Important Announcement
PubHTML5 Scheduled Server Maintenance on (GMT) Sunday, June 26th, 2:00 am - 8:00 am.
PubHTML5 site will be inoperative during the times indicated!

Home Explore Nyonya Bovary

Nyonya Bovary

Published by Digital Library, 2021-01-28 01:36:19

Description: Nyonya Bovary oleh Gustave Flaubert

Keywords: Gustave Flaubert,Sastra,Sastra Dunia

Search

Read the Text Version

Nyonya Bovary 435 Ia m enyim ak dirinya, ingin tahu apakah ia dapat m erasa, m enderitakah ia atau tidak. Tapi tidak! Belum ada apa-apa. Ia m endengar detak jam besar, bunyi api, dan napas Charles yang berdiri dekat tem pat tidurnya. Ah, kecil saja m aut itu! pikirnya. Aku akan tertidur, lalu selesailah sudah! Ia minum air seteguk, lalu membalik menghadap tembok. Rasa tinta yang m enjijikkan tadi m asih juga ada di m ulutnya. “Aku haus! Aduh, hausnya!” keluh Em m a. “Tetapi ada apa kau?” kata Charles yang m engulurkan gelas kep a d a n ya . “Tidak apa-apa! Buka jendela.... Aku sesak!” Lalu tim bul rasa m ual yang begitu tiba-tiba hingga ia ham pir tak sem pat m eraih saputangannya dari bawah bantal. “Am bil,” katanya cepat, “buang!” Charles m enanyainya, Em m a tidak m enjawab. Ia tidak m au bergerak, takut bahwa em osi sedikit pun akan m em buatnya m untah. Sem entara itu ia m erasa sentuhan sedingin es m erayap naik dari kaki ke jantung. “Ah! Sudah m ulai!” gum am nya. “Kau bilang apa?” Em m a m enggeleng-gelengkan kepalanya dengan gerak lem but penuh cem as, dan terus m enerus m em buka rahangnya seakan-akan ada sesuatu yang sangat berat m enekan lidahnya. Pada pukul delapan, ia mulai muntah-muntah lagi. Charles m elihat bahwa di dasar tem pat ludah ada sem acam pasir putih yang m elekat pada dinding-dinding porselin. “Bukan m ain! Aneh benar!” katanya berulang-ulang. Tetapi Em m a berkata dengan suara yang kuat, “Tidak, kau ke lir u !”

436 Gustave Flaubert Lalu, dengan hati-hati sekali dan ham pir dengan gerak m em belai, tangan Charles m eraba perutnya. Em m a m enjerit tinggi. Charles m undur ketakutan. Lalu Em m a m ulai m engerang, m ula-m ula lem ah. Gigil hebat m engguncang bahunya, dan wajahnya m enjadi lebih pucat daripada kain seprai yang dicengkeram nya. Denyut nadinya yang tidak teratur sekarang hampir tak terasa lagi. Peluh bertitik di wajahnya yang kebiru-biruan dan kelihatan beku dalam ruapan uap yang berkilat baja. Gigilnya gem eletuk, m atanya yang m elebar m elihat sayup-sayup sekelilingnya, dan sem ua pertanyaan hanya dijawabnya dengan gelengan kepala. Ia m alahan tersenyum dua kali. Sedikit dem i sedikit, rintihannya bertam bah keras. J erit pelan terlontar dari bibirnya. Ia berpura- pura sudah merasa lebih enak, nanti ia akan bangun juga. Tetapi ia terserang kejang, lalu berseru, “Aduh, bukan m ain sakitnya! Ya Tu h a n !” Charles berlutut m erapat ke ranjangnya. “Katakan! Apa yang kau m akan tadi? J awablah, ya Tuhan!” Dan ia m enatapnya dengan pandangan yang am at lem but seperti yang belum pernah dilihat oleh Em m a. “Lihat sajalah, di sana... di sana....!” kata Em m a dengan suara yang ham pir tak kedengaran lagi. Charles m eloncat ke m eja tulis, m erusak segelnya, lalu m em baca dengan suara keras, “J angan m enuduh siapa-siapa....” Charles terhenti, tangannya m engusap m ata, lalu ia m em baca lagi. “Aduh! Tolong! Tolong saya!” Ia hanya dapat m engulangi kata-kata, “Kena racun, kena racun!” Félicité lari m em anggil Hom ais yang ribut-ribut waktu m elintasi lapangan besar. Nyonya Lefrançois m endengar kabarnya di Singa Em as. Beberapa orang bangun untuk m enceritakannya kepada tetangga. Dan semalaman kota kecil itu terjaga.

Nyonya Bovary 437 Setengah kalap, sam bil m enggagap, terhuyung-huyung, Charles berputar-putar di dalam kam ar. Ia tersandung-sandung pada m ebel-m ebel, m enjam bak ram butnya. Tak pernah terbayang oleh apoteker bahwa pem andangan yang begitu m enyeram kan mungkin terjadi. Apoteker kem bali ke rum ahnya untuk m enulisi Tuan Cavinet dan Dokter Larivière. Ia m enjadi bingung. Lebih dari lim a belas surat buram dibuatnya. Hippolyte berangkat ke Neufchâtel. Dan dengan tum itnya J ustin m em acu kuda Bovary dem ikian kerasnya hingga terpaksa ditinggalkannya di lereng Bois-Guillaum e, karena kelelahan dan tiga perempat mampus. Charles hendak m em balik-balik kam us kedokterannya. Ia tak bisa m elihat apa-apa, baris-barisnya m enari-nari. “Ten an g!” kata apoteker. “Soaln ya han ya kita harus m em berin ya suatu pen awar racun yan g kuat sekali. Apa r a cu n n ya ?” Charles m em perlihatkan suratnya. Racunnya arsenikum . “Nah!” kata Hom ais lagi. “Harus dianalisis.” Karena ia tahu bahwa dalam sem ua peristiwa keracunan harus diadakan an alisis. Dan Charles yan g tidak m en gerti, m enjawab, “Ah, lakukan saja, lakukan! Selam atkan dia....” Lalu ia kem bali ke dekat Em m a, duduk terkulai di lantai di atas permadani, dan dengan kepala bersandar pada pinggiran tempat tidur, tak beranjak, tersedu-sedu. “J angan m enangis,” kata Em m a. “Sebentar lagi aku tidak lagi akan m enyiksam u!” “Mengapa ini? Apa yang m endorongm u begini?” Em m a m enjawab, “Terpaksa, Sayang.” “Apakah kau tidak bahagia? Apakah salahku? Padahal aku sudah berusaha sedapat-dapatnya!” “Betul... benar itu... kau, kau baik!”

438 Gustave Flaubert Lalu tangannya m engelus ram but Charles, dengan pelan. Kelem butan perbuatan yan g dirasakan n ya itu m en yaratkan kepiluan Charles. Ia m erasa seluruh dirinya runtuh karen a memikirkan dengan putus asa bahwa ia harus kehilangan Emma justru pada saat Em m a m enyatakan kasih sayangnya yang belum pernah sebesar ini. Ia tidak menemukan apa-apa. Ia tidak tahu, ia tidak berani karena pada akhirnya jiwanya terguncang oleh perlunya penyelesaian seketika itu juga. Sudah habis segala pengkhianatan, pikir Emma, segala perbuatan hina dan ketam akan yang tak terhitung banyaknya yang pernah m enyiksanya. Ia tidak m em benci siapa pun sekarang. Kerem angan senjakala m enim pa pikirannya, dan dari sem ua bunyi keduniaan, yang m asih didengarnya hanyalah ratap kalbunya yang m engibakan, berselang-seling, lem ah dan tak jelas, seperti gem a penghabisan suatu sim foni yang sedang m enjauh. “Bawa si kecil kem ari,” kata Em m a sam bil m engangkat badan dengan bertum pu pada sikunya. “Kau tidak lebih parah, bukan?” tanya Charles. “Tidak! Tidak!” Anaknya datang digendong oleh pengasuhnya, berpakaian baju tidur panjang yang m em perlihatkan kakinya yang telanjang. Mukanya bersungguh-sungguh dan m asih setengah berm im pi. Ia m em andang dengan heran kam ar tidur yang kacau-balau itu, dan m engerjapkan m ata, karena silau oleh lilin-lilin yang m enyala di atas perabot-perabot. Lilin-lilin itu pasti m engingatkannya pada pagi hari Tahun Baru atau m asa Prapaskah apabila ia dibangunkan pagi sekali diterangi cahaya lilin, dan m asuk ke tem pat tidur ibunya untuk m enerim a hadiah-hadiah Tahun Barunya, karena ia berkata, “Di m ana, Bu?” Dan karena sem ua orang berdiam diri saja, “Tetapi aku tidak m elihat sepatu kecilku!”

Nyonya Bovary 439 Félicité m encondongkan Berthe ke arah tem pat tidur, tapi si kecil masih terus melihat ke perapian. “Mungkin inang yang m engam bilnya?” tanyanya. Tapi waktu m endengar nam a itu, yang m em bawanya kem bali ke dalam kenangan perzinaan dan kecelakaannya, Nyonya Bovary m em alingkan kepalanya seakan-akan dim uakkan oleh racun lain yang lebih pahit, yang terasa di m ulutnya. Sem entara itu Berthe tetap duduk diatas tempat tidur. “Aduh, Ibu, besar sekali m ata Ibu, pucat sekali m uka Ibu! Banyak sekali keringatnya...!” Ibunya m enatapnya. “Aku takut!” kata si kecil dan badannya surut. Em m a m em egang tangannya, hendak dikecupnya. Berthe meronta. “Sudah! Bawa dia ke luar!” seru Charles yang tersedu di pojok tempat tidur. Lalu gejala-gejala berhenti sejenak. Em m a kelihatan kurang resah. Dan pada setiap kata tanpa arti, pada setiap embusan n apasn ya yan g agak lebih ten an g, harapan Charles tim bul kem bali. Akhirnya ketika Canivet m asuk, ia m engham bur ke dalam pelukannya sam bil m enangis. “Ah, Anda sudah datang! Terim a kasih! Anda baik! Tetapi dia sudah agak m endingan sekarang. Coba, lihat saja....” Rekan dokter itu sam a sekali tidak dem ikian pendapatnya. Dan karena—seperti dikatakannya sendiri—ia suka langsung ke sasarannya, ia m em beri obat peluruh m untah supaya perut dikosongkan sama sekali. Segera Em m a m untah darah. Bibirnya m akin m erapat. Otot anggota badannya m engerut, badannya penuh dengan bintik- bintik cokelat, dan pem buluh nadinya di bawah tekanan jari terasa licin seperti kawat yang tegang, seperti dawai harpa yang mau putus.

440 Gustave Flaubert Lalu m ulai m enjerit, m engerikan. Ia m enyum pah racunnya, m em akinya, m em inta-m inta supaya lebih cepat kerjanya, dan m enolak dengan lengan kaku segala sesuatu yang diulurkan supaya dim inum nya oleh Charles yang lebih m erasa tercekam m aut daripada Em m a. Charles berdiri den gan saputan gan dilekatkan ke bibir. Ia m enggeram , m enangis, dan dadanya sesak dengan sedu yang m enggoncangkan tubuhnya sam pai ke tum it. Félicité dalam kam ar itu lari ke sana lari kem ari. Hom ais yang tak bergerak, m enghela napas panjang-panjang. Dan Tuan Canivet m eskipun m asih selalu m antap sikapnya, m ulai juga m erasa t er ga n ggu . “Persetan ... padahal... perutn ya sudah dibersihkan , dan begitu sebabnya hilang....” “Akibatnya harus hilang juga,” kata Hom ais, “sudah jelas.” “Tetapi selam atkan dia!” seru Bovary. Maka tanpa m endengarkan apoteker yang m asih m encoba m elancarkan kem ungkinan baru, “Boleh jadi serangan sehebat itu ada baiknya,” Canivet sudah m au m em beri penawar racun, waktu terdengar bunyi cem eti. Sem ua jendela bergetar, dan sebuah kereta berline yang ditarik dengan sekuat tenaga oleh tiga ekor kuda yang penuh lum pur sam pai ke telinganya, tiba-tiba m uncul di belokan pasar besar. Dokter Larivière. Munculnya dewa tidak bakal lebih m enim bulkan kegem paran. Bovary m engangkat kedua tangannya ke atas. Canivet berhenti bergerak. Dan Hom ais sudah m em buka sungkup Yunaninya lam a sebelum dokter itu masuk. Dokter Larivière m enganut aliran pem bedahan besar yang dilahirkan oleh Bichat, suatu angkatan yang sekarang sudah hilang dan mencakup dokter-dokter yang berpraktik dan berilsafat, yang m erawat keahlian m ereka dengan kecintaan fanatik dan m elaksanakannya dengan gairah dan bijaksana! Seluruh rum ah sakit gem etar apabila ia m enjadi m arah. Dan m urid-m uridnya

Nyonya Bovary 441 m engagungkannya sedem ikian rupa hingga, begitu m em punyai kedudukan, m ereka m encoba m enirunya sebanyak-banyaknya. Sehingga di kota-kota sekelilingnya m ereka kedapatan seperti ia m em akai m antel panjang dari wol dan jas hitam yang dalam , yang pinggiran lengannya dilepaskan kancingnya hingga agak m en utup tan gan n ya yan g gem uk—tan gan -tan gan yan g am at bagus, dan yang tak pernah m em akai sarung tangan, seakan- akan supaya lebih cepat siap untuk dibenam kan ke dalam penderitaan orang. Ia mencibiri medali kehormatan, gelar, dan akademi. Ia menerima tamu dengan tangan terbuka. Ia liberal, penuh kebapakan terhadap yang m iskin, dan berbuat baik tanpa percaya pada kebajikan, hingga ia ham pir dianggap orang saleh seandainya ia tidak ditakuti seperti iblis karena kecerdasannya yang am at tajam . Tatapannya yang lebih m enusuk daripada pisau lansetnya, langsung m asuk ke dalam jiwa kita dan m enem bus segala ucapan dan rasa malu hingga merontokkan segala kedustaan. Dem ikianlah sikapnya, penuh keagungan ram ah yang tim bul dari kesadaran akan bakat besar, akan kekayaan, dan dari empat puluh tahun kehidupan dengan kerja keras dan tanpa cela. Ia m engernyitkan alisnya begitu ia m enginjak am bang pintu, waktu m elihat wajah Em m a yang seperti m ayat, Em m a yang terlentang dengan m ulut terbuka. Lalu, sem entara kelihatannya ia m endengarkan Canivet, ia m enggosokkan telunjuk di bawah hidungnya dan berulang kali berkata, “Bagus! Bagus!” Tetapi ia m em buat gerak lam ban dengan bahunya. Bovary m engam atinya. Mereka saling m enatap. Dan laki-laki ini, meskipun sudah terbiasa akan pemandangan penderitaan, tidak dapat m enahan linang air m ata jatuh ke atas dadanya. Ia m engajak Canivet ke kam ar sebelah. Charles m engikutinya. “Ia payah sekali, bukan? Bagaim ana kalau ia diberi kom pres bubur hangat? Atau entah apalah! Ayo, carilah sesuatu, Anda, kan, sudah banyak m enyelam atkan orang!”

442 Gustave Flaubert Charles m em eluk badan Dokter Larivière dengan kedua tangannya, dan m enatapnya dengan gugup, m em ohon, tersandar setengah pingsan pada dadanya. “Sudahlah, Nak, tabahkan hatim u! Kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi.” Lalu Dokter Lariviere m em balik. “Anda m au pergi?” “Saya kem bali lagi.” Ia keluar seakan-akan hendak memberi perintah kepada kusir kereta, disertai Tuan Canivet, yang juga tidak m au m elihat Em m a m ati dalam rawatannya. Apoteker m en yusul m ereka ke lapan gan besar. Sudah m enjadi tabiatnya, ia tidak bisa m elepaskan diri dari orang- orang yang term asyhur. Maka ia m inta dengan sangat, sudilah Tuan Larivière m em berinya kehorm atan yang sangat besar dan m enerim a undangannya untuk m akan bersam a. Segera ada suruhan ke Singa Emas untuk mencari burung dara, ke tem pat jagal untuk daging iga berapa saja yang ada, ke Tuvache untuk krim , ke Lestiboudois untuk telurnya. Dan si apoteker sendiri ikut serta m em persiapkannya, sedangkan Nyonya Hom ais m engencangkan tali-tali baju luarnya dan berkata, “Maafkan kam i, ya. Sebab di daerah kam i yang m alang ini, kalau orang tidak diberi tahu satu hari sebelum nya....” “Mana gelas-gelas anggur!” desis Hom ais. “Seandainya kita di kota besar, sekurang-kurangnya kita bisa mendapatkan masakan kaki isi.” “Diam kau! Mari, Dokter!” Setelah potongan-potongan daging yang pertam a, ia menganggap perlu memberi beberapa perincian mengenai bencana itu.

Nyonya Bovary 443 “Mula-m ula kam i dapatkan sem acam kekeringan di hulu kerongkongan, lalu ada rasa sakit tak tertahan di epigastrium, pencucian yang berlebihan, kom a.” “Tapi bagaim ana dia m eracun diri?” “Saya tidak tahu, Dokter, m alahan saya kurang tahu di m ana ia bisa mendapatkan asam arsenikum itu.” J ustin yang justru datang dengan setum puk piring, tiba-tiba gem et a r . “Ada apa kau?” tanya apoteker. Mendengar pertanyaan itu, anak m uda itu m elepaskan sem ua piring hingga jatuh berkrom pyangan. “Tolol!” teriak Hom ais. “Di m ana tanganm u! Bodoh! Keledai!” Tetapi tiba-tiba ia m enguasai diri, “Saya tadi m au m encoba m em buat analisis, Dokter, dan prim o dengan hati-hati saya masukkan ke dalam tabung....” “Lebih baik kalau An da m asukkan jari-jari ke dalam tenggorokannya,” kata ahli bedah. Rekannya tidak berkata apa-apa, karena tadi waktu sendirian ia diberi teguran keras m engenai obat peluruh m untahannya, sehingga Canivet yang am at som bong dan banyak cakap pada peristiwa kaki kuda dulu, sekarang sangat rendah hati. Senyum nya tak putus-putus, tanda setuju. Hom ais m erekah dalam kebanggaannya sebagai tuan rum ah. Dan pikiran yang m enyedihkan m engenai Bovary sam ar-sam ar menambah kesenangannya, oleh semacam releks egois kepada dirinya sendiri. Lalu kehadiran dokter itu m enggem birakannya. Ia m em am erkan pengetahuannya, m enyebut dengan cam pur- aduk bubuk kantarida, upas, m anzanila, ular racun. “Malahan pernah saya baca, ada berm acam -m acam orang yang ternyata keracunan, Dokter, dan seakan-akan disam bar kilat gara-gara sosis yang terlalu banyak diasap! Pokoknya, saya baca itu dalam sebuah laporan yang bagus sekali, yang disusun

444 Gustave Flaubert oleh salah seorang pakar kita di bidang ilmu obat-obatan, salah seorang dari m aestro-m aestro kita, yang terhorm at Cadet de Ga s s ico u r t !” Nyonya Hom ais m uncul lagi. Ia m em bawa suatu alat yang goyah yang dipanaskan dengan spiritus bakar. Karena Hom ais gem ar m em buat kopinya di atas m eja, setelah disangannya sendiri, digilingnya sendiri, dicam purnya sendiri. “Sakarin, Dokter,” katanya sam bil m enawarkan gula. Lalu ia m enyuruh sem ua anaknya turun, karena ingin mengetahui pendapat ahli bedah mengenai keadaan kesehatan mereka. Akhirnya ketika Tuan Larivière sudah m au pergj, Nyonya Hom ais m em inta nasihat tentang suam inya. Darah suam inya menjadi terlalu kental karena tidur tiap sore sesudah makan. “Oh, bukan akalnya yang m engganggunya,” jawab dokter. Dan sam bil tersenyum kecil atas perm ainan kata yang tak terasa itu, dokter membuka pintu. Tetapi toko obat itu penuh sesak dengan manusia. Dan dengan susah sekali ia berhasil m em bebaskan diri dari Tuan Tuvache yang takut istrinya kena radang paru-paru, istrinya m em punyai kebiasaan berludah ke dalam abu bekas api. Lalu Tuan Binet yang kadang-kadang m erasa lapar sekali sam pai terkuap-kuap. Lalu Nyonya Caron yang suka sem utan, Lheureux yang suka pusing-pusing, Lestiboudois yang m enderita rem atik, Nyonya Lefrançois yang kalau bersendawa m erasa m asam . Pada akhirnya ketiga kudanya m elesat. Dan um um nya orang berpendapat bahwa ia tidak kelihatan m em punyai kesabaran. Perhatian orang beralih dengan m unculnya Tuan Bournisien, yang m elintasi pasar dengan m em bawa m inyak-m inyak sucinya. Hom ais, karena setia pada prinsip-prinsipnya, membandingkan kaum pendeta dengan burung-burung gagak yang tertarik oleh bau orang m ati. Melihat seorang rohaniwan

Nyonya Bovary 445 bagi H om ais sendiri tidak m enyenangkan karena jubahnya m em buatnya terkenang pada kain kafan, dan bencinya kepada jubah disebabkan karena ketakutannya kepada kain kafan. Meskipun begitu, ia tidak lari dari apa yang dinam akannya “tugas kewajibannya.” Maka kem balilah ia ke rum ah Bovary bersam a Can ivet yan g telah dim in ta den gan san gat un tuk berbuat begitu oleh Tuan Larivière sebelum berangkat. Malahan, seandainya Hom ais tidak ditegur istrinya, sudah diajaknya kedua anak lakinya untuk m em biasakan m ereka pada keadaan yang dahsyat yang bisa m enjadi pelajaran, contoh, gam baran khidm at, yang nantinya akan tetap tersim pan dalam benak m ereka. Waktu mereka masuk, kamar tidur Emma diliputi suasana khidm at penuh kem urungan. Di atas m eja kerja yang ditutup dengan sehelai kain putih, ada lima-enam gumpalan kapas kecil di dalam pinggan perak, di dekat sebuah salib besar, di antara dua kandil yang sedang m enyala. Em m a dengan dagu m elekat ke dada, m em belalakkan m atanya bukan m ain lebarnya. Dan kedua tangannya yang m engibakan m eraba-raba kain selim ut dengan gerak yang seram dan lem but seorang yang m enanti ajal, seakan-akan sudah m au m enarik kain kafan untuk m enutupi badannya. Sepucat patung, dan dengan m ata sem erah batu bara, Charles berdiri tanpa m enangis di kaki tem pat tidur m enghadap ke Em m a, sem entara pendeta yang bertekuk pada satu lutut, m enggum am m em bisikkan kata-katanya. Em m a dengan pelan m em utar kepalanya, dan kelihatannya kegem biraan bergejolak di hatinya waktu tiba-tiba ia m elihat stola ungu itu. Sudah pasti karena di tengah-tengah keteduhan yang luar biasa itu ditem ukannya nikm at yang sudah hilang sekarang, tapi yang pernah dirasakannya waktu lonjakan-lonjakan pertam a kegairahan m istiknya, beserta m ulainya penglihatan-penglihatan akan kebahagiaan abadi.

446 Gustave Flaubert Pendeta bangkit berdiri hendak m engam bil salib. Lalu Em m a m enjulurkan lehernya seperti orang yang kehausan, dan bibirya m elekati tubuh Manusia Tuhan. Dan dengan seluruh kekuatannya yang sudah m au habis itu, ia m em beri kecupan cinta kasihnya yang belum pernah diberikannya sem esra itu. Kem udian pen deta m em baca M isereatur dan Indulgentian, m encelupkan ibu jarinya ke dalam m inyak dan m ulai dengan sakram en perm inyakan. Mula-m ula ke atas kedua m atanya yang dahulu suka tamak menginginkan segala kemewahan duniawi. Lalu cuping hidungnya, yang rakus akan siliran hangat dan wewangian berahi. Lalu m ulutnya yang pernah m em buka untuk berdusta, yang pernah m erintih angkuh dan m enjerit dalam kegasangan. Lalu kedua tangannya yang pernah m enikm ati m anisnya sentuhan. Dan akhirnya telapak kaki yang dahulu dengan gesit berlari m enyongsong pelam piasan nafsunya, dan yang sekarang tidak akan m elangkah lagi. Pendeta m engusap jari-jarinya, m em buang jum put-jum put kapas penuh m inyak ke dalam api, lalu kem bali duduk di dekat wanita yang sudah m enghadap ajalnya untuk m engatakan kepadanya, bahwa dia sekarang harus m enyatukan penderitaannya dengan penderitaan Yesus Kristus dan berserah kepada Allah yang Mahapenyayang. Ketika m engakhiri im bauannya itu, ia m encoba m enyelipkan ke dalam tangan Em m a sebatang lilin yang telah diberkati, lam bang kem egahan surgawi yang nanti akan m engelilinginya. Em m a, terlalu lem ah, tidak dapat m enggenggam kan jarinya. Dan lilin itu pasti sudah jatuh ke lantai seandainya tidak ditahan Tuan Bou r n isien . Akan tetapi Em m a tidak lagi sepucat tadi. Dan di wajahnya ada cahaya keheningan, seakan-akan ia sudah disem buhkan oleh sakramen tadi.

Nyonya Bovary 447 Pendeta tidak lalai menarik perhatian orang atas hal itu. Ia m alahan m enerangkan kepada Bovary bahwa Tuhan kadang- kadang m em perpanjang kehidupan orang apabila dianggapnya baik untuk kesehatan m ereka. Dan Charles ingat suatu hari waktu Emma seperti sekarang hampir mati dan telah menerima komuni. Boleh jadi tidak perlu putus asa dulu, pikirnya. Dan m em ang, Em m a m em andang sekelilingnya, dengan lam ban, seperti orang yang baru terjaga dari m im pi. Lalu dengan suara jelas ia m inta cerm innya. Lalu beberapa lam a ia m erunduk di atasnya sam pai saat tetesan besar-besar m enitik dari m atanya. Kem udian ia m en en gadah sam bil m em buan g n apas, dan tergeletak kembali ke atas bantal. Segera dadanya m ulai terengah cepat. Seluruh lidahnya m enjulur ke luar dari m ulutnya. Matanya m endelik-delik, m em ucat seperti dua bola lam pu yang m enjadi padam sehingga bisa saja dia dikira sudah m ati seandainya kedua lam bungnya tidak naik turun dengan kecepatan yang m engerikan, terguncang-guncang oleh napas yang sedang m engam uk, seakan-akan jiwanya m elonjak- lonjak hendak melepaskan diri. Félicité berlutut di depan salib. Dan apoteker pun m enekukkan kaki sedikit, sedang Tuan Canivet m em andang sayup ke atas lapangan besar. Bournisien sudah berdoa lagi. Wajahnya yang m enunduk bertopang pada pinggir ranjang, dan jubahnya yang hitam panjang di belakangnya m enyapu lantai. Charles di sisi lainnya sedang bertelut, dengan kedua tangannya m enjulur ke arah Em m a. Dipegangnya kedua tangan istrinya, lalu ditekannya kuat-kuat, sam bil gem etar pada setiap debar jantung Em m a, seperti pada gem a reruntuhan yang roboh. Semakin keras erang Emma, semakin cepat doa rohaniwan. Doa-doanya berbaur dengan sedu Bovary yang tersekap. Dan ada kalanya sem ua itu seakan-akan tertelan dengan gum am sayu kata-kata Latin yang bunyinya seperti dentang lonceng kem atian.

448 Gustave Flaubert Sekonyong-konyong terdengar di kaki lim a bunyi sepatu kayu besar, diiringi geseran-geseran tongkat. Maka terdengarlah suara, suara parau, yang m enyanyi: “Sering kehangatan hari cerah Mem baw a upik m elam unkan cinta.” Em m a m enegakkan badan seperti m ayat yang diberi aliran listrik, dengan rambut tergerai, biji mata nanar membelalak. “Untuk m em ungut dengan tekun Butir-butir yang dipotong sabit Nanette-ku m elangkah m enunduk Ke alur y ang suka m em beri.” “Si buta!” seru Em m a. Lalu pecah ketawanya, tawa seram , gila, tanpa asa, karena rasanya ia m elihat m uka seram si m alang yang m uncul di dalam kerem angan abadi seperti hantu yang m engerikan. “Hari itu keras em busanny a, Maka terangkat gaun pendekny a!” Kejang gagau m engem paskannya kem bali ke atas tilam nya. Semua orang mendekat. Emma sudah tiada.

Bab IX SESUDAH ORANG m eninggal, selalu ada sem acam suasana kem anguan, begitu susahnya orang m em aham i datangnya ketiadaan yang secara mendadak itu dan menerimanya dengan tawakal. Meskipun demikian waktu Charles menyadari Emma tidak bergerak lagi, ia menubruk istrinya sambil menjerit. “Adieu! Adieu!” Hom ais dan Canivet m enyeretnya ke luar kam ar. “Tenanglah sedikit!” “Baik,” katanya sam bil m eronta-ronta, “saya akan m enurut, saya tidak akan berbuat apa-apa, Tetapi biarkan saya! Saya m au m elihat dia! Dia istri saya!” Ia menangis. “Menangislah,” kata apoteker, “m enyerahlah kepada alam . Anda akan m erasa lega.”

450 Gustave Flaubert Charles yan g sekaran g lebih lem ah dari an ak kecil, m em biarkan dirinya dituntun ke bawah, ke ruang tam u. Dan tak lama kemudian Tuan Homais pun pulanglah. Di lapangan, ia ditegur oleh si buta yang dengan susah payah sudah jalan sam pai ke Yonville dengan harapan akan m endapatkan salep pencegah radang, sam bil m enanyai setiap orang yang lewat di m ana rum ah apoteker. “Aduh! Itu lagi! Apa saya tidak ada pekerjaan lain? Ah, apa boleh buat, datanglah lagi nanti!” Lalu ia bergegas m asuk toko obatnya. Ia menulis dua pucuk surat, membuat obat penenang untuk Bovary, m encari kebohongan yang dapat m enutupi peristiwa m inum racun itu, dan m em asukkannya sebagai sebuah artikel ke surat kabar Fanal. Belum lagi orang-orang yang m enantikannya untuk m inta berita itu. Maka setelah penduduk Yonville sem uanya m endengar berita tentang warangan yang dikira Nyonya Bovary gula waktu ia m em buat krim vanili, Hom ais sekali lagi pergi ke rum ah Bovary. Ia m endapati Bovary seorang diri (Tuan Canivet baru saja pergi) duduk di kursi besar dekat jendela sambil menatapi ubin- ubin kamar dengan pandangan tumpul. “Sekarang,” kata apoteker, “Anda harus m enetapkan sendiri jam upacaranya.” “Mengapa? Upacara apa?” Lalu dengan suara tergagap-gagap dan ketakutan, “Tidak, tidak usah, bukan? Tidak usah. Saya m au dia bersam a saya terus.” Supaya tidak canggung sikapnya, Hom ais m engam bil kan dari rak untuk m enyiram i tanam an geranium . “Ah, terim a kasih,” kata Charles. “Anda baik sekali!”

Nyonya Bovary 451 Ia tidak bisa m enyelesaikan kata-katanya karena dadanya sesak dilanda kenang-kenangan yang ditim bulkan kem bali oleh perbuatan apoteker ini. Maka un tuk m en galihkan perhatian Charles, H om ais menganggap baik berbicara tentang ilmu perkebunan sedikit. Tanam an perlu kelem bapan. Charles m enunduk tanda setuju. “Lagi pula, hari-hari cerah sebentar lagi akan tiba.” “Ah!” seru Bovary. Apoteker yang sudah kehabisan akal, m ulai m enyibak pelan tirai-tirai kecil yang m enutupi jendela. “Lihat itu, Tuan Tuvache lewat.” Charles m engulangi seperti robot, “Tuan Tuvache lewat.” Homais tidak berani bicara lagi mengenai urusan penguburan. Yang berhasil m endesak Charles supaya m engam bil keputusan ialah rohaniwan. Charles m engurung diri di kantornya, m engam bil pena, lalu menulis setelah beberapa lama menangis: “Say a m au dia dikuburkan dalam pakaian pengantinny a, dengan sepatu putih, dengan karangan bunga di kepala. Ram butnya harus diatur terurai di bahunya. Tiga peti m ati, satu dari kay u chêne, satu dari m ahoni, satu dari tim ah. Jangan ada yang berkata apa-apa kepada saya. Saya akan tahan. Seluruhny a itu harus ditutup dengan sehelai kain besar dari beledu hijau. Ini kem auan say a. Kerjakanlah.” Tuan-tuan tadi terheran-heran membaca gagasan-gagasan Bovary yang rom antis itu. Maka segera si apoteker m endatanginya dan berkata, “Beludu itu m enurut pendapat saya sesuatu yang berlebihan. Lagi pula, ongkosnya....” “Apakah itu urusan Anda?” seru Charles. “Tinggalkan saya! Anda tidak pernah m encintainya! Pergi!”

452 Gustave Flaubert Rohaniwan m enggandengnya untuk m engajaknya berjalan- jalan di pekarangan. Ia m em beri wejangan tentang sia-sianya hal- hal duniawi. Tuhan Mahabesar, Mahabaik. Orang harus tunduk pada aturan-aturan-Nya tanpa gerutu, m alahan harus bersyukur ke p a d a - N ya . Charles m eledak m enghujat, “Saya benci pada Tuhan Anda!” “An da m asih diliputi sem an gat m em beron tak,” keluh rohaniwan itu. Bovary sudah jauh. Ia berjalan dengan langkah-langkah besar sepanjang tembok di dekat lanjaran. Dan ia menggertakkan gigi, m atanya m em andang ke langit penuh kutukan. Tapi tak setangkai daun pun tergerak karenanya. Hujan turun rintik-rintik. Charles yang dadanya telanjang, akhirnya m enggigil. Ia m asuk ke rum ah, lalu duduk di dapur. Pada pukul enam bunyi seperti gesekan besi terdengar di lapangan um um , kereta Hirondelle yang datang. Dan Charles tetap tinggal dengan dahi melekat pada kaca jendela untuk melihat para penumpang turun satu per satu. Félicité membentangkan kasur di ruang tam u untuknya. Charles m engem paskan diri ke kasur itu, lalu tertidur. Meskipun Tuan Homais senang berilsafat, ia menghormati yang m ati. Maka tanpa m enaruh dendam terhadap Charles yang m alang itu, ia datang lagi sorenya untuk berjaga di sam ping m ayat m alam itu. Ia m em bawa buku tiga jilid, dan sebuah m ap, untuk membuat catatan. Tuan Bournisien sudah ada. Dan dua lilin besar m enyala di sam ping tem pat tidur yang sudah dikeluarkan dari ceruknya di d in d in g. Apoteker yang m erasa terim pit oleh kebisuan suasana, segera m erum uskan beberapa keluhan sedih m engenai “wanita m uda yang m alang” itu. Lalu pendeta itu m enjawab bahwa sekarang hanya tinggal berdoa untuknya.

Nyonya Bovary 453 “Akan tetapi,” kata Hom ais lagi, “ada dua kem ungkinan; ia m ati dalam keadaan rahmat (seperti dikatakan Gereja), dan dalam hal itu ia tidak memerlukan doa kita; atau ia meninggal dunia tanpa bertobat (itulah, saya kira, ungkapan keagam aan), dan dalam hal itu....” Bournisien m enyela dia dengan jawaban bernada m erengus bahwa bagaimanapun mereka tetap harus berdoa. “Tetapi,” san ggah apoteker, “m en gin gat bahwa Tuhan m engetahui segala keperluan kita, apa gunanya doa?” “Apa!” kata rohaniwan. “Doa! Apakah Anda bukan orang Kr ist en ?” “Maafkan,” kata Hom ais. “Saya m engagum i kekristenan. Pertam a, olehnya kaum budak telah dibebaskan, suatu aturan kesusilaan sudah diperkenalkan di dunia....” “Bukan itu soalnya! Di dalam naskah m ana pun....” “Lah, lah! Kalau m engenai naskah, buka saja sejarah. Orang tahu bahwa naskah-naskah itu telah dipalsukan kaum Yesuit.” Charles m asuk, m elangkah m endekati tem pat tidur, lalu pelan- pelan m enyingkapkan kelam bu. Kepala Em m a terkulai ke bahu kanan. Sudut m ulutnya yang terbuka, m enjadi seperti lubang hitam di bagian bawah wajahnya. Kedua ibu jarinya m elipat ke dalam telapak tangannya. Sem acam debu putih tertebar di bulu m ata. Dan kedua m atanya m ulai hilang dalam kepucatan kental yang kelihatannya seperti jaringan halus, seakan-akan ada laba-laba yang m em buat sarang di atasnya. Kain selim utnya legok m ulai dari buah dadanya sam pai ke lututnya, lalu naik pada ujung jari kakinya. Dan m enurut perasaan Charles, Em m a seakan-akan tertindih oleh bongkah-bongkah yang tak ada habisnya, di bawah beban yang bukan m ain beratnya. J am gereja berdentang dua kali. Desau sungai yang m engalir terdengar dalam kegelapan di kaki teras. Tuan Bournisien sekali-

454 Gustave Flaubert sekali dengan keras m em buang ingus di saputangannya. Dan pena Homais menggerit di atas kertas. “Mari, tem anku yang baik,” katanya, “Anda pergi saja dari sini. Penglihatan ini m enyayat hati Anda.” Setelah Charles pergi, apoteker dan pastor m ulai berbantah lagi. “Bacalah Voltaire!” kata yang satu, “baca d’Holbach, baca en siklop ed ia !” “Bacalah Surat-surat dari Beberapa Orang Yahudi Portugis!” kata yang lain. “Baca Penalaran Kristianism e, karangan Nocalas, bekas pem besar pengadilan!” Mereka terbakar, mereka merah, mereka bicara bersama- sam a tanpa m endengarkan yang lain. Bournisien tersinggung mendengar keberanian semacam itu. Homais terheran-heran mengetahui kebodohan demikian. Dan mereka tidak lama lagi pasti akan saling m encaci m aki, kalau Charles tidak tiba-tiba muncul lagi. Ia tertarik oleh suatu pesona. Setiap kali ia kembali lagi naik tangga. Ia m engam bil tem pat yang m enghadap ke Em m a supaya dapat m elihatnya lebih jelas. Dan ia tenggelam dalam renungan itu yang tidak lagi m enyakitkan karena am at m endalam . Ia ingat akan cerita-cerita katalepsi, akan keajaiban- keajaiban m agnetism e. Dan dalam batinnya ia berkata, asal saja ia m enghendakinya dengan am at sangat, barangkali dapat ia membangkitkan Emma kembali. Sekali memang ia m em bungkukkan badannya ke arah Em m a, dan jeritnya dengan perlahan sekali, “Em m a! Em m a!” Napasnya yang m engem bus keras menggetarkan api lilin-lilin di dekat tembok. Men jelan g subuh, Ibu Bovary datan g. Ketika Charles m em eluknya, ia kem bali m encucurkan air m ata. Seperti tadinya juga sudah dicoba oleh apoteker, Ibu Bovary m encoba m enegurnya m engenai biaya penguburan. Charles begitu m arahnya hingga Ibu

Nyonya Bovary 455 Bovary terdiam . Malahan Charles m enyuruh dia pergi ke kota seketika itu juga untuk m em beli apa yang diperlukan. Charles tinggal seorang diri sepanjang siang itu. Berthe telah dibawa ke rum ah Nyonya Hom ais. Félicité tinggal di atas, di kam ar tidur, bersam a Nyonya Lefrançois. Sorenya Charles m enerim a tam u. Ia bangkit m enyalam i orang tanpa dapat bicara. Lalu m ereka m encari tem pat dekat tam u lainnya, sehingga di depan perapian terbentuk setengah lingkaran besar. Dengan wajah menunduk dan kaki disilangkan, mereka menjuntai-juntaikan kaki dan sebentar-sebentar menghela napas dalam. Dan setiap orang bosan bukan alang kepalang. Namun tak seorang pun yang m au pergi dari situ paling dahulu. Waktu Homais datang kembali pada pukul sembilan (sejak dua hari itu, dia m elulu yang kelihatan di lapangan um um ), bawaannya diberati oleh persediaan kapur barus, m enyan, dan daun-daun wangi. Ada pula sebejana penuh klor untuk m enghalau gas-gas racun. Pada saat itu si pelayan, Nyonya Lefrançois dan Ibu Bovary m on dar-m an dir di sekelilin g Em m a un tuk m enyelesaikan pekerjaan m ereka supaya Em m a berpakaian. Lalu m ereka m enurunkan kain selubung yang kaku panjang yang m enutupinya sam pai ke sepatu satinnya. Félicité tersedan, “Aduh! Nyonyaku yang m alang. Nyonyaku yang m alang!” “Tatap dia,” kata pem ilik penginapan sam bil m enghela napas, “m asih m anis sekali! Orang sam pai m au bersum pah bahwa dia akan bangun sebentar lagi!” Lalu m ereka m erunduk untuk m em asang karangan bunganya. Kepalanya harus diangkat sedikit. Dan pada saat itu cairan hitam m engalir ke luar dari m ulutnya, seperti m untah. “Ya Tuhan! Gaunnya, awas!” teriak Nyonya Lefrançois. “Ayo, tolong kam i!” katanya kepada apoteker. “Mungkin Anda takut, ya?”

456 Gustave Flaubert “Saya, takut?” tukas Hom ais sam bil m engangkat bahunya. “Masa? Kan, sudah saya lihat yang seperti itu dahulu di rum ah sakit, waktu belajar ilm u obat-obatan? Kam i biasa m em buat m inum an punch di amiteater kamar bedah mayat! Ketiadaan itu tidak menakutkan bagi seorang ahli ilsafat. Malahan sudah sering saya katakan, saya berm aksud m ewariskan badan saya kepada rum ah-rum ah sakit supaya dapat berguna kelak kepada Ilmu Pengetahuan.” Waktu datang, pastor bertanya bagaim ana keadaan Tuan. Dan setelah mendengar jawaban apoteker, ia berkata lagi, “Pukulan itu, Anda tahu, m asih baru sekali.” Lalu Hom ais m em beri selam at kepada pendeta karena tidak akan terancam kemungkinan bakal kehilangan teman hidup yang dicintai seperti orang lain. Maka tercetuslah perdebatan mengenai selibat kaum pendeta. “Sebab,” kata apoteker, “tidaklah wajar laki-laki tidak kenal perempuan! Pernah kita dengar tentang kejahatan-kejahatan....” “Tapi dengarkan!” seru rohaniwan itu. “Bagaim ana Anda m au seseorang yang sudah terjerat dalam perkawinan, bakal dapat m enyim pan, um pam anya, rahasia pengakuan?” Hom ais m enyerang pengakuan itu. Bournisien m em belanya. Dengan panjang lebar ia m em bicarakan pem ulihan jiwa yang telah terjadi oleh karenanya. Ia m enyebut berbagai anekdot m engenai pencuri-pencuri yang m endadak sontak m enjadi jujur. Ada anggota-anggota tentara yang waktu m endekati tem pat pengakuan dosa, m erasakan betapa m atanya terbuka jadinya. Di Fribourg ada seorang pendeta.... Tem an bicaranya sudah tertidur. Lalu, karena ia m erasa agak sesak dalam udara kam ar yang terlalu berat itu, ia m em buka jendela. Dan terbangunlah si apoteker. “Mari, isaplah secekak tem bakau,” katanya. “Isaplah, biar kepala menjadi terang.”

Nyonya Bovary 457 Salak anjing terus m enerus sayup-sayup kedengaran di kejauhan, entah di mana. “Anda dengar ada anjing m elolong?” kata apoteker. “Kata orang, m ereka m encium bau m ayat,” jawab rohaniwan. “Seperti lebah saja. Lebah terbang m eninggalkan sarangnya apabila ada orang meninggal dunia.” Homais tidak menegur prasangka-prasangka itu, karena sudah tertidur lagi. Tuan Bournisien, yang lebih kokoh badannya, m asih beberapa lam a kom at-kam it pelan-pelan sekali. Lalu tanpa terasa dagunya m enurun, bukunya yang hitam tebal terlepas dari tangannya, dan mendengkurlah ia. Mereka berhadapan muka, dengan perut buncit, wajah sem bab, m uka cem berut. Sesudah sekian banyak perselisihan m ereka akhirnya bertem u juga dalam kelem ahan m anusiawi yang sam a. Dan m ereka sam a tanpa gerak seperti m ayat di sebelah m ereka yang kelihatannya seakan-akan terlena. Waktu m asuk, Charles tidak m em bangunkan m ereka. Ini terakhir kalinya. Ia datang hendak berpam itan. Daun-daun wangi masih berasap, dan ulakan asap kebiru- biruan berbaur di tepi jendela dengan kabut yang m asuk. Ada beberapa bintang, dan m alam itu lem but. Lelehan lilin-lilin jatuh bertetes-tetes ke atas kain-kain tem pat tidur. Charles m enatap nyalanya, m atanya m enjadi capai kena pancaran apinya yang kuning. Kilau warna-warni berm ain-m ain bergetar di atas gaun satinnya yang seputih bulan purnam a. Em m a m enghilang di bawahnya. Dan Charles m erasakan seakan-akan Em m a m eluap ke luar dari dirinya, dan hanyut m em baur dengan segala sesuatu di sekeliling benda-benda, dengan keheningan, malam, angin yang lalu, bau lem bap yang m eruap-ruap.

458 Gustave Flaubert Lalu tiba-tiba Charles m elihatnya di halam an di Tostes, di atas bangku, dekat pagar tanaman berduri, atau di kota Rouen, di jalan-jalannya, di am bang pintu rum ah m ereka, di pekarangan dalam Bertaux. Ia m asih m endengar tawa anak-anak m uda yang bergem bira ria dan yang berdansa di bawah pohon-pohon apel. Kam ar tidur penuh dengan wangi ram but Em m a, dan gaunnya m erisik dalam pelukannya dengan bunyi percik-percik. Gaun itu yang sekarang ini juga! Demikianlah lama ia terkenang akan semua kebahagiaan yang sudah tiada, tingkah lakunya, gerak-geriknya, warna suaranya. Sesudah putus asa yang satu, tim bul yang lain, dan terus m enerus tak sudah sudahnya, bagaikan alun-alun air pasang yang m elim pah m eluap. Tim bullah keinginan yang dahsyat. Perlahan-lahan, dengan ujung-ujung jarinya, dengan gem etar, ia m engangkat kain selubung. Tetapi teriak ngeri terloncat dari bibirnya dan kedua orang lainnya terbangun. Mereka m em bawanya dengan paksa ke bawah, ke ruang makan. Lalu Félicité datang m enyam paikan bahwa Charles m inta ram butnya. “Potonglah sedikit!” jawab apoteker. Dan karena Félicité tidak berani, Homais sendiri maju dengan gunting di tangan. Gem etarnya begitu kuat hingga ia m enusuk kulit di pelipis di beberapa tem pat. Akhirnya ia m enguatkan jiwanya m elawan perasaannya, dan ia m enggunting dua-tiga kali di mana saja dengan guntingan besar-besar, sehingga terjadi pitak-pitak putih dalam kelebatan ram butnya yang hitam itu. Apoteker dan pendeta kem bali diasyikkan kesibukan m ereka, tidak tanpa tertidur sekali-sekali, suatu hal yang saling m ereka tuduhkan pada setiap kali m ereka terbangun lagi. Lalu Tuan Bournisien m em erciki kam ar itu dengan air suci dan Hom ais m enyebarkan sedikit klor di lantai.

Nyonya Bovary 459 Félicité tadi ingat supaya bagi m ereka tersedia sebotol brendi, keju, dan roti brioche di atas lemari rendah. Maka karena sudah tidak tahan lagi apoteker mengeluh menjelang pukul empat pagi. “Aduh, saya akan lega kalau bisa m akan!” Rohaniwan itu tidak perlu dibujuk-bujuk. Ia keluar untuk m erayakan m isa, lalu kem bali. Maka m ereka m akan dan m inum saling bersentuhan gelas, sambil cengar-cengir sedikit, tidak tahu m engapa, tapi terdorong oleh kegem biraan sam ar yang m eliputi orang sesudah sidang-sidang penuh kesedihan. Dan pada seloki yang penghabisan, pendeta berkata kepada apoteker sam bil m enepuk bahunya, “Bisa-bisa akhirnya kita rukun juga!” Di bawah, di vestibula, m ereka berjum pa dengan tukang- tukang yang baru datang. Lalu selam a dua jam , Charles terpaksa m enanggung azab m endengar suara pukulan palu yang bergem a di atas papan-papan. Lalu Em m a dibawa ke bawah di dalam peti m ati dari kayu chêne, yang kem udian dim asukkan ke dalam kedua peti lainnya. Tetapi karena kerandanya terlalu lebar, sela- selanya terpaksa diganjal dengan wol dari sebuah kasur. Akhirnya setelah ketiga tutup peti mati diserut, dipaku, disolder, semua itu dipajangkan di depan pintu. Pintu rumah dibuka lebar-lebar, dan penduduk Yonville m ulai berdatangan. Tuan Rouault tiba pula. Ia jatuh pingsan di lapangan umum waktu m elihat kain perkabungan yang hitam itu.

Bab X TUAN ROUAULT baru tiga puluh enam jam sesudah peristiwanya menerima surat dari apoteker. Dan untuk menenggang perasaannya, Tuan Homais telah menyusun surat itu sedemikian rupa hingga mustahil diketahui apa yang hendak dikatakannya seb en a r n ya . Tuan yang baik itu jatuh seakan-akan diserang penyakit pitam . Lalu yang dipaham inya dari surat itu ialah bahwa Em m a tidak m ati. Tetapi m ungkin saja ia sudah m ati.... Akhirnya, ia m engenakan kem ejanya, m eraih topinya, m em asang sanggurdi pada sepatunya, lalu berangkat tunggang-langgang. Dan sepanjang jalan Tuan Rouault terengah-engah dimakan cemas. Satu kali ia sam pai terpaksa turun dari kudanya. Ia tidak m elihat apa-apa lagi, ia m endengar suara-suara di sekelilingnya, m enurut perasaannya ia m enjadi gila. Fajar m enyingsing. Nam pak di depan m atanya tiga ekor ayam hitam yang tidur di atas pohon. Ia m enggigil, ketakutan

Nyonya Bovary 461 gara-gara alam at itu. Lalu ia m enjanjikan kepada Sang Perawan akan memberi tiga puluh jubah imam untuk gereja, dan akan jalan dengan kaki tak beralas m ulai dari kuburan Bertaux sam pai ke kapel Vassonville. Ia masuk kota Maromme sambil memanggil-manggil orang penginapan, m endobrak pintu dengan gebrakan bahunya, m enyergap kantong berisi bulgur, m enuangkan ke dalam tem pat m akan kuda sebotol anggur apel m anis, dan m enaiki kudanya lagi yang dilarikannya sam pai keem pat tapal kuda m em ercikkan api. Dalam hatinya ia berkata bahwa Em m a pasti akan tertolong. Para dokter akan m enem ukan obatnya, ia sudah pasti. Ia ingat sem ua pennyem buhan ajaib yang pernah diceritakan padanya. Lalu Em m a tam pil di ruang m atanya sudah m ati. Ia di depannya, terlentang di tengah-tengah jalan. Tuan Rouault m enarik tali kekangnya, m aka hilanglah khayalan itu. Di Quincam poix, untuk m em besarkan hatinya, ia m inum kopi tiga cangkir berturut-turut. Ia berpikir, orang keliru waktu m enulis nam anya. Ia m encari surat itu di sakunya, ia m erasa suratnya ada, tapi tak berani m em bukanya. Sampai-sampai ia mendapat pikiran bahwa boleh jadi ada yang m au berkelakar, yang m au balas dendam , yang pikirannya begitu saja tim bul waktu sedang m inum -m inum . Lalu seandainya ia m ati, orang pasti m engetahuinya! Padahal perladangan itu tak ada yang luar biasa; langit biru, pohon-pohon berayun-ayun, sekawanan biri-biri lewat. Nam pak padanya kota kecil itu. Orang m elihat kedatangannya terbungkuk rendah di atas leher kudanya yang dideranya keras dan yang tali-talinya bertetesan darah. Ketika ia sium an kem bali, ia jatuh ke dalam pelukan Bovary dengan tangisnya. “Gadisku! Em m a! Anakku! Ceritakan padaku...?” Dan yang lain m enjawab dengan sedan.

462 Gustave Flaubert “Saya tidak tahu, saya tidak tahu! Seperti kutukan saja!” Apoteker m em isahkan m ereka. “Tidak perlu keterangan-keterangan yang m engerikan itu. Saya akan m enceritakannya kepada Tuan nanti. Lihat, tam u sudah berdatangan. Ayo, Anda harus tahan gengsi! Anda harus bersikap seperti ilsuf!” Bovary yang m alang m au kelihatan kuat, dan beberapa kali ia m engulangi, “Ya... kita harus tabah!” “Sudah tentu saya akan tabah!” seru Tuan Rouault. “Akan saya antar dia sam pai ke titik terakhir.” Lonceng berdentang. Segala sesuatu sudah siap. Mereka harus berangkat. Mereka berdua duduk berdekatan di tempat kor, melihat di depan m ereka ketiga penyanyi m azm ur terus saja bolak-balik sam bil m enyanyi. Suara dari alat tiup berbunyi lantang. Tuan Bournisien dengan pakaian kebesaran bernyanyi dengan suara tajam. Ia memberi normal pada tabernakel, mengangkat kedua tangannya, m engulurkannya. Lestiboudois berkeliling di dalam gereja dengan galahnya dari tulang insang. Di dekat m eja kor terletak keranda itu diapit em pat deretan lilin. Charles ingin berdiri dan memadamkan lilin-lilin itu. Tetapi ia berusaha juga m em bangkitkan sem angatnya untuk berkhusyuk, untuk m enyusun harapan akan kehidupan kelak apabila ia dapat m elihatnya kem bali. Ia m engkhayalkan Em m a pergi menempuh perjalanan jauh, jauh sekali, sejak lama sudah. Tetapi apabila ia memikirkan bahwa Emma ada di bawah sana, dan bahwa semua sudah berakhir, bahwa Emma akan dibawa ke dalam tanah, jiwa Charles m engam uk liar, pekat, putus asa. Kadang-kadang ia m enyangka sudah tidak m erasa apa-apa lagi. Maka ia m engecap perasaan surutnya penderitaan, m eskipun m enyesali diri sikapnya yang sialan itu.

Nyonya Bovary 463 Terdengarlah bunyi kering sebatang tongkat berujung besi yang m engentak ubin dengan teratur. Bunyi itu datang dari bagian belakang, dan berhenti tiba-tiba di lorong samping gereja. Seorang laki-laki dengan baju cokelat longgar berlutut dengan susah! Orang itu Hippolyte, kacung Singa Em as. Ia m em akai kaki b a r u n ya . Salah seorang penyanyi berkeliling untuk m inta derm a, dan satu demi satu mata uang jatuh berkerincing ke dalam pinggan perak. “Lekas sedikit! Saya ini m enderita!” seru Bovary dan dengan marah melemparkan mata uang lima franc. Pegawai gereja itu berterima kasih dengan membungkuk d a la m . Orang m enyanyi, orang berlutut, orang bangkit kem bali, tak sudah-sudahnya! Charles ingat suatu kali pada awalnya m ereka menghadiri misa, dan tempat mereka di seberang, di sebelah kanan, dekat tem bok. Lonceng berbunyi lagi. Kursi-kursi ribut berderit-derit. Tukang-tukang usung memasukkan ketiga palang mereka ke bawah keranda, lalu orang pada keluar gereja. Ketika itu J ustin m uncul di am bang pintu toko obat-obatan. Mendadak ia m asuk lagi, pucat, terhuyung-huyung. Orang-orang berdiri di jendela-jendela untuk melihat iring- iringan lewat. Charles di depan m elentikkan punggung. Ia berlagak kuat dan m em beri tanda salam kepada m ereka yang m uncul dari lorong-lorong kecil atau di ambang pintu dan mengambil tempat dalam kerum unan orang banyak. Laki-laki yang enam orang itu, tiga orang sebelah-m enyebelah, berjalan dengan langkah pendek-pendek, agak terengah-engah m ereka. Para pendeta, penyanyi m azm ur dan dua anak kor m em baca De Profundis. Dan suara-suara m ereka m engalun ke atas perladangan, naik turun bergelom bang. Kadang-kadang

464 Gustave Flaubert mereka hilang di belokan jalan setapak, tetapi salib besar dari perak itu selalu menjulang tinggi di antara pepohonan. Kaum wanita m engikuti dengan berm antel hitam besar dan kudung diturunkan. Tangan m ereka m em egang lilin besar yang m enyala. Dan Charles m erasa dirinya m enjadi lem as m endengar ulangan doa dan melihat obor-obor itu terus menerus, mencium bau dari lilin dan dari baju im am yang m em ualkan. Angin m enyilir dingin, tanam an gandum dan kolza m enghijau, titik- titik embun bergetar di pinggir jalan di atas pagar-pagar tanaman berduri. Segala macam suara ria mengisi cakrawala; degar kereta yang m enggelinding di kejauhan di dalam jalur-jalur bekas roda, keruyuk jago yang berulang-ulang, atau derap anak kuda yang kelihatan m elarikan diri di bawah pohon-pohon apel. Langit yang jernih dibintiki awan-awan m erah m uda. Pucuk-pucuk kebiru-biruan m enutupi atap pondok-pondok dari ilalang yang penuh tum buhan kem bang iris. Charles waktu lewat, m engenali pekarangan-pekarangan itu. Ia ingat hari-hari pagi seperti pagi ini, waktu setelah kunjungannya kepada beberapa orang sakit, ia keluar pekarangan-pekarangan itu, lalu pulang kembali ke Emma. Kain hitam yan g ditebari hiasan tetesan putih-putih, seakan-akan terangkat angin dan memperlihatkan keranda. Para pengusung kecapaian, melambatkan langkah mereka, dan keranda itu maju dengan tersendat-sendat terus menerus, seperti sekoci yang terjungkit-jungkit oleh setiap alun. Mereka sampai. Yang laki-laki terus jalan sam pai ke bawah, sam pai suatu tem pat dalam ham paran rum put yang sudah berlubang lahat. Mereka m engam bil tem pat di sekelilingnya. Dan sem entara pendeta berbicara, tanah m erah yang dionggokkan di pinggiran m engalir dari pojok-pojoknya, tak bersuara, terus m enerus. Lalu, setelah keem pat tam bang diatur, keranda didorong ke atasnya. Charles m elihat keranda itu turun. Turun terus.

Nyonya Bovary 465 Pada akhirnya terdengar benturan. Tali-tali tam bang berderik naik kem bali. Maka Bournisien m enyam but sekop yang diulurkan Lestiboudois kepadanya. Sem entara tangan kanannya m em ercikkan air suci, tangan yang kiri dengan kuat m endorong tanah dengan sekopnya. Maka kayu peti m ati yang kena benturan batu-batu, berbunyi dengan dahsyat yang sam pai di telinga seakan-akan gema dari alam baka. Rohaniwan itu m enyerahkan perecik kepada orang yang sebelahnya. Orang itu Tuan Hom ais, yang m engguncangkannya dengan khidm at, lalu m engulurkannya kepada Charles. Tapi Charles bertelut sam pai lututnya terbenam ke dalam tanah, dan bergenggam -genggam tanah dilem parkannya ke bawah sam bil m enjerit, “Adieu! Selam at tinggal!” Ia m elayangkan cium an- cium an kepadanya. Ia m engingsut ke lubang kuburan untuk m em benam kan dirinya bersam a Em m a. Ia dibawa pergi. Dan segera ia tenang kembali, barangkali karena seperti yang lain-lain, ia m erasakan kepuasan lam at-lam at karena akhirnya sudah selesai. Tuan Rouault, pada perjalanan pulang, dengan tenang m enyalakan pipanya yang oleh H om ais di dalam batinnya dianggapnya tidak pantas. Ia m elihat pula bahwa Tuan Binet tadi tidak m uncul, bahwa Tuvache “diam -diam m enghilang” sesudah m isa, dan bahwa Théodore, pelayan notaris, m em akai setelan biru, “Seakan-akan tidak bisa m encari pakaian hitam , kan, m em ang sudah adatnya!” Maka untuk m enyam paikan hasil pengam atannya, ia pindah dari satu rom bongan ke rom bongan lain. Mereka sem ua m enyesal akan kem atian Em m a, terutam a Lheureux yang ada hadir pada pem akam an. “Kasihan, nyonya m anis itu! Alangkah besar penderitaan suam inya!” Apoteker itu berkata, “Kalau saya tidak ada, Anda tahu, dia pasti sudah m encoba m encelakakan dirinya!”

466 Gustave Flaubert “Orangnya baik benar! Coba, saya katakan, saya m asih bertem u dengan dia Sabtu yang lalu di toko saya!” “Saya tidak sem pat,” kata Hom ais, “m em persiapkan sepatah dua patah kata yang dapat saya lancarkan di atas kuburannya.” Waktu pulang, Charles berganti pakaian, dan Tuan Rouault m em akai kem eja birunya lagi. Kem eja itu baru, dan karena dalam perjalanan tadi ia sering m enyeka m atanya dengan lengan-lengan bajunya, m ukanya kelunturan warnanya. Dan bekas tangisnya m eninggalkan garis-garis pada lapisan debu yang m elengket pada ku lit n ya . Ibu Bovary ada bersam a m ereka. Ketiga-tiganya berdiam diri. Pada akhirnya si bapak berkata, “Masih ingatkah, kawanku, saya pernah datang ke Tostes, waktu Anda baru saja kehilangan istri untuk pertam a kalinya? Saya hibur Anda tem po hari! Saya bisa m enem ukan kata-katanya. Tetapi sekarang ini....” Lalu dengan keluh panjang yang m engem bangkan seluruh d a d a n ya . “Ah, buat saya, ini akhirnya, tahu! Saya sudah m elihat istri saya pergi... lalu anak saya yang laki-laki... dan sekarang ini anak perem puan saya!” Ia langsung m au pulang ke Les Bertaux. Katanya ia tidak bisa tidur di dalam rum ah ini. Cucunya pun tidak m au ia m enengoknya. “Ah, tidak! Nanti terlalu berat duka hati saya! Tapi peluk dan cium lah dia untuk saya! Selam at tinggal! Anda anak baik! Lagi pula saya tidak pernah akan lupa ini,” katanya sam bil m enepuk- nepuk pahanya. “J angan khawatir! Anda tetap akan m enerim a kalkun Anda.” Tetapi setibanya di puncak lereng, ia m em balikkan badan, seperti dahulu ia m em balikkan badan di jalan ke Saint-Victor, waktu ia berpisah dengan anak perem puannya. J endela kota kecil itu terbakar semua tertimpa miring oleh sinar-sinar matahari

Nyonya Bovary 467 yang sedang m em benam ke dalam padang rum put. Ia m enudungi m atanya dengan tangan. Maka nam pak padanya di cakrawala sebuah pekarangan bertem bok dengan pohon-pohon yang di sana sini m enggerom bol hitam di antara batu-batu putih. Lalu ia m eneruskan perjalanannya dengan derap kecil, karena kudanya p in ca n g. Charles dan ibunya, m eskipun sudah capai, m alam itu sam pai larut berbincang-bincang berduaan. Mereka bicara tentang waktu dulu dan tentang m asa depan. Ibu Bovary akan pindah ke Yonville, ia akan m engurus rum ah tangga Charles, m ereka tidak akan berpisah lagi. Si ibu pintar dan lem but, dalam hatinya ia sudah senang bisa m erebut kem bali rasa kasih sayang yang sudah bertahun-tahun lam anya luput dari tangannya. Lonceng berbunyi tengah m alam . Kota kecil itu seperti lazim nya lengang. Dan Charles yang tidak tidur-tidur, m asih m em ikirkan dia. Rodolphe yang sehari suntuk iseng m enjelajahi hutan, terlena di purinya. Dan Léon nun di sana, tidur pula. Ada orang yang selarut itu tidak tidur. Di atas parit, di tengah-tengah pohon cemara, ada anak m uda yang berlutut m encucurkan tangisnya. Dan dadanya yang remuk diamuk sedu, terengah-engah di dalam remang, tertindih penyesalan yang m ahabesar, lebih lem but daripada rem bulan dan lebih tak terduga daripada malam. Pagar besi tiba-tiba menderit. Lestiboudois m asuk. Ia hendak m engam bil sekopnya yang tadi tertinggal di situ. Ia m engenali J ustin yang m em anjat tem bok. Maka tahulah ia sekarang siapa penjahat yang suka m engam bil ken t a n gn ya .

Bab XI ESOK HARINYA Charles menyuruh jemput si kecil. Gadis kecil itu menanyakan ibunya. Ia mendapat jawaban bahwa ibunya sedang pergi, nanti akan pulang dengan mainan untuk dia.... Beberapa kali Berthe masih membicarakannya. Lalu lama-kelamaan tidak dipikirkannya lagi. Keriangan anak itu menyayat hati Bovary, dan ia juga tidak luput dari segala hiburan si apoteker yang terlalu m en yiksa n ya . Perkara uang segera dim ulai lagi, karena Tuan Lheureux telah m endesak-desak tem annya Vinçart lagi, dan Charles m engikat diri m enjanjikan jum lah-jum lah uang yang m elangit. Karena tak pernah ia m au m engizinkan penjualan perabot satu pun juga yang dahulu m enjadi m ilik Em m a. Ibunya sam pai jengkel sekali. Charles m enjadi lebih m arah dari ibunya. Charles sudah berubah sam a sekali. Ibu Bovary m eninggalkan rum ahnya. Lalu sem ua orang m ulai m enarik keuntungan. Nona Lem pereur m enagih bayaran enam bulan pelajaran, padahal

Nyonya Bovary 469 Em m a belum pernah datang (m eskipun ada rekening yang sudah terbayar yang pernah diperlihatkannya kepada Bovary); itu perjanjian antara kedua wanita itu. Langganan buku m enuntut tiga tahun uang langganan. Ibu Rollet menagih uang untuk m em bayar pengirim an surat dua puluhan biji, dan ketika Charles minta keterangan lebih lanjut, ia masih ada tenggang rasa ketika m enjawab, “Ah, saya tidak tahu apa-apa. Untuk urusannya.” Tiap kali m elunasi suatu utang, Charles m engira itu yang penghabisan. Tetapi ada yang lain lagi, selalu. Ia m enagih utang pasien-pasiennya yang belum terbayar. Surat-surat diperlihatkan kepadanya yang dahulu dikirim istrinya. Lalu ia terpaksa m inta m aaf. Félicité-lah yang sekarang m engenakan gaun-gaun Nyonya. Tidak sem uanya, karena ada beberapa yang disim pan Charles dan yang ditontonnya di dalam kam ar rias Em m a, tem pat ia m engurung dirinya. Félicité kira-kira setinggi Em m a. Sering kali kalau Charles m elihatnya dari belakang, dikiranya ia m elihat yang bukan-bukan, lalu ia berseru, “J angan pergi! J angan pergi!” Tetapi waktu tiba Pantekosta, Félicité pindah dari Yonville dibawa Théodore, dan seluruh perlengkapan pakaian Nyonya d icu r in ya . Menjelang waktu itulah Nyonya J anda Dupuis m endapat kehorm atan m em beritahukan kepada Charles tentang “pernikahan Tuan Léon Dupuis, anaknya, notaris di Yvetot, dengan Nona Léocadie Leboeuf, dari Bondeville”. Bersam a ucapan selam at yang dikirim nya, Charles m enulis kalim at ini: “Istri saya yang m alang pasti senang sekali!” Pada suatu hari waktu ia mondar-mandir di dalam rum ah tanpa tujuan, ia naik ke loteng. Di bawah sandalnya dirasakannya segum pal kertas tipis. Kertas itu dibukanya, lalu ia m em baca, “Tabahkan hatim u, tabahkan hatim u! Saya tidak m au m enyebabkan hidupm u celaka.” Surat itu surat Rodolphe yang

470 Gustave Flaubert terjatuh di lantai di antara peti-peti, dari dulu tetap di situ, dan baru saja terdorong oleh angin dari jendela ke arah pintu. Charles terpaku dan terlongong di tempat Emma dahulu lebih pucat dari dia, dengan putus asa ingin m ati. Akhirnya Charles m elihat huruf R kecil di bawah halam an kedua. Apa artinya? Ia ingat keopenan Rodolphe terhadap istrinya, m enghilangnya secara tiba-tiba, dan m uka Rodolphe yang kaku setiap kali ia bertem u dengan Charles sesudah itu, dua-tiga kali. Tetapi nada surat yang penuh horm at itu m engelirukan pandangannya. Mereka barangkali saling m encintai dari jauh, batinnya. Lagi pula Charles bukan term asuk bilangan orang yang m enyelam i suatu hal sam pai ke dasarnya. Ia surut m enghadapi bukti-bukti, dan rasa cem burunya yang tak m enentu hilang dalam kesedihannya yang tanpa tepi. Em m a dulu pasti m enjadi pujaan orang, pikir Charles. Sem ua laki-laki tak ayal lagi pernah m enginginkannya. Maka Em m a kelihatan lebih cantik di m atanya. Dan tim bullah keinginan dalam dirinya, tetap, sengit, yang m em bakar keputusasaannya dan yang tak kenal batas, karena sekarang tak kesam paian lagi. Untuk m enyenangkan hati Em m a seakan-akan ia m asih hidup, Charles m eniru yang dahulu disukai Em m a, yang dahulu m enjadi gagasannya. Ia m em beli sepatu bot yang dipernis, ia m engam bil kebiasaan m em akai dasi putih. Ia m engolesi kum isnya dengan alat kecantikan, seperti Emma ia membuat surat-surat utang. Em m a m erusak jiwa Charles dari balik kuburnya. Charles terpaksa m enjual barang peraknya satu per satu, lalu m enjual perabot yang ada di ruang tam u. Sem ua ruang rum ahnya m enjadi kosong. Tetapi kam ar tidurnya, kam ar tidur Em m a, tetap seperti sediakala. Sesudah m akan m alam Charles naik ke tem pat itu, ia m endorong m eja bundar ke depan api, lalu didekatkannya kursi Em m a. Ia sendiri duduk m enghadapinya. Sebuah lilin

Nyonya Bovary 471 m enyala dalam salah satu obor keem asan. Berthe, di dekatnya mewarnai gambar. Betapa deritanya laki-laki m alang itu, kalau m elihat anaknya dalam pakaian yang kurang rapi, dengan bot yang hilang talinya, dan lubang lengan bajunya sobek sam pai ke pinggang, karena perem puan yang m engurus rum ah tangga tak hirau. Tetapi anak itu begitu lem but, begitu m anis, dan kepalanya yang kecil m erunduk begitu gem ulai dengan ram but pirangnya indah tergerai ke atas pipinya yang m erah jam bu, hingga Charles digenangi kenikm atan rasa m anis yang tak terhingga, kesenangan yang bercam pur dengan kepahitan, seperti anggur yang kurang baik pem buatannya dan yang bau dam ar. Charles m em betulkan m ainan-m ainannya, m em buat sepatu luncur untuknya dari karton, atau m enjahit perut boneka-bonekanya yang robek. Lalu, kalau m atanya tertum buk pada peti jahitan, pada sehelai pita yang terkulai ataupun sebuah jarum pentul yang tertinggal di celah m eja, pikirannya m ulai m enerawang. Lalu rupanya begitu sedih hingga si kecil menjadi sesedih dia. Tak seorang pun sekarang datang menengok mereka. Sebab J ustin sudah lari ke Rouen. Di sana ia ikut membantu di toko rempah-rempah. Dan anak-anak apoteker makin lama makin jarang datang main dengan si kecil, karena mengingat perbedaan kedudukan m ereka di dalam m asyarakat, Tuan Hom ais tidak m enginginkan berlanjutnya keakraban m ereka. Si buta yang tak dapat disem buhkan dengan salepnya, sudah kem bali ke lereng bukit Bois-Guillaum e. Dan di sana ia menceritakan kepada para penumpang kereta usaha apoteker yang sia-sia itu. Sedem ikian rupa hingga Hom ais kalau pergi ke kota, bersem bunyi di belakang tirai-tirai kereta Hirondelle, untuk m enghindari pertem uan. Ia benci sekali. Dan dem i nam a baiknya sendiri, karena ingin sekuat tenaga m enyingkirkan si buta, dipasangnya senjata rahasia, yang m engungkapkan betapa hebat

472 Gustave Flaubert kecerdasannya dan betapa besar sifat bajingannya dem i rasa dirinya. Maka enam bulan berturut-turut, orang dapat m em baca di surat kabar Fanal de Rouen berita-berita pendek yang disusun sebagai berikut: “Sem ua orang y ang m enuju daerah-daerah subur tanah Picardie pasti pernah m elihat di lereng Bukit Bois-Guillaum e, seorang sengsara yang m enderita karena borok yang m engerikan di m ukany a. Ia m engganggu Anda, m engejar Anda, dan m em ungut pajakny a dari penum pang kereta. Apakah kita m asih hidup dalam kurun m asa dahsy at Abad Pertengahan, ketika orang-orang pengem bara dibiarkan saja di tem pat- tem pat um um m em beberkan penyakit kusta dan bengkak- bengkak kelenjar m ereka y ang m ereka baw a pulang dari perang salib?” At a u : “M eskipun sudah ada hukum m en gen ai gelan dan gan , daerah pinggiran kota-kota besar kita m asih juga diganggu keam ananny a oleh gerom bolan-gerom bolan orang m iskin. Ada y ang kelihatan m engem bara sendiri dan y ang m ungkin bukan tidak berbahay a sam a sekali. Apa gerangan y ang sedang dipikirkan pem besar-pem besar kita?” Lalu Hom ais m ereka-reka anekdot: “Kem arin, di lereng Bukit Bois-Guillaum e, seekor kuda y ang suka kagetan...” diikuti cerita m engenai kecelakaan yang disebabkan oleh adanya si buta. Begitu baik usahanya, hingga si buta itu dikurung. Tetapi ia dibebaskan lagi. Ia mulai lagi, juga Homais mulai lagi. Suatu pertarungan terjadi. Hom ais m enang, sebab m usuhnya dihukum , diasingkan untuk selam a-lam anya ke panti asuhan. Keberhasilan ini m em buatnya m akin berani. Dan sejak itu, kalau ada anjing yang terlindas di arrondisem ent itu, gudang yang terbakar, perem puan dipukuli, serta-m erta disam paikannya

Nyonya Bovary 473 kepada sidang pembaca, selalu dibimbing oleh rasa cinta akan kemajuan dan rasa benci akan kaum pendeta. Ia membuat perbandingan antara sekolah-sekolah dasar dan bruder-bruder dari ordo Santo Barthelem y dalam hubungan dengan sum bangan seratus franc kepada gereja, dan m elaporkan penyalahgunaan, m elancarkan olokan. Itulah pendapatnya. Hom ais m erongrong. Ia m enjadi berbahaya. Akan tetapi ia m erasa sesak dalam batas-batas sem pit dunia kewartawanan, dan segera m elihat perlunya buku, karya! Maka ia menulis suatu Statistik Um um dari Kanton Yonville, Dibubuhi dengan Pengam atan Klim atologi, dan statistik itu m em bawanya berilsafat. Masalah-masalah besar mendapat perhatiannya seperti problem kem asyarakatan, peningkatan kesusilaan kelas- kelas m iskin, perikanan, karet, perkeretaapian, dan sebagainya. Ia sampai merasa malu termasuk golongan kaum borjuis. Ia berlagak sok seniman, lalu merokoklah ia! Ia membeli dua patung Pom padour yang keren, untuk m enghiasi ruang tam unya. Apotekern ya tidak dilepaskan n ya, m alahan sebalikn ya! Ia selalu tahu apa penemuan-penemuan baru. Ia mengikuti pergerakan besar pem akaian cokelat. Dialah yang pertam a-tam a m em asukkan choca dan revalentia ke daerah Seine-Inférieure. Dengan penuh gairah ia membicarakan rantai hidrolistrik Pulverm acher. Ia sendiri m em akainya. Dan m alam hari, apabila ia membuka rompinya dari lanel, Nyonya Homais terpesona m elihat spiral em as yang dikenakan Hom ais sam pai tak kelihatan lagi badannya, dan m erasa gairahnya berlipat ganda terhadap laki-laki itu, yang lebih erat dibendung dari orang Skitia dan yang sehebat tukang sihir. Homais mendapat gagasan-gagasan indah mengenai kuburan Em m a, ia m ula-m ula m engusulkan sepotong pilar yang diberi hiasan kain-kainan, lalu sebuah piram id, lalu kuil Vesta, sem acam ruang bundar... atau “setum puk reruntuhan”. Dan dalam setiap

474 Gustave Flaubert rencana, Hom ais tidak m elepaskan adanya pohon liangliu yang dianggapnya sebagai lam bang kesedihan yang harus ada. Charles dan ia bersam a-sam a m em buat perjalanan ke Rouen untuk melihat batu kuburan di tempat seorang pengurus makam. Mereka ditem ani tukang cat bernam a Vaufrilard, tem an Bridoux, dan yang selalu m ain-m ain dengan pelesetan katanya. Akhirnya, setelah memeriksa lebih kurang seratus gambar, minta anggaran perencanaan, m em buat perjalanan untuk kedua kalinya ke Rouen, Charles m em ilih sebuah m onum en m akam yang pada kedua sisi utam anya harus ada “peri yang m em egang obor padam ”. Adapun untuk tulisannya, tak ada ditem ukan Hom ais yang lebih bagus dari Sta viator10, dan itu yang dipertahankannya. Ia m em eras otak. Ia senantiasa m engulangi; Sta viator... Akhirnya ia m enem ukan; am abilem conjugem calcas11!, yang diterim a dengan baik. Ada hal aneh; Bovary yang senantiasa m em ikirkan Em m a, m elupakan dia. Dan ia m erasa putus asa bahwa bayangan Em m a m enghilang dari ingatannya sem entara ia berusaha m enahannya. Padahal setiap malam ia bermimpi mengenai Emma. Selalu sam a im pian n ya. Charles m en dekatin ya. Tetapi apabila ia sam pai m endekapnya, Em m a m enjadi barang yang busuk dalam p elu ka n n ya . Sem inggu lam anya ia kelihatan m asuk gereja, sore-sore. Tuan Bournisien bahkan m engunjunginya dua-tiga kali, lalu berhenti. Lagi pula orang itu m enjadi tidak m au bertenggang rasa, m enjadi fanatik, kata Hom ais. Ia m encaci m aki sem angat zam annya, dan setiap dua m inggu tak lupa, sewaktu ada khotbah, m enceritakan saat-saat terakhir Voltaire, yang m atinya karena m enelan kotorannya sendiri, seperti diketahui setiap orang. 10 Berhentilah, kau yang lewat. 11 Kakim u m enginjak istri yang baik hati.

Nyonya Bovary 475 Betapa pun hem atnya hidup Bovary, ia tidak sanggup m elunasi utang-utangnya yang lam a. Lheureux tidak lagi m au m em perbarui surat utangnya satu pun. Penyitaan sudah m engancam . Maka Charles m inta bantuan ibunya, yang m em berikan izin untuk m engam bil hipotek atas m iliknya, tetapi dengan m engucapkan tuduhan-tuduhan tajam ke alamat Emma. Dan sebagai imbalan untuk pengorbanannya, ia m inta sehelai selendang yang lolos dari peram pasan Félicité. Charles tidak m au m em berinya. Maka bermarah-marahan mereka. Ibu Bovary-lah yang m ulai m encoba m em ulihkan hubungan m ereka dengan usulnya untuk m em bawa si kecil, yang dapat m eringankan hidupnya di rum ah. Charles m enerim a usul itu. Tetapi ketika saat berpisah tiba, ketabahannya hilang. Kali ini m ereka benar-benar putus untuk selam anya. Kian berkurang rasa kasihannya, Charles kian erat berpegang pada kecin taan an akn ya kepadan ya. Akan tetapi Berthe m enim bulkan kekhawatirannya, karena ia kadang-kadang batuk, dan ada bercak m erah pada pipinya. Di hadapan rum ahnya, terpam pang kesejahteraan dan keriaan keluarga apoteker, yang dibantu oleh segala sesuatu di dunia untuk mencapai kepuasan. Napoléon membantu Homais di laboratorium , Athalie m erajut songkok Yunani untuknya, Irma menggunting bundaran-bundaran kertas untuk menutup m anisan, dan Franklin m em bawakan seluruh hukum Pythagoras dalam satu tarikan napas. Dia ayah yang paling bahagia, m anusia yang paling beruntung. Salah! Ia digerogoti oleh am bisi yang terpendam . Hom ais m endam bakan penghargaan. Tidak kurang alasannya: 1. Waktu ada wabah kolera, saya m enonjol karena pengabdian yang tak terbatas; 2. Saya telah m enerbitkan, atas biaya sendiri, berbagai karya yang berguna untuk um um , seperti....” (lalu ia m engingat akan tulisannya yang berjudul: “Mengenai Anggur

476 Gustave Flaubert Apel, Pem buatan dan Pengaruhnya”; di sam ping pengam atan- pengam atannya m engenai kutu daun yang berbulu, yang telah disam paikan kepada Akadem i; buku statistiknya, dan sam pai ke tesis apotekernya), “belum term asuk keanggotaan saya pada beberapa perusahaan ilmiah.” (Ia anggota dari satu lembaga saja). “Pendek kata,” serunya dengan kelakar untuk m enghilangkan kesan kesungguhannya, “biar hanya karena saya m enonjol kalau ada kebakaran!” Lalu Hom ais condong ke pihak penguasa. Dengan diam - diam ia m em beri jasa-jasa besar kepada Tuan Prefek waktu pem ilihan. Ia m enjual diri, pendeknya ia m elacurkan diri. Bahkan sam pai m enyam paikan sebuah petisi kepada Raja yang berisi perm ohonan supaya diperlakukan dengan adil, ia m em anggil baginda “Raja kam i yang baik hati” dan m em bandingkannya dengan Raja Henri IV. Dan setiap hari si apoteker bergesa membuka surat kabar untuk m elihat apakah pengangkatannya tercantum di situ. Tidak ada. Pada akhirnya karena tidak tahan lagi, ia m enyuruh orang membuat sebidang lapangan rumput berbentuk bintang penghargaan di pekarangannya, dengan dua jalur rum put yang berm ulai dari puncaknya untuk m eniru pitanya. Ia berjalan- jalan m engelilinginya sam bil bersidekap, sam bil m erenungi sikap pem erintah yang kurang pantas dan sikap m anusia yang tak tahu d iu n t u n g. Karena rasa horm at, atau karena sem acam sensualitas yang m em buatnya lam ban m em eriksa, Charles belum juga m em buka laci rahasia sebuah m eja tulis dari kayu lem bayung yang biasa dipakai Em m a. Pada suatu hari, akhirnya, ia duduk di depan m eja tulis itu, m em utar kunci dan m enekan pernya. Sem ua surat Léon ada di sana. Tak ada keraguan lagi kali ini! Dilahapnya sam pai surat terakhir, dibongkarnya sem ua pojok, sem ua perabot, sem ua laci, di belakang dinding-dinding, seraya tersedu-sedu, seraya

Nyonya Bovary 477 m elolong, kalap, gila. Ditem ukannya sebuah kardus, dijebolnya dengan sekali tendang. Potret Rodolphe m enam par m ukanya di tengah-tengah surat-surat cinta berserakan. Orang terheran-heran m elihat sem angatnya m enghilang. Ia tidak pernah keluar lagi, tidak menerima tamu, bahkan tidak mau lagi m enengok pasiennya. Lalu kata orang, “Ia m engurung diri untuk minum.” Akan tetapi kadang kala ada orang penasaran yang berjinjit m au m elihat dari atas pagar pekarangan. Maka dilihatnya dengan terpana laki-laki berjanggut panjang itu, berpakaian lusuh, buas, menangis keras-keras sambil berjalan kian kemari. Sore hari, pada musim panas, ia mengajak si kecil dan m em bawanya ke kuburan. Mereka pulang pada waktu hari sudah gelap, ketika di lapangan um um sudah tidak ada lagi yang terang kecuali jendela loteng Binet. Akan tetapi nikm at azabnya tidak lengkap, karena tak ada orang dekat yang ikut m erasakannya. Maka berkunjunglah ia ke tem pat Nyonya Lefrançois agar bisa m em bicarakan dia. Tetapi pem ilik penginapan itu hanya setengah-setengah saja m endengarkannya, sebab seperti Charles ia pun m em punyai kesusahan. Karena akhirnya Lheureux m em buka Les Favorites du Com m erce, dan Hivert yang terkenal sekali karena persen yang dim intanya, m enuntut tam bahan gaji dan m engancam akan m enyeberang ke “tem pat pesaingnya”. Pada suatu hari ketika Charles pergi ke pasar Argueil untuk m enjual kudanya—sum bernya yang penghabisan—ia berjum pa dengan Rodolphe. Mereka menjadi pucat waktu melihat satu sama lain, Rodolphe yang dulu hanya m engirim kartunya, m ula-m ula m enggum am kan ucapan m aaf, lalu m em beranikan diri, bahkan m enjadi lancang (hari itu panas sekali, bulannya bulan Agustus) dan m engajak minum bir di tempat minum.

478 Gustave Flaubert Den gan bertopan g siku di hadapan Charles, Rodolphe m en gun yah serutun ya sam bil bercakap-cakap. Dan Charles hanyut dalam lam unan m elihat wajah yang pernah dicintai Em m a ini. Seakan-akan dilihatnya kem bali sesuatu dari istrinya. Suatu pesona. Coba ia bisa m enjadi laki-laki itu. Yan g lain itu terus bicara ten tan g pertan ian , hewan , pupuk, dan m enyum bat dengan kalim at-kalim at yang tanpa arti segala celah yang m ungkin dapat m enjadi sindiran. Charles tidak m endengarkannya. Rodolphe m enyadarinya. Dan dari perubahan-perubahan pada wajah Charles dilihatnya lintasan kenang-kenangannya. Wajah itu lam bat laun m enjadi m erah, cuping hidungnya m enggeletar, bibirnya bergetar. Bahkan ada saat, Charles m enatap dengan kem uram an penuh m urka m ata Rodolphe yang karena terserang sem acam ketakutan, berhenti bicara. Tetapi segera kelesuan murung seperti tadi kembali m eliputi m ukanya. “Saya tidak m arah kepada Anda,” katanya. Rodolphe m em bungkam . Dan Charles, sam bil m enyung- kupkan kepala dalam kedua tangannya, bicara lagi dengan suara m ati dan dengan nada seorang yang m enerim a penderitaan tanpa akhir. “Tidak, saya tidak m arah kepada Anda.” Ia bahkan m em bubuhkan sepatah kata yang m uluk, satu- satunya yang pernah diucapkannya. “Ini salahnya nasib!” Rodolphe yang telah m engem udikan nasib itu berpendapat, Charles terlalu tenang untuk seorang dalam keadaannya, bahkan menggelikan, dan agak murahan. Esok harinya, Charles keluar duduk-duduk di atas bangku di bawah peranginan. Ada cahaya m asuk dari terawangan. Daun- daun pohon anggur m em buat bayangan-bayangan di atas pasir, bunga yasm in harum m ewangi, langit biru, lalat-lalat m enderung

Nyonya Bovary 479 m engelilingi bunga-bunga lili yang sedang m ekar. Dan Charles kepanasan seperti anak m uda yang dilanda ruapan berahi yang sam ar-sam ar, yang m em bengkakkan hatinya yang sedih. Pukul tujuh, si kecil Berthe yang belum bertem u dengan dia sepanjang hari, datang m enjem putnya untuk m akan m alam . Kepala Charles m enengadah tersandar pada tem bok, m atanya terpejam , m ulutnya terbuka, dan tangannya m enggenggam sejumput rambut hitam panjang. “Ayah, ayo m asuk!” kata Berthe. Lalu karena disangkanya Charles m engajak m ain, Berthe m endorongnya pelan. Charles jatuh ke tanah, ia sudah m ati. Tiga puluh enam jam kemudian, atas permintaan apoteker, Tuan Canivet datang. Charles dibedahnya, tapi tak ada yang ditem ukannya. Setelah semua barang terjual, maka masih tinggal dua belas franc tujuh puluh lim a sen, yang dipakai untuk m em bayar perjalan an Non a Bovary ke rum ah n en ekn ya. Wan ita itu m eninggal dunia tahun itu juga. Karena Tuan Rouault lum puh, m aka seorang bibinyalah yang m engurus Berthe. Bibi itu m iskin dan untuk m encari nafkah m enyuruh Berthe bekerja di pabrik benang katun. Sejak Bovary m eninggal, tiga dokter berturut-turut telah m enetap di Yonville tanpa bisa berhasil, karena Tuan Hom ais serta-m erta m em ukul m ereka m undur. Langganannya, am pun, bukan m ain banyaknya. Ia diperlakukan oleh para pengusaha dengan ketenggangan, dan dilindungi pendapat umum. Baru-baru ini ia m enerim a bintang kehorm atan.

Tentang Penulis GUSTAVE FLAUBERT (1821—1880 ) adalah seorang pengarang besar Prancis yang karyanya dikagumi di seluruh dunia. Pengarang putra seorang dokter ini amat perasa, bahkan sering kali terbawa arus lirisme. Ia menulis Ny ony a Bovary sangat realistis, karena pelukisannya melalui observasi atas kejadian-kejadian dan keadaan dalam kehidupan masyarakat. Begitu realistisnya ia melukiskan kehidupan dalam Ny ony a Bovary , menggambarkan rangkaian peristiwa-peristiwa sensual dan yang aib sebagai sesuatu yang wajar, menelanjangi moral tokoh-tokohnya tanpa tedeng aling- aling, sehingga karyanya ini saat itu dinilai melanggar norma- norma kesusilaan dan agama. Maka pada tahun 1857 Flaubert dituntut di muka pengadilan. Dengan cem erlang Flaubert dapat m em bela dirinya, dapat m eyakinkan pengadilan dan m asyarakat, bahwa buku bacaan seperti Ny ony a Bovary itu justru m enyebabkan orang takut

Nyonya Bovary 481 berbuat dosa. Dan ketakutan akan beban penyesalan yang tak kunjung habis seuumur hidup itu akan membimbing orang ke jalan yang benar. Em ile Zola m enganggap Flaubert dengan karyanya itu telah m engadakan revolusi. Sedangkan beberapa penulis besar, antara lain Kafka, Henry J am es, dan J am es J oice dengan rendah hati m engakui diri m ereka sebagai “pewaris” Flaubert.



GUSTAVE FLAUBERT NYONYA BOVARY Nyonya Bovary adalah roman besar yang melukiskan kehidupan seorang wanita, istri dokter. Wajahnya yang canik, angan-angan dan nafsunya yang meluap-luap, menyebabkan dia dalam hidupnya selalu mengalami konlik antara ilusi dan kenyataan. Kecewa atas suaminya yang dingin, yang hanya sibuk dengan perkerjaannya sendiri, yang tak pernah memuaskan hasratnya, dia bertualang mengejar angan-angannya, terdorong hasrat dan nafsu yang menggebu-gebu. Sosok Nyonya Bovary adalah lambang kejatuhan wanita, korban hasrat yang tak terpenuhi, bahkan juga menggambarkan korban ilusi wanita yang universal sifatnya. SASTRA KPG: 59 16 01206 KPG (KEPUSTAKAAN POPULER GRAMEDIA) Gedung Kompas Gramedia, Blok 1 Lt. 3, Jl. Palmerah Barat 29-37, Jakarta 10270 Telp. 021-53650110, 53650111 ext. 3359; Fax. 53698044, www.penerbitkpg.com KepustakaanPopulerGramedia; @penerbitkpg; penerbitkpg


Like this book? You can publish your book online for free in a few minutes!
Create your own flipbook