban untuk nusa dan bangsa. Pemerintah memberikan baik secara public service berupa pelayanan jasa kepada warganya baik secara perorangan maupun secara kolektif, dan warga negara memberikan kontraprestasi berupa uang dalam bentuk pembayaran pajak kepada pemerintah. Pemberian jasa oleh pemerintah kepada warganya yang dirasakan besar manfaatnya, sehingga akan menimbulkan rasa kesadaran yang tinggi untuk mengabdi kepada negara. Rendahnya kesadaran warga negara untuk membayar pajak kepada negara banyak ditentukan oleh sejauh mana rakyat dapat dikenal dan menikmati jasa dari negara. Jasa-jasa dari negara seperti: Jaminan keamanan/ketertiban, pelayanan yang memuaskan sewaktu negara yang mengurus kepentingannya yang berhubungan dengan hak-hak perdatanya seperti mengurus kartu penduduk dan surat keterangan lainnya. Bilamana pemerintah kurang memperhatikannya pelayanan yang baik kepada warganya, maka warga negara/rakyat akan berkurang kesadarannya atau tidak patuh terhadap kontraprestasi kepada negara dalam bentuk pembayaran pajak. Menikmati jasa atau manfaat dari negara sangat erat kaitannya dengan tingkat kepatuhan rakyat untuk membayar pajak. Kesadaran membayar pajak merupakan salah satu aspek atau bagian kesadaran berwarga negara. Apabila kesadaran berwarga negara tinggi maka berarti pula moralitas perpajakan adalah juga tinggi. Kesadaran membayar
2.30 Administrasi Perpajakan pajak juga dipengaruhi oleh efisiensi dan efektivitas kegiatan pemerintah. Apabila dalam melaksanakan kegiatan pemerintah atau dalam menggunakan uang negara banyak terjadi kebocoran, korupsi dan penyelewengan lain, maka akan berakibat merosotnya tax morality masyarakat. Dalam masyarakat yang masih bersifat paternalistik seperti Indonesia seperti dewasa ini, kebersihan aparatur pemerintah sangat berpengaruh terhadap kesadaran warga negara termasuk kesadaran membayar pajak. Mengenai prinsip kemampuan membayar (ability to pay), mempunyai dua bagian terpisah, tidak hanya dikatakan bahwa yang kaya harus membayar yang lebih banyak, tetapi kenyataan juga bahwa mereka yang berkedudukan atau berpenghasilan sama harus membayar pajak yang sama pula. Gagasan yang kedua ini bahwa yang sama harus diperlakukan sama dinamakan kewajiban horizontal. Sedangkan pembagian beban pajak yang sesuai di antara orang-orang yang berbeda kemampuan membayarnya dinamakan kewajiban vertikal. C. ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK Asas-asas (principle) dalam pemungutan pajak adalah suatu yang dapat kita jadikan sebagai alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan untuk menjelaskan sesuatu permasalahan. Lazimnya suatu pemungutan pajak itu harus dilandasi dengan asas-asas yang merupakan ukuran untuk menentukan adil atau tidaknya suatu pemungutan pajak. Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya Wealth of Nation mengemukakan ada empat asas pemungutan pajak yang lazim dikenal dengan four canons taxation atau sering juga disebut the four maxims. 1. Equality (asas kesesuaian). Asas ini menekankan bahwa pada warga negara atau wajib pajak dalam setiap negara seharusnya memberikan sumbangannya kepada Negara yang sebanding dengan kemampuan atau penghasilan mereka. Dalam asas equality ini tidak diperbolehkan adanya diskriminasi perlakuan pembebanan pajak di antara wajib pajak. 2. Certainty (asas kepastian). Asas ini menekankan bahwa bagi wajib pajak, harus jelas dan pasti tentang waktu, jumlah, dan cara pembayaran pajak. Dalam asas ini kepastian hukum sangat dipentingkan terutama mengenai pajak dan objek pajak, yaitu pengenaan pajak tidak mengenal kompromi.
ADBI4330/MODUL 2 2.31 3. Convenience of payment (asas menyenangkan). Pajak yang seharusnya dipungut pada waktu dengan cara yang paling menyenangkan bagi wajib pajak. Penjelasannya pemungutan pajak harus dilakukan sedekat mungkin dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak. Misalnya pemungutan pajak bumi dan bangunan terhadap petani, sebaiknya dipungut pada saat mereka memperoleh uang yaitu pada saat panen. 4. Low Cost of Collection atau Economic of Collection (asas efisiensi). Asas ini menekankan bahwa biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih besar dari penerimaan pajak. Pemungut pajak harus dapat menyesuaikan dengan kebutuhan anggaran belanja negara. Dari keempat prinsip yang diajukan oleh Adam Smith maka dapat disimpulkan bukan saja asas ekonomis finansial dan keadilan, tetapi asas kesetiaan kepada negara (loyal) dan pertumbuhan masyarakat juga mendapat perhatiannya dalam memiliki struktur perpajakan yang baik. Prof. W. J. de Langen seorang ahli pajak kebangsaan Belanda menyebutkan adanya tujuh asas pokok perpajakan yang ideal, yaitu sebagai berikut. 1. Asas kesamaan, pengertiannya bahwa seseorang dalam keadaan yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi dalam pemungutan pajak. 2. Asas Daya Pikul, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa setiap wajib pajak hendaknya terkena wajib beban pajak yang sama. Ini berarti orang yang pendapatannya tinggi dikenakan pajak yang tinggi, yang pendapatannya rendah dikenakan pajak yang rendah dan pendapatannya di bawah basic need dibebaskan dari pajak. Untuk mengetahui kemampuan seseorang itu yang perlu diperhatikan adalah penghasilannya (income), kekayaan (personal wealth) dan pengeluaran- pengeluaran untuk konsumsinya. 3. Asas Keuntungan Istimewa, bahwa seseorang yang mendapatkan keuntungan istimewa hendaknya dikenakan pajak istimewa pula. Misalnya: warisan, pungutan atau izin mengusahakan tambang, dan lain- lain. 4. Asas Manfaat, mengatakan bahwa pengenaan pajak oleh pemerintah didasarkan atas alasan bahwa masyarakat menerima manfaat barang- barang dan jasa yang disediakan atau diproduksi oleh pemerintah. Di sini pembayaran pajak disamakan dengan transaksi jual beli, yaitu seseorang
2.32 Administrasi Perpajakan baru akan memperoleh barang yang diinginkan apabila bersedia membayar harganya. Contoh: pajak jalan tol. 5. Asas Kesejahteraan, yaitu suatu asas yang menyatakan adanya tugas pemerintah yang pada suatu pihak memberikan atau menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dan di lain pihak menarik pungutan- pungutan untuk membiayai kegiatan pemerintah tersebut, akan tetapi sebagai keseluruhan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 6. Asas Keringanan Beban, asas ini menyatakan bahwa mestinya pengenaan pungutan merupakan beban masyarakat atau perorangan dan betapapun tingginya kesadaran berwarga negara, akan tetapi hendaknya diusahakan bahwa beban tersebut sekecil-kecilnya. 7. Asas Keseimbangan, asas ini menyatakan dalam melaksanakan berbagai asas tersebut yang mungkin saling bertentangan, akan tetapi hendaknya selalu diusahakan sebaik mungkin. Artinya tidak mengganggu perasaan hukum, perasaan keadilan dan kepastian hukum. Adolf Wagner mengemukakan empat postulat atau asas untuk terpenuhinya pajak yang ideal, yaitu sebagai berikut. 1. Asas politik Finansial a. Perpajakan hendaknya menghasilkan jumlah penerimaan yang memadai, dalam arti cukup untuk menutup biaya pengeluaran rutin negara. b. Pajak hendaknya bersifat dinamis, artinya penerimaan negara dari pajak diharapkan selalu meningkat mengingat kebutuhan penduduknya selalu meningkat, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. 2. Asas Ekonomis Pemilihan mengenai perpajakan yang sangat tepat apakah hanya dikenakan pada pendapatan ataukah terhadap modal, dan atau pengeluaran. Pada umumnya, yang paling adil untuk dikenakan pajak bagi wajib pajak adalah pajak pendapatan. 3. Asas keadilan a. Pajak hendaknya bersifat umum atau universal. Ini berarti bahwa pajak tidak boleh bersifat diskriminatif, artinya seseorang dalam keadaan yang sama hendaknya diperlakukan yang sama.
ADBI4330/MODUL 2 2.33 b. Kesamaan beban, artinya bahwa setiap orang hendaknya dikenakan beban pajak kira-kira sama. Untuk mengenakan pajak hendaknya memperhatikan daya pikul (kemampuan membayar) seseorang. 4. Asas Administrasi a. Kepastian perpajakan, artinya bahwa pemungutan pajak hendaknya bersifat ―pasti― dalam arti harus jelas disebutkan siapa atau apa yang dikenakan pajak, berapa besarnya, bagaimana cara pembayarannya, bukti pembayarannya, apa sangsinya jika terlambat membayar, dan sebagainya. b. Keluwesan dan penagihan, artinya dalam penggunaan atau penagihan pajak hendaknya ―luwes‖ dalam arti harus melihat keadaan pembayar pajak, apakah sedang menerima uang, apakah tidak mengalami bencana alam, atau apakah perusahaannya mengalami pailit dan sebagainya. c. Ongkos pemungutan hendaknya diusahakan sekecil-kecilnya. 5. Asas yuridis atau asas hukum a. Kejelasan Undang-undang perpajakan. b. Kata-kata dalam undang-undang hendaknya tidak bermakna ganda, dalam arti kata-kata dalam undang-undang tidak menimbulkan interpretasi berbeda-beda. Lain halnya dengan Ursula K. Hicks dalam bukunya Public Finance (Ichsan, 1986) mengemukakan mengenai asas perpajakan yang ideal dengan memberikan beberapa pertimbangan, yaitu berikut ini. 1. Tujuan. Apa yang dapat dipenuhi oleh pajak kecuali sumber penerimaan negara. 2. Bagaimanakah efek pembagiannya (distributional), golongan masyarakat yang manakah yang diharapkan dapat menjadi sumber penerimaan negara? 3. Harus diuji efisiensinya agar diperoleh kepastian mengenai metode manakah yang paling ekonomis dan efektif untuk meningkatkan penghasilan tertentu atau pajak-pajak manakah yang paling tepat untuk mencapai maksud-maksud tertentu lainnya.
2.34 Administrasi Perpajakan Berdasarkan pertimbangan tersebut maka Ursula mengajukan tiga asas bagi perpajakan yang ideal, yaitu sebagai berikut. 1. Tujuan utama daripada penerimaan negara dalam bentuk pajak adalah untuk membiayai tugas negara (public service), maka sebaiknya dipilih pajak yang masih efisien untuk memenuhi tujuan itu. Tetapi, walaupun demikian dalam hal tertentu kadang-kadang harus dipilih pajak-pajak yang objek utamanya adalah suatu subsidiary aim (tujuan pelengkap). Contoh untuk memperbaiki neraca pembayaran atau untuk mencegah serta mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang tidak dikehendaki. 2. Pemungutan hendaknya didasarkan pada kemampuan individu (perorangan) (ability to pay) yaitu dengan mempertimbangkan juga kekayaan dan susunan keluarga yang menjadi tanggungannya. 3. Pungutannya haruslah bersifat umum (universal), yaitu agar dikenakan kepada semua orang tanpa membedakan golongan ataupun kedudukan seseorang dalam masyarakat. Jadi, dapat dibuatkan kesimpulan dari pendapat Ursula K Hicks, menjadi tiga prinsip, adalah sebagai berikut. 1. Prinsip pertama, dapat dihubungkan dengan susunan produksi (production crieterion). Optimum produksi dalam suatu keadaan tertentu hanya dapat dicapai jika diterapkan pajak-pajak yang paling efisien. 2. Prinsip kedua, berkaitan dengan keadilan, akan tetapi berhubungan juga dengan the utility criterian. 3. Prinsip ketiga, berhubungan juga dengan cita-cita keadilan sosial, artinya tidak membedakan warga negara dalam keikutsertaannya memikul beban negara dalam menjalankan tugasnya seperti yang dikemukakan Adam Smith dalam The Wealth of Nation. LATIHAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Ada banyak prinsip atau asas perpajakan selain yang dikemukakan oleh Adam Smith seperti oleh Prof. W. J. de Langen dan Ursula K. Hicks. Apakah ada perbedaan antara pendapat Ursula K. Hicks dengan Prof. De Langen?
ADBI4330/MODUL 2 2.35 2) Jelaskan secara singkat asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama the four maxims? 3) Menurut teori bakti, apakah negara dibenarkan memungut pajak dari rakyat? Sebutkan alasannya! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Baca dulu prinsip atau asas yang dikemukakan oleh Adam Smith, W. J. de Langen, Ursula K. Hicks dihafalkan dulu baru kemudian dilihat perbedaan dan persamaannya! 2) Baca materi mengenai asas-asas pemungutan pajak yang dikemukakan Adam Smith! Telaah dan hafalkan! 3) Jawaban sebenarnya adalah ya, bahkan mutlak. Coba saudara pelajari lebih baik materi yang berkaitan dengan teori kewajiban mutlak atau teori bakti! RANGKUMAN Teori Pembenaran Pemungutan Pajak terdiri dari 1) Teori Asuransi; 2) Teori Kepentingan; 3) Teori Daya/Gaya Pikul, ada dua versi yaitu Daya Pikul (Prof. W. J de Langen) kepuasan (max) – kebutuhan primer (max); teori Daya Pikul (Mr. A. J. Cohan Stuart): Kekuatan pembayaran kapan Negara dapat dilaksanakan, setelah dipenuhinya semua kebutuhan primer; 4) Teori Kewajiban Mutlak/Teori Bakti; 5) Teori Daya Beli. Prinsip perpajakan menurut para ahli dapat dijadikan landasan pemungutan pajak sehingga tercapai pemungutan pajak yang efisien. Salah satu teori yang patut diperhatikan adalah teori gaya pikul karena memberikan efek yang lebar dan merata. Ukuran dari kekuatan daya pikul adalah penghasilan dan kekayaan setelah dikurangi dengan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan minimum.
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327
- 328
- 329
- 330
- 331
- 332
- 333
- 334
- 335
- 336
- 337
- 338
- 339
- 340
- 341
- 342
- 343
- 344
- 345
- 346
- 347
- 348
- 349
- 350
- 351
- 352
- 353
- 354
- 355
- 356
- 357
- 358
- 359
- 360
- 361
- 362
- 363
- 364
- 365
- 366
- 367
- 368
- 369
- 370
- 371
- 372
- 373
- 374
- 375
- 376
- 377
- 378
- 379
- 380
- 381
- 382
- 383
- 384
- 385
- 386
- 387
- 388
- 389
- 390
- 391
- 392
- 393
- 394
- 395
- 396
- 397
- 398
- 399
- 400
- 401
- 402
- 403
- 404
- 405
- 406
- 407
- 408
- 409
- 410
- 411
- 412
- 413
- 414
- 415
- 416
- 417
- 418
- 419
- 420
- 421
- 422
- 423
- 424
- 425
- 426
- 427
- 428
- 429
- 430
- 431
- 432
- 433
- 434
- 435
- 436
- 437
- 438
- 439
- 440
- 441
- 442
- 443
- 444
- 445
- 446
- 447
- 448
- 449
- 450
- 451
- 452
- 453
- 454
- 455
- 456
- 457
- 458
- 459
- 460
- 461
- 462
- 463
- 464
- 465
- 466
- 467
- 468
- 469
- 470
- 471
- 472
- 473
- 474
- 475
- 476
- 477
- 478
- 479
- 480
- 481
- 482
- 483
- 484
- 485
- 486
- 487
- 488
- 489
- 490
- 491
- 492
- 493
- 494
- 495
- 1 - 50
- 51 - 100
- 101 - 150
- 151 - 200
- 201 - 250
- 251 - 300
- 301 - 350
- 351 - 400
- 401 - 450
- 451 - 495
Pages: