Nyonya Bovary 85 dan kelem butan rum ah tangganya, Seolah-olah debu em as tertabur sepanjang jalan setapak kehidupannya. Kesehatan Charles baik, segar bugar kelihatannya. Nam anya sudah terkenal benar. Orang pedesaan suka sekali kepadanya karena ia tidak sombong. Ia suka membelai anak-anak, tak pernah m asuk kabaret, lagi pula hidupnya yang susila m enim bulkan kepercayaan. Ia terutam a berhasil kalau m erawat radang selaput lendir dan penyakit paru-paru. Karena takut sekali orangnya akan m eninggal, Charles m em ang ham pir selalu hanya m em beri obat penenang, dan sekali-sekali obat yang m em buat m untah. Atau pasien disuruhnya berendam kaki, atau dipasangi lintah. Itu bukan karena ia takut membedah. Sering juga ia memantik urat nadi orang dengan royalnya. Dan untuk m encabut gigi, tangannya bukan m ain kuatnya. Akhirnya, supaya tidak ketinggalan zam an, ia berlangganan La Ruche M édicale, m ajalah baru yang pernah dia terim a prospektusnya. Sesudah m akan m alam dibaca-bacanya sedikit. Tetapi karena hangatnya apartem en, lebih-lebih karena perutnya sedang mencerna makanan, sesudah lima menit ia tertidur. Ia tinggal dalam keadaan begitu, dagunya disangga kedua tangannya, dan ram butnya terurai seperti surai sam pai ke kaki lam pu duduk. Em m a m em andangnya, m engangkat bahu. Mengapa ia tidak m em punyai suam i yang sedikitnya seperti m ereka yang pendiam , tetapi yang tinggi sem angatnya, yang m alam -m alam bekerja m enekuni buku, dan akhirnya pada um ur enam puluh tahun, m asa orang m ulai m enderita encok, m em akai bintang yang disem at dengan peniti em as di jas hitam nya. Sial benar si Charles! Sebenarnya Em m a ingin nam a Bovary—nam anya sendiri juga— menjadi tersohor. Ia ingin melihat nama itu terpampang di toko- toko buku, dibaca berulangkali di surat kabar, terkenal di seluruh Prancis. Tetapi Charles sam a sekali tanpa am bisi! Seorang dokter dari Yvetot yang belakangan ini sudah beberapa kali dim inta
86 Gustave Flaubert konsultasinya bersam a Charles, pernah agak m enghinanya, di sisi ranjang si pasien pula, di depan sanak saudara si sakit yan g berkum pul. Ketika Charles m alam n ya m en ceritakan peristiwa itu, Emma dengan suara keras marah-marah pada rekannya itu. Charles terharu. Ia m encium dahinya dengan m ata basah. Akan tetapi Em m a jengkel karena m erasa m alu, ia ingin m em ukul suam inya, ia pergi ke dalam gang, m em buka jendela, lalu menghirup udara segar dalam-dalam untuk menenangkan h a t in ya . “Kasihan ! Kasihan dia!” katan ya pelan -pelan sam bil menggigit-gigit bibir. Sekarang lebih-lebih lagi ia merasa jengkel terhadap suam inya. Dengan um urnya yang m eningkat, Charles bertam bah dungu tingkahnya. Pada waktu cuci m ulut, ia m em otong-m otong gabus botol-botol anggur yang sudah kosong. Sesudah m akan, giginya ia bersihkan dengan lidahnya. Kalau m enelan sup, ia berdeguk pada setiap teguk. Dan karena ia mulai menggendut, m atanya yang m em ang sudah kecil, seakan-akan naik ke pelipis karena tem bam nya kedua pipinya. Emma kadang-kadang memasukkan pinggir merah baju kausnya ke dalam rom pinya, m em atutkan dasinya, atau m em buang sarung tangan nya yang sudah luntur yang akan dipakainya. Bukan seperti yang disangka suam inya, untuk Charles sem ua itu. Bukan! Untuk dirinya sendiri, untuk m enum pahkan egoism enya, gangguan sarafnya. Ada kalanya ia bercerita kepada suam inya tentang hal-hal yang pernah dibacanya, um pam anya kutipan dari roman, sandiwara baru, atau hal-ihwal kalangan atas yang disebut dalam cerita bersam bung. Karena bagaim anapun, Charles adalah seseorang, telinganya selalu terbuka, ia selalu bersedia untuk m enyetujui. Kepada anjing grey hound-nya pun Em m a banyak m enceritakan rahasianya. Kepada kayu di dalam
Nyonya Bovary 87 perapian dan kepada bandul lonceng sekalipun ia ingin berbicara seandainya m ungkin. Tapi di dalam hati kecilnya, Em m a m engharapkan sesuatu akan terjadi. Seperti pelaut-pelaut yang sedang dalam bahaya, ia pun m elayangkan pandangannya yang tanpa harapan lagi pada kesepian hidupnya, m encari-cari di kejauhan m unculnya layar putih dalam kabut ufuk. Entah bagaim anakah kejadian yang tak tersangka itu, entah angin apa yang akan m em bawanya, ke pantai m ana ia akan dibawa. Apakah sekoci atau perahu beranjungan tiga yang akan m uncul, sarat dengan kecem asankah atau penuh dengan kebahagiaan sampai ke tingkapan-tingkapan.Tetapi tiap pagi kalau ia bangun, ia mengharapkan hal itu akan datang pada hari itu. Ia m eneliti setiap bunyi, berdiri dengan terkejut, heran bahwa hal itu tak juga terjadi. Lalu apabila m atahari terbenam , dengan hati yang m akin m enduka, ia m engharapkan tibanya esok hari. Musim sem i m uncul kem bali. Napasnya seakan-akan m enyesak pada hari-hari pertam a udara panas, pada m usim pohon pir berkembang. Sudah sejak awal bulan J uli dihitung-hitungnya jarinya berapa minggu lagi sampai ke bulan Oktober, dengan pikiran, baran gkali M arquis d’An dervilliers akan m en gadakan pesta dansa lagi di Vaubyssard. Tetapi seluruh bulan Septem ber berlalu tanpa surat atau kunjungan. Sesudah m erasa kesal karena kekecewaan itu, hatinya sekali lagi kosong. Lalu deretan hari-hari yang sam a m ulai lagi. J adi sekarang hari-hari akan silih berganti, serupa selalu, tak terhitung banyaknya dan tanpa m em bawa apa-apa! Kehidupan -kehidupan lain , betapa ham bar pun , sekuran g- kurangnya m em punyai kem ungkinan m unculnya suatu peristiwa. Petualangan kadang kala m em bawa kejadian yang tak terduga, tanpa akhir, dan pemandangan pun berubahlah. Tetapi untuk dia
88 Gustave Flaubert tak ada kejadian apa-apa. Begitulah kehendak Tuhan! Hari depan seperti lorong kelam dengan di ujungnya pintu yang tertutup rapat. Ia tidak main musik lagi, buat apa? Siapa mau m endengarkannya? Oleh karena tak bakal jari-jarinya dengan lincah akan meluncur di atas mata-mata gading piano Érard dalam suatu pergelaran, tak bakal ia dalam gaun beledu lengan pendek m erasakan bagaikan angin m enyilir bisikan kagum m endesir di sekelilingnya, m aka apa gunanya belajar m ain piano sam pai bosan! Ia biarkan di dalam lem ari kertas gam barnya dan sulam annya. Apa gunanya? Apa gunanya! J ahit-m enjahit m enjengkelkan hatinya. “Sem ua-m uanya sudah kubaca,” katanya pada diri sendiri. Lalu ia berlam a-lam a m em anas-m anaskan sepit api sam pai m erah, atau m em andangi hujan yang turun. Betapa m uram hatinya hari Minggu bila lonceng sem bah- yang senja berbunyi! Dengan dungu tetapi penuh perhatian, ia m endengarkan satu dem i satu dentang lonceng yang pecah- pecah bunyinya. Seekor kucing di atas atap berjalan dengan lam ban dan m em busungkan punggungnya di sinar m atahari yang m em udar. Di jalan besar, angin m em bangkitkan awan- awan debu. Di kejauhan, sekali-sekali, ada anjing melolong. Dan lonceng dengan teratur m elanjutkan dentangnya yang tunggal nada, yang m enghilang ke arah perladangan. Sementara itu orang-orang keluar dari gereja. Perempuan- perem puan yang m em akai kelom yang digosok dengan lilin, petani-petani yang m em akai baju baru, anak-anak kecil yang m elonjak-lonjak di depan m ereka tanpa kudung kepala, sem uanya pulang ke rumah. Dan sampai malam hari, lima-enam orang laki- laki, selalu yang itu-itu juga, m ain tem bak gabus di depan pintu besar losmen.
Nyonya Bovary 89 Musim salju itu dingin sekali hawanya. Kaca jendela setiap pagi tertutup bunga es. Dan cahaya yang m enem bus, pucat keputih-putihan seolah-olah lewat kaca baur, kadang-kadang tak berubah sepanjang hari. Mulai pukul empat sore lampu sudah harus dinyalakan. Kalau hari cerah, Em m a turun ke pekarangan. Di atas tanaman-tanaman kol, embun telah menenun renda-renda halus keperak-perakan dengan benang-benang panjang jernih yang terulur dari satu titik ke titik lain. Tak ada terdengar kicau burung. Sem uanya seakan-akan terlena, pohon-pohon espalier yang ditutupi jeram i, dan pohon anggur yang rupanya seperti ular besar yang sakit di bawah lindungan kepala tem bok yang kalau didekati kelihatan tungau-tungaunya berkaki banyak berkeliaran ke mana-mana. Di antara pohon-pohon cemara, dekat pagar, pendeta yang berujung tiga topinya dan sedang m em baca kitabnya, kelihatan kaki kanannya. Plesterannya yang m engelopek dalam udara dingin membeku ini malahan meninggalkan kudis putih- putih di m ukanya. Lalu Em m a naik rum ah lagi, m enutup pintu, m enyerak- nyerakkan api batu arang dan, kegerahan karena panas perapian, m erasa kejem uannya m akin berat m enindihinya. Ia sebenarnya ingin juga turun bersam a pem bantunya, akan tetapi rasa m alu m enahannya. Setiap hari pada jam yang sam a, guru sekolah dengan memakai songkok sutra hitam di kepala, membuka jendela- jendela atap rum ahnya, dan polisi pedesaan lewat dengan pedang dipasang di atas bajunya. Sore dan pagi hari, kuda-kuda kereta pos, tiga-tiga, melintasi jalanan untuk minum di kolam. Sekali- sekali lonceng pintu sebuah kabaret terdengar dentingnya. Dan apabila ada angin, terdengar bumbung-bumbung kuningan kecil yang m erupakan lam bang pem angkas ram but m enderit di atas kedua porosnya. Tem pat ini dihiasi dengan sebuah gam bar m odel
90 Gustave Flaubert tua yang ditem pel di kaca, serta patung dada seorang wanita dari lilin dengan rambut kuning. Pemangkas rambut itu pun juga m engeluh; karena kariernya yang terhenti, karena hari depannya yang hilang. Dan sam bil m engangankan butik di salah satu kota besar seperti kota Rouen um pam anya, dekat pelabuhan, dekat teater, m aka sehari suntuk ia hanya m ondar-m andir dengan muka muram sepanjang jalan dari kantor walikota ke gereja, m enunggu datangnya langganan. Apabila Nyonya Bovary m elihat ke luar, selalu orang itu yang dilihatnya di sana seperti penjaga yang sedang dinas, dengan songkok Yunaninya m iring di atas telinga, dengan bajunya dari kain lasting. Siang-siang hari, kadang-kadang kepala seorang laki-laki kelihatan m enyem bul di luar jendela-jendela ruang duduk. Wajahnya terbakar kena sinar m atahari, cam bangnya hitam , dan senyum gigi putihnya m engem bang pelan, lebar dan lem but. Segera terdengarlah lagu wals. Dan di atas orgelnya, dalam ruang dansa ukuran mini, penari-penari setinggi jari, wanita-wanita berserban m erah m uda, orang-orang Tirol berjaket, m onyet- m onyet berbaju hitam , tuan-tuan bercelana pendek berputar- putar di antara kursi-kursi dalam, dipan-dipan, lemari-lemari berlaci. Dan bayangan m ereka diperbanyak berlipat ganda oleh potongan-potongan kaca yang disam bung ujung-ujungnya dengan tali halus dari kertas em as. Laki-laki itu m em utar gagang orgelnya sam bil m elihat ke kanan, ke kiri dan ke jendela-jendela. Sekali-sekali, sambil meludahi tonggak jalanan dengan semburan ludah panjang kecokelatan, ia m engangkat alat m usiknya dengan lututnya karena bahunya kecapekan kena regangan talinya yang keras. Dan m usik yang kadang m eratap dan m alas-m alas, kadang- kadang riang dan lincah, lepas dari peti itu dan mendengung melalui tirai dari tahta merah jambu, di bawah kisi-kisi kuningan dengan m otif arabes. Lagunya lagu-lagu yang dim ainkan di m ana-m ana, di teater, yang dinyanyikan di salon-salon, yang
Nyonya Bovary 91 dibawa berdansa m alam hari di bawah nyala lam pu gantung roby ong, gem a suara dunia luar yang sam pai ke telinga Em m a. Lagu-lagu sarabande yang tak m au berakhir m engalun-alun di kepalanya, dan seperti penari India di atas kem bang-kem bang sebuah permadani pikiran Emma melonjak-lonjak bersama nada- nadanya, m engayun-ayun dari satu im pian ke im pian lain, dari satu kesedihan ke kesedihan lain. Setelah m enerim a upahnya di dalam petnya, laki-laki tadi m em asang kem bali tutup tua dari kain wol biru, memindahkan orgel ke punggung dan menjauh dengan langkah berat. Em m a m elihatnya pergi. Tetapi terutama pada jam makanlah ia tidak tahan lagi di ruangan sem pit lantai pertam a itu yang pem anasnya berasap, pintunya m enderit, tem boknya basah-basah, ubinnya lem bap. Seluruh kegetiran hidupnya seakan-akan terhidang di atas piringnya, dan bersam a uap yang m engasap dari supnya, m engasap pula dari relung-relung jiwanya em busan-em busan keham baran jenis lain. Charles lam a m akannya. Em m a m enggerigiti beberapa buah kenari, atau m enyandarkan sikunya di m eja dan dengan ujung pisau m enggoresi taplak m eja yang digosok licin. Sekarang sem ua-m uanya di dalam rum ah tangganya dibiarkan berlarut-larut. Dan Ibu Bovary terheran-heran m elihat perubahan itu waktu ia datang ke Tostes dan menginap beberapa hari pada m usim puasa. Em m a yang dahulu begitu rapi dan halus, sekarang berhari-harian tidak berdandan, memakai kaus kaki panjang dari katun abu-abu, memasang lilin sebagai penerangan. Berulang-ulang Em m a berkata, m ereka harus berhem at karena m ereka tidak kaya. Dan ditam bahkannya bahwa ia senang sekali, berbahagia sekali, bahwa Tostes benar-benar m enyenangkan hatinya, serta pidato-pidato baru lainnya yang m em bungkam kan ibu m ertua. Lagi pula Em m a tam paknya tidak lagi bersedia m engikuti nasihat-nasihat m ertuanya. Malahan sekali, ketika Ibu Bovary m engem ukakan pendapatnya bahwa m ajikan harus
92 Gustave Flaubert m engawasi agam a bawahannya, Em m a m enjawab dengan sorot m ata yang begitu m erah dan senyum yang begitu dingin, sehingga wanita tua itu tidak lagi berani m enyentuh hal itu. Emma menjadi cerewet dan rewel. Ia minta dimasakkan hidangan khusus untuk dirinya sendiri, lalu sam a sekali tidak m enyentuhnya. Hari ini ia hanya m inum susu m urni, tapi esok harinya teh berlusin-lusin cangkir. Acap kali ia berkeras hati tidak m au keluar, lalu karena sesak napasnya m em buka sem ua jendela, m engenakan gaun tipis. Sehabis m enggertak pem bantunya, ia suka m em berinya sesuatu, atau m enyuruhnya ke tem pat tetangga m encari angin. Begitu pula kadang-kadang sem ua m ata uang putih yang ada di dalam dom petnya dilem parkannya kepada kaum miskin, meskipun ia tidak lekas beriba hati, dan tidak pula gam pang tertawa oleh keharuan orang lain, seperti kebanyakan orang yang berasal dari pedesaan yang selalu m asih m enyim pan bekas-bekas kebengisan tangan sang ayah di dalam jiwanya. Sebagai kenangan pada penyem buhannya dahulu, Tuan Rouault menjelang akhir bulan Februari datang sendiri m engantarkan seekor kalkun yang bagus sekali untuk m enantunya. Tiga hari ia tinggal di Tostes. Karena Charles sibuk dengan pasiennya, Em m a yang m enem aninya. Tuan Rouault m erokok di kam ar, m eludahi besi perapian tum pangan kayu bakar, bicara tentang pertanian, anak sapi, lembu, unggas, dan dewan kotapraja. Sedemikian rupa hingga ketika ia pergi, Em m a m enutupkan pintu di belakangnya dengan perasaan puas yang m engherankan dirinya sendiri. Lagi pula Em m a tidak lagi m enyem bunyikan perasaannya bila ada sesuatu atau seseorang yang dianggapnya rem eh. Dan kadang-kadang ia m engeluarkan pendapat yang ganjil-ganjil, dikecam nya apa yang disetujui orang, disetujuinya apa yang tidak wajar atau yang tak senonoh. Sehingga suam inya terbelalak m atanya.
Nyonya Bovary 93 Apakah kesengsaraan ini akan berlanjut selam a-lam anya? Apakah ia tidak akan dapat lepas dari sem uanya itu? Padahal ia lebih pantas dihargai dari sem ua perem puan yang hidupnya berbahagia! Di Vaubyessard dulu ia m elihat duchesse-dushesse yang pinggangnya lebih gem uk dan tingkah lakunya lebih kasar, dan ia m em benci ketidakadilan Tuhan itu. Ia m enyandarkan kepalanya pada tem bok-tem bok untuk m enangis. Ia iri m em ikirkan kehidupan yang penuh kegem paran, m alam -m alam pesta berkedok, kesenangan-kesenangan tanpa malu, beserta segala keliaran yang tidak dikenalnya dan yang m estinya ditimbulkan oleh kesenangan itu. Ia m enjadi pucat dan jantungnya suka berdebar keras. Charles m em berinya v aleriane dan m enyuruhnya berendam dalam air dicam pur kapur barus. Apa pun yang dicoba tam paknya hanya m akin m enjengkelkannya. Ada hari-hari Em m a bercakap-cakap dengan lim pahan kata yang gugup gelisah. Kobaran sem angat itu tiba-tiba diikuti dengan kelesuan yang am at sangat. Dalam keadaan seperti itu ia tanpa ujar, tanpa gerak. Sem angatnya dapat dipulihkan apabila kedua lengannya disiram nya dengan sebotol air kelonyo. Karena ia senantiasa m engeluh m engenai Tostes, Charles m engira sebab penyakitnya itu pasti pengaruh sesuatu di lingkungan itu. Dan dengan berpegang pada pendapat ini, ia lalu memikirkan dengan sungguh-sungguh untuk pindah ke tempat la in . Sejak itu Em m a m inum cuka supaya langsing, lalu terkena batuk pendek kering, dan sam a sekali kehilangan nafsu m akan. Berat bagi Charles m eninggalkan Tostes sesudah em pat tahun m endiam i tem pat itu, dan itu Austin ketika ia m ulai berakar. Tetapi kalau m em ang harus begitu! Em m a diantarkannya ke Rouen ke bekas guru Charles. Saraf Em m a ternyata terganggu. Ia harus ganti udara.
94 Gustave Flaubert Setelah bertanya kian kem ari, Charles m endengar bahwa di arrondisem ent Neufchâtel ada kota pasar yang luas sekali bernam a Yonville l’Abbaye, yang dokternya, seorang pengungsi ban gsa Polan dia, telah kabur sem in ggu yan g lalu. Charles m enulis surat kepada apoteker tem pat itu untuk m enanyakan jum lah penduduknya, jarak dari tem pat dokter yang terdekat, berapa pendapatan dokter dulu itu setahunnya, dan seterusnya. Dan karena jawabannya m em uaskan, ia m engam bil putusan untuk pindah menjelang musim semi, jika keadaan Emma tidak bertambah baik. Pada suatu hari ketika sebagai persiapan keberangkatannya, Em m a m em bereskan sebuah laci, jarinya tertusuk sesuatu. Sepotong kawat dari buket perkawinannya. Kuntum -kuntum bunga jeruk manis telah menguning kena debu, dan pita-pita dari satin yang pinggirannya keperak-perakan sudah m ulai lepas-lepas tepinya. Buket itu dibuangnya ke dalam api. Menyalanya lebih cepat daripada jeram i kering. Lalu sisanya seperti belukar m erah di atas abu, yang habisnya lam a sekali. Em m a m enonton nyalanya. Lengkungan-lengkungan kecil dari kartonnya m endetas-detas. Kawat kuningannya m eliuk-liuk, selam pitnya m eleleh. Dan tajuk- tajuk bunga dari kertas yang sudah m engeras dan m elam bai- lambai sepanjang dinding besi perapian bagaikan kupu-kupu hitam , akhirnya terbang hilang disedot ke dalam cerobong. Ketika m ereka m eninggalkan Tostes pada bulan Maret, Nyonya Bovary m engandung.
Bagian Kedua
Bab I YONVILLE-L’ABBAYE, YONVILLE-BIARA (demikian namanya karena tempat itu bekas biara ordo Kapusin yang puing-puingnya pun tidak ada lagi) sebuah desa besar delapan mil dari kota Rouen, antara jalan ke Abbevile dan jalan ke Beauvais. Letaknya jauh di dalam sebuah lembah yang dialiri Kali Rieule, kali kecil yang bermuara di Sungai Andelle sesudah menggerakkan tiga buah kincir dekat-dekat kualanya dan yang ikan truite-nya menjadi kesukaan anak-anak muda yang datang memancing hari Minggu, J alan raya ditinggalkan di La Boissiere, lalu jalannya datar sam pai di atas lereng Les Leux. Lem bah kelihatan dari sana. Kali yang m elintasi lem bah seolah m em baginya m enjadi dua daerah yang berlainan rupanya; seluruh tanah di sebelah kirinya m erupakan rerum putan, seluruh tanah di sebelah kanannya tanah garapan. Padang rumput itu memanjang di bawah bendulan bukit- bukit rendah, dan di belakangnya m enyam bung dengan padang rum put negeri Bray. Sedangkan di sebelah tim ur, dataran yang
98 Gustave Flaubert menanjak pelan makin melebar, dan sejauh mata memandang m em bentangkan petak-petak gandum nya yang m enguning. Air yang m engalir di tepi rum put m em belah dengan garis putih warna ladang rumput dan warna alur-alur. Dengan demikian tanah itu m irip sebuah m antel besar yang dibuka lipatannya dan yang kerahnya dari beledu hijau dengan pinggiran warna perak. Kalau kita sam pai, tam pak di depan kita di ujung cakrawala, pohon-pohon chêne hutan Argueil dengan keterjalan-keterjalan lereng Saint-J ean, yang dari atas sam pai bawah tergores-gores panjang dengan lajur-lajur m erah yang tidak sam a. Goresan- goresan itu bekas hujan, dan nuansa-nuansa m erah bata yang membentuk benang-benang tipis di atas abu-abu warna gunung itu asalnya dari banyaknya m ata air yang m engandung besi di daerah sekelilingnya. Di sinilah perbatasan negeri-negeri Normandie, Picardie, dan Ilede-France, sebuah tanah blaster, yang bahasanya tak bertekanan sebagaim ana juga tam asyanya tak berwatak. Di sinilah dibuat keju Neufchâtel yang paling tidak enak dari seluruh arrondisem ent. Bercocok tanam pun besar biayanya karena banyaknya pupuk yang diperlukan untuk m erabuki tanahnya yang gam pang rem uk penuh pasir dan batu kerikil itu. Sam pai tahun 1835 tidak ada jalan ke Yonville yang dapat dilalui. Tetapi menjelang waktu ini telah dibuat jalan kecil antardesa yang m enghubungkan dengan baik jalan ke Abbeville dengan jalan ke Am iens, dan yang kadang kala dipakai oleh kereta-kereta pengangkut barang yang pergi dari Rouen ke tanah Flandres. Tetapi Yonville-L’Abbaye tetap tak berubah m eskipun ada jalan-jalan keluar yang baru. Orang-orang di situ bukannya memperbaiki pertanian, tetapi nekat mempertahankan tanah rerum putan, m eskipun harganya sudah turun. Dan desa yang m alas itu yang m enjauhkan diri dari dataran, dengan wajar berkem bang ke arah sungai. Kota itu dari jauh sudah kelihatan
Nyonya Bovary 99 terbujur panjang di tepi sungai seperti gem bala sapi yang sedang tidur di pinggir air. Di kaki bukit, sesudah jem batan, m ulailah sebuah jalan yang ditum buhi pohon-pohon trem ble yang m asih m uda. J alan itu membawa kita langsung ke tempat-tempat kediaman pertama di negeri ini. Rum ah-rum ah itu dikelilingi pagar, letaknya di tengah- tengah pelataran penuh gedung yang terpencar-pencar letaknya; tempat-tempat mesin pemeras anggur, kandang-kandang kuda, dan tem pat-tem pat penyulingan tersebar di bawah pohon-pohon rim bun yang dahan-dahannya digantungi tangga, galah, atau arit. Seperti songkok dari bulu binatang yang diselungkupkan sam pai ke mata, atap-atap dari lalang turun sampai kira-kira sepertiga jendela-jendela rum ah yang rendah, yang kaca-kacanya besar cem bung dan m em punyai bendulan di tengah-tengahnya seperti pantat botol. Pada tembok plester kadang-kadang menempel pohon pir yang kurus. Dan di lantai pertam a, pintu dipasangi perintang kecil untuk m enahan anak-anak ayam yang datang ke am bang pintu m em atuki repih-repih roti yang basah-basah kena anggur apel. Akan tetapi pekarangan-pekarangan m enjadi lebih kecil, rumah-rumah lebih berdekatan, dan pagar-pagar hilang. Seikat pakis terbuai pada gagang sapu di bawah salah sebuah jendela. Ada bengkel pandai besi, lalu tukang pem buat kereta dengan dua-tiga kereta baru, di luar, sampai mengambil tempat jalan. Lalu m elalui pagar besi yang berterawang tam pak sebuah rum ah putih di seberang bundaran berum put yang dihiasi patung Am or dengan jari m enyentuh bibir. Dua buah jam bangan dari besi tuang berdiri di kedua ujung serambi di depan pintu rumah. Di pintu mengkilau pelat-pelat lambang jabatan. Rumah itu rum ah notaris, yang paling bagus di daerah itu. Gereja ada di seberang jalan itu, dua puluh langkah lebih jauh, di tem pat m asuk lapangan besar. Kuburan kecil yang m engelilingi gereja dipagar tem bok setinggi pinggang, dan begitu penuhnya
100 Gustave Flaubert dengan m akam hingga batu-batu tua, yang sam a rata dengan tanah, m enjadi sebuah lantai yang sam bung-m enyam bung dengan petak-petak persegi, hijau beraturan, yang telah terbentuk dengan sendirinya oleh rum put. Gereja dibangun baru kem bali dalam tahun-tahun penghabisan pem erintah Charles X. Lengkungan kayu sudah m ulai lapuk dari atas, dan di sana sini terdapat legok- legok hitam dalam warna birunya. Di atas pintu, tem pat orgel sebetulnya, ada sebuah seram bi tem pat kaum laki-laki, dengan tangga spiral yang m enggem akan langkah-langkah sepatu kayu mereka. Terang m atahari m asuk dari kaca-kaca jendela yang polos warnanya dan dari sam ping m enerangi bangku-bangku yang disusun melintang dengan dinding. Di sana sini dinding dilapisi perm adani, dengan di bawahnya kata-kata dengan huruf besar “Bangku Tuan Anu”. Lebih jauh, di tem pat bagian tengah gereja m enyem pit, tem pat pengakuan dosa m engim bangi patung kecil Ibunda Perawan yang m em akai gaun dari satin, kepalanya diselubungi kerudung dari tule bertebaran bintang perak, dan tulang pipinya diberi warna m erah seperti berhala di Kepulauan Sandwich saja. Akhirnya sebuah kopi lukisan Keluarga Kudus, sumbangan dari Menteri Dalam Negeri, terpampang megah di atas altar utam a yang diapit em pat kandil, dan m erupakan penghabisan pem andangan. Bangku-bangku tem pat kor dari kayu cem ara m asih tetap belum dicat. Pasar, artinya sebuah atap genting yang disangga oleh kira- kira dua puluh tiang, sudah menempati kurang lebih separuh dari lapangan besar Yonville. Balai kota yang dibangun “m enurut gam bar seorang arsitek dari Paris”, adalah sem acam kuil Yunani dan terletak di pojok jalan di sebelah rumah apoteker. Di lantai pertam a balai kota itu ada tiga tiang gaya Ionia dan di lantai kedua ada seram bi yang langitnya berbusur setengah lingkaran, sedangkan pada ujung serambi di atas pintu terpampang gambar
Nyonya Bovary 101 ayam jago lam bang bangsa Galia yang kakinya yang satu sedang m enindih “Piagam ” dan kaki lainnya m em egang tim bangan Kea d ila n . Tetapi yang paling banyak m enarik pandangan orang ialah apotek Tuan Homais di seberang penginapan Singa Emas! Terutama sesudah senja, apabila pelita sudah dipasang dan stoples-stoples m erah dan hijau yang m em percantik kaca pajangan, m em ancarkan kedua warnanya sam pai jauh m elintasi jalan, m aka m elalui warna-warna itu bayang-bayang apoteker yang bersandar pada m eja tingginya sam ar-sam ar kelihatan seakan-akan dalam cahaya kem bang api. Dari atas sam pai ke bawah, rum ahnya digantungi tulisan-tulisan dalam bahasa Inggris dengan huruf-huruf bundar, dengan tulisan m irip huruf cetak: Air Vichy, Air Seltz, Air Barèges, sari buah pencuci darah, Obat Raspail, Sari Tepung Arab, Pastiles Darcet, Pâte Regnault, Pem balut, Obat Perendam , Cokelat Kesehatan, dan seterusnya. Dan papan nam a yang terpajang sepanjang m uka toko itu ditulisi dengan huruf em as: Hom ais, Apoteker. Lalu di bagian belakang toko itu, di belakang tim bangan-tim bangan besar yang dipatri m ati pada daun m eja, kata “Laboratorium ” terpapar di atas sebuah pintu kaca yang pada setengah ketinggiannya sekali lagi mengulangi nama Homais dengan huruf emas pada latar hitam. Selain dari itu selanjutnya tidak ada apa-apa lagi yang patut dilihat di Yonville. J alannya (satu-satunya) yang panjangnya sepenem bak bedil dengan di kanan-kirinya beberapa toko, tiba- tiba berhenti di belokan jalan. J ika jalan itu ditinggalkan di sebelah kanan dan lereng Saint-J ean yang diikuti, sebentar lagi orang akan sampai di kuburan. Sewaktu ada wabah kolera, sebagian tem boknya telah dibongkar untuk m em perbesar kuburan itu, dan tiga are tanah di sebelahnya telah dibeli. Akan tetapi bagian baru itu ham pir tidak ada penghuninya, karena m akam -m akam m asih juga dijejalkan ke arah pintu gerbang seperti dahulu. Penjaga
102 Gustave Flaubert m akam yang sekaligus tukang kubur dan pelayan gereja (dan dengan dem ikian m enarik keuntungan ganda dari m ayat-m ayat paroki) telah m em anfaatkan tanah kosong itu dan m enanam inya dengan kentang. Tetapi dari tahun ke tahun ladangnya yang kecil itu m akin m enyusut, dan apabila terjadi wabah, ia tidak tahu apakah ia harus senang karena adanya kem atian-kem atian atau sedih karena masalah pemakaman. “Anda m akan dari orang m ati, Lestiboudois!” kata pastor akhirnya pada suatu hari. Kata-kata yang suram itu m em buatnya berpikir dan ada beberapa lam anya ia berhenti m enanam . Tetapi sam pai sekarang ia m asih juga m elanjutkan pertanian kentangnya, bahkan ditegaskannya dengan lancang bahwa kentang-kentang itu tumbuh begitu saja. Sejak kejadian-kejadian yang akan dikisahkan di sini, m em ang tidak ada yang berubah di Yonville. Bendara triwarna dari kaleng masih juga berpusing di atas menara lonceng gereja. Toko penjual barang mode terbaru, masih juga mengibarkan kedua ular-ularnya dari kain belacu. J anin-janin apoteker serupa bungkusan kaul putih makin lama makin busuk di dalam air alkoholnya yang sudah kotor. Dan di atas pintu besar penginapan, singa tua dari em as yang sudah luntur oleh hujan m asih juga m em perlihatkan kepada orang lewat ikal-ikalnya yang seperti ikal rambut anjing pudel itu. Pada m alam hari suam i istri Bovary akan tiba di Yonville, Nyonya janda Lefrançois, pem ilik penginapan, begitu sibuknya hingga keringatnya berleleran waktu ia m engaduk-aduk m asakan di panci-pancinya. Esok harinya ada pasar di kota itu. Sebelum nya daging harus dipotong, ayam dibersihkan, sup dim asak, dan kopi disediakan. Selain dari itu m akanan penghuni-penghuninya m asih harus diurus, m akanan untuk dokter, istrinya dan pem bantu mereka. Tempat biliar meriah dengan semburan ketawa. Tiga
Nyonya Bovary 103 orang pekerja penggiling di ruang kecil memanggil-manggil minta m inum an brendi. Kayu m enyala, bara m endetas, dan di atas m eja panjang di dapur, di antara potongan-potongan daging biri-biri yang m asih m entah, bertum puk piring-piring yang bergetar-getar m enurut guncangan talenan yang dipakai untuk m erajang bayam . Di pekarangan terdengar keok-keok unggas-unggas yang dikejar- kejar pelayan untuk dipotong. Seorang laki-laki yang agak bopeng bekas cacar, bersandal kulit hijau dan bertopi beledu berkuncir emas, menghangatkan punggungnya di perapian. Pada wajahnya terlukis rasa puas diri sem ata-m ata, dan tam paknya sikapnya dalam hidup setenang burung chardonneret yang tergantung di atas kepalanya di dalam sangkar dari kayu osier. Dialah apoteker itu. “Artem ise!” teriak wanita pem ilik penginapan itu. “Potong kayunya, isi botol-botol air, bawa brendi, cepat! Kalau aku tahu saja cuci m ulut apa yang dapat kusuguhkan kepada tam u- tam u yang ditunggu itu! Astaga! Pelayan-pelayan dari kantor pemindahan itu mulai berisik lagi di ruang biliar. Dan kereta m ereka m asih di depan pintu gerbang! Kereta ‘Hirondelle’ bisa m enabraknya nanti kalau datang! Panggil Polyte, suruh dia m em asukkannya! ... Coba, Tuan Hom ais, sejak tadi pagi m ereka barangkali sudah main lima belas kali dan minum delapan poci anggur apel! ... Aduh! Mereka rusak kainku nanti.” Begitulah ia terus menggerutu sambil melihat dari jauh, dengan sendok m asaknya di tangan. “Ah, tidak bakal besar ruginya!” jawab Tuan Hom ais. “Anda bisa beli yang baru.” “Meja biliar baru!” seru janda itu. “Habis, yang ini sudah tidak kuat lagi, Nyonya Lefrançois. Saya katakan sekali lagi, Anda yang rugi sendiri! Rugi sekali! Lagi pula para am atir sekarang m enghendaki kantong yang sem pit dan
104 Gustave Flaubert kiu yang berat. Orang tidak suka lagi m ain biliar. Sem uanya sudah berubah! Kita harus m engikuti zam an! Lihat saja si Tellier!” Nyonya rum ah m enjadi m arah karena kesal. Apoteker itu berkata lagi. “Apa pun yang Anda katakan, m eja biliar m iliknya lebih m ungil dari kepunyaan Anda. Lalu, coba, m ereka um pam anya mendapat ilham kepatriotan dan mengadakan bandar biliar yang hasilnya untuk negeri Polandia atau untuk korban banjir di Lyon ....” “Bukan pen gem is seperti dia itu yan g bisa bikin takut kita!” sela pem ilik penginapan sam bil m engangkat bahunya yang gem uk. “Ah! Sudahlah, Tuan Hom ais! Selam a m asih ada Singa Em as, orang akan datang. Kam i, kam i m asih ada sim panan uang. Sedangkan Café Français boleh jadi tidak lam a lagi akan Anda dapatkan sudah tutup, dengan surat pengum um an yang bagus ditem pelkan pada atap seram bi m asuk. Mengganti m eja biliarku!” lanjutnya kepada dirinya sendiri. “Padahal besar gunanya untuk mengatur barang pecah belahku, dan kalau sudah musim perburuan, dapat menampung sampai enam orang tamu.... Tapi di m ana Hivert itu! Lam a benar! Belum juga datang!” “Apakah dia Anda tunggu untuk m enghidangkan m akan m alam para langganan Anda?” “Men un ggu dia? Lalu bagaim an a den gan Tuan Bin et! Pukul enam tepat Anda akan m elihatnya m asuk, karena dalam soal ketepatan waktu, dia tak ada duanya di dunia. Dia selalu harus m endapat tem patnya di ruang kecil itu! Dia lebih suka m ati daripada m akan di tem pat lain! Dan jijiknya bukan m ain! Rewelnya kalau m inum anggur apel! Tidak seperti Tuan Léon. Kalau dia, datangnya kadang-kadang pukul tujuh, atau bahkan setengah delapan. Yang dim akan, dilihatnya pun tidak. Anak m uda yang baik sekali! Tidak pernah ada kata m arahnya.”
Nyonya Bovary 105 “Sebabnya, Anda tahu, karena ada perbedaan besar antara orang yang berpendidikan dengan bekas tukang tem bak yang menjadi pemungut pajak.” J am berbunyi pukul enam . Masuk Binet. Ia m em akai jas panjang biru yang jatuh lurus di sekeliling badannya yang kurus. Dan pet kulitnya yang penutup telinganya diikat dengan tali di atas kepalanya, di bawah kelepnya yang terangkat m em perlihatkan dahi licin yang berbekas karena tekanan topi pet yang biasa dipakainya itu. Ia m em akai rom pi dari lakan hitam, kerah dari surai kuda, pantalon abu-abu, dan apa pun m usim nya, sepatu bot yang disem ir m engkilat dan yang m em punyai dua buah bengkak yang sejajar lantaran jari-jari jem polnya m encuat keluar. Tak satu ram but pun keluar dari garis berewok pirangnya yang m engikuti bentuk rahang, dan yang seperti pinggiran petak kem bang m em bingkai wajahnya yang panjang dan suram , dengan m atanya yang kecil dan hidungnya seperti paruh betet. Ia pandai main kartu macam apa pun, pandai berburu, dan bagus tulisan tangannya. Di rum ahnya ada pelarikan yang suka dipakainya untuk m em buat gelang-gelang serbet yang m enyesaki rum ahnya dan yang disim pannya dengan rasa pelit seorang seniman dan rasa egois seorang borjuis. Ia pergi ke ruang kecil, tetapi sebelum nya ketiga pekerja penggilingan harus dikeluarkan dulu dari sana. Dan selama waktu yang diperlukan untuk m engatur m eja baginya, Binet tinggal di tem patnya di dekat perapian, tanpa bersuara. Lalu ia m enutup pintu dan m enanggalkan petnya seperti biasa. “Oran g itu kalau lidahn ya pegal, bukan lah karen a ia kebanyakan m engucapkan basa-basi!” kata apoteker setelah ia tinggal sendiri dengan pemilik penginapan. “Ia tak pernah berbicara lebih dari itu,” jawab Nyonya Lefrançois. “Minggu yang lalu ada dua orang tam u penjual kain laken singgah kem ari, anak-anak m uda penuh kelakar yang
106 Gustave Flaubert m alam nya m enceritakan segala m acam lelucon sam pai saya keluar air mata karena terpingkal-pingkal. Nah, dia, dia di sana seakan-akan buta dan tuli, tak berkata apa-apa.” “Mem ang,” kata apoteker, “tak ada daya khayalnya, tak ada daya kelakar, tak ada apa pun yang lazim nya terdapat pada seorang tokoh m asyarakat.” “Tapi kata orang, dia m em punyai pendapatan,” tukas Nyonya Lefr a n çois. “Pendapatan?” tukas Tuan Hom ais. “Dia! Pendapatan? Di kalangannya m ungkin,” tam bahnya dengan nada yang lebih t en a n g. Lalu ia berkata lagi, “Ah! Kalau seorang pedagang yang m em punyai relasi banyak sekali, seorang ahli hukum , dokter, apoteker, begitu terserap oleh pekerjaannya sehingga m enjadi agak aneh atau pun suka m enggerutu, saya m engerti. Cukup banyak keanehan sem acam itu yang diceritakan orang. Tapi m ereka, sekurang-kurangnya ada yang m ereka pikirkan. Saya, um pam anya, sudah beberapa kali saya m encari pena di m eja tulis untuk m engisi etiket, padahal ternyata saya selipkan di belakang t elin ga !” Tetapi Nyonya Lefrançois pergi ke pintu untuk m elihat apa kereta Hirondelle belum datang juga. Ia kaget. Seorang laki-laki dalam pakaian hitam tiba-tiba m asuk dapur. Dalam cahaya senja yang sudah m au habis m asih kelihatan bahwa m ukanya m erah sekali dan tubuhnya seperti tubuh olahragawan. “Ada yan g diperlukan , Tuan Pastor?” tan ya pem ilik penginapan itu sambil meraih dari pinggiran perapian salah sebuah obor kuningan yang diatur berderet-deret bersam a lilin- lilinnya. “Anda m au m inum apa-apa? Sedikit cassis? Segelas a n ggu r ?” Pendeta itu menolak dengan sopan sekali. Ia datang mencari payungnya yang pada suatu hari ketinggalan di biara Ernem ont.
Nyonya Bovary 107 Dan setelah m em inta Nyonya Lefrançois supaya m enyuruh orang m engantarkannya ke pastoran, nanti sore, ia keluar hendak pergi ke gereja. Di gereja, Angelus sedang dibunyikan. Setelah apoteker itu tidak lagi m endengar bunyi sepatunya di pelataran, ia m engem ukakan pendapatnya bahwa tingkah laku pastor tadi tidak pantas sekali. Penolakannya waktu ditawari sesuatu untuk m enyegarkan kerongkongan m enurut ia merupakan suatu kemunaikan yang paling menjijikkan, Semua pendeta suka minum kalau tidak terlihat oleh orang, dan m encoba m engem balikan zam an waktu gereja suka m em ungut sepersepuluh dari hasil panen. Nyon ya pem ilik pen gin apan m em bela pastor, “Tapi ia sanggup m enguasai em pat orang sekaligus sebesar Anda di atas lututnya. Tahun yang lalu ia bantu orang kam i m em asukkan jerami dari ladang. Ia angkat sampai enam berkas sekaligus. Begitu kuat orangnya!” “Bagus!” kata apoteker. “Suruh saja gadis-gadism u m engaku dosa kepada orang-orang kuat dengan temperamen serupa itu! Kalau saya, seandainya saya m enjadi pem erintah, akan saya pantik darah pendeta-pendeta itu sekali sebulan. Ya, benar, Nyonya Lefrançois, setiap bulan, pem antikan yang besar, untuk kepentingan polisi dan kesusilaan!” “Diam , Tuan Hom ais. Anda tak berim an! Anda tak beragam a!” Apoteker m enjawab, “Saya m em punyai agam a, agam a saya. Malah lebih dari m ereka sem uanya, m ereka yang suka m ain sandiwara dan patgulipat! Saya sebaliknya, saya m em uja Tuhan! Saya percaya pada Yang Mahakuasa, pada adanya Pencipta, bagaim anapun Dia, tak jadi soal, yang telah m enem patkan kita di dunia ini untuk memenuhi kewajiban kita sebagai warga negara dan sebagai kepala keluarga. Tetapi saya tidak perlu menciumi segala piring perak di gereja dan menggendutkan dari dom petku sekum pulan badut yang m akannya lebih enak daripada
108 Gustave Flaubert kita sem ua! Karena Dia dapat dipuja sam a khidm atnya baik di hutan maupun di ladang, atau pun dengan merenungi keluasan angkasa seperti orang zam an dahulu. Tuhan saya, ialah tuhannya Sokrates, Franklin, Voltaire, dan Béranger! Saya setuju dengan Pengakuan im an dari Vikaris Savoie dan dengan asas-asas abadi tahun 89! J adi tidak saya terim a sebagai Tuhan sem barang orang yang berjalan-jalan di tam annya dengan tongkat di tangan, yang m enam pung tem an-tem annya di dalam perut ikan paus meninggal dengan melontarkan jeritan, dan bangkit kembali sehabis tiga hari; yaitu hal-hal yang—dilihat halnya sendiri—tidak m asuk akal, dan yang m em ang sam a sekali bertentangan dengan semua hukum isika. Hal-hal itu sambil lalu membuktikan kepada kita bahwa para pendeta selam anya sudah terbenam dalam ketidaktahuan yang keji, dan m encoba m enyeret rakyat bersam a m er eka.” Ia berhenti dan m atanya m encari publik di sekelilingnya karena dalam gairahnya apoteker itu sejenak m engira dirinya di tengah-tengah dewan kotapraja. Tetapi pemilik penginapan tidak lagi m endengarkan kata-katanya. Ia m enyim ak bunyi roda di kejauhan. Terdengar bunyi kereta bercam pur dengan suara “plakplok” sepatu kuda longgar yang m em ukul-m ukul tanah. Dan kereta Hirondelle akhirnya berhenti di depan pintu. Hirondelle itu semacam peti kuning, disangga oleh dua roda besar yang tingginya sam pai ke tenda, sehingga para penum pang tidak dapat m elihat jalan dan bahu m ereka m enjadi kotor. Kaca kecil jendela-jendela kereta yang sem pit itu bergetar-getar dalam bingkainya apabila kereta ditutup. Dan di sana sini m asih ada bercak-bercak lum pur di tengah-tengah lapisan debu lam a yang tidak hilang-hilang oleh hujan badai sekalipun. Kereta itu ditarik oleh tiga ekor kuda, seekor dipasang sendirian di depan yang dua, dan m anakala kereta m enuruni tanjakan, bagian bawahnya mengenai tanah dan terguncang-guncang.
Nyonya Bovary 109 Beberapa penduduk Yonville datang ke lapangan besar. Mereka bicara semua sekaligus, minta berita, minta keterangan, m inta keranjang. Hivert tidak tahu siapa yang harus ia jawab. Dialah yang berbelanja ke kota untuk penduduk tem pat itu. Ia keluar masuk toko, kembali dengan gulungan-gulungan kulit untuk tukang sepatu, besi tua untuk pandai besi, setong ikan hareng untuk m ajikannya, kudung-kudung kepala dari tem pat tukang jahit, bungkusan rambut dari tempat perias rambut. Dan dalam perjalanan pulangnya, sam bil tegak di atas tem pat duduknya dan berteriak sekuat tenaga, ia m em bagi-bagikan bungkusan-bungkusannya yang dilem parkannya m elalui pagar pekarangan, sem entara kuda-kuda m elaju dengan sendirinya. Ia terlambat karena suatu kejadian. Grey hound betina Nyonya Bovary lolos m elarikan diri ke ladang. Mereka telah m enyiulinya selam a seperem pat jam lebih. Hivert m alah kem bali sejauh setengah mil karena setiap kali mengira melihat anjing itu. Tetapi akhirnya m ereka harus m eneruskan perjalanan. Em m a m enangis, m enjadi m arah. Charles dituduhnya m enjadi sebab kecelakaan itu. Tuan Lheureux, pedagang kain cita, yang bersam a m ereka naik kereta itu telah m encoba m enghiburnya dengan serentetan contoh anjing-anjing yang hilang dan yang m engenali tuannya bertahun-tahun kem udian. Ada seekor, ka- tanya, yang telah kem bali dari Konstantinopel ke Paris. Ada lagi yang m enem puh lim a puluh m il dalam garis lurus dan yang berenang m enyeberangi em pat sungai. Dan ayahnya sendiri pernah m em punyai anjing pudel yang setelah hilang dua belas tahun, sekonyong-konyong m elonjaki punggungnya di jalanan, waktu pada suatu sore ayahnya m au m akan m alam di kota.
Bab II EMMA YANG turun paling dahulu, lalu Félicité, Tuan Lheureux, dan seorang inang. Dan mereka harus membangunkan Charles, yang telah tertidur pulas di pojoknya segera sesudah hari menjadi m a la m . Hom ais m em perkenalkan diri. Ia m engucapkan takzim nya kepada Nyonya dan berbasa-basi kepada Tuan. Ia berkata m erasa senang sekali mendapat kesempatan untuk membantu mereka sekadarnya dan m enam bahkan dengan ram ah bahwa ia telah m engam bil inisiatif untuk m enyam but m ereka. Sayang istrinya tidak bisa hadir. Ketika sam pai di dapur, Nyonya Bovary m endekati perapian. Dengan kedua ujung jarinya ia m enjum put gaunnya pada ketinggian lutut dan m engangkatnya sam pai ke pergelangan kaki, lalu m enjulurkan kakinya yang disalut sepatu bot hitam ke kehangatan api lewat atas panggang paha kam bing yang sedang berputar-putar. Api m enerangi seluruh badannya, dengan
Nyonya Bovary 111 cahaya tajam m enem busi tenunan gaunnya, pori-pori halus kulit putihnya, bahkan juga kelopak m atanya yang sekali-sekali berkelip. Warna m erah m eluas m enjalari tubuhnya setiap kali angin m enghem bus m asuk dari pintu yang setengah terbuka. Dari ujung seberang perapian itu seorang laki-laki muda berambut pirang m engam atinya tanpa kata. Oleh karena sudah jem u hidup di Yonville, kota ia bekerja sebagai kerani advokat Guillaum in, Léon Dupuis (dialah anak m uda itu, langganan penginapan Singa Em as yang kedua) sering kali m enunda-nunda saat m akannya, karena m engharapkan kedatangan salah seorang tam u yang dalam perjalanannya singgah di penginapan itu dan yang dapat diajaknya bercakap- cakap m alam -m alam hari. Karena pada hari-hari pekerjaannya dapat diselesaikan dengan cepat ia tidak tahu apalagi yang harus dikerjakannya, m aka terpaksalah ia datang saja tepat pada waktunya, dan m ulai dari hidangan sup sam pai hidangan keju m em ikul derita m akan berdua dengan Binet. J adi usul nyonya rumah untuk makan bersama pendatang-pendatang baru itu diterim anya dengan gem bira sekali. Mereka pindah ke ruang besar. Di sanalah untuk berm egah-m egah, Nyonya Lefrançois telah m enyuruh sediakan em pat tem pat di m eja m akan. Hom ais m inta izin supaya tetap m em akai songkoknya karena ia takut selesma. Lalu ia berpaling ke tetangganya, “Sudah tentu Nyonya agak lelah? Kalau naik kereta Hirondelle kita itu, goncangannya m em ang m inta am pun bukan m ain h eb a t n ya .” “Benar,” jawab Em m a, “tetapi saya selalu senang kalau ada kesibukan yang m em bawa kerepotan. Saya m enyukai perubahan t em p at .” “Hidup ini suram benar, kalau selalu terikat pada tem pat- tem pat yang sam a,” keluh si kerani.
112 Gustave Flaubert “Kalau Anda seperti saya,” kata Charles, “terus m enerus harus menunggang kuda....” “Tapi,” sam bung Léon kepada Nyonya Bovary, “tak ada yang lebih m enyenangkan m enurut saya. Kalau sem pat,” tam bahnya. “Lagi pula,” kata apoteker, “m enunaikan ilm u kedokteran di daerah kami ini tidak susah benar. Dengan keadaan jalan- jalan sekarang ini, orang dapat naik kereta kabriolet. Dan pada um um nya bayarannya lum ayan, karena petani di sini berkecukupan. Dari segi medis, selain kasus-kasus biasa seperti radang usus, bronkitis, gangguan em pedu, dan sebagainya, kam i di sini kadang-kadang ada beberapa kasus demam berganti hari bersam aan dengan datangnya m usim panen. Tetapi dilihat keseluruhannya, hanya sedikit yang parah, tak perlu ada yang dicatat secara istim ewa. Kecuali barangkali banyaknya penyakit kelenjar yang m ungkin sekali disebabkan oleh keadaan kesehatan di kediam an petani kam i yang m asih sangat rawan. Ah! Tuan Bovary, banyaklah purbasangka yang nanti m asih harus Anda atasi di sini. Banyak sikap keras kepala m engenai hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan akan merupakan batu benturan sehari- hari bagi segala usaha dari bidang ilm u yang Anda anut. Sebab orang m asih juga suka lari ke novena, ke relikui, ke pastor, daripada langsung pergi ke dokter atau ahli obat-obatan. Adapun iklim sebenarnya tidak bisa dikatakan buruk. Di daerah kam i m alahan ada beberapa orang yang um urnya sudah sem bilan puluhan. Suhu selama musim dingin, menurut pengamatan saya, turun sam pai 4 derajat. Dan di m usim panas m encapai 25 atau paling tinggi 30 derajat pada term om eter yang berskala 10 0 derajat, artinya 24 derajat Reaum ur setinggi-tingginya, atau 54 derajat Fahrenheit (skala Inggris), tidak lebih! Dan memang kami terlindung di satu pihak dari angin-angin utara berkat hutan Argueil, di pihak lain, dari angin-angin barat berkat lereng Saint- J ean. Dalam pada itu hawa panas ini lama-kelamaan dapat saja
Nyonya Bovary 113 seperti di negeri-negeri tropika, menimbulkan gas-gas beracun yang tidak baik untuk kesehatan, lantaran uap air yang m eruap dari sungai dan lantaran banyaknya hewan di padang-padang rum put kam i yang seperti Anda ketahui m engem buskan banyak am oniak, artinya nitrogen, hidrogen dan oksigen (bukan nitrogen dan hidrogen saja). J uga lantaran panas itu m enyedot hum us dari tanah, mencampurbaurkan segala pancaran aneka ragam itu yang boleh dikatakan dikum pulkannya m enjadi satu berkas, dan dengan sendirinya sudah berpadu dengan listrik yang tersebar di udara, apabila memang kebetulan ada listrik. Panas itu, kata saya, ternyata justru m enjadi berkurang dari arah datangnya, atau lebih tepat dari arah ia seharusnya datang, artinya dari arah selatan, oleh karena angin-angin tenggara, setelah mendapat kesejukan waktu m enyapu Sungai Seine, kadang-kadang tiba-tiba sam pai pada kita seperti angin-angin siliran dari Rusia!” “Bagaim anapun di sekitar sini ada tem pat untuk pesiar, bukan?” tanya Nyonya Bovary lagi kepada lelaki m uda tadi. “Oh, sedikit,” jawabnya. “Ada suatu tem pat yang dinam akan Perumputan, di puncak tanjakan, di pinggir hutan. Hari Minggu ada kalanya saya ke sana. Lalu saya tinggal di tem pat itu dengan buku, menonton matahari terbenam.” “Rasan ya tak ada yan g lebih m en gagum kan daripada m atahari terbenam ,” kata Nyonya Bovary lagi, “apalagi kalau m elihatnya dari tepi laut.” “Oh! Laut! Pujaanku,” kata Tuan Léon. “Lagi pula,” sahut Nyonya Bovary lagi, “bukankah Anda m erasa roh Anda lebih bebas m elayangnya di atas keluasan yang tak bertepi itu yang kalau direnungi, m engangkat jiwa Anda dan m enim bulkan pikiran tentang ketakterhinggaan, tentang yang menjadi idam-idaman?” “Sam a haln ya den gan tam asya di pegun un gan ,” jawab Léon. “Saya m em punyai saudara sepupu. Tahun yang lalu ia
114 Gustave Flaubert m elawat ke Swis. Katanya tak terbayang kepuitisan danau- danaunya, daya pikat air terjunnya, keraksasaan gletsernya. Orang m elihat cem ara-cem ara yang besarnya bukan alang- kepalang melintangi aliran-aliran deras, orang melihat pondok- pondok yang m enggantung di atas tebing curam . Dan seribu kaki di bawah sana, lem bah-lem bah tam pak seluruhnya bila awan tersingkap. Sudah selayaknya pem andangan yang dem ikian m engasyikkan, m em buat hati cenderung untuk m em anjatkan doa, dan m eluapkan rasa kagum dan takjub! Maka saya tidak lagi heran kalau ada m usikus tenar yang m em punyai kebiasaan m ain piano sam bil m enghadapi suatu tam asya yang m enakjubkan, supaya lebih terangsang daya khayalnya.” “Anda m ain m usik?” tanya Nyonya Bovary. “Tidak, tapi saya sangat suka m usik,” jawabnya. “Ah! J angan dengarkan dia, Nyonya Bovary,” sela Hom ais dan badannya m aju ke atas piringnya. “Ia hanya m erendahkan diri saja. Bukan begitu, Bung? Kapan itu, Anda m enyanyi ‘Ange Gardien’ di kam ar Anda, bagus sekali. Saya m endengarnya dari laboratorium . Anda bawakan seperti aktor saja.” Léon tinggal di rum ah apoteker, ia m enghuni sebuah kam ar kecil di tingkat dua dengan pemandangan ke lapangan besar. Mukanya m em erah waktu m endengar pujian induk sem angnya. Tetapi apoteker itu sudah berpaling ke dokter dan m enyebut nam a penduduk Yonville yang terkem uka satu per satu. Ia menceritakan anekdot, memberi keterangan. Orang tidak tahu dengan tepat berapa kekayaan notaris. Lalu ada pula rum ah Tuvache yang m enim bulkan banyak susah. Em m a lagi, “Dan m usik apa yang Anda sukai?” “Oh, m usik J erm an, m usik yang m em buat orang m elam un.” “Anda kenal kom ponis-kom ponis Italia?”
Nyonya Bovary 115 “Belum . Tetapi tahun yang akan datang m ereka dapat saya dengar, apabila saya m enetap di Paris untuk m enyelesaikan studi hukum saya.” “Saya tadi sudah m endapat kehorm atan m enceritakan kepada suam i Anda m engenai Yanoda yang m alang yang telah m elarikan diri itu. Akibat kegila-gilaannya Anda dapat m enikm ati salah satu rum ah yang paling enak didiam i di Yonville. Salah suatu sifat rum ah itu yang khususnya m enggam pangkan hidup seorang dokter ialah adanya pintu tersendiri yang keluar ke J alan Allee, sehingga ia dapat keluar masuk tanpa diketahui orang. Selain dari itu segala sesuatu yang m enyenangkan di dalam rum ah tangga sudah tersedia, ruangan untuk mencuci dan menjemur, dapur beserta sepen, ruang duduk untuk keluarga, kamar simpanan buah, dan seterusnya. Yanoda itu orangnya tidak pelit! Ia suruh buatkan sebuah peranginan di ujung kebun, dekat air, khusus untuk m inum bir pada m usim panas. Dan jika Nyonya suka berkebun, Nyonya dapat....” “Istri saya tidak ada kegem aran untuk itu,” kata Charles. “Biarpun sudah dianjurkan supaya bergerak-gerak sedikit, ia lebih suka tinggal di kam arnya dan m em baca.” “Seperti saya saja,” sahut Léon . “Adakah yan g lebih m enyenangkan daripada m alam -m alam duduk-duduk dengan buku di dekat api, sedangkan angin menerpa jendela dan lampu m enyala!” “Tepat!” kata Em m a sam bil m enatap Léon dengan m atanya yang hitam besar terbuka lebar-lebar. “Tak ada yang kita pikirkan,” lanjut Léon.”J am -jam berlalu. Tanpa beranjak dari tem pat, kita berjalan di negeri-negeri yang seakan-akan kita lihat sendiri. Dan pikiran kita yang terpikat itu m enjalin khayal, berm ain-m ain bertualang sam pai kejadian yang kecil-kecil atau hanya m engikuti garis-garis besar pengem baraan
116 Gustave Flaubert itu, bercam pur dengan tokoh-tokohnya. Dan sepertinya kita sendirilah yang berdebar-debar di bawah pakaian m ereka.” “ Benar! Tepat benar!” kata Em m a. “Apakah kadan g-kadan g,” kata Léon lagi, “An da pun m enjum pai dalam salah sebuah buku suatu gagasan yang dahulu pernah lam at-lam at tim bul dalam pikiran Anda, suatu gam baran yang sudah buram yang datang kem bali dari jauh, yang seakan- akan m em beberkan segenap perasaan Anda yang paling lincah?” “Saya pernah m engalam inya,” jawab Em m a. “Itulah sebabnya,” kata Léon, “saya paling suka akan penyair. Menurut saya, syair itu lebih lem but dari prosa, dan lebih gampang membuat orang menangis.” “Akan tetapi lam a-kelam aan m enjem ukan,” sahut Em m a. “Sekarang saya m alah bukan m ain gem arnya akan cerita-cerita yang sam bung-m enyam bung m enghabiskan napas m em buat kita m erasa takut. Saya benci pada tokoh utam a yang sedang-sedang, biasa-biasa saja, dan pada perasaan yang setengah-setengah seperti yang m em ang terdapat di alam dunia.” “Mem an g,” kata si keran i, “karya-karya yan g tidak m enyentuh hati pada hem at saya m enyim pang dari tujuan seni yang sebenarnya. Betapa m anisnya bila kita di tengah segala kekecewaan kehidupan ini dapat mengalihkan pikiran kita dan m erenungi jiwa yang m ulia, rasa sayang yang m urni dan adegan- adegan kebahagiaan! Bagi saya, saya yang hidup di sini jauh dari keram aian dunia, itulah satu-satunya hiburan. Tetapi di Yonville sedikit sekali kesem patannya.” “Seperti di Tostes,” sahut Em m a. “Karena itu saya selalu berlangganan pada perpustakaan.” “J ika Nyonya sudi m em beri saya kehorm atan m em akai perpustakaan saya pribadi,” kata apoteker yang m endengar ucapan penghabisan itu, “saya dapat m enyediakan untuk Anda penulis-penulis yang terbaik; Voltaire, Rousseau, Delille, Water
Nyonya Bovary 117 Scott, L’Écho des feuilletons, dan yang lain lagi. Selain dari itu saya m enerim a berbagai lem baran berkala, di antaranya setiap hari Fanal de Rouen, karena saya beruntung m enjadi korespon den n ya un tuk daerah Buchy, Forges, Neufchâtel, Yonville, dan sekelilingnya.” Sudah dua setengah jam mereka duduk di meja makan, sebab Artem ise, gadis pem bantu, yang dengan enaknya m ondar- m andir m enyeret selop tuanya yang berbis di atas lantai ubin, mengantarkan piring satu per satu, lupa seribu satu hal, tak mengerti-mengerti, dan setiap kali membiarkan pintu kamar biliar setengah terbuka sehingga memukul-mukul dinding dengan ujung gerendelnya. Tanpa disadarinya, Léon sam bil berbicara, telah m enopangkan kakinya pada salah satu ruji kursi tem pat Nyonya Bovary duduk. Em m a m em akai dasi kecil dari sutra biru yang menahan kerah sehingga berdiri tegak dan kaku, kerah dari kain batis yang diberi lipit-lipit yang m engem bang m irip tabung-tabung. Dan bagian bawah wajahnya sesuai dengan gerak kepalanya m asuk m em benam ke dalam kain batisnya atau keluar lagi dengan lem but. Dem ikianlah, sedangkan Charles dan apoteker mengobrol, mereka berdua, berdekatan satu sama lain, m ulai bercakap-cakap tak m enentu dengan kalim at-kalim at yang tak sengaja selalu kem bali kepada suatu titik tem pat bertem unya rasa simpati mereka. Tontonan-tontonan di Paris, judul-judul rom an, tarian quadrille yang baru-baru, dan dunia yang tak m ereka kenal. Tostes tem pat Em m a hidup dahulu, dan Yonville tem pat m ereka berada sekarang. Apa saja m ereka bongkar, apa saja mereka perhatikan sampai habis makan. Setelah kopi dihidangkan, Félicité pergi lebih dulu mempersiapkan kamar mereka di rumah baru, dan tamu-tamu sem eja tadi tidak lam a kem udian bubar. Nyonya Lefrançois sudah tertidur di dekat sisa-sisa bekas api, sedangkan kacung
118 Gustave Flaubert kandang kuda, dengan lentera di tangan, menunggu untuk m engantarkan Tuan dan Nyonya Bovary ke rum ah m ereka. Ada batang-batang jeram i yang m enyangkut di ram but m erahnya, dan kaki kirinya pincang. Setelah dengan tangan lainnya dia am bil payung kepunyaan pastor, m ereka pergi. Kota kecil itu sudah terlena. Tiang-tiang pasar m em buat bayangan-bayangan besar m em anjang. Tanah m em bentang kelabu seperti pada malam musim panas. Tetapi karena rum ah dokter hanya lim a puluh langkah dari penginapan, segera mereka sudah harus mengucapkan selamat m alam . Lalu rom bongan pun berpisahlah. Mulai dari vestibula Em m a sudah m erasa dinginnya plester m enim pa bahunya bagaikan kain basah. Dinding-dindingnya baru, dan anak-anak tangganya berderik kayunya. Di kam ar tidur pada tingkat pertam a, cahaya terang dari luar, keputih-putihan, m asuk dari jendela-jendela yang tak bertirai. Puncak-puncak pohon sayup-sayup kelihatan, dan di belakangnya padang rum put setengah tenggelam di dalam kabut yang m engasap di terang bulan sepanjang aliran sungai. Di tengah-tengah apartemen bergelimpangan laci-laci lemari bercampur baur dengan botol- botol, rel-rel gantungan tirai, tongkat-tongkat yang disepuh em as, dengan kasur-kasur di atas kursi-kursi dan baskom-baskom di lantai papan, karena kedua laki-laki yang tadi m engantar perabot rum ah itu telah m eninggalkan segalanya begitu saja. Ini untuk keem pat kalinya Em m a tidur di tem pat yang tidak dikenalnya. Yang kali pertam a waktu ia m asuk biara, yang kedua waktu ia tiba di Tostes, yang ketiga di Vaubyessard, yang keem pat sekarang ini. Dan tiap kali ternyata m erupakan perm ulaan tahap baru dalam hidupnya. Menurut sangkaannya kejadian-kejadian tidak akan sam a di tem pat-tem pat yang berlainan. Dan karena bagian yang sudah dialam inya jelek, pasti yang m asih harus dilaluinya akan lebih baik.
Bab III ESOK HARINYA waktu bangun, Emma melihat si kerani ada di lapangan besar. Emma sedang memakai gaun tidur. Si kerani mendongak dan memberi salam. Emma mengangguk cepat, lalu menutup jendela. Léon sepanjang hari itu m enantikan tibanya pukul enam malam. Tetapi waktu ia masuk penginapan, tidak ada orang didapatinya di sana kecuali Tuan Binet yang sudah duduk di m eja makan. Makan m alam kem arin itu bagi Léon m erupakan peristiwa penting. Sampai saat itu ia belum pernah bercakap-cakap dua jam berturut-turut dengan seorang wanita mulia. J adi bagaimana ia sampai mampu menguraikan, dengan bahasa seperti itu lagi, berbagai m acam hal yang sebelum nya tak dapat dikatakannya sebaik ini? Biasanya ia pem alu dan berhati-hati dalam m engungkapkan perasaan, sikap yang disebabkan oleh rasa m alu dan sekaligus oleh keinginan untuk m enyem bu-
120 Gustave Flaubert nyikannya. Di Yonville ia dianggap “orang yang tahu adat”. Ia m endengarkan kalau orang-orang yang sudah m atang jiwanya mengeluarkan pendapat mereka, dan tidak pula tampak besar gairahnya untuk berpolitik, suatu hal yang luar biasa untuk anak m uda. Lalu, ia m em punyai berbagai bakat, m elukis dengan cat air, dapat membaca not balok, dan suka membicarakan kesusastraan sesudah makan malam, apabila ia tidak main kartu. Tuan Hom ais m em punyai anggapan tinggi tentang Léon karena pendidikannya. Nyonya Hom ais m erasa sayang padanya karena sifatnya suka m enyenangkan hati orang, karena ia sering m engantarkan anak-anak Hom ais ke tam an—bocah-bocah cilik yang selalu kotor, kurang sopan, dan agak lam ban seperti ibu mereka. Untuk mengurus mereka, selain gadis pembantu rumah, masih ada J ustin, murid ilmu obat-obatan, masih anak saudara sepupu Tuan Hom ais, yang dibawa ke rum ah karena rasa kasihan, dan yang juga berguna sebagai pelayan. Apoteker itu ternyata tetangga yang baik sekali. Nyonya Bovary diberi tahu tentang toko-toko m ana yang baik pelayanannya. Homais juga sengaja memanggil penjual minuman anggur apel langganannya, m encicipi sendiri m inum annya, dan di gudang di bawah tanah m engawasi sendiri supaya tong-tong m inum an diberi tem pat yang baik. Ia juga m enerangkan bagaim ana caranya agar m em punyai persediaan m entega dengan m urah, dan m engadakan perjanjian dengan Lestiboudois, pelayan gereja yang selain bekerja di gereja dan m engubur m ayat, juga m erawat pekarangan-pekarangan Yonville yang besar dengan bayaran per jam atau per tahun, menurut selera orang. Bukan hanya karena m erasa perlu m engurusi orang lain maka apoteker itu terdorong untuk memperlihatkan keramahan yang berlebihan itu. Ada udang di balik batu. Ia telah m elanggar undang-undang tanggal 19, bulan 6, tahun XI m enurut penanggalan Republikan, Pasal I, yang m elarang
Nyonya Bovary 121 setiap orang yang tak berijazah m em praktikkan ilm u kedokteran. Maka berdasarkan pengaduan-pengaduan yang kurang terang asalnya, Hom ais dipanggil ke Rouen untuk m enghadap penuntut kerajaan di kantor pribadinya. Ia diterim a pejabat itu yang berdiri tegak dalam jubah kehakim annya, dengan bulu cerpelai diselem pangkan pada bahu dan topi jabatan di kepala. Ketika itu pagi hari, sebelum sidang pemeriksaan. Dari gang terdengar derap sepatu bot besar agen-agen polisi yang berjalan, dan di kejauhan seakan-akan ada bunyi kunci-kunci yang diputar. Telinga apoteker mengiang-ngiang seperti hendak mendapat serangan sawan bangkai. Terbayang olehnya sel-sel di bawah tanah, keluarganya beruraian air m ata, apoteknya dijual, sem ua stoplesnya hancur lebur. Ia terpaksa m asuk kafe dan m inum segelas rum dengan air soda untuk memulihkan semangat. Sedikit demi sedikit, kenangan akan peringatan itu memudar. Lalu seperti dahulu, ia terus juga m em beri nasihat-nasihatnya yang tak m em bahayakan itu di kam ar belakang toko obatnya. Tetapi walikota m arah, rekan-rekannya iri hati. Segala kem ungkinan bisa dikhawatirkan. Kalau Tuan Bovary dapat dipikatnya dengan segala m acam sopan santun itu, artinya budinya dapat dipupuk, m aka kalau nanti ada yang ketahuan olehnya, ia akan tercegah membuka mulut. J adi setiap pagi Homais datang mengantarkan surat kabar. Dan sering kali, siang-siang ia meninggalkan toko obatnya sebentar untuk bercakap-cakap dengan opsir kesehatan itu. Charles sedih, tidak ada pasien yan g datan g. Berjam - jam lam anya ia duduk-duduk saja. Tanpa bicara ia tidur di kantornya atau m elihat istrinya m enjahit. Untuk m enghibur hati, ia m enyibukkan diri di rum ah dengan segala pekerjaan tetek-bengek, sampai-sampai ia mencoba mengecat kamar loteng dengan sisa cat yang ditinggalkan tukang-tukang. Tetapi ia susah karena memikirkan soal uang. Ia telah mengeluarkan uang begitu
122 Gustave Flaubert banyak untuk perbaikan-perbaikan di Tostes, untuk pakaian sang istri dan untuk pindah sehingga seluruh uang bawaan Emma, lebih dari tiga ribu écu, telah habis dalam waktu dua tahun. Lalu, barang banyak yang rusak atau hancur selam a pengangkutan dari Tostes ke Yonville, belum term asuk patung pendeta dari batu tahu yang jatuh dari kereta ketika terjadi goncangan yang terlalu hebat sehingga remuk berkeping-keping di jalan kota Quincampoix! Kesusahan yang lebih m enarik m engalihkan perhatiannya, yaitu keham ilan istrinya. Makin m endekat waktunya, m akin Charles m enyayanginya. Ada ikatan darah dan daging satu lagi yang sedang terwujud, dan seakan-akan dirasakannya terus m enerus adanya perpaduan yang lebih rum it. Bilam ana Charles dari jauh m elihat lenggang Em m a yang m alas-m alas, dan pinggangnya yang berputar lem ah di atas pinggulnya yang tak ditahan korset, bilam ana m ereka berhadapan dan Charles m enatapnya selelanya dan Em m a yang sedang duduk m em perlihatkan tingkah lesu di dalam kursinya, m aka kebahagiaan Charles tak terbendung. Ia berdiri, m encium inya. Tangannya m eraba wajah Em m a. Ia m em anggilnya ibu tersayang, hendak m engajaknya berdansa, dan setengah tertawa setengah menangis mengeluarkan segala m acam kelakar m esra yang terlintas di benaknya. Pikiran bahwa ia telah m em buatkan keturunan m em bahagiakan dirinya. Sekarang ia tidak kekurangan apa-apa lagi. Ia mengetahui kehidupan m anusia dari awal sam pai akhir, dan dengan hati yang tenang m enungguinya dengan sabar. Em m a m ula-m ula m erasa heran sekali. Lalu ia ingin m elahirkan untuk m engetahui apa artinya m enjadi ibu. Tetapi oleh karena ia tidak dapat m engeluarkan uang sebanyak yang diinginkannya, agar m em punyai buaian keranjang berbentuk sampan dengan tirai-tirai sutra merah jambu dan kudung- kudung bayi yang disulam , m aka dengan hati yang dilanda dendam , ia tidak m au m em ikirkan lagi keperluan bayinya, lalu
Nyonya Bovary 123 m em esan sem uanya sekaligus dari seorang penjahit perem puan di desa, tanpa memilih-milih, tanpa membicarakan apa-apa. J adi hatinya tidak disenangkan oleh persiapan-persiapan yang m em upuk kelem butan para ibu. Dan karena itu rasa sayangnya m ungkin sejak dari awal m ulanya sudah agak lem ah. Akan tetapi oleh karena setiap kali m ereka m akan, Charles bicara tentang si kecil, Em m a segera m em ikirkannya lebih b er sin a m b u n ga n . Ia m enginginkan anak laki-laki. Anaknya itu akan m enjadi kuat dan berkulit m erah, akan dipanggilnya Georges. Dan gagasan m em punyai laki-laki sebagai anak ini bagaikan balas dendam yang ditunggu-tunggu atas segala ketidakm am puannya di m asa lam pau. Laki-laki sekurang-kurangnya bebas, dapat m enjelajahi segala keberahian dan segala negeri, melihat segala rintangan, m encicipi segala kebahagiaan yang paling jauh sekalipun. Sedangkan perem puan selalu m engalam i ham batan. Lem bam dan lentur sekaligus, ia harus melawan kelemahan-kelemahan dagingnya bersam a ketergantungannya kepada undang-undang. Seperti cadar di topinya yang ditahan dengan tali, kem auannya menggelepar-gelepar kena segala embusan angin. Selalu saja ada suatu keinginan yang m enghanyutkan, salah suatu adat kebiasaan yang m enahan. Emma melahirkan pada suatu hari Minggu, kurang lebih pukul enam, waktu matahari terbit. “Perem puan!” kata Charles. Emma membuang muka, lalu pingsan. Ham pir seketika itu juga Nyonya Hom ais datang bergegas dan m encium nya. Begitu pula Nyonya Lefrançois dari Singa Em as. Apoteker, sebagai orang yang tahu diri, hanya m engucapkan beberapa kata selam at untuk sem entara dari pintu yang setengah terbuka. Ia ingin m elihat si bayi. Menurut penglihatannya anak itu bagus tak ada yang kurang.
124 Gustave Flaubert Selam a pem ulihan kesehatannya, waktu Em m a banyak terisi dengan m encari nam a untuk anak gadisnya. Mula-m ula ia m eninjau sem ua nam a yang m em punyai akhiran ala Italia seperti Clara, Louisa, Am anda, Atala; Galsuinde boleh juga, apalagi Yseult atau Léocadie. Charles m enginginkan anaknya dinam akan seperti ibunya, Em m a m enentangnya. Mereka m enelusuri kalender dari awal sampai akhir. Mereka juga melihat-lihat nama-nama luar n eger i. “Tuan Léon yang belum lam a ini saya ajak bicara,” kata apoteker, “heran m engapa Anda tidak m engam bil nam a Made- leine yang sekarang sedang am at sangat digem ari orang.” Tapi Nyonya Bovary keras sekali perlawanannya terhadap nam a perem puan yang berdosa ini. Adapun Tuan Hom ais, yang paling disukainya ialah segala nam a yang m engingatkan pada orang besar, kejadian term asyhur atau paham yang m ulia. Dan berdasarkan sistem inilah ia dahulu m enam ai keem pat anaknya. J adi nam a Napoléon m elam bangkan kejayaan dan Franklin kemerdekaan; nama Irma mungkin merupakan konsesi kepada rom antism enya, tetapi nam a Athalie m erupakan penghorm atan pada karya panggung Prancis yang paling abadi. Sebab keyakinan-keyakinan ilsafatnya tidak mencegahnya mengagumi seni. Si pem ikir di dalam dirinya tidak m encekik si m anusia yang berperasaan. Ia dapat m em beda-bedakan, dapat m em beri tem pat kepada khayal dan kepada fanatism e. Dalam tragedi yang ini, um pam anya; ia m encela gagasan-gagasannya, tetapi gayanya dikagum inya; ia kutuk paham nya, tapi sem ua detilnya disetujuinya; ia jengkel terhadap tokoh-tokohnya, tapi ucapan- ucapan m ereka m engasyikkannya. Apabila ia m em baca karya- karya besar, ia m enjadi antusias. Tetapi kalau dipikirkannya bahwa bangsa pendeta itu menarik keuntungan dari situ untuk kepentingan mereka sendiri, ia sedih. Dan dalam kegalauan perasaan ini yang m em bingungkannya, ia sebenarnya ingin
Nyonya Bovary 125 sekaligus m em ahkotai Racine dengan kedua tangannya dan berbincang-bincang dengannya selam a seperem pat jam lebih. Akhirnya Em m a ingat bahwa di puri Vaubyessard dahulu ia pernah m endengar Nyonya Marquis m em anggil seorang wanita m uda dengan nam a Berthe. Maka nam a itulah yang dipilihnya. Dan karena Tuan Rouault tidak bisa datang, Tuan Homaislah yang dim inta m enjadi bapak baptisnya. Sebagai hadiah, Tuan Hom ais m em berikan berbagai hasil perusahaannya, yaitu enam kaleng obat batuk dalam bentuk pil, satu stoples penuh sari tepung, tiga bungkus drop putih, ditambah dengan enam batang gula batu yang dijum painya kem bali di salah sebuah lem ari. Pada hari upacara itu, m alam harinya diadakan pesta m akan besar. Pastor hadir. Orang-orang menjadi ribut. Waktu hampir saatnya m engeluarkan m inum an sopi m anis, Tuan H om ais m ulai m en yan yikan “Tuhan oran g-oran g baik”. Tuan Léon m endendangkan sebuah lagu barcarolle; dan Ibu Bovary, yang m enjadi ibu baptis, sebuah rom ansa dari zam an kekaisaran. Pada akhirnya ayah Tuan Bovary m enuntut supaya si bayi diam bil dari atas, lalu ia m em baptiskannya dengan segelas sam panye yang dituangkannya dari atas ke kepalanya. Ejekan terhadap sakram en pertam a ini m enim bulkan kem arahan Abbé Bournisien. Tuan Bovary m enjawabnya dengan kutipan dari “Perang Dewa-dewa”. Pastor sudah mau pergi saja. Para wanita membujuk, Homais menengahi. Dan mereka berhasil membuat pendeta duduk lagi. Lalu dengan tenang pendeta m engangkat cangkir kopinya yang sudah habis separuhnya dari alasnya. Masih satu bulan ayah Tuan Bovary tinggal di Yonville. Penduduk kota itu dibuatnya terbengong karena ia m em akai sebuah topi polisi yang hebat dengan setrip-setrip benang perak pada pagi hari waktu m erokok pipanya di lapangan besar. Karena ia pun m em punyai kebiasaan m inum brendi banyak-banyak, ia sering m enyuruh pem bantu rum ah tangga m em belikannya
126 Gustave Flaubert sebotol di Singa Em as yang dim asukkan ke dalam bon anaknya. Dan untuk m ewangikan syal-syalnya, dihabiskannya seluruh sim panan air kelonyo kepunyaan m enantunya. Emma tidak merasa tidak senang kalau bersama bapak m ertua. Mertuanya itu telah m engem bara ke sem ua penjuru dunia. Ia bicara tentang Berlin, Wina, Strasburg, tentang waktu ia m enjadi opsir, tentang gendak-gendak yang pernah dim ilikinya, tentang pesta-pesta m akan besar yang pernah diadakannya. Lalu ia bersikap ramah, bahkan kadang-kadang, di tangga atau di pekarangan, m erangkum pinggang Em m a sam bil berseru, “Awas, Charles, hati-hati!” Ibu Bovary pun selalu m en gkhawatirkan kebahagiaan anaknya. Dan karena takut jangan-jangan suam inya lam a- kelam aan m em punyai pengaruh yang kurang sehat pada pikiran perem puan m uda itu, ia cepat-cepat m endesak supaya m ereka pulang. Mungkin juga ada syak wasangkanya yang lebih parah lagi. Tuan Bovary bukanlah laki-laki yang suka m enghorm ati sesuatu. Pada suatu hari Emma tiba-tiba merasa rindu akan gadis kecilnya yang dititipkannya kepada istri tukang kayu untuk disusui. Dan tanpa melihat pada kalender lagi apakah waktu itu masih termasuk keenam minggu Perawan, ia pergi begitu saja m enuju rum ah Rollet yang letaknya di ujung kota di kaki lereng gunung, di antara jalan raya dan padang-padang rum put. Tengah hari, rum ah-rum ah tertutup daun-daun jendelanya, dan atap-atap batu tulis yang berkilauan di bawah sinar tajam langit biru seakan-akan m em ercikkan cahaya di puncak ujung bubungan. Angin m engem bus berat. Em m a m erasa lem ah waktu berjalan. Kerikil-kerikil di kaki-lim a m enyakitkannya. Ia ragu- ragu, bukankah lebih baik ia kembali ke rumah, atau ke suatu tempat untuk duduk-duduk.
Nyonya Bovary 127 Pada saat itu Tuan Léon m uncul dari pintu di dekatnya m engepit seberkas kertas. Ia m endekat dan m enyalam inya, lalu berteduh di depan toko Lheureux di bawah tenda kelabu yang menganjur ke luar. Nyonya Bovary berkata, ia m au m enengok anaknya, tetapi mulai merasa lelah. “Bagaim an a kalau...” sahut Léon , tetapi tidak beran i m eneruskan perkataannya. “Anda sedang ada urusan lain?” tanya Em m a. Dan setelah mendengar jawaban si kerani, ia minta diantarkan. Malam itu juga hal itu tersiar di Yonville. Dan Nyonya Tuvache, istri notaris, m enyatakan di depan pem bantunya bahwa Nyonya Bovary bisa rusak nam a baiknya. Untuk mencapai rumah inang, mereka harus membelok ke kiri sesudah jalan besar, seperti kalau hendak ke kuburan, lalu mengambil jalan setapak di antara pondok-pondok dan pekarangan-pekarangan, suatu jalan kecil yang dibatasi dengan pagar tanaman troène. Tanaman itu sedang berkembang, juga véronique, églantier, daun gatal, dan ronce yang karena ringannya gam pang lepas dari sem aknya. Dari lubang di pagar tanam-tanaman kelihatan di rumah-rumah ada seekor babi di atas onggokan kotoran, atau beberapa sapi yang ditam bat dan yang m enggosok-gosokkan tanduknya pada pokok-pokok pohon. Mereka berdua berjalan perlahan-lahan, berdampingan, Emma bersandar pada lengan Léon, dan Léon m enahan langkahnya, disesuaikan dengan langkah Emma. Di depan mereka beterbangan sekawanan lalat, mendengung-dengung di udara panas. Mereka mengenali rumah itu karena ada pohon sarangan tua yang m erindanginya. Rum ahnya rendah dan beratap genting merah. Di luar, di bawah jendela atap di loteng, menjurai seuntai bawang. Berkas-berkas ranting-ranting yang tegak bersandar pada pagar beronak, mengelilingi sepetak tanaman selada,
128 Gustave Flaubert beberapa kaki tanah yang ditum buhi lavendel, dan kacang polong yang sedang berbunga dan diram batkan ke anjang-anjang. Ada air kotor yang tum pah ke m ana-m ana di rerum putan. Dan di seputar beberapa potong gom bal yang tak ketahuan bentuknya lagi ada kaus-kaus kaki rajutan, baju jas perempuan dari kain cita m erah, dan selem bar seprai dari linen tebal yang direntangkan m em anjang di atas pagar. Waktu m endengar bunyi pintu pagar, inang keluar dengan anak yang sedang m enetek dalam pelukan tangannya. Dengan tangan lainnya ia m enarik seorang anak kecil kurus yang m ukanya penuh dengan radang kulit, anak tukang songkok di Rouen yang dititipkan di pedesaan karena orangtuanya terlalu sibuk dengan urusan dagang m ereka. “Mari m asuk,” katanya. “Anak Anda di dalam , sedang tidur.” Di kam ar tidur di lantai pertam a—satu-satunya kam ar tidur di tem pat kediam an itu—di bagian belakang ada sebuah ranjang besar tanpa kelambu dipepetkan kepada dinding, sedangkan tem pat untuk m enguleni adonan roti ada di sebelah jendela yang salah satu kacanya ditam bal dengan potongan-potongan kertas biru, panjang-panjang, disusun seperti sinar matahari. Di pojok, di balik pintu, beberapa pasang sepatu bot dengan leretan kancing penutupnya yang m engkilap berderet di bawah batu bak cucian, di dekat sebuah botol m inyak yang diberi sehelai bulu di m ulutnya. Di bendul perapian yang berdebu tergeletak sebuah Mathieu Laensberg di antara batu-batu api, sisa-sisa lilin dan gumpalan- gum palan kaul. Akhirnya, barang yang paling tidak berguna di ruang ini ialah sebuah gam bar Renom m ée, perem puan bersayap yang m eniup terom pet-terom pet, pasti digunting dari salah satu prospektus m inyak wangi, dan dipasang di dinding dengan enam paku payung. Anak Em m a sedang tidur di bawah, di dalam ranjang buaian anyam an liangliu air. Em m a m engangkatnya bersam a selim ut
Nyonya Bovary 129 bungkusnya, lalu m ulai m enyanyi-nyanyi dengan lirih sam bil bergoyang-goyang m em buai anaknya. Léon m ondar-m andir di kam ar itu. Rasanya aneh m elihat wanita cantik bergaun nankin kuning itu di tengah-tengah kem iskinan ini. Nyonya Bovary m enjadi m erah, Léon m em buang m uka. Mungkin, pikirnya, pandangan m atanya tadi lancang. Lalu Emma menidurkan kembali si kecil karena muntah di kerah Emma yang penuh pelisir. Inang cepat-cepat datang m enyekanya sam bil berulang-ulang berkata bahwa tak akan kelihatan bekasnya. “Ini belum apa-apa,” katanya. “Tak lain yang saya kerjakan dari m em bersihkannya m elulu! Bagaim ana kalau Anda m au m eninggalkan pesan pada si Cam us, penjual rem pah, supaya saya dapat m engam bil sabun barang sedikit kalau saya perlu? Saya kira itu lebih baik bagi Anda, karena tidak usah m engganggu Anda setiap kali.” “Ya, ya, boleh saja!” kata Em m a. “Sam pai jum pa, Ibu Rollet.” Lalu Em m a keluar sam bil m enggosok-gosok kakinya di ambang pintu. Perem puan itu m engantarkannya sam pai ke ujung pekarangan, sam bil terus m enerus bercerita betapa susahnya ia bangun malam hari. “Kadang-kadang saya sam pai begitu lelah, hingga tertidur di atas kursi. Maka sebaiknya Anda sekurang-kurangnya m em beri saya bubuk kopi barang satu pon. Itu bisa tahan satu bulan. Dapat saya m inum pagi hari dengan susu.” Setelah terpaksa dengan sabar mendengarkan ucapan terima kasihnya, Nyonya Bovary pergi. Dia sudah agak jauh m asuk jalan setapak, waktu terdengar bunyi sepatu kayu. Ia m enengok, si inang lagi! “Ada apa?” Lalu petani perem puan itu m enariknya m enjauh ke belakang sebuah pohon orm e. Ia m ulai berbicara tentang suam inya, yang
130 Gustave Flaubert dengan pekerjaannya yang digaji enam franc setahun dan yang oleh si kapten.... “Katakan saja cepat,” seru Em m a. “Begini,” kata si inang sam bil m enghela napas panjang selang setiap kata. “Saya takut dia akan sakit hati jika m elihat saya m inum kopi sendirian. Anda tahu, kan, laki-laki....” “Tadi, kan, sudah saya katakan,” kata Em m a sekali lagi. “Akan saya beri! Sudahlah! Bosan saya!” “Aduh, kasihan benar dia, Nyonya yang m anis! Soalnya, akibat luka-lukanya, dadanya suka kejang, sakit sekali. Ia bahkan berkata, bahwa ia merasa lemas kalau minum anggur apel....” “Ayolah! Lekas sedikit, Ibu Rollet!” “J adi,” kata Ibu Rollet selanjutnya sam bil m em bungkuk horm at, “kalau tidak keterlaluan saya m inta terlalu banyak...” sekali lagi ia m em bungkuk horm at, “sekiranya Anda m au...” dan m atanya m em ohon sekali, “satu kendi brendi,” katanya akhirnya. “Akan saya pakai untuk m enggosok kaki si kecil yang sangat halus, sehalus lidah.” Setelah bebas dari si inang, Emma kembali memegang lengan Tuan Léon. Ada beberapa lam anya jalannya cepat. Lalu langkahnya m elam bat, dan pandangannya yang berkeliling di depannya terbentur pada bahu anak m uda yang jas panjangnya m em akai kerah dari beledu hitam . Ram butnya warna kulit sarangan m enyentuh bahu, rata, tersisir rapi. Em m a m em perhatikan kuku Léon yang lebih panjang dari yang m enjadi kelazim an di Yonville. Merawat kuku itu m enjadi salah satu kesibukan yang paling m engasyikkan bagi kerani itu. Dan untuk keperluan itu ia m enyim pan pisau kecil di dalam tem pat pensilnya. Mereka kem bali ke Yonville dengan m enyusuri tepi kali. Pada musim panas, pinggir kali melebar dan sampai ke bawah tam paklah tem bok-tem bok pekarangan yang turun ke kali de- ngan beberapa anak tangga. Kali m engalir tanpa bunyi, cepat, dan
Nyonya Bovary 131 tam pak dingin. Rum put-rum put yang tipis dan panjang m erunduk ke dalam nya terseret arus, lalu terpencar seperti ram but panjang hijau yang lepas terurai dalam kebeningan air. Kadang-kadang seekor serangga dengan kakinya yang halus m enginjak atau menghinggapi ujung alang-alang atau daun teratai. Dengan sinarnya, m atahari m enem busi gelem bung-gelem bung biru kecil dari om bak-om bak yang pecah beruntun-runtun. Pohon-pohon liangliu tua yang sudah tidak bercabang lagi m encerm inkan kulit kayunya yang kelabu di dalam air. Di seberang, di m ana-m ana, padang rumput kelihatan kosong. Di tempat-tempat pertanian, saatnya orang m akan. Dan yang terdengar oleh perem puan m uda dan pengiringnya waktu berjalan hanyalah iram a langkah m ereka di atas tanah jalan setapak, hanyalah kata-kata yang m ereka ucapkan, dan bunyi kersik gaun Em m a yang m enggerisik di sekit a r n ya . Tem bok-tem bok pekarangan yang atasnya ditancapi pecahan botol terasa panas seperti kaca-kaca rumah kaca. Bata-batanya ditum buhi ravenelle. Dan waktu Em m a lewat, pinggiran payungnya yang terbuka m enebarkan debu kuning dari bunga-bunganya yang sudah layu. Atau setangkai kam perfuli atau clem atitis yang m eluyut ke luar tem bok bergeser sejenak m enyapu sutra payungnya dan tersangkut-sangkut pada jum bai- jum bainya. Mereka m em bicarakan rom bongan penari Spanyol yang ditunggu penam pilannya tak lam a lagi di teater Rouen. “Nanti m au m enonton?” tanya Em m a. “Kalau bisa,” jawabnya. Tak adakah hal lain yang dapat m ereka percakapkan? Padahal pandangan m ereka penuh dengan bincangan yang lebih berat artinya. Dan sem entara m ereka berusaha keras untuk m encari kalim at-kalim at yang biasa-biasa saja, keduanya m erasa hatinya digenangi suasana sayu yang sam a, bagaikan bisikan dari
132 Gustave Flaubert jiwa, dalam, terus menerus, mengatasi bisikan suara mereka. Kaget, heran, karena kem anisan rasa baru yang tiba-tiba ini, tak terpikir oleh mereka untuk bercerita tentang perasaan itu atau m encari tahu apa sebabnya. Sam a halnya seperti pantai-pantai negeri tropika, m aka kebahagiaan-kebahagiaan yang m endatang m em buat bayangannya pada keluasan yang m em bentang m endahuluinya, bayangan akan hidup berm alas-m alas yang khas dari negeri itu dengan siliran mewangi. Maka orang terbius dalam kem abukan itu dan tak sedikit pun m erisaukan cakrawala yang tak tampak oleh mata. Pada suatu tem pat, tanah ternyata terban terinjak kaki binatang. Mereka terpaksa berjalan di atas batu-batu hijau besar yang tersebar di sana sini dalam lum pur. Acap kali Em m a berhenti sejenak untuk melihat ke mana menumpukan sepatu botnya. Lalu dengan badan yang terhuyung-huyung di atas batu yang bergetar-getar, dengan kedua siku terangkat tinggi, badan condong ke depan, mata tak menentu, Emma tertawa ketakutan akan jatuh ke dalam genangan air. Ketika m ereka sam pai di depan pekarangan rum ah, Nyonya Bovary m endorong pintu pagar yang kecil, lari m enaiki tangga, lalu menghilang. Léon kem bali ke kantor. Majikannya sedang pergi. Sekilas ia melihat ke berkas-berkas, lalu melancipkan bulu pena. Dan akhirnya ia m engam bil topinya lalu keluar. Ia naik ke rerum putan di puncak tanjakan Argueil, di tem pat orang m asuk ke dalam hutan. Ia m erebahkan badannya di bawah pohon-pohon cem ara, dan m enatap langit dari sela-sela jarinya. Bosan aku, katanya dalam hatinya. Bosan! Bosan! Ia m enganggap dirinya kasihan karena harus hidup di kota kecil ini dengan Hom ais sebagai tem an dan advokat Guillaum in sebagai m ajikan. Yang belakangan ini dengan kaca m ata gagang emas, cambang merah di atas dasi putih, sibuk melulu dengan
Nyonya Bovary 133 pekerjaannya, tidak paham apa-apa tentang kepekaan jiwa yang lem but, m eskipun lagak lakunya yang kaku keinggris-inggrisan itu pada m ulanya telah m enyilaukan si kerani. Adapun istri apoteker itu istri yang paling baik di seluruh tanah Norm andie, selem but dom ba, teram at sayang pada anak-anaknya, ayahnya, ibunya, saudara-saudara sepupunya, suka m enangis kalau m elihat kesusahan orang lain, m em biarkan rum ah tangganya terbengkalai, dan m em akai korset. Tetapi alangkah lam bannya segala geriknya, alangkah m enjem ukan tutur katanya, alangkah biasa rupanya dan terbatas sekali percakapannya. Sehingga tak pernah terpikir oleh Léon m eskipun perem puan itu tiga puluh tahun um urnya, dia sendiri dua puluh, m eskipun m ereka tidur dalam kam ar-kam ar yang bersebelahan pintunya, dan Léon setiap hari bicara dengannya—bahwa laki-laki lain dapat m elihatnya sebagai perem puan atau bahwa dari jenis kelam innya perem puan itu m asih m em punyai sesuatu yang lain, bukan hanya gaunnya. Dan ada siapa lagi? Binet, beberapa orang pedagang, dua- tiga orang pem ilik kabaret, pastor, dan akhirnya Tuan Tuvache, walikota dengan kedua anak laki-lakinya, keduanya orang-orang yang tebal dom petnya, kasar, bodoh, yang m enggarap sendiri tanah m ereka, suka berpesta besar di dalam kalangan keluarganya sendiri, sangat bertakwa, dan yang pergaulannya sam a sekali tidak membetahkan. Tetapi dari latar belakang umum wajah-wajah manusia ini, sosok Emma tampil terpisah, meskipun juga lebih jauh. Sebab antara Emma dan ia samar-samar terasa ada jurang. Pada m ulanya beberapa kali ia datang ke rum ah Em m a bersam a apoteker. Charles tam paknya tak terlalu ingin m enyam but kedatangannya. Dan Léon tidak tahu bagaim ana ia harus bersikap karena terombang-ambing antara perasaan takut akan dianggap kurang sopan dan keinginannya untuk m enjalin keakraban yang m enurut anggapannya tidak besar kem ungkinannya kesam paian.
Bab IV SEJ AK H ARI-H ARI pertam a udara din gin tiba, Em m a meninggalkan kamarnya dan pindah ke ruang duduk, sebuah ruangan yang panjang dengan langit-langit rendah. Di atas bendul perapian ada bunga karang yang lebat cabang-cabangnya sampai merentang menyentuh cermin. Dari tempat duduknya di dekat jendela, Emma melihat penduduk kota lalu lalang di kaki lima. Dua kali sehari Léon berjalan dari kantor ke Singa Em as. Em m a dari jauh sudah m endengar kedatangannya. Ia m erunduk m en yim ak. An ak m uda itu m elun cur di balik tirai, selalu dengan pakaian yang sam a, tanpa m enengok. Tetapi bila senja m erem ang, dan Em m a—tangan kiri bertopang dagu—m em biar- kan sulam annya yang sudah dim ulainya tadi tergeletak di pangkuannya, ia sering terkesiap m elihat bayangan itu tiba-tiba lewat berlalu. Em m a lalu berdiri dan m enyuruh m enata m eja makan.
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327
- 328
- 329
- 330
- 331
- 332
- 333
- 334
- 335
- 336
- 337
- 338
- 339
- 340
- 341
- 342
- 343
- 344
- 345
- 346
- 347
- 348
- 349
- 350
- 351
- 352
- 353
- 354
- 355
- 356
- 357
- 358
- 359
- 360
- 361
- 362
- 363
- 364
- 365
- 366
- 367
- 368
- 369
- 370
- 371
- 372
- 373
- 374
- 375
- 376
- 377
- 378
- 379
- 380
- 381
- 382
- 383
- 384
- 385
- 386
- 387
- 388
- 389
- 390
- 391
- 392
- 393
- 394
- 395
- 396
- 397
- 398
- 399
- 400
- 401
- 402
- 403
- 404
- 405
- 406
- 407
- 408
- 409
- 410
- 411
- 412
- 413
- 414
- 415
- 416
- 417
- 418
- 419
- 420
- 421
- 422
- 423
- 424
- 425
- 426
- 427
- 428
- 429
- 430
- 431
- 432
- 433
- 434
- 435
- 436
- 437
- 438
- 439
- 440
- 441
- 442
- 443
- 444
- 445
- 446
- 447
- 448
- 449
- 450
- 451
- 452
- 453
- 454
- 455
- 456
- 457
- 458
- 459
- 460
- 461
- 462
- 463
- 464
- 465
- 466
- 467
- 468
- 469
- 470
- 471
- 472
- 473
- 474
- 475
- 476
- 477
- 478
- 479
- 480
- 481
- 482
- 483
- 484
- 485
- 486
- 487
- 488
- 489
- 490
- 491
- 492
- 493
- 494
- 495
- 496
- 497
- 498
- 499
- 1 - 50
- 51 - 100
- 101 - 150
- 151 - 200
- 201 - 250
- 251 - 300
- 301 - 350
- 351 - 400
- 401 - 450
- 451 - 499
Pages: