Maja Labo Daho, EWS Penyimpangan Dana Desa pejabatnya akan lurus melayani rakyat. Tidak akan ada pejabat yang mau disuap, karena maja labo dahu itu berat. LSM juga bekerja jujur. Pendidik pastilah dapat digugu dan ditiru. Pengurus kampus bekerja ilmiah dan jujur, sehingga alumninya sarjana yang saujana”. Saking bersemangatnya, saya tidak tahu di mana menyela. Kebetulan ada yang nyeletuk, “gemana dengan pendamping?” nadanya sedikit nyentil ke pak Anto dan Buyung. Yang memotong komentar tadi, kalau tidak salah orang Dinas yang ikut dalam rombongan. Buyung ndak mau kehilangan momentum. Dia seperti orang yang ingin merebut microfon dari pak Anto. “Nah, Daho itu takut, katanya cekatan. Takut sepenuhnya, termasuk kepada Tuhan. Juga patuh dan taat pada atasan”. Buyung Nasution, TA PSD ini asli Bima alias dou mbojo. Jelas tidak berdarah Batak. Jadi “Nasution” itu nama, bukan marga Batak, meskipun dia mengaku sering di add atau diinvite warga netizen yang orang Batak. Pak Susanto Saputro juga dou mbojo, biasa dipanggil pak Anto. Dia mengaku anak tentara, dulu sering disebut anak kolong. “Sebenarnya, kita ndak perlu belajar jauh-jauh studi banding segala macam, tentang anti korupsi karena di Bima sendiri sudah ada ilmunya. Jika kita kembalikan ideologi orang Bima pada kepatuhan filosofis itu, maka soal moralitas, sikap, mental pasti akan terawat rapi. Persoalannya kita mulai meninggalkan nilai-nilai itu. Masyarakat mulai hedonis. Aparat desa juga sudah bergaya elitis, urai Anto. Seseorang staf Dinas tadi kembali berujar menggoda, “mungkin mengembalikan itu perlu kita mulai dari cewek- cewek millennial”. Tampaknya imbuhan staf dinas ini penting, konon cewek-cewek termasuk anak-anak sekolahan cepat 77
Berguru Pada Desa terpikat kalau “ditembak” oleh orang berseragam pemda. Apalagi yang berstatus ASN, yang honorerpun pemda cepat. Dana Desa sudah transparan, kalau sudah diketahui publik, ya harusnya Kepala Desa punya “maja,” memiliki rasa malu kalau program tidak dilaksanakan dengan benar, apalagi diselewengkan. Kades juga mestinya takut “dikit- lah” sama Tuhan, kalau ndak sama pendamping, sambung Anto “Mestinya lebih tertarik kalau dirayu pemuda mandiri meskipun ngolah sampah. Atau status-status medsos cewek- cewek Bima perlu pasang status, nggak minat cowok honor. Serempak kami tertawa. Ada pameo di Bima, para orang tua merasa bangga kalau calon menantunya berseragam dinas. Saya seperti moderator diskusi. Saya kembalikan ke Buyung. Saya coba gali opini Buyung tentang bagaimana maja labo dahu pada pemerintah desa dan dana Desa. “Ini tugas penting,” katanya tertawa lebar. Kemudian diam lagi. Saya menduga dia sedang berfikir mengumpulkan uraian. Dan betul, penjelesan Buyung berikutnya mirip seperti yang saya buka di google. Kebetulan pakat internet saya lebih dari cukup. Ini penjelasa Buyung: “Maja Labo Dahu itu kan system kosmos. Manusia berinteraksi dengan dirinya, dengan orang lain, dengan lingkungan, dan pasti dengan Tuhan”. Sejenak Buyung diam, setelah bicara begitu. Padahal saya tunggu penjelasan lanjutannya. Saya juga diam, seperti orang yang menahan sakit terantuk kerikil. Saya pun seperti membuka sub bab baru, “re- Ideologisassi Maja Labo Dahu pada aparatur desa, mungkin diperlukan? 78
Maja Labo Daho, EWS Penyimpangan Dana Desa Setidaknya “malu dan takut” pada hal-hal yang diluar syariah agama dan takut kepada Tuhan yang Maha melihat. “Maja Lao Dahu” yang sebetulnya menjadi pengangan hidup masyarakat Bima di manapun mereka berada. “Bila perlu sumpah jabatan kepala desa, disisipkan Maja Labo Dahu,” kata saya. Anto yang sedari tadi merokok, terbahak lepas kemudian menyambung. “Menurut riwayat, maja labao dahu itu sumpah orang Bima yang dikenal dengan Sumpah Dana Mbari. Siapapun yang melanggar sumpah ini akan terkena musibah, misalnya jabatan yang tidak langgeng, eluarga berantakan dan sebagainya,” urai Anto. Dalam pemahaman dou Mbojo, Dana Mbari dalam konteks sumpah berarti “Tanah Beracun.” Anto seolah ingin memperkokoh dirinya sebagai Tenaga Ahli yang pas. Dia mendaur pembicaraan lagi, dengan menambah penjelasan, Dana Desa sudah transparan, kalau sudah diketahui publik, ya harusnya Kepala Desa punya “maja,” memiliki rasa malu kalau program tidak dilaksanakan dengan benar, apalagi diselewengkan. Kades juga mestinya takut “dikit-lah” sama Tuhan, kalau ndak sama pendamping, sambung Anto yang sedari tadi tidak putus menghisap rokok. Kata Quaritch Wales, local genius itu “the sum the cultural characteristics which the vast majority of people have in common as a result of their experience in early life”. (baca; local genius adalah kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan itu berlangsung. Disinilah terjadi proses akulturasi budaya, di mana kebudayaan setempat menerima pengaruh kebudayaan asing. Fenomena inilah yang terjadi di Bima akhir-akhir ini). Nah, Bima sudah ada local genius. Maja Labo Dahu dengan Sumpah Dana Mbari sebagai bagian system dini mencegah 79
Berguru Pada Desa korupsi dana desa. Tidak sadar, perjalanan entah sudah berapa kilometer jauhnya. Lupa juga dengan kelokan, tanjakan, turunan dan jalan sulit yang kami lintasi tidak terasa karena asyik diskusi. Ternyata kami sudah sampai di depan Kantor camat Madapangga. Saya buru-buru ke luar dari kendaraan. Setelah tengok kiri kanan, tidak jauh dari areal kantor camat ada kios yang sedang ukurannya. Saya menyeberang jalan, membeli minum dan rokok. Anggota rombongan yang lain ada yang bergegas mencari toilet. Sebagian masih tertahan oleh tegur sapa Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa. Dua pendamping terkahir ini kemudian memperkenalkan kami ke beberapa staf kecamatan, dan dengan pak camat. 80
Menyampaikan Inisiatif Baru Inovasi Oleh: Agus Sholihin (Tenaga Ahli Pengelolaan Pengetahuan PID, Provinsi NTB) Kades dan BID “ketemu jodoh”. Secara kebetulan, sampai Desember 2017 RKPDes dan APBDes Desa Dorokobo tahun anggara 2018 belum ditetapkan. Jadi terbuka peluang hasil BID diintegrasikan langsung dalam RKPDes dan APBDes. Akhir Desember 2017, barulah Bursa Inovasi Desa (BID) terlaksana di Kabupaten Dompu. Kegiatan dipusatkan di Gedung PKK Kabupaten Dompu dan diikuti oleh 72 desa dari 8 kecamatan se Kabupaten Dompu. Iswan, Tenaga Ahli Teknologi Tepat Guna (TA TTG) yang sebelumnya sempat bekerja sebagai reporter salah satu televisi swasta nasional, dengan piawai menjelaskan alur pelaksanaan Bursa Inovasi Desa. Di ruang bursa, salah seorang peserta, Kepala Desa Dorokobo (Taufik, SH) menyatakan ketertarikannya pada menu inovasi “pengelolaan sampah” dari Desa Saribaya Kecamatan Lingsar, Lombok Barat). Sang Kades-pun membubuhkan 81
Berguru Pada Desa tanda tangan dan cap atas nama pemerintah desa pada kartu komitmen yang disediakan. Sekembalinya ke desa, Kades Dorokobo menyampaikan hasil mengikuti BID, kepada masyarakat melalui kegiatan Musdes. Kades menyampaikan harapannya, apa yang sudah dikomitmeni tersebut bisa dimasukkan oleh Tim Penyusun ke dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Alhasil, masuklah program pengelolaan sampah kedalam APBDes Dorokobo tahun anggaran 2018. Dalam pantauan TA PP-PID Provinsi NTB, Desa Dorokobo tergolong replikator dini hasil bursa inovasi. Menguji Komitmen. Dalam satu kesempatan supervisi dan monitoring TA PP PID ke Dompu, bersama TAPM sepakat melakukan kunjungan ke Desa Dorokobo, misinya adalah monitoring integrasi dalam APBDes, hasil BID 2017 dan implementasinya. Perjalanan menuju Desa Dorokobo ditempuh sekitar 1 jam dari ibukota Kabupaten Dompu. Jalannya lumayan lengang, penuh kelokan, menanjak dan turunan. Jalan menuju Desa Dorokobo seruas dengan jalan menuju Taman Nasional Tambora. Di sebelah kanan jalan tampak hamparan sabana dan perbukitan.Dikiri jalan tampakTeluk Saleh yang dalam masuk agenda pengembangan Kawasan SAMOTA (Teluk Saleh, Moyo, dan Tambora). Di sepanjang jalan terlihat hamparan lahan jagung, produksi unggulan kawasan yang menghantar Bupati Dompu mendapat penghargaan dari Kementerian Desa PDTT RI. Saat tim diskusi, Sitti Masita, Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa (TA PMD) yang per 2 September 2019 direposisi menjadi TA PED, mulai “menggoda” sang 82
Menyampaikan Inisiatif Baru Inovasi kades. Perencanaan dan penganggaran desa harus dibahas pada Musyawarah Desa (Musdes), terdokumentasi dalam Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RKPDes) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Radiaturrahma, Tenaga Ahli Pembangunan Partisipatif (TA PP) yang sedari tadi baca-tulis buku kerja hariannya, menimpali, sembari kita lihat perkembangan dan respon masyarakat, kita gerakkan masyarakat mendukung program ini. Sang kades lantas meng-iya-kan masukan dari duet dua srikandi ini. Anshory,Tenaga Ahli Pengembangan Ekonomi Desa (TA PED), yang per Maret 2019 dilantik menjadi KPU Kabupaten, tak mau kehilangan moment. Saya akan bantu pak kades dengan cara kita berdayakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), nantinya pengelolaan sampah bisa dijadikan salah satu unit usaha BUMDesa. Teknisnya BUMDesa membeli sampah dari masyarakat, kemudian BUMDes menjual kembali atau mengolah sampah tersebut supaya menambah nilai jual. Ke depan, BUMDesa bisa memberikan Pendapatan Asli Desa (PADes) dari sebagian keuntungan BUMDesa. Pak Kades tampak makin bersemangat. Kita mulai dengan yang sederhana saja dulu, jika sudah bisa jalan barulah kita berupaya untuk menemukan ide-ide yang menggunakan teknologi tepat guna, sehingga kegiatan pengelolaan sampah di desa ini dapat terkelola dengan baik dan dalam jumlah yang besar Junaiddin, Tenaga Ahli Teknologi Tepat Guna (TA TTG), pengganti Iswan yang direlokasi ke Kabupaten Bima, yang sebelumnya diam, ikut menghidupkan suasana diskusi. 83
Berguru Pada Desa Kita mulai dengan yang sederhana saja dulu, jika sudah bisa jalan barulah kita berupaya untuk menemukan ide-ide yang menggunakan teknologi tepat guna, sehingga kegiatan pengelolaan sampah di desa ini dapat terkelola dengan baik dan dalam jumlah yang besar. Nah, kalau sudah berskala besar akan membutuhkan dukungan sarana infrastruktur, kami bantu untuk asistensi pembuatan gambar dan RAB kegiatan, kata Munawir, Tenaga Ahli Infrastruktur Desa (TA ID) nyeletuk. Menyikapi diskusi menarik ini, Muhammad Ikhsan, Tenaga Ahli Pelayanan Sosial Dasar (TA PSD) yang didaulat oleh teman-temannya sebagai Koordinator Kabupaten menutup diskusi, dengan berkata PAUD dan Posyandu yang ada di desa juga kita libatkan. Para orang tua saat mengantar anaknya ke PAUD dan Posyandu kita arahkan untuk membawa sampah di rumah dan lingkungan sekitar masing-masing. Setelah ini teman-teman kami yang bertugas sebagai PD dan PLD bersama TPID akan mendampingi dan memfasilitasi pak kades sehingga rencana kerja cerdas yang menunjang kesehatan dasar masyarakat dapat terwujud. Sontak, para PD, PLD dan TPID yang juga mengikuti diskusi di ruangan itu, serentak menjawab “siaaaaap pak korkab”. Kesolidan tim kerja Tenaga Pendamping Profesional (TPP) ini tidak lepas dari arahan Tauhid Rifa’i, Koordinator Program Provinsi (KPP) NTB Kades Taufik memulai pergerakannya. Sejak Februari 2018, mulai bergerak.Kades memulainya dengan berkoordinsasi ke Camat, dan Kepala UPT Puskesmas. Setelah itu sosialisasi ke masyarakat terutama pada komunitas PAUD dan Posyandu. Pengurus BUMDesa dikumpulkan untuk dibriefing dalam rangka menyamakan persepsi, merumuskan target kerja, cara tindak lanjutnya, prosedur yang harus dijalankan, identifikasi masalah dan upaya solusi. 84
Menyampaikan Inisiatif Baru Inovasi Implementasi dan Pengembangan Kelompok sasaran implementasi pengelolaan sampah, yaitu: 1. Siswa Pra Sekolah. Anak-anak PAUD membawa sampah ke sekolahnya. Sampah-sampah tersebut selanjutnya ditimbang, kemudian dibayarkan pada saat itu juga kepa- da orang tua murid yang mendampingi anaknya. 2. Posyandu. Setiap kegiatan Posyandu (lima dusun), ibu- ibu membawa sampah. Kader posyandu menimbang dan membayar sampah. Hasil penjualan sampah dibayarkan pada hari itu untuk dijadikan uang jajan, uang dapur bahkan sebagian dapat ditabung. 3. Pengajian alqur’an. Kades Taufik mencanangkan kegia- tan Magrib Mengaji di mushalla atau pesantren terdekat. Sambil berangkat mengaji, anak-anak membawa sampah. Setelah kegiatan belajar mengaji selesai, sang Guru Ngaji menimbang satu per satu kantong sampah yang dibawa anak-anak, dibayar saat itu juga. Uang pembayaran disa- rankan oleh guru ngaji ditbaung di sekolah BUMDesa sudah membeli sampah antara 400-500 ribu per bulan dengan harga penjualan ke pihak ketiga antara 500-650 ribu per bulan. Kedepan, BUMdesaakan mengembangkan sayap. Saat itu sudah mulaiterbangun komunikasi dengan 8 Kepala Desa di Kecamatan Kempo dan 12 Kepala Desa di Kecamatan Manggalewa untuk kerjasama. Selain itu, di setiap sekolah akan diarah para siswa membawa sampah ke sekolah untuk dibeli oleh BUMDesa. Jadi pilot Project ZERO WASTE Pemprov Tanggal 22 Agustus 2019, Wakil Gubernur NTB, Dr. Hj. Siti Rohmi Djalilah, didampingi Kepala DPMPD Dukcapil Provinsi NTB, Dr. H. Ashari, mengunjungi Desa Dorokobo 85
Berguru Pada Desa untuk melihat langsung kegiatan pengelolaan sampah tersebut. Pada saat itu, Wagub NTB mengapresiasi kegiatan pengelolaan sampah yang terintegrasi dengan BUMDes. Sebagai bentuk penghargaan kepada Kepala Desa Dorokobo, di mana kegiatan ini sangat mendukung program “NTB Zero Waste”, salah satu program unggulan Pemerintah Provinsi NTB. Wagub NTB menjanjikan, pada tahun 2020 akan memberikan bantuan bantuan ke Desa Dorokobo berupa satu unit mesin pencacah sampah. Di banyak kesempatan, wakil gubernur NTB selalu mencontohkan desa Dorokobo sebagai penerap pengelolaan sampah oleh BUMDesa yang terintegrasi dengan pendidikan, posyandu, dan pendidkan non formal. 86
Bertatap Muka di Bursa Membuka Inovasi Tersembunyi Oleh : Agus Solihin, MH Tenaga Ahli PP-PID Provinsi NTB Dalam tiga tahun terakhir, Kementerian Desa PDTT RI mengarahkan kembangan pembangunan desa yang mengarah pada pola penyelenggaraan program/kegiatan pembangunan desa yang inovatif. Salah satunya, kegiatan yang terseleksi dari basis aktifitas inti Program Inovasi Desa (PID), berlanjut ke ruang bursa. Itu sebabnya program ini berlabel Bursa Inovasi Desa (BID). Di Nusa Tenggara Barat (NTB) berlangsung selama dua bulan satu minggu. Dimulai pada 24 Juni 2019 di Kecamatan Kilo, Dompu dan berakhir 29 Agustus 2019 di Kecamatan Lembar 2019, Lombok Barat. Lokasi kegiatan Bursa Inovasi Desa dipusatkan di ibukota kecamatan baik secara klaster maupun individu. Pelaksanaan secara klaster bertempat di 13 lokasi untuk 94 kecamatan. Sedangkan secara individu mengambil lokasi di 10 kecamatan. Seluruh kegiatan BID dilaksanakan secara mandiri, tidak dipadukan dengan even lain. Pertukaran inovasi desa mulai berproses melalui alur kegiatan di tiga ruang bursa yang meliputi bidang infrastruktur, 87
Berguru Pada Desa pengembangan SDM dan ekonomi kewirausahaan. Di ruang yang diperuntukkan sebagai ajang pertukaran inovasi desa, terdapat 114 menu nasional yang telah didokumentasikan oleh Konsultan Nasional PID dan 105 menu lokal dari beberapa desa di NTB yang sebelumnya telah diseleksi oleh Tenaga Ahli Pendamping Profesional PID Provinsi yang tergabung dalam Konsultan Pendamping Wilayah NTB. Dokumen-dokumen tertulis atau audio-visual berisi konten kegiatan yang berasal dari gagasan Pemerintah Desa atau masyarakat desa. Tentu saja ide tersebut telah berhasil terlaksana dalam suatu kegiatan riil dan dirasakan manfaatnya. Para peserta di ruang bursa adalah delegasi desa, baik kepala desa, BPD maupun unsur kelembagaan dan tokoh masyarakat. Hal yang tak kurang menariknya, di ruang bursa PSDM, delegasi perempuan mencapai 97 persen. Ini menunjukkan, Key Performance Indicators (KPI) dari program ini telah mampu mewujudkan kesetaraan gender. NTB yang notabene menganut aliran patrimonial di ruang publik tampak mulai bergeser ke paradigma matrilinear. Lain halnya dengan daerah yang mengusung matrilinealisme. Jika ada pertanyaan menyangkut kegiatan inovasi yang dibursakan, peserta dapat berkonsultasi, mengajukan pertanyaan pada konsultan di masing-masing ruang bursa. Para konsultan berasal dari sejumlah lembaga dan profesional mulai dari dari P2KTD, TIK, unsur OPD, TAPM dan Tenaga Pendamping Profesional. Pada proses penentuan komitmen, peserta bermusyawarah menentukan pilihan inovatif desa yang akan direplikasi di desa masing-masing. Namun ada utusan desa yang tidak dapat menentukan pilihan inovasi yang menjadi komitmen. Pasalnya, unsur Kepala Desa tidak hadir. Delegasi desa 88
Bertatap Muka di Bursa Membuka Inovasi Tersembunyi bersangkutan khawatir pilihan inovasi desa nantinya tidak disetujui Kepala Desa. Kegiatan inovasi yang mendominasi dijadikan komitmen adalah Pembangunan Sarana Olah Raga kekinian atau Raga Desa. Pilihan lainnya adalah pemberdayaan ekonomi untuk percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dengan penentuan komitmen dalam kegiatan Pengembangan Produk Unggulan Desa/Kawasan Desa (Prudes/Prukades) yang bersinergi dengan Badan Usaha MILIK Desa (BUMDes), dan revitalisasi Embung Desa atau potensi alam lainnya yang di-branding menjadi destinasi Desa Wisata (DEWI). Pilihan kegiatan tersebut merupakan empat program prioritas Kementerian Desa yang dicanangkan sejak tahun 2017. Namun di luar itu, pembangunan desa berbasis komunitas milenial dan teknologi informasi, atau lazim disebut Desa Digital (DEDI), juga menjadi pilihan inovatif oleh delegasi desa. Apakah pilihan ini sebagai respon ketertarikan para delegasi terkait misi Capres terpilih pdada debat calon wakil kepala negara tahun lalu, entahlah. Secara keseluruhan, kegiatan berjalan sesuai agenda. Ada beberapa catatan menarik tentang respon dan sikap para peserta bursa. Banyak peserta yang benar-benar serius mengikuti acara. Tak ubahnya mahasiswa yang sedang mengikuti ujian. Tetapi ada pula Kepala Desa yang asyik mengobrol dengan sesama kepala desa. Mereka menyerahkan seluruh proses kegiatan kepada peserta lain. Ada juga peserta yang mengisi kartu komitmen, tanpa merujuk menu yang tersaji di ruang bursa. Penyelenggaraan BID di NTB boleh dibilang spesifik bahkan nyentrik. Ihwal kostum yang digunakan panitia penyelenggara. Misalnya, busana adat yang digunkan adalah pakaian adat 89
Berguru Pada Desa daerah masing-masing. Sehingga tampak seperti orang-orang ke kondangan atau acara resepsi pernikahan. Maka tak dapat dihindari, antar panitia berselfie ala pengantin baru. Dalam agenda pembukaan bursa, ada sesi spesial, di antaranya menampilkan qori’ cilik melafadzkan ayat-ayat suci, dan pementasan sejumlah hiburan seni lokal. Persembahan yang cukup memukau para pejabat, undangan dan peserta yang hadir. Tidak sedikit peserta memanfaatkan kegiatan ini sebagai wahana mempromosikan produk desa. Kendati sudah disampaikan panitia, kegiatan BID bukan ajang pameran dan promosi produk. Namun pada akhirnya pihak panitia mengalah, tidak mampu menghalangi antusiasme delegasi desa yang membawa serta produk unggulan terbarunya. Alhasil, sesuai tajuknya, BID terbukti memicu daya ungkit Pemerintah Desa untuk meniru, mengadopsi atau mengkolaborasi inovasi desa dari daerah lain yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan desa setempat. Kegiatan BID juga dihajatkan sebagai media untuk menjaring inovasi desa yang sudah terlaksana dari berbagai desa, tetapi belum disajikan karena belum terdokumentasi. 90
Mengadvokasi Pemerintah Desa Menuju Keterbukaan Informasi Publik Oleh: Lalu M Husni Ansyori (Tenaga Ahli PSDM Provinsi NTB) Belakangan, sejumlah pihak memberi perhatian cukup besar pada pembangunan desa, khususnya Dana Desa. Perguruan tinggi, pesantren, kelompok pemuda, ormas hingga LSM. Kelompok terakhir, LSM lokal biasanya sering merepotkan. Bermacam-macam bentuk perhatian yang ditunjukkan, dari melaporkan ke pihak berwajib, menyurati dan mengancam kepala desa, bahkan menuduh pendamping main mata dengan pemerintah desa. Salah satu kasus di Lombok Tengah, kepala desa sering “berhadapan” dengan LSM tadi. Seperti malam itu, medio Juni 2019, gawai saya bergetar berulang-ulang. Saya perhatikan satu per satu termasuk grup Whatapps, terutama grup WA pendamping desa. Kelihatannya yang paling numpuk pesan belum terbaca ternyata Grup WA pendamping desa Lombok Tengah. Mereka sedang membahas surat permintaan dokumen dari kelompok masyarakat yang 91
Berguru Pada Desa menamakan diri LSM KASTA NTB. Suratnya diposting oleh Pendamping Desa Pemberdayaan Kecamatan Pringgarata LombokTengah NTB. Dalam suratnya LSM tersebut meminta sejumlah dokumen perencanaan dan pertanggungjawaban keuangan desa. Jumlah yang diminta tergolong banyak, yaitu Dokumen Laporan pertanggungjawaban dana Desa TA 2018; Salinan Dokumen APBDes TA 2019; Laporan; Realisasi penyerapan Dan Capaian Output Dana Desa TA 2019 sampai dengan tahap I dan II. Warga grup WA berkomentar beragam. Ada komentar bernada marah, tapi ada juga menganggap permintaan itu wajar. Sejumlah pendamping yang sekedar partisipasi hanya menunjukkan emoticon jempol keatas atau jempol terbail untuk komentar yang mungkin dinggap sejalan dengan fikirannya. Golongan yang agaknya kurang kooperatif ada yang sampai ingin menantang duel pengurus LSM Kasta, daripada diberi data. Pendamping yang agak tenang menyampaikan di WAG, ingin koordinasi dulu dengan kepala desa. Komentar beragam tampaknya wajar. Beberapa waktu sebelumnya LSM Kasta diancam oleh forum kepala desa untuk dilaporkan balik ke kepolisian oleh forum kepala desa Lombok Tengah, dengan tuduhan pencemaran nama baik. Ikhwalnya, beberapa waktu sebelumnya, Sekitar Mei 2019, sejumlah Kepala Desa di laporkan ke kejaksaan karena meakukan studi banding ke sejumlah daerah di pulau Jawa. Kunjungan itu dianggap mibazir oleh LSM Kasta. Sempat berpolemik dimedia lokal, akhirnya setelah dimediasi oleh pemerintah daerah, persoalan selesai dan saling memaafkan. Laporan ke Kejaksaaan dicabut. Saya coba masuk meramaikan grup dengan lontaran awal komentar. Saya sampaikan bahwa sejumlah Dokumen yang 92
Mengadvokasi Pemerintah Desa Menuju Keterbukaan Informasi Publik diminta LSM Kasta memang boleh diberikan seperti dokumen APBDes yang bahkan dalam aturan keterbukaan informasi public, sifatnya wajib disediakan desa. Kemudian ada PDP yang coba mengurai tentang keterbukaan informasi public dengan mengupas pasal-pasal penting dalam UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Menurut dia, alasan atau tujuan permintaan permintaan dokumen masih wajar, seperti dijelaskan dalam surat permohonan, yaitu “Adapun dokumen yang kami minta tersebut adalah untuk memberikan informasi seluas- luasnya kepada masyarakat dan sebagai bentuk pengawasan masyarakat dan penyebarluasan informasi publik dalam rangka mewujudkan pemerintahan desa yang bersih, transparan dan akuntabel.” Muncul juga komentar dari salah seorang PLD yang melihat dari legal position pemohon. Ternyata tujuan surat untuk Kepala Desa se Kabupaten Lombok Tengah. Menurutnya, karena tidak spesifik kepala desa mana tujuannya, berarti permintaan kabur dan bisa diabaikan. Disela-sela diskusi saya coba kontak salah seorang komisioner Komisi Informasi Publik NTB, Lalu Ahmad Busyairi, SH.. Saya ceritakan keriuhan diskusi dalam Grup WA pendamping. Saya teruskan juga surat dimasksud. Tidak berselang lama si komisioner mengirimi saya dokumen dalam format PDF. Saya buka, Isinya Peraturan Kepala Komisi Informasi Pusat tentaang Sistem Layanan Informasi Publik di Desa (SLIP). Saya coba baca. Sesuai harapannya setelah saya baca baru kami akan diskusi. Setelah saya baca Perki tersebut ternyata sejumlah dokumen yang diminta memang sifatnya serta merta. diminta atau 93
Berguru Pada Desa tidak wajib disediakan. Kecuali hanya laporan realisasi dan capaian output 2019 yang diakses atas permintaan. Itupun bisa diberikan jika sudah diaudit atau diperiksa oleh pihak terkait. Sejurus kemudian komisiner tadi menelpon. Disampaikannya bahwa, kepala desa atau PPID Desa (Pejabat pengelola Informais dan Dokumen) dapat meminta pemohon informasi untuk melakukan klarifikasi. Caranya, 1. Kepala Desa menyurati pemohon untuk diminta datang, karena ketentuannya dalam 10 hari permintaan dokumen harus direspon 2. Saat (jika) pemohon datang, nantinya diberi penjelasan tentang penyebarluasan informasi publik, kemudian pem- ohon diminta menjelaskan tujuan permohonan data, dan identitas pemohon. 3. Jika tujuan permohonan tidak jelas, permohonan dapat diabaikan oleh kepala desa. Termasuk identitas pemohon. Jika Pemohonnya LSM, harus menunjukkan AD/ART yg disahkan Kemenkumham. Jika perkumpulan, harus menujukkan akte pendirian yg disahkan. Begitu juga jika lembaga tersebut mengirim utusan, harus melengkapi diri dengan surat tugas dan identitas pribadi. 4. Jika ada legalitasnya, apakah bisa diberikan dalam 10 hari sejak permohonan atau perlu tambahan 7 (tujuh) hari Dalam analisa teman-teman pendamping, ada potensi ketidakjelasan tujuan permintaan data. Jadi pendamping lebih sepakat untuk mengarahkan desa agar tidak memberikan dokumen dengan status atas permintaan dan yang dilainkan kepada LSM tersebut. Maksudnya untuk membuat jera si LSM. 94
Mengadvokasi Pemerintah Desa Menuju Keterbukaan Informasi Publik Akhirnya disepakati, semua pendamping menggunakan kelemahan tujuan surat yang tidak jelas, yaitu Kepala Desa se Kabupaten Lombok Tengah sebagai alasan pertama untuk tidak memberikan. Beberapa orang PDP berkoordinasi dengan seretaris desa membuat konsep surat panggilan klarifikasi. Kedua, Dokumen yang diminta ada potensi dipergunakan tidak sungguh sungguh atau untuk tujuan tidak semestinya, sehingga desa dapat menolak permintaan. Dalam hal diabai kannya permintaan, pendamping akan menyarankan LSM Kasta untuk mengadukan desa kepada Komisi Informasi Provinsi melalui adjudikasi. Sementara dengan Komisi Informasi NTB sudah terbangun komunikasi agar LSM Kasta digiring melapor ke KIP NTB. Nantinya KIP NTB akan menggunakan ketidakjelasan pihak yang diminta (Kepala Desa se-Kabupaten Lombok tengah) untuk menolak pengaduan LSM KASTA. Ternyata setelah sebulan sampai batas waktu, LSM Kasta tidak menindaklanjuti permintaan dokumennya kepada desa. Entah karena tidak sungguh-sungguh, atau karena ada pendamping di samping pemerintah desa. Bisa dua-duanya. Wallahu a’lam. 95
Wisata Mangrove, Konservasi, dan Jalan Keluar dari Ketertinggalan Oleh: Sumadi (TAM PP PID Provinsi Sulawesi Tengah) Salah satu peran penting tenaga Ahli Program Inovasi Desa adalah menularkan pengalaman inovatif dari satu desa ke desa yang lainnya. Tentu dalam hal kreasi pembangunan, sehingga dapat mendorong efektivitas penggunaan Dana Desa. Nah, berikut ini catatan pendek saya tentang kreasi inovatif dari Desa Pangkalasaean yang mengembangkan wisata mangrove sebagai jalan keluar dari ketertinggalan ekonomi desa. Desa Pangkalasaean merupakan salah satu desa yang berada Kecamatan Balantak Utara Kabupaten Banggai Provinsi Sula wesi Tengah. Ia berada sekitar 200 Km dari pusat Ibu Kota Kabupaten Banggai, dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda 2 maupun 4 dengan jarak tempuh sekitar 3 jam. Sepanjang perjalanan kita dapat menimati keindahan pantai dan pulau–pulau kecil yang berada di wilayah ini. Bahkan sudah menjadi agenda Nasional yaitu vestifal Pulau Dua. 96
Mengadvokasi Pemerintah Desa Menuju Keterbukaan Informasi Publik Dengan melihat potensi itu, maka Pemerintah Desa bersama para pendamping desa melaukan diskusi focus terbatas dengan melibatkan para pihak, khusunya elit politik di Desa Pangkalaseang. Pokok bahasannya tentang bagaimana mengembangkan wisata mangrove yang akan didanai melalui mekanisme tata kelola Dana Desa. Untuk melakukan pemantapan rencana itu maka pada saat mengikuti Bursa Inovasi Desa (BID) Tahun 2018 para utusan dari Desa Pangkalaseang fokus pada tema distinasi wisata mangrove biar dapat direplikasi pada APBDes Tahun Anggaran 2019 melalui dana DD. Setelah membuat Kartu Komitmen, pemerintah desa melakukan pertemuan rutin yang melibatkan para pendamping hingga di level Kabupaten. Atas kesepakatan 97
Berguru Pada Desa beberapa tokoh masyarakat maka kegiatan ini betul –betul diwujudkan dalam APBDes dalam bidang Pembangunan sesuai dari Kartu Komitment hasil Bursa 2018. Untuk melakukan realisasi kegiatan tersebut, maka para pendamping bersama-sama melakukan survey lapangan untuk memastikan bentuk desain serta Rencana Anggaran Biaya (RAB) dalam konsep dan hitungan-hitungan teknis yang rasional. Sesuai hasil musyawarah, proses pengerjakan mengutamakan tenaga kerja lokal serta bahan-bahan bangunan lokal yang cukup potensial di desa tersebut namun tetap menganut pada efektifitas dan kwalitas perencanaan serta penggunaan dana yang bersumber dari DD. Dengan luasan hutan mangrove milik desa sekitar 6 Ha dalam bentuk daratan yang menjulang ke laut yang disebut tanjung, 98
Mengadvokasi Pemerintah Desa Menuju Keterbukaan Informasi Publik serta di daerah teluk dan memiliki potensi daratan berupa pasir putih serta tanamana mangrove yang melingkar namun terpisah maka desainpun akan dihubungan antar mangrove dengan jembatan yang melintasi mangrove yang terpisah tersebut dengan kontruksi kombinasi antara jembatan kayu dan bahan bambu yang cukup banyak tersedia di desa ini. Sebagai langkah awal pengembangan obyek wisata ini dilakukan pembangunan jembatan sepanjang 300 meter yang berfungsi menguhubungkan antara pulau mangrove satu dengan yang lain serta membelah mangrove untuk dapat sampai pada pulau pasir. Di pulau kemudian dibangun “Gasebo” untuk istirahat bagi para pengunjung, sehingga dapat menikmati keindahakan alam disekitarnya dengan nyaman. Untuk dapat menumbuhkan kreativitas ekonomi warganya, pihak desa membangun tempat–tempat jualan lalu disewakan kepada warga yang hendak membuka usaha jajanan atau kerajinan tangan khas lokal. 99
Berguru Pada Desa Untuk menjaga kelestarian obyek wisata, pihak pemdes melakukan edukasi sosial tentang konservasi mangrove. Caranya, dengan mewajibkan setiap pengunjung tanam satu pohon mangrove untuk sekali berkunjung. Selain itu, mengajak pengguna jasa obyek wisata untuk menjaga keindahan dan kebersihan obyek wisata dengan tidak mengotorinya dengan menciptakan sampah, khususnya plastik. Norma-norma atau tata laku berwisata tersebut dituangkan dalam Perdes tentang pengelolaan Wisata Mangrove di Desa Pangkalaseang Kecamatan Balantak Utara Kabupaten Banggai. Dengan adanya aturan tersebut diharapkan akan menumbuhkan kedisplinan masyarakat untuk sama-sama saling menjaga kebersihan dan kenyamanan obyek wisata. 100
Perjalanan Menuju Digitalisasi Layanan Desa Oleh: I Putu Sutarka (TA PMD Badung, Provinsi Bali) Berawal dari hasil Pekan Informasi Pembangunan Kabu paten Badung ke desa-desa di wilayah Pulau Jawa pada tahun 2014 yang dipimpin oleh Bapak Nyoman Giri Prasta ( Bupati Badung) dan diikuti oleh OPD terkait serta mengikutkan 3 orang Kepala Desa. Salah satu Kepala Desa yang mendapat kesempatan untuk ikut dalam kegiatan tersebut adalah Perbekel Punggul. Salah satu hasil Kunjungan adalah inovasi pelayanan administrasi kependudukan masih manual dan ada juga dalam aplikasi offline (Microsoft exel dan word). Dari inovasi tersebut, Bupati Badung memerintahkan Perbekel Punggul untuk mempelajari dan membuat sebuah inovasi aplikasi berbasis online (digital). Kurang lebih 6 bulan Perbekel Punggul bersama tim IT (Konsultan IT) membuat sebuah aplikasi berbasis data kependudukan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat. Uji coba terus dilakukan, didukung oleh perangkat desa, masyarakat dan BPD. Peningkatan Kapasitas perangkat desa terutama Kelihan 101
Berguru Pada Desa Banjar Dinas terus dilaksanakan dengan penuh semangat dan tanggungjawab. Akhirnya Desa Punggul melaunching aplikasi SIADEK. SIADEK adalah sebuah aplikasi pelayanan admnistrasi kependudukan yang dintegrasikan dengan SIAK untuk pelayanan administrasi berbasis digital. Akhirnya bersamaan dengan hari ulang tahun Desa Punggul pada tanggal 11 Oktober 2015, dihadapan Bupati beserta undangan OPD terkait dipresentasikan sebuah inovasi pelayanan adaministrasi berbasis digital yang disebut dengan GISDES Punggul sekaligus pada saat itu di lounching aplikasi GISDES Punggul. Tidak lama kemudian Bupati Badung menghadirkan semua Perbekel Se-Kabupaten Badung berserta OPD terkait di ruamah jabatan untuk mendengarkan pemaparan aplikasi Gisdes dari Perbekel Punggul. Dalam kesempatan tersebut Bupati Badung mewajibkan 102
Perjalanan Menuju Digitalisasi Layanan Desa agar seluruh Perbekel di Kabupaten Badung menggunakan aplikasi GISDES. Dari pertemuan tersebut GISDES Punggul akhirnya dirubah sebutannya oleh Bapak Wakil Bupati Badung menjadi SIGADIS ( Sistem Informasi Giografis Administrasi Terintegrasi ). Atas kerjasama, kerjas keras dan kemauan dari semua pihak pada tanggal 1 Januari 2017 dilakukan sinkronisasi data kependudukan dari SIADEK dengan Aplikasi GISDES (Giografis Information Sistem) Punggul. Mulai saat itu Desa-desa di Kabupaten Badung sudah menganggarkan kegiatan peningkatan pelayanan administrasi kependudukan dengan aplikasi Sigadis dan Siadek. Di Tahun 2018 inovasi pelayanan administrasi kependudukan desa punggul masuk mejadi menu Nasional Bursa Inovasi Desa melalui sebuah judul “BelumLima menit sudah keluar“ dan dipresentasikan dihadapan peserta HLM WB dan pelaksanaan Bursa Inovasi Desa Kabupaten Badung pada tanggal 26 Oktober 2018. Tidak lama kemudian di tahun yang sama inovasi desa punggul juga ditampilkan dalam Gelar TTG, Pekan Inovasi dan Temu Karya Nasional yang bertempat di GWK Ungasan, Kuta Bali. Selanjutnya, Desa Punggul menjadi salah satu tempat yang dikunjungi oleh Peserta gelar TTG, Pekan Inovasi dan temu karya Nasional. Pada kesempatan tersebut Perbekel Punggul memaparkan sebuah aplikasi SIGADIS kepada seluruh peserta. Banyak respon dari peserta yang mendengar dan menyaksikan secara langsung pemaparan Perbekel Punggul dalam inovasi pelayanan administrasi untuk belajar kembali aplikasi Sigadis di Desa Punggul. Setelah pelaksanaan kegiatan diatas desa Punggul kini mendapat kunjungan dari berbagai kalangan baik yang berasal dari Bali maupun dari luar Bali untuk melakukan pembelajaran aplikasi digital. Desa Punggul dengan didukung 103
Berguru Pada Desa SDM Perangkat, Masyarakat dan BPD terus melakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhan dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa. Saat ini sudah ada 10 fitur digital yang dikemas dalam website. Adapun kesepuluh fitur tersebut adalah : Fitur ini adalah sebuah aplikasi untuk memudahkan dalam pelayanan administrasi kepada masyarakat. Masyarakat yang membutuhkan layan surat keterangan, dll akan dilayani oleh perangkat kewilayahan dengan menunjukkan NIK dan tidak sampai 5 menit surat tersebut sudah disiapkan. Dan bahkan masyarakat bisa melakukan permohonan surat dll melalui aplikasi GISDES berbasis android, dengan menunjukkan voucer masyarakat hanya tinggal mengambil ke kantor desa surat yang diinginkan. Fitur ini adalah sebuah aplikasi yang bertujuan untuk memudahkan pemantauan dalam penggunaan internet gratis bagi warga masyarakat. Di setiap tempat yang gratis internet dipasang CCTV untuk memantau warga masyarakat khususnya generasi muda, anak sekolah dalam penggunaan internet. 104
Perjalanan Menuju Digitalisasi Layanan Desa Sebuah fitur aplikasi yang menunjukkan lokasi tempat tinggal warga masyarakat. Dalam fitur ini ditampilkan lokasi tempat tinggal warga masyarakat yang mendapat Program PKH, Bedah Rumah dan difabel. Tujuan aplikasi ini adalah untuk memudahkan didalam pemantau dan penyediaan data tempat tinggal warga. Sigadis Perangkat fitur ini adalah untuk memudahkan menajemen dan pemantauan kinerja perangkat desa. Fitur ini berisi tentang absen Selfi perangkat desa dalam melaksanakan kegiatan baik Kantor Desa maupun di luar kantor desa . Tujuan dikembangkan aplikasi ini adalah untuk meningkatkan kinerja Pelayanan Pemerintah Desa kepada masyarakat dan meningkatkan kedisiplinan perangakat desa dalam mewujudkan good governance. Fitur ini berisi semua jenis-jenis administrasi pemerintah desa sesuai dengan permendagri nomor 47 tahun 2016. Fitur ini membantu perangkat desa didalam membuat administrasi secara digital sehingga tidak banyak terdapat buku-buku yang diarsipkan. Semua jenis administrasi pemerintah desa sudah dibuat secar digital. Dengan fitur ini perangkat kewilayahan (kelihan banjar dinas) dapat melaporkan penduduk pendatang yang bermukim di wilayah desa punggul. Dengan fitur ini kelihan banjar dinas dapat dengan mudah 105
Berguru Pada Desa melaporkan jika terdapat penduduk pendatang yang berada di wilayah desa punggul. Semua fitur disajikan dalam website resmi desa sehingga masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan informasi tentang tata kelola pemerintah desa. Masyarakat dapat memantau semua kegiatan Pemerintah Desa dan dapat berpartisipasi didalam mengawasi pelaksanaan pembangunan di desa punggul. Fitur ini menyajikan semua aktivitas pemerintahan desa punggul dalam bentuk vidio. Ke depan fitur ini diharapkan akan menjadi salah satu sumber pendapat desa. BPJS Desa punggul sebuah fitur yang dikembangkan oleh Pemerintah Desa Punggul untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang kesehatan. Masyarakat yang menggunakan fasilitas kesehatan baik Puskesmas maupun RSUD Mangusada tidak harus membawa kartu BPJS. Hanya dengan sidik jari fasilitasi BPJS serta rekam medik akan ditampilkan sehingga petugas kesehatan dapat dengan mudah mengetahui rekam medik dari pasien yang berobat. Fitur ini menyajikan tingkat perkembangan desa dilihat dari aspek ekonomi, aspek lingkungan dan aspek sosial sehingga masyarakat dan pemangku kepentingan dapat melihat tingkat perkembangan desa. Indek Desa Membangun menjadi salah satu alat kaji didalam pengambilan keputusan dalam pembangunan. 106
Perjalanan Menuju Digitalisasi Layanan Desa Memang tidak mudah dalam membangun sistem tatakelola pemerintahan berbasis digital, diperlukan komitmen dari semua pihak. Masyarakat, Pemerintah Desa dan BPD harus mempunyai visi yang sama dalam membangun sistem digital. Kebersamaan Pemerintahan Desa dan masyarakat menjadi Kunci dalam keberhasilan menuju digitalisasi. Dibutuhkan Sumber daya manusia, anggaran, mekanisme,perangkat lunak,peralatan pendukung,dan dukungan masyarakat dalam pengembangan sistem informasi publik atau digitalisasi tatakelola pemerintahan desa. 107
Mencari Jejak Dana Desa Oleh: Ni Made Wiraseni,ST (TA-ID Kab Tabanan-Bali) Lima Tahun sudah semenjak tahun pertama Dana Desa (DD) dikucurkan di Kabupaten Tabanan. Kabupaten Tabanan terletak di Provinsi Bali dengan 10 Kecamatan dan 133 desa. Dana Desa diturunkan oleh pemerintah dalam rangka implementasi mandat UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Mandat tersebut bersesuaian dengan poin ketiga Nawacita Presiden Jokowi yaitu membangun Indonesia dari pinggiran untuk memperkuat Daerah dan Desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terlepas dari segala keterbatasan di awal tahun pelaksanaan dikucurkannya Dana Desa, masyarakat sangat merasakan manfaat dari Dana Desa tersebut. Sebelum dikucurkannya Dana Desa, pemerintah desa tidak mampu berbuat banyak untuk mengatasi permasalahan– permasalahannya karena terbatasnya anggaran. Banyak harapan masyarakat yang sulit diwujudkan. Kebutuhan– kebutuhan desa dari tahun ke tahun sebelum adanya Dana Desa sangat sulit terjawab. Namun dengan adanya Dana Desa masyarakat bisa berpartisipasi mulai dari perencanaan yang 108
Mencari Jejak Dana Desa dibahas melalui musyawarah Desa sampai benar-benar bisa mewujudkan berbagai bentuk kegiatan dan pembangunan. Sesuatu yang sebelumnya tidak mungkin menjadi mungkin dan telah mampu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Sampai menginjak tahun ke lima ini, sudah banyak sarana prasarana desa yang dibangun mulai dari jalan desa, jembatan, sarana air bersih, MCK, gedung PAUD, sarana olah raga desa, saluran irigasi dan kegiatan lainnya yang menjadi kebutuhan desa. Kunjungan Mentri Desa PDTT ke Ds.Selemadeg kab Tabanan didampingi Bupati Tabanan Putu Eka Wiryastuti Banyak kisah dan cerita selama pendampingan desa dilakukan. Di tahun pertama (2015) dukungan jumlah tenaga pendamping tergolong kecil dari segi jumlah, apalagi untuk komposisi daerah dampingan yang luas. Sampai kemudian tenaga pendamping desa mulai bertambah dengan adanya rekruitmen pendamping di tahun 2016. Walaupun sampai saat ini masih ada kekurangan tenaga pendamping desa di beberapa lokasi. keberadaan mereka di Kabupaten Tabanan 109
Berguru Pada Desa diterima cukup baik dan sangat diharapkan oleh pemerintah maupun masyarakat desa. Kepala Dinas PMD Kab Tabanan Ir. Roemi Liestyowati sangat mengapresiasi kehadiran tim pendamping desa di Kab Tabanan. Hal ini beliau sampaikan melalui Rapat Koordinasi Provinsi Bali yang terselenggara pada tanggal 29 Agustus s/d 1 September 2019 di Hotel Jayakarta, Kuta - Bali. Meskipun tidak menampik ada pihak yang meragukan keberadaan mereka, namun hal ini menjadi cambuk bagi pendamping untuk menunjukkan diri ada dan bekerja lebih baik. Terbukti, di tahun 2019 ini di Kabupaten Tabanan capain pencairan Dana Desa dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) hingga penyaluran ke Rekening Kas Desa terlaksana sesuai ketentuannya, alias tepat waktu. Bahkan untuk Dana Desa tahap ketiga, Kabupaten Tabanan paling awal cair di Provinsi Bali yaitu pada minggu ke-2 bulan Agustus tahun 2019. Capaian ini tidak terlepas dari peran pendamping desa dalam mendampingi proses teknokratik desa seperti membuat dokumen perencanaan dan penganggaran desa hingga kerjasama mereka dengan pihak terkait. Tidak terlepas juga, karena adanya sinergitas antara Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), Bakeuda dan APIP. Indeks Desa Membangun (IDM) di Kabupaten Tabanan juga mengalami peningkatan. Jika hasil pemetaan IDM tahun sebelumnya hanya terdapat 3 Desa Mandiri di Kabupaten Tabanan. Dalam pendataan IDM yang dilakukan di awal tahun 2019, jumlah Desa Mandiri diketahui meningkat menjadi sebanyak 24 Desa Mandiri. Terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Tidak hanya berhenti sampai di sini, selanjutnya pendamping desa senantiasa mendorong upaya- upaya pencapaian kemandirian desa. 110
Mencari Jejak Dana Desa Penyelenggaraan Dana Desa dari tahun ke tahun mengalami peningkatan kualitasnya. Selama ini Kegiatan Dana Desa masih dominan di infrastruktur. Melalui perencanaan kegiatan tahun 2020, desa-desa telah didorong lebih banyak mengakomodir dan mendahulukan usulan kegiatan yang berorientasi pada pemberdayaan. Salah satu metodologi pendukungnya adalah karena kami melaksanakan serangkaian kegiatan dalam Program Inovasi Desa (PID). Sebagaimana kita tahu salah satu tujuan program ini adalah untuk meningkatkan kualitas perencanaan di desa. Kegiatan pelatihan pengembangan sumber daya manusia melalui Program Inovasi Desa (PID) telah terlaksana sebelum dilakukannya Bursa Inovasi Desa (BID). BID tahun 2019 telah terlaksana di semua Kecamatan di kabupaten Tabanan. Desa desa telah berkomitmen mereflikasi kegiatan kegiatan inovatif yang sudah berhasil di daerah lain. Arah perencanaan ke depan bagaimana mendorong desa tersebut bisa meningkatkan Pendapatan Asli Desa. Seiring dengan hal tersebut maka Peningkatan Sumber Daya Manusia harus senantiasa dilakukan sehingga Desa Mandiri bukan hanya mimpi. “ Dana Desa wujudkan Desa Mandiri, Terimakasih Dana Desa”. 111
Semangat Desa Membangun dalam Persimpangan Oleh: Sumadi (TAM PP PID Sulawesi Tengah) Secara historis, sebelum Indonesia berdiri menjadi negara, maka desa telah terlahir duluan dengan sebuah pranata adat istiadat yang kuat entah apa namanya sesuai dengan kesepakatan masyarakat setempat. Kalau di Sulawesi, disebut aturan adat. Bila aturan adat dilanggar, dan si pelanggar dikenai sanksi dengan istilah Givu dengan kriteria berat, sedang dan ringan sesuai pelnggarannya. Sebagai contoh, sanksi berat bisa diusir dari kampung setempat. Aturan adat ini berlaku hingga sekarang. Bahkan desa juga memilik nama-nama yang lebih spesifik karena kesepakatan local. Antara lain sebutan “Ngata” di wilayah Kabupaten Sigi, Donggala dan Kota Palu, dan Lipu di wilayah Kabupaten Banggai dan sekitarnya. Hal ini menunjukan bahwa secara sosiologis desa (atau sebutan lainnya itu) bukan sekedar berbentuk desa genealogis atau masyarakat adat, melainkan sebagai desa teritorial atau kesatuan masyarakat hukum adat. 112
Semngat Desa Membangun dalam Persimpangan Dengan hadirnya Negara, posisi desa dan desa adat disamaratakan dengan sebutan Desa dan hingga saat ini sebagai penyebutan yang baku di sebut dengan Desa.Seperti halnya Negara, desa adalah juga negara, hanya sepektrumnya “negara kecil” yang juga memiliki wilayah, kekuasaan, hukum (hukum adat), sumber daya dan masyarakat. Namun waktu 113
Berguru Pada Desa itu, desa terkungkung dengan aturan Negara yang kaku mengatur dan memarjinalkan desa. Hingga saatnya tiba Undang Undang Desa No 6 Tahun 2014 keluar yang memberikan sedikit angin segar kepada desa dengan sebuah kewenangan yang sangat luas. Karena dengan adanya kewenangan itu secara otomatis desa mandiri dalam menuju kemandiriannya untuk mencapai visi desa. Atas dasar itu desa melakukan perencaan, pelaksanaan serta pengawasan secara mandiri atas APBDesanya yang semua rancangan kegiatannya didasarkan pada RPJMDes dalam waktu tertentu. Dengan UU Desa, pada hakikatnya kita menjalankan kosep– konsep lama yang sebenarnya sudah desa lakukan sebelum Negara ini terbentuk. Masyarakat berdesa atau tradisi berdesa bukan sekedar mengandung tradisi bernegara patuh dan tunduk pada kebijakan dan regulasi negara atau bermasyarakat yang hidup bersama atau tolong menolong berdasarkan garis kekerabatan, agama, etnis atau yang lainnya. Sesungguhnya tradisi berdesa mengenal unsur bermasyarakat dan bernegara dalam ruang yang disebut desa secara kolektif atas kesamaan basis identitas menjadi daya rekat sosial yang selanjutnya menjadi modal sosial dalam menggerakan desa, baik itu sifat gotong-royong (mapalus) yang tanpa melihat dari aspek suku, agama atau lebel lain yang melekat pada setiap individu masyarakat desa. Keterbukaan dalam perbedaan namun tetap kuat dalam kohesi sosial ini yang saat ini kita sebut sebagai inklusi sosial. Bahkan dalam agenda–agenda politik pun desa telah menjalankan fungsi itu. Contohnya dalam aturan pemilihan kepala desa. Desa juga telah mampu menjalankan proses proteksi dan distribusi pelayanan dasar kepada warga masyarakat atas mandat yang telah diterima oleh masyarakat desa kepada pemimpinnya. 114
Semngat Desa Membangun dalam Persimpangan Kewenangan asal–usul dan kewenangan lokal sebagaimana tersebut dalam UU Desa, merupakan ruang yang meng hidupkan kembali tradisi berdesa yang telah ada sebelumnya. Karena melalui kewenangan itu, desa memiliki jalan untuk mendapatkan hak atas kepemilkan asest–aset yang dimiliki oleh desa secara penuh, lalu dapat digunakan untuk sebesar kepentingan masyarakat setempat. Sebagaimana tersebut di atas bahwa untuk menjalankan kewenangannya, desa menggunakan APBDes sebagai sumber belanja pembangunan di mana perencanaannya serta terjemahan pelaksanaannya didasarkan pada dokumen RPJMDes dan RKPDesa. 115
Berguru Pada Desa Kedudukan dan kewenangan desa dalam UU Desa dikerangkai dalam bentuk asas rekognisi dan subsidiaritas. Realitas yang terjadi selama lima tahun terakhir, kewenangan rekognisi dan subsidiaritas belum sepenuhnya dapat dijalankan oleh desa. Sebagai contoh di beberapa kabupaten masih menerbitkan aturan, baik secara lisan maupun tertulis, yang cenderung melakukan intervensi terhadap kewenangan tersebut. Konkritnya membuat aturan tambahan yang cenderung mengatur penggunaan Dana Desa yang tertuang dalam APBDes dengan alasan penyelarasan program antara pihak kabupaten. Selain itu, tidak bekerjanya fungsi kewenangan desa juga dikarenakan adanya konflik internal antara BPD dan Kades, Kades dengan Sekdes (PNS lebih mendengar camat) dibandingkan dengan menjalankan perintah Kades. Konflik berkepanjangan ini, menurut saya harus menjadi perhatian semua pihak. Proses pembelajaran melalui Program P3MD sebagai bagian dari program pelaksana UU Desa, selama 4 tahun ini belumlah cukup memberikan ruang kepada desa dalam menjalankan kewenangannya secara penuh. Konsep tentang Desa Membangun belum sepenuhnya dapat diperankan oleh para pendamping desa di semua jenjang. Pola pendampingan yang monton serta belum menyentuh seluruh elemen masyarakat, malah cenderung hanya para elit politik desa, berpotensi melebarkan sudut deviasi pencapaian visi misi membangun desa sebagaimana digariskan UUDesa. Atas dasar itu maka pola-pola pendampingan yang sistematis hingga menyentuh kesuluruh elemen terkecil dari masyarakat menjadi sangat penting. Upaya menyediakan ruang-ruang diskusi dalam lingkup komunitas harus lebih banyak dilakukan sehingga mekanisme kontrol secara partisipatif dapat dijalankan. 116
Semngat Desa Membangun dalam Persimpangan Hal ini sesuai dengan pandangan ahli yang menyatakan, bahwa prinsip subsidiaritas menegakan bahwa tidak ada organisasi yang mendominasi dan menggantikan organisasi yang kecil dan lemah dalam menjalankan fungsinya. Sebaliknya, tanggung jawab moral lembaga sosial yang lebih kuat dan besar adalah membantu (dari bahasa Latin, subsidium afferre) organisasi yang lebih kecil untuk memenuhi aspirasi mandiri yang ditentukan pada level yang kecil-bawah, ketimbang di paksa dari atas (Alessandro Colombo, 2012). Subsidiaritas secara prinsipil menegaskan alokasi atau penggunaan kewenangan dalam tatanan politik dengan tidak menyerahkan kedaulatan tunggal di tangan pemerintah pusat. Subsidiaritas terjadi dalam konteks tranformasi institusi – sering sebagai bagian dari tawar-menawar antara komunitas/otoritas yang lebih tinggi. Prinsip ini hendak mengurangi risiko di subunit pemerintahan atau komunitas bawah dari pengaturan yang berlebihan oleh pemerintah pusat. Berangkat dari ketakutan terhadap tirani, subsidiaritas menegaskan pembatasan kekuasaan pemerintah pusat dan sekaligus memberikan ruang bagi organisasi di bawah untuk mengambil keputusan dan menggunakan kewenangan secara mandiri (Christopher Wolfe, 1995; David Bosnich, 1996; Andreas Follesdal, 1999). pola-pola pendampingan yang sistematis hingga menyentuh kesuluruh elemen terkecil dari masyarakat menjadi sangat penting.... Bila melihat perilaku yang terjadi di level desa dalam hubungannya dengan pihak Kabupaten yang juga memiliki Otonomi Daerah maka desa relatif masih menjadi wilayah intervensi program dari atas. Hal ini dapat diketahui dari perilaku administratif birokratik pemkab yang selalu 117
Berguru Pada Desa mengatasnamakan penyelarasan arah pembangunan desa dengan daerah tapi pada praktiknya mereduksi prakarsa lebih banyak sembari menitipkan proyek daerah ke desa. Intruksi halus namun kasar ini (titipan kegiatan) membuat desa harus putar otak untuk membagi-bagi pembiayaan APBDes dapat ikut membiayai proyek pesaranan dari kecamatan dan kabupaten. Desa acap kali tak berkutik, karena pihak kecamatan dan kabupaten adalah pihak yang diberikan kuasa untuk mereview dokumen APBDesa. Aturan tambahan yang juga terkadang menghambat dalam proses pencairan DD adalah desa diwajibkan lunas PBB, dalam arti PBB harus telah disetor kepada kabupaten. Belum lagi kewajiban menyampaikan LPJ penggunaan anggaran tahun sebelumnya, hingga aturan pencairan dana di atas Rp 100 juta harus ditandatangani Bupati dan masih banyak lagi aturan lain yang disampaikan oleh pihak Pemkab melalui pesan berantai. Ini lucu, pengelolaan pemerintahan yang seharusnya disampaikan melalui mekanisme resmi malah dikelola melalui forum tidak resmi. Desa oh…desa….teramat ruwet masalahnya karena adanya campur tangan pihak lain yang seakan belum melepas sepenuhnya otonomi desa dalam perencanaan, pelaksanaan serta pelestarian dalam dua paradigma Desa Membangun dan Membangun Desa untuk Indonesia. Akhir kata, mari kita dampingi Desa dengan cinta dan hati untuk desa maju, mandiri dan demokratis yang sejahtera dan berkeadilan sosial. 118
Mengapa Perlu Desa Digital Oleh: I Putu Sutarka (TA PMD Kab. Badung) Mendampingi Penelitian Beberapa waktu lalu Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) melakukan serangkaian kegiatan penelitian. Fokus penelitiannya, melihat fenomena perkembangan era industri 4.0 dewasa ini, yang menuntut semua aspek kehidupan berbasis teknologi digital. Industri 4.0 identik dengan pengintegrasian proses komputasi, jejaring internet secara global, atau sering disebut era digitalisasi. Seiring berkembangan industri 4.0 pemerintah desa juga telah melakukan perubahan tata kelola pemerintahan desa dari sistem manual ke sistem digital. Berbagai inovasi sudah dilakukan oleh pemerintah desa, diantaranya dalam pelayanan kepada masyarakat, semua sudah mulai berbasis teknologi digital. Di pihak lain, masyarakat desa juga dituntut dapat menggunakan dan memanfaatkan alat komunikasi berbasis android dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Intinya, paradigma Desa Digital sudah mulai berkembang diberbagai daerah namun belum ada sebuah konsep, indikator atau kriteria desa 119
Berguru Pada Desa yang seperti apa dapat dikatakan Desa Digital. Di Kabupaten Badung sudah dikembangkan sebuah konsep Kota Digital dengan layanan Wifi gratis sampai ke desa. Desa Punggul, salah satu desa yang ada di Kabupaten Badung telah menerapkan pelayanan berbasis digital dan memberikan wifi gratis kepada warga masyarakat untuk mengakses internet. Apakah dengan adanya layanan wifi disetiap desa dapat dikatakan sebagai desa digital.Atau seperti apa sih kriteria sebuah desa dikatakan desa digital. Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi melalui Puslitbang- nya telah melakukan penelitian yang bertujuan untuk membuat sebuah model pengembangan Desa Digital. Secara normatif desa digital bertujuan mendorong desa kearah desa cerdas atau Desa Pintar dan juga sering disebut ‘SMART VILLAGE’. Penelitian dipusatkan di Kabupaten Badung dan Desa Punggul. Penelitian atau kajian diawali dengan pelaksanaan Fokus Group Diskusi (FGD) di tingkat Kabupaten yang diikuti oleh OPD terkait dengan narasumber Kadis PMD Kabupaten Badung 120
Mengapa Perlu Desa Digital dan Etti Diana Peneliti dari Puslitbang Kemendes, PDT dan Transmigrasi. Tujuan FGD adalah mendiskusikan deskripsi dan identifikasi data dan informasi sektor, mengetahui peran partisipasi aktif stakeholder, mengetahui strategi pelaksanaan SDGs oleh masing-masing sektor.Sedangkan hasil yang diharapkan adalahadanya peta data dan informasi sektor dan bentuk sistem informasi terintegrasi dan pengelolaan data dan informasi. Dalam FGD tersebut, semua OPD diberikan kesempatan untuk menyampaikan program atau kegiatan sektor yang sudah dilaksanakan di desa yang dikaitkan dengan capaian 17 Goal SDG’S. Dari hasil kuisioner yang telah diisi oleh OPD didapatkan tentang gambaran capaian SDG’S di Kabupaten Badung. Adapun indikator 17 Goal SDG’S tersebut sebagaimana terlihat di gambar. Dari pemetaan data capaian SDG’S Kabupaten Badung diperoleh gambaran sejauhmana sinergi kebijakan, program, kegiatan dan anggaran sektor dalam perencanaan desa sehingga diketahui apa ada hambatan dan dilakukan penyusunan langkah-langkah strategi pencapaian. Kenapa SDG’S menjadi bahan dalam kajian, karena tidak lain rencana pembangunan 121
Berguru Pada Desa nasional 5 tahun ke depan (2020-2024) menumpukan pada tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Pada awalnya, SDG’S diukur dalam pelaksanaan pembangunan di tingkat kabupaten dengan diberlakukannya Undang- undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Dialokasikannya Dana Desa, maka pemerintah desa dengan kewenangan yang dimilikinya, yaitu kewenangan berdasarkan hak asal- usul dan kewenangan lokal berskala desa sebenarnya telah melaksanakan program dan kegiatan menuju SDG’S. FGD kedua dilaksanakan di tingkat desa. FGD ini diikuti oleh para Perbekel, BPD, kelembagaan yang ada di desa, para pemangku Desa Adat, Pendamping Desa dan mahasiswa KKN dari Universitas Udayana (Unud). Adapun tujuan dilaksanakan FGD di desa hampir sama dengan tujuan FGD di Tingkat Kabupaten. FGD di tingkat desa memberikan kesempatan kepada semua perwakilan kelembagaan yang ada di desa untuk menyampaikan program kegiatan dan partisipasi dalam pembangunan desa. Metodenya sama dengan proses FGD di tingkat kabupaten, selain diskusi juga menyebar kuisioner indikator 17 Goal SDG’S. Indikator 17 Goal SDG’S disandingkan dengan digitaliasasi yang sudah dikembangkan oleh Pemerintah Desa Punggul. Dari mapping data dan informasi, diperoleh gambaran sejauhmana digitalisasi yang sudah dikembangkan oleh Desa Punggul untuk menjawab kriteria SMART VILLAGE yaitu:Smart People, Smart Economy, Smart Enviroment, Smart Governance,Smart Life dan Smart Mobility. Pemanfaatan Hasil Penelitian Sekali saya sampaikan hasil penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Badung dan Desa Punggul menjadi bahan 122
Mengapa Perlu Desa Digital rumusan kebijakan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dalam membuat model pengembangan desa digital menuju Smart Village atau Desa Cerdas. Desa merupakan garda terdepan pemerintah dalam penentuan arah kebijakan dan pembangunan nasional. Untuk itu, penguatan pedesaan menjadi hal yang harus diutamakan. Pemerintah memiliki tanggungjawab untuk mengangkat desa menjadi poros pembangunan manusia, infrastruktur, ekonomi, dan sosial. Smart Village adalah suatu konsep pembangunan desa yang mengadopsi komponen-komponen atau indikator dari konsep Smart City, namun dengan skala yang lebih kecil (wilayah desa atau kelurahan). Namun tujuannya tetap sama yaitu untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan desa yang lebih baik terhadap warganya. Dengan mengadopsi komponen Smart City, maka bukan hal yang mustahil jika dari desa akan muncul kekuatan ekonomi nasional berbasis UMKM, sumber daya manusia yang unggul, pemerintahan 123
Berguru Pada Desa yang bersih dan transparan, serta lingkungan sosial yang baik. Ke depannya, konsep Smart Village harus didukung oleh semua pihak agar penerapannya mampu memberikan dampak positif dan maksimal. Para pihak tersebut antara lain Smart Institution, Smart Infrastruktur, Smart Service Delevery, Smart Technology dan Innovation dan Smart Society. Selanjutnya, untuk menjalankan segala komponen tersebut dengan baik, dibutuhkan dukungan dan kerjasama berbagai pihak diantaranya dengan pendamping desa. Peran pendamping desa ke depan juga harus sudah bergeser ke mindset yang lebih cerdas dari sekarang, supaya cita-cita dan tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai. Pola-pola pendekatan pendampingan juga sudah harus bergeser ke arah digitalisasi dan peningkatan kapasitas Pendamping Desa harus mulai ditingkatkan menuju Pendamping Desa yang benar- benar professional dalam berkarya. 124
Tak Rugi Keluar dari Status Buruh Pabrik Swasta Oleh: Eko Nur Kholis (PDP Kec. Belitang Madang Raya Kab. Oku Timur) Pendampingan Desa Pendamping Desa adalah adalah sebuah jabatan non struktural dari sebuah program yang dilahirkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia. Pembentukannya berdasarkan Undang-Undang Desa dengan tujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat di sebuah desa. Selanjutnya, saya ingin mengulas tentang pendamping desa untuk sekadar berbagi pengalaman dengan pembaca. Sejak dibukanya lapangan pekerjaan sosial ini di Kementerian Desa melalui P3MD yang ada di masing-masing Daerah, penulis memperoleh kesempatan bergabung dengan program ini. Bagi penulis, pekerjaan sosial ini merupakan sesuatu hal baru, karena sebelumnya bekerja sebagai buruh Perusahaan Swasta yang ada di daerah penulis asal. Sejak tahun 2016 penulis resmi menjadi seorang pendamping desa. Selama menjadi pendamping desa, sangat banyak 125
Berguru Pada Desa pengalaman baik itu susah maupun senang yang penulis rasakan. Jenjang karir sebagai tenaga pendamping desa profesional, penulis mulai dari jenjang terbawah yaitu menjadi seorang pendamping lokal desa (PLD). Desa dampingan saya ada di daerah perbatasan.Jarak tempuh dari rumah penulis ke desa-desa dampingan kurang lebih 30 Km. Penulis mendamping empat desa. Keempatnya berada di Kecamatan Semendawai Timur. Keempat desa dimaksud, meliputi Desa Wanabakti, Desa Harapan Jaya, Wana Sari Dan Desa Nirwana. Untuk menjangkau keempat desa tersebut, penulis harus melalui medan yang sulit. Bila musim hujan tiba, hampir semua ruas jalan masuk desa dampingan tidak dapat dilewati, karena licin. Namun hal tersebut tidak mengurangi rasa semangat kami dalam menjalankan tugas dan fungsi kami. Tugas Pendamping Desa 1. Mendampingi desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan terhadap pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat Desa; 2. Mendampingi desa dalam melaksanakan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna, pembangunan sarana prasarana desa, dan pemberdayaan masyarakat desa; 3. Melakukan peningkatan kapasitas bagi Pemerintahan Desa, lembaga kemasyarakatan desa dalam hal pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa; 4. Melakukan pengorganisasian di dalam kelompok-kelompok masyarakat desa; 5. Melakukan peningkatan kapasitas bagi Kader Pemberdayaan Masyarakat desa dan mendorong terciptanya kader-kader pembangunan desa yang baru; 6. Mendampingi Desa dalam pembangunan kawasan perdesaan secara partisipatif; dan 7. Melakukan koordinasi pendampingan di tingkat kecam atan dan memfasilitasi laporan pelaksanaan pendampingan oleh Camat kepada pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 126
Search
Read the Text Version
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176
- 177
- 178
- 179
- 180
- 181
- 182
- 183
- 184
- 185
- 186
- 187
- 188
- 189
- 190
- 191
- 192
- 193
- 194
- 195
- 196
- 197
- 198
- 199
- 200
- 201
- 202
- 203
- 204
- 205
- 206
- 207
- 208
- 209
- 210
- 211
- 212
- 213
- 214
- 215
- 216
- 217
- 218
- 219
- 220
- 221
- 222
- 223
- 224
- 225
- 226
- 227
- 228
- 229
- 230
- 231
- 232
- 233
- 234
- 235
- 236
- 237
- 238
- 239
- 240
- 241
- 242
- 243
- 244
- 245
- 246
- 247
- 248
- 249
- 250
- 251
- 252
- 253
- 254
- 255
- 256
- 257
- 258
- 259
- 260
- 261
- 262
- 263
- 264
- 265
- 266
- 267
- 268
- 269
- 270
- 271
- 272
- 273
- 274
- 275
- 276
- 277
- 278
- 279
- 280
- 281
- 282
- 283
- 284
- 285
- 286
- 287
- 288
- 289
- 290
- 291
- 292
- 293
- 294
- 295
- 296
- 297
- 298
- 299
- 300
- 301
- 302
- 303
- 304
- 305
- 306
- 307
- 308
- 309
- 310
- 311
- 312
- 313
- 314
- 315
- 316
- 317
- 318
- 319
- 320
- 321
- 322
- 323
- 324
- 325
- 326
- 327
- 328
- 329
- 330
- 331
- 332
- 333
- 334
- 335
- 336
- 337
- 338
- 339
- 340
- 341
- 342
- 343
- 344
- 345
- 346
- 347
- 348
- 349
- 350
- 351
- 352
- 353
- 354
- 355
- 356
- 357
- 358
- 359
- 360
- 361
- 362
- 363
- 364
- 365
- 366
- 367
- 368
- 369
- 370
- 371
- 372
- 373
- 374
- 375
- 376
- 377
- 378
- 379
- 380
- 381
- 382
- 383
- 384
- 385
- 386
- 387
- 388
- 389
- 390
- 391
- 392
- 393
- 394
- 395
- 396
- 397
- 398
- 399
- 400
- 401
- 402
- 403
- 404
- 405
- 406
- 407
- 408
- 409
- 410
- 411
- 412
- 413
- 414
- 415
- 416
- 417
- 418
- 419
- 420
- 421
- 422
- 423
- 424
- 425
- 426
- 427
- 428
- 429
- 430
- 431
- 432
- 433
- 434
- 435
- 436
- 437
- 438
- 439
- 440
- 441
- 442
- 443
- 444
- 445
- 446
- 447
- 448
- 449
- 450
- 451
- 452
- 453
- 454
- 455
- 456
- 457
- 458
- 459
- 460
- 461
- 462
- 463
- 464
- 465
- 466
- 467
- 468
- 469
- 470
- 471
- 472
- 473
- 474
- 475
- 476
- 477
- 478
- 479
- 480
- 481
- 482
- 483
- 484
- 485
- 486
- 487
- 488
- 489
- 490
- 491
- 492
- 493
- 494
- 495
- 496
- 497
- 498
- 499
- 500
- 501
- 502
- 503
- 504
- 505
- 506
- 507
- 508
- 509
- 510
- 511
- 512
- 513
- 514
- 515
- 516
- 517
- 518
- 519
- 520
- 521
- 522
- 523
- 524
- 525
- 526
- 527
- 528
- 529
- 530
- 531
- 532
- 533
- 534
- 535
- 536
- 537
- 538
- 539
- 1 - 50
- 51 - 100
- 101 - 150
- 151 - 200
- 201 - 250
- 251 - 300
- 301 - 350
- 351 - 400
- 401 - 450
- 451 - 500
- 501 - 539
Pages: